Foke atau Jokowi, Menguji Keberimbangan Media dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012

Page 1

Tim AJI Jakarta

)2.( $7$8 -2.2:,"

0(1*8-, .(%(5,0%$1*$1 0(',$ '$/$0 3(0,/,+$1 *8%(5185 -$.$57$



Tim AJI Jakarta

FOKE ATAU JOKOWI?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta November 2012


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta

Pasal 2: 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. KETENTUAN PIDANA Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp l.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Tim AJI Jakarta

)2.( $7$8 -2.2:,"

0(1*8-, .(%(5,0%$1*$1 0(',$ '$/$0 3(0,/,+$1 *8%(5185 -$.$57$


iv

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

FOKE ATAU JOKOWI?

Menguji Keberimbangan Media dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Tim Penulis Editor Wahyu Dhyatmika Penulis Ign. Haryanto, Rika Theo, Abdul Malik Periset : Agung Budiono, Aryo Subarkah, Vicky Rachman, Qayuum Amri, Arthur Gideon, dan Lutviah Tata Letak KGS. M. Riduan Ilustrasi Cover Kendra Paramita ISBN 978-979-3530-24-6 Tebal Buku x + 150 hlm. 12,5 x 19,5 cm Penerbit Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Jl. Kalibata Timur IV G No. 10 Kalibata Jakarta Selatan 12740 Telp./Fax : 021-798 4105


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI Daftar Isi ................................................. Kata Pengantar .................................... Bab 1. Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta ............. Bab 2. Para Kandidat ..................... Bab 3. Media Massa dan Perannya ................................. Bab 4. Metodologi Riset ............... Bab 5. Hasil Riset Kuantitatif .... Bab 6. Di Balik Angka .................... Bab 7. Kesimpulan Riset ............... Lampiran: Wawancara Tim Sukses Kandidat ..........

iii vii 1 11 21 45 51 75 87 91

v


vi

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

P

emilihan Gubernur Jakarta 2012 lalu merupakan momentum paling tepat untuk melihat keberimbangan media massa di Jakarta. Bagaimana tidak, proses demokrasi lokal ini sangat kompetitif, melibatkan hingga enam pasangan calon, dan diikuti oleh dua calon independen non-partai. Selama proses pemilihan berlangsung, media memainkan peran yang sangat strategis bagi setiap kandidat: sebagai vote getter, medium perang opini, hingga pendidikan politik. AJI Jakarta tak ingin proses penting ini terlewatkan begitu saja. Sebagai organisasi profesi, AJI Jakarta ingin mengajak setiap media tetap

vii


viii

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

berimbang dan independen selama pilkada. Dengan bantuan pendanaan dari Yayasan Tifa, tim riset AJI Jakarta pun melihat berita-berita yang muncul di media. Pemantauan berita dilakukan dalam empat bagian. Bagian pertama adalah 1-15 Juni 2012, lalu 16-30 Juni 2012. Bagian ketiga analisa dilakukan untuk periode 1-31 Juli 2012 dan terakhir pada 1-13 September 2012. Meski begitu, pembahasan atas hasil analisa tetap dilakukan berdasarkan dua periode saja: yakni sekitar putaran pertama Pilkada Jakarta selama dua bulan (1 Juni 2012-31 Juli 2012) dan sekitar putaran kedua Pilkada selama satu bulan (1 Agustus-13 September 2012). Pantauan dilakukan terhadap berita dan foto media cetak dan online serta tayangan berita di televisi. Total ada 16 media yang diteliti. Sebanyak 4 media online, 8 media cetak, dan 4 televisi nasional ditelisik dengan cermat untuk memperoleh informasi mengenai intensitas dan pola pemberitaan mereka. Adapun media yang diteliti adalah detik.com, kompas.com, viva.co.id dan okezone.com untuk kategori media online. Sedangkan untuk media cetak lokal Jakarta, ada Warta Kota, Pos Kota, Indo Pos dan Koran Jakarta. Media nasional yang diteliti


DAFTAR ISI

adalah Kompas, Koran Tempo, Suara Pembaruan dan Republika. Terakhir, untuk kategori media televisi, peneliti menelisik MetroTV, TV One, JakTV dan RCTI. Kesimpulan penelitian ini, secara umum, media di Jakarta belum berimbang (lihat Bab 6 buku ini). Dari sample berita-berita yang diteliti oleh tim AJI Jakarta, ada media dengan konsisten memuat foto kandidat tertentu lebih dominan dibandingkan foto kandidat lain. Temuan lain yang cukup penting ialah media memberitakan satu topik liputan hanya dari satu sisi narasumber, tidak melakukan konfirmasi pada berita-berita kontroversial. Ada dugaan, kue iklan memainkan peran signifikan dalam pemberitaan media selama Pilkada. Namun dugaan ini perlu pembuktian dan penelitian lebih lanjut, karena ada kandidat yang mengeluarkan biaya iklan cukup besar tetapi merasa tidak mendapatkan porsi yang positif dalam pemberitaan media. Pesan utama dari data-data riset isi media yang ditampilkan di dalam buku ini ialah, AJI Jakarta mengajak media untuk menjaga independensi, keberimbangan, dan profesionalisme dalam setiap pemberitaan. Temuan yang menunjukkan

ix


x

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

ketidakberimbangan di suatu media di dalam riset ini perlu menjadi pelajaran berharga bagi jurnalis dan media massa saat menghadapi pesta demokrasi yang lebih besar dan lebih kompetitif lagi, yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014, termasuk pemilihan kepala daerah di berbagai provinsi dan kabupaten. AJI Jakarta mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Tifa yang telah membiayai kegiatan ini. Juga kepada Ignatius Hariyanto yang menjadi konsultan riset selama penelitian ini berlangsung hingga penyusunan sebagian isi buku ini. Tak terlupakan kepada tim riset AJI Jakarta: Rika Theo, Arthur Gideon, Qayuum Amri, Agung Budiono, Vicky Rahman, Lutviah, Aryo Subarkah, dan Abdul Malik. Terimakasih kepada Wahyu Dhyatmika yang telah menyunting naskah buku ini hingga menjadi buku di tangan Anda ini. Akhir kata, selamat membaca.

Umar Idris Ketua AJI Jakarta


BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

BAB 1 Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

P

emilihan Gubernur Jakarta pada 2012 lalu mencatat sejarah baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Pemilihan ini disebut-sebut sebagai pemilihan kepala daerah paling panas, paling dinamis, sekaligus paling demokratis dalam sejarah politik di era reformasi negeri ini yang baru berusia 14 tahun. Ada banyak alasan untuk mendukung kesimpulan itu. Pertama-tama, tentu banyaknya kandidat yang berlaga menunjukkan keberagaman posisi politik dan tawaran perubahan yang tersaji di hadapan warga. Untuk pertama kalinya dalam era reformasi, partai politik tampaknya berusaha keras

1


2

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

memenuhi ekspektasi publik dengan menyodorkan kandidat-kandidat dengan rekam jejak yang lumayan jelas dan meyakinkan. Lihat saja Partai Demokrat yang menyorongkan sang Gubernur inkumben Fauzi Bowo alias Foke. Lepas dari segala kekurangannya, harus diakui Foke memang punya latar belakang pendidikan dan pengalaman yang mumpuni untuk menjadi nahkoda Jakarta. PDIP tak mau kalah dan menawarkan Joko Widodo alias Jokowi, Walikota Solo yang pamornya tengah kinclong berkat berbagai terobosan kebijakannya yang pro-rakyat. Dia berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama, bekas Bupati Belitung Timur yang dikenal bersih dan antikorupsi. Sementara Golkar mencalonkan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin. Ini juga bukan pilihan sembarangan. Bintang Alex tengah bersinar karena dianggap berhasil mengangkat ekonomi Kabupaten Musi Banyuasin tempat dia pernah jadi Bupati. Sebagai gubernur, dia juga sedang naik daun setelah sukses menggelar pesta olahraga Asia Tenggara, Sea Games, di Palembang. Dia berdampingan dengan Nono Sampono, eks Komandan


BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

Pasukan Pengaman Presiden, yang dikenal punya jejaring luas dan karir militer yang cukup cemerlang. Sempat terdesak karena tak punya calon, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lalu membetot perhatian setelah mengusung Hidayat Nur Wahid alias HNW sebagai calon Gubernur Jakarta. Siapa yang tak kenal HNW? Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini dikenal sebagai politikus ulung yang bersahaja. Pamornya makin mengkilap karena dia menggandeng Didik J Rachbini, ekonom kondang yang disorongkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Faktor berikutnya yang juga mendukung kesimpulan soal demokratisnya Pilkada Jakarta adalah partisipasi publik yang tinggi. Sejak awal pencalonan, pendaftaran pemilih sampai pencoblosan dan penghitungan suara, warga Jakarta aktif terlibat. Banyak orang yang semula apatis dan tak peduli pada politik, bersemangat mengikuti jalannya Pilkada ini. Selain karena meningkatnya kesadaran, aktifnya partisipasi warga ini juga dimungkinkan dengan adanya media sosial. Cukup dengan berkicau di Twitter atau mengetik status tertentu di Facebook, warga Ibu Kota bisa ikut meramaikan suatu isu, menggemakan

3


4

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

pentingnya suatu topik, atau malah melaporkan suatu kejanggalan seputar jalannya pemilihan DKI-1. Kombinasi antara kesediaan partai politik mencalonkan jago-jago terbaiknya dan riuhnya respon warga yang dengan aktif berpolitik, membuat Pemilihan Gubernur Jakarta 2012 jadi sebuah catatan sejarah tersendiri dalam perjalanan demokrasi Indonesia. *** Demikianlah, sejak awal, Pemilihan Gubernur Jakarta sudah menyedot perhatian khalayak ramai. Kesibukan partai-partai berebut calon, bernegosiasi di balik layar, menyusun strategi pemenangan, membangun pencitraan, menjadi sumber berita yang tak putus-putus. Tengok misalnya bagaimana media habishabisan meliput buyarnya rencana Partai Demokrat yang sebelumnya sudah rapi untuk berkoalisi dengan PDIP dan bersama-sama mengusung pasangan calon DKI-1 yakni Fauzi Bowo dan Adang Ruchiatna. Adang dikenal sebagai salahsatu petinggi PDIP. Tapi rencana itu berantakan oleh manuver cerdik Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo


BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

Subianto yang menyodorkan Ahok jadi pendamping Jokowi. Di pemilihan kepala daerah lain, kabar-kabar semacam ini biasanya luput dari sorotan media. Pada Pilkada Jakarta, jurnalis mengendus berbagai kabar, mulai soal persiapan penyelenggaraan pemilihan, dugaan pelanggaran aturan pemilihan, independensi penyelenggara pemilu, sampai kabar bentrok massa pendukung calon. Semua diberitakan, dijadikan isu publik dan dilempar ke forum terbuka untuk dibaca, didiskusikan dan diperdebatkan. Pesta demokrasi di Ibu Kota juga kian semarak ketika Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) melo­loskan dua calon gubernur non-partai: Faisal Basri dan Hendarji Supandji. Faisal yang ekonom dan Hendarji yang eks Komandan Pusat Polisi Militer, membawa warna tersendiri untuk Pemilihan Gubernur Jakarta. Mereka membuat Pemilihan Gubernur Jakarta jadi menarik buat massa anti-partai yang biasanya menghindar dari hiruk pikuk pemilu. Para massa mengambang ini jadi tertarik berpartisipasi, karena merasa terwakili oleh Faisal dan Hendardji yang

5


6

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

mencalonkan diri dari jalur perseorangan ini. Posisi Jakarta sebagai Ibu Kota negara juga jadi faktor khusus yang membuat Pemilihan Gubernur di sini terasa istimewa. Sejak tahap permulaan persiapan, semua media massa nasional memberikan porsi pemberitaan yang relatif besar untuk pesta demokrasi ini. Begitu masa kampanye dimulai pada Juni 2012 lalu, tak ayal semua koran, radio, televisi dan situs berita bergegas menyoroti para kandidat, menguliti program dan profil mereka, dan berlomba menyajikan setiap detail informasi yang menarik perhatian publik. Juga jangan lupa fakta bahwa pelaksanaan pemilihan Gubernur Jakarta yang hanya dua tahun sebelum perhelatan akbar Pemilu 2014. Sadar atau tidak sadar, ini juga menjadi faktor tersendiri. Semua partai politik tampaknya ingin menggunakan ajang Pemilihan Gubernur Jakarta ini sebagai pemanasan sebelum pertarungan sebenarnya di tingkat nasional. Karena itulah, para calon gubernur dan partai pendukung mereka tampil habis-habisan. Sebagian bahkan tak segan untuk melakukan kampanye negatif untuk menjelek-jelekkan


BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

lawan. Para pendukung calon gubernur juga siap merogoh kocek dalam-dalam untuk menanam bibit simpati buat jago mereka masing-masing. Tak bisa dipungkiri, semua faktor itu membuat Pemilihan Gubernur Jakarta “panas� sejak awal. Publik terbawa eforia dan terbelah jadi kubu-kubu pendukung. Demikian juga media massa. Banyak yang terjebak dalam kepentingan politik sesaat, atau sekadar memanfaatkan kucuran dana politik yang berlimpah, dan tanpa malu-malu menjadi pendukung salahsatu kandidat gubernur. Jika disimpulkan ada setidaknya lima faktor yang membuat Pemilihan Gubernur Jakarta menarik dicermati. Kelima faktor itu adalah: Pertama, jumlah peserta atau kandidatnya merupakan yang paling banyak sejak pemilihan kepala daerah di Jakarta dilakukan secara langsung. Enam pasang kandidat gubernur dan wakil gubernur maju untuk memperebutkan suara masyarakat Jakarta. Kedua, untuk pertama kalinya Pilkada DKI diikuti oleh dua calon independen sekaligus. Faisal Basri dan Hendardji Supandji mencalonkan diri

7


8

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

menjadi Gubernur Jakarta tanpa kendaraan partai politik. Mereka berhasil memenuhi syarat yakni mengumpulkan KTP pendukung sebanyak 4 persen dari total jumlah penduduk Jakarta. Ketiga, pilkada kali ini diikuti kandidat dengan latar belakang paling beragam. Ini membuat publik merasa terwakili oleh wajah-wajah baru yang memperebutkan suara masyarakat Jakarta yang heterogen. Patut dicatat, ada tiga kepala daerah aktif yang ikut berlaga pada Pilkada Jakarta. Selain inkumben Fauzi Bowo, ada Walikota Solo Jokowi dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Pemilihan Gubernur Jakarta ini bisa jadi merupakan satu-satunya pilkada di Indonesia yang diikuti oleh tiga kepala daerah sekaligus. Keempat, pemilihan gubernur ini berlangsung di tengah periode kebangkitan ekonomi kelas menengah Indonesia. Kelas menengah ini memang terutama hidup di kota besar, seperti Jakarta. Perbaikan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mendorong kenaikan taraf hidup dan pendapatan masyarakat.


BAB 1|Pentingnya Pemilihan Gubernur Jakarta

Perbaikan ekonomi ini punya konsekuensi politik. Soalnya kelas menengah baru ini rata-rata peka terhadap perubahan dan modernitas, cenderung berpikiran terbuka serta rasional. Cara berpikir ini tercermin dari pilihan politik mereka. Golongan masyarakat ini tak mudah dibujuk dengan bujuk rayu dan janji-janji calon. Mereka teliti melihat rekam jejak kandidat dan memilih berdasarkan kalkulasi politik rasional. Dengan demikian, peningkatan pendapatan warga kelas menengah ini juga menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi perilaku politik mereka. Pemilihan Gubernur Jakarta menjadi menarik karena perhelatan politik ini menjadi laboratorium pertama untuk menguji sejauhmana peningkatan taraf hidup masyarakat berperan dalam pilihan politik warga. Kelima, Pemilihan Gubernur Jakarta digelar di tengah perkembangan teknologi baru dan media sosial yang semakin pesat. Penggunaan ponsel dengan akses layanan data yang makin murah terus meluas terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Sebagai negara dengan pengguna Face­book

9


10

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

terbesar keempat dunia, menarik melihat bagai­­ mana proses politik dipengaruhi oleh ke­ cen­ derungan teknologi komunikasi ini. Selain itu, mengingat Jakarta juga disebut Twitter City --kota dengan kicauan paling aktif sedunia— mena­rik untuk melihat bagaimana media sosial berperan membentuk pilihan politik warga Ibu Kota. n


BAB 2|Para Kandidat

BAB 2 Para Kandidat

T

otal ada enam pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang memperebutkan kursi DKI-1 dan DKI-2 dalam Pemilihan Gubernur Jakarta pertengahan 2012 lalu. Mereka berasal dari empat koalisi partai politik dan dua calon perseorangan. Enam kandidat untuk sebuah pemilihan kepala daerah tergolong banyak. Dengan waktu sosialisasi dan kampanye yang relatif pendek, tak mudah buat publik untuk benar-benar mengenal mereka dan secara serius menimbang kompetensi

11


12

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

mereka untuk jadi punggawa Jakarta. Nah di sinilah peran media menjadi penting. Lewat media, keenam pasangan calon ini berharap bisa memukau warga –yang notabene merupakan para juri dalam kontes politik ini. Sebagai gambaran, berikut ini profil singkat mereka:

Faisal Basri dan Biem Benjamin

Ekonom Faisal Basri sebenarnya sudah digadang-gadang menjadi calon Gubernur Jakarta sejak pemilihan 2007 lalu. Tapi ketika itu, Faisal memilih mengadu peruntungan menjadi bakal calon gubernur di salahsatu partai. Sayangnya, dia gagal. Tak ada satu partai politik pun yang rela tiket pencalonannya dipakai Faisal. Sebagai aktivis dan dosen, jelas penghasilan Faisal tak akan cukup untuk “membeli� tiket pencalonan dari partai politik. Lima tahun berlalu, Faisal kini maju dari jalur non-partai. Dengan telaten, bersama tim suksesnya, dia mengumpulkan lembar demi lembar kartu tanda penduduk, sebagai syarat pencalonannya. Dia bahkan rela menjual rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan untuk modal kampanye. Untuk posisi calon Wakil Gubernur, Faisal Basri


BAB 2|Para Kandidat

menggandeng Biem Benyamin. Kehadiran Biem yang punya dukungan massa akar rumput Betawi diharapkan bisa mendongkrak elektabilitas pasangan ini. Biem sendiri mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah dari DKI Jakarta. Popularitasnya disokong fakta bahwa dia adalah putra dari seniman legendaris Betawi, Benyamin Suaeb.

