RABU 4 SEPTEMBER 2013
Pendapat
SURAT KABAR HARIAN
SWARA KITA Berpikir dan Berbuat
5
SWARA KAMI
SWARA ANDA
Gemuru peradaban timpang
Cerita dongeng kompensasi
TAKUT bertaburan di jalan-jalan, macet, cerita copet, petaka, nujum memprediksi masa depan serta kemiskinan menindas. Teriak menggelegar. Reformasi juga berteriak saat ini dan ia bergelayut euforia pemekaran yang tak kuat memberi jawaban pada kedaulatan rakyat dan hanya jadi sebagai candu pemerintah, karena mau menidurkan rakyat agar lupa pada tuntutan pelayanan civil minimum yang prima dari pemerintah. Kisah ini hanya membangkitkan kebiasaan-kebiasaan usang, namun rasa menghimpitjepit kesal di luar sana ada lapar menunggu beribu saat yang sudah jadi sia-sia. Banyak manusia kekurangan sandang, walau di negeri ini bendera mereka masih tetap merah putih melebar perkasa sebagai perkakas simbol yang kadang boleh menodai harga diri seorang manusia. Waktu yang panjang dalam ingatan yang terlupa, entah peduli masih ada atau hanya sebuah kelanjutan dari episode penjajahan yang menemukan babak barunya di tengah ramai issue yang memojokkan siapa saja yang tak tahu dan tak mengerti mengapa dirinya miskin. Ada tanya kamu juga melekat di sana. Di ujung tanda seru kemiskinan yang barisannya sepanjang jalan negeri. Berulang lagi mereka yang pergi dan menyanyikan segumpal keraguan. Pestapesta di bilik-bilik politik, rakyat di jalan sempit. Karena memang kasih mereka tak terkira pada rakyat jelata yang ikut arus di sungai keruh demokrasi punah arti. Derita mereka memang tak akan tuntas dengan segala perta yang berkumandang di tiap kesempatan yang menghadirkan pemimpin-pemimpin mereka yang selalu disambut seperti berhala. Kisah cinta yang sudah mendua, dan tak pernah dikomunikasikan secara transparan, serta berbuah ketimpangan yang akan dipanen bersama bencana yang akan datang. Sisi yang lain bicara benar, bahwa kualitas sumberdaya memang penting, apalagi posisi kita yang tak pernah bertambah, terus pada posisi bertumbuh berkembang dan tak maju-maju! Demikian juga kesadaran yang tipis serta peran aktif rakyat yang dimatikutukan oleh proposal investasi bertajuk pengurasan. Kita masih bicara aturan yang tak mengatur. Miskin struktur kaya fungsi hanya obrol lupa yang terus digenjot di bibir petaka. Sadarlah, yang mana perkara ini bukan baru usulan, hampir setahun ia mendekam di lembar-lembar berita, dan jadi semacam bumbu retorika kenegaraan. Tapi, seperti itu, ia cuma cerita yang benar-benar miskin. Ia menarikan ketelanjangan yang panjang, berbaris di deretan pelayan rakyat dan wakil rakyat yang hanya doyan jalan-jalan dan berbelanja ke segala penjuru negeri dengan bantuan kesempatan yang mereka bahasakan sebagai studi banding. Segalanya jadi terbeli! Irama ini harus dihenti, agar kita boleh menyanyikan tembang baru kebenaran yang sekian zaman tertimbun sistem. Hari ini kita menari, sejurus langkah untuk mengevaluasi diri sendiri. Coba direkam lagi, rakyat saat ini merindukan pemerintahan yang bersih, dan tata kata yang disodori berbagai istilah asing yang membingungkan pembaca yang sudah sukar membedakan mana berita, mana derita, mana gurita yang menggulung-gulung cita-cita di visi mimpi buruk masa depan. Sosialisasi sudah usang di peradaban timpang ini: Penyelenggaraan negara yang bersih pernah diteriakkan, kini jadi bumerang, ketika didapati ternyata ketimpangan yang selama ini terjadi bersumber dari sistem. Si pejabat anu terpenjara suap, si wakil anu terjerat pasal-pasal korupsi, ada penggantian si anu sebagai si anu untuk jabatanjabatan khusus, semoga si anu boleh