KARAKTERISTIK TANAMAN TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOENERGI

Page 1

Syukri M Nur Sangatta, Kutai Timur - Kalimantan Timur


02

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

KARAKTERISTIK TANAMAN TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU BIOENERGI { Syukri M Nur }

Pengantar Tanaman Tebu (Sacharum sp) merupakan tanaman yang digunakan sebagai bahan baku oleh pabrik gula. Tebu, selain sebagai bahan baku untuk pangan juga dapat didayagunakan sebagai bahan baku bioenergi. Terutama setelah tebu melalui proses ekstraksi atau pengambilan cairan tebu menjadi gula. Proses ini menghasilkan limbah pada yaitu ampas tebu atau bagas (bagasse) dan limbah cair. Jika ampas tebu itu tidak dimanfaatkan oleh pabrik gula maka akan menjadi limbah dan mengurangi kualitas lingkungan karena aroma tidak sedap dan mencemari sumber air tanah. Sementara ini, ampas tebu dimanfaatkan sebagian kecil sebagai bahan bakar ke dalam tungku untuk boiler. Jumlah yang dimanfaatkan tersebut relatif masih kecil jika dibandingkan dengan produksi limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula. Makalah ini berupaya mempelajari aspek bioenergi dengan cakupan bahasan penyediaan bahan baku, luas dan distribusi, produksi dan produktivitas tanaman tebu, serta karakteristik energi dari komponen tebu sebagai bahan baku bioenergi. Penulisan ini merupakan salah satu bagian penting dalam upaya Tim Penulis menyusun buku Bioenergi Utama Indonesia.

Klasifikasi Ilmiah dan Agroekologi Tanaman Tebu Tanaman Tebu memiliki nama latin Saccharum sp dengan sembilan jenis seperti yang disajikan pada Gambar 1, perbedaan ini disebabkan oleh adaptasinya pada lingkungannya masing-masing. Tanaman tebu ini berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara sehingga boleh disebut menjadi tanaman Asli Indonesia. Tebu termasuk kedalam ordo Poales, famili Poaceae, dan genus Saccharum L.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Tebu termasuk tanaman C4 sehingga memiliki banyak sifatsifat positif seperti kandungan gula yang tinggi, kandungan serat rendah, daya adaptasi terhadap lingkungan sangat baik, dan tahan terhadap penyakit. Berdasarkan kompilasi informasi dari El Bassam (2010), tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi iklim yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Artinya, pada masa pertumbuhan memerlukan cukup banyak air sehingga perlu hujan namun pada masa panen diharapkan tidak ada hujan. Kisaran geografis tempat tumbuh tanaman tebu adalah antara 37o Lintang Utaradan 32o Lintang Selatan sehingga tanaman ini tumbuh baik pada wilayah tropis dan subtropis.

Gambar 1 Klasifikasi ilmiah tanaman tebu (wikipedia org/wiki/sugar cane).

Kendati tanaman tebu dapat dibudidayakan pada lahan yang memiliki kondisi tanah yang sangat bervariasi, namun tebu lebih mengutamakan tumbuh pada tanah yang cukup berat (banyak kandungan liat dan lempungnya) dan memiliki nutrisi tanah yang tinggi, serta kapasitas air tanah yang besar. Kemasaman tanah yang layak untuk tebu berkisar pada 5.5 sampai dengan 8.5 pada skala pH.

Tanaman ini tumbuh baik dan berproduksi baik pada kisaran temperatur udara 25-26oC dengan kisaran curah hujan 1500-1800 mm/tahun, dan pada daerah yang kering dan panas, dibutuhkan curah hujan berkisar 2500 mm/tahun.

Luas Lahan dan Distribusi Tanaman Tebu Berdasarkan data Statistik Pertanian (2013), dalam kurun waktu lima tahun dari 20092013, pertambahan luas panen tebu hanya mampu mencapai enam persen (6%) dengan pertambahan luas panen setiap tahun berkisar dua persen. Bahkan pada tahun 2010 ke 2011, terjadi penurunan luas panen yang juga mengakibatkan penurunan produksi (Gambar 2), dan juga dapat dilihat data lengkap perkembangan luas lahan, produksi dan produktivitas lahan tebu pada tahun 2009-2013 pada Tabel 1.

