SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 1
2 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
SAPATORIAL
REFORMASI
L
engser keprabon yang dialami Soeharto pada tahun 1998 diasumsikan sebagai awal perubahan birokrasi. Sebagaimana jamak terjadi, identitas yang paling lekat tentang birokrasi adalah membuat yang sederhana menjadi lebih rumit dan menyulitkan yang sebenarnya mudah.
cover by david
SULUH MHSA edisi mei-juni 2012 PEMBINA MH Said Abdullah, Januar Herwanto, Moh Rasul Junaidy. PEMIMPIN REDAKSI Abrari Alzael SEKRETARIS REDAKSI Zeinul Ubbadi LAY OUTER Ahmed David REPORTER Busri Thaha, Veros Afif FOTOGRAFER Saiful Bahri BIRO-BIRO Sampang: Mamak, Pamekasan: Syah Manaf, Sumenep: Fauzi, Bangkalan: Safi’, Jakarta: Alwi Assegaf Koresponden: Rozaki (Jogja), Firdhia Lisnawati (Bali) AE: Deddy Prihantono PEMASARAN A. Rusdi Gogo. ALAMAT REDAKSI Jalan Adirasa 5-7 Sumenep 69417 tel. 0328-674374 faks. 0328-661719. email: suluh_mhsa@yahoo.com. web : www.suluhmhsa.com.
Pasca Soeharto, perubahan terjadi meski sesaat terutama ketika istana negara tidak sakral lagi dan pendopo bukan hanya milik penguasa. Seiring waktu berjalan, perubahan ini pelan tetapi pasti menjadi masa lalu birokrasi yang tidak reformatif. Sejumlah pihak pada gilirannya membuat kesimpulan ; reformasi mati suri karena berlalu setengah hati. Substansi reformasi birokrasi sejatinya mengubah paradigma lama secara sistemik. Dulu, pejabat merupakan pangreh praja dan direformasi menjadi pejabat yang pamong praja (wibawa). Reformasi ini hanya berlangsung sesaat dan mewabah lagi sampai saat ini. Reformasi hanya mengganti pejabat karena pensiun atau tidak pro status quo, bukan mengubah mentalitas birokrasi yang pangreh praja tadi. Akibatnya, reformasi hanya berlangsung seolah-olah, seakan ada perubahan. Sebab, secara sistemik tidak berubah. Harapan publik dari yang dipersulit menjadi sederhana hanya tinggal harapan. Karena secara defacto, umumnya pejabat masih sok, minta dilayani (dari yang seharusnya melayani), bermental penjajah dan melayani rakyat tidak sepenuh hati. Bahkan belakangan ini, reformasi karena masa jabatan purna juga menjadi dagelan ketika serupa pilkades reformasi berlangsung dari suami ke istrinya, atau dari orangtua kepada anaknya.
Memang tidak ada yang salah dengan reformasi sebentuk itu. Tetapi republik ini bukan dinasti dan negeri bersistem kaisar. Sebab jika itu yang terjadi maka sebegitu rumitkah mencari pemimpin di jenjangnya masing-masing? Padahal, lebih dari 200 juta penduduk republik ini dan sudah pasti memunculkan SDM yang luar biasa dan lebih bisa meski terhadang terhalang sistem. Akibatnya, reformasi hanya mengganti orang, dari orang yang sama ke orang yang sama untuk yang kedua kalinya, atau orang yang berbeda untuk episode berikutnya. Tetapi pergantian orang ini tidak mengganti prilaku yang menyebabkan reformasi menderita mati suri. Dulu, Soekarno disebut pemimpin besar karena memiliki ketegasan dalam bertindak. Ia tahu apa yang harus dilakukan untuk kepentingan bangsa dan secara konsekuen melakukannya. Itulah yang membuat mereka dikatakan sebagai pemimpin yang kuat dan efektif. Ia juag tegas menghardik Amerika dengan kata-kata “Go to hell with your aids.� Sedang kini, warga republik seakan-akan merasakan atas ketidakhadiran pemimpinnya. Di tengah situasi yang serba tidak menentu, ketika masyarakat sedang saling berseteru, republiken tidak merasakan adanya sikap pemimpin yang mengayomi warganya. Setelah 12 tahun reformasi berlalu, hasil surver orde reformasi juga tidak begitu baik versi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network. Survei menunjukkan kondisi orde baru masih lebih baik (44,5 persen), dan hanya 16,9 persen masyarakat yang menyatakan kondisi reformasi saat ini lebih baik. 31,3 persen responden menyatakan reformasi berjalan ke arah yang benar. Mayoritas (46,2 persen) menyatakan reformasi berjalan ke arah yang salah. Setelah orde baru dicap tidak baik saat itu, setelah survey menyimpulkan orde reformasi tidak jauh lebih baik, lalu bahasa apa lagi untuk mengganti orde baru ke reformasi tanpa mengganti prilaku secara revolutif, evolutif? Bila orde tak lagi inovatif, jika reformasi tak jua kreatif, inikah negeri karikaturis itu?
Surat pembaca
Peralatan E-KTP Barang Bekas?
H
ingga saat progrma elektronik KTP di Madura masih menemui banyak kendala. Bahkan di Kabupaten Sumenep, beberapa waktu lalu ditemukan beberapa peralatan untuk rekam data ternyata barang bekas. Peralatan tersebut rusak dan tidak bisa digunakan. Di Kecamatan Pragaan, 1 komputer tidak berfungsi. Kemudian di Bluto, alat iris mata tidak berfungsi. Sementara di Saronggi, yang rusak adalah finger print yang rusak. Di kecamatan Ganding malah semua alatnya tidak berfungsi sama sekali. Semua kendala ini menyebabkan target penyelesaian program elektronik KTP ini terus molor. Bahakan di Pame-
kasan dan Sumenep molor hingga tiga kali. Sejak bulan Maret, April hingga Bulan Mei ini pun belum juga kelar. Padahal menurut informasi yang saya dapat, pemberlakuan Elektronik KTP ini akan dimulai sejak awal tahun 2013 mendatang. Artinya, KTP lama sudah dinyatakan tidak berlaku lagi. Hanya saja, jika terus molor apakah mungkin target pemberlakuan elektronik KTP ini akan tercapai. Saya sebagai rakyat kecil hanya bisa berharap agar persiapan sejak dari pengadaan barang peralatan program hingga pelaksanaannya harus betul-betul rapi. Jangan sampai rakyat dibuat bingung dengan program yang bagi masyarakat sendiri sebenarnya manfaat langsungnya tidak terlalu besar. Novemri H. Hamisi Warga Desa Gingging Bluto Sumenep
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 3
SULUH UTAMA foto: abrari/sm
SETARA USIA DINI: Sejumlah anak TK dalam perayaan Hari Kartini 21 April 2012 Pamekasan sebagai bentuk pembelajaran anti patriarkhi.
JELANG PILKADA 2012 - 2013
Udara Politik Mulai Membara
M
eski pilkada (pemilihan kepala daerah) di Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan dijadwal akhir tahun ini atau awal tahun depan, tetapi suhunya sudah mulai terasa. Masing-masing kandidat baik langsung maupun tidak langsung mulai bergerilya, mencari simpati, dan hendak menanam benih untuk menuai suara di saat pilkada. Di sisa satu semester menjelang pilkada, yang tersembunyi mulai menampakkan diri. Di Bangkalan misalnya, tiba-tiba muncul nama 4 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
Makmun Fuad yang tak lain putera dari Bupati Fuad Amin Imron. Di lain pihak juga muncul Imam Bukhori yang keduanya masih terikat hubungan famili. Begitu juga di Sampang, muncul dua kandidat yang masih sama-sama berkuasa. Yakni, Noer Tjahja akan meju lagi dan ditandingin wakilnya, Fannan Hasib. Kedua sosok ini saat ini sama-sama memiliki hubungan birokratik sebagai bupati dan wakil bupati. Sedangkan di Pamekasan, Achmad Syafii yang sebelumnya agak
adem-ayem kini tegas menampakkan diri sebagai sang kandidat. Ia akan menantang incumbent Kholilurrahman yang telah mengalahkan Syafii pada pilkada 2008 lalu. Dibanding dua kabupaten lainnya di Madura (Sampang dan Bangkalan), Pamekasan dinilai paling “panas”. Ini lantaran “perang” lama terulang kembali, Kholilurrahman Vs Ahmad Syafii. Jika benar kedua alumni Ponpes Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini bertanding, skor akhirnya hanya ada dua kemungkinan, 1 – 1, atau 2 – 0.
Pengamat politik Universitas Islam Madura Pamekasan Ahmad Fakih menilai suhu politik di Kota Gerbang Salam mulai menghangat. Indikatornya, kata dia, masing-masing pendukung mulai mengunggulkan jagonya masingmasing. Satu pihak menilai jagonya harus menang dan pihak lainnya juga mengharuskan kandidat yang diusungnya juga harus mengalahkan lawan. “Itulah dinamika politik hari ini, menghangat,” urainya. Mantan ketua DPD PAN Pamekasan Husnan Ahmadi juga mengakui suhu politik di Pamekasan mulai sedikit hangat. Dia memprediksi, semakin dekat pilkada suhunya terus menghangat sampai pada hari H, 9 Januari 2013 mendatang. Dia tidak menampik dua sosok Kholilurrahman dan Achmad Syafii banyak dibicarakan orang. Husnan menduga karena dua figur tersebut sama-sama punya pengalaman dan memiliki sejarahnya sendiri di Pamekasan. Sebab, katanya, Syafii pernah menjadi bupati Pamekasan dan Kholilurrahman juga sedang menjabat bupati. Tetapi ke mana suara PAN pada akhirnya? “Nanti saja jawabnya,” Husnan berdiplomasi. Di Pamekasan, sejumlah baliho memang sudah mulai bertebaran dengan gaya dan caranya masingmasing. Sebagai bupati, poster Kholilurrahman menghiasai wajah kota Pamekasan. Sebagain sang kandidat, baliho bergambar Syafii juga terdapat di sejumlah titik. Di luar poster Syafii-Kholilurrahman, baliho anggota DPRD Jatim asal Pamekasan, Badruttamam juga terdapat di titik strategis. Siapa akhirnya maju sebagai sosok yang benra-benar-benar calon bupati, ini semua menunggu pendaftaran di KPU Pamekasan sekitar Agustus mendatang. (abe)
Pemburu Berita
Rindu Kedamaian Juga
J
auh sebelum pilkada digelar di tiga kabupaten di Madura, sejumlah jurnalis mendamba pilkada damai. Ini sekaligus menjadi penegas bahwa wartawan hakikatnya juga tidak ingin ada kerusuhan tentang apapun termasuk soal pilkada. Bahwa kerusuhan pada akhirnya terjadi meski tak diinginkan, wartawan mengabadikannya sebagai pembelajaran dalam bentuk reportase. Soal pilkada damai versi wartawan ini dikukuhkan di Sampang. Musyawarah Perwakilan II Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sampang, mengusung tema pilkada damai, jujur, adil dan aman. Keempat hal itu dirindukan wartawan dan masyarakat pada umumnya. Damai, jujur, adil, dan aman mencerminkan toleransi perbedaan pilihan baik dalam politik maupun di luar politik. Tema ini dipilih wartawan yang tergabung dalam PWI karena dinilai sesuai kondisi Madura saat ini. Sebab, sesuai jadwal, di Madura akan berlangsung tiga pilkada. Dua pilkada yang bersamaan digelar di Bangkalan dan Sampang dan awal tahun 2013 pilkada dihelat di Pamekasan. Ketua panitia musyawarah perwakilan PWI Sampang Nur Kholis mengaku sengaja memilih tema itu karena wartawan juga bagian dari masyarakat. Apalagi, media menjadi partner pelaksanaan pilkada yang juag berkwajiban menciptakan suasana aman dan damai melalui berita yang ditulisnya. Selain itu, profesi wartawan memiliki peran penting dalam berupaya menyukseskan pelaksanaan pilkada dan acara lainnya. “Kami juga ingin menyukseskan pilkada tanpa kekerasan,” katanya kepada pekerja media di di aula PKN Sampang (22/5). Itu juga yang disampaikan ketua PWI Sampang terpilih, Nora yang meraih suara terbanyak mengungguli pesaingnya, Ach Bahri. Baik dalam momentum pilkada atau di luar pilkada, ketua PWI ini merasa profesi wartawan merupakan profesi yang memegang peran penting dalam proses demokratisasi. “Oleh sebab itu, peningkatan profesionalisme mutlak diperlukan,” Nora berpidato. Begitu juga di Pamekasan, Ketua AJP (aliansi Jurnalis Pamekasan) Akhmad Fauzi merasa kemananan dan kedamaian dirindukan siapa saja. Bahwa di Pamekasan situasi politik mulai hangat, ia sadari hal itu bagian dari demokrasi. Tetapi kehangatan di Pamekasan masih berlangsung normal karena di sisi kehangatan ada kedamaian. Fauzi tidak menampik setiap warga tidak satu pilihan untuk menentukan pemimpin di pemkab Pamekasan. Karena itu, perbedaan yang terjadi tidak untuk dibeda-bedakan. Tidak menutup kemungkinan, antarpribadi wartawan juga memiliki ketidaksamaan pilihan. Tetapi sebagai wartawan, dia yakin siapa pun berada pada orbit yang mengariskan netralitas. “Tanpa kekerasan, kedamaian situasi lebih terasa sejuknya,” katanya. (muk/bet).
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 5
SULUH UTAMA
Larung Sesaja: Sejumlah perahu sedang mengikuti ritual larung sesaji dalam rangka mensyukuri anugerah Tuhan lewat laut yang begitu luas dan melimpah.
