Kelapa sawit digital smn

Page 1

KARAKTERISTIK

KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU

BIOENERGI Syukri M Nur Sangatta-Kutai Timur, Februari 2014


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

02

1. Pendahuluan Artikel ini menyajikan aspek karakteristik kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi. Aspek yang dibahas sebagai bagian karakteristik bioenergi adalah agroekologi dengan informasi pendukung distribusi luas lahan, produksi dan produktivitas kelapa sawit di Indonesia, produk-produk perkebunan dan pabrik pengolah tandan buah segar (TBS) yang mencakup CPO (crude palm oil), nilai kalori, estimasi produksi CPO dan limbahnya, serta penjelasan singkat upaya peningkatan nilai kalori dengan menggunakan teknik sangrai (torrefaction). Penulis mengharapkan bahwa informasi ini menyajikan data terkini dan memberikan inspirasi lanjut bahwa Indonesia memiliki potensi lumbung energi besar yang berasal dari perkebunan kelapa sawit selain berfungsi sebagai lumbung pangan.

2. Karakteristik Agroekologi Kelapa Sawit Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis sp) merupakan komoditi andalan ekonomi Indonesia karena selain merupakan penghasil devisa, dan salah satu alternatif upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha. Kelapa sawit membutuhkan syarat kondisi agroekologi yang baik untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimum. Kondisi agrolekologi yang dibutuhkan seperti lama penyinaran, curah hujan, temperatur udara, jenis tanah, dan tingkat kemasaman tanah. Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang membutuhkan penyinaran yang normal dimana lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari. Oleh karena kebutuhan cahaya ini maka jarak tanam kelapa sawit harus dibuat dengan ukuran 9 m x 9 m x 9 m sehingga semua tanaman akan mendapatkan cahaya yang cukup untuk menghindari etiolasi. Gambar 1 Klasifikasi ilmiah kelapa sawit


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

03

Kelapa sawit memerlukan curah hujan berkisar 1.500 - 4.000 mm pertahun, sehingga kelapa sawit akan berbuah lebih banyak di daerah dengan curah hujan yang tinggi. Dari hasil beberapa penelitian hal ini terbukti dimana jumlah pelepah yang dihasilkan tanaman kelapa sawit yang di tanam di Papua lebih banyak dibandingkan dengan yang di tanam di daerah Sumatera. Di Papua Kelapa sawit dapat menghasilkan 28 – 30 pelepah pertahun sedangkan di sumatera hanya menghasilkan 26 - 28 Pelepah setiap tahunnya. Temperatur udara yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28oC. Jadi ketinggian tempat yang ideal untuk kelapa sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban udara optimum untuk tanaman kelapa sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Produksi kelapa sawit lebih tinggi jika di tanam di daerah bertanah Podzolik jika dibandingkan dengan tanah berpasir dan gambut. Tingkat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Untuk mencapai tingkat keasamaan ini maka di daerah gambut diperlukan perlakuan pemberian pupuk Dolomit atau Kieserite dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelapa sawit yang di tanam di tanah darat. Kemiringan lahan kebun kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°. Jika kemiringan lahan sudah melebihi 15° maka diperlukan tindakan konservasi tanah berupa pembuatan terasan, tapak kuda, rorak dan parit kaki bukit. Pertimbangan teknis juga harus dilakukan pada areal perkebunan sawit yang menggunakan lahan gambut.

3. Distribusi, Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Distribusi tanaman kelapa sawit di Indonesia dapat dijumpai setiap pulau seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, dan Jawa. Pada tahun 2013, dari total luas perkebunan kelapa sawit sebesar 9,14 juta hektar, sekitar 65% berada di pulau Sumatera, disusul Kalimantan (31%), Sulawesi (3%), kemudian Jawa dan Papua di bawah satu persen. (Lihat Gambar 2).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

04

Gambar 2. Distribusi Perkebunan Kelapa sawit di setiap pulau di Indonesia pada tahun 2013.

Berdasarkan data perkembangan distribusi perkebunan kelapa sawit di setiap pulau yang disajikan pada Tabel 1, tampak bahwa pulau Sumatera telah mencapai puncak pertumbuhan, kemudian beralih ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu untuk Pulau Jawa tidak mampu lagi dikembangkan untuk perkebunan sawit karena bersaing dengan kebutuhan lain dalam penggunaan lahan. Potensi yang lahan yang belum tergarap adalah Pulau Papua. Mungkin banyak pertimbangan teknis, sosial, dan jarak yang jauh mengakibatkan pulau tersebut belum digarap secara optimum. Tabel 1. Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Setiap Pulau di Indonesia Tahun 2009-2013 Nama Pulau

