Gerbatama: Ini UI! edisi 69, "Beda Ideologi Beda Afiliasi"

Page 1

g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

edisi Mei 2014

ini UI !

Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis

69


g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

edisi MARET 2013

ed i to r i a l Pemikiran yang beku jadi ideologi. Nilai-nilai yang perlu dipertanyakan lagi tidak dipilih untuk dikembangkan. Pernah ada suatu waktu, di abad ke-20, yang kita kenal sebagai ‘abad keemasan’ ideologi. Tapi kemudian ini ditinggalkan. Karena pada faktanya, ideologi adalah alat hegemoni politik, bukan lagi untuk mengemansipasi kemanusiaan itu sendiri, seperti yang diinginkan para filsuf perintisnya. Abad ke-21 ini, Kampus Universitas Indonesia kedatangan mereka yang mengembalikan pemikiran yang berasal dari ideologi. Bukan bermaksud untuk mengembalikan zaman ke masa lalu, tapi untuk menggunakannya sebagai alat analisis yang dapat diandalkan, kata mereka. Menurut Bagus Takwin, tantangan yang dihadapi kita sekarang bukanlah pada ada atau tidaknya ideologi yang kita anut, melainkan pada eksistensi, pendirian pada landasan yang otentik. Sebab dengan begitu, kita tidak terbawa arus dan jatuh ke jurang di ujungnya. Manusia terbawa arus ini rentan sebagaimana kata Hanna Arendt melakukan hal yang tidak disadari: banalitas kejahatan. Apakah mereka ini terseret arus atau sebaliknya? Ini bukan pertanyaan utama dalam Gerbatama: Ini UI! edisi ini. Fenomena kemunculan kelompokkelompok seperti UI LDSC dan SEMAR UI menarik untuk disimak dan diwartakan ke publik di tengah kebekuan mahasiswa pada tahap diskursus. Umumnya kita maunya, sebagaimana sistem yang ada sekarang, serba praktis dan efisien namun seringkali melupakan pertanyaan esensial: kenapa harus begini?

KONTEN Teknologi: Gudang Kecil Penyimpan Informasi Bernama QR Code

4

Laporan Utama: Beda Ideologi Beda Afiliasi Opini Sketsa: Ideologi

9

Infografis: Ideologi di Persimpangan

10

Analisis: Membangun Organisasi yang Kohesif

12

Laporan Khusus: Polemik Jalan Raya di UI

14

Minat: Agar Budaya Bangsa Tidak Diklaim Negara Lain

16

Tokoh: Mencari Seorang Ideolog Murni

18

Resensi Buku: Menemukan Kisah Utuh Proklamasi

19

Opini Foto: Beragam Warna, Berisi Sama

20

Kirimkan opini dan surat pembaca ke e-mail redaksi. suarahamahasiswaui@gmail.com dengan panjang tulisan 600-800 kata. Jangan lupa pula untuk cantumkan data diri Anda: nama lengkap, fakultas, jurusan, angkatan. Tulisan yang masuk, jadi milik redaksi.

‘‘

SUARA NYATA

Pemimpin Redaksi Syamsul Bahri Fikri Redaktur Artistik Dian Pratiwi Redaktur Foto Hana Maulida Redaktur Riset Muhammad Ginanjar Reporter Altifani Rizki, Andina, Annisa Rasyida, Anggino T., Mochamad Egi, Rony Rezky, Rosi Sofiya F. Fotografer Diah Desita, Ivana Rahardja Peneleti dan Pengembang Binar Lestari, Gema Nasution, Putri Diani Maharsi, Mesel Ghea, Savran Billahi Desain Tata Letak Yan Simba Patria, Rindi Fitria Dewi Sirkulasi Bayu Soleman

6

“Apalah artinya renda-renda kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apalah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan.” -- W.S. Rendra


04 T E K N O L O G I

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

Penggunaan QR Code pada aplikasi media sosial

GUDANG KECIL PENYIMPAN INFORMASI BERNAMA QR CODE OLEH: ALTIFANI RIZKI DAN ANNISA RASYIDA FOTO: IVANA RAHARJA

Quick Response Code atau biasa dikenal QR Code adalah suatu jenis kode matriks dua dimensi yang berfungsi untuk menyimpan informasi tertentu. QR Code berbeda dengan barcode atau kode batang. Selain biasa dimanfaatkan di aplikasi-aplikasi media sosial seperti BBM dan Line, banyak keunggulan yang bisa dilakukan dibanding barcode.


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

T E K N O LO G I

QR

Code sebenarnya sudah ada sejak tahun 1994. QR Code ini mulanya dikembangkan oleh sebuah perusahaan Jepang bernama Denso Wave. QR Code berbeda dengan barcode yang juga biasa digunakan untuk menyimpan informasi. Barcode hanya memiliki satu dimensi, sedangkan QR Code tidak. Keunggulan QR Code dibanding barcode adalah kemampuannya dalam menyimpan informasi berbentuk alfanumerik atau huruf dan angka, seperti huruf jepang (Kanji, Hiragana dan Katakana), teks seperti puisi, spesifikasi dan harga suatu produk, link website, konten SMS untuk dikirim ke nomor tertentu, konten email, membuka aplikasi peta untuk melihat koordinat, dan informasi kontak. QR code juga bisa menyimpan gambar yang berbentuk American Standard Code for Information Interchange (ASCII). Sesuai dengan namanya, ASCII adalah standard yang biasa digunakan untuk pertukaran informasi dan komunikasi data. ASCII merupakan kode angka yang mewakili sebuah karakter. ASCII digunakan karena komputer hanya mengerti angka-angka. Keunggulan lainnya dari QR Code adalah ukuran cetaknya. QR Code jauh lebih kecil dibanding barcode, sehingga lebih efisien untuk dibawa. Meski ukurannya lebih kecil, QR code lebih banyak dan lebih beragam dalam menampung informasi, dengan jumlah terbanyak sebesar 1264 karakter. Semakin mendetail titiktitik yang menyusun suatu QR Code, maka semakin banyak karakter yang tersimpan di dalamnya. Sedangkan barcode hanya mampu menampung informasi maksimal 20 digit. Hasil cetakan di QR Code lebih tahan terhadap kerusakan, dengan tingkat kerusakan maksimum 30%. Kemungkinan gagal dalam membaca QR Code juga sangat kecil, karena dapat dibaca dari segala arah. Perbedaan lainnya terletak pada cara penyimpanan informasi: QR Code menyimpan informasi secara horizontal dan vertikal, sedangkan barcode menyimpan secara vertikal. Sehingga, jika kita menggunakan alat khusus pembaca kode, maka

sinar inframerah akan mengarah vertikal dan horizontal untuk QR Code, sementara akan mengarah vertikal untuk barcode. Hal ini dikarenakan baris dan kolom QR Code berbeda, sedangkan kolom pada barcode sama. Cara kerja QR Code adalah dengan suatu alfanumerik yang diintrepertasikan dalam bentuk kode matriks dua dimensi. Sedangkan cara kerja barcode adalah suatu numerik

