Swara Rahima Edisi 50

Page 1

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 1


Daftar Isi Salam

1

Surat Pembaca

2

Abstrak

3

Fokus

6

Santri, Seksualitas dan Teknologi (Informasi)

Jaringan

Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi-Majalengka: Dibangun di atas Pondasi Spirit Kesetaraan Khazanah

14

Maulida Raviola : Tanamkan Nilai, Buka Ruang Dialog pada Remaja, Bukan Melarang! Chusna Arifah : Ajak Santri Memahami Dampak Positif dan Negatif Teknologi Informasi Tafsir Alquran

22

Meneladani Alquran dalam Membincang Seksualitas Oleh : Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Fikrah Mullah Sadra : Menuju Jalan Cahaya Oleh : Nurkhayati Aida Akhwatuna Santri Cerdas Gunakan Teknologi untuk Move On Oleh: Isthiqonita Yahya : Hijrah Kespro dari Al Ghozaliyah ke Brawijaya Kiprah

Info

44

Upaya Pendewasaan Usia Nikah Kandas di Palu MK Cerpen

49

Realita Perempuan Muslim India dalam Bingkai Minoritas 51

KTD Haruskah dinikahkan ? Oleh : KH. Muhyiddin Abdusshomad Santri dan Tantangan Globalisasi Informasi Oleh : Dina Sri Lutfiana

32

Santri MTs Diskusikan majalah SWARA RAHIMA Melayani Remaja dan Memberdayakan menjadi Agen Perubahan

45

Sunshine Oleh : Nor Ismah

Refleksi 30

40

Respon yang Arif terhadap Booming Teknologi Seks Oleh : Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, MA

Tanya Jawab 28

Profil

Dirasah Hadis

Teropong Dunia 26

Rahima

38

Jomblo Bukan Haram

Opini

Swara

35

Swara Rahima Edisi 50/Th. XV November 2015 ini diterbitkan atas kontribusi dari

Jl. H. Shibi No. 70 Rt. 007/01 Srengseng Sawah, Jakarta Selatan 12640 Telp. 021-78881272, Fax. 021-7873210 Email: rahima2000@cbn.net.id - Website: www.rahima.or.id

53


Salam

Redaksi PENANGGUNG JAWAB Masruchah PEMIMPIN UMUM KH. Husein Muhammad PEMIMPIN REDAKSI AD. Eridani DEWAN REDAKSI Maman A. Rahman, Mawardi, Nurhayati Aida REDAKTUR PELAKSANA AD. Kusumaningtyas DEWAN AHLI Hj. Hindun Anisah, Hj. Afwah Mumtazah, Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm Prof. Dr. Saparinah Sadli, KH. Muhyiddin Abdussomad, Nyai. Hj. Nafisah Sahal, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Kamala Chandra Kirana, MA, Faqihuddin Abdul Kodir, MA, KH. Helmi Ali, Farha Ciciek, MA ABSTRAK ARAB Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA. ABSTRAK INGGRIS AD. Kusumaningtyas KARTUNIS Basuki DESAIN GRAFIS DAN TATA LETAK Sanis Desain SEKRETARIS REDAKSI Binta Ratih Pelu DOKUMENTASI Ulfah MH KEUANGAN M. Syafran, Mustika DISTRIBUSI Imam Siswoko, Andy Fandiar. SWARA RAHIMA adalah majalah berkala terbitan Perhimpunan RAHIMA untuk memenuhi kebutuhan dialog dan informasi tentang Islam dan hak-hak perempuan. SWARA RAHIMA berusaha menghadirkan fakta dan analisis berita, serta wacana Islam dan hak-hak perempuan. SWARA RAHIMA mengharapkan partisipasi pembaca melalui saran dan kritik. SWARA RAHIMA menanti kiriman tulisan pembaca sesuai dengan visi Rahima. Bagi yang dimuat akan diberi imbalan. Redaksi berhak mengedit semua naskah yang masuk. Semua tulisan menjadi milik redaksi, jika hendak direproduksi harus ada izin tertulis dari redaksi. 5 rubrik dari SWARA RAHIMA (Fokus, Tafsir Alquran, Dirasah Hadis, Fikrah dan Refleksi) diterjemahkan dalam bahasa Inggris, dan dapat diakses di website Rahima, www.rahima.or.id.

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pembaca Swara Rahima yang setia, Alhamdulillah, puji syukur kita ucapkan ke hadirat Allah swt., yang masih memberi kita kesempatan untuk memasuki tahun baru 1437 H dan insyaallah mengisinya dengan ibadah, amal saleh, dan kerja-kerja kemanusian yang lebih baik. Shalawat dan salam, semoga selalu tercurah pada Rasululullah saw., yang mengajak kita untuk terus belajar dan menuntut ilmu, sejak dari buaian hingga ke liang lahat. Rasa syukur ini juga perlu kami ungkapkan, karena majalah Swara Rahima yang pertama kali terbit pada Mei 2001, telah berhasil bertahan hingga edisi ke-50. Media informasi seputar Islam, gender, dan hak-hak perempuan ini secara lengkap juga bisa diakses melalui website Rahima di www.rahima.or.id termasuk lima rubrik yang disajikan dalam English version. Dengan demikian, pembaca dari mancanegara seperti AS, Malaysia, Singapore, UK, Australia, Tiongkok, Belgia, India, Pakistan, dll. bisa turut menikmati sajiannya. Pembaca Swara Rahima yang bijaksana, Kehadiran teknologi informasi telah sanggup meretas batas-batas dunia. Kita menjadi semakin terhubung dengan hadirnya berbagai piranti teknologi informasi, seperti internet serta beragam media sosial di dalamnya. Acapkali, masih banyak orang tua merasa khawatir bahwa kemudahan ini bisa membuat putra-putri mereka terjebak dalam kenakalan remaja, menjadi korban bullying, pelecehan seksual bahkan pergaulan bebas yang diidentikkan dengan dampak negatif interaksi di dunia maya. Padahal para santri yang masih berusia remaja ini juga perlu mengakses informasi seluas-luasnya mengenai beragam isu dari berbagai belahan dunia, menemukan kitab-kitab klasik yang selain lengkap juga tersaji dengan cara yang mudah, dengan suasana dialog yang sehat orang tua dan guru selama masa tumbuh kembang mereka. Untuk itulah, Swara Rahima edisi ke-50 ini hadir dengan topik “Santri, Seksualitas, dan Teknologi (Informasi)” Topik di atas akan dikaji secara mendalam dalam rubrik Fokus. Tentu saja dilengkapi dengan sajian wawancara di rubrik Opini bersama narasumber Maulida Raviola (Koordinator Pamflet Generasi) dan Dra. Hj. Chusna Arifah, SPd. M.Pdi, (pendidik dan pengasuh PP. Darussalam, Ciamis). Beragam artikel dengan tema senada karya mitra Rahima tersaji dalam tulisan Istiqanitha (Akhwatuna), Rinaldi Ridwan (Kiprah). Kajian dari perspektif agama secara mendalam terhadap topik di atas, juga tersaji di rubrik Tafsir Alquran yang diasuh oleh Dr. Nur Rofiah, Bil ’Uzhm dan Dirasah Hadis yang diasuh oleh Ustadz Dr. Faqihuddin Abdulkodir, MA . Maman Abdurrahman menuturkan update informasi kandasnya proses Judicial Review terkait upaya untuk menaikkan usia minimum menikah di tangan MK. Suplemen yang ditulis oleh Mawardi berjudul Santri Juga Remaja, menyajikan laporan penelitian yang dilakukan oleh Rahima terkait dengan Kesehatan Reproduksi dan Kebersihan Diri Santri di 27 pesantren di Jawa Timur beberapa bulan yang lalu sebagai bekal advokasi kita untuk memperjuangkan pendidikan dan informasi kespro yang ramah remaja. Artikel dan tulisan lain dalam rubrik Teropong, Refleksi, Cerpen dan lain-lain tentu tak kalah menariknya. Para pembaca yang berbahagia, Penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri, yang berdekatan dengan peringatan Sumpah Pemuda di 28 Oktober, serta momen kampanye 16 hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi kita untuk terus membela kelompok yang dilemahkan. Tetaplah saling belajar dan berbagi informasi, dan jadikanlah teknologi informasi sebagai ladang amal kita untuk membangun saling keterhubungan dalam relasi yang adil dan setara serta menghargai sesama manusia. Akhirnya, kami ucapkan Selamat membaca! Wassalam

Redaksi

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 1


Surat Pembaca I. Mohon Informasi Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Saya Muhammad Sobari (biasa dipanggil Mamat), mahasiswa UIN Alaudin Makassar dan juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sedang menempuh pendidikan S1. Saya bermaksud melakukan penelitian untuk Skripsi saya berjudul: Organisasi pelayanan bagi anak korban kekerasan seksual di Indonesia. Saya sempat berbicara dengan salah satu aktivis perempuan di Makassar dan mendapatkan nomor HP Rahima. Saya mohon bantuan bisa mendapatkan nomor kontak person, telpon dan alamat cabang Rahima di wilayah Indonesia Timur yang bisa saya ajak diskusi juga sharing terkait dengan skripsi saya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb. Muhammad Sobari Makassar-Sulawesi Selatan 081245223XXX Redaksi, Saudara Muhammad Sobari yang baik, majalah Swara Rahima dikelola oleh Rahima, lembaga yang konsen pada pendidikan dan informasi tentang isu Islam dan Hak-hak perempuan. Lembaga kami bukan pengada layanan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Kami sarankan, agar Anda menghubungi langsung LSM perempuan di Makassar seperti LBH APIK Makassar (Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 12. Perum Budi Daya Permai Blok D No.3, Makassar, CP. Lusi Palulungan) atau P2TP2A setempat. Untuk melengkapi bahan skripsi, silahkan mengaksesnya di website Rahima www.rahima.or.id. Semoga sukses skripsinya.

II. Adakah Diklat Jurnalistik Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Saya mahasiswa UI yang tahu banyak tentang Bulletin Swara Rahima. Saya sangat tertarik isu-isu pemberdayaan perempuan yang diperjuangkan oleh lembaga Rahima. Saya berharap dalam waktu dekat bulletin Swara Rahima mengadakan pelatihan

jurnalistik untuk kalangan umum, saya kira ini sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh generasia muda Islam agar mengenal dunia jurnalistik dan media. Wassalam, Rika : Mahasiswa UI Depok 085611332XXX Redaksi; Wa’alaikum salam, Rika. Terimakasih atas antusiasmenya. Saat ini, kami belum merencanakan agenda Pelatihan Jurnalistik untuk umum. Namun, bila Rika dan teman-teman berinisiatif menyelenggarakan, buat saja kerjasama dengan Redaksi Swara Rahima. Insyaallah, kami bersedia berbagi pengetahuan dan informasi. III. Masa Depan Suram Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. Masa depan umat Islam suram karena maraknya korupsi, prostitusi online, narkoba, perzinahan di kalangan remaja muda. Bagaimana Swara Rahima menyikapi persoalan-persoalan yang sedang dilanda oleh teman-teman Remaja kita ini. Wassalam, Teh Imas Garut-Jawa Barat Via Sms 085267938XXX

Redaksi, Waalaikum salam Teh Imas Persoalan sebesar dan sebanyak itu hanya bisa diselesaikan dengan adanya kerjasama berbagai pihak. Swara Rahima mengambil peran melakukan penyadaran melalui tulisan/bahan bacaan. Jika Teh Imas, simak kembali terbitan-terbitan Swara Rahima sebelumnya, maka Teh Imas akan menemukan beberapa tema seputar kesehatan reproduksi dan persoalan remaja. Dengan harapan pembaca dapat mengambil manfaat dari tulisan yang ada. Swara Rahima berharap Teh Imas bisa ikut menyosialisasikan informasi yang ada pada Swara Rahima di setiap edisinya.

Surat pembaca Swara Rahima dapat dialamatkan ke email: rahima2000@cbn.net.id atau HP. 0812 1046 676

2 - Swara Rahima

No. 50 Th. XV. November 2015


Abstrak

Anak muda dan teknologi informasi merupakan dua hal yang saat ini seolah-olah tak dapat dipisahkan. Mulai dari televisi, komputer, lap top, hingga ponsel yang dengan mudahnya dapat terhubung dengan berbagai arus deras informasi. Data dari Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia dan Data Litbang Kompas bulan Juli 2015 menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia masih didominasi di kalangan muda, yang berusia di bawah 35 tahunan.

S

ementara Rutgers WPF menyebutkan sampai akhir 2014, pengguna aktif internet telah mencapai 88,1 juta jiwa yang hampir dari setengah penggunanya adalah kelompok remaja, dimana sekitar 49% dari mereka berada dalam rentang usia 18-25 tahun. Situasi ini tak jauh berbeda di kalangan santri. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan Rahima di 27 pesantren di 4 Kabupaten di Jawa Timur (Jombang, Lamongan, Kediri dan Banyuwangi), ditemukan bahwa lebih dari 70% responden santri laki-laki dan perempuan mengaku mengakses teknologi informatika melalui media sosial (medsos). Adapun medsos yang paling popular di kalangan santri adalah facebook, instragram, path dan twitter, hanya sedikit saja dari responden yang memiliki tumblr. Mereka bermain medsos paling banyak saat liburan dikarenakan kebijakan menggunakan telepon seluler dan internet di pesantren. Tingginya angka ”melek internet” di satu sisi dinilai menggembirakan. Namun, di sisi lain seringkali juga mengkhawatirkan para orang tua yang menganggap internet akan menyebabkan anak-anak mereka jadi anti-sosial, lupa pelajaran sekolah, mengakses materi pornografi, menjadi

No. 50 Th. XV. November 2015

korban bullying, rentan dengan pelecehan seksual, bahkan terjebak sebagai korban trafficking dan terlibat dalam perilaku seks tidak aman. Hal ini tak lepas dari sisi teknologi yang dipandang sebagai pisau bermata dua, yang selain mendatangkan manfaat juga bisa membawa madharat. Namun, pertanyaan pentingnya adalah haruskah kekhawatiran tersebut membuat orang tua, sekolah, dan pemerintah bersikap over protektif misalnya dengan melarang pemakaian ponsel dan internet, memblokir situs, memberlakukan kebijakan pembatasan tentang teknologi informasi, yang ujungujungnya hanya menjadikan mereka objek dan konsumen informasi belaka? Ataukah sebenarnya, yang dikhawatirkan adalah sikap kritis kaum muda yang melalui teknologi informasi ini bisa mendorong perubahan sosial bahkan revolusi yang ditakutkan oleh para penguasa? Teknologi informasi hanyalah salah satu produk dari ilmu pengetahuan, dimana ajaran Islam melalui kisah diturunkannya Alquran, Nabi diperintahkan pertama kali untuk Iqra,’ membaca. Tentu tak sekedar membaca deretderet huruf belaka, akan tetapi di samping membaca ayat Qauliyah (firman Allah dalam Alquran) manusia juga diperintahkan untuk membaca ayat Kauniyah

(realitas alam semesta). Hadirnya teknologi sebagai buah dari ilmu pengetahuan, telah menghadirkan kemudahan dalam kehidupan manusia baik berupa hadirnya beragam alat transportasi, bangunan, piranti komunikasi, termasuk beragam teknologi informasi dan hadirnya beragam jaringan sosial yang berkembang saat ini. Sebenarnya, madharat itu bisa diminimalisir dengan menanamkan nilai-nilai pada anak tentang bagaimana saling berbagi, menghargai hak orang lain, berperilaku sehat dan bertanggung jawab, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Ruang dialog juga harus senantiasa dibuka, orang tua dan para guru harus siap untuk menjadi teman ’curhat’ saat putra-putri mereka membutuhkannya. Agar kehadiran teknologi informasi tak sekedar membuat remaja sekedar jadi konsumen, namun justru produsen informasi. Tentu juga agar tak ada lagi paradoks, bahwa teknologi informasi paradoks ”connecting people” dengan orang-orang yang berada di tempat yang jauh dari jarak fisik mereka, namun melupakan orang-orang tercinta yang dekat dalam kehidupan nyata. {}

Swara Rahima - 3


Abstract The Youth and Information Technology (IT) are two interconnected things which had been perceived as inseparable things. It starts from the television, computer, laptop, and cellular phone which can be easily connected with the high speed of information stream. The data from Association of Indonesian Internet User and the data from Research and Development of Kompas on July 2015 mentioned that the penetration of the internet in Indonesia were still dominated by young people under 35 years old. While Rutgers WPF mentioned that until the end of 2004, the active internet users had reached about 88, 1 million of population, that almost half of the internet users are young people which 49% of them in the range of 18-25 years old.

T

he such situation is almost similar with the situation which happened in pesantren students’ environment. In a research conducted by Rahima in 27 pesantrens (Islamic boarding schools) in 4 districts in East Java province (Jombang, Lamongan, Kediri, and Banyuwangi) it was found that more than 70% of male and female pesantren students from the research, access the IT through social media. The social media which had been popular among the santri (pesantren students) were facebook, instragram, path and twitter, only a few subjects who owned tumblr. Mostly they play the social media during the holidays, due to the tight policies of pesantren in allowing the students using cellular phone and internet in the pesantren. The high number of “internet literacy” on one hand was perceived as a pleasant thing. But, on the other hand it often makes the parents worry about it since they assumed that internet will cause their children become antisocial, neglect their school lessons, lead them to access pornography contents, become the victim of bullying, and vulnerable with sexual harassment, furthermore trapped to become victim of trafficking in person and involve

4 - Swara Rahima

in the risky sexual behavior. This situation can be separated from the two sides of technology which can also be perceived as two sides of a coin, which on one hand can bring benefit, but on the other hand can bring disadvantage. But, the important question should the such worry bring the parents, school, and government do the over protective measures, for example by banning the students to use the cellular phone and internet, blocking the internet sites, to execute the policies to limit the use of IT which lead the people only become object and information consumers? Or maybe, the things they worry is the critical attitude of the youth which through the IT can endorse the social change and further more the social revolution which are frightened the authority? In reality, IT is merely a product of the science, which in the Islamic teaching it was mentioned that the context of revelation of the Quran was signed by the first command to Prophet Muhammad to read, Iqra’. Of course, not only reading the alphabetical letters, but in addition to read the Qauliyah verses (the words of Allah in the Quranic Holy Book), people also had been commanded to read the Kauniyah verses (reality of the universe). The coming of technology as a fruit

of science which are found when people seek the knowledge, had bring them to the easiness in their life situation through the invention of transportation vehicles, buildings, communication tools, including Information Technology (IT) and also with the social media that highly developed nowadays. However the madharat (disadvantages) can be minimized by internalizing the value to the children on why and how people should share to each other, respect other people’s rights, to have healthy behavior and to be responsible, both in the real life or in the virtual world. The dialogue space should also be opened, the parents and teachers must also be ready to become a friend for their children and students when they want to share their feeling and opinions whenever they need that, in order the presence of IT not only make the youth become the consumers of informations, but also to produce the information too. So, of course to avoid paradox that the information technology will be connecting people who are far away from their physical distance, not ironically neglecting the people whose daily life near physically with their real life situation. {}

No. 50 Th. XV. November 2015


‫الملخص‬ ‫يبدو أن المراهقين وتكنولوجيا المعلومات موضوعان ال يمكن الفصل بينهما في هذه األيام األخيرة‪ .‬وهم يتمكنون من‬ ‫نفاذ تفجّر المعلومات والحصول عليها بسهولة عن طريق التلفزيون والحاسوب والحاسوب الدفتري وحتى الجوال‬ ‫الذكي‪.‬وتثبت لنا البيانات الصادرة من نقابة مستخدمي خدمات اإلنترنت بإندونيسيا والبيانات الصادرة من هيئة البحوث‬ ‫أن نفاذ اإلنترنت بإندونيسيا ال يزال يسوده المراهقون الناشئون‬ ‫والتطوير لجريدة «كومباس» في شهر يوليو‬ ‫قد‬ ‫أن المستخدمين النشيطين لإلنترنت حتى آخر عام‬ ‫الذين يبلغ عمرهم دون سنة‪ .‬كما تثبت‬ ‫سنة‪.‬‬ ‫منهم يتراوح عمرهم بين‬ ‫مليون نسمة‪ ،‬ونصفهم مراهقون‪ ،‬بحيث أن‬ ‫بلغوا‬ ‫وهذا الواقع ال يختلف اختالفا كبيرا عما حدث في طالب المعاهد اإلسالمية (الباسنترينات)‪ .‬وثمة دراسة قامت‬ ‫بـها منظمة «رحيمة» غير الحكومية في معهدا بأربعة بلديات بجاوى الشرقية (جومبانج‪ ،‬والمونجان‪ ،‬وقديري‪،‬‬ ‫من اإلخباريين من الطالب والطالبات يعترفون بأنـهم قد قاموا بنفاذ‬ ‫وبايووانجي) واكتشفت أن أكثر من‬ ‫تكنولوجيا المعلومات عن طريق وسائل االتصال االجتماعية‪ .‬وأما الوسائل االجتماعية األكثر شهرة عندهم فهي‬ ‫فيس بوك‪ ،‬وإنستاغرام‪ ،‬وفاث‪ ،‬وتويتر‪ ،‬وقليل منهم من يمتلك تومبلر‪ .‬ووأغلبهم يلعبون الوسائل االجتماعية في أيام‬ ‫اإلجازة‪ ،‬لما أصدرته المعاهد من قرار بشأن استخدام الجوال واإلنترنت فيها‪.‬‬ ‫وإن ارتفاع عدد مستخدمي اإلنترنت أمر ُم ِس ّر من ناحية‪ ،‬ومن ناحية أخرى أن هذه الظاهرة مخوفة لدى اآلباء‬ ‫الذين يعتبرون أن اإلنترنت يؤدي بـهم إلى أن يكونوا مضادين لالجتماع‪ ،‬وناسين المواد الدراسية‪ ،‬ومدمنين في نفاذ‬ ‫محتويات إباحية‪ ،‬وأصبحوا ضحايا للتسلط والطعن‪ ،‬وعرضة للتحرش الجنسي‪ ،‬بل وأصبحوا ضحايا لتجارة البشر‬ ‫والتورّط في االختالط والمعاملة الحرة‪ .‬وذلك كله ال ينفصل من التكنولوجيا باعتبارها سكينا ذا عينين‪ ،‬تأتي عين‬ ‫بمنافع‪ ،‬وتأتي أخرى بمضرات‪ .‬بيد أن السؤال الهام هو هل هذه المخاوف من الضروري أن تجعل اآلباء والمدرسة‬ ‫والحكومة فرط الحماية لهم بمنعهم من استخدام الجوال واإلنترنت وحجب المواقع‪ ،‬وإصدار قرار بتحديد تكنولوجيا‬ ‫المعلومات‪ ،‬يجعلهم في النهاية مجرد مستهدفين ومستهلكين للمعلومات؟ أو أن المخ ّوف في الواقع هو الموقف النقدي‬ ‫للمراهقين الذي يمكن من خالل تكنولوجيا المعلومات دفع تغير اجتماعي بل ثورة مخ ّوفة ألصحاب السلطة؟‬ ‫إن تكنولوجيا المعلومات عبارة عن إنتاج علمي‪ ،‬بحيث أن اإلسالم أمرنا بالقراءة عن طريق تنـزيل القرآن بواسطة‬ ‫النبي صلى هللا عليه وسلم‪ .‬والمراد بالقراءة ليس مقصورا على مجرد تلفظ األحرف الهجائية والكلمات‪ .‬ولكن أُ ِمر‬ ‫اإلنسان بقراءة اآليات القولية (آيات القرآن) واآليات الكونية (وقائع الكون)‪ .‬وإن إنتاج التكونولوجيا باعتبارها ثمرة‬ ‫للعلوم قد ق ّدم لنا تسهيالت للحياة‪ ،‬بما فيها تكنولوجيا المعلومات وإيجاد عدة شبكات اجتماعية متطورة حاليا‪.‬‬ ‫والحق أن مضرات تكنولوجيا المعلومات يمكن تقليلها بغرس القيم األخالقية في نفوس األوالد عن كيفية تبادل األخذ‬ ‫والعطاء‪ ،‬وتبادل احترام اآلخرين‪ ،‬وأداء السلوك السليم والصحي ومتحمل المسئولية‪ ،‬سواء أكان في العالم الواقعي‬ ‫أم في عالمالفضاء اإللكتروني‪ .‬والمجال للحوار ال بد من فتحه‪ ،‬واآلباء والمدرسون البد أن يستعدوا ليكونوا رفاق‬ ‫المحاورة عندما يحتاج أوالدهم إلى استرشادهم‪ .‬وذلك من أجل أال تجعل تكنولوجيا المعلومات األوالد والبنات مجرد‬ ‫مستهلكي المعلومات‪ ،‬ولكنهم أصبحوا منتجيها‪ .‬وبالطبع يترتب ذلك على عدم المفارقة بحيث أن تكنولوجيا المعلومات‬ ‫مفارقة «ربط وتوصيل الناس» الذين يكونون في مكان بعيد عنهم‪ ،‬ولكنهم ينسون األحباء األقرباء من حياتـهم الواقعية‪.‬‬ ‫‪Swara Rahima - 5‬‬

‫‪No. 50 Th. XV. November 2015‬‬


Fokus

Santri, Seksualitas dan Teknologi (Informasi) “Pembalut wanita yang mengandung zat-zat kimia harus segera ditarik dari peredaran”, demikianlah seruan yang sempat merebak di media sosial beberapa waktu yang lalu. Informasi itu begitu cepat menyebar melalui petisi online, di-share melalui jejaring pertemanan facebook, whatsapp, diteruskan melalui berbagai jalur mailing list, dan beragam media lain. Siapa sangka, seruan yang diunggah oleh seorang anak muda yang sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi begitu cepat berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi.

