Maklumat-Factsheet FOI

Page 1

MAKLUMAT

MAKLUMAT

FACTSHEET

Jika Badan Publik ada di Gedung Kaca

Daftar Isi Jika Badan Publik di Gedung Kaca Harapan Membuka Informasi Anggaran

1 2

lewat UU KIP Meminta Informasi Menghindari Bencana Informasi migas Sulit Dicapai Banyak Alasan untuk Menolak Cara Meminta Informasi Tentang FOI Network Indonesia

4 6 7 9 12

Factsheet ini diterbitkan FOI Network Indonesia atas dukungan Yayasan TIFA sebagai salah satu upaya untuk mengkampanyekan manfaat akses informasi bagi masyarakat. Tim kerja untuk penyusunan factsheet: Ahmad Faisol, Bejo Untung, Budi Rahardjo, Dyah Paramita, Maryati Abdullah, Danardono, Leli Qomarulaeli, Mitha dan Tanti Budi Suryani (Yayasan TIFA).

A

lasdair Roberts, pakar yang menggeluti isu kebebasan memperoleh informasi, dalam bukunya Blacked Out (2006) memuat foto Gedung Parlemen Jerman saat baru dibuka setelah renovasi pada tahun 1999. Gedung parlemen tersebut memiliki kubah yang berasal dari kaca. Dalam keterangan yang menjelaskan foto tersebut, Roberts mengutip pendapat arsitek gedung Norman Foster bahwa kubah kaca tersebut menunjukkan keinginannya agar parlemen menjadi transparan dan segala aktivitas yang ada di dalamnya dapat dilihat semua orang dari luar. Kubah yang transparan seperti mengijinkan semua orang untuk melihat apa yang ada di benak wakil rakyat yang telah mereka pilih dalam pemilu. Menarik untuk melihat metafor “gedung kaca� yang dikemukakan oleh Alasdair Roberts di atas. Sebuah metafor merupakan sebuah produk budaya yang menunjukkan ideologi tertentu. Dalam buku tersebut, dia menggunakan metafor itu untuk menjelaskan implikasi yang seharusnya muncul dari proses transparansi melalui pemberian akses informasi kepada publik. Akses yang dimiliki publik terhadap sebuah lembaga negara seyogyanya menempatkan lembaga tersebut seperti sebuah gedung kaca yang memungkinkan semua pihak dapat melihat seluruh aktivitas yang ada di dalamnya. Jika lembaga negara seperti gedung kaca yang dapat dilihat dari semua penjuru, maka orang-orang yang berada di dalam gedung tersebut akan memiliki pola pikir bahwa tindak-tanduk mereka akan selalu berada di bawah pengawasn masyarakat dari luar gedung tersebut. Sehingga, potensi untuk melakukan penyimpangan kekuasaan dan wewenang akan dapat diminimalisir. Dengan demikian, akses informasi yang dimiliki oleh publik terhadap sebuah lembaga negara seharusnya mampu menempatkan lembaga tersebut seperti ruang kaca. Parameter inilah yang menjadi penilaian apakah akses publik untuk memperoleh informasi dapat berjalan efektif membangun pengawasan atau tidak.

Gedung Kaca dan UU KIP

FOI Network Indonesia

Factsheet ini berisi pengalaman beberapa upaya beberapa Ornop meminta informasi dari beberapa lembaga pemerintah. Mereka melakukan permintaan informasi untuk melihat kesiapan lembagalembaga tersebut untuk melaksanakan amanat UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang disahkan sejak 30 april 2008. Tercatat, ada 4 (empat) Ornop yang pernah meminta informasi dari beberapa lembaga pemerintah. Sebut saja misalnya, Institut

Atap Kaca Gedung Parlemen Jerman. Sumber: buku Blacked Out (2006)

Studi Arus Informasi (ISAI), Indonesian Corruption Watch (ICW), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), dan Indonesian Center for Environment Law (ICEL). ISAI misalnya, pernah melakukan serangkaian permintaan informasi di beberapa badan publik seperti KPK, Departeman Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Mahkamah Konstitusi, dan TNI. ICW melakukan permintaan informasi dana BOS, PATTIRO melakukan permintaan informasi tentang dana bagi hasil migas, dan ICEL melakukan permintaan informasi tentang lingkungan di Kabupaten Gunung Kidul. Juga ada pengalaman permintaan informasi yang dilakukan oleh Koalisi Advokasi korban Lumpur Lapindo. Hasil dari pengalaman permintaan informasi ini bukanlah rangkaian cerita manis yang berakhir happy ending. Rangkaian kegiatan yang dilakukan sepanjang 2008 hingga 2009 ini sangat jelas menggambarkan bagaimana budaya ketertutupan masih kuat melingkupi pemerintah. Dari rangkaian cerita terlihat ada kecenderungan pemerintah untuk tidak memberikan informasi yang diminta dengan