Hendardji Soepandji dan Ahmad Riza Patria

Sejak awal pencalonan, kubu Hendarji Soe­ pandji dan Ahmad Riza Patria tampaknya sadar kalau mereka berada di posisi underdog. Dukungan dana dan media, semuanya jauh dari jangkauan. Karena itulah, pasangan non-partai ini getol bermanuver dengan menggunakan pesan-pesan politik kontroversial yang bisa menggerakkan sorotan media ke arah mereka. Salahsatunya adalah dengan menggunakan slogan kampanye ‘Jakarta Tidak Berkumis’. Berkumis di sini memiliki dua makna. Makna pertama adalah sindiran kepada kandidat petahana, Fauzi Bowo, yang dikenal berkumis tebal. Makna kedua di balik slogan itu adalah ‘Berantakan, Kumuh dan Miskin’. Dengan pesan sederhana ini, Hendardji

13


14

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

menegaskan bahwa dia bisa menjadi Gubernur Jakarta yang lebih baik ketimbang Fauzi Bowo. Namun tampaknya semua manuver itu belum cukup untuk menaikkan popularitas mereka. Sejak sebelum Pemilihan Gubernur Jakarta digelar, memang tak banyak orang yang kenal siapa Hendardji dan Patria. Dalam karir mereka, keduanya juga relatif tak terlalu banyak bersinggungan dengan media dan publik. Karena itu, pesanpesan kontroversial mereka tak terlampau berhasil mendongkrak perolehan suara.

Alex Noerdin dan Nono Sampono Ketika maju menjadi calon Gubernur Jakarta, Alex Noerdin masih menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan. Di partainya, Partai Golkar, pamor politikus muda ini disebut melejit bak meteor sejak memenangkan kursi Gubernur di Sumatera Selatan. Sebelumnya, dia hanya seorang bupati di Kabupaten Musi Banyuasin. Pencalonan Alex cukup mengejutkan dan tidak diperhitungkan banyak orang. Soalnya, di Jakarta namanya nyaris tak dikenal. Semua survei politik juga tak memperhitungkan namanya yang


BAB 2|Para Kandidat

konsisten terpuruk di baris bawah. Tapi di saatsaat terakhir, tampaknya dia berhasil meyakinkan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie untuk memilih dia sebagai kandidat DKI-1. Golkar sendiri sebenarnya tak kekurangan calon berkualitas. Sebelum Alex menyalip di tikungan dan merebut tiket pencalonan, dua politikus Golkar, Tantowi Yahya dan Priya Ramadhani, disebut-sebut berpeluang jadi calon DKI-1 dari Partai Beringin. Tantowi adalah selebritas nasional yang namanya cukup bergaung di antara khalayak ramai. Dia anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Golkar. Sementara Priya adalah besan Aburizal. Anaknya, Nia Ramadhani menikah dengan Ardi Bakrie, anak Aburizal. Priya juga Ketua Golkar Jakarta. Keduanya mental disapu pencalonan Alex Noerdin. Untuk kursi DKI-2, Golkar menggandeng Nono Sampono yang mengantongi dukungan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Proses pencalonan Nono juga amat cepat dan nyaris luput dari perhatian publik. Sebelumnya Nono yang dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, sempat mengikuti proses uji kelayakan di PDIP sebagai calon Gubernur. Tapi di

15


16

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

detik-detik terakhir, Nono mendadak dipinang jadi jago PPP untuk disandingkan dengan Alex Noerdin.

Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama

Pasangan ini muncul di saat-saat terakhir menjelang penutupan registrasi calon Gubernur Jakarta. Sebelumnya nyaris tidak ada tanda-tanda kalau Jokowi bakal punya peluang untuk dicalonkan menjadi pemimpin Jakarta. Soalnya dia baru saja terpilih menjadi Walikota Solo untuk masa jabatan kedua. Selain itu, menjelang pemilihan, PDIP sendiri kabarnya sudah punya calon. Seperti sudah ditulis di berbagai media, PDIP bakal mencoba berkoalisi dengan Partai Demokrat untuk mencalonkan Foke sebagai DKI-1 untuk periode kedua. Hubungan Foke dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memang cukup dekat. Apalagi, pada 2007 lalu, Foke maju dengan tiket PDIP. Tapi di saat-saat terakhir, terjadi perubahan drastis. Megawati kabarnya dibujuk oleh orangorang dekatnya –termasuk Ketua Dewan Pembina Gerindra Letjen (Purn) Prabowo Subianto—untuk


BAB 2|Para Kandidat

mencalonkan Joko Widodo. Gerindra sendiri menyodorkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, seorang anggota DPR dari Fraksi Golkar. Yang unik, Basuki adalah warga Jakarta keturunan Tionghoa. Inilah untuk pertama kalinya, seorang keturunan Tionghoa dicalonkan menjadi pemimpin Jakarta. Kemunculan duet Jokowi-Ahok langsung menggairahkan suasana pemilihan Gubernur Jakarta. Berbagai media massa dengan bersemangat menyoroti pasangan calon ini. Koalisi pendukung Foke yang semula sudah solid menyokong pencalonan kembali sang gubernur pun berantakan. Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional, belakangan memilih untuk mencalonkan kandidat mereka sendiri. Pasangan Jokowi-Ahok mempromosikan diri sebagai pemimpin daerah yang sederhana, bersih, tegas dan berhasil melakukan perbaikan besar di kota masing-masing. Jokowi memang terkenal karena keberhasilannya mengubah wajah Solo. Sedangkan Basuki atawa Ahok adalah mantan bupati Belitung Timur yang dikenal dengan gebrakannya menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis di sana.

17


18

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli

Fauzi Bowo alias Foke sebenarnya calon incumbent yang punya peluang amat besar untuk mempertahankan kursinya sebagai Gubernur Jakarta. Apalagi dia didukung Partai Demokrat, dan koalisi partai-partai kecil dan menengah. Pengalamannya sebagai Sekretaris Daerah lalu Wakil Gubernur di era Gubernur Sutiyoso membuatnya dipandang mampu menyelesaikan berbagai persoalan di Ibu Kota. Selain itu, dia juga pernah menjadi kepala dinas selama bertahun-tahun. Sayangnya mendekati masa-masa pemilihan Gubernur, dia didera berbagai isu tak sedap. Sebagian terutama berpangkal dari perseteruannya dengan Wakil Gubernur Prijanto. Secara terbuka di media massa, Prijanto mengaku tidak banyak mendapat peran sebagai wakil kepala daerah di Jakarta. Saran dan nasehatnya pun tak digubris Foke. Puncaknya, Prijanto mengundurkan diri dari kursi wakil gubernur. Konflik ini jelas mencederai reputasi Foke. Akibatnya, dia digambarkan sebagai pemimpin yang arogan, kasar dan tidak bisa bekerjasama dengan orang lain. Pencitraan ini amat merugikan


BAB 2|Para Kandidat

posisi Foke menjelang momen pemilihan Guber足 nur yang amat krusial. Pencalonan Foke juga terganggu oleh sengketa soal calon wakil gubernur yang bakal mendampinginya. Semula ada dua tokoh yang disebut-sebut bakal mendampingi dia: Tri Wisak足sana alias Sani dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Adang Ruchiatna dari Partai Demokrasi Indo足nesia Perjuangan (PDIP). Apapun yang dipilih Foke, koalisi DemokratPKS atau Demokrat-PDIP, keduanya jelas akan amat menguntungkan posisi politik lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Namun, apa lacur. Belakangan, di hari-hari terakhir menjelang pencalonan, PDIP berbalik arah dan mengusung calonnya sendiri yakni Jokowi-Ahok. Walhasil, Foke kebingungan mencari pen足 damping. Negosiasi politik dengan PKS rupanya buntu. Atas saran Dewan Pembina Partai Demokrat, Foke akhirnya memilih Nachrowi Ramli, Ketua Demokrat Jakarta. Jadilah, pasangan FokeNara mengadu peruntungan mereka di bursa DKI-1.

19


20

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini Ini juga pasangan yang muncul di detik-detik terakhir pencalonan Gubernur Jakarta. Sempat dikabarkan akan mengusung pasangan Foke-Nara, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya memutuskan mencalonkan jago mereka sendiri. Tidak tanggungtanggung, mereka menugaskan bekas Presiden PKS dan mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid untuk berlaga di Ibu Kota. Untuk posisi Wakil Gubernur, HNW –begitu Hidayat biasa disapa—menggandeng tokoh kelas berat juga. Dialah Didik J. Rachbini, pentolan Partai Amanat Nasional (PAN), ekonom dan mantan anggota DPR yang dikenal dekat dengan Amien Rais. Dari komposisi PKS-PAN ini, jelas kalau pasangan HNW-Didik sedang berusaha menyasar basis massa pemilih Islam di Jakarta. Itu juga tampak jelas dalam setiap kampanye mereka. Hidayat dan Didik selalu dicitrakan sebagai pemimpin bersih, bertakwa dan berpengalaman. Untuk menarik warga, pasangan ini menggunakan seragam batik bermotif Monas berwarna oranye. Warna oranye sendiri adalah warna khas suporter Persija Jakarta, klub sepak bola kebanggaan warga Ibu Kota. n


BAB 3|Media Massa dan Perannya

BAB 3 Media Massa dan Perannya

H

ingar-bingar Pemilihan Gubernur Jakarta mewarnai berita politik Indonesia sepanjang 2012. Sejak masa pendaftaran calon pada awal tahun, masa kampanye sampai pemilihan putaran pertama pada 11 Juli 2012, media massa seperti tak pernah putus memberitakan kompetisi politik bergengsi ini. Perhatian media yang luar biasa ini bisa dipahami. Pemilu Jakarta memang disebut-sebut sebagai babak pemanasan politik menjelang

21


22

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Pemilihan Umum pada 2014 depan. Tak heran jika semua partai mengerahkan kekuatan terbaiknya untuk memenangkan pertarungan menentukan memperebutkan kursi DKI-1. Pada Juli 2012, ketika pencoblosan putaran pertama tidak konklusif, pertarungan pun berlanjut. Pasalnya, tak ada satupun dari keenam calon yang meraih suara lebih dari 50 persen. Sesuai undang-undang, pemilihan Gubernur Jakarta pun harus dilakukan dua putaran. Babak perpanjangan waktu ini memberi kesempatan tambahan pada media untuk menyoroti kedua kandidat yang tersisa: Jokowi dan Foke. Jarak yang cukup panjang antara putaran pertama dan hari pencoblosan putaran kedua pada September 2012 membuat kompetisi politik Pilkada Jakarta makin panas. Berbagai isu pun muncul silih berganti untuk keuntungan dan kerugian kedua kandidat. ‘Pertarungan udara’ –begitu biasanya para politikus menyebut adu kekuatan para kandidat di media—penuh dengan saling serang dari kedua kandidat. Terlebih, kedua kandidat memang punya kans yang sama untuk menang. Sepanjang jeda dua


BAB 3|Media Massa dan Perannya

bulan itu, Jokowi dan Foke bersaing keras untuk menarik simpati pemilih. Jarak suara mereka cukup tipis. Pada putaran pertama pencoblosan, Foke meraih 1, 4 juta suara (34 persen), sementara Jokowi unggul sedikit dengan 1, 8 juta suara (42,6 persen). Panasnya persaingan mereka sudah terasa pada hari ketika pencoblosan putaran pertama usai, pertengahan Juli 2012. Ketika itu, partaipartai pengusung kandidat yang kalah langsung diperebutkan. Belum lagi semua suara selesai dihitung, Jokowi langsung bermanuver cepat dengan merangkul Hidayat Nur Wahid dari PKS. Hidayat penting didekati karena dia meraih suara terbanyak ketiga dengan 500 ribu suara (11, 7 persen). Dukungan semua kandidat yang tersisih --Faisal Basri (215 ribu suara), Alex Noerdin (202 ribu suara) dan Hendardji (85 ribu suara)-- juga diperebutkan. Meski kalah start, Foke tak menyerah. Bela­ kangan, dia malah berhasil menyalip di tiku­ ngan. Satu demi satu, dia mendekati partai politik pengu­sung lawannya di Pilkada DKI. Dalam waktu kurang dari satu bulan, dia berhasil membuat PPP,

23


24

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

PAN, Golkar dan PKS mengalihkan dukungan pada dirinya. Hanya para calon independen, Faisal dan Hendardji, yang menolak untuk mengalihkan suara pendukung mereka pada pasangan calon yang masih berlaga. Dengan demikian, pada putaran kedua, Jokowi dan PDIP dikeroyok oleh koalisi partai politik yang mendukung Foke. Di tengah hiruk pikuk perhelatan politik ini, media punya peran menentukan. Persepsi positif atau negatif yang disuarakan media sedikit banyak mempengaruhi opini publik. Ini disadari benar oleh penyokong kedua calon gubernur. Karena itu, kedua kubu kandidat secara hatihati mengatur pencitraan mereka di hadapan publik. Setiap penampilan, pernyataan, pidato, dari para kandidat dijaga sedemikian rupa untuk menampilkan citra paling positif di mata media. Foke misalnya dilatih khusus agar tidak lupa tersenyum ketika disorot kamera. Kumisnya, yang menjadi trade mark kampanye sang petahana, ditangani khusus. Sementara Jokowi juga tak lepas dari polesan. Ada tim khusus yang mengawasi jatuhnya poni di kepala Jokowi misalnya.


BAB 3|Media Massa dan Perannya

Kebutuhan untuk mengontrol pesan politik dan penampilan kandidat menjadi semakin vital di era digital seperti sekarang. Pasalnya, para khalayak Twitter dan Facebook tampaknya punya logika sendiri dalam menilai para calon gubernur. Mereka bergerak sendiri mencari informasi, dan membagikan semua yang mereka temukan kepada sesama pengguna media sosial lain secara online. Karena itulah, mau tak mau para kandidat harus berusaha 24 jam 7 hari sepekan untuk tampil prima di hadapan publik. Meski begitu, sepanjang kampanye Pemilihan Gubernur Jakarta lalu, ada beberapa isu mengenai para kandidat yang tetap menyeruak di tengah ketatnya pengendalian pesan para kandidat. Sumber isunya beragam. Ada yang muncul dari media arus utama lalu diperbincangkan secara luas di media sosial. Ada juga yang sebaliknya, muncul dari media sosial dan menjadi isu besar setelah media mainstream memuatnya. Apapun, isu-isu ini memberi tambahan informasi buat pemilih mengenai para calon gubernur. Meski sebuah isu terbukti tak akurat misalnya, cara kandidat menanggapi isu tersebut memberi

25


26

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

informasi mengenai gaya kepemimpinan dan prioritas mereka. Berikut ini beberapa isu yang mempengaruhi persepsi pemilih mengenai kandidat Pemilihan Gubernur Jakarta 2013: Isu yang pertama, menyangkut masalah sentimen suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Isu ini semula muncul dari media arus utama yang kemudian diramaikan di media sosial. Keriuhan di media sosial, pada gilirannya, berperan makin membesarkan magnitude atau nilai berita isu ini di media arus utama. Jadi, di sini terjadi proses interaksi yang dinamis antara media sosial dan media arus utama. Masing-masing platform memainkan perannya untuk mengangkat isu ini menjadi topik yang hangat diperbincangkan publik. Isu ini berawal dari laporan tim sukses Jokowi yang melaporkan satu ceramah Rhoma Irama yang bernuansa SARA di sebuah masjid di Tanjung Duren, Jakarta Barat, akhir Juli 2012. Ini jadi masalah karena Rhoma dikenal luas sebagai pendukung Foke meski namanya tak tercantum resmi dalam daftar tim sukses.


BAB 3|Media Massa dan Perannya

Ketika berceramah di sana, Rhoma mengimbau umat muslim untuk tidak memilih pasangan yang tidak beragama Islam. Tak cukup sampai di sana, dia mengaku punya informasi kalau ibu Jokowi adalah seorang non-muslim. Selain itu, dia juga menyoroti agama calon wakil gubernur Jokowi, Basuki Tjahaja, yang kebetulan Kristen dan keturunan Tionghoa. Laporan tim sukses Jokowi ke panitia pengawas pemilu ini diberitakan secara luas dan memicu diskusi panjang di media sosial. Sejumlah selebritas dan tokoh politik yang punya akun twitter dan jumlah follower puluhan ribu turut meramaikan diskusi. Isu ini juga yang mewarnai kampanye kedua kandidat pada putaran kedua. Menjelang hari pencoblosan, hembusan isu SARA makin gencar terasa. Propaganda isu SARA beredar lewat SMS, brosur, media sosial, baliho, hingga selebaran. Bahkan, dua hari menjelang pencoblosan, polisi berhasil menangkap beberapa orang yang sengaja membagikan selebaran bernuansa SARA di perempatan jalan. Sulit menepis kesan bahwa ada tim sukses –entah dari calon gubernur yang mana—yang memang menggunakan isu SARA untuk kepentingan kampanye mereka.

