BELAJAR MENCINTAI ULAR BERBISA
SENTAKAN MENYENANGKAN DI UJUNG TANGAN H5
H4 Rp.2000
MINGGU, 15 JANUARI 2017 16 RABIUL AKHIR 1438
Baca Selengkapnya Hal 2
D’Kopi SELAKSA Kolom Muhammad Natsir Tahar
WEBSITE: www.tanjungpinangpos.co.id REDAKTUR: MARTUNAS
LOMPATAN besar dalam peradaban bisa berasal dari kedai kopi. Perhatikan ”Sang Penghasut Cerdas” Voltaire. Jangan–jangan otak orang ini terbuat dari serbuk pahit itu. Dengan 40 gelas kopi dicampur coklat per hari, Voltaire meledakkan ide–ide pencerahan dan Revolusi Perancis pun dilahirkan. Kedai kopi Procope adalah
EMAIL: redaksi@tanjungpinangpos.co.id
saksinya. Tanpa Voltaire, Paris belum tentu segemintang sekarang. Voltaire tidak tunggal. Sejak Orang Putih Eropa mencium aroma kopi, kedai kopi segera menjadi tren, terutama di Paris. Danton, Robespierre, Bonaparte, Rousseau, Diderot, Benjamin Franklin dan Thomas Jeferson bukanlah sem-
barang orang yang berbuih– buih berbual kosong di kedai kopi, dari pagi ke petang. Mereka punya ilmu setinggi tegak, fasih bercakap pasal filosofi, hak – hak pribadi dan kegelisahan akan monarki. Hampir secara serentak, semua tokoh pemicu revolusi berkumpul dan berdiskusi di kedai kopi lewat tengah malam di
FOLLOW US ON TWITTER @TgpinangPos
sebuah tempat, salah satu kedai kopi perdana di Eropa, Café Procope di rue de l’Ancienne Comedie. Virus kopi Eropa pun menjangkiti orang Amerika, ketika Benjamin Fanklin dan Jefferson hinggap di Café Procope dalam tugas sebagai diplomat Amerika di
¾Bersambung ke Hal 7
ADD US ON FACEBOOK Tanjungpinang Pos LAYOUT: GILANG DHIKAPATI
2
Liputan Khusus
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
MINGGU 15 JANUARI 2017
F-FATIH/TANJUNGPINANG POS
TAMAN BATU 10: Anak-anak terlihat ceria saat bermain di Taman Batu 10, Bintancenter, Tanjungpinang di akhir pekan beberapa waktu lalu.
Yuk, Main di Taman! SEPATU kecil itu meninggalkan jejak. Di lantai-lantai taman. Semakin tak terhitung jejak-jejaknya. Bocah itu riang. Berpindah-pindah. Pun jejak sebarang lumpur sisa hujan tipis semalam. Usianya barang kali baru lima. Tingkahnya riang. Mencoba dari ayunan. Pindah ke kuda-kudaan. Matahari sudah semakin menukik di barat. “Pulang yuk,” kata perempuan berjilbab yang tak sekali pun matanya terlepas mengawasi gerak-gerik bocah kecil tadi, yang ternyata anak pertamanya. Ajakan Riani, nama ibu muda itu, tak diacuhkan. Bocah yang mengenakan kaus merah strip hitam itu kini sudah menaiki kuda-kudaan. Si ibu mencoba membujuknya dengan beragam cara. Tapi tak satu pun jitu. Semakin dirayu, semakin keras ia merengek. Riani menghela napas panjang sembari melirik jam di tangan kirinya. Bagi Riani, mengajak Adeeva, putra sulungnya, bermain adalah sebuah keharusan. Apalagi tidak ada pekerjaan kantoran yang melekat pada ibu 28 tahun itu. Karena itu ketika siang sudah tidak lagi terik, ia mengajak Adeeva bermain. Arena bermain anak di seputaran Laman Boenda Tepi Laut jadi taman bermain yang paling sering dikunjungi. Di sini, ada bermacam fasilitas bermain yang disediakan. Mulai dari perosotan, kotak-kotakan, ayunan, dan kuda-kudaan
yang sedang dinaiki Adeeva. “Lantainya sudah dilapis karpet. Jadi agak tidak khawatir Adeeva terjatuh,” ucap Riani. Riani memilih Laman Boenda karena hanya berjarak tiga kilometer dari rumahnya. Waktu petang dijadikan waktu yang paling tepat untuk bermain di luar rumah bersama Adeeva. Sembari menunggu sang suami pulang kantor, begitu katanya. Lagi pula Adeeva, kata Riani, tipikal anak yang aktif. Tidak betah berlama-lama di rumah. “Maunya ngajak jalan terus. Tapi kalau ke mall, pasti banyak yang diminta. Jadi saya lebih sering mengajaknya bermain di sini,” ungkap Riani. Bukan tak bisa sebenanya bermain di rumah. Bisa-bisa saja bagi Riani menyodorkan ponselnya. Membiarkan Adeeva main gim atau menonton video anak-anak. Tapi bagi Riani, itu tidak baik bila terlampau sering. Apalagi usia anaknya baru menginjak lima. Kecanduan ponsel adalah sesuatu yang paling Riani takuti dari tumbuh-kembang putranya. Riani tak ingin anaknya lebih gemar menghabiskan waktu sekadar duduk di sofa sepanjang hari dengan ponsel di tangan. “Setahu saya, anak-anak seusia Adeeva ini sedang dalam masa pertumbuhan sensor motoriknya. Gerak tubuhnya harus dilatih. Kalau di rumah, cuma duduk aja ya kasihan dianya,” ungkap Riani sembari
terus mengawasi anaknya yang masih asyik bergoyangan di atas pelana kuda-kudaan. Ketersediaan taman bermain bagi anak kini menjadi kebutuhan mendasar bagi warga kota Tanjungpinang. Laman Boenda yang belum setahun ini diresmikan memang menjadi daya tarik warga untuk berdatangan. Belum lagi ditambah Gedung Gonggong yang ikut mengundang minat orang dewasa. Pada 2016, bukan hanya area Laman Boenda yang menarik perhatian. Pemerintah Kota Tanjungpinang juga membangun ruang publik terbuka lainnya di kecamatan Tanjungpinang Timur. Namanya Taman Batu 10 terletak di kawasan terminal Bintan Centre. Arif warga Batu 14 mengatakan, lebih memilih menghabiskan waktu lengangnya bersama keluarga di taman ini. Bukan hanya sebagai tempat yang nyaman untuk bersantai melepas penat setelah seharian bekerja, tapi bagi Arif, taman ini juga bisa difungsikan sebagai tempat bermain yang ramah bagi anak-anak. Keberadaannya yang berdekatan dengan pusat keramaian menjadikan taman ini sebagai alternatif bagi warga bersantai dengan keluarga, arena olahraga, atau sekadar duduk-duduk santai. “Dengan bersama keluarga menikmati taman yang hijau, bisa menambah keharmonisan keluarga, juga di taman anak-
anak bisa bermain secara bebas,” katanya. Kenyamanan sebuah taman memang menjadi daya pikat utama warga untuk berdatangan. Sebab itu, Arif menilai perlu kesadaran bersama untuk menjaganya. Menurutnya, bukan pemerintah saja yang punya keharusan menjaga kebersihan dan kerapian taman. “Banyak yang tidak menyadari kalau kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi masih banyak yang membuang sampah sembarangan,” ujarnya. Untuk menilai kelayakan taman yang sudah disediakan Pemko Tanjungpinang, Arif menjelaskan, kalau dibandingkan dengan kota kota besar, taman di ibu kota provinsi ini masih sangat jauh dibandingkan dengan kota lain. Tapi kerja keras pemerintah daerah dalam menyediakan taman dan fasilitas lainnya, kata Arif, tetap perlu mendapatkan apresiasi. “Kalau ada anggaran lagi sebaiknya dibangun fasilitas umum untuk masyarakat Tanjungpinang agar tidak keluar daerah lagi untuk mendapatkan hiburan dan fasilitas umum lainnya,” ujarnya. Beraktivitas di luar ruang bukan sesuatu yang bisa dianggap ringan. Setidaknya ada manfaat besar yang telah dibuktikan secara ilmiah. Para ilmuwan yang diketuai oleh Mathew White dari University of Exeter Medical School di Inggris mengatakan bahwa kesehatan mental ad-
alah isu utama kesehatan publik. Riset tentang green exercise yang dimuat dalam jurnal Environmental Science & Technology menjelaskan bahwa lima menit beraktivitas di alam dapat meningkatkan rasa percaya diri dan gairah seseorang. Jadi, tepat rasanya jika pemerintah kota memperbanyak taman kota dan area terbuka alami agar warganya lebih bahagia. Setidaknya, merujuk riset tersebut manfaat lain berada di alam dipercaya dapat membuat seseorang merasa lebih berharga dan meningkatkan libido. Lalu merasakan tiupan angin dan sensasi menginjak kaki di tanah dapat membuat orang lebih mengenal dan melatih sensor tubuh. Dan yang terakhir membuat orang merasa lebih terkoneksi dengan dunia. Sehingga tanpa disadari akan membuat seseorang lebih memiliki rasa empati, memercayai, rendah hati, dan murah hati. Senada, penelitian dari University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan ruang terbuka hijau dan tingkat kesehatan mental penduduknya. Penelitian yang dipublikasikan dalam International Journal of Environmental Research and Public Health menyimpulkan bahwa penduduk yang tinggal di lokasi yang memiliki lebih banyak pohon cenderung lebih bahagia. (fth/ cr27/adi)
Pemugaran Taman, Pelepas Dahaga Hiburan WALI KOTA Tanjungpinang, Lis Darmansyah tak menampik, kebahagiaan warga kota bisa dihadirkan dari taman ke taman. Sebab itu, merevitalisasi atau memperbanyak taman kota jadi tujuan lanjutan dalam kerja-kerja tahun hadapan. Kini, Pemerintah Kota Tanjungpinang sedang merevitalisasi taman Tugu Proklamasi menjadi lebih apik dan sedap dipandang. Konsep berbeda, begitu Lis menyebutnya. “Insya Allah dalam waktu dekat ini akan dibangun panggung terbuka, namanya panggung reformasi, serta akan dibangun juga taman khusus warga lanjut usia,” bebernya, beberapa waktu lalu pada Tanjungpinang Pos. Diakui Lis, selama ini warga Kota Tanjungpinang dinilainya dahaga akan hiburan dan lokasi bersantai. Ia mengambil contoh dengan banyaknya tontonan masyarakat yang dinilainya tidak perlu. “Selama ini saya mengamati, kalau ada orang kecelakaan selalu jadi bahan tontonan, kalau ada polisi razia juga dijadikan tontonan, secara tidak langsung psikologis warga Pinang ini haus tontonan, ma REDAKTUR: FATIH MUFTIH
F-SUHARDI/TANJUNGPINANG POS
TUGU PENSIL: Gerbang taman Tugu Pensil yang banyak dikunjungi keluarga untuk bersantai diakhir pekan
kanya dibangunlah tamantaman dan lokasi lainnya yang bisa dijadikan wadah refreshing warga,” ungkap Lis memberikan alasan dibangunnya sejumlah taman yang ada di Kota tanjungpinang. Mengenai konsep taman yang akan digarap, lokasi pilihan Lis adalah sekitaran Batu 10, mengingat di kawasan tersebut sudah dipadati sejumlah warga. Keinginannya adalah menjamin setiap
daerah punya taman atau ruang publik terbuka sebagai tempat bersantai keluarga dan area bermain anak-anak. “Konsepnya memang harus matang dan berbeda. Kalau di tepi laut itu kan kurang cocok untuk taman lansia, sebab fasilitasnya itu fasilitas olahraga berat seperti alat fitness, nah konsep taman lansia itu juga menyediakan sarana olahraga yang didesain agar cocok dengan lansia, supaya
di tiap kawasan punya tamannya masing masing,” ungkapnya. Dalam benaknya, Lis juga sudah punya gagasan untuk membangun taman hiburan di seputaran Jalan Ketapang atau tepatnya di kawasan museum. Kemudahan jangkauan memang menjadi konsep pembangunan sebuah taman. Sehingga dengan begitu untuk bersantai tidak perlu pergi jauh dari rumah.
Jikalau seluruh gagasan pertamanan itu sudah jadi kenyataan, tinggal menagih komitmen warga untuk menjaganya. Dari pantauan dan laporan yang diterima Lis, didapati bahwasanya masih ada sejumlah tangan jahil yang tidak bertanggung jawab. Ada kalanya sekadar mencabut pohon, mengambil bunga, atau buang sampah sembarangan. Sehingga untuk menghindari hal semacam ini kian marak, solusi yang sudah dipertimbangkan Lis adalah dengan memasang kamera pengintai pada setiap taman yang ada. “Itu hanya langkah antisipatif. Selebihnya yang kita butuhkan bersama adalah komitmen dan kekompakan menjaga taman-taman yang ada,” ucapnya. Tidak berubah keyakinan Lis. Ketersediaan taman yang aman dan nyaman adalah garansi untuk sebuah kebahagiaan warga kota. “Pepatah kan ada bilang, di dalam tubuh yang sehat terdapat pikiran yang kuat, dampaknya untuk siapa, ya untuk kita juga sebagai masyarakat Tanjungpinang,” pungkasnya. (cr33)
Kognisi Anak semakin Berisi
F-FATIH/TANJUNGPINANG POS
TAMAN BERMAIN: Anak-anak memanfaatkan sarana bermain di taman.
PSIKOLOG dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri, Mahmud Saltul tidak ragu bercerita perihal manfaat bermain di taman bagi anak-anak. Kata Mahmud, ruangan terbuka hijau, taman dan fasilitas publik adalah medium pemererat anak dengan orang tua. Khususnya bagi orang tua yang dalam sepekan sangat sibuk dengan pekerjaannya. ”Berkumpul dengan keluarga di taman bisa mengusir kegersangan dalam rumah tangga,” terang Mahmud. Terbangunnya interaksi berkualitas dalam suasana bermain di taman adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Kalau perlu agar sampai hajat itu, kata Mahmud, orang tua harus berani menyimpan sejenak gawai mereka. Karena selama ini yang banyak terjadi, ketika sudah berada di taman, anak-anak dibiarkan bermain namun orang tua malah sibuk sendiri dengan gawainya. “Jangan sampai anak merasa cemburu kepada orang tua yang mempunyai ‘adek baru’ yaitu gadget,” ungkapnya. Selain itu, aktivitas di luar rumah juga akan merangsang perkembangan sosial dan emosi anak. Anak bisa mengekspresikan emosinya dengan bebas di luar ruangan dengan tertawa dan berteriak. Anak bisa pula bertemu dengan anakanak lain saat bermain di taman bermain, sehingga memicu perkembangan sosialnya. Ada banyak jenis permainan berkelompok di taman yang bisa membuat kecerdasan kognitif anak semakin berisi. Seperti kejar-kejaran yang tidak mungkin dilakukan seorang diri dan sudah pasti memerlukan ruang luas, sehingga anak-anak akan lebih leluasa melakukannya di luar rumah. ”Anak dapat berkreasi dan berimajinasi. Dengan kata lain, pengalaman anak akan semakin diperkaya dengan berada di luar ruangan,” ungkap Mahmud. Selain itu, dengan membiarkan anak bermain di luar ruangan, secara tidak langsung orangtua juga mendekatkan anak dengan alam yang bisa saja ditindaklanjuti dengan pengajaran spiritual, seperti menunjukkan kebesaran Tuhan atau membicarakan pentingnya mencintai lingkungan. Pada kasus kekerasan anak maupun anak yang berhadapan dengan hukum, kata Mahmud, ratarata sering terjadi lebih dikarenakan kurang perhatian orang tua. ”Mari kita rangkul anak kita, berikan mereka perhatian yang lebih, manfaatkan fasilitas yang sudah disediakan pemerintah untuk membentuk karakter anak,” pungkasnya. (cr27)
LAYOUT: AMRI
Wak Sedap
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
MINGGU 15 JANUARI 2017
3
Roti Jhon Jalan Pemuda Tanjungpinang
Melokalkan Santapan dari Jiran GAYUH, Tanjungpinang
”Sejak 2004, saya putuskan ke Tanjungpinang dan buka roti Jhon ini sampai sekarang,” DARMAWAN
BERDEKATAN dengan negara jiran bukan sebuah persoalan. Justru persinggungan lintas budaya ini kian memperkaya banyak hal. Ada persentuhanpersentuhan kreatif di sini. Fenomena semacam ini ikut memberikan pengaruh pada produk-produk kuliner yang menyeberang lintas negara. Di Tanjungpinang, bukan hal yang aneh mendapati produk penganan dari jiran. Pun sebaliknya. Ketika melancong ke Singapura atau Malaysia, ada saja jenis makanan yang serasa ada di kampung halaman. Dari sekian persentuhan kuliner kreatif lintas negara yang ada di Tanjungpinang itu adalah Roti Jhon. Sepintas, sajian roti isi daging ini serupa dengan hamburger. Namun jika diperhatikan lebih saksama, ukurannya sangat berbeda. Apalagi jika sudah dikunyah. Lidah akan memberi tahu perbedaan yang sangat kentara antara roti Jhon dengan roti-roti daging yang
umumnya marak dijumpai di banyak negara di dunia. ”Saya pakai daging sapi yang saya racik sendiri, menggunakan rempahrempah alami dan tanpa bahan pengawet,” kata Darmawan, pemilik kedai roti Jhon di Jalan Pemuda Tanjungpinang, kemarin. Racikan rempah-rempah yang bercampur-baur dalam cincang daging tipis-tipis itu adalah ilmu yang dibawa Darmawan dari Malaysia. Dulu, ia adalah seorang pekerja restoran ternama di sana. Rahasia resep yang diperolehnya dari dapur restoran itu lantas menerbitkan ide di kepalanya untuk membuka usaha yang sama. ”Sejak 2004, saya putuskan ke Tanjungpinang dan buka roti Jhon ini sampai sekarang,” tuturnya. Kini sudah lebih dari sepuluh tahun roti Jhon menjadi penganan kegemaran masyarakat Tanjungpinang. Selama itu pula Darmawan senantiasa setia dengan pilihannya untuk menggunakan roti yang ia buat sendiri. Darmawan tidak memesan roti pabrikan. Karena, kata dia, ada standar yang telah ditetapkannya, sehingga dari tahun ke tahun kesedapan roti John tidak pernah berubah. ”Rasanya tetap bedalah dengan burger atau roti daging yang lain. Roti Jhon ini ada rasa gurih, manis, dan pedasnya terasa, belum lagi citarasa dagingnya yang begitu khas dengan racikan sendiri,” ungkap Darmawan yang membandrol seporsi rotinya Rp 15 ribu sampai Rp 23 ribu. Budianto, seorang penikmat Roti Jhon mengatakan, lantaran roti yang digunakan itu adalah buatan sendiri,
F-GAYUH/TANJUNGPINANG POS
BUAT ROTI: Darmawan pemilik Roti Jhon membuat roti sebelum disajikan kepada pelanggan.
membuat setiap gigitannya terasa empuk dan kaya rasa. Belum lagi porsinya yang cukup montok dan dengan harga yang tidak menguras dompet. ”Satu porsi saja pasti akan mengenyangkan, karena ukuran rotinya lebih besar dibandingkan burger,” ujar Budianto. Sebab itu, seringkali Budianto hanya membeli seporsi dan bisa dimakan ramai-ramai.
Budianto sendiri juga tidak tahu kalau resep roti daging favoritnya ini berasal dari negeri jiran. Jika benar, kata dia, itu jadi bukti betapa berdekatan dengan negara tetangga adalah sebuah keuntungan bagi satu sama salin. ”Jadi bisa tukar-tukar resep begini kan. Rasa jiran, harga lokal. Istimewa. Tidak perlu berkonflik-konflik,” pungkasnya. ***
SIAP SAJI: Roti yang siap disajikan kepada pelanggan.
GRANITO AUSTRALIAN STYLE IN EVERY TILE
TM
DISCOUNT NORMAL 15% SPECIAL
KONSUMEN
Promo 01 - 30 Juni 2016 DISCOUNT 25% Kumpulkan struk belanja & nota pembelian Granito Tile KW 1 Periode : 01 - 30 2016, tukarkan dengan hadiah menarik.
EXTRA HADIAH :
5 DUS
40 DUS
1 PCS BOWL
1 PCS PORTABLE COOKER DP 7202 / 7203
20 DUS 45 DUS
1 PCS SANDWICH MAKER DT 2000
1 PCS RICE COOKER DR 1802
150 DUS
30 DUS
1 PCS SLIM EXHAUST DC 2701
1 PCS ORANGE JUICER DJ 2000
175 DUS
1 PCS WATER DISPENSER DI 2020
60 DUS
1 PAKET CANISTER + TRAVEL BAG
Syarat & Ketentuan 1. Berlaku Kelipatan, apabila sisa quantity tidak mencukupi untuk ditukar hadiah lebih kecil, maka dianggap hangus. 2. Apabila hadiah tidak tersedia di pasaran akan diganti dengan hadiah lain dengan nilai setara. 3. Tidak menerima return atas pembelian 01 - 30 Juni 2016 dengan alasan apapun. 4. Promo hanya berlaku mengikut Price List Granito 18-11-2015 dengan discount promo yg berlaku.
