Tanjungpinang Pos 25 februari 2018

Page 1

25 FEBRUARI 2018 / 9 JUMADIL AKHIR 1439 H

DEWAN PERS

Rp. 2000 www.tanjungpinangpos.id

MEDIA TERVERIFIKASI

2018

Setia

PELUK SENJA

dengan

di Teluk Raja H3

Teh H5 Srilangka

Nasib Arab Melayu Kita Hari Ini

Penguasaan terhadap Arab Melayu adalah kunci bagi generasi muda kita hari ini mempelajari khazanah keilmuan yang diwariskan dari masa lampau. Sudahkah Arab Melayu sedemikian terjangkau?

H2

Lilin Negara

SELAKSA Kolom Muhammad Natsir Tahar

Sebuah lilin besar dinyalakan ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang bercakap serius dengan seorang tamu dari pejabat daerah. Mereka membicarakan tentang kondisi harga-harga, orang-orang miskin, anak-anak, muhajirin-anshar dan Ibnu Sabil. Namun ketika sang utusan berbelok menanyakan kondisi pribadinya, Umar serta merta meniup lilin tersebut, dan meminta pelayan untuk menyalakan pelita. Pelita kecil yang redup, dibeli dari kantong pribadi. UMAR adalah Khalifah Islam dari Bani Umayyah yang hidup 1.300 tahun lalu. Ia satu nasab dengan Khalifah kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu. Bin Khattab sendiri dikenal sebagai Sang Pemisah, yang

mampu memisahkan mana yang hak dan yang bathil. Mari kita tilik praktik birokrasi dan administrasi publik zaman sekarang dibanding masa kedua Umar ini. Administrasi Publik telah

dikenal sejak mulai adanya sistem politik di suatu negara. Fungsinya adalah untuk mencapai tujuan para pembuat kebijaksanaan politik. Studi mengenai aktivitas administrasi publik dimulai melalui

pendekatan yang berasal dari satu disiplin ilmu tertentu yang kemudian dikenal dengan nama birokrasi. Pada abad ke-18 di Eropa Barat sudah dilakukan studi terhadap birokrasi pemerintahan yang ditinjau dari segi hukum dan politik seperti yang dilakukan oleh de Gurnay. Sedangkan pada abad ke-19, mulai dikembangkan pendekatan sosiologis terhadap birokrasi misalnya oleh H Spencer dan Deplay (Albrow, 1970). BERSAMBUNG KE HAL 7

redaksitanjungpinangpos@gmail.com „ REDAKTUR: FATIH

facebook/tanjungpinangpos

@tpipos „ LAYOUT: DOBBY FACHRIZAL


2

Liputan Khusus

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

Jangan Malu, Arab Melayu Tidak satu pun dari generasi gemilang terdahulu yang mewariskan khazanah ilmu menggunakan aksara latin, melainkan Arab Melayu. Karena itu, menguasainya adalah kunci. Tapi sayang, di ruang publik, kini Arab Melayu seolah malu-malu.

FATIH MUFTIH, Tanjungpinang JIKA hendak berhitung, coba sebutkan kantorkantor dinas di Tanjungpinang, baik itu yang milik pemerintah kota atau provinsi, yang turut menampilkan aksara Arab Melayu dalam penulisan plang namanya. Rasa-rasanya hanya di Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri saja yang sedemikian. Selebihnya, memilih aksara latin sebagai medium penulisan identitas kantor dinas berkenaan. Pengecualian untuk sebagian penulisan plang nama jalan, yang sebagian di jalur utama ibu kota provinsi masih tetap menampilkan aksara Arab Melayu di sana. Namun, selebihnya, boleh dikata nyaris tak banyak lagi dijumpai penulisan aksara Arab Melayu di ruang-ruang publik. Gejala ini oleh Sejarawan Kepri Aswandi Syahri ditandai sebagai sebuah implementasi dari belum timbulnya kebanggaan atas khazanah kearifan lokal. “Padahal,” kata dia, “apa salahnya kalau nama-nama dinas itu juga ditampilkan penulisannya dengan aksara Arab Melayu seperti yang ada di Pekanbaru sana.” Padahal, bagi Aswandi, sungguh penting membiasakan masyarakat Tanjungpinang untuk melihat lebih dekat aksara Arab Melayu, sebuah aksara yang menjadi medium tradisi kepenulisan sejak era kesultanan Riau-Lingga dahulu. ”Ya kalau sudah akrab di mata, tentu akan lebih mudah menimbulkan minat belajarnya. Sekarang anakanak di sekolah kalau belajar pun belum juga paham untuk apa menguasai Arab Melayu,” ujarnya. Hal ini yang rasa-rasanya bagi Aswandi perlu dimengertikan kepada siswa di bangku sekolah. Arab Melayu, tegas dia, bukan sekadar mata pelajaran pelengkap untuk pemenuhan kebutuhan nilai-nilai rapor semata. Tetapi mesti lebih daripada itu. Sebagai generasi muda Tanjungpinang, memiliki penguasaan Arab Melayu mesti jadi keharusan.

”Seperti di Jawa itu ada pelajaran penulisan dengan aksara Hanacaraka itu. Kalau tidak dikenalkan dari sekarang, bisa-bisa tidak ada lagi ke depannya generasi muda yang mampu membaca naskah Arab Melayu,” ujar Aswandi. Sejauh ini, sepengamatan Aswandi terhadap naskahnaskah kuna beraksarakan Arab Melayu, ada ragam khazanah ilmu yang bisa digali. Sejarah sudah pasti. Kitab semacam Tuhfat alNafis adalah kitab babon sejarah Melayu Riau yang ditulis Raja Ali Haji mengggunakan aksara Arab Melayu. Kendati sudah dialihaksarakan ke aksara latin, tetap penting, kata Aswandi, bisa membacanya yang dalam versi Arab Melayu. Pada Tuhfat al-Nafis edisi terbitan Yayasan Karyawan Malaysia, turut disertakan naskah yang masih menggunakan aksara Arab Melayu. ”Dan masih banyak lagi. Ada ilmu kedokteran juga, ilmu sastra sudah pasti, ilmu hukum pun ada, sampai tata-pemerintahan pun juga ada. Itu baru sebagian dari senarai khazanah keilmuan yang terbentangkan menggunnakan aksara Arab Melayu,” kata Aswandi. Belum ada sumber pasti sejak kapan aksara Arab Melayu mulai digunakan dalam tradisi panjang kepenulisan di Tanjungpinang. Kuat dugaan, aksara ini jadi pilihan utama seiring dengan bersebatinya Islam dengan Melayu. Jelas sekali bahwasanya dalam setiap huruf yang digunakan merupakan modifikasi dari aksara Arab yang disesuaikan dengan Bahasa Melayu. Munculnya aksara ini diduga kuat akibat pengaruh budaya Islam yang lebih dulu masuk dibandingkan dengan pengaruh budaya Eropa di zaman kolonialisme dulu. Dan konon sudah digunakan sejak jaman Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Malaka. Beruntung Karena Bisa Mengaji Wisze Alaftariasajuana berkisah, terakhir kali

F-FATIH/TANJUNGPINANG POS

PENULISAN informasi menggunakan aksara Arab Melayu yang ada di Penyengat. Sayangnya, hal yang sama belum banyak ada di ruang publik Tanjungpinang.

belajar Arab Melayu di sekolah ketika duduk di bangku kelas VII SMP. Kini, ia sedang bersiap menempuh ujian nasional untuk tingkat SMA. Artinya, persentuhan pamungkas Wisze dengan aksara ini sudah lima tahun lamanya. Usai itu, kata dia, tidak pernah lagi ada mata pelajaran Arab Melayu di kelas. ”Ingetnya dulu kelas VII SMP itu disuruh baca cerita Lancang Kuning,” kenang siswi SMA Negeri 1 Tanjungpinang ini. Sepengelaman Wisze, belajar Arab Melayu itu susah-susah gampang. Susah karena mesti menghapal jumlah aksara yang serupa dengan aksara Arab. ”“Tapi untung karena bisa mengaji, jadi tidak susah sih untuk membaca Arab Melayu,” ungkap Wisze. Namun, sambung dia, untuk menulis Arab Melayu itu lain perkara. Ia mengaku sampai sekarang masih kesulitan jika harus menyalin naskah dari aksara latin ke Arab Melayu. Ada beberapa huruf

yang tidak ada di aksara Arab. Semisal C, Ng, Ny,sehingga harus dimodifikasi dengan aksara Arab lain. Hal ini yang, kata Wisze, menyulitkannya. ”Belum lagi menggandenggandeng hurufnya,” ujarnya. Sebab itu jika harus mengukur kemampuan penguasannya atas Arab Melayu, Wisze hanya bisa tertawa menimpalinya. Ia merasa masih kurang maksimal ketika belajar di kelas VII SMP. Namun sayang keinginannya untuk dapat lebih memahami aksara Arab Melayu tidak dapat dilanjutkan di jenjang pendidikan setelahnya. ”Ya bagaimana lagi karena tidak diajarkan di kelas,” ungkapnya. Menurutnya, memahami aksara Arab Melayu bagi generasi seusianya tetap penting. Apalagi ia sadar, Tanjungpinang ini adalah sebuah kota dengan tradisi panjang kepenulisan yang semua naskahnya menggunakan Aksara Arab Melayu. ”Nanti kalau anak mudanya nggak ada yang

bisa baca lagi, terus siapa yang mau baca? Padahal, walau saya tidak tahu banyak, pasti ada banyak ilmu yang bisa diambil dari naskah-naskah lama itu yang ditulis pakai Arab Melayu. Terbatas Kurikulum dan Guru Memang sudah lima atau enam tahun terakhir, Arab Melayu tidak diajarkan di bangku pendidikan SMP mapun SMA. Kepala SMP Negeri 9 Tanjungpinang, Raja Suzanna membenarkan hal tersebut. Menurutnya, hal in terjadi lantaran sejumlah permasalahan muncul. ”Misalnya kekurangan materi sumber belajar, keterbatasan kurikulum, sampai ketersediaan guru yang mampu mengajarkannya,” ungkap Suzanna. Akhirnya tiba pada sebuah keputusan Arab Melayu pun hari ini tidak diajarkan lagi dalam kelas. Hal ini, kata Suzanna, juga perlu mendapat perhatian pemerintah. Selain atas nama pengenalan dan pelestarian kearifan lokal,

F-ISTIMEWA

SALAH satu buku dengan tulisan Arab-Melayu (Armel).

juga lantaran status sebelumnya sebagai pelajaran muatan lokal membuatnya menjadi pilihan antara harus diajarkan atau tidak. ”Karena memang belum ada SK dari pemerintah yang mewajibkan Arab Melayu harus diajarkan di sekolah. Ini juga menjadikan sertifikasi atau pelatihan terhadap guru-guru yang mengajar pun tidak ada,” ujarnya. Bagi Suzanna yang juga

seorang guru sekaligus penulis, keberadaan aksara Arab Melayu di tengahtengah masyarakat dan juga siswa-siswa memang perlu dilestarikan. Hanya, saran dia, jikalau memang harus diajarkan di sekolah, dicari jenjang yang paling tepat dan juga pengenalan siswa terhadap naskahnaskah kuno. ”Jadi dari situ, khazanah ini bisa lestari dan tidak tergerus dengan globalisasi,” pungkasnya.***

DPRD Kepri Rancang Perda Muatan Lokal

Jangan Kalah dengan Provinsi Riau

F-FATIH/TANJUNGPINANG POS

WAKIL Ketua DPRD Kepri Husnizar Hood beserta Gubernur Kepri H Nurdin dan Sekdaprov TS Arif Fadilah di salah satu acara belum lama ini.

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

DOMPAK - Visi Gubernur Nurdin Basirun yang hendak menjadikan Provinsi Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu perlu mendapat sokongan dari banyak pihak. Termasuk dari lembaga legislatif melalui kerja-kerja legislasi daerah. Pada 2018 ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepri siap meresmikan rancangan peraturan daerah mengenai muatan lokal untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah. Kendati jarang terdengar ke permukaan, tahapan ranperda inisiatif DPRD Provinsi Kepri ini sudah dimulai sejak tahun lalu. Wakil Ketua II DPRD Kepri, Husnizar Hood mengatakan, naskah akademis ranperda tentang muatan lokal ini sudah rampung. Artinya siap untuk dibahas dan disahkan pada tahun ini. ”Jangan mau kalah dengan Provinsi Riau. Di sana sudah ada delapan buku muatan lokal yang diajarkan di sekolah. Di Semarang lebih banyak lagi,

sudah ada 14 buku. Masa ‘kan iya, Kepri yang mendaku Bunda Tanah Melayu ini tak punya satu pun buku muatan lokal. Makanya ranperda ini jadi prioritas juga pada tahun ini,” tegas Husnizar, kemarin. Fakta yang disampaikan Husnizar ini tentu amat mencengangkan. Lebihlebih jika mengingat bahwasanya episentrum kebudayaan Melayu itu pernah ada dan besar di Kepulauan Riau, dan sudah pasti bukan di Pekanbaru. Sehingga bagi Husnizar, tidak boleh tidak, bahwasanya tahun ini kerja perancangan peraturan daerah tentang muatan lokal perlu digesa. Lantaran tanpa payung hukum yang sah, susah bagi sekolah untuk mengajarkan nilainilai muatan lokal karena tidak ada aturan yang mengaturnya. ”Perda ini nanti yang akan jadi payung hukum. Sehingga nanti ketika bukubuku teks yang sudah tersedia bisa lekas didistribusikan ke sekolah dan diajarkan,” kata politisi yang juga Ketua Dewan

Kesenian Kepri ini. Dalam penyusunan rancangan peraturan daerah tentang muatan lokal, DPRD Kepri akan bersinergi dengan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Pihak perguruan tinggi yang akan melakukan kajian aplikasi penerapan nilai-nilai muatan lokal agar bisa ditransformasikan menjadi buku teks ajar di sekolah-sekolah. Setidaknya akan ada lima pokok bidang yang akan dimasukkan daftat rancangan buku teks ajar muatan lokal di sekolah. Mulai dari Sejarah Kepulauan Riau, Gurindam Dua Belas sebagai Budi Pekerti, Arab Melayu, Sastra Melayu, dan Adat Istiadat Melayu. Lima topik ini masingmasing akan dibuat satu buku khusus teks ajar yang akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang disasar. ”Selama ini kan yang ada anak-anak di sekolah cuma diajarkan bagaimana kalau nak kawin, tapi tidak diajarkan mengenai adat-istiadat secara Melayu. Itu baru satu contoh kecil saja,” ujar Husnizar. (fatih)

LAYOUT: SYAFRINALDI


TANJUNGPINANG POS

3

Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

Senja di Teluk Raja Desa Busung, Seri Kuala Lobam

K

EINDAHAN panorama pantai tidak hanya ada di kawasan wisata terpadu Lagoi. Di Bintan, hampir setiap sudut pantainya menjanjikan pesona yang sedap dipandang mata. Baik itu paginya, apalagi senjanya. Rasa-rasanya susah menampik ajakan untuk berakhir pekan di sana. Akan lebih menyenangkan bilamana menikmatinya bersama orang tercinta. Sebab, tidak perlu repot-repot menjelajah untuk mendapatkan lokasi terbaik menikmati senja. Pantai Teluk Raja di Desa Busung, Seri Kuala Lobam, salah satunya. Pantai

Kafe di Pantai Teluk Raja.

ini baru dibuka beberapa waktu lalu. Memanfaatkan swadaya masyarakat setempat, Pantai Teluk Raja menjadi daya tarik ketika pelesiran arah utara Pulau Bintan. Bukan karena kemewahan yang tersaji sebagaimana di Lagoi, justru kesederhanaan nan bersahaja adalah ‘jualan utama’ di Pantai Teluk Raja. Di sini, yang bisa didapati sekadar pondokpondok kayu tempat bersantai, ayunan dan berbagai perlengkapan untuk menikmati air laut di pantai tersebut. Hanya ada satu kedai kecil saja yang tersedia. Walau begitu, akan sangat sigap menyaji-

kan minuman peneman bersantai para pengunjung. Jika sedang senggang, bisa juga menjajal hiburan berkaraoke ria diiringi dengan orgen tunggal yang menyajikan lagu-lagu kesukaan. Saat senja, adalah saat terbaik berkunjung ke pantai Teluk Raja. Suasananya akan terasa santai dan istimewa. Apalagi bila cuaca sedang cerah dan angin berhembus lembut. Mata akan melihat luasnya lautan mengarah ke Kota Tanjungpinang. Zulfadli, salah seorang warga setempat, mengatakan jika lokasi wisata Teluk Raja ini baru saja dibuka

Seorang pengunjung menikmati fasilitas ayunan.

dan dikelola oleh warga Desa Busung. Beberapa ada yang membuka penyewaan alat renang,

penyewaan tempat berfoto dengan ayunan yang unik dan alami. ”Ini baru saja dibuka

beberapa bulan ini, kami mengharapkan ini dapat menjadi destinasi wisata baru di Bintan yang mendatangkan wisatawan lebih banyak lagi ke Desa Busung,” katanya. Tidak hanya Teluk Raja saja, dari lokasi tersebut, kata Zulfadli, juga disediakan fasilitas penyewaan

perahu untuk menuju Pulau Terkulai yang berada tidak jauh dari lokasi. Jika angin dan cuaca sedang bersahabat, tidak ada salah menjajalnya. Penduduk setempat akan senang hati mengantarkan ke pulau berpantai pasir putih itu. (aan) Foto-foto : Jendaras

Pengunjung bersantai di Pantai Teluk Raja.

