AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH STRATEGI PENGEMBANGAN KEMITRAAN AGROINDUSTRI TERPADU DI ERA OTONOMI DAERAH
OLEH: M. SYUKRI NUR
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH PENYUSUN: M. Syukri Nur DISAIN/LAYOUT: Sandi Yusandi PENERBIT: PT Calprint Indonesia Sampoerna Strategic Square, S outh Tower Level 19 Jl. Jend. Sudirman Kav. 45-46, Jakarta 12930 Phone: +62 21 57950855, Fax: +62 21 57950850 ISBN 978-602-95060-1-3 PERCETAKAN: CV BOROBUDUR Printing Cetakan Pertama, Juli 2009
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Agroindustri untuk Otonomi Daerah: Strategi Pengembangan Kemitraan Agroindustri Terpadu Di Era Otonomi Daerah.
Pemikiran dasar untuk strategi pelaksanaan dan pengembangan agroindustri di daerah dengan membangun kemitraan kerja dan kesepadanan bagi hasil antara petani dan koperasi, perusahaan dan pemerintah daerah, serta mitra usaha nasional.
P e nnyusun yusun yusun: M. Syukri Nur
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit. Ketentuan Pidana Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002. 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
> AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
i
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PRAKA TA PRAKAT Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan butir-butir pemikiran yang harus disampaikan pula ke segenap insan dunia untuk mengambil sisi manfaatnya, terutama pada sisi pemanfaatan pemikiran ini untuk pembangunan agroindustri di daerah. Pembangunan Indonesia di era otonomi daerah memerlukan pemikiran-pemikiran yang tajam dan tindakan pelaksanaan yang lebih bijkasana dengan melibatkan semua komponen pengambil kebijakan dan pelaku ekonomi daerah. Mulai dari tingkat petani yang tergabung dalam asosiasi maupun kelembagaan koperasi, perusahaan daerah dan pemerintah daerah, dan pengusaha yang menjadi mitra, serta lembaga keuangan bank dan non bank. Bahkan lembaga penelitian dan universitas yang sudah tersedia dan bekerja di masing-masing wilayahnya. Buku ini disebut butir-butir pemikiran karena terdiri dari artikel-artikel yang tertulis sepanjang pengalaman penulis berinteraksi dengan pustaka, petani, koperasi, pengusaha, dan pejabat daerah untuk menggagas perwujudannya di masyarakat. Tak ubahnya dengan mutiara yang menjadi contoh butiran, maka perlu dirangkai menjadi sebuah “gelang atau rantai� yang dapat dipakai dan digunakan. Boleh jadi kami hanya sempat melahirkan butiran ini namun pemirsa berkesempatan merangkai dan mewujudkannya. Buku “Agroindustri untuk Otonomi daerah� ini dimulai dengan pemahaman agroindustri, penggalian potensi sumberdaya alam daerah, identifikasi pelaku bisnis dan pengambil kebijakan yang dapat berperan sebagai langkah nyata otonomi daerah, kemudian pemikiran untuk menjalankan agroindustri daerah dengan berbasis pada kemitraan kerja dan potensi keuntungan sesuai dengan proporsi tanggung jawab dan hak masing-masing. Kemudian dituliskan pula kriteria yang sistematis dan dapat dikuantifikasi untuk menilai kemitraan tersebut. Diakhir tulisan disampaikan pemikiran dasar bagaimana sumberdaya manusia yang terdidik dari kampus dan yang tersedia di daerah dapat dididik menjadi wirausaha melalui inkubator bisnis untuk menopang kelanjutan dan pengembangan agroindustri di daerah. Karena bersifat butiran pemikiranlah maka banyak celah yang harus diisi oleh penulis dan pemirsa. Ter utama disisi kelayakan finansial dan hukum karena jarak jangkauan pemikiran kami yang terbatas. Semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah dan rahmat-Nya supaya kita terus dapat mencari dan menemukan ridho-Nya melalui pemikiran dan pelaksanaan agroindustri di Indonesia. Amin. Jakarta, Juli 2009 M. Syukri Nur
ii
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
UCAP AN TERIMAKASIH UCAPAN Pada kesempatan ini penulis haturkan ucapan terimakasih kepada rekan-rekan di Agritech Research, SEAMEO BIOTROP, PT. Virama Karya, PT. Tekno BIG Nusantara, dan PT. Mitra Tani Tekno Nusantara, serta Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sulawesi Selatan, Koperasi Primer INTI AGRO yang telah memberikan wacana berpikir dalam diskusi dan perdebatan hangat untuk membangun kesamaan visi di bidang pertanian secara luas, khususnya pelaksanaan dan pengembangan agroindustri di Indonesia. Kesan yang mendalam dalam diskusi dan perdebatan juga memberikan satu semangat tersendiri dalam pelaksanaan dan pengembangan agroindustri Indonesia bersama H. Idrus Hafied, Nurdiana, Nurdianto, Ivan Donovan, Arif, Suwito, Prayitno, Winarno Arifin, dan Ahmad Yani. Juga kepada Istriku Sulastri yang selalu tabah bersama ananda Nurfajriah Julianti Syukri dan Nur Ramadani Meliani Syukri ketika tulisan ini mulai dibuat di awal Ramadhan 1425 H. Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Penebar Swadaya yang telah menerbitkan tulisan ini dalam bentuk buku.
> AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
iii
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
DAFT AR ISI AFTAR Prakata
ii
Ucapan Terimakasih
iii
B A B 1 Prinsip Dasar Agroindustri Pengertian agroindustri Interaksi antra subsistem Kelayakan pelaksanaan agroindustri Enam faktor penentu agroindustri
2 3 4 5
B A B 2 P er encanaan Ka w a s a n A ggrr oindustri Di Daerah erencanaan Kaw Pendahuluan Pewilayahan komoditi Dukungan Pemda dan DPRD Dukungan infrastruktur Dukungan sumberdaya manusia Dukungan lembaga keuangan Ketersediaan pelaksana agroindustri Jaringan pemasaran untuk mencapai target pasar
12 13 20 21 21 22 22 23
B A B 3 Kemitraan Untuk Agroindustri Peranan agroindustri Prinsip dasar kemitraan Kesepakatan kepemilikan saham Pengaturan Keuntungan Analisa sistem agroindustri Keunggulan dan kelemahan Strategi dan langkah taktis Dampak dan kendala Penutup
26 27 33 33 34 36 39 40 41
B A B 4 Mengukur Kinerja Agroindustri Sistem Kemitraan di Daerah Kepentingan agroindustri daerah Sistem bagi hasil Kriteria penilaian
44 46 48
iv
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
B A B 5 P er usahaan Daerah dan Ag r oindustri K emitraan Kemitraan Perubahan paradigma Kelayakan investasi dan ketidakjelasan Mewujudkan perusahaan daerah yang ideal Program kerja perusahaan Penutup B A B 6 R e vitalisasi K operasi untuk Membangun Koperasi CEO koperasi Langkah penertiban
54 55 56 61 63 66 67
BAB 7 Strategi P emilihan Mesin P abrikasi Ag r oindustri Pemilihan Pabrikasi Tujuan pendirian pabrik Sentra produksi dan bahan baku Prinsip teknis mesin-mesin pertanian SDM pengelola pabrik Penutup
76 77 78 81 82
emitraan Kemitraan B A B 8 Inkubator W irausaha Ag r oindustri Berbasis K Kelahiran ide inkubator wirausaha Filosopi kemitraan Konsep dasar inkubator Pelaksana inkubator Alur kerja Peluang bisnis untuk teknologi Peranan jasa keuangan dan perusahaan Penutup
86 87 89 89 90 91 92 93
D AFT AR PUST AKA AFTA TA
94
> AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
v
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 1
PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI
Tujuan P enulisan Penulisan Tujuan penulisan bagian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar agroindustri 2. Untuk menerangkan interaksi yang terjadi antara subsistem di dalam sistem agroindustri. 3. Untuk menjelaskan faktor penentu kelayakan pelaksanaan agroindustri. 4. Untuk memberikan beberapa saran strategis dan taktis dalam pelaksanaan konsep ini. Sasaran Penulisan ini merupakan sumbang saran kami yang ditujukan kepada praktisi, pengamat masalah pertanian, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah serta para pengusaha yang bergerak di sektor agroindustri di Indonesia.
> PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI
1
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PENGERTIAN AGROINDUSTRI
I
stilah agribisnis dan agroindustri dianggap sama dalam pelaksanaan usaha tani karena melibatkan empat subsistem yang saling berkaitan satu sama lain. Keempat subsistem tersebut adalah: (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi; (2) subsistem produksi pertanian atau usaha tani; (3) subsistem pengolahan hasil pertanian; (4) subsistem pemasaran hasil-hasil pertanian (Desai, 1974 dalam Saragih, 2004). Keterkaitan empat subsistem tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Empat subsistem penyusun agroindustri dan subsistem layanan pendukungnya. Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa pertanian itu tidak hanya sistem budidaya yang kerapkali kita saksikan dimana petani mengolah lahannya kemudian memberi pupuk dan memanen serta menjualnya. Namun lebih dari itu, harus didukung oleh penyediaan sarana produksi seperti benih, pupuk, modal, ilmu pengetahuan dan teknologi, manajemen, tenaga kerja dan kelembagaan. Panen petani juga harus diolah, dikemas, dan dipromosikan untuk mencapai konsumen sehingga diperoleh nilai tambah ekonomi. Jika pertanian hanya dianggap sebagai budidaya maka nilai tambah ekonomi yang diperoleh dari produk sebatas harga produk dikurangi dengan biaya tanam. Namun jika dianggap sebagai bisnis apalagi dikembangkan sebagai industri dengan istilah agroindustri maka akan diperoleh nilai tambah ekonomi yang lebih besar. Sebagai ilustrasi, kopi yang dijual petani Rp 15.000/ kg dapat berubah menjadi Rp.250.000,-/kg karena sudah diolah menjadi kopi instan dengan kombinasi susu, dan penyajian dalam bentuk kemasan dan suasana di restoran ataupun kafe. Kondisi ideal untuk memberikan nilai tambah ekonomi bagi pertanian tidaklah semudah membalik telapak tangan karena sejumlah kendala masih menghadang para pelakunya. Bahkan setiap interaksi antar subsistem, pelaku masih bersikap menang sendiri tanpa ada kepedulian
2
PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
untuk saling berbagi kerja apalagi berbagi keuntungan. Pelaku pada subsistem I umumnya pengusaha dan perorangan, sedangkan pada subsistem II sudah pasti petani dengan segala kelemahannya dibidang teknologi, manajemen, pengolahan dan akses pasar. Pelaku di subsistem III dan IV dikuasai oleh perusahaan dengan kekuatan modal, teknologi, dan pasar. Penyebabnya mungkin karena pelaku di setiap subsistem itu berbeda kekuatannya. Mungkin juga karena pengaruh mekanisme pasar.
INTERAKSI ANTAR SUBSISTEM Kendati telah teridentifikasi empat subsistem tersebut oleh analis dan peneliti pertanian, namun dalam kenyataannya setiap subsistem tersebut masih dilaksanakan secara parsial baik oleh setiap petani, perusahaan kecil, pengumpul, pedagang kecil, dan pedagang besar. Akibatnya setiap subsistem ke subsistem lainnya akan mengalami empat hal yaitu:
Pertama , selalu terjadi posisi tawar menawar karena setiap pelaku dalam subsistem tersebut berupaya keras mendapatkan keuntungan dari setiap produk atau kerja yang dihasilkannya. Keuntungan yang diperoleh oleh pelaku dari setiap subsistem tidak mungkin dibagihasilkan dengan pelaku lainnya. Bahkan usaha tani pada komoditi yang sama, sering terjadi persaingan terhadap sesama pelaku untuk mencapai keuntungan maksimum kendati menggunakan istilah persaingan pasar. Kedua , jika terjadi kerugian pada satu subsistem baik oleh pelaku maupun akibat dari subsistem lainnya maka tak dapat diharapkan pelaku dan subsistem lainnya untuk membantu kerugian tersebut. Kata lain adalah keuntungan dan resiko dinikmati/ditanggung sendiri. Ketiga , pada setiap subsistem ke subsistem lainnya terbuka peluang bagi pelaku di luar sistem yang memanfaatkan kelemahan yang tersedia. Terutama pada penguasaan subsistem pengadaan dan distribusi input pertanian. Umumnya, pelaku ini sering disebut pengijon yang memberikan â&#x20AC;&#x153;umpanâ&#x20AC;? lebih dulu kepada petani yang menjadi pelaku subsistem kegiatan produksi pertanian. Akibatnya adalah pengijon lebih berkuasa pada hasil akhir petani. Keempat, adalah setiap pelaku dan subsistem harus secara langsung berhubungan dengan pelaku di subsistem layanan pendukung terutama pada pinjaman kredit dari perbankan dengan persyaratan yang mungkin menyulitkan karena harus menyiapkan agunan dan persiapan adminsitrasi lainnya. Bagi pengusaha hal tersebut dapat diatasi namun kesulitan besar bagi petani yang umumnya bergerak sendiri.
> PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI
3
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
KELAYAKAN PELAKSANAAN AGROINDUSTRI Pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan) merupakan upaya pengelolaan sumberdaya alam melalui sistem usaha tani yang harus dikerjakan dengan lima kriteria kelayakan.
Pertama, layak teknis produksi yang mencakup dukungan potensi daerah dan lingkungannya untuk memproduksi bahan baku industri. Kondisi ini disebut pembentukan sentra produk untuk jaminan ketersediaan bahan baku industri pertanian. Pembentukannya harus sesuai dengan dukungan agroekologi dan perencanaan pemerintah daerah, serta ketersediaan infrastruktur yang membuktikan bahwa daerah memilikian kemauan keras untuk membangun wilayahnya menjadi wilayah agroindustri. Kemampuan untuk mendirikan dan mengelola pabrik yang akan mengolah dan mengemas hasil pertanian dan menjadikannya produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar sehingga mencapai target nilai tambah ekonomi.
Kedua, layak manajemen yang berarti ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) dan dukungan kelembagaan untuk mendukung suatu usaha yang akan dilaksanakan. Ketersediaan SDM ini dapat diperoleh melalui serapan tenaga kerja untuk katagori petani dan penyuluh pertanian, operator mesin, pemelihara mesin, dan supervisor serta perencana dan pengambil keputusan di tingkat perusahaan. Bahkan dukungan SDM juga diperlukan dalam kelembagaan pemerintah, koperasi, dan lembaga keuangan (bank dan non-bank) untuk mendapatkan kesamaan persepsi kendati langkahnya berbeda sesuai dengan target dari lembaga yang diwakilinya. Ketiga, layak keuangan yang berarti tersedia informasi yang akurat mengenai sumber dana dan penggunaannya ser ta nilai-nilai yang meyakinkan untuk investasi. Prinsip dasar dalam bagin ini adalah semua hal tentang keuangan haruslah akuntable dan feasible sehingga investor ataupun lembaga keuangan akan yakin dengan dana yang diinvestakannya Keempat, layak pasar yang menunjukkan potensi pasar dan sistem jaringan pasar yang dibuat untuk mendukung unit usaha tersebut. Kelayakan pasar di dalam agroindustri ini tidak sebatas kemampuan membaca potensi yang dapat diserap pasar tetapi pada informasi akurat tentang kepastian pembelian, harga, waktu, dan kapasitas serapan produk serta jaminan pembayaran dengan melibatkan sistem perjanjian yang normal dilakukan diantara pelaku bisnis.
4
PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Kelima, Layak sosial dan ekonomi, dan hukum yang menunjukkan bahwa unit usaha yang mengerjakan suatu usaha telah memiliki bentuk hukum yang jelas serta hasil kegiatannya berdampak positif pada masyarakat dan memberikan nilai ekonomi pada wilayah tersebut. Menurut Sumodiningrat (2004), pertanian harus dijalankan sebagai bentuk usaha ekonomi produktif dan dikelola secara moderen, profesional, dan berorientasi keuntungan. Posisi petani harus dipersepsikan sebagai subyek pembangunan dan dipersiapkan secara aktif menjadi seorang pengusaha. Pada akhirnya mereka mampu mentransformasikan usaha pertanian menjadi salah satu sektor bisnis yang menguntungkan sehingga layak bank. Untuk mencapai target tersebut, Sumodiningrat (2004) menyarankan lima langkah yang harus dijalani yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Harus dilakukan transformasi usaha pertanian ke dalam sistem agrobisnis. Arus utama anggaran pemerintah dalam mendukung usaha pertanian Kerangka regulasi yang jelas dan penegakan hukum yang tegas. Perlindungan, pelestarian dan revitalisasi kearifan lokal dan kelembagaan ditingkat petani. Penguatan peran pemerintah daertah dalam pemberdayaan petani. Pemerintah daerah harus berperan untuk menanamkan pengertian bahwa pertanian adalah sumber kesejahteraan petani yang harus dikelola secara profesional dan berdaya saing tinggi.
Aplikasi kelima langkah yang disampaikan oleh Sumodiningrat (2004) dapat dijalankan pada satu sistem usahatani dengan melibatkan tiga stakeholder utama yaitu petani, pemerintah daerah, dan pengusaha dalam satu unit usaha berbadan hukum yang disebut perusahaan terbatas (PT) Patungan. Hal inilah yang mendasari lahirnya konsep kemitraan dalam mengembangkan agroindustri di suatu daerah.
ENAM FAKTOR PENENTU AGROINDUSTRI Enam faktor penentu untuk pelaksanaan dan pengembangan agroindustri yang baik dalam skala ekonomi di suatu daerah: 1. Kawasan Agroindustri Kawasan industri di suatu daerah harus ditentukan berdasarkan kesesuaian agroekologinya dengan mempertimbangkan kondisi tanah, iklim, topografi serta nilai ekonomi komoditi yang akan diusahakan. Kesesuaian agroekologi tersebut menunjukkan daya dukung teknis lingkungan yang kemudian ditindaklanjuti dengan daya dukung ekonomi dan kebijakan
> PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI
5
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
pemerintah daerah. Kawasan agroindustri juga harus sesuai dengan perencanaan tata ruang daerah yang dituangkan dalam bentuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga Rencana Tata Ruang Teknis. Kenyataan yang ada, pemerintah daerah belum mempertimbangkan dan menentukan sentrasentra produksi untuk agroindustri. Pembentukan sentra produksi terjadi secara alamiah dengan munculnya pemukiman yang dikerjakan oleh masyarakat karena keterdesakan ekonomi untuk mencari lahan-lahan pertanian baru. Akhirnya terjadilah sentra pertanian dadakan yang bercampur dengan pemukiman. Bahkan kecenderungan yang terjadi pemukiman dan daerah industri mengalahkan kepentingan sentra pertanian. Contoh kasus adalah pengubahan lahan sawah atau kawasan konservasi menjadi kawasan pemukiman. 2. P abrikasi Ag r oindustri Pabrikasi Kawasan industri harus juga didukung oleh pabrikasi yang akan mengolah barang mentah (hasil/produksi) dari pertanian menjadi barang setengah jadi. Langkah ini disebut pengolahan pasca panen. Keunggulan dengan berdirinya suatu pabrik di daerah yang menjadi mata rantai sistem produksi pertanian adalah memberikan jaminan kualitas dan kuantitas produk, serta ketepatan waktu sehingga memudahkan dalam penentuan harga pasar. Kondisi sebagian besar kawasan agroindustri yang dicanangkan di suatu daerah belum memiliki pabrikasi sehingga petani selalu menghadapi kendala jaminan pasar dan â&#x20AC;&#x153;permainan hargaâ&#x20AC;? baik dalam skala lokal maupun nasional. 3. K ualitas Sumber da elaksana Kualitas Sumberda dayy a Manusia dan Or g anisasi P Pelaksana Agroindustri memerlukan dukungan sumberdaya manusia (SDM) dan bentuk organisasi yang baik dan efisien. Kuantitas dan kualitas SDM harus mampu menunjukkan kinerja yang bagus sebagai bentuk pemahaman yang tinggi pada profesionalisme industri. SDM tersebut juga harus merata pada semua strata baik pada aparat pemda maupun di tingkat praktisi baik pengusaha lokal maupun pada tingkat petani. Perseroan Terbatas merupakan bentuk organisasi pelaksana agroindustri yang profesional dan memiliki kekuatan hukum yang baik dalam setiap transaksi bisnis tanpa harus memikirkan terlebih dahulu fungsi-fungsi sosial kepada masyarakat. Hal inilah yang menjadi harapan untuk melahirkan Perusahaan Daerah yang berperan sebagai kanal pemasukan dana pembangunan daerah.