27


28

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Pada debat kandidat terakhir, empat men­ jelang hari pemilihan, Calon Wakil Gubernur Nachrowi Ramli keseleo lidah dan menggunakan kalimat yang menjurus pada pelecehan etnis Basuki Tjahaja. Ketika memulai tanggapannya untuk Ahok, Nara berkata, “Haiya Ahok...â€? Nada suaranya pun dibuat mirip suara orang Tionghoa. Akibat insiden itu, keesokan harinya, Foke terpaksa berkeliling Jakarta dan mengunjungi sejumlah tempat ibadah, mulai vihara, pura sampai gereja, untuk menetralisir dampak negatif ulah calon pendampingnya. Semua manuver kandidat ini menjadi perhatian media, baik media sosial maupun media mainstream. Isu kedua, adalah soal independensi lembaga survei. Isu ini dipicu oleh salahnya semua prediksi lembaga survei mengenai hasil pilkada Jakarta putaran pertama. Pasalnya sepekan sebelum hari pencoblosan putaran pertama, sejumlah lembaga survei merilis hasil jajak pendapat mereka. Semuanya seragam menunjukkan Foke-Nara akan muncul sebagai pemenang. Bahkan ada lembaga survei yang memprediksi pasangan inkumben ini akan menang dalam satu putaran saja.


BAB 3|Media Massa dan Perannya

Seperti sudah kita ketahui, prediksi itu meleset. Foke melorot di posisi kedua, di bawah Jokowi. Kesalahan prediksi ini kontan menjadi buah bibir masyarakat. Walhasil, banyak yang mempertanyakan independensi lembaga survei. Publik menuding sejumlah lembaga survei tidak bisa independen karena merangkap sebagai konsultan politik. Isu ini awalnya muncul di media sosial, dan sempat banyak mendapat ruang di media mainstream. Isu ketiga, soal putra daerah. Tim sukses FokeNara yang pertama kali mengangkat isu ini pada hari-hari terakhir menjelang pencoblosan 20 September 2012. Dalam pidatonya di sejumlah organisasi Betawi, Nachrowi berulangkali menekankan asal sukunya sebagai orang Betawi. Dia menegaskan bahwa Jakarta harus dipimpin oleh orang Betawi. Bukan kebetulan kalau Nachrowi adalah Ketua Badan Musyawarah Betawi, kumpulan organisasasi Betawi di Ibu Kota. Ketika dikritik di media, Nachrowi berkilah pernyataan itu dia sampaikan di forum tertutup untuk perkumpulan Betawi. Menurutnya wajar saja dia mengingatkan warga Betawi agar memilih

29


30

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Nada Sumbang Dakwah Ulama: Unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Minggu, 9 September 2012. Dalam aksinya mereka menghimbau kepada relawan kedua calon cagub dan cawagub dalam pilkada DKI Jakarta untuk tidak mengusik, mengganggu, dan menghina umat Islam yang sedang berdakwah dan mengingatkan umat. [TEMPO/STR/Dasril Roszandi; DS2012090939]

orang Betawi sebagai Gubernur Jakarta. Tentu dari perspektif persatuan dan kemajemukan (bhineka tunggal ika), cara pandang macam ini bisa dinilai picik dan chauvanistik. Lagi-lagi kasus ini menunjukkan bahwa berbagai pidato dan pernyataan para calon --meski ditujukan pada komunitas terbatas dan disampaikan dalam pertemuan tertutup-- selalu berpotensi bocor ke publik. Suasana kompetisi politik yang ketat membuat setiap tim selalu mengintip


BAB 3|Media Massa dan Perannya

apa yang dilakukan lawannya dan memanfaatkan setiap blunder untuk keuntungan politik mereka. Begitu sebuah informasi kontroversial dibocorkan ke media, apalagi sampai ke internet, hampir bisa dipastikan isu ini akan jadi bahan pembicaraan di mana-mana. Semakin kontroversial sebuah isu, semakin banyak orang yang tertarik membicarakan dan meneruskan info ini ke orang lain. Kalau cukup banyak orang yang membicarakannya di media sosial, maka hampir bisa dipastikan isu ini akan diliput juga oleh media online mainstream. Isu keempat, soal jejak rekam Ahok sebagai politikus. Isu ini muncul di media sosial dan kemudian belakangan terangkat ke media arus utama, pasca hasil putaran pertama pemilihan diumumkan, akhir Juli 2012. Isu ini pertama kali diangkat sejumlah akun twitter yang menggunakan nama samaran (akun anonim) seperti @triomacan2000 dan @cinta8168. Mereka menyerang Ahok dan menyebutnya sebagai politisi kutu loncat karena selalu berpindah partai. Di awal karir politiknya, Ahok memang semula anggota Partai Indonesia Baru (PIB). Dia diusung

31


32

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

partai ini ketika menjadi Bupati Belitung Timur. Ketika menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, dia menggunakan kendaraan partai Golkar. Nah, saat menjadi Wakil Gubernur, Ahok dipinang Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Fakta itu kemudian dimanfaatkan tim sukses Foke untuk menyoroti inkonsistensi pandangan politik Ahok. Isu Twitter ini kemudian merembet menjadi isu media umum dan diperbincangkan secara luas. Peralihan dari isu media sosial ke media mainstream biasanya membuat suatu isu bisa berkembang ke dua arah: makin ramai dibahas atau justru mati. Pasalnya ketika memberitakan sesuatu, jurnalis dituntut memperoleh konfirmasi dari sumber berita yang dituduh. Dengan begitu, secara sadar atau tidak, sejumlah media mainstream bertindak sebagai clearing house. Ketika sebuah isu ternyata tidak punya dasar faktual, biasanya isu itu tidak lagi menarik diperbincangkan. Isu kelima, soal prestasi Jokowi di Solo. Ini juga isu yang disebarkan sejumlah akun dengan nama samaran di media sosial, pada awal September 2012, sekitar tiga pekan sebelum pencoblosan


BAB 3|Media Massa dan Perannya

putaran kedua. Dikabarkan kalau Jokowi sebenarnya tidak terlalu banyak berprestasi di Solo, berlawanan dengan berbagai pemberitaan selama ini. Berbagai inisiatifnya diisukan tak berlanjut dan hanya berhasil di awal peluncurannya. Tuduhan ini disertai sejumlah data statistik untuk memperkuat kredibilitasnya. Namun, informasi ini pun tidak mampu menggoyahkan popularitas Jokowi. Apalagi ketika terbukti data-data itu hanya daur ulang dari sejumlah informasi lawas yang sudah pernah dibahas di Solo. Sekali lagi di sini, media mainstream berperan besar untuk menjernihkan informasi atau berperan sebagai clearing house. Memang ada media yang terjebak menjadi penyebar kampanye hitam dan propaganda politik dari kedua tim sukses yang bertanding. Tapi tak sedikit yang dengan berhati-hati memilih dan memilah isu-isu itu. Hanya informasi yang sudah terverifikasi saja yang dimuat di media massa. Dengan upaya verifikasi dan konfirmasi yang dengan sendirinya tersebar juga melalui media sosial, pada akhirnya publik bisa memilah mana isu yang akurat dan mana yang hanya merupakan bagian dari kampanye hitam para kandidat.

33


34

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Banyaknya media di Jakarta dan relatif luasnya penetrasi media sosial di Ibu Kota membuat banyak kampanye hitam tak berhasil sampai mengubah opini dan persepsi khalayak. Berbeda dengan banyak Pilkada di daerah lain. Biasanya, keberadaan sebuah isu yang menyesatkan dan berpotensi menimbulkan keraguan di benak pemilih, baru disadari pada detik-detik terakhir menjelang pencoblosan, ketika sudah tak mungkin lagi dinetralisir. Isu keenam, soal rekayasa kebakaran di Jakarta. Sepanjang pilkada Jakarta, mungkin ini salah satu isu yang paling rawan menyebabkan gesekan dan konflik yang serius. Isu ini bermula dari serangkaian kebakaran yang membumihanguskan sejumlah permukiman padat dan kumuh di Jakarta pada Agustus 2012. Potensi kebakaran di Jakarta memang meningkat berkali-kali lipat pada musim kemarau. Nah, di tengah upaya mengatasi kebakaran itu, beredar pesan berantai melalui blackberry message yang mengaitkan kebakaran itu dengan upaya mengintimidasi warga agar tidak memilih Jokowi. Agar meyakinkan, dalam pesan itu


BAB 3|Media Massa dan Perannya

disebarkan pula data-data hasil pemilihan pada putaran pertama. Kebakaran ditengarai terjadi di kantong-kantong pemilih Jokowi. Isu ini makin menjadi setelah Foke keceplosan menanyakan pilihan politik seorang warga korban kebakaran dalam kunjungannya ke lokasi kebakaran di dekat Tanah Abang, Jakarta Pusat pada pekan pertama Agustus 2012. Di sana, dia menjanjikan bantuan rekonstruksi rumah korban kebakaran. Foke, dengan gaya khasnya, lalu bertanya, “Kemarin nyolok siapa? Kalau nyolok Jokowi mah bangun (rumah--) di Solo aja sono,� katanya. Meski sempat jadi isu panas, publik rupanya tidak mudah terpancing dengan kabar provokatif macam ini. Apalagi sejumlah media dengan cermat menekankan fakta bahwa kebakaran di semua titik di Jakarta adalah problem yang selalu terjadi setiap tahunnya. Masalahnya, instalasi listrik di kampung-kampung itu memang tumpang tindih dan rawan korsleting. Meski begitu, di media sosial dan beberapa media mainstream, isu ini tetap digoreng sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi khalayak. Pada hari-hari kampanye macam ini,

35


36

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

blunder sekecil apapun memang dieksploitasi habis-habisan untuk keuntungan salahsatu pihak. Isu ketujuh, video intimidasi pemilih Tionghoa di Youtube. Video ini beredar menjelang pada akhir Agustus, sebulan sebelum pencoblosan. Video yang beredar di Youtube itu berjudul ‘Koboy Cina Pimpin Jakarta’. Isinya benar-benar penuh ancaman dan intimidasi untuk pemilih Tionghoa agar tidak memilih Ahok sebagai calon Wakil Gubernur. Video itu seolah mengancam jika Ahok sampai terpilih maka kerusuhan yang melanda Jakarta pada 1998 akan terulang dan kaum keturunan Tionghoa akan jadi korban. Berutung, Ahok sendiri tampak ringan dan percaya diri menghadapi gempuran isu SARA ini. Dia malah menanggapinya dengan enteng dan mengaku sudah kenyang digoyang karena latar belakang etnisitasnya. Dengan demikian, tujuan propraganda ini pun tidak tercapai. Senada dengan video itu adalah penyebaran spanduk bertuliskan: ‘Warga Tionghoa dan Umat Kristiani Bangga Menjadi Pendukung JokowiAhok. Ayo Buktikan Lagi di Putaran Kedua’. Ratusan spanduk di atas kain putih dengan huruf merah ini ditemukan di seantero Jakarta sejak awal Agustus


BAB 3|Media Massa dan Perannya

2012. Tak ada satu pun kubu yang mengakui spanduk itu sebagai bagian dari kampanye mereka. Berbagai isu ini menunjukkan bahwa kompetisi politik yang panas memang memicu berbagai upaya intimidasi dan disinformasi. Fenomena ini sebenarnya tidak khas Jakarta. Hampir selalu ada isu-isu seram yang berusaha mendiskreditkan para kandidat dalam pemilihan politik seperti ini. Lagi-lagi, berbeda dengan daerah lain, di Jakarta sebagian besar dari para pemilih terkoneksi satu sama lain melalui media sosial. Setiap isu yang jadi viral dan dibahas di media sosial hampir pasti akan dicheck langsung dan dikonfirmasi oleh media arus utama. Lepas dari akurasi maupun keberimbangan peliputan media mainstream, setidaknya model interaksi macam ini membuat tidak ada isu gelap yang bermain di kompetisi politik ini. Semua dibuka dan dibahas secara transparan. Di media sosial, para netizen atau pengguna internet juga biasanya akan mencari informasi yang bisa memperkuat atau melemahkan isu yang berkembang. ***

37


38

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ketujuh isu di atas hanya sebagian dari berbagai isu politik yang muncul selama Pilkada Jakarta. Jarak waktu antara pemilihan gubernur putaran pertama sampai putaran kedua yang cukup lama membuat berbagai kabar beraneka rupa sempat mewarnai ruang publik, dan berebut perhatian khalayak. Pilkada putaran kedua berlangsung pada 20 September 2012, lebih dari dua bulan dari pemungutan suara putaran pertama. Akhirnya, setelah pencoblosan, kita semua tahu pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama meme­ nangkan Pemilihan Gubernur Jakarta 2012. Berdasarkan penghitungan atau rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Jokowi-Ahok mem­peroleh 2,47 juta suara, sedangkan Foke-Nara hanya mendapat 2,12 juta suara. Jokowi dan Ahok juga dinyatakan lebih unggul di lima wilayah Jakarta, dan hanya kalah di satu wilayah yaitu di Kepulauan Seribu. Selama Juli hingga September 2012, bahkan sampai buku ini ditulis, Pilkada DKI masih menjadi isu sentral dalam pemberitaan media lokal maupun nasional. Bisa dibilang media memberi ruang


BAB 3|Media Massa dan Perannya

jauh lebih besar bagi pemberitaan Pilkada DKI ketimbang pilkada-pilkada lainnya.

Peran Media

Tak bisa dipungkiri, media punya peran teramat penting dalam pembentukan opini publik pada masa Pemilihan Gubernur Jakarta. Ketujuh isu yang diulas sebelumnya menjadi bukti bagaimana persepsi positif maupun negatif calon pemilih amat tergantung pada informasi macam apa yang dipublikasikan media. Meski belakangan media sosial juga memainkan peran vital, keberadaan media mainstream dan perannya untuk menambah maupun mengurangi peluang seorang kandidat masih amat berpengaruh. Daya jangkaunya yang luas dan akses para jurnalis media mainstream pada sumber informasi yang tak bisa ditembus para jurnalis warga (citizen journalists) membuat media mainstream masih dianggap sebagai acuan informasi utama di mata publik. Keberadaan versi online dari media mainstream juga berperan penting menjaga tingkat pengaruh media di era Twitter dan Facebook seperti sekarang.

39


40

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Karena itulah, tak heran jika sedari awal, sejak proses pemilihan gubernur Jakarta pertama kali bergulir, para operator tim sukses kandidat sudah berusaha mendekati pengelola media massa. Macam-macam cara dan strategi digunakan. Mulai pembelian slot waktu siaran, pembelian halaman koran, blocking time di media audiovisual, kerjasama pembuatan advertorial dan macam-macam lagi. Penting untuk ditekankan di sini, bahwa kerjasama yang tegas di wilayah iklan, jelas bukan sesuatu yang pantas dikhawatirkan. Akan tetapi masalah mulai muncul ketika kerjasama tim sukses kandidat dengan media, mulai memasuki wilayah jurnalistik atau pemberitaan. Ketika sebuah berita sengaja dibuat untuk keuntungan salahsatu kandidat yang sudah membayar redaksi, maka publik dirugikan. Kepentingan khalayak untuk mendapat peliputan yang imparsial, obyektif dan jujur mengenai semua kandidat –agar mereka punya cukup informasi sebelum menjatuhkan pilihan pada salahsatu kandidat— akhirnya tak terpenuhi. Penting untuk dicatat, ideologi politik redaksi


BAB 3|Media Massa dan Perannya

media sebenarnya tak sepenuhnya haram. Pada 1950-1960an, lazim saja jika ada media yang memang mengusung ideologi politik tertentu. Kita pernah mengenal Harian Rakyat yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia, Harian Pedoman yang konon berafiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia, dan koran-koran politik lain. Itu semua berubah ketika Orde Baru berkuasa. Soeharto dan aparatur propaganda Orde Baru melarang media punya afiliasi politik selain Pancasila. Semua redaksi media harus bekerja untuk menjaga stabilitas politik, atau dengan kata lain ikut memastikan status quo –yakni kekuasaan Golkar— tetap langgeng. Walhasil, sejak itu redaksi media tak pernah secara terbuka mendukung seorang kandidat atau partai politik. Imparsialitas model ini merupakan warisan jaman Orde Baru yang memang melarang politik praktis memasuki ruang redaksi. Tradisi imparsialitas redaksi di Indonesia ini berbeda dengan kebijakan editorial media massa di sebagian Eropa dan Amerika. Media massa di sana bisa terang-terangan menyatakan dukungannya pada salahsatu kandidat di penghujung

41


42

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sebuah musim kampanye. Tentu –secara teoritis— dukungan itu diberikan berdasarkan pertimbangan idelogis dan garis kebijakan editorial media tersebut. Ada perbedaan mendasar antara sikap redaksi yang mendukung seorang kandidat politik, karena ideologi atau karena melayani kepentingan pembayar iklan tertinggi. Ketika media memilih mendukung seorang kandidat karena aspek bisnis, maka akurasi dan integritas media itu menjadi taruhannya. Di sini independensi media dalam pemberitaan menjadi terancam dan jurnalis bisa turun derajat hanya menjadi corong bagi kandidat. Masalahnya, tak mudah membongkar kerjasama khusus antara redaksi media –ingat, redaksi, bukan bagian iklan-- dan tim sukses kandidat. Yang bisa dilakukan untuk mengendus kongkalikong model ini adalah mengungkap indikasi adanya relasi spesial antara media tertentu dan tim sukses kandidat tertentu. Salahsatu cara yang bisa dipakai adalah dengan menganalisa pola pemberitaan suatu media terhadap kandidat. Intensitas pemberitaan, arah pemberitaan, dan berimbang tidaknya berita yang dimuat bisa jadi


BAB 3|Media Massa dan Perannya

petunjuk soal ada tidaknya kerjasama spesial antara media dan kandidat gubernur. Untuk itulah, riset ini dilakukan. Penelitian ini mencoba mencari apakah ada media yang secara berlebihan menunjukkan dukungan atau kecenderungan pada salahsatu kandidat dalam Pemilihan Gubernur Jakarta. Hasil riset analisis isi media ini kemudian dipadukan dengan wawan­ cara kualitatif untuk mencaritahu ada apa di balik pola pemberitaan media tersebut. Total ada 16 media yang diteliti. Sebanyak 4 media online, 8 media cetak, dan 4 televisi nasional ditelisik dengan cermat untuk memperoleh infor­ masi mengenai intensitas dan pola pemberitaan mereka. Keberimbangan adalah kata kunci riset ini. Adapun media yang diteliti adalah detik.com, kompas.com, viva.co.id dan okezone.com untuk kategori media online. Sedangkan untuk media cetak lokal Jakarta, ada Warta Kota, Pos Kota, Indo Pos dan Koran Jakarta. Media nasional yang diteliti adalah Kompas, Koran Tempo, Suara Pembaruan dan Republika. Terakhir, untuk kategori media televisi, peneliti menelisik MetroTV, TV One, JakTV dan RCTI.

