musim dingin 2012
Seni & Budaya Korea Fitur Khusus
Sejarah FASHION
m usimmerd i 2012 n g i n 2012 vo l.n o1. 2n o . 2 sum vo l. 26
Pasar Dongdaemun, Kiblatnya ‘Fast Fashion’ Para Perintis Fashion Korea Memancar Memasuki Pentas Global Gaya Seoul: Industri Pribumi Fashion Korea
ISSN 2287-5565
v o l. 1 NO. 2
Gairah Gaya Fashion Korea
Pemimpin Umum Direktur Editorial Pemimpin Redaksi Dewan Redaksi
Kim Woo-sang Zeon Nam-jin Lee Kyong-hee Bae Bien-u Elisabeth Chabanol Han Kyong-koo Kim Hwa-young Kim Mun-hwan Kim Young-na Koh Mi-seok Song Hye-jin Song Young-man Werner Sasse
Penata Letak dan Desain Kim’s Communication Associates 384-13 Seogyo-dong, Mapo-gu, Seoul, 121-839, Korea. www.gegd.co.kr Telp: 82-2-335-4741 Faks: 82-2-335-4743 Langganan Biaya per tahun: Korea \18,000, Asia(udara) US$33, Negara di luar Asia(Udara) US$37 Harga per eksemplar (Korea): \4,500
Informasi Berlangganan
Negara di luar Amerika dan Kanada (termasuk Korea) Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu, Seoul, Korea Telp: 82-2-2151-6544 Faks: 82-2-2151-6592 Percetakan Edisi Musim Gugur 2012 Samsung Munhwa Printing Co. 274-34 Seongsu-dong 2-ga, Seongdong-gu, Seoul, Korea Telp: 82-2-468-0361/5
Amerika, Kanada Koryo Book Company 1368 Michelle Drive St. Paul, MN 55123-1459 Telp: 1-651-454-1358 Faks: 1-651-454-3519
© The Korea Foundatioon 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya tanpa izin Korea Foundation. Pendapat penulis atau pengarang dalam majalah ini tidak harus selalu mencerminkan pendapat editor atau pihak Korea Foundation. Majalah Koreana ini sudah terdaftar di Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata(No. Pendaftaran Ba 1033, 8 Agustus 1987), Korea sebagai majalah triwulanan, dan diterbitkan juga dalam bahasa Inggris, China, Prancis, Spanyol, Arab, Rusia, Jepang, dan Jerman.
Koreana Internet Website http://www.koreana.or.kr
Seni & Budaya Korea Edisi musim dingin 2012 Diterbitkan empat kali setahun oleh Korea Foundation 2558 Nambusunhwan-ro, Seocho-gu, Seoul, Korea
Cheollik: Model berbusana pakaian jadi. Tafsir ulang atas jubah ksatria laskar kerajaan pertengahan Dinasti Joseon yang memiliki bentuk dan lipatan elegan. Gaya dramatis kostum tradisional ini diperkuat dengan penataan rambut dan aksi yang berani. Desain oleh Lee Hye-soon, Model Noh Sun-mi, Make-up oleh Yoo Yang-hee, Fotografer Ogh Sangsun © Damyeon Image Book
Detail of a traditional ramie jacket called wonsam ©Damyeon Image Book
Salam hangat musim salju … Koreana edisi Musim Salju, kembali hadir menyapa pembaca di Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussa-
penting sebagai ‘roh’ Koreana . Dengan demikian, jembatan itu hadir tidak sekadar ada, melainkan dapat
lam. Ada dua peristiwa penting di Korea saat ini, yaitu Seoul dan sekitarnya dibekap kedinginan musim salju,
dimaknai sebagai tawaran dialogis untuk saling mengisi dan memberi; mewarnai dan mendapatkan.
dan pemilihan Presiden, 19 Desember 2012. Tetapi Koreana tidak terpengaruh oleh dua peristiwa itu. Koreana
Gelombang Korea (Hallyu —Korean wave ) sesungguhnya adalah sebuah sisi dari begitu banyak sisi lain
tetap menyapa pembaca yang budiman dengan sajian kebudayaan: tentang produk seni budaya dan dinamika
kekayaan budaya Korea yang cemerlang dan adiluhung. Koreana seperti mendapat panggilan ilahiah untuk
kehidupan masyarakat Korea. Pembaca dapat menikmati kisah sukses pedagang kaki lima menjadi desainer
menawarkannya. Semoga segalanya dapat menciptakan semangat berbagi, dan Koreana perlahan-lahan
mancanegara, kemewahan dan eksotika dunia fashion yang menembus pasar global, film-film Korea dengan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pertukaran informasi tentang dunia budaya Korea—Indonesia.
kualitas dunia, perajin ulung, pesta buku sebagai bagian penting usaha mencerdaskan masyarakat, dan ber-
Meski dingin mendekap musim salju, Koreana tetap menyapa Indonesia dengan segala kemesraan dan
bagai produk industri kreatif lainnya. Hakikatnya menegaskan jati diri dan kesadaran untuk mandiri.
kehangatan. Percayalah!
Penyajian kali ini, tentu tetap dengan semangat awal: membangun jembatan persahabatan - persaudaraan
Koh Young Hun
budaya, Indonesia — Korea. Maka, hidangan - hidangan inspiratif yang membuka cakrawala menjadi bagian
Pemimpin Redaksi Koreana Edisi Indonesia
Fitur Khusus Sejarah FASHION
04 08 16 22
7
Fitur Khusus 1
Pakaian bagi Orang Korea
Yang Sun-hee
Fitur Khusus 2
Pasar Dongdaemun, Pusat Fast Fashion yang Lama di Korea
Lee Jin-joo 27
Fitur Khusus 3
Pemimpin Fashion Korea Terjun ke Panggung Dunia
Cho Se-kyung, Kim Yoon-soo
Fitur Khusus 4
Gaya Seoul
Cho Yoon-jung
30
32
36 42
WAWANCARA
‘Gerilya Budaya’ Lee Youn-taek
Kim Moon-hwan
TINJAUAN SENI
Kim Kyk-chen, Seniman Logam Membubuhkan ‘Permata’ pada Perabot Kayu. Resensi Seni
Seniman Multimedia Kim Soo-ja: Menjahit Kehidupan dengan Napas
Koh Mi-seok
36
46 52 60
PADA TAHAP GLOBAL
Sutradara Asing, Kim Ki-duk Meraih Golden Lion di Venezia
Darcy Paquet
SEPANJANG JALAN MEREKA SENDIRI
Sebuah Dapur Umum: Tempat Cinta Bersemi
56
Kim Hak-soon
Buku & lebih Jokbo sebagai Cermin Etos Kerja Masyarakat Korea Werner Sasse
Cara Mengungkapkan Semangat Kerja Masyarakat Korea Arsip Gugak; Kekayaan Musik Modern Korea Joo Jae-keun
http://archive.gugak.go.kr/ArchivePortal/
69
Park Hyun-sook
58
ESAI
60
HIBURAN
62
KENIKMATAN GOURMET
66
gaya hidup
70
Perjalanan Kesusastraan Korea
Negeri Warna Warni
Tommy CHristomy
Sentimen Dunia ‘Kelas B’ atas Badai Gangnam Style Psy
Tahu: makanan orang Asia, kini
Lim Jin-mo
Ye Jong-suk
Mendengarkan Buku: Sebuah Perayaan dalam Membaca
Dewa Setengah Manusia: Marsyas Atau Mungkin Pierrot Kucing, Ular, Dan Kuburan Sim Sang-dae
Lee Kwang-pyo
Uh Soo-woong
Fitur Khusus 1
Pakaian bagi Orang Korea “A
pa yang membuat orang Korea berpakaian dengan baik?” Ini adalah perkataan yang sering saya dengar dari teman-teman yang kembali dari luar negeri atau orang asing yang tinggal di Korea. Saya tidak menyadarinya karena saya selalu tinggal di Korea. Tetapi setelah kembali dari pelatihan di luar negeri selama satu tahun, barulah saya ikut kagum saat menyaksikan orang-orang yang lalu lalang di jalan-jalan Kota Seoul. “Apa sebetulnya yang membuat orang Korea berpakaian dengan baik begini?” Ada tiga elemen berbaur yang mendasari cara berpakaian orang Memang, faktanya rata-rata orang di Kota Korea, yakni pemikiran khusus akan cara berpakaian, cita rasa Seoul berpakaian lebih baik daripada orangterhadap warna, dan juga pasar raksasa di mana para desainer orang di Kota New York. Saya pikir alasannya berbakat dapat terus-menerus menghasilkan jenis pakaian baru. bukan karena mereka memiliki cita rasa yang Yang Sun-hee, Penulis Editorial Joongang Ilbo luar biasa terhadap fashion, tetapi karena secara umum mereka memiliki pikiran kuat untuk berpakaian dengan baik saat keluar dari rumah sehingga semua orang sangat memperhatikan cara mereka berpakaian. Selain itu, perkembangan industri Korea diawali dari industri sandang dan industri jahitan. Sehingga Korea mempunyai infrastruktur yang kokoh dalam hal membuat pakaian dan distribusinya. Perkembangan Ekonomi yang Berawal dari Pakaian Perkembangan ekonomi di Korea boleh dikatakan berawal dari pakaian. Dengan kata lain industri tekstil dan pakaian telah menjadi industri bagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Memang pada kenyataannya industri modern di Korea dimulai dari industri jahitan dan garmen. Berbeda dengan sekarang, di mana produk industri ekspor Korea adalah produk elektronik, produk semikonduktor, kapal, dan sebagainya, pada tahun 60 sampai 70-an, jenis produk yang paling banyak diekspor oleh Korea adalah kemeja, celana, rok, blus, dan sebagainya yang digemari oleh orang-orang di Amerika dan Eropa. Orang Korea yang terkenal rajin, memiliki keterampilan tangan dan keterampilan menjahit yang unggul memungkinkan mereka memiliki kemampuan tersendiri dalam membuat pakaian. Sekalipun kini basis produksi pakaian telah berpindah ke China tetap saja banyak perencanaan dan distribusi yang masih dipegang oleh perusahaan-perusahaan Korea. Tetapi pada tahap awalnya ekspor pakaian kebanyakan terlaksana menggunakan sistem OEM sehingga tidak bisa dikatakan sebagai industri fashion. Di sisi lain, jika bicara soal pasar pakaian di dalam negeri, samLee Hyun-yi (kiri), model Korea yang pai pada awal tahun 80-an, kaum wanita kelas atas lebih menyukai membeli bahan pakaian lalu menjahitterkenal aktif di kancah internasional, kannya di tukang jahit profesional. Penjahit biasanya membuatkan pakaian persis seperti yang ada dalam bekerja dengan model Kanada, Coco Rocha, untuk fesyen fotografer Steven majalah-majalah fashion atau mengikuti pesanan sesuai keinginan tamunya. Pakaian-pakaian selain itu diseMeisel dalam kampanye iklan 2012 but sebagai ‘pakaian pasar’ yang tak lain adalah jenis pakaian yang sangat biasa dan umum. untuk Toko Raya Shinsegae (Shinsegae Department Store). Akhirnya sejak tahun 80-an muncul merek nasional secara besar-besaran, dan sebagai hasilnya di Korea
4
S e n i & B u d a y a Ko re a
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
5
Korea adalah surga dari brand fashion yang membuatnya menjadi pasar raksasa yang dikunjungi hampir setiap tahun sekali oleh CEO brand mewah dari Amerika Serikat dan Prancis. Bahkan ada beberapa perusahaan kosmetik luar negeri yang sengaja merilis produk baru mereka untuk pertama kalinya di Korea untuk menlihat reaksi pasar. Ini disebabkan karena konsumen Korea sangat sensitif terhadap hampir semua jenis produk fashion.
pun terbuka era merek pakaian siap pakai. Dalam waktu yang sangat singkat industri fashion Korea berkembang pesat. Korea adalah surga dari brand fashion yang membuatnya menjadi pasar raksasa yang dikunjungi hampir setiap tahun sekali oleh CEO brand mewah dari Amerika Serikat dan Prancis. Bahkan ada beberapa perusahaan kosmetik luar negeri yang sengaja merilis produk baru mereka untuk pertama kalinya di Korea untuk melihat reaksi pasar. Hal ini dimungkinkan karena konsumen Korea sangat sensitif terhadap hampir semua jenis produk fashion. Desainer-desainer Korea pun satu demi satu terus maju dan melakukan ekspansi ke pasar Amerika dan Eropa.
DNA Mode Ada sejarah cukup panjang tentang mengapa orang Korea memiliki perhatian khusus terhadap pakaian. Korea sebenarnya adalah bangsa filosofis yang mengikuti aliran Konfusianisme. Sehingga orang Korea sangat ketat dalam segala pekerjaan, norma, dan standar. Penilaian terhadap penampilan seseorang pun mempunyai standar dan persyaratan tersendiri yang disebut sebagai Shinonseophan. Artinya seseorang dinilai berdasarkan penampilan dan tutur kata, tulisan, dan kemampuan menilainya. Yang menarik di sini adalah dari semua kriteria penilaian, penampilan –yakni cara berpakaian- ada di paling depan. Pada kenyataannya jika kita membaca tulisan-tulisan lama Korea, tidak jarang kita temukan seseorang digambarkan terlebih dulu berdasarkan parasnya, apa yang dipakainya, dan bagaimana caranya dia berpakaian. Namun paras wajah adalah semacam nasib yang tidak mudah diubah, jadi hal yang penting adalah bagaimana caranya membuat seseorang tampak menonjol dengan memakai pakaian yang baik. Kalau dilihat dari catatan-catatan di masa lampau, pemborosan yang dilakukan oleh laki-laki yang melakukan aktivitas dalam masyarakat sering menjadi masalah. Pada pertengahan zaman Choson, Raja harus turun tangan langsung untuk melarang laki-laki menggunakan aksesoris seperti anting-anting dan sebagainya, sampai-sampai ia harus menurunkan perintah agar laki-laki mengenakan pakaian yang sederhana. Selain itu, ada juga catatan yang melarang laki-laki bangsawan membasuh wajah mereka dengan campuran air dan beras yang
6
telah digerus, yang dipercaya bisa membuat kulit wajah lebih putih karena menganggapnya sebagai satu pemborosan yang berlebihan. Pada zaman itu – memang hanya dalam kalangan bangsawan saja– sewaktu menyambut tamu yang berkunjung ke rumah, waktu belajar, bahkan waktu bertemu dengan istri sendiri (karena pada masa itu ruang tinggal untuk laki-laki dan perempuan terpisah sama sekali), laki -laki harus mengenakan pakaian dan topi sepantasnya. Dalam masyarakat lampau, orang Korea menggunakan pakaian untuk mengekspresikan status sosial, jenis kelamin, status perkawinan, dan sebagainya, yang menjadikan pakaian sebagai satu sarana untuk menerapkan filosofi. Dalam sehelai pakaian saja, orang berusaha untuk menampung makna dan asal usul alam semesta melalui warna-warna dan bentuknya. Dengan berusaha untuk menampung berbagai aturan kompleks yang sekarang sudah tak dapat diingat lagi, orang Korea menurunkan kebiasaan berpakaian layaknya seperti melakukan suatu ritual. Sekalipun kini norma-norma kebiasaan tradisional di masa lalu ini telah terhapus, tetap saja perilaku itu seakanakan menurun bagai DNA dalam diri orang Korea sehingga membuat mereka sampai sekarang merasa harus berpakaian baik saat bertemu seseorang atau bepergian.
Identitas Fashion Korea adalah Warna Kata kunci utama untuk fashion Korea adalah warna. Pada bulan September lalu lima orang perancang busana New York Fashion Week menggelar sejumlah pameran “Konsep Korea” dengan tema “Lima Warna” (五方 色) yakni biru, putih, merah, cokelat, dan kuning. Warnawarna ini adalah warna filosofis yang berasal dari filsafat China yang muncul dalam busana orang Korea hingga budaya dan kebiasaan hidup sehari-hari, yang merupakan lambang dari arah timur, barat, selatan, utara, serta pusat . Memang ini tidak berarti hanya warna-warna ini saja yang digunakan dalam membuat pakaian. Hanya saja, warna-warna ini ditempatkan berbeda menurut berbagai ritual seremonial. Warna pakaian di Korea jauh lebih bervariasi dan semarak. Orang Korea memperoleh warna-warna unik dari tanaman indigofera atau kesemek dan sebagainya. Warna-warna juga digunakan untuk menunS e n i & B u d a y a Ko re a
Merek Fashion Korea disajikan dalam “Sensasi K-Fesyen� yang diselenggarakan di New York, 11 Oktober 2012. (Foto: Korea Fashion Association)
jukkan status sosial seseorang. Sebagai contoh, dengan melihat warna ujung jaket atau pita pada pakaian wanita, orang dapat mengetahui apakah si wanita sudah menikah atau belum, ataukah ia mempunyai anak lelaki atau tidak. Cara memadukan warna pun sangat unik. Cobalah lihat perpaduan warna pakaian yang dikenakan oleh tokoh-tokoh utama dalam drama-drama tradisional Korea. Kita dapat menyaksikan perpaduan jaket berwarna kuning dengan ujung bagian tangan berwarna biru atau ungu yang dipadukan dengan rok berwarna merah muda, atau jaket berwarna merah muda yang dipadukan dengan rok biru, perpaduan warna-warna yang sulit dibayangkan di negara-negara lain. (Yah... walaupun memang bisa jadi itu adalah hasil dari penelitian sejarah atau hanya bayangan dari tim pembuat drama tersebut). Orang-orang China menyukai warna-warni pada pakaian dengan memberi sulaman. Orang Korea pun menyukai sulaman, tetapi lebih dari itu mereka ahli dalam merangkai kain, seperti layaknya quilting (atau patchwork) yang dijahitkan pada pakaian atau selimut serta berbagai peralatan rumah tangga lainnya. Memasuki zaman modern, budaya pakaian Barat masuk ke Korea, namun para desainer tidak berhasil memadukan warna a la Korea ini dengan model pakaian a la Barat. Sehingga warna tradisional dan kesan busana a la Korea terpisah dari pakaian sehari-hari. Namun kini kaum muda dengan sensasi dan bakat mereka telah berhasil memadukan dengan serasi warna-warna a la Korea ini dengan bentuk busana Barat.
Asal Mula Fast Fashion H&M Fast Fashion yang tumbuh baru-baru ini memimpin di urutan terdepan dalam dunia fashion internasional. Korea pun sejak lama telah menjadi sumber dari fast fashion. Hal ini dibuktikan oleh Pasar Dongdaemun sebagai pasar grosir pakaian. Pasar Dongdaemun telah menjadi pusat perdagangan berbagai kain dan pakaian sejak masa perkembangan ekonomi di tahun 60 dan 70-an. Korea sangat maju dengan industri sintetisnya di mana banyak generasi pertama pengusaha memulai usaha mereka hingga menjadi perusahaan chaebol (konglomerasi, .ed) dimulai dari Pasar DongdaeKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
mun. Perusahaan yang mencatat urutan teratas dalam produksi nilon seperti Perusahaan Serat Sintetis Hanil dan Kohap yang pada masa krisis moneter mengalami proses restrukturisasi dan manajemen pengadilan adalah perusahaan yang didirikan oleh para pedagang kain dari Pasar Dongdaemun. Brand nasional besar seperti Nasan, Hyungji Apparel, dan sebagainya pun merupakan perusahaan-perusahaan yang berawal dari Pasar Dongdaemun. Bahkan kini para desainer asal Pasar Dongdaemun satu per satu memperlebar langkah mereka ke New York. Pasar Dongdaemun telah menjadi pasar pusat yang dikunjungi oleh para pedagang dari negara-negara terdekat seperti Jepang, China, Hongkong, Rusia, dan sebagainya. Belakangan ini telah banyak shopping-mall yang menjual pakaian produk Korea di China dan Hongkong yang sebagian besar berasal dari Pasar Dongdaemun. Sebagai satu contoh adalah Causeway Bay di Hongkong yang terletak bersebelahan dengan Toserba Sogo. Di dalamnya terdapat sekitar 100 toko pakaian di mana lebih dari 80% darinya menjual pakaian yang berasal dari Korea. Sebagian besar dari penjual mengunjungi Pasar Dongdaemun sekali dua kali dalam sebulan untuk membeli pakaian. Daya saing desain Pasar Dongdaemun sangat kuat. Terutama disebabkan oleh banyaknya desainer fashion muda lulusan Milan, Paris, New York, dan sebagainya yang masuk di Pasar Dongdaemun untuk membuka toko dan menjual produk karya mereka sejak puluhan tahun yang lalu. Pasar Dongdaemun mempunyai struktur unik yang memungkinkan proses pembuatan pola pakaian, pemilihan garmen, dan penjahitan yang dapat dilakukan di satu tempat, sehingga dalam sehari dapat memproduksi seribu potong pakaian. Karena itulah pakaian yang ada hari ini belum tentu bisa dicari lagi pada keesokan harinya, apalagi perputaran desain oleh perancang busana pun cepat sehingga Pasar Dongdaemun berlimpah dengan pakaian model baru dengan harga relatif murah. Sebagian besar dari orang-orang di jalan-jalan Korea yang berpakaian baik pastilah tidak bisa lepas dari keuntungan yang diberikan oleh Pasar Dongdaemun.
7
Fitur Khusus 2
Pasar Dongdaemun, Pusat Fast Fashion yang Lama di Korea B
eberapa bulan yang lalu, saya meninggalkan Seoul dan pindah ke Pulau Jeju di laut Barat Daya Korea. Hal ini dikarenakan anak sulung saya akan masuk Sekolah Internasional yang baru dibuka tahun ini dan terletak di kota pendidikan berbahasa Inggris Jeju. Awalnya, saya kira hobi senang belanja ini dapat sembuh. Maklum, pulau ini tidak memiliki department store dan shopping mall. Tetapi perkiraan saya ini berubah. DNA shoppaholic yang telah 30 tahun melekat dalam diri saya tetap memunculkan keberadaannya. Sulit bagi saya untuk menahan keinginan berbelanja sambil mencatat daftar belanjaan yang Pasar Dongdaemun merupakan sebuah pasar pakaian yang memiliki jaraknya jauh dari saya namun sangat dekat sejarah lebih dari lebih dari 100 tahun namun masih aktif hingga kini. Di sebelum pindah ke tempat ini. Yang pertama sinilah pusat fashion baru bagi para desainer yang tertantang sekaligus saya catat adalah Pasar Dongdaemun. Saya, seperti seekor tikus yang sering tempat pameran fashion bagi para pecinta mode. keluar masuk gudang, kerap kali mengunLee Jin-joo, Staf Reporter, The Joong Ang Ilbo Jun Ho-sung Fotografer jungi Pasar Dongdaemun sebagai wartawan koran yang menulis untuk rubrik fashion sebulan sekali. Tempat ini layaknya pulau harta karun yang langsung saya kunjungi jika membutuhkan sesuatu saat sesi pemotretan gambar majalah dengan peragawati terkenal. Secara pribadi, tempat ini pun sangat berguna bagi saya. Busana panggung yang berkilauan yang saya beli di Pasar Dongdaemun terbukti menarik perhatian orang di sebuah klub, di Pulau Ibiza, Spanyol. Sedangkan baju renang Monokini dan baju terusan (dress) yang dibuat oleh seorang desainer dipertunjukkan di hotel di Dubai. Saya pun dapat bergaya layaknya fashion people dengan adanya Pasar Dongdaemun.
“Yang terbesar di dunia, satu-satunya fashion cluster yang sempurna.” Pasar Dongdaemun ibarat sebuah pusat pembangkit tenaga listrik yang besar. Pernak-pernik bidang fashion yang paling tren pada masa kini diproduksi dan didistribusikan di tengah Seoul, kota besar yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa. Hal-hal inilah yang dapat dengan singkat meningkatkan pengalaman orang Korea terhadap fashion ke tahap puncak dunia. Paik Nam-June, seorang perintis video art, pernah mengatakan bahwa, “Saya kira kemampuan dan semangat kehidupan bagi orang Korea berasal dari Pasar Dongdaemun dan Namdaemun. Kekuatan untuk bersaing dalam ekonomi dunia tergantung pada fungsi pengedaran barang dan pasar bebas, tapi Pasar Dongdaemun dan Namdaemun telah memecahkan masalah ini 100 tahun yang lalu.” Pasar Dongdaemun berdiri dengan hadirnya pasar-pasar di sekitarnya. Lokasinya terletak 2 km dari Pasar
8
S e n i & B u d a y a Ko re a
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
Pembeli meninggalkan Doota, tengara Kota Mode Dongdaemun, yang ditetapkan sebagai zona wisata khusus Seoul.
9
Kwangjang di Jalan 5 Jongro sampai ke Pasar Jonghap di Jalan 8 Cheonggye. Diperkirakan di kawasan ini terdapat sekitar 40 bangunan pasar, 35 ribu toko pakaian, dan 20 ribu pabrik. Di fashion valley ini jumlah pekerjanya sekitar 150 ribu orang, sedangkan pengunjung yang melintasi tempat ini diperkirakan sekitar satu juta orang setiap harinya. Menurut The Korea International Trade Association, Pasar Dongdaemun merupakan sebuah pasar besar dengan jumlah penjualan mencapai 50 miliar won per hari, dan jumlah penjualan dalam setahun menyentuh angka 10 triliun won. Tempat ini merupakan sebuah kiblat fast fashion Korea. Sejak tahun 2000, brand seperti Zara atau Mango, brand SPA (Specialty store retailer of Private label Apparel ) global membentuk aliran fast fashion dengan memasarkan barang baru sebanyak 3 atau 4 kali setiap bulan. Akan tetapi, Pasar Dongdaemun sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu telah memegang strategi ‘memproduksi dalam jumlah sedikit untuk berbagai jenis’. Di sini telah dipersiapkan segala bahan untuk memproduksi pakaian serta tenaga ahli yang setiap saat siap untuk bekerja. Tak heran, pasar ini merupakan sebuah pasar sekaligus pabrik. Oleh sebab itu, Pasar Dongdaemun dapat dikatakan sebagai yang terbesar di dunia, satu-satunya fashion cluster yang sempurna seperti yang
10
pernah diutarakan oleh Shin Yong-Nam yang telah lama meneliti sejarah Pasar Dongdaemun, sebagai ketua situs www.dongta.com yang memberi informasi tentang pembukaan perusahaan, pencarian tenaga kerja, lowongan kerja, bisnis, dan pabrik kepada para pedagang borongan dan eceran di Pasar Dongdaemun.
“Buka Sampai Jam 5 Pagi!” Pasar Dongdaemun dengan sejarah lebih dari 100 tahun, semakin dikenal sebagai sebuah pasar khusus untuk pakaian. Tempat asli pasar ini adalah Pasar Kwangjang yang dibuka oleh Park Seung-Jik pada 1905. Dimulai dengan penjualan kain linen dan katun, ia membuat dasar untuk mendirikan DooSan Group. Hal ini kelak menjadi landasan untuk mengembangkan DooSan Group sebagai salah satu perusahaan besar di antara 10 perusahaan besar utama di Korea, yang dapat menerbitkan majalah fashion Vogue edisi bahasa Korea dan membuka shopping mall Doota. Sejarah ini dimulai dari pembukaan Pasar Pyeonghwa yang dibangun oleh pengungsi-pengungsi dari Korea Utara saat pecahnya Perang Korea. Pada akhir tahun 60 sampai awal tahun 70-an, yaitu masa pengembangan industri Korea, Pasar Dongdaemun bersama Pasar Namdae-
S e n i & B u d a y a Ko re a
mun mulai memegang peran utama sebagai pusat grosir pakaian. Pasar Namdaemun memproduksi pakaian dengan kualitas baik yang memakai jahitan tangan, sedangkan Pasar Dongdaemun membuat pakaian dengan harga yang lebih rendah dari buatan Namdaemun. Di tempat kerja yang terletak di lantai bawah atau di atas loteng yang gelap, para pekerja bekerja keras dengan mesin jahit, dengan bayaran seharga secangkir kopi. Lingkungan kerja ini melatarbelakangi penyebab bunuh diri seorang pemuda yang bekerja di Pasar Pyeonghwa sebagai tukang jahit, bernama Cheon Tai-Il (saat itu umurnya 22 tahun) yang berjuang keras untuk perbaikan lingkungan kerjanya. Pakaian buatan Pasar Dongdaemun dijual pesat baik di dalam maupun luar negeri. Ketika Pasar Dongdaemun baru menjadi pusat ekspor pakaian, peredaran fashion dari ‘Dongdaemun sourcing’ muncul hanya dalam satu hari. Gaya pakaian yang baru ditampilkan oleh desainer terkenal di luar negeri pun langsung dipasarkan esok harinya di Pasar Dongdaemun. Art Plaza, sebuah shopping mall yang dibangun pada awal tahun 90-an, dapat mengalahkan Pasar Namdaemun dengan strategi membuka lama pintu shopping mall dan membawa pedagangpedagang dari daerah. Setelah itu berbagai shopping mall eceran didirikan, seperti Mal Migliore tahun 1998, dan Mal Doota tahun 1999,
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
membuat kawasan Pasar Dongdaemun sebagai satu-satunya kota fashion yang tak ada saingannya. Kawasan Pasar Dongdaemun terdiri atas dua bagian, yakni bagian penjualan grosir, pasar tradisional, Designer Club, dan U:US, di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah Barat, terdapat bagian penjualan eceran seperti Mal Migliore dan Doota. Ibarat penggabungan dua dunia yang berbeda satu dengan yang lainnya. Pasar penjualan grosir di sebelah Timur dapat dikatakan sebagai ‘dunia tiruan’, sedangkan pasar penjualan eceran menjual buatan brand asli dan mewah. Pasar tradisional dibuka sejak subuh hingga pukul 6 atau 8 sore. Sedangkan, pasar penjualan grosir dibuka sejak pukul 9 malam hingga 6 pagi keesokan harinya. Selanjutnya, pasar penjualan eceran menjual barang dari pukul 10 pagi hingga 5 subuh keesokan harinya. Jessica Marie Alba, bintang film Hollywood yang mengunjungi Korea pada musim semi tahun ini, menulis kesannya di twitter sebagai berikut; “Late night shopping in Seoul. Open until 5 am!”.