03


04

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Gambar 2 Perkembangan luas panen dan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2009-2013 (Sumber: diolah dari Statistik Pertanian, 2013).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Tabel1. Luas Areal Tebu (ha), produksi (ton) dan produktivitas (ton/ha) Perkebunan Rakyat, Perkebunan Negara dan Perkebunan SwastaMenurut Provinsi Tahun 2009 – 2013. (Sumber: Statistik Pertanian RI, 2013).

05


06

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Pada tiga tahun terakhir ini (2011-2013), luas lahan dan produksi tanaman tebu mengalami peningkatan karena telah ada kesadaran Indonesia untuk menjaga kelangsungan produksi gulanya. Penyebabnya, kesadaran untuk memenuhi kebutuhan gula nasional dari produksi sendiri daripada melakukan impor. Perkebunan tebu di Indonesia hanya dapat ditemui di sembilan provinsi yaitu: Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Gorontalo, dan DI Yogyakarta. Urutan penempatan ini menunjukkan wilayah yang yang memiliki lahan panen tebu yang paling luas hingga terkecil.PadaGambar 3 disajikan informasi urutan tersebut dan perkembangan luas lahan tebu yang dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2009 -2013.

Gambar 3. Perkembangan luas panen tebu (ha) di Indonesia menurut Provinsi tahun 2009-2013. (Sumber: Statistik Pertanian RI, 2013)


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Pada Gambar 3, hanya tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Lampung, dan Jawa Tengah yang memiliki lahan panen tebu di atas 30.000 hektar, kemudian enam provinsi lainnya memiliki lahan panen tebu kurang dari nilai tersebut. Luas panen tebu sekitar 30.000 hektar merupakan persyaratan minimum untuk mendapatkan kelayakan bisnis dalam pengelolaan satu pabrik gula. Berdasarkan kondisi ini, maka Pemerintah perlu mendayagunakan areal di luar pulau Jawa, terutama Kalimantan, Sulawesi, dan Papua untuk menjadi sentrabaru perkebunan tebu dan pabrik gula untuk mengantisipasi berkurangnya lahan panen akibat persaingan dengan komoditi lain.

Produksi dan Produktivitas Tanaman Tebu Produksi dan produktivitas tanaman tebu Indonesia pada lima tahun terakhir (2009-2013) ditunjukkan pada Gambar 4 dimana produksi tebu mencapai 2,2 sampai dengan 2,5 juta ton/tahun (garis warna merah) dengan produktivitas berfluktuasi dari 5.02 sampai dengan 5.70 ton/ha (kotak warna hijau).

Gambar 4. Produksi dan produktivitas lahan tebu di Indonesia pada tahun 2009-2013 (Sumber: Statistik Pertanian RI, 2013).

07


08

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Berdasarkan kondisi yang disajikan pada Gambar 4. Indonesia kesulitan mempertahankan produktivitas lahan tebu sehingga terjadi penurunan hasil secara nasional. Posisi ini perlu menjadi perhatian utama bagi pemegang kepentingan di sektor pertanian seperti pemerintah pusat c.q. Departemen Pertanian dan Departemen yang terkait lainnya, pemerintah Daerah (provinsi dan Kabupaten), serta pengusahan dan petani untuk mendayagunakan hasil penelitian, teknologi budidaya, bibit unggul, serta konsep ekonomi pertanian yang mampu memberikan peran kerja dan bagi hasil yang berimbang bagi pelaku bisnis pada komoditi ini. Karena tanpa perhatian dan upaya secara nasional, maka Indonesia tidak akan mampu mencapai swasembada gula dalam waktu singkat apalagi mempertahankannya. Berdasarkan Gambar 5. Dari sembilan provinsi yang memiliki perkebunan tebu, provinsi Jawa Timur masih menjadi andalan lokasi perkebunan tebu di Indonesia. Kendati sempat mengalami penurunan produksi tebu pada tahun 2009, namun dalam kurun empat tahun terakhir (2010-2013) mampu meningkatkan kembali produksinya. Daerah lain yang mampu meningkatkan produksi tebunya mendekati angka 200 ribu ton adalah Jawa Tengah. Perkembangan yang cukup memprihatinkan terjadi di di Lampung karena pada tahun 2009 masih menghasilkan tebu sekitar 900 ribu ton dan sejak tahun 2010 hingga 2013 mengalami penurunan produksi dan hanya mencapai 700 ribu ton. Sementara itu daerah lain seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta masih dalam kondisi stabil karena tidak ada pengurangan atau penambahan yang berarti pada produski tebunya (Lihat Gambar 5 dan untuk setiap provinsi dapat dilihat pada Gambar 6).