6
PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Namun demikian, harapan tersebut ternyata masih jauh dari kenyataan. Pelaksana yang dapat digolongkan perencana dan pelaksana baik pada tingkat pemerintah daerah dan pelaksana teknis di lapangan belum tersedia dalam jumlah kualitas yang bagus untuk mendukung agroindustri di suatu daerah. Kenyataan lain, Perusahaan daerah (Perusda) masih dianggap lembaga yang non-profit karena “ruh” pelaksananya ditempati mantan-mantan pejabat yang memiliki hubungan erat dengan pejabat yang sedang berkuasa. Akibatnya adalah peluang-peluang bisnis tidak dapat ditangkap dan dikerjakan dengan baik. Penempatan dana pemda menjadi sia-sia. Alhasil, jadilah perusda “momok” bagi sebagian besar aparat pemda dan masyarakat di daerah. Jika demikian, apakah institusinya yang dilikuidasi ataukah direksi dan komisarisnya yang diganti? Jawabnya terletak pada pengembalian tujuan pendirian perusda yaitu untuk mencari dana pembangunan daerah sehingga aspek akuntabilitas, bankable, dan profesionalitas menjadi prioritas dalam penempatan SDM. Organisasi yang potensial juga untuk membangun agroindustri daerah adalah koperasi karena memiliki jaringan kerja yang cukup baik. Tak ubahnya dengan induk perusahaan “holding company” dengan sejumlah anak perusahaannya di setiap kabupaten dan kotamadya. Peranan ini akan bertambah baik jika mampu melaksanakan penertiban pada sisi logika dan niat; organisasi dan anggota; rencana dan usaha; administrasi dan keuangan; serta melakukan evaluasi dan pengawasan. 4. Dukungan Finansial Tanpa dukungan finansial dari pemerintah, petani, maupun mitra usaha serta lembaga keuangan maka pelaksanaan agroindustri di suatu daerah akan menjadi hayalan belaka. Lembaga keuangan dapat berasal dari bank, asuransi, dan reksadana. Saat ini lebih banyak diperoleh dukungan finansial dari bank dalam bentuk kredit. Pada masa mendatang, diharapkan lembaga perbankan dapat lebih aktif mendukung pelaksanaan agroindustri secara teknis ke para pelakunya dengan memberikan bantuan panduan penyusunan rencana bisnis dan rencana anggaran, serta informasi harga dan kebutuhan pasar. 5. JJaring aring an P asar dan P emasaran aringan Pasar Pemasaran Jaringan pasar dan sistem pemasaran yang baik sangat diharapkan dalam pelaksanaan agroindustri di daerah. Jaringan pasar dapat dibentuk dalam skala lokal di tingkat provinsi maupun nasional dan internasional yang sangat tergantung pada kemampuan kerjasama dengan mitra usaha. Oleh karena itu, bagian ini harus digunakan sebagai kriteria penentu dalam menjalin kerjasama dengan mitra usaha nasional.
> PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI
7
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Kelemahan mendasar bagi daerah adalah ketidakmampuan menjalin mitra usaha yang memiliki jaringan pasar, baik dalam skala nasional maupun internasional. Kelemahan ini mengakibatkan rendahnya semangat petani dan dinas-dinas terkait untuk mendukung penuh sektor pertanian sebagai basis agroindustri di daerahnya. endukung Ag r oindustri 6. P enentuan Sistem P Penentuan Pendukung Daerah juga memerlukan sistem yang dapat mendukung kelima faktor tersebut supaya mendapatkan hasil yang baik. Filosopi yang sederhana dan patut digunakan adalah “Semua Untung” atau “Win-Win Solution” atau “Semua Kebagian”. Semua pihak yang terlibat baik itu petani, pemerintah, maupun mitra usaha harus mendapatkan keuntungan finansial dan sosial ekonomi yang proporsional sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kenyataan yang ada tidak semua sistem yang dikembangkan memiliki filosopi tersebut. Masingmasing pihak, terutama petani belum mendapatkan posisi tawar yang bagus sehingga mereka selalu mengalami kerugian. Disisi lain pengusaha dengan keunggulan strategi dan taktis telah mampu meraup keuntungan besar dengan kendati hanya memperhatikan sedikit “kepentingan” aparat pemerintah. Tanggung jawab sosial bagi masyarakat di wilayah kerjanya masih menjadi wacana. Kondisi ini tidak dapat diubah oleh pemda karena rancangan pelaksanaan sistem pendukung agroindustri tidak dipelajari dengan baik dan bijak. Berdasarkan kerangka pemikiran dengan menggunakan enam faktor penentu tersebut, maka siapapun pelaku agroindustri di daerah harus mampu menyatukan persepsi masyarakat dan pemerintah daerah serta pelaku lainnya dalam pengembangan sistem agroindustri di daerahnya.
8
PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
> PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI
9
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
10
PRINSIP DASAR AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 2
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
Tujuan penulisan bagian ini adalah: 1. Memberikan informasi dasar mengenai strategi penentuan kawasan agroindustri di daerah dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan daerah. 2. Penentuan aspek-aspek pendukung untuk melaksanakan pengembangan kawasan agroindustri tersebut dilihat dari segi sarana dan prasarana, ketersediaan sumberdaya manusia, dan lembaga keuangan, serta kelembagaan di pemerintahan dan DPRD. Sasaran Sasaran penulisan ini adalah agar keterlibatan pemerintah dan aparatnya serta DPRD di suatu daerah dapat lebih jelas dan berdasar sehingga tidak setengah hati dalam mengembangkan potensi daerahnya untuk agroindustri. Ruang lingkup Pemahaman komoditas pertanian harus menyangkut tanaman pangan, perkebunan, hortikulutura, peternakan, perikanan dan kelautan yang memerlukan suatu areal dan keterlibatan manusia dan kelembagaan sehingga ruang lingkup pembahasannya dibagi menjadi tujuh bagian. Ketujuh bagian tersebut adalah Pewilayahan Komoditas; Dukungan Infrastruktur; Dukungan SDM; Dukungan Pemda dan DPRD; Ketersediaan Pelaksana Agroindustri; Dukungan Lembaga Keuangan; dan Jaringan Pemasaran untuk Mencapai Target Pasar.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
11
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PENDAHULUAN
K
emampuan pemerintah daerah untuk mengenali potensi wilayahnya sehingga dapat dijual kepada investor atau mitra usaha merupakan strategi penting dalam menjalankan roda pembangunan di daerah. Terutama pada daerah-daerah yang masih mengandalkan pertanian sebagai tulang punggung ekonomi. Hal ini harus segera dipahami dan dilaksanakan oleh Bupati dan jajarannya supaya dapat menerapkan peluang bisnis dalam kerangka pelaksanaan otonomi di daerahnya. Jika investor atau mitra usaha datang pada suatu daerah, terkadang informasi potensi wilayah tersebut disajikan dalam bentuk informasi kualitatif, tanpa mempertimbangkan kemampuan atau daya dukung daerahnya. Hasil adalah data statistik yang tidak akurat. Terutama dalam penentuan luasan dan lokasi yang tepat untuk pengembangan agroindustri di daerah. Investor atau mitra usaha datang pada suatu daerah memiliki misi bisnis. Namun secara keseluruhan mereka menginginkan suatu kontrol pada sentra produksi yang dibangun sehingga dapat menentukan kuantitas, kualitas, waktu, jarak distribusi, serta harga produk yang akan dijual ke pasar. Jika kelima faktor tersebut tidak terpenuhi maka investor/mitra usaha akan pasti tidak berminat menanamkan modalnya. Jadi pengelola daerah jangan hanya ter paku pada jargon sosial seperti perluasan kesempatan tenaga kerja dan pembangunan ekonomi masyarakat, karena ujung-ujungnya selisih antara nilai jual dan biaya produksi yang dipertimbangkan keuntungan bagi investor/mitra usaha.
Hal inilah yang mendasari argumentasi kenapa suatu daerah segera perlu menetapkan kawasankawasan produksinya, baik untuk kawasan pertanian maupun untuk kawasan-kawasan konservasi bahkan pertambangan. Penetapan suatu kawasan agroindustri berarti telah membuat langkah awal dalam kepastian hukum dan perlu ditindaklanjuti dengan kondisi sosial yang kondusif untuk terselenggaranya agroindustri yang dijalankan oleh pengusaha. Penetapan kawasan tersebut seyogyanya mempertimbangkan pertama kali aspek agroekologi, kemudian penentuan kebijakan sosial dan ekonominya yang diperlukan untuk menunjang kondisi tersebut. Jika langkah ini terbalik maka resiko yang harus dibayar oleh masyarakat maupun pemerintah tentu akan lebih mahal karena kondisi alam tak mampu mendukung rencana tersebut kecuali harus dilakukan investasi mahal untuk mengubahnya. Perubahan kondisi alam inilah yang kelak menjadi bencana namun harus dihindari melalui perencanaan yang sistematis dan berbasis pada kearifan penggunaan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
12
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PEWILAYAHAN KOMODITI Pewilayahan komoditi adalah upaya manusia untuk mengenal karakteristik lingkungan dan beradapatasi dengan alam sehingga mendapatkan dukungan terhadap semua tindakan dalam sistem usahataninya. Usahatani ini melibatkan komoditi yang digunakan untuk tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, dan hortikultura, bahkan agroforestri. Pengertian tersebut juga perlu dipertajam dengan mempertimbangkan tidak hanya aspek iklim (Sering disebut Kesesuaian Agroklimat), tetapi semua aspek seperti tanah (Kesesuaian Tanah), daya adaptasi tanaman atau ternak, dan kemampuan manusia untuk mengatasinya dengan melibatkan tenaga, waktu, dan modal serta ketersediaan teknologi yang dimilikinya. Irsal et al (1990) mengemukakan konsepsi dasar pewilayahan (zonasi) komoditi secara bertahap diawali dengan studi agroekologi utama yang hanya mempertimbangkan faktor bio-fisik, yaitu iklim, tanah dan topofisiografi. Faktor lingkungan biologis, sosial ekonomi, kebijaksanaan/politik dan faktor penunjang lainnya dipertimbangkan pada tahap-tahap berikutnya (Gambar 1.) Pakar Perhimpi (1989) dalam Irsal (1992), Penggunaan faktor iklim dan topografi sebagai parameter utama dalam pewilayahan komoditi suatu daerah didasarkan kepada beberapa pertimbangan antara lain: 1. Iklim dan topografi secara teknis operasional sangat sulit dimodifikasi. 2. Iklim merupakan salah satu komponen agroekosistem yang sulit didiga 3. iklim dalam batas tertentu dapat digunakan untuk mengindikasikan komponen agroekosistem lain, terutama faktor tanah dan vegetasi. Iklim menentukan kesesuaian lahan dari tiga sisi yaitu melalui kemungkinan tumbuh tidaknya suatu komoditi, tinggi rendahnya (magnitude) hasil panen, kemantapan stabilitas hasil komoditi.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
13
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar 2. Tahapan pembuatan zona komoditi prioritas berdasarkan zona agroekologi alamiah, faktor sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah, serta prasana fisik dan teknologi.
Gambar 2. menjelaskan tahapan pembuatan zona komoditi prioritas yang menjadi target utama pewilayahan komoditas berdasarkan pertimbangan, iklim, tanah, dan fisiografi. Ketiga aspek lingkungan itu dimasukkan dalam analisis untuk mendapatkan kejelasan informasi suatu wilayah sehingga ditetapkan sebagai zona agroekologi alamiah. Langkah selanjutnya adalah memasukkan pertimbangan teknologi dan fisik, prasarana yang tersedia dan kebutuhan ekologis setiap komoditi yang direncanakan atau yang akan diperoleh untuk mendapatkan hasil zona agroekologi pragmatik yang dapat dipilah menjadi zona agroekologi spesifik, zona potensi pertanaman, dan zona kesesuaian komoditi. Zona komoditi prioritas dapat diperoleh setelah dimasukkan faktor sosial ekonomi dan kebijaksanaan pemerintah.
14
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Hasil akhir berupa zona komoditas prioritas inilah yang dimanfaatkan karena bernilai informasi yang kuantitatif karena berisi data luasan, jenis komoditi, dan bahkan dapat ditambahkan peraturan-peraturan pengelolaan daerah dan aturan investasi sehingga investor dapat mengambil keputusan yang lebih cepat untuk menanamkan modalnya. Rincian-rincian masing-masing data yang diperlukan dari faktor iklim, tanah, dan fisiografi dalam pewilayahan komoditas sehingga diperoleh informasi lengkap kesesuaian wilayah terhadap suatu komoditi (Lihat Gambar 3). Tingkat kesesuaian ini dibuat dengan mempertimbangkan besaran biaya, teknologi, dan waktu yang akan digunakan untuk mengubahn kondisi tersebut. Nilai sesuai misalnya, akan berimplikasi bahwa lokasi tersebut lebih tepat digunakan untuk suatu komoditas tanpa mengeluarkan banyak biaya dan tenaga dalam mencapai hasil yang optimum. Hal ini berbeda dengan lokasi yang tidak sesuai, yang berarti bahwa lokasi tersebut memang tidak diperuntukan untuk suatu komoditi karena pertimbangan kemiringan lahan atau ketersediaan air yang minim, atau juga sudah diplotkan untuk kawasan konservasi.
Gambar 3. Rincian data yang diperlukan untuk penyusunan peta kesesuaian agroekologi dalam pewilayahan komoditas.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
15
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Alur pemikiran yang lebih sistematis dan spesifik telah diterapkan di Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur. Mulai dengan pemilihan 35 komoditi sampai pada penentuan sembilan komoditi yang layak secara ekonomi dikembangkan untuk agroindustri komoditi perkebunan di wilayah tersebut (Gambar 4). Konsep Departemen Pertanian RI menjelaskan bahwa komoditi Unggulan ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan nilai perdagangan, volume produksi, produktivitas, jumlah petani, keunggulan komperatif dan kompetitif, letak geografis. Pengembangan konsep pewilayahan komoditas sudah semakin pesat. Terlebih dengan kemajuan teknologi informasi, konsep tersebut juga telah didukung oleh sistem informasi geografi, penginderaan jauh, dan sistem pangkalan data (database system ) sehingga informasi yang diperoleh dapat segera diperbaharui sesuai dengan kondisi lapangan
Gambar 4. Skema penyusunan peta kesesuaian agroekologi untuk mengetahui potensi pewilayahan komoditas.
16
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Ilustrasi penggunaan alur pemikiran untuk konsep pewilayahan komoditas diberikan dengan mengambil contoh kasus kesesuaian kopi robusta (Tabel 1) yang dapat dibagi menjadi sangat sesuai (S1), sesuai (S2), cukup sesuai (S3) dan Tidak sesuai (N) yang diterapkan di wilayah Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (Gambar 5). usta Tabel 1. Kriteria kkesesuaian esesuaian lahan untuk kkopi opi r ob obusta
Hasil akhir adalah peta pewilayahan kopi robusta yang disajikan dalam bentuk peta (cetak atau digital) yang dapat disajikan kepada peminat (investor/mitra usaha). Peta seperti pada Gambar 4 untuk pewilayahan komoditi harus menunjukkan informasi luasan, lokasi, tipe tanaman, kondisi sosial ekonomi, tipe kebijaksanaan yang diterapkan. Bahkan perkembangan pelaksanaan konsep ini telah dapat menunjukkan nominal jika zona tersebut digunakan untuk suatu usahatani oleh investor atau mitra usaha.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
17
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar 5. Contoh kasus penerapan pewilayahan komoditas kopi robusta di Kabupaten Manggarai, provinsi Nusa Tenggara Timur (BKPM dan PT. Virama Karya, 2003). Salah satu perkembangan terakhir upaya mengembangkan konsep pewilayahan komoditi adalah OPOLIT AN yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial ekonomi, dan GROPOLIT OPOLITAN AGR teknologi. Bahkan pemerintah melalui Departemen Pertanian telah melakukan program sosialisasi untuk mendukung keberhasilan program tersebut di semua subsektor pertanian seperti peternakan, tanaman pangan, perkebunan, ditambah perikanan dan kelautan, serta kehutanan. Konsep pewilayahan komoditas ini oleh Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI untuk dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhannya dalam pengembangan sektor peternakan di seluruh Indonesia. Bahkan telah ada kebijakan politik untuk melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat pelaksana usaha peternakan (Gambar 6). Apabila pewilayahan komoditas ini dapat diterapkan pada suatu daerah maka berarti telah terbentuk suatu kawasan pertanian yang akan mendukung ketersediaan bahan baku daerah tersebut telah siap memasuki tahap selanjutnya sebagai daerah agroindustri. Daerah dengan. sentra-sentra produksi pertanian yang akan melaksanakan tahapan tanam, petik, olah, kemas, dan jual dengan berbasis pada pertanian.
18
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Hasil pewilayahan komoditas ini perlu didukung lebih lanjut lagi oleh pemerintah daerah dan DPRD, penyiapan sumberdaya manusia, lembaga keuangan, dukungan infrastr uktur, mekanisme kerjasama, serta pelaksana agroindustri.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
19
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
DUKUNGAN PEMDA DAN DPRD Jika suatu daerah sudah sesuai atau sangat sesuai untuk pengembangan komoditas demi pelaksanaan investasi agroindustri maka beberapa pertanyaan dasar muncul. 1. Apakah Pemda dan DPRD telah sepaham dan sepakat mengalokasikan wilayahnya untuk pendirian pabrik pengolahan hasil pertanian? 2. Apakah Pemda dan DPRD memberikan dukungan berupa insentif bagi mitra usaha atau pelaku bisnis berupa kemudahan perizinan, jaminan keamanan serta fasilitas untuk mendapatkan kredit? 3. Apakah Pemda dan DPRD bersedia menjalankan paradigma baru untuk “ Clear and Clean” dalam mendukung terciptanya iklim investasi dan ekonomi daerahnya ? Jika jawaban ketiga pertanyaan dasar tersebut adalah Tidak, maka dapat dipastikan juga bahwa terjadi kegagalan dalam membuat langkah awal untuk menjalankan roda ekonomi daerah. Kemudahan dan bebas biaya hanya sekadar fasilitas sederhana yang dapat merangsang pengusaha untuk berinvestasi. Demikian juga dengan persetujuan bupati/walikota dan DPRD tidak akan berarti apa-apa. Pengusaha membutuhkan kepastian hukum terhadap penggunaan kawasan dalam skala waktu yang sesuai dengan perhitungan ekonomi minimal 25 tahun. Dan paling ideal adalah 50 tahun. Sudah tentu kepastian hukum ini tidak dapat diganti hanya karena pergantian jabatan bupati/walikota ataupun anggota dewan. Jika persyaratan ini dipenuhi maka muncul konflik kepentingan lagi pada generasi pejabat di masa mendatang yang boleh jadi akan menyalahkan pejabat terdahulu yang terlibat langsung dalam persetujuan penggunaan lahan. Oleh karena itu, dukungan pemda dan DPRD yang paling ideal adalah penyertaan saham. Langkah tersebut membuktikan dengan jelas dukungan terhadap suatu investasi agroindustri. Pada sisi lain, akan menerima pendapatan untuk peningkatan PAD sebagai konsekuensi logis saham yang dimilikinya. Gagasan inilah yang juga memunculkan bahwa pemda bukan lagi hanya fasilitator tetapi aktor pembangunan ekonomi daerahnya dengan tidak hanya mengandalkan sumber pendapatan dari pajak dan retribusi. Untuk mencapai hal tersebut konsep kemitraan dalam agroindustri menjadi solusi terbaik karena melibatkan petani, pemerintah daerah dan pengusaha untuk keuntungan dan manfaat bersama dari suatu usaha. Kemitraan tersebut melibatkan komponen petani, pemda, dan pengusaha membentuk perusahaan patungan. Konsep ini dijelaskan dalam tulisan “Agroindustri Berbasis Kemitraan Melalui Pembentukan Perusahaan Patungan.”
20
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
DUKUNGAN INFRASTRUKTUR Dukungan prasarana jalan utama, ketersediaan listrik, air bersih dan pelabuhan laut dan udara merupakan dukungan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengundang pengusaha ke suatu daerah. Terutama jika sudah terbentuk kawasan agroindustri. Namun demikian, karena keterbatasan dana pembiayaan yang dimiliki pemda maka dukungan infrastruktur tidak dapat terpenuhi seluruhnya. Kendati ditahun-tahun mendatang solusi pembiayaan dapat terpenuhi melalui penerbitan oblikasi daerah, namun pada awal investasi, pengusaha juga perlu pengertian terhadap keterbatasan dukungan fasilitas infrastruktur. Yang terpenting, pengertian itu juga bukan berarti suatu keharusan bagi pengusaha untuk membangun infra struktur yang seharusnya dibangun oleh pemda.
DUKUNGAN SUMBERDAYA MANUSIA Kendala klasik yang dihadapi setiap daerah adalah keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) dalam kualitas yang dapat memenuhi kebutuhan sebagai pelaksana agroindustri. Jika dapat dipilah dua yaitu pengusaha dan pemerintah, maka keduanya perlu memiliki kearifan dalam berpikir dan bertindak sehingga semua lapisan SDM yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan baik. Pada sisi pengusaha, kendati penggunaan SDM harus sesuai dengan target kebutuhan mereka ter utama di bagian pabrikasi namun tidaklah melupakan petani. Petani harus diberdayakan melalui penyuluhan/bimbingan teknis dan pemberian jaminan sosial berupa bantuan dana pendidikan dan kesehatan, serta kepastian pemasaran dari hasil jerih payah mereka. Bahkan masyarakat yang tidak berprofesi sebagai petani, juga dapat dilibatkan sebagai tenaga kerja borongan ataupun tenaga kasar. Karena di wilayah petanilah penyediaan bahan baku agroindustri dapat dilaksanakan. Pengusaha juga harus mendidik SDM yang memiliki pendidikan menengah atau sarjana melalui kegiatan pengembangan masyarakat ( community development) sehingga kesempatan kerja dan harkat mereka juga terangkat. Hal ini perlu dipahami untuk meyakinkan masyarakat bahwa industri pertanian ini adalah milik mereka. Pada sisi pemerintah, pendidikan formal tidak lagi hanya mengandalkan pendekatan teoritis tetapi juga praktik dan perencanaan jenis pendidikan yang dibutuhkan oleh industri. Peranan pasti pemda yang dibutuhkan adalah menjembatani kebutuhan tenaga kerja sektor agroindustri dengan ketersediaan SDM yang melimpah kendati menghadapai segala problematika pendidikan dan kehidupannya.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
21
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
DUKUNGAN LEMBAGA KEUANGAN Seindah apapun konsep pewilayahan komoditas yang dilakukan oleh daerah maka tanpa peranan lembaga keuangan terutama perbankan maka pelaksanaannya tidak akan terwujud. Disinilah perlu dukungan bank dan non-bank untuk mendanai proyek ini dengan garansi pemda dan DPRD. Kendati pemerintah daerah dan DPRD bersedia bertindak sebagai avalis dalam pelaksanaan agroindustri terpadu di suatu daerah, namun pihak perbankan masih perlu ekstra hati-hati dengan berpijak pada prinsip-prinsip bankable (memberikan nilai untung bagi bank), akuntable (layak administrasi dan keuangan), dan feasible (layak usaha). Jika semua mitra yang terlibat dalam pengembangan suatu wilayah menuju agroindustri terpadu dapat menunjukkan ketiga aspek tersebut maka jaminan bisnis untuk menggunakan pinjaman bank tidak lagi hanya terpaku pada jaminan asset perusahaan tapi cukup pada jaminan Pemda dan DPRD.
