Mencetak Pemimpin Politik Dari Bawah

Page 1

Mencetak

Pemimpin

Politik Dari Bawah


Sanksi Pelanggaran Pasal 72: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Mencetak

Pemimpin

Politik Dari Bawah

Muslimin Abdilla, Edy Musyadad, Muklis Irawan


Mencetak Pemimpin Politik Dari Bawah Muslimin Abdilla, Edy Musyadad, Muklis Irawan Penyunting: Edy Musyadad Desain isi dan sampul: Oedink Cetakan Pertama, Alharaka, Oktober 2010 ALHARAKA Jl. Ki Hajar Dewantara I, No.9, Jombang, Jawa timur Telp/fax: +62-321-863 937/+62-321-874 094 E-mail: ma@alha-raka.org/sec@alha-raka.org www.alha-raka.org Foto sampul depan: Kesenian lesung dalam deklarasi SRKB Foto sampul belakang: Pelantikan Kades Kediri

Katalog Dalam Terbitan Mencetak Pemimpin Politik Dari Bawah Abdilla, Muslimin, dkk. Jombang: AlHaraka, 2010 (xvi + 128 hlm; 14 x 21 cm) ISBN 978-602-97816-1-8


v

Daftar Isi

Kata Pengantar Bagian I Kepemimpinan Politik di Indonesia 1. Kaderisasi Kepemimpinan Nasional A. Periode Pasca Kemerdekaan B. Memasuki Periode Reformasi 2. Peran Partai dalam Kaderisasi Politik A. Periode Pasca Kemerdekaan B. Periode Orde Baru: Keterampilan untuk Memimpin Dihabiskan C. Periode Era Reformasi

ix 1 2 2 5 10 10 12 14

Bagian II Dampak Kepemimpinan Elitis: Kasus Kabupaten Kediri adalah Masalah Indonesia

17

1. Kabupaten Kediri dalam Perkembangan Ekonomi, Sosial dan Budaya

17


vi A. Kondisi Sosial Budaya B. Kondisi Ekonomi 2. Politik Kabupaten Kediri: Dari Pangeran Slamet Poerbonegoro ke Dinasti Sutrisno 3. Kabupaten Kediri Semakin Surut di Era Reformasi A. Ironi Proyek Mercusuar di Tengah Kemiskinan Rakyat Kabupaten Kediri B. Angka Kematian Ibu dan Anak Meningkat C. Kondisi Ekonomi Rakyat Semakin Buruk D. Banyak Sekolah Rusak E. Jembatan yang Dibutuhkan Rakyat Malah Tidak Dibangun F. Petani: Konflik Tanah dan Sulitnya Sarana Produksi Pertanian

40

Bagian III Pola Dan Strategi Dalam Membangun Kepemimpinan Politik Dari Bawah

45

1. Rakyat Desa Mengorganisasi Diri A. Rekrutmen Penggerak Kelompok dari Desa B. Mendorong Berdirinya Organisasi C. Paguyuban Dideklarasikan D. Warga di Dusun Lain Terinspirasi E. Kader Terbaik Kelompok Maju Menjadi Calon Pimpinan Politik 2. Menyatukan Kepentingan dalam Organisasi Aliansi A. Sejarah SRKB Dimulai dari TERAK B. Pertemuan Antarkelompok Semakin Intensif C. Deklarasi Pranggang Menjadi Titik Balik Organisasi D. Musyawarah Besar E. Pengajian Rakyat dan Deklarasi

20 22 24 26 27 34 35 37 39

45 45 53 57 66 68 78 79 83 89 91 92


vii 3. Pengalaman SRKB Terlibat dalam Perebuatan Kuasa A. Tekanan Momentum Politik Terhadap SRKB B. Restrukturisasi Terus Bergulir C. Konsolidasi Dukungan Arus Bawah D. Seminar dan Kampanye Hasil Survei E. Sikap Politik: Konvensi dan Rapat Umum III SRKB

95 95 97 102 106 108

Bagian IV Kepemimpinan Arus Bawah Mulai Tumbuh

115

Daftar Pustaka Indeks

119 123



ix

Kata Pengantar

Selama lebih dari satu dasawarsa, pengorganisasian masyarakat untuk membangun kondisi sosial, budaya ekonomi dan politik yang lebih adil di wilayah Jombang, Kediri, Mojokerto, Tulungagung dan Nganjuk telah dilakukan oleh para penggerak yang selama ini berkumpul dalam organisasi Perkumpulan ALHARAKA. Selama rentang waktu tersebut, program yang telah direncanakan secara matang dilaksanakan melalui kegiatankegiatan untuk mendorong inisiatif-inisiatif yang selalu muncul secara original dan cerdas dari kelompok-kelompok rakyat pinggiran dalam memenuhi dan menyelesaikan berbagai kebutuhan dan persoalan kongkrit. Program ini disusun sebagai salah satu jalan bagi kita para penggerak untuk menjalankan fungsi dan peran yang kita pilih secara sadar ditengah berbagai fungsi dan peran dalam kehidupan bermasyarakat. Slogan informal yang selalu kita suarakan secara lirih adalah “nggak muluk-muluk, sing penting nyata� (tidak terlalu muluk tetapi nyata). Slogan yang memiliki arti tidak perlulah terlalu melangit dan cenderung elitis, asal memberikan manfaat secara kongkrit atau bisa juga diartikan tidak perlu banyak orang tahu apa yang kita kerjakan, yang penting perubahan terjadi dalam kehidupan riil rakyat ini. Memang kedengaran


x

Muslim AlHaraka

agak masochis, tetapi itulah pilihan yang sejak hampir satu dasawarsa yang lalu kita canangkan. Hal itu jika kita tidak ingin dijadikan sebagai ‘kaum penolong’ bagi rakyat lain, yang kemudian jika tidak terkendali akan jatuh ke dalam jurang ketergantungan. Berdasarkan hal tersebut, maka kegiatankegiatan yang didorong dan berasal dari inisiatif rakyat adalah kegiatan-kegiatan kongkrit untuk menjawab masalah yang dihadapi sehari-hari. Masalah yang sebenarnya sangat mudah dipecahkan bagi rakyat yang terorganisir. Tetapi karena semua mengahadapi masalah tersebut secara tercerai berai dan hanya dilakukan secara individual, maka masalah tersebut kelihatan sangat berat. Upaya ini sering dikatakan sebagai ikhtiar dalam melakukan transformasi sosial. Dari situ, maka apa yang kita selalu dorongkan dalam menjalankan kegiatan untuk menyelesaikan persoalan adalah dilakukan secara bersama-sama. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama inilah, akses terhadap sumberdaya: ekonomi, politik atau sosial-budaya bisa diraih, juga sebagai cara dalam membangun kesadaran kritis bahwa, seluruh problem sosial adalah sebagai hasil konstruksi sosial, karena itu segala persoalan sosial bisa diselesaikan, apalagi dengan jika dilakukan secara bersama-sama. Kegiatan bersamasama juga terbukti mampu menumbuhkan kebersamaan dan solidaritas yang menjadi pijakan awal dalam membangun organisasi. Kesemuanya berujung pada upaya membangun dan memperkuat kuasa, yang selanjutnya perjuangan membangun keadilan bisa dilakukan secara lebih luas dengan melibatkan lebih banyak rakyat. Dalam menjalankan upaya-upaya tersebut, bukan berarti tidak ada masalah. Berbagai persoalan muncul silih berganti. Namun persoalan pertama yang muncul justru berembus dari dalam diri para penggeraknya. Apapun yang dipikirkan dan dijalankan oleh para penggerak akan berembus menjadi pikiran kelompok rakyat yang bekerja dengannya, begitu pula sebaliknya, karena setiap orang saling bertarung dalam memperebutkan ruang dan kepentingan sejak dalam pikiran. Ya..inilah yang selama ini selalu kita katakan sebagai bias (prasangka) dalam diri


Kata Pengantar

xi

kita: jika kita menganggap seseorang bodoh, maka konstruksi mulai dibangun, dan orang yang kita anggap bodoh itu juga akan mengatakan bahwa dirinya memang bodoh dan kita adalah orang pinter. Dari sinilah ketidakadilan mulai terjadi, dan jika kita memupuknya, maka apa yang kita lakukan tidak lagi melakukan transformasi untuk membangun keadilan akan tetapi sudah terpleset jatuh menjadi penindasan. Dari segala upaya membangun keadilan tersebut, saat ini kita turut urunan untuk membangun keadilan dalam bidang politik. Menurut yang kita pahami, keadilan dalam bidang politik akan terjadi jika rakyat memiliki kesempatan yang sama untuk turut dalam menentukan kebijakan. Konsep ini, sepanjang pengalaman yang kita lalui, tidak akan mudah dilakukan. Pimpinan politik yang menganggap bahwa, jabatan pimpinan politik adalah jabatan kekuasan semata tidak akan dengan serta merta untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk turut terlibat dalam pengambilan keputusan. Ada anggapan secara formal, rakyat sudah diberi kesempatan untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan ketika mereka masuk ke bilik suara dalam pemilu atau pilkada, setelah itu serahkan seluruh keputusan pada pimpinan politik yang terpilih. Tidak ada lagi kran komunikasi yang terbuka. Rakyat berjalan sendiri dan pimpinan politik beserta pemerintahannya berjalan sendiri. Hal ini terjadi jika pimpinan politik yang terpilih jauh dari rakyat dan tidak berasal dari kader organisasi rakyat yang maju, tetapi dari orang yang hanya mengandalkan modal besar atau mengandalkan ketenaran belaka. Untuk membuka kebuntuan kran tersebut, maka kita berikhtiar melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kepemimpinan politik sebagai upaya membangun keadilan dalam bidang politik. Ikhtiar itu kita lakukan di Kabupaten Kediri dengan terlibat dalam Pilkada Kabupaten Kediri. Pertanyaannya adalah mengapa di Kabupaten Kediri? Kita memang bekerja di kabupaten dan kota (meskipun jangan dibayangkan kita bekerja dengan seluruh rakyat di kabupaten/kota tersebut. Karena kita bekerja di beberapa desa saja, meskipun dampak kebijakan yang kita advokasi bisa lebih luas) yang kami sebutkan di awal tulisan


xii

Muslim AlHaraka

ini, tetapi karena beberapa alasan sehingga ikhtiar ini pertamatama kita lakukan di Kabupaten Kediri. Alasan tersebut antara lain: pertama, di Kabupaten Kediri (disamping di Jombang) kita sudah mencoba melakukan ikhtiar membangun kepemimpinan politik di tingkat desa dan terlibat dalam proses pilkades. Proses dalam mengkader dan menentukan calon, kampanye, dan pemenangan dilakukan melalui proses pengorganisasian, sehingga pimpinan politik yang terpilih memiliki perspektif keadilan yang tidak diragukan lagi. Proses yang kita anggap sukses ini akan kita ikhtiarkan ditingkat lebih atas lagi yaitu ditingkat kabupaten dengan terlibat dalam pilkada. Kedua, forum aliansi yang didirikan di Kabupaten dan Kota Kediri yang beranggotakan kelompok-kelompok rakyat terorganisir yang selama ini melakukan kegiatan secara bersamasama sudah berjalan dengan baik. Ketiga, adanya momentum politik Pemilihan Bupati (Pilbup) Kediri. Alasan yang ketiga ini, mungkin, merupakan alasan yang paling kuat kenapa ikhtiar ini tidak dilakukan di kabupaten lain. Buku ini kami rasa sangat perlu untuk diterbitkan, sebagai cerita pengalaman bagaimana rakyat kecil membangun kepemimpinan politik dari bawah melalui jalan pengkaderan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, di tengah kondisi politik yang masih dikuasai hanya oleh ’orang-orang penting’ yang berlimpah modal dan mengenyampingkan kalangan miskin yang berada di pinggir-pinggir arena pertarungan. Sehingga demokrasi benar-benar berada dalam genggaman rakyat miskin, yang menjadi penghuni terbesar di negeri ini. Kami berharap buku yang sangat sederhana ini bisa menyumbang khazanah pengetahuan politik, terutama dalam bahasan “kepemimpinan politik� di Indonesia. Karena selama ini, bahasan ini kurang mendapat perhatian, jika dibandingkan dengan bahasan yang sama dalam bidang ekonomi. Kita akan dengan mudah menemukan bahasan ini di perpustakaanperpustakaan atau di toko-toko buku dalam bidang ekonomi, tetapi agak membutuhkan waktu untuk menemukan bahasan yang sama dalam bidang politik. Namun yang lebih membanggakan bagi kami, jika buku ini bisa menjadi bahan pelajaran dan menjadi


Kata Pengantar

xiii

ladang inspirasi bagi rakyat pinggiran Indonesia (petani di desadesa, miskin kota dan perempuan) untuk merebut sumberdaya politik yang masih jauh dari jangkaun mereka, sehingga ‘kutukan’ bahwa, rakyat kecil tidak bisa berpolitik dan menjadi pimpinan politik bisa enyah dari kamus politik dominan. Di dalam buku ini akan dibahas: pertama-tama tentang kondisi kepemimpinan di Indonesia secara umum sejak jaman kemerdekaan sampai era reformasi. Pembahasan ini dianggap penting sebagai ajang untuk melihat kembali, meskipun mungkin sebagian pembaca sudah sangat hafal, tentang kepemimpinan politik, yang akan memberikan gambaran singkat tentang figur dan model kepemimpinan yang dijalankan. Selanjutnya juga dibicarakan secara khusus tentang pola kaderisasi kepemimpinan politik di Indonesia secara umum, yang bisa dibuat untuk melihat model kaderisasi kepemimpinan yang berjalan selama ini. Bagian selanjutnya dipersempit masuk ke latar konteks wilayah: kabupaten Kediri. Bagian ini membicarakan tentang kondisi wilayah, kependudukan, kondisi sosial-budaya, ekonomi dan politik di kabupaten Kediri. Dalam bagian ini juga dibicarakan tentang berbagai persoalan yang terjadi di kabupaten Kediri, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan DPRD kabupaten Kediri. Setelah membicarakan konteks lokalnya, bagian selanjutnya masuk dalam bahasan inti: upaya menciptakan kepemimpinan politik dari bawah. Upaya-upaya yang diangkat dalam bagian ini meliputi upaya membangun kepemimpinan politik di tingkat desa, dan upaya di tingkat kabupaten. Di tingkat desa, upaya membangun kepemimpinan politik, pembicaraan di ambil dari pengalaman salah satu kelompok (dari beberapa kelompok) yang berupaya terlibat dalam perebutan kepemimpinan politik di tingkat desa. Sedangkan di tingkat kabupaten, pembicaraan diambil dari pengalaman Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB) menyiapkan untuk terlibat dalam proses pemilihan bupati (pilbup) di kabupaten Kediri. SRKB yang beranggotakan kelompok-kelompok yang beberapa telah menggenggam pengalaman terlibat dalam proses pilkades. Karena itu, agar, dalam istilah sekolahan, bisa ‘naik kelas’, maka selanjutnya


xiv

Muslim AlHaraka

berupaya terlibat dalam pilkada. Dari ‘kelas desa’ meningkat ke jenjang ‘kelas kabupaten’. Selanjutanya, kami mengucapkan terima kasih, secara khusus kepada Mas Ayi Bunyamin yang selama lebih dari satu dasawarsa telah menemani kami (sejak kami masih menggunakan Yayasan Madani sampai menjadi Perkumpulan ALHARAKA), di saat kami secara organisasi belum banyak mengenal bagaimana membangun organisasi yang baik, bagaimana menjalankan organisasi sehingga bisa menjadi efektif dalam melakukan pengorganisasian dan menjadi pemantik bangunan gerakan sosial yang ada di wilayah Jawa Timur bagian barat sampai bagaimana memperbaiki ‘spiritualitas’ sosial kami. Penulisan buku ini juga atas dorongan dia, setelah sekian tahun kami berusaha untuk menuliskan pengalaman kami yang cukup kaya di lapangan dalam melakukan pengorganisasian. Terimakasih juga kami sampaikan kepada Mas Herryadi dari Yayasan Tifa yang memberi inspirasi: saat ini banyak kita jumpai buku kepemimpinan di toko-toko atau perpustakan, namun kepemimpinan dalam ekonomi, tetapi sungguh menguras tenaga jika mencari buku kepemimpinan dalam politik. Penerbitan buku ini juga atas dukungan lembaga mas Herryadi tersebut. Kami juga harus mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan tercinta: Zaini (Cikrak), Lilik, Munasir Huda, Azis, Zainul, Dul Muhaimin, Anam Black, Diana, Zaki dan seluruh temanteman pendukung terutama seluruh anggota ALHARAKA yang terus konsisten bekerja mendorong dan menggerakan rakyat untuk perubahan. Terima kasih juga disampikan kepada rekan-rekan di SUAR Kediri, Surya Sejahtera Kediri, Punden Nganjuk, Paricara Tulungagung, dan ICDHRE Jombang atas kerjasamanya selama ini. Tanpa kontribusi dari mereka semua, maka tidak mungkin proses pelaksanaan kegiatan-kegiatan dan penulisan ini berjalan dengan baik. Namun yang tak kalah besarnya, ucapan terimaksih kami tujukan kepada seluruh anggota Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB), yang terus melakukan aktifitas di wilayah lereng Gunung Kelud di ujung timur Kediri sampai di lereng Gunung Wilis di ujung barat Kediri, yang tentunya akan membutuhkan tempat yang cukup banyak


Kata Pengantar

xv

jika kami sebutkan satu persatu. Atas dukungan dan bantuannya kami juga mengucapkan terimkasih kepada para penggerak yang bekerja untuk Konsorsium Rakyat Jombang (KRJB), Serikat Perjuangan Rakyat Mojokerto (SPRM), Serikat Rakyat Anjuk Bersatu (SERAB) Nganjuk, dan kelompok-kelompok di Tulungagung. Sekali lagi, semoga secuil apa yang kami tulisakan ini mampu menggambarkan samudra pengalaman dan dinamika yang dialami oleh seluruh kelompok-kelompok rakyat yang saat ini terus belajar dalam rangka membangun gerakan rakyat demi perubahan yang lebih baik.

Direktur Perkumpulan Alharaka



1

Bagian I

Kepemimpinan Politik di Indonesia

Negara Republik Indonesia telah didirikan dan diproklamirkan sejak 65 tahun yang lalu. Usia yang sudah cukup dewasa jika diasosiasikan dengan umur orang Indonesia rata-rata. Berbagai peristiwa sejarah telah terjadi selama kurun waktu tersebut, baik peristiwa politik, ekonomi, sosial serta budaya. Mulai dari peristiwa yang membawa kemajuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sampai peristiwa-peristiwa yang membawa kemunduran bahkan peristiwa tragis yang mengorbankan kemanusiaan dan hampir-hampir atau sudah berada dalam bibir jurang kejatuhan dan gagal menjadi organisasi yang memberikan perlindungan kepada warganya. Selama kurun waktu tersebut, pimpinan organisasi pemerintahan Indonesia silih berganti, dari pimpinan yang menggagas Indonesia merdeka, kemudian beralih ke pimpinan yang hampir 100% mengedapankan pendekatan militer dalam menjalankan roda pemerintahan. Setelah masa reformasi, Indonesia berturut-turut dipimpin oleh empat presiden yang semuanya memiliki latar pengalaman politik yang berbeda. Tulisan pembuka ini merupakan deskripsi awal tentang kepemimpinan politik di Indonesia. Sebelum membicarakan


2

Muslim AlHaraka

secara panjang lebar bagaimana seharusnya pemimpin politik direkrut, dikader dan dipilih, maka perlu ditelusuri, bagaimana para pimpinan politik sejak jaman kemerdekaan dikader dan mengalami pendidikan, terutama di tingkat nasional. 1. Kaderisasi Kepemimpinan Nasional Secara periodik, Indonesia sejak merdeka tahun 1945 dapat dibedakan ke dalam beberapa periode: periode kemerdekaan, periode di bawah kekuatan otoriter, periode paska otoriter atau masa reformasi. Pendekatan periode ini akan digunakan untuk melihat secara singkat tentang kepemimpinan politik di Indonesia dan peristiwa-peristiwa dan juga kebijakan-kebijakan yang dibuat selama kurun kepemimpinan tersebut. Dalam tulisan ini secara singkat dilihat bagaimana proses pengkaderan dan pendidikan yang dialami oleh pemimpin politik di Indonesia. Pendekatan periode ini dimulai sejak periode kemerdekaan. Dalam periode kemerdekaan terjadi beberapa peristiwa penting. Peristiwa tersebut antara lain: peristiwa proklamasi kemerdekaan; terjadinya perang dan upaya diplomatik dalam rangka mempertahankan kemerdekaan; mengalami sistem demokrasi parlementer; beralih mengikuti demokrasi terpimpin dan; terjadinya peristiwa Gerakan 30 September, yang menjadi awal terjadinya peristiwa kemanusiaan yang paling tragis dalam sejarah Indonesia dimana terjadi pembunuhan masal tanpa ada pengadilan. Peristiwa yang banyak melibatkan Amerika Serikat ini1 juga digunakan oleh Soeharto untuk melakukan kudeta atas kepemimpinan presiden Soekarno.2 A. Periode Pasca Kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia dilatarbelakangi dengan bergolaknya Perang Dunia II. Dipertengahan tahun 1940-an, dua kota penting Jepang dijatuhi bom atom pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto, ISSI dan Hasta Mitra, Jakarta, 2008 h. 252. 2 Ibid., h. 5. 1


Kepemimpinan Politik di Indonesia

3

yang mengakibatkan Jepang takluk dan menyatakan kalah perang. Setelah mendengar siaran berita kekalahan Jepang atas tentara Sekutu, kelompok pemuda progresif yang menjadi tokohtokoh pergerakan mengadakan rapat. Dalam rapat tersebut diputuskan agar proklamasi segera dilakukan dan menentukan siapa yang pantas menjadi proklamator, selanjutnya otomatis menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Wikana, salah satu pemuda, mengusulkan nama Amir Sjarifuddin sebagai orang yang paling pantas menjadi proklamator. Alasannya, karena konsistensi Amir melawan fasisme Jepang dan figur dirinya yang dapat diterima semua kelompok progresif saat itu. Semua peserta rapat setuju dengan usulan tersebut. Tetapi, setelah keputusan diambil, peserta rapat baru sadar bahwa Amir ternyata pada saat itu sedang dipenjara oleh Jepang. Khawatir rencana itu membahayakan keselamatan Amir, lalu diusulkan agar Sjahrir yang menjadi proklamator. Namun, Sjahrir menyarankan agar Soekarno dan Hatta yang menjadi proklamator. Alasannya, karena keduanya dikenal luas oleh kalangan rakyat.3 Akhirnya Soekarno yang kemudian menyetujui negara kesatuan dan Hatta yang menginginkan negara federal,4 secara simbolik mewakili kelompok-kelompok pergerakan yang mempersiapkan kemerdekaan dan atas nama bangsa Indonesia dipilih secara aklamasi dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) untuk membacakan teks proklamasi dan selanjutnya otomatis menjadi presiden dan wakil presiden.5 Penunjukkan Soekarno oleh kalangan pergerakan sebagai orang yang membacakan teks proklamasi dan selanjutnya ditunjuk sebagai presiden pertama tidak berangkat dari sesuatu yang kosong. Penunjukkan ini berdasarkan rekam jejak Soekarno dalam dunia pergerakan melawan imperialisme dan kolonialisme.

Wilson, Amir Sjarifudin, Politikus Negawaran (1), dalam artikelnya di http://indoprogress.blogspot.com yang mengutip memoar buku Sumarsono. 4 http://countrystudies.us/indonesia/16.htm. 5 Afan Gaffar, Politik Indonesia, Transmisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, h. 53. 3


4

Muslim AlHaraka

Watak kepemimpinan Soekarno ditempa melalui jalan pengkaderan yang cukup kuat melalui guru politik yang handal dijamannya dengan materi pelajaran anti penindasan, anti imperialisme dan kolonialisme. Materi dasar itu kemudian dipoles melalui pengalaman pergerakan yang cukup panjang. Pengalaman pergerakan inilah yang menjadikan Soekarno sebagai pemimpin politik yang memiliki kekuatan yang mampu menjadi inspirasi banyak orang untuk bergerak sesuai dengan semangat yang dimilikinya serta banyak dikenal luas oleh rakyat Indonesia. Setelah Soekarno memimpin Indonesia selama 20-an tahun, selanjutnya bangsa Indonesia berada dalam periode kekuasaan otoritarian Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, seorang tentara berpangkat Mayor Jenderal. Sejak lulus sekolah tingkat pertama, Soeharto masuk dalam dunia militer. Dia menempuh pendidikan militer dasar sampai tingkat sersan, kemudian masuk dalam tentara PETA dan pernah menjadi polisi di Yogyakarta.6 Naiknya Soeharto menjadi presiden Indonesia tidak melalui jalan yang konstitusional, tetapi melalui apa yang yang dinamakan “kudeta merangkak� terhadap Soekarno. 7 Karena dilakukan dengan perencanaan yang cukup panjang melalui pemanfaatan berbagai momentum dengan menggunakan Angkatan Darat sebagai organisasi tunggangan. Berangkat dari kudeta ini, kekuasaan tirani kemudian dibangun. Indonesia di bawah pemerintahan Soeharto adalah Indonesia dalam masa yang sangat gelap. Rejim Orde Baru di bawah Soeharto ditopang oleh tiga kekuatan utama: militer (maka kemudian otoritarianisme Soeharto disebut sebagai otoritarian yang militeristik), birokrasi dan Golongan Karya (partai untuk mensahkan kekuasaan). Pada masa Soeharto ini, berjuta-juta rakyat dipenjarakan tanpa melewati pengadilan, ratusan ribu orang dibunuh dan dihilangkan. 8

O.G. Roeder, Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto, Gunung Agung, 1987, h. 144. John Roosa, Loc.Cit_h. 280 Kudeta ini juga secara langsung ditopang oleh Amerika Serikat yang tidak suka dengan politik Soekarno yang bebas aktif dan, karena itu dianggap berhaluan kiri. 8 Jhon Roosa, loc. cit. 6 7


Kepemimpinan Politik di Indonesia

5

B. Memasuki Periode Reformasi Setelah Soeharto enam kali terpilih menjadi presiden melalui Pemilihan Umum yang diatur, akhirnya Soeharto harus mengakhiri pemerintahannya setelah diruntuhkan oleh aksi massa tahun 1998. Soeharto menyerahkan kekuasaannya secara ilegal9 di istana negara kepada BJ Habibie sebagai wakilnya. Indonesia yang berada dalam kondisi krisis dipimpin berturutturut oleh presiden BJ Habibie, KH. Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri. Era reformasi setelah tumbangnya pemerintahan otoriter Soeharto dimulai di masa BJ Habibie. BJ Habibie banyak disebut sebagai pelopor teknologi tinggi di Indonesia. Dilihat dari riwayat belajarnya, Habibie adalah seorang pemuda yang tekun dalam mata pelajaran. Satu tipe pemuda yang memiliki konsentrasi dalam meraih prestasi belajar di sekolah dan tidak suka menggeluti dunia pergerakan. Karena itu, BJ Habibie merupakan presiden yang tidak memiliki riwayat pengkaderan dalam dunia gerakan politik di Indonesia. Masa mudanya dihabiskan di negeri yang jauh dari hingar bingar pergolakan politik di Indonesia. Di era Habibie terjadi tuntutan yang besar dari rakyat agar penyelenggaraan pemilu dilakukan secara lebih demokratis. Hal ini memaksa pemerintah Habibie untuk mengganti tiga undang-undang tentang politik (tentang partai politik, pemilu dan susunan/kedudukan MPR, DPR, dan DPRD) dengan undangundang yang baru. Tiga undang-undang paket tentang politik inilah yang digunakan oleh Soeharto untuk menyederhanakan partai politik dan hanya mengakui tiga partai politik (PPP, PDI dan Golkar).10 Pada Sidang Umum MPR RI tanggal 20 Oktober 1999 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai presiden RI ke IV. Terpilihnya Gus Dur merupakan hasil kompromi antara Dikatakan ilegal karena penyerahan kekuasaan secara resmi harus dilakukan didepan Sidang Umum MPR-RI, seperti ketika Soeharto diangkat dalam Sidang Umum MPR-RI tahun 1997 sebagai Presiden RI. 10 Maswadi Rauf, Perkembangan UU Bidang Politik Pasca Amandemen UUD 1945, Tulisan pembanding yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasioanl VIII di Denpasar, Bali, 2003. 9


6

Muslim AlHaraka

kelompok Islam dengan kelompok sekuler di parlemen. Dalam sidang paripurna ada tiga calon: Yusril Ihza Mahendra (FPBB), KH. Abdurrahman Wahid (FKB, Fraksi Reformasi dan FPP) dan Megawati Soekarnoputri (FPDIP), kemudian di tengah jalan Yusril mengundurkan diri sebagai langkah untuk memberikan kesempatan kepada Gus Dur.11 Gus Dur menjalani pendidikannya di pesantren, kemudian melanjutkan ke Al Azhar Kairo Mesir lalu pindah ke Irak. Setelah pendidikan di Irak sudah selesai, Gus Dur pergi ke Leiden Belanda untuk melanjutkan sekolah. Karena ijazah dari kampus Irak tidak diakui di Leiden kemudian Gus Dur mengembara ke Jerman dan Perancis, dan akhirnya kembali ke Indonesia tahun 1971.12 Sejak Muktamar NU di Situbondo tahun 1984, Gus Dur terlibat aktif di Nahdlatul Ulama’. Disini Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Organisasi keagamaan ini mengalami kemajuan yang luar biasa, terutama kalangan mudanya yang menjadi berpikir progresif. Kepemimpinan Gus Dur dipupuk sejak dia masih muda. Proses kaderisasi yang dijalaninya berganti dari satu organisasi ke organisasi lain. Proses yang panjang inilah yang mengakibatkan Gus Dur memiliki komitmen yang kuat terhadap rakyat kecil, rakyat marginal dan kelompok-kelompok minoritas yang juga memiliki hak yang sama dengan lainnya. Setelah 21 bulan menjadi presiden Republik Indonesia, Presiden Abdurrahman Wahid dimakzulkan oleh MPR pada tanggal 23 Juli 2001. Sidang Istimewa MPR RI semula akan mengadili Gus Dur dalam kasus Brunei Gate dan Bulog Gate, kemudian karena Gus Dur mengeluarkan dekrit yang salah satu isinya adalah pembubaran parlemen dan pembekuan Golkar, akhirnya Sidang Istimewa MPR RI berubah agendanya menjadi pemakzulan Gus Dur sebagai presiden RI.13 Setelah Gus Dur Risalah Sidang ke-13 Sidang Umum MPR-RI. Dalam risalah sidang ini bisa dilihat bagaimana dinamika yang terjadi dalam sidang antara kelompok Islam dan Sekuler. 12 Cerita ini diambil dari www.warungbebas.com. 13 Berkaitan dengan kondisi yang terjadi dalam Sidang Istimewa MPR RI dalam rangka meminta pertanggungjawaban Presiden dan pemberhentian Presiden karena dianggap melanggar haluan negara (pendapat dari Golkar) dapat dibaca di Risalah Rapat Paripurna Ke-3 Sidang Istimewa MPR RI Tahun 2001. 11


Kepemimpinan Politik di Indonesia

7

diberhentikan, pada Sidang Istimewa MPR RI tahun 2001, kemudian MPR RI dalam sidang yang sama mengangkat dan menetapkan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5.14 Megawati melewati masa sekolahnya dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Setelah itu, ia pernah belajar di dua universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Sejak kecil lebih menyukai menari daripada kegiatan-kegiatan yang lain. Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Megawati mula-mula terbilang tidak piawai dalam dunia politik dan tidak pernah mengikuti secara resmi pengkaderan di dalam partai yang didirikan dan dipimpin oleh orang tuanya. Ia masuk ke dunia politik sejak tahun 1987 dengan menjadi salah satu calon anggota DPR/MPR dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDI). Dalam pemilu yang digelar kemudian, ia berhasil menaikkan suara PDI dan terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Dia langsung memimpin PDI cabang Jakarta Pusat. Peristiwa politik selanjutnya15 yang menjadikan dia sangat populer dikalangan rakyat, karena dianggap sebagai simbol yang melakukan perlawanan kepada Soeharto.16 Naiknya Megawati ke kursi presiden terbilang unik karena menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid yang secara resmi diturunkan oleh MPR. Setelah menjalankan jabatan presiden dalam sisa waktu yang ditinggalkan oleh presiden Abdurrahman Wahid selama lebih kurang tiga tahun, Megawati mengakhiri masa jabatannya setelah kalah dalam pemilu presiden secara Ibid. Peristiwa politik selanjutnya yang menjadikan dia menjadi simbol perlawanan adalah ketika dia berhasil terpilih menjadi ketua PDI dalam kongres di Surabaya mengalahkan jago pemerintah Budi Hardjono yang menggantikan Surjadi. Pemerintah tidak setuju dengan terpilihnya Megawati ini, dan mendukung Fatimah Ahmad cs untuk menggelar Kongres Medan 1996 dan memilih kembali Surjadi sebagai ketua. Tetapi Mega tidak mengakui, dan tetap menguasai kantor PDI di Jl. Diponegoro Jakarta. Surjadi mengancam akan mengambil alih kantor. Atas dukungan penguasa Orde Baru ancaman itu dilakukan pada tanggal 27 Juli 1996 dengan melakukan perebutan kantor PDI dengan cara kekerasaan. Peristiwa ini disebut peristiwa Kudatuli yang mengakibatkan banyak korban meninggal dan hilang baik dari unsur kader PDI maupun dari kalangan aktifis. 16 `Bisa dilihat di http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id. 14 15


8

Muslim AlHaraka

langsung. Megawati kalah dengan mantan menterinya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kekalahan ini memiliki hubungan yang erat dengan pengabaian Megawati dan PDIP terhadap harapan pendukungnya yang sebagian besar adalah wong cilik. Setelah menang dalam pemilu presiden langsung, akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik melalui bersama wakilnya Jusuf Kalla. Semula banyak diharapkan pemilihan presiden secara langsung ini bisa sebagai mekanisme yang lebih demokratis dan merupakan solusi untuk mencegah berbagai distorsi yang banyak terjadi pada pemilihan presiden sebelumnya.17 SBY dibesarkan di dunia militer. Setelah lulus sekolah menengah atas SBY masuk ke AKABRI, meskipun sebelumnya sempat masuk ke ITS Surabaya dan pendidikan guru SLTP di Malang. Setelah menyelesaikan pendidikannya di AKABRI tahun 1973, SBY melanjutkan pendidikan kemiliterannya di berbagai kursus kemiliteran di Amerika Serikat dan di dalam negeri. Setelah menempuh jabatan karir militernya yang terakhir sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999) 18, pada tahun 2000, SBY mulai masuk ke dunia politik dengan menjadi anggota kabinet Abdurrahman Wahid. Kemudian SBY menjadi anggota kabinet Megawati Soekarnoputri. Jika dilihat dari riwayat pendidikannya, SBY tidak pernah mengalami pengkaderan kepemimpinan sipil sama sekali, seperti presiden Soeharto. Watak politiknya adalah watak politik militer. Pemerintahan SBY-JK berakhir setelah diselenggarakannya pemilihan presiden secara langsung yang kedua pada tahun 2009. Pemilihan presiden tahun 2009 merupakan rangkaian dari Pemilu tahun 2009. Sebelum pemilu presiden dilakukan, juga dilakukan pemilu untuk memilih anggota DPR-RI, DPRD dan DPD. Pemilu 2009 bisa dilaksanakan secara bebas dan adil,19 meskipun Pemilu 2009 banyak dikritik sebagai momen Pernyataan ini misalnya disampaikan oleh Smita Notosusanto di www.cetro.or.id/ pustaka/ppl4.html. 18 Bisa dilihat di http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id. 19 Hal ini dinyatakan secara resmi oleh US Embassy dalam laporan tentang kondisi HAM di Indonesia. Bisa dilihat di http://jakarta.usembassy.gov/bhs/Laporan/ HRR09_ID.pdf. 17


Kepemimpinan Politik di Indonesia

9

bagi menguatnya kecenderungan demokrasi prosedural dan memunculkan politik oligarki (kekuasaan politik hanya pada elite yang berjumlah kecil) yang dijalankan oleh partai-partai politik mapan. 20 Politik oligarki ini ditandai dengan masih bercokolnya kelompok-kelompok elite politik lama. Pemilu tidak menghasilkan susunan pemegang kekuasaan yang betul-betul menyuarakan kepentingan rakyat kecil yang memiliki suara terbanyak. Dalam Pemilu 2009 ini, SBY kembali terpilih sebagai pemenang pemilu presiden, tetapi tidak lagi bergandengan dengan Jusuf Kalla sebagai wakilnya. SBY berpasangan dengan Boediono, yang disebut sebagai orang yang menganut paham neoliberalisme.21 Hal ini menjadi warning bagi rakyat Indonesia bahwa, pemerintahan SBY selanjutnya akan semakin memihak kepada kebijakan-kebijakan neoliberalisme yang ditandai dengan: pertama, pengutamaan stabilisasi ekonomi makro dibanding faktor ekonomi yang lain; kedua, liberalisasi perdagangan dan investasi dan; ketiga, privatisasi dan penjualan aset-aset strategis.22 Kecenderungan demokrasi yang ditunggangi oleh politik oligarki, akan menyulitkan bagi kelompok-kelompok progresif yang memiliki keberpihakan terhadap rakyat kecil dan miskin tetapi tidak memiliki biaya besar untuk terlibat dan bisa memenangkan pemilu. Karena biaya yang dikeluarkan untuk terlibat dalam pemilu dengan menjadi calon anggota DPR, DPRD dan DPD sangat besar, maka sangat sulit bagi kelompok rakyat progresif yang rata-rata berangkat tidak dari kekuatan modal dan ketenaran yang dimiliki, tetapi berangkat dari pengalaman melakukan pembelaan kepada rakyat secara langsung dan nyata. Politik oligarki yang menggunakan kekuatan modal besar, tidak akan memberikan kesempatan kepada kelompok progresif ini, Heru Wardoyo dalam Wilson, Mulyani Hasan, Ed, Belajar Merebut Kekuasaan, Praxis, Jakarta, 2010, h. 107. 21 Hal ini dikatakan oleh Kwik Kian Gie yang pernah menjadi kolega Boediono dalam kabinet Megawati Soekarnoputri. Secara tegas Kwik Kian Gie menyatakan bahwa Boediono adalah penganut paham neoliberalisme. Kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), privatisasi perbankan dan penjualan Indosat yang merugikan Indonesia trilyunan rupiah didukung oleh Boediono. Penyataan ini bisa dilihat di www.pemiluindonesia.com. 22 Drajat Wibowo dalam www.pemiluindonesia.com. 20


10

Muslim AlHaraka

karena bagi mereka memberi kesempatan berarti membunuh diri mereka sendiri. Dibutuhkan upaya yang lebih panjang dan kerja penuh kesabaran tetapi terukur untuk mewarnai proses demokrasi yang lebih substantif dan berada penuh di bawah kontrol rakyat secara langsung. Tanpa kesabaran yang selalu menjadi senjata, maka apa yang akan dilakukan mudah tercebur ke dalam lubang gelap keputusasaan. 2. Peran Partai dalam Kaderisasi Politik Di Indonesia struktur pemerintahan dibuat mulai dari tingkat desa sampai tingkat nasional. Dalam paparan sebelumnya, kita melihat bagaimana proses kaderisasi para pemimpin nasional sejak periode kemerdekaan sampai periode reformasi 23 dan bagaimana kemudian kebijakan-kebijakan dikeluarkan setelah menjadi pemimpin politik di tingkat nasional. Di tulisan selanjutnya, kita coba melihat bagaimana rekrutmen serta proses kaderisasi terhadap kepemimpinan politik sejak periode kemerdekaan sampai periode reformasi yang telah dipimpin oleh empat orang presiden. A. Periode Pasca Kemerdekaan Pada masa kepemimpinan politik nasional Indonesia dipegang oleh Soekarno, proses kaderisasi kepemimpinan politik banyak dilakukan melalui partai politik. Karena partai politik merupakan organisasi yang paling intensif melakukan kegiatankegiatan pengkaderan untuk memperkuat partai sehingga bisa bertarung dalam merebut suara rakyat. Kehidupan kepartaian memiliki peluang yang sangat luas untuk hidup dan berkembang. Indonesia pada periode ini menganut sistem multi partai. Lebih dari 30 partai yang terbentuk dan selanjutnya mengikuti Pemilu tahun 1955. Bisa juga dikatakan sejak periode Soekarno di masa kemerdekaan, demokrasi parlementer, dan demokrasi terpimpin, periode Soeharto di masa pemerintahan otoriter, sampai periode Habibie, Abdurrahman Wahidm Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam periode reformasi.