43


44

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ke-16 media ini dipilih berdasarkan kebera­ gaman kepemilikan mereka, keberagaman kecen­ derungan politik editorial mereka, luasnya cakupan media-media ini, dan kedekatan pemberitaan media tersebut dengan isu Jakarta. n


BAB 4|Metodologi Riset

BAB 4 Metodologi Riset

S

ebagai organisasi jurnalis yang menge足 depankan independensi dan integritas, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menaruh perhatian besar pada keberim足 bangan liputan media sepanjang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012. AJI Jakarta menyadari bahwa media berper足 an besar untuk menyampaikan informasi kepada warga mengenai proses sebuah kompetisi politik dan latar belakang para kandidat. Akan tetapi, sep足 erti sudah ditegaskan pada bagian sebelumnya,

45


46

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Kusut Masai Daftar Pemilih: Direktur Eksekutif Pusat Pergerakan Pemuda Indonesia (P3I) Achmad Nur Hidayat saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai Carut Marut Daftar Pemilih Pilkada DKI Jakarta di Jakarta, Kamis, 17 Mei 2012. Berdasarkan temuan P3I menyimpulkan telah terjadi kesalahan sistematis dan masif dalam penentuan jumlah data pemilih sementara dalam menyelenggarakan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2012 sehingga pembatalan Pilkada wajib dilakukan. [TEMPO/STR/Dasril Roszandi; DS2012051703]

potensi perselingkuhan media dengan tim sukses para kandidat untuk mempengaruhi opini publik, juga patut diwaspadai. Jika dibiarkan tanpa koreksi, suara miring mengenai integritas dan kredibilitas media bisa menggerus kepercayaan publik (public trust) pada media massa. Ini jelas sesuatu yang tak bisa dibiarkan. Demokrasi membutuhkan peran media yang imparsial dan independen.


BAB 4|Metodologi Riset

Ketika nilai dasar jurnalisme dipertanyakan, ketika publik merasa kepentingannya dipinggirkan dalam peliputan media, maka warga tak lagi punya acuan yang bisa dipercaya dalam memilah lautan informasi di era keterbukaan macam sekarang. Publik yang terombang-ambing ini rawan sekali diarahkan untuk kepentingan politik salahsatu kubu yang piawai memanipulasi informasi. Tentu saja, peran menyediakan informasi untuk kepentingan publik ini bukan hanya tanggung jawab media mainstream semata. Namun, ketika daya jangkau jurnalisme warga (citizen journalism) dan media sosial belum terlalu luas, peran media mainstream masih teramat vital. AJI sendiri punya kepentingan untuk senan­ tiasa menjaga ruh independensi media. Sejak berdiri pada 7 Agustus 1994 sebagai reaksi atas pembreidelan majalah Tempo, Detik dan Editor oleh rejim Orde Baru/Soeharto, AJI konsisten membela kebebasan pers, melawan jurnalisme suap/amplop, dan mempromosikan pentingnya profesionalisme dan serikat pekerja bagi pekerja media.

47


48

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Metodologi

Penelitian ini pertama-tama menggunakan analisis isi kuantitatif terhadap berita-berita dari media yang sudah dipilih menjadi sample. Analisis berita itu dilakukan dengan lembar koding untuk mengambil data-data berita yang relevan terkait dengan tujuan penelitian. Kemudian, peneliti memasukkan lembar kod­ ing tersebut pada proses pengolahan data SPSS (Statistic Package for Social Science). Untuk mengukur pola peliputan media yang menjadi obyek penelitian, ada sejumlah param­ eter yang menjadi acuan riset ini. Pertama, jumlah pemberitaan tentang Pilkada DKI Jakarta untuk masing-masing media yang menjadi obyek pene­ litian ini. Kedua, topik atau tema pemberitaan yang dimuat oleh media obyek penelitian. Ketiga, porsi pemberitaan dihitung dari jumlah foto kan­ didat yang dimuat. Keempat, porsi pemberitaan berdasarkan pemuatan berita tunggal mengenai kandidat. Kelima, keberimbangan berita yang diriset. Keberimbangan diukur dari ada tidaknya konfirmasi pada berita-berita yang dinilai kontro­ verial. Selain itu, keberimbangan juga dilihat dari


BAB 4|Metodologi Riset

sisi topik/angle berita yang dipilih serta nada/tone pemberitaan media mengenai para kandidat. Riset dilakukan secara regular untuk setiap berita yang dimuat oleh ke-16 media yang men­ jadi obyek penelitian dalam kurun waktu JuniSeptember 2012. Periode itu mencakup masa pendaftaran kandidat, kampanye, pemungutan suara, dan penghitungan suara pada putaran per­ tama dan menjelang putaran kedua Pilkada. Total ada 7.396 berita yang menjadi obyek riset ini. Untuk mencari tahu kaitan antara pola pember­ itaan media dan relasi khusus yang dibangun tim sukses kandidat dengan media massa, penelitian ini juga melakukan wawancara dengan setiap tim sukses kandidat Pilkada dan para pengelola redaksi, orang-orang yang ada di balik pemberitaan media. Wawancara tim sukses kandidat dilakukan un­ tuk mengetahui bagaimana pola hubungan tim sukses dengan media, strategi komunikasi tim suk­ ses, dan hasil evaluasi mereka mengenai dampak pemberitaan media terhadap kampanye kandidat. Sedangkan wawancara dengan pemimpin re­ daksi, atau wakil pemimpin redaksi atau redaktur

49


50

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

pelaksana dari media yang diteliti bertujuan untuk meminta konfirmsi dan respon atas temuan riset kuantitatif. Wawancara dengan elite media juga dilakukan untuk mengetahui apa nilai-nilai yang mempengaruhi media ketika memutuskan menu­ runkan pemberitaan tertentu mengenai pilkada Jakarta. n


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

BAB 5 Hasil Riset Kuantitatif

M

emeriksa ribuan berita untuk sebuah periode peliputan yang panjang tentu bukanlah perkara yang gampang. Untuk itu, demi memudahkan analisa, periode riset ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah 1-15 Juni 2012, lalu 1630 Juni 2012. Bagian ketiga analisa dilakukan untuk periode 1-31 Juli 2012 dan terakhir pada 1-13 September 2012.

51


52

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Meski begitu, pembahasan atas hasil analisa tetap dilakukan berdasarkan dua periode saja: yakni sekitar putaran pertama Pilkada Jakarta selama dua bulan (1 Juni 2012-31 Juli 2012) dan sekitar putaran kedua Pilkada selama satu bulan (1 Agustus-13 September 2012).

PUTARAN PERTAMA A. Jumlah Berita Kompas.com Detik.com Okezone.com Vivanews.com Indopos Wartakota Poskota Republika RCTI Koran Tempo Metro TV Suara Pembaruan Kompas Koran Jakarta TV One Jak TV

162 127 113 100 87 87 84 65 39 0

100

200

300

610

443

261 219 218

400

500

794

600

700

800

851

900

Dari hasil analisa mengenai jumlah berita saja, tampak bahwa mayoritas pemberitaan Pilkada Jakarta didominasi oleh media online. Baru disusul oleh jumlah berita di koran lokal, koran nasional dan kemudian televisi.


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Ini klop dengan sifat alamiah dari ketiga platform media ini. Media online memang unggul dari sisi kuantitas berita dan peliputan langsung, sementara koran memiliki halaman yang terbatas, namun bisa memprioritaskan isu tertentu dan menambah halaman bila perlu. Hanya televisi yang ruang pemberitaannya memang dibatasi oleh waktu dan frekuensi penyiaran yang terbatas. Dengan demikian, wajar saja jika jumlah pemberitaan tentang isu ini paling sedikit di televisi. Tapi belum tentu, proporsi pemberitaan Pilkada Jakarta, dibandingkan total persentase pemberitaan di stasiun televisi itu, rendah. Empat media yang beritanya paling banyak soal Pilkada adalah media online. Kompas.com menjadi juara di sini.Sementara dari kategori koran lokal, Indo Pos ada di urutan teratas. Kategori media cetak nasional dikuasai Republika. Sementara untuk televisi, RCTI yang mendominasi dari sisi jumlah berita Pilkada DKI Jakarta.

53


54

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

B. Tema Pemberitaan

Dari sisi tema pemberitaan, riset ini menemukan sejumlah topik yang mendominasi pemberitaan media sekitar dua bulan masa putaran pertama Pilkada 2012. Ada soal kampanye para kandidat (ini juga mencakup latar belakang, visi-misi dan program mereka), pelaksanaan Pilkada sendiri (persiapan KPU Jakarta, logistik, pro kontra soal daftar pemilih tetap), perebutan dukungan menjelang putaran kedua, pendaftaran kandidat, regulasi dan kecurangan. Hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa sebagian besar media lebih fokus pada isu kampanye Pilkada ketimbang isu lain. Ini wajar saja karena kampanye Pilkada yang terjadi setiap hari pada periode ini mau tak mau mendikte materi pemberitaan media.


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Meskipun tak kalah penting, secara kuantitas, sulit untuk memaksakan ada materi berita mengenai kecurangan Pilkada, atau pro kontra mengenai regulasi atau logistik Pilkada, setiap saat. Itulah sebabnya topik pemberitaan mengenai kampanye para calon Gubernur Jakarta jadi terkesan mendominasi pada periode ini.

C. Foto Kandidat

Pada kategori ini, hal pertama yang menarik perhatian adalah perbedaan porsi pemuatan foto kandidat di tiga periode yang diteliti. Pada periode pertama Pilkada Jakarta (1-15 Juni), jumlah foto calon Golkar Alex Noerdin mendominasi. Pada periode berikutnya (16-30 Juni), giliran jumlah foto calon Demokrat Fauzi Bowo

55


56

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

yang paling banyak muncul di media massa. Nah, pada periode final (1-31 Juli 2012), justru foto calon PDIP Jokowi yang paling sering dimuat. Dari hasil analisa kualitatif berdasarkan wawancara dengan redaksi media, perbedaan ini muncul karena periodisasi kerjasama antara tim sukses kandidat dan para media. Pada awal masa kampanye, tim sukses Alex Noerdin gencar memasang iklan di media. Menjelang pemilihan putaran pertama, giliran tim sukses Fauzi Bowo yang rajin memasang iklan. Pada detik-detik mendekati hari pemungutan suara, tim Jokowi menyalip di tikungan.

D. Berita Tunggal Kandidat


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Analisa atas pemuatan berita tunggal (tidak ada liputan tentang kandidat lain dalam berita yang sama) tentang para kandidat Gubernur Jakarta menunjukkan hasil yang persis sama dengan analisa mengenai jumlah foto kandidat pada periode pertama. Pada periode pertama Pilkada Jakarta (1-15 Juni), jumlah berita tunggal tentang Alex Noerdin paling banyak. Pada periode berikutnya (16-30 Juni), giliran jumlah berita tunggal mengenai Gubernur inkumben Fauzi Bowo yang paling sering muncul di media massa. Nah, pada periode final (1-31 Juli 2012), lagi-lagi berita tunggal tentang Jokowi yang jadi jawara. Ini sama dengan hasil analisa mengenai pemuatan foto kandidat. Penjelasan untuk tren ini bisa dicari pada kontrak iklan kampanye yang kabarnya memang didominasi pasangan Alex Noerdin-Nono dan FokeNara pada pekan-pekan pertama Pilkada Jakarta. Sementara kemunculan Jokowi sebagai pemenang putaran pertama Pilkada Jakarta pada 11 Juli 2012 bisa menjelaskan mengapa berita tunggal dan foto mengenai Walikota Solo ini jadi melebihi semua pesaingnya pada kurun waktu 1-31 Juli 2012.

57


58

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Sementara jika dilihat per media, hasilnya berbeda lagi. Fauzi Bowo-Nachrowi R

Hendardji S-A. Riza Patria

Joko Widodo-Basuk Tjahja P

Hidayat Nurwahid-Didik JR

Faisal Basri-Biem Benyamin

Alex Noerdin-Nono Sampono

86 68 39

38

22

11

35

49

46

26 27

Detik.Com

61

57

49

46 22

20

12

16

Kompas.Com

Okezone.Com

5

20

10

10 6

Vivanews.Com

Pada kelompok media online, tampak bahwa detik.com, okezone.com dan viva.co.id paling banyak memuat berita tunggal tentang Jokowi. Hanya Kompas.com yang paling banyak memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin. Fauzi Bowo-Nachrowi R Joko Widodo-Basuk Tjahja P Faisal Basri-Biem Benyamin

Hendardji S-A. Riza Patria Hidayat Nurwahid-Didik JR Alex Noerdin-Nono Sampono

16

15

12 8

0

2 2 2 Kompas

6 1

5

3 0

6

8

9 9 4 1

0 0

Koran Tempo

5

Republika

3

4

Suara Pembaruan

Pada kelompok koran nasional, Kompas justru paling banyak memuat berita tunggal mengenai Faisal Basri. Ini mengindikasikan, meski satu grup,

Foto : Antara/Prasetyo Utomo/ www.republika.co.id


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

kecenderungan pilihan editorial redaksi Kompas. com dan Harian Kompas belum tentu sama. Bisa juga perbedaan ini bukan soal kebijakan redaksi, melainkan lebih karena tingginya frekuensi kegiatan Alex yang diliput Kompas.com sebagai media online. Justru –sama dengan Kompas.com—Harian Republika yang paling banyak memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin. Sementara Harian Suara Pembaruan paling banyak menampilkan Jokowi dan Koran Tempo paling sering memuat berita tunggal tentang Fauzi Bowo. Fauzi Bowo-Nachrowi R Hidayat Nurwahid-Didik JR

Hendardji S-A. Riza Patria Faisal Basri-Biem Benyamin

Joko Widodo-Basuk Tjahja P Alex Noerdin-Nono Sampono

49 42 31 25

35

30

27

21

19 4

Indopos

0 0 0 0 Koran Jakarta

13 15 15 15

23 25

19

16 9

0 Poskota

Wartakota

Untuk kategori koran lokal, nampak bahwa Indo Pos paling sering memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin. Sementara Warta Kota

59


60

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

dan Pos Kota kompak memuat berita Fauzi Bowo lebih sering. Koran Jakarta memilih menampilkan kandidat Faisal Basri lebih banyak. Fauzi Bowo-Nachrowi R

Hendardji S-A. Riza Patria

Joko Widodo-Basuk Tjahja P

Hidayat Nurwahid-Didik JR

Faisal Basri-Biem Benyamin

Alex Noerdin-Nono Sampono

10

8 3 3

6 1 1

Jak TV

2

7

5 1

2 2

Metro TV

6

9 6 6

3 0 RCTI

2 2

1 1

0

TV One

Pada kategori televisi, berita tunggal mengenai Jokowi paling sering muncul di JakTV dan RCTI. Metro TV paling sering memuat berita tunggal tentang Fauzi Bowo. Sementara TVOne menampilkan berita tunggal tentang Jokowi dan Hendardji Soepanji lebih sering ketimbang yang lain. Dengan demikian, tampaklah bahwa selama periode pertama (1 Juni-31 Juli 2012) dari aspek pemuatan berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling sering muncul di Warta Kota, Pos Kota, Koran Tempo dan MetroTV. Sementara kandidat Alex Noerdin paling sering muncul di Kompas.com, Republika dan Indo Pos. Kandidat Jokowi mendominasi di media online: detik.com, viva.co.id dan okezone.com, juga di Harian Suara Pembaruan, JakTV, RCTI dan TVOne.


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Dari hasil itu, tampak bahwa tiga kandidat yang diusung partai besar ini (Jokowi-PDIP, Alex-Golkar dan Foke-Demokrat) membagi rata pendekatan tim suksesnya ke media online, koran/teve lokal dan koran/teve nasional. Strategi serupa tak nampak dari para calon independen. Berita tunggal mengenai calon independen Faisal Basri misalnya hanya sering dimuat Harian Kompas dan Koran Jakarta. Sementara calon independen Hendardji Soepandji hanya sering dimuat sebagai berita tunggal di TVOne.

