Edisi 11
- SUARA AKAR MAHASISWA-
asa Dalam kuasa POLITIK KAMPUS | LIPUTAN UTAMA | MERAWAT INGAT | OPINI
www.suarasikap.com
SALAM REDAKSI Salam Pers Mahasiswa, Salam Intelektual! Setelah enam bulan berselang, Buletin Sikap kembali hadir untuk para pembaca. Usai buletin tentang budaya independen yang terbit Oktober lalu, kini kami mengulas tentang politik kampus. Penanggung Jawab Dr. Subhan Afifi, M.Si. Pemimpin Umum Tiana Riski Editor Aqmarina Laili , M Leo Bisma, Dian Puspita Reporter Anindya Devi, Aqmarina Laili, Ayu Fitmanda, Azura Aulia, M Leo Bisma, Difa Arifin, Fajar Andrian, Faya Lusaka, Ganisha Puspitasari, Ida Nur, Karina Maharani. Laras Dika, Marcelina Mia, Melvindy Kuswanto, Muhammad Hasan, Nabila Roselini, Novella Candra, Rieka Yusuf, Dian Puspita, Tiana Riski, Fajar Isusilaningtyas, Umar Abdul. Desain dan Layout Nabila Roselini, Karina Maharani, Umar Abdul, Fajar Isusilaningtyas Percetakan & Distribusi M Leo Bisma, Ida Nur Email suarasikap@gmail.com Website www.suarasikap.com
Proses panjang produksi telah kami lalui. Mulai dari penentuan tema, liputan, hinga proses penulisan. Kami menyoroti perkembangan politik di kampus. Tidak sedikit informasi yang kami temukan terkait sejarah, partai, budaya, hingga isu-isu terkait di dalamnya. Akhir kata, kami berharap buletin edisi ini mampu memberikan informasi, memperluas wawasan, serta membuka sudut pandang baru bagi pembaca dalam dunia politik kampus. Semoga kehadiran buletin ini dapat membawa pembaca untuk lebih peduli serta kritis terhadap politik yang ada di kampus. Selamat membolakbalik halaman, dan selamat membaca.
Daftar isi 3 7
9 13 18 21 24
Politik Kampus Jelang Pemura: Antara regulasi dan praktek Editorial Partisipasi yang Sportif dalam Politik Kampus Liputan Utama Budaya Politik dan Partisipasi Mahasiswa di Fakultas Kampus UPN "Veteran" Yogyakarta Dalam Pemilihan Presiden Mahasiswa Liputan Utama Dibalik Kisruh Pemura 2018 yang Meninggalkan Banyak Pertanyaan Merawat Ingat Mengulik Sejarah Perpolitikan Kampus Kejuangan Politik Kampus Aksi Karya, Belajar Berpolitik di Kampus Opini Golongan Putih Bukan Tradisi Kita
Politik kampus
3 Di balik permasalahan itu terdapat regulasi yang dapat menjelaskan peristiwa yang sudah dan akan terjadi. Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) sebagai lembaga independen bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (Pemura). Dalam menjalankan kewajibannya, KPUM membuat regulasi. Mekanisme Pemura 2018/2019 secara lengkap tercantum dalam Peraturan KPUM KM UPN “Veteran” Yogyakarta yang terdiri dari 30 halaman. Peraturan itu bertanda tangan Ketua dan Sekretaris KPUM, Amir Wahyu Prabowo beserta Sektiana Uyun pada 20 November 2018. Seluruh agenda Pemura mulai dari pendaftaran bakal calon Presiden Mahasiswa hingga sengketa hasil yang dilakukan jika ada perdebatan mengenai hasil pemura, tertuang pada Peraturan KPUM KM UPN “Veteran” Yogyakarta. Panitia Pemilu Raya Mahasiswa (PPRM) dan Panitia Pengawas Pemilu Raya Mahasiswa (Panwaslu) juga turut berperan dalam penyelenggaran Pemura.
ilustrasi: Umar
JELANG PEMURA : ANTARA REGULASI DAN PRAKTEK
“P
emilihan Presma itu adalah hal yang sensitif. Banyak pihak yang berbeda pandangan,” jelas Andi Muyassar Hatta, mahasiwa Ekonomi Pembangunan 2016, yang sempat dicalonkan menjadi Presiden Mahasiswa. Memang, terjadi beberapa drama politik dalam persiapan Pemura yang isunya akan diadakan tahun ini. Dari mulai penolakan berkas salah satu pasangan calon hingga wacana pembubaran KPUM.
PPRM dibentuk langsung oleh KPUM untuk membantu jalannya kegiatan Pemura. Sedangkan Panwaslu dibentuk oleh Kementrian Dalam Negeri BEM KM UPN guna memantau dan mengawasi setiap tahapan Pemura. Dalam pemilihan Presiden Mahasiswa, bukan hanya anggota partai saja yang bisa mencalonkan diri. Calon independen pun dapat turut serta mengikuti kontestasi demokrasi ini. Tentunya dengan syarat yang sesuai berdasarkan regulasi pemilu oleh KPUM. Peraturan KPUM KM UPN “Veteran” Yogyakarta telah menjelaskan secara rinci alur pencalonan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa. Dari mulai syarat administratif, ketentuan kampanye, hingga waktu pelaksanaan Pemura.
www.suarasikap.com
4
Politik kampus Selain persyaratan administratif, banyak hal yang harus diperhatikan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebelum mengajukan diri. Syarat standar seperti telah menempuh 4 semester, tidak merangkap jabatan sebagai pengurus organisasi kemahasiswaan lain, memiliki IPK lebih dari 2,75, dan pengalaman organisasi minimal satu kali periode, wajib untuk dipatuhi. Terlebih, syarat yang banyak dipertanyakan akibat peristiwa yang belum lama terjadi, ‘‘tidak lulus sebelum masa jabatan’’. "Ditemui
pandangan tentang lembaga kemahasiswaan, serta program kerja seluruh paslon adalah materi yang akan didebatkan. Apabila semuanya terlaksana sesuai dengan regulasi, maka sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pemilu, Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa terpilih akan diumumkan selambat-lambatnya pada 8 Desember 2018 atau dua hari setelah diadakannya Pemura. Dibalik Layar Pemura Jelang Pemura 2018, ditemui kejanggalankejanggalan saat proses pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Hal ini membuat Pemura belum terlaksana hingga sekarang. Padahal semestinya periode baru harus segera dimulai.
Setelah pasangan calon kejanggalanPresiden dan Wakil Presiden kejanggalan saat menyetujui syarat-syarat proses pendaftaran yang diajukan KPUM, Calon Presiden mereka wajib mendaftar dan dan Wakil Presiden mengembalikan formulir Mahasiswa Hal ini beserta berkas yang telah membuat Pemura ditentukan. Dalam Peraturan belum terlaksana KPUM, waktu penyerahan hingga sekarang. Reporter SIKAP mencoba berkas dijelaskan dengan Padahal semestinya menghubungi pihak KPUM sangat terperinci. Pada 21 lama untuk memperoleh – 26 November 2018, para periode baru harus keterangan dan informasi, pasangan calon diberi waktu segera dimulai" namun tidak menghasilkan untuk melakukan pendaftaran. apapun sehingga kami mencari Kemudian melakukan verifikasi tahap uji pada 27 November 2018. klarifikasi melalui Panitia Pengawas Pemilu Hasil verifikasi diumumkan di hari yang (Panwaslu). Kami berhasil menemui Ketua sama. Akan tetapi, dalam tata cara verifikasi, Panwaslu 2018, Abyan Muzaky. Mahasiswa dijelaskan bahwa apabila berkas pasangan Teknik Pertambangan ini menceritakan secara calon belum lengkap, KPUM akan memberikan detail kronologis pendaftaran Calon Ketua perpanjangan waktu selama satu hari, dengan BEM KM. syarat minimal 80% berkas telah terkumpul Pada November 2018 dibuka pendaftaran (termasuk Kartu Tanda Mahasiswa aktif untuk mengisi jabatan Ketua BEM KM, BEM pendukung). Fakultas, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Andai pelaksanaan pemilihan Presiden (HMJ). “Terdapat satu paslon presiden dan Mahasiswa dapat lancar sesuai dengan wakil yang sudah mendaftar, yaitu paslon Peraturan KPUM, kampanye bisa dilaksanakan (nomor urut) 2. Setelah pendaftaran ditutup, oleh masing-masing pasangan calon pada 29 selang satu jam terdapat paslon lagi (nomor urut November – 3 Desember 2018. Bakal calon 1) yang mendaftar. Dan harusnya sudah tidak Presiden Mahasiswa harus berkampanye lisan bisa diverifikasi,” jelas Abyan. di seluruh fakultas. Keesokan harinya akan disambung dengan debat terbuka dari seluruh pasangan calon. Wawasan kemahasiswaan dan
www.suarasikap.com
Politik kampus Tidak diterimanya berkas dari pasangan calon nomor urut 1 membuat mereka mengajukan banding untuk membuka pendaftaran ulang. Kebetulan pada saat itu Himpunan Mahasiswa Jurusan Agroteknologi mengalami kekosongan Ketua Himpunan dan Wakil Ketua Himpunan. Hingga akhirnya KPUM memutuskan untuk mengulang pendaftaran namun hanya untuk himpunan saja. “Dari KPUM awalnya memutuskan yang diulang pendaftarannya hanya (untuk) himpunan saja. Setelah itu dari pihak Adif (paslon nomor urut 1) mengajukan banding untuk pemilihan wapres dan presiden juga diulang,” tambahnya. Keputusan KPUM ini menyebabkan terjadinya perdebatan. Akhirnya dua partai dari masing-masing pasangan calon datang untuk menanggapi hal ini. Terjadilah debat kusir antara dua kubu tersebut mengenai pengulangan pendaftaran. KPUM pun terdesak. Setelah melalui waktu yang cukup lama, KPUM akhirnya memutuskan bahwa semua pendaftaran diulang dan semua berkas dikembalikan. Saat pendaftaran diulang, pasangan calon nomor urut 2 atas nama Andi Muyassar Adifiyan Hatta dan Bagus Kurniawan Syam mengalami kendala saat verifikasi berkas. Cawapres nomor urut 2, Bagus, tidak mendapat tanda tangan dan cap dari Presiden Mahasiswa pada surat keputusan non-aktifnya dari BEM KM. Presiden Mahasiswa yang sulit dihubungi dan ditemui sehingga mengakibatkan gagalnya paslon 2 untuk memenuhi syarat pencalonan. Akibat permasalahan ini, pasangan calon yang merasa dirugikan tersebut turut mengajukan banding. Akhirnya kedua belah pihak mengadakan forum. Presiden Mahasiswa dinilai lalai untuk memberikan skep, tanda tangan, dan cap. “Fachrun dinilai lalai dalam kinerjanya dan dituntut untuk memberi statement tentang kelalaiannya kepada pihak paslon 2,” ujar Abyan.
