SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 1
2 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
SAPATORIAL
HARAKIRI KEBUDAYAAN SULUH MHSA edisi april-mei 2012 PEMBINA MH Said Abdullah, Januar Herwanto, Moh Rasul Junaidy. PEMIMPIN REDAKSI Abrari Alzael SEKRETARIS REDAKSI Zeinul Ubbadi LAY OUTER Ahmed David REPORTER Busri Thaha, Veros Afif FOTOGRAFER Saiful Bahri BIRO-BIRO Sampang: Mamak, Pamekasan: Syah Manaf, Sumenep: Fauzi, Bangkalan: Safi’, Jakarta: Alwi Assegaf Koresponden: Rozaki (Jogja), Firdhia Lisnawati (Bali) AE: Deddy Prihantono PEMASARAN A. Rusdi Gogo. ALAMAT REDAKSI Jalan Adirasa 5-7 Sumenep 69417 tel. 0328-674374 faks. 0328-661719. email: suluh_mhsa@yahoo.com. web : www.suluhmhsa.com.
Konon, untuk menghilangkan dan membangun satu budaya, destruktif atau konstruktif, setidaknya dibutuhkan waktu tiga puluh tahun. Jika diukur usia anak baru lahir, satu budaya secara mendasar akan menantikan hasilnya setelah anak itu berusia minimal 30 tahun. Dus, kebudayaan itu sesungguhnya investasi masa depan dan karenanya banyak yang tidak berminat karena temponya terlalu lama untuk ukuran investasi. Di jaman Orde Baru, Soeharto menghilangkan satu budaya China. Ia melarang pengajaran budaya China. Pada saat itu, setelah peristiwa G-30 S, seluruh sekolah, organisasi yang berbau China, ditutup dan dilarang termasuk nama usaha, toko harus diganti dengan menggunakan bahasa Indoenesia. Ini suatu strategi yang tidak memberi peluang untuk budaya China hidup. Keputusan itu sangat ampuh dan bermanfaat besar bagi politik di jaman itu. Setelah Orde Baru tumbang, diijinkan kembalinya budaya China. Indonesia bahkan dunia mengakui karena China bangkit dan pada akhirnya Indonesialah yang bangkrut. Satu catatan dari pengalaman ini bahwa harus ada strategi yang tepat dan sangat mendasar sekali untuk bisa mendukung keberhasilan, terutama dalam spectrum budaya. Jika perubahan sudah mengakar dalam satu komunitas, tanpa kesungguhan dan dukungan system, upaya apapun akan sangat lambat, bahkan mengarah pada kegagalan. Inilah yang terjadi pada kebudayaan Indonesia, Madura juga, nyaris tak terselamatkan dan hampir punah. Jika keputusan tentang larangan yang berbau China sebagai system ala Soeharto, maka system pula yang dapat menyelamatkan kebudayaan ini. Dalam teori psikologi, seseorang kadang dipaksa untuk melakukan kebaikan. Ketika seseoang dipaksa, maka ia pada akhirnya akan terpaksa, terbiasa, dan bisa melakukannya (dengan sadar). Di Singapura, pada mulanya warga dipksa untuk mengikuti sistem. Sampai saat ini, Singapura menjadi Negara “yang ditakuti” karena system berjalan efektif bagi siapapun. Di negeri Singa itu seseorang patuh pada aturan, tidak boleh meludah sembarangan, merokok harus di tempat yang dibolehkan, dan pengendara tanpa diperintah su-
dah sadar harus berhenti di tempat penyeberangan, memberi ruang kepada para penyeberang jalan. Kenyataan di Singapura berbeda dengan kondisi yang berlangsung di Indonesia dimana warga dapat meludah sembarangan, pengendara melaju tanpa hirau pada rambu-rambu, korupsi begitu saja dan seolah telah menjadi “budaya”. Jika dibuat kalimat yang sangat sarkastik, Indonesia telah menjadi “tempat sampah” raksasa yang bisa dibuangi apa saja. Sedangkan sesuatu yang berharga di negeri ini, justru diselundupkan ke luar negeri. Seperti keramahan yang menjadi cirri khas bangsa pada mulanya, saat ini telah subur di negara lain. Bahkan, benda-benda budaya di republik ini, juga diangkut ke luar negeri. Logikanya, pada saat semua benda yang pada mulanya milik bangsa ini lenyap dari tanah ini, lalu pda akhirnya, apalagi yang menjadi milik bangsa ini? Bagaimana mungkin seorang Indonesia belajar Indonesia justru di Perancis karena artefak tentang bangsa ini justru “dipindah” ke sana. Bagaimana mungkin belajar warga Indonesia belajar Jawa-Madura harus ke Suriname, ke Belanda? Sementara pada saat yang sama, sebagian besar warga kita dengan begitu mudah belajar dan menerapkan budaya luar negeri justru di dalam rumah sendiri secara massif? Inilah kenyataan yang tak bisa ditutupi. Geerasi saat ini, pada satu sisi sudah tidak melestarikan budayanya dan mengembangbiakkan budaya asing, pada sisi yag lebih parah, generasi tidak menciptakan budaya bangsanya yang lebih baik dibanding karya anak bangsa tedahulu. Itulah sebabnya, kongres kebudayaan yang digagas pemerintah atau bukan pemerintah, substansi sebenarnya adalah semangat untuk tidak mewujudkan the lost culture secara massif. Pemerintah yang baik pasti akan mengadopsi Orde Baru untuk mengindonesiakan Indonesia. Meski Soeharto bukan sosok yang sepenuhnya baik, tetapi ia tidak seluruhnya jelek. Tetapi soal budaya dan nasionalisme, belum ada yang menandingi Bung Karno. Ia melawan Amerika, tidak seperti Soeharto di saat Orde Baru dan presiden lainnya, di orde yang lebih baru yang berlutut di kaki Amerika. Budaya kita sesungguhnya tidak mau dijajah karena kita memiliki kedaulatan budaya. Namun kini, republik ini bersujud di kaki Amerika. Padahal dulu justru Amerika yang bersujud kepada Indonesia terutama ketika Bung Karno geram pada D. Dwight Eisenhower (presiden AS di masa itu) ketika AS dan CIA terbuka kedoknya sebagai pemain api dalam petualangannya, di balik pemberontakan separatisme di Indonesia dan infiltrasi AS yang mempersenjatai para pemberontak itu. Dan kini, republik ini terjajah baik dalam system, kedaulatan dan kebudayaan, begitu juga kebudayaan Madura. (**)
cover by david
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 3
SULUH UTAMA
SETARA USIA DINI: Sejumlah anak TK dalam perayaan Hari Kartini 21 April 2012 Pamekasan sebagai bentuk pembelajaran anti patriarkhi.
JELANG KONGRES KEBUDAYAAN MADURA
Menanti Kongres, Menunggu Hari Baik Kongres Kebudayaan Madura (KKM), memang tidak mudah digelar meski tidak harus ditinggalkan. Memang, pada tahun 2007 lalu, KKM I digelar di Kabupaten Sumenep dengan dukungan SAI, Said Abdullah Institute. Setelah itu, kongres berikutnya digelar di Pamekasan yang secara spesifik 4 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
mengambil satu item dari keseluruhan kebudayaan ; bahasa. Tahun 2011, digelar pra kongres kebudayaan yang dihelat di empat kabupaten di Madura, Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan. Pra kongres sedianya digelar tak lama setelah pra kongres ke-
budayaan selesai digeber. Tetapi hingga saat ini, KKM 2 belum bisa dihelat sesuai rencana. Pasti ada sesuatu dan lain hal mengapa kongres itu belum terealisasi. Husnuzzannya, kongres tidak digelar karena menanti hari baik. Merujuk pada KKM 1 yang digelar pada tanggal 9 s/d 11 Maret 2007, terdapat 39 poin rekomendasi yang dihasilkan pada kongres pertama ketika itu. Salah satunya menggelar Kongres I Bahasa Madura, yang dieksekusi Kabupaten Pamekasan pada tahun 2010. Rekomendasi lainnya adalah adanya kesepakatan untuk tetap mempertahankan budaya lokal Madura dalam konteks kekinian sebagai
Di Sampang hal yang sama terjadi. Mohammad Alawi, seorang aktivis yang juga membidani acara pra kongres kebudayaan di Sampang tidak menampik. Semua mengira pra kongres sebagai babak awal menuju kongres. Tetapi sejauh kongres belum digelar, semua kembali ragu jangan-jangan pra kongres itu sesungguhnya babak akhir. Alawi mengaku ingin bertanya kapan kongres akan digelar, tetapi pertanyaan itu tidak jadi disampaikan karena dia yakin panitia ingin segera melaksanakannya. “Bahwa belum segera diwujudkan, kami menegrti ada kendala,” urainya.
foto: abrari/sm
Begitu pula di Pamekasan yang menjadi gudangnya budayawan Madura. Ini dimaklumi karena Pamekasan dikenals ebagai kota pendidikan dan budaya pula. Para seniman-budayawan di Kota Gerbang Salam ini lebih seregep bertanya. Lebih dari itu banyak budayawan yang telah menyetorkan nama budayawan agar diundang agar panitia tidak salah pilih orang dan supaya ada kelanjutan discuss antara KKM 1 dan KKM 2 yang belum tereksekusi. “Jika kami bertanya kapan kongres,
itu perhatian dalam bentuk lain agar panitia tetap bersemangat,” kata seniman Drajit. Tidak berbeda dengan Sumenep. Budayawan ternama di ujung timur Madura Edi Setyawan menilai kongres penting. Umumnya, kongres dilakukan selama empat tahun sekali. Tidak empat setahun sekali pun, bagi Edi itu sudah cukup baik menyangkut kebudayaan. Dia beralasan, ada dua kenyataan paradoks yang terjadi pada spektrum kebudayaan. Pertama, kebudayaan lama yang masih baik jarang ada pihak yang komitmen dan melestarikannya. Kedua, generasi madura tidak menciptakan kebudayaan Madura baru. Dengan dua paradoks ini, Edi menilai kebudayaan Madura pada akhirnya lenyap karena tidak dipelihara dan tidak diinovasi dengan baik. “Kongres budaya penting meski yang lebih urgen bagaimana kebudayaan yang telah ada ini menjadi religiusitas hari-hari masyarakat Madura,” paparnya mengadopasi bahasa budayawan-rohaniawan Romo Mangun Widjaja. (tim)
upaya budaya tanding terhadap masuknya budaya asing yang bisa mengikis nilai-nilai tradisi dan budaya Madura. Tertundanya KKM 2 memicu pertanyaan dari sejumlah budayawan di Madura. Dari Bangkalan, budayawan yang sekaligus dosen budaya di Universitas Trunojoyo Iskandar Zulkarnaen selalu ditanya banyak pihak yang bertanya tentang kapan kongres kebudayaan akan digelar kembali sebagai kelanjutan dari kongres pertama di Sumenep dan tindak lanjut pra kongres yang dihelat di Bangkalan tahun 2011 lalu. “Banyak yang bertanya seperti itu (kapan kongers),” katanya.
foto: abrari/sm
TARI PAYUNG: Sejumlah pemuda sedang memperagakan teri payung di bernuansa putri dan ksatria.
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 5
foto: abdullah anshari/sm
SULUH UTAMA
Larung Sesajai: Sejumlah perahu sedang mengikuti ritual larung sesaji dalam rangka mensyukuri anugerah tuhan lewat laut yang begitu luas dan melimpah.
Budaya Madura, Punya Latar tanpa Masa Depan
D
yang lebih banyak mengutamakan fisik. Sehingga masyarakat Madura yang masih dilingkupi faktor tersebut cenderung berkarakter keras.
Ini sedikit beralasan, karena masyarakat Madura sangat dipengaruhi kondisi alam yang kurang menguntungkan secara geografis, metode berfikir, dan jenis pekerjaan
Selain itu, ada semboyan yang masih melekat di sebagian masyarakat Madura yang memiliki karakter keras seperti lebbi begus pote mata etembeng pote tolang (lebih baik putih mata, daripada putih tulang), lebih baik mati daripada menanggung rasa malu, itu dulu, dulu sekali. Tetapi pada sisi yang lain, sifat-sifat positif juga melekat pada orang seperti suka bekerja keras, ulet, pemberani, dan
itilik dari perspektif sejarah dan perkembangannya, Budaya Madura memiliki kaitan erat dengan Budaya Jawa. Selain itu, ada warna yang berbeda antara JawaMadura yang masih kental sampai saat ini. Misalnya, masih ada stigma masyarakat Madura yang dipandang berkonotasi “negatif” karena mempunyai karakteristik yang keras (baca tegas).