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Gambar 5. Perkembangan produksi tebu (ton) di setiap provinsi pada tahun 2009-2013(Sumber: Statistik Pertanian RI, 2013).

09


10

BIOENERGI UTAMA INDONESIA


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Dampak lanjutan dari penurunan luas panen tebu di Lampung adalah produktivitas lahan juga terpuruk, mulai dari angka 7,91 ton/ha pada tahun 2009 menjadi 5.76 ton/ha pada tahun 2013. Kendati produktivitas tebu di Lampung mengalami menurun namun masih di atas rata-rata produktivitas nasional yang mencapai kisaran 5.0-5.7 ton/ha. Provinsi yang memiliki posisi stabil dan mendekati nilai rata-rata nasional adalah Jawa Timur (5.06-6.10 ton/ha) dan DI Yogyakarta (4.64-5.00 ton/ha). Posisi terendah dalam produktivitas adalah Sulawesi Selatan hanya mencapai kisaran nilai 1.4 – 2.06 ton/ha.

Gambar 7. Perkembangan produktivitas tebu di Indonesia menurut provinsi tahun 2009-2013. (Data diolah dari Statistik Pertanian RI, 2013).

Posisi Indonesia di Industri Gula Dunia Berdasarkan data FAO(Food and Agriculture Organization of The United Nations) di website resminya di webiste www.fao. org seperti yang disajikan pada Gambar 8, tampak bahwa posisi Indonesia berada pada posisi kesembilan dari sepuluh negara penghasil gula dunia pada tahun 2012. Gambar 8. Posisi Indonesia pada produsen gula dunia (FAO, 2014).

11


12

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu dan Industri Gula Pertimbangan untuk mendayagunakan limbah tanaman tebu dan industri gula adalah untuk mendapatkan bahan baku bioenergi. Tahapan perolehan limbah dimulai dari lahan tebu yang menghasilkan daun tua atau muda hasil dari pertumbuhan atau hasil pembersihan panen, sedangkan dari industri gula akan diperoleh ampas tebu (baggasse) hasil penggilingan batang tebu. Secara skematik disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Proses perolahan bahan baku bioenergi di tanaman tebu.

Karakteristik Bioenergi Tanaman dan Limbah Industri Gula Karakteristik setiap bahan bahan bioenergi dapat diidentifikasi secara biokimia dan biofisik. Identifikasi secara biokimia mengarahkan bahan baku menjadi biofuel seperti biodiesel, sedangkan secara biofisik mengarahkan bahan baku menjadi biosolid seperti dibuat pelet, biochar, atau kombinasinya. Berdasarkan Publikasi pangkalan data digital yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Energi Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang disampaikan melalui laman https://www.ecn.nl/phyllis2, berhasil diidentifikasi karakteristik komponen tebu.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Laman ini juga memiliki data dari tanaman lain, dan total data yang tersedia sekitar 3.000 data bahan baku bioenergi yang dirangkum dari publikasi para peneliti dari seluruh dunia. Tiga analisis yang digunakan pada laman tersebut yaitu (1) Proximate Analysis; (2) Ultimate Analysis; (3) Biomass Analysis. Ketiganya digunakan untuk identifikasi sifat-sifat bahan bakar dari biomassa. Proximate analysis Kadar abu (Ash): Kadar abu dinyatakan dalam persentase berat (%) terhadap berat kering dan sebagai bahan yang diterima (ar). Jumlah abu tergantung pada suhu pembentukan abu. Jika suhu pembentukan abu diketahui, kadar abu diberikan pada suhu tertentu. Isi abu untuk bahan ar dan kering terkait dengan kadar air: Kadar abu (% berat kering) = kadar abu (wt% ar) * 100 / (100 - kadar air (wt%)) Kadar Air (Water content): Kadar air dalam (%) berat, pada basis basah (ketika barang yang diterima). Penting untuk dicatat bahwa ada perbedaan besar antara kadar air bahan yang tersedia dan kadar air pada saat analisis. Juga kadar air bisa diturunkan dengan pengeringan alami selama penyimpanan. Volatil dan Karbon Tetap (Volatiles and fixed carbon) : Jumlah bahan mudah menguap (volatil) ditentukan oleh metode standar. Jumlah volatil dinyatakan dalam % berat bahan kering, seperti yang diterima materi atau kering dan bebas materi abu. Jumlah karbon tetap dihitung sebagai bagian yang tersisa sebagaimana ditentukan oleh metode standar yang disebutkan di atas sesuai dengan rumus berikut: ar dry daf

