ISSN: 0854-1086 http://suma.ui.ac.is/
BlackBerry: Antara Kebutuhan dan Keinginan
Gerakan Politik
TARBIYAH
Di Kampus-Kampus Besar Indonesia MAJALAH UNIVERSITAS INDONESIA
EDISI 25/XVI/2009 Rp 10.000
yang
muda terus berkarya
BADAN OTONOM PERS
tahun
Suara Mahasiswa U N I V E R S I T A S
I N D O N E S I A
Dari Pusgiwa Pelindung Tuhan Yang Maha Esa
SUMANGAT ! Kerja keras ternyata mutlak dibutuhkan untuk membuat sebuah karya. Kami pun mengalaminya dalam setiap momen penerbitan majalah, tidak terkecuali di edisi kali ini yang sempat tertunda dikarenakan berbagai hal untuk penyempurnaan. Terima kasih khususnya kepada segenap redaksi yang di dahinya selalu terdapat kata “SUMANGAT!!�, selalu memberikan yang terbaik bagi Suara Mahasiswa. Para reporter, DTP, riset, fotografer, dan marketing, khususnya yang sempat mencicipi kepanikan deadline. Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan majalah ini. Tanpa kesediaan individu-individu mulia ini takkan sampai gubahan kata ini di hadapan Anda. Berbekal semangat memberikan yang terbaik bagi pembaca, tugas ini tidaklah kami jadikan beban. Dikawal oleh semangat para pendahulu kami yang dapat memberikan yang terbaik
kepada pembaca, terlebih di tengah keterbatasan yang mereka hadapi, memberikan segenap inspirasi terhadap segenap awak redaksi majalah Suara Mahasiswa. Inspirasi yang sempat menciut lantaran menyempitnya tempat kami bernaung, karena penyekatan yang tidak menyeluruh kepada setiap UKM dan lembaga eksekutif di UI tidak memberikan korelasi berarti antara semakin kecilnya ruang kerja kami, dengan semangat berkarya. Apa yang dihadirkan di dalam karya kami ini bukanlah sebuah instrumen adu domba, apalagi sampai menyebarkan fitnah. Semata hanya membuka fakta belum banyak terjamah, hanya membuka ruang informasi memperkaya khasanah pemikiran. Karya ini merupakan sebuah awal penciptaan ide-ide segar dan menarik serta berbobot namun tidak lupa disajikan gaya mahasiswa yang khas. Enjoy! (REDAKSI)
Penasihat Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr. Gumilar R. Soemantri, der. Soz Pembina Drs. Ade Armando, Msi Pimpinan Umum Sururudin Pemimpin Redaksi Bathara Rangga Sekretaris Redaksi Nurul Farichah Redaktur Pelaksana Sri Wulandah Redaktur Foto Ade Irawan Redaktur Artistik Dian Kusumawardhani Redaktur Bahasa Sefti Oktarianisa Redaktur Sururudin, Devi Raissa, Achdiyati Sumi, Nilam Winanda Reporter Dian Rousta, Hesty Apriani, Chrissendy T.L. Sitorus, Laras Larasati, Nilam Winanda, Yuliniar Lutfaida, Adi Pratama, Febi Purnamasari, Sabrina Asril, Oky Sumadi, Lisan Sulaiman, Muhammad Megah, Yeremia Lalisang Fotografer Riomanadona, Lila K. Hairani, Titah Hari Prabowo, Ali Budiharto, Putri Ayu Ningtyas, Ayuningdyah Sekararum, Agisa Muttaqien Desain, Tata Letak, dan Pracetak Petra Patria, Febry Fawzi, Yoga Pradipta, Novita Eka Syahputri Riset Faishal Dwi Ishmail, Roy Nababan, Sarah Albar, Arie Putra, Tommy Pasca Rifai Sirkulasi, Promosi, dan Marketing Karina Larasati (Koordinator), Iqbal Fitrah Hanif, Aisha Ayu Syahputri, Febrian Alsah, Raisha Shadrina Penerbit B.O. Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia Percetakan Suma Design & Printing sdp@sumaui.or.id ISSN 0854-1086 Berdiri sejak 1992 Alamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Lantai 2 Kampus Universitas Indonesia, Depok 16424 e-mail: majalah@sumaui.or.id website: http://www/suma.ui.ac.id/ Contact Person: Bathara Rangga 08569226257 (Redaksi) Aisha Ayu 08561831188 (Iklan dan Sirkulasi)
Daftar Isi No. 25, Tahun XVi, 2009 GERAKAN POLITIK TARBIYAH DI KAMPUS-KAMPUS BESAR INDONESIA
ARTIKEL KHUSUS LAPORAN UTAMA Mitos 12 Dari Pojok Kampus Mereka Bermula Pembaruan 18 Kaderisasi Sejak Dini 22 Kuliah 21 Gerak Bersama Membangun Kuasa Pada Perguruan 24 Dari Ideologis ke Pragmatis Tinggi: Antara 28 Kata Mereka tentang Tarbiyah
31
Harapan dan Kenyataan
LIPUTAN KHUSUS 30 Pemilih Pemula, Sekadar
Ikut-Ikutan? 33 Undang-Undang BHP: ...... 35 Neoliberalisme
29
11
2 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Daftar Isi KAMPUS 40 Berharap pada Presiden Mendatang
37
Visi Top World Class University yang Dapat Berujung Bisnis
KESEHATAN 42 Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Flu
CATATAN PERJALANAN 45 Diplomat KIlat di Harvard BUDAYA 47 Blackberry: Antara Kebutuhan dan Keinginan
CERPEN 57 19 Legi
Cover Story Foto: Ade Irawan Tata Letak: Dian Kusumawardhani
OPINI 50 Tarbiyah: Penegasan Fitrah Manusia dan Kebebasan Memilih
RESENSI 52 Ilusi Negara Islam 54 Bumi Manusia 55 James Scott 56 Rumah Sakit RUBRIK TETAP 52 Dari Pusgiwa 54 Pojokan Pusgiwa 55 Opini Foto 56 Pembuka Suara 57 Suara Pembaca 58 Goresan 59 Nuansa 60 Mantan Aktivis 61 Opini Sketsa 62 Sorot 63 Singkap 64 UI Mania 65 UI-ku, UI-mu, Ndut...! SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 3
ADE/SUMA
Opini Foto
Pembangunan perpustakaan pusat, proyek “mercusuar” UI.
Pojokan Pusgiwa “Diharapkan pada tahun 2012 kita sudah ada di jajaran Top Class Universiy (200 besar terbaik dunia) ungkap Prof. Dr. Soz. Gumilar R. Somantri, sang Rektor UI Seeett…….kejer setoran ya pak? Pantesan biaya kuliah makin mahal…….. Teroris mengkalim pemboman yang dilakukan sebagai Jihad. Kalo meledaknya kena yang ga berdosa bukan jihad, coy!! JAHAT itu!!! UI jadi Pilot Project Tram di Indonesia. Bikun aja datengnya lama, mau bikin Tram lagi….? haduh…
Dulu... “Jaring-jaring Tarbiyah” Diilhami gerakan SUMA Edisi 19/IX/2002 Ikhwanul Muslimin yang dipelopori oleh Hasan al-Banna di Mesir. Gerakan ini sudah menganyam jaringjaringnya di setiap sudut pengajian mushola dan masjid kampuskampus besar di Indonesia. Tidak terkecuali UI. Edisi ini mengajak pembaca menghantarkan pembaca berkenalan dengan gerakan tarbiyah, terlebih pada dimensi kultural, sebagai salah satu gerakan Islam neorevivalis di Indonesia.
4 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Pembuka Suara
“Kita
bertanya: Kenapa maksud baik tidak selalu berguna. Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga. Orang berkata: “Kami ada maksud baik.” Dan kita bertanya: “Maksud baik untuk siapa?”” (W.S Rendra)
DITERBITKAN OLEH BADAN OTONOM PERS SUARA MAHASISWA Pimpinan Umum Sururudin Sekretaris Umum Devi Raissa R. Bendahara Umum Denissa Faradita Manajer Penerbitan Achdiyati Sumi P. Pemimpin Perusahaan Rifki Hidayat Manajer Kesekretariatan Happy Indah N. Manajer Riset Faishal Dwi Ismail Manajer Humas Lila K. Hairani Manajer Event Organizer Aisha Ayu S. Manajer Proyek Iqbal Fitrah H. Manajer Website U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A Yunus Kuntawi Aji Kepala Divisi Fotografer Ade Irawan Kepala Divisi Desain, Tata Letak, dan Pracetak Dian Kusumawardhani Kepala Divisi Marketing Karina Larasati Alamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Lantai 2 Kampus Unoversitas Indonesia, Depok 16424 E-mail: redaksi@sumaui.or.id website http://suma.ui.ac.id BADAN OTONOM PERS
Suara Mahasiswa
Surat Pembaca
Selamat datang di Kampus Perjuangan Pertama, saya ucapkan selamat datang kepada para mahasiswa baru di kampus perjuangan, Kampus Rakyat, Universitas Indonesia. Selain itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman panitia Welcome MABA dan OKK, baik kepanitiaan tingkat universitas maupun tingkat fakultas yang sudah menyambut kehadiran mahasiswa baru dari tanggal 2 Juni untuk jalur Simak dan PPKB, tanggal 4 Agustus untuk jalur UMB, dan tanggal 6 Agustus untuk jalur SNMPTN. Semangat kawan!! Pada kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan peran besar mahasiswa dalam keikutsertaannya membangun dan mengubah bangsa Indonesia. Kita sebagai mahasiswa memang mempunyai kewajiban
dalam bidang akademis, tetapi itu saja tidak cukup membawa perubahan bangsa ini tanpa kita memegang tridarma mahasiswa (mahasiswa sebagai iron stock, agent of change, dan moral force). Tridarma itulah yang harus selalu melekat dalam diri kita sebagai seorang mahasiswa. Janganlah kita menjadi mahasiswa yang hanya kuliah-pulang, kuliahpulang (kupu-kupu) dan acuh tak acuh terhadap bangsa ini. Karena bagaimanapun juga masa depan negeri ini berada dalam genggaman kita para pejuang muda. HIDUP MAHASISWA, HIDUP BANGSA INDONESIA!!! Sandra Amelia FIK ‘ 07
Pelaksanaan BOPB Hidup Mahasiswa Melalui rubrik surat pembaca ini saya ingin menyampaikan sedikit uneg-uneg tentang perkuliahan di UI. Pelaksanaan Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB) yang dijanjikan akan memberikan kemaslahatan kepada mahasiswa ternyata dalam tataran pelaksanaannya masih banyak dirasakan kekurangan. Pelaksanaan BOPB selama ini kurang melibatkan mahasiswa sampai proses akhir. Pelibatan mahasiswa secara luas dapat memberikan jaminan tranparansi yang lebih. Besar atau
kecil BOPB yang dibebankan kepada mahasiswa sangat mempengaruhi kelancaran studi, apalagi jika BOPB yang dibebankan tidak sesuai dengan kondisi finansial keluarga/wali mahasiswa. Saya rasa dengan ini ketidaktepatan dalam penerapan BOPB pada masa yang akan datang dapat diminimalisir. Semoga filosofi BOPB dapat direalisasikan. Mahasiswa FKG UI (Nama ada pada redaksi)
Redaksi menerima opini dan suara pembaca. Tulisan disampaikan melalui e-mail atau langsung ke alamat redaksi. Mohon diketik rapi, lebih disukai dalam format RTF. Lampirkan identitas pribadi yang jelas. Tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Kirimkan ke: Suara Mahasiswa UI Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa UI Lt. 2 Kampus UI Depok 16424 atau majalah@sumaui.or.id. Website: http://suma.ui.ac.id/
6 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Surat Pembaca
Kenyamanan di Kampus Saya ingin menyampaikan keluhan tentang fasilitas perkuliahan yang ada di UI, khususnya mengenai keadaan fasilitas perkuliahan di Fakultas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Salah satunya adalah kebersihan kantin mahasiswa FMIPA yang memprihatinkan. Sering kali terdapat sampah yang berceceran, lalat-lalat juga dapat ditemukan asik bercengkerama dengan mahasiswa yang sedan berada di kantin. Selain itu kondisi gedung tempat perkuliahan juga perlu mendapatkan perhatian yang serius. Gedung B misalnya, toilet yang sudah sempit ditambah dengan kondisi yang tidak terawat, serta air yang sering “ngambek” keluar membuat tempat ini menjadi sangat tidak nyaman. Kondisi fisik gedung ini juga memerlukan renovasi dari pihak fakultas untuk mengganti lantai-lantai yang rusak. Fakultas juga diharapkan menambah stop kontak yang berada di kampus. Semoga hal-hal diatas dapat diperhatikan oleh pihak fakultas agar mahasiswa dapat lebih fokus dalam menimba ilmu. Radityo Adi Prabowo FISIKA ‘07 FMIPA UI
Akses ke dalam UI Selama hampir setahun saya menjadi mahasiswa UI setidaknya ada satu hal yang cukup menjadi perhatian saya, yaitu akses masuk kampus yang bisa dikatakan cukup terbuka bagi siapa saja. Hal ini terlihat
dari banyak ditemukannya “orangorang luar” yang mencari penghasilan di dalam kampus dengan (maaf) meminta-minta dan juga anak-anak yang mengamen. Mereka yang berprofesi sebagai peminta-minta sangat sering ditemukan di berbagai sudut kampus, terutama di Masjid Ukhuwah Islamiyah setelah sholat Jumat, sedangkan para pengamen cilik bisa ditemukan di berbagai kantin-kantin fakultas. Pada dasarnya, menurut saya pribadi mereka memang tidak melakukan hal-hal yang mengganngu, hanya saja, secara estetika saya melihat bahwa untuk sebuah kampus (apalagi kampus UI) yang merupakan tempat/lingkungan pendidikan (bukan tempat umum), dengan adanya orang-orang tersebut membuat kampus terlihat kurang indah. Saya harap pihak rektorat dapat menanggapi hal ini dan lebih menetertibkan masalah akses ke dalam kampus, terutama untuk orang-orang yang memang tidak berkepentingan. Fauzan Prince Al-Rasyid
Badan Otonom Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia (B.O. Pers SUMA UI) adalah satusatunya organisasi pers mahasiswa tingkat universitas di UI. Organisasi yang bergerak di bidang jurnalistik dan penerbitan ini, dijalankan sepenuhnya oleh mahasiswa. B.O. Pers SUMA berdiri sejak 27 Juni 1992, berdasarkan SK Rektor UI No. 036/SK/R/UI/1992. Selama 17 tahun, B.O. Pers SUMA telah mengalami 18 kali regenerasi dan menghasilkan banyak produk dan kegiatan.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 7
Goresan
PERS MAHASISWA, BENTENG TERAKHIR GERAKAN MAHASISWA INDONESIA Berawal dari disyang akan menjadi penilai kusi-diskusi maka akan terakhir. terlahirlah sebuah perciTumbuh dan berkemkan-percikan pemikiran bang di kalangan kampus segar dan baru. Setelah perguruan tinggi, mempuitu berlanjut ke sebuah nyai ciri yang tidak mau tulisan yang dielaborasidikontrol pihak lain, akan kan dengan fakta-fakta di selalu mandiri dalam setiap lapangan, buku-buku di tindakannya. Pengontrolan perpustakaan, dan perdeyang ketat terhadap dunia batan yang lebih panjang yang digeluti ini dapat dianglagi sebelum naik cetak gap sebagai upaya dalam Sururudin dan diedarkan. Setelah itu mengerdilkan kebebasan datanglah tanggapan dari dan hak untuk berpendapat. Pimpinan Umum para penikmat yang memDalam tingkat yang lebih Suara Mahasiswa baca, memprotes, dan tidak jauh, pelarangan terhadap kadang pula memaki-maki pemberitaan dunia jurnalistik 2009 dengan kata-kata kasar keini adalah sebagai tindakan pada redaksi. Awak redaksi kontra demokrasi. Mahasiswa yang semuanya mahasiswa, Mengapa saya katakan Fakultas Hukum melakukannya dengan bahwa pers mahasiswa Angkatan 2006 senang hati, tanpa paksaan sebagai benteng terakhir dan bebas merdeka untuk gerakan mahasiswa Indonemelakukan aktifitas sesuai sia, karena pers itu bersifat idealismenya. membebaskan dan sebagai Dalam kegiatan tersebut ada dua corong masyarakat. Pers mahasiswa tidak hal yang sering terkait, antara pers dan memperjuangkan sesuatu yang utopis dan jurnalis. Pers dapat diartikan sebagai hanya mimpi-mimpi semata. Harus tahu usaha pengumpulan dan penyiaran berita akan realitas masyarakat dan menuliskanatau medium penyiaran berita itu sendiri, nya dalam sebuah karya, yang tidak hanya sedangkan jurnalis adalah orang yang untuk kelompoknya sendiri, tapi untuk bergerak dalam pekerjaannya mengumpul- dinikmati oleh semua orang. Dengan kan dan menulis berita atau sering disebut melakukan sebuah usaha yang sungguhwartawan. sungguh serta tidak berafiliasi dengan Pers mahasiswa tumbuh dan berkem- satu kepentingan tertentu yang kini marak bang dari kesadaran akan lingkungan, ditonjolkan dalam setiap aktifitas yang bangsa dan negara di mana dia tinggal. mengaku gerakan mahasiswa. Menyuarakan kehidupan yang terus berGerakan mahasiswa yang dilakujalan dan menjadi koreksi dalam setiap kan pasca reformasi menunjukkan kekejadian. Berawal dari proses seorang jumandekan dan cenderung bersifat transrnalis memulai perjalanan mencari berita, aksional. Mandek dalam melakukan pemmengolah, dan menyebarkannya, pada baruan diri, masih menggunakan cara-cara akhirnya masyarakat –kalangan dalam lama dalam bingkai romatisme pergerakan kampus sendiri atau khalayak umumyang terus berulang. Transaksional, karena
8 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Goresan dalam setiap tindakan dan pengambilan sikap atau keputusan penting, setiap elemen gerakan mahasiswa selalu menonjolkan diri dalam identitas kampus dan tak terkecuali adalah eksistensi pribadi. Akibat dari tindakan ini adalah pecah belahnya kampus-kampus atau universitas dalam melakukan gerakan. Cenderung untuk melindungi kepentingan masingmasing dan pada akhirnya gerakan ini akan mengekspoitasi rakyat dalam setiap aksi yang dilakukan. Sebuah gerakan mahasiswa yang pada akhirnya berlawanan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat terkini. Gerakan mahasiswa Indonesia yang kini terasa jumud, terus berteriak sesuatu yang terkadang kontradiktif. Masyarakat sudah bosan dengan segala aktifitas, yang kini dianggap sebagai pengganggu ketentraman para warga. Masyarakat, yang kini sudah berkembang dengan begitu pesat, teknologi dan informasi sudah tidak membeda-bedakan lagi status seseorang. Semua dapat memperoleh dan mengakses dalam waktu yang bersamaan. Namun, gerakan mahasiswa tidak menemukan inovasi dalam setiap kegiatannya. Gerakan yang menjenuhkan, kadang tidak mendidik masyarakat untuk hidup di alam yang berdemokrasi. Bersenang-senang dan bersorak-sorai dalam kemacetan jalan yang membuat semua orang terdiam dalam kemarahan. “Mahasiswa, apa pedulimu dengan kami, jika kerjamu hanya memacetkan rejeki kami hari ini,� begitulah tangis sedih masyarakat, hanya diucapkan dalam batin, karena tidak ingin menyakiti mahasiswa yang dianggapnya masih mulia di mata mereka. Paling penting dalam membangun dunia demokrasi, menghargai setiap perbedaan dalam kedudukan yang berimbang. Mengungkapkan dalam tulisan sebagai upaya untuk menyebarkan informasi yang adil kepada semua orang. Informasi yang disampaikan harus dapat dipertanggugjawabkan serta dapat dibuktikan kebenarannya. Tulisan yang dihasilkan dan dibaca ini akan mempengaruhi pemikiran orang-orang yang membacanya. Menjadikan sebuah karya mahasiswa yang digarap
secara terencana ini menjadi sebuah bahan bacaan yang menambah informasi dan pengetahuan. Selanjutnya, masyarakat akan disadarkan untuk bergerak dengan realitas yang ditampilkan. Gerakan mahasiswa harus dapat menampung aspirasi dan pemikiran mahasiswa. Sebagai ajang untuk melakukan tindakan kritis secara sopan dan siap bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukan. Tidak hanya sekedar berkoar, tapi ada sebuah rekomendasi dan refleksi kehidupan dalam media yang dihasilkan. Belajar secara mandiri dalam melakukan aktifitasnya, mahasiswa kini tidak lagi harus pergi kesana-kemari untuk mengeluarkan aspirasinya. Belajar menjadi jurnalis mahasiswa tidaklah mudah, ada istilah kalau mau menulis maka bisa menjadi jurnalis mahasiswa. Bukan sebatas keinginan untuk menulis seperti itu yang menjadi landasan hadirnya seorang jurnalis. Ada sebuah tuntutan untuk terus belajar dan menganalisis setiap kejadian di lingkungan hidup dan masyarakatnya. Karena tindakan seorang jurnalis atau wartawan dalam menulis dan menyiarkan informasi sangat instrumental dengan kegiatan masyarakat. Dengan tulisan maupun dengan siarannya, seorang wartawan bisa diibaratkan membawa senjata yang dapat mengancam kehidupan seseorang. Seorang jurnalis mahasiswa dalam menulis atau menyiarkan informasi tidaklah menebarkan permusuhan atau kebencian. Ia bergerak dalam mengabarkan kebenaran ke tengahtengah masyarakat. Untuk melakukan kegiatan inilah seorang jurnalis mahasiswa dituntut untuk mau belajar dan mengetahui sebuah etika yang ada dalam dunia jurnalisme. Selain itu harus mengetahui pula tata krama dan susila di masyarakat, serta dilakukan secara berimbang sehingga informasi yang disampaikan dapat mendidik masyarakat. Tugas inilah yang menjadi benteng terakhir gerakan mahasiswa Indonesia, bergerak dengan kejujuran idealisme dalam setiap gagasan yang muncul. Melakukan dengan jujur tanpa mengeksploitasi masyarakat dalam gerakan dan tindakan yang dilakukan.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 9
Nuansa
REALITAS PERJUANGAN MAHASISWA TERKINI Selamat datang temanmembeli kita dengan segenap teman muda di tingkatan baru janji “sekolah gratis”. dalam kehidupan. Melangkah Seringkali idealisme gagah dari dunia abu-abu, digadaikan demi kepentingan. menuju alam yang pekat denMemegang leher perjuangan gan warna keilmuan. Sejuta agar dapat mengarahkan kapan bayangan semula yang tampak mahasiswa harus berkoar, dan tak biasa, sekarang menjadi kapan harus bungkam. Musuh sesuatu yang harus kalian bersama yang dulu memang geluti dengan keteguhan hati. sudah berhasil ditanam di Nasihat-nasihat dari orang bawah kaki, tapi kita malah terkasih terus memberikan kehilangan arah perjuangan. Bathara Rangga batasan antara yang normal Corong suara 1998 bergantian dan menyimpang. Tak lagi ada di rente kepada golongan yang Pemimpin Redaksi sawah di desa, semua berganti membonceng kepentingan. Majalah Suara dengan lembaran gagasan. SeApatis, tak punya visi Mahasiswa jenak, lupakan nikmatnya bulir dalam perjuangan, atau bahkan nasi buatan ibu juga manisnya tudingan “mahasiswa kuliahkeringat ayah. pulang” kerap diarahkan kepaMahasiswa Kita dibebani oleh kata da sesama teman hanya karena Kriminologi 2005 ‘Mahasiswa’, yang menghatak seragam. Yang tak punya ruskan benar-benar sebagai simbol sama saat turun kejalan seorang intelektual muda. Tapi awas, ‘Maha’ dan tak pernah berdiskusi di rumah Tuhan, dalam kata di atas seringkali membuat kita kadang dianggap tak layak jadi teman apalagi alpa karena terselip ego untuk menjadi si palpemimpin dalam perjuangan. ing benar dan paling pintar. Menyedihkan bukan? Inilah lembaran Hati-hati kita melangkah, rona peryang harus kalian robek dengan semangat juangan serta putihnya keberpihakan kepada perjuangan yang murni. Jiwa bebas dari pihak yang tertindas kadang tertutup kepentingan. dan golongan yang seolah menjadi wakil keSelamat datang ke dunia yang dengan kasat benaran. Kalian punya kesempatan, sebagai mata dulu kita gambarkan sebagai eksponen energi baru perjuangan. Tidak seperti kami perjuangan. Ternyata tak semudah itu menyang sudah banyak merintih karena sesaknya jaga idealisme. Tipu daya berwajah surga rasa kekecewaan. merangsek masuk dalam jiwa membawa kita Kalau hanya masalah formalisasi kepentmenjadi individu yang berperan dalam meringan dalam bernegara jangan urungkan niat obek Pancasila. untuk melayangkan tangan ke wajahnya yang Bosan sudah segelintir dari kita menden- munafik. Dan sesungguhnya banyak sekali gar makna ‘Perjuangan Mahasiswa’, kanan musuh bersama apabila kita mau kembali dan kiri seolah berkoar mengingatkan. ‘Agen mengusir pertanyaan, “Kekuasaan apa yang Perubahan’, ‘Pembawa Amanat Rakyat’, serta kita dapat?seberapa banyak materi yang nanti masih banyak lagi hiasan yang mengekor. kita nikmati?” Kembali lagi ke hati nurani dan Tapi yang ada hanya menjadikan semua maksemangat kemanusiaan, harus dikembangkan na tadi dapat tergugat, ‘Agen’ siapa? Kelomuntuk membela mereka yang hidup dengan pok kepentingan berlomba mendapatkan kita. ketidakpastiaan. Jangan menjadi seseorang ‘Perubahan’ seperti apa? Yang menginjak yang mengedepankan identitas kelompok. kebhinekaan bahkan sampai mengkultuskan Haramkan pemikiran yang menghujat karena dominasi. ‘Amanat Rakyat’ yang mana? Yang kebenaran hanya akan hadir kepada jiwa yang memegang kendali produksi sehingga sanggup tenang.