Santai sejenak di atas pasir putih.

Ayunan di Pantai Teluk Raja.

Pengunjung bersantai di Pantai Teluk Raja.

Ayunan di Pantai Teluk Raja.

Pengunjung menikmati keindahanPantai Teluk Raja.

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

LAYOUT: SYAFRINALDI


4

Komunitas

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

Bantu Promosikan Pariwisata Daerah Komunitas Motor Haji Ibrahim Brotherhood Karimun

Y

F-ALRION

Bupati Karimun Aunur Rafiq dan Dandim 0317 TBK, Letkol Arm Rizal Analdie.

ANG biasanya dilakukan komunitas motor hanya konvoi dan kumpulkumpul. Tapi tidak dengan Komunitas Motor Haji Ibrahim Brotherhood (HIB) yang ada di Karimun. Komunitas ini berafiliasi langsung dengan pemerintah dalam mengembangkan dan promosi potensi pariwisata Karimun ke khalayak luas. Tak ayal, ketika merayakan hari ulang tahun pertamanya pertengahan Februari lalu, Bupati Aunur Rafiq sampai menyempatkan diri hadir dan mengucapkan terima kasih pada komunitas motor ini. Menurut Aunur, kerja yang dilakukan komunitas ini diharapkan bisa menular dan jadi teladan buat komunitas motor lain. Tidak cuma kumpul-kumpul karena, kata dia, kalau begitu semua komunitas juga bisa. ”Inilah mengapa dengan berbagai kegiatan positif yang dilakukan komunitas turut berkontribusi terhadap pembangunan pariwisata daerah,” ujarnya. Saking mengapresiasi Komunitas Motor HIB, Aunur bahkan ikut menyempatkan diri menjajal satu motor yang sudah dimodifikasi. Ke depan, ia berharap akan lebih banyak kegiatan yang bisa diselenggarakan oleh komunitas ini. Baik itu berupa pameran motor-motor modifikasi hingga

kumpul-kumpul silaturahmi dengan sesama pecinta motor dari luar daerah. ”Dengan begitu, akan sangat terasa dampak positifnya. Orang-orang akan bisa lebih mengenal Karimun lewat kegiatan yang diselenggarakan komunitas ini,” ujar Bupati Aunur. Tercermin dalam kegiatan HUT pertama akhir pekan lalu. Bukan sekadar berkumpul dan pamer motor, seluruh penggawa komunitas ini sampai harus turun ke pantai. Gotong-royong membersihkan pantai Pelawan jadi agenda utama perayaan ulang tahunnya. Ketua panitia, Feli menjelaskan, Komunitas HIB ingin berkontribusi lebih banyak lagi di Karimun. ”Kami juga melaksanakan silaturahim komunitas motor seKepulauan Riau dan Riau. Lalu gotong-royong membersihkan daerah tujuan wisata (DTW) di Pantai Pelawan, Karimun,” ujarnya. Feli menegaskan, kehadiran Komunitas Motor HIB memang harus mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Dan bersilaturahmi dengan komunitas motor dari luar Karimun, seperti dari Bengkalis, Riau dan daerah lainnya, adalah cara lain mendongkrak kunjungan dan popularitas pariwisata Kabupaten Karimun. (alrion)

F-XXX

Foto bersama dengan pengurus komunitas motor lain yang hadir pada acara 1 tahun HIB. F. Alrion..jpeg

F-ALRION

Bupati Karimun Aunur Rafiq memberikan sambutan 1 tahun kehadiran HIB di Karimun.

F-ALRION

Bupati Karimun Aunur Rafiq mencoba mengendarai sepeda motor pada kontes.

F-ALRION

Ketua Panitia kegiatan, Feli (kanan) bersama Bupati Karimun Aunur Rafiq dan peserta lainnya.

MITSUBISHI

DIJUAL CEPAT LORI Mitsubishi Canter Tahun 2012 Kondisi baik, pajak hidup, belum ada Jak Harga 155 Juta/Nego Bagi yang berminat Hub. : HP. 0822 8516 1161

D-1St Female Station in Bintan Island Indonesia

Jl. Yos Sudarso No.63 Lantai 2-4 Batu Hitam, Tanjungpinang Telp. 0771 - 318 637. Fax. 0771 - 319 489 Email : radioonine@gmail.com

Marketing : 0812 7099 8897 (Fira Rewadi) 0852 6453 3303 (Andy)

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

LAYOUT: SYAFRINALDI


TANJUNGPINANG POS

5

Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

Bersetia dengan Teh dari Sri Lanka Teh Tarik Abu, Pulau Penyengat

S

ERINGKALI kebanyakan orang kesulitan mengudar konsepsi

kebahagiaan. Panjangpanjang kalimatnya. Berderetderet maknanya. Padahal kebahagiaan itu sederhana belaka. Misalnya, ketika haus mendera usai berkeliling pulau Penyengat, lantas disuguhkan segelas teh tarik dingin, sudah bukan main bahagianya. Apalagi yang hadir ke atas meja adalah Teh Tarik Abu. Bagi orang Tanjungpinang, terlebih warga Penyengat, teh tarik racikan Abu Bakar ini adalah garansi dari definisi teh tarik itu sendiri. Ingin ditegaskan bahwasanya teh tarik itu bukan cuma teh campur susu kental yang lantas disajikan dengan teknik ditarik dengan dua gelas. Tidak. Siapa pun yang pernah merasakan kesedapan teh tarik sebenarnya, lidahnya akan paham minuman yang bisa disajikan panas atau dingin ini lebih dari teh-susu. ”Inilah mengapa teh yang kami pakai warnanya hitam, macam kopi o,” kisah Abu sambil meracik teh teh tarik pesanan pelanggannya, Kamis (22/2). Jika menggunakan teh biasa, kata Abu, sebenarnya bisa-bisa saja. Namun, atas nama orisinalitas cita rasa teh tarik yang hakiki, ia tak bisa meminggirkan kualitas begitu saja. Sebab itu, pria 47 tahun ini setia menggunakan daun teh khusus yang, seperti kata dia tadi, warnanya hitam gelap dan merupai warna kopi. Untuk mendapatkan teh bercitarasa tinggi itu, Abu

harus mengerahkan tenaga menyeberang ke negeri jiran. Kata dia, tidak ada teh semacam itu di Indonesia. ”Ya jadi kalau stok habis, saya menyeberang ke Singapura, beli agak banyak, buat stok sekalian,” terang Abu. Teh apa sebenarnya yang Abu pakai dalam meracik bergelas-gelas teh tarik yang dijajakan di kedainya di seberang masjid Penyengat? ”Saya pakai teh Sri Lanka. Sejak jualan dari tahun 1996,” ungkap Abu. Bukan main. Teh dari negara bekas jajahan Inggris itu memang terkenal dengan hamparan kebun tehnya yang luas dan kualitasnya yang mendunia. Bahkan, jenama teh-teh kelas wahid juga menggunakan daun teh yang diambil dari Sri Lanka. Tak ayal, jangan heran jikalau teh tarik racikan Abu ini sepenyesapan pertama sudah terasa beda di lidah. Dan selama hampir 12 tahun ini, Abu tak bisa berpindah teh dan hanya bersetia dengan teh dari Sri Lanka yang diperolehnya dari Singapura. ”Ya dari dulu saya belajar bikin teh tarik memang harus pakai teh Sri Lanka. Itu yang bikin beda teh tarik di sini dengan teh tarik di tempat lain,” kata Abu. Tangannya yang cekatan dan piawai meracik teh tarik ini tidak mengada begitu saja. Berguru pada Orang Marwari Tidak ada keterampilan yang bisa diwariskan. Semua itu berasal dari latihan dan pengalaman. Bukan cuma berhari-hari. Kalau perlu

bertahun-tahun. Dan keuletan semacam itu yang melincahkan tangan Abu dalam meracik gelas demi gelas teh tarik di Penyengat hari ini. Dahulu, Abu pernah bekerja di Malaysia. Ketika itu, ia tak ingin sekadar bekerja dan menerima upah. Justru kesempatan bekerja di sana dimanfaatkannya sekaligus sarana belajar. Kepada juragannya yang orang Marwari, Abu belajar meracik teh tarik dengan citarasa tinggi. Pelan tapi pasti, Abu mulai mendapat kepercayaan. ”Pernah sampai disuruh bikin teh tarik dua ribu gelas sehari. Karena bos udah percaya dengan saya,” kenang Abu. Kepercayaan ini pula yang kemudian membuat Abu diberi kesempatan menjalankan sendiri usahanya di Tanah Air. Oleh juragannya itu, keterampilan meracik teh tarik semakin dimatangkan dan sampai diberi jalan mendapatkan bahan baku teh yang bagus untuk meracik teh tarik. Abu pun pulang ke Penyengat dan mulai merintis kedai teh tarik yang kini sohor tidak hanya di Penyengat, tapi juga di seantero Tanjungpinang. ”Orang Malaysia dan Singapura kalau main ke Penyengat selalu suka dengan teh tarik Pak Ngah Abu. Karena ya itu tadi, rasanya khas dan seperti yang ada di negara asal mereka,” kata sejarawan Aswandi sembari menikmati segelas teh tarik racikan Abu. (fatih)

Foto-Foto : Fatih Mutfih

Pernah sampai disuruh bikin teh tarik dua ribu gelas sehari. Karena bos udah percaya dengan saya...”

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

LAYOUT: SYAFRINALDI


6

Goes to School

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

SD Negeri 009 Meral, Karimun

Motivasi Siswa Semakin Berprestasi K

ECIL saja. Begitu kesan yang pertama ketika tiba di Sekolah Dasar (SD) Negeri 009 Karimun. Kendati begitu, sekolah ini tidak bisa dipandang remeh, apalagi setengah mata. Siapa bilang sekolah kecil tidak bisa membawa prestasi besar ke sekolahnya. Sekolah yang terletak di Bukit, Tembak, Meral Kabupaten Karimun ini membuktikan bahwasanya kesungguhan dan kerja keras mampu memberikan sesuatu yang berbeda dalam kegiatan belajarmengajar. Hal itu sudah tercermin ketika memasuki ruang utama kantornya. Sudah tidak ada lagi celah kosong di sana. Sebab beragam piagam penghargaan sudah menempil. Di sudut lain, piala-piala berjejer-jejer. Itu semua merupakan hasil dari jerih payah bersama majelis guru dan siswa-siswa mewujudkan prestasi buat sekolah tercinta. ”Inilah sekolah kami yang sederhana. Tidak semegah bangunan sekolah yang ada di kota-kota,” ungkap Kepala SD Negeri 009 Meral, Yusniar dengan rendah hati.

Menurut guru berjilbab ini, keterbatasan dalam bangunan dan fasilitas bukan penghambat bagi siswa-siswanya berprestasi. Justru dari situ, dibutuhkan motivasi berlebih agar siswanya berani bersaing dengan siswa lain dari kotakota besar. Motivasi, kata Yusniar, memang adalah senjata utama memacu siswa-siswanya agar bisa semakin berani lebih berprestasi. Itu pula, kata dia, perlu mendapat dukungan dari seluruh lini. Baik itu pemerintah, dinas pendidikan, juga paguyuban sekolah yang didukung komite sekolah. Bahumembahu dari berbagai arah ini yang lantas, kata Yusniar, juga ikut menguatkan semangat belajar seluruh peserta didiknya dan majelis guru di sekolah. ”Ya itu kunci di balik prestasi kami. Kami tak henti-henti memotivasi guru dan siswa agar berani mengeluarkan potensi terbaiknya agar bisa lebih berprestasi,” ungkap Yusniar. Kini siswa juga diajak untuk lebih aktif melalui kegiatan di luar kelas. Seperti drumband, taek-

F-ALRION

Kegiatan pameran hasta karya barang bekas di SDN 009 Karimun dari Kelas 6B.

wondo, Pramuka. Terutama bidang keagaaman, pendidikan karakter dan

penyuluhan bahaya narkoba. ”Yang tidak kalah

penting mengajak mereka menjaga kebersihan. Makanya kami rutin

memeriksa kuku sebagai awal kebersihan pada diri siswa,” pungkas Yusniar.

(alrion) Foto-foto : Alrion

F-ALRION

F-ALRION

Siswa SD Negeri 009 Meral yang berprestasi.

Kepala SD Negeri 009 Meral, Karimun, Yusniar SPd.

F-ALRION F-ALRION

Guru memeriksa kuku siswa bentuk kepedulian kebersihan.

Kepala SDN 009 Meral, Yusniar bersama Wabup Karimun Anwar Hasyim, Kadisdik Karimun, Bakri Hasyim usai melaksanakan kegiatan di sekolah.

Penampilan drum band SD Negeri 009 Meral.

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

LAYOUT: SYAFRINALDI


TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

7

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

DED Jalan FTZ Tanjungmoco Rampung DOMPAK - Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Tanjungpinang telah merampungkan DED (Detailed Engineering Design) rencana pembangunan jalan di kawasan FTZ Tanjungmoco Dompak. Ketua BP Kawasan FTZ Tanjungpinang Den Yealta mengatakan, lebar jalan itu 40 meter dengan panjang 2,8 kilometer. Pembangunan jalan akan dilakukan dekat lokasi pembangunan dermaga. Pihaknya sengaja mendesain jalan dengan ukuran yang cukup lebar mengingat pelabuhan itu nanti akan dibuat standar internasional dan juga menjadi pendamping pelabuhan bongkar muat Batam. Sesuai perencanaannya, di Batam akan dibangun juga pelabuhan interna-

sional bongkar muat terbesar di Asia Tenggara. Untuk back up pelabuhan Batam itu nanti adalah Tanjungmoco. Karena itu, desain Pelabuhan Tanjungmoco juga dibuat untuk persinggahan kapal-kapal besar. ”Karena kapasitas pelabuhan besar, makanya kita desain jalannya juga lebar. Banyak trailer yang lalu lalang nanti di sana,” ujar Den Yealta kepada wartawan di Tanjungpinang, Sabtu (24/2). Untuk memuluskan rencana pembangunan jalan tersebut, pihaknya juga sudah menemui para pemilik lahan yang tanahnya terkena lokasi pembangunan jalan itu. ”Tanahnya sudah oke. Pemilik lahan sudah menghibahkan dan ada hitam di atas putih (surat hibah, red). Sebenarnya sudah siap semua adminis-

trasi dan desainnya,” tambahnya. Ia mengatakan, mereka terus bekerja bagaimana agar infrastruktur awal sudah tersedia di lokasi FTZ tersebut. Sudah banyak investor yang tertarik ingin investasi, namun infrastruktur belum tersedia. Mantan Ketua KPU Provinsi Kepri ini menambahkan, sebenarnya masih banyak yang harus mereka kerjakan di dua lokasi FTZ di Tanjungpinang. Pembangunan infrastruktur merupakan hal yang sangat mendasar harus mereka lakukan. Di dua kawasan FTZ tersebut, belum ada jalan, belum ada air bersih dan belum ada jaringan listrik yang memadai. Kemudian, lahannya juga masih milik perorangan, kelompok maupun perusahaan. Ini juga kelemahan dalam

mempromosikan FTZ Tanjungpinang. Sebab, selain infrastrukturnya belum ada, lahannya harus dibebaskan si calon investor jika ingin membuka industri di sana. Jika dilihat dari kondisi perekonomian Tanjungpinang yang ditopang perputaran uang pemerintah baik itu kegiatan atau proyek dan gaji para pegawai, maka salah satu yang harus digesa adalah mendatangkan investor. Dengan demikian, muncul industri-industri besar yang berimbas terbukanya lowongan kerja dan perputaran uang meningkat di masyarakat. Usaha-usaha kecil akan hidup. Hanya saja, meski pemerintah telah menetapkan dua kawasan FTZ di Tanjungpinang, namun sejak 10 tahun sejak ditetapkan, belum ada

industri yang buka di sana. Banyak halangan yang dialami BP Kawasan FTZ Tanjungpinang terutama dari segi kekuatan kelembagaan. FTZ Tanjungpinang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.47 tahun 2007 tentang Penetapan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang. Dua tempat yakni Senggarang dan Dompak ditetapkan menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (FTZ) di Tanjungpinang. Dilihat dari PP ini, penetapan kawasan FTZ Tanjungpinang tidak memiliki PP sendiri, namun diatur di PP penetapan kawasan FTZ Bintan. 10 tahun kemudian, seiring perubahan di FTZ Batam dan penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Galang Batang Bintan, pemerintah merevisi