2009

2010

2011

2012

2013

Sumatera

5,221,824

5,641,367

5,867,176

5,913,585

5,956,955

Kalimantan

2,355,530

2,462,207

2,782,929

2,814,782

2,843,765

27,163

28,057

25,687

26,112

26,445

211,380

196,302

257,955

260,588

262,799

57,398

57,462

59,077

59,554

59,955

7,873,295

8,385,395

8,992,824

9,074,621

9,149,919

Jawa Sulawesi Papua Luas Total

Sumber: Statistik Pertanian, Departemen Pertanian RI (2014).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

05

4. Perkembangan Luas dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan kelapa sawit menyebar di 22 Provinsi di empat pulau seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Berdasarkan data Departemen Pertanian RI (2014), Provinsi Riau menempati urutan tertinggi dalam luas perkebunan sawit, kemudian disusul, Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah.

Tujuh provinsi yang tidak memiliki lahan perkebunan Sawit adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Gambar 2).

Gambar 2. Distribusi luas perkebunan kelapa sawit di setiap provinsi di Indonesia Tahun 2013


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

06

5. Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Berdasarkan data yang diilustrasikan pada Gambar 3 berikut ini maka peningkatan produksi tandan buah segar dari kelapa sawit lebih banyak disebabkan oleh pertambahan areal tanam dan bukan pada peningkatan produktivitasnya.

Gambar 2 Perkembangan luas lahan dan produksi sawit Indonesia (2009-2013).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

07

Produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia masih pada kisaran nilai 2,5-2,7 ton/hektar seperti yang disajikan pada Tabel 2 untuk Indonesia dan Tabel 3 untuk setiap provinsi. Kondisi ini memerlukan perhatian tersendiri bagi pelaku usaha, terutama bagi petani yang sering mengalami kendala modal, kesenjangan pengetahuan, dan akses untuk mendapatkan sarana produksi pertanian.

Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kepala Sawit Indonesia 2009-2013 Kelapa Sawit Indonesia Lahan (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2009

2010

2011

2012

2013

7,873,295

8,385,395

8,992,824

9,074,621

9,149,919

19,324,294

21,958,120

23,096,542

23,521,071

24,431,639

2,454

2,619

2,568

2,592

2,670

Sumber: diolah dari Data Departemen Pertanian RI (2014).


Sumatera Barat

Riau

Kepulauan Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Kepulauan Bangka Belitung

Bengkulu

Lampung

Jawa Barat

Banten

Kalimantan Barat

Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Kalimantan Timur

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

Sulawesi Barat

Sulawesi Tenggara

Papua

Papua Barat

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22 7,873,295

31,142

26,256

21,669

107,249

17,407

65,055

474,739

312,719

1,037,497

530,575

15,023

12,140

153,160

224,651

141,897

725,236

489,384

2,645

1,781,900

344,352

1,044,854

313,745

2009

8,385,395

21,798

35,664

25,465

95,770

19,853

55,214

446,094

353,724

911,441

750,948

15,734

12,323

157,402

274,728

164,482

777,716

488,911

8,488

2,031,817

353,412

1,054,849

8,992,824

23,575

35,502

38,660

100,059

23,416

95,820

676,395

420,158

1,003,100

683,276

16,491

9,196

117,673

299,886

178,408

820,787

625,974

8,535

1,912,009

374,211

1,175,078

354,615

2011

Luas Lahan (Hektar)

329,562

2010

9,074,621

23,705

35,849

39,003

101,255

23,625

96,705

685,647

424,754

1,015,321

689,060

16,813

9,299

118,634

301,965

180,161

828,114

630,614

8,612

1,926,859

377,124

1,183,278

358,224

2012

9,149,919

23,831

36,124

39,048

102,467

23,795

97,489

693,744

429,096

1,026,478

694,447

17,045

9,400

119,482

303,873

181,869

834,933

635,159

8,688

1,940,717

380,097

1,190,556

361,581

2013

19,324,294

63,233

33,533

0

314,520

30,949

154,638

553,834

424,309

1,677,976

862,515

24,674

24,957

364,862

602,735

482,206

2,036,553

1,265,788

187

5,932,310

833,476

3,158,144

482,895

2009

21,958,120

50,606

84,349

0

285,157

32,849

157,257

800,362

698,702

2,251,077

1,102,860

25,972

23,787

396,587

689,643

511,330

2,227,963

1,509,560

13,367

6,358,703

962,782

3,113,006

23,096,542

64,641

73,865

15,113

244,446

33,456

197,057

805,587

1,044,492

2,146,160

1,434,171

25,956

16,793

394,813

862,450

504,268

2,203,275

1,684,174

14,501

5,736,722

937,715

4,071,143

585,744

2011

65,853

75,305

15,368

248,668

34,126

200,518

819,881

1,060,919

2,179,572

1,459,835

26,561

17,170

401,952

877,874

512,195

2,242,649

1,714,684

14,733

5,840,880

953,937

4,142,085

616,306

2012

23,521,071

Produksi TBS (Ton) 662,201

2010

24,431,639

68,005

77,908

15,404

258,832

34,915

208,301

855,190

1,118,779

2,299,893

1,519,143

26,941

17,590

417,041

909,840

539,819

2,327,781

1,775,704

15,492

6,044,462

993,585

4,268,982

638,032

2013

6

Catatan: Tujuh provinsi di Indonesia yang tidak memiliki lahan perkebunan sawit yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah , DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.Sumber data: Departemen Pertanian RI (2014).

