Contents Mei 2018 MENYAPA SENJA DI LAUT MARMARA J a ru m j a m m e n u n j u kka n p u ku l 7 m a l a m ke ti ka b i s ya n g s a ya tu m p a n g i m e m a s u ki ki l i tb a h i r, s e b u a h d i s tri k d i p ro p i n s i C a n a kka l e . L a n g i t m a s i h b e l u m g e l a p . Wa ktu m a g h ri b d i C a n a kka l e s a a t i tu , 1 5 M a re t 2 0 1 8 , a d a l a h p u ku l 1 9 . 2 2 . Ta k l a m a ke m u d i a n , b u s m e m a s u ki ka p a l fe ri . Ka m i a ka n m e n ye b e ra n g i l a u t m a rm a ra , l a u t ya n g m e m b e l a h d a ra ta n e ro p a d e n g a n b e n u a a s i a , m e n u j u p u s a t ko ta C a n a kka l e . D i s tri k Ki l i tb a h i r te rl e ta k d i E ro p a , s e d a n g ka n C a n a kka l e d i As i a . S e s a a t s e te l a h F e ri l e p a s j a n g ka r d i p e l a b u h a n Ki l i tb a h i r, s e m b u ra t m e ra h m u l a i te rb e n tu k d i u fu k b a ra t C a n a kka l e . P u rn a s u d a h tu g a s s a n g s u rya h a ri i tu d i C a n a kka l e 4 | Wongkentir Magazine
KELEZATAN BAKLAVA
MINIATURK
KEAJAIBAN CAPPADOCIA Wongkentir Magazine | 5
Editor Note Syukur Alhamdulillah, setelah penantian sangat panjang selama empat tahun, akhirnya selesai juga edisi keempat dari Wongkentir Magazine. Waktu yang cukup lama antar edis menunjukkan bahwa saya belum memiliki konsistensi dalam menggarap proyek idealis ini. Tapi apapun itu, aku bersyukur, diantara kesibukan, masih sempat menyelesaikannyai Di edisi ini, saya akan bercerita tentang pengalaman dari perjalanan menyusuri negeri Turki selama 1 0 hari di bulan Maret 201 8 silam. Turki adalah salah satu negara unik di dunia karena letaknya yang berada di dua benua, Eropa dan Asia. Hasilnya, perpaduan budaya sangat terasa di sana, terutama di kota Istanbul yang merupakan kota terbesar di Turki. Selama 1 0 hari perjalanan, saya dan rombongan menyusuri banyak kota, diantaranya Istanbul, Cannakale, Izmir, Cappadocia dan juga Ankara. Selama itu pula, saya mendapatkan sajian pemandangan alam dan juga peninggalan kebudayaan kuno yang semuanya dikelola dengan sangat baik sehingga menjadi tujuan wisata yang berdampak sangat positif pada devisa negara. Selain menikmati pemandangan dan budaya, saya juga berkesempatan mengikuti sholat berjamaan di Blue Mosque serta mencicipi Baklava dan Kunefe, kudapan khas Turki yang sangat legit. Saya juga mendapatkan banyak saudara baru dari rekan seperjalanan. Semua itu menjadi pengalaman berharga yang akan menjadi kenangan indah dalam hidup saya Akhirnya, cukup sekian editor note kali ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat Surya Hardhiyana Putra
@suryahardhiyana
Wongkentir Magazine Pemimpin Perusahaan Dewi Wara Shinta Pemimpin Redaksi Surya Hardhiyana Putra
Editor Surya Hardhiyana Putra Design dan Layout Surya Hardhiyana Putra Photo Editor Surya Hardhiyana Putra
Publisher Hardhiyana Corp Office Surabaya Contact surya00[at]gmail[dot]com
Cover Kemegahan Blue Mosque
Location : Selat Bosphorus, Istanbul Photo by Surya Hardhiyana Putra 6 | Wongkentir Magazine
Contributors
DEWI WARA SHINTA Pecinta buku dan juga penikmat foto. Dalam wongkentir magazine edisi perjalanan ke Turki kali ini, kita bisa menikmati
beberapa karya foto Dewi yang diambil dengan Kamera mirrorless, Fujifilm XA-5
Wongkentir Magazine | 7
8 | Wongkentir Magazine
Wongkentir Magazine | 9
Journey
Jarum jam menunjukkan pukul 7 malam ketika bis yang saya tumpangi memasuki kilitbahir, sebuah distrik di propinsi Canakkale. Langit masih belum gelap. Waktu maghrib di Canakkale saat itu, 1 5 Maret 201 8, adalah pukul 1 9.22. Tak lama kemudian, bus memasuki kapal feri. Kami akan menyeberangi laut marmara, laut yang membelah daratan eropa dengan benua asia, menuju pusat kota Canakkale. Distrik Kilitbahir terletak di Eropa, sedangkan Canakkale di Asia. Sesaat setelah Feri lepas jangkar di pelabuhan Kilitbahir, semburat merah mulai terbentuk di ufuk barat Canakkale. Purna sudah tugas sang surya hari itu di Canakkale. Beberapa ekor merpati tampak berterbangan di sekitar kapal feri seolah-olah mengiringi perjalanan matahari menuju tempat peraduannya. Entahlah, Kepak-kepak sayap mereka sore itu terasa begitu mendamaikan hati saya. 10 | Wongkentir Magazine
Suasana senja di sore itu juga seperti memberikan energi baru pada tubuh saya yang terasa penat, setelah perjalanan lebih dari 5 jam dari kota Istanbul. Kapal bergerak lambat-lambat ke arah timur, memberikan waktu bagi saya dan seluruh penumpang untuk menikmati suasana senja di laut Marmara. Seperti pada umumnya kapal feri, penumpang bisa memilih untuk duduk di dek tertutup atau yang terbuka. Saya, tentu saja, memilih dek yang terbuka. Meskipun semilir angin di akhir musim dingin ini terasa cukup menusuk tulang, tapi pemandangan senja tidak mungkin saya lewatkan. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, sampailah saya di pusat kota Canakkale. Alhamdulillah, satu kota lagi saya jejak. Bagi sepasang mata saya, lukisan senja dari Allah, di laut Marmara sore itu, sungguh indah. Dan saya beruntung dapat menikmatinya sekaligus mengabadikannya
Tepat saat adzan Maghrib berkumandang di sebuah sore, di akhir musim dingin, sampailah saya di kota Canakkale, Turki, dengan menumpang kapal feri yang melintasi laut Marmara, dari pelabuhan Kilitbahir. Suasana blue hour menyambut kedatangan saya di salah satu kota yang penuh sejarah bagi bangsa Turki ini.