6 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap sesama. Pola pikir masyarakat Madura dalam pembentukan watak, perasaan dan pemikiran sangat dipengaruhi oleh proses sosialisasi dalam kehidupan di lingkungannya. Dalam budaya Madura rasa hormat dan patuh pada orang yang lebih tua lebih ditonjolkan. Kondisi sosio kultural masyarakat Madura yang terungkap dalam filosofinya, “bapa’, babu, guru, rato”. Dalam budaya orang Madura, filosofi tersebut merupakan bentuk penghormatan yang harus diberikan kepada kedua orang tua, guru (agama/kiai), dan penguasa yang baik. Dalam kehidupan, masyarakat Madura yang dilakukan lebih banyak pada penyesuaian pandangan
agama dan adat-tradisi. Seperti perhitungan waktu, sebagian warga Madura berpedoman pada bintang untuk kepentingan pertanian dan palayaran. Untuk mengadakan hajatan atau upacara aat masih dilakukan dengan mencari waktu yang baik. Sikap hidup falsafah dan pola pikir ini membuahkan kegiatan-kegiatan budaya yang akhirnya menjadi tradisi dalam proses sosialisasi kehidupan. Menurut antropolog Madura, Latief Wiyata, masyarakat Madura secara demografis merupakan salah satu etnis ketiga terbesar setelah Jawa dan Bali. Konsekuensi antroplologisnya, kebudayaan Madura seyogianya tidak dipandang sebelah mata. Namun ironis sekali, kenyataannya dalam wacana akademik masyarakat dan kebudayaan Madura masih terabaikan dibandingkan dengan kedua etnis tersebut. Lebih dari itu, pandangan mereka terhadap masyarakat dan kebudayaan Madura selalu cenderung negatif. Kesan ini sangat tampak antara lain pada homur-humor tentang orang Madura. Hampir semua humor tersebut kenyataannya bukan kreasi orang Madura melainkan justru diproduksi dan terus direproduksi oleh orang luar Madura yang pada umumnya kurang memahami kebudayaan Madura secara proporsional dan kontekstual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama ini telah terjadi proses marginalisasi masyarakat dan kebudayaan Madura. Kenyataan ini tampaknya memang sulit dielakkan karena dua faktor yaitu geografis dan politis. Pertama, secara geografis pulau Madura sebagai tempat orang Madura mengalami proses sosialisasi sejak awal lingkaran kehidupannya, letaknya sangat dekat dan berhadapan langsung dengan Pulau Jawa-tempat orang Jawa mengalami proses yang sama. Setiap ben-
tuk interaksi sosial orang Madura dengan orang luar mau tidak mau pertama-tama akan terjalin dengan orang Jawa sebagai pendukung kebudayaan Jawa. Oleh karena dalam interaksi sosial pasti akan terjadi sentuhan budaya sedangkan kebudayaan Jawa sudah telanjur diakui sebagai kebudayaan dominan (dominant culture) maka dalam ajang persentuhan budaya tersebut masyarakat dan kebudayaan Madura menjadi tersubordinasi sekaligus termarginalkan. Kedua, fakta sejarah telah menunjukkan bahwa posisi Madura secara politik hampir tidak pernah lepas dari kekuasaan (kerajaankerajaan) Jawa. Fakta ini kian mempertegas posisi subordinasi dan marginalitas masyarakat dan kebudayaan Madura. Oleh karenanya, mudah dipahami apabila setiap kali orang Madura akan mengekspresikan dan mengimplementasikan nilai-nilai budaya Madura dalam realitas kehidupan sosial mereka akan selalu cenderung “tenggelam” oleh pesona nilai-nilai adhi luhung budaya Jawa. Sementara menurut budayawan Madura Kadarisman Sastrodiwirjo, nilai-nilai sosial sebuah budaya yang bersifat lokal dan kontekstual sesuai dengan kondisi dan karakteristik masyarakat pendukungnya. Seharusnya, Budaya Madura masa depan mencerminkan karakteristik masyarakat yang religius, berkeadaban dan sederetan watak positif lainnya. Akan tetapi keluhuran nilai budaya tersebut pada sebagian Orang Madura tidak mengejawantah karena muncul sikap-sikap yang oleh orang lain dirasa tidak menyenangkan, seperti sikap serba sangar, mudah menggunakan senjata dalam menyelesaikan masalah, pendendam dan tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Citra negatif ini pula yang kemudian melahirkan sikap pada sebagian Orang Madura, utamanya kaum terpelajar, merasa malu menunjukkan diri sebagai Orang Madura, karena Madura identik dengan keterbelakangan atau kekasaran Keadaan ini harus diakhiri. Perlu dilakukan upaya untuk menunjukkan bahwa Orang Madura dan budayanya tidak sejelek yang diduga orang lain. Upaya pertama adalah membangun citra positif. Membangun citra ini dimulai dengan menonjolkan halhal yang positif dari Budaya Madura. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi yang cermat nilai-nilai sosial budaya yang positif atau sering diistilahkan dengan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai tersebut bisa ditemukan dalam pelbagai parebhasan, saloka, bangsalan atau paparegan yang banyak memuat “bhabhurughan becce’”. Nilai-nilai ini perlu dipilah menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama adalah nilai-nilai yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Di antaranya adalah ungkapan-ungkapan : “Manossa coma dharma”. Ungkapan ini menunjukkan keyakinan akan kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. Selain itu, “Abhantal ombha’ asapo’ angen, abhantal syahadad asapo’ iman” Ungkapan ini menunjukkan berjalin kelindannya Budaya Madura dengan nilai-nilai agama. Bahkan, penting dimasukkan “Bango’ jhuba’a e ada’ etembang jhubha’ e budi”. Ini semua, ajaran yang bagus dalam manajemen perencanaan, yang mengisyaratkan perlunya disusun rencana yang cermat dalam setiap kegiatan, agar tidak mengalami kesulitan di kemudian hari karena salah perencanaan. Bandingkan dengan selogan: “PerencaSULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 7
SULUH UTAMA naan memang mahal, akan tetapi akan lebih mahal lagi akibatnya apabila kita membangun tanpa rencana”. Misalnya, tercermin dalam “Asel ta’ adhina asal” yang mengingatkan kita untuk tidak lupa diri ketika menjadi orang yang sukses dan selalu ingat akan asal mula keberadaan diri. Pun, “Lakona lakone, kennengnganna kennengnge” Bandingkan dengan “the right man on the right job”. Upaya selanjutnya, membangun citra ini perlu diikuti dengan perubahan perilaku dari sebagian “taretan dibhi’”. Untuk itu perlu dilakukan studi, perilaku apa yang tidak disukai oleh orang lain, serta perilaku apa yang disukai. Perilaku yang tidak disukai kita kurangi atau dieliminasi, sedang yang disukai kita kembangkan dan dijadikan modal dalam membangun citra. Perubahan perilaku ini memang membutuhkan proses panjang, kesungguhan dan keserempakan (sinergi). Peningkatan pendidikan masyarakat adalah jawaban yang tepat untuk ini. Penanaman budi pekerti luhur sejak dini di kalangan anakanak, mutlak diperlukan. Juga perlu keteladanan dari para tokoh utamanya Ulama/Kyai dan para pemimpin formal. Upaya ini perlu dilakukan secara sungguhsungguh dan terencana, yang dimotori oleh mereka yang memiliki kesadaran tentang hal ini. Upaya berikutnya adalah menanamkan dan menumbuhkan kecintaan dan kesetiaan orang madura kepada budayanya. Ini perlu agar budaya madura tidak pupus dalam satu-dua generasi. Jangan sampai terjadi baru pada generasi kedua saja Bahasa Madura sudah tidak dikenal; sopan santun, sikap andhap asor sudah menghilang. (tim) 8 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
ABDURROZAKI
KONGRES itu Mahkamah Budaya
ABDURROZAKI
S
etiap ke Jogja, sosiolog muda Abdur Rozaki selalu menanyakan kabar Madura khususnya menyangkut kebudayaan. Untuk hal-hal yang berbau Madura, kandidat doktor asal Bangkalan ini mengaku selalu siap datang bila diundang, termasuk dalam Kongres Kebudayaan. Apa dan bagaimana pandangannya tentang Madura dan masa depan kebudayaan Pulau Garam? Berikut bincang santai dengan SULUH. Apa kabar bung? Siap kawan (diiringi tawa). Lama tak jumpa. Kau sibuk sekali. Selamat datang di Jogja, kota lama. Bagaimana soal Madura di Jogja? Nafas Madura di Jogja tak berubah.
Orang-orangnya saja yang datang dan pergi meski sebagiannya menetap. Engkau (SULUH, Red) tak lama di Jogja. Tetapi lainnya masih bertahan dan berjuang Madura dari kota budaya. Bagaimana Anda memperjuangkan budaya Madura di Jogja? Kami meruwat budaya melalui media yang ada. Di sini (Jogja) banyak organisasi Madura seperti KMY (Keluarga Madura-Yogyakarta), KMMY (Keluarga Mahasiwa Madura-Yogyakarta), Niagawan Madura-Yogyakarta, FKCM (Forum Komunikasi Cendekiawan Madura), PSMY (Persatuan Santri Madura-Yogyakarta), dan masih banyak lagi terkait kabupaten (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep). Nah, kebudayaan Madura antara lain
hidup di kantong-kantong itu selain di kampung yang didominasi warga Madura, di Jogjakarta.
daerah yang saya sebutkan tadi.
Soal Kongres Kebudayaan Madura apakah juga terdengar di Jogja?
Dari sisi akademis, Madura tersubordinasi dari Jawa. Itulah sebabnya, dalam fakultas sastra Jawa UGM ada pelajaran Madura. Sedangkan Jawa justru berdiri sendiri. Ini yang dialami daerah lain di mana Madura tidak demikian adanya. Coba dilihat, hal-hal yang berbau Madura secara akademis justru muncul di Universitas Jember. Sedangkan di Unijoyo Bangkalan dan perguruan tinggi lainnya di Madura, pusat kajian Madura tak dijumpai. Bahkan di Universitas Madura sekali pun, saya tidak yakin ada fakultas bahasa dan sastra Madura.
Kongres Kebudayan Madura itu lebih populer di kalangan menengah ke atas. Di warga menengah ke bawah gaungnya nyaris tidak terdengar. Meski begitu warga madura secara umum respek terhadap kongres. Karena mereka menyadari Madura masih diperbincangkan. Dalam anggapan masyarakat bawah, penyelenggara kongres itu pemerintah meski dalam kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Mengapa seperti itu?
budayaan lama yang masih baik, dan memunculkan kebudayaan baru yang lebih baik. Saya tidak melihat dua hal itu dilakukan secara konstan. Tetapi ini gejala umum menyangkut berbudaya secara nasional. Nah, jika situasi ini terus-menerus seperti itu, lalu didukung gelombang dunia hadir tanpa batas, suatu saat Madura akan tinggal nama. Padahal keputusan Kongres Kebudayaan 2007 lalu, satya ingat betul kongres memutuskan kebudayaan Madura tak boleh mati, apapun yang terjadi. Tetapi di tengah masyarakat yang apatis-henonis, masa depan peradaban Madura pasti aus, terkikis, dan semakin tipis. (abe)
Menurut Anda, apa arti kongres? So, apa yang harus dilakukan? Seperti halnya di organisasi, kongres itu keputusan tertinggi. Tetapi dalam kebudayaan, sejatinya kemaduraan dalam bingkai budaya sudah berjalan sendiri meski arahnya tidak jelas. Sedangkan kongres, ada proses pembakuan, pakem, dan menggunakan teori. Inilah yang saya katakan bahwa kongres itu mengudara di kalangan menengah ke atas. Namun prinsip, menegah ke bawah pun memiliki apresiasi karena Madura diperhitungkan. Tentang kebudayaan Madura secara umum? Nasibnya sama dengan kebudayaan di daerah lain. Ada benturan peradaban yang sangat dahsyat dimana budaya daerah nyaris tidak bertahan termasuk kebudayaan Indoensia secara umum. Cuma memang, kebudayaan Madura agak berbeda dibanding kebudayaan lainnya. Misalnya Batak, Jawa, Sunda, dan . Jika disandingkan, Madura pasti agak tetringgal dari sisi konsitensi kebudayaan khususnya dibanding empat
Seperti kata Anda, berdoa saja tidak cukup. Saya kira kongres merupakan momentum dan medan perjuangan untuk mengembangkan eksistensi Madura dari berbagai aspek. Cuma kadang-kadang ini tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakat Madura. Harus diakui sebagian warga Madura justru tidak tertarik dengan budaya leluhurnya. Lebih kejam dari itu, sudah tidak tertarik menyuburkan budaya lain yang justru bertentangan dengan budaya Madura. Lebih parah lagi, tidak tertarik, menyuburkan budaya lain di Madura, warga Madura juga enggan menciptakan budaya Madura baru yang diiniasisasi secara inovatif oleh generasi Madura saat ini. Mestinya kan ada budaya tanding. Harapan Anda? Saya kira harus ada geenrasi Madura yang lahir dan hadir untuk melestarikan budaya madura. Melestarikan ini artinya melakukan dua hal. Pertama meneruskan ke-
BIODATA Abdur Rozaki, kelahiran Bangkalan Madura 1 Juli 1975. Peneliti IRE dan dosen UIN Jogja, sosiolog pembangunan dan demokrasi Islam. Lulus dari IAN Jogja 1999, melanjutkan S2 di Pasca Sarjana UGM Jurusan Sosiologi Pembangunan. Aktif di organisasi seperti Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi (KMPD); Front Aksi Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat (FAMPERA) pada proses penggulingan Soeharto, 1998. Selain itu, aktiv di PMII Jogya, KIPP Yogyakarta; Komite Independen Pemantau Parlemen Yogyakarta; Forum Komunikasi Mahasiswa Kalimatan-Madura untuk Perdamaian di Yogyakarta (2001-sekarang), dan Dewan Pengurus Forum Komunikasi Cendekiawan Madura (2002-2004). Pernah menjadi Perwakilan Mahasiswa IAIN Jogja pada Student Conference di Universitas Kebangsaan Malaysia, Universitas Islam Antarbangsa, Malaysia (1997), dan juga aktif dalam berbegai seminar, training, dan workshop tentang konflik etnis, demokrasi, dan pemberdayaan civil society. Selain itu, ia dosen tamu di ISI dengan (mata kuliah Sosiologi dan STPMD-APMD Yogyakarta dengan mata kuliah Politik Etnisitas dan Instusi dan Budaya Politik Lokal.
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 9
SULUH KHUSUS
PREMANISME
!
ALA ANGGOTA DEWAN
10 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
foto: david/sm
Bertemu Ketua DPRD: Pimpinan dan sebagian crew Madura Channel televisi mengadakan audiensi bersama Ketua DPRD Sumenep terkait perlakuan tidak menyenangkan dan penyekapan yang disertai ancaman pembunuhan terhadap wartawan Madura Channel.
OKNUM DEWAN ANCAM WARTAWAN
Yang Terkenal, Yang Tercemar Disebabkan Kriminalisasi Pers
Tanggal 13 April 2012 lalu, wartawan televisi lokal Madura, Madura Channel lagi apes. Sial bukan karena di hari itu tanggalnya lagi sial, 13. Tetapi April mop yang dialami wartawan tersebut karena mendapat ancaman pembunuhan dari ketua komisi D, Ahmad Subaidi. Mengapa hendak dibunuh, inilah masalahnya.
P
ada mulanya, wartawan di lembaga serupa, Busri, mendapati berita tentang adanya dugaan pembangunan jalan yang diduga tidak wajar di Kecamatan Lenteng Sumenep dari dana pokmas. Beberapa hari kemudian setelah berita itu muncul di Madura Channel, wartawan lainnya, Ahmad Sa’ie datang ke kantor dewan seperti biasanya. Karena yang populer di telinga Ahmad Subaidi (kader PPP di DPRD
Sumenep) hanya Sa’ie, dua orang ini terlibat pembicaraan serius. Versi Sa’ie, dirinya tertuduh menulis berita dugaan pproyek fiktif. Sedangkan Sa’ie, tidak mengerti atas maksud Subaidi karena memang tidak tahu dan tidak menulisnya. Tidak puas dengan jawaban Sa’ie, Subaidi menarik Sa’ie ke ruang fraksi PPP. Di sinilah, oknum anggota dewan itu mengunci
pintu ruang fraksi dan mengancam akan membunuh wartawan Madura Channel itu. Pasca kejadian itulah, kalangan pekerja media di Sumenep bersatu dan mengancam akan mensomasi Ahmad Subaidi bila tidak meminta maaf kepada yang bersangkutan. Urusan minta maaf antara Ahmad Subaidi dengan Sa’ie sebagai pribadi dan anggota PWI selesai di kantor PWI. Namun ternyata, urusan ini belum kelar. Sebab, lembaga Sa’ie bekerja merasa hal tersebut belum cukup. Alasannya, urusan Ahmad Subaidi dengan Sa’ie sebagai anggota PWI bisa saja selesai. Tetapi urusan Ahmad Subaidi dengan Sa’ie sebagai wartawan Maduar Channel dan Madura Channel sebagai lembaga media dianggap belum kelar. Itulah sebabnya, di pertengahan April lalu, Tim Madura ChanSULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 11
SULUH KHUSUS nel yang dipimpin Wakil Presiden Direktur Madura Channel Moh Rasul Djunaidi mendatangi gedung dewan. Rombongan ini mengadukan Ahmad Subaidi kepada Badan Kehormatan Dewan yang diterima ketua BKD Miftahur Rohman, Khuzaini Adhim dan Tamam. Usai dari BKD, rombongan menemui pimpinan dewan yang diterima Ketua DPRD Imam Hasyim, Hunain Santoso dan Moh Hanif, masing-masing wakil ketua dewan. Baik di hadapan BKD dan pimpinan DPRD, rombongan Madura Channel menyampaikan pernyataan sikap. Intinya, ada tiga hal yang diminta Madura Channel. Mereka meminta Ahmad Subaidi meminta maaf secara terbuka, terucapkan dan tertulis melalui media massa kepada Sa’ie sebagai wartawan Madura Channel dan Madura Channel secara keseluruhan sebagai institusi. Selain itu, Madura Channel meminta BKD memanggil Ahmad Subaidi ke hadapan sidang BKD sesuai dengan aturan yang berlaku di internal BKD menyangkut etika anggota dewan. Ketiga, Madura Chan-
nel meminta jajaran komisi D untuk mempertimbangkan kembali sosok Ahmad Subaidi apakah akan dipertahankan sebagai ketua komisi D atau ada anggota komisi D lainnya yang lebih layak dan terdidik. (selengkapnya lihat pernyataan sikap lengkap Madura Channel) Terhadap tuntutan Madura Channel tersebut, baik BKD maupun pimpinan DPRD mengakui siap akan memediasi dan menghadirkan Ahmad Subaidi untuk tabayyun dengan Madura Channel. Sayangnya, waktu itu yang bersangkutan tidak berada di kantor dewan. Namun demikian, untuk dan atas nama pimpinan DPRD, Imam Hasyim meminta maaf kepada Sa’ie dan Madura Channel sebagai institusi. Untuk selanjutnya, pimpinan dewan berjanji akan menindaklanjuti pengaduan Madura Channel sesuai dengan peraturan internal dewan. “Atas nama pimpinan dewan, mohon maaf apabila ada anggota (dewan) yang bertindak di luar kewajaran,” kata Imam yang juga mubaligh ini. Kepada media lain, yang dimuat pada tanggal 14 April 2012, Ahmad
Sikap
Madura Channel PROLOG
D
ugaan tindakan kekerasan yang disertai dengan ancaman pembunuhan yang (diduga) dilakukan Ketua Komisi D DPRD Sumenep, H Zubaidi terhadap reporter Madura Channel Ahmad Sa’ie, di gedung DPRD pada hari Jumat 13 April 12 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
2012 yang lalu, seharusnya tidak terjadi. Sebab, barbarisme dan anarkisme sudah lama ditinggalkan oleh manusia terdidik. Bahwa hal ini terjadi, ini patut diduga bahwa oknum anggota DPRD dimaksud telah melakukan pelanggaran terhadap banyak hal. Pertama, al Quran mengajar-
Zubaidi menilai urusannya dengan Sa’ie sudah selesai karena telah sama-sama saling memaafkan di kantor PWI Sumenep. Bahwa ada rombongan Madura Channel ke BKD dan pimpinan DPRD, Subaidi menganggap rombongan tersebut sebagai orang luar. Ini dia sampaikan kepada media lain bahwa salaman sebagai tanda perdamaian antara dirinya dengan Sa’ie (sebagai anggota PWI) telah berakhir dengan salaman. Bagi Kepala Divisi Pemberitaan Madura Channel Zeinul Ubbadi, jika dia berpikir seperti bagaimana Zubaidi berpikir, kasus tersebut sudah selesai. Tetapi karena Ubbadi merasa tidak berpikir seperti Subaidi, maka dia sadari yang selesai antara Zubaidi sebagai pribadi dengan Sa’ie sebagai pribadi. Namun Subaidi sebagai bagian dari anggota dewan yang terhormat di bawah institusi (DPRD) dan Sa’ie juga bagian dari institusi (Madura Channel), mantan aktivis ini merasa urusan Subaidi-Sa’ie belum selesai. “Ini masih panjang, bila kali ini ke institusi dewan, bisa jadi berlanjut ke lembaga PPP, bahkan ke Polri,” terangnya. (tim)
kan persatuan, persaudaraan dan jangan melakukan penganiayaan. Bila dugaan ini benar, maka peristiwa tersebeut menegaskan bahwa ada oknum anggota DPRD yang berasal dari partai berbasis Islam telah melawan asasnya sendiri, al Quran. Kedua, Pancasila juga mengajarkan persatuan, kemanusiaan yang beradab. Bila ada oknum anggota dewan tidak mengedepankan persatuan, ini berarti oknum anggota dewan tersebut tidak patuh kepada Pancasila.