23


Kepemimpinan Politik di Indonesia

11

Berkembangnya kepartaian secara maksimal pada periode ini dikarenakan partai politik memiliki tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam melakukan rekrutmen anggota atau pendukung, pengurus atau pimpinan partai. Tidak ada campur tangan pemerintah sama sekali dalam proses rekrutmen dan kaderisasi tersebut, sehingga partai bisa secara bebas menentukan siapa calon pimpinannya atau pengurusnya. Persaingan yang terjadi antara tokoh-tokoh dalam partai berlangsung secara sehat dan demokratis.24 Dengan kondisi seperti ini, maka tidak heran jika pada saat itu muncul kepemimpinan politik yang cukup baik dan memiliki kesadaran demokratik yang cukup mendalam, sehingga saat itu dikatakan sebagai masa emas politik Indonesia paska kemerdekaan. Kepemimpinan politik yang berangkat dari pola rekrutmen dan kaderasi yang baik seperti ini menyebar hampir di seluruh partai. Partai politik saat itu (sekitar tahun 1950-an) menjadi tempat bagi pemuda-pemuda yang mulai mendapatkan pendidikan modern untuk mengembangkan gagasan dari warisan-warisan pemikiran yang mereka peroleh dari keluarga dan kelompok mereka, serta sebagai tempat untuk mengekspresikan apa yang mereka peroleh dari pendidikan yang mereka jalani. Partai politik betul-betul menjadi ladang yang subur untuk mengembangkan kepribadian. Di sisi lain, partai politik secara sehat menjaga agar anggotaanggota dan kader-kader partai (terutama yang muda) tidak lari ke partai lain. Karena itu partai harus bisa mencari jawaban bagi masalah-masalah yang dirasakan oleh anggota atau kader, terutama dalam masalah-masalah ideologi, memberikan gambaran yang masuk akal tentang dunia yang ada di sekeliling mereka, serta memberikan solusi yang tepat untuk masalahmasalah tersebut. Tugas pimpinan politik dalam partai adalah merumuskan visi (ideologi) yang layak, menguraikan tentang posisi dan peran partai dalam mencapai visi tersebut yang Semangat dalam melakukan kaderisasi dan rekrutmen dalam partai adalah upaya mengimplementasikan gagasan demokrasi secara sungguh-sungguh. Hal ini banyak dilatarbelakangi oleh pendidikan yang mereka dapatkan tentang demokrasi yang harus diwujdukan tidak sebatas komitmen. Lebih jauh tentang hal ini bisa dilihat di Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.

24


12

Muslim AlHaraka

mengarah pada upaya menciptakan keadilan dan kesejahteraan anggota serta rakyat secara umum.25 Inilah kondisi partai politik pada saat Indonesia baru lahir. Proses rekrutmen dan kaderisasi dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan komitmen demokrasi yang telah dipelajari. Kepentingan hanya untuk mendapatkan uang dan kekuasaan belum secara anarkis masuk menjadi gagasan utama dalam membangun demokrasi. Karena itu praktek demokrasi yang terjadi adalah demokrasi sejati. B. Periode Orde Baru: Keterampilan untuk Memimpin Dihabiskan Pada masa Soeharto atau era Orde Baru, kekuasaan tersentral pada satu orang dengan pola hubungan patron client. Cara-cara pemerintahan Soeharto dalam membatasi dan mengontrol setiap kegiatan rakyat dilakukan secara komunal atau berkelompok. Kebijakan pembabatan ini merupakan cara yang paling fatal dan yang paling menghancurkan terhadap peradaban yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang mulai dibangun sejak Indonesia diproklamasikan tahun 1945. Menjalankan kegiatan dengan berserikat dan berkumpul merupakan kegiatan yang dianggap makar. Namun bukan berarti tidak boleh berserikat dan berkumpul. Tetapi harus berada di bawah organisasi yang telah ditentukan pemerintah. Buruh harus berserikat melalui organisasi yang dianggap sah oleh pemerintah yaitu SPSI, di luar itu dicap melawan pemerintah. Organisasi kemasyarakatan keagamaan harus berada di bawah MUI (Majelis Ulama’ Indonesia). Organisasi wartawan harus berada di bawah PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Kelompok-kelompok tani dikumpulkan dalam satu organisasi HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia).26 Bahkan kalangan mahasiswa sebagai calon intelektual juga harus berorganisasi lewat organisasi yang menjadi anggota KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia).27 Tulisan tentang ini dibahas secara lebih detail dalam Herbert Feith dan Lance Castle, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, LP3ES, Jakarta, 1988. Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Delokomotif, Yogyakarta, 2010. 27 Tulisan tentang hal ini bisa dilihat di http://www.library.utoronto.ca/pcs/state/ 25

26


Kepemimpinan Politik di Indonesia

13

Penaklukan terjadi juga di organisasi partai politik. Setelah dipilih MPR sebagai presiden setelah Pemilu 1971, Soeharto yang pemerintahannya didukung angkatan 6628 segera membuat kebijakan penyederhanaan partai politik bersama-sama dengan DPR dengan mengesahkan Undang-Undang No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar.29 Dengan disahkannya undangundang ini, maka partai-partai yang berhaluan Islam dipaksa fusi ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai-partai yang berhaluan nasionalis fusi ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Selanjutnya, partai politik hanyalah sebagai penghias pemilu, karena yang menang pemilu pasti Golkar. Selama pemerintahan Orde Baru yang ditopang oleh tiga pilar utama: Golkar, birokrasi dan ABRI, praktis penentuan kepemimpinan politik dilakukan melalui secreening ketat dari atas. Pimpinan-pimpinan politik dipegang oleh orangorang yang menjadi penggerak di tiga pilar tersebut. Kalangan ABRI merupakan yang paling besar dalam mengambil porsi kepemimpinan. Melalui kebijakan Dwi Fungsi ABRI, perwira ABRI bisa dikaryakan untuk menduduki pimpinan politik di satu kabupaten atau kota. Meskipun pimpinan politik di kabupaten atau kota dipilih oleh anggota DPRD Tingkat II, tetapi karena DPRD dikuasai oleh Golkar serta fraksi ABRI yang mendapat kursi cuma-cuma, maka hampir seluruh pimpinan politik di daerah-daerah berasal dari Golkar, ABRI atau dari unsur birokrasi yang kesemuanya dikendalikan dari atas. Secara garis besar Orde Baru berusaha untuk melakukan depolitisasi massa secara sistemik. Depolitisasi tersebut dilakukan misalnya melalui monoloyalitas bagi semua pegawai negeri dan pegawai perusahaan negara kepada Golkar, agar tidak terkotakkotak ke berbagai aliran ideologi. Disamping itu juga dilakukan floating mass (massa yang mengambang), dimana setiap warga negara tidak memiliki ikatan tertentu dengan partai politik. Rakyat indon/indon2.htm. Sebuah case study tentang Indonesia yang di tulis oleh Charles Victor Barber. Menurut Pramoedya A. Toer, dalam salah satu pidatonya pada Maret 1999 mengatakan: �Dalam sejarah modern kita selamanya Angkatan Muda menjadi motor perubahan ke arah yang lebih maju, kecuali Angkatan 66�. 29 Informasi diperoleh dari Museum DPR-RI di www.dpr-ri.org. 28


14

Muslim AlHaraka

hanya diperkenankan bicara tentang politik dan berhubungan dengan partai politik ketika pemilu digelar.30 Kebebasan berserikat dan berkumpul yang dimiliki oleh rakyat dalam era sebelumnya, diberangus habis dan dipusatkan ke dalam satu titik. Teror, intimidasi, ancaman pembunuhan bahkan pembunuhan kerap dialami oleh siapapun yang tidak patuh dan sulit dikontrol oleh pemerintah.31 Proses ini terjadi selama lebih 30 tahun. Satu rentang waktu yang cukup untuk menghabiskan sebuah kebudayaan. Pada rentang waktu tersebut tidak ada cara berorganisasi dan berkumpul yang baik kecuali cara-cara yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga cara-cara serta keterampilan rakyat Indonesia dalam mengelola organisasi dan melakukan kegiatan-kegiatan politik yang telah ditempa sejak akhir masa kolonialisme sampai akhir era Soekarno hilang begitu saja. Rakyat Indonesia kehilangan satu kekayaan kebudayaan yang mungkin akan bisa ditumbuhkan lagi lebih dari satu generasi mendatang. C. Periode Era Reformasi Era reformasi ditandai dengan tergulingnya Soeharto dari kursi kepresidenan oleh gerakan massa. Setelah masuk dalam era reformasi, bangsa Indonesia mengalami perubahan-perubahan politik. Perubahan pertama yang cukup signifikan bagi perubahan politik selanjutnya adalah dihapusnya Lima Paket UndangUndang Tentang Politik.32 Selama masa reformasi ini, bangsa Indonesia mengalami kondisi politik yang baru, setelah sekian puluh tahun terkekang dalam tirani Soeharto. Bangsa Indonesia sekali lagi mulai belajar lagi dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam berorganisasi. Keterampilan bangsa Indonesia dalam mengelola organisasi dan melakukan kegiatan-kegiatan politik Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarat, 2000, h.131. Politik kekerasan Orde Baru terdokumentasikan dengan baik dalam Sukandi A.K, Ed, Politik Kekerasan ORBA, Mizan, Bandung, 1999. 32 Lima paket Undang-udang politik yang diberlakukan sejak tahun 1985 antara lain: Undang-undang tentang Pemilihan Umum; Susunan dan Kedudukan MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum. dan; Organisasi Kemasyarakatan. 30 31


Kepemimpinan Politik di Indonesia

15

tersebut salah satunya adalah keterampilan dalam melakukan pengkaderan dan membangun kepemimpinan politik yang baik. Tidak jalannya pengkaderan yang dilakukan oleh banyak organisasi, terutama organisasi partai politik sebagai penopang utama sistem demokrasi, lebih karena organisasi partai politik tidak memiliki cara serta keterampilan dalam melakukan pengkaderan seperti yang dulu pernah dimiliki secara canggih oleh partai-partai pada periode paska kemerdekaan. Buntu dan tidak jalannya proses pengkaderan di organisasiorganisasi partai politik mengakibatkan partai politik tidak memiliki kader yang mumpuni untuk dicalonkan sebagai pimpinan politik. Kalaupun ada kader yang dianggap mumpuni, bukan berarti partai telah melakukan proses pengkaderan yang baik, tetapi lebih karena faktor individu kader yang telah memiliki ketrampilan sebelum secara resmi bergabung dengan partai. Dari sini, tidak heran jika banyak sekali partai politik yang mengusung calon pimpinan politik dari orang yang selama ini sama sekali tidak bergelut dan berproses dari bawah di partai tersebut. Ini terjadi tidak hanya di partai-partai kecil, bahkan partai-partai besar yang saat ini menduduki perolehan suara besar juga melakukan hal yang sama. Bahkan ada fenomena baru yang sangat tidak sehat bagi perkembangan demokrasi di Indonesia yaitu partai politik lebih memilih orang-orang yang terkenal dalam dunia hiburan sebagai calon pimpinan politik. Karena dengan memilih orang yang sudah terkenal dalam dunia hiburan sebagai calon pimpinan politik, maka partai tidak susah payah untuk melakukan kampanye. Artis menjadi pilihan yang menggiurkan dalam hal ini, sehingga banyak sekali partai politik yang merekrut artis terkenal sebagai calon pimpinan politik yang diusung dalam pilkada.33 Meskipun tidak ada larangan bagi siapapun untuk terlibat dalam perebutan pimpinan politik, tetapi fenomena ini akan menghambat proses pembentukan pimpinan politik yang Di Jawa Timur saja, pada tahun 2010 artis yang dicalonkan sebagai pimpinan politik di daerah antara lain Emilia Contesa calon bupati Banyuwangi yang diusung koalisi Partai Gerindra, PAN dan tujuh partai kecil; Ratih Sanggarwati calon bupati Ngawi yang diusung oleh PPP dan PKB; Julia Peres yang diusung sebagai Wabup Pacitan oleh Partai Hanura, PAN, Gerindra, PBB, Patriot, PDP, PKPB, serta PKPI, serta yang terkahir adalah Maria Eva sebagai calon wakil bupati Sidoarjo.

33


16

Muslim AlHaraka

betul-betul melalui proses pendidikan yang cukup baik dari bawah, terutama dalam mengelola dan menjalankan organisasi pemerintahan. Sehingga tercipta pemerintahan yang berwibawa dan bisa memberikan pelayanan dan perlindungan bagi rakyat. Saking gerahnya dengan kondisi ini, Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, Gamawan Fauzi merencanakan revisi Undang-Undang no.32/2004 dengan memasukkan pasal tentang calon pejabat publik yang dipilih melalui pemilu disyaratkan memiliki pengalaman dan moral yang baik serta tidak pernah berzinah.34 Tentu persyaratan ini banyak ditentang karena membatasi orang untuk ikut dalam kegiatan politik. Fenomena ini juga menjadi gambaran yang cukup jelas bahwa, partai-partai politik paska era otoritarian Orde Baru tidak memiliki mekanisme dan cara-cara bagaimana melakukan pendidikan bagi kader-kader partainya. Butuh satu mekanisme yang mengharuskan kepada partai politik untuk melakukan rekrutmen anggota dan pimpinan partai melalui pendidikan kader secara sistematis. Rocky Gerung, 35 Pengajar Filsafat UI Jakarta menawarkan jalan keluar yang cukup baik untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah dan legislatif dalam melakukan revisi Undang-Undang no.32/2004 memasukkan pasal yang mewajibkan partai politik untuk menyusun kurikulum pendidikan politik sebagai instrumen dalam melakukan rekrutmen politik dan pendidikan kader.

Bisa dilihat dalam berita di Metronews.com, tanggal 5 Mei 2010 dan juga di Kompas, tanggal 14 April 2010. 35 Yang dimuat di Kompas, tanggal 21 Mei 2010. 34


17

Bagian II

Dampak Kepemimpinan Elitis: Kasus Kabupaten Kediri Adalah Masalah Indonesia 1. Kabupaten Kediri dalam Perkembangan Ekonomi, Sosial dan Budaya Untuk melihat konteks yang lebih detail sebagai latar belakang dari tulisan membangun kepemimpinan politik ini, maka selanjutnya dituliskan tentang kondisi, dimana praktek membangun kepemimpinan politik dari bawah dilaksanakan. Penulisan konteks wilayah yang lebih detail ini dimaksudkan agar tulisan selanjutnya bisa mudah dipahami, terutama yang berkaitan dengan posisi wilayah dan kondisi sosial-budaya, ekonomi dan, politik serta berbagai problem yang terjadi di wilayah itu yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan politik yang dibuat oleh pimpinan politiknya, terutama dalam era masa kini. Karena itu, tulisan selanjutnya akan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut: bagaimana sejarah wilayah Kabupaten Kediri terbentuk, dimana posisinya dan kondisi kependudukan seperti apa? Bagaimana kondisi sosial-budaya, ekonomi dan, politik? Terakhir bagaimana perkembangan saat ini di era reformasi dan apa problem-problem mutakhir yang terjadi? Kediri yang dipakai untuk nama sebuah wilayah di Jawa Timur, bisa dirunut dalam prasasti Harinjing yang bertahun 804


18

Muslim AlHaraka


Dampak Kepemimpinan Elitis

19

M, 1 saat Rakai Warak Dyah Wanara menduduki tahta Mataram Kuno.2 Prasasti Harinjing menceritakan tentang Bhagawanta Bhari, seorang agamawan yang menguasai teknologi pengairan. Berkat karyanya membuat bendungan di Kali Konto dan anak sungai yang mampu mengairi lahan pertanian di sekitarnya sehingga tanah pertanian menjadi subur, akhirnya Bhagawanta Bhari diberi tanah perdikan oleh kerajaan. Di masa selanjutnya cicit Mpu Sindok dari cucu perempuan yang dikawin Udayana seorang Pangeran Bali: Airlangga, menjadi raja dan naik tahta pada tahun 1019 M. Airlangga yang memiliki beberapa anak kemudian membagi wilayahnya menjadi dua: Pangjalu dan Jenggala, sebagai akibat logis agar anakanaknya tidak berebut kekuasaan. Pangjalu yang juga disebut Kadiri berpusat di Daha dan Jenggala memiliki pemerintahan di Kahuripan (Jiwana).3 Setelah rentang waktu yang panjang di wilayah ini bertahta Sri Jayabhaya (1135 M.) yang dikenal memiliki keahlian astrologi. Secara geografis, wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh dua gunung yang memiliki sifat yang berbeda, yaitu Gunung Kelud di sebelah timur yang bersifat vulkanik dan Gunung Wilis di sebelah barat yang bersifat non vulkanik, sedangkan tepat di bagian tengah wilayah Kabupaten Kediri melintas Sungai Brantas yang membelah wilayah Kabupaten Kediri menjadi dua bagian, yaitu bagian barat Sungai Brantas: merupakan perbukitan lereng Gunung Wilis dan Gunung Klotok dan bagian timur Sungai Brantas. Pembagian dua wilayah ini sangat sering digunakan untuk membedakan wilayah subur dan tidak subur. Wilayah timur Sungai Brantas yang memanjang hingga Gunung Kelud Peneyebutan nama Kadiri pertama kali dalam prasasti Harinjing dijadikan sebagai hari lahir Kabupaten Kediri yaitu tanggal 25 Maret 804. Parasasti Harinjing dibuat di satu desa di wilayah Kabupaten Kediri sekarang. 2 Semula Mataram Kuno berdiri di wilayah Jawa Tengah, kemudian setelah terjadi bencana alam hebat yang disebut sebagai Pralaya (banyak yang menyebut terjadinya letusan G. Merapi), kemudian cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok (929 M.), memindah kerajaan ke wilayah sebelah timurnya, diantara G. Semeru dan G. Wilis, di wilayah Jawa Timur sekarang. Kabupaten Kediri berada diantara dua gunung ini disamping Malang dan Blitar. 3 M.M. Soekarto Kartoarmodjo, Sekitar Masalah Kerajaan Kadiri Kuno, makalah disampaikan dalam simposium Sejarah Kadiri Kuno yang diselenggarakan oleh Lembaga Javanologi dan Universitas Kadiri, 28-20 September 1984. 1


20

Muslim AlHaraka

merupakan wilayah yang cukup subur, sedangkan wilayah barat Sungai Brantas sebaliknya.4 Pembedaan yang secara tidak sadar juga membedakan status sosial ini dipertajam oleh pemerintahan militer di jaman perang kemerdekaan. Komando pemerintahan dibagi dua: Komando Daerah Militer Barat Sungai Brantas dan Komando Daerah Militer Timur Sungai Berantas.5 Posisi geografi Kabupaten Kediri terletak antara 111º 47’ 05” sampai dengan  112º 18’20” Bujur Timur dan 7º 36’ 12” sampai dengan  8º 0’ 32 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh 5  kabupaten, yaitu Tulungagung dan Nganjuk (sebelah barat), Nganjuk dan Jombang (sebelah utara), Jombang dan Malang (sebelah timur) dan, Blitar dan Tulungagung (sebelah selatan). Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Kediri sekitar 1.386.05  km2 atau ± 5% dari luas wilayah propinsi Jawa Timur, dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 1.464.827 jiwa dengan pembagian jumlah laki-laki sebanyak 724.522 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 740.305 jiwa.6 A. Kondisi Sosial Budaya Kabupaten Kediri berada dalam wilayah sub kultur wilayah Mataraman wetan (timur) yang memiliki produk budaya yang tak berbeda dengan komunitas Jawa di Surakarta. Masyarakat yang ada di wilayah ini banyak dipengaruhi model sosiokultural Jawa Tengah. Pola-pola aristokrasi, keselarasan, keseimbangan, dan penuh simbol juga menjadi ciri kehidupan masyarakat. Secara umum masyarakat yang ada di wilayah ini masih sangat erat pada kultur paternalistik atau bapakisme.7 Kultur ini satu sisi bisa menjadi perekat, tetapi di sisi lain bisa terjungkal menjadi pola penindasan yang cukup efektif. Diambil dari www.kediri.go.id. Irna HN Hadi Soewito, Rakyat Jatim Mempertahankan Kemerdekaan, Jilid 3, Penerbit Grasindo, Jakarta, 1994, h. 505. 6 Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri, Kabupaten Kediri Dalam Angka Tahun 2009, h. 37. 7 Bima Baskara dan Budiawan SA, Mataraman itu Kental, Tetapi Gagal, artikel yang juga menukil pendapat C. Gertz dimuat dalam Kompas, 25 Juli 2008. 4 5


Dampak Kepemimpinan Elitis

21

Di Kabupaten Kediri berdiri pondok-pondok pesantren yang jumlahnya cukup banyak. Menurut data BPS 2009, jumlah pondok pesantren di Kabupaten Kediri berjumlah 221 pondok dengan jumlah santri 50.374 orang.8 Sistem pengajaran pesantren di Kabupaten Kediri menjadi salah satu sistem pengajaran pondok pesantren yang cukup disegani dan menjadi rujukan bagi pesantren-pesantren di Indonesia, sehingga santri-santri yang belajar di Kabupaten Kediri datang dari hampir seluruh wilayah Indonesia, dan model pengajarannya banyak ditiru oleh banyak pesantren di luar Kabupaten Kediri. Meskipun banyak berdiri pondok pesantren yang menjadi pusat dari masyarakat santri, masyarakat Kabupaten Kediri juga menyukai kesenian tradisional seperti wayang kulit, jaranan, banthengan dan jago-jagoan yang sementara ini dikonotasikan dengan kesenian tradisi abangan. Masyarakat yang selama ini dianggap santri juga menyukai kesenian-kesenian tradisi tersebut. Sebaliknya masyarakat yang selama ini dianggap sebagai masyarakat abangan juga terlibat dalam kegiatankegiatan pengajian yang dianggap sebagai tradisi santri.9 Ikatan-ikatan sosial masyarakat sampai saat ini masih terbangun dengan baik, meskipun derasnya arus modal terus mengikis ikatan-ikatan tersebut yang menjadikan masyarakat dalam proses menjadi sangat individualistik. Tetapi karena sebagian besar masyarakat Kabupaten Kediri adalah hidup sebagai petani dan hidup di desa, maka ikatan solidaritas yang dibangun melalui berbagai kegiatan seperti soyo (gotong royong membangun rumah dsb.), ngelayat (mendatangi keluarga tetangga yang ditimpa musibah meninggal), rewang (membantu tenaga tetangga yang punya hajatan) dan, buwuh (memberikan sumbangan uang pada tetangga/warga yang menyelenggarakan hajatan) masih cukup terjaga.10 Saat ini ikatan solidaritas ini terus Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri, Kabupaten Kediri Dalam Angka Tahun 2009, h. 139. 9 Hal ini misalnya bisa dilihat di Desa Joho kecamatan Semen. Jika dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat desa ini memiliki ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam yang dianggap sebagai ajaran kaum santri, tetapi masyarakat desa tersebut juga menyukai kesenian lesung, jaranan dan wayang kulit yang dianggap sebagai tradisi abangan. 10 Zulkarnain Nasution, dalam artikelnya yang berjudul Konflik dan Lunturnya Solidaritas Masyarakat Desa Transisi, dimuat di http://berkarya.um.ac.id. 8


22

Muslim AlHaraka

terkikis dengan masuknya modal lewat pembangunan perumahan serta pembangunan pabrik-pabrik di wilayah yang selama ini menjadi pusat pertanian. Masuknya modal ini mengubah cara orang dalam memenuhi kebutuhannya, yang selanjutnya akan mengubah cara orang dalam melihat orang lain. B. Kondisi Ekonomi Sebagian besar masyarakat Kabupaten Kediri adalah petani, baik petani yang memiliki lahan, petani tidak memiliki lahan serta buruh tani. Selain bertani, masyarakat Kabupaten Kediri juga berusaha di bidang perdagangan, industri (terutama industri pengolahan) serta sebagai buruh di beberapa pabrik.11 Perum Perhutani menguasai lahan berstatus hutan yang cukup luas di wilayah timur Kabupaten Kediri (Kecamatan Kandangan, Kepung, Puncu, Ngancar dan Plosoklaten) dan di wilayah barat Kabupaten Kediri (Kecamatan Semen dan Banyakan). Secara keseluruhan luas lahan yang berada di bawah kekuasaan Perum Perhutani adalah 14.465,3 Hektar.12 Di luar itu ada PTPN XII Ngrangkah Sepawon yang ada di wilayah Kecamatan Puncu dan beberapa perusahaan swasta yang memiliki HGU. Di Kabupaten Kediri juga berdiri pabrik rokok Gudang Garam.13 Pabrik yang didirikan oleh taipan Surya Wonowidjojo pada 26 Juni 1958 ini memiliki buruh kurang lebih 41 ribu orang yang berasal baik dari wilayah Kota Kediri maupun Kabupaten Kediri. Pabrik rokok Gudang Garam merupakan penyumbang cukai rokok terbesar di Indonesia14. Untuk tahun 2008 saja, cukai rokok dari Kota dan Kabupaten Kediri sebesar 14 trilyun yang 80-90 persennya berasal dari Gudang Garam.15 Dari sini bisa kita lihat bagaimana pabrik rokok Gudang-Garam Kediri turut BPS, Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009. Luas hutan di Kabupaten Kediri menurut data dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dimuat dalam www.jatimprov.go.id. 13 Lokasi pabrik utama sebagian besar memang berada di wilayah Kota Kediri, tetapi dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan mencakup Kota dan Kabupaten Kediri. 14 Diambil dari publikasi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam di websitenya www. gudanggaramtbk.com. 15 Kompas, tanggal 8 Mei 2008. 11

12


Dampak Kepemimpinan Elitis

23

menyumbang bahkan sangat menentukan laju perekonomian di Kabupaten Kediri. Satu lagi pabrik yang turut menentukan kondisi ekonomi Kabupaten Kediri yang sebagian besar adalah petani, yaitu pabrik pembenihan. Di Kabupaten Kediri ada beberapa pabrik pembenihan. Salah satu yang paling besar dan melibatkan modal internasional adalah PT. Bisi Internasional yang didirikan oleh the Charoen Pokphand Group pada tahun 1983. PT. Bisi bekerjasama dengan petani dalam melakukan pembenihan dan hasilnya dijual ke petani di seluruh Indonesia melalui cabang-cabang yang ada hampir di seluruh pulau-pulau utama kecuali Papua.16 Dari sini juga bisa kita lihat bagaimana pengaruh perusahaan ini terhadap kondisi petani di Kabupaten Kediri. Disamping itu pada jaman dulu, bahkan sampai sekarang, Kediri dikelilingi oleh pabrik-pabrik gula. Untuk di wilayah kabupaten saat ini ada pabrik besar yang masih beroperasi yaitu Pabrik Gula (PG) Ngadirejo di Kecamatan Kras, dan yang lainnya: PG Meritjan dan PG Pesantren Baru berada di wilayah Kota Kediri. Meskipun berada di wilayah kecamatan kota, tetapi areal penanaman tebunya sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Kediri. Sebelumnya di wilayah Kecamatan Plosoklaten berdiri juga PG Djengkol yang saat ini berada dalam administrasi PG Pesantren Baru.17 Tidak heran jika di wilayah Kabupaten Kediri banyak sekali sawah dan kebun yang ditanami tebu, sejak jaman kolonial dulu hingga saat ini. Seluruh pabrik gula tersebut adalah peninggalan era kolonial yang sampai saat ini masih berjalan. Pada masa kolonial pabrik gula dikuasai sepenuhnya oleh pemerintahan jajahan Belanda. Pada masa paska kemerdekaan, terutama setelah kebijakan nasionalisasi Soekarno, pabrik gula dalam kekuasaan pemerintah Indonesia, meskipun menjadi ajang rebutan partai-partai yang cukup kuat.18 Sedangkan pada masa Orde Baru, pabrik gula berada di bawah PTPN X yang didirikan pada tahun 1996, yang Ditulis dalam bussines profile PT. Bisi International di websitenya www.bisi. co.id. 17 Data ini didapat di http://djengkol.wordpress.com/ 18 Lebih jauh tentang kondisi pabrik gula di wilayah Jombang dan Kediri pada sekitar tahun 160-an bisa di baca di Hermawan Sulistyo, Palu Arit Diladang Tebu, Sejarah Pembantaian Masal Yang Terlupakan, Kepustakaan Gramedia, Jakarta, 2000. 16


24

Muslim AlHaraka

menggabungkan beberapa PTPN di Jateng dan Jatim.19 Meskipun pabrik gula secara resmi dimiliki oleh pemerintah, tetapi pabrik selalu ‘dikuasai’ oleh tuan tanah-tuan tanah atau pemilik modal yang bisa memenuhi permintaan pabrik secara reguler terutama ketika musim giling tiba. 2. Politik Kabupaten Kediri: Dari Pangeran Slamet Poerbonegoro ke Dinasti Sutrisno Menurut catatan sejarah, Kabupaten Kediri pertama kali dipimpin oleh Pangeran Slamet Poerbonegoro dari tahun 1800 hingga 1825, bertepatan dengan dimulainya perang jawa. Setelah itu, sampai pada masa kemerdekaan, Kabupaten Kediri dipimpin berturut-turut oleh sebelas orang bupati. Jabatan bupati pada jaman tanam paksa (dimulai jaman Daendels tahun 1808) diangkat dari kaum feodal yang bekerja di bawah residen Belanda. Pada masa selanjutnya jabatan bupati merupakan jabatan karir, yang bisa dipegang oleh alumni sekolah untuk pegawai inlanders, OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaar), setelah mereka meniti karir dari tingkat yang paling bawah sebagai juru teknis.20 Setelah masa kemerdekaan sampai tahun 1965, Kabupaten Kediri dipimpin oleh enam orang bupati. Pada masa revolusi yang serba darurat ini, dua orang bupati: R. Darmadi dan Syafi’i Marzoeki hanya memimpin kurang dari satu tahun. Pada saat genting, yaitu ketika terjadi peristiwa pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Indonesia yang dimotori oleh militer,21 antara tahun 1965 sampai tahun 1970, Kabupaten Kediri dipimpin oleh M. Iswadi Wirosaputro. Setelah itu, pada jaman gelap Orde Baru, seperti halnya negara Indonesia, Kabupaten Kediri berada dalam kekuasaan militer. Lima orang bupati yang memegang pimpinan pemerintahan di Kabupaten Kediri seluruhnya berasal dari militer.22 Dalam profil PTPN X di www.kpbptpn.co.id. Bisa dilihat misalnya dalam sejarah gubernur Jawa Timur di arsipjatim.go.id. Sekolah OSVIA ini merupakan implementasi politik etis yang dicanangkan pada tahun 1900. 21 Op. cit, John Roosa. 22 Kantor Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Kediri, Biografi Singkat Bupati Kediri 1800-2010. 19

20


Dampak Kepemimpinan Elitis

25

Dalam politik elektoral (pemilu), sejak Orde Baru berkuasa, partai pemenang pemilu adalah Golongan Karya. Namun pada pemilu terakhir yang dilaksanakan pada tahun 2009, partai politik yang memiliki kursi terbanyak di DPRD adalah PDIP dengan merebut 14 kursi, disusul Partai Demokrat dengan 8 kursi dan pada urutan selanjutnya adalah PKB dan Golkar yang mendapatkan 7 kursi. Sementara PAN mendapatkan 4 kursi disusul PPP dan Gerindra yang mendapatkan 3 kursi. Perolehan kursi di DPRD ini menunjukkan bahwa partai sekuler nasionalis lebih mendapat tempat daripada partai yang berbasis agama.23 Ketika gerakan reformasi pecah pada tahun 1998, Kabupaten Kediri dipimpin oleh Kol. Inf. Suparyadi. Layaknya Soeharto, Suparyadi tidak pernah menjalani pendidikan kader kepemimpinan politik sipil. Karir jabatannya seluruhnya ditempuh di lingkungan militer, mulai dari komandan peleton di Batalayon 501 pada tahun 1968 sampai Paban VII/Ops Sospol Mabes ABRI tahun 1994. Sejak tahun 2000 Pemerintah Kabupaten Kediri dipimpin oleh Sutrisno yang dipilih oleh anggota DPRD Kabupaten Kediri. Pada pilkada langsung tahun 2005, Sutrisno mencalonkan kembali dan berpasangan dengan Sulaiman Lubis. Dengan menggunakan kekuatan birokrasi yang sudah dikuasainya, Sutrisno kembali terpilih menjadi bupati Kediri sampai tahun 2005. Sebelum menjadi bupati Kabupaten Kediri, Sutrisno adalah pengusaha obat-obatan dan pupuk pertanian yang sebelumnya pernah menjadi Petugas Penyuluh Lapangan.24 Di masa kepemimpinannya banyak proyek mercusuar yang bernilai ratusan miliar rupiah di tengah-tengah rakyat yang sebagian besar masih sangat miskin. Sebaliknya proyek-proyek yang bersentuhan langsung dengan rakyat ditinggalkan dan tidak mendapat perhatian yang serius. Hal ini lebih dikarenakan Sutrisno bukanlah orang yang pernah menjalani dan terlibat dalam pengkaderan kepemimpinan politik seperti yang dialami oleh tokoh-tokoh pergerakan awal. Sutrisno adalah pengusaha yang secara umum selalu mencari keuntungan finansial dalam Data diperoleh dari KPUD Kabupaten Kediri. Ibid.