5 Terkait permasalahan yang terjadi jelang Pemura, Fachrun Pramudya selaku Presiden Mahasiswa BEM KM UPN “Veteran” Yogyakarta memberikan keterangannya saat diwawancarai oleh Reporter Sikap, “Kalau dinilai ada pihak-pihak yang sengaja menghambat. sama sekali tidak ada. Bahkan saya selaku Ketua BEM KM sendiri pun melihat anggota saya ada yang kekurangan berkas— sebelum pasangan Advin-Bagus mengetahui ada kekurangan— sudah saya ingatkan jam 9-10 pagi. Dan mereka baru diberitahu jam dua,” terang Fachrun. Menurut Abyan, masalah pendaftaran Capresma dan Cawapresma ini terjadi karena tidak adanya regulasi yang mengatur mengenai pengulangan pendaftaran, “Di Undangundang Pemura maupun di juklak-juknis, tidak mengatur secara detail mengenai hal ini (pengulangan pendaftaran),” tutur Abyan. Berbeda dengan Abyan, Fachrun menilai koordinasi antar Organisasi Kemahasiswaan (OK) perlu ditingkatkan lagi dalam persiapan Pemura. “Saya pikir seluruh Organisasi Kemahasiswaan, baik di tingkatan jurusan maupun fakultas dan universitas harus bisa berkoordinasi dengan baik. Kita sama-sama ingin melaksanakan regenerasi organisasi, jangan sampai ada yang mementingkan egonya, jangan sampai terjadi lagi.” Pungkasnya. Apa Kata (Mantan) Calon? Sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, 2018 menjadi tahun dimana tidak terselenggaranya Pemura untuk Ketua dan Wakil Ketua BEM KM. Sampai saat ini BEM KM UPN “Veteran” Yogyakarta belum memiliki Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa. Padahal Gubernur di masing-masing BEM Fakultas sudah terpilih, dan semua Himpunan Mahasiswa Jurusan juga sudah memiliki ketua dan wakil ketua.
www.suarasikap.com
6
Politik kampus Berdasarkan Pedoman Teknis dan Pedoman Pelaksanaan Pemura yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan KPUM KM UPN “Veteran” Yogyakarta, Pendaftaran Bakal Calon Ketua DPM, BEM, serta Ketua HMJ/HMPS melalui partai mahasiswa maupun independen dilaksanakan dalam satu kurun waktu yaitu pada 21 November 2018 – 26 November 2018. Sampai saat ini KPUM yang baru belum dibentuk. Masih tidak ada kejelasan apakah akan diadakan lagi pesta demokrasi mahasiswa yang tertunda di tahun 2019 ini, apakah BEM KM harus mengambil langkah, dengan mengadakan kongres istimewa yang harus disetujui oleh 2/3 dari Organisasi Kemahasiswaan UPN “Veteran” Yogyakarta yang mengajukan mosi tidak percaya. Andi Muyassar Hatta, mantan Capresma nomor urut 1, berpendapat bahwa pemilihan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa adalah hal yang sangat sensitif dan membuat banyak pihak berbeda pandangan. “Dengar-dengar isunya Pemura akan dilaksanakan 14 Desember. Menurut saya sah-sah saja pada saat itu. Tapi akan lebih sah lagi diundur. Kenapa? Karena tidak sesuai dengan prinsip moral demokrasi. Karena apabila dilaksanakan tanggal 14 Desember kemarin. moral demokrasinya tidak ada sama sekali,” tutur Adif, sapaan akrabnya. Menurut Adif, moral demokrasi adalah moral politik dan moral politik itu identik etika. Sehingga beretika politik harus sesuai dengan prinsipprinsip berperilaku politik. “Itu lebih ke filsafat,” tambahnya.
Berbeda pendapat, Bagus Kurniawan Syam mantan Calon Wakil Presiden Mahasiswa nomor urut 2 merasa bahwa Pemura tidak akan diadakan dalam waktu dekat. Mahasiswa Ilmu Komunikasi ini mengatakan demikian karena kepanitiaan harus dibentuk lagi dari awal dan membutuhkan waktu yang tak singkat. Ia juga tidak terlalu memusingkan persoalan Pemura kemarin, karena fokus utamanya sekarang adalah bekerja. Menjelang persiapan Pemura 2019, Bagus berpesan agar KPUM dan BEM bisa lebih tegas dan netral dengan aturan yang dibuat. “Pemura yang seharusnya menjadi pesta demokrasi jangan sampai menimbulkan perselisihan antara mahasiswa lagi di tahun ini.” tutupnya. KPUM Baru BEM KM UPN “Veteran” Yogyakarta membuka rekrutmen Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM). Pendaftaran dibuka selama lima hari dari tanggal 25-29 April 2019 dan dilanjutkan sesi wawancara pada 29-30 April dan 3 Mei 2019. Ada sembilan pendaftar terpilih untuk menyelenggarakan Pemura. Reporter Sikap berhasil menemui Syahrul Fahreza sebagai ketua KPUM yang baru pada Senin (6/5). Syahrul menerangkan bahwa akan diadakan rekruitmen calon presiden dan wakil presiden yang rencananya mulai pada 10 Mei 2019. Terkait regulasi, KPUM tetap menggunakan UU tahun lalu. “Kami sedang proses pendalaman UU, juklak, juknisnya.” Terang Syahrul. KPUM menargetkan paling lambat Presiden Mahasiswa terpilih pada 28 Mei 2019. (Azura, Ganisha, Lili, Tyas, Umar)
Apabila nantinya KPUM akhirnya kembali mengadakan pendaftaran Capres dan Cawapres BEM KM, mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2016 ini mengaku siap untuk maju kembali sebagai calon Presiden Mahasiswa dengan dasar memiliki dukungan dari orang tua dan teman-teman terdekatnya.
www.suarasikap.com
7
Editorial
Partisipasi yang Sportif dalam Politik Kampus
siapa yang pantas dikatakan sebagai pihak yang paling bertanggungjawab? Mulai dari Pihak KPUM KM sebagai lembaga independen yang menyelenggarakan Pemura, BEM, pihak kampus, mahasiswa yang tergabung dalam partai maupun mahasiswa lainnya memiliki rasa tanggung jawab masing-masing sesuai fungsi yang telah di tetapkan. Pada akhirnya dibutuhkan keselarasan dan saling kontrol diantara elemen tersebut.
tudent Government. Tidak semua masyarakat kampus mengerti istilah itu. Student Government berfungsi sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa dalam mengelola sebuah pemerintahan. Bisa dikatakan Student Goverment adalah miniatur dari sebuah pemerintahan dimana mahasiswa yang menjelankannya sendiri.