Sumenep untuk memanggil H Zubaidi ke hadapan sidang Badan Kehormatan Dewan sesuai dengan aturan dan kode etik yang berlaku di internal DPRD Sumenep. 3. Mendesak Jajaran Komisi D untuk mempertimbangkan kembali apakah akan mempertahankan posisi H Zubaidi sebagai ketua Komisi D, atau jajaran komisi D akan melakukan kocok ulang ketua Komisi D.
foto: david/sm
Bertemu BKD: Abrai, Manajer Oprasional Madura Channel saat menyerahkan laporan tertulis terhadap Badan Kehormatan DPRD Sumenep terkait kasus ancaman pembunuhan oleh anggota dewan.
Ketiga, UUD 1945 khususnya UU 40 tahun 1999 tentang pers juga meminta warga negara tidak melakukan kriminalisasi pers dan tidak menghalangi tugas jurnalistik. Bila ini terbukti pada oknum anggota dewan dimaksud, sama artinya oknum anggota dewan tersebut sedang menyatakan dirinya sebagai sosok yang anti Undang-undang. Keempat, KUHP khususnya pasal 351 juga meminta warga negara tidak melakukan penganiayaan. Bila dugaan kekerasan ini juga terbukti, ini berarti oknum anggota dewan bertentangan dengan KUHP. Kelima, pimpinan DPRD di Kabupaten Sumenep sudah pasti anti kekerasan. Bila ada oknum anggota DPRD Sumenep melakukan kekerasan dan atau ancaman pembunuhan, ini berarti oknum anggota dewan tersebut sudah tidak menghormati pimpinan DPRD Kabupaten Sumenep. Keenam, pimpinan Badan Kehormatan Dewan kami yakini juga lembaga terhormat yang selalu meminta anggota dewan bertindak sesuai dengan kompetensinya. Bila ada oknum anggota dewan melaku-
kan tindakan yang tidak terhormat, ini juga sama artinya bahwa oknum anggota dewan tersebut tidak menghormati BKD. Ketujuh, oknum anggota DPRD tersebut berasal dari PPP yang di dalamnya terdapat banyak kiai yang cinta damai dan ukhuwah. Bila dugaan penganiayaan terhadap wartawan ini benar, ini berarti oknum anggota dewan tersebut sudah tidak takzim terhadap kiai-kiai PPP. PERNYATAAN SIKAP Oleh karena itu, berkenaan dengan kasus ini dan begitu banyak hal-hal yang layak didugakakan kepada oknum anggota dewan tersebut, Madura Channel menyatakan sikap sebagai berikut : 1. Meminta Pimpinan DPRD Sumenep dan atau H Zubaidi meminta maaf secara terbuka, melelaui media cetak dan elektronik, terucap dan tertulis kepada Ahmad Sa’ie selaku reporter Madura Channel, dan Madura Channel sebagai institusi media. 2. Meminta Pimpinan BKD (Badan Kehormatan Dewan) DPRD
4. Pada poin 1 s/d 3, kami minta pimpinan DPRD untuk merealisasikannya selambat-lambatnya 3 x 24 jam terhitung sejak diserahkannya pernyataan sikap ini. Bahwa pimpinan DPRD sudah sudah direalisasikannya, kami (Madura Channel) surat dari pimpinan DPRD dilampiri dengan bukti fisik serupa berita acara. 5. Bila pada tenggang waktu yang ditentukan pimpinan DPRD tidak merealisasikan poin 1 s/d 3, sama artinya Pimpinan DPRD menginginkan H Zubaidi diperkarakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, khususnya UU 40 tahun 1999 tentang Pers junto pasal 351 KUHP, dan atau pimpinan DPRD menghendaki H Zubaidi di PAW. EPILOG Demikian surat pernyataan sikap ini kami buat, terima kasih atas perhatian, mohon maaf atas segala kehilafan, tetaplah saling mendoakan, mendukung, dan tetap semangat. Sumenep, 16 April 2012 Madura Channel Moh Rasul Djunaidi Wapresdir SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 13
OPINI
Pendidikan Menuju Keteladanan
B
arangkali tulisan ini agak normative tapi penulis mencoba menganalisis ke ranah kontekstual atau pilihan kata yang lebih membumi adalah factual alias nyata, maka kini persoalan pendidikan sebenarnya sudah banyak para pakar melakukan reseach yang menghasilkan konsep-konsep baru untuk dilaksanakan dalam praktek pendidikan. Seperti Discoling society dari Ivan Illich, The End of school menurut Erevet Reiner, Pedagogy of the apresied dalam pandangan Paulo Freire, dan the end of education kata Neil Postman. Di Indonesia dalam setiap pergantian pemerintahan baru yang berimplikasi juga pada pergantian menteri terutama menteri Pendidikan dan Kebudayaan (dulu Diknas sekarang mucul lagi istilah Dikbud) muncul gagasan baru tentang model pendidikan yang ideal bagi bangsa dan negara, seperti Daoed Joesof dengan NKK-nya, Nogroho dengan PSPB-nya dan Wardiman dengan Link end Match-nya Adalah menjadi salah satu isu penting di Negara Indonesia ini dengan pelbagai konsep pendidikan yang digagas oleh para pakar pendidikan, ternyata tidak pernah menyentuh dengan apa yang disebut mutu pendidikan yang bagus, ternyata sinyalemen yang ada telah terjadi kemerosotan mutu pendidikan baik ditingkat pendidikan dasar, menengah maupun tingkat pendidikan tinggi, Mengutip salah satu ucapan
14 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
salah satu tokoh pendidikan Indonesia, bahwa sudah lama pendidikan di negeri ini direduksi hanya sebagai persekolahan dengan targettarget kurikulum yang sempit, serta penyiasat menghadapi ujian-ujian, terutama ujian Nasional. Ujian-ujian ini telah menggiring guru, wali murid dan murid untuk sekedar menguasai kopetensi-kopetensi kognitif yang sempit dan sebenarnya tidak penting dalam kehidupan bermasyarakat, namun ikut menentukan kelulusan murid dari sekolah. Bahkan yang terjadi adalah ketidak jujuran dalam menyiasati ujian. Akibatnya pendidikan di banyak sekolah justru gagal membangun karakter murid. Beberapa tokoh mengeluhkan tentang pendidikan budi pekerti yang sudah beberapa tahun tidak ada lagi di menu pelajaran di sekolah – sekolah kita. Beberapa tokoh agama minta agar jam pelajaran agama di tambah. Bahkan terkini baca tulis Al-Quran (pernyataan Kementrian Agama masih mau koordinasi dengan Kemendikbud) akan dimasukkan dalam Unas, Dan hampir dalam berbagai seminar, pelatihan, workshop, pendidikan karakter banyak guru menanyakan bagaimana pendidikan karakter di laksanakan di sekolah. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menumbuh kembangkan sifat-sifat dasar murid sebagai manusia. Sifat-sifat dasar itu antara lain jujur, ingin tahu dan cinta
kebenaran, keindahan dan kebaikan. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang mempromosikan praktek sifat-sifat dasar manusia tersebut. Jika tidak, maka yang terjadi justru pembunuhan karakter murid yang terjadi. Saat ini masyarakat boleh dikatakan menjalankan kehidupan tanpa pijakan konsep atau teori yang jelas, sementara mereka yang bersekolah tidak pernah mempraktekan teori yang di pelajarinya. Sekolah dan masyarakat bagai dua dunia yang berbeda. Prinsip-prinsip keadilan yang diajarkan oleh Agama dan pancasila misalnya, sulit di temui dalam pengalaman hidup seharihari di masyarakat. Prinsip kejujuran justru menghadapi kenyataan bahwa murid yang jujur justru tidak lulus, dan oaring yang jujur tersisih dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita meranut pada system pendidikan di Indonesia saat ini, yang masih mengunggulkan hasil (outcome) daripada proses pencarian jawaban, e-learning bisa jadi merombak kurikulum pendidikan di Indonesia sendiri. Pada saat tertentu, seperti pada ujuan akhir nasional (UAN) misalnya, para peserta didik di tuntut untuk memiliki nilai yang tinggi secara akademis. Berarti, hanya aspekkognitif siswa saja yang di ukur, bukan pada aspek psikomotorik dan afektifnya secara menyeluruh dan mendalam.
Oleh : Moh. Subhan, MA Dosen Metodologi Penelitian Pendidikan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nazhatut Thullab (STAI NATA) Sampang- Jawa Timur
Padahal, manusia memiliki berbagai kecerdasan. Bukan hanya kecerdasan intelektual (IQ) saja, tapi juga kecerdasan-kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ), yang kesemuanya itu tidak dapat terukur dalam UAN. Parahnya lagi UAN memberikan system jawaban melalui pilihan ganda saja, bukan uraian atau wawancara yang dapat memberikan hasil lebih nyata, yang penuh dengan diskripsi dan analisis. Bisa saja siswa mendapatkan jawaban temannya. Para siswa di didik untuk mencapai nilai yang tinggi, tanpa di beri bekal tentang bagaimana cara menganalisis suatu kasus atau berpikir secara kritis terhadap suatu hal tertentu yang menyangkut materi pelajaran. Karena itu para siswa berupaya untuk mencapai nilai tertinggi dengan berbagai cara. Dengan mengikuti sejumlah les tambahan misalnya, yang justru memberikan rumus praktis untuk menjawab soal-soal tertentu, bukan mengajarkan untuk menganalisis suatu teori atau metode tertentu. Mereka seperti di ciptakan agar menjadi robot perekam (rekorder) dari ucapan-ucapan gurunya untuk di putar ulang pada saat ujian akhir atau ulangan harian. System pendidkan Indonesia hanya mengagung-agungkan produk saja, bukan proses. Itulah mengapa dengan e-learning di harapkan mampu mengubah system pendidkan di Indonesia yang berlaku saat ini. Lantas muncul
pertanyaan baru, bagaimana membangun karakter murid dari pengaruh internet sebagai sumber belajar namun penuh godaan yang membawa dampak degradasi moral murid yang selalu berusaha mengetahui apa saja. Pendidikan karakter jadi sangat rumit dan mahal jika bergantung pada tehnologi dan belum tentu efektif hasilnya. Sementara itu, kualitas materi yang harus di cari tidak semuanya dapat diandalkan. Para peserta didik akan mencari data dari sumber yang belum tentu terpercaya, ironis memang, bisa jadi para murid mengakses materi yang tidak terlalu penting hanya karena memiliki kata kunci yang sama. Masalah lain adalah masalah sosialisasi antara peserta didik dan pengajarnya, ataupun antara peserta didik dengan peserta didik lainnya. Karena e- learning tidak menuntut adanya kehadiran fisik dan tatap muka, hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa para lulusan dari metode e-learning ini akan memiliki kekurangan dalam aspek sosial di dalam masyarakat. Mereka akan lebih sering bergaul dengan computer dan internet ketimbang dengan sesama manusia. Bagaimana mungkin mereka akan mengetahui secara langsung praktek dari suatu teori bila mereka hanya tahu penjelasan tertulis yang tersimpan didalam memori computer mereka saj? Begitulah pendapat mir-
ing yang berkembang di masyarakat tentang penerapan e-learning ini. Tentu saja jawabannya penyelenggaraan metode e-learning harus memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga pendidikan di luar negeri karena factor latar belakang budaya yang berbeda karakternya. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang di lakukan melalui keteladanan guru dan kesempatan murid mempraktekkan pendidikan karakter dalam kehidupan seharihari. Pendidikan karakter dapat di sebut juga pendidikan akhlak yang berarti pendidikan yang memperkuat sifat-sifat manusia sebagai sebagai makhluk ciptaan Allah san Khaliq, dan sekaligus pendidikan mengembangkan kemampuan membedakan diri dari makhluk (alam) dan Al Khaliq. Guru adalah sosok luhur yang dapat memberikan inspirasi kepada murid untuk mencari kebenaran dan sekaligus memperjuangkan kebenaran itu sendiri. Jadi pembaruan relasi guru dan muridpun harus ada. Tak ada lagi guru yang otoriter yang sarat intruksi dan bergaya birokrat. Kita perlu menciptakan guru yang mampu bersikap seperti ibu atau bapak, abang atau kakak, sahabat atau mitra. Pada saat tertentu dapat juga guru berfungsi sebagai murid dan murid sebagai guru. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mendorong proses belajar tuntas untuk mencapai akhlakul karimah yang khusnul khotimah.. =
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 15
OPINI
UNAS, SDM dan Kebijakan (yang dipaksakan?) P
ro dan kontra tentang perlu tidaknya Ujian Nasional tetap diselenggarakan untuk tahun-tahun yang akan datang terus muncul. Hampir setiap tahun masalah ini terus menjadi berita hangat. Tahun inipun Ujian Nasional kembali menjadi pembicaraan. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Mahkamah Konstitusipun merasa perlu turun tangan menyelesaikan masalah ini. Tahun ini pemerintah tetap menginginkan agar Ujian Nasional diadakan dengan melakukan perubahan sistem, perubahan kecil tapi mendasar, dengan harapan pemetaan pendidikaan dapat tercapai dan terlaksana dengan baik dengan memberikan keluasan dan keleluasaan kepada guru untuk menentukan kelulusan. Yaitu dengan memasukkan nilai rapaor siswa semester satu sampai dengan lima untuk tingkat SMP/MTs dan semester satu sampai dengan tiga untuk tingkat SMA/SMK/MA dan ujian sekolah sebagai bahan pertimbangan kelulusan. Harapan yang kedua adalah, dengan perubahan sistem pada Ujian Nasional tahun ini adalah terlaksananya Ujian Nasional yang jujur dan bersih sehingga pendidikan nasional di masa yang akan datang dapat dipetakan dengan benar dan terukur. Perubahan sistem pendidikan Nasional yang kecil itu tentu sajalah menghabiskan dana yang tidak kecil untuk mensosialisasikannya dari
16 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