N

amun, kisah anak muda, penemuan baru, dan perubahan sosial bukanlah sekedar kisah heroik dalam dongeng belaka, di saat masyarakat begitu apatis terhadap kaum muda dan melabeli mereka dengan atribut-atribut negatif seperti “kenakalan remaja”, “pergaulan bebas”, “tawuran”, “narkoba”, dan sebagainya. Namun, tidakkah kita pernah berpikir bila kemungkinan Republik Indonesia kita tercinta ini masih belum ada, bila tak ada sekelompok pemuda yang ‘nekad’ menculik Soekarno ke Rengasdengklok dan memaksanya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Ada banyak kisah inspiratif mengenai remaja dan anak muda dan hadirnya perubahan sosial. Kisah-kisah inspiratif itu hadir sejak dulu dan berlanjut hingga kini. Wrights bersaudara (Orville Wrights dan Wilbur Wrights) yang di masa kecil pernah dikeluarkan dari sekolah telah berhasil menemukan pesawat terbang, karena ketekunan mereka mempelajari teknologi baling-baling dari helikopter bambu dan karet yang diberikan oleh ayah mereka. Louis Braille, seorang anak lelaki yang mengalami kebutaan pada matanya di masa kecil, berhasil menemukan sistem tulisan sentuh yang akhirnya kita kenal dengan huruf Braille saat dia berusia 15 tahun. Alexander Graham Bell yang mengawali masa ‘pengembaraan intelektual’nya saat ia dan teman-temannya sering bermain di ladang gandum ini adalah sang penemu telepon, dan memperkenalkan kata “Hello”, sapaan sayangnya pada gadis tuna rungu Margriet Hello yang kelak jadi istri dan pendamping setia sepanjang hidupnya. Di era ini, seorang mahasiswa Harvard University bernama Mark Elliot Zuckerberg menciptakan jejaring pertemanan bernama Facebook dan menjadikannya sebagai salah

6 - Swara Rahima

seorang anak muda terkaya dan mendapatkan gelar ‘milyarder termuda’ versi majalah Forbes. Entah berapa juta manusia menjadi saling terhubung dan kembali menjalin silaturahmi atas jasanya. Belakangan, di Indonesia terutama di wilayah Jabodetabek, masyarakat menjadi serasa kian dimudahkan untuk keluar dari jebakan problem kemacetan dengan hadirnya Go-jek, layanan transportasi roda dua berbasis aplikasi sistem android dari smartphone yang dirancang oleh Nadiem Makarim, anak muda pendiri PT. Go-jek Indonesia. Kisah-kisah di atas menunjukkan betapa perkembangan teknologi, termasuk teknologi informasi begitu mempengaruhi kehidupan, termasuk remaja dan bahkan para santri yang belajar serta bermukim di pesantren. Pesantren dan Teknologi Informasi Menurut Zamakhsyari Dhofier (1982), pesantren berasal dari kata santri. Awalan pe- dan akhiran -an pada kata pesantren bermakna “tempat tinggal para santri”. Sementara itu menurut Profesor Johns dan C.C. Berg, istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji, juga berasal dari bahasa India yaitu shastri yang mengacu pada orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku ilmu dan pengetahuan. Sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren telah ada sejak ratusan tahun lalu. Pesantren umumnya didirikan oleh kaum Muslim modernis untuk merespon ekspansi sekolah-sekolah model Belanda saat itu. Kemudian berlanjut pada masa pembaharuan kurikulum pendidikan Islam sekitar tahun 1920-an. Momentum perubahan yang cukup revolusioner terjadi pada tahun 1970-an ketika Menteri Agama Mukti Ali

No. 50 Th. XV. November 2015


Fokus

memasukkan sekitar 70 persen mata pelajaran umum ke dalam kurikulum madrasah.1 Saat ini setidaknya ada 3.759.198 remaja yang berada di sekolah berbasis agama dan bermukim di pesantren, mereka biasa disebut dengan santri. Para santri tersebar di 27.230 pesantren yang berada di berbagai penjuru wilayah Nusantara dengan berbagai tipologi pesantren; Salafiyah (tradisional), Khalafiyah (modern), Kombinasi. Setidaknya terdapat sebanyak 14.459 (53,10 %) Pondok Pesantren Salafiyah, dan 7.727 (28,38%) Khalafiyah/Ashriyah, serta 5.044 (18,52%) sebagai Pondok Pesantren Kombinasi.2 Dari sisi lokasi pesantren, meski dalam beberapa waktu terakhir bermunculan pesantren di sejumlah kota-kota besar dengan fasilitas menyamai lembaga pendidikan bertaraf nasional bahkan internasional, namun kebanyakan pesantren terdapat di kawasan pedesaan bahkan daerah pedalaman.3 Namun sejatinya, tak ada pesantren yang benar-benar statis dalam hal perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), termasuk teknologi informasi yang berkembang saat ini. Banyaknya doktrin tentang kewajiban mencari ilmu dan mengamalkannya, keutamaan orang berilmu yang dijanjikan akan diangkat derajatnya oleh Allah swt., banyaknya pertanyaan-pertanyaan retoris seperti Afalaa ta’qiluun (tidakkah kamu mau menggunakan akalmu), afalaa ta’lamuun (tidakkah kamu mengetahui), afalaa tatadzakkaruun (tidakkah kamu mau berefleksi) , afalaa tatafakkaruun (tidakkah kamu mau berpikir) dan sebagainya tidak saja mendorong setiap muslim untuk belajar namun juga memikirkan tak hanya tentang ayat-ayat qauliyah, namun juga ayat-ayat kauniyah. Walhasil, meski berbagai penemuan (invention) dan inovasi awalnya acapkali disikapi dengan was-was dan penuh curiga serta dipandang sebagai bid’ah; namun karena mendatangkan kemanfaatan bagi umat akhirnya diterima oleh masyarakat muslim dan di lingkungan pesantren khususnya. Sekedar contoh, penggunaan pengeras suara (loud speaker) awalnya ditentang. Namun karena gema suara panggilan adzan melalui loud speaker memiliki daya jangkau lebih luas untuk memanggil masyarakat untuk shalat berjamaah, kehadiran teknologi ini akhirnya bisa diterima. Banyak pesantren telah berupaya untuk memperkenalkan dan mengembangkan IPTEK. Salah satunya adalah kegiatan bincang teknologi

No. 50 Th. XV. November 2015

popular (Binokuler) yang diselenggarakan oleh PP. Khas Kempek, Cirebon dimana pada saat itu dilakukan pula demo sains interaktif dan demo roket air. Kepada para peserta diberikan pembelajaran bagaimana membuat roket air, dijelaskan prinsip prinsip yang terkandung dalam kontes roket air, serta cara kerja peluncur/launcher roketnya yang pada hakikatnya memperkenalkan rekayasa iptek khususnya bagaimana menciptakan kreasi dan inovasi di bidang pembelajaran sains kedirgantaraan.4 Sementara itu, di Garut Jawa Barat terdapat pesantren At-Thariq yang gigih mengembangkan teknologi pertanian berbasis kearifan lokal, untuk menggalakkan swasembada pangan non beras, seperti jagung, talas, gadung, singkong dan sukun, sehingga membantu pemenuhan kebutuhan pangan lokal. Di samping juga melakukan aktivitas ramah lingkungan seperti menyemai pohon keras yang bersifat tanaman keras yang menghasilkan, pengelolaan sampah dan plastik, pembuatan kompos dari lingkungan sendiri, bertanam sayuran organik, dan sebagainya.5 Di Solo Jawa Tengah, Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam mengembangkan piranti teropong untuk pembelajaran Ilmu Falak, yang biasa digunakan untuk melihat hilal dalam praktik ru’yat dalam menentukan awal bulan-bulan Qamariyah, khususnya penentuan awal Ramadhan. Keterbukaan pada perkembangan kemajuan IPTEK, juga membuat pesantren membuka ruang akan hadirnya teknologi informasi. Meskipun, masih ada sebagian pesantren yang menutup diri bahkan “mengharamkan” TI terutama telepon seluler dan internet. Pun ketika harganya semakin terjangkau.

Swara Rahima - 7


Fokus

Fenomena ini masih mewarnai sebagian besar pesantren kita hingga sekarang. Alasan utama sikap menutup diri tersebut adalah sebagai upaya melindungi para santri yang mayoritas adalah anakanak muda, dari pengaruh buruk dan ketergantungan terhadap TI. Di satu sisi, langkah ini memberi dampak yang positif. Selain lebih terproteksi dari bahaya buruk seperti pornografi, para santri umumnya juga bisa hidup ‘tenang dan damai’ bebas dari pengaruh cyber imperialism (jajahan dunia cyber/maya yang salah satunya melalui jejaring sosial). 6 Hal ini karena sifat dari perkembangan teknologi informasi yang sangat dinamis dan seringkali memunculkan perilaku instant yang menyebabkan mereka malas untuk melakukan cross-check atas informasi yang diterima. Namun, tentu tak semua pesantren menolak keberadaan TI ini. Pada 7-9 April 2008, International Center for Islam and Pluralism bersama Ford Foundation meluncurkan program Open Distance E-Learning (ODEL) Pesantren. ICIP mengaplikasikan e-learning pada delapan pesantren di Jawa, di antaranya Al-Kenaniyah (Jakarta Timur), An-Nizhomiyah (Pandeglang), Miftahul Huda Al-Musri (Cianjur), Hasyim Asyari (Jepara), Raudhatul Falah (Rembang), Nurul Islam (Jember), dan Nurul Jadid (Probolinggo). Awalnya, para Kyai sempat alergi karena mengidentikkan teknologi dengan halhal berbau Amerika. Namun, ternyata setelah beberapa bulan berjalan, para kyai maupun santri merasakan benar manfaat Internet, sebab berbagai perpustakaan terkemuka di Timur Tengah dapat diakses dengan gratis. Begitu juga dengan kitab-kitab yang harganya ratusan ribu hingga jutaan rupiah. “Semuanya tinggal klik,” kata Syaiful Uyun, ketua Dewan Kyai dari pesantren-pesantren yang tergabung dalam program ODEL tersebut. 7 Santri dan Kebutuhan akan Teknologi Informasi Maulida Raviola, Koordinator PAMLET, sebuah organisasi yang mengembangkan gerakan partisipasi kewargaan di kalangan anak muda, dengan merujuk pada data Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia dan Data Litbang Kompas bulan Juli 2015 menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia masih didominasi kalangan muda, yang berusia di bawah 35 tahunan. Namun, sebenarnya dari total populasi penduduk, hanya 30% an yang menggunakan internet. Angka total seluruh pengguna internet di Indonesia itu paling rendah se-ASEAN. Indonesia berada di

8 - Swara Rahima

bawah Thailand, Malaysia, apalagi Singapore yang hampir 80% penduduknya menggunakan internet. Ada kemungkinan, hal ini karena tingkat kesejahteraan Indonesia lebih rendah di antara –negara tersebut. 8 Sementara itu, berdasarkan keterangan yang disampaikan Rutgers WPF Indonesia dalam diskusi interaktif “Remaja, Seksualitas, dan Teknologi” pada Selasa (4/8), dalam 10 tahun terakhir, internet di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Sampai akhir 2014, pengguna aktif internet telah mencapai 88,1 juta jiwa yang hampir dari setengah penggunanya adalah kaum remaja, sekitar 49% yang berada dalam rentang usia 18-25 tahun. Rutgers WPF Indonesia bersama beberapa mitranya pada 2014 melakukan penelitian mengenai akses remaja terhadap informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi di Jakarta, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Hasilnya, meskipun penetrasi internet di Indonesia sangat tinggi, akses ini masih belum merata. Selain itu, meskipun informasi yang beredar sangat tinggi, mereka masih sulit menemukan informasi yang kredibel dan ramah remaja, seperti informasi mengenai bahaya narkoba, infeksi menular seksual, kekerasan, intimidasi (bullying), dan kesehatan reproduksi.9 Meskipun bila ditelusuri banyak informasi yang baik dan menjawab kebutuhan remaja untuk selalu bisa berinteraksi, berkomunikasi, terkoneksi, tidak menutup kemungkinan over protective dari pemerintah yang memiliki kebijakan tentang Internet Positif bisa membuat banyak informasi yang baik turut hilang. Kebijakan Internet Positif ini adalah kebijakan yang diberlakukan oleh Menkominfo sebelumnya (Tifatul Sembiring) mengenai pemblokiran situs-situs informasi dan menyaring semua informasi dengan kata-kata kunci tertentu seperti seks dan seksualitas.

No. 50 Th. XV. November 2015


Fokus

Rambu-rambu yang ketat dalam UU ITE yang demikian membatasi sikap kritis dan mengemukakan pendapat. Sehingga yang tersisa hanyalah posting-posting remaja yang bersifat fisik, personal, dan kurang menginspirasi untuk melakukan agenda perubahan.10 Situasi tersebut membuat remaja menjadi pihak yang kerapkali disalahkan dalam hal penggunaan teknologi. Orangtua murid dan para guru, sangat khawatir bahwa perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi akan mengantarkan remaja terjebak dalam dunia pornografi yang mendorong pada perilaku seksual yang bebas. Memang tak dapat dipungkiri, terdapat beberapa peristiwa seperti hilangnya seorang remaja setelah dia berkencan dengan teman facebooknya, dimana sempat diberitakan bahwa si gadis mengalami tindak kekerasan seksual oleh pacarnya. Peristiwa yang menggegerkan itu sempat mencuat ke permukaan bahkan memancing reaksi dari para orang tua murid agar anak tersebut dikeluarkan dari sekolahnya. Sebuah peristiwa yang justru kembali mereviktimisasi korban. Hal ini senada dengan temuan penelitian yang didukung oleh UNICEF pada proyek multinegara Digital Citizenship Safety yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Studi ini meliputi kelompok usia 10 sampai 19 tahun, populasi besar dari 43,5 juta anak-anak dan remaja. Sebagian besar responden (80 %) menggunakan internet untuk mencari data dan informasi, khususnya untuk tugastugas sekolah, atau untuk bertemu teman online (70 %) melalui platform media sosial . Kelompok besar lain mengklik melalui musik (65 %) atau video (39 %) situs.

Sebagian besar anak-anak dan remaja di Indonesia sekarang sudah mengakses internet secara teratur untuk mencari informasi untuk studi mereka, untuk bertemu dengan teman-teman dan untuk menghibur diri mereka sendiri. Namun, banyak yang tidak menyadari potensi resiko yang ada ketika berbagi data pribadi dan bertemu orang asing secara online. Dan seperti di banyak negara lain, sejumlah besar anakanak di Indonesia telah menjadi korban cyberbullying.11 Kebutuhan para santri terhadap teknologi informasi, sebenarnya tidak melulu berkait dengan soal kesehatan reproduksi dan seksualitas. Para santri yang rata-rata berada pada usia remaja ini, tengah haus akan pencarian identitas diri. �Bagaimana cara agar kami tetap bisa menjadi santri, namun pada saat yang bersamaan juga gaul funky?�, demikian salah satu ungkapan yang pernah diungkapkan, saat Moli dari Pamflet berkunjung ke sebuah pesantren di Banyuwangi.12 Keinginan tersebut sangatlah wajar. Mengingat para santri yang merupakan Remaja yang berada di sekolah berbasis agama (madrasah) seringkali diabaikan keberadaannya terkait dengan isu kesehatan reproduksi. Mereka seringkali dianggap terbebas dari masalah hanya karena berada di lingkungan yang (dianggap) aman. Namun, bagaimana pun, mereka tetaplah remaja yang juga tumbuh dan berkembang secara fisik dan psikologisnya. Menafikan mereka dalam masalah dan pemberian informasi kesehatan reproduksi, sama halnya menolak mereka bagian dari remaja yang secara kodrati tumbuh dan berkembang. Dari hasil need assessment yang dilakukan Rahima di empat kabupaten di Jawa Timur (Jombang,

sumber hasil penelitian Rahima 2015

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 9


Fokus

Lamongan, Kediri dan Banyuwangi) di tahun 2012 ditemukan bahwa pengetahuan santri terkait isu kesehatan reproduksi dan seksualitas masih terbatas. Akan tetapi aktivitas dan perilaku mereka yang berkaitan dengan seksualitas seperti pacaran13 temuannya sama dengan remaja yang berada di luar sekolah berbasis agama. Bagi kalangan santri, media sosial tidak menjadi sumber utama dalam mendapatkan informasi kesehatan reproduksi, kebersihan diri ataupun lingkungan.14 Hal itu terlihat apa yang dilakukan responden saat membuka media sosial yaitu membaca timeline atau berita, mencari teman baru, chatting, menulis status, dan stalking. Kebijakan pesantren tentang penggunaan internet sangat ketat. Meskipun demikian Rahima dalam penelitiannya menemukan, lebih dari 70% responden santri laki-laki dan perempuan mengaku memiliki media sosial. Adapun media sosial yang paling popular di kalangan santri adalah facebook, instragram, path dan twitter, hanya sedikit saja dari responden yang memiliki tumblr. Mereka bermain media sosial paling banyak saat liburan dikarenakan kebijakan menggunakan telepon seluler dan internet di pesantren. Meski begitu ada sekitar 13% responden yang membuka media sosial setiap hari, mereka adalah santri atau responden dari pesantren yang memperbolehkan santrinya menggunakan internet dalam pembelajaran atau mereka yang bersekolah di kejuruan (tehnik informasi). Pertukaran informasi antara santri mukim yang tinggal di pesantren dan para santri kalong (santri yang belajar di pesantren namun tetap tinggal di rumahnya

10 - Swara Rahima

masing-masing) yang memiliki lebih banyak akses informasi tentang seksualitas dari televisi, internet, HP dan media sosial lainnya; banyak terjadi di selasela proses belajar mengajar dan pergaulan di antara sesama peer groups mereka. Teknologi Informasi dan Inovasi terkait Hak dan Kesehatan Reproduksi Namun, tentu tak arif sekedar menyalahkan dan menganggap bahwa remaja tak memiliki antisipasi terhadap berbagai peristiwa yang potensial mereka hadapi. Aksi kriminal seperti pemerkosaan kian memprihatinkan. Kondisi ini lantas menginspirasi Hibar Syahrul Gafur (14), pelajar kelas VIII SMP Negeri 1 Kota Bogor, untuk menciptakan sepatu anti-kekerasan seksual Oktober 2012 lalu. Alasan lain anak kedua dari pasangan Kopral Kepala (Kopka) TNI AD Jamaludin (46) dan Sri Hendrayanti (42) ini membuat produk itu karena memiliki kakak perempuan yang kapan pun bisa saja menjadi incaran pelaku kejahatan. Dia lantas mempunyai ide membuat sepatu khusus perempuan yang sudah dialiri listrik. �Di hak kiri sepatu ini saya pasang tombol, jika si pemakainya merasa terancam tinggal menginjak tombol yang terdapat di samping hak sepatu ini. Kemudian tendangkan sepatu tersebut ke si pelaku, pasti aliran listrik 450 volt itu dapat membuat pelakunya tersengat hingga terjungkal,� kata Hibar pada merdeka.com beberapa waktu lalu.15 Sepatu Anti Perkosaan yang dibuat Hibar dipresentasikan bersama 5 temuan hebat anak Indonesia lainnya di ajang International Exhibition of Young Inventors (IEYI) 2013 di Kuala Lumpur. Dalam kesempatan itu pula, terdapat seorang gadis muda bernama Devika Asvi Pandanwangi, membuat karya perupa bra penampung ASI yang membuat para ibu pengunjung pameran tertarik dengan hasil karyanya. Bra yang dibuat Devika berwarna hitam berukuran sekitar 36-B. Bra tersebut dimodifikasi dengan 2 cup silikon yang memiliki lubang di ujungnya dan terhubung dengan selang. Selang tersebut mengarah pada kantung alumunium foil di bagian perut. Kantung itu sengaja disimpan di perut agar ASI memiliki suhu yang sama dengan suhu tubuh sehingga tetap higienis. Silikon dipilih Devika karena kenyamanannya dan tidak menimbulkan iritasi di kulit. Devika memenangkan medali perak atas temuannya dan juga menyabet Special Award dalam kategori

No. 50 Th. XV. November 2015


Fokus

Technology for Special Needs. Ia berencana akan terus mengembangkan temuannya untuk membantu ibuibu menyusui.16 Sementara beberapa temuan lain yang dipresentasikan di ajang ini adalah detektor telur busuk, alat penyaring sampah, dan canting batik otomatis. Hal ini menunjukkan bahwa dua dari kelima temuan di atas sangat dekat dengan isu kesehatan reproduksi. Keberadaan teknologi informasi dan beragam media sosial, juga telah menumbuhkan semangat kaum muda untuk melakukan perubahan. Melalui beragam media sosial, seperti situs Indorelawan mereka mencoba untuk membangun kesalingterhubungan antara organisasi-organisai sosial dan remaja-remaja yang memiliki jiwa kerelawanan. Kitabisa.org, juga sebuah situs donasi yang dikelola oleh anak-anak muda untuk menggalang dana bagi solidaritas maupun kegiatan sosial yang dilakukan oleh remaja. Melalui Change, misalnya, mereka mencoba untuk membuat petisi online untuk mengurangi jam sekolah. Untuk menghadapi tantangan terkait isu kesehatan reproduksi dan seksualitas, beberapa upaya untuk sosialisasi atau kampanye sudah mulai dilakukan oleh santri santri di beberapa pesantren dampingan Rahima, antara lain dengan membuat infografis persoalan kespro yang dihadapi oleh remaja pesantren, membuat forum curhat, dan membuat media sederhana (leaflet). Beberapa infografis bahkan berhasil menang di lomba infografis bertema “Beda itu Biasa” yang diadakan oleh SEPERLIMA 17 seperti isu kekerasan dalam masa ta’aruf (kekerasan dalam pacaran), mengapa masih banyak terjadi pernikahan dini, menolak bullying, dll. Selain itu mereka juga membuat karya film pendek mengenai Kekerasan dalam Pacaran (KdP) dan Kehamilan Tak Diinginkan (KTD). Urgensi Penanaman Nilai-nilai Agama dan Pemanfaatan TIK Islam memandang seksualitas sebagai anugerah Allah swt. dan bukanlah hal yang buruk sepanjang ia tidak membawa perendahan terhadap sesama manusia. Oleh karenanya, dalam berelasi dengan siapa pun, kita harus memandangnya dalam posisi yang setara. Baik di dalam realitas, maupun di dunia maya. Manusia diciptakan untuk saling mengenal dan saling berbuat baik, karena mereka adalah sesama hamba dan khalifah Tuhan.

No. 50 Th. XV. November 2015

Berbagai ajaran Islam menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas, kepada anak-anak dan remaja sesuai dengan konteks tumbuh kembang mereka. Berbagai contoh tentang hal ini banyak tersirat dalam berbagai nash dalam Alquran. Misalnya, ajaran Rasulullah untuk memisahkan tempat tidur anak perempuan dan anak laki-laki. Adanya penjelasan tentang 3 waktu aurat dimana seorang anak tidak bisa seenaknya memasuki kamar tidur ayahibunya. Seperti sebelum shalat Shubuh, ba’da shalat Dzhuhur ketika menanggalkan pakaian di siang hari, dan sesudah shalat Isya’, mengandung mana agar anak-anak tidak terpapar dengan aktivitas seksual yang dilakukan orang tuanya. Akan tetapi, tentu saja sekedar memberikan larangan tidak akan memuaskan keingin-tahuan remaja. Oleh karenanya, seperangkat nilai perlu diperkenalkan agar mereka tidak terjebak dalam kehidupan seksual yang salah (perzinaan). Termaktub dalam Alquran :

۬ ً‫سبِي ۬ال‬ ِّ ‫َو َل ت َۡق َربُو ْا‬ ۖ‌ٰٓ َ‫ٱلزن‬ َ ‫ى إِنَّهُۥ َكانَ فَ ٰـ ِح‬ َ ‫سآ َء‬ َ ‫شةً َو‬ Artinya : “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Israa’/17:32). Selain ayat di atas, tentu kita tidak pernah lupa, bahwa menjaga kehormatan adalah salah satu tanda dari orang-orang yang beriman (Al Mu’minun) sebagaimana termaktub dalam QS. Al Mu’minun ayat 1-11 di bawah ini :

َ‫ش ُعون‬ َ ‫) ٱلَّ ِذينَ هُمۡ فِى‬١( َ‫قَ ۡد أَ ۡفلَ َح ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون‬ ِ ‫ت ِہمۡ َخ ٰـ‬ ِ ‫ص َل‬ ۡ‫) َوٱلَّ ِذينَ هُم‬٣( َ‫ضون‬ ُ ‫َن ٱللَّ ۡغ ِو ُم ۡع ِر‬ ِ ‫) َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ ع‬٢( َ‫وج ِهمۡ َح ٰـفِظُون‬ ِ ‫) َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ لِفُ ُر‬٤( َ‫لِل َّز َك ٰو ِة فَ ٰـ ِعلُون‬ ‫ٲج ِهمۡ أَ ۡو َما َملَ َك ۡت أَ ۡي َمـٰنُ ہُمۡ فَإِنَّ ہُمۡ َغ ۡي ُر‬ ِ ‫) إِ َّل َعلَ ٰ ٓى أَ ۡز َو‬٥( َ‫) فَ َم ِن ۡٱبتَ َغ ٰى َو َر ٓا َء َذٲلِ َك فَأ ُ ْولَ ٰـ ٓ ِٕٮ َك ُه ُم ۡٱل َعادُون‬٦( َ‫َملُو ِمين‬

َ‫) َوٱلَّ ِذين‬٨( َ‫) َوٱلَّ ِذينَ هُمۡ َ ِل َم ٰـنَ ٰـتِ ِهمۡ َوع َۡه ِد ِهمۡ َرٲعُون‬٧( َ‫) أُ ْولَ ٰـٓ ِٕٮ َك ُه ُم ۡٱل َوٲ ِرثُون‬٩( َ‫ت ِہمۡ يُ َحافِظُون‬ َ ‫هُمۡ َعلَ ٰى‬ ِ ‫صلَ َوٲ‬ )١١( َ‫س هُمۡ فِيہَا َخ ٰـلِدُون‬ َ ‫) ٱلَّ ِذينَ يَ ِرثُونَ ۡٱلفِ ۡرد َۡو‬٠١(

Swara Rahima - 11


Fokus

Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya (2) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, (3) dan orang-orang yang menunaikan zakat, (4) dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (5) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (6) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (7) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, (8) dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. (9) Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (10) (yakni) orang yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (11)” (QS. Al Mu’minun : 1-11) Islam juga mengajarkan agar setiap manusia selalu berpikir dan mencari ilmu pengetahuan, agar tidak terjebak pada instink hewani belaka. Dalam sebuah mahfuzhat (pepatah Arab) dinyatakan “laula al-‘ilmu lakaana an-naasu ka al-bahaa’im” (kalau tidak karena ilmu, niscaya manusia akan sama seperti binatang. Oleh karenanya, ayat pertama yang diturunkan oleh Allah dalam QS. Al –‘Alaq adalah Iqra’ (bacalah), sebuah perintah tidak saja untuk membaca teks namun juga untuk memahami realitas. Realitas kekinian yang dihadapi oleh remaja, termasuk para santri di era perkembangan teknologi ini adalah kondisi sosial yang perlu dibaca. Termasuk fenomena maraknya remaja yang menjadi korban kekerasan seksual yang bermula dari media sosial, dijerumuskan dalam pelacuran, penipuan, dan perdagangan manusia. Di samping misinformasi soal seks, kasus-kasus penyimpangan seksual, upload selfie foto diri telanjang atau video, hubungan intim dan kehamilan di usia dini, serta resiko penyakit kelamin, dan segala jenis kerusakan organ-organ reproduksi, terutama bagi remaja perempuan. Iqra’ juga bermakna agar mereka tak hanya membaca, lalu gagap merumuskan solusi atas masalah yang dihadapi. Banyak harapan yang oleh umat digantungkan ke pundak remaja, sehingga

12 - Swara Rahima

bukan saja agar mereka tidak terperosok ke dalam ‘dekadensi moral’ yang seringkali dituduhkan pada mereka, namun juga solutif atas problem keumatan. Kita perlu percaya, bahwa dari tangan-tangan remaja akan lahir teknologi baru, seperti mobil ESEMKA rakitan siswa-siwa SMK yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu. Energi cinta bisa menghasilkan telepon yang dipersembahkan oleh Alexander Graham Bell untuk Margriet Hello, kekasihnya. Kepekaan Hibar Syahrul Gafur akan situsasi kekerasan seksual yang meningkat, menghasilkan karya berupa sepatu anti perkosaan. Dan empati Devika Asvi Pandanwangi terhadap peran reproduktif kaum ibu telah membuahkan temuan yakni bra penampung ASI. Teknologi informasi juga berguna untuk menyampaikan aspirasi mereka saat merasa tereksploitasi oleh sekolah yang tak lagi ramah menjadi tempat belajar akibat jam belajar yang terlalu berlebihan. Atau untuk berbagi informasi agar produk pembalut yang tak ramah kesehatan reproduksi, bisa segera ditarik dari peredaran. Situasi ini adalah buah di saat mereka bisa memilah dan memilih informasi yang sesuai dengan perkembangan situasi kekinian. Teknologi informasi yang meningkat pesat, tak perlu dikhawatirkan berlebihan bahwa ia hanya akan menghasilkan negatif. Orang tua, sekolah, dan pemerintah hanya perlu menanamkan nilai-nilai dimana mereka harus berinteraksi dengan baik, menghargai sesama, menghormati hak orang lain, tidak membenarkan terjadinya kekerasan dan perendahan atas sesama manusia, dan bagaimana menjadi pribadi yang bertanggung jawab baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Pertukaran informasi, diskusidiskusi yang hangat, dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas, tentu dinantikan pula oleh banyak remaja. Termasuk para santri, yang kini bisa mengakses internet di pesantren. Penyediaan referensi online seperti Maktabah Syamilah, akan mendekatkan pemanfaatan teknologi ini dengan sumber-sumber referensi teks klasik keagamaan yang selama ini barangkali susah untuk mereka dapatkan. Upaya mencari dan mengamalkan ilmu ini harus senantiasa dilakukan, agar tak menjadi “pohon yang tidak berbuah”. Insyaallah. {} AD. Kusumaningtyas

No. 50 Th. XV. November 2015


Fokus

Catatan Belakang : 1. Lihat tulisan Ririn Handayani, Saatnya Teknologi Melejitkan Potensi Pesantren, sebagaimana dikutip dari situs http://www.kompasiana.com/ ririnhandayani/saatnya-teknologi-melejitkan-potensipesantren_550b51d1a33311ea0f2e3c64, Selasa 22 September 2015, pk. 16.28 WIB.