berbagai alasan. Diam, tidak menjawab sampai menolak dengan alasan masuk kategori rahasia. Lembaga-lembaga yang mengelola informasi pun masih belum memiliki standar pelayanan informasi seperti yang ditetapkan oleh UU KIP. Banyak dari mereka yang belum punya unit khusus pelayanan permintaan informasi, belum ada petugas khusus yang melayani jika ada permintaan informasi, standar operasional pelayanan, hingga klasifikasi informasi yang boleh diberikan atau yang tidak. Mereka pun juga masih mengabaikan pentingnya untuk mempublikasikan secara proaktif informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti bencana alam, keadaan bahaya dan sebagainya. Contoh minimnya informasi tentang keamanan tempat tinggal korban lumpur Lapindo menjadi bukti hal tersebut. Lembaga yang punya otoritas seperti menutup mata atas kenyataan korban lumpur hidup berdampingan dengan ancaman yang dapat merenggut nyawanya sewaktu-waktu. UU KIP yang akan diimplementasikan mulai tanggal 30 April 2010 dapat memberi peluang terbentuknya badan publik terutama lembaga pemerintahan laksana gedung kaca. Merujuk kepada pendapat Alasdair Roberts yang dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, UU KIP seharusnya dapat menempatkan badan publik yang diaturnya seperti gedung kaca yang terpantau aktivitasnya dari luar. UU KIP dimaksudkan mengatur akses publik untuk memperoleh informasi dari badan publik, termasuk lembaga negara, dan Ornop. Juga informasi dari partai politik dan BUMN. UU KIP mewajibkan badan publik untuk melayani permintaan informasi dari masyarakat sebagai bentuk pemenuhan hak masyarakat memperoleh informasi. Oleh karena itu, tantangan dalam implementasi UU KIP adalah bagaimana memanfaatkan peluang untuk mendorong terbangunnya gedung kaca di setiap badan publik. Salah satu langkah yang harus dapat dilakukan adalah meneruskan pengalaman untuk meminta informasi dari badan publik secara terus-menerus, Cara inilah yang mungkin ampuh untuk menunjukkan perbedaan sebelum dan sesudah dilaksanakannya UU KIP. Pengalaman penolakan permintaan informasi yang menghiasi sebagian besar cerita di factsheet ini terjadi ketika UU KIP belum diberlakukan. Kini, setelah undang-undang ini berlaku, cerita yang tersaji mungkin adalah cerita indah masyarakat yang dapat melihat aktivitas di lembaga-lembaga yang seharusnya harus terbuka dan transparan. Setidaknya, pengalaman meminta informasi yang tersaji di sini mengajarkan masyarakat perlu aktif menengok ke dalam gedung kaca tersebut. Tanpa keaktifan melongok ke dalam tersebut, UU KIP sebagai aturan hanya ditempatkan sebagai bagian lips service untuk membangun image yang transparan dan akuntabel di mata media. (Faisol)

A

pakah anda pernah memiliki pengalaman meminta informasi tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari pemerintah kabupaten atau kota? Mungkin ada baiknya anda memperhatikan pengalaman seorang aktivis LSM di Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Aktivis tersebut berhasil mendapatkan dokumen APBD Kabupaten Merauke secara personal melalui pegawai di DPRD setempat. Dokumen tersebut kemudian dianalisis, dan disampaikan secara live dalam acara talkshow RRI setempat. Acara tersebut memancing kemarahan bupati, karena hasil analisis yang disampaikan dianggap memojokkan dirinya. Sampai-sampai bupati mengusir sang aktivis tersebut keluar dari Merauke. Pengalaman lain yang tidak terlalu ekstrem, juga pernah dialami PATTIRO Serang, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang concern terhadap pembentukan good and clean government. Bersama dengan dengan berbagai kelompok masyarakat, mereka pernah dua kali mencoba meminta informasi tentang APBD Provinsi Banten dan kota Serang. Kisah pertama, bersama masyarakat Desa Tegalsari, Serang, mereka bermaksud mendapatkan data tentang peruntukan dana fresh money yang diterima desa tersebut. Fresh Money adalah skema hibah dari Pemprov Banten untuk seluruh desa, dimana tiap-tiap desa mendapatkan dana Rp. 50 juta. Kehendak itu kemudian diwujudkan dengan melakukan permintaan informasi kepada kepala desa. Namun kepala desa tidak memberikannya, dengan alasan tidak menguasai informasi tersebut. Tidak putus asa, pendamping masyarakat dari PATTIRO melanjutkan permintaan informasi kepada camat. Permintaan ditolak pihak kecamatan dengan alasan yang tidak jelas. Ditolak di tingkat kecamatan, mereka kemudian melakukan permintaan informasi kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Serang. Namun pihak Bappeda juga menolak permintaan informasi tersebut. Alasannya, Bappeda tidak memiliki kewenangan untuk menyampaikan informasi. Kisah kedua, PATTIRO berusaha meminta informasi tentang penjabaran APBD tahun 2009 kepada Biro Hukum Kota Serang. Permintaan dilakukan

1

Unit Khusus Pelayanan Informasi

Tidak ada

2

Pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (pasal 13 ayat 1 huruf a)

Tidak ada

dengan cara mengirimkan surat, dan ditindaklanjuti dengan mendatangi dan menanyakan langsung. Namun lagi-lagi PATTIRO gagal mendapatkan dokumen tersebut. Macam-macam alasan yang disampaikan. Menurut salah seorang pegawai, data tersebut belum ada salinannya. Namun ketika PATTIRO berinisiatif untuk melakukan fotocopy sendiri, muncul alasan lain bahwa dokumen tersebut termasuk rahasia. Namun PATTIRO terus berusaha mendesak dengan menyampaikan argumennya bahwa dokumen anggaran, termasuk penjabaran APBD adalah dokumen publik. Merasa terpojok, si pegawai kemudian mengakui bahwa sebenarnya dia ingin memberikan data dimaksud, tetapi takut tindakannya ini akan diketahui oleh pegawai lain. Tidak ada penjelasan mengapa yang bersangkutan mesti takut. Pada akhirnya PATTIRO gagal mendapatkan informasi yang dikehendaki.

