PILKADA: simalakama pers

Page 1


BAB I

MEDIA PERS DAN PILKADA Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dilakukan secara serentak pada 7 (tujuh) kabupaten di Provinsi Sumatera Utara selama Oktober 2008, memiliki arti penting bagi perkembangan demokrasi di tanah air, khususnya di Provinsi Sumatera Utara. Hal itu bukan semata karena kontestasi politik tersebut dilakukan secara langsung, di mana rakyat dapat memberi suara mereka terhadap pasangan calon bupati – wakil bupati tanpa melalui perantaraan anggota dewan. Tapi juga karena penyelenggaraan Pilkada 2008 di Sumut, diikuti pasangan calon dari jalur independen selain dari jalur parpol. Hal ini merupakan konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), di mana dalam amar keputusan No. 5/PUU-V/2007, MK telah mengakomodir tentang calon independen dalam penyelenggaraan pilkada. Keputusan MK lahir dari hasil uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Uji materi tesebut dimohonkan oleh anggota DPRD Kabupaten Lombok, Lalu Ranggalawe dengan kuasa hukum Suriahadi SH. Lalu menganggap pasal-pasal dalam UU nomor 31 itu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal-pasal tersebut adalah pasal 56 ayat (2), pasal 59 ayat (1) sampai ayat (4), pasal 59 ayat (5) huruf a dan c, pasal 59 ayat (6), pasal 60 ayat (2) sampai ayat (5) UU Pemerintahan Daerah yang bertentangan dengan alinea IV, pasal 18 ayat (4), pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pasal-pasal dalam UU Pemerintahan Daerah itu, menurut pemohon, melanggar hak konstitusional warga negara karena membatasi pencalonan kepala daerah secara independen atau yang tidak melalui partai politik. Namun dalam keputusannya, MK hanya mengabulkan Pasal 56 ayat (2), pasal 59 ayat (1), pasal 59 ayat (2), dan pasal 59 ayat (3). Untuk pasal lain, MK menyatakan tetap berlaku. Pasal-pasal tersebut memuat ketentuan pencalonan kepala daerah melalui parpol. MK memutuskan untuk membatalkan pasal 56 ayat (2), pasal 59 ayat (1), pasal 59 ayat (2), dan pasal 59 ayat (3) UU Pemda dengan menghapus seluruh atau sebagian rumusan pasal-pasal tersebut. Pasal 56 ayat (2) dibatalkan melalui penghapusan keseluruhan isi ayat yang berbunyi "Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik". Oleh karena itu, pasal 56 menjadi tanpa ayat dan hanya berbunyi "Kepala daerah dan Wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil".Penghapusan itu dilakukan karena ayat (2) tersebut menjadi penghalang pencalonan independen dalam pilkada. Sedangkan untuk pasal 59 ayat (1), pasal 59 ayat (2), dan pasal 59 ayat (3), MK melakukan pembatalan dengan menghapus sebagian rumusan pasal-pasal. Pasal 59 ayat (1) yang semula berbunyi "Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik", diubah menjadi "Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon". Kemudian MK juga mengurangi frasa "sebagaimana dimaksud pada ayat (1)" yang terdapat pada pasal 59 ayat (2), sehingga pasal tersebut berbunyi "Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan".MK juga mengubah pasal 59 ayat (3) yang sebelumnya berbunyi "Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan". 1


Pasal tersebut diubah menjadi "Membuka kesempatan bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 melalui mekanisme yang demokratis dan transparan". Untuk mengoperasionalkan Keputusan MK tersebut, DPR telah melakukan revisi terbatas terhadap UU Pemda yang telah disetujui dalam Rapat Kerja antara Komisi II DPR dengan Pemerintah, Kamis (28/3). Salah satu poin penting dalam pembahasan revisi UU tersebut adalah ketentuan pelaksanaan pilkada pada Oktober 2008 bagi daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir November 2008 hingga Juli 2009. Berdasarkan ketentuan ini, maka bisa dipastikan bahwa calon perseorangan akan mewarnai pelaksanaan pilkada langsung tahun 2008. Banyak pihak menyambut lega keputusan MK menyangkut diakomodirnya calon independen dalam pilkada. Pertama, monopoli parpol atau gabungan parpol sebagai satu-satunya pemilik hak yang bisa mengajukan calon atau kandidatnya kini tak lagi berlaku. Sebelum direvisi, UU Pemda yang menjadi instrumen penyelenggaraan pilkada memang mengakomodir calon independen, namun harus tetap lewat jalur parpol. Akibatnya agar bisa dicalonkan parpol atau gabungan parpol, serta berlaga dalam pilkada, calon independen harus tawar-menawar soal besaran uang “sewa perahu”. Kasus seperti ini misalnya terjadi dalam penyelenggaraan pilkada DKI Jakarta tahun 2007. Sarwono Kusumaatmaja dan Jeffrie Geovanie yang semula dicalonkan PKB dan PAN akhirnya memutuskan untuk mundur dari pencalonan karena mengaku tak sanggup membayar “sewa perahu” yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Jauh sebelumnya, dalam konteks berbeda, almarhum Nurcholis Madjid, juga mundur dari proses konvensi calon presiden Partai Golkar. Penyebabnya apalagi kalau bukan persoalan “gizi” yang tak cukup. Praktek politik yang menghambakan diri pada kepentingan rupiah seperti inilah yang membuat sejumlah kalangan aktivis prodem dan rakyat gerah melihat perilaku parpol dan mendorong untuk dilakukannya uji materi terhadap beberapa pasal dalam UU Pemda. Kedua, desentralisasi politik dan otonomi daerah ternyata tidak diikuti dengan perubahan kebijakan kepartaian yang siginifikan di tingkat lokal. Aturan internal parpol, umumnya masih berwatak oligarkis sekaligus sentralistik. Akibatnya prakarsa lokal dari pengurus parpol di daerah sukar dijalankan dan diwujudkan. Kasus yang dialami seorang kandidat bupati di Serang Bedagai yang merupakan pimpinan wilayah parpol bersangkutan bisa dijadikan contoh. Dalam pilkada 2005 lalu, ia dipilih oleh peserta konferensi cabang kabupaten setempat sebagai kandidat bupati. Namun akibat manuver politik pengurus di tingkat provinsi, lalu lahirlah surat pengurus DPP atau pusat yang membatalkan pencalonan ketua partai tingkat kabupaten tersebut. Ketika calon tersebut tetap “membangkang” dan terus maju dalam pilkada, maka mesin parpol tak diarahkan untuk mendukungnya. Jadilah ketua parpol tersebut bekerja ekstra keras membentuk tim kampanye sendiri. Soalnya, mesin parpol hanya digunakan untuk mendukung calon bupati dari parpol lain! Pada kasus lain, ada juga parpol yang tidak memberikan kepercayaan pengurus cabang di tingkat provinsi untuk menyaring calon partainya. Aturan internal parpol tersebut malah memberikan kewenangan kepada pimpinan tingkat provinsi untuk menyaring calon pimpinan tingkat kabupaten. Model aturan internal parpol memang tak banyak mengalami reformasi. Karena itu walau UU Pemilu No. 23 Tahun 2003 Pasal 65 ayat 1 menyatakan bahwa: “Setiap Partai Politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”, namun realitanya tak seindah seperti rumusan pasal tersbeut. Soalnya aturan internal parpol tak mengurusi soal kuota perempuan. “Partai-partai gue, kenapa elu mesti ikut ngatur?” Kira-kira begitulah jawaban pengurus parpol kalau didesak soal keterwakilan perempuan dalam penyusunan daftar caleg mereka. Ketiga, belajar dari pilkada 2005 di Sumut. Sangat jelas teramati bahwa figur yang keluar sebagai pemenang adalah elit politik lokal yang memiliki koridor patronase dengan aktor elit politik di tingkat pusat. Mereka umumnya adalah “pemain lama” yang sebelumnya merupakan bagian dari jaringan patronase Orde Baru. Mereka umumnya adalah (mantan) birokrat karier, pengurus parpol lama, pengusaha, dan figur yang memiliki kekuasaan manifes yang dekat dengan premanisme. Dengan kata lain, aktor politik yang muncul adalah stok lama. Figur-figur 2


yang saban hari dikenali rakyat karena sering muncul di surat kabar atau televisi. Mereka adalah elit-elit lama yang menumpang kereta reformasi, padahal mereka justru target yang harus direformasi! Dalam kesimpulan Demos, lembaga kajian demokrasi dan hak asasi manusia yang berbasis di Jakarta, buruknya representasi politik tampaknya tidak dapat dipisahkan dari adanya pembajakan pranata demokrasi oleh para elit dominan. Para elit tersebut, baik elit lama maupun baru, telah berkuasa (kembali) lewat mekanisme demokratis, seperti lewat partai, pemilu, dan parlemen. Namun kekuasaan yang diperolehnya bukan untuk mengkonsolidasikan demokrasi seperti yang diteorisasikan banyak pengamat, justru malah sebaliknya, digunakan untuk kepentingannya sendiri, kelompok, maupun elit partainya (Demos: 2005). Media Pers dan Pilkada Sumut Terlepas dari karut-marut penyelenggaraan pilkada, sejumlah kalangan tetap optimis bahwa sistem Pilkada langsung diyakini kelak akan membawa perubahan signifikan bagi kehidupan masyarakat. Menurut Demos, keberadaan lembaga PILKADA dianggap sangat strategis karena dengan pemilihan langsung oleh masyarakat untuk duduk dalam kekuasaan pemerintah lokal, membawa konsekuensi akan perlunya kandidat memiliki konstituten yang mengakar. Di sisi lain proses politik ini juga merupakan arena pendidikan politik bagi masyarakat dalam ikut memutuskan kandidat yang berkualitas. Nasib pemimpin daerah memang ditentukan langsung oleh rakyat. Mandat politik rakyat hanya akan diberikan jika calon pemimpin mampu menawarkan program yang “nyambung� dengan kebutuhan rakyat. Dengan demikian, terbangunlah transaksi politik yang sehat antara rakyat dengan calon pemimpin mereka. Persoalannya, untuk mewujudkan pilkada yang mampu membangun transaksi politik yang sehat, sangat bergantung kepada kesadaran dan informasi yang dimiliki rakyat atau pemilih tentang program atau track record calon pemimpin. Di sinilah pentingnya peran khalayak yang well informed—mengetahui semua proses tahapan Pilkada agar mendapatkan informasi yang benar dan utuh—mulai dari persiapan pilkada, pencalonan para kandidat, partai pendukung para calon kandidat hingga kampanye. Dengan memperoleh informasi yang utuh dan akurat, pemilih dapat memutuskan siapa kandidat kepala daerah yang paling cocok untuk memimpin daerahnya. Untuk mencapai itu, ada satu pihak yang diyakini paling berperan yaitu media pers, baik cetak maupun elektronik. Pers memainkan peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pilkada. Kandidat membutuhkan pers agar visi-misi, dan program mereka sampai kepada pemilih, sementara khalayak membutuhkan media untuk mendapatkan informasi yang utuh dan mendalam tentang semua aspek yang berhubungan dengan pilkada. Agar bisa memainkan peranan itu, media harus patuh dan bekerja pada standar-standar jurnalistik. Dengan standar itu media bisa memperlakukan peserta Pilkada secara berimbang dan adil. Media bisa menjadi sumber informasi yang akurat dan tidak bias ketika sampai ke tangan pemilih.1 Sebuah lembaga pemantauan media Internasional bernama Article XIX yang berpusat di London (Inggris) menetapkan sebuah standar yang harus dipenuhi oleh media ketika meliput pemilu. Standar ini dibuat mengacu kepada pengalaman negara-negara yang sedang mengalami transisi demokrasi. Standar yang dibuat Article XIX ini telah diterima secara international dan bahkan menjadi acuan dibanyak negara.2

1

Lihat Eriyanto: Panduan Pemantauan Berita Pilkada Di Surat Kabar Dan Radio: Standar Liputan Media Selama Pemilu, ISAI Jakarta, 2005, hal 1. Petikan berikut telah disesuaikan dengan konteks penyelenggaraan pilkada tanpa menghilangkan esensi standar peliputan yang disarankan Article XIX. 2

Standar ini dibuat oleh article XIX mengacu kepada pengalaman Negara-negara yang sedang mengalami transisi demokrasi. Standar ini telah diterima secara internasional dan menjadi acuan banyak negara. Ibid. Hal 2

3


1. Kewajiban media memberikan informasi kepada masyarakat tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Pilkada Selama masa kampanye, media pers bertugas memberi informasi kepada masyarakat umum mengenai partai politik, calon kepala daerah, tata cara pemilihan, program pemberian suara dan hal-hal lain yang relevan dengan pilkada. Media bisa membantu khalayak pemilih agar mendapat informasi yang dibutuhkan agar pemilih bisa menggunakan haknya dengan dasar informasi yang benar. Aspek ini penting bagi negara yang baru memulai tradisi pemilu secara demokratis dan ketika sebagian besar pemilih mempunyai latar belakang pendidikan rendah. Media mempunyai kewajiban menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui oleh pemilih. Yang juga penting adalah informasi kepada pemilih-pemilih khusus seperti pemilih cacat atau pemilih pemula. Kelompok ini seharusnya juga mendapat perhatian dari media dengan memberi informasi agar mereka mendapatkan akses informasi yang berguna ketika mereka menggunakan hak pilihnya. 2.

Kewajiban bersikap seimbang dan tidak memihak

Media bertugas menjaga keseimbangan dan tidak memihak dalam pelaporan pilkada dan tidak diskriminatif terhadap partai politik atau kandidat kepala daerah tertentu. Sikap tidak memihak ini meliputi berita, informasi atau program wawancara yang dilakukan media. Menurut Article XIX, di negara-negara yang baru memulai demokrasi langsung, standar ini acapkali dilanggar. Media umumnya lebih memberi tempat dan perhatian kepada partai atau calon kepala daerah yang sedang berkuasa. 3.

Standar koreksi berita

Article XIX menekankan pentingnya mekanisme koreksi berita jika media melakukan kesalahan pemberitaan selama pilkada. Media memberi kesempatan hak jawab kepada pihak (kandidat kepala daerah) yang dirugikan lewat pemberitaan yang tidak akurat. Hak jawab dan koreksi berita itu harus dilakukan secepatnya. Untuk menengahi berita media, Article XIX menyarankan adanya lembaga yang kredibel dan independen yang bisa menilai secara netral mutu dan kualitas pemberitaan media selama Pemilu. Ini supaya media tidak dijadikan sarana penyebaran berita bohong terhadap kandidat kepala daerah. 4.

Peliputan berita

Media haruslah teliti dan seksama dalam memenuhi kewajiban mereka dalam menyediakan informasi yang akurat, berimbang dan tidak berat sebelah dalam peliputan berita mengenai pilkada. Di antara berbagai liputan mengenai Pemilu, berita (news) seringkali disebut sebagai program yang paling berpengaruh dalam mempengaruhi opini publik Karena itu, standar mengenai keseimbangan dan tidak berat sebelah adalah aspek penting yang harus diperhatikan oleh media. Standar ini terutama harus dipunyai oleh media yang harus berdiri netral di atas kepentingan partai/kandidat tertentu. 5.

Program informasi khusus

Selama masa pilkada, terutama kampenye, media dapat membuat program informasi khusus dengan tujuan pemilih mempunyai informasi lebih baik mengenai kandidat kepala daerah tertentu. Program informasi khusus ini misalnya debat antar kandidat kepala daerah. Program ini penting untuk menjamin agar pemilih mendapatkan informasi yang memadai sebelum menentukan kandidat kepala daerah yang dipilih. 6.

Jajak pendapat dan proyeksi Pemilu

Salah satu yang kerap muncul dalam pilkada adalah polling (jajak pendapat) dan proyeksi perolehan suara peserta pilkada. Jajak pendapat ini bisa dilakukan oleh media, bisa juga dilakukan oleh lembaga penelitian dan dimuat oleh media. Publikasi jajak pendapat ini harus memenuhi standar tertentu agar tidak merugikan peserta pilkada. Standar yang bisa dipakai adalah mencantumkan dengan transparan dan detail metode jajak pendapat seperti metode 4


penarikan sampel, tingkat kesalahan sampel (sampling error), pertanyaan yang diajukan dan teknik pengumpulan data. Liputan media juga harus menyertakan siapa lembaga jajak pendapat, siapa yang mendanai (mensponsori) kegiatan jajak pendapat itu, dan untuk apa jajak pendapat itu dilakukan. Informasi seperti ini akan menjamin pemilih mendapatkan informasi yang benar dan bisa menilai secara kritis berbagai jajak pendapat yang dilakukan sebelum Pemilu. Informasi semacam ini juga menjamin tidak dijadikannya jajak pendapat sebagai alat untuk mempopulerkan partai atau kandidat dengan cara yang tidak fair. 7.

Pendidikan pemilih.

