Laporan SURVEY
POTENSI BIOMASSA Sulawesi
Syukri M Nur Sangatta-Kutai Timur, Februari 2014
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
02
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi energi sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) per tahun dari potensi limbah biomassa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik (EBTKE, 2012). Maritje dalam EBTKE (2012) menjelaskan potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ pertahun), sisa logging (11,0 juta GJ pertahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ pertahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ pertahun), serabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ pertahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ pertahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ pertahun) serta serabut kelapa (24,0 juta GJ pertahun). Sementara untuk potensi produksinya, menurut Maritje, pertahunnya 65,7 juta ton pertahun, dengan rincian dari peremajaan kebun karet (31,0 juta ton pertahun), sisa logging (1,2 juta ton pertahun), limbah industri penggergajian kayu (1,1 juta ton pertahun), tandan kosong kelapa sawit (3,5 juta ton pertahun), serabut sisa kelapa sawit (3,7 juta ton pertahun), cangkang buah sawit (1,3 juta ton pertahun), bagas tebu (6,5 juta ton pertahun), sekam padi (14,3 juta ton pertahun), tempurung kelapa (1,1 juta ton pertahun) serta serabut kelapa (2,0 juta ton pertahun). Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Luluk Sumiarso
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
03
mengatakan pemerintah fokus dalam pengembangan energi biomassa sebagai salah satu energi baru terbarukan. Luluk menjelaskan, Indonesia memiliki potensi besar bioenergi, seperti berbagai jenis tanaman untuk pengembangan biofuel, potensi besar kotoran ternak, limbah pertanian dan biogas limbah industri dan biomassa kota dan limbah pertanian (EBTKE, 2012). Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah mempunyai potensi untuk menjadi lumbung bioenergi dunia. Potensi yang benar-benar tidak dapat diabaikan adalah tersedianya lahan yang luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial sebagai sumber bahan baku bioenergi. Di sini yang dimaksud bioenergi sudah termasuk pemanfaatan biomassa, biodiesel, bioetanol, dan biogas sebagai sumber energi alternatif. Biomassa merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Terkadang kita tidak tahu bahwa banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari sisa-sisa makanan atau barang yang kita anggap sebagai sampah. Biomassa tersebut dapat diolah menjadi bioarang, yang merupakan bahan bakar dengan nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan seharihari. Selain itu, saat ini sedang digencarkan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku dalam teknologi biomassa untuk diolah sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Salah satu contoh adalah batok kelapa dalam dan cangkang sawit yang dijadikan briket, kemudian saat ini pengembangannya mulai dilirik oleh para peneliti. Pulau Sulawesi merupakan salah satu wilayah yang kaya akan potensi biomassa untuk dijadikan energi alternatif. Potensi yang dikaji dalam kegiatan ini difokuskan pada tanaman kelapa dalam dan kelapa sawit yang ada di Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Kelapa dalam dimanfaatkan sebagai bahan kopra dan limbahnya berupa serabut dan tempurung belum dimanfaatkan secara menyeluruh. Kelapa sawit juga telah ditanam dan diproduksi di Sulawesi, kemudian limbahnya terdiri dari limbah padat dan cair juga bisa dimanfaatkan sebagi bahan energi dan turunannya, namun juga belum banyak yang memanfaatkan untuk diteliti lebih lanjut. Dari informasi diatas maka perlu dilakukan studi mengenai potensi limbah kelapa dalam dan kelapa sawit yang ada di Sulawesi untuk dijadikan energi alternatif yaitu pembangkit listrik dengan menggunakan tenaga biomassa. Tujuan dari studi ini adalah diperoleh informasi banyaknya potensi limbah biomassa terutama kelapa dalam dan kelapa sawit di Sulawesi, sehingga dapat dibangunkan sebuah pembangkit untuk menghasilkan listrik dari bahan bakar biomassa.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
04
II. METODOLOGI A. Waktu dan tempat pelaksanaan survei Kegiatan survei ini dilakukan dari tanggal 25 Juli – 15 Agustus 2012, di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. B. Pelaksanaan kegiatan ini menggunakan metode survei. Lokasi survei dipilih menggunakan teknik sampling baik secara purposive dan snowball. C. Alat dan bahan a. GPS (Global Positioning System) b. Kamera digital c. Timbangan 10 kg d. Tally-Sheet/ Logbook e. Alat tulis
III. KONDISI UMUM A. Profil Umum Provinsi Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah merupakan Provinsi terbesar di pulau Sulawesi, dengan luas wilayah daratan 68.033 km2 yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta kepulauan Togean di Teluk Tomini dan Kepulauan Banggai di Teluk Tolo, dengan luas wilayah adalah 189.480 km2. Sulawesi Tengah merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata Âą 84 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 2o22' Lintang Utara dan 3o48' Lintang Selatan, serta 119o22' dan 124o22' bujur Timur (BPS Provinsi Sulteng, 2012).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
05
Wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 10 wilayah kabupaten dan satu kota administratif, masing-masing dengan luas daratan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Banggai Kepulauan (3.214,46 km2), Banggai (9.672,70 km2), Morowali (15.490,12 km2) Poso (8.712,25 km2), Donggala (5.275,69 km2), Tolitoli (4.079,77 km2), Buol (4.043,57 km2), Parigi Moutong (6.231,85 km2), Tojo Una Una (5.721,51 km2), Sigi (5.196,02 km2) serta Kota Palu (395,06 km2).
Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki 1.815 desa/kelurahan, pembangunan di sektor pertanian menjadi lebih penting lagi disebabkan jumlah penduduk yang berusaha di bidang pertanian masih sangat besar yaitu pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan. Kondisi alam Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar wilayahnya terletak di daerah pantai memungkinkan armada laut untuk beroperasi dari dan ke pelabuhan yang ada disetiap kabupaten sebagai menunjang kelancaran kegiatan perekonomian ataupun sebagai penunjang transportasi penumpang angkutan laut. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki 2 bandara Udara yaitu Bandara Mutiara Palu dan Bubung Luwuk dan 19 pelabuhan yang tersebar di beberapa kabupaten (BPS Provinsi Sulteng, 2012). B. Profil Umum Provinsi Sulawesi Barat Letak geografis Provinsi Sulawesi Barat berada pada garis khatulistiwa, terletak antara 0o 45'59'' Lintang Selatan, 03o 34'0'' Lintang Selatan, serta 118o 48'59'' Bujur Timur hingga 119o 55'06'' Bujur Timur. Memiliki Laut sepanjang Selat Makassar yang merupakan lintas pelayaran Internasional. Berada pada titik tengah dalam hubungannya dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Provinsi Kalimantan Timur. Luas Wilayah daratan Provinsi Sulawesi Barat adalah 16.787,18 Km2. Provinsi Sulawesi Barat memliki batas administrasi daerah antara lain:
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
06
- - - -
Di bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur Di bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah Di bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan Di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten, luas, jarak ke Ibukota Provinsi : 1. Majene: 879,77 Km2, Jarak 143 Km, 2. Polman:2.090,05 Km2, Jarak 199 Km, 3. Mamasa: 2.843,85 Km2, Jarak 292 Km, 4. Mamuju: 8.221,81 Km2, Jarak 0, 5. Mamuju: Utara 276 Km2, Jarak 276 Km,
Kondisi topografi Provinsi Sulawesi Barat yang terdiri dari laut dalam, daratan rendah, dataran tinggi dan pegunungan dengan tingkat kesuburan yang tinggi, di samping itu letaknya yang sangat strategis pada posisi silang segitiga emas Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah lewat pantai barat dengan jarak 445 km dari Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, 447 km dari Palu Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dan Selat Makassar/ Kalimantan Timur, memberikan potensi perencanaan pembangunan yang harus ditata dengan baik. Sehingga kekayaan yang terkandung di dalam alam Sulawesi Barat dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk kesejahteraan masyarakatnya (BPS Provinsi Sulbar, 2012). B. Profil Umum Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan Secara Geografis Terletak Antara 0012’- 80 Lintang Selatan 116048’ - 122036’ Bujur Timur, berbatasan dengan Sulawesi Barat, Teluk Bone, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Selat Makasar dan Laut Flores. Luas Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah 45 764,53 Km², secara Administrasi Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan terbagi menjadi 21 Kabupaten dan 3 Kota, yang terdiri dari 304 Kecamatan (BPS Provinsi Sulsel, 2012).