3

Standar pelayanan informasi

Tidak ada

Tiga kasus tersebut menunjukkan bahwa perihal yang menyangkut anggaran dianggap sebagai hal yang sensitif oleh otoritas. Anggapan inilah yang

4

Standar klasifikasi informasi

Tidak ada

Tabel 1 Aspek Kesiapan Badan Publik menurut UU KIP No

Harapan Membuka Informasi Anggaran lewat UU KIP

Aspek Kesiapan Badan Publik menurut UU KIP

MAKLUMAT

Ada/Tidak Ada


MAKLUMAT

kemudian menimbulkan kekawatiran sekaligus ketakutan badan publik untuk menyampaikannya kepada khalayak. Padahal data tentang anggaran ini sangat penting bagi masyarakat, terutama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan. Dokumen anggaran dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat untuk melakukan audit, sejauhmana kebijakan yang dibuat memberikan manfaat bagi masyarakat. Kontrol terhadap dokumen anggaran akan meminimalisir manipulasi implementasi kebijakan dan anggaran, sehingga praktik-praktik korupsi tidak perlu terjadi.

melayani permintaan informasi publik. Nyatanya, seluruh badan publik sebagaimana terungkap adalam contoh kasus tersebut di atas belum satupun yang menunjuk PPID. Akibatnya, permintaan informasi masyarakat ditolak dengan alasan birokrasi yang berbelit-belit, seperti yang dialami PATTIRO dan masyarakat Desa Tegalsari di Serang.(Bejo).

Bukan hanya di Serang dan Merauke, tetapi hampir di setiap tempat akses terhadap dokumen anggaran seringkali mendapatkan kendala. Jika pun kemudian ada yang berhasil mendapatkan dokumen tersebut, itu bukan karena adanya pelayanan informasi yang baik secara kelembagaan, namun karena adanya kedekatan antara peminta informasi dengan pegawai di badan publik tertentu. Pada akhirnya jika ada yang merasa terganggu dengan terbukanya dokumen tersebut, si peminta informasi itulah yang kemudian disalahkan.

oleh PATTIRO Banten

Tabel Permintaan Informasi Anggaran Kota Serang

No

Informasi yang diminta

Badan Publik yang dimintai

1

Dana hibah fresh money Rp 50 juta tiap desa

Kepala Desa Tegalsari kota Serang, Kecamatan dan Bappeda Kota Serang

Menolak dengan alasan tidak berwenang membuka informasi

2

Penjabaran APBD Kota Serang 2009

Biro hukum kota Serang

Menolak dengan alasan tidak ada salinan dan takut ketahuan pegawai lainnya

UU KIP Membuka Informasi Anggaran Kejadian di atas sebenarnya merupakan sebuah ironi. Dalam UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional juga dinyatakan bahwa sistem perencanaan pembangunan nasional salah satunya bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat diakomodir dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan atau biasa disingkat Musrenbang, dimana dokumen akhir yang diperoleh dari proses tersebut adalah Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD). RKPD inilah yang kemudian menjadi pedoman bagi penyusunan RAPBD hingga menjadi APBD.

Respon

Diolah dari hasil permintaan informasi Yayasan SET-PATTIRO Banten

Menyangkut APBD, jika merunut pada UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara juga termasuk dokumen publik. Pada bagian Umum pada Penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa salah satu asas dalam pengelolaan keuangan negara adalah keterbukaan dan akuntabilitas. Suatu keanehan jika APBD sebagai muara dari partisipasi masyarakat justru tertutup bagi masyarakat itu sendiri. Tapi kekhawatiran sulitnya untuk mendapatkan informasi anggaran tampaknya akan segera berakhir seiring pemberlakuan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-undang ini menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Merujuk pada UU KIP, informasi tentang anggaran ini termasuk dalam kategori yang wajib disedikan setiap saat. Ini tertuang dalam Pasal 11 ayat 1 huruf d, bahwa salah satu informasi yang wajib disediakan oleh badan publik adalah seluruh rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran badan publik. UU KIP lebih memberikan jaminan akses informasi masyarakat dengan mengatur tata cara pelayanan informasi oleh badan publik, termasuk lembaga pemerintah yang anggaran. UU KIP memandatkan badan publik untuk menyediakan sistem pelayanan informasi. Lebih tegas UU KIP memandatkan ditunjuknya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada setiap badan publik. PPID inilah yang bertanggungjawab untuk Suasana pelaksanaan salah satu proyek padat karya. Sumber: www.kompas.com


Meminta Informasi Menghindari Bencana

P

agi hari, tanggal 5 Januari 2009 mungkin tidak akan pernah dilupakan oleh Astuti adalah seorang warga Desa Siring Barat Kecamatan Porong. Hari itu, dia menyaksikan kamar yang biasa ia tempati dengan suaminya telah ambles ke dalam tanah. Hanya keberuntunganlah yang membuatnya selamat. Saat itu, Astuti sedang berada di rumah saudaranya yang tepat berada di belakang rumah.

tidak terbaca. Kebanyakan lembaga yang tidak merespon secara tertulis mengatakan tidak memiliki informasi terkait sembari menyatakan seluruh informasi ada di lembaga lain (BPLS misalnya, atau badan publik lokal), atau menyatakan menunggu persetujuan dari atasan. Sebagian besar badan publik tidak memberi respon apa pun, hanya akan mengecek dan mengecek surat dan isinya.