PP No.47 tersebut menjadi PP No.41 tahun 2017. Di PP ini pun, FTZ Tanjungpinang tetap ‘menumpang’. Sehingga, secara kelembagaan tetap lemah. Bahkan, baru-baru ini sempat muncul informasi, akibat PP terbaru tersebut, Kepala BP Kawasan FTZ Tanjungpinang hanya wakil saja di kelembagaan FTZ Bintan. Lantaran belum jelasnya kekuatan kelembagaan BP Kawasan FTZ Tanjungpinang tersebut, berdampak pada sulitnya mencairkan anggaran pembangunan infrastruktur tahun 2018 ini. Untuk tahun 2018, BP Kawasan Karimun, Bintan dan Tanjungpinang mendapatkan anggaran yang cukup melambung dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dengan total sekitar Rp 276 miliar. BP Kawasan FTZ Tanjungpinang sendiri

mendapatkan anggaran sekitar Rp 60 miliar tahun ini dengan peruntukan, Rp 8 miliar untuk biaya operasional dan promosi serta Rp 52 miliar untuk anggaran pembangunan infrastruktur. Namun biaya untuk pembangunan infrastruktur belum bisa dicairkan. Sedangkan BP Kawasan FTZ Bintan dan Karimun bisa mencairkan anggaran pembangunan. Dompak merupakan kawasan yang diarahkan menjadi pusat perindustrian dan perdagangan, serta jalur FTZ BBK sebagai penghubung FTZ Bintan ke pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau yang terletak di Pulau Dompak. Tentunya untuk membantu perkembangan pembangunan perindustrian dan perdagangan di wilayah tersebut. (mas)

Lilin .............................................................................................................................dari halaman 1 Sementara Amerika Serikat, studi terhadap administrasi publik dimulai pada abad ke-19 yang dipelopori oleh Woodrow Wilson dengan tulisan berjudul The Study of Administration. Semenjak itu administrasi publik mulai diakui sebagai spesialisasi baik sebagai ranting daripada Ilmu Politik atau sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Hal ini kemudian disempurnakan oleh Max Weber yang menulis tentang konsep-konsep Birokrasi Patrimonial dengan Birokrasi Modern. Seperti yang diuraikan oleh Tjahya Supriatna dalam Administrasi, Birokrasi dan Pelayanan Publik, konsep yang dituliskan Max Weber tersebut menjelaskan bahwa Birokrasi Patrimonial berfungsi berdasarkan nilai-

nilai tradisional (menurut ukuran Weber) yang tidak mampu memisahkan antara tugas, wewenang dan tanggung jawab resmi kedinasan dengan urusan pribadi pejabat yang mengelola birokrasi. Sementara Birokrasi Modern didefenisikan dengan ciri-ciri tertentu seperti adanya spesialisasi, berdasarkan pola hukum, serta adanya pemisahan yang tegas dengan urusan pribadi pejabat. Max Weber mengidentifikasikan ciri-ciri birokrasi modern dalam bentuk yang ideal (ideal type) dan menyebut birokrasi tersebut sebagai birokrasi yang rasional dan berdasarkan pada hukum rational legal bureaucracy. Sedangkan studi yang sistematis terhadap administrasi bisnis dimulai

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

Diterbitkan Oleh: PT Batam Intermedia Pers Terbit sejak tanggal 28 Oktober 2009 Alamat Redaksi: Komplek Pinlang Mas No.15 Lt 2-3 JL.DI Panjaitan-Batu IX Tanjungpinang, Telepon : (0771) 7447234 (hunting), Fax (0771) 7447085

pada awal abad ke-20 dengan pendekatan yang dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific management) yang kemudian disusul oleh gerakan human relation, pendekatan kontingensi dan pendekatan prilaku. Yang menarik dari batasan tentang birokrasi modern tersebut adalah, bagaimana attitude atau tabiat para penyelenggara birokrasi publik dapat beradaptasi pada model Birokrasi Modern yang sangat menekankan profesionalitas?. Studi kasus tentang model pelayanan publik di Tanah Air belum begitu banyak beranjak dari Birokrasi Patrimonial yang berfungsi berdasarkan nilainilai tradisional zaman feodal. Gejala ini dapat

dilihat secara kasat mata pada proses penempatan jabatan struktural yang masih berdasarkan rumus like and dislike, hubungan kekerabatan atau tekanan politik tertentu. Pelayanan administrasi publik kemudian makin dikacaukan dengan pencampuradukan tanggung jawab resmi dengan kepentingan pribadi pejabat. Ini tentunya sangat berpengaruh pada kualitas pelayanan dan biaya. Masih keluar suara – suara sumbang soal kualitas pelayanan para pamong. Efisiensi waktu dan finansial bagi masyarakat pengguna pelayanan administrasi publik hampir belum bisa diharapkan mendekati ideal, sepanjang apparatus begitu sulit untuk memisahkan dirinya sebagai pelayan dan sebagai ego.

Pimpinan Umum/GM/Penjab : M Nur Hakim Wakil Pimpinan Umum : Ramon Damora Pemimpin Redaksi : Ramon Damora Wakil Pemimpin Redaksi : Zakmi Pimpinan Perusahaan : M Nur Hakim Manajer Umum/Adm/Keu : Ari Istanti Manajer Pemasaran : M Nur Hakim Manajer Iklan : M Nur Hakim

PEMBINA MANAJEMEN : Rida K Liamsi, Suhendro Boroma

Dewan Redaksi : M Nur Hakim, Ramon Damora, Zakmi, Martunas Situmeang, Abbas, Fatih Muftih

Profesionalisasi administrasi publik antara lain dapat dilakukan dengan membiarkan pelayanan administrasi dikelola melalui manajemen ilmiah sehingga dapat diterapkan prinsip-prinsip efisiensi. Makanya, berpuluh-puluh tahun yang lalu Wilson sudah mengantisipasi adanya dikotomi antara rentetan politik dan administrasi publik. Wilson menghendaki agar administrasi publik harus dikelola secara ilmiah. Di Indonesia hal ini menjadi sulit karena dimensi politik sudah mengakar dan bebas nilai. Spirit otonomi daerah juga telah memberi kewenangan kepada legislator di daerah untuk mengatur “orang dalam” atas nama rakyat, namun kemudian sulit dibedakan mana kepentingan rakyat, mana kepentingan politik

komunal. Perlu komitmen bersama untuk menerapkan pola birokrasi modern yang diinginkan setiap individu. Birokrasi harus dapat dicegah dari prilaku sewenang-wenang. Birokrasi dalam bentuk yang ideal harus diatur dalam prinsip-prinsip hukum dan bersifat rasional (rational legal bureaucracy). Ciri-cirinya adalah pengaturan terhadap tugastugas pejabat agar bersifat impersonal, dalam artian memberikan pelayanan yang sama kualitasnya tanpa melihat strata sosial atau sesuatu di balik itu, kemudian adanya kecenderungan untuk menjadikan administrasi publik lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kemudian secara berkala dilakukan

evaluasi program mencakup proses pengumpulan, analisis dan interprestasi informasi tentang kebutuhan terhadap program, serta efisiensi dan efektivitas pencapaian hasil program yang diinginkan. Hal ini sejatinya dapat dipantau secara terang oleh publik. Manajemen ilmiah dengan pola birokrasi modern yang dicanangkan Weber sebenarnya telah dipraktikkan dengan sangat mengagumkan di zaman penerus Rasulullah oleh para Sang Pemisah. Begitu banyak uang negara yang dapat terselamatkan, jika semua lilin itu dimatikan untuk kerja-kerja pribadi. Betapa profesionalnya seorang pejabat dan pelayan publik, begitu mereka makin peka memindai mana urusan negara, mana urusan pribadi.***

DIVISI REDAKSI Redaktur Pelaksana Kompartemen: Martunas Situmeang, Abbas, Fatih Muftih. Redaktur: Martua P Butarbutar, Yusfreyendi, Adly Bara Hanani Reporter: Suhardi (Koordinator), Desi Liza Purba, Andri Dwi Sasmito, Raymon Sandy, Jendaras Karloan (Bintan Utara), Tengku Irwansyah (Lingga), Daniel Tambunan (Karimun), Hardiansyah (Natuna), Indra Gunawan (Anambas). Sekretaris Redaksi: Fauziatul Husna Ardelia

Tarif Iklan

Halaman Muka (FC) Rp 30.000,-/mm kolom. Halaman Muka (BW) Rp 25.000,-/mm kolom. Halaman DIVISI ONLINE Fatih Muftih (Penjab), Desi Liza Purba (Wakil Penjab) Dalam,- (FC) Rp 25.000,-/ mm kolom. DEPARTEMEN PRACETAK/LAYOUT/PERWAJAHAN: Dobby Fachrizal (Manajer), Syafrinaldi (Penjab Layout), Gilang Dhikapati, Agung Saputra Prastya (Staff). Halaman Dalam (BW) Jaringan/IT/Online: Rahmat Santoso (Penjab). Rp 15.000,-/mm DIVISI BISNIS kolom. Iklan Umum/ Departemen Umum, Adm, & Keuangan: Penjab: Dahlia , Kasir: Reynaldi Syah Display (BW) Rp Customer Service: Dilas Tari Umum: Irhamna. Departemen Iklan: Saifullah (Ass. Manager), 15.000,-/mm kolom. Penjab Desain Iklan: Kevin Perdana, Wira Harjuman. Penjab Adm Piutang: Dahlia Anna, Juni Ella. Penjab Penagihan: Jefri, Departemen Pemasaran & EO: Rijon Sitohang (Penjab Ekspedisi) Iklan Ucapan Selamat Yurika, Sri Wahyuni, Afriyanti (Penjab Adm Piutang dan Retur). (FC) Rp 7.000,-/mm Departemen Pemasaran Koran: kolom. Iklan Ucapan Rijon Sihotang (Penjab Ekspedisi), Eris Surahman, Pariadi. Selamat (BW) Rp Penjab Pemasaran Koran: Hardian, Sudiarta,Wahyu Gustianto, Isep Ilham, Tarmizi 3.500,-/mm kolom. Penjab Langganan Koran: Afriyanti, Sri Wahyuni (Staf) Iklan Dukacita Rp Perwakilan - Perwakilan 3.500,-/mm kolom. Batam (Martua Butar-butar, Tarmizi Rumahitam), Lingga (Tengku Irwansyah), Bintan Utara (Jendaras Karloan), Karimun (Alrion Tambunan), Natuna (Hardiansyah), Anambas (Indra Sport Color Rp 7.000,Gunawan), /mm kolom. Advertorial Kepala Biro Iklan Jakarta: Shanti Novita Rp 5.000,-/ mm kolom.

Dicetak pada : PT Ripos Bintana Press. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

REDAKTUR: FATIH

LAYOUT: SYAFRINALDI


TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

REDAKTUR: ADLY BARA

IKLAN

8

LAYOUT: SYAFRINALDI


Jembia

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

Jembia terbuka untuk semua tulisan dan foto seni kreatif. Kirim naskah, biodata, foto terbaru Anda ke alamat email: jembiatanjungpinangpos@gmail.com

Syair Datuk Seri Ulama Setia Negara DENGAN Bismillah kalam bermula Alhamdulilah pembuka kata Shalawat dan salam sempurnalah makna Yang kecik dibina yang besar mulia Abdul Somad aku bernama Selesai belajar di Negara Narasinga Pernah singgah di IAIN Suska Terbang menuju Bumi Seribu Menara Melihat Sungai Nil dan Piramida Bersua dengan Fir’aun dan Musa Hinggap sekejap di Bumi Malaya

Lovers and haters kata anak-anak muda Ada pula yang menuduh paksa Fitnah anti Bhineka Tunggal Ika Diusir dari Pulau Dewata Deportasi dari Cina Tapi hati tak rasa hina Semua itu belum ada apa-apanya Bila di bandingkan Nabi Besar kita Gigi patah kaki terluka Namun tetap berbalas doa Sungguh tak layak masuk ke surga Bila busuk hati terus dipelihara

Akhirnya terdampar di Gurun Sahara Hampir sampai ke Barcelona Setelah lama mengembara Kembali jua ke bumi tercinta Tanah Siak Sri Indrapura Membawa gelar LC dan MA Banyak orang bertanya-tanya Apalah agaknya artinya Lagi cemas mencari anak dara

Orang Melayu cinta negara 13 Juta Gulden belanda Diderma untuk membela bangsa Sultan Syarif Kasim orang mulia Dari Siak Sri Indrapura Berdaulat ke Yogyakarta Jangan kau ajar kami tentang cinta Kalau bukan karna kami punya bahasa Kau pun tak dapat bertutur kata

Nasehat orang tua-tua Bernaunglah di pokok yang gagah perkasa Batangnya jadi penyangga Akarnya tempat bersila

Dendam jangan masuk ke kepala Masih banyak yang perlu di rasa Anak Sakai meniti pipa Anak Akit senyum menyapa Talang Mamak terus menganga Padahal minyak tiada terkira Tapi apa yang mau di kata Terlampau banyak diangkut ke Jakarta

Bersilaturrahim ke rumah Doktor Musthafa Rumah putih di Jalan Gulama Dia bawa daku sepuluh senja Ke TVRI membawa acara Bila ia pergi ke Malaysia Daku duduk di singgasana Menjadi guru sekejap mata Subuh tiba gelap gulita Menuju Masjid dipagi gulita Jamaah pun tak pulak ada Banyak pula tiang darikan manusia Berbekal sabar dan doa Nasib baik datang menyapa Khutbah bergetar dari Masjid Raya Banyak mata terpesona Caci hamunpun ikut serta

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

Awan berarak menanti senja Budak menuju Surau Mushalla Qur’an di tangan dan alif ba ta Tak lupa rotan di belah dua Tapi kini semua dah sirna Semua sudah berganti rupa Budak asik bermain Sega Play Station warnet beraneka Dari Batman hingga Mahabarata Sampai Spiderman sarang laba-laba Kalau lah tak ada usah Budak Melayu kan hancur binasa Melayu hanya tinggal nama

Rosak kerana Aids dan narkoba Menjemput murka dan bencana Wajah menjadi bermuram durja Selepas masuk Belanda Banyak anak tak boleh tulis baca Huruh Arab dibuang serta Melayu Riau boleh berbangga Huruh Arab Melayu merata-rata Dari Masjid hingga kantor Walikota Tapi bila tiba saatnya Huruf Arab hanya mantra Dibaca saat duka cita Atau untuk pelet wanita Sungguh kiamat di pelupuk mata Maka Masuklah anak ke sekolah agama Ada Gontor 7 dijalan ke Kampa Darel Hikmah, Babussalam, dan Ash-Shofa Atau IBS arah Asrama Tentara Memang agak mahal biaya Minimal pelajaran agama ada lima Menjadi bekal dari muda ke tua Andai tersesat boleh kembali semula Mereka kan jadi pemimpin bangsa Dari Presiden sampai Pak KUA Kita semua akan binasa Harta tiada di bawa serta Anak sholih jualah yang mengalir ke kita Malam berinai kan tiba jua Tepak sirih merah merona Gambir kapur dan pinang tua Mulut mengunyah bermasam muka Tanda lidah sedang merasa Pahit kelat dan pedar ada Semua mesti di telan sama Pertanda hidup berumah tangga Mak andam duduk memasang kenaga Jemputan hadir saudara mara Barzanji di baca serta marhaba Tuan Mufti membaca doa Air mata bahagia ayah dan bunda Menanti cucu penyejuk mata

Disana bahagia berpunca Tapi kini semua tak ada Akad menjadi majelis duka Kerana marah menghunjam dada Rosak sudah pemudi pemuda Amuk dan hamun mengisi acara Mereka pun tak salah juga Kerana diam kita lah bencana mereka Banyak orang bertanya–tanya Siapalah agaknya Menulis kata-kata berbingkai makna Menyentuh rasa hati dan kepala Jawabannya Siapa lagi kalau bukan Datuk Seri Ulama Setia Negara Abdul Somad Lc. MA Tapi bila malaikat maut tiba Pangkat dan kuasa tak lagi bermakna Hanya iman dan amal shalih jua Yang akan di bawa serta Tinggallah rumah besar bertingkap kaca Anak menantu sahabat tetangga Kain songket dan baju sutera Cincin emas dan batu permata Ruby zamrud dan mutiara Tangan yang pernah menyapu air mata Orang susah dan miskin papa Kepala anak yatim tiada berbapa Apa tanda Melayu menyapa Lemah lembut bertutur kata Apa tanda Melayu beragama Takut pada Allah semata Apa tanda Melayu bernegara Tetes darah asal jangan hina Kala menung datang menyapa Saat tanah pusara sudah pun rata Anak menantu jiran tetangga Tinggallah diri sebatang kara Bila sampai masanya tiba Anak berbisik ke pangkal telinga Buah hati belaian jiwa Mizyan Hadziq Abdillah putera teruna La ilaha illallah ‘azza wa jalla.