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
07
IV. HASIL KEGIATAN A. Potensi Limbah Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan pengamatan dan observasi di lapangan tentang potensi limbah kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa setiap perusahaan memiliki potensi biomassa yang besar akan tetapi sudah dimanfaatkan, baik untuk kepentingan sendiri maupun dijual ke pihak lain. Data dan informasi yang didapat dari perusahaan sangatlah terbatas dikarenakan pada saat pelaksanaan survei pihak perusahaan tidak dapat mengeluarkan data dan informasi secara detail tanpa sepengetahuan dari manajemen pusat di Jakarta, namun sebagai gambaran tentang profil perusahaan dapat dilihat di Lampiran 1. Jarak dan waktu tempuh dari sumber bahan baku ke lokasi rencana dibangunnya sebuah pabrik pembangkit diperlukan untuk menghitung kelayakan dibangunnya sebuah perusahaan pengolahan biomassa, di mana salah satu syaratnya adalah bahan baku harus cukup tersedia, jarak dan waktu tidak terlalu jauh, mudah dijangkau dan tidak menghabiskan waktu lama di dalam perjalanan pengangkutannya. Rencana pembangunan perusahaan pengolahan biomassa berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Jarak beberapa perusahaan kelapa sawit ke Makassar dapat dilihat pada Tabel 2.
08
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Tabel 2 menunjukkan jarak dan waktu tempuh dari perusahaan kelapa sawit ke Makassar. Jarak dari perusahaan kelapa sawit ke Makassar antara 550 – 700 km, sedangkan waktu tempuhnya antara 10 – 15 jam. Dari hasil survei kelapa sawit di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan dapat disimpulkan bahwa seluruh perusahaan tidak dapat mengeluarkan limbah padat (solid), dikarenakan masih dipergunakan sendiri dan ada salah satu perusahaan yang telah melakukan kontrak kerja sama untuk penanganan limbahnya. Jarak dan waktu tempuh tergolong sangat jauh dan memerlukan waktu yang lama dalam perjalanannya, sehingga belum layak untuk dijadikan sumber bahan baku dikarenakan akan membutuhkan biaya yang besar dalam pengangkutannya. Harga pengangkutan menggunakan truk ke Makassar adalah Rp 700.000,00/ton. Harga cangkang sawit yang telah di kontrak untuk dijual dari informasi yang didapat dari PT Bumi Maju Sawit sebesar Rp 300,00/kg.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
09
B. Potensi Limbah Biomassa Kelapa Dalam (lokal) Sulawesi merupakan wilayah dengan komoditi kelapa dalam yang cukup besar. Pelaksanaan survei untuk menghitung potensi limbah biomassa kelapa dalam berupa serabut dan tempurung kelapa difokuskan di tiga Provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Luas areal dan besarnya produksi kopra di masing-masing Provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5.
Tabel 3 menunjukkan luas areal penanaman kelapa dalam di Sulawesi Tengah adalah 175.553 ha dengan hasil produksi kopra sebesar 202.384 ton/th. Kabupaten Banggai merupakan wilayah terbesar untuk penanaman kelapa di Sulawesi tengah yaitu 31.810 ha, namun hasil produksi kopranya lebih besar di Kabupaten Donggala yaitu 41.545 ton/th. Sulawesi Tengah merupakan wilayah terbesar akan komoditi kelapa dalam dibandingkan dengan Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tabel 4 menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 22 Kabupaten yang mempunyai komoditi kelapa dalam. Luas areal penanaman kelapa dalam di Sulawesi Selatan adalah 96.283 ha dengan hasil produksi kopra sebesar 73.111 ton/th, namun luas dan hasil produksi kopranya masih lebih besar di Sulawesi Tengah. Tiga kabupaten yang memiliki komoditi kelapa dalam dari yang terbesar di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Selayar, Kabupaten Bone, dan Kabupaten Pinrang. Kabupaten Selayar merupakan wilayah terbesar untuk penanaman kelapa di Sulawesi Selatan yaitu 19.922 ha dengan hasil produksi kopra sebesar 25.265 ton/th. Kabupaten Bone memiliki
10
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
luas tanaman kelapa dalam yaitu 12.005 ha dengan hasil produksi kopra sebesar 9.519 ton/th. Kabupaten Pinrang memiliki luas tanaman kelapa dalam yaitu 10.421 ha dengan hasil produksi kopra sebesar 5.462 ton/th, sedangkan kabupaten yang lain yang berada di Sulawesi Selatan memiliki luas tanaman kelapa dalam dan hasil produksi kopra yang lebih rendah dari Kabupaten Selayar, Kabupaten Bone dan Kabupaten Pinrang.