REDAKTUR: YUSFREYENDI
EXTRA BONUS TOTAL PEMBELIAN RP. 1.000.000 MENDAPATKAN 1 LBR VOUCHER FOOD CONTAINER SENILAI RP 25.000
JL. D.I. PANJAITAN KM.9, PLAZA BINTAN CENTER NO. 1 0771 7447168 TANJUNGPINANG
LAYOUT: GILANG DHIKAPATI
4
Komunitas
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
MINGGU 15 JANUARI 2017
SYARATNYA cukup sederhana untuk bergabung dengan komunitas pecinta reptil yang identik dengan hewan berbisa ini, yakni memiliki rasa kasih sayang dan keinginan melindungi hewan dari tangan usil orang tak bertanggungjawab. Inilah syarat mudah yang dikeluarkan Tanjungpinang Reptil Community (Treploc) yang sudah mengembangkan sayapnya sejak 2 tahun terakhir ini. Untuk jaringan, Treploc sudah tergabung dalam komunitas reptil dunia, bahkan prestasi terhebat dengan ditemukannya spesies terlangka jenis piton yang menjadi khas kawasan hutan Bintan. Hal tersebut diungkapkan ketua Treploc, Hassanudin (22) ketika dijumpai Tanjungpinang Pos dalam acara Gathering komunitas di Laman Bunda Tepilaut. Hasan begitu sapaan, akrabnya itu memaparkan bahwa komunitas reptil bukan mencari sesnsasi dengan gayagayaan, namun misi yang lebih mulia yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa hewan yang paling berbisa sekalipun bisa dijadikan sahabat. ”Intinya cuma satu, hewan itu tidak akan mungkin menyerang manusia kalau kondisinya tidak terancam. Itulah yang ingin kami edukasikan kepada masyarakat, soalnya hingga sekarangpun masih banyak warga yang berprilaku kejam dengan membunuh hewan yang menurutnya berbahaya,” paparnya. Saat ini terdapat puluhan jenis kobra dan king kobra yang berhasil Treploc jinakkan, diakuinya tidak ada mantra dan strategi khusus dalam menjinakkan hewan selain dengan rasa kasih sayang dan perhatian. ”Saya rasa, hewan juga dapat membedakan mana orang
Belajar Mencintai Ular Berbisa
yang mengancam dan mana yang tidak, kalaupun pernah dipatok ular, bukan karena kami jahat, bisa jadi karena ular tersebut sedang lapar,” lanjutnya yang mengkaku sudah menjadi langganan petokan ular. Komunitas yang beralamat di Jalan Kota Piring, Gang Puti Riau 6, mempersilahkan bagi masyarakat yang ingin bergabung. Bahkan bagi masyarakat yang memerlukan jasa menangani ular juga bisa dilayani. ”Kalau masyarakat ketemu ular, biawak, atau buaya sekalipun jangan langsung dibunuh, lebih baik hubungi kami, biar ditangani,” bebernya yang mengaku tak mematok harga untuk jasa penanganan hewan berbahaya ini. Imran, salah satu anggota Treploc mengaku banyak mendapatkan pengetahuan ketika bergabung. Diantaranya bisa membedakan mana jenis berbahaya dan mana yang tidak. Bahkan saat ini dirinya memiliki belasan koleksi biawak liar yang sudah jinak dan terlatih. ”Kalau ular itu berbahaya atau tidak, bisa kita lihat dari bentuk kepala dan bola matanya, kalau segitiga biasanya berbisa,” paparnya. Meskipun ia mengaku lebih cenderung memelihara biawak. Hal ini dikarenakan, terlihat lucu dan unik. Ditambahkannya, berbisa ataupun tidak, berbahaya ataupun tidak, hewan juga makhluk yang diciptakan Tuhan, tentu banyak pelajaran yang bisa diambil dari prilaku dan pola lainnya dari setiap hewan. Tinggal bagaimana mampu untuk menempatkan konsep dan pemikiran pada tempatnya. (yoan)
F-ISTIMEWA
JINAKKAN ULAR: Anggota Treploc saat menjinakan ular.
F-ISTIMEWA
F-ISTIMEWA
AKRAB: Anggota Treploc terlihat akrab dengan reptil yang dikenal berbisa dan menakutkan.
MENANGKAP ULAR: Ular-ulat yang diajak bermain di Tepilaut saat akan ditangkap.
HAMMER THOR ORIGINAL I
AL IN
AL IT
§ Memperbesar dan
IG
OR
§ § § § §
memperpanjang Mr. P Ereksi Lebih Kuat dan Tahan Lama Menambah Hasrat Libido Pria Menyembuhkan Lemah Syahwat Mengatasi EDI 100% Herbal
NEW BLACK STRONG
AZKA SHOP
PIN : 22D1B1FC ALAT BANTU PRIA
ALAT BANTU WANITA
DATANG DAN BUKTIKAN KEAMPUHAN “ANDA DIJAMIN TIDAK AKAN KECEWA” §
§
§
§ §
Isi 10 tablet, cukup satu tablet diminum 30 menit sebelum hubungan Peny langsung kencang, kuat, tahan lama dan 4 hari reaksi masih terasa Stamina meningkat dan mampu berulang-ulang tidak cepat keluar Aman bagi penderita Hipertensi dan Kinerja Jantung Herbal 100% aman juga obat lemah syahwat, impotensi dan ejakulasi dini
Vegi Getar Vegi Gyg Suara Vegi Center Vegi Bulu Boneka Full Body
Peni Getar
Peni Duduk Peni Ikat Pinggang Peni Mutiara
OBAT KUAT
Vakum + Oil Kondom Duri Penggetar Ms.V Obat Frigid
0813 1943 1112 / 0813 7577 5556 Jln. Dr. Sutomo No.22, Kampung Baru Tanjungpinang REDAKTUR: DESI LIZA PURBA
LAYOUT: SYAFRINALDI
Makan Angin
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
MINGGU 15 JANUARI 2017
5
Aktivitas Memancing di Perairan Tanjungpinang
Sentakan Menyenangkan di Ujung Tangan Laut kita di Tanjungpinang ini sunguh kaya. TEJA ALHABD
F/ISTIMEWA
HASIL TANGKAPAN: Ikan hasil memancing saat akan dibawa ke darat.
TANJUNGPINANG - Boleh jadi aktivitas memancing bisa tak populer lagi. Mengingat gawai elektronik sudah menyediakan gim-gim memancing. Tapi bagi pemancing sejati, ada hal-hal yang tidak tergantikan dari kegiatan memancing nyata di atas lautan. Kepuasan pemancing bukan sekadar ikan yang dihasilkan. Hal tersebut diungkapkan Teja Alhabd, seorang penggemar aktivitas memancing di Tanjungpinang. Teja yang mengaku khatam dalam dunia memancing mengatakan, kegiatan yang dilakoninya di kala senggang itu adalah jenis kegiatan yang tidak hanya mampu menyegarkan pikiran namun juga mampu menambah pendapatan.
“Laut kita di Tanjungpinang ini sunguh kaya, untuk dapatkan ikan berkualitas tidak perlu sampai jauh ke tengah laut, cukup beberapa mil dari pantai saja para pemancing sudah bisa terpuaskan,” ujar Teja membuka percakapan. Untuk terpuaskan tentu tidak selesai dalam urusan kemahiran menggoda ikan terpaut di mata pancing saja. Memancing adalah urusan kompleks. Begitu Teja meyakininya. Karena sebelum memulai perburuan ke laut, para pemancing juga dituntut handal membaca gerak cuaca. “Apalagi di bulan sekarang ini (Januari, red), ikan-ikan paling mantap gampang didapat, tapi resikonya itu, cuaca mudah
berubah, sebab sedang dalam masa pancaroba penghujung angin utara memasuki angin timur,” kata Teja memaparkan. Bahkan ada istilah di kalangan pemancing denga sebutan arus setumu, yakni wilayah pertemuan dua arus yang dianggap sebagai wilayah surga bagi pemancing. Dalam beberapa kali perburuannya di Arus Setumu, Teja mengaku hasil pancingan sangat menggoda untuk betah dan bertahan berlama. “Ikan cermin paling kecil 10 kilogram beratnya, belum lagi ikan jahan yang sampai 6 kilo ke atas, ikan kurau (ikan erah, red) paling gampang dipikat, termasuk juga ikan mejan,” ungkapnya yang hobi berburu ikan jenis blue marlin yang terkenal di dun-
ia itu. “Ikan blue marlin itu banyaknya di daerah Tanjung Berakit, cukup empat mil dari pantai saja, tapi banyak yang tak tau,” tambah Teja. Modal besar dikeluarkan demi sebuah kegiatan memancing yang menyenangkan. Teja mendaku sedemikian. Karena sejatinya yang dicari bukan sekadar ikan yang bisa dibawa pulang. Melainkan sebuah kebahagiaan yang paling sulit diberi nama. “Kebahagiaan itu ketika ada sentakan di tangan, menarik tali pancing, itulah klimaksnya,” kata dia. Sentakan yang tak kuasa dibandingkan dengan lain-lain kesenangan. Sentakan yang
hanya dimengerti oleh para pemancing yang berjibaku di lautan, bertarung dengan ikan-ikan. Inilah kemuncak bahagia yang diidamkan oleh pemancing, sambil menduga jenis apa yang bakal terkait di ujung pancingan. Pulau Tapai, pulau Sore, perairan belakang pulau Penyengat, Berakit adalah beberapa lokasi surga bagi pemancing dalam mengolah kesabaran guna mendapatkan sentakan di ujung tangan yang menyenangkan. “Kalau ingin ikan besar, kail harus besar, umpan harus besar, tali harus kasar, tapi yang lebih penting, nyali juga harus besar,” papar Teja. (yoan)
KEHILANGAN
KEHILANGAN
1 (satu) lembar BPKB a.n. Febri Zaldi dengan No. BPKB : I02723720d yang dikeluarkan oleh Kantor Samsat Polres Bintan
Telah hilang sebuah dompet berwarna kuning air, berisi : v 2 Kartu identitas a/n Petrisia
Zahara dan Ahmad Sudira
v ATM Mandiri, BCA, Muamalat v Dan sejumlah uang tunai
Dan bagi yang menemukan, segera hubungi 082170039990 (Zaza) 081270313859 (Ema) Bagi yang menemukannya akan di berikan imbalan
F/ISTIMEWA
BLUE MARLIN:Ikan blue marlin hasil memancing menjadi tontonan saat sudah berada di darat.
KEHILANGAN BPKB
LOWONGAN KERJA
2 buah BPKB asli atas nama Dinas PU Kab. Bintan
Dibutuhkan Segera 2 Tenaga Gudang/Umum
No. BPKB : 3135879 No. Pol : BP 8051 B No. BPKB : 3135878 No. Pol : BP 8050 B yang dikeluarkan oleh a.n Kapolda Kepulauan Riau Kapolres Bintan
syarat : Pria maks. 35 tahun Pendidikan min. SMU Kendaraan sendiri Jujur dan rajin Lamaran SMS 081991650305
DIBUTUHKAN Perusahaan pengembangan kesehatan & ekspedisi yang berpusat di Surabaya, membuka c a b a n g d i Ta n j u n g p i n a n g , m e m b u t u h k a n Karyawan & Karyawati untuk menempati posisi : Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø Ø
Wakil Kepala Cabang Supervisor Customer Service Operator Administrasi Gudang SPG Marketing
: : : : : : : :
5 orang 10 orang 15 orang 20 orang 20 orang 25 orang 30 orang 20 orang
Syarat : 1. Fotocopy Ijazah (terakhir) SMA/ SMK, D3 atau S1 (1 lembar) 2. Fotocopy KTP (1 lembar) 3. Pas Photo (1 lembar) ANTARKAN SURAT LAMARAN KERJA ANDA LANGSUNG KE :
PT. MANDIRI CIPTA HARMONI (Macho Group) Jl. Wiratno - Komp. Ruko Ramayana, Blok B No.19 - Tanjungpinang, HP : 0856 6826 6263 (HRD)
...untuk kredit Anda
PELUANG KARIR
Kami salah satu Perusahaan Pembiayaan (Multi nance) sepeda motor dan mobil yang terbesar dan terbaik dengan total 200 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia membutuhkan tenagatenaga profesional SEGERA untuk penempatan di Cabang Tanjungpinang dan Bess Power Kijang untuk mengisi posisi :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Head Kios (HK) Head Marketing (HM) Head Collection (HC) Head Operation (HO) Credyt Analyst (CA) Administrasi (ADM) Collector (UBA)
Penempatan untuk wilayah : Tanjungpinang dan Kijang Persyaratan : 1. Pria / Wanita (4,5,6,9), Pria (1,2,3,7-13) 2. Usia maks. 35 tahun (1,2,3,7-14), maks. 28 tahun (4,5,6) 3. Pendidikan min. S1 (1-6), D-3 (6), SMU (7-14) 4. IPK min. 2,75 (1-6) skala 4 5. Fresh Graduate (5,6) atau berpengalaman kerja 1-2 tahun sesuai bidangnya (1-12) 6. Memiliki SIM C dan kendaraan sendiri (1-3, 7-13) 7. Mampu mengoperasikan Komputer dengan baik (1-6) 8. Memiliki motivasi kerja yang tinggi, jujur dan bertanggungjawab (1-14) 9. Bersedia bertempat tinggal di kantor (13,14)
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Surveyor Motor (AO UBA) Surveyor Mobil (AO UCA) Account Of cer Motor (AO UBA) Account Of cer Mobil (AO UCA) Remedial (REM) Security (Security) Of ce Boy (OB)
Kirim surat lamaran, CV, FC KTP, beserta foto terbaru ukuran 4x6 dan no. telp yang bisa dihubungi paling lambat 2 minggu setelah iklan ini dimuat. Lamaran dapat dikirmkan ke alamat :
HRD PT. BESS FINANCE CABANG TANJUNGPINANG Jl. D.I. PANJAITAN KM. 6 No. 2 (DEPAN HOTEL PELANGI) TELP. 0771-8080272 / 081261003277 “Harap cantumkan kode jabatan di sudut kiri atas amplop”
D-1St Female Station in Bintan Island Indonesia
Jl. Yos Sudarso No.63 Lantai 2-4 Batu Hitam, Tanjungpinang Telp. 0771 - 318 637. Fax. 0771 - 319 489 Email : radioonine@gmail.com
Marketing : 0812 7099 8897 (Fira Rewadi) 0852 6453 3303 (Andy)
REDAKTUR: YUSFREYENDI
LAYOUT: AMRI
Goes to School
6
Rasa Nyaman Itu Adalah Keharusan SMP Negeri 2 Meral Barat Karimun SEORANG wanita berkerudung itu datang. Cara bicaranya ramah. Keluwesan yang diperagakannya bisa jadi sebuah penanda, ibu guru ini sudah lama mengabdi, mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk mencerdaskan bangsa. ”Inilah sekolah kami,” ucapnya pendek. Ada segelas air yang disajikan. Hj Warsita, nama ibu guru ini, tahu bahwasanya untuk mencapai ke sekolah tempatnya mengabdi ini bukan tempat yang mudah di-
capai. SMP Negeri 2 Meral Barat berada di desa Pangke, sebuah desa yang dihuni sekitar 714 jiwa. Selangkah ke dalam area SMP Negeri 2 Meral Barat, seketika mata bersitumbuk dengan pemandangan menyenangkan. Bangunan sekolah itu terlihat rapi, bersih, ada taman yang ditumbuhi berbagai jenis macam bunga. Sebuah pemandangan yang membuat mata betah memandang taman dan hati bertanya tanya tentang apa nama bunga itu. Di depan kelas ada pula beberapa pohon terlihat mulai menjulang, menodongak ke langit. Seolah gambaran cita-cita siswa yang ingin terus tumbuh tinggi. Kembali ke ibu Warsitah. Ia menjelaskan, peraturan di sekolahnya diterapkan tidak hanya kepada siswa. Tapi juga ada peraturan khusus yang dit-
Kepala SMP Negeri 2 Meral Barat, Hj Warsita
erapkan kepada guru dan tenaga nonkependidikan lainnya. Di antaranya, siapa pun yang datang ke SMP Negeri 2 Meral Barat amat tidak dibenarkan menyesap sigaret. ”Sekolah kami ini sudah jadi
kawasan bebas asap rokok,” tegas Warsitah. Aturan ini mengikat. Termasuk pula kepara wali murid yang sedang berada di sekolah. Bagi Warsitah, kenyamanan di sekolah adalah keharusan. Sebab itu ia tidak ragu ada kalanya memposisikan para siswa sebagai teman. Menurut Warsitah, prinsip semacam ini amat berpengaruh dalam keberhasila proses pembelajaran. ”Sehingga mereka nyaman di sekolah dan mudah menerima pelajaran yang diajarkan. Kan 70 persen sifat atau karakter anak terbentuk di sekolah karena ia diajar lebih dari 1 orang selama 6 jam berada disekolah, akhirnya terbentuklah sifat anak dengan budi pekerti yang baik, kami tidak mengatakan anak kami yang terbaik, tetapi kami berusaha menjadi
anak yang baik” kata Warsita dengan semangat. Sebuah kutipan yang pernah terbaca Warsitah dari sebuah buku lantas ia ucapkan. ”Hidup bahagia atau sedih, itu pilihan kita sendiri, mau hidup enak atau susah, itu juga pilihan kita sendiri.Begitu juga kita mau kecewa atau tetap bisa mengendalikan diri itu juga pilihan kita, maka itu pililah yang membuat kita bahagia agar bisa menikmati hidup, yaitu dengan belajar sungguh sungguh,” ucapnya. Motivasi semacam ini yang selalu Warsitah tekankan kepada para siswanya. Bahwasanya hidup adalah pilihan, sehingga harus berani dilakukan. ”Beradab sebelum belajar. Saya ingin anak-anak tidak hanya pintar, tapi juga menjadi generasi yang beradab,” tutup Warsitah.(alrion)
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
MINGGU 15 JANUARI 2017
VISI-MISI SMP NEGERI 2 MERAL BARAT VISI Mempersiapkan anak didik yang berakhlak mulia, berdisiplin, dan berprestasi MISI 1. Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar yang tertib 2. Kondisi sekolah yang aman, bersih, dan nyaman 3. Pelaksanaan kegiatan mutu potensi, kreasi, dan bakat siswa 4. Pengembangan watak dan semangat kebangsaan TUJUAN 1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan seluruh warga sekolah pada Tuhan Yang Maha Esa 2. Menanamkan rasa tanggung jawab warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak 3. Menciptakan hubungan yang harmonis antar warga sekolah dan masyarakat 4. Meningkatkan nilai rata-rata ketuntasan minimal setiap mata pelajaran 5. Meningkatkan prestasi akademik dan non akademik
MELUKIS: Siswa melukis salah satu ruangan.
PRAMUKA: Kegiatan Pramuka SMP Negeri 2 Meral Barat.
UPACARA: Pelaksanaan upacara penaikan Bendera di SMP Negeri 2 Meral Barat.
REDAKTUR: TAUFIK A HABU
TAUSIAH: Guru dan siswa duduk bersama mendengarkan Tausiah Agama dan bentuk kedekatan anak didik dengan guru.
LAYOUT: SYAFRINALDI
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
7
MINGGU 15 JANUARI 2017
ASN dan Aparat Nakal Jadi Target Saber Pungli TANJUNGPINANG - Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk polisi dan TNI yang terlibat Pengutan Liar (pungli) kini menjadi target bagi tim saber pungli. Tim Saber Pungli Kota Tanjungpinang ini sudah dibentuk Kamis (12/1) lalu. Pelaku yang merupakan ASN atau penyelenggara negara yang tertangkap akan dijerap dengan pasal korupsi Undang Undang Tipikor. Kepala Kejaksaan Negri (Kejari) Tanjungpinang Herry Ahmad Pribadi mengatakan, pelaku pungutan liar tidak hanya dapat dijerat dengan pasal KUHP saja. Pelaku juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). ”Umumnya, praktik pungutan liar dijerat dengan undangundang nomor 11 tahun 1980 tindak pidana suap pasal 3 dengan ancaman 4 tahun dan pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun,” katanya. Herry menyebutkan, jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Pasal 5 ayat 1 dan 2, pasal 11, pasal 12 e dan pasal 13 dengan ancaman hukuman minimal satu tahun maksimal lima tahun. ”Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12B UU Tipikor. Pungli itu bisa kita katakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 B di sana dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun,” sebutnya. Para pelaku pungli juga akan dikenakan denda uang paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta. Menurutnya, tentu kami tidak bisa menggeneralisir seperti itu ya. Harus dilihat case by case, apabila memenuhi unsur pasal 12B UU Tipikor maka pelaku pungli bisa didenda dengan uang paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Jika praktik pungutan liar yang diungkap hanya mengandung unsur pemerasan, maka perkara itu akan ditangani Polisi. Kejaksaan hanya berperan dalam penuntutan. Namun, jika praktik itu mengandung unsur korupsi, kejaksaan dapat ikut menyelidiki sekaligus menyelidikinya. Herry memastikan, tim Saber Pungli alias Sapu Bersih Pungutan Liar akan mengoptimalkan penyelidikan dan penyidikan praktik pungli yang diungkap. Pihaknya ingin memberikan efek jera agar praktik semacam itu, khususnya di sektor pelayanan publik, tidak terjadi lagi. Tim Saber Pungli adalah salah satu bagian kebijakan pemerintah melaksanakan reformasi di bidang hukum yang terdiri dari Polri sebagai leading sector, Kejaksaan Agung dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Sektor pelayanan yang dipantau, mulai dari pembuatan KTP, SKCK, STNK, SIM, BPKB, izin bongkar muat barang di pelabuhan dan sejumlah izin di berbagai kementerian lainnya. Selain melakukan penindakan, tim 'Saber Pungli' juga akan mengkaji apakah ada aturan yang mendukung terjadinya pungli. (cr27)
Pengamanan Perayaan Imlek di Tanjungpinang
Tujuh Personel di tiap Kelenteng TANJUNGPINANG - Jajaran Kepolisian Resor Tanjungpinang bersiaga melakukan pengamanan jelang perayaan tahun baru Imlek 2568 pada 28 Januari mendatang. Setidaknya, akan ditempatkan enamtujuh personel pada setiap rumah ibadah. Baik itu di kelenteng maupun wihara. Jumlah personel yang ditempatkan masih bisa bertambah atau pun berkurang. Hal ini sepenuhnya bergantung pada kebutuhan atau permintaan. Pastinya, yang ingin diberikan oleh pihak kepolisian adalah jaminan kenyamanan dan keamanan bagi umat agama yang merayakannya.