LAYOUT: DOBBY F


10

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

sajak-sajak MUSLIH MARJU

hari puisi

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

Permata Kecil Setengah Matang Permata kecil di tengah malam : Malam memaksamu keluar dari persemedian, bunga telah lama layu oleh tangisan, kunang-kunang tak lagi kerlap-kerlip, bersama derit-derit malam yang kuncup, kutabuh melati bersama wangi

Manusia Hidup

Tulungagung, 2017

manusia hidup setali simpul nafsu melingkar berkawan bermusuh tak soal matahari tetap terbit menerangi bumi di jari-jari waktu mendedah di balik punggung wanita agar sadar waktu tak bisa mengirim pulang pada jalan tanpa ujung Tulungagung, 2017

Kutiup Rindu di Telingamu semasa Tuli adalah Bahasamu Rindu mekar seiring darah tumbuh di nadi-nadi membentang mengikuti mata memburu ujung di pelataran bumi demi menangkap suara-suara yang bersumber dari tangisan dada kemudian udara menggumpal dalam mulut kutiup rindu ke telinga yang urat-uratnya terputus dari aliran darah ke gendang sedang mulut selalu berkecipak suara-suara kebimbangan apakah sebuah jalan atau bayangan apakah jurang atau karangan hilang suara terserap dalam kata yang menggumpal di mulut dan kutiup menjadi bahasa yang tak lagi utuh sehingga cerita tentang nafas yang seolah-olah bersekutu dengan ragam partikel udara yang bercampur dengan ragu plus bimbang atau bimbang disetubuhi ragu tak mampu menelan kegenitan-kegenitan sebuah kursi dan angan. Tulungagung, 2017

Burung Gagak di Kursi Pesawat burung gagak duduk di kursi. kursi empuk tempat kantuk dilayarkan ke laut macet dan emosi. diam tanpa batuk. dan mengangguk pada pramugari. tersenyum manis terlewat lelah. terpaksa senyum dengan kata tak lagi rata. loncat ke kedung di tiup ketipung. suara rampak lesung bumi. seorang penyanyi berkulit mutiara. bercerita tentang raja. raja dari raja. bertudung stempel minyak. tak pernah habis. tak pernah terpikir. dari terbit ke tenggelam. sebaliknya. burung gagak berceloteh padang pasir rimbun darah. amarah ledakan minyak. atau kitab suci yang sengaja ditaruh dipunggung. kemana sengketa dipetakan. kapan peta dijelajahi. siapa yang mau. apakah bisa dimulai. mengapa korban tenggelam di mata. mengapa tanya harus bertanda. cukup sekian kami bertanya. Tulungagung, 2017

MUSLIH MARJU, tinggal di Tulungagung, dengan buku puisi Perjalanan Cahaya Malam. Hobi guru SD ini mengumpulkan kata-kata aneh.

Pidato Penerima Nobel Sastra: Naguib Mahfouz (1988)

Anak Dua Peradaban

Novelis ini kelahiran Gamaliya, Kairo, Mesir pada 11 Desember 1911. Naguib Mahfouz pernah lama menjadi pegawai negeri. Tapi rekam jejaknya sebagai penulis yang malah membuat namanya abadi. Sebelum meninggal pada 30 Agustus 2006, Mahfouz sudah menulis lebih dari 30 novel. Puncaknya adalah ketika pada 1988, Mahfouz terpilih sebagai penerima penghargaan Nobel Sastra. Pengaruh Mahfouz memang tak main-main. Sampai-sampai komponis AS Dave Douglas memberikan judul kepada sebuah lagu dalam albumnya tahun 2001 Witness Mahfouz.

A

NDA mungkin bertanya-tanya: orang ini, yang datang dari Dunia Ketiga, bagaimana dia

menemukan kedamaian pikiran untuk menulis cerita? Anda sepenuhnya benar. Saya datang dari sebuah dunia yang bernaung di bawah beban utang yang pengembaliannya akan membuat mereka mati kelaparan atau hampir-hampir mendekati itu. Sebagian di antara orang-orang itu binasa di Asia oleh banjir bandang, yang lainnya tewas di Afrika lantaran kelaparan. Di Afrika Selatan, jutaan orang baru terbebas dari penolakan dan dari perampasan seluruh hak asasi di zaman penegakan hak asasi manusia ini, setelah sebelumnya mereka tak dianggap sebagai manusia sama sekali. Di Tepi Barat dan Gaza, ada orangorang yang dimusnahkan, kendati mereka nyata-nyata hidup di tanah mereka sendiri; tanah para ayah, kakek, dan para kakek moyang mereka. Mereka telah bangkit menuntut hak pertama yang sudah dijamin, bahkan oleh manusia primitive; yakni bahwa mereka mesti memiliki tempat yang laik yang diakui oleh orang lain sebagai milik mereka sendiri. Mereka harus memperoleh balasan atas keberanian dan tindakan mulia itu – lelaki, perempuan, pemuda, dan para „ REDAKTUR: FATIH

bocah – mereka yang telah diremukkan tulang belulangnya, dibunuhi dengan peluru, dihancurkan rumah-rumahnya, dan disiksa di penjara-penjara dan kamp-kamp penyiksaan. Di sekitaran mereka ada 150 juta bangsa Arab yang menyaksikan apa yang terjadi dengan murka dan duka. Hal ini akan merebakkan bencana bila tak diselamatkan oleh kebijaksanaan dari mereka yang menghendaki keadilan dan kedamaian menyeluruh. Ya, bagaimana seorang yang datang dari Dunia Ketiga menemukan kedamaian pikirang untuk menulis cerita? Untunya seni itu murah hati dan simpatik. Seni tinggal bersama mereka yang bahagia dan dalam cara yang sama, ia juga tak meninggalkan mereka yang malang. Seni menganugerahkan kepada keduanya cara-cara yang tepat untuk mengekspresikan segala sesuatu yang kacau di dada mereka. Pada kesempatan yang menentukan dalam sejarah peradaban ini, tak bisa dibayangkan dan tak bisa diterima bahwa ratapan umat manusia itu mesti dibiarkan meluput dalam kehampaan. Tak diragukan lagi bahwa umat manusia pada akhirnya akan menyambut ajalnya, dan kita berada di zaman ketika harapan-harapan bergantung pada kesepakatan di antara negaranegara adikuasa.

Pikiran manusia sekarang harus mengambil alih tugastugas untuk menghapus penyebabpenyebab kerusakan dan kebinasaan. Dan seperti halnya para ilmuwan yang mendesak untuk membersihkan lingkungan hidup dari polusi industri, para intelektual juga semestinya dapat mendesak diri mereka sendiri untuk membersihkan kemanusiaan dari polusi moral. Hal ini merupakan hak sekaligus kewajiban kita untuk menuntut para pemimpin besar di negeri-negeri yang berperadaban dan juga para ekonom mereka untuk membuat sebuah lompatan nyata yang akan menaruh mereka ke dalam pusat zaman. Pada masa kuno, setiap pemimpin bekerja untuk kebaikan bangsanya sendiri. Sementara yang lainnya dianggap sebagai musuh atau pihak yang mesti dieksploitasi. Tak ada sandaran buat nilai-nilai, yang ada hanyalah kekuasaan dan kejayaan pribadi. Dalam suasana semacam ini, banyak nilai-nilai moral, cita-cita, dan kebijakan yang disia-siakan; cara-cara yang tidak etis dibenarkan; jiwa-jiwa yang tak terbilang jumlahnya binasa. Kebohongan, penipuan, pengkhianatan, kebengisan merajalela dan menjadi tanda bagi kecerdikan dan bukti dari keagungan. Kini, pandangan seperti ini harus diubah sampai ke dasarnya. Kini kebesaran seorang pemimpin beradab mesti diukur dengan universalitas cita-citanya dan rasa tanggung

Naguib Mahfouz Large

jawabnya atas seluruh umat manusia. Dunia maju dan Dunia Ketiga tak lain satu keluarga. Setiap manusia menanggung kewajiban terhadapnya dengan tingkat apa yang telah ia peroleh dari pengetahuan, kebijaksanaan, dan peradaban. Bukan maksud saya untuk meluaskan batas-batas kewajiban saya jika saya menyampaikan pesan atas nama Dunia Ketiga: Janganlah menjadi penonton atas kesengsaraan- kesengsaraan kami. Anda sekalian mesti turut serta melakukan tindakan mulia sesuai status Anda. Dari posisi Anda yang berkuasa, Anda bertanggung jawab terhadap pelbagai perlakuan yang salah atas hewan-hewan, atau tetumbuhan, atas kebisuan tentang duka manusia, dan pelbagai soal lainnya di empat penjuru dunia.

Kita telah cukup berkata-kata. Kini saatnya untuk bertindak. Inilah saatnya untuk mengakhiri zaman perampokan dan riba. Kita hidup di zaman yang para pemimpinnya bertanggung jawab atas seluruh bumi manusia. Hentikan perbudakan di Afrika Selatan! Selamatkan mereka yang kelaparan di Afrika! Selamatkan bangsa Palestina dari deru peluru dan penyiksaan! Juga, hentikan bangsa Israel yang mencemari warisan spiritual mereka yang agung! Selamatkan mereka yang berutang dari hukum-hukum ekonomi yang keras! Ingkatkan mereka pada kenyataan bahwa tanggung jawab mereka terhadap umat manusia mesti mendahului komitmen mereka terhadap hukum-hukum suatu ilmu pengetahuan yang agaknya sudah dilampaui zaman.*** „ LAYOUT: SYAFRINALDI


11

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

niskala

Lelaki Bertelanjang Dada dan Bertopi Kukusan Cerpen: Faris Al Faisal /1/ IDUNG turi dan pujian alam sudah kau lantunkan. Langkahmu yang tak pernah beralas kaki itu menuju ke bantaran. Kau benam tubuhmu dalam-dalam hingga kakimu menyentuh lumpur. Saban malam dalam empat bulan. Kum-Kum di arus sungai. Ditemani eceng gondok dan tanaman air lain yang sesekali melintas. Digigiti ikan-ikan kecil yang menyangka tubuhmu adalah makanan malam mereka. Tidak kau takut ular-ular sungai mematuk dan melilitmu. Atau buayabuaya sungai mencabik dan memangsamu. Hanya penutup kepalamu berbentuk kerucut yang tampak, terpejam mata, mulutmu berkomat-kamit merapal mantra-mantra. Malam beku, angin menelisik menjatuhkan dedaunan kering kangkung pagar, bintang gemintang pucat kedinginan di langit kelam dan bulan bolong disungut awan gemawan. Semalaman, di dalam tubuhmu menahan dingin air sungai– memakan buah sabar. Pahit di awal tetapi manis akhirnya. Hanya matahari pagi hangat yang dapat mengangkat tubuhmu dari rendaman. Di atas tanah yang juga hangat, tubuhmu kau rebahkan. Berpeluk dengan debu tanah yang merah. Saban pagi dalam empat bulan. Mepe2 hingga kering celana basah di tubuhmu. Lalu kau terlahir kembali menjadi manusia yang baru –menyatu dengan alam– medar3 teladan dari lakon kisah pewayangan Pandawa Lima. Di Losarang4 ini, lelaki sepertimu bertelanjang dada, hanya memakai celana hitam putih bersebelah dan penutup kepala dari kukusan5 yang juga berwarna hitam putih bersebelah. Kayu dan bambu keramat kau potong-potong kecil, kau ronce di pegelangan tangan dan kakimu. Orang-orang menyebutmu Dayak Losarang. Dari mulutmu, kau katakan tak mengakui agama apa pun. Namun, kau tak katakan Tuhan tak ada. Semua ajaran yang kau peluk adalah buah perenungan Eran Takmad Diningrat Gusti Alam6 yang melakukan refleksi dan introspeksi diri terhadap berbagai permasalahan yang terjadi. Lalu dengan kembali ke alam7, mendekatkan diri kepada semesta, itulah inti dari kehidupan. Menjadi ajaran terbaik bagi manusia. Sulit sekali memahami setiap penjelasanmu yang tak masuk dalam keyakinan dan kepercayaan apa pun. Kau lelaki yang sering berfilsafat, walaupun saat orang-orang katakan kau berfilsafat, ganti kau yang tak mengerti ucapan mereka. Namun lelaki sepertimu bukan lelaki pemalas. Ada banyak lelaki yang memeluk keyakinan tertentu, tetapi tak memenuhi kewajiban kepada keluarganya. Tanah-tanah tempatmu tinggal kau tanami berbagai tanaman. Ketela, palawija, padi dan sedikit beternak ayam, bebek serta kambing. Walau kau sendiri tak pernah makan daging hewan. Kau hidupi keluargamu dengannya. Makananmu hasil pepohonan dan minum air tak dimasak. Tak ada yang kau sia-siakan dari cara hidupmu. Menjunjung tinggi martabat istri, anak perempuanmu, terlebih ibu kandungmu.

K

/2/ PAGI ini kau tengok istrimu. Digendongannya seorang bocah tengah tertidur sambil menyusu. Setelah lepas mulutnya dari menetek. Direngkuhnya olehmu, ganti menggendong. Ditimang-timang hingga makin pulas dan kau puas. Setelah itu di tempatkan anakmu di ayunan yang dibuat dari kain dan seutas tali. Lalu tanpa sungkan, kau ambil centong8 dalam aronan9 beras yang hendak ditanak. Istrimu tersenyum saat kedua tanganmu begitu terampil memasak. Begitu juga kau mencuci, menyapu dan membereskan pekerjaan rumah tangga. Dimanjakannya perempuanmu. Menyaksikannya terkadang begitu terharu. Rasanya tak dapat dijelaskan. Bagaimana bisa, lelaki sepertimu bisa lembut dengan keluarga? Dikira, kau akan seberingas lelakilelaki primitif manakala bertemu perempuan. ”Duduk saja, Mak” ucapmu lembut. Sementara buah hatimu itu menggeliat mendengar suaramu. Gadis yang masih bocah itu minta turun dari ayunan, bergegas ingin mendekatmu. Jalannya belum lancar benar. Sehingga kau buatkan anakmu greyotan10. ”Kamu sudah mau bisa jalan, Nak?” ”A’u, u’a, i’a! A’u, u’a, i’a! [satu, dua, tiga! Satu, dua, tiga!]” Bocah itu terbata-bata mengucapkannya. Kau dan istrimu tergelak. Tertawa mendengarkan buah hatimu yang sudah mulai bisa menghitung tiap langkah-langkahnya. Terdengar lucu bahkan sangat menggemaskan. Bunyi keriut greyotan terdengar tiap kali bocah kecil itu berjalan berputar-putar. Kerap dengan manis, kau bisikkan ditelinga istrimu yang membuatnya berbulu-bulu, REDAKTUR: FATIH MUFTIH

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

candubuku

Sebuah buku seperti kapak untuk es yang membeku dalam diri kita Franz Kafka Sastrawan

5 Buku Paling “Terlarang” Kata-kata adalah senjata, semua orang juga sepakat bahwa buku adalah jendela dunia. Buku bisa membuat wawasan Anda semakin luas dan membuat pikiran Anda semakin terbuka. Tapi ada beberapa buku yang masih dan dilarang dibaca karena isi dan temanya begitu “berani”. Meski masih bisa diperdebatkan, 10 buku-buku berikut dianggap bisa membawa dampak buruk tidak hanya ke satu orang, namun ke seluruh dunia dan seluruh masyarakat, sebab itu mereka menjadi “barang terlarang”.

