Edisi I/2015 GRATIS Twitter dan Instagram: @SumaUI Unduh Warta Pemira Digital di suaramahasiswa.com
WA R TA
PEMIRA
MENYOAL
12 pemira ikm ui di persimpangan e-vote dan konvensional
22
sengketa multitafsir uu ikm ui berdampak pemira
KILAS
Calon Ketua BEM UI 2016, Arya Ardiansyah, melakukan kampanye di Fakultas Hukum UI Depok, 05 November 2015
konten
2 kilas
12 liputan khusus pemira ikm ui di persimpangan e-vote dan konvensional
2
infografis
20
editorial
4 laporan utama
3
menyoal urgensi pemira ikm ui
22
infografis
liputan khusus sengketa multitafsir uu ikm ui berdampak pemira
24
komik
10 26 opini apakah masa kejayaan mahasiswa sudah berlalu
Warta Pemira | I / desember 2015
EDITORIAL Sebagai konsekuensi logis dari adanya lembaga kemahasiswaan tingkat UI yang memegang peranan penting dalam ranah eksekutif, legislatif, serta Majelis Wali Amanat, Pemilihan Raya Ikatan Keluarga Mahasiswa (Pemira IKM) UI digelar setiap tahunnya. Berbagai kalangan mahasiswa pun beradu demi menggapai jabatanjabatan penting yang digadang-gadang berfungsi sebagai “representasi mahasiswa UI”. Proses mencapai kursi strategis tersebut tidaklah mudah. Berbagai permasalahan pun mencuat, mulai dari calon tunggal, hingga multitafsir Undang-undang IKM UI yang sempat menuai banyak berdebatan. Terlepas segala problematika yang mendera, Pemira IKM UI selama ini hanya dimaknai sebatas kontes untuk melanggengkan ritual kemahasiswaan. Banyak mahasiswa UI yang kurang bisa memahami urgensi dari Pemira IKM UI itu sendiri. Akibatnya, jumlah partisipasi mahasiswa UI yang terlibat dalam proses suksesi lembaga kemahasiswaan tersebut cenderung rendah. Anggapan mengenai kurangnya pengaruh para pemimpin lembaga kemahasiswaan bagi kehidupan sivitas UI menjadi salah satu sebab rendahnya partisipasi mahasiswa terhadap Pemira IKM UI. Di sisi lain, pelaksanaan Pemira IKM UI justru belum maksimal. Metode pemungutan suara dengan menggunakan Electronic Voting (E-vote) yang diklaim lebih efektif dan efisien ternyata belum memiliki sistem audit yang jelas. Apalagi, publikasi mengenai mekanisme internal pada sistem E-vote juga masih belum memuaskan. Karena itu, tak ayal bila selama ini publik bertanya-tanya dan meragukan orang-orang yang berada di balik sistem tersebut. Sebagai bahan evaluasi, di samping perbaikan dari segi transparansi dan infrastruktur, sosialisasi mengenai urgensi Pemira IKM UI juga perlu ditingkatkan, agar publik lebih percaya dan mau menggunakan hak pilihnya. Selain itu, sebagai mahasiswa UI, kita juga harus mempunyai kesadaran untuk turut andil dengan mengawal dan berpartisipasi dalam suksesi lembaga kemahasiswaan, demi “wajah IKM UI” yang lebih baik.
M E R U P A K A N PRODUK DARI
WA R TA
PEMIRA
REDAKSI Pemimpin Redaksi Frista Nanda Pratiwi Redaktur Pelaksana Pingkan Ayudita Reporter Nurhikmah Oktaviani, Riani Sanusi Putri, Rafiqah Nurrahmi Redaktur Foto M. Toha Santoso Fotografer Ghaziani Khairunnisa Redaktur Penelitian dan Pengembangan Savran Billahi Litbang Lilik Mudloyati, Tonggo Piona Nababan Redaktur Artistik Prita Permatadinata Desain Tata Letak Pracetak Mezahyang Reno, Dwi Riza Kurnia Ilustrator Amelia Ayang Sabrina Sirkulasi Kemal Andraza
Ve r s i d i g i t a l t e r s e d i a d i s u a r a m a h a s i w a . c o m
Warta Pemira | I / desember 2015
3
EDITORIALUTAMA LAPORAN
menyoal urgensi 1 4
Warta Pemira | I / desember 2015
LAPORAN EDITORIAL UTAMA
Oleh: Frista Nanda Pratiwi, Pingkan Ayudita, Rafiqah Nurrahmi Foto: M. Toha Santoso
Berdasarkan data pemilih dalam Pemilihan Raya Ikatan Keluarga Mahasiswa (Pemira IKM) UI tahun 2011-2014, dari total keseluruhan jumlah mahasiswa UI yang mencapai 43.000, hanya 29,59% yang menggunakan hak pilihnya. Persoalan tanda tanya mengenai urgensi Pemira IKM UI disinyalisasi menjadi salah satu hal yang menyebabkan mahasiswa UI enggan menyuarakan pilihannya. Padahal, para calon ketua lembaga kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Pewakilan Mahsiswa (DPM), dan Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA UM) UI berpotensi memiliki peran strategis bagi kehidupan sivitas UI.
Calon anggota Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa UI 2016, Fadel Muhammad, tengah berkampanye di Fakultas Hukum UI, Depok, 05 November 2015
PEMIRA IKM UI Warta Pemira | I / desember 2015
2 5
LAPORAN UTAMA
P
emira IKM UI, sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) Pemira IKM UI Nomor 1 Tahun 2015, perlu untuk dilaksanakan pada tiap periode kepengurusan sebagai sarana suksesi lembaga kemahasiswaan. Sesuai amanat yang termaktub dalam Undangundang Dasar (UUD) IKM UI Amandeman 2015 pada Bab VII, ajang suksesi kelembagaan tersebut diselenggarakan untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM UI, MWA UI UM, dan Anggota DPM UI. Menurut Syaukat Rafifidhiya, Ketua Pelaksana Pemira IKM UI 2015, salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya paritisipasi mahasiswa dari tahun ke tahun dalam Pemira IKM UI adalah karena BEM UI, DPM UI, dan MWA UI UM belum menyentuh mahasiswa. Lebih lanjut, Syaukat mengungkapkan bahwa mahasiswa UI juga belum sepenuhnya menyadari urgensi dari keberadaan lembaga kemahasiswaan tersebut.
“
Untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa UI mengetahui keberadaan lembaga kemahasiswaan tersebut, divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pers Suara Mahasiswa (Suma) UI untuk Warta Pemira mengadakan survei pada Minggu (22/11). Survei tersebut dilakukan secara online melalui aplikasi Google Formulir. Dari 178 responden, sebanyak 55,5% mahasiswa UI mengaku menggunakan hak pilihnya untuk calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2015, dan 44,5% lainnya tidak memilih. Dari 44,5% yang tidak menggunakan hak suara, sebanyak 40,8% beralasan karena mereka tidak mengenal calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2015 dan tidak mengetahui peran lembaga tersebut. Hal itu dibenarkan oleh Kristian Alda, Ketua BEM Fakultas Kedokteran (FK) UI 2015 yang berpendapat bahwa sebagian mahasiswa masih belum merasakan urgensi dari lembaga kemahasiswaan seperti BEM UI . “Mungkin gue bisa bilang, karena BEM UI
...salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya paritisipasi mahasiswa dari tahun ke tahun dalam Pemira IKM UI adalah karena BEM UI, DPM UI, dan MWA UI UM belum menyentuh mahasiswa. Lebih lanjut, Syaukat mengungkapkan bahwa mahasiswa UI juga belum sepenuhnya menyadari urgensi dari keberadaan lembaga kemahasiswaan tersebut.