fixed C = 100 - ash (ar) - water content - volatiles (ar) fixed C = 100 - ash (dry) - volatiles (dry) fixed C = 100 - volatiles (daf)

13


14

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Analisis Ultimate (Ultimate analysis): Carbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), klorin (Cl), fluor (F) dan bromin (Br) konten dalam % berat bahan kering (% dr), kering dan bebas materi abu (wt% daf) dan sebagai bahan yang diterima (wt% ar). Definisi ar C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash + water content = 100 dry C + H + O + N + S + Cl + F + Br + ash = 100 daf C + H + O + N + S + Cl + F + Br = 100

Seringkali, kandungan oksigen tidak diukur tetapi ditetapkan sama dengan (100-komponen diukur). Jika S dan Cl tidak dipertimbangkan dalam perhitungan asli, atau jika 815°C konten abu digunakan sebagai pengganti 550°C konten abu, jumlah yang akan lebih besar dari 100. Jika kandungan oksigen diukur, jumlah yang tidak akan sama dengan 100 karena kesalahan eksperimental dalam analisis. Nilai Kalori (Calorific value) (MJ/kg): Nilai kalor dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) dan Nilai Pemasan Terendah (Lower Heating Value-LHV). Perbedaan ini disebabkan oleh panas dari penguapan air yang terbentuk dari hidrogen dalam material dan kelembaban:   Singkatan HHV LHV

• • • • • •

English Higher Heating Value Gross heating value Calorific value Heat of combustion Lower heating value Net heating value

Indonesia • Nilai Pemanasan tertinggi • Nilai pemanasan bruto • Nilai Kalori • Panas Pembakaran • Nilai Pemanasan Terendah • Nilai Pemanasan Bersih

Penentuan nilai kalor biasanya menghasilkan nilai untuk HHV. Sebagai perbandingan, HHV juga dihitung dari komposisi unsur menggunakan Rumus Milne: HHVMilne = 0.341C + 1,322H - 0,12 O - 0,12 N + 0,0686S - 0,0153 abu,


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

di mana C, H, dll adalah massa dan fraksi abu dalam% berat bahan kering dan HHV nilai kalor untuk bahan kering di MJ/kg. Dengan menggunakan fraksi hidrogen dan abu (% berat kering) dan fraksi kelembaban w (wt% ar) HHV dan LHV yang berbeda dapat dihitung. HHVar = HHVdry • (1-w/100) HHVdry = HHVdaf • (1-ash/100) LHVdry = HHVdry - 2.443 • 8.936 H/100 LHVar = LHVdry • (1-w/100) - 2.443 • w/100 LHVar = HHVar - 2.443 • {8.936 H/100 (1-w/100) + w/100} Komposisi abu (Ash composition- wt% ash): Sejumlah besar data tersedia pada komposisi abu setelah konversi. Secara umum data ini dinyatakan sebagai% berat oksida. Oksida yang dipilih tidak mewakili bentuk kimia yang sebenarnya dari komponen. Timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), merkuri (Hg), mangan (Mn) dan kromium (Cr) dinyatakan dalam mg/kg abu. Analisis Biomassa (Biomass analysis- mg/kg dry): Kandungan unsur-unsur penyusun tebu seperti dinyatakan dalam mg/kg bahan kering. Biochemical composition (wt%): Komposisi biokimia bahan dinyatakan dalam % berat bahan kering (selulosa, hemiselulosa, lignin, lemak, protein, pektin, pati, ekstraktif, C5 dan C6 gula, karbohidrat total non-struktural). Jika analisis gula diterapkan, selulosa dan hemiselulosa = glukan = sum C5 + C6 sum - glukan - rhamman. “Jumlah total abu + biokimia” memberikan jumlah abu, selulosa, hemiselulosa, lignin, lipid, protein, ekstraktif EtOH / toluena, ekstraktif 95% EtOH, ekstraktif air panas, pati, pektin, rhamnan, dan jumlah non-struktural carbo-hidrat (TNC). Nilai Kalori Nilai kalori dari komponen tebu komponen lainnya digali dari data sekunder Pusat Penelitian Energi Belanda (Energy research Centre of the Netherlands) yang ditelusuri melalui laman https://www.ecn.nl/phyllis2.