Tabel 5 menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Barat memiliki 4 kabupaten penghasil kopra. Empat kabupaten tersebut dari luas dan hasil produksi kopra terbesar adalah Kabupaten Poliwali Mandar, Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamasa.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
11
Sulawesi Barat memiliki luas tanaman kelapa dalam sebesar 45.682 ha dengan hasil produksi kopra 42.429 ton/th. Kabupaten Polewali Mandar merupakan pengahasil produksi kopra terbesar di Provinsi Sulawesi Barat yaitu 18.934 ton/th dengan luas tanaman kelapa dalam sebesar 22.289 ha. Dalam memproduksi kopra untuk masing-masing Provinsi di Sulawesi diperoleh limbah berupa tempurung dan serabut kelapa. Hasil perhitungan produksi kopra menghasilkan limbah berupa tempurung dan serabut kelapa disajikan di Tabel 6. Tabel 6 Hasil produksi kopra, limbah tempurung dan serabut kelapa dalam di provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan
Tabel 6 menunjukkan potensi limbah yang besar untuk dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan energi yang selama ini tidak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja. Secara terperinci potensi biomassa dari hasil produksi kopra dan limbahnya dari setiap kabupaten dapat dilihat pada Lampiran 3.
12
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Perhitungan potensi limbah biomassa berupa cangkang dan serabut kelapa (Tabel 6) menggunakan perbandingan rata-rata hasil produksi kopra dalam 1 kg. - Dalam rata-rata hasil produksi 1 kg kopra diperoleh limbah tempurung (kering) sebesar 1,75 kg dan 2,3 kg serabut kelapa (kering). - Jadi didapat perbandingan antara hasil kopra : tempurung kelapa : serabut kelapa yaitu 1 : 1,75 : 2,3 (kg:kg:kg). Lampiran 3 menunjukkan potensi limbah biomassa yang dihasilkan untuk Provinsi Sulawesi Tengah yang terbesar berada di Kabupaten Banggai yaitu sebesar 57.239 ton/th tempurung kelapa dan 75.228 ton/th serabut, Sulawesi Barat berada di Kabupaten Polewali Mandar yaitu sebesar 32.756 ton/th tempurung kelapa dan 43.548 ton/th serabut kelapa, dengan jarak tempuh perjalanan darat adalah 256 km ke Makassar, sedangkan untuk Sulawesi Selatan yang terbesar berada di kabupaten Selayar 44.214 ton/th tempurung dan 58.110 ton/th serabut kelapa, dengan jarak tempuh perjalanan darat adalah 240 km ke Makassar. Potensi biomassa secara terperinci untuk tiap kabupaten dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani kelapa dengan metode sampling di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Majene dan Kabupaten Bone diperoleh informasi kemampuan petani untuk mensuplai limbah kelapa dalam berupa tempurung kelapa dan serabut kelapa disajikan pada Tabel 7, rincian secara detailnya disajikan pada Lampiran 2.
Dari data yang diambil secara acak ke petani di 3 (tiga) kabupaten, dapat dilihat kemampuan rata-rata petani untuk mensuplai bahan baku berupa tempurung kelapa dan serabut yaitu 24 – 31 ton/bln atau 1 – 2 truk/3 hr, untuk harga pembelian tempurung dan serabut berkisar antara
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
13
Rp 100,00/kg sampai Rp 150,00/kg. Jika survei dilakukan di daerah yang tepat dan memang merupakan sentra kelapa dalam atau pengolahan kopra seperti di Kabupaten Selayang (Sulawesi Selatan) yang berjarak 240 km dari Makassar atau di kabupaten Polewali Mandar (Sulawesi Barat) yang berjarak 256 km maka bisa diperkirakan kemampuan petani dalam mensuplai bahan baku tempurung kelapa dan serabut kelapa dalam akan jauh lebih besar dibandingkan dengan daerah di Kabupaten Mamuju dan Majene serta Bone Sulawesi Selatan, secara terperinci dapat disajikan dalam Lampiran 3. Sedangkan untuk wilayah Sulawesi Tengah sentra kelapa dalam yang terbesar ada di 4 (empat) kabupaten yaitu : Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Maotong, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Tojo Una-una, dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Luas areal, produksi kopra, limbah tempurung dan serabut kelapa dalam di empat kabupaten yang berada di Sulawesi Tengah, serta tempuh jarak ke Makassar
14
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Tabel 8 menunjukkan potensi hasil produksi kopra dan limbahnya dari empat kabupaten di Sulawesi Tengah. Jumlah luas areal dari 4 kabupaten tersebut adalah 111.810 ha dengan hasil produksi kopra sebesar 132.599 ton/ha, limbah berupa tempurung kelapa sebesar 232.048 ton/th dan serabut kelapa sebesar 304.978 ton/thn. Penyebaran kelapa dalam di empat kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah ditunjukkan pada Gambar 1.