Media berkewajiban menyiarkan program pendidikan pemilih, kecuali kalau pemerintah sudah melaksanakan inisiatif lain dalam memberi informasi dengan sasaran sebanyak mungkin pemilih. Acara itu harus akurat dan tidak berpihak kepada siapapun dan harus secara efektif memberi informasi kepada para pemilih mengenai proses pilkada, termasuk bagaimana, kapan, dan dimana memberi suara, pendaftaran untuk memilih, kerahasiaan kartu suara, pentingnya memberi suara, dan hal-hal sejenis. Intinya, publik pemilih berhak untuk mendapat informasi mengenai hal-hal seputar pilkada. Diantara 7 standar liputan pilkada versi Atrtcile IX, independensi menjadi penting mengingat proses pilkada menyentuh langsung kehidupan masyarakat. Hal ini antara lain ditandai adanya kedekatan para calon dan pendukungnya bersifat nyata, bukan hanya simbolik sebagaimana dalam pemilihan presiden. Selain itu, konsekuensi dari adanya calon independen, membuat kompetisi politik menjadi semakin ketat. Sementara sistem pemiliha yang dilakukan secara langsung, juga mendorong pasangan calon dan tim sukses menerapkan berbagai strategi untuk “merayu� pemilih. Selain berlomba-lomba memajang spanduk, baliho, poster, dan atribut kampanye lainnya, mereka juga aktif mendekatkan diri kepada media massa. Dalam hajatan politik seperti pilkada, media pers memang menjadi ajang rebutan. Pasangan calon dan tim sukses berlomba-lomba untuk mendekati media pers dengan harapan mereka akan memberitakan seluruh aktivitas politik yang dilakukan. Banyak ragam laku dilakukan pasangan calon ataupun tim sukses agar dapat menjadi “sahabat pers�. Mulai dari kunjungan ke kantor redaksi dengan alasan menjalin tali silaturahmi atau mengenalkan visi-misi dan program, membuat undangan menghadiri perayaan tertentu, “memelihara jurnalis dengan menjadikannya sebagai anggota tim inti kampanye�, membeli air time dan memasang iklan kampanye (berita). Potensi ekonomi yang bersumber dari hajatan pilkada memang menggiurkan para pemilik media. Boleh dibilang hajatan pilkada adalah masa “bulan madu� antara pers dan kontestan pemilu. Hal ini sebenarnya juga tidak terlepas dari kecenderungan menguatnya peran media massa dalam mempengaruhi preferensi politik pemilih dalam pilkada. Menurut Dedy N Hidayat, sebagian besar proses politik di tanah air telah berubah menjadi mediated politics atau bahkan media driven politics. Artinya, media massa telah mengambilalih fungsi penghubung antara politisi dengan warga. Proses memproduksi dan mereproduksi berbagai sumber daya politik, seperti menghimpun dan mempertahankan dukungan warga dalam pemilu, memobilisasi dukungan publik terhadap suatu kebijakan, merekayasa citra kinerja sang kandidat, dan sebagainya, banyak dijembatani, atau bahkan dikemudikan oleh kepentingan dan kaidah-kaidah yang berlaku di pasar industri media (Deddy N Hidayat: 2004). Karena itulah berbagai calon bupati-wakil bupati maupun tim sukses, akan melakukan berbagai upaya agar bisa menguasai media pers. Hal inilah yang kerap dikhawatirkan kontestan kelas gurem yang tak mampu beriklan atau menjadi “sahabat pers�. Mereka mengkhawatirkan tentang kemungkinan media massa bersikap partisan karena faktor kepentingan ekonomi pilkada. Monitoring untuk Mendorong Independensi Pers Mencermati kecenderungan seperti itu, Dewan Pers pada tahun 2005 mengeluarkan pernyataan khusus, yang intinya berupa himbauan agar pers memainkan peran sebagai sarana pendidikan politik yang baik, dengan tetap menjaga independensi dan sikap kritis, tidak terjebak menjadi alat kampanye pihak-pihak yang berkompetisi, apalagi menjadi sarana kampanye 5


negatif. Pers diharapkan memilah informasi dan materi kampanye dengan orientasi membangun proses Pilkada yang aman dan tertib, dengan mengedepankan prinsip jurnalisme damai. Dewan Pers juga menegaskan untuk menghindari adanya perbenturan kepentingan (conflict of interest) dan pelanggaran prinsip etika jurnalisme, wartawan harus selalu bersikap adil, seimbang dan independen. Bagi wartawan yang secara individu maupun kelompok, menjadi “Tim Sukses” calon kepala daerah, mereka diharapkan menegaskan posisinya kepada publik dan menyatakan diri non-aktif.3 Kekhawatiran Dewan Pers sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap pengelola media pers, termasuk wartawan, mengikuti dan menerapkan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah disahkan Dewan Pers pada tahun 2006. Pasal 1 KEJ menyebutkan bahwa “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Penafsiran pasal itu menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan (a) independen adalah memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers; (b) Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi, (c). Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara, dan (d) Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.” Sedangkan Pasal 3 KEJ menyebutkan bahwa “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.” Penafsiran atas pasal itu menyebutkan bahwa yang dimaksud (a) Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu, (b) Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional, (c) Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta, (d) Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Dalam kontestasi politik seperti pilkada, sejumlah pakar komunikasi memang percaya bahwa media pers bisa membentuk opini dan memperkuat keyakinan seseorang atau pemilih. Pemberitaan media pers bisa menjadi faktor penguat atas keyakinan-keyakinan atau nilai-nilai yang dianut seseorang atau masyarakat. Khususnya dalam mempengaruhi soal pilihan politik dalam pemilu. Hasil studi yang dilakukan McCombs dan Shaw menemukan adanya korelasi sangat kuat antara pemeringkatan isu yang dibuat media dengan pemeringkatan isu oleh para pemilih, atau adanya sensitivitas media terhadap perhatian para pemilih (Jurnal Komunikasi: 1999). Dalam konteks inilah perlu dilakukan kegiatan monitoring pemberitaan pilkada. Tujuanya agar media pers dapat menjalankan fungsinya baik sebagai media informasi, pendidikan maupun kontrol sosial. Pasal 17 ayat 1 dan 2 UU Pers No. 40 Tahun 1999 menyebutkan bahwa “masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi, antara lain dengan memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers”. Selama ini dikenal ada 3 bentuk kegiatan monitoring terhadap media pers. Pertama, yang dilakukan oleh institusi pers bersangkutan, atau yang sering disebut ombudsman. Fungsi ombudsman adalah untuk meneliti dan memberi penilaian terhadap setiap penyimpangan yang dilakukan pekerja profesional (wartawan). Dengan kata lain, ombudsman bertugas untuk memeriksa hasil kerja dan sekaligus prosedur kerja dari pekerja profesional, khususnya jika terjadi protes dari publik terhadap produk jurnalisme. Ombudsman dapat memberikan rekomendasi berupa sanksi atau pembebasan terhadap pekerja profesional yang dinilai hasil

3

Pers dan Pilkada 2005, Pernyataan Terbuka Dewan Pers No, 29/P-DP/V/2005, dikeluarkan pada 10 Mei 2005.

6


kerjanya.4 Kedua, pengawasan yang dilakukan organisasi profesi jurnalis atau majelis kehormatan, fungsinya hampir sama dengan ombudsman. Ketiga, adalah pengawasan atau pengamatan yang dilakukan oleh lembaga dalam masyarakat yang bertujuan untuk menjaga hak warga masyarakat. Yang terakhir ini sering disebut institusi media watch. Namun selain melakukan pengawasan terhadap isi pers, institusi media watch juga melakukan pengawasan dan advokasi terhadap tekanan-tekanan yang dialami wartawan dan institusi pers yang tengah menjalankan pers bebas. Baik tekanan yang bersifat fisik maupun yang non fisik seperti penyuapan (amplopisme). Tekanan fisik dewasa ini muncul dari kelompokkelompok massa yang mengusung nilai-nilai tertentu, dan memaksakan nilai-nilai tertentu tersebut untuk mengadili karya jurnalistik. Sedangkan tekanan non fisik dalam bentuk amplopisme, bisa berasal dari pihak luar yang berkepentingan untuk mengendalikan pemberitaan pers, maupun dari kalangan internal atau perusahaan pers sendiri, yang umumnya tidak menggaji wartawan dan karyawan secara profesional (bahkan dalam banyak kasus ada wartawan yang disuruh mencari gaji sendiri). Namun demikian lembaga media watch tidak bertindak sebagai polisi media atau menjalankan fungsi polisional yang menghukum kesalahan pers. Lembaga media watch hadir untuk memberdayakan masyarakat agar hak-hak mereka, dalam konteks kebebasan pers, tidak dirugikan oleh pemberitaan pers. Oleh karena itu lembaga media watch melakukan aktivitas monitoring pemberitaan, dan produk media non berita (seperti surat pembaca), dan hasilnya disosialisasikan ke masyarakat sebagai bahan pemberdayaan masyarakat agar tumbuh media awareness. Analisis Isi Kuantitatif dan Kulitatif untuk Pilkada Sumut 2008 Persoalannya, seperti apa kecenderungan perilaku media pers ketika memberitakan Pilkada di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008? Apakah media pers bersikap seimbang dalam pemberitaannya, dalam arti memberi kesempatan yang setara untuk masing-masing pasangan calon? Siapa saja narasumber yang sering digunakan media pers? Apakah warga biasa sebagai salah satu pemangku kepentingan pilkada diberi ruang dalam pemberitaan pers? Siapa pasangan calon yang paling sering diberitakan, dan bagaimana media memberikan penggambaran terhadap mereka? Apakah positif, negatif atau netral? Apa saja teman-tema pemberitaan media selama masa kampanye berlangsung? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, telah dilakukan kegiatan monitoring pemberitaan Pilkada di Sumut dengan mengambil 4 kasus penyelenggaraan pilkada di Kabupaten Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara. Pilihan keempat kabupaten tersebut dilatarbelakangi karena berita penyelenggaraan pilkada pada empat kabupaten tersebut cukup intens dibanding berita pilkada di Padang Lawas, Padang Lawas Utara, dan Tapanuli Utara. Dari segi jumlah pemilih, empat kabupaten tersebut juga lebih banyak dibanding tiga kabupaten lainnya. Sedangkan surat kabar yang dipilih adalah Sinar Indonesia Baru, Waspada, Analisa, Sumut Pos dan Sindo edisi Sumut. Pemilihan surat kabar dilakukan secara purposiv dengan mempertimbangkan usia surat kabar, oplah dan segmentasi pembaca. Sinar Indonesia Baru adalah surat kabar yang memiliki segmen pembaca mayoritas masyarakat Batak. Dapat dikatakan segmen pembaca SIB ini tergolong fanatik yang tak mengenal stratafikasi sosial. Baik yang miskin maupun kaya, yang berpangkat maupun pekerja kasar, kalau mereka adalah orang Batak, umumnya mereka berlangganan atau membeli SIB. Fanatisme pembaca SIB sebenarnya tak lepas dari rubrik-rubrik yang ada, yang umumnya memang ditujukan untuk masyarakat Batak, misalnya rubrik “Marsipature Huta na Be� yang memuat berita-berita tentang hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat Batak di berbagai kabupaten di Sumut. SIB juga menjadi referensi masyarakat Batak untuk mengetahui 4

Washington Post pada April 1981 pernah memecat wartawannya, Janet Cooke, ketika dikemudian hari diketahui bahwa artikel Janet Cooke yang memenangkan penghargaan Pulitzer, ternyata direka-reka faktanya.

7


sanak keluarga dan ikatan klan baik yang tengah mengadakan pesta perkawinan, kematian, pertemuan marga, pelantikan pejabat dsb. Sejak tahun 2007, surat kabar ini memenangkan tender sebagai satu-satunya surat kabar untuk iklan pengumuman tender proyek-proyek yang dilakukan pemerintahan di Sumatera Utara. Surat kabar ini terbit pertama kali pada tanggal 20 Mei 1970, dan didirikan oleh GM Panggabean, yang mengaku memiliki pertautan darah dengan Sisingamangaraja. Orientasi politik pemberitaan surat kabar ini condong mendukung ke Partai Golkar. Sebagaimana diketahui, salah seorang anak GM Panggabean, Chandra Panggabean adalah anggota DPRD Taput dari Partai Golkar. GM Panggabean juga pernah menjadi anggota MPR utusan daerah. Analisa didirikan pada 23 Maret 1972 oleh Harta Susanto (meninggal Juni 2002), Supandi Kusuma dan H Sofyan. Analisa pertamakali terbit dalam format tabloid. Meski SIT (Surat Ijin Terbit) yang ada untuk harian, namun selama satu tahun pertama Analisa terbit satu minggu sekali. Mulai tanggal 21 Maret 1973, Analisa terbit tujuh kali dalam seminggu dengan format surat kabar biasa. Pembaca utama koran ini adalah masyarakat Tionghoa dan kalangan pengusaha umumnya. Dengan didukung 40 orang tenaga wartawan dan staf redaksi serta 43 wartawan daerah (Aceh, Riau dan Jakarta), Analisa saat ini termasuk diantara tiga koran di Medan yang memiliki tiras terbesar, yaitu berkisar 50-an ribu. Pembaca utama koran ini adalah masyarakat Tionghoa dan kalangan pengusaha umumnya. Waspada diterbitkan oleh PT Harian Waspada sejak 11 Januari 1947, Waspada merupakan salah satu koran tertua yang terbit di Medan. Dirintis oleh almarhum Mohammad Said dan Ani Idrus yang dikenal sebagai wartawan pejuang dan otodidak yang sukses, segmen pembacanya lebih didominasi oleh etnis Melayu Islam. Almarhum Mohammad Said, pendiri harian ini, dikenal memiliki orientasi politik ke PNI. Waspada pernah 4 kali dibredel oleh penguasa kolonial Belanda. Sumut Pos merupakan hasil merger antara Radar Medan (segmentasi pembaca kota Medan) dan Radar Nauli (segmentasi pembaca di luar kota Medan). Tergabung dalam Jawa Pos Media Group,oplah Sumut Pos diperkirakan hanya berkisar 6.000 – 7.000 eksemplar, jauh dibawah “adiknya”, Pos Metro Sumut, koran kuning yang banyak memberitakan kasus kriminal dan seks, yang pernah mencapai 60.000 eksemplar. Sebagai koran yang lahir pasca reformasi, Sumut Pos tergolong sebagai “pemain baru” yang relatif masih awet bertahan karena memperoleh subsidi dari Pos Metro. Orientasi pembaca Sumut Pos adalah kalangan menengah terdidik, termasuk kalangan LSM. Namun demikian sejak Pos Metro hadir dan sukses di pasar, porsi pemberitaan kasus-kasus kriminal semakin banyak. Sindo edisi Sumut, koran ini merupakan pendatang paling baru dibanding empat surat kabar lainnya. Sindo merupakan koran jaringan MNC Group milik pengusaha kondang Henry Tanuwidjaya. Untuk meneliti teks-teks pemberitaan pilkada di Kabupaten Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara, digunakan analisis isi dan kualitatif. Analisis isi (content analysis) adalah teknik penelitian untuk memaparkan isi yang dinyatakan (manifest) secara objektif, sistematik, dan kuantitatif, dengan mempertalikan pada makna kontekstual. Isi yang manifes sebagai obyek kajian dalam analisis isi, sementara isi bersifat implisit hanya dapat dianalisis jika telah ditetapkan lebih dulu melalui unit yang bersifat kontekstual atas obyek kajian untuk menangkap pesan yang bersifat tersirat tersebut.5 5

Ashadi Siregar, “Metode dan Analisi Pemberitaan”, Jurnal ETIKA, edisi 28 Desember 2006. Lihat juga, Eriyanto, Panduan Pemantauan Berita Pilkada di Surat Kabar dan Radio, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi (ISAI): 2005. Dalam berbagai kesempatan, Ashadi Siregar mengatakan bahwa institusi media watch, seperti yang dijalankan KIPPAS, memang tidak perlu meneliti standar prosedur kerja wartawan. Pengawasan hanya dijalankan dengan konsentrasi sepenuhnya atas informasi yang muncul di media atas dasar penilaian akademik. Hal ini karena institusi media watch tidak mengeluarkan keputusan yang mengikat. Hal ini berbeda dengan ombudsman, baik di perusahaan media maupun organisasi, yang dalam setiap penilaiannya harus mengeluarkan rekomendasi berupa sanksi atau pembebasan pekerja profesional yang dinilai hasil kerjanya. Institusi media watch memang tidak menjalankan fungsi polisional terhadap

8


Analisis ini juga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan dengan media lain (yang sejenis), untuk mengidentifikasi apa dan siapa yang tidak dimuat dalam pemberitaan, adanya favoritisme atau bias berita.6 Walau terkesan tradisional dan kurang mendalam dibandingkan studi komunikasi lainnya, studi analisis ini sangat berguna untuk memberikan gambaran bagaimana sikap media pers ketika memberitakan peristiwa-peristiwa politik yang tentu sangat berguna untuk menambah informasi dan pengetahuan masyarakat dalam berpolitik demi terbangunnya demokrasi yang sehat. Melalui analisis kuantitatif akan dilihat aspek yang terlihat secara eksplisit dalam beritaberita pilkada di empat kabupaten di Sumatera Utara, yang meliputi: 1.

Frekuensi Berita Berapa banyak jumlah berita media terhadap kandidat atau tim sukses kandidat kepala derah. Apakah kandidat mendapat kesempatan yang sama untuk diberitakan oleh media. Dengan menghitung semua berita akan diketahui frekuensi berita masing-masing kandidat kepala daerah. Lewat analisis kuantitatif ini akan diketahui, kandidat kepala daerah mana yang paling banyak diberitakan oleh media. Bagaimana frekuensi masingmasing kandidat kepala daerah menurut masing-masing media.

2.

Narasumber Siapa saja orang yang banyak diwawancarai oleh media ketika memberitakan mengenai Pilkada? Dengan analisis ini, akan dihitung berapa banyak narasumber dikutip oleh media. Berapa besar masing-masing narasumber itu ditempatkan dalam media.

3.

Tema Berita Analisis isi kuantitatif dipakai untuk melihat tema-tema liputan apa saja yang banyak diangkat oleh media ketika memberitakan Pilkada. Apakah suratkabar lebih banyak memberitakan isu-isu elitis ataukah juga menyentuh tema-tema yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak.

4.

Orientasi Pemberitaan (Positif, Negatif, Netral) Aspek terpenting yang ingin diukur dari analisis kuantitatif adalah oreintasi berita-apakah positif, negatif ataukah netral.

Sedangkan analisis isi kualitatif yang digunakan untuk melihat makna yang tersirat dalam berita. Bahasa yang dipakai oleh surat kabar, sering memberikn makna tersendiri ketika diterima oleh khalayak. Makna itu adalah sesuatu yang implist yang harus ditafsirkan atau diberi arti oleh peneliti. Adapun unit sampel (sampling units) yang dimonitor adalah berita-berita Pilkada Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara yang dimuat oleh kelima surat kabar yang dimuat pada masa kampanye putaran I yang berlangsung tanggal 11—26 Oktober 2008, dan kampanye Pilkada Putaran II Tanggal 28 Oktober –19 Desember 2008. Periode ini dipilih karena pada saat itu, pasangan calon, partai pendukung dan tim sukses sedang gencar-gencar melakukan aktivitas kampanye dan kegiatan-kegiatan pendekatan kepada media massa. Institusi media watch hadir untuk memperkuat masyarakat agar hak-hak masyarakat, dalam konteks kebebasan pers, tidak dirugikan oleh perilaku media pers. Oleh karena itu, merujuk pada apa yang dilakukan KIPPAS, hasil aktivitas monitoring lembaga media watch, dijadikan bahan media literasi agar tumbuh media awareness di kalangan masyarakat. Khususnya masyarakat yang tengah menjadi objek pemberitaan karena berinteraksi dengan kekuasaan (politik, ekonomi maupun budaya/ komunalisme), termasuk kekuasaan media itu sendiri. 6

Lukas Luwarso dan N. Sanani, Agar Pemilu Jujur dan Adil, Panduan Meliput Pemilu, Koalisi Media untuk Pemilu Bebas dan Adil, Jakarta, November 2003, hal 94

9


para pemilih. Seperti diberitakan, berbagai aksi dalam kampanye dilakukan para pasangan kandidat ini untuk mencuri perhatian masyarakat. Mulai dari kampanye naik becak bermotor, menyumbang hewan kurban, membagi sembako, berdialog dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat, bahkan ada calon yang mencari simpati pemilih dengan menyatakan tidak mampu memberikan bantuan apa-apa dalam Pilkada ini karena hidupnya sederhana. Semua upaya keras ini dilakukan untuk satu tujuan mendapatkan perhatian publik.