10 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
REZA/SUMA
MAHASISWA MENGGUNAKAN INTELEKTUALITASNYA MEMBANGUN KEHIDUPAN DI NEGERI INI, HARUS MENEKANAN PADA KEPENTINGAN MASYARAKAT LUAS, BUKAN KEPENTINGAN SALAH SATU GOLONGAN SAJA SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 13
Gerakan Politik Tarbiyah Mahasiswa tidak hanya duduk di kelas mendengarkan dosen memberi kuliah. Di luar kelas, mereka melakukan berbagai aktivitas untuk mengisi waktu luangnya dengan berorganisasi. Melakukan kegiatan sesuai dengan ideologi organisasi yang diikutinya. Berhubungan dengan sesama mahasiswa, para dosen atau akademisi, hingga para politisi. Suasana kampus yang sepi pada
Suasana kampus yang sepi di oleh sabtu siang dimanfaatkan pinggir danau UI dimanfaatkan sebagian mahasiswa yang oleh mesebagian mahasiswa yang menanamakan dirinya “Menggema� makan dirinya “Menggema� untuk untuk pembinaan. pembinaan
O
rganisasi ini bernama Tarbiyah atau bisa disebut gerakan Tarbiyah. Tarbiyah sendiri jika kita lihat dari makna harfiahnya adalah pendidikan. Sekarang, hal ini lebih dimaknai khusus sebagai gerakan mahasiswa yang diinspi-
12 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Gerakan Politik Tarbiyah
ADE/SUMA
Dari Pojok Kampus Mereka Bermula
rasi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Gerakan ini dipelopori oleh Hasan Al Banna dan Sayyid Qutb sebagai acuan gerakannya. Gerakan Tarbiyah dibawa ke tanah air oleh
para mahasiswa yang telah merampungkan pendidikannya di dari jazirah Arab. Sebenarnya ada banyak macam ajaran selain Tarbiyah yang dibawa kelompok mahasiswa ini namun yang
dapat berhasil dengan sukses dicangkokan di Indonesia adalah gerakan Tarbiyah ini. Gerakan ini berusaha menegakkan amar maruf nahi mungkar, menegakkan
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 13
Aktivitas di Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia
kebenaran dan mencegah kebatilan. Ia tumbuh di Indonesia sebagai pembaruan terhadap gerakan Islam yang ada sebelumnya, yang dianggap tidak menyelesaikan masalah sosial yang ada. Adanya berbagai tindakan brutal Amerika Serikat dan Sekutunya di Negara-negara Timur Tengah, seperti Irak dan Afghanistan, juga mempengaruhi semangat gerakan ini terus tumbuh dan berkembang. Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif dalam buku Indonesia Negara Islam menganggap kegagalan modernitas menghadapi arus modernitas sangat menyudutkan umat Islam. Menurutnya, karena ketidakberdayaan menghadapi arus panas ini, golongan fundamental (wahabi, HTI Hisbut Tahrir Indonesia, dan Ikhwanul Muslimin-red) men-
cari dalil-dalil agama untuk “menghibur diri” dalam sebuah dunia yang dibayangkan belum tercemar. Terkadang, sekali mereka menyusun kekuatan politik untuk melawan modernitas dengan berbagai cara, maka benturan dengan golongan Muslim yang tidak setuju dengan mereka tidak dapat dihindari.
Masa-masa Awal
Gerakan Tarbiyah dibawa ke Indonesia dengan tujuan untuk menyebarkan ghirah (semangat) beragama untuk mencegah sekularisasi yang berkembang pesat pada tahun 1970-an. Berbeda dengan negara-negara Timur Tengah dimana gerakan ini berasal, Indonesia merupakan lahan subur gerakan ini berkembang. “Gerakan Tarbiyah di Timur Tengah
14 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
HANA/SUMA
Gerakan Politik Tarbiyah
tidak berkembang karena disana karena kuatnya kultur agama dan larangan dari pemerintahnya”, ungkap Mujtahid Hashem, mantan Sekjen Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Timur Tengah. Pada masa awal perkembangannya, Latihan Mujahidin Dakwah (LMD) merupakan generasi awal pembentukan para aktivis Tarbiyah di Indonesia. Organisasi ini dikembangkan pertama kali di Institute Teknologi Bandung (ITB) tahun 1970. LMD memiliki karakteristik yang dikenal dengan istilah usroh karena cirinya yang dibangun secara diam-diam dan bersifat kekeluargaan Awalnya, LMD didirikan sebagai bentuk baru dari organisasi Masyumi, yang pernah berdiri di masa Orde Lama. Sejumlah mahasiswa pun
Gerakan Politik Tarbiyah dikirimkan ke Timur Tengah untuk belajar Islam lebih mendalam sebagai usaha memperkuat ajaran Islam dalam kelompok ini di tahun 1970 hingga 1980an. Namun, setelah para mahasiswa ini kembali ke tanah air, awal 1990-an, mereka justru membawa ajaran baru yakni Ikhwanul Muslimin ke Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, ajaran ini kemudian dikembangkan ke kampus-kampus lain yang berada di Pulau Jawa seperti Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Gajah Mada. Bukan hanya di pulau Jawa, Ikhwanul Muslimin pun dikembangkan di kampus-kampus lain di Indonesia meliputi Sumatera, Sulawesi hingga Papua. Kampus-kampus inilah yang nantinya menjadi pusat munculnya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang sekarang mewabah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kini, di beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia, gerakan Tarbiyah merepresentasikan dirinya dengan beragam nama organisasi ke-Islaman yang menjadi salah satu Unit Kegiatan Mahasiwa (UKM). Di UI misalnya, gerakan Tarbiyah diimplimentasikan dalam organisasi Salam UI (Nuansa Islam Universitas Indonesia). �Salam UI dapat dikatakan sebagai wujud gerakan Tarbiyah
karena memang dibangun oleh para pengikut gerakan Tarbiyah itu sendiri�, ungkap Ahmad, ketua Salam UI. Di kampus lain, misalnya UGM, tumbuhnya gerakan Tarbiyah ditandai dengan berkembangnya jamaah Salahudin.
sia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), erakan ini justru tumbuh subur berkat bentuk kelembagaan non-formal yang menjadi salah satu ciri mereka. Bentuk kelembangan non formal yang kerap mereka pakai ketika
Kini, di beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia, gerakan Tarbiyah merepresentasikan dirinya dengan beragam nama organisasi keislaman yang menjadi salah satu Unit Kegiatan Mahasiwa (UKM). Di masa Orde Baru, gerakan Tarbiyah tidak mendapatkan tekanan berarti dari pemerintah ketika itu. Berbeda dengan gerakan ekstra kampus lain yang kerap kali ditekan lewat kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan), seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indone-
itu adalah melalui kelompok liqa atau sering disebut mentoring. Liqa atau mentoring lebih menekankan pada gerakan kultural yang cenderung apolitis, berisi kajian dan pembinaan atas kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan sehari-hari. Pada 29 April 1998 di Malang didirikanlah KAMMI (Kesatuan Mahasiswa Muslim Indonesia) sebagai organisasi bersama
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 15
Gerakan GerakanPolitik PolitikTarbiyah Tarbiyah tai Keadilan (PK), yang kini menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), merupakan kendaraan gerakan Tarbiyah dalam upaya mencapai tujuan kelompok ini. Keputusan mendirikan partai didasarkan pada survey yang dilakukan kepada aktivis gerakan dakwah kampus di seluruh Indonesia hingga di luar negeri. Dari 6000 kuesioner, 68% mendukung membentuk partai politik, hanya 27 % berkeinginan membentuk ormas. Sementara itu sisanya berkeinginan untuk mempertahankan apa yang sudah ada dan kembali ke yayasan, pesantren, kampus yang selama ini mereka geluti. Di tahun 2001, Tarbiyah untuk pertama kalinya dideklarasikan secara lang-
Kegiatan liqa’ atau mentoring di danau UI
16 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
sung lewat sebuah seminar yang bertajuk Tarbiyah di Era Baru. Dalam seminar ini dicanangkan tahun kebangkitan Tarbiyah Islamiyah di Indonesia dimana Tarbiyah diyakini sebagai sebuah babak baru gerakan Islam di Indonesia. Dalam momentum itu, para aktivis Tarbiyah mendaulat K.H. Rahmat Abdullah, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan sebagai Syaikhut Tarbiyah mereka. Untuk menjamin keberlangsungan regenerasi kelompok ini, perkembangan gerakan Tarbiyah semakin dikembangkan di kampus-kampus besar di Indonesia. Kini, gerakan Tarbiyah, sering disebut anak yang lahir dari pemikiran gerakan Ikhwanul
AGISA/SUMA
aktivis Tarbiyah yang tersebar di berbagai kampus di Indonesia. Meski UI menyatakan tidak bergabung dalam organisasi baru tersebut, ketua umum pertama dari KAMMI adalah Fahri Hamzah yang ketika itu merupakan aktivis Tarbiyah dari UI. Keengganan UI untuk bergabung secara struktural kelembagaan dalam KAMMI terkait dengan pelarangan masuknya organisasi ekstra universitas yang dikeluarakan oleh pemerintah. Dengan sikap tersebut aktifitas gerakan Tarbiyah dapat menjalankan kegiatannya tanpa terkena larangan aturan tersebut. Di tahun 1998, era reformasi, merupakan awal tonggak eksistensi gerakan Tarbiyah dalam politik praktis di Indonesia. Par-
Gerakan PolitikTarbiyah Tarbiyah Gerakan Politik Muslimin, tersebar di lebih 600 kampus di seluruh Indonesia. Jumlah yang cukup besar pengaruhnya dalam setiap aktifitas yang dilakukan.
syarakat terhadap gerakan ini. Berbagai perwakilan organisai massa (ormas) Islam menunjukkan sikap tegasnya. Di antaranya dilakukan oleh Nahdatul
Lebih lanjut Gus Dur menekankan bahwa harus ada kesadaran jika Islam diubah dari ideologi ke politik, akan menjadi sempit karena dibingkai dengan
Gus Dur mengungkapkan bahwa para aktivis ini (wahabi, HTI, dan Ikhwanul Muslimin-red) berjuang untuk mengubah Islam dari agama menjadi ideologi. Beragam Tanggapan
Kegiatan gerakan Tarbiyah di kampus yang dijalankan saat ini sudah jauh lebih maju dan dilakukan secara terencana. Mereka mempunyai agenda-agenda kegiatan yang sudah tersusun rapi dan terkonsep dengan seksama. Perkembangan lebih lanjut gerakan mereka telah masuk jauh ke arah kepentingan yang lebih besar, bukan sekedar aktifitas di kampus tetapi juga kepentingan dalam percaturan politik nasional. Hal yang terjadi sekarang adalah semakin besar kegiatan ini dalam politik praktis. Bahkan, jumlah mereka yang besar di kampus-kampus mudah dimobilisasi oleh partai politik tertentu. Lalu, muncul sikap kritis dari sebagian ma-
Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai representasi perwakilan masyarakat Indonesia. KH. Abdurrahman Wahid atau sering dikenal dengan Gus Dur mengungkapkan bahwa para aktivis ini (wahabi, HTI, dan Ikhwanul Muslimin-red) berjuang untuk mengubah Islam dari agama menjadi ideologi. Pada gilirannya Islam menjadi dalih dan senjata politik untuk mendiskreditkan dan menyerang siapa pun yang pandangan politik dan keagamaannya berbeda dari mereka. Dengan alasan memperjuangkan Islam inilah gerakan ini menolak keras budaya dan tradisi yang selama ini telah menjadi bagian integral kehidupan bangsa Indonesia, ingin menggantinya dengan budaya dan tradisi asing dari Timur Tengah.
batasan ideologis dan platform politik. Watak dasar ideologi adalah menguasai dan menyeragamkan, dan akan mudah terjadi suatu penghakiman secara sepihak jika terdapat suatu perbedaan pemahaman atas ideologi yang dianut. Menanggapi masuknya gerakan ini ke dalam ormas-ormas Islam, Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan berpendapat keributan yang terjadi di masyarakat Muhammadiyah karena adanya infiltrasi ini dengan membawa isu-isu politik ke dalam masjid dan mudahnya mengkafirkan orang harus ditanggapi, agar masyarakat menjadi damai dan tenang kembali.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 17
Gerakan Politik Tarbiyah
RIO/SUMA
Kaderisasi Sejak Dini Gerakan dibangun dengan rapi. Mulai dari pra-sekolah hingga perguruan tinggi.
I
wan baru berumur lima tahun, pada pagi hari sudah diantarkan ke sekolah. Menggunkan celana panjang, berkaos, dan menggendong tas berisi bekal untuk makan siang. Diantar menggunakan mobil bersama ayahnya yang akan berangkat kerja, dari
18
dalam mobil terdengar alunan lagu dari grup nasyid Izzis. Sampai di sekolah dia langsung membaur dengan teman-temannya, sebelum pelajaran di mulai mereka bermain bola plastik di halaman luar kelasnya. Bersama teman sebayanya Iwan menjalani rutinitas ini di sekolah dengan ce-
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
ria, bila sudah bosan kadang menangis dan merengek minta pulang ke rumah sebelum waktunya. Sekolah yang terletak di Kelapa Dua ini adalah salah satu sekolah yang cukup terkenal di kota Depok. Terdiri dari TKIT, SDIT, dan SMPIT, semua menggunakan nama belakang Nurul Fikri. Pelajaran yang diajarkan tidak jauh berbeda dengan sekolah pada umumnya.
Gerakan Politik Tarbiyah Pendidikan agama dan moral peserta didik menjadi prioritas. Untuk bisa menjadi siswa di sini harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal daripada sekolah negeri. Hal ini dikarenakan waktu sekolah yang lebih lama, juga berbagai kegiatan yang memerlukan biaya tambahan. Guru-guru di sekolah ini sebagian besar berasal dari aktivis gerakan Tarbiyah. Setelah mereka lulus dari bangku kuliah, sebagian dari mereka menjadi pengajar di sekolah seperti ini. Sekolah yang berlabelkan Islam Terpadu (IT) ini tergabung dalam kelompok yang lebih luas lagi, yaitu Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) seperti yang diungkapkan Musoli, pendiri Nurul Fikri kepada majalah Madina. JSIT ini akan menghubungkan antara satu sekolah dengan sekolah yang lain yang mempunyai kesamaan visi. Selain di sekolah Islam Terpadu kaderisasi ini juga ada di sekolah-sekolah umum. Biasanya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler Kerohanian Islam (Rohis). �Ada pengkaderan dari SMA, tapi kita juga milih dari hati nurani. Kita meniru orangnya, jadi tidak asal ikutikutan�, terang Omi, mahasiswa UI yang berasal dari Lombok. Di tingkat SMA inilah ada semacam kegiatan untuk mengumpulkan para kader, misalnya Iqra
club. Iqra club inilah yang melakukan pendampingan dan bimbingan di setiap SMA dalam proses kaderisasi gerakan Tarbiyah, termasuk di dalamnya adalah tempat koordinasi murobbi dan mutarrobi yang membawahi SMA-SMA di suatu kota. Proses pendidikan di sini adalah bagian dari kaderisasi yang terus berjenjang. Dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tingkatan seperti inilah yang akan lebih memudahkan gerakan Tarbiyah dalam mengatur jalannya proses kaderisasi. Pemahaman sejak dini memudahkan proses transfer ilmu dalam gerakan yang dibangun. Hingga sampai pada tingkat yang lebih lanjut ketika memasuki perguruan tinggi, sehingga langsung dapat menyesuaikan diri dengan aktifitas gerakan Tarbiyah di kampus.
Sistem Pembinaan
Setelah melewati pembinaan dalam paham gerakan Tarbiyah di SMA, selanjutnya akan mudah dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan gerakan Tarbiyah di kampus. Hal ini seperti dialami oleh Omi, mahasiswa baru 2009 jurusan teknik elektro yang berasal dari Lombok. Dia langsung direkomendasikan oleh murobbi di SMAnya agar mengikuti organisasi Salam yang ada di UI. � Saya dari dulu ya sudah
ikut rohis. Saya ada surat rekomendasi dari rohis sma saya di Lombok. Tujuannya agar materi yang sudah diberikan tidak diulang�, terang Omi. Salah satu cara yang gerakan ini dalam melakukan proses pengkaderannya adalah menggunakan sistem sel. Sistem yang dilakukan secara bertingkat dengan cara liqa, kajian yang biasanya dilakukan seminggu sekali. Terdapat murobbi sebagai mentor dan mutarrobi anak didiknya, setiap murobbi akan membawahi minimal lima orang mutarrobi. Dengan cara ini, maka proses pengkaderan dan transfer ilmu akan dilakukan. Di dalam kampus, kegiatan ini akan mudah dijalankan dengan memasuki lembaga formal kampus atau fakultas. Dengan cara ini kegiatan dapat tumbuh dan berkembang dengan dukungan pendanaan dari dalam kampus. Misalnya saja dalam organisasi yang ada di UI seperti Salam (Nuansa Islam Mahasiswa), berbentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Salam UI ini berada di tingkat universitas yang berkoordinasi dengan lembaga di fakultas, seperti Serambi (Senantiasa Ramah Benuansa Islam) di Fak.Hukum, MMI (Mushola Izzatul Islam) di FMIPA, dan FSI (Forum Studi Islam) di Fisip UI. Kegiatan lain yang dilakukan seperti di melalui
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
19
Gerakan Politik Tarbiyah asistensi mata kuliah pendidikan Agama Islam. ”Program Asistensi Agama Islam (AAI) menjadi salah satu program birokrat kampus sebagai bagian dari misi”, terang Arya Sandiyudha, ketua Salam UI 2005-2006 dalam buku Renovasi Dakwah Kampus. Secara tidak langsung mahasiswa yang menjadi peserta AAI ini akan menjadi mutarrobi. Kegiatan asistensi seperti ini dilakukan juga di ITB dan UGM.
Tempat Tinggal, Bacaan, dan Musik pun Sama
Untuk memudahkan koordinasi sesama aktivis gerakan Tarbiyah, biasanya bertempat tinggal dalam satu tempat yang sama. Berkumpul dalam satu kontrakan atau kos. Misalnya adalah asrama PPSDMS
(Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis) ataupun Etos yang merupakan asrama beasiswa. ”Saya tinggal di asrama PPSDMS, kami memang diajarkan untuk mengamalkan aktifitas keagamaan dengan serius, melakukan diskusi mengenai kegiatan kampus dan dipantau oleh para pengawas yang akan menilai setiap hari,” tutur salah seorang mahasiswa UI yang tidak mau disebutkan namanya. Setiap mahasiswa peraih beasiswa PPSDMS akan bertambah poin-nya jika mampu berprestasi di kampus, bisa dengan menduduki jabatan strategis seperti BEM, BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa), MWA (Majelis Wali Amanat) atau prestasi lainnya. Selain yang tinggal di asrama beasiswa, para aktivis Tarbiyah ini juga tinggal dalam suatu tempat bersama yang di situ melakukan berbagai aktivitasnya. Seperti mengontrak salah satu rumah atau kos, di UI sendiri terdapat Asrama UI dimana tumbuh Sahabat Asrama. Untuk memenuhi kebutuhan intelektual, diserta pula buku-buku bacaan yang menjadi panduan. Misalnya buku karangan Hasan Al Banna Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin dan Al Matsurat. Gerakan ini juga berkumpul untuk membicarakan sekitar sastra seperti kelompok Lingkar Pena yang dipelopori oleh Asma Nadia. Agar tidak bosan, biasanya para aktivis Tarbiyah ini mendengarkan nasyid, musik yang dianggap islami, berisi syair-syair perjuangan.
TIM LAPUT
Kehidupan Asrama UI yang kental akan suasana Tarbiyah
20 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Gerakan Politik Tarbiyah
Salah satu bentuk aksi lapangan untuk menyalurkan aspirasi
Gerak Bersama
ADE/SUMA
Membangun Kuasa Untuk menanamkan ideologi dan kepentingannya, gerakan Tarbiyah mulai memasuki ranah baru, tidak sekedar berada pada tingkat organisasi keislaman saja. Gerakan ini juga mulai merambah unit kegiatan mahasiswa lain yang lebih memiliki pengaruh kuat terhadap keseluruhan kegiatan kampus.
N
amanya Riki (bukan nama sebenarnya), mahasiswa UI angkatan 2005. Ia cukup aktif dalam berorganisasi di kampus,
mengikuti berbagai kepanitiaan, dan dikenal sebagai pribadi yang mudah bergaul oleh teman-temannya. Merasa mempunyai kemampuan memimpin, pada tahun 2007 dia memantap-
kan diri untuk mengajukan sebagai ketua BEM tingkat universitas. Dorongan juga datang dari Devi, temannya di UGM yang juga aktivis tarbiyah. �Kita harus selalu berusaha memanfaatkan
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 21
Gerakan Politik Tarbiyah
momen penting, karena itu dijadikan simpul untuk berjuang dan kita tidak ngaji terus”, dukung Devi. Sebagai mahasiswa yang masuk dalam Aktivis Dakwah Kampus (ADK) dia harus meminta pertimbangan dahulu kepada murabbinya. “Nanti malam antum bertemu dahulu dengan pihak yang lebih berhak menentukan, karena ini adalah problematika umat,” terang murobbi. “Baiklah, ane akan mempersiapkan diri sebaik mungkin tadz” jawab Riki penuh semangat. Diajaklah oleh sang murabbi untuk meminta
pendapat majelis s y u r a ADK di tingkat universitas. Selanjutnya bertemu pula dengan majelis siyasi yang m e m bawahi urusan politik kampus. Dalam sebuah ruangan yang tertutup di salah satu ruangan ADE/SUMA kampus mereka diskusi kesana-kemari, membahas mengenai aktifitas kampus, keimanan, kesungguhan, dan peluang untuk memenangkan pemilihan. Akhirnya majelis syura dan siyasi memutuskan bahwa Riki belum saatnya untuk mengajukan diri sebagai ketua BEM. Majelis sudah memilih calon lain untuk maju sebagai calon ketua yang dianggap lebih tepat untuk memegang amanah dan tentunya mempunyai peluang untuk menang. Tiga jam kemudian, Riki keluar ruangan dengan kepala menunduk. Raut wajahnya terlihat lebih
22 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
lesu daripada sebelumnya. Hanya memendam rasa kecewa dalam hati dengan keputusan tersebut, antara hak pribadinya untuk menjadi seorang pemimpin dan tuntutan untuk mematuhi garis perjuangan dakwahnya. “Bersabarlah, kita semua berjuang untuk umat bukan untuk pribadi kita,” ucap sang murabbi dengan bijak. Setelah mendapatkan nasihat dari murabbi, Riki dengan berbesar hati menerima keputusan tersebut. Dia tetap masuk menjadi tim sukses untuk memenangkan pemilihan ketua BEM tersebut. Bekerja sama mengkonsolidasikan jaringan tarbiyah dan teman-temannya yang tersebar di setiap fakultas. Strategi mulai diatur. Hal yang pertama dilakukan adalah berusaha masuk menjadi panitia Pemira (Pemilihan Raya). Panitia inilah yang akan mengatur jalannya pemilihan ketua BEM di UI nantinya. Dengan kemampuan Riki, dia bisa mempengaruhi kawan SMA yang bernama Doni agar mau menjadi panitia Pemira. “Don, antum harus mulai berlatih memegang amanah ya, tolong jadikan Pemira kali ini demokratis dan semua mahasiswa aktif di dalamnya”. Sebagai junior di SMA, Doni hanya menganggukan kepala menunjukkan setuju. Selanjutnya, Riki bersama tim sukses lainnya
Gerakan Politik Tarbiyah menentukan tema kampanye, membuat program, mendesain pamflet dan mengatur publikasinya, serta ikut menyebarkan di fakultas-fakultas dan titik strategis. Semua ikhwan dan akhwat terlibat dalam kegiatan ini, akan dibagi jadwal pendampingan dalam setiap debat kandidat yang diusung. Akan terlihat ramai dengan yel-yel di setiap fakultas. Sebelum hari pemilihan, kemudian diatur strategi terakhir, yaitu dengan sms. Mengirim pesan pendek kepada semua ADK-ADK yang ada di UI agar jangan menggunakan hak pilihnya, serta arahan untuk memilih kandidat yang telah disepakati bersama. Dengan membeli nomor baru, Riki mengirim pesan yang sama ke kawan-kawan yang tidak masuk dalam ADK. Hari penghitungan suara pun tiba. Dengan semua kerja keras ini akhirnya Riki dan kawan-kawannya dapat menikmati hasilnya. Sesuai dengan harapan bersama, amanah kepemimpinan dapat dipegang se-
perti tahun-tahun sebelumnya. Riki sekarang mendapat balasan atas hasil kerja kerasnya. Kini dia menjadi salah satu orang yang masuk dalam Badan Pengurus Harian (BPH) BEM. Tetap dapat berjuang sesuai dengan idealisme yang terus ia katakan. “Berjuang demi rakyat, totalitas perjuangan mahasiswa Indonesia,� begitu ucapannya setiap ada orasi dan aksi demonstrasi. Ini adalah salah satu cerita mengenai seorang aktivis gerakan Tarbiyah. Kejadian seperti ini masih terjadi di berbagai kegiatan lain. Bahwa ada pengekangan atas kebebasan seorang dalam menentukan pilihan hidup yang diyakininya. Tidak seharusnya ini terjadi, mahasiswa dibebaskan untuk mengembangkan dirinya dan disitulah ia akan belajar.