6
Warta Pemira | I / desember 2015
“
LAPORAN UTAMA
Menurut data yang diperoleh dari survei Litbang Suma, dari 28,3% mahasiswa UI yang mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan hak pilihnya pada Pemira IKM UI tahun ini, sebanyak 52,8% dari mereka mengaku tidak mengetahui urgensi dari Pemira IKM UI, dan 32,1% di antaranya merasa bahwa dengan adanya calon tunggal, maka sudah jelas siapa calon ketua lembaga yang akan terpilih.
nggak ngaruh apa-apa juga sebenarnya,” ujar Alda. Senada dengan Alda, Muhammad Delly Permana, salah satu mahasiswa yang sempat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Badan Kelengkapan (BK) MWA UI UM tersebut mengungkapkan, “Pemira kalau dibilang penting nggak penting, ya gimana. BEM ini kan sudah kehilangan position (kedudukan—red), di satu sisi dia (BEM—red) tetep punya nama ke media keluar, tapi di sisi lain dia (BEM UI—red) nggak bisa jadi leader (pemimpin—red) di antara semua fakultas,” ujarnya. Selain itu, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tersebut berpendapat, ”Yang milih (di Pemira IKM UI— red) kebanyakan cuma maba (mahasiswa baru—red) dengan euforianya, orang yang sudah nggak menyadari signifikansi (Pemira IKM UI—red) akan cuek-cuek saja, milih atau nggak milih, nggak akan ngaruh,” ujar Delly. Warta Pemira | I / desember 2015
Menurut data yang diperoleh dari survei Litbang Suma, dari 28,3% mahasiswa UI yang mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan hak pilihnya pada Pemira IKM UI tahun ini, sebanyak 52,8% dari mereka mengaku tidak mengetahui urgensi dari Pemira IKM UI, dan 32,1% di antaranya merasa bahwa dengan adanya calon tunggal, maka sudah jelas siapa calon ketua lembaga yang akan terpilih. Rafli Fadhilah selaku Ketua Komite Pengawas (KP) Pemira IKM UI 2015, memandang krisis urgensitas Pemira tersebut dari sudut fungsi kemahasiswaan dalam peran advokasi kebutuhan mahasiswa. “Yang menjadi kesalahan utama adalah, bagimana BEM, DPM dan MWA UI UM ini seharusnya menunjang fungsi belajar dari mahasiswa, dalam artian, berkaitan dengan advokasi,” tuturnya. Rafli menambahkan, “Kalau misalnya BEM UI itu penting, tanpa sosialisasi pun, orang (mahasiswa UI—red) pasti akan datang
7
LAPORAN UTAMA ke TPS (Tempat Pemungutan Suara—red). Permasalahannya, lembaga kemahasiswaan belum mampu menyentuh akar kebutuhan dari masyarakat UI,” ujarnya. Melongok Peran Strategis Lembaga Kemahasiswaan Perihal pengetahuan mahasiswa UI terhadap peran dan fungsi lembaga kemahasiswaan seperti BEM, DPM, dan MWA UI UM, hasil survei Litbang Suma mengungkapkan beberapa fakta. Berdasarkan pertanyaan survei mengenai lembaga kemahasiswaan apa yang melakukan advokasi mahasiswa terkait dana dan fasilitas tingkat UI, hanya 8,5% responden yang menjawab tidak tahu, dan sisanya menjawab BEM UI, MWA UI UM, serta keduanya. Selain itu, menyoal lembaga mana yang berwenang untuk menyelenggarakan forum koordinasi lembaga kemahasiswaan, 56,6% responden mampu menjawab dengan benar, yaitu DPM UI.
“
“...Jika dalam Pemira IKM UI, animo dan partisipasi mahasiswa rendah, masihkah kita, lembaga kemahasiswaan, patut mengatakan ‘Kami UI’ atau ‘Kami
8
Menurut Ketua Badan Perwakilan mahasiswa (BPM) Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Regi Kusumaatmadja, para ketua lembaga kemahasiswaan memang memiliki peran yang cukup strategis, “Mereka (ketua lembaga kemahasiswaan—red) memiliki andil besar untuk leading issues dan memiliki probabilitas lebih besar untuk mendapat respon dari stakeholders terkait,” ujarnya. Sejalan dengan Regi, Andi Aulia Rahman selaku Ketua BEM UI 2015 memiliki pandangan bahwa lembaga yang dipimpinnya memiliki pengaruh yang besar bagi mahasiswa UI. “Advokasi, fasilitas, biaya kuliah, jalanan rusak di UI, siapa yang bertanggung jawab? Kalau kegiatan kemahasiswaan seperti OIM (Olimpiade Ilmiah Mahasiswa UI—red) dan OLIM (Olimpiade UI—red) nggak ada, fakultas nggak terkompetisikan dengan baik. Pemira yang akan menentukan BEM UI mau dibawa ke mana,” papar Andi. Menurut Regi Kusumaatmadja, peran lembaga kemahasiswaan merupakan bentuk representasi dari mahasiswa. “Esensi dari kelembagaan mahasiswa adalah representasi mahasiswa. Jika dalam Pemira IKM UI, animo dan partisipasi mahasiswa rendah, masihkah kita, lembaga kemahasiswaan, patut mengatakan ‘Kami UI’ atau ‘Kami Fakultas X’?” tutur Regi. Hal itu Warta Pemira | I / desember 2015
LAPORAN UTAMA juga turut diyakini oleh Syaukat. “Misalnya, MWA UI UM, ia merupakan representasi mahasiswa dalam mengambil kebijakan di rektorat. Lihat saja masalah UKT (Uang Kuliah Tunggal—red) dan pemilihan rektor, yang menangani MWA,” ungkap Syaukat. Menanggapi pentingnya Pemira IKM UI untuk menentukan arah lembaga kemahasiswaan, Syaukat memaparkan
“
Dengan melihat signifikansi peran lembaga kemahasiswaan yang ada, salah satu mahasiswa UI yang menyadari akan pentingnya kontribusi mahasiswa dalam Pemira IKM UI adalah Moh. Agus Fuat. Mahasiswa Program Studi Bahasa Daerah untuk Bahasa Jawa itu memaparkan, “Sekali pun calon tunggal, gue tetap menggunakan hak pilih sesuai dengan pilihan gue, karena sayang banget kalau golput (golongan putih—red),
...salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya paritisipasi mahasiswa dari tahun ke tahun dalam Pemira IKM UI adalah karena BEM UI, DPM UI, dan MWA UI UM belum menyentuh mahasiswa. Lebih lanjut, Syaukat mengungkapkan bahwa mahasiswa UI juga belum sepenuhnya menyadari urgensi dari keberadaan lembaga kemahasiswaan tersebut.