15


16

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Hasil Analisis Berdasarkan analisis proksimat untuk tujuh jenis limbah tebu, baik pada jenis yang belum diolah maupun yang sudah diolah oleh proses konversi biomassa menjadi bioenergi, terdapat perbedaan nilai kandungan abu, bahan volatil, dan fixed carbonnya seperti yang disajikan pada Gambar 10. Keenam limbah tersebut adalah arang bagas, sampah tebu, daun, seluruh tebu, bagas, serabut, dan minyak pirolisa dari bagas.

Gambar 10. Analisis proksimat pada enam jenis limbah/komponen tebu. Pada Gambar 10, dua jenis limbah yang memiliki nilai nol pada kandungan volatil dan karbonnya adalah sampah tebu dan minyak pirolisa bagas, kendati masih ada kandungan debunya (ash content). Perubahan nilai juga terjadi jika dibandingkan pada jenis limbah yang sama yaitu bagas. Pada bagas yang belum diolah nilai volatilnya mencapai 80% dari berat kering, setelah mengalami proses sangrai (torrefaction) maka nilainya menjadi 15.4% dan karbon tetap (fixed carbon) meningkat dari 14.4% menjadi 79.1% dari berat kering.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Perubahan kandungan unsur penyusun limbah tersebut juga terjadi jika dibandingkan antara kondisi alami (tanpa melalui proses konversi) dengan kondisi setelah melalui proses konversi biomassa menjadi bioenergi. Perubahan ini terjadi pada bagas alami yang hanya memiliki nilai 47.2% untuk karbon kemudian menjadi 81.5% telah diubah menjadi arang bagas(Gambar 11). Perubahan bagas menjadi arang bagas juga mengakibatkan penurunan jumlah oksigen.

Gambar 11.Analisis ultimate untuk tujuh jenis limbah tebu.

17


18

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Pada Gambar 12disajikan nilai kalor dari tujuh jenis limbah tebu. Berdasarkan pada data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses konversi biomassa akan mengubah nilai kalor menjadi lebih besar. Pernyataan ini didukung dari data tebu dimana pada bagas alami hanya memiliki HHV milne sebesar 18.2 MJ/kg dan kemudian bertambah menjadi 30.6 MJ/ kg ketika diubah menjadi arang bagas.

Gambar 12. Nilai kalor limbah tebu (MJ/kg)

Komposisi Biokimia Indikator biokimia merupakan komponen penting dalam pengubahan limbah tebu seperti bagas ini menjadi etanol. Dalam limbah tebu terdapat lignoselulosa (Lignocellulose) yang merupakan bagian organik terbarukan dan penyusun utama semua sel tanaman. Lignoselulosa biomassa mengandung tiga komponen penting yaitu selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-40%) dan lignin (20-30%). (Castañeda, R. E. Q and J.L.F. Mallol. 2013). Pemilahan ini juga didukung dari data komposisi biokimia dari bagas tebu yang diolah dari laman lembaga ECN Phyllis classification(https://www.ecn.nl/phyllis2) berdasarkan tiga pustaka yaitu: (1) #1672 untuk Nassar, (1998); (2) #2278 untuk Garcìa-Pèrez, A. Chaala, C. Roy (2002); dan (3) #2342 untuk M. Garcìa-Pèrez, A. Chaala, C. Roy (2002), kemudian disajikan pada Gambar 13.


BIOENERGI UTAMA INDONESIA

Penutup Makalah ini merupakan langkah awal untuk memahami energi terbarukan yang berbasis pada biomassa, dan untuk mendayagunakannya sebagai sumber energi masih memerlukan langkah lanjutan seperti pilihan teknologi, target produk, lokasi pabrik, kebutuhan lokasi dan lain-lain. Alternatif lanjutan ini akan dibahas pada artikel lain.

