suluhmhsa ii

Page 1

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

1


2

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


daftar isi

Akademia PBB Gratis Berliku Di Parlemen

Suluh Utama Menjamurnya minimarket di sejumlah kota di Madura, bahkan kecamata-kecamatan, mempengeruhi penjualan pedagang tradisonal. Setelah berat bersaing sesama pedang tradisioanl, kini mereka harus juga bersaing dengan minimarket. Di sisi lain, banyak pasar tradisional yang digusur pemerintah karena alasan tata kota. Lahan mereka dijadkan pusat perbelanjaan yang lebih mewah dan mahal.

Eksotika Lakon Politik Masa Lalu dalam Balutan Seni

Percik Dialog 1000 Kata

Suluh utama

6

Suluh Khusus

8

Opini

12

Politika

17

Fokus Lensa

20

Esotika

22

Generasi Bangsa

26

Percik

28

Potensi Desa

31

Serambi

32

Akademia

36

Kriminal

40

Olah Raga

41

Oase

42

Redaksi Suluh MHSA

design: david

Majalah Bulanan Suluh MHSA ini diterbitkan SAI (Said Abdullah Institute) Pembina: MH Said Abdullah, Januar Herwanto. Pemimpin Umum: Moh Rasul Junaidy. Wakil Pemimpin Umum: A Zahrir Ridlo. Pemimpin Redaksi: Abrari Alzael. Sekretaris Redaksi: Zeinul Ubbadi. Lay Outer: Ahmed Davidinejad. Reporter: Didik L Setia Budi, M Sa’ie. Fotografer: Mohammad Saiful Bahri. Biro Sampang: Fathurrahman. Biro Pamekasan: Nanang Sufiyanto. Biro Sumenep: Zaiturrahiem RB. Biro Bangkalan : Ervandi. Biro Jakarta: Alwi Assegaf Alamat Redaksi : Jalan Adirasa 5-7 Sumenep 69417 tel. 0328-674374 faks. 0328-661719. email : suluh_mhsa@yahoo.com. web : www.suluhmhsa.com. Redaksi menerima sumbangan tulisan dari pembaca baik berupa opini maupun artikel lainnya.

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

3


Salam Suluh

Disebabkan Oleh PAsar Salam Redaksi

S

etelah majalah Suluh MHSA edisi I/Juni/2011 lalu disebar, sambutan pembaca beragam. Sebagian pihak mengatakan baik, full colour, dan bisa diakses dengan begitu mudah. Sebagian lainnya memberikan masukan dan kritik yang membangun. Salah satu yang memberikan apresiasi antara lain karena di Madura belum ada majalah yang menjadi bacaan alternatif. Karena itu kehadiran Suluh MHSA dianggap sebagai bacaan yang menyajikan sesuatu yang berbeda dari media lain yang pernah ada sebelumnya di Madura. Banyak yang berharap majalah ini tidak layu sebelum benar-benar berkembang. Opini lainnya tentang kritik terutama merujuk pada edisi yang lalu, isi majalah Suluh MHSA terdahulu dianggap terlalu nasional. Seolah-olah, Suluh MHSA di edisi pertama merupakan majalah nasional yang membahas isu-isu lokal-regional. Seharusnya, versi pembaca yang memberikan saran, Suluh MHSA dari lokal, membincang isu-isu lokal untuk disampaikan kepada dunia nasional. Sekedar menyampaikan bahwa nasionalisme dimulai dari perspektif lokalitas dan regionalitas. Edisi kedua kali ini, kru kreatif Suluh MHSA ingin memberikan jawaban yang lokalistik tentang ancaman pasar modern. Ini sebagai bentuk pendemokratisan ide yang berkembang dari masyarakat. Tema ini dipilih karena obrol-obrol di pasar rakyat, tradisional dan sarat dengan wajah pasar Indonesia yang sesungguhnya. Ketika ritel menjamur dan tumbuh di mana-mana, kegelisahan warga pasar tradisional membahana. Apalagi, dari waktu ke waktu pasar tradisional gulung tikar karena tidak sanggup menata diri secara lebih baik

4

dan diperparah kapitalisme pasar yang merontokkan nilai-nilai sosial karena kuasa pemilik modal. Diskursus tentang pasar sebenarnya bukan barang baru tetapi ia bukan sesuatu yang basi. Pemerintah sebagai pengayom dan pembuat regulasi tentang apapun termasuk pasar mau tidak mau, suka tidak suka harus memberi perhatian kepada pasar tradisional. Pasar ini bukan sematamata didominasi warga lokal, tetapi yang lebih penting tidak ada kooptasi dan hegemoni dalam penguasaan pasar. Marginalisasi pasar tradisional

telah terjadi di kota besar yang luar biasa dahsyat. Pelan tapi pasti, pengusaha pasar tradisional tidak bersaing dan dipukul mundur tanpa disengaja ke pelosok. Pada saat di pelosok dan berada di ruang yang terpinggirkan, pengelola pasar tradisional hanya menjadi penonton. Apabila yang terjadi di kota besar tentang pasar tradisional yang terpinggirkan saat ini berlangsung, pelan tapi pasti hal itu akan merambat ke Madura, ke Bangkalan, Sampang, Sampang dan Sumenep. Ini terbukti ketika di sejumlah kecamatan pun, hari ini, di Madura pasar tradisional telah menjadi penghunbi baru yang kokoh.

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Maka apabila minimarket tak diatur dan dibiarkan bangkit, pastilah kebangkrutan pasar tradisional itu akan segera tiba. Laju ini bisa dibuat lebih lambat ketika pemerintah tidak hanya diam. Sebab diam saja, tidak bisa menyelesaikan masalah. Jika diam dan doa saja tak bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik, apalagi jika penguasa berselingkuh dengan penguasa. Di edisi kali ini, mudah-mudahan Suluh MHSA bisa memberi warna, setidaknya bisa membuat kita merenung dan berpikir untuk membuat ekonomi kerakyatan yang sekarat ini lebih punya makna. Masalah penyebaran pasar modern ini mengacu pada regulasi internasional tidak bisa dibendung. tetapi hal ini bukan tidak bisa diatur dengan aturan lokal yang mengingat. Mengatur tidak berarti melarang. Namun memberi kawasan dan zona yang terkonsep secara matang, pastilah ini jauh lebih baik dibanding membiarkannya menjamur tanpa tataruang. Soal terjepitnya pasar tradisional ini tentu bukan hanya diserahkan kepada pemerintah. Sebab pemerintah kadang-kadang lupa dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan karena sibuk mengurusi hal yang lebih besar meski hasilnya tidak jarang kecil. Itulah sebabnya kita semua yang mengingatkan bahwa adakalanya ketidaklaziman telah terjadi baik menyangkut pasar dan hal lain di luar pasar. Tema pasar modern dan tradisional kali ini sekedar renungan bersama bahwa di pasar seseorang tidak boleh buang sampah dan meludah sembarangan. Sebab pasar bukan hanya memuat tempat sampah tetapi ruang sosial yang mengajak seseorang lebih ramah. Selamat membaca. Wassalam Redaksi


suara pembaca SEMOGA TETAP EKSIS Saya mengucapkan terima kasih telah mendapat kiriman majalah Suluh MHSA. Isinya oke banget. Kertasnya juga cukup wah. Persoalan yang dibahas secara ringan dan dengan perwajahan yang cukup elegan, membuat kami maulai akrab dengan persoalan-persoalan bangsa yang sebelumnya malas kami ikuti. Harapan kami, Suluh akan terus terbit dengan semangat dan kritis terhadap apapun yang menjadi persoalan di negeri ini, khususnya di Madura. Saya pikir, Suluh akan mampum memberi warna baru bagi dunia pers yang selama ini hanya dimonopoli oleh koran-koran harian. Selain laporan utama dan wawancara tokok, yang sangat menarik bagi kami adalah adalah rubrik politika yang menyajikan data-data konkrit seputar persoalan yang ada di empat kabupaten di Madura. Dengan membaca rubrik tersebut, kami menjadi tahu persis kinerja dan persepsi masyarakat terhadap apa yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Akhirnya sukses buat Suluh, teruslah terbit secara konsisten untuk mengawal madura menjadi lebih baik. MUHAMMAD WARDI MH Sera Barat Bluto FOTO-FOTO SULUH, OKE BANGET Salam untuk Suluh dan segenap Crew. Saya cukup senang mendapati madura kini memilik Suluh. Optimisme untuk maju terasa bangkit kembali setelah sempat redup. Berbagai kekayaan madura yang disajikan di rubrik foto membuat saya tergerak untuk mengopeni banyak hal di sekitar saya sebagai kekayaan budaya. Sekalipun itu kecil. Rubrik foto di majalah Suluh rasanya cukup elegan dan sangat tepat untuk menampilkan berbagai kekayaan madura dan dinamika yang ada di dalamnya. Saya berharap rubrik terus semakin ditingkatkan agar bisa menampilan foto-foto yang makin baik dan elegan. Yang mampu menggerakkan orang untuk berbuat untuk madura. KHAIRUL MUFID Penggemar Fotografi tinggal di Sumenep SUKA BAHASA SANTUN SULUH Majalah Suluh MHSA edisi pertama sangat nasional isinya. Bahasanya juga terlalu berat untuk saya pahami. Namun dengan begitu, saya juga tertantang untuk belajar menjadi pembaca yang lebih arif. Jika bahasa Suluh MHSA berat, sesungguhnya sayalah yang mungkin kurang belajar lebih dalam. By the way, saya suka banget karena bahasa di Suluh MHSA santun. Meski saya akui kadang-kadang menyinggung, tetapi saya yakin yang disinggung tidak akan merasa. Suluh MHSA, teruslah terbit dan jangan lupa dikirimi lagi ya he...tq.

MENERTAWAKAN DIRI SENDIRI BERSAMA SULUH Membaca Suluh MHSA seperti melihat diri sendiri di depan cermin. Ia menampakkan segala sesuatu tentang diri saya, madura dan indonesia apa adanya. Menampakkan kebaikan tanpa berlebihan, dan menunjukkan kekurangan tanpa membuat tersinggung. Saya suka sekali dengan rubrik Oase di halaman paling belakang. Sebab dengan membacanya, saya merasa terusik untuk mempertanyakan kembali rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap bangsa saya. Adakah saya termasuk orang yang sudah membantu bangsa ini keluar dari permasalahannya, ataukah saya justru bagian dari masalah yang membuat bangsa ini semakin sekarat? Membaca Suluh, tak ubahnya ke dokter. Men-chek up tubuh kita untuk mengetahui yang mana yang masih baik dan mana yang perlu dirawat, dan bahkan mana yang perlu diamputasi. Kalaupun saya sangat lemah untuk bisa berbuat banyak bagi negeri ini, minimal saya tahu seperti apa kondisinya dan dimana saya berada pada berbagai persoalan yang menimpanya. Dengan begitu, minimal saya bisa berdoa agar bangsa ini bisa keluar dari berbagai persoalannya. Termakasih buat Suluh... RAHMATULLAH Cerpenis, tinggal di Pragaan

IMELDA Jalan Raya Larangan Tokol Pamekasan Madura

dari redaksi SULUH MENAMBAH WAWASAN Dengan membaca Suluh MHSA wawasanku kian bertambah sekaligus membuka mata mengenai hal-hal baru yang ada di Madura. Saat ini saya sedang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya, banyak teman-teman di kampus menilai bahwa Madura adalah daerah yang kering, kasar, tak terpelajar, baik alam maupun orang-orangnya. Tapi dengan adanya majalah Suluh MHSA sebagai referensi,saya merasa lebih mantap menjelaskan pada temen-temen tentang bagaimana Madura yang sebenarnya.. maju terus Suluh MHSA!!

Pembaca Suluh MHSA yang budiman. Apapun masukan, saran, dan kritikan Anda, kami pandang sebagai perhatian. Tanpa pembaca, kami bukan siapa-siapa. Sekali lagi terima kasih mudah-mudahan kami tetap eksis dan menampilkan sisi lain tentang Madura

NURI FIKAYANTI - Mahasiswi

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

5


SULUH UTAMA

Dilema Pasar Tradisional Madura

MEMBIARKAN KEBANG

Menanti Kebangkrut

M

enjamurnya minimarket 24 jam di sejumlah kota termasuk Madura bahkan kecamatan di Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan, mempengeruhi penjualan pedagang tradisonal. Sebab, saingan para pedagang tradisional bertambah. Saingan antara sesama pedagang tradisional dan saingan baru dengan toko modern (minimarket). Selain itu, banyak pasar tradisional yang digusur pemerintah karena alasan tata kota. Lahan mereka dijadkan pusat perbelanjaan yang lebih mewah dan mahal. Pedagang tradisonal ini terancam keberadaannya. Sudah banyak pasar tradisonal yang digusur karena alasan tata kota. Keberadaan mereka diangggap menggangu kerapian kota. Seakan-akan kota adalah tempatnya gedung-gedung tinggi dan mewah. Secara perlahan pedagang tradisonal mulai dipinggirkan ke pelosokpelosok kota. Mungkin saat ini belum begitu terasa bagi pedagang bahan makanan di pasar tradisional atas adanya minimarket. Seiring waktu berjalan bukan tidak mungkin mini marketpun akan menjual semua kebutuhan masyarakat. Dengan keutamaannya, lebih praktis dan higienis mungkin bisa mengalihkan konsumen untuk membeli di minimarket. Adanya minimarket 24 jam, masyarakat dibawa ke arah perubahan sosial. Perubahan sosial di sini sangat merugikan pasar tradisional. Konsumen diajarkan untuk belanja dengan lebih simple dan praktis tanpa adanya tawar-menawar antara pedagang dan pembeli. Ini akan mengubah ciri khas perdaganagn yang ada di Indoneisa. Semua harga sudah di patok. Interaksi antara

6

pembeli dan pedagang pun nyaris tidak ada. Pembeli hanya datang membeli barang yang dibutuhkan dan pergi begitu saja. Sikap individualistis sangat terlihat di sini, hanya saja ditutupi dengan ramahnya pramuniaga yang memang dibayar untuk ramah kepada pelanggannya. (Ricky, 2010). Pedagang pasar tradisional di sini merupakan bagian dari sistem sosial yang ada. Fungsinya sebagai tempat masyarakat berinteraksi, bisa dikatakan sangat penting. Karena sebagai suatu subsistem, ia menjaga keseimbangan sosial dalam masyarakat. Kegiatan interaksi yang terjadi di dalamnya, menciptakan suasana yang harmonis antara pedagang dan pembeli sebagai individu dalam masyarakat. Proses sosialisasi yang terjadi di dalamnya, ideal dengan budaya ketimuran orang Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas. Persamaan makna dari suatu komunikasi, terlihat dari kegiatan tawar-menawar yang dilakukan antara pedagang dan pembeli. Interaksi yang ada antara pedagang dan pembeli, mengakibatkan adanya proses saling mengenal satu sama lain. Dengan munculnya minimarket 24 jam, yang sekarang menjamur,

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

pedagang pasar tradisional mendapat tekanan-tekanan, walaupun hal tersebut tidak langsung dirasakan mereka. Namun, secara tidak sadar, hadirnya minimarket-minimarket ini, lama-kelamaan akan menekan keberadaan mereka. mulai dari saingan yang bertambah tidak hanya antara sesama pedagang, namun juga den-


KITAN PASAR MODERN an Pasar Tradisional

masyarakat. Sebagai contoh, pada pasar tradisional pembeli sepenuhnya dilayani oleh pedagang, yang mengakibatkan terjadinya interaksi secara langsung satu sama lain. Namun tidak demikian di minimarket, atau supermarket. Pelayanan dirubah menjadi swalayan, atau self service. Yaitu, pembeli diarahkan untuk melayani diri sendiri dalam membeli barang yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan kurangnya interaksi antara individu. Lama kelamaan, hal ini akan menjadi biasa, dan menjadi gaya hidup dalam masyarakat.

gan minimarket yang ada. Hal ini juga dengan sendirinya mengubah proses sosialisasi yang ada. Sistem sosial yang ada akan berubah, menjadi tidak seimbang lagi dikarenakan fungsi pasar tradisional sebagai tempat berinteraksi telah berkurang. Ini tidak hanya berdampak pada proses sosial saja, namun juga berdampak bagi masingmasing individu dalam masyarakat. Akan muncul sifat individualis