bahwa Panitia Pemira IKM UI berusaha melakukan penuansaan yang intensif untuk menarik partisipasi mahasiswa di Pemira IKM UI. Menurutnya, mahasiswa harus terlibat di dalam Pemira IKM UI agar kepentingan mereka bisa tersalurkan dengan baik. “Mereka (para ketua lembaga kemahasiswaan—red) merepresentasikan kepentingan mahasiswa, lu nggak bisa biarkan orang-orang yang seharusnya nggak ada di situ (di posisi ketua lembaga kemahasiswaan—red). Melalui proses ini, (Pemira IKM UI—red) menciptakan orangorang yang seharusnya layak,” tuturnya. Warta Pemira | I / desember 2015
yang ada itu nggak memberikan kontribusi apa-apa,” katanya. Senada dengan Fuat, Malikussaid, Ketua Pelaksana Pemira FMIPA UI 2015 turut berkomentar mengenai betapa pentingnya partisipasi mahasiswa dalam memilih calon ketua lembaga. “Pemira disadari sebagai suksesi IKM, bukan hanya ajang pemilihan ketua lembaga, mahasiswa harus sadar siapa yang menjalankan fungsi ke depan. Warga UI berkepentingan untuk menentukan siapa yang menjadi muka wajah UI ke depan,” terangnya. (FNP)
9
KOMIK
Oleh: Amelia Ayang Sabrina
10
Warta Pemira | I / desember 2015
KOMIK
Warta Pemira | I / desember 2015
11
LIPUTAN KHUSUS
Pemilihan sistem pemungutan suara dalam Pemilihan Raya Ikatan Keluarga Mahasiswa (Pemira IKM) UI menuai perdebatan di berbagai kalangan mahasiswa UI. Sejak tahun 2012, panitia Pemira IKM UI bersikeras mencanangkan sistem pemungutan suara berbasis Electronic Voting (E-vote). Namun, ada beberapa fakultas yang sampai saat ini tidak bersedia menggunakan E-vote dan malah menerapkan sistem pemungutan suara yang mereka rancang sendiri lantaran ketidaksiapan fasilitas, masalah keamanan, audit, hingga mengerucut pada perkara “demi mempertahankan demokrasi�.
12
Warta Pemira | I / desember 2015
LIPUTAN KHUSUS
Pemira IKM UI di Persimpangan E-vote dan Konvensional
Calon anggota Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa UI 2016, Fadel Muhammad, tengah berkampanye di Fakultas Hukum UI, Depok, 05 November 2015
Oleh: Frista Nanda Pratiwi, RIani Sanusi Putri, Nurhikmah Oktaviani
S
ebagai universitas yang memiliki visi menuju “universitas riset kelas dunia�, E-vote digadang-gadang menjadi salah satu hasil riset UI yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemungutan suara dalam Pemira IKM UI yang cepat dan efisien. Warta Pemira | I / desember 2015
Foto: M. Toha Santoso
Menanggapi hal itu, Arman Nefi selaku Direktur Kemahasiswaan UI berujar bahwa pihaknya sangat mendukung penerapan E-vote dalam Pemira IKM UI. Menurutnya, sejak tiga tahun terakhir, rektorat menyiapkan dana untuk Pemira IKM UI berkisar Rp60 dampai dengan Rp70
13
LIPUTAN KHUSUS juta. “Saya sangat mendukung E-vote dalam rangka pemanfaatan teknologi dan informasi. Jangkauan pemilih jadi lebih luas dan efisiensi waktu dalam penghitungan suara,” ujarnya. Senada dengan Arman, Moh. Ardan Makarim Corny, mahasiswa yang pernah mengemban amanah sebagai Penanggung Jawab (PJ) E-vote pada Pemira IKM UI 2014 berujar, “Mahasiswa memang ingin mencoba sistem baru agar menghemat kertas dan penghitungan pun juga lebih cepat,” ujarnya. Berdasarkan Kajian Sistem E-Vote UI 2014 yang disusun oleh tim kajian Pemira Computer Science (CS) UI 2014 dan Pemilihan Umum (Pemilu) Fakultas Hukum UI 2014, sistem pemungutan suara yang digagas oleh Gladdy Guardhin, salah satu dosen Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) beserta timnya tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sebagai contoh, bila mengacu pada kajian tersebut, asas langsung dalam proses pemungutan suara berbasis E-vote diwakili oleh adanya sistem verifikasi biometrik, yaitu verifikasi foto yang terpampang berdasarkan Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) dengan wajah pemilih yang datang. Pemilih juga diharuskan login mengunakan password Sistem Akademik Next Generation (SIAK NG), sehingga sifatnya sangat personal dan tidak boleh diwakilkan. Kajian Pemira CS UI dan Pemilu FH UI juga menjelaskan bahwa asas umum dalam Pemira IKM UI berarti pemilihan tersebut dapat diikuti
14
“
...rektorat menyiapkan dana untuk Pemira IKM UI berkisar Rp60 dampai dengan Rp70 juta. “
seluruh warga UI yang sudah memiliki hak menggunakan suara, sedangkan asas bebas, berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Kajian itu juga memaparkan bahwa asas rahasia dalam Pemira IKM UI lebih menekankan pada suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia atau hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Menurut kajian yang diterbitkan pada (16/11) tahun 2014 tersebut, sistem E-vote sudah memfasilitasi hal yang sama seperti sistem pemungutan suara konvensional. Untuk mengecek apakah suara pemilih benar-benar telah masuk dan diterima server, pemilih dapat membuka webmail UI yang telah terintegrasi dengan akun SIAK. Bahkan, suara yang ada pun sudah dienkripsi untuk menjaga kerahasiaan suara jika ada yang mencoba mengintip pilihan pemilih. Sedangkan untuk asas jujur dan adil, kajian itu mengeklaim bahwa kejujuran dan keadilan merupakan murni komitmen dari panitia penyelenggara Pemira IKM UI, terlepas dari apapun sistem yang dipakai. Menurut Syaukat Rafifidhiya, Ketua Pelaksana Pemira IKM UI 2015, E-vote merupakan teknologi pemungutan suara yang aman. “E-vote itu salah satu teknologi untuk memudahkan kehidupan, E-vote lebih aman (daripada konvensional—red) karena faktor orangnya lebih minim,” ujarnya.
Warta Pemira | I / desember 2015
LIPUTAN KHUSUS Mahasiswa Fakultas Teknik angkatan 2012 tersebut lantas menambahkan, “Kalau sistem konvensional, kotak suara dijaga oleh beberapa orang, butuh orang yang lebih banyak, menurut kami (Panitia Pemira IKM UI 2015—red), orang bisa diintimidasi, dikasih insentif, maka dari itu voting dialihkan ke sistem yang lebih secure dan tidak bisa diintervensi,” ujarnya.