Jarak tempuh pengangkutan bahan baku biomassa dari 4 kabupaten tersebut diketahui lebih dari 700 km, maka tidaklah memungkinkan jika sumber bahan baku tersebut dibawa ke Makassar karena akan mempertinggi biaya transportasi, untuk itu proses pengolahan limbah untuk dijadikan energi alternatif disarankan lebih mendekati sumber bahan baku misalkan disetiap kabupaten yang merupakan sentra kelapa dalam. Hasil survei lapangan terhadap harga kelapa dalam tua berkisar antara Rp 1000,00 s/d Rp 1.200,00 per butir, sedangkan informasi dari BPS Sultra (2012) menyatakan harga kelapa tua (100 butir) adalah Rp 86.667,00 s/d 140.625,00; harga kelapa muda (100 butir) adalah Rp 141.667,00 s/d 220.833; sedang harga kopra kering (100 kg) adalah Rp 392.417,00 s/d 581.250,00. Informasi potensi hasil produksi kopra, limbah dan jarak tempuh ke Makassar untuk kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah dapat dilihat di Lampiran 3.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
15
C. Nilai Kalori 1. Kelapa Sawit Produk samping dari pengolahan kelapa sawit adalah cangkang sawit yang asalnya dari tempurung kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Berdasarkan hasil penelitian, besar kalori cangkang kelapa sawit mencapai 20000 KJ/Kg (Ma, Choo, & Cheah, 2003). Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO masih belum dipergunakan sepenuhnya, sehingga masih meninggalkan residu, yang akhirnya cangkang ini dijual mentah ke pasaran dengan harga tidak sampai Rp 800 / kg. Cangkang kelapa sawit ini berpotensi untuk dijadikan bahan bakar bagi keperluan rumah tangga, biasanya digunakan juga oleh masyarakat di sekitar perkebunan itu sendiri. Karakteristik cangkang kelapa sawit ditunjukkan pada Tabel 9.
TKKS adalah limbah biomassa yang potensial sebagai sumber energi terbarukan. TKKS dapat digunakan sebagai bahan bakar generator listrik. Sebuah PKS dengan kapasitas pengolahan 200.000 ton TBS/thn akan menghasilkan sebanyak 44.000 ton TKKS (kadar air 65%)/thn. Nilai kalor (heating value) TKKS kering adalah 18.8 MJ/kg, dengan efisiensi konversi energi sebesar 25%, dari energi tersebut ekuivalen dengan 2.3 MWe (megawatt-electric). TKKS dapat juga dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas walaupun proses pengolahannya lebih sulit daripada biogas dari limbah cair. Nilai energi panas dari beberapa limbah kelapa sawit ditunjukkan pada Tabel 10.
16
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Di samping itu, limbah padat dapat juga diproses menjadi briket arang sebagai sumber energi terbarukan. Dengan teknologi yang relatif sederhana, pemanfaatan limbah padat menjadi briket arang merupakan suatu pilihan yang sangat realistis dan prospektif. Karakteristik briket arang yang terbuat dari TKKS dan cangkang sawit sangat berbeda, seperti yang terlihat pada Tabel 11.
Briket arang TKKS memiliki kadar abu yang lebih tinggi, sedangkan kadar kalor dan karbon terikatnya lebih rendah. Ditinjau dari segi kalor, kedua briket arang tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk briket arang kayu yaitu minimal 5000 kalori/g. 2. Kelapa Dalam (lokal) Tempurung kelapa memiliki berat 200-300 g yang sebanding dengan 15% dari berat kelapa butiran. Tempurung kelapa memiliki nilai kalor 3900 sd 4500 kal/g dan berat jenis 0,5 kg/ltr. Selain itu, partikel pada tempurung kelapa belum seragam dan relatif mudah didapat. Ciri khas warna api merah dan menghasilkan residu berupa arang batok (Sulaiman, 2009). Hal serupa juga dikatakan oleh Palungkun (1999) diacu dalam Denita (2011) bahwa nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa berkisar antara 4.347 kal/g hingga 4.619 kal/g. Jika dihitung per tahun maka tempurung kelapa yang dapat dihasilkan mencapai 3,1 juta ton/thn. Secara kuantitatif, Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat besar dari tempurung kelapa, tetapi pengusahaan
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
17
tempurung kelapa di Indonesia masih menghadapi beragam kendala sehingga potensinya belum dapat termanfaatkan dengan baik (Suharmanto, 2012). Berikut hasil nilai perhitungan berat rata-rata tempurung dan serabut kelapa : Satu butir kelapa menghasilkan limbah : - tempurung kelapa (kering) = 200 – 300 g - serabut kelapa (kering) = 350 – 400 g Jadi untuk menghasilkan kira-kira 1 kg tempurung kelapa kering, dibutuhkan 4 butir kelapa dan 3 butir kelapa untuk serabut kelapa kering (Gambar 2 dan 3).