“Kami akan melihat nantinya permintaan dari rekan-rekan kita yang merayakan Imlek. Tetapi tugas kami adalah untuk mengamankan perayaan hari besar itu, karena itu sudah tugasnya," ujar Kepala Polres Tanjungpinang, Ajun Komisaris Besar Polisi Joko Bintoro, kemarin. Nantinya, titik pengamanan akan terfokus di seputaran pusat Kota Lama, yang masuk dalam wilayah hukum Kepolisian Sektor Tanjungpinang Kota. ”Pola pengamanannya sama dengan perayaan hari be-
sar agama lain,” terang Joko. Mengenai acara puncak perayaan telah Imlek di Tanjungpinang, telah diketahui bahwa masyarakat Tionghoa akan mendirikan panggung hiburan di depan Markas Polsek Tanjungpinang Kota. Hal ini sudah menjadi rutinitas dari tahun ke tahun. Sehingga Joko menyebutkan, tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan. ”Kami nanti akan cek seluruh kelenteng atau wihara yang ada di Tanjungpinang untuk menjaga kondusivitas saat umat melakukan ibadah,” pungkasnya. (cr27)
AKBP Joko Bintoro
Jaksa Dalami Dugaan Korupsi di DPRD Natuna TANJUNGPINANG - Kejaksaan Tinggi Negeri Kepulauan Riau masih terus mendalami dugaan adanya praktik korupsi di sebalik pembiayaan rumah dinas anggota DPRD Natuna pada 2011 silam. Wakil Kepala Kejati Kepri, Asri Agung Putra mengatakan, pihaknya terus melakukan penyelidikan dan selain itu juga masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta penaksir harga besaran sewa rumah dinas anggota DPRD NaAsri Agung Putra tuna ke tim Appraisal. ”Sudah meminta ke BPKP untuk melakukan audit, kami tinggal menunggu saja,” katanya, kemarin. Asri juga menyebutkan, untuk pembanding harga, tim penyidik Kejati sudah meminta keterangan Appraisal, serta audit potensi nilai kerugian yang ditimbulkan dari penyewaan rumah dinas anggota DPRD Natuna itu. Dalam penggunaan APBD Kabupaten Natuna untuk tunjangan sewa rumah dinas Ketua DPRD dan anggotanya, tidak menutup kemungkinan tersangkanya berasal dari anggota legislatif yang masih aktif dan mereka yang sudah tidak terpilih. Asri menegaskan tidak ada maaf jika memang benar-benar terbukti. ”Siapa pun pejabatnya nanti yang terlibat, kami tidak akan segan-segan untuk menetapkan sebagai tersangka,” tegasnya. Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Tinggi Kepri, kurang lebih selama satu tahun, telah melakukan penyelidikan atas dugaan praktik korupsi dana penyewaan rumah dinas anggota DPRD Natuna pada 2011 silam ini. Penyelidikan kasus ini dilakukan atas laporan masyarakat ke Kejaksaan Tinggi Kepri. Selanjutnya, melalui pulbaket dan pemeriksaan langsung di lokasi, penyidik kejaksaan juga mendapati fakta bahwasanya rumah dinas pimpinan dan anggota DPRD Natuna itu, hingga saat ini belum digunakan. Namun, anggota legislatif Natuna masih mengalokasikan dana sebesar Rp 2 miliar per tahun untuk sewa rumah dinas tersebut pada struktur APBD. (cr27)
TANJUNGPINANG POS Diterbitkan Oleh: PT Batam Intermedia Pers Terbit sejak tanggal 28 Oktober 2009 Alamat Redaksi: Komplek Pinlang Mas No.15 Lt 2-3 JL.DI Panjaitan-Batu IX Tanjungpinang, Telepon : (0771) 7447234 (hunting), Fax (0771) 7447085
Pembina Manajemen : Rida K Liamsi (ketua), Makmur Kasim, Marganas Nainggolan
F-ADLY BARA HANANI/TANJUNGPINANG POS
SEMBAHYANG: Warga Tanjungpinang saat sembahyang di kelenteng menjelang Imlek bebrapa waktu lalu.
D’Kopi ............................................................................... dari halaman 9 Paris. Franklin dengan cepat berkawan rapat dengan pecandu kopi paling agung di Paris, siapa lagi kalau bukan Voltaire, seorang penulis, filsuf dan dramawan. Maka sumbu ledak Revolusi Amerika, Boston Tea Party (1773) dan The Sons of Liberty dibakar dari sebuah kedai kopi bernama Green Dragon Tavern. Di kedai kopi ini, para patriot macam Paul Revere berbincang soal masa depan Amerika dan pergerakan tentara Inggris. Kopi bahkan menjadi kode–kode siasat: orang–orang peminum teh sudah pasti simpatisan Inggris dan loyalis King George. Sedangkan para peminum kopi adalah barisan patriot, pejuang kemerdekaan Amerika. Di Inggris pula, siapa peminum kopinya? Jangan kaget jika ternyata dia adalah salah
satu tokoh paling jenius dan paling revolusioner dalam sejarah, Isaac Newton. Dan masih ada sederetan nama lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Decak kagum untuk pesohor–pesohor Eropa dan Amerika dapat terhenti seketika jika kita mulai mengenang bahwa kopi–kopi yang mereka sesap, tiada lain adalah barang rampokan dari Nusantara. Buku Max Havelaar yang berkisah tentang makelar kopi Belanda telah membocorkan rahasia ini: Kerajaan Belanda menjadi kaya raya karena menjual kopi ke seluruh Eropa dari hasil tanam paksa. Kopi itu adalah kopi paling terkenal di dunia dengan merek “Java”. Tidak cukup dengan itu, Belanda memberikan bibit kopi dari Jawa kepada Raja Prancis, Louis XIV. Hingga
kemudian budaya kopi dan kafe makin berkembang di seluruh Paris. Kalau saja Louis XIV tahu bagaimana nasib dinastinya yang diruntuhkan oleh para peminum kopi. *** Jika otak Eropa mendidih lantaran kopi yang dikirim dari negeri ini, bagaimana dengan kita? Kita memang tidak sedang butuh revolusi fisik yang berdarah – darah. Tapi dengan mengambil semangat para peminum kopi macam Voltaire dkk, akan banyak ide cergas yang bisa dikumpulkan pada satu titik, ketika kafein bekerja merangsang kegairahan otak. Paling tidak, kedai kopi tidak lagi dijadikan sebagai tempat mengoceh tak berujung pangkal. Di Tanjungpinang gejala– gejala ke arah itu makin mulai tampak. Kedai–kedai kopi yang menjadi tempat beradu
para penyair misalnya, sudah mulai tumbuh di beberapa tempat. Beberapa di antaranya acap kali disinggahi seorang “Voltaire Melayu”. Dia adalah penyair veteran yang mampu meletupkan gairah para penyair paruh baya sampai muda belia, untuk membangun peradaban syair dan khazanah sejarah menuju separuh dunia. Bersama pa-
DIVISI REDAKSI
Pemimpin Redaksi Wakil Pemimpin Redaksi
: : : : :
Pimpinan Perusahaan Manajer Umum/Adm/Keu Manajer Pemasaran
: M Nur Hakim : Ari Istanti : Sigik Rahmat
Manajer Iklan
: M Nur Hakim
Pimpinan Umum/GM/Penjab Wakil Pimpinan Umum
M Nur Hakim. Ramon Damora, Sigik Rahmat. Ramon Damora Zakmi
Redaktur Pelaksana: Martunas Situmeang, Abbas, Fatih Muftih. Koordinator Liputan: Slamet Nofasusanto. Redaktur: Martua P Butarbutar, Taufik A Habu, Yusfreyendi, Adly Bara Hanani, Desi Liza Purba. Reporter: Andri Dwi Sasmito, Suhardi, Raymon Sandy, Yoan Sutrisna Nugraha, Gayuh Mandasia, Jendaras Karloan (Bintan Utara), Tengku Irwansyah (Lingga), Daniel Tambunan (Karimun), Hardiansyah (Natuna), Indra Gunawan (Anambas). Sekretariat Redaksi: Septia Aryani Rahmat (kepala). Departemen Pracetak/Layout/Perwajahan: Dobby Fachrizal (Manajer), Syafrul Amri (Koordinator), Syafrinaldi, Gilang Dhikapati. Jaringan/IT/Online: Rahmad.
DIVISI BISNIS Departemen Umum, Adm, & Keuangan: Dahlia (Kabag), Reynaldi Syah. Bagian Umum: Sudiarta Koordinator), Irhamna. Departemen Iklan : Saifullah (Ass. Manager), Penjab Desain dan Artistik : Kevin Perdana Wira Harjuman. Penjab Adm Piutang : Dahlia Anna, Juni Ella. Penjab Penagihan : Jefri, Angga Pratama, Departemen Pemasaran & EO: Rijon Sitohang (Penjab Ekspedisi), Asep Abdurrahman. Hardian, isep, Ilhami, Wahyu Gustianto, Andri Putra Sinaga (Penjab Sirkulasi / Penjualan). Yurika, Sri Wahyuni, Afriyanti (Penjab Adm Piutang dan Retur). Perwakilan - Perwakilan Batam (Martua Butar-butar), Lingga (Tengku Irwansyah), Bintan Utara (Jendaras Karloan), Karimun (Daniel Tambunan), Natuna (Hardiansyah), Anambas (Indra Gunawan).
Dicetak pada : PT Ripos Bintana Press. Isi di luar tanggung jawab percetakan.
REDAKTUR: ZAKMI
triot-patriot pecandu kopi lainnya, ide–ide cergas kerap muncul dari kedai kopi ini. Percayalah, peminum kopi itu keren, sekeren musisi Beethoven dan penyair Margareth Atwood yang tak ingin berpisah dengan kopi selamanya. (tulisan ini bukan pariwara kopi dan kampanye hitam untuk peminum teh.)***
Tarif Iklan Halaman Muka (FC) Rp. 30.000,-/mm kolom. Halaman Muka ( BW) Rp. 25.000,-/ mm kolom. Halaman Dalam,- (FC) Rp. 25.000,-/ mm kolom. Halaman Dalam (BW) Rp. 15.000,-/ mm kolom. Iklan Umum/Display (BW) Rp. 15.000,-/mm kolom. Iklan Ucapan Selamat (FC) Rp. 7.000,-/mm kolom. Iklan Ucapan Selamat (BW) Rp. 3.500,-/ mm kolom. Iklan Dukacita Rp 3.500,-/mm kolom. Sport Color Rp 7.000,-/mm kolom. Advertorial Rp. 5.000,-/ mm kolom.
LAYOUT: AMRI
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
8
RABU 4 JANUARI TAHUN 2017
MINGGU 15 JANUARI 2017
HALAMAN X
Maulidya Putri Setiawan, SMKN 2 Buduran, Sidoarjo DOK. PRIBADI
DOK. SUGACUBE
M. Rizal Avib, Interior Design ITS Surabaya DOK. PRIBADI
DOK. PRIBADI
Alasan Zetizen membikin karya 3D printing (2 tertinggi):
Ternyata 75 persen Zetizen udah tahu tentang 3D printing meski nggak pernah bikin sendiri karya 3D printing.
Ignatius Wisnu, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Nambah koleksi hiasan favorit 44%
DOK. PRIBADI
Kado anti-mainstream 38%
Padahal, caranya cukup mudah loh. Nih, sumber inspirasi membuat karya 3D printing menurut Zetizen (3 tertinggi): Lihat internet dan tutorial
Zetizen di Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah cuma tahu tentang 3D printing, tapi nggak ngerti cara bikinnya.
YouTube 56% Diajarin di sekolah atau kampus 26% Ikut seminar 11%
ILUSTRASI: RAMA/ZETIZEN TEAM
DOK. SUGACUBE
Pendidikan SMP 15%
PROFIL RESPONDEN
SMA
73%
KULIAH
12%
Jenis kelamin Cewek Cowok
67% 33%
Usia 12–15 tahun
34%
16–18 tahun
58%
19–20 tahun
DOK. PRIBADI
8%
JUMLAH RESPONDEN 1.220 ORANG. POLLING DILAKUKAN DI 34 PROVINSI, MULAI ACEH HINGGA JAYAPURA. SAMPLING ERROR 4,5 PERSEN.
On the Web SCIENCE – TECHNO
PROSPEK CEMERLANG 3D PRINTING DI INDONESIA
FOOLCDN
TEKNIK 3D printing mungkin masih belum digunakan secara umum. Tapi, konsep printing yang bisa membuat barang 3D itu bisa jadi daya bisnis yang nggak bisa diremehkan loh. Seperti apa prospek 3D printing di Indonesia? Baca di Zetizen.com ya!
HOBBIES – SPORTS AND HEALTH
DUA PELATIH ASING KANDIDAT PELATIH TIMNAS, SIAPA JAGOANMU?
DIARIO AS
SETELAH mengantar timnas ke final Piala AFF 2016, pelatih Alfred Riedl pensiun. Bersamaan dengan pengumuman format Liga Indonesia musim ini, PSSI menunjuk dua kandidat pelatih baru timnas, yaitu Luis Milla dan Luis Fernandez.
WEEKLY CHALLENGE SESSION 21 MAKIN hari, make-up seolah menjadi hal paling penting sebelum cewek keluar rumah, bahkan ke sekolah. Menurutmu, seberapa penting sih make-up buat generasi Z? Yuk, share pendapatmu dan dapatkan produk make-up dari Cathy Doll! Cowok juga boleh ikut sharing kok. FIND MORE ON:
zetizen.com
Jembia
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
Arijoes Syarbaini : Sang Perancang
SEMPENA. Nama sebuah majalah kebudayaan terbitan Tanjungpinang pada 1968 dari sebuah perbualan para sastrawan di kedai kopi. Tidak perlu diragukan mengenai daftar nama yang menjaga masing-masing halaman di majalah yang terbit bulanan ini. Ada Sudirman Bachry atau yang akrab dengan nama pena S Bakarov sebagai penanggung jawab. Sudirman tak lain dan tak bukan adalah abang kandung penyair Sutardji Calzoum Bachri. Lalu ada penyair Rona Sjuib atau Raja Syu’ib yang juga bekerja pada Perpustakaan Masjarakat di Jalan Bali Tanjungpinang, Rosanjoto, dan Sjamsulkamar A.H. Pada edisi terbit sejak tahun 1970, urusan redaksi majalah ini diperkuat lagi dengan bergabungnya penyair Ibrahim Sattah, yang juga seorang anggota kepolisian. Jika lini redaksi sudah sedemikian mumpuni, lantas siapa yang akan merancang perwajahan majalah kebudayaan ini? Dia adalah Arijoes Syarbaini. Arijoes punya tanggung jawab menjamin desain halaman sampul dan seluruh ilustrasi setiap halaman majalah. Sejak 1968 hingga 1972, tangan Arijoes adalah jaminan mutu majalah Sempena tampil baik dan mempesona. Keahlian Arijoes melukis didapat dari seorang maestro lukis Indonesia. Sejarawan Kepri Aswandi Syahri, pada sebuah artikelnya, menuliskan, bapaknya pernah belajar melukis dengan maestro lukis Wakidi di Bukittinggi. Ya! Aswandi Syahri adalah putra Arijoes Syarbaini. Pada sebuah perbincangan beberapa waktu lalu, Aswandi berkisah, bahwa kegemarannya terhadap sejarah tidak mungkin terlepas dari peran Arijoes. Kata dia, sang bapak punya koleksi buku-buku bagus di rumah. “Dari kecil aku biasa baca buku-buku koleksi bapak aku. Karena mungkin masih kecil itulah yang aku cari itu buku-buku yang banyak gambar dan warnanya, dan aku tahu itu bukubuku bagus,” kenang Aswandi yang sejak kecil juga sering dibawa Arijoes ke kantor redaksi Sempena. Penyair Husnizar Hood juga pernah berinteraksi dengan Arijoes. Dahulu, Husnizar pernah bekerja sebagai tukang sablon. Dan di saat-saat itu pula, pada sebuah perjumpaan, penyair kita ini belajar teknik membuat spanduk ucapan selamat datang langsung dengan tangan. “Arijoes, bapak Aswandi itu, yang dulu mengajari aku. Dia menginspirasi aku,” kenang Husnizar. Tangan seorang Arijoes adalah jaminan mutu. Begitu Husnizar mengistilahkannya. Bukan saja sebagai perancang utama majalah kebudayaan, tapi pada dekade 1990-an, Arijoes juga dipercaya merancang sejumlah proyek pemerintahan yang berkenaan dengan kebudayaan. Utamanya ukiran Melayu. Husnizar kala itu melihat betul bagaimana cara Arijoes bekerja. Papan-papan triplek itu digaris, dipotong, dengan presisi yang tiada lawan. Kecakapan tata-rancang seorang Arijoes juga diakui Alfian. Nama terakhir ini pernah secara langsung terlibat dengan Arijoes pada sebuah proyek pemerintahan. “Saat itu era bupati Pak Manan. Dia mengajari saya bagaimana membuat ukiran Melayu. Orangnya sangat getol, Pak Arijoes itu menggerakkan,” kenang Alfian yang kini menjabat sebagai Kabag Ortal Pemkab Anambas. Ilmu yang diberi Arijoes, sampai kini masih digunakan Alfian dalam pelbagai kesempatan. “Tak dua kali saya jumpa orang macam Pak Arijoes,” akunya. “Saya kira karena kemahiran, integritas, dan keuletannya, Arijoes sangat dipercaya untuk memegang banyak proyek tata rancang dan pencetakan spanduk kala itu,” tambah Datuk Rida, yang juga mengagumi karya-karya ukir dan lukis teman ngopinya ini.***
REDAKTUR: FATIH MUFTIH
9
Jembia terbuka untuk semua tulisan seni kreatif. Kirim naskah, biodata, foto terbaru, dan nomor rekening Anda ke alamat email: jembia@tanjungpinangpos.co.id
YANG perlu diyakini, lupa adalah pilihan. Sebagaimana riwayat mantan kekasih dalam ingatan. Sepenuhnya diri kita bisa memilih antara dua opsi; hendak melupakan dengan membuang sejauh-jauhnya dari laci memori; atau mengingatnya sebagai episode jambon manis berkasih. Sekali lagi, atas segala yang berlalu di masa lampau bisa dipilih manasuka, untuk dilupa atau diingat. FATIH MUFTIH Tanjungpinang
Kita (Menolak) Lupa
Eddy Mawuntu : Jurnalis Humanis RIDA K Liamsi mengenang sosok Eddy sebagi esais kebudayaan jempolan bersama Raja Hamzah Junus di eranya. Memang tidak ada karya sastra karangan Eddy. Tapi lain cerita kalau menulis esai-esai kebudayaan. Hal itu kemudian terbuktikan pada awal 1990-an. Kala itu Rida-HamzahEddy menjadi pemakalah utama dalam seminar menentukan ulang tahun Tanjungpinang. Jauh sebelum Tanjungpinang dikenal sebagai Kota Gurindam, dulunya kota ini berjuluk Kota Bestari. Dan itu merupakan usulan yang tertuang dalam kertas kerja bersama Rida-Eddy. Barangkali kemampuan Eddy menulis esai mengacu latar belakangnya sebagai seorang jurnalis. Sejak pertengahan 1950-an, Eddy sudah berstatus sebagai wartawan koran nasional Suara Pembaharuan (yang dulunya adalah Sinar Harapan). Profesinya ini pula yang agaknya membuat Eddy lantas punya kemampuan mendedah topik bahasan dengan luwes dan lugas. Kebetulan, ia menggemari bidang kebudayaan sebagai medan perjuangannya. Kecintaan Eddy dengan budaya Melayu dan Tanjungpinang sebagai rumah berkarya tidak perlu diragukan. Nanti anak-anaknya akan bercerita banyak perihal Eddy yang sampai menolak rumah di Pekanbaru dan Jakarta. Mengenang kerja-kerja kebudayaan pada dekade 1960-an tidak
MINGGU 15 JANUARI 2017
akan lengkap ceritanya tanpa kedai kopi. Bagai sebuah sanctuary, kedai kopi juga adalah ‘medan pertempuran’ gagasan. Di sini, karya-karya sastra dibicarakan, didiskusikan, kalau perlu dibantai habis-habisan. Sosok Eddy pun sekali-sekala hadir dalam persembangan di kedai kopi Sukaria. Walau bukan sebagai penulis karya sastra, tapi Eddy selalu menikmati diskusi di kedai kopi. Kebetulan pula kantor Firma Bintang, sebuah perusahaan laverensir pimpinan Eddy tidak jauh dari Sukaria. “Dia jugalah yang tukang bayar kopi kami,” kata Rida lantas tertawa. Kekompakan barangkali adalah teladan yang bisa diserap dari kearifan para pekerja budaya masa lampau. Maksudnya, saling menutupi jika yang lain sedang merasa kekurangan. Eddy kala itu sudah mapan dengan gaji tetapnya sebagai wartawan dan pemimpin dari sebuah perusahaan. Sedangkan kawan-kawan seperngopian kala itu masih begitu susah mendapatkan uang. Mawuntu adalah marga. Sudah terang sekali dengan nama belakang itu Eddy bukan orang asli Tanjungpinang. Bapak-ibunya orang Manado. Keluarga berpendidikan tinggi yang kemudian sering berpindah tugas sebagai guru di seantero Indonesia. Ketika mengemban tugas di Bengkulu, pada 14 Februari 1937 lahir seorang Eddy
Mawuntu. “Kemudian Opa pindah ke Tanjungpinang sebagai Kepala Pendidikan Masyarakat yang punya tugas untuk menuntaskan program bebas buta aksara di sini,” terang Wina Mawuntu, anak kedua Eddy, mengenang perjalanan kakeknya. Keberhasilan memberantas buta aksara di Tanjungpinang kemudian ditandai dengan pembangunan Tugu Pensil di Jalan Agus Salim yang bisa disaksikan sampai sekarang. Eddy kemudian tumbuh-besar di Tanjungpinang. Ia menikahi seorang perempuan Manado pula. Namanya Agnes Barlina Weenas. Dari pernikahan ini dikaruniai tujuh anak yang semuanya dibesarkan di Tanjungpinang. Pergaulan Eddy dengan sastrawan Tanjungpinang tidak disangkal Wina. Rida K Liamsi pun sudah dikenalnya sedari ia kecil. “Kami memanggilnya Om Leo,” ucap Wina yang kini bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil di Bintan. Iskandar Leo kala itu memang menjadi nama pena seorang Rida K Liamsi yang dibubuhkan pada setiap karyanya. “Iya dulu Om Leo sering menitipkan anaknya ke rumah kami kalau mau bekerja,” tambah Rina Mawuntu, adik
Wina sekaligus anak keempat Eddy. Kemudian cerita mengalir dari sepasang adik-beradik ini perihal kehidupan keseharian papanya. Kata Wina, tidak ada sehari yang tidak dilewati oleh Eddy tanpa aktivitas membaca. Utamanya pada pagi hari. Setelah melahap pelbagai surat kabar, buku-buku adalah peneman pagi sebelum matahari meninggi. Hobi baca ini yang kemudian membuat Eddy mengoleksi bukubuku bagus. Buku-buku yang ternyata juga menjadi tempat para kawan-kawan sastrawannya membaca. Kecintaan Eddy pada membaca pula yang pada sepenggal episode kehidupannya juga mendirikan Rumah Baca Rina. Nama ini diambil dari nama anak keempatnya. “Iya, itu nama saya. Digratiskan lho sama papa. Ada banyak komik,” kenang Rina. Dari penuturan kisah Wina-Rina tentang almarhum papanya, Eddy serasa punya cinta yang kadung tertambat di Tanjungpinang. Pekerjaannya sebagai wartawan berulangkali membuatnya sering mendapat kesempatan untuk pindah dinas ke Pekanbaru, tapi ditolaknya. Pun ketika ditawari tinggal di Jakarta, bersama keluarga dari istrinya, Eddy pun enggan. “Papa itu seperti cinta mati dengan kota Tanjungpinang ini,” ucap Wina.