Beberapa Fakultas Menganggap E-vote Belum Sempurna Terlepas dari efisiensi yang ditawarkan oleh sistem E-vote, masih ada permasalahan dalam penerapan sistem tersebut yang mencuat dan berhasil ditangkap oleh publik, salah satunya terjadi pada Pemira IKM UI tahun 2013. Saat itu, di hari pertama pelaksanaan Pemira, Senin (2/12), sekelompok mahasiswa melaporkan adanya suara pemilih yang tidak terekam di dalam sistem E-vote. Seperti yang dijelaskan oleh Catur Alfath, Ketua DPM UI 2015, “Dulu (saat Pemira UI 2013—red) itu pernah ada simulasi (penggunaan E-vote—red), namun pas hari-H mode simulasinya belum diganti, jadi suaranya gak terekam,” ujarnya. Permasalahan yang muncul dari pelaksanaan sistem E-vote tersebut, menurut Ardan, sempat menjatuhkan kepercayaan publik, “Sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi panitia (Pemira IKM UI 2014—red) untuk mengembalikan kepercayaan publik agar tetap menggunakan E-vote pada tahun 2014,” paparnya.
Warta Pemira | I / desember 2015
Perlu diketahui bahwa pada Pemira IKM UI tahun 2014, ada beberapa fakultas yang tidak bersedia menggunakan E-vote, seperti Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan Program Vokasi. Bahkan, pada Pemira IKM UI tahun 2015 ini, fakultas-fakultas itu juga kembali berpaling dari sistem E-vote yang digagas pertama kali oleh salah satu dosen Fasilkom UI tersebut. Menurut M. Trishadi Pratama selaku Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB 2015, fakultas tempat ia mengenyam pendidikan selama ini tidak menggunakan E-vote karena ketidaksiapan fasilitas maupun sistem E-vote itu sendiri. “Kesiapan kondisi wifi di setiap fakultas yang berbeda akan mematikan E-vote. Sistem perangkat (E-vote—red) belum siap, kenapa masih dipertahankan? Apalagi, ada rumor kepentingan tertentu, selain itu, sistem gampang diobrak-abrik,” ungkapnya. Mahasiswa yang kini duduk di tingkat akhir tersebut juga menambahkan, “Di FIB nggak mau E-vote, jadi kami pakai konvensional, nggak mau memilih dengan demokrasi yang semu,” katanya. Menurut Tama, sistem konvensional lebih bisa diaudit daripada E-vote. “Seenggaknya konvensional (sistem—red) kan bisa dilihat kesalahannya gimana dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Tama. Bila mempertanyakan perkara demokrasi, Raden Fajar selaku Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FISIP 2015 turut mengutarakan
15
LIPUTAN KHUSUS pendapatnya. Menurut Fajar, suasana demokrasi di fakultasnya lebih mengena ketika menggunakan pemungutan suara dengan sistem konvensional. Selain itu, sarana dan prasarana di FISIP belum mendukung untuk menggunakan sistem E-vote. Fajar juga menambahkan, berbagai isu soal “kebocoran” sistem E-vote juga menjadi salah satu alasan mengapa FISIP masih menggunakan kertas dalam proses pemungutan suara. “Itu (isu mengenai kebocoran sistem E-vote—red) menjadi faktor pendukung keresahan warga (mahasiswa—red) FISIP ke E-vote (sistem—red),” ujarnya. Berbeda dengan FIB dan FISIP yang memilih menggunakan sistem konvensional dengan menggunakan kertas, di FMIPA dan Program Vokasi, Panitia Pemira IKM fakultas mempunyai sistem pemungutan suara yang mereka kembangkan sendiri. Menurut Mega Silvia Putri, Ketua Pelaksana Pemira Vokasi, sumber daya manusia di Vokasi sudah bisa mengembangkan sistem pemungutan suara berbasis elektronik secara mandiri, sehingga mereka tidak perlu mengikuti sistem E-vote yang digunakan oleh Panitia Pemira IKM UI. “E-vote Vokasi (Panitia Pemira Vokasi—red) misah dengan E-vote UI (Panitia Pemira IKM UI—red). Di Vokasi, ada jurusan Akuntansi dengan peminatan Teknologi Sistem Informasi, jadi di situ mahasiswa diajari bahasa pemrograman juga,” ujarnya. Di FMIPA, sistem pemungutan suara yang
dikembangkan dikenal sebagai Sistem Kendali Surat Suara. Regi Kusumaatmadja selaku Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FMIPA menjelaskan bahwa sebenarnya pelaksanaan Pemira IKM FMIPA sendiri bukan murni manual sebagaimana yang ada di benak sebagian pihak, “Pemira IKM FMIPA memberikan security yang integrated di setiap surat suaranya sehingga surat suara terjamin,” tutur Regi. Melalui wawancara dengan reporter Warta Pemira, Regi memaparkan alasan mengapa FMIPA memilih tidak menggunakan E-vote. “Berdasarkan saran dan masukan beberapa komponen, yaitu beberapa mahasiswa dan dosen di FMIPA, sistem E-vote saat ini perlu di-upgrad menjadi lebih baik dan terjamin,” tuturnya. Selain itu Regi juga menambahkan, “Kelebihan E-vote adalah cost yang dikeluarkan lebih affordable dan punya nilai tambah dari segi penggunaan materiil kertas. Akan tetapi, jika sistem E-vote masih ditemukan beberapa hal yang membuat beberapa pihak bertanyatanya, kami takut esensi dari Pemira itu sendiri dipertanyakan,” pungkasnya. Kerentanan Sistem E-vote Bila mengacu pada Kajian E-vote UI 2014, sistem E-vote dianggap aman karena memiliki print audit dari seluruh suara yang masuk. Seluruh suara akan tercetak melalui satu printer yang berada di Pusat Kegiatan Mahasiswa
Menurut Fajar, suasana demokrasi di fakultasnya lebih mengena ketika menggunakan pemungutan suara dengan sistem konvensional.