18
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
Tempurung kelapa memiliki kadar air mencapai 8% jika dihitung berdasarkan berat kering atau setara dengan 12% berat per butir kelapa. Untuk memaksimalkan nilai ekonominya, maka pengolahan tempurung kelapa ini harus didasarkan pada proses pengolahan yang memaksimalkan sifat-sifatnya yang khas. Produk-produk hasil olahan tempurung kelapa ini adalah Bio-oil, liquid smoke (asap cair), karbon aktif, tepung tempurung, dan kerajinan tangan.
Berdasarkan referensi diatas nilai kalori dari tempurung kelapa dalam tidak kalah tingginya dibandingkan cangkang sawit. Hasil survei lapangan juga menunjukkan bahwa potensi limbah kelapa dalam lebih tinggi dari pada limbah padat kelapa sawit. Berdasarkan hasil survei dilapangan pengolahan kelapa dalam yaitu produksi kopra dan pemanfaatan limbahnya berupa tempurung dan serabut kelapa masih menggunakan cara yang sederhana (tradisional), hal ini jika dikelola dengan baik serta menggunakan teknologi yang tepat akan meningkatkan produksi kopra dan pemanfaatan limbahnya akan lebih baik, misalkan tempurung dapat dibuat bio-arang yang akan menghasilkan kalori tinggi dan serabut dapat dipotensikan sebagai bahan kerajinan atau bahan baku pembuatan sofa yang berkualitas ekspor.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
19
V. KESIMPULAN DAN SARAN 1.
2.
3.
4. 5. 6.
Potensi limbah kelapa sawit berupa cangkang dan tandan kosong dari 5 perusahaan sebesar 32.700 ton/bulan, biomassa tersebut telah dimanfaatkan baik untuk kepentingan sendiri maupun sudah dijual, sehingga perlu adanya pembicaraan lebih lanjut dengan pemilik perusahaan / management pusat (negosiasi dan kerjasama). Provinsi Sulawesi Tengah merupakan penghasil biomassa terbesar dari komuditi Kelapa Dalam (Lokal), dengan limbah biomassa berupa tempurung kelapa sebesar 354.172 ton/thn dan serabut kelapa sebesar 465.483 ton/thn. Dengan potensi hanya empat kabupaten saja yaitu Donggala, Paringi Moutong, Tojo Una-una dan Banggai dapat mengahasilkan limbah biomassa kelapa dalam berupa tempurung kelapa sebesar 232.048 ton/thn dan serabut kelapa sebesar 304.978 ton/thn. Lokasi yang jauh antara sumber bahan baku limbah biomassa dengan rencana pembangunan pabrik pengolahan biomassa dan pembangkit di Makassar yaitu antara 27 – 1.272 km dengan jarak rata-rata dari beberapa kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah ke Makkasar adalah 517,46 km, Provinsi Sulawesi Barat ke Makassar adalah 413,75 km, dan Provinsi Sulawesi Selatan ke Makassar adalah 260,95 km. Hal ini akan mempertinggi biaya transportasi yang akan dikeluarkan, untuk itu perlu dipertimbangan lagi dalam menentukan lokasi pendirian pabrik pengolahan tersebut. Harga limbah biomassa kelapa sawit berupa cangkang sawit adalah Rp 300,00; batang kelapa sawit (re-planting) adalah Rp 30.000,00 per batang; Harga kelapa dalam adalah Rp 1.000,00 s/d Rp 1.200,00 per biji; limbah tempurung dan serabut seharga Rp 100,00 s/d Rp 150,00 per kg. Diperlukan studi kelayakan lanjutan yang lebih mendalam terhadap potensi kelapa dalam per kabupaten yang produksinya besar, terutama di wilayah Sulawesi Tengah.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
20