tingkat pusat sampai ke tangan siswa dan orang tua mereka. Sehingga diharapkan semua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang sistem pelaksanaan Ujian Nasional dan tentang pentingnya Ujian Naional itu terus diadakan. Sebenarnya, pentingkah dan perlukah Ujian Nasional itu diadakan tahun? Beban psikologi yang harus ditanggung oleh siswa dan orang tua siswa tentang kemungkinan gagal pada Ujian Nasional begitu beasar, sehingga hampir semua lembaga pendidikan menggelar doa bersama menjelang Ujian Nasional. Hiruk- pikuk tangis histeris siswa yang gagal dalam pelaksanaan Ujian Nasional, maka sepertinya Ujian Nasional tidak perlu saja. Beberapa waktu yang lalu, jeritan histeris siswa SMA/ SMK/MA yang mengalami kegagalan dalam ujian nasional, walaupun pada kenyataannya jumlahnya jauh lebih sedikit daripada yang mengalami keberhasilan, justru terdengar lebih nyaring dan mengiris hati. Karena ternyata, tangisan itu disertai oleh tangisan orang tua siswa, tangisan guru siswa, teman-teman siswa dan orang-orang terdekat lainnya dengan siswa. Padahal, pada tingkat SMA/ SMK/MA, pelaksanaan Ujian Nasional lebih bersifat spesifik, karena pada tingkat menengah atas, sudah dilakukan penjurusan, sehingga mata ujianpun ada muatan mata ujian ju-
rusan, bagaimana dengan pengumuman pelulusan Ujian Nasional pada tingkat SMP/Mts, yang sifatnya lebih umum, karena pada tingkat menengah pertama belum ada penjurusan layaknya pada tingkat menengah atas? Penulis memperkirakan, histeria karena kegagalan dalam Ujian Nasional pada tingkat ini akan lebih nyaring dan memilukan. Apalagi, siswa yang tidak lulus belumlah tentu siswa yang tidak pintar, hanya saja mereka kurang beruntung, mungkin grogi, nervous atau sakit waktu ujian. Padahal, dia telah bekerja keras sehingga menghasilkan prestasi yang optimal selama tiga tahun pada mata pelajaran tertentu, terutama mata pelajaran yang di-ujinasionalkan. Tidak heran, jika menjelang dilaksanakan Ujian Nasional, lembaga bimbingan belajar menjadi banyak peminatnya dan orang tua menjadi begitu sibuk mengantar dan menjemput buah hati mereka di lembagalembaga tersebut. Selain itu beban psikologi yang harus ditanggung oleh guru-baik ketika menyaksikan siswanya lulus ataupun tidak lulus- ingat. Harus dipahami, guru terkadang menangis, ketika seorang siswa yang rajin, anak baik-baik ( tidak pernah melanggar aturan sekolah dan bermoral baik) dan berbakat atau berprestasi, tapi harus tidak lulus hanya karena gagal pada satu mata pelajaran. Harus dipahami pula bahwa terkadang guru menginginkan siswa tertentu,
Oleh : Tri Sulistini Rijal Guru SMPN 6 Pamekasan
terutama siswa yang dalam tanda kutip bukan siswa baik-baik, siswa yang sering membuat masalah dan keonaran di sekolah, siswa yang membolos, tidak lulus saja. Namun kenyataannya, siswa yang demikian sering tertolong oleh nilai Ujian Nasional yang menjulangjulang mengalahkan siswa yang setiap hari hadir di sekolah, bermoral baik bahkan berbakat. Dengan kata lain, sebenarnyalah guru ingin bertindak jujur dan proporsional, menilai siswa dalam keadaan nyata dan sebenarnya. Dengan kata lain, terselenggaranya Ujian Nasional sama saja dengan membunuh karakter guru, yaitu memberikan tuntunan dan didikan kepada siswa sehingga semua putra bangsa di Indonesia ini menjadi anak baik-baik. Di samping itu, guru harus berjuang melawan hati nuraninya antara menjunjung tinggi kejujuran dengan membiarkan anak didiknya mengerjakan Ujian Nasional apa adanya, dengan konsekuensi terbesar tidak lulus, dengan menghancurkan bangunan kejujuran yang justru guru sendiri yang mengajarkan konsep itu pada siswa sejak ada di bangku pendidikan usia dini. Dan jika mengingat semua itu, maka rasanya Ujian Nasional itu tidak perlu dan tidak penting. Setiap kegiatan, apapun itu namanya termasuk kegiatan pembelajaran, perlu dinilai dan dievaluasi untuk
pemetaan kegiatan yang akan datang, maka rasanya Ujian Nasional itu perlu. Hal ini dikarenakan, jika Ujian Nasional ditiadakan, maka peta pendidikan untuk tahun-tahun berikutnya semakin tidak karuan dan carut marut, akhirnya standard pendidikan semakin tidak menentu. Walaupun, pada dasarnya proses pendidikan selama tiga tahun itu tidak semudah itu jika hanya dinilai dalam waktu yang singkat, tiga atau empat hari saja. Maka penulis katakan, ujian Nasional itu perlu dan penting. Bahwa hasil pendidikan itu harus dilaporkan dan harus diketahui oleh masyarakat yang telah menitipkan putra-putrinya di lembaga pendidikan, maka penulis katakan Ujian Nasional itu perlu dan penting. Menurut penulis, jika pemerintah tetap menginginkan Ujian Nasional tetap diadakan, maka perlu ada formula dan rumusan baru yang tepat yang mampu mengakomodir setiap kepentingan baik kepentingan siswa, guru dan pemerintah. Perlu ada keseimbangan antara tuntutan evalusi pendidikan yang harus diadakan dan tuntutan pendidikan itu sendiri. Untuk apa sebenarnya pendidikan itu diadadakan? Dalam pandangan penulis, pemerintah harus mulai berpikir bijak dan arif. Perlu adanya perubahan besar dan mendasar. Pemerintah harus kembali mempertimbangkan hakikat manusia sebagai ciptaan
Allah dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda untuk setiap individu, termasuk siswa. Mungkin pemerintah, utamanya para pakar pendidikan, harus kembali mengingat bahwa siswa tidak melulu memiliki kemampuan kognitif. Tetapi memiliki kemampuan lain yang justru boleh dibilang tidak biasa, bahkan luar biasa. Mungkin pemerintah harus menjadikan teori Multiple Intelegence dari Howard Gardner (Intelegence Reframe, 1999) yang menyatakan bahwa setiap individu sedikitnya memiliki sembilan kecerdasan, yaitu kecerdasan visual/spatial (cerdas gambar), kecerdasan verbal/linguistic (cerdas kata/bahasa), kecerdasan logical/mathematical (cerdas logikamtematik), kecerdasan bodily/kinesthetic (cerdas tubuh), kecerdasan musical/rhythmic (cerdas musik), kecerdasan intrapersonal (cerdas diri), kecerdasan interpersonal (cerdas sosial), kecerdasan naturalist (cerdas alam) dan kecerdasan exestential (cerdas makna). Dan sebenarnyalah, semua itu telah ada di dalam muatan kurikulum pendidikan nasional kita secara berimbang. Artinya, muatan kurikulum kita sebenarnya sudah memanusiakan manusia dan menghargai setiap individu dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bersambung di halaman 21 ...
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 17
POLITIK PEMECATAN SEKDA KABUPATEN SAMPANG
Sekdamu bukan Sekdaku Karena Incumbent Terancam Rivalitas?
S
eperti sinetron Mendadak Dangdut, Sekda Sampang Hermanto Subaidi mendadak diberhentikan bupati Noer Tjahja. Ini tindakan tidak populer karena pengangkatan dan pemberhentian Sekda tidak bisa dengan hanya dengan menggunakan “tangan besi” bupati tanpa persetujuan tertulis dari gubernur. Khusus sekda, ini lex spesialis yang mendapat perlakuan berbeda dengan pejabat lainnya di tingkatan pemkab. Tetapi di Sampang, bupati terlalu berani. Sekda diturunkan dan diturunkan pangkatnya, menjadi staf ahli. Padahal di tingkat kabupaten, sekda merupakan pejabat tertinggi dan jabatan apapun jabatan di lingkungan pemkab, tak cocok bila diisi mantan sekda, kecuali naik ke pemprov Jatim atau Bakorwil. Ini yang dialami mantan sekda Sampang, Azhar, yang kini menjadi pejabat di pemprov. Mengapa Hermanto Subaidi dipecat dari sekda, inilah yang sedang menjadi topik hangat di Sampang. Seperti penumpang, Hermanto diturunkan di tengah jalan meski tujuan akhir kendaraan belum sampai di tempat tujuan. Konon, ada aroma konflik di internal tubuh Pemkab Sampang. Konon, nama Hermanto, belakangan disebut-sebut bakal maju dan mencalonkan diri sebagai calon bupati Sampang Desember mendatang. Belum puas menu-
18 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
runkan Hermanto sebagai sekda, istri Hermanto (Eni Marjuni) yang semula menjabat sebagai Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (Dispendaloka) ke staf ahli. Atas keputusan bupati Sampang, Hermanto terkejut. Dia menegrti bila pejabat di lingkungan pemkab dirotasi sebagai penyegaran karena hal tersebut menjadi hak prerogatif bupati. Tetapi, itu berlaku bagi pejabat selain sekda. Sedangkan pencopotan dirinya sebagai sekda, itu yang dia tak mengerti. Sebab dalam pengangkatan dan pemberhentian sekda, harus berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, harus melalui persetujuan Gubernur yang disampaikan secara tertulis. Bukan bermaksud melawan bupati Sampang, Sekda Tercopot Hermanto menilai ada yang tidak benar dalam pencopotan sekda Sampang. Pertama, pemberhentian sekda mengabaikan prinsip hukum sebagaimana tetruang dalam PP. 9/2003. Kedua, diberhentikannya sekda dengan eselon II-A dan didudukkan di staf ahli eselon II-B juga tidak proporsional karena turun pangkat. Sementara penurunan pangkat diberikan kepada pejabat/PNS yang terbukti melalaikan tugas atau indisipliner. “Lho, pemberhentian sekda ini
Turunkan Bupati!!: Seorang Pendemo di kabupaten Sampa gelar pasca keputusan kontroversial bupati menggeser posi
apa dasarnya, penurunan pangkat ini apa masalahnya,” katanya. Mantan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Blitar itu mempersilakan bupati memutasi siapa saja di jajarannya. Tetapi rotasi pejabat harus memiliki pertimbangan, mempunyai dasar baik yuridis maupun non yuridis. Sepanjang mutasi tidak memiliki acuan, Hermanto yakin banyak pihak yang mempertanyakannya. “Misalnya, ada yang bertanya apa kira-kira motif bupati memberhentikan sekda bila tanpa rekomendasi tertulis dari gubernur?,” imbuhnya
bupaten diangkat dan diberhentikan oleh gubernur atas usul bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pasal 14 PP No. 9/2003, pejabat Pembina Kepegawaian Daerah menetapkan ayat (1) pengangkatan sekda setelah mendapatkan persetujuan pimpinan DPRD, ayat (2) pengangkatan dan pemberhentian sekda dilakukan setelah berkonsultasi secara tertulis dengan Gubernur. “Nah, saat pemberhentian sekda kan bupati sudah mengakui hanya berkonsultasi secara lisan,” terangnya.
foto: saiful bahri/sm
ang Sedang melakukan orasi menuntut Bupati Setempan Noer Cahya untuk turun dari jabatannya. Demo ini deisi sekdanya menjadi staf ahli.
dengan nada bertanya. Sementara itu Bupati Noer Tjahja menilai pelengseran sekda sudah sesuai prosedur. Sebab, hal tersebut sudah dikonsultasikan secara lisan kepada pejabat yang berwenang di Pemprov Jatim. Namun, pengajuan rekomendasi secara tertulis masih dalam proses dan pada waktunya akan turun. Selain itu, bupati menilai mutasi maupun rotasi di pemerintahan merupakan hal yang lazim. Noer Tjahja membantah bila mutasi dikait-kaitkan dengan wilayah politik. Dia mengaku tidak tidak tahu jika Hermanto ingin men-
calonkan diri. “Di mana pun, mutasi itu lumrah,” urainya. Meski menurut bupati mutasi sudah lumrah, namun sebagian anggota dewan menganggap ada yang anehd alam pencopotan sekda karena bukan wewenang bupati. Anggota DPRD Sampang Sahuri, menduga pencopotan sekda terlalu politis. Karena itu, dimungkinkan dewan akan menggunakan hak interpelasi atau setidaknya hak bertanya kepada bupati. Sebab berdasar pasal 122 ayat 3 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebut sekda untuk ka-
Keputusan Bupati Sampang Noer Tjahja yang memberhentikan sekda, menuai kecaman dari berbagai kalangan. Tamsul, ketua LSM Madura Development World menyatakan, pencopotan Hermanto dari posisi sekda tidak dilakukan melalui proses yang benar. Padahal dalam PP No 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentin Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah tertera jelas, mekanisme pencopotan seorang sekkab. Sementara itu, tiga kiai (fungsionaris DPC) PKB Sampang masing-masing KH Djakfar Sodik, KH Mahrus Abdul, dan KH Nuruddin mengaku kecewa bila bupati yang juga ketua DPC PKB Sampang itu mengabaikan legalitas formal dalam pemberhentian sekda. Mereka mengancam akan undur diri dari kepengurusan PKB karena kecewa dengan kebijakan Noer Tjahja. Mereka menilai kebijakan Ketua DPC PKB Sampang tidak sejalan dengan keinginan mayoritas pengurus dan para kiai PKB. “Mundur (dari pengurus DPC PKB) mungkin lebih baik,” urai KH Djakfar Sodik, ketua Dewan Syuro PKB Sampang. (fath/abe) SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 19
PENDIDIKAN
foto: istimewa
Tegang: Sejumlah siswa tampak sedang mencermati soal-soal dalam ujian nasional yang digelar beberapa waktu lalu. Mereka tampak tegang dan cukup serius mencermati kalimat demi kalimat untuk menghindari kesalahan dalam menjawab soal-soal tersebut
RUTINITAS AKHIR TAHUN PELAJARAN
UNAS, ‘Makalah’ Lama Masalah Sama
U
jian nasional (Unas) sebenarnya program lama dengan masalah yang selalu sama di setiap tahun pelajaran baru. Menyakitkan sebenarnya ketika guru tidak dipercaya, ditengarai tidak jujur. Ini dibuktikan dengan pengawalan ketat mulai dari pengambilan soal, menyimpan soal, hingga distribusi soal ke semau sekolah yang menyelenggarakan unas. Meski begitu, pelaksanaan unas masih dibayang-bayangki 20 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
kecurangan dan kriminal. Meski begitu, di Sumenep diyakini tidak akan terjadi kecurangan dan kebocoran unas. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep A Masuni telah memberikan jaminan unas Sumenep aman. Ini disampaikan karena pihaknya sudah sejak awal mengingatkan pada jajarannya, baik pengelola lembaga pendidikan maupun guru, untuk tidak main-main dalam unas.