16
Warta Pemira | I / desember 2015
LIPUTAN KHUSUS (Pusgiwa). Hal itu selaras dengan apa yang diungkapkan oleh M. Prakash Divy, Ketua Pelaksana Pemira Fasilkom 2014, “Setiap suara yang masuk akan di-print, ada sumber audit di Pusgiwa. Tahun lalu ada (printer audit—red) tapi (kebanyakan mahasiswa UI—red) nggak ada yang tahu,” ungkapnya. Menurut Prakash, suara yang tercatat dalam kertas tersebut dapat menjadi data audit. “Tiap ada suara masuk, diprint, jadi ketahuan berapa suara yang masuk. Sistem memang bisa diubah-ubah orang, namun kita nggak akan bisa mengubah hasil yang sudah tercatat,” paparnya. Keberadaan printer audit tersebut juga dibenarkan oleh Malikussaid, Ketua Pelaksana Pemira FMIPA 2015 yang tahun lalu sempat berkecimpung dalam operasional sistem E-vote. “Tahun lalu saya sangat terlibat dalam E-vote. Printer-nya nggak besar. Printer dot matriks biasa kok kayak yang dipakai di kasir-kasir,” ungkapnya. Namun, menurut Said, printer yang digunakan untuk sarana audit tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik. “Awalnya sempat dicoba, cuman gini, pada jam-jam sibuk, kecepatan yang suara masuk lebih dari kecepatan nyetak, akhirnya printer-nya error. Lalu dia berhenti nyetak sendiri,” papar Said. Menurut Said, tidak semua suara berhasil tercetak oleh printer tersebut. “Setelah printer berhenti, harus restart lagi, menjelang makan siang dan jam-jam sore. Akhirnya, kita (mahasiswa yang bertugas mengoperasionalkan E-vote—red) membuat estimasi bahwa ternyata hanya sekitar empat persen yang masuk ke sistem (dapat tercetak—red),” ujarnya. Said Warta Pemira | I / desember 2015
menambahkan, agar proses audit berjalan dengan baik, “Kalau niat belilah printer laser, jangan dot matriks,” tuturnya. Perihal audit dalam sistem E-vote, berdasarkan keterangan dari PJ E-vote Pemira IKM UI 2015, Dennis Pratama Kamah, tahun ini, tidak ada sistem audit cetak seperti yang dilaksanakan tahun lalu. Audit tersebut masih belum bisa dijalankan karena kendala dana dan keterbatasan waktu. Mahasiswa Ilmu Komputer angkatan 2013 itu juga memaparkan bahwa bila audit dalam sistem E-vote direalisasikan, perlu ada pihak independen untuk mengetes apakah sistem tersebut aman atau tidak. “Ya mau tidak mau tidak ada audit karena beberapa jadwal (Pemira IKM UI—red) sudah molor dari yang semestinya, belum lagi, biaya untuk audit itu relatif agak besar,” ungkapnya. Terkait permasalahan audit, Rafli Fadhilah selaku Ketua Komite Pengawas (KP) Pemira IKM UI 2015 mengungkapkan kesulitannya, “Salah satu keunggulan yang tidak dimiliki E-vote dibandingkan konvensional, salah satunya adalah masalah audit. Ini ada hubungannya terkait dengan apabila ada sengketa hasil ( jumlah suara Pemira IKM UI—red) di Mahkamah Mahasiswa UI,” kata Rafli. Selain pertimbangan audit, sistem E-vote juga dinilai kurang bisa transparan karena para mahasiswa yang mengoperasionalkan E-vote biasanya tidak dipublikasikan. Prakash menganggap hal itu untuk mencegah adanya intervensi dari berbagai pihak. “Tim takut karena terornya banyak. Kalau orang-orang
17
LIPUTAN KHUSUS di belakang sistem dipublikasikan, kasian juga orangnya, diteror salahnya, malas juga disalahsalahkan,” ujarnya. Prakash menambahkan, “E-vote pengembangannya sudah lama, makin ke sini makin bisa ditanggulangi, kalau orangorang di balik sistem E-vote dipublikasikan, malah justru takutnya disusupin kepentingan tertentu, menangin golongan tertentu misalnya,” papar Prakash. Berbeda dengan Prakash, Laeli Atik, mahasiswi FMIPA yang pernah menjabat sebagai Ketua Pelaksana Pemira IKM UI 2014 tersebut mengutarakan bahwa seharusnya, pihak-pihak yang ada di belakang sistem E-vote harus turut dipublikasikan. “Orang yang memegang E-vote harus dipiblikasikan. Publik harus tahu, bahkan harus disumpah. Kalau ada kesalahan di sistem, harus ada yang bertanggung jawab atau disalahkan,” tutur Laeli. Salah satu mahasiswi Program Studi Geografi tersebut menambahkan, “Kertas itu lebih aman, kan ada saksinya, calon punya saksi di tiap fakultas dan ngejagain bahkan sampai tidur di kotak suara TPS fakultas. Kalau E-votekita bisa tahu yang ngejagain dari mana, kita nggak tahu”, paparnya. Imbas Sulitnya Pemungutan Suara
Integrasi
Sistem
Sulitnya integrasi antara Pemira IKM UI dengan Pemira IKM di beberapa fakultas menyebabkan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk Pemira IKM UI di fakultasfakultas yang tidak menggunakan E-vote tidak
18
proporsional jika dibandingkan dengan fakultas yang menggunakan sistem pemungutan suara berbasis E-vote. Jumlah TPS tersebut tergantung kebijakan tiap-tiap fakultas. Di fakultas yang tidak menerapkan sistem E-vote, umumnya hanya ada satu TPS yang dibuka oleh Panitia Pemira IKM UI. Andi Aulia Rahman, Ketua BEM UI 2014 berpendapat bahwa akar permasalahan dari Pemira IKM UI adalah adanya sistem dan waktu pemungutan suara yang belum terintegrasi. “Ada beberapa fakultas yang tidak mengintegrasikan sistem, tanggal, dan cara memilih. Dari mulai Pemira IKM UI sampai Pemira IKM himpunan belum bisa selaras. Tiga tahun selalu gagal,” ungkap Andi. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Ardan, sebenarnya ada perjanjian tidak tertulis antara Pemira IKM UI dan Pemira IKM fakultas. “Dulu ketika ada resistensi (terhadap penggunaan E-vote—red), Laeli, Ketua Pelaksana Pemira IKM UI 2014, pada saat bidding sempat mengusulkan jumlah TPS sesuai dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap—red) mahasiswa di situ (di fakultas-fakultas—red). Namun, (E-vote—red) dirasa tidak sesuai dengan kultur perfakultas,” terangnya. Menurut Ardan, Panitia Pemira IKM UI sendiri tidak sanggup membuka lebih dari satu TPS di fakultas-fakultas yang tidak mau menggunakan E-vote sebagai sistem pemungutan suara. ”Dari 2011 pun panitia Pemira IKM UI nggak sanggup mengirimkan banyak TPS (ke fakultas-fakultas yang tidak mau integrasi—red),” paparnya. Warta Pemira | I / desember 2015
LIPUTAN KHUSUS Menanggapi hal itu, Syaukat Rafifidhiya selaku Ketua Pelaksana Pemira IKM UI 2015 berujar, “Kalau fakultas tidak pakai E-Vote, kami (Panitia Pemira IKM UI—red) akan buka stand E-Vote sendiri untuk standarisasi,” tuturnya. Syaukat juga mengungkapkan bahwa panitia Pemira IKM UI tidak mengintervensi panitia fakultas dalam menentukan jumlah komputer yang disediakan di setiap TPS. “Panitia Pemira IKM fakultas bertanggung-jawab ke fakultas, sesuai kebutuhan mau menyediakan berapa komputer, terserah, panitia Pemira IKM UI tidak bisa mengintervensi fakultas,” paparnya. Menurut Ardan, sejak tahun 2012, terdapat solusi lain untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan adanya penanggung jawab fakultas sebagai perpanjangan tangan dari Pemira IKM UI. “Namun, status mereka memang bukanlah menjadi panitia, melainkan hanya membantu mengkoordinasi saja,” ujar Penanggung Jawab E-vote 2014 yang sempat menjadi mahasiswa FT UI 2011 tersebut Menanggapi adanya beberapa fakultas yang tidak menggunakan E-vote, Regi Kusumaatmadja selaku Ketua DPM FMIPA memberi komentar. “Sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu antara Pemira IKM fakultas bersangkutan dengan
“
“Ada beberapa fakultas yang tidak mengintegrasikan sistem, tanggal, dan cara memilih. Dari mulai Pemira IKM UI sampai Pemira IKM himpunan belum bisa selaras.