Doota, yang buka dari sejak pukul 10.00 pagi sampai pukul 05.00 pagi keesokan harinya, menyedot sekitar 50.000 pelanggan per hari.
11
1
Pada akhir tahun 90-an dan awal tahun 2000, para desainer muda yang belum mendapat pekerjaan bersama pedagang venture berkumpul masuk dan menjadi kalangan kekuasaan baru di Pasar Dongdaemun. Berbeda dengan suasana di perusahaan brand nasional terkenal bahwa para desainer harus belajar lama di bawah naungan senior, di kawasan Pasar Dongdaemun tidak begitu sulit berkomunikasi dengan senior. Adapun kelebihan lain di kawasan ini adalah dapat melihat reaksi pasar secara langsung. Dengan demikian, Pasar Dongdaemun menjadi tempat untuk menguji gaya fashion terbaru. Sejak itulah desas-desus bahwa “para desainer yang belajar di luar negeri berkumpul dan masuk di Pasar Dongdaemun” tersebar. Kebanyakan desainer di Pasar Dongdaemun yang sering diwawancarai media, adalah Kim Ho-Won, bekas ketua tim desain di perusahaan Elcanto setelah tamat dari Sekolah Marangoni, Italia, dan Jeong HyeSeon, yang pernah bekerja di Paulsmith dan Kenjo, dari Central Saint Martins College, Inggris. Pasar Dongdaemun seperti garasi mobil Silicon Valley milik Steve Jobs menjadi kiblat bagi para desainer muda. Ini juga disebabkan oleh para konsumen muda yang menyukai gaya baru. Selain itu, berbagai event seperti B-boy Battle dan konser rock yang dibuka oleh Mal Migliore dan Doota bagi kaum muda usia 10-20an juga merupakan salah satu landmark untuk Pasar Dongdaemun.
Sistem untuk Mendidik Desainer Baru Tidak ada alasan untuk tak membeli pakaian di Pasar Dongdaemun yang telah dipasarkan pula di Pasar Myeongdong dan Itaewon. Kemampuan dalam melahirkan produk sendiri adalah daya saing yang
12
1. Sebuah mobil menderu melewati Klub Desainer yang tetap benderang sampai jauh malam. 2. Jalan belakang Klub Designer dipenuhi deretan toko grosir.
dimiliki oleh Pasar Dongdaemun. Di antara 150 ribu tenaga kerja di Pasar Dongdaemun, sekitar 10 ribu di antaranya adalah desainer ahli. Selain itu, para pemilik toko yang telah lama bermukim di sini tak diragukan lagi kemampuannya dalam membuat desain baru. Di setiap toko, mereka yang menciptakan 5 atau 6 desain baru dalam seminggu, dan secara keseluruhan sekitar 20 atau 30 ribu buah desain baru tercipta sehari di Pasar Dongdaemun. Dari segi kuantitas, jumlah ini cukup mengejutkan! Seoul Fashion Center di Kota Seoul membuat sebuah program untuk memberi kesempatan kerja kepada desainer baru lewat ‘Sekolah untuk Membuka Perusahaan Fashion’. Mal Doota setiap tahun menyelenggarakan Doota Venture Designer Conference (DVDC) dan meminjamkan gratis ruangan toko selama 1 tahun kepada para pemenang. Ini layaknya Brand Incubating System. Dalam hal ini, Kim Hong-Beom dari Cres E Dim adalah contoh yang baik. Ia dinobatkan sebagai pemenang tertinggi DVDC tahun 2008 dan selanjutnya terpilih lagi sebagai pemenang yang mendapat dana Concept Korea pada September 2012 untuk menghadiri New York Fashion Week bersama Lee Sang-Bong, dan Son Jeong-Wan (desainer yang sangat terkenal di Korea). Ia sekarang sudah pindah dari tokonya di lantai bawah (Dooche) ke lantai dasar di sebelah eskalator yang lebih banyak dilewati pengunjung. Ia baru dapat menikS e n i & B u d a y a Ko re a
“ Seperti Martin Margiela, identitas merek saya berakar pada garda depan, tapi saya membuat busana yang dapat dipakai dalam kehidupan nyata. Saya belajar banyak dari pengalaman saya di Dongdaemun.”
mati kesuksesan setelah berusaha 3 tahun untuk launching mereknya. Ia mengakui bahwa, “Saat baru pertama kali masuk di dunia ini, saya sungguh ragu-ragu memilih di antara desain populer atau desain yang saya inginkan,”. Namun sekarang ia sudah diakui sebagai desainer yang dapat memakai color block yang bergaya seperti Dries van Noten, desainer dari Eropa Utara. Kim Seon-Ho dari Ground Wave, butik pakaian laki-laki, membuka toko Zazous untuk pakaian wanita di lantai dasar Mal Doota. Sebenarnya ia diminta untuk membuka butik pakaian laki-laki di lantai 4 Doota, setelah karyanya (jaket yang bentuknya seperti pakaian pendeta Budha) menarik perhatian di Seoul Collection. Akan tetapi ia ingin “menguji coba kemampuan diri dalam bidang pakaian wanita”. Ia mengatakan bahwa, “Saya telah berusaha untuk memperkokoh identitas merek yang avant-garde seperti Martin Margiela, tetapi di sini memproduksi baju yang siap dipakai. Dari tempat uji coba fashion Dongdaemun, banyak yang dapat dipelajari.” Di Mal Doota, banyak desainer yang memiliki toko sendiri seperti Choi Beom-Seok (General Idea), dan Lee Do-I (DolDolDol) yang keduanya merupakan tokoh utama di Seoul Fashion Week.
Shopping Mall di situs Internet sebagai Perantara Pengembangan Baru Ketidakstabilan ekonomi dunia ikut menyulitkan keadaan Pasar Dongdaemun yang pernah terkena dampak IMF. Kebanyakan brand SPA yang memiliki sistem Global Marketing masuk di Korea sejak sekitar tahun 2005. Hal ini menyebabkan perubahan keadaan pasar pakaian di dalam Korea, sehingga runtuhlah tembok untuk ‘pakaian harga lumayan dengan kualitas tinggi’. Upah tenaga kerja murah yang membangun legenda Dongdaemun pada tahun 60 hingga 70-an sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan masa kini di Korea. Tenaga kerja dengan upah rendah hanya terdapat Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
di Asia Tenggara atau China. Oleh sebab itu, kebanyakan ahli pemotong kain, tukang jahit, dan pembuat pola sudah meninggalkan Pasar Dongdaemun. Menurut data Korean Apparel Industry Association, hampir 85% dari total jumlah pekerja di pabrik-pabrik pakaian di Seoul berusia 40-50 tahun. Para desainer di tahap puncak piramid fashion berjumlah lebih banyak daripada yang diperlukan, sedangkan tenaga kerja tukang jahit dan pemotong kain sebagian besar adalah pekerja perempuan lanjut usia. Keruntuhan pola infrastruktur pembangunan juga pernah dialami Jepang dan Taiwan. Poros dari cluster yang mendukung perancangan-produksi-distribusi telah runtuh sekaligus. Untuk itu, Kota Seoul ingin membuat proyek perlindungan para ahli untuk mengatasi masalah ini melalui ‘perguruan tinggi khusus penjahit Dongdaemun’. Namun pada kenyataannya tetap terdapat banyak kekurangan. Penjualan toko dalam situasi spekulasi tinggi dan keras pun menyebabkan kesenjangan di Pasar Dongdaemun. Hal ini menambah kesulitan yang mengakibatkan banyak toko yang kosong dan tidak dipakai. Menurut data pada Agus2 tus 2011 dari Jung-gu Office di Seoul, jumlah toko yang kosong dan tidak dipakai hampir lebih dari 30%. Khususnya di pasar yang baru dibangun setelah tahun 2005, toko yang kosong dan tidak dipakai adalah 63%. Kebanyakan pasar yang harga sewanya turun, lebih memilih perbaikan kembali ke bisnis hotel. Usaha untuk memperkenalkan dan memperluas kedudukan Pasar Dongdaemun dari penjualan barang domestik ke internasional, dan dari penjualan barang off-line ke on-line pun kembali dilakukan. Pada April 2012, kunjungan pembeli di Mal Doota rata-rata 50 ribu orang per hari. Adapun, 10 ribu orang di antaranya adalah pendatang dari luar negeri. Dari segi kuantitas, orang asing yang datang hanyalah 20% dari seluruhnya, tetapi jumlah barang yang mereka beli mencapai lebih dari 50% dari penjualan total. Dari proporsi tersebut, hampir 70% dibeli oleh orang China. Oleh sebab itu, berbagai pendapat baru disampai-
13
kan untuk mengembangkan Pasar Dongdaemun sebagai satu brand sendiri yang memainkan peran sebagai pusat perdagangan (distribusi, keuangan, hiburan) di Asia Timur Laut. Shopping mall Internet pun sekarang diterima sebagai perantara pengembangan baru bagi Pasar Dongdaemun, yang dulu pernah dianggap sebagai pesaing yang menjual barang dengan harga murah. Pakaian yang dijual di shopping mall Internet, dari Auction, atau G Market, rata-rata 70-80% lebih adalah barang dari Pasar Dongdaemun. Selain itu, pedagang grosir pun memacu perkembangan pasar dengan menjual pakaian dalam jumlah besar yang sudah melewati musim. Pintu department store dan home shopping TV juga sudah terbuka untuk menjual barang Pasar Dongdaemun. Shinsegae Mall mulai membuka ‘pasar subuh on-line’ berbarengan dengan waktu penjualan mal grosir off-line. Hyundai Home Shopping mempunyai sistem pengiriman barang ke negara asing mana pun dalam seminggu, yang telah direkomendasi dan dipilih secara langsung oleh para stylist. Shopping mall Internet yang telah terkenal menjual barang penuh gaya pun merupakan bagian dari globalisasi Pasar Dongdaemun. Kebanyakan shopping mall Internet yang pernah membuat pemilik mudanya masuk ke kelompok kekayaan seperti ‘Wanita Muda 4 Miliar’ yang menjadi orang kaya dengan menjual pakaian harga 10 ribu won, sekarang sudah membuka cabang di China, Jepang, dan Amerika.
Paradiso Dongdaemun Kawasan di sekitar Kota Fashion Dongdaemun telah dinobatkan sebagai kawasan pariwisata spesial di Seoul pada 2002. Penghar-
14
Para kawula muda berbelanja di Blok G-2, toko pakaian pria di lantai 4 Doota.
gaan yang diberikan ke kawasan Dongdaemun itu adalah untuk yang ke-3 kalinya, setelah sebelumnya diberikan ke kawasan Itaewon, dan Namdaemun (Myeongdong), walaupun sebelum ini pun telah banyak turis yang mengunjungi kawasan Dongdaemun sebagai tempat pariwisata terkenal. Pasar Dongdaemun yang menggabungkan pasar tradisional dengan shopping mall modern merupakan sebuah perlambang bagi sejarah modern Korea. Di sinilah tempat di mana orang asing mengalami kompresi waktu dan ruang. Suasana Pasar Dongdaemun tampil dengan eksotis seperti Istanbul Grand Bazar di Turki yang terkenal sebagai hot issue yang dimulai dari New York. Di Pasar Dongdaemun, dengan berbelanja, kita dapat menikmati ‘permainan’ dan ‘kesenangan’. Kesenangan dapat dirasakan di tempat main di belakang lorong walau agak sempit dan sulit untuk sampai ke tempatnya. Di Pasar Dongdaemun, terdapat sistem pembelian dengan harga label maupun tawar-menawar. Lorong yang sempit antara tokotoko yang mirip kandang dan beberapa toko dalam perbaikan menjadi pemandangan unik di Pasar Dongdaemun. Mengenakan pakaian yang tergantung pada tembok DP dan memilih barang vintage di pinggir jalan dengan harga murah pun memberi kesenangan yang sederhana. Terlebih, di sini terdapat pula salah satu cabang kafe Paul Bassett yang terkenal di dunia, dapat menikmati secangkir kopi ‘FIKA’ Swedia dengan merasakan pakaian baru yang dibuat terbatas oleh desainer terkenal. Malam di Pasar Dongdaemun pun terasa hangat. S e n i & B u d a y a Ko re a
Pemandangan Tengah Malam di Pasar Dongdaemun
J
am 10 malam. Pasar Dongdaemun sudah dipenuhi rock spirit menjelang Hari Raya (ChuSeok). Di atas panggung terbuka depan Doota, konser musik rock sudah mencapai puncaknya. Sebagian besar para hadirin adalah turis asing. Harumi Chiba (33) dan Yukiko Yamashita (32) dari Jepang merasa sangat puas dan senang. Mereka berkata, “Kami sangat gembira jalan-jalan pertama kali di Kota Seoul”. Chiba hari ini berbelanja sepatu pumps warna merah. Barang ini dia beli di lantai 3 dengan harga 140 ribu won (10 ribu yen). Mereka menuju Pasar Kwanghee di seberang jalan untuk membeli jaket kulit. Di pinggir jalan, mereka beli air botol juga di warung. Pasar Kwanghee yang masih diperbaiki terasa belum rapi. Melewati eskalator yang dikelilingi tanda ‘dilarang masuk’, dan naik tangga ke atas di mana terbentang dunia lain di lantai 2, yang berbeda dengan suasana luar. Di sanalah tertumpuk banyak jaket kulit dan coat kulit bulu yang halus seperti baru ditampilkan di pergelaran fashion negara asing. Pada setiap rak pakaian, tergantung baju yang bergaya rock chic seperti brand Neil Barrett dan Balenciaga. Pakaian-pakaian ini adalah barang tiruan produksi brand Kwang Barrett dan Kwang Lenciaga. Ada pula yang hanya ditemui dalam jumlah kecil seperti brand Haider Ackermann. Yamashita berputar dua kali di antara 130 toko, akhirnya memilih semi-coat berwarna beige. Harganya 2,7 juta won (190 ribu yen). Lorong di Pasar Kwanghee agak sepi. Pemilik Toko Bethel, Baek Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
Won-Kuk (55), yang membuka tokonya dalam lima kios, mengeluhkan bahwa, “orang beramai-ramai datang di lorong ini tinggal menjadi cerita 10 tahun yang lalu. Sekarang, yang membeli coat kulit bulu seharga 1,5-3 juta won hanya turis China saja,” katanya. Pada jam 1 dini hari, baru seorang turis, Oyun (48) datang belanja coat kulit mink, ia seorang pengusaha toko barang Korea dan hotel di Mongolia. Sebelum keluar dari pasar, saya bertemu dengan dua orang, ibu dan putrinya dari Rusia yang mengenakan baju military look berwarna khaki. Putrinya bernama Anna Wingo (31) bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Taman Kanak-kanak. Selama 9 tahun di Korea, ia sudah hafal jalan-jalan daerah Itaewon, dan pasar bawah tanah di terminal bis ekspres. Elena Korsakova (51), ibunya, senang berbelanja di tokotoko terbuka di belakang lorong. ‘Barang tiruan’ tetap terkenal, namun dalam tekanan pengawasan pemerintah. Menuju ke arah Designer Club pada jam setengah 3 dini hari. Di tiap lorong banyak tumpukan bungkusan barang yang akan dikirimkan ke pedagang eceran di daerah. Di jalan-jalan depan bangunan pasar dipenuhi barang-barang pedagang daerah yang baru diselesaikan pembeliannya. Tas yang sebesar badan dipenuhi setengahnya. Saya berjalan kaki sampai depan Doota lalu naik taksi. Semakin banyak lampu yang dimatikan di bangunan-bangunan yang sebelumnya masih dinyalakan. Malam di Pasar Dongdaemun makin pekat.
15
Fitur Khusus 3
Pemimpin Fashion Korea Terjun ke Panggung Dunia Cho Se-kyung Penulis Bagian Fashion Kim Yoon-soo Jurnalis Fashion
‘Fashion adalah Mimpiku’ Choi Bum-suk Direktur Kreatif, General Idea
Cho Se-kyung: Anda berangkat dari penjual pakaian di Jalan Hongdae, lalu menjadi salah satu perancang busana pria top di Korea dan sebuah simbol kemenangan masa muda. Oleh karena itu, cerita hidup Anda selalu jadi bahan pembicaraan. Choi Bum-suk: Aku pikir itu karena aku selalu terobsesi dengan pakaian sejak masih kecil dan selalu terpaut pada jalan itu. Daripada belajar di sekolah, aku memilih menjual pakaian di jalan. Saat pertama kali menyewa seruas lahan untuk berjualan, mimpiku hanyalah untuk mempunyai toko dengan atap. Mimpi itu pun terwujud tak lama sesudahnya. Lalu ketika berjualan T-shirts di Dongdaemun, mimpiku adalah untuk menciptakan desain sendiri, dan sekarang aku sudah menjadi seorang desainer. Tentu saja hal itu tidaklah mudah, tetapi kupikir aku berada di tempatku sekarang ini karena setiap kali aku memimpikan sesuatu, aku bekerja keras untuk mendapatkannya tanpa pernah melihat ke belakang. Cho: Apakah ada orang yang pernah meragukan Anda mengingat Anda tidak pernah menjalani pendidikan formal di bidang desain? Choi: Aku hanyalah tamatan SMP. Ketika ayahku berkata, jika kami menyekolahkanmu sampai SMU dan universitas, kamu pasti akan lebih sukses lagi dari sekarang, aku menjawab, “Tidak, jika begitu tidak akan ada desainer Choi Bum-suk.” Bagiku, waktu yang kuhabiskan untuk menjual baju di sebuah tempat tanpa atap adalah pendidikan sekolah menengah (SMP), hari-hariku di Dongdaemun adalah sekolah menengah atas (SMU), dan awal aku masuk ke The Seoul Collections sebagai seorang designer adalah seperti mencapai universitas. Bahkan orang yang meragukanku, mengakui karyaku ketika mereka melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri. Cho: Sebagai seorang bintang desainer di Korea, Anda telah mendapat banyak tawaran menarik, dan bisa saja Anda puas dengan hal itu tetapi Anda malah memilih pergi ke New York – bahkan dengan risiko bangkrut. Mengapa? Choi: Pasar Seoul tampak terlalu kecil. Aku mau melihat lebih banyak orang lagi memakai pakaianku. Ketika memulai karier, aku ingin mencobanya di dalam liga besar. Saat melihat brand desainer lain, aku pikir tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengejarnya. Oleh karena itu aku pergi ke New York. Namun ketika sampai di sana, aku mengalami masa sulit. Kompetisinya tangguh. Itu adalah pengalaman yang mahal tapi merupakan tantangan baru bagiku, toh aku tidak punya apa-apa, jadi tidak akan kehilangan apa-apa dalam hal itu. Wajar saja, musim pertamaku adalah sebuah petaka. Aku mengadakan pergelaran di sebuah galeri kecil dan tidak banyak orang yang datang untuk memenuhi ruang di sana, bahkan juga dari orang media. Akan tetapi sekarang koleksiku selalu diulas oleh GQ.com dan telah disebut sebagai satu dari lima koleksi top New York oleh WGSN.
16
S e n i & B u d a y a Ko re a
“
Bagiku, waktu yang kuhabiskan untuk menjual baju di sebuah tempat tanpa atap adalah pendidikan sekolah menengah (SMP), hari-hariku di Dongdaemun adalah sekolah menengah atas (SMU), dan awal masuk ke the
“
Seoul Collections sebagai seorang desainer adalah seperti mencapai universitas.
Cho: Nasihat apa yang Anda punyai untuk seseorang yang bermimpi menjadi Choi Bum-suk selanjutnya? Choi: Sangat berbahaya jika kita hanya mengandalkan keberuntungan. Anda harus optimis tetapi juga sekaligus realistis. Anda boleh meyakini bahwa suatu hari akan muncul seseorang untuk menolong Anda, tetapi penting juga untuk disadari bahwa semakin Anda tergantung pada orang lain, risikonya semakin besar. Ketika aku sedang mengalami masa sulit berurusan dengan desain dan sisi bisnis pekerjaanku, muncul beberapa investor. Jadi, aku bergantung pada dukungan itu dan mengembangkan bisnis, tetapi hasil yang kudapat hanyalah timbunan utang. (Lihat “Pasar Dongdaemun, Kiblatnya ‘Fast Fashion’” pada halaman xx.)
Designer Choi Bum-suk
Avant-Garde Korea dan Doota Kim Sun-ho Desainer Fashion dan Direktur Kreatif, Groundwave
Cho Se-kyung: Anda mendapat ulasan bagus mengenai koleksi Anda. Apakah itu berarti perjalanan ini lancar bagi Anda sekarang? Kim Sun-ho: Sudah tiga tahun berlalu dan aku masih merasa naik roller coaster. Visiku selalu tetap sama sementara setiap tahun pembeli memberikan respons yang berbeda pada karyaku. Gaya yang tadinya kupikir akan laku, kadang memang laris, tetapi seringnya tidak. Aku memerlukan lebih banyak pengalaman. Cho: Desainer busana pria Korea beragam. Seseorang fokus pada baju setelan, dan beberapa pada pakaian luar (outdoor wear ). Tidak seperti label lain, bagaimanapun, Groundwave tidak masuk ke kategori mana pun, tetapi tampak mampu memahami keinginan konsumen. Kim: Hal itu mungkin karena aku tidak punya pre-konsep mengenai bagaimana seharusnya busana pria ketika aku mendesainnya. Aku berpegang pada aturan dasar busana pria tetapi aku suka memberikan sedikit variasi. Tidak sengaja dimaksudkan begitu, tetapi banyak orang mengatakan pakaianku uniseks. Cho: Nuansa Asia kuat dalam desain Anda. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
Kim: Menarik mendengar Anda berkata seperti itu. Aku memandang karyaku sebagai sesuatu yang sangat modern, tetapi review selalu menyebutnya ‘religius’ dan ‘oriental’. Tampaknya material yang aku gunakan menciptakan efek itu. Cho: Benar. Bahan yang Anda gunakan sangat menonjol. Dua busana yang Anda perlihatkan pada “10 Souls/ Seoul,” proyek inkubasi fashion global dari Pemerintahan Kota Metropolitan Seoul yang juga dipertunjukkan pada Paris Collections tahun lalu, mengetuk ingatanku. Aku ingat bahwa garisnya sangat modern, juga menunjukkan rasa religius dan Asia. Seolah-olah seperti melihat dupa dinyalakan disana. Kim: Aku berusaha mencari bahan tekstil yang berbeda. Salah satu temuanku adalah bahan berjahit tumpuk (quilted). Bahan quilted ini memungkinkan Anda untuk menggunakan material berbeda di dalam dan di luarnya. Ketika digunakan pada pakaian bergaya Barat, dapat menunjukkan tampilan yang sangat modern. Bahan (material) lain yang dibuat dengan metode tradisional namun dapat memberikan kesan modern adalah hanji (kertas tradisional Korea). Ketika aku menggunakan hanji untuk koleksi musim gugur/musim dinginku tahun lalu, ulasan media sekali lagi mengatakan koleksiku religius dan oriental. Cho: Kita bisa melihat biji-bijian di dalam hanji itu, dan ketika pertama kali melihatnya, aku ingat aku berpikir, “Apa itu?”. Kim: Ada orang di Daegu yang mengerjakan bahan terbuat dari hanji. Hanji membantu untuk mengusir kelembaban. Musim panas Korea sangat panas dan lembab, sehingga dengan maksud itu dalam pikiran, memasuki tahun kelima, mereka terus melakukan percobaan dengan bahan hanji. Akan tetapi, mereka mengalami masa sulit dalam memasarkan produknya, dan saat itulah kami bertemu. Seperti yang Anda katakan, biji-bijinya memang terlihat tetapi pada saat yang sama bahannya juga lentur dan mewah. Aku menyadari hal itu potensial dan bisa dimanfaatkan untuk koleksiku. Cho: Apakah Anda berusaha khusus dalam mencari bahan yang tidak biasa? Kim: Sebenarnya sangat sulit bagi desainer baru untuk mendapatkan
17
“
Aku melihat karyaku sebagai sesuatu yang sangat modern,
“
tetapi review selalu menyebutnya religius dan oriental.
bahan bagus. Sebab bahan tersebut sebuah periode rok H-line yang rapi, dibuat dalam jumlah sedikit, yang bahsepatu flat Ferragamo Vara, bros berkan jika bahan yang Anda inginkan lian buatan yang berkilau, dan hitamada, mereka tidak mau melayani pesanputih sangat dominan. Andy & Debb an Anda. Akan tetapi pembuatan hanji terus-menerus berkembang sebagai termasuk bisnis kecil, sehingga kami representasi merek yang bergaya cocok dalam hal itu. “Gangnam”, digolongkan sebagai Cho: Kemampuan Anda untuk memedesain minimal, pas di badan, dan nuhi tantangan semacam itu pasti pilihan yang simpel. Bisakah Anda membantu memajukan Groundwave. bercerita mengenai saat awal? Kim: Memang demikian. Aku adaYoon Won-jeong: Kami membuka stulah tipe orang yang suka mengerjadio dan toko di Rodeo Drive di Apgukan semuanya sendiri, mengalaminya jeong-dong pada 1999. Pada awalnya sendiri. Ketika membuat debutku, aku kami membuat lima belas pakaian berinisiatif membawa pakaian-pakaian kemudian mempertunjukkannya; dan yang telah kudesain untuk sebuah perkemudian membuat beberapa lagi tunjukan perdagangan di Paris. Sama jika baju-baju yang dipertunjukkan itu seperti saat aku memiliki sebuah toko sudah dibeli. Itulah cara kami awaldi Galleria Department Store di Seoul, nya. Pada saat itu banyak orang yang yang agak luar biasa bagi seorang bekerja di bidang industri fashion desainer baru. Aku ingin dinilai dari melewati tempat kami dan kebetulan baju yang kubuat, jadi aku berusaha studio in-house Vogue ada di basemen dan pergi menemui banyak orang, dan gedung yang sama, juga ‘fashion PR Jas hujan berlapis karya Kim Sun-ho untuk gelombang bawah demikianlah aku mendapatkan kesukfirm’ yang terbesar berada di atas lantanah sesanku. tai toko kami. Oleh karena itu banyak Cho: Apa rencana baru Anda sekarang? orang melihat karya kami dan kemudian berita tentang karya kami Kim: Untuk koleksi Seoul musim semi/musim panas 2013, aku cendedisebarkan dari mulut ke mulut. rung melakukan presentasi daripada sebuah runway show. PertunjuCho: Anda belajar di New York kemudian kembali ke Seoul untuk kan biasa selama 10 menit membuatku selalu menginginkan sesuatu meluncurkan brand Anda. Setelah brand Anda sudah mapan, Anda yang lebih; aku ingin menunjukkan fashionku ke lebih banyak orang pergi lagi ke New York untuk mengikuti the New York Collections. dan mendengar lebih banyak orang membicarakannya. Kemudian, Apakah ada penyebab yang istimewa untuk hal tersebut? aku muncul dengan ide baru, sebuah cara baru untuk mempertunjukYoon: Setelah tiga tahun pertunjukan di Seoul Collections, kami memkan sebuah koleksi. Aku juga menjual busana perempuan koleksiku di pertimbangkan, apakah akan menyiapkan peluncuran brand kedua Doota di pasar Dongdaemun. Pada panggung dunia, tujuanku adalah atau mengikuti ke New York Collections. Akhirnya kami memilih New menunjukkan Korean-style avant-garde fashion, tetapi di Doota, aku York. Awalnya pembeli dari Neiman Marcus dan mal-mal terkenal bereksperimen dengan pasar fashion masyarakat Korea. (Lihat “Pasar memperlihatkan minat terhadap karya-karya kami. Namun ada bebeDongdaemun, Kiblatnya ‘Fast Fashion’” di halaman xx.) rapa kendala. Mereka menyukai desain kami tetapi merasa kebera-
Mendesain untuk New York dan Seoul Yoon Won-jeong Desainer dan Direktur Kreatif, Debb, Andy & Debb
Cho Se-kyung: Andy & Debb muncul pada akhir tahun 1990-an,
18
tan dengan harganya. Kami tidak bisa meringankan harga, kami tidak bisa kompromi. Pengalaman New York tadi meyakinkan bahwa lebih baik kami meluncurkan brand yang kedua. Kami menyadari bahwa ada pasar yang besar bagi desain kontemporer bukan hanya di New York tetapi juga di seluruh dunia. New York memberikan fondasi untuk preS e n i & B u d a y a Ko re a
“
Desainer Korea tidak punya tempat yang cukup untuk menjual pakaian mereka ketika mereka membuatnya. Diversifikasi saluran penjualan kini semakin berkembang berkat online stores dan multi-brand shops,
“
tetapi itu masih tidak cukup. Area utama di mal-mal sudah lama diberikan ke brand asing.