Pria jangkung itu mengungkapkan, pihaknya juga telah meminta pada aparat kepolisian untuk bertindak tegas kepada staf maupun jajarannya yang kedapatan berusaha membocorkan naskah soal Unas. Dengan begitu, Masuni optimis tidak akan terjadi kebocoran soal karena pengawasan dan pengawalan oleh polisi sejak proses penjemputan hingga pendistribusian soal benar-benar maksimal. “Insyaallah, pasti unas tak akan bocor,” katanya. Di Pamekasan, cerita soal unas lain lagi. Naskah soal ujian nasional di rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) SMA Negeri 1 Pamekasan terpaksa harus difotokopi karena diduga telah terjadi kekeliruan prosedur distribusi soal. Akibatnya, di sekolah ini naskah ujian
.... dari halaman 17
tidak cukup dan jauh dari pagu. Atas seijin Diknas Jatim, dinas pendidikan di Pamekasan diperbolehkan melakukan penggandaan soal yang dijaga aparat setempat. Kepala dinas Pendidikan Achmad Hidayat menjelaskan, soal yang tertukar untuk mata pelajaran bahasa Indonesia jurusan IPS. Padahal di SMA Negeri 1 Pamekasan hanya punya satu jurusan, yaitu IPA. Meski soal sempat dibuka, Hidayat menjamin tidak akan ada kebocoran soal karena 12 amplop naskah yang tertukar langsung diamankan ke Polres Pamekasan. Akibat tertukarnya soal ini, pelaksanaan ujian nasional di SMA Negeri 1 Pamekasan sempat tertunda selama satu jam karena panitia harus mencari pinjaman soal ujian nasional ke sekolah lain yang punya jurusan IPA untuk difotokopi. “Meski tertunda, unas tetap lancar,� demikian Basoir, kasek SMAN 1 Pamekasan. Sementara di Sampang, unas dikabarkan paling lancar dan tidak ada masalah. Meski ad amasalah, persoalannay bukan pada soal naskah. Melainkan terdapat peserta unas yang kecelakaan dan tetap mengikuti unas di dalam mobil. Ini menimpa Musajjad, seorang siswa sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) 1 Sampang yang sempat mengalami patah tulang pada kaki akibat kecelakaan, Senin (16/4). Lantaran kakinya tak bisa dikerjakan, soal Unas pun dikerjakannya di dalam mobil. Sedangkan di Bangkalan, diwarnai dengan penemuan kunci jawaban mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 1 Bangkalan. Ini mendapat perhatian serius dari Koordinator Pengawas Unas Bangkalan Bambang Sabariman. Sebab, ada kertas yang ditemukan pengawas independen dari Unijoyo. Diakui, penemuan kertas yang mirip kunci jawaban memang tidak langsung dipublikasikan. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan dan harus dikoordinasikan terlebih dulu dengan beberapa rekan terkait. Tetapi, untuk membuktikan apakah kertas dengan tulisan tangan itu adalah kunci jawaban mata pelajaran Bahasa Indonesia, Universitas Trunojo ini masih belum berani memastikan. Pasalnya, ada mekanisme yang harus diterapkan dalam penyelidikan penemuan dua kertas jawaban itu. Kepala Disdik Bangkalan, Setijabudi, menegaskan bahwa pihaknya berjanji akan menindaklajuti perihal tersebut. Senada dengan Bambang Sabariman, ia pun mengakui, lebih cenderung terhadap kebiasaan siswa yang mencatat hasil jawabannya sendiri. Budi juga masih menunggu hasil penyelidikan sehingga benar-benar akurat dalam mengambil keputusan dan tindakan. Jika terbukti benar, ia tidak akan pandang bulu dalam menjatuhkan sangsi. “Jika terbukti itu kunci jawaban yang bocor, jelas ada sanksi bagi pelakunya,� dia menjelaskan. (fat/naf/bus/abe)
Yang menjadi persoalan adalah, mengapa alat ukur untuk menguji ketercapaian muatan kurikulum itu tidak cukup memanusiakan manusia dan menghargai individu dengan segala kelebihan dan kekurangannya? Mengapa tidak pernah terpikir oleh pemerintah untuk mencoba mengujinasionalkan semua mata pelajaran yang ada di dalam muatan kurikulum? Ingat, tidak semua siswa dianugerahi kecerdasan pada mata pelajaran yang diujinasionalkan, mereka justru luar biasa pada mata pelajaran lain yang terkadang mengantarkan dan melambungkan nama negara ini pada kebanggaan yang extraordinary juga, mendapat tempat di mata dunia, dan ironisnya mereka tidak lulus. Tilik saja, dibidang olah raga atau bidang seni, siswa yang telah begitu cinta mati pada bidang ini karena mereka merasa memiliki kecerdasan bodily/ kinecthetic (cerdas tubuh) atau visual/spatial (cerdas gambar) akan menghabiskan separuh harinya di lapangan olah raga atau di sanggar seni untuk mengasah kemampuan mereka. Lelah sudahlah pasti, energi dan tenaga mereka sudah habis di lapangan dan sanggar seni. Jadi, guru tidak bisa terlalu banyak berharap mereka bersedia membuka buku IPA Terpadu atau IPS Terpadu apalagi buku matematika dan bahasa Inggris. Lantas, jika itu terjadi, dapat dipastikan siswa ini akan gagal dalam Ujian Nasional. Atau kita balik saja, andai Ujian Nasional itu justru meng-ujinasional-kan mata pelajaran seni budaya dan pendidikan olah raga dan kesehatan, penulis memperkirakan akan ada beribu-ribu siswa yang tidak lulus, padahal dua atau tiga atau bahkan seratus orang dari yang tidak lulus itu telah memenangkan olimpiade fisika, kimia, biologi, matematika, debat bahasa Inggris, olimpiade bahasa Inggris dan olimpiade bahasa Indonesia di tingkat kabupaten, propinsi, nasional bahkan tingkat dunia. Mereka gagal hanya karena siswa-siswa ini tidak pandai menggambar, tidak pandai menyanyikan not balok secara mandiri, tidak pandai memainkan satupun alat musik, tidak bisa menendang bola, tidak bisa mendribble bola basket atau bahkan hanya memegang raket badminton sekalipun mereka juga tidak bisa. Alangkah miris dan ironinya, jika itu sampai kita balik! =
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 21
fokus lensa
Sape Sonok Sebuah kontes layaknya fashion show yang digelar di atas catwalk.
22 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 23
fokus lensa
24 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
Sape Sono’
D
ari sekian banyak kesenian di Madura, salah satunya terdapat sape sono’. Sapi – sapi betina selain dijadikan pangorbi (induk), binatang itu juga dijadikan sebagai pajangan atau lotrengan. Sapi-sapi betina ini dihias bak penganten. Makanan dan minumannya pun berbeda dari sapi pada umumnya karena sapi jenis sape sono’ ini dibutuhkan indahnya. Karena makanan dan minumannya istimewa seperti susu dan telur ayam kampung, bulu sapi ini pun mengkilap. Pemeliharaan sapi sono’ juga memerlukan perawatan yang insentif, sebagaimana layaknya sapi kerapan. Sapi sono’ atau sapi pajangan ini merupakan sapi pilihan yang dipajang dan diberi aksesoris layaknya sapi kerapan. Hanya, pada sapi sono’ tidak dipakaikan kaleles, kecuali kedali yang ditempatkan di leher belakang sapi. Selain itu, sape sono’ diparadekan dengan iringan musik saronen disertai taria sape sono’. Seperti juga sape kerrap, sape sono’ disediakan even. Ada berbagai even di mana pasangan sape ini muncul. Pertama sape sono’ ditampilkan dalam acara hajatan baik yang bersifat pribadi maupun umum di desa, kecamatan, dan kabupaten. Kedua, sape sono’ dikonteskan baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan tingkat bakorwil merebut piala presiden. Acara ini digelar di Bakorwil IV Pamekasan setiap tahun setelah musim panen tembakau. Dua pasang sapi akan dilepas dari garis start menuju lintasan atau arena yang terdapat labhang saketheng (semacam gapura) yang diberi aneka benda supaya sapi ketakutan ketika melintasi gerbang. Benda–benda yang dipasang di setiap gapura yang akan dilewati sapi, antara lain : sermin besar , orang–orangan atau topeng dan semacamnya. Penilaian yang diberikan juri meliputi keanggunan sapi ketika berjalan dengan pasangannya dengan arah lurus kedepan. Keselarasan waktu berjalan, apakah seirama dengan musik pengiringnya, menyertainya menjadi unsur penilaian yang turut menentukan. Pelestarian sape sono’ marak di hampir semua kabupaten di Madura khususnysa Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Begitu antusiasnya warga terhadap kesenian ini, mereka bergabung dalam Paguyuban Sape Sono’ yang terkordinasi antara desa, kecamatan, dan kabupaten. Dilihat dari nilai investasi , sapi sono’ merupakan salah satu cara menjaga kualitas sapi serta meningkatkan nilai jual yang berarti pula dapat meningkatkan perekonomian petani. Sepasang sape sono’ yang sudah punya nama dan seringkali memenangkan lomba bisa dihargai mencapai Rp. 100 juta. (**)
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 25
PERCIK sa. Bahwa Zawawi pada akhirnya melukis dan sesekali membuat kaligrafi, Fathur menilai Zawawi melukis alam karena “jenuh” membuat puisi dengan kata. Lalu dipilihlah kanvas untuk membuat puisi dalam bentuk yang lain. “Bagi saya lukisan ini alami, indah atau tidaknya pasti setiap pengunjung punya apresiasi yang berbeda-beda,” katanya.
foto: abe/sm
Pameran Lukisan: Dua orang pengunjung sedang memperhatikan sebuah lukisan yang dipajang dalam pameran lukisan bertajuk back to nature di universitas wiraraja Sumenep beberapa waktu lalu.
PAMERAN LUKASAN BACK TO NATURE
Prosa Liris di Dalam Kanvas
S
epulang dari penerimaan Thailand beberapa waktu lalu, penyair D Zawawi Imron menggelar pameran tunggal di Universitas Wiraraja Sumenep. Sembilan belas lukisan dipamerkan di auditorium satu-satunya universitas di ujung timur Madura ini. Dari belasan lukisan Zawawi, hampir seluruhnya bercorak alam. Seniman yang lebih dikenal sebagai penyair ini menumpahkan gagasannya tentang alam yang mulai hilang dalam kosmologi politik. Bagi Zawawi, alam sekitar yang menjadi bagian dari hunian masyarakat dewasa ini tidak indah lagi. Ketidakindahan itu antara lain karena warga yang hidup di jaman modern lebih suka mengeksploitasi dibanding memeliharanya. Padahal, memeli26 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
hara alam termasuk bagian dari amalan shaliha, perbuatan baik. Diantara lukisan yang di pamerkan, Zawawi menampilkan sawah, gunung, hamparan ladang dan pepohonan. Sepintas, lukisan bercorak naturalisme ini mirip lukisan anak-anak. Tetapi, lukisan ini tak lebih dari puisi bergambar dimana selama ini penyair Celurit Emas ini selalu mendedahkan alam sekitarnya seperti semerbak mayang, gelombang, dan perahu nelayan. Salah satu kurator seni lukis bercorak naturalis-realisme asal Prenduan Fathurrohman, menilai lukisan Zawawi dari pespektif seni rupa masih belum berkarakter. Dia memaklumi Zawawi karena lebih mumpuni di bidang puisi dan pro-
Berbeda dengan pelukis abstrak asal Pamekasan Budi Hariyanto. Lulusan pasca sarjana pendidikan seni rupa Unesa ini menilai Zawawi baru belajar. Dia tidak menemukan karakteristik lukisan bercorak Zawawi yang khas. Menurut Budi, hampir setiap orang bisa melukis seperti yang digambarkan Zawawi. Bagi guru seni rupa di SMAN 1 Pademawu Pamekasan ini, seorang pelukis umumnya memiliki karakteristik tersendiri seperti Affandi maupun Basuki Abdullah. Tetapi cara melukis penyair asal Batangbatang itu hampir sama dengan bagaimana cara Mustofa Bisri menulis. “Kedua senior saya itu memulai kesenimanannya dari puisi lalu melukis. Ini berbeda bila sejak awal memang beraktivitas dalam lukismelukis,” urainya. Sementara budayawan-birokrat Kadarisman Sastrodiwirjo menilai Zawawi memiliki pribadi yang unik. Satu sisi dia sebagai budaywan, agamawan dan seniman. Yang paling menarik bagi pria yang akrab disapa Dadang itu karena meski telah menjadi seniman nasional, Zawawi memilih tinggal di kampung halamannya, Batang-batang Sumenep Madura. Sementara penyair nasional madura lainnya justru memilih menetap di luar Madura. Di luar itu, pria yang juga wakil Bupati Pamekasan ini menganggap karya Zawawi bertema Madura. “Seperti
Berguru pada Zawawi
B lukisan-lukisan ini, semua berbasis Madura,” katanya saat hadir dalam pembukaan pameran lukisan. Zawawi sendiri mengau hanya menyalurkan bakat. Dia menyadari dirinya lebih populer sebagai penyair. Tetapi ketika melukis, koleganya memberi apresiasi yang besar dan karenanya melukis menjadi pekerjaan “sampingan”. Banyak sudah koleksi lukisan yang dihasilkan baik karena permintaan pasar maupun sebagai koleksi pribadi yang sewaktu-waktu dipamerkan di Madura maupun di luar Madura. “Menulis puisi jalan, melukis tak pernah berhenti,” urainya. Untuk diketahui, sastrawan yang telah menginjak usia 69 tahun memenangkan banyak lomba. Terakhir, antologi puisinya yang berjudul “Kelenjar Laut” mendapat penghargaan dan mengharuskannya terbang ke Thailand. Buku itu juga yang mengantarkannya meraih penghargaan tahun 2010 dan juga tahun 2011 dari Pusat Pembinaan Bahasa Nasional. Puisi-puisi yang mendapat apresiasi luar biasa ini, berisi puisi bebas yang tetap menunjukkan kekhasan kampung halamannya, Madura. (abe)
anyak orang yang berguru kepada penyair Zawawi Imron, baik langsung maupun tidak langsung. Mereka yang berguru langsung karena Zawawi sebagai guru, setidaknya guru tamu di sejumlah sekolah. Sedangkan bagi yang tidak berguru secara tak langsung karena konsep dan cara hidup Zawawi begitu sederhana, sangat Madura, dan amat Indonesia. Pengamat seni dan anggota parlemen jalanan Heru Budhi Prayitno menganggap kesederhanaan saat ini menjadi barang langka. Saat sejumlah tokoh eksodus ke ibu kota untuk menjadi orang pusat, Zawawi memilih tinggal di rumahnya sendiri, berkarya, dan terinspirasi. Itu sebabnya puisi Zawawi dan lukisannya tidak lebih dari suara hati, alam, dan suara rakyat yang muncul sederhana, tentang apapun. Menjelang pemilihan pilkada di Madura, Heru menginginkan kesederhanaan yang digambarkan Zawawi hadir. Menurut pria yang akrab disapa Pak Kadis ini, pilkada sejatinya seperti lukisan. Bila lukisan itu indah, masyarakat akan datang untuk menyukseskan pameran lukisan. Sebaliknya apabila lukisan tidak sedap dipandang mata, warga pasti enggan mhadir di arena pameran. “Dalam karya Zawawi, banyak orang yang menilainya baik justru karena sederhana itu,” katanya. Di dalam politik, Heru memandang empat kabupaten memiliki karakteristik yang bebrbeda-beda. Sumenep dianggapnya memiliki budaya politik yang berbeda, sedikit santun. Begitu juga di Pamekasan politik menjadi milik bersama. Sampang dan Bangkalan mempunyai karakternya yang lain dan tidak sama. Diantara kesederhanaan politik di Madura, Heru menilai Pamekasan paling unik. Sebab, tokoh agama dan masyarakat sangat menentukan kemenangan pilkada. Budaya politik mendapat perhatian dari elit agama karena hanya di Pamekasan yang menggariskan Gerbang Salam (Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami). Sebagai seniman, budayawan dan agamawan, Zawawi kerap hadir di Pamekasan serta menjadi guru tamu di sejumlah sekolah seperti SMAN 1 maupun SMAN 3. Sebenarnya, damai lukisan Zawawi mewakili keinginannya untuk menyaksikan sesuatu yang damai termasuk dalam pilkada. Hanya, untuk mewujudkan kedamaian dalam pilkada terlebih dahulu harus ditempuh melalui kekerasan. Tidak dimenegarti juga, pilkada selalu menimbulkan kecurigaan dan mungkin juga sedikit kekurangan dan kecurangan pada saat yang sama. Bagaimana agar tidak curang, begitu Heru, siapapun harus kembali ke serat Babad Madura, lakona lakone, kennenganna kennengnge. “Jangan ada dusta diantara kita,” katanya mengadaptasi salah satu syair lagu pop. Dalam hal seni dan budaya, pria yang juga sekretaris Komisi Urusan Tembakau Pamekasan menilai seniman relatif lebih jujur. Sebab seniman yang hendak melukis matahari maka mataharilah yang dilukisnya. Sedangkan di politik, atmosfernya berbeda tergantung angin. Bila angin cenderung ke pendopo, maka semua bergerak ke pendopo dan begitu pula sebaliknya. “Begitulah, seperti kata orang, pemilihan bupati ya milih bupati masa milih yang lain,” katanya lalu tersenyum. (naf/abe)
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 27
RESENSI
Judul Buku: Tembakau Madura: Tantangan dan Prospek | Penulis: KH Kholilurrahman | Editor: Yoyok R. Efendi dkk | Penerbit: Kencana Jaya Promosindo | Tebal: 182 halaman | Cetakan: Pertama, 2010 | Peresensi : Nina Anina, guru di SMAN 1 Gresik, kuliah di Magister Psikologi Untag Surabaya.