FAKTA tentang kemampuan manusia dalam mengingat cukup mencengangkan. Dalam kondisi biasa, kapasitas ingatan manusia sulit diukur. Tetapi penelitian mutakhir tentang otak mendukung apa yang telah diperkirakan para ahli selama ini. Disebutkan bahwasanya otak manusia mampu berfungsi lebih dari yang dibayangkan. Otak mempunyai jutaan sel syaraf yang disebut neuron, yang dapat berinteraksi dengan sel-sel lain sepanjang cabang yang disebut dendrit. Bahkan beberapa ilmuwan memperkirakan bahwa rata-rata otak dapat menyimpan satu kuadrillun potongan (satu kuadrillun adalah angka 1 diikuti 15 nol) informasi jangka panjang! Jika komputer memiliki kapasitas memori terbatas, otak manusia nirbatas. Akankah lima belas deret nol itu sekadar bilangan tanpa pernah dimanfaatkan? Ini pertanyaan besarnya. Apakah kuota angkaangka itu juga ikut digunakan untuk menyimpan nama-nama orang yang pernah berjasa dalam konstelasi pembangunan kebudayaan Tanjungpinang? Jika hendak menguji, sebutkan nama-nama para pegiat kebudayaan dari dekade 1960-an yang ikut kasih sumbangsih selain Rida K Liamsi? Bila bibir hanya berhenti pada gumam hmmm-hmmm-hmmm, tanda terang ada yang terlewatkan (dan juga terlupakan). Mengingat adalah kata kerja. Perlu energi. Apalagi mencari ingatan atas nama-nama yang tertimpa banyak peristiwa lebih dari lima puluh tahun. Tidak seringkas mengingat nama-nama kekasih yang pernah punya kapling di hati. Mengingat nama-nama yang berjasa walau kurang mendapat sorot kamera adalah kerja yang benarbenar menguras energi. Jembia sebisa mungkin mencari ingatan tentang nama-nama itu. Dari dokumentasi ke dokumentasi. Membongkar arsip ke arsip. Sudah pasti melakukan tanya-jawab pada orang-orang yang masih menyimpan ingatan tentang itu. Hasilnya sejalan dengan energi yang dikeluarkan. Ada dua nama yang kemudian teringat. Pertama, Eddy Mawuntu. Seorang wartawan dekade 1950-an yang ikut menjadi think-thank para penyair kawakan di masanya. Seorang jurnalis yang punya integritas tinggi membangun Tanjungpinang walau darah yang mengalir di nadinya kental orang Manado. Kedua, Arijoes Syarbaini. Kata sejumlah orang di eranya, sosok perupa ini adalah orang paling mahir membuat ukiran Melayu. Arijoes pada episode kehidupannya juga mengabdikan dirinya sebagai perancang utama desain majalah kebudayaan pertama di Kepulauan Riau. Dua nama itu yang kembali coba diingat di era gegap informasi. Dua nama yang ingin dikenang lagi jasajasanya. Dua nama yang hampir luput dari ingatan kolektif para generasi milenial hari ini. Jika tanpa dua nama itu, barangkali akan sedikit lain jalan kebudayaan Melayu hari ini. Eddy dan Arijoes sekadar dua nama. Jembia meyakini masih ada banyak nama lain yang terlewat dan terlupakan. Seperti yang sudah disampaikan, bahwasanya mengingat itu perlu energi besar. Sebab itu, mari bersama-sama membantu Jembia mencatat nama-nama lain yang tersisa. Sepertinya, itulah sebaik-baiknya cara generasi milenial hari ini berterima kasih kepada mereka.***
LAYOUT: DOBBY F
10
TANJUNGPINANG POS
MINGGU 15 JANUARI 2017
Koran Nasional dari Kepri
hari puisi Hanya Merawat
SAJAK - SAJAK Anam Khoirul Anam
tugasku hanya merawat seperti pada taman, kebun, dan hutan atau lautan biar pun kelak tangan lain datang untuk mencoretnya dengan gambar atau sketsa para raja dan dayangnya aku merawat ihwal dan segala khayal lalu kau menjadikan agar ada. bahkan menghapus lalu kauganti jajaran titik hingga bergaris menuju entah tiba tiada tahu tugasnya hanya merawat dan kau mencoretnya -- pun mencabut layaknya maut -ke tiada... Rumahku 7 Januari 2017 - sore
Maka Berjalanlah apa yang kauingin dariku? jalanjalan masih basah, polisi berseliweran, entah hendak menjebak atau sekadar curiga: pencuri atau khianat? maka berjalanlah seperti matahari pada siang, bulan-bintang di saat malam. selalu riang meski awan menghadang, meski ada tanda--ramburambu, katamu--yang kelak mengingatkan antara stop ataupun melaju kencang dan, sesekali ada kabar juga kencan. kasmaran di pojok taman, ruang tamu; bahkan di bawah sengat matahari. maka tersenyumlah untuk kedatangan dan ketiadaan hadir di ruang pertemuanmu sebuah puisi selalu jadi sepucuk kembang Rumahku 8 Januari 2017
Ke Dalam Tubuh
Tak Melihatmu aku terjaga dan tak melihatmu. malam jadi kelana, sebagai kuda butuh pelana. kakikakimu berpacu, debudebu beterbangan dari tumitmu membentuk dunia baru cinta yang mesti kauburu? pada siapa kau mengadu? pada apa kau mengaduh?
aku tak mau diajak ke manamana, kata langkah seperti protes. padahal tubuh ingin melihat kota, mencecap asap knalpot, atau bermain dengan debu yang menarinari lalu tubuh meminta akal untuk membujuk kaki, agar mau diajak jalanjalan. akal berdiskusi dengan hati, namun menampik
malam jadi sendiri. pergi ke balik sunyi. teman candamu berkawan sepi kepada siapa ia hendak mengumpat? pada jalan, dingin, udara senyapkah? "terkutuklah kesunyian! berabad mencaricari hawa," gerutunya
ayolah kita jalan, tubuh mengiba, masuk ke pasar tradisional. dengar keluhan warga tentang harga pajak naik. kau akan tahu dan bisa mencatat bahwa raja saat ini tak penting!
pohonpohon bagai lambaian kertas. tiada surat, tak ada yang harus dibaca "ini sudah 2017, apakah kau mengulang luka. melata di jalan dalam malam yang membentang," balasmu
tapi aku tak mau diajak ke manamana, tekan langkah, biarkan aku diam di rumah. di luar pun jalan basah, hujan selalu saja rindu dan aku tak mau kuyup. di rumah ini, aku sudah mendengar berbagai kabar itu. bahkan, aku meramalkan raja akan turun. ia tak lagi dipuja rakyat
begitu dingin serupa angin
dan tubuh terus membujuk akal, merayu hati, menggoda kaki: "kau akan jatuh cinta pada perempuan cantik yang kita jumpai di jalan, dan akan tahu betapa bahagianya..."
2 Januari 2017
langkah masih diam 7-8 Januari 2017
Jadilah
Mari Sendiri-sendiri
masih memandangku. ingin melempar sebagai anai-anai. aku terbaring ke dalam dadamu; mendorongku ke kubang. mengepak oleh sirip. jadi ikan pada benakmu jadilah. aku jadi ikan itu. jadi penghuni di air itu. bergerak dari air satu ke sungai, muara, danau, lalu menjelma laut. aku dendam. ingin kulumat perahuperahu, kapal, kalian yang berselancar. pasangan kekasih yang bercumbu aku terlempar ke kampung saat gelombang membumbung. saat sabat kala kau ke pantai menangkapi kami. saat itu musim libur karena hari kelahiran seorang lelaki waktu orangorang berduka. nangis kalian tak datang dari airmataku. sebab aku pun sudah turut jadi jenazah 2017
baiknya berpisah, marilah sendiri-sendiri sebelum jalan ini hilang ujung -- jauh dari pangkal -- sepah di pucuk tebu. terlunta kita dirajam rindu usah bertikai. urungkan nafsu ingin memeluk seluruh tubuh. syahwat melekuk dalam takluk. -- kita datang dari halaman berbeda, tak bisa padu pada buku-tebu cinta karat. senyum dan sapa melarat; jadi gelandangan di jalan basah. kita basuh sama-sama, kering entah bila di jalan mana akan mati pula sebaiknya berpisah. sebelum jalan mengantar batas, sedang pangkal sudah samar kian tak terbaca; nafsu ingin jadi kuda. ingin ditunggamgi... 1 Januari 2017
„ REDAKTUR: FATIH MUFTIH
ISBEDY STIAWAN ZS, penyair berdomisili di Lampung. Akhir tahun lalu menjadi kurator Pertemuan Penyair Nusantara IX di Tanjungpinang. Kota, Kita, Sajak adalah buku puisi mutakhirnya.
„ LAYOUT: DOBBY F
niskala
MINGGU 15 JANUARI 2017
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
11
Rin
Oleh: Y asmine Albanna Yasmine
B
ARU saja ia mati. Kemarin kudapati dirinya di samping beringin tua. Suaranya parau memanggilmanggil sebuah nama. Seterusnya ia bergumam. Ah, tidak. Ia bicara, pada siapa? Lantang, itu yang terdengar. Suaranya menggema. Keras menyentuh dinding telinga. Apa telingaku yang sudah mulai tak bekerja? Terdengar keras, tegas dan kokoh. Sekokoh beringin tua itu. Tubuhnya semakin merapat dengan beringin tua itu. Sesenggukan sekarang ia. Diusapnya batang kokoh itu. Seolah baru berjumpa dengan teman lama. Makin lama semakin ia sesenggukan. Perlahan ia menurunkan tangannya. Mengepal kelima jarinya. Seakan ia sedang bertengkar hebat. Dengan siapa? Beringin tua itu? Oh, bukalah sedikit mata. Ia sudah tua. Senja mungkin kelak mengantar pada kematiannya. Hanya mendung yang mau berkabung. Begitu yang sudah-sudah. Ia satu yang tersisa. Teman-teman satu hidupnya telah lama menjadi jasad renik. Kukira sedang berproses menjadi minyak bumi. Tak lama lagi menjadi santapan lezat para penikmat bumi. Ah, ngomong apa aku ini?! Bumi saja telah mengeluh. Telah lama jika waktu jadi hitungannya. Ya, lama menanti tiupan kesudahan. Mataku kembali pada dia. Di pojokan sana. Tampak seperti meratap. Tapi bibirnya menyunggingkan senyum. Senyum? Mataku terbelalak. Mana mungkin ada senyum dengan dua mata basah? Tapi, itu memang senyum. Begitu orang kebanyakan menyebutnya. Garis bibir yang melebar dengan mata menyingkap kerut tipis. Perempuan bercadarpun akan tampak jelas raut senyumnya. Mata! Disana kuncinya. Terlebih mataku adalah keutamaan. Satu-satunya nikmat Tuhan yang tak pernah aku dustakan. Di saat pendengaran, penciuman, dan rekan sejawatnya perlahan menjauhiku. Mata, tetap teguh memperlihatkan dunia dan isinya. Karena itu aku tak mungkin salah. Ia menyemburkan duka dan suka sekaligus. Seperti beliung yang menyatukan putik dan serbuk sari. “Katakan pada Tuhan. Katakan pada Tuhan.” Suaranya kembali kudengar. Ada apa dengan Tuhan? Sudah tak ingatkah ia? Hanya seonggok tanah liat yang dimuliakan Tuhan? Pada dirinya yang satu dijadikannya diri yang banyak? Sekalian ia lupa dari mana ia keluar? Sekarang ia menghinakan Tuhan? Cih! Ingin saja kusumpal ia dengan kematian yang panjang. Agar ia lebih tahu arti kehidupan. Lagaknya berjalan angkuh di muka bumi. seperti ia kekal. Lebih parah. Ia sekarang berlaku seperti Tuhan. Tidak. Tidak. Ia menjadikan dirinya Tuhan. Mengetahui yang di awal dan yang akhir? Hahaha. Tawaku meledak. Mungkin telinganya jauh lebih para dariku. Buktinya tak sedetikpun ia bergidik dengan ledak tawaku. Bahkan alam memantulkannya. Menggema segala penjuru sudut. Mengisi rongga kosong tak kedap suara. Mampukah ia memasukkan siang ke dalam malam, dan memasukkan malam ke dalam siang. Pada penengah ia jadikan bumi tepat berpijak. Berjejak. Padahal bumi sendiri tak ada pijakan. Bumi menggantung pada arsy-Nya. Kupalingkan muka. Ia telah menyumpat. Pada Tuhan! “Kau tertawa? Puas!” Kali ini bulu kudukkku berdiri. Semua! Apa ia mendengarku? Hahaha. Hanya untai tawa. Meretas keterjagaanku. Kau bisa bayangkan. Tawanya lebih pahit dari apapun yang pahit di bumi. Mengkudu? Mahkota dewa? Sebut saja. Semua tak dapat berbanding. Hanya kepahitan kopi pagi setidaknya dapat disanding. Hahaha... hahaha.... Kedua tanganku mengatup rapat telinga. Sementara tubuhku masih menggigil. Tawanya masih saja gemerlap. Mengaburkan bintang gemintang malam ini. Awan hitam tergopoh-gopoh. Menghampiri langit yang masih terkantuk-kantuk. Hitam menyelimuti malam. Menutup mata manusia. Menyembunyikan ia dan tawanya. Melawan Tuhan. Makhluk durhaka itu! Kemana ia akan memohon ampun, jika Tuhan menutup pintu langit ketujuh. Di setiap lapisnya di jaga makhluk patuh nun tunduk pada-Nya. Hanya pada-Nya. Makhluk suci yang kesuciannya tak terbantah. Kemana? Apa ia sudah membuat pintu kemana saja? Atau ia sudah lupa dimana ia meletak kunci? Beringin tua itu terbatuk-batuk. Dijatuhkannya sebuah daun kering. Jatuh. Membelai rambutnya yang panjang. Berakhir di telapak tangannya yang menengadah. Kulihat matanya menyorot tajam. Jauh menatap ke atas. Apa yang ia pikirkan? “Ini? Ini jawaban-Mu? Atas doa dan semua bujuk pintaku?” Aku diam. Tak ada yang dapat melukiskan bahasa tubuhku kali ini. Jika merinding saja tak cukup. Marah? Tidak. Benci? Tidak. Sedih? Tidak. Kecewa? Mungkin. Menangis? Ya, kali ini tanpa ditemani air mata. “Daun kering? Ini jawaban-Mu. Tuhan, sejak jauh subuh memanggil aku di pintu sujud. menengadah tanganku dua-dua. Bersimpuh aku menelan semua harap. Harapan yang hanya menggaris duka? Buat apa ada doa? Jika hanya sekedar pinta tak berbalas? Telah kubaca setiap helai surat cintaMu. Tak cukup? Jauh malam keningku telah tersungkur. Pada harapan yang luas. Karena pagi selalu memberi janji. Sedangkan sore membuat jantungku lebih berdebar. Dan malam mematahkan segala pesan. Masih Kau menyalahkanku?” Aku menggigit bibir bawahku. Ini sudah dilampau batas. Lebih baik beringin tua itu tak pernah berkenalan dengannya. Kasihan. Ia menjadi saksi bagi Tuhan. Sementara malaikat kirinya sibuk mencatat. Kelelahan yang sangat kutemui dari garis tua beringin itu. Tubuhnya yang gagah dulu. Di beberapa sudut telah terkelupas. Rusak dimakan rayap. Usia. Selalu memakan waktu. Ataukah waktu yang tak bernafas memberi jeda. Ingatanku berputar. Merekam jejak masa lampau. Film hitam putih berkubang di kedua mataku yang rapat. Terkatup. REDAKTUR: FATIH
Ada tiga sosok disana. Ah, tidak. Lima. Seorang ibu muda dengan perut membuncit. Seorang anak kecil dengan sepeda dorong. Bapak muda. Ya, bapak muda yang menggendong bayi laki-lakinya. Itu disamping anak kecil itu, beringin. Beringin muda. Tampak gagah dengan rambut-rambutnya yang menjuntai lebat menyapu bumi. sesekali dikibasnya rambut-rambut itu. Membuat usil pada anak kecil bersepeda itu. Daunnya hijau lebat menutup hampir seluruh tubuhnya. Tatap matanya tak diayal. Cerdas menantang langit. Anak kecil itu menjauh. Mengayuh sepedanya susah payah. Ibu muda itu tampak memberi ruang sejenak. Bagi si kecilnya membiasakan diri dengan alam. Sementara bapak muda itu tampak bersemangat. “Kayuh, Nak. Cepat kayuh! Kau bisa.” Serunya pada anak kecil itu. Tampaknya ia bersemangat sekali. Tapi. “Nah, sekarang daki terjalnya beringin ini! Lihat itu!” Telunjuknya menunjuk satu arah. Di balik rimbunnya dedaunan beringin muda. Telunjuknya diikuti garis mata anak kecil itu. Si kecil di gendongan bapaknya tampak menyemangati kakaknya. Ia berujar yang tak dipahami anak kecil itu. Aku paham. Mengerti. Juga beringin muda yang tersenyum nakal ke arah si kecil. Anak kecil itu meninggalkan sepedanya. Pandanganku tak luput dari dirinya yang tengah berusaha menaiki tubuh beringin muda. Oh, aku sampai lupa. Ada satu lagi di antara kami. Beringin itu menggenggam erat beringin lain di sampingnya. Ya, mereka sama-sama muda. Mereka samasama tumbuh di sana. Aku melihat dua ekor camar asing melemparkan sesuatu dari paruhnya. Sepertinya itu terlepas. Dari salah satu dua camar itu. Keduanya tumbuh. Di halaman luas. Rumah kayu tampak tak jauh dari kedua beringin itu tumbuh. Sepasang suami istri pemilik rumah itu rajin menyirami. Kutaksir mereka adalah kakek buyut turunan anak kecil yang kini tengah menaiki beringin muda. Kedua beringin itu kini menjadi sepasang kekasih. Mereka saling bersidekap erat. Terkadang sesekali kulihat mereka saling melempar pandang. Pada rumah yang kini telah banyak berubah. Tembok kayu menjadi penghalang sebagian pandangan. Rumah itu terkesan angkuh. Menatap dua beringin muda. Tak seperti dulu. “Sudah, Nak. Sudah. Ayah. Rin tak pantas diajar seperti itu. Dia anak perempuan.” Kata-kata ibu muda itu membuyarkan pandanganku. Gambar-gambar di benakku seketika mengabur. Blur. Perempuan? Aku terperanjat. Suaraku tercekat di kerongkongan. Aku lupa. Hampir melupakannya. Dia adalah perempuan. Ya, perempuan. Begitu Tuhan menganugerahi suamiistri itu dengan anak pertamanya. Selama ini ia menemui beringin tua itu dengan pakaian yang sangat kontras. Rambutnya cepak. Aku hampir tak mengenalinya. Andai ia tak menyebutkan nama kecilnya. Mungkin kami telah mengusirnya dulu. Pertemuan pertama setelah lama ia menghilang begitu mengharukan. Aku dengar. Jelas sekali kedengaran di telingaku. Beringin tua itu menangis. Dipeluknya beringin tua itu. Dia. Anak kecil dengan sepeda dorong. Tumbuh menjadi gadis muda. Bukan. Ia pemuda. Pemuda yang kehilangan dirinya. Sejak kejadian itu. “Nak, sudah, Nak. Ayah.” Mata ibu muda itu tampak memberi isyarat. Namun, itu tak mengubris bapak muda. Ia terus menyemangati anak kecil itu terus memanjat lebih tinggi. Menggapai apa yang ditunjukkan. Sebuah kado dengan bungkus merah jambu. Rin. Anak kecil itu. Mengenali warna itu sejak perkenalan pertamanya dengan warna. “P-p-mm-mp-pink,” ujarnya terbata. Kedua orang tuanya bangga. Kecuali kakeknya. “Dia akan menjadi garis keturunan suaminya. Tak ada garis kita di sana,” ucapnya acuh. “Ayah,” sang istri yang sudah sama tuanya menegur halus. “Dia juga cucu ayah. Anakku dan Santi. Darah kami menyatu didalamnya. Persetan dengan garis keturunan. Toh, anaknya kelak juga cucuku. Cicit, Ayah!” “Coba saja kau lihat nanti. Jelas mana keturunanku! Santi semoga yang kedua itu keturunanku! Kalau tidak,” lelaki tua itu menghentikan kata-katanya. “Apa? Ayah akan mengusir aku dan Santi? Kami tak berharap dengan warisan, Yah.” “Sudahlah, Pak. Santi sudah hamil tua, nanti kalau kontraksi dini. Itu bahaya.” “Persis. Kelahiran kedua itu kuharapkan. Tak seperti dia. Dia bukan garisku!” Lelaki tua itu memalingkan mukanya tepat saat Rin kecil menunjukkan boneka pink. “Pink, O-p-a,” ujarnya ditelan angin. Ibu muda itu meraih putri kecilnya. Dibawanya masuk kekamar. Tangisnya tumpah. Apa salahnya dengan perempuan? Begitu dinginnya ayah mertuanya dengan perempuan. Ibu muda itu sadar, suaminya adalah garis keturunan keluarganya satu-satunya. Dia laki-laki. Selang berapa hari, benar saja. Santi, ibu muda itu. Melahirkan anak keduanya. Laki-laki. Ayah