Tidak semua mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta memahami atau bahkan tertarik dengan politik kampus. Bahkan ada yang tidak mengetahui Presiden Mahasiswa BEM KM. Memang budaya politik di setiap fakultas memiliki ciri khas. Tidak menampik kebenaran bahwa mahasiswa dari berbagai fakultas memiliki karakter serta tingkat partisipasi yang berbeda.
S
Berbicara mengenai Student Goverment tak lepas dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai lembaga birokrasi yang terdiri dari, oleh, dan diperuntukan mahasiswa. Selain sebagai media pembelajaran berpolitik dan mengelola organisasi, keberadaan BEM di setiap universitas juga menjadi alat kontrol kebijakan serta mediasi bagi mahasiswa ke pihak birokrasi. Berpolitik ala mahasiswa kemudian menjadi suatu hal yang krusial, bagaimana partisipasi, pelaksanaan, kontrol, tanggung jawab, hingga kesejahteraan mahasiswanya menjadi poin penting dalam politik kampus. Keberadaan BEM kemudian menjadi salah satu harapan bagi mahasiswa untuk terciptanya kesejahteraan dan komunikasi yang baik bagi mahasiswa dengan lapisan lainnya di universitas. Permasalahannya, bagaimana jika BEM beserta sektor politik yang ditentukan dari andil mahasiswa di universitas tersebut, dalam pelaksanaanya terjadi ketidakselarasan antar elemen yang ada? Kegagalan Pemilihan Umum Raya (Pemura) di tahun 2018 lalu membuktikan bahwa ada ketidakberesan dalam politik kampus UPN “Veteran” Yogyakarta. Entah
Hal ini dapat dikatakan tidak semua memiliki kesadaran berpolitik yang tinggi. Banyaknya permasalahan di badan eksekutif tertinggi di UPN “Veteran” Yogyakarta dan bahkan masalah-masalah yang berada di BEM tingkat Fakultas menjadi faktor apatisnya mahasiswa dalam politik kampus menjadikan banyak mahasiswa yang apatis dengan politik kampus. Memang tidak berdosa jika tidak peduli dengan politik kampus namun minimal mengetahui Presiden Mahasiswa kita. Ketika mereka memilih untuk tidak ingin terlibat dalam berpolitik, menunjukan bahwa eksistensi BEM di mata mahasiswa menurun. Apabila mahasiswa sudah tidak tertarik dengan BEM, apakah perlu BEM di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta ada? Di sisi lain masih banyak mahasiswa yang peduli dengan Student Goverment, baik terlibat secara aktif maupun menjadi pengamat dan mengontrol yang berkuasa. Beberapa dari mereka menyisihkan waktunya untuk turut serta aktif sebagai aktivis politik kampus yang tergabung di partai-partai yang ada di kampus.
www.suarasikap.com
8
Editorial Keberadaan dua partai tidak boleh dijadikan sebagai kompetisi belaka. Apalagi kompetisi yang hanya diisi saling lempar kritik pedas tanpa introspeksi. Poin baik dari adanya pihak oposisi adalah sebagai alat kontrol bagi pihak yang akhirnya memiliki kuasa. Perlu diingat, sportivitas perlu dijunjung tinggi dalam sebuah kompetisi—meski poin visi keduanya berbeda—secara substansial visi dan misi keduanya berfokus utama pada kesejahteraan mahasiswa. Inilah yang menjadi alasan bahwa siapapun yang terpilih lewat demokrasi, semua elemen termasuk partai
oposisi, harus sama-sama membangun. Hal yang sama perlu dilakukan KPUM KM sebagai lembaga independen yang menyelenggarakan Pemura, harus bersikap netral. Jika elemen dalam politik kampus tidak bisa saling menjaga fungsi dan tugasnya maka jangan harap student goverment akan berjalan baik. Menjadi tugas BEM KM sebagai Badan Eksekutif tertinggi di kampus harus memperbaiki diri dan kemudian mengelola kita sebagai mahasiswa UPN “Veteran� Yogyakarta. (Tiana, Rieka)
www.suarasikap.com
Liputan utama
9
ilustrasi: Pexels
BUDAYA POLITIK DAN PARTISIPASI MAHASISWA DI FAKULTAS KAMPUS UPN “VETERAN” YOGYAKARTA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN MAHASISWA
D
inamika politik kam pus mem punyai dampak pada budaya politik dan partisipasi mahasiswa. Permasalahan yang muncul sedikit banyak mengubah cara pandang mahasiswa dalam keikutsertaanya pada politik kampus. Permasalahan yang terjadi pada Pemura (Pemilihan Umum Raya) menjadi salah satunya Setiap fakultas mem punyai budaya politik tersendiri. Namun, kegagalan Pemura pada tahun 2018 dan masalah yang terjadi pada Pemura tahun 2017 memberikan efek yang besar pada perpolitikan kampus.
Mulai dari pembakaran surat suara, diambil-alihnya Pemura oleh birokrat, hingga kegagalan Pemura yang berujung pada ketidakjelasan kapan diadakannya pemilihan presiden mahasiswa. Pandangan mahasiswa secara umum terbelah. Ada yang sangat fanatik mendukung suatu calon, ada yang apatis. Setiap fakultas mempunyai karakteristik sendiri dalam partisipasinya di politik kampus. Fakultas Teknologi Mineral (FTM) dikenal mahasiswanya lebih aktif dalam politik dibandingkan dengan fakultas lainnya. “Di FTM nilai budaya untuk berpartisipasi
www.suarasikap.com
untuk pemilu atau masalah pemilihan itu, melihat siapa yang maju. Ketika yang maju itu dinilai baik, mahasiwa jurusan atau fakultas tidak akan ragu untuk menentukan pilihannya,” kata Andrew Wongso, Gubernur BEM FTM. Untuk himbauan harus memilih suatu calon tertentu atau tidak memilih sama sekali, Andrew dapat memastikan bahwa BEM FTM netral. “Jurusan tertentu ada yang tidak mentolerir sama sekali terhadap pemilihan pemura oleh birokrat karena dianggap menciderai makna dari demokrasi.” Hal itu dilakukan oleh Himpunan Mahasiswa
10
Liputan utama Tambang (HMTA) karena pengambil-alihan Pemura oleh birokrat ditahun 2017 dan pemilihan telah diulang. Partisipasi dan budaya politik di FTM dapat dikaitkan dengan pengaruh kaderisasi. Andrew menyatakan bahwa secara tidak langsung memang ditanamkan nilai-nilai untuk mengambil sikap. Mampu menetukan mana yang benar dan salah dengan logis. Jika benar didukung dan jika salah dikritisi. Mahasiswa lebih mem perhatikan calon mana yang mampu mewakili dan sesuai dengan nilai-nilai dari FTM. Jadi jika ada calon yang mempunyai track record baik dari salah satu jurusan di FTM akan lebih diutamakan untuk didukung karena menganut nilai-nilai yang sama. Meskipun begitu, mahasiswa FTM sangat terbuka dan memungkinkan untuk memilih calon dari fakultas lain selama mempunyai kapasitas bagus dan berkompeten. Berbeda dengan di FTM, Fakutas Ekonomi dan Bisnis (FEB) memiliki budaya-nya sendiri. Hal itu dapat dilihat saat Pemura. Ada mahasiswa yang benar-benar tidak peduli dan ada mahasiswa yang sangat fanatik. Hal itu dikonfirmasi sendiri oleh Dimas Aryo Dewantoro, Gubernur BEM FEB. “Bisa dikatakan aktif gak aktif. Karena ada beberapa yang benar-benar mengamati, ada
beberapa yang benar-benar cuek banget. Agak susah untuk persentasinya. Bisa dibilang 50-50 lah untuk yang mau memperhatikan dan yang kurang mau,” ujarnya. Ia menilai faktor tersebut bukan karena minimnya kesadaran, namun lebih semacam trauma pada Pemura sebelumnya. Mahasiswa sempat terpecah menjadi berkubu-kubu. “Itu sangat terasa. Mungkin buat temanteman yang tidak ikut kubu manapun, melihatnya sudah merasa malas. Dari yang awalnya malas dengan politik, jadi semakin malas. Tapi sebenarnya mereka masih mau kontribusi buat ikut nyoblos,” kata Dimas. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan salah seorang Mahasiswa Akuntansi. “Kalau saya selalu berpartisipasi dalam politik kampus, partisipasi tersebut dalam bentuk mengikuti proses orasi, debat, dan ikut memberikan suara dalam pemilihan umum,” ujar Setiyo Wibowo. Ketika ditanya mengapa menurutnya politik di kampus penting, Setiyo menjelaskan bahwa dengan kesadaran politik yang baik akan mendorong mahasiswa lebih kritis dan peduli baik terhadap regulasi kampus maupun kehidupan politik itu sendiri, sehingga akan menciptakan persaingan yang membawa inovasi. “Nah, disinilah tantangannya, bagaimana membangun
www.suarasikap.com
kompetisi yang tambahnya.