KETERSEDIAAN PELAKSANA AGROINDUSTRI Jika wilayah sudah layak secara ekologi, tersedia dana dan SDM, dan dukungan infrastruktur maka pelakulah yang dicari ditambah dengan aturan mainnya (mekanisme kerjasama) sehingga pelaksanaan agroindustri terpadu dapat terwujud. Ketiga pelaku yang teridentifikasi dalam mekanisme kerjasama kemitraan yang dibahas dalam pemikiran ini adalah kelompok petani, perusahaan daerah atau koperasi primer di tingkat provinsi, dan mitra usaha nasional. Ketiganya memiliki hak dan tanggung jawab masingmasing. Petani yang tergabung dalam koperasi harus mampu menyediakan bahan baku dengan kualitas dan jumlah yang sesuai untuk menjalankan suatu usaha berskala industri. Perusahaan daerah yang menjadi ujung tombak pemda dalam mencari sumber-sumber PAD juga diharapkan bersedia menjalankan pabrikasi dan penggunaan dana yang baik dan bekerja sebaik mitranya di perusahaan patungan. Mitra usaha nasional pun juga harus menegakkan loyalitas dan keteguhan hati untuk tetap bermitra dengan memberikan jaminan pasar, alih pengetahuan dan teknologi serta profesionalisme usaha yang baik.
22
PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Mekanisme kerjasama kemitraan adalah dasar sistem kerja yang akan dilaksanakan oleh ketiga pelaksana agroindustri ini menuju tercapainya keberhasilan bersama dan harkat serta martabat bangsa Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.
JARINGAN PEMASARAN UNTUK MENCAPAI TARGET PASAR Kawasan agroindustri harus didukung strategi pemasaran melalui empat langkah yaitu riset pasar, promosi, pengembangan model distribusi, dan pelayanan konsumen. Alokasi dana, waktu, sumberdaya manusia, dan skala strategi pemasarannya ditentukan oleh pengelola baik yang melibatkan pemerintah daerah dan swasta atau khusus menggunakan jasa perusahaan yang bekerja di bidang pemasaran. Kawasan agroindustri memerlukan aplikasi teknologi informasi pada sistem produksi di pabrik dan jaringan pemasaran produk yang telah dikembangkan oleh Mitra Usaha Nasional seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Rancangan aplikasi teknologi informasi dan jaringan pemasaran untuk sebuah perusahaan.
> PERENCANAAN KAWASAN AGROINDUSTRI DI DAERAH
23
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 3
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk menjelaskan konsep agroindustri berbasis kemitraan melalui pembentukan perusahaan patungan. 2. Untuk menerangkan kendala yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan konsep tersebut. 3. Untuk menjelaskan keunggulan dan kelemahan dari konsep ini. 4. Untuk memberikan beberapa saran strategis dan taktis dalam pelaksanaan konsep ini.
SASARAN Penulisan makalah ini merupakan sumbang saran kami yang ditujukan kepada praktisi, pengamat masalah pertanian, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah serta para pengusaha yang bergerak di sektor agroindustri di Indonesia.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
25
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PERANAN AGROINDUSTRI
B
erlandaskan pengalaman dari diskusi, serangkaian perjalanan ke daerah dan studi pustaka, ternyata agroindustri merupakan sentra utama yang harus dikembangkan pemerintah daerah di Indonesia untuk memajukan ekonominya. Terlebih lagi dengan tersedianya piranti hukum berupa UU No 22/1999 dan No 25/1999 tentang pelaksanaan pemerintah daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sehingga otonomi daerah akan lebih memiliki kekuatan ekonomi dengan pelaksanaan agroindustri yang baik dan profesional. Argumentasi untuk mengembangkan agroindustri adalah Indonesia memiliki modal dasar sumberdaya alam yang hanya dapat diusahakan melalui suatu sistem pertanian yang terpadu dan profesional dalam skala ekonomi yang layak. Suatu sistem usaha tani yang seringkali disebut agribisnis ataupun agroindustri merupakan empat rangkaian subsistem yaitu pengadaan sarana produksi, subsistem produksi, pengolahan hasil, pemasaran. Keempat subsistem ini dilakoni oleh empat institusi yang berbeda yaitu pelaku sarana produksi pertanian baik oleh perorangan, koperasi, ataupun pedagang, serta perusahaan. Namun demikian, pelaku utama dari keempat subsistem tersebut adalah petani yang kerapkali terperosok karena ketidakmampuan mereka mengendalikan â&#x20AC;&#x153;dinamikaâ&#x20AC;? subsistem lainnya sehingga mereka tidak memiliki posisi tawar terhadap produk yang dihasilkannya. Produk pertanian memiliki nilai rendah manakala terjadi panen dan mengalami nilai jual tinggi jika tidak diproduksi. Hasilnya akhirnya adalah petani kesulitan untuk meraih harapan hidup yang lebih baik apalagi untuk kesejahteraannya.
Pada sisi mikro, sektor industri yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian hanya memandang dirinya sebagai satu institusi yang terpisah dari mata rantai produksi lain di suatu daerah. Petani dan pemerintah daerah dianggap mitra tetapi tidak memiliki posisi untuk menentukan ritme, arah, dan kecepatan sistem usaha tani. Ketimpangan ini tidak dapat diatasi oleh pemerintah daerah karena masih banyak celah kelemahan dari sistem yang dijalankan saat ini dalam menjalankan suatu usaha di daerah. Misalkan, harga suatu komoditas pertanian anjlok maka pemerintah hanya dapat menerima keluhan petani tetapi tidak dapat berbuat banyak untuk mengubahnya. Demikian juga jika terjadi kelebihan produksi maka pemerintah dan pengusaha juga tidak banyak membantu. Argumentasi yang kerap kali kami temukan di lapangan dan juga dirasakan oleh Darusman et al. (2004) adalah tidak ada jaminan pasar dan harga tidak stabil sehingga merugikan petani. Belum lagi jika melibatkan pemainpemain dalam mata rantai di sistem usaha tani yang lebih banyak menguntungkan pemain antara seperti tengkulak, pedagang kecil, dan pedagang besar daripada petani selaku produsen. Hal ini menunjukkan bahwa petani selalu dalam posisi paling lemah.
26
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Pada sisi makro, pemerintah sudah harus memikirkan persyaratan perdagangan global sesuai dengan kesepakatan AFTA (ASEAN Free Trade Area ) yang telah diterapkan sejak tahun 2003 dan WTO. Hal ini berimplikasi pada keharusan semua stakeholder dalam agroindustri Indonesia untuk lebih solid, efisien, dan cerdas dalam mengatur strategi dan mampu menghasilkan produk pertanian Indonesia yang dapat bersaing di tingkat regional bahkan dunia. Untuk menjawab tantangan tersebut, kita (petani, pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, dan peneliti) yang terkait secara luas dengan pertanian harus mampu mewujudkan konsep pelaksanaan agroindustri yang terpadu dan berazaskan pada kemitraan. Bermitra bukan berarti hanya memiliki kesamaan hak dan tanggung jawab tetapi memiliki posisi yang sama dalam penentuan arah dan kebijakan suatu usaha. Dan satu-satunya jawaban hal tersebut adalah membuat perusahaan patungan dengan melibatkan petani, pengusaha, dan pemerintah daerah sebagai pemegang saham. Hal inilah yang mendasari penulisan makalah ini sebagai ungkapan kepedulian terhadap percepatan pelaksanaan agroindsutri Indonesia.
PRINSIP DASAR KEMITRAAN P eranan Masing-Masing Mitra Bermitra disini bukan berarti ada jarak yang memisahkan tiga stakeholder (petani, pemerintah daerah, dan pengusaha) yang hanya terlahir dalam bentuk perjanjian kerjasama di atas akte Notaris. Tetapi lebih dari itu, ketiga komponen tersebut harus meleburkan diri dalam satu institusi berbadan hukum dengan nama perusahaan terbatas (PT) yang selanjutnya disebut PT Patungan seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Contoh kasus pendirian perusahaan patungan agroindustri jagung terpadu oleh petani, pemda/perusda, dan mitra usaha nasional. > KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
27
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
P eranan P etani Petani Peranan utama Petani adalah menyediakan bahan baku untuk industri sesuai dengan jadwal dan jenis komoditas serta target pasar yang dibutuhkan serta ditentukan secara bersama. Konsekuensinya adalah petani harus menyediakan lahan dan tenaganya untuk mencapai target bahan baku produksi. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan. Namun demikian, modal dasar yang dibutuhkan untuk penyediaan sarana produksi usaha tani pada tingkat ini disepakati bersama dalam rapat direksi PT Patungan. Pihak P emda Pemda Pemerintah daerah membangun prasarana dan sarana untuk pengolahan pasca panen seperti bangunan dan mesin-mesin pengolahan. Hal ini dimungkinkan sebagai bentuk pengganti subsidi kepada petani. Jika persyaratan ini belum dapat dipenuhi pada suatu tahun anggaran maka diubah menjadi penjamin terhadap kredit suatu bank yang dimintakan oleh perusahaan patungan. Jaminan tersebut dapat dialokasikan pada setiap tahun di APBD selama masa perhitungan pinjaman di studi kelayakan yang dibuat. Pemerintah daerah juga memberikan bantuan dalam pengurusan perizinan seperti SIUP, TUDP, MD, dan lain-lain dalam kaitannya dengan aspek legal yang berlaku di suatu daerah. Pihak P engusaha Pengusaha Pengusaha yang terlibat harus memiliki komitmen dan bukti kuat mengenai kemampuan dan penguasaan teknologi pengolahan pasca panen dan agroindustri, sumberdaya manusia yang terlatih dan terdidik, dukungan sistem teknologi untuk mendukung perusahaan patungan, sistem teknologi informasi jaringan pemasaran produk baik nasional, maupun internasional. Pengusaha juga harus menyiapkan SDMnya sebagai inti manajemen pengelola usaha tersebut serta harus melakukan alih teknologi dengan memberikan kesempatan kerja dan berkarya kepada masyarakat setempat. Perusahaan yang terlibat dalam PT Patungan ini juga sebaiknya memiliki kemampuan penelitian dan pengembangan untuk menjamin lahirnya inovasi dan penemuan demi mencapai keunggulan bisnis.
28
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
P eranan Lembag euang Lembagaa K Keuang euangaa n Peranan lembaga keuangan seperti perbankan, asuransi, dan reksadana ditekankan pada tahap awal untuk memberikan modal investasi dan modal kerja terutama kepada petani dan pemerintah daerah. Sedangkan pengusaha diasumsikan telah memiliki modal sendiri namun terbatas pada investasi sistem kerja, SDM untuk manajemen PT. Patungan. Persyaratan umum yang diperlukan untuk pengurusan kredit harus lebih disederhanakan karena telah menerima jaminan pembayaran setiap tahun melalui APBD dari Pemerintah Daerah. Mekanisme Kerjasama Kemitraan antara Petani, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha dibangun berdasarkan potensi bisnis yang dimiliki masing-masing oleh stakeholder tersebut. Terutama potensi pasar dan daya dukung alam, serta kemampuan teknologi pengolahan pasca panen. Disamping itu, ada â&#x20AC;&#x153; political will and action plan â&#x20AC;? dari pemerintah dan DPRD setempat untuk mendukung terlaksanya agroindustri di daerah. Jika prasyarat ini terpenuhi maka kerjasama dapat terjalin lebih cepat. Lima tahap yang akan dikerjakan dalam kegiatan ini dapat digambarkan pada Gambar 9.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
29
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar 9. Tahapan kerja di mekanisme kerja agroindustri.
30
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Tahap P er tama Per tama: Identifikasi Potensi Bisnis Daerah dan Mitra Kerja Berdasarkan intuisi bisnis yang terlahir dari pengusaha, petani dan pemerintah daerah (pemda) dengan melihat potensi sumberdaya alam suatu daerah maka ide pengembangan agroindustri akan cepat terlahir. Lima indikator yang umumnya digunakan pengusaha (enterpreuneur) untuk kelayakan suatu usaha yaitu kelayakan teknis dan produksi; keuangan; manajemen; pasar ; dan memberikan dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat. Tahap K edua Kedua edua: Pembentukan Kelembagaan Jika pada tahap pertama telah tuntas dengan baik maka akan terlibat langsung tiga pihak (pemda, petani, pengusaha) dengan fasilitator pemerintah provinsi atau pusat untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, sosialisasi program, serta pembentukan perusahaan patungan sebagai langkah awal dan â&#x20AC;&#x153;kendaraan bisnisâ&#x20AC;? pada kegiatan ini. Pada tahap ini, pemerintah daerah selanjutnya sudah diwakili oleh perusahaan daerah untuk mempermudah kegiatan bisnis. Tahap K etig Ketig etigaa : Perencanaan Bisnis Lima subkegiatan pada tahap ini perencanaan bisnis yang akan dijalani oleh PT Patungan yaitu: penentuan kapasitas bahan baku, penentuan teknologi dan sistem kerja yang akan dikerjakan; penyiapan SDM sebagai perencana, pelaksana, dan evaluator dengan stratifikasi pendidikan, kemampuan, dan keuletan serta kewirausahaannya; serta pemantapan sarana dan prasarana yang har us dikembangkan oleh PT. Patungan. Tahap K eempat Keempat eempat: Pelaksanaan Bisnis Pada tahap pelaksanaan bisnis, PT Patungan sudah harus menekankan kegiatannya pada efisiensi bisnis, kuantitas dan kualitas produk, manajemen SDM, pelayanan, pendayagunaan hasil-hasil penelitian dan pengembangan (Litbang), serta jaringan pemasaran produk baik di dalam maupun luar negeri. Tahap K elima Kelima elima: Evaluasi dan Pengembangan Bisnis Penekanan evaluasi dari empat tahap terdahulu harus dilakukan pada tahap kelima ini, disamping harus memperkuat aspek litbang untuk tetap menjadi â&#x20AC;&#x153; leaderâ&#x20AC;? dalam agroindustri yang sedang dijalankan. Dua hal lain lain adalah kerjasama internal dan eksternal baik dengan sesama mitra di dalam PT Patungan maupun mitra kerja di luar institusi ini. Jika kelima tahapan di atas dapat dilaksanakan dengan baik maka akan berdampak pada pengembangan kawasan agroindustri terpadu. Tabel 1 merupakan contoh pembuatan rencana kegiatan, target hasil, sasaran kegiatan serta estimasi jenis pengeluaran di tahun-tahun pertama pengembangan kawasan terpadu.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
31
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Tabel 1. R encana kkee giatan tahap per tama Rencana dalam pengembangan kawasan agribisnis terpadu No.
Tahap
K Kee giatan
T ar argg et
Hasil
Sasaran Kegiatan
Pengeluaran biaya
Tahap P er tama - K eempat: Tahun 1, 2 dan 3 Per 1.
2.
3.
Pembentukan organisasi usaha yang memiliki struktur dan manajemen kerja yang jelas dan produktif penggunaan sumber daya dan efektif dalam pencapai hasil usaha
Terbentuknya str uktur organisasi usaha yang memiliki tujuan, visi dan misi yang jelas, efisien dalam usaha
Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana melalui kegiatan transfer teknologi, pendidikan, pelatihan dan on jobs training
Terbentuknya sumber daya manusia pelaksana yang terampil, mandiri dan berpengetahuan luas di lapangan
Melakukan kegiatan usaha nyata bidang agribisnis terpadu : a). Pengaturan tata guna lahan, b). Kegiatan produksi tanaman, ternak dan ikan, c). Pembentukan jaringan pemasaran, d). Pelaksanaan penelitian dan pengembangan, serta aplikasinya
Lahan yang dikelola menjadi usaha agribisnis secara terpadu dan optimal, mandiri, produktif dan memberikan nilai tambah yang nyata
Team manajemen organisasi
SDM Pelaksana Usaha
Tenaga Kerja untuk kegiatan Usaha
Pengeluaran untuk pengurusan organisasi usaha, pengurusan pendanaan usaha dan perangkat pendukung
Pengeluaran biaya untuk program alih teknologi, pendidikan dan pelatihan
Pengeluaran untuk investasi peralatan, bibit tanaman, pupuk, biaya tenaga kerja, biaya pembangunan infrastruktur kebun dan lain-lain
Kelima tahapan ini merupakan teori dasar â&#x20AC;&#x153;teoritical foundationâ&#x20AC;? bagi pembentukan dan pelaksanaan agroindustri di suatu daerah. Harapan ini tentunya bukan impian tetapi langkahlangkah nyata yang harus dijalani dengan baik dan profesional. Pengelolaan suatu kawasan agribisnis terpadu merupakan kegiatan yang membutuhkan jangka waktu yang lama. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap kedalam kegiatan jangka pendek, kegiatan jangka menengah dan kegiatan jangka panjang. Prioritas kegiatan dari tiap tahap kegiatan dapat berbeda dan antara tahap satu dengan tahap berikutnya dilakukan secara berkesinambungan sehingga diperoleh hasil yang berwujud terbentuknya suatu unit usaha dan kawasan agribisnis terpadu yang produktif, menguntungkan secara ekonomis dan berfungsi sebagai sarana pendidikan, pelestarian lingkungan dan pemberdayaan sosial budaya masyarakat.
32
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
KESEPAKATAN KEPEMILIKAN SAHAM Dua bagian ini yang paling rentan dalam sistem kerjasama sehingga semua stakeholder perlu musyawarah menuju mufakat. Kerentanan itu didasari pada: Pertama, fakta bahwa tidak semua stakeholder memiliki modal yang sama dan cukup untuk bagi saham dalam perusahaan patungan; Kedua adalah definisi modal tidak harus identik dengan “uang” atau “kekayaan” tetapi kepemilikan lahan dan kesediaan untuk bekerja bagi petani, kemampuan penguasaan teknologi dan jaringan pasar juga merupakan modal dasar yang tak ternilai. Berdasarkan dua pemikiran tersebut, pembagian saham perusahaan patungan ini sebaiknya menggunakan komposisi sebagai berikut: 1. Pemda 40% dari total aset PT Patungan; 2. Petani 40% dari total aset PT Patungan; 3. Pengusaha 20% dari total aset PT Patungan Pembagian saham PT Patungan dengan komposisi seperti diatas didasarkan pada kontribusi masing-masing pihak yang mencakup penyediaan lahan dan tenaga kerja, penyediaan lahan dan pembangunan pabrik, penyediaan SDM di tingkat operasional, penguasaan teknologi budidaya pertanian, teknologi pasca panen serta pembangunan jaringan pasar dalam dan luar negeri.
PENGATURAN KEUNTUNGAN Pengaturan keuntungan sebaiknya dilaksanakan setelah pinjaman/kredit dari bank dilunasi. Hal ini merupakan prinsip dasar bisnis ala “Mandarin” yang menekankan pada kemandirian berusaha setelah menerima bantuan. Langkah ini juga merupakan upaya keras yang harus dilaksanakan oleh pelaksana di PT. Patungan dengan baik karena dengan kembalinya kredit tersebut maka “ performance” bisnis dapat dicapai dengan nilai bagus dimata penyandang dana investasi. Nilai yang tersebut kemudian dapat digunakan lagi pada tahap pengembangan bisnis di masa mendatang. Komposisi pembagian keuntungan diharapkan pada kondisi ideal sebagai berikut: 1. Pemda melalui Perusda 30% 2. Petani 30% 3. Pengusaha 20% 4. Jaminan Sosial 10% 5. Reinvestasi 10%
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
33
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Jadi nilai keuntungan sebesar 70% kembali ke daerah dan 10% digunakan untuk reinvestasi untuk mempertahankan kelanjutan usaha perusahaan patungan, sedangkan pengusaha yang terlibat akan menerima konsekuensi keuntungan 20%. Keuntungan Perusda yang mencapai 30% dari sisa hasil usaha PT Patungan merupakan nilai tambah yang sangat penting bagi upaya peningkatan pendapatan daerah. Kesediaan PT Patungan untuk menyisihkan 10% keuntungannya kepada masyarakat dalam bentuk jaminan sosial merupakan langkah nyata perusahaan memberikan nilai sosial dari kegiatannya. Dana yang tersedia tersebut harus digunakan untuk pendidikan dan kesehatan masyarakat dimana lokasi agroindustri tersebut berjalan. Penyediaan prasarana dan sarana pendidikan di sekolah dasar dan menengah menjadi kebutuhan penting disamping tunjangan untuk tenaga pendidik dan administrasi. Hal serupa juga perlu diterapkan pada sarana kesehatan dan obatan-obatan serta ditunjang oleh tenaga medis dan dokter yang cukup. Teknis operasional di lapangan mungkin dapat melibatkan perusahaan asuransi yang menyediakan produk asuransi kesehatan kolektif dengan pelayanan profesional dan sesuai dengan tingkat biaya di kawasan pertanian. Upaya ini akan memberikan nilai tambah perusahaan di hati masyarakat sebagai bentuk kepedulian sosial sehingga PT Patungan benar-benar dimiliki oleh segenap lapisan masyarakat.