1. The Satanic Verses - Salman Rusdhie

romanya tegak dan merasakan geli. ”Dengar Mak, dari rahim perempuan manusia terlahir, itu sebabnya menghormatimu adalah darma bakti seorang lelaki selain sebagai suami.” Perempuan yang kau nikahi upacara adat kaummu itu tersenyum. Tak tampak kesedihan di wajahnya. Rona kebahagiaan memerah di pipinya yang kadang seminggu pun tak teroles bedak tepung. Selama kau meninggalkannya, tak pernah timbul curiga kau menyelingkuhinya. Karena lelaki-lelaki sepertimu tak akan mengkhianati kesucian ikatan perkawinan. Entah dengan perempuanmu? /3/ MALAM jumat kliwon. Sebuah kolam kecil di dalam pendopo Nyi Ratu Kembar bertebaran bunga-bunga. Puluhan bahkan ratusan lelaki-lelaki sepertimu duduk melingkarinya. Suara lantunan kidung turi dan pujian alam dalam bahasa Cirebon memenuhi ruangan. Eran Takmad Diningrat Gusti Alam duduk di tengah kalian. Dua ekor anjing putih mendengus-dengus di kakinya. Sesekali ekornya dikibas-kibaskan. Adapun istri-istrimu dan anak-anakmu berkumpul di luar pendopo. Beselonjoran11 sambil mengipasi bocah-bocah itu agar tenang dan lelap tertidur. Mereka saling berkisah, berbagi duka dan membesarkan hati. Tidak mudah sungguh menjadi istri-istri atau anak-anak dari lelakilelaki yang menamakan komunitasnya Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu. Kau mungkin pernah mendengar, betapa anak-anakmu kerap pulang dari sekolah dengan tangis yang berderai-derai. Tangisnya tak putus-putus meski sudah dibujuk sore nanti mau diajak ke pasar malam. ”Mereka itu –teman sekelasnya– mengejek dan menghardikku terus. Katanya aku anak dayak, tak pakai berbaju,” adu anak-anakmu. Namun, kau tak pernah mengajarkan kepada anakmu tentang kusumat. Dipeluknya anakanakmu dengan perasaan kasih. ”Tak apa, biar saja mereka, nanti pun akan reda juga.” Termarginalkan dalam kelompok masyarakat modern. Kehidupan sosial yang tdak ingin disusahkan dengan bentuk-bentuk administratif yang membelit. Karenanya kau tak kenal Akte Kelahiran, Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan sebagainya. Kaummu tak memandang perlu identitas kewarganegaraan. Karena diri mereka yang dibawa-bawa itulah identitas yang sesungguhnya. /4/ PENDOPO itu, tampak remang malam itu. Suara-suara terdengar riuh. Wajah-wajah bersimbah peluh. Orang-orang mengucap puji-pujian tak lelah-lelah. Suasana tampak senyap manakala seorang lelaki tua yang masih kelihatan perkasa mengangkat tangannya tinggi-tingi. Sejurus keudian, di taruh kedua tangannya di atas kolam kecil yang berisi air bunga. Entah apa yang rapalkannya? Air yang semula tenang kini bergolak. Mirip air mendidih dalam panci yang direbus. Sesekali kolam kecil itu dapat berubah menjadi kaca benggala 12 Beberapa saat kemudian, setiap orang yang hadir dipersilakan mengambil manfaat dari air rendaman kembang bercampur jampi-jampi13 itu. Ada yang minum, mencuci wajah dan rambut, memasukkan air itu ke botol-botol atau jeriken yang sudah dipersiapkan dari rumah. Tetapi kau tampak mencari-cari sesuatu.

Hanya Darsinih, bocah yang belum genap dua tahun itu tampak tertidur pulas di alas pendopo di atas tikar anyaman daun pandan. Ia tampak ditelantarkan di antara tas kecil yang berisi baju ganti dan kemben14. Di antara lelaki-lelaki yang bergembira berkumpul dengan anak istrinya, kau tanyakan sesuatu yang membuat mereka pun tak percaya. ”Di mana Wati?” Orang-orang menggeleng dan mengangkat bahu. Beberapa perempuan-perempuan yang tadi duduk bersama berlibat bicara. Berbisikbisik hingga terdengar mengusik. ”Tadi Wati izin pipis.” ”Wati tak pergi ke kakus, ia setengah mengendap menuju ke pintu samping.” ”Ada seorang lelaki terlihat menunggu di gapura.” ”Kelihatannya keduanya berboncengan.” Semakin orang-orang bicara, kian panas telingamu. Lantas kau gendong anakmu yang masih pulas memeluk mimpinya. ”Kau mau kemana?” tanya kawan-kawanmu. ”Aku akan mencari Wati.” /5// DI KOLAM kecil yang hanya menyisakan genangan, tampak istrimu dan seorang lelaki berpakaian rapih melaju di jalan raya berboncengan. Pinggang lelaki itu didekap dengan erat sekali. Lelaki itu benar-benar telah merampas cinta darimu. Tampak kelukaan di wajahmu. Gemuruh dadamu naik turun. ”Tabahkan hatimu.” Lelaki-lelaki bertelanjang dada dan bertopi kukusan itu kembali melakukan kumkum dan mepe. Menjadi manusia baru kembali. Tak perlu lagi meratapi pahit kehidupan. Sekalipun kau jauh terasing dalam kehidupan modern. Entah apakah kehidupan mereka dapat bertahan dalam keterasingannya atau justru mengalami perubahan sosial seperti pada komunitas kepercayaan lainnya.*** Indramayu, 2018 Catatan: Berendam di dalam sungai Berjemur 3 Penjabaran 4 Tempat Padepokan Nyi Ratu Kembar Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu 5 Barang anyaman (bakul) berbentuk kerucut untuk mengukus nasi (menanak nasi di dandang) 6 Pemimpin Padepokan Nyi Ratu Kembar Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu 7 Back to nature 8 Cedok nasi yang bertangkai 9 Beras yang sudah direbus setengah matang yang siap untuk dikukus 10 Alat yang dibuat dari bambu yang ditancapkan di tanah untuk belajar jalan bagi balita 11 Duduk dengan kaki terjulur lurus ke depan 12 Cermin kesedihan; kaca yang dapat melihat seseorang dari kejauhan 13 Doa atau bacaan tertentu yang memiliki kemampuan supranatural 14 Kain selendang untuk menggendong anak 1 2

FARIS AL FAISAL, Tinggal di Indramayu. Menulis fiksi dan sejumlah karya non fiksi. Novella Bunga Narsis adalah buku terbarunya.

Buku yang diterbitkan pada tahun 80an ini merupakan buku paling kontroversial. Pasalnya buku ini menggemparkan kaum Muslim di dunia karena ceritanya dianggap sangat menghina agama Islam. Ini adalah novel ke-4 Salman Rushdie, penulis Inggris keturunan India. Buku inilah yang membuat pemerintah Iran mengeluarkan “fatwa mati” untuk Rusdhie. Beberapa Negara seperti Venezuela, Jepang, dan Amerika melarang adanya peredaran buku ini. Sementara di Jepang, seorang penerjemah yang terlibat dalam buku ini ditikam sampai tidak bernyawa lagi. 2. American Psycho - Bret Easton Ellis American Psycho adalah sebuah novel yang diterbitkan pada tahun 1991 dengan menyoroti Yuppies yang memiliki sifat lelucon di Amerika. Peran utama yang ada dalam novel ini, Patric Bateman, adalah seorang yuppie gila dan seorang pembunuh berantai. Saat dirilis ternyata novel ini dikecam keras oleh masyarakat karena dianggap menceritakan kekerasan grafis yang ekstrem serta penyiksaan seksual.

3. Lolita - Vladimir Nabokov Bukan hal aneh jika buku tentang pedofilia adalah sesuatu yang sangat dikecam oleh masyarakat. Hal ini terjadi kepada novel Lolita karya Vladimir Nabokov ini. Novel ini menjadi sangat kontroversial pada saat pertama kali diterbitkan pada tahun 1955 di Perancis. Novel ini menceritakan seorang pria, Humbert, yang memiliki obsesi kepada gadis 12 tahun, Dolores Haze. Tapi jangan disangka novel ini tidak ada yang membeli, pasalnya novel ini sangat laku keras dengan total penjualan 100.000 eksemplar dalam tiga minggu pertama. 4. The God Delusion - Richard Dawkins Ini adalah sebuah novel yang kontroversial dan menjadi bahan perdebatan untuk kalangan ateis maupun yang beragama. Novel ini beranggapan bahwa pencipta atau Tuhan itu tidak ada dan hanya percaya pada diri sendiri sebagai Tuhan. Namun, jangan salah bahwa buku novel nonfiksi yang satu ini termasuk novel nonfiksi yang paling sukses hingga mencapai dua juta kopi. Dawkins, sang penulis terang-terangan mengatakan di dalam bukunya ini bahwa agama hanya sebuah khayalan.

5. 1984 - George Orwell Buku ini sangat dipengaruhi oleh pandangan sang penulis, George Orwell terhadap kondisi perang dingin yang terjadi di era 70-80an. Ia menulis buku ini pada saat menjelang kematiannya. Dalam buku ini berisi sindiran tajam tentang negara adikuasa Amerika Serikat dan Uni Soviet, serta topik-topik seputar totaliterisme, penyiksaan, pelanggaran privasi, pengendalian pikiran, seks, agama, dan masih banyak lagi. Buku ini menjadi salah satu buku sastra terbaik di dunia.

LAYOUT: AGUNG PRASATYA


12

perada

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing Kisah Perkawinan Anak Kapitan Cina Tanjungpinang Abad ke-19

M

KUTUBKHANAH KOL OM OLOM

ASWANDI SYAHRI

Sejarawan Kepri

ENJELANG akhir abad ke-19 di Pulau Penyengat, fungsi syair telah melangkah lebih maju. Menurut Dr. Ian Proudfoot (1993), ketika itu bahasa dan format syair telah menjadi wahana ‘yang efektif untuk menyampaikan informasi kepada khalayak yang lebih luas, ketimbang narasi corak hikayat yang dikenal ketika itu.’ Dalam semangat itu, meminjam pendapat Dr. Jan van der Putten (2001), kita mulai diperkenalkannya dengan syair-syair Melayu yang berusaha menggambarkan realitas. Salah satu contohnya adalah Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing. Tiga Salinan Manuskrip Berdasarkan beberapa katalogus, terdapat tiga salinan manuskrip Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing. Dua salinan berada dalam simpanan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) di Jakarta, dan satu salinan menjadi koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Dua salinan Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing dalam simpanan PNRI berasal dari koleksi Herman Von de Wall, sahabat Raja Ali Haji yang pernah bermastautin di Tanjungpinang antara 1850-an hingga 1870. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1998) mencantumkan dua salinan manuskrip tersebut dengan dua nomor katalogus yang berbeda, dan judul yang sedikit berbeda pula. Namun demikian, secara tekstual isi kedua manuskrip koleksi PNRI ini sangat identik: manuskrip dengan nomor katalogus ML 168 judulnya adalah Perkawinan Kapitan Tik Sing, sedangkan manuskrip W 271 berjudul Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing. Kedua manuskrip koleksi PNRI ini tidak mempunyai kolofon yang menjelaskan siapa penulis dan penyalinnya, begitu juga dengan tarikh penyalinan dan penulisannya. Dari segi iluminasi (hiasan) dan formatnya, manuskrip ML 168 koleksi PNRI adalah sebuah manuskrip yang unik dan menarik. Satu-satunya salinan, dari tiga manuskrip Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing yang diketahui, yang diberi iluminasi floral cukup indah. Jika manuskrip W 271 ditulis dalam format kitab atau buku yang lazim dengan 33 x 20 cm dan tebal 80 halaman, maka manuskrip W 168 ditulis dalam format yang ‘tak lazim’: ditulis pada 37 lembar kertas berukan 26 x 16 cm, yang kemudian disambung memanjang dan diperkuat dengan kertas surat kabar bekas. Sambungan manuskrip ini kemudian dilipat-lipat model ‘akordion’. Bila direntangkan maka maka ukuran panjangnya mejadi 1.040 cm. Ada pun manuskrip ketiga, yang diberi nomor katalogus KI. 180, adalah koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Asalnya adalah penulis kamus dan ahli bahasa Melayu H.C. Klinkert, yang membelinya ketika bermastautin di Tanjungpinang antara tahun 1864 hingga 1867. Sama seperti dua manuskrip koleksi PNRI, manuskrip koleksi Perpustakaan Universitas Leiden ini tak berjudul. Oleh Klinkert, manuksrip dalam format buku berjahit dengan ukuran 21 x 13 cm ini diberi judul Syair Kawin Tan Tik Cu: Namun, secara tekstual, sangat identik dengan dua manuskrip koleksi PNRI di Jakarta. Menurut Dr. Jan van der Putten (2001) dan Raymond Menick (1988), Klinkert telah memberikan judul yang salah kepada manuskrip koleksinya, karena isi syair tersebut berkenaan dengan perkawinan saudara tiri Tik Cu atau Baba Tik Cu yang bernama Oei Tik Sing alias Tik Sing. Sepanjang bait-bait syair ini, nama

F-DOKUMEN ASWANDI SYAHRI

SYAIR Kawin Tan Tik Cu, versi lain Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Tik Cu hanya disebut sekali, dalam sebuah bait sebagai berikut: Seorang laki-laki anak yang bungsu/Dinamakan kapitan Baba Tik Cu/Sangatlah comel rupanya itu/ Kasih Kapitan bukan suatu. Walau demikian, manuskrip KI. 180 memberikan informasi tambahan yang tak terdapat dalam manuskrip ML 168 dan W 271 koleksi PNRI di Jakarta. Melalui catatan Klinkert ang ditulis dalam bahasa Belanda di awal halaman manuksrip KI. 180, dapat diketahui bahwa penyusun syair ini adalah seorang Melayu dari Pulau Penyengat (Vervaardig door een Maleijer van Penjengat). Bait-bait terakhir manuskrip KI. 180 juga menjelaskan nama sang pemiliknya, yaitu Encik Abdullah bin Encik di Supuk yang tinggal di Kampung Bulang, Pulau Penyengat, dan bekerja sebagai seorang penjaring tamban: Encik Abdullah konon yang punya/ Ibni Encik di Supuk konon dianya/di Kampung Bulang ia tempatnya/ Penjaring tamban ia kerjanya. Dari kolofon di penghujung syair, dapat pula diketahui bahwa manuskrip KI. 180 selesai disalin di Kampung Bulang, Pulau Penyengat, pada pukul 9 malam Jum’at tarikh 14 Zulqaidah 1288 Hijriah besamaan dengan 24 Mei 1861. Manuskrip koleksi Universitas Leiden ini telah dibuat kajian secara filologis oleh Ramond Menick melalui sebuah tesisnya yang berjudul Syair Perkawinan Tik Sing, yang dipertahankan di Universitas Leiden pada 1988. Kapitan Tik Sing Figur utama dalam syair ini adalah Tik Sing. Siapa sesungguhnya Tik Sing, sehingga salah satu sisi kehidupannya diabadikan dalam sebuah syair Melayu yang indah oleh seorang pengarang dari Pulau Penyengat? Nama batang tubuhnya adalah Oei Tik Sing. Lahir di Tanjungpinang sekitar 1816. Ayahnya adalah Kapitan Oei Ban Hook yang menggantikan posisi Kapitan Ta-Hoo sebagai pemimpin masyarakat Cina Hok-kien (Emoeijer) dan Canton atau Tiochiu (Kantonner): dua komunitas besar masyarakat Cina

Tanjungpinang pada abad ke-19. Setelah ayahnya wafat pada 1843, dua kelompok besar masyarakat Cina Tanjungpinang ini dibagi dua dan dipimpin oleh dua orang Kapitan seperti sebelum tahun 1828. Tik Sing yang ketika itu berusia 27 tahun diangkat menjadi Kapitan menggantikan ayahnya untuk memimpin masyakat Cina Hokkien (Emoeijer) yang bermukim di Kampung Cina Tanjungpinang. Sedangkan untuk kelompok masyarakat Cina Canton atau Tiochiu (Kantonner) yang bermukim di Kampong Kwanton di Pulau Senggarang, dipimpin dipimpin oleh Kapitan bernama Tan-Tjiehoed: seorang pedagang dan toke kebun gambir. Seperti ayahnya, Tik Sing juga saudagar dan pengusaha kebun gambir yang dekat dengan pemerintah Belanda di Tanjungpinang, dan dengan keluarga diraja di Pulau Penyengat, terutama Engku Puteri Raja Hamidah. Dalam syair ini, kedekatan hubungan antara Tik Sing dengan Engku Puteri Raja Hamidah (yang dalam syair ini juga ditulis Tengku Puteri) digambarkan melalui pesta perkawinannya di Tanjungpinang yang dihadiri oleh ‘pemilik’ Pulau Penyengat itu. Bahkan pesta pernikahannya digelar juga dengan ‘cara Melayu’ ketika ia mengunjungi Engku Puteri di Pulau Penyengat. Hal ini dimungkinkan karena Engku Puteri adalah bunda angkat Oei Tik Sing, sebagaimana dinyatakan dalam bait-bait syair berikut ini: “…Sembahkan kepada Tengku Puteri/Serta Yang Dipertuan empunya negeri/Kepada tuan besar Residen bestari/Sebarang perintah kita diri/Kapitan mendengar kata isterinya/ Terlalu suka rasa hatinya/Sangatlah benar barang katanya/ Karena Engku Puteri bonda angkatnya. Akhir hidup Tik Sing sangat tragis: tak seindah kisah pesta perkawinannya yang dilukiskan dalam Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing. Semua bermula dari persaingan bisnisnya. Pada malam tanggal 27 April 1854 ia tewas dalam sebuah tragedi pembunuhan di rumahnya. Kapitan Tan-Tjiehoed yang kemudian menjadi tersangka utamanya,

F-DOKUMEN ASWANDI SYAHRI

MANUSKRIP Syair Perkawinanan Kapitan Tik Sing koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta.