positif,”
“Budaya politik yang terlihat di FEB memang terlihat berkubu-kubu. Arogansi (setiap) jurusan masih sangat terlihat, dan banyak juga yang memiliki fanatisme berlebihan kepada satu partai/kandidat presiden/ gubernur,” lanjut Setiyo. Anisa Cahyani Putri membenarkan apa yang dikatakan Setyo Wibowo. Pengurus BEM periode 2018 itu mengatakan bahwa yang paling menonjol adalah mahasiswa mendukung calon karena berasal dari jurusan yang sama. “Biasanya mahasiswa baru didoktrin untuk memilih calon dari jurusan yang sama dengan mengatasnamakan kekeluargaan,” ujar Anisa. Menanggapi isu tersebut, Dimas menjelaskan mungkin ada beberapa oknum yang menanamkan doktrin seperti itu. Namun menurutnya, mahasiswa FEB sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa memilih bukan hanya sekadar calon itu dari jurusan yang sama. “Saya yakin tetap ada teman-teman dari jurusan yang benar-benar mem berikan kemerdekaan memilih untuk yang lainnya. Kalau saya meyakini mahasiswa di FEB cukup cerdas untuk tidak memilih hanya karena berasal dari jurusan yang
Liputan utama sama dan dari kata orangorang. Benar-benar melihat dari kapasitasnya, program kerjanya, dari visi dan misinya. Jadi kalau secara umum, hanya oknum-oknum tertentu yang berbuat seperti itu dengan menyalahgunakan nilai kekeluargaan yang ada di jurusannya,” jelasnya. Dimas berharap untuk ke depannya mahasiswa di FEB bisa lebih aktif untuk memperhatikan proses pemilihan pemimpin mulai dari debat, orasi, hingga pemilihannya.
saja dan tidak peduli dengan dinamika politik kampus.
Mahasiswa Apatis Politik Kampus
Namun, salah seorang mahasiswa Sistem Informasi angkatan 2017, Dicky mengatakan bahwa ada himbauan untuk memilih salah satu calon dari pihakpihak tertentu. “Udah disuruh untuk milih ini, misalnya si A. Nanti sekelas harus milih si A. Tapi, kalau hanya disuruh, ‘kan berbeda. Kalau tidak memilih pun mungkin juga tidak ada apa-apa,” jelas Dicky. Saat ditanya apakah ia mencoblos saat Pemura, Dicky mengatakan mengikutinya sampai dua kali karena ada pengulangan.
Pada
Di Fakultas Teknik Industri (FTI) karena adanya masalah dalam Pemura, partisipasi politik mahasiswa menjadi turun dan cenderung pasif. Hal itu dikonfirmasi sendiri oleh Gubernur FTI, Rizallsyafi’udin. “Partisipasi mahasiswa FTI cenderung pasif, hanya sebagian yang peduli dan mau terjun ke dunia politik kampus,” katanya. Penyebab rendahnya partisipasi itu menurut Rizallsyafi’udin dikarenakan kurangnya sosialiasi di ruang lingkup mahasiswa FTI, sehingga banyak dari mereka yang tidak paham arti pentingnya politik kampus. Faktor lainnya karena kurangnya kesadaran akan dunia politik mahasiswa FTI. Banyak mahasiswa hanya fokus pada akademik
Terhadap masalah yang terjadi pada Pemura, Ia memastikan bahwa BEM FTI netral dan tidak ikut dalam kubu calon manapun. “Kami bersifat netral dan tidak memihak kubu manapun dan menghargai hasil Pemura,” sambungnya. Untuk himbauan memilih suatu calon, BEM FTI tidak memberikan himbauan apapun. Mahasiswa dibebaskan untuk menentukan calon pilihannya.
Ketidakpedulian maha siswa tidak hanya terjadi di FTI saja melainkan juga Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP). Banyak mahasiswa tidak peduli dan tidak berpartisipasi dalam politik kampus. Mereka merasa tidak terwakili dengan organisasi kemahasiswaan yang ada. “Merasa tidak
www.suarasikap.com
11 terwakili dengan organisasi yang ada sehingga membuat kecewa dan memilih untuk tidak ikut campur mengenai politik kampus,” kata Perisma Pertiwi, Wakil Gubernur BEM FISIP. Namun, BEM FISIP tetap berupaya untuk melakukan sosialisasi kepada mahasiswa agar semakin peduli dengan politik kampus. Mengenai sikap BEM FISIP pada permasalahan yang terjadi saat Pemura, Perisma mengatakan membebaskan mahasiswa untuk memilih ataupun tidak memilih. “Memilih atau tidak memilih dalam Pemura, saya rasa itu hak dari teman-teman mahasiswa itu sendiri. Namun, BEM FISIP mengharapkan ada kepedulian terhadap siapa yang akan memimpin BEM KM. Paling tidak mengetahui siapa yang menjadi calon BEM KM dan jika dirasa ada calon yang kompeten untuk memimpin tidak ada salahnya mendukung dengan menggunakan hak suaranya dalam Pemura,” sambung Perisma. Perisma berharap bahwa mahasiswa FISIP harus lebih peduli dengan politik kampus. Sebab, dengan peduli mahasiswa dapat mengawal kegiatan politik itu jika ada pelanggaran. Ketika ditanya apakah masalah Pemura mempengaruhi peran mahasiswa FISIP terhadap politik, Ia berkata berkemungkinan besar. “Permasalahan dan kericuhan
12
Liputan utama yang terjadi antar OK (Organisasi Kemahasiswaan) tentang Pemura bisa membuat mahasiswa semakin tidak peduli dengan politik kampus. Karena OK bukan menjalan kan fungsi OK sesungguhnya untuk kepentingan mahasiswa namun malah menimbulkan kericuhan antar OK dan kepentingan mahasiswa dikesampingkan,” tutupnya. Tanggapan serupa juga diutarakan oleh Rosa Fajrina, mahasiswi Ilmu Komunikasi. Menurutnya, BEM KM kurang merangkul mahasiswa di kampus II Babarsari. “Saya kurang aktif dalam politik kampus karena kurang tertarik. Teman-teman dari BEM KM sepertinya juga kurang merangkul dan jarang ke kampus II. Jadi asing dengan BEM kampus sendiri,” jelas Rosa. Sementara Gubernur FISIP, Leoindarta Ganang Alvonsa menilai bahwa malasnya mahasiswa untuk ikut serta dalam Pemura wajar. Sebab, OK tidak mendahulukan kepentingan mahasiswa lagi. “Kalau berbicara tentang Pemura BEM KM sekarang, jangankan mahasiswa di luar OK, saya saja sebagai OK juga malas. Saya kira OK harus segera menyelesaikan permasalahan ini dan kembali berkoordinasi dengan antar OK.” Bagi Leoindarta, OK seharusnya lebih mengutamakan keadilan bagi mahasiswa. Seperti memperjuangkan biaya UKT
untuk mahasiswa kurang mampu, fasilitas yang masih perlu dibenahi, dan masalah lainnya yang ada di FISIP dan di kampus secara umum. Ia juga menyarankan agar mahasiswa FISIP harus mengawal OK. Menyampaikan kritik jika OK tidak memperjuangkan kepen tingan mahasiswa. Dengan begitu akan menjadi bahan evaluasi agar kesalahan tidak terjadi lagi. Turunnya antusiasme dan partisipasi mahasiswa juga terjadi di Fakultas Pertanian (FP). Zia Ulhaq Jondullah selaku Demisioner Gubernur FP periode 2017/2018 mengatakan penyebabnya karena adanya masalah internal yang terjadi di BEM KM. Yakni mengenai ketidak jelasan kelanjutan pelaksanaan Pemura, adanya prosedur yang dianggap salah terkait pemilihan presiden mahasiswa dan pengurus badan legislatif, serta kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai politik kampus. Saat ditanya apakah ada pengerahan massa untuk satu suara pada pemilihan, menurut Zia ada dari kedua kubu. “Saya rasa ada dari kedua kubu. Yang terpenting memilih bukan dengan cara ikut-ikutan dan tanpa dasar sehingga dapat dipertanggungjawabkan.” tutupnya. (Novella, Ayu, Hasan, Tata, dan Amel)
www.suarasikap.com
“Bukan karena minimnya kesadaran, namun lebih semacam trauma pada Pemura sebelumnya. Mahasiswa sempat terpecah menjadi berkubukubu.”