23

24


26

Muslim AlHaraka

menjalankan profesinya, meskipun dia pernah menjadi Petugas Penyuluh Lapangan, tetapi dia mengerjakan hal tersebut sebagai profesi murni bukan sebagai wahana untuk melatih diri menjadi seorang pemimpin.25 Sangat maklum, jika kemudian Sutrisno memimpin Kabupaten Kediri dengan gaya pengusaha yang selalu mencari untung, padahal seharusnya menjadi bupati memiliki filosofi sebagai pelayan. 3. Kabupaten Kediri Semakin Surut di Era Reformasi Sebagai dampak dari kepemimpinan yang tidak melalui proses kaderisasi yang baik, seperti yang terjadi pada diri Sutrisno, hasilnya bisa dilihat saat ini di Kabupaten Kediri. Pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam kepemimpinan Sutrisno menyimpang jauh dari dari visi dan misi yang ditetapkan. Dalam visinya, Sutrisno ingin mewujudkan masyarakat Kabupaten Kediri yang sejahtera berbasis pertanian, didukung perdagangan dan industri. Tetapi dalam kenyataannya, proyek-proyek yang dikerjakan dan dibiayai dari dana APBD Kabupaten Kediri adalah proyek-proyek mercusuar bernilai ratusan miliar rupiah: Simpang Lima Gumul, Gunung Kelud, Air Terjun Dolo. Dana APBD habis untuk membiayai proyek-proyek tersebut. Persoalan kepemimpinan sendiri sebenarnya dianggap sangat penting bagi masyarakat di Kabupaten Kediri. Hal ini dibuktikan dari hasil survei 26 yang dilakukan oleh SRKB 3 bulan sebelum pelaksanaan Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Masyarakat Kabupaten Kediri berharap dengan dilaksanakannya pilkada dapat memilih seorang pemimpin yang memiliki karakter kemasyarakatan yang kuat. Dari total 2740 jawaban, terdapat 1.317 jawaban yang menekankan pentingnya kepemimpinan yang baik. Jawaban tersebut merupakan tertinggi dibandingkan jawaban yang lain tentang orientasi program yang harus Seperti yang selama ini terjadi pada seluruh petugas penyuluh lapangan, bekerja hanya untuk menggugurkan kewajiban, bukan sebagai langkah untuk membangun kekuatan petani. 26 Menjelang Pilkada Kabupaten Kediri 2010 SRKB melakukan survei tentang persoalan yang dihadapi warga dan impian tentang kepemimpinan di Kabupaten Kediri 20102015. Survei dilakukan di 14 kecamatan, 129 desa, dan 1.364 responden. 25


27

Dampak Kepemimpinan Elitis

dilakukan, semisal pertanian 34 jawaban atau pengentasan kemiskinan 714 jawaban27. Harapan Kepada Bupati Kediri 2010-2015 Kebijakan Umum

104

Orientasi Prog Pendidikan Sosial Budaya

62

Orientasi Prog Pertanian Orientasi Prog Kesehatan

34

8

Orientasi Prog Kemiskinan

714

Pemimpion Aspiratif

501

1317

Karekter Pemimpin 0

200

400

600

800

1000

1200

1400

Jawaban Responden

Pada survei tersebut juga disebutkan bahwa persoalan dominan yang dihadapi oleh masyarakat Kabupaten Kediri adalah ekonomi. Masyarakat menganggap bahwa kinerja Pemerintah Kabupaten Kediri sangat rendah. Upaya pemerintah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat sangat lemah. Responden menganggap pemerintah Kabupaten Kediri lebih banyak tidak melakukan fungsinya untuk memfasilitasi penyelesaian masyarakat sebesar 980. Sedangkan responden yang menjawab bahwa pemerintah Kabupaten Kediri telah menjalankan fungsinya hanya 34128. A. Ironi Proyek Mercusuar di Tengah Kemiskinan Rakyat Kabupaten Kediri Selama Sutrisno menjadi bupati, banyak kebijakan pembangunan mercusuar yang belum terukur keuntungan bagi Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010. 28 Ibid. 27


28

Muslim AlHaraka

kepentingan rakyat. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain pembangunan wahana wisata Gunung Kelud, pembangunan tempat wisata Selomangleng dan kebijakan yang sangat kontroversial yaitu pembangunan mega proyek Simpang Lima Gumul (SLG) yang disinyalir penuh dengan korupsi dari dana APBD Kabupaten Kediri.29 Pembangunan mega proyek SLG lahir setelah Sutrisno berkunjung ke Paris. Setelah melihat monumen Arc de Triomphe karya arsitek Jean Francois Chalgrin`s, Sutrisno terinspirasi untuk membuat monumen yang sama di Kabupaten Kediri. Ia ingin monumen yang dibangun untuk mengenang kemenangan tentara Napoleon di Austerliz itu berdiri juga di kawasan Simpang Lima Gumul, di Desa Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri. Mimpi itu memang akhirnya benar-benar diwujudkannya dengan menggunakan seratus persen dana APBD.30 Proyek SLG ini adalah sebagai upaya Sutrisno membangun kota baru yang dimulai dari nol yang membutuhkan dana ratusan miliar. Karena itu mega proyek ini tidak selesai hanya satu dua tahun. Proyek ini merupakan proyek multi-years. Dalam salahsatu komentar dalam rangka meminta tambahan dana sebesar 200 miliar yang ditulis di beberapa harian, 31 Sutrisno mengatakan: “Saya membayangkan SLG dan sekitarnya sebagai `kota baru`, semacam central business district (kawasan pusat bisnis). Untuk sebuah `kota baru`, idealnya butuh dana triliunan rupiah. Angka Rp 200 miliar ini wajar. Selain APBD, akan kami ambilkan dari DAU. Tentunya, ini atas pertimbangan matang dan persetujuan DPRD. Saya bertekad menyulap Jalan Simpang Lima ini menjadi pusat perekonomian. Saya berharap pengganti saya nanti dapat melanjutkan proyek ini. Bergantung bupati mendatang. Kalau memiliki wawasan internasional, SLG akan berjalan sesuai perencanaan. Saya Diulas dalam www.beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010 dalam judul “Bupati Kediri Pamer Kesuksesan Proyek-proyek Bermasalah�. Dalam uraian selanjutnya dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa nilai kerugian materi dari tiga jasa konstruksi tersebut kurang lebih Rp 45.504.275.000,00. 30 http://www1.surya.co.id/v2/?p=347. 31 Radar Kediri, 10 Januari 2007 juga bisa dilihat di http://www.surabayapagi. com. 29


Dampak Kepemimpinan Elitis

Proyek Mercusuar SLG

29


30

Muslim AlHaraka sudah menyiapkan orang untuk meneruskannya. Saya terus membayangkan bagaimana nanas dari Ngancar dan mangga podang Banyakan dan Semen bisa dirasakan orang luar Kediri dan bahkan luar negeri. Caranya ya dengan SLG ini�

Tujuan yang sering dikemukakan oleh Sutrisno dalam membangun kawasan Simpang Lima Gumul adalah sangat absurd yaitu: (1) meningkatkan PAD dari retribusi dan pajak; (2) meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat home industry dan UKM; (3) memajukan Kabupaten Kediri di sektor ekonomi dan pariwisata; (4) mengurangi pengangguran dan; (5) sebagai paket mega proyek dengan wisata Gunung Kelud, Air Terjun Dolo, dan Pamenang.32 Dikatakan absurd karena pembangunan SLG yang sampai 2010 ini masih belum ditempati adalah proyek prestisius yang padat modal, karena itu membutuhkan pengembalian modal yang sangat lama. Harapan peningkatan PAD dari retribusi dan pajak, hanyalah pepesan kosong, karena retribusi dan pajak yang diperoleh jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dari APBD sangat sulit diprediksi. Tidak ada jaminan sampai saat ini apakah proyek ini akan menghasilkan laba yang besar, meskipun diklaim bahwa proyek ini akan menyedot wisatawan dalam negeri dan manca negara.33 Bahkan ketika ditanya tentang pengembalian dana dari APBD tersebut, dengan nada yang meragukan dia mengatakan “Paling jelek, kita akan memiliki monumen, jalan mulus, dan infrastruktur lain�. Sebuah pernyataan yang menggambarkan bahwa, Sutrisno memang seorang pemimpin yang tidak memiliki visi yang jelas, dan hanya mengikuti mimpi pribadi yang kemudian dipaksakan untuk disetujui DPRD. Begitu juga dengan harapan bahwa proyek SLG akan meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat home industry dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Peningkatan kesejahteraan rakyat lewat home industry atau UKM, tidak dilakukan dengan membangun proyek monumen yang bernilai ratusan milyar rupiah. Peningkatan usaha kecil bisa dilakukan secara realistis dengan membuat kebijakan yang memberikan akses modal dan Loc.Cit, www1.surya.co.id/v2/?p=347. Loc.Cit, www1.surya.co.id/v2/?p=347_

32 33


Dampak Kepemimpinan Elitis

31

akses pasar kepada rakyat. Disertai dengan fasilitasi pelatihanpelatihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menjalankan usaha kecil dan menengah. Tujuan untuk memajukan Kabupaten Kediri dalam sektor ekonomi dan pariwisata adalah tujuan yang tidak hanya dimiliki oleh proyek SLG, tetapi menjadi tujuan dari proyek-proyek yang dijalankan pemerintah terutama proyek pembangunan fisik yang tidak pernah dijelaskan secara gamblang kemajuan yang sudah dicapai. Pariwisata bukanlah sektor primer di wilayah Kabupaten Kediri, tetapi sektor sekunder. Sektor ekonomi primer Kabupaten Kediri sampai saat ini adalah sektor pertanian, meskipun kondisinya terus mengalami penurunan. Tahun 2008, sektor yang dimotori pertanian ini menyumbang 39,2% dari total PDRB, menurun dibandingkan dengan 2007 yang tercatat 39,8%. Padahal pada 2000, hampir 50% kegiatan ekonomi Kabupaten Kediri ditopang sektor primer. Sektor sekunder yang saat ini menunjukkan angka yang meningkat adalah sektor industri pengolahan dan konstruksi.34 Proyek mercusuar SLG mulai dikerjakan tahun 2003 dengan pembangunan monumen senilai Rp 19.737.202.000. Proyek ini didanai DAU (Dana Alokasi Umum) dan dikerjakan PT Triple`s. Monumen yang sekarang sudah berdiri tegak ini dikelilingi oleh infrastruktur jalan dan sarana perkantoran dan tempat perbelanjaan yang dibangun dengan dana APBD sebesar 71 miliar rupiah. Sutrisno menganggarkan sekitar 200 milyar rupiah untuk proyek tersebut. Kebijakan ini ditopang secara ambigu oleh DPRD Kabupaten Kediri. Satu sisi mereka mendukung dan satu sisi memprotes kebijakan tersebut. Mereka juga berlindung di bawah keputusan yang telah dibuat pada periode sebelumnya. Tidak ada upaya untuk melakukan perlawanan dan memprotes kebijakan tersebut. Harian Kompas, 26 Maret 2010, Ditopang Pertanian, Dipicu Industri dan Bangunan. Analisis yang dilakukan oleh Litbang Kompas tersebut belum menjelaskan tentang sektor konstruksi yang dimaksud dalam tulisan tersebut. Jika melihat mega proyek yang ada di Kediri, sektor konstruksi yang dimaksud bisa pembangunan mega proyek yang terdiri dari proyek SLG, air terjun dan Gunung Kelud. Karena itu, peningkatan sektor sekunder (konstruksi) tersebut tidak akan memberi dampak apa-apa kepada rakyat kecil secara luas.

34


32

Muslim AlHaraka

Dalam hal ini salahsatu anggota DPRD Kabupaten Kediri, Erjik Bintoro dari Fraksi PDIP mengatakan: “Tak ada alasan menghentikan proyek ini. Sebab, pembahasan pembangunan SLG oleh anggota dewan periode sebelumnya sudah final. Saat itu, pemerintah dan dewan menyepakati pelaksanaan megaproyek multi-years itu. Kalau misalnya ada pihak yang menghendaki menghentikan pembangunan itu keliru”.35

Padahal jika kita membaca hak-hak yang dimiliki oleh anggota DPRD, maka anggota DPRD memiliki hak untuk mempertanyakan dan meminta untuk menghentikan kebijakan yang mengabaikan kepentingan publik atau menghambur-hamburkan uang rakyat, meskipun sudah diputuskan oleh DPRD periode sebelumnya. Anggota DPRD yang lain dari Komisi D Bidang Kesejahteraan Masyarakat, Iskak, pernah mengatakan: “proyek yang menggunakan dana APBD secara multi-years tersebut, mengesampingkan aspek pendidikan, kesehatan, dan pertanian yang menjadi basis kehidupan masyarakat. Rakyat dipaksa mengikuti obsesi bupati untuk mewujudkan pembangunan fisik yang tidak rasional”.36

Namun dalam pernyataan selanjutnya, Erjik Bintoro, yang menjadi ketua DPRD Kabupaten Kediri mengatakan bahwa sejak dibangun tahun 2003 silam hingga kini manfaat monumen tersebut belum terlihat. Kios dan perkantoran yang dibangun di sekitar monumen tersebut semuanya mangkrak. Padahal pembangunannya sudah menghabiskan biaya lebih 300 miliar dana milik rakyat Kabupaten Kediri.37 Proyek ini bukannya tidak bermasalah, karena beberapa unsur masyarakat mempersoalkan pembangunan proyek mercusuar tersebut.38 Saat ini Polda Jawa Timur dalam proses menangani 37 38 35

36

Bisa dilihat di www.surabayapagi.com pada tanggal 26 Agustus 2008. Koran Tempo tanggal 19 Juni 2009 diambil dari www.korantempo.com. Tempo Interaktif, Senin, 14 Desember 2009. Yang paling getol mempersoalkan korupsi mega proyek SLG ini adalah Tjejep Mohammad Yasie dari Komuitas Peduli Kediri.


Dampak Kepemimpinan Elitis

33

dugaan korupsi mega proyek pembangunan SLG.39 Polda Jawa Timur menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi SLG, yaitu Sony Sandra pemilik PT Triple’s, Ketua Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kediri Janu Irianto, Pimpinan Proyek Kartika Dwi Krisnanti dan Konsultan Proyek Hariyo. Disamping mega proyek SLG, Bupati Soetrisno juga merencanakan pembangunan Lapangan Terbang (Lapter). Lapangan terbang ini berlokasi di Kecamatan Ngancar. Studi kelayakan dilakukan pada tahun anggaran 2009 sebesar Rp. 500 juta. Pembangunan Lapter yang direncanakan akan selesai tiga sampai empat tahun ini ditujukan untuk melayani masyarakat di wilayah Jawa Timur bagian selatan dan bagian barat. Dukungan pembangunan Lapter ini datang dari salahsatu mantan DPP PDI Perjuangan dan anggota DPR-RI Pramono Anung yang berjanji akan menggerakkan anggotanya di legislatif.40 Dukungan ini berkaitan dengan dukungan Sutrisno kepada Pramono Anung untuk menjadi anggota DPR-RI. Dalam kampanye Pemilu 2009 dan mensukseskan Pramono Anung menjadi anggota DPR-RI, Sutrisno memberikan dukungan sepenuhnya atas pencalonan Pramono Anung dari Dapil VI Jawa Timur yang salah satu wilayahnya adalah Kabupaten Kediri. Bahkan Sutrisno secara vulgar melakukan penggalangan tandatangan kepala desakepala desa di Kabupaten Kediri untuk mendukung Pramono Anung.41 Dalam proses selanjutnya, pembangunan Lapter ini banyak mendapat tentangan, baik dari masyarakat. Tentangan dari masyarakat berupa class action yang disidangkan di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri. Gugatan tersebut berisi pembatalan proyek Lapter dan proyek-proyek mercusuar lainnya di Kabupaten Kediri. Karena pembangunan tersebut dinilai tidak realistis. Fasilitas tersebut ditengarai hanya akan dinikmati oleh www.beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010, meskipun sampai tulisan ini dibuat tidak ada penanganan lanjutan secara serius dari Polda Jatim berkaitan dengan kasus ini. Hal ini memunculkan dugaan bahwa Polda Jatim sudah mendapat ‘jatah’ dari Sutrisno, bahkan Kejaksaan Kediri juga tidak bereaksi atas kasus ini dan kasuskasus lain yang berkaitan dengan penggelapan dana APBD yang diduga melibatkan Sutrisno. 40 Kompas, Senin 30 Maret 2009. 41 Media Indonesia, Kamis, 19 Maret 2009. 39


34

Muslim AlHaraka

rekan-rekan bisnis Bupati tanpa memiliki azas manfaat bagi masyarakat. Sedangkan tentangan dari penguasa teritori udara datang dari Lanud Iswahjudi yang memperingatkan Bupati untuk tidak membangun bandara komersil di Kabupaten Kediri. Sebab kawasan udara di Kabupaten Kediri merupakan area latihan pesawat tempur yang berbahaya bagi pesawat komersil. Tetapi meskipun mendapat tentangan begitu, Bupati Soetrisno tetap bersikukuh akan melanjutkan pembangunan Lapter.42 B. Angka Kematian Ibu dan Anak Meningkat Ironinya, mengiringi pembangunan proyek mercusuar Simpang Lima Gumul yang menghabiskan dana milyaran rupiah, di Kabupaten Kediri angka kematian ibu melahirkan meningkat tajam. Menurut catatan Dinkes Kabupaten Kediri, petugas kesehatan dan posyandu yang tersebar di 26 kecamatan di Kabupaten Kediri menemukan 17 ibu hamil yang meninggal dunia saat menjalani proses persalinan selama kurun waktu Januari–November 2009 dengan jumlah persalinan sekitar 25 ribu. Jumlah itu jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya, dengan jumlah kematian sebesar 14 orang dari 24.707 persalinan.43 Peningkatan jumlah kematian ibu melahirkan dan anak baru lahir ada kaitannya dengan rendahnya anggaran kesehatan dalam APBD Kabupaten Kediri. DPRD yang begitu mudahnya mengetok palu untuk menyetujui anggaran bagi proyek mercusuar, begitu diminta untuk menandatangani nota kesepahaman bagi peningkatan anggaran kesehatan di Kabupaten Kediri sangat alot dan berbelit-belit.44 Meskipun akhirnya menyetujui nota tersebut. Kurangnya anggaran kesehatan membawa dampak tidak maksimalnya kinerja petugas yang berada di bawah Dinas Kesehatan. Sehingga dari tahun 2002-2007 tingkat kematian AKI Tempo Interaktif, Senin, 24 Agustus 2009. www.beritajatim.com tanggal 11 Januari 2010. 44 Proses ini terjadi dalam hearing yang diselenggarakan pada hari Jum’at, 8 Agustus 2008, di hotel Insumo Palace Kediri, dihadiri sekitar 25 orang dari Dinas Kabupaten Kediri, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Kediri, ALHARAKA, SUAR, dan kelompok masyarakat desa siaga. Informasi tentang hal ini bisa dibaca di www. alha-raka.org. 42 43


Dampak Kepemimpinan Elitis

35

dan AKB di Kabupaten Kediri sulit ditekan. Padahal Kabupaten Kediri memiliki anggaran dalam APBD-nya lebih 600 milyar rupiah, sementara hanya sekian juta saja yang dialokasikan untuk dana kesehatan. 45 Bahkan jika dihitung dari realisasi anggaran kesehatan di Kabupaten Kediri hanya 1% dari APBD. Hal ini juga sejalan dengan survei yang dilakukan oleh SRKB. Persoalan kesehatan di Kabupaten Kediri menduduki peringkat ke enam terendah. Sebagian besar responden mengatakan bahwa biaya berobat kian mahal, meskipun tidak dijelaskan apakah obat atau fasilitas yang dimiliki oleh rumah sakit. Responden yang mengatakan bahwa kesehatan masih menjadi persoalan dengan mahalnya biaya dikeluarkan berjumlah 97 jawaban. Mereka juga mengemukakan bahwa dukungan pemerintah kepada persoalan kesehatan juga sangat rendah. Dengan jumlah 3 jawaban responden yang memberikan pandangan demikian.46 C. Kondisi Ekonomi Rakyat Semakin Buruk Perekonomian di Kabupaten Kediri selama pemerintahan Bupati Sutrisno, melanjutkan dari sistem sebelumnya, tidak dibangun berdasarkan ekonomi kerakyatan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 baik yang lama ataupun hasil amandemen. Hal in tercermin dari realisasi pembangunan ekonomi di Kabupaten Kediri yang belum menyasar pada upaya membangun ekonomi kerakyatan yang meliputi lima hal: Pertama, tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi setiap anggota masyarakat; kedua, terselenggaranya sistem perlindungan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar; ketiga, tersebarnya kepemilikan modal material secara relatif merata di tengah-tengah masyarakat; keempat, terselenggaranya pendidikan bebas biaya bagi setiap anggota masyarakat dan; kelima, terjaminnya hak setiap anggota masyarakat untuk terlibat dalam organisasi-organisasi ekonomi.47 Dari kelima sasaran ini, Ibid. Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010. 47 Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Delokomotif, Yogyakarta, 2010, h. 40. 45

46


36

Muslim AlHaraka

mungkin hanya yang kelima sudah bisa disasar meskipun masih butuh rincian tentang pelaksanaannya. Model pembangunan ekonomi, masih mengikuti model yang digunakan oleh negara yaitu neoliberalisme, dimana pengetatan anggaran atau meminimalkan subsidi atau bahkan meniadakannya adalah ciri utama dari model ini. Bila kita lihat di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Kediri, belanja untuk subsidi atau pelayanan kepada masyarakat secara langsung sangat sedikit. Dana yang sedikit itupun diduga masih digunakan untuk kepentingan pribadi bupati Sutrisno, dimana pada tahun 2010 memasang istri pertamanya sebagai calon bupati Kediri 20102015. Dana APBD untuk bantuan kepada rakyat sebesar 10 Milyar yang tersebar di berbagai instansi digunakan oleh isteri bupati, dr. Hariyanti, untuk kepentingan pencalonan dirinya dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Hal ini dilakukan Hariyanti di Pare dan Ngadiluwih dengan membagikan uang kepada PKL alon-alon Pare dan pelaksanaan pasar murah di kawasan pasar Ngadiluwih. Kedua kegiatan yang didanai APBD tersebut digunakan untuk berkampanye dengan memasang atribut politik.48 Situasi sosial yang tidak membaik setelah era kepemimpinan Bupati Soetrisno, ternyata juga diungkapkan dalam survei SRKB. Salah satu pertanyaan yang dikemukakan kepada masyarakat saat survei adalah masalah apa yang sering dihadapi selama 3 tahun terakhir. Jawaban yang dihasilkan ada 7 poin tertinggi berupa peternakan, biaya obat yang mahal, anak tidak sekolah, infrastruktur desa, kepemerintahan dan hukum, pertanian dan rendahnya pendapatan (ekonomi). Rendahnya pendapatan merupakan persoalan yang paling banyak dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Kediri dengan 1059 jawaban49. Struktur tenaga kerja yang dipublikasikan oleh BPS 2009, keadaan pencari kerja yang tercatat di Disnaker, bahwa dari Pencari Kerja yang terdaftar sejumlah 10.169 orang di tahun 2008, dan yang ditempatkan sebesar 6.386 orang, dan yang belum ditempatkan sampai akhir tahun sebesar 3.871 orang50. Artinya ada 3.871 orang yang menganggur di Kabupaten Kediri. Tempo Interaktif, tanggal 06 Januari 2010. Loc.cit. 50 Katalog BPS : 1403.3506; Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009, h. 44. 48 49


37

Dampak Kepemimpinan Elitis

Sedangkan jumlah pencari kerja lama dan baru di tahun 2008 terdiri; tingkat Sekolah dasar 941 orang, SLTP 3.165 orang, SLTA 12.517 orang, dan PT sejumlah 5.200 orang. Jadi total pencari kerja lama dan baru sejumlah 21.823 orang yang memperebutkan 6.386 lowongan kerja yang tersedia. Persoalan Masyarakat Kab. Kediri 3 Tahun Terakhir 1200

1059

740

Jawaban Responden

800

723

600 400

302

227

200

97

0

ND

AN AT AP

PE

P

AN N

T

PE

AN

E

M

PE

KE

AH NT

RI

SA

M

KU

AK

N ER

AH

ND

RE

A NY

N

IA

N TA ER

DA

HU

I

NF

AN

AK

AL

AH

OL

DE

UK

TR

S RA

R TU

K

DA

TI

K SE

T BA

AH

M

RO

A AY BI

BE

D. Banyak Sekolah Rusak Pembangunan mega proyek Simpang Lima Gumul (SLG) yang menghabiskan anggaran ratusan miliar rupiah sangat bertentangan dengan kondisi sekolahan di Kabupaten Kediri yang mengalami kerusakan berat dan sedang. Sekolah yang mengalami rusak berat lebih kurang 239 sekolah dan yang mengalami rusak ringan sebanyak 62 sekolahan. Sekolahan tersebut tersebar di 14 kecamatan di Kabupaten Kediri, mulai dari Kecamatan Tarokan di sebelah barat sampai Kecamatan Ngancar di sebelah timur. Kondisi ini terjadi pada tahun 2007, dimana Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi gedung, pembentukan perpustakaan, kebutuhan multi media dan kebutuhan buku referensi pada tahun tersebut hanya tersedia anggaran kurang lebih Rp. 2,4 miliar, sedangkan untuk rehabilitasi gedung mulai dari SD, SMP hingga SMU disediakan anggaran kurang lebih


38

Muslim AlHaraka

Rp. 8,1 miliar dengan target sasaran 85 sekolahan dengan perkiraan per sekolahan hanya mendapat Rp. 95 juta.51 Jika dibandingkan dengan anggaran untuk SLG tahun 2007 dimana Sutrisno meminta tambahan anggaran sebesar 71 miliar,52 maka biaya pendidikan tahun 2007 hanya 15 % dari anggaran yang digunakan untuk SLG. Pada tahun 2010, kondisi ini tidak banyak berubah, karena pemerintah Kabupaten Kediri tetap membiarkan sekolah dalam keadaan rusak. Karena Pemkab Kediri tidak menganggarkan rehabilitasi sekolah dalam APBD karena kesalahan dalam menafsirkan Peraturan Menteri Keuangan tentang DAK.53 Jika dihitung secara keseluruhan sekolah-sekolah yang rusak pada tahun 2010: SD sebanyak 1.320 gedung dari total 4.933 gedung, SMP sebanyak 141 gedung dari 213 gedung, SMA sebanyak 22 dari total 44 gedung. Namun pemerintah Kabupaten Kediri beralasan berbeda yaitu, karena anggaran untuk tahun 2010 banyak dihabiskan untuk persiapan pembiayaan pilkada.54 Meskipun Sutrisno mengatakan biaya untuk melanjutkan pembangunan SLG pada tahun 2010 tidak lagi mengambil dari dana milik rakyat melalui APBD, tetapi menurut Erjik Bintoro, ketua DPRD Kabupaten Kediri, pada tahun 2010 ini tim anggaran telah meminta 15 miliar untuk penambahan pembangunan proyek SLG.55 Dari sini bisa disimpulkan bahwa alasan Pemkab Kediri bahwa mereka tidak bisa merehabilitasi sekolah karena anggarannya digunakan untuk membiayai pilkada tidak bisa diterima, karena kenyataannya mereka masih meminta anggaran untuk melanjutkan pembangunan proyek SLG.

Data ini dimuat di Radar Kediri, 24 Mei 2007. Tentang jumlah sekolah yang rusak serta anggaran yang diberikan untuk pendidikan di kabupaten Kediri pada tahun 2007 berasal dari data yang dikumpulkan oleh Radar Surabaya. 52 http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=19202. 53 Tempo Interaktif tanggal 3 Februari 2010. 54 Beritajatim.com tanggal 19 Januari 2010. 55 Tempo Interaktif tanggal 14 Desember 2009. 51


Dampak Kepemimpinan Elitis

39

E. Jembatan Yang Dibutuhkan Rakyat Malah Tidak Dibangun Ketika proyek SLG dibangun dengan biaya ratusan miliar rupiah dengan manfaat yang masih belum jelas bagi rakyat kecil, ada ironi lagi yang terjadi Kabupaten Kediri: di wilayah selatan Kabupaten Kediri pemerintah telah merencanakan pembangunan jembatan yang melintasi Sungai Brantas sejak tahun 2005, tetapi sampai sekarang tidak pernah terrealisir. Jembatan ini menghubungkan dua kecamatan yang ada di wilayah barat Sungai Brantas dengan wilayah kecamatan yang ada di timur Sungai Brantas, yaitu wilayah Kecamatan Ngadiluwih dengan wilayah Kecamatan Mojo.56 Selama ini, rakyat Kabupaten Kediri yang ada di wilayah Kecamatan Mojo dan sekitarnya, jika akan menuju ke Kota Kediri atau ke pusat pemerintahan Kabupaten Kediri atau akan menuju ke Tulungagung untuk menjual hasil-hasil pertanian harus menggunakan fasilitas tambangan (menyeberangi sungai menggunakan perahu) atau jika tidak, maka harus berputar menuju wilayah Kota Kediri dan menyeberang di jembatan Bandar Kidul. Cara ini dirasa sangat memberatkan bagi rakyat Kabupaten Kediri yang ada di wilayah Mojo dan sekitarnya, karena biayanya tentu bertambah mahal. Misalnya, untuk bisa sampai ke Ngadiluwih dengan hasil pertaniannya, mereka harus memutar dengan jarak tempuh 40 km melewati Muning dan menyeberang di jembatan Bandar, Kota Kediri. Ongkos kendaraan bisa mencapai Rp 100.000. Menurut salahsatu anggota DPRD, Rachman, terbengkalainya infrastruktur jembatan bukan karena Pemkab tidak mampu membangunnya. Tetapi karena tidak ada kemauan. Menurut Rachman, DPRD sudah menyetujui anggaran Rp 18 miliar untuk APBD 2006 untuk dana pembebasan lahan dan studi kelayakan. Pembangunan jembatan ini juga mendapat sambutan positif provinsi dan pusat. Karena Kementerian Pekerjaan Umum di Jakarta yang ketika itu masih bernama departemen, siap dengan 56

Tepatnya jembatan tersebut direncanakan di Desa Banggle, Ngadiluwih di sebelah timur Sungai Brantas membentang ke sebelah barat Sungai Brantas di Desa Tambibendo, Mojo, http://dprdkedirikab.go.id.