REDAKTUR: FATIH MUFTIH

dibuang ke Menado pada 1862. ‘Syair Jurnalistik’ Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing sebuah syair naratif yang mengisahkan kemeriahan pesta perkawinan Oei Tik Sing, anak Kapitan Cina Tanjungpinang yang juga saudagar kaya bernama Oei Ban Hook, dengan anak Nyonya Kucing yang berasal dari Semarang: kemeriahan pesta perkawinan itu berlangsung di Tanjungpinang dan Pulau Penyengat. Latar cerita dan peristiwa dalam syair ini adalah zaman pemerintahan Residen A.L. Andiesse memerintah di Tanjungpinang (1839-1848). Pada masa itu, Engku Puteri Raja Hamidah serta Yamtuan Muda Riau Raja Ali Marhum Kantor bersemayam di Pulau Penyengat, dan Sultan Mahmud Muzafarsyah bersemayam di Daik, Lingga. Penulis syair ini, seperti diungkapkanya pada bait-bait awal syairnya, adalah sahabat Kapitan Oei Ban Hook (ayah Oei Tik Sing): sang pengarang menjelaskan tujuannya menuliskan kisah pesta perkawinan anak sahabatnya itu adalah sebagai bentuk ingatan yang dinyatakannya dalam bait syair sebagai berikut: Cetera Kapitan dijadikan surat/ Disuratkan oleh cendera ningrat/ Karena dia empunya jadi sahabat/ Dikarangkan syair jadi peringat. Jan van der Putten (2001) menggolongkan Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing sebagai sebuah ‘syair jurnalistik’ (‘jurnalistic syair’). Atau dengan kata lain, sebuah ‘syair reportase’ yang merekam sebuah peristiwa atau realitas yang benar-benar terjadi. Dua malam pesta perkawinan ’cara Cina’ dan ‘cara Belanda’ di Tanjungpinang, yang kemudian dilanjutkan dengan ‘pesta cara Melayu’ di Pulau Penyengat tiga hari kemudian, dilukiskan oleh sang penulis dengan narasi yang detail. Nama-nama tokoh yang hadir dalam acara itu tidak fiktif, semuanya ditulis dengan jelas, dan dapat disandingbandingkan dengan bahan arsip dan bahan sumber sezaman. Terlihat jelas sang penulis syair mengikuti dan melihat setiap peristiwa, tokoh, dan suasana selama pesta pesta penikahan Kapitan Tik Sing yang berlangsung di Tanjungpinang dsn Pulau Penyengat. Berikut ini adalah nukilan Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing, tertutama bagian yang mengisahkan pesta penyambutan yang digelar Engku Puteri Raja Hamidah di Penyengat. Bait-bait syair ini dirumikan bersadasarkan ‘Syair Kawin Tan Tik Cu’, nama lain Syair Perkawinan Kapitan Tik Sing, koleksi Perpustakaan Universitas Leiden: Disuruh sambut Engku Puteri/ Membesarkan adat Kapitan jauhari/ Ramainya tidak lagi terberi/ Ada yang berjalan ada yang berlari. Setelah sampai di kota istana/ Lalu berhenti sekaliannya/ Naik ke istana Sultan yang Ghana/ Hendak mengadap permai mengerna. Naiklah Tik Sing laki isteri/ Dipimpin nyoyah kanan dan kiri/ Dibawa menyembah raja bestari / Ditegur baginda manis berseri. Setelah sampai ke selasar tengku/ Dua orang pula di situ / Banyak orang berdiri di pintu/ Segera diberi jampalan dan suku. Tik Sing pun lekas masuk ke dalam/ Mengadap baginda mahkota alam / Baginda semayam di atas tilam/ Di hadapan getaran pualam. Menyembahkan dia laki isteri/ Menjunjung duli Tengku Puteri/ Serta Tengku Besar raja bahari/ Disambut baginda manis berseri. Sudah menyembah cara Cina/ Dititahkan duduk di peterakna/ Disanding-sandingkan degan istrinya/ Mangadap nasik berastakona.*** LAYOUT: AGUNG PRASATYA


perada

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

13

Bismillah Permulaan Kalam S

JEMALA

KOLOM ABDUL MALIK

EBAGAI karya intelektual muslim sejati, dapat dipastikan bahwa hampir semua karya Raja Ali Haji rahimahullah mengandung nilai ketuhanan (religius). Dengan demikian, membaca karya beliau kita akan menemukan amanat yang berkaitan dengan perhubungan manusia sebagai makhluk dengan Tuhan sebagai Sang Khalik. Perhubungan itu menyerlahkan kualitas kehalusan budi manusia kepada Tuhan, yang seyogianya dimiliki oleh setiap manusia sebagai ciptaan Allah. Karya-karya itu juga menjadi bukti bakti dan penghambaan seorang makhluk kepada Allah, yang diyakininya tiada Tuhan selain Dia. Setiap manusia wajib beriman kepada Allah sebagai Sang Pencipta segala makhluk. Tanpa kualitas keimanan itu, berarti manusia mengingkari keberadaannya sebagai makhluk Allah. Amanat tersebut, antara lain, terdapat di dalam Syair Abdul Muluk. Barang apa pun kulihat segala Kebesaran Tuhan Azza wa Jalla Jikalau sungguh asal kemala Masakan cahayanya tiada bernyala Bait syair di atas merupakan bagian dari kisah tentang sifat sekaligus sikap tukang gandum, si penolong Abdul Gani, putra Sultan Abdul Muluk dengan istrinya Siti Rafiah. Tukang gandum sangat yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini karena kekuasaan Allah SWT. Sifat dan sikapnya itu menunjukkan bahwa dia beriman kepada Allah. Pesan kewajiban beriman kepada Sang Khalik itulah yang hendak ditonjolkan oleh penyair melalui bait syair di atas. Kualitas kehalusan budi beriman kepada Allah yang dikisahkan di atas dimiliki oleh si tukang gandum. Keyakinan itu memang sedia ada di dalam dirinya. Penggambaran kualitas yang dimiliki oleh tukang gandum itu dilakukan oleh penyair karena kualitas itu memang telah ada dalam diri si tukang gandum. Kualitas beriman kepada Allah yang ditunjukkan oleh si tukang gandum dalam karya di atas juga digambarkan dengan mendeskripsikan perbuatan dan perkataan si tukang gandum. Kesemuanya itu boleh dilihat, diamati, dan didengar oleh orang lain. Dengan demikian, potensi keimanan itu diwujudkan dalam perkataan dan perbuatan nyata. Artinya, kualitas keimanan itu harus sejalan antara niat, perkataan, dan perbuatan. Tak boleh terjadi, lain yang diniatkan, lain pula yang dikatakan, lain lagi yang dilakukan dalam perbuatan. Karya Gurindam Dua Belas memuat perihal kewajiban beriman kepada Allah itu pada Pasal yang Pertama, bait 3. Walaupun digunakan diksi mengenal, maksudnya tentulah tak sekadar ‘mengenal’ saja, tetapi selanjutnya mengimani atau memercayai Allah.

REDAKTUR: RAMON DAMORA

Barang siapa mengenal Allah Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah Larik kedua bait gurindam di atas lebih menegaskan lagi bahwa manusia memang wajib memercayai Allah. Apakah bukti keimanan itu? Tiada lain buktinya bahwa manusia wajib melaksanakan suruhan Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Dengan demikian, bait gurindam di atas menegaskan mustahaknya keimanan kepada Allah SWT. Amanat kewajiban beriman kepada Allah juga terkandung di dalam Tsamarat al-Muhimmah. Bait syair yang berkenaan dengan perkara itu dapat kita simak berikut ini. Jika benar yang kita hukumkan Di belakang jangan kita hiraukan U(m)pat dan puji kita biarkan Kepada Allah kita saksikan Bait syair di atas, secara tersirat, menampilkan amanat bahwa jika pekerjaan yang kita lakukan benarbenar berasaskan ketentuan Allah, tak ada sesuatu apa pun yang perlu dihiraukan lagi di dunia ini, sama ada pujian ataupun umpatan. Hal itu bermakna keimanan kepada Allah yang paling diutamakan, yakni dengan melaksanakan segala pekerjaan sesuai dengan pedoman yang diberikan-Nya. Apa pun cabaran yang datang kemudian, harus dipulangkan kepada Allah. Itulah kunci kejayaan pekerjaan sekaligus bukti keimanan manusia kepada Allah SWT. Akan tetapi, sekali lagi, harus benar-benar berdasarkan pedoman Allah, bukan helah untuk kejahatan tersembunyi dengan membabitkan, apatah lagi sampai mengobral, nama Allah. Yang disebut terakhir itu, justeru, menjadi perbuatan dosa yang ditunggani oleh syaitan atau iblis. Kita pun masih menemukan amanat kewajiban manusia beriman kepada Allah di dalam Syair Sinar Gemala Mestika Alam. Berikut ini nukilan bait syair yang mengandungi pesan tersebut. Lain daripada itu beberapa pula Suruh dan larang Allah Ta’ala Di dalam Quran ‘Azza wa Jalla Perintahkan yang baik tiada cela Sekali lagi, bait syair di atas menegaskan amanat bahwa segala perintah dan larangan Allah itu adalah baik belaka bagi manusia. Oleh sebab itu, kesemuanya harus diimani dan dilaksanakan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Allah. Barang siapa mampu mengikuti anjuran Allah tersebut, bermakna dia telah beriman kepada Allah. Jadi, beriman kepada Allah merupakan penanda kehalusan budi dalam perhubungan manusia dengan Allah SWT. Untuk menyampaikan amanat

kewajiban beriman kepada Allah melalui karya-karya di atas, Raja Ali Haji menggunakan pernyataan secara langsung, tanpa tokoh sebagai perantara. Artinya, kesemuanya itu disampaikan sesuai dengan nilai kebenaran yang beliau yakini (memang diyakini oleh penyairnya, Raja Ali Haji). Dalam perhubungan antara manusia dengan Allah, karya Raja Ali Haji juga mengemukakan amanat agar manusia memulakan segala pekerjaan yang baik dengan menyebut nama Allah. Itulah yang tersurat, antara lain, di dalam Syair Abdul Muluk, bait 1. Bismi’llah itu permulaan kata Dengan nama Tuhan alam semesta Akan tersebut sultan mahkota Di Negeri Barbari baginda bertahta Di dalam bait syair di atas penyairnya mencontohkan bahwa beliau sendiri memulai syairnya dengan ucapan Bismi’llah yang bermakna ‘dengan nama Allah.’ Itu merupakan amanat tersirat walaupun tak disebutkan dengan kalimat, misalnya “Hendaklah segala manusia memulai sesuatu pekerjaan dengan mengucapkan nama Allah.” Hal itu berarti sesiapa saja yang beriman kepada Allah hendak memulai pekerjaan yang baik dengan menyebut nama Allah terlebih dahulu, barulah kemudian dilanjutkan pekerjaan yang akan dilakukan. Karya Tsamarat al-Muhimmah juga dimulai dengan menyebut nama Allah. Ada baiknya kita nikmati petikannya. “Bismillahirrahmanirrahim Walhamdulillahi jalla jalaluh wa’azama sya’nuhu min qalbu wa min ba’du ….” (Raja Ali Haji dalam Abdul Malik, (Ed.), 2013:21). Kutipan teks di atas berasal dari tulisan Raja Ali Haji di dalam karya beliau Tsamarat al-Muhimmah. Nampaknya, beliau hendak menunjukkan sikap sebagai seorang umat Islam yang benar, yakni memulai segala pekerjaan haruslah dengan mengucapkan nama Allah. Dengan demikian, memulai pekerjaan dengan ucapan “Dengan nama Allah” merupakan kualitas kehalusan budi manusia dalam perhubungannya dengan Allah. Buku sejarah tulisan Raja Ali Haji bersama ayahanda beliau Raja Ahmad Engku Haji Tua Tuhfat al-Nafis pun dimulai dengan mengucapkan nama Allah. “Bi-‘smillahi’r-rahmani’r-rahim. Maka pada ketika di dalam Hijrat alNabi salla Allahu ‘alaihi wasallam seribu dua ratus delapan puluh dua tahun dan pada tiga haribulan Syaaban yang maha besar berbangkitlah hatiku bahawa memperbuat kitab ini ….” (Matheson (Ed.), 1982:1). Syair Sinar Gemala Mestika Alam juga dimulai dengan bait yang menyebutkan nama Allah. Betapa di dalam larik-larik syair ucapan nama Allah itu disesuaikan beliau dengan irama dan

rima syairnya. Bismillah permulaan kalam Alhamdulillah Tuhan seru alam Selawatkan Nabi sayidil anam Serta keluarganya sahabat yang ikram Petikan karya yang ditampilkan di atas secara konsisten dimulai dengan menyebut nama Allah terlebih dahulu. Sangat jelas amanatnya bahwa segala pekerjaan yang baik seharusnya diawali dengan menyebut nama Allah. Hal itu bermakna yang hendak ditegaskan oleh penyair adalah amanat bahwa setiap memulai pekerjaan yang baik dengan menyebut nama Allah merupakan sifat dan perilaku yang mulia dan terpuji. Dengan demikian, menyebut nama Allah ketika memulai pekerjaan merupakan penanda kehalusan budi dalam perhubungan manusia dengan Allah Azza wa Jalla. Kualitas kehalusan budi kewajiban menyebut nama Allah ketika akan memulai pekerjaan ditunjukkan secara langsung oleh Raja Ali Haji di dalam karya-karya beliau di atas. Keyakinan itu memang sedia ada di dalam diri beliau, baik sebagai penyair maupun sebagai manusia. Kebiasaan menyebut nama Allah ketika memulai pekerjaan yang ditunjukkan oleh Raja Ali Haji dalam karya-karya beliau. Dalam hal ini, kualitas itu ditemui di dalam tulisan beliau yang boleh dilihat, diamati, dan dibaca oleh orang lain, dalam hal ini pembaca karya-karya tersebut. Itu membuktikan keyakinan penyair terhadap nilai benar dan baiknya penyebutan nama Allah ketika memulai pekerjaan untuk memelihara perhubungan antara makhluk dan Khaliknya. Hendaklah menyebut nama Allah jika memulai pekerjaan yang baik sebagai bukti keimanan kepada-Nya merupakan simpulan yang dibuat oleh Raja Ali Haji. Simpulan itu ditemui secara tersirat di dalam karya beliau yang dikutip di atas. Simpulan itu dibuat oleh Raja Ali Haji sesuai dengan kebenaran berdasarkan ajaran agama Islam yang beliau yakini. Dengan demikian, penanda kehalusan budi kepada Allah SWT itu disampaikan beliau berdasarkan kebenaran yang beliau yakini. Pelajaran yang dapat kita petik adalah ini. Beriman kepada Allah adalah wajib hukumnya bagi manusia menurut ajaran Islam. Keimanan itu diwujudkan, antara lain, dengan menyebut nama Allah setiap akan memulai pekerjaan yang baik. Itulah penanda kehalusan budi manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya kepada Sang Pencipta. Sebagai konsekuensinya, asal benar-benar berasal dari niat yang baik, In Shaa Allah, hasil pekerjaan yang kita peroleh pun akan baik pula. Dalam hal ini, telah tersedia jaminan dari Allah akan kualitas hasil pekerjaan baik yang dilakukan atas nama-Nya.***