Â

Sumatera Utara

2

INDONESIA

Aceh

Provinsi

1

No

Tabel 3. Perkembangan luas lahan (ha) dan produksi TBS (ton) kelapa sawit di setiap provinsi di Indonesia (2009-2013)

Bioenergi Utama Indonesia

08

BIOENERGI UTAMA INDONESIA


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

09

6. Pohon Industri Kelapa Sawit Ada tiga kegunaan utama dari produk perkebunan kelapa sawit yaitu untuk bahan pangan, kesehatan, dan bahan baku energi. Ketiga kegunaan produk sawit itu dapat diketahui dengan memperhatikan pohon industri seperti yang disajikan pada Gambar 4. Kegunaan produk sawit untuk makanan dapat dijumpai sesudah CPO (Crude Palm Oil) diproses di pabrik pengolahan (refinery) CPO menjadi aneka produk seperti minyak goreng, margarine, pengganti lemak kakao (cacao butter subsititute), minyak salad. Demikian juga untuk kesehatan, produk sawit dapat menghasilkan sabun, dan beragam produk turunan lemak sawit menjadi fatty alkohol, dan lain-lain. Kegunaan produk perkebunan kelapa sawit untuk bahan baku energi dapat diperoleh dengan mendayagunakan semua produk yang tidak digunakan untuk makanan dan kesehatan. Berdasarkan data di pohon industri, maka dapat diperoleh bahan baku energi seperti pelepah, tempurung (cangkang sawit), sabut, batang pohon, tandan kosong, dan limbah cairnya (POMEPalm Oil Mill Effluent).


Gambar 4. Pohon industri kelapa sawit

10

BIOENERGI UTAMA INDONESIA


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

7. Bahan Baku Bioenergi Bahan baku bioenergi dari perkebunan kelapa sawit berasal dan limbah dari perkebunan dan pabrik pengolahan tandan buah segar menjadi CPO (crude palm oil). Skema penyediaan bahan baku bioenergi disajikan pada Gambar 4. dimana batang dari pohon sawit tua dan daun merupakan limbah yang berasal dari perkebunan, sedangkan, cangkang, tandan kosong, dan POME merupakan limbah dari pabrik pengolahan buah sawit.

Gambar 4. Limbah Perkebunan dan Pabrik Pengolah Kelapa Sawit.

11


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

12

6

Ada enam macam limbah yang dapat diperoleh dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit yaitu:

1. Tandan Kosong Sawit (TKS) - Empty Fruit Bunches (EFB)

Tandan Kosong Sawit (TKS) diperoleh setelah Tandan Buah Segar dimasak pada tabung bertekanan untuk mendapatkan minyak dalam sebuah proses yang disebut sterilisasi. TKS ini umumnya dibuang dekat pabrik pengolah sawit dan dibiarkan terurai secara alami atau digunakan sebagai bahan pembakaran boiler atau dibakar langsung menjadi abu dan digunakan sebagai sumber pupuk Kalim. Untuk setiap ton TKS diperoleh 230 kg TKS.

2. Serabut Sawit - Mesocarp Fiber

Biomassa lain yang dihasilkan dari ekstraksi minyak sawit adalah serat yang disebut serabut sawit (mesocarp fiber) yang diproduksi setelah tandan kosong mengalami penekanan di sebuah kolom bertekanan dan mesin penampi dan mesin depericarper. Serat sawit berbentuk pendek dan kuning kecoklatan. Limbah ini biasanya digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk boiler dalam kombinasi dengan tandan kosong dan cangkang sawit.

3. Cangkang Kelapa Sawit (CKS) - Palm Kernel Shell (PKS)

Cangkang kelapa sawit yang dihasilkan dari pemisahan kacang sawit dengan cangkangnya. Kacang sawit diproses lebih lanjut untuk menghasilkan minyak inti sawit Palm


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

kernel oil) yang berharga. Cangkang biasanya digunakan sebagai bahan bakar bersama dengan tandang kosong dan serabut sawit. Cangkang juga digunakan untuk menganginkan bibit polybag kelapa sawit dan pengerasan jalan di areal perkebunan kelapa sawit. Ada juga upaya untuk mengkarbonisasi cangkang menjadi arang dan karbon aktif.