Genderang Pilkada
Mulai ditabuh S
alah satu tanda pilkada akan digelar di Madura, antara lain lantaran genderang sudah mulai di tabuh. Mula-mula, genderang pilkada ditabuh di Sampang, di depan Monumen Sampang. Ratusan pejabat mulai daritingkat pusat dan daerah, hadir di sini. Mereka berikrar bersama bahwa tahapan pilkada 6 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
Sampang sudah dimulai dan puncak pilkada digelar tanggal 12 Desember 2012. Tetapi, pilkada bisa berubah jika pada tanggal yang ditentukan terjadi badai besar yang tidak memungkinkan pilkada digelar. Dalam catatan sejarah, Sampang memiliki fenomena yang lain diband-
ing kabupaten lainnya di Madura. Setidaknya, hal itu yang dirasakan anggota KPU Pusat, Arief Budiman. Dia menyampaikan, dalam pemilukada, KPU bukanlah satu-satunya faktor dalam sukses tidaknya penyelenggaraan pemilukada. Tetapi, KPU hanya menjadi salah satu aktor utama dalam pelaksanaan pemilukada. Setidaknya, Arief menyebut tiga aktor utama dalam pelaksanaan pemilukada. Yakni, penyelenggara (KPU), pemerintahan dan peserta pemilukada (calon). Mantan anggota KPUD Jatim ini juga menghendaki semua proses pemilukada Sampang masa lalu tidak terulang kembali. Dulu, kenangnya, pemilukada Sampang sempat di-
tunda beberapa kali karena yang mendaftar hanya satu pasangan calon. Kali ini, dia inginkan Sampang menjadi titik balik inspirasi positif dalam proses pemerintahan dan pemilu pada umumnya. “Tahun ini, kami yakin Sampang lebih dewasa,” katanya memebri semangat. Di akhir launching pemilukada ditandatangani MoU Pemilukada Sampang yang melibatkan Ketua KPUD Sampang dan Kapolres Sampang. Setelah itu, dialkukan pemotongan pita balon sebagai tanda dimulainya tahapan pemilukada oleh Bupati Noer Tjahja. Menjadi saksi atas launching pemilukada ini antara lain jajaran KPU Pusat, KPUD Jatim dan KPUD Sampang . Bahkan, kembang api yang diluncurkan ke angkasa juga menyaksikan genderang perang pilkada Sampang yang digelar di angka yang serba 12. Launching pemilukada juga terja-
di di Pamekasan. Tanggal 9 Mei lalu, KPUD Pamekasan launching Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Bupati & Wakil Bupati Pamekasan 2013. Di launching ini, Ketua KPUD Pamekasan HM Ramli mmenyampaikan sosialisasi dan tahapan pemilukada Pamekasan. Puncaknya, pemilukada digelar pada 9 Januari 2013. Sebagai penyelenggara, Ramli ingin pemilukada Pamekasan berlangsung damai, siapapun yang akan keluar sebagai pemenang. “Sesuai tahapan, awal tahun depan (9 Januari 2013, Red.) pilkada baru bisa digelar,” Ramli menegaskan. Diberi kesempatan sambutan, Bupati Pamekasan Kholilurrahman mengatakan pemerintah yang dibentuk melalui pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat. Pemilu dia nilai sebagai pranata penting dalam tiap negara demokrasi. Ini berfungsi untuk memenuhi tiga prinsip pokok demokrasi ; kedaulatan rakyat, legiti-
masi pemerintahan dan pergantian pemerintahan secara teratur. Khusus pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, Kholilurrahman katakan tujuannya meliputi implementasi demokrasi Pancasila melalui pemenuhan prinsip hak asasi dan kedaulatan rakyat. Selain itu, mencari pemimpin daerah terbaik yang memiliki integritas, kredibilitas, kapabilitas dan loyalitas akan kemauan dan keinginan rakyatnya. “Pilkada juga untuk mewujudkan pemerintahan yang baik,” katanya. Menjadi saksi dalam launching pilkada Pamekasan ini antara lain, jajaran forum pimpinan daerah (forpimda), ketua pengadilan negeri, pimpinan DPRD beserta anggota, KPUD Propinsi Jatim, KPUD Pamekasan, Sumenep, Sampang, Bangkalan, Malang dan Kota Surabaya, serta pimpinan partai politik serta para pimpinan SKPD. (tim)
Memilih di Luar Gelanggang M eski sebagian politisi masuk gelanggang politik, ada juga politisi lainnya yang mengaku sedang “berpuasa” politik. Mungkin saat ini belum waktunya karena pilkada Pamekasan masih dihelat awal tahun depan atau setidaknya masih ada waktu satu semester lagi. Meski pada tahun 2008 masuk gelanggang dan menjadi calon wakil bupati Achmad Syafii, namun kali ini Sahibudin untuk sementara tidak bersedia komentar politik terlalu jauh. Alasan Rektor Universitas Islam Madura Pamekasan ini, masuk ke pusaran politik dalam waktu yang begitu jauh terasa berada di ruangan yang tak teridentifikasi. Untuk sementara waktu, lelaki yang akrab disapa Soheb ini merasa lebih baik uzlah. “Untuk sementara saya jalan di tempat dulu,” katanya. Mantan aktivis Ansor Pamekasan ini percaya setiap manusia akan berpolitik termasuk dirinya. Itu dianggapnya sesuai dengan
tradisi ilmiah akademik. Dalam tradisi kampus, manusia tetap sebagai zoon politicon sebagaimana digariskan Plato dalam bukunya, Republica. Karena itu, Soheb juga menyadari adanya kenaikan suhu politik hari demi hari menuju pilkada. Naiknya suhu politik menurutnya paling nampak ditandai dengan naiknya baliho bergambar kandidat. Hal itu diakuinya terjadi khususnya di Sampang dan Pamekasan. Padahal secara politik, pemasang baliho tidak serta-merta mendukung nama kandidat pada gambar yang dikibarkannya. Berdasar pengalaman nyalon wakil bupati Pamekasan tahun 2008 lalu, Soheb menemukan pendukung yang setia, ada juag yang ikhlas, dan ada pula yang pamrih. Dalam konstalasi politik kontemporer, dia masih yakin situasi politik belum berubah. “Faktanya masih seperti itu dan siapa saja perlu belajar dari masa lalu,” ungkapnya. (abe)
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 7
SULUH UTAMA
B
anyak yang mengatakan, politik mengalami perubahan per sepersekian detik. Di dalam politik juga seringkali dikenal tak ada teman sejati dan tak ada lawan abadi. Bagaimana pula dengan dukung-mendung partai politik menjelang pilkada Pamekasan. Berikut wawancara dengan fungsionaris PDI Perjuangan Pamekasan, H Abd Syukur. Pamekasan tak lama lagi pilkada, bagaimana Anda menyikapi? Pilkada itu barang lama, namun tak basi dalam banyak diskusi. Selalu menarik didialogkan karena perkembangannya sangat cepat. Pilkada sejatinya bukan hanya memilih kepala daerah tetapi lebih penting dari itu adalah penataan masa depan yang lebih baik, siapapun kepala daerahnya. Tetapi di Pamekasan berbeda karena dikabarkan akan memilih mantan dan incumbent?
ABD. SYUKUR
Politik Sering Bergantung Pada Angin 8 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
Wacananya begitu meski belum de jure. Secara de facto memang ramai. Di arus bawah, muncul dua nama kandidat, Pak Kholil (Kholilurrahman) dan Pak Syafii (Achmad Syafii). Tetapi keduanya belum terdaftar sebagai calon kepala daerah 2013 di KPU. Bagi saya kedua tokoh tersebut sama-sama punya pengalaman. Pak Kholil bupati saat ini dan Pak Syafii bupati di era lalu. Bupati masa depan akan ditentukan 9 Januari 2013. Masyarakat yang akan menentukan. Tidak menutup kemungkinan akan muncul kandidat yang lain di luar kedua tokoh yang ramai dibicarakan. Mengapa bisa begitu? Lha saya kan saya sudah bilang ini ranah politik yang selalu berlalu seperti angin. Serupa udara, politik
dinamis dan senantiasa bergerak. Ada hal penting dalam politik yang idealnya harus dipahami siapa saja sebagai bentuk kearifan politik.
Waktunya pun harus dipilih juga, kapan harus menjelaskan. Begitu pula tempatnya, di mana pilihan itu harus disampaikan.
Apa itu?
Kok jadi ribet ne?
Perbedaan. Demokrasi itu kan mengguratkan ketidaksamaan dan keserupaan. Misalnya, dalam hal pemilihan kepala daerah, boleh jadi pilihan saya dengan Anda serupa, atau berbeda sama sekali. Tetapi pasca pilkada, ayo kembali ke rumah bersama. Dalam kontek Pamekasan, mestinya kembali kepada kesatuan Gerbang Salam. Rumah besar kita kan Pamekasan. Bahwa di dalam rumah besar ini ada yang berbeda, saya kira itu sunnatullah dan kita semua berkewajiban untuk memelihara rumah besar itu.
He he he..... kembali ke awal, politik itu kadang-kadang bahkan seringkali seperti angin. Ada angin muson, timur, barat, bahkan barat laut. Kalau saya tanya kepada Anda, siapa yang Anda dukung dalam pilkada Pamekasan, Anda juga pasti memilih sebagaimana saya jelaskan tadi yang menurut Anda ribet itu. Tetapi saya menyadari Anda punya pilihan. Bahwa pada akhirnya dikatakan atau tidak disampaikan, saya harus menghormati Anda. Saya juga akan memaknai bahwa seandainya Anda memilih X, bukan
bupati dari kelompok tertentu karena sebelumnya mendukung atau tidak mendukung. Saya kira juga wajar bila ada yang puas pada satu sisi atau kecewa pada sisi yang lain. Bupati manusia juga pasti memiliki keterbatasan di tengah masa jabatan yang terbatas pula. Saya yakin siapapun bupati Pamekasan nanti, sudah pasti nawaitunya akan berbuat yang lebih baik karena bupati juga tinggal di rumah besar bernama Pamekasan ini. Harapan Anda? Pilkada hanya satu hal. Saya tidak ingin yang satu hal ini justru mengaburkan hal lain yang lebih penting, soal kebangsaan dan gotongroyong. Saya berharap siapa pun bupatinya, pembangunan terus
Tetapi kan sulit dalam era politik kekinian? Karena kita terkondisikan begitu, berkubu-kubu. Tetapi kata orang Jawa, begitu ya begitu ya tapi jangan begitu. Menurut saya ada yang salah dalam konstruk pemikiran sebagian kecil masyarakat. Bahwa ada yang mendukung X, bukan berarti ia tidak menyukai Y. Tetapi politik kan soal pilihan, harus memilih salah satu. Sebab memilih dua-duanya antara X dan Y di bilik suara atau tidak memilih kedua-duanya, KPU akan memutuskan surat suara itu tidak sah. Karena itu tadi, politik harus memilih. Nah, PDI Perjuangan memilih kandidat yang mana? Ha ha ha...pertanyaan yang cerdas. PDI Perjuangan pasti memiliki pilihan. PDI Perjuangan juga harus memilih untuk mengatakan atau tidak menjelaskan. Mengatakan pilihan itu juga harus dipilih, kepada siapa pilihan itu harus disampaikan.
berarti Anda tidak menyukai Y. Seperti cinta, politik harus memilih. Apa yang harus dilakukan bupati masa depan? Kan sudah ada tugas-tugas kepala daerah sesuai aturan formal perundang-undangan. Yang diinginkan masyarakat, siapapun bupatinya adalah Bupati Pamekasan, bukan
meingkat, berkualitas, berguna, dan memberi manfaat. Ada empat PR yang selalu tidak tuntas dalam setiap reformasi. Yakni, soal pendidikan, kesehatan, penguatan sosialekonomi kerakyatan dan layanan publik disamping hal penting lainnya. Namun bila empat hal itu dilaksanakan dengan baik, insyaallah masyarakat tidak gelisah dan reformasi dirasa ada manfaatnya. (abe) SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 9
SULUH KHUSUS
foto: david/sm
Isu Nyabu, Fakta atau Fiksi? P ilkada Sampang memang masih akan digelar pada tanggal 12 Desember 2012 mendatang. Tetapi, isu-isu yang bisa membuat oponi publik mengarah ke salah satu kandidat mulai dimainkan. Baik ini menguntungkan salah satunya, atau merugikan salah satunya. Ini juga yang mulai sayup-sayup terdengar di Sampang.
Misalnya, pertengahan Mei lalu Bupati Sampang Noer Tjahja diterpa isu tak sedap. Itu lantaran sosok nomor satu di pemkab Sampang ini diisukan nyabu dan tertangkap pula. Berita ini bersayap dua. Satu pihak yakin memang begitu kejadiannya 10 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
dan pihak lain percaya tidak begitu kejadiannya. Tetapi versi Noer Tjahja, isu tersebut tidak benar dan sengaja diembuskan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menurunkan popularitasnya menjelang pilkada.
Noer mengancam akan melaporkan ke aparat yang berwajib dengan tuduhan pencemaran nama baik. Dia juga mengancam akan menyeret penyebar isu tak sedap itu jika diketahui pelakunya.
Sebagaimana diberitakan, suatu ketika Noer sedang berada di salah satu hotel di Surabaya. Di area hotel itulah, Noer diisukan mengonsumsi narkoba dan ditangkap badan narkotika. Adanya isu ini, ditanggapi Bupati Sampang Noer Tjahja. Kepada wartawan, Noer meminta media berhati-hati menulis isu yang menerpa dirinya. Jika sampai mencemarkan nama baiknya,
Noer menduga penyebaran isu dirinya ditangkap karena nyabu dilakukan oleh lawan politiknya untuk mencemarkan nama baiknya menjelang pilkada. Padahal, fitnah itu jadi pupuk yang justru akan semakin membesarkan namanya. Dia menjelaskan, Senin, 7 Mei 2012 dirinya ke Jakarta untuk suatu keperluan. Kemudian Selasa siang, 8 Mei 2012, dirinya mengadakan rapat dengan
pocong. Ini sesuai dengan “hukum adat” Sampang untuk meyakinkan masyarakat bahwa seseorang tidak melakukan sesuatu yang telah diisukan selama ini.
salah satu perbankan di Surabaya. Karena vitu, ia merasa tidak melakukan seperti diisukan orang yang tidak bertanggungjawab, dan dirinya baik-baik saja bahkan bermain tenis. “Itu (isu) sangat politis menjelang pilkada,” katanya kepada sejumlah wartawan.
Kedua, PMII meminta pihak terkait melakukan tes urine kepada bupati Sampang dan pejabat publik lainnya yang diduga nyabu bersama. Tes urine diperlukan untuk meyakinkan publik bahwa secara medis seseorang tidak mengonsumsi narkoba.
Atas berita yang merugikan dirinya, bupati yang juga ketua PKB Sampang tersebut berencana mengadukan media yang telah memberitakannya ditangkap karena nyabu. Itu dilakukan untuk memenuhi hak publik yang telah dicemarkan namanya melalui media massa. Apalagi, media massa yang memberitakan dugaan Noer nyabu tersebut tidak sesuai fakta dan cenderung mengada-ada. Sebagai penegakan kebenaran, pihaknya telah menyiapkan laporan kepada dewan pers di Jakarta.