Tidak hanya itu, dari segi ekonomi juga sangat berdampak bagi pedagang pasar tradisional. Para pelanggan yang berkurang karena mereka beralih pada minimarket dan supermarket, tentunya mengurangi pendapatan para pedagang. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka akan terjadi ketidakseimbangan di bidang ekonomi. Para pedagang yang tadinya mengandalkan pendapatan dari berdagang, terpaksa harus mencari lahan lain yang dapat menghasilkan pendapatan. Begitulah tinjauan berdasarkan fungsional struktural. Bahwa setiap sistem sosial merupakan siklus yang selalu berubah dan membentuk

suatu sistem yang baru. Adanya minimarket 24 jam, mengakibatkan ketidakseimbangan dalam sistem sosial. Namun perlahan-lahan, ketidakseimbangan tersebut akan bergerak dan membentuk suatu keseimbangan yang baru. Mau tidak mau, pedagang pasar tradisional harus mengikuti perkembangan tersebut. Mereka akan beralih fungsi membentuk suatu tatanan yang baru, dan kebiasaan yang baru pula. Bisnis mini market atau toko swalayan mini memang tidak ada matinya dan menjadi bisnis primadona hampir sepanjang tahun 2010 sampai 2011 sekarang, gerai-gerai mini market baru terus bermunculan ditandai dengan banyaknya para pengusaha dan pejabat yang melirik bisnis ini. Dengan banyaknya modal yang dimiliki akan semakin banyak pula mini market-mini market yang akan didirikan. Pernahkah Anda menghitung, hampir disepanjang jalan baik sebelah kiri atau sebelah kanan jalan yang biasa kita atau Anda lalui untuk pergi ke kantor atau tempat kerja, berapa banyak mini market yang dapat Anda hitung?? Tren masyarakat yang konsumtif dan lebih senang belanja di tokotoko modern. Mini market atau toko swalayan mini tentu jadi pilihan utama, karena suasana yang lebih dingin, lebih bersih, dan lebih nyaman ketimbang warung biasa atau kios di pasar tradisional. Soal harga, selisihnya juga tak lagi terlalu besar apalagi belakangan ini mini market banyak menggelar aksi diskon besarbesaran atau promo yang tidak lain untuk menggiring konsumen supaya berbelanja di mini market. Dengan begitu pasar tradisional atau kios biasa jadi sangat terancam

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

7


SULUH UTAMA

Dilema Pasar Tradisional Madura

berbelanja di pasar/toko modern. Namun bukan berarti mereka lebih dipinggirkan dalam berusaha, karena ini juga menyangkut hajat hidup orang banyak. seperti perbandingan yang disebutkan diatas bahwa perbadingannya adalah 1 banding 20, maka 1 mini market dibangun akan mengancam 20 toko tradisional dalam berusaha. Walaupun toko modern juga menciptakan lapangan kerja baru, namun lapangan kerja itu membuat mati lapangan kerja yang lain. Apakah ini bisa dikatakan peningkatan ekonomi? Yang pasti, selama kita masih mampu berusaha lewat jalur yang tidak merugikan orang lain, kenapa harus memilih usaha yang akan mengancam pihak lain. Namun inilah bisnis, kita harus memahami kata persaingan dan mampu membuat strategi dalam berusaha. Dan tetap yakin rezeki sudah ada yang mengatur dan tidak akan tertukar satu dengan yang lainnya.

MENUNGGU PEMBELI: Seorang padagan cabe di pasar tradisional Kecamatan Pragaan Sumenep sedang menunggu pembeli.

eksistensi dan keberadaannya serta memunculkan polemik bagi kehidupan sosial seperti sekarang ini, berdasarkan informasi yang pernah penulis baca di beberapa media masa dan media cetak, keberadaan minimarket telah menyedot pembeli yang selama ini terbiasa belanja dipasarpasar tradisional, warung biasa dan kios di pasar. Diperkirakan, setiap berdiri satu minimarket, maka paling tidak; ada 20 pedagang di pasar tradisional yang kehilangan pembelinya. Untuk mengerem laju pertumbuhan dari mini market atau toko

8

swalayan mini tersebut, perlu kiranya pemerintah turun tangan dalam mengatur dan sekaligus memberikan pengertian kepada para pengusahapengusaha yang mempunyai modal besar dan akses tak terbatas agar lebih bertoleransi dalam berusaha. Karena masing-masing pihak baik pedagang tradisional maupun pengusaha mini market mempunyai hak yang sama dalam berusaha. Namun dalam hal ini pedagang tradisional lebih banyak “kalah� dalam persaingan karena kendala dukungan modal dan sistem yang memang lebih memudahkan para konsumen dalam

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Solusi pengaruh minimarket terhadap pasar tradisional, antara lain adanya perhitungan membangun minimarket di setiap daerah. Karena kita lihat saat ini minimarket sangat menjamur di setiap daerah terutama pusat kota. Jaraknya bisa hanya 200 m atau 300 m antara minimarket yang sama. Belum lagi minimarket yang berbeda yang tidak jarang terlihat bertetanggaan. Jumlah ini harus dapat dikendalikan pemerintah agar dalam perdagangan dan persaingan dengan pasar tradisonal tetap sehat. Harga produk supermarket dan minimarket harusnya lebih mahal dibandingkan dengan harga pasar tradisonal. Dengan begitu pedagang tradisonal merupakan pilihan alternative bagi pembeli. Di supermarket dan minimarket adalahtempat yang lebih mewah dan rapi, jadi wajar bila harganya lebih mahal dari pasar tradisional yang becek dan tidak rapi. Pemerintah seharusnya mampu mengelola pasar tradisonal dengan lebih baik. Bila alasanya pasar tradisonal tidak rapi dan merusak tata kota kenapa harus di alokasikan? Kenapa tidak dibenahi saja dan atur bentuk dan kerapiaannya.? (tim)


Dua Bupati Satu Narasi Soal Regulasi Pasar Modern

M

erebaknya minimarket yang dikendalikan kapitalis bersistem kartel mendapat perhatian dari dua bupati di ujung timur Madura, KH A Busyro Karim (Sumenep) dan KH Kholilurrahman (Pamekasan). Dua bupati yang samasama berlatar pesantren itu menganggap perlunya regulasi di tingkatan agar kehadiran ritel di masing-masing wilayahnya lebih terarah dan tidak mengganggu pasar tradisional yang lebih dulu hadir. Selain itu, kedua pimpinan itu akan mempertimbangkan zona ritel di kecamatan. Ini dipandang perlu mengingat masukan dan saran dari masyarakat yang memandang perlu pengaturan zona dan aspek lainnya berkait tumbuhnya ritel dan minimarket. Di Kabupaten Sumenep misalnya, ditemukan dua ritel yang berdekatan di kecamatan Pragaan. Jarak Indomaret dan Alfamart berdekatan. Jika ditarik lurus, dua minimarket di ekcamatan Pragaaan ini tidak sampai 50 meter. Di sekitarnya, terdapat pasar-pasar dan toko tradisional. Bahwa pasar memang bebas, tetapi bebasnya pasar pasti memiliki aturan. Inilah yang dianggap perlu dikaji agar sama-sama diuntungkan dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Selain itu, di bursa pasar persaingan merupakan keniscayaan tetapi bersaing dengan pihak yang tidak sebanding dapat menyebabkan kematian salah satu diantara keduanya. Menurut Bupati Sumenep A Busyro Karim, pihaknya menyadari ada banyak masukan adanya pengaturan zona antara minimarket dengan minimarket dan minimarket dengan pasar serta toko tradisional yang ada disekitarnya. Sebagai pimpinan di daerah, bupati tidak akan melakukan pelarangan pasar sepanjang hal tersebut tertib aturan dan tidak bersentuhan secara sosial di lapis bawah. Dia menganggap pengaturan diperlukan agar bias minimarket Jakarta tidak membekas di madura khususnya Sumenep. Berdasar data, ratusan pasar tradisional di Jakarta dan kota besar lainnya digulung mal, supermal, dan minimarket. “Perlu memang pengaturan agar tata ruang dan zonanya lebih konseptual,� terangnya. Itu juga yang dialami Bupati Pamekasan Kholilurrahman. Kholil mengaku telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan pendataan mal, supermarket,

KHOLILURRAHMAN Bupati Pamekasan

dan minimarket di lingkungannya. Tidak itu saja, titik dan lokasi minimarket tersebar di mana saja dan berikut zonanya masing-masing. Berdasar laporan, di kecamatan Tlanakan terdapat minimarket yang jaraknya ditengarai berdekatan dan berada di tengah-tengah pasar dan toko tradisional. Dia berpendapat, pasar modern merupakan keharusan dan tuntutan jaman. Namun di mana minimarket harus ditempatkan sesuai zona, hal ini perlu mendapat permakluman dari semua pihak. Secara teknis, pengusaha mana pun memerlukan kawasan yang strategis untuk kelancaran distribusi dan sirkulasi barang. Tetapi saatmana semua minimarket berada di satu titik, dia yakin dari perspektif pasar akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Dia memberikan ilustrasi tanah yang subur dan layak ditanami apa saja. Tetapi ketika semua tanaman ditanam di satu tempat, perkembangannya terganggu apalagi bila pohon itu ditanam tanpa jarak yang sesuai. Karenanya dipandang perlu regulasi agar pohon yang hendak di tanam tidak terlalu dekat agar pertumbuhan pohon tidak terganggu. “Kan begitu (seperti logika tanam pohon) i’tibarnya,� katanya. Jauh sebelum bicara soal pengaturan zona minimarket ini semua bupati telah duduk bersama untuk membahas Madura pasca beroperasinya Suramadu di Sumenep. Pertemuan itu menggagas integrasi Madura agar maju bersama-sama sebagai kesatuan Madura secara umum. Integrasi Madura yang utuh dalam kesatuan pulau ini dirasakan bersama untuk memajukan Madura secara massif. Termasuk juga pengaturan yang bisa dilakukan bersama menyangkut kemaduraan maupun yang terkait ke daerahannya masing-masing. Tumbuhnya minimarket di setiap kabupaten bahkan di kecamatan, dianggap ruang privacy daerah yang tidak tersangkut pada konteks Madura secara umum. Namun demikian, apa yang pantas diatur dianggap perlu dibuatkan regulasi agar tidak mengalami benturan dan masyarakat tradisional Madura tidak terpinggirkan. (abe)

A. BUSYRO KARIM Suluh Bupati Sumenep

MHSA | Edisi II | Juli 2011

9


SULUH KHUSUS

Merawat yang Terpinggirkan

Bangkitkan PKL, Hidupkan Pasar Tradisional Begini, saya melihat pasar sudah sangat bebas. Tetapi kebebasan pasar kan bisa diatur. Contoh minimarkert dari sejumlah bendera hingga merambah kecamatan dan lebih dari satu unit pula. Kami bukan tidak setuju minimarket. Tetapi bila minimarket tumbuh bebas, pastilah pasar tradisional tertinggal. Nah, di sinilah pemerintah harus lebih tegas terutama minimarket yang tumbuh subur di daerah kecamatan. Anda ingin ada peraturan yang lebih jelas?

A

ncaman booming minimarket yang dikelola dengan sistem kartel disipaki penggiat pasar tradisional dan pengayom PKL. Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Pamekasan Wahyu MJ Garuda mengkritisi pembuat kebijakan apabila minimarket dibiarkan berjajar tanpa aturan dan kepastian hukum. Berikut penuturannya kepada Suluh MHSA.

10

Anda merasa pasar tradisional terancam? Sangat terancam. Mengapa? Ada dua hal yang telah menyebabkan pasar tradisional terancam. Pertama, mentalitas yang tidak sepenuhnya berubah. Tradisional itu kan bukan berarti kumuh dan dijauhi konsumen. Tradisional tidak anti kemapanan dan bisa diatur menuju area pasar tradisional yang bagus. Jangan salah, di Singapura yang dikenal menjadi pusat perbelanjaan itu juga ada kaki lima. Misalnya di China Town PKL banyak. Tetapi mereka bisa diatur dan pemerintahnya mengatur. Kedua, pasar tradisional terancam ketika pemerintah tidak memberikan proteksi atau setidaknya membuat regulasi yang sama-sama menguntungkan. Maksudnya?

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Persis. Misalnya, PKL di Pamekasan yang berusaha tertib dan tersebar. Ada memang sebagian kecil yang belum tertib dan masih dalam proses. Mereka berinteraksi dalam payung APKLI dan koperasi. Artinya, PKL juga bisa mengatur dirinya dan bisa diatur pemerintah, itu apabila pemerintah ingin mengatur mereka. Nah terkait dengan retail dan minimarket yang dikendalikan pemilik modal berlatar kapitalis, pemerintah harus lebih tegas sebelum semuanya terlanjur menyingkirkan pasar tradisional. Tapi kan ada zona-zonanya. Bagaimana Anda bisa berhasil menata dan memenej PKL? Bukan saya, tetapi semua yang terlibat. Pastilah tidak sendirian dan seluruhnya, kerja tim. Menurut saya, desain masa depan PKL, pasar tradisional dan minimarket maupun supermarket dalam sebuah wilayah itu kan harus ada konsepnya. Ini tidak bisa dilakukan sambil jalan. Demikian juga pemilik modal dalam membangun minimarket maupun supermarket tidak akan begitu saja tetapi ada proses. Misalnya? Ada kasus bangunan mangkrak karena dari awal pemilik modal menilai


pemerintah itu gampang. Mereka yakin bangun dulu ijin belakangan. Tetapi pada akhirnya, pemerintah tegas karena dirasani gampangan. Saya juga ingin pemerintah juga punya konsep khususnya menyangkut ekonomi lokal yang digerakkan warga lokal. Penataan ekonomi lokal berbasis koperasi harus diawali dengan data, garapan, dan siapa mengerjakan apa di mana. Ini penting untuk menghindari kesalahan sasaran. Ujung-ujungnya berurusan dengan pihak yang tidak diinginkan karena beranjak dari data yang tidak valid dan garakan yang belum jelas. Apakah pasar tradisional lebih pas menginduk ke koperasi? Ingat, koperasi ini telah berkumandang sejak jaman Soekarno-Hatta. Sendi-sendinya tertuang dalam UUD 1945. Masalahnya mengapa koperasi tidak selalu tegak berdiri, eksekusi dan realisasinya menjauh dari yang seharusnya. Dulu, koperasi diributkan karena penerima pinjaman dana koperasi tidak bertanggungjawab. Seharusnya dana koperasi dikelola bersama untuk kepentingan bersama pula. Tetapi apa yang terjadi? Dana koperasi dilakelola sendiri dan merugikan rakyat bersama. Bukan koperasinya yang salah tetapi pihak yang mengelola tidak profesional untuk tidak mengatakan tidak bertanggungjawab. Saya kira koperasi harga mati bagi wong cilik. Menurut Anda, adakah eksekusi koperasi saat ini? Wah, kalau yang itu saya tidak tahu. Namun kan tidak tahu bukan berarti hal itu tidak terjadi. Yang pasti, koperasi pada tingkatan operasionalnya bisa begitu (bermasalah) atau tidak begitu (tidak ada masalah). Tetapi persoalannya kan bukan di sana. Saat ini bagaimana kita kembali menggerakkan koperasi secara bersama-sama. Ini memang bukan untuk melawan kapitalisme. Hemat saya kapitalisme tidak bisa dilawan oleh wong cilik karena bukan tandingannya. Tetapi paling tidak derap kapitalisme bisa terhadang

Nama Tempat TL Pendidikan Aktivitas

karena people power melalui koperasi gotong-royong. Kalau gotong royong habis di tengah massa? Nah, ini baru masalah. Tanpa gotongroyong, meminjam istilah Lenin, negara sudah melenyap karena kedaulatan redup. Koperasi itu sebagai lumbung ekonomi berbasis kerakyatan lho. Dalam bahasa UUD 1945 koperasi kan usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Kekeluargaan dalam bahasa koperasi ini kan simbol kebersamaan yang tidak bisa ditafsir koperasi dibuat berdasar susunan anggota keluarga seperti keluarga politisi yang mengkooptasi jabatan di salah satu provinsi ujung barat pulau Jawa ini. Kakak jadi gubernur, adik jadi bupati, ipar walikota, anggota DPR dan seterusnya. Kalau koperasi dipahami keluarga politisi tersebut, lenyap pula koperasi sebab yang terjadi hirarakhi.