9. Lihat dalam Koran SINDO , Rabu, 12 Agustus 2015 − 08:06 WIB, Remaja Perlu Tahu Kesehatan Reproduksi, sebagaimana diakses dari situs http://www.koransindo.com/read/1031984/152/remaja-perlu-tahukesehatan-reproduksi-1439341205, pada hari Rabu 12 Agustus 2015 pk.11.58 WIB.

2. Sebagaimana dikutip dari Laporan Penelitian Kesehatan Reproduksi, Kebersihan Diri dan Lingkungan, yang dilakukan oleh Rahima dalam rangkaian program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) Remaja di Jombang, Lamongan, Kediri, dan Banyuwangi atas kerjasama dengan HIVOS, 2015.

10. Lihat wawancara dengan Maulida Raviola Tanamkan Nilai-nilai dan Buka Ruang Dialog pada Remaja, Bukan Sekedar Melarang!, dalam rubrik Opini pada Swara Rahima edisi 50 kali ini.

3. Lihat kembali tulisan Ririn Handayani, Saatnya Teknologi Melejitkan Potensi Pesantren, sebagaimana dikutip dari situs http://www.kompasiana.com/ ririnhandayani/saatnya-teknologi-melejitkan-potensipesantren_550b51d1a33311ea0f2e3c64, Selasa 22 September 2015, pk. 16.28 WIB. 4. Lihat dalam tulisan berjudul Science for All di Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon sebagaimana dikutip dari situs http: //ppiptek.ristek.go.id/newsdetail/ berita-7/21/science-for-all-di-pondok-pesantren-khaskempek-cirebon # sthash. 8zn MFHRx.dpuf. 5. Lihat rubrik Fokus dalam Swara Rahima Edisi No.44 tahun XIV, Maret 2014 Perempuan dan Penyelamatan Lingkungan. 6. Lihat kembali tulisan Ririn Handayani, Saatnya Teknologi Melejitkan Potensi Pesantren, sebagaimana dikutip dari situs http://www.kompasiana.com/ ririnhandayani/saatnya-teknologi-melejitkan-potensipesantren_550b51d1a33311ea0f2e3c64, Selasa 22 September 2015, pk. 16.28 WIB 7. Lihat tulisan Sudrajat dan Dianing Sari, Ketika Internet Masuk Pesantren, Koran Tempo, Senin, 28 April 2008. 8. Lihat wawancara dengan Maulida Raviola Tanamkan Nilai dan Buka Ruang Dialog pada Remaja, Bukan Sekedar Melarang !, dalam rubrik Opini pada Swara Rahima edisi 50 kali ini.

No. 50 Th. XV. November 2015

11. Lihat tulisan Nuraini Razak, UNICEF Indonesia, Studi Terakhir: Kebanyakan Anak Indonesia sudah Online, Namun Masih Banyak yang Tidak Menyadari Potensi Resikonya, sebagaimana dikutip dari situs http://www. unicef.org/indonesia/id/media_22169.html 12. Lihat wawancara dengan Maulida Raviola Tanamkan Nilai-nilai dan Buka Ruang Dialog pada Remaja, Bukan Sekedar Melarang !, dalam rubrik Opini pada Swara Rahima edisi 50 kali ini. 13. Hasil need assessment Rahima ‘Penguatan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualtas Remaja di Komunitas Muslim’, 2012 14. Hasil penelitian Rahima tentang kesehatan reproduksi, kebersihan diri ataupun lingkungan (draft laporan). 15. Lihat tulisan Ilham Kusmayadi, Ketika Sepatu Jadi Penangkal Pemerkosaan, merdeka.com, Minggu, 30 Juni 2013, sebagaimana dikutip dari sumber http:// www.merdeka.com/peristiwa/ketika-sepatu-jadipenangkal-pemerkosaan.html 16. Lihat tulisan berjudul 5 Temuan Hebat Anak Indonesia di Ajang International Exhibition of Young Inventors (IEYI) 2013, sebagaimana dikutip dari situs https ://indonesiaproud.wordpress.com/2013/05/16/5temuan-hebat-anak-indonesia-di-ajang-international exhibition-of-young-inventors-ieyi-2013/ 17. Sebuah gugus kerja yang mendorong adanya Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas di Sekolah.

Swara Rahima - 13


Opini

Maulida Raviola :

Tanamkan Nilai, Buka Ruang Dialog pada Remaja, Bukan Sekedar Melarang !

Maulida Raviola (Moli) lahir di Denpasar, 18 Maret 1989. Gadis berdarah Minang alumni Sosiologi FISIP UI ini, sejak Agustus 2015 menjabat sebagai Koordinator Pamflet, sebuah organisasi yang mengembangkan partisipasi kewargaan (civic engagement) di kalangan anak muda. Sebelumnya Moli yang bergabung di Pamflet sejak tahun 2013 ini menjabat sebagai Koordinator Divisi Gerakan Anak Muda di Pamflet selama 1 tahun. Penyuka buku-buku filsafat yang banyak bergiat di komunitas sosial budaya ini juga pernah pula menjadi Koordinator Kajian Anak Muda selama 3 bulan di lembaga yang sama. Gadis energik yang sering memfasilitasi pertemuan terkait isu Teknologi dan Digital untuk Anak Muda ini, juga pernah menjadi Kontributor untuk Majalah Change yang diterbitkan oleh Yayasan Jurnal Perempuan. Berikut wawancara Swara Rahima di kantor Pamflet di daerah Warung Buncit, Jakarata Selatan.

Bentuk-bentuk teknologi apa yang dekat dengan remaja saat ini? Kami baru saja menyelenggarakan penelitian tentang budaya layar (screen culture) ke kalangan siswa SMP dan SMA bersama Kemenkominfo. Selama ini kita mengenal bentuk-bentuk teknologi informasi dan komunikasi (TIK) seperti TV, radio, ponsel, komputer, gadget dan sebagainya. Tapi ternyata yang sekarang paling dominan di kalangan anak muda adalah ponsel. Kepada mereka kami tanya kapan nontonTV? mereka jawab sudah sangat jarang, hanya pada waktu-waktu tertentu bersama keluarga yang kesempatannya kini sudah sangat jarang karena waktu dihabiskan untuk belajar di sekolah yang waktunya dari pagi sampai sore, lalu dilanjutkan dengan les, lalu malamnya mereka hangout. Jadi kalau dikatakan bahwa ponsel hanya sekedar perangkat untuk melengkapi hidup atau digunakan secara fungsional, ternyata tidak tepat juga, karena pada mereka ponsel sudah lebih dari itu, sudah sangat inheren dengan hidup mereka. Kami juga bertanya kepada mereka, “Kamu pakai hand-phone atau pakai komputer berapa jam sehari?� Mereka jawab, �Nggak bisa ditentukan begitu Kak. Karena kapanpun kami perlu, ya kami pakai.� Dari situ kita bisa lihat bahwa remaja sudah begitu dekat dan inheren dengan ponsel dan komputer. Namun menurut saya penggunaannya itu masih terbatas di kalangan anak muda urban. Nah, kalau santri kan kebanyakan di daerah suburban, maka hal itu masih perlu kita kaji lagi.

14 - Swara Rahima

Akan tetapi dari pengalaman road-show SEPERLIMA di wilayah kerja Rahima, diketahui teman-teman santri juga sudah sangat dekat dengan internet yang aksesnya lewat ponsel maupun komputer. Sebenarnya apa manfaat teknologi informasi bagi remaja? Banyak sih, antara lain mencari informasi, mencari bahan untuk membuat tugas, hiburan, komunikasi, interaksi, termasuk citra tentang diri mereka: bagaimana mereka mengekspresikan diri mereka di ruang maya, berkomunikasi dengan teman-teman, pemaknaanpemaknaan baru tentang relasi. Yang namanya pacaran, ketemuan hanya lewat chatting, lewat facebook, itu adalah relasi-relasi baru di kalangan anak muda yang tidak dipahami oleh generasi sebelumnya. Jadi di luar fungsi-fungsi yang jelas (untuk komunikasi, untuk SMS), ada banyak hal baru di kalangan anak muda terkait penggunaan teknologi informasi. Ada pendapat yang mengatakan teknologi informasi itu seperti pisau bermata dua. Di satu sisi ia bermanfaat, namun di sisi lain ia bisa membawa petaka. Bagaimana penjelaskan anda? Internet itu tools atau alat yang bisa membawa dampak baik atau buruk tergantung orang yang menggunakannya. Karena ia hanya sebatas perangkat seperti pisau, meja, dan sebagainya yang penggunaannya betul betul tergantung pada orangnya. Nah, kalau

No. 50 Th. XV. November 2015


Opini kita melihat masalah yang muncul kemudian dinilai sebagai mudharat atau buruk, maka itu terkait dengan penggunaan teknologi. Oleh karena itu, penggunaan internet harus dilengkapi dengan pendidikan bagi anak muda baik di sekolah maupun di rumah. Karena ada juga masalah-masalah terkait dengan penggunaan teknologi informasi atau internet itu, misalnya bullying, penipuan, terkait privasi (tentang apa yang seharusnya mereka tampilkan atau tidak mereka tampilkan). Jadi, itu semua sangat tergantung pada pendidikan apa yang mereka terima di sekolah dan rumah. Kalau sekarang orang tua seringkali menyalahkan, kamu pakai internet buat browsing apa, dan macam-macam? Semestinya orang tua harus bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai itu pada anak-anak mereka. Sekolah juga harus bertanggung jawab, komunitas juga harus bertanggung jawab. Jadi menurut saya internet itu bebas nilai, dan soal baik-buruk itu sangat tergantung pada nilai-nilai yang ditanamkan oleh kedua institusi tadi. Adakah anda memiliki data atau informasi seberapa banyak penggunaan perangkat teknologi informasi di kalangan remaja Indonesia? Kalau data kami merujuk pada Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia dan Data Litbang Kompas bulan Juli 2015. Data itu menyebutkan bahwa penetrasi internet di Indonesia masih didominasi di kalangan muda, yang berusia di bawah 35 tahunan. Akan tetapi sebenarnya dari total populasi, hanya 30% an yang menggunakan internet. Angka total seluruh pengguna internet di Indonesia itu paling rendah se ASEAN, di bawah Thailand, di bawah Thailand, Malaysia, apalagi di bawah Singapore yang digunakan hampir 80% penduduk. Padahal penduduk Indonesia paling banyak di antara negara-negara itu, tetapi mungkin karena tingkat kesejahteraan Indonesia lebih rendah di antara mereka. Terkait penggunaan teknologi informasinya sendiri, hampir semua anak muda yang kami temui, banyak yang sudah secara aktif menggunakan internet lewat ponsel maupun komputer. Sebenarnya hal ini sangat unik, ketika kami tanyakan kepada mereka kenapa kamu lebih suka mendapatkan informasi dari internet dan HP daripada lewat TV dan radio? jawaban mereka karena sifat interaktifnya HP/internet. Misalnya ada informasi apa yang mereka dapatkan dari TV, paling mereka hanya bisa marah-marah sendiri atau berkomentar dalam hati. Nah kalau di internet atau HP, mereka bisa langsung memberi reaksi, langsung comment. Remaja kan suka untuk selalu berkomunikasi dan terkoneksi.

No. 50 Th. XV. November 2015

Adakah dampak negatif penggunaan internet dan media sosial terhadap perilaku remaja? Sekarang yang banyak kita lihat adalah maraknya kasus bullying. Anak muda belum banyak mendapatkan pendidikan tentang apa konsekuensinya bila mereka masuk atau post sesuatu ke media sosial. Mereka asal saja mem-post. sesuatu yang termasuk privacy ke media sosial, lalu temannya mengejek atau apa, lalu itu di-share lagi kepada orang lain. Kadang mereka terjebaknya disitu. Jadi, anak muda seringkali tidak tahu atau sadar konsekuensi menggunakan media sosial sampai batasan-batasan terjadi bullying, data diperjualbelikan, dan lain-lain. Jadi banyak sekali resiko yang bisa menimpa anak muda. Nah, kalau soal perilaku ya bullying tadi, sharing informasi sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dishare ke ruang publik, lalu keterpaparan mereka pada content-content yang kadang mereka malas untuk memverifikasi informasi. Misalnya ada berita, headlinenya apa, lalu mereka langsung mengambil kesimpulan dari headline itu. Termasuk malas memverifikasi informasi tentang sejarah. Sebagai contoh beberapa waktu yang lalu, Pamflet membuat acara tentang pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1965, lalu ada berita yang disajikan oleh BBC, kemudian ada yang berkomentar �Dasar BBC nih, PKI!�. Seharusnya, mereka membaca dulu secara lengkap. Jangan hanya baca headline-nya saja terus langsung berkomentar. Nah, hal ini berpengaruh pada perilaku anak muda, industrinya, medianya, ini berpengaruh pada perilaku anak muda yang malas memverifikasi sesuatu. Jadi apakah karena sifat instan dari teknologi informasi ini yang dikhawatirkan banyak orang selama ini, bukan pada kemungkinan mereka terpapar pada ’content’ pornografi ? Ya, karena sifat instant-nya ini, membuat mereka malas meng-cross check. Tetapi sebenarnya ada ancaman yang bisa menjerat remaja dari UU, jadi sebaiknya jangan sembarangan pasang status karena ada aturan yang mengancam mereka. Misalnya mereka mem-post tentang perilaku pejabat publik, melalui UU ITE tersebut ternyata mereka bisa ditangkap, bisa dipidana. Peraturannya itu juga tidak mendukung untuk berekspresi atau melaporkan. Nah, makanya remaja seringkali hanya bisa mengekspresikan halhal yang sifatnya personal. Jadi nggak bergerak ke arah yang lebih politis, mengkritisi sesuatu, atau memanfaatkannya lebih jauh untuk hal-hal yang semestinya.

Swara Rahima - 15


Opini Dengan demikian, apakah aturan itu membuat kesempatan anak muda untuk mengekspresikan apa yang ingin disampaikan menjadi terbatas? Ya, betul. Menurut saya mereka lebih banyak diarahkan untuk menjadi konsumen pasif. Di kurikulum 2013 penggunaan teknologi informasi di semua pelajaran. Disana hanya disebutkan disana bahwa internet adalah sumber pengetahuan, sumber ilmu, sumber informasi, dan sumber-sumber yang lain. Oleh karenanya, mereka hanya dibiasakan untuk menjadi konsumen yang pasif, hanya mengambil sesuatu. Mengambil, mengambil dan mengambil. Mereka tidak di-encourage untuk menulis memproduksi sesuatu. Misalnya ayo tulis sesuatu, ayo buat sesuatu. Hal yang lain, terkait perbedaan kecepatan provider internet dalam men-download dan mengupload sesuatu dokumen. Kami mengamati, kalau kita meng-upload suatu dokumen, waktunya lama banget. Tetapi kalau men-download pasti lebih cepat. Jadi kita dibiasakan untuk download, download, download. Jarang sekali kita menaruh sesuatu, posting sesuatu dokumen. Karena kita dibiasakan menjadi konsumen yang pasif, maka hal ini juga berpengaruh ke perilaku. Seberapa jauh ‘content’ teknologi informasi ini dapat menyajikan informasi yang sehat dan bertanggungjawab terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja? Pamflet sempat terperangah (amaze), bahwa ternyata banyak sekali informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas yang sangat baik di internet. Saya sendiri pernah menemukan satu situs website yang menyajikan tentang peta seksualitas. Selama ini kita tahu ada gambar gender bridge, tentang laki-laki dan perempuan, orientasi seksual, dan identitas. Tetapi di situs ini, dia membuat peta tentang relasi, misalnya ini ada orang pacaran, ini ada juga orang poly-amor (orang yang pacarnya banyak), ada juga yang swinger (suka berganti pasangan). Nah, ternyata itu ada, ternyata ada definisidefinisi tentang pola relasi diluar yang selama ini kita tahu. Menurut saya itu sebuah pengetahuan yang sangat baik. Namun masalahnya di Indonesia ada peraturan tentang Internet Positif, dari Menkominfo (kebijakan dibuat di jamannya pak Tifatul Sembiring), tentang aturan pemblokiran content untuk key-words seperti seks, LGBT (yang ini kalau tidak salah ada hubungannya dengan UU Pornografi). Jadi banyak situs yang sempat diblokir, seperti situsnya Arus Pelangi, situs Ibu Menyusui juga sempat diblokir karena ada gambar payudara perempuan. Kemarin saya coba mau buka lagi tentang peta seksualitas, tetapi masih diblokir oleh Internet Positifnya

16 - Swara Rahima

Kominfo. Padhal kalau tahu triknya sangat gambang mengaksesnya. Saya sudah mencobanya, bisa dan legal. Jadi sebenarnya nggak berpengaruh juga membatasi informasi seperti itu. Nah, sebenarnya di internet itu ada banyak sekali informasi di luar kategori pornografi, di luar content film dan video yang sebenarnya bisa menjadi sumber informasi yang menarik untuk dipelajari. Apa dampak aturan semacam itu pada aksesibilitas remaja terhadap informasi yang benar dan komprehensif tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi ? Menurut saya, selain remaja menjadi semakin terbatas referensinya, mereka juga tetap berada dalam paradigma yang menganggap �wah, berarti ngomongin seks itu nggak boleh ya, itu terlarang, ya�. Oleh negara saja itu dilarang, sampai diblokir. Sebenarnya paradigma censorship ini tidak hanya di internet, tetapi di semua teknologi informasi hal ini masuk. Di TV misalnya, sekarang (dan dulu juga) misalnya ada gambar belahan dada, itu disensor dengan mengaburkan daerah itu. Ada salah seorang teman saya bercerita, dia pernah lihat ada gambar kartun ikan pakai bra, itu juga disensor. Kok gambar seperti itu saja disensor, sementara content-content lainnya yang mengandung unsur radikalisme atau fundamentalisme itu malah dibiarkan dan terus menyebar. Content yang bebas dan kritis malah tidak bisa dibuka. Apa saja yang telah dikerjakan oleh Pamflet terkait penggunaan teknologi informasi dan penyampaian informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas di kalangan remaja? Kami membuat satu situs www.seperlima.com untuk memberikan informasi kepada teman-teman remaja, terutama terkait dengan program SEPERLIMA mengenai informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Di situs itu ditaruh informasi tentang kegiatan-kegiatan yang kami lakukan sebagai sebuah gugus kerja SEPERLIMA. Berita-beritanya selain dibuat oleh Pamflet juga ditulis oleh Rahima dan Puska Gender dan Seksualitas FISIP UI. Namun sifat situs itu masih belum interaktif. Selain itu banyak juga teman-teman komunitas dan organisasi-organisasi lain yang bekerjasama dengan kami. Jadi di Pamflet itu ada website, ada sosial media menggunakan twitter, facebook, kita juga coba jajagi instagram, line, jadi bisa bikin group atau chat pribadi untuk konsultasi. Yang menarik juga profil penggunanya, nggak mesti di urban, di daerah-daerah di luar kota besar juga seperti di Indramayu mereka

No. 50 Th. XV. November 2015


Opini suka menggunakan facebook. Jadi mereka bisa kirim message facebook. Cara yang lain adalah dengan mengadakan dialog langsung dengan remaja. Misalnya, saat kami di pesantren di Banyuwangi. Saat di forum pertemuan yang dihadiri Ustadzah, Bu Nyai, dan kakak-kakak seniornya mereka malu-malu untuk bertanya. Namun, setelah bubaran ada yang tanya. Pertanyaan mereka tidak selalu tentang seksualitas. Sebagai contoh,”Kak, saya ini santri, lho. Tapi saya pengen tahu bagaimana caranya agar tetap jadi santri yang funky, yang gaul dan bisa berinteraksi dengan asyik. Itu gimana, sih?” Jadi tidak selalu mengenai seksualitas, tapi terkait dengan image dan citra diri mereka, misalnya tentang tubuh, tentang diri. Dengan begitu kami bisa melihat bahwa oh, ternyata, teman-teman santri ini butuh tempat curhat dan tempat ngobrol, selain di lingkungan santri mereka. Terkait dengan media yang lain seperti Path, Instagram, informasi apa saja yang disajikan? Kalau lewat instagram itu kan sifatnya foto. Saya akan coba tunjukkan saja beberapa, ya. Misalnya kami upload gambar (menunjukkan gambar Malala Yousafzai), lalu diberi tulisan, ‘tahu nggak anak perempuan ini siapa? Apa yang dia perjuangkan?’ lalu kami kasih data,

hasil riset diolah dalam satu kalimat pada foto itu. Lalu di antara mereka ada yang jawab, anak ini bernama Malala, dia memperjuangkan hak anak perempuan di negerinya untuk sekolah. Kami juga pernah menerbitkan buku saku tentang Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi. Judulnya Semua Yang Mau Kamu Ubah, Tapi Susah. Ini salah satu contoh gambarnya, misalnya mengenai relasi, bagaimana berkomunikasi dengan orang tua. Minta maaf kalau punya salah. Kami tunjukkan buku yang ini. Jadi informasi-informasi yang diberikan kepada remaja berupa informasi yang pendek-pendek, dimana mereka membacanya tidk membutuhkan waktu lama. Bagaimana respon remaja terkait upaya yang dilakukan oleh Pamflet ini ? Responnya macam-macam. Misalnya ketika diberi pertanyaan, mereka langsung menjawab. Misalnya pertanyaan, siapa yang percaya bahwa minum soda itu tidak boleh di saat kita mengalami menstruasi? Lalu ada yang langsung menjawab. Sebenarnya sangat baik sekali respon teman-teman. Namun yang namanya media sosial, berada di ranah yang sangat dinamis. Ia berkembang terus. Dulu ada facebook, twitter, ada path, lalu ada banyak lagi. Audiens-nya cepat sekali berpindah. Kami saja baru tahu bahwa kalau di kelompok urban, twitter itu sudah tidak menarik lagi. Saat kami tanya, kenapa kamu nggak main twitter lagi? Mereka bilang, ”Nggak, ah. Banyak banget isu politiknya di situ.” Mereka pindah ke Instagram. Kami harus selalu menyesuaikan lagi, mengumpulkan teman-temannya lagi. Sebenarnya respon mereka bagus, tapi karakteristik mereka membuat kita harus pintar-pintar untuk menyesuaikan diri dan membuat strategi. Apakah Pamflet juga melakukan capacity building pada remaja, terkait penggunaan berbagai media informasi ini? Ya. Misalnya setiap kali kami membuat pelatihan, selalu ada sesi untuk belajar tentang advokasi. Kami biasa menyebut Kampanye 2.0. Karena selama ini yang mereka tahu tentang advokasi adalah Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK), padahal ada juga yang lain. Kampanye 2.0 ini adalah kampanye dengan menggunakan media digital, ada versi 2.0. Misalnya advokasi dengan menggunakan twitter. Misalnya kampanye Menolak Lupa, dimulai dengan menggunakan twitter. Kampanye Save KPK juga dimulai dari twitter. Kamu bisa bikin sesuatu yang sesuai di daerah kamu. Mereka juga diajari secara teknis tentang bagaimana cara menggunakannya.

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 17


Opini Terakhir, tahun lalu kami mengadakan pelatihan bagi remaja di Jakarta dan Indramayu. Di hari terakhir kami mengundang change.org yang menginisiasi petisi online. Mereka bilang, ternyata kita baru tahu ada yang beginian. Maka, di hari terakhir pelatihan mereka bikin petisi. Tidak harus terkait dengan seksualitas, tetapi bisa juga terkait dengan anak muda. Akhirnya mereka membuat kampanye tentang perlunya mengurangi jam belajar. Sebab, kalau mereka masuk sekolah jam 06.30. mereka harus bangun jam 04.00, lalu berangkat jam 05.00 karena di jalan macet. Di sekolah sampai jam 15.00, lalu mereka les, sehingga pulang ke rumah lagi sudah pukul. 19.00. Mereka menulis petisinya ke Mendikbud waktu itu (Muhammad Nuh), dan mengatakan ”Pak, rumah kami bukan rumah singgah, lho. Kami juga butuh istirahat.” Jadi mereka menomunikasikan masalah-masalah mereka dengan membuat petisi dan menyampaikannya lewat media sosial. Apa saja inisiatif yang telah dilakukan remaja untuk memanfaatkan teknologi informasi ini? Adakah contohcontohnya? Pamflet banyak bertemu dengan kelompokkelompok yang melakukan advokasi atau memperkuat komunitas lain, misalnya, Indo Relawan. Teman teman disitu membuat, sebuah situs website yang idenya sama seperti facebook. Indo Relawan berangkat dari masalah dimana banyak organisasi atau banyak komunitas yang membutuhkan banyak relawan tetapi susah mengumpulkannya. Sementara di sisi lain banyak orang dan anak muda yang ingin menjadi relawan, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Nah akhirnya mereka membuat website yang mempertemukan itu. Organisasi yang butuh relawan, dan relawan yang butuh organisasi. Caranya gampang. Misalnya kita buka situs Indo Relawan, nanti akan ada kegiatan-kegiatannya. Misalnya, ini kegiatan Lomba Mewarnai bersama 1000 Anak TK, atau kegiatan Bersih-bersih Ciliwung, atau Bersih-bersih Pasar Santa. Kamu daftar, log in, kamu sukanya isu apa. Pendidikan-kah, lingkungan-kah, seni budaya-kah. Nah, kalau ada info terbaru yang butuh relawan, mereka bisa tinggal masuk ke email. Ada juga situs Kita Bisa, kitabisa.co.id. Yakni suatu situs yang bisa digunakan untuk mengumpulkan dana untuk membuat sebuah project. Jadi ini seperti situs donasi. Jadi setiap orang bisa buat kegiatan atau project di situ. Misalnya ‘saya butuh dana 1 juta rupiah untuk perpustakaan umum di RT ini, RW ini desa ini’. Nanti mereka promosikan lewat sosial media, lewat email. Pengelola kita bisa bercerita, bahwa kadang-kadang melebihi target dana yang diharapkan.