Sementara itu, menyikapi isu bupati nyabu, PMII Sampang melakukan aksi dengan mendatangi kantor badan kesatuan bangsa dan politik (bakesbangpol). Mereka datang dengan sejumlah pernyataan sikap atas adanya isu tersebut. Pertama, PMII meminta bupati melakukan sumpah
Ada Eskalasi Suhu Politik
M
enjelang pilkada di Madura (Pamekasan, Sampang dan Bangkalan) suhu politik meningkat. Setidaknya, komunikasi politik antarpihak mengalami kenaikan persentase. Begitu juga mobilitas politisi semakin lesat. Meski bukan semata-mata untuk kepentingan pilkada, tetapi publik awam menilai gerakan politisi selalu berkait dengan pilkada. Itu yang antara lain dirasakan wakil ketua KIP (Komisi Informasi Publik) Jatim Imadoeddin. Mantan ketua KPU Pamekasan ini belum lama ini pulang kampung dan mengaku merasa ada suhu yang naik sepanjang perjalanan mulai dari Bangkalan, Sampang dan Pamekasan. Imad merasa hal itu lumrah karena setiap calon memiliki pendukung. Dalam amatannya, Pamekasan dan Sampang paling hangat dibanding Bangkalan. Itupun Imad nilai wajar. Hangat di Pamekasan karena yang mewacana dua nama antara Kholilurrahman dan Achmad Syafii. Perlu diingat, Achmad Syafii pernah menjadi Bupati Pamekasan 2003 –
Sepanjang hal tersebut tidak dilakukan, PMII yakin masyarakat terbelah antara yakin dan ragu bahwa bupatinya nyabu. Namun dengan sumpah pocong dan tes urine, masyarakat akan mendapatkan kepastian. “Kami (PMII) ingin kejelasan baik dari sisi adat maupun dalam kerangka imiah (tentang dugaan bupati nyabu),” terang Junaidi, salah satu fungsionaris PMII Sampang. (tim)
2008. Pada tahun 2008 Syafii mencalonkan lagi untuk bupati 2009 – 2013. Sedangkan Kholilurrahman, mantan aktivis ini menilai punya sejarahnya sendiri. Tahun 2009 Kholil mencalonkan sebagai bupati dan perolehan suaranya mengungguli Syafii. Sementara di Sampang, Noer Tjahja yang saat ini sebagai bupati diprediksi akan bersaing dengan Ra Fannan yang kini juga menjadi wakil bupati Sampang. Dua nama yang masih aktif sebagai pejabat ini dinilai paling sering disebut di Sampang dan seolah-olah hangat. Sedangkan di Bangkalan, Fuad Amin tidak bisa mencalonkan lagi karena sudah dua periode. Kandidat bupati di Bangkalan dipastikan orang baru. “Suasana hangat boleh tetapi kepala tetap dingin kan?,” ia tersenyum. (abe)
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 11
OPINI
Paradok
Pertumbuhan Ekonomi Republik
B
erbicara kemiskinan memang menarik, karena kemiskinan merupakan penyakit kronis yang bisa menyerang semua negara di dunia, sekalipun negara maju seperti Amerika serikat. Isu kemiskinan sudah menjadi tren dan popular di negara kita sebagai alat legitimasi kepentingan politik. Isu kemiskinan begitu santernya pada waktu kampanye pemilu yang mampu menghipnotis jutaan rakyat miskin Indonesia dengan kata “penurunan kemiskinian, penurunan kemiskinan, dan penurunan kemiskinan� itulah yang mereka janjikan. Pada kenyataanya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa fakta di lapangan masih banyak daerah yang memiliki kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 2011 jumlah masyarakat miskin 29,89 juta jiwa, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu meningkat tiap tahun. Pertanyaannya kemudian, untuk siapa pertumbuhan ekonomi tersebut? Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurun dari tahun ke tahun, yang semula meningkat sebagai dampak dari krisis ekonomi pada tahun 1998 sebesar 24,23% berada di bawah garis kemiskinan nasional turun menjadi 12,49% pada 2011. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut menunjukkan adanya trend
12 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
positif, karena adanya usaha dan kerja sama seluruh stakeholders dan keberpihakan pada masyarakat miskin dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Namun “kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)� Oktober 2005 menunjukan angka kemiskinan meningkat dari 35,10 juta jiwa (2005) menjadi 39,30 juta jiwa penduduk miskin pada tahun 2006 (data BPS). Kenaikan harga BBM ini dipengaruhi harga minyak dunia yang melonjak dari 25 dollar per barel menjadi 60 dollar perbarel akibat konflik timur tengah dan perang pada periode tersebut. Seperti kita alami tingginya harga minyak dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian BBM di dalam negeri dan pengurangan subsidi pemerintah untuk harga BBM. Beban rakyat terus meningkat akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok akibat dari kenaikan BBM selama periode tersebut yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Keadaan inflasi yang meningkat meresahkan banyak kalangan menengah kebawah, karena merekalah yang paling merasakan dampak inflasi. Akibat dari kenaikan inflasi ini, jumlah penduduk miskin bertambah dan dibeberapa daerah rakyat menderita kekurangan gizi atau busung
lapar. Serhingga Penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan, banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pasca krisis ekonomi pertumbuhan ekonomi mencapai 0,79 (1999) menjadi 6,5 persen (2011). Hal ini secara tidak langsung menggambarkan keadaan perubahan ekonomi yang lebih baek. Namun kenyataan yang memiriskan hati, kantong-kantong kemiskinan masih ada di beberapa daerah seperti Aceh, NTB, NTT,
Oleh : Istianah Asas M.Ec.Dev Peneliti di Inspect Jogjakarta
Maluku, Gorontalo, Papua Barat dan Papua. Menurut data BPS pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin Aceh 894.810 ribu, NTB 894.770 ribu, NTT 1.012.900 ribu, Papua barat 249.840 ribu, Gorontalo 198.270 ribu, Papua 944.79 ribu dan Maluku 360.320 ribu. Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat ini, diikuti ketimpangan masyarakat yang cenderung meningkat. Hal ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dimiliki oleh kelompok yang menguasai faktor-faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi hanya memberikan manfaat bagi orang kaya
tidak terhadap orang miskin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik gini rasio pada 2010 sebesar 0,331 atau turun dari tahun sebelumnya sebesar 0,357. Namungini rasio (pengukuran ketimpangan) hanya terjadi diperkotaan dari 0,362 menjadi 0,352. Sedangkan di pedesaan meningkat menjadi 0,297 dari 0,288. Sungguh ironis, dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, namun kemiskinan masih cukup tinggi dan ketimpangan cenderung meningkat. Kondisi seperti ini menggambarkan ketidakseriusan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Pemerintah masih perlu bekerja keras dalam pengentasan kemiskinan dengan berbagai strategi kebijakan publik. Tentunya dalam kebijakan pengentasan kemiskinan ini dibutuhkan partisipasi masyarakat yang cukup besar, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakatr indonesia. Pertumbuhan ekonomi harus menawarkan pendekatan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang bersifat rehabilitasi sosial, seperti: menciptakan lapangan pekerjaan ditiap-tiap daerah, memberikan ketrampilan kepada masyarakat pengangguran serta menyediakan fasilitas, seperti sarana, modal, teknologi, informasi dan penyuluhan yang disesuaikan den-
gan potensi daerah dan kebutuhan masyarakat setempat. Agar pendekatan pertumbuhan ekonomi bekelanjutan tercapai, harus ada sinergi dan adanya kerjasama antara pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat. Peranan modal dan teknologi tidaklah cukup dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tapi kualitas sumber daya manusia (human development) juga memegang peranan yang penting. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, ketika pendidikan rendah akan menyebabkan produktivitas manusianya rendah, yang pada akhirnya mendapatkan upah yang rendah. Jika upah rendah, maka tabungan masyarakat juga rendah sehingga masyarakat masih terbelakang (dalam keadaan miskin). Kita sebagai bangsa Indonesia tidaklah pantas untuk berbangga diri terhadap negara lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi kemiskinan masih tinggi adalah menggambarkan kegagalan pemerintah. Inilah yang disebut dengan paradok pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan perlu adanya kerjasama dan tangguang jawab yang lebih di tingkatkan antar stake holder sehingga kesejahteraan masyarakat tercapai. =
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 13
OPINI
Lokalitas, Budaya Tanding dan Inovasi-Kreatif
A
da kecendrungan massif dimana budaya belajar peserta didik mengalami penurunan dibanding kegiatan belajar mengajar beberapa tahun lalu. Ini terjadi diduga karena adanya digitalisasi sarana penunjang sekolah yang mengakibatkan peserta didik memiliki kecendrungan instan. Ini misalnya peserta didik ingin belajar sebentar tetapi ingin mendapatkan pengetahuan seluas-luasnya. Pola pikir ini sinergis dengan kosmopolitanisme hidup dimana generasi bangsa memiliki kecendrungan untuk menjalani rutinitas secara hedonis dan kapitalistik. Ini jelas berdampak kepada kegiatan belajar mengajar dimana peserta didik menerapkan prinsip ekonomi, modal kecil hasil besar yang diadaptasi menjadi belajar sebentar hasil besar. Di luar itu, peserta didik dihadapkan kepada banyak bidang studi yang bisa dibagi menjadi dua, eksakta dan non eksakta. Dalam kehidupan modern, pelajaran eksak difavoritkan karena out putnya diyakini lebih mudah meloloskan lulusannya ke bursa kerja. Padahal faktanya, tidak selalu seperti itu. Selain itu, ada kecendrungan peserta didik untuk (lebih) belajar non eksakta. Ini pun dipilah-pilah kepada materi yang diunaskan. Bidang studi non eksakta yang tidak diunaskan, justru agak luput dari perhatian peserta didik dan seolah-olah dianggap tidak menarik karena tidak diunaskan. Pola pikir parsial inilah yang menuntut SDM pembelajaran seperti guru untuk berinovasi, termasuk guru
14 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
pengampu bidang studi keterampilan. Sebab, bidang studi keterampilan berbeda cara menyajikannya dengan mata pelajaran lainnya. Sesuai dengan nama, keterampilan seseorang dituntut tidak hanya pada wilayah teroritis tetapi pada aspek praktik keterampilan diutamakan. Survey menunjukkan, inovasi berbais lokalitas tidak saja mendidik anak untuk inovatif tetapi hal ini menjunjung tinggi harkat kebudayaan lokal-tradisional. Itulah sebabnya, teori dan praktek sangat mudah dan menjadikan generasi bangsa tidak hanya bermimpi. Apalagi, perpaduan antara teori dan praktek ini yang dapat membuat generasi bangsa lebih berminat belajar keterampilan karena di tingkatan lokal semua yang dieprlukan sudah terseda dan tinggal pengembangannya. Tetapi, berminat saja tidak cukup sebelum akhirnya peserta didik mengaplikasikan daya minatnya ke dalam dunia nyata yang terus membuat peserta didik mengerti keterampilan. Di dalam pembelajaran, menegrti saja tidak cukup sebelum akhirnya bisa mengaplikasikannya. The Liang Gie (1994:28), minat merupakan salah satu faktor pokok untuk meraih sukses dalam pendidikan. Penelitian di Amerika Serikat mengenai salah satu sebab utama dari kegagalan studi para peserta didik karena kekurangan minat belajar. Secara lebih terinci arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan adalah minat memunculkan perhatian, minat memudah-
kan terciptanya konsentrasi, minat mencegah gangguan perhatian dari luar, minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan, dan minat memperkecil kebosanan studi. Pada saat generasi bangsa tidak berminat terhadap apapun termasuk inovasi, kreasi bahkan yang berbasis lokalitas pun, pasti ada yang tidak nyambung dalam melakukan doktrinasi dalam pembelajaran. Sementra fakta di lapangan, saat pembelajaran berlangsung, peserta didik kurang bergairah dalam mengikuti materi ajar. Hanya sebagian kecil saja peserta didik yang bisa memahami dan mengerjakan tugas dengan penuh semangat. Sebagian besar pe-
Oleh :Retno Widayanti Guru SMPN 1 Pamekasan
serta didik lainnya mengerjakan tugas yang diberikan dengan perasaan terpaksa. Hal ini menyebabkan tugas yang diberikan hasilnya kurang memuaskan sehingga terkesan asal jadi. Jika mereka ditanya apa alasannya tidak memperhatikan KBM (kegiatan belajar-mengajar) keterampilan, dijelaskan tidak mempunyai bakat, bahasa lain dari tidak berminat. Dengan kondisi seperti ini, guru perlu mencari upaya bagaimana menumbuhkan minat belajar peserta didik terutama dalam pembelajaran keterampilan atau inovasi. Minat belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam
proses belajar. Sayangnya, minat belum membudaya sebagaimana belum membudayanya inovasi-kreatif di republik ini. Akibatnya, generasi bangsa hedonis, ingin cepat saji, konsumeristik dan pragmatis. Dalam kaitan dengan minat ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut bersumber pada dirinya dan luar dirinya atau lingkungannya, antara lain faktor dalam diri siswa. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini biasa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang sensasional, yang sudah diketahui peserta didik. Harry Kitson (dalam The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada dua kaidah tentang minat (the laws of interest). Seorang anak misalnya, berkeinginan untuk dapat pintar naik sepeda (keterampilan), maka dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk belajar naik sepeda. Walaupun anak tersebut telah beberapa kali terjatuh dari sepedanya, akan tetapi mereka tetap berusaha dan mencari jalan bagaimana cara untuk dapat naik sepeda dengan lancar. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, minat menjadi motor penggerak untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tanpa minat, tujuan belajar tidak akan tercapai. Meski demikian, minat belajar tinggi dari peserta didik saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan inovasi dan kompetensi guru. Sebab, guru memiliki peranan penting dalam pembela-
jaran karena guru merupakan aktor utama di ruang belajar mengajar. Usaha mengembangkan manusia berkualitas yang siap menghadapi berbagai tantangan hidup dimulai sedini mungkin melalui pendidikan. Kegiatan pendidikan diberikan antara lain melalui sejumlah mata pelajaran yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan bervariasi bagi peserta didik. Tidak semua lulusan SMP melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, sebagian diantaranya harus memasuki dunia kerja. Oleh sebab itu mata pelajaran keterampilan perlu diberikan pada peserta didik di tingkat SMP. Mata pelajaran Keterampilan diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) yang meliputi keterampilan personal, sosial, pra-vokasional, dan akademik. Penekanan jenis keterampilan yang dipilih oleh satuan pendidikan perlu mempertimbangkan minat dan bakat peserta didik serta potensi lokal, lingkungan budaya, kondisi ekonomi dan kebutuhan daerah. Seluruh aktivitas pembelajaran memberikan bekal kepada peserta didik agar adaptif, kreatif dan inovatif melalui pengalaman belajar yang menekankan pada aktivitas fisik dan aktivitas mental. Peserta didik melakukan interaksi dengan produk kerajinan dan teknologi yang ada di lingkungannya untuk dapat menciptakan Bersambung di halaman 17 ...
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 15
PENDIDIKAN
Tegang: Seorang siswi kelas akhir tampak sedang serius membaca dan mencermati soal-soal dalam ujian nasional tahun 2012.