Begitulah sepenggal kisah yang dimuat dalam portal www.korbanlumpur. info. Portal ini merupakan program dari beberapa Ornop yang tergabung dalam Posko Bersama Korban Lumpur Lapindo untuk menyediakan pemberitaan tentang berbagai peristiwa atau dampak yang dialami oleh korban lumpur Lapindo. Kisah Astuti itu menunjukkan bagaimana korban lumpur hidup di antara bencana yang selalu mengintai.

Tabel:

Desa Siring Barat tempat Astuti tinggal terletak sekitar 50 meter dari tanggul lumpur Lapindo, hanya dibatasi oleh Jalan Raya Porong. Jika dihitung dengan pusat semburan, desa ini hanya berjarak 500 meter. Tapi, Astuti tidak pernah mendapat informasi tentang aman tidaknya desa mereka untuk ditinggali. Tak mengherankan, jika Astuti merasa beruntung saat itu berada di rumah

Respon Badan Publik atas Permintaan informasi Korban Lumpur Lapindo No

Astuti tidak sendiri. Korban lumpur Lapindo memang mengalami persoalan dalam memperoleh informasi yang mereka butuhkan terkait bencana yang mereka alami. Lembaga-lembaga yang tergabung dalam Koalisi untuk Keadilan Korban Lapindo mengajukan permintaan informasi kepada sekitar 25 badan publik di Jakarta, Surabaya, dan Sidoarjo. Aksi tersebut dimulai sejak Februari 2010. Mengingat persoalan lumpur Lapindo begitu kompleks, permintaan informasi ditujukan untuk 2 (dua) fokus, pertama, pemulihan (remedy), bagaimana negara telah, sedang, dan akan melakukan pemulihan kondisi (sosial, lingkungan, infrastruktur, fasiltas umum, fasilitas sosial, dan sebagainya). Di sini, informasi-informasi publik yang diminta mencakup dokumen-dokumen rencana pemulihan, anggaran, laporan langkah-langkah yang sudah dilakukan sejauh ini, data-data korban, dan hal-hal terkait lainnya. Serta yang kedua, pencegahan risiko (mitigasi), yaitu bagaimana Negara memantau, mengidentifikasi, dan mencegah risiko-risiko seputar semburan lumpur Lapindo. Dalam hal ini, informasi yang diminta mencakup dokumendokumen tentang kondisi kerawanan dan rencana mitigasinya, anggaran, langkah-langkah yang dilakukan sejauh ini, laporan-laporan ahli yang menjadi landasan keputusan, dan informasi lain yang terkait.

Respon

Keterangan

1

Menneg PP

Memberi

Informasi yang diberikan tidak lengkap

2

Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur (DKP)

Memberi

Informasi yang diberikan tidak lengkap

3

BPN Pusat

Tidak memberi

Data seluruhnya ada di BPN Sidoarjo

4

BPN Sidoarjo

Tidak memberi

Alasannya faks permintaan informasi yang dikirimkan tidak terbaca

saudaranya sehingga tidak menjadi korban ketika rumahnya ambles.

Problem Informasi dalam Kasus Lapindo

Nama Badan Publik

Diolah dari permintaan informasi yang diajukan Koalisi untuk Korban Lumpur Lapindo 2010

Problem Informasi Darurat Bencana Pemerintah nampaknya memang belum memiliki mekanisme penyampaian informasi terkait bencana yang nyata-nyata berakibat langsung terhadap keselamatan masyarakat. Di luar kasus Lapindo, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mencatat dalam kurun waktu 2002-2007, setidaknya ada empat kasus lain yang menunjukkan pemerintah alpa memberikan peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang mengancam. Saat banjir besar melanda Jakarta pada Januari 2002, Pusat Pengendalian

Ternyata tidak mudah memperoleh informasi yang diminta. Dari sekitar 25 badan publik, hanya beberapa yang merespon, yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Departemen Sosial, Badan Pertanahan Pusat (BPN), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Dari kelima badan publik tersebut, hanya dua yang memberikan informasi, Menneg PP dan DKP Jatim, meski informasi pun tak selengkap sebagaimana yang diminta. Sementara 3 badan publik lainnya menyatakan tidak memiliki informasi dan melemparkan pada badan publik lainnya. BPN Pusat menyatakan seluruh informasi ada di Sidoarjo. Sementara BPN Sidoarjo tidak merespon, dan ketika dicek, BPN Sidoarjo mengajukan alasan sangat tidak substansial, yakni bahwa faks yang terkirim

Rumah yang terancam ables akibat lumpur Lapindo. Sumber: www.korbanlumpur.info

MAKLUMAT


MAKLUMAT Ketegangan Sosial (Pusdalgangsos) baru memberikan informasi tentang banjir lebih kurang 2 minggu setelah kejadian berlangsung. Kemudian dalam peristiwa kebocoran gas dan meledaknya sumur RBT A Pertamina DOH II Jabati Cepu, Jawa Tengah, 25 Februari 2002. Dalam peritiwa itu Informasi yang diberikan oleh perusahaan minim, sehingga menimbulkan kepanikan. Kasus yang paling membuat geregetan mungkin adalah kelalaian pemerintah meneruskan informasi peringatan tsunami Pangandaran, tahun 2006. Saat itu, informasi terjadinya tsunami sebenarnya telah diketahui pemerintah dari Pacific Tsunami Warning System(PTWS) yang berpusat di Hawaii dan Badan Meteorologi Jepang sekitar 46 menit sebelum bencana menghantam pantai selatan Jawa. Namun informasi tersebut tidak segera disampaikan kepada masyarakat, sehingga jatuh banyak korban. Sesuatu yang harusnya dapat dihindari jika pemerintah tanggap memberikan informasi tersebut. Bahkan masyarakat terkadang lebih aktif menyebarkan informasi bencana dibandingkan pihak yang berwenang. Saat terjadi banjir di Kabupaten Marowali, Sulawesi Tengah, tahun 2007, tidak ada informasi tentang bencana yang melanda (banjir) dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Penyebaran informasi justru dilakukan oleh penduduk setempat.