ANALISA SISTEM AGROINDUSTRI Perbedaan Dua Sistem Tiga indikator yang digunakan untuk menilai sistem agroindustri yang saat ini berjalan di Indonesia dan model yang akan diusulkan, yakni pelaku, modal, dan dampak ekonominya seperti untung atau resiko yang harus diterima seperti pada Gambar 10.
34
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar 10.Perbandingan dua sistem yang saat ini sedang berjalan dan usulan model sistem agroindustri terpadu yang akan diterapkan di Indonesia di masa mendatang. Berdasarkan pada Gambar 10, dapat ditunjukkan bahwa jika sistem agroindustri Indonesia masih dijalankan seperti saat ini, maka kemampuan masing-masing pelaku di subsistem 1 â&#x20AC;&#x201C; 4 tidak akan seimbang karena pengaruh persaingan antara subsistem itu sendiri dan kesempatan â&#x20AC;&#x153;bermainâ&#x20AC;? bagi perorangan yang tergolong sebagai tengkulak, pengijon, dan toke, rentenir untuk merusak sistem. Modal yang digunakan juga harus sendiri-sendiri, bahkan keuntungan dan resiko yang harus dihadapi.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
35
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Pola pengelolaan agroindustri yang parsial akan menyulitkan untuk menjaga kuantitas dan kualitas produk karena masing-masing pelaku disetiap subsistem akan berupaya mendapatkan keuntungan. Tak ada jaminan harga dan penerimaan hasil panen merupakan kejadian yang sering dialami oleh petani dengan sistem sekarang ini. Masalah tersebut akan terus bertambah bila juga memikirkan upaya pengembangan inovasi dan alih teknologi kepada masyarakat karena disparitas kemampuan untuk menyerap dan menerapkannya. Subsidi pemerintah dalam bentuk pelatihan, sarana produksi pertanian, serta bantuan lainnya bagai “langkah menabur garam di laut” karena tidak terakumulasi dengan baik dan sulit untuk dikendalikan dampak danperkembangannya.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN Keunggulan Berbeda dengan model di atas, model sistem agroindustri terpadu yang menekankan pada pembentukan dan mekanisme usaha moderen melalui PT. Patungan. Keunggulan dan kelemahan yang dapat dirasakan antara lain: 1. Menghemat biaya Produksi, harga jual, waktu produksi, kuantitas dan kualitas dapat dikelola oleh tiga stakeholder yang terlibat. 2. Subsidi pemerintah untuk petani dapat dihilangkan, dan diubah menjadi jaminan anggaran (APBD) ke lembaga keuangan. 3. Pemerintah, Pengusaha, dan Petani memiliki posisi yang sama. 4. Memutus mata rantai pelaku usahatani di daerah yang merugikan petani. 5. Anggaran dan belanja pemerintah dan perusahaan lebih terarah dan menggiring ke arah “good governance” dan “ good cooperate” . 6. Tersedia kesempatan untuk inovasi dan aplikasi teknologi kepada petani tanpa harus mengeluarkan biaya besar karena didukung oleh divisi Litbang PT. Patungan. Kelemahan 1. Tanpa jaminan pemerintah daerah, ditahun-tahun pertama PT Patungan belum mampu memenuhi modal investasi dan modal kerja dari persyaratan peminjaman modal dari perbankan yang cukup ketat. Aspek Finansial Pertimbangan finansial juga diterapkan dalam analisis agroindustri ini dengan memberikan hasil contoh kasus usaha tani jagung yang menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan umum dilaksanakan oleh petani saat ini yang disebut pendekatan konvensional (Gambar 5) dan pendekatan dengan menggunakan sistem agroindustri terpadu (Gambar 11), serta pembagian keuntungan yang akan diterima oleh petani dan pemda (Gambar 12).
36
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
1 . Pendekatan Usaha Tani K Koo nnvv ensional Berdasarkan pendekatan usaha tani yang umumnya digunakan pada saat ini di Indonesia adalah menggunakan sistem tanam olah tanah, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida. Dengan harga benih Jagung Rp 25.000 kg dan jumlah total biaya sebesar Rp.3.767.000,- untuk luasan satu hektar. Sedangkan harga jual total adalah Rp. 6.600.000,- untuk 6 ton panen.
Gambar 11. Analisa finansial usahatani tanpa kemitraan. 2 . Pendekatan Usaha Tani Berbasis Ag r oindustri Ter padu. Berdasarkan pendekatan usaha tani jagung agroindustri terpadu, tiga hal penting yang membedakan dengan pendekatan konvensional yaitu: Pertama, penggunaan teknologi baik dalam pemupukan maupun dengan masuk pada sistem pabrikasi pada sistem usaha tani. Pemupukan menggunakan bahan organik untuk menggantikan pupuk anorganik karena sistem pertanian yang akan diterapkan adalah pertanian organik karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sistem pabrikasi diterapkan sebagai inti agroindustri karena adanya mekanisasi untuk menjaga kuantitas dan kualitas produk berdasarkan rencana produksi perusahaan. Kedua, penggunaan limbah jagung seperti bongkol dan batang karena tersedia teknologi dengan biaya yang relatif mudah untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
37
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Ketiga, bagi keuntungan dari selisih biaya produksi dengan harga jual di pasaran. Bagi hasil ini dilakukan dengan komposisi seperti pada Gambar 6 dengan melibatkan petani, pemda, dan mitra pengusaha. Selain bagi keuntungan, sisa keuntungan juga disisihkan untuk jaminan sosial masyarakat serta reinvestasi. Berdasarkan jagung ini petani akan menerima sebesar Rp.3.845.000,- ditambah dengan jaminan sosial. Pendapatan petani akan berbeda jika hanya mengikuti cara konvensional karena hanya mendapatkan keuntungan Rp.2.833.000,- dan tanpa jaminan sosial. Dalam agroindustri jagung terpadu, pemda akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp.720.000,-/ha/tahun untuk satu kali musim tanam. Dengan asumsi di suatu kawasan terpadu tersedia lahan seluas 2.200 ha dan ditanam dua kali musim tanam maka pemerintah daerah akan menerima PAD melalui perusahaan daerah sebesar Rp.3.168 Miliar. Kontribusi pendapatan petani dan pemda dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 12. Analisa finansial usahatani dengan sistem terpadu melalui bagi hasil di PT. Patungan. 38
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar 7. Nilai kontribusi pendapatan dengan dan tanpa cara agroindustri serta potensi PAD Pemda.
STRATEGI DAN LANGKAH TAKTIS Untuk mencapai keberhasilan kinerja kemitraan dari agroindustri terpadu, pemerintah daerah, petani dan pengusaha perlu memiliki kebijakan strategis dan langkah taktis: 1. Dukungan peraturan daerah (perda) yang memberikan perlindungan hukum bagi kelanjutan sistem agroindustri terpadu yang sedang dibangun di daerahnya, karena terkait langsung dengan upaya peningkatan sejahtera rakyat dan penghasilan daerahnya. 2. Buat prioritas pelaksanaan agroindustri dari komoditi yang menjadi unggulan di daerah dan sudah banyak diusahakan oleh para petani. Dengan demikian, biaya pembukaan dan penanaman lahan dapat dihindari. 3. Pemberdayaan masyarakat untuk memperkuat Kelembagaan yang ada dalam rangka pelaksanaan agroindustri di daerah. Pemberdayaan ini dapat melibatkan kerjasama dengan Departemen Pertanian yang telah memiliki konsep pemberdayaan masyarakat untuk agroindustri. 4. Pelaksanaan evaluasi dan perbaikan, serta litbang di sistem agroindustri ini harus dijalankan dengan baik dalam bentuk prosedur standar operasional (Standard Operational Procedures, SOP SOP). Kegiatan ini 5. Mempertahankan posisi bisnis pada skala produksi dengan melibatkan sumberdaya waktu, tenaga, dan biaya namun dikelola dengan efisien dan efektif. 6. Prioritas mempercepat pelunasan kredit PT Patungan kepada Lembaga Keuangan. Hal ini perlu ditekankan sebagai prinsip dasar bisnis ini.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
39
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
DAMPAK DAN KENDALA Pelaksanaan sistem agroindustri akan memberikan dampak baik pada masyarakat maupun pada pelaku bisnis yang telah ada di suatu daerah. Pelaksanaan sistem ini mengakibatkan pemotongan tengkulak dari mata rantai sistem agroindustri karena petani terangkat posisinya sebagai pemilik, bahan baku dapat langsung dioleh sesuai dengan standar produksi industri yang dibutuhkan oleh pasar. Kendala yang mungkin terungkap dalam perencanaan dan pelaksanaan sistem agroindustri kemitraan di suatu daerah adalah sebagai berikut: 1 . Perse psi In er ja ersepsi Invv estor dan Mitra K Ker Determinasi investor dan mitra kerja jelas berbeda. Investor memiliki kemampuan untuk membiaya seluruh modal investasi dan modal kerja dengan imbalan seluruh keuntungan atau kerugian akan diambil/ditanggung sendiri. Mitra kerja adalah institusi atau perorang yang bersedia memberikan kontribusi modal dan hanya berhak sebagian dari keuntungan tersebut, demikian juga dengan resiko yang mungkin terjadi. 2 . Perse psi Pr ersepsi Proo y ek dan Usaha Industri Definisi proyek tersebut diawali dengan penyediaan dana oleh suatu institusi dengan indikator keberhasilan kegiatannya hanya dinilai dari sisi terjadi atau tidaknya pelaksanaannya. Jadi ada skala waktu dan ketersediaan dana yang menjadi faktor pembatas. Berbeda dengan proyek, usaha industri memikirkan bukan hanya terjadi pelaksanaan kegiatan tetapi juga keberlanjutan kegiatan ini di masa mendatang dengan indikator finansial, pasar, dan kemampuan inovasi melalui penerapan teknologi. 3 . Mempertanyakan Sumber Modal Pertanyaan ini kerapkali muncul dalam setiap diskusi karena terkontaminasi pemikiran bahwa setiap usaha harus dimodali sendiri. Padahal ada kemampuan sendiri yang tidak ternilai dengan uang saja seperti kemampuan manajerial, teknologi, jaringan pasar, lahan dan teknik budidaya. Semua ini tentu akan memberikan suatu sinyal positif bagi pemilik modal yang tergabung dalam lembaga keuangan (bank, asuransi, reksadana). otensi Daerah Sendiri Potensi 4 . Kemampuan Meng g ali P Potensi ekonomi suatu daerah terkadang mudah untuk diungkapkan secara kualitatif namun sukar untuk dikuantifikasi dalam bentuk jumlah dan posisi geografis yang akurat. Akibatnya muncul istilah â&#x20AC;&#x153;Sangat Potensial, Jumlahnya Besar, Dijamin Pasti tersediaâ&#x20AC;?, namun kenyataannya sukar untuk direalisasikan. Oleh karena itu, pemda tentu perlu memikirkan konsep yang ditulis oleh Siregar (2004) untuk mencari tahu potensi daerah,
40
KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
kemampuan bupati sebagai CEO, dan teknik menjual/mengundang investor ataupun mitra pengusaha yang berminat membangun daerahnya. 5 . Kualitas SDM yang belum memadai untuk agroindustri. Masalah ini boleh disebut klasik namun kenyataannya lulusan perguruan tinggi di suatu daerah baik dalam strata D3, sarjana, bahkan pascasarjana terus melimpah sehingga terjadi pengangguran. Kendati terjadi kesenjangan antara kualifikasi yang dibutuhkan dengan ketersediaan kemampuan tenaga kerja, namun dengan upaya pelatihan dan magang kerja yang dilakukan oleh PT Patungan maka peluang untuk menyerap tenaga kerja daerah akan lebih besar. 6 . Se bagian masih meng gunakan perse psi “USA pa?). Sebagian “USA”” (Untuk Sa Sayy a A Apa?). Keterlambatan respon dari ide ini terkadang disebabkan oleh penggunaan persepsi “USA”. Dampak lanjutannya adalah pelayanan berkurang dan hanya menunggu “komando” atasan untuk menindaklanjuti ide ini. Bahkan terjadi “No Respon” terhadap upaya-upaya yang telah dijalankan oleh institusi. Kendala ini mungkin dijawab dengan memberikan pengertian bahwa segala upaya yang dilakukan oleh semua pihak termasuk pegawai, karyawan, bahkan petani penggarap sekalipun adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, dan bukan hanya untuk individu. Namun disisi lain, munculnya persepsi “USA” dapat dijadikan indikator untuk memperkuat Tim Kerja baik di pemda, asosiasi petani, dan perusahaan. 7 . Kehadiran masalah dari dalam dan luar sistem selama pelaksanaan usahatani. Masalah yang umumnya terjadi dari internal PT Patungan di agroindustri terpadu antara lain adalah penyelarasan antara ketersediaan bahan baku dan kapasitas produksi, fluktuasi harga pembelian, ritme kerja industri yang harus diikuti oleh karyawan, petani dan direksi. Masalah eksternal adalah persaingan bisnis dari skala perorangan atau perusahaan yang merasa terambil porsi bisnisnya. Kekuatan internal stakeholder dari PT Patungan melalui manajemen yang baik dan profesional akan mampu mengatasi kendala internal dan eksternal tersebut dengan dilandasi oleh niat yang baik.
PENUTUP Pelaksanaan sistem agroindustri terpadu melalui pendirian PT patungan sebagai langkah untuk memberdayakan petani, pemda dan mitra pengusaha memerlukan komitmen dari semua pihak baik dari pemerintah pusat maupun pemda untuk mencapai keberhasilan yang ditargetkan.
> KEMITRAAN UNTUK AGROINDUSTRI
41
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 4
MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH
Tujuan P enulisan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk menjelaskan kriteria penilaian kinerja sistem kemitraan agroindustri di daerah. 2. Untuk menjelaskan strategi penggunaan kriteria penilaian tersebut dalam pelaksanaan kemitraan agroindustri di daerah. Sasaran Sasaran penulisan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman bagi pelaksana kemitraan agroindustri terutama untuk petani, perusahaan daerah yang menjadi ujung tombak pemerintah daerah, serta mitra bisnis.
> MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH
43
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
KEPENTINGAN AGROINDUSTRI DAERAH
P
elaksanaan agorindustri di suatu daerah dilandasi pada delapan kepentingan yaitu:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan keamanan dalam pelaksanaan investasi di suatu daerah. 2. Untuk membuka lapangan kerja yang selanjutnya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan masyarakat setempat; 3. Untuk mengatasi tingkat produktivitas pertanian yang masih rendah karena faktor internal dan ekternal yang sangat berpengaruh. 4. Untuk memberikan kepastian harga dan serapan pasar bagi setiap komoditi yang dibudidayakan oleh petani karena tersedia industri yang menyerap, mengolah dan memasarkannya. 5. Untuk mengurangi resiko kesalahan manajemen investasi yang terkadang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun investor domestik ataupun asing karena tidak mempertimbangkan daya lingkungan baik oleh masyarakat sekitarnya maupun alamnya. 6. Untuk mengurangi konflik sosial yang terjadi dalam sistem agroindustri yang mengandalkan kekuatan tunggal dari investor atau pengusaha saja. Kekuatan tunggal tersebut akan menimbulkan gesekan-gesekan sosial karena terjadi pengambil alihan kepemilikan lahan dari petani ke pengusaha. 7. Untuk memberikan kesempatan pada pemerintah daerah mendapatkan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang pasti dan terukur melalui penyertaan saham dalam pembangunan agroindustri di daerahnya. 8. Untuk membangun suatu sistem pembangunan daerah yang dapat memberikan jaminan sosial bagi masyarakat, terutama dalam mengatasi biaya pendidikan dan kesehatan secara bertahap dan terus meningkat melalui sumber pendanaan yang pasti. Kedelapan landasan kepentingan tersebut maka agroindustri dibangun dengan prinsip dasar kemitraan tanpa melupakan tanggung jawab dan hak masing-masing. Mekanisme kemitraan tersebut disajikan secara ringkas pada Gambar 1.
44
MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar 1. Sistem kemitraan yang dibangun oleh petani, pemda/perusda, mitra usaha nasional dengan hak dan tanggungjawab masing-masing serta mekanisme bagi hasilnya. Hasil keuntungan dari penjualan produk ke pasar juga dialokasikan untuk jaminan sosial dan reinvestasi bagi kelanjutan usaha. Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa petani, pemda/perusda dan mitra usaha tergabung menjadi satu dalam bentuk PT. Patungan dan masing-masing memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan bahan baku, modal, penyediaan pabrikasi dan teknologi, manajemen agroindustri, serta jaminan pasar. Kedudukan dan fungsi masing-masing stakeholder ini sederajat. Paling tidak ada kesamaan visi dan misi dalam perencanaan dan pelaksanaan serta evaluasi usahatani. Terutama bagi petani yang selalu dipersepsikan minus dalam teknologi, permodalan, dan rendahnya posisi tawar dalam sistem agribisnis atau agroindustri. Petani bertanggung jawab khusus untuk memproduksi bahan baku berdasarkan komoditas yang telah ditentukan bersama dalam rapat direksi. Sarana produksi yang dibutuhkan oleh petani dipecahkan bersama dengan bantuan modal dan teknologi dari pemerintah dan mitra
> MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH
45
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
usaha. Jadi petani tak perlu menggunakan segenap modalnya kecuali tenaga dan lahan yang dimiliki untuk menghasilkan suatu komoditi atau bahan baku industri. Namun berkonsentrasi pada penyediaan bahan baku saja. Pemerintah daerah yang diwakili langsung oleh Perusahaan daerah (Perusda) bertanggung jawab dalam penyediaan pabrikasi dan bangunannya serta infra struktur yang mungkin dibutuhkan untuk dimulainya sistem ini. Hal yang sangat dirasakan sebagai kesulitan dan kerapkali menjadi batu sandungan perusda dalam menjalankan sistem ini adalah modal. Padahal disisi lain, terkadang permodalan di lembaga keuangan tersedia dalam jumlah besar namun memerlukan kepastian investasi jika ingin menggunakannya. Disinilah peranan utama pemda sebagai penjamin demi terlaksananya sistem kemitraan ini. Mitra usaha bertanggung jawab dalam penyediaan teknologi dan jaminan pasar untuk mendukung sistem kerja ini. Kendati mitra usaha tidak mendapatkan seluruh keuntungan dalam bisnis ini namun logis disisi lain karena ia tidak melakukan investasi yang besar dalam agroindustri ini.
SISTEM BAGI HASIL Pada umumnya sistem bagi hasil dalam bentuk nominal persentase yang akan diterima oleh masing-masing stakeholder tergantung pada kesepakatan bersama. Terutama kesepakatan yang terbentuk sebelum didirikannya PT Patungan. Kesepakatan bagi hasil pada agroindustri dengan menerapkan sistem kemitraan ini dibagi berdasarkan pembagian keuntungan setelah modal pinjaman dari lembaga keuangan telah diselesaikan oleh PT Patungan. Hal ini perlu disadari oleh semua pihak untuk bekerja ekstra keras dan selalu menggunakan filosopi efisien dan efisiensi dalam berusaha sehingga modal pinjaman tersebut dapat dilunasi dengan segera demi kelangsungan usaha. Komposisi bagi hasil dari keuntungannya adalah : Petani 30%, pemda/perusda 30%, mitra usaha 20%, dan disertai 10% untuk reinvestasi dan 10% lagi untuk jaminan sosial dalam bentuk bantuan dana pendidikan dan kesehatan masyarakat setempat.
46
MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Sistem kemitraan untuk pelaksanaan agroindustri di daerah telah ditawarkan ke pemirsa dengan melibatkan tiga stakeholder penting yaitu petani yang tergabung dalam koperasi, pemerintah daerah, serta mitra usaha. Kemitraan ini tidak terbatas hanya dalam bentuk penandatangan MOU (Memorandum of Understanding) atau nota Kesepahaman dari tiga pelaku bisnis tersebut, namun ketiganya terus melebur menjadi satu unit usaha sendiri yang berbadan hukum melalui pembentukan perusahaan patungan yang disebut selanjutnya PT. Patungan. Keterlibatan tiga stakeholder tersebut memberikan konsekuensi logis bahwa semua langkah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, serta hasil kerja harus diketahui masing-masing pihak. Hal inilah yang mendasari perlunya disepakati kehadiran kriteria yang akan digunakan sebagai indikator kinerja pelaksanaan agroindustri di daerah. Disebut indikator kinerja karena diyakini untuk memastikan berhasil tidaknya ataupun maju mundurnya pelaksanaan kemitraan ini. Disisi yang dijadikan indikator tidak hanya dilihat dari sudut pandang mitra usaha, tetapi juga dari petani, dan pemerintah daerah (pemda). Bahkan dampaknya bagi masyarakat yang belum terlibat dalam kemitraan tersebut juga menjadi pertimbangan dalam penilaian kinerja ini. Nilai-nilai yang terukur seperti peningkatan penghasilan, kualitas dan kuantitas produk juga diperhatikan disamping faktor lokasi dan waktu karena semua ini menjadikan faktor penentu kinerja tersebut.
> MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH
Enam Kelompok budaya dalam pengertian Pertanian (agriculture): 1. Budaya pengelolaan sumberdaya alam dan hayati dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan dan teknologinya; 2. Budaya industri untuk meningkatkan nilai tambah produk dan pendekatannya secara sistematik; 3. Budaya bisnis yang dapat memantau sistem informasi pasa domestik dan luar negeri; 4. Budaya hukum yang dapat melindungi lahan petani dan produk pertanian dari para spekulan tanah dan perusak harga 5. Budaya lingkungan untuk melindungi ekosistem dari eksploitasi berlebihan sambil menjaga kesinambungan pertanian; 6. Budaya institusional kemasyarakatan untuk menghormati sumberdaya sosial dan aspek regional. (Sumber: Wirakartakusumah, 1999)
47
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Langkah penilaian kinerja ini diperlukan untuk mendukung percepatan tercapainya budaya ricultur cultur ag (cultur culturee) dalam definisi pertanian (ag agricultur riculturee ) yang telah diperluas (Wirakartakusumah, 1999). Culture bukan berarti budidaya saja tetapi budaya. Budaya dalam definisi pertanian tersebut terbagi dalam enam kelompok dengan melibatkan aspek teknologi, bisnis, hukum, kelembagaan, pertimbangan lingkungan, dan kemampuan pengelolaan. Keenam budaya tersebut tercermin dalam empat subsistem yang melaksanakan agribisnis dengan baik. Keempatnya adalah subsistem penyediaan sarana input produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran (Saragih, 2004).
KRITERIA PENILAIAN Sederetan pertanyaan seringkali muncul dalam diskusi yang mempertanyakan konsep kemitraan ini. Baik yang muncul dari petani, jajaran birokrat di daerah, pengusaha yang telah berinvestasi maupun dari kalangan anggota DPRD. Sepuluh pertanyaan yang kerapkali muncul adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Bagaimana mekanisme kerja yang dilaksanakan? Bagaimana kuantitas produk ? Bagaimana kualitas produk ? Bagaimana penggunaan teknologi ? Bagaimana waktu produksi? Bagaimana mengatasi modal usaha? Bagaimana penghasilan petani/peternak? Bagaimana penghasilan Pemda (PAD) ? Bagaimana penghasilan mitra usaha? Bagaimana dampak sosial ekonomi?
Kesepuluh pertanyaan tersebut dapat dijawab secara ringkas dengan memperhatikan Tabel 1. Tabel tersebut membandingkan hasil kualitatif pelaksanaan agroindustri dengan kondisi sekarang ini yang dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya dan jika menggunakan sistem bagi hasil dalam pola kemitraan di PT. Patungan. Makalah inipun akan menjawab sepuluh pertanyaan tersebut dalam kerangka penulisan makalah ini dalam bentuk tanya-jawab.
48
MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Tabel 1. P erbanding an hasil pelaksanaan ag r oindustri di suatu daerah antara Perbanding erbandingan kondisi sekarang dengan sistem bagi hasil. N o . Indikator
Industri
Kondisi
Sekarang
Sistem
Bagi
Hasil
1.
Mekanisme Kerja
Perseorangan
Bersama-sama
2.
Kuantitas Produk
Te r b a t a s
Meningkat
3.
Kualitas Produk
Rendah
Meningkat dan seragam
4.
Penggunaan Teknologi
Rendah
Meningkat
5.
Waktu Pr oduksi
Tidak Menentu
Te rencana
6.
Modal Usaha
Terbatas dan Sendiri
Meningkat dan Bersama
7.
Penghasilan Petani
Rendah
Rendah
8.
Penghasilan Pemda
Rendah
Meningkat dan Pasti
9.
Penghasilan Mitra Usaha
Tinggi
Te r u k u r
10.
Dampak Sosial Ekonomi
Tak ada dan Tak Terencana
Ada dan Ter encana
1. Bagaimana mekanisme kerja yang dilaksanakan? Mekanisme kerja yang dilaksanakan dalam sistem kemitraan agroindustri ini adalah bagi hasil karena dikerjakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi PT. Patungan. Pembentuknya adalah petani yang tergabung dalam organisasi koperasi, pemda yang diwakili oleh perusahaan daerah (perusda), dan pengusaha yang disebut mitra usaha. Penjelasan rinci telah disampaikan di bagian agroindustri dalam kemitraan. Usaha agroindustri sekarang ini dilaksanakan secara sendiri ataupun perseorangan. Akibatnya adalah selalu terjadi posisi tawar sesama pelaku mulai dari persiapan sarana produksi (saprodi) seperti bibit dan pupuk, tahap produksi, pengolahan sampai pada tahap pemasaran produk pertanian. Umumnya posisi tawar yang terendah dari empat subsistem agribisnis/agroindustri tersebut adalah petani. 2. Bagaimana kuantitas produk? Kuantitas Produk yang dihasilkan dalam sistem agroindustri sekarang ini terbatas jumlahnya karena tidak tersedia pabrikasi yang menjadi inti kekuatan industri pertanian. Berbeda jika dilaksanakan dalam sistem kemitraan ini karena produk dapat diatur jumlahnya supaya sesuai dengan kapasitas terpasang pabrik dan dapat ditingkatkan berdasarkan daya serap pasar dan perkembangan kemampuan PT. Patungan.
> MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH
49
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
3. Bagaimana kualitas produk? Ketidakseragaman kualitas produk menjadi ciri khas suatu kegiatan agroindustri yang dikelola secara perorangan karena tidak pengendalian kualitas dan kendala pengelolaan atau menejemen untuk mencapai hal tersebut. Namun dalam sistem kemitraan ini, kualitas dapat dijaga dan seragam sesuai dengan permintaan pasar. Hal ini dapat dilaksanakan karena dengan mengandalkan kemampuan dan pengalaman mitra usaha. 4. Bagaimana penggunaan teknologi? Minimnya penguasaan dan penggunaan teknologi merupakan fakta yang seringkali dijumpai dalam pelaksanaan agroindustri sekarang ini. Hal ini perlu disadari karena beberapa faktor seperti keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi yang tersedia dan cara memperoleh serta menggunakannya. Penguasaan teknologi menjadi keunggulan dari sistem kemitraan dengan mengandalkan alih teknologi dari sesama stakeholder. Penggunaan teknologi juga mempertimbangkan tingkat kemampuan perusahaan dalam penggunaan, pembiayaan dan waktu, serta kondisi sosial ekonomi dan ekologi suatu daerah. Teknologi yang digunakan akan memudahkan pencapaian target kuantitas, kualitas dan waktu produksi yang dibutuhkan sesuai dengan sasaran pasar produk dalam agroindustri. 5. Bagaimana waktu produksi? Aspek waktu ini menjadi salah satu kunci keberhasilan agroindustri yang terkadang belum diperhatikan dengan baik oleh pelaku agribisnis sekarang ini. Kontinuitas produksi merupakan contoh kasus dimana jumlah produksi tidak terjamin ketersediaannya pada waktu dibutuhkan sehingga berdampak pada harga yang berfluktuasi tajam. Sistem kemitraan memberikan suatu perencanaan yang sistematis dan terencana dengan baik karena dikelola melalui manajemen organisasi perusahaan. Hal ini berdampak pada penggunaan waktu dan sumberdaya secara efisien dan efektif dalam menghasilkan produk agroindustri yang berkualitas. 6. Bagaimana mengatasi modal usaha? Modal terbatas karena hanya disediakan sendiri merupakan ciri dari suatu unit usaha yang dibangun sendiri. Akibatnya adalah keterbatasan kemampuan dalam mengembangkan unit usahanya. Kondisi ini berbeda dengan sistem kemitraan dimana permodalan dibangun bersama sehingga terjadi peningkatan. Baik untuk modal kerja maupun modal investasi.
50
MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Penambahan modal dalam jumlah besar juga relatif mudah karena sudah tersedia prespektif usaha yang dikelola secara profesional disamping perlunya jaminan/agunan yang diperlukan oleh perbankan. 7. Bagaimana penghasilan petani/peternak? Fakta dengan kondisi sekarang ini hanya memberikan keuntungan satu kali pada saat terjadi transaksi jual setelah petani/peternak menghasilkan produk pertaniannya. Hal itupun terjadi dengan posisi tawar yang rendah karena ketidakmampuannya mengolah dan memberikan nilai tambah terhadap produknya. Belum lagi jika mempertimbangkan posisi petani/peternak dalam mengatasi tingginya biaya penyediaan sarana produksi sehingga margin keuntungan akan semakin sempit. Agroindustri dengan sistem kemitraan memberikan kesempatan pada petani/peternak untuk mendapatkan keuntungan ganda. Pertama pada saat memberikan bahan bakunya untuk pabrikasi. Kedua pada saat terjadi keuntungan dari penjualan produk. Kondisi ini dimungkinkan karena keterbukaan sistem kemitraan pada semua stakeholder untuk mengetahui selisih antara biaya produksi dengan harga pasar. 8. Bag aimana penghasilan P emda (P AD)? Bagaimana Pemda (PAD)? Pelaksanaan agroindustri kondisi saat ini belum memberikan jaminan kepastian penghasilan atau penambahan pendapatan asli daerah (PAD). Pemda lebih mengandalkan pemasukan dana melalui retribusi dari komoditi pertanian ataupun melalui pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB). Hasil akhirnya, PAD tetap rendah. Sistem kemitraan memberikan kepastian kontribusi pada upaya peningkatan penghasilan asli daerah melalui mesin keuntungan dari PT Patungan. 9. Bagaimana penghasilan mitra usaha? Mitra usaha juga mendapatkan penghasilan kendati tidak sebesar jika dibandingkan dengan suatu unit usaha yang dibangun sendiri. Namun dibalik keuntungan tersebut, mitra usaha juga telah memiliki sentra-sentra produksi yang menjadi basis kekuatan bisnisnya di masa-masa mendatang. 10. Bagaimana dampak sosial ekonomi? Dampak sosial ekonomi terpenting yang dapat dirasakan dalam sistem kemitraan adalah tersedianya dana yang pasti untuk dialokasikan pada jaminan sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Baik untuk petani maupun masyarakat setempat.
> MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH
51
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
52
MENGUKUR KINERJA AGROINDUSTRI SISTEM KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 5
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
Tujuan P enulisan Penulisan 1. Memberikan visi dan misi bisnis bagi perusahaan daerah (Perusda) dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri. 2. Mempertajam langkah taktis perusda dalam pelaksanaan agroindustri di daerah dengan memperhatikan kondisi ideal suatu kawasan agroindustri dan kenyataan yang ada, serta dan pemikiran-pemikiran tentang manajerial organisasi perusahaan, penguasaan teknologi dan strategi pemasaran produk baik di tingkat nasional dan internasional. 3. Strategi pembuatan program kerja jangka pendek, menengah, dan jangka panjang bagi perusda dalam kerangka berpikir agroindustri. Sasaran P enulisan Penulisan Bagian ini ditujukan kepada praktisi agroindustri terutama para CEO perusahaan daerah yang sangat diharapkan pernanannya untuk menjadikan agroindustri sebagai tulang punggung perekonomian daerahnya.
> PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
53
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PERUBAHAN PARADIGMA
P
erubahan paradigma sentralisasi menjadi desentralisasi dengan penerapan UU No 22 dan 25 Tahun 1999 tentang otonomi dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah otonomi telah membuat pemerintah daerah (pemda) bekerja keras mencari sumber-sumber penghasilan baru bagi pencapaian target pembangunannya. Sumber penghasilan pemda dari retribusi dan pajak bumi dan bangunan tidak dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan yang terus meningkat setiap tahun. Akibat lanjutannya adalah dibutuhkan strategi dan langkah taktis untuk mencari sumber penghasilan baru yang pasti, besar dan berkesinambungan. Wilayah yang memiliki tambang berupa minyak dan galian merupakan suatu keberuntungan dalam pencapaian sumber penghasilan pemda. Namun bukan berarti kemalangan bagi daerah yang hanya memiliki bentang alam karena sektor pertanian juga berpotensi besar menjadi salah satu motor perekonomian daerah jika dikelola dengan profesional dan mengarah pada pelaksanaan agroindustri. Target pengelolaan sektor pertanian dari subsistence (pemenuhan kebutuhan sendiri) ke agroindustri akan menghasilkan produk yang berkualitas, berlanjut, dan tersedia dalam jumlah yang layak secara ekonomis, serta harga yang kompetitif untuk dijalankan sebagai bentuk unit usaha. Oleh karena itu, perlu pengelola bisnis yang profesional untuk mencapai target tersebut. Pemerintah daerah (Pemda) meletakkan harapan utamanya pada Perusahaan Daerah (Perusda) sebagai unit usaha di daerah untuk menjalankan sektor agroindustri tersebut. Target akhir yang dituju oleh pemda adalah peningkatan nilai nominal pendapatan asli daerah (PAD) untuk mendukung APBD, serta terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakatnya.
Namun dibalik harapan dan sisi potensi tersebut, terdapat beragam kendala yang dihadapi dalam memajukan sektor agroindustri di suatu daerah. Kendala yang sangat dirasakan berupa keterbatasan sumberdaya manusia yang mampu mengatasi persoalan kelembagaan usaha di daerah, kesenjangan penguasaan teknologi pengolahan pasca panen, strategi dan taktik pemasaran, serta kemampuan mengidentifikasi potensi daerah yang dapat ditawarkan ke mitra usaha atau investor. Problematika tersebut yang mendasari penulisan makalah ini sebagai bentuk sumbang saran kepada Pemda Kabupaten dan Kotamadya di seluruh Indonesia untuk menjadikan sektor pertanian sebagai â&#x20AC;&#x153; Leader in Economic Sectorsâ&#x20AC;? dan berdampak pada upaya peningkatan kesejahteraan bersama (rakyat-pemerintah-mitrausaha) di daerah.
54
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Berdasarkan kerangka pemikiran dengan menggunakan enam faktor penentu tersebut melalui pengungkapan kondisi ideal yang menjadi harapan sekaligus kenyataan -yang sempat terekam dalam berbagai diskusi dan perjalanan-, maka perusda harus mampu menyatukan persepsi mereka dengan pemda dan mengantisipasi perkembangan bisnis demi kesinambungan sistem agroindustri di daerahnya.
KELAYAKAN INVESTASI DAN KETIDAKJELASAN Jika menggunakan indikator pemikiran Haming dan Basalamah (2003) dalam penentuan kelayakan investasi maka terdapat sejumlah permasalahan dalam bentuk ketidakjelasan di daerah dalam mengindentifikasi permasalahan teknis dan produksi; finansial; pasar dan pemasaran; ekonomi dan sosial; hukum; organisasi dan manajemen. 1. Aspek Teknis dan Pr oduksi Produksi a. Ketidakjelasan informasi luas areal produksi/wilayah produksi; b. Ketidakjelasan kuantitas, kualitas dan harga produk yang dihasilkan oleh daerah; c. Ketidakjelasan pelaku bisnis/pengusaha yang menangani suatu unit usaha dalam skala ekonomis; 2 . Aspek Finansial a. Ketidakjelasan pengaturan pendanaan dari APBD, terutama dalam penyertaan modal investasi dan modal kerja di perusahaan daerah. b. Ketidakjelasan sumber-sumber pendanaan unit usaha yang dibangun, termasuk teknis pembuatan dan pengajuan proposal ke lembaga keuangan yang memberikan modal pada unit usaha. 3 . Aspek P asar dan P emasaran Pasar Pemasaran a. Ketidakjelasan kapasitas permintaan pasar baik dari segi kuantitas, kualitas, waktu, dan harga serta pelayanan purna jual. b. Ketidakjelasan jaringan pasar dan sistem pemasaran yang berlaku secara internasional dan aman. 4 . Aspek Ekonomi dan Sosial a. Ketidakjelasan kontribusi ekonomi bagi masyarakat dari unit usaha yang dibangun oleh pemda maupun pengusaha; b. Ketidakjelasan kontribusi dalam peningkatan pendapatan asli daerah;. c. Ketidakjelasan kontribusi sosial unit usaha yang dilakukan bagi masyarakat daerah.
> PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
55
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
5. Aspek Hukum a. Ketidakjelasan bentuk hukum perusahaan; b. Ketidakjelasan tata prosedur untuk mengembangkan kerjasama dengan pihak ketiga 6.
Aspek Organisasi dan Manajemen a. Ketidakjelasan kriteria yang baik untuk CEO Perusda; b. Ketidakjelasan tata cara pendirian unit usaha; c. Ketidakjelasan perumusan organisasi, uraian tugas, dan tata kerja serta hak dan kewajiban individu yang terlibat dalam perusda. d. Ketidakjelasan kultur perusahaan yang lebih dominan sifat birokratisnya daripada kewirausahaannya.
Kendati ketidakjelasan dari enam indikator kelayakan suatu unit usaha tersebut terurai dengan jelas, namun bukanlah sebuah halangan ataupun tantangan. Bagi wirausaha murni, halangan ataupun tantangan tersebut harus diubah menjadi sebuah peluang bisnis. Semua itu tergantung pada kemampuan perusahaan daerah mengantisipasi dan kecepatan beradaptasi terhadap perkembangan bisnis saat ini yang sedang dilanda globalisasi. Pertanyaan klasik yang selalu muncul adalah darimana memulai perbaikan tersebut? Jawaban singkatnya adalah dari dalam tubuh perusahaan daerah itu sendiri!. Bukan dari lembaga lain!
MEWUJUDKAN PERUSAHAAN DAERAH YANG IDEAL Langkah untuk mewujudkan perusahaan daerah (perusda) yang ideal bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih dengan citra negatip yang telah tertanam di dalam pemikiran aparat pemda sendiri dan masyarakat bahwa perusda adalah lembaga pemboros dana dan bukan penghasil dana. Kendati perusda terhimpit diantara citra negatip dan harapan yang besar sebagai mesin penghasil dana untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), namun terdapat peluang untuk memperbaiknya andaikan nilai-nilai umum perusahaan dan sembilan langkah taktis ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Boleh jadi diakhir penjelasan ini sudah terdapat keyakinan daargumentasi logis bagi pembaca untuk bertindak menghapus institusi atau mengganti pelaksana perusda. Nilai-Nilai Umum P er usahaan Per Despain dan Converse (2003) dalam Siregar (2004) menjelaskan dengan tuntas nilai-nilai umum perusahaan yang harus dipahami dengan baik seperti pada Gambar 2. Sembilan buah balok yang saling berkaitan membentuk sebuah bangunan rumah. Kepercayaan dan saling
56
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
menghargai merupakan landasan utama, kemudian nilai-nilai kerja tim, pemberdayaan, pengambilan risiko dan kepekaan merupakan penopang upaya peningkatan yang terus berkelanjutan dan komitmen menuju puncak pelayanan kepada konsumen.
Gambar 2. Nilai-nilai umum yang harus dibangun dan dipahami dalam organisasi perusahaan (Despain dan Converse, 2003) yang dapat dibaca langsung di tulisan Siregar, 2004. Perusahaan daerah (Perusda) berpotensi sebagai perusahaan induk (holding) yang akan melahirkan anak-anak perusahaan berdasarkan perkembangan bisnis ataupun dengan kemitraan perusahaan lain. 1. P ahami Filosopi P er usahaan Induk (Holding) Pahami Per Perusahaan induk dapat menjalankan tiga fungsinya baik secara terpisah maupun secara bersamaan. Ketiga fungsi tersebut adalah: 1 . Per usahaan induk operasional (Operating holding compan y) company) Perusahaan induk melakukan tindakan langsung dalam pengoperasian anak perusahaan, mulai dari urusan logistik, produksi dan operasi, pemasaran, pelayanan purna jual, hingga pada kegiatan pendukung.
> PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
57
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
2 . Per usahaan induk pendukung (Suppor ting holding compan y) company) Perusahaan induk hanya melakukan dukungan pada anak perusahaan dalam bentuk penentuan kebijakan-kebijakan dalam penyiapan tenaga SDM, infra struktur, keuangan dan umum. y) 3 . Per usahaan induk in company) invv estasi (In (Invvestment holding compan Perusahaan induk hanya melakukan investasi dana, sedangkan operasional dan pengembangannya dilaksanakan langsung oleh anak perusahaan. Perusda dapat mengembangkan fungsinya sebagai holding dengan memilih satu dari ketiga fungsi tersebut. Pengembangan anak-anak perusahaan sendiri dapat disesuakan dengan komoditi yang akan diusahakan atau berdasarkan pada â&#x20AC;&#x153;clusterâ&#x20AC;? komoditi pertanian seperti tanaman pangan, tanaman tahunan, perikanan, atau komoditi laut. 2. PENGAJU AN NAMA PER USD A PENGAJUAN PERUSD USDA Nama perusahaan daerah yang dibentuk oleh pemda secara spesifik harus menampilkan asal daerah tersebut tetapi dikombinasikan dengan jiwa bisnis. Misalkan: Perusda Bone yang merupakan perusahaan daerah milik Pemda Kabupaten Bone. Perusda Bone kemudian membuat anak perusahaan yang salah satu diantaranya adalah PT. Bone Agro yang bergerak pada semua komoditi pertanian yang diusahakan di Kabupaten Bone, provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan daerah juga berpotensi untuk mengembangkan diri sebagai holding atau perusahaan induk dengan sejumlah anak perusahaan yang sesuai dengan perkembangan dan potensi bisnis yang dapat digarap di wilayahnya. 3. P enetapan Visi dan Misi, ser ta Pr og ram K er ja P er usda Penetapan Prog Ker Per Perusda yang terbentuk harus memiliki Visi dan Misi yang jelas sehingga dapat mencerminkan keinginan atau harapan masyarakat dan pemda. Upaya untuk mencapai visi dan misi tersebut dapat dilakukan melalui perancangan dan pelaksanaan prioitas program kerja yang sistematis dan terarah serta prioritas dibuat dalam bentuk program kerja yang jelas dan sistematis serta realistis untuk dilaksanakan oleh perusda dan mitra kerjanya.