18 - Swara Rahima

Sementara Change membuat petisi dengan cara mengumpulkan tanda tangan. Misalnya soal kabut asap. Mereka kampanye “Pak Jokowi, ayo dong datang ke Palembang untuk melihat kabut asap.” Di Change ini, ada banyak anak muda yang menjadi pembuat petisinya. Seperti beberapa waktu yang lalu, ada teman dari Pamflet yang membuat petisi tentang kandungan zat-zat kimia di pembalut wanita yang beritanya heboh itu. Lalu mereka minta agar produk tersebut ditarik dari peredaran. Nah, selama ini kita kan tidak tahu ada channelchannel untuk melakukan berbagai upaya itu. Ternyata itu banyak, dan anak muda yang membuatnya. Apakah yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mendampingi putra-putri mereka dalam mengakses informasi yang sehat dan bertanggungjawab di era kemajuan teknologi ini? Bahwa mengarahkan anak untuk menggunakan dan mengakses informasi harus dibekali dengan nilai-nilai terlebih dulu. Sebenarnya yang harus dibangun itu adalah kebiasaan berdialog antara orang tua dan anak. Jadi jangan ditutup kemungkinan itu. Misalnya, “Ibu, kenapa saya nggak boleh buka yang ini?” Nanti jawabannya jangan hanya, “Pokoknya, nggak boleh.” Atau,”Nggak boleh. Nanti saja bukanya kalau sudah besar.” Tetapi berusaha membuka dialog. Kemarin kami ketemu anak SMP dan SMA, dan mereka curhat kepada kami. ”Aku

No. 50 Th. XV. November 2015


Opini malas mau belajar, soalnya Ibuku nggak ngebolehin aku.” Atau ada yang bercerita , “Iya, nih. Kalau aku lagi buka internet, ibuku suka di belakangku.” Atau mereka biasanya hanya diam dan menanyakan,”Kamu buka apa? Kamu mencari apa?” Orang tua sebaiknya juga jangan hanya bisa menyalahkan anak,”Kamu nih, main gadget melulu” atau “Main HP melulu, sih. Ngapain chatting melulu.” Orang tua nggak bisa terus kolot, karena ini merupakan hal yang tak terelakkan, karena semua aspek kehidupan anak mereka ada di situ. Orang tua harus paham bahwa pandangan mereka terhadap benda dan pandangan anak-anak mereka terhadap benda sudah berbeda. Upaya apa yang bisa dilakukan oleh para guru di sekolah maupun dunia pendidikan? Waktu pelajaran TIK di sekolah dihapuskan, sempat mengundang perdebatan. Mereka sebenarnya tidak bilang dihapuskan, tetapi penggunaannya diintegrasikan pada mata pelajaran lain, sehingga tidak perlu ada pelajaran khusus TIK. Namun, menurut saya masih tetap perlu ada pelajaran TIK di sekolah. Tapi content yang diajarkan jangan hanya ini caranya menyalakan komputer, ini cara membuka Microsoft Word. Tetapi lebih pada etika berinternet, apa resiko dan dampaknya bila menggunakan media sosial, apa makna privacy, apa makna publik. Sekarang karena penggunaan internet ini dan orang masuk tanpa bekal apa-apa, makanya soal antara privat dan publik ini berbaur. Di TIK juga penting ada elemen Hak Asasi Manusia (HAM), jadi bukan hanya terkait hal teknis seperti cara menyalakan komputer, caranya pakai internet, dll. Di dalam diskusi tingkat PBB beberapa waktu lalu hampir dimasukkan bahwa hak atas internet adalah menjadi bagian dari hak asasi manusia. Jadi sebenarnya sayang sekali jika di sekolah tidak ada pelajaran TIK. Meskipun kalaupun ada, perlu ada revisi total apa-apa yang diajarkan di situ. Bahkan Menteri Kominfo sekarang (Rudyantara) sempat menyatakan bahwa kemampuan berbahasa programming ini nantinya menjadi sebuah kebutuhan yang mutlak. Sebenarnya, visinya bagus, karena menginginkan anak muda bisa juga menjadi produsen. Tapi kemudian timbul perdebatan, perlu

No. 50 Th. XV. November 2015

nggak mereka belajar programming? Kalau dia bukan anak komputer apakah perlu belajar seperti itu. Namun, sekai lagi visinya bagus untuk mengubah kemampuan anak muda dari sekedar konsumen menjadi produsen. Kalau bisa, koding bahasa program yang sederhana bisa diajarkan di sekolah bersama dengan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Perancis. Upaya apa yang semestinya dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin aksesibilitas dan pemanfaaan teknologi di kalangan anak muda ? Yang pasti adalah infrastrukturnya dibangun secara merata. Meskipun susah berharap infrastruktur internet dibangun secara merata, mengingat infrastruktur pendidikan saja tidak pernah menjadi prioritas dibangun secara merata di daerah-daerah. Oleh karenanya, pangsanya diambil oleh industri atau market melalui e-commerce. Mereka sekarang juga sudah merambah ke pembangunan infrastruktur, karena kalau infrastrukturnya dibangun dan menambah secara merata akan mendorong masyarakat untuk belanja online. Nah, pemerintah tidak punya visi yang sama tentang hal itu. Jadi ranah-ranah untuk membangun infrastruktur itu diambil oleh provider, e-commerce atau market. Padahal itu yang paling penting, kalau pemerintah sudah membangun infrastrukturnya internetnya, terutama hingga ke daerah-daerah terpencil, baru bisa memastikan masyarakat bisa mengakses. Sekarang misalnya, pemerintah membuat website hingga ke tingkat desa. Ternyata nggak bisa diakses. Orang desa masih pakai SMS, masih pakai radio. Kalau pemerintah ingin ada transparansi, budget itu dimasukkan ke website desa, akan tetapi buat siapa? Karena pemerintah tidak membangun infrastuktur yang sama sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Apa dampaknya kemudian di masyarakat? Akhirnya yang lebih banyak berinsiatif adalah komunitas-komunitas di luar pemerintah. Di Banyumas yang aktif adalah komunitas Blogger-nya, di Salatiga masyarakat membangun infrastruktur internet sendiri. Jadi begitulah. Ranah-ranah itu jadinya banyak yang diambil oleh market. {}

Swara Rahima - 19


Opini

Chusna Arifah:

Ajak Santri Memahami Dampak Positif dan Negatif Teknologi Informasi Dra. Hj. Chusna Arifah, SPd.I. MPd.I, lahir di Yogyakarta 10 Oktober 1968. Kandidat Doktor Pendidikan Umum UPI Bandung ini, memperoleh gelar sarjananya di Jurusan Pendidikan Agama Isalam (PAI) IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Pendidikan Akuntansi Universitas Galuh. Gelar Magister Pendidikan Islam diperolehnya di IAID Darussalam Ciamis. Dosen IAID Ciamis dan guru MTs. Al Fadliliyah Darussalam, MAN Darussalam, dan SMA Plus Darussalam Ciamis ini adalah juga seorang Ibu dari 4 orang putri Hammia Zanzabile, SKG, Haula Hasna Dalila, Nasya Edline Salamah, dan Nazila Apregia Reigane (almh.), buah cinta dari pernikahannya dengan Dr. H. Fadlil Yani Ainussyamsi, MBA. MAg. Berikut wawancara Swara Rahima dengan pemilik hobi traveling yang kini juga menjabat Direktur V Bidang Kesehatan dan Kedisiplinan Pesantren Darussalam. Bagaimana pandangan Anda tentang kehidupan santri di era kemajuan teknologi sekarang? Santri sekarang sudah mulai melek informasi. Akan tetapi masih belum paham betul tentang kemajuan informasi, sehingga penggunaan teknologi informasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan masih minim. Sebagai pendidik, adakah kekhawatiran mengenai perkembangan mereka yang diakibatkan oleh mudahnya mereka mengakses informasi melalui perangkat teknologi? Jujur, secara pribadi sangat khawatir berdasarkan informasi di koran mengenai perkembangan pemakaian teknologi informasi oleh anak usia SMP/SMA. Hal ini karena teknologi informasi tersebut lebih banyak digunakan pada hal-hal yang negatif terutama akses terhadap film-film porno. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan angka penggunaan internet di Indonesia, terutama setelah kasus penyebaran film porno milik beberapa artis (A, LM, dan CT) , yang sempat menggemparkan publik beberapa waktu yang lalu. Bagaimana upaya pesantren untuk membekali mereka sehingga bisa memanfaatkan teknologi secara benar, sehat dan bertanggung jawab? Upaya pesantren dalam membekali dalam pemanfaatan teknologi yaitu memberikan penjelasan tentang dampak positif dan negatifnya. Selain itu juga mengajarkan tanggung jawab secara moral tentang

20 - Swara Rahima

penggunaannya. Beberapa kali, kami juga mengadakan penyuluhan dengan bekerjasama serta mengundang pihak-pihak yang terkait di bidangnya. Bagaimana upaya pesantren untuk menciptakan iklim yang sehat dalam pemanfaatan teknologi informasi, tidak hanya di kalangan santri tetapi juga para guru/ ustad/ustadzah yang dituntut untuk memahami perkembangan kehidupan remaja/santri? Kami memberikan peraturan dan jadwal tertentu tentang penggunaannya. Dan apabila ada santri yang melanggar, tentu ada konsekuensinya. Di pesantren kami, tidak diperkenankan menggunakan internet pada saat jam-jam mengaji, shalat, dan dibatasi dengan jam malam. Kepada guru diminta untuk memberikan contoh dan tidak menggunakan internet pada jam-jam sekolah, kecuali karena memang ada kebutuhan terhadap hal tersebut. Kami juga mengembangkan lebih banyak kegiatan yang bersifat tatap muka dan lebih mendorong kreativitas para santri sehingga mereka lebih inovatif Selama ini, apakah pesantren telah menyediakan akses informasi yang cukup kepada para santri (yang kebanyakan berusia remaja) tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas? Melalui upaya apakah berbagai hal tersebut dilakukan? Sudah. Kami menyampaikannya dengan memberikan penjelasan tentang hal itu melalui pelajaran yang terkait (seperti Biologi ataupun Fiqh), serta

No. 50 Th. XV. November 2015


Opini

penjelasan dari dokter pesantren. Kami juga bekerjasama dengan puskesmas, dan melakukan penyuluhan secara rutin kepada para santri untuk memberikan penjelasan tentang kedua hal tersebut. Kemajuan teknologi juga memberikan tantangan bagi santri untuk mengisi masa tumbuh kembangnya melalui kegiatan positif. Apa sajakah kegiatan yang bisa dilakukan remaja dengan memanfaatkan teknologi informasi ini? Kegiatan positif yang dilakukan dalam rangka pemanfaatan teknologi dan informasi kami lakukan dengan berbagai cara. Yaitu memanfaatkan internet untuk menambah pengetahuan, mencari sumber bahan ajar, mengenal dunia luar secara cepat tentang perkembangan pengetahuan tersebut, serta mengikuti lomba-lomba secara online. Kami juga menerima secara online penyerahan tugas yang dikerjakan siswa, meminta mereka untuk mencari sumber dari blog maupun situs-situs website, sebagai media komunikasi dengan para alumni yang sudah terlebih dulu sukses, serta untuk mempublikasikan karya tulis sendiri, serta ajang praktek berbisnis sekaligus praktik kewirausahaan bagi siswa yang mengambil jurusan IPS. Selain itu kami juga gunakan media ini sebagai sarana berkomunikasi dan menyampaikan informasi kepada para orang tua santri. Bagaimana pesantren bekerjasama dengan orang tua untuk membimbing dan mengarahkan putra putrinya dalam memanfaatkan teknologi informasi? Memberikan penjelasan pada orang tua saat pertama masuk untuk sama-sama bertanggung jawab dengan tidak memberikan kemudahan fasilitas bagi santri. Menurut Anda, perlukah cara mengakses dan memanfaatkan teknologi informasi diberikan di pesantren? Adakah dampak yang perlu dikhawatirkan? Bagaimana mengantisipasinya? Perlu karena jangan sampai orang pesantren tidak mengenal sehingga kita mudah dibohongi karena tidak faham dengan perkembangan dunia luar. kekhawatiran dapat diminimalisir dengan berbagai penjelasan tentang hal tersebut. Apa saran Anda untuk memaksimalkan peran pesantren dalam memberikan informasi yang sehat dan bertanggungjawab mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan menggunakan teknologi informasi?

No. 50 Th. XV. November 2015

Peran pesantren dalam memaksimalkan informasi yang sehat dan bertanggung jawab mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas di antaranya adalah dengan cara membentengi santri dari beragam informasi yang masuk dengan pendekatan spiritual, tidak membiarkan para santri mengenal informasi tanpa aturan dan seenaknya. Dengan demikian mereka bisa mengenal dan mendapatkan informasi secara bebas, akan tetapi tetap bertanggung jawab baik bagi diri sendiri, lingkungannya, maupun bangsa, dan negara. Bagaimana saran Anda terkait dengan peran pemerintah untuk menjamin kepastian tentang adanya informasi yang sehat dan bertanggungjawab mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan menggunakan teknologi informasi? Pemerintah agar lebih melakukan proteksi informasi, terutama proteksi dari berbagai masalah pornografi, mengingat pada usia remaja hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan kejiwaan siswa. Oleh karenanya, kurikulum di sekolah semestinya agar lebih diarahkan pada penanaman budi pekerti dan tidak hanya menekankan pada bejibun materi pelajaran yang sangat melelahkan otak siswa yang menyebabkan para peserta didik ini mudah lari pada hal-hal yang negatif karena jiwanya merasa tertekan. Mereka membutuhkan materi-materi yang lebih praktis dalam kehidupan, bukan hanya setumpuk teori dan tetap hanya menjadi teori belaka. Hal ini agar kita dapat memanusiakan manusia dan memperlakukan mereka secara lebih manusiawi. Harapannya, nantinya akan tercipta budaya menyatunya kata dan perbuatan, yang selaras, serasi dan seimbang dalam kehidupan, baik di dunia dan di akhirat. Singkatnya, kita butuh pendidikan yang bertujuan untuk membangun manusia yang memiliki kepribadian yang sehat. {}AD. Kusumaningtyas.

Swara Rahima - 21


Tafsir Alquran

Meneladani Alquran dalam Membincang Seksualitas Oleh : Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm.

Teknologi telah memberikan aneka kemudahan dalam kehidupan santri. Jika zaman dulu seorang santrimemerlukan waktu banyak untuk menanak nasi, memasak air, mencuci baju, bergerak kesana kemari, kini tinggal gunakan rice cooker, dispenser, mesin cuci, dan motor atau bahkan mobil. Dulu santri menunggu cukup lama untuk menerima kiriman uang orangtua melalui wesel, antri untuk bisa menelpon orangtua melalui wartel, kini mereka bisa memanfaatkan ATM dan telepon genggam. Demikian halnya dalam proses belajar-mengajar.

T

eknologi memungkinkan para santri memiliki ribuan kitab kuning tanpa perlu membelinya ke toko buku karena telah tersedia aplikasinya. Misalnya Maktabah Syamilah yang berisi sekitar enam ribu seratus sebelas kitab kuning yang meliputi beragam disiplin ilmu keislaman dari klasik hingga modern. Bagi pesantren yang hanya ingin mengakses kitabkitab kuning berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah (aswaja) dapat mengunduh aplikasi Syumila NU yang juga berisi kitab-kitab kuning plus amaliyah NU dan dijamin tidak mengandung distorsi (tahrif) yang dilakukan oleh kalangan Salafi Wahabi. Para santri juga kini bisa menikmati metode belajar mengajar yang lebih kreatif dan variatif dengan menggunakan laptop dan LCD sehingga mata pelajaran sejarah tidak lagi membosankan karena dapat dilakukan dengan cara menonton dan mendiskusi-kan film-film yang relevan. Misalnya sejarah hidup ulama besar Ibnu Rusyd dalam film berjudul Le Destin atau al-Mashir. Di sini lain, teknologi juga membanjiri santri dengan beragam informasi tanpa batas, termasuk informasi palsu, tidak sejalan dengan akidah yang diyakini, mengandung unsur SARA, atau mengandung unsur pornografi. Bagi santri pemilik handphone yang

22 - Swara Rahima

tersambung dengan internet, informasi sejenis ini terus berseliweran dalam genggaman tangan mereka tanpa bisa disensor oleh pengasuh dan para ustadz. Lambat laun informasi semacam ini mengendap dalam pikiran kemudian mempengaruhi perilaku santri. Kemajuan teknologi komunikasi juga membawa pergeseran nilai. Perbincangan tentang seksualitas yang semula tabu misalnya, kini semakin terbuka di media sosial dan bisa diakses oleh anak segala umur. Sayangnya tidak semua informasi tentang seksualitas mengandung unsur edukasi. Pada umumnya justru menyesatkan. Banyak sekali virusvirus yang mengandung unsur pornografi sehingga pengguna internet termasuk anak-anak dan remaja dapat dengan mudah tersesat di situs-situs berisi informasi tentang seksualitas yang hanya mengumbar nafsu syahwat. Kemajuan teknologi informasi telah memberi manfaat sangat besar sekaligus mudharat signifikan bagi santri. Pelarangan total bagi santri untuk memanfaatkan teknologi informasi dapat mengakibatkan mereka gagap teknologi dan informasi sehingga tidak mampu menyikapi serbuan informasi secara proporsional ketika berada di luar pesantren. Namun demikian, membiarkan mereka berselancar di dunia maya untuk mengakses informasi secara bebas juga sama dengan membiarkan mereka menjadi korban aneka informasi yang tidak bertanggungjawab. Dalam era globalisasi seperti ini, pesantren mempunyai pekerjaan serius baru yakni mendampingi para santri agar bisa menyikapi perkembangan teknologi informasi secara arif. Karena pada saatnya, santri akan kembali ke masyarakatnya tanpa dampingan para ustadz dan pengasuh. Salah satu cara menumbuhan sikap arif dan bertanggungjawab pada santri dalam memanfaatkan teknologi informasi adalah dengan memberi

No. 50 Th. XV. November 2015


Tafsir Alquran

kesempatan untuk mendiskusikan secara keilmuan informasi tentang seksualitas yang selama ini dipandang tabu, namun kini telah dibicarakan secara terbuka di media sosial dan dunia maya secara umum. Alquran sendiri tidak memandang tabu pembicaraan tentang seksualitas. Alat kelamin (furuj) disebut sebanyak tujuh kali di QS. al-Ahzab/33:35 dan an-Nur/24:30-31, al-Mu’minun/23:5, al-Ma’arij/70:19, sperma di QS. ath-Thariq/86:6-7, menstruasi di QS. alBaqarah/2:222,hubungan seksual di QS. al-Baqarah/2:197, 187,223, 228, kehamilan di QS. al-Mu’minun/23:12-14, asSajdah/32:7-9, az-Zumar/39:6, al-Ahqaf/46:15, persalinan QS. al-Ahqaf/46:15, Luqman/31:14, dan pemberian ASI QS. al-Ahqaf/46:15, Luqman/31:14, al-Baqarah/2:233. Cara Membincang Seksualitas Sesuatu yang menarik dalam ayat-ayat Alquran tentang seksualitas ini adalah adanya penekanan kuat pada etika atau akhlak dalam menyikapi alat reproduksi tersebut, baik milik sendiri maupun orang lain, dan bagaimana menyikapi secara empatik pada masa reproduksi perempuan yang cukup banyak, panjang, dan tak jarang disertai rasa sakit. Salah satu contohnya adalah ayat tentang pemberian ASI pada QS. al-Baqarah/2:233 berikut ini:

‫ن لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم‬ ۖ‌ِ ‫ض ۡعنَ أَ ۡولَ ٰـ َدهُنَّ َح ۡولَ ۡي ِن َكا ِملَ ۡي‬ ِ ‫َو ۡٱل َوٲلِدَٲتُ يُ ۡر‬ ‫وف‬ ۚ‌ِ ‫ضا َع ۚ‌ةَ َو َعلَى ۡٱل َم ۡولُو ِد لَهُۥ ِر ۡزقُ ُهنَّ َو ِك ۡس َوتُ ہُنَّ بِ ۡٱل َم ۡع ُر‬ َ ‫ٱل َّر‬ ۢ ٌ ‫َل تُ َكلَّفُ نَ ۡف‬ ُ‫ضآ َّر َوٲلِ َدةُ بِ َولَ ِدهَا َو َل َم ۡولُو ۬ ٌد لَّه‬ َ ُ‫س إِ َّل ُو ۡس َع َه‌ۚا َل ت‬ ‫ض‬ ‌ۗ َ ِ‫ث ِم ۡث ُل َذٲل‬ َ ِ‫ك فَإِ ۡن أَ َرادَا ف‬ ِ ‫ۥ بِ َولَ ِد ِ‌ۚۦه َو َعلَى ۡٱل َوا ِر‬ ٍ ۬ ‫صاالً عَن تَ َرا‬

berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233) Ayat di atas sebagaimana ayat-ayat tentang seksualitas lainnya, memang tidak menjelaskan secara detail tentang pemberian ASI melainkan sarat dengan tuntunan akhlak dalam menyikapi salah satu tahap reproduksi ini. Beberapa di antaranya adalah bahwa seorang ibu dapat menyempurnakan pemberian ASI hingga dua tahun, seorang ayah mempunyai kewajiban menafkahi dan memberikan pakaian pada bayi tersebut walaupun telah bercerai dengan ibunya, ayah-ibu dan bayi tidak boleh saling menyusahkan, ayah dan ibu bisa menyapih bayi sebelum berusia dua tahun atas dasar keputusan bersama dan saling ridha, anak bisa disusukan pada perempuan lain dengan harga yang patut, perilaku untuk saling memperlakukan dengan baik antara ayah dan ibu maupun antara keduanya dengan bayi terkait erat dengan ketakwaan seseorang sehingga mereka yang bertakwa akan menjaga perilaku dengan baik karena diawasi langsung oleh Allah.

‫ض ُع ٓو ْا‬ َ َ‫ِّم ۡنہُ َما َوتَشَا ُو ۬ ٍر فَ َل ُجن‬ ِ ‫اح َعلَ ۡي ِہ َم‌ۗا َوإِ ۡن أَ َردتُّمۡ أَن ت َۡست َۡر‬ ‫وف‬ ۗ‌ِ ‫سلَّمۡ تُم َّمآ َءات َۡيتُم بِ ۡٱل َم ۡع ُر‬ َ ‫اح َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا‬ َ َ‫أَ ۡولَ ٰـ َد ُكمۡ فَ َل ُجن‬ ۡ ‫ٱلل َو‬ َّ َ َّ‫ٱعلَ ُم ٓو ْا أَن‬ َّ َ ‫َوٱتَّقُو ْا‬ )٣٣٢( ‫صي ۬ ٌر‬ ِ َ‫ٱلل بِ َما ت َۡع َملُونَ ب‬ Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anakanaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 23


Tafsir Alquran

Wahbah az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa ayat di atas terkait dengan ketentuan bagi pemberian ASI bahwasanya seorang ibu jika berada dalam penjagaan ayah maka dia wajib memberikan ASI sesuai norma yang berlaku. Jika ibu telah bercerai dengan ayah, maka pemberian ASI adalah sunnah dengan cara suka rela. Namun dalam kondisi di mana bayi terhalang menerima susu dari selain ibu atau karena kemiskinannya atau sebab-sebab lain sang ayah tidak dapat menemukan perempuan lain yang bisa menyusui, maka ibu wajib menyusui anaknya dan ayah wajib memberika upah pada ibu karena hal ini seharga penyusuan yang berlaku di tempat tersebut baik dalam kondisi mudah maupun sulit dan kaya maupun miskin.1 Ath-Thabari memberikan penjelasan yang juga tak kalah menarik. Menurutnya kalimat َّ‫ضعْنَ أَ ْو َل َدهُن‬ ِ ‫( يُ ْر‬seorang ibu menyusui anaknya) hanya menunjukkan bahwa sang ibu lebih berhak menyusui bayinya daripada perempuan lain, bukan bermaksud menekankan kewajiban.2 Ayat di atas dan ayat-ayat lain tentang seksualitas lainnya yang juga menekankan pada akhlak menunjukkan bahwa perbincangan tentang seksualitas bukanlah hal tabu bahkan sangat diperlukan mengingat banyaknya perlakuan manusia yang keliru terhadap seksualitas manusia ini. Misalnya Tabu Menstruasi yang memandang perempuan menstruasi menjijikkan bahkan mengundang malapetaka.3 Demikian pula sikap tidak peduli pada kesulitan perempuan yang menjalani kehamilan dan persalinan sehingga Alquran menggambarkannya sebagai beban yang bertumpuk (wahnan ala wahnin)dalam QS. Luqman/31:14, sebagai berikut:

َّ ‫َو َو‬ ُ‫ص ٰـلُه‬ َ ِ‫سـٰنَ بِ َوٲلِد َۡي ِه َح َملَ ۡتهُ أُ ُّمهُۥ َو ۡهنًا َعلَ ٰى َو ۡه ۬ ٍن َوف‬ َ ‫ٱلن‬ ِ ۡ ‫ص ۡينَا‬ ۡ ‫ۥ فِى عَا َم ۡي ِن أَ ِن‬ )٤١( ‫صي ُر‬ ِ ‫ٱشڪ ُۡر لِى َولِ َوٲلِد َۡي َك إِلَ َّى ۡٱل َم‬ Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang 1. Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsir a-Wasith, Damaskus: Dar al-Fikr, 1422 H, j. 1, h. 129. 2. Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali, Jami’ al-Bayan fi Tawil al-Qur’an, Muassasah ar-Risalah, 1420 H, j. 5, h. 31. 3. Nasarudin Umar, Menstrual Taboo, diunduh pada hari Senin 26 Oktober 2015 dari https://paramadina.wordpress. com/2007/03/16/menstrual-taboo/.

24 - Swara Rahima

bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14) Quraish Shihab dalam kitab tafsir al-Mishbah menjelaskan bahwa penggunaan kata ‫ص ْينَا‬ َّ ‫َو َو‬ menunjukkan bahwa pesan kepada seluruh umat manusia untuk berbakti pada kedua orangtua dalam ayat ini sangat kuat terutama karena ibu telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan, yakni kelemahan berganda dan dari saat ke saat bertambah-tambah. Lalu dia melahirkannya dengan susah payah, kemudian memelihara dan menyusukannya setiap saat, bahkan di tengah malam ketika saat manusia lain tertidur nyenyak. Demikian hingga tiba masa menyapihkannya setelah dua tahun.4 Perumpamaan ini mengandung pesan moral agar para suami, keluarga besar, masyarakat bahkan negara yang mengatur kehidupan manusia mesti peduli untuk memberikan dukungan agar fungsi mulia ini dapat berjalan dengan aman dan mudah. Tentu saja tuntunan agama terkait seksualitas ini sangat penting untuk dibicarakan secara terbuka dan santun dalam dalam bingkai keilmuan. Meskipun dunia maya menyediakan informasi yang benar dan sehat tentang seksualitas, namun informasi yang berasal dari industri seks lebih gencar dan agresif, baik melalui situs-situs berbayar, melalui aneka virus yang kerap muncul bahkan menutupi situs apapun yang kita buka, bahkan melalui aneka games untuk anakanak dan remaja. Informasi tentang seksualitas seperti ini dapat menyesatkan para santri karena bertumpu pada keuntungan bisnis, mengumbar nafsu syahwat tanpa batas, mengandung pornografi dan pornoaksi, dan dapat mendorong siapa pun untuk melakukan kekerasan seksual. Strategi di Pesantren Teknologi informasi dapat membantu para ustadz dan pengasuh pondok dalam mendampingi santri-santri untuk memahami alat, fungsi, dan masa reproduksi secara elegan. Misalnya ketika menjelaskan penciptaan manusia, video Harun Yahya tentang keajaiban penciptaan manusia dapat membantu menggambarkan tahapan kehamilan secara lebih 4. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2009, j. 10, h. 300.