Liputan utama DIBALIK KISRUH PEMURA 2018 YANG MENINGGALKAN BANYAK PERTANYAAN " Saya perjelas sedikit ya, jadi pada intinya permainan kotor yang dilakukan itu bertujuan agar saya dan Bagus gugur sebagai calon tunggal sehingga menyebabkan pendaftaran Capresma diperpanjang dan saudara Adif bisa daftar "
S
udah menjadi kewajiban maha siswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta pada setiap tahunnya untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (Pemura). Kontestasi ini merupakan ajang untk memilih Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) di tingkat universitas. Memasuki tahun 2019, tanda-tanda akan diadakannya Pemura masih belum terlihat semenjak ketidakpastian dari pihak BEM KM. Berawal dari masa pencalonan, pasangan calon (paslon) Adif-Ikhsaful dan Advin-Bagus terpaksa gugur akibat kekeliruan sistem dari Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM). Ketika
ilustrasi: Karina ditemui oleh reporter SIKAP antara mahasiswa lagi di tahun pada Kamis (07/3) lalu, Bagus ini.” pungkasnya. Menurut Kurniawan Syam, mantan Bagus, PEMURA tidak Cawapresma nomor urut akan diadakan dalam waktu 2, menceritakan kronologi dekat karena kepanitiaan yang dialaminya. Ia mengaku harus dibentuk dari awal dan terhambat saat harus meminta dalam pembentukannya itu cap untuk surat non-aktif membutuhkan waktu yang Organisasi Kemahasiswaan lama. (kronologis selengkapnya ada Di kesempatan berbeda, pada infografis). Andi Muyassar Adifiyan Bagus mengaku tidak Hatta, selaku mantan calon terlalu menyesal dan kesal presiden BEM KM periode karena ia bekerja saat ini 2018/2019 menceritakan dan fokus utamanya bukan apa saja yang terjadi lagi menjadi Cawapresma menjelang pencalonannya. melainkan soal studi Ia menjabarkan awal akademik. “Semoga KPUM mula Ia mengikuti partai dan BEM KM bisa lebih PISS sedari awal menjadi tegas dengan aturan yang mahasiswa baru. “Karena dibuat. Lebih netral dan saya merasa membutuhkan tidak berpihak dengan pihak ilmu dari orang-orang di mana pun. PEMURA yang luar. Dengan tujuan saya, seharusnya menjadi pesta ingin mempersatukan UPN demokrasi, jangan sampai agar berdasar kepentingan menimbulkan perselisihan mahasiswa. Tanggal 15
www.suarasikap.com
13
14
Liputan utama November 2018, saya sempat bilang ke PISS bahwa saya ingin kawan saya adalah Advin,” ujarnya. Alasannya mengajak Advin karena ingin tidak terjadi keributan lagi. Baik ia yang menjadi capres ataupun Advin yang menjadi capres, itu tidak menjadi masalah baginya. Pihak PISS pun meyakini bahwa Adif akan bisa maju mencalonkan bersama Advin, dinilai dari keakraban keduanya. Namun, pada hari pendaftaran terakhir, Advin justru berkata pada Adif bahwa sudah ada calon wakil. Adif pun mendengar bahwa calon pasangan Advin, yakni Bagus, mendapat kendala pada berkas persyaratan. “Mengenai spesifiknya berkas apa yang kurang, saya tidak tahu. Tapi yang agak saya kecewakan, sempat terdengar kabar saya mengajak Advin hanya untuk memenuhi persyaratan. Kenyataannya tidak begitu, saya benar-benar hanya ingin mengajak bekerja sama,” jelasnya. Adif sempat menegaskan penyebab gugurnya kedua calon yang ia ketahui. “Penyebab lebih tepatnya bukan kurang berkas. Sewaktu Bagus kekurangan berkas, pihak KPUM membuka pendaftaran lagi dan berkas full masuk. Yang menjadi masalah, KPUM dianggap tidak independen. Ada perdebatan juga antara KPUM dan DPM mengenai tanggal,” terangnya. Hasil rapat Organisasi Kemahasiswaan
akhirnya menyetujui KPUM untuk pembentukan ulang sistem pemilihan presiden pada 2019. Hal ini menyebabkan tahun 2018 pemilihan hanya dilaksanakan di pertanian saja, baik ketua BEM Fakultas ataupun ketua himpunan. Adif pun menambahkan bahwa dirinya sempat mendengar pemilihan akan diadakan melalui kongres luar biasa. Sehingga yang berhak memilih ialah ketua dari berbagai fakultas dan himpunan. “Jika pemilihannya hanya ketua himpunan dan fakultas yang ada, itu mencederai moral demokrasi karena yang memilih hanya orang-orang yg berkepentingan saja. (Saat ini) Sedang diusahakan antara kongres atau pemura. Saya tidak mengikuti alurnya,” tutur mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini. Mengkonfirmasi dari pernyataan Adif, Ahmad Washlul Latief memang benar diajak untuk berpasangan dalam Pemura 2018/2019. “Namun, karena ada beberapa alasan yang menyebabkan saya harus memilih untuk kepentingan dan kemaslahatan dalam berpolitik, saya menolak Adif untuk berkolaborasi. Yang saya tekankan pada saat penolakan tersebut adalah tidak harus punya jabatan untuk mengabdi, UPN ini akan statis kalau orang-orang didalamnya hanya memikirkan jabatan dan
www.suarasikap.com
kekuasaan,” terang mahasiswa Teknik Perminyakan itu. Bagi Advin, sapaannya, kata-katanya terbukti melalui pendaftaran paslon AdifIkhsaful pada hari terakhir, setelah pendaftaran ditutup. “Perlu diketahui juga, saya menolak Adif dua jam sebelum pendaftaran ditutup. dari situ lah saya dan bagus diputuskan oleh KPUM sebagai calon tunggal yang nantinya akan berhadapan dengan kotak kosong,” tambah Advin. Menurut pengakuan Advin, ada permainan kotor di dalamnya yang berusaha keras menggugurkan ia dan Bagus. “Saya perjelas sedikit ya, jadi pada intinya permainan kotor yang dilakukan itu bertujuan agar saya dan Bagus gugur sebagai calon tunggal sehingga menyebabkan pendaftaran Capresma diperpanjang dan saudara Adif bisa daftar,” paparnya. Fachrun Angkat Bicara Menanggapi kejadian pemura kemarin, Fachrun Pramudya, selaku presiden mahasiswa mengatakan bahwa hasil dari rapat Organisasi Kemahasiswaan adalah diundurnya pemilihan tingkat universitas. “Hasil dari kesepakatan OK, nantinya KPUM dan PPRM akan dibubarkan kemudian dilanjutkan ketika semester baru dimulai,” terangnya saat ditemui di Entcorner, Fakultas Teknologi Pertanian, Rabu (13/3).
Liputan utama Kemunduran pemilihan raya mahasiswa ini menjadi kegelisahan bagi Fachrun, lantaran banyak opsi yang tidak ia harapkan bisa terjadi. Pertama, ia akan diperpanjang satu periode yang dinilai akan menghambat kuliahnya. “Saya tidak mendiktator, (atau) ingin mempertahankan kekuatan saya kan (juga) tidak, cuma kita cari win-win solution, hasil pemilihan ketua BEM universitas dari pemilu (apabila) diperpanjang, berat untuk saya pribadi,” ujarnya. Pilihan kedua adalah jika benar diperpanjang khusus untuk melaksanakan pemilihan, dirinya mengaku lebih mudah untuk melaksanakannya dibanding harus satu periode lagi. Terakhir, adanya kemungkinan vacuum of power yang akan terjadi jelas akan berbahaya. Ia takut jika kampus kejuangan harus bernasib sama dengan UPN Jawa Timur yang kini tidak memiliki organisasi BEM tingkat universitas berdasarkan kesepakatan rektor. Oleh sebab itu, memasuki semester baru ini sudah sepatutnya Menteri Dalam Negeri BEM KM melakukan perekrutan untuk membentuk KPUM dan PPRM yang baru. Agar secepatnya, kedua perangkat pemilihan ini akan segera meneruskan apa yang telah tertunda kemarin. Namun, dalam realitas, hal tersebut masih terkendala karena masih banyaknya
organisasi yang melakukan regenerasi bahkan hingga akhir Maret ini. Di sisi lain, saat menanggapi pernyataan bahwa ia dan beberapa pihak sengaja untuk menggugurkan Advin-Bagus, ia menjawab tidak ada. “Kalau kemudian seperti menggugurkan, secara pribadi saya mendukung karena Bagus bagian dari BEM KM, dulunya anggota BEM KM, jadi waktu itu bahkan ada kekurangan berkas saya ingatkan,” jelasnya. Ia mengungkapkan bahwa tidak ada pihak-pihak yang sengaja menghambat. Bahkan dirinya selaku ketua BEM KM melihat ada anggotanya yang kekurangan berkas, ia bantu ingatkan. “Sebelum pasangan Advin-Bagus mengetahui ada kekurangan pagi saya sudah mengingatkan jam 9 atau 10 pagi. Dan mereka baru diberitahu jam 2 siang,” pungkas mahasiswa yang kini tengah menempuh skripsi itu.