10


Bab II

KERETA BESAR BERMUATAN ELIT Dari hasil monitoring pemberitaan calon bupati – wakil bupati yang maju dalam kontestasi politik di Kabupaten Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara, ada sebanyak 358 item berita yang diproduksi kelima surat kabar. Keseluruhan berita tersebut adalah berita-berita yang dimuat pada periode kampanye yang berlangsung selama 14 hari. Khusus untuk Pilkada Langkat dan Dairi, karena dilakukan 2 kali putaran, maka berita-berita pada kampanye putaran kedua juga diikutsertakan dalam riset ini. Jika dibuatkan angka rata-rata, maka per hari ada 25 berita tentang pilkada, atau ada sebanyak 5 berita yang dimuat pada masing-masing surat kabar. Dilihat dari segi frekuensi, hal ini dapat diartikan bahwa peristiwa pilkada dipandang penting, dan memiliki nilai berita bagi kelima surat kabar. Hal tersebut juga tergambar dari posisi penempatan berita, serta kebijakan beberapa surat kabar membuat rubrik khusus untuk pemberitaan pilkada. Sebagai contoh, Waspada memunculkan rubrik “Pentas Demokrasi”.Namun rubrik ini tak hanya berisi beritaberita pilkada Sumut, sesekali juga dimuat berita-berita pilkada dari Aceh, termasuk berita-berita tentang aktivitas para caleg Sumut dalam menyongsong Pemilu 2009. Surat kabar yang khusus membuat rubrik pilkada Sumut adalah Sindo, namanya “Seputar Pilkada”. Sindo juga mempunyai rubrik “Road to Pemilu 2009” yang memuat berita-berita pemilu dari berbagai daerah, khususnya dari Jakarta. Sedangkan Analisa, Sinar Indonesia Baru dan Sumut Pos, hanya memanfaatkan halaman daerah yang ada. Berita-berita pilkada di Sumut Pos biasanya ditampilkan di rubrik “Pro Sumut” atau “Kota Satelit”. Sedangkan Analisa dimuat di rubrik “Sumatera Utara”,sedangkan Sinar Indonesia Baru pada rubrik “Marsipature Hutanabe”. Tabel 1. Penempatan Berita Pilkada Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara Pada 5 Surat Kabar Medan N = 358 Sumut Waspada Analisa SIB Sindo Total Pos No Posisi Berita F % F % F % F % F % F % 1 Halaman 1, 1 1,59 1 0,93 2 0,56 headline 2 Halaman 1, tidak 1 1,59 1 1,64 36 33,64 3 6,98 41 11,45 headline 3 Halaman dalam 39 61,90 46 75,41 11 13,10 70 65,42 13 30,23 179 50,00 4 Halaman 2 3,17 5 11,63 7 1,96 Khusus/suplemen 5 Halaman Daerah 2 3,17 12 19,68 3 6,98 17 4,75 6 Halaman Nasional 7 Halaman Internasional 8 Halaman Pilkada 2 3,28 19 44,19 21 5,87 9 Halaman 16 25,40 16 4,47 Hukum/politik 10 Halaman Lainnya 2 3,17 2 0,56 11 Halaman Belakang 73 86,90 73 20.40 Jumlah 63 100 61 100 84 100 107 100 43 100 358 100

Dari Tabel 1 terlihat bahwa Sinar Indonesia Baru menjadi surat kabar terbanyak yang memproduksi berita pilkada Sumut, yaitu 107 item berita (29,89%), disusul Sumut Pos dengan 11


84 item berita (23,46%), kemudian Waspada 63 item berita (17,60%), Analisa 61 item berita (17,04%) dan Sindo sebanyak 43 item berita (12,01%). Dari segi posisi berita, mayoritas berita pilkada di empat kabupaten Sumut ditempatkan di halaman dalam dengan jumlah berita sebanyak 179 item berita (50,00%). Kemudian halaman belakang dengan 73 item berita (20,40%). Uniknya, ke-73 berita ini, secara khusus hanya terdapat di surat kabar Sumut Pos. Surat kabar ini memang menempatkan mayoritas berita Pilkada di daerah di halaman belakang yang dinamakan “Pro Sumut�. Sedangkan, posisi berita yang ditempatkan di halaman 1 dan tidak headline berjumlah 41 item berita (11,45%), kemudian yang ditempatkan di halaman pilkada berjumlah 21 item berita (5,87%), halaman daerah dengan 17 item berita (4,75%), halaman hukum politik dengan 16 item berita (4,47%), halaman khusus/suplemen dengan 7 item berita (1,96%) dan halaman 1 headline dan halaman lainnya masing-masing 2 item berita (0,56 persen).

Tema Pemberitaan: Berputar Pada Aktivitas Elit Ditinjau dari tema umum berita yang diriset, berita-berita seputar pelaksanaan kampanye pasangan calon masih mendominasi pemberitaan kelima surat kabar tersebut. Ada 177 item berita (49,44%) yang bertemakan pelaksanaan kampanye pasangan calon, kemudian 43 item berita (13,41%) pemberitaan khusus kandidat kepala daerah, menyusul berita tentang persiapan Pilkada sebanyak 40 item berita (11,17%), hasil Pilkada sebanyak 29 item berita (8,10%), pelaksanaan Pilkada dengan 20 item berita (5,59%), kinerja penyelenggara Pilkada dengan 22 item berita (6,14%), pelanggaran Pilkada dengan 14 item berita (3,91%), konflik dalam Pilkada sebanyak 9 item berita (2,51%). Sedangkan berita dengan tema peraturan Pilkada dan tema lainnya masing-masing 2 item berita (0,56%). Tabel 2. Tema Umum Pemberitaan Pilkada Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara Pada 5 Surat Kabar Medan N = 358 No

Tema Berita

1

Persiapan Pilkada Kampanye Pooling Hasil Pilkada Pengamanan Pilkada Kandidat Kepala Daerah Kinerja Penyelenggara Pilkada Pelanggaran Pilkada Konflik Dalam Pilkada Peraturan Pilkada Lainnya Jumlah

2 3 4 5 6

7 8 9 10

Waspada F %

Analisa F %

Sumut Pos F %

SIB F

%

Sindo F %

Total F %

3

4,76

4

6,56

6

7,14

21

19,63

6

13,95

40

11,17

25

39,68

34

55,74

46

54,76

56

52,34

16

37,21

177

49,44

5

7,94

4

6,56

5

5,95

3

2,80

3

6,98

20

5,59

4

6,35

3

4,92

4

4,76

11

10,28

7

16,28

29

8,10

16

25,40

10

16,39

10

11,90

6

5,61

1

2,32

43

13,41

8

12,70

2

3,28

5

5,95

2

1,87

5

11,63

22

6,14

1

1,59

1

1,64

2

2,38

8

7,48

2

4,65

14

3,91

1

1,59

1

1,64

4

4,76

-

-

3

6,98

9

2,51

-

-

-

-

2

2,38

-

-

-

-

2

0,56

63

100

2 61

3,28 100

84

100

107

100

43

100

2 358

0,56 100

Dominasi narasumber yang berasal dari kalangan elit politik, menjadikan tema berita selalu berputar-berputar di seputar elit politik dan pasangan calon. Misalnya program kerja pasangan calon, dukungan partai pendukung, kunjungan pasangan calon ke sejumlah lembaga kemasyarakatan/keagamaaan dan lain-lain. Sementara itu, informasi-informasi yang bersifat mengkritisi profil pasangan calon, atau 12


program-program yang ditawarkan yang dibutuhkan warga masyarakat, nyaris tak tercover oleh media cetak. Dalam kasus Pilkada Dairi misalnya, ketika persiapan putaran II sedang dilaksanakan, sebenarnya muncul kasus seputar ijazah SMA Johnny Sitohang, calon bupati, yang bermasalah. Tetapi pada kenyataannya, konflik ijazah ini hanya sekadar “lewat” saja dalam pemberitaan media. Tercatat hanya Waspada, Analisa dan Sumut Pos yang memberitakannya. Waspada, Analisa dan Sumut Pos masing-masing memberitakan sebanyak 2 kali dan Sindo hanya 1 kali. Bisa dikatakan permasalahan ijazah ini seakan-akan tenggelam dengan komentar-komentar manis dari narasumber-narasumber di tingkat elit yakni pasangan calon, tim sukses, aktivis parpol pendukung pasangan calon ataupun anggota DPRD pendukung pasangan calon. Dalam pemberitaan yang telah diterbitkan, media cetak juga menyampaikannya hanya sebatas pemberitahuan/informasi yang bersifat teknis saja: “Syarat pendidikan yang dilampirkan Cagub Dairi Johnny Sitohang adalah surat keterangan pernah bersekolah. Sehingga apa yang dilakukan KPUD Dairi tidak sesuai dengan Peraturan KPU No. 15 tahun 2008. (Waspada, 4/12/2008). Dalam berita ini, Waspada menampilkan satu narasumber saja yakni Irham Buana Nasution (Ketua KPUD Sumut). Bisa dikatakan, persoalan ijazah SMA Johnny ini hanyalah cantelan saja dalam berita yang berjudul “KPUD Dairi Kena Sanksi Internal” ini. Keadaan yang sama juga dungkapkan Harian Analisa lewat pemberitaan tanggal 3/12/2008. Narasumber yang digunakan juga hanya satu yakni Irham Buana Nasution. Dalam berita yang berjudul “KPUD Dairi Dikenakan Sanksi”tersebut, yang lebih mendapat perhatian sebenarnya adalah personil-personil KPUD Dairi yang dikenai sanksi karena sengaja meluluskan calon bupati Johnny Sitohang, karena syarat pendidikannya bertentangan dengan UU Nomor 22/2007, UU No 15/2008. Sebaliknya, kasus ijazah Johnny hanya sebatas cantelan saja. Elemen ketujuh dari jurnalisme menurut Bill Kovach dan Tom Rosentiel adalah jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. Berkaca pada kasus ijazah SMA Johnny Sitohang, maka kasus ini sebenarnya sangat menarik dan relevan jika dibahas secara mendalam dalam pemberitaan Pilkada Dairi. Tapi pada kenyataannya, kasus ini tetap tidak tercover dengan maksimal. Akibatnya, warga masyarakat biasa tidak mendapatkan informasi yang maksimal akan dugaan kasus ijazah SMA tersebut.

Narasumber Pemberitaan: Warga Biasa Diabaikan Frekuensi pemunculan narasumber dari setiap berita, bisa lebih dari satu kali pemunculan dalam setiap berita. Hal ini terjadi karena dalam setiap berita, biasanya media pers menampillkan lebih dari satu narasumber. Karena itu jumlah narasumber berita berbeda dengan jumlah item berita. Secara keseluruhan, ke lima surat kabar memunculkan sebanyak 577 narasumber dalam pemberitaan mereka. Sinar Indonesia Baru memunculkan sebanyak 173 narasumber (29,98%), kemudian disusul Analisa dengan 115 narasumber (19,93%), Waspada 113 narasumber (19,58%), Sumut Pos 94 narasumber (16,29%) dan Sindo dengan 72 narasumber (12,48%). Ada 19 jenis narasumber yang sering dijadikan pemberitaan kelima surat kabar. Dari 19 jenis narasumber, ada 5 narasumber yang seringkali ditampilkan sebagai narasumber pemberitaan media. Porsi terbesar diberikan kelima surat kabar kepada pasangan calon. Mereka muncul sebanyak 142 kali pemberitaan (24,61%). Disusul unsur pejabat KPUD Propinsi/ Kabupaten/Kota dengan 74 kali pemberitaan (12,82%), kemudian tim sukses pasangan calon dengan 60 kali pemunculan (10,40%), aktivis parpol pendukung pasangan calon dengan 54 kali pemunculan (9,36%), dan kelima, tokoh masyarakat/agama dengan 44 kali pemunculan (7,62%). Selebihnya, 14 jenis narasumber lain seperti tokoh LSM/Organisasi Masyarakat, mahasiswa, anggota DPRD, intelektual, panwas, polisi, militer, dan eksekutif, hanya diberi porsi di bawah 4 persen. Bahkan warga biasa, hanya muncul sebanyak 22 kali dari total 577 kali pemunculan narasumber.

13


Tabel 3. Narasumber Pemberitaan Pilkada Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara Pada 5 Surat Kabar Medan N = 577 No

Narasumber

1 2 3

Militer/TNI Kepolisian Pemerintah Pusat (Eksekutif) Pemerintah Daerah (Eksekutif) Anggota DPR RI Anggota DPRD Anggota DPD KPUD Propinsi/Kab/Kota Panwas Pilkada Intelektual/Akademisi Aktivis Parpol Mahasiswa Tokoh Masyarakat/Agama Warga Masyarakat Biasa Pasangan Calon Tim Sukses LSM/Organisasi Masyarakat Anonim Lainnya Jumlah

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Waspada

Analisa

SIB

% 3,48 0,87

Sumut Pos F % 5 5,32 1 1,06

Sindo

Total

F 1 1

% 0,88 0,88

F 4 1

F 2 8 -

% 1,16 4,62 -

F 1 3 -

% 1,39 4,17 -

F 3 21 3

% 0,52 3,64 0,52

2

1,77

3

2,61

7

7,45

7

4,04

3

4,17

22

3,81

5 5 2 9

4,42 4,42 1,77 7,96

1 4 9

0,87 3,48 7,83

1 3 1 15

1,06 3,19 1,06 15,96

4 6 19

2,31 3,47 10,98

1 2 22

1,39 2,78 30,55

11 19 5 74

1,91 3,29 0,87 12,82

2 3 8 3 17

1,77 2,65 7,08 2,65 15,04

1 16 13

0,87 13,91 11,30

2 1 5 3

2,13 1,06 5,32 3,19

8 1 24 1 10

4,62 0,58 13,87 0,58 5,78

6 4 1 1 1

8,33 5,55 1,39 1,39 1,39

18 10 54 5 44

3,12 1,73 9,36 0,87 7,62

3

2,65

3

2,61

3

3,19

9

5,20

4

5,55

22

3,81

31 11 3

27,43 9,74 2,65

29 14 12

25,22 12,17 10,43

29 16 -

30,85 17,02 -

39 16 11

22,54 9,25 6,36

14 3 1

19,44 4,17 1,39

142 60 27

24,61 10,40 4,68

5 2 113

4,42 1,77 100

1 4 115

0,87 3,48 100

4 94

4,25 100

5 3 173

2,89 1,73 100

2 3 72

2,78 4,17 100

13 16 577

2,25 2,77 100

Narasumber merupakan bagian penting dari proses kerja jurnalistik. Dalam berbagai literatur jurnalisme, narasumber disebutkan sebagai orang yang memberikan informasi tentang suatu peristiwa. Melalui narasumber, jurnalis mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema pemberitaan yang sedang dikerjakannya. Karena itu, pilihan narasumber oleh jurnalis, dapat dijadikan indikator untuk melihat cara pandang media pers mengenai suatu isu atau peristiwa. Kehadiran narasumber, khususnya dalam produk jurnalisme yang mengedepankan fakta-fakta psikologi, atau fakta-fakta yang dikontruksi dari keterangan narasumber, sangat kentara. Alur demi alur yang membingkai fakta media, dan kemudian didistribusikan pada setiap alinea, dibangun berdasarkan pernyataan narasumber. Umumnya pernyataan narasumber yang dianggap paling menarik, berbobot, eksklusif, dikutip dan ditempatkan pada lead atau teras berita. Tidak jarang juga dijadikan judul berita. Begitupula unsur prominance, kredibilitas, kompetensi, penguasaan informasi menjadi dasar kebijakan media dalam menentukan dan mendistribusikan narasumber dalam konstruk bingkai yang hendak disajikan kepada khalayak. Narasumber yang dipandang kooperatif, selalu bersedia untuk dimintai tanggapan, memiliki data-data yang akurat merupakan jenis narasumber yang sering dicari media. Mengacu pada standar jurnalistme yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosentiel yang menyusun buku “Sembilan Elemen Jurnalisme�, pada elemen kedua disebutkan bahwa loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara (publik). Dengan demikian, publik adalah “tuan� bagi jurnalisme. Wartawan harus bekerja untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan penguasa dan elit politik. Dalam hal liputan Pilkada, publik harus diberi informasi dari fakta-fakta dan tidak boleh diberi informasi yang sudah dimanipulasi. Wartawan harus jujur kepada publiknya. Keberpihakan wartawan kepada kandidat atau partai-partai politik tertentu 14


adalah pengkhianatan terhadap publik. Karena dengan begitu, publik ditipu dengan sajian informasi-informasi yang telah dimuati kepentingan politik elit. Publik dalam liputan-liputan Pilkada adalah salah satu sumber utama dalam pemberitaaan Pilkada. Itu berarti, jangan sampai mengabaikan suara publik yang ingin berkomentar tentang tema-tema apapun yang berkaitan dengan Pilkada. Misalnya pelaksanaan pendataan pemilih yang tidak baik, penilaian terhadap visi misi pasangan calon ataupun kampanye-kampanye pasangan calon. Pada mayoritas Pilkada di berbagai daerah di Indonesia, kebanyakan narasumber yang diwawancara dan diberitakan media cetak umumnya mereka yang berstatus sebagai politisi, tokoh partai yang memajukan calon pasangan mereka, calon kepala daerah, tim kampanye dan tim sukses. Untuk melengkapinya, terkadang media pers juga melakukan wawancara dengan sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM atau organisasi kemasyarakatan. Sejatinya, orientasi pemberitaan media pers adalah mengedepankan prinsip “the voice of the vioceless”. Media pers hadir dan menjalankan fungsi imperatifnya untuk mereka yang kurang memiliki akses ke media massa. Mereka adalah warga masyarakat biasa seperti petani, ibu rumah tangga., pedagang kecil di pasar, kaum buruh, kaum tunanetra dsb. Mereka adalah kelompok masyarakat yang sering diabaikan suaranya oleh media massa karena diasumsikan tidak memiliki unsur “prominance”.