DAFTAR PUSTAKA BKPM. (2012). Komoditi Kelapa. Retrieved Agustus 18, 2012, from BKPM Indonesia Investment Coordinating Board: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodity. php?ic=53 BPS Provinsi Sulbar. (2012). Sulawesi Barat dalam Angka. Retrieved Agustus 18, 2012, from Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat: http://sulbar.bps.go.id/?link=publikasi&mode=deta il&id=90 BPS Provinsi Sulsel. (2012). Sulawesi Selatan dalam Angka. Retrieved Agustus 18, 2012, from Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan: http://sulsel.bps.go.id/arc/8/publikasi-rutin-2012 BPS Provinsi Sulteng. (2012). Sulawesi Tengah dalam Angka. Retrieved Agustus 18, 2012, from Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah: http://sulteng.bps.go.id/index.php/201108-14-07-10-18/rutin/sulawesi-tengah-dalam-angka-2012.html BPS Sultra. (2012). Statistik harga produsen perdesaan provinsi sultra. Retrieved Agustus 18, 2012, from Badan Pusat Statistik Provinsi Sultra: http://sultra.bps.go.id/arc/201205/files/search/ searchtext.xml Denita, N. A. (2011). Briket Ampas Sagu sebagai Bahan Bakar Alternatif. Bogor: Institut Pertanian Bogor. EBTKE. (2012). Potensi Energi Biomassa untuk Listrik. Retrieved Agustus 17, 2012, from Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi: http://ebtke.esdm.go.id/energi/ energi-terbarukan/bioenergi/175-potensi-energi-biomassa-untuk-listrik.html Goenadi, D., Susila, W., & Isroi. (2008). Pemanfaatan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Alternatif Terbarukan. Retrieved Agustus 18, 2012, from http://isroi. com/2008/03/12/pemanfaatan-produk-samping-kelapa-sawit-sebagai-sumber-energialternatif-terbarukan/ Ma, A., Choo, Y., & Cheah, K. (2003). Development of Renewable Energy in Malaysia. Malaysia: Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Suharmanto, H. (2012). Tinjauan Studi Pembuatan Briket Arang. Retrieved Agustus 15, 2012, from http://harmansuharmanto.blogspot.com/2012/01/tinjauan-studi-pembuatan-briketarang.html Sulaiman, S. (2009). Biomassa gasifikasi (biomassa di sekitar kita). Retrieved Agustus 15, 2012, from http://www.slideshare.net/ss170952/gasifikasi-pelatihan-theory Vidian, F. (2008). Gasifikasi Tempurung Kelapa Menggunakan Updraft Gasifier pada Beberapa Variasi Laju Alir Udara Pembakaran. Jurnal Teknik Mesin Vol.10 , 88-93.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
21
Lampiran 1. Profil Perusahaan Kelapa Sawit di Sulawesi 1.
PTPN 14 PTPN 14 terletak di Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan, yang berdiri mulai tahun 1982 dan mulai pembangunan pabrik pada tahun 1991, memiliki kebun inti seluas 3.793 Ha dan Plasma seluas 8.544 Ha. Jenis bibit yang ditanam di kebun adalah Dura dan Tetra. Pada pelaksanaan produksi PTPN 14 memiliki kapasitas produksi 30 ton/jam dalam 1 hari dapat memproduksi 400-500 ton/hari.
Potensi limbah cair maupun padat yang dihasilkan sebanyak 10.368 ton/bulan. Tetapi berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapat bahwa limbah-limbah tersebut sudah dimanfaatkan, kecuali adanya kerjasama lebih lanjut ke Management Pusat PTPN 14.
Kapasitas porduksi PTPN 14 adalah 30 ton/jam, waktu kerja ada 2 shift (@ 8 jam/shift). Hasil CPO langsung dibawa ke pelabuhan ITT sejauh 120 km dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS). PTPN 14 sudah mulai melakukan kegiatan re-planting (penanaman kembali tanaman sawit muda) secara bertahap, pada pelaksanaanya batang yang sudah ditebang dihancurkan dan dibiarkan membusuk agar menjadi humus dan ada juga yang dijual dengan harga Rp 30.000,00 per batang, namun belum termaksud biaya tebang dan angkut serta tenaga kerja,
2.
PT Bumi Maju Sawit (PT BMS) PT Bumi Maju Sawit merupakan perusahaan swasta yang bekerjasama dengan PTPN 14 dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2017, terletak di Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan, tidak memiliki kebun inti dan hanya menerima TBS dari tanaman inti PTPN 14 atau tanaman plasma masyarakat, setelah kontrak kerjasama habis maka seluruh asset yang ada akan diberikan kepada PTPN 14. Berdasarkan pengamatan di lapangan kondisi jalan tidak terawat sehingga akses jalan keluar masuk pabrik menjadi lama sehingga berdampak pada biaya angkut yang tinggi (Âą Rp 700.000 / ton sampai Makassar).