No. 50 Th. XV. November 2015


Tafsir Alquran

hidup.5 Video ini telah pula disertai dengan ayatayat Alquran yang relevan. Ustadz atau pengasuh dapat memancing diskusi dengan mempertanyakan bagaimana proses kehamilan itu terjadi, ayatayat Alquran manakah yang menjelaskan tentang kehamilan, hadis-hadis apa saja yang terkait dengan kehamilan, bagaimana akhlak yang yang diajarkan oleh Islam dalam dalam menyikapi kehamilan, sikapsikap apakah yang keliru dalam menyikapi kehamilan, kapankah sebaiknya kehamilan dijalani, perlukah kehamilan direncanakan dengan baik, apa yang harus dipersiapkan para remaja, bagaimana suami-istri dapat bekerjasama agar kehamilan dapat dijalankan secara menyenangkan, dukungan apa yang bisa dilakukan oleh keluarga besar, masyarakat, dan negara agar setiap perempuan dapat menjalani proses kehamilan dengan aman dan mudah. Pola yang sama dapat dilakukan untuk materimateri seksualitas lainnya dengan penekanan pada substansi materi, membangun sikap kritis atas perilaku yang keliru, dan membangun sikap yang 5. Linknya antara lain https://www.youtube.com/ watch?v=VZNUypTj3c4 atau bisa dicari dengan mengetik judul video di mesin pencari youtube.

empati dan bertanggungjawab. Tema tentang seksualitas sesungguhnya tidak sepenuhnya tabu di dunia pesantren karena mereka topik-topik terkait seksualitas juga banyak dibahas dalam kitab-kitab Fiqh. Namun demikian, pendekatan hukum yang selama ini digunakan sesuai perkembangan zamannya perlu diperkaya dengan perspektif kesehatan dan akhlak, caranya pun dapat mempertimbangkan kemajuan teknologi yang ada. Setelah mendapatkan informasi tentang seksualitas melalui proses diskusi yang terbuka, yang dibingkai dengan bahasa dan argumen agama, didampingi ustadz atau pengasuh, maka para santri lambat laun akan mempunyai standar tertentu tentang seksualitas yang sehat dan islami. Standar ini penting sebagai rujukan untuk menyeleksi informasi tentang seksualitas yang bermanfaat atau sebaliknya merugikan. Terutama ketika mereka berselancar di dunia maya seorang diri tanpa dampingan ustadz, pengasuh, maupun orangtua, yakni ketika mereka kembali berada di tengah-tengah masyarakat di mana arus informasi terus menghampiri tanpa bisa dihindari. Wallahu A’lam!

“Hai Remaja....Mau Belajar Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas ?� yukkk klik website www.sobatask.net/belajar atau unduh aplikasi androidnya “bit.ly/sobataskapps�

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 25


Fikrah

Mullah Sadra : Menuju Jalan Cahaya Oleh : Nurkhayati Aida

L

Orang mengenalnya dengan Mullah Sadra, peletak dasar mazhab ketiga filsafat Islam - Hikmah Muta’aliyah. Terlahir dengan nama Muhammad Sadruddin Bin Ibrahim Yahya Qawwami Syirazi pada tahun 979 H/ 1571 M di Syiraz, sebuah kota di Persia yang pada tahun 1935 berubah menjadi Iran.

ahir dan besar dari keluarga yang sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan, Sadra dikaruniai kecerdasan luar biasa. Konon gurunya, Mir Damad, sempat menangis saat membaca salah satu karya Mullah Sadra yang begitu luar biasa. Gurunya terharu memiliki murid yang kecerdasannya melebihi kecerdasannya dirinya. Mullah Sadra dianggap berhasil menegosiasikan dua mazhab besar filsafat terdahulunya; Paripatetik (Masya’iyyah) dan Iluminasi (Isyraqiyah) dengan lahirnya mazhab Hikmah Muta’aliyah. Hikmah Muta’aliyah mirip dengan filsafat ‘Israqiyyah dalam memadukan pendekatan rasional dengan pendekatan kasyf dan syuhud, tetapi berbeda dalam sisi interpretasi dan konklusi. Melalui hal ini, ia telah berhasil mendamaikan dan memecahkan perselisihan-perselisihan yang ada antara Masysyaiyyah dengan ‘Isyraqiyyah, atau antara filsafat dengan ‘irfan, antara filsafat dengan kalam. Tasykik al Wujud (Gradasi atau Ambiguitas Wujud) Di antara gagasan yang dikemukakan oleh Mullah Sadra, tasykik al wujud menjadi gagasan yang layak untuk diperhatikan untuk menjadi acuan bagaimana menyikapi berbagai keadaan yang ada saat ini. Tasykik al wujud bisa digunakan untuk menjadi landasan filosofis membumikan perilaku adil, kebajikan dan terutama adalah bagaimana cara memperlakukan makhluk hidup dengan baik. Dalam bahasa Indonesia tasykik al wujud mempunyai arti gradasi atau ambiguitas wujud. Haidar Bagir lebih memilih menggunakan kata ambiguitas untuk pengalihbahasaan tasykik yakni gambaran wujud tunggal yang memiliki gradasi berbeda -disebabkan oleh tingkat kualitas yang ada pada wujud tersebut. Mullah Sadra

26 - Swara Rahima

dalam memisalkan Tasykik al wujud terilhami oleh konsep cahaya yang diajukan oleh Suhrawardi dimana cahaya dipandang sebagai perkara yang badihi (aksiomatik). Jelas dan tak butuh definisi. Menurut Suhrawardi, jika wujud tak butuh definisi dan penjelasan, dikarenakan wujud/Ada adalah sesuatu yang nampak, maka tak ada sesuatu yang lebih nampak dibanding dengan cahaya. Mullah Sadra membuat permisalan wujud/Ada dengan cahaya. Jika semua yang “ada” berbentuk cahaya, matahari-lah cahaya yang sangat terang. Lalu gradasinya adalah cahaya terang, cahaya sedikit terang, cahaya temaram, dan terakhir sekali adalah ketiadaan cahaya. “Wujud/Ada” dengan permisalan cahaya ini mengandaikan Tuhan bagi alam materi, yang pada dasarnya adalah satu cahaya yang sama dengan perbedaan kualitas cahayanya. Tuhan “Ada” dan manusia juga “ada”, pada posisi ini kita meyakini bahwa Tuhan dan manusia pada keberadaan yang sama yaitu wujud/ada. Pertanyaan berikutnya adalah apa yang membedakan wujud/ada-nya Tuhan dan adanya manusia? Itulah yang ingin dijawab oleh Mullah Sadra dengan gagasan Tasykik al wujud. Bahwa Tuhan dan manusia itu ada dengan persamaan keber”ada”annya dan berbeda karena kualitasnya. Mafhum-nya sama, namun misdaq-nya berbeda. Begitu ilmu Manthiq berbicara. Me-liyan-kan Sesama dan Ketiadaan Cahaya Al katsrah fi ‘ainil wahdah wal-wahdah fi ‘ainil (pluralitas dalam ketunggalan dan ketunggalan dalam pluralitas). Demikianlah bahasa Mullah Sadra membahasakan apa yang terjadi dalam tasykik al wujud. Lalu apa yang bisa ditarik dari tasykik al wujud untuk kemudian dibenarkan bahwa filsafat tidak lain adalah pembahasan tentang diri sendiri yang paling dekat? Baik,

No. 50 Th. XV. November 2015


Fikrah

bahwa segala apa yang ‘ada’ adalah cahaya. Satu cahaya dengan berbagai intensitas dan kualitas cahayanya masing-masing. Semakin dekat pada sumber cahaya, kualitas cahaya yang dimiliki oleh pantulan cahaya akan semakin bercahaya. Sebaliknya, bagi cahaya yang jauh dari sumber cahaya, hanya akan berada dalam keti-adaan cahaya. Berada dalam ketiadaan cahaya membuat manusia pada prasangka dan kebencian. Lebih jauh ketiadaan cahaya akan menggiring untuk selalu merasa benar. Ketiadaan cahaya adalah saat orang mulai meniadakan dan me-liyan-kan sesama manusia. Ketiadaan cahaya ada dalam berbagai bentuk kejahatan dan penistaan. Menganggap lebih tinggi diri sendiri dan merendahkan lainnya adalah bentuk ketiadaan cahaya. Boleh jadi sikap itu dimaknai sebagai sombong, jumawa, atau (merasa) paling benar. Sayangnya, (anggapan) itu salah, tidak benar, karena yang terjadi sesungguhnya adalah sebuah usaha untuk menegasikan cahaya yang membuat ‘ada’, itu adalah proses membunuh cahaya yang telah memberikan cahaya. Juga sama halnya menganggap salah satu jenis kelamin lebih rendah, lalu memberikan perlakuan yang berbeda, melibas hak atau bahkan menyudutkannya pada ruang-ruang kebencian adalah sama, bahwa itu adalah keti-ada-an cahaya. Bahwa semua ciptaan baik laki-laki perempuan dengan berbagai jenis kelamin, warna kulit, ras, agama, suku bangsa, bahasa adalah sama. Sama dalam wujud/ ada-nya dan tidak ada yang lebih tinggi atau lebih mulia disebabkan hal-hal tersebut kecuali atas kualitas cahaya yang dimiliki, yang mana bisa terlihat dalam perilaku dan pandangannya terhadap sesama ciptaan. Bahwa tidak ada perbedaan yang harus melahirkan pembedaan untuk perempuan atau laki-laki, perempuan sebagaimana lakilaki lahir dari pancaran cahaya yang sama. Perempuan sama halnya laki-laki hanya berbeda karena kualitas cahaya dan intensitas yang dimilikinya. Pada akhirnya terlihat bahwa diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, dan kekerasan pada perempuan tidak memiliki landasan filosofis apapun apalagi agama. Karena konsep tasykik al-wujud menegasikan segala perbuatan “hitam” atau ketiadaan cahaya. Sejatinya yang ada hanyalah cahaya, dan cahaya adalah kebaikan–kebaikan untuk semua. Semua jenis kelamin, semua ciptaan. Setiap perbuatan bisa ditelesur apakah ia berada dalam dalam naungan cahaya atau dalam ketiaadaan

No. 50 Th. XV. November 2015

cahaya. Mustahil orang yang (mengaku) ber-Tuhan akan melakukan perbuatan yang “hitam” karena Tuhan adalah sumber cahaya. Mustahil ada sesuatu hal yang pada waktu yang sama dua sisi positif dan negatif; bercahaya tapi gelap, atau gelap tapi bercahaya; ber-Tuhan tapi melakukan kekerasan, atau melakukan kekerasan tapi berTuhan. Cahaya dan ketia-ada-an cahaya tidak akan bercampur, jika orang melakukan kejahatan yakinlah ia sedang menyatakan bahwa dirinya tidak ber-Tuhan. Kualitas dan intensitas cahaya akhirnya menunjukkan pada kita bagaimana seseorang beperilaku dan memperlakukan sekitarnya. Bahwa kualitas keada-an (wujud) tergantung dengan intensitas cahaya yang dimiliki, seberapa dekat dengan sumber cahaya sebagai wujud mustaqil (mandiri) dimana wujud rabith (bergantung) seperti manusia ini bergantung. Hal-hal Yang (Belum) Selesai Bagi sebagian orang, berbicara filsafat sama halnya berbicara tentang hal-hal yang telah selesai, final, tak perlu lagi dibahas, teoritis dan tak membumi. Oleh karenanya, filsafat hanya dipelajari oleh sedikit orang dan seringkali dianggap menyesatkan dan jauh dari Tuhan. Dari Mullah Sadra setidaknya kita belajar tentang hal-hal yang sederhana namum fundamental, dan sekali lagi filsafat yang sejatinya lahir untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan tentang diri sendiri, tentang hal-hal yang paling dasar dari diri, tentang hakikat sebagai manusia, sebagai pancaran cahaya (Tuhan). Cahaya adalah keadaan, sedangkan kegelapan adalah ketiadaan. {}Nurkhayati Aida

Swara Rahima - 27


Akhwatuna

Santri Cerdas Gunakan Teknologi untuk Move On Oleh: Isthiqonita Sebagai alumni salah satu pesantren di Kabupaten Garut, penulis cukup berpengalaman mengenai keseharian santri di lingkungan pesantren. Berbicara tentang pesantren, paling tidak ada lima unsur yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya. Walsh (2002:8) mengemukakan unsur tersebut antara lain: pengajar (kyai, ustadz, ustadzah), masjid, santri, pondok dan kitab Islam klasik.

K

yai merupakan unsur esensial karena berperan penting dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren. Keberadaan masjid hukumnya “wajib” karena merupakan pusat kegiatan dan pendidikan para santri. Santri adalah unsur utama karena tanpa santri tidak mungkin ada pesantren. Pondok adalah sekumpulan bangunan yang digunakan santri sebagai tempat tinggal. Elemen kelima adalah kitab Islam klasik, karya ulama tentang pengetahuan agama yang sering disebut sebagai kitab kuning. Remaja pesantren atau santri tidak asing dengan kitab kuning atau kitab klasik tersebut, beberapa dari kitab yang dikaji di antaranya mengandung materi tentang reproduksi dan seksualitas. Misalnya; Qurratul ‘Uyun, Ihya Ulumuddin, Fathul Qarib, Fathul Muin, Riyadhush Shalihin, Ahs Shilah fi Bayan an-Nikah, Adab AlMarah, dan lain-lain. Namun apa yang dikaji dalam kitabkitab itu biasanya hanya membahas persoalan tata cara bersuci dari hadas kecil maupun besar, pesan tentang hak dan kewajiban suami – istri, serta seluk beluk mengenai hubungan seksual antara suami dan istri. Apa yang disampaikan dalam kitab kuning belum menyentuh isu kesehatan reproduksi dan seksual secara komprehensif, ditambah dengan proses pengajian yang dilakukan bersifat monolog dan tidak ada sesi tanya jawab, apa yang disampaikan pengajar (ustadz) maka itulah yang diamini oleh santri. Santri ‘belum’ diberi kesempatan untuk bertanya kepada pendidik saat proses pengajian berlangsung. Pembahasan yang dimunculkan dalam kitab kuning perlu dikaji ulang relevansinya dengan situasi

28 - Swara Rahima

saat ini. Alasannya hanya sebagian kecil persoalan kesehatan reproduksi yang dikupas dalam kitab kuning tersebut. Kitab kuning juga dinilai sangat bias gender, memposisikan perempuan sebagai subordinasi laki-laki. Persoalan yang dikaji lebih banyak menguntungkan laki-laki dibandingkan perempuan, apalagi kitab yang membahas praktik pernikahan dan hubungan seksual. Oleh karena itu, dinilai perlu dilakukan upaya mendekonstruksi agar tidak bias gender dan memposisikan perempuan sebagai pihak yang setara dengan laki-laki. Selain kurangnya pemahaman santri terhadap pentingnya kesehatan reproduksi bagi dirinya, juga tidak ada pengarahan khusus dari pengelola pesantren untuk menggiring santri menemukan jalan keluar terkait masalah kesehatan reproduksi dan seksual yang dihadapi. Masalah kesehatan di pondok pesantren masih memerlukan perhatian dari berbagai pihak yang terkait, baik dalam akses pelayanan kesehatan, perilaku sehat maupun kesehatan lingkungan. Berdasarkan penelitian Isa Ma’ruf tahun 2005 pada 6 pondok pesantren di Jawa Timur memberikan hasil 64,20% santri menderita penyakit scabies, 73,70% santri memiliki hygiene perorangan yang buruk, perilaku sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman dan masih banyak ditemui sanitasi lingkungan pondok pesantren yang kurang baik, sehingga hal-hal tersebut akan sangat berpengaruh bagi kesehatan reproduksi remaja.1 Di sisi lain perkembangan teknologi informasi dan komunikasi merebak dengan cepat, di antaranya media sosial (medsos). Sayangnya penggunaan medsos oleh remaja masih terbatas sebagai hiburan semata

No. 50 Th. XV. November 2015


Akhwatuna

seperti menulis status, chatting, dan mengintip profil orang lain. Sumber informasi lain yang bisa diakses melalui internet, berpotensi mengikis moral mereka dengan melakukan tindak kriminal seperti kekerasan dalam pacaran (dating rape), pelecehan seksual dalam pacaran (sexual harassment), seperti pemerkosaan dalam pacaran. Hal tersebut dikarenakan akses pornografi dapat dibuka dengan mudah, tanpa ada pengawasan dan bimbingan dari wali remaja, baik itu orang tua, maupun pendidik dan pengasuh di pesantren. Selama ini, santri dianggap aman dari perilaku kenakalan remaja karena berada di wilayah yang kental dengan nuansa religius, namun pada kenyataannya remaja santri ataupun bukan sama saja membutuhkan pengarahan dalam penggunaan teknologi. Remaja santri maupun bukan adalah remaja yang sama-sama membutuhkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas. Dua persoalan remaja santri di atas semestinya mendapat perhatian dari berbagai pihak yang bersangkutan, orang tua atau wali santri serta pengelola atau pengurus santri. Jika persoalan reproduksi dan seksualitas masih dianggap tabu oleh pendidik untuk diperbincangkan, maka melalui teknologi remaja akan mencari ketidaktahuannya tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dengan cara mereka, yang penuh dengan keingintahuan dan penasaran. Peluang Dari segi waktu, pesantren memiliki potensi lebih, karena selama 24 jam santri berada di lingkungan pondok. Pengelola atau pengurus pesantren dapat

No. 50 Th. XV. November 2015

membuat kegiatan yang bersifat kontinyu mengenai pembahasan kesehatan reproduksi dan seksual. Dari segi penggunaan teknologi santri dapat diarahkan secara penuh dengan kebijakan pesantren, misalnya santri membuat forum diskusi di medsos mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas, sehingga penggunaan teknologi oleh remaja lebih bermanfaat. Selain itu informasi yang dibagi di medsos tersebut dapat diakses oleh remaja lainnya. Saat ini setidaknya ada 3.759.198 remaja santri yang berada di sekolah berbasis agama dan bermukim di pesantren. Para santri tersebar di 27.230 pesantren yang berada di berbagai penjuru wilayah Nusantara dengan berbagai tipologi pesantren; Salafiyah (tradisional), Khalafiyah (modern), serta Kombinasi. Setidaknya terdapat sebanyak 14.459 (53,10 %) Pondok Pesantren Salafiyah, dan 7.727 (28,38%) Khalafiyah/ Ashriyah, serta 5.044 (18,52%) sebagai Pondok Pesantren Kombinasi.2 Jika seluruh pengelola pesantren di Indonesia peduli terhadap kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja, juga peka terhadap akses teknologi informasi yang dapat diaplikasikan ke arah yang lebih bermanfaat, maka ada 3.759.198 remaja yang akan terselamatkan. Masa muda mereka akan diisi dengan kegiatan yang menunjang masa depan remaja, pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas akan diimplikasikan pada kehidupannya. Selain itu penggunaan teknologi oleh remaja akan lebih terarah, tidak sekedar menghabiskan waktu untuk kegiatan yang sifatnya personal. Koneksi dari berbagai disiplin ilmu yang kini dengan mudah dapat diakses melalui teknologi dapat menjadi cara untuk tidak tertinggal dalam hal informasi. Sekali lagi, yang diperlukan bukanlah pembatasan, tapi pengawasan. {}

1.

2.

(Endnotes) Pesantren and Adolescent Reproductive Health Education Effort, Setia Pranata, Made Asri Budisuari, Zainul Hamdi, dan Khoirul Faizin. Sebagaimana dikutip dari Laporan Penelitian Kesehatan Reproduksi, Kebersihan Diri dan Lingkungan, yang dilakukan oleh Rahima dalam rangkaian program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) Remaja di Jombang, Lamongan, Kediri, dan Banyuwangi atas kerjasama dengan HIVOS, 2015.

Swara Rahima - 29


Profil Yahya:

Hijrah Kespro dari Al Ghozaliyah ke Brawijaya “…Ketika pada 2014 PKRS menjadi mata pelajaran (mapel)wajib bagi siswa kelas X jurusan IPA dan IPS di MA Al Ghozaliyah, saya sudah duduk di kelas XII…. (suaranya tiba tiba terhenti. Lalu di kejauhan terdengar seseorang berkata, “Mas, nyuwun artone kagem tumbas (minta uangnya untuk beli )beras…”. Hening. Tak lama kemudian, “Maturnuwun Mas.”). Penuh penasaran saya bertanya,”Siapa yang datang?” “Seorang Ibu peminta,”jawabnya.

L

elaki yang sedang penulis ajak ngobrol melalui telpon itu bernama Yahya Arifin, kelahiran Jombang 17 Juli 1996. Putra ketujuh dari delapan bersaudara dari bapak Mat Pono (tukang bangunan) dan ibu Suprapti (ibu rumah tangga) ini sejak Madrasah Ibtidaiyah (MI) bersekolah di yayasan pondok Pesantren Al Ghozaliyah yang letaknya tak jauh dari rumahnya di dukuh Sumber Mulyo, Kebon Melati, Jogoroto, Jombang. Ketika MI prestasi akademik Yahya tidak terlalu menonjol, “Belum fokus belajar, masih suka bermain,” jelasnya. Tetapi ketika memasuki Tsanawiyah, prestasi akademiknya mulai menonjol. Ia selalu berada di peringkat 1 atau 2 hingga lulus Aliyah. “Pernah juga saya di ranking 5, tapi waktu itu karena semangat belajar saya sedang turun karena merasa kurang tantangan,” gelak santri kalong di pesantren yang diasuh oleh KH Nasrullah ini. Di sekolah, Yahya juga aktif menjadi pengurus OSIS. “Saya menjadi koordinator bela Negara.” Karena itulah ia kemudian terpilih menjadi salah satu wakil dari pesantrennya untuk ikut program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) bagi santri yang diadakan oleh Rahima. **** “Pertama kali mengenal kata kespro ya… ketika saya hadir di acara penyusunan modul santri yang diadakan Rahima (2012) di PP Al Hikmah, Purwoasri, Kediri. Rasanya aneh, mbahas kok hal hal yang tabu. Jadinya di awal saya lebih banyak diam karena malu. Tetapi karena pemateri dan fasilitatornya asyik banget, kami peserta dari 7 pesantren jadi gak canggung lagi. Apalagi pembahasannya juga menggunakan tinjauan

30 - Swara Rahima

Islam, jadi lebih bisa menerima,” terang Yahya yang sejak itu aktif mengikuti pertemuan belajar santri hingga 2014. Di forum belajar itu, santri memperoleh dan berbagi pengalaman serta pengetahuan juga keterampilan tentang gender, kesehatan reproduksi, studi Islam, pengorganisasian, advokasi dan penggunaan teknologi sebagai media sosialisasi kespro. “Senang bisa bertemu santri dari pondok dan kota yang berbeda (Jombang, Kediri, Lamongan). Kami jadi bisa saling tukar informasi mengenai berbagai hal. Tukar informasi juga dilanjutkan melalui medsos yang kami punya. Rata-rata sih melalui facebook. Saat itu pesantren memang menyediakan fasilitas wifi gratis di jam sekolah. Tujuan utamanya untuk pembelajaran di kelas,” urai lelaki yang kegiatan di sore harinya diisi juga dengan membantu ayahnya ngarit, “Untuk pakan kambing kami.” Setelah kembali ke pesantren, Yahya beserta lima kawannya (Syakoh, Arif, Ishom, Ani dan Alif ) menyusun strategi sosialisasi juga advokasi kespro. Ada berbagai cara yang mereka lakukan, pertama, sosialisasi melalui mading. Kedua, membuat pertemuan dalam forum forum kecil. Ketiga, sosialisasi dari kelas ke kelas, keempat, secara personal, dan yang terakhir melalui forum MOS di awal tahun ajaran baru sekolah dan pondok. “Tema yang kami sampaikan antara lain KDP (Kekerasan Dalam Pacaran), kespro, pacaran sehat, bahaya narkoba, bullying,” jelas salah satu anggota tim lomba info grafis tingkat nasional yang diadakan oleh SEPERLIMA di Jakarta pada Oktober 2014. Ketika itu tim Yahya mengangkat tema KTD (Kehamilan Tak

No. 50 Th. XV. November 2015


Profil

Diinginkan), dan menjadi juara kedua. Gerakan yang dilakukan Yahya dan kawan kawan, yang juga mendapat dukungan dari para guru ini pada perkembangannya mendapat respon positif dari pihak pengambil kebijakan pesantren yang menyetujui PKRS menjadi mapel wajib siswa kelas X MA jurusan IPA dan IPS mulai tahun ajaran 2014. Pihak pesantren kemudian bekerjasama dengan JCC (Jombang Crisis Center) untuk penyediaan tenaga pengajar. Disepakatilah Bapak Lukman Hadi yang memang sudah sangat familiar dengan isu PKRS dan remaja. “Kata adik-adik kelas, mereka menjadi semangat masuk kelas jika ada mapel itu. Alasan mereka materi pelajarannya seru, gurunya juga asyik, cara mengajarnya berbeda dengan guru kebanyakan, siswa diperlakukan sebagai teman diskusi. Di situ serunya.” PKRS di kelas X memang terdiri dari 10 bab, antara lain pentingnya PKRS, makna kesetaraan gender, arti penting seks dan sekualitas, pubertas dan organ reproduksi, resiko reproduksi dan resiko seksual, NAPZA, dunia remaja dan lingkungannya, dll. “Setelah memperoleh salah satu materi, ada saja santri yang kemudian menjadi penasaran lalu mencari informasi di internet yang belum tentu bisa dipertanggung jawabkan. Kepada mereka saya sampaikan agar rasa penasaran itu jangan dituruti karena masa depan kita masih panjang.” Meski telah ada mapel wajib di sekolahnya, Yahya tetap menjadi pendamping bagi adik adik kelasnya terkait isu kespro. “Salah satu kasus yang dihadapi santri putri yang tidak mondok ketika pulang sekolah

adalah mendapat perilaku tak terpuji dari sebagian remaja luar pondok. Mereke sering di-suit-suit-in. Itu kan sudah masuk salah satu bentuk pelecehan seksual. Jadi saya sampaikan ke adik adik agar lebih waspada, kalau pulang sekolah sebaiknya bersama sama, dan tidak pulang terlalu sore,” ujar juara pertama cerdas cermat lomba tingkat SMA se kabupaten Jombang tahun 2014 dengan tema narkoba ini. ***** Tahun 2015 ini, Yahya lulus dari MA Al Ghazaliyah. Ia bertekad mengikuti jejak kakak perempuannya yang masuk kuliah di Malang. “Ia satu-satunya kakak saya yang kuliah.” Alhamdulillah, doa Yahya terkabul. Ia diterima sebagai mahasiwa baru di Fakultas Perikanan Jurusan Agrobisnis Perikanan di Universitas Brawijaya. “Saya ikut program Bidik Misi, program beasiswa pendidikan bagi calon mahasiwa berprestasi dari keluarga kurang mampu,” jelas penyuka ikan ini. Di kota apel itu, Yahya indekos. Jaraknya? “10 menit naik sepeda onthel ke kampus. Kalau berangkat kuliah waktu tempuhnya lebih cepat karena jalannya menurun. Pulangnya yang rada ngosngosan karena jalannya nanjak,” urainya sambil tergelak. Yahya memang harus berhemat, karena beasiswa per bulan yang diperolehnya hanya cukup untuk hidup sederhana. “Tetapi itu bukan masalah karena di pondok kami diajari untuk hidup sederhana,” terangnya. Meskipun begitu tekadnya tidak sederhana. “Setelah ini saya akan masuk BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), lalu akan mulai sosialisasi tentang kespro disana.” Go Go Go Yahya!!! {} AD. Eridani

Telah terbit Serial Modul Kesehatan Reproduksi untuk Pegangan Guru SLTA kelas X,XI,XII dan Modul Santri Harga @35.000. Berminat ?