sentasi dan konsep brand kami resensi tentang tren yang teryang kedua. Kami membuat baru. Namun Seoul Collections semua baju di Seoul dan hanya masih berfungsi sebagai show memperlihatkannya di sana. belum sebagai pasar untuk Dengan sistem seperti itu, ada bisnis fashion. banyak hal yang tidak bisa kami Yoon: Yang jelas, hal tersebut lakukan dan ada keterbatasan sedang menjadi lebih baik secaberkaitan dengan lokasi pergera berangsur-angsur. Pemelaran. Ketika kembali ke Seoul, rintah Kota Seoul juga telah ternyata kami bisa mengerjakan memiliki pengalaman melalui banyak hal yang kami inginkan. berbagai event yang memperkeCho: Meskipun demikian, struknalkan desainer Korea di dunia. tur distribusi sekarang memakPengalaman itu berdampak sa desainer untuk mendobrak positif. Level buyer internasional pintu pasar asing dengan biaya dan media fashion yang berkunyang sangat besar. Apakah hal jung ke Korea meningkat setiap itu menambah tanggung jawab tahun. Jika Seoul Collection diadan kewajiban desainer? dakan sesuai dengan jadwal Yoon: Desainer Korea tidak pergelaran empat koleksi utama punya tempat yang cukup untuk di dunia, hal itu akan membantu menjual pakaian mereka setelah membesarkannya. Belakangan selesai membuatnya. Diversifikaini pergelaran di Seoul diadakan si saluran penjualan kini semakin setelah beberapa minggu sesuAndy & Debb, suami—istri, tim desain Yoon Won-jeong (paling kiri) dan Kim Seok-won berkembang berkat online stodah empat koleksi yang besar res dan multi-brand shops, tetapi dipertunjukkan, sehingga kelihaitu masih tidak cukup. Area utama di mal-mal sudah lama diberikan tan kekurangan daya tarik. ke brand asing dan aku harus menjadi seseorang dari generasi yang terakhir dalam desainer Korea, yang mempunyai toko di sana. Situasi, Sumber Inspirasi Tanpa Akhir nya tambah buruk lagi bagi desainer muda yang baru terjun ke bidang Seo Young-hee Penata Gaya Hanbok ini. Desainer tidak hanya harus memproduksi pakaian yang telah dipesan tetapi juga harus meramalkan seberapa banyak koleksi yang akan Kim Yoon-soo: Bagaimana Anda memulai menjadi seorang penata laku dijual dan kemudian memproduksi semua itu sekaligus terpaksa hanbok? menerima yang tidak jadi dijual. Seo Young-hee: Saat aku mengerjakan photo spreads untuk Vogue Cho: Apakah ada jalan keluar untuk mencegah ‘lingkaran’ yang Korea, aku ingin menciptakan visualisasi yang tidak dapat dilihat di buruk itu? Vogue France atau Vogue Italy. Saat itulah aku mulai bekerja dengan Yoon: Pasar domestik harus menjadi lebih terbuka. Model bisnis yang baju tradisional Korea. Hanbok memiliki potongan yang sepenuhnya sekarang terlalu bersifat Korea, sehingga ketika buyer asing datang, rata dan ketika dikenakan di atas tubuh sebuah garis tertentu terbenjarang terjadi komunikasi. Yang juga menjadi masalah adalah bahwa tuk. Berbeda dengan garis yang dibentuk oleh gunting. Hal yang sama powerful buyers yang ada di dunia fashion tidak berkunjung ke Korea. juga berlaku untuk garis lengan dan pita kerahnya’. Aku ingin menamCho: Koleksi merupakan puncak dalam bisnis fashion. Desainer pilkan hanbok ini melalui reinterpretasi ‘couture-style’. Apa yang aku membuat baju setiap musim dan fashion buyer terdepan mencari temukan sangat menarik adalah bahan pakaian dalamnya — kecan-
Hanbok
desain yang baru untuk dibeli, sementara editor majalah menulis Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
tikan yang tercipta oleh berbagai macam bloomers (celana pendek),
19
“
Yang paling menarik bagiku adalah bahan pakaian dalamnya — kecantikan yang diciptakan dari lapisan-lapisan berbagai bloomers (celana pendek), drawers (celana dalam), slips (baju dalam),
“
dan petticoats (rok dalam). Aku merasa lega melalui seluruh pengalaman menata gaya.
drawers (celana dalam), slips (baju Seo: Penata gaya memiliki keahlian dalam), dan petticoats (rok dalam). yang berbeda-beda. Aku ahli dalam Aku merasa lega melalui seluruh bidang menciptakan latar untuk foto. pengalaman menata gaya. Sebagai Melalui karya ini, aku telah mempertambahan, bahan tradisional, seperti luas sebuah sudut pandang untuk katun, rami, sutra, dan kasa, dapat kecantikan, dan datang berhubungan terlihat berbeda tergantung bagaimadengan berbagai keajaiban tentang na mereka digunakan, kadang-kaKorea dan negara-negara lain. Ketika dang menciptakan kesan mewah dan mahasiswa, aku ingin memiliki toko kadang sebuah tampilan sederhana. jahit. Mimpi kecil itu telah tumbuh lebih Ketika aku pergi ke London Fashion besar. Di lantai kedua toko itu, aku Week tahun ini, aku melihat foto haningin membuat sebuah galeri, tembok yang telah aku tata gayanya pada pat aku dapat memamerkan bahan cover majalah tekstil Inggris Selvedoatau karya rajutan. Aku membayanre dalam sebuah butik multi-brand di gkan mengundang seniman Inggris Pasar Jalanan Dover. Kemudian aku Tracey Emin untuk memamerkan menyadari bahwa globalisasi hanbok bahan karyanya di sini. Kemudian, tidaklah sejauh itu. aku juga ingin memamerkan karya Kim: Anda gencar mempromosikan seniman rajut dan jahit Korea. Di lankeindahan hanbok melalui pameran tai pertama, aku akan menjual berbadan juga fitur majalah. gai macam tekstil seperti katun yang Seo: Aku mengurus tata gaya untuk dibuat oleh seniman Korea, linen dari Pegaya Seo Young-hee bekerja pada sebuah fesyen menembak untuk pameran Baeja : Kecantikan Korea negara lain, dan bahan untuk rajutan. Vogue Korea yang diselenggarakan oleh ArumjiImpianku adalah untuk memiliki toko gi Culture Keepers Foundation (sebuah organisasi non-profit yang jahit yang mempunyai suasana Korea sekaligus atmosfer eksotik, denbertujuan menjaga dan melindungi “Keindahan Korea/Korean Beaugan wangi menyenangkan seketika pintunya dibuka. ty”), yang diadakan di Korean Cultural Centre UK. Pameran tersebut menampilkan berbagai macam baeja (rompi tradisional), termasuk Wajah Asia di Dunia koleksi yang dibuat oleh seniman master, versi modern oleh desainer Lee Hyun-yi Fashion Model muda, berbagai model baeja oleh desainer Jin Te-ok. Adalah ideku untuk menggantung sepotong baeja bayi di pintu masuk, menjadi Cho Se-kyung: Sejak beberapa tahun yang lalu, pengaruh Asia semacam chandelier. Pada Korean International Art Fair (KIAF) baruterhadap dunia fashion sangat berkembang. Desainer Asia, misalnya baru ini, The Cultural Heritage Administration mengadakan pameran Alexander Wang, Phillip Lim, dan Thakoon mendapat banyak perhamenampilkan karya kolaboratif desainer modern dan lulusan jurusan tian. Model Asia yang dulu merupakan minoritas sekarang sangat kekayaan budaya-tak benda. Bersama seniman bidang rajut dan jahit, aktif berperan melalui pergelaran dan kampanye iklan. Keberhasilan kami menciptakan sebuah display jeogori yang bagus, transparan Anda juga sangat penting. Bagaimana awal Anda menjadi model? (jaket pendek tradisional), dan berlapis di atas masing-masing. Melalui Lee Hyun-yi: Debutku dimulai pada ‘2005 SBS Supermodel Contest.’ OK: The Magazine of Korean Culture, dan cover majalah Sulhwasoo, Saat itu model Korea, seperti Song Kyung-ah dan Han Hye-jin baru aku bereksperimen dengan obangsaek (warna-warni lima arah kardimuncul di dunia internasional, sehingga top model jarang dijumpai di nal), dan garis serta bentuk hanbok. Hanbok adalah sumber inspirasi dalam negeri. Waktu itu juga sangat diperlukan wajah-wajah baru. Oleh tanpa akhir bagiku. karena itu tanpa melalui pengalaman pemula yang semestinya, aku Kim: Apa rencana Anda untuk masa depan? langsung difoto untuk Vogue , Elle , dan Harper’s Bazaar . Kegiatan ini
Runway
20
S e n i & B u d a y a Ko re a
“
Aku pernah hadir di gladi resik suatu pagi hari dengan sampul yang dibuat dari wol. Dari sudut ukuran busana dan cara yang dipresentasi oleh desainer,
“
aku berpikir bahwa Seoul Collection sekarang bertaraf dunia.
menjadikanku sebagai seorang model yang terkenal. Pada Januari tahun 2008, aku mendapat panggilan dari New York, dari seseorang yang melihat CV-ku yang dikirim oleh agenku. Aku pun menjadi go internasional. Aku tampil di runways luar negeri selama empat musin sampai sekarang. Cho: Anda sudah menjadi top
nasional. Hal itu terjadi karena aku diberi kesempatan. Aku sudah menikmati kesempatan yang diberikan kepadaku sebanyak mungkin. Aku menjadi model karena aku suka tampil di panggung. Aku merasa lebih banyak getaran dan gairah di runway daripada keti-
ka bekerja dalam sebuah photo shoots. Empat koleksi yang besar di Paris, Milan, London, dan New model di Korea tetapi saat Anda York merupakan skala yang bergo internasional , Anda mulai lagi beda. Berjalan di runway ketika dari nol. Kedala apakah yang pergelaran berlangsung membuapaling menyulitkan Anda? tku sangat gembira. Sekarang aku Lee: Aku terus berpikir, “Apa yang tidak pergi ke panggung internakulakukan di sini? Ada terlalu sional setiap musim, tetapi aku banyak hal yang tidak bisa kulakumasih menjaga kontrak dengan kan dengan usaha sendiri. Ada agen internasionalku dan setiap yang mengatakan bahwa tuntutan musim selalu ada klien iklan yang terhadap model Asia terus meninmencariku. gkat tetapi saat itu model KaukaCho: Menurut Anda, mengapa sia-lah yang dominan, sehingga Model Lee Hyun-yi (kanan depan) adalah fitur dalam kampanye iklan di seluruh Anda masih dicari oleh dunia tidak ada tempat untukku. Aku perdunia dari merek mewah Brunello Cucinelli. internasional? nah dipanggil oleh agenku selama Lee: Mungkin karena wajahku. Orang cenderung mengkategorikan Paris Collections untuk casting bagi sebuah label. Aku menunggu sammodel Asia sebagai satu kategori, tetapi sebenarnya kami masingbil berdiri selama dua jam di sana. Karena telalu lama menunggu, seomasing mempunyai karakter yang berbeda. Jika meminjam pernyarang representatif dari merek baju mendekatiku dan dia berkata, “No taan fotografer Steven Meisel, aku mempunyai wajah yang “ningrat” Asians.” Menunggu 20-30 menit merupakan hal yang biasa. Di saat (“noble”), yang sulit dicari di antara model-model Asia yang lain. aku casting penungguan seperti itu bukan masalah. Namun bayangkan Cho: Selama tujuh tahun Anda bekerja sebagai model, apakah Anda jika Anda ditolak terus dengan cara yang seperti itu. Hal yang seperti merasa perubahan fashion di Seoul? itu jelas membuat stres dan melelahkan. Lee: Tentu saja. Ketika pertama kali bekerja di Seoul Collections, ada Cho: Konon ada seseorang yang khusus selalu mencari Anda? kejadian seperti busana yang belum siap di pagi hari menjelang show Lee: Ya. Jean Paul Gaultier. Dia memberi arti penting sebagai model yang akan berlangsung pada malam harinya. Aku pernah hadir di gladi kepadaku. Dia menggunakanku bukan hanya di show-nya tetapi juga resik suatu pagi dengan busana yang dibuat dari wol. Ketika diberi di show untuk Hermes saat dia bekerja sebagai direktur kreatifnya. Dan busana yang final beberapa jam sebelum show, busana yang diberijuga selama beberapa musim belakangan ini, aku bekerja di kampanye kan kepadaku adalah yang lusuh dan tidak nyaman untuk dikenakan. iklan Brunello Cucinelli. Namun sekarang tidak dijumpai lagi kejadian seperti itu di Seoul ColCho: Ada yang mengatakan bahwa model Asia sulit bekerja lebih lections. Karena kami mencoba mengenakan banyak busana, maka dari tiga musim. Anda sudah empat musim bekerja di dunia internakami bisa menangkap perbedaan sekecil apa pun. Dari sudut ukursional dan sekarang menghabiskan sebagian besar waktu Anda di an busana dan cara yang dipresentasikan oleh desainer, aku berpikir Seoul. Apakah Anda tidak menyesal? bahwa Seoul Collection sekarang bartaraf kelas dunia.” Lee: Sebetulnya pada mulanya, aku tidak berkeinginan untuk go interKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
21
Fitur Khusus 4
Gaya Seoul
Dari Myeong-dong yang terlahir kembali sebagai wilayah perbelanjaan untuk wisatawan dari pusat mode terdepan di ibukota, hingga Garosugil yang dihiasi butik dan kafe penuh gaya, serta Hongdae, kiblat gaya dan semangat indie —Seoul dibanjiri oleh para pembuat dan konsumen adibusana yang mencari aneka ragam corak mode. Cho Yoon-jung Asisten Editor, Koreana; Pengajar, Sekolah Pasca Sarjana Penerjemahan dan Penafsiran, Ewha Woman University Ahn Hong-beom Fotografer
22
S e n i & B u d a y a Ko re a
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
Sebuah toko busana merangkap kafe dekat pintu masuk Garosugil. Struktur terbuka, menciptakan suasana lingkungan yang cocok untuk para pengunjung cuci mata sambil kongkow-kongkow.
23
1
2
24
S e n i & B u d a y a Ko re a
S
ebuah foto terkenal dari Lim Eung-sik menunjukkan punggung seorang wanita muda berjalan di jalanan Myeong-dong mengenakan celana pendek putih, sementara seorang nenek yang mengenakan hanbok bermotif bunga sedang melintas di depan wanita itu. Foto itu diambil tahun 1954, saat Seoul sedang bangkit setelah perang, dan daerah Gangnam kebanyakan masih berupa ladang. Hingga 1960, Myeong-dong mulai terbentuk sebagai distrik adibusana Korea pertama dan satu-satunya. Gadis-gadis dari keluarga terpandang datang ke sana untuk memesan baju setelan dan “mengeriting� rambut mereka. Saat keluar dari salon, mereka akan berteriak sewaktu pengemis-pengemis bertangan kehitaman mengancam untuk mengotori baju mereka.
terutama Itaewon dan Hongdae, daerah di depan Universitas Hongik di Sinchon. Namun Myeong-dong, yang tepat berada di tengah-tengah Seoul, masih merupakan tempat di mana uang berpindah tangan, di mana harga dan biaya sewa perumahan paling tinggi, dan lalu lintas pejalan kaki paling padat di kota itu.
Garosugil, Tempat Berkumpul Paling Trendi
Garosugil sekarang adalah tempat paling trendi di Seoul. Tempat ini disebut demikian oleh daerah sekitar Apujeong-dong saat menjadi terlalu populer dengan biaya sewa yang tumbuh terlalu tinggi, menghambat para pionir adibusana untuk berkembang. Nama daerah yang cantik tersebut membuat kita lebih romantis Myeong-Dong, Masih Sebuah Dismemandangnya lebih dari terjemahan trik Perbelanjaan Terkenal bahasa Inggrisnya sendiri, yakni “Jalan Melewati beberapa dekade, MyeongDeretan Pohon�. Dan sungguh, Garosudong telah terkenal melalui beberapa gil memang cantik dan romantis serta produk adibusana. Pada 1970-an dan trendi dalam waktu bersamaan. 1980-an, produk tersebut adalah toko Meliputi hanya 700 meter antara stasepatu yang dijalankan oleh seorang siun bawah tanah Sinsa di satu ujung pramuniaga yang kelihatan seperti sedengan SMA Hyundai di ujung yang orang pelayan dan butik pribadi yang lain, Garosugil ialah sebuah koleksi toko khusus menjahit pakaian wanita. Pada kecil dan kafe yang berjajar di jalan dua 1990-an, produknya ialah merek nasioarah yang memiliki atmosfer asing unik nal seperti Time, Mine, System, Deco, ke dalamnya. Terdapat sebuah kesan Chatelaine, dan Non Ni. Saat ini, produk putih atau warna-warna terang di depan adibusana siap pakai, baik brand intertoko secara keseluruhan, tirai biru, nasional seperti Zara dan H&M, dan kusen kayu hitam, dan nama berbahasa juga brand Korea seperti Eight Seconds, Inggris, namun setiap toko itu sangat serta barang tak bermerek dari Dongberbeda. Ada sebuah toko merah kecil daemun, yang mencerminkan siklus di sebelah arah turun menuju Apguproduksi dan respons yang lebih cepat. jeong dengan koleksi T-shirt bergaya 3 Baru-baru ini, yang lebih dominan punk di rak paling depan. Di seberang dari merek pakaian ialah toko-toko kosjalannya ada toko dan kafe Around The 1. Taman Dosan Park, yang menampilkan patung pejuang kemerdekaan An Chang-ho, adalah sebuah penataan yang populer untuk film dan foto metik yang berderet di jalan utama Corner dengan bingkai bercat merah pernikahan. dan menjadi titik panutan yang bernidan seluruh dindingnya terbuka, sebuah 2. Kerumunan wisatawan di sekitar Choi Si-won, salah seorang anggota Super Junior, karena ia membuat sebuah pementasan di Garosugil, lai. Karena penjualan berorientasi pada kafe berbentuk cekung berlantai dua tempat para selebritas sering muncul. anak muda, jarang terjadi di industri yang disebut CoffeeSmith yang juga 3. Wisatawan asing sedang beristirahat setelah belanja. kosmetik, seluruh model utama produk kelihatannya tak berdinding, dan brand ini ialah bintang pop dan aktor pria: Kim Hyun-joong untuk The Face busana siap pakai Eight seconds, yang entah mengapa tokonya dibanShop, Shinee untuk Etude; Song-Jung-gi untuk Tony Moly, TVXQ untuk gun dengan gaya Tudor. Missha, Jang Geun-suk untuk Nature Republic. Dan masih banyak Kerumunan di sini berubah-ubah seharian. Saat pagi kebanyakan lainnya. sepi, karena sebagian besar kota ini tidak benar-benar beraksi hingga Gadis-gadis pramuniaga berdiri di luar, memanggil-manggil wisatengah hari. Ibu-ibu dengan kereta bayi serta gadis-gadis yang gemar tawan Jepang dan China yang lewat, menyerahkan contoh barang makan siang dengan nyaman menempati salah satu kafe untuk mengyang dapat dibawa untuk menarik mereka masuk ke toko untuk melihirup kopi pagi mereka, dan melihat-lihat para juru foto memotret hat-lihat, serta menggandeng lengan mereka (cukup mengejutkan bagi model pusat-perbelanjaan online yang bergaya dengan kopi di salah beberapa orang), saat calon pelanggan tidak memperhatikan. satu tangan dan tas besar di tangan yang lain. Gelar sebagai pusat adibusana telah lama berpindah ke Gangnam, Saat hari mulai berlanjut, kerumunan orang berubah menjadi agak sebelah selatan sungai, pertama kali ke Apgujeong-dong dan kemumuda: pelajar, pemerhati iklan dan media, orang-orang industri busadian ke Garosugil. Dan titik tren lainnya telah muncul di sebelah utara, na, para gadis yang tampil seperti model pusat perbelanjaan, dan Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
25
orang yang belanja dari seluruh kota. Belakangan ini, lebih banyak turis Wajarnya, memang seperti itu. Tetapi tidak demikian jika Anda melihadatang untuk melihat-lihat, dan membeli, Gangnam Style, apa pun bisa tnya sebagai sebuah distrik adibusana di mana reputasi Taman Dosan hadir di sini. kini meningkat. Taman Dosan, sebagai distrik busana, sangat tersemGarosugil dulunya dikenal karena toko-toko dan desainer busana bunyi sehingga hampir tidak kelihatan. Isinya terdiri dari jalur utama yang masih muda menjual pakaian terkait dengan label pakaian asing. yang berbentuk T di depan gerbang parkir dan sebuah deretan pinggir Percampuran masa kini ialah dari yang asli dengan yang arus utama, jalan, dengan sisi timur di depan taman menjadi satu dengan sisi belamahal dengan murah, saat calon desainer terkenal dengan brand kang Apgujeong-dong. Toko-toko di sini kurang jelas terlihat daripada seperti Kate Spade menjual produknya di dekat toko busana siap pakai yang ada di jalur Cheongdam-dong, yang dipenuhi desainer butik lokal seperti Zara dan Fashion 21, toko kecil menawan yang menjual secadi satu sisi perempatan dan brand internasional di sisi lainnya. ra eksklusif koleksi pilihan pasar busana Dongdaemun, dan tempat Taman Dosan memiliki sejumlah toko besar yang jauh lebih kecil: seperti A-land dipenuhi dengan potongan busana menarik — sepotong Hermes dengan teras berwarna oranye yang khas, Ralph Lauren dengkaos pink dengan kucing biru tercetak an selera netral yang baik, dan Rick di atasnya atau sepatu pria dari rotan Owens, yang halus dan memiliki jen aneka warna. Benar bahwa kebanyakan dela etalase yang kosong kecuali pajangdagangan di Garosugil bisa ditemukan an torso diri Rick Owens sendiri yang di bagian lain di Seoul, namun Ganmuncul dari susunan blok beton, ramgnam Style ialah tentang ketidakpedubut panjang melambai di angin dari lian dan cara di mana segala sesuatu ventilasi di belakangnya. Di sisi jalan menjadi ada. terdapat brand seperti Ann DemeuleDi malam hari, Garosugil dijejali meester, Paul Smith, dalam bangunan oleh orang-orang rupawan, pria denputih modern yang berlekuk, dan Marc gan pakaian pas di badan atau celana Jacobs, yang menampilkan dua patung robek-robek dan T-shirt, para wanita batu terlihat seperti binatang singa Haeyang mengenakan rok mini gemerlapan tae dalam mitos yang mengapit tangga yang sedang trendi dan atasan sutra depan. Di belakangnya berderet toko atau celana jeans berpotongan pas di yang lebih kecil dan kafe seperti C. P. kaki, sepatu berhak sangat tinggi dan Company, Vecchia & Nuovo, Artisee, tas-tas kecil; yang berjalan naik turun di My Ssong, restoran aktor Bae Yongjalanan yang tidak terlalu panjang saat jun ‘Gorilla in the Kitchen’, serta salon musik makin membahana dari dalam kecantikan dan rambut yang sering toko-toko. “Airnya sangat baik”, kata didatangi selebriti. orang Korea, dan udara menjadi pekat Toko unggulan tidak pernah benar1 oleh banyak keinginan, demi pekerjaan benar mendapatkan pengunjung. 1. Jalan raya di Cheongdam-dong dipagari deretan toko unggulan dari yang lebih baik, mobil yang lebih cepat, Memang daerah ini bukan tentang merek-merek mewah yang terkenal di dunia. 2. Kawasan Taman Dosan mempunyai toko mewah yang menjadi atau liburan dalam bisnis hiburan. Di mereka. Kemewahan sejati adalah keteandalannya. saat kebanyakan orang yang memenuhi nangan dan eksklusivitas. Dan seperti 3. Toko Andy & Debb di Apgujeong-dong jalan ialah penduduk Gangnam, banyak salah satu tokoh industri mengatakan, juga yang datang dari berbagai sudut kota dengan keinginan menjadi di Korea, penjualan merek paling mewah terjadi di department store. bagian dari suasana di sana. Seorang gadis yang menjual tas tangan Tempat di mana toko-toko unggulan sebagian besar berada. Alihtiruan di jalan, atau bocah pelajar laki-laki yang menjual anting-anting alih terlihat di jalan, kehadiran pelanggan ditandai oleh raungan mobil murah dari gerobak, bisa jadi seorang calon aktor yang ditemukan di mahal yang datang dan pergi, seperti dari van hitam besar yang terkota-kota besar seluruh dunia. nyata membawa penyanyi dan bintang TV. Adegan seorang wanita Saat seorang wanita berbaju polka dot hitam putih klasik, kaca cantik yang membawa tas belanja besar pada kedua bahu seperti di mata hitam besar dan anting berlian datang melihat-lihat tas dari kulit film sangat jarang terlihat di sini. burung unta tiruan di kios jalanan, si gadis penjaga kios berbisik senSebaliknya, yang terlihat adalah orang lalu-lalang di daerah sekitar diri di belakang, “Lihatlah dia! Dia bisa membeli barang yang asli. Itulah setelah minum kopi dan berjalan-jalan di taman, pemuda mengenakan kemewahan yang sebenarnya. Nanti aku akan menjadi seperti dia.” celana pendek dan penggemar cardigan mengendarai Vespa untuk mondar-mandir melakukan pekerjaan mereka, kerumunan kurir orang Dosan Park/Cheongdam-dong, Kemewahan yang Eksklusif tua yang dapat dilihat pada ujung Dosandae-ro mengorganisir paket Hal yang paling diingat tentang Taman Dosan adalah tamannya. yang mereka miliki untuk dikirimkan, dan profesional muda yang duduk
26
S e n i & B u d a y a Ko re a
Memang benar, sebagian besar apa yang dijual di Garosugil dapat ditemukan di bagian lain kota, tetapi jika ada, gaya Gangnam adalah gabungan sikap cuek dan cara lain.
2
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
27
3
1
P
ada siang hari, gaun pengantin putih tampak pudar terkena sinar matahari dan debu dari jalan raya enam jalur yang sibuk. Toko pernikahan (bridal) di Jalan Pernikahan terkenal di Ahyeon-dong membentang dari Stasiun Ahyeon ke Stasiun Ewha Woman University tidak tampak terlihat, hanya sedikit kelihatan dari jalan-jalan di kota. Tetapi pada malam hari ketika semua toko menyala, gaun yang bersinar menciptakan bentangan panjang putih dan kecerahan diselingi setiap gaya kekinian dengan menampilkan warna-warni dari toko hanbok tradisional. Sejarah Jalan Pernikahan ini kembali ke tahun 1969 ketika “Sijip Ganeunnal� (Hari Pernikahan) dibuka di dekat jembatan Ahyeon-dong. Sejak pernikahan gaya Barat menjadi norma, toko-toko itu mulai menarik pelanggan dari universitas tetangga, Ewha, Yonsei, dan Sogang. Toko bridal semakin banyak dibuka di dekatnya dan segera macam-macam pernikahan pun terbentuk di kota-kota kecil. Masa kejayaan datang pada 1980-an dan 90-an ketika 200 toko bridal berjajar di kedua sisi jalan, mempertemukan lebih dari setengah dari permintaan gaun pernikahan bangsa Korea. Saat ini, situasi telah berubah. Jumlah toko di sini telah menurun, sebagian besar karena meningkatnya popularitas butik Gangnam dan maraknya praktik menyewa wedding organizer. Namun Jalan Pernikahan Ahyeon-dong tidak hanya semata-mata menyediakan sejumlah gaun untuk pesta. Upaya yang sedang dilakukan oleh Asosiasi Pernikahan Kota Mapo untuk membawa jalan ini kembali ke masa kejayaannya ialah dengan cara online dan modernisasi. Tampaknya jalan ini sekarang dalam masa transisi. Toko berwarna pink, putih, serta ungu lengkap dengan menara tiruan, yang membawa kita kembali ke tahun 80-an yang kurang modern, dibangun di samping butik yang direnovasi dengan warna-warna netral sejuk dan sederhana serta bergaris minimalis. Satu jendela penuh sesak dengan gaun, di samping beragam aksesoris, dan gaun pertunjukan putih mengkilap kuning, biru, dan hijau, sementara jendela lain memajang hanya satu lapisan berwarna gading ramping dengan korset renda mahal. Calon pengantin berjalan dengan dengan ibu, saudara, atau teman-teman, meringis dan mengerang ketika tidak ada pilihan yang cocok dengan selera mereka, dan akhirnya menghela napas puas ketika menemukan gaun yang sempurna. Pada akhirnya, setelah semua hal itu, setiap calon pengantin membutuhkan hanya satu gaun saja.
Jalan Pernikahan Ahyeon-dong
28
di kafe-kafe melakukan bisnis sambil makan siang. Di taman, patung perunggu keperakan pejuang kemerdekaan An Chang-ho, yang bernama pena Dosan, berdiri menghadap ke jalan yang sibuk di sebelah timur, seperti batang tubuh dari Rick Owens di ujung jalan yang lain. Sebuah pasangan yang aneh mungkin, tapi mereka tampak seperti mengikat ujung Taman Dosan bersama-sama dengan sebuah plakat berisi tulisan: “Orang-orang muda dari Korea, mempersiapkan diri untuk melakukan sesuatu yang besar.”