mertuanya begitu memujanya. Ia begitu memanjakan cucu keduanya. Tak berlebihan namanya pun diberikan pada garis keturunannya itu. Berbeda kala Rin lahir dulu. “Selamat. Bapak, Ibu. Bayinya perempuan.” Wajahnya tak dapat menyembunyikan kemarahannya. Merah padam. Tak sedikitpun ia berucap syukur. Apalagi menyentuh bayi malang itu. “Siapa namanya?” istri lelaki tua itu menanyakan. “Singkat saja. Tak usah pakai nama besarku. Nama besar keluarga keturunanku.” Ibu muda yang tergelak tak berdaya itu tampak begitu gusar. Raut kesedihan membayangi putri pertamanya. Hal yang tak dapat dielak. Takdir. Begitu Tuhan menuliskan. “Rin,” bapak muda itu berujar mantap. “Ya, cukuplah itu. Tak usah panjang-panjang. Hanya menyusahkan orang tua, dan suaminya kelak.” Vonis lelaki tua itu tanpa ampun. *** “Rin. Ikut ayah mancing ikan?” Gadis kecil itu mengacungkan jempolnya. Matanya nakal. Di sampingnya, ibu muda tengah sigap menyuapi putranya. Sejak bayi lagi. Rin. Sepengelihatanku, ia diperlakukan layaknya anak laki-laki. Pergi memancing, bela diri, panjat tebing, nah soal panjat memanjat. Beringin muda itulah sasarannya. Kalau sedang berduka kerap ia memanjat setingtingginya. Berdiam di satu ranting kokoh. Bersembunyi di kerimbunan dedaunan. Tak ada yang mendengar tangisnya. Aku dan beringin muda tadilah saksinya. Dengan iba beringin di sampingnya menjulurkan tangannya. Walau tak terlihat. Tapi, Rin mampu merasakannya. *** “Terus, Nak. Terus. Naik ke atas sana. Yang tinggi, semakin tinggi.” “Jangan, Rin. Turun, sayang. Sudah senja. Sebentar lagi malam.” “Santi, bawa anak-anakmu masuk. Pamali senja begini di luar.” Teriakan perempuan tua dari dalam rumah mematahkan semangat bapak muda. “Rin, turun.” perintah bapak muda. Namun, yang dipanggil tak menyahut. Setetes air jatuh menimpa wajah bapak muda. Diusapnya. Betapa terkejut ia. Tetesan itu bukanlah air. Melainkan darah. Dipanggilnya anaknya sekuatkuatnya. Mengetahui gelagat suaminya, Santi spontan berteriak histeris. Memanggil ibu mertua yang lantas berlari kearahnya. “Rinnnnnnnnnnn, turun, Nak.” “Gag bisa, nek. Susah. Kakiku sakit,” ujarnya mengiba. Ternyata darah itu berasal dari luka kakinya. Kaki Rin terkena ranting beringin yang tajam. Darah terus mengalir deras. Santi yang saat itu tengah hamil besar terus memegangi perutnya. Di bopong ibu mertuanya, ia enggan masuk ke rumah. Ayahnya terus memanggil Rin, sembari menggendong si kecil. Tak satupun daun jatuh tanpa sepengetahuan Tuhan. Rin terpeleset. Menimpa ibunya yang terus memegangi perutnya yang buncit. Darah. Dimanamana darah. Santi, sang ibu muda mengalami pendarahan hebat. Sekejap ambulans melarikan keluarga kecil tadi. Keheningan menyergap malam. Kudapati beringin muda itu bersedih. Kekasihnya, mencoba menegarkan. Malam itu menjadi malam paling menakutkan sepanjang hidupku. Aku terus memunajatkan permohonan pada Tuhan. Semoga ibu muda dan bayinya selamat. Begitu juga dengan Rin. Aku tak dapat tidur semalaman. Terus memikirkan nasib keluarga Rin. Garis keturunan kakek yang congkak itu. Pagi memangil malam. Menyembunyikan kedukaan adalah hal yang sulit. Bukan hanya bagiku, beringin muda dan semua orang kampung. Berita semalam telah tersebar ke warung-warung kopi, ke tengah rumpian para ibu, para gadis, para bapak, tua, muda, tak mengenal jenis kelamin. Semua berbisik terang-terangan. Matahari pun tak dapat menyembunyikan luka. Terang saja. Jika luka dapat bersembunyi, maka petir akan memecah gemuruh awan hitam. Mega akan berkabut perlahan merangkak. Membuat kumpulan kumulunimbus. Guruh dan guntur saling mendayung perang. Sementara malaikat langit, mengibas-ngibaskan cambuk apinya pada iblis yang mencuri dengar berita dari langit. Begitu mencekam. Semua penduduk kampung termasuk aku hanya dapat menduga-duga. Itulah sebabnya Tuhan menyuruh manusia menyingkirkan prasangka. “Ini pertanda buruk,” ujar seseorang dibalik warung. “Maksudnya?” tanya seorang di sebelahnya. “Dengar gak itu bunyi gagak?” “Udah ah, aku pulang dulu. Kayaknya mau ada badai.” “Hussh, hujan lebat. Bukan badai,” si pemilik warung menegaskan. Sampailah dua ambulans di rumah tempat beringin sepasang berduka. Duka mereka menjadi nyata. Jelas sudah bukan berita burung. Santi, ibu
muda itu meninggalkan tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Rin, si kecil yang masih dalam gendongan sang ayah, dan yang baru saja menyapa dunia. Santi dimakamkan tepat disamping makam lelaki tua, ayah mertuanya, yang meninggal tepat sehari setelah kelahiran putra pertamanya. Rin. Aku baru teringat pada Rin. Berita kematian Santi telah memalingkanku dari Rin. Di mana Rin? Bukankah ia juga terluka? Aku baru sadar, itu dia Rin. Gadis kecil berambut cepak dengan dua tongkat. Kaki Rin patah. Ia cacat seumur hidupnya. Seumur hidup. Ia memikul dosa yang bukan kesalahannya. Semua sudah terlanjur menghakiminya. Rin, gadis kecil itu dianggap kutukan oleh orang sekampung. Bapak muda yang terpukul memboyong sisa keluarganya ke kota lain. Rumah tua itu ditinggal begitu saja. Tidak dijual pun tidak disewakan. Hanya dibiarkan. Tak berpenghuni. Rumor warga kampung santer terdengar. Rumah itu mengeluarkan aura negatif. Kesan mistis kerap menyinggapi rumah dan seisinya. Yang paling konyol, keluarga tersebut mati karena bersekutu dengan iblis. Ibu muda yang mati setelah melahirkan, lelaki tua yang mati setelah kelahiran cucu keduanya. Semua di kait-kaitkan. Tersebar dari mulut ke mulut. Menjadi legenda. Mitos yang belum jelas benarnya. Semenjak itu, semua warga sekampung menjauhi rumah itu. Tak ada yang berani masuk. Menoleh pun tidak. Satu beringin tumbang ditimpa puting beliung. Yang satu tumbuh hingga ia menua. Itulah yang kupanggil, Beringin Tua. Tak ada lagi kecerian di sini. Hanya sesekali pelatuk dan kawanan merpati singgah didahan Beringin Tua. Beringin Tua pun sama nasibnya. Ia dikatakan merupakan pohon kutukan. Tempat keluarga Rin menyembah berhala. *** “Tuhan tidak tidur kan? Tidak kan?!” ia membentak. Siapa yang dimarahinya? Pada siapa ia membentak? Aku mengerutkan dahi. “Dulu, Tuhan mengambil ibu. Sekarang semua keluargaku mengasingkanku. Ayah, nenek, dik Rio, dik Can. Semua meninggalkanku di panti asuhan. Mereka hidup seolah tak ada aku. Apa salahku? Karena aku perempuan? Pemutus garis keturunan. Dan, a-a-ku...” Rin menangis. Di lemparnya kasar kedua tongkat penyangga kakinya. Aku diam. Miris. Tak ada yang banyak aku perbuat. Rin telah dewasa. Ia tumbuh menjadi gadis cantik. Rambutnya dibiarkan tergerai. Hitam panjang bak rambut putri. Ia memang seorang putri. Putri yang dikutuki oleh takdir. Ditinggalkan keluarga. Diasingkan. Tak ada yang peduli kehadirannya. Hanya aku dan ya, hanya aku. Beringin tua pun lelah menanggapinya. Rin diam. Kali ini ia diam. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir tipisnya. Dengan susah payah ia kembali menaiki beringin tua. Seolah ingin mengulang masa kecilnya. Aduh, aku meringis. Bukankah kakinya sudah lama tak berfungsi. Bagaimana ia bisa naik ke atas? Susah payah ia memanjat. Aku mengamatinya. Tak sedetik pun aku berpaling. Ia telah mencapai puncak. Diraihnya apa yang dulu dijanjikan ayahnya. Sebuah kado terbungkus merah jambu. Masih menggantung di sana. Hampir di puncak Beringin Tua. Rin membuka bingkisan indah itu. Tali? Apa yang diharapkan bapak muda itu dengan tali? Aku lama berpikir. Mengerutkan dahi sampai memukul otakku. Aduh, apa maksudnya ini? Aku hampir mengeluh. Ah, aku kehilangan Rin. Terlalu memikirkan tentang tali. Sampai aku lupa memperhatikannya. Dia? Di mana Rin? Aku mencari ke segala arah. Seorang gadis manis begelayut di dahan puncak beringin tua. Tali itu. Sepertinya gadis itu memiliki kesimpulan sendiri. Tentang tali. Tentang nasib. Tentang takdir. Dan, tentang Tuhan. Aku menutup mataku sejenak. Gadis itu Rin. Gadis malang. Menggantung diri di pohon beringin. Warga menemukannya dan memakamkannya. Sekarang ia tinggal tak lagi jauh. Ia begitu dekat dengan keluarganya. Dengan kakek yang tak mempedulikannya. Di samping ibu yang menyayanginya. Dan di antara aku dan beringin tua.
Yasmine Albanna Albanna, lahir di Tembilahan 28 Oktober 27 tahun silam. Lulusan Stisipol Raja Haji 2011. Kini mengabdi sebagai Sekretaris di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau.
LAYOUT: DOBBY F
12
MINGGU 15 JANUARI 2017
JEMALA KOLOM ABDUL MALIK
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
Dari Aruk Hingga ke Amuk
perada
M
ANUSIA, sama ada perorangan ataupun kelompok, dapat menyukai sesuatu atau sebaliknya. Ketika melihat seseorang—entah perempuan entah laki-laki—yang berpakaian menutup aurat, misalnya, seorang muslim atau muslimah yang taat akan berasa senang dan bahagia. Sebaliknya pula, tiba tersempuk (tak sengaja berjumpa) dengan orang yang berpakaian membuka aurat, dia akan bereaksi negatif, dari benci bahkan sampai malu dan berusaha menghindar atau sekurang-kurangnya tak memperhatikannya. Dia akan lebih bersedih hati kalau orang yang berpakaian terdedah aurat itu ternyata seiman dengannya. Namun, jika orang itu tak seiman dengannya, dia pun paham bahwa mungkin ketentuan aurat dan penjagaannya menurut keyakinan orang sempukannya itu berbeda dengan ajaran agamanya. Reaksi manusia terhadap sesuatu (benda, keadaan, gejala, dan sebagainya) memang berbeda-beda, tergantung pada keyakinan yang mendasarinya. Dengan demikian, sangat wajar semua bangsa Indonesia marah besar terhadap tentara Australia yang menghina Pancasila. Karena apa? Pancasila adalah dasar negara kita sekaligus pandangan hidup bangsa yang besar dan jaya ini. Ianya digali dari nilai-nilai terala dan luhur dari jatidiri bangsa Indonesia sejak zaman-berzaman. Sama pulalah halnya umat Islam sejagat sangat tersinggung dan marah besar kepada sesiapa pun—untuk kepentingan apa pun, di mana pun, bila-bila masa pun, betapa tinggi pangkat dan kedudukannya pun, sehebat apa pengaruhnya di jagat raya ini pun, serta sekebal dan setebal apa dia terhadap hukum-dunia ini pun—ketika dia ternyata menodai dan menghina keyakinan yang dijunjung tinggi oleh umat Islam karena berasaskan petunjuk Allah. Begitu pulalah halnya dengan umat agama yang lain, tak orang tak kitalah pula. Barang apa yang kita lakukan begitu telah bersinggungan dengan orang lain, ianya pasti menimbulkan reaksi, positif atau negatif. Ilustrasi di atas mengacu kepada gejala sikap. Sikap merupakan maujud yang abstrak. Artinya, sikap tak dapat diamati secara langsung sebagaimana kita melihat keindahan alam, elang terbang di kala petang, awan berarak hujan pun tak jadi, murai berkicau alamat tak baik, dan sebagainya. Sama halnya dengan pikiran, perasaan, dan minat—misalnya—sikap hanya dapat diamati melalui perantaraan perilaku atau perangai. Dalam ilustrasi di atas, si fulan berupaya menghindar ketika tersempuk dengan seseorang yang terbuka auratnya dengan pelbagai resa dan rasa ikutannya. Itulah gejala sikap tak suka yang diperlihatkannya. Keberadaan sikap ditunjukkan oleh rasa suka atau tak suka, senang atau tak senang seseorang atau kelompok masyarakat pada objek tertentu. Menurut Berkowitz (1972), sikap seseorang (juga sesuatu puak, kaum, masyarakat, atau bangsa) terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) atau perasaan tak mendukung (unfavorable) suatu objek. Salah satu unsur pembentuk sikap adalah budaya. Sikap seseorang atau masyarakat yang bersumberkan nilai budayanya disebut sikap budaya. Ilustrasi di atas merupakan sikap si fulan yang dibentuk oleh keyakinan agamanya, yang kemudian bersebati pula dengan budayanya. Dalam hal ini, nilai-nilai budaya itu diadopsi dari ajaran agama, yakni Islam, yang melarang pemeluknya membuka aurat, tak kira perempuan ataupun laki-laki. “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman. Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat,” (Q.S. AnNuur:30). “Katakanlah kepada perempuan yang beriman. Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan, hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tak REDAKTUR: RAMON DAMORA
mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau kanak-kanak yang belum paham tentang aurat perempuan. Dan, janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung,” (Q.S. An-Nuur:31). Jelaslah sudah petunjuk dan pedoman kewajiban berkenaan dengan aurat itu bagi orang-orang yang beriman. Kesemuanya itu bersumber langsung dari firman Allah yang telah sangat terang-benderang sehingga tak perlu diperpanjangkan lagi kalamnya. Sesiapa pun yang melanggarnya tentulah akan terjejas pula keimanannya. Oleh sebab itu, amat patut dan sahihlah pedoman dari Allah Yang Mahasuci itu menjadi dasar dari sikap setiap muslim dan muslimah tentang aurat dan penjagaannya. Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam kenormalan dan merupakan respon atau reaksi terhadap rangsangan lingkungan sosial. Pembentukan sikap sering tak disadari oleh orang atau masyarakat yang bersangkutan karena ianya terbentuk di alam bawah sadar. Akan tetapi, sikap bersifat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan perubahan yang disebabkan oleh interaksi seseorang atau masyarakat dengan lingkungan sekitarnya. Kondisi lingkungan pada suatu saat dan di suatu tempat tak disangsikan lagi pengaruhnya terhadap pernyataan sikap. Kecuali tentunya, sikap yang didasari oleh ajaran Tuhan yang tak boleh diubah-suai karena hukum Allah itu berlaku mutlak, tetap, lagi pasti adanya. Diakui atau tidak, bagi sesiapa pun, berinteraksi dan berbaur dengan orang Melayu menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan dan selesa. Itulah sebabnya, di kawasan Melayu, di mana pun di dunia ini, orang-orang pelbagai ras, suku, dan agama berdatangan untuk mengubah nasib dan mengadu untung, terutama mereka yang di tempat asalnya kurang beruntung atau tak dapat mengembangkan potensi diri secara optimal. Bahkan, dalam
“
jika dihadapkan dengan tekanan, reaksi yang ditunjukkan orang Melayu sangat perlahan. Bukan berarti mereka tak bereaksi sama sekali.