Keunggulan QR Code dibanding barcode adalah kemampuannya dalam menyimpan informasi berbentuk alfanumerik atau huruf dan angka diintrepertasikan dalam bentuk kode matriks satu dimensi. QR code dapat membaca angka dan alphabet, sedangkan barcode hanya dapat membaca angka saja, yang ditandai dengan tipis tebal garis yang membentuknya. Hilman, dosen Fasilkom Universitas Indonesia, membantu kita untuk mengenali seperti apa cara kerja QR Code. “Jadi, QR Code berprinsip kerja seperti ini: jika seseorang menulis password “Universitas Indonesia” maka website tersebut mengacak-acaknya dan dienkripsi menjadi suatu algoritma tertentu yang tidak bermakna,” ujarnya. Karena cara kerja seperti itu, password yang telah dienkripsi menjadi QR Code tidak dapat terbaca oleh siapa pun. Hanya orang yang mengenkripsinya saja yang tahu. Tetapi, “QR Code bersifat statis

05

karena hanya dapat membaca informasi dan satu QR Code hanya berisi satu perintah saja,” ujarnya. QR Code tidak memiliki server informasi, karena QR code menyimpan data di dirinya sendiri. Hal ini membuat QR Code lebih cepat untuk dibaca, karena langsung membaca informasi yang terdapat pada susunan titik-titik yang menyusunnya. Sementara, barcode diasosiasikan dengan data tertentu yang disimpan di server informasi. Sekarang, sudah banyak aplikasi pembaca QR Code di ponsel pintar. Aplikasi tersebut dapat membaca QR Code menggunakan media kamera yang terdapat di ponsel. Kita cukup memfoto QR Code menggunakan kamera, lalu seolah-olah ada inframerah yang memproses pembacaan QR code sehingga dapat dilihat informasinya. QR code termasuk suatu teknologi yang sudah bersifat final atau paten, jadi tidak bisa dikembangkan lagi. Tapi, ada juga teknologi yang pada dasarnya menggunakan kode matriks yang mirip dengan QR code, salah satunya kartu kereta api commuter line dan kartu uang elektronik. Kedua kartu ini berbeda prinsip dengan kartu ATM. Kartu uang elektronik bersifat dinamis, dapat menyimpan dan menulis data. Kelemahan dari uang elektronik ini adalah tingkat keamanan kurang, karena jika kartu hilang maka akan kehilangan data yang berakibat kehilangan uang. Selain aplikasi untuk membaca QR Code, terdapat juga beberapa aplikasi yang bisa digunakan untuk membuat QR Code. Antara lain adalah My QR Code Generator untuk ponsel pintar berbasis android, Scanlife Barcode Scanner untuk komputer yang dapat diunduh secara gratis di internet, dan asciiqr.com, salah satu website pembuat QR Code secara online.***


06 l a p o r a n u ta m a

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

BEDA IDEOLOGI BEDA AFILIASI Baru-baru ini, dunia keorganisasian di Universitas Indonesia ramai dengan kemunculan organisasi-organisasi di luar badan eksekutif dan legislatif. Uniknya, ada hal spesifik yang mereka bawa dan berbeda dengan organisasi eksekutif dan legislatif lainnya: yaitu ideologi. Siapa mereka dan apa saja yang dilakukannya?

OLEH: ANDINA, ANGGINO T., MOCHAMMAD EGI, RONY REZKY ILUSTRASI: RINDI FITRIA


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

LA P O R A N U TA M A

Awalnya BEM UI Dimulai dari tahun 2012, sekelompok mahasiswa sering berdiskusi dan berdebat mengenai gagasangagasan Marx. Mereka sering memperdebatkan berbagai isu-isu sosial politik berdasarkan perspektif Marx. Kelompok diskusi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Serikat Mahasiswa Progresif UI (SEMAR UI). Awalnya, sekolompok mahasiswa tersebut mayoritas tergabung dalam Departemen Pusgerak dan Departemen Aksi dan Propaganda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI 2013. Namun mereka akhirnya memutuskan keluar karena berbeda pendapat dengan BEM UI. “Ini lebih ke permasalahan ideologi,” jelas Dicky, salah satu pendiri SEMAR UI. Dicky mengatakan, mayoritas anggota SEMAR yang ketika itu masih tergabung di BEM lebih memilih untuk menyatu pada gerakan buruh, petani, dan gerakan akar-rumput lainnya. Perbedaan inilah yang membuat mereka akhirnya memutuskan keluar dan mendirikan SEMAR UI. “Semenjak itu, kita (pendiri SEMAR UI—red) bergerak sendiri, misalkan saat demo BBM, kita sudah pisah,” tutur Dicky. “Kemudian, kita melihat adanya kebutuhan untuk berorganisasi, maka terbentuklah Semar di bulan Agustus 2013” lanjutnya. Dicky menjelaskan bahwa hal yang membedakan gerakan SEMAR UI dengan gerakan di BEM adalah bergabungnya mereka dengan elemen masyarakat lainnya, terjun ke gerakan akar-rumput, dan punya ideologi yang jelas. Ia juga berpandangan bahwa ada kontradiksi yang terjadi di BEM ketika tidak memiliki ideologi yang jelas. “Misalnya, di satu sisi, BEM menolak UU PT karena dianggap bentuk kapitalisme di bidang pendidikan. Namun, di sisi lain mereka mendukung adanya BPJS meliberalisasi sektor kesehatan,” ungkapnya.