DILEMA UJIAN NASIONAL
UNAS, Meluluskan atau Meloloskan? U nas, selama ini menjadi momok serupa hantu yang menakutkan. Tidak itu saja, unas mengajarkan ketakutan. Bisa diperhatikan mulai saat pengambilan unas, pengantaran naskah, pelaksanaan, dan pengantara LJK. Semua serba kawalan petugas. Padahal situasi ini menegaskan bahwa oknum civitas sekolah sedang mengukuhkan ketidakjujuran dan 16 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
karenanya berada dalam kawasan serdadu. Saat unas diselenggarakan, masalah unas pun belum selesai. Semua sekolah ingin semua peserta didiknya yang mengikuti unas lulus. Padahal, dalam kurva normal, kelulusan mutlak 100% dalam statistik pendidikan tidak mungkin. Sama tidak mungkinnya
foto: istimewa
dengan satu sekolah tidak lulus semua. Faktanya, ada siswa di sekolah tertentu yang tidak lulus semua dan ada pula di sekolah tertentu lainnya siswanya lulus unas semua. Di Bangkalan misalnya, terdapat satu siswa (SMKN) saja yang tidak lulus. Mengapa tidak lulus, siswa tersebut tidak memiliki standar nilai yang mengakibatkan dirinya lulus. Tetapi bisa jadi, kemungkinan lainnya, siswa tersebut memang jujur dan tidak mendapat bocoran kunci jawaban. Di sinilah perlu dipertanyakan antara siswa yang diluluskan, atau diloloskan. Lulus karena tahapannya dijalani dengan baik, lolos karena dibuat lulus meski tahapannya tidak terlampaui. Kabid pendidikan menengah di
Bangkalan M Kamil menegaskan siswa yang tidak lulus karena tidak memenuhi persyaratan. Karena tidak memenuhi persyaratan lulus siswa tidak boleh mengikuti ujian susulan. Sebab ujian susulan hanya diberikan kepada mereka yang berhalangan sakit (dibuktikan dengan keterangan doketr). Karena itu, siswa yang tidak lulus akan menjalani ujian unas alternatif melalui kejar paket sesuai jenjangnya.” “Untuk SMK hanya ada satu (siswa) yang tidak lulus, ini jauh lebih baik dibanding kelulusan tahun lalu” katanya. Di Sampang, angkanya berbeda lagi. Siswa yang ikut unas SMA dan sederajat tahun ini mencapai 6.904 siswa. Ini meliputi 3.150 siswa untuk SMA dengan 36 lembaga dan 1.782 untuk MA dengan 41 lembaga. Sedangkan untuk SMK sebanyak 1.972 siswa dengan 28 lembaga. Kepala Dinas Pendidikan Sampang Hery Poernomo mengatakan, dari sekian siswa yang mengikuti unas, hanya tiga orang siswa yang tidak lulus, satu siswa SMA dan dua dari SMK SMK. Seperti halnya di Bangkalan, di Sampang tingkat kelulusan siswa lebih baik dibanding tahun lalu. “Dulu jumlah siswa yang tidak lulus mencapai tujuh orang,” ujarnya, bangga. Ketidaklulusan di Pamekasan juga terjadi. Hanya, di Pamekasan ketidaklulusan lebih disebabkan ketidakikutan siswa dalam unas. Inilah yang menjadi sebab mereka tidak lulus. Selebihnya, siswa lulus (lolos) unas. Kepala Bidang Pendidikan Menengah (Dikmen) pada Dinas Pendidikan Pemkab Pamekasan Mohammad Tarsun mengatakan, secara umum pelaksanaan ujian nasional tingkat SMP/MTs dan sederajat di Kabupaten Pamekasan berlangsung lancar. Sementara di Sumenep tidak jauh berbeda. Ratusan siswa yang tidak lulus unas di hampir semua jenjang. Masalahnya karena tidak ikut unas. Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Sumenep, Ata’ur Rahman memebnarkan hal ini. Ada siswa yang mengundurkan diri dari peserta unas sebanyak 254 siswa, kawin 75, wafat 3 siswa, dan tanpa keterangan 71 siswa. “Banyak yang tidak ikut unas,” urainya. (fat/naf/bet)
....... dari halaman 16 ...
berbagai jenis produk kerajinan maupun produk teknologi. Orientasi pembelajaran keterampilan pra-vokasional adalah memfasilitasi pengalaman emosi, intelektual, fisik, persepsi, sosial, estetika, artistik dan kreativitas peserta didik dengan melakukan aktivitas apresiasi dan kreasi terhadap berbagai produk. Kegiatan ini dimulai dari mengidentifikasi potensi di sekitar peserta didik untuk diubah menjadi produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pembelajaran dirancang secara sistematis melalui tahapan meniru, memodifikasi, dan mengubah fungsi produk yang ada menuju produk baru yang lebih bermanfaat. Dalam konteks ini, learning how to learn bukan diarahkan pada proses pelatihan untuk menciptakan manusia-manusia robot, akan tetapi untuk menghasilkan individu-individu yang mampu belajar dan mengarahkan dirinya sendiri (self directed learner). Belajar dalam konteks ini mempunyai sisi intuitif dimana ilmu dan pengetahuan bisa didapatkan dari dalam diri kita sendiri, baik dalam bentuk insight, proses kreatif ataupun intuisi (Ferguson, 1980: 290). Sedangkan dalam perspektif nilai dan persepsi diri dari setiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran (diri, orang lain, danlingkungan) pun harus berubah. Hal ini disebabkan karena pentingnya memahami proses belajar sebagai sebuah proses yang berkesinambungan dan tidak terpisah satu sama lain dimana arah,tujuan, cara dan fokus dari belajar diarahkan oleh individu yang mengalaminya sendiri (independent and self-directed learning). Dalam konteks ini aktivitas belajar dapat dikatakan sebagaisebuah proses tanpa henti yang terus dilakukan untuk mendapatkan (acquiring) berbagai keahlian (skills) yang diperlukan bagi setiap individu dalam segala aspek kehidupannya. Khususnya bagi para siswa keterampilan belajar menjadi sangat penting ketika dihadapkan dalamkonteks realita dunia pendidikan ataupun dalam interaksi sosial. Konsepsi long life education merupakan salah satu rujukan dan panduan utama dalamkonsep learning how to learn , dimana setiap individu diarahkan agar mampu menjadi seorang autonomous learner (pembelajar mandiri) yang dapat mengarahkan dirinya (self directed learning) dalam mempelajari berbagai keahlian dan keterampilan yang diperlukan baik untuk keperluan belajar di jalur pendidikan formal (institutional learning), dalam kelompok (collaborative learning) atau untuk dirinya sendiri di berbagai aspek kehidupan. Dalam perspektif ini belajar merupakan self-seen-as-learner role yang merupakan komponen esensial dalam learning how to learn. Lemahnya kreativitas generasi bangsa dewasa ini antara lain karena lingkungan sekitar mengajarkan sesuatu yang mahal sebagai praktikum. Padahal, seseorang dapat melaksanakan praktek dengan mudah dan murah. Sekedar menyebut contoh, seseorang dapat memanfaatkan potensi lokal Maduar seperti batik, gerabah, dan kreativitas lainnya untuk praktikum. Dalam hal ini, seorang anak akan mendapatkan pendidikan lebih baik sebagai khazanah budaya lokal maupun SDM yang inovatif-kreatif. = SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 17
POLITIK
PENGUKUHAN: MH. Sadi Abdullah, salah satu pembina Mawar Merah Berduri sedang memberikan pengarahan terhadap pengurus dan anggota Mawar Merah Merduri saat pengukuhan di Gedung Nasioanl Indonesia (GNI) Sumenep 7/5/12).
DEKLARASI MAWAR MERAH BERDURI
Mawar, Diantara Merah dan Duri
S
Anggota DPR RI MH Said Abdullah menjadi pembina di organisasi yang mayoritas beranggotakan kaum yang “parlemen jalanan” ini. Tujuan berkumpulnya golongan ini antara lain untuk persatuan dan kesatuan bermasyarakat, minimal di lingkungannya sendiri.
bercerita tentang seorang penyair Romawi, Sappho. Ia memberi gelar bunga mawar (berduri) sebagai raja dari segala jenis bunga. Mengapa begitu, menurut Said lantaran mawar dianggap sebagai lambang kesucian dan keimanan. Shakespeare seorang pujangga Inggris memuja bunga mawar yang dianggap melambangkan keperkasaan. Kuntuman mawar dengan daun dan tangkai batangnya yang berduri melambangkan kegagahan yang menyatu dengan keindahan dan keharuman.
Ketika memebrikan sambutan, pembina MMB Said Abdullah
Selain itu, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan ini menilai MMB
eluruh perwakilan blater berkumpul di GNI (Gedung Nasional Indonesia) Sumenep beberapa waktu lalu. Mereka tergabung dalam Organisasi Mawar Merah Berduri (MMB).
18 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
sebagai lambang maskulin yang sangat menggairahkan setiap jiwa keperempuanan. MMB dia tegaskan telah menduduki perlambangan bentuk maskulin atau jiwa kelakian. Mengapa begitu, sebab MMB dilihat dari sudut penggunaannya, MMB sangat disukai oleh para wanita. Segala sesuatu yang disukai oleh wanita, hakikatnya bersifat maskulin. Jika perempuan yang sebangsa ibu kita itu menyukai MMB pasti siapa saja senang dengan bunga mawar. “Apalah artinya sebuah nama karena Mawar Merah Berduri saya inginkan tidak hanya sekedar nama,” katanya.
Foto-foto: obeth/sm
BERDOA: Hadirin tampak mengucapkan “amin” saat pembacaan doa di akhir acara pengukuhan dewan pengurus Mawar Merah Berduri.
Oleh karena itu dia ingin komunitas mawar berduri mengedepankan kebersamaan dengan semangat gotong royong. Selain organisasi masyarakat, Said menyiapkan lembaga koperasi dengan nama yang sama, Mewar Merah Berduri. Kunci utamanya, kebersamaan seperti halnya bunga mawar. Indahnya mozaik mawar karena tersusun dari lembaran-lembaran. Jika lembaran-lembaran itu lepas dari kesatuan mawar, maka keindahan mawar nyaris tak terlihat sama sekali. Itu sebabnya jangan malu untuk bersama, bersatu, dan maju. “Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya dengan kemajuan selangkah pun,” kata Said mengutip pidato Bung Karno.
Bupati Sumenep A Busyro Karim menyampaikan hal yang tidak jauh berbeda. Dia meminta anggota MMB menciptakan kedamaian dan keamanan di lingkungannya masing-masing. Itu dinilai bermanfaat untuk pemenuhan rasa aman dan damai bagi masyarakat. Selain itu, dia berterima kasih kepada MH Said Abdullah yang telah menyiapkan lembaga perekonomian kepada MMB. Ini juga menunjang untuk penguatan hidup masyarakat. “Kami bangga dengan organisasi ini semoga berguna dan memberi manfaat,” katanya. Sebelumnya, ketua Mawar Merah Berduri Fathorrahman mengatakan bahwa organisasi ini sudah dua tahun tertunda. Baru kali ini (kemarin, Red.) bisa terealisasi dan dilantik di hadapan sidang anggota.
Dia meminta para anggotanya ikut memberikan kesejukan di tengahtengah masyarakat. Menurut dia, nama MMB sudah sangat filosofis. Sebab, mawar memberikan keharuman, warna merah pertanda berani menegakkan kebenaran, dan keindahan bentuknya pertanda kedamaian. “Tapi ingat, ada durinya, hati-hati biar tidak tertusuk,” pungkasnya. Dalam acara ini hadir sejumlah tokoh di semua desa di Sumenep mulai dari tingkatan desa, kecamatan, dan kabupaten. Organisasi MMB ini tersebar di semua kecamatan sebagai bagian dari PAC dan desa (ranting). Lembaga ini akan bergerak di bidang usaha peningkatan ekonomi menengah ke bawah melalui badan keuangan berbentuk koperasi. = SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 19
RESENSI
Menjernihkan Stigma Manusia Madura Judul Buku: Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan Peribahasanya | Penulis: Mien Ahmad Rifai | Penerbit: Pilar Media, Yogyakarta | Tebal: xii + 504 halaman | Cetakan: Pertama, 2007 | Peresensi: Muhammad Musthafa, Guru MTs III Annuqayah
S
tigma dan stereotipe tentang suatu hal muncul dan bertahan terutama karena miskinnya informasi dan klarifikasi. Stereotipe yang bertahan sedemikian lama pada satu sisi menunjukkan bahwa suasana komunikasi sosial yang ada cukup tidak sehat. Dengan kata lain, iklim komunikasinya keruh, tidak jernih. Bila yang terjadi demikian, dan itu menyangkut sekelompok masyarakat (baik etnis, golongan, atau mungkin agama), maka pergaulan sosial akan gampang memunculkan prasangka yang pada satu saat dapat mudah memicu konflik, dari skala paling kecil hingga yang lebih masif. Dalam sebuah penelitian tentang stereotipe etnis di Indonesia, Profesor Suwarsih Warnaen (2002: 121) mendefinisikan stereotipe etnis sebagai kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis tentang sifat khas berbagai kelompok etnis lain, termasuk etnis mereka sendiri. Dalam kehidupan sosial, stereotipe etnis muncul dari
20 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
proses sosial yang panjang dan kompleks. Menurut Suwarsih, cara terbaik untuk menjernihkan cara pandang masyarakat terhadap stereotipe etnis suatu kelompok adalah dengan menghimpun informasi yang bersifat objektif sebanyak mungkin, untuk kemudian disebarkan. Profesor Mien Ahmad Rifai, penulis buku ini, sangat sadar akan perlunya klarifikasi dan informasi yang jernih tentang manusia Madura, sehingga kemudian lahirlah buku yang cukup tebal dan kaya referensi ini. Dalam kata pengantarnya, Profesor Mien menjelaskan maksud penulisan buku ini, yakni untuk mengisi kekosongan referensi yang memadai yang menjelaskan sosok manusia Madura. Menurut Mien, pemahaman yang lebih baik terhadap manusia Madura akan membantu terbentuknya keharmonisan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki masyarakat majemuk ini. Pembahasan tentang manusia Madura dalam buku ini sangat luas dan mendalam. Hal itu sudah cukup tergambar dari subjudul buku ini, yang menun-
jukkan bahwa pembahasan tentang manusia Madura mencakup aspek pembawaan, perilaku, etos kerja, penampilan, dan pandangan hidupnya. Aspek-aspek yang disebutkan ini meliputi semua unsur kebudayaan manusia Madura, mulai dari kebudayaan fisik, hingga yang berhubungan dengan aspek nilai dan pandangan hidup. Ada lima pokok bahasan atau sudut pandang yang digunakan untuk membahas manusia Madura. Yang pertama, sudut pandang sejarah, di bab kedua. Dalam bagian ini, Mien menguraikan sejarah sosial Madura sebagai sebuah unit kebudayaan. Pokok bahasan yang kedua adalah tentang pandangan (stereotipe) orang luar terhadap orang Madura. Dalam bab ketiga ini, dijelaskan berbagai stereotipe tentang manusia Madura, yang berkembang sejak zaman kolonial Belanda. Di antara stereotipe itu adalah bahwa manusia Madura cepat tersinggung, pemarah, suka berkelahi, dan beringas. Dalam menyusun stereotipe itu, kadang ada upaya perbandingan dengan manusia Jawa. Digambarkan, misalnya, bahwa baik bangsawan Madura maupun rakyat jelatanya memiliki tubuh yang tidak seanggun orang Jawa. Tentang perempuan, digambarkan bahwa kecantikan wanita Madura itu jauh di bawah wanita Jawa Tengah dan Jawa Barat. Wanita Madura dipandang tidak anggun dan cepat tua. Dalam hampir segala hal, orang Madura dianggap lebih rendah dibandingkan dengan orang Jawa. Kalaupun orang Madura memiliki sifat-sifat positif, seperti bahwa manusia Madura memiliki tali kekeluargaan yang erat dan moral yang tinggi, itu kemudian dipandang sebagai konsekuensi sifat-sifat yang negatif tersebut.