banyak kasus mereka yang datang dari pelbagai penjuru kawasan dan belahan dunia pada suatu saat jumlahnya lebih banyak dibandingkan orang Melayu itu sendiri di kawasan Melayu. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Riau, Kota Medan (Sumatera Utara), dan Kota Jakarta merupakan contoh yang paling representatif untuk menjelaskan gejala itu. Dalam konteks negara, Singapura juga Malaysia menjadi contoh yang paling tepat pula. Mengapakah terjadi demikian? Jawabnya, orang Melayu bersikap terbuka bagi sesiapa saja. Tak pernah terjadi tantangan atau hambatan dari orang Melayu terhadap sesiapa pun yang datang ke kawasan mereka. Lingkungan hidup orang Melayu yang memang strategis dan terbuka dari
segala penjuru membentuk sikap terbuka pada diri mereka. Di samping itu, keyakinan orang Melayu bahwa semua makhluk berhak memperoleh kehidupan yang layak dan baik di bumi Allah, menjadikan mereka menumbuhkan dan mengembangkan sikap bertimbang rasa (empati) terhadap sesama. Oleh sebab itu, timbullah pikiran bahwa orang tak akan berhijrah jauh-jauh dari tanah kelahirannya jika telah menemukan kehidupan yang ideal di tempat asalnya. Dengan demikian, perjuangan manusia untuk memperoleh kehidupan yang layak dengan cara yang baik tak boleh dihambat, malah harus didukung sepenuhnya. Dalam interaksi sosial, termasuk bersama saudara barunya, orang Melayu menyenangi suasana yang harmonis. Mereka akan sangat malu jika untuk mengais rezeki di bumi Allah ini, misalnya, harus dilakukan dengan caracara kekerasan terhadap orang lain. “Setiap orang memerlukan lampu agar mendapatkan terang, tetapi janganlah mematikan lampu orang lain untuk menghidupkan lampu kita sendiri.” Itu adalah keyakinan orang Melayu tentang harmoni hidup bersama di dalam masyarakat. Itulah sebabnya, orang Melayu sangat mencela praktikpraktik kekerasan dan persaingan tak sehat. Jika berhadapan dengan gejala yang tak harmonis itu, biasanya mereka memilih untuk tak terbabit atau tak melibatkan diri. Walaupun begitu, mereka akan bertindak reaktif jika ternyata ketakelokan perangai telah bersimaharaja lela di kawasan mereka. Dengan demikian, ada perilaku yang boleh ditimbangrasakan, boleh ditoleransikan, tetapi kalau sudah melampaui batas kepatutan tak boleh pula dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah HindiaBelanda pada masa lalu, sebagai contoh, pernah merasakan betapa sulitnya meredam reaksi orang Melayu jika mereka telah tersinggung. Untuk menjaga harmoni di lingkungan hidup mereka, orang Melayu sangat terbiasa menaati peraturan sosial dan ketentuan hukum. Hal itu dimungkinkan karena sejak lama mereka berada dalam sistem pemerintahan
kerajaan yang membesarkan tamadunnya dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Konsistensi dalam penerapan peraturan hukum itulah yang menyebabkan kerajaankerajaan Melayu pada masa lalu mencapai kejayaannya dan lama baru dapat dikuasai oleh penceroboh asing. Kerajaan Riau-Lingga, misalnya, baru betul-betul tersandera oleh Belanda pada 1913. Itu pun karena penceroboh itu berasa sangat terancam oleh penentangan yang dilakukan oleh Sultan Abdul Rahman Muazamsyah. Cara yang ditempuh Belanda pun tergolong tak lazim yaitu ketika sultan tak berada di tempatnya. Kerajaankerajaan di Semenanjung Malaysia memang akhirnya dikuasai oleh Inggris, tetapi daulat raja-raja tetap dihormati oleh pendatang itu sehingga kerajaan atau raja-rajanya tetap berkuasa untuk mengatur kehidupan masyarakat. Pasalnya, peraturan yang dibuat kerajaan sangat efektif untuk mengatur perilaku dan peri kehidupan masyarakat dan diterapkan secara konsisten dan konsekuen. Lagi pula, orang Melayu hanya percaya kepada daulat yang disandangkan kepada raja mereka atau pemimpin dari kalangan sendiri. Mereka tak sudi bertuankan penceroboh yang merusak sendi-sendi harmoni manusia. Bertahan pada sikap yang diperikan di atas dianggap dilema oleh sebagian orang. Tak kurang dari mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad, menganggap fenomena itu merupakan “dilema Melayu”. Sebetulnya, orang Melayu memantangkan diri untuk memasuki arena persaingan yang tak fair, tak sesuai dengan peraturan yang baku. Oleh sebab itu, tak heranlah orang Melayu akan tertinggal jika dihadapkan dengan persaingan yang mereka sebut sebagai perilaku “tak tentu arah dan hala” karena itu tak halal. Sebaliknya, orang Melayu akan menunjukkan semangat yang bernyalanyala jika diberi laluan di jalan yang benar, yang sesuai dengan peraturan hukum. Tak heranlah, dalam banyak kasus, anak-anak orang Melayu sering kalah dalam memperebutkan lapangan pekerjaan saja, misalnya, dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain jika untuk mendapatkannya harus ditempuh cara-cara yang di luar dari alur dan patutnya, bahkan di kawasan atau di daerah mereka sendiri. Ironis memang, tetapi mempertahankan marwah merupakan sikap yang mereka anggap tak dapat ditawar-tawar. Biasanya, jika dihadapkan dengan tekanan, reaksi yang ditunjukkan oleh orang Melayu sangat perlahan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti mereka tak bereaksi sama sekali. Reaksi itu akan meningkat tahap demi tahap dari yang biasa disebut marah, merajuk, aruk, sampailah pada titik yang paling tinggi dan paling dahsyat, yaitu amuk. Dalam sejarah tamadun Melayu, aruk dan amuk pernah dilakukan oleh orang Melayu karena diperlakukan secara tak adil. Aruk dilakukan oleh Hang Jebat sehingga beliau berhasil mempermalukan penguasa (Sultan Melaka) di hadapan rakyatnya sendiri. Memang itu saja matlamatnya walaupun sebetulnya beliau boleh melakukan ritual “menuntut bela” dalam tensi yang lebih tinggi lagi. Tujuannya memang sekadar agar penguasa berintrospeksi diri untuk menjadi pemimpin yang adil sehingga memperoleh hidayat dan inayat Allah. Bukankah itu telah menjadi sumpah pemimpin Melayu? Tensi tertinggi menuju amuk ditunjukkan oleh Megat Seri Rama atau Laksemana Bentan terhadap Sultan Mahmud Syah II (Sultan Johor-Riau) pada 1699 karena perilaku penguasa itu dianggap telah melampaui batas rasa yang boleh dipertimbangkan. Sultan Mahmud II harus mangkat oleh bisanya keris Megat Seri Rama. Pemerintah HindiaBelanda pun pernah merasakan dahsyatnya amuk Raja Haji Fisabilillah dan Sultan Mahmud Riayat Syah walaupun tokoh yang disebutkan terakhir itu melakukannya dengan strategi yang berbeda, tetapi sangat elegan. Memang, keserasian, keselarasan, dan harmaonilah yang diidealkan oleh orang Melayu dalam hidup berdampingan dengan sesiapa saja, di mana saja. Cita-cita tertinggi dalam kehidupan sosial itu baru dapat dicapai jika nilainilai keadilan dapat dilaksanakan secara palar (konsisten), baik oleh sesama anggota masyarakat dari mana pun asalnya maupun oleh penguasa yang di tangannya fluktuasi nilai-nilai kehidupan dipertaruhkan. Ketika dihadapkan dengan dilema, orang Melayu akan memilih: tetap mempertahankan nilai-nilai bertimbang rasa atau, justeru, membuat perhitungan dengan “ritual amuk” terhadap sumber yang mati rasa. Lebih atau kurang, itulah sikap bangsa Melayu.*** LAYOUT: DOBBY F
perada
MINGGU 15 JANUARI 2017
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
13
Nikahus Shiasah; Menikahi Aku karena Tahtamu Oleh:
RENDRA SETYADIHARJA Sastrawan dan Dosen Stisipol Raja Haji Tanjungpinang
B
ERBICARA masalah nikah, pasti anggapan kita adalah sempurnanya jalan sebuah cinta. Dimana rasa suka, rasa cinta, rasa sayang antara dua insan manusia menjadi sah dalam sebuah ikatan cinta yang niatlah adalah membangun mahligai rumah tangga bahagia bersama suami atau istri tercinta, sampai ke anak cucu. Dengan pernikahan maka cinta yang diciptakan dari hati yang paling dalam menjadi sempurna dan bertahta pada tempatnya. Namun apa jadinya jika cinta justru menjadi alat kekuasaan, alat politik untuk menjadi lebih berkuasa, untuk menjadi lebih berpengaruh, untuk memperbesar daerah taklukan atau jajahan? Di alam kerajaan Melayu, kita mengenal sebuah istilah yang disebut dengan Nikahus Shiasah atau Pernikahan Politik. Pernikahan seperti ini, adalah sebuah pernikahan yang dilakukan dalam rangka memperluas jaringan kekuasaan, memperbesar pengaruh, memperluas daerah taklukan pada sebuah kekuasaan atau lebih mengukuhkan kekuasaan menjadi lebih kuat. Pernikahan dengan tujuan politik dan kekuasaannya lebih besar dibanding rasa cinta yang mendalam diantara dua insan manusia yang menikah tersebut, meski mungkin ada unsur percintaan, namun lebih didahului oleh azam untuk kekuasaan dan politik. Nikahus Shiasah atau Pernikahan Politik telah dikenal lampau, sejak zaman kepemimpinan Sri Tri Buana di Bukit Siguntang ketika bertemu dengan Demang Lebar Daun, maka Sri Tri Buana tertarik dengan anak Demang Lebar Daun, yang menurut Sulalatus Salatin bernama Uwan Sundari (Versi Muhammad Haji Saleh, 2009) atau bernama Raden Ratna Cendera Puteri (Sulalatus Salatin versi Siak, 2015). Hal ini telah digambarkan dengan jelas dalam kedua kitab Sejarah Melayu tersebut dengan narasi sebagai berikut. Maka Titah baginda “Adalah yang di dalam hatiku ini, hamba mendengar khabar, paman ada menaruh anak perempuan, terlalu sangat baik parasnya, itulah yang hamba kehendakkan, jika akan ada tulus ikhlas hati paman kepada hamba ini”. Maka sembah Demang Lebar Daun, “Benarlah seperti sembah orang itu, dan jikalau tuanku berkehendak akan anak patik itu, patik persembahkanlah ke bawah duli.” (Sulalatus Salatin Versi Siak yang diselenggarakan oleh Muhammad Yusoff Hashim, 2015). Narasi di atas, merupakan suatu penyataan bahwa Demang Lebar Daun menerima lamaran Sri Tri Buana yang jatuh cintanya pada Puteri Raden Ratna Cendera Puteri/Uwan Sundari. Namun penerimaan lamaran ini bukan tanpa didasari pertimbangan politik. Ada beberapa pertimbangan yang jika dianalisis lebih lanjut, pertama, karena Sri Tri Buana telah dirajakan dan menjadi penguasa di Bukit Siguntang atau di Palembang di kala itu, kedua. Demang Lebar Daun sebagai ayah mertua nantinya membuat sebuah perjanjian, karena puterinya dinikahi oleh seorang penguasa atau raja, maka Demang Lebar Daun membuat semacam perjanjian dimana perjanjian inilah yang menjadi sebagai sebuah prasasti, janji suci, sumpah setia, antara penguasa dengan rakyatnya, antara pemimpin dan yang dipimpin. Dimana setelah Demang Lebar Daun menerima lamaran Sri Tri Buana, maka Demang Lebar Daun mengucapkan kata-kata sebagaimana narasi yang dijelaskan oleh Sulalatus Salatin. “Mahu juga tuanku berjanji dengan patik?, maka titah baginda, “apa janji paman?”. Maka sembah Demang Lebar Daun, “ampun tuanku beribu-ribu ampun, kepada patik hamba yang tuha ini, jika sudah anak patik termasuk ke dalam istana duli Yang Dipertuan, jika dapat penyakit seperti patik-patik itu dan jangan tuanku keluarkan dari dalam istana, dan biarlah ia menjadi gembala dapur, akan penyapu-penyapu, sampah di bawah peraduan tuanku, dan jangan diberi fadhihat disebut yang keji-keji dan diikat, digantung, ditampar, gocoh, makin patut hukum mati, bunuh dan jangan diaibi. Maka titah baginda, “kabullah hamba akan perjanjian paman, akan tetapi hamba mintak janji pula kepada paman. Maka sembah Demang Lebar Daun, “Patik pohonkan Titah yang Duli Maha Mulia”. Maka titah baginda, “hendaklah segala hamba REDAKTUR: RAMON DAMORA
Melayu, jikalau ada salahnya sekalipun, atau sebab zalimnya atau jahatnya, dan jangan segala hamba Melayu menitik akan darah ke bumi, jikalau sangat benci, hundurlah dari negeri ini, hingga dalam takluk negerinya juga”. (Sulalatus Salatin Versi Siak yang diselenggarakan oleh Muhammad Yusoff Hashim, 2015). Dari perjanjian antara Sri Tri Buana dan Demang Lebar Daun ini, maka lahirlah sumpah setia bangsa Melayu antara pemimpin yang dipimpinnya yang di dalam buku Rida K. Liamsi disebut sebagai Prasasti Bukit Siguntang yang berbunyi, “Barang siapa hamba Melayu derhaka, mengubah janjinya dengan Rajanya, dibalikkan Allah Ta’ala bumbungan rumahnya ke bawah kaki tiang ke atas, Jikalau Raja Melayu mengubah janjinya dengan hamba Melayu, dibinasakan Allah Ta’ala Negeri dan Tahta Kerajaannya” (Buku Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Politik di Kemaharajaan Melayu 1160-1946 karya Rida K. Liamsi, 2016). Perjanjian di atas, telah menjadi sumpah setia hamba Melayu dengan pemimpinnya, sebab inilah maka lahir sebuah pernyataan, “Pantang Melayu Menderhaka”, dan sumpah ini menjadi pedoman sumpah setia hamba Melayu sampai alam Kerajaan Melayu itu berakhir tanpa jejak sekalipun, selama ia masih berjejak, maka sumpah setia ini masih berlaku. Dengan pernikahan antara Sri Tri Buana dengan Puteri Demang Lebar Daun, maka kekuasaan dan trah kekuasaan antara Sri Tri Buana semakin kuat dan diperkuat lagi dengan sumpah setia antara pemimpin dengan yang dipimpin. Setelah terjadinya kontrak politik tersebut, maka menikahlah Sri Tri Buana dengan Puteri Raden Ratna Cendera Puteri/Uwan Sundari. Meski ada pertanyaan pelik yang mungkin perlu ditanyakan, bagaimana perasaan Raden Ratna Cendera Puteri saat dinikahi oleh Sri Tri Buana, apakah ia memang menerimanya atas nama cinta atau terpaksa menerima demi sebuah kekuasaan, namun bagaimana pun inilah gambaran pernikahan politik yang terawal sekali dalam alam kerajaan Melayu. Setelah pernikahan ini, masih banyak lagi pernikahan politik yang terjadi di alam kerajaan Melayu dengan tujuan mengukuhkan, memperkuat, memperluas kekuasaan kerajaan. Di zaman kerajaan Melaka berkuasa, maka terjadi juga beberapa pernikahan politik. Seperti pernikahan antara Sultan Mansyur Syah dengan anak Betara Majapahit yang bernama Raden Galuh Candera Kirana. Rida K.Liamsi dalam bukunya Buku Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Politik di Kemaharajaan Melayu 1160-1946 menjelaskan bahwa Sultan Mansyur Syah, dengan ketampanan, diplomasi dan besarnya kuasa, maka berhasil meruntuhkan hati dan menyunting Puteri Galuh Candera Kirana, puteri Betara Majapahit, namun bukan tanpa alasan kekuasaan dan politik, bahwa pernikahan ini salah satu tujuannnya adalah memperluas kekuasaan Kerajaan Melaka. Kerana imbas dari pernikahan politik ini Sultan Mansyur Syah mendapatkan sejumlah daerah jajahan baru seperti Jambi, dan Pulau Tujuh yang diberikan oleh Batara Majapahit sebagaimana dinarasikan sebagai berikut. “Tak usahkan Jambi dan Pulau Tujuh, Jika Anaknda minta sepertiga negeri Majapahit inipun ayahnda berikan”. (Sulalatus Salatin Versi William Girdlestone Shellabear atau versi Malaysia). Imbas dari pernikahan ini dua kerajaan antara Kerajaan Melaka dan Majapahit mendapatkan keuntungan secara politis, lagi-lagi cinta itu harus terajut demi sebuah tahta. Disisi Kerajaan Melaka, wilayah Kerajaan Melaka menjadi lebih luas, dan bagi Majapahit, tahta menjadi Raja di Melaka tampak jelas dihadapan mata. Sekali lagi, apakah pernikahan ini memang atas dasar cinta sejatinya, atau hanya kepentingan politik semata demi memperkuat sebuah tahta. Namun rencana Tuhan bertindak lain, Raden Kelang, putera Sultan Mansyur Syah dengan Raden Galuh Candera Kirana yang semula telah ditabalkan menjadi putera mahkota menggantikan Sultan Mansyur Syah kelak, harus terbunuh
dalam sebuah konflik dengan pengamuk yang mengamuk di tengah masyarakat. Betapa kecewanya Sultan Mansyur Syah dan Betara Majapahit karena kehilangan maksud dan tujuan pernikahan politik tersebut. Sultan Mansyur Syah tidak hanya menikahi Betara Majapahit dalam rangka memperkuat tahta kerajaannya, namun dalam kunjungannya ke Cina, Sultan Mansyur Syah juga menikahi Puteri Hang Li Po, sebagaimana catatan Sulalatus Salatin Versi Siak, “maka akan Puteri Cina dan segala perempuan Cina laki-laki dan perempuan di Islamkan baginda. Maka baginda pun kahwinlah dengan Puteri Cina, beranak seorang laki-laki, bernama Paduka Mimat”. Dalam Sulalatus Salatin versi Edisi Pelajar yang diselenggarakan oleh A. Samad Ahmad, Puteri Cina itu dipanggil juga dengan Puteri Hang Liu. Pernikahan Puteri Cina atau Puteri Hang Liu ini setelah Sultan Mansyur Syah mengunjungi Cina. Tentunya hal ini adalah dalam rangka memperkuat hubungan diplomasi antara dua kerajaan yang kemudian diikat dengan pernikahan yang bersifat politis. Kembali pertanyaannya apakah kedua gadis yang dinikahi oleh Sultan Mansyur Syah memang mencintai dengan sejatinya atau hanya keterpaksaan, “nikahi aku karena tahtamu?”, yang jelas ini adalah bagian dari perjalanan pernikahan politik di alam Kerajaan Melayu. Pernikahan bernuansa politik makin menjadi dan makin membawa sampai kepada pertumpahan darah. Pernikahan politik yang paling fenomenal adalah pernikahan antara Sultan Mahmud Syah yang merupakan Sultan Malaka terakhir sebelum hancur digempur oleh Portugis pada 1511, dengan Tun Fatimah yang merupakan Puteri Bendahara Tun Mutahir. Dalam berbagai versi, Sulatatus Salatin menceritakan bagaimana Sultan Mahmud Syah yang dikenal flamboyan memaksa menikahi Tun Fatimah yang sudah menikah dengan Tun Ali yang merupakan anak Seri Nara Diraja, karena terpesona dengan kecantikannya, namun pernikahan antara Sultan Mahmud dengan Tun Fatimah bukan tidak didahului dengan peristiwa tragis, dengan dibunuhnya Bendahara Tun Mutahir beserta keluarganya termasuk Tun Ali suami Tun Fatimah sebelumnya, kecuali Tun Fatimah sendri yang tidak dihukum bunuh. Di dalam berbagai versi Sulalatus Salatin diceritakan bahwa pembunuhan tanpa unsur periksa ini dipicu dengan adanya fitnah yang dibuat oleh Datuk Syahbandar Mendeliar yang menciptakan isu dan fitnah bahwa Datuk Bendahara Tun Mutahir telah disuap dengan pedagang bernama Naina Sura Dewana, berita itu diintip oleh seorang bernama Kitul dan diubah suai oleh Datuk Mendeliar yang kemudian menjadi fitnah terhadap Datuk Bendahara Tun Mutahir sehingga dihukum bunuh oleh Sultan Mah-
mud Syah. Setelah kematian Datuk Bendahara Tun Mutahir, Sultan Mahmud Syah menikahi Tun Fatimah, atas dasar rasa suka dan politik etis atas penyelasan telah menghukum ayahnda Tun Fatimah. Namun pernikahan politik ini juga dibalas dengan kepentingan politik juga oleh Tun Fatimah. Rida K.Liamsi dalam bukunya Buku Prasasti Bukit Siguntang dan Badai Politik di Kemaharajaan Melayu 1160-1946 menjelaskan bahwa efek dari pernikahan politik etis ini mengharuskan Sultan Mahmud Syah menyingkirkan puteranya Raja Ahmad yang sudah menjadi Putera Mahkota dengan cara diracun dan tewas, dan memberikan jalan kepada Raja Ali putera Sultan Mahmud bersama Tun Fatimah untuk menjadi Putera Mahkota yang akan mewarisi trah keturunan pada Kerajaan Melayu Melaka. Sehingga dari pernikahan ini trah darah Bendaraha Tun Mutahir masih menjadi bagian penting dalam silsilah Kerajaan Melaka, dan Kerajaan Melayu yang selanjutnya. Sederetaran romantika pernikahan politik terus terjadi di alam Kerajaan Melayu sebagaimana dikisahkan dalam Raja Haji Fisabilillah Hannibal Dari Riau (Hasan Junus, 2000) Pernikahan Politik juga terjadi antara Raja Haji dan Puteri Yamtuan Asahan ketika mengunjungi Asahan, selain pernikahan politik, Raja Haji juga mendapatkan sebuah penjajab perang yang bernama “Bulang Linggi”. Pernikahan ini telah membuat Kerajaan Riau Lingga mendapat bantun dari Asahan, dimana Kerajaan Riau Lingga dimasa Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji sedang berkonflik dengan Belanda dikurun waktu 1783-1784. Pernikahan politik juga terjadi kembali antara Yang Dipertuan Muda IV Riau Lingga Raja Haji dengan Ratu Mas, setelah mengunjungi dan menjalin diplomasi dengan kerajaan Jambi, sehingga Raja Haji juga mendapatkan gelar Pangeran Sutawijaya. Selain itu juga terjadi pernikahan politik antara Sultan Mahmud Syah III dengan Raja Hamidah Engku Puteri puteri Allahyarham Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang dalam rangka penyelamatan dan perlindungan keturunan Raja Haji Fisabilillah serta mengukuhkan kembali ikatan sumpah setia Melayu dan Bugis pasca Perjanjian Perdamaian Kuala Bulang, selain itu juga memperkuat wewenang Engku Puteri menjadi Pemegang Regalia Kerajaan Riau Lingga. Pernikahan politik yang cukup dramatis juga terjadi antara pernikahan Sultan Husin Bin Sultan Mahmud Syah III dengan Tengku Buntat. Pernikahan politik ini terjadi karena alasan memperkuat darah Melayu pada zuriat-zuriat setelahnya nanti, karena ayahanda Tengku Buntat yaitu Tengku Muda Muhammad adalah seorang Melayu yang sempat menjadi Raja Muda dan Sultan Husin adalah putera sultan yang darah Melayunya masih terbilang kuat, meskipun ibunda Sultan Husin adalah seorang Bugis bernama Encik Makoh. Pendapat lain mengatakan bahwa