Frekuensi Pemberitaan Pasangan Calon Dari data frekuensi pemberitaan pasangan bupati – wakil bupati, terlihat bahwa penyelenggaraan Pilkada Deli Serdang paling banyak menarik perhatian kelima surat kabar. Tercatat ada sebanyak 187 berita dibuat kelima surat kabar selama masa kampanye. Sinar Indonesia Baru merupakan surat kabar yang paling banyak memberitakan dengan jumlah frekuensi mencapai 58 item berita (31,02%), disusul Sumut Pos dengan 48 item berita (25,67%), Sindo 40 item berita (21,39%), Waspada 29 item berita (15,51%) dan Analisa 11 item berita (5,88%). Dalam pilkada Deli Serdang, pasangan Amri Tambunan-Zainuddin Mars (AZAN), merupakan pasangan yang paling banyak diberitakan oleh kelima surat kabar, yaitu dengan 57 item berita (30,48%), kemudian disusul pasangan Akhmad Thla’aj-Satrya Yudha Wibowo dengan 30 item berita (16,04%), Rabualam Syahputra-Rahmad Setia Budi dengan 17 item berita (9,09%), Wagirin Arman-Khairia Sujonogiatmo dan Ruben Tarigan-Dedy Irwansyah dengan masing-masing 15 item berita (8,02%), M Supriyanto-Dicky Zulkarnain Barus dan Hasaidin Daulay dengan 14 item berita (7,49%). Dua pasangan lain yakni Saiful Anwar-Sugito dan Sihabudin-Surya Dharma Ginting masing-masing dengan 11 item berita (5,88%). Untuk Pilkada Langkat, tercatat ada sebanyak 120 kali pemberitaan pasangan calon kepala daerah dimunculkan. Pasangan Ngogesa Sitepu dan Asrin Naim-Legimun bersaing ketat dengan selisih hanya dua berita saja. Ngogesa Sitepu-Budiono diberitakan sebanyak 54 kali (45,00%) dan Asrin Naim-Legimun dengan 56 item berita (46,66%). Empat kandidat lainnya yakni Rudi Hartono Bangun-Ust. Supriadi diberitakan di Waspada, Sumut Pos, Sinar Indonesia Baru dan Sindo sebanyak 9 item berita (7,50%), dan pasangan Sempurna Tarigan-Afrizal hanya diberitakan di Sumut Pos dengan 1 kali pemberitaan (0,83 %). Sedangkan dua pasangan lainnya, yaitu Suratman-Rosdanelli dan Fanrizal-Parluhutan tidak pernah sekalipun diberitakan oleh kelima surat kabar. Selanjutnya untuk Pilkada Dairi, tercatat ada 75 kali pemberitaan pasangan calon dari kelima surat kabar. Pasangan KRA Jhonny Sitohang-Irwansyah Pasi paling banyak diberitakan dengan 36 kali pemunculan (48,00%). Berita untuk pasangan ini dimuat pada lima surat kabar yang diriset. Kemudian disusul pasangan Parlemen Sinaga-Budiman Simanjuntak dengan 35 pemunculan (46,66%). Khusus untuk pasangan ini, berita mereka tidak pernah dimuat di Sumut Pos. Dua pasangan lain yang diberitakan adalah Tagor Sinurat-Arson Sihombing dan Tom Sianturi-Remita Sembiring masing-masing dengan 2 item berita (2,67%). Kedua pasangan ini hanya diberitakan Analisa dan Sinar Indonesia Baru. 15


Sedangkan tiga pasangan lain yakni F. Janterem Pinem-Tumpu Capah, Hotraja Sitanggang-Bungaran Sinaga dan Victor Ujung-Mardongan Sigalingging, tidak sekalipun diberitakan kelima surat kabar. Dalam Pilkada di Kabupaten Dairi, dari 75 item berita yada ada, Sinar Indonesia Baru memuat sebanyak 44 item berita (58,67%), Analisa 13 item berita (17,33%), Waspada 9 item berita (12%), Sindo 6 item berita (8%) dan Sumut Pos 3 item berita (4%). Sementara itu, pemberitaan Pilkada Batubara tercatat yang paling minim. Hanya tercatat ada 10 pemberitaan terhadap enam pasangan calon. Ke-10 berita tersebut, 6 diantaranya (60,00%) memberitakan tentang pasangan Januari Siregar-Sri Kumala. Pasangan ini diberitakan di harian Waspada, Analisa dan SIB. Pasangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua dengan 3 item berita (30,00%) dan diberitakan di harian Waspada, Analisa dan Sindo. Kemudian Yahdi Khoir Harahap-Surya dengan 1 item berita (10,00%) yang diberitakan di harian Sindo. .Sedangkan empat pasangan lainnya yaitu OK Saidin-Bagus Joko, Parlindungan Sinaga-M. Nur Ali, Janmak Sembiring-M. Syahiri, Abdul Wahid-Jalaluddin Zuhri dan Ibrahim Usman-Ahmad Yusro tidak sekalipun diberitakan. Tabel 4. Frekuensi Pemberitaan Pasangan Calon Pemenang Pilkada Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara Pada 5 Surat Kabar Medan N = 577 No

Pasangan Calon

DELI SERDANG 1 Wagirin Arman-Khairia Sujonogiatmo 2 Akhmad Thala’aj-Satrya Yudha Wibowo 3 Hasaidin Daulay-Putrama Alkhairi 4 Ruben Tarigan-Dedy Irwansyah 5 Amri Tambunan-Zainuddin Mars 6 Saiful Anwar-Sugito 7 Sihabudin-Surya Dharma Ginting 8 M.Supriyanto-Dicky Zulkarnain Barus 9 Rabualam SyahputraRahmad Setia Budi Jumlah DAIRI 10 F.Janterem Pinem-Tumpu Capah 11 KRA Johnny SitohangIrwansyah Pasi 12 Hotraja SitanggangBungaran Sinaga 13 Parlemen Sinaga-Budiman Simanjuntak 14 Tagor Sinurat-Arson Sihombing 15 Tom Sianturi-Remita Sembiring 16 Victor Ujung-Mardongan Sigalingging Jumlah BATUBARA

Waspada

Analisa

F

%

F

%

Sumut Pos F %

2

6,90

1

9,09

4

5

17,24

1

9,09

1

3,45

-

2

6,90

13

SIB

Sindo

Total

F

%

F

%

F

%

8,33

4

6,90

4

10,00

15

8,02

12

25,00

6

10,34

6

15,00

30

16,04

-

2

4,17

5

8,62

6

15,00

14

7,49

1

9,09

2

4,17

6

10,34

4

10,00

15

8,02

44,83

8

72,73

12

25,00

18

31,03

6

15,00

57

30,48

1 1

3,45 3,45

-

-

2 2

4,17 4,17

5 5

8,62 8,62

3 3

7,50 7,50

11 11

5,88 5,88

1

3,45

-

-

4

8,33

5

8,62

4

10,00

14

7,49

1

3,45

-

-

8

16,67

4

6,90

4

10,00

17

9,09

29

100

11

100

48

100

58

100

40

100

187

100

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5

55,56

5

38,46

3

100

20

45,46

3

50,00

36

48,00

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

4

44,44

6

46,15

-

-

22

50,00

3

50,00

35

46,66

-

-

1

7,69

-

-

1

2,27

-

-

2

2,67

-

-

1

7,69

-

-

1

2,27

-

-

2

2,67

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

9

100

13

100

3

100

44

100

6

100

75

100

16


17 18

OK Saidin-Bagus Joko Parlindungan Sinaga-M.Nur Ali 19 Yahdi Khoir Harahap-Surya 20 Janmak Sembiring-M. Syahiri 21 OK Arya Zulkarnain-Gong Matua 22 Abdul Wahid-Jalaluddin Zuhri 23 Januari Siregar-Sri Kumala 24 Ibrahim Usman-Ahmad Yusro Jumlah LANGKAT 25 Ngogesa Sitepu-Budiono 26 Asrin Naim-Legimun 27 Rudi Hartono Bangun-Ust. Supriadi 28 Suratman-Rosdanelli 29 Sempurna Tarigan-Afrizal 30 Fanrizal-Parluhutan Jumlah

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1 -

50,00 -

1 -

10,00 -

1

33,33

1

50,00

-

-

-

-

1

50,00

3

30,00

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2 -

6,67 -

1 -

50,00 -

-

-

3 -

100 -

-

-

6 -

60,00 -

3

100

2

100

-

100

3

100

2

100

10

100

10 15 1

38,46 57,69 3,85

10 17 -

37,03 62,97 -

10 5 4

50,00 25,00 20,00

16 16 3

45,71 45,71 8,58

8 3 1

66,66 25,00 8,34

54 56 9

45,00 46,66 7,50

26

100

27

100

1 20

5,00 100

35

100

12

100

0 1 120

0,83 100

Penggambaran Terhadap Pasangan Calon: Hanya Puja dan Puji Dari 358 berita, ada 136 penggambaran terhadap pasangan calon baik yang sifatnya positif maupun negatif. Perlu diketahui, dalam satu berita, ada pasangan calon yang penggambarannya lebih dari satu kali. Penggambaran yang paling banyak muncul adalah dalam bentuk disfemisme dengan 72 kali pemunculan (52,94), kemudian eufemisme dengan 23 kali pemunculan (16,91%), metafora dengan 11 kali pemunculan (8,09%), jargon/slogan dengan 9 kali pemunculan (6,62%), popular wisom dengan 8 kali pemunculan (5,88%), hiperbola dengan 7 kali pemunculan (5,15%), bahasa teknis dengan 5 kali pemunculan (3,68%) dan stigmatisasi dengan 1 kali pemunculan (0,73%). Jika penggamabaran ditujukan khusus kepada pasangan pemenang Pilkada di empat kabupaten tersebut, maka pasangan Amri Tambunan-Zainuddin Mars, paling banyak mendapatkan penggambaran dengan 39 kali pemunculan. Surat kabar Waspada, Sumut Pos dan Sinar Indonesia Baru masing-masing memuat 11 kali pemunculan (28,20%), Analisa 4 kali pemunculan (10,26%) dan Sindo 2 kali pemunculan (5,13%). Pasangan Ngogesa Sitepu-Budiono muncul sebanyak 17 kali, dimana Sinar Indonesia Baru memunculkan sebanyak 7 kali (41,18%), Waspada 5 kali (29,41%), Analisa 4 kali (23,53%) dan Sindo hanya 1 kali (5,88%). Selanjutnya pasangan KRA Johnny Sitohang-Irwansyah Pasi muncul sebanyak 10 kali yakni di Analisa sebanyak 5 kali (50,00%), Sinar Indonesia Baru 4 kali (40,00%) dan Sumut Pos hanya 1 kali (10,00%). Sementara itu, dari tiga kali pemberitaan, penggambaran untuk pasangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua muncul sebanyak 2 kali. Analisa memunculkan 1 kali (50,00%) dan Waspada juga 1 kali (50,00%).

17


Tabel 5. Jenis-Jenis Penggambaran Pasangan Calon Pemenang Pilkada Deli Serdang, Dairi, Langkat dan Batubara Pada 5 Surat Kabar Medan N = 136 No Penggambaran Waspada Analisa Sumut Pos SIB Sindo F % F % F % F % F % 1 Disfemisme 20 54,05 16 51,61 11 47,83 20 51,28 5 83,33 2 Eufemisme 6 16,22 8 25,81 3 13,04 6 15,38 - 3 Hiperbola 1 2,70 1 3,22 1 4,35 3 7,69 1 16,67 4 Metafora 5 13,51 2 6,45 2 8,69 2 5,13 - 5 Popular Wisdom 1 2,70 2 6,45 2 8,69 3 7,69 - 6 Jargon/Slogan 3 8,11 1 3,22 3 13,04 2 5,13 - 7 Stigmatisasi 1 2,70 - 8 Bahasa Teknis 1 3,22 1 4,35 3 7,69 - JUMLAH 37 100 31 100 23 100 39 100 6 100

Total F % 72 52,94 23 16,91 7 5,15 11 8,09 8 5,88 9 6,62 1 0,73 5 3,68 136 100

Retorika Media Untuk Legitimasi Pasangan Pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada) adalah isu yang menyertakan banyak kepentingan dari berbagai pihak seperti tim sukses, partai/organisasi pendukung para kandidat. Dalam orasi kampanye, pendapat dan dukungan disampaikan lengkap dengan retorika untuk kepentingan masing-masing calon. Media menjadi ajang perang simbolik antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu isu. Menurut Charlotte Ryan, media biasanya ditempatkan sebagai arena dimana pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa politik saling mengajukan klaim dan pembenar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak bahwa pendapat dan klaim mereka yang paling benar. Upaya penonjolan penafsiran itu dilakukan dengan memberikan retorika, label atau klaim kebenaran tertentu agar pandangannya diterima khalayak dan menegaskan pandangan di luar itu sebagai tidak benar.1

Retorika Politik: Proses negosiasi Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi.2 Dalam Karyanya, Retorika, Aristoteles mengidentifikasi ada tiga jenis retorika yang sering digunakan dalam peristiwa politik. Retorika deliberatif digunakan untuk mempengaruhi orang-orang dalam masalah kebijakan pemerintah, retorika forensik/yuridis yang berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu sebagai upaya menunjukkan bersalah atau tidak bersalah seseorang yang bisanya digunakan dalam proses pengadilan. Retorika demonstratif adalah epideiktik, wacana yang memuji dan menjatuhkan. Retorika demonstratif ini digunakan untuk memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, suatu lembaga, atau gagasan. Menurut Aristoteles, kampanye politik biasanya penuh dengan retorika demontratif dimana satu pihak menantang kualifikasi pihak lain bagi jabatan di dalam pemerintahan. Dukungan editorial oleh surat kabar, majalah, televisi dan radio juga mengikuti garis retorika demonstratif, digunakan untuk memperkuat sifat-sifat positif kandidat yang didukung dan sifat-sifat negatif lawannya.3 Teun van Dijk memandang retorika berita terkait erat dengan “ bagaimana jurnalis mengatakan sesuatu�. 1

Lihat Jurnal PANTAU, Edisi 05 Agustus 1999, hal 15.

2

Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi. Retorika menggunakan bahasa untuk mengidentifikasi pembicara dan pendengar melalui pidato. Pidato adalah suatu konsep yang sama pentingnya dalam menganalisis retorika sebagai identifikasi atau sebagai simbolisme. Lihat: Dan Nimmo, Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media, Remadja Karya CV Bandung, 1989, hal 156. 3

Ibid. Hal, hal 157-159

18


Pendapat Aristoteles dan Dijk didukung Gill and Karen Whedbee yang berpendapat retorika memiliki beragam pengertian, tetapi semuanya mendefinisikan retorika sebagai tipe instrumental teks berita, wahana menggiring pemahaman pembaca (audiance). Asumsinya tidak semua individu atau kelompok masyarakat memiliki kesamaan akses ke saluran komunikasi (media), karena teks berita bisa menjadi hegemonik. Dalam relasi seperti itu retorika cenderung dijadikan alat dominasi atau menindas misalnya, ketika teks berita senatiasa berperspektif tunggal untuk memahami berbagai peristiwa.4 Media pasti mempunyai retorika tertentu ketika memberitakan suatu masalah. Hal ini dapat diamati dari bingkai berita yang ditonjolkan. Menyusun orasi dari juru kampanye menjadi berita adalah suatu strategi wacana yang dilakukan jurnalis. Bagi jurnalis yang mendukung satu kandidat, komentar kandidat, jurkam atau pendapat tokoh mengenai satu kandidat cenderung akan dikutip apa adanya dalam teks berita. Sebaliknya jika jurnalis tidak setuju, maka komentar atau ucapan kandidat itu akan tetap dikutip dalam teks berita, tetapi biasanya dengan mengkontraskannya dengan pendapat yang berseberangan. Dengan cara itu, jurnalis secara tidak langsung mensugestikan kepada pembaca bahwa komentar calon kandidat atau tokoh itu tidak benar, dan tidak didukung banyak orang.5 Dalam prakteknya, framing dijalankan oleh media dengan cara menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain: dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana—penempatan yang mencolok, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label, generalisasi, simplifikasi dan lainlain. Semua aspek ini digunakan untuk membuat dimensi tertentu dari kontruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.6 Kontruksi berita biasanya akan disusun menggunakan fitur signifikan (utama) teks, sehingga teks nampak elok, persuasif dan berefek. Fitur signifikan dapat dilacak pertama pada struktur dan temporalitas teks yang merujuk pada dimensi waktu, misalnya memakai masa lalu, kini dan masa depan. Temporalitas teks dapat menjadi indikator progresi persoalan, balik ke masa silam atau menapak ke masa depan. Kedua, fitur argumentasi, pemakaian argumentasi mengindikasikan adanya interaksi antara jurnalis, teks dan pembaca. Berdasarkan argumentasi tertentu, secara terselubung berlangsung pergulatan pengetahuan, ideologi, keyakinan jurnalis melawan pembaca memandang persoalan/peristiwa. Ketiga, metafora yang merupakan ragam gaya bahasa penting untuk menata teks agar tampak indah dan asosiatif. Terakhir ikonisitas yakni tanda yang mampu berbicara sendiri. Fitur yang tak memaksa fakta menjadi arbitrer ini berfungsi mengerem intuisi jurnalis mempersamakan fakta dengan pengalaman sendiri. Ikonisitas adalah instrumen perkasa untuk menancapkan dan memperkokoh keyakinan jurnalis ke dalam benak pembaca.7 Penelitian ini akan mengadopsi kerangka konseptual Dijk serta Gill dan Whedbee. Retorika dipahami sebagai upaya jurnalis meyakinkan pembacanya untuk menerima cara pandang konteks eksigensi terhadap sebuah peristiwa menjadi kebenaran melalui pemanfaatan fitur teks berita signifikan, berupa argumentasi dan gaya bahasa. Argumentasi akan dibagi menjadi dua, pertama argumentasi eksplanatif (memperjelas peristiwa, dengan menekankan mengapa, bagaimana atau solusi) dan deskritif (teks berita yang mengangkat siapa, apa dan kapan). Kedua argumentasi ini dapat memafaatkan perangkat teks ilustrasi (fakta pendukung), testimoni (pernyataan narasumber) dan analogi (ibarat) dan principles (ajaran/prinsip/hukum/ kaidah) Retorika merupakan alat meyakinkan pesan teks berita kepada pembaca. Hanya saja, efek komunikasi itu amat dipengaruhi faktor kontekstual (publik, mediasi massa, serta sifat alamiah 4

Bagian ini dikutip dari Jurnal SENDI, No 4-5 Tahun 2001 hal 91-92

5

Ibid, hal 15-16

6

Op.cit, hal 21

7

Op.cit hal 94

19


berita) dan pemanfaatan struktur retoris teks berita. Struktur retoris yang handal digunakan untuk menata penampilan berita dan mempersuasifkan pesan adalah estetis (pengaturan ritme, pengulangan, intonasi khusus), sintaksis (perbandingan, metafora, ironi), serta semantis (makna). Ketiga struktur retoris tersebut membantu pembaca memperoleh gambaran atau model representasi tekstual hasil konstruksi jurnalis. Secara pragmatis, penggunaan sejumlah struktur retoris ampuh mengajak pembaca memahami pesan teks berita sebagai : pernyataan, permintaan atau ancaman.8 Kasus Pemberitaan Pilkada Dairi: Hasil analisis yang dilakukan terhadap lima media yaitu Waspada, Analisa, Sumut Pos, Sinar Indonesia Baru dan Sindo, memperlihatkan 4 surat kabar, kecuali Sindo cenderung memberikan penggambaran yang positif berupa sanjungan terhadap pasangan Amri Tambunan Zainuddin Mars. Sedang Sindo memilih posisi netral, artinya pemberitaan koran ini cenderung tidak memberikan penggambaran positif, negatif atau gabungan keduanya. Memang Sindo beberapa kali memberikan penilaian negatif terhadap pasangan calon ini, tapi tidak dominan.

Kasus Pilkada Deli Serdang Waspada: Amri Pemimpin Perduli Kepentingan Umat Retorika berita Waspada umumnya berisi pujian terhadap Amri Tambunan. Menurut Waspada, Amri Tambunan adalah sosok pemimpin berpengalaman, dan sudah banyak berbuat untuk kepentingan umat dan masyarakat Deli Serdang. Dua program pembangunan andalan Amri, GSDM (Gerakan Deli Serdang Membangun) dan Cerdas, dianggap sukses mensejahterakan dan mencerdaskan masyarakat. Program GDSM dan Cerdas Amri, bukan sekedar janji, tapi bukti yang sudah dinikmati masyarakat. Jika ada sebagian orang yang menganggap kedua program pembangunan itu gagal atau sia-sia, menurut Waspada hal itu hanya pekerjaan oknum-oknum yang ingin menyakiti hati rakyat. Pada berita yang berjudul ”Bupati Deli Serdang Prihatin Ada yang Tidak Mengerti GDSM dan Cerdas”, edisi 28 September 2008, halaman 3 disebutkan: “....Oleh sebab itu, jika ada oknum-oknum yang mengatakan konsep Cerdas itu sia-sia itu berarti telah menyakiti hati rakyat dan tidak mengerti apa itu konsep Cerdas”. Pemunculan kata “oknum” digunakan untuk menyadarkan pembaca bahwa pihak yang menolak keberhasilan program GDSM dan Cerdas itu hanyalah orang yang tidak jelas statusnya dan tidak bertanggungjawab. Kalimat “menyakiti hati rakyat’ juga digunakan untuk mengail simpati pembaca, bahwa yang disakiti dengan tuduhan itu bukan hanya diri Amri Tambunan diri, tapi juga hati seluruh rakyat Deli Serdang. Selain menilai sebagai pemimpin yang telah berpengalaman, koran ini juga menjuluki Amri Tambunan sebagai pemimpin yang baik hati dan tidak pendendam. Pada berita berjudul “Amri Tambunan Pemimpin Peduli, Pantas berdialog dengan Warga Karo”, edisi 13 Oktober halaman 7, dijelaskan bahwa Amri bukan hanya pemimpin yang baik hati, tapi juga sabar dan tidak pendendam. “Amri Tambunan merupakam sosok pemimpin yang memiliki keperdulian terhadap kepentingan umat, dengan melaksanakan berbagai pembangunan yang diamanahkan. Meski dizalimi dengan berbagai hasutan dan fitnah, namun Haji Amri Tambunan tidak pernah melakukan pembalasan.”