Ironisnya, ketika Indonesia merdeka dan pengetahuan tentang masyarakat Madura meningkat, stereotipe semacam ini masih tetap bertahan. Mien menggarisbawahi, bahwa citra negatif orang Madura ini malah sering diperburuk sendiri oleh sejumlah orang Madura yang kurang berpendidikan dengan cara lebih menonjolkan kenegatifannya secara sengaja dengan maksud menakut-nakuti orang lain demi tujuan yang tak terpuji. Pembahasan yang cukup panjang lebar tentang manusia Madura terdapat di bab keempat, yakni yang memaparkan cara pandang orang Madura terhadap dirinya sendiri. Pada bagian ini, Mien mengupas masalah ini dengan cara menafsirkan berbagai peribahasa yang hidup dalam kebudayaan Madura. Dalam bagian ini terungkap bahwa ternyata manusia Madura itu—di antaranya—bersifat sangat individualistis tetapi tidak egois, sangat menekankan ketidaktergantungannya pada orang lain, ulet dan tegar, suka berterus terang, suka bertualang, sangat menghormati tetua dan guru, dan sebagainya. Pada bagian ini, Mien juga menjelaskan fenomena carok, yang—seperti diungkap dalam penelitian A. Latief Wiyata—dikaitkan dengan konsep kehormatan atau harga diri. Akan tetapi Mien mencatat bahwa dalam beberapa ungkapan dan peribahasa Madura tersirat pandangan bahwa carok juga bukan kegiatan yang terpuji sehingga harus dihindari. Di bagian kelima, Mien menjelaskan pandangan orang Madura terhadap etnis lain. Selanjutnya, di bagian keenam, Mien memberikan analisis tentang bagaimana tantangan manusia Madura ke depan. Mien menghubungkan masalah ini dengan proyek industrialisasi
Madura. Menurut Mien, untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Madura, pendidikan harus menjadi prioritas tertinggi. Agenda perbaikan ekonomi masyarakat juga perlu mendapat perhatian, terutama dukungan dari pihak pemerintah. Selain itu, perlu juga ada ruang yang cukup leluasa bagi orang-orang Madura yang sukses baik dalam bidang keilmuan, ekonomi, dan sosial, untuk berkiprah kembali di kampung halamannya. Terbitnya buku ini, dengan menghadirkan perspektif yang utuh tentang manusia Madura, tidak hanya mampu mengklarifikasi berbagai stigma dan stereotipe negatif yang selama ini mungkin cukup merugikan orang Madura, sehingga komunikasi antarbudaya yang terjalin dapat menjadi lebih baik. Dalam buku ini, Profesor Mien—yang kelahiran Sumenep— juga berhasil menghadirkan potret pergulatan budaya etnis Madura, etnis terbesar ketiga di Indonesia, di antara kebudayaan etnis yang lain. Bertolak dari situ, manusia Madura dapat merumuskan jati dirinya untuk dapat berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini. =
MUHAMMAD MUSTHAFA
Guru di Madrasah Tsanawiyah III Putri Annuqayah Guluk-Guluk
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 21
fokus lensa
BATU KAPUR Para pekerja tampak sedang memotong batu kapur untuk dijadikan bata bahan bangunan
22 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 23
fokus lensa
24 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
Batu Kumbung “Dolmit�
S
aat kita mengunjungi berbagai daerah di tanah jawa, kita melihat masyarakat membangun rumah dengan bata merah yang dibuat dengan tanah liat. Namun tidak demikian dengan masyarakat di daerah pesisir, khususnya di Madura. Masyarakat madura mayoritas menggunakan batu kumbung. Mengapa? Ternyata pilihan tersebut bukan tanpa alasan. Menurut para peneliti dan pengrajin bangunan, tanah pejal merah yang biasa digunakan sebagai bahan dasarnya ternyata tidak bisa sembarang tanah. Tanah di daerah pesisir kandungan garamnya sangat tinggi. Sehingga ketika dibuat bata cenderung lapuk dan bisa mengakibatkan bangunan menjadi rapuh. Karena alasan itulah masyarakat madura dan masyarakat pesisir pada umumnya memilih bata dari batu kumbung. Sebab batu yang bernama latin Batu Dolmit ini tidak sulit untuk lapuk. Ia sangat cocok untuk bahan bangunan. Di Madura, banyak sekali bisa ditemukan lahan atau kawasan yang mengandung batu Dolmit ini. Sejak dari Kabupaten Sumenep di timur hingga Kabupaten Bangkalan di barat, banyak sekali masyarakat menambangnya. Karena pada dasarnya manusia terus beranak pinak dan membutuhkan tempat tinggal, maka pekerjaan menambang batu ini tak pernah mati. Bahkan tak hanya kaum laki-laki yang mengerjakannya. Ibu-ibu rumah tangga juga tampak bahu membahu bersama suami mereka menggergai dan mengangkut bata keluar dari lubang penambangan. Di Pamekasan, tepatnya di Kecamatan Pakong dan kecamatan Larangan, menambang batu kumbung sudah menjadi kegiatan sehari-hari warga. Pekerjaan ini mereka jadikan sebagai mata pencaharian untuk menyambung hidup. Selain dari dalam kabupaten pamekasan, tak jarang mereka juga mendapat pesanan dari luar daerah. Seperti Sumenep dan Sampang. Di dua kabupaten ini bukan tidak ada tempat panambangan batu kumbung, namun jaraknya terkadang lebih dekat ke Pamekasan. Setiap hari, para pekerja ini rata-rata bisa menghasilakan batu bata sebanyak 100 hingga 150 potong. Biasanya mereka menjual batu-batu tersebut dengan harga Rp 700 - Rp 800 perpotong. Artinya dalam sehari mereka bisa memperoleh penghasilan 70 hingga 100 ribu rupiah. Namun ini tetap tidak sebanding dengan bahaya yang mereka tantang, sebab lubang tambang yang mereka gali rata-rata berkedalaman hingga 25 meter. Ini tentu sangat berbahaya untuk keselamatan jiwa mereka. (obeth)
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 25
PERCIK foto-foto: saiful bahri/sm
FASHION SHOW BATIK: Para peragawati Madura memperagakan berbagai busana yang bahan bakunya adalah batik.
Menguji Watak
di Kampung Batik B ahasa menunjukkan bangsa. Begitulah guru Bahasa Indonesia SD biasanya menanamkan nasionalisme melalui pribahasa. Watak dan karakter seseorang dapat dilihat dari karyanya. Seperti dulu di jaman penjajahan, karya anak bangsa terutama puisi mengguratkan semangat perjuangan dan kemerdekaan. Ini juga bisa menggambarkan karakter Madura pada batik khas Madura. Karakteristik Batik Madura da26 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
pat dilihat dari warna motif. Dari segi warna, karakteristik warna Batik Madura cenderung memilih warna berani dan tegas, seperti warna merah, kuning, hijau dan biru sendiri. Warna tersebut dihasilkan dari pewarna alam (soga alam) seperti mengkudu dan tingi untuk menghasilkan warna merah, daun tarum untuk warna biru. Kulit mundu ditambah tawas juga diambil untuk memberikan efek warna hijau pada kain batik Madura. Efek terang dan gelapnya pada kain
Batik Madura dihasilkan melalui lamanya perendaman kain sendiri, bisa satu bulan, 3 bulan, bahkan ada yg sampai 1 tahun. Perendaman ini juga akan membuat warna kain batik lebih awet dari biasanya. Motif batik merupakan bagian kritikal dari proses pembuatan kain batik sendiri. Karena goresan canting dan gerak tangan pembatik juga melibatkan pikiran dan hatinya, sehingga apa yang tergores pada kain batik menjadi motif yang akan cukup menarik minat pecinta batik. Ragam motif Madura sangat banyak, diambil dari motif tumbuhan, binatang, serta motif kombinasi hasil kreasi pembatik sendiri. Di Pamekasan, motif batik seperti sekarjagat, keong mas, mata-
Menggergaji
Selat Madura
M
ANGGUN: Salah satu model Madura tampak Sumringah dan bangga mengenakan batik hasil produksi masyarakat setempat.
hari, daun memba (daun mojo), gorek basi. Beberapa motif batik Pamekasan, yang sudah di patenkan di Depkumham, seperti keraben sapeh, sakereh, kempeng saladerih, padih kepa’, manik-manik. Ciri khas lainnya yg dimiliki dari Batik Madura adalah banyaknya tarikan garis pada satu desain Batik. Seiring dengan perkembangan kerajinan batik tulis Pamekasan dan dipatenkannya sejumlah jenis motif batik. Pemerintah Kabupaten Pamekasan, mendirikan kampung batik yang dipusatkan di Kecamatan Proppo. Kecamatan ini dipilih karena sebagian besar di 27 desa di kecamatan ini menjadi pengrajin batik. Selain itu, batik di kecamatan ini lebih berkarakter Madura dan nagras. “Kampung batik itu obsesi jangka panjang,” kata pembatik Proppo, Muafi. (abe)
eski terdapat angkutan darat, tidak semua masyarakat memanfaatkannya sebagai sarana transportasi. Sebab, pada masyarakat pesisir, sarana transportasi laut dengan menggunakan perahu tradisional dianggap masih layak, efektif, dan efisien.
Masyarakat pesisir menganggp perahu tradisional efisien. Bahkan, mereka tidak saja berlayar seorang diri saja atau bersama keluarga. Dari Madura ke Songai Topoh Probolinggo, mereka berlayar membawa hewan ternak serupa sapi atau kambing. Cara ini sudah berlalu sebegitu lama bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Di pesisir Aengpanas Pragaan Sumenep misalnya, sebagian warga tetap menyeberangi lautan menuju Besuki Situbondo. Mereka menumpang perahu tradisional dengan tarif separuh lebih mruah dibanding dengan menempuh jalur darat. Selain itu, waktu tempuh lebih cepat daripada jalur darat. Dengan catatan, bila angin lancar dan tidak dihadang badai maupun ombak.
Bisa dibayangkan begitu murahnya transportasi lewat jalur laut melalui Pagagan-Probolinggo. Melalui jalur laut ongkos per orang 20 ribu. Justru penumpang bnatang yang lebih mahal tarifnya, rp. 25 ribu/ekor. Waktu tempuh hanya sekitar 3 - 4 jam. Dari sisi waktu dan percepatan ke lokasi yang dituju, cara tradisional ini terus berjalan sampai saat ini. “Sudah dari dulu begini (lewat laut),” Solehuddin, salah satu penumpang di pelabuhan Pagagan menuju Probolinggo. (muk/bet)
Begitu juag dengan pesisi Pagagan Pademawu Pamekasan.
foto: saiful bahri/sm
JALUR LAUT: Beberapa orang warga sedang menggiring sapi di tengah selat madura untuk dinaikkan ke atas perahu. Sapi-sapi ini akan diangkut ke Kabupaten Probolinggo.
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 27
OLAHRAGA foto: abe/sm
FUTSAL: Salah satu kompetisi futsal yang berlangsung di Desa Pragaan Laok Kecamatan Pragaan atas dukungan SAI dan Madura Channel.