pernikahan politik ini terjadi akibat konflik setelah jabatan Raja Muda yang sempat dipegang oleh Tengku Muda Muhammad dari trah Melayu dikembalikan kepada pihak Bugis yaitu kepada Raja Ali Bin Daeng Kamboja, maka sejak ini gesekan antara Melayu dan Bugis sedikit tegang sehingga dinikahkanlah Tengku Buntat dengan Sultah Husin. Meski pernikahan politik ini mencederai hati seorang Raja Jakfar Bin Raja Haji Fisabilillah yang sangat mencintai Tengku Buntat sebagaimana yang dicerita kembali dalam roman sejarah Bulang Cahaya karya Rida K.Liamsi dan juga sempat diceritakan di dalam Tuhfat Al Nafis, bahwa Raja Jakfar sempat jatuh cinta dengan Tengku Buntat. Namun karena alasan trah keturunan dan kepentingan politik maka berbagai jalan harus ditempuh meski dalam pernikahan ini belum tentu diikat dengan rasa cinta yang mendalam. Inilah sederatan kisah pernikahan politik yang terjadi dalam alam Kerajaan Melayu dari zaman ke zaman. Apakah kondisi ini masih berbau di zaman serba modern sekarang? Dalam beberapa kondisi dan fenomena, masih dapat kita jumpai pernikahan politik di zaman hari ini. Ini yang mungkin ada yang mengatakan sejarah mungkin berulang, namun yang berulang bukan tokoh dan kondisinya, ianya berulang dari polanya. Dahulu para pembesar Kerajaan Melayu menikahi anak bangsawan kerajaan tertentu karena memperkuat tahta, memperlebar kekuasaan, memperkuat pengaruh, sampai kepada perluasan wilayah jajahan atau taklukan. Namun dalam sistem politik Indonesia yang demokrasi hari ini, pernikahan politik itu juga terjadi, namun tidak dalam bentuk pernikahan putera bangsawan dengan puteri bangsawan, namun pola itu dapat terjadi antara anak tokoh berpengaruh tertentu dengan anak tokoh berpengaruh lainnya. Contohnya pernikahan antara anak ketua umum partai dengan ketua umum partai lainnya. Pernikahan yang mungkin ada alasan cinta, namun dibalik cinta itu juga ada kepentingan politik tertentu seperti memperkuat koalisi partai tertentu dengan partai lainnya, meski dalam politik kontekstual tak selamanya teman menjadi teman sejati, dan tak selamanya musuh adalah musuh sejati. Namun setidaknya dengan pernikahan politik hubungan emosional akan lebih terjalin sehingga memperkecil gesekan konflik politik antar partai. Bentuk lainnya bisa saja pernikahan anak tokoh politik Indonensia dengan anak pengusaha besar. Hal ini juga terkadang dilakukan atas alasan bisnis, dukungan ekonomi, atau alasan dukungan politik. Ada juga mungkin pernikahan anak seorang pejabat pemerintah dengan pejabat pemerintah lainnya. Hal ini dilakukan demi memperkuat pengaruh di tengah masyarakat, atau juga memperkuat pengaruh keturunan sampai ke anak cucu. Secara umum dapat kita simpulkan adalah pernikahan dengan azam yang berhubungan dengan kepentingan kekuasaan dan pengaruh, bisa juga disebut sebagai kepentingan politik yang berujung pada pernikahan politik. Soal cinta dibalik pernikahan tersebut, bukanlah hal yang utama, namun kelangsungan dan kelanggengan kekuasaan lebih utama dalam rangka mempertahankan diri dan keturunannya dalam kancah perpolitikan dan kekuasaan atau memperkuat pengaruh keturunannya zaman berzaman. Sungguh ironis memang, dan akan sangat menyedihkan dalam tataran masyarakat kelas menengah ke bawah disaat ini, yang mungkin belum berkesempatan menjadi tokoh politik, pengusaha terkenal, atau pejabat negara, dan kata orang akan “jauh panggang dari api” untuk menikahkan anaknya dengan anak tokoh politik, pengusaha terkenal, atau pejabat negara, ataupun terjadi cinta antara orang masyarakat kelas menengah kebawah dengan anak seorang tokoh politik, pengusaha, atau pejabat negara, pasti akan sirna dan hanya jadi mimpi yang mengecewakan, karena paham pernikahan politik ini masih ada dan sebagian orang masih mempertahankannya. Semoga saat ini yang namanya cinta tetap ada yang memang tulus apa adanya demi menciptakan keluarga dan keturunan yang sejahtera, sakinah, mawaddah dan warahmah. Bukan saja hanya ada cinta yang semu dan ada apanya, ada kekuasaannya, ada pengaruhnya atau ada imbas baik dan berkelanjutannya.***
LAYOUT: DOBBY FACHRIZAL
14
MINGGU 15 JANUARI 2017
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
rehal
Pemandangan di sekitar simpang Kantoorweg, tepat di pintu pelabuhan Tanjungpinang dilihat dari Residentie Kantoor (kantor Keresidenan Riouw) tahun 1949. Di sebelah kanan foto ini, secara berturutturut tampak kantor Havenmeester (Syahbandar), kantor Hoofd de Algemeene Politie Residentie Riouw, dan kantor Hoofdinspecteur van Politie. (dok. aswandi syahri)
KUTUB KHANAH KOL OM OLOM
ASWANDI SYAHRI Sejarawan Kepri
D
ENGAN berpandukan Telefoongids Tandjong Pinang (direktori telepon Kota Tanjungpinang) No. 3 bulan Mei 1949, peta-peta klasik Tanjungpinang, foto-foto sejarah, dan bahan sumber arsip lainnya tentang kota Tanjungpinang di masa lalu, kita akan ‘berjalan-jalan’ kelling ‘kota lama’ Tanjungpinang secara imajiner: “melintasi” jalan-jalan lama Kota Tanjungpinang yang, rupanya, masih kental warna Holanda-nya pada tahun 1949, lebih kurang satu tahun menjelang penyerahan kedaulatan pada tahun 1950. Pelabuhan Sri Bintan Pura saat ini, adalah satu-satunya “pintu resmi” untuk memasuki Kota Tanjungpinang, ibukota Keresidenan Riouw ketika itu. Tak ada jalan lain. Dari pelabuhan itulah setiap langkah kaki mereka yang datang berkunjung ke Tanjungpinang bermula. Dari pangkal pelabuhan inilah kita akan mulai menyusuri ‘jalan-jalan’ di kota lama Tanjungpinang pada tahun 1949, yang sebagian besar nama jalan, gedung, dan nama tempat-tempatnya masih menggunakan bahasa Belanda. Dari pintu pelabuhan itu, mula-mula kita akan menyusuri Kantoorweg atau Jl. Kantor (kini Jl. Samudra terus Hingga ke Jl. SM. Amin), yang di tengah-tengahnya dibelah oleh pangkal Resident Plateweg atau jalan Dataran Resident (Jl. Hangtuah) di sebelah kanan, dan Chinezen Hoofdstraat atau jalan Utama Kampung Cina (Jl. Merdeka) di sebelah kiri. Sesuai namanya, Kantoorweg, adalah sebuah jalan yang dijejali oleh gedung perkantoran pemerintah. Dari kawasan ini pemerintahan Kota Tanjungpinang lama dan Residentie van Riouw dikendalikan pada masa itu. Di sepanjang Kantoorweg, terletak kantor-kantor penting pemerintah Belanda seperti: Havenmeester (Syahbandar), kantor Assisten Resident Riouw, kantor Residentie Secretaris (Sekretaris Resident), kantor Hoofd van Plaatselijk Bestur (Kepala Pemerintahan Setempat). Ada pula Kantoor Landraad dan kantor Officer van Jutitie (kantor Pengadilan dan Kepala Pengadilan) yang ketika itu dikepalai oleh Tuan Mr. J.L.W. de Greef. Di jalan REDAKTUR: RAMON DAMORA
Menelusuri Tanjungpinang Tahun 1949 ini pula terletak kantor Imigrati yang dipimpin oleh Tuan C.H. van der Kaa, kantor Telefoonete (kantor jaringan telefon) Tanjungpinang yang dikepalai oleh Tuan T.H.R.J.M. Huysers, dan kantor semua pejabat teras Riouw Raad (Dewan Riouw) yang dipimpin oleh Tuan Mochtar Husin. Di hujung Kantoorweg, tepat diseberang Landraad (Pengadilan Negeri), terdapat kantor Regerings Voorlichtings Dients (Dinas Penerangan Pemerintah) yang sekaligus menjadi kantor redaksi Berita Riouw atau Riouw Courant, dua surat kabar milik pemerintah yang terbit di Tanjungpinang pada ketika itu. Apabila hujung Kantoorweg kita jelajahi terus, maka kita akan melintasi jalan mendaki melalui Keboen Bunga hingga ke puncak “Bukit Tanjungpinang” dimana rumah perwira, barak militer, dan Fort Kroonprins (Benteng Putra Mahkota) terletak. Sebaliknya, bila dari simpang empat Kantoorweg perjalan diarahkan ke kenan, maka kita akan melintasi Resident Plateweg atau Jalan Dataran Resident (Jl. Hangtuah) yang baru dibuka pada awal abad ke-20, dan menjadi salah satu jalan utama di Tanjungpinang. Disinilah terletak kompleks Residentie Kantoor (Kantor Resident Riouw) da kediaman Resident Riouw setelah pendudukan Jepang, W.A. van Straten. Sebuah bangunan besar berwarna putih dengan arsitektur Indische Empire Style yang ditopang oleh pilar-pilar gaya Roman-Doric. Dataran yang luas di depan gedung inilah yang mengilhami nama jalan Resident Plateweg itu. Di sepanjang Resident Plateweg, kita juga akan melintasi bangunan-bangunan baru dengan arsitektur khas Tanjungpinang awal abad ke-20, seperti: kediaman Residentie Arts (Dokter Keresidenan Riouw) yang dihuni oleh Tuan D.A. van Waardenburg, yang kelak menjadi Resident Belanda yang terakhir di Tanjungpinang. Masih di sekitar Resident Plateweg, secara berturut-turut bejejer pula kediaman Hopfdinspecteur van Politie (Inspektur Kepala Polisi) Tuan C.L. Hols (kini, markas Batalyon Marinir), kediaman Havenloods (kepala gudang pelabuhan)
Tuan E.H. Maans, dan kantor Boschwezen atau kantor Pemangkuan Hutan (letaknya tepat diseberang Gedung Gonggong) yang kini menjadi kantor Dekranasda dan dan gedug Yayasan BP3KR. Bila diteruskan menyusuri jalan baru Resident Plateweg ini, kita akan melintasi Tanjung Buntung, terus ke Kampung Teluk Keriting dimana terletak rumah ketua Riouw Raad, koolenloods dan Boom Batoe (Gudang Arang atau batubara yang dilengkapi dengan dermaga batu untuk memudahkan kapal api, kapal uap menambah bahan bakarnya). Kawsan Gudang Arang dan Boom Batoe ini juga terkenal dengan makam keramatnya: penduduknya Tanjungpinang menybutnya ‘Keramat Gudang Arang”, dan masih ada hingga kini. Penghujung dari jalan yang cukup panjang ini adalah kawasan berkelah terkenal dengan Lusthuis (Persangreahannya) di Tanjung Batoe Hitam yang kini bereda dalam kompleks mako Lantamal IV Tanjungpinang.. Sebaliknya, apabila dari simpang empat Kantoorweg langkah kaki kita arahkan ke simpang sebelah kiri, maka kita akan menyusuri Chinezen Hoofdstraat; Jalan Utama Kampung Cina (kini, Jl. Merdeka). Jalan ini membentang hingga ke pasar atau pekan atau pasar “kota lama” Tanjungpinang, yang keindahan bangunannya pada abab ke19 dicatat oleh Syahbandar Haji Ibrahim dalam sebuah sampiran pantunnya: Pekannya indah berlorong-lorong/ Tingkap bertulis awan karangan. Bergerak dari pangkal Chinezen Hoofdstraat ini, mula-mula kita akan melewati deretan kantor Hoofd de Algemeene Politie Residentie Riouw (kantor kepala Polisi umu Keresidenan Riou), kantor Hoofdinspecteur van Politie (kantor isnpetur kepala Polisi), bekas rumah Herman Von de Wall yang kemudian menjadi tapak banguan kantor Post en Telegraafkantoor (kantor PTT), kantor Openbare Werken (Kantor dinas Oekerkerjaan Umum yang kini menjadi kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang). Semua bangunan kantir itu terletak di sebelah kiri jalan. Sementara itu, di seberang deretan bangunan pemerintah itu, terletak kediaman Detachements
Comandan de Algemeene Politie van Riouw (komandan desasement Polisi umum Keresidenan Riouw), Pesanggerahan, dan ‘bangunan baru’ Bibliotheek van Nederland Indie (Perpustakaan Hindia Belanda Belanda) di Tanjungpinang. Setelah melewati deretan bangunan kantor pemerintah, maka pemandangan selanjutnya yang dapat disaksikan di Chinezen Hoofdstraat adalah barisan bangunan pertokoan di kedua sisi jalan itu hingga ke ‘dataran’ di depan rumah Toa-Peh-Kong (Kelenteng). Ketika jalan ini mulai dibuka pada tahun 1820-an, hanya ada 16 pintu toko di jalan ini. Karena itu kawasan ini dikenal juga dengan nama Cap-Lak-Keng di kalangan masyarakat Tionghoa Tanjungpinang. Selain pertokoan dan Kelentang, di Chinezen Hoofdstraat ini pula terletak Kantor Kapitein der Chinezen (Kapitan Bangsa Tionghoa) dan Pasar Loods (Pasar Los) yang terkenal hingga tahun 1960-an. Hujung Chinezen Hoofdstraat bersimpang empat. Simpang pertama membawa kita ke Gambirweg (Jl. Gambir) dimana terletak kediaman Kapitan Bangsa Tionghoa dan toketoke kaya pengusaha Gambir. Simpang kedua adalah Temiangweg (Jl. Temiang) dimana terletak gedung-gedung perkumpulan bangsa Tiongoa dan Bioscoope Capitol (Mutiara) di Tanjungpinang. Di kedua kedua hujung jalan ini terdapat hamparan kebun pisang yang disebut kawsan Kun-CioKa (kaki pisang) oleh orang masyarakat Tionghoa, dan sekaligus menjadi batas kota atau disebut juga Po-Boi. Simpang ketiga dalah jalan menju ke pasar dan vistmarks (pasar ikan) serta Pelantar Kapitan. Sedangkan simpang keempat yang berada di sebelah Kelentang adalah Controleursweg (jalan Controleur) yang bersambung dengan jalan yang kini bernama Jalan Ketapang. Dua jalan ini terhubung pula dengan pangkal Bakar Batoe Bovensweg (jalan bakar batu bawah). Sementara itu, ada dua persimpangan jalan yang lain di sisi kanan Chinezen Hoofdstraat. Simpang pertama adalah pangkal Goldmant Straat (jalan Bintan) yang dikenal
sebegai Kampoeng Bintan. Adapun simpang kedua adalah Heerenstraat atau (jalan Tuan Besar yang kini bernama Jl. Teuku Umar). Di hujung jalan inilah terletak Sositeit Sempiterne (SD Bintan saat ini). Pada sisi kiri dan kanan Heerenstraat ini berbaris kompleks Toan Poon School, Internaat Resident Doevoe Stchting yang kemudian menjadi lokasi gedung Bioscoop Chatay (Bioskop Gembira) yang merupakan jaringan bioskop Singapura, kantor Controleur Opium Ragie (Kantor Candu), dan Societeit Perdamaian milik orang-orang Melayu. Pada hujung Heerenstraat itu, terhampar pula Kerkweg (jalan Gereja). Di pangkal Kergweg terletak hervormschekerk (Gereja Protestan) yang dijuluki sebagai duplikat gereja Melaka yang sekaligus menjadi asal nama jalan itu. Masih di sekitar hujung kawasan Heerenstraat ini, terletak pula sebuah Messigid (Mesjid Keling yang menjadi cikal bakal Masjid Agung al-Hikmah) yang dibanguan oleh orang-orang India dari Coromandel dan telah dicantumkan dalam peta Tanjungpinangpinang tahun 1840. Di kawasan penhhujung Heerenstraat ini terdapat tiga buah ‘jalan pendek’ yang menjadi jalan akses ke luar Kota Tanjungpinang setelah mendaki Bukit Stopelaar atau Hospitaalsweg (Jl. Rumah Sakit) yang bila diteruskan akan sampailah kita ke Kampoeng Kledang dan asrama Gewapande Politie (Polisi Bersenjata) yang berada di seberangnya. Dari kawsan ini, akses jalan ke luar kota juga dapat ditempuh melalui Bukitweg (jalan Bukit) dan jalan di sepanjang kaki Bukit Cermin yang dibelah dua mejadi Bakar Batoe Bovenweg (Jl. Bakarbatu) dan Bakar Batoe Benedenweg (Jl. Kemboja). ‘Jalan pendek’ tersebut menjadi hujug jaringan jalan dalam kawasan kota lama Tanjungpinang. Ketuga “jalan pendek” itu adalah Messigitsweg (jalan Mesjid), Doktersweg (Jl. Tabib) dimana terletak kediaman Tuan Sie Swie Dong yang menjabat sebagai Gouvernements Arts (Dokter Pemerintah) di Tanjungpinang, dan Prins Bernhardlaan yang dulu dikenal juga sebegai Jl. Cempaka (kini, Jl. Gereja).*** LAYOUT: DOBBY F
jerumat
MINGGU 15 JANUARI 2017
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
15
Di Lelang Terbuka, Tidak Ada Pertanyaan Sastra Catatan Fatih Muftih Sayap Kiri Jembia
C Memahami
MAKNA Catatan Teja Alhabd Presiden Penyair Tarung ETIKA sahabatku bertanya tentang puisi, maka akupun tertawa. Kegelisahan dari raut wajahnya tak mampu ia sembunyikan. Puisi adalah mutiaramutiara makna yang telah aku rentangkan diatas kalung-kalung panggung pengembaraan penyair, tertulis tapi tak terbukukan. Pandangkanlah wajahmu pada sebuah cermin dan itulah puisi kataku. Pilih raut mana yang engkau inginkan, tatkala engkau tertawa, yakinlah aku akan tertawa dan tatkala engkau gelisah akupun bertanya, karena engkau takkan mampu menyembunyikan tentang dirimu, karena Tuhan selalu hadir dimana-mana dalam setiap gerak napasmu. Cuaca panas menggerah, keringat mengucur tanpa henti. Tak ada semilir angin yang berhembus, asap rokok mengepul dimana-mana, secangkir kopi menjadi teman setia dan bukan tanpa alasan cangkir-cangkir porselin selalu akrab tersuguhkan. Jika suatu hari engkau membaca tentang kisah ini, berkabarlah padaku! Begitulah aku memulai percakapan ini kembali. Sahabatku terperangah penuh tanya? Aku tak memperdulikan raut wajahnya, sekalipun aku tahu rasa keingintahuannya cukup tinggi. Kretek yang tersulut menjepit di jemari, lagi-lagi ia tempelkan dibibir dan menghisapnya dalam-dalam. Dua bola matanya seakan tak sabar menunggu cerita apalagi yang akan didengarnya. Pernah engkau mendengar tentang Jalaludin Rumi? Tanpa menunggu jawabnya, aku ceritakan padanya tentang kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Jika dibandinggkan dengan penyair yang pernah Ia kenal, mungkin akulah satu-satunya yang ada di kota ini. Tiba-tiba sahabatku tersedak! Akupun tertawa dan iapun ikut tertawa sejadi-jadinya. Benar-benar sebuah pemandangan riuh rendah dalam ruangan istana hinggap kopi sekanak, tempat sahabatku ketika menghirup dan menyesap sajian istimewa hidangan raja-raja sarat pelintasan sejarah jantung negeri Melayu ini. Aku setuju!. Lalu ia penuh semangat menyambung cerita yang belum usai aku ceritakan, yang baru saja terkoma. “Kehidupannya seratus delapan puluh derajat berubah ketika ia berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi Tabriz,” begitulah ucapnya melanjutkan kembali ceritaku tentang Rumi. Jika Rumi sebelumnya adalah tokoh ulama yang memimpin lebih dari 4.000 orang ia juga tumpuan ummat tempat bertanya, mengadu dan berkeluh kesah. Ia pemberi fatwa yang sejuk, lembut dan berkarismatik. Hal ini aku membenarkan apa yang dikatakan sahabatku ini. Mungkin karena kesamaan kami yang menggagumi kesufian dan kepenyairan Rumi, barangkali. Dan hal ini membuat kami menjadi akrab dan selalu betukar pikir tentang karya penokohan sosok Rumi dengan segala fatwa dan kebesarannya. Sebenarnya kepenyairan Rumi bermula ketika sedang mengajar dikhalayak ramai dan terbuka, datanglah seorang yang bernama Syamsi Tabriz dan bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan itu Rumi terpanah, terkesima. Pertanyaan itu melesat tepat dan jitu pada sasarannya. Ia tidak mampu menjawab. Semenjak itulah sosok Rumi berkenalan dengan Tabriz. Rasa kagumnnya kepada Tabriz semakin menjadi–jadi, ketika ia tahu telah bertemu dengan tokoh sufi. Ini adalah sebuah peritiwa yang hebat. Bayangkan ulama seperti Rumi adalah
K
REDAKTUR: FATIH MUFTIH
seorang tokoh besar yang serta merta menjadi murid yang setiap hari menimba ilmu, karena bagi Rumi, Tabriz, kandungan ilmu yang tiada taranya. Bagi Rumi inilah kamus hidup, buku kehidupan bahwa sebuah kejujuran dan itu mesti dipahami dan ia dilakoni dengan cinta. Dan Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tertuang dalam karya besarnya. KEMBALI PADA TUHAN Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka, maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan. Begitulah caranya! Jika engkau hanya mampu merangkak, maka merangkaklah kepadaNya! Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk, maka tetaplah persembahkan doamu yang kering, munafik dan tanpa keyakinan; kerana Tuhan, dengan rahmatNya akan tetap menerima mata wang palsumu! Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan mengenai Tuhan, maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja. Begitulah caranya! Wahai pejalan! Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji, ayuhlah datang, dan datanglah lagi! Kerana Tuhan telah berfirman: “Ketika engkau melambung ke angkasa ataupun terpuruk ke dalam jurang, ingatlah kepadaKu, kerana Akulah jalan itu.” Lalu pada sajak-sajaknya yang lain ia menulis, membuat aku dan sahabatku seolah-olah menjadi Rumi, yang mesti dilakoni, sekalipun ada nada mencibir yang mungkin bentuk lain dari rasa kagum. Ini aku katakan pada sahabatku, lalu hanya tatapan matanya menjadi isyarat jawaban bahwa itu benar adanya. Itu semuanya mungkin karena cinta, sebagaimana yang tertuang dalam larik bait sajaknya ini. KERANA CINTA Kerana cinta duri menjadi mawar kerana cinta cuka menjelma anggur segar Kerana cinta keuntungan menjadi mahkota penawar Kerana cinta kemalangan menjelma keberuntungan Kerana cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar Kerana cinta tompokan debu kelihatan seperti taman Kerana cinta api yang berkobar-kobar Jadi cahaya yang menyenangkan Kerana cinta syaitan berubah menjadi bidadari Kerana cinta batu yang keras menjadi lembut bagaikan mentega Kerana cinta duka menjadi riang gembira Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat Kerana cinta singa tak menakutkan seperti tikus Kerana cinta sakit jadi sihat Kerana cinta amarah berubah menjadi keramah-ramahan Begitulah cara kami berdiskusi, terkadang ada letupan yang membuat darah kami meninggi sampai keubun-ubun, terkadang larut dalam kedalaman cinta dan wangi-wangian rindu. Namun apapun yang dilakoni hari ini hanyalah sementara, kelak tiba masanya karya itupun akan menjadi batu nisan, penanda akan keberadaan kita dimuka bumi ini pernah ada.***