Melawan Arus Balik Tembakau
P
ada saat bedah buku Tembakau Madura : Tantangan dan Prospek di Hotel Bumi Surabaya tahun lalu, penulis buku yang tak lain Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman dinilai sebagai “pemberontak�. Orang pertama di Pemkab Pamekasan itu dinilai melawan arus. Sebab pada satu sisi, terdapat regulasi tembakau dan larangan merokok. Sedangkan di sisi lainnya, Kholilurrahman tetap berkampanye untuk melestarikan tanaman tembakau kepada masyarakatnya, di Pamekasan. Profesor Kabul Santoso dari Universitas Jember menilai Kholilurrahman seabgai orang hebat. Pasalnya, saat regulasi dan kampanye anti rokok membahana di seluruh dunia, Kholilurrahman tetap
28 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
bertahan pada tanaman tembakau yang menjadi komoditi andalan di Pamekasan. Itu sebabnya, Kholil tetap merokok dan menginginkan tembakau memiliki masa depan yang lebih baik dan menguntungkan petani. Seperti jamak diketahui, niaga tembakau tergolong unik. Pertama, pemilik barang (petani) tidak dapat menentukan harga pada barang yang dimilikinya. Sebab, yang menentukan harga barang adalah pembeli. Kedua, petani juga tidak memiliki hak untuk menimbang tembakau yang dimilikinya sebab berat timbangan tembakau juga ditentukan oleh pembeli pula. Ketiga, pemilik barang tidak berhak menentukan kualitas tembakau karena kualitas tembakau petani juga ditentukan oleh pembeli. Keempat, bermutu tidaknya tembakau ditentu-
Panen: Seorang petani tembakau sedang memanen hasil kerjanya selama tiga bulan.
kan pula oleh pembeli dengan menggunakan alat (ukur) hidung pembeli. Karena itu, bila hidung menyatakan tembakau yang diendusnya baik, ya itulah hasil akhirnya. Karena kualitas tembakau ditentukan dengan model begitu, baik tidaknya tembakau kemudian tergantung pemilik hidung. Bisa jadi, saat hidung pembeli sudah lelah mencium aroma tembakau, tidak menutup kemungkinan tembakau yang baik pun menjadi tidak baik dan begitu juga sebaliknya. Sebab, berkualitas-tidaknya tembakau bukan ditentukan oleh tester (alat khusus seperti pada gula, garam dan beras) melainkan dieksekusi oleh daya endus. Di sini tidak ada kepastian, apakah lubang hidung yang besar bisa lebih baik dalam menentukan tembakau atau lubang hidung sempit yang justru lebih berkualitas dalam menakar kualitas tembakau. Subyektivitas alat ukur ini menyebabkan Kabupaten Pamekasan melakukan proteksi untuk menopang petani tembakau. Pertama, pemerintah membuat perda tata
niaga tembakau. Isinya, petani diminta menjaga keaslian tembakau Madura (Pamekasan) agar tidak dicampur dengan tembakau Jawa (apalagi semen). Kedua, pembeli tidak boleh mengambil poster (contoh) tembakau yang hendak dibeli melebihi 1 kg. Sebelumnyam kuat dugaan pembeli mengambil poster lebih dari 1 kg/bal. Padahal, dalam bal tembakau rajangan berisi kurang lebih 40 kg. Kedua, pemerintah membentuk APTP (Asosiasi Petani Tembakau Pamekasan). Ini diasumsikan ebrguna untuk menjadi mediator agar pembeli tidak membeli tembakau ke pengepul tetapi melalui petani yang dimediasi APTP. Ketiga pemerintah membidani lahirnya KUTP (Komisi Urusan Tembakau Pamekasan). Ini juga diasumsikan sebagai upaya memperbaiki niaga tembakau yang ruwet. Keempat, pemerintah juga mencoba menjadikan tanaman tembakau tidak hanya sebagai bahan baku untuk rokok. Tetapi, tembakau dipola untuk bahan baku minyak atsiri. Namun demikian, empat usaha itu tidak berjalan mulus karena kuasa
kapitalisme tembakau terlalu kuat. Di luar itu, tantangan tembakau juga menyangkut kebijakan internasional tentang larangan merokok. Larangan merokok yang dilokalisir oleh pemerintah, MUI dan Muhammadiyah memberi fatwa “haram� merokok. Tetapi inilah perjuangan Kholil, penulis buku ini bahwa tembakau harus dibela dan hak-hak petani layak diperjuangkan dalam mendapatkan kehidupan yang layak. Buku ini juga berisi narasi panjang soal tembakau yang sesungguhnya tidak hanya untuk rokok tetapi untuk bahan baku lain di luar tembakau. Penulisnya, Kholilurrahman, tidak ingin tembakau mati karena kapitalisme yang begitu kuat menancap di kaki niaga tembakau. Dia tidak peduli regulasi internasional, nasional, dan fatwa haram tentang rokok. Bahkan saat MUI mengeluarkan fatwa haram soal rokok, Kholilurrahman yang pada saat itu menjadi Ketua MUI Pamekasan, justru tidak tunduk kepada MUI Pusat dan tetap merokok bahkan sampai hari ini. (**) SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 29
OLAHRAGA
foto: abe/sm
Bal Budih: Seorang atlet Bal Budih sedang melepaskan tembakan ke arah lawan yang sedang menjaga lapangannya agar bola bisa ditangkap atau ditepis. Permainan menggunakan bola tennis ini banyak digelar di kecamatan Lenteng, Bluto Guluk-Guluk dan Ganding.
akhir ini dijaga pihak lawan.
BAL BUDIH
Dari Desa Hendak ke Kota
O
lahraga bal budih meski muncul di desa tetapi gemuruhnya tetap dekat dengan masyarakat pendukungnya. Di desa Poreh Kecamatan Lenteng Sumenep beberapa waktu lalu, ribuan masyarakat tetap membanjiri arena bal budih yang dihelat masyarakat dan didukung Pemkab Sumenep dan anggota DPR RI MH Said Abdullah.
30 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
Permainan tradisional ini agak unik. Ini bukan saja karena setiap tim beranggotakan 9 orang. Tetapi, keunikan ini lantaran penyepak bola (menggunakan tangan) justru membelakangi lawan. Ini sesuai dengan namanya, bal budih (belakang). Seorang pemain akan mendapatkan poin apabila bola yang disepak berhasil masuk kotak. Kotak yang menjadi tujuan penyepakan
Keunikan lainnya, penyepak bola (kasti/tenis) itu bertumpu di atas dulang berukuran kecil atau serupa tapak kaki setinggi 20 cm. Bila penyepak bola berhasil memasukkan bola tetapi pemain terjatuh dari dulang itu, sama artinya bola tidak masuk. Sebab, keduanya terntegrasi ke dalam satu poin. Apabila seseorang berhasil memasukkan bola dengan sistem integrasi tadi, maka pemain mengubah penyepakan. Pemain tidak lagi menyepak bola dengan membelakangi lawan, melainkan berhadap-hadapan dengan pihak lawan. Apabila bola masuk sampai lima kali, pemain kembali mengubah
penyepakan bola. Dari semula menyepak dengan tangan membelakangi lawan, lalu menyepak dengan tangan berhadapan, dan kemudian menyepak bola dengan kaki. Pada saat penyepakan bola dengan kaki hingga lima kali berturut-turut inilah yang menjadi tanda bahwa tim ini unggul dari yang lain. Di sela-sela lomba, pembina “Bupati Cup” bal budih yang berlangsung di Poreh, Farki Praseno, menginginkan bal budih ini tidak hanya ada di desa-desa di kecamatan Lenteng dan sekitarnya. Tetapi, diinginkan bal budih ada di berbagai desa di kabupaten Sumenep bahkan Jatim atau nasional. “Kami ingin, bal budih ini bisa terus berkembang sampai di medan yang lebih luas lagi,” katanya. Anggota DPR RI MH Said Abdullah juga hadir saat pembukaan bal budih “Bupati Cup” ini. Menurut Said, bal budih tergolong unik meski agak berbeda dengan olahraga tradisional lainnya, kasti. Said menilai ada persamaan antara bal budih dengan kasti karena samasama menggunakan bola tenis dan sama-sama menyepak. Tetapi perbedaannya, kasti pemainnya usai menyepak langsung berlari. Selain itu, pada kasti pemain yang berada di dalam lapangan bisa melempar pemain. “Ini olahraga tradisional, harus kita jaga kelestariannya,” Said menjelaskan. (abe)
foto: abe/sm
Slodor Perempuan: Sejumlah perempuan di Pamekasan sedang bermain permainan tradisional slodor. Mereka tampak antusias meski permainan ini sangat sederhana.
Emansipasi Slodor
B
egitu banyaknya olahraga lokal Madura, generasi muda saat ini nyaris tak mengenali. Selain lir- saalir dan jijcak, olahraga slodor nyaris punah keberadaannya. Permainan ini di era puluhan tahun silam dimainkan generasi lampau di jalan raya. Mengapa di jalan raya, karena dulu kendaraan masih jarang khususnya di malam hari. Permainan slodor ini biasanya diikuti 5 orang per klub. Mereka bermain di lapangan yang sudah diberi garis. Setiap garis terdiri dari satu kotak yang memanjang sampai lima kotak. Tim yang berada di luar lapangan, harus masuk ke lima kotak pertama sampai terakhir. Setiap kotak garis dijaga satu orang pemain. Bila pemain yang hendak masuk ke kotak tersebut terkena sentuhan lawan, maka perjalanan ke kotak berikutnya batal. Sebaliknya, pemain yang lolos di kotak pertama dapat melanjutkan ke kotak kedua, ketiga hingga kotak terakhir. Saat pemain berada di kotak terakhir, ini belum berarti selamat. Sebab, pulang dari kotak kelima seorang pemain harus melalui kotak-kotak sebelumnya atau yang disebut dengan PP (pulang pergi). Di peringatan Hari Kartini 21 April lalu, sejumlah guru perempuan memainkan slodor di halaman sekolah masing-masing. Ini sebagai bentuk kepedulian para guru perempuan terhadap olahraga tradisional. Tidak itu saja, kaum perempuan ingin menunjukkan emansipasinya dan menegaskan bahwa slodur atau permainan olahraga lainnya tidak hanya milik kaum laki-laki. “Tak ada jenis kelamin untuk sebuah permainan,” kata Rizkiyadani.
foto: abe/sm
Pengalaman Pertama: Said Abdullah saat mencoba permainan Bal Budih di Desa Poreh Kecamatan Lenteng Sumenep
Namun demikian, ada yang berbeda dalam permainan slodor dengan pemain laki-laki dan perempuan. Meski sistem dan jumlah pemainnya sama, namun teriakan antar pemain dan penonton lebih ramai jika yang bermain dalam olahraga slodor dari latar perempuan. (abe) SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 31
KRIMINAL
MENTERENG : Salah satu kantor Bank Jatim yang berkedudukan di Surabaya, Jawa Timur
KEBOBOLAN MILYARAN RUPIAH
Bocor, Bank Jatim Jadi “Yatim�? A
pa kabar Bank Jatim? Belakangan ini bank yang hanya ada di Jawa Timur ini diterpa udara tak sedap. Ada dugaan kebocoran pipa Bank Jatim yang aromanya menjalar ke sejumlah kabupaten di Jatim. Di Sumenep misalnya, tim audit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) memeriksa dua cabangnya di Sumenep dan Bank Jatim HR Mu32 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
hammad Surabaya. Dua cabang ini ditengarai ada skandal pembobolan dan kredit macet hingga puluhan miliar rupiah. Bahkan, ditengara tiga kantor cabang lainnya juga bermasalah (Bangkalan, Mojokerto dan Gresik). Corporate Secretary Bank Jatim Zulkifli A Gani mengatakan, untuk kasus di cabang Bangkalan, Mojokerto dan Gresik yang terjadi pada Maret 2012 lalu, kasusnya sudah selesai. Karena itu, pihaknya fokus memeriksa Cabang
foto: istimewa
Sumenep dan HR Muhammad Surabaya saja. Bau tak sedap di Bank Jatim ini mulai terdengar menjelang pelaksanaan IPO. Saat itu, terungkap sejumlah kasus yang membelit bank ini. Setelah kasus pembobolan kasda Kabupaten Mojokerto Rp 40 miliar, kasus kedua terjadi di Bank Jatim Cabang Sumenep, Madura. Ironisnya Cabang Sumenep sudah 2 kali kebobolan dengan modus yang sama. Ada yang menduga terjadinya pembobolan ini menunjukkan manajemen pengawasan lemah mulai dari kantor pusat hinngga beberapa cabang. Tidak kuatnya pengawasan ini, Bank Jatim dinilai layak bila go publik. Seperti pernah diberitakan, pembobolan dana Maret 2012
merukapan episode kedua di Bank Jatim Sumenep. Modusnya hampir sama dengan yang pernah terjadi di tahun 2008. Yakni, sejumlah guru namanya dicatut oknum yang diduga “orang dalam” pejabat Bank Jatim. Padahal, sejumlah guru itu tidak pernah mengajukan kredit multiguna. Para guru pun gelisah ketika mendapat tagihan multiguna (Januari 2012). Pada kasus bobolnya Bank Jatim Sumenep tahun 2008, pimpinannya aman karena ditarik ke kantor pusat tanpa proses (pidana). Dalam kasus terbaru yang melanda sejumlah cabang bank Jatim, Polda Jatim dikabarkan mulai membidik dugaan pembobolan uang rakyat yang dikelola lima cabang Bank Jatim, sebesar Rp 50 miliar. Kasubdit Penmas Polda Jatim, AKBP Suhartoyo menyatakan, informasi terkait kasus bank ini sudah disampaikan ke masing-masing fungsi yang ada di Polda Jatim. Ini sebagai bentuk keseriusan Polri untuk melacak lebih jauh terkait kasus di bank Jatim. Apalagi, kasusnya berulang-ulang baik di satu cabang maupun di cabang lainnya hingga mencapai Rp 50 miliar. Selain itu, berulangkalinya peristiwa pembobolan ini, ditengarai melibatkan “orang dalam”. Berdasar informasi yang dihimpun, bobolnya Bank Jatim diduga terjadi Cabang HR. Muhammad berupa kredit usaha rakyat (KUR) fiktif senilai Rp 25 miliar, kredit kepres pengadaan (Rp 7,5 miliar), Cabang Perak (Rp 9,7 miliar), macet Rp 2,4 miliar di Bank Jatim Cabang Sumenep pada Maret 2012. Selain itu, diduga terjadi pembobolan kredit multiguna kepada guru dan PNS. Hasil audit sementara ditemukan sekitar Rp 12 miliar yang fiktif dan Bank Jatim
Cabang Gresik akibat keteledoran karyawan ada selisih kas Rp 850 juta. Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FKB) DPRD Jatim dapil Madura Badrut Tamam menggulirkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Bank Jatim. Ini sebagai bukti keseriusan jajarannya di DPRD Jatim. Selain itu, dia mengaku siap menggalang tanda tangan anggota dewan sebagai dukungan pembantukan pansus. Menurut mantan aktivis mahasiswa ini, pansus fokus pada pengusutan dugaan jebolnya keuangan Bank Jatim. Jika disetujui, pansus diinginkan segera terealisasi dengan cepat.