Silakan hubungi Kantor Rahima 021-78881272 atau email rahima2000@cbn.net.id. Contact Person Imam Siswoko

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 31


Kiprah

Santri MTs Diskusikan majalah SWARA RAHIMA

M

adrasah Tsanawiyah (MTs) An-Najah Desa Matanair Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep yang bernaung di bawah Yayasan Pondok Pesantren AnNajah, semakin hari semakin mendapat tempat di hati masyarakat dan di kawasan Rubaru. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas peserta didik yang melanjutkan studinya di lembaga ini. Madrasah ini sentiasa berpacu dalam peningkatan kualitas, mutu, administrasi dan manajemen pendidikan, sehingga eksistensinya semakin diakui dan dipercaya oleh masyarakat. Selaku pengelola, kami berinisiatif membentuk suatu wadah untuk memberikan inovasi baca para peserta didik yakni Lingkar Baca Swara Rahima (LBSR). LBSR ini terbentuk pada tahun 2008, yang awalnya implementasi dari Rencana Tindak Lanjut (RTL) kegiatan Penguatan Tokoh Agama di Madura yang diadakan oleh Rahima. Hingga kini, LBSR yang dikemas dengan acara bedah majalah Swara Rahima (SR) sudah berjalan kurang lebih 8 tahun.. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkaya wawasan siswa/santri, menumbuhkan gemar membaca, meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi dan berbicara di depan umum, serta menumbuhkan tali silaturahim di antara siswa dan guru. Kegiatan ini diadakan secara triwulanan, setelah majalah Swara Rahima sebagai salah satu referensi pada bedah majalah tersebut diterima

32 - Swara Rahima

oleh pihak sekolah. Kegiatan ini dihandle oleh OSIS MTs. An-Najah Divisi Pendidikan, yang membagikan bahan bacaan kepada 63 orang siswa-siswi dan membentuk kelompok-kelompok diskusi. Para siswa diharapkan telah membaca majalah SR terlebih dahulu dan mendiskusikan dengan kelompoknya. Mereka diwajibkan mempersiapkan pertanyaan dan berkompetisi untuk mengajukan pertanyaan tersebut kepada narasumber. Bagi kelompok yang aktif akan mendapatkan reward dari sekolah. Narasumber kegiatan tersebut adalah guru MTs. An-Najah sendiri secara bergantian, dengan tujuan, agar para guru mengenal materi yang ada di majalah SR itu. Sesekali , sekolah juga mendatangkan narasumber dari lembaga lain. Hal ini mereka maknai sebagai salah satu bentuk dakwah kepada masyarakat. Beberapa isu bersumberkan media Swara Rahima pernah kami gelar. Misalnya tentang Kesehatan Reproduksi, Pernikahan Anak, Kekerasan dalam Pacaran, Pendidikan Kespro di Sekolah, dan lain-lain. Dari berbagai diskusi ini, selain mendapatkan tambahan pengetahuan dan informasi baru, para siswa juga menjadi lebih peka akan situasi diri dan lingkungan sekitarnya. Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan LBSR adalah bedah majalah SR dengan mengangkat tema “Pacaran dalam Tinjauan Agama, Psikologi dan Sosial� dilaksanakan pada hari Minggu, 19 Mei 2015 pukul 08.00-selesai di Mushalla MTs. An-najah. Bertindak

No. 50 Th. XV. November 2015


Kiprah sebagai narasumber adalah Bapak Didik Nurhadi, S.Pd., guru Matematika di MTs. An Najah. Pada pemaparannya beliau menyampaikan antara lain; definisi pacaran menurut beberapa ahli, beragam perspektif mengenai pacaran, baik dalam tinjauan agama, psikologi, maupun sosial. Beliau juga menerangkan hukum pacaran menurut agama samawi serta isu Kekerasan dalam Pacaran (KdP). Beberapa siswa seperti Nurul Umamah (kelas VIII), Siti Jamilatul Fitriyah (kelas IX), Uswatun Hasanah

(kelas VIII), Hisyamuddin Moh. Syah (Kelas VIII) dan Lailatul Badriyah (kelas VIII) antusias mengajukan pertanyaan. Di antaranya mengenai tips-tips untuk menghindari pacaran, bagaimana membantu teman untuk terhindar dari sesorang yang tidak baik perilakunya, cara memutus hubungan dengan pacar yang suka mengancam. Kini, secara spontan mereka mulai berani menyampaikan pendapat. Bagi mereka, LBSR ini juga bisa menjadi wadah berkreativitas dan ruang berekspresi. {} Raudlatun Miftah

Melayani Remaja dan Memberdayakan menjadi Agen Perubahan Remaja sering sekali dipotret sebagai biang masalah. Penyalahgunaan obat, kehamilan saat masih sekolah, tawuran dan lain sebagainya. Sebenarnya, mengatasi berbagai persoalan terkait remaja adalah tugas bersama orang tua, lembaga pendidikan, pemerintah, hingga organisasi sosial kemasyarakatan. Selain itu, sudah bukan waktunya lagi untuk menyalahkan remaja sebagai biang masalah. Kini saatnya untuk melihat remaja sebagai aktor perubahan dan pemimpin garda terdepan di hari esok.

D

i antara berbagai tantangan itu, teknologi turut hadir bagai pisau bermata dua. Selain mendatangkan manfaat seperti lebih cepatnya menyebarkan informasi dan layanan kepada remaja, namun teknologi juga bisa memicu terjadinya berbagai masalah seperti bullying, kekerasan, hingga penyalahgunaan informasi seperti pornografi bagi anak di bawah umur hingga penipuan. Ikhtiar Rutgers WPF Rutgers WPF sebagai organisasi yang bekerja di bidang kesehatan reproduksi, seksualitas, dan penanggulangan kekerasan bersama para mitranya telah berupaya termasuk berbagai untuk melakukan berbagai inovasi termasuk menghadapai tantangan persoalan remaja. Kami percaya bahwa munculnya berbagai tantangan persoalan itu, karena minimnya akses informasi remaja terhadap kesehatan reproduksi dan seksualitas yang terpercaya dan kredibel. Saat ini akses informasi masih sangat minim. Pendidikan

No. 50 Th. XV. November 2015

kesehatan reproduksi dan seksualitas belum tersedia secara luas di sekolah. Orang tua enggan membicarakan topik ini. Sementara informasi di luar pun tersedia dengan luas, namun belum sepenuhnya terpercaya. Sudah lebih dari satu dasawarsa Rutgers WPF bekerja untuk membantu dan menemani remaja menemukan jawaban atas pertanyaan yang membuat penasaran. Bersama para remaja kami merancang berbagai modul pendidikan seksualitas komprehensif yang bertujuan untuk memberdayakan remaja. Pendidikan Seksualitas bagi Remaja: Menunda Aktivitas Seksual Tidak seperti yang sering diasumsikan secara salah bahwa pendidikan seksualitas akan mendorong remaja untuk berhubungan seksual, pendidikan seksualitas justru bertujuan untuk mendidik remaja untuk mencintai dan menghargai tubuhnya, menghormati sesama, sehingga mampu melindungi diri dari kekerasan atau

Swara Rahima - 33


Kiprah

tidak menjadi pelaku kekerasan. Berbagai penelitian juga menunjukan bahwa pendidikan seksualitas akan membuat remaja menunda hubungan seksual pertama kali, menghindarkan kehamilan yang tidak dikehendaki dan juga penularan berbagai infeksi menular seksual termasuk HIV. Pendidikan seksualitas perlu diberikan dan disesuaikan dengan kebutuhan anak dan remaja itu sendiri. Di tingkat pendidikan usia dini (TK) kami mempunyai modul Aku dan Kamu, yang berisi pengenalan mengenai tubuh dan mencegah dari kekerasan. Pada pelajar SMP dikembangkan modul SETARA (Semangat Dunia Remaja), DAKU! (Dunia Remajaku Seru) bagi pelajar SMA, dan khusus Papua kami mengembangkan modul DAKU! Papua. Untuk pelajar difabel kami mengembangkan modul Langkah Pasti bagi difabel penglihatan dan Maju bagi difabel pendengaran. Bagi anak di Lapas kami mengembangkan modul SERU. Tak cukup hanya di situ, kami juga kembangkan metode yang sesuai dengan remaja yakni melalui tarian, musik dan budaya popular yakni dance4life. Seiring berkembangnya teknologi, kami juga turut merespon kebutuhan ini dengan mengembangkan serangkaian media digital yakni melalui website www. sobatask.net yang di dalamnya mencakup e-course dan

dilengkapi dengan aplikasi android agar bisa diakses melalui telpon. Semuanya dalam genggaman! Hasil dari Beragam Intervensi Kami Penelitian yang kami lakukan pada 2014 bersama dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI menunjukkan bahwa remaja yang mendapatkan pendidikan seksualitas akan mengalami perubahan positif berikut: 1. Kesadaran mengenai HIV meningkat dari skor 2,75 di 2011 menjadi 3,5 di 2013 dari skala 0 hingga 5 2. 85,1% remaja pada tahun 2013 berpendirian bahwa memaksa berhubungan seks adalah hal yang buruk, dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya 44,6% 3. 68,1% remaja pada 2013 tahu bahwa mereka dapat menolak jika mereka tidak mau melakukan hubungan seksual, dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya 12,8% Berdasar fakta ini, semakin menguatkan kami bahwa pendidikan seksualitas perlu untuk diberikan bagi anak dan remaja sedini mungkin. Karena kami yakin bahwa merasa nyaman dengan tubuh sendiri, menghargai orang lain, dan bebas dari kekerasan adalah anugrah Allah yang harus disyukuri dan dijaga dengan baik. Tertarik mengadopsi pendekatan kami? Jangan ragu untuk menghubungi di info@ rutgerswpfindo.org {} Rinaldi Ridwan

Untuk berlangganan Majalah Swara Rahima Kirim Email ke rahima2000@cbn.net.id atau telepon ke 021-78881272. Untuk berlangganan Swara Rahima 1 Tahun Rp 100.000,- (Pulau Jawa) dan Rp 120.000,(Luar Jawa) untuk 4 edisi sudah termasuk ongkos kirim. Info lebih lengkap dapat diakses di www.rahima.or.id

34 - Swara Rahima

No. 50 Th. XV. November 2015


Jaringan

Pondok Pesantren Al-Mizan Jatiwangi-Majalengka: Dibangun di Atas Pondasi Spirit Kesetaraan

P

emaknaan Tauhid dalam konteks relasi sosial sesungguhnya terkandung sebuah spirit kesetaraan. Kedudukan Allah swt. sebagai Dzat tertinggi, meniscayakan posisi seluruh manusia di hadapan Allah swt. setara. Keyakinan bahwa tidak ada manusia yang setara dengan Allah itulah, pada gilirannya akan melahirkan pandangan kesetaraan manusia sebagai sesama makhluk Allah. Sehingga seseorang yang benar-benar bertauhid akan menempatkan siapapun, dari kasta manapun, status sosial apapun, atau jenis kelamin apapun, kedudukannya sama atau setara dengan dirinya. Spirit dan energi ketauhidannya itu, otomatis akan mendorongnya untuk menghargai orang lain dan tidak merendahkan atau menistakannya., Ia akan memperlakukan siapapun secara manusiawi, tanpa pandang bulu. ‘Rumah Terbuka’ Bagi Siapa Saja Berangkat dari pemahaman “Tauhid-Kesetaraan” seperti di atas sebagaimana dikemukakan oleh KH. Maman Imanulhaq, Pengasuh PP. Al-Mizan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, yang akrab disapa Kang Maman ini, pondasi dasar tradisi keilmuan Pondok Pesantren Al-Mizan yang diasuhnya dibangun dan dikembangkan hingga saat ini. Selain membawa kemaslahatan individual, menurut Kang Maman, Kesetaraan-Tauhid akan mendorong pula terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang bermoral, santun dan manusiawi, bebas dari diskriminasi, ketidakadilan, kezaliman, dan penindasan. “Bagaimana turut andil dalam mewujudkan masyarakat beradab sebagai

No. 50 Th. XV. November 2015

bagian dari tugas kemanusiaan bersama, itulah yang ingin kami tanamkan kepada para santri Al-Mizan sejak dini,” tutur Kyai Maman. Pandangan kesetaraan itu pula yang kemudian melandasi berdirinya Pondok Pesantren pada tahun 1999 dan mendorong untuk membuka dirinya lebarlebar terhadap siapapun dari berbagai kelompok, ras, etnis, golongan bahkan lintas agama dan kepercayaan. Tercatat, sejak tahun 2001, Al-Mizan adalah salah satu pesantren yang mempelopori dialog lintas iman. Ini langkah awal yang besar, di tengah masih menguatnya pandangan terhadap eklusivitas pesantren sebagai komunitas yang menutup diri bagi terjadinya persemaian perbedaan. Apalagi bila itu menyangkut hal yang sensitif seperti agama dan keyakinan. Dialog lintas iman yang rutin digelar bersama-sama dengan Forum Sabtuan (Forsab) Cirebon dan Fahmina Institute yang melibatkan tokoh-tokoh dan penggiat antar iman dari berbagai agama dan kepercayaan di wilayah Kabupaten Majalengka, Indramayu, Cirebon dan Kuningan itu, seolah meruntuhkan persepsi pesantren sebagai kalangan yang kaku, rigit dan anti dialog yang kerap dilabelkan selama ini. Melalui

Swara Rahima - 35


Jaringan

dialog lintas iman, sesungguhnya Al-Mizan ingin mengukuhkan bahwa pesantren itu terbuka terhadap perbedaan. Bagi kaum sarungan, dialog termasuk perbedaan pendapat sejatinya adalah hal yang lumrah. “Melalui dialog lintas agama ini, semua pihak ingin dipertemukan pada wilayah kepentingan untuk bersama-sama membangun peradaban dan kerja-kerja kemanusiaan. Bukan dalam rangka mencampuradukkan pemahaman akidah seperti yang kerap dituduhkan selama ini”, jelas Kang Maman. Al-Mizan tidak hanya terbuka kepada kelompok lintas agama dan kepercayaan, namun juga terhadap kelompok lain seperti seniman, budayawan, anakanak jalanan, komunitas Slankers maupun komunitas marginal lainnya. Maka tak heran bila Al-Mizan merupakan pondok pesantren yang membuka diri dan sangat apresiatif terhadap seni dan tradisi lokal di saat masih ada sebagian kecil dari banyak pesantren yang menolak seni, bahkan menghukuminya sebagai hal yang haram. Seolah menabrak pakem, di Al-Mizan ekpresi seni justru begitu leluasa dipertontonkan. Hal ini, tidak lain, sebagai bentuk penghargaan atas khazanah seni, tradisi dan kearifan lokal yang telah lama lahir, tumbuh dan berkembang di masyarakat. “Banyak cara dan jalan menuju Tuhan, salah satunya bisa lewat ekspresi seni”, demikian ungkap Kang Maman menyampaikan alasan kenapa seni,

36 - Swara Rahima

tradisi dan kearifan lokal itu begitu dihargai di Pondok Pesantren Al-Mizan. Bagi anak-anak jalanan, Al-Mizan layaknya rumah bagi mereka. Untuk mewadahi kretivitas mereka, maka Komunitas Anak Jalanan Jatiwangi (Anjat) bersama-sama dengan Al-Mizan pun pada tahun 2013 mendirikan Rumah Singgah Anak Bangsa Kreatif (Rumah Singgah ABK) yang terletak di dusun Pasuketan, Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka. Berbagai kegiatan positif dari anak-anak jalanan dikembangkan di rumah singgah itu, seperti: service atau bengkel motor, jasa service jok, dan jasa cuci motor. Dengan prinsip “mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, berargumen bukan sentimen”, Rumah Singgah ABK Pasuketan bertekad menjadi rumah yang terbuka luas bagi anak-anak jalanan atau siapapun yang ingin menempa dirinya menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat bagi sesama. Dengan slogan “rumah seribu pintu”, rumah singgah tersebut, bercita-cita besar ingin menghantarkan anak-anak jalanan, komunitas marginal yang selama ini selalu dipandang sebelah mata, menuju pintu-pintu kesuksesan dengan modal kerja keras, kreatifitas, optimisme dan kemandirian. Pesantren Ramah Perempuan Al-Mizan adalah pesantren yang ramah terhadap perempuan. Hal ini tentu tidak lepas dari prinsip kesetaraan yang menjadi spirit dan pondasi pengembangan pesantren Al-Mizan. Karena itu, seseorang dihargai bukan karena jenis kelaminnya, tapi diukur dari kapasitas yang dimilikinya. Di Al-Mizan, siapapun, baik laki-laki atau perempuan, apabila kapabel, maka akan ditempatkan pada posisi atau jabatan yang layak. “Prinsip kami siapapun itu harus dimuliakan dan dilindungi. Tidak boleh ada diskriminasi, hanya karena berbeda jenis kelamin. Semua punya kedudukan yang sama tidak boleh dibeda-bedakan”, tegas KH. Mas

No. 50 Th. XV. November 2015


Jaringan

Zaenal Muhyiddin, Pengasuh PP. Al-Mizan. Upaya untuk menempatkan posisi perempuan yang tidak dibedabedakan dari laki-laki itu, tampak misalnya pada istilah Dewan Pengasuh yang dipakai di Pondok Pesantren Al-Mizan. Komposisi Dewan Pengasuh ini terdiri dari 4(empat) orang Pengasuh baik laki-laki maupun perempuan, yakni: KH. Maman Imanulhaq, KH. Mas Zaenal Muhyidin, Hj. Upik Ropikoh dan Hj. Dede Masitoh. Penggunaan istilah “Dewan Pengasuh” ini juga agak berbeda dari kebiasaan. Di pesantren lain, umumnya Pengasuh itu hanya terdiri dari seorang kyai dengan otoritas yang tersentral penuh pada satu Kyai itu. Di Al-Mizan, masing-masing Pengasuh memiliki otoritas yang sama dan setara. Artinya dalam memutuskan suatu perkara akan ditempuh melalui musyawarah. Keputusan yang diambil seringkali kemudian merupakan keputusan kolektif sebagai hasil dari kesepakatan atau musyawarah bersama antar seluruh pengasuh. “Kami punya porsi yang sama dalam memutuskan berbagai hal yang terkait dengan santri dan pesantren di sini. Prinsipnya segalanya dimusyawarahkan bersama dulu sebelum diambil keputusan”, Jelas Hj. Upik Ropikoh. Sedangkan untuk menempa santri putri Al-Mizan

agar memahami hak-haknya sebagai perempuan, maka dibentuklah ekstrakurikuler pondok pesantren berupa Srikandi, kepanjangan dari “Santriwati AlMizan Kreatif dan Mandiri”. Srikandi ini adalah wadah bagi santri perempuan Al-Mizan untuk mengasah diri bermertamorfosis menjadi perempuan kuat dan tangguh yang berwawasan serta berpandangan luas dan terbuka, bersikap plural, kritis dan toleran. Sejak didirikan tahun 2009, didukung oleh Baytulhikmah Cirebon, lembaga yang konsen di penguatan isu-isu perempuan dan gender, Srikandi telah banyak menyelenggarakan penguatan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dan pelatihanpelatihan terhadap santri putri Al-Mizan seputar isuisu perempuan, seperti gender, hak-hak perempuan, kesehatan reproduksi (Kespro) perempuan, dan isu-isu perempuan lainnya. Dengan penguatan perspektif gender melalui kegiatan Srikandi, diharapkan di masa yang akan datang para santri putri Al-Mizan mampu mengambil peran-peran sosial-kemasyarakatan di wilayah publik tanpa kehilangan jatidiri sebagai perempuan yang tetap memegang teguh nilai-nilai spiritualitas dan akhlakul karimah. {} Ade Duriawan

Keluarga Besar Rahima mengucapkan

Selamat atas dikukuhkannya gelar Doktor pada Dr.Faqihuddin Abdul Kodir, MA, dari Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) UGM, Yogyakarta (Pengasuh Rubrik Dirasah Hadis Majalah Swara Rahima)

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 37


Khazanah

Jomblo Bukan Haram Judul : Memilih Jomblo (Kisah para Intelektual Muslim yang Berkarya sampai Akhir Hayat) Penulis : KH. Husein Muhammad Penerbit : Glosaria Media, Yogyakarta Tahun terbit : 2015 Jumlah Halaman : xv+130 Ukuran : 14 x 20 cm

I

su pernikahan terutama dalam tradisi ketimuran seperti di Indonesia sangatlah menarik. Pernikahan hampir dianggap sebagai keharusan. Dan mereka yang memilih untuk tidak menikah pasti mengundang seribu pertanyaan. Namun, ini rupanya yang menginspirasi KH. Husein Muhammad untuk menuliskan kisah 21 tokoh muslim terkemuka, yang memilih untuk ‘tetap menjomblo’ dengan berbagai alasan. Pada kata pengantar buku ini, KH. Husein bercerita soal kebimbangan, kecemasan, dan paradigma-paradigma variatif yang muncul tentang “jodoh” dan “nikah”. Betapa “mencari teman hidup”, “masa depan”, “keturunan” bisa menimbulkan ketegangan psikologis, hingga ide kompromi antara “hidup dengan menikah” dengan “hidup tanpa menikah” memiliki jurang stigma khusus. Yang lebih rumit ketika timbul pertanyaan, bagaimana jika benar-benar tidak menikah selama hidup? Beragam pertanyaan dan hiruk pikuk itu, justru memotivasi Kyai Husein untuk menulis tentang “Orangorang terkemuka yang Jomblo”. Menariknya tokoh yang beliau suguhkan berasal dari berbagai zaman dan dari latar belakang madzhab yang berbedabeda. Tokoh-tokoh tersebut merepresentasikan madzhab Mu`tazilah, Salafi, Cendikia, Spiritualis, serta ditambahkan tiga perempuan berpengaruh dan terkenal: Rabiah al-Adawiyah, Layla (Majnun), dan Karimah Ahmad Al-Marwaziyyah. Tentu saja perwakilan

38 - Swara Rahima

ulama zaman modern beliau kisahkan juga. Siapa yang tidak mengenal Ibnu Jarir ath-Thabari, Imam Zamakhsyari, Imam Nawawi, Ibnu Taimiyah, juga seorang tokoh yang disebut disini sebagai “Perempuan Ikon Cinta Tuhan” Rabiah al-Adawiyah. Dalam ranah sejarah keilmuan Islam, mereka adalah orang-orang hebat yang terkenal sepanjang zaman. Seorang sahabat ath-Thabari menghitung lembar demi lembar karya-karya ath-Thabari sambil mengonversikannya dengan usianya yang 80 Tahun. Maka ditemukan bahwa Ibnu Jarir setiap hari menghasilkan tulisan sebanyak 14 halaman. Begitu pun Ibnu Taimiyah, ia menguasai betul hafalan hadis-hadis Nabi beserta ucapan para sahabatnya. Setelah menelusuri kehebatan jalan kehidupan para tokoh yang dikisahkan dalam buku ini, kemudian didapatkan kenyataan bahwa mereka tidak menikah. Tidak menikah bukan karena mereka tidak menghayati hadis Nabi tentang menikah, dengan kecerdasan dan semangat riset para tokoh tersebut, justru muncul penafsiran hukum nikah yang beragam. Di samping itu, alasan tidak menikah ada yang karena memperoleh kesan buruk ketika masih kanakkanak seperti yang dialami seorang feminis Mesir, Nabawiyah Musa. Ia mengatakan “Suatu hari, di sebuah jalan, aku mendengar pertengkaran suami istri. Sang Suami mengatakan: ”Perempuan hanya tempat bagi pelampiasan hasratku.” Perempuan itu menjelaskan

No. 50 Th. XV. November 2015


Khazanah

kepadaku maksud kata-kata suaminya itu. Oleh karena itu aku tidak ingin mendengar kata “menikah”. Manakala aku telah dewasa, meski aku hanya mengatakan “tidak ingin menikah” banyak orang mengecam. Tak ada kata-kata menyakitkan selain itu.” Zamakhsyari memiliki alasan yang berbeda, ia memiliki cara pandang pesimitis tentang berkeluarga. Zamakhsyari memandang mendidik anak itu sulit, serta mendidik anak menurutnya bisa menjadi sesuatu yang membebankan. Padahal menurut para ulama, anak itu adalah “Taman Wangi Kehidupan”. Mereka adalah para penerus kehidupan ini. Alasan Zamakhsyari hampir mirip dengan alasan Abu `ala al-Ma`arri yang skeptis, yang hidup dalam ketidakpastian dan kecemasan, bahkan syair yang dibuatnya berbunyi: “Aku wasiat kepadamu, janganlah menikah Bila kau takut dosa, nikahlah, tapi jangan berketurunan Kuatkanlah” Abu A`la begitu takut menjadi penyebab penderitaan anak-anaknya atau orang lain, ia menyesali ayahnya telah melahirkan dirinya. Kisah paling miris adalah kisah Jamilah alHamdaniyah, seorang perempuan cantik jelita yang mati tragis karena menolak lamaran Sultan. Ia dihukum Sultan dengan cara membawanya ke ruang publik dan membiarkan orang lain melakukan kekerasan seksual kepadanya. Sebuah sikap memang bukan berarti tanpa resiko. Namun, setidaknya pilihan Jamilah menyadarkan kita tentang kerentanan resiko yang membayangi perempuan pembela HAM (human rights defenders), yang harus dihadapi dan diantisipasi. Sebagian tokoh lain, memilih tidak menikah karena semangat tinggi untuk tak hentinya mengabdi untuk agama. Mereka menyedekahkan dirinya untuk kemaslahatan umat. Sebagaimana ungkapan yang dikutip dari Sayikh Abu Ghuddah dalam buku ini, tentang mengapa para tokoh besar memilih “lajang” sepanjang hidupnya: “Mereka menghabiskan seluruh hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Mereka memilih hidup tidak menikah dan mengendalikan dirinya dari hasrat manusia, kenikmanatan paling berharga yang tidak dilarang dan diharamkan oleh agama. Ia adalah kenikmatan hubungan seks, kenikmatan memiliki anak dan memiliki keluarga. Tak ada yang mereka harapkan dan persembahkan, kecuali menggali dan menyebarkan ilm pengetahuan, mengabdi pada agama,

No. 50 Th. XV. November 2015

dan memberi kebahagiaan kepada kaum muslimin”. Berbagai kisah tersebut mencerminkan betapa para tokoh memiliki cerita tersendiri diluar pemikiran ilmiahnya. Lingkungan berpegaruh besar akan jalan kehidupan seseorang. Begitupun pemikiran, mewarnai cara sejarah kehidupannya terbentuk. Adapun Rabiah, tidak pernah memilih untuk menyendiri, justru karena ia memilih untuk menghayati percintaannya dengan Sang Khaliq, ia tak berharap untuk mencoba cinta yang direfleksikan oleh makhluk. Diawali dengan pemaparan kisah-kisah para tokoh besar yang memilih jalan untuk tidak menikah sepanjang hidupnya, dimana dalam setiap bab memuat judul-judul kecil sehingga mudah untuk dinikmati, dan dipahami. Kyai Husein kemudian memberikan ulasan di akhir untuk menjawab kemudian mana yang lebih utama, menikah atau beribadah? Dalam dua bab akhir, terdapat pemaparan penafsiran beberapa ulama mengenai hukum nikah dan pula dari pendapat yang berbeda. Pada akhirnya kita dapatkan ungkapan moderatsebagaimana harapan sang penulis, bahwa semoga dengan disusunnya buku ini, akan menjadi bahan pengetahuan, pemikiran, permenungan, atau perbincangan bersama. Buku ini menjadi kaya, karena memuat pemikiran dari tokoh yang memiliki latar madzhab hingga masa yang berbeda. Menjadi menyenangkan untuk dibaca, karena mengusung kisah yang unik tanpa menghakimi. Dengan membaca buku ini, dapat memperluas pemahaman,wawasan dan ikatan emosional kita terhadap tokoh dalam kesejarahan Islam. {} Risma Hikmawati, mtra Rahima di Bandung

Tersedia! Buku Ijtihad Kyai Husein

Harga @40.000. Berminat ?