Penelitian ICEL ini memperlihatkan Pemerintah tidak memiliki mekanisme yang efektif dalam menyampaikan informasi yang harus disampaikan secara serta-merta dalam hal terjadi kondisi darurat lingkungan. Dalam periode kajian (2001-2007) nampak ketiadaan political will dan kemauan untuk memperbaiki akses informasi publik (khususnya informasi serta-merta). Akibatnya, masyarakat banyak menjadi korban dalam kondisi darurat lingkungan karena ketiadaan/minimnya informasi. Serupa halnya dengan badan usaha yang berpotensi menimbulkan resiko besar pada masyarakat (di sekitar operasi). Pada kasus yang dikaji, badan usaha/perusahaan belum memiliki mekanisme yang baik untuk memberikan informasi secara sertamerta mengenai kondisi darurat yang diakibatkan oleh kegiatan usahanya. Kasus Astuti yang tidak pernah mendapat informasi tentang aman tidaknya Desa Siring Barat untuk ditinggali, semoga tak akan terjadi lagi seiring diberlakukannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Mei 2010 mendatang. Undang-undang ini mengatur adanya kewajiban pemerintah untuk serta-merta mengumumkan informasi menyangkut hajat hidup orang banyak. Termasuk informasi tentang potensi bencana yang dapat terjadi di suatu daerah. Astuti pun dapat mengajukan tuntutan jika pemerintah lalai menunaikan kewajibannya. (Kontributor: Mitha)

Kompilasi Hasil Penelitian Akses Informasi (Keadaan Darurat Lingkungan) KASUS

JENIS INFORMASI

Banjir Jakarta, 14 Januari 2002

Informasi darurat/serta-merta. Pusdalgangsos (Pusat Pengendalian Ketegangan Sosial) baru memberikan informasi tentang banjir lebih kurang 2 minggu setelah kejadian berlangsung.

Kebocoran gas dan meledaknya sumur RBT A Pertamina DOH II Jabati Cepu, Jawa Tengah, 25 Februari 2002.

Informasi serta-merta/darurat. Informasi yang diberikan oleh perusahaan minim, timbul kepanikan

Keadaan darurat bencana tsunami di Pantai Selatan Jawa, tahun, 2006.

Informasi serta-merta. Informasi terjadinya tsunami sebenarnya telah diketahui pemerintah sekitar 46 menit sebelumnya dari Pacific Tsunami Warning System(PTWS) yang berpusat di Hawaii dan Badan Meteorologi Jepang sebelum bencana menghantam pantai selatan Jawa. Namun informasi tersebut tidak segera disampaikan kepada masyarakat.

Semburan Lumpur PT Lapindo Brantas, tahun 2007.

Informasi serta-merta. PT Lapindo Brantas selaku pemegang kuasa Blok Brantas tidak memberikan informasi kepada masyarakat apa yang harus dilakukan dan ke arah mana harus menjauhi zona berbahaya tempat semburan lumpur panas

Kasus Banjir di Kabupaten Marowali, Sulawesi Tengah, tahun 2007

Informasi serta-merta. Pada saat kondisi darurat banjir tidak ada informasi tentang bencana yang melanda (banjir) dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Penyebaran informasi justru dilakukan oleh penduduk setempat

Diolah dari penelitian 3 Akses ICEL


Informasi Migas Sulit dicapai

I

ngin tahu bagaimana rumitnya meminta informasi tentang pengelolaan migas di BP Migas? Simak pengalaman yang dialami oleh Leli Qomarulaeli, peneliti pada Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang juga tim kerja FOI Network Indonesia ketika meminta informasi tentang kontrak karya pengelolaan Blok Cepu di BP Migas. Dia langsung adu otot dengan petugas Hubungan Pemerintah dan Masyarakat (Hupmas BP Migas) begitu menyerahkan surat permintaan permohonan informasi. Petugas Hupmas BP Migas menolak surat permohonan tersebut karena pada surat tersebut tertulis bagian Humas BP Migas. Menurut petugas tersebut, bagian yang menangani hubungan dan pelayanan informasi di BP Migas adalah Hupmas dan bukannya Humas seperti yang ditulis ISAI.

di sekitar eksplorasi blok Cepu. Sumber: detiksurabaya.com

rata-rata dijawab dengan penolakan diam (33%), tidak dimiliki &dialihkan/ direkomendasikan (30%), selebihnya ditolak (rata-rata 26,6%) dengan berbagai alasan diantaranya dengan alasan informasi rahasia (confidential), namun tidak disebutkan alasan kenapa termasuk informasi confidential. Kasus di atas sebenarnya cukup ironis. Minyak dan Gas Bumi (Migas) merupakan kekayaan alam strategis yang menopang perekonomian nasional. Migas menyumbang penerimaan negara yang signifikan, di Tahun 2009 saja penerimaan negara dari sektor Migas mencapai 230 triliuan rupiah. Efek berantai sektor Migas menjadi penggerak roda perekonomian nasional, melalui perannya sebagai sumber penerimaan negara, pembangunan