LAYOUT: AGUNG S PRASATYA


14

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

imaji

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

Petang Tenang di Tanjung Siambang A

NGIN laut menerpa dengan lembut, meniup dahan-dahan nyiur di tepian pantai. Petang itu air laut tengah surut, anak-anak berlarian dengan girang di pantai yang lapang, sedangkan sebagian lainnya tampak tengah sibuk berkarang. Dari kejauhan sampan layar dan pompong nelayan tampak hilirmudik, mengadu peruntungan mereka di tengah lautan. Mentari mulai kembali ke peraduannya di ufuk barat, semburat jingga memancar di balik gumpalan awan yang berarak, riak-riak air berkilau bagai

permata ketika di terpa sinar mentari. Sesaat yang menenangkan di Tanjungsiambang Dompak. Petang niscaya membawa tenang di hati dan jiwa anak manusia yang pandai menyukuri segala keberlimpahan dalam hidup. Masa barang sejenak yang selalu mengingatkan ada pagi ada malam, ada gelap ada terang, ada sedih ada senang. Segalanya berlaku sesuai dengan hukum semesta yang tidak terbantahkan. Dan petang adalah masa transisi yang terlalu sayang untuk begitu saja diabaikan.***

ROBBY HAFZAN Pemuda dari kaki Gunung Kerinci yang bertualang ke kaki Gunung Bintan. Senang berkarya sebagai travel blogger. Simak galerinya di robbihafzan.wordpress.com. „ REDAKTUR: FATIH MUFTIH

„ LAYOUT: DOBBY F


jerumat

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

15

Mari Jadi Pelakor OLEH: FATIH MUFTIH

K

AMPANYE pakai jeep atau truk itu sama belaka. Jadi tidak perlu sampai berhari-hari dibicarakan di kedai kopi. Itu melelahkan. Kalau kata Dilan, berat. Lagi pula itu tema yang receh. Sama halnya mendebat siapa yang tampil lebih memukau antara Via Vallen dan Zaskia Gotik pada laga final Piala Presiden akhir pekan lalu. Dua-duanya sama-sama mempesona. Titik. Sama halnya dengan jeep atau truk, duaduanya sama-sama mobil terbuka. Kelar. Akan jauh lebih baik, saya sarankan, masing-masing dari kita mendebat visi dan misi apakah yang akan dikedepankan oleh Ayah Syahrul atau Bang Lis. Itu baru bukan receh. Jumlah penduduk miskin akhir tahun lalu meningkat. Pelantar Dua juga belum bersihbersih amat. Pertumbuhan ekonomi masih belum cepat. Perpustakaan juga masih sepi peminat. Apa yang kedua calon ini tawarkan atas masalahmasalah itu, baru bisa jadi bahan debat, boleh sampai berkeringat. Tanpa kesadaran semacam ini, dari pilkada ke pilkada yang terwariskan hanyalah sakit hati dan sakit hati. Capek. Sekarang memang sudah bukan lagi zaman membicarakan yang recehreceh. Malu sama Bu Dendy yang ‘menyawer’ pelakor dengan duit pecahan Rp 100 ribu. Olehnya, sang pelakor merasakan sebuah ‘kemewahan’ yang barangkali belum pernah dirasakan perempuan mana pun. Disiram uang. Eh, kurang dramatik. Dihujani uang. Bagi Bu Dendy, Rp 5 juta, Rp 10 juta, Rp 15 juta, atau ratusan juta sama saja. Kemarahan yang sudah di ubun-ubun tidak pernah lagi bisa ditakar dengan nominal. Recehan bukan gaya Bu Dendy.

Akhirnya, viral! Video ini lantas mengurangi intensitas pembicaraan di kedai kopi tentang jeep atau truk. Dan seiring itu pula, kita mulai akrab dengan pelakor. Kata ini merupakan akronim dari perebut laki orang. Ramai digunakan semenjak dipopulerekan akun lambelambe itu di Instagram. Singkat kata, definisinya merujuk kepada perempuan lajang yang mencintai suami orang dan berupaya merebutnya. Fenomena semacam ini sebenarnya sudah ada sejak zaman lampau. Barangkali beribu-ribu tahun lalu, perebutan kasih sudah menjadi tema yang lazim dalam riwayat kehidupan anak manusia. Beriburibu novel juga ditulis. Namun, tidak lantas pelakor itu hilang, pelakor dikutuk menjadi batu. Yang ada, ia kini malah dihujani uang seratus ribuan. Luar biasa. Yang menjadi pertanyaan besar, di mana Pak Dendy? Mengapa Bu Dendy hanya berapi-api memarahi perempuan tersebut? Bukankah tamu tidak akan masuk ke rumah jika tidak dibukakan pintu? Maka, dari sini kita bisa berandai-andai menuliskan ceritanya. Dengan segenap kekuatan imajinasi, kita bisa saja membayangkan Pak Dendy hari itu terbangun dari tidurnya dan sudah menjadi kecoa seperti Gregor Samsa di kisah Metamorfosa. Atau malah sudah mati dua kali seperti Rafilus karya Budi Darma. Jika memang tidak sepakat dengan ide Samsa atau Rafilus, bisa saja Pak Dendy kini sudah berubah menjadi gelas kaca yang terjatuh dari meja dan berkeping-keping. Imajinasi, seperti kata Albert Einstein, akan membawa kita pada kemungkinan-kemungkinan kehidupan yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Saya tahu dan amat sadar, menulis novel itu berat. Rindu, macam yang diproklamasikan Dilan, itu tidak apaapanya. Menulis novel menuntut konsistensi, ketabahan, ketekunan, persistensi, intensitas, konsentrasi, dan perbendaharaan kata yang tidak main-

main. Semua persyaratan itu harus dalam performa tinggi. Kita bisa saja menuliskan novel misalnya Hari-Hari Pak Dendy atau Bu Dendy dan Suami. Siapa tahu, kelak novel ini akan termasuk buku paling laris abad ini. Tentu agar benar-benar laku, bisa dibubuhkan cuplikan di sampul luar: njaluk duit? Nyo! Sepuluh yuto!. Itu tentu akan menjadi pancingan bagi para pembaca untuk mencomotnya. Namun, jika memang stamina kita tidak prima untuk menulis novel, jadikanlah cerpen. Sama seperti namanya, pendek saja. Sekitar 8-9 ribu karakter saja. Bayangkan kemungkinan-kemungkinan nasib Pak Dendy atau Bu Dendy atau Pelakor-nya. Mana yang Anda suka, bisa menjadi tokoh utama. Bubuhi konflik yang lebih dramatik. Suguhkan pada pembaca kemungkinan paling gila yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Lalu kirimkan ke koran. Niscaya, redaktur sastra bisa kesulitan menolak naskahnya. Mengingat, dengar punya dengar, naskah yang punya aktualitas akan lebih mudah diterima. Mengapa kirim ke koran dan jangan ditulis di status Facebook saja? Perlu diingat bahwasanya koran seringkali menjadi tabung inkubator penulispenulis besar dari abad lampau. Kerja kurasi yang diterapkan menjadi tolok ukur betapa naskah yang tayang merupakan hasil terpilih. Ini yang tidak ada di medium media sosial macam Facebook maupun situsweb pribadi. Alhasil inilah yang membedakan penulis zaman dahulu dengan masa kini. Golongan terdahulu amat benar memahami sebuah ketabahan. Ketika naskah tertolak, tidak ada cara lain kecuali meningkatkan kualitasnya. Begitu dan begitu seterusnya sampai koran mau menerima naskahnya. Jenis ketabahan yang mendewasakan dalam berkarya. Begitu saya menyebutnya. Sedangkan generasi masa kini, amat

kesulitan mendapatkan ‘pendidikan’ serupa. Ketika berulang kali naskahnya tertolak di koran, bukannya meningkatkan minat belajar dan memperbaiki kualitas penulisan, yang mereka lakukan justru menyiarkannya di Facebook, misalnya. Apakah itu salah? Tidak. Sama sekali tidak. Yang salah adalah perasaan jemawa setelah naskah itu tayang di Facebook dan mendapatkan tombol suka atau komentar dari teman-temannya di sana. Padahal, tidak ada jaminan apakah naskah itu benar-benar terbaca atau hanya sekadar lewat di linimasa dan tahu punya kawan, mengapa tidak untuk sekadar memberikan suka. Kalau memang belum mampu menembus koran nasional, ya jangan pernah malu menulis untuk koran lokal. Seingat saya, koreksi kalau keliru, dulu Sapardi Djoko Damono juga memulai dari sebuah surat kabar kecil di kampung sebelum kemudian memberanikan diri mengirim ke HB Jassin. Semua ada tahapnya. Semua ada masanya. Semua ada tempatnya. Dan jikalau memang koran nasional adalah sebaik-baik dan setepat-tepatnya tempat, ya selamat. Mengapa perlu menulis di koran? Bukan melulu soal honorarium. Bagi seorang pemula, ketika melihat tulisannya yang dilakukan dengan jerih-payah itu tayang, ada semacam kebahagiaan dan kebanggaan yang sukar dilukiskan dan tidak dijualbelikan. Berapapun harganya. Sekali pun uang Bu Dendy tidak pernah sanggup membayar harga perasaan semacam itu. Itulah mengapa kita mesti kembali bertanya pada diri sendiri, sudahkah kita semua menjadi pelakor? Maksud saya bukan perebut kekasih orang, tapi penulis langganan koran. Sebuah upaya sederhanan mencatatkan nama kita pada keabadian dalam ingatan orang. Ingatlah, tulisan di Facebook itu fana, Bu Dendy abadi.***

Pantun dan Nyanyian Oleh: RENDRA SETYADIHARJA

Pemantun dan Akademisi PANTUN yang selama ini dikenal di kalangan masyarakat Melayu dan masyarakat nusantara, ternyata bukan saja sebagai sebuah kekayaan komunikasi suku bangsa yang menyusun pantun, yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah karya sastra yang ditulis. Namun pantun juga merupakan sebuah media hiburan yang kemudian dapat juga kita jumpai di dalam nyanyian Melayu atau lagu-lagu Melayu. Salah satu yang paling terkenal, di mana pantun disenandungkan menjadi sebuah lagu adalah pada tradisi Dondang Sayang di Melaka Malaysia. Dondang Sayang pada awalnya sebagaimana dijelaskan oleh Dahlan (2014) dalam bukunya Sejarah Melayu merupakan pola komunikasi bangsa Cina yang ada di Melaka, sejarah menjelaskan bahwa bangsa Cina ini berasal dari keturunan Puteri Hang Li Po yang dinikahi oleh Sultan Mansyur Shah. Puteri Hang Li Po pada masa kurun tahun 1458 membawa 500 rombongan orang Cina. Kemudian dengan adanya orang Cina atau dengan kata lain disebut dengan “China-Baba” atau “Melayu-Baba” ini, pola komunikasi antara orang Cina dengan Melayu selalu menggunakan Bahasa Melayu, dan mereka melahirkan sebuah kesenian Melayu disebut dengan Dondang Sayang yang hingga saat ini dikenal sebagai sebuah seni pertunjukan di Melaka Malaysia. Menurut Dollah dan Kob (2015) menjelaskan bahwa Dondang Sayang adalah acara berbalas pantun yang diucapkan dalam bentuk berlagu atau berdendang dengan iringan musik. Dondang sayang boleh juga dikatakan persembangan lagu dan musik yang didendangkan itu boleh mengikut rentak inang, joget atau lagu Melayu lainnya, kemudian alat musik yang mengiringi Dondang Sayang adalah biola, rebana, gong, dan harmonium (Dollah dan Kob, 2015). Menurut Pijnapel (Borhan, 2001) menjelaskan bahwa pantun Dondang Sayang merupakan ibu pantun manakala pantun cinta pula merupakan pusat pantun, pantun-pantun yang dilagukan atau didendangkan dengan asyik sesuai dengan fitrah Melayu, maka pantun Dondang Sayang digambarkan dengan pantun berikut oleh Pijnapel (Borhan, 2001): Dondang sayang ibunya lagu Lagu terkarang zaman dahulu Dondang sayang lagu Melayu Bila terkenang bertambah pilu Matrusky, Ann dan Beng (2014) menjelaskan bahwa Dondang Sayang bermakna “Lagu Cinta”, dalam pertunjukan Dondang Sayang, seorang penyanyi atau biduan menyanyikan sebuah pantun dalam empat baris, kemudian penyanyi atau biduan lainnya menjawab pantun yang telah “dijual” oleh REDAKTUR: FATIH MUFTIH

penyanyi tersebut dengan pantun yang terdiri dari empat baris juga. Alat musik yang biasa mengiringi Dondang Sayang adalah biola, dua rebana dan disaat ini biasanya ditambah dengan harmonium atau akordion, gitar dan tamborin (Matrusky, Ann dan Beng, 2004). Dollah dan Kob (2015) menjelaskan bahwa Dondang Sayang dimainkan harus dengan dua orang pemantun atau pendendang. Pemantun pertama akan mengemukankan pantun yang disebut dengan Menjual Pantun, kemudian pemantun kedua akan Membeli Pantun. Dalam proses menjual dan membeli pantun, maka pemantun atau pendendang akan diringi lagu Melayu dengan irama joget atau inang. Berikut salah satu contoh pantun yang dicatat dalam penelitian Dollah dan Kob (2015):

gorikan pantun karena memiliki empat baris kalimat, setiap baris terdiri dari empat sampai lima kata, dan setiap suku kata pada setiap baris terdiri dari delapan sampai dua belas suku kata. Namun dalam sisi bersajakan ada yang menggunakan persajakan sempurna yang menggunakan persajakan A,B,A,B yaitu pantun bait terakhir dari pantun yang menjadi lirik yang dituliskan oleh Suseno, Amiruddin, Habd (2006) sementara pantun bait pertama hingga ketiga pantun di atas dianggap tidak sempurna dengan persajakan yang sempurna karena menggunakan persajakan A,A,A,A. Dalam nyanyian Melayu atau Lagu Melayu berjudul Zapin Kasih dan Budi yang dipopulerkan oleh Allahyarham S.M Salim juga merupakan sebuah lagi dimana lirik-liriknya terdiri dari pantun-pantun. Dimana lirik tersebut berbunyi sebagai berikut.

Ikan sepat dalam pergi 2x Lipat kajang berulang mandi 2x Kalau bukan tempat menanam padi….dondang sayang Habis baja benih tak jadi Jika kita melihat pantun di atas, maka ada baris pantun yang diulang dua kali, hal itu dilakukan karena mengikuti irama lagu yang mengiringi Dondang Sayang. Pantun-pantun yang disajikan dalam petunjukan Dondang Sayang adalah pantun adalah pantun kasih sayang, kiasan, budi, jenaka, serta tentang alam seperti bunga, laut, dan juga buah-buahan (Dollah dan Kob, 2015). Dondang Sayang khususnya di Melaka Malaysia menurut Dollah dan Kob, 2015) memang tidak penah terlepas dari pengaruh Cina Baba, berdasarkan sejarah yang dijelaskan di atas. Bahasa Melayu yang digunakan juga adalah khas dialeg Cina Baba. Lirik lagu “Dondang Sayang” yang berisikan pantun ini kemudian dijelaskan dengan lengkap oleh Suseno, Amiruddin, Habd (2006) sebagai berikut. Keris sakti tetap ku junjung Untuk berjuang membela negeri Niat di hati memikat burung Burung terbang menghilang diri

Kalau menebang si pohon jati Papan di Jawa di belah-belah Kalau hidup tidak berbudi Umpama pokok tidak berbuah

Orang Arab pulang ke Arab Kasut dipakai berderap-derap Burung terbang jangan di harap Kalau tak pakai getah seterap Datuk panglima bermain pedang Pedangnya panjang sangkut di pinggang Sampai kemana burung nak terbang Ku tunggu-tunggu diakan pulang Berdesak-desak di burung singkap Menyambar belibis di sawah padi Burung yang liar jangan ditangkap Getah kan habis harap di hati Lirik lagu Dondang Sayang di atas, dapat kita lihat merupakan bait-bait pantun yang memang secara kualitas pantun, bukan merupakan pantun dengan kategori sempurna. Namun beberapa rumus dan kaidah pantun di dalam bait-bait pantun yang kemudian menjadi lirik lagu Dondang Sayang tersebut sudah dapat dikate-

Bunga selasih si bunga padi Tumbuhlah mekar di dalam taman Pertama kasih kedua

budi Yang mana satu nak diturutkan

Tenanglah tenang air di laut Hai sampai kolek mudik ke tanjung Hati terkenang mulut menyebut Budi yang baik saya nak junjung Bungalah padi bunga kiambang Buat hiasan di taman bunga Buahlah hati kekasih orang Hamba menumpang gembira saja Berdasar lagu Zapin Kasih dan Budi di atas, tampak jelas bahwa pantunpantun yang digunakan di dalam lirik lagu ini merupakan pantun dengan kaidah yang boleh dinilai terbilang sempurna, meski tidak semua bait pantun terlihat sempurna, namun terdapat pantun dengan kaidah yang sudah memenuhi aturannya. Sebagaimana salah satu bait pantun di dalam lagu ini yang dianggap sempurna yaitu pantun berikut.