Gelombang orang melintasi jalan melewati Starbucks dan waralaba bermodal besar, sampai ke taman bermain di seberang jalan universitas, yang merupakan penanda dari Hongdae. Di sinilah pasar loak akhir pekan berlangsung dan pertunjukan dadakan sering diadakan. Sepanjang satu sisi taman bermain berjejer deretan gerobak jalanan standar yang disahkan oleh dewan setempat, lampu bersinar di atas segudang “barang” warna-warni —pembungkus telepon, ikat kepala, anting-anting, kaus kaki, syal, dan dalam satu paket minuman berwarna pastel di kantong plastik, yang mungkin bukan minuman beralkoHongdae, Budaya Perkotaan yang Hidup hol. Sisi jalan menuju taman bermain akhirnya beralih ke daerah yang Kembali ke seberang sungai adalah daerah Hongdae. Ketika malam memukau, yang membawa pikiran melayang ke baris dari lagu Beatturun, gelombang orang yang berebut keluar dari Exit 9 di stasiun kereles, “little box/on the hillside...” ta bawah tanah akan membuat Anda bertanya-tanya, kalau-kalau ada Meskipun tidak ada bukit, toko-toko di jalur ini yang akhirnya dikenal peristiwa besar sedang berlangsebagai “Jalan Lapangan Parkir” sung. Tapi kejadian ini hanya (Juchajang-gil) terlihat seolahada di Hongdae, tempat karnaolah ditumpuk di atas satu sama val beragam toko, kafe, bar, dan lain, seolah-olah lantai bawah galeri yang dipengaruhi oleh dan lantai atas bukan milik berseni dan semangat musik indie, sama. Beberapa toko memiliki bagaimana awalnya jalan ini tangga yang menurun karena dikenal. berada di bawah tanah. Ada pula Kerumunan di sini penuh yang dicapai dengan tangga naik dengan warna dan tidak semua karena mereka berdiri di atas terdiri dari anak muda. Asalpermukaan tanah. Dan setiap usul “budaya Hongdae” dapat kotak kecil toko diisi dengan dilacak kembali ke awal 90-an pasar busana massal terbaru ketika seniman (sebagian besar atau satu jenis barang tertentu, 2 lulusan Universitas Hongik, seperti tas, kaus kaki, T-shirt 1. Gaun diberi sentuhan akhir di sebuah toko pernikahan di Jalan Ahyeon-dong. yang terkenal dengan jurusan atau aksesoris rambut, dan 2. Hongdae Juchajang-gil (“Ruas Jalan Parkir”), dikejutkan dengan keragaman fesyen jalan Seoul. seninya) dan musisi indepenbahkan tali sepatu. Yang camden berkumpul di sana. Kafe pur-aduk berada di antara toko rock dan techno bar yang hidup dengan nama-nama seperti Drug and pakaian adalah rumah kartu tarot dan beberapa peramal nasib tradiBaljeonso (Power Plant) merupakan tempat di mana musik memesional, seni tato dan toko-toko yang menawarkan tindikan ke bagian kakkan telinga dengan pencahayaan luar biasa dan kursi yang selalu tubuh selain telinga. penuh, menarik kerumunan dari seluruh Seoul. Orang-orang muda Di jalan, di mana tempat parkir dimulai, toko-toko saling berhadapan yang mendirikannya dan sering mengunjungi daerah ini mungkin berudi deretan mobil, berikut adibusana yang lebih mahal dengan butik sia 40-an sekarang, tapi semangat mereka masih terlihat jelas. ramping menawarkan pakaian desainer muda dan pilihan brand asing. Hari ini, Hongdae menjadi tempat subkultur urban yang lebih jelas Sebuah bangunan putih besar dengan dinding kaca adalah Noraeketimbang bagian lain di kota, di mana kehadiran pria dan busananya bang, yang disebut Pangeran Edward di mana pelanggan mondarlebih ditandai. Remaja mengenakan jeans berbentuk cerobong asap mandir, bersolek, atau menangis dengan emosi saat mereka bernyahitam dan jaket khaki, mata mengintip keluar ke bawah tepian yang nyi, dapat dilihat dari jalan. Di sisi gang, toko kecil menampilkan namapanjang, berjalan-jalan dengan gitar di punggung mereka. Musisi rock nama seperti Bag Brown My Closet, dan Carrie. Restoran muncul muda dan tua berjalan memakai sepatu bot hitam dan kemeja yang dengan nama Bap (Beras) atau Sul (Minuman keras) atau DalbitDoeji rapi juga rompi kulit. Di sini, Anda sesekali dapat melihat punk Mohawk (babi kecil dalam cahaya bulan), yang khusus menyajikan masakan dengan warna rambut merah terang atau kuning bahkan sedikit grunjeroan babi panggang. Begitu simpel, tidak seperti GopchangJeongol ge, pemandangan yang tidak biasa terlihat di sebuah kota yang dikenal (Usus Sapi Kukus), yang sebenarnya adalah tempat minum bir. Akhirrapi penduduknya. Lalu ada anak laki-laki trendi mengenakan celana nya, labirin gang mengarah ke salah satu jalan utama terhubung ke capri dan cardigan, sangat banyak mengikat rambut mereka dalam daerah Hongdae, di mana anak laki-laki dengan topi rajutan di atas semacam model topknot seperti nenek moyang mereka ratusan tahun mata dan gadis-gadis yang menyeret Doc Martens dapat dilihat berkeyang lampau. rumun kembali ke stasiun. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
29
WAWANCARA
‘Gerilya Budaya’
Lee Youn-taek Lee, Youn-Taek adalah seorang seniman teater yang aktivitasnya bertujuan untuk mengadaptasi teater asing dengan konteks Korea serta memodernisasikan teater tradisi melalui berbagai bidang yaitu pendidikan aktor, produser teater, dan penulis skenario. Ia juga seorang produser seni pada Festival 2012 dalam Merayakan 100 Tahun Strindberg yang akan diselenggarakan di empat teater, salah satunya Teater Gerilya hingga bulan Januari tahun depan. Kim Moon-hwan (Kritikus Teater) | Ahn Hong-beom Fotografer
U
ntuk mewawancarai Lee, Youn-Taek, seorang seniman teater, penulis mengunjungi Teater Gerilya tempat ia menjadi wakil di HyeHwadong. Mengapa Gerilya terletak di tengah kota? Nama ini sebenarnya berasal dari ‘Gerilya Budaya’ yang juga merupakan nama panggilan bagi Lee, Youn-Taek. Untuk memahami hal ini, patutlah terlebih dahulu memahami riwayat hidup Lee, Youn-Taek.
PENGERTIAN GERILYA Lee, Youn-Taek dilahirkan di Kota Pusan pada 1952. Ia melanjutkan pendidikan sekolah dasar dan menengah di sekolah ternama. Kemudian ia diterima di Institusi Seni Seoul tetapi tidak menamatkan pendidikannya di institusi ini. Ia pun berniat untuk menyelenggarakan teater skala kecil di Pusan, namun semua rencana ini gagal. Lee, Youn-Taek akhirnya melakukan berbagai macam pekerjaan, salah satunya sebagai karyawan di kantor pos. Sembari mencoba beberapa profesi, ia mengembara ke berbagai kota yakni Masan, Milyang, Chungmu. Pada 1979 ketika berusia 27 tahun, untuk pertama kalinya ia masuk ke dunia seni dengan publikasi puisi karangannya di salah satu majalah sastra. Tahun selanjutnya, ia menulis puisi dan kritik di majalah yang sama. Waktu itu ia bekerja sebagai wartawan selama tujuh tahun di Pusan Pos sambil melahirkan banyak karya. Pada 1986 sebagian besar teater kecil di Pusan tutup. Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti sebagai wartawan dan membuka teater kecil sendiri. Ia menampilkan karyanya di atas panggung seperti teater situasi dan mencoba memperkenalkan teater tradisi. Kedua jenis teater ini ditampilkan dengan maksud untuk ‘menyaingi Seoul’ (menurut pendapat pribadi Lee, Youn-Taek). Ia juga menulis skenario untuk drama TV dan film serta menayangkan skenario tersebut dalam bentuk film. Publik kemudian memanggil Lee, Youn-Taek yang punya banyak karier itu dengan sebutan ‘Gerilya Budaya’. Ia pun menyambut baik sebutan ini. Apakah ini yang menjadi alasan ia menamai teaternya dengan sebutan ‘Gerilya Budaya’? Ia ingin memaknai sebutan ini lebih mendalam. Ia selalu menitikberatkan makna avant-garde serta pembongkaran dan rekonstruksi. Melalui puisi dan kritik yang dilahirkan, ia bermaksud memutuskan hubungan dengan budaya aturan yang sangat ketat pada zaman dahulu. Selain itu, ia mengeluhkan pandangan masyarakat yang menganggap Pusan sebagai kota terbesar kedua setelah Seoul namun tetap memandang remeh Pusan dalam bidang budaya. Meskipun begitu, Lee, Youn-Taek tidak meniru budaya yang berkembang di Seoul, melainkan tetap fokus kepada budaya lokal di Pusan. Salah satu usaha yang ia lakukan adalah memberikan perhatian yang lebih pada
30
Lee Youn-taek mengarahkan aktor di ruang terbuka Seongbyeok (Benteng) Teater di Desa Teater Miryang.
31
bentuk asli budaya Korea. Ia pun terus melanjutkan bentuk asli budaya Korea untuk menjadi tradisi yang mengakar kuat dengan terus mencoba menyatukan bentuk asli budaya Korea dengan budaya modern. Selanjutnya Lee, Youn-Taek juga memfokuskan pengembangan kembali teater rakyat yang selama ini diasingkan oleh kalangan akademisi. Ia, dengan memerhatikan bidang musik, tarian, dan festival, menghubungkan ingatan masa kecil dengan perhatiannya dalam bidang tersebut. Sewaktu SMP di kampung, ketika ia menjadi satu-satunya guru untuk siswa paling cerdas, ia membuka teater kecil bersama anak-anak didiknya. Hal ini kelak mendorongnya untuk memerhatikan karya Brecht yang menyokong teater pendidikan, Heiner Muller yang mempengaruhinya, dan Tadeusz Kantor. Ia memperkenalkan diri sebagai Stylist, Marxist, atau pengikut ide Nietzsche, dan Anarchist. Ia pernah mencoba manampilkan karya Brecht Mother Courage and Her Children dalam hubungan dengan teater tradisi Korea. Selain itu, karya Kantor The Dead Class pun telah ia coba hubungkan dengan Permainan Orang-Orangan teater tradisi Korea. Inilah alasan untuk menamai teaternya sebagai Perkumpulan Jalan Teater YunHui. Dalam teater OGU-Type of Death yang mengambil bentuk dari Ogu Exorcism, tradisi menyembah arwah leluhur, dia tidak ragu-ragu memilih bentuk alat kelamin besar lakilaki sebagai salah satu make-up yang pernah dipakai dalam karya Milan Sladek, seorang mime dari Ceko. Contoh yang lain, dia pernah menampilkan panggung seperti tumpukan sampah dalam karya A Ballad of Once Upon tahun 2009, ini kemungkinan besar dipengaruhi Kantor. Konsep ‘pembungkusan’ Kantor memperkenalkan idenya di atas panggung berdasarkan teori Heidegger, yaitu pembedaan ‘objek’ dan ‘benda’. Ini dikarenakan bahwa ritual pembungkusan mencakupi ‘lipatan’, ‘simpul’, dan ‘tutup’. Unsur-unsur tersebut sebagai satu set universal untuk membungkus barang merupakan satu cara untuk membawa pengertian bagaimana objek dapat dipahami melalui satu aksi. Inilah yang ingin disampaikan oleh Heidegger (yang beroposisi dengan objek).
Kediaman dan pengembaraan Gaya berkesenian Lee, Youn-Taek dapat disaksikan kembali saat ia pindah ke Kota
Sebuah adegan dari film “Ogu - The Ritual of Death,” ditulis dan disutradarai Lee Youn-taek (atas) dan August Strindberg “A Dream Play” disutradarai Lee Youn-taek dalam festival teater lokal dalam rangka memperingati ke-100 wafatnya dramawan Swedia (kanan). Lee terus mengeksplorasi cara untuk menggabungkan seni pertunjukan tradisional Korea dan seni eksperimental garda depan kontemporer.
32
Di tengah-tengah suasana pedesaan, para seniman belajar dan praktik seni teater, mengasah keterampilan ketika mereka tinggal di lingkungan masyarakat. Lee menganggap pertemuan pertunjukan seniman ini sebagai komunitas teater yang ideal, terinspirasi oleh keyakinannya bahwa sebuah komunitas secara unik dibentuk oleh individu-individu yang masing-masingnya mempunyai kepribadian yang berbeda.
Milyang dekat dari Pusan, jauh dari Seoul. Ia mendirikan kampung teater di SD yang telah ditutup karena kurangnya populasi. Di sanalah ia bersama dengan aktor dan staf terus berlatih sambil menginap dan makan bersama. Selain itu, mereka juga menyelenggarakan festival sepanjang musim panas. Ia menganggap kampung teater ini sebagai komunitas ideal dengan berpendapat bahwa ‘sebuah perkumpulan tanpa kepribadian bukanlah komunitas’. Alasan ia cenderung lebih fokus kepada teater, walaupun pernah bekerja di bidang film, dikarenakan oleh anggapannya bahwa teater lebih mampu menyatukan orang-orang yang belum saling mengenal dalam satu komunitas. Saat ditanya apakah pola hidupnya tersebut dipengaruhi Teater Matahari yang dibawakan oleh Ariane Mnouchkine, seorang Prancis, ia berkata tidak. Teater Matahari bukanlah perkumpulan dengan anggota yang menginap dan makan bersama, lagi pula mereka adalah perkumpulan elit yang disokong oleh pemerintahnya seperti kekuasaan budaya. Dia mengatakan, contoh yang mirip dengan Teater Gerilya di negara asing mungkin dapat disamakan seperti Teater Roti dan Boneka (Bread and Puppet Theatre) oleh Peter Schumann di Amerika dan Teater Rame oleh Dario Fo di Italia. Berdasarkan pendapat tersebut timbul pertanyaan lain apakah Kampung Teater Milyang dapat dikatakan sebagai semi-teater yang disokong anggaran dari pemerintah kota untuk mengelola dan menyelenggarakan festival? Ternyata ia lebih senang menyamakan Kampung Teater Milyang dengan Nam Sa Dang Pae (seniman pentas keliling, troupe of players) yang telah dimodernisasi. Kediaman dan pengembaraan? Walau kedua kata ini tidak saling berkaitan tetapi Lee, Youn-Taek ingin kampung teater tersebut menjadi seperti ‘museum teater yang hidup’. Dengan kata lain, konsep kediaman haruslah dilatarbelakangi pengembaraan, jika tidak mengembara maka dianggap sebagai sebuah peninggalan. Dengan demikian, Lee, Youn-Taek dan teaternya merupakan teater yang benar-benar telah berkeliling dunia. Lee, Youn-Taek mulai menampilkanpertunjukan di negara asing dengan karya OGU yang diundang resmi pada Festival Teater Internasional Tokyo 1990. Selanjutnya, ia membawa pula karya OGU pada Festival Teater Dunia Jerman (Essen) pada 1991. Ia menampilkan karya Family Leaving the Road di Teater La MaMa, New York, pada 1992. Ia pun mempertunjukkan Hamlet di Festival Teater Benua Lima Rostov,Rusia. Seterus-
33
nya, ia membawa OGU dan Hamlet pada Rumah Budaya Dunia di Berlin pada 1998. Ia menampilkan karya Mother pada Teater Taganka, Rusia, pada 1999. Pada 2000, ia membawa pertunjukan Hamlet ke Togasanbang, Jepang. Dengan demikian, hampir setiap tahun ia menampilkan pertunjukan ke luar negeri. Setelah itu, ia membawa karya Mother Courage and Her Children ke Kampung Seni Panggung, Shizuoka, Jepang, pada 2007. Selanjutnya, karya Hamlet-nya dipentaskan dalam Festival Shakespeare Dunia, Rumania pada 2010.
Teater adalah permainan serius Dalam kesibukannya berkeliling dunia untuk mementaskan karya, Lee, Youn-Taek tetap berjuang untuk mencari akar teater bagi dirinya sendiri. Saat memandang Danau Baikal setelah pertunjukan Hamlet tahun 1996, ia terkejut ketika menemukan ‘tempat asal keberadaannya’. Kuburan batu yang terletak di sekitarnya membuat ia teringat pada ‘village shrine’ di Korea serta membuatnya menemukan keberadaan asal budaya nasional Korea. Dengan demikian, ia menyesalkan situasi Korea yang dibagi atas perbedaan ide, sehingga budaya pun diasingkan. Pada tahun ini ia berumur 60 tahun. Di zaman lampau, jika berusia 60 tahun seseorang dianggap lanjut usia tetapi di zaman ini usia orang rata-rata lebih panjang, maka tidak ada yang menganggap orang yang berusia 60 tahun sebagai orang tua. Terlebih bagi Lee, Youn-Taek tidaklah patut menyebutnya lanjut usia. Ia tetap bersemangat keti-
1
ka membaca puisi Apollinaire, Valery, atau Gottfried Benn, atau mendengar musik Shostakovich. Selain itu, ia juga tetap ingin memegang realisme yang dilatarbelakangi oleh post modernisme. Ia masih mengingat Yu, Deok-Hyung yang berpengaruh besar saat ia baru masuk ke dunia teater. Ketika itu Yu, Deok-Hyung baru kembali dari Amerika tempat ia belajar stage lighting dan produser, menampilkan pertunjukan pertamanya di Korea pada awal tahun 70-an. Sejak itu, Lee, Youn-Taek baru menyadari hubungan erat tuturan dan gerakan tubuh. Jika dikatakan Yu, Deok-Hyung sebagai seniman teater yang pertama di Korea yang membuka dunia Antonin Artaud, Lee, Youn-Taek pun pasti dipengaruhi secara tidak langsung oleh
1. Kritikus teater Kim Moon-hwan (kanan) diwawancarai Lee Youn-taek di Theatre Guerrilla yang terakhir di Hyehwa-dong, pusat kota Seoul. 2. Sebuah Pertunjukan di ruang terbuka di Desa Theatre Miryang.
teater Artaud. Ia juga menyebut The Living Theatrememengaruhinya, akan tetapi, ia menjaga jarak dari Oh, Tae-Seok yang pernah menjadi gurunya dengan bidang minat yang sama. Selain menulis skenario dan mempertunjukkan teater, ia juga memfokuskan perhatiannya pada pendidikan sandiwara. Pada 1994 ia mendirikan Uri Theatre Institute serta membina teori sandiwara secara sistematis dan pernah membuka workshop teater di Jerman serta Jepang. Sebagai buah karyanya, baru-baru ini ia menerbitkan buku teater Jiwa dan Materi. Mengenai teater, ia berpendapat bahwa teater adalah ‘permainan yang serius’ berdasarkan kesadaran, tekanan, image, dan aktivitas terhadap kehidupan. Dengan memerhatikan helaan napas panjang saat manusia rehat setelah menyelesaikan pekerjaannya, ia mengundang pemain-pemain agar membaca buku humaniora serta memfokuskan pada napas yang lain (yang menunjukkan sisi lain dalam diri manusia) di antara saat menghela napas dengan mengembuskannya begitu lama tanpa disadari. “Ketika memfokuskan napas tersebut, barulah manusia menyadari tentang dunia dan dirinya sendiri tanpa ikatan dengan kenyataan luar. Inilah saatnya manusia dapat berwujud sebagai dirinya sendiri yang berada di tengah kehidupannya dan dunia.� Berdasarkan berbagai pengalaman, ia pernah bekerja sebagai dosen tamu di Jurusan Seni Pemain, Universitas Sungkyunkwan, produser seni di National Theatre Company of Korea, dosen di Jurusan Seni Peran Universitas Dongkuk, dan dosen di Jurusan Seni Peran-Musikal Universitas Youngsan.
2
Sekarang apakah impian selanjutnya? Ia sedang berusaha menulis ulang puisi dan sandiwara kuno Yunani, sejarah sandiwara Korea, dengan berhenti sementara menulis skenario dan menjadi produser di Kampung Doyo, Kota Kimhae. Selanjutnya ia ingin pula membuat teater anakanak berdasarkan kerja yang dilakukannya sekarang. Hal ini menunjukkan sisi lain Lee, Youn-Taek yang adalah alumni dari Jurusan Pendidikan Anak Sekolah Dasar di Korea National Open University. Keinginannya tersebut tidak terlepas pula dari perhatiannya yang berfokus kepada sejarah sampai sekarang. Ia tidak sekadar memfokuskan teater sejarah untuk pendapat pribadi atau story telling, melainkan lebih kepada teater sosial sebagai pencerminan pada zaman yang sama. Diharapkan ia akan lebih memperkokoh garis riwayatnya dalam sejarah teater Korea dengan melanjutkan hasrat yang tidak pernah berhenti.
TINJAUAN SENI
Kim Kyk-chen, Seniman Logam Membubuhkan ‘Permata’ pada Perabot Kayu. Jika perabot kayu dianggap sebagai wajah dari sebuah ruang, maka perabot berhias logam bisa dikatakan sebagai ekspresi dari sebuah ruang. Sebuah dunia yang berbeda dari dunia seniman pembuat perabot dari kayu. Seniman Kim Kykchen (Kim Geum-cheon) adalah penerus seni hiasan logam pada perabot generasi keempat di kota pelabuhan selatan Tongyeong. Park Hyun-sook Penulis Lepas | Ahn Hong-beom Fotografer
D
i rumah tradisional Korea, berkat sisa-sisa pengaruh lama prinsip-prinsip moral Konfusianisme, ruang untuk kaum pria dan wanita terpisah dengan sangat jelas. Perabotan di ruang kerja pria biasanya sederhana dan tidak banyak karena disesuaikan dengan karakter sederhana seorang sarjana Konfusian. Sebaliknya, perabotan di ruang dalam yang merupakan tempat tinggal para wanita biasanya lebih berkesan anggun dan lembut. Unsur utama yang membedakan perabotan sederhana dengan perabotan anggun tak lain adalah duseok, hiasan logam pada perabotan itu. Duseok –yang sering disebut juga sebagai jangseok– adalah karya seni logam yang menambahkan fungsi dan keindahan pada kerajinan perabot tradisional Korea. Berdasarkan jenis logam dan perbandingan campurannya, keping logam hiasan ini dapat dibagi menjadi tembaga putih yang mengiaskan warna perak seolah mengingatkan kita pada onggokan salju di dahan pohon pada musim dingin yang mengkilat, tembaga kuning yang mengiaskan warna emas, keping logam besi yang mengiaskan warna hitam, keping logam timah yang mengiaskan warna kecokelatan, dan sebagainya. Selain fungsi dekoratif, keping logam hiasan ini juga berfungsi sebagai engsel pintu (gyeongcheop), hiasan dan penguat pada sudut perabot (gwissagae), hiasan dan penguat bagian perabot yang bertemu secara horizontal atau berbentuk huruf ‘u’ (geomeolsoe), pegangan pembuka laci atau pintu (deulsoe), dan gembok (jamulsoe-apbatang). Berbeda dengan perabotan untuk pria yang lebih condong ke fungsi, perabotan untuk kaum wanita menekankan juga sisi dekoratif tanpa melupakan fungsi. Tradisi perabotan berhiaskan keping logam ini berkembang dengan marak terutama menjelang akhir masa Dinasti Joseon (1392-1910) dan berkembang dengan pesat di wilayah tenggara Korea, terutama di Tongyeong, di ujung selatan dari Provinsi Gyeongsang Selatan. Tongyeong juga telah dikenal sebagai pusat produksi perabotan kaum wanita Korea yang dilapisi dengan pernis alam hitam dan dihiasi dengan warna-warni dari cangkang tiram, kerang, dan berbagai jenis kerang lainnya. Keindahan itu dipadukan dengan mewah dari cahaya perak cemerlang logam hiasan yang berbentuk bunga dan kupu-kupu, awan dan burung bangau, burung dan pohon plum, dan sebagainya, yang menekankan bentuk-bentuk yang elegan.
Maestro perajin Kim kyk-chen menjalankan bisnis pabrikan keluarga paduan timah-nikel perabot furnitur. Keluarganya telah melahirkan empat generasi perajin terkemuka terutama dan terkenal karena keterampilan mereka dalam membuat engsel logam berbentuk kupu-kupu.
Keluarga Pembuat Logam Hiasan Tongyeong Bapak Kim kyk-chen (62), Warisan Budaya-Tak Benda Penting No. 64 untuk keahlian membuat perabotan berhias logam (duseokjang) lahir dari sebuah keluarga pengrajin perabotan berhias logam yang membuatnya mewarisi keahlian itu sejak kecil. Kakek buyutnya Kim Bo-ik adalah pengrajin perabotan berhias logam yang membawahi 12 bengkel kerja pada zaman Dinasti Joseon. Kedua belas bengkel kerja di zaman Dinasti Joseon setara tingkatannya dengan Markas Besar Angkatan Laut yang mengawasi tiga provinsi utama ini Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
37
adalah jangan sampai membuat suatu pekerjaan harus diulang dua kali. Karena mengulang-ulang pekerjaan berarti menunjukkan keahlian tangan yang tidak baik, dan kualitas dari hasil kerja itu juga rendah. Itu akan mengakibatkan keindahan dan fungsi perabot berhias logam menjadi kurang. Sampai sekarang masih terngiang jelas di telinga saya nasihat Ayah agar bekerja tahap per tahap dengan cermat dan teliti, bahkan waktu mengerjakan perabot yang kecil sekalipun.”