Begitu kapal feri bersandar di pelabuhan, saya segera keluar kapal dan siap menghunuskan kamera. Momen blue hour yang hanya 1 5 sampai 20 menit saja membuat saya harus segera bergerak. Karena tripod tersimpan rapi di dalam koper, dan saya tentu saja akan kehilangan banyak waktu jika harus membongkar koper terlebih dahulu, sehingga jadilah bangku taman, pot bunga ataupun tiang tiang lampu menjadi tripod emergency. Ada beberapa yang saya terpaksa mengambil tanpa bantuan, namun ISO saya tinggikan, agar tidak blur. Dan kemudian, kreeeek, foto demi foto saya abadikan, terutama patung kuda kayu Troya yang terletak di pusat kota. Konon, kota Canakkale ini, dulunya adalah pusat dari kerajaan Troya yang terkenal dengan kisah Helen of Troy. Kuda kayu Troya ini adalah siasat perang dari kerajaan Sparta untuk bisa mengalahkan kerajaan Troya. Peperangan terjadi karena Paris, pangeran dari Troy, membawa lari Helen, yang sebenarnya merupakan istri dari raja Sparta. Saya tidak akan menceritakan detilnya, karena saya percaya, sudah banyak yang tahu bagaimana asal muasal kisah kuda Troya ini, karena sudah beberapa kali diangkat ke layar lebar, dimana salah satu yang terkenal berjudul Troy, yang dibintangi Brad Pitt, Eric Bana, Orlando Bloom dan Diane Kruger. Blue hour di Cannakale, cantik bukan? Wongkentir Magazine | 11
Journey
Salah satu film masa kecil saya, yang membekas hingga kini adalah Saint Seiya. Film yang bercerita tentang para ksatria Yunani yang rela berkorban dalam rangka melindungi putri Athena dari serangan musuh. Saya masih ingat, di suatu sore, di saat saya masih SD, saya pernah rela untuk meninggalkan gelanggang pertandingan sepakbola, karena saat itu sudah jam 5 sore, jam tayang Saint Seiya. Dari film Saint Seiya itulah, saya mempunyai impian, semoga suatu hari nanti, saya bisa berkunjung ke reruntuhan bukit Acropolis di Yunani, yang di Saint Seiya digambarkan sebagai 1 2 rangkaian istana ksatria baju zirah emas yang menggunakan lambang Zodiak seperti Pisces, Aries, Gemini dan seterusnya. Beberapa tahun, impian itu terpendam, sampai tahun 201 8 ini, ketika akhirnya saya menjumpai sebuah situs reruntuhan peninggalan kerajaan Romawi di sebuah wilayah bernama Pergamon (atau terkadang 12 | Wongkentir Magazine
disebut juga Bergama) di sisi barat Turki. Situs itu memang bukanlah bukit Acropolis yang tersohor itu, tetapi gaya dan bentuk bangunan di situs bernama Asklepion tersebut, hampir mirip dengan foto-foto bukit Acropolis yang pernah saya lihat, baik di media cetak maupun internet. Sebenarnya, dalam itinerary yang disampaikan oleh pihak travel sebelum keberangkatan jalan-jalan ke Turki, tertulis Asklepion sebagai salah satu destinasi dari perjalanan ini. Namun, karena ada beberapa kesibukan di kantor, saya tidak mencari informasi lebih lanjut, tentang apa itu Asklepion. Saya baru mengetahui apa itu Asklepion saat melakukan perjalanan dari Canakkale menuju Izmir. Tapi saya tidak menyesal bahwa saya tidak mengetahui lebih awal, karena justru dengan itu, saya seperti mendapatkan sebuah kejutan istimewa di perjalanan ini. Wajah saya langsung sumringah begitu
melihat gambar-gambar reruntuhan kuno Asklepion yang begitu cantik di internet. Meskipun bukan bukit Acropolis di Yunani, setidaknya saya bisa menyaksikan langsung versi kecilnya. Dari penjelasan pemandu wisata yang menemani perjalanan kami, saya baru menyadari bahwa dahulunya, Yunani dan Turki adalah bagian dari kerajaan Romawi Timur atau yang biasa dikenal dengan kekaisaran Byzantium, sehingga tidak heran, reruntuhan-reruntuhan kuno yang ada di Yunani, juga bisa disaksikan di Turki.
Reruntuhan Asklepion di Pergamon ini diyakini dulunya adalah sebuah kuil untuk penyembuhan. Mungkin semacam rumah sakit di masa modern sekarang ini. Nama Asklepion diambil dari Asclepius, yang menurut kepercayaan Yunani kuno, merupakan god of medicine alias dewa obatobatan. Pada beberapa patung peninggalan yunani kuno, Asclepius digambarkan membawa sebuah Asklepian, yakni sebuah tongkat yang dililit oleh ular. Beberapa jenis ular memang dikenal memiliki bisa yang berbahaya.
Wongkentir Magazine | 13
Bahkan ada beberapa bisa ular yang bisa menyebabkan kematian. Namun, ternyata bisa ular juga memiliki khasiat sebagai obat. Tentu saja setelah di lakukan treatment di laboratorium untuk mengambil molekulmolekul yang dibutuhkan untuk obat. Dari sejarah yunani inilah terjawab sudah, mengapa seluruh komunitas maupun instansi yang berkaitan dengan dunia kesehatan seperti fakultas kedokteran, ikatan dokter indonesia ataupun ikatan apoteker indonesia, menggunakan lambang tongkat yang dililit oleh ular. Terdapat beberapa ruangan di situs Asklepion, namun tidak semuanya bisa dimasuki oleh pengunjung. Selain untuk menjaga situs warisan budaya masa lampau, hal ini disebabkan karena kekhawatiran bangunan situs runtuh. Juga terdapat
14 | Wongkentir Magazine
beberapa kolam yang diyakini sebagai kolam keramat di masa lalu. Meskipun Asklepion adalah sebuah kuil penyembuhan, situs ini juga memiliki bangunan theatre yang menjadi bangunan khas peninggalan Romawi. Fungsi theatre ini adalah untuk menggelar pertandingan gladiator. Untuk bisa memasuki kota kuno Asklepion dan merasakan sensasi sisa-sisa abad pertengahan di masa Romawi Timur, pengunjung dikenakan tiket sebesar 20 TL (Turki Lira) atau sekitar 70ribu rupiah (Kurs saat berita ditulis, 1 TL = Rp 3500). Selain Asklepion, masih banyak situs reruntuhan peninggalan kerajaan Yunani kuno di Turki, seperti Ephesus di wilayah Izmir, Hierapolis di Denizli, Patara di Antalya dan masih banyak lagi. Suatu hal yang membuat saya ingin kembali lagi ke Turki suatu hari nanti.
Wongkentir Magazine | 15
Journey
Jika tengah jalan-jalan ke kota Izmir, Turki, jangan lupa singgah di Konak Square, sebuah alun-alun yang menjadi pusat bertemu dan berkumpul warga Izmir. Pada konak square terdapat dua bangunan bersejarah yang menjadi landmark kota. Yang pertama adalah Izmir Clock Tower, sebuah menara jam yang juga merupakan peninggalan kekhalifahan Turki Ustmani. Clock Tower ini adalah hadiah dari Raja Jerman, Wilhelm II kepada Raja Abdul Hamid II. Clock Tower setinggi 25 meter ini, dibangun pada tahun 1 901 dengan desain dari arsitek Prancis Raymond Charles Pere. Jika dilihat sekilas, penampakan menara jam di kota Izmir ini mengingatkan saya pada menara jam gadang yang ada di kota Bukittinggi. Landmark kota Izmir selanjutnya adalah Yali Mosque, sebuah masjid yang terletak di salah satu sudut Konak Square. Yali Mosque, atau juga biasa dikenal dengan Konak Mosque, sudah berdiri sejak abad ke-1 8 silam, tepatnya di tahun 1 755, di masa kekhalifahan Turki Ustmani. Ukuran dari Yali Mosque relatif kecil sehingga kapasitas tampungnya untuk sholat berjamaah, terbatas. Hanya ada
satu kubah dan satu menara. Tepat pada saat kaki saya menjejak di Konak Square, adzan Ashar dikumandangkan dari Yali Mosque. Saya pun segera menuju Yali Mosque untuk menunaikan sholat Ashar. Saya beruntung, meskipun suasana ramai, saya masih dapat tempat di dalam masjid. Yang saya heran, meskipun jamaahnya banyak, tetapi hanya sedikit dari mereka yang mengambil air wudhu. Beberapa jamaah, baik laki-laki maupun perempuan, langsung menuju ke pintu Masjid, melepas sepatu dan kemudian langsung duduk menunggu waktu Iqamah dikumandangkan. Saya pun kemudian teringat kisah seorang kawan tentang warga muslim Turki yang selalu menjaga wudhunya, sehingga ketika waktu sholat tiba, tidak perlu repot lagi mengambil air wudhu. Satu hal lagi yang menarik perhatian saya dari muslim turki adalah mereka terbiasa mengenakan kaus kaki ketika sholat, berbeda dengan di Indonesia yang tanpa kaus kaki. Karena ini bukan masalah aqidah, saya pun memutuskan untuk tetap mengenakan kaus kaki saat sholat seperti kebiasaan warga di sini.