8

Bagian ini dikutip dari Jurnal SENDI, No 4-5 Tahun 2001 hal 91-92

20


Pernyataan ini diperkuat pemberitaan Waspada pada edisi 20 Oktober 2008 yang berjudul: ”30 Ribu Warga Hadiri Kampanye di Percut dengan sub berita ‘Komitmen Amri Meneruskan Cerdas dan GDSM’: “Haji Amri Tambunan seperti karang di tengah laut, tidak pernah goyang diterpa ombak. Artinya, biarpun selama ini digoyang dari pihak manapun, tapi dirinya tetap komitmen untuk membangun Deli Serdang”. “Haji Amri Tambunan selama ini tidak pernah lupa dengan kaum perempuan, Haji Amri Tambunan merupakan pemimpin yang arif dan bijaksana serta dapat meningkatkan martabat perempuan.” Gaya bahasa metafora, yang menyamakan Amri Tambunan seperti karang di tengah laut yang tidak pernah goyang diterpa ombak, digunakan koran ini untuk memandu kesadaran publik bahwa Amri tipe pemimpin yang kuat, tidak mudah goyah oleh berbagai tantangan dalam menjalankan roda pemerintahnnya. Ia juga digambarkan sebagai sosok pemimpin yang tetapp konsisten melaksanakan tugas-tugasnya untuk membangun Deli Serdang walaupun banyak memperoleh kritikan. Kutipan teks berita kedua menggambarkan sosok Amri Tambunan yang sangat memperdulikan nasib kaum perempuan. Selain digambarkan sebagai pemimpin yang arif, Amri Tambunan juga digambarkan sebagai pemimpin yang taat dan religius. Religiutas tokoh ini digambarkan dengan pencantuman atribusi gelar Haji di depan namanya. Penambahan atribusi Haji dapat ditafsirkan untuk mensugesti khalayak bahwa Amri merupakan figur seorang muslim yang saleh. Label ini sekaligus meyakinkan khalayak bahwa Amri juga seorang muslim yang merupakan bagian dari umat Islam. Bagi Waspada, label ini penting diungkapkan mengingat mayoritas pembacanya adalah umat Muslim yang pasti akan mempertimbangkan kandidat pilihan mereka nantinya. Selain pemaparan yang positif tentang profil Amri, Waspada juga banyak memuat berita tentang dukungan-dukungan berbagai elemen masyarakat untuk Amri Tambunan. Semua itu digunakan untuk membangun citra bahwa masyarakat masih menginginkan Amri Tambunan memimpin Deli Serdang untuk keduakalinya.

Analisa: Pemimpin Perduli Pembangunan dan Pendidikan Kalau Waspada menggambarkan Amri Tambunan sebagai pemimpin yang perduli umat, Analisa memilih kata pemimpin yang perduli pembangunan dan pendidikan. Surat kabar ini mendeskripsikan sosok Amri sebagai pemimpin yang telah berhasil melakukan perubahan dengan membangun dan mencerdaskan masyarakat Deli Serdang. Dikatakan, sejak awal memimpin, Amri sudah melakukan banyak perubahan. Konsep pembangunannya dinilai sangat jelas yaitu membangun dan mencerdasakan masayarakat. Surat kabar ini juga menilai keberhasilan tersebut menjadi keunggulan Amri dibandingkan calon lainnya. Amri sudah memiki konsep pembangunan, hanya tinggal pemantapan saja. Seperti terlihat pada berita yang berjudul ”Ribuan Masyarakat Hadiri Kampanye Pasangan Azan di Beringin” dengan sub judul ”Amri Tambunan Tinggal Lakukan Pemantapan membangun Deli Serdang” edisi 14 Oktober, halaman 25: “... Di saat orang-orang sibuk membicarakan konsep untuk melakukan perubahan, Amri Tambunan justru sudah melakukan perubahan tersebut. Sejak memimpin, Amri sudah melakukan perubahan nyata dengan membangun banyak infrastuktur hampir disetiap pelosok desa. Walaupun banyak tantangan, namun semuanya itu dihadapinya dengan sabar dan tegar untuk terus melakukan perubahan membangun Deliserdang ke depan” Berita ini menjelaskan bahwa langkah Amri untuk maju jadi Bupati lebih pasti dibandingkan calon lain yang masih sibuk mempersiapkan konsep pembangunan yang hendak ditawarkan. Dalam kutipan itu, Amri juga dilabelkan sebagai pemimpin yang sabar dan tegar. 21


Dalam teks ini juga dijelaskan bahwa Amri menghadapi banyak tantangan dalam tugas-tugasnya, namun dia tetap sabar dan tegar. Pujian lain yang diberikan kepada Amri adalah sebagai pemimpin yang penuh semangat dan berhati mulia. Pada berita ”Kampanye hari ke Lima Pasangan “Azan” di Namorambe Meriah,” edisi 18 Oktober halaman 12 ditulis: “Amri Tambunan dalam kepemimpinannya selama ini dengan semangat dan hati yang mulia telah menorehkan pembangunan yang belum pernah dilakukan Bupati terdahulu di kecamatan itu.” Berhati mulia adalah label yang mensugesti khalayak kalau Amri adalah orang yang tulus dan baik budi pekertinya. Berhati tulus dan berprestasi adalah kelebihan Amri dibandingkan bupati-bupati pendahulunya. Keunggulan itu membuat Amri lebih siap dari kandidat lain yang berlaga dalam pilkada kali ini. Koran ini juga meyakinkan pembacanya bahwa memilih pasangan AZAN akan mensejahterakan dan mencerdaskan masyarakat Deli Serdang. Hal ini misalnya dapat dibaca pada berita edisi 5 September 2008 yang berjudul ”Amri Tambunan Dapat Dukungan dari Kelompok Tani AAPM”, dan berita ”Anggota DPR-RI IR HM Yusuf Pardamean Ajak Masyarakat Deli Serdang Pilih Pemimpin yang Suka membangun untuk kepentingan Rakyat”, edisi 24 Oktober halaman 30: “Bilamana pasangan ini terpilih di Deli Serdang maka seluruh petani yang ada didaerah ini tidak ada yang merana lagi.” “Sosok Amri Tambunan-Zainuddin Mars sudah terbukti menjadikan Rakyat Deli Serdang tidak bodoh. Calon No 5 yang harus kita menangkan telah membuat suatu terobosan melalui konsep Cerdas dan GDSM.” Melalui berita tersebut, Analisa dapat ditafsirkan berusaha memikat khalayak khususnya para petani di Deli Serdang untuk memilih AZAN. Soalnya, jika AZAN terpilih kelak, maka nasib petani yang selama ini hidup merana, akan berubah menjadi sejahtera. Pasangan ini juga dipromosikan sebagai tim yang solid dalam memberantas kebodohan di Deli Serdang. Karena itu untuk kontinuitas pembangunan, surat kabar ini menekankan agar yang dipilih masyarakat, adalah pemimpin seperti Amri Tambunan yang sudah berbuat kongkrit untuk masyarakat. Simak kutipan teks berita yang berjudul: “Mantab dan 10 Partai Pendukungnya Halabihalal Bersama Amri Tambunan dan Zainuddin Mars”, edisi 11 Oktober halaman 17 dan berita “Amri Tambunan Dihadapan Belasan Ribu Massa” edisi 22 Oktober halaman 11: “Apa yang sudah dilakukan Amri, sangat dirasakan langsung oleh masyarakat. Karena itu untuk kontinuitas pembangunan, Amri layak dan pantas kembali memimpin Deli Serdang.” “Maju mundurnya bangsa ini tergantung pendidikan. Konsep Cerdas sangat membantu masyarakat dalam pemerataan pendidikan. Karena itu Amri Tambunan pantas dipilih kembali menjadi Bupati Deli Serdang yang peduli kepada pendidikan.” Pilihan kata paling layak dan pantas dalam kutipan berita diatas hendak menegaskan kepada pembaca agar mereka tidak ragu-ragu untuk menjatuhkan pilihan pada pasangan AZAN. Berita ini juga hendak menyatakan pasangan ini lebih cocok dan lebih baik dibandingkan caloncalon lainnya.

22


Sumut Pos dan Sinar Indonesia Baru: AZAN Pemimpin Yang Teruji Sumut Pos dan Sinar Indonesia Baru mengkonstruksi sosok Amri Tambunan sebagai pemimpin yang sudah teruji. Menurut SIB, diantara bupati yang sudah pernah menjabat di Deli Serdang, hanya Amri yang perduli kepada masyarakat melalui konsep Cerdas dan GDSM. Hal senada dikatakan Sumut Pos. Koran ini menilai bahwa pasangan AZAN merupakan kandidat Bupati yang telah teruji. Karena itu AZAN adalah figur yang paling tepat dipilih untuk memimpin Deli Serdang lima tahun kedepan. Kepiawaian Amri selama menjabat Bupati, terbukti dari pesatnya pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu kepemimpinan Amri tidak perlu diragukan lagi karena sudah terbukti dan teruji. Menurut Sumut Pos, siapapun tidak akan menyesal memilih AZAN kembali seperti tertuang pada berita “Warga Sudah Cerdas Memilih” yang dimuat pada 17 Oktober 2008 halaman 24, dan berita berjudul “AZAN Pasangan Teruji”, edisi 20 Oktober 2008 halaman 24: “Pasangan Azan tidak diragukan lagi, ini terbukti dan teruji. Tidak akan menyesal memilih Azan kembali.” “.Pasangan Azan merupakan kandidat Bupati dan Wakil Bupati yang telah teruji. Untuk mempercepat pembangunan dalam kurun waktu lima tahun. Kalau ada yang sudah jadi, untuk apa mencari yang baru?” Sumut Pos juga menegaskan bahwa Deli Serdang sebenarnya tidak membutuhkan pemimpin yang baru, tapi hanya memerlukan pemimpin yang sudah berhasil. Pada berita “Generasi Demokrat Dukung Azan” edisi 17 September 2008, halaman 24, koran ini menulis: “Kemenangan AZAN adalah kemenangan rakyat, artinya pembangunan yang digulirkan Pemkab Deli Serdang semuanya untuk kesejahteraan masyarakat”. Jargon “Kemenangan AZAN adalah kemenangan rakyat” digunakan untuk memikat hati khalayak bahwa kemenangan Amri adalah kemenangan buat mereka. Kalimat ini sekaligus menjelaskan bahwa Amri adalah pemeimpin yang pro kepentingan masyarakat. Dukungan yang sama juga diberikan SIB. Menurut koran ini, pembangunan yang dilakukan Amri akan mengantarkan Deli Serdang menuju taraf take Off (tinggal landas). SIB juga mensugesti khalayak pembacanya dengan mengatakan bahwa kandidat-kandidat saingan Amri adalah tukang gombal masyarakat. Karena itu masyarakat diharapkan tidak terpengaruh dengan janji-janji para kandidat tersebut. Dalam berita “Masyarakat tidak bisa dibodoh-bodohi dengan janji Gombal para Kandidat” edisi 12 Oktober halaman 4, di sana disebutkan: “...Pemimpin yang sudah teruji adalah Amri Tambunan. Amri Tambunan yang telah meletakkan pembangunan Deli Serdang menuju taraf take off”. Pasangan AZAN digambarkan tidak hanya sudah teruji, tapi juga piawai dalam membangun Deli Serdang. Pada berita “Kepiawaian Amri Membangun Deli Serdang Sudah terbukti” edisi 17 Oktober halaman 4, dan pada berita “Kampanye AZAN, Kebersamaan Meningkatkan Pembangunan,” 21 Oktober halaman 4, di sana dikatakan: “Kepiawaian Amri Tambunan dalam membangun Deli Serdang sudah terbukti dengan banyaknya pembangunan di Namurambe, dan daerah-daerah lain. Tidak salah kalau orang yang benar-benar telah teruji menjadi Bupati kembali dipilih rakyat untuk meneruskan pembangunan di Deli Serdang.”

23


“Pasangan AZAN merupakan kandidat Bupati dan Wakil Bupati yang telah teruji. Semenjak Amri Tambunan menjadi Bupati Deli Serdang, wilayah Kabupaten Deli Serdang dapat mengejar ketertinggalan dari daerah lain.” Kutipan ini adalah puji-pujian untuk kepiawaian Amri dalam membangun. Amri adalah pemimpin yang sabar dan lihai. Pemimpin yang mampu menjalankan roda pembangunan dalam kondisi dana yang sulit. Bahkan dalam kondisi keuangan Pemkab yang mengalami defisit akibat pemekaran, tidak mengurangi semangat Amri untuk memperbaiki 621 buah gedung Sekolah dasar. Seperti tertuang dalam berita “GMPPK se- Deli Serdang Siapa Antarkan Amri Tambunan jadi Bupati Kedua”, SIB edisi 27 September halaman 4: “...Saat Amri Tambunan mulai menjabat Bupati, ternyata keuangan Pemkab mengalami defisit akibat terjadi pemekaran Kabupaten yang melahirkan Kabupaten Serdang Bedagai. Namun Amri tidak kehabisan akal untuk merehabilitasi 621 SD...” Keberhasilan Amri membangun dalam kondisi keuangan Pemkab yang minim diangkat harian ini untuk menumbuhkan kesan kepada pembaca bahwa Amri adalah tipe pemimpin yang pantang menyerah. Kutipan ini juga sekaligus memperjelas bahwa Amri Tambunan sudah sangat teruji kemampuannya. Karena itu dalam pemilihan Pilkada nanti, surat kabar ini memperingatkan masyarakat agar jangan salah memilih. Apalagi sampai memilih pemimpin yang kerjanya menyebar fitnah. Dalam berita ”Jangan Pilih Calon Pemimpin Yang Kerjanya Menebar Fitnah”, edisi 8 Oktober 2008, disebutkan bahwa: “Masyarakat diminta agar jangan memilih calon pemimpin yang hanya pandai menebar fitnah dan pintar merangkai kata-kata manis, sebab bukan tidak mungkin didalam kata-kata manis terselip kebohongan. Umat perlu kedewasaan berpikir untuk melihat siapa yang mampu menyodorkan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat, maka itulah sosok pemimpin yang perlu dipilih.” Berita ini mengingatkan khalayak agar tidak salah menjatuhkan pilihan sekaligus memperingatkan pembaca agar dapat menjatuhkan pilihan kepada orang yang sudah berpengalaman dalam pembangunan, yang dalam hal ini tidak lain tidak bukan hanya Amri Tambunan seorang. Tabel 6: Penggambaran Positif Media terhadap Amri (Pasangan AZAN) Penggambaran Media tentang Pasangan Azan 1. Pemimpin yang perduli kepentingan umat 2. Pemimpin yang sudah banyak makan asam dan garam 3. Pemimpin perduli kepada masyarakat desa 4. Pemimpin perduli pembangunan dan Kecerdasan (GDSM dan Cerdas) 5. Pemimpin pelopor Tiga pilar pembangunan 6. Pemimpin paling didukung masyarakat 7. Pemimpin penyabar 8. Pemimpin teruji 9. Pemimpin cerdas 10. Pemimpin tak pilih kasih 11. Pemimpin paling layak dipilih 12. Pemimpin yang menunjukkan karya nyata 13. Pemimpin berhati mulia 14. Pemimpin pembawa perubahan

24

Waspada

Analisa

4 1

0 0

Sumut Pos 0 1

1 3

0 4

1 1 1 0 0 1 3 1 0 0

1 0 0 0 0 0 0 0 1 1

SIB

Sindo

1 0

0 0

4 5

1 3

0 0

0 0 0 6 3 0 1 1 0 0

1 3 0 4 1 1 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


15. Pemimpin yang mensejahterakan masyarakat 16. Pemimpin yang tepat dan piawai 17. Pemimpin yang menginspirasi ke kepemimpinan Rasulullah 18. Motor penggerak pembangunan Deli Serdang 19. Pemimpin perduli kaum miskin 20. Pemimpin perduli nasib perempuan 21. Pemimpin pemberi rasa aman Jumlah

0 0 0

1 0 0

3 1 1

3 1 0

0 0 0

0 0 1 0 18

0 0 0 1 9

2 1 0 0 29

0 0 0 0 19

0 0 0 0 0

Kasus Pemberitaan Pilkada Dairi Omission Dalam Pemberitaan Pasangan Johnny Sitohang/Irwansyah Pasi dan Parlemen Sinaga/Budiman Simanjuntak Ketika menulis berita, seorang wartawan mempunyai tema tertentu atas suatu peristiwa. Tema itulah nantinya yang akan dibuktikan dengan susunan atau bentuk kalimat tertentu. Proposisi atau hubungan antar proposisi. Dalam suatu peritiwa tertentu, pembuat teks dapat memanipulasi penafsiran pembaca atau khalayak tentang suatu peritiwa. Pendefenisian suatu peristiwa akan didukung oleh pemakaian kalimat atau penulisan tertentu untuk mendukung “hipotesis“ yang dibuat si penulis berita. Dalam analisis framing ini dianggap sebagai suatu strategi untuk mensugesti dan meyakinkan khalayak akan versi pemaknaan wartawan kepada khalayak. Ini yang dikenal sebagai detail berita. Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seorang komunikator. Biasanya komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya, atau citra yang baik. Sebaliknya akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan).9 Bias penghilangan informasi seperti ini dalam liputan Pilkada disebut dengan ommission. Penghilangan informasi itu menyebabkan pembaca tidak mendapatkan informasi yang utuh atas suatu peristiwa yang dibutuhkan dalam mengambil pilihan politik. Sebagai contoh dalam salah satu peritiwa kampanye kandidat kepala daerah yang kebetulan tengah memerintah (incumbent) diwarnai kerusuhan. Kalau media tidak memuat informasi penting ini maka media telah melakukan bias penghilangan.. Karena peritiwa ini tidak diberitakan, pembaca tidak mendapatkan informasi yang utuh mengenai perilaku pendukung kandidat.10 Ketika media tidak menampilkan pendapat yang beragam tentang seorang kandidat secara utuh, itu bisa jadi akan merugikan salah satu kandidat. Adalah penting bagi media untuk memastikan bahwa khalayak pembaca mendapatkan informasi yang beragam sebagai bahan dalam mengambil pilihan kepala daerah yang disukai. Kalau ada informasi yang tidak disajikan, itu artinya media berbohong kepada publik. Ada dua bentuk bias penghilangan yang biasanya muncul dalam liputan Pilkada. Pertama, media memilih tidak menampilkan peristiwa penting. Dan kedua, media tidak menampilkan keragaman pendapat secara utuh yang bisa merugikan salah satu kandidat.11 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberitakan pasangan kandidat, kelima surat kabar telah melakukan penghilangan informasi dengan tidak menampilkan peristiwa penting, menyangkut salah satu pasangan kandidat. Sebagaimana diketahui, karena pada pilkada putaran pertama tidak ada satu pun pasangan kandidat yang memperoleh suara di atas 30 persen dari suara sah, maka harus diadakan pilkada putaran kedua. Dan dalam pilkada putaran kedua, hanya pasangan Johnny Sitohang/Irwansyah Pasi dan Parlemen Sinaga/Budiman Simanjuntak. Paska perhitungan hasil suara, mulai muncul gugatan kasus tentang ijazah dari salah seorang kandidat bupati. Beberapa elemen masyarakat mengangkat kasus ini lewat kegiatan 9