Silakan hubungi Kantor Rahima 021-78881272 atau email rahima2000@cbn.net.id. Contact Person Imam Siswoko

Swara Rahima - 39


Dirasah Hadis

Respon yang Arif

terhadap Booming Teknologi Seks Oleh: Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, MA Kemajuan teknologi adalah keniscayaan. Ia akan terus merangsek masuk dalam semua lini kehidupan. Tidak hanya mendatangkan berbagai kebutuhan, tetapi juga menawarkan ragam keinginan, kesenangan, bahkan segala fantasi yang nir-batas. Konvergensi teknologi telekomunikasi, televisi, dan komputer, serta penyatuan semua ini dalam teknologi internet telah menghadirkan kemajuan sekaligus fenomena sosial baru yang dahsyat.

P

erkawinan antara teknologi ini dan seks, atau yang dikenal dengan sexonology, terus berkembang pesat dan menantang para pakar ilmu sosial dan kemanusiaan, tak terkecuali kaum agamawan. Saat ini, temuan terbaru teknologi informasi sudah melampaui sekedar aktivitas browsing dan chatting yang konvensional, termasuk dalam hal seksualitas. Respon reaktif dan dangkal, sekedar fatwa halal atau haram, tidak akan mampu menyelami persoalan secara mendalam. Tidak juga akan membantu banyak persoalan kemanusiaan, baik sisi profan maupun sisi spiritual dalam kehidupan seseorang. Kita harus memahami kompleksitas kehidupan manusia yang teramat kaya dan beragam. Dari mereka yang tinggal di desa terpencil, asrama pesantren, kompleks ultra modern kota metropolitan, sekumpulan misi pengetahuan atau keamanan di gurun, hutan, atau kutub es, kabin mewah sebuah kapal pengeboran minyak di tengah lautan, atau dalam ruangan sebuah pesawat Apollo yang diluncurkan ke Bulan. Bayangkan kebutuhan orang-orang ini, tentu saja, tidak sekedar makan minum, tetapi juga seks. Teknologi, dalam hal ini, persis bak pisau bermata dua; akan membantu dan memudahkan, tetapi pada saat yang sama juga bisa menjerumuskan. Arus besar informasi seks di internet, khususnya bagi remaja yang sedang puber, sudah dipastikan akan mempercepat perkembangan seksualitas mereka, yang jika tidak dibekali pendidikan yang baik dan benar, bisa mendatangkan akibat buruk dalam kehidupan mereka. Seperti penyimpangan seks, kehamilan yang tidak diinginkan, serangan berbagai penyakit kelamin, aborsi

40 - Swara Rahima

yang mematikan, dan berbagai akibat sosial yang akan memutus harapan masa depan mereka. Dalam hal ini, mungkin pesan Nabi Muhammad saw. untuk berpuasa dalam suatu hadis yang cukup dikenal remaja Muslim, tidak hanya diartikan puasa makan minum di siang hari, tetapi kesiapan mental untuk abstain dari segala jenis artikulasi seks yang beresiko dan membahayakan diri maupun orang lain. Booming Teknologi Seks Jika di kita masih memperdebatkan soal etika penggunaan internet untuk informasi seks, pendidikan seks, dan bacaan maupun gambar-gambar porno, maka di Barat perdebatan itu sudah merambah pada kemungkinan internet menjadi media yang aktif memberi layanan seks dan memuaskan kebutuhan seks para penggunanya. Pada tahun 2013, koran The Huffington Post membicarakan etika soal “teledildonik”, dimana tehnologi internet berbasis “RealTouch” dan “brainwave” yang tersambung dengan dildo tertentu sanggup memberi layanan masturbasi, onani, dan oral seks secara real time kepada para pengguna. Layanan ini bisa diberikan oleh pasangan yang sah yang tinggal berjauhan, atau tentu saja oleh para provider yang sukarela maupun komersial. Saat ini, koran-koran di Barat sedang memperdebatkan etika penciptaan dan penggunaan Robot Sex yang semakin hari semakin canggih. Pada tahun 2007, David Levy dalam bukunya Love and Sex With Robots: The Evolution of Human-Robot Relationships, sudah memprediksi bahwa bahwa tehnologi robot akan mampu menciptakan dildo seks yang persis seperti manusia. Pada saat ini sejak pameran teknologi

No. 50 Th. XV. November 2015


Dirasah Hadis

“brain wave” di Consumer Electronics Show (CES) di Las Vegas tahun 2013, industri dildo seks telah mencoba membuat robot yang bisa membaca sensasi seks dalam otak manusia (pengguna) lalu meresponnya dengan layanan-layanan yang bersifat aktif tanpa perlu digerakkan oleh pengguna. Robot yang sudah dipasangi teknologi “brain wave”, ketika membaca “sinyal seks” dalam otak penggunanya, ia akan langsung tersenyum, mengucapkan katakata menggoda, mendekat, merengkuh, bahkan bisa mengeluarkan cairan lubrikasi dari vagina/penis artifisialnya. Yang saat ini sedang disempurnakan adalah jenis lateks robot agar kulitnya sebisa mungkin mirip kulit manusia, sementara teknologi robotiknya relatif sudah siap untuk bisa mirip dengan manusia. Perkawinan antara teknologi robot dan internet, dalam urusan seks, akan melahirkan temuan-temuan yang lebih dahsyat lagi, dan pasti mengancam relasi sosial kemanusiaan konvensional yang selama ini terbangun. Baru-baru ini, pakar robotik Dr. Kathleen Richardson, peneliti senior di De Montfort University Leicester Inggris, meminta secara lantang kepada para industri robot seks untuk segera menghentikan upaya penciptaan robot yang mirip manusia. Katanya, penciptaan dan penggunan robot-robot ini akan menghancurkan relasi-relasi manusiawi antara laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak, bahkan antara perempuan dan perempuan, serta laki-laki dan laki-laki. Mungkin isu robot ini belum menjadi isu sebagian besar kita di Indonesia, karena masih berkutat dengan masifnya gelombang informasi seks dan pornografi yang mengancam dan menjerumuskan anak-anak muda/dewasa yang belum matang ketika

No. 50 Th. XV. November 2015

menggunakan teknologi informasi. Tetapi karakter teknologi, apapun dan kapanpun, adalah sama. Ia mendatangkan kemudahan dan kesenangan di satu sisi, tetapi juga mengancam tradisi-tradisi baik yang sudah mengakar di sisi yang lain. Dampak positif dari teknologi informasi komunikasi (TIK), terutama internet, sudah banyak dirasakan dalam hal pendidikan, pengembangan diri, pekerjaan, dan terutama jaringan sosial dan komersial. Dampak positf TIK dalam hal seks, ia menghadirkan informasi lengkap, mudah, dan cepat tentang kesehatan reproduksi, konsultasi seks, dan perbaikan hubungan pernikahan yang sumbernya masalah seksual. Namun dampak negatifnya, terutama bagi remaja, juga tidak sedikit dan mengancam masa depan mereka. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban kekerasan seks yang bermula dari media sosial, dijerumuskan dalam pelacuran, penipuan, dan perdagangan manusia. Di samping misinformasi soal seks, kasus-kasus penyimpangan seksual, upload selfie foto diri telanjang atau video hubungan intim dan kehamilan di usia dini, serta resiko penyakit kelamin, dan segala jenis kerusakan organ-organ reproduksi, terutama bagi remaja perempuan. Cara Pandang Positif terhadap Seks Sementara ini, kaum agamawan, termasuk para ulama, lebih banyak fokus pada kontrol diri dengan keimanan dan pelarangan, termasuk tuntutan kebijakan negara menutup/mengurangi situs-situs pornografi. Kontrol ini mungkin penting sebagai dasar, tetapi kita perlu memikirkan ulang efektifitasnya. Karena teknologi informasi sangat pesat dan masif, seringkali tidak bisa dibendung hanya dengan larangan dan menutup situs-situs tertentu. Persoalan seksualitas manusia juga sangat kompleks, tidak bisa dilihat dan didekati dari satu sisi semata. Kecenderuang kontrol dan larangan juga biasanya didasarkan pada cara pandang negatif terhadap seks, sebagai yang kotor, najis, dan berbahaya. Tubuh dan segala kebutuhannya dipandang sebagai sesuatu yang profan vis a vis dengan hal-hal yang bersifat religius dan sakral. Kecenderungan ini membuat banyak orang terus dalam ketakutan berlebihan, rasa penasaran yang tinggi, mencari informasi dengan sembunyi-sembunyi, dan lebih banyak merujuk pada sumber-sumber informal yang tidak valid.

Swara Rahima - 41


Dirasah Hadis

Dalam hal seksonologi, terutama internet dan seks, mungkin kita perlu mengawali perubahan cara pandang terhadap seks yang lebih positif. Agar teknologi seks kemudian digunakan untuk membantu memastikan hal-hal positif dari seks bagi kehidupan manusia. Dalam berbagai teks hadis Nabi Muhammad saw., tubuh dan seks justru dipandang sebagai sesuatu yang baik, sarana kesenangan dunia yang halal, bahkan sebagai media pahala dan jalan bagi kedekatan kepada Allah swt. Suatu teks hadis riwayat al-Bukhari, Salman alFarisi ra. menasihati Abu Dzarr al-Ghiffari ra. yang terlalu banyak beribadah sunnah, puasa dan shalat malam, dan tidak mempedulikan istrinya: “Jika Tuhanmu punya hak atasmu, tubuhmu juga punya hak atasmu, begitupun istrimu juga punya hak atasmu. Tunaikan setiap hak ini kepada pemiliknya masing-masing”. Nasihat ini dilaporkan kepada Nabi saw. dan disetujuinya. “Salman benar,” kata Nabi saw. (Kitāb al-Adab, no. hadits: 6209). Nabi saw. juga menegur para sahabat yang memilih tidak menikah untuk meningkatkan ketakwaan mereka pada Allah. “Saya paling takwa di antara kamu, tetapi saya (hari tertentu) berpuasa dan (di hari-hari lain) saya juga tidak berpuasa (makan dan minum), saya juga tetap tidur sekalipun shalat malam, dan saya juga menikahi perempuan. Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku (caraku) ini, maka ia bukan bagian dariku,” tegas Nabi saw. (Riwayat al-Bukhari, Kitāb alNikāh, no. hadits: 5118).

Dalam teks hadis riwayat Muslim, lebih tegas lagi Nabi saw. mengintrodusir bahwa berhubungan intim dengan istri merupakan ibadah yang berpahala, sebagaimana ibadah-ibadah sosial yang lain (Sahīh Muslim, Kitāb al-Zakāh, no. hadits: 2376). Nabi saw. menggunakan kata “sadaqah” untuk hubungan intim ini, yang biasa diartikan sedekah, kejujuran, dan kebaikan. Kata yang sama digunakan untuk ibadah zakat harta, sumbangan, ucapan-ucapan ritual baik seperti tasbih, tahmid, dan tahlil, juga amal-amal sosial seperti membantu orang dan menyisihkan duri dari jalan. Dengan inspirasi dari teks-teks hadis tersebut di atas, jika sementara ini, persoalan seks lebih banyak dikonotasi sebagai “fitnah” yang menjerumuskan dan membahayakan, kita harus memaknai ulang konsep fitnah ini secara lebih netral. Karena, sebagaimana disebutkan berbagai ayat Qur’an dan Hadits, segala hal dalam kehidupan dunia ini adalah fitnah (ujian) bagi manusia, yang bisa meningkatkan kebaikannya, atau sebaliknya menjerumuskannya dalam kubang kenistaan. Keluarga, harta, jabatan sosial, bahkan amal kebaikan adalah fitnah. Dengan cara pandang yang serupa, teknologi seks adalah fitnah yang bisa menghadirkan kebaikan dan juga bisa sebaliknya mendatangkan keburukan. Dengan cara pandang positif terhadap teknologi seks, kita akan lebih banyak memikirkan bagaimana memaksimalkan penggunaan teknologi ini untuk manfaat-manfaat yang nyata bagi pemenuhan kebutuhan seks manusia, baik di usia remaja maupun dewasa, terutama pasangan suami istri. Di saat yang sama, ia juga dimaksimalkan untuk menjauhkan hubungan intim yang diharamkan dan mencegah segala aktivitas seks yang beresiko dan membahayakan. Perspektif Mubadalah dalam hal seks Poin penting yang harus ditegaskan adalah apa yang sering aku sebut sebagai mafhum mubadalah, atau perspektif kesalingan, timbal-balik, dan resiprokal.

42 - Swara Rahima

No. 50 Th. XV. November 2015


Dirasah Hadis

Untuk urusan seks, nasihat dan ajaran keislaman masih dipahami secara timpang, dimana perempuan diposisikan sebagai objek bagi laki-laki. Ia adalah sumber fitnah seks bagi laki-laki, sehingga harus dikendalikan, dikontrol, dan dijaga secara ketat. Dengan potensi fitnah ini, sebagai istri ia diharuskan memaksimalkan layanannya untuk memuaskan nafsu seks sang suami. Pandangan atau nasihat yang sebaliknya, dari laki-laki (suami) ke perempuan (istri) hampir jarang ditemukan. Untuk itu, perlu ditegaskan perspektif kesalingan, melalui kaidah fiqh:

‫ما يصلح ألحد الجنسين يجلب لكليهما وما يضر‬ ‫بأحدهما يدرأ من كليهما‬ (mā yaṣluḥu li aḥad al-jinsayn yujlabu likilayhimā wa mā yaḍurru bi aḥadihimā yudra’u min kilayhimā). Ini kaidah fiqh dalam mafhum mubadalah. Artinya, segala hal yang maslahat bagi satu jenis kelamin diterapkan bagi keduanya dan segala hal yang mudarat bagi salah satunya juga harus dijauhkan dari keduanya. Dengan kaidah ini, teks Hadits bahwa perempuan adalah fitnah bagi laki-laki (al-Bukhari, Kitāb al-Nikāh, no. hadits: 5152) harus dipahami secara timbal balik. Bahwa, perempuan sebagai fitnah adalah contoh karena subyeknya adalah laki-laki yang diajak bicara oleh teks. Jika subyeknya adalah perempuan, maka yang menjadi fitnah adalah laki-laki. Artinya, laki-laki harus waspada dari fitnah perempuan (literal teks), dan perempuan juga harus waspada dari fitnah laki-laki

(resiprokal). Jika laki-laki, sekalipun menjadi fitnah bagi perempuan, tetap diperkenankan melakukan aktivitas publik, perempuan juga seharusnya tidak dilarang hanya karena alasan fitnah belaka. Teks hadis lain, bahwa istri yang menolak ajakan hubungan intim dari suaminya akan dilaknat malaikat (alBukhari, Kitāb Bad’ al-Khalq, no. hadits: 3273), juga harus dipahami secara resiprokal dan timbal balik. Dengan teks hadis ini, jika istri didorong untuk memuaskan hasrat seks suami (literal teks), maka pada saat yang sama, suami juga harus didorong untuk melayani dan memuaskan nafsu seks sang istri (resiprokal teks). Dalam tulisan-tulisan Swara Rahima sebelumnya, berbagai teks hadis dalam hal pengetahuan, pendidikan, pernikahan, sosial dan politik, sudah dijelaskan mengenai makna-makna resiprokal (mafhum mubadalah) dari teks-teks tersebut. Untuk hal teknologi seks juga berlaku prinsip yang sama, apa yang baik dari teknologi seks untuk laki-laki harus diberikan kepada perempuan dan apa yang buruk darinya untuk lakilaki juga harus dijauhkan dari perempuan. Begitupun sebaliknya dari perempuan untuk laki-laki. Tentu saja, ini kaidah umum, hal-hal yang lebih detail pasti ada pengecualian, terutama yang menyangkut organ-organ reproduksi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Tetapi perbedaan ini tidak menafikan prinsip bahwa kesenangan, manfaat, dan kebaikan dari teknologi seks harus diberikan kepada keduanya, begitupun keburukan dan kejahatannya harus diusahakan semaksimal mungkin dari keduanya. Wallahu a’lam. {}

Hai Remaja...sudah nonton Film Pendek Masa Sih? tentang Pendidikan Mengenal Tubuh di sekolah? yuuukk tonton filmnya di website www.seperlima.com selain itu kamu dapat informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas juga loh..

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 43


Info

P

Upaya Pendewasaan Usia Nikah Kandas di Palu MK

erkawinan usia anak masih banyak terjadi di Indonesia. Meskipun tidah mudah menghadirkan data valid tentang pernikahan anak, karena pernikahan ini banyak yang tidak tercatat, tetapi pengakuan pelaku pernikahan anak dan tingginya angka kematian ibu dan anak sudah cukup memberikan bukti bahwa praktik perkawinan anak masih marak terjadi. Seperti pengakuan Ayu (bukan nama sebenarnya), perempuan dari Sulawesi Barat ini menyatakan bahwa ia, Ibu dan neneknya melakukan perkawinan anak “Ibu dan nenek saya keduanya menikah pada usia 14 tahun,” katanya. “Saya berusia 15 tahun ketika saya menikah dengan suami saya, Ganes, yang berusia 23 tahun.” (http://indonesiaunicef.blogspot.co.id) Perkawinan anak tersebut tetap tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Ayu memalsukan usianya. Praktik pemalsuan tersebut biasa terjadi di desanya. Ayu mengatakan bahwa ia sudah berusia 18 tahun. Perkawinan pun terjadi. Tidak ada pemeriksaan akte kelahiran, karena kebanyakan anak-anak disana tidak punya. Praktik perkawinan anak tidak hanya terjadi di Sulawesi Barat tetapi juga terjadi di daerah-daerah lainnya. Tentu praktik ini membuat banyak pihak merasa prihatin. Karena tidak hanya masa muda yang terampas, proses pendidikan yang terputus tetapi juga kondisi yang masih sangat rentan terkait kesehatan reproduksi perempuan yang masih berstatus anak yang tak bisa mengambil keputusan atas dirinya. Banyak upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk merespons masalah ini. Salah satunya adalah yang dilakukan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dan sejumlah LSM untuk melakukan peninjauan kembali UU melalui Judicial Review (JR) Undang-

44 - Swara Rahima

Undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 Pasal 7 ayat 1 tentang usia diperbolehkannya menikah yaitu “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.” Usulan perubahannya adalah untuk menikahkan usia minimum untuk menikah bagi perempuan menjadi 18 tahun. Namun upaya tersebut kandas ketika Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan JR ini pada Juni 2015 yang lalu. Meskipun ada satu hakim konstitusi yaitu Maria Farida Indrati mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion), yaitu lebih mendukung perubahan pendewasaan usia perkawinan namun penolakan MK terhadap JR ini tidak bisa dicegah. Selain karena menganggap bahwa tak ada hak konstitusional warga negara yang terlanggar, sepertinya MK masih sulit untuk beranjak dari pandangan ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menganggap usia minimum untuk menikah 16 tahun bagi perempuan dan 18 tahun bagi laki-laki tersebut merupakan kesimpulan ijtihad yang sudah final. Berbagai perubahan hukum positif mengenai usia minimum perkawinan yang lebih progresif di beberapa negara muslim yang diajukan oleh pihak pemohon pun, oleh MK dianggap angin lalu. Dengan penolakan JR UU Perkawinan khususnya terkait dengan pendewasaan usia perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun berpotensi semakin banyak kasus perkawinan usia anak. Seperti cerita pilu Ayu di atas. Bila pendekatan struktural sudah tak lagi mempan, upaya pendekatan kultural melalui berbagai bentuk penyadaran publik untuk menghapus praktik pernikahan anak, perlu lebih serius ditingkatkan. {} Maman Abdurrahman

No. 50 Th. XV. November 2015


Cerpen

Sunshine Oleh : Nor Ismah

A

“Tak salah aku ku tersenyum. Lagi-lagi lakilainnya. memanggilmu laki itu membuat status Suatu hari ketika pelajaran fiqh Sunshine karena yang melambungkan hati. kami sampai pada bab zakat, sosok hadirmu membuat Di antara beberapa status yang usianya delapan tahun lebih terang hati seperti serius atau link-link menarik yang ia tua dari aku ini menjelaskan tentang cahaya matahari.” pasang pada halaman facebook-nya. konsep fiqih sosial. “Fiqh itu semestinya Apakah aku kege-eran? Haha emang iya, dapat memecahkan persoalan aku kege-eran. Aku berandai-andai menjadi sosial di dalam kehidupan kita dengan sosok pada dhamir ‘mu’ di antara barisan mempertimbangkan kemaslahatan bagi kata-kata puitis itu. Begini saja rasanya sudah bahagia seluruh warga masyarakat,” tuturnya, di bawah tatapan bukan main. Aku sudah bahagia hanya menjadi pemuja tanpa kedip mataku. Oh Mahasuci Allah yang telah rahasia, menjadi secret reader setiap update yang ia menciptakan manusia pintar dan manis di hadapanku lakukan pada akunnya yang aku tandai sebagai close ini. Seperti masuk dalam gelombang hipnotis, tiba-tiba friend. aku menekadkan dalam hati kalau aku juga ingin kuliah Aku memanggilnya Mas Amrin Nathiq. Lelaki tinggi-tinggi seperti Mas Amrin. Tak apalah cintaku dengan wajah tidak terlalu tampan namun pantas untuk tidak berbalas, asal aku bisa juga memajang gelar tinggi dilihat karena senyuman manis yang ia sunggingkan seperti dirinya. pada foto profilnya. Pada dunia nyata, ia juga sosok yang menarik. Selain karena bibirnya yang selalu ****** terlihat tersenyum saat berbicara, ia senang menyapa “Salihaaaa…! Selamaaat…!” Fatin memelukku dan pandai membuat lawan bicaranya merasa dihargai. kegirangan begitu aku keluar dari ruang Kepala Sekolah Salah satunya, tentu saja aku yang di hadapannya dan mengatakan kepadanya kalau aku lulus ujian hanyalah gadis tujuh belas tahun, salah satu santrinya untuk program beasiswa studi S1 ke Maroko. Tak di Madrasah Diniyyah Mushalla Al-Huda di pelosok cukup memeluk, ia menggoyang-goyangkan tubuhku Ngantru Tulungagung. hingga hampir jatuh terjerembab. “Aduh-aduh, maaf,” Aku memang mencintai Mas Amrin. Sejak ia lanjutnya sambil terengah-engah. “Aku seneng sekali. menjadi guru ngaji di mushalla kami, sejak itu pula Eh kapan berangkatnya? Kamu harus bikin passport mata remajaku yang masih berusia lima belas tahun dulu kan ya? Gampang itu, Mbakyu-ku sebelum jadi waktu itu sudah bisa menatapnya takjub penuh TKW juga bikin passport, nggak lama kok prosesnya,” kekaguman. Aku berani bilang kalau aku tidak sekadar Fatin terus saja nyerocos, sampai ia kemudian sadar kagum, tapi cinta. Cinta yang membuatku bersemangat kalau aku tampak seperti handphone kehabisan batere. untuk selalu berangkat mengaji, menghafal bait-bait Ia menyelidik lewat tatapan mataku. “Ada apa, imrithy dan nazhaman yang lain, kosakata bahasa Arab Liha? Kamu tidak suka dengan berita bagus ini? Atau hingga aku selalu bisa memberikan contoh kalimat kamu mengurungkan niatmu untuk kuliah di Maroko?” Arab setiap ia meminta, dan karena itu aku pun terlihat “Aku tetap ingin, Tin. Aku bisa gila kalau lebih menonjol di hadapannya dibandingkan santri melewatkan kesempatan emas ini. Kamu tahu kan yang lain. Ia jadi sering menyapaku, memperhatikanku bagaimana aku sudah berjuang keras menghafalkan meski lewat tatapan sekilas dan senyumannya, dan beberapa juz Alquran untuk memenuhi persyaratan mengandalkan aku untuk lomba-lomba atau tugas seleksi,” cerocosku tak mau kalah.

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 45


Cerpen

“Iya, lalu apa masalahnya tiba-tiba wajahmu jadi mendung gitu?” “Mas Amrin, Tin. Semalam ia dengan tiba-tiba berkirim pesan lewat inbox,” ucapku pelan. Mata Fatin mendelik. “Pesan apa? Apakah ada hubungannya dengan beasiswa ini?” ia tak sabar. “Dia bilang dia mencintaiku, dia ingin aku menjadi ibu dari anak-anak kami, dan dalam waktu dekat akan datang bersama keluarganya untuk melamarku.” “Hah? Ya Allaaah,” ekspresi Fatin seperti baru saja melihat Buroq, kendaraan Nabi sewaktu isra’. “Nikmat mana lagi yang sudah Engkau berikan pada sahabatku ini!” ucapnya setengah berteriak. “Ohhh, dua kabar gembira datang secara bersamaan. Akhirnya, putri malu mendapatkan sambutan atas cinta terpendamnya.” “Iya kalau mereka mengizinkan aku kuliah di Maroko, kalau tidak, maka pilihannya hanya dua, aku menolak lamaran Mas Amrin, atau tidak jadi belajar ke Maroko,” lanjutku dengan suara parau. Kali ini Fatin baru menyadari kebimbangan yang sedang aku rasakan. Menentukan pilihan antara impian untuk sekolah tinggi atau menikah dengan pujaan hati. ****** Di ruang tengah, kami semua berkumpul.

46 - Swara Rahima

Kami baru saja menerima silaturahim dari keluarga Mas Amrin, keluarga besar Pesantren An-Nuriyah. Kunjungan ini bisa jadi merupakan sejarah baru bagi keluarganya, yaitu akan berbesanan dengan keluarga petani sederhana seperti keluargaku , dan mengambil aku yang hanya santri madrasah sebagai menantu. “Kalau aku jadi kamu, aku nggak bakal pakai mikir, langsung aku terima, Liha,” Mbak Us memecah sunyi di antara kami. “Lamaran Mas Amrin itu anugerah buat keluarga kita,” lanjutnya dengan suara tertahan. Mbak Uswatun Hasanah adalah kakak sulungku yang usianya terpaut lima tahun denganku. Kami lima bersaudara. Ada Mbak Us, aku, lalu dua orang adik laki-laki dan seorang adik bungsu perempuan. Mbak Us seorang kakak yang baik. Setelah lulus Tsanawiyah An-Nuriyah, ia bekerja sebagai kasir di swalayan dekat pasar. Dengan penghasilannya itu ia membantu bapak ibu membayar biaya sekolah adik-adiknya, termasuk aku yang sebentar lagi akan lulus Aliyah An-Nuriyah. Sayangnya, Mbak Us belum juga menikah. Di usia yang menurut pandangan warga kampung sudah sedikit terlambat karena rata-rata mereka menikahkan anak gadis mereka di usia belasan tahun. Dulu, sempat ada tetangga yang melamar, namun seminggu sebelum hari pernikahan, tiba-tiba keluarga besan membatalkan lamaran dan malah menikahkan puteranya dengan gadis dari desa yang lain. Tentu saja kejadian itu menusuk perasaan keluarga kami, terutama Mbak Us. Ia membutuhkan waktu untuk dapat berdiri dan hidup kembali seperti sebelumnya. “Kamu nggak usah banyak memikirkan keadaanku. Aku rela kok kamu langkahi,” seperti mengerti isi pikiranku, Mbak Us coba menghalau kekhawatiran-kekhawatiran. “Soal kuliah di Maroko, menurutku tak lebih penting dari mendapatkan suami yang bisa menjadi Imam kita dunia akhirat. Madharatnya bisa jadi lebih banyak juga, karena kamu akan sendirian di Maroko sebab Mas Amrin tidak bisa meninggalkan kuliah S2-nya di Unair, bukan?” Bapak Ibu dan adik-adikku belum juga bersuara. Di hadapan keluarga Mas Amrin, Bapak sekadar menerima kedatangan mereka, dan mengatakan akan bersilaturahim sebagai balasan atas kunjungan. “Ini pilihan yang sulit, Mbak.