Wongkentir Magazine | 17
Konak Square, selain sebagai tempat berkumpulnya warga Izmir, ternyata juga tempat berkumpulnya burung-burung merpati. Mereka mencari makan dari bijibijian yang disebar oleh pengunjung di hampir seluruh sudut Konak Square. Ketika tengah asyik makan, sang merpati terkadang harus terbang dulu, karena dikejar oleh anakanak kecil Izmir yang berlari-larian kesana kemari. Bagi saya, ini adalah pemandangan yang indah dan lucu. Saya jadi teringat merpati di Masjid Nabawi dan Masjid Quba, Medinah.
Di sekitar Konak Square terdapat banyak bangunan, yang sebagian besar adalah kantor pemerintahan Izmir. Sama seperti di seluruh wilayah Turki, bangunan-bangunan ini berhiaskan bendera Turki serta foto Mustafa Kemal Attaturk, yang merupakan pendiri republik Turki. Jika berkunjung ke Konak Square, jangan lupa untuk selalu mengenakan jaket. Kalau bisa malah rangkap, karena angin disini bertiup sangat kencang. Ini dikarenakan lokasi Izmir yang memang terletak di pesisir pantai. 18 | Wongkentir Magazine
Dari Konak Square, jika masih ada waktu, berjalanlah menyusuri pesisir pantai Izmir yang didesain sangat cantik. Kita bisa memilih sekedar duduk-duduk di bangku menikmati pemandangan laut dan taman
bunga, menyewa sepeda ataupun memancing. Sayangnya, waktu saya tidak banyak, saya sudah harus kembali ke bus dan melanjutkan perjalanan road trip ini menuju Kusadasi.
Wongkentir Magazine | 19
Journey
Jika
saya terkejut saat hendak tiba di Asklepion, maka hal berbeda saya rasakan saat bus yang kami tumpangi mendarat di area parkir kota kuno Ephesus. Setelah mengetahui Asklepion, saya langsung mencari tahu di itinerary, lokasi mana lagi yang akan kami singgahi dalam road trip Turki di bulan Maret 201 8 ini. Mata saya kemudian terantuk pada sebuah tempat 20 | Wongkentir Magazine
bernama Ephesus. Sebuah nama yang sangat Yunani, yang membuat saya menduga bahwa Ephesus adalah reruntuhan kota kuno seperti Asklepion. Dan, dugaan saya benar. Ephesus kami singgahi di hari ke-4 perjalanan road trip menjelajahi Turki. Ephesus adalah destinasi pertama, dalam rangkaian perjalanan hari itu, dari Kusadasi, Izmir menuju ke kota Denizli. Epehesus
masih masuk ke dalam wilayah propinsi Izmir, berjarak sekitar 80 km arah selatan dari pusat kota Izmir. Sejak 5 Juli 201 5, Ephesus masuk ke dalam UNESCO World Heritage Site untuk kategori bangunan cagar budaya. Ephesus adalah reruntuhan kota kuno peninggalan yang dibangun sejak masa Yunani kuno. Dari informasi yang saya dapatkan, kota ini sudah ada sejak 1 0 abad
sebelum masehi. Selama bertahun-tahun kota Epehesus berganti-ganti penguasa, mulai dari masa Yunani kuno, era kekaisaran romawi, jaman byzantium hingga kekhilafan Turki Ustmani atau yang biasa dikenal sebagai Ottoman. Setiap masa di Ephesus, meninggalkan jejak sejarah berupa bangunan-bangunan, meskipun dari beberapa itu ada sebagian besar bangunan Wongkentir Magazine | 21
yang hanya tinggal puing-puing atau bahkan fondasinya saja. Di masa Yunani kuno, berdiri Temple of Artemis, sebuah bangunan yang sangat megah di masa itu. Temple of Artemis didirikan sebagai persembahan rakyat Yunani kuno pada dewi Artemis. Dalam kisah Yunani, dewi Artemis adalah saudara kembar dari Apollo. Keduanya adalah anak dari Zeus dan Leto. Temple of Artemis adalah salah satu bangunan yang masuk dalam daftar tujuh keajaiban dunia kuno atau Seven Wonder of the Ancient World, bersama Pyramid of Giza, hanging garden of Babylon, Statue of Zeus at Olympia, Mausoleum at Halicarnassus, Colossus of Rhodes, dan the Lighthouse of Alexandria, berdasarkan catatan dari seorang penulis Yunani kuno bernama Antipater of Sidon. Dari ketujuh keajaiban dunia tersebut, hanya Pyramid of Giza saja yang masih bisa kita saksikan hingga masa modern ini. Enam lainnya sudah tinggal reruntuhan, atau bahkan sudah tidak terlihat lagi rekam jejaknya. Khusus untuk Temple of Artemis, yang tersisa di situs Ephesus saat ini hanyalah tinggal fondasi bangunanannya saja.
22 | Wongkentir Magazine
Didekat fondasi temple of Artemis, terdapat reruntuhan Library of Celcus, sebuah perpustakaan yang dibangun sekitaran awal abad ke-2 masehi, di masa kekuasaan romawi. Berbeda dengan temple of Artemis yang tinggal tersisa fondasinya saja, bangunan library of celcus masih berdiri tegak, meskipun hanya tinggal bagian depannya saja. Dari catatan sejarah, library of celcus ini didesain oleh arsitek romawi bernama Vitruoya dan dibangun dengan menghadap ke arah matahari terbit alias ke arah timur. Didepan bangunan library of celcus, berdiri empat patung wanita yang masing-masing adalah Sophia, yang melambangkan kebijaksanaan, Episteme yang berarti ilmu pengetahuan, Ennoia, simbol dari kepandaian, dan Arete yang menggambarkan kebaikan. Di masa modern ini, Library of Celcus inilah yang menjadi ikon utama dari reruntuhan kota kuno Ephesus. Selain library of Celcus, masa kekaisaran romawi juga meninggalkan bangunan theatre yang dipergunakan sebagai arena pertempuran para gladiator. Bangunan theatre di Ephesus tidak hanya satu, tetapi ada dua. Yang satu theatre besar, yang
satunya lagi theatre kecil seperti di Asklepion. Di era Byzantium, yang merupakan penganut kristen, dibangunlah sebuah gereja yang diberi nama Basilica of St. John. Gereja, yang reruntuhuannya masih ada hingga saat ini, dibangun tidak pada pusat kota tua Ephesus, tetapi tepat di kaki bukit Ayaslug, bukit tempat kota kuno Ephesus dibangun, sekitar 3.5 km dari kota tua Ephesus. Sedangkan di era kekhalifahan Turki Ustmani, dibangun sebuah masjid bernama Isabey Mosque. Masjid yang didesain oleh arsitek bernama Ali bin Mushimish al -Damishki, dibangun sejak abad ke-1 4, tepatnya di tahun 1 374 hingga 1 375. Pada tahun 1 829, masjid sempat mengalami kehancuran. Pada tahun 1 934, masjid diperbaiki dan masih berfungsi sebagai tempat ibadah hingga saat ini. Lokasi Isabey Mosque tidak berada di pusat kota Ephesus, tetapi di kaki bukit Ayaslug, tidak jauh dari reruntuhan Basilica of St. John. Sayangnya, karena keterbatasan waktu, saya hanya bisa