19
ADE/SUMA
Gerakan Politik Tarbiyah
Pejabat struktural BEM UI, dilindungi oleh para kader
Dari Ideologis ke Pragmatis
S
etelah mereka cukup beraktivitas di kampus sebagai mahasiswa, akan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Bisa jabatan-jabatan struktual dalam dunia akademis kampus atau bersentuhan dengan partai politik. Jika dikampus biasanya berkaitan dengan kepentingan mahasiswa, seperti direktur kemahasiswaan. Dalam beraktifitas inilah, para kader gerakan tarbiyah memerlukan bim-
Sebuah cita-cita yang diyakini mulia harus menghadapi realitas yang ada di depan mata, tidak terkecuali terhadap idealisme gerakan Tarbiyah ini.
bingan dari para senior atau murabbinya. Sebagian murabbi ini adalah para simpatisan atau pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemungkinan pula kegiatan dalam kampus dimanfaatkan untuk kepentingan para politisi ini. �Para aktivis LDK ini bisa dianggap sayap partai yang ada di kampus,� terang salah satu dosen UI yang tidak mau disebutkan namanya. Dalam dunia politik praktis, tak dapat dihindari lagi bahwa Partai Keadilan
24 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Gerakan Politik Tarbiyah Sejahtera adalah kiblat gerakan mereka. Dalam partai ini mereka menjalin hubungan bagai orang tua dan anaknya. Mengenai hal ini Mahfudz Sidik, dalam wawancara dengan Majalah Suara Mahasiswa UI (SUMA UI) edisi sebelumnya, menerangkan kalau tidak ada misi dan strategi khusus dalam menggarap kampus karena dakwah lewat tarbiyah sudah ada sebelum partai politiknya muncul. Inilah pandangan gerakan tarbiyah dari masa awal berdirinya hingga saat ini. Gerakan yang pada masa awal kemunculannya terkenal sebagai gerakan dakwah. Kegiatan yang dilakukan saat ini harus sesuai dengan agenda dan garis gerakan partai. Dimana partai akan selalu menyesuaikan dengan problem kekuasaan kenegaraan.
Pergeseran Perjuangan
Sejak berdirinya pada 1999, PK (kemudian PKS) menyatakan diri sebagai partai dakwah. Tertuang dalam Muqaddimah Anggaran Dasarnya “Bertolak dari kesadaran tersebut maka dibentuklah Partai Keadilan yakni partai politik yang mengemban amanah dakwah demi mewujudkan citacita universal dan meny-
alurkan aspirasi politik kaum muslimin beserta seluruh lapisan masyarakat Indonesia”. Hal tersebut juga disebut-sebut Anis Matta dalam bukunya Dari Qiyadah untuk Para Kader bahwa ”Partai ini adalah wujud daripada gerakan dakwah kita. Partai adalah representasi keseluruhan dari total kekuatan yang kita miliki sepanjang 18 tahun pertama kita membina umat”. Kini setelah berjuang panjang dengan sebagai manusia mereka juga harus memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya. Kemewahan dan tercukupnya kebutuhan hidup merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Masih dalam buku yang sama, Sekjen PKS ini menyatakan kalau kita melihat mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar mobil itu, sapu baik-baik lalu berdo’alah. Ini menunjukan bahwa kemewahan memang bukan sesuatu yang diharamkan dalam tubuh partai dakwah ini. Menurut Anis Matta bukanlah berarti bahwa mereka melupakan ideide untuk memperjuangkan dirinya. Bagi sang Sekjen, kemiskinan dan kepapaan justru menjadi salah satu penyebab lemahnya dakwah. ”Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu indika-
sinya karena orang-orang shalehnya sebagian besar adalah para fuqara dan masakin. Ahlul masjid di negeri ini terdiri atas fuqara dan masakin”. Akan tetapi artikulasi dari pandangan semacam ini justru terkesan naïf. Di tengah bangsa yang sedang terpuruk dan serakan kaum miskin di seluruh pelosok negeri, sebagian kalangan partai dakwah ini justru hidup dalam gelimang kemewahan. Mobil mereka, rumah mereka, gaya hidup mereka, jauh dari kesan sederhana. Salah satu contoh kondisi ini ialah apa yang dilakukan anggota Fraksi PKS Andi Rahmat salah satu anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR yang dibiayai Bank Indonesia (BI) ke London dan New York, pada Maret 2007. Seperti diberitakan, berkaitan dengan berakhirnya pembahasan UU Mata Uang, BI, mengajak empat anggota Baleg DPR melakukan kunjungan ke London dan New York. Lawatan dilakukan selama 10 hari, 3-12 Maret 2007. Selain menanggung ongkos perjalanan, BI juga memberikan uang saku ke masing-masing anggota dewan senilai lebih dari Rp100 juta. Sikap Fraksi-PKS dalam kasus Hak Interplasi berkait persoalan BLBI ialah sisi lain yang
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 25
Gerakan Politik Tarbiyah menunjukan bahwa gerakan ini tak lagi ‘sesuci’ yang dibayangkan. Fraksi PKS nyata-nyata menolak pengajuan HAK Interplasi ini. Sebuah sikap yang menunjukan ketidakberpihakan partai ini pada pengusutan mega kasus korupsi itu. Perkara iklan kampanye yang menampilkan Soeharto sebagai Pahlawan merupakan contoh lainnya. Bahwa pergeseran ideologi dalam tubuh PKS bukan suatu asumsi semata, malainkan fakta yang jelas di depan mata. Banyak sudah fakta yang menunjukan kian pragmatis nya gerakan ini, terutama dalam gerak langkah PKS sebagai sebuah partai politik. Hal ini diakui oleh kalangan internal gerakan ini. Sapto Waluyo, seorang kader senior gerakan ini, pernah menulis satu artikel di harian Republika. Artikel berjudul Komunikasi Politik PKS cukup keras mengkritik manuver politik PKS menjelang Pemi-
lu yang lalu. “Evaluasi total dan otokritik tuntas perlu dilakukan, bila PKS tetap ingin menjaga jati dirinya sebagai ‘Partai Dakwah’. Inti dakwah adalah nasihat: untuk menegakkan perintah Allah dan rasulNya, mengingatkan para pemimpin dan membimbing masyarakat awam. Jika semua pernyataan
kasus-kasus yang menunjukkan memarnya gerakan ini terhampar begitu banyak. Gerakan ini ialah gerakan yang diusung oleh manusia. Tentu saja tidak terlepas dari kesalahan. Sayangnya para kader, termasuk dari kalangan mahasiswa, justru beranggapan gerakan ini ialah suatu gerakan yang tidak mungkin salah. “Kita harus selalu tsiqoh d e n g a n qiyadah kita. Qiyadah kita gak mungkin maksiat atau tidak amanah. Kita memilih mereka, karena mereka selama ini telah terbukti amanah”. Kalimat dari salah satu diskusi online di atas ialah kalimat yang biasa muncul jika ada seseorang yang mengkritik atau meragukan keputusan pimpinan (dalam bahasa mereka qiyadah) gerakan ini. Sikap taqlid manut menurut seperti ini sebenarnya telah menumpulkan daya kritis kader gerakan ini ketika menghadapi realitas. Sikap gamang beberapa lembaga
Sikap taqlid manut menurut seperti ini sebenarnya telah menumpulkan daya kritis kader gerakan ini ketika menghadapi realitas dan manuver itu dibiarkan berlalu begitu saja tanpa corrective action, yang memadai dan kemampuan untuk belajar dari kesalahan sekecil apa pun, kapasitas PKS sebagai learning organization mulai diragukan.” Pernyataan keras Sapto ini bisa jadi hanya segumpal gunung es. Pada dunia yang lebih nyata,
26 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Gerakan Politik Tarbiyah mahasiswa yang dikuasai tarbiyah berkait dengan persoalan UU BHP dapat diapungkan sebagai contoh. Sampai sekarang, tidak ada sikap yang jelas dan tegas dari Salam UI atau Jamaah Sholahudin UGM berkait persoalan UU BHP ini, padahal keduanya mempunyai pengaruh di lembaga eksekutif kampusnya. Dalam tingkat lanjut ini berpengaruh pada aliansi BEM SI (Seluruh Indonesia), yang di dalamnya terdapat pula IPB (Institut Pertanian Bogor). Sikap antara tunduk pada patron partai politik dan kepentingan menyuarakan kepentingan rakyat terbentur. Pada satu sisi mereka mengkritisi, namun pada sisi lainnya mereka menerima dengan catatan. Contoh lain ialah ketika PKS menyatakan mendukung SBY-Boediono. Tidak seperti kader PAN, PPP, atau partai lain yang begitu kritis bahkan berani membelot dari keputusan pimpinan pusat. Kader-kader PKS cenderung manut nurut tanpa kritis terhadap keputusan itu. Keyakinan mereka “Kita harus yakin bahwa qiyadah kita selalu istiqomah di jalan da’wah, dan tidak akan menyimpang. Keputusan jama’ah sudah dimusyawarahkan oleh ustadz-ustadz kita yang lebih ngerti syari’ah
dan lebih luas wawasannya dari kita.” Begitulah argumen yang muncul dari kader-kader ini. Pada Pilpres kali ini, PKS mendapatkan sekitar 8 juta suara. Dari jumlah ini, kader inti hanya berjumlah + 1 juta orang. Di samping itu terdapat juga sebagian kader pendukung yang bersikap terhadap PKS seperti kader intinya. Mereka inilah yang setiap saat didoktrin dengan berbagai doktrin agama (sebut: menggunakan agama) yang terkadang dijelaskan jauh dari pemahaman yang sebenarnya. Hasilnya mereka tidak sempat menggunakan akal sehat dalam membaca sepak terjang para petinggi partai dan menalar fenomena yang ada. Bahkan, belajar nilai-nilai Islam pun seakan sudah tidak perlu lagi, karena semua apa yang dilakukan elite selalu mendapat stempel kesucian dan kebenaran lembaga tinggi partai yang bernama Dewan Syari’ah atau Dewan Syuro. Setiap saat para kader hanya dijejali informasi satu arah bersifat top down dan kewajiban mentaati semua keputusan elite atau lembaga tinggi partai serta larangan menalar dan mempertanyakannya. Pernyataan pada paragraf di atas bukanlah muncul dari kalangan luar
tarbiyyah, melainkan dari “orang dalam” mereka sendiri yaitu Ustadz Fathuddin Ja’far, MA. Pernyataan dari kader “yang bukan sembarangan ini” sebenarnya merupakan otokritik yang menyehatkan bagi gerakan ini. Sayangnya, memperhatikan pernyataan semacam ini malah sering dituding sebagai tidak tsiqoh bahkan lebih jauh dikatakan membahayakan gerakan tarbiyyah secara keseluruhan.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
27
Gerakan Politik Tarbiyah
Kata Mereka tentang
Tarbiyah Aqsath Rasyid Naradhipa Sekjen Himpunan Mahasiswa Informatika Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung 2006
N
amanya gamais (Keluarga Mahasiswa Islam). Kegiatannya pengajian dan mentoring agama, sisanya ada event untuk seluruh mahasiswa kampus yang islam, contohnya buka puasa bareng, juga ada lainnya. Ada kaderisasinya pula. Biasanya mereka lebih akrab dengan sesama mereka. Aktivis tarbiyah ini main cantik dalam setiap aktivitas, sehingga perbedaan pendapat dalam kepanitiaan misalnya dianggap perdebatan biasa, tidak menjurus ke konflik.
28
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin Gerakan tarbiyah di fakultas saya tergabung dalam Medical Moeslem Family (M2F). Kegiatan mereka ada kajian, baksos, wisata alam, dan sebagainya. Biasanya berperan dalam pemilihan ketua BEM (badan Eksekutif Mahasiswa). Kegiatan mereka terkait dengan masa-masa mahasiswa baru caranya cukup smooth, dengan menjadi anggota organisasi yang bertugas berjaga di tempat pengambilan formulir untuk mensosialisasikan organisasinya.
Siti Hapsari Rizki Mahasiswi Akuntansi Universitas Airlangga 2008 Kegiatan gerakan ini tidak terlalu kelihatan walau jumlah mereka cukup banyak. Kegiatan mereka terbuka kok. Kadang juga mengundang mahasiswa kampus lain. Namun memang kebanyakan yg ikut adalah kalangan mereka sendiri, di luar mereka biasanya kurang tertarik.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Gerakan Politik Tarbiyah
Brahmanto Adinugroho Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Jurusan Manajemen Agribisnis, angkatan 2004
K
egiatan rohis di kampus kami, masih kental. Misalnya klo IPB mau ngadain konser music, DKM (dewan Keluarga Masjid, semacam FPI versi lunak), pasti akan mengadakan protes. Mereka menentang kareng konser musik dianggap bukan bagian dari kehidupan islam. Biasanya akan mendatangi panitia penyelenggara ataupun rektorat untuk menyampaikan keberatannya. Ada konser musik yang akhirnya dibatalkan dan ada juga yg tetap dijalankan. Akan dijalankan konser musik yg misalnya mengundang Yovie Nuno atau Chrisye, pokoknya yg tidak terkesan seronok lah. Namun konser yang menggunakan sponsor rokok juga ditentang untuk masuk kamus. Klo ada konser di IPB tuh ada hijabnya, kan konsernya dalam gedung. Mereka tetap bisa bergaul dengan yang lain misalnyabongkrong di kantin untuk makan.
Coki
Putri
Wakil Ketua BEM FHUI
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
Kalo di Fakultas Hukum UI namanya Serambi. Kegiatan mereka terkait dengan masa-masa mahasiswa baru memasuki kuliah ada open house. Serambi itu kan masuk di Badan Semi Otonom, yang biasanya ada koordinasi dengan UKM seperti Salam. BSO seperti ini akan menerima dana dari fakultas untuk kegiatannya. Namun mereka tetap diwajibkan untuk memberikan laporan penadaannya ke dekanat.
Gerakan tarbiyah ini ada komunitasnya, masuk ke dalam Jamaah Salahudin. Mereka selalu punya kegiatan macam ceramah, kajian, yang diselenggarakan biasanya di masjid UGM. Pernah beberapa kali mereka demo juga, ada pengkaderan pastinyaa. Misalnya ngasih undangan ke maba kalo hari ini, hari itu, ada acara ini dan itu, kemudian di acara tersbut bakal seru..bla..bla.. Serta segudang agenda mereka yang pastinya dibuat menarik.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 29
Opini Sketsa
Visit ! a i s e n o d In 28 SUMA NO.25/XVI/2009
FOTO PEMBATAS ARTIKEL KHUSUS
Pada ulang tahun
Suara Mahasiswa UI
yang ke-17, berikut kami hadirkan kembali dua artikel pilihan yang relevan dengan kondisi saat ini SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 33
Artikel Khusus
KULIAH PADA PERGURUAN TINGGI:
ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN
S
esuai namanya Perguruan Tinggi berfungsi sebagai institusi penyelenggara program pendidikan tinggi berupa program diploma, sarjana, magister, samapai tingkat doktoral. Bentuk konkrit perguruan tinggi diantaranya universitas. Universitas seperti Universitas Indonesia misalnya, menempati tempat khusus dalam masyarakat karena universitas diidentikan sebagai station for the general publik yang dibentuk dan terbentuk untuk pelayanan masyarakat. Dari lembaga inilah masyarakat mengharapkan datangnya pembaharuan yang mencakup segala aspek kehidupan. Secara historis, Universitas Indonesia sebagai salah satu Universitas terbesar di Indonesia, memiliki peran signifikasi dalam konstelasi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Meskipun demikian dalam diri Universitas Indonesia itu sendiri (termasuk mahasiswa) terjadi benturan-
benturan kepentingan didalamnya. Di satu sisi, letak Universitas Indonesia di ibukota negara dengan aneka kompleksitas metropolitannya memberi nilai-nilai anutan yang jauh berbeda di universitas-universitas lain di negeri ini. Lebih dari itu, mahasiswa Universitas Indonesia sebagian besar datang atau berkembang dalam komunitas metropolitan, yang kemungkinan besar dalam penghayatan dan tingkah lakunya merefleksikan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungannya. Di sisi lain, masyarakat menuntut kiprah mahasiswa Universitas Indonesia lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat banyak yang notabene merupakan lapisan masyarakat terbawah dari piramida sosial masyarakat. Berorientasi dari realita di atas, sudah sepatutnya kita (mahasiswa) sejak dini melakukan introspeksi dan retrospeksi tentang bagaimana seharusnya berprilaku agar peran yang disandang diantara dua kul-
32 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
tur kepentingan yang berbeda dapat berjalan dalam rangka melesarikan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan hakiki. Atau dengan kalimat lain, adalah sangat wajar sedini mungkin menentukan, setidaknya mencari sikap yang tepat dalam mengakomodir harapan-harapan masyarakat menghadapi realitas (kenyataan) kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan kampus Universitas Indonesia.
Mahasiswa Universitas Indonesia Antara Harapan Dan Kenyataan
Sebagai makhluk Allah SWT, sepatutnya kita bersyukur kehadirat-Nya atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya, termasuk kelulusan di Universitas Indonesia. Betapa tidak ! diantara dua juta peminat untuk masuk Universitas Indonesia, kita termasuk tiga ribu mahasiswa baru Universitas Indonesia dipilih oleh Allah SWT. Lulus pada Universitas Indonesia,
Artikel Khusus ibarat lolos dari lubang jarum, demikian kata orang banyak. Kesuksesan memasuki Universitas Indonesia mengisyaratkan adanya perubahan status dari siswa menjadi mahasiwa. Roger menyitir perubahan (status) sebagai proses yang membuat sesuatu atau seseorang menjadi berbeda dari keadaan sebelumnya. Perubahan status menjadi mahasiswa berakibat pada perubahan akontabilitas dan responsibilitas kita. Pendek kata, kita dituntut sebagai change agents : agent pembaharu. Sejarah telah mencatat peranan mahasiswa sebagai agen pembaharu dan perombakan tata nilai tidaklah keci. Penggulingan Juar Peron (Argentina 1955), Perez Jimenez (Venezuela 1958), Soekarno (Indonesia 1966), Ayub Khan (Pakistan 1969), Reza Pahlevi di Iran tahun 1981 dan banyak lagi. Sejarah mencatat pula, peran mahasiswa Universitas Indonesia dalam perjuangan membela kebenaran dan keadilan di Indonesia. Kita tidak menutup mata dengan perjuangan mahasiswa Universitas Indonesia yang melahirkan orde baru. Dan tentu kita pula tidak menutup mata dengan duduk segudang alumni Universitas Indonesia sebagai Top Manager pada berbagai instansi pemerintah maupun swasta.
Semua itu tak lepas dari mahasiswa. Mahasiswa, sedikit banak dapat dikategorikan dalam kelompok orang pintar/cendikia. Akan tetapi berlaianan dengan orang pintar yang telah menempati posisi sosial tertentu, mahasiswa dalam kaitannya dengan posisi dan hubungan sosial ini, sifatnya sangat sementara. Karena itu sulit untuk menyerderhanakan mahasiswa baik pada posisi maupun arah yang hendak
tidak berasal dari pusat kekuasaan. Sebagai orang pintar, mahasiswa adalah sosok yang tak pernah puas menerima kenyataan sebagaimana adanya. Selalu mempertanyakan kebenaran (relatif) yang berlaku pada suatu skala baik spasial atau temporal tertentu, dalam kaitannya mencari kebenaran yang berpijak pada kepentingan umum. Dengan posisi dan kenyataan diatas, tak salah jika
...nilai kultural yang berlaku di kalangan mahasiswa, seharusnya berasal dari nilai kebenaran dan keadilan yang hakiki, tidak berasal dari pusat kekuasaan....
dituju. Jadi, tidak mengherankan bahwa nilai kultural yang berlaku dikalangan mahasiswa, seharusnya berasal dari nilai kebenaran dan keadilan yang hakiki,
masyarakat berharap banyak pada mahasiswa Universitas Indonesia. Sebagai mahasiswa, yang nantinya merupakan produk Universitas Indo-
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
33
Artikel Khusus nesia sebagai lembaga pengejewantahan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tidak salah jika masyarakat berharap agar kita kelak menjadi sarjana-sarjana yang berakhlak tinggi, tinggi ilmu dan tinggi pengabdiannya. Tak salah masyarakat mengharapkan agar Fakultas Kedokteran UI menghasilkan dokter-dokter yang ramah, pandai dan tidak mahal bayaran,. Juga tidak salah berharap agar Fakultas Hukum UI mencetaks sarjana hukum sebanyaknya, agar bisa lahir hakim-hakim yang lebih jujur, agar bisa lebih banyak jaksa yang kurang galaknya, agar lahir pembela-pembela yang berani membela ketidakadilan dan berani melawan apa yang disebut mafia pengadilan, agar banyak mendidik para petani kita tentang hak dan kewajibannya supaya tidak dikibuli terus menerus, agar lebih banyak membela buruh, karyawan dan sebagainya. Masih banyak lagi harapan-harapan masyarakat. Ini baru untuk dokter dan meester fin the rechten.
34
Belum lagi dari ahli bahasa dan sastra, ahli biologi, sarjana teknik, dan sebagainya. Saya kira masyarakat tidak teralu salah jika mengharapkan agar Fakultas Ekonomi UI melahirkan ekonom-ekonom yang lebih mampu menyusu konsep ekonomi yang menguntungkan rakyat yang banyak dhu afa. Namun demikian, kita tidak menutup mata dengan kenyataan yang ada disekitar kita. Sebagai mahasiswa Universitas Indonesia kita dibuat pusing dengan kenaikan SPP (Sumbangan Pelaksanaan Pendidikan) yang kronis dan terkesan ‘semau gue’. Padahal jika kita cermati kenaikan SPP belum optimal dibarengi dengan penyempurnaan fasilitas pendidikan. Fasilitas buku-buku perpustakaan yang serba minim. Besarnya dana sumbangan pendidikan (PPKM ) tak kalah menarik. Pada beberapa fakultas bahkan mencapai dua sampai tiga juta rupiah. Belum lagi sistim belajar SKS (Sistim Kredit Semester) membuat kita lupa akan masalah disekitar
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
kita. Kita menjadi cuek dan tidak peduli pada realitas sosial ditengah masyarakat. Kita phobi terhadap hal-hal berbau politik. Kesemuanya memang ditentukan oleh kebijakan penguasa. Jika ada yang mengeritik, dia dicap ekstrim dan diamankan agar tidak mengkontaminasi yang lain. Pendek kata, jadilah mahasiswa apatis. Ia berangkat kuliah dipagi hari dengan mulut ternganga minta disuapi ilmu dan ketrampilan, lalu ia pulang. Begitu dan begitu seterusnya. Dan banyak lagi masalah yang melilit pada diri seseorang yang berpredikat mahasiswa. Bersyukurlah, Allah SWT menciptakan kita dengan akal pikiran. Disamping itu, Allah membekali kita dengan keimanan dan ketaqwaan. Hanya dengan modal itulah kita dapat berkiprah dan mewujudkan harapan masyarakat. Semoga Allah Yang Maha Esa memberi petunjukNya kepada kita. Amin.
Artikel Khusus
MENGGUGAT ‘MITOS’ PEMBARUAN
S
uatu ketika, sekelompok mahasiswa UI bakti sosial di daerah. Jaket kuning pun dipakai. Seorang penduduk menegur, ”Hati-hari dengan jaket kuningnya, Dik. Masyarakat desa ini, bisa curiga, lho.” Pada kesempatan yang berbeda, masih di daerah, sekelompok mahasiswa UI lainnya sedang mengadakan pemeriksaan kesehatan di puskesmas desa. Dokter yang bertugas di sana berpesan, ”Jaket kuningnya jangan dilepas, ya, Dik. Pakai aja untuk pemeriksaan. Mudah-mudahan kalian bisa jadi ’kader’ yang baik” Begitu besarkah makna jaket kuning? Sehingga, perlakuan terhadapnya ini pun beragam? Jawabannya dapat ditelusuri dengan mengungkap latar belakang historis keberadaannya.
UI dan Orde Baru
Era ’kebesaran’ jaket kuning bermula dari aksi mahasiswa setelah peristiwa G 30S/ PKI tahun 1965. Mereka menuntut tiga tuntutan: Tritura, bubarkan PKI, rombak kabinet dwikora dan turunkan harga.
Pada 25 Oktober1966, mereka membentuk KAMI, sebagai wadah untuk demonstrasi, demi tegaknya Pancasila dan UUD ’45 secara murni dan konsekuen’. Jenderal TNI A.H. Nasution dalam amanatnya di Institut Pertanian Bogor (IPB) tanggal 14 Mei 1966, mengatakan lahirnya angkatan ’66 untuk menjamin politik anti kontra revolusi gestapu, untuk menurunkan harga dan untuk kabinet yang wajar. ”Pokoknya KAMI memelopori pendobrakan terhadap vestedvested interest gestapu dan sekutu-sekutunya, serta terhadap penyelewengan polek-sos-mental,” katanya waktu itu. Angkatan ’66 dalam arti sempit, menurut Cosmas Batubara, adalah para mahasiswa, pemuda, pelajar yang ikut serta atau sekurang-kurangnya yang menyetujui atau bersimpati terhadap perjuangan dan aksi-aksi tahun 1965-1967. Sedang arti luasnya menurut dia, adalah semua pihak yang terlibat dan menyetujui perjuangan dan aksi-aksi pada waktu itu tanpa melihat statusnya. Sebelum peristiwa
G30 S/PKI, pergolakan politik semakin tajam, dan Presiden Soekarno tidak ada kejelasan terhadap peristiwa itu. Dr. Amir Santoso, pakar politik UI, menjelaskan keterlibatan mahasiswa UI saat itu disebabkan keadaan yang makin pengap, harga nggak karu-karuan dan suasana anti PKI sangat keras. ”Yang saya ingat, tarif bis dari Rp. 250,- dinaikkan sampai Rp. 1000,-. Mahasiswa UI kan miskin semua waktu itu. Ya, ikut saja demonstrasi,” kata dosen FISIP UI ini. Situasi ini, membuat Soe Hok Gie, tokoh mahasiswa saat itu, bersama mahasiswa UI lainnya mengadakan long march dari Salemba ke Rawamangun. ”Tujuanku sebenarnya tidak banyak,” tulis Soe Hok Gie dalam catatan hariannya, ”Aku ingin agar mahasiswa menyadari bahwa mereka : the happy selected few yang dapat kuliah. Karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya. Dengan long march ini moga-moga mereka sadar bahwa soal tarif bukanlah semata-mata soal tarif an sich, akan tetapi
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 35
Artikel Khusus merupakan satu aspek kecil saja daripada seluruh perjuangan rakyat. Dan kepada rakyat aku ingin tunjukkan bahwa mereka dapat mengharapkan perbaikan-perbaikan dari keadaan dengan menyatukan diri di bawah pimpinan patriot-patriot Universitas. ” Jaket kuning yang semula biasa-biasa saja, sejak aksi ’66 itu, lalu dianggap sebagai simbol perjuangan. Tokoh-tokoh mahasiswa yang menjadi motor peng-
lam mengisi Orde Baru dengan pembangunan yang berorientasi ekonomi dan stabilitas politik-keamanan. Mereka mengisi jabatanjabatan strategis di supra struktur kekuasaan: Abdul Ghafur, Cosmas Batubara, dan Mari’e Muhammad, di samping ada juga yang memilih sebagai pengusaha: Fahmi Idris dan Liem Bian Koen (Sofyan Wanandi). Namun, ada pula yang kembali ke kampus dan berkutat dengan buku: Soe Hok Gie.