E. Keberimbanga

Salahsatu faktor yang juga dicermati dalam riset ini adalah soal keberimbangan pemberitaan. Artinya, ketika sebuah media mempublikasikan sebuah informasi yang bernada menuduh pihak tertentu, dibutuhkan konfirmasi dari si tertuduh secepatnya. Idealnya, verifikasi dan konfirmasi dari pihak tertuduh dimuat dalam berita yang sama. Kenyataannya, faktor ini masih belum bisa sepenuhnya dilaksanakan media massa yang menjadi obyek riset ini. Sepanjang periode pertama riset, ada 74 persen berita yang ditulis secara tidak

61


62

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

berimbang. Dari jumlah itu, hampir 60 persen di antaranya terjadi di media online.

10% Satu sisi

16%

Dua sisi

74%

Lebih dari dua sisi

Yang lebih gawat, media masih seringkali abai melakukan konfirmasi meski berita yang dimuat mengandung kontroversi. Pada periode ini, ada 2.141 berita mengandung kontroversi dari total 5.445 berita yang diteliti. Dari jumlah itu, hanya 588 berita atau 27, 5 persen yang dimuat dengan konfirmasi. Sisanya sebanyak 72, 5 persen berita dimuat langsung tanpa memperhatikan faktor keberimbangan. Lepas dari soal mengandung kontroversi atau tidak, riset ini mencatat ada 64 persen berita selama periode pertama ini yang tidak berimbang.


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

PUTARAN KEDUA A. Jumlah Berita Jak TV Kompas Republika Wartakota RCTI Koran Jakarta Suara‌ TV One Metro TV Koran Tempo Poskota Indopos Vivanews.com Kompas.com Detik.com Okezone.com 0

25 46 53 56 58 58 78 94 98 103 130 256 422 619 733 768 200

400

600

800

1000

Pada periode kedua ini, ada 3.597 berita tentang Pilkada Jakarta yang harus ditelisik. Tak berbeda jauh dibandingkan putaran pertama, media online lagi-lagi mendominasi jumlah berita mengenai Pilkada. Tapi jawara untuk periode kedua ini adalah Okezone.com. Situs berita yang merupakan bagian dari grup MNC milik konglomerat Harry Tanoesudibjo ini menggeser dominasi Kompas. com yang pada periode sebelumnya mempublikasikan berita terbanyak. Sementara dari kategori koran lokal, Indo Pos tetap ada di urutan teratas, sama dengan periode

63


64

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sebelumnya. Kategori media cetak nasional dikuasai Koran Tempo, yang menggusur Republika. Sementara untuk televisi, MetroTV menggantikan posisi RCTI yang mendominasi dari sisi jumlah berita Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini. Dinamika seputar media yang lebih banyak mempublikasikan berita soal Pilkada DKI Jakarta pada putaran kedua ini menandakan makin panasnya kompetisi politik ini. Banyaknya berita di dua stasiun televisi berita, MetroTV dan TVOne, misalnya, menunjukkan makin besarnya perhatian publik pada proses ini.

B. Tema Pemberitaan 22

Sengketa Pemilu Kecurangan pada hari H Pemilu

74

Masalah logistik

79

Pelaksanaan Pemilu

101

Kecurangan

117 140

Pendaftaran Regulasi

188

Kampanye

202 324

Isu SARA

628

Dukungan untuk putaran kedua

1698

Lainnya 0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Dari sisi tema pemberitaan, sebulan masa putaran kedua Pilkada Jakarta 2012 yang ditelisik menampilkan beragam topik baru


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Ada lebih dari 10 jenis tema pemberitaan yang muncul. Mulai dari soal sengketa hasil Pilkada putaran pertama, kecurangan, regulasi, isu Suku Agama Ras dan Antar-golongan (SARA) yang mendominasi kampanye dan banyak lagi. Tapi hasil analisa kuantitatif menunjukkan bahwa sebagian besar media lebih fokus pada isu-isu seputar Pilkada yang mereka kembangkan sendiri. Itulah sebabnya “isu lain-lain� menduduki perangkat teratas dari survei ini. Topik yang dikembangkan sendiri ini mencakup penekanan pada visi dan misi kandidat, program unggulan yang hendak dijalankan kandidat, harapan warga atas gubernur baru, dan seterusnya. C. Foto Kandidat

48%

Fauzi Bowo – Nachrowi R.

52%

Joko Widodo – Basuki Tjahaja

Berbeda dengan periode pertama, dimana ada enam kandidat yang berebut perhatian, kini

65


66

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

hanya ada dua kandidat yang saling berhadapan: Jokowi vs Foke. Keduanya sudah bersaing ketat pada putaran pertama. Pada periode kedua ini, tampak bahwa intensitas pemuatan foto Foke di media massa kembali menyalip Jokowi. Ada 52 persen foto Fauzi Bowo di berbagai media yang jadi obyek riset ini. Pada putaran sebelumnya, tiga kandidat: Alex Noerdin, Foke dan Jokowi bergiliran jadi primadona media, dengan Jokowi mendominasi pekan-pekan terakhir menjelang dan sesudah pencoblosan putaran pertama.

D. Berita Tunggal Kandidat

49%

Fauzi Bowo – Nachrowi R.

51%

Joko Widodo – Basuki Tjahaja

Lagi-lagi, sama dengan periode pertama, kandidat yang paling sering muncul sebagai berita tunggal di media massa sama dengan kandidat yang fotonya paling sering dimuat. Ada korelasi antara


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

intensitas pemuatan foto dan berita tunggal dari satu kandidat. Sepanjang putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, ada 51 persen berita tunggal tentang Foke, dibandingkan 49 persen tentang Jokowi. Perbedaan yang tipis –hanya 2 persen—ini menandakan ketatnya kompetisi kedua kandidat dalam memperebutkan ruang pemberitaan media. Saking ketatnya kompetisi ini, jika periode riset diperpanjang sampai hari pencoblosan pada 20 September 2012, hasil akhirnya bisa saja berbeda. 214

228 233

202

104

116 71

90

Fauzi Bowo-Nachrowi R Joko Widodo-Basuki Tjahja P

Jika diperhatikan per media, maka tampak bahwa berita tunggal tentang Fauzi Bowo lebih banyak di detik.com saja. Sementara tiga media online lain yang diteliti: Okezone.com, Kompas. com dan viva.co.id lebih banyak menampilkan berita tunggal tentang Jokowi.

67


68

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Hasil ini berbeda dibandingkan putaran pertama, ketika detik.com, okezone.com dan viva.co.id paling banyak memuat berita tunggal tentang Jokowi. Hanya Kompas.com yang paling banyak memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin. Artinya ada pergeseran di detik.com dan Kompas. com, sementara Viva dan Okezone konsisten lebih banyak memuat berita tunggal mengenai Jokowi. 16 13 11 9

2

1 1 Kompas

Koran Tempo

Joko Widodo-Basuki Tjahja P

3

Republika

Fauzi Bowo-Nachrowi R

Suara Pembaruan

Dari empat koran nasional yang diteliti, tampak bahwa hanya Koran Tempo yang memuat berita tunggal tentang Fauzi Bowo lebih banyak dari Jokowi. Republika dan Suara Pembaruan memberi ruang lebih banyak untuk berita tunggal tentang Jokowi, sementara Kompas bersikap netral dan memberi ruang sama banyak untuk kedua kandidat. Jika dibandingkan dengan hasil riset pada putaran pertama, ada sejumlah pergeseran. Harian


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

Kompas sebelumnya lebih banyak memuat kandidat independen Faisal Basri. Begitu Faisal tak lolos ke putaran kedua, koran terbesar ini tampaknya memilih memberi ruang yang berimbang untuk kedua kandidat. Pergeseran juga terjadi pada Republika, yang pada putaran pertama lebih banyak memuat berita tunggal mengenai Alex Noerdin. Konsistensi nampak pada Suara Pembaruan dan Koran Tempo. Sejak putaran pertama, Suara Pembaruan memang lebih banyak memuat berita Jokowi dan Koran Tempo memang lebih sering menulis berita tunggal tentang Fauzi Bowo. 80 62 45

Fauzi Bowo-Nachrowi R Joko Widodo-Basuki Tjahja P

3 Indopos

2

Koran Jakarta

8

Poskota

4

11

Wartakota

Dari analisis isi atas empat koran lokal Jakarta, nampak bahwa Indo Pos, Koran Jakarta, dan Pos Kota memberi ruang lebih besar untuk Fauzi Bowo dan hanya Warta Kota yang memberi porsi pemberitaan tunggal lebih banyak untuk Jokowi.

69


70

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Jika dibandingkan dengan putaran pertama, konsistensi diperlihatkan Pos Kota yang memang sejak awal memberi porsi berita tunggal lebih banyak pada Foke. Pergeseran terjadi pada Indo Pos (semula Alex Noerdin, lalu berpindah pada Foke), Warta Kota (semula Foke, lalu berubah lebih ke Jokowi) dan Koran Jakarta (semula Faisal Basri, lalu condong pada Foke). Sekali lagi, bisa saja pergeseran ini lebih disebabkan oleh intensitas peliputan yang memang berubah sesuai dengan banyaknya event yang digelar para kandidat di lapangan. Jadi, belum tentu pergeseran ini menandakan perubahan kebijakan editorial atau perubahan kontrak iklan antara media itu dengan salahsatu tim sukses kandidat misalnya. Dugaan macam itu membutuhkan data tambahan, yang akan dielaborasi pada bagian selanjutnya.

26

24

Fauzi Bowo-Nachrowi R 11

8 9

11 Joko Widodo-Basuki Tjahja P

2 2 Jak TV

Metro TV

RCTI

TV One

Dari sisi penayangan berita tunggal di televisi,


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

nampak bahwa Jokowi mendominasi frekuensi penyiaran. Semua televisi yang diteliti, lebih sering menampilkan berita tunggal mengenai Jokowi, ketimbang Foke. Hanya JakTV saja yang sama-sama memberikan ruang setara untuk berita mengenai kedua kandidat. Ini berbeda dibandingkan putaran pertama. Ketika itu, justru JakTV paling sering memuat berita tunggal tentang Jokowi. Konsistensi diperlihatkan TVOne dan RCTI yang sejak putaran pertama memberi ruang pemberitaan lebih untuk berita tunggal Jokowi. MetroTV yang semula lebih banyak menampilkan berita Fauzi Bowo, kini pada putaran kedua, lebih banyak memberi ruang untuk berita tunggal tentang Jokowi. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa selama periode kedua (1 Agustus-13 September 2012) dari aspek pemuatan berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling sering muncul di detik.com, Koran Tempo, Indo Pos, Pos Kota, dan Koran Jakarta. Sementara kandidat Jokowi paling sering ditampilkan sebagai berita tunggal di okezone. com, Kompas.com, Viva.co.id, Republika, Suara Pembaruan, Warta Kota, MetroTV, TVOne dan RCTI.

71


72

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ada dua media yang memberikan ruang sama persis untuk kedua kandidat yakni Harian Kompas dan JakTV. Dari komposisi ini bisa dilihat pula strategi pemberitaan kedua tim sukses. Tim sukses Jokowi mendominasi pemberitaan di media online dan televisi. Tiga dari empat media yang diteliti di kedua kategori ini memberi ruang lebih untuk tim Jokowi. Sementara tim sukses Fauzi Bowo bermain habis-habisan di koran lokal, dimana tiga dari empat media yang diteliti memberi ruang lebih untuk tim Foke. Meski dominan juga di koran nasional, tim Jokowi hanya unggul di dua dari empat media yang diteliti.

E. Keberimbangan

Dari sisi keberimbangan, performa mediamedia yang diteliti pada periode kedua belum menunjukkan perkembangan berarti. Jumlah berita yang mengandung satu sisi pemberitaan saja masih mencapai 75 persen dari total berita yang diteliti. Ini hanya bergeser 1 persen dibandingkan hasil pada putaran pertama, dimana ada 74 persen berita yang hanya menampilkan satu sisi dari topik yang diangkat.


BAB 5|Hasil Riset Kuantitatif

7%

Satu Sisi

18%

Dua sisi 75%

Lebih dari dua sisi

Sementara jika dilihat dari ada tidaknya konfirmasi yang dilakukan pada berita yang mengandung topik kontroversial, performa media yang diteliti pada putaran kedua menunjukkan sedikit perbaikan dibandingkan pada putaran pertama. Pada putaran kedua ini, ada 874 berita yang mengandung kontroversi di 16 media yang diteliti. Dari jumlah itu, ada 379 berita atau 43, 4 persen yang berisi konfirmasi dari pihak yang dituding. Ini lebih baik ketimbang persentase berita kontroversial berisi konfirmasi pada periode pertama yang hanya 27, 5 persen. Selain persentase berita satu sisi dan berita tanpa konfirmasi, keberimbangan media dalam riset ini juga dinilai dari nada negatif atau positif yang diterima kandidat dalam pemberitaan.

73


74

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Pada pemberitaan media menjelang putaran kedua Pilkada Jakarta, Fauzi Bowo mendapat pemberitaan dengan nada positif dan negatif lebih banyak dari Jokowi. Tapi apabila hasil putaran kedua dijumlahkan dengan putaran pertama, maka akan tampak hasil yang berbeda. Secara total, Jokowi menerima pemberitaan positif jauh lebih banyak ketimbang Fauzi, yaitu dengan porsi 810 berita dibandingkan Fauzi Bowo yang hanya 660 berita. Sebaliknya, Fauzi memperoleh pemberitaan negatif yang juga jauh lebih banyak ketimbang Jokowi, yaitu 260 berita ketimbang Jokowi yang hanya berjumlah 172 berita n


BAB 6|Di Balik Angka

BAB 6 Di Balik Angka

A

ngka dan persentase hasil riset kuantitatif pada bab sebelumnya membuka mata kita bahwa media tidak bisa sepenuhnya mengklaim diri telah berimbang dalam peliputan Pilkada Jakarta 2012. Ada media yang konsisten menempatkan berita tunggal dan foto mengenai satu kandidat lebih dominan dibandingkan kandidat lain. Ada yang kecenderungan fokus beritanya berubah memasuki putaran kedua pemilihan. Tapi temuan yang

75


76

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

paling penting tentu terkait tidak berimbangnya media dalam menampilkan semua sisi dari sebuah topik, kurangnya konfirmasi dalam pemberitaan kontroversial dan begitu kontrasnya nada pemberitaan yang bisa positif atau negatif mengenai satu kandidat. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah ketakberimbangan dan positif/negatifnya pemberitaan itu merupakan desain redaksi media yang bersangkutan, atau merupakan konsekuensi dari intensitas kampanye dan realitas di lapangan? Kemungkinan pertama, secara riil di lapangan, tim Jokowi lebih sering mengadakan acara dan kegiatan yang pantas diliput media. Akibatnya, tentu saja produksi berita hasil peliputan media tentang Jokowi juga otomatis lebih banyak ketimbang tim Foke. Tapi kemungkinan ini kecil. Kemungkinan kedua, secara riil di lapangan, jumlah narasumber yang netral tidak banyak. Jika narasumber yang bisa bercerita positif tentang pencapaian Foke lebih sedikit dibandingkan Jokowi, tentu tidak bisa dihindari akan muncul pencitraan yang lebih positif untuk Jokowi ketimbang Foke. Kemungkinan ini juga kecil.


BAB 6|Di Balik Angka

Kemungkinan ketiga, redaksi memang berpihak. Pertanyaannya, apakah keberpihakan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan editorial atau dorongan pengiklan. Nah, data penting yang dibutuhkan untuk memetakan relasi antara tim sukses kandidat dan redaksi media adalah besaran belanja iklan media para kandidat. Masalahnya, sulit sekali mencari angka pasti berapa total dana yang digelontorkan para kandidat untuk beriklan di media. Yang jelas, dana kampanye para kandidat tidak sedikit dan sebagian memang mengalir ke kocek media. Sebagai gambaran, hasil survei lembaga riset AC Nielsen hingga semester pertama 2012 menunjukkan ada lonjakan nilai belanja iklan pada Mei dan Juni. Periode ini bertepatan dengan pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama pada 11 Juli 2012. Seperti dilansir tabloid ekonomi Kontan edisi 01/08 pada Agustus 2012, total belanja iklan di media pada Mei dan Juni 2012 mencapai angka yang tertinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Nilai belanja iklan di media pada Mei 2012 mencapai Rp 7,53 triliun dan pada Juni 2012 naik

77


78

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sedikit menjadi Rp 7,89 triliun. Disebutkan oleh riset tersebut bahwa kenaikan ini ditopang oleh naiknya belanja iklan kategori pemerintah dan organisasi politik. Jika belanja iklan kategori pemerintah dan organisasi politik ini diteropong lebih seksama, akan nampak bahwa persentase iklan kategori ini terus bertambah sejak April 2012. Pada April, persentase iklan pemerintah dan politik hanya 4 persen dari total belanja iklan di semua teve nasional. Sebulan kemudian, persentase iklan kategori ini naik menjadi 5 persen, dan naik lagi menjadi 7 persen pada Juli 2012. Daftar nilai belanja iklan di media televisi dan cetak

Sumber: Nielsen

Dari data itu, Nielsen mencatat pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli ternyata paling banyak beriklan di televisi


BAB 6|Di Balik Angka

dan media cetak. Belanja iklan mereka mencapai 4 persen dari total nilai iklan di media pada periode itu. Itu sama dengan sekitar 1.275 spot iklan. Di urutan berikutnya, ada pasangan Golkar, Alex Noerdin-Nono Sampono dengan pangsa 2 persen atau sejumlah 828 spot iklan. Posisi ketiga ditempati oleh pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin dengan pangsa kurang dari 2 persen atau sekitar 434 spot. Berikutnya ada pasangan yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini dengan pangsa 1 persen atau 254 spot, Hendardji Soepandji-A. Riza Patria dengan pangsa 0,27 persen atau 213 spot. Dan terakhir, barulah pasangan PDIP, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama dengan pangsa iklan 0,16 persen atau 59 spot. Riset ini juga menemukan bahwa iklan para kandidat itu paling banyak ditayangkan pada program hard news di televisi sebesar 31 persen atau sekitar 5.386 spot. Iklan-iklan kampanye Pilkada Jakarta juga banyak terlihat pada program bincang-bincang berita sebanyak 12 persen atau 2.123 spot dan program serial sebanyak 9 persen atau 1.581spot.