Sumber: Hasil uji akses informasi migas Pattiro Sekolah Rakyat

Setelah redaksi surat diperbaiki, petugas Hupmas akhirnya mau menerima surat tersebut dan menjanjikan waktu beberapa hari untuk memberi kepastian bisa tidaknya informasi diberikan. Setelah sembilan hari BP Migas tak kunjung menghubungi, Leli pun berinisiatif untuk mendatangi kembali kantor BP Migas. Kali ini, dia langsung mengetahui jawaban dari seorang resepsionis bahwa surat staf bagian Hupmas yang menangani surat permohonan tersebut sedang keluar. Jadi bisa dipastikan, informasi yang diminta pun belum bisa diterima. Tak lama setelah itu, tiba-tiba seorang staf di bagian Hupmas BP Migas menelepon ISAI memberi kabar kalau surat permintaan kontrak karya tersebut tak bisa dipenuhi. Walau pun permintaan data tentang kontrak karya Blok Cepu tidak bisa dipenuhi, BP Migas tetap berbaik hati dengan menawarkan kontrak lainnya. “Kalau mas mau, kita bisa kasih kontrak lainnya yang lebih umum� tawar petugas tersebut. Menerima tawaran tersebut, Leli menolak dengan alasan data tentang kontrak itu tidak terlalu dibutuhkan. Dia pun gagal mendapat informasi data kontrak karya blok Cepu. Apa yang dialami Leli, hampir sama dengan pengalaman PATTIRO Sekolah Rakyat saat melakukan permintaan informasi pengelolaan Blok Cepu. Permintaan informasi itu melibatkan segenap unsur masyarakat sipil, baik organisasi masyarakat, LSM, Media/Pers, maupun warga masyarakat ditujukan kepada 13 Badan Publik di tingkat pusat maupun Daerah. Mereka meminta informasi baik dengan melayangkan surat permintaan secara tertulis yang dikirim maupun diantar langsung ke Badan Publik/instansi terkait. Badan Publik yang dimaksud meliputi instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD di tingkat pusat maupun daerah. Uji akses dilakukan dalam kurun waktu bulan maret hingga agustus 2009.

daerah, investasi, subsidi, energi, bahan baku industri domestik, serta efek berantainya dalam menciptakan lapangan kerja. Cepu adalah salah satu Blok Migas yang terletak di Kabupaten Blora (Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur). Potensi Migas Blok ini diharapkan memberi kontribusi pendapatan daerah yang signifikan bagi kegiatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di kedua daerah. Sehingga penting untuk dipastikan bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan Blok Cepu berjalan secara transparan dan akuntabel, sesuai dengan tujuan dan prinsip dari penyelenggaraan Migas secara nasional. Jika UU KIP diberlakukan 2010 nanti, perlakuan seperti ini mudah-mudahan tidak akan kita temukan. UU KIP mengharuskan setiap badan publik untuk membuat bagian khusus yang melayani permintaan informasi. Bukan hanya itu, masyarakat juga boleh meminta informasi, baik secara tertulis maupun tidak. Petugas yang melayani pemintaan informasi pun tidak boleh lagi mempermasalahkan salah ketik surat atau yang lainnya. Bukan hanya itu saja, masyarakat dapat menggugat badan publik yang bersangkutan jika merasa upayanya meminta informasi terhambat. UU KIP mengatur bahwa semua orang yang menghambat permintaan informasi dapat dikenai hukuman pidana 1 tahun atau pidana penjara 2 tahun. Salah satu prinsip dari pengelolaan Migas yang terbuka dan transparan adalah adanya Keterbukaan Informasi Publik, dimana terdapat jaminan akses publik terhadap informasi dan dokumen yang terkait dengan kegiatan Migas pada Badan Publik terkait, sebagai bentuk jaminan terhadap Hak atas Informasi warga secara penuh dan tidak diskriminatif, sebagaimana diatur secara tegas dalam Undang-Undang KIP Nomor.14 tahun 2008 yang mulai berlaku pada bulan April Tahun 2010. (Kontributor Maryati).

Dari 475 permintaan informasi yang diajukan, hanya 1,3%nya atau 6 saja yang diberi, sedangkan mayoritas (37,5%) permintaan dijawab dengan alasan bahwa informasi yang diminta tidak dimiliki dan tidak dialihkan/ direkomendasikan ke Badan Publik lain. Bahkan 36,6% di antaranya tidak dijawab oleh Badan Publik, atau terjadi penolakan diam. Dan hanya 17,7% diantaranya yang menolak dengan alasan. Dari 9 (sembilan) jenis informasi yang diminta, hanya DBH Migas saja yang diberikan oleh Badan Publik, informasi yang lainnya seperti Kontrak (KKS), rencana pengembangan (POD), serta program kerja & anggaran (WP&B),