melihat reruntuhan Basilica of St. John dan Masjid Isabey dari balik kaca bus. Mengunjungi kota tua Ephesus sungguh sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi saya. Saya benar-benar dibuat kagum atas hasil karya peradaban masa lalu. Dengan keterbatasan pengetahuan dan teknologi di masa itu, mereka sanggup membangun sebuah bangunan yang sangat megah, artistik, detil dan juga kokoh. Saat ini, kota tua Ephesus memang hanya tersisa reruntuhannya saja. Selain peperangan demi peperangan, penyebab dari runtuhnya kota kuno Ephesus ini adalah karena gempa bumi. Namun, meski pernah diguncang gempa beberapa kali, beberapa bagian dari bangunan Library of Celcus masih berdiri tegak hingga saat ini. Ini membuktikan hasil karya arsitektur masa lalu sungguh kokoh. Untuk bisa mengunjungi kota tua Ephesus, pengunjung dikenakan tiket sebesar 40 Turki Lira atau sekitar 1 40 ribu rupiah. Jadi kapan ke Epehesus? Wongkentir Magazine | 23
24 | Wongkentir Magazine
Journey
Salah satu tempat yang masuk kategori wajib untuk dikunjungi jika pergi ke Turki adalah Pamukkale. Pamukkale sendiri adalah bahasa Turki yang artinya cotton castle atau benteng kapas. Pamukkale terletak di sebuah bukit yang masuk dalam wilayah propinsi Denizli. Dari kejauhan, bukit ini terlihat berwarna putih seperti gunung salju. Tepat di atas benteng kapas, dibangun sebuah kota bernama Hierapolis, yang reruntuhannya masih terlihat hingga saat ini. Di masa lalu, Pamukkale adalah sebuah kolam renang air panas (hot spring) bagi kerajaan Romawi Timur. Jarum jam menunjukkan pukul 6 petang ketika bus yang membawa saya dan rombongan tiba di Pamukkale. Begitu turun dari bus, kami langsung bergegas masuk ke dalam salah satu situs warisan dunia UNESCO ini, setelah sebelumnya membeli tiket seharga 35 Turki Lira per orang. Reruntuhan seperti bekas pintu gerbang menyambut kedatangan kami di situs yang bernama lengkap Hierapolis Pamukkale ini. Saya juga menyaksikan sebuah arena theatre yang megah di kaki bukit, yang dikelilingi padang rumput yang sangat menghijau. Setelah berjalan selama 1 5 menit, sampailah saya di benteng kapas. Sungguh sebuah keajaiban alam yang sangat cantik. Benteng kapas ini berbentuk cekungan-cekungan seperti sawah teras siring yang biasa terletak di daerah dataran tinggi. Awalnya saya mengira, semua cekungan di Pamukkale ini terisi air, dan air berasal dari dalam cekungan. Ternyata saya keliru. Beberapa cekungan memang ada yang terisi air, dimana airnya berwarna hijau toska, tetapi beberapa cekungan lainnya tampak kering, hanya tampak warna putih dari benteng kapas. Entahlah, apakah cekungan itu memang dari awal sudah mengering, atau dulunya pernah terisi air. Dugaan saya, dulunya pernah terisi air. Kemudian air yang mengisi cekungan, ternyata mengalir dari puncak bukit Pamukkale. Air mengalir dan mengisi cekungan teratas. Jika cekungan atas sudah penuh, maka air akan tumpah ke cekungan di bawahnya. Begitu Wongkentir Magazine | 25
seterusnya hingga ke cekungan terendah. Warna hijau disebabkan kandungan mineral seperti kalsium karbonat dan karbondioksida dari benteng kapas ini.
26 | Wongkentir Magazine
Untuk bisa menikmati sensasi langsung menginjak benteng kapas ini, kita harus melepas sepatu terlebih dahulu. Karena teraliri air sepanjang hari, maka beberapa
tempat sangat licin, sehingga kita harus berhati-hati. Begitu kaki menginjak ke benteng kapas, terasa air yang sangat hangat membasahi pori-pori kaki. Pada awalnya, saya mengira, permukaan benteng yang berwarna putih ini licin. Namun ternyata dugaan saya keliru. Justru yang berwarna kemerah-merahan yang licin. Dari seluruh bagian dari Pamukkale, tidak semuanya bisa dijejaki oleh wisatawan. Terdapat tali pengaman karena demi kelestarian situs dan juga terkait safety.
Pamukkale masuk ke dalam UNESCO World Heritage Site sejak tahun 1 988. Sebelum masuk daftar situs warisan dunia, eksploitasi besar-besaran dilakukan di Pamukkale seperti membangun hotel di sana. Hotel ini kemudian mengambil air mineral yang terkandung di benteng kapas ini, sehingga sumbernya mengering dan menyebabkan kerusakan pada cekungan-cekungan teras siring. Sejak masuk ke dalam situs warisan dunia, hotel tersebut dihancurkan, untuk kemudian dilakukan restorasi dan juga penerapan beberapa regulasi demi kelestarian Pamukkale. Semoga Pamukkale akan terus bisa dilestarikan hingga bisa dinikmati generasi penerus kita.
Wongkentir Magazine | 27
Journey
Mevlana museum, itulah salah satu destinasi kami selama perjalanan road trip keliling Turki di bulan Maret silam. Berlokasi di kota Konya, Mevlana Museum adalah makam dari Mevlana/Maulana Jalaludin Muhammad Rumi, seorang sufi dari Persia. Dari kota Konya inilah, Rumi menyebarluaskan ajaran sufi. Tidak heran jika Konya juga mendapatkan julukan the city of Rumi, kotanya Rumi. Salah satu peninggalan dari ajaran Rumi adalah tarian sufi, sebuah tarian yang hanya memiliki satu gerakan saja, berputar melawan arah jarum jam. Tidak terlalu banyak yang bisa saya ceritakan tentang Mevlana Museum, karena jadwal berkunjung yang relatif singkat dan kebetulan bersamaan dengan waktu adzan Ashar dikumandangkan, sehingga fokus saya adalah mencari masjid untuk sholat. Bertanya ke beberapa petugas, ternyata ada masjid di dalam museum. Saya pun kemudian bertanya lagi, dimana saya bisa mengambil wudhu? Sang petugas menunjuk sebuah 28 | Wongkentir Magazine
kolam yang berada tepat di tengah komplek museum. Kolam itu memiliki kran-kran yang bisa digunakan untuk berwudhu atau sekedar mencuci kaki. Sebelum memasuki museum, sepatu kami harus dialasi plastik yang sudah disediakan oleh pengelola museum. Hal ini dalam rangka menjaga kelestarian museum. Memasuki museum, saya tidak terlalu banyak melihatlihat isi didalamnya. Saya sempat melihat sebuah Al Quran kuno yang kertasnya sudah kusut, namun tulisannya masih bisa jelas
Di luar museum, namun masih di dalam komplek Mevlana museum, saya menemukan spot-spot yang sangat indah untuk berfoto. Apalagi saat itu, pohon-pohon di sekitar Mevlana museum tengah berbunga yang sekilas bunganya tampak mirip dengan sakura. Ya, kami saat itu memang datang di masa peralihan musim, dari musim dingin ke musim semi, sehingga ada beberapa pohon yang sudah berbunga, namun ada juga yang masih berupa batang dan ranting saja. Saya pun tidak menyia-nyiakan berfoto disana. Lagi-lagi, meskipun tengah di Turki, saya mendapatkan suasana seperti di Jepang, he he he. Tengah asyik berfoto, saya mendengar informasi yang menyatakan bahwa Mevlana Museum sudah akan ditutup, jadinya saya terpaksa mengakhiri sesi foto ini. Waktu yang benar-benar sangat terbatas untuk berfoto atau sekedar menikmati keindahan arsitektur Mevlana Museum. Saya dan rombongan kemudian bergegas keluar dari komplek museum menuju bus dan melanjutkan perjalanan ke Cappadocia.