Tenanglah tenang air di laut : 3/2/2/ 3=10 Hai sampan kolek mudik ke tanjung : 3/2/2/ 3=10 Hati terkenang mulut menyebut : 2/3/ 2/3=10 Budi yang baik saya nak junjung : 2/ 3/2/3=10 Pantun ini sudah dapat dinilai sempurna karena telah memenuhi beberapa kaidah pantun yaitu terdiri dari empat sampai lima kata pada tiap barisnya, kemudian pada setiap baris pantun terdiri dari paling banyak 10 kata. Dari sisi persajakan pantun ini menggunakan persajakan sempurna yaitu A,B,A,B. Selanjutnya perhatikan kata “tenang” sama persajakannya dengan kata “terkenang”, kata “laut” sama persajakannya dengan kata “menyebut”, kata “kolek” sama persajakannya dengan “baik”. Persajakan ini tidak hanya sama di kata akhir, namun juga pada pada persajakan tengah pantun. Kemudian pada kata “Laut” dan kata “Menyebut” kemudian pada kata “tanjung” dan kata “junjung”. Persajakan ini sebagaimana pendapat Suseno (2006) adalah persajakan dengan jenis persajakan penuh dan dianggap persajakan yang paling baik di dalam sebuah pantun. Dari kesemua itu artinya adalah bahwa pantun, juga dapat digunakan di dalam sebuah nyanyian Melayu yang kemudian menjadi media hiburan lebih luas. Dengan syarat bahwa, pantun yang dijadikan lirik lagu haruslah tetap pada kaidah penyusunan pantunnya, sehingga pantun tidak kehilangan filosofisnya. Lagu yang sama pun seperti Dondang Sayang serta lagu Zapin Kasih dan Budi, masih dapat diganti liriknya dengan pantun yang berbeda. Dengan syarat pantun yang disusun menjadi lirik harus tetap sesuai kaidah dan rumus pantunnya serta tentunya pantun yang disusun sesuai pada ketukan irama atau nada lagu tersebut. Di Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan penelusuran penulis, terdapat juga lagu yang dimainkan dengan pantun-pantun, bukan saja pantun dengan lirik asli namun juga diubah suai namun tetap pada kaidah pantun dan sesuai nada dan irama lagu. Hal ini disebut dengan Dendang Pantun yaitu sebuah tradisi berbalas pantun diucapkan dalam sebuah lagu dengan irama Melayu. Adapun lagu yang digunakan dalam Dendang Pantun adalah Pak Ngah Balik, Ala Emak Kawinkan Aku, dan lagu Pucuk Pisang. Di Gorontalo sendiri seni pertunjukkan berbalas pantun seperti, berdasarkan penelusuran penulis ini disebut dengan Paiyo Hungi Ilo Poli, dimana terdapat berbalas pantun dengan bahasa Gorontalo kemudian didendangkan dengan lagu atau irama khas Gorontalo. Selamat mencoba menyanyikan pantun di dalam sebuah lagu.*** LAYOUT:SYAFRINALDI


16

MINGGU 25 FEBRUARI 2018

TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri

Jelazah Mimpi Muhawiyah

cindai

P

ERJALANAN yang paling menyulit kan bukan menyeberangi ngaraingarai atau pun melayari samudera-samudera. Juga bukan menaklukkan terjal lereng-lereng dan pula tebingtebing curam. Satu perjalanan yang paling menyusahkan adalah jelajah ke alam bernama mimpi. Namun, ingat, itu akan selalu mengesankan. Konon, jelajah ke alam tak kasatmata itu menawarkan kesan yang lebih dari sejuta. Bermandikan cahaya sarat warna. Kuning. Merah. Biru. Hijau. Nila. Jingga. Sampai mata kita terpesona lantas terperdaya menyaksikan apa yang ada di hadapan sambil menanyakan: inikah realita? Sungguh tiada tara. Sebuah sensasi yang akan selalu kaupinta sekali dan sekali lagi. Sebab mimpi, kata orangorang bijak itu, membawa raga dan jiwamu ke sebuah dimensi nirperi. Tidak ada ketakutan di sana. Tidak ada dinding-dinding yang membatasi. Muhawiyah, kamu sebebas-bebasnya. Melompat dari warna ke warna tanpa memedulikan sayap di punggungmu. Kamu berjingkatan ceria, meledak tawa, dan yang ada cuma sukacita. ”Aku perlu ke sana, aku perlu menjelajahi mimpi-mimpi itu,” ucapmu. Siapkan jiwamu. Kelak itu yang akan menjadi perahumu pada pelayaran tak berujung pada warna-warna tanpa nama. Di mimpi-mimpi itu kamu akan tahu bahwasanya kehidupan yang sebenar-benarnya sedang kita jalani bersama ini sekadar lintasan atau anak tangga atau alur sungai yang mesti dilalui bermodalkan bahagia. ”Serupa langit,” katamu, “dan banyak bintangnya.” Kerelaan. Keberanian. Kesungguhan. Kelak mimpi-mimpi yang pernah kau jelajahi itu akan kembali lagi. Padamu. Cuma padamu. Mewujud dimensi nyata yang kita sebut realitas. Selamat menjelajah, Muhawiyah!***

BIODATA VIVI Nama TTL Alamat Sekolah Instagram Buku Bacaan

: Siti Muhawiyah : Tanjungpinang, 31 Maret 2002 : Lome Km. 42 Bintan : SMAN 1 Teluk Bintan : @sitimuhawiyah31 : Mimpi-mimpi May karya Marhalim Zaini

Masak Sendiri, Cuci Baju Sendiri, Cuci Piring Siapa? I

TEMBERANG KOLOM HUSNIZAR HOOD

NI kisah nyata, bukanlah khayalan kawan saya Mahmud, bukan juga imajinasi dia yang selalu tinggi itu karena pada waktu kejadiannya saya kebetulan ada di sana dan ikut langsung menyaksikannya. Ini juga bukan sesuatu yang mengada-ada, tak ada dalam sejarah kami berdua menjadi orang mengada-ngada. Saya dan Mahmud paling pantang dengan kerja yang mengada-ada itu, buat sajalah apa adanya. Masyarakat “zaman now” sudah tahu mana yang manusia mana yang hantu. Mana yang yang pura-pura dan mana yang buat macam tak tahu. Alkisah, suatu waktu dulu sekitar 14 tahun yang lalu, maaf bukan karena nomor urut partai tapi benar dalam catatan saya ini terjadi di tahun 2004 ketika awal pemerintahan provinsi ini bermula, gegap gempita sibuk menyusun langkah-langkah harapan ke depan, meskipun saya lihat orangorang yang berjuang itu dulu langkahnya kini tertinggal di belakang. Syahdan, ada seorang ibu paruh baya datang bertemu dengan kami sambil membawa seorang anak kecil, dia duduk di hadapan kami dengan nelangsa, pakaiannya tak begitu rapi, sangat sederhana kalau tak mau dibilang apa adanya, tapi dalam batas sopan, wajahnya masih menyisakan guratan cantik, ia tak begitu ceria dan kami berdua waktu itu sangat meyakini bahwa pasti ibu ini sedang membawa beban pikiran yang besar di dalam batinnya. Dia ingin bertemu Mahmud kawan saya, sangat tegas niatnya. Mungkin dan ini masih mungkin dalam perkiraan saya, karena mungkin ibu itu tahu siapa kawan saya Mahmud itu lebih dari 14 tahun yang lalu Mahmud adalah orang yang memang paling pantas untuk dijumpainya. Ya, berjumpa untuk mengadu atau meluahkan curahan hati tentang seni, karena pada waktu itu Mahmud adalah orang yang paling peduli dengan kesenian, dia memimpin lembaga kesenian, segala cabang kesenian ia abdikan, ehm ... siapa yang tak kenal Mahmud? Ya ya ya, saya bangga berkawan dengannya. Soal kepedulian ini bukan saya ingin katakan sekarang Mahmud tak peduli lagi dengan seni tapi katanya sudah terlalu banyak orang yang sangat peduli dan juga sangat banyak juga yang mengaku-ngaku peduli. Walaupun kesenian itu kalau menari bukanlah sededar goyang, kalau bepuisi bukanlah sekedar memekik atau kalau melukis bukanlah sekedar mencoret apalagi menumpahkan warna. Ibu yang datang pada kami itu mulai membuka bicara suaranya pelan dan kami harus fokus mendengarkan dan apa yang disampaikannya adalah katgori pengaduan, ”Pak tolonglah bantu saya, bukan saya mau minta uang bapak, tapi saya ingin mengharapkan hak, perjuangkanlah karya saya yang sudah diambil orang, sebuah lagu kini judulnya “Angka Satu”. Tahu lagu itu? Coba ingat, lagu yang dengan lirik; Masak ... Masak Sendiri Makan .... Makan Sendiri Cuci Baju Sendiri Tidur Pun Sendiri Cinta Aku Tak Punya Kekasih Pun Tiada Semuanya Telah Pergi Tak Tahu Kemana Hidup Serasa Kaku Bagaikan Angka Satu

REDAKTUR: FATIH

Meranalah ... Kini Merana Ingat? Saya kira ingat, tahun 1996 lagu itu terkenal, dinyanyikan oleh Caca Handika, mungkin ada juga penyanyi yang lainnya. Ibu paruh baya yang tak kami kenal itu menyanyikan lagu itu dengan lirik yang berbeda tapi iramanya sama, hanya iramanya sedikit bernuansa qasidah, tapi mirip dan serupa kemudian panjang lebar dia mengaku bahwa itu adalah lagu ciptaannya kemudian entah kenapa bisa berubah dan menjadi milik orang lain dengan nama orang lain pula dan Caca Handika penciptanya. Setengah terisak dia bercerita kepada kami, setengah percaya dan tidak kami mendengarkan kisah deritanya dan sejak itulah ia berjuang akan lagu itu dan orang-orang banyak yang tak percaya bahkan suaminyapun mulai menjauh darinya. Menganggapnya dia setengah gila. Kami pun hanya bisa jatuh iba, kami tak ada kuasa untuk membela atau mengatakan bahwa lagu itu siapa awal penciptanya. Dan kami berdua akhirnya membantu ibu itu untuk sekedar membantu meringankan beban dia meneruskan perjuangannya, entah betul entah tidak apa yang dikatakan ibu itu, kami juga membaca sejarah lagu itu tercipta vesi Caca Handika, hmmmm ... mungkin juga oleh ... Ibu itu kami sedang kena bengak tapi biarlah kalau pun itu memang bengak kami pikir dia telah melakukan bengak dengan kualitas tingkat tinggi. Dengan pola pencitraannya yang sedih, mengiba, dengan ekspresi duka bahkan air mata. Ah, apalah artinya kalau Rp 100 ribu kita keluarkan, kita anggap itu hanyalah sedekah walaupun tak bermaksud riya, seorang ibu yang berjuang untuk haknya, daripada yang berjuang konon mengaku haknya juga dengan pencitraan yang lebih kurang sama, mengaku alim tapi tak memperjuangkan ulama, meraung menangis bukan mengenang dosa tapi mengkhayal apa yang akan diraihnya. Rp 100 ribu juga datang tawaran di antara kita hari ini, hati-hati, negeri dan seisinya akan terpedaya. Sejak peristiwa kedatangan ibu itu, saya baru tahu lagu itu judulnya adalah “Angka Satu”, huh ... ini bukan kampanye, hanya berkerut juga kening kami bagaimana bisa lagu itu dikiaskan angka satu kalau di dunia ini hidup kita sendiri, tak kawinkawin, he he he. Maaf yang belum kawin tak ada maksud menyinggung perasaan, kata orang memang sebaiknya hidup kita berkawan, hidup berdua, dan lagunya berubah judul “Angka Dua”, ho ho ho ... ini bukan kampanye juga, satu dan dua saya pikir

itu hanya angka-angka yang paling penting siapa orang yang berada di dalam angka itu dan telusuri berapa besar angka yang dia punya dan dari mana dia dapat menyimpan angka-angka itu. Kisah itu sudah lewat sekian lama, saya dan Mahmud tiba-tiba terkenang lagi hari ini karena tiba-tiba ada yang sedang menyanyi walau pun liriknya agak beda, serta merta kawan saya Mahmud itu menyanyi juga, ”Makan-makan sendiri, cuci piring sendiri ...” Ha? Saya tersenyum simpul, di sinilah masaalahnya, lirik di ujung itu ada yang bilang kerjanya hanya cuci piring saja, banyak yang tak percaya. Karena kalau dalam keluarga makan dan cuci piring itu adalah pekerjaan satu paket, jangan kita biarkan piring kotor itu jadi tugas orang tua kita untuk mencucinya, itu durhaka namanya, kalau pun ada pembantu minimal kita antarlah piringpiring kotor itu ke tempat pencuciannya. Meringankan pekerjaan orang lain itu kan amal juga. Kalau di kampung kami dulu ketika ada pesta pernikahan kita memang lebih memilih posisi cuci piring karena masih banyak makanan sisa di sana, banyak yang bisa kita bawa pulang, hampir sama juga mungkin dengan kerja pemulung yang “mencuci” tong sampah kita, mereka memilahnya dan mengambil barang yang masih bisa dimanfaatkan dan benilai jual. Siapa bilang pemulung tak mulia, banyak pemulung kaya dan bisa mengirim anaknya berpendidikan tinggi dari kita. ”Terus kalau dalam pemerintahan ‘cuci piring’ itu seperti apa, Tok?” tanya Mahmud kepada saya. Saya tak bisa dengan cepat menjawabnya, hanya otak saya berputar-putar mencoba merumuskan, apakah sisa cuci piring itu bisa dimakan, atau dikumpulkan untuk makan peliharaan atau dibuang, ah entahlah, saya bukan orang pemerintah, saya tak tahu jawabannya tapi saya pikir ada banyak masyarakat awam yang juga tahu, cuci piring itu sebenarnya kerja OB (Office Boy) bukan kerja Super Boy, ha ha ha. Dalam percakapan sehari-hari memang banyak istilah “cuci mencuci” ini, mulai artinya baik sampai maknanya bisa membuat kita tergelitik, ada cuci tangan, cuci otak, cuci mata, cuci harta, cuci busi dan cuci piring itu sendiri, mungkin masih banyak lagi, hanya kita memang harus pandaipandai menempatkannya. Makna tersirat dan tersuratnya beda. ”Kita tunggu sajalah jawaban dari yang lain,” tukas saya ke Mahmud, kawan saya Mahmud itu nampak tak puas dengan kalimat balas saya. Sebaiknya memang kita tak menjawab kalau kita tak tahu atau kita katakan langsung dengan mengaku bahwa kita tak tahu, bukan cakap ke mana-mana bahwa kita adalah pengatur semuanya, kitalah yang paling berkuasa dan karena itu kita mulai mengatakan bahwa kau boleh dah kau tidak, kalian remeh dan kalian apeke tidak. Tak perlulah saya jelaskan satu persatu berbagai hal dan makna dari cuci mencuci itu, cuci saja hati kita agar akal kita tak terpedaya dan janganlah mengeluh dalam berkerja, memang tugas pokok kita cuci piring karena kita masih sendiri, memangnya mau kita suruh siapa lagi? Cuci mulut jangan takut, karena cuci mulut itu biasanya buah-buahan setelah kita makan, cuci darah? Amit-amit, Astaghfirullah.***

LAYOUT: SYAFRINALDI


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.