79


80

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Selain beriklan di media komersial, para kandidat juga gencar memanfaatkan media sosial. Hasil riset Nielsen mengungkapkan total pesan kampanye di media sosial mencapai 17.790 pesan, dan 90 persen di antaranya berupa kicauan di Twitter. Tren perbincangan di media sosial mencapai puncaknya pada periode 13-19 Mei dengan jumlah pesan lebih dari dua kali lipat menjadi 1.307 pesan dibandingkan pekan sebelumnya. Sementara topik utama yang diperbincangkan saat itu adalah kekacauan daftar pemilih tetap (DPT). Besarnya belanja iklan para kandidat ini kurang lebih juga tergambar dalam laporan dana kampanye para kandidat kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. Pada laporan per 10 Juli 2012 –atau pada putaran pertama Pilkada-- pasangan yang memiliki dana kampanye terbesar adalah Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebesar Rp 62,6 miliar, kemudian disusul Jokowi-Basuki Rp 27,5 miliar. Adapun pasangan dengan dana kampanye terkecil adalah Hendardji Supandji-A Riza dengan dana kampanye sebesar Rp 3 miliar. Tentunya, laporan dana kampanye ini belum menggambarkan seluruh pengeluaran dan


BAB 6|Di Balik Angka

pemasukan tim sukses para kandidat. Pasalnya, seringkali sumbangan berupa barang langsung, maupun sumbangan yang diberikan langsung kocek kandidat tak terdaftar dengan baik dalam pembukuan dana kampanye tim sukses maupun partai politik.

Laporan Dana Kampanye Calon Gubernur DKI Jakarta (per Juli 2012)

Sumber : Kontan.co.id

Jika data-data di atas dikaitkan dengan hasil riset kuantitatif riset ini, bisa disimpulkan ada kaitan antara belanja iklan para kandidat dan nada serta kuantitas pemberitaan media. Tentu butuh riset lebih lanjut untuk memastikan apakah iklan adalah satu-satunya faktor yang berperan dalam ketidakberimbangan media ini. Indikasi pertama adanya korelasi terlihat dari pemberitaan mengenai Fauzi Bowo. Riset kuantitatif menemukan bahwa selama periode kedua (1 Agustus-13 September 2012) dari aspek pemuatan

81


82

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Kisah Hibah dari Betawi: Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kiri) dan Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang juga calon wakil Gubernur DKI Jakarta pasangan Fauzi Bowo, D.J. Nachrowi Ramli, menghadiri acara Lebaran Betawi yang bertema “Lebaran di Kampung Betawi� di Lapangan Eks Djabesmen, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading Jakarta Utara, Senin 10 September 2012. Kegiatan yang berlangsung pada 9-10 September 2012 tersebut diselenggarakan rutin setiap tahun oleh Bamus Betawi dengan anggaran bersumber dari APBD DKI Jakarta. [TEMPO/STR/Marifka Wahyu Hidayat; MW2012091004

berita tunggal, kandidat Fauzi Bowo paling sering muncul di detik.com, Koran Tempo, Indo Pos, Pos Kota, dan Koran Jakarta. Artinya tiga dari empat koran lokal yang diteliti menampilkan lebih banyak berita Foke ketimbang Jokowi. Temuan ini cocok dengan pengakuan tim sukses Fauzi Bowo yang memang mengaku memprioritaskan pemasangan iklan pada koran-koran


BAB 6|Di Balik Angka

lokal di Jakarta. Selain media cetak, tim Foke mengaku juga memasang iklan di semua portal berita yang berpengaruh. Indikasi kedua tampak dari pemberitaan mengenai Jokowi. Untuk periode yang sama misalnya, kandidat Jokowi paling sering ditampilkan sebagai berita tunggal di tiga situs berita (okezone.com, Kompas. com, Viva.co.id), tiga teve (MetroTV, TVOne dan RCTI), dua koran nasional (Republika, Suara Pembaruan), dan satu koran lokal (Warta Kota). Dengan demikian, bisa disimpulkan tim sukses Jokowi mendominasi pemberitaan di media online dan televisi. Tiga dari empat media yang diteliti di kedua kategori ini memberi ruang lebih untuk tim Jokowi. Belakangan, dari pengakuan tim sukses Jokowi yang diwawancarai oleh tim riset ini, kita tahu bahwa belanja iklan mereka memang difokuskan pada media non-cetak, seperti televisi. Sekali lagi, ini baru indikasi awal bahwa ada korelasi antara pemasangan iklan dan nada serta kuantitas pemberitaan media. Jelas perlu ada penelitian lebih jauh untuk mempertegas ada tidaknya korelasi ini. Terlebih karena ada juga temuan yang membantah korelasi ini.

83


84

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Misalnya, ada kandidat yang sudah memasang iklan di media tertentu, namun pemberitaan media tersebut sama sekali tidak terpengaruh. Simak pengakuan tim sukses pasangan kandidat Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini yang mengaku memasang iklan di Harian Republika. Kenyataannya pada periode pertama, koran Republika lebih banyak menurunkan tulisan mengenai kandidat Alex Noerdin. Demikian juga kandidat lain seperti Hendardji Soepandji, yang mengaku memasang iklan di koran Suara Pembaruan. Kenyataannya koran itu lebih banyak menulis berita tentang Jokowi. Bagaimana dengan pengakuan redaksi media itu sendiri? Tim riset ini mewawancarai tujuh pemimpin redaksi media massa. Ada Totok Suryanto (Wakil Pemimpin Redaksi TV One), Budiman Tanuredjo (Wakil Pemimpin Redaksi Kompas), Ariyanto (Redaktur Pelaksana Indopos), Arifin Asydhad (Pemimpin Redaksi Detik.com), Deddy Pristiwanto (Pemimpin Redaksi Warta Kota), Arys Hilman (Wakil Pemimpin Redaksi Republika), dan Marthen Slamet (Pemimpin Redaksi Koran Jakarta). Semuanya memastikan bahwa pemasangan


BAB 6|Di Balik Angka

iklan tidak bisa mempengaruhi berita, bahwa anggota redaksi tidak bisa menjadi tim sukses dan bahwa ada garis api yang tegas yang memisahkan urusan keredaksian dengan urusan pemberitaan. “Itu ruang komersial, yang tidak ada urusannya dengan redaksi,� kata Budiman Tanuredjo. Meski begitu, para pimpinan media massa ini agak sedikit berbeda pendapat ketika ditanya soal sah tidaknya sebuah media berpihak dalam kontestasi politik seperti Pemilihan Kepala Daerah. Ada media seperti Republika dan Koran Jakarta, yang tegas-tegas menilai tidak ada salahnya sebuah koran menyatakan keberpihakannya. Syaratnya, keberpihakan itu merupakan hasil diskusi mandiri di ruang redaksi, bebas dari kepentingan pemodal maupun pengiklan. “Kami tidak hidup di ruang hampa, koran punya sistem sosialnya sendiri,� kata Arys Hilman. Tapi ada juga media yang tegas-tegas menyatakan imparsialitas adalah harga mati. Kompas, misalnya, menilai mendorong seorang kandidat bukanlah urusan media. TV One juga mengakui bahwa sebagai media penyiaran, mereka tidak boleh berpihak pada salahsatu

85


86

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

kandidat. “Ada pembatasan di UU Penyiaran. TV di Indonesia tidak seperti di Amerika,� kata Totok Suryanto. Meski dari hasil wawancara tim riset ini, ada penegasan yang sangat membesarkan hati dari para elite media tentang pentingnya etika jurnalistik dan pemisahan urusan bisnis dan redaksi, tendensi ke arah yang mengkhawatirkan juga terasa. Mereka mengakui bahwa ada bujukan dan rayuan dari kandidat yang ingin memanfaatkan media massa demi kepentingan mereka. Ada juga kesadaran bahwa afiliasi politik pemilik media bisa mempengaruhi pemberitaan.n


BAB 7|Kesimpulan

BAB 7 Kesimpulan

R

iset ini dimulai dengan pertanyaan: apakah media di Jakarta meliput Pemilihan Gubernur dengan cukup berimbang? Untuk menjawab pertanyaan itu, penelitian ini mengukur sejumlah parameter yang menjadi acuan riset ini. Pertama, jumlah pemberitaan tentang Pilkada DKI Jakarta untuk masing-masing media yang menjadi obyek penelitian ini. Kedua, topik atau tema pemberitaan yang dimuat oleh media obyek

87


88

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

penelitian. Ketiga, porsi pemberitaan dihitung dari jumlah foto kandidat yang dimuat. Keempat, porsi pemberitaan berdasarkan pemuatan berita tunggal mengenai kandidat. Kelima, keberimbangan berita yang diriset. Berdasarkan riset ini, bisa disimpulkan beberapa hal. Pertama, bahwa jumlah total berita yang diteliti dalam kurun waktu Juni-September 2012 ada 7.396 berita. Pada periode pertama riset (1 Juni 2012-31 Juli 2012), berita terbanyak diproduksi Kompas.com (online), Indopos (koran lokal), Republika (koran nasional) dan RCTI (teve). Sedangkan pada periode kedua riset (1 Agustus-13 September 2012), jumlah berita Pilkada Jakarta terbanyak dimuat di okezone.com (online), Koran Tempo (koran nasional), Indopos (koran lokal) dan Metro TV (teve). Kedua, pemberitaan yang cukup dominan pada periode ini adalah yang menyangkut masalah SARA, yaitu pemberitaan yang menggambarkan adanya serangan atas identitas dari calon wakil gubernur pasangan Joko Widodo, yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang adalah seorang keturunan Tionghoa dan seorang beragama Kristen.


BAB 7|Kesimpulan

Besar kemungkinan serangan atas identitas Ahok tersebut merupakan bagian dari upaya politik salahsatu kandidat untuk mengkondisikan pilihan warga terhadap kandidat yang ada. Ketiga, dari sisi pemuatan foto, secara umum kandidat Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama unggul tipis dibanding Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Keempat, dari aspek pemuatan berita tunggal (hanya berita mengenai kandidat tertentu, tanpa informasi pendamping tentang kandidat lain), kandidat Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama unggul dibanding Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Kelima, dari aspek keberimbangan tampak bahwa pemberitaan satu sisi ternyata masih mendominasi pemberitaan di media yang diteliti terutama di media online. Selain itu, riset menemukan ada media yang secara profesional melakukan konfirmasi dan ada media yang tidak melakukan konfirmasi, terutama pada berita kontroversial. Yang menarik, jika dilihat dari nada pemberitaan, Joko Widodo mendapat lebih banyak pemberitaan positif ketimbang Fauzi Bowo. Sebaliknya,

89


90

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

kalau pemberitaan negatif yang diukur, maka tampak bahwa Fauzi Bowo lebih banyak ditulis negatif ketimbang Jokowi. Kelima parameter ini menunjukkan bahwa Jokowi memang mendapat banyak keuntungan dari media, selama pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jakarta 2012. Pertanyaannya mengapa? Sejumlah wawancara kualitatif menemukan ada korelasi antara pemasangan iklan dengan nada pemberitaan media. Ini dibantah habishabisan oleh para pengelola redaksi yang diwawancarai untuk riset ini. Agar bisa menjadi kesimpulan yang konklusif, perlu ada riset tambahan untuk memastikan bagaimana peran iklan media dalam mempengaruhi nada pemberitaan di redaksi. n


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN TIM SUKSES JOKO WIDODO M. Taufik: Kami Menang Berkat Media Bagaimana garis besar strategi kampanye Jokowi-Ahok dalam Pilkada 2012? Kami menyadari bahwa posisi Jokowi dan Ahok sebagai pendatang baru, datang dari luar daerah, maka kami harus memberikan sesuatu yang lain. Dalam strategi kampanye, muncullah gagasan pak Jokowi untuk mendatangi pemilih. Ini menurut saya sesuatu yang baru dalam berdemokrasi. Dari tahun ke tahun kan kami tidak pernah seperti ini. Biasanya kan orang didatangkan ke suatu tempat kemudian kandidatnya berpidato. Sekarang kami balik, kami yang datang ke tempat kelompok-kelompok marginal di mana masyarakat ada dan berkumpul. Dan itulah kampanye yang dilakukan oleh Jokowi-Ahok. Di

91


92

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

samping itu, tentunya kami juga menggunakan media untuk percepatan informasi agar masyarakat tahu ada yang namanya Jokowi dan Ahok. Apakah Anda memasang advertorial? Di media mana? Tidak, kami tak memasang advertorial. Bukan kami enggak mau masuk, tapi pintunya semua sudah tertutup. Apakah Anda menggandeng sebuah media untuk menjadi partner khusus kampanye Anda? Pertama, jujur saja, kami tidak punya uang untuk membeli slot khusus di media. Akhirnya, kami justru melepas soal ini, kami hanya adakan kegiatan menunjukkan bahwa ini lo sosoknya JokowiAhok, silakan diliput. Yang parah itu, justru ada orang yang membeli media--ada satu koran lokal di Jakarta—khusus untuk mukulin saya dan Gerindra selama masa pilkada. Satu halaman setiap hari, Anda bayangkan saja. Jadi Anda sebenarnya berniat bikin kontrak kerjasama khusus, tapi terlambat karena semua


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

media sudah punya komitmen dengan kandidat lain? Iya. Berdasarkan pemetaan media kami, rasanya sulit untuk melakukan kerjasama yang permanen misalnya dengan membeli halaman koran atau sebagainya. Soalnya, semua sudah habis, ada kandidat yang pegang media ini, ada kandidat yang pegang media itu. Jadi akhirnya kami lepas saja, sosok Jokowi dan Ahok saja yang kami jual. Anda boleh cek, cuma kami yang enggak ada deal khusus dengan media. Tapi justru karena itulah media membantu kami. Jadi Anda mengakui kemenangan Jokowi berkat media? Saya selalu sampaikan bahwa kemenangan Jokowi itu berkat dua faktor. Pertama, dihantarkan oleh partai politik dan masyarakat yang ingin perubahan dan, kedua, berkat media. Padahal, tidak ada yang istimewa dalam strategi kampanye kami. Saya melakukan sesuatu yang biasa-biasa saja, kunjungan ke kampungkampung, tapi itu kemudian menarik buat media.

93


94

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Kabarnya Tim Jokowi pernah berusaha menggandeng koran lokal? Waktu itu Pos Kota sudah dibeli oleh pak Fauzi (Fauzi Bowo). Jadi saat itu memang siapapun tidak bisa masuk. Kalau koran Nonstop, malah selalu menghajar Taufik dan Gerindra. Pernah berusaha melakukan hak jawab dan somasi? Enggak, saya biarkan saja. Buat saya semakin mereka melakukan itu justru semakin menarik. Anda punya tips khusus untuk mendekati media? Jujur saja, kami tidak ada budget untuk kontrak khusus dengan media. Kami hanya ada dana untuk kebutuhan teknis di media center. Berapa? Terus terang, untuk media cetak tidak ada, atau tidak teranggarkan secara baik, karena untuk kebutuhan komunikasi saja. Di teve memang ada iklan, tapi tidak terlalu besar. Hanya sebagai reminding.


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Pencitraan macam apa yang Anda bangun untuk media? Jokowi itu pertama figur yang sederhana. Ahok itu figur yang jujur. Figur yang dekat dengan rakyat. Itulah sosok yang ingin ditampilkan. Apa saja pertimbangan Anda dalam memilih media sebagai tempat beriklan? Berangkat dari pemetaan media. Menurut pemetaan media kami, cuma media besar saja yang saat itu masih netral. Dari analisa kami, Alex Noerdin menguasai Rakyat Merdeka, Fauzi Bowo mengusai Warta Kota. Kompas netral. Televisi, memang banyak yang membantu kami. Anda boleh cek. Saya senang gambar dan pemberitaan di teve positif untuk Jokowi. Semua kami rekam di media center, untuk dievaluasi. Dari analisa kami, Fauzi Bowo lebih banyak muncul di koran-koran, tapi fotonya selalu tidak bagus. Berita kegiatannya bisa positif, bagus, tapi foto yang dipasang selalu yang mimik wajahnya tidak bagus. Apakah Tim Jokowi memiliki tim khusus yang berhubungan atau mengatur pemberitaan di media?