4. Batang Kelapa Sawit (BKS)- Oil Palm Trunk (OPT)

Batang kelapa sawit (OPT) yang dihasilkan dari proses peremajaan perkebunan kelapa sawit. Pohon sawit yang sudah tua (berumur diatas 20-25 tahun) ditebang, kemudian diparut dan dibawa ke lapangan untuk terurai secara alami. Sebelumnya, batang sawit tua dibakar namun terhenti karena ada larangan untuk melakukan pembakaran pembakaran di areal perkebunan kelapa sawit. BKS mengandung kadar air yang sangat tinggi (antara 60% sampai 300% tergantung pada ketinggian dan usianya). Batang terdiri dari bahan lignoselulosa dan memiliki potensi untuk menjadi bahan baku berharga.

5. Daun Kelapa Sawit (DKS) - Oil Palm Frond (DPF)

Daun kelapa sawit yang tersedia musiman selama penebangan operasi dan terus menerus dari pemangkasan selama panen buah. Daun sawit digunakan sebagai mulsa di lapangan. Ketika mereka membusuk, mereka melepaskan nutrisi ke dalam tanah. Selain itu, mulsa mengurangi erosi tanah, melestarikan kelembaban tanah, dan kegiatan peningkatan mikroorganisme. Hal ini dapat memperbaiki struktur tanah dan sifat biokimia. Para daun kelapa sawit kaya akan nitrogen dan dianggap menjadi sumber pakan ruminansia.

13


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

14

6. Limbah Cair Kelapa Sawit (LCKS) - Palm Oil Mill Effluent (POME)

POME adalah cairan oleh-produk yang dihasilkan dari pemurnian minyak mentah. Hal ini kaya nutrisi tanaman dan sedimen yang biasanya digunakan sebagai pupuk di perkebunan kelapa sawit.

Proses perhitungan komponen satu ton tandan buah segar kelapa sawit menjadi komponen POME, cangkang, serat, tandan kosong disajikan seperti Gambar 5.

Gambar 5. Neraca massa untuk pengolahan tandan buah segara kelapa sawit (Lacrosse, 2004).

Berdasarkan hasil perhitungan Global Green Synergy (2014) yang mengkaji hasil pengolahan hampir 400 pabrik kelapa sawit di Malaysia pada tahun 2012, diperoleh perbandingan antara tanda buah segar (TBS) dengan komponen limbah sawit seperti yang disajikan pada Tabel 4 berikut ini:


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

15

Tabel 4. Perbandingan Dalam Persen Komponen Limbah dari Tandan Buas Segar Kelapa Sawit di Malaysia Biomass available from Palm

% from

Quantity

FFB*

(Million tonnes)

Empty Fruit Brunch (EFB)

23

21.90

Mesocarp Fiber

13

12.38

Palm Kernel Shell

6

5.71

Palm Oil Mill Effluent (POME)

58

55.22

Oil Industry

*Based on 95.21 million tonnes FFB proceed in 2012 Sumber: .http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass

Dua publikasi tersebut memberikan hasil pendekatan komponen limbah yang berbeda pada POME saja, sedangkan untuk cangkang dan serabut memberikan nilai hampir sama kendati komponen serabut dan cangkang sawit digabung untuk perhitungan Lacrosee (2004) sedangkan dari Global Green Synergy (2014) terpisah menjadi serabut sawit dan cangkang sawit.

Berdasarkan analisa data dari berbagai publikasi yang mengkaji komponenkomponen tandan kelapa sawit menjadi CPO, cangkan sawit, sabut, tandan kosong, dan POME, maka diperoleh estimasi prosentasi seperti yang disajikan pada Gambar 6. Jadi, setiap pabrik hanya menghasilkan 21 % CPO dari tandan buah segarkelapa sawit jika digunakan basis keringnya.

Gambar6. Komposisi produk kelapa sawit (%) yang berasal dari Tandan Buah Segar (TBS).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

16

Berdasarkan asumsi yang digunakan oleh Abdullah dan Sulaiman (2013) yang disajikan pada Gambar 6 maka dapat diestimasi produksi komponen CPO dan limbah kelapa sawit untuk Indonesia pada tahun 2013. Hasilnya disajikan pada Gambar 7, sedangkan jumlah CPO dan limbah dari produki TBS (ton) Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 disajikan pada Tabel 5.

Gambar 7. Produksi komponen kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013.