Mantan koordinator cabang PMII Jatim ini meyakini, bocornya keuangan lantaran korupsi berjamaah yang melibatkan “orang dalam dan luar” Bank Jatim. Selain itu, yang perlu diselidiki korupsi berjamaah ini bisa jadi karena telah terjadi dugaan kesalahan prosedur pencairan dari semua untuk rakyat tetapi dialihkan ke pengusaha berat. Dugaan kesalahan prosedur lainnya, pemberian kredit diberikan kepada sejumlah pengusaha besar dengan cara memanipulasi nilai agunan. Melalui Pansus tersebut, evaluasi akan dilakukan pada seluruh direksi Bank Jatim. “Evaluasi ini didasarkan pada kekhawatiran adanya penyalahgunaan jabatan yang dilakukan jajaran direksi,” tegasnya. (tim) SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 33
GENERASI BANGSA
NIDA
Hidup Tenang Dengan Kebaikan
B
anyak orang ingin hidup enak dan mewah. Bahkan terkadang sebagian orang mau melakukan apa saja tanpa mau tahu apakah yang dilakukan untuk mendapatkan kemewahan tersebut baik atau tidak. Namun tidak demikian dengan Nida. Cewe yang sekarang sedang menempuh kuliah di salah satu perguruan tinggi di Sumenep beranggapan bahwa kemewahan hanyalah alat untuk memperolah kebahagiaan. Dan kemewahan yang diperoleh dengan cara tidak baik diyakininya tidak akan membawa kebahagiaan.
“Buat apa mewah, banyak uang, punya kendaraan bagus dan baju mahal tapi hidup tidak tenang dan tidak nyaman” Ujar dara yang suka menari ini. Baginya hidup tenang dan nyaman tidak bisa diperoleh dari sesuatu yang didapatkan dari menyakiti atau mengambil hak orang lain. Misalnya korupsi, menipu atau mencuri. Nida beranggapan bahwa kemewahan kenyamanan dalam hidup ini harus diperoleh dari usaha dan peras keringat. “Siapa sih yang tidak ingin hidup enak? Namun jika enak tersebut lahir dengan tiba-tiba tanpa ada usaha dan jerih payah sebelumnya, maka enak hanya akan membuat kita manja dan tidak pandai bersyukur” Ucapnya dengan serius. Untuk menegaskan apa yang diyakininya itu Nida mencontohkan banyak kasus koruptor yang sering muncul di koran-koran dan televisi. Sejak dari Gayus Tambunan hingga Nazaruddin. Menuru Nida orang-orang yang ia sebut adalah orang super kaya dengan harta melimpah. Namun karena hartanya diperolah dengan cara mengambil hak orang lain, maka kemewahan yang dipunya bukan membawa bahagia. Namun justeru menimbulkan malapetaka bagi dirinya sendiri. “Bagi saya yang percaya pada Tuhan, saya meyakini bahwa Tuhan tahu segalal. Termasuk kemampuan setiap orang dalam mengemban amanah berupa harta” tukas Nida. Menurutnya harta tak perlu dicari dengan membabi buta. Cukup siapkan diri menjada sosok yang sekiranya mampu mengemban amanah, maka ia pasti datang dengan sendirinya. (obeth) 34 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
Sukses Lahir dari Kerja Keras
K
adang kita menginginkan hal yang sangat besar, namun kita tidak memulainya dari hal-hal yang kecil. Sebut saja kita menginginkan sebuah jabatan sebagai direktur perusahaan yang bertanggungjawab terhadap maju dan tidaknya perushaan tersebut. Namun ternyata kita tidak memulainya dari hal-hal yang kecil. Pria penghobi design artistik ini mencontohkan kebiasaan kita tidak bertanggunjawab terhadap tempat tidur kita sendiri. Saat bangun langsung
ngeloyor dan pembantu yang harus merapikannya. “Bagaimana mungkin ada orang yang mau mempercayakan perusahaan pada kita, jika pada tempat tidur saja kita tidak bisa bertanggung jawab?” tegas David. Baginya, tidak ada hal besar yang akan tiba-tiba datang tanpa dibangun dari hal-hal kecil. Sebab sudah menjadi hukum alam; hal yang besar membutuhkan pengelola yang hebat dan cerdas untuk membuatnya berjalan dan berkembang dengan baik. “Sebuah perusahaan tidak mungkin diserahkan kepada tukang becak, sebab perusahaan pasti hancur. Tukang becak tidak mungkin pandai menganalisa pasar, memanage karyawan dan mengatur ritme produksi” seloroh pria penggemar dream theter ini. Perjuangan yang gigih dan usaha yang keras adalah kunci dari semua keberhasilan. “ Keberhasilan yang diperoleh tanpa perjuangan yang keras atau usaha yang gigih biasanya bersifat sesaat dan temporer” Pungkas David. (obeth)
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 35
SOSIALITA
foto: istimewa
Ternyata Malu Juga: Sejumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) memalingkan muka saat sejumlah wartawan berusaha mengambil gambar mereka.
RENCANA RELOKASI DOLLY KE MADURA
Jangan Ada DOLLY di Antara Kita B ermula dari kementrian sosial yang hendak menutup lokalisasi di Gang Doli Surabaya dan isunya akan direlokasi ke Sumenep Madura. Beberapa pulau kecil, konon sudah dipersiapkan sebagai tempat baru bagi para PSK yang hendak meneruskan profesinya sebagai pekerja seks komersial. Rencana relokasi ini sudah lama sekali bergulir dan belum lama ini kembali meng-
36 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
hangat, bersamaan dengan pernyataan Dirjen Rehabilitasi Sosial di Kementrian Sosial soal relokasi Gang Doli. Sebelum ramai dibicarakan kembali, anggota komisi C DPRD Jatim Badrut Tamam langsung pasang badan. Anggota DPRD Jatim dari dapil XI Madura itu akan menghadang sekuat tenaga agar relokasi
Gang Doli tidak untuk Madura, apapun alasannya. Badrut Tamam, warga asal Pamekasan tegas menolak rencana Kementerian Sosial yang akan memusatkan lokalisasi PSK Jawa Timur di sebuah pulau di Madura.�Bila hal tersebut dipaksakan, maka saya juga terpaksa mundur dari kursi parlemen ini,� urainya. Alasan penolakan Badrut Tamam itu dengan pertimbangan warga Madura yang sangat kuat menjalankan Syariat Islam. Sebagai etnis yang masih memegang kuat ajaran Islam, tak sepatutnya pemerintah merekolasi pelacuran ke Madura. Jika rencana relokasi pelacuran ke Madura itu dilaksanakan, dia menganggap pemerintah menabrak kehidupan religi warga lokal. “Jangankan lokalisasi, karaoke pun di Pamekasan dilarang. Orang pertama di (pemerintah) Sumenep A Busyro Karim menilai kementrian sosial hanya berandai-andai. Busyro yakin tidak satu pun war-
ga Sumenep yang setuju dengan relokasi Gang Doli ke Sumenep meski ke pulau sekali pun. Banyak hal yang yang bisa menjadi alasan ketidakmauan warga atas relokasi tersebut. Pertama, masyarakat Sumenep dikenal religius sedangkan prilaku PSK di Gang Doli tidak mencerminkan sebagai pekerjaan yang dianjurkan agama. Kedua, masyarakat penghuni Gang Doli merupakan sekumpulan orang-orang yang bermasalah. Ketiga, masyarakat Sumenep tidak memerlukannya. “Sekali menolak ya tetap menolak relokasi (Gang Doli ke Sumenep),” katanya. Dia menganalisa rencana tersebut sebagai schok teraphy karena relokasi ke pulau pasti tidak bisa dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Karena itu, dia minta kepada pemrov jika harus merelokasi ke Sumenep bukan soal PSK di Gang Doli. Tetapi relokasi yang lain, yang lebih bermanfaat, memberdayakan, dan tidak bertentangan dengan norma apapun. Busyro yakin tidak hanya Sumenep yang menolak relokasi tetapi masyarakat Madura pasti keberatan. “Sudahlah, jangan pernah ada Doli diantara kita,” paparnya. Gang Doli memang menjanjikan dari sisi bisnis. Sebenarnya, sebagian besar masyarakat di sekitarnya menolak relokasi. Itu lantaran Gang Doli ini merupakan sentra bisnis dengan omzet mencapai jutaan per malam. Sekedar menyebut contoh, tarif PSK di Doli mencapai Rp 75 ribu – RP. 150 ribu untuk short time. Itu belum termasuk wisma yang menjadi hunian PSK. Setiap wisma dan PSK memiliki aliran dana tersendiri. Jika ditotal, setiap bulan bisa mencapai Rp. 5,miliar perputaran uang di Gang Doli dihitung dari aset PSK, wisma, minuman keras, rokok, tempat parkir, dan kebutuhan jasa lainnya di sekitar Doli. (tim)
GERTAK SANG DEWAN ADAT
B
eberapa waktu lalu, Dewan Adat Madura (DAM) bertandang ke gedung Grahadi Surabaya. Kantor yang menjadi tempat kerja Gubernur Soekarwo ini agak sedikit gaduh karena tamunya berbeda dari yang biasa berseliweran di sana. DAM anti kemapanan dan berjuang sesuai hukum adat. Kehadiran DAM hanya untuk mengancam akan memisahkan diri dari Provinsi Jawa Timur. Itu apabila Gubernur Jatim, menyetujui finalisasi rencana induk percepatan wilayah Suramadu. Bahkan, DAM mengancam akan menggalang kekuatan untuk menjadikan Madura sebagai provinsi sendiri, Provinsi Madura. Dalam pandangan DAM, percepatan pembangunan wilayah Madura oleh Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) dinilai tidak mengakomodasi kepentingan masyarakat Madura. Sebab di dalam keputusan presiden, warga Madura tidak dilibatkan. Bahkan kepala daerah pun di empat kabupaten di Madura luput dari perhatian. Oleh sebab yang lebih berperan sesuai keputusan presiden pemprov dan pemerintah pusat, DAM tidak terima dan meminta Gubernur Jatim menjembatani kepentingan daerah dan pusat. “Atau, biarkan Madura jadi provinsi,” desak sekretaris DAM, Jazuli di Gedung Negara Grahadi. DAM merasa tidak gentar untuk terus berjuang dengan mengadukan terpinggirkannya maupun tidak dilibatkannya masyarakat lokal sampai ke pusat. DAM terus berjuang di masing-masing daerah dan sedikit berhasil. Sebab, empat komisi A di kabupaten di Madura merespon dengan pendirian kaukus komisi A DPRD se Madura. Salah satunya, kaukus ini berjuang ke Mahkamah Agung agar Kepres tentang Suramadu dibatalkan. “Kami sudah mengajukan yudicial review ke Mahkamah Agung, tinggal menunggu sidang,” kata ketua kaukus komisi A se Madura, M Suli Saris. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo sempat menanggapi keinginan DAM. Mantan Sekdaprov itu menjelaskan, desakan pembubaran BPWS kurang relevan. Sebab, hal itu menurut Pak De Karwo tidak melanggar perundang-undangan mana pun. Soekarwo menilai BPWS sudah telah berusaha menyerap aspirasi dan nilai-nilai kultural masyarakat Madura. Jika BPWS dibubarkan, belum tentu pengembangan wilayah Suramadu sepenuhya diserahkan ke provinsi. “Saya pikir itu (pembubaran BPWS) tidak bisa. Karena, apapun yang terjadi menyangkut Suramadu terlebih dahulu sharing dan konsultasi kepada pemerintah pusat dan ,” tegas Soekarwo. (abe)
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 37
SOSIALITA
Corat-Coret: Sejumlah siswi SMA saling mencoret-coret baju seragamnya setelah pengumuman kelulusan mereka. Inikah cermin kegalauan para pemuda kita dalam menatap masa depannya? Tidak adakah cara lain mensyukuri kelulusan yang lebih elegan daripada corat-coret baju?
GENERASAI MUDA INDONESIA
Pemudaku Galau Republikku Kacau Ada perbedaan yang cukup menghawatikan antara pemuda dulu dengan pemuda saat ini. Pemuda dulu mati muda memeluk senjata, pemuda kini mati muda di pelukan janda. Pemuda dulu semangat 45, pemuda kini semangat 69. Pemuda dulu gagah berani, pemuda kini berani menggagahi. Pemuda dulu, bilang cinta 1 tanah air, tanah air Indonesia, pemuda kini bilang Bilang cinta 1 malam, oh indahnya. 38 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
R
atusan pemuda, dari berbagai kabupaten di Madura berkumpul. Mereka mengikuti dialog regional di Ponpes Raudlah Najiyah Lengkong Bragung Gulukguluk Sumenep, bertepatan dengan Hari Kartini, 21 April 2012. Apa yang mereka diskusikan, ternyata soal bangsa. Kaum muda sepakat menolak tunduk, menuntut tanggung jawab. Meski tidak disuratkan dengan jelas, tetapi mereka mengadaptasi penyair Widji Tukhul lewat sebaris puisinya yang terkenal, hanya ada satu kata : lawan! Nara sumber yang hadir dalam dialog yang digelar FKJ (Forum Kepemudaan Jakarta), Noer Faisal tak henti-hentinya melakukan agitasi dan propaganda yang nyaris berhalu-
an kiri. Kepada pemuda dia meminta jangan hanya diam. Bagi ketua KNPI Pamekasan tersebut, pemuda jangan galau. Sebab kegalauan pemuda saat ini dapat menyebabkan kekacauan bangsa yang akan datang. Dalam seminar regional ini, Faisal yang juga ketua PA-GMNI ini lebih banyak tampil sebagai korlap aksi maupun unjuk rasa untuk memberi semangat kaum muda. Disebutkan, pemuda terlena dan seakan-akan lupa pada perjalanan bangsa di mana jutaan rakyatnya lupa pada empat pilar demokrasi (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI). Akibatnya, pemuda menjadi hedonis dan kapitalistik. Kapitalisasi kemudian melahirkan amnesia di mana bangsa masa depan di bawah bayang-bayang kehancuran karena pemudanya tidur. “Bila tidak mendengkur paling tidak jadi koruptor, Nazar (udin) salah satu contoh pemuda yang tidak layak ditiru,” terangnya bersemangat. Tampi di sesi berikutnya, mantan anggota DPR RI Ilyasi Siraj mengutuk pemuda yang lebay, minat dilayani. Mantan ketua PCNU ini menduga pemuda yang lebay sebagai tanda tidak adanya kreativitas di dalam dirinya. Akibatnya, pemuda lebay selalu minat dilayani. Padahal, bila seharusnya pemuda bertindak siapapun akan menempatkannya sebagai sosok yang diperhitungkan jaman. Ilyasi yang juga mantan aktivis mahasiswa di Jombang era 1990-an itu memprovokasi pemuda agar elakukan budaya tanding untuk perbaikan bangsa. “Jangan minta dilayani, tunjukkan bila pemuda berperan dan karenanya dicari banyak orang,” sergahnya. Berbeda dengan ketua Ansor Sumenep Mohammad Wasit yang tampil soft. Pria ini mendesak pemuda jangan hanya bergerak dengan menggunakan otot. Tetapi hal penting lainnya, otak, juga dipakai dalam bertindak. Tetapi saat ini, pemuda
terlihat sangat jelas sedang galau dan lebay. Galau karena menempatkan jati dirinya saja tidak bisa dan kurang memiliki kompetensi. Pada saat situasi remaja seperti itu, mudah disulut sekelompok orang untuk suatu kepentingannya. Lalu, kehadiran pemuda galau-lebay ini menjadi maju tak gentar membela yang bayar. “Tak dapat dibayangkan betapa hancurnya bangsa masa depan bila remaja dan pemuda saat ini tak jelas siapa, mau ke mana, sudah sampai di mana, mau apa, dan seterusnya,” Wasit menjelaskan. Sementara wartawan senior Madura Abrari Alzael, pemuda saat ini terperangkap untuk kepentingan sesaat. Posisi pemuda seperti pohon yang medah diterpa angin.