95


96

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Tidak ada tim khusus, hanya saya sebagai juru bicara. Saya terus berkomunikasi dengan wartawan secara intens dan baik. Saya selalu open untuk dihubungi media, kalau ada sehari 25 jam saya siap dihubungi media. Jadi ada telpon selalu jawab. Kami tahu, media memberikan andil untuk kemenangan Jokowi. Bagaimana evaluasi berita dilakukan? Setiap hari ada evaluasi. Misalnya, hari ini ada berita Pak Jokowi di teve, tapi wajahnya marah. Langsung kami berikan rekomendasi, “Pak kurangnya begini dan begitu.” Apa yang anda lakukan ketika ada pemberitaan negatif? Saya langsung ngomong ke wartawannya. Sambil berkelakar saya bilang begini, “Emang kagak ada foto Pak Jokowi yang lagi senyum?” Hehehe..tapi selalu sambil berkelakar. Kami juga kasih evaluasi ke Pak Jokowi, “Lihat gambar teve begini pak.” Ini kan soal komunikasi. Karena kami di media center itu 24 jam. Tapi, kalau menyangkut apa yang jadi kebijakan redaksi,


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

ya nggak ada masalah, kami baik-baik saja. Kami enggak perlu protes atau apa. Kami diam. Media apa yang Anda rasa paling efektif dalam membantu kampanye Tim Jokowi? Televisi. Kami diuntungkan oleh televisi. Kalau media cetak, itu rata-rata sudah dipetakan condong ke siapa. Non Stop-Poskota- Warta Kota ke Fauzi Bowo. Indopos ada Alex Noerdin. Rakyat Merdeka ada Alex Noerdin dan Faisal Basri. Kami tidak bisa masuk. Kalau sudah begitu, saya pernah coba sindir redaksinya. Saya bilang, “Emang nggak ada ya berita gue yang pantas masuk di media elu ya?” Sesekali bosnya saya telpon juga. “Emang enggak ada ya yang bisa masuk tempat lu?” kata saya. Ada hasilnya? Sulit. Menurut saya, kalau bisa, berita media jangan dibelilah. Masak, satu halaman isinya hanya kandidat tertentu, tidak ada penyeimbangnya? Buat penyeimbang, pasanglah berita Jokowi kecil saja. Tapi tetap tidak bisa. Saya pernah senggol Pos Kota, tapi tak bisa.

97


98

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Hanya Pak Fauzi Bowo yang bisa masuk ke sana. Padahal saya sudah kasih tawaran lebih tinggi tapi kata mereka, sudah kadung kontrak dengan Pak Fauzi. Warta Kota, Rakyat Merdeka, Indopos, Nonstop juga begitu. Praktek pembelian media ini membuat pemberitaan mereka jadi lucu. Misalnya ada media yang dibeli untuk menggebuk Jokowi dan Gerindra. Tapi di halaman lain, redaksinya menggebuk kinerja Pemda DKI. Kan lucu. Saya tidak tahu bagaimana kebijakan redaksinya, kok bisa seperti itu. Kalau saya yang beli medianya, saya akan protes, “Kok tidak utuh pemberitaannya? Harusnya kasih beres semua dong.� n


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN TIM SUKSES FAUZI BOWO Kahfi Siregar: Media Kurang Berpihak Pada Kami

Bagaimana kampanye di­per­siapkan?

media

Tim

Fauzi

Sejak awal, visi misi Pak Fauzi itu adalah Jakarta lebih sejahtera, lebih aman, lebih nyaman dan lebih maju. Dari situ, kami bikin turunan konsepnya untuk disampaikan kepada masyarakat. Pertama, sosialisasi kami lakukan lewat media mainstream. Ada yang lewat iklan --seperti advertorial--, ada yang lewat pemberitaan. Kedua,via sosial media. Pada awal-awal kampanye, kami tidak terlalu fokus main di media sosial, tapi ini berubah di putaran kedua. Ada strategi khusus?

99


100

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Strategi media kami tidak ada yang khusus. Kami mengerjakan media relation, media monitoring, social media, public speaking, iklan, dan ghost writer. Apakah ada kerjasama dengan media untuk pemberitaan? Kalau dengan media mainstream, kami pasang iklan. Selain iklan, ya advertorial. Kami pasang iklan di hampir semua koran, kecuali harian Rakyat Merdeka dan Indopos. Mereka tidak mau terima dari kami karena sudah ada kerjasama dengan tim Alex Noerdin. Untuk media online, kami pasang iklan di Detik.com, Kompas.com, Tempo.co, tetapi tidak terlalu gencar. Kerjasama dalam bentuk pemberitaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Mereka bikin film dokumenter mengenai busway misalnya. Itu bukan bagian kami. Kabarnya Tim Fauzi punya kerjasama khusus dengan redaksi Pos Kota? Setahu saya, tidak ada kerjasama khusus Pos Kota dengan tim media. Mungkin mereka ada


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

kerjasama dengan Humas atau Balai Kota. Kok bisa tidak tahu? Bukankah itu bagian dari tugas Tim Media? Saya hanya bertanggungjawab soal media center dan merangkap sebagai juru bicara. Saya juga mengurus social media, termasuk komentar berita dan masuk ke situs Youtube dan Twitter. Bahkan di Twitter, saya pakai akun pribadi, dan langsung pasang badan. Sementara tim sukses lain malu-malu dan menggunakan akun palsu. Apakah ada perubahan strategi pada putaran kedua? Ada. Sebelum mulai proses pilkada, semua kegiatan Pak Fauzi kita blow up habis-habisan, walaupun tidak terlalu penting. Kegiatan Pak Fauzi ketemu dengan RT (rukun tetangga) dan RW (rukun warga) kita ambil. Begitu masuk kampanye kita lebih selektif. Tim media hanya mempublikasikan kegiatan yang jadi fokus tim kampanye. Masuk ke putaran kedua, jadi lebih fokus lagi karena lawannya cuma satu. Jadi itu benar-benar head to head.

101


102

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Tampaknya pada putaran kedua, iklan juga digenjot di televisi? Memang teve itu lebih strategis karena orang tidak perlu beli seperti koran. Apalagi sekarang belum tentu berita koran dipercaya. Sementara berita teve itu gambar hidup jadi lebih dapat dipercaya. Kami pasang iklan di hampir semua stasiun teve. Sementara iklan di radio itu dipasang di tujuh stasiun radio seperti Elshinta, Sonora, Bens Radio. Pendengar radio itu ada kelas menengah bawah dan kelas menengah ke atas. Kami menyasar keduanya dengan memasang iklan di radio pada jam-jam yang tepat. Misalnya, untuk kelas bawah, kami pasang jam 10 pagi ketika ibu-ibu sibuk memasak. Kami berharap kelas menengah ke atas memilih kami pada putaran kedua, tapi pengaruh media sosial sulit diatasi. Berapa jumlah orang yang bekerja dalam tim media yang Anda pegang? Ada 24 orang. Sebanyak 8 orang membawahi social media. Lalu ada 5 orang di media relation, 3 orang penulis rilis. Selain itu, ada 2 orang media


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

monitoring, 3 orang dokumentasi –satu fotografer dan dua kameraman--. Sisanya bagian program khusus, yang mendampingi Pak Fauzi dan Bang Nara jika diundang jadi narasumber di media. Siapa saja mereka? Ada mantan wartawan, konsultan, aktivis partai politik, dan orang-orang yang kita rekrut. Kebanyakan anggota tim ini sama dengan tim pemenangan Fauzi Bowo pada 2007. Bagaimana cara kerja tim ini? Setiap hari, kami membahas hasil pemberitaan media dengan tim sukses keseluruhan, termasuk Ketua Tim Sukses, wakil, sekretaris dan tujuh ketua bidang. Evaluasi berita dilakukan setiap hari. Saya juga menyiapkan run down kegiatan selama sebulan yang kita diskusikan. Kita ada agenda jumpa pers setiap Jumat. Selain itu, kita berusaha agar berita liputan Pak Fauzi selaku gubernur juga menyangkut berita tentang Pilkada Jakarta. Biasanya jika Pak Fauzi datang ke pabrik tempe, saya minta tolong pada wartawan agar juga menanyakan soal pilkada. Tapi

103


104

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

tak semua wartawan mau diminta begitu. Karena itu, saya sering sampaikan ke Pak Fauzi agar menyelipkan agenda Pilkada ketika sedang di-door stop oleh wartawan. Apa kendalanya? Lebih banyak soal

karakter ya. Pak Fauzi

itu kurang bisa ngomong waktu doorstop. Pada akhirnya, yang sering keluar adalah tone negatif. Kadang ada berita cuma empat alinea tetapi menohok. Berbeda dengan Jokowi yang sangat media darling. Bagaimana upaya perbaikannya? Ada evaluasi di tim inti dan Pak Fauzi ikut evaluasi. Buktinya, dia berubah pada putaran kedua. Tetapi kata teman-teman wartawan, terlambat. Coba dari putaran pertama. Apakah soal karakter ini tidak diperhatikan sejak awal? Hanya Pak Fauzi yang bisa mengubahnya, kalau kami sekadar menyarankan. Dia sadar sudah salah, tetapi sebenarnya dia itu bukan orang yang


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

sombong. Memang begitu karakternya. Temanteman wartawan balaikota juga paham karakter dia. Apakah tim media kerepotan memoles karakter itu? Kami tidak menyalahkan kandidat. Kami hanya menyarankan supaya semestinya seperti apa. Dalam banyak peristiwa, media juga tidak utuh. Apalagi berita media online kan memang sepotong-sepotong. Kami menemukan ada banyak isu SARA yang dimainkan pada putaran kedua Pilkada... Itu bukan kami yang bikin. Yang disampaikan Rhoma Irama dan Pak Fauzi sebenarnya bukan isu SARA. Kami capek juga mengklarifikasi hal ini, karena setiap hari keluarnya SARA di berita. Bukankah Pak Fauzi pernah minta pemilih yang pro Jokowi untuk pulang saja ke Solo? Kami akui itu fakta, dan Pak Fauzi memang salah ngomong. Karakter orang Betawi memang ceplas ceplos dan suka bercanda. Kalau dilihat beritanya secara utuh --dan kebetulan saya ada juga di situ-- Pak Fauzi itu kan sebenarnya bercanda

105


106

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sambil bertanya ke korban kebakaran, “Eh di putaran pertama kamu pilih siapa? Pilih Jokowi ya, kalau pilih Jokowi pindah saja ke Solo.” Yang ditanya bilang, “Ah enggak pak, kami pilih Bapak.” Tapi media memberitakannya tidak utuh. Apalagi video itu dimasukkan ke Youtube dan dipakai terus oleh lawan. Apa sebenarnya strategi Anda untuk menangkal pemberitaan negatif macam itu? Yang jelas, kami tidak melawan dengan menyebarkan kejelekan kandidat lawan. Palingpaling, kami sebar iklan kami di Youtube. Selain itu, kami juga tonjolkan achievement Pak Fauzi, seperti proyek Kanal Banjir Timur, MRT, pendidikan gratis. Tapi memang waktu yang ada terbatas. Seharusnya kinerja positif ini disosialisasikan sejak awal lewat acara di teve, dan pidato Gubernur. Ada kandidat yang khusus menyerang Pak Fauzi, dengan membuat slogan ‘ Jakarta jangan berkumis’... Itu sudah dilaporkan ke Panwaslu, tapi tak mempan. Malah jadi sering diberitakan. Pada


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

akhirnya kami tidak berdaya juga, kalau kami lawan malahan makin rusak. Jadi apa yang Anda lakukan untuk membalik pemberitaan buruk tentang Pak Fauzi? Ya lebih baik didiamkan saja. Saya sering minta teman-teman wartawan, jangan pasang berita seperti itulah. Apalagi berita seperti itu sebenarnya tidak boleh dimuat karena menjatuhkan orang. Berapa dana kampanye Tim Foke yang dihabiskan untuk media? Ada laporannya di KPU. Saya tidak tahu persis karena yang mengelola itu dari tim keuangan. Kami punya program apapun, yang bayar tim keuangan. Apa sampai Rp 20 miliar? Enggak sampai sebesar itu. Tapi memang paling banyak dana habis buat iklan. Apa evaluasi Anda soal pemberitaan media? Ada kesalahan persepsi teman-teman media online soal cover both sides. Mereka pikir cover both

107


108

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

sides itu diterjemahkan begini: jika ada satu berita tentang Foke di media itu, maka nanti harus ada satu berita soal Jokowi. Seharusnya enggak boleh seperti itu dong. Seharusnya, jika ada berita negatif tentang Pak Fauzi, konfirmasi harus dilakukan pada berita yang sama. Kenyataannya, tidak begitu. Akibatnya, meski sekilas, jumlah berita Jokowi dan Foke hampir berimbang, secara tone atau nada pemberitaan, kami dirugikan. Apa yang Anda lakukan untuk memperbaiki situasi seperti itu? Di putaran pertama, kami kerjasama dengan Inilah.com hanya memang tidak terlalu besar. Sementara pada putaran kedua, kami bekerjasama dengan Detik.com. Dari tim media, apa evaluasi Anda? Sebenarnya tidak ada yang terlalu signifikan. Semua bagus-bagus saja kok sesuai yang direncanakan. Apalagi kekalahan ini tidak diakibatkan semuanya oleh tim media. Memang kekurangan kami adalah terlambat masuk social media.


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Anda menilai media tidak berimbang selama Pilkada Jakarta? Memang media itu kurang berpihak kepada kita dan lebih condong kepada tim lawan. Itu bisa dilihat dari hasil riset mengenai jumlah berita dan nada pemberitaan.n

109


110

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN TIM SUKSES HIDAYAT NUR WAHID Hartono: Pengaruh Teve Paling Dahsyat Apa strategi utama tim media untuk kampanye Pak Hidayat Nur Wahid? Kami menggunakan semua media sosial seperti Twitter, Facebook dan menggunakan distribusi direct selling sebagai program below the line-nya. Kader-kader PKS digerakkan masuk ke rumahrumah warga untuk memperkenalkan calon kami. Anda tidak terlalu mengandalkan iklan? Iklan di media cetak ada, tapi kan bisa dilihat sendiri, kuantitasnya enggak dahsyat-dahsyat banget. Kami pasang di Sindo, Republika, Indopos. Memang tidak di semua media, karena uangnya enggak ada juga... hahaha...


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Apa alasan memilih ketiga koran itu? Yang harganya murah saja. Indopos agak murah karena diskonnya gede. Republika juga begitu. Kompas kita enggak bisa pasang karena diskonnya kecil dan mahal. Jadi kita cari media yang terjangkau saja. Memang seharusnya kami pasang iklan di media yang banyak dibaca orang, tapi kekuatan dana kami tidak mencukupi. Mau apa lagi? Apakah ada keuntungan pemberitaan yang Anda rasakan dari media yang memasang iklan kampanye Pak Hidayat? Tidak juga. Koran-koran itu kan memang menempatkan wartawannya di hampir semua kandidat, bukan hanya Pak Hidayat. Apalagi saat pilkada kemarin, koran-koran punya halaman khusus yang harus diisi dengan berita Pilkada Jakarta. Jadi berita soal Pak Hidayat ya berita biasa menginformasikan tentang pasangan calon kami. Kami juga tidak bikin perjanjian khusus dengan media agar setelah menerima iklan, mereka lebih banyak memberitakan kami. Berapa nilai total iklan Tim Hidayat?

111


112

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Itu urusan agency (biro iklan--), saya enggak berani mengungkap. Kalau saya buka, agency bisa marah, karena mereka biasanya punya hubungan khusus dengan media terkait persentase profit mereka, diskon dan seterusnya. Apakah ada media yang menawarkan kerjasama di luar iklan? Soal pemberitaan mungkin? Banyak, tapi paling-paling kerjasama advertorial. Bukan dalam bentuk pengaturan pemberitaan. Tempo sempat menawarkan advertorial, tapi harganya tinggi-tinggi. Media apa yang menurut Anda paling efektif selama Pilkada Jakarta? Kalau saya lihat, peran teve luar biasa. Ini sesuai dengan tingkat pendidikan masyarakat kita, yang memang mencari informasi itu di televisi. Tapi itu untuk masyarakat bawah yang di grass root level. Kalau kelas menengah, media sosial lebih efektif: Facebook, Twitter, Youtube lebih banyak disimak orang. Berapa orang tim Media kampanye Pak Hidayat? Di kami, ada yang stay, dan ada yang relawan.


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Tim inti saja 50 orang. Ada divisi media relation, social media, PKS TV, terus ada tim supporting atau tim umum. Untuk social media, kami punya 20 staf tetap, sementara yang lain relawan. Kami memang andalkan social media, karena ini lebih menguntungkan ketimbang media cetak. Berita disebar dengan di-retweet, ini model getok tular dan bisa dipercaya. Bagaimana strategi kampanye Anda di media sosial? Ada beberapa tahapan. Kami perkenalkan dulu sosok HNW terutama soal kapasitas dan kemampuannya dalam bidang apa saja. Lalu visi dia sebagai leader apa. Imej yang ingin dibentuk adalah kandidat kita yang terbaik, mampu menjalankan tugas dengan baik. Pesan-pesan intinya itu aja. Selain itu, kita ingin menyampaikan pesan kita bahwa HNW diterima, didukung banyak pihak. Makanya dalam iklan di TV, ada adegan HidayatDidik di mana-mana. Itu pesan sentral yang ingin disampaikan, bahwa Hidayat diterima di manamana oleh berbagai kalangan.