Pencampuran Logam, Salah Satu Tugas Pengrajin 1
pada 1604 dipindahkan ke Tong Yeong. Tempat ini ditetapkan oleh kerajaan untuk memproduksi peralatan keperluan militer dengan mengumpulkan peng-rajin-pengrajin terbaik dari seluruh negeri. Selain itu di tempat ini juga diproduksi perabotan, pakaian, berbagai jenis hiasan dan ornamen, dan sebagainya, yang walaupun kini skalanya mengecil tetap mempertahankan kualitas tinggi. Kakek Kim Kyk-chen, Kim Chun-guk, adalah pengrajin yang sangat berbakat dalam membuat perabotan berhias logam sehingga karyanya disebut di seluruh negeri dengan julukan “Perabot buatan Chunguk”. Ayah Kim, Kim Deok-ryong, juga mempertahankan kehormatan nama keluarga dengan keahliannya dalam membuat perabotan hias yang tahan lama dan berseni, kemilau perak bercahaya dengan detail yang menawan. Keahlian yang luar biasa ini membuat sang ayah dipilih sebagai Warisan Budaya-Tak Benda Penting untuk bidang perabotan berhias logam pada 1980. “Sepatu karet wanita-wanita yang datang untuk membeli lemari hias buatan ayah saya sampai aus beberapa pasang. Untuk lemari tiga lapis saja paling sedikit butuh 300 keping logam hiasan, paling banyak bisa sampai 350 keping. Membuat perabot dengan kepingan logam hiasan itu bisa makan waktu enam bulan sampai satu tahun. Sampaisampai orang berkata bahwa sekurang-kurangnya 6 pasang sepatu karet nyonya-nyonya kaya bisa aus untuk bolak-balik ke rumah tukang lemari guna mendesak agar pesanan mereka cepat diselesaikan. Barulah mereka bisa mendapatkan lemari pesanan mereka.” Berkat keahlian tangan Kim Deok-ryong yang seperti menguleni logam besi, ramailah para wanita datang langsung untuk memesan. Hal ini membuat sebagian bengkel pengrajin perabot turut mendapat pesanan yang terus mengalir. Kim Kyk-chen mulai bekerja di bengkel ayahnya pada usia 25, segera setelah menyelesaikan dinas militer. Pada saat itu, ayahnya membawahi 20 pengrajin junior. Walaupun harus kerja lembur untuk mengejar banjir pesanan, tidak pernah ada dalam kamus ayahnya terburu-buru dalam proses kerja. “Ayah saya adalah seorang periang dan tidak pernah mengeluh atau mengucapkan kata-kata yang memberatkan hati orang lain. Beliau selalu berkata kepada saya dan pengrajin junior, ‘Jangan terburu-buru dalam bekerja, walau lambat kerjalah dengan hati yang tenang dan perlahan!’ Maksud beliau bekerja dengan tenang dan perlahan
38
Tembaga putih terbuat dari perpaduan 7 banding 3 antara timah dan nikel. Sekarang logam campuran berkualitas baik yang siap pakai sudah diproduksi oleh pabrik namun dulu para pengrajin harus membuat logam campuran sendiri untuk keperluan mereka. “jika timahnya terlalu banyak sewaktu membuat tembaga putih maka warna logam hiasan akan mudah berubah warna. Sementara kalau nikelnya terlalu banyak, logam hiasan rentan terhadap kerusakan. Jadi perbandingan 7:3 itu harus tepat. Pekerjaan memadukan timah dan nikel berbentuk cair adalah tugas penting — bak seorang petani menggarap sawahnya selama setahun — yang mempengaruhi produktivitas sepanjang tahun, sehingga pada 1970-an dan 80-an ketika ayah saya masih hidup, para pengrajin selalu berkumpul untuk melakukan ritual untuk berdoa. Karena pekerjaan ini adalah memadukan logam cair yang panas, maka biasanya pekerjaan ini dilakukan pada akhir musim gugur atau pada musim dingin.” Untuk pesanan khusus, sampai kini pun Kim Kyk-chen mengerjakan pekerjaan pencampuran logam itu secara langsung. “Batang logam campuran terbentuk dengan cara menuangkan cairan logam yang dipanaskan sampai 1.300 ℃ ke dalam loyang cetakan. Kalau melihat batangan logam campuran yang bertumpuk-tumpuk di gudang kerja saya, hati terasa puas seperti petani yang panen hasil kerjanya. Seperti mengambil beras di lumbung untuk memasak nasi atau membuat kue beras, berdasarkan keperluan dari perabotan yang saya buat, saya mengambil batangan logam campuran itu secukupnya untuk dicairkan lagi untuk menjadi lempengan dengan ketebalan atau bentuk yang diinginkan.” Berdasarkan keperluan dan bentuk yang diinginkan, batang logam campuran harus dipanaskan 20 sampai 50 kali pada suhu 1.300℃ dan ditempa beribu kali untuk membuatnya menjadi lempengan pipih dengan ketebalan yang tepat. Meskipun telah melakukan pekerjaan ini selama hampir 40 tahun, Kim masih bisa merasakan harapannya pada perabotan baru yang akan dikerjakannya saat memadukan dan menempa logam, yang membuat pikirannya utuh tercurah pada pekerjaan tangannya. Permukaan paduan logam yang ditempa pipih kemudian diratakan dengan ketebalan setengah sampai satu milimeter, lalu dirapikan dengan pisau untuk menampilkan warna keperakan istimewanya. Dengan melekatkan pola pada bagian belakangnya, lempengan logam dipotong menjadi bentuk yang diinginkan menggunakan suatu alat yang menyerupai pemotong jerami, setelah itu permukaan diukir menggunakan pisau untuk membentuk gambar. Untuk menciptakan gambar yang lebih halus dan dekoratif kadang-kadang ukiran S e n i & B u d a y a Ko re a
2
1. Kim memeriksa permukaan logam yang merata datar dan hati-hati membersihkan kilauan peraknya. 2. Mengerjakan sebuah pintu berbentuk dada kelelawar. Sayap kelelawar terentang berada dalam bentuk dua ikan yang saling berhadapan. Š Suh Heun-gang
“ Di masa lalu, para wanita dari keluarga kaya akan berusaha keras memperoleh aksesoris logam yang dibuat elegan untuk menghiasi furnitur mereka, secara pribadi mereka mengunjungi perajin berulang kali memintanya agar dapat mempercepat proses produksi – keluar dengan mengenakan sedikitnya enam pasang sepatu karet dan mereka akhirnya mendapatkan barang-barang yang diinginkan, seperti pernyataan bercanda.�
ditambah dengan campuran tembaga-emas atau tembaga-perak. Jika pekerjaan ukiran selesai, lubang paku yang dibor dan ujung-ujungnya dihaluskan dengan tali, dan kemudian permukaan dipoles dengan kain dibubuhi dengan bubuk halus pecahan tembikar tanah. Dengan cara ini, logam hiasan akan menampilkan kemilau keperakan yang dalam dan elegan yang tidak terkesan berlebihan ataupun kasar. Perabotan berhias logam ini sempat mengalami masa suram saat terjadinya industrialisasi di Korea. “Sejak zaman kakek buyut saya, kami terus menggunakan tembaga putih. Tetapi memasuki tahun 1970-an, rumah-rumah menggunakan arang untuk sistem pemanas rumah. Gas dari arang ini menyebabkan perubahan warna pada hiasan perabotan logam. Sehingga waktu itu tembaga putih sempat diganti dengan stainless steel yang lebih tahan terhadap gas arang. Kemudian saat arang tidak lagi digunakan pada tahun 1990-an, tembaga putih mulai menempati posisinya kembali. Kilau tembaga putih yang bersinar seperti emas putih itu tidak bisa digantikan oleh stainless steel�. Di Tongyeong, di mana jejak komandan angkatan laut legendaris Yi Sun-sin (1545 - 1598) ditemukan di berbagai tempat, di seberang Kuil Chungnyeol yang merupakan tempat monumen peringatan semangat Laksamana Yi Sun-sin berdiri, di sanalah terdapat bengkel kerja Kim. Di bengkel sederhana dengan luas lantai sekitar 10 meter persegi tempat ayahnya Kim Duk-ryong bekerja hingga usia 80 tahun itulah Kim bekerja selama 37 tahun terakhir ini. Berbagai alat kerja yang dipakai dan diwariskan secara turun-temurun serta berbagai bentuk lempeng cetakan yang memenuhi bengkel kerja itu menjadi tolok ukur dalamnya jiwa pengrajin dalam keluarga pengrajin ini. Nantinya bengkel ini akan diteruskan oleh Jin-hwan, putra bungsu Kim yang kini mengambil jurusan seni kerajinan di perguruan tinggi dengan tujuan mewarisi pekerjaan ayahnya.
Makna dalam Gambar pada Lempeng Logam Saat perabotan berhias logam yang kuat dan indah ditempatkan di dalam sebuah ruang, maka ruangan yang tadinya terkesan suram menjadi cerah. Sejak dulu hiasan logam pada perabot dibuat sedemikian rupa sehingga amat pas dengan bentuk perabot kayunya, bagai kelopak bunga yang halus. Ditambah lagi, hiasan ini sangat kuat sehingga walaupun perabot kayunya rusak atau hancur, tidak pernah hiasan logam itu rusak. Sama seperti desainer perhiasan dapat mengubah batu permata kasar menjadi perhiasan yang indah, pengrajin 1
S e n i & B u d a y a Ko re a
1. Sebuah perabot furnitur dalam bentuk mekar seruni yang indah. Tampak sangat lembut, seperti perabot logam yang begitu kokoh, perabotan itu “tetap utuh bahkan ketika furnitur mengalami keausan.” 2. Sebuah peti kayu tinggi dihiasi berbagai perabot logam fungsional, seperti engsel pintu, tombol pintu, selimut sudut, dan laci menarik dengan motif kupu-kupu.
logam juga menghiasi karya mereka dengan berbagai pola ukiran. Ada lebih dari dua ribu pola berbeda yang terdiri dari huruf atau gambar flora dan fauna seperti kupu-kupu, kelelawar, ikan mas, bunga krisan, bakung, dan teratai dengan bentuk geometris. “Pola ukiran pada setiap perabotan berhias logam memiliki makna simbolis. Kupu-kupu dan bunga melambangkan hubungan harmonis suami-istri, sementara kelelawar adalah lambang kesuburan dan keberuntungan. Pada perabotan yang dipakai kaum wanita dan khusus digunakan untuk menyimpan beras, seringkali dilengkapi dengan gembok berbentuk ikan mas dengan berbagai alasan. Ikan mas yang hidup di dalam air dipercaya dapat melindungi dari bahaya kebakaran, dan mata ikan yang selalu terbuka, bahkan ketika sedang tidur, diyakini akan melindungi kekayaan pemiliknya. Ikan yang juga menghasilkan telur yang banyak pada satu waktu, dikaitkan dengan kesuburan, sementara mulut ikan yang kecil dipercaya dapat mencegah keluarnya harta yang telah masuk. Pada perabotan yang digunakan oleh kaum pria kebanyakan diukirkan pola pohon bambu yang melambangkan kesetiaan, pengabdian, dan bakti, martabat, serta integritas Konfucius.” Salah satu hasil kerajinan perabotan Tongyeong yang terkenal adalah perabotan berhias logam berbentuk kupu-kupu yang melambangkan kabar gembira. Keluarga pengrajin Kim secara turun-temurun terkenal dengan keahlian mereka dalam membuat perabotan jenis ini. Dari sekian jenis bentuk kupu-kupu yang pernah dibuat, Kim selalu teringat pada ayahnya saat ia mengerjakan pola kupu-kupu swallowtail. “Bila engsel pintu mewah berbentuk kupu-kupu swallowtail ini dipasang pada perabotan, ia akan terlihat seperti mengepak-ngepakkan sayapnya setiap kali pintu dibuka dan ditutup, membuatnya sangat indah. Ayah saya seorang yang elegan. Sesibuk apa pun beliau, tidak pernah ia tergesa-gesa. Beliau juga seorang penyanyi yang luar biasa. Beliau adalah orang yang sangat modis, yang dari topi sampai ke sepatu selalu rapi dan pantas. Setelah beliau meninggal, saat saya merapikan peninggalan beliau, saya temukan semua sepatu yang pernah dipakainya yang ternyata ada dalam berbagai warna dan gaya,” kenang Kim. Ada pepatah yang mengatakan ‘Bagai Gunung Sumi dalam biji sesawi’. Sekalipun bekerja dalam bengkel yang kecil, pekerjaan membuat perabotan berhias logam yang memiliki dunia keindahan seni tersendiri ini membuat para pengrajin yang bekerja di dalamnya terlihat bahagia.
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
2
Resensi Seni
Seniman Multimedia Kim Soo-ja: Menjahit Kehidupan dengan Napas Kim Soo-ja, seniman multimedia yang karyanya diakui dunia, menyatukan aliran konseptual, instalasi, dan seni pertunjukan, mengadakan pameran solo pertama yang dipersiapkan dalam waktu lama dengan judul ‘Bernapas’. Pameran tersebut berfokus pada tema yang terus-menerus ia kembangkan, seperti bottari dan needlework (menjahit dan menyulam). Koh Mi-seok Penulis Editorial The Dong-a Ilbo Kukje Gallery, Kimsooja Studio Fotografer
1. Seniman Multimedia, Kim Soo-ja yang dikenal luas sebagai “seniman bottari”. 2-3. Adegan “Thread Routes, Bagian 1” (2010) 4. Adegan “Thread Routes, Bagian 2” (2011) 5. Adegan “Mumbai: A Laundry Field” (2008)
1
2
K
im Soo-ja, seorang seniman multimedia, disebut sebagai “seniman bottari” setelah mendapat perhatian dari komunitas seni global ketika karyanya ‘Kota pada Gerakan – Truk Bottari 2727 km (Cities on the Move – 2727 Kilometers Bottari Truck),’ dipertunjukkan di Biennale Venice 1997. Karya video tersebut mendokumentasikan sebelas hari perjalanan sang seniman di dalam truk biru yang dipenuhi dengan bottari warna-warni atau bundelan yang dibungkus dengan kain perca, mengunjungi berbagai desa dari masa kecilnya. Sang seniman duduk di atas timbunan bungkusan yang menggunung, sementara pemandangan latar belakang yang dilewati ketika truk berjalan membangkitkan konsep kehidupan nomaden dan migrasi dalam kehidupan modern. Kim memproduksi karya lain yang sejenis pada 2007, hanya saja kali ini dia melakukan perjalanan mengelilingi daerah migran Paris, sekali lagi di atas truk bottari. Seiring pertunjukannya semakin terkenal di dunia seni internasional, kata bottari dari bahasa Korea juga menjadi terkenal di luar negeri. Dalam karya videonya sang seniman hanya mempertunjukkan bagian belakang tubuhnya. Dia menyakini bahwa tidak seperti bagian depan tubuh, bagian belakang tubuh tidak bisa mudah dikagumi, maka akan diperlakukan lebih jujur. Pada karyanya yang lain, ‘Seorang Perempuan Penjahit (A Needle Woman)’ 1999-2001, dia berdiri diam tak bergerak, berpakaian hitam, dan sekali lagi hanya memperlihatkan bagian belakang tubuhnya di antara keramaian delapan kota besar seperti Shanghai, New Delhi, dan Kairo. Penonton bisa melihat bagian belakang sang seniman hanya di antara lalu-lalang orang yang lewat. Hal itu adalah sebuah metafora dari perjalanan Kim, memperlihatkan ia bagai sebuah jarum yang menembus berbagai kota dan orang, yang lalu menghubungkan mereka bersama. Pameran ‘Bernapas (To Breathe)’ berlangsung pada 29 Agustus10 Oktober 2012 di Galeri Kukje, Seoul, merepresentasikan sejenis retrospeksi sementara tema utama sang seniman selama bertahun-tahun. Pameran tersebut menampilkan dua belas karya video termasuk dokumenter 16 mm seperti ‘Rute Benang Bab 1 & 2 (Thread Routes Chapters 1 & 2)’ dan ‘Mumbai: Sebuah Lahan Pencucian (Mumbai: A Laundry Field)’. Sang seniman menjelaskan bahwa ia memfokuskan pada karya video karena mencari sebuah cara untuk mengekspresikan arti dan perspektif baru tanpa membuat sesuatu yang palsu dan hanya memperlihatkan hal-hal sebagaimana adanya.
Jejak Kehidupan Setelah terlahir telanjang ke dunia ini, manusia hidup dengan ditutupi pakaian sampai tiba waktunya mereka harus beristirahat untuk
3
selamanya di dalam peti mati. Jejak dari benang yang menyusun kain sama seperti jejak kehidupan. ‘Rute Benang Bab 1 & 2 (Thread Routes Chapters 1 & 2)’, sebuah seri yang direncanakan terdiri dari enam bab, menjelajah akumulasi dari kehidupan dan kebudayaan manusia, menerangkan berbagai keunikan tradisi menenun dan merenda dari bermacam-macam daerah. Bab 1 mempresentasikan sebuah perjalanan visual ke Peru dan Bab 2 menampilkan pemandangan Eropa termasuk Belgia dan Kroasia. Video tersebut, masing-masing berdurasi 20 menit dan tanpa narasi cerita, sungguh puitis dan kontemplatif. Dari seorang perempuan yang merajut di Peru sampai kamera menangkap bentangan lahan pertanian, sebuah transisi yang memperlihatkan koneksi antara menenun dan bertani. Keunikan adat dan tradisi yang berkaitan dengan tekstil jelas tergambar dengan gambar yang memikat hati. Perempuan memintal dan merajut renda berpadu anggun dengan alam sekitar dan arsitektur lokal. Pemandangan alam Machu Pichu yang indah direfleksikan dalam motif baju tradisional, sementara motif renda Eropa terlihat seperti diinspirasikan dari gereja-gereja yang dihiasi dengan tulang-belulang manusia. Seiring aliran alam bertumpang-tindih dengan aliran gerakan tubuh, penonton dapat memahami bahwa manusia juga merupakan bagian integral dari alam. ‘Rute Benang (Thread Routes)’, yang mengembangkan motif benang dan renda ke pelajaran penting dari kehidupan dan kematian dalam koan Buddha, menegaskan kepandaian sang seniman berurusan dengan tema baik perspektif mikro maupun perspective makro. “Kim adalah seorang seniman yang terampil dalam menggunakan mikroskop ataupun teleskop,” kata Ahn So-yeon, Wakil Direktur Museum Seni Modern Samsung.
Dari Lahan Pencucian Mumbai ke Pantai Nigeria “Minat saya amat beragam. Saya tidak secara khusus lebih memilih baik alam maupun kota besar. Saya akan pergi ke tempat apa saja yang dapat menyediakan pertanyaan dan jawaban sebagai bahan mentah bagi eksplorasi saya terhadap dunia,” kata Kim. ‘Mumbai: Sebuah Lahan Pencucian (Mumbai: A Laundry Field)’, yang diproduksi dari 2007 sampai 2008 di daerah kumuh Mumbai, merupakan sebuah duet dari warna dan bunyi yang berani. Drama kehidupan manusia dari sebuah daerah yang kekurangan disingkap secara simultan dalam empat layar video dan dilengkapi empat saluran audio. Dalam adegan yang menangkap aktivitas pribadi seperti tidur, memasak, dan mencuci yang dilakukan di tempat umum, atau dari penumpang kereta yang bergelantungan di pintu kereta yang penuh,
4
5
“ Mumbai: A Laundry Field” mengungkapkan drama kemanusiaan berlangsung di daerah kumuh Mumbai di atas empat layar secara simultan, disertai dengan empat saluran audio. Dalam adegan yang menyoroti aktivitas pribadi seperti tidur, memasak, dan mencuci dilakukan yang di ruang publik, atau para komuter yang tangannya menggelantung ke pintu kereta sarat penumpang, simpatik seniman tampak jelas kepada masyarakat yang bergelut dalam kehidupan yang keras.
1
keprihatinan sang seniman terhadap orang-orang yang menjalani kehidupan keras ini sungguh terlihat. ‘Cermin Air, Cermin Udara, Cermin Angin (Mirror of Water, Mirror of Air, Mirror of Wind)’, sebuah trilogi yang direkam di Greenland, menjajaki dimensi karya lukisan konvensional melalui penggunaan media visual daripada kanvas tradisional. ‘Bernapas: Cermin Tak Terlihat/Jarum Tak Terlihat (To Breathe: Invisible Mirror/ Invisible Needle)’, sepotong judul dari pameran, menginterpretasikan abstraksi warna digital sebagai sebuah helaan napas visual. Tanpa gambar, layar ber-
44
ganti warna dengan lambat seolah-olah diisi dengan visualisasi napas sang seniman itu sendiri. Karya ini pertama kali dipertunjukkan di sebuah opera house di Venesia pada 2006. “Bottari – Alfa Beach” direkam pada 2001 di Pantai Alfa Nigeria, tempat yang terkenal untuk perdagangan budak. Merupakan sebuah metafora untuk rasa putus asa yang ekstrem dan kehilangan arah yang dialami orang-orang yang tercabut dan dijual sebagai budak. Sang seniman menggambarkan horison yang ia lihat di sana sebagai “barisan paling menyedihkan dan mengejutkan yang pernah kulihat”. S e n i & B u d a y a Ko re a
1. Adegan “Mumbai: A Laundry Field” (2008) 2. Adegan “Cities on the Move — 2727 km Bottari Truck,” sebuah karya yang mengangkat nama Kim Soo-ja masuk dalam komunitas seni internasional.
Pameran Biennale Gwangju Terpisah dari pameran solonya, Kim mempresentasikan video instalasi ‘Sebuah Album: Hudson Guild (An Album: Hudson Guild)’ sebagai bagian dari tema pameran Biennale Gwangju 2012 (7 September– 11 November), ‘Meja Bulat (Round Table)’. Terinspirasi dari kerinduannya kepada sang ayah yang kehilangan ingatan karena cedera kepala sebelum meninggal dunia, pameran itu mengemukakan sebuah pertanyaan tentang kehidupan dan kesepian masa tua. Dalam video berdurasi 31 menit, imigran manula usia 60-80 tahunan yang hidup di rumah jompo Hudson Guild di Kota New York, muncul satu demi satu. Ketika sang artis memanggil nama mereka dengan lembut, “Marina,” “Peter,” para manula yang duduk membelakangi penonton perlahan-lahan membalikkan tubuh mereka. Menyibak naik-turun kehidupan mereka pada kerutan wajah dan postur mereka dengan ekspresi unik, mereka menatap ke kamera sebelum menghilang ke latar belakang. Seolah-olah merupakan potret masa-modern oleh Rembrandt, video ini dijiwai dengan kehidupan psikologis orangorang dan negara, membangkitkan kesedihan tertentu. Aksi memanggil nama mereka tersebut tampak seperti memanggil mereka dari garis batas kehidupan dan kematian, semua dengan jelas menyampaikan kenyataan dari sini dan sekarang.
Perjalanan Nomaden Sendiri Sementara keluarganya tinggal di Korea, Kim Soo-ja menghabiskan waktu sekitar lima bulan dalam setahun di Kota New York dan sisanya untuk jalan-jalan keliling dunia. Saat melakukan perjalanan untuk memenuhi jadwal padatnya atas 20 sampai 30 pameran internasional dalam setahun, dia tetap bersikap tenang dan yakin pada diri sendiri yang merefleksikan pola pikir seseorang yang menerima dan mencintai pekerjaannya sebagaimana adanya, bukan sebagai cara untuk mengumpulkan kekayaan atau ketenaran pribadi. Kim Soo-ja lahir di Daegu dan lulus dari Fakultas Seni di Universitas Hongik, pada tahun ini ia memasuki usia 55 tahun. Pada awal karier seninya, suatu hari di 1983, tiba-tiba ia mendapat inspirasi ketika menenun sebuah selimut dengan ibunya, yang duduk berseberangan darinya. Dia menyadari bahwa jarum memiliki dua-sisi, merupaKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
2
kan sebuah alat yang dapat menjadi sumber untuk melukai sekaligus menyembuhkan. Sejak itu ia berubah menjadi seorang pendeta perempuan yang menggunakan jarum untuk menyembuhkan. Bottari, yang terbuat dari perca selimut tua, menjadi kanvasnya, dan tubuhnya sendiri sebagai jarum dan benang untuk menghubungkan dunia. Mengekspresikan minat pribadinya pada imigrasi dan konflik budaya melalui pertunjukan, karya Kim telah meninggalkan tanda yang tak terhapuskan pada dunia seni. Seorang kritikus seni, Rosa Martinez, telah mengakui karya Kim dalam pengejaran suatu konteks budaya baru di suatu tempat di antara Timur dan Barat, yang selanjutnya menciptakan sebuah ruang “kecantikan, penyembuhan, dan kebangkitan.” Tentu saja, galeri-galeri dan para kurator penting di sekeliling dunia kini bersaing bersaing keras untuk memperoleh kesempatan mengundang Kim. Menanggapi hal ini Kim berkata, “Saya menyentuh tema-tema penting dalam waktu kita, seperti imigrasi, penerbangan, perang, bentrokan budaya, dan identitas. Saya yakin bahwa kesegeraan karya saya memungkinkan penonton untuk berpikir tentang tema-tema ini dan menaruh perhatian terhadap tema-tema tersebut. Mungkin itu adalah satu alasan mengapa karya saya sukses.” Dari bottari sampai ke jarum, minat Kim sekarang telah berpindah ke benang kehidupan, menggali kondisi manusia dan esensi kehidupan lebih dalam lagi. Ini juga merupakan mimpi sang artis yang telah mengejar kesatuan dari kehidupan, seni, dan dunia. Diciptakan dari sebuah perspektif terbuka yang berakar dalam kehidupan nomaden sang seniman, karya Kim menggerakkan orang-orang dengan gambar sensitif dan puitis mereka. Penonton terbawa dalam gambar, terefleksi pada koneksi antara alam dan manusia, permukaan dan kedalaman, bermukim dan bermigrasi, yin dan yang, serta ruang dan waktu. Dengan menyublim berbagai tradisi dan budaya yang berbeda dari kehidupan sehari-hari ke nilai kemanusiaan yang universal, karya Kim memberikan kita kesempatan langka untuk berhadapan dengan esensi menjadi manusia dan substansi kehidupan.
45
PADA TAHAP GLOBAL
Direktur Kim Ki-duk memamerkan penghargaan Golden Lion-nya untuk film terbaik dalam Festival Film Venesia 2012.
Sutradara Asing, Kim Ki-duk Meraih Golden Lion di Venezia
Pembuat film eksentrik, Kim Ki-Duk memenangkan penghargaan Golden Lion untuk kategori film terbaik di Festival Film Venezia ke-69, yang diadakan dari pada 29 Agustus - 8 September, di Veneszia, Italia. Tidak menyenangkan, kejam, dan provokatif— gambarankata-kata itutersebut hanya merupakan sedikitbeberapa dari banyak deskripsi tentang sutradara ini yang telah 16 tahun berkarier dengan cara otodidak ini. Sekarang, dengan diraihnya salah satu penghargaan tertinggi dari fFestival-festival fFilm paling bergengsi di dunia, ia mungkin telah menampilkan wajah sinema Korea yang berbeda. Darcy Paquet Kritikus Film | Finecut Co Fotografer
P
ada Januari 2002, di sebuah kcafe kecil “Insa-dong”, saya duduk untuk mewawancarai sutradara Kim Ki-Duk untuk pertama kali. Film ketujuhnya, “Bad Guy”, ialah berkisah tentang mengenai seorang pria yang menjerumuskan seorang mahasiswa kelas menengah ke dalam dunia prostitusi. Film itu sedianya dirilis pada tahunwaktu itu, dan dijadwalkan untuk ditayangkan pada kompetisi di Festival Film Internasional Berlin ke-52. Film yang penuh kontroversi tersebut telah mengundang reaksi sejumlah penonton, namun cukup sukses dari segialam box-office., Ssuatu pencapaian yang cukup di luar kebiasaan Kim. Walaupun csuaca sangat dingin, Kim hanya mengenakan Tkaos t-shirt di balik jasnya, sementara itu topi khasnya menutupi rambutnya yang dipotong agak pendek.
Bagian pertama : Kim Ki-Duk, Sang Provokator “Film-film saya telah banyak berhasil dalam festival internasional, namun ini kali pertama kalinya film saya menjadi populer di negara saya sendiri,.” ujarnya. Sebelum ini Kim sebelumnya telah terkenal dengan serangan pernyataan publiknya melawan kritikus-kritikus film lokal, yang seringkali menyebut Kim sebagai “monster” atau “pembuat film tak berguna”. Namun secara pribadi ia bersyukur dan memberi penyataan dengan yang sangat baik., “Ddi Korea, para pengritik menulis bahwa film saya buruk, atau berbahaya, dan tak banyak orang menontonnya,” katanya lagi. “Di festival internasional, para kritikus lebih fokus pada apa yang dicerminkan oleh film ini mengenai masyarakat, daripada hanya sekaedar menyebut film ini baik atau buruk.” Selama wawancara, kami berbicara mengenai latar belakangnya, yang sangat kontras berbeda dengan kebanyakan sutradara terkenal Korea lainnya. Tumbuh di tengah keluarga miskin, ia putus sekolah pada umur 16 tahun untuk bekerja di pabrik sekitaran daerah Cheonggyecheon, Seoul. Ia menghabiskan umur kepala-duanya melayani para marinir dan melakukan kerja sukarela di sebuah gereja untuk warga tuna netra. Dengan hobi melukisnya yang sangat digemarinya, pada 1990 ia dapat menabung untuk membeli tiket pesawat ke Paris, dan menghabiskan dua tahun berikutnya untuk hidup dengan menjual lukisannya di pinggir jalan. Itulah saat di mana ia pertama kali dekat berkenalan dengan dunia perfilman. “Saya menyaksikan film pertama saya saat saya berumur 33 di Paris,” jelasnya. “SayaS saat itu saya belum pernah melihat film yang seperti itu di bioskop sebelumnya, karena di Korea saya selalu sibuk bekerja.” Setelah begitu terkesan dengan mendalam kepada film “Silence of The Lambs”, dan “Les Amants du Pont-Neuf”, ia bertekad menjadi seorang pembuat film., dan Ssingkat cerita, nya setelah kembali ke Korea ia memenangkan kontes penulisan skenario yang disponsori oleh Lembaga Film Korea. Penghargaan tersebut menjadi pijakan karier baginya., dan pPada 1996 ia meluncurkan film perdananya dengan ongkos yang rendah berjudul “Crocodile”, yang dibintangi Jo Je-Hyun. Dua belas12 tahun setelahnya, ia membuat lima belas15 film dan menjadikan dirinya seorang sutradara berkelas internasional, walaupun tidak pernah mengenyam pendidikanlatihan formal. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
47
“Film saya adalah suatu cara untuk menculik penonton dan menyodorkan mereka ke dunia saya. Saya tidak bermaksud menyinggung orang, tapi hal yang saya tunjukkan dalam film saya adalah masalah sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat kita.”
Kim dan saya juga mendiskusikan karakteristik khusus dari film-filmnya yang tidak ditemui pada sutradara lainnya. Selain kualitas visual yang kreatif dan berbobot dari filmnya, ia dikenal suka memprovokasi. Ia mengakui bahwa tujuannya, kadang kala, adalah sengaja untuk membuat penonton merasa tak nyaman, dan mengarahkan penonton kepada hal-hal yang sebelumnya enggan diperhatikan oleh penonton. “Orang-orang melihat dunia prostitusi dan itu kumuh, seraya berkata bahwa ‘hal ini sampah, kita harus membersihkannya.’ Namun mereka ini ialah juga manusia yang juga pantas diperlakukan dengan hormat.” Ia berusaha meyakinkan bahwa banyak warga Korea kelas menengah dan kelas atas memperlakukan masyarakat rendahan dengan rasa jijik, dan saya terkejut mendengar suaranya yang bergetar dengan emosional. Jelas, isu ini merupakan isu yang menyentuhnya sangat dalam dan penggerak kreativitasnya. “Film saya merupakan suatu cara untuk memikat perhatian penonton dan menarik mereka masuk ke dalam dunia saya. Saya tidak bermaksud menyerang orang lain, tetapi yang saya tunjukkan di film adalah hal-hal yang benar-benar terjadi di dalam masyarakat kami. Jika arus utama dalam masyarakat memberi jarak pada kelas-kelas masyarakat dalam film saya, itu hanya akan menyebabkan konflik yang lebih dalam. Dengan film saya, saya ingin membantu kedua belah pihak untuk saling mengerti satu sama lain.”