Eriyanto, Politik Media Mengemas Berita, Jakarta, ISAI , 1999, halaman 35

10

Panduan Pemantauan Berita Pilkada di Surat Kabar dan Radio, Jakarta, ISAI, Halaman 71

11

Ibid, hal 11

25


unjuk rasa, lobi maupun melakukan gugatan ke KPU/D. Namum kelima surat kabar yang diteliti tidak banyak memberitakan kasus tersebut. Memang dalam beberapa kali pemberitaan, kasus ini dimuat Waspada, Analisa dan Sumut Pos, tapi hanya diberitakan secara sepintas saja. Dan lagi, tidak satupun dari kelima surat kabar tersebut yang mencoba mengaitkan ini dengan pencalonan Johnny Sitohang. Sedangkan dua surat kabar lainnya Sinar Indonesia Baru dan Sindo sama sekali tidak mengangkat kasus ijazah ini. Sikap penghilangan kasus ijazah palsu tersebut dari Sinar Indonesia Baru semakin jelas ketika dalam penggambaran para kandidat, tidak satu pun berita Sinar Indonesia Baru yang memberikan penilaian negatif terhadap pasangan Joinpas. Demikian juga tentang penggambaran calon Bupati Parlemen Sinaga dan Budiman Simanjuntak. Sindo dan Sumut Pos memilih sikap tidak memberikan penilaian sama sekali kepada kandidat pasangan ini. Kita tidak tahu apa yang membuat kedua surat kabar tersebut bersikap demikian. Tapi yang jelas ketika kelima surat kabar tidak menampilkan keragaman pendapat secara utuh dari berbagai kalangan sebagai bentuk penilaian terhadap dua pasangan kandidat, media telah melakukan Ommision yang bisa merugikan publik, khususnya masyarakat Dairi yang akan memilih mereka. Bias Presentasi Dalam Pemberitaan Pasangan Johnny Sitohang/Irwansyah Pasi dan Parlemen Sinaga/Budiman Simanjuntak Selain bias penghilangan, lima surat kabar yang diteliti ini juga banyak mempraktekkan bias presentasi.(bagaimana objek atau kandidat kepala daerah) ditampilkan oleh surat kabar. Bias presentasi berkaitan dengan pemakaian bahasa media - seperti pemakaian kata, kalimat, paragraf dan sebagainya. Analisis di level bahasa bisa dilakukan dengan secara kritis melihat bagaimana pemakaian bahasa dalam media. Karena bahasa yang dipakai dalam berita bisa menentukan bagaimana fakta/realitas dipahami dan disajikan kepada khalayak.12 Ada beberapa bentuk bias presentasi. Pertama, pemakaian kosa kata yang berlebihan, seperti pemakaian lebel tertentu, jargon, metafora dan sebagainya. Kedua, pemakaian anak kalimat berlebihan, misalnya anak kalimat positif untuk meninggikan dan negatif untuk merendahkan. Ketiga, pemakaian abtraksi, dan keempat pemakaian asimilasi (bahasa yang memberi efek berlebihan). Pemakaian kosa kata berlebihan adalah apabila dalam pemberitaan kandidat wartawan menambahkan label tertentu untuk meninggikan kandidat, misalnya label “pahlawan“, atau “pembebas masyarakat“. Demikin juga dengan pemakaian anak kalimat, dalam pemberitaan tersebut, wartawan menambahkan anak kalimat yang berlebihan (kurang relevan) sehingga bisa menimbulkan sugesti tertentu kepada masyarakat. Pemakaian anak kalimat bisa positif dan bisa negatif. Misalnya “kandidat yang suka main judi“ atau “kandidat yang telah berhasil mengentaskan kemiskinan“. Bias abstraksi adalah wartawan misalnya tidak memberikan rincian yang jelas tentang jumlah massa kampanye seorang kandidat. Contohnya dengan menulis “ribuan pedagang“. Sedangkan bias pemakaian asimilasi adalah ketika wartawan menggunakan bahasa yang memberi efek berlebihan/besar saat menggambarkan objek atau kandidat.13 Misalnya “Semua masyarakat Jawa diperantauan atau semua mahasiswa Batak dukung pasangan ini“. Bias Presentasi Media Dukungan untuk Johnny Harian Analisa menggambarkan Johnny Sitohang sebagai pemimpin kredibel dan akuntabel, lihat kutipan teks berita berikut:

12

Ibid hal 11-12

13

Ibid hal 12

26


“Joinpas merupakan sosok pemimpin kredibel dan akuntabel yang dilandasi kesadaran dan tekad untuk membangun Dairi lima tahun kedepan dan sudah mewakili etnis, suku dan agama” (Analisa, 09/12/08). Surat kabar ini juga menggunakan gaya disfemisme untuk mendukung pasangan ini. Pengalaman selama 4 periode di legislatif dan satu periode sebagai wakil Bupati diangkat koran ini untuk menguatkan dukungannya. Dalam salah teks beritanya dituliskan: “Sesuai pengalaman di legislatif selama 4 periode dan 1 periode menjadi wakil Bupati Dairi sudah pasti mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat Dairi. Sudut Huta dan desa sudah diketahuinya karena memang beliau orang lapangan yang sering turun langsung melihat kehidupan masyarakat”. (Analisa,08/11/08) Pilihan kata “beliau“ adalah sebuah label yang digunakan Analisa, bahwa Johnny adalah seorang calon pemimpin yang patut dihormati. Harian Sinar Indonesia Baru juga melakukan bisa presentasi yang sangat mendukung pasangan Joinpas ini. SIB menggunakan metafora dan jargon untuk membuktikan dukungannya. Menurut surat kabar ini, Dairi akan berhasil di tangan pemimpin seperti Johnny karena: “Dengan melihat kemampuan Johnny, dan pengalaman selama ini menjadi legislatif. Johnny akan mampu melakukan perubahan yang sangat mendasar. penyelenggaraan otonomi daerah butuh kepemimpinan yang inovatif dan Kabupaten Dairi punya SDA dan SDM yang sangat bagus butuh sentuhan Johnny”. ((Sinar Indonesia Baru, 25/10/08).

politisi, Praktek kreatif. seorang

“Butuh sentuhan seorang Johnny“ adalah metafora yang digunakan SIB untuk membuktikan keunggulan pasangan Joinpas. Menurut SIB, sumber daya alam yang banyak dan sumber daya manusia yang baik akan berhasil dalam kepemimpinan Johnny. Kehebatan Johnny juga di gambarkan dengan nukilan berita berikut: “Jika pemimpin tidak siap, maka kabupaten Dairi akan tergilas perkembangan jaman. Siapakah pemimpin untuk Dairi? Dan siapa itu? Johnny Sitohang akan mampu.“ (SIB, 25/10/08) Seruan kampanye berupa jargon ini digunakan untuk meneguhkan pilihan rakyat bahwa Johnny adalah calon kepala daerah terbaik. Kalau tidak Dairi akan tergilas perkembangan jaman. Sikap yang sama juga ditunjukkan Sumut Pos. Dalam satu beritanya surat kabar ini juga menampilkan bias peresentasi dengan menggunakan anak kalimat yang berlebihan seperti terlihat dalam berita berikut: “Dalam acara ini undangan yang hadir mengharapkan agar seluruh masyarakat Dairi menyatukan visi untuk pemenangan pasangan Joinpas yang merupakan calon Bupati pemerhati masyarakat bawah.“ (Sumut Pos, 01/12/08) Sumut Pos menggambarkan Joinpas sebagai kandidat pemerhati masyarakat bawah. Anak kalimat ini digunakan untuk mensugesti bahwa tidak salah memilih Johnny Sitohang karena selama ini sudah sangat perduli dengan masyarakat yang hidup dalam kekurangan dan kemiskinan (kalangan masyarakat bawah). Bias Presentasi Untuk Pasangan Parlemen Sinaga/Budiman Simanjuntak Dari lima surat kabar yang diteliti, tiga diantaranya yaitu Waspada, Analisa dan Sinar Indonesia Baru memberikan penggambaran yang cukup positif untuk pasangan Parlemen Sinaga—Budiman Simanjuntak (PADI). Sedangkan Sindo dan Sumut Pos memilih berdiam diri. 27


Dari hasil penelitian terlihat bahwa ketiga surat kabar ini mempunyai suara yang sama untuk menyatakan bahwa Pasangan PADI layak memimpin Dairi karena mereka dinilai mempunyai pemahaman tentang pembangunan ekonomi rakyat dan peningkatan kualitas hidup. Dalam dua beritanya Sinar Indonesia Baru menyebutkan: “Sudah dari dulu keduanya perduli masyarakat, Bukan hanya ketika menjadi calon Bupati, membantu kaum buruh dan semua elemen masyarakat sudah menjadi kebiasannya.“ (SIB, 06/11/08) “Kemenangan Parlemen bukan kemenangan Padi semata, melainkan kemenangan seluruh masyarakat Dairi“ (SIB,04/12/08) Disfemisme “membantu kaum buruh dan semua elemen masyarakat sudah menjadi kebiasannya“ (pengerasan fakta) bahwa Pasangan PADI adalah orang yang murah hati yang sudah terbiasa membantu kaum buruh dan semua lapisan masyarakat. Jargon kemenangan “Padi adalah kemenangan Rakyat Dairi“ digunakan Sinar Indonesia Baru untuk menarik simpati masyarakat Dairi bahwa kemenangan PADI adalah kemengan mereka. Kalimat ini mensugesti bahwa Parlemen adalah milik rakyat Dairi dan akan berbuat untuk masyarakat Dairi. Sedangkan dalam satu beritanya, Analisa dan Waspada menuliskan: “Keduanya sudah pemahaman tentang pembangunan ekonomi rakyat dan peningkatan kualitas hidup. Ilmu kesehatan adalah satu kunci kemakmuran masyarakat dimana modal itu sudah dimiliki Simanjuntak, sedangkan mengenai pemerintahan sudah banyak dikecap Parlemen.” (Analisa, 18/11/08) “Keduanya dinilai layak meneruskan pembangunan, karena mempunyai pemahaman pengembangan ekonomi rakyat dalam peningkatan kualitas hidup.”(Waspada, 19/11/08) Analisa dan Waspada sama-sama memberikan penilaian bahwa Parlemen dan Budiman Simanjuntak adalah sosok yang sudah memiliki pemahaman yang baik tentang ekonomi rakyat dan kualitas hidup. Menurut Analisa modal ilmu kesehatan yang dimiliki Budiman Simanjuntak dan pengalaman birokrasi Parlemen Sinaga adalah kunci kemakmuran masyarakat. Kalimat ini juga merupakan pengerasan fakta (disfemisme) yang bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat agar memilih pasangan ini.

Kasus Pemberitaan Pilkada Langkat Retorika Untuk Ngogesa-Budiono Menurut Agus Sudibyo, diskursivitas atau kesesuaian antara janji dan tindakan para kandidat semestinya sudah menjadi prioritas sejak pilkada berada pada tahapan kampanye. Pesan kampanye dalam media harus diarahkan agar lebih realistis dan logis, dalam artian para kandidat harus dikondisikan agar tidak seenaknya membuat komitmen di depan publik. Namun kenyataannya, dalam setiap kampanye Pilkada, diskursivitas antara janji dan tindakan, menurut Agus belum menjadi isu prioritas dalam kinerja tim sukses pilkada. Sebaliknya produksi dan distribusi pesan sepenuhnya diarahkan pada tampilan-tampilan yang serba wah, dramatis, glamour dan sensasional.14 Hasil analisis yang dilakukan terhadap pemberitaan kelima surat kabar, mengafirmasi apa yang diungkapkan Agus Sudibyo. Surat kabar Waspada, Analisa, Sinar Indonesia Baru dan Sind, minus Sumut Pos, cenderung memberikan penggambaran yang positif sebagai bentuk

14

Agus Sudibyo: “Irasionalitas Komunikasi Politik Pilkada”, dalam Jurnal Media Watch The Habibie Center, edisi 15 Juli-15 Agustus 2007

28


dukungan terhadap pasangan Asrin Naim-Legimun (ASLI LHO) dan pasangan Ngogesa SitepuBudiono (MENGABDI). Menurut keempat surat kabar tersebut, pasangan ASLI LHO merupakan figur birokrat berpengalaman. Karena itu pasangan ini dinilai lebih pantas memimpin Langkat daripada pasangan lainnya. Pengalaman sebagai birokrat selama 24 tahun, dinilai lebih dari cukup untuk mengerti keadaan dan kebutuhan masyarakat Langkat. Pasangan ini juga dinilai sangat religius dan sederhana, serta tidak terlalu ambisius sebagai calon bupati/wakil bupati, karena itu mereka disukai masyarakat Langkat. Sedangkan pasangan MENGABDI, dinilai sebagai pemimpIn muda yang murah hati. Kemapanan ekonomi serta kedermawanan Ngogesa Sitepu, menjadi titik tolak kepantasan pasangan ini memimpin Langkat. Menurut mereka, seorang pemimpin yang sudah mapan dan berkecukupan secara ekonomi, akan dijauhkan dari tindak korupsi. Perangkat-perangkat retoris digunakan oleh keempat surat kabar untuk membangun citra positif dan mengangkat popularitas para kandidat. Bentuk kampanye yang umumnya didesain sebagai interaksi satu arah dan monologis, menghasilkan berita-berita dan penggambaran positif untuk para kandidat. Sedangkan penggambaran kritis dari media terhadap pasangan kandidat sangat minim ditemukan. Hal ini bisa terjadi karena media tidak memberikan ruang dan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan respon counter argumentasi dan melakukan pengujian atas klaim-klaim para kandidat yang mungkin akan menghasilkan penilaian yang kurang positif. Model peliputan seperti ini akhirnya hanya munculkan berita kampanye yang isinya kebanyakan pamer misi dan program dari pasangan kandidat yang bertarung. Sehingga kampanye terkesan digunakan hanya untuk membangun citra dan polpularitas para kandidat dimata pemilih. Harian Waspada dan Sinar Indonesia Baru adalah dua media yang paling banyak menampilkan citra positif kedua pasangan. Dari seluruh penggambaran positif untuk pasangan Ngogesa Sitepu–Budiono, sekitar 43% adalah sumbangan Waspada, dan 37% sumbangan Sinar Indonesia Baru. Menurut Sinar Indonesia Baru, Ngogesa adalah kandidat Bupati idola dan idaman masyarakat Langkat. Karena disamping masih muda, Bang Tongat, nama panggilannya, juga dikenal sangat dermawan. Banyak bantuan yang sudah diberikan kepada masyarakat seperti mendirikan mesjid, mendirikan pesantren-pesantren, sering mempersembahkan kurban dan bantuan-bantuan lain yang sudah banyak dirasakan masyarakat. Namun walau sudah memberi banyak bantuan, Ngogesa dinilai tidak pernah mau menyombongkan diri, lihat nukilan berita berikut: “Ngogesa Sitepu selama ini sudah mendirikan mesjid dan menjadi pemimpin pesantren dalam rangka ukuwah Islami yang jauh sebelum berlangsungnya Pilkada Langkat. Dan masyarakat banyak yang tahu karena Ngogesa Sitepu berprinsip, Tangan kanannya memberi, Tangan kirinya tidak tahu“ (SIB, 12/12/08) Ungkapan “Tangan kanannya memberi, Tangan Kiri tidak tahu“ adalah struktur retoris metafora yang digunakan SIB untuk menyatakan bahwa Ngogesa Sitepu adalah orang yang suka memberi dengan ikhlas: tanpa pamrih dan dan tidak suka pamer kedermawanannya. Selain itu, Ngogesa juga dicitrakan sebagai pemimpin yang merakyat, berwibawa dan gagah. Lihat kutipan teks berikut: “Keperdulian Ngogesa Sitepu, yang disapa Bang Tongat, calon Bupati Langkat berpasangan dengan Budiono, dikenal dengan Mengabdi. Nomor urut 1 yang merakyat dan populer di masyarakat”. (SIB, 18/12/08) Pilihan diksi “merakyat“ termasuk dalam teknik retoris. Merakyat (plain folks) yaitu sebuah imbauan bahwa kandidat berpihak pada khalayak dalam usaha bersama yang kolaboratif. Teknik retoris merakyat, digunakan untuk menarik perhatian publik, bahwa kandidat adalah bagian dari mereka, karena itu sangat layak untuk dipilih. 29


Surat kabar Waspada, juga menggambarkan Bang Tongat, sebagai calon pemimpin yang sangat dermawan. Hampir semua citra positif Ngogesa dibangun media dari kebaikan dan kedermawannnya kepada masyarakat Langkat. Seperti kutipan berikut: “Lebih jelas lagi, hartanya sudah banyak, dan dia telah berbuat banyak membantu masyarakat. Itu telah dilakukannya, seperti membangun rumah sakit, sekolah, pesantren, dan perduli lingkungan. Masyarakat Melayu bangga dengan calon Bupati Langkat Ngogesa yang perduli lingkungan”. (Waspada, 4/12/08) Ungkapan “hartanya sudah banyak“ digunakan untuk meyakinkan khalayak bahwa Ngogesa mencalonkan diri jadi Bupati bukan untuk mencari harta sebagaimana dilakukan calon bupati lain. Soalnya Ngogesa sudah memilki harta yang cukup dan sebagian malah sudah digunakan untuk kepentingan pembangunan sarana sosial dan pendidikan. Niatnya untuk menjadi bupati, karena itu semata supaya lebih banyak berbuat untuk masyarakat, seperti ditulis dalam kalimat berikut: “Niatnya menjadi Bupati semata-mata terpanggil agar lebih banyak berbuat bagi kepentingan masyarakat. Karena dia tahu tentang keluhan serta penderitaan masyarakat, terutama masyarakat pantai yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.” (Waspada, 6/12/09) Untuk lebih menyakinkan pemilih, media ini juga menampilkan program yang akan direalisasikan Ngogesa kalau dia terpilih jadi Bupati Langkat. “Jika dipercaya memimpin Langkat, seluruh Puskesmas akan diinstruksikan buka 24 jam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Semua proposal yang masuk, terutama untuk kepentingan rumah ibadah dan sosial akan direalisasikan secara bertahap, jika tidak tertampung dalam APBD, akan dibantu dengan uang pribadi.” (Waspada, 6/12/09) Kutipan di atas adalah satu bagian dari teknik retoris iming-iming (glittering generalities), digunakan surat kabar ini untuk mendapat dukungan masyarakat. Mengintruksikan puskesmas buka 24 Jam, dan janji membantu masyarakat dengan uang pribadi adalah imingiming diberikan kepada masyarakat pemilih. Karena Ngogesa memiliki harta yang banyak, iming-iming ini akan menjadi pertimbangan masyarakat untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Selain Waspada dan Sinar Indonesia Baru, Analisa dan Sindo juga memberikan penilaian yang positif untuk pasangan ini. Menurut Analisa, masyarakat dihimbau untuk memilih Ngogesa-Budiono, karena di tangan pasangan inilah Kabupaten Langkat akan lebih baik seperti kutipan berkut: “MPI mengimbau masyarakat Langkat untuk memilih calon Ngogesa Sitepu-Budiono, karena ditangan mereka Kabupaten Langkat kedepan akan menjadi kabupaten yang lebih baik“ (Analisa, 06/11/08) “Ditangan Mereka Kabupaten Langkat akan lebih baik“, merupakan elemen wacana untuk meyakinkan pembaca, bahwa pasangan Ngogesa-Budiono adalah yang terbaik. Karena selain kaya, kebaikan hatinya sudah lama diketahui jauh sebelum mengikuti kontestasi Pilkada. Pencalonannya sebagai Bupati, juga bukan untuk mengejar jabatan, tapi semata-mata untuk pengabdian dan mewujudkan marwahnya sebagai seorang tokoh masyarakat: “Dari aspek materi, pasangan itu sudah berkecukupan dan kedermawanannya sudah diketahui sejak lama jauh sebelum musim Pilkada diputar. Keikutsertaan Ngogesa Sitepu 30


sebagai salah satu calon Bupati Langkat, periode 2009—2014 semata-mata untuk pengabdian dan prestise.” (Analisa, 09/12/08) Sedangkan menurut Sindo, Ngogesa adalah pemimpin yang menjamin kesejahteraan masyarakat. Untuk itu Sindo meminta masyarakat untuk memilih Ngogesa, karena pasangan MENGABDI sangat memproritaskan kesejahteraan rakyat, terutama perbaikan infrastruktur jalan.