Ketidaknetralan KPUM dalam Pemura 2018 Sebagai lembaga yang berwenang dalam pemilihan raya mahasiswa (Pemura), sudah seharusnya KPUM bersikap netral. Namun belakangan ini terlihat ketidaknetralan KPUM dalam menjalankan tuganya, sehingga merugikan calon presiden mahasiswa dan calon
www.suarasikap.com
15 wakil presiden mahasiswa. Pasangan Advin – Bagus dan Adif - Ikhsaful yang merupakan calon presiden dan calon wakil presiden mahasiswa dalam pemura tahun 2018. Ketidaknetralan KPUM terlihat dari pengambilan keputusan yang terlalu cepat sehingga merugikan pasangan Advin-Bagus yang dianggap gugur verifikasi berkas calon tunggal. Senin, 26 November 2018 pasangan ini menyerahkan berkas pada pukul 15.46 WIB dengan catatan belum menyertakan catatan non aktif organisasi. Beberapa jam kemudian, KPUM merilis bahwa persyaratan sudah lengkap. Sehingga pasangan Advin – Bagus menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden dan wakil presiden mahasiswa tahun 2018. Selasa , 27 November 2018 pasangan Advin – Bagus mendapat telepon dari pihak KPUM yang menyatakan bahwa berkas persyaratan belum lengkap. Berkas yang belum disertakan antara lain surat sehat, bebas narkoba, dan surat non aktif organisasi harus segera dilengkapi terakhir pada pukul 16.00 WIB. Menurut paslon tersebut, waktu 2 jam setelah pemberitahuan terlalu singkat dan sulit untuk dipenuhi. Kemudian Tim sukses mengajukan banding atas dasar hukum pada juklak-juknis Pasal 12 Ayat 7
16
Liputan utama yang berbunyi “KPUM KM UPN “Veteran” Yogyakarta memberikan perpanjangan waktu untuk melengkapi berkas selama 1 Hari dengan syarat minimal 80% berkas terkumpul. Sehingga KPUM menambahkan waktu satu hari untuk melengkapi Berkas terakhir pada pukul 14.00 WIB. Rabu Malam, KPUM mengadakan forum untuk menyatakan bahwa pasangan calon Advin-Bagus dinyatakan gugur karena surat non-aktif yg diserahkan dianggap tidak sah atas dasar Peraturan perundang undangan mengenai legalitas surat. DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) yang seharusnya mengawasi Pemura ternyata tidak sebaik yang dibayangkan. Masa kampanye pun diwarnai dengan aksi black campaign. Adapun isu salah satu capres memakai dukun, dan itu fakta. ungkap Arkal Yorda Destyanto salah satu Alumni dari Jurusan D3 Teknik Kimia. ada juga yang menyuarakan “ayo pilih yang ganteng”. Heran, demokrasi di UPN hingga saat ini jauh dari kata netral. Saat itu, pada Pemura untuk periode 2018/2019 dipenuhi dengan kecurigaan. Salah satunya terkait dengan penanggungjawab Pemura, begitu pula dengan Ketua KPUM dan Menteri Dalam Negeri yang berasal dari satu jurusan yang sama.
Banyak kecurigaan terhadap netralitas KPUM. Oleh sebab itu tak banyak dari pihak oposisi (partai PiSS) yang berkepentingan dalam pemilu. Mahasiswa Pertambangan,
Teknik Selamet
Adapun isu salah satu capres memakai dukun, dan itu fakta, ada juga yang menyuarakan “ayo pilih yang ganteng”. Heran, demokrasi di UPN hingga saat ini jauh dari kata netral. Kastoro yang akrab dipanggil Tora, kala itu bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemura, memaparkan kronologi Pemura tahun sebelumnya. “Data pemilih tetap bermasalah di pertambangan dan perminyakan, yang sudah lulus ditulis, yang mahasiswa aktif malah tidak,” paparnya. Fatalnya, Tora yang saat itu menjabat sebagai ketua BEM KM periode 2016/2017 tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap. Ia juga menjelaskan terjadinya perselisihan yang membuat kotak suara dibakar saat pemungutan.
www.suarasikap.com
Menyesuaikan dari UU Pemura, kotak suara tersebut akhirnya tetap dihitung dengan syarat pertambangan dan perminyakan dianggap nol. “Dengan posisi tambang minyak yang nol, akhirnya Fachrun-Rian menang,” tambahnya. Ada tiga hal kecacatan mengenai pemura kali ini menurut Tora. Pertama, dari segi penyelenggara yang membiarkan Menteri Dalam Negeri mengalami kekosongan jabatan, KPUM banyak bersinggungan dengan pihak paslon dan Terakhir banyak dari mahasiswa yang memiliki sikap tidak peduli serta apatis yang akhirnya diam. Penjelasan Tora mengenai kecacatan Pemura 2017 membawa percakapan pada kronologi kejadian Pemura 2018/2019 yang juga bermasalah. Ia menceritakan kronologi yang tidak jauh berbeda dengan penjelasan Bagus pada wawancara pertama yang kami lakukan. “Saya tahu ketika Advin siap maju bersama Bagus, ada masalah yang menghadang yakni kurangnya persyaratan administratif berupa surat nonaktif Organisasi Kampus milik Bagus. Fachrun (Selaku Ketua BEM KM yang mengeluarkan surat keterangan untuk bagus) menghilang, dan Anggi (Menteri Sekretariatan BEM KM) lamban secara kinerja. Sampai akhirnya Pemura dibatalkan,” jelasnya.
Liputan utama Ia turut berkomentar mengenai apa yang seharusnya diperbaiki dalam Organisasi Kemahasiswaan di kampus ini. “Jangan terlalu hegemoni dengan jurusan masingmasing kemudian menjadi apatis dengan almamater. Intinya harus ada pihak yang mau mengubah,” tambahnya.
Sisi demokratis dari UPN dirasa olehnya belum sehat. Ia bahkan mengatakan pemimpin yang terpilih ratarata kualitasnya diragukan. Menjadi suatu keharusan agar tahapan seleksi lebih tersaring lagi. Ia cukup berharap agar sistem pencalonan tidak lagi mempermasalahkan perihal dari mahasiswa jurusan mana.
17 KPUM, Penanggungjawab Pemura, Panwaslu, dan PPRM akan jauh lebih aman apabila berasal dari partisipan jurusan lain agar tidak timbul kecurigaan. “Yang jelas, kurang-kurangi black campaign. Dan semoga dikemudian hari, ada pemilihan DPM. Ini penting,” pungkasnya. (Ida, Karin, Fajar, Difa, Melvin)
Ayo! Pasang iklan di
www.suarasikap.com
18
merawat ingat
G
erakan mahasiswa pernah menjadi tulang punggung hingga ujung tombak perubahan besar di negeri ini. Perguruan tinggi menjadi salah satu pintu gerbang terluar untuk menyiapkan generasi muda melanjutkan peran-peran dalam tubuh pemerintahan. Belajar berpolitik bisa dimulai kapan saja, tak terkecuali di jenjang perguruan tinggi melalui Student Goverment (pemerintahan mahasiswa). Universitas menyediakan wadah bagi mereka yang memiliki ketertarikan di bidang politik untuk mengelola kewenangan di lingkungan mahasiswa. Badan kekuasaan tersebut kini kita kenal dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Organisasi mahasiswa dibawah lingkup universitas merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan arah visi dari organisasi tersebut. Organisasi yang paling banyak dan bisa dikatakan eksis pada hampir seluruh universitas, ialah organisasi politik mahasiswa seperti Badan Eksektutif Mahasiswa (BEM) dan organisasi lainnya yang memiliki visi pergerakan. Organisasi politik bagi mahasiswa lekat dengan nilainilai independensi karena banyak dari badan eksekutif mahasiswa memposisikan dirinya sebagai pemantau atau pengontrol kebijakan yang datang dari elit kampus Sebelum disebut BEM, organisasi intrakampus ini dikenal dengan Dewan Mahasiswa yang disingkat Dema. Dema mulai dibentuk tahun 1950-an dengan fungsi sebagai wadah belajar politik bagi mahasiswa. Dilansir dari Tirto.id yang mengutip ungkapan Dody Rudianto dalam Gerakan Mahasiswa dalam Perspektif Perubahan Nasional (2010), organisasi ekstrakampus justru memiliki peran dalam mengintervensi Dema. Biasanya organisasi ekstrakampus ini berafiliasi dengan partai poliitk yang berbasis ideologi.