40

Muslim AlHaraka

kerangka logam dari Spanyol. Karena Pemkab Kediri tidak merespon dengan baik, akhirnya dialihkan ke wilayah lain. Anehnya, pikiran bupati Sutrisno sama sekali tidak nyambung dengan pikiran rakyatnya. Jika rakyatnya berpikir lebih maju, dimana pembangunan jembatan dilihat secara fungsional dan bisa memberikan manfaat secara praktis kepada rakyat, maka bupatinya berpikir akan membangun jembatan seperti di Australia yang bisa menjadi tempat wisata.57 Jadi memang aneh pikiran Sutrisno ini. Apa yang dipikirkan bukan atas kepentingan rakyat, tetapi atas kepentingan dan mimpinya sendiri. Padahal infrastruktur ini menjadi kebutuhan no. 4 bagi masyarakat Kabupaten Kediri. Respon ini dibuktikan dengan 302 jawaban yang diberikan untuk item tersebut. Masyarakat juga menegaskan bahwa selama kepemerintahan Sutrisno pembangunan infrastruktur selalu diabaikan. Tidak ada satu responden pun yang menjawab bahwa pemerintah telah memperhatikan pembangunan infrastruktur58. F. Petani: Konflik Tanah dan Sulitnya Sarana Produksi Pertanian Di wilayah Kabupaten Kediri banyak sekali konflik tanah yang terjadi.59 Konflik ini terjadi tidak hanya saat ini, tetapi sejak zaman kerajaan. Pada jaman kerajaan, konflik tanah terjadi antar kerajaan dan antara rakyat dengan kerajaan yang,60 berpegang pada teori milik raja (vorstendomein) yang mengatakan bahwa seluruh tanah milik raja.61 Tanah-tanah itu dibagi-bagikan penggarapannya oleh raja melalui bekel.62 Ibid., dprdkedirikab.go.id. Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010. 59 Sejak tahun 1999 para penggerak yang sekarang tergabung dalam Perkumpulan ALHARAKA melakukan advokasi petani yang terlibat konflik tanah di Kediri. Dari catatan kasus yang diadvokasi ALHARAKA saja ada 6 kasus. Belum lagi kasus-kasus lain yang tidak diadvokasi ALHARAKA. 60 Abdon Nababan dalam makalah Peta Penjarahan Hutan Nasional, Kelompok Kerja Pemantauan Kebijakan, FWI 61 Suhartono W. Pranoto, Parlemen Desa, Lapera Pustaka Utama, 2000, h. 19. 62 Suhartono W. Pranoto, Apanege dan Bekel: Perubahan Sosial Di Pedesaan Surakarta 1830-1930, dalam artikel Mustain Mashud di http://mustainfisip.blogspot. com. 57

58


Dampak Kepemimpinan Elitis

41

Di masa-masa setelahnya konflik tanah tidak pernah berhenti. Kebijakan pertanahan tidak pernah menguntungkan petani sebagai aktor utama dalam pemanfaatan tanah.63 Untuk saat ini konflik antara petani dengan penguasa tanah (Perum Perhutani dan perusahaan/PTPN) di wilayah Kabupaten Kediri terjadi secara terus menerus, naik turun. Konflik ini terjadi karena adanya kesenjangan penguasaan dan kepemilikan tanah dan terancamnya eksistensi diri para petani.64 Selama 10 tahun Sutrisno menjabat sebagai bupati Kediri sama sekali tidak ada upaya untuk menyelesaikan, bahkan intensitas konflik bertambah besar. Misalnya untuk kasus tanah di Kecamatan Ngancar, antara petani di tiga desa: Sempu, Babadan dan Sugihwaras dengan PT. Sumber Sari Petung. Bupati Kediri pada tahun 2000 mengeluarkan surat yang menjadi dasar bagi BPN untuk membuat surat keputusan bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa bisa didistribusikan ke petani. Namun ketika PT. Sumber Sari Petung mengambil kembali tanah tersebut, bupati Kediri sama sekali tidak melakukan pembelaan ke petani.65 Alihalih berupaya membantu petani untuk mendapatkan haknya, di tempat yang berbeda pemerintahan Sutrisno justru terlibat konflik dan mengambilalih tanah yang digarap petani.66 Disamping persoalan akses terhadap tanah, juga persoalan sarana produksi (pupuk, benih dan obat-obatan) yang dibutuhkan petani ketika musim tanam. Pada musim tanam kedua tahun Lebih lanjut tentang konflik tanah yang terjadi, terutama di Jawa Timur bisa dibaca di Herlambang Perdana, ed, Penindasan Atas Nama Otonomi, Pustaka Pelajar dan LBH Surabaya, 2000. 64 Mustain Mashud, Mengantisipasi Booming Konflik Agraria 2012 di Jawa Timur, dalam paper yang dipublikasikan melalui http://mustainfisip.blogspot.com. 65 BPN mengeluarkan SK No. 66/HGU/BPN/2000 yang berdasar pada surat Bupati Kediri tanggal 18 Agustus 2000 nomor 593/1579/421.01/2000 yang menyatakan telah mengadakan inventarisasi dan pengukuran keliling terhadap tanah seluas 2.500.000 m2 (250 Ha) yang akan di redistribusikan kepada masyarakat, sebagaimana diuraikan dalam lokasi peta Usulan Obyek Landreform tanah bekas HGU PT Perkebunan Sumber Sari Petung pada tanggal 16 Agustus 2000, informasi ini bisa dilihat di www.alha-raka.org. 66 84 Kepala Keluarga (KK) warga Desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri menggugat Bupati Kediri ke PTUN. Bupati dituding telah merampas tanah garapan yang mereka kelola selama ini. Tanah perkebunan seluas 280 hektar yang sebelumnya dikuasai PTPN X, oleh Bupati Kediri telah dialihkan pengelolaannya kepada PD Margomulyo. Dalam kasus ini petani tidak ingin memiliki, tetapi menyewa. Dengan pengambilalihan ini petani kehilangan mata pencahariannya. Berita ini dikutip dari Duta Mayarakat, tanggal 16 November 2009. 63


42

Muslim AlHaraka

2007, pemerintah Kabupaten Kediri memaksa petani membeli pupuk urea dengan harga tinggi di kios-kios pupuk. Pemerintah menganggap itu jatah petani, maka harus dibeli. Padahal yang dibutuhkan petani pada musim tanam kedua adalah pupuk jenis ZA yang harganya sudah naik dari 52 ribu rupiah menjadi 80 ribu rupiah.67 Sementara di tahun 2009 harga pupuk yang melambung tinggi melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Mekanisme pendistribusian pupuk bersubsidi juga kian menyengsarakan karena petani harus membeli pupuk satu paket sekaligus dan tidak boleh dijual eceran.68 Kondisikondisi seperti ini terus menerus terjadi, seakan-akan tanpa ada perhatian dari pemerintah Kabupaten Kediri, di tengah-tengah pemerintahan Kabupaten Kediri sibuk dengan SLG-nya. Disamping pupuk, penguasaan benih juga menjadi persoalan yang cukup mendasar di Kabupaten Kediri. Di Kabupaten Kediri berdiri beberapa perusahaan benih bersertifikat yang dimiliki oleh pemilik modal lokal dan bahkan internasional.69 Perusahaan benih tersebut bekerjasama dengan petani dalam melakukan proses pembenihan. Dalam jangka pendek kerjasama ini kelihatan menguntungkan,70 tetapi dalam jangka panjang petani akan tergantung kepada perusahaan benih (dan ini sudah terjadi sekarang). Pemerintah Kabupaten Kediri sejak lama, tidak peduli dengan kondisi ini, bahkan mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh perusahaan pembenihan. Apalagi ketika Sutrisno menjadi Bupati Kediri, karena Sutrisno adalah mantan petugas lapangan PT. Bisi International. Radar Kediri, tanggal 30 April 2007. Surabaya Pagi, 23 Januari 2009. 69 Perusahaan internasional yang didirikan di Sumberagung Plosokalten Kediri adalah PT. Bisi International. 70 Pernyataan ini pernah diungkapkan Daim, petani Desa Krenceng Kepung, yang pernah menjadi mitra PT. Bisi. Padahal jika dihitung secara lebih rinci, dalam jangka pendekpun petani tetap sangat rugi. Misalnya untuk benih jagung, petani akan diberi secara cuma-cuma benih jagung bersertifikat oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan tanam. Pada saat panen, perusahaan akan membeli seluruh hasil panen (sesuai perjanjian dibeli semua tak tersisa) seharga Rp 1.400. Setelah dipipil, dikeringkan, diberi fungisida dan dikemas di pabrik, perusahaan benih menjual dengan harga Rp 34.000. Dengan hanya memberi label perusahaan benih untung Rp 32.600, sedangkan bagi petani setelah dikurangi biaya tanam, perawatan, dan panen satu kilogram hanya Rp 400. 67

68


Dampak Kepemimpinan Elitis

43

Pandangan masyarakat Kabupaten Kediri mendudukkan pertanian sebagai persoalan penting kedua yang tidak bisa diselesaikan. Rata-rata responden sejumlah 740 jawaban mengatakan sulit dan mahalnya harga saprodi, rusaknya saluran irigasi, dan rendahnya harga jual panen sebagai masalah yang terjadi sepanjang 3 tahun (2007-2010)71. Pada akhirnya hanya 87 jawaban dari masyarakat yang mengatakan bahwa pemerintah berperan untuk menyelesaikan persoalan pertanian. Angka ini sangat kecil dibanding peran pemerintah dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan dengan 102 jawaban. Padahal pada tahun 2008, Kabupaten Kediri merupakan salah satu lumbung padi dengan angka produksi 331.545 ton atau sekitar 10 persen dari target produksi Jawa Timur72.Artinya, meskipun pemerintah telah mengupayakan benih jagung murah dan pupuk bersubsidi ternyata berjalan tidak semestinya. Bahkan dengan rentetan peristiwa gagal panen mendorong pemerintah Kabupaten Kediri membuat kebijakan agar para petani padi beralih tanam ke palawija.73

Laporan Hasil Survei SRKB: Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010. 72 Kediri, kompas.com Minggu, 9 Maret 2008 | 18:49 WIB, NIK. 73 Tempo Interaktif, Kediri, Jum’at, 13 Juli 2007 | 17:15 WIB, Dwidjo U. Maksum. 71



45

Bagian III

Pola Dan Strategi Dalam Membangun Kepemimpinan Politik Dari Bawah 1. Rakyat Desa Mengorganisasi Diri A. Rekrutmen Penggerak Kelompok dari Desa Dalam bab ini secara spesifik akan menelusuri pengalaman tentang kepemimpinan politik di tingkat pemerintahan yang paling bawah (desa). Kepemimpinan ini akan ditelusuri dari proses rekrutmen, kaderisasi, hingga proses perebutan pemimpin politik. Dalam bab ini memang dipilih sebuah desa terpencil di Kecamatan Semen, dimana ada perempuan desa dari kalangan bawah yang menjadi kepala desa. Sesuatu yang mustahil terjadi jika melihat posisi perempuan di desa yang terpuruk karena budaya patriarki telah menjadi “harmoni� dalam relasi kuasa selama ini. Pengalaman tentang kepemimpinan politik tidak bisa lepas dari pengorganisasian masyarakat yang selama ini telah dilakukan di Kabupaten Kediri. Pengorganisasian masyarakat di Kabupaten Kediri berangkat dari sebuah masalah yang benar-benar dihadapi oleh warga. Mereka didorong untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi secara bersama. Namun, hal ini sangat sulit untuk tiba-tiba mengkonsolidasi banyak orang dengan


46

Muslim AlHaraka

kepentingan yang berbeda dan persoalan bersama yang belum ditemukan. Karena masing-masing orang biasanya membawa masalah sendiri-sendiri yang acapkali berbeda. Langkah pertama yang ditempuh adalah menemukan siapa yang berpengaruh di komunitas tersebut. Berpengaruh ini tidak berarti seorang tokoh dan pejabat, tetapi biasanya orang yang memiliki mobilitas tinggi, memiliki sikap ingin maju dan berubah serta senang berorganisasi. Rekrutmen penggerak ini sebenarnya bukan satu masalah besar yang harus ditemukan dalam mengawali pengorganisasian. Karena biasanya penggerak ini tanpa kita sadari dalam pertemuan ke pertemuan akan muncul dengan sendirinya. Siapa yang konsisten dengan sebuah gagasan, siapa yang sabar dalam memediasi masalah dan siapa yang telaten dalam menyusun acara-acara pertemuan. Dialah yang akan menjadi penggerak. Untuk menemukan kader atau penggerak cara yang paling mudah adalah melihat aktivitas dalam sebuah pertemuan masyarakat. Pertemuan ini dibuat untuk membicarakan apa masalah mereka dan bagaimana cara menyelesaikannya. Biasanya dalam sebuah pertemuan di komunitas, calon penggerak ini lebih aktif dalam menyampaikan gagasan dan ide-idenya dapat diterima oleh anggota kelompok. Karena dalam setiap kelompok pasti muncul orang yang aktif berbicara tetapi dia tidak diterima oleh anggotanya. Nah yang pertamalah yang biasanya akan menjadi penggerak atau kader kelompok. Sedangkan yang kedua, biasanya hanya menjadi vocal point saja di kelompok, bukan kader atau penggerak. Penggerak ini biasanya lahir dari sebuah masalah di komunitasnya. Masalah yang dirasakan oleh semua warga sehingga perlu untuk diselesaikan. Di Dusun Dasun Desa Joho, Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, awal mula pengorganisasian diawali dari seorang penggerak yang didukung dan menjadi anggota perkumpulan ALHARAKA untuk melakukan pengorganisasian. Sesuai dengan kaidah pengorganisasian yang selama ini dipegang, pengorganisasian dilakukan melalui proses yang terencana dan secara sadar dilakukan untuk melakukan perubahan.


47

Peta Desa Joho

Pola dan Strategi


48

Muslim AlHaraka

Tulisan berikut ini ingin merekam pengalaman tentang perebutan kepemimpinan politik di desa yang bernama Desa Joho. Desa Joho berada di Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Berdasarkan cerita rakyat pada masa dahulu, Joho merupakan dusun yang menjadi bagian dari Desa Pagung. Semula merupakan dusun yang masih berupa hutan belantara. Karena luasnya wilayah Desa Pagung kemudian, Kepala Dusun Joho mengajukan permintaan kepada Pemerintah agar Dusun Joho bisa berdiri sendiri, tidak lagi menjadi bagian dari Desa Pagung, tetapi menjadi sebuah desa yaitu Desa Joho. Akhirnya permintaan tersebut terkabulkan dengan konsekuensi perangkat Desa Joho mendapatkan bengkok sedikit. Secara geografis Desa Joho terletak pada wilayah barat jalur ke Gunung Wilis, memiliki potensi yang cukup strategis dengan luas wilayah 371.999 Ha yang tersebar di sembilan dusun yakni Dusun Dasar, Dusun Joho, Dusun Glemboh, Dusun Karangnongko, Dusun Igir-igir, Dusun Genengan, Dusun Dasun, Dusun Nongkopait dan Dusun Gowokmenco. Desa Joho Kecamatan Semen merupakan desa dengan jumlah penduduk 4.307 jiwa yang terdiri dari 1.695 jiwa penduduk laki-laki dan 1.712 jiwa penduduk dengan jenis kelamin perempuan. Perekonomian Desa Joho secara umum didominasi sektor pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional (pengolahan lahan, pola tanam maupun pemilihan komoditas produk pertaniannya). Produk pertanian Desa Joho untuk lahan basah (sawah) masih monoton pada unggulan padi dan sedikit palawija, hal ini diakibatkan adanya struktur tanah yang belum tepat untuk produk unggulan pertanian di luar sentra padi. Pertanian di Desa Joho juga ditopang dengan kegiatan peternakan antara lain sapi, kambing, dan ayam. Meskipun kondisi tanah yang tergolong subur, tetapi tidak bisa mendongkrak penghasilan masyarakat. Minimnya ketersediaan pekerjaan menyebabkan banyak pemuda desa merantau keluar dan bekerja di kota. Sarana pendidikan yang ada di desa ini adalah PAUD, TK, TPA dan SD. Namun, demikian masih ada juga anak didik yang tidak bisa meneruskan jenjang pendidikannya lebih tinggi dan banyak juga jumlah penduduk yang buta huruf. Lulusan SD yang ingin


Pola dan Strategi

49

meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi harus menempuh jarak 15 km.1 Dari sisi kesehatan, terbatasnya pendapatan ekonomi masyarakat melatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat tentang pola hidup sehat. Di desa ini ada posyandu 6 unit, 1 orang bidan desa, dan 7 orang dukun bayi. Kondisi Dusun Dasun memang sulit. Gambaran tentang persoalan pertanian diungkapkan oleh salah satu warganya yang menulis di sebuah majalah sebagai berikut: Waktu proses tanam dilakukan, untuk memenuhi keperluan bibit dan pupuk, aku harus ngutang kepada juragan pupuk. Aku berjanji akan membayar harga pupuknya juga ditambah anake saat panen. Biaya yang berlipat-lipat menjadi hal lumrah dan menjadi ungkapan, tidak membawa pulang uang setelah panen. Uang hasil panen habis untuk membayar hutang. Himpitan utang menambah beban tersendiri bagi seorang petani, beginilah kenyataannya. Coba bayangkan, lahan tempatku menanam harus berbagi dengan lahan perhutani, bibit padi harus kubeli, pupuk juga milih-milih yang sesuai dengan kebutuhan bibit kalau tidak ingin padi rusak, modal yang sedikit membawaku ke praktek renternir, anehnya lagi saat panen harga jual gabah rendah. Kenapa harga gabah lebih murah dari harga BBM, pikirku. Aku sangat marah?. Tapi apa yang bisa aku lakukan?2

Pada awal 2003, di Dusun Dasun Desa Joho, Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, awal mula pengorganisasian diawali dari sekelompok mahasiswa STAIN Kediri yang melakukan Kuliah Kerja Nyata di Dusun Dasun.3 Dalam kegiatan yang hanya dilakukan selama satu bulan tersebut ditemukan sebuah masalah dimana anak-anak tidak memiliki pendidikan agama yang reguler seperti TPA (Taman Pendidikan Al Qur’an) pada umumnya di sebuah desa. Karena itu mereka menggagas pendirian TPA. “Pembuka Pintu Kemajuan Dasun”, Media Sipil, No. 60/ , September 2004, h.21. 2 ”Kemerdekaan Masih Jauh Dari Desaku”, Media Sipil. 3 Dusun Dasun masuk wilayah Desa Joho yang terdiri dari 9 Dusun yang dipimpin satu Kades dan tiga Kasun. Dusun yang ada yakni Nongkopait, GowokmencoNongkokerep, Joho-Glemboh, Genengan, Dasun, Dasar, Igir-igir, Karangnongko. Penduduk terbanyak di Dusun Dasun, dan kedua Gowokmenco. 1


50

Muslim AlHaraka

Namun setelah kegiatan KKN selesai, TPA tidak berjalan lagi dan mengalami kevakuman yang lama. Pada akhir tahun 2003, masyarakat mulai lagi menyelenggarakan kegiatan dalam rangka menyelesaikan persoalan pendidikan agama yang dikelola secara bersamasama karena TPA yang pernah didirikan mengalami kevakuman. Di dusun Dasun memang belum ada TPA yang berjalan dan dikelola dengan baik Ibu-ibu warga dusun dan takmir masjid yang sebagian besar laki-laki kemudian membangun TPA lagi dengan memanfaatkan masjid setempat untuk dikelola secara lebih terprogram. TPA yang diberi nama Darussalam itu selanjutnya bisa berdiri secara mandiri, dengan 8 guru pengajar dan 45 santri. Setelah proses belajar di TPA mulai berjalan, simpati dari warga lain mulai berdatangan, karena semua warga senang kalau anaknya bisa belajar al Qur’an. Kepercayaan warga terhadap para pengelola TPA dimanfaatkan sebagai bagian penting untuk melihat persoalan lebih luas. Sehingga, pengurus TPA mengajak orangtua murid untuk lebih intensif lagi dalam berkumpul membicarakan masalah yang dihadapi TPA. Awalnya melakukan pertemuan-pertemuan tidak terencana membicarakan masalah yang dihadapi, tetapi kemudian mereka secara terfokus membicarakan kemajuan pendidikan di dusunnya dalam berbagai pertemuan. Pada awal 2004, setelah hampir 6 bulan berdirinya TPA, intensitas kegiatannya terus berkembang. Kemudian para pengurus TPA berinisiatif mengadakan lomba antar TPA. Kegiatan lomba TPA ini dilakukan dengan menjalin kerjasama bersama organisasi Kecamatan yakni: Persatuan Anak Santri (PASTI) se-Kecamatan Semen. Pertimbangannya dilakukan acara lomba ini adalah agar pendidikan di Semen, khususnya di Dusun Dasun mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berwenang. Untuk itu, mereka mengundang seluruh jajaran pemerintah, mulai tingkat desa hingga kabupaten. Bahkan wakil bupati bisa menghadiri kegiatan tersebut. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri, karena sejak acara tersebut, TPA-TPA di Kecamatan Semen mulai diperhatikan.


Pola dan Strategi

51

Setelah pendidikan anak-anak terselesaikan, para pengurus kemudian mendorong kegiatan lain di dusun. Akses jalan yang rusak membuat situasi kesehatan di Dusun Dasun memburuk. Untuk berobat, masyarakat harus mendatangkan mantri (petugas kesehatan), dan jika tidak sembuh akan ke dukun sebagai alternatif penyembuhan di sekitar desa tersebut. Kesadaran tentang kesehatan ini juga dikarenakan pendapatan mereka tidak memenuhi untuk berobat ke rumah sakit atau dokter. Masalah lain tentang akses jalan rusak yang menghambat perkembangan pendidikan anak di dusun tersebut. Selain itu, pendapatan rendah ini seringkali menggiring mereka masuk dalam jebakan rentenir, karena mereka membutuhkan dana pengobatan dan pendidikan bagi keluarganya. Salah satu guru TPA itu adalah Nurpiah, yang kemudian menjadi seorang penggerak dan juga pengurus Muslimat NU. Nurpiah sebagai isteri pengurus RT mengajak ibu-ibu lain untuk membuat makanan kecil, berupa kripik pisang. Seiring berjalannya waktu, hasil produksi Nurpiah mulai diterima pasar. Hal ini karena kualitas produksinya cukup baik, renyah, dan juga rasanya berbeda dengan yang ada di pasar-pasar. Merasa pesanan semakin banyak, ia mulai mengajak tetangga-tetangga untuk memproduksi kripik pisang. Mengetahui permintaan pesanan semakin meningkat, akhirnya para penggerak mengajak orangorang yang membuat kripik untuk bertemu. Dari pertemuan ini disepakati hasil produksi kripik pisang dijadikan satu dan menunjuk salahsatu penggerak yang mempunyai keahlian bisnis, yakni Sulastri untuk memasarkan. Sejak saat itu, selain menerima pesanan, produk-produk tersebut juga dipasarkan ke toko-toko di Kota Kediri seperti di Podotrimo dan Puhsarang. Dari kegiatan bersama itu, ikatan sosial sudah mulai tumbuh dan mereka mau diajak diskusi-diskusi tentang berbagai persoalan yang dihadapi. Ikatan sosial yang semakin baik antar warga Dusun Dasun membuat mereka merencanakan kegiatan lain. Momentumnya adalah ketika ada program nasional tentang Program Raskin (beras untuk warga miskin). Di RT 1 Dusun Dasun menerima Program Raskin sebanyak 6 kg per kepala keluarga (KK).


52

Muslim AlHaraka

Kegiatan ini dilaksanakan setiap bulan dan menjadi tanggungan Nurpiah, sebagai Ibu RT. Pembagian Program Raskin dihadiri ibu-ibu karena berhubungan dengan kebutuhan rumahtangga. Dari pertemuan ibu-ibu setiap bulan, muncul gagasan untuk membentuk arisan beras 1 kg per orang yang diikuti oleh warga RT 1. Arisan beras ini dimaksudkan agar anggota bisa menyisihkan beras yang diterima. Selain untuk kas kelompok, bisa dimanfaatkan untuk membantu warga yang sangat membutuhkan. Anggota juga memiliki tabungan beras melalui arisan tersebut. Bentuk kegiatan arisan mempermudah intensitas pertemuan antar ibu-ibu dan menjadi awal gerakan perempuan menemukan bentuknya. Dari pengalaman menjalankan kegiatan-kegiatan bersama, secara langsung mereka belajar tentang pengorganisasian, analisis masalah, hingga manajemen kelompok. Kegiatankegiatan yang dijalankan selalu berangkat dari masalah yang dihadapi saat itu, kemudian dianalisis bersama sehingga ditemukan penyelesaian. Dari satu masalah ke masalah lain membuat pengorganisasian kelompok berjalan dengan efektif dan tanpa disadari meningkatkan kemampuan kader dan penggerak kelompok. Pola inilah yang kemudian dikembangkan untuk melakukan perekrutan kepemimpinan yang benar-benar berbasis dari bawah. Salah satu indikator kepemimpinan adalah adanya pemimpin atau calon pemimpin yang tumbuh melalui berbagai masalah yang terjadi. Calon pemimpin ini tumbuh di kalangan kaderkader kelompok yang ada dalam struktur informal masyarakat. Banyaknya kader yang muncul bisa lebih dari satu orang dalam satu kelompok. Jika kita lihat dalam sebuah kelompok, biasanya ada pola pemilihan struktur pengurus atau penanggung jawab dalam sebuah kegiatan. Orang-orang inilah yang jika ada pembentukan organisasi kelompok akan menjadi pengurus. Biasanya dalam organisasi kelompok tersebut, mereka akan menduduki posisi: ketua, sekretaris dan bendahara. Sebuah struktur organisasi yang paling sederhana.


Pola dan Strategi

53

B. Mendorong Berdirinya Organisasi Untuk menumbuhkan kepemimpinan arus bawah, tidak serta-merta pemimpin itu muncul dan menjadi garda terdepan dari kelompoknya dalam menyelesaikan masalah. Dalam kultur Jawa dan pedesaan, pemimpin itu memikul beban berat dan sebuah kepercayaan. Sehingga, mereka cenderung tidak mau untuk dipilih sebagai pemimpin. Masyarakat Jawa percaya bahwa pemimpin haruslah orang yang berpendidikan tinggi atau memiliki ilmu yang lebih tinggi. Maka, persoalan kepemimpinan biasanya dikendalikan oleh struktur lama yang telah berkuasa di sebuah komunitas yang berangkat dari genetikal atau keturunan, orang kaya, orang berpendidikan atau penguasa yang ditunjuk oleh penguasa yang lebih tinggi levelnya. Pola kepemimpinan keturunan ini memang mengadopsi dari struktur dan budaya kerajaan dimana jika ayahnya seorang raja, maka anak laki-lakinya juga akan meneruskan menjadi raja. Sama halnya dalam pola kepemimpinan saat ini. Jika ayahnya menjadi pemimpin lokal, maka anaknya juga akan didorong menjadi pemimpin baru kelak kemudian hari. Selain pola ini juga ada pola siapa yang berkuasa secara ekonomi mereka akan menguasai masyarakat di sekitarnya. Pola penguasa ekonomi ini dulu dipraktikkan oleh kolonial Belanda. Mereka yang memiliki akses ekonomi juga menguasai akses politik. Sehingga orang miskin tidak punya peluang untuk berkuasa. Budaya ini berlanjut dengan munculnya pemimpin lokal berdasarkan uang atau kekayaan dapat menjadi kepala desa dan pemimpin lainnya. Jika pola kepemimpinan keturunan dan kekayaan tidak berlaku dalam sebuah transisi pemimpin, biasanya kemudian yang terjadi adalah sistem tunjuk dari pemimpin di atasnya. Dalam era Orde Baru, calon pemimpin harus memiliki rekomendasi atau disetujui oleh pemimpin di level atasnya. Misalnya, seorang lurah tidak mungkin terpilih jika camat tidak setuju. Atau pemimpin RT tidak akan berani melawan lurah. Dan seterusnya. Pola kepemimpinan yang elitis itulah yang mengakibatkan budaya kepemimpinan arus bawah tidak bisa tumbuh dengan baik di pedesaan. Sehingga, pengalaman tentang menumbuhkan


54

Muslim AlHaraka

sebuah kepemimpinan yang benar-benar mengakar dari rakyat paling bawah seperti di Dusun Dasun menjadi peristiwa penting dalam pola kepemimpinan ideal. Munculnya calon pemimpin yang berasal dari calon kader yang mendorong komunitas warganya menyelesaikan masalah-masalah kecil secara terus menerus, menjadikan mereka sosok yang ideal dalam konteks pemimpin rakyat. Pemimpin harus berpihak kepada kelompok atau warga miskin dan lemah demi keadilan. Ini bertolak belakang dengan situasi pemimpin yang terjadi saat ini, dimana pemimpin justru merugikan warga miskin dan lemah. Pemimpin sekarang justru melindungi kepentingan kaum mapan dan kaya, sehingga jauh dari keadilan. Pemimpin rakyat yang tumbuh dari kader dan penggerak memiliki peran yang sangat besar dalam membela kelompoknya. Hal ini berlawanan dengan keberpihakan pemimpin formal di dalam struktur yang sudah ada. Mereka tidak menjadikan warganya sebagai skala prioritas dalam kepemimpinannya, bahkan seringkali berseberangan. Bagaimana menumbuhkan pemimpin rakyat di pedesaan? Pengalaman di Dusun Dasun Desa Joho cukup baik untuk kita telusuri. Karena strategi dalam membangun kepemimpinan politik yang berangkat dari menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi warga desa cukup efektif. Dalam sebuah kepemimpinan harus ada masalah besar yang dihadapi, organisasi sebagai alat menyelesaikan, struktur pemimpin yang menggerakkan, dan aturan-aturan dasar sebagai prinsip bersama. Masalah dasar yang dihadapi oleh warga Dusun Dasun mula-mula pendidikan anak. Setelah pendidikan anak dapat dijawab dengan berdirinya TPA, kemudian muncul masalah dasar ekonomi. Sebagian warga desa, pendapatannya tidak menentu dan bergantung musim karena mengandalkan sektor pertanian. Sehingga mereka berinisiatif untuk membuat kripik pisang sebagai bentuk usaha sampingan untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Sebagai keluarga miskin, mereka mendapatkan beras dari Program Raskin yang kemudian dibuat arisan besar. Dalam perkembangannya, arisan beras dikembangkan menjadi koperasi. Karena warga desa seringkali berbenturan dengan modal usaha


Pola dan Strategi

55

pertaniannya jika menjelang masa tanam4, dari menyediakan bibit hingga pupuknya. Permodalan selama ini menggantungkan diri dari rentenir yang datang ke desanya. Dari masalah permodalan dan ketergantungan terhadap rentenir, kemudian warga dusun mengorganisir diri dalam pendirian koperasi simpan pinjam. Pembahasan pembentukan koperasi ini dilakukan dalam pertemuan ibu-ibu dalam kegiatan arisan yang selama ini mereka lakukan. Dalam pertemuan itu, ibuibu menyetujui kegiatan arisan dikembangkan menjadi koperasi. Harapan mereka koperasi yang akan dikembangkan nanti bukan koperasi yang selama ini terjadi di Indonesia, sebagaimana yang digalakkan oleh rezim Orde Baru. Koperasi justru banyak dimanfaatkan dan dikuasai oleh pemilik modal besar. Koperasi yang dikembangkan benar-benar koperasi yang berangkat dari bawah, dari anggota terutama warga miskin. Untuk mencari informasi tentang koperasi, beberapa warga mencari informasi tentang koperasi ke berbagai sumber sambil terus mengadakan kegiatan-kegiatan simpan pinjam dan sebagainya. Dalam diskusi awal tentang pembentukan koperasi, teridentifikasi ada enam warga Dusun Dasun yang menjadi anggota sebuah koperasi di Kecamatan Semen. Mereka menjadi anggota untuk merasakan kemudahan dalam meminjam uang saat membutuhkan dana cepat. Namun setelah mereka diminta untuk memaparkan tentang bagaimana keanggotaan mereka di koperasi tersebut, ternyata sifat keanggotaan mereka hanya sebatas membayar kewajiban dan menerima pinjaman. Mereka tanpa pernah dilibatkan dalam perumusan AD/ART, pengambilan keputusan, dan tidak pernah mendapat bagian dari SHU (Sisa Hasil Usaha) koperasi seperti organisasi koperasi yang semestinya.5 Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri kurang lebih 20 orang ibu-ibu, mereka diajak berdiskusi tentang koperasi dan pengalaman enam warga Dusun Dasun yang menjadi anggota koperasi di Kecamatan Semen. Pertemuan itu menghasilkan Masa tanam adalah waktu para petani mengolah lahannya. Koperasi semacam ini banyak dijumpai di daerah-daerah, dimana anggota dari koperasi adalah nasabah. Koperasi seperti ini biasanya dimiliki orang-orang bermodal besar.

4 5


56

Muslim AlHaraka

kesepakatan pendirian koperasi akan segera dilakukan dengan mengajak warga lain sebanyak mungkin. Akhirnya dalam bulan Juni 2006, rapat pembentukan koperasi diikuti 25 orang ibuibu Dusun Dasun. Dalam rapat tersebut menyepakati nama koperasinya, yaitu Koperasi Sido Makmur, besarnya simpanan pokok Rp 25.000, simpanan wajib Rp 2.000. Untuk memperkuat organisasi koperasi yang baru seumur jagung, anggota menyepakati tentang rencana pelatihan pengelolaan koperasi bagi pengurus dan anggotanya. Dan saat itu juga Koperasi Sido Makmur telah mampu memenuhi kebutuhan pinjaman anggota walaupun hanya ratusan ribu, karena modalnya masih terbatas. Empat bulan kemudian, para pengurusnya dengan mengundang semua anggota melakukan pelatihan koperasi tentang manajemen dan administrasi. “Setelah mengikuti pelatihan, sekarang jadi gamblang. Bahkan berapa uang yang berputar saat ini sudah bisa langsung diketahui lewat pembukuan. Tidak menyangka uang yang ada sudah mencapai 6 juta rupiah, dari modal 450 ribu rupiah,” kata Patmi, anggota paguyuban dan koperasi itu bangga.6

Dari pelatihan tersebut muncul kesadaran di tingkat pengurus koperasi bahwa pertanggungjawaban keuangan tidak harus pada akhir tahun, tetapi bisa juga dilakukan setiap bulan. Hal ini semakin memotivasi mereka untuk lebih memahami manajemen secara benar. “Dulu sulit sekali untuk melihat berapa simpanan anggota setiap bulan. Yang sudah ngumpul berapa tidak bisa ngecek. Nyarinya itu dimana, wong pembukuane ruwet,” kata Sulastri, ketua Paguyuban Sido Rukun.7

Pelatihan koperasi tersebut memberikan sebuah pelajaran penting bagi pengurus. Sebuah organisasi harus memiliki perangkat manajemen dan administrasi yang baik agar organisasi ”Saat Ritme Kehidupan Mulai Berubah”, Media Sipil, No. 100/September 2006. Ibid.

6 7


Pola dan Strategi

57

tersebut berjalan dengan baik. Sehingga dalam perjalanannya organisasi tidak berhenti di tengah jalan. Pengalaman warga dusun dalam mengorganisasikan diri dalam sebuah wadah mengantarkan mereka pada temuan “ilmiah� bahwa menyelesaikan masalah harus menggunakan cara-cara organisasional. Instrumennya antara lain, ada organisasi atau wadah, memiliki pengurus dan ada susunan program bersama. Sehingga, dalam kurun waktu yang bersamaan dengan proses pendirian koperasi, mereka telah menyepakati sebuah wadah perjuangan yang diharapkan memayungi seluruh kegiatan yang lakukan oleh berbagai kelompok: dari pendidikan TPA, arisan, pembuatan kripik, hingga kegiatan pra koperasi. C. Paguyuban Dideklarasikan Gagasan kader Dusun Dasun untuk mendirikan sebuah paguyuban bersamaan dengan momentum pendirian Koperasi Sido Makmur. Paguyuban yang akan didirikan ini lebih ditekankan sebagai payung dari seluruh kelompok. paguyuban ini mewadahi seluruh kegiatan sosial, pendidikan dan ekonomi yang selama ini dilakukan warga dusun, khususnya ibu-ibu. Selain itu menjawab organisasi formal di dusun seperti RT, RW, dan PKK yang tidak bisa memfasilitasi keinginan warga dusun untuk lebih sejahtera. Paguyuban ini didirikan bukan mencari-cari dan mereka-reka program kerja seperti pendirian sebuah organisasi pada umumnya. Biasanya, organisasi didirikan kemudian baru menyusun daftar kegiatan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi anggota. Namun, paguyuban perempuan ini justru menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan yang selama ini sudah dilakukan oleh anggotanya. Sehingga program kerja dan strukturnya tinggal melanjutkan dari pengalaman yang selama ini sudah dikerjakan anggota paguyuban. Penggerak paguyuban kemudian menyusun sebuah kegiatan besar yang bertujuan untuk meneguhkan keberadaan organisasi payung ini dalam acara seremonial berupa deklarasi paguyuban. Dalam kegiatan tersebut, warga Dusun Dasun mendeklarasikan sebuah maklumat penting untuk membangun dusunnya. Mereka


58

Muslim AlHaraka

memproklamasikan impian besar di sebuah wilayah kecil. Namun dari yang kecil itulah, impian besar itu akan tercapai. Dan impian itu dimulai dengan pendeklarasian sebuah organisasi yang bernama Paguyuban Perempuan Sido Rukun. Deklarasi bertujuan agar keberadaan paguyuban diketahui oleh warga di dusun lain. Deklarasi dianggap sebagai upaya konsolidasi antar anggota dan masyarakat sekitar, sekaligus mengingatkan komitmen, solidaritas dan tujuan bersama membangun desa. Ini adalah proklamasi sebuah perjuangan untuk menyelesaikan persoalan pendidikan, ekonomi dan politik di sebuah dusun terpencil.