agar tidak mengidentikkan PKL sebagai pedagang yang mengganggu pemandangan. PKL adalah kaum tradisionalis yang bisa diatur dan menyanggah ekonomi lokal. Kami juga minta pasar tradisional tidak dimatikan lantaran membiarkan retail dan minimarket tumbuh subur dan nyaris tanpa zona. Yang perlu diingat adalah gambaran pasar tradisional masa depan tergantung bagaimana pasar tersebut ditata mulai hari ini sebelum segalanya terlambat dan menyusahkan. (abe)

Anda begitu yakin tradisionalisme pasar dan koperasi bisa menguatkan ekonomi lokal? Pasar bebas itu juga tidak bisa dibendung. Tetapi kan bagaimana caranya agar pasar bebas tidak sedemikian bebas berkembang biak. Itu sebabnya rakyat butuh perlindungan dan regulasi dari pemerintah yang berwenang dalam pengaturan. Kalau pemerintah di wilayahnya tidak mau mengatur, jika retail dan minimarket tidak mau diatur, ini kan sama artinya meminta rakyat buat aturan sendiri. Tidak bisa begitu, anarkhi setiap lini bukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah. Ada pesan yang ingin disampaikan? Saya hanya ingin meminta siapa

saja

: Wahyu MJ Garuda : Pamekasan, 25 April 1985 : S1 di Unira Pamekasan S2 di Ubhara Surabaya : Ketua APKLI Pamekasan Fungsionaris ikatan mahasiswa hukum Indonesia

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

11


Opini

Menggagas Penguatan

POTENSI LOKAL & UKM Alex Marteen Kolumnis

Pelan tapi pasti, UKM dan usaha SDM lokal terjerembab dalam nominal yang sangat rendah, bahkan nyaris tak berharga.

di Kabupaten Sumenep

K

abupaten Sumenep secara kewilayahan berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara. Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Flores. Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan dan di sebelah selatan berbatasan dengan Selat Madura. Luas keseluruhan kabupaten ini sekitar 1.998,54 km 2 terbagi atas daratan seluas 1.147,24 km 2 dan kepulauan 851,30 km 2. (DKP, Kabupaten Sumenep). Di areal tersebut terdapat 1.078.315 jiwa dengan berbagai profesi. Diantaranya, sebagian penduduk bekerja sebagai petani (termasuk perikanan dan kelautan) sebesar 38,18%, pedagang (29,58%), dan bekerja di sektor lain 14,4%. Tetapi, apapun pekerjaan warga di sektor non formal itu, tidak selalu sinergis dengan percepatan pembangunan. Bahkan, petani, pedagang, dan sektor lainnya di dataran menengah ke bawah terpinggirkan. Tergusurnya sektor UKM ini antara lain karena arah kebijakan belum mendukung berkembangnya usaha mikro, termasuk UKM pertanian. Ini terjadi karena berkurangnya pasar tradisional yang tergusur pasar modern. Berdasar data, pasar tradisional setiap tahun menyusut 8 persen sedangkan pasar modern tumbuh 30 persen. (Kompas, 28 Februari 2008)

12

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Dari sisi sosial-psikologi usaha mikro, terjadi hubungan simbiosis antara pasar tradisional dan UKM. Sebab, sebagian besar produk yang diperdagangkan di pasar tradisional yang dihasilkan UKM. Sehingga hidup-matinya pasar tradisional mematikan industri kecil yang memasok ke pasar tradisional. Di berbagai daerah, pasar di atas UKM mulai merambah. Kondisi ini menyebabkan sumber daya alam ditolak. Sebaliknya, SDM lokal justru lebih tertarik pada pasar serba ada dengan konsep swalayan. Dalam konstruk ini berbanding terbalik. Harga barang dan SDM lokal yang sama-sama rendah ini justru dimanfaatkan kapitalis yang muncul di tengah-tengah rumah penduduk yang memiliki UKM. Pelan tapi pasti, UKM dan usaha SDM lokal terjerembab dalam nominal yang sangat rendah dan nyaris tidak berharga. Perjuangan menuju Kebangkitan UKM dilahirkan untuk motor pertumbuhan ekonomi berskala mikro. Di Indonesia ketika krisis multidimensi (1997-1998) usaha kecil terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usaha dan memainkan fungsi penyelamatan di beberapa sub-sektor kegiatan. Fungsi penyelamatan ini segera terlihat pada sektor-sektor


penyediaan kebutuhan pokok rakyat melalui produksi dan normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling tidak telah menumbuhkan optimisme baru bagi sebagian besar orang yang menguasai sebagian kecil sumber daya akan kemampuannya untuk menjadi motor pertumbuhan bagi pemulihan ekonomi (Koperasi Indonesia, Edisi 27 Oktober 2008). Transformasi struktural perekonomian telah menggeser dominasi sektor pertanian. Pada krisis ekonomi (1997) sumbangan sektor pertanian tinggal 16 % saja. Sedangkan sektor industri mencapai hampir 27 % dan menjadi penyumbang perekonomian. Perkembangan yang terjadi memperlihatkan indeks PDB keseluruhan baru mencapai 95% dari tingkat produksi 1997. Jika dicermati penyumbang PDB atas dasar sektor pelaku usaha akan terlihat jelas adanya ketimpangan. Sejak sebelum krisis ekonomi, hingga mulai meredanya krisis terlihat ranking 1 (satu) penyumbang PDB justru kelompok usaha besar pada sektor industri pengolahan dengan sumbangan berkisar 1719 % di era awal 2000-an. Inilah sebabnya industri kecil dan menengah tidak bangkit padahal pada kelompok usaha kecil di seluruh sektor telah mengalami pergeseran Secara ril tidak ada kemajuan yang berarti bagi peran industri kecil, yang terjadi justru kemerosotan pada beberapa kelompok industri. Merosotnya peran usaha kecil di sektor pertanian dan perdagangan memerlukan keberpihakan kebijakan. Jika UKM dibiarkan, posisi usaha kecil akan kembali seperti sebelum krisis atau bahkan mengecil. Sementara itu usaha menengah yang sejak krisis mengalami kemerosotan diberbagai sektor naik posisi menjadi usaha menengah ke atas yangsemakin tidak menguntungkan UKM. Padahal dalam proses modernisasi dan demokratisasi peranan kelas menengah ini sangat penting terutama untuk meningkatkan daya saing. Pemberdayaan UKM ini memerlukan kebijakan dan regulasi (lokal) yang berbasis kerakyatan. Tetapi, regulasi saja tidak cukup apabila tidak disertai kesadaran bersama dalam perjuangan

foto obbath

OVER LOAD: Para pencari rumput melintas di jalan raya kecamatan dungkek akhir Juni lalu. mereka mengangkut hasil kerja mereka dengan pic up secara berlebihan.

menuju kebangkitan UKM. Sekedar contoh, untuk memperkuat permodalan UKM serta meningkatkan daya beli masyarakat dan menggeliatkan kembali perekonomian bisa berguru pada Bangka Belitung (Babel) untuk mengatasi kesulitan ekonomi. Di Babel, pemerintah bersama bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) membentuk lembaga penjamin kredit daerah bagi UKM. Dengan terbentuknya lembaga ini setidaknya UKM terbantu dalam hal permodalan. (Kuliah Online, 25 Maret 2009).

Apabila UKM tumbuh di semua desa, wilayah di atasnya dengan begitu mudah memfasilitasi kelanjutan ekonomi berbasis ekonomi. Sebab, tatan ekonomi sebegitu kokoh dan memunculkan hasil guna dan bermanfaat untuk masyarakat. Sebaliknya, jika UKM hanya kuat di kota bahkan sekedar papan nama, arus pusar ekonomi di lapis bawah rapuh. Akibatnya, UKM hanya muncul sebagai slogan daripada tegak dengan substansi ekonomi kerakyatan yang menunjang kesejahteraan masyarakat. (*)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

13


Opini

Dehumanisasi Pasar &

MARGINALISASI RUANG SOSIAL NOER FAISAL *) Mahasiswa asal Sumenep, pernah dipaksa sarjana, dan kini kuliah di Pasca Sarjana Untag Surabaya

Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi, melainkan justru sebagai akar masalah krisis

B

erkunjung ke berbagai kota, daerah berhias diri. Pasar tradisional yang semula tegak berdiri direlokasi dengan berbagai alasan seperti terbakar (dibakar?) maupun renovasi menuju pasar modern serupa mal. Wajah republik sampai kepada pelosok yang sangat dalam menyiratkan kemajuan secara fisik. Padahal, mengubah situasi dan menjadikan kemiskinan tidak terlihat bukan dengan menyembunyikan si miskin, tetapi bagaimana membuatnya berkembang. Dalam konstruk negeri ini, kemiskinan tidak terlihat di permukaan dan bila masuk lebih dalam, kemiskinan yang sesungguhnya justru lebih dari sekadar yang dibayangkan. Dalam perubahan wajah pasar, negeri ini memiliki keahlian untuk membuat yang tradisional tidak terlihat sempurna melalui retail dan minimarket bahkan mal. Padahal secara tidak langsung, mal dan sebentuknya telah melakukan marginalisasi dab n bahkan dehumanisasi dimana ruang sosial akan semakin menyempit. Secara khusus, gejala marginalisasi ekonomi pasar tradisional terlihat akibat meningkatnya ekspansi ekonomi modern dalam wujud industri pertokoan dan perumahan. Sesuatu yang telah mewabah di di Jakarta itu merembes ke kota-kota besar provinsi dan kabupaten. Citra modern mewabah menjadi bagian

14

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

proses pembangunan ekonomi yang dianggap “ampuh� mendatangkan kekayaan daerah. Besaran pajak didapatkan, terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedot, serta ketersediaan pelayanan ekonomi dan konsumsi selalu menjadi alasan mengapa pertumbuhan ekonomi menjadi orientasi pembangunan. Pertanyaannya, adakah pertumbuhan ekonomi semacam ini dibarengi skema pemerataan pembangunan? Percepatan pembangunan tak lepas dari skenario pemerintah mengundang investor untuk menopang kebijakan. Gambaran semacam ini, mengingatkan terjadinya pergeseran peran negara dalam pembangunan, sebagaimana menjadi kecenderungan model neo-liberal. Dalam perspektif ini, negara diharamkan untuk campur tangan mengurusi masyarakat dan pasar. Asumsinya, jika intervensi negara terus dilakukan menyebabkan masyarakat tergantung, dan pasar menjadi tidak sehat. Hipotesis ini secara linier diandaikan diantara tiga kekuatan tersebut (negara, pasar dan masyarakat lokal) menjadi seimbang. Persoalannya, apakah kemungkinan interaksi ketiganya yang batasi aturan main (rule of the game), akan berkorelasi positif terhadap menguatnya rakyat itu sendiri? Ini sangat meragukan. Pada mulanya negara merupakan pihak yang memi-


Opini liki tangggung jawab besar sekaligus penentu dalam kebijakan pembangunan. Tetapi kini bergeser, justru negara ditempatkan sebagai fasilitator dan regulator terbatas, sementara justru kekuatan pasar atau swasta (dalam kaitan ini para investor) lebih besar dalam menentukan atau mempengaruhi kemajuan ekonomi. Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi, melainkan justru sebagai akar masalah krisis. (Petras & Veltmeyer, 2001; Lovontaine dkk, 2000). Karena itu pada masa ini berkembang pesat “penyesuaian struktural�, yang lahir dalam bentuk deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Perspektif ini pulalah yang menjadi dasar kuat pengembangan watak neo liberalisme yang diadaptasi daerah. Berkembangnya isu-isu baru tersebut menandai kemenangan paham neo-liberal yang sejak lama menghendaki peran negara secara minimal. (Arie Sudjito, 2010). Marginalisasi ini, pelan tapi pasti, akan membuat pasar tradisional dan pedagang kecil mulai dimarginalkan. Bahkan, pasar tradisional mulai ditinggalkan karena berbagai sebab: menjamurnya pasar modern, minimnya fasilitas, harga yang kurang kompetitif, hingga berbagai praktik kecurangan—baik karena lemahnya pengawasan maupun kesadaran pedagang itu sendiri. Sekadar contoh, sering dijumpai di media, berbagai praktik kecurangan kerap terjadi di pasar tradisional, seperti mengurangi timbangan, menjual makanan mengandung bahan berbahaya seperti borax dan formalin, justru dialamatkan terhadap pasar tradisional. Dari segi pencitraan, pasar tradisional tidak diuntungkan meski sebebarnya kalau hal itu terjadi justru karena lemahnya pengawasan. Riset Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), memunculkan banyak pedagang di pasar tradisional yang gulung tikar dan beralih profesi, atau ada juga yang berdagang di pasar dengan bekerja sambilan. Sementara dari sisi pemerintah sendiri yang tak kunjung mengeluarkan regulasi yang mendukung kondusifisme pengembangan pasar-pasar tradisional, namun justru menyedia-

kan ‘karpet merah’ bagi tumbuh-kembangnya mall dan hypermart menambah jurang kesengsaraan pedagang pasar tradisional. Marginalisasi pasar tradisional dalam spektrum makroekonomi bangsa mau tak mau harus menjadi titik perhatian. Studi tentang terancamnya pasar tradisional karena penertasi massif ritel modern, sejatinya bukan barang baru. Studi AC Nielsen (2005) menunjukkan membesarnya volume ritel modern di satu sisi, justru melemahkan ritel tradisional. Berdasarkan studi tersebut, jumlah ritel tradisional pertumbuhan stagnan pada kisaran 3%. Lebih memprihatinkan, omzet pasar tradisional justru menurun. Data versi APPSI (2004), 7 pasar tradisional dalam kasus DKI Jakarta telah pailit. Itu terjadi di pasar tradisional Blora, Cilincing, Cipinang Besar, Kramat Jaya, Muncang, Prumpung Tengah dan Sinar. Bahkan, hampir semua pasar tradisional di DKI Jakarta mengalami penurunan sampai 75%. Kajian terbaru Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM (2011) menemukan bahwa ritel tradisional di Yogyakarta mengalami penurunan rata-rata sebesar 5,9%. Yang mengenaskan, penurunan terbesar justru terjadi pada peritel dengan modal kecil. Peritel dengan modal Rp 5-15 juta, Rp 15-25 juta, dan di atas Rp 25 juta masing-masing mengalami penurunan sebesar 14,6%, 11% dan 20,5%. Berdasarkan wilayah, penurunan terbesar terjadi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, sebesar 25,5% dan 22,9%. Merujuk studi yang dilakukan Nielsen (2005), jumlah ritel modern meningkat lebih dari 100% persen per tahun. Peningkatan jumlah ritel modern di Indonesia berturut-turut sebesar 132%, 176%, dan 193%. Dalam kasus Jakarta, pada akhir 2004 jumlah minimarket (Indomaret dan Alfamart) berjumlah sekitar 400-an unit. Pada tahun ini, jumlah minimarket mencapai 2000 unit. Bahkan, akhir-akhir ini bermunculan pemain baru di ritel modern baik asing maupun local seperti 7 Eleven (Jepang) dan Circle-K. (Untung Kasirin, 2011). Proses percepatan dan ekspansi pambangunan ekonomi bermodal besar itu ternyata secara sistematik

dan kian memarginalisasi ekonomi desa yang selama ini masih bergerak dalam lintasan informal-tradisional. Akibat diciptakannya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kota dengan mendaptasi gaya pertokoan besar telah menggeser peran ekonomi tradisional di pedesaan, dan sektor informal di perkotaan. Sektor-sektor ekonomi mikro yang selama ini sebagai tulang punggung penggerak ekonomi rakyat makin kedodoran dan mengalami goncangan karena dipaksa kekuatan negara dan komprador agar berintegrasi dalam arena pasar terbuka. Akibat lain yang muncul adalah menurunnya keuntungan para pedagang pasar tradisional. Sejumlah bukti mengenai penurunan keuntungan kegiatan ekonomi tradisional pedesaan, sebagian besar bersumber karena terabsorbsi aktivitas mal. Di Jakarta, delapan pusat pasar sudah tutup atau sekitar 400 kios di Jakarta setiap tahun terpaksa tutup. Secara nasional sekitar 8% dari total 13 ribu pasar tradisional juga harus tutup. Di Bekasi, dari 10 pasar yang berada di bawah kendali Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, tiga di antaranya terancam tutup (Sinar Harapan, 03/02/05). Sebaliknya, raksasa ritel hypermarket yang tiga tahun lalu baru membukukan pangsa penjualan 3%, secara berturut turun naik pada 2003 menjadi 5%, dan tahun lalu melonjak menjadi 7%. Termasuk hypermarket, beberapa peritel modern mencakup supermarket, factory outlet, hingga minimarket, mampu memacu pertumbuhan penjualan barang konsumsi Indonesia hingga 17%. Padahal, pertumbuhan pada tahun sebelumnya hanya 14%. Angka ini merupakan tertinggi di kawasan Asean. Jika kondisi di atas dibiarkan, delapan tahun ke depan seluruh pasar tradisional di Indonesia akan mati. Sekitar 12,6 juta pedagang pasar tradisional ditambah masing-masing rata-rata dua pegawai dan empat anggota keluarga terancam kehilangan mata pencaharian dan jatuh ke dalam kemiskinan absolut. Ini berarti sekitar 118,2 juta rakyat Indonesia yang hidupnya sudah sulit akan jatuh lebih dalam ke jurang kemiskinan. Inilah persoalan mendasar yang harus

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

15


Opini dijawab ditengah harapan untuk melakukan desentralisasi kebijakan sementara paradigma pembangunan masih mendasarkan pada pertumbuhan tanpa pemerataan. Bahkan saat ini kian susut dan menghilang dimensi etis nilai-nilai humanistik sebagai basis pijak dalam pembangunan sebagaimana selalu dipromosikan dalam arus perubahan.