Begitu juga katak yang ditangkap orang dan dimasukkan ke dalam kuali. Katak dalam kuali merasa aman dan penangkapan atas dirinya sama sekali tidak berbahaya. Tetapi saat penangkap katak tersebut menyalakan kompor, katak dalam kuali mulai menyadari bahwa keyakinannya salah karena sesungguhnya dirinya tertangkap, terperangkap, dan tamat. “Kirakira begitulah gambaran pemuda saat ini,” katanya. Dialog yang mirip pelatihan bagi aktivis pro demokrasi ini begitu hidup dan banyak peserta yang kecewa karena waktunya terbatas. Salah seorang pemuda yang ikut dalam acara ini, Achmad Suhaimi, mengakui pemuda tertidur
Dialog Pemuda: Dari kiri, Ahmad Masuni (kadisdidk Sumenep), Ilyasi Siradj (mantan dewan pendidikan Sumenep, Abrari (wartawan senior madura), Nur Faishal (Ketua KNPI Pamekasan)
Saat angin muson bertiup, pemuda begitu mudah hidup mengikuti udara. Kondisi pemuda yang seperti ini menurut psikolog ini seperti teori katak rebus. Pemuda terlena dan larut pada kehidupannya yang tidak jelas dan pemuda merasa aman-aman saja. Padahal, kehidupannya yang tidak jelas ini justru akan mengancam eksistensinya di masa yang akan datang.
dalam waktu yang amat panjang. Tetapi saat negara dibedah dan sejumlah pemimpin negara menguras kekayaan negeri demi kepentingan pribadi, pemuda terkesiap dan seolah-seolah ingin melawan tirani dan otorianisme. “Tetapi niat saja belum cukup karena hidup adalah perbuatan, saatnya pemuda turun jalan (berkarya),” jelasnya. (sai) SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 39
KRIMINAL
VIDEO PORNO DI MADURA
Parade Mesum di Serambi Madinah
B
ila Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah, Madura populer dengan sebutan Serambi Madinah. Label ini diberikan lantaran masyarakatnya yang memiliki religiusitas yang tinggi khusunya dalam menjalankan syariat agama. Tidak berarti, tak ada yang mesum baik di Aceh maupun di Madura. Beberapa waktu yang lalu, beredar video porno atau video mesum. Kuat dugaan pelaku video mesum yang beredar di Bangkalan tak lain oknum PNS. Ini dimaklumi karena PNS juga manusia yang bisa melakukan apa saja termasuk memperagakan sesuatu yang tidak pantas pula, seperti video mesum dengan setting lokasi obyek wisata Lampu Mercusuar, Desa Ujung Piring, Kecamatan Socah. 40 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
Hasil pengamatan dari video berdurasi sekitar empat menit tersebut, pelaku dengan jenis kelamin perempuan berseragam batik warna merah, lengkap dengan tanda nama. Ia terlihat beradegan mesra dengan salah seorang laki-laki yang bertubuh gempal, dengan memakai baju kotak-kotak kombinasi hitam dan abu-abu. Adegan yang diperagakan, perempuan dengan rambut sebahu tersebut melakukan aksi oral seks. Sedangkan pasangannya duduk santai, di atas motor matik berwarna pink. Selepas melampiaskan hasrat seks, kedua pasangan tersebut masih sempat bercakap mesra seakanakan tidak terjadi apa-apa. Diduga kuat, adegan mesum tersebut diabadikan seseorang, tepatnya dari
lubang yang ada di sekitar obyek wisata Lampu Mercusuar. Itu terlihat dari gambar yang ditampilkan, terdapat lubang yang berkarat dengan latar bangunan kuno. Di Sampang adegan sejenis terjadi. Muda-mudi yang kerap memadu kasih di taman depan Pemkab Sampang. Beberapa pasangan yang pacaran tidak segan-segan bercumbu. Jauh sebelum itu, digegerkan beredarnya video mesum. Seorang seorang mahasiswa berusia 24 thn, asal Desa Apaan, Kecamatan Pangarengan kedapatan memiliki setumpuk video mesum hasil rekamannya sendiri yang diambil saat dia memesumi para “anak baru gede� (ABG) yang dia pacari. Bahkan, aparat juga menemukan celana dalam berbercak merah yang di-
duga darah perawan yang disetubuhi. Lelaki itu menyimpannya, sebagai sejarah, darah! Sedangkan di Pamekasan, pernah digemparkan dengan beredarnya video mesum yang diduga dilakukan siswi SMK. Video yang dibuat dengan kamera ponsel itu memperlihatkan pelaku masih mengenakan seragam sekolah. Video mesum itu ditengara dibuat saat dia sudah dikeluarkan dari sekolah. Itu hanya salah satu contoh di tengah video emsum yang lain terutama yang pernah gempar, Pakong bergetar. Sementara di Sumenep, video mesum juga marak. Ada dua video mesum yang sempat menggemparkan, “Keraton Bergoyang” dan “Kontrakan Bergetar”. Dalam rekaman tersebut, aktor laki-laki masih menggunakan seragam putih dengan badge salah satu SMA di Sumenep. Sedangkan pemeran perempuan menggunakan rok pendek warna hitam dan celana dalam warna putih. Atasannya baju warna kuning emas. Rambut sebahu dan sebagian diikat dengan karet. Video berdurasi 6 menit 8 detik itu diawali pemanasan. Lalu berlanjut hubungan layaknya suami istri dengan posisi berdiri, setelah sebelumnya pakaian yang dikenakan keduanya dilucuti satu demi satu. Kepala dinas pendidikan Sumenep Masuni tidak menampik ada prilaku peserta didik yang menyimpang. Orang pertama di jajaran diknas Sumenep ini yakin angka dekadensi moral jauh lebih banyak dari yang diberitakan media massa. Pelakunya pun dia yakini tidak hanya siswa atau mahasiswa. Sebab laporan yang masuk, ada sebagian oknum PNS di lingkungan diknas yang selingkuh meski belum diketahui apakah divideomesumkan atau tidak. “Kami tidak menutup diri, memang ada laporan tentang pendidik yang selingkuh,” Masuni menarik nafas. (tim)
Untuk Sara, Bassra Bersuara Puluhan ulama madura yang tergabung dalam Bassra (Badan Silaturrahmi Ulama Pesamtren Madura) ramai-ramai bersuara atas persoalan Sara. Ini dipicu rekomendasi Komnas HAM yang terdiri atas lima butir perkara. Mereka duduk bersama, bermusyarah untuk mufakat terkait rekomendasi HAM. Pertama, rekomendasi Komnas HAM terkait penghapusan tidak sahnya pernikahan lantaran beda agama seperti diatur dalam UU No1/1974 tentang perkawinan. Kedua, rekomendasi penghapusan pencantuman agama dalam berbagai atribut kependudukan termasuk dalam KTP dan KSK seperti diatur dalam UU 23/192006 tentang adinistrasi kependudukan. Ketika, rekomendasi yang mempersoalkan UU 1 PNPS/1965 tentang perlindungan agama dari penodaan. Keempat, rekomendasi yang mempersoalkan peraturan bersama (SKB 2 Menteri) Menag dan Mendagri No.9 tahun 2006 dan kelima, rekomendasi untuk menghapus sebagian pasal pada UU 20/2003 tentang pendidikan yang mengahruskan peserta didik mendapatkan pelajaran agama dari guru agama yang seagama dengan peserta didik. Setelah dipelajari Bassa, kelima rekomendasi itu dinilai tidak masuk akal dan melanggar konstitus. Bahkan, Bassra menilai rekomendasi itu menampakkan diskriminasi terhadap umat beragama dan mengancam NKRI. Oleh sebab itu, Bassra meminta DPR RI menolak rekomendasi dari Komnas HAM tersebut dengan tetap mempertahankan kelima peratruan perundang-undangan yang selama ini sudah dirasakan melindungi seluruh masyarakat Indonesia sesuai UUD 1945. Pada pertemuan 14 April 2012 silam di Islamic Centre, para ulama se Madura tidak sendiri. Mereka yang terdiri kiai dan ulaam khos se Madura juga bersama anggota komisi VIII dari Madura, MH Said Abdullah dan Achmad Ruba’ie. Intinya, ulama Bassra menolak tentang rekomendasi Komnas HAM terkait pengajuan yudicia review dari sejumlah elemen masyarakat seputar Sara kepada Mahkamah Konstitusi. Salah seorang panitia pertemuan Bassra ini Aliwafa mengakui ulama se Madura membahas isu-isu mutakhir seputar rekomendasi Komnas HAM. Menurut Aliwafa, para ulama telah memiliki kesimpulan-kesimpulna sesuai kehendak ulama untuk disampaikan kepada Pimpinan DPR RI termasuk kepada mahkamah Konstisu maupun pihak lainnya yang dianggap berkompeten. “Kami juga kirim sikap Bassra ini kepada MUI (pusat),” paparnya. (naf/abe)
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 41
OASE
Paranoid
K
etika banyak orang menilai republik ini bangsa barbar, tidak sedikit yang protes. Sebab barbarisme telah terkubur. Namun pada saat anarkisme seringkali muncul di negeri ini, hampir semua pihak mengangguk. Bahkan, kekerasan itu tidak hanya terjadi antara manusia terhadap sesama, namun kanibalisme justru merambah pada manusia terhadap benda lain yang tidak senisnya. Sekedar menyebut contoh, sebuah tronton digergaji hidup-hidup, dijagal dan dijual eceran. Pada kekasaran yang dieksekusi manusia atas sesamanya, begitu sulit sang pelaku meminta maaf. Untuk meminta maaf saja, harus dituntut dan terlebih dahulu diawali dengan pernyataan sikap bahwa ucapan dan tindakan yang dilakukan membuat pihak lain sakit baik fisik maupun psikis. Selain itu, kengganan meminta maaf seolah-olah merendahkan meski hakikatnya meminta maaf merupakan tindakan yang paling terhormat. Hanya warga bangsa yang tidak biasalah yang sulit meminta maaf. Padahal, meminta maaf dengan tulus akan melegakan dada dan membuat seseorang percaya diri. Begitulah Jennifer Thomas dalam bukunya, The Five Languages of Apology. Mengapa masih sulit meminta maaf bila efeknya begitu menyehatkan? Beverly Engel menilai meminta maaf (seolaholah) berhubungan dengan reputasi dan menunjukkan kelemahan diri. Ini salah karena sebenarnya meminta maaf sebentuk penyembuhan harga diri dan memberikan kesempatan orang lain untuk memaafkan. Itu sebabnya Beverly Engel membuat statement bahwa siapapun yang enggan meminta maaf pada kekeliruan yang terlanjur dilakukan memiliki “gangguan jiwa� seperti yang ditulisnya dalam The Power of Apology. DI republik ini, kisah pemimpin paranoid diabadikan dalam sebentuk cerpen yang ditulis Hariyanto Imadha dengan judul Pemimpin-pimimpinku ternyata paranoid. Di dalam cerpen ini menceritakan seorang pemimpin yang selalu ketakutan dan merasa terancam. Padahal, ketakutan
42 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012
dan keterancaman ini secara psikologis diderita pemimpin yang mengamalkan ilmunya, kelirumologi. Semestinya, jika benar seseorang berani karena benar, termasuk berani mentakan hal yang keliru sebab pengakuan sebagai bentuk kebenaran. Begitu juga tidak takut meminta maaf. Jika minta maaf tak berani, sesungguhnya pada saat yang sama ia sedang menunjukkan dirinya sebagai sosok yang tidak terhormat. Ada dua factor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi paranoid dan kerap bertindak kejak disadari atau tidak disadari. Pertama, keparanoidan seseorang disebabkan oleh factor internal dan atau eksternal. Pada faktor internal, itu menjadi urusannya sendiri karena tuhan pun “tak berani� mengubahnya. Sedangkan pada aspek keterpengaruhan secara eksternal bisa jadi karena lingkungan seperti salah memilih teman atau bahkan keliru mengangkat konsultan. Tetapi mengapa seseorang bisa kejam, dalam psiko-politik lantaran memiliki syahwat berkuasa secara berlibihan. Pol Pot, salah satu contoh di Khmer Merah. Jika salah seorang pemimpin kecil di republic ini melakukan kekerasan dan ancaman, pasti jauh disbanding Pol Pot. Sebab, ia membunuh sampai 2 juta jiwa, bangsanya sendiri. Mengapa ia begitu kejam padahal Meggy Z baru menyakikan sayairnya, teganya teganya dan teganya belakangan ini? Tanggal 17 April 1975, tentara Pol Pot memasuki kota Phnom Penh. Ia memerintahkan penduduk kota agar segera meninggalkan kota. Alasannya, pesawat Amerika akan segera membombardir kota. Tentara petani itu men-sweeping dari rumah ke rumah untuk meneruskan perintah sang penguasa. Siapa yang menolak, tanpa ampun langsung dibunuh. Saat itu begitu kacau-balau. Dalam cerita yang lain, di beberapa tempat tentara Pol Pot memasang meja dan pengumuman antara lain agar tentara/ polisi pemerintahan Lon Nol bisa mendaftar ulang. Mereka dijanjikan pekerjaan lagi dan dinaikkan pangkatnya. Tetapi ternyata
Oleh : ABRARI ALZAEL
ini hanya jebakan saja. Sebab mereka yang mendaftar malah ditangkap sekeluarga dan dibunuh semuanya. Di masa kekuasaannya itulah dia memerintahkan untuk membunuh orang yang dianggap tidak sejalan dengan doktrinnya. Siapapun yang berseberangan dengan Pol Pot ditahan di berbagai penjara, disiksa dan dibunuh dengan kejam pada seluruh keluarganya, tak terkecuali. Untuk menghemat peluru, para balita cukup dibantingkan ke batang pohon dan orang dewasa dipacul kepalanya. Selain itu, kantong plastik dimasukkan ke kepala tahanan lalu diikatkan di bagian leher sehingga mati lemas. Kekejaman itu tiada tara, sesuai mottonya : cut the grass must dig the root also. Motto lainnya, kill wrongly better than release wrongly. Tetapi akhirnya, Pol Pot lalu melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah, Ta Mok, dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup. Pada April 1998, Ta Mok melarikan diri ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot karena mendapat dari serangan pemerintah yang baru. Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998, Pol Pot meninggal dunia akibat serangan jantung. Jasadnya dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan ratusan bahkan ribuan warga. Di skeitar kita, pada pimpinan sebuah lembaga yang tidak seberapa pengaruhnya, seseorang atau beberapa orang melakukan kekerasan dan ancaman pembunuhan. Paranoid ini lupa bahwa siapapun termasuk dirinya bukan siapa-siapa tanpa kehadiran rakyat, apapun pangkatnya. Namun bila pengetahuan politiknya tidak berkaliber, jika jabatan pimpinannya tidak sebesar Pol Pot, untuk apa bertindak kejam? Sebab sekuat-kuatnya siapapun dia memiliki kelemahan, seperti juga selemah-lemahnya orang pasti mempunyai kekuatan. (**)
Kualitas bangsa ditentukan oleh seberapa berkualitas pedidikan di dalamnya. Semakin bermutu pendidikan, kian berpeluang menjadi bangsa yang berkualitas. Sudah bermukah pendidikan kita?
SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012 | 43
44 | SULUH MHSA | APRIL-MEI 2012