”Jaket kuning yang semula biasabiasa saja, sejak aksi ’66 itu, lalu dianggap sebagai simbol perjuangan. Tokoh-tokoh mahasiswa yang menjadi motor penggerak demonstrasi mahasiswa gerak demonstrasi mahasiswa, baik melalui Dewan Mahasiswa (Dema) UI maupun melalui KAMI, muncul ke panggung politik dan ekonomi nasional sebagai pendiri Orde Baru. Mereka bekerja keras da-
UI pun dinyatakan sebagai Kampus Perjuangan Orde Baru, sebagaimana yang terpampang dalam papan nama yang terpancang di Kampus UI Salemba sekarang. Di samping itu, do-
36 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
sen-dosen UI pun masuk mendukung pemerintahan Orde Baru: Soemantri Brodjonegoro, Emil Salim, Ali Wardana, Widjojo Nitisastro. Koordinasi di antara mereka terjalin dengan baik karena di antara mereka ada yang dituakan, yaitu mantan Rektor UI, Prof. Soemantri Brodjonegoro. Tak hanya sampai di situ, hingga dekade ketiga Orde Baru ini orang-orang UI sudah menjadi langganan kursi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tercatat, sejak berdirinya UI hanya 2 (dua) orang mantan Rektor UI yang tidak menempuh jalur menteri. Salah satunya adalah Mahar Mardjono. Ia adalah Rektor UI ketika Peristiwa Malari ’74 dan peristiwa Anti Presiden ’78 meletus di UI, yang juga merebak ke jalanan ibukota. Kedua peristiwa itu sempat menggoncangkan situasi politik nasional, legendaris dan dianggap sebagai ’kekalahan’ gerakan mahasiswa. masing-masing pimpinan Dema UI waktu itu masuk penjara Orde Baru, yaitu Hariman Siregar (’74) dan Lukman Hakim (’78).
Jaket Kuning dan Lambang Beringin
Jika ditelusuri, sejarah keberadaan jaket kuning bukanlah bermula dari pihak universitas, melainkan diusulkan oleh Dema UI. Dema UI ini dibentuk tanggal 31 Me 1951 dan baru diakui keberadaannya oleh
Artikel Khusus Rektor UI pada tanggal 20 November 1955. Pekerjaan awal mereka adalah menyediakan fasilitas pondokan mahasiswa, balai pengobatan mahasiswa dan sarana kesejahteraan mahasiswa lainnya. Pada tahun 1955 itu pula mahasiswa jurusan sejarah FSUI Nugroho Notosusanto (almarhum: mantan rektor UI dan Mendikbud RI—Red.) menciptakan sistem atribut mahasiswa UI dengan dua unsur sebagai dasar, yaitu (1) warna kuning UI dan (2) lambang beringin UI. Dengan kedua unsur itu kemudian dikonsepsikan beberapa kostum mahasiswa UI, di antaranya Jaket Kuning. Dema UI pada tahun 1955 itu langsung mensyahkan pemakaian atribut itu. Melalui perjalanan yang berliku, 9 tahun kemudian, tepatnya tanggal 6 Agustus 1964 keluar keputusan Rektor UI Syarief Thayep nomor 203/HM/ IN/K-64 tentang atribut bagi mahasiswa UI. Keputusan itu berdasarkan kepada peraturan Dema UI. Produksi jaket kuning dalam jumlah besar kemudian dilakukan atas bantuan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UI di bawah pimpinan Tony Sihombing dan Koordinator Proyek-proyek Khusus UI, Drs. Hendrayogi. Hampir dua tahun kemudian, jaket kuning merajai jalanan ibukota. Dimulai dengan aksi Tritura tanggal 12 Januari 1966 dari kampus
UI Salemba, maka proses penumbangan rezim Orde Lama dilakukan. Didukung oleh kekuatan ABRI yang anti PKI, terutama Angkatan Darat, penumpasan dan pembersihan terhadap anggota PKI dan onderbownya berlangsung massal, baik di kota maupun di desa. Juga di lingkungan universitas.
Mitos Jaket Kuning dan Ujung Tombak Pembaruan
Sejak tahun 1966 itu jaket kuning dilumuri berbagai mitos. W.S. Rendra menyebutnya sebagai simbol perjuangan, terutama jaket kuning berlumuran darah yang dikenakan Arief Rahman Hakim. Arief gugur sebagai syuhada dan tumbal Orde Baru akibat tembakan Cakrabirawa. Selain itu gugur pula Zainal Zakse, wartawan surat kabar kampus KAMI. Keduanya menjadi pahlawan kelahiran Orde Baru. Nama dari Arief diabadikan menjadi nama Mesjid yang berdiri di kampus UI Salemba, Mesjid ARH dan Radio ARH. W.S Rendra menghadiahkan sajak berjudul ’Jaket kuning berlumuran darah’. Taufik Ismail, mahasiswa Fakultas Kedokteran UI Bogor (sekarang IPB. Red.), yang sajak-sajaknya turut mewarnai perjuangan Angkatan ’66, pun menyisakan judul ’Karangan Bunga’ untuk merekam gugurnya Arief
Rahman Hakim dalam sajaknya: Tiga anak kecil/dalam langkah malu-malu/datang ke salemba sore itu/ini dari kami bertiga/pita hitam pada karangan bunga/tanda kami ikut berduka/bagi kakak yang ditembak mati siang tadi/. Jaket kuning inilah yang memberikan kebanggaan bagi sebagian besar mahasiswa UI, termasuk mahasiswa UI yang masuk setelah tahun 1965-1966. Fahmi Alatas, Direktur Operasional TPI, misalnya, mengakui bahwa jaket kuning UI yang dikenakannya sangat mempengaruhi aktifitas kemahasiswaannya. ”Kebanggan itu menyertai keterlibatan saya dalam pers mahasiswa, senat mahasiswa fakultas dan HMI,” katanya. Sedangkan bagi Amir Santoso,” Aktifitas ilmiah dan suasana antar mahasiswa waktu itu pun mendorong cara berpikir mahasiswa UI,” ungkapnya. Cholifah B, PD III FMIPA UI, yang masuk UI tahun 1968, juga mengakui kebanggaannya dengan jaket kuningnya. Menurutnya, jaket kuning dibagikan setelah acara mapram. ”Dari acara mapram itu juga kami diminta untuk berpikir kreatif, mempunyai perasaan senasib, saling kenal dan kompak,” ujarnya.
UI dan Golkar
Keterkaitan UI dan Golkar pantas dikemukakan di tengah merebaknya
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 37
Artikel Khusus ’kuningisasi’ di beberapa daerah, yang juga berimbas pada kecurigaan terhadap mahasiswa UI yang berjaket kuning, sebagaimana yang ditulis pada bagian awal. Persoalan jaket kuning dekat dengan kepentingan politik Golkar, memang juga sempat mencuat ke permukaan ketika sekelompok mahasiswa UI mengenakan jaket almamaternya dalam suatu kegiatan yang dicanangkan salah seorang Ketua Golkar, Abdul Ghafur. Wadahnya adalah Mahasiswa Pembangunan Indonesia (MPI). Beberapa media massa ibukota sempapt memuat beritanya. Dedi, mahasiswa Jurusan Ilmu Politik FISIP UI, yang sempat ditemui reporter SM menolak berkomentar tentang keterlibatannya di MPI. Menurutnya soal itu akan dijelaskan setelah Kongres MPI. ”Saya berharap agar mahasiswa UI memanfaatkan jaket kuning dengan sebaik-baiknya untuk kegiatan positif bagi banyak pihak dengan tidak menyakiti pihak lain,” katanya. Untuk persoalan itu Drs. Umar Mansyur M.Sc., PR III UI, menjelaskan bahwa jaket kuning hanya bisa dipakai untuk kegiatan resmi UI. ”Di kalangan mahasiswanya diwakili oleh organisasi kemahasiswaan formal di UI”, katanya. Hal itu pun dibenarkan oleh Doddy Ahmad Fauzy, fungsionaris SM FISIP UI. Sedangkan Abdul Gha-
fur mengakui bahwa MPI belum mempunyai seragam sendiri, karena itu mahasiswa sepakat untuk menggunakan seragam almamaternya. ”Kalau itu tidak dibenarkan, lain kali jangan dipakai,” ungkapnya, sebagaimana diberitakan Gatra. Untuk itu, Tim Laput SM berupaya mencari kejelasan tentang sejauh mana hubungan antara UI dengan Golkar. Drs. Freddy Latumahina, anggota Fraksi Karya Pembangunan DPR RI, ketika dikonfirmasikan SM menjelaskan bahwa jaket kuning dan beringin UI berbeda dengan jaket kuning dan beringinnya Golkar. Kedua atribut Golkar itu pun lahir lebih dari lima belas tahun setelah kelahiran atribut -mahasiswa UI (1955-1970-an). Ketua I Dema UI Periode 1969-1971 ini mengatakan bahwa tidak ada sangkut pautnya antara kuningnya UI dengan beringinnya Golkar. ”Kuningnya Golkar adalah kebangsaan, sedangkan kuningnya UI adalah keemasan ilmu pengetahuan. Begitu pun beringinnya UI merupakan beringin ilmu pengetahuan, sedangkan beringinnya Golkar merupakan beringin yang dikutip dari pancasila. Jangan lupa itu,” kata alumni Jurusan Filsafat FSUI dan sarjana muda FMIPA UI ini. Dengan demikian tidaklah beralasan jika ada pihak yang mengidentikkan
38 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
UI dengan Golkar. apalagi jika ada yang mengatakan bahwa kuning dan beringinnya Golkar terinspirasi dari kuning dan beringinnya UI, sekali pun sebagian dari pendiri Sekber Golkar berasa dari UI. Cholifah B. pun sependapat. ”Itu hanya suatu kebetulan saja. Sah-sah saja. Kan tidak dilarang,”katanya. Sekalipun demikian masih ada yang menganggap bahwa mungkin saja secara psikologis Golkar terinspirasi oleh UI. ”Apalagi pada waktu kelahiran Golkar tampuk pemerintahan (Orde Baru. Red.) berlatarbelakang gerakan ’66, yang identik dengan UI,” cetus Hadi Sugiharto, mencoba menganalisa. Keterlibatan mahasiswa UI sendiri dengan Golkar sudah dimulai sejak diberikannya latihan militer kepada mahasiswa UI, jauh sebelum Golkar menjadi Organisasi Sosial Politik. Pada bulan Januari 1962, misalnya, mahasiswa UI memobilisasikan diri dan ikut dalam Apel Besar Golongan Karya. Kegiatan ini merupakan pelaksanan dari Tri Komando rakyat yang bermaksud mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. Latihan militer dilakukan secara teratur di Lapangan Banteng. Latihan dilaksanakan oleh Peperda Jaya dengan Mayor Agus Djamili BcHk sebagai komandan pertama mahasiswa Jakarta. Ternyata kemudian bukan
Artikel Khusus hanya mahasiswa UI yang ikut, melainkan juga mahasiswa perguruan tinggi lain. Setelah menunjukkan hasil pertama yang memuaskan, maka untuk penggunaan yang lebih efisien dibentuklah Resimen Mahasiswa yan gpada tanggal 22 Mei 1962 diresmikan dengan nama Resimen Mahajaya. Jika dilihat, terdapat kemiripan antara atribut mahasiswa UI ciptaan Nugroho Notosusanto dengan atribut Golkar. Dalam buku ’Sedjarah Singkat Universitas Indonesia’ (terbit tahun 1967) yang disusun oleh Team Redaksi Jurusan Sejarah FSUI tidak terdapat perjelasan lebih lanjut mengenai hal itu. Buku ini hanya menguraikan proses lahirnya atribut mahasiswa UI. Missing link terjadi ketika lambang beringin mahasiswa UI tidak lagi disebut sebagai lambang beringin, melainkan hanya Makara. Penyebutan itu sendiri, menurut Hariman Siregar, sudah ada sejak masa kemahasiswaannya. ”Dari dulu juga Makara, koq,” ungkapnya. ������������ Pihak rektorat UI juga membenarkan bahwa lambang beringin itulah yang disebut sebagai makara. Jadi hanya perbedaan penamaan belaka, tanpa ada perbedaan antara lambang beringin dengan lambang makara. Disebut dalam Buku Kuning UI bahwa lambang UI berupa beringin yang distyleer dengan air man-
cur dan kepala kala makara, yang dilingkungi oleh persegi lima yang melukiskan universitas dalam segala seginya. Lambang itu adalah ciptaan Prof. Djokosutono SH. Dalam lampiran pidato Dies Natalis Prof. Bahder Djohan pada tahun 1956 disebutkan bahwa lambang UI terdiri dari tiga sendi: (1) universitas sebagai sumber ilmu pengetahuan, (2) universitas sebagai pusat kebudayaan, dan (3) universitas sebagai gudang ilmu dan budaya untuk ke-
simbol dunia kemaha-siswaan UI – jaket kuning dan lambang beringin – dengan simbol Golkar menunjukkan kesamaan. Pernyataan Freddy Latumahina menunjukkan perbedaan yang signifikan antara simbol mahasiswa UI dengan simbol Golkar.
Jaket Kuning UI: Pemberian CIA?
Polemik lain disekitar jaket kuning dilontarkan oleh Manai Sophiaan, mantan Dubes RI di Mos-
Terdapat kemiripan antara atribut mahasiswa UI ciptaan Nugroho Notosusanto dengan atribut Golkar. bahagiaan dan kebesaran nusa dan bangsa Indonesia serta umat manusia pada umumnya. Jadi jelaslah bahwa lambang UI mempunyai unsur beringin secara dominan dilengkapi dengan kepala kala makara. Untuk simbol itu bukan berarti kemiripan antara
kow ketika G30S/PKI meletus. Menyusul terbitnya buku Kehormatan bagi Yang Berhak, Manai lewat wawancaranya dengan majalah Tiara edisi no. 14 tanggal 12 September 1994 mengatakan bahwa aksi mahasiswa tahun ’66 dibiayai CIA. “Itu baju kuning itu, kalau menurut orang-orang
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 39
Artikel Khusus itu, diimpor dari Hawaii. Dibawa kesini, dibagi-bagikan kepada mahasiswa,” ungkapnya. Tentu saja ungkapan itu bagaikan petir di siang bolong bagi eksponen ’66, terutama tokoh-tokohnya yang banyak bertengger di struktur kekuasaan. Ketua umum Fosko ’66, Drs. Soemarno Diposisastro kepada tabloid Simponi mengatakan bahwa tudingan Manai sama sekali tidak mengandung kebenaran. Pernyataan senada datang dari Akbar Tanjung, Lukman Harun, Abdul Ghafur, Amir Santoso, Freddy Latumahina, Fahmi Alatas sampai Hariman Siregar. Menurut mereka jaket kuning UI dibagikan pasca Mapram (Masa Prabakti Mahasiswa) selama14 hari, pada malam inaugurasi. “Jaket kuning kan miliknya IKM (Ikatan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa) UI, yang dibagikan setelah mapram. Jadi kalau ada yang tidak ikut Mapram, tidak dapat jaket kuning dan tidak jadi anggota IKM UI. Tapi mereka tetap jadi mahasiswa UI,” tutur Hariman Siregar kepada SM. Dalam menanggapi polemik yang mengarah
pada perpecahan di kalangan tokoh-tokoh tua tersebut, sejarawan Taufik Abdullah berusaha bersikap objektif dan netral. Sebagaimana yang dikutip Simponi, Taufik Abdullah meminta bahwa sudah saatnya berdamai dengan sejarah. “Peristiwa masa lalu itu cukup kita jadikan sebagai pelajaran, bahan untuk bercermin, sehingga sejarah bukan lagi dijadikan alat untuk memusuhi bangsa sendiri. Mengung�������� kit-ungkit terus soal Bung Karno, IA, dan segala macam, berarti kita memperpanjang kutuk sejarah atau nemesis sejarah. Ini kan sama saja kita menciptakan dendam dalam masyarakat. Sudah waktunya kita meningkatkan kehangatan dan meningkatkan rasa humor,” katanya. Tapi toh bola-bola perbedaan pendapat tetap digelindingkan oleh tokoh-tokoh tua ke lapangan sejarah. Tidak hanya menyangkut soal keberadaan jaket kuning UI, tetapi juga persoalan kebangsaan, nasionalisme, sampai pada ‘bungkus’ berbagai organisasi-organisasi baru yang keluar dari kubur sejarahnya. Kalangan tua terus-menerus menjadi ‘pe-
40 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
lopor’, dan kalangan muda menjadi ‘pengekor’. Bukan sebaliknya, atau seperti yang diungkapkan Hariman bahwa pemuda Indonesia kini cepat ‘tua’ karena terlalu dihegemoni oleh orang tua-tua. “Jadi orang muda sekarang belum jadi orang muda sudah ingin jadi orang tua. Jadi bapak-bapak. Pingin cepat mapan,” katanya. Kini, setelah sekian lama tenggelam dalam kebesaran masa silam yang penuh mitos dan seringkali jadi sumber polemik, masih tetapkan mahasiswa UI jadi motor pembaharuan? Yang jelas, banyak suarasuara di masyarakat, baik dari kalangan oposisi pemerintah sampai kepada yang loyal kepada pemerintah Orde Baru mengatakan, “Kami menunggu UI dan jaket kuningnya! Jika UI memimpin, kami mengikuti!” Sampai kapan mereka harus menunggu? Akankah �������� mereka menunggu Godot? Wallahu’alam. INDRA JAYA PILIANG, WIEN MULDIAN
RIO/SUMA
PESTA DEMOKRASI TELAH USAI, BERBAGAI PERMASALAHAN PERNAH DIANGKAT SEBAGAI TEMA KAMPANYE. APAKAH HANYA SEBATAS BUALAN ATAU AKAN MENJADI KENYATAAN
SUMA NO.25/XVI/2009
39
Liputan Khusus
Pemilih Pemula, Sekadar Ikut-Ikutan?
RIO/SUMA
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih pemula di Indonesia mencapai 30% dari total 174 juta pemilih Tahun 2009.
Partisipasi kamu muda dalam pemilu 42
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
P
emilih pemula adalah mereka yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu, dan berusia antara 17 sampai 21 tahun. Bagi pemilih pemula, pendidikan politik menjadi hal yang sangat penting karena pendidikan politik akan menjadi titik tolak perilaku mereka dalam pemilu selanjutnya. Angka diatas tidak dapat diabaikan begitu saja. Itu memberi gambaran bahwa jumlah suara untuk pemilu dari pemilih pemula cukup signifikan. Alasan di balik sikap dan perilaku pemilih pemula dalam pemilu bisa beragam, tetapi preferensi dalam menentukan pilihan tentu dipengaruhi oleh pendidikan politik yang mereka dapat. Pendidikan politik bagi pemilih pula banyak dipengaruhi oleh agen-agen sosialisasi seperti keluarga, teman, dan juga media. Media memegang peranan penting karena media khususnya televisi sudah dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi yang ikut berperan membentuk pandangan politik pemilih pemula. Seperti dikatakan oleh Aditya Candra, siswa kelas XII SMA
Negeri 82 Jakarta Selatan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi pilihan partai politiknya pada pemilu Legislatif 9 April 2009 lalu berasal dari pemberitaan di televisi. �Saya memilih partai Demokrat karena melihat sosok SBY yang berwibawa, tenang, dan nggak arogan. Menurut saya pemerintahan sekarang sudah baik, nggak ada berita-berita negatif di televisi.� tutur pelajar yang akrab disapa Adit ini. Dari pernyataan di atas bisa disimpulkan pula bahwa kebanyakan pemilih pemula melihat gambaran partai politik berdasarkan sosok elit politik yang ditampilkan oleh partai tersebut. Untuk kasus partai Demokrat, hadirnya sosok presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan dewan pembina partai Demokrat telah berhasil mendongkrak popularitas partai Demokrat. Hal ini telah dibuktikan dengan perolehan suara sementara pemilu yang menempatkan partai Demokrat sebagai pemenang. LSI juga pernah menyebutkan bahwa fenomena ini terjadi karena adanya pemilih yang terombang-ambing atau dengan kata lain swing voter, dan partai Demokrat terkena dampak positif akan hal tersebut. Peran media dalam membingkai citra elit dan partai politik ternyata memang berhasil menarik simpati para pemilih pemula. Implikasinya bisa kita lihat bagaimana fenomena perang
HANA/SUMA
Liputan Khusus
Harap cemas melihat partai idola mendulang suara iklan politik menjelang pemilu yang sangat genjar ditayangkan. Masing-masing partai politik yang mampu beriklan di televisi berupaya mengamas iklannya sedemikian rupa untuk menjangkau anak muda. Mulai dari aktornya, isi pesannya, hingga kemasan pelengkapnya seperti jingle, slogan, dan lain sebagainya. Tetapi upaya ini sepertinya tidak banyak berhasil jika dibandingkan dengan publisitas yang dilakukan partai politik melalaui program berita di televisi. Hal
ini dituturkan oleh Anindhita, siswi kelas XII SMA Al Azhar I, yang mengatakan bahwa iklan partai politik di media tidak banyak mempengaruhi pilihan politiknya. �Aku memilih PKS karena pemberitaan tentang PKS yang selalu positif di televisi, awalnya sih PKS itu IslamIslam gitu, tapi lama-lama lebih demokrat.� ujarnya saat diwawancarai oleh SUMA. Gadis yang kerap disapa Teta ini juga menambahkan bahwa media menjadi sumber informasi politik yang utama. Ditanya tentang peran orang
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
43
Liputan Khusus tua, ia mengatakan, ”Aku punya pilihan partai politik yang berbeda dengan orang tua, jadi orang tuaku nggak terlalu berpengaruh buat aku menentukan pilihan partai.” Masalahnya publisitas melalui pemberitaan di media juga merupakan bagian dari strategi komunikasi politik yang dilakukan partai politik.
nifikan yakni sekitar 15 juta jiwa. ���������������������� Angka ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik pemilih pemula tinggi. Tetapi sayangnya pendidikan politik dalam hal ini adalah kesadaran politik, memahami hak dan kewajiban dia dalam partisipasi politik, masih sangat kurang. KPU, sebagai pihak yang seharusnya ber-
”Para pemilih pemula itu mengerti secara terbatas. Tetapi mereka belum mempertimbangkan efek dan konsekuensi dari pilihan politiknya.” Adrinov Sulit membedakan mana berita yang benar atau bias jika penonton atau pembaca tidak memiliki literacy tentang sistem politik dan kepartaian yang ada. Pengamat politik yang juga direktur lembaga survey CIRUS, Adrinov Chaniago, dalam wawancara melalui telepon dengan reporter SUMA menyatakan, ”Jumlah pemilih pemula memang sangat sig-
tanggungjawab juga belum ada tindakan nyata.” Adrinov juga menambahkan bahwa perilaku memilih para pemilih pemula memiliki kecenderungan didorong oleh rasa ingin tahu dan rasa untuk bisa terlibat dalam pemilu. Ditanya tentang pemahaman pemilih pemua tentang partisipasi politik dalam pemilu, Adrinov menuturkan ”Para pemilih
44 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
pemula itu mengerti secara terbatas. Tetapi mereka belum mempertimbangkan efek dan konsekuensi dari pilihan politiknya”. Kenyataan ini seharusnya bisa menjadi perhatian lebih. ”Pemberitaan di televisi bisa berpotensi memberi salah pengertian karena tujuan partai politik adalah dukungan suara. Dan kecenderungan yang ada saat ini pemberitaan di televisi tidak menampilkan kenyataan yang menyeluruh, sehingga pemahaman para pembaca atau penonton tentang isu dalam pemberitaan tersebut hanya sebagian,” jelas Adrinov. Kembali pada masalah angka, jumlah pemilih pemula dengan asumsi kesemuanya memberikan suara pada pemilu sebenarnya bisa menjadi potensi dukungan bagi partai politik. Tak heran jika pemilih pemula merupakan pihak yang rentan pada upaya eksploitasi dari partai politik dalam mobilisasi massa pendukung. Pendidikan politik diperlukan agar pemilih pemula bisa lebih kritis dalam memahami dinamika politik menjelang pemilu, seperti terhadap ajakan partai pemilu dalam aksi kampanye, politik uang, atau upaya persuasif partai dalam iklan kampanye yang ditampilkan media. DIAN ROUSTA F.
45
Liputan Khusus
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan:
Sekelumit Kebijakan yang Tak Kunjung Padam UU BHP telah diratifikasi setengah tahun yang lalu. Namun, gaungnya selalu terdengar. Kontroversi penolakan mahasiswa terus diperjuangkan. Sang petinggi pendidikan dan wakil eksekutor tak tinggal diam. Forum ilmiah dialog interaktif kembali dilangsungkan. Forum berdurasi 90 menit, berlokasi di gedung arsip nasional serta mempertemukan Jusuf Kalla, Hikmahanto Juwana, dan Donny Gahral Adian ini pun tetap menimbulkan reaksi keras mahasiswa. Berikut merupakan petikan wacana rangkuman forum tersebut.