Kapasitas mesin pengolahan PT BMS adalah 60 ton/jam dengan lama kerja dalam 1 hari sebanyak 2 shift (@ 8 jam) atau 400-500 ton CPO/ hari. Potensi limbah cair maupun padat yang dihasilkan sebanyak 10.368 ton/bulan, tetapi berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapat bahwa limbah-limbah tersebut sudah dimanfaatkan. Cangkang sawit dan fiber sebanyak 1.008 ton digunakan untuk kebutuhan bahan bakar mesin Boiler dan kelebihan
22
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
limbah cangkang sawit dibeli dan dikontrak oleh Pokhan (Pabrik Pakan Ternak) dengan harga Rp 300 /kg. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebanyak 2.880 ton dikembalikan ke areal sebagai mulsa. Limbah cair sebanyak 6.480 ton telah dikerjasamakan atau dijual kepada Vale (INCO) Tambang Nikel Soroako Sulawesi Selatan. 3.
PT Pasang Kayu dan PT Letawa (Astra Agro Lestari) PT Pasang Kayu merupakan salah satu perusahaan kelapa sawit milik group Astra yang mulai penanaman tahun 1991, berlokasi di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pasang kayu Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat, yang merupakan 100% kebun Inti dengan kapasitas produksi sebanyak 60 ton/jam TBS dengan Volume produksi sekitar 1.500-1.600 ton per hari dalam 3 shift (@ 8 Jam kerja).
Potensi limbah cair maupun padat yang dihasilkan sebanyak 28.800 ton/bulan, limbahlimbah tersebut sudah dimanfaatkan, diantaranya, cangkang dan fiber sebanyak 2.800 ton dipergunakan untuk kepentingan sendiri sebagai bahan bakar mesin Boiler, bahkan berdasarkan informasi dari KTU masih kekurangan sehingga perlu didukung dari PKS dalam group Astra Agro lestari. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebanyak 8.000 ton dikembalikan ke areal sebagai mulsa. Limbah cair sebanyak 18.000 ton dijadikan pupuk cair yang dikembalikan ke tanaman.
Dalam pelaksanaan pengambilan data di lapangan sangatlah terbatas dikarenakan adanya peraturan perusahan yang menetapkan untuk tidak mengeluarkan data secara detail tanpa sepengetahuan dari Management Pusat Astra Agro Lestari.
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
4.
23
PT Unggul Widya Teknonogi Lestari PT Unggul Widya Teknologi Lestari terletak di Kecamatan Baras Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat, dengan kapasitas mesin produksi 60 ton/jam CPO atau sekitar 1.200-1.400 ton/hari dilakukan dalam 3 shift waktu kerja dalam satu hari. Memiliki kebun inti 40 % atau sekitar 8.000 Ha dan kebun Plasma 60 %. PT Unggul Widya Teknologi Lestari memiliki pelabuhan sendiri yang terletak di Kabupaten Bone Manjeng yang berjarak 30 Km dari Pabrik Kelapa sawit. Jalan Akses dari jalan poros atau jalan aspal menuju pabrik pun sangatlah baik yang hanya berjarak 8 Km. Potensi limbah cair maupun padat yang dihasilkan sebanyak 28.800 ton/bulan. Tetapi berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapat bahwa limbah-limbah tersebut sudah dimanfaatkan. Limbah padat berupa cangkang sawit dan fiber sebanyak 2.800 ton, sebagian kecil dipakai untuk bahan bakar mesin Boiler dan kelebihannya sudah dijual atau telah dikerjasamakan dengan Polandia. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebanyak 8.000 ton dikembalikan ke areal sebagai mulsa. Limbah cair sebanyak 18.000 ton dijadikan pupuk cair yang dikembalikan ke tanaman. 
24
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
25
26
BIOENERGI UTAMA INDONESIA
M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986. Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993 melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis, Jerman, Jepang, dan Austria. Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA. Penghargaan yang pernah diperoleh LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman, Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan di IPB. Alamat Lengkap: Jl. Malabar Ujung No. 27 RT 04/03, Tegalmanggah, Bogor 16144 Telp & FAX : 0251-835715, HP: 0811580150 Email : syukrimnur@gmail.com
Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis dan Agroindustri. Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur di PT. Kutai Mitra Energi Baru. Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian, teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.