58
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
4. P enentuan Bidang dan Skala Usaha Penentuan Penentuan bidang usaha disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing yang dapat dijadikan peluang bisnis. Potensi daerah tidak hanya terbatas pada penentuan komoditas tetapi dalam bentuk jasa apa yang bernilai ekonomi dan dapat dijual ke konsumen. Berdasarkan potensi daerah yang mengandalkan diri pada pertanian maka tersedia empat subsektor yang dapat diusahakan yaitu: 1. Tanaman Pangan yang mencakup komoditi beras, jagung, dan ketela pohon. 2. Tanaman Tahunan yang mencakup komoditi jambu mete, dan hutan tanaman industri. 3. Peternakan yang mencakup komoditi ayam, bebek, dan telur, serta penyediaan pakan ternak. 4. Industri Rumah Tangga yang mencakup segala bentuk produk bernilai ekonomis yang dapat dihasilkan oleh rumah tangga. Skala usaha yang dilakukan harus bernilai ekonomis dan bukan skala usaha industri rumah tangga. Karakteristiknya dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuan usaha tersebut menampung seluruh produk pertanian di daerahnya, kemudian diolah dengan sistem pabrikasi yang lebih banyak menggunakan mesin-mesin daripada tenaga manusia, memiliki kepastian harga, kontinuiti produk, kepastian kuantits produk, serta nilai investasi dan modal kerja yang besar. 5. P enentuan Str uktur Or Penentuan Struktur Orgg anisasi Perusda harus menentukan struktur organisasinya mulai pada tingkat dewan komisaris, dewan direksi, dan kepala-kepala departemen. Untuk susunan dewan komisaris dan dewan direksi merupakan kriteria baku bagi suatu perusahaan, namun keterlibatan mitra bisnis merupakan suatu pengecualian. Alasannya adalah untuk memberikan jiwa bisnis bagi perusda. Dewan Komisaris Komisaris Utama Komisaris Komisaris
: : :
Dewan Direksi Direktur Utama Direktur Produksi Direktur Pemasaran Direktur Keuangan dan Admin
: : : :
> PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
Bupati Asisten II Bidang Ekonomi Mitra Bisnis
59
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Salah satu alternatif yang dapat kami ajukan untuk pembentukan departemen di suatu perusda dengan cakupan bisnis yang berorientasi pada pertanian adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Departemen Agroindustri Tanaman Pangan Departemen Agroindustri Tanaman Perkebunan Departemen Agroindustri Peternakan Departemen Usaha Industri Rumah Tangga Departemen Pemasaran dan Kerjasama Bisnis Departemen SDM, Hukum, dan Administrasi Departemen Analisa Usaha Agroindustri, LITBANG dan IT
6. P enentuan Kriteria SDM P elaksana yyang ang Pr of esional Penentuan Pelaksana Prof ofesional Prinsip dasar untuk menentukan apakah sumberdaya manusia itu memang profesional adalah kejujuran dan kemauan untuk bekerja. Kemampuan bekerja dan bidang keahlian masingmasing karyawan atau direksi ditentukan dengan perkembangan bisnis perusda. 7.
P enetapan Sistem K er ja Inter nal dan Ekster nal P er usda Penetapan Ker Per
Bagian ini merupakan kriteria lanjutan adalah kemampuan bekerja di lapangan sesuai dengan prosedur operasional standar (standart operational procedures) yang dibuat oleh Perusda. Sistem kerja internal menyangkut proses produksi, proses pembiayaan, proses pemasaran, komunikasi di antara sesama karyawan atau dengan direksi. Sistem kerja eksternal perusda terkait dengan model kerjasama dengan pihak luar perusda.Baik dengan lembaga keuangan, pemda, maupun dengan mitra bisnisnya. 8. P enentuan Modal In er ja Penentuan Invv estasi dan Modal K Ker Penentuan modal investasi dan modal kerja harus ditetapkan diawal pendirian Perusda. Langkah ini merupakan wewenang Pemda dan DPR karena dialokasikan melalui APBD. Namun demikian, sebaiknya penyertaan modal investasi dan modal kerja yang berasal dari uang rakyat tersebut harus memperhatikan program kerja Perusda baik dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang
60
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
9. PENENTU AN SUMBER-SUMBER PERMOD ALAN PENENTUAN PERMODALAN 1 . APBD Sumber pertama permodalan berasal dari kesediaan pemerintah daerah mengalokasikan dana yang berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah) sebagai penyertaan modal di perusahaan. Penyertaan modal Pemda ini dapat dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang sesuai dengan kebijakan pemda dan DPRD. 2 . Lembaga Keuangan Tiga sumber permodalan yang dapat digali oleh Perusda yaitu perbankan, asuransi, dan reksadana (sekuritas). Namun sumber dana permodalan ini harus dikelola dengan baik dan bijaksana, serta ekstra hati-hati dengan mempertimbangkan kelayakan ekonomis suatu usulan bisnis. 3 . Ker jasama deng an In dengan Invv estor Permodalan juga dapat dilakukan dengan mengundang investor yang memiliki sumber dana langsung namun Perusda harus terlibat dalam sistem produksi, disamping dukungan logistik bahan baku produksi dan pemasaran. 4 . Kerjasama dengan Mitra Kerja Sumber modal baik dalam bentuk finansial maupun manajemen, teknologi maupun alih pangsa pasar juga dapat dilakukan dengan investor. 5 . Masyarakat Penyertaan modal masyarakat dalam bentuk obligasi maupun penyer taan modal juga dapat dilakukan oleh PERUSDA. Pelaksanaan alternatif ini dapat dilakukan baik untuk masyarakat maupun secara nasional dengan mempertimbangkan kinerja dan bonafiditas perusahaan dengan tolok ukur bisnis dan pertimbangan aturan hukum yang barlaku.
PROGRAM KERJA PERUSAHAAN Pr og ram K er ja JJangka angka P endek (Dua Tahun P er tama) Ker Pendek Per Prioritas program kerja dalam rentang waktu ini adalah: da SDM 1 . Sumber Sumberda dayya Manusia (SDM SDM). Rekrutmen dan pelatihan sumberdaya manusia yang memiliki integritas, loyalitas, kemandirian dan jiwa wirausaha untuk menjalankan
> PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
61
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
perusahaan daerah. Prioritas yang akan dilakukan adalah pembentukan Tim Kerja Inti Perusahaan yang terdiri atas minimum mencakup keahlian manajemen, pertanian (budidaya,HPT, tanah, Iklim), pengolahan pasca panen, pemasaran, dan keuangan serta teknologi informasi. Pada bagian ini juga perlu dibuat standar prosedur operasi perusahaan. 2 . Mitra K er ja ja. Penggalangan kerjasama dengan mitra kerja yang bersedia melakukan alih Ker teknologi dan informasi pangsa pasar dari produk yang dihasilkan oleh unit usaha perusahaan. 3 . Sarana dan Prasarana Prasarana. Identifikasi sarana dan prasarana produksi yang tersedia dan dapat digunakan serta kebutuhan yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah. 4 . Bidang Usaha Usaha. Penentuan bidang-bidang usaha yang tersedia dan penentuan prioritas yang segera dilakukan oleh tim kerja perusahaan. Baik secara sendiri maupun dengan bermitra dengan perusahaan lokal dan nasional. 5 . Per modalan. Penentuan besaran modal yang dibutuhkan berdasarkan prioritas bidang ermodalan. usaha yang akan dilaksanakan oleh unit usaha perusda dan sumber-sumber permodalan yang dapat digunakan. Pr og ram K er ja JJangka ah (Dua Tahun K edua) Ker Menengah Kedua) angka Meneng Prioritas program kerja dalam rentang waktu ini adalah: er ja 1 . Per erja ja. Percepatan pelaksanaan prioritas program kerja yang telah dirancang erce cepatan Ker patan K ce untuk dua atau tiga tahun pertama pendirian perusda.. 2 . Re g enerasi enerasi. Proses regenerasi kemampuan manajemen, teknologi produksi, dan pemasaran dari tenaga inti. 3 . Peng embang an Bisnis. Bagian ini berdasarkan potensi sumberdaya lahan dan engembang embangan kemampuan masyarakat setempat dalam pelaksanaannya.
62
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Pr og ram K er ja JJangka angka P anjang (Lima Tahun) Ker Panjang Prioritas program kerja dalam rentang waktu ini adalah: 1 . Ekspansi Bisnis Bisnis. Peng embangan unit-unit bisnis di daerah lain denga n mempertimbangkan potensi sumberdaya alam dan ketersediaan SDM, serta keselarasan program kerja yang dicananangkan oleh perusahaan daerah. 2 . Nasional and Inter nasional. Pengembangan unit usaha dalam skala nasional dan Internasional. internasional baik dalam hal jaringan pemasaran maupun permodalan.
PENUTUP Demikian sumbang saran yang dapat kami sampaikan kepada praktisi, pemerintah daerah, dan masyarakat yang telah menjadikan agroindustri sebagai â&#x20AC;&#x153;leader of Economic sectorsâ&#x20AC;? di Indonesia. Semoga mendapat sambutan dan kritik demi mewujudkan agroindustri yang tangguh dan profesional.
> PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN
63
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
64
PERUSAHAAN DAERAH DAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 6
REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH
Tujuan P enulisan Penulisan Tujuan penulisan bagian ini adalah: 1. Untuk mengingatkan potensi Koperasi yang harus diaktualkan sehingga memberikan manfaat bagi anggota dan masyarakat di sekitarnya. 2. Untuk memberikan arahan teknis yang dapat dilakukan pengurus dan anggota koperasi dalam merevitalisasi peranan koperasi di daerah. Sasaran P enulisan Penulisan Sasaran penulisan buku ini adalah pengurus dan anggota koperasi, dinas pemerintah, dan pengusaha yang akan bermitra dengan koperasi di daerah.
> REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH
65
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
CEO KOPERASI
D
itengah ragam deraan kehidupan melanda Indonesia, saya bermimpi menjadi CEO (Chief Executive Officer ) sebuah koperasi untuk mencari solusi deraan tersebut. Terutama solusi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Harapannya organisasi ekonomi berbasis rakyat di desa dan kota ini, menjadi lokomotif ekonomi nasional. Namun apa nyana, koperasi pun masih berkonotasi dengan wasting time , no efforts , and no profit serta berkembang logika “unlogic” ditambah cemaran istilah Ketua Untung Duluan untuk KUD. Hanya karena penasaran “Kog begitu saja tak bisa” dan “Kenapa barang kelihatan ini tak mampu diubah?” Padahal sumberdaya alam Indonesia sungguh melimpah. Ditambah bekal jiwa wirausaha maka tantangan untuk menjadi CEO boleh jadi dicoba. Lalu, modal strategi apa jika filsafat CEO diterapkan pada koperasi? Pertanyaan ini tiba-tiba meluncur dan membangunkan saya dari mimpi tadi untuk menelaah aneka pustaka serta diskusi dengan kawan yang lebih memahami hakiki koperasi. Dalam kondisi terjaga dan ketika melakukan survei potensi wilayah Sulsel, saya sempat tanya Andi Syamsul Alam Mallarangeng, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sulawesi Selatan tentang kemungkinan menerapkan mimpi jadi CEO Koperasi. Pak Andi mengatakan bahwa mimpi jadi CEO itu bisa terwujud karena karakteristik organisasi Koperasi mendukung gagasan tersebut. Organisasi koperasi di tingkat Provinsi, terutama koperasi produsen yang bergerak sektor pertanian mempunyai bentuk seperti Perusahaan Induk “Holding Company” dengan anakanak perusahaannya berupa koperasi-koperasi di tiap kabupaten. Lalu, bisa dibayangkan untuk Provinsi Sulsel jumlah anak perusahaannya karena memiliki 22 kabupaten/kotamadya. Keunikan lain adalah anggota koperasi memiliki identitas ganda (the dual identity of member) yaitu anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi (user own oriented firm). Implikasi keunikan ini maka membuat koperasi memiliki landasan kerja demokrasi. Implikasi lanjutannya sebagai berikut: a. Koperasi dimiliki oleh anggota yang bergabung atas dasar sedikitnya satu kepentingan ekonomi yang sama. b. Koperasi didirikan dan dikembangkan berlandaskan nilai-nilai percaya diri untuk menolong dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, kesetiakawanan, keadilan, persamaan dan demokrasi. Selain itu anggota koperasi percaya dan harus melaksanakan nilai-nilai etika kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap orang lain.
66
REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
c. Koperasi didirikan, dimodali, dibiayai, diatur dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya. d. Tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggotanya dalam rangka memajuka kesejahteraan anggotanya. e. Jika terdapat kelebihan kemampuan pelayanan koperasi kepada angotanya maka kelebihan kemampuan pelayanan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan anggota koperasi. Boleh jadi tulisan ini saya akan bawa kembali dalam mimpi demi memberi jawaban bahwa koperasi adalah unit usaha yang harus dikelola ala CEO bukan atas dasar kekeluargaan. Bukan pula hanya karena berbasis pada rakyat sehingga belum profesional. Oleh karena itu, atas dasar kenyataan bahwa sebagian koperasi belum menjalankan nilai-nilai luhurnya sehingga belum mencapai targetnya, maka perlu kemampuan seorang CEO untuk menertibkan koperasi supaya mencapai kondisi ideal.
LANGKAH PENERTIBAN Strategi dasar untuk menjalankan organisasi ekonomi rakyat ini adalah melakukan penertiban pada sisi logika dan niat; organisasi dan Anggota; rencana dan usaha; administrasi dan keuangan; serta melakukan evaluasi dan pengawasan. Istilah tertib digunakan dalam wacana ini karena kelima komponen tersebut adalah dasardasar manajemen di bangku kuliah. Bahkan di strata rakyat, pengusaha, dan pejabat, istilah tersebut telah dikenal dengan baik. Namun faktanya, sebagian masih belum tertib. Akibat yang muncul adalah kesemrawutan di segala lini. Ruginya adalah rakyat dan bangsa sendiri karena telah membuang waktu, tenaga, dan dana besar tanpa hasil yang memadai apalagi berkelanjutan. Tinggallah generasi muda -yang juga dikatagorikan sebagai rakyat- melongo karena tak lagi memiliki modal usaha (modal investasi dan kerja yang bersumber dari alam dan dana pembangunan). Ter tib Niat dan Logika Langkah ini terasa berat baik karena tak tersedia instrumen untuk mendeteksinya. Namun akan terasa pada proses dan hasil usaha koperasi. Indikasinya sederhana, apakah asset atau modal semakin bertambah? Jika asset dan modal koperasi terus bertambah atas dasar kerja keras maka indikasinya pengurus dan anggotanya memiliki niat baik.
> REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH
67
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Niat baik dan logika ini ibarat dua sisi dari tombak. Jika salah menggunakannya maka si pengguna akan terluka. Oleh karena itu, niat baik juga harus diimbangi dengan logika yang sistematis, runut dan masuk akal terhadap semua upaya koperasi menjalankan roda usahanya. Logika dan niat baik ini juga harus diterjemahkan dalam wacana formal berbentuk tulisan seperti rencana kerja, proposal, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja koperasi, laporan kemajuan kegiatan, pelaksanaan administrasi yang baik, serta laporan pertanggungjawaban pengurus koperasi. Boleh jadi koperasi bankrut namun bukan karena salah niat dan logika tetapi mungkin karena ketidakmampuan mengatasi kendala bisnis yang memang cukup kompleks. Namun, paling tidak jika niat dan logika yang benar sudah dilaksanakan baik dengan segala upayanya maka disinilah faktor takdir Ilahi yang menentukan. Penuntun Logika dan Niat Logika dan Niat seorang CEO Koperasi juga tidaklah sukar jika menggunakan petunjuk teknis yang diberikan oleh Departemen Koperasi dan UKM melalui Keputusan Menterinya No: 43/Kep/KUKM/VII2004. Pada pasal 3 dan 4 dijelaskan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan penerapan dan indikator akuntabilitas koperasi. Pasal 3, aayy at 1 Pelaksanaan penerapan akuntabilitas oleh koperasi dilakukan dengan cara: a. menyusun dan menetapkan visi, misi, tujuan dan saran secara tertulis; b. menyusun Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Koperasi (RAPBK) dengan melibatkan anggota; c. menyelenggarakan pencatatatn dalam buku administrasi organisasi koperasi antara lain Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengurus, Buku Pengawas, Buku Manager dan Karyawan serta pembukuan keuangan secara tertib; d. menyelenggarakan akuntasi dengan menerapkan standar akuntansi koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e. melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pasal 4 Akuntabilitas Koperasi meliputi pengukuran terhadap empat hal yaitu: a. Akuntabilitas Penyelenggaraan Organisasi dan Manajemen; b. Akuntabilitas Manajemen Pelayanan Koperasi; c. Akuntabilitas Keuangan; d. Akuntabilitas Manfaat dan Dampak Koperasi.
68
REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Ter tib Or Orgg anisasi dan Ang g ota Fakta membuktikan bahwa pembentukan koperasi memang semudah membalik telapak tangan. Ditambah dengan gampangnya menyusun struktur organisasi dan Anggota. Tapi di balik itu, apakah organisasi ini sudah dijalankan dengan baik oleh pengurus dan bagaimana ketaatan anggota sehingga koperasi dapat mencapai akuntabilitasnya? Tertib organisasi dan Anggota ditempatkan sebagai langkah penting kedua setelah tertib niat dan logika karena disinilah letak penilaian keunggulan semua lini, termasuk kemampuan pelaksanaan koperasi. Koperasi adalah organisasi yang berorientasi bisnis plus sosial karena harus memberikan manfaat bukan hanya keuntungan dalam bentuk sisa hasil usaha tetapi juga manfaat sosial. Untuk mencapai target tersebut anggota pemilik dan pengguna jasa koperasi harus berpartsipasi dalam: 1. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan segala hal yang harus dikerjakan oleh koperasi; 2. Memodali/membiayai koperasi agar keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan; 3. Mengawasi dan mengendalikan koperasi agar tetap berada pada jalur kepentingan ekonomi anggota dan atau keputusan-keputusan rapat anggota; 4. Mendapatkan manfaat finansial dan sosial dari penyelenggaran kegiatan koperasi. 5. Ikut serta menanggung resiko kerugian. Tertib organisasi dan anggota koperasi ini akan tercapai jika Badan Pengurus, Badan Pengawas, Manajer, Koordinator Bidang atau ketua divisi mampu saling sinergis dan berusaha keras melalui penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja yang baik. Ter tib R encana dan Usaha Rencana Dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program kerja baik itu untuk kegiatan rutin seperti rapat anggota, rapat pengurus, maupun rapat luar biasa, perlu ditekankan pada pelaksanaan tertib rencana dan usaha. Kondisi tertib rencana dapat dilakukan dengan membuat rancangan rencana usaha yang harus sesuai dengan kebutuhan anggota, misi dan visi koperasi serta daya dukung lingkungannya. Ilustrasi sederhananya, koperasi yang bergerak di sektor perikanan dengan anggota nelayan seharusnya bergerak pada penyediaan sarana produksi seperti jala, alat-alat mesin pertanian, kapal penangkap ikan, dan penyediaan fasilitas ruang pendingin (cold storage). Bukan bergerak pada penyediaan kulkas, tv, dan motor kreditan karena lebih bersifat konsumtif.
> REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH
69
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Penertiban rencana dan usaha ini dilakukan dimulai dengan menyusun program kerja dan usaha-usaha yang produktif dan dapat dilakukan oleh seluruh anggota. Bagi koperasi yang harus mendukung agroindustri, rencana koperasi haruslah menyusun kemampuannya untuk penyediaan sarana produksi, upaya peningkatan produksi, upaya pengolahan hasil pertanian, kemudian upaya menembus pasar dengan membuat jaringan pasar dan kerjasama dengan perorangan, perusahaan, maupun lembaga lain. Semua langkah tersebut harus dihitung dari segi waktu, jumlah tenaga kerja dan lembaga yang terlibat, sarana yang dibutuhkan, dan biaya yang diperlukan sehingga dapat dihitung biaya operasional koperasi dalam periode tertentu dan jika dirinci lagi menjadi biaya produksi per satuan produk (Rp/kg atau Rp/unit). Implikasi langkah ini akan memberikan informasi bahwa suatu rencana dan usaha haruslah layak ekonomis, layak produksi, layak organisasi, dan layak pemasaran. Ter tib Administrasi dan K euang Keuang euangaa n Langkah tertib administrasi dan keuangan merupakan upaya pencatatan dan dokumentasi semua kegiatan yang telah dilakukan oleh pengurus koperasi yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan rapat anggota di setiap akhir tahun kerja. Tertib administrasi harus diawali dengan penerbitan dan pendokumentasian yang baik dari enam komponen berikut ini: 1. Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi oleh Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. 2. Surat Izin Tempat Usaha/UU Gangguan 3. Surat Izin Usaha Perdagangan Kecil 4. Surat Tanda Daftar Perusahaan Koperasi 5. Nomor Pokok Wajib Pajak 6. Bank Relasi Keenam hal tersebut merupakan dasar legal yang menyatakan sebuah koperasi merupakan uni usaha, sedangkan bank relasi merupakan identitas yang diperlukan bahwa koperasi kredibel di mata anggota dan rekanan bisnisnya. Tertib keuangan adalah kondisi super penting yang harus dilakukan untuk menghindari kecurigaan anggota dan tercapainya target keuntungan setiap usaha yang dilakukan oleh koperasi. Namun demikian, telah tersedia beberapa indikator keuangan yang perlu dipahami dengan baik oleh pengurus terutama bendahara koperasi. Indikator-indikator tersebut adalah Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Aktivitas, Receive Turn Over, Per putaran
70
REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Persediaan, Rasio Perputaran Modal, Rasio Perputaran Modal Kerja, Rasio Modal Kerja Terhadap Aktiva, Leverage. Oleh karena itu, penempatan posisi bendahara sebaiknya dari anggota yang berlatar belakang sarjana ekonomi bidang keahlian keuangan untuk memudahkan menerjemahkan dan melaksanakan kesembilan indikator tersebut. Ter tib Ev aluasi dan P eng aw asan Evaluasi Peng Peranan Pengawas diperlukan dilangkah terakhir ini yang berfungsi sebagai evaluator dan pengontrol terhadap upaya-upaya yang telah dijalankan. Perbandingan upaya tersebut adalah perencanaan sehingga diperoleh tingkat keberhasilan pelaksanaan program kerja. Peranan pengawas tidak boleh menyalahartikan azas kekeluargaan yang digunakan oleh koperasi jika menemukan kejanggalan apalagi penyalahgunaan wewenang yang harus dijalankan oleh pengurus maupun anggota. Penyalahgunaan merupakan pelanggaran dan harus segera ditindak melalui penegakan disiplin yang ditetapkan oleh rapat anggota. Bahkan jika pelanggaran tersebut menyangkut kriminal maka harus ditindaklanjuti ke saluran hukum yang berlaku. Tanpa penegakan disiplin dan hukum yang baik oleh pengawas ini maka koperasi tidak dapat diharapkan mampu mengemban amanat sebagai pembangun tatatnan perekonomian nasional. Untuk mencapai tertib evaluasi dan pengawasan ini maka anggota yang ditempat pada posisi tersebut juga sebaiknya memiliki kemampuan teknis dan merupakan panutan dari semua anggota koperasi. Boleh jadi panutan tersebut karena kemampuan akademisnya, bukti pekerjaan, dan loyalitas yang telah diberikan semasa menjabat sebagai pengurus koperasi pada periode sebelumnya. Sebagai bahan evaluasi, penulis meringkas pedoman yang diberikan Kementerian Koperasi dan UKM RI dalam bentuk Tabel 6.1. Keempat jenis akuntabilitas tersebut harus dinilai pelaksanaannya oleh badan pengawas untuk mencapai tujuan koperasi: 1. memajukan keseahteraan anggota; 2. memajukan kesejahteraan masyarakat; 3. membangun tatanan perekonomian nasional dan 4. mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.
> REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH
71
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Tabel 6.1 Rincian jenis akuntabilitas untuk menilai peranan koperasi di masyarakat. NO 1 1.1
72
1.2
JENIS AKUNT ABILIT AS AKUNTABILIT ABILITA Akuntabilitas P en y eleng Pen elenggg araan Or Orgg anisasi dan Manajemen Pertumbuhan Anggota Partisipasi Anggota sebagai Pemilik dan Pengguna Jasa Penyelenggaraan Organisasi yang baik
2 2.1 2.1
operasi Akuntabilitas Manajemen P ela Pela elayy anan K Koperasi Berorientasi Pelayanan Terhadap Anggota Berorientasi pada Efisiensi dan efektivitas
3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9
Akuntabilitas Keuangan Rasio Likuiditas Rasio Solvabilitas Rasio Aktivitas Receive Turn Over Perputaran Persediaan Rasio Perputaran Modal Rasio Perputaran Modal Kerja Rasio Modal Kerja Terhadap Aktiva Leverage
4 4.1 4.2 4.3
Akuntabilitas Manfaat dan Dampak Koperasi Manfaat Harga Beli Manfaat Harga Jual Manfaat Lainnya
REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
> REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH
73
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
74
REVITALISASI KOPERASI UNTUK MEMBANGUN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 7
STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH
Uang yang hilang karena kesalahan investasi masih lebih rendah nilainya daripada biaya perbaikan atau revitalisasi fungsi mesin di pabrik karena selain menyerap dana, tenaga juga kehilangan waktu yang tak ternilai harganya.
Tujuan P enulisan: Penulisan: Tujuan P enulisan ini adalah: Penulisan 1. Untuk memberikan suatu strategi yang dapat dipakai sebagai acuan dalam pemilihan mesin-mesin untuk pabrikasi agroindustri. 2. Untuk memantapkan koordinasi antara tim kerja penyedia bahan baku, pengolah hasil pertanian, dan Sasaran P enulisan: Penulisan: Sasaran penulisan ini adalah CEO perusahaan agroindustri yang akan bertanggung jawab terhadap keberhasilan usaha, pemerintah daerah yang akan menanamkan modal daerahnya, serta pihak perbankan yang akan membiayai rencana bisnis.
> STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH
75
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
TUJUAN PENDIRIAN PABRIK
P
engembangan agroindustri di suatu daerah belum lengkap tanpa mendirikan pabrik pengolahan yang didalamnya terdapat mesin-mesin. Pemilihan mesin ini perlu strategi pemikiran yang seksama dan pelaksanaan yang bijaksana supaya mencapai efisiensi dan efektifitas investasi. Karena tujuan pendirian pabrik pengolahan adalah melanjutkan mata rantai dalam sistem agribisnis dari subsistem produksi ke subsistem pengolahan, hasilnya kemudian dilanjutkan ke subsistem pemasaran. Kenyataan yang ada di beberapa daerah menunjukkan mata rantai yang terputus di dalam subsistem pengolahan hasil pertanian dengan subsistem produksi bahan baku dari petani. Akibat yang sering ditemui adalah kesenjangan antara kapasitas terpasang mesin di pabrik dengan kebutuhan dan pengaturan serta penggunaannya. Terutama untuk mesin pengering yang dibangun dengan biaya dan operasional serta pemeliharaan yang mahal namun penggunannya tidak memberikan nilai tambah ekonomis dan sosial yang baik bagi perusahaan/ pengelola apalagi masyarakat. Hal inilah yang mendorong penulisan artikel ini untuk memberikan wacana kepada pengambil kebijakan atau manajer investasi di bidang industri pertanian (agroindustri) supaya dapat membuat mata rantai yang mengaitkan dua subsistem di dalam sistem agroindustri/ agribisnis tersebut. Bagai pelaksanaan sebuah pepatah berpikir global namun bertindak lokal (think globally, act locally), pengambil kebijakan atau manajer investasi juga perlu memeikirkan aspek-aspek yang lebih luas untuk mencari tahu bagaimana pengaruh yang mungkin timbul dari langkah taktis yang akan dibuatnya. Uang yang hilang karena kesalahan investasi masih lebih rendah nilainya daripada melakukan perbaikan atau revitalisasi fungsi mesin di pabrik karena selain menyerap dana, tenaga juga waktu yang tak ternilai harganya. Tiga aspek yang akan dibahas dalam strategi pemilihan mesin-mesin pabrikasi untuk pengolahan hasil pertanian adalah sentra produksi dan bahan baku; teknis mesin yang sesuai dengan kebutuhan; dan sumberdaya manusia (SDM) yang akan menjadi pengelola mesin tersebut. Kendati ketiganya harus terintegrasi satu dengan yang lainnya, namun mesin dan (SDM) dapat beradaptasi karena ditunjang dengan kemampuan pembuat mesin dan sistem pelatihan yang akan dirancang oleh pengelola. Baik melalui kerjasama dengan pembuat mesin maupun dirancang sendiri oleh pengguna.
76
STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
SENTRA PRODUKSI DAN BAHAN BAKU Pembentukan sentra produksi bahan baku melalui pelaksanaan pewilayahan komoditi atau penetapan areal produksi merupakan persyaratan utama untuk memikirkan pemilihan mesin dan skala pabrikasi yang akan dibuat. Karena di antara pabrik dan mesin dengan sentra produksi ini ada jarak dan waktu yang harus ditempuh. Selain itu, terdapat pertimbangan jumlah bahan baku yang tersedia dari sentra produksi dan jenis transportasi yang akan digunakan, dan kapasitas angkutnya. Jika semua ini tidak masuk dalam perhitungan maka kelak jadi kendala dan meningkatkan biaya produksi. Selanjutnya menurunkan daya saing karena nilai jual produk akan kalah bersaing dengan produk sejenis di persaingan pasar. Kondisi yang kurang ideal telah terjadi di beberapa pabrik pengolahan kakao, kelapa dan padi di pulau Jawa yang berada jauh dengan sentra bahan bakunya. Pada pabrik pengolahan kakao terjadi kesalahan hanya karena mementingkan berdirinya pabrik saja, sedangkan pada pengolahan kelapa karena areal perkebunan kelapa dan padi sudah terdesak dengan kepentingan lain seperti sarana pariwisata, pembangunan perumahan dan tekanan jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahun. Kondisi ideal yang sering kita temui adalah pendirian pabrik pengolah kelapa sawit di tengahtengah sentra perkebunan sawit. Kondisi ini semakin ideal karena ditunjang oleh penggunaan sistem kemitraan dimana terjadi pola inti dan plasma atau Pola Inti Rakyat (PIR). Hal demikian membuat pengelola pabrik atau perusahaan dapat menghitung/mengendalikan biaya produksi melalui biaya transportasi bahan baku. Pembentukan sentra produksi selain mementingkan kelangsungan pabrik dalam jangka waktu 25-40 tahun mendatang, tapi juga ada kepastian hukum dari pemerintah setempat untuk mempertahankan sebagian wilayahnya sebagai sentra pertanian yang akan menghasilkan bahan baku. Bahkan harapan yang juga ditunggu bagi investor dan pengusaha daerah adalah ketersediaan infra struktur seperti jalan, listrik, dan komunikasi yang memudahkan jalannya bisnis mereka. Rincian pemikiran untuk pembentukan sentra produksi ini dapat dibaca pada bagian â&#x20AC;&#x153;Perencanaan Kawasan Agroindustriâ&#x20AC;? . Jika sudah sentra produksi sudah ditetapkan oleh pemda dengan sosialisanya pada masyarakat dan dinas terkait, maka dapat dipastikan sudah tersedia data yang terlahir karena setimasi maupun atas kondisi aktual berupa:
> STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH
77
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
a. Luas lahan, luas panen, produksi, identitas petani, yang dapat dikoordinasikan dan dikelola dalam wadah organisasi tingkat petani untuk mengatur luas dan jadwal panen yang sesuai dengan kapasitas tampung dan produksi dari pabrik yang akan dibangun di daerah tersebut. b. Poin a ini akan memberikan estimasi bagi perencana dan ahli keuangan dalam perhitungan biaya produksi di tingkat petani dan potensi margin yang akan diraih jika sistem usaha tani ini akan dilaksanakan dengan atau tanpa sistem kemitraan.
PRINSIP TEKNIS MESIN-MESIN PERTANIAN Prinsip dasar penggunaan mesin-mesin pertanian didasarkan pada kebutuhan terhadap suatu alat bantu sehingga pelaku usaha di agroindustri dapat meng-hasilkan suatu produk. Alat bantu ini dapat digunakan pada tingkat penyediaan bahan baku dan pengolahannya di pabrik sehingga diperoleh bahan setengah jadi, bahan jadi yang kemudian dijadikan input produksi oleh perusahaan lain untuk mengolahnya menjadi produk siap konsumsi. Produk yang siap dikonsumsi pun perlu alat bantu lain yang berfungsi sebagai pengemas menggunakan kemasan yang berisi informasi kualitas dan kuantitas produk dan identitas pembuatnya. Oleh karena itu hampir setiap tahapan di bagian produksi bahan baku, pengolahan hasil hingga pada pemasaran hasil-hasil pertanian memerlukan mesin-mesin pertanian. Secara spesifik, mesinmesin yang dibutuhkan dalam pemasaran lebih berorientasi pada ketersediaan sistem teknologi informasi dan fasilitas komputer untuk mendapatkan informasi dan akses pembeli. Mesin-mesin pertanian yang dibutuhkan dapat dibagi dua bagian utama yaitu untuk sarana produksi dan pengolahan hasil produksi. 1 . Sarana Produksi Mesin-mesin pertanian yang digunakan dalam sarana produksi umumnya sudah dikenal baik oleh petani karena terlibat langsung dalam kegiatannya. Mungkin tingkatan teknologinya yang berbeda karena ada yang tradsional seperti bajak, cangkul, pemotong ani-ani, hingga yang moderen seperti traktor tangan, mesin perontok gabah, irigasi sistem tetes dan sebagainya. Pemilihan mesin-mesin tersebut sebaiknya mempertimbangkan kondisi agroekologi daerah yang umumnya daerah tropis dan kondisi topografi yang bergelombang dan tingkat penguasaan masyarakat yang masih perlu peningkatan keterampilan. Tingkat keterampilan yang dibutuhkan selain untuk pengoperasian mesin juga untuk pemeliharaan dengan dukungan ketersediaan suku cadang di daerah yang sesuai dengan persyaratan mesin tersebut.
78
STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
2 . Sarana P eng olah Hasil Pr oduksi Peng engolah P ada bagian mesin-mesin dibagi menjadi tig bagian yyaitu: aitu: tigaa sub subbagian
Pertama, untuk pengolahan dari bahan baku menjadi setengah jadi. Tipe mesin-mesin yang dibutuhkan pada bagian ini akan digunakan untuk proses seleksi atau sortir, pencucian, penghancuran, dan pengeringan. Kedua, untuk pengolahan dari bahan setengah jadi menjadi bahan jadi. Tipe mesin-mesin yang dibutuhkan pada bagian ini akan digunakan untuk proses-proses penghancuran, pencampuran, pembakaran, pencetakan, pengendalian kualitas, serta pengepakan. Ketiga, untuk pengolahan dari bahan jadi menjadi produk siap di konsumsi. Tipe mesin-mesin yang dibutuhkan terbatas pada pengepakan dan pemberian label. Ketiga subbagian ini juga masih memerlukan alat-alat bantu seperti timbangan dan alat-alat ukur dalam pengendalian kualitas. Jika tahapan proses dalam penyediaan bahan baku dan pabrikasi dapat diketahui dengan seksama maka tahapan selanjutnya adalah menentukan kebutuhan mesin-mesin yang harus dibeli, baik karena skala prioritas dengan pertimbangan waktu dan biaya serta kemampuan pengelolanya maupun karena kebutuhan untuk memenuhi target bisnis yang telah ditetapkan dalam pembangunan suatu usaha. Pemikiran untuk pembelian mesin-mesin pertanian mungkin dapat menggunakan tahapan dasar dalam pemilihan pengering yang menjadi ilustrasi dari logika Mujumdar, A. S. (2001). Diawali dengan penentuan target yang akan dicapai, kemudian dilakukan pemilihan awal dan kondisi informasinya, dan dilakukan pengujian dan validasi, serta evaluasi ekonomi sebelum sampai pada tahap keputusan ke penjual atau pabrik.
> STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH
79
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Gambar. 1. Logika dasar dalam pemilihan pengering. Pemikiran lanjutan yang perlu diambil dari Gambar 1. adalah tahapan validasi pilihan dengan melakukan uji coba dan indikator yang perlu digunakan dalam evaluasi ekonomi. Validasi pilihan dapat dilakukan dengan mengkaji ulang berbagai mesin yang memiliki fungsi sama supaya dapat perbandingan teknis. Contoh kasus adalah pemilihan mesin pengering yang memiliki keragaman tinggi karena masing-masing memiliki prinsip kerja yang berbeda. Pengering ada yang menggunakan sistem pemanas biasa dan sifatnya statis dan ada yang dinamis karena menggunakan ban berjalan. Bahkan sistem bahan bakar yang digunakan juga berbeda seperti bahan bakar minyak, tenaga listrik, dan kayu bakar atau tempurung kelapa. Sudah tentu ini semua akan mempengaruhi biaya produksi dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
80
STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Pemikiran lain adalah jaminan pelayanan purna jual dari perusahaan penyedia mesin pertanian. Mereka harus memberikan perbaikan dan penyediaan suku cadang, serta pelatihan untuk pengoperasian dan pemeliharaan mesin. Hal ini mendorong pihak manajemen untuk segera mempersiapkan SDMnya sehingga dapat melaksanakan tugas perusahaan.
SDM PENGELOLA PABRIK Sumberdaya manusia merupakan kalimat kunci yang perlu diperhitungkan dengan baik dalam pengelolaan agroindustri, terutama pada tahap pengolahan bahan baku di pabrik. Oleh karena itu, diperlukan SDM yang memiliki karakteristik dasar sebagai kandidat profesional di perusahaan. Karakteristik dasar yang dibutuhkan adalah kemauan untuk belajar dan bekerja keras disamping juga diperlukan tingkat kecerdasan dan loyalitas. Keempat karakteristik dasar itu merupakan pondasi yang diperlukan untuk menjamin upaya teknis yang akan diberikan perusahaan sehingga mereka memiliki tingkat keterampilan operasional di pabrik. Khususnya dalam pengoperasian dan pemeliharaan mesin, serta tingkat pengamanan kerja dan suasana kerja sehingga pabrik dapat berjalan dan mencapai target produksi perusahaan. Untuk mencapai target keterampilan operasional ini, maka perusahaan melalui departemen pengembangan harus membuat dan melaksanakan modul-modul pelatihan secara berjenjang dan berkesinambungan terhadap karyawannya. Bentuk pelatihan tersebut disesuaikan dengan tingkatan dalam pabrik. Dimulai dari tingkat operator, tingkat pemelihara (maintenance), dan hingga supervisor. Jika target pelatihan ini tercapai maka sudah tentu memberikan konsekuensi baru bagi karyawan berupa apreasi dari perusahaan. Hal ini dapat diwujudkan kenaikan insentif, tunjangan dan gaji ataupun bonus sehingga karyawan terjaga loyalitas dan kinerjanya pada peningkatan produktivitas perusahaan. Namun demikian, upaya ini sebelum didahului dengan peningkatan produktivitas perusahaan yang dapat diukur dari peningkatan kuantitas produk, terjaganya target kualitas dan akhirnya peningkatan keuntungan perusahaan.
> STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH
81
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
PENUTUP Pelaksanaan dan pengembangan agroindustri di suatu daerah untuk mencapai misi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peingkatan PAD tidak hanya dilakukan dengan mendirikan sebuah pabrik canggih dengan dukugan mesin-mesin mahal dan terotomatisasi. Tetapi juga harus disinergikan dengan sentra produksi dan kemampuan produksi bahan baku yang akan diolah di pabrik, kemudian kemampuan sumberda manusianya yang harus memiliki kemampuan teknis operasional yang diperoleh melalui pelatihan secara berjenjang dan berkesinambungan.
82
STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
> STRATEGI PEMILIHAN MESIN PABRIKAN AGROINDUSTRI KEMITRAAN DI DAERAH
83
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
82
INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
BAB 8
INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN
Tujuan P enulisan Penulisan Tujuan penulisan makalah: 1. Untuk mengajukan konsep penerapan kemitraan dalam wirausaha teknologi melalui pembentukan inkubator bisnis dengan melibatkan perusahaan swasta yang bergerak di sektor jasa keuangan non bank dan sektor riil di masyarakat. 2. Untuk mengkaji potensi-potensi teknologi dan peluang bisnis yang dapat ditekuni sebagai profesi untuk mendukung agroindustri di daerah. Diharapkan peluang ini dapat dimanfaatkan oleh generasi muda berpendidikan sarjana. Sasaran P enulisan: Penulisan: Sasaran penulisan ini adalah pihak pemerintah daerah, CEO perusahaan, Dinas Tenaga Kerja, dan perguruan tinggi yang terlibat langsung dengan problematika tenaga kerja di daerah.
> INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN
85
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
KELAHIRAN IDE INKUBATOR WIRAUSAHA
R
ealita permasalahan di Indonesia adalah lapangan pekerjaan yang kurang mampu menyerap tenaga kerja yang melimpah meskpun berada di negeri yang subur. Sekitar 540 ribu jiwa berpendidikan sarjana yang masih tergolong pengangguran (BPS, 2002) dan mungkin jadi akan terus membengkak jika dibuka peluang-peluang pekerjaan yang sesuai dengan mereka. Terpenting adalah mayoritas yang mengalami permasalahan tersebut adalah lulusan sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Sebuah ironi karena disatu sisi memiliki jenjang pendidikan tinggi namun di sisi lain menjadi minoritas dalam memperoleh kesempatan kerja. Lanjutan akibatnya adalah kesulitan meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. Lalu apakah bekal pendidikan yang telah diberikan dan ditekuni di sekolahan atau bangku kuliah telah mencukupi untuk membangun kemandirian mereka di masa mendatang? Belum lagi jika masalah ini dikaitkan dengan penguasaan teknologi dan bisnis yang kerapkali kosong dalam bekal kehidupan para sarjana tadi. Dua aspek inilah yang mendorong peluang dilahirkannya konsep inkubator bisnis ini sedangkan kata “kemitraan” berasumsi bahwa semua pihak (yang peduli dan perlu dengan tenaga kerja) harus terlibat dan memiliki posisi setara serta saling bekerjasama sehingga mendapatkan kontribusi manfaat finansial dan non finansial yang setara. Sebuah gagasan yang terlahir dari pengalaman selama melakukan program PhD sandwich dan sempat mengunjungi beberapa pusat pengembangan teknologi di Jerman yang dikenal sebagai hno Zentr um”. Gagasan tersebut juga dimatangkan ketika membangun forum diskusi “Tec echno Zentrum “Agritech Research” dan perusahaan PT. Tekno BIG Nusantara (PT TBN) yang bergerak di sektor pertanian, dan teknologi informasi serta perdagangan. Bahkan pengalaman berdiskusi dengan praktisi Jasa Asuransi di PT. Asuransi Jiwa Intan (PT AJI) dan PT. Anugrah General Insurance (PT AGI) telah memberikan peluang bagi penulis untuk menggali potensi pembiayaan dari sektor jasa keuangan non perbankan. Ternyata pengalaman inilah yang mengantarkan pada pemikiran bahwa seharusnya sejak awal masuk di perguruan tinggi, mahasiswa sudah harus menerima pendidikan kewirausahaan. Pendidikan yang dimaksud tidak dibiayai oleh mahasiswa itu sendiri tetapi oleh lembaga swasta dan pemerintah yang tertarik dengan ide-ide kreatif mahasiswa atau sarjana. Keterlibatan pihak swasta harus dilakukan untuk menekan biaya operasional pendidikan sekaligus menerapkan konsep pendidikan pula mengenai spirit bisnis yang nyata terjadi di luar kampus.