Karena itu, relevansi bagi kehendak menciptakan kesejahteraan warga di negara-negara Dunia Ketiga menjadi patut dipertanyakan. Kecenderungan yang tengah terjadi saat ini adalah munculnya ancaman baru ketidakmampuan memenuhi penyesuaian struktural yang termaktub dalam “jurus kaum neo liberal�, yang bersumber karena ketidaktepatan strategi ketika harus diterapkan secara ‘terpaksa’ di negara-negara Dunia Ketiga.

foto: abrari alzael

Inilah beberapa cerita problem baru kapitalisasi dengan dampak baru marginalisasi. Ibarat kolonisasi gaya baru di aras, hal ini beresiko di jangka panjang bagi eksistensi ekonomi lokaldesa. Skenario kapitalisme dengan masih berkutat pada sangkar besi pertumbuhan, menumpangi gerak dan tuntutan liberalisasi politik mengalami distorsi. Jika dikontradiksikan dengan pendapat kalangan pen-

dukung teori dependensi, bahwa demokrasi yang berkiblat pada paham liberalis yang dtunggangi kapitalisme itu, yang sementara ini sangat digandrungi banyak negaranegara industri maju, hanya khusus terjadi di tahap awal kapitalisme, yakni abad 18 19 di Eropa Barat.

Globalisasi telah menjadi kekuatan yang membutuhkan respons tepat karena ia memaksa suatu strategi bertahan hidup (survival strategy) dan strategi pengumpulan kekayaan (accumulative strategy) bagi berbagai kelompok dan masyarakat. (Featherstone,1991). Proses ini membawa pasar menjadi kekuatan dominan dalam pembentukan nilai dan tatanan sosial yang bertumpu pada prinsip prisip komunikasi yang kian padat dan canggih. Pasar telah memperluas orientasi masyarakat dan mobilitas sehingga batas batas sosial budaya selain meluas juga mengabur akibat berubahnya orientasi ruang dalam masyarakat (Apparaduai, 1994). Sadar atau tidak inilah fenomena sosial dan kebudayaan yang terjadi di abad 21, Globalisasi telah menciptakan berbagai bentuk deteritorialisasi kebudayaan yaitu tercerabutnya kebudayaan dari teritorialnya, untuk kemudian berputar dalam ruang kapitalisme global tanpa henti, lewat berbagai medianya. Globalisasi ekonomi, informasi, dan kebudayaan telah menyebabkan lenyapnya batas batas ruang, teritorial, suku, agama, bangsa dan negara. Ruang ruang itu dibentuk oleh elemen elemen yang baru, yang pada titik perkembangannya akan menciptakan segmentasi ruang, duplikasi ruang, dan akhirnya halusinasi ruang (Yasraf Amir Piliang, 2004). Bahwa kasus matinya pasar tradisional dan menyempitnya ruang sosial selama ini terjadi di kota besar, lambat laut hal serpa pasti terjadi di Madura. Statemen bukan mendahului takdir niaga, tetapi hal tersebut bisa dibaca hari ini. Misalnya, dua minimarket yang berdekatan, berada di wilayah kecamatan di Madura, telah menjadi tanda bahwa pada akhirnya tragedi robohnya pasar kami di Jakarta dan kota lain di Indonesia, akan terjadi di Madura. Tragedi itu akan tiba lebih cepat pada saat pemimpin daerah tidak peka terhadap situasi yang mencekam dan mencengkeram masyarakat ini. Bahwa mungkin pemerintah belum bisa menyejahterakan masyarakatnya, minimal tidak menambah penderitaan rakyat dengan melakukan pembiaran atas skenario penjajahan ekonomi melalui super mal, minimarket, dan sejenisnya tumbuh subur tanpa pengaturan. (**)

16

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


POLITIKA | Sumenep

Sumenep Mengawali

PBB Gratis

Kabupaten Sumenep melalui kepemimpinan A Busyro Karim-Soengkono Sidik berhasil menggratiskan PBB untuk wong cilik alias keluarga tidak mampu. Ini sebagai kebijakan populis yang dinanti-nanti masyarakat. Bahkan, Asosiasi Kepala Desa (AKD) sedari awal juga mengawal gagasan dan realisasi PBB gratis ini. Sebelumnya, enam kepala desa yang merupakan pengurus Asosiasi Kepala Desa (AKD) di Kabupaten Sumenep mendatangi pimpinan DPRD setempat untuk mendesak realisasi program pajak bumi dan bangunan (PBB) gratis bagi warga miskin. Pengurus AKD Sumenep itu diterima pimpinan DPRD dan Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DPRD di ruangan Badan Musyawarah DPRD. “Kami minta anggota DPRD Sumenep meloloskan program bantuan sosial untuk membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) yang ditanggung warga miskin atau PBB gratis bagi warga miskin. Realisasi program itu ditunggu oleh warga miskin di Sumenep,” kata Ketua AKD Sumenep, Parki Praseno. PBB yang ditanggung warga miskin merupakan salah satu janji politik Bupati-Wakil Bupati Sumenep periode 2010-2015, A Busyro Karim-Seongkono Sidik. Kepada Suluh, wakil ketua pimpinan dewan A Hunain Santoso mengaku masalah PBB gratis sudah selesai. Pria yang juga ketua PDI Perjuangan itu mengaku telah mengawal bantuan sosial yang dialokasikan untuk PBB gratis ini. “Sudah beres, tak ada masalah, selesai,” pungkasnya Dikatakan Hunain, PBB gratis merupakan hal yang

lumrah dan jamak dilakukan pemerintah lain. Pria yang pernah bermukim di Jogja tersebut menyebut Bantul (Jogjakarta) sebagai salah satu kabupaten yang memberlakukan PBB gratis bagi warganya. “Itu hak rakyat dan harus diberikan,” katanya. Politisi lainnya yang getol menyuarakan PBB gratis sebagai kewajiban antara lain Hamid Ali Munir (PKB). Dia memahami pemerintah harus berbuat yang terbaik terhadap masyarakatnya. Menurutnya, kebijakan PBB gratis bukan barang baru karena di kabupaten lain juga melaksanakannya. “PBB gratis sudah purna dan harus dieksekusi sesuai amanat peraturan daerah,” jelasnya Berdasar data yang ada di fraksi PDI Perjuangan, contoh kasus PBB Gratis ini dimiliki Pemerintah Kabupaten Bantul. Salah satu Kabupaten di JOgjakarta itu menanggung beban biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), untuk 67.589 Rumah Tangga Miskin (RTM) dan lahan pertanian yang produktif. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban keluarga miskin dan mencegah alih fungsi lahan pertanian. Upaya menggratiskan beban PBB bagi keluarga miskin adalah bentuk komitmen Pemkab Sumenep untuk menuntaskan kemiskinan di daerah. Di Bantul, selain keluarga miskin lahan pertanian produktif juga dibebaskan dari pajak. Alasannya selama ini mulai ada kecenderungan alih fungsi lahan menjadi pekarangan, yang kemudian dimanfaatkan sebagai lokasi perumahan. Sumenep telah memulai program Pajak Bumi dan Bangungan (PBB) gratis untuk masyarakat tidak mampu. Sekalipun sempat menajdi polemik di tingkatan elit partai politik, toh akhirnya disetujui juga. Kini tinggal menunggu, kabupaten-kabupaten lain di Madura. Kapan Sampang, Pamekasan dan Bangkalan? PBB gratis ini sebagai upaya untuk membantu meringankan masyarakat. Ini sesuai dengan kata-kata bijak, bila pemerintah masih belum sanggup membuat masyarakatnya sejahtera, setidaknya tidak menambah penderitaan warganya. (abe)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

17


POLITIKA | Sampang

Noer Tjahja-Fannan Bersaing Kandidat Calon Kada Sampang 2013-2018

NOER TJAHJA Bupati Sampang

L

embaga riset Madura Spose kembali melakukan survey untuk siapa saja yang dianggap layak dalam persepsi publik untuk menjadi pimpinan Sampang masa depan. Berdasarkan hasil survey, publik menjawab 24,24 persen mengaku menyukai Fannan Hasib sebagai calon bupati Sampang periode mendatang. Wakil bupati Sampang itu mengungguli pilihan publik dalam survey yang mengaku akan memilih Noer Tjahja 17,16 persen. Selebihnya, terdapat beberapa nama yang dipandang layak baik sebagai kandidat calon bupati maupun wakil bupati Sampang. Diantara nama yang muncul itu antara lain Zairina Muafi (6,27%), Mufarrohah Irsyad (5,61%), Imam Ubaidilah (3,63%), Yahya Hamiduddin (3,30%), Haryono Abd Bari (2,64%), dan Ahmad Nawardi (1,32%). Selebihnya, 29,70% publik tidak menjawab. Nama-nama itu dinilai layak maju sebagai bupati Sampang dengan komposisi perolehan seperti disebutkan (selengkapnya lihat tabel). Nama-nama tersebut juga masuk

18

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

FANNAN HASIB Wakil Bupati Sampang

dalam bursa kandidat calon wakil bupati dengan perolehannya masingmasing. Diantaranya, Fannan Hasib (12,54%), Zairina Muafi (6,60%), Yahya Hamiduddin (4,62%), Imam Ubaidilah (3,63%), Mufarrohah Irsyad (3,30%), Hasan Asyari (2,97%), Firman Priya Abadi (2,31%), Noe Tjahja (1,65%), Faishol Muqaddas (1,65%), Zuhroh Irsyad (1,65%), dan Heri Purnomo (1,32%). Di luar keberpihakan publik terhadap nama-nama tersebut, mayoritas publik (53,14%) menyatakan tidak akan memilih mereka (selengkapnya lihat tabel). Berdasarkan jenis kelamin, relatif berimbang antara laki-laki dan perempuan Sedangkan berdasar usia, mayoritas responden 40-49 tahun (24,4%) dan berdasarkan pendidikan terakhir, mayoritas responden tidak tamat SD (37,6%). Berdasarkan pekerjaan, mayoritas responden sebagai petani/buruh tani (47,5%), etnis, mayoritas responden berasal dari suku Madura (97,7%). Sementara berdasarkan agama, mayoritas responden beragama Islam (100%). Sumber

Informasi

masyarakat


POLITIKA | Sampang

yang tahu terhadap pemilukada 2013 – 2018 adalah tahu dari teman (64.52%), dari aparat desa (14,52%), dari diri sendiri (8,06%), dari media/ TV (6,45%) dan tahu dari Jadwal 5 tahunan (3,23%) serta yang tahu spanduk/pamflet (3,23%). Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pelaksanaan pemilukada 2013–2018 adalah masyarakat yang tahu (21.45%), dan tidak tahu (76,57%) serta tidak menjawab (1,98%).

Siapakah Tokoh yang Anda Senangi di Kabupaten Sampang?

Sebagian besar masyarakat Sampang mengenal Noer Tjahja (20, 19 % ) Fannan Hasib Siradj (16, 96%), Zairina Muafi (8,28%), Yahya Hamiduddin (7, 33%), Hasan Asy’ari (7,10%), Mufarrohah Irsyad ( 6,94% ), Zuhroh Irsyad (4,73%), Imam Ubaidillah (4,10%), Faishol Muqoddas (3,86%), Ja’far Shodiq (3,47%), Haryono Abd. Bari (3,23%), Firman Priya Abadi (2,68%), Moh. Mahfudz, SH (1,97%), Sholahur Robbani (1,89%) , Mashari (1,74%), Ahmad Nawardi (1,74%), Heri Purnomo (1,66%), Rasyad Manaf (1,50%) dan Syamsul Bahri (0,63%).

responden yang tidak tamat sekolah, tamat SD, Tamat SLTP paling menyukai tokoh Fannan Hasib. Sedangkan responden yang tamat SLTA paling menyukai tokoh Noer Tjahja, dan diploma/sarjana Lebih menyukai tokoh Noer Tjahja, Fannan Hasib dan Heri Pornomo.

Terkait dengan tokoh yang paling disukai berdasarkan strata usia, pada usia 17 s/d 23 tahun paling menyukai Noer Tjahja, pada usia 23 s/d 39 tahun paling menyukai tokoh Fannan Hasib, usia 40 s/d 49 tahun paling menyukai tokoh Noer Tjahja, dan usia 50 s/d 65 tahun paling menyukai tokoh Fannan Hasib. Tokoh paling disukai berdasarkan strata pendidikan, pada

Alasan masyarakat Sampang menyukai figur Fannan Hasib Siradj karena seorang agamis (10,56%), Noer Tjahja karena kinerjanya bagus (6,60%), Zairina Muafi karena kharismatik (1,98%), Mufarrohah Irsyad disukai karena seorang agamis (2,64%) dan menyukai figur Imam Ubaidillah karena bijaksana (0,99%). Sementara berdasrkan gender mayoritas masyarakat memil-

ih Fannan Hasib. Direktur Madura Spose, Safe, mengatakan angka tersebut dibarengi dengan alasan publik masing-masing. Dia yakin masyarakat telah cukup dewasa dalam menentukan pilihan dan memberikan alasannya masing-masing mengapa harus memilih kandidat calon yang disukainya. Sebagaimana sebuah survey, Safe percaya angkanya cenderung berubah tergantung konteksnya. Apalagi, urainya, yang menjadi obyek riset menyangkut politik. Dalam politik, perubahan bisa datang begitu cepat. “Tetapi untuk data awal sesuai hasil survey kami, begitulah hasilnya,” dia menjelaskan di Sampang. (abe)

Siapakah Tokoh yang kira-kira akan anda pilih untuk menjadi Bupati Sampang Periode Mendatang?