Warta Pemira | I / desember 2015
Pemira IKM UI. Manakah jalan terbaik. Jika berkaca dari kasus ini, sebaiknya ego salah satu ditahan,” ujarnya. Menurut Regi, hal tersebut dilakukan untuk menghindari kerugian, “Yaitu kerugian calon di kelembagaan tingkat UI yang merasa suara yang didapat belum maksimal karena hanya disediakan fasilitas yang sedikit dan tidak mengakomodasi. Selain itu, untuk menghindari ketidakjelasan dan merusak animo pemilih di fakultas tersebut,” papar Regi. Perlu dicermati bahwa pada Pemira IKM UI tahun ini, panitia Pemira IKM UI mengeluarkan kebijakan masa perpanjangan pemungutan suara di beberapa TPS seperti di FIB, fakultas kedokteran (FK) gedung Salemba dan Rumpun Ilmu Kesehatan, FISIP, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), dan Fakultas Psikologi, sehingga penghitungan suara akan dilaksanakan pada (10/12). Hal itu dilakukan karena terdapat masalah dalam hal perizinan yang menyebabkan tidak dibukanya TPS E-vote di beberapa fakultas pada masa pemungutan suara. Terkait dengan hal perbedaan penggunaan sistem pemungutan suara, Ardan kembali angkat bicara. “Tugas panitia Pemira IKM UI untuk meyakinkan panitia Pemira IKM fakultas,” ungkapnya. Menurut Ardan, perlu adanya koordinasi antara Pemira IKM UI dan Pemira IKM fakultas. “Di IKM UI juga tidak diatur dengan jelas mengenai Pemira IKM UI dan Pemira IKM fakultas, jadi ya kita (Pemira IKM UI dan Pemira IKM fakultas—red) perlu bekerja sama. Bukan berarti Pemira IKM UI lebih tinggi dari fakultas. Ini forumnya koordinasi,” tambah Ardan. (FNP)
19
INFOGRAFIS
verifikasi
masuk
token
SIAK
Pemilih memverifikasi data diri (NPM dan otentifikasi foto) di stan pengambilan token
Pemilih mendapatkan token (sandi untuk memberikan suara)
laman pemilihan memilih calon
Setelah masuk, akan muncul laman pemilihan yagn berisi sesi pemilihan yang sesuai dengan pemilih
Pemilih memilih calon yang akan dipilih
Di TPS, pemilih masuk dengan token dan akun SIAK
validasi
Email berisi alamat validasi akan dikirim ke pemilih. Pemilih juga berhak mendapatkan audit jika dibutuhkan
Sumber : Kajian Sistem E-Vote 2014 oleh Tim Kajian Pemira CS UI 2014 dan Pemilu FH UI 2014 Riset
20
: Lilik Mudloyati C.
Desain
: Prita Permatadinata
Warta Pemira | I / desember 2015
INFOGRAFIS
Sumber: Tim Litbang Suma UI
Warta Pemira | I / desember 2015
Desain: Dwi Riza Kurnia, Prita Permatadinata
21
LIPUTAN KHUSUS
sengketa multitafsir uu Oleh: Frista Nanda Pratiwi
B
erbagai tafsiran mengenai Pasal 16 dan 17 yang terkandung dalam Undang-undang Ikatan Keluarga Mahasiswa (UU IKM) No. 2 tentang Pemilihan Paya (Pemira) Pasangan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Anggota Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA UM), dan Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UI yang diterbitkan pada (21/8) menuai polemik dalam Pemira Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) UI 2015. Multitafsir terhadap pasal tersebut menyebabkan adanya tarikmenarik pendapat antarsivitas IKM UI soal perlu atau tidaknya perpanjangan pendaftaran Calon Anggota MWA UI UM.
Pada UU IKM UI 2015 No. 2 Pasal 17 ayat (1)
disebutkan bahwa jika hanya terdapat satu Peserta Pemira IKM UI Calon Anggota MWA UI UM yang telah mendaftar, maka Panitia Pemira menetapkan perpanjangan masa pendaftaran Peserta Pemira Calon Anggota MWA UI UM paling lambat 14 hari. Karena hanya ada satu Peserta Pemira Calon MWA UI UM yang lolos verifikasi, Panitia Pemira IKM UI lantas mengumumkan masa perpanjangan pendaftaran Calon Peserta Pemira IKM UI pada Minggu (25/10). Keputusan Panitia Pemira IKM UI tersebut senada dengan pendapat Andi Aulia Rahman, Mahasiswa Fakultas Hukum UI yang juga menjabat sebagai Ketua BEM UI 2015. Menurut argumen Andi, perpanjangan pendaftaran bagi calon peserta MWA UI UM justru harus dilakukan. “Mencermati
22
keadaan yang terjadi saat ini, dimana yang telah mendaftar Pemira MWA UI UM adalah dua orang dan yang lolos sebagai Peserta Pemira adalah satu orang, maka berdasarkan Pasal 17 ayat (1), haruslah dilakukan perpanjangan pendaftaran,” pungkasnya. Perpanjangan masa pendaftaran bagi Calon Anggota MWA UI UM oleh Panitia Pemira IKM UI tersebut tidak serta-merta diterima oleh semua kalangan publik. Berbagai surat tuntutan yang ditujukan pada Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan Panitia Pemira IKM UI kemudian bertebaran di akun-akun media sosial daring, sesaat setelah panitia Pemira UI mengeluarkan Surat Keputusan terkait masa perpanjangan pendaftaran Calon Anggota MWA UI UM. Salah satu Peserta Pemira IKM UI Calon Anggota MWA UI UM yng merasa kecewa dengan ketidakjelasan penafsiran UU IKM UI No. 2 terse-
but adalah Denny Yusuf. Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer tahun 2012 itu menulis di akun Line pribadinya dengan nama pengguna “Denny yusuf” pada (5/11), “Kekecewaan saya muncul dalam proses berjalannya Pemira ini, yang disebabkan tidak adanya kejelasan atas undang-undang yang berlaku, membuat saya tidak dapat berpartisipasi dalam kontestasi Pemira IKM UI,” paparnya. Komentar lain terkait multitafsir UU IKM UI No. 2 tersebut datang dari Tim Kuasa Hukum Fadel Muhammad, Peserta Pemira IKM UI Calon Anggota MWA UI UM yang lolos verfikasi. Mereka melakukan penafsiran terhadap Pasal 16 ayat (1) UU IKM UI No.
Warta Pemira | I / desember 2015
LIPUTAN KHUSUS
ikm ui berdampak pemira 2 Tahun 2015 yang memaparkan bahwa jika tidak ada Peserta Pemira Calon Anggota MWA UI UM yang lolos verifikasi, maka Panitia Pemira menetapkan perpanjangan masa pendaftaran Peserta Pemira calon Anggota MWA UI UM paling lama 14 hari. Berdasarkan penafsiran atas pasal tersebut, menurut Tim Kuasa Hukum Fadel, kebijakan panitia Pemira IKM UI untuk memperpanjang pendaftaran Peserta Pemira IKM UI Calon MWA UI UM setelah verifikasi merupakan perbuatan melawan hukum. Selain menyampaikan hal itu, mereka juga melaporkan hasil temuannya ke Komite Pengawas (KP) Pemira IKM UI.