Deklarasi Paguyuban Perempuan Dasun

Namun, banyak persoalan yang menjadi tantangan acara deklarasi paguyuban ini, salahsatunya adalah kepengurusan. Awalnya, ketua pengurus Nurpiah, penggerak sekaligus isteri pengurus RT. Namun, karena alasan kesehatan akhirnya ada pergantian pengurus. Sehingga, dalam proses menuju deklarasi


Pola dan Strategi

59

diiringi pergantian ketua paguyuban. Dalam proses pemilihan pengurus, terpilihlah kader bernama Patemi, seorang kader yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi dinilai cerdas dan berpengalaman. Namun, tekanan pihak pemerintah desa terhadap keberadaan paguyuban membuat Patemi, ketua terpilih, secara psikologis terguncang.8 Ketua paguyuban kemudian diganti oleh Sarti, yang memiliki keberanian untuk menghadapi perangkat desa. Ketika proses deklarasi semakin dekat, Sarti merasa tidak siap dan mau mengundurkan diri dari ketua paguyuban karena tidak bisa membaca dan menulis. Pada akhirnya anggota paguyuban menunjuk Sulastri menjadi ketua paguyuban. Dia seorang kader muda yang secara pendidikan paling tinggi dan satu-satunya perempuan di Dusun Dasun yang lulus SMA. Setelah pergantian pengurus paguyuban, maka diputuskan juga kepengurusan di masing-masing kelompok yang dinaungi paguyuban. Ketua Koperasi adalah Nurpiah, Ketua TPA adalah Suroso, pengurus usaha kripik dipegang oleh Nurjati, sedangkan Siti Napsiah bertanggung jawab terhadap urusan ternak kambing. Sedangkan arisan beras menjadi tanggung jawab ibu-ibu RT di masing-masing dusun, Nurpiah, Mujiati, dan Ponimah. Para penggerak tahu, merancang kegiatan yang melibatkan banyak orang apalagi dilakukan oleh perempuan di Dusun Dasun dianggap tidak wajar. Oleh karena itu perencanaan deklarasi dibuat dengan hati-hati dan cermat dengan melibatkan semua anggota. Tanggungjawab dibagi dengan pengangkatan koordinator kepanitiaan, tugas masing-masing seksi, siapa yang akan memberikan sambutan mewakili pengurus paguyuban, dan kapan kegiatan dilaksanakan. Diusahakan dalam setiap koordinasi selalu dihadiri oleh semua orang yang terlibat dalam kepanitiaan. Semua rangkaian persiapan ternyata mampu memberikan daya tarik bagi warga sekitar. Latihan pementasan, rapat, belanja, penyebaran undangan, pembuatan konsumsi, pembuatan 8

Tekanan-tekanan dari pihak pemerintahan desa dan beberapa tokoh masyarakat silih berganti. Tekanan-tekanan tersebut berupa pernyataan pemerintah desa, apakah perempuan bisa menata desa, apakah orang yang tidak lulus SD mampu berorganisasi. Tekanan menjelang deklarasi ini dirasakan luarbiasa keras, setelah sekian tahun menjalankan kegiatan-kegiatan dan tidak ada kendala dari pemerintah desa.


60

Muslim AlHaraka

panggung, dan lainnya melibatkan seluruh warga dusun: lakilaki, perempuan, anak-anak, dan remaja. Kesibukan persiapan juga didengar oleh warga yang tidak terlibat secara langsung, dan kemudian ikut membantu. Karena Dusun Dasun adalah wilayah yang terpencil, di pucuk gunung dan jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Kediri, maka para penggerak dan kader serta pengurus paguyuban memikirkan cara bagaimana agar deklarasi itu bisa didengar banyak kalangan. Tujuannya agar deklarasi memiliki makna dan menjadi pembicaraan banyak orang. Untuk menjawab masalah ini, panitia deklarasi paguyuban membuat strategi dengan mengundang perwakilan pemerintah kabupaten sebagai alat legitimasi agar tidak ada gangguan dari aparat desa, dan mengundang calon kader kelompok dari desa lain yang kelak akan menjadi jaringan antar desa yang bisa dimanfaatkan 9. Dari Pemerintahan Kabupaten Kediri, panitia mengundang Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kabupaten Kediri, sebuah badan pemerintah yang memiliki tugas melakukan pemberdayaan organisasi masyarakat. Meskipun tekanan dari berbagai pihak sangat keras, namun deklarasi bisa dilaksanakan secara baik. Paguyuban Perempuan Sido Rukun Dusun Dasun Desa Joho Kecamatan Semen akhirnya resmi berdiri dan dideklarasikan pada 29 Mei 2006. Momentum ini benar-benar dimanfaatkan secara maksimal oleh para kader paguyuban untuk menasbihkan diri sebagai organisasi penting di dusun. Susunan acara dalam pelaksanaan deklarasi itu sungguh diluar dugaan para tamu yang diundang. Mereka mengumandangkan pertama kali lagu Indonesia Raya di dusun itu. Kemudian disusul dengan menyanyikan Mars Paguyuban Perempuan Sido Rukun10. Berikut teksnya:

Pada saat acara deklarasi, warga Manggis di Kecamatan Puncu Kediri diundang. Setelah satu tahun pulang dari acara deklarasi tersebut, mereka menceritakan bahwa di Manggis telah didirikan kelompok dengan nama Paguyuban Petani Adil Makmur Manggis. Hal ini juga terjadi di Manyaran Kecamatan Banyakan, yang mendirikan kelompok koperasi perempuan. 10 Dalam menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars paguyuban, mereka diiringi musik dari grup teater Sudra dari Stain Kediri. 9


Pola dan Strategi

61

Tanah air ini kehidupan kita Di lereng Gunung Wilis tercinta Kita dilahirkan dan dibesarkan Kita harus bersama Bersatu dan berpadu Membangun desa kita Kita satukan cita-cita Kita kumpulkan sumber daya Reff : Mari kita belajar bersama Mari bekerja bersama-sama Melalui paguyuban ini Kita wujudkan desa impian Desa yang makmur sejahtera11

Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Paguyuban, mereka membacakan ikrar sebagai berikut: Ikrar Paguyuban Perempuan Sido Rukun Paguyuban perempuan Sido Rukun, menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, demi tercapainya kerukunan, dan kesejahteraan warga. Paguyuban perempuan Sido Rukun, selalu peduli terhadap kebutuhan warga, dalam peningkatan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi rumah tangga. Paguyuban perempuan Sido Rukun, senantiasa belajar bersama-sama, bekerja bersama-sama untuk mewujudkan cita-cita bersama.12

Dari kronologi acara tersebut, dapat dikatakan acara deklarasi tersebut sebagai sebuah peristiwa yang luar biasa karena di sebuah dusun yang terpencil, ada sebuah acara yang digagas dan diselenggarakan oleh perempuan-perempuan. Jika dilihat Profil Paguyuban Perempuan Sido Rukun. Ibid.

11

12


62

Muslim AlHaraka

dari konsep acaranya, susunan acara demi acara selayaknya dilakukan oleh sebuah organisasi mapan dan besar. Namun, hal ini dilakukan oleh perempuan desa yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Bagi masyarakat desa di kawasan pegunungan seperti di Dusun Dasun, kegiatan tersebut dianggap tidak wajar jika dilakukan perempuan. Setelah deklarasi dilakukan, tersiar kabar tentang eksistensi paguyuban ini sampai di wilayah Kabupaten Kediri. Sehingga, para anggota semakin sibuk dengan berbagai kegiatan selain program rutin mereka. Keberhasilan pengorganisasian dengan mendirikan paguyuban dengan segala kegiatannya, dirasakan oleh warga Dusun Dasun sebagai berkah. Sehingga, pengurus termotivasi untuk melacak sejarah dusun dan semua kegiatan yang pernah ada di Dusun Dasun. Salah satunya, dalam inventarisasi bidang kebudayaan, mereka menemukan kesenian jaranan dan lesung.13 Di Dusun Dasun Desa Joho Kecamatan Semen Kabupaten Kediri, lesung tinggal tersisa satu. Bunyinya yang khas menjadi daya tarik tersendiri dan mulai digagas oleh ibuibu di Paguyuban Perempuan Sido Rukun untuk dikembangkan menjadi musik yang bisa merekatkan warga, khususnya oleh perempuan dari generasi tua. Kesenian lesung secara tidak langsung mampu menarik perhatian kelompok tua yang merasa difasilitasi oleh paguyuban. Kesenian lesung yang pernah melekat di diri perempuanperempuan tua tersebut bangkit lagi. Perempuan-perempuan tua itu akhirnya ikut kegiatan paguyuban dan lesung menjadi ikon sendiri di paguyuban. Menurut cerita, untuk membuat suasana kerja menjadi nyaman dan tidak cepat lelah, para perempuan penumbuk padi itu kothekan (menabuh lesung) agar menghasilkan bunyi yang enak seperti bunyi alat musik. Biasanya mereka juga menyanyi dan menari, menirukan alunan musik seperti jaranan atau membuat alunan sendiri dan memberi nama sesuai dengan lagu yang dinyanyikan. Misalnya, Ngudang Bocah, Thithilan, Lesung (alat untuk menumbuk padi), yang digunakan masyarakat Indonesia pada jaman dahulu, keberadaannya sudah sangat langka. Bukan hanya karena tidak lagi digunakan, tetapi kini lesung telah menjadi antik dan diperjual belikan sebagai barang kuno yang bernilai ekonomi tinggi.

13


63

Pola dan Strategi

Kesenian lesung dalam deklarasi SRKB


64

Muslim AlHaraka

Gepyak, Sarukan, atau lagu-lagu lain yang mereka ciptakan dan hanya dimengerti oleh penciptanya sendiri.14 Untuk mendorong lesung sebagai kesenian yang eksis kembali, paguyuban merancang latihan menabuh lesung bagi kader mudanya. Pada hari yang ditentukan,15 latihan menabuh lesung menggunakan alu oleh beberapa perempuan tua dan muda di Dusun Dasun diselenggarakan pertama kali. Latihan ini sekaligus menjadi persiapan pementasan kesenian lesung. Sisasisa kepiawaian para perempuan desa dalam mengapresiasikan jiwa seninya, akan dipertontonkan dalam satu acara besar yakni, deklarasi Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB) yang akan berlangsung di lapangan Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri.16 Di jaman modern ini kita memang tidak mungkin lagi menggunakan lesung sebagai alat penumbuk padi, kecuali di daerah-daerah pedalaman. Yang lebih memungkinkan, keberadaannya digunakan sebagai alat musik. “Anggap saja ini untuk mengenang sejarah dan nguri-nguri budaya peninggalan nenek moyang. Sekaligus sebagai ajang kebersamaan dan membina kerukunan antar warga. Kalau tidak ada alasannya begini, pertemuan empat generasi seperti sekarang, dimana ada anak-anak, kaum muda, orang dewasa, dan manula, rasanya sulit terjadi,� ungkap Sukayah, salah satu warga Dusun Dasun.17

Keberadaan paguyuban dari hari ke hari semakin terasa. Berkat adanya kelompok usaha di Paguyuban Sido Rukun, Sulastri mewakili Kader Pokja III PKK Desa Joho, diikutkan dalam Lomba Potensi Produk Olahan Tanaman Pangan dan Holtikultura. Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan, bekerjasama dengan Tim Penggerak PKK Kabupaten. Sulastri didaulat mewakili Kecamatan Semen, mengikuti lomba tersebut di ruang Sekartaji Pendopo Kabupaten Kediri pada tanggal 16 17 14 15

�Satu Yang Tersisa Dari Dasun�, Media Sipil, No. 107/ , April 2007, h.22. Bertepatan dengan tanggal 18 Maret 2007 Ibid. h. 23. Ibid.


Pola dan Strategi

65

20 Juni 2007. Sebelumnya, dia juga mendapat juara III pada lomba yang sama tingkat kecamatan yang diselenggarakan di Kecamatan Grogol pada tanggal 29 Mei 2007.18 Sebagai salah satu prestasi yang dicapai perempuan Dusun Dasun, pada tanggal 27 Juni 2007, Sulastri juga dipercaya mewakili kelompoknya memenuhi undangan pemerintah Kabupaten Kediri, sebagai Kader Pelopor Sektor Usaha. Dalam kesempatan itu, Sulastri yang didampingi pejabat pemerintah Kecamatan Semen, diberi kesempatan menyampaikan seluruh kegiatan Paguyuban Perempuan Sido Rukun yang selama ini telah berjalan.19 Setahun berikutnya, pada acara Pekan Budaya dan Pariwisata, 17 Juni 2008, yang diadakan oleh pemerintah Kabupaten Kediri, hasil karya Paguyuban Perempuan Dusun Dasun dipamerkan. Stan PKK Kabupaten dan Stan Dinas Perekonomian yang diisi produk-produk hasil karya perempuan Dusun Dusun Dasun memamerkan aneka makanan ringan yang dibuat sendiri oleh anggota paguyuban. Diantaranya, kripik (pisang, sukun, tales, bothe), opak bawang, opak gaplek, peyek bayem, dodol pisang, rengginang, dan walangan/carangmas20. Selain itu juga memamerkan hasil kebun rakyat berupa rosella merah, rosella biru, dan madu tawon asli. Eksistensi ketua paguyuban, Sulastri, juga mulai diakui. Sulastri seringkali mewakili paguyuban mengikuti lomba-lomba baik tingkat kecamatan, antar desa, lomba agustusan, dan bahkan diberi kesempatan untuk mengikuti lomba kader pelopor tingkat kabupaten dan propinsi. Dalam lomba kader pelopor ini, Desa Jogo mewakilkan Sulastri sebagai ketua paguyuban. Paguyuban ini termasuk salah satu yang diusulkan oleh Kabupaten Kediri ke tingkat propinsi sebagai perwakilan. Karena sebelumnya, paguyuban menjadi juara I Kader Pelopor Tingkat Kabupaten Kediri, sehingga berhak mewakili lomba Kader Pelopor Tingkat Provinsi Jawa Timur. Lomba Kader Pelopor Tingkat Provinsi Jawa Timur kemudian menobatkan Sulastri menjadi juara III. Keberhasilan ini menjadikan keberadaan paguyuban perempuan �Bunga Desa Menggapai Mimpi�, Media Sipil, No. 110/ , Juli 2007, h.27. Ibid. 20 Makanan kering terbuat dari ketela yang dipasrah dan diberi gula. 18 19


66

Muslim AlHaraka

sebagai alat perjuangan bagi masyarakat Dusun Dasun semakin mendapatkan tempat dan perhatian dari pemerintah: desa, kecamatan, dan kabupaten. D. Warga di Dusun Lain Terinspirasi Keberadaan Paguyuban Perempun Sido Rukun dengan berbagai sepak terjang kader dan penggerak Dusun Dasun menjadi inspirasi munculnya kader-kader di berbagai desa di Kabupaten Kediri. Namun, dalam tulisan ini akan lebih banyak mencatat tentang bagaimana dengan dusun-dusun di sekitar Dusun Dasun sendiri. Salah satu dusun yang secara administratif berada dalam satu desa dengan Dusun Dasun adalah Dusun Nongkopait. Dusun Nongkopait berada dalam wilayah Desa Joho dan bersebelahan langsung dengan Dusun Dasun. Namun, wilayahnya lebih rendah jika dibanding Dusun Dasun yang berada di atas sisi pegunungan. Melihat warga Dusun Dasun yang banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat nyata bagi warganya, warga Nongkopait tergerak untuk melakukan hal yang sama. Rata-rata warganya sudah saling mengenal dengan warga Dusun Dasun, sehingga tidak terlalu sulit untuk melakukan komunikasi antar warga. Dusun Nongkopait yang terdiri dari 5 RT, memiliki potensi yang juga beraneka ragam. Namun warganya melupakan potensi yang ada. Salah satunya adalah lahan luas di sekitar pekarangan rumah. Maka, dibuatlah sebuah pertemuan khusus untuk membahas potensi warga Nongkopait ini. Di Dusun Nongkopait, banyak lahan yang sudah berbentuk kolam dibiarkan kosong tanpa menghasilkan apa-apa. Sudah ada sekitar 35 kepala keluarga yang telah memiliki kolam lele. Hanya saja, kolam-kolam itu belum dikelola secara baik. Hampir setiap keluarga di Nongkopait mempunyai kolam di belakang rumah mereka.21 Kelompok peternak ikan Sumber Rejeki dengan Kismanto sebagai ketua pengurus, akhirnya berhasil dibentuk pada pada tanggal 3 April 2006. Untuk usaha ternak lele, warga mengusulkan �Nongkopait Temukan Alternatif Jalan Menuju ‘Sejahtera’ �, Media Sipil, No. 95/, April 2006, h. 16.

21


Pola dan Strategi

67

pembuatan kolam bagi yang belum memiliki dilakukan secara gotong-royong. Untuk memulai usaha, mereka mengundang peternak lele dari Desa Krenceng Kecamatan Kepung yang bernama Ali dengan didampingi Murdaim. Mereka memberikan pengalaman selama ini menjadi peternak lele dari pembibitan hingga proses penjualan lele.22 Namun, perjalanan ternak lele mengalami kegagalan, dengan berbagai alasan. Sehingga akhirnya mereka berpindah kepada ternak belut yang dimulai dari satu orang. Perjalanan ternak belut inipun mengalami jalan buntu dimana persoalan pembibitan yang belum ada solusi. Pasokan bibit tidak ada, akhirnya belut jalan ditempat. Proses usaha kelompok ini dilakukan oleh laki-laki di Dusun Nongkopait. Salah satu penggeraknya adalah Kismanto yang juga pengurus kelompok Sumber Rejeki. Kebuntuan dalam usaha terjadi di Nongkopait, tetapi pengorganisasian mereka tidak berhenti begitu saja. Atas motivasi dan dorongan oleh pengurus kelompok Sumber Rejeki, Kismanto, beberapa perempuan dusun itu menyusun sebuah kegiatan. Saat itu Suparmi, sebagai salah satu penggerak perempuan di dusun tersebut, bergerak melakukan sosialisasi dari rumah ke rumah untuk membuat kegiatan bersama. Awalnya Suparmi adalah anggota luar biasa dari Paguyuban Perempuan Dusun Dasun dan dia sering mengikuti kegiatan koperasi di Dusun Dasun dan juga koperasi di Kecamatan Semen. Lama-kelamaan dia tertarik melihat keberhasilan kelompok ekonomi tersebut dalam menggerakkan anggota dan membantu warga dalam hal perekonomian. “Melihat perkembangan perempuan di Dusun Dasun menjadi inspirasi bagi saya, bagaimana bisa menyatukan dan mengompakkan warga Nongkopait. Saya bertekad pengalaman yang sudah terjadi di Dasun, terjadi pula di kelompok Sumberejeki. Dan perkumpulan yang terbentuk harus memberi ruang bagi semua warga secara umum untuk terlibat, baik yang aktif di pengajian maupun yang tidak.� katanya bersemangat.23 Ibid, hl. 17. �Usir Rasa Sepi dengan Berkoperasi�, Media Sipil, No. 109/ , Juni 2007, h. 20.

22 23


68

Muslim AlHaraka

Usaha Kismanto dan Suparmi ini juga didukung oleh kader muda bernama Widyaningsih yang baru berusia 23 tahun. Akhirnya mereka berhasil membuat pertemuan pada tanggal 21 April 2007 dengan dihadiri hampir 70 persen perempuan Nongkopait atau sekitar 85 orang yang berasal dari warga tiga Dusun: Nongkopait, Gowokmenco dan Nongkokerep. Mereka menyepakati kegiatan arisan beras 1 kg per orang dengan diikuti oleh 85 orang perempuan. Arisan beras ini pertama pada tanggal 23 April 2007 yang selanjutnya dilakukan setiap minggu sekali. Dalam pertemuan tanggal 7 Mei 2007, jumlah anggota meningkat menjadi 110 orang. Di sela-sela pertemuan arisan beras itu, mereka membicarakan pembentukan koperasi. Akhirnya, proses pendirian koperasi semakin diharapkan oleh anggota Sumber Rejeki dan anggota arisan beras. Koperasi itu diberi namai Koperasi Sumber Makmur dengan ketentuan simpanan pokok (Simpo) sebesar Rp 10.000,00, simpanan wajib (Simwa) sebesar Rp 5.000,00. Setelah terbentuk koperasi, jumlah anggotanya langsung membengkak menjadi 120 orang. Berdirinya organisasi di kalangan warga di tiga dusun di Desa Joho ini memberi daya dorong menguatnya hubungan solidaritas. Karena warga di Dusun Dasun, Nongkopait dan Gowokmenco memiliki cara pandang yang sama dalam membangun Desa Joho dengan memperkuat kelompok dan organisasi di komunitasnya masing-masing. Selain itu karena di masing-masing dusun ada koperasinya, maka mereka membangun komunikasi dan berjaringan antar dusun di desanya. Tidak jarang mereka bertemu dalam berbagai kegiatan antar kelompok di Kabupaten Kediri sehingga daya dukung untuk memperkuat Desa Joho semakin kuat. E. Kader Terbaik Kelompok Maju Menjadi Calon Pimpinan Politik Setelah organisasi berdiri dan kader-kader penggerak bermunculan, mereka semakin tertantang. Jika diawal berdirinya, organisasi jarang bersentuhan dengan kebijakan


Pola dan Strategi

69

desa, dalam perkembangannya mereka mulai berpikir untuk mengefektifkan peran organisasi bagi pemenuhan persoalan anggota harus didukung oleh kebijakan politik. Selama ini mereka tidak mendapat dukungan dari pemerintah desa, justru dalam beberapa persoalan yang dihadapi organisasi, pemerintah desa merugikan dan tidak mendukung kepentingan warga. Karena kader-kader mereka tidak menjabat di pemerintahan, organisasi mereka hanya menjadi penonton saja dalam urusan kebijakan. Walaupun mereka menyadari jika apapun masalahnya, tidak bisa lepas dari sebuah kebijakan pemerintah (lokal). Posisi paguyuban sejak awal hanya menjadi “korban� kebijakan karena tidak pernah mempengaruhi proses pembuatan kebijakan atau turut merumuskan kebijakan desa. Dalam pandangan politik, kalau sebuah kelompok atau warga desa hanya menjadi penonton maka mereka tidak pernah mandiri dan tidak pernah berdaulat. Maka, yang harus dilakukan adalah masuk juga sebagai aktor politik desa dengan berupaya merebut kukasa di desa melalui proses demokrasi yang ada di desa, atau singkatnya organisasi juga harus menentukan kebijakan desa. Namun, persoalan yang selama ini dirasakan adalah organisasi tidak terlalu efektif dalam mempengaruhi kebijakan desa. Perjuangan merebut kebijakan desa memang tidak mudah dan bisa dilakukan dalam waktu sekejap, proses itu membutuhkan waktu dan tekad yang kuat. Maka, diperlukan sebuah target yang konkret dan realistis bagi paguyuban dalam mendorong organisasi ini masuk ke arena “pertarungan politik�. Impian jangan yang muluk-muluk atau sesuatu yang mustahil diraih. Tujuan harus lebih nyata dan konkrit serta realistis dan terukur. Perjuangan paguyuban untuk menjadi aktor politik di desanya, menemukan momentum, dimana pilkades atau pemilihan kepala desa di Kabupaten Kediri akan diselenggarakan pada November 2007 hingga Januari 2008. Desa Joho adalah salah satu desa yang akan melakukan pilkades dari 200 desa di seluruh Kabupaten Kediri.24 Berita tentang pemilihan kepala desa serentak menjadi http://www.kediri.go.id/index.php/berita-mainmenu-2/politik-mainmenu186/189-tahapan-pilkades.html.

24


70

Muslim AlHaraka

perbincangan di paguyuban, khususnya di antara para penggerak di Dusun Dasun antara lain: Nurpiah, Yatemin, Nuraini, Salamun, Mulyono, dan Sulastri. Mereka beranggapan bahwa pilkades sangat berhubungan dan berimplikasi langsung terhadap pencapaian cita-cita paguyuban. Kalau kepala desanya adalah orang di luar kader mereka pasti tidak akan mendukung paguyuban. Dalam diskusi tersebut, kesimpulannya mengerucut pada dua hal: merebut kekuasaan menjadi kepala desa atau; paguyuban hanya akan menjadi pengontrol jalannya pemerintahan desa yang selama ini belum terkelola dengan baik, sehingga tidak bisa berjalan efektif. Pembicaraan tentang pilkades dilakukan terus menerus diantara penggerak sampai muncul inisiatif bersama untuk mendorong Sulastri maju mencalonkan diri.25 Selain sebagai ketua paguyuban, Sulastri dipandang kader terbaik, muda dan paling tinggi tingkat pendidikannya di antara kader lain.26 Akhirnya, Sulastri meminta waktu untuk membicarakan dengan keluarga. Seminggu kemudian Sulastri mengutarakan bahwa ia tidak mampu, tetapi alasan yang dikemukakan hanya persoalan ketidakmampuan dalam berpidato,27 seperti kebanyakan warga desa. Beberapa bulan kemudian ada kejadian kesewenangwenangan perangkat desa terhadap warganya yang meminta surat keterangan miskin untuk biaya operasi kelahiran anaknya tetapi dipersulit. Atas kejadian ini, memicu penggerak paguyuban kembali mendorong Sulastri untuk maju dalam pilkades. Akhirnya Sulastri bimbang dengan keputusan awal yang tidak mau maju menjadi kepala desa dengan melihat persoalan yang dihadapi warga desa dan dorongan yang kuat oleh anggota paguyuban. Pembicaraan antar penggerak Di satu sisi, pelaksanaan berbagai kegiatan paguyuban telah menempatkan ketua paguyuban, Sulastri, dikenal oleh aparat pemerintahan desa dan warga Desa Joho. Melalui paguyuban pula ia sering mengikuti lomba-lomba keterampilan baik tingkat desa atau kecamatan. Bisa dikatakan dikenalnya Sulastri seiring dengan perkembangan organisasinya. 26 Sulastri adalah perempuan berumur 29 tahun dan baru mempunyai satu orang anak. Sulastri juga satu-satunya perempuan yang telah menempuh pendidikan hingga tingkat SMA. Rata-rata anggota paguyuban adalah lulusan SD. 27 Pidato adalah kemampuan yang harus dimiliki karena di desa acara hajatan warga saja biasanya meminta kepala desa untuk berpidato memberi wejangan tertentu. 25


Pola dan Strategi

71

paguyuban tentang wacana pilkades kemudian disampaikan kepada anggota paguyuban melalui pertemuan RAT Koperasi, perayaan agustusan dan mauludan. Hingga akhirnya, semua anggota paguyuban membicarakan momentum ini secara serius. Pembicaraan mengarah pada pemahaman bahwa salah satu jalan untuk menyelesaikan persoalan Desa Joho adalah dengan merebut kepala desa. Berdasarkan alasan tersebut maka semua anggota paguyuban bersepakat memberikan mandat kepada Sulastri maju dalam pemilihan kepala desa.28 Setelah anggota bersepakat memberikan mandat kepada Sulastri, maka anggota paguyuban mulai bekerja untuk memenangkan Sulastri. Dalam pencalonan ini, paguyuban menghindari pengeluaran dana untuk money politik (politik uang), dengan alasan bahwa Sulastri tidak memiliki uang. Selain itu alasannya adalah jika pencalonan ini menggunakan uang, kalaupun dia tidak menjadi pahlawan dan jika kalah semua orang dan pendukungnya akan malu. Karena pencalonan ini bukan semata-mata kehendak dirinya, melainkan mandat yang diberikan oleh paguyuban sendiri. Maka, paguyuban harus membuat rencana pemenangan. Kemudian atas dukungan penggerak paguyuban dan simpatisan, diagendakan sebuah pertemuan khusus yang dilakukan di luar desa agar tidak banyak orang tahu.29 Pertemuan itu dilakukan Jum’at, 18 Mei 2007 di Kota Kediri, di sebuah tempat yang disediakan oleh simpatisan paguyuban dari luar desa. Pertemuan itu membicarakan tentang proses dan tahapan yang biasanya terjadi dalam pilkades. Pertemuan itu menghasilkan beberapa catatan penting30: ada dua tahapan yang akan dilalui dalam pilkades. Pertama, tahap pencalonan. Tim pemenangan nantinya harus tahu bagaimana Sebelumnya paguyuban tidak punya pikiran untuk masuk dalam wilayah politik desa karena para pelaku politik desa dianggap sebagai orang-orang hebat, banyak uang, dan berpengalaman. 29 Pertemuan dilakukan di luar desa agar rencana untuk mengajukan calon dalam pilkades tidak terdengar terlebih dahulu oleh orang-orang yang selama ini menghadang langkah-langkah paguyuban, terutama dari kepala desa. 30 Data ini dipeoleh dari file proseding PERTEMUAN DENGAN WARGA DASUN dan TIM Kemenangan Sulastri, tanggal 18 Mei 2007 jam 20.30 WIB di Embrio Center Jl. Kapten Tendean No. 66 Ngronggo Kediri. 28


72

Muslim AlHaraka

prosedur dan persyaratan administratif serta kriteria calon kepala desa. Hal ini untuk mengantisipasi Sulastri kalah atau tidak lolos dalam pencalonan. Kedua, proses pemilihan itu sendiri, dimana tim pemenangan harus mengawasi kecurangankecurangan di segala titik. Setelah pembicaraan tersebut ada rencana tindak lanjut antara lain: 1. Menyiapkan data pemilih di desa 2. Informasi tentang prosedur dan tahap-tahap pemilihan mulai tahap pencalonan sampai pemilihan 3. Pembentukan tim dan membuat rencana kerja tim 4. Membuat peta dukungan Agenda pertama dan kedua dipresentasikan pada pertemuan berikutnya yakni tanggal 2 Juni 2007 dan sekaligus pembentukan Tim Pemenangan. Dalam pertemuan tersebut, mereka juga memetakan suara yang ada berdasarkan dasa wisma, organisasi terkecil yang selama ini dibentuk negara. Tim inti pemenangan yang berjumlah 10 orang yang dipilih berdasarkan perwakilan dari delapan dusun. Ibu-ibu memang tidak terlibat dalam tim inti karena sudah terwadahi dalam paguyuban. Hal ini sekaligus sebagai strategi menjangkau sasaran yang dibedakan berdasarkan kebiasaan setempat dimana orang-orang sering mengelompok berdasarkan laki-laki atau perempuan. Kemudian tim inti bergerak ke dusun lain untuk membentuk koordinator tim di masing-masing dusun. Pertemuan-pertemuan kecil sering dilakukan oleh tim 10 bersama koordinator dusun. Salah satunya adalah memetakan suara di masing-masing dusun berdasarkan dasa wisma. Mereka beranggapan pemetaan suara tidak sampai RT karena organisasi terkecil yang selama ini dibentuk negara adalah dasa wisma yang terdiri dari 10 KK. Pada pemetaan awal dapat disimpulkan untuk Dusun Dasun suara pendukung sudah mencapai 90%, tetapi bagaimana dukungan suara di Dusun Nongkopait, Igir-igir, dan Genengan?. Tim inti bergerak ke dusun lain. Kebetulan, sepak terjang Paguyuban Perempuan Sido Rukun sudah banyak didengar, sehingga mereka dengan mudah membangun kontak. Kegiatan


Pola dan Strategi

73

paguyuban ini menginspirasi kelompok ibu-ibu membuat koperasi di dusun-dusun lain, bahkan anggotanya lebih banyak, salah satunya di Dusun Nongkopait. Pertemuan kemudian dirancang untuk membuat kerjasama antar koperasi. Ketika membutuhkan referensi pengalaman mengelola koperasi, Paguyuban Sido Rukun dengan senang hati membaginya. Relasi ini mau tidak mau menjadi ikatan baik dan kemudian bersatu untuk memenangkan calon dari paguyuban. Suara tentang pencalonan Sulastri, pimpinan paguyuban ini, semakin kuat saja gaungnya. Di sela-sela proses membangun dukungan bagi Sulastri, ia mendapat kesempatan untuk mengikuti lomba kader pelopor mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten hingga provinsi. Dan Sulastri sebagai ketua paguyuban perempuan menang dan menjadi wakil Kabupaten Kediri menuju Provinsi Jawa Timur. Suaranya tambah melambung tinggi, ketika Sulastri, terpilih sebagai pemuda pelopor juara ketiga di tingkat Jawa Timur. Keberhasilan ini menjadikan keberadaan paguyuban perempuan sebagai alat kampanye Sulastri semakin efektif. Semestinya, pilkades di Desa Joho dilaksanakan pada tanggal 1 Nopember 2007 jika sesuai jadwal. Tetapi karena peristiwa Gunung Kelud yang menunjukkan gejala vulkanik akan meletus, pilkades diundur 15 hari kemudian. Hari-hari yang telah lama ditunggu warga Joho telah tiba. Sebuah peristiwa politik yang akan menentukan masa depan para penggerak dan warga Joho semuanya. Dan kerja keras para kader desa dalam merebut kepemimpinan politik desa akhirnya menjadi kenyataan. Pada tanggal 15 Nopember 2007, Sulastri, 30 tahun, Ketua Paguyuban Perempuan Sido Rukun, terpilih menjadi Kepala Desa Joho Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Dalam catatan majalah Sipil suasana kemenangan diiringi suasana haru dan tangis bahagia. Isak tangis bahagia dan pelukan mengharukan mewarnai akhir dari penghitungan suara dalam pemilihan Kepala Desa Joho pada hari Kamis sore itu. Sulastri yang selama ini menjadi salah satu penggerak perempuan desa, dan secara jelas membawa mandat dari organisasi, dengan jalan mulus berhasil menyisihkan enam kandidat lain dengan perolehan


74

Muslim AlHaraka suara mutlak yakni 727 suara. Di Desa Joho tercatat sekitar 2300 orang pemilih. Calon-calon yang lain yakni Maryono, mendapat 177 suara, Paryono 131 suara, Anjarwati 18 suara, Sularso 406 suara, Ali Surahmat 273 suara, dan Mahmudi memperoleh 166 suara. Suara yang dinyatakan tidak sah sebanyak 90 suara, dan sisanya dianggap tidak menggunakan hak pilih.31

Dari tujuh calon kandidat kepala desa, dua diantaranya adalah perempuan. Sehingga, kemenangan Sulastri ini sekaligus mematahkan posisi perempuan yang selalu kalah dalam proses pemilihan kepala desa yang selama ini terjadi. Kemenangan ini menjadi pelajaran penting dalam kepemimpinan politik yang sebelumnya tidak pernah mimpi bisa merebutnya. Jika diperhatikan prosesnya, keberhasilan Sulastri menduduki jabatan kepala pemerintahan di Desa Joho adalah kemenangan yang luar biasa. “Kami semua sudah mengira kalau Ibu Sulastri yang akan menang, karena jauh hari sebelumnya kami sudah sepakat dan berupaya untuk bisa mewujudkannya. Tapi bila dilihat kondisi kami beberapa tahun lalu, dimana tidak satupun dari kami (perempuan) mempunyai peranan penting dalam pemerintahan desa, ini adalah keberhasilan yang sangat membanggakan,� ujar Nurpiah, Ketua Koperasi Sido Makmur, salah seorang perempuan yang menjadi penggerak awal berdirinya Paguyuban Perempuan Sido Rukun.32

Kondisi Desa Joho, khususnya Dusun Dasun yang awalnya statis, terpuruk dan tidak ada kegiatan apa-apa saat ini arusnya berbalik menjadi sangat dinamis. Sejak ada paguyuban perempuan, berbagai macam kegiatan ekonomi, politik, pendidikan hingga pertemuan rutin biasa memberikan kehidupan baru bagi masyarakat desa di lereng Gunung Wilis tersebut. Dari kegiatan satu ke kegiatan yang lainnya, dirasakan semakin menambah kerukunan dan membangun kekompakan diantara warga. Dari �Kemenangan Sulastri, Kemenangan Bersama�, Media Sipil, No. 115/ , Desember 2007, h. 23. 32 Ibid. 31


75

Pola dan Strategi

Pilkades, Sulastri Menang


76

Muslim AlHaraka

kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat, memunculkan kesadaran kritis tentang hak-hak mereka dan sesuatu yang seharusnya diupayakan dan diperjuangkan. Hingga akhirnya memuncak pada kesadaran untuk memiliki sebuah pemerintahan desa, dan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah kepada rakyatnya. “Sebelumnya masyarakat tidak mau tahu, bersikap apatis terhadap pemerintah, dan tidak ada kekompakan antar warga seperti sekarang ini. Karena pemerintah juga tidak merespon keluhan masyarakat. Semisal tentang hak kesehatan ibu dan anak serta persoalan lain di luar program pemerintah. Tidak ada sama sekali peran pemerintah desa untuk kemajuan masyarakat. Kalau ada masyarakatnya yang kritis malah dicurigai akan menggulingkan kekuasaannya,� ungkap Nurpiah.33

Kemenangan Sulastri sebagai kader perempuan memberi jawaban atas pertanyaan dan keresahan selama ini. Mereka akhirnya menang dalam perjuangan panjang dengan terpilihnya salah satu kader perempuan terbaik di desanya. Jika dilihat kebelakang, kemenangan ini bisa dirasakan sebagai kemenangan warga Dusun Dasun, khususnya para perempuan desa. Awalnya yang sama sekali tidak terbersit berkuasa, atau sekedar memiliki organisasi yang bisa menyediakan modal pinjaman, sekarang impian itu sudah terwujud. Memiliki koperasi yang bisa setiap saat melayani anggotanya, memiliki TPA yang bisa memastikan anak-anak mendapat pendidikan agama, memiliki organisasi paguyuban yang banyak membantu anggota dengan program kambing bergulir, arisan beras, sampai memasarkan produk hasil pertanian mereka. Dan sekarang memiliki kepala desa yang benarbenar mengerti persoalan yang dihadapi warga karena pemimpin itu datang dari kelasnya bukan dari kalangan elit di desanya. Kepemimpinan baru ini memberikan harapan baru bagi warga Desa Joho, juga warga di desa-desa sekitarnya. Sebuah harapan tentang kepemimpinan politik yang benar-benar ideal. Ideal dalam artian: pemimpin itu datang dari kelompok mayoritas di Ibid.