terbaca. Ada beberapa peninggalan lain di museum, tapi saya tidak sempat melihatnya, karena buru-buru menuju tempat sholat. Saya sempat mengambil foto selama berada didalam museum sekedar sebagai kenangkenangan, sebelum bergegas menuju tempat sholat. Setelah sholat, saya langsung keluar museum. Dan di luar museum inilah, saya melihat mahakarya arsitektur Turki yang sangat mengesankan. Bangunan peninggalan kekaisaran Seljuk ini, masih terawat dengan sangat baik. Salah satu yang khas dari Mevlana Museum ini adalah sebuah kubah, yang bentuknya merupakan gabungan dari bangun ruang silinder dan kerucut, berwarna hijau. Di sebelahnya terdapat sebuah tiang tinggi menjulang, seperti yang biasa saya temui pada masjid di Turki. Wongkentir Magazine | 29
30 | Wongkentir Magazine
Wongkentir Magazine | 31
Takjub, sebuah ungkapan yang menjelaskan bagaimana cantiknya pemandangan yang singgah di sepasang mata saya pagi itu. Sebuah panorama deretan perbukitan batu berwarna kecokelatan yang berdiri di sebuah lahan yang terlihat tandus dan gersang. Bukit batu ini merupakan maha karya sang pencipta alam semesta melalui peristiwa erupsi gunung Erciyes, Gunung Hasan dan pegunungan Gullu pada 60 juta tahun yang lalu. Selain itu, terbentuknya perbukitan batu adalah akibat dari hujan angin yang mengikis permukaan tanah yang pada akhirnya membuat membuat struktur bebatuan terlihat unik dan mudah untuk dikikis dan digali. Saya pun berteriak dalam hati, selamat datang di Cappadocia, atau orang Turki biasa menyebutnya Kapadokya. Bus yang saya tumpangi kemudian berhenti di depan sebuah area yang sudah dikelola sebagai area wisata, yaitu Goreme open air
32 | Wongkentir Magazine
museum. Sebelum bisa menjelajahi seluruh bagian dari museum terbuka ini, kita harus membeli tiket dulu seharga 30 turki lira. Satu hal yang selalu menarik buat saya adalah penggunaan paving blok di seluruh wilayah kota tua di Turki, termasuk Asklepion, Ephesus maupun di Kapadokya ini. Begitu memasuki pintu masuk, saya disambut sebuah bukit batu yang menjulang tinggi. Menurut info dari pemandu wisata, bukit batu ini difungsikan sebagai rumah ibadah, tepatnya gereja. Bukit batu ini dibagi dalam tiga tingkat, lantai dasar, lantai 2 dan lantai 3. Di setiap lantai terdapat cerukancerukan yang dimanfaatkan sebagai ruangan. Sayangnya, saya tidak diperkenankan masuk ke dalam ruangan-ruangan itu karena pihak pengelola museum khawatir, jika terlalu banyak pengunjung, bukit batunya bisa hancur. Saya pun menjelajahi museum dan
mendapatkan salah satu bukit batu yang ruangannya bisa dimasuki pengunjung. Pintu bukit batu berbentuk setengah elips, sama seperti sebuah liang yang biasa digunakan sebagai rumah binatang seperti tikus. Setelah melewati pintu, lantai ruangan sedikit menjorok ke bawah seperti sebuah lubang galian. Sekilas hal ini bukan menjadi masalah bagi pengunjung, tetapi jika jumlah pengunjung cukup banyak, maka aktivitas keluar masuk ruangan menjadi sedikit terhambat karena pintu masuk dan pintu keluarnya sama. Untuk memudahkan pengunjung, dibuat semacam anjungan kayu didalam ruangan-ruangan tersebut. Anjungan kayu ini dibuat sejajar dengan permukaan pintu. Suasana di dalam ruangan seperti suasana di dalam goa. Hawanya terasa sejuk, meskipun saat itu cuaca di Cappadocia cukup cerah. Di dalam ruangan tersebut, terdapat beberapa hiasan dinding berupa gambar-gambar mozaik yang sering saya lihat di foto-foto gereja. Hal ini tidaklah mengherankan, karena infonya, Cappadocia ini dulunya adalah rumah bagi para penganut agama kristen yang lari dari kejaran
bangsa romawi di sekitar abad ke-3 masehi. Lokasi Cappadocia memang cukup strategis untuk dijadikan tempat persembunyian. Lokasinya yang terletak di lembah-lembah yang dikelilingi pegunungan membuat Cappadocia serasa memiliki benteng alam. Bebatuan di sini juga mudah untuk digali, sehingga tidak ada kesulitan untuk membuat ruangan-ruangan di bukit batu. Sayangnya, ada larangan memotret di dalam ruangan, sehingga saya mencukupkan diri merekam dengan mata dan memori otak saya. Sebenarnya pemotretan yang dilarang adalah memotret dengan menggunakan flash, karena mozaik di dinding goa ini sangat rentan rusak jika sering terpapar cahaya flash. Namun, mungkin supaya tidak kecolongan, maka sekalian dibuat peraturan dilarang memotret. Sebagian besar perbukitan batu di Goreme Open Air Museum ini dulunya berfungsi sebagai gereja. Informasi itu didapat pada papan nama yang ada di setiap bukit batu. Ada St Basil Church, Tokali Church, St Catherine Church dan Dark Church. Khusus untuk Dark Church, jika kita ingin masuk ke Dark Church ada tiket masuk khusus yang Wongkentir Magazine | 33
terpisah dari tiket Goreme Open Air Museum. Karena keterbatasan waktu, saya tidak sempat masuk ke dalam Dark Church. Infonya, Dark Church, atau juga dikenal sebagai Karanlik Church, adalah gereja yang mozaiknya paling indah dan masih utuh. Hal ini disebabkan adanya burung-burung yang meninggalkan kotoran di dinding-dinding gereja. Uniknya, kotoran burung yang menutupi mozaik dinding ini, justru menjadi
34 | Wongkentir Magazine
pelindung bagi mozaik itu sendiri dari tangantangan jahil ataupun perubahan cuaca. Karena itulah, pengunjung harus membayar lebih jika ingin mengunjungi Dark Church. Keterbatasan waktu jugalah yang membuat saya tidak bisa menjelajah lebih dalam bukit batu di Goreme Open Air Museum ini. Mungkin ini artinya, suatu hari nanti, saya diminta untuk mengunjungi kembali ke Cappadocia, dengan waktu yang lebih lama.