Tabel 5. Estimasi Produksi CPO dan Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit di Indonesia pada Rentang Waktu 2009-2013 Produksi

2009 2010 2011 2012 2013 19,324,294 21,958,120 23,096,542 23,521,071 24,431,639

CPO (21%)

4,058,102

4,611,205

4,850,274

4,939,425

5,130,644

Sabut Kelapa Sawit (15%)

2,898,644

3,293,718

3,464,481

3,528,161

3,664,746

Cangkang Kelapa Sawit (6%)

1,159,458

1,317,487

1,385,793

1,411,264

1,465,898

Tandan Kosong (23%)

4,444,588

5,050,368

5,312,205

5,409,846

5,619,277

Inti Sawit (7%)

1,352,701

1,537,068

1,616,758

1,646,475

1,710,215

POME (28%)

5,410,802

6,148,274

6,467,032

6,585,900

6,840,859


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

17

8. Estimasi Produksi Produk CPO dan Limbah Sawit di PKS Berdasarkan algoritma Abdullah dan Sulaiman (2013), maka berikut ini disajikan estimasi produksi CPO dan limbah sawit pada lima tipe kapasitas pabrik kelapa sawit untuk tiga tipe kerja yaitu 8 jam, 16 jam, dan 24 jam. Tipe pabrik pengolah kelapa sawit yang umumnya beroperasi di perkebunan terdiri 30, 45, 60, 75, 90, dan 120 ton/jam TBS. Namun yang digunakan dalam perhitungan di bagin ini hanya lima kecuali yang berkapasita 75 ton/jam TBS. Pemilihan tipe kerja ini menggunakan asumsi bahwa satu sift waktu kerja untuk karyawan adalah 8 jam kerja, sehingga untuk 16 jam dan 24 jam masing-masing menggunakan 2 dan 3 sift. Gambar 8 menyajikan masa kerja PKS selama 24 jam, sedangkan Tabel 6. menyajikan data estimasi pada masa kerja 8 jam dan 16 jam PKS.


18

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Pertimbangan untuk menyajikan data estimasi ini sebagai panduan dalam manajemen suplai bahan baku untuk PKS, dan juga untuk perencanaan pengangkutan dari dan ke PKS. Kondisi ini untuk mendukung kebutuhan jumlah dan tipe angkutan yang diperlukan supaya operasional PKS mencapai target pengolahan dan produksi. Tabel 6. Estimasi Produksi CPO dan Limbah Sawit pada Lima Tipe Kapasitas PKS dan Masa Operasionalnya Setiap Hari Kapasitas T otal Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 8 Jam/hari Operasi PKS PKS CPO TKKS SS CS IS POME Total TBS 21% 23% 15% 6% 7% 28% 100% ton/jam ton/hari 30 50.4 55.2 36 14.4 16.8 67.2 240 45 75.6 82.8 54 21.6 25.2 100.8 360 60 100.8 110.4 72 28.8 33.6 134.4 480 90 151.2 165.6 108 43.2 50.4 201.6 720 120 201.6 220.8 144 57.6 67.2 268.8 960 Kapasitas T otal Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 16 Jam/hari Operasi PKS PKS CPO TKKS SS CS IS POME Total TBS 21% 23% 15% 6% 7% 28% 100% ton/jam ton/hari 30 100.8 110.4 72 28.8 33.6 134.4 480 45 151.2 165.6 108 43.2 50.4 201.6 720 60 201.6 220.8 144 57.6 67.2 268.8 960 90 302.4 331.2 216 86.4 100.8 403.2 1440 120 403.2 441.6 288 115.2 134.4 537.6 1920 otal Produk CPO dan Limbah Sawit untuk 24 Jam/hari Operasi PKS T Kapasitas CPO TKKS SS CS IS POME Total TBS PKS 21% 23% 15% 6% 7% 28% 100% ton/jam ton/hari 30 151.2 165.6 108 43.2 50.4 201.6 720 45 226.8 248.4 162 64.8 75.6 302.4 1080 60 302.4 331.2 216 86.4 100.8 403.2 1440 90 453.6 496.8 324 129.6 151.2 604.8 2160 120 604.8 662.4 432 172.8 201.6 806.4 2880


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

19

9. Karakteristik Bioenergi Komponen Kelapa Sawit Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentifikasi secara biokimia dan biofisik. Identifikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku tersebut untuk menjadi biofuel seperti biodiesel, sedangkan secara biofisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolidseperti dibuat pelet, biochar, atau kombinasinya. Berdasarkan Publikasi pangkalan data digital yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Energi Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang disampaikan melalui laman https://www. ecn.nl/phyllis2, berhasil diidentifikasi karakteristik komponen kelapa sawit, untuk daun/pelepah, tandan buah segar, dan lain lain seperti yang disajikan pada Tabel 8. Laman ini juga memiliki data dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar 3000 data bahan baku bioenergi. Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) proximate analysis; (2) Ultimate analysis; (3) biomass analysis. Ketiganya digunakan untuk identifikasi sifat-sifat bahan bakar dari biomassa, sehingga setiap hasil analisis menyajikan kandungan energi biomassa tersebut. Proximate analysis: Kadar abu (Ash): Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai bahan yang diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu pembentukan abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan ar dan kering terkait dengan kadar air: Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%)) Kadar Air (Water content): Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk dicatat bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air pada saat analisis. Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama penyimpanan. Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and fixed carbon) : Jumlah bahan mudah menguap (volatil) ditentukan oleh metode standar. Jumlah volatil dinyatakan dalam % berat bahan kering, seperti yang diterima materi atau kering dan bebas materi abu.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