33


77

Pola dan Strategi

pedesaan yang miskin baik pendidikan, ekonomi maupun politik. Sehingga pengalaman Desa Joho ini, yang bermula dari pendirian Paguyuban Perempuan Sido Rukun merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi proses pembangunan kepemimpinan politik yang datang dari arus bawah. Gerakan perebutan kepemimpinan politik di Desa Joho merupakan satu bagian dari membangun gerakan besar di Kota dan Kabupaten Kediri. Karena perebutan kepemimpinan tersebut juga terjadi di desa-desa di Kabupaten Kediri pada saat momentum pilkades serentak di 200 desa. Sehingga dapat dikatakan, potret kecil proses kepemimpinan politik di Joho merupakan bagian dari gerakan besar perebutan kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri. Memang gagasan kepemimpinan politik di Kota dan Kabupaten Kediri adalah gagasan besar, namun gagasan besar yang kemudian dioperasionalkan dalam gerakan besar tersebut bisa ditelusuri melalui gagasan kecil yang kemudian menjadi gerakan yang berhasil di Desa Joho tersebut. Gagasan besar tentang kepemimpinan politik Kota dan Kabupaten Kediri berkait erat dengan adanya organisasi aliansi yang bernama Serikat Rakyat Kediri Berdaulat yang disingkat dengan SRKB, dan Paguyuban Perempuan Sido Rukun Desa Joho adalah salah satu pendirinya.

Pelantikan Kades Kediri


78

Muslim AlHaraka

2. Menyatukan Kepentingan Dalam Organisasi Aliansi Kelompok-kelompok yang melakukan kegiatan-kegiatan bersama untuk menjawab kebutuhan kongkrit dan dalam rangka memperjuangkan hak dan keadilan tidak hanya dilakukan di Dusun Dasun. Lebih dari 40 kelompok yang mengorganisasikan diri dalam organisasi di tingkat dusun dan desa. Sejak tahun 2005, kelompokkelompok tersebut sering melakukan pertemuan-pertemuan antar kelompok. Pertemuan-pertemuan tersebut dijadikan forum saling belajar dan sharing pengalaman-pengalaman dari kegiatan yang mereka lakukan. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut antar kelompok saling memberikan inspirasi dan saling memberikan semangat untuk mengembangkan kelompoknya. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, pada akhirnya mendorong penggerak dari berbagai kelompok yang tersebar di berbagai pelosok Kota dan Kabupaten Kediri, untuk membentuk semacam forum belajar antar kelompok. Forum ini bertujuan agar pertemuan antar kelompok dapat lebih sistematik dan terus berlanjut. Dalam perkembangannya pertemuan antar kelompok yang besar tersebut mengerucut kepada pendirian Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB).34 SRKB atau Serikat Rakyat Kediri Berdaulat adalah kumpulan berbagai kelompok dari desa-desa yang berada di Kota dan Kabupaten Kediri. SRKB didirikan pada tanggal 7 April 2007 Organisasi aliansi seperti SRKB juga didirikan di Jombang, Mojokerto, dan Nganjuk. Anggota organisasi aliansi ini sama seperti SRKB, yaitu kelompok-kelompok rakyat yang ada di tingkat dusun atau desa. Di Jombang telah didirikan Konsorsium Rakyat Jombang (KRJB), di Mojokerto ada Serikat Perjuangan Rakyat Mojokerto (SPRM), di Nganjuk ada Serikat Rakyat Anjuk Bersatu (SERAB), bahkan di Caruban-Madiun juga pernah didirikan Forum Bersama Masyarakat Caruban (FBMC). Organisasi-organisasi aliansi ini ditujukan sebagai wadah untuk menjawab persoalan-persoalan generik antar kelompok yang ada di tingkat kabupaten, baik melalui penguatan internal organisasi maupun advokasi kebijakan. Jika advokasi di tingkat desa dilakukan oleh organisasi kelompok, maka melalui organisasi aliansi ini, advokasi di tingkat kabupaten dilakukan. Di KRJB misalnya, program yang dimiliki adalah melakukan penguatan dan advokasi kebijakan. Penguatan dilakukan dengan mendorong pendirian koperasi di kelompok dan memperkuatnya. Sedangkan advokasi dilakukan dengan melakukan loby kepada dinas koperasi Jombang agar berupaya melakukan penguatan koperasi-koperasi rakyat di Jombang, terutama koperasi milik anggota KRJB.

34


Pola dan Strategi

79

dan dideklarasikan di Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri. SRKB terbentuk merupakan wujud kekecewaan masyarakat untuk mensikapi ketimpangan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Kota dan Kabupaten Kediri. Sehingga 41 kelompok berkumpul bersama dalam SRKB untuk melakukan upaya-upaya perubahan secara bersama-sama pula. SRKB sebagai wadah bersama untuk membangun kemandirian bersama demi kesejahteraan seluruh anggota khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, maka dikembangkanlah sikap saling belajar, menolong, dan mengembangkan rasa persamaan nasib para anggotanya. Secara umum, tujuan berdirinya SRKB adalah terwujudnya masyarakat Kota dan Kabupaten Kediri yang kuat dan berdaulat secara Politik, ekonomi, sosial dan Budaya (Poleksosbud). Dan secara khusus, tujuan berdirinya SRKB adalah terdapatnya wadah bersama antar kelompok/komunitas di Kota dan Kabupaten Kediri untuk dapat bersatu dalam menyikapi ketidakadilan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan melakukan perubahan yang lebih baik yang tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri. SRKB menjadi organisasi aliansi yang pertama di Kota dan Kabupaten Kediri yang mewadahi organisasi-organisasi di tingkat dusun yang tersebar dalam berbagai bentuk organisasi kelompok. SRKB memiliki sejarah yang cukup panjang dalam proses pendiriannya. Latar belakang Kediri yang semakin suram inilah yang menjadi pendorong lahirnya SRKB. A. Sejarah SRKB Dimulai Dari TERAK Kabupaten Kediri dalam dau kali periode dipimpin oleh Bupati Sutrisno, sosok yang tidak mengedepankan pengembangan ekonomi riil dalam kepemimpinannya. Justru proyek-proyek mercusuar yang dibangun. Sehingga, sektor pertanian yang awalnya menjadi visi misi dalam kampanyenya, justru dilupakan dalam perjalanan pemerintahannya. Di sisi lain, kepemimpinan Sutrisno memiliki pengaruh sangat kuat di level birokrasi pemerintahan kabupaten hingga memasuki ke level pedesaan, melalui kepala desa. Situasi ini menyebabkan masyarakat, terutama yang ada


80

Muslim AlHaraka

di pedesaan, tidak dapat merasakan perubahan yang lebih baik dalam era Sutrisno ini. Sehingga, masyarakat mulai melakukan upaya untuk merubah nasib dengan berbagai cara. Di wilayah Kabupaten Kediri sebelah timur, sebuah kawasan yang cukup subur karena berada di kaki Gunung Kelud, wilayah pertaniannya menjadi sumber konflik. Karena kesuburannya, wilayah ini sangat strategis bagi usaha pertanian rakyat bahkan investor. Penguasaan lahan yang dominan dilakukan oleh PTPN dan Perhutani. Sehingga, persoalan inilah yang memicu berbagai konflik pertanahan di Kabupaten Kediri. Hampir setiap sengketa tanah selalu menggunakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, dan sebagian besar berujung pada kriminalisasi petani. Modus sengketa lahan di Kabupaten Kediri melalui penyalahgunaan HGU oleh PTPN atau perusahaan swasta, meskipun pada masa sebelumnya tanah yang di-HGU-kan merupakan tanah warga. Mereka diusir secara paksa dan tanah mereka dirampas dengan melibatkan ABRI (sekarang TNI). Seperti konflik warga di Dusun Sanding Desa Babadan, Desa Sempu, dan Desa Sugihwaras Kecamatan Ngancar, dengan PT Sumber Sari Petung Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri. Kemudian warga Dusun Ngrangkah dan Dusun Badeg Desa Sepawon Kecamatan Plosoklaten, Desa Babadan Kecamatan Ngancar, dan Desa Satak Kecamatan Puncu. Mereka bersengketa dengan pihak PTPN XII Ngrangkah Kecamatan Sepawon Kabupaten Kediri. Pokok persoalannya, warga menginginkan kembali tanah yang merupakan hak milik mereka yang dirampas pada tahun 1966 oleh ABRI. Modus kedua adalah pelaksanaan program Perhutani yang dikenal dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang tidak sesuai prosedur. Selain itu oknum Perhutani memanfaatkan program ini untuk mencari keuntungan pribadi. Salah satu contoh adalah kasus warga Desa Krenceng Kecamatan Kepung pada tahun 2004. Warga Krenceng dikriminalisasikan hingga proses pengadilan. Pada 7 Mei 2002, warga Krenceng diajak kerjasama oleh Perhutani untuk mengelola hutan dengan sistem PHBM.


Pola dan Strategi

81

Identitas warga pada saat itu adalah anggota kelompok tani PHBM, yang dibuktikan dengan menyetor KTP, mendapat keplek (kartu), dan kewajiban membayar 20 persen hasil produksi. Hubungan saling menguntungkan di atas lahan seluas 325 hektar itu berlanjut hingga pada akhir tahun 2003, ada kebijakan dari pihak Perhutani tentang pengosongan lahan. Warga yang pada saat itu masih menanam, dengan kondisi hampir panen, meminta Perhutani mengurungkan niatnya. Namun kebijaksanaan Perhutani berkata lain, hingga terjadi pembabatan pada 6 Januari 2004. Warga yang merasa sangat dirugikan, nekat menanami kembali lahan mereka, sampai akhirnya pembabatan kedua terjadi pada bulan April 2005, dimana warga dipaksa menandatangani persetujuan pembabatan di Polres Pare Kabupaten Kediri. Warga yang menderita akibat gagal panen dengan kerugian mencapai ratusan juta rupiah itu tidak digubris. Jangankan diberi ganti rugi, beberapa diantara mereka (35 orang ) pada bulan Mei 2005, bahkan ditangkap dan dipenjara dengan tuduhan merusak hutan.35 Selain persoalan pertanahan, warga Kabupaten Kediri juga dihadapkan pada kebijakan yang tidak populer yang dilakukan oleh pemerintah. Maraknya huler atau mesin selep padi yang menggunakan mesin sederhana, membuat kepolisian mengambil kebijakan pelarangan berkeliaran di jalan. Sehingga, polisi sering kali melakukan operasi dan penilangan huler-huler yang ada di jalan-jalan sekitar Kabupaten Kediri. Persoalan ini kemudian membuat para pemilik huler melakukan konsolidasi antar mereka. Sehingga mereka kemudian melakukan aksi pawai sekaligus hearing agar ada perlindungan dan tidak lagi ada penyitaan mesin-mesin huler. Selain itu, petani merupakan bagian dari masyarakat yang seharusnya mendapat perhatian besar dalam pembangunan. Namun kenyataannya di Kabupaten Kediri, orientasi pembangunan yang dicanangkan di bidang pertanian masih kurang menyentuh pada permasalahan petani. Akibatnya, mayoritas petani masih sulit menggapai kesejahteraan. Inilah persoalan nyata petani 35

�Mampukah Pansus Menjawab Persoalan Krenceng�, Media Sipil, No. 103/ , Desember 2006.


82

Muslim AlHaraka

di Kabupaten Kediri. Penanganan distribusi pupuk di tingkat daerah justru menjadi kacau. Dan, petani harus menanggung akibat dari kebijakan pemerintah yang berpihak pada penyalur (distributor). Distribusi macet menyebabkan tanaman petani, khususnya padi terlambat dipupuk. Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat itulah yang menjadi keresahan di Kabupaten Kediri. Hal itu menyebabkan beberapa kader kelompok mulai membicarakan upaya-upaya mengingatkan pemerintah Kabupaten Kediri tentang masalah yang terjadi. Semua orang masih mengingat bahwa Bupati Sutrisno dalam kampanye-kampanye sebelum pemilihan bupati selalu mengedepankan pertanian sebagai strategi pembangunan di Kabupaten Kediri. Sehingga, ada kesenjangan antara impian pemimpin dan realitas di pedesaan. Hal inilah yang mendorong kelompok-kelompok untuk mengingatkan Bupati Kabupaten Kediri. Selain itu yang paling dirasakan adalah arogansi dan kebobrokan kepolisian yang seringkali memicu bentrok dengan masyarakat, misalnya di Krenceng, pedagang jamu, kasus Pengkol, pengusaha huler. Semuanya berurusan langsung dengan kepolisian Kabupaten Kediri. Kelompok-kelompok tersebut kemudian bertemu dan melakukan identifikasi persoalan di masing-masing kecamatan. Menjelang momentum Suro atau Muharram, kemudian kelompok tersebut mengagendakan Grebek Suro/Muharram yang biasa dilakukan dalam tradisi Jawa. Setelah beberapa kali membicarakan masalah mereka dalam berbagai pertemuan, pada awal Februari 2006, beberapa kelompok datang dan berkumpul bersama di Gedung Bhagawanta Bhari Kabupaten Kediri. Masalah yang paling mendapat perhatian adalah infrastruktur jalan yang buruk. Pada awal pencalonan Sutrisno, kampanye yang diusung adalah perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan. Namun, pembangunan ini tidak dirasakan oleh kelompokkelompok yang terjadi di wilayah Kabupaten Kediri sebelah barat dan timur. Acara itu sebagai salah satu respon menagih janji bupati yang terpilih untuk kedua kalinya, yakni Sutrisno. Dalam pertemuan tersebut, menyimpulkan bahwa belum bisa dirasakan adanya sebuah perubahan yang lebih baik bagi kehidupan rakyat


Pola dan Strategi

83

Kabupaten Kediri. Karena itulah rakyat Kabupaten Kediri yang tergabung alam acara Temu Rakyat Kediri (TERAK) melakukan protes dengan membacakan tuntutan. Masyarakat yang tergabung dalam Temu Rakyat Kediri (TERAK) menuntut antara lain: 1. Pemerintah harus membangun dan memperbaiki jalan yang rusak serta sarana dan prasarana transportasi sesuai janji yang pernah disampaikan Bupati. 2. Pemerintah harus memberi perlindungan terhadap huler dengan menjamin hak cipta karya Rakyat dalam perundangundangan. 3. Realisasikan Alokasi Dana Desa/ADD sesuai peraturan yang ada. 4. Pemerintah harus memenuhi sarana dan prasarana pendidikan murah dan terjangkau. 5. Pemerintah harus memenuhi sarana dan prasarana kesehatan murah dan terjangkau. 6. Pemerintah harus menuntaskan konflik tanah di Kabupaten Kediri, khususnya yang terjadi di Krenceng, Babadan dan Sanding. 7. Pemerintah harus menutup hutan lindung di Besowo. 8. Pemerintah harus melindungi masyarakat hutan di Manggis, Satak, Joho, dan Pagung. 9. Pemerintah harus menyikapi dengan tegas adanya pemecahan batu di Winongsari Bakalan Grogol, yang menganggu lingkungan. B. Pertemuan antar Kelompok Semakin Intensif Namun, janji yang ditagihkan dalam acara TERAK, tidak disambut baik oleh bupati. Justru persoalan yang dihadapi warga banyak yang berujung kepada tindak kekerasan. Kasus pertanahan semakin memuncak dengan berbagai kekerasan dan penangkapan petani. Di sektor pedagang, muncul perlakuan represif yang dialami oleh pedagang kaki lima dan para pengusaha jamu di Kabupaten Kediri. Mereka sering kali ditangkap polisi dengan berbagai


84

Muslim AlHaraka

alasan yang melemahkan posisi mereka. Disertai dengan intimidasi dan ancaman, polisi-polisi itu memeras, menekan dan menakut-nakuti yang pada akhirnya dipaksa menyerahkan uang ’suap’. Yang menjadi persoalan, belum ada ketetapan pemerintah yang mengatur tentang jamu, sehingga polisi dianggap “jalan sendiri”. “Saat ini aparat-aparat yang mengaku dari Polda maupun Polres Pare itu, gencar melakukan razia. Kami diancam akan ditangkap, sehingga sementara kami berhenti memproduksi. Ada juga yang masih berjalan tetapi dalam jumlah produksinya tidak banyak. Dan pemasarannya tidak lagi terbuka tetapi diambil langsung oleh konsumen,” kata Haji Kambali, Koordinator Pedagang Jamu Kediri, warga Nambakan Kecamatan Ringinrejo.36

Sampai Mei 2006, ada sekitar 30 home industri yang terpaksa menghentikan kegiatannya karena takut ancaman polisi. Polisipolisi korup itu mentarget para pedagang dengan jumlah uang yang variatif, antara 6 sampai 12 juta rupiah. Seperti yang dialami salah seorang pedagang jamu asal Desa Ngreco Kecamatan Kandat, yang dimintai uang 6 juta rupiah. Bahkan ada polisi yang datang beberapa kali ke pedagang dan menyuruh menyerahkan uang 12 juta langsung ke kantor Polda Jawa Timur. Cara seperti ini ditengarai untuk memberi kesan ’resmi’ meski akhirnya dengan cara ’terselubung’.37 Kasus pedagang jamu ini juga bersamaan dengan pedagang VCD yang mengalami penangkapan. Inisiatif masyarakat dalam menyambung hidup keseharian dengan berjualan CD dan VCD murah, dinilai ilegal karena barang dagangan itu kebanyakan bajakan. Kondisi ini ternyata dimanfaatkan oleh aparat polisi sebagai lahan baru mendapatkan penghasilan dengan jalan pungutan liar (pungli). Pedagang kaki lima VCD di wilayah Kota dan Kabupaten Kediri, selama ini ditengarai “aman di bawah ketiak petugas.” Namun, ketika upeti dirasakan kurang, razia gencar dilakukan. Sembilan orang telah ditangkap dan diproses ”Kreatifitas Pedagang Jamu Dikebiri Polisi”, Media Sipil, No. 96/ , Mei 2006, h.12. Ibid.

36 37


Pola dan Strategi

85

secara hukum. Dua orang pedagang VCD dan tujuh orang pemilik rental yang ditangkap dan ditahan.38 Pada bulan Juli 2006, muncul kejadian yang membuat warga Kabupaten Kediri semakin tidak percaya kepada institusi kepolisian. Dusun Pengkol Desa Kasreman, Kecamatan Kandangan, terjadi pengrusakan dan pembakaran dua unit sepeda motor inventaris jenis GL Max dan Suzuki Trail, (kendaraan patroli milik Polsek Kandangan). Dalam insiden amuk massa, 14 Maret 2006 lalu, berbuntut penahanan terhadap enam orang warga. Amuk masa itu terjadi karena pada saat polisi menjalankan patroli, mereka melakukan pengejaran kepada pengendara sepeda motor hingga mengakibatkan korban meninggal.39 Kecerobohan polisi inilah yang memicu terjadinya amuk masa dengan membakar sepeda milik polisi. Akhirnya berbuntut penahanan terhadap enam orang warga. Mereka, para terdakwa yang di sidang secara serentak yakni, Ahmad Hadi Sugito (44), Yulianto (24), Erik Susanto (19), Amang Yusli (19), warga Dusun Pengkol Desa Kasreman, dan Edi Waluyo (26), warga Kasreman, serta Lutfi Hari Krisnanto (20) warga Desa Jeruk Wangi, Kecamatan Kandangan. Kasus yang kemudian lebih dikenal kasus Pengkol ini mendorong mereka untuk melakukan konsolidasi dengan kelompok warga desa lain di Kota dan Kabupaten Kediri yang merasa disakiti oleh polisi.40 Setelah melakukan pertemuan yang lebih dikenal dengan TERAK, kelompok-kelompok di pedesaan kemudian menjalin hubungan yang lebih intens. Apalagi dengan berbagai kejadian pasca TERAK, tingkat represi kepolisian menjadikan mereka semakin kuat dalam berjaringan antar kelompok yang merasa menjadi korban kebijakan Kabupaten Kediri. Untuk itu, mereka seringkali melakukan pertemuan bersama dalam bentuk: pelatihan, workshop, seminar, dan kegiatan lainnya. Sehingga membuat mereka saling kenal dan semakin mengetahui persoalan yang terjadi di kelompok lain dan apa yang menjadi potensi di dusun lain. Jika ada persoalan yang dirasa sama, �Ombang Ambing PKL VCD Kediri �, Media Sipil, No. 96/ , Meil 2006, h.20. �Warga Pengkol Lawan Ketidakadilan Aparat�, Media Sipil, No. 98/ , Juli 2006, h.10. 40 Ibid. 38 39


86

Muslim AlHaraka

mereka kemudian melakukan pertemuan bersama untuk saling menceritakan dan mencari solusi bersama. Salah satu kegiatan itu misalnya pada akhir tahun 2006, 22 kelompok41 berkumpul di Gedung Diklat Kota Kediri. Mereka mengadakan acara Temu Bareng Pengelolaan Sumber Daya Lokal untuk pengembangan usaha bersama. Mereka saling bercerita dan berbagi pengalaman tentang situasi di desanya masingmasing. Hasil dari diskusi antar kelompok kemudian dijadikan bagian dari penjajakan kebutuhan, sekaligus merencanakan jalan keluar bersama untuk peningkatan usaha di kelompoknya masing-masing. Mereka juga menganalisis seluruh sumber daya yang dimiliki. Dari hasil analisis itu menjadi dasar untuk menyusun perencanaan kerja sama dalam pengelolaan sumber daya alam di seluruh kelompok. Bagi kelompok yang sudah menjalankan usaha, mereka dijadikan model pengembangan ekonomi kelompok yang bisa dicontoh bagi kelompok lain tentang bagaimana cara mengatur sistem produksi, distribusi dan konsumsi.42 Bulan November 2006, di rumah Kismanto, Ketua Kelompok Sumber Rejeki Dusun Nongkopait Desa Joho, Semen Kabupaten Kediri ada kegiatan yang menarik. Kegiatan belajar bersama yang dilakukan pada tanggal 26 Nopember 2006 tersebut, dihadiri oleh Organisasi Gempolpait Ingin Perubahan (OGIP) Jombang, Karang Taruna Permadani Desa Bangunsari Kecamatan Mejayan Caruban, Kelompok Tani Ringinbagus Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri, Setari Kediri, Organisasi Pemuda Ngembak Etan (OPEN) Desa Gayam Mojoroto Kota Kediri. Mereka sedang belajar tentang budidaya belut. Belut menjadi salah satu contoh isu perekat yang mampu membawa beberapa (1) Paguyuban Perempuan Sido Rukun Dusun Dasun, (2) Kelompok Sumber Rejeki Dusun Nongko Pait, (3) Kelompok Desa Kletak, (4) Kelompok Labet Rukun Desa Manyaran, (5) Kelompok Koperasi Sumber Rejeki Desa Manyaran, (6) Kelompok Podang Mas Desa Manyaran, (7) Kelompok Open Desa Ngembak, (8) Kelompok Dusun Bilo Parang, (9) Kelompok Desa Tarokan, (10) Kelompok Sumber Alami Desa Jambu, (11) Kelompok Desa Panggung Sari, (12) Kelompok Desa Manggis, (13) Kelompok Desa Satak, (14) Kelompok Desa Trisulo, (15) Kelompok Al Barokah Desa Krenceng, (16) Paguyuban Warga Pengkol, (17) Kelompok Desa Babatan, (18) Kelompok Desa Silir, (19) Kelompok Sudra, (20) Kelompok Tani Setari Kecamatan Semen, (21) LPPM Kediri, dan (22) Embrio Center (EC) Ngronggo. 42 �Membangun Jaringan Ekonomi�, Media Sipil, No. 105/ , Februari 2007. 41


Pola dan Strategi

87

kelompok untuk datang dan belajar. Di sela-sela kegiatan ini mereka juga membahas pentingnya organisasi aliansi kedepan di Kota dan Kabupaten Kediri. 43 Booming budidaya ikan belut (Synbranchus) di kelompokkelompok menjadi isu strategis untuk menyatukan beberapa kelompok dalam usaha bersama. Meski pelaku belut di Kabupaten Kediri masih sangat minim, bisnis ikan berbasis kelompok ini diharapkan mampu menyatukan angan-angan dan pikiran mereka dalam satu tujuan dan cita-cita besar yakni kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Untuk lebih memahami bagaimana usaha budidaya belut dikembangkan, kelompok-kelompok belajar bersama dalam temu beluter 44 dengan mengundang ahli belut yang didatangkan dari Kota Solo.45 Namun, masalah yang terjadi ke pedesaan tidak hanya urusan ekonomi, melainkan juga persoalan politik. Masalah politik sering kali tidak bisa dijawab karena mereka selama ini merasa buta politik, dan tidak berhak membicarakan. Sehingga, kebijakankebijakan politik di desa yang tidak adil, tidak mendorong mereka untuk bertanya atau protes. Mereka merasakan ada persoalan, tetapi tidak tahu bagaimana menyelesaikan. Masalah inilah yang kemudian mencuat dalam pertemuan antar kelompok selanjutnya. Di Kabupaten Kediri terdapat sekitar 344 desa, yang pada bulan Juli 2006 telah mendapat sosialisasi program pemerintah tentang adanya Alokasi Dana Desa (ADD). Namun hingga Maret 2007 program tersebut belum terealisasi. Bahkan banyak masyarakat yang belum tahu apa itu ADD. Apakah ketidaktahuan mereka dikarenakan pendistribusian dana tersebut belum cair, ataukah memang ada kran informasi yang tersumbat dari pemerintah kepada masyarakat? Masalah inilah yang kemudian dibawa dalam sebuah pertemuan antar kelompok jaringan di Kabupaten Kediri.46 ”Pertemuan Antar Kawasan Membangun Solidaritas”, Media Sipil, No. 103/ , Desember 2006, h. 11. 44 Peternak dan pemerhati usaha budidaya belut 45 ”Meneguhkan Kegiatan Kelompok”, Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007, h. 5. 46 ”Sampaikan ADD Kepada Masyarakat Secara Transparan”, Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007, h. 12. 43


Salah Satu Sesi Acara Dalam Deklarasi SRKB

88 Muslim AlHaraka


Pola dan Strategi

89

Pertemuan-pertemuan yang melibatkan antar kelompok semakin sering dilakukan. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut antar kelompok saling memberikan inspirasi dan saling memberikan semangat untuk mengembangkan kelompoknya. Secara gagasan, di kelompok-kelompok mulai merasa bahwa mereka memiliki teman yang senasib sehingga mulai berkembang keberanian untuk melawan sumber-sumber penyebab ketidakadilan. Di kelompok-kelompok muncul kebutuhan untuk terus berhubungan dengan kelompok di seluruh Kabupaten Kediri karena merasa penting sebagai sebuah kekuatan bersama. C. Deklarasi Pranggang Menjadi Titik Balik Organisasi Setahun setelah Temu Rakyat Kediri yang dikenal TERAK, pertemuan antar kelompok lebih diintensifkan. Dari berbagai pertemuan antar kelompok tersebut, yang selanjutnya juga diikuti oleh beberapa LSM (LPPM dan SUAR), akhirnya muncul kesepakatan untuk menggelar kegiatan rapat umum (assembly) yang mempertemukan seluruh anggota kelompok-kelompok. Gagasan utama rapat umum ini adalah mempertemukan seluruh anggota kelompok agar seluruh anggota kelompok-kelompok bisa saling mengenal dan saling berdiskusi tentang persoalanpersoalan kongkrit yang dihadapi setiap kelompok dalm suasana yang terbuka dan dalam forum yang besar. Dalam forum rapat (assembly) itu juga ditampilkan keseniankesenian rakyat yang berkembang di komunitas dimana kelompok hidup. Hal ini sebagai upaya membuka ruang ekspresi untuk mengembangkan kesenian rakyat yang seringkali menjadi salah satu alat dalam memperjuangkan hak; disamping itu juga di gelar pasar rakyat yang menjual dan memamerkan hasil-hasil produksi kelompok-kelompok. Pasar rakyat ini digunakan sebagai ajang promosi bagi produk-produk kelompok ke masyarakat luas. Disamping sebagai sarana mempertemukan kelompok, kegiatan ini juga digunakan sebagai unjuk kekuatan, karena banyaknya anggota yang datang. Unjuk kekuatan ini digunakan sebagai salah satu kekuatan terutama dalam melakukan upaya


90

Muslim AlHaraka

advokasi di masa-masa yang akan datang. Karena dengan menunjukkan kekuatan seperti ini, maka secara politis aliansi ini akan diperhitungkan oleh pembuat kebijakan, baik politik atau ekonomi, dimana untuk kondisi Indonesia hal ini sangat penting dilakukan. Rapat umum yang dilakukan pertama kali ini juga bertujuan untuk mendeklarasikan keberadaan forum aliansi di Kota dan Kabupaten Kediri. Deklarasi dilakukan sebagai upaya peneguhan, baik ke dalam maupun keluar, terhadap kebersamaan dan solidaritas dalam memperjuangkan kedaulatan dan keadilan. Rapat umum ini diselenggarakan dari tanggal 7-8 April 2007 bertempat di lapangan sepakbola Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten. Pada tanggal 7 April 2007 pagi, rapat umum dalam rangka deklarasi forum aliansi dibuka dengan parade drumband anakanak, diikuti barisan kesenian tradisional banthengan, jagojagoan dan performance art yang dibawakan oleh komunitas seni Sudra. Arak-arakan tersebut berangkat dari satu tempat yang berjarak sekitar 2 kilometer dari lapangan Desa Pranggang. Ribuan orang menyaksikan arak-arakan ini di sekitar jalan yang dilewati. Ketika arak-arakan melewati Balai Desa Pranggang dan masuk ke lapangan Desa Pranggang, tempat rapat umum dipusatkan, mereka disambut dengan pemukulan alat-alat musik dari arah panggung yang telah disiapkan di sudut selatan lapangan sepakbola. Suasana sangat semarak menandai pembukaan acara rapat umum dalam rangka Deklarasi Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB), kumpulan dari beragam kelompok yang tersebar di seluruh Kota dan Kabupaten Kediri bertemu untuk pertama kalinya dalam satu tempat. Kelompok-kelompok yang terlibat dalam proses pertemuan dan pembentukan SRKB terdiri dari 34 kelompok yang selama setahun terakhir aktif berproses bersama-sama. Anggota bertambah menjadi 42 kelompok (karena banyak kelompok lain turut bergabung) yang teridentifikasi dalam Musyawarah Besar (Mubes) yang berlangsung.47 47

Kelompok-kelompok tersebut adalah: Sumber Rejeki Desa Kalipang, Koperasi Sumber Rejeki Desa Manyaran, FKPP Banyakan, Organisasi Pemuda (Open) Desa Ngembak Gayam, Kelompok Tani Perempuan Labet Rukun Desa Manyaran,


91

Pola dan Strategi PRESIDIUM

KESEKRETARIAN BENDAHARA SEKJEND

POKJA ADVOKASI

POKJA PENDIDIKAN

POKJA USAHA

POKJA SENI BUDAYA

D. Musyawarah Besar Salah satu acara dalam rapat umum adalah musyawarah besar (Mubes) yang diselenggarakan di Balai Desa setempat untuk melakukan musyawarah besar, disingkat Mubes. Mubes yang dilakukan anggota SRKB pada malam 7 April 2007 diikuti oleh seluruh perwakilan kelompok yang mengikuti kegiatan rapat umum. Pembahasan dalam mubes antara lain: penentuan nama organisasi aliansi. Organisasi bersama ini disepakati bernama Serikat Rakyat Kediri Berdaulat disingkat SRKB. Pembahasan lain adalah menentukan visi misi organisasi aliansi ini. Visi yang disepakati adalah: terwujudnya masyarakat Suara Nurani (SUAR), LPPM, Paguyuban Perempuan Sido Rukun Dusun Dasun Desa Joho, Komunitas Musik dan teater Sudra, Kelompok Pemuda Podang Mas Desa Manyaran, Kelompok Pemuda Desa Mlancu, Kelompok Tani Al-Barokah Desa Krenceng, Paguyuban Petani Adil Makmur (PPAM) Desa Ringin Bagus, Embrio Center (EC), Kelompok Tani Sumber Rejeki Desa Nongkopait, Gerakan Muda Perjuangan Rakyat (GMPR) Desa Satak, Karang Taruna Tunas Harapan Desa Kraton, Komunitas Desa Trisulo, Kelompok Pemuda Desa Turi Lor, Karang Taruna Tunas Muda Desa Pranggang, Paguyuban Warga Pengkol, Kelompok Pemuda Sumber Alami (Padasua) Desa Jambu, Koperasi Budi Rahayu, AP3RK, Serikat Tani Kediri (Setari), Remas Rahmatika Desa Gayam, Madani Pos Kediri, Persatuan Pemuda Bulusari (PPB) Tarokan, Kelompok Pemuda Dusun Sumber Pancur, Remas Sukoharjo Plemahan, Paguyuban Pengusaha Roti Desa Banyakan, Pemuda Lamong, Persatuan Pemuda Sumber Golek (P2SG) Desa Pranggang, Kebon Rejo Besowo, PASTI Semen, Kelompok Tani Makmur 1 Kalisuko Berjo Plemahan, Pemuda Pecinta alam Pranggang (Parang), Kelompok Pemuda Sumber Bendo, KMDH (kelompok Masyarakat Desa Hutan) Sido Mukti Desa Satak, Kelompok Simpan Pinjam Sido Waras SAE Desa Satak, Komunitas Desa Pakis, dan Kelompok Tani Ngembak Etan. Kelompok-kelompok ini dalam perkembangannya ada yang bubar, tetapi ada juga yang semakin kuat serta tidak sedikit yang muncul dengan mendirikan organisasi di komunitas dan bergabung dalama SRKB.