Mengulik Seja
Kampus K
M e s k i Dema sempat dibubarkan oleh pada masa pemerintahan orde baru karena menja murnya suara kritik dari mahasiswa tentang peme rintahan saat itu. Kebijakan yang dinamai Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) ini adalah upaya dari Menteri Pendidikan dan Kebudayan (Mendikbud) untuk membungkam mahasiswa dengan kedok mengembalikan fungsi kaum intelektual kepada tradisi keilmuan. Tahun 1990, Mendikbud Fuad Hassan kembali mengizinkan berdirinya badan kemahasiswaan yang disebut Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT). Namun saat itu terbatas hanya untuk wadah koordinasi para ketua Senat Mahasiswa Fakultas dengan ketuaketua himpunan mahasiswa jurusan. Setelah reformasi, Senat Mahasiswa berubah menjadi Legislatif Mahasiswa. Untuk menjalankan program Senat Mahasiswa, dibentuklah Badan Pelaksana Senat Mahasiswa yang belakangan dikenal dengan BEM. Namun saat ini dua lembaga tersebut tepisah dengan tugas masing masing yang mana BEM berfungsi sebagai eksekutif dan Senat Mahasiswa yang berubah menjadi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) sebagai fungsi legislatif.
www.suarasikap.com
ilust Nab
merawat ingat
arah Perpolitikan
Kejuangan
trasi: bila
19 Pengurus organisasi BEM dan DPM, baik di lingkup kampus UPN maupun kampus lain, pada umumnya dipilih dengan menggunakan sistem pemilihan one man one vote. Sehingga organisasi lebih kentara dengan nilai politik yang demokratis. Pemilihan diselenggarakan oleh sebuah komisi yakni KPUM (Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa) yang dibentuk atas kesepakatan antara organisasi dengan unsur mahasiswa sehingga netralitas dalam pemura (pemilihan umum raya) dapat terjaga. Dari sanalah partai politik berbasis mahasiswa di kampus UPN “Veteran” Yogyakarta mulai bermunculan. Dalam momen PEMIRA pertama tersebut, turut menjadi perserta Partai Kebersamaan Mahasiswa (PKM), Partai Solidaritas Kampus (SKA), dan Partai Senang dan Sayang (PiSS). Dari ketiga partai tersebut yang masih eksis hingga saat ini adalah PiSS. Namun pada kontestasi pertama itu, PKM berhasil memenangkan kursi Ketua BEM.
Badan Kemahasiswaan saat ini memang sudah menyerupai Trias Politika seperti dalam pemerintahan sesungguhnya. Tidak berhenti disitu, mahasiswa mulai menginovasi adanya partai politik dari mahasiswa sendiri untuk menampung besarnya minat mahasiswa akan dunia politik tidak terkecuali di UPN “Veteran” Yogyakarta.
Pada tahun 2000-an, Partai PiSS menjadi satu-satunya partai yang bertahan dan mendominasi hampir setiap Pemilu Raya. Partai kampus yang didirikan oleh Uthu Taedini pada tahun 1999 menjadi pemenang dalam Pemilu Raya selama lebih dari 10 tahun sampai pada tahun 2016 sempat dimenangkan oleh calon independen yaitu Slamet Kastoro.
Khususnya di UPN Veteran Yogyakarta, dinamika dari organisasi politik kampus telah lama terjadi seiring dengan peralihan yang sering terjadi pada status perguruan tinggi UPN. Pada kampus kejuangan ini, terdapat organisasi yang berkaitan dengan politik mahasiswa yakni eksekutif (BEM KM dan Fakultas) serta Legislatif yakni Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM KM dan Fakultas). Berangkat dari semangat reformasi, tepatnya tahun 1999 UPN “Veteran” Yogyakarta memutuskan untuk melaksanakan Pemilu Raya pertama yang disebut PEMIRA. Sejak saat itu pemilihan Ketua BEM dan anggota DPM dipilih langsung oleh mahasiswa.
Dalam perjalanan perpolitikan kampus, sempat bermunculan beberapa partai seperti Partai Mahasiswa Revolusi (Mawar) yang berdiri pada 1 Maret 2011 dan mengikuti kontestasi dalam PEMIRA tahun 2012. Namun dari penelusuran reporter Sikap, partai politik ini tidak lagi berkembang setelah tahun 2012. Selama bertahun-tahun PiSS mendominasi sendiri perpolitikan kampus UPN “Veteran” Yogyakarta dan hanya melawan kandidat independen. Hingga pada tahun 2018, munculah sebuah partai baru bernama Aksi Karya.
www.suarasikap.com
20
merawat ingat Poros baru ini sebenarnya berasal dari tubuh PiSS sendiri. Disebabkan beberapa orang yang merasa sudah tidak se-visi lagi dengan PiSS, dan akhirnya memutuskan membentuk sebuah Aliansi bernama Aksi Karya. Aliansi ini terbentuk dari koalisi beberapa mahasiswa dari beragam jurusan yakni Teknik Kimia, Teknik Pertambangan, Ilmu Komunikasi, Teknik Lingkungan, Teknik Perminyakan, dan Teknik Informatika Pendirian Aksi Karya diawali oleh lima orang mahasiswa yaitu Aji Atnanto, Erdiko, Arkal Yardo, Rakha Faturrahman, dan Fernando Tappang. Serius ingin mendirikan sebuah partai kampus, mereka menyusuan AD ART hingga meminta izin kepada delapan jurusan di kampus UPN “Veteran� Yogyakarta. Universitas memang tidak mengakui adanya partai politik kampus adalah bagian dari mereka. Tidak ada regulasi khusus untuk pendiriannya, karena memang kampus tidak punya peran memfasilitasi terbentuknya partai dalam kampus. (Bisma, Nabila)
ilustrasi: Tyas
www.suarasikap.com
21
Politik kampus
AKSI KARYA,
K
BELAJAR BERPOLITIK DI KAMPUS
ampus bukan hanya sebagai tempat pendidikan formal untuk menuntut ilmu eksak yang penuh akan teori dan praktek. Banyak hal yang dapat dilakukan dan peroleh se lagi mengenyam bangku per kuliahan. Ber organisasi, berkarya, ber sosialisasi, ber inovasi, ber politik, dan bahkan mela kukan riset atau penelitian dapat kita lakukan sembari berkuliah.
Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat universitas sebagai pihak yang menjalankan ranah eksekutif didalam kampus biasanya dipimpin oleh Presiden Mahasiswa (Presma). Selaku pemimpin, Presma biasanya dalam pemilihan melalui tahap pemilu raya yang dimana seluruh mahasiswa dari setiap jurusan memiliki hak suara untuk memilih.
Untuk maju sebagai Presma bisa melalui jalur independen atau diusung oleh Disela-sela partai politik. perkuliahan Dengan begitu mahasiswa berarti menun dapat mengikuti jukkan bahwa di kegiatan maha kampus terdapat Sumber: instagram.com/upnaksikarya siswa yang ada, adanya partai atau bisa juga memilih organisasi lain yang yang aktif melakukan kegiatan politik. Tidak ada seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan dan ketinggalan pula di kampus UPN “Veteran� Badan Eksekutif Mahasiswa yang terdapat di Yogyakarta, di kampus bela negara ini juga kampus. Itu semua bisa dipilih berdasarkan memiliki partai politik. minat dan bakat yang dimiliki masing-masing Dahulu ada beberapa partai di UPN, akan pribadi. tetapi hingga tahun 2017 hanya ada satu partai Kampus dilengkapi dengan Badan yaitu PiSS. Lalu pada pertengahan tahun 2018 Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang berada di terbentuk partai baru dengan nama Aksi Karya. tingkat universitas dan fakultas. Adanya struktur Partai ini awalnya muncul sebagai aliansi atau organisasi ini bertujuan untuk memudahkan tim sukses yang mengusung Slamet Kastoro segala urusan yang menghubungkan antara atau yang biasa disapa Tora maju sebagai mahasiswa dengan pihak kampus, seperti salah Presiden Mahasiswa pada tahun 2016. satunya sebagai pihak advokasi. Di organisasi tersebut pastinya membutuhkan kaderisasi dari mahasiswa setiap tahunnya.