Wongkentir Magazine | 35
36 | Wongkentir Magazine
Journey
Luas dan cantik, itulah komentarku saat menyaksikan panorama Miniaturk untuk pertama kalinya. Miniaturk adalah taman miniatur yang berlokasi di kota Istanbul, Turki. Miniaturk dibangun di atas lahan seluas 60 ribu meter persegi, dengan 25%-nya diperuntukkan untuk model miniatur. Hingga awal tahun 201 8 ini, terdapat 1 34 model miniatur yang dibuat di Miniaturk dengan skala 1 /25 dari ukuran asli bangunannya. Slogan dari Miniaturk dalam bahasa Turki adalah “Büyük Ülkenin Küçük Bir Modeli” yang kalau di terjemahkan artinya “sebuah miniatur dari negara besar”. Miniaturk memang seperti sebuah etalase dari Turki. Model miniatur yang dibuat di Miniaturk menggambarkan seluruh peradaban apa saja yang pernah mendiami wilayah Turki, mulai dari masa Yunani kuno, masa kekaisaran Romawi dan juga Byzantium, hingga masa kekuasaan kekhalifahan Turki Ustmani yang berlanjut dengan era sekulerisme Republik sekarang ini. Dari masa Yunani kuno, ada miniatur Celcus library of Ephesus,
Pamukkale – Hierapolis. Kemudian dari masa kekaisaran Romawi terdapat Temple of Augustus dan Maiden Castle. Beranjak ke masa Byzantium, terdapat miniatur dari Haghia Sophia yang awalnya dibangun sebagai gereja, Galata Tower, yang dulunya merupakan bangunan tertinggi di masanya. Dari masa kekhalifahan Turki Ustmani atau yang biasa dikenal dengan Ottoman Empire, terdapat cukup banyak miniatur mulai dari Sultanahmet Mosque (Blue Mosque), Izmir Clock Tower, Topkapi Palace ataupun Bursa Grand Mosque. Kemudian terakhir, di masa Republik Turki terdapat miniatur dari gedung parlemen, Taksim monument, bandara internasional Ataturk serta mini stadion. Selain bangunan-bangunan yang berada di wilayah Turki, terdapat pula miniatur bangunan-bangunan yang berada di luar wilayah Turki, yang memiliki ikatan sejarah dengan Turki, seperti Masjid Al Aqsa, The Dome of the Rock dan juga Damascus Gate di Yerusalem, Palestina. Ada juga Hejaz Railway Station (Damascus Station) yang Wongkentir Magazine | 37
terletak di kota Damaskus, Syria. Serta tak lupa miniatur Ataturk House, rumah masa kecil dari Mustafa Kemal Ataturk, pendiri sekaligus presiden pertama Republik Turki, yang bangunan aslinya terdapat di kota Thessaloniki, Yunani. Mengunjungi miniaturk, hampir seperti mengunjungi seluruh wilayah Turki, karena hampir semua landmark yang terdapat di Turki, dibuat minaturnya disini. Miniaturk layaknya sebuah aset berharga bagi bangsa Turki karena dapat memberikan wawasan sejarah panjang bangsa Turki dari masa ke masa secara visual kepada generasi muda Turki. Dari sini, kemudian muncul sebuah kebanggaan akan sebuah bangsa yang berujung pada jiwa nasionalisme dan patriotisme. Ketika saya berkunjung ke Miniaturk, kebetulan saat itu terdapat beberapa rombongan anak-anak sekitaran usia sekolah menengah pertama. Sepertinya kalau di Indonesia, mereka ini tengah melakukan study tour. Mereka cukup ramah. Setiap berpapasan, mereka berusaha tersenyum. Beberapa diantaranya ada yang berani
38 | Wongkentir Magazine
mengucapkan beberapa kata, seperti “Welcome to Turki”, “Enjoy your holiday at Turki” ataupun menyampaikan salam, “Assalaamu’alaikum”. Ketika tengah beristirahat di sebuah bangku, di dekatk deretan toko makanan dan minuman, tibatiba lima orang anak-anak tadi menghampiri saya dan istri. Mereka menyapa kami dan kemudian berusaha berkomunikasi dengan kami dengan bahasa Inggris yang agak terbata-bata. Kami pun menyambutnya. Kami sangat menghargai keberanian mereka menguji kemampuan bahasa Inggris dengan mengajak langsung orang asing bercakapcakap. Saya jadi teringat, pelajar-pelajar Indonesia yang tengah berwisata di Bali, biasanya juga melakukan hal yang sama pada wisatawan asing yang ada disana. Ternyata di Istanbul sama saja. Keren juga ya, dianggap kayak bule dari asia, bule sawo matang, he he he. Bagi kawan-kawan yang merencanakan berkunjung ke Istanbul, saya menyarankan memasukkan Miniaturk sebagai salah satu destinasi wisata dalam itinerary perjalanan kawan-kawan. Dijamin keren dan puas.
Journey
Baru saja saya menunaikan sholat dzuhur berjamaah, dan sekaligus jama’ sholat ashar, ketika sahabat baru saya, teman seperjalanan, Pak Rizal menghampiri saya. Beliau menjabat tangan saya dan dengan reflek, saya pun memeluk beliau. Saya merasakan ada perasaan haru dari Pak Rizal, yang mana, saya pun merasakannya. “Alhamdulillah, salah satu impian saya terwujud hari ini, bisa sholat di blue mosque”, ujar Pak Rizal sambil tak henti-hentinya mengucap kalimat tahmid. “Iya Pak, Alhamdulillah ya, kita diberi kesempatan oleh Allah untuk mengunjungi salah satu masjid yang memiliki sejarah panjang di dunia islam,” ujar saya. Tidak terasa, mata saya pun berkaca-kaca. Blue mosque, yang mempunyai nama asli sultanahmet mosque, adalah masjid terbesar di seantero Turki. Blue Mosque adalah peninggalan dari kekhalifahan Turki Ustmani alias Ottoman. Masjid ini berdiri sejak awal abad ke-1 7, tepatnya di sekitaran tahun 1 61 6, pada masa pemerintahan Sultan
Ahmed I. Disebut masjid biru karena masjid ini berhiaskan keramik-keramik berwarna biru yang menutupi dinding dan kubahnya. Blue mosque memiliki enam menara. Di Turki, hanya ada dua masjid yang memiki enam menara, yang satu adalah bluemosque, sedangkan yang lain berada di kota Adana. Jumlah enam menara ini hanya kalah dari masjidil haram di Mekkah, yang memiliki 7 menara. Sebenarnya, kunjungan saya di blue mosque di bulan Maret 201 8 lalu, bukanlah waktu yang tepat. Hal ini dikarenakan, blue mosque tengah direnovasi. Pekerjaan yang dimulai sejak awal bulan Maret 201 8 ini dijadwalkan akan selesai di akhir Mei 201 8. Selama masa renovasi, ruangan dalam masjid tertutup untuk wisatawan dan hanya dibuka pada saat waktu sholat saja, selama sekitar satu jam. Namun, saya tetap bersyukur, karena saya dan rombongan, tiba di blue mosque, tepat pada saat adzan dzuhur tengah dikumandangkan, sehingga saya bisa ikut sholat berjamaah dan bisa merasakan Wongkentir Magazine | 39
suasana di dalam masjid. Salah satu yang masih terkenang saat kunjungan ke blue mosque ini adalah air wudhu-nya. Ketika kulit tangan saya terpercik air untuk pertama kalinya, saya seperti merasakan sebuah rasa dingin yang teramat sangat. Reflek, saya pun buru-buru mematikan air. Saya sempat termenung sejenak. Airnya memang sangat dingin, tapi kalau saya tidak wudhu, maka saya tidak bisa ikut sholat berjamaah di blue mosque. Saya pun membuka kembali kran air dan kemudian mencoba berwudhu sambil berusaha menahan dingin. Alhamdulillah, saya akhirnya berhasil menyelesaikan wudhu. 40 | Wongkentir Magazine
Memasuki ruang dalam masjid, saya bisa melihat rangka-rangka scaffolding memenuhi ruangan masjid. Keindahan masjid pun sedikit berkurang, namun itu tidak mengurangi kebahagiaan saya siang itu. Bagi saya, justru hal ini menjadi penanda, bahwa saya memang harus kembali lagi ke blue mosque suatu hari nanti, untuk bisa menikmati secara utuh keindahan dan kemegahan mahakarya arsitektur islam. Seusai sholat, saya menuju teras masjid untuk mengabadikan beberapa frame. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Hagia Sofia yang masih terletak didalam komplek sultanahmet.