Filosofi UU BHP
“Tujuan dari pendidikan itu jelas, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa”, papar Jusuf Kalla atau yang akrab disapa JK ini di awal diskusi. Pernyataan ini mengantarkan pendengar pada pernyataan-pernyataan JK selanjutnya yang memang sangat mendukung adanya BHP. Menurut JK, inti dari perguruan tinggi adalah untuk memberikan suatu kreatifitas dan inovasi. “Ilmu pengetahuan sangat dinamis sekali”, imbuhnya. Beliau pun memberi contoh mengenai dinamika ilmu pengetahuan, IT (Information Technology) yang berkembang setiap 18 bulan, hingga perkembangan mengenai teknologi lainnya, yakni hand phone. “Itulah
46 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
contoh teknologi yang sangat dinamis, artinya kalau Anda tidak belajar terus memperbaiki ilmu pada tahun ke dua ilmu anda tinggal setengah, sama juga yang lain.” Teknologi yang dinamis ini tentunya sangat berpengaruh pada perguruan tinggi, yang memang concern terhadap kreatifitas dan inovasi secara terus menerus. Inovasi dapat terus berjalan jika dana yang tersedia memadai. Menurut JK, sebelum diratifikasinya BHP, mekanisme dana yang mengalir pada perguruan tinggi harus melewati beberapa tahapan. Seluruh pembayaran SPP harus masuk ke kas negara terlebih dahulu dan
Liputan Khusus
ADE/SUMA
menunggu anggarannya keluar. Begitu pula jika terdapat kerjasama antara industri dengan perguruan tinggi. Seluruhnya harus masuk ke dalam kas negara sebelum pada akhirnya dapat digunakan. “Dulu memang rumit sekali,” terangnya. Untuk itulah, menurut JK kembali, semua pihak menyadari bahwa otonomi sangat dibutuhkan, agar para dosen, pimpinan serta indvidu terkait lainnya leb-
ih mudah untuk bergerak dalam menyesuaikan dinamika ilmu pengetahuan. “Substansi atau filosofi di balik UU merupakan permintaan PT (Perguruan Tinggi –red) sendiri untuk lebih otonom,” imbuhnya.
Peran BHP dalam Birokrasi Pendidikan
Melihat filosofi awal dibentuknya UU BHP versi
JK memang terkait dengan birokrasi dana yang terkesan menyulitkan pada perguruan tinggi. JK yang saat ini masih menjabat sebagai wapres tersebut menerangkan bahwa jika kerumitan serta ketelatan birokrasi dana tetap berlangsung, maka penyelesaian masalah-masalah penelitian akan terhambat. Hal ini sungguh bertentangan dengan perkembangan teknologi yang semakin dinamis.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 47
50 SUMA 48 SUARANO.25/XVI/2009 MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Mahasiswa dalam satu ideologi telah membuat pergerakan nyata, merentas jalan dalam struktur untuk menuju suatu tujuan Mahasiswa adalah mortir negara. Mortir yang berisikan ideologi, siap melakukan ledakan untuk suatu perubahan Apakah negara ini akan diledakkan oleh satu ideologi itu? Tidaklah lama lagi waktu terus berputar bersiap untuk perubahan dengan satu ideologi.. Mahasiswa golongan
Foto dan teks: Ade Irawan
SUMA NO.25/XVI/2009
49
Liputan Khusus “Proses administrasinya sendiri begitu sulitnya. Karena itulah kebebasan itu agar universitas mudah bekerjasama dengan industri, tinggal tanda tangan dan dana langsung berlaku” imbuhnya. Alasannya, menurut JK lagi, sebelum diratifikasinya BHP, dana perguruan tinggi yang harus disetor dulu ke dalam kas negara tersebut pada awalnya akan digunakan untuk kepentingan negara. “Mungkin bulan atau tahun ini tidak bisa langsung dipakai karena harus dengan berbagai syarat,” ujarnya. “Oleh karena itulah, padang rumput perguruan tinggi dapat memaksimalkan kemampuannya dengan adanya otonomi tersebut,” imbuh cawapres 2005-2009 ini. Hal ini menggelitik mahasiswa Fisip 2007 salah satu peserta forum, Yusuf Hakim Gumilar. Menurutnya, jika permasalahan pada perguruan tinggi terkait dengan birokrasi, seharusnya birokrasi tersebutlah yang dibenahi dan dievaluasi, tidak dengan membuat kebijakan baru, yakni BHP. Namun, Kalla berkilah bahwa salah satu fungsi BHP justru terkait dengan birokrasi, “BHP mengurangi birokrasi yang ada. Jika dulu uang yang masuk harus melalui kas negara terlebih dahulu dan belum tentu keluar lagi, maka sekarang universitas memiliki kewenangan dalam penge-
lolaan dana tersebut secara mandiri. BHP mengurangi birokrasi universitas,” jelasnya pada Yusuf.
Campur Tangan Pemerintah Pasca BHP
Pengelolaan dana universitas secara mandiri inilah yang kemudian diperdebatkan di antara mahasiswa. Pemerintah dinilai lepas tangan dalam hal pendidikan tinggi, terutama dalam pemberian subsidi pada mahasiswa kurang mampu yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Melihat hal tersebut, JK memiliki asumsinya sendiri. Menurutnya,
dinamisnya sama dengan dinamisnya ilmu pengetahuan.” Asumsinya pula, perguruan tinggi tidak perlu menjadi departemen. Jika di kantor pemerintahan semua serba harus teratur, maka di perguruan tinggi harus dinamis. “Itulah makna otonomi tersebut sehingga sebenarnya ini adalah justru permintaan perguruan tinggi untuk lebih otonom,” tambahnya sembari menutup sambutan singkatnya. UU BHP : Dari Konsekuensi hingga Selektivitas Konsekuensi UU BHP ke Depan “Sebelum ada UU BHP, perguruan tinggi neg-
“BHP pangkas birokrasi yang selama ini menyulitkan perguruan tinggi” JUSUF KALLA WAKIL PRESIDEN RI hal tersebut merupakan kesalahpahaman. Dengan adanya BHP, bukan berarti pemerintah lepas tangan. UUD tetap menjamin bahwa negara membiayai biaya pendidikan. “Hal ini hanya terkait dengan pelaksanaan otonomi agar dapat berjalan sebaik-baiknya sehingga
50 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
eri memang menjadi unit pelaksana teknis (UPT),” jelas prof. Hikmahanto Juwana. Hikmahanto yang juga guru besar hukum internasional ini menjelaskan bahwa UPT tersebut menginduk kepada Depdiknas, Departemen Agama
Liputan Khusus untuk IAIN, pemerintah daerah, dan sebagainya. Ihwal inilah yang mendasari pemikiran mengenai otonomisasi perguruan tinggi agar memiliki kebebasan sejak tahun 2000an. Dalam pembukaan singkat tersebut, Hikmahanto juga merinci beberapa permasalahan terkait UU BHP. Hal pertama, pemberlakuan UU ke seluruh Indonesia, termasuk di dalamnya masa peralihan yang dibutuhkan untuk itu. Profesor hukum ini berujar, “Jika kita lihat jumlah SD, SMP, SMA itu sangat banyak sekali. Itu berarti, dalam jangka waktu, saya lupa berapa tahun masa peralihan ini, semua harus menjadi BHP.” Selanjutnya, terkait dengan aturan badan hukum. BHP sendiri merupakan badan hukum yang khusus pendidikan sehingga jika ingin mendirikan badan hukum, maka badan hukum saja. “Waktu itu saya sempat melontarkan kritik, kalau mau mendirikan badan hukum, badan hukum saja. Kalau kita bicara tentang pendidikan, nanti kita akan bicara dengan departemen pendidikan kemudian disatukan kira-kira seperti itu,” terangnya. Terakhir, mengenai komersialisasi BHP. Sebagai badan usaha, keuntungan yang diperoleh BHP harus digunakan kembali untuk kesejahteraan BHP tersebut, “BHP tidak boleh mendapatkan keuntungan. Jika misalnya nanti meng-
hasilkan, harus dikembalikan ke Badan Hukum itu sendiri.”
“Pendidikan Tinggi Bukan Untuk Semua Orang”
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Donny Gahral Adian, pengajar filsafat UI, pada sambutannya dalam forum. Hal ini terkait dengan tuduhan terhadap BHP selama ini, yakni komersialisasi yang mengorbankan selektivitas. Pria yang akrab disapa Doni ini kemudian bercerita mengenai sistem selektivitas pendidikan yang telah berlaku di Jerman. Menurut dosen yang juga penggagas lingkar muda Indonesia ini, calon mahasiswa di Jerman yang nilainya tidak memenuhi syarat, tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi ke politeknik, tempat yang notabenenya diperuntukkan bagi mereka yang secara kualitas tidak bisa melanjutkan ke universitas. “Saya kira selektivitas tetap harus kuat. Komersialisasi tidak bisa mengalahkan selektivitas. Tidak bisa anak orang kaya, karena membayar uang, diterima di Universitas Indonesia sebagai Altes Liberal (komunitasnya para ilmuwan -red),” imbuhnya. Menurut Dony pula, selektivitas harus kokoh dan berjenjang, dimulai dari Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga perguruan
tinggi yang harus selektif, S1 ke S2, serta S2 ke S3 yang tingkat selektifitasnya harus bertambah. Ia pun menganalogikan pendidikan nasional tersebut dengan paramida. Selain itu, dirinya turut menambahkan bahwa tidak semua siswa SMU harus melanjutkan ke universitas, terkait dengan kompetensi siswa. “Persoalannya adalah selektivitas itu basisnya adalah kompetensi, bukan kelas sosial mereka yang miskin, tapi kompeten bisa masuk universitas itu harus dijamin. Aksebilitas ini dijamin oleh UUD, UU Sisdiknas, dan UU BHP,” ujarnya. Menanggapi UU BHP sendiri, Dony berujar bahwa UU hanyalah secarik kertas belaka jika tidak ada political will, tidak berani, dan tidak cepat. Dirinya juga mengkritik tentang 20% anggaran pendidikan yang peruntukannya tak pasti, “Kalau dicermati, 20 % anggaran pendidikan itu habis ke mana? Kalau habis di rutin, listrik, ATK, gaji, percuma. Justru anggaran itu sebesar-besarnya untuk pengembangan SDM karena kompetisi ke depan adalah bukan lagi kompetisi domestik melainkan kompetisi global,” imbbuhnya menutup sesi sambutan pada forum.
NILAM W., YULINIAR L.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 51
Liputan Khusus
Perang Isu Sepu Neoliberalisme
Neoliberalisme merupakan sebuah sistem perekonomian dimana terdapat mekanisme ”pasar bebas” berdasarkan model pasar persaingan sempurna yang menjadi acuan mazhab teori ekonomi neoklasik. Pada model ini, sejatinya berlaku persyaratan free entry dan free exit’ (bebas masuk dan keluar). ������ Semua aktivitas perekonomian diatur oleh mekanisme pasar, tanpa sama sekali ada campur tangan dari pemerintah. Dalam prinsip ini, pasarlah yang berkuasa, bukan pemerintah.
52 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Liputan Khusus
utar
Neoliberalisme sebagai Akibat dari Globalisasi
Menurut Prof. karya Prof. DR. Didin S. Damanhuri pada acara peluncuran bukunya yang bertajuk “Indonesia: Negara, Civil Society, dan Pasar dalam Kemelut Globalisasi” di Dewan Pers beberapa waktu lalu mengatakan bahwa ada sejumlah unsur yang bisa dijadikan indikasi dari sis-
tem ekonomi berbasis pasar ini. Indikasi yang dimaksud seperti nilai individualisme yang menjadi penentu, adanya minimum state dimana negara cenderung hanya ditempatkan sebagai wasit, mencari profit maksimum, mengurangi subsidi dan proteksi secara radikal, melakukan privatisasi untuk menambal APBN, serta terjadinya liberalisasi pasar uang dan modal yang membuat sektor riil menjadi sulit bergerak. Ciri lainnya yang menandakan Pasar bebas menjadi syarat utama dari keberhasilan neoliberalisme. perdagangan bebas merupakan sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau tanpa hambatan perdagangan lainnya (tanpa regulasi legal). Bentukbentuk hambatan perdagangan yang ditolak kaum neoliberalisme (dalam perdagangan bebas): bea cukai, kuota, subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai bantuan pemerintah untuk produsen lokal, peraturan administrasi dan peraturan anti-dumping. Menurut kaum neoliberalisme pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Ia juga menjelaskan bahwa munculnya wacana sistem perekonomian neoliberalisme ini memang tidak lepas dari pengaruh globali-
sasi yang menekankan adanya sebuah free trade area di tingkat regional maupun global. “Namun, globalisasi ini kebanyakan negatifnya. Globalisasi cenderung hanya menguntungkan negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang,“ ujarnya lebih lanjut. Pendapat ini diamini oleh ekonom independen Dawam Rahardjo yang turut serta dalam acara diskusi tersebut. “Kita ini apaapa semuanya impor mulai dari bahan baku sampai impor enegeri. Devisa kita ini jadi terkuras betul. Kekayaan negara jadi hilang. Apalagi diperparah dengan adanya privatisasi,“ ungkapnya. Dawam Rahardjo merasa prihatin dengan nasib aset negara yang harus direbut oleh pihak asing seperti Bank Central Asia (BCA), Bank Internasional Indonesia (BII), Telkom, hingga Indosat.”Ini merupakan penggerogotan kekayaan negara. Globalisasi itu sangat memiskinkan negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar pria yang sudah cukup senior dibanding pembicara lainnya dalam diskusi tersebut. Namun, ia melanjutkan bahwa globalisasi ini memang mau tidak mau harus dihadapi oleh bangsa ini. Menurutnya, hanya ada dua sikap dalam menghadapi globalisasi yakni menganggap globalisasi itu sebagi sebuah kesempatan atau sebagai ancaman. ”Dian-
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
53
Liputan Khusus tara para calon presiden ini memang sudah cukup menggambarkan arah kebijakan ekonominya. Tinggal masyarakat yang memilih. Mau pilih ekonomi yang mandiri? Apa mau pilih yang tergantung sama asing dan utang luar negeri?” ungkapnya yang langsung membuat peserta diskusi tertawa karena perntanyaannya tersebut seperti mengarah kepada program ekonomi yang dicanangkan oleh salah satu calon Presiden.
Tim Sukses Saling Serang
Isu seputar neolib ini memang menjadi alat persaiangan di tiap kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Dalam diskusi yang dihadiri oleh berbagai perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Massa (Ormas), dan kalangan mahasiswa ini juga turut mengundang para ekonom dari tim sukses masing-masing calon presiden. Ketiga tim sukses tersebut yakni Syarif Hasan (SBY-boediono), Fuad Bawazier (JK-Wiranto), dan Fadli Zon (MegaPrabowo). Sepanjang diskusi isu neolib ini memang menjadi senjata bagi kubu Mega dan Jusuf Kalla menyerang kubu SBY. Silang pendapat seputar baik tidaknya neoliberalisme ini diterapkan di Indonesia pun tak pelak terjadi. Kubu Megawati
54
Prabowo yang diwakili Fadli Zon menjadi kubu yang paling keras dalam menolak sistem ekonomi neoliberalisme ini. Indonesia menurutnya masih bingung dalam menghadapi globalisasi. “Kalau misalnya kita ambil keuntungan dari globalisasi. Ini sama saja kita perang melawan yang kuat, sama saja seperti Persita lawan MU. Oleh karena itu, kita perlu melakukan suatu proteksi,” ungkap ekonomi muda dari Partai Gerindra ini. Ia melanjutkan bahwa hanya Indonesia yang paling bodoh dalam menyikapi globalisasi. Menurutnya, Jepang dan Amerika Serikat saja melakukan proteksi yang super ketat. Pendapat yang dikeluarkan Fadli Zon juga dijelaskan oleh Dawam Rahardjo. Ekonom independent ini memang sebenarnya globalisasi bisa dipandang sebagai sebuah kesempatan karena akan terjadi akses pasar yang terbuka luas, terjadi kemajuan bidang teknologi, demokratisasi, dan sebagainya. Namun, yang bisa mengambil keuntungan dari globalisasi ini adalah negara-negara yang siap seperti Cina, Malaysia, dan Korsel. Mengapa? Hal ini dikarenakan pada di negara-negara tersebut kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, kesehatan, serta pendidikan sudah terpenuhi. Fadli Zon juga menambahkan bahwa hanya
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
kaum neoliberalislah yang memiliki pandangan bahwa globalisasi akan mendatangkan kemakmuran bagi rakyat. “Aturan globalisasi itu ada akses pasar yang terbuka. ����������� Siapa yang kuat yang menang. Yang ada nanti akan ada bawang dari cina dan merugikan petani Brebes. Semuanya kita impor, gandum, tempe. Inilah kebijakan-kebijakan neoliberal,” ungkapnya bersemangat. Sementara itu, Fuad Bawazier yang mewakili tim sukses Mega-Prabowo memberikan komentar pedas perihal isu neolib ini. ”Saya rasa puncak kunci ekonom-ekonom neolib itu mencapai masa kejayannya pada masa pemerintahan SBY,” ujarnya. Menurutnya, bentuk perekonomian neoliberalisme ini merupakan suatu bentuk penjajahan baru atau neoimperalisme yang bisa menyengsarakan rakyat. Diserang bertubi-tubi oleh kubu lawan, Syarief Hasan menanggapinya tenang. Ia mengaku bahwa isu neolib ini tidah hentihentinya dijadikan black campaign oleh berbagai pihak. Kebijakan ������������������ ekonomi di pemerintah SBY yang dianggap tidak pro rakyat dibantah oleh Syarief Hasan dengan mengeluarkan data. “Di tahun 1998, tingkat kemiskinan mencapai 24 % namun di tahun 2008 turun menjadi 12,6 %. Apakah ini jelek? Ini fakta saya tidak
Liputan Khusus mengada-ada,“ ungkap ketua fraksi Partai Demokrat ini. Ia juga menjelaskanb bahwa kebijakan ekonomi yang ada sekarang ini diarasakan oleh masryarakat. Buktinya, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa krisis global ini masih plus 4,4% jauh lebih baik dari pertumbuhan ekonomi Singapura dan Malayasia yang sedang terperosok hingga posisi minus. Syarief Hasan juga mempertanyakan asal istilah neolib ini. “Kalau memang terminologi neolib itu ada, ya buktikan. Mungkin orang kampus juga bingung cari buku Neolib itu dimana? Mungkin bukunya Pak Fuad Bawazier yang mengarang,” ucapnya yang langsung ditanggapi gelak tawa peserta dan senyuman Fuad Bawazier. Menurutnya, system perekonomian yang diajukan oleh tim SBY-Boediono itu adalah system campuran. Pemerintah bukan berarti lepas tangan begitu saja pada perekonomian namun tidak memungkuri untuk dapat mengadopsi keunggulan globalisasi. “Globalisasi bisa kita adopsi dengan proteksi kepentingan rakyat. Dukungan pemerintah juga bisa dilakukan dalam bentuk kepastian hokum yang harus diimplementasikan sehingga kepentingan public dapat diutamakan,” ucapnya.
Neolib di Kacamata Mahasiswa
Tidak hanya jajaran elite saja ribut membicarakan masalah ini kalangan mahasiswa pun juga turut memberikan perhatian terhadap isu ekonomi ini. Sebagian besar memang kontra terhadap system neoliberalisme ini seperti yang diungkapkan oleh Eko, Komunikasi angkatan 2006. “Gue gak setuju kalau semuanya dilimpahkan ke pasar. Indonesia menurut gw belom siap untuk menghadapi persaingan dari produk asing dengan modal besar. Justru bisa merugikan industri kecil dan menengah,” ungkapnya. Hal senada juga disampaikan oleh Thomas, Ketua BEM FISIP UI. Ia juga menyinggung masalah ketidaksesuaian neoliberalisme dengan kultur bangsa. “Perekonomian bangsa ini nggak bisa semuanya diserahkan ke pasar. Dari awal Indonesia berdiri, Soekarno-Hatta sudah mengamanatkan bahwa negara harus bertanggung jawab kepada rakyatnya di semua lini, termasuk ekonomi,” ucapnya. Namun, beberapa mahasiswa juga memandang bahwa neolib tidak selamanya buruk. Neolib hanya dijadikan label untuk menyerang kubu tertentu. “Banyak or ang tidak tahu neolib itu apa. Padahal, neolib itu tidak pernah ada di negara
manapun yang mengimplementasikannya. Pasti ada campurannya,” ujarnya. Patrya juga menyebutkan system perekonomian yang sesuai dengan kondisi ekonomi bangsa adalah percampauran atara system liberal yang berbasis pasar disertai dengan campur tangan pemerintah. Perbincangan seputar neoliberalisme ini memang tidak ada habisnya. Kini pemilu sudah dilaksanakan. Siapapun yang menang akan menjalankan system ekonomi yang diusungnya selama ini. Meski memiliki racikan yang berbeda, namun tujuannya tentu mulia yaitu untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang nanti terpilih sebaiknya sadar bahwa setiap system ekonomi yang dijalankan tujuannya hanya satu, yaitu kemakmuran rakyat. Sementara itu, rakyat juga haru selalu buka mata dan teling untuk mengawasi setiap kebijakan pemerintahan yang dikeluarkan. (sab/adi)
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
55
54 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Kampus
BERHARAP KEPADA PRESIDEN MENDATANG
P
esta demokrasi Indonesia baru saja berlangsung. Rakyat menaruh banyak harapan kepada presiden yang terpilih agar dapat menjadikan Indonesia lebih baik lagi. Untuk mengetahui kriteria yang diinginkan oleh rakyat khususnya mahasiswa, dilakukan survei terhadap 380 mahasiswa UI. Di awali dengan jajak pendapat mahsiswa UI mengenai tingkat kepuasan mereka terhadap pemerintahan sebelumnya, sebagian besar reponden menjawab kurang puas terhadap pemerintahan 2004-2009. Persentase sebanyak 49% menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menjawab kurang puas terhadap pemerintahan saat ini. Penilaian tersebut bersifat umum,bukan terhadap presiden saja tetapi terhadap seluruh elemen pemerintahan yang bertugas membuat dan menjalankan kebijakan. Sekitar 25% menjawab puas terhadap kinerja pemerintah sekarang. Sebanyak 41% responden berharap kepada presiden selanjutnya agar pendidikan ditingkatkan, disusul perbaikan ekonomi. Hal lain juga diperlihatkan oleh 39% responden yang menjawab masalah pengangguran dan kemiskinan harus lebih diperhatikan disusul oleh pendidikan dan pemberantasan koruptor. Pendidikan dan kondisi ekonomi negara merupakan salah satu pilar dari 12 pilar daya saing global. Pendidikan yang berkualitas akan meningkatkan daya saing global suatu negara. Presiden yang diinginkan oleh rakyat adalah presiden yang berdedikasi secara konkret tidak hanya pandai berjanji ketika
kampanye. Setidaknya, 205 atau 54% responden menjawab hal tersebut. Dalam menjalankan pemerintahannya, presiden dibantu oleh orang-orang kepercayaannya yang dapat bertindak sebagai menteri atau pejabat lainnya. 65% responden berpendapat bahwa suatu pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila isi dari kabinetnya adalah para pakar yang sudah terbukti kemampuannya. Menurut responden, memiliki pengalaman banyak di pemerintahan saja tidak cukup untuk dapat menjalankan suatu pemerintahan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan hanya 1% responden berpendapat sebaliknya.
SUARA MAHASISWA
SARAH ALBAR
57
Kampus n : 380
Perbaikan di bidang apa yang Anda harapkan dari kinerja seorang presiden selanjutnya?
Secara umum, puaskah Anda dengan kinerja pemerintahan periode 2004-2009 saat ini? Puas Kurang puas Tidak puas Tidak tahu/tidak jawab Ekonomi Sosial budaya Pendidikan Kesehatan Politik dan hukum Hankam
Dari 12 pilar Daya Saing Global sebuah negara, empat merupakan pilar dasar. Di antara keempat pilar dasar yang ada di bawah ini, manakah pilar yang sebaiknya menjadi prioritas yang penting untuk ditingkatkan oleh presiden selanjutnya?
Institusi/lembaga-lembaga Infrastruktur Kondisi makro ekonomi Pendidikan dan kesehatan dasar
58 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Kampus
Di antara masalah di bawah ini, masalah apa yang harus mendapatkan perhatian lebih oleh Presiden RI? Ekonomi Sosial budaya Pendidikan Kesehatan Politik dan hukum Hankam
Menurut Anda, siapa saja ‘isi’ dari kabinet seorang presiden? Orang-orang yang pernah/biasa menjadi menteri atau pejabat Para pakar yang sudah terbukti kemampuannya di pemerintahan Para pakar baru yang ahli di bidangnya Tidak tahu/tidak jawab
Survei telah dilakukan terhadap 380 mahasiswa UI di kampus Depok & Salemba pada tanggal 30 Maret-8 April 2009. Metode pengambilan sampel menggunakan metode Accidental sampling secara acak. Tingkat kepercayaan 95%. Sampling error 5,03%.Hasil survei ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh mahasiswa UI. TIM DIVISI RISET BO PERS SUMA UI
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
59
Kampus
ADE/SUMA
VISI TOP WORLD CLASS UNIVERSITY YANG DAPAT BERUJUNG BISNIS
M
enjadi universitas kelas dunia. Itulah visi Universitas Indonesia. Tentulah sulit untuk mencapai impian tersebut. Hal itu di-
karenakan UI harus mampu menyesuaikan diri dengan standar kampus-kampus teratas di dunia, baik dari segi akademik, terutama penelitian atau riset, maupun infrastruktur. Kita ����������� tahu, butuh dana yang tidak sedi-
60 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
kit untuk mengembangkan sebuah universitas bertaraf internasional. Dengan begitu, pihak rektorat harus siap mengeluarkan dana dalam jumlah yang sangat besar. Lantas, ��������������������� bagaimana UI dapat memperoleh “modal”
Kampus sebagai world class university? Apakah ������������������ kampus ini nantinya akan berorientasi pada uang dalam pencapaian target tersebut? Apa pula maksud dari visi yang dibuat Universitas Indonesia itu? “Biasanya dengan melihat kultur sebuah universitas yang civitas academica-nya berpandangan bahwa mereka mampu untuk duduk sejajar bersama komunitas akademik internasional dari top universities,” ujar Rektor Universitas Indonesia, Prof. Gumilar R. Soemantri. Namun, UI ternyata tidak lagi bercitacita menjadi universitas kelas dunia karena kampus yang didirikan tahun 1987 ini telah berhasil menduduki peringkat 287 sedunia. Itu berarti gelar universitas kelas dunia telah diperoleh UI sekarang. Maka dari itu, doktor lulusan Jerman ini menargetkan tingkatan yang lebih menantang: universitas kelas atas dunia. Berbeda dengan world class yang mencakup peringkat tiga ratus besar, top class mencakup peringkat dua ratus besar. Pak Gumilar sendiri mengharapkan dapat meraih gelar tersebut pada tahun 2012. Lalu, apa saja yang menjadi patokan UI dalam mengejar impiannya itu? Menurut Pak Gumilar, indikator untuk menjadi universitas kelas atas dunia adalah internasionalisasi yang berjalan dengan baik.