Soal ideologi, Dicky menegaskan bahwa yang diusung SEMAR UI adalah ideologi Marxisme. Ia mengakui kalau Marxisme dapat digunakan sebagai pendekatan ilmiah untuk menjelaskan kenyataan sosial. Dan menurutnya, Marxisme masih relevan di masa sekarang. “Marxisme masih relevan untuk menjelaskan kenyataan sosial seperti kenapa penggusuran stasiun kemarin terjadi, kenapa BBM harus naik juga bisa menjelaskan kenapa pendidikan diprivatisasi,” katanya, “itu adalah dampak-dampak dari liberalisme.” Tidak hanya melakukan propaganda gerakan di dalam kampus, SEMAR UI juga berafiliasi dengan gerakan lain di luar kampus. Dicky mengakui, dalam gerakannya, SEMAR UI selama ini membangun jaringan kepada serikat petani dan buruh. “Misalnya dengan petani di Serikat Petani Pasundan dan Serikat Petani Indonesia,” ujarnya. Terbaik di antara Terburuk Sementara itu, berselang beberapa bulan, kelompok mahasiswa dengan mengusung tema liberal muncul di UI. Mereka menamai diri sebagai UI Liberal and Democratic Study Club (UI LDSC) yang dibentuk pada 11 September 2013. Bedanya, UI LDSC lebih berfokus sebagai kelompok belajar dan kelompok debat mahasiswa. Ini berawal dari keprihatinan mereka bahwa fungsi eksternal yaitu minimnya program pendidikan tentang ideologi untuk publik. Muhammad Luthfi adalah salah satu pendiri UI LDSC. Ia mengaku bercita-cita menjadikan organisasi ini sebagai kelompok belajar dan kelompok debat mahasiswa yang berbasis ideologi liberal. UI LDSC memiliki visi dan misi untuk membawa ideologi liberal dan demokrasi ke dalam setiap aspek kehidupan kampus, sosial masyarakat dan kebangsaan dalam lingkup yang lebih besar. Gagasan ini

07

dibangun, menurut Luthfi, lewat diskusi, debat, dan membaca. “Kenapa melalui bacaan (membaca, maksudnya—red), karena saat ini banyak mahasiswa bergerak tidak cukup maju dengan berbicara secara ‘common sense’ tanpa berpikir bahwa ada konteks teoretis yang harus dipegang sebagai intelektual di kampus,” ujar Luthfi. Luthfi kemudian menegaskan kalau UI LDSC bukan organisasi yang murni ideologinya liberal. “Masingmasing anggota UILDSC sendiri memiliki ideologi yang berbeda-beda seperti beberapa ada yang liberal, neo-marxis, dan ada banyak ideologi lain yang berkembang di kalangan mahasiswa yang juga tergabung dalam UILDSC,” ujarnya. Ia melanjutkan kalau ideologi yang diperjuangkan UI LDSC bukanlah yang paling ideal, namun terbaik dari yang terburuk sebelum munculnya ideologi yang lebih baik lagi di masa depan. Sementara itu, Donny Syali, Wakil Program Director UI LDSC menambahkan, “Liberal itu tidak harus dimiliki oleh para anggota, namun hanya membentuk perspektif anggota dalam melihat fenomena sosial yang ada,” katanya. Berbeda dengan SEMAR UI yang membangun gerakannya dengan organisasi di luar kampus, Luthfi mengaku bahwa UI LDSC tidak berafiliasi dengan pihak luar, “Cuma dalam beberapa kegiatan, bekerjasama dengan beberapa pihak luar,” ungkapnya. Namun, sebelum terbentuk UI LDSC, Luthfi sendiri mengaku pernah mengikuti seminar Akademi Merdeka yang berkerjasama dengan Friedrich Neumann Stiftung Foundation, lembaga filantropis dari Jerman, dan beberapa diskusi dari Freedom Institute. Menurut laman profil di situs-jejaringnya (http://akademimerdeka.org/about-us/), Akademi Merdeka merupakan proyek yang didanai oleh


08 l a p o r a n u ta m a

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

Atlas Foundation, lembaga filantropis yang berebasis di Amerika Serikat, untuk mempromosikan kebebasan dan ekonomi pasar di antara anak muda di Indonesia. Sementara itu, Freedom Institute merupakan semacam lembaga swadaya yang didirikan Rizal Malarangeng. Pernah Bersinggungan Persamaan UI LDSC dan SEMAR UI adalah kepemilikan blog sebagai media untuk menampung gagasannya, selain sama-sama menjadikan Marxisme dan Liberalisme sebagai prespektif. UI LDSC memiliki laman di liberaldemokratui.wordpress.com, sementara SEMAR UI memiliki laman di serikatmahasiswaprogresif.blogspot. com. Menurut pantauan Suara Mahasiswa UI sampai 16 April 2014, laman UI LDSC mulai aktif sejak November 2013, sementara SEMAR UI mulai aktif sejak Agustus 2013. Kemudian, UI LDSC memiliki 10 artikel, sedangkan SEMAR UI 72 artikel. Menanggapi lebih sedikitnya tulisan di blog UI LDSC, Raihan, salah satu anggotnya, mengakui kalau UI LDSC tidak hanya berfokus pada menulis. “Konsen kami kepada budaya diskusi,” tuturnya. Sementara itu, Bregas, salah satu anggotanya juga, menuturkan kalau UI LDSC saat ini sedang fokus pada bidang internalnya. “Mudah-mudahan ke depannya kita udah mulai (aktif menulis—red),” tuturnya. Pada bulan November 2013, UI LDSC memublikasikan tulisan kritik terhadap pamflet yang pernah disebarkan SEMAR UI beberapa waktu sebelum itu. Kritik itu dipublikasi lewat blog mereka dengan judul ‘COUNTER REVIEW TERHADAP PAMFLET SEMAR UI OKTOBER 2013’. Artikel itu salah satunya mengritik pemahaman SEMAR UI terhadap Marxisme. Menurutnya,

“Pandangan SEMAR UI terhadap kelaskelas jelas perlu diperbarui di era ini.” Lantas kritik ini juga dibalas oleh SEMAR UI dengan dua tulisan yang masing-masing bejudul ‘Kami Masih Belajar untuk Menjadi Akademis, Progresif, dan Marxis’ dan ‘Pembacaan dan Labelisasi yang Serampangan’. Dalam tulisan yang kedua itu dikatakan kalau tulisan kritik yang dipublikasi UI LDSC tidak mendalam dan hanya berdasarkan labelisasi, tanpa membaca literaturnya langsung. “Tapi tenang kawan, kau tidak sendiri, sudah banyak kami temukan orang-orang yang sama,” tulis dalam artikel tersebut. Lalu, salah satu anggota BEM UI angkat bicara soal keberadaan organisasi semacam ini. Menanggapi pendapat mengenai gerakan BEM yang tidak berideologi dan tidak konsisten, Hilmiyah Tsabitah, Kepala Departemen Lingkungan Hidup BEM UI 2014, kemudian menuturkan kalau BEM tidak bisa disamakan dengan mereka. “Karena BEM memang tujuannya adalah bergerak berdasarkan visi misi BEM yang dijewantahkan ke dalam gerakan-gerakan sosial,” kemudian katanya, “BEM tidak memiliki ideologi tertentu karena harus merangkul dan mewadahi seluruh mahasiswa UI dan tidak membedakan berdasarkan apa ideologinya.” Karena Lemah, Mereka Mengikuti Arus Ditemui di sela-sela kesibukannya, Bagus Takwin, penulis buku Akar-Akar Ideologi, yang juga berprofesi menjadi dosen di Fakultas Psikologi UI menuturkan mengenai perkembangan konsep ideologi. “Kalau dari sudut pandang psikologi sosial kita dapat mengkaji mengenai ideologi ini dari system justification theory yang menjelaskan mengapa orang-orang