Bal Budih di Lenteng, Futsal di Pragaan-Nyalaran D ua olahraga beda warna digelar di dua tempat yang berbeda. Bal budih, olahraga tradisional diselenggarakan di Kecamatan Lenteng dan olahraga modern, futsal, berlangsung di kecamatan Pragaan. Di dua pertandingan beda warna ini, SAI (Said Abdullah Institute) memberikan 4 unit sepeda motor. Tiga unit sepeda motor di bal budih dan 1 unit di arena futsal, Pragaan. Untuk sekedar diketahui, olah28 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
raga tradisonal Madura bal budih (bola tangkap) sebentuk sejenis olahraga yang memperagakan kecepatan, ketangkasan, keseimbangan, dan konsentrasi. Bal budih kerap dimainkan di Kecamatan Lenteng dan Bluto, Sumenep. Sekedar ilustrasi, bal budih biasanya dimainkan dua tim. Masing-masing tim terdiri atas 9 orang dan 2 orang pemain cadangan. Bola yang dimainkan adalah tenis di lapangan berukuran 2 depa x 7 depa atau kurang lebih 3 meter
x 10,5 meter. Lapagan tidak digaris dengan cat melainkan dibatasi belahan bambu. Peraturan dalam permainan ini masing-masing regu secara bergantian menjadi pemukul dan bertahan. Setiap tim bermain ini sebanyak 5 kali ongga’an (menjadi penyerang). Ketika ongga masing-masing pemain memiliki kewajiban untuk memukul bola. Ini yang membedakan dengan olahraga lainnya. Cara memukul bolanya juga unik. Setiap
pemain yang akan memukul harus naik ke eppak bertumpu pada satu kaki dengan cara membelakangi lawan. Bola dilempar ke atas kepala pemukul menggunakan satu tangan untuk kemudian dipukul dengan tangan terbuka kearah belakang mengarah ke lapangan. Pemain dituntut untuk memasukkan bola ke lapangan dengan pukulan yang keras dan tidak boleh turun dari atas eppak. Jika pemain jatuh meski bola masuk maka akan gugur. Setiap pemain hanya mendapatkan kesempatan satu kali memukul dalam setiap ongga kecuali memasukkan bola. Jika satu pemain sudah memasukkan bola melalui bal budihnya (memukul dengan cara membelakangi) maka dilanjutkan dengan teppakan (pukulan mengarah kedepan). Teppakan juga dilakukan di atas eppak sama seperti memukul kearah belakang, teppakan dlakukan terus hingga mengumpulkan 5 poin. Jika suda terkumpul 5 poin permainan akan dilanjutkan dengan tendangan bola. Tendangan dilakukan cukup dengan memasukkan satu kali saja, dan jika tendangan masuk maka regu yang sudah memasukkan menang satu bindel, dan permainan harus dimulai dari bal budih lagi oleh semua regu. Dalam pertandingan bal budih terkadang hingga 4 kali ongga’an tidak ada bola masuk melalui bal budih. Jika ini terjadi yang terjadi, maka pada ongga’an kelima akan adu teppakan. Pada 9 pemain tersebut, mereka harus beredar di orbaitnya masingmasing sesuai posisinya. 3 orang pemain bertindak sebagai komando, 1 orang panyompet, 1 orang tebeng panyompet, 2 orang sayap, 2 orang kapten. Posisi komando, berdiri tepat di depan garis depan dan memiliki tuga menghalau bola agar tidak mas-
BAL BUDI: MH. Said Abdullah saat mencoba memukul bola dalam permainan Bal Budih yang dilaksanakan di Desa Cangkreng Lenteng Sumenep
uk ke lapangan. Tebeng, berposisi dicelah lebar yang tersedia di belakangnya komando. Panyompet, berposisi menutupi celah sempit yang dimungkinkan bola melewati celahcelah sempit komando. Sedangkan sayap kanan dan kiri menjaga tepat di belakang panyompet. Sementara, kapten 1 dan 2 berada di lapangan paling belakang. Berbeda sekali dengan futsal. Permainan bola itu dimainkan dua kubu, masing-masing beranggotakan lima orang. Selain lima pemain utama, setiap regu diijinkan memiliki pemain cadangan. Futsal dipopulerkan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan Carlos Ceriani. Keunikan futsal mendapat perhatian di seluruh Amerika Selatan, terutamanya di Brasil. Ketrampilan yang dikembangkan dalam permainan ini dapat dilihat dalam gaya terkenal dunia yang diperlihatkan pemain-pemain Brasil di luar ruangan, pada lapangan berukuran biasa. Pele, bintang terkenal Brasil, contohnya, mengembangkan bakatnya di futsal. Sementara
Brasil terus menjadi pusat futsal dunia, permainan ini sekarang dimainkan di bawah perlindungan Fédération Internationale de Football Association di seluruh dunia, dari Eropa hingga Amerika Tengah dan Amerika Utara serta Afrika, Asia, dan Oseania. Untuk Futsal tahun ini, SAI menyelenggarakan dua even sekaligus. Di Pragaan Sumenep digelar SAI Futsal Competition dan di Nyalaran Pamekasan SAI mendukung pelaksanaan Machan Futsal Competition 2012. Itu dilakukan untuk hari ulang tahun (HUT) Madura Channel ke-4, satu-satunya stasiun televisi swasta di Madura. Jika di Pragaan futsal digelar untuk umum se kecamatan Pragaan, di Nyalaran spesifik untuk siswa SLTP – SLTA se Madura ini menyelenggarakan turnamen futsal antarpelajar. Baik tingkat SMP maupun SMA sederajat. Even yang diberi titel Madura Channel Futsal Com-petition 2012 ini dilangsungkan dalam lingkup se Madura. “Semua ramai, menyenangkan,” kata pembina SAI, MH Said Abdullah. (muk/vid/bet) SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 29
GENERASI BANGSA
Asah Bakat, Asuh Minat Maghfira Kurnia Pramisti
B
erpikir tentang masa depan sebenarnya tak perlu terlalu dirisaukan. Maghfira Kurnia Pramisti, dara kelahiran 10 oktober 1998 ini mengatakan bahwa sejatinya menjalani hidup hanyalah butuh ketekunan dan konsisten.
Banyak orang gelisah dengan masa depan. Takut tidak punya pekerjaan, takut karirnya seret dan lain sebagainya. Padahal menurutnya seseorang hanya perlu menekuni dan konsisten pada apa yang disukai. “Saat sudah konsisten, seseorang biasanya akan menjadi ahli, dan saat menjadi ahli, apa yang dilakukannya akan benar-benar berkualitas” Ujarnya. Sayangnya, menrut gadis yang juga pernah menjuarai berbagai lomba peragaan busana ini, banyak orang ragu-ragu tentang apa sebenarnya sesuatu yang menjadi kegemaran keahliannya. Karenanya, Vievie punya tips mengetahui apa sebenarnya yang menjadi kegemaran dan 30 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
bakatnya. Menurut Vievei untuk mengetahui apa bakat dan kegemaran yang kita punya hanyalah cukup dengan mendeteksi diri sendiri kira-kira aktifitas apa yang membuat kita senang dan merasa menjadi cukup bangga mengerjakannya. “Sebenarnya sih banyak orang sudah mengetahui akan bahwa untuk mengetahui bakat diri adalah dengan cara seperti itu, namun banyak orang tetap kurang yakin dengan apa yang dirasakannya. Sehingga mereka setengah-setengah menekuninya” terang aktifis Osis SMPN 2 Sumenep ini. Menurutnya, hal tersebut sebenarnya tak perlu terjadi. Jika dirasa nyaman dan menjadikan diri bangga dalam mengerjakannya, maka teruslah tekuni dan kembangkan. “Tidak ada sesuatu yang gemilang dikerjakan dengan setengah-setengah. “Dan juga” ujar Vievie “orang yang konsisten dengan kesenangan dan bakatnya, kelak biasanya kan bekerja dengan riang gembira. Sebab yang dikerjakannya adalah kegemarannya. Sehingga bagianya, datang untuk bekerja sama halnya dengan datang untuk rekreasi” (obeth)
GENERASI BANGSA
S
astrawan Halim HD di Solo pernah mengatakan setiap orang sesungguhnya adalah penyair, setidaknya bagi dirinya sendiri. Ini juga yang diamini Ani Purnama. Perempuan yang kerap menjadi MC di sejumlah acara ini merasakan sentuhan keindahan kata-kata penyair. Tetapi untuk menjadikan dirinya menjadi penyair berkelas, Ani merasa tidak sanggup karena bukan maqomnya. Itu sebabnya dia melakukan migrasi dari semula penyair ke penyiar. “Dan penyiar pun ternyata bersyair,� katanya lalu tersenyum. Dari modal kepenyiarannya ini, Ani kerap diundang ke sejumlah kota khususnya di Madura. Umumnya, acara yang dipandunya mengguratkan kesenian lokal. Untungnya, perempuan berwajah Njawani ini juga memiliki potensi menyanyi. Di sela-sela memandu acara, sesekali ia menembangkan lagu berlanggam keroncong. Jenis lagu ini pernah menobatkannya sebagai penyanyi keroncong remaja terbaik. Ani memilih jalur musik keroncong karena langgam ini miskin generasi. Sebab, akunya, generasi kontemporer cendrung memilih jalur pop. Selain itu, keroncong dianggap jenis musik yang lebih berhatihati baik nada maupun cara melafalkannya. Dia mengaku sangat senang apabila menyanyikan lagu keroncong Madura. “Pas dan gue banget,� tuturnya. (vid)
Ani Purnama
Dari Penyair ke Penyiar SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 31
SOSIALITA
TOLAK RUU-RPP TEMBAKAU: Sejumlah sepanduk bertuliskan penolakan RUU-RPP Pengendalian tembakau kini terpampang di sudut-sudut kota Pamekasan.
POLEMIK RUU-RPP PENGENDALIAN TEMBAKAU
Mengutuk RPP,
Mengetuk Negara Pemerintah segera menerbitkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) soal pengendalian tembakau untuk mengurangi konsumsi rokok masyarakat. Preaturan ini dinilai 32 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
bermanfaat pada stu sisi karena ingin memasyarakatkan kesehatan. Tetapi pada sisi yang lain, RPP ini dinilai membunuh petani tembakau. Sebab produktivitas petani dicekal
meski dalam bahasa yang sederhana dikurangi atau dibatasi. Ada yang menilai, RPP ini murni karena banyaknya jumlah perokok di republik ini. Indikator banyaknya perokok ini ditandai dengan banyaknya rokok yang laku. Pada tahun 2011 lalu, cukai rokok mencapai Rp. 77 triliun. Tetapi dalam versi yang lain, pemerintah memaksakan kehendak atas dasar pesanan sponsor. Sebab sebelumnya, kredo tentang RPP ini sudah muncul dengan cara pelarangan versi MUI Pusat dan belakangan PP Muhammadiyah juga bersuara sama. Namun masyarakat di daerah termasuk MUI di Pamekasan ketika
foto: saiful bahri/sm
itu, tak patuh pada fatwa haram merokok versi MUI dan Muhammadiyah. RPP Tembakau akan mengatur larangan penayangan iklan rokok, sponsor acara, kegiatan CSR, larangan penjualan rokok secara eceran, dan pada orang di bawah 18 tahun serta wanita hamil. RPP ini merupakan amanat UU Kesehatan. Peraturan ini diharapkan dapat melindungi anak-anak usia sekolah dari kecanduan merokok. Rencana peraturan pemerintah (RPP) tentang pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan, disusun hanya untuk melindungi generasi muda. Tetapi bagi petani tembakau Madura, RPP itu hanya akal-akalan pihak
yang berkepentingan. Itu sebabnya mereka berunjuk rasa, menolak RPP ini, apapun alasannya. Mereka berunjuk rasa mendatangi gedung DPRD Pamekasan. Daerah ini dipilih karena Pamekasan merupakan kabupaten penyerap tembakau paling banyak di Madura. Para pengunjuk rasa meminta pemerintah membatalkan RUU tersebut karena melawan bangsanya sendiri dan RPP dinilai tidak berpihak pada masyarakat bawah. Massa membawa sejumlah peralatan yang biasa digunakan dalam bertani. Atribut itu sebagai lambang betapa tidak nyamannya menjadi petani. Situasi yang serba tidak nyaman itu akan dirasa lebih tidak mengenakkan ketika pemerintah menegsahkan RPP Tembakau dengan alasan melindungi kaum muda. Versi petani, alasan tersebut dianggap mengada-ada karena pemerintah tidak punya alasan lain. Di Madura sendiri, tembakau merupakan tanaman favorit. Sebab, petani memiliki pekerjaan sampingan selain bercocok tanam reguler. Mestinya, RPP yang dibuat bagaimana caranya petani dilindungi hakhaknya dan bukan untuk mengurangi atau menekan petani tembakau deangan RPP. Bagi petani, RPP merupakan kepanikan pemerintah pusat yang tidak bisa menyelesaikan persoalan bangsa yang sesungguhn-
ya, reformasi hukum dan penguatan ekonomi kerakyatan. “Jika produksi tembakau dibatasi, kami tak bisa haji,” kata salah satu petani tembakau yang ikut unjuk rasa Ismail. RPP juga dinilai mengancam pabrikan rokok lokal. Di Pamekasan saja, industri rokok lokal mencapai ratusan unit. Jika RPP disahkan, pabrikan rokok lokal tiarap dan yang berjasa pabrikan rokok besar. Situasi yang demikian itu pada akhirnya menimbulkan tanda tanya atas RPP yang bisa jadi dipaksakan kehadirannya karena ada kekuatan kapitalis besar yang memintanya. “RPP membela kapitalis dan menyingkirkan usaha ekonomi mikro dan alasan kesehatan hanya omong kosong,” teriak ketua KTNA Pamekasan, Fathurrozi. Wakil Ketua DPRD Pamekasan yang menemui pengunjuk reasa, Muhdlar Abdullah, menegaskan pihaknya (DPRD) mendukung keinginan petani menolak RPP Tembakau. Tetapi, jika RPP Tembakau memang bagus, dampaknya jangan hanya bagus bagi kesehatan, tapi juga bagi perekonomian masyarakat di daerah penghasil tembakau. Sebab, 70 persen dari 900 ribu warga Pamekasan adalah petani tembakau. Bagi Muhdlar, RUU penting tetapi masa depan petani lebih penting. “Kami dukung aspirasi petani,” Muhdlar memberi semangat. (muk/naf/bet)
BIBIT TEMBAKAU: Seorang petani sedang merawat bibit tembakau yang sebentar lagi akan ditanam
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 33
SOSIALITA
DEMONSTRASI : Sejumlah warga berunjukrasa, menuntut Kakan Kemenag Pamekasan mundur dari jabatannya
GENERASI TOLAK KORUPSI
Diminta Mundur,
Ada Apa dengan Kakankemenag?