Hal tersebut tercermin, di antaranya dari infrastruktur bertaraf internasional dan riset, termasuk ruang publikasi luar negeri yang merupakan hal penting. Mantan dekan FISIP UI ini juga menargetkan empat hingga lima ratus jurnal internasional dapat dipublikasikan per tahunnya. “Supaya kita bisa menjadi salah satu dari sedikit saja perguruan tinggi terbaik di Asia,” tambahnya. Kemudian, hal lain yang menjadi indikator adalah kekuatan keuangan. Menurut rektor asal Ciamis ini, uang dibutuhkan untuk menopang riset. Berdasarkan informasi dari Dr. Ir. Budiarso, M.Eng, wakil direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, tahun lalu, total pengeluaran riset sebesar delapan belas milyar rupiah. Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya asal dana riset tersebut. Begitu pula, penerapannya. Apakah realisasi riset di UI sebanding dengan nominal uang yang dikeluarkan?
Kondisi Riset di Universitas Indonesia
Wakil Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Budiharso mengatakan bahwa total riset yang terdaftar berikut dibiayai adalah kurang lebih dua ratus. Ia juga menegaskan,
jumlah tersebut meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, hingga sekarang, Universitas Indonesia memiliki lima unggulan riset, antara lain indigenous (tradisional), nanoteknologi, genom, policy studies, dan ITT. “Sebenarnya, sih, kalau menjadi world class university kita harus punya unggulan-unggulan,” ujar lulusan salah satu universitas di Jepang ini menjelaskan. Menurutnya, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam merupakan fakultas yang cukup banyak menghasilkan riset. Departemen Farmasi, misalnya. Dr. Katrin, dosen peneliti Departemen Farmasi, mengatakan bahwa departemennya memang sudah banyak menghasilkan produk riset. Selain itu, kerja sama dengan beberapa industri seperti Daria dan Indofarma sudah terjalin. “Itu kan industri minta tolong sini, misalnya standardisasi, uji khasiat, dan keamanan produknya,” ujar dosen yang proposal risetnya, yakni obat penurun asam urat, telah diterima oleh lembaga riset Universitas Indonesia. Walaupun begitu, pemenang poster terbaik DRPM UI ini mengeluhkan dana yang kurang menunjang penelitiannnya. Selama ini, ia membiayainya sendiri dan hanya satu riset yang dibiayai DRPM UI. Bu Katrin juga akan kerepotan apabila ia ingin menerus-
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
61
Kampus lama penelitian UI melalui proposalnya itu. “Ka���� lau paradigma lama, nih, saaya kasih uangnya. Yang penting nanti ada laporan keuangan, ada laporan hasil riset,” ujar wakil ketua The Fourth Asia-Pacific Conference on Few-Body Problems in Physics 2008 ini. Menurutnya, ��������������������� tuntutan penelitian itu bukan laporan, melainkan jurnal. Hal itu dikarenakan jurnal diperiksa oleh ahlinya, sedangkan laporan tidak. Juga, antara dosen peneliti dan pemberi dana perlu terjalin hubungan kontrak. “Jadi, ada semacam konsekuensi kalau nggak tercapai,” tambahnya. Meski prosedur riset di UI sudah lebih maju, pendanaan masih menjadi hambatan utama. Selain Dr. Katrin, Dra. Noverita Dian Takarina, dosen De-
Laboratorium yang tidak dibiayai universitas
62 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
partemen Biologi, mengakui hal itu. Bu Noverita yang meneliti pencemaran logam berat di perairan Jakarta ini menyayangkan penunjang penelitiannya yang kurang optimal. “Kalau biayanya agak banyak, kita bisa membeli sampel lebih banyak lagi sehingga kesalahan dapat diminimalisasi,” ujarnya. Begitu juga Pak Terry yang harus mengurungkan niat untuk mempunyai komputer paralel sebagai penunjang risetnya karena harganya sangat mahal.
Pendanaan riset
Lalu, bagaimana UI memperoleh dana besar untuk pengembangan riset yang menjadi indikator penting sebuah top world class research university? Tentu, Universitas Indonesia yang
ADE/SUMA
kan dana risetnya yang sudah melewati setahun. Hal itu dikarenakan pengajuan proposal pendanaan riset diizinkan sekali saja, sedangkan proses penelitian panjang harus ia lalui. Beralih ke Departemen Fisika. Berbeda dengan Dr. Katrin yang risetnya memungkinkan dihasilkannya produk, selama ini hasil riset Dr. Terry Mart hanya berupa publikasi modelmodel fisika. Ia pun mengeluhkan sulitnya mendapat dana karena produk nyatalah yang dikehendaki dari riset unggulan. Maka dari itu, Pak Terry memberikan tanggapan positif terhadap fasilitasi riset saat ini. “Saya baru merasakan angin segar sejak Pak Gumilar naik tahta. Karena Pak Gumilar begitu peduli dengan riset,” ujar dosen peneliti yang sudah menghasilkan tujuh puluh jurnal internasional ini. Ternyata, proposalnya yang berjudul Mengubah Paradigma Penelitian di UI diterima oleh rektorat dan akhirnya, direktorat riset bersedia mendanai penelitiannya di bidang teori nuklir dan partikel. Dosen yang sudah meneliti delapan belas tahun ini berhasil mengubah paradigma
Kampus
ADE/SUMA
Salah satu franchise yang terdapat di UI sekarang berstatus BHP seharusnya lebih memegang kendali atas pembangunan kampus, termasuk perihal pendanaan riset. Wakil Direktur DRPM UI Budiharso menyatakan, untuk sekarang, pendanaan riset cenderung bersifat vertikal dan nantinya akan diarahkan menjadi horizontal, misalnya melalui kerja sama dengan industri. Sementara itu, tahun lalu, pengeluaran untuk riset sebesar delapan belas milyar rupiah kebanyakan berasal dari luar kampus. “Itu tidak semuanya dari industri,dari lembagalembaga lain juga dapet. Kita kerja sama, misalnya, dengan BPPOM, DIKTI,
terus juga MENRISTEK. Itu totalnya 23 milyar,” kata Pak Budi yang ketika diwawancara ditemani oleh Direktur DRPM UI, Bachtiar Alam. Ketika ditanya mengenai asal pendanaan riset yang berasal dari mahasiswa ia menjawab, “Itu memang sudah terintegrasi dananya. Semua dana dikumpulkan UI melalui rencana kerja anggaran tahunan. Jadi, kita (DRPM UI) nggak tahu dari mana saja.” Di lain tempat, Prof. Gumilar menyatakan, sejak Universitas Indonesia statusnya berubah menjadi BHP, pihak rektorat mulai melakukan penyesuaian. Salah satunya dengan me-
matok presentasi pemasukan dana universitas sebesar tiga puluh persen yang di antaranya berasal dari hasil wirausaha kampus. Jika kita perhatikan, memang, kewirausahaan di Universitas Indonesia lebih berkembang ketimbang dulu. Hal ini terbukti dengan tumbuhnya praktikpraktik franchise dan bisnis café serta resto di beberapa fakultas. Namun, menurut rektor UI ini, kehadiran bisnis semacam itu memang diperlukan untuk menopang aktivitas riset dan pendidikan. Dengan begitu, kebutuhan sivitas akademika dapat terpenuhi dan mereka menjadi lebih fo-
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
63
Kampus kus akan kegiatan di kampus. “Contohnya di FISIP. Ada toko buku, ada tempat mahasiswa browsing data, sampai toko roti juga tidak apa-apa, tapi tetap korbisnisnya itu akademik,” tambah Pak Gumilar. “Di luar negeri, saya sudah keliling dunia hampir ke semua negara, sama saja.” Namun, gencarnya praktik modernisasi kewirausahaan di universitas ternyata menuai pro dan kontra. Misalnya, Fitrah Arien, mahasiswa Sastra Inggris UI, yang menentang keberadaan bisnis franchise di lingkungan kampus . “Nggak setuju! Selain mematikan potensi pengusaha kecil di kantin, banyaknya franchise akan memberi kesan UI eksklusif,” ujar mahasiswa angkatan 2007 ini. Di lain sisi, Ketua BEM UGM Qadaruddin Fajri medukung kewirausahaan kampus, khususnya franchise. Baginya, hal itu dapat menambah pemasukan universitas selain dana dari masyarakat juga sebagai sarana menumbuhkan spirit kewirausahaan warganya. “Selama orientasinya pembangunan menuju kemandirian universitas, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab moral universitas untuk membangun kehidupan ekonomi di sektor riil, baik-baik saja,” ujarnya via surat elektronik. ���������������������� Meskipun begitu, mahasiswa universitas yang juga termasuk kategori kelas
64
dunia ini tidak memungkiri komersialisasi mungkin timbul di kalangan mahasiswa. Pasalnya, praktik franchise dikemas dengan konsep manajemen yang baik profesional dan “modern”. Kemudian, Dr. Terry Mart menyatakan hal senada dengan Fitriah. “Sekarang, semuanya harus dijiwai entrepreneurship. Sampai pemilihan ketua program studi pun syaratnya harus berjiwa kewirausahaan, tapi jangan semua dosen itu dipaksa begitu,” ujarnya. Hal itu dikarenakan ia khawatir apabila kewirausahaan yang menjamur di kampus membuat Universitas Indonesia melupakan Tri Dharma Perguruan Tinggi-nya. Ia juga mengingatkan agar universitas tidak mencari keuntungan dari pendidikan dengan menaikkan SPP. Selain itu, Bu Noverita kurang setuju apabila pendanaan riset berasal dari mahasiswa. Menurut kedua dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam itu, ada cara-cara lain yang dapat dijadikan alternatif pendanaan riset UI selain dari mahasiswa. Universitas lebih baik berwirausaha di luar kampus. Misalnya, menurut Pak Terry, kerja sama dengan industri perlu digencarkan. Produk-produk risetlah yang semestinya diwirausahakan. Selain itu, Bu Noverita menyarankan cara lain, yakni kerja sama dengan luar negeri.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
“Itu akan lebih menguntungkan, kayak dengan International Foundation For Science. Kita nanti mengerjakan dana dari mereka. Kita presentasi ke luar,” ujar dosen peneliti yang pernah mempresentasikan risetnya di Kanada ini. Kerja sama dengan luar negeri juga dapat dijalin dengan organisasi-organisasi seperti WWF, UNESCO, bahkan DIKTI. Dengan begitu, Universitas Indonesia lebih di kenal di dunia internasional. Ia juga menyarankan universitas tidak mengandalkan dana dari mahasiswa. “Kita justru mau mengembangkan mahasiswa di sini,” tambahnya. Baginya, dosen sebaiknya mencarikan biaya untuk mahasiswanya agar dapat mengembangkan ilmunya dengan baik, bukan sebaliknya. FEBI PURNAMASARI
Kesehatan
Kesiapsiagaan Pandemi Influenza di Indonesia
P
andemi influenza menjadi topik yang marak diperbincangkan pasca badan kesehatan dunia (WHO) mengeluarkan peringatan tentang terjangkitnya flu babi di Meksiko, California, dan Kanada. Diduga juga ada pasien terinfeksi flu babi di Perancis dan Selandia Baru. Setelah peringatan itu pemerintah Indonesia mengadakan rapat koordinasi untuk mengantisipasi
flu babi tersebut. Pasalnya virus H1N1 pada flu babi hampir serupa dengan dengan H5N1 pada flu burung yang berimbas pada kematian manusia. Hal yang menjadi perhatian adalah H1N1 telah menular dari manusia ke manusia di Meksiko. Lantas ����������������� bagaimana jadinya jika hal itu terjadi di Indonesia? “Kita tidak dapat memprediksi kapan, dan dimana episenter pandemi akan muncul.” Demikian
disampaikan Koordinator Komunikasi Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) Drh. Memed Zoelkarnain Hasan. Kamis (16/4) di Jakarta. Sedangkan Dr. Gindo M. Simanjuntak, MPH sebagai Head of Secretariat Pilot Project Avian Inluenza Control and Pandemic Influenza Preparednes Tanggerang, Banten Province beranggapan, “jika
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
65
Kesehatan kita bicara pandemi Influenza tidak bisa main-main, karena hanya dua kemungkinan episenter yaitu Cina dan Indonesia.” Berdasarkan keterangan Dr. Gindo, faktorfaktor yang menyebabkan pandemi influenza adalah terjadinya mutasi virus dan cepatnya mobilasasi penduduk. “Mutasi virus itu tidak selalu ganas karena bisa jadi patogenisitasnya lebih rendah, namun jika terjadi reabsorbment virus tipe A dengan virus tipe B maka virusnya bisa saja aeorgenik (menular via pernafasan –red). Nah, kondisi demikian yang ditakutkan jika terjadi penularan manusia ke manusia,” tandas epidemiologis setengah baya itu. “Berdasarkan perhitungan rumus tertentu untuk pandemi influenza, dalam tempo enam bulan
dengan tranportasi yang begitu cepat seperti sekarang, 20 % penduduk dunia akan sakit keras karena pandemi influenza. Katakan penduduk dunia 5 milyar berarti 1 milyar akan sakit. Dan 30 % dari 1 milyar yang sakit tadi akan meninggal. Berarti 300 juta jiwa akan meninggal karena pandemi ini. Kita harus siap untuk mengantisipasi hal ini. Padahal pada tahun 1918 tranportasi pesawat tidak seperti sekarang sudah ada 40 juta penduduk meninggal, apalagi sekarang!” Tandas Dr. Gindo sambil berulang kali mengetukkan jarinya ke meja saat menjelaskan seriusnya masalah pandemi influenza.
Kegiatan Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah? Direktur
Jenderal
66 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan (Dirjen P2PL Depkes) Tjandra Yoga Aditama, Minggu (26/4), di Jakarta menyampaikan pihaknya telah mengirimkan surat edaran kewaspadaan dini kepada dinas kesehatan dan kantor kesehatan pelabuhan di seluruh provinsi di Indonesia. Ia menyatakan telah mengumpulkan jajaran kantor kesehatan pelabuhan se-Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan. Dan dalam perkumpulan itu kegiatan yang dilakukan adalah simulasi episenter pandemi yang dilaksanakan di Makassar pada 25-26 April. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya persiapan Depkes dan lintas sektor terkait dalam menghadapi berbagai kemungkinan pandemi influenza.
Kesehatan Drh. Memed menyatakan Komnas FBPI selaku pemerintah telah berbuat banyak untuk menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi influenza seperti: menyiapkan sebuah pedoman kesiapsiagaan menghadapi pandemi, dan melakukan beberapa simulasi. Simulasi dilakukan dari bentuk yang sederhana di beberapa lokasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, sampai secara nasional yang pernah dilakukan di Bali, dan Batam pada tanggal 2223 April 2009. Komnas FBPI juga ikut andil dalam komunikasi risiko pada simulasi yang dilakukan Departemen Kesehatan di Makassar tanggal 25-26 April 2009. “Bahkan dalam laporan pertemuan ASEAN working group di Malaysia menunjukkan hanya kita yang memiliki pedoman kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza” ujar Drh. Memed seusai working group communication yang diadakan di ruang rapat Komnas FBPI, di Jakarta.
Strategi yang Dilakukan untuk Menghadapi Pandemi?
Meski Komnas FBPI akan berakhir pada 1 April 2010 sesuai dengan Keputusan Presiden, Drh. Memed menambahkan akan
ada khasanah baru yaitu pembentukan suatu badan yang berbasis kedokteran hewan (veteriner) dan medis atau badan yang terdiri dari para dokter dan dokter hewan untuk menghadapi kejadian pandemi. Badan ini sebagai perwujudan suatu istilah yaitu “One World One Health” yang sempat didengungkan bersama di Istana Ballroom, Hotel Salak, Bogor, 20 Desember 2008. Badan ini direncanakan sebagai strategi mengantisipasi adanya kemungkinan timbulnya penyakit zoonosis, penyakit pada hewan yang dapat menular ke manusia, yang tidak hanya flu burung. Penyakit lainnya seperti antraks, rabies, sapi gila, kuku dan mulut, dan sebagainya yang dapat berpotensi pandemi. Untuk mengantisipasi kejadi pandemi influenza di Indonesia kita harus melatih setiap lini. “Saat saya di San Fransisco, jika terjadi wabah yang saat itu adalah influenza semua perawat, angkatan darat, angkatan
udara, angkatan laut, kemudian Depkes (departemen kesehatan-red) Amerika di San Francisco itu semua diberi vaksin dan obat. Penduduk San Fransisco yang terdiri dari 6 juta dalam tempo 2 minggu 80 % penduduknya mampu divaksinasi. Nah sekarang mampu atau tidak itu dilakukan di Indonesia. “ ujar Dr. Gindo sambil menambahkan telah ada pramuka pelajar di kota Tangerang yang siap dilatih untuk menghadapi pandemi influeza. Tubagus Arie Rukmantara, Media Specialist (Consultant) Avian Influenza/Pandemic Preparednes Communication UNICEF Indonesia menerangkan bahwa perlu ada kelompok
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
67
Kesehatan yang terlibat yang bekerja secara cepat dengan keahlian yang tepat dan tidak terhalang birokrasi. Salah satu kekurangan mengandalkan tim pengendali Flu Burung dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, ialah mereka akan terhambat dengan birokrasi. Dalam konsep kampanye nasional Tanggap Flu Burung semua komponen bangsa perlu ikut andil, termasuk mahasiswa. Arie menyatakan adanya sebuah Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung Jawa Bagian Barat (FMITFB JBB) yang juga ambil bagian dalam penanggulangan masalah flu burung di beberapa wilayah terjadinya kasus flu burung adalah gerakan yang ”hampir ideal” sesuai
dengan apa yang dibutuhkan generasi dan zamannya. Pernyataan Arie tersebut terlihat, pada presentasi yang dilakukan oleh Sofyan Suri selaku koordinator FMITFB JBB bersama koordinator riset forum tersebut. Setelah presentasi itu Komnas FBPI mendapat kesimpulan bahwa forum mahasiswa itu cukup berhasil menjalankan kegiatan berbasis masyarakat, dan kelompok kerja komunikasi dapat memanfaat potensi yang dimiliki FMITFB. Demikian kesimpulan ini berdasarkan notulensi hasil pertemuan working group communication yang diadakan KOMNAS FBPI, Kamis (16/4). ����������� “Kesiapsiagaan menghadapi pandemi
68 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
influenza harus dicermati dan dihayati semua komponen bangsa. Sebagai mahasiswa yang merupakan generasi pelanjut, mulai sekarang mulai bersiap-siap mengambil alih peranan dengan mengetahui bagaimana menghadapi pandemi influenza.” Demikian pesan Drh.Memed Koordinator Komunikasi Komnas FBPI kepada mahasiswa pembaca setia majalah Suara Mahasiswa. CHRISSENDY T.L. SITORUS (FKM UI, EPIDEMIOLOGI 2005)
Catatan Perjalanan
DOK. PRIBADI
Diplomat Kilat di Harvard National Model United Nations 2009
S
enin, 9 Februari 2009 menjadi hari yang berbeda bagi saya bersama delapan orang rekan-rekan yang tergabung dalam Delegasi Universitas Indonesia (UI) untuk Harvard National Model United Nations (HNMUN) 2009. Rasanya sungguh berbeda ketika kaki saya akhirnya berpijak di Bandara Internasional Soekarno – Hatta. Jerih payah lima bulan terakhir telah
siap digantikan dengan kesempatan luar biasa, bersama tiga ribu mahasiswa lain dari universitas dari seantero dunia, untuk menghadiri sebuah konferensi simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diselenggarakan oleh Harvard University, 12 – 15 Februari 2009, di Boston, Amerika Serikat. Pesawat Qatar Airways dengan nomor penerbangan QA 639 siap mengantar kami dari Jakarta
melewati Singapura, Doha, lalu New York selama 33 jam terbang. Melelahkan, tetapi seluruh anggota delegasi tidak mampu menutupi antusiasme, apalagi saya yang baru pertama kali menginjakan kaki di Negara Adidaya itu. Perjalan di lanjutkan melalui perjalanan darat ke Washington D.C., yang sempat menjadi pusat perhatian mata dunia internasional ketika Barrack Obama resmi menjadi presiden kulit hitam perta-
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 69
DOK. PRIBADI
Catatan Perjalanan
ma negeri itu. Para delegasi menumpang di kediaman Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Esoknya, kami menghabiskan waktu melihat Ibu Kota negara itu, lalu bertolak ke Boston. Jalur udara kami pilih untuk menuju kota di Timur Laut Washington D. C, tempat perhelatan berlangsung. Disanalah seluruh pengalaman tidak terbayarkan itu dimulai. Delegasi UI menjadi salah satu peserta konferensi yang memfasilitasi mahasiswa untuk merasakan dan terlibat langsung dalam proses pengambilan kebijakan di PBB. Hal ini sebenarnya sudah tidak asing bagi saya. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional (HI) Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, tempat saya menuntut ilmu, juga melakukan hal serupa, walaupun dalam lingkup yang lebih kecil. Saya merepresentasi-
kan Niger, sebuah negara di Afrika Barat, dalam komite di bawah Sidang Umum PBB, Disarmament and International Security. Bersama dengan Mutti Anggita, teman seangkatan di HI, kami berusaha untuk merepresentasikan kepentingan Niger dalam permasalahan yang diangkat dalam sidang. Pertemuan dengan mahasiswa asing menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Amat menarik, apalagi mereka datang dari latar belakang ilmu yang berbeda bahkan dari tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kami pun bertemu dengan rekan-rekan senegara dari ITB, Unpad, UGM, dan Universitas Katolik Parahyangan. Terdapat dua isu utama yang harus dipelajari mendalam oleh saya dan Mutti. Hari pertama jalannya persidangan lebih mengarah kepada pembahasan topik hubungan narkoba dan kelompok bersenjata non negara, daripada konflik etnik di Afrika. Partisipasi kami pun dimulai. Uniknya, persidangan benar-benar menggambarkan proses diplomasi yang tidak kami dapat secara teoritis di kampus. Usai kami menyatakan formal statement, tiba-tiba secarik kertas datang dari negara tetangga. Adriana dan Tatiyana, delegasi Nigeria, mengajak kami dan seluruh negara Afrika untuk bergabung dalam koalisi untuk dapat menekan
70 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
negara-negara maju demi kepentingan kawasan Afrika. Rapat pertama koalisi pun dimulai diakhir persidangan. Semua delegasi negara Afrika terlibat menyatakan kepentingannya masing-masing dan berjanji untuk memperkuat koalisi. Hari kedua persidangan dimulai pukul sembilan pagi. Dengan setelan jas dan sepatu pantofel, saya mendahului Mutti menuju ruang persidangan. Persidangan kali ini akan berlangsung dengan agenda utama untuk menyusun working papers, kertas berisi usulan-usulan dan konsiderasi negara tehadap solusi permasalahan yang diangkat. Terdapat delapan working papers, yang merepresentasikan delapan koalisi utama negara-negara dalam sidang tersebut. Negara-negara maju, misalnya, menitikberatkan instrument militer. Berbeda dengan negara Asia Tenggara, yang lebih mengedepankan instrumen-instrumen ekonomi dan budaya. Negara-negara Afrika, di sisi lain, berusaha untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomis melalui bantuan-bantuan finansial dengan mengklaim sebagai negara yang dirugikan dari perdagangan narkoba yang mendukung kelompok bersenjata non negara. Suasana persidangan memanas. Pernyataan-pernyataan tiap negara semakin menunjukan kepentingannya. Ada
Catatan Perjalanan
DOK. PRIBADI
yang berbicara dengan nada tinggi, berkobar-kobar, atau bahkan dengan aksiaksi yang menarik perhatian anggota delegasi lain. Usaha tersebut dilakukan untuk meyakinkan bahwa working papers yang dibuat koalisinya lah yang paling komprehensif untuk menyelesaikan masalah. Hari kedua menjadi saksi bagaimana saya yang bertindak sebagai diplomat harus melakukan lobi-lobi, negosiasi dengan berbagai delegasi untuk mendukung working papers koalisi Afrika. Akan tetapi, kami pun juga didatangi oleh negara lain, diajak untuk sekedar melihat working
papers mereka, bahkan ada yang mengajak makan malam bersama agar kami bergabung dengan koalisi mereka. Diplomasi informal pun berjalan. Tarik-menarik kepentingan negara tidak terlihat menarik dalam ruang sidang. Justru, dalam suasana yang lebih informal negosiasi alot terjadi di luar sidang yang penuh dengan kumpulan-kumpulan anggota delegasi yang berusaha meperluas jaringan dan pengaruh untuk meningkatkan dukungan terhadap koalisi yang dibentuk. Hal ini terjadi hingga hari ketiga, dimana sebuah draft resolusi harus segera dihasilkan untuk akhirnya dipilih
menjadi satu resolusi akhir persidangan atas masalah yang dibahas. Proses negosiasi informal kembali harus terjadi di luar sidang. Prosesnya mirip dengan aktivitas menawar yang dilakukan ibu rumah tangga di pasar. Pada akhirnya di hari ketiga, koalisi Afrika harus merelakan beberapa poin didalam resolusi yang telah dibuat untuk bergabung dengan koalisi lain yang juga memenuhi kepentingan negara-negara Afrika dengan menghapus elemen-elemen yang dianggap merugikan. Hari inilah titik klimaks perjuangan masing-masing delegasi untuk menghimpun sebanyak mungkin dukungan bagi draft resolusi yang akan melalui proses voting di hari keempat. Di akhir persidangan, suasana tegang mendadak sirna. Persidangan akhirnya berhasil memilih sebuah draft resolusi yang akhirnya disahkan menjadi resolusi akhir. Kelelahan selama empat hari persidangan juga tidak terasa, setelah kami harus berpisah dengan teman-teman yang baru saja dikenal, namun terasa amat dekat. Pengalaman, ilmu, bahkan buah tangan juga kami bawa pulang. Mungkin ini pengalaman pertama saya yang tidak akan saya lupakan. Pengalaman menjadi diplomat kilat selama empat hari. YEREMIA LALISANG
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
71
Budaya
AGISA/SUMA
BLACKBERRY: Antara Kebutuhan dan Keinginan
B
lackBerry : Teknologi canggih yang cenderung membuat orang berperilaku konsumtif? BlackBerry(BB) menjadi salah satu kemajuan teknologi yang fenomenal saat ini. Walaupun baru diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2004, permintaan gadget ini menunjukkan peningkatan yang tinggi. Research in Motion (RIM) selaku penyedia teknologi BlackBerry mencatat bahwa pertumbuhan penggunaan layanan tersebut di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Angka peningkatan ini mencapai 494% pada tahun 2008.