www.suarasikap.com
22
Politik kampus Pencalonan Tora diusung oleh tiga jurusan yang ada di UPN, yaitu Teknik Kimia, Teknik Pertambangan, dan Ilmu Komunikasi. Awal mula aliansi ini mendukung Tora untuk menjadi Presiden Mahasiswa dikarenakan adanya persamaan visi dan misi. Tora ingin melakukan perubahan karena merasa ada yang salah dengan sistem struktur mahasiswa di eksekutif. Akibatnya, banyak ketentuan atau kebijakan dari pihak rektorat atau kampus yang merugikan mahasiswa tapi mahasiswa diam saja. Akhirnya setelah Tora menjabat sebagai Presiden Mahasiswa selama 1,5 tahun, tiba saat pemilihan Presiden Mahasiswa baru pada tahun 2017. Aliansi Aksi Karya pada mulanya beranggotakan mahasiswa eks-kader partai PiSS, namun sudah tidak satu visi lagi dan akhirnya keluar untuk membuat poros baru. Awal dari poros ini terdiri dari tiga jurusan dan kemudian menjadi bertambah jumlahnya yang terdiri dari koalisi Jurusan Teknik Kimia, Teknik Pertambangan, Ilmu Komunikasi, Teknik Lingkungan, Teknik Perminyakan, Teknik Informatika, dan D3 Teknik Kimia. Poros baru ini muncul pertama kali untuk mengusung pasangan Diko dan Dika maju menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Selain hal tersebut, tujuan lain dari dibentuknya poros baru ini sebagai pengontrol untuk partai yang sudah ada. Partai Aksi Karya ini didirikan oleh lima orang yaitu Aji Atnanto, Erdiko, Arkal Yardo, Rakha Faturrahman, dan Fernando Tappang. Kelimanya menyusun AD/ART sebagai dasar dan manifesto, lalu meminta izin dari keseluruh jurusan pengusung untuk mendirikan partai kampus. Mereka merasa perlu meminta izin terhadap jurusan yang ada dikarenakan awalnya mereka adalah aliansi tim sukses Presiden Mahasiswa. Agar tidak terjadi kekeliruan maka dirasa perlu untuk meminta ijin. Sedangkan kepada pihak kampus mereka tidak ada perizinan secara resmi, karena secara administratif kampus tidak mengakui adanya
organisasi politik berbentuk partai mahasiswa. Setelah melalui proses penyususan AD/ ART dan mendapat izin dari keseluruhan jurusan yang mengusung, maka secara resmi partai Aksi Karya berdiri pada tanggal 2 Mei 2018, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Nama Aksi Karya sendiri pada awalnya merupakan nama kabinet yang akan dibentuk oleh Diko apabila ia terpilih menjadi Ketua BEM. Seiring berjalannya waktu hingga bulan November 2018 lalu, kelima founder Aksi Karya melakukan kaderisasi dengan orangorang terdekat yang memang satu visi-misi dan memiliki minat untuk berpolitik untuk bergabung dalam partai ini. Kini jumlah pengurus yang ada di partai Aksi Karya sebanyak 30 anggota dari angkatan 2014 sampai 2018, dengan Aji Atnanto sebagai ketua. Anggota-anggota Aksi Karya terbagi dalam beberapa Departemen, diantaranya Departemen Politik dan Pemerintahan, Departemen Kajian Literasi, Departemen Jaringan Massa, Departemen Kaderisasi, Departemen Media Publikasi, dan Departemen Rumah Tangga. Saat ini fokus dari Partai Aksi Karya adalah membangun bagian internal-nya dengan mengembangkan sumber daya manusia yang ada terlebih dahulu. Kemudian disusul untuk pengembangan eksternal. Untuk saat ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan hanya sekitar latihan dasar kepemimpinan, Focus Grup Discussion (FGD) dan lainnya. Berpolitik di kampus merupakan kegiatan yang menyita waktu, pikiran, dan tenaga sehingga dalam Partai Aksi Karya selalu menegaskan kepada para kadernya untuk memprioritaskan tiga hal terlebih dahulu, yaitu keluarga, akademik, lalu organisasi atau partai. “Untuk apa aktif di organisasi atau partai kalau akademiknya terbengkalai, kan kita ini tujuan awalnya di kampus untuk berkuliah bukan untuk berpartai,� ungkap Arkal selaku salah satu pendiri Partai Aksi Karya.
www.suarasikap.com
23
Politik kampus Ketigapuluh anggota yang merangkap menjadi pengurus nantinya akan mengadakan kaderisasi melalui rekrutmen yang terbuka untuk umum bagi seluruh mahasiswa dari semua jurusan yang ada. Dan setelah itu kegiatan-kegiatan yang bersifat eksternal mulai digalakkan. Partai Aksi Karya merupakan suatu wadah untuk belajar berpolitik dengan banyak manfaat yang bisa didapatkan seperti menjadi lebih
percaya diri, memperoleh ilmu negosiasi dan tentu dapat melakukan branding personalnya. Sejatinya berpartai atau tidak dalam lingkungan kampus adalah pilihan masing-masing dari setiap individu. Tidak ada yang salah dengan memilih terjun kedunia politik selama masa kuliah, karena setiap individu memiliki ketertarikannya sendiri, dan Aksi Karya merupakan salah satu wadah bagi mahasiswa yang ingin belajar berpolitik. (Dwi, Faya)
pasang iklan disini :
suarasikap@gmail.com
www.suarasikap.com
24
opini
GOLONGAN PUTIH
BUKAN TRADISI KITA
M
emasuki Tahun 2019 Indonesia akan mempunyai hajat besar, yang mana rakyat Indonesia akan memilih para pemimpin negara. Pemilu atau yang kerap disebut dengan pesta demokrasi ini akan diadakan pada 17 April 2019. Pelaksanaan pesta demokrasi yang diselenggarakan secara serentak ini akan memilih wakil-wakil rakyat di kursi legislatif dan eksekutif untuk masa jabatan 5 tahun kedepan. Semarak pemilu sudah dirasakan di seluruh penjuru Indonesia dari 2018 kemarin. Waktu kampanye yang diberikan oleh KPU yang sangat lama menjadikan gema Pemilu 2019 sudah terasa dari jauh-jauh hari. Para Capres, Caleg, Partai Politik, Elit politik maupun simpatisan mati-matian mengkampanyekan diri untuk mencapai kemenangan. Berbagai macam strategi dilakukan oleh tim sukses calon pemimpin untuk menaikan elektabilitas calon yang diusung.
Peran mahasiswa sebagai agen perubahan khususnya dalam berpolitik, sejatinya membuat perubahan positif untuk perkembangan politik di Indonesia. Terjun langsung dalam politik menjadi salah satu cara untuk menjadi agen perubahan. Namun jika belum bisa untuk terjun berpolitik, maka dengan tindakan seperti tidak menjadi “Golongan Putih” sudah berperan aktif sebagai agen perubahan. Walaupun tidak memilih dalam pemilu bukan sebuah dosa, namun itu adalah hak rakyat Indonesia yang sudah memenuhi syarat. Mahasiswa sebagai kaum intelektual tidak sewajarnya melakukan Golput. Sebagaimana kita tahu bahwa Golput tidak mencerminkan sikap demokrasi berbangsa dan bernegara dengan baik. Bayangkan berapa juta rakyat Indonesia berstatus mahasiswa, jika masih banyak mahasiswa golput, maka Indonesia akan rugi suara dan material yang telah disiapkan.
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan bahwa pemilih pada Pemilu 2019 ini mencapai 192 Juta orang. Jumlah ini naik 3,7% dari Pemilu 2014. Walaupun gaung Pemilu sudah berkumandang sejak awal 2018 dan kampanye sudah dimulai pada September 2018, namun sampai saat ini masih banyak para pemilih muda yang belum berperan aktif dalam Pemilu 2019 ini.
Seperti dalam buku “Parpol Suatu Tinjauan Umum”, Harris G Warren mengungkapkan bahwa “Elections are the accusations when citizens choose their officials and decide, what the want the goverment to do.These decisions citizens determine what rights they want to have and keep.” Pemilu dilakukan untuk memilih pejabat dan memutusan apa yang rakyat ingin pemerintah lakukan. Pemilu pula menentukan hak yang ingin rakyat miliki.
Sebagai orang yang berpredikat akademisi, kita sudah seharusnya ikut mengambil peran pada pemilu. Mahasiswa sebagai agen perubahan, kontrol sosial dan pemerintah, dan calon pemimpin bangsa. Dituntut untuk aktif dalam Pemilu 2019 sebagai bukti eksistensi mahasiswa dalam dunia politik.
Oleh karena itu untuk meminimalisir Golput, mengubah pemikiran diri sendiri untuk lebih peduli dengan politik Indonesia, dengan sikap peduli terhadap politik, kita dapat mengerti dan memahami para calon pemimpin. Dengan beberapa cara seperti mencari informasi tentang calon pemimpin lalu memilah informasi
www.suarasikap.com
opini tersebut, dan selalu mengikuti Debat Calon Pemimpin yang diadakan KPU juga salah satu caranya. Mengikuti perkembangan Pemilu 2019 dengan cara menghadiri sosialiasi tentang pemilu, agar mengerti bagaimana tata cara serta peraturan, terutama bagi mahasiswa luar daerah, yang mungkin tidak bisa pulang karena masa perkuliahan masih berlangsung dan melakukan cek daftar pemilih tetap di KPU apa dirinya sudah terdaftar menjadi pemilih atau belum.
25 Pesta Demokrasi tahun ini menjadi ajang bagi mahasiswa untuk berperan aktif dalam politik Indonesia baik sebagai politikus,tim sukses calon pemimpin, ataupun partisipan. Ilmu pengetahuan dan kekuatan menjadi ciri dari mahasiswa yang dapat berpotensi menjadikan Indonesia lebih baik dalam dunia politik. Sejarah Indonesia maupun dunia menempatkan pemuda sebagai garda terdepan suksesnya bangsa dan dalam setiap perubahan kondisi bangsa. (Tiana Riski)
www.suarasikap.com
" Norma tertinggi demokrasi bukan "jangkauan kebebasan" atau "jangkauan kesamaan". tetapi ukuran tertinggi partisipasi " (A.D. Benoist)