Bacaan Castañeda, R. E. Q and J.L.F. Mallol. 2013. Hydrolysis of Biomass Mediated by Cellulases for the Production of Sugars.In Sustainable Degradation of Lignocellulosic Biomass - Techniques, Applications and Commercialization, Dr. Anuj Chandel (Ed.), ISBN: 978-953-51-1119-1, InTech, DOI: 10.5772/53719. Available from: http://www.intechopen.com/books/sustainable-degradation-of-lignocellulosicbiomass-techniques-applications-and-commercialization/hydrolysis-ofbiomass-mediated-by-cellulases-for-the-production-of-sugars. El Bassam, N. 2010. Handbooks of Bioenergy Crops: A complere reference to species, development and applications. London. Earthscan. 516p. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2013. Statistik Pertanian. Jakarta. Larissa. C.et al., 2012. “Bioconversion of Sugarcane Biomass into Ethanol: An Overview about Composition, Pretreatment Methods, Detoxification of Hydrolysates, Enzymatic Saccharification, and Ethanol Fermentation,” Journal of Biomedicine and Biotechnology, vol. 2012, Article ID 989572, 15 pages, 2012. doi:10.1155/2012/989572 M. Garcìa-Pèrez, A. Chaala, C. Roy (2002). Vacuum pyrolysis of sugarcane bagasse. J. Anal. Appl. Pyrolysis 65 111-136: #2342. M. Garcìa-Pèrez, A. Chaala, C. Roy. 2002. Co-pyrolysis of sugarcane bagasse with petroleum residue. Part II. Product yields and properties. Fuel 81 893-907: #2278. Nassar, M. M.. 1998. Thermal analysis kinetics of bagasse and rice strawEnergy Sources, 20, (9), 831-837: #1672

19


24

BIOENERGI UTAMA INDONESIA

M. Syukri Nur, lahir di Pare-Pare, 24 September 1966. Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Samarinda. Lulus SMA Negeri 1 Samarinda pada tahun 1986 dan pada tahun yang sama di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui undangan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) oleh Rektor IPB Prof. Dr. Ir. H. Andi Hakim Nasution karena menjadi juara I Lomba Karya Ilmiah Remaja LIPI Bidang Humaniora di tahun 1986. Lulus dari program studi Agrometeorologi, IPB tahun 1991, kemudian bekerja di LKBN Antara Biro Samarinda sebagai wartawan selama dua tahun. Akhir September 1993 melanjutkan S2 dan S3 hingga tahun 2003 di IPB dengan pengalaman studi di musim panas, kegiatan penelitian dan pembentukan jaringan akademik di Swiss, Perancis, Jerman, Jepang, dan Austria. Penelitian tentang model perubahan iklim global di Institut Bioklimatologie, Universitas Geottingen, Jerman selama 2 tahun lebih atas sponsor DAAD dan Proyek STORMA. Penghargaan yang pernah diperoleh LIPI – UNESCO untuk PIAGAM MAB (Man and Biosphere) tahun 2003 dan sejumlah beasiswa dari START Amerika Serikat, DAAD Jerman, Yayasan Super Semar, Republika dan ICMI, serta KOMPAS selama menempuh pendidikan di IPB. Alamat Lengkap: Jl. Malabar Ujung No. 27 RT 04/03, Tegalmanggah, Bogor 16144 Telp & FAX : 0251-835715, HP: 0811580150 Email : syukrimnur@gmail.com

Penulis pernah tercatat sebagai staf dosen di STIPER Kabupaten Kutai Timur dan Peneliti bidang Agroindustri dan Teknologi Informasi di PT. VISIDATA RISET INDONESIA, serta tahun 2006-2009 menjadi staf Ahli Bupati Kutai Timur bidang pengembangan Agribisnis dan Agroindustri. Pada tahun 2011-2012, menjadi Wakil Ketua Tim Likuidator PT. Kutai Timur Energi dan pernah menjabat sebagai Direktur HR&GA PT. Kutai Timur Energi. Saat ini menjadi Direktur di PT. Kutai Mitra Energi Baru. Minat penulis adalah penelitian dan penulisan ilmiah untuk bidang kajian pertanian, teknologi informasi dan lingkungan hidup, serta energi baru dan terbarukan.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.