Dilihat dari fitur-fitur yang ditawarkan, pangsa pasar BlackBerry sebenarnya adalah untuk seorang bussinesman atau public figure. Bagi kalangan tersebut email dan media campaign online menjadi penting untuk mendukung performa dan pergerakan mereka. Melihat realitanya, BB kebanyakan digunakan remaja yang notabene bukan bussinesman maupun public figure. Dengan fungsi umum bagi mereka yaitu untuk chatting dan browsing, sangat disayangkan karena BB memiliki fungsi jauh daripada hanya itu. Kecenderungan yang muncul adalah BB menjadi sebuah pola hidup yang konsumtif. Istilah konsumtif biasanya digu-
72 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Budaya nakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Mereka yang berperilaku konsumtif cenderung membeli barang berdasarkan ‘keinginan’ bukan ‘kebutuhan’. Memiliki BB sifatnya menjadi konsumtif saat remaja memaksakan untuk membeli gadget ini padahal mereka memiliki kemampuan finansial yang terbatas, lebih-lebih masih dibiayai orang tuannya. Rangga, seorang mahasiswa fisip menyatakan “BB gue ini baru dibeliin orang tua gue beberapa bulan lalu. Sebenarnya hape gue yang lama masih bisa dipakai sih, tapi udah nggak ngetrend lagi, yaudah gue minta orang tua gue. Eh dikasih. Ya gue terimalah.”, sambi tertawa terbahakbahak. Fitur-fitur unggulan dari BB, seperti surat-e gegas (push e-mail), jarang sekali digunakan oleh remaja yang bukan pebisnis maupun public figure. “Jarang banget sih gue pakai fasilitas itu, habisnya rebek dan lebih jelas dilihat pakai internet di laptop”, ujar Nindi, seorang mahasiswa FMIPA UI. Hal demikian membuat fitur dalam BB tidak digunakan secara optimal oleh sebagian besar kalangan mahasiswa. Kebanyakan dari mereka hanya menggunakan fitur standar yang juga bisa didapatkan di gadget lain dengan harga yang jauh lebih murah. Peningkatan pengguna BlackBerry ini dapat kita amati di sekitar kita. Saat kita jalan-jalan di mall kita kerap kali melihat orang yang mencolok dengan BlackBerry –nya. Seakan itu merupakan bagian dari hiasan di tubuh mereka, atau yang biasa disebut dengan aksesoris. Di kantor-kantor kita juga dengan mudah mendapati eksekutif baik muda maupun tua menggunakan teknologi ini. Pangsa pasar BlackBerry sebenarnya adalah untuk seorang bussinesman atau public figure di mana e-mail dan media campaign online
menjadi sedemikian penting untuk mendukung performa mereka. Informasi dari Research in Motion (RIM) selaku penyedia teknologi BlackBerry menyatakan bahwa pertumbuhan penggunaan layanan tersebut di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Saat ini saja diperkirakan ada sekitar tiga ratus ribu lebih pengguna layanan BlackBerry dari tiga operator yang menyediakan layanannya di Indonesia, yaitu Indosat, Telkomsel, serta Excelcomindo Pratama (XL) Pada awalnya teknologi ini banyak digunakan oleh eksekutif muda, namun sekarang ini mulai merambah ke berbagai kalangan masyarakat tak terbatas pada yang tingkat ekonominya menengah ke atas saja, seperti kalangan pelajar, mahasiswa, dan lain sebagainya. Banyak rekan-rekan di sekitar kita yang menggunakan perangkat canggih ini. Sebagian di antara mereka menggunakan fitur BB secara maksimal dan sebagian lagi belum. Bagaimana dengan anda? Bagi anda yang belum punya BB, masih ingin punya BB? Untuk kebutuhan anda atau hanya memuaskan keinginan anda?
Adi Pratama
Diolah dari berbagai sumber
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
73
Resensi
ILUSI NEGARA ISLAM
S
ADE/SUMA
ekali lagi bukti bawa demokrasi di bumi Indonesia masih mengalami pendangkalan substansial, ini bisa tercermin dalam respon khalayak atas terbitnya buku yang berjudul “Ilusi
Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia”. Wacana yang dilemparkan oleh Gerakan Bhineka Tunggal Ika, The Wahid Institute, dan Ma’arif Intitute, menghasilkan respon yang keras dari berbagai kalangan yang merasa buku ini “tamparan” terhadap bagian kelompokkelompok yang disinggung. Alhasil buku ini pun mengalami tudingan sebagai buku yang berisi hasutan, fitnah, serta sebagai upaya mengadu domba umat islam yang ada di Indonesia. Hal tersebut berimplikasi secara langsung terhadap pembatasan penyebaran buku ini kepada publik.Mengapa demikian? Buku ini diangkat dari penelitian yang digawangi oleh peneliti dari Wahid Institute dan Maarif Intitute yang disebar pada 24 kota yang tersebar di 17 propinsi di tanah air guna
74 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Resensi mengangkat permasalahan seputar pembuktian adanya kelompokkelompok Islam garis keras di Indonesia. Yang ditunjukkan dengan respon kelompok-kelompok garis keras pada isu-isu sosial politik dan keagamaan di Indonesia. Dengan melihat hal tersebut pembaca dapat menarik ke�unik�an kelompokkelompok garis keras tersebut. Para Kyai besar turut berperan dalam mengawal penerbitan buku ini. KH. Abdurrahman Wahid menyumbangkan pemikirannya sebagai editor, prolog oleh Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, serta dilengkapi dengan epilog yang digubah oleh KH. A. Mustofa Bisri. Buku ini berisikan identifikasi gerakan-gerakan Islam garis keras seperti Wahabi dan Ikhwanul Muslimin di Indonesia baik yang berada di dalam dan di luar institusi pemerintahan/parlemen yang menggalang kekuatan bersama untuk mencapai agenda bersama mereka. Dan tujuan akhir daripada agenda tersebut dinilai sebagai bentuk formalisasi Islam yang dilakukan dengan dalih memperjuangkan Islam dan secara berkala membunuh kebhinekaan atau dalam bahasa buku ini disebut sebagai cultural genocide. Alih-alih memperjuangkan Islam, formalisasi Islam yang mereka hanya mengincar kekuasaan politik belaka. Apabila dilihat dari latar belakang penggagas buku ini sudah tentu tidak lepas dari perang kepentingan antara NU dan Muhammadiyah melawan kelompok Islam lain seperti Hisbut Tahrir serta Partai Keadilan Sejahtera. Oleh karena itu dalam membaca diharapkan pembaca dapat menilai secara sehat apa yang dihadirkan oleh buku ini. Bukan sebagai upaya adu
Judul:
Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia
Penulis:
KH. Abdurahman Wahid
Penerbit:
PT. Desantara Utama Media
Tahun:
2009, Mei
Jumlah Halaman: 321
domba akan tetapi sebagai instrumen penambah khasanah keberagaman pemahaman tentang Islam di Indonesia. Apabila pemaknaan berjalan seperti itu pembatasan serta teror-teror terhadap upaya penyebarluasan buku ini tidak akan terjadi lagi. Dan sekali lagi Indonesia melalui masyarakatnya berhasil mengambil satu langkah maju dalam berdemokrasi. BATHARA RANGGA
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 75
Resensi
BUMI MANUSIA Judul Buku: Bumi Manusia Pengarang: Pramoedya Ananta Toer Penerbit: Lentera Dipantara, Jakarta, 2005 Mungkin generasi milenium ini masih banyak yang masih asing dengan novel usang “Bumi Manusia” yang menjadi salah satu buku dari rangkaian karya Pramoedya Ananta Toer. Novel fiksi scientific ini bernuansa konsepkonsep yang bersifat sosiologis, antropologis, politis, dan historis yang dimunculkan dalam karakter tokoh dan alur cerita. Ide cerita yang kuat, alur cerita yang menarik, dan bahasa yang bisa membuat pembaca terbawa emosinya merupakan kekuatan dan daya tarik karya anak bangsa ini. Novel yang sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa diantaranya Belanda dan Perancis ini sering menjadi nominasi di Nobel Sastra Dunia. Novel ini berlatar saat zaman kolonial Belanda. Minke sebagai tokoh utama dalam cerita ini adalah siswa H.B.S, sebuah sekolah tinggi terbaik pada Za-
man Kolonial Belanda. Dalam kesehariannya, Minke, yang berasal dari keturunan Priyai Jawa, berpegang teguh pada nilai-nilai pendidikan dan pola pikir Eropa. Menurutnya, nilai-nilai tersebut sangat rasional dan membuatnya lupa akan jati dirinya sebagai seorang keturunan Priyai. Dia adalah salah satu murid yang pintar di sekolah yang terdiri dari kalangan Eropa, Indo dan Priyai Jawa itu sehingga dia mendapatkan perhatian lebih dari guru sastra Belandanya, Mevrow Magda Peters. Namun, kehidupan Minke langsung berubah 180 derajat setelah mengenal sebuah keluarga nyai Ontosoroh, yang aneh dimana nyai yang telah bertahun-tahun menjadi gundi Tuan Mallema pengusaha Belanda yang termasyur. Dalam keluarga itu, Minke bertemu dan jatuh hati dengan seorang putri yang sangat
76 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
rupawan peranakan Jawa-Belanda yang bernama Anneless, sang putri pun juga memiliki perasaan yang sama pada Minke. Namun sayangnya, putri cantik tersebut tak lain adalah putri dari sang gundik keluarga aneh tersebut. Dinamika kehidupan yang sangat bergejolak bagi seorang pribumi di Zaman itu yang selalu terdiskriminasi, membuat banyak hak Minke terunggut dalam kehidupan sosialnya,termasuk masalah cinta Minke dan Anneless, walaupun Nyai Ontosoroh merestui mereka, tetapi lingkungan sosial, ras dan anggota keluarga aneh tersebut tidak memberi kerelaan kepada Minke yang hanya seorang Pribumi. Banyak pelajaran yang bisa didapat dari novel ini, diantaranya tentang bagaimana seorang akademisi yang rendah hati harus bertindak dan sudah “mulai adil dari pikiran sendiri”. Karena “pendidikan adalah sebuah proses dimana seseorang untuk mengenal batas bukan untuk memakan makanan orang lain” (kutipan novel ini). ���������� Penasaran bagaimana akhir ceritanya? Arie Putra
Resensi Penyanyi : Jamie Scott Album : Park Bench Theories Label : Universal Music Salah lagi album musik Jamie Scott yang menunjukkan suara khasnya yang R&B dan british pop beredar, terutama pada singel hitsnya “when will I see your face again”. Lagu ��������������������������������������������� ini menceritakan seorang laki-laki yang jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri. Sentuhan ornamen musik yang sederhana Ini seakan menjadi kekuatan tersendiri disamping lirik lagu dari penyanyi yang biasa berpenampilan dengan gitar akustik kesayangannya. Jamie juga memperlihatkan kekayaannya akan aransemen musik, dari lirik yang sederhana bisa dijadikan lantunan musik funky ala Wes Brown dalam lagu “Lady West”. Lagu-lagu yang menghiasi album ini akan memperkaya referensi musik anda karena di sini ia kembali menunjukkan kemampuan musikalitasnya yang sudah tidak diragukan lagi. (Arie Putra)
RUMAH SAKIT
“Bila usai bermimpi semua kan ku benahi,biar dunia mengerti betapa indah isi mimpi ini,” sepenggal lirik dari band Rumah Sakit. Band yang kental dengan nuansa Brith Pop ini memiliki karakter bermusik seperti The Stone Roses, The Charlatans, Blur, Chapter House, The Beatles dan The Byrds. Band yang telah mewarnai belantika musik indie di Jakarta sejak taun 1993 bersama Band seangkatannya yaitu Naif, Pure Saturday dan Waiting Rooms. Band Rumah Sakit kini telah jarang tampil untuk menghibur para penggemarnya, terakhir tampil pada tahun 2006. Band yang terdiri dari Gorry (drums), Shendy ( bass ), Dion (gitar), Mark ( gitar), dan Andri (vokal). Nama Rumah Sakit sendiri di ambil karena simpel dan mudah diingat. Band yang berasal dari IKJ ini telah me-Remix dua lagunya yaitu “Datang” dan” Hilang”. Kedua lagu tersebut sempat menduduki puncak tangga lagu Prambors “IndieLapan”. Lagu yang di ambil dari Album Perdana meraka yang berjudul sama dengan nama band mereka “Rumah Sakit” di Produksi oleh “Independent Record”. (Ade)
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
77
Cerpen
19 LEGI 19 LEGI, Penanggalan jawa.. Malam itu terlihat seperti biasa, lolongan anjing liar atau entah serigala, terdengar sama bagi Sularso. Ia sedang duduk menunggu di pendopo seberang rumahnya, menunggu istrinya dalam proses persalinan. Entah setan apa yang merasukinya malam itu, bukan Lucifer, bukan pula setan numpang lewat, seperti setan-setan penuh inspirasi di tv-tv atau layar lebar, setan ini, setan yang sama dengan setan yang mencobai Nabi Isa di perjalanan hidupnya. Sumenep lahir tanpa kaki dan mata. Cacat. Ayahnya, Sularso menghardik istrinya, Lastri, dengan pandangan penuh dengki. Lastri tidak mengerti arti pandangan Sularso. Bayi itu tidak bersalah untuk menerima pandangan dengki dengan umur sedini itu dari ayahnya sendiri, tapi Sularso tidak peduli, tapi Lastri peduli, dia peduli apapun yang dilakukan suaminya, apapun yang dilakukan orangorang di hidupnya, sama dengan dia tidak pedulinya dengan dirinya. Sularso, orang kecil yang tinggal di kaki Gunung Slamet, dia menafkahi istrinya dengan menjadi apapun yang dibutuhkan orang-orang sekitar desa itu, sampai suatu saat dia menang togel, padahal hanya pasang tiga angka, tapi bisa dapat 15 juta, wah! Anugerah untuk Sularso dan Lastri tentunya, mereka belikan rumah dan pindah dari gubuk reyot lama yang mereka tinggali dulu, mereka membeli apapun perabotan yang bisa dibeli. Saat itu Lastri sedang mengandung 4
bulan, kekayaan mereka yang tiba-tiba menimbulkan kabar tidak enak di sekitar lingkungan mereka, maklum orang desa, hanya tau bertani dan mengurus diri, selebihnya yang terkesan di luar sistem mereka akan bilang itu rahmat Yang Kuasa atau malah pesugihan. Sularso kena batunya, dia dibilang nyugih jin yang dipelihara oleh dukun daerah situ, namanya Nyak Demit, padahal Sularso yakin benar masyarakat sekitar tidak yakin dengan eksistensi si Nyak Demit. Mengenai kabar betul atau hanya kabar numpang lewat, Lastri hanya bisa terdiam, tidak peduli ‘toh tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupannya, ada mungkin, tetapi tidak lebih dari satu atau dua frase dalam satu kalimat kehidupannya, dia tidak akan berani bertanya macam-macam pada suaminya. Dia takut, takut kalau ternyata itu benar dan akan mengambil nyawa bayinya tersayang. Dia sungguh tidak mau merasa kehilangan lagi. Cukup. Lastri seorang Katolik Ortodoks, memang dia pergi ke gereja tiap waktu, tidak pernah absen pada hari minggu, dan tidak lupa mengaku dosa di hadapan pastor, itu ritualnya karena dia tidak pernah berhenti berpikir dirinya bersih di hadapan-Nya, tapi pastor terlihat mulai jenuh mendengarkan dan memberitahu Lastri sesuatu, apa itu? Mari kita tanya Lastri. “Pastor, saya ingin mengaku dosa saya tetapi sebelum itu boleh saya bertanya seperti Yesus menanyai Petrus sebelum dia menyangkal namaNya tiga kali?� “Silakan Lastri....�
78 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Cerpen “Pastor, suami saya, Sularso menerima cemooh dari warga desa, mereka bilang suami saya nyugih, saya harus bagaimana, pastor?” “Doakan mereka Lastri, Tuhan tahu mana yang benar dan mana yang salah” “Tapi apakah Tuhan tahu pastor, perasaan yang mendatangi saya tiap malam tentang bayi yang ada di kandungan saya ini, pastor?” “Tuhan itu Maha Tahu, Lastri” “Pastor, apa Tuhan juga mendengar doa-doa saya tiap malam? Supaya suami saya ikut bersama saya untuk ke gereja?” “Tentu Lastri, semua akan indah pada waktunya...” “Pastor........berjudi itu dosa bukan?” “Memasang togel seperti yang suamimu lakukan maksudmu, Lastri?” “Anakku, Tuhan berbicara kepadamu melaluiku, tapi aku berbicara kepadamu melalui apa yang Tuhan kehendaki. Tolong jangan menanyakan yang sekiranya engkau sudah mengetahui jawabannya..” “Itu dosa, pastor?” “Iya, Lastri..” “Tuhan akan membalasnya, bukan begitu, pastor?” “Mari kita berdoa agar itu tidak terjadi..” “Pastor...” “Ya, Lastri...” “Tahukah Tuhan seperti apa pastor dulu, saat kita bertemu di pinggiran jalan di kota, saat pastor masih mengenakan celana jeans merah, menghimpit rokok di antara jari tengah dan telunjuk, saat tangan kanan pastor memegang kuas dan melukis dengan santai, rambut gondrong pastor tertiup angin, apa Tuhan tahu apa yang kita lakukan saat itu pastor?”
“........................” “Pastor, apakah Tuhan tahu? Saat engkau membawa aku kabur dari rumahku, saat engkau berjanji kepada aku untuk memberikan aku suatu yang indah, yang lebih indah daripada rumah? Apa engkau ingat, pastor?” “....................” “Katamu Tuhan berbicara kepadamu, dan itu menurut apa yang dia kehendaki. Apakah Tuhan tahu, apa yang kau perbuat padaku? Apa harus aku menyebutkan kata itu di rumah Allah yang suci ini? Apa Tuhan juga tahu, saat engkau melukisku di sebelahmu, bersandar pada pundakmu, menjajakan diriku saat engkau tidak mampu membeli kanvas, kuas, dan cat minyak?” “Lastri.........” “Ya, pastor...” “Tuhan tahu dan aku juga tahu... Maaf, Lastri” “Tapi apa juga Tuhan dan engkau tahu, betapa karma tidak berhenti mengunjungiku saat aku meninggalkan ayah ibuku? Apa engkau tahu mengapa aku menikahi Sularso? Pastor tahu? Aku dijual lima keping uang emas, dibuang begitu saja dan ditemukan lelaki paruh baya yang suka main togel dan minta aku mengurusinya. Apa pastor juga tahu, bayi yang aku kandung ini adalah anak kedua, bukan dari Sularso, karena yang pertama dia buang begitu saja di sungai, karena ‘tak bermata ‘tak berkaki? Tuhan tahu itu, pastor? Saat saya menjerit memohon namanya berdoa pada Bunda Maria, memohon belas kasihannya, saya tahu Tuhan mendengar, Tuhan mendengar saya melalui orang yang dulu menjual saya, bukan begitu Pastor?” “.................” “Mengapa diam pastor? Hilang
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 79
Cerpen kata? Atau pengakuan dosa ini menjadi pembunuhan emosional karena rasa berdosa menghantui pastor?” “Engkau tahu Lastri...” “Pastor, saya harus pergi, meninggalkan Anda, Sularso dan togelnya, anak ini, dan mungkin diri saya sendiri..” “Pastor tahu, mungkin benar, iblis di dunia ini sudah tidak ada lagi, mereka sudah pergi, saya lihat di koran mimpi saya semalam bahwa mereka berunjuk rasa karena kehilangan pekerjaan di dunia, karena pekerjaan mereka digantikan oleh manusia-manusia dalam hidup saya, saya berpikir tidak hanya dalam hidup saya saja, mungkin semua manusia di dunia. Terimakasih Pastor, Tuhan berkati Pastor, dan semoga Tuhan dan Bunda Maria mengampuni segala dosa yang saya lakukan sebagai perpanjangan tangan iblis.............” Nama saya Lastri, bersuamikan Sularso, dengan dua anak, tetapi anak pertama saya dibuang begitu saja oleh suami saya karena dia cacat. Apa yang salah dengan ketidaksempurnaan? Itu pertanyaan yang kerap saya lontarkan, saya adalah mantan
pacar Pastor yang selalu saya cintai walaupun dia membuang saya begitu saja, atau saat itu memang saya yang pergi darinya. Entah sejahat apapun dia, saya mencintainya, sebagai pria, dan menghormatinya sebagai pastor. Saya rindu rumah saya, saya rindu ayah, ibu, dan kedua saudara lelaki kembar saya, entah kapan saya bisa pulang, saya tidak tahu, tidak tahu apa yang saya lakukan, mungkin inilah mengapa dulu nenek saya berkata ihwal dosa neraka dan amal surga hanya sebatas kornea mata. Saya berharap saya tahu dengan lontaran lima kata tanya, saya meninggalkan pastor dengan pandangan kosong, karena baju saya berdarah-darah, darah segar dengan wangi anyir seperti darah yang keluar tiap bulan dari rahim saya, menyiratkan kotornya saya, dosa saya yang saya limbahkan ke dunia, entah darah apa. Darah dari ketuban yang pecah pertanda kelahiran anak saya yang lain, darah mens, darah yang keluar dari luka hati yang tiap hari saya tabung, darah dari pisau yang berada pada tangan kanan saya saat saya membunuh pastor, atau darah dari luka yang mengering sebelum saya pergi ke gereja, sebelum saya membunuh Sularso, yang tega membunuh bayi cantik saya, Sumenep. Ampuni saya, Tuhan. Amin.. Entah apa yang merasuki saya, Saya rela masuk neraka, saya siap, Bapa! Saya Lastri, Wanita berdosa... JESSY ISMOYO CIBUBUR, 20 APRIL 2009 00.03 WIB
80
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Mantan Aktivis
Aktivis kampus harus mengawal agenda reformasi di dalam masa transisi demokrasi, agar cita-cita kemakmuran dan keadilan tercapai , jangan hanya menerima ‘cek kosong’ saja dari partai-partai. Pada kenyataannya, keadilan dan kemakmuran saat ini hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki akses ekonomi. Saat ini pendidikan di Indonesia mahal, oleh karena itu pihak swasta harus turut serta membantu negara. Pada akhirnya pihak swasta juga yang menikmati hasilnya, jadi jangan hanya dibebankan saja kepada negara.
Chudry Sitompul, SH. MA. Sekretaris Dewan Mahasiswa UI 1982
Perlu diingat bahwa mahasiswa juga memiliki fungsi sebagai pengontrol sosial. Jadi sebaiknya aktivis kampus harus lebih memperhatikan lagi perkembangan sistem demokrasi di Indonesia.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
81
Opini
TARBIYAH: Penegasan Fitrah Manusia dan Kebebasan Memilih gung yang mengingatkan kita pada satu atau beberapa gerakan tertentu. Politik dan pendidikan misalnya, dalam konteks wacana Islam, mendudukan politik dan pendidikan –yang dalam Islam populer dengan sebutan tarbîyah– sebagai sebuah gerakan segera mengingatkan kita pada objek yang salah satunya adalah Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah sebuah gerakan Islam internasional yang di negara asalnya –yakni Mesir– menjadi gerakan terlarang, yang mencoba turut serta mengembalikan kejayaan Islam.