20

Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh metode standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut: ar fixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar) dry fixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry) daf fixed C = 100 - volatiles (daf ) Analisis Ultimate (Ultimate analysis): Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), fluor (F) dan bromin (Br) konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf ) dan sebagai bahan yang diterima (wt% ar). Definisi ar C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100 dry C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100 daf C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100 Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari 100. Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena kesalahan eksperimental dalam analisis. Nilai Kalori (Calorific value) (MJ/kg): Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah (Lower Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang terbentuk dari hidrogen dalam material dan kelembaban: Singkatan English

Indonesia

HHV

• • • •

• • • •

LHV

• Lower heating value • Net heating value

Higher Heating Value Gross heating value Calorific value Heat of combustion

Nilai Pemanasan tertinggi Nilai pemanasan bruto Nilai Kalori Panas Pembakaran

• Nilai Pemanasan Terendah • Nilai Pemanasan Bersih.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

21

Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV juga dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne: HHVMilne = 0.341C + 1,322H - 0,12 O - 0,12 N + 0,0686S - 0,0153 abu, di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai kalor untuk bahan kering di MJ/kg. Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w (wt% ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung. HHVar = HHVdry • (1-w/100) HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100) LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100 LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100 LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100} Komposisi abu (Ash composition- wt% ash): Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini dinyatakan sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang sebenarnya dari komponen. Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr) dinyatakan dalam mg/kg abu. Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry): Kandungan logam dinyatakan dalam mg/kg bahan kering. Biochemical composition (wt%): Komposisi biokimia bahan dinyatakan dalam % berat bahan kering (selulosa, hemi-selulosa, lignin, lemak, protein, pektin, pati, ekstraktif, C5 dan C6 gula, karbohidrat total non-struktural). Jika analisis gula diterapkan, selulosa dan hemiselulosa = glukan = sum C5 + C6 sum - glukan - rhamman. “Jumlah total abu + biokimia” memberikan jumlah abu, selulosa, hemiselulosa, lignin, lipid, protein, ekstraktif EtOH / toluena, ekstraktif 95% EtOH, ekstraktif air panas, pati, pektin, rhamnan, dan jumlah non-struktural carbo-hidrat (TNC).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

22

Nilai Kalori Goenadi et al., (2008) telah mengkaji secara kepustakaan potensi produk limbah kelapa sawit sebagai bahan baku energi. Kajian mereka menunjukkan bahwa potensi energi yang tersimpan dalam produk limbah kelapa sawit dapat dilihat nilai energi panas (calorific value). Nilai energi panas dari beberapa produk samping sawit ditunjukkan pada Tabel 7. Produk samping yang memiliki nilai energi panas tinggi adalah cangkang dan serat. Cangkang dan serat (fibre) dimanfaatkan sebagian besar atau seluruhnya sebagai bahan bakar boiler PKS. Produk samping yang lain belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang juga memiliki nilai energi panas cukup tinggi saat ini banyak dimanfaatkan sebagai mulsa atau diolah menjadi kompos. Sebagian Pabrik kelapa Sawit (PKS) masih membakar TKKS dalam incinerator untuk mengurangi volume limbah TKKS, walaupun sudah dilarang sejak tahun 1996. Berdasarkan survei di lapangan, penulis menemukan bahwa semua produk limbah telah dimanfaatkan oleh perusahaan pemilik pabrik pengolah kelapa sawit untuk bahan baku energi, pupuk, perbaikan infrastruktur jalan di kawasan perkebunan, dan produk bahan baku energi seperti pellet atau briket arang yang bernilai ekonomis. Tabel 7. Nilai Energi Panas (Calorific Value) dari Beberapa Produk Samping Sawit (Berdasarkan Berat Kering) Produk Limbah Sawit TKKS Serat Cangkang Batang Pelepah Sumber: Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008)

Rata-rata nilai kalor (kJ/kg) 18.795 19.055 20.093 17.471 15.719

Kisaran (kJ/kg) 18 000 – 19 920 18 800 – 19 580 19 500 – 20 750 17 000 – 17 800 15 400 – 15 680