86
INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
FILOSOPI KEMITRAAN Dasar filosopi lahirnya ide ini adalah bagaimana mengaitkan tiga komponen utama yaitu teknologi, bisnis dan kemitraan dalam satu bentuk pelaksanaan di lapangan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 1. Aspek teknologi telah maju pesat di era informasi ini. Mulai dari kemajuan perangkat lunak seperti program komputer, internet, komunikasi hingga pada persenjataan. Semua produk ini telah memajukan dunia bisnis pula. Hal serupa juga terjadi di sektor pertanian, teknologi juga berkembang pesat baik yang melibatkan manual dan bersentuhan langsung dengan kondisi di lapangan dengan petani maupun yang bersifat otomatis yang dapat dikontrol secara otomatis dengan bantuan komputer. Kondisi lapangan di tingkat petani, pertanian tidak lagi sekadar cangkul dan sebilah arit namun telah bergerak ke arah traktor tangan dan dukungan mesin-mesin pengering hasil panen yang otomat dan berskala industri. Ilustrasi ini boleh jadi menyadarkan kita bahwa teknologi telah bergerak dan merasuki semua lini kehidupan, termasuk kehidupan petani dan memberikan peluang bisnis yang juga berarti peluang kerja. Namun, pemahaman ini perlu disampaikan kepada para sarjana supaya mereka menemukan mata rantai yang mengaitkan teknologi dan bisnis melalui proses pembinaan di inkubator wirausaha yang dibangun berdasatkan kemitraan. Konsep ini merupakan potensi sekaligus tantangan yang masih terbuka luas bagi bangsa Indonesia untuk menekuni dan mengembangkan teknologi yang berbasis kemitraan. Bahkan target utama yang harus dicapai adalah integrasi yang baik antara ketiga komponen tersebut.
Gambar 1. Tiga komponen utama yaitu teknologi, bisnis, dan kemitraan yang melandasi gagasan pembentukan inkubator wirausaha teknologi berbasis kemitraan.
> INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN
87
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Pertanyaan yang muncul dari filosopi tersebut adalah kenapa harus berbasis Kemitraan? Bukankah teknologi dan bisnis telah berjalan dengan baik tanpa keterlibatan institusi perguruan tinggi ataupun lulusannya? Lalu, kenapa harus agroindustri yang jadi ladang bisnis pertama yang digarap? Jawaban pertama terletak pada kepentingan yang berbeda antara pemerintah (baik pusat maupun daerah), perguruan tinggi, masyarakat, dan perusahaan. Bagi pemerintah, kemitraan berarti adanya satu kesempatan untuk mengurangi dampak negatip yang mungkin terjadi akibat tingginya angka pengangguran di kalangan terdidik. Bagi perguruan tinggi, kemitraan itu berarti forum untuk saling rembuk dan mendapatkan masukan mengenai kemampuan lulusannya yang dapat terserap di dunia kerja. Bahkan kemampuan mandiri mereka untuk membuat kesempatan kerja baru. Masyarakat pun menyadari bahwa kemitraan ini merupakan satu harapan untuk menyaksikan putra-putri terbaiknya sudah mulai mandiri dan bekerja. Harapan yang tumbuh setelah mereka menghabiskan sumberdaya untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Bagi perusahaan, kemitraan diharapkan bukanlah satu beban biaya namun kesempatan untuk mendapatkan mitra kerja yang dibutuhkan baik secara langsung sebagai karyawan yang akan mengembangkan perusahaannya maupun secara tidak langsung sebagai mitra yang mendukung aktivitas mereka. Dukungan ini dapat diwujudkan dalam bentuk penyediaan bahan baku, pemasaran, tenaga konsultan, maupun sebagai penyedia komponen produksi. Bahkan dengan kemampuan ide dan keterampilan teknis yang dimiliki warga kampus ini dapat disalurkan kedalam satu wadah yang terorganisir dengan baik dan dapat dikembangkan karena bernilai jual dari sudut pandang bisnis. Ide dan keterampilan teknis mahasiswa tidak hanya terbatas pada penguasaan piranti lunak atau teknologi informasi tetapi dapat dikembangkan secara luas pada bidang-bidang lain seperti pertanian, jasa konsultasi manajemen perancangan mekatronika. Hal ini yang menjadi alasan dan jawaban untuk pertanyaan kedua kenapa perguruan tinggi perlu terlibat lebih dalam di perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari konsep ini. Pemilihan sektor pertanian, khususnya agroindustri yang menjadi ladang bisnis pertama disebabkan sektor ini akan menyerap tenaga kerja banyak dan mendapatkan dukungan sumberdaya alam dan masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan peluang bisnis lain yang mendukung sektor tersebut kendati sang sarjana memiliki kemampuan manejemen, pemasaran, ataupun teknologi informasi. Karena semua ini saling terkait jika memahami empat subsistem dalam agribisnis/agroindustri dengan baik.
88
INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
KONSEP DASAR INKUBATOR Konsep inkubator bisnis ini adalah suatu konsep dimana wadah yang diorganisir untuk menampung dan membina calon pengusaha dengan memberikan perlindungan dan fasilitas usaha. Konsep ini dibangun dengan melibatkan beberapa stakeholder (pelaksana) seperti kandidat pengusaha, dewan pembina, dan jasa keuangan dengan alur kerja seperti pada Gambar 2. Karena wacana yang dibangun adalah pertanian maka yang dipilih agroindustri untuk menghindarkan kesan bahwa inkubator itu untuk melahirkan profesi petani. Namun sebaliknya, boleh disebut pengusaha kendati bidang usahanya adalah pertanian. Jasa Keuangan
Gambar 2. Alir kegiatan pusat inkubator wirausaha teknologi bisnis dengan bantuan Jasa keuangan dan infrastruktur hukum dan sarana gedung.
PELAKSANA INKUBATOR Sasaran konsep ini adalah lulusan perguruan tinggi, baik yang berpendidikan diploma, sarjana, maupun magister. Hal ini dilakukan karena tingkat pengangguran pada lulusan berjenjang pendidikan tinggi ini di Indonesia sekitar 10% dari angkatan kerja Indonesia yang berjumlah 5,8 juta jiwa (BPS 2001). Belum termasuk angkatan kerja berpendidikan magister yang belum
> INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN
89
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
sempat tertampung dalam dunia kerja karena memang kesempatan kerja sangat terbatas yang terkait dengan kondisi makro ekonomi Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, tersirat bahwa disamping kandidat merupakan lulusan perguruan tinggi. Mereka juga memiliki konsep bisnis yang layak diusahakan dan wajib menjalankan prinsip-prinsip syariah dalam proses bisnisnya. Anggota dewan pembina terdiri dari pengusaha, pakar perguruan tinggi, dan anggota dari lembaga jasa keuangan. Peranan tiga komponen dewan pembina ini menjadi tiga bagian yaitu sebagai penyeleksi ide, pembina dan pemberi fasilitas. Kriteria ide yang diterima sudah tentu berkaitan dengan upaya pengembangan teknologi yang bernilai bisnis baik untuk pemasaran dalam negeri maupun untuk dipasarkan di tingkat regional dan internasional. Aspek pembinaan mencakup dua sisi yaitu bagaimana mengembangkan ide tersebut dalam dunia bisnis dan pengembangan teknologi sehingga memiliki nilai jual. Dewan pembina berperan penting dalam penyediaan modal dengan memberikan argumentasi rasional dengan memperhatikan potensi pasar. Pada sisi lain, bantuan informasi untuk pemasaran produk dan jasa juga diperlukan. Terutama strategi dan taktis menembus pasar regional dan domestik. Bahkan perlindungan hukum bagi kandidat pebisnis baik dalam bentuk pengurusan paten maupun royalti. Bantuan terakhir sangat penting karena inovasi dan penemuan akan mudah berkembang dengan kondisi lingkungan yang mendukung. Aturan ini akan tampak jelas pada alur kerja yang terkait dengan penjelasan Gambar 2.
ALUR KERJA Berdasarkan Gambar 2. Alur pelaksanaan konsep ini diawali dengan proposal bisnis yang diajukan oleh kandidat ke menejer operasional dan dilanjutkan pada dewan pembina. Proposal tersebut kemudian dibahas dengan menggunakan tiga kriteria yaitu aspek bisnis, penguasaan teknologi, dan kemitraan untuk dinilai kelayakannya. Setelah layak maka kandidat akan mendapatkan satu buah ruangan sebagai kantor kerja dan fasilitasnya di gedung inkubator yang dimiliki sistem ini. Gedung ini berfungsi sebagai kantor bersama dari sejumlah kandidat dengan subsidi biaya yang terakomodasi dalam perjanjian. Bahkan dalam gedung tersebut telah tersedia fasilitas standar seperti komputer, internet dan bantuan tim pemasaran produk. Perkiraan waktu inkubasi dari calon pengusaha menjadi pengusaha murni ini diperkirakan tiga tahun, setelah itu harus mandiri. Dalam kurun waktu tersebut calon pengusaha akan mengembangkan dan melaksanakan gagasannya yang tertuang dalam bentuk proposal. Diakhir
90
INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
kontrak, kandidat akan melanjutkan usahanya di luar fasilitas inkubator namun tetap menjalankan prinsip kemitraan karena kesuksesannya telah ditunjang oleh stakeholder dan sistem dari inkubator tersebut. Tolok ukur keberhasilan program ini tidak hanya terletak pada jumlah kandidat yang berhasil mandiri dengan melanjutkan unit usahanya dan paten yang dihasilkan, namun juga pada kemampuan untuk menjaga konsistensi pelaksanaan kemitraan dalam proses produk dan penjualannya. Indikator ini tetap realistis kendati mereka (disebut: alumni inkubator) sudah berhadapan langsung dengan realitas bisnis yang terkadang menghalalkan segala macam cara asalkan tujuan bisnisnya tercapai. Mungkin pada poin inilah peranan pembinaan etika dapat ditekankan disamping juga pembuktian bahwa konsep kemitraan lebih baik.
PELUANG BISNIS UNTUK TEKNOLOGI Produk bisnis yang dikembangkan dalam suatu inkubator adalah jasa dan barang namun berorientasi teknologi. Produk teknologi tidak hanya pada teknologi komputer, tetapi juga pada konstruksi, perminyakan, pertanian, biologi, kedokteran dan farmasi. Spesifikasi produk di setiap sektor tersebut dapat dirinci lebih lanjut. Biologi misalnya, dapat diperinci pada konsep bioteknologi dengan penekanan pada produk-produk kultur jaringan atau biomolukuler dan bukan pada riset. Porsi riset yang mendalam dilakukan oleh lembaga lain seperti universitas dan lembaga penelitian. Riset yang dilakukan oleh kandidat di inkubator hanya upaya penyesuaian produk pada pasar. Kendati dalam pelaksanaan inkubator ini, terdapat banyak peluang untuk menciptakan beragam produk namun semua aspek ini tentu memiliki segmen pasar sendiri sehingga perlu disaring lebih banyak kandidat dan idenya untuk dimasukkan dalam inkubator. Berdasarkan potensi pasar saat ini di daerah, maka agroindustri merupakan menjadi ladang yang menjanjikan. Mulai dari pemilihan komoditi unggulan, diterima pasar dengan harga yang bersaing, teknologi pengolahan hasil-hasil pertanian, sampai pada dukungan teknologi informasi untuk mendukung pengelolaan sumberdaya alam dan pemasarannya. Contoh kasus adalah penyediaan sistem informasi dengan teknologi SIG (Sistem informasi geografi) untuk mendukung pengelolaan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Teknologi SIG ini memungkinkan pemerintah daerah memasarkan daerahnya ke investor dengan menyodorkan komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan dalam sektor pertanian atau kehutanan dan sumberdaya lain, disamping mendukung penataan wilayahnya.
> INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN
91
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Contoh lain adalah pengelolaan bandeng dan rumput laut yang menjanjikan untuk dikelola secara profesional. Bandeng tidak lagi dijual dalam bentuk bahan mentah dan dapat disantap hanya dalam bentuk goreng dan bakar saja di kawasan Sulawesi Selatan, namun dapat diolah lagi menjadi bandeng asap, bandeng tanpa duri, bandeng presto, dan bakso atau nugget bandeng yang dikemas dan dipasarkan di super market ataupun dijadikan komoditi dagang ke daerah lain. Gagasan serupa juga dapat diterapkan di rumput laut kendati memerlukan investasi yang cukup besar namun pemikiran untuk membuat proposal yang layak juga menjadi salah satu target jika telah melewati tahapan inkubasi selama tiga tahun. Kelak kandidat pengusaha ini dapat menjadi pengusaha besar dengan memulai dari perdagangan rumput laut dari hasil budidaya mereka dan kemitraannya dengan petani rumput laut. Paling tidak, peserta inkubator bisnis ini sudah mampu menyediakan bahan baku yang sesuai dengan standar industri di wilayahnya. Inti pembicaraannya adalah kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan peluang bisnis dari teknologi di wilayahnya. Tanpa meninggalkan kaidah kemitraan ditambah dengan perhitungan yang matang dari segi bisnis untuk setiap produk dalam proses dan produk akhirnya, maka kesuksesan dapat diraih dengan mudah.
PERANAN JASA KEUANGAN DAN PERUSAHAAN Peranan jasa perbankan dan perbankan dalam pelaksanaan ide ini sangat penting karena disadari bahwa lulusan sarjana hanyalah berbekal kemampuan akademis dan sedikit sekali yang memiliki modal finansial. Oleh karena itu, saat ini masih jarang lulusan perguruan tinggi langsung dapat mandiri untuk membangun suatu unit usaha hanya berbekalkan ijasah sarjana. Mereka memerlukan wadah dan binaan dan bantuan sebelum tercapai kemandiriannya. Pada sisi lain, mereka memiliki potensi kemauan, kecerdasan, dan keuletan untuk bekerja. Potensi yang paling terlihat oleh penulis adalah aspek kejujuran dan idealisme mereka yang patut didukung oleh konsep kemitraan. Jasa keuangan dan perusahaan swasta masing-masing memiliki peranan pada aspek pendanaan dan pemanfaatan hasil kerja para kandidat. Jasa keuangan se perti Bank syariah dapat menerapkan berbagai konsep bantuan finansial berdasarkan kemampuan finansial yang dimilikinya untuk kandidat yang terpilih dan aktif di inkubator bisnis. Konsep yang dapat diterapkan antara lain (Syafii, 2000):
92
INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
1. Trust Financing dimana pihak bank merupakan pihak yang sepenuhnya sebagai penyandang dana dari modal usaha, sedangkan pihak yang menjadi pengelola dana adalah kandidat yang akan menggunakan segala keahlian dan kemampuannya dalam pengelolaan dana. Keuntungan yang didapat akan di bagi rata. Kerugian yang timbul akan ditanggung oleh pihak penyandang dana sedang penyandang rugi dalam soal waktu, prestasi serta potensi untuk mendapatkan hadiah. Manajemen pengelolan dana tersebut sepenuhnya merupakan tanggung jawab penyandang dana. 2. Partnership Financing . Konsep ini merupakan konsep perjanjian klasik didalam sistem keuangan Islam dimana pihak-pihak sepakat untuk secara bersama-sama melakukan kontribusi pembiayaan. Keuntungan yang didapat akan dibagi sesuai dengan persetujuan yang dibuat sebelumnya sedangkan kerugian akan dibagi rata sesuai dengan kepemilikan modal usaha. Manajemen usaha dapat dibagi rata secara bersama-sama atau menunjuk salah seorang diantaranya. 3. Pinjaman tanpa bunga. Ini merupakan konsep pinjaman tanpa bunga yang mana tujuan dari pihak yang meminjam adalah berkaitan dengan kegiatan sosial atau pinjaman jangka pendek. Peminjam hanya berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman saja. Kendala yang mungkin timbul dari pelaksanaan konsep ini adalah pemahaman mengenai aturan kemitraan. Namun demikian, diskusi dan saling tukar informasi sebagai upaya mewujudkan gagasan ini merupakan salah langkah pelaksanaan konsep inkubasi wirausaha kemitraan sehingga dapat diterima dan realistis oleh pemerintah, masyarakat, lembaga keuangan, perguruan tinggi serta sarjana itu sendiri.
PENUTUP Inkubator wirausaha teknologi bisnis berbasis kemitraan merupakan gagasan untuk mengembangkan pelaksanaan kemitraan. Tiga sisi dari segi teknologi, kemitraan, dan aspek bisnis yang disatukan dalam sebuah inkubator dengan fasilitas finansial, manejemen, dan pendidikan untuk membantu generasi muda Indonesia yang berpotensi maju dan mandiri dalam menghadapi persaingan kerja di tingkat nasional dan internasional. Target yang diharapkan terlibat adalah para kandidat pebisnis Indonesia dengan latar belakang pendidikan dan agama dan budayanya dapat mandiri. Indikator keberhasilan ide ini adalah kemandirian bisnis para alumninya dengan tetap mempertahankan konsep kemitraan dalam pelaksanaan bisnisnya.
> INKUBATOR WIRAUSAHA AGROINDUSTRI BERBASIS KEMITRAAN
93
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
D AFT AR PUST AKA AFTAR PUSTAKA Al Kaaf, A. Z. 2002. Ekonomi dalam Prespektif Islam. Pustaka Setia, Bandung. Amien, I. 1993. Sumberdaya Iklim dalam evaluasi Sumberdaya lahan. Dalam Makalah Kunci Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor, 18-21 Februari. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Kabupaten Manggarai â&#x20AC;&#x201C; NTT. Dan PT. Virama Karya. 2003. Bakar, O. 1997. Hierarki Ilmu: Membangun rangkaâ&#x20AC;&#x201C;pikir Islamisasi Ilmu. Mizan, Bandung. BPS. 2002. Data Statistik Tenaga Kerja Indonesia. http: www.bps.go.id Darusman, L.K. et al., 2004. Konsep Strategi Pengembangan Biofarmaka Indonesia. dalam Sumbang Saran Pemikiran Pengembangan Agribisnis Berbasis Biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Haming, M dan S. Basalamah. 2003. Studi Kelayakan Investasi: Proyek dan Bisnis. Jakarta. PPM. Irsal. L. et al. 1989. Pewilayahan agroekologi utama tanaman pangan Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan. Edisi Khusus, Pus/03/90. Irsal. L. 1992. Pewilayahan Komoditi Pertanian Berdasarkan Model Iklim Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Disertasi. (Tidak Dipublikasikan). Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. 2004. Pedoman Penerapan Akuntabilitas Koperasi. Lucas, M dan K. Wilson. 1992. How to Survive The 9 to 5 (Memelihara Gairah Kerja; Psikologi untuk orang kantoran). Alih Bahasa: Ansis Kleden. Arcan, Jakarta. Mujumdar, A. S. 2001. Panduan Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial. (Penyunting: Sakamon Devahastian). Alih Bahasa: Tambunan dkk. IPB. Press, Bogor, Indonesia. Pinson. L. 2003. Anatomy of Business Plan. (Terjemahan Emmas: Panduan Lengkap Menyusun Proposal dan Rencana Bisnis). Penerbit Canary. Jakarta. Safii, A. M,. 2000. Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Bank Indonesia, Jakarta. Saragih, B. 2004. Membangun Pertanian Perspektif Agribisnis dalam Pertanian Mandiri: Pandangan Startegis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
94
DAFTAR PUSTAKA <
AGROINDUSTRI UNTUK OTONOMI DAERAH
Singh, R. B. 2002. The State of Food and Agriculture in Asia and the Pacific: Challenges and Opportunities. Food and Agriculture Organization of The United Nations International Fertilizer Industry Association. Paris. Siregar, D. D. 2004. Manajemen Aset: Strategi Penataan KonsepPembangunan Berkelanjutan secara Nasional dalam Konteks Kepala Daerah sebagai CEOâ&#x20AC;&#x2122;s pada Era Globalisasi & Otonomi Daerah. Sumardjo., J. Sulaksana, dan W. A. Darmono. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumodiningrat,G. 2004. Subsidi untuk Petani Padi Mencari Format yang Tepat. Kompas.Senin (6/09/2004) Hal. 11. Survey Potensi Investasi Perkebunan Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Wirakartakusumah, A. 1999. Pertanian berkelanjutan rekonsep-tualisasi pembangunan pertanian Indonesia dalam Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VII di Serpong, 910 September 1999. Buku III Kelompok Ilmu Pengetahuan Alam. LIPI bekerjasama dengan Dir jen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Forum Organisasi Profesi Ilmiah. Hal:329-345.
> DAFTAR PUSTAKA
95
Alamat Lengkap: Jl. Malabar Ujung No. 27 RT 04/03 Tegal Manggah Bogor 16144 Telp: 0251-8357215 HP: 0811850150 Email:syukrimnur@gmail.com
M. SYUKRI NUR NUR, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK (Pene-lusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di Tahun 1986. Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993 melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis, Jerman, dan Austria. Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA. Penulis juga pernah tercatat sebagai peneliti di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) selama 2 tahun (2004-2006). Penghargaan yang pernah diperoleh LIPI â&#x20AC;&#x201C; UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman, Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan di IPB. Juga Sponsor untuk Perjalanan Riset dan Summer School dari Bern University, Swiss, Postdam Institute, Jerman dan Tsukuba Research Center, Jepang. Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian, teknologi informasi dan lingkungan hidup. Saat ini penulis bertugas sebagai Staf Tenaga Ahli Bupati Kutai Timur bidang Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri. Ketua III KALIMA Provinsi Kalimantan Timur dan Peneliti bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA., serta tenaga pengajar di STIPER Kutai Timur.