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

19


fokus Lensa

Dalam rangka persiapan kongres kebudayaan madura yang akan dilaksanakan nanti pada bulan November 2011, Sadi Abdullah Institute (SAI) menggelar Seminar di empat kabupaten di Madura, salah satunya di Kabupaten Bangkalan (25/6/11). Di sela-sela acara, SAI memberikan bantuan terhadap sejumlah pasukan kuning yang dianggap telah banyak membantu merawat keasrian di Madura. Dalam acara ini ditampilkan berbagai jenis tari-tarian dan kesenian Madura untuk kembali membangkitakan nasionalisme kemaduraan para peserta dan undangan yang hadir. Tampak seorang warga asing asal Rusia hadir di tengah-tengah acara. Ia tamapk begitu antusias mengabadikan berbagai kesenian Madura yang ditampilkan saat itu. Sambil tersenyum ia sesekali melambai mengekspresikan kekagumannya. (obeth)

20

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

foto-foto: abrari alzael

SEMINAR PRA KONGRES KEBUDAYAAN MADURA


fokus Lensa

foto-foto: obeth

PERBAIKAN GIZI UNTUK BALITA KELUARGA KURANG MAMPU Said Abdullah Institute (SAI) menggelar acara silaturrahmi bersama masyarakat Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenpe (26/6/11) Dalam acara yang berlangsung di area wisata pantai Lombang ini, sejumlah ibuibu kurang mampu yang memiliki balita dibantu dengan makan bergizi dan sejumlah sembako. Acara ini mendapat sambutan hangat dari Bupati Sumenep A. Busyro karim. Bahkan Busyro sempat ikut memberikan bantuan secara simbolis. Menurutnya Kepedulian semacam ini perlu ditunjukkan oleh tokoh-tokoh lainnya. Sebab masyarakat yang membutuhkan bantuan di kabupaten paling timur madura ini masih terbilang banyak. Tampak hadir di lokasi acara kepala desa se kecamatan Batang-Batang, Dwita Andriyani (Politisi PAN), Hunain Santoso ( Ketua DPC PDIP Suemenep) dan sejumlah tokoh masyarakat BatangBatang. (obeth)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

21


22

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

23


24

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

25


Winda Martina

Sehat & Tetap Semangat Menjalani rutinitas sebagai wanita karir memerlukan semangat dan vitalitas yang tinggi. “JIka tidak, cape dech,” begitu kata peragawati Sumenep, Winda Martina, lalu tersenyum. Sebagai wanita karir, Winda, begitu dia akrab disapa, memiliki jadwal yang padat. Ia yang menjadi karyawati pada sebuah bank, Winda harus berkejaran dengan jadwal yang ketat. Sebab dalam dunia usaha, waktu menjadi sesuatu yang sangat penting dan tidak tergantikan. Sebagai model, perempuan murah senyum harus rajin berolahraga dan menjaga penampilan tubuh agar tetap modis dan tidak tumbuh ke samping. Di luar itu, pemilik mata indah ini masih sempat mengikuti aktivitas dalam sebuah komunitas. “Padat banget, so aku nikmati dan enjoy aja,”. Kecerdasan kinestetik yang dimiliki membuatnya diterima menjadi salah satu sosok yang mudah bergaul baik dengan orang lain sebayanya maupun berkawan dnegan orang lain di bawah dan di atas usianya. Menurutnya, karyawan pada sebuah bank dituntut dapat berkomunikasi dan membangun networking dengan siapa saja. Karenanya, Winda merasa harus tampil segar dan beraura di hadapan klien maupun di di hadapan siapa saja. “Kata kuncinya, berusaha sehat dan tetap semangat,” paparnya. (abe)

26

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


Generasi Bangsa

Jejen Nurulita

Menjajal Pasar Lokal

D

rummer sekaligus penyanyi asal Maduar Jejen Nurulita menjajal pasar lokal. Bersama timnya, mahasiswa Unira Pamekasan ini memproduksi musik indi. Cara kerjanya , berlatih sendiri kemudian merekamnya dan memasarkannya sendiri di lingkup Madura. Menurut dara yang akrab disapa Jejen ini, memasarkan produk lokal di pasar lokal termasuk gampang-gampang susah. Sulitnya, tidak semua generasi Madura menyukai musik indi. Sehingga, dia harus door to door. “Jangan tanya hasil dulu, perjuangan belum selesai,� katanya. Selain sebagai penyanyi, perempuan jangkung ini juga sibuk dengan menyiarkan berita di salah satu radio swasta di Pamekasan. Itu pun belum cukup karena perempuan ini masih menyempatkan diri sebagai aktivis kampus. Cewek yang baru berulang tahun ke 25 pada 4 Juli lalu ini mengaku cukup sibuk dan hampir tidak ada waktu untuk melamun. Komunikasinya dengan berbagai generasi lintas segmen membuatnya cukup terbantu untuk memasarkan klip pertama yang telah diproduksinya awal tahun 2011 lalu. “Makanya, beli,� dia setengah promosi. (abe)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

27


Percik

foto-foto: saiful bahri

Tetapi di bearbagai pameran foto dan lukisan lainnya, pengunjungnya tidak sebanyak pameran IT di mal. Untuk membeli barang baru, pengunjung pameran IT antri seperti hendak berburu tiket kereta api. Kapitalisme dan konsumerisme tak terhindarkan dan melupakan hal yang sederhana, hidup bergotong-royong. Kesibukan telah membuat seseorang lupa pada sesuatu yang sederhana, kebersamaan.

KREATIVITAS : Pelukis dan fotografer Abdullah Endung, mengamati sejumlah lukisan di Balai Rejo Pamekasan.

Dialog 1001 Kata

S

ebagian orang menilai gambar, foto seni-jurnalistik maupun lukisan berbicara lebih banyak dibanding 1000 kata. Saat menyaksikan pameran lukisan dan foto seni-jurnalistik yang diusung pelukis Kharisma Prupa Pamekasan dan MPC (Madura Photo Club) di Balai Rejo) Pamekasan pertengahan Juni lalu, dunia terasa lebih dekat. Kehidupan yang terjadi di tempat yang jauh sekalipun, serasa berada di sekitar. Puluhan foto maupun lukisan yang terpajang di dinding Balai Rejo itu men-

gajak merenung bahkan ruang belajar bagi siapapun untuk menertawakan diri sendiri, menggeleng, dan setidaknya tersenyum. Sebab, foto dan lukisan yang semuanya lebih bercorak realisme itu sedianya adalah sebentuk pengabadian diri yang mungkin cenderung lupa pada hal yang sepele dan remehtemeh. Tetapi saat yang diabaikan itu terekam seniman dan diwujudkan ke kanvas, situasinya berbeda. Begitu pula saat (mementum) yang seringkai terasa tidak penting. Ketika diabadikan fotografer, hasilnya pasti berbeda.

Panitia pameran As’at Ashari menilai pameran lukisan ini berawal dari ide yang sederhana. Komunitas seniman lukis di Pamekasan merasa ada sesuatu yang hilang karena kesibukan menyergap aktivitas mereka di luar melukis. Dari yang sederhana itu lahir ide untuk kembali berpameran secara gotongroyong bertajuk Song Osong Lombhung. Namun, sesama seniman lukis saja dianggap belum cukup dan karenanya butuh berkolaborasi dengan MPC. “Alhamdulillah, wujudnya berupa pameran sederhana, seperti ini,” katanya sambil berjalan menuju sejumlah gambar yang dipajagn di area pameran. Fotografer andal sekaligus seniman lukis Abdullah Endung juga merasa kebersamaan itu harus hadir dalam setiap suasana apapun. Menurutnya, kegiatan memotret dan melukis sangat jauh dari kesan politis yang terkadang tidak banyak punya ruang untuk selalu sendiri dalam berkarya. Apalagi, beberapa seniman lukis merasakan hal yang sama tentang perlunya silaturrahmi. “Kami (fotografer dan pelukis) memulai dari kesederhanaan, dari karya anak bangsa dan generasi yang berkarya,” pungkasnya. (abe)

YANG ABADI : Pelukis realisme As’art berada di antara pajangan foto seni-jurnalistik yang dipamerkan di Balai Rejo Pamekasan.

28

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


Percik

foto-foto: abrari alzael

Sastra Madura Tanpa Akademisi

Sejumlah seniman tari saat memeragakan tari Tatak di arena seminar pra kongres kebudayaan Madura di Bangkalan.

Meski Bahasa dan Sastra Madura terbilang ragam yang paling banyak diminati setelah Jawa dan Sunda, namun Sastra Madura masih tidak bisa berdiri tegak tanpa akademisi.

I

ni menjadi berbeda dibanding Sastra Jawa yang ditopang dengan akademisi. Khususnya, mereka yang belajar secara akademik di Universitas Gadjah Mada, Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Sastra. Hal yang sama terjadi di Sunda, Jawa Barat. Kesundaan bahasa dan sastra mendapat legitimasi dari perguruan tinggi. Sehingga, sastra itu ada tidak hanya sebuah karya tetapi ia muncul karena memiliki pelindung. Kegelisahan itulah yang mengemuka dalam seminar Pra Kongres Kebudayaan Madura di balai pertemuan Rato Ebu, Bangkalan (25/6). Tidak adanya payung akademik ini dianggap telah menopang krisis bermadura pada tingkatan lokal.

Ada dua perguruan tinggi yang diharap bisa membuka jurusan tersebut. Yakni, Universitas Madura di Pamekasan (swasta) dan Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di Bangkalan (negeri). Hingga saat ini, kedua perguruan tinggi itu belum membuka jurusan bahasa dan sastra Madura, tentu karena pertimbangan banyak hal. Diantaranya, bahasa

Madura dianggap terlalu lokal dan tidak bisa menjanjikan secara material. Tarik ulur jurusan sastra dan bahasa Madura ini dibenarkan nara sumber Iskandar Zulkarnaen, dosen sosiologi UTM. Memang, katanya, soal jurusan bahasa dan sastra Madura belum clear. Dia sendiri merasa tidak punya kapasitas untuk mengomentari mengapa sampai hari ini UTM tidak membuka jurusan dimaksud. Namun demikian, Iskandar menganggap bukan alasan untuk tidak menggali potensi budaya Madura yang juga di dalamnya terdapat bahasa Madura. Dia mencontohkan, Unej (Universitas Jember) memiliki kepedulian terhadap bahasa dan sastra Madura melalui lembaga kajian Madura. “Pasti itu

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

29


foto-foto: abrari alzael

Percik

Khidmat: Pembina SAI (Said Abdullah Institute) Saat menyanyikan lagu Indonesia Raya saat acara Seminar Pra Kongres Kebudayaan Madura di Bangkalan bersama para nara sumber.

saja belum cukup,” terangnya.

terasa,” imbuhnya.

Memang, diskursus tentang budaya Madura hampir tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Bahasa sendiri menurut pria santai ini, sarat dengan simbol-simbol. Memasuki gerbang Madura di kaki Jembatan Suramadu, ikon tentang Madura tidak terlihat. Kecuali, masyarakat pendatang akan menemui para PKL dan foto empat bupati di Madura. Agak menggelitik ketika salah satu bupati tersebut saat ini tidak lagi menjabat sebagai bupati.

Berbeda dengan Iskandar, mantan anggota DPD RI KH Nurudin A Rahman yang juga ikut berbicara dalam seminar yang digelar SAI (Said Abdullah Institute) ini, budaya cakupannya sangat luas. Dari perspektif ulama, pihanya sangat mendukung keragaman dan kemajuan budaya Madura. Tetapi, buru-buru dia melanjutkan kalimatnya, budaya yang didukung merupakan kreasi yang tidak bertentangan dengan norma agama, bangsa, dan lokalitas (Islami, Indonesiawi, dan Madurawi). Apalagi, Nurudin yakin budaya selalu berkonotasi positif. “Prinsip, kami setuju kebudayaan (Madura) terus berkembang,” urainya.

Secara ekstrim, ada kebohongan publik saat ini karena yang tidak lagi menjabat bupati gambarnya masih terpampang dan memberi kesan tetap bupati. Sedangkan bupati yang sebenarnya yang tidak dipajang seolah-olah hanya “gantinya”. Itu sebabnya, simbol yang dilambangkan dengan bahasa mutlak diperlukan untuk meyakinkan bahwa kawasan tersebut benar-benar Madura. “Sehingga bila masuk ke Madura, taste tentang Madura bisa benar-benar

30

Sementara Hasan Sasra menggelengkan kepalanya. Pria berumur ini merasa bahasa Madura terpinggirkan karena dipinggirkan oleh siapa saja. Saat di rumah, bahasa Madura diasingkan orangtua. Anak-anak tidak lagi mewarisi leluhurnya yang bisa berbahasa Madura kromo. Simbol-simbol

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Madura diganti bahasa lain sebentuk mama-papa. Bila dari ruang yang paling sederhana bahasa Madura dicampakkan begitu saja, di luar rumah anak-anak semakin tidak tahu bagaimana seharus berbicara dengan menggunakan bahasa ibunya. “Sakit sekali ketika anak-anak kecil mau berangkat ke sekolah mengucapkan salam khas, da mama, da papa,” sindirnya. Sebelumnya, pembina SAI MH Said Abdullah mengatakan, masa depan kebudayaan Madura tergantung generasi saat ini. Jika generasi peduli kebudayaannya, maka wajah kebudayaan Madura mendatang pasti terjaga dengan baik. Sebaliknya, jika generasi bangsa saat ini tidak peduli, Said yakin siapa saja akan mengetahui bagaimana suramnya wajah kebudayaan Madura masa depan. “Ayolah, bersama-sama, kita ruwat kebudayaan Madura (antara lain) dengan kongres. Jangan biarkan kebudayaan ini redup apalagi tak terlihat,” kata pria yang juga anggota DPR RI ini dalam seminar yang diikuti ratusan peserta ini. (abe)


Potensi Desa

Masyarakat

Butuh Akses Pasar Sebagian potensi alam di desa Bangkes Kecamatan Kadur Pamekasan telah dikelola masyarakat. Antara lain berbentuk home industry seperti keripik singkong, rengginang, dan cuka olahan. Selain itu, desa dengan luas wilayah 835.000 meter persegi dan populasi penduduk 11.018 jiwa ini juga dikenal dengan areal yang berpotensi mangga arum manis dan jeruk. Bahkan pasca riset, kandungan bukit Bangkes yang layak dieksplorasi karena mengandung fosfat juga menjadi potensi yang bisa diolah. Sebagian warga di desa ini hanya ingin ada yang mencarikan investor dan pasar. Berikut penjelasan Kades Bangkes M Lutfi kepada Suluh MHSA yang dibuat secara bertutur.

S

aya melihat masyarakat sebenarnya kreatif dan inovatif. Mereka mengolah bahan baku dari alam melalui pertanian, seperti singkong dan umbi-umbian lainnya. Memang, itu hanya bergerak di pasar lokal dan regional. Saya membayangkan potensi seperti yang telah saya sebutkan itu bertambah pesat manakala ada pendampingan dan bahkan penguatan lokal. Seandainya ada sebuah lembaga, baik Pmerintah ataupun organisasi sosial masyarakat yang mau dan mampu memberikan bimbingan dan pendampingan secara serius, potensi yang ada di Desa ini pasti akan jauh lebih bisa dimanfaatkan untuk kesajahteraan warga. Perlu saya sampaikan juga, pernah ada riset di salah satu bukit di Bangkes ini. Informasi yang saya dengar, bukit tersebut mengandung fosfat. Secara teknis saya tidak begitu paham karena ini menyangkut riset tambang. Tetapi seandainya ini bisa diseriusi, saya tidak dapat membayangkan betapa bukit Bangkes memberikan tambahan penghasilan khususnya kepada desa, kecamatan, dan bahkan kabupaten. Sebab, saya dengar fosfat tergolong hasil tambang yang lumayan

mahal dan banyak yang mengincar. Tetapi jujur, saya ingin sekali ada yang memulai karena fosfat memiliki nilai jual tinggi dan pasti menguntungkan. Walaupun mungkin, impian saya ini tertunda

Kehendak ini begitu kuat karena jabatan saya tidak akan lama lagi karena sesuai undang-undang kepala desa maksimal hanya dua periode. Posisi saya saat ini berada di priode kedua. Melalui majalah Suluh MHSA ini saya ingin ada yang terinspirasi dan menindaklanjuti eksplorasi fosfat. Boleh dong saya berharap agar pemerintah menindaklanjuti keinginan masyarakat yang menginginkan investor dan akses pasar agar hasil home industry yang muncul di Bangkes tidak hanya berputar di kawasan lokal.***

untuk menjadi kenyataan karena satu sebab dan lain hal. Namun demikian saya tetap mencari informasi lebih lanjut untuk memajukan desa. Karena bagi saya desa juga butuh maju.

Nama Tgl lhr

: M. LUTVI SH : 29 juni 1975

PENDIDIKAN : MI Bangkes Al Falah 2 MTs Al Falah 1 Gayam MA Al Falah UNMER Malang

PENGALAMAN : 1992 Pengurus IPNU Pakong 1994 Sekretaris MMI (Majelis Muslimin Indonesia) 1995, Ketua LP2NU Kadur 1996-1998 Ketua IPNU Kadur Ketua Ansor Ancab Kadur Wakil Ketua MWCNU Kadur Kades Bangkes 2003 - SEKARANG

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

31


Serambi

Agrowisata di Tapal Batas foto-foto: abrari alzael

Ketua paguyuban Badrul Akhmadi menganggap dirinya hanya sebatas ketua paguyuban ad hoc. Salah satu tugasnya, antara lain mengawal perubahan cara pandang masyarakat dari semula tidak tertata menjadi lebih terorganisasi. Saat semuanya menjadi lebih baik, pria yang akrab disapa Arul itu akan menyerahkannnya lagi kepada masyarakat untuk menata dirinya yang saling menguatkan satu sama lain. Mantan aktivis di era 2000-an itu mendesak pemerintah agar memberi perhatian kepada sentra ekonomi kerakyatan yang memiliki basis dan berkarya nyata. SAMBANGI WARGA : Camat Pragaan Abd Madjid (tengah) berbincang dengan pemilik stan agrowisata di pinggir jalan raya Sumenep-Pamekasan.