1
Bagian Kedua : Kim Ki-Duk, Ssang Filsuf Semua seniman mengalami perubahan dan semakin matang saat mereka bertambah usia. Bagi beberapa seniman, perubahan itu terkadang sangat dramatis. Salah satu alasan banyak peminat film terpikat dengan karya Kim Ki-Duk ialah karena iabahwa Kim telah mengalami banyak perubahan-perubahan penting. Ia mulai sejak di tahun 1996 sebagai seorang penggembira dunia sinema, yang belajar otodidaksendiri terutama dari status sosialnya sebagai orang luar dari industri film dan masyarakat Korea secara umum. Dalam film bervisualisasiyang tampilannya sangat kejam, “The Isle” (2000), yang menyebabkan seorang wartawan pingsan saat penayangan film pada kompetisi di Festival Film Veneszia, dan “Address Unknown” (2001), tentang komunitas bermasalah di pinggiran markas Angkatan Darat Amerika Serikat, ia menggunakan kekerasan dan kekejaman sebagai alat untuk mengejutkan penonton di luar kenyamanan mereka. Cendekiawan film Steve Choe berpendapat bahwa film Kim “kelihatan merusak selera liberal dengan gambar-gambar yang secara kejam memaksa penonton untuk mempertimbangkan kembali nilai-nilai keluarganya saat datang ke bioskop”. Kritikus Perancis Lagandré Cédric mengamati bahwa, “Orang tidak saling berbicara dalam film Kim Ki-Duk, orang saling memukul. Hubungan antar manusia selalu frontal, langsung, dan terselubung, tidak pernah dimediasi lewat kata-kata, yang seharusnya mampu menetralkan kekerasan.” Tapi sSeiring waktu berlalu, Kim pun mulai berubah. Film yang menandai tahap baru dalam kariernya ialah “Spring, Summer, Fall, Winter ... And Spring” (2003) tentang empat tahapan kehidupan seorang bhiksu Buddha. Film iIni tidak sesederhana tempat lokasi syutingnya yang beradaberlokasi di sebuah danau indah yang bebas kekerasan. Di sini Kim saat
48
2 1. Kim Ki-duk (kiri) berpose setelah meraihn penghargaan Sutradara Terbaik dalam Festival Film Venesia pada tahun 2004 untuk “3-Iron” dengan Alejandro Amenabar, seorang sutradara film Spanyol, yang menerima Grand Prix dari Jury untuk “The Sea Inside.” 2. Adegan “Spring, Summer, Fall, Winter. . . and Spring,” sebuah film yang menandai fase baru dalam karier Kim. 3. Poster “The Bow” (2005) 4. Poster “3-Iron” (2004)
S e n i & B u d a y a Ko re a
3
4
itu beraudiensi dengan penonton dengan cara yang berbeda. Sifat kejam dan provokatif filmnya yang sebelumnya berganti dengan kelembutan yang tetap memprovokasi, di mana penonton diajak untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Ekspektasi audiens dipermainkan bukan melalui kekerasan, namun melalui sentuhan kreatif yang mengejutkan, dan dengan menempatkan penonton dalam perspektif orang lain. Salah satu film Kim yang paling diakui ialah “3-Iron” (2004), yang walaupun hanya direkam selama 10 hari, mampu mendapat sambutan karena pesonanya dari kritikus internasional, dan memenangkan penghargaan sutradara terbaik pada Festival Film Veneszia ke-61. Ceritanya ialah mengenai seorang pria yang masuk diam-diam ke sebuah rumah kosong namun tidak mencuri apa pun, malah ia hidup di sana untuk beberapa waktu, bahkan juga memperbaiki beberapa peralatan yang rusak. Suatu hari, ia mengembangkan hubungan dengan seorang wanita yang sering mengalami kekerasan oleh suaminya, dan kedua pasangan itutersebut menjalani hubungan aneh tersebut bersama-sama. Bagi kebanyakan penonton, “3-Iron” terasa layaknya undangan untuk memahami dunia baru yang berjalan sesuai aturannya sendiri. Film tersebut menjadi agak eksperimental pada akhirnya, yang mengarahkan kita untuk mempertanyakan hubungannya dengan dunia nyata. Film ini mencerminkan Kim Ki-Duk sebagai seorang filsuf, yang lebih mempertanyakan hal-hal mendalam mengenai kehidupan dan moralitas, dan menuntun penonton untuk menarik kesimpulan sendiri. Kim Ki-Duk telah meraih sukses besar dalam lingkungan kancah festival film, dan baik “3-Iron£ maupun “Spring, Summer, Fall, Winter ... and Spring” telah tampil bagus dalam rilis-rilis komersial di Eropa, Amerika Utara, dsan Jepang. Di sisi lain, film-filmnya masih gagal menarik perhatian di Korea. Tiket “Spring, Summer, Fall, Winter ... and Spring” hanya mampu menual terjual sebanyak 55.000 tiket di Korea walaupun telah meraih keuntungan lebih dari 2 juta dDolar Amerika Serikat pada , pada saat yang sama itu juga sebagai film Korea terbaik yang pernah diputar di Amerika. “3-Iron” laris sebanyak 94.928 tiket, dan Kim Ki-Duk walaupun juga berhasil menjadi sutradara terbaik di Veneszia. Dua tahun kemudian, Lee Chang-Dong juga muncul membawakan “Oasis” (2002) yang menerima dukungan kebanyakan dari banyak box-office setelah memenangkan kejuaraan yang sama di Veneszia, dan mengungguli sutradara lain sebanyak 10 kali. Kim kelihatan agak frustrasi karena tidak dianggap penting di tanah airnya. Selama rilis film ketiga belas-13nya “Time” (2006), ia menyatakan jika film ini gagal mencapai 200.000 penonton, ia tidak akan menayangkan film selanjutnya di Korea. Pada akhirnya Kim memegang janjinya, walaupun karena “Time” hanya menghasilkan 30.000 tiket yang terjual. Namun jelasnya, masyarakat Korea memiliki beberapa masalah yang tak selesai dengan filmografi Kim. Mungkin sebagian karena hal tersebut hanya sebagian mengenai masalah gambar, di mana kepribadian Kim sebenarnya lebih menarik dari filmnya sendiri. Namun juga terlihat bahwa, di saat penonton non-Korea sangat tertarik dengan orisinalitas karya Kim, penonton domestik justru menilai sorotan terhadap masyarakat Korea di film tersebut tidak familiar dan terasa asing. Kebuntuan yang terjadi antara penonton domestik dan global ini terus berlanjut.
Kembalinya Kim Ki-Duk SelamaDari 2008 hingga 2011, Kim Ki-Dduk menghilang. Berjuang dengan kekosongan kreativitas dan perasaan dikhianati oleh industri film lokal, ia pindah ke sebuah pondok terpencil dan memutus hampir semua bentuk komunikasi dengan dunia luar. Karena kondisi ini terus berlanjut, orang-orang mulai berspekulasi bahwa mungkin kariernya sudah berakhir. Namun, pada tahun 2011 ia tampil di Festival Film Cannes untuk menyajikan dokumenter potret diri, Arirang, yakni sebuah karya yang sangat tidak biasa di mana Kim mencurahkan pikiran dan rasa frustrasinya di depan kamera. “Arirang.” “Arirang” menyatakan dengan jelas bahwa Kim telah menghabiskan waktu untuk menemukan masa depannya, dan untuk menemukan makna dari pembua-
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
49
tan film. Film dokumenter itniu adalah buah dari perjuangan itu Kim, dan memenangkan hadiah Regard Un Certain di Cannes. Belakangan tahun itu, saya bertemu Kim Ki-Dduk lagi, ketika ia mempresentasikan karya eksperimental “Amin” (2011) di San Sebastian International Film Festival di Spanyol. Saya terkesan dengan transformasinya: rambut Kim telah tumbuh panjang dan berubah abu-abu, dan dia mulai berpakaian mengenakan dalam versi modifikasi dari pakaian tradisional Korea yang dimodifikasi. Selain itu, ia tampak benarbenar bahagia, seperti seseorang yang telah melepas sebuah beban dari pundaknya. Meski masih kritis terhadap industri film arus utama Korea (“para distributor besar tidak tertarik dalam memproduksi film yang orisinil,” katanya), Kimia tampaknya telah datang untuk berdamai dengan posisinya di tengahalam masyarakat Korea, dan hubungannya dengan penonton Korea. Bukan hanya itu, semangat untuk membuat film telah menghidupkannya kembali. “Kim penuh dengan ide-ide untuk film baru,” saya diberitahu oleh salah satu rekan-produsen. Benar saja, karya Kim, “Pieta” (2012), dipuji oleh para kritikus sebagai bentuk kembalinya Kim pada tahun ini di Venice Film Festival, di mana ia dianugerahi Golden Lion. Ini bukan hanya penghargaan paling bergengsi yang pernah dimenangkan oleh sutradara, initu adalah pertama kalinya dalam sejarah
1
2
3
untuk film Korea untuk menggaet penghargaan tertinggi di salah satu dari tiga festival paling bergengsi di dunia: Cannes, Venice, atau dan Berlin. Setelah mencapai krisis dalam kariernya, hanya beberapa tahun sebelumnyasetelah itu, Kim Ki-Dduk telah mencapai puncak ketenaran. Dia juga tampak, untuk pertama kalinya, untuk membangun hubungan yang lebih luas dengan penonton Korea. Bahkan sebelum pemutaran di Venesiaice, Kim telah sepakat untuk mempromosikan filmnya di televisi untuk pertama kalinya, dan secara terbuka, dengan cara yang ramah membuat perubahan pergi jauhuntuk ke arah membalikkan citra negatif yang dirasakan banyak orang Korea tentangnya. Bukan hanya itu, film “Pieta” itu sendiri, meskipun beberapa adegan kekejaman di dalamnya terasa mengganggu, justru mampu membangun hubungan emosional terutama dengan yang pemirsa utama yang dapat dengan mudah terhubung dengannya. Film ini seperti perpaduan antara gaya awal Kim gayanya yang, provokatif, dan refleksi kontemplatif film seperti kinerja aAktris Jo Min-soo yang secara luas dipuji, yaituyakni “3-Iron.” Alih-alihDan bukannya merasa terasing oleh terhadap karya tersebut, justru banyak orang Korea yang merasa bangga film Kim bisa memenangkan Golden Lion. Hal ini sungguhTampaknya sangat berarti bahwa orang luar seperti Kim Ki-Dduk, yang keras kepala mengejar visinya sendiri dan menolak mengikuti tren utama, sekarang meraihmiliki penghargaan paling bergengsi dalam sejarah film Korea. Sutradara Korea lain pasti pada saatnya akan memberikan pengakuan mereka di masa depan, tetapi pada saat ini, Kim Ki-Dduk telah menjadi wajah bioskop Korea yang lain. Ada unsur kebetulan acak di semua penghargaan festival, tergantung pada komposisi juri dan negosiasi tak terelakkan yang terjadi selama penjurianmbahasan. Sangat mungkin bahwa Kim mungkin akan memenangkan Golden Lion untuk “3-Iron” kembali pada tahun 2004, jika juri yang menilai berbeda dengan yang sebelumnya. Namun, tampaknya tepat bahwa ia sedang dihormati sekarang, pada tahap ini dalam kariernya. Film-filmnya mempertahankan keunggulan khas mereka, tetapi tampaknya terlihat bahwa akhirnya, Kim Ki-Dduk telah datang untuk berdamai dengan dirinya sendiri, dan negaranya.
50
S e n i & B u d a y a Ko re a
1-3. Adegan “Pieta.” Aktris Jo Min-soo telah menyedot banyak perhatian sebagai sutradara Kim Ki-duk. 4. Poster citra “Pieta” tergantung di dalam Katedral Seoul dari Gereja Anglikan Korea, di tempat tinjauan produksi film berlangsung pada tanggal 19 September 2012. (Foto: NEW)
4
SEPANJANG JALAN MEREKA SENDIRI
Sebuah Dapur Umum: Tempat Cinta Bersemi Menunya sama sekali tidak menyebut mengenai mie, kendati melalui papan petunjuk jelas terbaca “Mindeullae Noodle House”, Rumah Mie Mindeullae. Tempat ini menyediakan makanan bergaya kafetaria terdiri atas semangkuk nasi dan tujuh atau delapan makanan tambahan yang berlimpah. Cara pembayarannya sederhana, ucapkan saja: “Terima kasih untuk makanannya”. Kapan pun seseorang yang tidak mampu datang, Suh Young-nam, pemilik dapur umum, senantiasa membantu mereka untuk mendapatkan tempat duduk dan bahkan menyuapinya. Kim Hak-soon Wartawan | Ahn Hong-beom Fotografer
B
oleh jadi, kelihatannya seperti sebagaimana sebuah dapur umum untuk para gelandangan atau yang miskin, sungguh pun demikian Mindeullae Noodle House sangat berbeda dalam penanganan para pengunjungnya. Tak seorang pun pernah ditolak, tak jadi masalah berapa sering mereka datang. Bahkan, beberapa orang datang lima kali dalam satu hari dan makan banyak setiap kali datang. Dalam kasus yang luar biasa, seorang pengunjung bahkan makan tujuh kali dalam satu hari. Orang yang kelaparan akan selalu merasa lapar. Para tunawisma yang datang dari seluruh bagian Seoul dan sekitarnya diberdayakan untuk untuk mendaptkan makanan sebanyak yang mereka mau.
Setiap Pengunjung Seorang VIP Di sini, aturannya tidak sebagaimana biasanya bahwa “Orang yang datang pertama, dilayani pertama.” Jika sejumlah orang datang pada saat yang sama dan mereka harus berdiri dalam antrian yang panjang, mereka yang merasa sangat lapar dan tidak mampu menunggu di dalam antrian diperbolehkan untuk didahulukan. Tergantung di dinding sebuah papan tulis yang mendaftar nama-nama pengunjung reguler. Upaya itu membuat pengunjung merasa nyaman dan mencatat pesanannya: Seberapa banyak nasi yang mereka inginkan, sup apa yang mereka mau, dan apakah mereka ingin lebih banyak atau sedikit taburan bumbu tambahan di dalam supnya. Catatan Suh juga berisi rincian mengenai setiap pengunjung yang telah datang dan situasi terakhir, dan bahkan harapan-harapan untuk masa depan. Dia menyebutnya setiap empat ratus sampai lima ratus pengunjung VIP datang setiap harinya, yang artinya di dalam benaknya mereka itu adalah “Tamu terhormat yang dikirim oleh Tuhan”, kata-kata yang dibingkai di din-
52
ding dapur mengatakan kepada kita bahwa dia lah yang membangun ini: “Terbebas dari kepemilikan dan hidup berbahagia dengan si miskin; dan berkorban untuk dunia yang lebih baik.” 1 Suh, 58 tahun, adalah sbekas anggota ordo Katolik. Dia membuka (Mindeullae artinya Dandelion) pada bulan April tahun 2003 di bukit Hwado, suatu tempat perkampungan umum yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah di sekitar Hwasu-dong, Incheon. Dia memberikan perhatian sampai ke hal-hal kecil yang orang lain tidak akan memperhatikannya. Kendati tidak terlalu penting untuk sebuah dapur umum, dia pergi ke kantor kesehatan masyarakat setempat dan mendapatkan sertifikat kebersihan, dan mendaftarkannya sebagai sebuah bisnis restoran. Bahkan dia mengikuti 3 bulan kelas memasak .’ Di sebuah papan nama daur ulang, dia menulis nama dapur umum dalam sebuah warna merah pudar yang tidak mudah dilihat diluar perkiraan para pelanggannya. Ketika ia memulai tempat itu di sebuah tempat yang sempit berukuran 9 meter persegi dengan budget yang sangat kecil sekitar 3.000.000 Won (sekitar $2,700), dia bermaksud menyajikan santapan dari mie. Tetapi setelah mendengar bahwa orang yang kelaparan sering kembali lagi setelah mendapatkan semangkuk mie, dia mengubah ke menu nasi. Masih, dia mengguankan nama Mindeullae Noodle House yang merefleksikan tekadnya untuk menjalankan dapur umum sampai para pengunjungnya cukup kenyang untuk mencari mie.
Empat Prinsip Ketika dia membuka dapur umum, Suh berjanji untuk melaksanakan empat prinsip: Tidak mrmrerima bantuan pemerintah; tidak mengaS e n i & B u d a y a Ko re a
2
dakan upaya penggalangan dana; tidak menerima donasi dari si kaya yang sombong; dan tidak membangun sebuah grup supporter. Tempattempat yang menerima bantuan pemerintah harus membatasi pengunjungnya untuk mendapatkan satu jatah makanan per hari yang setara tidak lebih dari 155 gram nasi setiap harinya. Suh menyebut aturan pemerintah ini sebagai: ‘berhati dingin’. Dia menolak untuk menjalankan aturan tersebut yang menghalangi orang kelaparan untuk menuntaskan rasa laparnya. Sebaliknya, dia membuka dapur umum dengan modal uang yang sedikit yang dikirimkan oleh donor individual dari seluruh daerah dan dengan bantuan sukarelawan. Dia berpikir tak satu pun dari suporter grup atau penerimaan uang dari orang kaya bisa konsisten dengan tujuan-tujuannya. “Beberapa orang berpikir bahwa para gelandangan mencari dapur umum karena mereka malas. Tetapi, mereka harus membuang waktu sepanjang hari berdiri di sebuah antrian untuk mendapatkan satu kupon makanan pada sore hari guna mendapat semangkuk nasi pada pukul lima sore. Jadi, bagaimana mereka dapat melakukan hal lainnya?” Suh memberikan perhatian yang keras terhadap martabat para pengunjungnya. Dia tidak pernah menunjukkan sesuatu yang berkaitan dengan moral atau pandangan agama, seperti “Jangan sia-siakan kehidupanmu”, suatu saat, ketika seorang pemabuk muda yang cukup bersih masuk, Suh menyambutnya dengan hangat. Kadang kala dia menawarkan rokok kepada para pengunjung setelah mereka makan. Pengunjung VIP beragam dari anak remaja sampai orang tua, beberapa berumur delapan puluhan dan sembilan puluhan. Dapur umum yang di masa lalu sangat sempit itu, yang hanya dapat menyediakan tempat untuk 6 orang, suatu ketika kapaitasnya telah diperluas Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
1. Sebuah tanda di dinding Mindeulle Noodle House 2. Suh Young-nam (tengah), yang menjalankan dapur umum, dan relawan sibuk membagi-bagikan makanan kepada para "pengunjung."
menjadi 24 tempat duduk yaitu ketika Suh menyewa sebuah rumah di sebelahnya. Jumlah donor dan relawan semakin meningkat. Beberapa orang mendonasikan uang, sementara yang lainnya memebrikan donasi dalam bentuk yang lain. Para tetangga dengan murah hati ikut membantu dengan menyumbangkan nasi, kimchi kol, kimchi lobak, labu, timun, daging, dan ikan asin. Pemilik gedung mengembalikan uang sewa bulan ketiga sebagai donasi. “Ketika saya mengunjungi pasar, seorang wanita tua penjual memberi saya beberapa kardus berisi toge”. Di waktu yang lain, seorang gelandangan mendonasikan uang yang didapatnya dari mengumpulan sampah kertas. Beberapa pekerja kantoran dan pedagang di pasar belibur sehari dan datang untuk membantu sebagai sukarelawan, kata Suh. Waktu kami membuat interview, seorang wanita berumur tujuh puluh delapan tahun memberikan kepada Suh sekantung plastik penuh kepiting dan kerang yang dia kumpulkan dari sekitar kepulauan Deokjeok. Sekitar dua puluh orang sukarelawan bekerja di sini secara reguler. Ketika dapur kekuarangan tenaga, para pengunjung menawarkan bantuan. Suatu saat mana kala Suh menyadari adanya jumlah beras yang berlebih, dia mendistribusikan seratus kantung berisi 20 kilogram beras kepada keluarga miskin di sekitarnya. Pendukung dia yang paling penting adalah istrinya, Veronica dan anaknya, Monica yang sedang cuti dari kuliahnya. Istrinya menyumbangkan seluruh uang yang ia dapat dari toko pakaian di sebelah timur Incheon.
53
Sebagian orang berpikir bahwa tunawisma mencari dapur umum karena mereka malas. Tapi kenyataannya, mereka sepanjang hari berdiri di dalam sebuah antrian untuk mendapatkan sebuah kupon untuk mendapatkan semangkuk nasi pada pukul lima sore. Jadi, bagaimana mereka bisa melakukan pekerjaan lainnya?
Fasilitas Untuk Anak-Anak Menyediaka makanan bagi yang lapar bukan satu-satunya misi Mindeullae Noodle House. Te m p a t i n i m e m b a n t u j u g a orang-orang yang tidak punya rumah dengan satu tekad untuk mendapatkan kembali pijakannya dengan memberikan mereka sebuah tempat untuk tinggal, keperluan harian, dan bahkan pakaian. Sekitar dua puluh orang tinggal ‘sendiri tapi bersama’ di sebuah rumah sewaan dalam satu komunitas informal. Ada beberapa rumah Mindeullae dekat dapur umum, dimana beberapa penghuninya baru saja keluar setelah berhasil mandiri. Empat tahun lalu, terima kasih terhadap naiknya donasi, Suh membuka fasilitas untuk anak-anak yang disebutnya sebagai ‘Mindeullae Dream Kitchen For Children’, ‘Mindeullae Dream Study Room’, dan ‘Mindaullae Chaekdeullae Library’ dalam satu bangunan tiga lantai yang terletak setelah 130 meter dari Mindeullae Noodle House. Ada satu area tempat makan di lantai satu dan tempat makan di lantai tiga. Setiap anak yang tak mampu mendapatkan tutorial privat atau fasilitas kegiatan ekstra kurikuler yang lainnya, dapat datang ke tempat ini untuk membaca atau belajar, dan juga untuk makan malam. “Saya membuka fasilitas ini karena saya pikir anak-anak merasa tidak nyaman makan bersama dengan orang dewasa di Mindeullae Noodle Hous. Saya menyewa lantai pertama tapi meminjam ruangan di lantai tiga secara gratis. Seseorang teman mengubah tempat makan secara gratis. Meja juga dari donasi dan sebuah grup sukare-
54
lawan membayar asuransi kebakaran,” kata Suh. Sekitar seratus orang anak hadir di fasilitas ini setiap harinya. Sebagian besar dari mereka adalah pelajar SD yang berasal dari keluarga miskin yang tidak punya tempat untuk makan atau belajar setelah sekolah. Tempat makan dibuka dari pukul satu sampai pukul enam sore. Sudah barang tentu makannya gratis. Jadi supaya tidak mengusik harga diri anakanak, tempat itu diberi tirai yang bisa digeser di setiap jendelanya. Rak-rak buku di ruang belajar diisi oleh buku-buku anak-anak dan biografi dari orang-orang terkenal yang disumbangkan oleh para pendukung dan penerbit. Tempat ini diurus oleh anaknya, Monica.
Menawarkan Harapan Melalui kontak dengan sejumlah gealandangan, Suh berke1 simpulan bahwa apa yang betulbetul mereka butuhkan adalah menemukan tujuan hidup mereka. “Yang paling penting adalah memberi mereka harapan,” katanya. Dan untuk itu, sekitar dua tahun lalu, dia membuka Mindeullae Hope Centre, sebuah pusat kebudayaan untuk para tuna wisma di sekitar Inheon-dong. Lembaga Katolik di Incheon menyediakan 320.000.000 Won ($290.000) untuk biaya konstruksi dan yang lainnya juga mendapatkan bantuan Lee Il-hoon seorang arsitek dan seorang teman lama yang merenovasi fasilitas tersebut. Lantai pertama berisi sebuah ruangan dimana pengunjung dapat mencuci kakinya denagn air yang hangat, sebuah ruangan komputer S e n i & B u d a y a Ko re a
2
dengan peralatan mutakhir, sebuah perpustakaan, dan sebuah ruangan untuk menonton film. Lantai dua memiliki sebuah kamar mandi, ruang kamar tidur, dan tempat istirahat. Para pengunjung dapat mandi dan mencuci sendiri, sementara pakaian mereka di dalam mesin pengering, mereka bisa istirahat atau melihat TV di ruangan yang ramah yang tersedia di lantai ini. Untuk mengguankan fasilitas ini, pengunjung hanya perlu mengisi sebuah aplikasi keanggotaan dengan data pribadi yang utama saja. Menariknya, fasilitas ini memberikan 3000 Won dan sepasang kaus kaki kepada siapa saja yang membaca buku dan dapat menulis sebuah ulasan mengenai buku yang dibaca untuk anggota yang lain. Uang itu sangat berharga bagi orang-orang itu. Tempat yang terkenal lainnya adalah Mindeullae Clinic dimana enam dokter dari rumah sakit Universitas Inha menyediakan layanan sukarelawan sejak tahun 2010. Sekitar 100 pasien dengan penyakit kronis mengunjungi klinik ini setiap harinya. Sebagai tambahan, Mindeullae Store menyediakan baju gratis, sepatu, dan kantong kepada para tuna wisma dan orang yang membutuhkannya dari tempat sekitarnya. Pada tahun 2011, Suh juga mulai mengirimkan paket bantuan berupa pakaian dan kebutuhan harian lainnya pada anak-anak dari sebuah kampung yang didera kemiskinan di Payatas, Huezon City, Filipina. Mindeullae Noodle House buka dari pukul sepuluh sampai pukul lima setiap hari kecuali Kamis dan Jum’at. Pada hari libur, Suh melakukan hal yang telah dia lakukan semenjak dia sebagai seorang warga Katolik. Dia mengunjungi penjara di beberapa daerah, dimana dia berbicara kepada tahanan yang mendapat hukuman mati dan tahanan seumur hidup bahkan memberikan mereka uang. Istri dan anaknya juga membantu para tahanan untuk menulis surat kepada keuarganya atau teman-temannya. Pada tahun 2011, pemerintah Korea memberikan mendali, kepaKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
1. Suh Young-nam bersandar ke dinding : “Mindeulle Noodle House.” Dia membantu para pengunjung supaya dapat berdikari. 2. Anak-anak membaca di “Mindeulle Dream Study Room” setelah makan malam di “Mindeulle Dream Kitchen for Children.”
da Suh, The Order Of Civil Merit Seongyoo Medal untuk dedikasinya pada orang yang membutuhkan dan tidak mampu. Mindeullae Noodle House mencontoh rumah singgah Dorothy Dy (1927-19??) seorang aktifis sosial Katolik Amerika yang membangun tempat untuk tuna wisma dan orang yang tidak punya pekerjaan di kota New York pada masa depresi tahun 1930-an, dan masih tetap beroperasi sampai sekarang. Lebih dari itu, “All Is Grace: biografi Dorothy Dy” yang ditulis oleh Jimm Forest telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan Suh. Kapan pun dia menemukan satu kesulitan, Suh suka membaca puisi Nam-ju “Cinta”, yang digantungkan di dinding. Puisi itu berbunyi: “Hanya cinta / dapat menanggulangi nyanyian musim dingin / dan menungguinya sampai musim semi. Hanya cinta / dapat menyuburkan tanah yang terbengkalai / dan menyediakan benih dari tulang-tulangnya. / Dia dapat menemukan sebuah pohon / pada sebuah bukit di musim semi / beberapa ratus tahun lamanya. / dan di pematang yang telah dipaneni, / hanya cinta, / hanya cinta manusia, / tahu bagaimana membagi sebuah apel menjadi dua bagian / dan membagikannya kepada yang lainnya.” Mindeullae Noodle House, dimana cinta menyebar seperti bilah-bilah bunga Dandelion di musim dingin, mungkin mengingatkanmu pada Job 8:7, yang berbunyi: “Dan kendati awal mulamu kecil dikemudian hari kamu akan menjadi sangat besar.”