S
ejumlah aktivis parlemen jalanan di Pamekasan berunjuk rasa. Mereka yang mengaku Barisan Peduli dan Penyelamat Kantor Kementrian Agama Pamekasan menggelar unjuk rasa di depan kantor kementrian agama setempat. Tuntutannya, barisan ini menuntut kepala kantor kementrian agama Pamekasan mundur dari jabatannya sebagai kepala. Alasannya, kepala kankemenag tidak profesional. Ini 34 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
ditandai dengan dugaan pungli terhadap sejumlah lembaga pendidikan di bawah kankemenag. Kabar yang beredar, kepala kankemenag Nurmaludin ditengarai memungut “upeti� secara liar. Dugaan pungutan ini bervariasi. Misalnya, ada dugaan kepala kankemenag memungut secara langsung maupun yang tidak langsung kepada jajarannya. Diantaranya, kepala kankemenang menerima upeti secara liar sebesar
Rp. 1.000 – Rp. 2.000/bulan dari setiap siswa di lingkungan Kankemenag penerima BOS. Selain itu, kepala kankemenag diduga menerima upeti sebesar Rp. 50.000 dari guru sertifikasi/bulan dari guru (PNS) di bawah naungan kankemenang. Kankemenag juga diduga menerima aliran dana setiap pernikahan melalui KUA senilai Rp. 40.000. Versi barisan penyelamat kantor kementrian agama, cara-cara penerapan pungli tersebut tidak populer di Pamekasan. Itu sebabnya mereka meminta kepala kankemenang yang menjabat kurang dari 3 bulan ini segera mundur karena pantas diduga menyalahi hukum adat dan berpotensi pungli. Korlap Aksi Miftahul Kamil saat orasi mengatakan, jika dugaan itu benar maka kepala kankemenag telah menghalalkan praktik-praktik kolusi yang mendekati korupsi. Se-
belum praktik ini meluas, Miftahul meminta kepala kankemenang mundur saja karena melakukan tindakan yang tidak populer. “Jika betul praktiknya begitu, diminta atau tidak diminta, lebih baik Nurmaludin tidak menjadi kepala kantor kemenag ini< katanya. Kepala Kantor Kementerian Agama Pamekasan Nurmaludin sempat keluar menemui pengunjuk rasa. Ia mendengarkan orasi seputar dugaan penyimpangan yang telah didugakan kepadanya. Nurmaludin membantah dugaan pengunjuk rasa dan semua yang ditengarakan kepadanya tidak pernah dilakukannya. Dia menilai dugaan tersebut bermuatan fitnah atau mispersepsi. Nurmaludin meluruskan, pungutan memang ada tetapi itu terjadi pada penggandaan naskah dan sudah dirembuk dengan sekolah. Begitu juga pungutan piagam sertifikasi guru, merupakan kebijakan sejak tahun 2008. Dirinya juga tidak pernah menginstruksikan kepada kepala KUA untuk memungut 40 ribu rupiah setiap perkawinan. Nurmaluddin menegaskan, semua tudingan tersebut, dinilai fitnah yang sengaja dibuat untuk mengadu domba internal Kemenag. Dirinya berharap masyarakat bisa menyikapi hal tersebut secara arif dan bijaksana. “Tidak benar apa yang dituduhkan kepada saya,” tegasnya. Ada dua faksi terkait dengan adanya isu ini. Pertama, ada dugaan faksi ini memang menyampaikan apirasi yang benar adanya. Tetapi, ini belum diketahui apakah hal ini dilakukan sistem yang melibatkan kepala kankemenang atau hanya ulah oknum tertentu di kanmenag. Versi faksi kedua, isu ini sengaja ditiupkan kelompok tertentu karena ada kelompok di inetrnal kankemenag yang tidak suka bila kemenang dikepalai Nurmaludin. Siapakah akhirnya yang paling benar dalam dugaan pungli ini, sejarah yang akan menentukan. (muk/abe)
Pandai Besi Sepi Tanpa Api
S
eorang pandai besi, boleh jadi memang cukup aman berdekatan dan bermain dengan api yang ada di tungku peleburannya. Sepintas, hal itu bukan saja tidak aman namun juga tidak nyaman. Apakah sang pandai besi tak merasakan ketidaknyamanan yang sama? Tidak juga; ia juga merasa sumuk, gerah. Tetapi, ia telah terbiasa dalam kondisi fisikal seperti itu. Ia bisa pada mulanya dipaksa, terpaksa, terbiasa, dan akhirnya. Seakan telah menjadi kodrat alami, bila emosi tak bisa dihindarkan secara serentak dengan rasio. Mereka, para pandai besi itu, hadir bergantian. Mereka yang sekeluarga, seketurunan, sebangsa, setradisi dan sebudaya umumnya punya ikatan emosional dan sentimental yang kuat. Mereka mungkin mampu menghasilkan solusi yang terbaik dalam menghadapi garis hidupnya yang panas, yang tak biasa bagi yang tak pernah mencoba untuk membuatnya menjadi biasa. Sebatang besi yang masih keras, yang belum sepenuhnya dapat dibentuk, dipanasinya dahulu dalam tanur perapen-nya. Setelah cukup lunak, barulah dilakukan penempaan dan pembentukan. Proses pemanasan, pembakaran di perapen, merupakan pengibaratan dan laku tapa-brata. Di nusantara ini, sebetulnya telah diwarisi “Bhineka Tunggal Ika”. Ia bukan saja pernah berhasil mempersatukan bangsa ini selama berabad-abad, namun juga masih ampuh di era global ini. Bapak dan para pendahulu bangsa ini telah membuktikan keampuhannya, mengapa kita tidak? Vakya ini hadir dan seorang ‘pandai besi’, seorang Mpu. Melalui penempaan diri dan penggalian yang sedemikian dalam ke lubuk hatinya yang paling dalam, Mpu Tantular memunculkannya di permukaan lewat masterpiece-nya -- Sutasoma. Inilah juga yang dilakukan Mpu lokal. Mereka menjinakkan api, baja, besi, dan emosinya menuju kesabaran. Sejumlah pandai besi, menempa besi untuk dibuat sabit, di Desa Blumbungan, Larangan, Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur karena dalam beberapa bulan terakhir ini, permintaan sabit yang biasa digunakan untuk bercocok tanam meningkat sekitar 20 Persen seiring mulai masuk musim tanam tembakau. “Pekerjaan ini sudah cukup (membuat derita),” kata salah seorang pandai besi, Abduh. (pul/abe)
MEMBUAT SENJATA: Seorang pandai besi sedang menempa besi untuk dibuat senjata dan peralatan pertanian
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 35
KRIMINAL
ANTRE BBM: Di daratan warga mengisi BBM dimulai dari angka Nol, sementara di Kepulauan justru Nol SPBU (tak ada SPBU)
BBM UNTUK WARGA KEPULUAN
Tanpa BBM,
Pulau Kacau Balau
W
arga kepulauan mengalami galau masal. Ini terjadi karena pasokan BBM tersendat ke kepulauan khususnya di Kangayan. Pemicunya, warga tidak lagi bisa mengonsumsi BBM secara bebas menyusul adanya kebijakan pemerintah. Selama ini, industri kecil memanfaatkan BBM bersubsidi terutama untuk memproduksi es batu yang menjadi ba36 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
han pengawet ikan. Namun saat ini, pabrikan es sesuai ketentuan regulasi harus menggunakan BBM non subsidi yang harganya lebih mahal. Sebelumnya, aparat kepolisian menahan 20 ribu liter lebih bahan bakar minyak (BBM) yang akan dikirim ke wilayah kepulauan Sumenep. Bahan bakar jenis solar
foto: istimewa
dan premium itu sedianya akan dibawa ke Kepulauan Sapeken menggunakan kapal kayu. BBM tersebut diamankan polisi karena ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen dan barang yang dibawa. Dalam dokumen, disebutkan pemilik memiliki ijin membeli BBM maksimal 15 ribu liter solar dan 15 ribu liter premium. Yang terjadi, 17 ribu liter solar dan 3000 liter lainnya premium. Di luar itu, seringkali harga BBM di kepulauan bergerak naik hingga berlipat-lipat. Tokoh masyarakat kepulauan yang juga anggota DPRD Sumenep Badrul Aini mengakui hal itu. Bahkan, suatu ketika harga premium sampai menembus Rp 16 ribu per liter. Kenaikan harga BBM disebabkan langkanya BBM di pasaran. Kelangkaan ini, akibat
pasokan BBM yang tidak sesuai kebutuhan. Mestinya, di kepulauan dibentuk ada semacam SPBU yang dipasok langsung tanker BBM untuk menghemat biaya. Sebab selama ini, warga kepulauan tidak menikmati harga BBM seperti di daratan karena setiap pengiriman BBM ke kepulauan dikenai biaya kirim. Karena itu, paling rendah warga pulau membeli BBM seharga Rp. 6.500 per liter. Tokoh kepulauan lainnya, Haitami, curhat di kantor redaksi Suluh. Sebagai warga kepulauan dirinya tidak pernah dibuat bahagia dengan BBM. Pertama, BBM di kepulauan tidak lancar. Ketidaklancaran BBM ke kepulauan disebabkan angin dan kelangkaan di daratan. Kedua, BBM di kepulauan pasti lebih mahal dengan harga BBM di daratan. Ketiga, mahalnya harga BBM tidak sebanding dengan penghasilan warga kepulauan yang sebagian masyarakatnya adalah nelayan. Dalam logika Haitami, jika harga BBM lebih mahal seharusnya hasil nelayan juga dihargai lebih mahal. Pergerakan angka ini dinilai seimbang mengikuti pergerakan harga BBM. Faktanya, Haitami menganggap tidak sebanding. BBM mahal sedangkan harga ikan dari nelayan ke pedagang tetap saja. Situasi inilah yang disebut Haitami sebagai bentuk pemiskinan secara sistemik. â&#x20AC;&#x153;Nelongso Pak jadi warga kepulauan,â&#x20AC;? katanya. Disebutkan, langka dan mahalnya BBM berfek domino. Misalnya, pabrikan es tidak bisa menjalankan usahanya karena kesulitan atau merasa kemahalan BBM. Selain itu, nelayan enggan melaut karena hasil tangakapan tidak bisa diawetkan menyusul tidak beroperasinya pabrikan es batu. (abe)
Mengeluh Karena Impor Garam
M
adura dikenal sebagai penghasil garam. Tetapi ini menjadi paradoks ketika penghasil garam justru diimpori garam. Inilah yang dikeluhkan petani garam Madura. Meski mereka awam soal regulasi, tetapi mereka menilai ada yang tidak sehat dengan niaga garam. Itulah yang disuarakan petani garam khususnay di Sumenep, Pamekasan dan Sampang. Di Sumenep misalnya, beberapa waktu lalu Paguyuban Petani Garam Rakyat Sumenep (Perras), menyuarakan kehendak rakyat soal garam. Terutama, memreka menolak rencana pemerintah melakukan impor garam hingga 700 ribu ton di tahun 2012 ini. Padahal, garam impor belum begitu diperlukan menuju Madura karena garam di Madura belum sepenuhnya terbeli. Ketua Perras, Hasan Basri misalnya, menjelaskan impor garam merugikan petani garam rakyat. Hingga triwulan pertama tahun ini, puluhan ribu ton garam rakyat belum terserap. Itu belum termasuk sentra penghasil garam seperti di Kalianget, Saronggi, dan Pragaan. Tahun lalu, tonase garam yang terserap sebesar 40.000 - 50.00 ton. Sedangkan lahan garam rakyat yang tersebar di 10 kecamatan seluas 2.100 hektar. Dalam hitungan petani, produktivitas rata-rata garam rakyat berada pada kisaran 30-50 ton per hektar. Karena itu, kebijakan impor garam dinilai tidak hanya menjatuhkan harga garam rakyat. Namun juga bisa menjadikan ketergantungan yang berkepanjangan. Petani meminta pemerintah meninjau ulang tata niaga garam agar tidak sampai merugikan para petani garam. Masuknya garam impor ke Jatim mengancam nasib para petani garam lokal. â&#x20AC;&#x153;Madura pulau garam, lalu didrop garam, bagaimana ini bisa terjadi?,â&#x20AC;? Hasan Basri tak habis pikir. Pemerintah, melalui Pemprov Jatim melakukan pengawasan ketat terhadap importir garam, khususnya setelah muncul Pergub nomor 78 Tahun 2011 tentang Pengendalian Garam Impor dan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat. Pengawasan harus dilakukan, agar para importir tidak melakukan kecurangan. Sebab, jika para importir ini melakukan kecurangan dipastikan akan bisa merugikan petani garam di Jatim, terutama Madura. (sai/bet) foto: saiful bahri/sm
GALAU: Seorang petani garam sedang menyiapkan lahannya untuk meproduksi garam.
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 37
KRIMINAL
illustrasi: repro panupticurse
KETIKA PENEGAK HUKUM TAK LAGI DIPERCAYA
Dua Raga Terpanggang A
wal Mei lalu, seorang warga (alwan, 40) asal Desa Dasuk Laok, Kecamatan Dasuk, Sumenepdibakar hidup-hidup. Pelakunya, diduga sekelompok massa yang berasal dari berbagai desa di kecamatan setempat. Ditengarai, aksi brutal massa ini dikarenakan korban merupakan pencuri sekaligus penadah ternak sapi hasil curian. Memang belum terbukti, tetapi masyarakat terlanjur tidak percaya pada penegak hukum di republik ini. Lalu, mereka membuat hukum sendiri sebagaimana penegak hukum seringkali membuat hukum sendiri berdasar keyakinannya. Alkisah, Alwan (40) lelaki malang itu diikat terlebih dahulu sebelum akhirnya dibakar secara beramairamai. Tidak itu saja, ia diseret be38 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
berapa meter dari rumahnya. Setelah itu, massa menganiaya dan membakarnya hidup-hidup. Katakanlah ia memang pencuri dan pada akhirnya terbukti, pembakaran ini bukan Indonesia. Sebab ia bukan kayu bakar dan adegan ini bukan sedang shooting sinetron. Katakanlah ini film Hollywood, tetapi pembakaran tidak dengan cara yang sesungguhnya. Tetapi ini Indonesia, mengapa sampai begitu keadaannya. Banyak yang mengatakan, amuk itu karena penegak hukum tak lagi dipercaya. Bahkan tidak jarang sang penegak hukum (oknum) tampil dengan sosok yang menakutkan dari yang seharusnya ekonomi. Maka pada emosi yang membuncah didukung ketidakpercayaan keapda penegak hukum secara massif, amuk
terjadi, di Dasuk, dua hari setelah republik ini merayakan hardiknas (hari pendidikan nasional). Memang tidak pernah dibenarkan gaya barbar ini, tetapi jangan-jangan itulah cara warga mendidik penegak hukum. Alwan memang belum terbukti mencuri sapi di rumah salah seorang warga di Desa Beringin, Kecamatan Dasuk. Memang, warga menemukan dua ekor sapi yang mereka cari dikandang milik Alwan. Tetapi pelakunya belum tentu Alwan dan bisa juga jadi memang Alwan. Tetapi negeri ini negara hukum dan tidak begitu caranya mengadili seseorang yang diduga mencuri. Ini memang kasus langka. Tetapi suatu ketika, oknum penegak hukum yang dicurigai sebagai pencuri, bukan tidak mungkin akan mendapat giliran ; dibakar hidup-hidup juga.