yang menganut ideologi tertentu akan terus menerus mempertahankan sistem yang sudah ia anggap sebagai kebenaran dan justifikasi yang absolut tersebut,” terangnya. Menurutnya, ideologi dibutuhkan manusia dalam derajat tertentu. Ia mengutip pandangan dari Pierre Bordieu yang mengatakan bahwa ideologi dibutuhkan sebagai amunisi dan sebagai panduan untuk memahami kehidupan. Namun, hal ini akan berkembang menjadi masalah ketika ideologi digeneralisasi pada semua aspek kehidupan dan tidak pernah diverifikasi. Bagus Takwin memandang di masa sekarang ini masalahnya bukan terletak pada individu yang tidak menganut ideologi tertentu tapi lebih mengakar lagi yaitu kelemahan karakter. Individu tidak memiliki virtue (kekuatan dalam diri—red) tidak terbentuk pribadi yang memiliki prinsip. Kemiskinan akan virtue ini berawal mula dari institusi-institusi pendidikan yang juga kurang memiliki kekuatan dalam tatanan masyarakat untuk mengeluarkan prinsip-prinsip yang bersandarkan pada virtue sehingga tidak memiliki daya untuk interupsi dan ikut saja dalam arus pasar yang mulai merambah ke bidang pendidikan. “Tentunya, hal ini akan merusak tatanan sosial, karena fenomena yang muncul sekarang adalah individu-individu yang takut untuk mengemukakan gagasan pendapatnya dan tidak berani mengambil risiko,” lalu ia menutup, “karena tidak memiliki virtue yang kuat mereka akan mengikuti arus karena mencari aman tanpa menyadari bahwa arus tersebut sebenarnya membawa mereka ke keadaan yang lebih buruk lagi.” ***


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

O P I N I S K E T SA

ILUSTRASI : RINDI FITRIA

09


10

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

INFOGRAFIS


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

INFOGRAFIS

11


12

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

ANALISIS

MEMBANGUN ORGANISASI YANG KOHESIF OLEH: PUTRI DIANI MAHARSI

Kohesivitas adalah kondisi di mana anggota kelompok saling menyukai dan mempercayai, memiliki komitmen untuk mencapai tujuan kelompok, dan berbagi kebanggan sebagai sebuah kelompok. Kondisi ini penting untuk dimiliki oleh sebuah organisasi.

O

rganisasi dan mahasiswa adalah dua hal yang kini sulit dipisahkan. Keberadaan organisasi yang menarik mahasiswa, serta keberadaan mahasiswa yang mengembangkan organisasi. Organisasi sebagai lahan bagi mahasiswa untuk mengembangkan ‘potensi’, mengisi CV (Curriculum Vitae), mengabdi untuk masyarakat, dan berbagai kegiatan lainnya. Berbagai organisasi ini mencakup ranah yang cukup luas dan bervariasi, disertai dengan visi, misi, dan ideologi masing-masing. Banyaknya organisasi yang berkembang ini menimbulkan sebuah masalah baru: persebaran sumber daya manusia. Banyaknya mahasiswa yang memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan sebuah organisasi tetap tidak mampu menutup jumlah kursi kosong yang disediakan oleh setiap organisasi tersebut. Setelah sumber daya ma-

nusia tersebar, masuklah tugas organisasi: mempertahankan sumber daya manusia. Banyaknya kesempatan yang terbuka menjadikan bertahan dalam sebuah organisasi lebih sulit dibandingkan berpindah-pindah ke organisasi lain. Padahal dalam kondisi seperti ini, suatu organisasi tetap perlu mencapai sasaran dan tujuan mereka. Salah satu solusi yang akhirnya digunakan adalah dengan penggunaan maksimal dari bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, atau lebih akrab disebut PSDM. Bidang inilah yang berfungsi menjaga kelangsungan organisasi, pengembangan kemampuan anggota, memberi pelatihan, serta menjaga hubungan antar anggota organisasi. Secara singkat, bidang ini berfungsi menjaga kelangsungan organisasi melalui pengembangan anggota yang memiliki kemampuan

dan identifikasi yang kuat terhadap organisasi yang menaunginya. Dengan kata lain, tujuan besar bidang PSDM adalah menciptakan kohesivitas dalam kelompok. Menurut Beale, Cohen, Burke, dan Mclendon (2003, dalam Aamodt, 2011), kohesivitas adalah kondisi dimana anggota kelompok saling menyukai dan mempercayai, memiliki komitmen untuk mencapai tujuan kelompok, dan berbagi kebanggan sebagai sebuah kelompok. Ada pula yang menyatakan kohesivitas sebagai kecenderungan untuk tetap bersatu ketika bekerja untuk mencapai suatu tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan emosional sesama anggota kelompok. Secara singkat, kohesivitas kelompok adalah komitmen terhadap tugas dan ketertarikan secara interpersonal terhadap anggota kelompok dan kelompok itu sendiri. Deskripsi singkat menge-


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

A N A LI S I S

nai kohesivitas sendiri dapat dijelaskan melalui faktor yang membentuknya dan dampak ditimbulkannya terhadap kelompok. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok. Pertama adalah kesamaan karakteristik anggota kelompok. Semakin banyak kriteria yang sama dari setiap anggota kelompok, maka semakin kohesif kelompok tersebut. Kedua adalah sulit atau tidaknya untuk menjadi anggota suatu kelompok. Hal ini berhubungan