55
Cara Mengungkapkan Semangat Kerja Masyarakat Korea Rekaman Genealogi Korea Ditulis oleh Chung Seung-mo, diterjemahkan oleh Lee Kyong-hee, Seoul: Ehwa Woman University Press (2012), 160 halaman, 15,000 won
Buku ini ditulis seorang sarjana yang dianggap sebagai pelopor di bidang sejarah komunitas dan pedesaan Korea (the rural and communal history of Korea) yang mendapat sambutan hangat masyarakat. Buku ini merupakan hasil penelitian mengenai Jokbo, salah satu jalan yang merintis Korea menuju masyarakat kelas patrilineal yang ketat (the rigid, patrilineal class society) selama Kerajaan Joseon (1392-1910). Sebagai sebuah rekaman, Jokbo, memberi sumbangan besar sebagai bahan informasi untuk memahami berbagai masalah, seperti meningkatnya tekanan masyarakat terhadap kedudukan kaum wanita selama orientasi Dinasti Konghucu (Confucian-oriented dynasty), munculnya adopsi dan stratifikasi sosial dalam marga. Buku berjudul Hanguk-ui Jokbo memiliki terjemahan dalam bahasa Korea yang agak sulit dibaca mengingat terlalu banyak teks yang didaftarkan hanya dengan judul dan nama penulis yang dicatat di sana-sini. Hal tersebut tentu saja tidak begitu berguna bagi pembaca asing. Meski demikian, jika coba merangkai catatan nama dan deskripsi yang mubazir itu, para pembaca tetap akan mendapat sebuah gambaran besar mengenai struktur dan fungsi sosial yang dimiliki Jokbo. Buku ini memusatkan perhatian pada catatan yang ditulis setelah abad ke-15 dan menyentuh catatan yang ditulis sebelum abad ke-15 secara singkat. Catatan yang ditulis sebelumnya tidak dapat ditemukan. Sayangnya, tidak ada informasi tentang perubahan sosial yang terjadi saat masyarakat dengan kaum wanita dan pria dianggap setara, berubah menjadi masyarakat yang bersifat maskulin. Buku ini terdiri dari empat bab, berisi tentang penjelasan makna sosial dan fungsi yang dimiliki Jokbo; sejarah Jokbo, seperti bagaimana Jokbo Korea menerima bentuk Jokbo China sampai ke persoalan siapa, mengapa, dan bagaimana Jokbo dibuat, seperti apa proses pembuatannya. Selain itu, buku ini juga memberi informasi mengenai penyebab terjadinya pembuatan Jokbo palsu, peranannya dalam masyarakat Kerajaan Joseon serta cara membaca dan memahami Jokbo. Imaji dan foto Jokbo dalam berbagai bentuk yang disajikan dalam buku ini sangat membantu penjelasan mengenai hal tersebut. Sayangnya, penerjemahan dan editing buku ini, kiranya masih perlu diperbaiki. Sejumlah judul dalam buku ini, misalnya, perlu penjelasan lebih mendalam dari sudut gaya China—Korea kuno dan implikasi klasik. Juga diperlukan konsistensi dalam menerjemahkan sejumlah istilah. Para pembaca mungkin merasa penasaran mengenai bagan keluarga untuk menelusuri silsilah seseorang menurut garis ayah atau garis ibu sampai generasi ke-16 nenek moyang mereka, perlu diberi nama sebagai “Sebuah Diagram Delapan Besar Para Leluhur” (“A Diagram of Eight Great-Great-Grandfathers”). Indeks dengan jumlah halaman sedikit menunjukkan kekurangan prinsip ilmiahnya. Kecuali kekurangan dan ketidakjelasan seperti di atas, buku ini berguna untuk pembaca penutur Inggris dalam hal memperkenalkan suatu bagian yang sangat penting dalam sejarah Kerajaan Joseon yang masih mempengaruhi produk masyarakat dan cara berpikir (social fabric and mind-set) orang Korea sampai sekarang. Werner Sasse Peneliti Studi Korea dan Pelukis
56
Buku & lebih
Jokbo sebagai Cermin Etos Kerja Masyarakat Korea
S e n i & B u d a y a Ko re a
Arsip Gugak; Kekayaan Musik Modern Korea
http://archive.gugak.go.kr/ArchivePortal/ Ditulis oleh Hwang Sun-mi, diterjemahkan oleh Choi Sung-eun, Warsaw: Kwiaty Orientu, 210 halaman, 26.67 złoty
Badan Gugak Nasional, sebagai sebuah lembaga musik yang tertua di dunia internasional, terus memantau tradisi badan musik nasional. Jika kita datang ke sumber Badan Gugak Nasional, kita dapat menemukan Sila Eumsungsoe yang tercatat pada Samguksagi tahun 651. Kemudian badan musik nasional zaman yang lalu seperti Daeaksoe (Goryeo), Jangakwon (Chosun) dan sebagainya, yang berperan mengadakan Akgamu dalam upacara nasional peringatan leluhur dan berbagai upacara nasional yang resmi lainnya. Sekarang Badan Gugak Nasional berusaha mencatat, memelihara, dan menggunakan musik, tarian, pesta tradisional, dan sejumlah karya kreatif yang berakar pada musik, tarian, dan pesta tradisional. Hal tersebut menunjukkan bahwa Badan Gugak Nasional terus-menerus mengikuti perkembangan tradisi musik Korea dan pertaliannya dengan karya-karya kreatif. Setiap tahun hasil penelitian, pendidikan, dan pertunjukan yang dilakukan oleh Badan Gugak Nasional mencapai 3.000 buah. Usaha Arsip Gugak yang dimulai pada tahun 2007 itu bertujuan untuk memelihara, menggunakan, menyusun hasil secara sistematis, dan mengurus hak ciptanya. Sebagai hasil usaha tersebut terdapat sekitar 180.000 bahan (termasuk 30.000 bahan digital) dan di antaranya terdapat kira-kira 120.000 yang dibuat oleh badan swasta dan lembaga asing atau organisasi di luar negeri. Berdasarkan pada hasil selama lima tahun, pada Mei 2012, Arsip Gugak memulai layanan homepage (www.archive.gugak.go.kr) dan menyediakan kira-kira 70.000 bahan on-line, di antaranya, kira-kira 2000 video dan konten musik yang dapat ditonton atau didengar langsung melalui internet (musik lainnya harus mengikuti langkah tertentu karena soal hak cipta). Juga, di homepage tersebut dapat dijumpai koleksi pribadi yang dikumpulkan Profesor Robert (antropolog dari Universitas Ervine) dari 1966 sampai 1981, yang mencakup 2000 bahan rekaman dan video Gugak. Apa yang dianggap penting oleh Arsip Gugak adalah pengumpulan bahan yang dapat diandalkan. Untuk itu, Arsip Gugak berencana untuk mengumpulkan bahan secara aktif, misalnya dengan cara bekerja sama dengan badan lain dan menggunakan koleksi pribadi Selain itu, Arsip Gugak juga berusaha untuk memperluas kategori muatan untuk umum. Yang perlu segera dilakukan adalah penyediaan layanan dengan berbagai bahasa untuk peneliti asing studi Korea yang tidak mengenal bahasa Korea supaya mereka memperoleh bahan musik dengan mudah. Oleh karena itu, Arsip Gugak sedang mempercepat pengembangan sistem tersebut. Joo Jae-keun Peneliti Senior, Badan Gugak Nasional
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
57
Esai
Negeri Warna Warni Korea Selatan sukses mengubah masa lalu dan konflik dengan tetangganya menjadi energi yang positif. Tragedi perang saudara dikukuhkan dalam berbagai memori kolektif yang memberikan enerji pada bangsa ini untuk melihat masa depan yang cerah. Korea selatan membuka diri pada perubahan politik dan kultural. Tommy CHristomy Senior Lecturer at the Faculty of Humanities University of Indonesia
M
erah, putih, dan biru, warna penting bagi orang Korea. Ketika warna itu muncul di umbul-umbul kibarannnya akan membersitkan kombinasi bersitan warna yang gemilang: tidak hanya di musim semi dan panas, tapi juga di musim gugur dan bersalju. Ketiga warna itu tetap menarik perhatian. Bahkan, lebih banyak warna ditemukan dalam makanan Korea. Demikian juga dalam kehidupan keseharian orang Korea. Warna-warna kontras itu senantiasa hadir tidak hanya di subway, film, tapi juga ekspresi keseharian mereka yang kesemuanya itu nampak, misalnya, dalam Taegeukgi . Kemurnian dan kejujuran dalam warna putih ditimpali sikap integritas dalam biru dan berpaut dengan keberanian pada warna merah. Ya, ini negeri yang penuh warna-warna kontras. Dimanapun di Seoul, kita dengan mudah menemukan tawaran untuk pergi ke perbatasan dan menyaksikan sebuah kenyataan bahwa sebetulnya antara Korea Selatan dan Korea Utara masih dalam
58
keadaan belum berdamai. Moncong meriam kedua tentara ‘ginseng’ tersebut masih berhadapan satu sama lain dengan kondisi prima, dan siap menyalak kapan saja. Anak-anak muda direkrut untuk bela bangsa danmenghabiskan sebagian masa mudanya di perbatasan yang penuh dengan ranjau, kawat berduri, dan raungan sirene di menara-menara pengintaian. Jembatan Kebebasan di Imjingak, saksi bisu kedua Saudara yang berseteru itu.Peluit kereta yang dimasa lalau mempertemukan mereka kini harus terhenti di Imjingak. Masing-masing masih belum siap betul membiarkan lokomotif itu dapat menembus barikade DMZ (demilitarized zone) lagi, garis imajiner yang ditulis diatas dokumen gencatan senjata. Kendati demikian, turis manca negara sangat berminat datang ke tempat ini dan situs pemerintah yang menangani turisme pun secara resmi menawarkan tempat-tempat yang menghubungkan dengan tragedi kedua bangsa itu.
S e n i & B u d a y a Ko re a
Pergaulannya dengan berbagai bangsa berhasil membawanya pada satu fase Korea Selatan yang modern, terbuka, dan menjadi teman berbagai bangsa. Kontras ini menghasilkan nasionalisme Korea yang khas yang memberi sinyal positif pada bangsa lain untuk bekerjasama seperti Indonesia. Semula, orang Indonesia tidak mengenal Korea, sebaik mengenal Cina, Kamboja, Thai, bahkan Jepang. Sebelum perang dunia kedua, agak sulit untuk mencari informasi mengenai persentuhan kedua bangsa ini kendati pada masa VOC diperkirakan kapal-kapal dagang yang berangkat dari Batavia pernah menyambangi pelabuhan-pelabuhan Korea dan tentu diantaranya ada juga kelasi-kelasi Melayu. Pada perang Pacific sejumlah serdadu Korea tercatat pernah ditempatkan di Sumatera dan Jawa bersama Jepang tentunya. Namun, yang paling mencolok, terutama untuk mereka yang sekarang usianya di atas 50 an, laporan media masa Perang Korea dan demo-demo mahasiswanya yang garang terhadap
Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
dictator Park Chung Hee (1961-1979). Dan, setelah kedua Korea berhenti perang dan demo menentang diktator selsai, gelombang Korea kini menerpa. Jurusan bahasa Korea dibuka dimana-mana; perusahaan Korea masuk ke Kalimantan, bahkan Papua, dan nyaris tidak ada pulau di Indonesia yang tidak terkena derauan ombaknya (halyu). Bahkan di sebuah universitas terbesar di Indonesia kini ada tiga restoran Korea dan konon selalu penuh. Anak-anak remaja selalu mecatat-catat kira-kira bulan depan akan ada konser K-Pop apa? Kapan bakal ada Super Junior, Shinhwa, Psy, di Jakarta? Populasi orang Korea di Jakarta telah melebihi Jepang. Tentu hal ini terklait dengan aktifitas go global yang dicanangkan Korsel melalui berbagai cara. Dan modal terbesar bagi Korsel adalah tidak adanya beban dan utang sejarah yang harus diselesaikan ketika berhubungan dengan negara-negara di Asia Tenggara dibandingkan Jepang atau Cina. Dengan kata lain, mudah bagi Korea Selatan untuk berteman dengan siapa saja.
59
HIBURAN
Kilatan-kilatan cahaya dan sorak-sorai kerumunan ribuan Psy dan “Gaya Gangnam" di Place du Trocadero di depan Menara Eiffel Paris pada tanggal 16 November 2012.
“M
enikmati masa keemasan setelah 12 tahun debutku, aku masih bingung sekarang-sekarang ini. Seperti yang dikatakan beberapa netizen, aku terjatuh secara tidak sengaja ke dalam pasar global; sejujurnya aku tidak mengantisipasi kesuksesan ini akan mencapai pasar luar negeri, jadi aku tidak pernah punya waktu untuk menganalisa semua ini.” Ini yang Psy katakan pada konferensi press saat kepulangannya sesaat ke Korea pada akhir September untuk memenuhi janji yang telah dibuat sebelumnya dalam jadwal panggungnya termasuk menjadi seorang pengisi acara di festival kampus. Dia datang meskipun banyak netizen Korea yang iri menasihatinya agar tetap berada di AS sampai ia menembus peringkat top Billboard di sana. Mencari tahu sebuah penjelasan atas kesuksesan spektakulernya menjadi seseorang yang tersohor di dunia, Psy berkata, “Kita orang Korea suka mengirim dan ber-
bagi video lucu ketika kita menemukannya, kan? Aku pikir itu yang mereka lakukan. Jadi, semua itu dimulai hanya karena video musikku lucu. Sebagai seorang penyanyi dan pemusik, aku pikir lucu sekali aku sukses karena lucu. Namun demikian, kupikir aku paham hal tersebut. Perasaan yang terus dibagi dan disukai seluruh dunia tentu saja adalah tertawa.”
Penyanyi-penulis Banyak Lagu Hits Psy adalah penyanyi veteran populer yang dikenal hampir oleh semua orang Korea. Dia telah menciptakan dan mengeluarkan beberapa lagu hits, yang diantaranya paling terkenal adalah “Bird,” yang dikeluarkan pada 2001; lagunya yang lain adalah “Champion,” “Entertainer,” “We Are One”, dan “Right Now.” “Gangnam Style” adalah lagu dari album keenamnya. Skandal yang berkaitan dengan penggunaan obat terlarang dan denda karena mencurangi wajib militernya, yang
Sentimen Dunia ‘Kelas B’ atas Badai
Gangnam Style Psy Pada tanggal 24 November 2012, empat bulan setengah setelah diluncurkan, Gangnam Style, video musik penyanyi pop Psy, telah lebih dari 800 juta kali ditonton di YouTube. Psy berkata ia membuatnya dengan gayanya sendiri tetapi tanpa ambisi apa pun seperti ingin dikenal di panggung global. Siapakah penyanyi Psy ini? Dan, apakah yang sebenarnya ingin dia katakan dalam Gangnam Style? Lim Jin-mo Kritikus Pop Musik; Profesor Komunikasi Budaya, Universitas Cyber Kyung Hee
60
S e n i & B u d a y a Ko re a
membuatnya harus melakukan wajib militer lagi, mungkin malah makin melejitkan karier seorang bintang di Korea, tetapi Psy mampu mengatasi hari-hari gelap itu berkat keunikan gaya musiknya. Dia juga menulis lirik dan musik untuk penyanyi-penyanyi lain seperti “Novice” oleh Lexy, “Because You are My Woman” oleh Lee Seung-gi, dan “I’m a Guy Like This” oleh DJ DOC. Psy adalah seorang pemusik sekaligus penari profesional. Jika mendengarkan ritme nadanya, maka rasanya Anda ingin ikut bergoyang mengikuti lagu. Sebagai tambahan, lirik lagunya juga selalu tidak monoton dan humoris. Di atas panggung, dia selalu menumpahkan energi setiap kilo berat tubuhnya pada tarian yang nonstop. Hasrat dan dedikasi penuhnya di atas panggung menular dan menggetarkan penonton, memenangkan hati para penonton dan memberikannya penghargaan. Video Gangnam Style mengungkapkan kemampuannya untuk berhubungan dan menyatu dengan penonton, melebur dalam hasratnya yang tiada duanya. Video Gangnam Style, di atas semuanya, adalah sebuah piala kemenangan atas kreativitas musiknya. Video tersebut dipenuhi techno beat seduktif dengan ritme berulang-ulang yang menghilangkan batasan dan mengajak pendengar lebur bersama musik. Liriknya juga lucu. Inilah alasan utama bagaimana dia menjerat penonton dan menjadi dikenal orang sedunia. Lirik lagunya yang berbahasa Korea dapat kehilangan banyak irama dalam penerjemahan, tetapi ritme lagu dan implikasi budaya beresonansi melewati bahasa dan konteks. Ketika dia menyanyi rap, lirik “dia mengurai rambutnya pada saat yang tepat,” atau “yang tidak seimbang adalah otaknya ketimbang ototnya,” merupakan observasi humor tentang anak muda yang bebas dan punya ide sendiri, dan pesan itu disampaikan Psy dengan cukup jelas. Faktor lain yang berkontribusi pada kesuksesan fenomenal videonya adalah judul lagu “Gangnam Style” yang merupakan master stroke dalam mereknya. Sangat mudah untuk menciptakan banyak kreasi dari judul tersebut, menginspirasi imitasi, sehingga bisa berkembang lebih lanjut lagi. Sederet versi tiruan tanpa akhir (termasuk juga parodi) muncul seperti “London Style,” “New York Style,” “Pervert Style”, dan “Police Style.”
Tidak Hanya Ke sana-kemari Psy, umur 36, telah melintang ke berbagai gelombang arus jiwa muda artis K-pop nan menarik yang berusaha keras meraih ketenaran global. Malchum atau horse dance jauh dari kesan elegan, sangat berbeda dari gerakan dansa yang teratur, ciri-ciri kelompok K-pop. Sebenarnya itu adalah tarian komik. Dia berkata, “Aku pernah sekali bertanya ke wartawan asing, alasan mengapa laguku menjadi semakin terkenal setiap hari. Mereka berkata bahwa aku mengingatkan mereka pada Austin Powers, sebuah karakter dalam film komedi kelas B. Memang, aku tampak seperti penampil kelas B. Aku pikir aku lahir untuk menjadi kelas B.” Para penyanyi K-pop, yang berjuang tanpa akhir untuk bisa masuk ke dalam pasar global, telah mencapai tingkat kesuksesan berbedabeda dengan mengetuk pintu pasar Amerika. Usaha tanpa lelah untuk Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
meraih ketenaran dan strategi pemasaran korporasi memainkan peran besar dalam meraih mimpi mereka. Sebaliknya, semua publisitas dan ketenaran luar biasa Psy datang langsung dari permintaan pasar musik pop Amerika sendiri, bukan dari usaha agensi PR (Humas) tertentu ataupun penyanyinya. Seperti yang diulas netizen secara bercanda, Psy “jatuh secara tidak sengaja ke dalam pasar global.” Dikatakan bahwa Gangnam Style menjadi sensasi global setelah video tersebut dipilih menjadi video-yang-harus-ditonton oleh CNN. Tentu saja, sensasi yang ditimbulkan Gangnam Style disebabkan oleh dua faktor, yakni kemampuan musik Psy dan pilihan Amerika. Ledakan Gangnam Style mengingatkan kita pada duo pop Latin Los del Río, yang menggemparkan dunia dengan lagu dan tari Macarena mereka pada 1996. Kedua kiriman impor ini menembus pasar Amerika dengan musik tarian mereka yang menarik. Sekali lagi hal ini membuktikan kemampuan musik tarian yang dapat membuat orang bersukacita dan menciptakan antusiasme kolektif.
Kekuatan ‘Kelas B’ Gangnam Style telah menjadi lebih dari sekadar sensasi dunia, yakni menjadi suatu fenomena sosial yang pantas untuk dianalisa secara mendetail. Gangnam Style telah tumbuh menjadi fenomena unik sejati yang menggerakkan begitu banyak belahan dunia. Pesan apakah yang tersembunyi di balik lagu ini? Dalam video musik, Psy sebenarnya terlihat kecil dan tidak terlalu menonjol. Terlihat seperti pecundang, ia tampak jauh dari seseorang yang elit dan anggun seperti ia yang sebenarnya. Seperti yang dikatakan Psy sendiri, ia lebih tampak sebagai penyanyi kelas B, seorang aktor pendukung, atau seseorang yang hampir tidak mungkin menjadi golongan rata-rata dalam sebuah kelompok. Dia adalah seorang badut, seorang Pierrot. Akan tetapi dia tetap teguh menyatakan bahwa dia memiliki gaya yang menggambarkan Gangnam, Beverly Hills-nya Korea. Jadi, itu semua benar-benar tidak masuk akal. Di mana-mana orang senang membuat lelucon mengenai cara dan gaya kelas atas dan besar: sangat menyenangkan menyoroti masyarakat yang didominasi oleh orang sukses dan top dari sudut pandang humor, serta untuk melihat sikap dingin dan kepentingan-pribadi dijatuhkan ke satu-dua tingkat ke bawah. Ini adalah bagaimana media internasional menganalisa video Psy yang menggapai dunia. Sebuah ironi menarik adalah Psy sendiri sebenarnya berasal dari keluarga berada di Gangnam. Seorang komedian besar Charlie Chaplin suatu ketika berkata: “Aku tetap berarti hanya satu hal, dan satu hal saja, dan itu adalah seorang badut. Itu menempatkanku di dalam pesawat yang jauh lebih tinggi daripada politisi mana pun.” Meskipun era Chaplin sudah lama berganti, orang-orang di dunia masa kini tertarik dengan lagu pop yang memparodikan masyarakat kelas atas. Sama seperti kita menikmati lelucon seorang badut, sementara pada saat bersamaan merasakan pahitnya kehidupan, kita berdansa mengikuti irama musik Gangnam Style dan menemukan alasan untuk berhadapan dengan yang tersembunyi di dalam lagu.
61
KENIKMATAN GOURMET
Tahu:
makanan orang Asia, kini Tahu telah menjadi sumber protein yang penting bagi orang Korea sejak dulu kala. Kini, makanan tersebut telah marak di seluruh duna seiring meningkatnya kecenderungan terhadap makanan sehat. Ye Jong-suk kolumnis makanan dan Professor makanan, Hanyang University Ahn Hong-beom Fotografer
1
L
auk pauk yang baik adalah tahu, timun, jahe, dan sayuran: pertemuan yang baik adalah saat berkumpul dengan anak-anak dan cucu.” Kim Jeong-hui (1786—1856, nama samaran Chusa), seorang kaligrafer dan efigrafer dari masa Joeson, menorehkan hal ini sebagai bagian dari setitik kebahagiaannya masa tuanya.
Keju Bebas Lemak Tahu, makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang di Korea dikenal sebagai dubu, adalah santapan penuh nutrisi yang telah dikonsumsi oleh orang Asia berabad-abad. Kini secara luas dikenal di seluruh dunia karena meningkatnya ketertarikan terhadap gaya hidup sehat. Di kalangan masyarakat Barat, perhatian pada resiko kesehatan yang dipengaruhi konsumsi kalori dan makanan berkadar lemak tinggi secara regular, serta hasrat untuk menyajikan makanan yang lebih sehat, telah berpengaruh pada kepopuleran makanan-makanan sehat seperti tahu. Kombinasi gilingan kedelai dan pengembang, seperti sodium klorid, membentuk bongkahan, oleh krenanya tahu mirip dengan keju dalam hal proses produksinya tapi dikenal memiliki manfaat kesehatan yang lebih besar. Tahu lebih mudah dikunyah dari pada bijibijian, unsur lain makanan sehat pada saat yang sama meningkatkan nilai nutrisi. Oleh akrena itu disebut ‘Keju Tanpa Lemak’, yang telah membantu meningkatkan popularitasnya sebagai makanan sehat dikalangan masyarakat luas di dunia yang sadar pada kesehatan. Menurut CNN, Hillary Clinton menyediakan tahu secara reguler di Gedung Putih ketika suaminya, Bill Clinton, masih sebagai presiden Amerika Serikat, dalam rangka menjaga kesehatan suaminya. Tahu secara umum sekarang tersedia dengan luas di super market Amerika dan Eropa, dan semakin banyak restoran-restoran menawarkan makanan terbuat dari tahu.
2 1. Tahu lembut yang disebut Sundubu, dapat dimakan sebagai makanan pembuka atau camilan. 2. Tahu tipis dikemas dan hiasi dengan irisan cabai merah.
Sejarah Tahu Sumber-sumber kuno, sebagaimana tulisan naskah Cina mengenai obat-obatan dari tumbuhan (Bonchoganmok) dan kompilasi ensiklopedi Korea kuno, termasuk Myeongmulgiryak dan Jaemulbo, mengatakan bahwa tahu dibuat sekitar 200 tahun yang lalu oleh Pangeran Yu An (179-122B.C.) dari Hwenam, pada masa Dinasti Han. Sementara itu ahli makanan Jepang, Shinoda Osamu (18991970), mengutip bagian dari “Mengenai Tahu” dari Línhǎi Yīn Xiǎotián Tǒng Dòufu Kǎo <Tahu Cina>, menyebutkan bahwa tidak ada referensi mengenai tahu di dalam buku-buku karya Diansti Sui (589618) dan Dinasti Tang (618-907). Lebih dari itu, dia mencatat Cheong-ilog (kajian aneka ragam yang menarik), yang ditulis oleh ilmuwan Dogog dari masa awal Dinasti Song (903-970), menujukkan tahu untuk pertama kalinya. Sementara itu, seorang ilmuwan Korea dari masa Joseon, Jeong Yak-yong (1762-1936) mengutip berbagai teks Cina kuno dalam buku etimologinya Aeon Gakbi / Yǎ Yán Jué Fēi (Kesalahan penggunaan kosa kata standar) menunjukkan bahwa tahu telah disantap bahkan sebelum Pangeran Yu An berkuasa. Meski pun penjelasannya beragam, Kota Hwenam terletak di Propinsi Anhui Cina, senantiasa menyelenggarakan festival Budaya Tahu setiap tanggal 15 September untuk memperingati pencapaian historis Yu An. Di Korea, tahu pertama kali disebut didalam sebuah buku puisi MogeunJib (Kumpulan karya Mogeun), karya Lee Saek (1328-1396), seorang negarawan dan pujangga dari Dinasti Goryeo akhir. Dia menulis sebagai berikut Sayuran hijau membosankan, namun tahu rasanya segar; tepat untuk yang tak bergigi, cocok untuk orang tua. Makanan dari tahu dikembangkan terutama di kuil-kuil Budha, dimana tahu disebut sebagai Pho. Disana selalu ada sebuah Jophosa, harfiahnya “Sebuah Kuil tempat membuat tahu”, dekat makam Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
63
1
2
raja-raja untuk menyi9mapkan makanan upacara. Hal ini dapat dibenarkan oleh satu ungkpan dari Jeong Yak-yeong (model pemerintahan yang baik): “Hanya kuil-kuil yang menjaga benteng dari Namhan dan gunung Byukhan dan propinsi-propinsi lainnya, dan tempat-tempat yang menyediakan tahu untuk makam-makam raja dapat dikecualikan dari pajak, tetapi tidak yang lainnya.” Oleh kerena itu, jenis tahu yang terkenal dinamai sesuai nama kuil-kuil, seperti Tahu Kuil Bonseon dan Tahun Kuil Yeondo. Keahlian pembuatan tahu Korea pada masa Jeoseon mestinya sangat luar biaasa bahkan dikenal sampai Cina, tempat asal mula tahu. Dalam sebuah kisah yang merekam kekuasaan Raja Sejong (1418-1450), Sejong Sil-rok, maharaja dari Dinasti Ming digambarkan sebagai orang yang sangat memuji kemampuan orang Korea membut tahu: “Lauk-pauk yang kalian sajikan sangat baik, terutama yang dibuat oleh pemasak perempuan, sangat cepat dan cekatan, yang menyiapkan makanan dan menyusunnya dengan harmonis dan cantik, dan mereka membuat tahu yang lezat.) Tahu diperkenalkan ke Jepang melalui Korea. Pada masa Jeoseon Sangsikmundab (pembicaraan emngenai pengetahuan umum di Korea), pengarang yang bernama Choi Nam-seon (1890-1957) memberikan dua bahasan mengenai bagaimana tahu sampai mereambah ke Jepang. Pertama adalah adanya seorang jendral Jepang yang belajar bagaimana orang Korea membuat tahu pada masa invasi Hideyoshi (1592-1598). Yang lainnya adalah ketika orang Korea bernama Bak-ho, yang diculik oleh Jepang pada masa perang, membuat tahu gaya Korea di tempat yang sekarang dikenal sebagai daerah Kochi. Yang dianggap sebagai awal mulai pembuatan tahu modern di Jepang. Tetapi ada juga pandangan bahwa tahu telah hadir di Jepang lebih awal dari masa Heian (7941192).
Tahu Kimchi, Tahu Goreng. Tahu acap kali ditambahkan kedalam sop atau tumis-tumisan yang merupakan bagian dari makanan orang Korea sehari-hari. Tahu lembut, yang disebut sundubu “tahu murni” di dalam bahasa Korea, dan biji, produk sampingan dari tahu, kedua-duanya bahan
64
4
1. Tahu tipis dikemas, kelebihan cairan dikeringkan, dan digoreng sampai cokelat keemasan dalam panci. 2. Rebus tahu lembut pedas dengan seafood. 3. Semur tahu disajikan di Kongdu, sebuah restoran di Museum Sejarah Seoul. 4. Kimci tahu, makanan bar yang terkenal di Korea, biasanya disajikan dengan minuman beralkohol.