92

Muslim AlHaraka

Kota dan Kabupaten Kediri yang kuat dan berdaulat secara Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Sedangkan Misinya, Melakukan Advokasi kebijakan secara litigasi dan non litigasi, Melakukan pendidikan peningkatan kapasitas kelompok, dan Melakukan penguatan dan pengembangan usaha kelompok. Setelah pembahasan tentang nama, bentuk organisasi dan visi-misi, selanjutnya pembahasan mengalir pada pembahasan tentang program kerja. Organisasi (forum) aliansi ini akan melakukan upaya-upaya: (1) advokasi, (2) pendidikan kader, (3) pengembangan usaha ekonomi. Program tersebut akan dijalankan oleh kelompok kerja yang terdiri dari: (1) Pokja advokasi yang akan memberikan fasilitasi pada kelompok-kelompok dalam melakukan advokasi isu-isu bersama baik secara litigasi maupun non litigasi.; (2) Pokja pendidikan kader, akan melakukan penyusunan modul dan fasilitasi pendidikan kader, terutama kader-kader kelompok yang selanjutnya akan menjadi kader SRKB; (3) Pokja pengembangan usaha ekonomi berperan menyusun modul dalam rangka memperkuat dan mengembangkan koperasi di kelompok-kelompok, memperkuat dan mengembangkan usaha, membangun dan mengembangkan jaringan usaha ekonomi, juga menginisiasi terbentuknya koperasi induk di SRKB. Untuk mewujudkan program kerja yang disepakati kemudian SRKB menyusun struktur organisasinya. Struktur SRKB dalam mubes tersebut disepakati adanya presidium, sekretaris jenderal, dan kelompok kerja-kelompok kerja sebagai pelaksana programprogram yang akan dilakukan. E. Pengajian Rakyat dan Deklarasi Kegiatan rapat umum ini diakhiri dengan pengajian rakyat dan pembacaan naskah deklarasi. Pengajian rakyat yaitu penyampaian pidato politik dan kebudayaan yang disampaikan oleh KH Azis Mansur dan Jhonson Pandjaitan, SH. Kegiatan penutup ini dihadiri oleh sekitar 10.000 orang yang memenuhi lapangan sepakbola Desa Pranggang, Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri dimana acara rapat umum diselenggarakan.


Pola dan Strategi

93

Sebelum pidato politik dan kebudayaan disampaikan, terlebih dahulu, di atas panggung yang berukuran 6 x 12 meter tersebut ditampilkan berbagai atraksi kesenian, baik kesenian modern maupun kesenian rakyat. Setelah atraksi kesenian selesai dilanjutkan pembacaan deklarasi SRKB. Deklarasi ini merupakan manifesto bagi seluruh kelompok-kelompok yang tergabung dalam SRKB untuk bekerja, belajar dan berjuang secara bersama-sama dalam meraih keadilan. Karena itu, teks deklarasi yang telah dibuat dan dibacakan merupakan citacita seluruh kelompok dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Teks deklarasi yang dibacakan oleh Masfiyah (pimpinan kelompok perempuan Labet Rukun Manyaran Kabupaten Kediri) tersebut adalah sebagai berikut: Kami adalah Serikat Rakyat Kediri Berdaulat selanjutnya di singkat SRKB. Kami adalah kumpulan dari berbagai kelompok dan komunitas di Kabupaten dan Kota Kediri. SRKB adalah wadah bersama bagi seluruh anggota khususnya, dan umumnya untuk masyarakat luas. SRKB juga sebagai wadah bersama, untuk membangun kekuatan bersama, saling belajar bersama, saling mendukung, dan mengembangkan solidaritas sesama anggota. Selain itu SRKB sebagai wadah bersama untuk menyikapi hal-hal ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Kediri, sehinggga kami dapat melakukan upaya-upaya perubahan yang lebih baik dimana perubahan tersebut tidak mungkin kami lakukan secara sendiri-sendiri. Namun demikian, SRKB bukanlah organisasi politik. Atas kehendak dan kesamaan cita-cita dalam membangun dan meneguhkan kembali kedaulatan dan kesejahteraan kami inilah, 41 kelompok-kelompok dan komunitas-komunitas yang tersebar di Kabupaten dan Kota Kediri menyatakan diri berhimpun dalam SRKB. Terbentuknya SRKB bukan berarti masalah-masalah yang kami hadapi sudah terselesaikan. SRKB merupakan wadah yang mengawali perjuangan kami secara bersama-sama. Namun, kita tidak menutup kemungkinan besok atau lusa, ada penambahan anggota SRKB. Kami bertekad, SRKB akan


94

Muslim AlHaraka kami kembangkan terus menerus secara terbuka, sehingga SRKB bisa menjadi lebih banyak lagi kelompok dan komunitas rakyat yang turut bergabung dengan SRKB. Meluas dan membesarnya SRKB akan menjadikan kami lebih kuat dan besar dalam memperjuangkan hak-hak kami yakni kedaulatan dan kesejahteraan kami. Karena, lumpuhnya kedaulatan dan kesejahteraan kami, sebagian besar disebabkan oleh berbagai kebijakan pemerintah. Upaya kami dalam rangka mewujudkan cita-cita merebut kedaulatan dan kesejahteraan rakyat, maka dengan ini kami telah bersepakat bulat untuk menyelesaikannya melalui : 1. Penanganan kasus-kasus yang datang dari kelompok yang tergabung dalam SRKB 2. Mengupayakan kebijakan-kebijakan yang menjadi kebutuhan kelompok-kelompok yang tergabung dalam SRKB 3. Melakukan pendidikan peningkatan kapasitas kelompok yang tergabung dalam SRKB 4. Melakukan pendidikan kader penggerak di kelompokkelompok yang tergabung dalam SRKB 5. Memperkuat dan mengembangkan koperasi di kelompokkelompok yang tergabung dalam SRKB 6. Memperkuat dan mengembangkan usaha di kelompokkelompok yang tergabung dalam SRKB 7. Membangun dan mengembangkan jaringan usaha ekonomi 8. Menginisiasi terbentuknya koperasi induk di SRKB 9. Mengupayakan pelestarian budaya rakyat 10. Menyediakan, mendokumentasikan dan mendistribusikan informasi. Demikian deklarasi kami. Atas nama seluruh anggota SRKB bahwa mulai detik ini kami akan berkomitmen untuk memperjuangkan apa yang kami deklarasikan.48

48

“Berkumpul Dalam Satu Perjuangan�, Media Sipil, No. 108, Mei 2007, h.11.


Pola dan Strategi

95

3. Pengalaman Srkb Terlibat Dalam Perebuatn Kuasa A. Tekanan Momentum Politik Terhadap Srkb Momentum Pilkada Kabupaten Kediri 2010 benar-benar menjadi momentum yang tepat bagi SRKB untuk mengukur kekuatan konsolidasi organisasi. Sebuah peristiwa pertarungan dalam memperebutkan kekuasaan politik di tingkat kabupaten. Apakah pengalaman sebagai organisasi gerakan selama 8 tahun telah cukup sebagai modal. Bukan tanpa alasan jika SRKB turut berkompetisi karena peristiwa-peristiwa yang sama sudah dialami oleh kelompok anggota SRKB ketika memperebutkan kursi kepala desa. Artinya wilayah politik bukan lagi sesuatu yang baru, kelompok sering terlibat dalam proses-proses politik. Mulai pemilihan kepala desa, pemilu legislatif, dan presiden. Peristiwa tersebut telah memaksa anggota SRKB untuk terlibat. Berkaitan dengan kepemimpinan di Kabupaten Kediri, SRKB memiliki sejarah panjang dengan mendorong setiap orang untuk menjadi pemimpin. Minimal di kelompok masing-masing. Sejak tahun 2002 upaya-upaya menumbuhkan kepemimpinan politik lokal dilakukan. Proses ini berbarengan dengan lahirnya kelompok-kelompok yang berjumlah 43 dan selanjutnya mendeklarasikan organisasi SRKB pada 7 April 2007. Lahirnya kelompok merupakan respon dari kebutuhan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Berangkat dari kesadaran adanya persoalan yang dirasakan bersama, kemudian mereka berkumpul, bersolidaritas untuk menyelesaikannya. Melalui SRKB, setiap kelompok bisa belajar bersama bagaimana cara yang paling efektif untuk menyelesaikan persoalannya. Bagaimana mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga bisa lebih bermanfaat dan adil. Menjaga solidaritas diantara mereka, melakukan advokasi kebijakan di tingkat desa. Dari proses yang terjadi di setiap kelompok inilah melahirkan dan membentuk kepemimpinan-kepemimpinan baru. Sebuah kelompok membutuhkan seorang pemimpin. Ia merupakan representasi dari anggotanya. Seorang pemimpin berperan mendorong dan memotivasi para anggotanya untuk


96

Muslim AlHaraka

menyelesaikan persoalan, mengelola konflik serta mempengaruhi pembuat kebijakan di tingkat desa. Di sinilah seorang pemimpin lokal hadir, yang terpilih dan terdidik dari sebuah proses berorganisasi di kelompok. Pemimpin yang lahir melalui proses kaderisasi, bukan pemimpin yang terbentuk secara instan, misalnya karena dia memiliki modal finansial yang besar atau memiliki ketenaran semata. SRKB yang ketika dideklarasikan memiliki 43 anggota, sebenarnya telah memiliki 43 orang pemimpin lokal. Mereka adalah para kader kelompok yang tertempa oleh pengalaman. Mungkin secara deskriptif mereka tidak tahu bahwa, mereka sedang menjalankan proses kepemimpinan, tetapi fungsi dan peran kepemimpinan telah mereka jalankan. Dari waktu ke waktu perkembangan SRKB semakin kuat. Terlebih jika melihat latar belakang kondisi politik Kabupaten Kediri yang tidak membaik. Bupati Sutrisno yang terpilih kembali pada tahun 2005 memiliki janji-janji yang tertulis dalam visi-misi yang telah disampaikan menjelang pilkada Kabupaten Kediri 2005. Namun hingga dua tahun masa kepemerintahannya janji-janji politik semasa kampanye belum ada satupun yang ditepati. Himpitan persoalan masih dirasakan oleh masyarakat serta juga oleh kelompok-kelompok yang selama ini terorganisir. Kondisi tersebut memunculkan kemarahan rakyat Kediri, kemudian lahirlah aksi bersama untuk menagih janji Bupati Kediri Sutrisno. Aksi tersebut dikenal sebagai Terak (Temu Rakyat Kediri) yang diikuti oleh 20 kelompok dari barat dan timur Sungai Berantas, sungai yang membelah Kabupaten Kediri. Lebih dari 1.000 orang turun jalan menuju kantor Kabupaten Kediri. Aksi damai yang diiringi pemotongan tumpeng di depan pendopo Kabupaten Kediri serta orasi dari masing-masing kelompok. Tuntutan ini dilakukan untuk menagih janji sang bupati yang pada saat itu tidak mau menemui. Akhirnya Terak menyerahkan surat tuntutan kepada perwakilan bupati yang hadir menemui massa saat itu. Dampak dari aksi Terak, sebulan kemudian beberapa pembangunan dilakukan di desa-desa yang turut serta dalam


Pola dan Strategi

97

aksi Terak. Jalan di Kecamatan Semen yang menuju Desa Joho diaspal, beberapa persoalan di Manyaran di selesaikan, dan kebijakan tentang penggilingan padi keliling direspon. Dari peristiwa ini diambil sebuah pembelajaran bahwa faktor kepemimpinan politik memegang peran penting. Sejak itu konsolidasi antar kelompok dilakukan lebih intensif dan mulai digagas untuk membentuk organisasi aliansi yang sekarang dikenal dengan nama SRKB. Sejak itu pula benih-benih lahirnya kepemimpinan di Kabupaten Kediri bermunculan. Tiga tahun kemudian atau di awal tahun 2009, persoalan kepemimpinan menjadi isu penting dalam Kongres dan Rapat Umum II SRKB di Desa Sumberejo49. Bahwa pada tahun 2010 di Kabupaten Kediri akan berlangsung pilkada. Sementara Bupati Sutrisno tidak memungkinkan lagi untuk mencalonkan diri karena sudah menjabat selama dua periode. Sepanjang proses rapat umum, dorongan, dukungan dan ungkapan dikatakan oleh para perwakilan kelompok tentang gagasan dan mimpi bersama membangun kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri. Sejak saat itu SRKB telah benarbenar mempersiapkan diri untuk bertarung di ranah politik. Terpilihnya Munasir Huda, salah satu penggerak SRKB yang melakukan pengorganisasian petani yang berkonflik dengan PT. Perkebunan dan Perhutani di Kediri, sebagai sekretaris jenderal dan berubahnya struktur organisasi dengan merampingkan Dewan Presidium serta membentuk Kelompok Kerja sebagai penyesuaian agar kapal besar SRKB lebih lincah bermanuver di medan politik. B. Restrukturisasi Terus Bergulir Keberadaan SRKB semakin mendapat tempat dalam tatanan sosial di Kabupaten Kediri. Bahkan secara politik mereka mulai diperhitungkan terutama oleh pemangku kepentingan politik. Kondisi eksternal ini mendorong SRKB untuk menata kembali visi dan misinya. Sehingga mereka melakukan kongresnya yang kedua Dokumen proses Kongres dan Rapat Umum II SRKB pada tanggal 1 Januai 2009 di Balai Desa Sumberejo Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri.

49


98

Muslim AlHaraka

pada bulan Januari 2009 di Balai Desa Sumberejo Kecamatan Gampengrejo Kabupaten Kediri yang dihadiri oleh seluruh anggota SRKB. Dalam Kongres II ini dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap perjalanan organisasi. Mereka mendata ulang dan mendiskusikan persoalan-persoalan yang dihadapi kelompok selama dua tahun terakhir. Pertemuan kelompok dalam forum resmi organisasi tersebut, memunculkan empat isu pokok: pertanian, koperasi, kesehatan, dan kesenian. Sehingga, diakhir kongres telah dirumuskan rekomendasi yang harus dijalankan oleh Sekjen SRKB. Setelah menemukan rekomendasi program yang harus dilakukan SRKB, kongres dilanjutkan dengan pembahasan tentang efektifitas struktur organisasi yang selama ini berjalan. Isu restrukturisasi ini diangkat karena Sekjen SRKB yang terpilih ketika kongres pertama SRKB di Balai Desa Pranggang Plosoklaten tidak bisa aktif. Hal ini berdampak perencanaan kegiatan-kegiatan SRKB tidak bisa dijalankan. Selain itu, rekomendasi program dalam merespon empat isu pokok untuk satu tahun mendatang, diperlukan sebuah struktur yang lebih efektif sehingga bisa menjawab kebutuhan. Dalam kongres tersebut, muncul hasil yang menjadi kesepakatan tentang struktur SRKB yang baru yang terdiri dari presidum, sekjen dan kelompok kerja. Sebelum Kongres II SRKB, anggota presidium adalah perwakilan dari setiap kelompok. Karena banyak kelompok yang tergabung dipandang tidak efektif menentukan presidium berdasarkan perwakilan kelompok, karena terlalu gemuk. Presidium tidak bisa mengambil keputusan secara cepat karena harus mengkoordinasikan semua kelompok. Dalam kongres ini, presidium hanya diambil empat orang yang dipilih oleh seluruh anggota kelompok yang kemudian muncul empat anggota Presidium.50 Setelah presidium terpilih, kemudian peserta kongres menentukan sekjen SRKB sebagai orang yang bertanggungjawab atas berjalannnya organisasi. Secara aklamasi, peserta memilih 50

Empat orang anggota presidium tersebut antara lain Heri DK (Surya Sejahtera), Sanusi (SUAR), Sulastri (Paguyuban Sidorukun), dan M. Ali (LPPM).


Pola dan Strategi

99

Munasir Huda yang dipandang sebagai kader orang paling dikenal di kelompok-kelompok. Sebelumnya, Munasir Huda adalah anggota presidium SRKB. Pembahasan restrukturisasi SRKB dilanjutkan dengan dibentuknya kelompok kerja yang perannya adalah membantu kerja-kerja sekjen. Pokja ini dibentuk berdasarkan isu pokok: pokja advokasi, pokja ekonomi, dan pokja sosial budaya. Dengan tiga macam pokja, isu kesehatan masuk dalam pokja advokasi; pertanian dan koperasi masuk dalam isu ekonomi; dan kesenianbudaya dan pendidikan masuk ke dalam pokja sosial budaya. Situasi politik di kabupaten menjadi daya dorong untuk semakin memperkuat posisi SRKB, khususnya dalam strukturnya. Pada 2010, Kabupaten Kediri akan menyelenggarakan Pemilihan Umum Daerah. Kepemimpinan Sutrisno sebagai bupati Kediri yang sudah dua periode dirasakan sebagai bentuk kegagalan. Sutrisno yang awalnya berkomitmen terhadap pertanian, ternyata diakhir periode justru sama sekali tidak memberi kontribusi terhadap petani Kabupaten Kediri. Padahal masalah pertanian merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh anggota SRKB karena sebagian besar mereka adalah petani. Situasi ini kemudian mendorong SRKB untuk bersikap dalam Pilkada 2010 di Kabupaten Kediri. Tekanan politik di luar membuat SRKB kemudian memperkuat struktur organisasinya. Sehingga dibutuhkan struktur organisasi yang kuat, tertib administrasi dan roda program yang telah diputuskan berjalan. Maka, ditentukan pos-pos kader yang mengisi struktur yang telah dihasilkan dalam kongres II. Pilkada Kabupaten Kediri 2010 yang semakin dekat, semakin membuat tekanan dalam internal SRKB. Anggota-anggota yang ada di pedesaan memunculkan gagasan tentang sikap SRKB dalam pilkada ini. Sehingga, pengurus SRKB merasa perlu bersikap atas Pilkada 2010. Dalam rapat Dewan Presidium dan Sekjen SRKB pada tanggal 6 Maret 2009, SRKB telah membuat keputusan penting. Pertama, SRKB harus mencalonkan seseorang yang dipercaya untuk membawa aspirasi kelompok. Kedua, untuk mendukung upaya-upaya pemenangan maka harus dilakukan pengembangan struktur organisasi SRKB sebagaimana struktur yang disepakati


100

Muslim AlHaraka

pada evaluasi di Desa Sumberejo. SRKB harus mempunyai struktur yang berjenjang mulai tingkat kabupaten sampai desa. Bukan seperti struktur hasil kesepakatan pada awal tahun 2009 dimana struktur SRKB hanya terdiri dari sekjen dan kelompok-kelompok sebagai anggota dan menyebar di beberapa desa. Padahal salah satu mandat dari Rapat Umum II SRKB adalah membangun struktur organisasi yang lebih luas sehingga bisa menjangkau desa-desa lain. Lewat pertemuan-pertemuan antara dewan presidium, sekretaris jenderal, dan kelompok kerja rencana restrukturisasi dibuat.51 Memang mandat tersebut terasa berat. Akan tetapi keputusan telah dibuat maka tugas sekretaris jenderal selanjutnya adalah melaksanakan. Ini merupakan tahap persiapan, SRKB belum merencanakan upaya pemenangan. SRKB merupakan organisasi gerakan yang mandiri, baik secara program dan pendanaan. Dengan keterbatasan yang dimiliki maka setiap kegiatan kelompok dan pertemuan dimanfaatkan untuk mensosialisasikan soal kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri. Target awal sosialisasi supaya mandat tersebut tidak hanya dirasakan oleh kepengurusan SRKB dan perwakilan kelompok, tetapi juga seluruh anggota kelompok. Karena merekalah yang bisa menentukan kekuatan SRKB. Setelah sosialisasi mandat dari Rapat Umum II (membangun struktur organisasi yang lebuh luas) dilakukan selama 4 bulan, dipersiapkanlah pertemuan lanjutan. Pertemuan ini bertujuan lebih memperkuat mandat dan juga merencanakan langkahlangkah strategis. Karena selama ini kekuatan anggota SRKB hanya terdiri dari 43 kelompok yang tersebar di Kota dan Kabupaten Kediri. Hal ini tentu belum dianggap cukup jika SRKB dipersiapkan untuk terlibat dalam perebutan kepemimpinan politik melalui Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Jumlah anggota yang menghadiri pertemuan lanjutan berkisar 60 orang. Mereka mewakili kelompok dari barat sampai timur Sungai Brantas. Dari lereng Gunung Kelud yang berada di wilayah timur, kawasan seputar Gunung Wilis yang berada di wilayah barat serta wilayah Kabupaten Kediri sebelah utara dan selatan. Pada umumnya mereka adalah penggerak kelompok sehingga cukup 51

Dokumen Restrukturisasi Pokja, 11 April 2009.


Pola dan Strategi

101

mewakili aspirasi anggota SRKB. Pembicaraan lebih mendalam dilakukan bersama. Sehingga mandat yang dihasilkan dari Rapat Umum II SRKB menjadi strategi perjuangan SRKB, yaitu dua model perjuangan di dalam dan perjuangan ke luar. Perjuangan di dalam dilakukan dengan memberikan bimbingan, pelatihan, yang bisa dilakukan oleh anggota SRKB melalui forum belajar bersama. Lewat pertemuan bulanan setiap kelompok bisa melakukan sharing atau bertanya ke kelompok lain tentang sesuatu hal. Perjuangan ke luar dilakukan dengan upaya-upaya advokasi kebijakan pemerintah Kabupaten Kediri. Selain itu SRKB akan mendorong para kader di Pilkada Kabupaten Kediri 2010 untuk mencalonkan diri sebagai upaya perebutan kepemimpinan politik di tingkat kabupaten52. Sejak saat itu rumusan langkah strategis dijalankan. Salah satunya adalah membangun struktur organisasi SRKB sampai ke desa-desa. Struktur yang diharapkan bisa menjadi mesin politik untuk menopang gerakan pemenangan terdiri dari pengurus kabupaten, koordinator kecamatan, dan koordinator desa, dan terbawah adalah anggota-anggota. Dengan model tersebut, praktis SRKB akan memiliki kaki di kecamatan-kecamatan dan desa-desa di Kabupaten Kediri. Menjelang bulan Oktober 2009 pembentukan struktur di tingkat kecamatan dan desa-desa mulai dilakukan. Sekretaris jenderal dan kelompok kerja serta dibantu oleh kelompokkelompok mulai mencari orang-orang yang mau dan siap untuk direkrut menjadi koordinator kecamatan dan desa. Keterlibatan kelompok sangat diperlukan untuk proses pembacaan terhadap kader-kader yang akan dipilih. Memang tidak ada kriteria yang disepakati, tetapi tanggung jawab dipikul oleh kelompok. Seorang koordinator harus jelas keberpihakan, pemahaman tentang kondisi di lingkungannnya, dan kedekatan dengan kelompok menjadi pertimbangan utama. Selama dua bulan proses perekrutan dilakukan. Setiap orang yang ditentukan tidak bisa langsung diputuskan. Rekam jejak seseorang ditelusuri, cek silang dengan anggota dan kelompok lain dilakukan. Pada akhirnya terkumpullah 60 orang yang Dokumen Rencana Kerja SRKB, 16-17 April 2009.

52


102

Muslim AlHaraka

dijadikan penanggung jawab di setiap kecamatan. Tugas mereka adalah mencari orang untuk dijadikan koordinator desa. Seorang koordinator desa bisa dari ketua kelompok atau orang lain di luar kelompok dengan persetujuan kelompok dan koordinator kecamatan setempat. Dengan memiliki struktur sampai tingkat desa, maka SRKB telah memiliki mesin politik yang digunakan untuk pemenangan Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Struktur ini berfungsi menggalang dukungan suara dari masyarakat melalui kerja-kerja politik hingga hari pemungutan suara. Setelah proses restrukturisasi, strukturnya berubah menjadi: (1) presidium, (2) sekretaris jenderal (sekjen), (3) koordinator kecamatan, dan (4) koordinator desa. Sekjen dibantu oleh komite-komite yang dibentuk sesuai kebutuhan, dan komite yang dibentuk pertama adalah Komite Pendidikan. Struktur organisasi setelah proses restrukturisasi, sebagai berikut: Presidium

Sekretaris Jenderal

Koordinator Kecamatan

Koordinator Kecamatan

Koordinator Kecamatan

Koordinator Desa

Koordinator Desa

Koordinator Desa

Koordinator Desa

Koordinator Desa

Koordinator Desa

Anggota

C. Konsolidasi Dukungan Arus Bawah Pada bulan Januari 2010 kerja-kerja restrukturisasi SRKB telah selesai. Kerja ini menghasilkan 17 koordinator kecamatan


Pola dan Strategi

103

dan 136 koordinator desa. Namun kerja-kerja politik yang dilakukan dirasa belum cukup. Ada dua tugas utama yang harus dijalankan oleh para koordinator. Mendorong lahirnya calon pemimpin di tingkat Kabupaten Kediri dan konsolidasi di kelompok-kelompok untuk penggalangan dukungan suara. Tugas pertama: penentuan calon yang akan diusung dalam pilkada dan menjadi pemimpin di tingkat Kabupaten Kediri, yang dilakukan melalui konvensi dengan menjaring setiap kader SRKB. Konvensi ini menentukan seorang pemimpin yang bisa terlahir, baik dari sekretaris jenderal sampai koordinator desa, atau dari 43 kader kelompok. Mereka semua memiliki kesempatan dan hak yang sama untuk mengajukan diri menjadi calon. Konvensi dilakukan secara berjenjang, dimulai dari kelompok dan desa, kemudian penjaringan di tingkat kecamatan. Pada seleksi di tahap kedua muncul dua atau tiga orang calon terkuat. Mereka adalah calon-calon yang dianggap sesuai dengan kriteria yang diusung oleh SRKB. Ditahap akhir konvensi dipilih salah satu dari tiga orang yang maju dalam perebutan kepemimpinan politik Kabupaten Kediri. Konvensi dilakukan dibulan Juni 2010, lima bulan setelah proses restrukturisasi SRKB berjalan. Batas akhir konvensi diselaraskan dengan jadwal Pilkada Kabupaten Kediri yang diselenggarakan sekitar bulan Juli 2010 sesuai dengan berakhirnya masa jabatan Bupati Sutrisno yang habis pada bulan Agustus 2005. Tugas penggalangan dukungan dari masyarakat sangat penting dilakukan untuk mengukur seberapa besar suara yang dapat dihimpun. SRKB tidak bisa hanya berpatok pada ukuran 43 kelompok dan struktur yang telah dimiliki. Upaya memenangkan perebutan kepemimpinan politik Kabupaten Kediri membutuhkan jumlah suara yang cukup besar. Paling tidak tiga puluh persen dari jumlah pemilih. Fungsi dan peran para koordinator kecamatan dan desa dalam penggalangan suara adalah mengenalkan SRKB kepada masyarakat di Kabupaten Kediri. Mereka adalah para ujung tombak untuk mensosialisasikan siapa SRKB dan apa program kerja yang dimiliki serta apa saja yang selama ini diperjuangkan.


104

Muslim AlHaraka

Selain kepada masyarakat luas, para koordinator juga diberi tugas untuk mengkonsolidasikan para anggota SRKB yang terdiri dari kelompok-kelompok . Dari bulan Januari dan Februari 2010 konsolidasi dilakukan dengan mengintegrasikan dalam survei. Survei sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan oleh SRKB yang bertujuan untuk mengetahui: persoalan apa yang dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Kediri selama tiga tahun ini dan pandangan mereka terhadap kepemimpinan dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Survei dilakukan oleh koordinator kecamatan, koordinator desa, dan kelompok-kelompok anggota SRKB dalam rangka konsolidasi terhadap setiap orang dan kelompok masyarakat. Mereka bekerja berjenjang mengumpulkan data-data dari desa, kecamatan, dan dikumpulkan di tim kabupaten. Di tingkat desa, data diperoleh melalui enam pertanyaan kepada responden secara berkelompok atau perorangan. Data-data inilah kemudian diolah menjadi satu dokumen hasil survei SRKB 2010. Di luar dugaan, survei yang dilakukan terhadap 1.364 responden di Kabupaten Kediri mendapatkan hasil luar biasa. Secara garis besar ada tiga temuan pokok yang menyoroti persoalan di Kabupaten Kediri. Pertama, masyarakat Kabupaten Kediri terbelit dengan masalah ekonomi. Persoalan utama yang dihadapi adalah rendahnya pendapatan sehingga tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Rendahnya pendapatan ini disebabkan karena rendahnya pemasukan keuangan rumah tangga terutama dari sektor pertanian yang tidak menjadi perhatian utama dari pemerintah Kabupaten Kediri. Kedua, masyarakat Kabupaten Kediri melihat bahwa, kinerja pemerintah sangat rendah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kinerja berhubungan dengan fungsi dan kewajiban pemerintah seperti di bidang ekonomi, hukum dan pemerintahan, serta pembangunan. Kinerja pemerintah yang rendah menunjukkan bahwa pemerintah seperti tidak melakukan kerja apapun untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pandangan ini diberikan oleh 980 jawaban53. 53

Laporan Hasil Survei SRKB; Pendataan Persoalan Warga Desa dan Pandangan Tentang Kepemimpinan Kediri Masa Depan, 2010.


105

Pola dan Strategi PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI 2005-2010 1200 980

1000

800 600

400

341

200

0

PEMENUHAN HAK

PENGABAIAN HAK

Temuan ketiga adalah soal kepemimpinan. Masyarakat Kabupaten Kediri sangat membutuhkan pemimpin yang memiliki pandangan yang manusiawi; berpihak dan membela kepentingan rakyat dan mau mendengarkan keluhan rakyatnya. Pemimpin yang bersih dari korupsi sangat diharapkan. Masyarakat memandang faktor pemimpin menjadi sangat penting untuk menyelesaikan persoalan di Kabupaten Kediri. Ungkapan ini menjadi lambang dari bentuk kekecewaan masyarakat kepada pemimpinnya. Dalam hasil survei, masyarakat lebih mementingkan sosok pribadi dari pada program kerja yang akan direncanakan. Apa gunanya rencana program yang muluk-muluk jika pribadi (sosok pimpinan) tidak mendukung dilaksanakannya program tersebut. Faktor kepemimpinan inilah sebenarnya yang menjadi sumber persoalan. Sesuai dengan pengalaman rakyat Kabupaten Kediri, prilaku seorang pemimpin berpengaruh terhadap kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan. Prilaku pemimpin yang tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat berimplikasi kepada masalah-masalah di masyarakat tidak terselesaikan. Melihat kondisi ini, maka proses pemilihan dan pergantian pemimpin politik di Kabupaten Kediri sangat menentukan bagi proses pembangunan yang akan dilakukan di masa selanjutnya.


106

Muslim AlHaraka

Masyarakat Kabupaten Kediri menganggap pesimis terhadap para calon bupati yang sudah mensosialisasikan diri melalui poster dan baliho. Masyarakat membutuhkan calon bupati lain, seseorang yang sama sekali baru dalam kepemimpinan politik Kabupaten Kediri bukan dari kelompok incumbent. Hasil survei menunjukkan masyarakat lebih menghendaki calon independen dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010 dengan 913 atau 56% dari total jawaban.54 Ada tiga calon yang maju, dua orang merupakan orang-orang terdekat dari bupati sekarang dan satu orang calon maju bersama wakil bupati incumbent.55 D. Seminar dan Kampanye Hasil Survei Hasil survei yang diperoleh diharapkan tidak hanya diketahui oleh SRKB. Apa yang menjadi persoalan dan harapan masyarakat Kabupaten Kediri harus disosialisasikan kepada masyarakat umum. Informasi yang disampaikan tersebut bisa menjadi kampanye tandingan bagi kampanye illegal56 yang menonjolkan figur calon-calon bupati yang memasang gambar diberbagai pelosok Kabupaten Kediri. Dalam kampanye illegal tersebut, para calon berusaha melakukan politik pencitraan untuk menaikkan popularitasnya, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh caloncalon pimpinan politik yang tidak memiliki riwayat melakukan pendampingan dan penguatan rakyat serta hidup bersama-sama mereka untuk menyelesaikan berbagai persoalan rakyat. Tak jarang kampanye hitam dengan memfitnah calon lain dilakukan demi menjaga citra. Dalam kampanye tersebut, bukanlah rencana program kerja yang berhubungan dengan persoalan rakyat yang dibicarakan tetapi hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan kebutuhan rakyat. Bahkan selama proses pilkada, baik para calon, masyarakat, tokoh politik dan agama tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja bupati terdahulu. Seakan-akan tidak Ibid. Dua orang terdekat bupati incumbent (Sutrisno) adalah istri pertamanya yaitu dr. Hariyanti dan istri keduanya, yaitu Nurlaila. 56 Dikatakan illegal, karena kampanye dilakukan sebelum masa kampanye resmi diberikan oleh KPUD 54 55


Pola dan Strategi

107

ada persoalan berkenaan dengan kebijakan yang dibuat oleh Bupati Sutrisno. Masyarakat telah terkepung oleh informasi yang hanya bersumber dari para tim sukses. Para calon telah menguasai beberapa media massa, cetak, audio, dan audio visual. Ribuan baliho berukuran besar dan kecil telah terpasang di tepi-tepi jalan Kabupaten Kediri meskipun masa kampanye belum dimulai. Informasi alternatif yang diperoleh dari survei terus dikembangkan oleh SRKB melalui seminar, talk show di radioradio dan televisi lokal. Dua tema utama yang disampaikan adalah gagasan perlunya Kabupaten Kediri dipimpin dari figur alternatif atau calon independen dan persoalan masyarakat baik dari timur dan barat Sungai Brantas juga disebarkan. Tanggapan-tanggapan yang mendukung disuarakan oleh para aktivis, kalangan akademisi, wartawan, pengacara, dan pengamat57. Artinya, mereka secara sadar bahwa kepemimpinan Bupati Sutrisno selama dua periode tidak membawa Kabupaten Kediri menjadi lebih baik. Kritik tajam yang sering dilontarkan: pelaksanaan visi pembangunan Kabupaten Kediri telah salah arah. Pembangunan dilaksanakan tidak mencerminkan visi ketika berkampanye yang menekankan pada pengembangan sektor pertanian, dimana sebagian besar masyarakat Kabupaten Kediri hidup dari dan sebagai petani. Namun pembangunan 57

Narasumber yang diundang dalam acara seminar dan talk show di radio dan televisi adalah Zaini (penggerak), M Yasin (Ketua ISNU Kediri), Abdul Hamid (aktivis desa), Rosyid (Karangtaruna Kandangan), Ibu Aminah (Muslimat Kandangan), Moch. Syifa’ (JRK), Nurbaidah (Biro Bantuan Hukum UNISKA), Ahmad Subakir (Rektor STAIN Kediri). Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Hamid: “Pembangunan sekarang seperti menara gading. Tidak menyentuh kebutuhan masyarakat bawah sehingga pembangunan yang dijalankan belum menyelesaikan persoalan yang terjadi di Kediri. Seperti halnya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Di Kediri hanya ada satu rumah sakit umum sehingga masyarakat kesulitan mengaksesnya. Karena kalau akan berobat mereka harus mengeluarkan biaya tranportasi�. Yasin juga mengungkapkan bahwa pengangguran di Kab Kediri memang tinggi, salah satunya karena sektor pertanian tidak menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Tidak tersedianya bibit unggul dan harga yang terjangkau oleh petani. Hilangnya pupuk ketika banyak petani membutuhkan diwaktu musim tanam. Bagaimana Pemda mengantisipasi kapan musim tanam itu datang dan pupuk tersedia di pasaran sehingga para petani tidak kesulitan, bukan sebaliknya. Bahkan ketersediaan pupuk semasa panen dipermainkan juga dengan hargan yang membumbung tinggi. Dokumentasi proses seminar SRKB, 17 Maret 2010 dan dokumentasi talk show di radio dan tv lokal sepanjang bulan Maret – April 2010.