“...kohesivitas adalah kondisi dimana anggota kelompok saling menyukai dan mempercayai, memiliki komitmen untuk mencapai tujuan kelompok� dengan keanggotaan dan perasaan menjadi bagian dari suatu hal yang eksklusif. Semakin sulit proses menjadi bagian kelompok tersebut, maka akan semakin kohesif anggota kelompok tersebut. Ketiga adalah kinerja kelompok. Semakin tinggi kinerja suatu kelompok di mata orang lain, maka nilai dari kelompok tersebut pun akan meningkat. Nilai kelompok yang tinggi akan mempengaruhi seseorang untuk mengidentifikasikan diri terhadap kelompok tersebut, dan menimbulkan keinginan untuk berhubungan

dengan kelompok tersebut. Keempat adalah persaingan dan ancaman yang berasal dari luar. Ketika suatu kelompok memiliki persepsi bahwa kelompoknya memiliki persaingan dengan kelompok lain, maka anggota kelompok akan lebih mudah menyadari kesamaan diri mereka dengan anggota lain dan juga cara untuk menghadapi persaingan yang berasal dari luar tersebut. Sejarah mencatat bahwa banyak pemimpin menyadari hal ini, dan mengalihkan fokus pengikutnya kepada ancaman asing ketika kohesivitas internal kelompok terancam. Selain faktor tersebut, ada hal lain yang perlu diketahui mengenai kohesivitas kelompok adalah dampak yang ditimbulkannya kepada sebuah kelompok. Dampak ini dapat dipandang melalui berbagai aspek, antara lain aspek kinerja (performance), aspek kepuasan (satisfaction), aspek adaptasi emosional (emotional adjustment), dan aspek tekanan konformitas (conformity pressure). Kohesivitas menimbulkan kinerja dan kinerja menimbulkan kohesivitas. Apabila suatu kelompok memiliki kohesivitas yang tinggi, maka ia akan memiliki kinerja yang tinggi, dan sebaliknya. Dampak kohesivitas pada aspek kepuasan anggota adalah, semakin kohesif suatu kelompok, maka rasa puas yang timbul pada anggota terhadap kelompoknya pun akan semakin tinggi. Kepuasan yang tinggi erat kaitannya dengan optimisme dan rendahnya masalah sosial dalam suatu kelompok. Dampak kohesivitas selanjutnya dilihat dari aspek adaptasi secara emosional anggota suatu kelompok. Kelompok yang kohesif dikatakan melalui proses adaptasi yang lebih baik, di mana anggota mengalami lebih sedikit kecemasan dan ketegangan.

13

Selain itu, kelompok yang kohesif pun dapat menghadapi stress dengan baik. Dampak terakhir ditinjau dari tekanan konformitas. Konformitas adalah kecenderungan untuk mengikuti atau mengimitasi karakteristik kelompok di mana ia menjadi anggota, mengabaikan karakteritik pribadinya. Pada kelompok yang kohesif, tekanan untuk menjadi sama dengan anggota lain lebih tinggi. Gejala ini menimbulkan suatu dampak negatif, di mana anggota akan cenderung memiliki pendapat yang sama sehingga proses berpikir kritis lebih sulit untuk dilakukan. Hal ini dikatakan terjadi karena tingginya intensitas pertemuan anggota, sehingga lebih mudah bagi anggota untuk mengembangkan nilai yang serupa, menghasilkan pandangan yang serupa pula. Berdasarkan paparan mengenai deskripsi kohesivitas kelompok, maka dapat dikatakan bahwa kohesivitas memang perlu dimiliki oleh organisasi. Dengan kohesivitas tinggi, maka kinerja kelompok pun akan meningkat. Lebih jauh lagi, kelompok yang kohesif memiliki ikatan yang lebih kuat antara anggota dengan organisasi mereka, sehingga probabilita seseorang untuk bertahan dalam kelompok tersebut pun akan semakin tinggi. Untuk itu, ada berbagai cara untuk meningkatkan kohesivitas kelompok: Cara pertama adalah adanya kepemimpinan dan pemimpin yang efektif. Cara kedua adalah pembentukan lingkungan yang menyenangkan dengan penggunaan humor. Cara ketiga adalah penyesuaian ukuran kelompok. Semakin kecil suatu kelompok, semakin kohesif. Untuk itu, penting bagi organisasi untuk memastikan .kelompok memiliki anggota seminimal mungkin. ***


14

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

Laporan Khusus

POLEMIK JALAN RAYA DI UI OLEH : DIMAS ANDI SHADEWO FOTO : DIAH DESITA

Universitas Indonesia yang dianggap sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia sepantasnya memiliki infrastruktur yang memadai. Namun, salah satu infrastruktur terpenting di UI justru memiliki persoalan dari sisi pembangunan maupun perawatannya.

J

alan raya yang seharusnya menjadi urat nadi bagi lalu lintas di wilayah UI tampak rusak di beberapa sisi. Seperti di depan Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan dan depan halte Resimen Mahasiswa. Padahal, jalan tersebut dilewati oleh banyak kendaraan yang berasal dari dalam maupun luar UI. Kerusakan ini juga membuat kemampuan UI dalam menyediakan infrakstrukur dan perawatannya patut dipertanyakan. Kasubdit

Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset (PPA) UI, Jack Rizal berpendapat bahwa dalam hal pembangunan dan perawatan jalan, UI telah memiliki anggaran tersendiri dalam perawatan tiap tahunnya. “Biasanya kan kita ada anggaran perawatan setiap tahun, jadi sangat tergantung dari persetujuan Majelis Wali Amanat (MWA) UI,” kata Jack Rizal. Ia juga menambahkan bahwa ketika MWA UI menyetujui anggaran yang diajukan, barulah

mereka dapat menangani perawatan tersebut. Perawatan dan perbaikkan infrakstruktur jalan raya di UI tentu saja diperlukan. UI sendiri biasa mengundang pihak luar untuk memperbaiki kerusakan jalan tergantung seberapa parah rusaknya. “Kalau kerusakannya butuh anggaran hingga 200 juta rupiah keatas tentu kita lelang, tapi kalau hanya sedikit kita perbaiki sendiri,” ujar Jack Rizal. Lebih lanjut ketika ditanya