MAKLUMAT

Sumber: Hasil uji akses informasi migas Pattiro Sekolah Rakyat


MAKLUMAT

Banyak Alasan Untuk Menolak : Uji Akses Informasi di KPK dan TNI

P

engesahan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan tantangan besar bagi sejumlah badan publik untuk melakukan upaya transparansi dan akuntabilitas di satu sisi, dan modal kuat bagi masyarakat sebagai dasar dalam mendapatkan hak untuk memperoleh informasi. Meskipun baru diberlakukan dua tahun sejak disahkan 3 April 2008 yang lalu, merebak suasana mudahnya masyarakat meminta informasi dari badan publik. Publik pun memiliki bahan yang cukup untuk mengawasi jalannya pemerintahan sehingga akan tercipta pemerintahan yang transparan dan pada akhirnya akan mengurangi tingginya angka korupsi dan penyelewengan terhadap kegiatan-kegiatan pemerintahan. Apakah pengesahan UU KIP serta-merta akan memudahkan masyarakat mendapatkan informasi dari lembaga-lembaga publik yang mereka butuhkan? Pengalaman Institut Studi Arus Informasi (ISAI) ketika melakukan permintaan informasi di kedua lembaga tersebut (KPK dan TNI), ternyata menemukan kondisi kekurangsiapan lembaga-lembaga tersebut untuk melakukan pelayanan informasi. Permintaan informasi di KPK terkait daftar gaji komisioner dan profil perusahaan pemenang tender misalnya, tidak mudah diberikan oleh lembaga pemerantasan korupsi ini. Setelah menunggu lebih dari dua minggu, KPK akhirnya memberikan informasi yang diminta oleh ISAI terkait daftar gaji komisioner. Terkait profil perusahaan pemenang tender, KPK tak memberikannya dengan alasan merupakan rahasia. Jika mengacu pada pasal pengecualian dalam UU KIP, informasi yang masuk kategori dikecualikan terkait lembaga penegak hukum adalah informasi yang apabila dibuka dapat menghambat penegakan hukum. Dan informasi tentang pertimbangan penunjukan perusahaan penyedia alat penyadap tentu saja tidak ada kaitannya dengan persoalan menghambat penegakan hukum. Kecuali, jika informasi yang diminta adalah penempatan alat penyadap itu yang jelas berkait dengan proses penyelidikan. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada alasan bagi KPK untuk memasukkan jenis informasi ini dalam kategori rahasia. Penolakan juga terjadi di Mabes TNI. Di lembaga ini, ISAI meminta dokumen hasil penyelidikan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) dan hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Nasional karena dokumen ini penting untuk membuka informasi kepada masyarakat terkait dengan sejumlah pihak yang melakukan pelanggaran HAM. Lain dari itu, permintaan kedua dokumen ini pun terkait dengan adanya upaya DPR-RI untuk membuka kembali kasus yang lama mengendap.

Gedung komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sumber: www.danipriyatno.com

Permintaan informasi ini pun didasarkan pada pernyataan mantan Kapuspen TNI Marsda Sagoem Tambun yang sengaja diundang ISAI pada 3 Desember 2008 untuk menjelaskan kondisi kesiapan TNI dalam menghadapi UU KIP. Terkait dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) dan hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Nasional, menurut Sagoem, Panglima TNI mempersilahkan kepada masyarakat yang memerlukan informasi tentang data hasil penyelidikan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk datang ke lembaganya. Namun ketika diujicobakan di lapangan, ISAI menemukan fakta yang berlainan karena permintaan informasi tersebut ditolak oleh Mabes TNI dengan alasan rahasia negara. Kenapa informasi tersebut masuk kategori rahasia ? ISAI tak mendapatkan alasan kuat dari Puspen Mabes TNI untuk menjelaskan hal tersebut. Melalui pesan pendek tertanggal 8 November 2008, Kapuspen TNI tersebut menjelaskan bahwa kasus orang hilang pada tahun 1997/1998 dan hasil penyelidikan DKP telah dipublikasikan saat itu dan sudah dikirim ke Arsip Nasional (Arnas). Pesan pendek yang dikirim oleh Kapuspen TNI itu pun tak bisa menjelaskan mengapa informasi yang diminta ISAI memiliki kategori rahasia. Berdasar pasal pengecualian UU KIP, informasi menyangkut TNI yang masuk kategori dikecualikan adalah informasi yang apabila dibuka dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Informasi itu meliputi strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik operasi, dokumen yang memuat strategi intelijen, jumlah dan komposisi kekuatan militer, gambar dan data pangkalan militer, sistem persandian negara dan sistem intelijen negara.


Tak mau berpanjang lebar mendebatkan pernyataan Kapuspen TNI tersebut, ISAI pun langsung mencari data tersebut di Arsip Nasional. Di lembaga tersebut, ISAI langsung disambut oleh Kepala Arsip Nasional Djoko Utomo. Menurut Djoko, data-data yang disebutkan oleh Kapuspen TNI tersebut memang sudah ada di lembaganya. Namun untuk mendapatkan kedua data tersebut, lembaganya tak bisa memberikan sebelum peminta informasi mendapatkan ijin dari TNI. Mendapatkan keterangan tersebut, ISAI pun langsung mengirimkan surat ke Kapuspen TNI terkait permintaan ijin untuk mendapatkan informasi. Namun sampai kini, surat tersebut pun tak mendapat balasan. Data DKP sangat sulit untuk dimasukkan pada salah satu kategori di atas. Jika data DKP dibuka tidak ada persoalan dengan keselamatan dan keamanan negara. Banyak sekali informasi lain semacam DKP seperti anggaran TNI yang tidak terkait langsung dengan persoalan pertahanan dan keamanan. Apakah nantinya TNI akan merahasiakan informasi semacam itu. Kapuspen TNI juga menjelaskan bahwa TNI bukanlah badan publik sebagaimana yang diatur dalam UU KIP dengan alasan TNI tidak bertanggungjawab kepada publik melainkan kepada negara karena TNI adalah alat negara.