M

asyarakat di tapal batas bagian selatan Sumenep di kecamatan Pragaan merindukan kawasan agrowisata. Realisasi dari agrowisata ini dimulai secara manual. Masyarakat bergerak sendiri dan menjual yang bisa dijajakan sesuai potensi yang ada di kecamatan yang dihuni 14 desa ini. Meski belum bisa menawarkan apel, durian dan strawberi seperti agrowisata di Malang, tetapi kawasan tapal batas ini mempunyai sesuatu yang lain. Diantara yang ditawarkan sebentuk buah naga, siwalan, kelapa muda, pisang, dan nira. Menjelang perbatasan dengan Pamekasan, masyarakat Pragaan berinisiatif sendiri untuk menawarkan potensi desa kepada warga yang melintasi jalan provinsi ini. Karena itu, gubuk-gubuk kecil di pinggir jalan bukan hal yang baru meski dari sisi visualisasi butuh pembaruan agar tidak memberi kesan kumuh. Maraknya gubuk-gubuk di sepanjang jalan menggelitik Camat Pragaan Abd. Madjid. Pria yang malang melintang di birokrasi Sumenep ini pada akhirnya turun jalan. Sebab, membiarkan masyarakat berkembang sendiri tanpa motivasi dia rasa tidak selesai.

32

Menurut Abd Madjid, maraknya gubuk-gubuk yang menyanggah ekonomi lokal kecamatan Pragaan itu dipandang sebagai aset untuk selanjutnya dipola dan didandani. Itu agar tampilannya lebih menarik dan menggoda bagi yang pengguna lalu lintas untuk mampir. “Makanya kami duduk bareng bersama mereka (masyarakat). Namun demikian, Madjid ingin mencarikan bapak asuh mereka yang dapat melanggenggkan agrowisata ini agar lebih terkemas. Untuk menghindari kesan wamatowah dan omataoh (sok tahu dan sok kuasa), camat meminta salah satu dari masyarakat bertindak sebagai tetua adat untuk segera membentuk paguyuban. Asumsinya, dengan paguyuban ini masyarakat tetap bersatu dalam kebersamaan. Bagaimana masyarakat mengatur dirinya untuk kepentingan masa depannya yang bersinggungan dengan dunia luar, camat menyadari hanya sebagai fasilitator. “Masyarakat itu sebenarnya kreatif tinggal dipola menjadi lebih inovatif,” camat menjelaskan.

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Arul menganggap hal itu lebih baik dibanding pemerintah hanya berkutat pada konsep untuk mewujudkan sesuatu yang hanya ada dalam konsep. Menurutnya, potensi yang ada baik agrowisata atau apa saja lebih layak mendapat perhatian lebih serius. Kawasan agrowisata di sepanjang kecamatan Pragaan dia nilai merupakan inovasi warga sendiri. Kehadirannya yang dianggap sesbagai tetua dalam paguyuban itu tak lain hanya mengawali. “Monggo, selanjutnya terserah pemerintah. Potensinya ada, pemerintah mau ikut bantu nggak, kan itu masalahnya,” dia mengurai panjang lebar. (abe)

Badrul Ahmadi: Ketua Paguyuban


foto : obbath

Serambi

Menanti Kepedulian: Puluhan ibu-ibu bersama bayinya menghadiri acara silaturrahmi dan pemberian bantuan untuk balita bersama bupati sumenep A. Busyro Karim dan Said Abdullah

P

antai wisata Lombang, Batang-Batang, tidak saja menjadi pusat jujukan wisatawan domestik maupun mancanegara. Tetapi di lokasi ini bisa dijadikan sebagai zona untuk kampanye balita sehat yang bisa dilakukan siapa saja. SAI (Said Abdullah Institute), Bupati A Busyro Karim, dan jajaran anggota parlemen di DPRD Sumenep (26/6), mengusung bulan bakti peduli balita kurang gizi. Bersama ratusan balita kurang gizi, jajaran muspika dan para kades, SAI mengajak siapa saja untuk memberi perhatian kepada balita kurang gizi. Sebab, balita hari ini merupakan calon pemimpin bangsa masa depan. Seperti kecamatan lain pada umumnya, Batang-Batang juga menyimpan balita kurang gizi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang gizi pada anak. Pertama, jarak antara usia kakak dan adik yang terlalu dekat ikut mempengruhi. Dengan demikian, perhatian ibu untuk kakak sudah tersita dengan keberadaan adiknya. Sehingga kakak cenderung tidak terurus dan tidak diperhatikan makanannya. Kedua, anak yang mulai bisa berjalan mudah terkena infeksi atau juga tertular oleh penyakit-penyakit lain. Ketiga, faktor lingkungan yang kurang

Balita, Sayang Kurang Gizi bersih, sehingga anak mudah sakit-sakitan dan karenanya kurang gizi. Keempat, kurangnya pengetahuan orang tua terutama ibu mengenai gizi. Ibu seharusnya dapat memberikan makanan yang kandungan gizinya cukup, tidak harus mahal, bisa juga diberikan makanan yang murah, asal kualitasnya baik. Kelima, kondisi sosial ekonomi keluarga yang sulit. Faktor ini cukup banyak mempengaruhi, karena jika anak sudah jarang makan, otomatis mereka akan kekurangan gizi. Keenam, selain karena makanan, anak kurang gizi bisa juga karena adanya penyakit bawaan yang memaksa anak harus dirawat seperti penyakit jantung dan paru-paru. Bila kekuangan gizi, anak akan mudah sekali terkena berbagai macam penyakit dan akan sembuh dalam waktu yang lama. Dengan demikian, kondisi ini juga akan mempen-

garuhi perkembangan intelegensi anak. Untuk itu, bagi anak yang mengalami kurang gizi, harus dilakukan upaya untuk memperbaiki gizinya. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut antara lain adalah meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai gizi, melakukan pengobatan kepada si anak dengan memberikan makanan yang dapat menjadikan status gizi si anak menjadi lebih baik. Bupati A Busyro Karim merasa tidak mampu apabila semua persoalan ditimpakan kepada pemerintah. Karena itu, Busyro meminta masalah kesehatan ditanggung bersama. Misalnya, masyarakat memulai lingkungan yang bersih dan sehat di pekarangan rumahnya masing-masing. Kebersihan pasti menunjang siapapun untuk terbiasa hidup sehat. Kehadiran anak di lingkungan yang bersih telah dipenuhi hak-hak kesehatannya dari aspek lingkungan yang bersih, sehat, dan bebas dari kuman-kuman penyakit. Selanjutnya, kata Busyro, tinggal pemenuhan asupan gizi

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

33


Serambi memadai yang harus diatur polanya dengan berkoordinasi pada puskesmas, posyandu, dan tenaga ahli yang terkait. “Jangan sampai anak kurang gizi karena kita tidak tahu gizi yang diperlukan justru ada di sekitar kita,” dia memebri saran. Pembina SAI MH Said Abdullah mengatakan, siapapun pantas berbagi rasa sesuai dengan kemampuannya. Menurutnya, para ibu dari balita kurang gizi harus dihormati dan dibantu sebisanya. Ini dilakukan bukan karena perempuan sebagai ibu yang telah melahirkan generasi anak bangsa. Tetapi lebih dari itu, dia yakin bantuan pemerintah tidak akan menjangkau semuanya karena memiliki keterbatasan. Karena itu, urainya, SAP juga peduli semampu lembaga yang dibidaninya itu. “Ibu balita ini serumpun ibu kita, anak kurang gizi ini harapan bangsa, ayolah kita bantu agar masa depan bangsa ini jika sehat di masa yang akan datang. Bantu juga kader posyandu agar tidak putus asa menjadi agen kesehatan di lingkungannya” urainya. Saat gelar bakti peduli balita kurang gizi dan kader posyandu ini, SAI memberi santunan berupa sembako, uang tunai, dan makanan penambah gizi. Said yakin bantuan itu jauh dari cukup. Tetapi dia percaya sekecil apapun bantuan pasti ada manfaatnya. “Ayolah, selamatkan bangsa ini antara lain dengan mewujudkan ibu yang sehat dan balita yang cukup gizi agar bangsa masa depan tidak sakit,” dia bercanda dengan Bupati Busyro sesaat setelah menyerahkan bantuan bersama-sama. Terkait acara ini, SAI dan pemkab Sumenep mendapat perhatian dari warga BatangBatang. Ini diakui warga yang hadir. Seorang warga yang duduk di deetan undangan yang mengaku bernama Erna mengaku bangga bila setiap anggota dewan dan pejabat di pemkab terketuk untuk peduli dengan kemampuannya masing-masing. Bila punya sembako, sembako bisa diberikan. Namun bila tak bisa memberi sembako, pemerintah memberi pelayanan yang baik itu sudah lebih dari cukup mulai dari satuan terkecil hingga di lembaga layanan publik pusat kabupaten. “Kami ingin mendapat pelayanan yang baik, jangan dibuat rumit,” terangnya. Di acara ini hadir para ibu bersama balitanya, kader posyandu, kepala puskesmas dan kepala desa se kecamatan Batang-Batang. Hadir juga wakil ketua DPRD Sumenep dewan Hunain Santoso (PDIP), anggota dewan dari PAN Ita Dwi, kabag umum Bambang S, kabag humas setdakab Sumenep Kahir, artis senior Encung Haryadi, dan bintang RRI Ani Purnama. (abe)

34

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Hama Tikus

BUKAN SEKEDAR SIKLUS Pada pertengahan tahun ini sebelum panen padi tiba, sejumlah petani berharap-harap cemas menuju puncak. Sebab, sebelum panen tiba, gerombolan tikus got menyerbu sebagian lahan padi milik petani di kawasan persawahan khususnya di kecamatan Lenteng. Ibarat badai, petani merasa agak sulit melawan tikus dengan cara menangkapnya satu demi satu. Tetapi karena belum memiliki cara lain, petani pun tetap menggunakan cara konvensional ini, dan melelahkan! Gangguan hama tikus ini, sebenarnya, sudah dimulai sejak dari persemaian hingga pada hasil pertaniaan yang sudah di simpan di dalam gudang. Hama tikus dapat dengan cepat berkembang terutama bila mata rantai makanannya tidak terputus. Hama tikus juga mempunyai kemampuan untuk beradaptasi bilamana rantai makanannya terputus dengan alternatif rantai makanan lainnya. Serangan hama tikus hampir menimpa di seluruh daerah di Indonesia. Tentunya kerugian yang ditimbulkan cukup besar, apalagi tidak diupayakan penanggulangan hama tikus. Marfologi tikus sawah (rattus argentiventer) umumnya berwarna kelabu gelap dengan dada berwarna keputihan. Panjang Badannya tikus sawah dari hidung sampai ujung ekor berkisar 270 -370 mm dengan berat sekitar 130 gr. Panjang ekor sama atau lebih pendek dari panjang badan. Tikus sawah mempunyai 6 pasang puting susu yang terletak di kiri dan kanan pada bahagian perut memanjang sepanjang badan. Tikus sawah dapat berkembang biak mulai pada umur 1,5 – 5 bulan setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina dapat melahirkan 8 ekor anak setiap melahirkan, dan mampu kawin lagi dalam tempo 48 jam setelah melahirkan serta mampu hamil dan menyusui dalam waktu bersamaan. Selama satu tahun satu ekor betina dapat melahirkan sampai 4 kali, sehingga dalam satu tahun dapat melahirkan sampai 32 ekor anak. Seekor tikus betina dapat bunting sebanyak 6-8 kali dan perkehamilan bisa melahirkan sekitar 10 ekor sehingga satu ekor tikus betina berpotensi berkembang biak hingga 80 ekor per satu musim tanam. foto: obeth

Panen kecil: Para petani biasanya menyebut masa panen dengan “Panen Raya”. Namun karena tahun ini panen tidak begitu menggembirakan, maka mereka menyebutnya dengan “Panen Kecil”


foto: obeth

Serambi

PANEN : Sejumlah petani di desa Ganding menggiling padi sesaat setalah panen akhir Juni lalu. Tahun ini mereka mengaku hasil panennya menurun dari panen tahun lalu akibat banyaknya hama tikus yang meneyarang padi mereka.

Kerusakan akibat serangan hama tikus dapat menyerang beberapa jenis tanaman khususnya padi, kacang tanah, kedelai, ubi kayu,ubi jalar, tebu kelapa. Tetapi tanaman yang sering diserang dan paling disenangi padi sesuai laporan masyarakat. Serangan pada tanaman padi memperlihatkan pada bahagian batangnya terpotong. Bila serangan hama ini terjadi pada vase vegetatif seekor hama tikus dapat merusak tanaman antara 11-176 batang padi/malam. Pada saat bunting kemampuaan merusak meningkat menjadi 24-246 batang /malam. Besarnya kerugiannya yang disebabkan tikus ditentukan banyaknya anakan yang gagal menghasilkan malai masak pada waktu panen. Beberapa penyebab hama tikus terus menyerang tanaman padi setiap tahun dibeberapa daerah karena pengendalian hama tikus yang dilakukan petani berjalan sendiri-sendiri. Selain itu, monitoring yang lemah terhadap hama dan terlambat melakukan pengendalian dan pengendalian sering tidak berkelanjutan. Sebab lainnya antara lain kurangnya pemahaman terhadap hama tikus dan informasi teknologi dalam memberantas hama ini. Membunuh seekor tikus betina pada waktu tanam sama dengan membunuh 80 ekor tikus setelah berkembang biak.

Oleh karena itu dalam mengendalikan hama tikus diperlukan suatu strategi dengan metode konsep pengendalian hama terpadu yaitu memanfaatkan semua teknik yang kompatibel dalam suatu sistem yang harmonis untuk mempertahankan populasi di bawah batas ambang ekonomi. Beberapa cara pengendalian yang dipadukan dalam satu srtategi pengendalian hama terpadu antara lain, membersihkan semaksemak dan rerumputan, membongkar liang serta sarang serta tempat perlindungan lainnya. Dengan lingkungan yang bersih tikus merasa kurang mendapatkan perlindungan. Pembasmian tikus dapat dilakukan dengan cara fisik dan mekanis. Pengaturan waktu tanam dianjurkan untuk penanaman yang serentak dan diupayakan keserentakan pada saat bunting dan bermalai. Membunuh tikus bisa dengan bahan kimia dan sejenisnya. Sayangnya, pola ini tidak pernah disampaikan dinas pertanian dan seolah-olah petani berjuang sendirian. Kepala Disperta Sumenep, Bambang Heriyanto hanya mengakui, munculnya hama tikus sebagai dampak anomali. Anomali tersebut memicu kelembaban yang cukup tinggi. Bambang merasa telah menindaklanjuti persoalan itu dengan memberikan

bantuan obat pada masing-masing petani yang ladangnya diserang hama tikus. Menurut Bambang, pengaruh anomali karena cuaca ekstrem itu, selain memicu munculnya hama, juga akan merangsang penyakit. Diperkirakan, perkembangan hama tikus dikarenakan para petani tidak menanam padi secara bersamaan. Sehingga, memberikan ruang bagi hama tikus untuk berkembang dari tempat satu ke tempat yang lainnya. “Karena anomali tikus meneyrang sawah petani,� katanya. Sementara petani asal Lenteng Hariri merasakan terganggunya petani karena ulah tikus. Akibatnya, bibit padi yang baru ditanam di sawah menjadi rusak. Hama tikus yang muncul secara mendadak dengan jumlah yang cukup banyak itu, menyebabkan puluhan hektar sawah di desanya rusak. Diperkirakan nantinya banyak petani yang terancam gagal panen. Untuk menanggulangi serangan hama tikus ini, petani menggunakan cara yang sederhana. Salah satunya dengan cara memasang makanan tikus seperti kepiting-kepiting kecil yang telah diberi racun tikus. “Tapi, hasilnya tidak terlalu baik, karena hama tikus masih tetap banyak muncul diladang sawah,� ujarnya. (abe)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

35


Akademia

Pendidikan Berjalan Tanpa Karakter

Foto : Abrari Alzael

P

endidikan di republik ini belum memiliki karakter. Selain itu, pendidikan berlangsung dengan cara penyeragaman dan semua mengacu ke pusat. Padahal, tidak jarang daerah tertinggal karena pusat cenderung berjalan cukup pesat. Sementara di daerah, pendidikan berlalu di jalur lambat. Inilah penyebabnya pendidikan belum seperti yang diharapkan banyak orang. Pakar pendidikan Jerman Mr Wolfgang Brehm menyampaikan hal tersebut dalam seminar pendidikan internasional di gedung Korpri Sumenep (18/6) yang digelar Madura Channel, STKIP PGRI, kantor kemenag dan dinas pendidikan Sumenep. Menurut Brehm, pendidikan di negara asalnya (Jerman) berbeda dengan Indonesia. Ada hal yang mendasar terutama menyangkut konsep negara. Di Indonesia, konsep bernegara menyandarkan ke persatuan. Sehingga, kebijakan pendidikan muncul dari pusat dan diberlakukan di setiap daerah. Sedangkan di Jerman, konsep bernegara menganut sistem federasi.