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

la p o r a n k h u s u s

potensi kecelakaan akibat rusaknya jalan di UI, Jack Rizal mempunyai pendapat tersendiri. Menurutnya potensi kecelakaan ketika jalan rusak justru lebih kecil ketimbang jalan dalam keadaan mulus atau baik. Sebab, para pengendara motor dan mobil cenderung melambat saat kondisi jalan yang kurang memadai. Daniel Hermantyo, mahasiswa Fakultas Hukum UI, memiliki pandangan lain mengenai kerusakan pada jalan raya. Menurutnya, hal tersebut dapat berpengaruh pada efisiensi waktu perjalanan. “Ya, kalau jalan pada rusak kan mobil akan melambat, waktu tempuh bertambah panjang dan takutnya bisa bikin mahasiswa telat masuk kelas,” katanya. Infrakstruktur jalan yang rusak juga membuat pembangunan polisi tidur baru di UI tidak berfungsi maksimal. Idealnya, pembangunan tersebut bertujuan untuk memperlambat laju kendaraan ketika dalam kecepatan tinggi. Dengan kondisi beberapa jalan yang rusak, justru berpotensi merusak kendaraan karena banyaknya guncangan saat kendaraan melaju. Selain fungsi yang kurang maksimal, penempatan polisi tidur baru di UI masih dipertanyakan. Hal ini diamini oleh Febri Taufik Nur Rahman, mahasiswa dari FIB UI. Ia menilai beberapa polisi tidur kurang sesuai penempatannya, ditambah lagi rambu-rambu lalu lintas yang kerap diabaikan oleh banyak orang. Ia pun mengaku hampir terjatuh saat melintasi polisi tidur dekat FE UI. “Polisi tidur disitu kurang tepat penempatannya soalnya berada di jalan yang menurun juga menikung. Saya pernah kesulitan mengendalikan motor saya disitu. Hampir saja motor saya slip,” ujarnya. Febri menambahkan bahwa masalah yang terjadi pada jalan raya di wilayah UI sangat penting

untuk ditangani. Ia menuturkan jika hal ini terus dibiarkan, maka lalu lintas kendaraan yang keluar-masuk UI akan semakin terganggu. Jack Rizal menganggap masalah pada infrakstruktur tersebut dengan miris. “Saya selalu protes ke Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) tentang pembangunan tersebut yang saya rasa mubazir. Pembangunan polisi tidur sebenarnya tidak perlu dilakukan seandainya para pengendara melaju dengan kecepatan yang sesuai disini yaitu 40 km/jam atau dibawahnya,” ujarnya. “Pembangunan itu kan menandakan kecenderungan pengendara untuk ngebut masih tinggi. Dan ketika muncul kerusakan pada jalan raya di UI, barulah terasa efeknya, apalagi akhir-akhir ini ba-

“...jalan raya rentan rusak dan yang bisa dilakukan oleh pihak UI sejauh ini adalah meminimalisir kerusakan tersebut” nyak kendaraan besar melintas karena ada proyek,” begitu penjelasan pria alumni Teknik Sipil UI tersebut. Adanya proyek yang berlangsung di kawasan UI membuat banyak kendaraan besar pengangkut material lalu lalang. Konsensinya, jalan raya rentan rusak dan yang bisa dilakukan oleh pihak UI sejauh ini adalah meminimalisir kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan karena mereka tidak bisa serta merta melarang kendaraan besar tersebut melintas. Namun, kerusakan tetap

15

terjadi. Rambu batas kecepatan yang tidak dipatuhi oleh para pengguna ken-daraan juga turut mempengaruhi kondisi jalan. Sebab, jalan sendiri memiliki batas maksimal beban yang harus dihadapinya. Jack Rizal menjelaskan, pihaknya sedang mengajukan komplain terhadap PT Wijaya Karya selaku kontraktor proyek di UI. “Kita ingin ada langkah antisipasi. Jadi kalau truktruk mereka dianggap merusak jalan atau mengotori jalan, kita ingin mereka mengantisipasinya,” jelasnya. Di satu sisi ia juga berharap mahasiswa bisa saling mensosialisasikan pentingnya merawat infrakstruktur seperti jalan raya. Hal ini dilakukan agar ketika jalan yang mulus sudah dibangun, tidak ada penyalahgunaan yang terjadi. Hal senada juga disampaikan oleh Febri Taufik Nur Rahman. “UI sebagai crystal of knowledge yang berarti semua pihak harus memberi contoh baik, termasuk dalam merawat infrakstruktur jalan raya,” sebutnya. Ia pun turut menyampaikan bahwa keberadaan jalan raya yang baik sangat penting. Oleh karena itu, ia berharap para petinggi di UI segera memperbaiki kondisi jalan yang rusak. Sebab, infrakstruktur yang baik dan memadai menandakan bahwa kualitas kampus tersebut juga baik. Harapan yang sama diutarakan oleh Jack Rizal. “Terlepas dari masalah itu, pelayanan untuk jalan yang mulus itu harus terus kita lakukan karena itu merupakan hal yang penting bagi kampus sebesar UI memiliki jalan yang bagus,” demikian pernyataannya. ***


16

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

M I N AT

16 // SOSOK

AGAR BUDAYA BANGSA TIDAK DIKLAIM NEGARA LAIN OLEH: ROSI SOFIYA F.A FOTO : DOK. PRIBADI


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

M I N AT

17

UNIVERSITAS INDONESIA.. UNIVERSITAS KAMI.. IBUKOTA NEGARA.. PUSAT ILMU BUDAYA BANGSA....

T

erlihat dari kutipan lagu Genderang UI diatas, Universitas Indonesia telah mengklaim dirinya sebagai pusat ilmu budaya bangsa. Komunitas Pecinta Keris UI melalui kegiatan-kegiatannya berusaha membuktikan itu. Meminjam kalimat dari buku filsafat militer kuno Cina, Art of War karya Sun Tzu, berbunyi : “Ia yang mengenal pihak lain (musuh) dan mengenal dirinya sendiri, tidak akan dikalahkan dalam seratus pertempuran. Ia yang tidak mengenal pihak lain (musuh) tetapi mengenal dirinya sendiri memiliki suatu peluang yang seimbang untuk menang atau kalah. Ia yang tidak mengenal pihak lain (musuh) dan dirinya sendiri cenderung kalah dalam setiap pertempuran.” Beberapa tahun terakhir, bangsa ini banyak dikagetkan dengan klaim negara jiran atas beberapa kebudayaan Indonesia. Mulai dari lagu, makanan tradisional, hingga tarian. Barangkali ‘kekalahan’ kita itu terjadi karena kita tidak mengenal budaya sendiri. November 2005, UNESCO secara resmi telah mengukuhkan keris sebagai warisan budaya dunia tak benda (intangible) milik Indonesia. Sebagai konsekuensi dari pengakuan UNESCO tersebut, Indonesia mempunyai kewajiban untuk melestarikan dan mengembangkan keris agar terhindar dari kepunahan. Amanah dari UNESCO tersebut menumbuhkan semangat sekelompok alumni dan mahasiswa Universitas Indonesia untuk mendirikan sebuah komunitas pecinta keris UI, tahun 2009 silam. Donny Satryowibowo, salah satu penggagas komunitas keris UI, yang kerap disapa Romo ini menganalogikan budaya sebagai akar ketahanan bangsa. “Ibaratkan bangsa adalah sebuah pohon, dan budaya adalah akarnya. Sekuat apa pun pohon, kalau akarnya keropos, tinggal menunggu waktu saja untuk melihat pohon itu tumbang,” tuturnya kepada Suara Mahasiswa saat ditemui