Menurut peneliti LIPI ini, pernyataan Kapuspen TNI tersebut mengandung makna ambiguitas. Menurutnya ada perbedaan prinsipil antara TNI sebagai lembaga yang tidak bertanggung jawab kepada publik dengan TNI sebagai lembaga yang menggunakan anggaran publik. Secara teoritis, TNI tidak bertanggung jawab kepada publik itu benar adanya, karena mereka bertanggung jawab kepada Presiden atau Panglima TNI, karena mereka mengikuti hirarki garis komando. Dani,--begitu peneliti tersebut kerap dipanggil—menjelaskan bahwa seluruh proses yang dilakukan dalam operasi militer dan sebagainya itu harus ada pertanggung jawabannya. Dan dalam hal ini TNI merupakan badan publik dalam artian mereka juga menggunakan anggaran publik, dan mereka juga berada di bawah otoritas sipil yang berdaulat. Peneliti LIPI ini juga menyayangkan adanya pandangan yang keliru mengenai TNI yaitu secara komando mereka mengikuti hirarki komando, dan dalam konteks ini TNI merupakan lembaga negara. Tetapi mereka juga merupakan lembaga publik karena mereka juga menggunakan anggaran publik, mengikuti kaidah-kaidah lembaga publik. Dalam hal ini, pernyataan Kapuspen TNI agak mencampurkan antara pertanggungjawaban TNI ke otoritas sipil yang berdaulat dengan dia sebagai lembaga publik bersama dengan lembagalembaga publik lainnya. (leqom)

Bila mengacu pada UU KIP Pasal 1 ayat 3 dijelaskan bahwa yang dimaksud Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan-badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau PABD, sumbangan masyarakat dan atau luar negeri. Bila mengacu pada pasal tersebut, pernyataam Sagoem Tambun tersebut keliru.

No

Nama Lembaga

1

KPK

Pernyataan Sagoem Tambun juga mendapat sanggahan dari pengamat militer dari LIPI Jaleswari Pramodhawardhani yang juga sengaja diundang ISAI untuk dimintai komentarnya terkait pernyataan Kapuspen TNI tersebut.

2

MAKLUMAT

Mabes TNI

Informasi yang Diminta

Hasil

 Daftar gaji komisioner

Diberikan

 Data harta0 rampasan hasil korupsi

Diberikan

 Profil perusahaan yang ditunjuk langsung dalam pengadaan alat sadap

Ditolak dengan alasan rahasia

 Informasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP)

Ditolak dengan alasan rahasia

 Informasi hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Nasional

Ditolak dengan alasan rahasia


MAKLUMAT

Cara Meminta Informasi


10

MAKLUMAT


MAKLUMAT

11


Tentang FOI Network Indonesia FOI Network Indonesia adalah sebuah jaringan kerja sosial dari individu-individu dan lembaga yang berkomitmen dan mengabdikan diri untuk melakukan kampanye praktek-praktek penggunaan akses informasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di setiap aspek kehidupan warga negara, baik dalam hukum, pemerintahan, maupun pelayanan publik. Jaringan kerja sosial ini dilandasi oleh komitmen mendorong pemenuhan hak atas informasi di Indonesia. Sebagai jaringan kerja social, FOI Network Indonesia bersifat terbuka, independen, berpihak pada kepentingan hak asasi manusia, dan tidak memandang latarbelakang politik, strata sosial, gender, dan agama.

Aktivitas FOI Network Indonesia FOI Network Indonesia akan melakukan pemantauan pelaksanaan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) guna memastikan kesiapan setiap badan publik melayani permintaan informasi dari masyarakat. Langkah yang akan dilakukan antara lain: mendorong gerakan masyarakat untuk meminta informasi dari badan publik terutama yang sangat penting bagi pemenuhan hak-hak publik, melakukan evaluasi secara regular pelaksanaan UU KIP, termasuk mengeluarkan rekomendasi kebijakan bagi badan publik untuk perbaikan pelayanan permintaan informasi. Pada tahap pertama ini, FOI Network Indonesia akan mengkhususkan pada upaya mendorong pemberian informasi proaktif oleh badan publik yang menyangkut hak dasar, seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta lingkungan.

Sebagai jaringan sosial yang terbuka, FOI Network Indonesia akan berusaha mengembangkan keanggotaan dari beragam latar belakang di seluruh Indonesia. Jaringan kerja ini akan proaktif memperkenalkan UU KIP dan manfaat penggunaannya ke berbagai kelompok dan komunitas yang ada, sehingga gerakan untuk pemanfaatan akses informasi publik ini akan terus membesar. FOI Network Indonesia juga akan melakukan kerjasama dan tukar pengalaman dengan komunitas FOI Network internasional lainnya, dalam jaringan FOIA net.

Tim Kerja FOI Network Indonesia: Ahmad Faisol, Bejo Untung, Budi, Danardono, Leli Qomarulaeli, Maryati Abdullah, Mitha, Henry Subagyo, dan Tanti Budi Suryani, Henri Subagiyo (ICEL), Dyah Paramita (ICEL), AGUS (ICW).

Kontak Sekretariat bersama FOI Network Indonesia PATTIRO Jl. Tebet Timur Dalam VIII No. 39 Jakarta 12820 Email: foi.indonesia@gmail.com Milis:Â foi-network@googlegroups.com

Anda dapat ikut mengkampanyekan manfaat akses informasi dan UU KIP melalui FOI Network Indonesia dengan join di milis foi-network@googlegroups.com Informasi terkait hak atas informasi, UU KIP, dan perkembangannya dapat diakses di www.kebebasaninformasi.org Design by paragraphworld.deviantart.com 2010

12

MAKLUMAT


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.