SERIUS : Nara sumebr Mr Wolfgang Brehm dari Jerman saat presentasi pendidikan di gedung Korpri Sumenep (18/6)

36

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Konsep negara yang berbeda ini, dia sadari menampilkan format pendidikan yang berbeda pula. Bila di Indonesia, kebijakan pendidikan mengacu ke pusat secara sistemik. Kelemahannya, konsep ini memberi kesan pendidikan di Indonesia mengejar patokan pusat. Ini tercermin pada saat unas. Menurut dia, unas diproduksi dari pusat untuk semua lembaga pendidikan dan peserta didik di seluruh Indonesia. Outputnya, Brehm mengamati tidak semua sekolah bisa mengimbangi pusat. Itu dibuktikan dengan adanya dugaan contek masal yang menarik perhatian banyak pihak. “Saya amati, pendidikan di sini (Indonesia) belum memiliki karakter yang jelas,â€? terangnya. Namun demikian, pria yang menikahi perempuan Indonesia ini sangat menyadari bahwa pendidikan merupakan bagian yang paling penting dalam membangun bangsa. Di Jerman, katanya, tanggung jawab untuk sistem pendidikan terletak pada Bundesländer (negara bagian). Sedangkan pemerintah federal hanya memainkan peranan kecil. Selain itu, di Jerman jenis sekolah menengah meliputi tiga jenis. Yakni, gymnasium yang dirancang untuk menyiapkan peserta didik menuju perguruan tinggi dan berakhir dengan abitur setelah kelas 12 atau 13. Jenjang lainnya, the realschule yang menekankan pendidikan lebih luas untuk peserta didik intermediate dan berakhir dengan ujian akhir, mittlere reife setelah kelas 10. Terakhir, hauptschule yang mempersiapkan peserta didik untuk pendidikan kejuruan. Dia berpendapat, image dunia pendidikan masa kini menghadapi persoalan kualitas pendidikan. Contoh yang paling sering dijadikann wacana antara perbandingan kondisi pendidikan Indonesia dengan negara lainnya. Dulu, kenangnya, orang Malaysia banyak belajar ke Indonesia. Tetapi saat ini, orang Indonesia yang menimba ilmu ke Malaysia. Banyak kalangan berpendapat, pen-


Ramai-Ramai Lakukan

didikan di Indonesia tidak berlangsung secara efektif dan efisien. Salah satu penyebabnya, dia menyebut tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan penyebab masalah tidak efisiennya pendidikan lantaran mahalnya biaya pendidikan dan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran serta mutu pegajar. Berbagai kebijakan pemerintah telah dijalankan untuk mencapai mutu pendidikan yang lebih baik. Misalnya, Brehm menyebut adanya penerapan kompetensi pendidikan atau model pendidikan karakter dan standarisasi pendidikan.

Sementara, salah satu assesor badan sertifikasi nasional Sukamto memandang pendidikan butuh perbaikan. Salah satunya, dia menyebut guru harus memiliki SDM yang mumpuni. Indikatornya, guru tidak saja menguasai pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik tetapi guru memiliki kreativitas, inovasi, dan kompetensi dalam pembelajaran. Bahkan di era mutakhir ini, guru sudah wajib mengusai IT dan mengikuti perkembangan informasi. Menurutnya, hal tersebut sangat urgen agar pembelajaran tidak hanya mengulang cerita lama melainkan terkait dengan perkembangan informasi yang selalu baru. Sayangnya, Kamto menemukan guru yang tidak selalu memiliki kompetensi. Diantaranya, sebagian guru masih gaptek dan tidak mempunyai inovasi dalam pembelajaran. Akibatnya, peserta didik dan out put pembelajaran tidak maksimal karena SDM guru tidak berkualitas. Karena itu, guru harus memiliki jaringan yang luas hingga antarbenua. Ini dia anggap sangat penting sebagai komunikasi-edukatif antarguru bidang studi. Sehingga, masing-masing guru terhadap pelajaran tertentu memiliki referensi dan saling menunjanmg satu sama lain. “Jangan merasa puas menjadi guru,” katanya. (abe)

Foto : Abrari Alzael

Dalam seminar yang dipandu Ibnu Hajar ini, Brehm menilai pendidikan karakter itu sendiri merupakan sistem penanaman nilainilai komponen pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan. Termasuk, komponen pendidikan seperti isi kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, pengelolaan mata pelajaran, sekolah, pelaksanaan aktivitas, kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah-lingkungan. “Secara umum, pendidikan sudah cukup baik meski perlu penyempurnaan,” dia memuji.

Otokritik

OTOKRITIK : Salas seorang peserta seminar internbasional unjuk pendapat tentang pendidikan masa depan

P

endidikan yang memusat juga mendapatkan kritik dari peserta seminar internasional ini. Rizal misalnya, menggugat pendidikan karena unas yang memusat. Standar yang digunakan merujuk pada pemerintah yang berkedudukan di Jakarta dengan pembelajaran yang juga berpijak pada kondisi Jakarta. Sementara, di daerah pengab-pengab mengejar ketertinggalan dan pada saat unas harus menyelesaikan tugas yang dibuat global. Menurut dia, cara ini tidak memiliki kearifan geografis dan rawan.

Sementara Mar’ah menggugat unas bukan karena kekhawatiran tak lulus. Melainkan, sejak dari awal guru diposisikan sebagai sosok yang “tidak bisa dipercaya”. Ini dibuktikan dengan penjagaan mulai dari mengambil naskah unas. Hal yang sama juga terjadi pada saat naskah tersebut diantar ke sekolah. Bahkan pada saat pelaksanaan unas hingga LJK diantar ke Surabaya kehadiran pendidik diawasi pihak yang berwajib. Artinya, model tersebut telah memberi peluang penilaian terhadap guru sebagai sosok “tidak bisa dipercaya”.

Buktinya, kata dia, bom waktu unas meletus. Selama ini, unas terindikasikan dengan ketidakjujuran bahkan contek masal. Ini menjadi bukti ketidaksanggupan daerah mengikuti derap laju pusat. Akibat ketakutan dan khawatir tidak lulus, telah terjadi dugaan contek masal di hampir semua sekolah. Jika kasus tersebut terjadi di Surabaya, sejujurnya hal tersebut terjadi karena ketiban sial. “Dimungkinkan, contek masal juga terjadi di sekolah lain tetapi tidak ketahuan atau memang sengaja dibiarkan,” katanya.

Bagaimana mungkin pendidikan nasional akan naik status dan bertaraf internasional apabila SDM pembelajaran tidak memiliki inovasi, kompetensi, dan kreativitas. Seolah-olah, SDM pembelajaran hanya memiliki kemampuan untuk melakukan contek masal seperti yang dilansir banyak media. Karena itu, Mar’ah meminta dinas pendidikan mulai dari tingkatan daerah sampai pusat untuk mengkaji ulang kebijakan berpendidikan di Indonesia. “Soalnya saya lihat tidak jelas mulai dari mana, sampai di mana, sudah sampai di mana dan maunya apa,” dia merinci. (abe)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

37


Akademia dekonstruksi ketika sebelumnya Fisika dimitoskan sebagai bidang studi yang ruwet. Padahal, fisika bahkan mata pelajaran apapun tidak memuat unsur kesulitan bagi yang menyukai kesederhanaan, belajar. Misalnya, pasir yang dituangkan sedikit demi sedikit ke atas lantai akan membentuk suatu bukit pasir kecil. Jika terus pasir terus dituangkan, bukit pasir ini makin lama makin besar dan makin tinggi. Ketika bukit pasir mencapai suatu ketinggian tertentu (kritis) terjadilah suatu keanehan.

Mestakung,

dari Madura untuk Dunia

R

ahasia sukses juara dunia olimpiade fisika menjadi ilham bagi Prof. Yohanes Surya menjadi inspirasi untuk membuat buku, Mestakung. Impian Indonesia menjadi juara dunia olimpiade fisika di tingakatn internasional menjadi kenyataan. Banyak nama pelajar Indonesia yang berhasil menembus ruang yang pada tahun sebelumnya nyaris tidak terjamah. Tak terkecuali, pelajar Indonesia asal Pamekasan, Andy Octavian Latief juga menjadi salah satu nama yang mengharumkan nama bangsa ini di tingkat dunia. Mengapa pelajar Indonesia juga juara, inilah yang antarea lain didedahkan Yohanes dalam buku bertajuk Mesatkung yang merupakan akronim dari semesta mendukung. Istilah ini diambil dari konsep sederhana fisika. Ketika sesuatu berada dalam kondisi kritis maka setiap partikel di sekelilingnya akan bekerja

38

serentak demi mencapai titik ideal. Mestakung menempatkan masalah dan rintangan menjadi kondisi kritis yang mendorong kekuatan-kekuatan alam mendukung upaya mewujudkan mimpi. Dalam setiap keadaan kritis, Mesatkung pasti terjadi di mana pun dan bidang apa pun bahkan dalam kehidupan yang sangat pribadi. Sesungguhnya, siapapun berhak menjadi juara. Kiat memulai dari yang sederhana ini menjadi sangat urgen bagi Yohanes dan penting bagi siapapun. Bahkan ilmuan Albert Einstein yang juga dikutip dalam buku ini, juga menjadi inspirasi siapa saja yang mau berguru pada lam. “Saya sangat yakin bahwa prinsip-prinsip semesta itu sangat indah dan sederhana,� begitu Einstein membuat kalimat bijak. Buku ini mencoba melakukan

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Pada ketinggian kritis, terlihat butir-butir pasir ini mengatur dirinya. Ada yang jatuh mengenai bukit pasir lalu bergulir terus dan berhenti di suatu tempat. Ada yang jatuh lalu mendorong butir-butir pasir lain untuk bergulir, butirbutir yang bergulir ini dapat mendorong butir-butir lain untuk bergulir juga sebelum berhenti pada suatu tempat. Ada pula yang hanya bergulir sedikit atau tidak bergulir sama sekali. Tiap butir pasir seolaholah punya peran masing-masing. Mereka semua bekerja bersama-sama mempertahankan agar kemiringan bukit pasir tidak berubah. Pasir-pasir ini seakan punya otak untuk menghitung sehingga kemiringan bukit pasir tidak berubah. Peristiwa pengaturan diri seperti yang terjadi pada pembentukan bukit pasir ini merupakan satu diantara ribuan bahkan jutaan peristiwa yang terjadi di alam ini. Peristiwa-peristiwa ini terjadi ketika suatu sistem berada pada kondisi kritis. Pada kondisi kritis, tiap individu berinteraksi dengan individuindividu lain. Kemudian individuindividu ini secara bersama-sama mengatur dirinya sehingga membrojol-lah (emerge) sesuatu keadaan yang baru, yang berbeda dari biasanya. Dalam fisika, proses pengaturan diri pada kondisi kritis dikenal sebagai fenomena kritis (critical phenomena). Begitu pula pada saat air dipanaskan dalam kondisi normal (tekanan udara normal), pada suhu sekitar 100 derajat celcius, air mulai mendidih. Pada saat mendidih, ketika air terus dipanaskan, perlahan-


lahan air berubah wujud menjadi gas (uap air). Apa yang terjadi ketika air dipanaskan pada tekanan sekitar 218 kali tekanan udara normal? Pada kondisi ini air tidak mendidih pada suhu 100 derajat celcius. Ketika air ini kita panaskan hingga mencapai suhu 374 derajat celcius, terjadi keanehan. Air berada pada kondisi kritis, yaitu air mempunyai dua wujud cair dan gas secara bersamaan. Pada kondisi ini ketika suhu air dinaikan sedikit saja, terjadilah proses pengaturan diri dalam molekul-molekul itu. Seluruh molekul air (tidak hanya satu, tetapi semua molekul) mengatur dirinya secara serentak mengubah wujud air menjadi uap air. Di sini kita lihat molekul-molekul air bekerja bersama-sama mengubah air dari wujud cair menjadi wujud gas. Jika hanya satu molekul saja yang bekerja, peristiwa perubahan wujud ini tidak akan terjadi. Kondisi kritis telah mendorong semua molekul untuk mengatur dirinya lalu mengubah air menjadi uap air. Saya namakan proses pengaturan diri secara bersama-sama ini dengan istilah. Bagi warga Madura, membaca Mestakung menemukan keuntungan yang berlipat-lipat. Pertama, pembaca dapat menemukan hal baru bahwa apapun yang dilakukan secara sederhana akan membuat apapun yang semula dipersepsikan sulit menjadi biasa-biasa saja. Kedua, pembaca mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi juara bahkan di level dunia. Ketiga, pembaca menyadari betapa pentingnya Madura untuk Indonesia bahkan dunia seperti yang dipaparkan Yohanes dalam sosok Andy Octavian Latief, pelajar SMAN 1 Pamekasan yang meraih juara fisika tingkat dunia tahun 2006. Keempat, buku ini difilmkan dengan judul yang sama, Mestakung dan Ayef warga asal Batang-batang Sumenep menjadi pemeran utama dalam film ini. Membaca buku ini membuat kita tidak akan lagi punya alasan untuk tidak bangga menjadi diri sendiri, menjadi orang Madura (abe)

Dari Buku ke Layar Lebar Begitu pentingnya sejarah seperti ungkapan jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, Mizan mengabadikan cerita keberhasilan pelajar Indonesia termasuk di dalamnya dari Madura pada peristiwa olimpiade fisika internasional. Buku dirasa belum mampu membuat pencerahan bagi masyarakat. Karena itu, Mestakung sebagai sejarah tidak sendirian tetapi ada Mestakung yang lain dalam bentuk film. Sekali lagi, warga Madura patut berbangga karena salah seorang pemeran dalam film ini juga lahir di Madura (Ayev, Batang-batang, Sumenep) sebagaimana halnya Andy Octavian Latief (Pegantenan, Pamekasan) yang memenangi olimpiade fisika internasional. Film Mestakung merupakan film garapan Mizan dan Putut Widjanarko (produser). Film ini akan kembali menambah khazanah perfilman nasional yang mengangkat tema perjuangan seorang anak yang ingin mendapatkan prestasi melalui bidang yang ditekuninya. Lakon yang dikisahkan dalam film ini diangkat sesuai dengan kisah nyata tim olimpiade Indonesia dalam gelaran olimpiade fisika 2006 di Singapura. Dalam film ini, Mizan bekerja sama dengan Falcon Picture dan John De Rantau (sutradara). Film ini dibintangi artis pendatang baru Ayev M.B sebagai tokoh utama bersama artis-artis papan atas seperti Lukman Sardi, Revalina S Temat, Laura Basuki, Indro (Warkop), Feby Febiola, Ferry Salim, dan Sujiwo Tejo. Budayawan HD Zawawi Imron juga memberikan apresiasi bukan karena bintang utama dalam film ini Ayev, cucunya sendiri. Tetapi lebih penting dari itu, cerita dalam film mengupas perihal anak saleh yang pasti berbakti pada orangtuanya. Selain itu, sebagai warga Madura Zawawi juga merasa bangga karena yang menginspirasi buku juga ada warga Madura, Andy Octavian Latief. Di film pun dia juga senang karena Madura justru lebih dihargai kalangan luar melalui sosok Madura yang berprestasi. Apalagi, sepertiga pengambilan gambar berlatar Madura disamping Jakarta dan Singapura. “Itu masalahnya mengapa harus bangga,� akunya. (abe)

Crew Mestakung : Para pemain Film Mestakung (semesta mendukung) sedang berpose di depan kamera.