Wongkentir Magazine | 41
Journey
Diantara dua benua, disitulah saya berada saat itu. Di sebuah kapal kecil yang tengah berlayar menyusuri selat bernama Bosphorus yang memisahkan benua Asia dan Eropa. Asia di sisi timur, Eropa di sisi barat. Selat Bosphorus juga menjadi penghubung dua laut, laut Marmara di selatan dan laut hitam di utara. Kapal yang saya tumpangi memiliki dua dek, dek tertutup di bawah dan dek terbuka di atas. Saya tentu saja memilih dek diatas, untuk bisa melihat lebih jelas keindahan satusatunya kota di dunia yang terletak di dua benua. Kota Istanbul, Turki. Saat itu jarum jam menunjukkan waktu pukul 2 siang waktu setempat. Matahari bersinar cukup terik. Namun, tidak sanggup untuk sekedar menghangatkan badan, karena semilir angin laut di sisa-sisa musim dingin ini begitu kencang. Kapal berangkat dari sebuah pelabuhan yang terletak di sisi eropa kota Istanbul. Kapal bergerak ke utara, ke arah laut hitam. Di awal keberangkatan, saya bisa melihat the Tower 42 | Wongkentir Magazine
of Justice yang terletak di istana Topkapi. Juga nampak Blue Mosque atau masjid Sultanahmet yang berdiri begitu anggun dengan enam menara yang menghiasinya. Saya juga bisa melihat museum Hagia Sophia yang masih tampak begitu megah meskipun dari jauh. Dari atas selat Bosphorus, ketiga bangunan bersejarah di kawasan sultanahmet itu, tampak berada di puncak sebuah bukit. Setelah 20 menit perjalanan, sampailah kami di depan Istana Dolmabahce yang terletak di distrik Besiktas, Istanbul. Istana yang sangat megah dan indah ini adalah pengganti pusat pemerintahan yang dulunya berada di istana Topkapi. Di istana inilah, Mustafa Kemal Attaturk, sang pendiri republik Turki, menjalani hari-hari terakhirnya di dunia. Kapal bergerak terus hingga menuju sebuah masjid yang sangat indah di tepi laut, bernama Masjid Ortakoy. Masjid Ortakoy memiliki dua menara dengan tinggi yang sama. Dari jauh, tampak ukiran dan hiasan yang begitu indah dari dinding Masjid.
Setelah melewati masjid, kapal yang kami tumpangi melewati jembatan bernama 1 5 July Martyrs Bridge, yang sekilas tampak seperti jembatan golden gate yang terdapat di San Fransisco, Amerika Serikat. Dibawah jembatan ini, kapal berbalik arah ke selatan untuk kembali ke pelabuhan.
Pada perjalanan kembali ke pelabuhan ini, saya dihibur oleh puluhan burung camar yang terbang rendah mengikuti kapal kami. Mereka mengikuti kami bukan tanpa sebab. Adalah remah-remah roti yang dilemparkan oleh Kaira, seorang gadis kecil yang termasuk dalam rombongan travel yang saya ikuti
Wongkentir Magazine | 43
yang menjadi penyebabnya. Dengan agresif burung-burung camar itu menerkam remah roti yang dilemparkan Kaira. Saking agresifnya, jarak moncong mereka dengan tangan Kaira cukup dekat. Dan bahkan ada beberapa ekor yang berusaha mengambil langsung rotinya dari tangan Kaira. Sesekali Kaira reflek menarik tangannya, namun setelah suasana tenang, di lemparkan lagi remah-remah rotinya.
44 | Wongkentir Magazine
Momen ini sungguh sangat sayang untuk tidak diabadikan. Jadi saya segera saja mengambil kamera dan menghunusnya. Dan setelah menempuh perjalanan lebih dari satu jam, sampailah kami di pelabuhan. Sebuah pengalaman yang sangat seru, menyenangkan dan ingin saya ulangi lagi suatu hari nanti jika ada kesempatan untuk mengunjungi kota Istanbul lagi.
Journey
Gerbang istana yang saat ini tertangkap bola mata saya, sungguh sangat megah dan tinggi. Pintunya berbentuk kubah melengkung dengan dua menara beratapkan kerucut di sisi kanan dan kiri pintu. Sekilas, saya melihat istana ini seperti istana yang sering digambarkan di film-film yang bertemakan dongeng klasik percintaan antara pangeran dan putri. Pemandangan pohon yang meranggas di sekitarnya, menambah kesan klasik dari bangunan pintu gerbang ini. Saat ini saya baru saja menginjakkan kaki di kawasan sultanahmet, Istanbul, Turki. Dan istana yang didepan saya ini adalah Istana Topkapi, atau dalam bahasa Turki, Topkapi Sarayi. Istana Topkapi adalah peninggalan dari masa kejayaan kerajaan Turki Ustmani atau Ottoman Empire. Istana Topkapi mulai dibangun sejak abad ke-1 5, tepatnya di tahun 1 459, atau enam tahun setelah Mehmet the Conquer atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Muhammad Al Fatih, melakukan penaklukan kota Konstatinopel dari kekuasaan kerajaan Byzantium.
Sejak saat itu Topkapi menjadi pusat dari kerajaan Turki Ustmani hingga di pertengahan abad 1 9. Tepatnya sejak selesainya pembangunan istana Dolmabahce di tahun 1 856. Sultan Abdulmecid I yang saat itu berkuasa, memindahkan pusat kerajaannya di Istana Dolmabahce. Istana Topkapi pun berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan barang-barang berharga kerajaan dan juga sebagai perpustakaan. Yang terlihat di hadapan saya ini, baru gerbangnya saja. Begitu melewati pintu gerbang istana, yang sejak didirikannya republik Turki dialihfungsikan menjadi museum, saya dibuat takjub oleh ukuran luasnya istana. Informasi dari pemandu wisata, luas istana mencapai 700.000 meter persegi. Istana Topkapi dibagi menjadi empat bagian, sebagian lagi berpendapat hanya 3 bagian. Bagian pertama adalah halaman pertama dengan pintu gerbang berbentuk persegi yang diberi nama Imperial Gate. Untuk memasuki halaman pertama, tidak ada biaya Wongkentir Magazine | 45
tiket alias gratis. Di halaman pertama, kita bisa melihat beberapa bangunan yang bergaya arsitektur klasik seperti bangunan yang dulunya adalah pusat kekaisaran Turki Ustmani sebelum istana Topkapi dibangun dan juga gereja Hagia Eirene. Di ujung halaman pertama, terdapat pintu 46 | Wongkentir Magazine
gerbang dengan dua menara yang beratap kerucut. Itu adalah pintu gerbang menuju halaman kedua istana topkapi. Untuk memasuki gerbang kedua ini, wisatawan harus merogoh kocek untuk membeli tiket masuk seharga 40 turki lira terlebih dahulu di loket.