di Kantin Sastra (Kansas) FIB UI Jumat (28/3) lalu. Lebih lanjut, alumni Sastra Jawa UI ini mengatakan bahwa selama ini telah ada pandangan yang salah terhadap keris. Beberapa tayangan televisi mengisahkan senjata tikam tradisional yang telah dikenal sejak zaman kabudhan (zaman Mataram Hindu-Buddha praIslam di Jawa) itu mengandung

“Ibaratkan bangsa adalah sebuah pohon, dan budaya adalah akarnya. Sekuat apa pun pohon, kalau akarnya keropos, tinggal menunggu waktu saja untuk melihat pohon itu tumbang,”

berbagai macam tuah, klenik, dan keramat sehingga dianggap musyrik jika meyakininya.“Pemahaman itu harusnya diubah,” katanya tegas. Menurutnya, pemahaman tentang keris ini seharusnya dilihat lebih bijak dan mendalam dari segi agama, sekaligus juga dari segi sejarah, arkeologi, sosial, budaya, politik, hukum, dan psikologi, serta yang tak kalah penting adalah dari segi teknik metalurgi dan fisika-kimia. Dalam hal itu, komunitas yang beranggotakan kurang lebih 25 orang ini mengadakan pertemuan besar yang rutin dilakukan setiap bulannya. Mereka berdiskusi berbagai hal tentang senjata tradisional Indonesia. Selain itu, komunitas yang telah beberapa kali mengikuti pameran budaya ini juga melakukan ber-

bagai kegiatan outdoor, dintaranya penjamasan keris (perawatan), serta kunjungan ke pandai-pandai besi tradisional, seperti di daerah Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Di Indonesia terdapat ribuan jenis keris. Karena pada dasarnya, keris sendiri dibagi menjadi 3 golongan, yaitu keris berdasarkan tangguh (gaya jaman pembuatan keris), dhapur (pakem bentuk keris), dan pamor (pola logam pada bilah keris). Ketika ditanya mengenai hal mistis dalam keris, Romo yang merupakan pengajar kegiatan seni di FIB UI dan pengajar sejarah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini berkaca pada hasil penelitian orang Jepang, Masaru Emoto “The True Power of Water”. Dalam penelitian itu, telah dibuktikan bahwa air yang diberi doa atau kata-kata yang bagus dapat merubah kandungan air menjadi bagus, dan memberikan efek baik kepada orang yang meminum air itu, dan sebaliknya. “Air yang liquid aja bisa tersugesti oleh kata-kata doa, apalagi keris yang merupakan benda solid?” jelas mantan Asisten Khusus Sekjen Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) itu sembari mengangkat kedua bahunya. “Sebenarnya semua hal yang sering kita anggap mistis itu pasti ada penjelasan ilmiahnya, hanya saja pengetahuan kita belum sampai kesitu,” lanjutnya. Komunitas yang juga menerima anggota dari non UI ini mengaku ingin mendirikan pusat kajian ilmiah tentang keris, membuat acaraacara besar tentang budaya, serta meluaskan pergaulan komunitas hingga internasional. “Kita sebagai kaum terpelajar punya science, dan dari science itu lah kita bisa meluruskan knowledge di masyarakat yang keliru. Apalagi kita anak UI, satusatunya perguruan tinggi penyandang nama bangsa. Ya kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?” tutup Romo. ***


18

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

t o ko h

MENCARI SEORANG IDEOLOG MURNI OLEH : YAN SIMBA PATRIA

D

alam perkembangan pemikiran di Indonesia masalah politik dan agama menjadi perdebatan yang selalu hangat bukan hanya dalam alam Indonesia merdeka, namun dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia hingga saat ini. Merdeka berarti melahirkan dasar negera, sebuah dasar negara yang harus disepakati oleh seluruh elemen pendiri bangsa atau paling tidak harus dipaksakan agar dapat terwujud negara yang stabil. Sejarah bangsa ini mengatakan pada kita bahwa merumuskan dasar negara yang satu adalah mempertemukan ideology berbeda yang berkonflik, sebenarnya perdebatan-perdebatan muncul bukan hanya dimulai pada tahap konstituante itu sendiri namun jauh sebelum itu perdebatan hebat Komunis-Islam dalam Sarekat Islam telah terjadi. Maka menjadi penting untuk kembali menengok sejarah pembentukan dasar negera di dalam Negara dengan mayoritas berkeyakinan Islam ini. Bagi sebagian golongan, fikiran yang diperjuangkan Muhammad Natsir tentang konsepsi ideologi Islam adalah sebuah penghalang yang hebat dalam mencapai dan

melaksanakan maksud dan ideology golongan-golongan yang tidak sepaham.Bukan saja komunis yang antiagama, melainkan juga dari paranasionalis yang netral terhadap agama berusaha untuk mengimbangi dan melawan ideologi yang dibawa Natsir ini. Mantan ketua umum Partai Masyumi ini berusaha menekankan dengan hujjah-hujjah ajaran Islam bahwa, Islam itu melingkupi segenap bidang hidup, tiada satu bidang pun, termasuk politik dan negara, yang dapat dipisahkan dari ajaran Qur’an dan Sunnah Nabi. Hal ini dapat dibenarkan dengan melihat bahwa Nabi Muhammad dalam masa Risalahnya membentuk suatu ummat bermasyarakat yang dibina dengan peraturan-peraturan dan sikap serta kecenderungan tertentu ; yang mempunyai hubungan tertentu ; yang mempunyai hubungan teratur dengan golongan dan bangsa lain. Komentar Natsir tentang nafas kehidupan politik adalah, “Oleh karena itu bagi kita sebagai muslim, kita tidak dapat melepaskan diri dari politik. Dan sebagai orang berpolitik, kita tak dapat melepaskan diri dari ideology kita, yakni ideologi Islam. Bagi kita, menegakkan Islam itu tak