46.92 5.89 1.12 0.09 42.66 100.00 18.32 19.61 18.49

46.68 5.86 1.01 0.06 42.01 100.00 18.50 19.78 18.44

#2936

3.32

#2940

NOMOR ID #2932 KARAKTERISTIK UNIT Fuel Properties 1. Proximate Analysis Moisture content wt% Ash content wt% 5.12 Volatile matter wt% Fixed carbon wt% 2. Ultimate Analysis Carbon wt% 45.53 5.46 Hydrogen wt% Nitrogen wt% 0.45 0.04 Sulphur wt% Oxygen wt% 43.40 100.00 Total (with halides) wt% 3. Calorific Values 15.83 Net calorific value (LHV) MJ/kg Gross calorific value (HHV) MJ/kg 17.02 MJ/kg 17.41 HHVMilne Sumber Data: dolah dari https://www.ecn.nl/phyllis2/

NO

palm oil mesocarp fiber

Sabut kelapa sawit

4.38

palm oil kernel shell

Empty Fruit Bunches palm oil

Inggris

Cangka ng Sawit

Tandan Kosong Kelapa Sawit

Elaeis sp

Indonesia

Jenis Tanaman: Kelapa Sawit/Palm Oil Nama latin:

40.40

#2777

palm oil ester

Minyak ester kelapa sawit

17.82 19.07 20.52

51.89 5.71 0.47 0.01 38.50 100.00

3.42

#2942

Cangka ng sawit disangr ai pada suhu o 250 C palm oil kernel shell torrefied at 250°C

20.57 21.68 20.69

54.21 5.08 0.50 0.02 36.66 100.00

3.53

#2943

Cangka ng sawit disangr ai pada suhu o 300 C palm oil kernel shell torrefied at 300°C

18.11 19.24 18.04

47.70 5.20 1.74 0.10 40.18 100.02

5.10

#2938

palm oil mesocar p fiber torrefied at 250°C

Serabut sawit disangr ai pada suhu o 250 C

Bagian Tanaman

Tabel 8. Karakteristik biokimia dan nilai kalori komponen produk limbah sawit

21.11 22.17 17.89

48.60 4.87 2.14 0.09 40.03 99.99

4.26

#2939

palm oil mesocar p fiber torrefied at 300°C

Serabut sawit disangr ai pada suhu o 300 C

16.15 17.17 16.93

46.75 4.68 1.27 0.12 41.42 99.99

5.75

#2933

Empty Fruit Bunches palm oil torrefied 220°C

Tandan kosong disangr ai pada suhu o 220 C

16.59 17.67 17.31

47.07 4.95 1.35 0.11 42.24 100.00

4.28

#2934

Empty Fruit Bunches palm oil torrefied at 250°C

Tandan kosong disangr ai pada suhu o 250 C

19.45 20.41 17.33

49.56 4.38 1.27 0.02 43.19 100.00

1.58

#2935

Empty Fruit Bunches palm oil torrefied at 300°C

Tandan kosong disangr ai pada suhu o 300 C

20

Bioenergi Utama Indonesia

BIOENERGI UTAMA INDONESIA 23


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

24

Berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai kalori dari bahan baku tersebut dapat ditingkatkan melalui dua cara yaitu secara fisik dengan melakukan pemadatan sehingga diperoleh pelet atau dengan cara disangrai (ditorrified) pada suhu optimum dengan kisaran dari 220oC sampai dengan 300oC seperti yang disajikan pada Gambar 9, sedangkan perubahan nilai energi (%) disajikan pada Tabel 9.

Gambar 9. Perubahan nilai kalori pada tiga produk limbah pada proses sangrai (torrified).

Tabel 9. Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada tiga suhu sangrai (torrified). Perubahan (%) Nilai Kalori Energi pada Tiga Suhu Sangrai (Torrified) Produk Limbah Sangrai Sangrai Sangrai Sawit 220oC 250oC 300oC Tandan Kosong 2 5 23 Sabut Kelapa Sawit (3) (1) 15 Cangkang Sawit (6) (4) 11 Sumber Data: dolah dari https://www.ecn.nl/phyllis2/


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

25

Jika dibandingkan nilai kalori pada keadaan normal, maka tandan kosong, kelapa sawit, dan cangkang sawit masing-masing memiliki nilai kalori 15.83, 18.32, dan 18.50 MJ/kg. Kemudian setelah melalui proses sangrai (torrified) akan menerima peningkatan nilai kalori menjadi 19.45, 21.11, dan 20.57 MJ/kg. Perlakuan ini mengangkat nilai kalori produk limbah kelapa sawit melampai kisaran yang dikemukakan oleh Ma et.al. (2004)in Goenadi et al., (2008). Sajian data tersebut menunjukkan bahwa ketiga bahan baku tersebut akan menerima peningkatan nilai kalori yang tertinggi pada proses sangrai (torrified) dengan suhu 300oC.