Retorika Untuk Asrin Naim-Legimun Penggambaran positif untuk pasangan Asrin Naim-Legimun dilakukan oleh Waspada, Analisa, Sinar Indonesia Baru dan Sindo. Waspada memberikan 10 penilaian positif, Analisa dan SIB masing-masing menyumbang 8 penilaian positif, dan Sindo hanya menyumbang 2 ipenilaian positif. Sumut Pos sama sekali tidak memberikan penilaian apapun untuk pasangan ini. Keempat surat kabar seirama menggambarkan pasangan Asrin Naim-Legimun sebagai birokrat berpengalaman yang sudah banyak berbuat untuk masyarakat. Karena itu pasanganini sangat layak untuk memimpin Langkat ke depan. Simak kutipan teks berita berikut: ”Bang Naim-Legimun merupakan birokrat yang telah banyak berbuat untuk kepentingan masyarakat.“ (Waspada,13/11/08) “Pengalaman Bang Naim selama 24 tahun lebih sebagai pamong di Langkat, mulai tenaga honorer, ajudan Bupati hingga Kadispenda sudah cukup menjadi modal baginya menjadi orang No.1 di Langkat.“ (Waspada, 06/11/08) Tidak jauh berbeda dengan Waspada, menurut Analisa, Pasangan Asrin Naim Legimun adalah orang tidak suka berjaji muluk-muluk dan selama ini belum pernah ingkar janji Kata ini ditonjolkan Analisa seperti kutipan berikut: “Pertimbangan lain yang menjadi dasar pemberian dukungan, Asrin Naim tidak suka berjanji muluk dan tidak pernah ingkar janji.” (Analisa, 19/11/08) Menurut Analisa, kebaikan dan kejujuran pasangan ini sudah mulai ditunjukkan sejak fase awal pencalonan dimana mereka dinilai tidak terlalu berambisi menjadi bupati. Alasannya karena mereka ingin memberikan kesempatan kepada orang lain yang lebih mampu. Di samping itu mereka juga menyadari bahwa mereka tidak akan mampu menyediakan dana untuk pembiayaan Pilkada. Lihat kutipan teks berita berikut: “.... Bang Naim dan Mas Legimun pada fase awal pencalonan sudah menunjukkan Akhlah yang baik. Kebaikan akhlak itu dapat dilihat dari tidak berambisinya mereka dalam pencalonan karena alasan masih banyak tokoh Langkat yang pantas didukung disamping memang mereka menyadari tidak punya dana yang ukup untuk pembiayaan pilkada.” Analisa, 08/11/08) Kutipan teks berita di atas hendak menekankan kepada publik bahwa Bang Naim dan Mas Legium adalah tipe orang yang arif dan objektif. Karena merasa masih ada calon pemimpin lain yang lebih baik daripada mereka, maka mereka mengaku menjadi tidak terlalu berambisi. Di samping itu, mereka juga memberitahu publik bahwa dana mereka tergolong cekak dibanding pasangan saingannya. Namun demikian mereka masih mempunyai modal lain, yaitu kemuliaan akhlak. Selain itu, surat kabar ini juga menilai pasangan ini sangat memikirkan kesejahteraan masyarakat, karena itulah warga Langkat memberikan perhatian kepada mereka::

31


“Jadi wajar jika warga Langkat memberi perhatian pada pasangan ini, karena program utama yang akan diterapkan kelak jelas keberpihakan pada warga diantaranya meningkatkan daya beli warga.” (Analisa, 18/12/08) Penilaian SIB, hampir sama dengan Analisa. Menurut SIB, Asrin Naim-Legimun adalah calon pemimpin yang berakhlak baik dan birokrat berpengalaman yang bisa merajut kebersamaan dengan masyarakat yang terlihat dalam kutipan berikut. “Asrin Naim cukup pantas menjadi Bupati Langkat 5 tahun ke depan. Selain telah memiliki pengalaman birokrasi, dia bersama Legimun juga diyakini mampu menjaga akhlak meraup kebersamaan dengan berbagai elemen masyarakat Langkat.” (SIB, 5/12/08) Selain berpikiran nasionalis, SIB juga menilai pasangan Asli Lho ini memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, religius dan dekat dengan Allah. “.....Naim-Legimun itu sosok yang berpikiran nasionalis dan berjiwa religius, memiliki rasa kebangsaan yang tinggi dan dekat dengan Allah.“ (SIB,09/12/08) Penggambaran SIB dalam kutipan diatas adalah nilai plus yang sangat sempurna untuk seorang calon pemimpin. Kata “religius dan dekat dengan Allah“ adalah gaya bahasa disfemisme yang digunakan untuk menggambarkan bahwa pasangan ini adalah orang yang taat beragama. Pengerasan fakta tersebut digunakan media ini untuk mempersuasi masyarakat agar menjatuhkan pilihan pada pasangan ini. Jurus kampanye seperti ini tentu sangat ampuh karena pemimpin yang taat beragama itu identik dengan pemimpin yang baik. Sedangkan koran Sindo lebih menekankan pengalaman pasangan Asrin Naim-Legimun dalam birokrasi pemerintahan sebagai modal untuk memimpin Langkat: ”“Naim akan menang mutlak karena memiliki kualitas dan pengalaman yang cukup banyak untuk menjalankan kebijakan pemeritahan.” (Sindo 26/11/08)

Kasus Pemberitaan Pilkada Batubara Penggambaran untuk OK Arya dalam Berbagai Praktek Pemakaian Bahasa Kabupaten Batubara merupakan satu dari tujuh kabupaten di Sumatera Utara yang menggelar Pilkada pada bulan Oktober 2008 yang lalu. Sebagai daerah pemekaran dari kabupaten Asahan, Pilkada Batubara juga tak luput dari pemberitaan media cetak yang terbit di Medan dan bahkan media-media cetak lokal yang terbit di Kisaran (ibu kota Asahan). Meskipun harus diakui bahwa frekuensi pemberitaan Pilkada Batubara tidak sebanyak pemberitaan Pilkada kabupaten lainnya yang secara geografis dekat dengan Medan (Deli Serdang dan Langkat), tapi mau tak mau harus diakui, bahwa Pilkada Batubara tetap memiliki sisi-sisi yang menarik. Misalnya saja dari segi jumlah kandidat yang mencalonkan diri. Untuk diketahui ada delapan calon kepala daerah, yang mana tiga pasang calon mengajukan diri lewat jalur independent. Lima pasang calon yang diajukan parpol adalah Yahdi Khoir Harahap-Surya (Koalisi Partai Amanat Nasional-Partai Golkar), OK Saidin-Bagus Joko (Koalisi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera), Januari Siregar-Sri Kumala (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Damai Sejahtera), Janmat Sembiring-M Syahiri (Partai Persatuan Pembangunan) dan Abdul Wahid-Jalaluddin Zuhri (Partai Bintang Reformasi dan Partai Patriot Pancasila). Sedangkan pasangan calon independent adalah OK Arya Zulkarnain-Gong Matua, Ibrahim Usman-Ahmad Yusro dan Parlindungan Sinaga-Muhammad Nur Ali. Dari segi jumlah kandidat calon kepala daerah, hal itu termasuk cukup menarik, mengingat Kabupaten Batubara adalah kabupaten pemekaran. Menariknya lagi, tokoh pemekaran yang ikut berjuang dalam pemekaran Kabupaten Batubara tersebut yakni OK Arya Zulkarnain juga ikut berlaga di Pilkada tersebut. 32


Meskipun diikuti delapan pasang kandidat calon kepala daerah, tetapi Pilkada pertama Kabupaten Batubara yang berlangsung tanggal 16 Oktober 2008 tersebut tidak sampai berlangsung dalam dua putaran. Pasangan OK Arya-Gong Matua yang akrab disapa Argo ini mampu menang hanya dalam satu putaran. Lalu, bagaimana kecenderungan media cetak terbitan Medan dalam memberitakan kampanye pasangan calon kepala daerah Batubara khususnya yang kandidat kepala daerah yang akhirnya tampil sebagai pemenang Pilkada? Untuk menjawab pertanyaan ini, Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS) melakukan riset terhadap pemberitaan surat kabar yang terbit di Medan dengan analisis kuantitatif untuk memberi gambaran yang akurat seberapa besar kandidat kepala daerah diberitakan oleh media cetak. Adapun surat kabar yang dianalisis adalah Harian Analisa, Sinar Indonesia Baru (SIB), Waspada, Seputar Indonesia (Sindo) edisi Sumatera Utara dan Sumut Pos. Pemilihan surat kabar harian ini dianggap sudah representative karena mewakili surat kabar yang terbit di Medan. Unit sampel (sampling units) adalah semua pemberitaan tentang kampanye pasangan kandidat kepala daerah khususnya pemenang Pilkada dan perbandingannya dengan kandidat-kandidat lainnya. Tampil sebagai pemenang Pilkada, pasangan Argo justru minim publikasi dibandingkan pasangan-pasangan lain yang dinilai memiliki pengaruh dan dicalonkan oleh partai-partai besar dan berpengaruh pula. Di atas kertas, pasangan kandidat kepala daerah yang diperkirakan menjadi pesaing kuat Argo adalah pasangan Yahdi Khoir Harahap yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Batubara dan dicalonkan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar. Kandidat lainnya adalah Januari Siregar, seorang pengacara tenar dari Medan yang dicalonkan oleh PDI-P dan PDS. Selain merupakan tokoh pemekaran, OK Arya juga merupakan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serdang Bedagei dan pasangannya, Gong Matua adalah salah seorang guru di Kecamatan Tanjung Tiram. Minimnya publikasi terhadap pasangan Argo terlihat pada saat pelaksanaan kampanye atau sebelum pencoblosan yang berlangsung tanggal 2-14 Oktober 200 yang lalu. Dari 63 item pemberitaan Pilkada Batubara, tercatat ada 10 frekuensi berita yang temanya mengulas secara khusus kandidat kepala daerah dalam masa kampanye. Dari 10 frekuensi pemberitaan tersebut, hanya tiga pasangan kandidat yang diberitakan oleh lima surat kabar yang diriset. Ketiga pasangan kandidat tersebut adalah pasangan Januari Siregar-Sri Kumala, OK Arya-Gong Matua dan Yahdi Khoir-Surya. Pasangan Januari Siregar-Sri Kumala tampil sebagai kandidat kepala daerah yang mendapat frekuensi pemberitaan terbesar yakni 6 kali pemberitaan. Surat kabar yang memberitakan kandidat ini adalah SIB (3 berita), Waspada (2 berita) dan Analisa (1 berita). Menyusul kemudian, pasangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua dengan pemberitaan sebanyak 3 kali. Surat kabar yang memberitakan pasangan independent ini masing-masing Waspada, Analisa dan Sindo. Sedangkan pasangan Yahdi Khoir Harahap-Surya hanya diberitakan satu kali oleh Harian Sindo. Sedangkan lima pasangan calon lainnya, tidak pernah mendapatkan space pemberitaan di lima surat kabar yang diriset selama masa kampanye berlangsung.

Tabel 10. Frekuensi Pemberitaan Pasangan Kandidat Kepala Daerah Pada Pilkada Batubara N=10 No Kandidat Kepala Jumlah Pemberitaan TOTAL Daerah Analis SIB Waspada Sumu Sind a t Pos o 1 Januari Siregar-Sri 1 3 2 0 0 6 Kumala 2 OK Arya Zulkarnain1 0 1 0 1 3 Gong Matua 3 Yahdi Khoir Harahap0 0 0 0 1 1 Surya 33


4 5 6 7 8

OK Saidin-Bagus Joko Janmat Sembiring-M Syahiri Abdul WahidJalaluddin Zuhri Ibrahim Usman-Ahmad Yusro Parlindungan SinagaMuhammad Nur Ali Jumlah

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

3

3

0

2

10

Pilkada Batubara akhirnya menempatkan pasangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua sebagai pemenang Pilkada dengan perolehan suara sebanyak 53.456. Menyusul Yahdi Khoir Harahap-Surya dengan perolehan suara sebanyak 38.072 suara, Pasangan calon independent Parlindungan Sinaga-M Nur Ali diperingkat ketiga dengan 26.224 suara, kemudian Ibrahim Usman-Ahmad Yusro diperingkat keempat dengan perolehan 15.483 suara. Selanjutnya diperingkat kelima ditempati OK Saidin-Bagus Joko dengan perolehan suara sebanyak 13.958 suara, Januari Siregar-Sri Kumala di peringkat keenam dengan 5.779 suara, Janmat Sembiring-M Syahiri diperingkat ketujuh dengan perolehan 5.433 suara dan diperingkat terakhir ditempati Abdul Wahid-Jalaluddin Zuhri dengan 1.672 suara. Hasil riset ini menunjukkan bahwa, dengan publikasi yang minim, pasangan Argo justru tampil sebagai pemenang mengalahkan pasangan Januari Siregar-Sri Kumala yang lebih dominan diberitakan oleh surat kabar. Meskipun pasangan Yahdi Khoir Harahap-Surya gagal mengimbangi perolehan suara pasangan Argo, namun perolehan suara pasangan Yahdi Khoir Harahap-Surya berhasil menggungguli perolehan suara pasangan Januari Siregar-Sri Kumala. Pemberitaan surat kabar untuk pasangan Yahdi-Surya, juga masih kalah dibandingkan pasangan Januari-Sri Kumala. Jika dibandingkan dengan riset-riset KIPPAS di tiga Pilkada lainnya yakni Deli Serdang, Dairi dan Langkat, maka sebagai pemenang Pilkada, frekuensi pemberitaan terhadap pasangan Argo tertinggal jauh dibandingkan dengan frekuensi pemberitaan terhadap pemenang Pilkada di tiga kabupaten yang sebelumnya telah selesai diriset. Untuk Pilkada Deli Serdang misalnya, kandidat Amri Tambunan-Zainuddin Mars (Azan) yang merupakan pemenang Pilkada mendapat porsi pemberitaan terbanyak yakni 57 kali pada lima surat kabar yang diriset. Jumlah ini meninggalkan saingan terdekatnya yakni Akhmad Thala’aj-Satria Yudha Wibowo yang menjadi runner up Pilkada dengan 30 kali pemberitaan. Di kabupaten Dairi, pasangan Jhonny Sitohang-Irwansyah Pasi (Joinpass) juga mendapat porsi pemberitaan terbesar di lima surat kabar yang diriset KIPPAS. Pasangan yang dicalonkan Partai Golkar ini mendapat porsi pemberitaan sebanyak 36, sedangkan lawannya di putaran kedua yakni pasangan Parlemen Sinaga-Budiman Simanjuntak mendapat pemberitaan sebanyak 35 kali. Sedikit berbeda di Kabupaten Langkat. Di kabupaten ini, Pilkada juga harus berlangsung dalam dua putaran. Pemenang Pilkada yaitu pasangan Ngogesa Sitepu-Boediono (Mengabdi) yang merupakan pasangan koalisi Partai Golkar, PDI-P dan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) ini diberitakan sebanyak 54 kali di lima surat kabar yang diriset KIPPAS sebelumnya. Meskipun sebagai pemenang Pilkada, pasangan Ngogesa-Boediono ini tidak mendapat pemberitaan paling banyak. Sebaliknya pasangan Asrin Naim-Legimun mendapat porsi pemberitaan terbanyak yaitu 56 kali. Namun, secara keseluruhan, selisih keduanya tidak terpaut jauh, hanya 2 berita.