dapat dilepaskan dari menegakkan masyarakat, menegakkan Negara, menegakkan kemerdekaan.” Semua aspek itu jika digabungkan akan menjadi sebuah konsepsi yang kita kenal sekarang dengan negara yang terletak di dalamnya bidang yang kemudian di sebut politik. Konsepsi inilah yang senada dengan pemikiran Natsir tentang kehidupan; menurut Natsir,“Islam adalah suatu falsafah hidup, satu levenfilosofie, satu ideologi, satu system perikehidupan, untuk kemenangan manusia sekarang dan diakhirat nanti.” Tidak bias dinafikan pula bahwa saat ini apa yang diperjuangkan Natsir terhadap bangsa Indonesia akhirnya harus berakhir dan kandas oleh sekularisasi. Tidak ada satupun golongan yang menang dalam perdebatan ideology ini, hanya sekularisasi itu sendirlah yang menang.Natsir pun hingga akhir hayatnya, 1993, tetap berpegang teguh dalam ideoolgi dan tetap memperjuangkannya. Karena bagi seorang Natsir sebuah perjuangan itu sendiri adalah, “Hendaklah kita jangan absen dari perjuangan dan senantiasa mengutamakan dan memelihara nilainilai hidup”. ***


g e r b ata m a 6 9 / / 0 5 - 2 0 1 4

resensi

Kedua hal itu dikupas habis dalam buku yang berjudul Proklamasi Sebuah Rekonstruksi. Selama ini, napak tilas sejarah tentang proklamasi memang kurang mendapatkan perhatian, terkesan tercecer. Para pakar dan peneliti tampaknya—sekalipun terkesan ‘perhatian’, tidak terlihat merekonstruksi sejarah tentang proklamasi secara utuh. Bondan Kanumoyoso, dosen Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, pun mengakui hal ini. Adalah Osa Kurniawan Ilham, seorang sarjana teknik fisika ITS, yang tertarik dan berhasil mengungkap peristiwa maha penting bangsa ini secara detail. Dalam halaman-halaman Proklamasi Sebuah Rekonstruksi, Osa Kurniawan Ilham memang tidak memfokuskan kajiannya secara khusus layaknya para sejarawan. Osa Kurniawan tampaknya lebih tertarik untuk mengupas berbagai rentetan kisah sejarah dari berbagai elemen dan waktu, baik sebelum, sekitar, dan sesudah proklamasi. Walaupun memang anakronis bila kita menyeJudul : Proklamasi Sebuah but kajiannya sebagai gambaran Rekonstruksi utuh—sesuai fakta, namun keberaniPengarang: Osa Kurniawan Ilham annya untuk menulis kajian ini patut Penerbit : Mata Padi Pressindo diacungi jempol. Dilihat dari berbagai Tebal : xx + 342 halaman sumber yang ia pakai, buku ini dapat dipertanggungjawabkan. OLEH: Karya sarjana Teknik Fisika SAVRAN BILLAHI yang mengakui sejarah adalah minat barunya ini terdiri enam bab. Antara lain, pembahasan mengenai sejarah Proklamasi merupakan peristiwa awal kedatangan Jepang, bab ini seterpenting dalam perjalanan sejarah lalu disentuhkan dengan perjuangan Indonesia. Tanpa itu dunia tidak akan sosok Soekarno. Ia juga menjelaskan mengenal negara yang bernama Indonesia. Walaupun prosesinya sanperan beberapa kelompok dan tokoh gat sederhana, namun perjuangan utama dalam jalan menuju prokladan maknanya begitu dalam masi, baik tokoh Indonesia maupun Jepang. Misalnya, Jenderal Hitoshi Imamura, Laksama Muda Tadashi Maeda, Amir Syarifoeddin, Syahrir, kelompok Menteng 31, kelompok Mahasiswa Kedokteran Ika Daigaku, kelompok Sedenbu, Heiho, PETA,

MENEMUKAN KISAH UTUH PROKLAMASI

18

Fujinkai, dan lainnya. Dilanjutkan dengan periodesasi kisah perjuangan para negarawan menciptakan kemerdekaan. Buku ini diakhiri dengan peta lokasi-lokasi yang bersinggungan dengan peristiwa proklamasi. Walaupun Osa Kurniawan mengakui bahwa ia tidak menggunakan metode sejarah dalam penulisan buku. Namun, melalui buku ini ia berhasil menguak peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi hingga kegiatan sehari-hari, titik yang jarang disentuh oleh publik. Proklamasi tentu bukan hasil dari satu atau dua orang, tapi sebuah maklumat yang diperjuangkan banyak orang. Melihat kecenderungan itu, Osa Kurniawan sangat hatihati dalam memilah sumber. Itu membuat tulisannya menjadi suatu kajian yang objektif. Suratmin, sejarawan, dalam kata pengantarnya, mengakui bahwa buku Osa Kurniawan ini ditulis de-ngan sumber penulisan yang akurat. Ketekunan dan kejelian Osa Kurniawan dalam mencari sumber, baik berupa tulisan maupun foto, berhasil mewujudkan gambaran Proklamasi secara lengkap. Kehadiran buku Prokla-masi Sebuah Rekonstruksi di tengah publik seakan ingin menghentak generasi Indonesia untuk membuka matanya pada makna hakiki tentang kehidupan bernegara dan berbangsa. Di akhir buku milik insyinyur perusahaan minyak dan gas bumi ini, persatuan Indonesia seakan disindir. Keragaman suku, ras, agama, dan kepentingan, yang dewasa ini bermetamorfosis menjadi alat pemecah belah bangsa, dituntut kembali menemukan jati dirinya, yaitu menjadi faktor pemersatu bangsa. Ia membuka mata publik untuk memahami bahwa Proklamasi kemerdekaan adalah manifestasi dari perjuangan berbagai elemen (golongan muda, tua, sosialis, komunis, pria, wanita, Islam, Kristen, Hindu, Budha, maupun buruh kerja). ***


20 O P I N I F O T O

g e r b ata m a 6 9 // 0 5-2 0 1 4

Beragam Warna, Berisi Sama IVANA RAHARJA

Dapatkan kesempatan tulisan Anda dipublikasi di Web suaramahasiswa.com dan Buletin Gerbatama: Ini UI!. Kirimkan ke e-mail redaksi.suaramahasiswaui@ gmail.com dengan mencantumkan nama lengkap, fakultas, jurusan, nomor pokok mahasiswa, dan angkatan.

KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.