tanggap apa yang terjadi di sektor-sektor anu. Di samping juduljudul lama menggaet segala syair yang mengatai pepatah, mudah-mudahan tajuk yang seperti itu tak lantas patah arang. Padahal, beberapa hari silam di kertas-kertas tersusun rapi, berita berbaris, di depan layar kaca yang mengumumkan banyak kemudahan lewat promo serba murah, berita berbaris. Janji-janji yang berseliweran memenuhi bilik-bilik pemikiran. Kemudian, saat realita datang menggulung kertaskertas itu, dan layar sudah dikekalkan dalam tabung reaksi yang berisi cairan cerita bersambung, kemiskinan ternyata bukan sekedar berjuang untuk terbebas dari lapar dan haus. Kemiskinan juga melekat di berita dan cerita. Kadang hilang kata dan terus berulang-ulang mempropagandakan keraguan yang dihentar sistem yang juga memiskinkan ilmu pengetahuan dan juga kasih sayang. Berapa banyak yang mesti diulang lagi? Berapa derita yang akan terus berkelanjutan, dan peran ingkar bersahut-sahutan dalam gemuru peradaban timpang? Kita masih mengulang soal janji-janji yang bergerak seiring hari yang pergi dengan banyak pesan. Teori kedaulatan rakyat yang tak setara dengan implementasi, namun ia masih saja terus diumumkan dan dipositifkan berita. Sementara derita sudah jadi show yang mendulang uang dan proposal peganda biaya tak terduga dan biaya lain-lain. Ada yang mestinya disampaikan secara berurut dan lengkap, sehingga perkara itu jadi hal yang benarbenar penting dilanjutkan ke titik di mana ia bersumbu. Akar dari segala perkara yang harusnya kita umbar sampai tuntas. Mengapa ini tak dilakukan? Di suatu wilayah sensitif, betapa kita hanyut pada perspektif sendiri tanpa mau mengurai apa yang sebenarnya terjadi di sekeliling. Mata-mata menatap nanar sesuatu yang memikat lebih jauh dari alunan nada. Deretan pengangguran yang berjejal menunggu waktu yang usang ketika malam datang dengan problematikanya sendiri. Bila mereka membacanya nanti, akan tumbuh suatu rasa yang jarang muncul dalam benak. Kesadaran, dan itulah tujuan kita.
Mengemas cemas (1) Oleh Dera Liar Alam
KEMBALI pada cerita dan berita. Sebuah ketakutan, entah apa. Bumi tua, dan hilang keseimbangan ketika berdiri di pijak labil. Tapi ketakutan itu merebak menjadi sebuah dokumen yang menumpuk di jiwa. Dokumen itu menjadi memori kolektif yang menjalar laksana kebencian. Bencana. Dan benci, adalah banjir yang menghanyutkan cabangcabang yang sudah mati
dan menggusur bangunan-bangunan yang nantinya juga akan runtuh. Dokumen yang mendesak menjadi sebuah kepedulian pada keadilan. Dunia menghadapi berbagai persoalan yang tak mudah dicarikan jalan keluarnya. Coba kita cari jawaban dari semua persoalan yang sementara mengalir di ruang peradaban dewasa ini. Di negara kita ada masalah sistem negara yang terus
kebenaran dan keadilan. Sesuatu yang sederhana namun menyengat. Kopi hangat pagi ini yang terlantar di meja bersama sarapan. Ini mungkin hanya sebuah kegunaan dan bisa jadi bukan berita. Untuk membersihkan toilet : Tuangkan sekaleng CocaCola ke dalam toilet. Tunggu sejam, kemudian siram sampai bersih. Asam sitric dalam Coca-Cola menghilangkan noda-noda dari keramik. Demokratisasi, Otonomi, Pemekaran, dan berbagai terminologi, bebas berkeliaran mengisi ruang ‘negara’ kita. Mengemas cemas lebih sekedar
kampanye pemulihan terhadap ‘penyakit’ rakyat dalam negara yang tak sesederhana membalik telapak. Sementara, perdagangan senjata antarnegara dan penggunaannya oleh para serdadu bayaran, lebih menjadi alasan bagi robeknya tirai adat di kampung-kampung pelosok nusantara, bahkan di semua tempat di dunia, tanpa kecuali.