10. Proses Sangrai (Torrefaction) Proses Sangrai (torrefaction) merupakan proses pemanggangan bahan baku bionergi (biomassa) dalam suhu terkendali dan tetap di kisaran 220-350oC untuk menghilangkan kandungan air melalui proses penguapan dan bahan-bahan lain yang mudah menguap. Tahapan proses sangrai dapat dilihat pada Gambar 10.

Proses sangrai ini mengakibatkan perubahan karakteristik biomassa secara drastis karena struktur serat ulet dari biomassa aslibahan sebagian besar dihancurkan melalui pemecahan hemiselulosa dan yang lebih rendahtingkat molekul selulosanya, sehingga biomassa tersebut menjadi rapuh dan mudah untuk digiling dan dipadatkan menjadi pellet. Materi yang kemudian berubah dari menjadi hidrofilik untuk menjadi hidrofobik. Dengan penghapusan fraksi volatil cahaya yang berisi sebagian besar oksigen dalam biomassa, nilai pemanasan bahan yang tersisa secara bertahapmeningkat dari 15.83 MJ/kg, 16.15, dan 16,59 sampai 19.45 MJ/kg untuk tandan kosong tersangrai (torrefied). Bahkan dalam kasus devolatization lengkap mengakibatkan arang.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

26

Penutup Lankah awal perjalanan untuk mempelajari dan mendayagunakan berbagai produk dari perkebunan kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi telah dimulai. Pemahaman awal bahwa hasil pabrik kelapa sawit selain CPO seperti tandan kosong, cangkang sawit, serabut sawit, pelepah, dan POME merupakan limbah, kini harus berubah bahwa limbah itu merupakan bahan baku bioenergi. Langkah lanjutan yang diperlukan adalah memilih teknologi untuk mengubah bahan baku tersebut menjadi produk bioenergi. Pemilihan ini sudah tentu juga mempertimbangkan aspek pasar, aspek keuangan, dan dukungan sumberdaya manusia dan lembaga keuangan di suatu daerah yang memerlukan energi. Bahkan masih diperlukan langkah yang terencana untuk menjadikan bahan baku tersebut menjadi produk energi untuk diekspor ke luar negeri setelah mencukupi kebutuhan daerah dan nasional. Bahan Bacaan Abdullah, N. and F. Sulaiman (2013). The Oil Palm Wastes in Malaysia, Biomass Now - Sustainable Growth and Use, Miodrag Darko Matovic (Ed.), ISBN: 978-953-51-1105-4, InTech, DOI: 10.5772/55302. Available from: http://www.intechopen.com/books/biomass-nowsustainable-growth-and-use/the-oil-palm-wastes-in-malaysia. Departemen Pertanian RI (2014). Statistisk Pertanian. Jakarta. Energy research Centre of the Netherlands (ECN) (2014). Phyllis2, database for biomass and waste. https://www.ecn.nl/phyllis2/(2014) dikunjungi pada tanggal 31 Januari 20014. Global Green Synergy (2014) di laman http://www.ggs.my/index.php/palm-biomass (2014) dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014. Goenadi D. H., W. R. Susila, and Isroi. (2008). Pemanfaatan produk samping kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Di laman http://isroi.com/2008/03/12/ pemanfaatan-produk-samping-kelapa-sawit-sebagai-sumber-energi-alternatifterbarukan/. Dikunjungi pada tanggal 31 Januari 2014. Koppejan et al., (2012). Status overview of torrefaction technologies. IEA Bioenergy Task 32 report. Enschede, Netherland, December 2012. http://www.ieabcc.nl/publications/ IEA_Bioenergy_T32_Torrefaction_review.pdfdikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014. Lacrosse, L. (2004). Clean and Efficient Biomass Cogeneration Technology in ASEAN, COGEN 3 Seminar on “Business Prospects In Southeast Asia For European Cogeneration Equipment�, 23 November 2004, Krakow, Poland. (dapat diunduh di http://www.cogen3. net/presentations/eu/poland/CleanandEfficientBiomassCogenTechnologyinASEAN_ Ludo.pdf ) dikunjungi pada tanggal 30 Januari 2014.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

27

M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986. Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993 melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis, Jerman, Jepang, dan Austria. Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA. Penghargaan yang pernah diperoleh LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman, Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan di IPB. Alamat Lengkap: Jl. Malabar Ujung No. 27 RT 04/03, Tegalmanggah, Bogor 16144 Telp & FAX : 0251-835715, HP: 0811580150 Email : syukrimnur@gmail.com

Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis dan Agroindustri. Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur di PT. Kutai Mitra Energi Baru. Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian, teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.