Dari Usroh ke Tarbîyah
Arip Mustopha Seorang bla bla bla lalala lilil lululu lelele lololol hahahah hihihiRit veliquatem dio coreet wisit lor sim dolut prat alit augait am, verci tin ut utpat essi. Vulputpatum zzril incing eum quat. Pit illa con eugiamet dolorti
R
uang hidup manusia secara populer terkotakkan pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lainlain. Masing-masing disesakkan dengan ragam teori dan berbagai aliran sebagai penghuni dunianya. Akan tetapi, juga tidak jarang ditemukan titik sing-
Berawal dari Latihan Mujahid Dakwah (LMD) yang ia lakukan pada tahun 1974. Dalam kegiatan para ini anggota diberikan kajian keislaman tematis dan sistematis dalam kelompok-kelompok kecil, yang kemudian dikenal dengan istilah ‘usroh’. Secara etimologi, usroh berarti keluarga. Dalam konteks ini, usroh adalah sebentuk pengajian yang para anggotanya dibagi ke dalam satuan-satuan kecil (6-10 orang) dengan seorang mentor (murabbi). Metode pengajian ini cenderung rahasia, mengingat konteks zamannya yang masih berada di bawah kekuasaan Orde Baru yang sangat represif pada kegiatan politik keagamaan. Meski semula dimaknai sebagai bentuk pengajian, usroh mengalami pemburukan citra terutama karena kecenderungan para anggota kelompoknya cenderung tertutup dari dunia luar, serta kesan radikal yang dilahirkannya. Terjadinya kasus-kasus yang dilaku-
82 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Opini kan, yaitu pembajakan pesawat Garuda di Woyla, Thailand, yang dilakukan oleh kelompok Usrah Imran, dan eksklusifisme Jama’ah Usrah Warsidi di Lampung yang terkenal, adalah contoh kesan negatif pola pembinaan usroh. Kemunculan fakta-fakta serupa, ditambah gerakan politik identitas –untuk membedakan diri dengan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Dakwah Salafi, dan NII (Negara Islam Indonesia)– membuat kelompok LDK tidak lagi menggunakan nama ‘usroh’ dan menggantinya dengan sebutan ‘tarbîyah’.
Terjebak pada Tradisionalisme
Keyakinan Ikhwanul Muslimin akan Islam yang mengajarkan segala aspek kehidupan dan kekhawatirannya pada peradaban Barat memaksa kita kembali untuk melihat lembaran lama; dikotomi Islam Tradisionalis dan Modernis. Meski penerus gerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia menganggap diri sebagai gerakan yang moderat, pada kenyataannya kedua sifat ideologi Ikhwanul Muslimin di atas –ajaran Islam yang lengkap dan kebencian pada Barat– mengingatkan kepada dua sifat dasar kalangan tradisionalis Islam Pertama, masuknya modernitas ke dunia Islam lewat –meminjam istilah Mohammed Arkoun– l’irruption (serbuan) militer oleh Napoleon Bonaparte di Mesir, adalah salah satu alasan penjelas menilai Ikhwanul Muslimin yang memang terlahir di Mesir. Sejarah mencatat, di samping penjajahan militer Bonaparte juga melakukan ekspansi ilmu pengetahuan dengan membawa lima ratus ilmuan ke Mesir. Pembaharuan yang berkiblat pada modernisasi Islam tidak lebih dari bagian agenda imperialisasi Barat yang beroperasi dengan dua cara kerja; pertama, untuk melegitimasi imperialisme sebagai sesuatu yang juga membawa manfaat dengan sistem modern, yang karenanya penjajahan bukanlah suatu tantangan yang harus dihadapi. Kedua, kemunculan sarjana-sarjana Barat yang banyak mengungkit-ungkit
perbedaan mazhab, membesarkan pertentangan antar golongan dan bangsa Muslim, baik dari segi kesukuan, geografis, maupun sistem pemerintahan adalah bentuk pemecah-belahan kalangan Islam. Argumen lain –yang kedua– adalah karena umat Islam mempercayai bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan pada ajaran suci al-Qur’an. John L. Esposito menjelaskan, salah satu keyakinan sebahagian besar umat Islam –yang membedakannya dengan agama lain– adalah karena mereka mengimani Islam sebagai agama sempurna yang mengatur segala sesuatunya. Islam adalah keyakinan akan suatu cara hidup yang lengkap dan menyeluruh, karenanya pembaharuan tidak dibutuhkan.
Memaknai Kembali Tarbîyah
Kedua sifat di atas bukan saja tidak dewasa melihat Islam, justru menyalahi makna “tarbîyah” yang dipahami Islam. Dalam bahasa Arab, sebagaimana dalam Al-Qur’an, “pendidikan” dengan kata “tarbîyah” memiliki makna kebahasaannya yang berarti “meningkatkan” atau “membuat sesuatu lebih tinggi”. Pengertian ini mengandung pra-anggapan bahwa pada dasarnya dalam diri manusia terdapat bibitbibit kebaikan. Bibit-bibit itu dapat dikembangkan (dilakukan “tarbîyah”). Gerakan ini diakui berasal dari niat murni kebangkitan Islam. Mengembalikan warisan tradisi nilai-nilai luhur Islam dalam al-Qur’an dan Hadis merupakan misi suci yang harus dihargai. Lebih dari itu, tarbiyah yang semula berangkat dari sistem usroh dengan semangat membangkitkan tradisi adalah langkah sistematis dalam pembentukan karakter, khususnya para pemuda. Permasalahannya kemudian terletak pada sifat pengkaderannya yang eksklusif serta terjebak pada Islam simbolik, baik di kampus maupun di tengah masyarakat. Semangat kebangkitan Islam yang ditawarkan oleh sistem tarbiyah – ala Ikhwanul Muslimin – yang dilanjutkan oleh beberapa
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 83
Opini organ di Indonesia, menambah daftar panjang kekeliruan mekanisme kebangkitan Islam yang terjebak pada ritualisme, dan tidak mendudukkan sejarah tradisi Islam pada ruang semestinya. Menoleh kembali sejarah, gerakan kebangkitan Islam yang berbasis tradisi sesungguhnya adalah bentuk reaksi dunia Arab untuk meneguhkan identitas Islam (ihya’ al-turâts) dari serangan dunia Barat yang sayang nya menyimpang. Betapa tidak, tradisi –sebagai segala bentuk warisan ajaran Islam– yang semestinya menjadi sarana meneguhkan identitas dari persinggungannya dengan Barat, kemudian menjadi tujuan. Sehingga, bukannya menjadikan warisan tradisi sebagai kacamata pandang untuk sensitif merespon zaman, ia justru menjadi tempat pelarian umat Islam yang terkesan takut menerima kenyataan. Hal ini yang menjadikan niat baik dan mekanisme sistematis tarbiyah, harus terhambat oleh eksklusifisme dan Islam simbolik. Efektifitas kerja sistem perkaderan tarbiyah seharusnya meraih sukses yang lebih besar seandainya membuka diri dan melihat tradisi dalam konteks kekinian; bukannya terjebak di masa lalu. Pada kenyataannya, turats (tradisi) sebagai warisan ajaran tidak setua yang dibayangkan. Ia bahkan lahir justru di zaman modern. Kata turats (tradisi) dalam makna sekarang –warisan ajaran dan pemikiran– bahkan tidak dikenal sama sekali di zaman dahulu. Satu-satunya kata turats dalam alQur’an “wa ta’kuluna turatsa aklan lamman” – Surah al-Fajr: 19 – bahkan masih dimaknai sebagai warisan yang sifatnya bukan berupa konsepsi pemikiran, melainkan sama seperti term-term tradisi al-Quran lainnya sebagai warisan yang sifatnya 1] kekayaan atau jabatan, yang 2] diwariskan setelah generasi sebelumnya meninggal. Tradisi sebagai warisan pemikiran –yang berbeda dengan pemahaman di atas bukan berasal dari pemahaman klasik, melainkan justru masa modern. Karena itu, pemahaman tradisi juga mestinya diting-
galkan, karena hanya berlaku untuk tradisi dalam artian kekayaan dan jabatan. Tradisi sebagai warisan ajaran dan pemikiran adalah tradisi yang terus berlanjut tanpa perlu memotong beberapa generasi untuk kemudian meloncat jauh dan terjebak ke zaman klasik. Pemahaman mendasar inilah yang perlu diluruskan untuk menghilangkan sikap eksklusifisme dalam tubuh gerakan tarbiyah. Dakwah seharusnya tidak hanya mengakomodir satu paham tertentu dalam pengembangan karakter pemuda baik di perguruan tinggi maupun masyarakat. Sebab selain sebagai sebentuk penyakralan satu paham, ia juga hanya akan membentuk kader yang tidak kritis, yang kemudian lebih mementingkan ritual ketimbang substansi ajaran.
Kebebasan Memilih Jalan Islam dan Dialog Antar Keyakinan
Islam adalah sikap kepasrahan kepada Yang Maha Esa. BerIslam adalah sikap alamiah, karena pada dasarnya Islam adalah agama yang sejalan dengan hati nurani, sehingga tidak ada paksaan dalam beragama agar dapat mencapai puncak penerimaan esensi agama, yakni “kemurnian dan keikhlasan”. Tidak adanya paksaan bukan saja mengandaikan larangan untuk membatasbatasi datangnya kebenaran, sebagai penolakan Ikhwanul Muslimin pada segala sesuatu yang berbau ideologis Barat. Itu merupakan gambaran betapa Islam memberi ruang besar pada para penganutnya untuk tidak berpikir tertutup, kaku, dan mengarahkannya untuk mencari jalannya masing-masing. Itu sebabnya dalam al-Qur’an kata “jalan” diistilahkan dengan berbagai nama, seperti sirât, sabîl, syarî’ah, tarîqah, minhâj, mansak (jamaknya manâsik), dan maslâk (jamaknya masâlik) yang kesemuanya berarti jalan, cara, metode atau
84 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Opini semacamnya. Ini mengandaikan bahwa dalam ajaran Islam, jalan beragama tidak hanya satu. Ini berkaitan dengan suatu ketentuan penting dalam Islam, bahwa Islam tidak mengenal sistem kependetaan. Islam tidak mengakui adanya orang yang diangkat sebagai pemimpin agama. Oleh karena hanya masing-masing individu yang tahu seberapa besar dosa dan kedekatannya dengan Tuhan. Dengan kata lain –kalaupun menggunakan istilah kependetaan– masing-masing manusia adalah pendeta bagi dirinya. Inilah yang dimaksud dengan konsep manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Jika Islam diyakini benar, maka tidak seharuskan kebenaran Islam hanya didengungkan di tubuh komunitas sendiri saja. Kalau memang Islam benar, ia harusnya disuarakan keluar dengan percaya diri dan berwibawa; bukan dengan sikap menutup diri. Sudah seharusnya umat Islam membuka mata untuk melihat sistem pembentukan kader pada tubuh komunitas lain, bahkan lintas agama sekalipun. Setiap organisasi memiliki caranya sendiri dalam pengembangan kader pemudanya. Untuk itu, banyak melakukan dialog dan bersosialisasi dengan komunitas
lain –khususnya yang berbeda pemahaman– adalah alernatif menarik untuk pengembangan kader yang lebih kaya. Dialog-dialog inklusif dan membuka diri pada wacana berbeda akan memunculkan keragaman berpikir yang justru produktif untuk tubuh organisasi. Ia akan membuka mata para pemuda untuk berinteraksi pada zaman sesuai dengan konteksnya. Bagi para penganutnya, kita samasama meyakini bahwa Islam adalah agama senantiasa sejalan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tidak seharusnya umat Islam terjebak pada persoalan “apakah zaman menyesuaikan diri dengan Islam, atau sebaliknya”. Memposisikan Islam sebagai ajaran yang sejalan dengan zaman mestinya dilakukan dengan mengakomodir pekembangan zaman, dan bukan malah meneguhkan eksklusifitas diri untuk kemudian ditumbukkan dengan zaman atas nama Islam. Islam adalah agama universal, karenanya ia harus dibahasakan dengan sifat universal bahasa; komunikasi aktif pada siapapun. Wallahu a’lam bi ashshawab.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 85
Sorot
Dulunya Seorang Jurnalis Sosok Adrianus Meliala mungkin sudah tak asing lagi. Wajahnya kerap muncul di media cetak dan televisi. Pengalaman dan pengetahuannya tentang kriminologi telah mengantarkannya pada gerbang popularitas.
DOK. PRIBADI
B
erangkat dari kesempatan memperoleh PMDK di UI, Adrianus mulai berkecimpung dalam bidang kriminologi. Tak ada alasan khusus dalam pemilihan jurusan ini. Bahkan dirinya sempat merasa bingung kelak nanti akan terjun di bidang apa. Prioritasnya saat itu hanyalah keinginan luhur untuk bisa membantu orang tua. “Yang penting bisa masuk UI dan membantu orang tua. Mengingat perguruan tinggi swasta yang cukup mahal, sementara saya memiliki adik, dan ayah saya telah meninggal dunia”. “Saat pertama kali masuk UI pun, saya seperti rusa masuk kampung karena selama ini dibesarkan di sekolah suster atau monastri dari SD hingga SMA,” imbuh bapak tiga orang anak ini. Namun, pengorbanan dan jerih payahnya tidak sia-sia. Selang kelulusannya, ia memperoleh beasiswa KOMPAS untuk mengambil S-2 di psikologi UI, yang kemudian dilanjutkan dengan memperoleh gelar PhD bidang kriminologi dari University of Queensland Australia. Tidak cukup sampai disitu, beliau juga memperoleh predikat
86 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Sorot guru besar pada usianya yang ke 39 tahun. Kehidupannya sebagai mahasiswa diwarnai dengan segudang aktivitas positif. “Saya aktif di paduan suara Paragita dan juga koran kampus Warta UI,” ujar pakar kriminolog yang tengah menjabat sebagai ketua departemen ini. Kecintaannya pada bidang jurnalistik memang tak diragukan lagi. Sebelum gelar S-1 diraihnya, Adrianus telah bekerja part time di majalah Editor yang pada masanya merupakan saingan Tempo. Hanya saja saat ini majalah tersebut telah hilang karena dibredel pada masa Soeharto. Perjalanan karirnya di majalah Editor hanya bertahan selama 2,5 tahun. Kebimbangannya membuatnya ragu untuk terus menekuni dunia jurnalistik atau sebaliknya. Menurut pria yang hobi menyanyi dan bermain dengan ketiga buah hatinya ini, dirinya cenderung termasuk orang yang harus terlebih dahulu merenungi dan mendalami setiap masalah. Menurutnya pula, ini merupakan penghambat karena dunia jurnalistik terkenal dengan deadline waktu yang tidak memberinya kesempatan untuk memahami permasalahan secara mendalam. Selain itu, pria yang sejak kecil bercita-cita terjun ke dunia politik ini juga berujar bahwa pekerjaan jurnalistik sangat melelahkan. “Sangat sulit bila nanti membayangkan sampai usia 40 tahun saya belum mampu mencapai posisi manajerial,” tambahnya. Walaupun demikian, ternyata kecintaannya pada dunia jurnalistik tidak seluruhnya pudar. Adrianus muda tetap menulis
“
di koran dan majalah hingga sepuluh judul setiap bulannya. Tujuannya saat itu hanya dua, mengejar uang dan mengincar nama. Hal tersebut ternyata memang membuahkan hasil. Dua tahun berikutnya ia mulai banyak dicari untuk dimintai pendapatnya mengenai permasalahan kriminal. Keeksisannya di dunia media terus berlangsung. Saat tengah mengemban ilmu di Australia, ia masih menyempatkan waktunya untuk menulis di media-media Indonesia. Pencitraan diri akan akademisi dan pakar kriminologi pun terus berkembang dalam dirinya, dengan diterbitkannya dua buku hasil kompilasi tulisan-tulisan sebelumnya. Pencitraan tersebut terus membuahkan hasil. Hingga kini Adrianus sering dipanggil dan dimintai keterangannya sebagai narasumber di banyak stasiun televisi. Padahal, awal mula keterlibatannya di televisi hanya untuk mewakili seniornya yang tidak bisa hadir. Namun, berkat sifatnya yang komunikatif, hal ini malah menjadi salah satu ladang peningkatan karirnya. Tak sedikit media-media yang memintanya menjadi narasumber pakar kriminalitas. ”Untuk tampil di dunia TV tidak hanya butuh pintar, tetapi juga kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik”, ujar pria yang bermotto hidup mengalir seperti air ini .
Untuk tampil dan sukses di dunia TV, kita tidak hanya butuh pintar tetapi juga butuh kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik
“
NILAM WINANDA
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
87
Singkap
Dosen UI Main Film
P
ernah membaca novel “Ketika Cinta Bertasbih” karya Habiburahman El Shirazy? Novel bernafaskan Islam ini yang telah difilmkan tersebut memang diharapkan bisa mengikuti kesuksesan besar novel “Ayat-Ayat Cinta” karya penulis yang sama yang telah lebih dulu difilmkan. Filmnya kini dapat kita saksikan di layar lebar.Universitas Indonesia boleh berbangga karena salah satu dosennya, Ninik L Karim menjadi salah satu pemeran di dalam film tersebut. Dalam film besutan sutradara senior Haerul Umam tersebut, wanita yang kini menjabat sebagai dosen sekaligus kepala laboratorium psikologi sosial tersebut berperan
sebagai Malikatun, seorang janda yang periang dan sangat perhatian dan sayang terhadap anaknya. Watak Malikatun tidak jauh berbeda dengan keseharian Ibu dua orang anak ini, yang selalu bersahaja dan bersahabat. Ninik L Karim juga beradu akting dengan Dedy Mizwar, walaupun hanya dua scene saja dalam film tersebut. Selebihnya wanita yang aktif menjadi konsultan di dalam tim Sahabat Sampah Jakarta ini banyak beradu peran dengan bintang baru. Pengalaman syuting “Ketika Cinta Bertasbih” menjadi begitu berkesan karena di sela-sela syuting, wanita yang hobi mengamati pemandangan alam ini banyak memperoleh pengalaman religi karena dikelilingi banyaknya kru yang fasih di dalam ilmu agama Islam.” Aku banyak berdiskusi dengan ustadz yang juga turut andil dalam pembuatan film ini. Mereka sangat membantuku untuk menghayati peran sekaligus mendalami agama Islam,” ujar wanita yang sangat menggemari masakan lokal Indonesia ini. Di sela-sela kesibukan mengajar dan bermain seni peran, wanita yang pernah bermain di dalam film “Ibunda, Pacar Ketinggalan Kereta” dan beberapa FTV ini juga aktif di banyak kegiatan sosial dan lingkungan. Bahkan istri dari Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta menjadi salah satu rekannya di dalam Tim “Sahabat Sampah Jakarta”, sebuah tim yang mengupayakan pendaur
88 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Singkap ulangan sampah agar kembali menjadi berguna untuk masyarakat. “Aku memiliki cita-cita untuk minimal membuat sepuluh pengemis di Indonesia agar tidak menjadi pengemis lagi dan kembali produktif,” ujarnya dengan semangat. Wanita kelahiran Mataram ini juga berpesan agar sebagai manusia kita harus mengasah terus seluruh bakat yang kita miliki. “Aku percaya bahwa tidak ada manusia di dunia
ini yang lahir tanpa memiliki arti dan guna untuk manusia lainnya, semua keberhasilanku hingga bisa bermain di dalam film merupakan keajaiban dari Tuhan, dan untuk keajaiban itu aku terus mengasahnya agar berlian pada diriku menjadi lebih bersinar,” ucapnya sekaligus mengakhiri perbincangan. OKY SUMADI
Nama : Sri Rochani Soesetio Karim TTL : Mataram, Lombok / 14 Januari 1949 Pendidikan : SMA di Kediri S1 dan S2 di UI Fakultas Psikologi jur. Psikologi Sosial Anak : Azfansadra Karim dan Sharli Nicita karim Jabatan : - Dosen dan Kepala Laboratorum Psikologi Sosial - Staff akademikFakultas Seni Pertunjukkan IKJ(namun tidak mengajar) - Konsultasi di dalam tim “Sahabat Sampah Jakarta” Hobi : Membaca dan melihat pemandangan alam yang indah Makanan Favorit : Semua masakan lokal Indonesia Warna favorit : Warna yang kalem Aktor dan Aktris favorit : Meryl Streep, Johnny Deep, dan Robert de Niro Sutradara favorit : Haerul Umam (sekaligus orang yang dianggap paling berjasa di dalam karir seni perannya) Tempat favorit : Alam Indonesia Kata mutiara favorit : ����������������������������������������� Semua karunia Tuhan harus dipelihara dan diasah semaksimal mungkin. Dan di dalam dunia ini tidak ada satu manusia pun yang dilahirkan tanpa memiliki arti dan guna untuk manusia lainnya.
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 89
SELAMAT WISUDA M. Iqbal Lazuardi, S.Sos - Reporter#13 Kemala Widya Paramita, S.Hum - reporter #13 Sumarno, S.Sos - Fotografer#13 Ike Pertiwi, S.Hum - Marketing#14 Meltari Daruningtyas, S.Sos - Reporter #14 Heggy Kearens, S.Psi - Reporter #14 Fanny Fajarianti, S.Hum - Reporter # 14 Syefri Luwis, S.Hum - Reporter #14 Erik Cahyanta, S.Hum - Reporter #14 Hariyani Puspita, S.Sos - Reporter #14 Rifka Rizqia, S.E - Reporter#15 Diah Setiawaty, S.Sos - Reporter#15 Rizki Amalia, S.T - DTP #15 Rita Ayu, S.E - Marketing #15 Endang Rukmana, S.Hum - Reporter #15 Putri Rahayu Wulandari, S.Psi - Fotografer #15 Fita Rizki Utami, SKM - Reporter #15
90 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Imam Fahmi Wibowo, S.Sos - DTP #15 Pratika Indri, S.Sos - Marketing #15 Izza Soraya, SKM - Repoter #15 Niken Wulandari, S.E Marketing #15 Lila K Hairani, SKM - Fotografer #16 Riomanadona M Putra, S.Sos - Fotografer#16 Januarsyah Sutan, S.Hum - DTP #16 Titah Hari Prabowo, S.Sos - Fotografer#16 Sefti Oktaniarisa, S.Sos - Reporter #16 Yuri Yustisian, A.Md - Marketing #16 M. Prabu Wibowo, S.Hum - DTP #16 Devi Raissa, S.Psi - Reporter #16 Achdiyati Sumi, S.Hum - Reporter #16 Ade irawan, .....-Fotografer #16 Hana Nika Rustia, SKM - Fotografer #17 Cindy Fortuna, S.E - Marketing #17
SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009 91
UI-ku, UI-mu, Ndut..!
92 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
93
Galeri
Pada tanggal 03 Agustus 2009, Mahasiswa yang tergabung dalam BEM se-UI mengadakan aksi di depan gedung DPR, berorasi menuntun Alokasi dana APBN, namun banyak di antara mahasiswa kita mengangkat solidaritas yang tinggi terhadap Palestina.
94 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
Galeri
Solidaritas mereka dapat kita lihat dalam simbol yang meraka rekat dalam almamaternya, dan banyak di antara mahasiswa kita mengangkat simbol tersebut di atas simbol negara kesatuan Indonesia, dan juga lebih gemar merekatkan simbol negara lain dibanding simbol negaranya sendiri. Apakah itu hanya simbol solidaritas semata atau sudah lebih dari itu? �Fenomena era pergerakan mahasiswa kini.�
SUMA NO.25/XVI/2009
95
Ui mania Bekerja Normal Gara-gara kerap jatuh, pesawat CN235 buatan IPTN tidak laku dijual. Untuk mengatasi hal ini kepala bagian pemasaran IPTN mengusulkan kepada pimpinannya, Habibie sebuah strategi baru. Selain mengubah mesinnya menjadi serba otomatis, Habibie diminta agar merekam suaranya untuk kemudian disiarkan di setiap pesawat buatan IPTN, CN-250. “Agar penumpang merasa dihormati dan diperhatikan oleh Pak Menteri,” ujar staf pemasaran. Habibie pun setuju. Alhasil, dalam sebuah penerbangan pesawat CN-250 terdengar suara Habibie melalui intercom, “Para penumpang yang saya hormati, selamat datang di pesawat terbang buatan anak sendiri. Pesawat ini sepenuhnya otomatis. Mesin yang digunakan pesawat ini merupakan mesin pertama di dunia dan dibuat oleh para insinyur aeronautika di IPTN.” Penumpang bertepuk tangan dan tersenyum. Mereka gembira dan merasa dihormati. Tetapi senyum penumpang tak berlangsung lama. Selang kemudian terdengar lagi suara. “Kita akan terbang dengan ketinggian 10 ribu meter di atas permukaan laut. Penerbangan bebas rokok ini akan mempunyai kecepatan 5 ribu kilometer per jam. Pesawat ini tidak mempunyai pilot dan tidak ada pramugari. Seluruhnya dikontrol secara elektronis, fly by wire. Semua instrument bekerja normal…. bekeja normal….. bekerja normal….. bekerja normal….. bekerja normal…. bzzzzt.”
Jurus Merayu Perempuan Si Asep sedang membaca emailnya, dan ada artikel menarik tentang cara berkenalan atau merayu perempuan. Salah satunya adalah memulai perbincangan seperti ini: A: “Maaf mbak, punya obeng nggak?” B: “Hah? Nggak.” A: “Kalo nomor HP punya kan?” ….. Akhirnya Asep mencoba rayuan maut tersebut suatu hari A: “Maaf mbak, punya obeng nggak?” P: “Punya… mas mau yang plus atau minus?”
A: “Engg.. yang minus aja mbak. Kalau palu punya nggak?” P: “Punya juga” A: “Kalau kunci Inggris ada nggak?” (berharap perempuan itu berkata tidak) P: “Itu juga ada, dari ukuran 10 sampai 20. Mas mau yang mana?” A: “Langsung aja deh mbak, mbak punya nomor HP nggak?” tanyanya langsung P: “Oh, ini.. (sambil menyodorkan kartu nama dan brosur toko perkakas) hubungi saya saja, saya sales promotion toko perkakas ini, paling lengkap loh.” (dari berbagai sumber)
Kelangkaan Seorang Hakim Agung Seorang Janda Muda di Jakarta mengatakan dengan bangga kepada temannya: “Kau sudah tahu siapa yang akan mengawiniku? Seorang hakim agung yang sangat jujur” Temannya heran: “Lho, kamu bakal punya suami dua orang?”
96 SUARA MAHASISWA NO.25/XVI/2009
we. provide
PRODUCTION. HOUSE
ADVERTISING. AGENCY EVENT. ORGANIZER
Wisma Harapan I Blok B/19 Mekarsari Depok Telp. 021-8725829 Fax.021-8726169 Hp. 021-93030442