Berbagai perdebatan terkait dengan multitafsir UU tersebut kemudian disusul dengan hadirnya Surat Keputusan (SK) KP Pemira IKM UI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tindak Lanjut Terkait Dugaan Pelanggaran UU IKM UI No.2 Tahun 2015 yang dilakukan oleh Panitia Pemira IKM UI mengenai Perpanjangan Pendaftaran MWA UI UM pada Selasa (27/10). Surat tersebut menyatakan bahwa perbuatan Panitia Pemira IKM UI melanggar hukum serta memerintahkan Steering Committee (SC) Pemira IKM UI untuk mencabut keberlakuan Keputusan Panitia Pemira IKM UI terkait perpanjangan masa pendaftaran terutama untuk pendaftaran MWA UI UM. Setelah menerima dan memeriksa surat keputusan tersebut, DPM UI melalui sidang anggota menetapkan dua hal, yaitu (1) menolak rekomendasi KP Pemira IKM UI karena adanya kesalahan
Warta Pemira | I / desember 2015
prosedural dalam proses menindaklanjutan dugaan pelanggaran, (2) melalui wewenang SC, memerintahkan Panitia Pemira IKM UI untuk memberhentikan sementara proses Pemira IKM UI untuk Calon MWA UI UM sampai pada (30/10) demi terjadinya kepastian hukum. Berkaitan dengan Keputusan DPM UI Nomor 13 Tahun 2015 tersebut, pada Kamis (29/10), panitia Pemira IKM UI 2015 menyatakan bahwa untuk sementara proses pengambilan dan pengembalian berkas untuk Calon MWA UI UM diberhentikan. Kepastian hukum terhadap nasib perpenjangan pendaftaran Calon MWA UI UM kemudian menemukan titik terang setelah pada (30/10) DPM UI mengeluarkan SK Nomor 21/DPM UI/X/2015 dan Nomor 22/DPM UI/X/2015 yang intinya menerima
rekomendasi KP Pemira UI yang terdapat dalam SK KP Pemira Nomor 2 dan 3 Tahun 2015. Berdasarkan keputusan tersebut, perpanjangan pendaftaran calon peserta MWA UI UM resmi dibatalkan, sehingga hanya ada satu Peserta Pemira Calon MWA UI UM yang lolos verifikasi, yaitu Fadel Muhammad. Pada akhirnya, ada delapan mahasiswa yang turut beradu di Pemira IKM UI. Mereka adalah Arya Ardiansyah dan Moch. Abdul Majid untuk pasangan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI, serta Fadel Muhammad sebagai Calon MWA UI UM. Selain itu, kursi Calon Anggota Independen DPM UI
diperebutkan oleh Abiir Mahmudi Ismail, Siti Kholilah Alawiyah A.S. M. Wildan Shalli R., Dimas Agus Putra Hardijanto, dan Adlul Hamidi Zalnur.
23
INFOGRAFIS
jajak pendapat
Partisipasi Mahasiswa Terhadap
Pemira UI
apakah di pemira tahun lalu anda menggunakan hak suara untuk memilih bem ui?
Karena merasa kenal dan dekat dengan calon (misalnya karena hubungan kekerabatan, teman satu fakultas, dan berbagai ikatan emosional lainnya)
20,2%
Coba-coba, tertarik, dan penasaran dengan sistem pemungutan suara (e-vote)
Tidak kenal calon dan tidak tau peran mereka
40,8%
1,4%
Merasa diuntungkan (karena ada bagi-bagi es krim gratis misalnya)
2,9%
Percaya bahwa Pemira itu penting dan punya dampak signifikan
73%
24
Tempat pemungutan suara tidak strategis
5,6%
Menganggap Pemira tidak penting (tidak paham akan manfaatnya) Ada kesibukan lain Malas karena harus mengantri 36,6%
15,5%
1,4%
Warta Pemira | I / desember 2015
INFOGRAFIS
apakah di pemira 2016 anda akan menggunakan hak suara untuk memilih para calon ketua lembaga kemahasiswaan?
Tidak kenal dengan calon dan peran mereka dan tidak merasakan urgensi dari Pemira
Karena merasa kenal dan dekat dengan calon
6,3%
52,8%
Coba-coba, tertarik, dan penasaran dengan sistem pemungutan suara
Calon berasal dari golongan yang tidak disukai
3,8%
10,3%
Karena calon tunggal jadi merasa sudah jelas siapa yang akan terpilih
Menganggap Pemira tidak penting (tidak paham akan manfaatnya)
5,7%
32%
Penasaran dengan hasil Pemira
11,9%
Percaya bahwa Pemira itu penting dan punya dampak signifikan bagi sivitas UI
71,4%
Buang-buang waktu, sudah ada agenda lain
Menganggap Pemira tidak penting (tidak paham akan manfaatnya)
5,7%
5,7%
Hal apa yang paling penting untuk diperbaiki dari Pemira tahun lalu? Tidak tahu 12,1%
Mekanisme 11,6%
Sumber: Tim Litbang Suma UI Desain: Mezahyang Reno, Dwi Riza Kurnia, Prita Permatadinata
Publikasi 37%
Transparansi 39,3%
Warta Pemira | I / desember 2015
25
OPINI
apakah masa kejayaan mahasiswa Sudah Berlalu? Penulis
Ni Gusti Made Anggreni Nur Hadi, mahasiswi FK UI 2012., Ketua Pemira FKUI 2013, Wakil Ketua Umum BEM IKM FKUI 2015
“Kamu
harus terus kuat De, kamu harus sadar bahwa peran kamu sebagai ketua Pemira FKUI 2013 ini sangat penting, ketika proses yang kamu pimpin ini berjalan dengan cacat, yang akan terkena dampak adalah BEM tahun depan. Coba bayangkan, ketika proses PEMIRA ini tidak berhasil mewadahi seluruh mahasiswa FKUI untuk mengenal calon ketua dan wakil ketua mereka, calon pemimpin mereka, bagaimana bisa mereka percaya kepada BEM,” demikianlah cuplikan cerita Bang Ridho, ketua Senat Mahasiswa Ikatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (SM IKM FKUI, sebelum namanya berubah menjadi BEM IKM FKUI), alumni mahasiswa FKUI angkatan 2003, yang saat ini sedang menempuh pendidikan spesialis di Departemen Ilmu Penyakit Dalam (IPD), FKUI-RSCM. Cerita tersebut disampaikan kepada saya saat masih duduk di tingkat II, saat sedang menjabat sebagai ketua Pemira FKUI 2013. “Apakah kamu mau kejayaan mahasiswa berakhir, kejayaan BEM sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa berakhir?” Proses Pemilihan Raya (Pemira) adalah sebuah proses suksesi yang sakral dan bertujuan untuk memfasilitasi seluruh mahasiswa, baik di tingkat fakultas maupun di tingkat universitas dalam mengenal calon pemimpin mereka. Definisi tersebut saya rumuskan dari pengalaman saya menjadi ketua Pemira FKUI 2013 dan Wakil Ketua Umum BEM IKM FKUI 2015. Kata “memfasilitasi” dapat diinterpretasikan secara berbeda-beda, apakah hanya sebatas menyediakan waktu dan tempat bagi para calon pemimpin untuk memperkenalkan diri, atau berusaha semaksimal
26