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

39


Kriminal nya. “Aku ingin tak ada anggota tubuh orangtua kami yang terpotong,” dia berharap, sangat. Sebelumnya, Pemprov Jatim turun tangan terkait pasutri asal Pamekasan yang terancam hukuman potong tangan di Arab Saudi karena dituduh mencuri perhiasan majikan. Namun, karena tidak bisa berdiplomasi langsung dengan pemerintah Arab, pemprov terpaksa mengirimkan delegasi ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Itu dianggap sebagai salah satu solusi karena hal ini menyangkut hubungan diplomasi antarnegara, bukan pemprov jatim dengan pemerintah Arab Saudi.

Tangan Seharga

Rp. 250 Juta P

asutri TKI asal Desa Palengaan Laok Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, Hasin Taufik bin Tasid (40) dan Sab’atun binti Jaulah (30) berada dibayang-bayangi ancaman potong tangan. Pasutri itu ditengarai melakukan tindak pidana pencurian emas milik majikannya di Arab Saudi, Umar Said Bamusak. Bila dugaan ini terbukti, hukum potong tangan bisa terealisasi. Itu apabila cara lain tak bisa menghentikan keinginan pengadilan di Arab Saudi. Tetapi bila dugaan ini lebih kental beraroma fitnah, pasutri tu bisa pulang ke Indonesia dengan tangan utuh seperti mereka pertama kali datang ke Arab Saudi, lima tahun lalu. Tetapi, benarkah pasutri itu mencuri? Tidak ada kabar yang bisa memastikan tentang tuduhan majikannya itu. Namun, berita berembus, majikan pasutri itu meminta uang tebusan senilai Rp. 250 juta agar bisa bebas dari tahanan dan lolos dari ancaman potong tangan. Berkait dengan uang tebusan ini, sebagian pihak berusaha mencari jawaban.

40

Puluhan aktivis FKMP (Forum Komunikasi dan Monitoring Pamekasan), menggalang dana untuk membantu pembebasan pasutri yang terancam dihukum potong tangan di Arab Saudi. Perolehan dana ini sepenuhnya diberikan kepada keluarga TKI di Palengaan, sedikit mirip dengan pengumpulan koin untuk Prita, beberapa waktu lalu untuk ancaman hukum Indonesia untuk warganya yang dibuat tak berdaya. “Kami ingin membantu, dengan cara kami,” kata Sahur Abadi, aktivis FKMP. Anak TKI yang diasuh pamannya Makbullah, juga merasa miliki kesedihan yang maha dalam. Sejak mengetahui kedua orang tuanya terancam hukuman potong tangan, seakan dihantui perasaan takut kehilangan. Dibantu keluarga, Ulfa yang duduk di kelas 6 SD di desa setempat berjibaku ke kantor desa, kecamatan, kabupaten, dan bahkan ke kantor Gubernur pun dia merasa berani demi nasib kedua orangtua-

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman dan wakil ketua dewan HM Muhdlar Abdullah juga dibuat repot. Lembaga tinggi di pemerintah kabupaten ini bukan tidak berusaha. Sebab dalam konteks bernegara, soal TKI tidak bisa diselesaikan lembaga di gubernur apalagi di level kabupaten. Tetapi nawaitu dewan dan pemerintah kabupaten Pamekasan untuk membantu terus bergema. Diantaranya, mendatangi langsung ke rumah korban untuk pengumpulan informasi versi keluarga maupun mencari infoprmasi pembanding. “Mereka warga kami (Pamekasan), wajib hukumnya mengusahakan perlindungan dan penyelematan,” Muhdlar bersuara, mendampingi bupati Kholilurrahman. Diberitakan sebelumnya, pasangan suami istri (pasutri) asal Desa Palengaan Laok Kecamatan Palengaan Pamekasan, Jawa Timur pada 17 Juni 2011 lalu dipindahkan ke penjara gelap di Arab Saudi. Hasin Taufik bin Tasid (40) dan Sab’atun binti Jaulah (30) sebelumnya pernah dijebloskan ke dalam penjara Briman Sijin Am Blok 4 Jeddah pada September 2006 karena dituduh mencuri perhiasan emas majikannya. Setahun kemudian dipindah ke penjara Hokok Al Islahiyah Rowes Amber Tis’ah, Jeddah. Kabar pasutri asal Pamekasan yang dipenjara di Arab Saudi juga menjadi perhatian Migrant Care. Organisasi yang konsen dengan TKI ini meminta KBRI mengupayakan pendampingan atas TKI. Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, menilai kasus yang menimpa pasutri ini banyak yang perlu dikaji ulang. Untuk itu, KBRI harus mendampingi dalam proses hukum. Sebab, tuduhan tidak bisa diterima secara sepihak saja (hanya dari majikan) apakah hal tersebut benar, atau hanya tuduhan semata perlu ditelusuri secara hukum. Itu karena keduanya berangkat menjadi TKI secara legal. Misalnya, pihak KBRI menjenguk ke penjara, mengklarifikasi berbagai tuduhan, memfasilitasi komunikasi dengan keluarga di rumah sampai memberikan layanan medis. (abe)


Olahraga

Menanti Kejayaan

Liga Ceker TANPA SEPATU : Dua tim di partai final Liga Ceker Annajah 2011 berebut ciptakan gol, tampak Suppurter liga ceker (insert) sangat antusias

L

IGA CEKER, pernah populer di tahun 1970-an. Saat itu, masyarakat tidak peduli apakah PSSI itu ada atau tidak ada. Pertandingan olahraga sepak bola kampung ini tetap saja eksis. Olahraga ini pada mulanya muncul di setiap kampung (kini berubah dusun). Setiap sore, warga terbagi tiga kelas. Pertama, lapangan digunakan anakanak seusia SD. Mereka bermain bola mendahului generasi yang lebih tua. Kedua, lapangan digunakan remaja seusia SMP-SMA. Anak-anak SD yang sebelumnya bermain itu berhenti bukan karena waktu bermain bagi mereka sudah berakhir. Tetapi, remaja seusia SMP-SMA mengusirnya dari lapangan dan menggantikannya. Ketiga, ketika senja mulai semakin tua, pemain yang lebih tua datang ke lapangan. Kalangan umum yang tidak lagi menyandang status dalam pendidikan itu menggusur remaja SMP-SMA yang menguasai sebelumnya. Begitu setiap hari terjadi di setiap kampung yang melestarikan sepak bola ceker. Disebut sepak bola ceker karena para pemain dalam olahraga ini tidak mengenakan sepatu. Selain itu,

awalnya para pemain bisa tidak sama jumlahnya. Misalnya, jika tim A jumlah pemain mencapai 9 orang, tim lainnya ditoleransi sejumlah 10 orang atau sebaliknya. Sebab, jika harus sama, para pemain berpikir akan ada satu orang yang nganggur. Agar semua bermain, jumlah yang tidak sama bukan hal penting. Itu dulu ketika ceker belum diperhitungkan di tingkatan desa. Saat sepakbola ceker ini berkembang, pemain di masing-masing tim harus sama. Bahkan di era berikutnya ceker semakion dikemas bukan saja sebagai olahraga kampung. Tetapi ini menjadi bagian dari entertainmen, rileksasi, dan tontonan. Kostum yang pada awalnya tidak beruniform kali ini berseragam. Ceker yang pada mulanya memainkan bola plastik beralih ke bola kulit. Tetapi kakinya, tetap saja nyeker. Kejayaan ceker yang mencapai puncaknya di era 1990-an, pasca tahun 2000 melemah. Sepakbola rakyat terpinggirkan karena mengkiblat ke pusat. Sebab, sepak bola yang diakui pemerintah hanya bila masuk menjadi binaan klub PSSI yang terorganisasi dari pusat,

daerah dan kawasan paling bawah. Tim ceker, tidak masuk dalam satu organisasi yang bentukan PSSI di daerah. Pasca kisruh PSSI, liga ceker seperti kembali menguat di hampir setiap desa. Ini tidak berkait dengan PSSI yang dilanda konflik internal. Tetapi liga ceker memang sudah tiba waktunya untuk kembali hadir mengisi kejenuhan. Liga ceker digelar di sejumlah desa khususnya di Kabupaten Sumenep. Misalnya, di desa Karduluk Kecamatan Pragaan Liga Ceker Annajah berhasil memberikan tuntunan dan tontonan di saat yang bersamaan di sepanjang Juni lalu. Sorak-sorai pendukung atribut dan pengunjung menjelaskan keberpihakan yang tidak sama. Menurut kepala desa Zainul Ihsan, liga ceker menjadi tontonan yang berbeda di tingkatan desa. Dan seperti halnya penonton di di manapun, pengunjung sepakbola selalu menyalahkan pemain bahkan wasit. Termasuk penonton di liga ceker, pemain dan wasit terbaik pun salah dan tidak profesional. “Kami orang desa, ya beginilah liga ceker,� kata pria yang akrab disapa Jisinol ini. (abe)

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

41


Oase

Alienisasi Terpimpin Oleh : Abrari Alzael

N

egeri ini seperti sebuah ponsel. Dari sisi casing, luar biasa. Ia memberi tanda, di dalamnya terdapat banyak fasilitas menjanjikan. Mungkin! Tetapi sesunguhnya, hampir tidak ada lagi ruang lagi untuk berteduh. Karena suku cadang dalam ponsel yang terlihat indah itu ternyata membuat panas suasana. Ornamen yang gagah membentuk komunitas sendiri dan arogan. Sedangkan yang dibuat tak berdaya terpinggirkan atau lebih tepat, dipinggirkan. Kelas baru muncul antara borjuis dan proletar. Dua kelas baru ini memunculkan satu kelompok yang menjadi rezim, menghegemoni. Proses hegemonik terjadi apabila cara hidup, berfikir dan pandangan pemikiran masyarakat meniru dan menerima cara berfikir dan gaya hidup dari kelompok elit yang mendominasi dan eksploitatif. Konsep hegemonik apabila suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terahadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasif. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan dengan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik, ideologis, dan organisasi konsensus. Sampai akhirnya, hegemoni menjadi konsep baru untuk memunculkan satu kelompok dan menenggelamkan kelompok yang lain. Bagi lenin, hegemonik merupakan strategi untuk mencapai revolusi, suatu strategi yang harus dijalankan kelas pekerja dan anggota-anggotanya untuk memeperoleh dukungan dari mayoritas, Gramsci menambahkan dimensi baru pada masalah ini dengan memperluas pengertian sehingga hegemonik juga mencakup kelas kapitalis beserta anggotanya, baik dalam merebut kekuasaan negara maupun dalam mempertahankan kekuasaannya. Pasar-pasar plotariat yang dilambangkan dengan traisionalisme, dewasa ini dipukul mundur. Di sejumlah tempat bahkan di tingkat kabupaten telah berjejer swalayan-swalayan. Pastilah ini tidak berjalan datar karena pengusaha dan penguasa melakukan selingkuh! Memang, secara visualisasi swalayan menciptakan keindahan baru (semu) dengan ekses pedagang lokal yang dibuat tak berdaya dengan cara yang seperti itu. Dus, keindonesian bahkan kemaduraan sebagai bentuk dari adanya komunalisme melenyap dalam pasar global. Eksotisme pasar tradisional lenyap, karena negara telah melakukan alienisasi terpimpin. Pasar modern seperti hypermart, carrefour, giant atau pasar retail modern lainnya, memang menyuguhkan transaksi sistemik berbasis komputer. Pembeli hanya sebagai price taker dan gak bisa nawar. Di transaksi ini, sosialisme pasar miskin interaksi, penuh senyum-sapa kepalsuan. Secara tidak sadar, akar kemanusian yang eksis dalam pasarbarter tercerabut. Tidak ada lagi, interaksi sosial yang membangun etika ekonomi kemanusian yang hakiki. Yang ada, adalah konstruksi ekonomi yang robotik lengkap dengan dorongan konstruksi budaya konsumerisme yang menguntungkan sebagian kecil pelaku ekonomi besar.

42

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

Namun, pasar modern yang menggerus interaksi sosial khas ekonomi manusia yang terdapat di dalam pasar tradisional, berada diatas angin. Pasar modern lebih kuat, unggul, disenangi kalau pun ada yang lebih senang dengan pasar tradisional lebih karena keterpaksaan atau ketidakmampuan. Celakanya, transaksi ini justru menumbuhkan semangat ekonomi borjuasi dengan menggalakkan retil yang sudah bersistem kartel dari yang seharusnya menguatkan pasar tradisional. Berdasar data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) hampir semua pasar tradisional omzetnya menurun 75 persen. Saat ini jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 13.450 buah, dengan jumlah pedagang sekitar 12.625.000 orang. Berdasarkan data survey AC Nielsen, pertumbuhan pasar tradisional menyusut 8,1 persen setiap tahunnya sedangkan pasar modern tumbuh 31,4 persen. Ekspansi pasar modern, memukul mundur eksitensi pasar tradisional. Selain karena keunggulan manajemen dan permodalan, keberpihakan pemerintah menjadi faktor penting yang menyumbang kemunduran pasar tradisional dan ekspansi pasar modern. Di Amerika dan Eropa yang selama ini menjadi kakek kapitalisme, tata letak hypermarket sangat diperhatikan. Hypermarket tidak boleh berada dekat pusat perkotaan atau perumahan, jarak yang diperbolehkan untuk membangun hypermarket adalah 8-15 km terhadap pusat perkotaan dan perumahan. Regulasi serupa juga telah dibuat di Indonesia melalui peraturan presiden No.112 tahun 2007. Pada Perpres ini mengatur, pada Bagian Dua mengenai Penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pasal 3 ayat 1 berbunyi Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya. Begitu aturannya tetapi tidak selalu begitu kenyataannya. Eksitensi pasar tradisional terhadap gempuran pasar modern sangat tergantung political will dan kreatifitas pemerintah daerah. Keterjepitan pasar tradisional dan keterancaman etika ekonomi manusia yang khas, dikontribusikan pemerintah daerah yang miskin keberpihakan terhadap eksitensi kesejahteraan dan etika ekonomi yang hakiki. Yakni eksitensi interaksi sosial antarsesama manusia. Untuk memahami dan menjaga eksitensi interaksi sosial ini, dibutuhkan keberpihakan yang penuh terhadap nilai etika kemanusian dalam ekonomi. Karenanya, menjaga harmonisasi pembangunan ekonomi yang saling menopang dan melengkapi serta ramah terhadap eksitensi kebudayaan dan modernisasi secara berbarengan, dibutuhkan kreatifitas tinggi pemerintah daerah untuk meramu harmonisasi tersebut. Tetapi, adakalanya pemerintah daerah antiklimaks ; berpikir jika ada masalah dan mapan bila tidak muncul gejolak. Masalahnya, haruskah pemerintah dibuatkan masalah agar inovatif? (**)


HALAMAN UKURAN

HARGA

Cover Dalam Depan

1 hlm (20x28 cm) ½ hlm (20x14 cm) ¼ hlm (10x14 cm)

Rp 3.000.000 Rp 1.500.000 Rp 1.000.000

Cover Dalam Belakang

1 hlm (20x28 cm) ½ hlm (20x14 cm) ¼ hlm (10x14 cm)

Rp 2.500.000 Rp 1.300.000 Rp 1.200.000

Cover Belakang

1 hlm (20x28 cm) ½ hlm (20x14 cm) ¼ hlm (10x14 cm)

Rp 3.500.000 Rp 2.000.000 Rp 1.500.000

Halaman Dalam

1 hlm (20x28 cm) ½ hlm (20x14 cm) ¼ hlm (10x14 cm)

Rp 1.000.000 Rp 750.000 Rp 500.000

Iklan

Kirimkan Anda dalam bentuk Digital Bisa via e mail suluh_mhsa@yahoo.com, atau bisa dikirm langsung ke alamat kami di Jl. Adirasa No 6-7 Kolor Sumenep. Kontak kami di 0818538328, 081803156945. Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011

! 43


44

Suluh MHSA | Edisi II | Juli 2011


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.