HAIRUL Anwar! Saya terhenyak. Sekian detik saja sebelum orang di balik mimbar meralat kekeliruannya merapal seorang nama raksasa kepenyairan Indonesia. Saya penasaran. Selepas beliau turun, hal pertama yang saya lakukan adalah lekas memburu naskah puisi dalam map yang baru saja ia kembalikan ke manajer panggung. Sebelum mendatangi manajer yang sedang sibuk mengatur runut penampilan malam itu, ada dua kemungkinan yang bermain di kepala. Pertama, bapak pejabat tadi itu silap mengucapkan karena memang terjadi kesalahan ketik pada naskah tersebut, lantas ia buru meralat karena teringat puisi Kabar dari Laut yang juga pernah dibacakan Menteri Susi Pudjiastuti itu memang ditulis oleh Chairil Anwar, dan bukan Chairul. Atau kedua, sebenarnya tidak terjadi kesalahan ketik di sana, namun bapak pejabat eselon satu itu terlampau grogi ditodong membaca puisi pada sebuah malam pidato kebudayaan. Kalau bisa memilih, saya menginginkan kemungkinan pertama yang terjadi. Siapa yang bisa melupakan kedigdayaan Chairil Anwar karena ia hidup seribu tahun lamanya di buku pelajaran bahasa Indonesia. Maka saya menerima secarik map dari manajer panggung itu penuh debar. Rasa-rasanya hampir sama dengan menerima naskah pengumuman kelulusan sekolah. Terlampau berharap bikin terluka. Saya menerima map itu dengan sedikit sesak di dada. Betapa sebenarbenarnya tidak terjadi kesalahan ketik di sana. Nama si jalang tertulis dengan terang; Chairil Anwar. Siapa peduli. Memang tidak ada kewajiban pejabat di negeri ini mengenal sastra. Walau itu sebatas mengenal atau menghapal nama penyair besar macam Chairil Anwar, yang padahal sampai hari ini puisi-puisinya masih jadi bahan pembelajaran anaknya di sekolah. Sistem pemerintahan kita memang begitu adanya, tidak ikut berpihak pada pembangunan kebudayaan melalui kesusastraan sebagai pintu masuknya. Sehingga tidak heran kalau masih ada yang tersasul lidahnya membaca nama raksasa penyair itu dengan Chairul. Salahkah pejabat kita itu? Tidak juga. Namun itu sedikit-banyak bisa jadi cerminan betapa buruknya wawasan para pejabat negeri ini terhadap sastra. Memang, ada satu-dua yang fasih. Namun, kalau mau dibuat persentase komparatif tentu hasilnya bisa sangat timpang. Sebagai seorang wartawan, saya berulang kali masuk ruangan kerja pejabat. Sebagaimana ruang kerja yang boleh ditata suka-suka, saya tentu sah-sah saja percaya kalau mereka yang membaca sastra akan menaruh sebiji-dua novel atau buku puisi di sana. Itu tentu jadi hiburan asyik di kala kebosanan bekerja sebagai aparatur negara menjeda. Tapi yang terlihat, sangat jarang sekali buku sastra tertata di sana. Yang ada paling lumrah adalah foto potret diri dengan jas yang harganya bisa untuk membeli sepuluh novel di toko buku. Mengenakan jas memang elegan, mengesankan, menawan. Tapi jangan pernah lupa bahwasanya membaca buku sastra itu mencerdaskan dan memperhalus akal budi. Tapi siapa yang mau peduli dengan aforisme semacam ini. Membaca karya sastra hari-hari ini seperti buang-buang waktu. Apalagi buat para pejabat kita yang saban hari sudah sibuk dengan pekerjaan yang selalu begitu. Maksudnya, dari tahun ke tahun ya hanya itu-itu saja yang dikerjakan. Mulai dari mengusulkan program kerja, membahasnya bersama anggota dewan, lalu
disahkan untuk kemudian dikerjakan. Begitu dan begitu. Terlebih pada awal 2017 ini sudah bertambah pula kesibukan mereka. Dari yang sebelumnya wewenang penempatan jabatan jadi hak penuh kepala daerah, kini mereka harus berjibaku di balik meja dalam panggung bertajuk lelang terbuka. Kalau mendengar kata lelang, sepintas batok kepala kita mengakses pemahaman perihal siapa yang meletak harga paling tinggi untuk membeli sesuatu. Kalau dicuplik dari KBBI, lema lelang berarti penjualan di hadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi) dan dipimpin oleh pejabat lelang. Sehingga dalam konstelasi pemerintahan, lelang terbuka itu dapat diartikan jika para pejabat yang menginginkan jabatan, harus ‘membelinya’ dengan penawaran paling tinggi yang, mengutip KBBI, atas-mengatasi. Pejabat lelang sudah ditunjuk kepala daerah melalui sebuah tim bernama panitia seleksi. Mereka tugasnya memastikan penawaran yang masuk dari para pejabat yang menghendaki jabatan itu harus bernilai tinggi. Memang penawaran itu tidak dihitung berdasarkan nominal uang tertinggi yang bisa diajukan sebagaimana lelang barangbarang antik. Melainkan dengan ujian tulis dan lisan yang kemudian menentukan skor yang akan dibukukan sebagai tanda penawaran yang atasmengatasi. Pada awal tahun ini, di lingkungan Pemprov Kepri, ada 16 jabatan yang dilelang secara terbuka. Peminatnya puluhan. Merinding membayangkan orang-orang yang rata-rata di atas 40 tahun itu diuji kembali dalam bilik tertutup seperti zaman saya mengikuti ujian nasional. Menegangkan. Mendebarkan. Salah satu angka bisa pupus harapan mendapatkan jabatan. Dan sebagaimana yang sudah diketahui bersama, peminatnya harus mampu bersaing satu sama lain untuk dapat memberikan penawaran tertinggi atas jabatan yang dikehendaki. Pertengahan pekan kemarin, sudah diumumkan penawaran tertinggi yang bisa diberikan. Melihat itu, saya yakin mereka yang beroleh nilai tinggi akan senyum sendiri. Sebaliknya, yang penawarannya rendah ya so sorry dan mohon tahu diri. Jabatan yang sudah diidamkan harus lepas ke lain orang. Tapi itu konsekuensi hidup yang kata Chairul, eh maksud saya, Chairil tafsirkan dengan hanya menunda kekalahan/tambah terasing dari cinta sekolah rendah. Ini sajak penuh teka-teki. Ditulis pada 1949 dan menggambarkan betapa hidup yang semula oleh Chairil diyakini penuh gemuruh, sesak gelora, pada akhirnya cuma penundaan kekalahan demi kekalahan. Maka dari itu, bagi para pejabat yang tidak mendapatkan kursi, pahamilah bahwasanya lebih dari 50 tahun lalu Chairil sudah berwasiat tentang itu. Jangan bertindak mubazir dengan memupuk prasangka-prasangka bahwa mereka yang memberikan penawaran tertinggi atas jabatan yang diinginkan itu lantaran berkawan dekat dengan petugas lelang. Chairil saja setelah menunda kekalahan itu tahu, ada yang tetap tidak terucapkan/ sebelum pada akhirnya kita menyerah. Tapi memangnya ada pertanyaan tentang sastra pada lelang terbuka itu? Maaf, saya lupa. Tidak ada pertanyaan sastra di sana. Aku memang benar tolol ketika itu/mau pula membikin hubungan dengan kau.*** LAYOUT: DOBBY F
16
MINGGU 15 JANUARI 2017
TANJUNGPINANG POS Koran Nasional dari Kepri
cindai
Gemericik Air di Giethoorn
Murparsaulian
P
ERAHU ini terus menyusur lekukan sungai yang tenang. Airnya jernih dan bening. Dingin mulai menyusup ke balik jaket yang sudah lumayan tebal. Angin berhembus kencang menambah gigil di awal musim dingin. Di sini, di Giethoorn perahu kami terus melaju mengikuti alur sungai yang membelah pemukiman warga. Banyak juga orang menyebutnya Venice nya Holland. Penduduk di sini memang ratarata menggunakan perahu sebagai alat transportasi. Rumah-rumah dibangun tradisional sekali. Terbuat dari kayu dan atap jerami. Begitu indah. Namun walaupun dibangun dengan cara tradisional, rumah-rumah itu tetap dibangun sesuai standar di Belanda. dilengkapi dengan pendingin/penghangat sesuai musim, listrik dan internet dan jaringan air bersih. Begitu nyaman rasanya tinggal di sini. Seperti kota dalam kisah-kisah dongeng. Beribu kata meloncat minta ditangkap untuk dijadikan puisi. Tiba-tiba aku menulis sebait puisi seperti di bawah ini: Di antara gemericik air di giethoorne Ada rindu bernyanyi tentang sunyi Tentang hari yang hilang Ditikam ilalang Akhh andai lambai ini tak sampai Biarlah ia hanya menjejak di sini Jadi prasasti Liukan sungai terus kami ikuti. Sesekali mesti melambat untuk menghindari itik-itik yang berenang riang yang kadang mengikuti dari belakang. Adakalanya berpapasan dengan perahu para turis yang kebanyakan dari Jepang dan Cina. Jika berpapasan riaknya tidak begitu terasa. Hanya goncangan kecil yang dibalas dengan lambaian tangan saling sapa, walaupun sama sekali tidak kenal satu sama lain. Hanya sama-sama berkunjung ke sebuah perkampungan air yang terletak di provinsi overijssel ini. Dari perahu kita dapat menyaksikan pagar-pagar yang terbuat dari pepohonan hijau. Galeri seni dan museum batu. Untuk mengunjungi tempattempat tersebut kita tidak bisa langsung turun dari perahu karena perahu sudah disewa per jam. Jadi kalau ingin mengunjungi situs-situs seni mesti berjalan kaki. Tapi itu tidak jadi masalah. Setelah waktu men-carter perahu habis, kita bisa kembali menyusuri sungai dengan berjalan kaki. Akan terasa sensasi yang berbeda jika berjalan kaki. Kita bisa singgah di jembatan-jembatan yang menghubungkan seberang yang satu dengan yang lain dan singgah di berbagai objek seni dan pusat penjua-
lan handy craft atau cendra mata. Sungguh molek mereka menata wisata. Alami dan memberi manfaat bagi masyarakat setempat. Masyarakat jadi punya pemasukan dengan menyewakan perahu dan membuka cafe di pinggirpinggir sungai. Terkelola dan tidak serampangan. Alangkah indahnya lagi jika ada ruang untuk baca puisi di pelantar-pelantar sungai. Menurut cerita masyarakat setempat kenapa kota ini bernama giethoorn, karena di dasar sungai ini dulunya banyak ditemukan tanduk kambing. ‘Geiten’ (kambing) dan ‘Hoorn’ (tanduk). Tapi tidak dijelaskan secara rinci mengapa begitu banyak tanduktanduk kambing ditemukan di dasar sungai tersebut. Bicara tentang tanduk kambing, jadi teringat hikayat Abu Nawas tentang nazar tanduk kambing yang terkenal itu, ternyata sejarah giethoorn ini juga berhubungan dengan tanduk kambing. Ada sebuah karya yang sangat menarik berhubungan dengan kambing ini. Luigi Pirandelo, penulis dari Argigento, Italia yang memenangkan
K
TEMBERANG KOLOM HUSNIZAR HOOD
REDAKTUR: FATIH
hadiah nobel tahun 1934 pernah menulis kisah dalam novel tentang seorang gadis cantik putri duta Inggris di Italia. Gadis ini mengunjungi pulau Cicilia bersama ayahnya. Selain terkenal dengan buah-buahannya, Cicilia terkenal dengan kambing dan domba yang bersih dan cantik. Ketika berjalanjalan di perkampungan Cicilia, gadis inipun jatuh hati kepada seekoor
kambing yang cantik. Sang ayah, lalu membeli kambing itu. Pada abad itu, kiriman pos tidak secepat sekarang. Lelah menunggu kirimannya datang, sang gadispun melanjutkan rutinitasnya dan menjalani hari-hari seperti biasa. Lalu, terjadilah hal yang mengejutkan. Di suatu siang yang terik, gadis itu menjerit histeris ketika kiriman pos datang, berisikan
seekor kambing yang sudah kumal dan bau. Sang gadis lupa pernah berjumpa dengan seeokor kambing cantik di Cicilia dulunya. Akh, begitu mudahnya kasih sayang luntur akibat sesuatu yang sudah berubah. Sewaktu menyusuri giethoorn ini aku seperti melihat bayang-bayang kambing yang cantik dari permukaan sungai. Kadang bayang itu berubah dari kambing cantik ke kambing kumal, kusam dan tua. Sebuah rotasi alamiah mahluk hidup yang akan berubah seiring waktu. Begitu banyak kisah hidup bisa dijadikan karya sastra. Saya jadi teringat hujah Hasan Junus tentang kesusasteraan. Paus Sastra Indonesia itu mengatakan karya sastra bukanlah karya hiburan dalam artinya nyanyi penghibur hati; ia masuk ke dalam hati manusia dan menjadi sum sum yang menghidupi dan sangat layak dihormati karena tenaganya yang raksasa. Karena itu jangan memandang sinis ke pada karya sastra! Ia bukan hanya karya khayalan, tapi karya sastera mampu mengubah dunia, jika karya itu ditulis dengan piawai. Bukankah karya sastra itu luas? Tidak hanya puisi, novel, cerpen atau karyakarya sastra lama seperti hikayat, tonel dan lain sebagainya. Karya-karya itu adalah pesan kehidupan. Bahkan lagu pun bisa dianggap sebagai karya sastra. Mengapa Bob Dylan, penyanyi Amerika itu terpilih sebagai pemenang nobel sastera tahun 2016 ini? Bukankah Bob Dylan seorang pencipta lagu dan penyanyi? Bukan penyair atau prosais? Para juri Nobel Prize memilih Bob Dylan sebagai pemenang karena lagu-lagu yang ditulis Dylan berisikan kata-kata yang harum dan ranggi yang dianggap sama dengan karya sastra. Karya yang mampu memberikan sesuatu yang berarti bagi dunia. Karenanya Bob Dylan pun mengaku pada pidato kebudayaannya yang dibacakan oleh Azita Raji, Duta Besar Amerika Serikat Di Swedia pada prosesi nobel sastra. Bob Dylan mempertanyakan; “Are my songs literature?” dan ternyata jawaban para juri adalah ya. Namun kita perlu mencermati bahwa sosok Bob Dylan ini adalah pribadi yang unik. Walaupun seorang pencipta lagu, ia sangat dekat dengan karyakarya sastra. Masih mengutip pidato kebudayaannya dalam prosesi nobel sastera, begitu fasih Dylan menyebut sederet nama seperti; Kipling, Shaw, Thomas Mann, Pearl Buck, Albert Camus dan Hamingway. Dia menganggap nama-nama terebut telah menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi dunia. Dan kini namanya tercatat dalam sejarah dalam barisan yang sama. Samasama penulis sastera.***
Mengencingi Matahari
ETIKA dia mengangkat tanganya tinggi-tinggi sambil berteriak mengucapkan salam kemudian menyebut nama saya berulang kali, hmmm… saya hanya bisa terperangah, entah dari mana datangnya dia tiba-tiba seperti gergasi kecil muncul dengan tiba-tiba dan saya lihat wajahnya udah berdiri tepat dihadapan saya. Dia masih berteriak-teriak juga dengan kalimat-kalimat puja-pujinya tentang saya, oh, awaklah yang orang baik, awaklah orang hebat, orang jujur, orang setia. Aduh mak, itu memanglah senjata ampuhnya ketika bertemu dengan seseorang yang ingin ditemuinya. Kenapa saya katakan itu senjata ampuh miliknya? kadang kita yang dipuja-pujinya itu risih dan berharap dia menghentikan puja-puji itu dan diam kemudian kita mempersilahkan dia duduk lalu kita sama-sama ngopi bercerita dengan tema yang lain. Bukan seperti kebanyakan orang kalau bertemu dengan seseorang lain yang ingin, ditemuinya, pikirannya hanya satu, hanya itu ke itu, mereka temui hanyalah bertanya akan masalah yang dia miliki, masalah yang dicaricarinya jika perlu direkayasa, Setengah mengancam, menakut-nakuti dengan mengharap sesuatu disebalik itu kemudian pergi. Pada kawan kita yang satu ini tidak seperti itu, dia mengutamakan silaturahmi, pada setiap orang yang ia jumpai ia selalu hormat, sampai-sampai saya yang lebih muda dari dia itupun ikhlas ia ingin mencium tangan saya, wow… tapi saya selalu menghindar, tak patut namanya. Oh ya, sumpah, ini bukan Mahmud, ini kawan saya yang lain, Mahmud tak begitu mainnya, kawan saya yang satu itu elegant, dia berwibawa, tak terpekik pekau macam orang tersampuk. Sore itu, ketika dia muncul dengan tiba-tiba disaat saya sedang SSPP – sembang-sembang petang-petang – he he he, singkatan saya mengarang-
ngarang, duduk semeja dengan beberapa rekan di sebuah kedai kopi yang secara tak resmi telah jadi sekretariat bersama kami, tak perlu sewa, fasiltas ada wi-fi walaupun password-nya berganti-ganti, dan boleh hutang ngopi maksimal 3 hari. Tema pembicaraan adalah seputarmembahas yang sedang riuh rendah di luar sana itu, bukan, bukan soal anak SD penjaja Koran yang tak diperbolehkan sekolah oleh gurunya dan menjadi berita di TV swasta nasional kemudian di laman masya menjadi viral. Bukan juga analisa tentang agama sementara yang menulisnya beragama masih sebatas puasa dan hari raya saja tapi kisah pejabat yang kehilangan jabatan kemudian meratap-ratap berurai air mata padahal sewaktu masih ada jabatan dulu lebih banyak merayap, maksudnya mengelak sambil mengendap-ngendap kalau berjumpa dengan kita. Gara-gara amanat undang-undang yang baru,sekarang ini untuk mendapatkan jabatan itu harus dilakukan open bidding, tulis berita di halaman depan surat kabar nasional dari negeri ini, maka istilah open bidding inipun melayanglah kemana-mana, kawan saya Mahmud yang baik hati itu terkebilkebil matanya ketika saya tanya apa artinya itu. “Penawaran Terbuka, artinya Mud. Hanya orang kita tak mau menggunakan istilah kata penawaran terbuka itu, biar agak bergengsi jadi pakai bahasa Inggris, padahal bahasa Inggrisnya lemah hanya bisa untuk menawar harga saja kalau liburan ke Singapura, “How much…how much..” saja bisanya, kemudian menunjukan angka-angka di aplikasi kalkulator di handphone-nya.” Open Bidding itulah yang membuat banyak yang terpelanting, ada yang sempat megirimkan pesan, “Help me, anak saya 2 orang masih kuliah,” ada juga “Dua tahun lagi pensiun kalau nonjob, saya semakin menderitalah,” dan banyak lagi dan banyak lagi bertebaran keluh kesah. Lalu ketika malam itu muncul pengu-
mumam lelang jabatan itu, Mahmud yang kebetulan juga menerima kiriman nama-nama yang menduduki nilai tertingi itu rasanya, lho kok sama persis dengan prediksi kami, padahal kami tidak pakai open bidding, kami hanya dengan open kidding alias bercanda terbuka. Kawan saya yang baru datang dengan kaca mata hitam dan baju celana seba hitam-hitam itupun tak lengah ikut menanggapinya, dia menyebut namanama si anu dan si anu yang merana dan meranu. Ha ha ha, taka da istilah kata “meranu” itu, hanya pandai-pandai dia saja, merapeknya dia saja. Melihat kawan satu ini terus berbuih-buih mulutnya bicara sesuka hatinya, kawan saya Mahmud yang duduk agak disudut itu tampak diam saja. Dia sepertinya agak malas ikut berembuk karena ada kawan yang satu itu, yang kalau sedang bicara, muncungnya maju dan menggebu-gebu. Oh ya, padahal kawan saya Mahmud itu tau kalau dengan kawan yang satu ini saya sudah lama mengenalnya, paling tidak saya mencatatnya kami sudah berkenalan sejak tahun 1984, ketika zaman SMA dulu, yang saya tau duludia bukanlah siapa-siapa, tak lebih konon katanya dia adalah seorang mantan pelaut dan pintar karena menguasai banyak bahasa untuk percakapan sehari-harinya. Kemudian waktu berjalan dia membangun karakter dirinya, gayanya, cara bicaranya dan strategi-strategi yang dia dapatkan ketika masih menjadi pelaut dulu. Pengalaman-pengalamanya. Luar biasa, semua orang menghormatinya, sebagian takut dengannya, sebagian lagi memuja-muja apa yang dimilikinya. “Ikuti saja apa ada sekarang, sadar darimana kita datang, siapa yang membesarkan kita, jangan mengakungaku, tak bisa kita mengecingi matahari,” pekik kawan saya yang satu itu. Mendengar itu saya lihat Mahmud dengan cepat menoleh ke arah saya, mungkin ingin mengatakan dalam juga makna kawan yang satu ini bicara.
“Jadilah apa adanya, kalau jadi penyair jadilah penyair yang benar, bukan dengan menyentrik-nyentrikkan diri, penyair hebat memang banyak yang nyentrik tapi banyak yang nyentrik belum tentu penyair hebat,” masih dari mulut kawan yang satu ini, mulut yang dirimbun kumisnya yang sudah tak sewarna lagi. Dia terus saja bicara, air es teh manis yang dipesannya cepat dangkal, “kalau berkawan dengan orang wangi maka ikut wangilah kita…” kini agak pelan dia bicara, ya, agak pelan bagi ukurannya, tapi masih kuat bagi ukuran kita. Lama sebenarnya saya tak berjumpa dengan kawan yang satu ini, pernah sekali atau dua kali dulu saya pernah bertemu tapi rasanya tak puas dengan pertemuan itu dan sore ini dia muncul lagi dengan tiba-tiba, untuk menghormatinya saya tak mengajak Mahmud kawan saya itu bicara, saya langsung berdiskusi dengannya. Tapi dasar mantan pelaut, mantan penunggu kedai kopi, raja jalanan sampai hari ini dengan tanpa helmpun dia berani melintasi pak Polisi, saya ingin mengucapkan terimakasih kepadanya setiap bertemu dengannya dia banyak memberikan saya inspirasi. Cerita-cerita tentang seniman masa lalu yang ia tahu, tentang mantan isterinya yang terkenal itu dan tentang uang yang ditentengnya kemana ia pergi serta untaian emas menyilaukan yang selalu melilit ditubuhnya itu, dan itu adalah emas asli bukan emas palsu. Ketika dia beranjak kami masih meneruskan pembicaraan, alamak, kemudian serta merta saya tegak berdiri, ada yang terlupa, hampir saja…bukan…bukan kepada Pakcik Udin panggilan kawan yang satu itu tapi saya lupa membuat poster ulang tahun ke-17 anak saya, itu harus dirancang dan dicetak segera. Ya, ya...ya..., ingat akan pesan Pakcik Udin tadi, jangan sekali-kali engkau berniat ingin mengencingi matahari. (selamat ulang tahun ke-17 Wisze Alaftariasaujana, jadilah yang terbaik untuk kami)
LAYOUT: DOBBY