(bersambung)
IKAN TUNA:
Mencegah pembentukan racun histamin (4) Oleh Zalniati Fonna Rozali Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Cara seperti ini bisa mempertahankan kesegaran ikan selama 7 hari. Lebih baik lagi jika ikan langsung dikemas per ekor dengan menggunakan es kering yang terlebih dahulu dibungkus plastik. Hasil tangkapan diberi tanda dalam pengumpulan dan pewadahan berdasarkan perbedaan angkatan jaring atau hari penangkapan TEKNIK PEMBONGKARAN
IKAN DI PELABUHAN Sewaktu pembongkaran muatan, sebaiknya hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan waktu penangkapan. Proses perpindahan harus dilakukan dengan cepat dan hati-hati serta tidak menggunakan peralatan yang tajam dan kasar. Suhu dingin, es dan kontak langsung dengan sinar matahari harus tetap dijaga karena kesegaran ikan bersifat sementara. Selama
pendaratan tersebut ikan tidak boleh diletakkan di lantai PENANGANANIKANDI TINGKAT PEDAGANG Pada saat ini ikan masih diperlakukan pada suasana dingin sehingga kesegarannya tetap terjaga. Kondisi kebersihan personal, sarana dan prasarana harus diperhatikan. Perlakuan seperti ini akan menjamin kualitas ikan segar sampai ke tangan konsumen. PENANGANANIKANDI TINGKAT INDUSTRI PENGOLAHAN Industri pengolahan ikan sebaiknya terlebih dahulu menjalin kerjasama dengan nelayan tuna, agar hasil ikan yang diperoleh benar-
banar dalam keadaan segar. Selanjutnya secepatnya diolah menjadi produk unggulan industri tersebut. Ikan yang tidak langsung diolah pada hari itu dapat disimpan pada refrigerator/ chiller dan freezer setelah sebelumnya disiangi. Sebaiknya proses penyiangan dilakukan pada suhu dingin dan dibersihkan dengan air bersih dingin mengalir. Selama proses dijaga agar tidak terjadi kontaminasi silang, yaitu ikan yang telah bersih tidak terkena kotoran dari ikan lain atau dari peralatan, es, dan orang. Untuk itu diperlukan manajemen tata ruang dan tata laksana yang baik,
petunjuk penyimpanan setiap jenis bahan dan barang, penyusunan yang rapi dan benar, pengeluaran bahan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) yaitu yang pertama masuk pertama keluar, penjagaan kebersihan ruang, pengaturan udara dan temperatur yang tepat untuk setiap barang. Peralatan pengolahan ikan tuna harus selalu dibersihkan dan disanitasi sebelum dan sesudah digunakan untuk menghindari kontaminasi silang.
(bersambung)
Kegamangan mutahir di pundak proposal miskin (2) Oleh Reges Kineret
Redaksi REDAKSI menerima tulisan dalam bentuk opini, cerita, puisi atau apa saja. Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengurangi makna yang dikandung tulisan itu. Kirimkan tulisan anda ke: redaksi@swarakita-manado.com atau langsung di antar ke redaksi d/a: Mega Smart VIII No.7 Kawasan Mega Mas Boulevard Manado Telp: 0431 841060, Fax: 0431 841071
dikorek-korek, ada soal sistem perbankan yang keropos hingga utang luar negeri, ada soal separatisme hingga pertikaian ‘katanya’ antaragama, suku, dan ideologi. Di daerah-daerah merebak issue keadilan, dosa penguasa di masa lalu, harapan masa depan. Segalanya, laksana gelombang, datang menghempas, tiap saat memenuhi halamanhalaman media dan ruangruang berita. Berapa banyak dokumen yang kita hasilkan hari ini? Berapa banyak keadilan yang kita bela hari ini? Kita masih bertanya tentang