No. 50 Th. XV. November 2015


Cerpen

Aku tahu, keluarga kita ibarat kejatuhan durian mendapatkan lamaran dari keluarga Kiai Saifuddin. Tapi, aku bukan adik yang egois. Menari di atas penderitaan Mbak. Lagi pula, Mbak tahu bagaimana aku ingin sekali mendapatkan beasiswa ke Maroko ini.” “Hai, penderitaan siapa, Nduk? Aku justru senang, adikku yang cantik ini akan menjadi istri orang besar, bagian dari trah keluarga Pesantren An-Nuriyah. Ini rezekimu, yang insyaallah akan membawa kebaikan buatku, buatmu, juga keluarga kita,” Mbak Us menatapku dengan lembut. “Mbakyu-mu benar, Liha. Tidak baik juga kita menolak lamaran dari Kiai Saifuddin. Apa kata orang nanti, dikiranya kita sok-sokan dan mereka malah akan mendoakan jelek kepada keluarga kita. Cukuplah pengalaman pahit menimpa Mbakyu-mu saja, kebetulan ada nasib baik di hadapanmu, jangan kamu sia-siakan,” Bapak akhirnya bersuara. Tapi, suara Bapak justru membuatku semakin bimbang dan tak tahu arah. ******* “Mas, kenapa aku harus memilih? Tidak bisakah aku mendapatkan keduanya, melanjutkan sekolah ke Maroko dan mendapatkan suami laki-laki menarik, seperti Mas Amrin.” “Hidup itu pilihan, my Sunshine. Kita tidak bisa serakah ingin mendapatkan semuanya secara bersamaan.” “Tidak bersamaan. Izinkan aku melihat dunia dengan belajar di Maroko. Sambil Mas menyelesaikan kuliah Mas. Pada saatnya nanti kita bisa berkumpul bersama.” “Aku akan gila kalau hidup berjauhan denganmu, My Sunshine. Padahal kita sudah resmi menjadi suami istri. Toh, setelah aku lulus, kamu bisa kuliah di negara mana pun kamu suka, bersamaku.” Aku terdiam. Membaca kalimat Mas Amrin pada layar Facebook messenger di handphone-ku. Aku juga akan gila jika hidup berjauhan. Tapi, kupikir akan lebih realistis jika belum ada ikatan pernikahan di antara kami. Aku masihlah terlalu muda untuk menjadi istri seseorang. “My Shine ….” “Hmmm …”

No. 50 Th. XV. November 2015

“Apakah kamu keberatan jika menunda sekolahmu untukku?” “Hmmm …” “Ucapkan sesuatu …” “Hmmm, Mas, apakah kamu keberatan jika menungguku hingga aku genap berumur 20 tahun? Pada saat aku tumbuh menjadi perempuan yang sempurna secara fisik dan mental untuk memasuki kehidupan rumah tangga. Lamaran ini begitu tiba-tiba. Meruntuhkan bangunan mimpi-mimpi untuk menjadi menara menjulang seperti lelaki yang ternyata juga mencintaiku.” Chat kami terhenti. Mas Amrin tak juga membalas kalimat panjangku. ******* Apa yang menimpaku benar-benar seperti mimpi indah yang berakhir dengan nestapa. Aih, sebegitu tragisnyakah? Sesaat aku bahagia dengan kejutan kelulusanku dan sambutan atas perasaan terpendamku. Namun, tiba-tiba aku harus menghadapi ketidakjelasan nasib karena Mas Amrin seperti hilang dari peredaran. Ia tak lagi mengajar kami di Mushalla karena ia tak bisa meninggalkan studinya di Unair yang baru saja dimulai. Sebagai penggantinya, ada Mas Attabiq, adiknya yang baru lulus dari Mesir. Sementara untuk menghubunginya, aku tak cukup punya kekuatan. Aku sudah berusaha menjelaskan keadaanku kepada Bapak, Ibu, Mbak Us juga adik-adikku. Bahwa aku ingin mengambil kesempatan kuliah di Maroko dengan menunda pernikahan bersama Mas Amrin. Diterima atau tidak permohonanku, tak ada tempat pasrah terpercaya selain Allah yang Mahakuasa. Namun aku bersyukur, keluarga Kiai Saifuddin ternyata bisa memahami keadaanku, dan selebihnya menyerahkan semua keputusan kepada kami berdua. Namun persoalannya, bagaimana bisa kami membuat keputusan jika tidak ada komunikasi di antara kami? Selama beberapa bulan ini aku disibukkan dengan persiapan ujian akhir sekolah dan urusan administrasi keberangkatanku ke Maroko. Sesekali, setiap membuka halaman facebook, ruang batinku kembali terusik. Tergoda untuk melihat wall Mas Amrin yang lebih banyak memajang link artikel atau video-video lucu. Aku jadi rindu dengan rasa girangku karena ge-er membaca status puitisnya. Rasa girang yang membuatku

Swara Rahima - 47


Cerpen

bersemangat untuk menjadi santri paling pintar dan membanggakan. Rasa girang yang membuatkan tak pernah lelah berusaha untuk bisa juga bersekolah tinggi seperti Mas Amrin. Ah, aku benar-benar rindu. Malam itu, alam raya tengah siap menuju peraduan. Aku baru saja selesai menutup semua daun pintu dan jendela. Sambil menahan letupan-letupan rindu dalam hati aku membuka halaman Facebook. Sebuah notifikasi aku baca bahwa Amrin Nathiq baru saja mengupdate status. Aih, jantungku berdegup kencang ketika jariku refleks mengklik notifikasi itu. Mataku tak berkedip membaca status barunya: “Sunshine mengajariku bagaimana berbagi cahaya dan terang, meruntuhkan egoisme perseorangan, karena masing-masing aku dan kamu bisa tumbuh

menjadi apa yang kita inginkan. Mencintai Sunshine meniscayakan kerelaan untuk berbagi dan kepercayaan yang teguh bahwa meski setiap sore menghilang, setiap pagi kamu pasti akan datang membawa kehangatan. My Sunshine, tumbuhlah dan mengembaralah ke segala penjuru kota.” Mataku berair, bahkan hampir tumpah membasahi pipi. Lebih-lebih ketika tiba-tiba sebuah pesan messenger masuk menyentakkan kesadaranku. “My Sunshine, aku merindukanmu.”

Yogyakarta, 02 November 2015

Glosari ashriyyah cyberbullying gradasi hang-out gadget iluminasi inheren internet kasyf khalaf konklusi konvergensi merangsek peer groups profan resiprokal salaf situs syuhud

: modern, masa kekinian, kontemporer : olok-olok atau ejekan di dunia maya : lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan warna cahaya dari terang ke gelap. : nongkrong-nongkrong atau ngobrol di café : gawai : penerangan dengan menggunakan sinar; pencerahan : berhubungan erat (dengan); tidak dapat diceraikan/dipisahkan; melekat; yang menjadi sifat : daring : penginderaan : modern : kesimpulan : menuju satu titik pertemuan; bersifat memusat : mendorong dan memaksa masuk, menerobos : kelompok sebaya : tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan; lawan sakral; tidak kudus (suci) karena tercemar, kotor, dan sebagainya; tidak suci; tidak termasuk yang kudus (suci); duniawi : berbalas-balasan, saling memperlakukan hal yang sama : kuno : laman : menyaksikan sesuatu dengan penuh perhatian

48 - Swara Rahima

No. 50 Th. XV. November 2015


Teropong Dunia

Realita Perempuan Muslim India dalam Bingkai Minoritas India merupakan negara dengan pemeluk Islam terbanyak kedua di dunia setelah Indonesia. Berdasarkan laporan dari Pew Research Center (April 2015), Islam merupakan agama dengan pertumbuhan paling cepat dibanding agama-agama lain di India. Diprediksi, pada tahun 2050 Muslim India akan menjadi yang terbesar di dunia dengan jumlah lebih dari 310 juta mengungguli Indonesia. Sementara Pakistan akan berada di urutan kedua. Fakta ini menyebabkan munculnya isu Islamophobia di India. Perdana Menteri saat ini, Narendra Modi yang seorang Hindu, juga cukup ketat terhadap Muslim. Misalnya ia mengampanyekan tentang pelarangan menyembelih hewan dan tentu ini dialamatkan juga ke orang-orang Muslim yang biasa menyembelih sapi.

D

engan populasi sekitar 14% (180 juta lebih) dari keseluruhan penduduk India, jumlah Muslim di India sangatlah banyak. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yakni 1000 lakilaki berbanding dengan 900an perempuan. Kebanyakan mereka tersebar di wilayah Utara dan Selatan. Lantas bagaimana kondisi perempuan Muslim di India. Terkait hal ini, saya sempat mewawancarai dosen saya, Aisya Mahmood Farooqui. Ia mengatakan, kondisi perempuan Muslim di India sangat beragam. Antara satu state (negara bagian) dengan state yang lain tentu berbeda. Bahkan lebih jauh ia mengatakan, antara satu keluarga dengan keluarga yang lain juga mempunyai pandangan yang berbeda terkait isu-isu perempuan. Ia sendiri seorang perempuan yang open minded dan progresif. Meraih gelar PhD. dari Mc Gill University Kanada dan tak berjilbab. Jadi jelas bahwa latar belakang pendidikan dan keluarga sangat berpengaruh. Namun setidaknya kondisi mereka bisa dipetakan antara yang tinggal di perkotaan (urban) dan pedesaan (rural). Berdasarkan apa yang saya lihat di Hyderabad, India Selatan, perempuan Muslim perkotaan memperoleh pendidikan cukup baik. Secara ekonomi mereka pun cukup sejahtera bahkan jika dibanding dengan perempuan Hindu pada umumnya. Jangan kaget, perempuan Hindu kalangan bawah di sini biasa bekerja sebagai kuli bangunan. Bisa dibayangkan apa yang mereka kerjakan. Membuat galian-galian kabel di pinggir jalan pun menjadi pemandangan yang lumrah. Adapun perempuan Muslim sendiri cenderung jarang bekerja di luar rumah. Beberapa memang menjadi guru atau dosen. Tapi pada umumnya hanya menjadi ibu rumah tangga. Bahkan untuk urusan belanja saja, dilakukan oleh suami. Aisya Farooqui mengatakan, hal ini bukan karena adanya larangan dari keluarga. Tapi memang masih ada semacam kekhawatiran perempuan bekerja di luar rumah terlebih

No. 50 Th. XV. November 2015

sampai larut malam. Kekhawatiran itu sangat beralasan karena kasus pemerkosaan masih sering terjadi di India. Dan Delhi merupakan state dengan kasus perkosaan tertinggi. Jangan heran, masjid-masjid di India pada umumnya juga jarang menyediakan tempat shalat bagi perempuan. Besar kemungkinan hal ini karena perempuan jarang beraktivitas di luar. Kalaupun harus bekerja di luar, biasanya keluarga membolehkan bekerja yang tak sampai larut malam. Sedangkan perempuan Muslim pedesaan kondisinya jauh lebih buruk, terutama di India bagian Utara. Secara ekonomi kondisi mereka lebih buruk dibanding orang-orang Hindu dan kelompok agama minoritas lainnya seperti Kristen, Sikh, dan Budha. Karena alasan itu juga prosentase mereka dalam hal pemenuhan pendidikan sangat rendah dan bahkan paling rendah. Berdasarkan laporan dari Kementerian Pengembangan Sumber Daya Manusia India, angka

Swara Rahima - 49


Teropong Dunia

melek huruf Muslim (59%), Kristen (80%), Sikh (69%), Budha (72%), dan Zoroastrian (97%). Tentu ada banyak faktor penyebab. Pertama adalah faktor ekonomi. Ini menjadi persoalan serius India bahwa penduduknya—termasuk Muslim—masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Kedua, akses pendidikan di desa tak sebaik di kota. Sekolahsekolah jauh dari jangkauan serta sarana dan prasarana yang kurang. Ketiga, masih ada anggapan bahwa perempuan tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Biasanya mereka cenderung di rumah membantu orang tua. Keempat, pernikahan di bawah umur masih banyak terjadi akibatnya putus sekolah setelah menikah. Terkait hal ini ada cerita unik dari teman saya. Ia berasal dari Sudan dan menjalani studi S2 di Osmania University Hyderabad. Jadi saat itu ia hendak menikahi perempuan Muslim yang hanya lulusan SD. Acara sudah akan digelar, tinggal menunggu kedatangan pengantin perempuan. Namun secara tiba-tiba pernikahan batal karena orang tua perempuan minta mahar yang banyak dan ia tak mampu membayar. Mengapa ia menikahi perempuan tersebut, ia beralasan dengan menikahi perempuan berpendidikan rendah, istri akan cenderung nurut ke suami. Ini satu contoh bahwa perempuan Muslim di India masih banyak yang berpendidikan rendah. Kemudian terkait dengan tradisi pernikahan Muslim di India. Sebenarnya antara Hindu dan Muslim relatif sama. Sudah maklum bawah suami wajib memberi mahar kepada istri. Namun selain itu sudah menjadi tradisi bahwa istri harus memberi seserahan sesuai permintaan suami yang tak sedikit jumlahnya. Orang tua perempuan pun mau memberi dengan alasan supaya putrinya bisa menikah. Dalam sesi kuliah, terkait hal ini Aisha Farooqui mengatakan bagi keluarga berada pemberian itu bisa berupa flat lengkap dengan isinya. Hal ini tentu menjadi masalah yang sangat pelik karena sudah mentradisi. Berita terbaru yang dimuat

50 - Swara Rahima

di Times of India (Juni, 2015), di State Uttar Pradesh, Khanpur Village, seorang perempuan dibakar hiduphidup dan akhirnya meninggal karena tak mampu memenuhi permintaan suami untuk memberi sejumlah mahar (istilah yang dipakai dalam berita tersebut yakni dowry). Namun apakah di India tidak ada semacam peraturan yang menjamin hak-hak perempuan dalam rumah tangga. Tentunya ada sebagaimana berikut. The Dissolution of Marriage Act (1939), putusan ini mengatur tentang hak perempuan untuk mengajukan cerai karena beberapa sebab di antaranya suami tidak memberi nafkah selama 2 tahun berturut-turut, suami bertindak kasar, dsb. Kemudian Special Marriage Act (1954), ini merupakan landasan hukum bagi warga India yang berada di manapun tanpa memandang agamanya untuk melangsungkan pernikahan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi di antaranya; sedang tidak berada dalam ikatan pernikahan yang sah dengan siapapun, usia laki-laki minimal 21 tahun dan perempuan 18 tahun. Bahkan jika tidak mendapat restu dari orang tua, calon pengantin tetap bisa melangsungkan pernikahannya dengan payung hukum putusan ini. Terakhir, The Muslim Women Act; Protection of Rights on Divorce, 1986. Putusan ini mengatur soal hak perempuan untuk tetap mendapatkan nafkah dari suami selama menjalani masa iddah setelah diceraikan. Itulah sekilas potret perempuan Muslim di India dengan segala macam problematikanya. Di satu sisi, sudah ada payung hukum yang menjamin hak-hak perempuan untuk beberapa kasus. Namun tetap masih banyak isu lainnya yang perlu segera disahkan payung hukumnya supaya hak perempuan lebih terjamin. Memang cukup pelik karena isu perempuan di India selalu bersinggungan dengan persoalan kelas, kasta, tradisi dan lainnya. Tentu banyak juga NGO yang bergerak untuk memperjuangkan nasib mereka dan diharapkan semaksimal mungkin bisa memberikan kontribusinya. {} Muhammad Faiq, M.A. in Islamic Studies, Osmania University Hyderabad, India

No. 50 Th. XV. November 2015


Tanya Jawab

KTD Haruskah dinikahkan ? Diasuh oleh : KH. Muhyiddin Abdusshomad

Saudari Adinda Aliviani yang kami hormati, Assalamu’alaikum Wr. Wb. Pak Kyai, seorang teman sekolah saya mengalami Kehamilan Tidak Di inginkan (TKD), apakah teman saya itu harus dinikahkan? Terima kasih, Wassalam Adinda Aliviani Jln. Lebak Para, Cijantung Jakarta Timur

Jawaban : Saudari Adinda Aliviani, Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) itu bisa terjadi

pada perempuan di dalam pernikahan yang sah akibat kegagalan alat kontrasepsi. Bisa juga terjadi di luar pernikahan yang sah, akibat pemerkosaan atau hubungan bebas pra nikah. Jadi, yang paling memungkinkan maksud dari pertanyaan saudari adalah dalam kategori kedua, yakni perempuan yang hamil di luar pernikahan yang sah. Jika ini yang saudari maksud, mungkin pertanyaan saudari ini sangat terkait kebiasaan di masyarakat yang memaksa anaknya menikah ketika terjadi kehamilan di luar nikah. Adakalanya dinikahkan dengan orang yang telah menghamilinya atau dengan orang lain untuk menutupi aib tersebut dari masyarakat, dan agar kelak janin dalam kandungan itu lahir “mempunyai” bapak. Saudari Adinda Aliviani yang kami banggakan.... Sebelum menjawab pertanyaan yang saudari ajukan, terlebih dahulu akan kami paparkan pendapat ulama tentang hukum menikahi perempuan yang hamil di luar nikah. Di dalam kitab Nihayatul Mathlab disebutkan tentang kebolehan menikahi perempuan yang hamil di luar nikah:

ِّ ‫اح َها؛‬ َ‫ـحا ِم ُل ِمن‬ ُ ‫الزنَا يَ ِح ُّل نِ َك‬ َ ‫َوا ْل‬ ِّ َ‫ـح ْم ِل ِمن‬ ) ُ‫الزنَا َل ُح ْر َمةَ لَه‬ َ ‫فَإِنَّ ا ْل‬ ،‫نهاية المطلب في دراية المذهب‬ Artinya : Perempuan yang hamil akibat perzinahan boleh dinikahi, karena tidak keharaman apapun yang menjadi akibat dari perzinahan itu. (Nihayah Al Mathlab fi Dirayah Al Madzhab, 12/219)

No. 50 Th. XV. November 2015

Swara Rahima - 51


Tanya Jawab

Lalu, siapakah yang boleh menikahi perempuan tersebut? Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin dijelaskan:

‫س َوا ُء ال َّزانِى‬ ْ ‫( َم‬ ُ ‫سأَلَةُ ش) َويَ ُجو ُز نِ َك‬ َ ‫الحا ِم ِل ِمنَ ال ِّزنَا‬ َ ‫اح‬ ،‫َو َغ ْي ِر ِه َو َو ْط ُءهَا ِح ْينَئِ ٍذ َمع ال َك َرا َه ِة (بغية المسترشدين‬ Artinya : Boleh menikahi perempuan yang hamil dari perzinaan, baik oleh laki-laki yang menzinainya atau oleh lainnya. Dan (Suami) melakukan hubungan seksual pada waktu hamil dari zina tersebut adalah makruh. (Bughyatul Mustarsyidin, 419) Dari apa yang disampaikan para ulama ini mengerucut pada tiga hal berikut: 1. Perempuan hamil di luar nikah berbeda dengan perempuan hamil dalam masa iddah atau ditinggal mati suaminya. Perempuan hamil di luar nikah, tidak memiliki iddah, karena, masa iddah hanya milik mereka yang menikah. 2. Karena tidak memiliki iddah, maka perempuan itu boleh menikah atau dinikahi, baik oleh laki-laki yang menghamilinya ataupun orang lain. 3. Setelah menikah, diperbolehkan melakukan hubungan seksual. Saudari Adinda Aliviani yang kami banggakan.. Dari tiga rumusan hukum ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa perzinahan tidak berkonsekwensi apapun terhadap status seorang perempuan. Dia tetap dianggap “perawan” dengan segala konsekwensi hukumnya. Tidak boleh dipaksa untuk menikah walaupun dengan tujuan tertentu. Semua harus dikembalikan kepada kerelaan dari perempuan tersebut. Sebagaimana teguran Rasulullah kepada seorang ayah yang memaksa anak perempuannya untuk menikah walaupun dengan tujuan yang baik. Ulama hanya menegaskan perempuan itu boleh dinikahi, bukan harus dinikahi. Begitu pula dengan tidak adanya ketentuan tentang siapakah yang boleh menikahi perempuan tersebut semakin menegaskan tentang tidak bolehnya paksaan ini. Saudari Adinda Aliviani yang kami banggakan.. Dengan adanya ketentuan ini bukan berarti memberikan peluang untuk perzinahan. Islam sangat keras menentang praktik seks pra nikah. Namun apa yang

52 - Swara Rahima

harus dilakukan ketika sudah terlanjur terjadi? Inilah permasalahannya. Hamil luar nikah adalah mudharat, namun jangan sampai mudharat tersebut dihilangkan dengan menimbulkan mudharat baru. Kaidah fiqh menegaskan:

‫ض َر ِر‬ َّ ‫ض َر ُر الَ يُزَا ُل بِال‬ َّ ‫اَل‬ Artinya : “Suatu mudharat tidak bisa dihilangkan dengan menimbulkan mudharat yang baru” Ada kondisi dimana menikahkan perempuan yang mengalami KTD itu dapat mendatangkan maslahah, misalnya ketika terjadi dalam hubungan suka sama suka dan keduanya sudah cukup umur. Akan tetapi dalam kasus perkosaan yang menyebabkan kehamilan, atau salah satunya belum mencapai usia matang, tentu tidak bijak jika harus menikahkannya dalam kondisi psikologis yang rapuh, trauma atas apa yang dialaminya. Jadi dalam hal ini, harus disediakan beberapa alternatif solusi, kemudian dipilih yang paling sedikit mafsadahnya. Sedangkan menikahkan adalah salah satu alternatif solusi yang bisa ditawarkan, bukan solusi satusatunya. Saudari Adinda Aliviani yang kami banggakan... Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan. Mudah-mudahan berguna dan menambah wawasan kita bersama. {}

Telah hadir UTAMA TRAVEL, Pembayaran satu pintu by online, kami melayani pembelian Tiket Pesawat dalam dan luar negeri, Tiket Kereta Api, Pembayaran Listrik, Telepon, PDAM, TV Langganan, pembayaran kredit motor, dan pembelian voucher pulsa. Untuk Pemesanan kontak Hp 08121046676. Buka Senin-Jumat pukul 09.00-17.00 wib

No. 50 Th. XV. November 2015


Refleksi

Santri dan Tantangan Globalisasi Informasi Oleh : Dina Sri Lutfiana Aku adalah anak perempuan yang terlahir sebagai anak tertua dengan dua saudara kembar yang keduanya laki-laki. Saat berusia 16 tahun, aku mondok sekaligus sekolah di SMA milik PP. Mukhtar Syafaat Darussalam Blokagung Banyuwangi. Di pondok aku banyak belajar tentang ajaran Islam, shalat, mengaji dalam suasana belajar yang terpisah antara santri perempuan dan laki-laki. Namun, keadaan itu berubah saat aku terpilih menjadi anggota OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Disitu, kami diperkenankan untuk berinteraksi dengan para santriwan karena aktivitas dalam organisasi.

A

ku berasal dari suku Osing, suku asli Banyuwangi. Bertutur dengan bahasa dan ­ dialek Osing sempat membuatku dijauhi teman dan sering kena bully, akibat stereotip orang bahwa Banyuwangi t­erkenal akan santetnya. Namun, seiring dengan berkembangnya interaksi, pergaulan, dan pertukaran budaya di antara kami, perlakuan semacam itu tak lagi aku hadapi. Belajar di pesantren dan berorganisasi juga membuatku bisa berkenalan dengan Rahima, sebuah lembaga di Jakarta yang bekerja sama dengan pesantren kami ­untuk memperkenalkan ­kesehatan reproduksi di ­ kalangan para ­santri. Aku senang, k­ arena setelah mengikuti pelatihan ­ ­ Rahima, aku yang tadinya pemalu dan tak b ­ erani berbicara di forum jadi sering ­kumpul bareng dan rapat dengan mitra-mitra Rahima dari pesantren lain di Banyuwangi. Dalam salah satu seminar, aku juga bertemu dengan salah satu ­ peserta yang ternyata anaknya teman I­buku saat beliau masih mondok di pesantren dulu. Tak disangka, pertemuan itu membuat kedua orang tua kami menjadi terhubung kembali. Melalui forum-forum ­ ­ Rahima itu, aku jadi tahu apa dan ­bagaimana

No. 50 Th. XV. November 2015

kesehatan reproduksi remaja itu, bagaimana kita harus bersikap, dan menghadapi ­berbagai ­persoalan kespro yang banyak menimpa remaja. Saat ini, aku telah lulus dari SMA dan diterima sebagai mahasiswi di Universitas Airlangga PDD Banyuwangi di Fakultas Perikanan dan Kelautan. Oleh karenanya, aku boyong (pindah) dari pondok untuk melanjutkan kuliahku. Sejujurnya aku masih takut untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar pondok yang menurutku cenderung bebas akibat globalisasi dimana manusia semakin terhubung tanpa melihat batas teritorial negara. Dan tentunya hal ini memiliki konsekuensi pergeseran nilai-nilai sosial budaya. Namun berinteraksi dan mengembangkan pergaulan ­sosial, bisa membuat kita bersikap lebih terbuka. Di kampus, aku tetap berorganisasi dan mengikuti ­kegiatan salah satunya My Trip My Adventure (MTMA). Melalui komunitas ini, aku belajar beradaptasi dan m ­ engenal sifat dan karakter ­ teman dari ­beragam suku dan latar belakang sosial. Kami juga banyak bertukar ­pengalaman, termasuk ­mengenai persoalan pribadi, ­ keluarga, ­kesehatan reproduksi, serta penggunaan teknologi komunikasi. Arizka, salah seorang teman

menyampaikan kisah Putri, salah seorang anggota k­ eluarganya yang berdomisili di luar kota yang juga pernah ­ belajar serta ­ mengenyam kehidupan pesantren. Rasa keingintahuannya yang b ­ esar, membuatnya ­ memaksa orang ­ tuanya untuk ­ membelikan ­ handphone. Namun, karena ia ­memilih teman bergaul yang salah, pergaulannya juga telah d ­ipandang melebihi batas ­kewajaran dari apa yang selama ini ­diajarkan di pesantren. Pernah ­Arizka ­memergoki, di HP Putri tersimpan film porno. Putri juga pernah kabur dengan 2 orang temannya, untuk menemui seorang lelaki dewasa yang berhasil menanamkan bujuk rayunya hingga kemudian Putri berstatus sebagai istri kedua. Berbagai peristiwa itu menyadarkan kami bahwa pesantren menghadapi tantangan, termasuk dalam mendapatkan kemudahan ­untuk berkomunikasi dan ­mengakses informasi. Namun semestinya, hal itu disikapi dengan berpikir positif, dengan cara mengisi usia remaja ­ dengan belajar untuk menjadi sosok yang berguna bagi sesama. Termasuk berbagi informasi yang benar, sehat dan bertanggung jawab bagi sesama santri agar ilmu dan pengetahuan yang kita dapatkan bermanfaat bagi sesama.{}

Swara Rahima - 53


by : Ulfah M


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.