108

Muslim AlHaraka

bidang pertanian tertinggal jauh, justru pembangunan proyek mercusuar SLG yang lebih diutamakan. E. Sikap Politik: Konvensi Dan Rapat Umum III SRKB Pada tanggal 8 Mei 2010 SRKB melakukan konvensi untuk menentukan sikap politik berkaitan dengan Pilkada Kabupaten Kediri 2010.58 Tujuan konvensi adalah untuk memilih calon yang diusung oleh SRKB dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Kediri 2010-2015. Konvensi dibangun agar menjadi kesepakatan di antara anggota dan Dewan Presidium, Sekjen SRKB, Koordinator Kecamatan dan Koordinator Desa dan semua anggota yang ikut mempersiapkan hampir satu tahun. Sementara kondisi di beberapa desa, setelah penggalangan dukungan dilakukan oleh para koordinator kecamatan dan desa, tim sukses dari para calon lain juga masuk ke desa-desa untuk mempengaruhi masyarakat. Sehingga ada desa yang masih kuat mempertahankan keinginan untuk mengusung sendiri dan ada sebagian desa sudah mendukung calon di luar SRKB. Adanya friksi-friksi di dalam SRKB, dengan mempertimbangkan konflik yang akan terjadi, Dewan Presidium membuat keputusan: konvensi akan dilakukan tertutup. Sikap politik SRKB yang dihasilkan dalam konvensi ini apakah: pertama, SRKB mengusung calon sendiri dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010; kedua, SRKB akan mendukung salah satu calon dan siapakah yang akan didukung; ketiga, SRKB tidak jadi maju karena pertimbangan kekuatan mesin politik kurang maksimal dan tetap mendorong persoalan-persoalan warga Kabupaten Kediri hasil dari survei untuk diperjuangkan kepada semua calon. Sebelum diputuskan pilihan mana yang diambil, di dalam konvensi dilakukan analisa terhadap apa yang sudah dilakukan oleh SRKB dan perubahan politik apa yang terjadi selama 3 bulan ini. Melihat kondisi internal SRKB saat ini para koordinator telah 58

Sikap politik SRKB menjelang pilkada Kabupaten Kediri ini tertuang dalam “Naskah Sikap Politik SRKB dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010�, yang disusun pada tanggal 8 Mei 2010.


Pola dan Strategi

109

terpecah-pecah dukungan politiknya. Hal ini menandakan bahwa persiapan mulai bulan November 2009 hingga April 2010 oleh SRKB masih dianggap terlalu cepat. Proses kaderisasi belum terlalu lama dilakukan sehingga pandangan politik terhadap perebutan kepemimpinan politik masih berbeda diantara para koordinator. Perbedaan ini dapat dilihat dari rangkuman pandangan para koordinator kecamatan dan koordinator desa tentang kondisi politik saat ini dan seperti apa sikap SRKB. Pandangan tersebut antara lain: Tetap mendukung upaya SRKB untuk mencalonkan kadernya dalam Pilkada Kabupaten Kdiri 2010; Menolak usul SRKB untuk mencalonkan kadernya dan menekankan seharusnya SRKB mendukung Ibu Laila, istri kedua bupati Sutrisno; Bahwa apa yang sudah dilakukan oleh SRKB sampai saat ini adalah untuk merebut kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri. Jika ini tidak diteruskan lebih baik SRKB mundur dari panggung pilkada, tidak usah memberikan dukungan kepada calon lain yang berasal dari luar SRKB; Bahwa SRKB belum terlalu kuat untuk mengusung calon bupati saat ini mengingat kekuatan politik para istri-istri bupati incumbent sangat besar. Ia menyarankan agar SRKB lebih baik mendukung Ibu Haryanti Sutrisno. Ada juga yang berpendapat bahwa SRKB memang belum terlalu siap untuk mendukung salah satu kader untuk maju di Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Alasan yang dikemukakan, bahwa hasil survey yang dilakukan tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Meskipun survei dilakukan di 14 kecamatan, hampir separuh jumlah kecamatan, namun cakupan wilayah hanya 129 desa yang berarti belum ada separuh dari jumlah desa yang ada di Kabupaten Kediri. Melihat ini, mustahil SRKB bisa merebut kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri59. Sedangkan kondisi di luar yang terjadi selama 3 bulan ini terdapat peristiwa-peristiwa yang melemahkan posisi SRKB. Pergantian ketua cabang PDIP Kabupaten Kediri dari Erjik Bintoro kepada Sutrisno, bupati yang saat ini menjabat. Pergantian ini sebagai kartu truff dukungan basis PDIP terhadap salah satu calon semakin kuat disamping organisasi kemasyarakatan yang 59

Dokumentasi workshop survei SRKB, 20 Februari 2010 dan dokumentasi konvensi SRKB, 8 Mei 2010.


110

Muslim AlHaraka

sudah dipengaruhi. Kondisi di luar SRKB dan sangat berpengaruh lagi adalah kebijakan KPUD Kabupaten Kediri untuk memajukan jadwal pilkada di bulan Mei 2010. Berarti pemungutan suara dimajukan tiga bulan sebelum masa jabatan Bupati Sutrisno habis pada bulan Agustus 2010. Pendaftaran calon independen karena itu, dilakukan pada akhir bulan Januari sampai awal bulan Februari 2010.60 Peristiwa-persitiwa inilah yang perlu dihitung untuk melihat kemungkinan-kemungkinan SRKB maju dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010 dan menang. Berdasar pandangan-pandangan dari perwakilan kelompok, koordinator dan analisa kondisi luar SRKB, tidak memberikan peluang kepada SRKB untuk mencalonkan kadernya dalam perebutan kepemimpinan politik di tingkat kabupaten. Artiya upaya SRKB mendorong kadernya untuk maju dalam pencalonan Pilkada Kabupaten Kediri telah gagal. Alasan yang disampaikan oleh koordinator, kelompok dan kondisi politik di Kabupaten Kediri merupakan pertimbangan lahirnya keputusan tersebut. Secara organisasi, SRKB belum dianggap cukup kuat untuk dijadikan mesin politik yang terorganisir sehingga memberikan jaminan suara yang sudah pasti. Karena dalam kenyataannya ada koordinator yang telah memberikan dukungan kepada calon-calon yang berbeda, terutama koordinator yang direkrut setelah keputusan SRKB terlibat dalam pilkada. Perbedaan ini jika dipaksakan untuk mendukung salah satu kader SRKB atau calon lain akan membawa potensi konflik. Inilah yang sangat dikahawatirkan, perpecahan yang terjadi akan merusak gerakan rakyat di Kediri sendiri. Pertimbangan lainnya: daripada memaksakan ikut dalam pemilihan, kemudian hasilnya tidak sesuai dengan harapan semua kader, maka yang terjadi akan banyak ‘korban’ jatuh di internal SRKB. Secara teknis, kebijakan KPU pada tanggal 20 Februari 2010 yang diumumkan di media massa cetak bahwa pendaftaran calon independen akan dilakukan mulai tanggal 27 Februari sampai dengan 3 Maret 2010. Ini adalah pukulan telak bagi SRKB karena anggota dan pengurus tidak mungkin mengumpulkan Pemajuan secara mendadak dan singkatnya masa pendaftaran ditengarai sebagai upaya bupati Sutrisno menjegal calaon-calon independent, sebagaimana yang dikatakan oleh Munasir Huda, 29 Januari 2010

60


111

Pola dan Strategi

Raker SRKB, Januari 2009

Rapat Umum SRKB III


112

Muslim AlHaraka

KTP (kartu tanda penduduk) sebagai tanda dukungan sebesar 3% dari jumlah penduduk Kabupaten Kediri61. Waktu pendaftaran ini tidak diperkirakan sejak awal, asumsi awal pemungutan suara Pilkada Kabupaten Kediri 2010 dilakukan pada bulan Juli, ternyata dilakukan pada 12 Mei 2010. Sehingga akhirnya SRKB mengeluarkan sikap politik, bahwa SRKB tidak akan mendukung calon tertentu dengan membiarkan setiap kelompok untuk menentukan sendiri pilihan politik masing-masing. Hasil konvensi ini merupakan tahapan puncak dari perjuangan SRKB untuk merebut kepemimpinan pada Pilkada Kabupaten Kediri 2010. Agar sikap politik ini dipahami oleh semua anggota secara umum, pada keesokan harinya dilakukan Rapat Umum III. Pada kesempatan ini SRKB mengundang kalangan politisi, DPRD, dan pemerintahan baik dari kota dan kabupaten. Dalam Rapat Umum III ini, sikap politik SRKB dalam menghadapi Pilkada 2010 di Kabupaten Kediri, tidak mendukung salah satu calon manapun. Karena itu setiap anggota diberi kebebasan untuk menentukan dan memilih calonnya masing-masing dengan tetap menjaga persatuan dan solidaritas antar anggota. Setelah rapat umum dilakukan, Munasir Huda, Sekretaris Jenderal SRKB melakukan lobi-lobi kepada para calon bupati Kediri: Sunardi-Sulaiman Lubis, Haryanti Sutrisno-Masykuri, dan Nurlaila-Turmudi Abror. Jeda waktu antara rapat umum dan pemungutan suara hanya tiga hari dimanfaatkan untuk menyampaikan sikap politik dan hasil survei kepada para calon. Tindakan ini untuk membuka ruang komunikasi SRKB dengan pihak lain sehingga dapat ditindaklanjuti setelah pilkada. Apa yang dilakukan oleh sekretaris jenderal bukanlah langkah mendukung salah satu calon. Melainkan upaya untuk Data KPU kabupaten Kediri 2010: Daftar pemilih tetap (DPT) Kabupaten Kediri sebanyak 1.173.325 yang terbagi laki-laki 567.657 jiwa dan perempuan 585.668 jiwa. Terbanyak di Kecamatan Pare sebanyak 71.312 pemilih, disusul Kecamatan Wates 65.975 pemilih, Kecamatan Kepung 62.038 pemilih dan Kecamatan Gurah 60.061 pemilih. Jumlah TPS sebanyak 2.600 unit. Merujuk pada UU no 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, di Pasal 59 ayat 2b item d, bahwa �kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen)�. Oleh karena itu KPU mensyaratkan kepemilikan tiga persen jumlah dukungan dari 1,47 juta jiwa penduduk di Kabupaten Kediri, atau 44.141 KTP bagi calon independen

61


Pola dan Strategi

113

memperjuangkan apa yang sudah dihasilkan dari survei. Sikap politik SRKB sudah jelas untuk tidak memberikan dukungan. Sehingga SRKB tetap akan melakukan kontrol kepada pemerintah Kabupaten Kediri 2010-2015 jika membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat. SRKB juga mendorong agar kebijakan Kabupaten Kediri bisa bercermin dari hasil survei untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat. Pada tanggal 12 Mei 2010, pemungutan suara Pilkada Kabupaten Kediri dilakukan. Baik dari hitungan manual maupun hitungan cepat, Haryanti Sutrisno-Masykuri mengungguli dua calon lain. Kemenangan Haryanti Sutrisno yang didukung oleh PDI-P ini sudah diprediksikan sejak awal oleh SRKB. Apalagi Bupati Sutrisno saat ini juga menjabat sebagai ketua PDI-P Kabupaten Kediri yang membawa pengaruh kepada struktur kepartaian. Strategi kampanye terselubung sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum tahapan pemilu, melalui radio dan baliho-baliho yang dianggap tidak menyalahi aturan. Artinya kemenangan Haryanti Sutrisno-Masykuri telah dipersiapkan sudah lama. Dengan demikian kemenangan Haryanti adalah kemenangan bupati Kediri, Sutrisno. Pertanyaannya, apakah ada perubahan politik di era kepemimpinan baru? Tentu membutuhkan waktu panjang untuk menjawabnya. Fakta-fakta tersebut akan dilihat setelah dua tahun ia menjabat. Masyarakat akan bisa menilai dengan sendirinya. Tetapi beralihnya kekuasaan bupati dari suami ke istri akan menunjukkan perubahan pola kepemimpinan politik di Kabupaten Kediri. Selesainya Pilkada Kabupaten Kediri 2010 bukan berarti perjuangan SRKB selesai. Pengalaman untuk mempersiapkan organisasi dan kader sebagai pimpinan politik di kabupten menjadi pembelajaran yang berarti di masa depan. Berbekal hasil survei dan sesuai mandat dari anggota, SRKB harus terus memperjuangkannya, melakukan penguatan di internal organisasi, kelompok-kelompok, dan advokasi persoalanpersoalan masyarakat. Konsolidasi di SRKB terus dilakukan dengan mengefektifkan peran koordinator kecamatan. Mereka melakukan pertemuan-


114

Muslim AlHaraka

pertemuan secara periodik yang dihadiri oleh kelompokkelompok yang berada di wilayah salah satu kecamatan. Proses belajar bersama untuk menyelesaikan persoalan tetap dilakukan. Dan sesekali diadakan pertemuan antar kecamatan dalam kewilayahan yang terdekat. Kebutuhan apa yang ingin dipenuhi oleh beberapa kelompok dibicarakan dan dicoba dipenuhi secara bersama. Dari sinilah kaderisasi kepemimpinan politik dilakukan lagi. Hidup Rakyat!!!


115

Bagian IV

Kepemimpinan Arus Bawah Mulai Tumbuh

Kepemimpinan politik sering kali menjadi masalah yang tidak bisa dipahami oleh warga pada umumnya. Karena kepemimpinan politik dipahami sebagai sesuatu yang elit, berskala nasional dan tidak memiliki hubungan yang secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan warga. Sehingga, dalam proses perubahan atau pergantian kepemimpinan politik mulai dari tingkat desa, kabupaten, provinsi bahkan nasional, masyarakat sering apatis, apolitik dan justru partisipasi politiknya lebih banyak dikendalikan oleh unsur-unsur pragmatis, misalnya politik uang. Untuk merubah situasi kesadaran politik masyarakat tentang pentingnya kepemimpinan politik tidak mudah di tengah gerusan pragmatisme yang selama ini dipraktekkan oleh partai politik hingga aktor-aktor lain yang berkepentingan terhadap kepemimpinan politik. Namun, dari tulisan singkat di atas, ada gambaran yang unik dimana masyarakat justru memiliki kesadaran untuk merebut kekuasaan dan kepemimpinan politik di lingkungannnya. Berangkat dari situasi yang kecil di lingkungannya, mereka mengalami langsung dampak dari kebijakan pemerintah. Di desa, mereka mengenal satu sama lain sehingga relasi kuasa di tingkat desa sangat terasa dan terlihat


116

Muslim AlHaraka

nyata. Sehingga, mereka berkepentingan untuk memperjuangkan kepemimpinan politik yang dapat dikatakan berangkat dari mandat mereka sendiri. Menariknya, perebutan itu dimulai dari desa ke desa hingga menjadi upaya perebutan kepemimpinan di level kabupaten. Model perebutan kekuasaan desa ini sangat unik dan bisa menjadi contoh baik dalam upaya perlawanan rakyat dalam menentukan pemimpinnya. Selama ini di tengah-tengah kehancuran partisipasi rakyat, semua menganggap bahwa politik itu kotor. Pola pikir anti kekuasaan secara langsung berpengaruh dalam pola perebutan kepemimpinan dari desa sampai tingkat nasional. Maka munculnya kesadaran politik baru dari kalangan masyarakat akar rumput merupakan pengalaman yang patut dicatat dan didorong agar semakin luas. Kekuasaan yang diorientasikan untuk membangun kondisi politik yang lebih baik bukanlah sesuatu yang buruk. Karena jika kita hanya menggerutu melihat dan mengamati perilaku politisi atau pimpinan politik yang buruk, perubahan kondisi politik agar lebih baik tidak akan pernah terjadi. Untuk mengubah kondisi politik yang buruk, karena perilaku politisi atau pimpinan politiknya, maka kita harus menjadi aktor politik tak sekedar sebagai pengamat. Disamping itu, “nilai� seorang yang sekedar menjadi pengamat lebih rendah daripada “nilai� seorang yang bersusah payah dan berjuang habis-habisan menjadi aktor. Dalam kasus perempuan di lereng Gunung Wilis Kabupaten Kediri, gerakan arisan yang kemudian menjadi gerakan politik tersebut dibangun dari kelompok-kelompok kecil yang awalnya digerakkan oleh beberapa orang penggerak saja. Kelompok kecil ini mula-mula adalah kumpulan dari beberapa orang yang melakukan kegiatan secara bersama-sama untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Kelompok-kelompok kecil ini secara rutin dan berkelanjutan melakukan kegiatan-kegiatan untuk menjawab kebutuhan yang tidak pernah habis. Fungsi penggerak dalam kelompok sangat penting, karena penggerak inilah yang terus memberikan motivasi dan dorongan kepada kelompok untuk membuat rencana dan menjalankan kegiatankegiatan. Partisipasi politik perempuan Dasun yang kemudian


Kepemimpinan Arus Bawah Mulai Tumbuh

117

membuahkan pemimpin yang sesuai dengan harapan mereka tersebut, menjadi momentum perubahan di level desanya. Pengalaman ini juga terjadi di Desa Ringin Bagus Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri dan beberapa desa lain. Kelompok-kelompok kecil tersebut merupakan “gambar besar� Kabupaten Kediri, karena apa yang terjadi di desa lain di sepanjang barat dan timur Sungai Brantas ternyata melakukan hal yang sama seperti di Dusun Dasun Desa Joho. Mereka melakukan pengorganisasian di desanya masing-masing. Dari perkumpulan komunitas tersebut mereka berlajar kembali tentang pemilihan pemimpin kelompok, belajar tentang keterampilan memimpin dan menjalankan organisasi, belajar tentang dalam memenuhi kebutuhan dasar warga, belajar tentang menjalankan mandat anggota untuk dijalankan sesuai impian bersama. Sehingga jika kemudian menjadi gerakan yang berdaya dorong di level kabupaten, hal ini tidak semata-mata karena ada proses pilkada, melainkan juga memiliki alasan dari dalam mereka sendiri untuk melakukan perubahan besar di Kediri. Bergabungnya kelompok-kelompok yang tersebar di penjuru Kota dan Kabupaten Kediri dalam forum aliansi yang bernama Serikat Rakyar Kediri Berdaulat bukan hal yang kosong yang sering kali terjadi. SRKB berangkat dari satu kelompok, dua kelompok dan hingga 43 kelompok. Setelah banyak kelompok muncul di pedesaan, maka baru forum aliansi dibentuk dan dideklarasikan. Jadi, forum aliansi ini memberi gambaran konkrit tentang pengorganisasian yang berbasis massa dengan kegiatan yang tidak keluar dari kebutuhan kongkrit yang dihadapi masingmasing kelompok. Pengalaman keberhasilan kader-kader kelompok yang menduduki jabatan politik di desa, mendorong mereka untuk lebih luas lagi dalam berjuang secara politik melalui SRKB dalam merebut kepemimpinan politik di tingkat kabupaten. Dalam prosesnya, keputusan organisasi untuk terlibat dalam Pilkada Kabupaten Kediri 2010 telah mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat luas tentang pentingnya kepemimpinan politik versi mereka yang bisa menjamin kepentingannya terjamin dan bisa diakomodasi pemerintahan. Keputusan SRKB ini telah


118

Muslim AlHaraka

mampu membangun partisipasi masyarakat dalam proses politik khususnya anggota-anggota kelompok yang tergabung dalam forum aliansi. Partisipasi politik ini juga terlihat dalam mobilisasi para anggota dalam memperjuangkan kepentingan politiknya melalui berbagai kegiatan dari survei, seminar, pelatihan kader hingga konvensi kepemimpinan politik Kabupaten Kediri. Kesadaran politik warga Kabupaten Kediri ini belum pernah terjadi sebelumnya dimana mereka secara sadar melakukan mobilisasi politik baik di level desa, kecamatan maupun kabupaten. Sadar dalam hal ini diartikan secara sempit bahwa tidak ada pendekatan uang dalam mobilisasi tersebut yang selama ini umum dilakukan misalnya membagi-bagi kaos, janjijanji tertentu, beras, uang dan bentuk-bentuk lainnya.


119

Daftar Pustaka

1. John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, ISSI dan Hasta Mitra, Jakarta, 2008 2. Wilson, Amir Sjarifudin, Politikus Negawaran (1), artikel. 3. Afan Gaffar, Politik Indonesia, Tramsisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000 4. O.G. Roeder, Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto, Gunung Agung, 1987 5. Heru Wardoyo dalam Wilson, Mulyani Hasan, Ed, Belajar Merebut Kekuasaan, Praxis, Jakarta, 2010 6. Afan Gaffar, Politik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000 7. Herbert Feith dan Lance Castle, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, LP3ES, Jakarta, 1988 8. Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Delokomotif, Yogyakarta, 2010 9. Sukandi A.K, Ed, Politik Kekerasan ORBA, Mizan, Bandung, 1999 10. Metronews.com tanggal 5 Mei 2010 11. Kompas, tanggal 14 April 2010 12. Kompas, tanggal 21 Mei 2010 13. www.surabayapagi.com pada tanggal 26 Agustus 2008


120

Muslim AlHaraka

14. M.M. Soekarto Kartoarmodjo, Sekitar Masalah Kerajaan Kadiri Kuno, Makalah simposium Sejarah Kadiri Kuno yang diselenggarakan oleh Lembaga Javanologi dan Universitas Kadiri, 28-20 September 1984 15. Irna HN Hadi Soewito, Rakyat Jatim Mempertahankan Kemerdekaan, Jilid 3, Penerbit Grsindo, Jakarta, 1994 16. Badan Pusat Statistik Kab. Kediri, Kabupaten Kediri Dalam Angka Tahun 2009 17. Bima Baskara dan Budiawan SA, Mataraman itu Kental, Tetapi Gagal, artikel Kompas, 25 Juli 2008 18. Badan Pusat Statistik Kab. Kediri, Kabupaten Kediri Dalam Angka Tahun 2009 19. Zulkarnain Nasution, Konflik dan Lunturnya Solidaritas Masyarakat Desa Transisi, http://berkarya.um.ac.id 20. BPS, Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009 21. Kompas, tanggal 8 Mei 2008 22. Hermawan Sulistyo, Palu Arit Diladang Tebu, Sejarah Pembantaian Masal Yang Terlupakan, Kepustakaan Gramedia, Jakarta, 2000 23. Kantor Arsip dan Perpustakaan Kab. Kediri, Biografi Singkat Bupati Kediri 1800-2010 24. Data KPUD kabupaten Kediri 25. Radar Kediri, 10 Januari 2007 26. Harian Kompas, 26 Maret 2010 27. Koran Tempo tanggal 19 Juni 2009 diambil dari www. korantempo.com 28. Tempo Interakktif, Senin, 14 Desember 2009 29. Beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010 30. Kompas, Senin 30 Maret 2009 31. Media Indonesia, Kamis, 19 Maret 2009 32. Tempo Interaktif, Senin, 24 Agustus 2009 33. Beritajatim.com tanggal 11 Januari 2010 34. Hasil Survey SRKB 2010 35. Revrisond Baswir, Ekonomi Kerakyatan Vs Neoliberalisme, Delokomotif, Yogyakarta, 2010 36. Tempo Interaktif, tanggal 06 Januari 2010 37. Hasil Survey SRKB 2010 38. Katalog BPS : 1403.3506; Kabupaten Kediri Dalam Angka 2009, hal 44.


Daftar Pustaka

121

39. Radar Kediri, 24 Mei 2007 40. Tempo Interaktif tanggal 3 Februari 2010 41. Beritajatim.com tanggal 19 Januari 2010 42. Tempo Interaktif tanggal 14 Desember 2009 43. Abdon Nababan dalam makalah Peta Penjarahan Hutan Nasional, Kelompok Kerja Pemantauan Kebijakan, FWI 44. Suhartono W. Pranoto, Parlemen Desa, Lapera Pustaka Utama, 2000, h. 19 45. Suhartono W. Pranoto, Apanege dan Bekel: Perubahan Sosial Di Pedesaan Surakarta 1830-1930 46. Herlambang Perdana, Ed, Penindasan Atas Nama Otonomi, Pustaka Pelajar dan LBH Surabaya, 2000 47. Duta Mayarakat, Tanggal 16 November 2009 48. Radar Kediri, tanggal 30 April 2007 49. Surabaya Pagi, 23 Januari 2009 50. KOMPAS.com Minggu, 9 Maret 2008 51. TEMPO Interaktif, Kediri, Jum’at, 13 Juli 2007 52. Media Sipil, No. 60/ , September 2004 53. Media Sipil, No. 100/ , September 2006 54. Profil Paguyuban Perempuan Sido Rukun 55. Media Sipil, No. 107/ , April 2007 56. Media Sipil, No. 110/ , Juli 2007 57. Media Sipil, No. 95/ , April 2006 58. Media Sipil, No. 109/ , Juni 2007 59. proceding PERTEMUAN DENGAN WARGA DASUN dan TIM Kemenangan Suastri, tanggal 18 Mei 2007 jam20.30 WIB di Sekber Jl. Kapten Tendean No. 66 Ngronggo Kediri 60. Media Sipil, No. 115/ , Desember 2007 61. Media Sipil, No. 103/ , Desember 2006 62. Media Sipil, No. 96/ , Mei 2006 63. Media Sipil, No. 98/ , Juli 2006 64. Media Sipil, No. 105/ , Februari 2007 65. Media Sipil, No. 103/ , Desember 2006 66. Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007 67. Media Sipil, No. 106/ , Maret 2007 68. Media Sipil, No. 108, Mei 2007 69. Dokumentasi proses Kongres dan Rapat Umum II SRKB pada tanggal 1 Januai 2009 di Balai Desa Sumberejo Kec. Gampengrejo Kabupaten Kediri.


122

Muslim AlHaraka

70. Dokumentasi Restrukturisasi Pokja, 11 April 2009 di RM Podo Joyo Kabupaten Kediri. Dokumentasi rapat, 6 Maret 2009 di Brontos Cafe. Dokumentasi rapat kedua tanggal 8 Maret 2009 di kantor Surya Sejahtera 71. Dokumentasi Rencana Kerja SRKB, 16-17 April 2009, LEC (Lembaga Education Center) Kota Kediri. 72. Hasil Pendataan Persoalan Masyarakat dan Kepemimpinan Kabupaten Kediri 2010-2015 yang dilakukan oleh SRKB, Januari-Februari 2010 73. Dokumen Sikap Politik SRKB dalam PILKADA Kabupaten Kediri 2010, 8 Mei 2010 di RM Podo Joyo Kabupaten Kediri. Sumber Website 1. http://indoprogress.blogspot.com 2. http://countrystudies.us/indonesia/16.htm 3. www.warungbebas.com 4. http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id 5. Smita Notosusanto di www.cetro.or.id/pustaka/ppl4.html 6. http://jakarta.usembassy.gov/bhs/Laporan/HRR09_ID.pdf 7. www.pemiluindonesia.com 8. www.library.utoronto.ca/pcs/state/indon/indon2.htm 9. www.dpr-ri.org 10. www.kediri.go.id 11. www.jatimprov.go.id 12. www.gudanggaramtbk.com 13. www.bisi.co.id 14. http://djengkol.wordpress.com/ 15. www.kpbptpn.co.id 16. www.beritajatim.com tanggal 15 Maret 2010 17. http://www1.surya.co.id/v2/?p=347 18. http://www.surabayapagi.com 19. www.alha-raka.org 20. http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id= 19202 21. http://dprdkedirikab.go.id 22. http://mustainfisip.blogspot.com 23. http://www.kediri.go.id/index.php/berita-mainmenu-2/ politik-mainmenu-186/189-tahapan-pilkades.html


123

Indeks

A

D

Airlangga 19 AKABRI 8 Al Azhar Kairo 6 ALHARAKA ix, xiv, 34, 40, 46, 127, 128 Amir Sjarifuddin 3 Austerliz 28

Daendels 24 Daha 19 Dewan Presidium 97, 99, 108

B Badan Kesatuan Bangsa 60 Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat 60 Bandar Kidul 39 Belanda. 23, 24, 53 Bhagawanta Bhari 19, 82 BJ Habibie 5 Boediono 9

E Erjik Bintoro 32, 38, 109 G Gamawan Fauzi 16 Genengan 48, 49, 72 Gerakan 30 September 2, 119 Gudang Garam 22 Gunung Kelud xiv, 19, 26, 28, 30, 31, 73, 80, 100 H Harinjing 17, 19 Hariyanti 36, 106 Hariyo 33


124 Haryanti Sutrisno 109, 112, 113 Hatta 3 HKTI 12 I Igir-igir 48, 49, 72 Indonesia Raya 60, 61 Irak 6 J Janu Irianto 33 Jawa Timur xiv, 15, 17, 19, 20, 22, 24, 32, 33, 41, 43, 65, 73, 84, 128 Jean Francois Chalgrin`s 28 Jenggala 19 Jepang 2, 3 Jerman 6 Jhonson Pandjaitan 92 Joho 21, 46, 47, 48, 49, 54, 60, 62, 64, 66, 68, 69, 70, 71, 73, 74, 76, 77, 83, 86, 91, 97, 117 Jombang ix, xii, xiv, xv, 20, 23, 78, 86, 127, 128 Jusuf Kalla 8, 9 K Kahuripan 19 Kartika Dwi Krisnanti 33 Kediri vi, 27 KH. Abdurrahman Wahid 5, 6 KH Azis Mansur 92 Kismanto 66, 67, 68, 86 KNPI 12 Kol. Inf. Suparyadi 25

Muslim AlHaraka Koperasi Sumber Makmur 68 L Lapangan Terbang (Lapter) 33 Leiden 6 M M. Iswadi Wirosaputro 24 Malang 8, 19, 20, 128 Masfiyah 93 Masykuri 112, 113 Mataram Kuno 19 Megawati Soekarnoputri 5, 6, 7, 8, 9 Mesir 6 Mpu Sindok 19 MUI 12 Mujiati 59 N Napoleon 28 Ngancar 22, 30, 33, 37, 41, 80 Nongkopait 48, 49, 66, 67, 68, 72, 73, 86, 91 NU 6, 51, 127, 128 Nurpiah 51, 52, 58, 59, 70, 74, 76 O Orde Baru v, 4, 7, 12, 13, 14, 16, 23, 24, 25, 53, 55 Organisasi Gempolpait Ingin Perubahan (OGIP) 86 Organisasi Pemuda Ngembak Etan (OPEN) 86 OSVIA 24


Indeks P Paguyuban Perempuan Sido 58, 60, 61, 62, 65, 72, 73, 74, 77, 86, 91, 121 Paguyuban Perempuan Sido Rukun 58, 60, 61, 62, 65, 72, 73, 74, 77, 86, 91, 121 Pangeran Bali 19 Pangeran Slamet Poerbonegoro vi, 24 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 3 Papua 23 Paris 28 PDI 5, 7, 13, 33, 113 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) 80 Perancis 6 Perang Dunia II 2 Perguruan Cikini 7 Perhutani 22, 41, 80, 81, 97 PETA 4 PKK 57, 64, 65 Ponimah 59 PPP 5, 13, 15, 25 Pramono Anung 33 PT. Bisi Internasional 23 PT. Sumber Sari Petung 41 PTPN XII 22, 80 PT Triple`s 31 PWI 12 R R. Darmadi 24 Rakai Warak Dyah Wanara 19 Raskin 51, 52, 54

125 Reformasi v, vi, 5, 6, 14, 26 Rocky Gerung 16 Rukun 56, 58, 60, 61, 62, 64, 65, 66, 72, 73, 74, 77, 86, 90, 91, 93, 121 S Sekutu 3 Semen 21, 22, 30, 45, 46, 48, 49, 50, 55, 60, 62, 64, 65, 67, 73, 86, 91, 97 Sido Makmur 56, 57, 74 Simpang Lima Gumul (SLG) 28, 37 Situbondo 6 Sjahrir 3 Soeharto 2, 4, 5, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 25, 119 Soekarno 2, 3, 4, 10, 14, 23 SPSI 12 Sri Jayabhaya 19 SRKB iv, vi, xiii, xiv, 26, 27, 35, 36, 40, 43, 63, 64, 77, 78, 79, 88, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 117, 120, 121, 122 STAIN 49, 107 Sulastri 51, 56, 59, 64, 65, 70, 71, 72, 73, 74, 76, 98 Sumber Rejeki 66, 67, 68, 86, 90, 91 Sungai Brantas 19, 20, 39, 100, 107, 117 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 8


126

Muslim AlHaraka

Sutrisno vi, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 33, 35, 36, 38, 40, 41, 42, 79, 80, 82, 96, 97, 99, 103, 106, 107, 109, 110, 112, 113 Syafi’i Marzoeki 24

U

T

Widyaningsih 68 Wikana 3

Temu Rakyat Kediri (TERAK) 83 TERAK vi, 79, 83, 85, 89 the Charoen Pokphand Group 23

Udayana 19 Universitas Indonesia 7 Universitas Padjadjaran 7 W

Y Yogyakarta 3, 4, 11, 12, 35, 119, 120 Yusril Ihza Mahendra 6


127

TENTANG PENULIS

Muslimin Abdilla, lahir di Suwayuwo Pasuruan pada tanggal 28 Februari 1971, menyelesaikan SMP-nya di SMPN 2 Pandaan Pasuruan, kemudian melanjutkan ke Madrasah Mu’allimin 6 tahun Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Setelah tamat dari Tambakberas melanjutkan ke Fakuktas Syari’ah IKAHA Tebuireng. Pernah mengikuti International Human Rights Training di Montreal Canada tahun 2001 dan berbagai conference di beberapa negara. Pengalaman organisasinya dipupuk sejak di bangku Madrasah Mu’allimin Tambakberas, dan ketika kuliah aktif menjadi ketua Senat Mahasiswa IKAHA, juga pernah menjadi Presidium Forum Mahasiswa Jombang (Formajo) serta pernah aktif di PMII Jombang. Setelah lulus mendirikan Yayasan Madani Jombang (Yamajo) yang kemudian menjadi penggagas pendirian Pekumpulan ALHARAKA. Saat ini masih aktif menjadi direktur Perkumpulan ALHARAKA, Pengurus salah satu Lembaga NU Jombang dan menjadi simpul belajar Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat, serta secara freelance menjadi fasilitator di berbagai palatihan dan wokshop. Edy Musyadad, lahir di Pucung, sebuah desa terpencil 15 km dari Kota Salatiga pada tanggal 8 November 1979. Setelah


128

Muslim AlHaraka

lulus dari SMPN 4 Salatiga, melanjutkan ke SMA A Wachid Hasyim Tebuireng Jombang. Tahun 1994 mulai menempuh kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang Fakultas Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Komunikasi. Sejak di Malang aktif di berbagai organisasi dari PMII ke GMNI kemudian bergabung dengan sebuah serikat buruh (FNPBI). Sejak mahasiswa, aktif menulis di media massa nasional dan lokal. Juga menulis surat pembaca, sehingga bergabung dengan jaringan Warga Epistoholik Indonesia, sebuah komunitas penulis surat pembaca. Mulai 2005 bekerja di Yayasan Madani Jombang dan kemudian menjadi salah satu pendiri Perkumpulan Alha-raka. Sempat menjadi ketua pengurus koperasi di Jombang dan menjadi pengawas di beberapa koperasi komunitas sampai sekarang. Saat ini menjadi ketua pengurus Perkumpulan Desa Mandiri (PUNDEN). Disela-sela aktivitas, penulis masih mengelola berbagai blog dan website. Personal webnya bisa dikunjungi di: www.musyadad.net Muklis Irawan, nama panggilan dari Mochammad Muchlis, lahir di Surabaya pada tanggal 18 Mei 1975. Jenjang pendidikan dari TK, SD, SMPN 2, SMAN 7 di Surabaya. Kemudian kuliah pada fakultas Dakwah di IKAHA Tebuireng Jombang ditahun 1994-1998 dan mengecap pendidikan di PP Salafiyah Syafi’iyah Al-Mahfudz Seblak Jombang. Aktif di beberapa forum studi dan di organisasi mahasiswa PMII sampai menjadi pengurus di Koordinator Cabang Jawa Timur. Setelah mahasiswa terlibat di beberapa pelatihan dan kemudian menjadi pengurus di Yayasan Madani Jombang (Yamajo). Pelatihan internasional yang diikuti: International Study Intensive on Christian-Muslim Dialog, Overcoming Prejudices For And Through Living Together; Pelatihan Jurnalistik untuk HAM dan hubungan antar agama oleh ICFJ. Saat ini aktif di IKAPMII dan menjadi pengurus ISNU (Ikatan Sarjana NU) dari tahun 2009-2012. Sebagai salah satu penggagas lahirnya Perkumpulan ALHARAKA dan menjadi bendahara perkumpulan sampai tahun 2012. Pekerjaan freelance yang dilakukan menjadi fasilitator untuk pelatihan dan workshop, redaktur dan penulis.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.