Di halaman kedua, terdapat beberapa bangunan bersejarah. Salah satunya yang menarik perhatian saya adalah sebuah bangunan yang agak terbuka atapnya yang dikombinasikan dengan menara-menara berbentuk silinder. Ternyata itu adalah dapur istana dan menara-menara berbentuk silinder adalah cerobongnya. Bangunan kedua yang saya kunjungi di istana Topkapi adalah imperial council atau kalau di era sekarang adalah gedung parlemen. Di sebelah gedung parlemen terdapat ruangan yang disebut imperial harem, yaitu ruangan untuk para istri maupun selir raja. Kalau gedung parlemen, saya sempat masuk ke dalam ruangannya, namun untuk imperial harem, saat itu saya tidak masuk. Di samping ruang parlemen, terdapat imperial treasury, yaitu ruangan untuk menyimpan harta berharga kerajaan. Di masa sekarang ini, ruangan ini digunakan untuk tempat pameran. Di atas imperial council dan imperial treasury, terdapat sebuah menara yang diberi nama the tower of justice. Di halaman kedua ini, terdapat satu lagi pintu gerbang yang disebut gerbang kebahagiaan atau the gate of felicity. Gerbang ini menjadi pemisah antara halaman kedua dan halaman ketiga. Untuk memasukinya tidak perlu membeli tiket lagi. Di halaman ketiga ini, karena waktu, saya tidak sempat menjelajahi terlalu banyak. Saya hanya mendapatkan info dari pemandu kalau di halaman ketiga ini terdapat beberapa bangunan diantaranya Audience Chamber, Imperial Tresury dan juga yang paling
menyita perhatian adalah privy chamber atau the chamber of the sacred relics, ruangan penyimpanan barang-barang yang sangat berharga. Di dalam privy chamber ini terdapat beberapa helai rambut yang diyakini sebagai janggut dari Nabi Muhammad SAW. Ada juga tongkat Nabi Musa AS dan sorban Nabi Yusuf AS. Beberapa peninggalan pedang dari Khulafaur Rasyidin juga dipajang di privy chamber ini. Di dalam privy chamber juga dilantunkan alunan ayat suci Al Quran setiap waktu. Khusus di dalam privy chamber ini, pengunjung tidak boleh memotret. Setelah dari privy chamber, saya menuju sisi istana paling ujung. Saya serasa berdiri di atas sebuah benteng tinggi, dimana saya bisa melihat kondisi sekitar istana dengan sangat jelas. Dari sisi ini, kita bisa melihat selat Bosphorus, selat yang tidak hanya membelah kota Istanbul saja, namun juga membelah dua benua, Asia dan Eropa. Sebenarnya ada satu halaman lagi, yakni halaman empat. Halaman ini adalah tempat tinggal pribadi Sultan bersama keluarganya. Pada halaman keempat ini terdapat beberapa paviliun, taman dan juga serambi. Dahulunya halaman keempat ini dianggap sebagai bagian dari halaman ketiga. Namun, karena halaman ketiga dan keempat memiliki ruangan yang fungsinya sangat berbeda, maka dibuatlah istilah halaman keempat. Pada kunjungan ke Topkapi kemarin, saya tidak sempat mengunjungi halaman keempat ini karena keterbatasan waktu. Sekitar tiga puluh menit lagi, adzan Dzuhur akan berkumandang dari Blue Mosque, dan ini artinya saya harus bergegas menuju Blue Mosque untuk bisa menikmati sholat berjamaah disana. Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berharga bisa mengunjungi Topkapi Palace. Satu lagi, meskipun saat saya berkunjung, masih dalam peralihan musim dingin ke musim semi, tetapi saya sudah bisa melihat beberapa kuncup bunga Tulip sudah bermekaran. Sangat indah. Semoga suatu hari nanti, saya bisa berkunjung kembali ke Istanbul, khususnya di musim panas, untuk bisa melihat tulip-tulip ini tumbuh menghiasi istana Topkapi. Wongkentir Magazine | 47
Culinary
Perjalanan ke Turki, bulan Maret 201 8 silam, merupakan perjalanan yang sungguh tidak terlupakan bagi saya. Perjalanan ke Turki, sejauh ini adalah perjalanan terjauh yang pernah saya tempuh. Kemudian saya bertemu dengan reruntuhan kuno ala bukit akropolis Yunani, meskipun dengan skala yang lebih kecil. Saya juga berkesempatan untuk menunaikan sholat berjamaan di Blue Mosque. Dan satu hal lagi yang membuat saya masih terkenang akan perjalanan ke Turki beberapa bulan silam, dua kudapan khas dari negeri asal mula bunga Tulip ini, Baklava dan Kunefe. Saya mencicipi Baklava untuk pertama 48 | Wongkentir Magazine
kalinya di kota Istanbul, tepat di dua hari terakhir, sebelum kami terbang kembali ke tanah air. Saat itu, tanpa sengaja, setelah makan malam, saya dan rombongan melewati salah satu toko Baklava. Kami pun singgah sejenak. Senyum ramah pramuniaga toko menyambut kedatangan kami. Sejurus kemudian, tanpa kami minta, sang pramuniaga memotong sedikit Baklava yang ada di loyang untuk kami cicipi. Ah, sebuah konsep marketing yang menarik. Begitu Baklava mendarat di lidah, saya merasakan sebuah sensasi rasa yang sangat lezat dan legit. Baklava adalah kudapan dengan bahan
dasar gandum yang dicampur dengan kacang. Biasanya kacang yang digunakan adalah kacang pistachio ataupun kacang kenari (walnut). Sebelum dipanggang dalam oven, adonan Baklava ini diberi sirup kental yang rasa manisnya sangat luar biasa enak. Ini pertama kalinya saya merasakan sirup seenak itu. Setelah adonan Baklava matang dan dikeluarkan dari oven, kembali adonan Baklava itu dilumuri sirup kental, sehingga tak heran, rasa Baklava begitu legit di lidah. Setelah mencicipi sepotong Baklava, kami bertanya beberapa hal tentang berbagai jenis Baklava sekaligus harganya. Dari informasi sang pramuniaga dengan bahasa inggris
yang terbata-bata, saya mendapatkan sedikit keterangan bahwa Baklava memiliki beberapa jenis. Ada Fistikli Baklava atau Baklava dengan isi kacang pistachio. Fistikli Baklava merupakan versi original dari Baklava dan jenis Baklava terenak versi saya. Harganya juga termahal diantara jenis Baklava yang lain. Kemudian ada Sade Baklava, yaitu Baklava plain tanpa isi. Ada juga Fistikli Kuru Baklava, yang merupakan versi kering dari Fistikli Baklava. Jenis Baklava ini adalah jenis Baklava yang biasanya dijadikan oleh-oleh, karena usia kadaluwarsanya cukup panjang, mencapai sekitar 4 hari jika tidak masuk ke dalam Wongkentir Magazine | 49
lemari es. Jenis Baklava yang lain adalah Cevizli Baklava, yaitu Baklava dengan isi kacang kenari (walnut). Bagi penggemar cokelat, ada juga Cikolatali Baklava. Harga Baklava berbeda-beda tergantung jenisnya. Harga bisa dilihat di daftar harga yang tertempel pada dinding toko. Harga tersebut adalah harga per kilogram Baklava. Bagaimana jika kita ingin merasakan berbagai macam jenis Baklava dalam satu kotak? Itu mudah. Tinggal tunjuk di etalase, mau Baklava jenis apa saja. Kemudian jika kotak sudah penuh, pramuniaga akan menghitungkan untuk kita, berapa harga satu kotak tersebut. Saya sendiri kemudian memesan 2 kg Baklava campur yang di kemas dalam 4 kotak setengah kiloan. Sembari mengemas pesanan saya, sang pramuniaga memberikan sepotong Baklava untuk saya cicipi langsung. Selama di Turki, saya hanya mampir dua toko Baklava. Pertama yaitu toko Sembol, toko yang saya ceritakan di atas. Sedangkan yang kedua adalah toko Safa yang berada di sekitar Grand Bazar. Saya tidak sempat singgah di toko Baklava Karakoy Gulluoglu
50 | Wongkentir Magazine
yang konon memiliki Baklava paling enak, namun juga harganya paling mahal. Kunefe tidak kalah enak dan legitnya dengan Baklava. Kudapan yang berbentuk lingkaran dengan bahan dasar gandum dan kelapa ini juga merupakan kudapan khas Turki, meski namanya tidak setenar Baklava. Jika Baklava dipanggang di oven, Kunefe dipanggang di atas arang. Arang ini nantinya akan menyebarkan panas pada wadah aluminium yang menjadi tempat adonan Kunefe. Sembari dipanggang sang penjual membolak balikkan Kunefe agar panggangan merata di semua sisi. Setelah matang, Kunefe ditaburi dengan potongan kacang pistachio dan kemudian dilumuri sirup kental yang sama dengan sirup yang melumuri Baklava. Biasanya toko yang menjual Baklava juga menjual Kunefe, seperti toko Safa yang berada di sekitaran Grand Bazar. Gara-gara menulis artikel ini, sambil lihat gambar baklava, air liur saya tiba-tiba menetes. Ah, saya jadi ingin segera berkunjung ke Turki lagi untuk memberikan cinta pada lidah yang rindu lezatnya Baklava dan Kunefe.
Wongkentir Magazine | 51