“Kami terus berupaya dengan sungguh-sungguh untuk melanjutkan upaya pengurangan kemiskinan, pengangguran dan hutang pemerintah terutama hutang luar negeri kita. Upaya tersebut juga telah dilakukan sebelumnya, yang dalam kenyataannya juga mengalami pasang-
surut.” Sudah lewat harinya, kita kembali lagi ke rutinitas. Boleh jadi hilang makna, di anggur yang melebihi dosis karena senang dan menang kita boleh diukur seberapa banyak yang melewati kerongkongan. Padahal, kemarin kita boleh membasuh kaki dengan
merendahkan diri sendiri, supaya kita boleh belajar berempati dengan situasi manusia yang lain yang lebih buruk nasib dari kita. Namun, lain waktu kita tak dapat mengulang lagi. Kembali ke kubangan masa lalu, diri penuh dosa dan nista. Lupa untuk selamanya jadi biasa. Dan pada tataran implementasi, gerak pembangunan seperti sepi dan banyak warga yang tidak tahu yang mana daerah mereka merupakan target dari
pengentasan kemiskinan. Informasi itu masih dibetot. Bila rakyat bertanya tentang pembangunan yang asal-asalan, maka ia selalu dikucilkan dan dianggap pembangkang. Mari kita diktekan lagi cerita kemarin itu. Sebuah alasan yang kadang susah dibantah, dan dengan argumen yang miris ada yang sudah punya jawaban yang terlihat serius. Kenyataan yang sudah pasti. Kenyataan yang ada di mimpi-mimpi
meminggirkan segala kepastian. Segenggam soal yang tak mampu dipeluk jari-jari lalu tercurah mengotori baju keteledoran. Bila datang petaka, berita menudingkan kepasrahan mereka yang berduka. Simpul-simpul rumit semakin membelit.
(bersambung)
BERBAGAI persoalan masyarakat masih belum menjadi target utama pemerintah. Sementara perpolitikan menjadi menu sehari-hari dalam pemberitaan kita. Kabar ini lebih nyaring bunyinya dari dentum lapar dan gelisah para pencari kerja. Kemarin ada peristiwa gempa bumi yang juga memakan korban manusia. Muasal krisis berkepanjangan, awal perpecahan yang ditabur di benih-benih keraguan yang diseragamkan oleh sistem di negara kita. Derita rakyat, cerita populer yang disambangi janji-janji. Sementara itu, good governance and clean government hanya issue yang disanjung-sanjung padahal dalam implementasi kondisi itu masih tumpul dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Di negara kita ini ada hal yang sudah tak mengherankan lagi. Mengatasnamakan rakyat yang tidak mendapat apaapa dari kewenangan elite mengurusi segala biaya dan dana yang mengalir penuh sensasi dengan jumlah terbatas, yang ujungnya masuk kantong kepentingan pribadi dan golongan. Kita menyiapkan alasan dengan menyajikan bukti-bukti karena laporan sudah banyak yang masuk. Di sini kita mencari-cari jejak hilang. Kepedulian sudah hilang dan berganti muka sebagai cinta diri sendiri. Ketika yang dipenuhi ketidakpedulian, coba tanya lagi klaim terhadap rasa memiliki itu. Jangan-jangan kita sudah memusuhi diri kita sendiri, dan tak lagi tahu diri lagi. Jangan-jangan kita hilang arti, dalam belantara bingung yang menderaskan amarah, karena negara sudah mendidik kita sebagai budak-budak sistem yang pada hakekatnya kita sendiri tidak mengerti sepenuhnya apa yang dimaui sistem itu dalam kepentingannya, tapi bibir-bibir kita teramat sering mengumandangkan sistem itu sebagai sesuatu yang dicintai beribu waktu dan sampai kapanpun. Indonesia yang bertanah air, berbangsa, dan berkeragaman. Tag