3
Kimci tahu, irisan tahu rebus hidangan populer disajikan hangat-hangat dengan kimci tumis dan daging, adalah iringan khas untuk minuman beralkohol. Tahu juga direbus dalam kecap, atau ditumis yang dimakan dengan celupan saus pedas.
tambahan yang disukai untuk ditambahkan pada tumis-tumisan. Oleh karenanya, tahu telah menjadi sumber yang utama bagi protein Korea sejak masa awal. Tahu Kimchi, makanan yang popular yang terbuat dari irisan tahu yang direbus disajikan hangat-hangat dengan taburan kimchi dan babi, adalah suatu makanan yang paling tepat untuk minuman yang beralkohol. Tahu juga disiram dengan kecap, atau digoreng untuk dimakan dengan kecap berbumbu. Tahu goreng makanan kecil yang sangat lezat yang sangat mudah disiapkan. Kemasan tahu telah tersedia di setiap super market, pertama-tama diriris ke dalam bentuk kotak yang besar dan cairannya ditiriskan. Kemudian tahu itu digoreng sampai kuning dan disajikan dengan samal kecap. Kotak-kotak tahu yang besar dapat digarami sedikit, ditaburi terigu, dan dilapisi telur kocok, dan kemudian digoreng dengan minyak untuk disiapkan sebagai sajian pada upacara nenek moyang. Di restoran Baengnyeonok (â&#x20AC;&#x153;Rumah Seratus Tahunâ&#x20AC;?), yang terletak di Sechodong sebelah selatan Seoul, anda dapat menikmati beragam sajian tahu yang populer seperti tumis sundubu putih yang disantap dengan kecap, tumis sundubu merah dan berbumbu, dan tahu Jeong-ol (hotpot), kesemuanya itu sajian makanan yang ditemukan di hampir semua meja makan Korea. Saat ini, tahu dapat juga dinikmati di dalam berbagai makanan modern, seperti halnya yang dihindangkan Khongdu, sebuah restoran bergaya fushion di lantai pertama Museum Sejarah Seoul, yang menyediakan hidangan tahu bergaya barat yang menunjukan bahwa tahu, dimana Korea telah memperkenalkannya ke seantero dunia, kini kembali dalam berbagai versi hidangan yang baru. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
65
gaya hidup
Mendengarkan Buku: Sebuah Perayaan dalam Membaca Paju Booksori 2012 ialah puncak musim perayaan buku yang diselenggarakan oleh Paju Book City untuk mendukung budaya membaca yang lebih bergairah. Acara ini merupakan salah satu festival buku yang semakin populer, seperti Seoul WoW Book Festival di sekitar Universitas Hongik di Seoul, yang diadakan pada musim gugur di Korea. Lee Kwang-pyo Jurnalis, Pimpinan Departemen Strategi Manajemen, Channel A | Ahn Hong-beom Fotografer
M
umbal-dong, Kota Paju, berjarak sekitar satu jam perjalanan dengan kendaraan ke arah utara Seoul menyusuri Sungai Han. Di kota ini terdapat sebuah kompleks penerbitan yang didirikan tahun 2003. Diperkirakan 250 perusahaan penerbitan menata kantor mereka di kompleks seluas 875.000 m2 ini. Mereka mempekerjakan 8.000 pekerja dan menghasilkan angka penjualan tahunan sebesar 1,2 triliun won (sekitar 1,1 juta dolar Amerika Serikat). Pada 2014 kompleks ini akan selesai diperluas menjadi 1.560.000 m2 untuk mengakomodasi lagi 300-an perusahaan penerbit. Pesona Kota Buku Paju berasal dari suasana modern yang tenang, yang diciptakan oleh kelompok perusahaan penerbitan, untuk memproyeksikan budaya pengetahuan di tengah-tengah pedesaan yang hening. Arsitektur khas dan karakter halus dari masing-masing bangunan ini menambah suasana yang unik. Tepat di tengahtengah â&#x20AC;&#x153;kotaâ&#x20AC;? ini berdiri bangunan tradisional Korea dari sebuah rumah tua bangsawan daerah yang dulu
1
pindah ke tempat itu. Bangunan ini kini telah dipugar. Sebuah sungai mengalir di padang alang-alang, di samping fasilitas konferensi dan unit penginapan bagi pengunjung yang ingin bermalam di sana.
“Satu Asia Lewat Buku” Booksori, nama festival ini, secara harfiah berarti “suara buku.” Ini istilah yang cocok untuk mengundang pembaca dan pecinta buku membenamkan diri serta bersenang-senang dalam dunia buku, sehingga mampu meremajakan dan menempatkan kembali posisi sastra dalam kehidupan budaya. Selama festival berlangsung, Paju Book City ramai dengan pengunjung. Tempat parkir selalu penuh dan saking meriahnya pengunjung saling bersenggolan bahu ketika berjalan-jalan sepanjang pameran. Inilah bukti bahwa kegiatan semacam ini sungguh diminati. Ini berarti bahwa manusia dan bacaan dapat hidup serta berkembang di ruang yang sama. Paju Booksori Festival, di tahun kedua penyelenggaraannya, disebut-sebut sebagai festival buku terbesar di seluruh Asia. Maka dari itu, tema tahun ini adalah “Satu Asia Lewat Buku”. Digelar130 acara meliputi pameran, kuliah, bedah buku bersama penulis, pembacaan puisi, konser, dan penjualan buku. Acara ini diselenggarakan di sebuah kompleks yang terdiri dari sekitar 100 gedung penerbit, baik di dalam maupun di luar ruangan. Sekitar 450.000 orang mengunjungi festival tersebut dalam periode sembilan hari penyelenggaraan. Selain itu, diadakan pula World Booktown Simposium yang bertujuan untuk membangun hubungan yang lebih erat antara seluruh kota buku di dunia, yang dikobarkan oleh kuliah tamu pemenang Nobel Sastra Jean-Marie Gustave Le Clezio dari Prancis dan Kenichi Sato, novelis sejarah dari Jepang. Festival ini juga menampilkan perayaan ulang tahun ke-250 dari kelahiran Jeong Yak-yong, seorang sarjana
2
terkenal masa Joseon dari Sirhak (Pembelajaran Praktis), yang nama lainnya adalah Dasan. Sejumlah ceramah dan seminar diselenggarakan di sini, termasuk “Kuliah Memorial pada Hari Dasan”, yang memberikan penerangan baru tentang kehidupan dan filosofi tokoh kunci abad pencerahan Korea ini. Untuk memperingati hari jadi ke-569 tahun penciptaan Hangeul, sebuah sistem tulisan Korea yang diciptakan pada 1443, diselenggarakan pameran khusus berjudul Excursion Hangeul 569 yang mengajak pengunjung berkelana lewat sejarah, yang terbukti sangat populer di antara kelompok-kelompok keluarga. Sebagai sebuah sistem penulisan yang inovatif dan ilmiah, Hangeul adalah sistem huruf satu-satunya di dunia yang diketahui penciptanya. Pameran ini juga menawarkan peninjauan kembali untuk melihat lebih dari lima abad kehidupan Korea yang lampau dan peran yang telah dimainkan Hangeul di dalamnya. Dipamerkan juga benda-benda yang menceritakan Hangeul dan sejarah budaya bangsa untuk hidup dengan mengungkapkan informasi linguistik dan etimologis dari huruf kuno dan catatan silsilah, bersama artefak budaya material dari berbagai periode, seperti barang masa kini layaknya kaus kaki, jimat, kotak bubuk, dan bungkus rokok yang dihiasi karakter Hangeul. Agenda lain yang populer adalah Kim Sowol Literature Day, untuk mengenang Kim Sowol, salah satu penyair yang paling dicintai Korea. Acara ini juga untuk memperingati ulang tahun ke-110 kelahirannya,
1. Seorang anak melihat patung buku raksasa di Paju, Booksori 2012 yang diadakan di Kota Buku Paju. 2. Sebuah acara mendongeng pada Festival Buku WoW Seoul, diadakan di dekat Universitas Hongik. 3. Tokoh-tokoh cerita anak-anak datang untuk hidup di Festival Buku WoW Seoul.
67
3
termasuk pembacaan puisi oleh penyair terkemuka Korea saat ini, seperti Kim Nam-jo dan Shin Dal-ja di kantor perusahaan penerbitan berbagai toko buku, serta sebuah konser yang menampilkan interpretasi musik dari puisi Kim Sowol tersebut. Pada sesi baca puisi, sering ditunjukkan betapa beberapa bait puisi tertulis sangat dikenang dalam hati rakyat Korea. Ketika penyair membaca beberapa karya Kim Sowol paling terkenal seperti “Azalea” dan “Bunga di Pegunungan,” banyak penonton turut berdeklamasi bersama mereka. Bunga mekar di pegunungan, bunga mekar, melalui musim gugur, musim semi musim panas, dan, bunga mekar. Bunga-bunga di pegunungan di pegunungan dengan sendirinya mereka mekar ...
1
metode yang telah dianggap usang tersebut. Lokakarya ini dibuka pada 2007, setelah memperoleh mesin tua yang mirip mesin ketik dari percetakan seantero negara. Lokakarya ini juga melibatkan percetakan sejenis itu yang tidak lagi punya kesempatan untuk menerapkan keterampilan mereka dan kemudian bekerja di Ketika kau muak saat menatapku bidang lain. dan meninggalkanku, Pengunjung bisa merasakan sendiri proses pencetakan jenis letAku ’kan biarkan kau lenyap tanpa sepatah kata pun. terpress ini. Hal ini dapat menjadi pengalaman menyenangkan untuk Di kakimu saat kau melenggang pergi, aku akan menaburkan mengamati bagaimana buku dibuat selama berabad-abad sebelum sepelukan bunga Azalea ada teknologi elektronik modern, yakni: menata potongan-potongan dari lereng Yaksan di Yeongbyeon ... timah yang tak terhitung jumlahnya untuk diketik, sang pengetik yang bolak-balik menekan tombol huruf, sambil menahan bau pelumas dan Han Seo-yeong, seorang pekerja kantor yang datang ke festival tinta mesin cetak yang cukup menyengat di beberapa halam buku tertentu. S a a t m e m p e r h a t i kan halaman antologi Sejak 15—23 September, sekitar 130 kegiatan, termasuk pameran, ceramah, puisi yang dicetak dentemu pengarang, pembacaan puisi, konser, dan penjualan buku, diadakan di gan timah, para pengugedung-gedung dari sekitar 100 perusahaan penerbitan dan di ruang-ruang njung bisa mendeteksi kesan yang berbeda dari terbuka atau tertutup lainnya yang berada di sekitar kompleks. Diperkirakan setiap huruf. Mereka ber450.000 pengunjung datang ke festival tersebut selama periode sembilan hari. kata, “Jika Anda meraba p e r mu k a a n h a l a m a n dengan teman, menutup matanya perlahan dan membacakan bait-bait nya, Anda dapat merasakan bentuk huruf yang ditekan di atas kertas. puisi, kemudian berhati-hati untuk tidak mengganggu gema bacaan Nuansa tertentu yang hadir saat Anda membalikkan lembaran halamereka yang cukup lama, diam-diam ia mengatakan, “Seperti benarman itu menjadi daya tarik yang unik dari jenis-buku cetak tradisional.” benar bertemu Kim Sowol di sini ...Betapa indahnya musim gugur ini.” Kompleks Penerbitan dengan Kepekaan Budaya Pengunjung festival juga menunjukkan minat dalam lokakarya percetakan yang dapat berpindah-pindah. Setelah percetakan manual di Sebagian besar orang yang sering mengunjungi Kota Buku Paju Korea menghilang ketika pengenalan komputerisasi typesetting pada adalah mereka yang terlibat dengan industri penerbitan. Jadi, wajar 1980-an, banyak orang terkejut bahwa masih ada teknik percetakan bagi mereka yang bekerja di sini untuk membahas pentingnya menamanual, karakter demi karakter. Memang masih ada toko-toko khusus rik masyarakat umum, konsumen buku, datang ke kompleks ini untuk di daerah yang membuat kartu nama dan barang-barang lainnya dengmerasakan hidup ala budaya penerbitan. Mereka pun menyerukan an alat cetak manual, namun di lokakarya Paju adalah satu-satunya “kota buku” untuk diubah dari kompleks penerbitan menjadi ruang di fasilitas yang dapat mencetak seluruh buku dengan menggunakan mana pembaca datang untuk menikmati buku.
68
S e n i & B u d a y a Ko re a
1. Kafe Buku Olive Tree, di antara 100 “toko buku di lantai pertama” yang dibuka oleh perusahaan penerbitan di Kota Buku Paju di bawah proyek mereka yang bernama "Toko Buku Jalanan". 2. “Pasar Buku Jalanan” adalah sebuah acara populer di kalangan kawula muda yang berkunjung ke Festival Buku WoW Seoul.
Dalam rangka mewujudkan rencana itu, proyek Bookstore Street diluncurkan pada 2011 untuk mengubah lantai dasar yang terdiri dari sekitar 100 bangunan menjadi toko buku. Tempat di mana pembaca dapat berkumpul untuk berdiskusi atau sekadar beristirahat kini telah banyak disediakan juga. Song Young-man dari Hyohyung Publishing Co, pengawas proyek ini, mengatakan, “Yang pertama, toko buku tidak hanya menjual buku. Ketika proyek Bookstore Street selesai, maka seluruh lantai akan dipenuhi berbagai macam konten yang terkait dengan buku. Banyak kantor yang dibangun di atas tanah yang luas, dengan demikian masih memiliki ruang tambahan untuk ruang seni, museum, dan gedung konser.” Ia juga dengan yakin menambahkan, “Kami akan menciptakan sebuah seni baru dan kompleks budaya.” The Paju Booksori Festival dimulai sebagai bagian dari upaya tersebut. Ini adalah festival untuk semua peminat buku, yakni mereka yang menulis buku, mereka yang membuat buku, dan orang-orang yang membaca buku. Festival tahun ini kembali mengemukakan ide ini. “Pasar Pengetahuan Terbuka” yang diselenggarakan di 100 atau lebih gedung penerbit juga memberikan contoh sangat baik. Mereka menawarkan kesempatan kepada pengunjung untuk mendengar presentasi dari penulis dan tur keliling kantor-rumah penerbit yang bergaya masa kini. Arsitek Seo Hyeon, penulis Architecture: Listening to It Like Music, Seeing It Like Art yang juga profesor di Universitas Hanyang, mengatakan, “Acara festival ini nyaman dan menyenangkan. Berbicara tentang arsitektur dan buku saya sambil menyeruput teh di kantor penerbit yang menerbitkan buku saya adalah pengalaman yang sangat berharga bagi saya sebagai seorang penulis. Itu juga merupakan kesempatan berharga untuk berinteraksi lebih dekat dengan pembaca melalui buku saya”. Ketika proyek Bookstore Street selesai, pembaca akan dapat mendalami buku-buku dengan berbagai cara di Kota Buku Paju, bukan hanya selama festival tapi juga sepanjang tahun.
WoW Book Festival Paju Booksori hanya salah satu dari semakin banyak festival buku yang diselenggarakan di Korea. Festival buku yang diadakan di sanaKo r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
sini di seluruh negeri kebanyakan digelar di musim gugur. Perpustakaan Nasional Korea dan Perpustakaan Nasional untuk Anak-anak dan Dewasa Muda di Seoul, serta perpustakaan umum di daerah, juga menjadi tuan rumah berbagai festival buku. Perpustakaan Digital Nasional menampilkan Festival Buku Digital, sementara ruang 2 budaya dan sejarah seperti daerah terbuka di depan Balai Kota Seoul dan Deoksu Palace, digunakan sebagai tempat yang terkait dengan acara festival buku. Kegiatan ini meliputi bincang-bincang dengan penulis, seminar yang mempertemukan pembaca dan penulis buku dan membahas promosi budaya buku, mendongeng untuk anak-anak oleh orang tua mereka, kuis buku dengan tema tertentu, dan diskusi tentang berbagai topik. Dan tentu saja —daya tarik utama dari setiap acara buku— penjualan buku dengan harga diskon. Untuk para pencinta buku atau bibliophiles, penjualan buku di festival adalah kesempatan yang baik untuk menambah koleksi buku. Ditambah terdapat layanan pengiriman spesial untuk pembelian jumlah besar, yang difasilitasi oleh jasa pengiriman khusus yang akan membawa paket buku langsung ke depan pintu rumah Anda. The Seoul WoW Book Festival yang diadakan setiap September di sepanjang jalan di depan Universitas Hongik, di Mapo-gu, Seoul, adalah festival buku spesial musim gugur dan belakangan ini semakin populer. Jalan-jalan di sekitar Universitas Hongik, yang dikenal sebagai surga bagi pemuda dan kesenian, yang mirip dengan Kota Buku Paju, ialah cikal bakal bagi sejumlah besar perusahaan penerbitan. Jika pengunjung Paju Booksori kebanyakan keluarga, maka pengunjung The Seoul WoW Book Festival kebanyakan mahasiswa dan kaum muda. Beberapa acara di festival ini adalah Library Street, di mana penerbit menjual buku dengan harga diskon, dan “WoW Market”, sebuah pasar loak buku yang terbuka, dan temu wicara dengan penulis. Dunia yang sekarang dibanjiri dengan konten digital dan media visual mungkin telah mengambil alih peran media cetak, namun warga Korea terus memelihara kecintaan dan penghormatan terhadap buku. Hal ini mungkin berasal dari kebanggaan mereka dalam tradisi Korea yang kaya budaya pencetakan, seperti terbitnya buku tertua di dunia yang dicetak di balok kayu, Cahaya Murni Dharani Sutra (awal abad ke-8 Masehi), dan buku tertua di dunia yang dicetak dengan mesin ketik logam bergerak, berjudul Jikji (1377). Berada di tengah-tengah keberuntungan menyaksikan buku-buku antik ini merupakan cara menikmati buku yang menyenangkan di bawah langit musim gugur. Anda dapat merasakan lagi seolah-olah buku cetak tradisional selamanya akan bersama kita.
69
Perjalanan Kesusastraan Korea
Kritik
Dewa Setengah Manusia: Marsyas Atau Mungkin Pierrot Uh Soo-woong Wartawan Seni Budaya, suratkabar Chosun
P
epatah klasik: gi-un-saeng-dong, yang diterjemahkan secara harfiah sebagai “kekuatan hidup dimiliki oleh semua ciptaan,” kadang-kadang diterapkan pada sebuah karya artistik dengan sentuhan yang luar biasa. Sebagai sebuah deskripsi, hal itu tepat tidak hanya untuk membangun estetika karyanya: “Kucing, Ular, dan Kuburan”, tetapi juga untuk sosok manusia Sim Sang-dae itu sendiri. Setiap pengenalan yang sepatutnya dari penulis ini tentu harus mencakup penyebutan nama penanya: Marsyas Shim. Dalam mitologi Yunani, Marsyas adalah dewa setengah manusia yang menantang para dewa melakukan lomba keterampilan artistik dan kemudian dihukum, karena kesombongannya, tubuhnya dikuliti. Atas pilihan pada sebutan itu - sebuah pernyataanyang tak dapat dibantah dari rasa percaya diri pada potensi artistik - komunitas sastra menanggapinya dengan nada mengejek dan mendukung. Untuk pemahaman yang lebih baik tentang rasa humor dan pandangan dunia Shim, tempat yang baik mengawalinya berdasarkan kata-kata si penulis sendiri mengenai pengalaman hidupnya, terutama kerinduan dan kehilangan, yang memberikan kedalaman dan otentisitas artistik penulisannya. Awal tahun ini, Shim menerima penghargaan tahunan Kim Yu-Jeong Literary Award keenam untuk novelnya, The Button. (Kim Yu-Jeong, 1908—1937, adalah pelopor kebangkitan kembali sastra Korea modern yang meninggal pada usia muda 29 tahun). Pengakuan untuk Shim tidaklah terlalu banyak, dan itulah penghargaan pertamanya dalam satu dekade, sejak Penghargaan Sastra Modern tahun 2001 yang diterimanya atas cerpen “Beauty.” Selama pidato penerimaannya untuk penghargaan Yu-jeong Kim musim semi lalu, Shim begitu piawai menyampaikan topik “tiga syarat hidup penulis” yang diidentifikasikan sebagai penolakan, kemiskinan, dan penyakit. Sementara itu, mungkin agak bertele-tele, ada baiknya dikutip di sini, untuk kepentingan para pembaca muda dan penulis saat ini yang tampaknya sangat bersungguh-sungguh mencari kedalamannya yang khas. Pertama, mempertimbangkan penolakan. Cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada Park Rok-ju, penyanyi terkemuka yang juga seorang gisaeng, Kim Yu-jeong muda benar-benar terperosok pada
70
keputusasaan yang dalam. Dengan alasan patah hati dan surat cinta yang entah berapa banyak yang ditulisnya, Shim meminta para pendengarnya untuk “memikirkan kalimat yang diperlukan, seberapa tebal, bagaimana listrik, untuk mencoba meraih seorang wanita yang telah menolak cinta seseorang. Dalam banyak hal, karya Kim Yu-jeong berutang banyak pada wanita yang dikenal sebagai Park Rok-ju. “Suaranya memancar dengan emosi,” Ia melanjutkan, “Jenis cinta Anda adalah bersedia untuk mati untuk; jenis penolakan, bahwa Anda muntah darah; jenis perpisahan adalah bahwa hati Anda membusuk untuk sebuah masyarakat yang tak berbentuk – itulah syarat kehidupan penulis kita saat ini yang tidak lagi dijumpai, dan seyogianya, sebenarnya, merasa iri.” Kemiskinan dan penyakit, juga dihadirkan dalam banyak cahaya yang sama. Shim mulai dengan mengutip komentar seorang pejaring (netizen) yang secara eksplisit membandingkan penulis dan selebritas. Pada sebuah forum internet, pejaring mengeluh bahwa “kesusastraan sekarang benar-benar menyedihkan dan tidak menarik. Musikus dan komedian setidaknya memakai narkoba - mengapa penulis tidak mencobanya?” Shim bereaksi atas keluhan ini dan menyatakan: “Orang ini jelas mengabaikan satu fakta sangat penting.” Penulis tidak mampu membeli narkoba. “Lalu ia mengenang surat Kim Yu-Jeong yang menulis di ranjang kematiannya, kehilangan semangat melawan TBC, pergi ke sahabatnya, Ahn Hwe-nam (putra penulis terkenal abad ke-19, Ahn Guk-seon). Meminta pinjaman darurat, Kim menulis dalam surat itu: “Segera setelah tiba, saya akan memakai uang itu untuk membeli 30 ekor ayam untuk dipanggang dan saya makan. Saya merasa itulah satu-satunya cara saya hidup lagi.” Dalam usia dua puluhan, Shim bekerja di sebuah pemandian umum sebagai petugas kebersihan (ttaemiri). Dalam pidato yang sama, Shim menyebutkan bahwa ia bergantian dengan orang tua yang bekerja sebagai petugas ruang ganti. Apa yang dilihatnya, tanya Shim, orang tua ini cuma “pembersih” bersantai di sekitar pemanas lantai ruang ganti, bekerja dengan caranya melalui karya-karya lengkap Choi Inhoon dan Marcel Proust, “In Search of Lost Time.” Dan kemudian Shim menyatakan: “Saya ingin berbagi kehormatan penghargaan ini dengan S e n i & B u d a y a Ko re a
Sim Sang-dae “ Kucing, Ular, dan Kuburan” sebuah cerita pendek yang menandai debut Sim Sang-dae (lahir tahun 1960) sebagai sastrawan. Karya itu juga mengantarkannya mendapat reputasi sebagai estetikus sastra. orang tua, petugas ruang ganti.” Jika penderitaan itu seni - jika, memang, ada satu titik hidup menjadi seni - sosok pertama kesusastraan Korea abad ke-21 yang masuk dalam pikiran saya adalah Shim Sung-dae. Bahkan dari penderitaan hidup yang sangat dalam, Shim tetap berpegang teguh pada harga diri dan kebanggaan: rasa harga diri yang dibangun di atas tekad untuk tidak bersandar pada siapa pun, kecuali dirinya sendiri, dan kebanggaan tidak didasarkan pada penolakan politik, ekonomi, atau peristiwa dunia, melainkan pada keyakinan yang teguh atas nilai kata-kata yang tertulis. Dalam karya Shim, kita dapat menemukan kedua keangkuhan intelek dan semangat jiwa. Sebagai karya debutannya, “Kucing, Ular, dan Kuburan” dapat dipahami sebagai deru awal Sim Sang-dae, sebagai estetikus. Perhatikan bagian dari cerita ini: Melompat gesit, kucing menggigit leher lelaki tua itu. Gigi kucing tenggelam jauh ke dalam daging tenggorokannya. Cakar tajam seperti duri mengoyak bahu. Sempoyongan lelaki itu meraih rambatan pohon anggur. Mencakar tangan menyapu udara. Jarinya mencolok mata kucing, mencungkilnya. Anggur muncrat. Kelopak mata yang hancur itu diinjaknya. Tetapi kucing itu tidak juga melepaskan tenggorokan orang tua itu. Bayangan gunung mencapai seluruh atap gubuk. Timbultenggelam, membusuk dan bertunas, masing-masing sumber bayangan dalam khalayak yang terang dan gelap, menggeliat, melolong. Ko r e a n a | Mu s i m D i n gin 2012
Wanita tua mengambil pisau. Cahaya redup segera mundur ke barat melintasi langit. Sepanjang sisinya langit bercahaya dan kesengsaraan dan kekacauan dan putus asa, matahari ternggelam lebih cerah dari bunga. Dalam cerita, seorang biksu Buddha tua menjadi saksi adegan mengerikan ini. Mayat seorang ayah jompo, anak gadisnya, kucing, dan ular tergeletak bertebaran di tempat tidur bebungaan yang terinjak-injak. Dan di atas tempat bunga ini manusia dan binatang, matahari tenggelam lebih berkilau daripada mundurnya tempat bunga ke arah barat melintasi langit. Beberapa karya debutannya sangat piawai memanfaatkan nuansa warna yang memikat secara alamiah untuk menyebut Eros dan Thanatos, sebagai naluri kehidupan dan naluri kematian. Melalui kisah ini, Shim menunjukkan kepada kita bahwa kecantikan adalah bagian dari hakikat dan bahan kehidupan, dan bahwa kehidupan jadi hidup mendambakan keindahan adalah, dalam kenyataannya, kehidupan yang lebih tulus dari semua. Memang, kebanggaan hati yang terdalam mengalahkan keyakinan kekuatan seni. Lalu, seperti sekarang, filosofi artistik Shim adalah bahwa dari Pierrot: bahwa seorang penulis tak boleh, dalam keadaan apa pun, kehilangan harga diri atau rasa humornya, bahwa penulis bukanlah orang yang mengajarkan pembaca, melainkan orang yang menunjukkan, seluruh jiwanya. “Yang saya lakukan semua ini, melucu.” Kemudian ia melanjutkan dengan nada seperti sebuah pengakuan, “Itu untuk menyembunyikan rasa malu saya. Seorang lelaki yang tidak bisa sembarangkan ngomong waktu ke waktu adalah orang yang tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan dirinya yang sejati.” Dalam dunia keseharian biasa kita berbagi, Shim yang mengutamakan manusia-tentang-kota, tidak terpengaruh tuduhan berkelakuan tak keruan, tidak takut dikritik. Kenyataannya, karya sastranya, bagaimanapun, tidak pernah membuatnya goyah atau menyerah, tidak pernah, bahkan sedikit pun tidak tampak ragu. “Kucing, Ular, dan Kuburan” adalah sebuah karya yang memukau yang menawarkan sekilas akar kesastraan atas kesetiaan pengarang “dewa setengah manusia” Shim Marsyas dan maestro estetikus: Sim Sang-dae.
71
citra korea
S
ebagaimana kenangan paling awal yang lahir dari rahim ibunda kita, cikal-bakal Korea terkubur dalam kegelapan prasejarah. Buku-buku sejarah Korea biasanya dimulai dengan pernyataan: “Sekarang ini tidak ada cara untuk mengetahui kapan manusia pertama mulai hidup di atas pentas sejarah Korea.” Kami menyebutnya sebagai mitos kegelapan purba. Di atas pegunungan yang tinggi dan jauh, dalam mitos kegelapan ini berdiri sebuah pohon misterius dengan sebuah cabang yang megah. Hwanung, putra dewa langit, turun ke bumi dan tinggal di bawah pohon itu. Dia makan bawang putih dan daun Ssuk (wormwood, mugwort), penjelmaan beruang betina yang menjadi istrinya, dan mempunyai seorang putra. Cikal-bakal anak yang turun dari gunung memulai perjalanan yang panjang dan melelahkan. Mereka melangkah mengikuti arah matahari terbit. Matahari terbit dan tenggelam. Ketika matahari terbenam, pada zaman dahulu kala itu, dan ketika matahari terbit lagi, dimulailah tahun baru. Itulah sebabnya mengapa kata “matahari” (hae) dalam bahasa Korea, bermakna juga “satu tahun.” Pada saat itu mereka terbang di atas punggung kupu-kupu. Ketika senja datang, mereka menuju bebungaan untuk beristirahat, dan jika bunga memperlakukannya dengan sikap dingin, mereka akan beristirahat pada dedaunan. Pada saat mereka melangkah menuju punggung sang ibu, pada saat yang lain, mereka berjalan menggandeng tangan sang ayah. Ketika satu generasi berakhir, pada saat itu pula generasi berikutnya dimulai, mengikuti terbitnya matahari selama ini. Akhirnya mereka mencapai sebuah tempat yang dari tempat itu pula mereka bisa pergi lagi. Di ujung dunia, mereka menemukan sebuah tempat yang disebutnya sebagai “negeri matahari pagi.” Dari situlah sejarah mereka dimulai. Sebelum mereka datang, segalanya lautan, luas terbentang, laut dengan wajah telanjang, lautan yang dibangun dari dunia. Di ujung lautan, matahari pertama mulai terbit di ufuk timur. Korea mengakhiri perjalanan mereka di sana. Berdasarkan kenangan matahari terbit pertama itu, ketika sebuah tahun datang ke ujungnya, rel kereta api dan perjalanan Korea menuju pantai timur. Dalam kegelapan sambil menahan napas, mereka menunggu matahari terbit. Orang-orang dari negeri pagi yang tenang mengetahui bahwa matahari terbit di atas kota pesisir Jeongdongjin, yang terletak tepat di sebelah timur Seoul, adalah matahari pertama di dunia. Dalam rentang waktu ribuan tahun, mereka berasal fajar tahun baru, menyatu dengan nenek moyang mereka dengan keyakinan bahwa matahari akan selalu memancar kembali dari laut, dari tempat nun jauh di sana, dari kedalaman hati mereka.
Menyambut Matahari Pertama di Dunia Kim Hwa-young Kritikus Sastra, Anggota Akademi Kesenian Nasional Ahn Hong-beom Fotografer