Belum sirna soal kasus pembakaran manusia secara hidup-hidup. Muncul lagi kejadian yang sama menimpa Jumaksir alias Dul Maksir (30). Warga Desa Keles, Kecamatan Ambunten Sumenep ini juga dibakar hidup-hidup. Seperti Alwan, Dul Maksir juga mati. Padahal, Maksir diduga mencuri sepeda motor dan sebagian warga memergokinya (sedang mencuri motor). Pembakaran Maksir ini terjadi ketika Jumaksir tengah melakukan aksi pencurian sepeda motor di Desa Pakondang, Kecamatan Rubaru. Apes, Jumaksir kepergok warga. Spontan warga langsung meneriakinya maling dan massa mengejar tersangka. Dul Maksir berusaha kabur bersama sepeda motor hasil curiannya. Namun massa berhasil menangkap Dul dan langsung dihajar habis-habisan. Warga kesal karena tersangka diduga sudah beberapa kali melakukan aksi pencurian di wilayahnya. Tersangka sempat dilempari batu sebelum akhirnya disiram bensin dan dibakar hingga tewas. Namun versi lain yang berkembang, Jumaksir memang diincar warga karena dicurigai kerap melakukan pencurian sepeda motor, diketahui melintas di Desa Kalebbengan, Kecamatan Rubaru, mengendarai sepeda motor pinjaman. Warga langsung meneriaki maling dan mengejar hingga Desa Pakondang. Saat tertangkap, Jumaksir dihajar massa dengan batu dan kayu, hingga akhirnya disiram bensin dan dibakar hingga tewas. Atas peristiwa ini, polisi selalu normatif. Seperti Kabag Operasional Polres Sumenep, Komisaris Polisi Edy Purwanto, pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap aksi penganiayaan yang menyebabkan Jumaksir tewas. Seharusnya, bukan yang dicari bukan hanya soal benar tidaknya Maksir atau Alwan pencuri atau bukan. Perlu juga disadari mengapa warga membakar dua orang yang diduga pencuri. “Kami masih meminta keterangan sejumlah saksi terkait aksi kekerasan massa itu,” katanya kepada wartawan. (sai/bet)
Dimusnahkan, Miras Tak Punah
P
emusnahan miras di berbagai kota seringkali dilakukan. Secara formal dilakukan di hadapan Forpimda (Forum Pimpinan Daerah). Ini juga yang terjadi di Pamekasan. Sedikitnya 3000-an botol miras digilas mobil perata jalan. Tetapi ini bukan yang pertama, di beberapa waktu sebelumnya hal yang sama juga terjadi. Seakan-akan, pemusnahan miras ini seperti pepatah lama, patah tumbuh hilang berganti. Mengapa bisa begitu, jawabannya harus ditanya kepada ahlinya, ahli miras. Pada pemusnahan kali ini, dari jumlah sebanyak 3.089 botol minuman keras yang dimusnahkan, 2.896 botol diantaranya merupakan hasil sitaan petugas Satpol PP. Sedangkan 192 botol sisanya merupakan barang bukti dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan yang sebelumnya disita polisi. Jenis miras itu antara lain meliputi bir, anggur hitam, anggur ketan hitam dan anggur putih. Barang haram untuk Kota Gerbang Salam itu semula tersimpan di gudang sebelum ada keputusan pengadilan untuk dilakukan pemusnahan. Pemusnahan miras itu lanjut sebagai jawaban atas keresahan beberapa kelompok masyarakat yang menduga miras itu raib tanpa identitas. “Tidak mungkin kami menghilangkan barang bukti yang pernah disita dari orang lain, sebab itu berkaitan dengan masalah hukum,” Kepala Satpol PP, Willy Agusta menjelaskan. Di Pamekasan, miras sangat dilarang. Begitu pentingnya pelarangan miras ini, pemerintah memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2001, tentang larangan minuman berlakohol dan anti prostitusi. Satpol PP Pamekasan di Pamekasan tetap ebrjuang untuk menyita miras jika di saat yang lain kembali menemukan miras. Operasi Pol PP tidak boleh berhenti dan harus terus berlanjut, baik operasi miras ataupun operasi prostitusi. Inilah sebabnya, pemkab menolak adanya isu pencabutan perda larangan miras yang datang dari pusat. Sebab, perda larangan miras di Pamekasan sudah efektif dan berjalan dengan baik. Ketua komisi A, M Suli Faris, mengaku sudah mengkomunikasikan kepada pemerintah agar tidak mengganggu perda yang sudah efektif, berguna bagi masyarakat, dan sesuai dengan agama yang dianut sebagian besar penduduk negeri ini. “Dulu pernah ada isu pemerintah pusat menyarankan daerah agar mencabut perda miras, kami tolak,” ujarnya. (muk/bet) foto: saiful bahri/sm
MUSNAHKAN MIRAS: Khalilurrahman, Bupati Pamekasan sedang melakukan pemusnahan ribuan botol miras yang berhasil di sita oleh petuga.
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 39
KRIMINAL foto: saiful bahri/sm
EKSEKUSI: Beberapa orang petugas Pengadilan Negeri Pamekasan sedang melakukan penyitaan terhadap rumah dinas polri yang disengketakan warga.
SENGKETA RUMAH DINAS POLISI PAMEKASAN
Eksekusi, Akhir dari Seteru
S
engketa sebuah rumah yang semula ditempati polisi di Jalan Jokotole, berakhir sudah. Ini terjadi karena ahli waris Zain Umar Basyarahil selaku penggugat menerima surat penetapan eksekusi pada 7 Februari 2012. Melalui surat bernomor W14-U7/185/HK.02/ II/2012. Dalam surat dijelaskan, tergugat (Polres Pamekasan) masih diberi tenggat waktu untuk menyerahkan rumah secara sukarela kepada penggugat sampai 28 Februari. Pengadilan pun mengeksekusi, tanpa kekerasan.
Sengketa rumah tersebut berlangsung lama dan berliku. Tahun 2002 lalu Zain Umar Basyarahil menggugat Kapolwil Madura. Itu karena 30 tahun lamanya Polwil menempati rumah tersebut 40 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
dan tidak pernah membayar sewa rumah. Sampai akhirnya, penggugat menang mulai dari Pangadilan Negeri Surabaya hingga banding di Mahkamah Agung. Hal itu berdasarkan putusan perkara PN Surabaya, PT Jawa Timur, dan Mahkamah Agung (MA), Nomor 589/Pdt.G/2002/PN.SBY jo Nomor 118/Pdt/Pdt/2004.Sby juncto Nomor 1255K/Pdt/2005. Meskipun sudah dinyatakan menang, Kapolwil Madura tetap menempati rumah tersebut dan PN Pamekasan enggan untuk mengeksekusi. Kuasa hukum penggugat berulang kali mendatangi Kantor PN Pamekasan, tetapi tak juga ada proses eksekusi. Pada tanggal 27 April 2011, Kapolres Pamekasan meminta waktu untuk mengosong-
kan sendiri hingga 8 hari. Namun, lagi-lagi janji pengosongan tidak dilakukan. Pada 5 Mei 2011, pihak polres meminta perpanjangan waktu untuk mencapai kesepakatan dengan penggugat dan siap mengosongkan sendiri. Setelah melewati batas perjanjian pengosongan, PN Pamekasan mengeluarkan surat putusan menghukum tergugat dengan membayar uang paksa Rp 250 setiap hari untuk keterlambatan pengosongan. Selanjutnya, eksekusi tersebut belum dilakukan hingga pada bulan September dan dipasrahkan kepada Kejaksaan Agung. Akhirnya, pada 7 Februari surat penetapan eksekusi turun dan Kapolres diberi tenggang waktu
hingga 28 Februari 2012 untuk mengosongkan rumah. Penasehat hukum penggugat eks rumah dinas Kapolwil Madura, mensinyalir rumah sengketa di Jalan Jokotole Pamekasan telah diproses menjadi aset negara. Padahal, Mahkamah Agung menerima gugatan Zain Umar Basyarahil atas rumah sengketa yang berhimpitan dengan Kantor Cabang Bank BCA Pamekasan. Namun, eks rumah dinas Kapolwil Madura yang kemudian dihuni Kapolres Pamekasan semasa AKBP Anjar Gunadi itu benar-benar dikosongkan. Kapolres Pamekasan yang baru, AKBP Nanang Chadarisman memilih menghuni rumah dinas di tempat yang lain. Pengosongan barang dari eks Rumdin Kapolwil Madura itu di mulai tanggal 20 Pebruari 2012 lalu. Kini, rumah sengketa itu benar-benar kosong tak berpenghuni. Bahkan, rumah sengketa itu gelap gulita saat malam tiba. Tak ada satu pun cahaya lampu menerangi rumah sengketa yang diprediksi bernilai lebih dari Rp 2 Miliar tersebut. Tanggal 24 Mei lalu, eksekusi pun berlangsung damai. Eksekusi eks Rumah Dinas (Rumdin) Kapolres Pamekasan yang dilaksanakan tim eksekutor dari Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri (PN) berlalu tanpa perlawanan. Sejak petugas membuka pintu gerbang tepat jam 09.00 Kamis (24/5/2012), tidak tampak seorangpun anggota kepolisian yang berjagajaga di sekitar lokasi untuk melakukan pengaman. Diduga, polres telah mengetahui posisinya sesuai putusan Mahkamah Agung. Meski Kapolda Jatim melayangkan PK atas putusan MA yang telah memenangkan penggugat. â&#x20AC;&#x153;Tidak ada masalah, eksekusi ini tidak akan terhalang PK (peninjauan kembali),â&#x20AC;? kuasa hukum penggugat, Luh Putu Susila Dewi menjelaskan. (muk/ bet)
Menjinakkan Cangkang Rajungan
R
ajungan merupakan potensi kelautan dan perikanan. Namun rajungan Madura, sudah dikenal paling lezat. Itu lantaran selat Madura memiliki kadar garam yang cukup tinggi. Selain itu, rajungan sudah lama menjadi menu seafood favorit. Daging rajungan yang tersembunyi dibalik kerasnya kerapas atau cangkang binatang itu, lezat terasa, gurih, dan dingin-dingin. Selain dagingnya, cangkang rajungan ternyata juga sedang menjadi primadona. Rupanya, kulit rajungan mengandung kitosan. Ini adalah sejenis zat yang bisa digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Selain itu, produsen kosmetik pun mulai memanfaatkan kulit rajungan itu. Sebab, cangkang rajungan juga mengandung zat yang berfungsi sebagai fungisida atau bahan anti jamur. Namun di Madura, sedikit orang yang secara khusus mengelola cangkang rajungan. Tetapi sebagian besar warga justru menjadi penangkap rajungan melalui ranjau yang terbuat dari anyaman bambu. Di Sampang misalnya, terdapat Tofa yang menekuni bisnis ini. Usaha pengupasan rajungan itu telah dilakukan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Awalnya, Cuma melayani permintaan dan pengiriman ikan segar ke para pengepul di Surabaya. Kemudian usaha rumah tangga ini berkembang melayani permintaan rajungan. Rajungannya sendiri dipasok beberapa nelayan. Ada dua jenis rajungan unggulan yang menjadi primadona pengiriman. Yakni, jenis jumbo dan jenis back fish. Harganya pun berbeda antara kedua jenis rajungan itu. Rajungan jumbo lebih mahal dari back fish. â&#x20AC;&#x153;Permintaan meningkat sedang stoknya terbatas karena pasar tidak hanya dari dalam melainkan dari dalam negeri juga,â&#x20AC;? pemilik udaha rajungan itu menjelaskan. (fat/bet)
PERANGKAP RAJUNGAN: Seorang ibu di pesisir Pademawu Pamekasan sedang merapikan perangkap-perangkap rajungan yang digunakan suaminya untuk mencari nafkah.
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 41
OASE
Sisilia of Java
A
da Hotel Sunway didekat pusat kota, tidak jauh dari Wat Phnom. Ramos Horta pernah menginap di hotel itu. Nama Pol Pot tidak asing di hotel itu seperti juga bukan hal yang baru di negeri ini. Pol Pot sebagai penguasa di jamannya tetapi ia lebih terkenal karena berhasil membunuh manusia hingga mencapai 2 juta orang dari bangsanya sendiri. Mengapa Pol Pot kejam, warga Phnom Penh juga tidak begitu tahu peris alasannya. Karena itu warga Phnom Penh yakin Pol Pot sendiri yang lebih tahu apa sebab membantai. Di Sumenep, sejumlah warga juag kejam. 2 jiwa dipanggang hidup-hidup. 1 orang dibakar di Dasuk dan 1 orang lainnya di Rubaru di dalam bulan yang sama, Mei lalu. Meski dipanggang di tempat yang berbeda, alasannya sama. Dua jiwa yang dibakar hidup-hidup karena mencuri. Korban di dasuk diduga mencuri sapi dan di Rubaru mencuri sepeda motor. Begitulah versi warga. Tetapi alasan apapun, pembakaran jasad hidup-hidup bukan solusi dan ini bukan tradisi dalam agama baru. Dari sisi sosial, masyarakat sudah muak dengan penegakan hukum di republik ini. SDM penegak hukum di negeri ini diragukan kompetensinya. Warga merasa hukum di tanah ini bisa dibeli. Hukum pandang bulu. Semakin banyak bulu seseorang maka ia berpeluang menang dalam perkara hukum. Sebaliknya, semakin tidak berbulu kian mudah masuk penjara. Contoh kecil, ada seorang anak mencuri sandal milik penegak hukum, di situlah hukum berlaku dan tegak pada sosok yang
42 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012
tidak berbulu. Sementara pelanggaran hukum bagi yang berbulu, cukup berliku jalannya. Pada kasus pembakaran manusia oleh manusia di Dasuk dan Rubaru, sekali lagi publik muak. Penegak hukum dianggap tegak pada yang lemah. Pada yang kuat, penegak hukum sendiri yang lemah. Dalam situasi amuk seperti ini, siapa saja terancam. Bila suatu ketika penegak hukum atau siapa saja tersesat dan mencuri, massa akan membakarnya hidup-hidup pula, apapun latarnya karena yang diketahui publik cuma satu hal : diangap pencuri. Ini pasti logika hukum yang tidak benar karena publik yakin dengan praduga bersalah. Di sini ada pengambilalihan, semacam kudeta peran karena yang berwenang dianggap tidak bisa berbuat apa-apa selain hidup sendiri dengan biaya negara. Ini juga yang menyebabkan publik yang kehilangan pun enggan melaporkan peristiwa kemalingan itu kepada penegak hukum. Sebab, melapor satu sapi yang hilang akan terancam kehilangan seekor sapi lainnya yang tersisa di kandang. Tetapi, publik tidak sepenuhnya benar karena pasti masih ada penegak hukum yang baik. Bahwa ada penegak hukum yang pandang bulu, pastilah hanya oknum. Namun apa jawabannya bila oknumnya banyak dan merata? Soal kudeta peran ini dilakukan Jenderal Lon Nol terhadap Raja Sihanouk sewaktu keluar negeri. Khmer Merah saat itu melawan dan dikomandani Pol Pot dengan basis petani, orang desa dan memusuhi orang kota. Pada tanggal 17 April 1975 saat tentara Pol Pot menang dan
Oleh : ABRARI ALZAEL
bisa memasuki kota Phnom Penh, di saat itu juga Pol Pot memerintahkan penduduk kota agar segera meninggalkan kota karena (diisukan) pesawat Amerika akan segera membombardir kota. Siapa yang menolak tanpa ampun langsung dibunuh, tak ada toleransi. Seperti di Dasuk dan Rubaru, berani maling berarti menghalalkan dirinya dibakar hidup-hidup. Polpot memang â&#x20AC;&#x153;gilaâ&#x20AC;?. Para biksu dibunuh bila tak tunduk Angkar, pemerintahan Pol Pot. Pemeluk agama juga dibunuh karena dianggap memiliki loyalitas ganda. Sat kaki ke Angkar dan satu kaki lainnya ekpada agama. Begitu pula para intelektual dicincang karena dinilai bisa membaca. Sebagian dari mereka dipenjara dan disiksa. Kekejaman lainnya, bagi Pol Pot masih berharga peluru daripada nyawa. Karena itu, balita tidak dibunuh dengan peluru melainkan dibanting ke batang pohon. Sedangkan orang dewasa cukup dipacul atau tubuhnya dimasukkan kantong plastik diikat dan mati lemas. Mootnya, kill wrongly better than release wrongly. Tetapi sekejam-kejamnya Pol Pot, sejarah belum cerita ia membakar warganya hidup-hidup dan membiarkan jasadnya melepuh seperti kambing guling. Pol Pot masih menguburnya secara massal di wilayah Choen Ek, daerah yang begitu banyaknya jenasah manusia (killing field). Kekejaman yang terjadi di sekitar kita baik karena wanita, tahta, dan harta, ini semakin menegaskan bahwa barbarisme ada dan meneguhkan Madura sebagai Sisilia of Java. Sebab di negeri ini, kekejaman tidak hanya pada aspek fisik, psikis, tetapi juga sistem bahkan hukum. (*)
SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012 | 43
44 | SULUH MHSA | XII | MEI-JUNI 2012