113


114

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Berapa dana yang disediakan untuk tim Media? Sekitar Rp 5 miliaran. Itu sudah untuk iklan dan segala macam. Dana iklan teve dan di koran, termasuk operasional untuk media center Evaluasinya? Kalau iklan sedikit tentu tidak efektif. Namun, kalau intensitasnya sering tentu efektif, tapi lebih mahal. Jadi intensitasnya perlu lebih sering. Apakah Anda pasang iklan juga di radio? Kita pasang di Radio Kayu Manis dan Radio Safari. Itu radio wayang yang punya komunitas pendengar Jawa cukup besar. Kami ingin masuk di sana. Lewat iklan radio itu, kami ingin menyasar kelas bawah. Karena itu iklannya banyak soal program yang bakal riil mereka rasakan. Kalau iklan untuk kalangan atas, isinya lebih mengulas visi-misi. Menurut Anda, media apa yang lebih efektif untuk kampanye? Kalau dari sisi readership, tentu di media online, karena tren pembaca media cetak terus


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

turun. Sementara media online kan bisa diakses di mana saja. Jadi meski ada kelemahan soal kedalaman berita, tapi media online lebih banyak dibaca. Bagaimana dengan media sosial seperti Youtube? Kami punya tim yang khusus mengerjakan kanal PKS TV di Youtube. Sayangnya, di Indonesia ini faktor jaringan internet bermasalah. Jadi kalau koneksi buruk, sulit mengakses Youtube. Kami bikin PKS TV karena tidak punya stasiun teve sendiri. Kami punya koresponden PKS TV di seluruh Indonesia. Apakah ada konsultan komunikasi yang bekerja di tim Media? Ya kita-kita saja. Kebetulan temen-temen di media center punya pengalaman di bidang jurnalistik dan komunikasi. Sedikit banyak punya pengalaman di bidang media. Jadi setiap isu yang ada kita diskusikan, ambil angle-nya begini. Setelah itu kita kirim lewat email blast. Sehari tim mengirim berapa rilis ke media? Tergantung situasi dan hasil rapat mingguan. Kami juga punya grup Blackberry Mesenger,

115


116

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

karena posisi kami terpencar. Jadi bisa rapat virtual. Pernah sehari, kami kirim lima rilis kegiatan. Bagaimana evaluasi tim soal pemberitaan media dilakukan? Setelah sebuah rilis dimuat jadi berita, kami pelajari. Yang mana yang tak sesuai dengan angle kami. Dari situ kami perhatikan, mana kegiatan yang kurang menarik dan menarik untuk media. Semua itu dievaluasi. Akhirnya kami jadi tahu media sukanya seperti apa. Begitu pula untuk foto. Bagaimana tim merespon berita negatif soal Pak Hidayat? Pernah satu kali ada berita yang menuding Pak Hidayat mengunjungi hutan kota di Srengseng Sawah sebagai kampanye. Padahal beliau hanya meninjau. Kami kirim hak jawab dan klarifikasi. Sebenarnya tidak banyak berita negatif soal Pak Hidayat di media. Mungkin temen-temen media masih sayang pada beliau. Apakah pemberitaan media Jakarta sudah berimbang?

selama Pilkada


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Kalau yang berkaitan dengan media, ya kita tahulah media itu siapa yang punya. Apalagi kepemilikan media sekarang terpusat di tangan segelintir orang dengan kepentingan politik tertentu. Dalam situasi seperti sekarang kontrol media harus kuat. AJI yang independen bisa menyuarakan kepentingan orang-orang yang enggak punya akses ke media. Selain itu, seharusnya ada undang-undang yang memastikan semua kandidat mendapat kesempatan yang sama untuk diberitakan media. n

117


118

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN TIM SUKSES FAISAL BASRI Faisal Basri: Kami Memanfaatkan Media Sosial

Bagaimana garis besar strategi kampanye Anda? Pertama, karena dana terbatas, kami banyak menggunakan sosial media dan blog yang gratis semua. Jadi semua program kita masukkan di Youtube. Misalnya saya direkam terus jadi video yang dimasukkan ke Youtube. Ini dibantu oleh timnya mas Angga Sasongko. Itu kegembiraan yang luar biasa bagi kami walaupun dari seluruh Jakarta yang akses Youtube cuma sedikit. Ohya, semua relawan tidak ada yang dibayar. Apa strategi lainnya?


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Kalau Anda beriklan di satu media online, biayanya sampai Rp 100 juta. Nah, kami menggunakan metode yang beda. Kami menggunakan space-space yang kosong di Google yang biayanya cuma sekitar Rp 80 ribu. Di Facebook, kami menggunakan fasilitas dimana orang yang me-like page tertentu bisa langsung melihat iklan saya. Jadi itu yang kami lakukan. Pesan pentingnya, media sosial memang makin berperan penting, namun penggunaannya belum banyak. Kedua, kami menggunakan iklan konvensional. Ada yang dibiayai sendiri seperti di Kompas. com dan Kompas TV. Itu juga karena mereka memberi potongan diskon yang luar biasa. Ada iklaniklan lain di teve. Ada juga iklan yang dipasang oleh orang lain. Jadi ada orang menyumbang iklan di beberapa media, salah satunya Kompas. Iklan tersebut dibayar oleh orang lain, bukan sumbangan dari medianya itu sendiri. Tapi isi iklannya disepakati, jadi dikonsultasikan dengan saya. Dari tim Anda, apakah ada mengeluarkan uang untuk media-media tertentu?

119


120

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Sangat tidak ada. Untuk memberi amplop wartawan, mengontrak media, itu tidak ada. Apa pertimbangan Anda dalam memilih media yang dipasangi iklan? Salah satunya diskon. Karena waktu itu Kompas TV kan baru masuk TV terestrial jadi sedang banting harga. Untuk iklan media gak sampai miliaran kok. Ditota- total hampir Rp 200 jutalah paling-paling. Selain itu, kami juga memilih berdasarkan segmentasi. Misalnya kalau mau masuk ke kelas menengah bawah ya pasang iklan di MNC TV. Kalau kelas menengah atas di Metro TV dan RCTI. Standar sajalah. Apakah Anda juga membuat advertorial? Tidak pernah. Kalaupun kita punya uang, sepertinya kita enggak bikin advertorial deh, kayaknya nggak efektif. Apakah ada media yang digandeng khusus ketika berkampanye? Enggak ada sama sekali.


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Tapi ada tawaran? Yang mengajukan sih banyak. Evaluasi Anda soal strategi media Anda selama kampanye seperti apa? Idealnya ada yang namanya serangan udara dan serangan darat. Serangan darat harus dilakukan konsisten, seperti kandidat-kandidat lain setiap hari melakukan pembentukan opini, memasang iklan, dan lain-lain. Yang kedua serangan udara. Serangan udara itu lewat televisi, karena bagaimanapun televisi itu yang paling efektif. Nah perencanaannya ini harus built in gitu, satu sama lain harus saling mendukung. Serangan udara tanpa serangan darat ya kurang efektif. Kemudian serangan udara harus dilanjutkan dengan serangan darat, atau sebaliknya. Nah itu yang dimiliki oleh Fauzi Bowo dan Jokowi, keduanya jalan. Kita ada juga serangan udara, tapi sudah tersengal-sengal. Ya apa adanya, jadi enggak efektif begitu. Berapa kira-kira budget yang dipersiapkan untuk kampanye lewat media?

121


122

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ya kalau di proposal sih gede. Kalau mau efektif sekitar Rp 20 miliar. Untuk teve itu miliaran, yang lainnya Rp 200 jutaan-lah. Kita akui serangan udara memang paling mahal. Imej apa yang ingin dibentuk dalam kampanye kemarin? Sebelum bicara citra, yang pertama adalah pengenalan. Karena popularitas saya itu relatif rendah. Jadi pada awal setahun sebelum pilkada, popularitas saya hanya 30 persen. Jadi orang Jakarta yang kenal saya di Jakarta hanya 30 persen. Jadi program pertamanya adalah mengenalkan saya. Nah mengenalkan itu kan bisa brosur, kunjungan, dan lain sebagainya, kemudian lewat media. Tapi baru sadar saya sekarang, konsistensinya nggak ada. Sewaktu di Pos Kota iklan saya pernah ada, di TV juga. Waktu itu saya puas banget, buat satu iklan tiga menit, tapi syutingnya tiga hari. Ditayangkan di televisi hanya 10 hari, dan itu pun jauh sebelum pilkada, jadi orang sudah pada lupa. Tapi serangan udara itu memang mahal sekali. Kami tidak punya kemewahan untuk menjalankan KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

semua perencaan iklan karena soal dana. Ketika itu apa yang Anda lakukan? Saya diuntungkan karena saya sering diundang televisi. Kalau orang kan masuk teve bayar, kalau saya justru dibayar. Beberapa bulan terakhir sebelum Pilkada, saya sering diundang oleh teve sebagai pembicara. Hampir tidak pernah blocking time. Pernah sesekali blocking time tapi itupun karena ada orang yang mau membayari saya. Pernah waktu itu di Metro TV saya muncul dalam acara debat. Itu semua memberikan ekspos lebih banyak bagi saya. Kata mereka, kalau gak ada saya nggak rame. Saya ini kan kalau ngomong apa adanya, lugas, berdasarkan fakta. Apakah ada banyak donatur yang membantu membiayai? Ada beberapa, misalnya dari komunitas pasar modal. Apakah ada tim khusus untuk mengurus kampanye di media?

123


124

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ada. Jadi mereka yang membuat pertimbangan placement iklannya dimana, saya yang approve isi iklannya. Ada tim khusus yang mengurus media. Mereka terbagi tiga, yang mengurus media cetak, media online, dan media sosial. Apakah Anda mempekerjakan jurnalis aktif di tim media? Tidak ada yang masih aktif bekerja di media, paling mantan. Misalnya Dani tadinya bekerja di Rakyat Merdeka, tapi sudah lama keluar. Tapi tidak ada wartawan aktif disana. Bagaimana evaluasi Anda atas pemberitaan media soal Pilkada Jakarta? Kami memiliki instrumen khusus untuk mengevaluasi media. Namanya MediaTrack. Dengan aplikasi itu, saya bisa melihat pemberitaan tentang saya di media apa saja, dan juga pemberitaan tentag kompetitor. Apakah ada strategi khusus dalam menghadapi berita-berita tertentu di media? Ada. Jadi ada tim di Twitter yang bertugas


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

merespon kalau ada akun Twitter yang menyerang saya. Media mana yang berkampanye?

paling

efektif

untuk

Nggak tau saya, itu harus dievaluasi. Tapi seingat saya, yang paling efektif itu ya sosial media. Misalnya saja, saya itu tidak pernah kenal dengan seleb seperti Pandji, Glenn Fredly, dan lain-lain. Tapi mereka ini pendukung setia saya di Twitter. Banyak anak muda yang kritis yang tertarik pada politik lewat sosial media ini. Kalau dilihat di exit poll, rata-rata yang memilih saya itu berusia di bawah 27 tahun. Jadi kami merasa perjuangan kami tidak siasia karena berhasil membangunkan semangat anak muda. Dan kami sampai sekarang terus berhubungan. Saya sering diundang di Provokatif/ Proactive, di Hardrock Cafe, dan lain-lain. Ini untuk membuktikan bahwa Pilkada itu sebuah medium perjuangan, bukan akhir dari perjuangan. Dan kami bangga karena sampai sekarang kami diperhitungkan. Karena bagi kami independen itu pilihan, untuk mengimbangi partai politik. n

125


126

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

LAMPIRAN WAWANCARA DENGAN TIM SUKSES HENDARDJI SOEPANDJI Hendardji Soepandji: Kerjasama Media itu Mahal Bagaimana strategi Anda dalam kampanye Pilkada DKI Jakarta? Kembali pada ilmu perang, mesin organisasi tidak akan bergerak kalau tidak ada dana. Kalau dalam strategi perang, logistik tidak akan memenangkan peperangan, tetapi tanpa logistik Anda sulit menang. Dalam Pilkada kemarin, sulit menggerakkan manusia karena logistik tidak ada. Saya berusaha mendekati warga tetapi warga juga pragmatis. Kalau tidak ada logistiknya, mereka tidak mau. Itu jadi penilaian tersendiri. Jokowi itu bisa mengumpulkan dana Rp 17 miliar dalam dua minggu, namun dia tetap tampil seolah-olah


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

sederhana. Padahal saya saja mengumpulkan Rp 3 miliar sudah ngos-ngosan. Berapa dana yang Anda alokasikan untuk media? Saya lupa detailnya, tapi kecil. Kurang lebih Rp 500 juta. Apa imej yang ingin Anda bentuk lewat media? Yang paling penting adalah bahwa saya bisa bekerja untuk rakyat. Tapi saya tidak ingin berorientasi pada pencitraan. Karena itu, di media, saya selalu sampaikan tema: “Jakarta jangan berkumis.� Berkumis itu artinya: berantakan, kumuh dan miskin. Darimana Anda dapat konsep “Berkumis� ini? Dari pengalaman setahun terakhir, sejak saya turun ke bawah. Saya jadi tahu misalnya, yang namanya berobat gratis itu omong kosong. Buktinya masih ada suami istri tinggal satu rumah bersama orangtua. Ketika istri kena sakit kanker, dia mesti bayar Rp 15 juta. Saya melihat masalahnya adalah pejabat tidak dekat dengan rakyat, ada kesenjangan komunikasi.

127


128

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Apakah Anda punya kerjasama khusus dengan media? Saya berusaha bekerjasama dengan semua media, tapi ada saja kendala yang dihadapi. Itu mengapa saya sempat datang ke AJI. Menurut saya, media sekarang sudah terlalu komersial. Misalnya saja, ada satu media yang minta Rp 1 miliar per bulan itu untuk kerjasama. Coba bayangkan Rp 1 miliar itu duit darimana? Seharusnya kerjasama itu berangkat dari nilai idealisme. Bahwa ada pengeluaran itu memang seharusnya. Orang Jawa mengatakan jer basuki mawa bea artinya tidak ada suatu kegiatan tanpa biaya, tetapi ya jangan mengarah kepada aji mumpung. Riset menunjukkan pemberitaan soal Anda cukup menonjol di Indopos.... Ada wartawan di sana, kenalan saya, yang membantu. Anda bekerjasama dengan media apa saja? Ada tiga media, Indopos, Suara Pembaruan dan Sinar Harapan.


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

Bagaimana kerjasama ini terbentuk? Saya kenal dengan wartawannya. Mereka pernah jadi wartawan olahraga sehingga kenal dan dekat dengan saya. Dulu saya aktif di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Hubungan saya dengan rekan-rekan wartawan ini sudah puluhan tahun. Mereka sering saya ajak ke luar negeri kalau ada ada kegiatan karate. Pada 2010, saya menjadi Ketua Umum Federasi Olahraga Karate Indonesia (Forki). Pada 2012, saya menjabat Presiden Asosiasi Karate Asia Tenggara. Detail kerjasama ini seperti apa? Sebenarnya tidak ada kerjasama resmi. Korankoran ini sering memberitakan tema kampanye saya, ‘Jakarta jangan berkumis’. Mereka juga menulis profil saya kendati saya tidak pernah bayar mereka apapun. Ada kerjasama serupa dengan media online dan teve? Tidak ada. Bapak sempat pasang iklan di teve?

129


130

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Ya sekali saja karena slotnya mahal. Saya juga sempat pasang iklan di koran soal ‘Jakarta jangan berkumis’, tapi diprotes. Apakah slogan diper­­hitungkan?

kontroversial

ini

sudah

Ya. Buktinya, iklan sekali, tapi beritanya panjang. Jadi saya memang cari yang kontroversial. Setelah iklan saya dicabut, beritanya tahan sampai sebulan. Apa kendala Anda dalam memastikan kampanye Anda dimuat media? Saya ingin kegiatan kampanye saya diliput, karena bikin kegiatan tanpa berita itu konyol. Tapi kalau terlalu berorientasi kepada pemberitaan, itu bisa konyol juga. Contohnya, ada kandidat yang hanya jalan kaki di Senayan muncul jadi berita besar di koran, tetapi kandidat yang memberi santunan untuk orang miskin tidak muncul beritanya. Kenapa? Karena yang jalan kaki itu membayar uang lebih besar, sedangkan yang beri santunan tidak bisa bayar medianya, hanya bisa bayar wartawan saja. Akhirnya berita wartawan dicekal


LAMPIRAN|Lampiran Wawancara

sama Pemimpin Redaksinya, karena si Pemred merasa tidak dapat bagian. Ini pengalaman Anda di lapangan selama Pilkada? Loh iya. Karena yang dapat hanya wartawan tetapi Pemred tidak, beritanya masuk laci. Apakah Anda monitoring?

selalu

melakukan

media

Ya selalu monitoring. Siapa yang melakukan? Ada tim khusus yang bertugas memonitor pemberitaan. Dari monitoring tadi, bagaimana Anda mengevaluasi kampanye Anda? Saya dirugikan karena banyak media menjalin kerjasama pemberitaan dengan kandidat, yang berdasarkan kepentingan finansial. Saya ingin praktek premanisme media macam itu dihapuskan.

131


132

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012

Sebenarnya, berdasarkan hasil riset, pemberitaan soal Anda cukup menonjol pada putaran pertama... Iya. Terutama karena slogan ‘Jakarta jangan berkumis’. Walaupun saya jarang tampil lagi tapi masyarakat Jakarta ingat dengan slogan tadi. Dari anak kecil sampai orang dewasa ingat itu. Sayangnya, banyak yang tidak tahu kalau saya yang mencetuskan slogan itu. Anda pernah diberitakan negatif? Paling-paling soal slogan ‘Jakarta jangan berkumis’ itu. Di lapangan, justru ada intimidasi atas pendukung saya. Spanduk saya dengan slogan itu, dicopoti. Anda mengaku kesulitan masuk media mainstream karena tidak ada dana, bagaimana dengan media sosial? Waktu itu saya menilai Twitter kurang membumi dan masyarakat yang saya bidik itu kelas bawah. Saya mendekati golongan masyarakat miskin karena jumlahnya lebih besar. Sayangnya, mereka memang lebih pragmatis dan mudah dipengaruhi politik uang. Saya tewas di soal ‘wani piro?’ n



d

JOKOWI ATAU FOKE?

Menguji Keberimbangan Media Dalam Pemilihan Gubernur Jakarta 2012


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.