yang melekat adalah kesatuan, riil yang dijalankan adalah perseteruan dan pecah belah. Buyarlah imaginasi kita tentang pluralisme yang dibahasadidikan bhineka tunggal ika itu. Pemerintah masih mendongengkan kompensasi dan investasi asing padahal dalam kenyataan investasi itu rasionalnya ialah penggandaan modal yang menghisap seluruh sumberdaya yang ada di daerah. Kiat kita memuji berbekal lebih dari dua puluhan huruf ditambah tanda baca yang menyerunyeru. Akar dari ketidakadilan sering dikumandangkan dalam setiap kesempatan. Implementasi kebijakan yang sering tidak lagi mengindahkan keadilan dan hanya berpihak pada kekuasaan dan uang. Itulah kiranya yang boleh dicarikan solusinya secepatnya oleh sistem dan pemerintah yang ada di negara kita ini. Kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat itu sudah membuat kemiskinan dan petaka menjadi abadi di bumi kita. Kita memang butuh waktu yang panjang untuk menemukan jejak kepedulian yang hilang itu, dan untuk mematahkan jari-jari sosialisasi yang mendongengkan kesempatan kita yang habis dimakan regulasi berbingkai sistem tak pro rakyat. K.E.S Manado – Sulut
KOMISARIS UTAMA: Ina Eryana. KOMISARIS: Christianus H. DIREKTUR UTAMA: Meilany Mongilala. DIREKTUR: Hendra Zoenardjy. PEMIMPIN REDAKSI: Hendra Zoenardjy. WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Donny Wungow. REDAKTUR PELAKSANA: Glenly Bagawie. KOORDINATOR LIPUTAN: Stenly Lumempouw. KOORDINATOR BIDANG: Tonny Mait, MUSYAWARAH REDAKSI: Hendra Zoenardjy, Ronald Rompas, Donny Wungow, Glenly Bagawie, Stenly Lumempouw, Tonny Mait. REDAKTUR: Finda Muhtar. REPORTER: Deddy Wakkary, Hanny Rais, Robby Liando, Ronald Sumakul, Serly Tasiam. KEPALA BIRO: Tonny Mait (MANADO), Glenly Bagawie (TOMOHON), Ronald Rompas (MINAHASA), Rusdianto Rantesalu (MINUT), Servi Maradia (MINSEL), Stenly Lumempow (MITRA), Wolter Pangalila (BITUNG), Sam Daleda (SANGIHE-TALAUD), Stenly Gaghunting (SITARO), Verdynan Manoppo (KOTAMOBAGU-BOLMONG), Faruk Langaru (BOLTIM-BOLSEL), Kurniawan Golonda (BOLMUT). REPORTER BIRO: Rommy Kaunang (MINAHASA), Devie Pondaag (MITRA), KONTRIBUTOR: Syaiful W Harahap (KHUSUS KESEHATAN). FOTOGRAFER: Bobby Rambing. KOORDINATOR ARTISTIK: Fadjrin Haryanto. STAF ARTISTIK: Richard Tamara, Alphen Mamentu. SEKRETARIS REDAKSI: Angelia Natasia Herline. MANAGER IKLAN: Herry Bagau, KOORDINATOR IKLAN: Stembri F Legi. STAF IKLAN: Denny Moningka, Hervy Sumarandak, Malik Thaib, Denny Sumolang, Didik Agusprianto. ADMINISTRASI IKLAN: Nancy Bertha. MANAGER PEMASARAN: Noldy Poluan. STAF PEMASARAN: Meisisco Gaghana. DISTRIBUSI: Denny Poluan (Minahasa, Tondano, Tomohon, Mitra), Sterfi Lumangkun (Bitung), Alfrits Samolah (Minsel), Marchel Wowor, Steven Manengkey (Manado). PACKING: Samiun Hulantu. KOLEKTOR PEMASARAN: Reinold Welong, ADMINISTRASI: Lisa Wuisan. STAF UMUM: Deydi Mokoginta, D Iman, Cipta. SEKRETARIS/BENDAHARA PERUSAHAAN: Nancy Bertha. PENERBIT : PT. Sulut Lestari Press, PERCETAKAN: PT. Manado Media Grafika (Isi di luar tanggung jawab percetakan) HARGA Langganan: Rp. 45.000,-/bulan (luar kota tambah ongkos kirim) TARIF Iklan: Rp. 9000/mm kolom (BW), Rp.15000/mm Kolom (FC), ALAMAT: Mega Smart VIII No.7 Kawasan Mega Mas Boulevard Manado, Telp (0431) 841060, Fax: (0431) 841071 PERCETAKAN: Jl. AA Maramis, Kairagi, Manado. Telp (0431) 812777