mungkin untuk menyediakan waktu, tempat, dan menjadi pendengar (yang berarti adalah mahasiswa) bagi para calon? Seiring dengan perkembangan zaman, interpretasi “memfasilitasi” tersebut akan semakin terlihat, Pemira yang sekedar menggugurkan kewajiban, atau Pemira yang benar-benar ingin “memfasilitasi” mahasiswa di tingkat fakultas dan universitas untuk mengenal calon pemimpin mereka. Saya ingin membagikan pengalaman dan sudut pandang yang mudah-mudahan bisa menjelaskan perbedaan interpretasi “memfasilitasi” yang
dijalankan oleh Pemira. Masa Pemilihan Raya adalah masa bagi para calon pemimpin untuk meningkatkan kualitas diri dalam waktu singkat, sekaligus juga merupakan masa bagi para mahasiswa untuk melihat “sisi kepemimpinan” dari para calon pemimpin dan bagaimana calon pemimpin tersebut terus berkembang di tengah tekanan yang ada. Masa Pemilihan Raya adalah masa bagi para mahasiswa untuk lebih mengenal “sisi kepemimpinan” para calon pemimpin, baik dari segi karakter, kemampuan, maupun ide, serta untuk memutuskan, apakah memang mereka ingin dipimpin oleh calon pemimpin tersebut. Apakah yang akan terjadi ketika mahasiswa tidak bisa mengenal calon pemimpinnya? Banyak, bisa jadi, mahasiswa tersebut menjadi apatis, tidak peduli dengan apapun yang akan dilakukan oleh calon pemimpin tersebut nantinya. “Ah, untuk apa, mengenal dia saja tidak, apalagi mau dipimpin oleh dia.” Bisa jadi pula mahasiswa tersebut mengajak mahasiswa lainnya untuk bersikap apatis juga dan mengajak adik kelasnya nanti untuk melakukan hal yang sama. “Sudahlah Dek, tidak usah kamu urus
Warta Pemira | I / desember 2015
OPINI Pemira ini, isinya hanya formalitas, dulu juga saya tidak bisa mengenal calon pemimpin saya.” Seiring dengan perkembangan zaman dan karakter, interpretasi “memfasilitasi” akan terus berkembang. Seiring dengan perbedaan generasi yang ada, interpretasi “memfasilitasi” semakin menuntut kreativitas. Seiring dengan semakin beragamnya media dan potensi mahasiswa, interpretasi “memfasilitasi” harus semakin kekinian. Di fakultas saya sendiri, interpretasi “memfasiliitasi” yang saya lakukan selama menjadi ketua Pemira dan yang saya harapkan selama menjadi peserta Pemira adalah: • Memaksimalkan fungsi calon pemimpin dalam memperkenalkan dirinya ke mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan peraturan yang jelas, baik peraturan tentang pelaksanaan roadshow, pendaftaran, kampanye (media dan lisan), pengambilan suara, dan peraturan lainnya, dan mekanisme pengawasan terhadap pelanggaran peraturan serta mekanisme sidang. Selain peraturan yang jelas, dibutuhkan juga peraturan yang dapat memaksimalkan tim sukses para calon pemimpin, seperti peraturan pengesahan media kampanye, amati dan ikutilah dinamika media yang kekinian. Hal ini juga dapat dilakukan dengan memberikan timeline yang “bersahabat” (tidak dadakan) dan jelas, serta memberikan kinerja panitia terbaik di dalam menyelenggarakan seluruh rangkaian acara di Pemira. Tunjukkanlah profesionalitas panitia Pemira. • Memaksimalkan publikasi dan daya tarik Pemira ke seluruh mahasiswa, karena publikasi dan daya tarik inilah yang akan menentukan jumlah pendengar atau jumlah mahasiswa yang hadir di seluruh rangkaian acara Pemira. Ikutilah dinamika media yang digunakan oleh mahasiswa untuk bisa memaksimalkan publikasi dan daya tarik Pemira, tunjukkan kepada para mahasiswa bahwa Pemira
Warta Pemira | I / desember 2015
ada untuk memperkenalkan calon pemimpin kepada mereka. Waktu menjadi ketua Pemira FKUI 2013, saya mengajak para Penanggung Jawab komisi dan teman-teman panitia Pemira untuk membuat “Bom BBM” dan mengajak seluruh mahasiswa FKUI secara personal untuk hadir di seluruh rangkaian acara Pemira, membuat maskot selucu dan semenarik mungkin, membuat spanduk berukuran besar, membagikan flyer di setiap ruang kuliah, membuat penuansaan di setiap tempat mahasiswa ‘nongkrong’, dan membuat kaos. Saya yakin, lebih banyak hal yang seharusnya bisa dilakukan oleh panitia Pemira sekarang untuk memaksimalkan publikasi dan daya tarik Pemira dan calon pemimpin yang diperkenalkan. • Memaksimalkan kinerja dan profesionalitas panitia Pemira. Untuk hal ini, saya yakin setiap fakultas dan universitas memiliki standar yang beragam, sebagai contoh, di fakultas saya, kinerja dan profesionalitas ini dapat ditunjukkan dengan panitia yang tidak hadir terlambat di setiap rangkaian acara, perlengkapan dan konsumsi yang selalu tersedia di tempat pelaksanaan acara, publikasi yang keluar secara tidak mendadak, dan lain-lain. Sulit? Memang. Tetapi jika Pemira dan calon pemimpin berhasil bekerja sama untuk memaksimalkan fungsi “memfasilitasi”, mahasiswa tidak akan mengakhiri masa kejayaannya, mahasiswa bisa memilih dengan hati dan secara tepat karena berhasil mengenali calon pemimpinnya. Selain itu, untuk ke depannya, adik-adik kita pun dapat mencontoh kinerja dan profesionalitas Pemira, mendapatkan citra Pemira yang baik, dan caloncalon pemimpin pun tidak akan meragukan diri untuk mendaftar atau meragukan diri untuk memperkenalkan diri dengan maksimal. Mari kita sama-sama renungkan. Apakah panitia Pemira sekarang sudah menginterpretasikan fungsi “memfasilitasi” secara maksimal? Apakah panitia Pemira ingin terus melanjutkan kejayaan mahasiswa?
27
Gambaran Jumlah Pemilih pada Pemira IKM UI 2011-2014 DIbandingkan dengan Jumlah MAhasiswa Aktif UI Pemilih Pemira
Mahasiswa UI Aktif
201
1
12.611
±43.000
201
2
12.517
±43.000
3
11.528
±43.000
4
14.252
±43.000
201
201
Persentase Rata-rata Paritisipasi Mahasiwa dalam Pemira IKM UI 2011-2014
Sumber: Lilik Mudloyati, Tonggo Piona Nababan
Diagram di samping menunjukkan jumlah pemilih pada Pemira IKM UI selama empat tahun terakhir tidak pernah lebih dari 15.000 orang, dan tidak pernah mencapai setengah dari jumlah keseluruhan mahasiswa UI.
29,59% Desain: Prita Permatadinata
M E R U PA K A N P R O D U K D A R I