No

Tabel 11. Perbandingan Jumlah Pemberitaan Pada Masa Kampanye Pemenang Pilkada di Empat Daerah di Sumut Jumlah Pemberitaan Pilkada Pemenang TOTAL Analisa SIB Waspada Sumut Sindo 34


1

Deli Serdang

2

Dairi

3

Langkat

4

Batubara

Amri TambunanZainuddin Mars (Azan) Jhonny SitohangIrwansyah Pasi (Joinpas) Ngogesa SitepuBoediono (Mengabdi) OK Arya ZulkarnainGong Matua (Argo)

8

18

13

Pos 12

6

57

3

20

5

3

3

36*

8

16

10

10

8

54*

1

0

1

0

1

3

Jadi Perhatian Media Ketika Menang Pilkada Bicara soal popularitas, OK Arya bukanlah sosok yang sembarangan. Jabatan maupun posisi OK Arya Zulkarnain sebelum mengajukan diri menjadi calon bupati Batubara lewat jalur independent tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebelum menjadi calon bupati, OK Arya adalah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serdang Bedagei. Tak hanya itu, OK Arya juga merupakan pendiri Gerakan Masyarakat Batubara (Gemkara) yang gencar memperjuangkan pemekaran kabupaten Batubara dari Asahan. Jabatan dan posisi OK Arya ini setidaknya cukup populer bagi media untuk memberitakan sosok OK Arya dan pasangannya dalam Pilkada Batubara khususnya sebelum pencoblosan. Namun kenyataannya, waktu kampanye selama dua minggu (2-14 Oktober 2008) hanya memberikan space pemberitaan sebanyak dua kali kepada pasangan ini. Namun tak hanya media yang tidak memberikan tempat bagi OK Arya. Disebut-sebut, OK Arya mengajukan diri menjadi calon bupati Kabupaten Batubara karena sejumlah partai yang “didatangi� OK Arya menolak untuk mencalonkannya. Karena itulah, OK Arya maju lewat jalur independent/perseorangan. Keengganan media untuk memberitakan OK Arya Zulkarnain bisa jadi disebabkan status OK Arya yang mencalonkan diri lewat jalur independent. Kenyataan yang berkembang saat ini pada banyak Pilkada di Indonesia adalah, calon-calon independent sulit untuk mengimbangi popularitas calon-calon kepala daerah yang dicalonkan partai. Alhasil, calon independent selalu kalah dan kalah. Setali tiga uang, media-mediapun banyak yang tidak melirik calon independent sebagai bahan berita karena peluangnya yang diprediksi sangat tipis tersebut. Bisa jadi, kondisi ini berlaku juga di Pilkada Batubara. OK Arya yang merupakan calon independent, mengalami minim publikasi. Namun, OK Arya Zulkarnain berhasil memutarbalikkan fakta politik dalam Pilkada yang selama ini terjadi yakni pasangan calon yang dicalonkan partai politik selalu menang dan mengungguli pasangan calon independent. OK Arya akhirnya keluar sebagai pemenang Pilkada Batubara. Kemenangan ini dinilai fenomenal karena OK Arya adalah calon independent yang berhasil memenangkan Pilkada. Kalaupun di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), calon independent Irwandi Yusuf terpilih sebagai gubernur lewat jalur independent, sejumlah pengamat memberikan pengecualian karena pada saat tersebut belum ada UU yang mengatur boleh tidaknya calon independent mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Seiring dengan kemenangan OK Arya ini, banyak media kemudian mengalihkan bahan pemberitaan kepada OK Arya. Status OK Arya yang merupakan calon independent pertama yang memenangkan Pilkada menjadi daya tarik untuk menjadikan bahan pemberitaan. Jika pada masa kampanye/sebelum pencoblosan dilakukan, OK Arya dan pasangannya hanya mendapat porsi pemberitaan sebanyak 3 kali yakni di harian Waspada, Analisa dan Sindo, 35


maka setelah menang, kondisi frekuensi pemberitaan berubah 360 derajat. OK Arya diberitakan lima surat kabar yang diriset KIPPAS sebanyak 31 kali. Sindo memberikan porsi lebih besar dengan 11 kali pemberitaan, menyusul Sinar Indonesia Baru (SIB) dengan 10 kali pemberitaan, Sumut Pos dengan 6 kali pemberitaan, Waspada sebanyak 4 kali pemberitaan. Sedangkan Analisa memberitakan sebanyak 3 kali. Tabel 12. Frekuensi Pemberitaan Pasangan Argo Pasca Pencoblosan Suara N=34 No Nama Media Jumlah 1 Analisa 3 2 Sinar Indonesia Baru 10 3 Waspada 4 4 Sumut Pos 6 5 Sindo 11

Penggambaran untuk OK Arya dalam Berbagai Praktek Pemakaian Bahasa Kampanye politik adalah penciptaan, penciptaan ulang dan pengalihan lambang signifikan secara sinambung melalui komunikasi. Kampanye menggabungkan partisipasi aktif yang melakukan kampanye dan pemberi suara. Yang melakukan kampanye, misalnya kandidat, penasihat, konsultan dan lain-lain berusaha mengatur kesan pemberi suara tentang mereka dengan mengungkapkan lambang-lambang yang oleh mereka diharapkan akan mengimbau para pemilih. (Dan Nimmo; 2000) Media yang digunakan oleh para pelaku kampanye, promotor dan jurnalis yang memainkan peran dalam media untuk turut menciptakan dan memodifikasi lambang-lambang signifikan tersebut untuk membentuk citra para kandidat. Hasil analisis yang dilakukan terhadap lima surat kabar terbitan Medan terhadap pemberitaan OK Arya cenderung memberikan penggambaran yang positif terhadap OK Arya. Berbagai praktek pemakaian bahasa digunakan oleh media untuk membangun citra positif dan mengangkat popularitas OK Arya ke khalayak ramai. Eriyanto dalam tulisannya yang berjudul Politik Bahasa Media Pers menyebutkan, ada beberapa praktek pemakaian bahasa yang kerap digunakan oleh media ketika membuat suatu berita. Pertama, penghalusan makna (eufemeisme). Kata eufemisme barangkali yang paling banyak dipakai oleh media. Kata ini pertama kali dipakai dalam bidang budaya, terutama untuk menjaga kesopanan dan norma-norma. Tidak mengherankan jika jikalau eufemisme untuk pertama kalinya banyak dipakai untuk mengganti jenis kelamin. Kedua, pemakaian bahasa pengasaran (disfemisme). Jika eufemisme bermakna penghalusan, sebaliknya disfemisme dapat mengakibatkan realitas yang ada menjadi kasar. Ketiga adalah labelisasi. Labelisasi merupakan perangkat bahasa yang digunakan oleh mereka yang berada di kelas atas untuk menundukkan lawan-lawan. Apabila eufemisme merupakan istilah inofensif sebagai pengganti istilah yang tidak menarik, labelisasi adalah pemakaian katakata yang ofensif kepada individu, kelompok atau kegiatan. Keempat, pemakaian bahasa teknis (technical reasoning). Media seringkali memberitakan sesuatu dengan bahasa teknis ilmiah, angka-angka dan istilah simbiolistik lainnya. Pemakaian istilah teknis itu bisa jadi karena realitas itu memang harus dibahasakan dengan cara demikian agar argumentasi dan alasan yang dikemukakan masuk akal dan terlihat benar dan ilmiah. Tetapi pemakaian kata-kata teknis itu secara tidak langsung menyingkirkan public yang tidak mengerti dengan definisi dan istilah tersebut dari pembicaraan. Hanya orang-orang tertentu (dan itu berarti mereka yang berada dalam status social ekonomi tinggi) yang dapat mengikuti pembicaraan dan membatasi jumlah public yang ingin terlibat dalam diskursus publik. Dengan cara ini, persoalan atau masalah dibatasi dan didefinisikan dengan cara tertentu secara ilmiah, menggunakan kodekode dan bahasa tertentu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang mengerti saja. 36


Kelima adalah metafora. Metafora adalah perangkat bahasa lain yang sering dipakai dalam menggambarkan hubungan antara pemerintah dengan gerakan rakyat. Metafora pada dasarnya menerangkan sesuatu yang tidak dikenal dengan mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang langsung, jelas dan dikenal. Metafora dilakukan dengan pemroduksian konsep dan pengertian-pengertian yang bisa merangkul dan menyedot perhatian khalayak untuk mengikuti dan menuruti apa yang dikehendaki dalam kata-kata tersebut. Metafora ini umumnya dipakai sebagai landasan berpikir, alasan pembenar, atas pendapat atau gagasan. Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari kitab suci untuk memperkuat pesan. William A. Gamson menyebut pemakaian metafora ini sebagai “popular wisdom”. Selain dengan peribahasa dan ungkapan, popular wisdom ini juga muncul lewat analogi. Pemakaian analogi ini dimaksudkan agar pesan lebih tertanam karena mengacu kepada kisah-kisah perlawanan, episode romantik, yang mudah diingat dan dimengerti oleh khalayak. Analogi juga dipakai dengan merujuk secara referensial kisah-kisah para nabi, kisah petualangan dalam kitab suci untuk mensugesti khalayak bahwa apa yang dianjurkan dalam kitab suci atau sesuai dengan kisah dalam epos kepahlawanan. Pada kampanye kandidat kepala daerah, praktek-praktek pemakaian bahasa ini kerap digunakan. Namun, yang diriset pada bagian ini adalah praktek pemakaian bahasa oleh surat kabar terbitan Medan untuk OK Arya pasca pencoblosan suara. Penggambaran terhadap OK Arya Zulkarnain setelah pencoblosan terjadi dalam berbagai praktek pemakaian bahasa. Penggambaran ini adalah mayoritas penggambaran yang positif. Dari 31 pemberitaan untuk OK Arya pasca pencoblosan, terdapat 13 berita yang menunjukkan penggambaran yang positif. Sindo menyumbang 7 berita, SIB sebanyak 3 berita, Waspada 2 berita, Sumut Pos sebanyak 1 berita dan Analisa tidak ada penggambaran yang positif. Sedangkan untuk penggambaran yang negatif berjumlah 4 berita yang disumbang Sumut Pos sebanyak 2 berita serta SIB dan Waspada masing-masing 1 berita. Sementara itu sisanya sebanyak 14 berita, tidak menunjukkan penggambaran yang positif maupun negatif. Tabel 13. Penggambaran Terhadap Pasangan Argo Pasca Pencoblosan Suara N=34 No Sifat Surat Kabar Harian Total Penggambaran Analisa SIB Waspada Sumut Sindo Pos 1 Positif 0 3 2 1 7 13 2 Negatif 0 1 1 2 0 4 Jumlah 0 4 3 3 7 17

OK Arya: Kemenangan Untuk Rakyat dan Dicatat Allah Tampil sebagai pemenang Pilkada, media-media cetak di Medan otomatis langsung mengalihkan arah pemberitaan yang positif kepada pasangan Arya-Gong Matua.Calon independen yang tadinya kurang diperhitungkan media ini, tiba-tiba menjadi “idola” untk diliput media. Berbagai pujian diberikan oleh media melalui narasumber-narasumber pilihan mereka seperti pengamat politik, bupati terpilih dan bahkan kandidat lain.Praktek penggunaan politik bahasa yang akhirnya mengarah kepada kekerasan simbolik digunakan media cetak untuk memberikan dukungannya atas kemenangan OK. Harian Sindo, misalnya menyebut kalau kemenanga OK Arya karena sosoknya yang memang sudah mengakar, dan kemenangan ini sudah dicatat oleh Allah, seperti kutipan berikut ini: “Kemenangan calon perseorangan OK Arya pada Pilkada Batubara dinilai karena sosoknya yang mengakar di tengah masyarakat, Anatomi politik calon perseorangan 37


dalam Pilkada Batubara dengan enam pilkada lain memiliki perbedaan karakter yang signifikan. Figur OK Arya sangat dikenal dan telah mengakar di lingkungan masyarakat hingga tingkat desa, bahkan dusun-dusun. Di pilkada lain di Sumut, calon perseorangan harus berhadapan dengan calon incumbent yang dikenal lebih populis. OK Arya selain dianggap sebagai pahlawan pemekaran Kabupaten Batubara, dia diuntungkan karena tidak berhadapan dengan calon incumbent.” (Sindo, 22/10/08) Harian ini juga menilai selain sudah mengakar, OK adalah Pahlawan pemekaran Batubara dan diuntungkan karena kandidat ini tidak berhadapan dengan calon incumbent. Label “pahlawan Pemekaran“ juga digunakkan media ini untuk mempertegas bahwa OK memang pantas untuk menang karena dia adalah seorang yang ikut berperan dalam pemekaran Batubara. Label ini juga sekaligus penegasan kepada Publik bahwa OK memang pantas untuk menang. “……. Pilkada Batubara ini luar biasa, no crime, no accident. (Sindo, 17/10/08) Selain memuji OK, Harian Sindo juga memberikan penilaian bahwa Pilkada Batubara sudah berlangsung sangat demokratis, tidak bermasalah. Ini merupakan penegasan bahwa OK terpilih secara demokratis atas pilihan rakyat. Tidak seperti daerah lain dimana para pemenang Pilkada kemudian bermasalah. Selain istilah teknis untuk mendukung, harian Sindo juga menyebutkan bahwa OK dan Gong memang sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk menang. Bahkan kememangan OK ini diyakini Waspada sudah tercatat dalam Luh Mahfudz. Istilah popular Wisdom yang sangat mengeraskan fakta ini digunakan media untuk mensugesti khalayak bahwa Pemimpin mereka yang sekarang adalah pemberian Tuhan. Seperti dua kutipan berikut: .“Dukungan terhadap OK Arya-Gong Matua memimpin Batubara hingga 2013, juga disampaikan calon wakil bupati dari PKS, Bagus Joko dan Partai Golkar, Surya. Keduanya menyatakan, OK dan Gong memang telah ditakdirkan oleh Yang Mahakuasa sebagai pemimpin Batubara ke depan.“ (Sindo/20/10/08) “Ya, kami mengakui kemenangan pasangan OK Arya Zulkarnain. Allah memang telah mencatatnya untuk menang dalam Luh Mahfudz.” (Sindo/17/10/ 08) Harian Waspada juga menilai kemenangan Ok ini terjadi karena sebelum mencalonkan diri, sudah berbuat terlebih dahulu. “media ini menyebutkan bahwa OK sudah melakukan investasi politik dini bersama masyuarakat sipil yang telah menunjukkan kerja nyata selama ini.“ Investasi politik dini” adalah bahasa teknis yang mengadung disfemisme yang digunakan media ini untuk menjelaskan bahwa kemenagan OK terjadi karena investasi politik yang sudah dilakukannya selama ini. Media ini juga menggunakan bahasa teknis lain seperti jejaring civil society ataupun devided goverment yang modal yang harus dimiliki oleh OK agar kedepan dapat menjalankan pemerintahan dengan baik seperti kutipan berikut: “Investasi politik dini dan dukungan sebagian kelompok civil society yang berjejaring riil, menjadi kunci kemenangan OK Arya Zulkarnain-Gong Matua Siregar dalam Pilkada Batubara. Gong Matua juga punya jejaring civil society terutama di kalangan komunitas pendidikan. Ke depan, OK Arya-Gong Matua Siregar perlu mencermati stabilitas politik dengan diplomasi yang baik dengan semua komponen kekuatan, termasuk Parpol agar tidak terjadi devided government.” (Waspada/28/10/08). Harian Sinar Indonesia Baru juga memberikan pujian dan dukungannya atas kemenagan OK. Menurut media ini, kemenangan calon independen ini merupakan kemenangan bagi rakyat Batubara, yang berarti kemenangan milik semua pihak, milik partai dan milik semua masyarakat. Dalam hal ini, Sinar Indonesia Baru mencoba melakukan disfemisme terhadap fakta 38


kemenangan OK Arya untuk mempengaruhi masyarakat bahwa OK akan berpihak kepada kepentingan mereka jika nantinya sudah menjadi pemimpin daerah mereka. Seperti nukilan berikut: “Karenanya, syukuran kemenangan ini harus kita panjatkan kepada Tuhan SWT. Ternyata kita dapat bangkit dari independen. Hal ini juga merupakan kemenangan bagi rakyat yang berarti kemenangan milik semua pihak, milik partai dan milik semua masyarakat.� (Sinar Indonesia Baru/28/10/08) Untuk mendukung pernyataan diatas, Sinar Indonesia Baru juga menampilkan dukungan dari masyarakat atas kemenangan OK. Atas nama masyarakat, SIB mengatakan masyarakat akan mendukung OK tanpa pamrih, termasuk tidak akan mengarapkan kue proyek dari OK. �Kami masyarakat Batubara tidak akan meminta pamrih atas kemenangan yang diraih seperti dari tim sukses seperti kue proyek nantinya. Tapi kami mempersilakan OK untuk konsentrasi penuh membangun kampung halaman kami lebih maju,� katanya. (Sinar Indonesia Baru/28//08)

39


Bab III

REFLEKSI: SIMALAKAMA PERS DAN PILKADA Pada pemilihan gubernur Sumatera Utara (pilgubsu) April 2008 lalu, beberapa surat kabar di Medan memerankan diri sebagai “pemandu sorak” bagi pasangan calon gubernur tertentu. Istilah jurnalisme pemandu sorak mula pertama diberikan kepada media massa di AS paska tragedi penyerangan gedung WTC dan Pentagon pada 11 September 2001. Pada masa itu, media massa di sana secara sadar melakukan swa-sensor, dan mendukung kebijakan pemerintah AS dalam apa yang disebut “Perang Melawan Terorisme”. Salah hasil dari jurnalisme sorak adalah liputan media massa AS tentang “penemuan senjata pemusnah massal” di sebuah bunker di Irak. Liputan ‘penemuan” itulah yang melegitimasi pemerintah AS untuk menginvasi Irak pada 2001. Pada akhirnya masyarakat internasional mengetahaui bahwa Irak sebenarnya tak pernah mempunyai senjata pemusnah massal. Tapi begitulah jurnalisme pemandu sorak. Sebuah jurnalisme yang memang berfungsi seperti pemandu sorak dalam acara-acara pertandingan olah raga. Sudah tentu praktek jurnalisme pemandu sorak, telah “menghalangi” hak calon pasangan lain untuk diliput dan diberitakan secara proporsional. Misalnya kesempatan pasangan calon untuk dimuat di halaman depan. Ada juga dampak negatif lain. Prinsip pagar api (fire wall) misalnya, juga dilanggar. Jurnalisme pemandu sorak, karena itu dapat dikenali melalui: Pertama, dari berita-berita kampanye pasangan calon kepala daerah yang dimuat di surat kabar. Hampir seluruh wartawan melahap tanpa sikap kritis setiap bahan kampanye pasangan calon. Tidak terkecuali yang diberikan jurkam atau pengurus ormas pendukung. Ibaratnya, surat kabar berperan menjadi buletin pasangan calon. Tidak ada sedikit pun upaya untuk meminta komentar atau pendapat dari suara yang berbeda. Fungsi survelance media, juga diabaikan di sini. Padahal momentum politik seperti pilkada, semestinya dimanfaatkan media pers untuk melakukan pendidikan politik ke publik. Media pers seyogyanya menjadi ruang publik yang mengakomodir wacana-wacana tandingan agar “kecap” yang dijual pasangan calon atau jurkam, dapat dikenali rasa yang sebenarnya. Pemberitaan yang kritis terhadap program-program yang ditawarkan pasangan calon, akan mendorong terbangunnya pemilih yang rasional. Pemilih yang melakukan transaksi politik dengan menggunakan parameter kelayakan program. Bukan karena iming-iming uang, atau karena kesamaan suku, terlebih agama. Kedua, jurnalisme pemandu sorak juga hadir ketika orientasi isi surat kabar tidak pernah menampilkan track record pasangan calon secara objektif. Padahal pasangan calon adalah figur publik, yang dengan mudah dikenali kelebihan dan kekurangannya oleh wartawan. Apalagi wartawan yang sedaerah dengan calon. Mengupas track record kandidat adalah bagian dari pendidikan politik agar publik menjadi lebih kenal figur calon pemimpin mereka! Istilah umumnya, agar publik terhindar praktek membeli kucing dalam karung! Ketiga, jurnalisme pemandu sorak juga bekerja dengan logika pragmatisme materi. Kenapa pasangan calon independen sangat minim diberitakan satu surat kabar dibanding pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik? Kenapa pasangan calon kepala daerah A lebih sering diberitakan dibanding calon kepala daerah B? Dalam sebuah diskusi, muncul ragam pendapat. Ada yang berpendapat bahwa hal itu tidak terlepas dari persoalan ketersediaan logistik kampanye. Pendapat lain mempermasalahkan kelemahan tim komunikasi politik pasangan calon kepala daerah, yang tidak ramah dengan wartawan. Dalam diskusi dengan sejumlah wartawan di Kabupaten Batubara, muncul pandangan bahwa Bupati terpilih, dipandang tidak akrab dengan wartawan. Pendapat lain menyoroti soal kedekatan wartawan dengan calon kepala daerah incumbent. Hubungan baik yang sudah terjalin 41


antara wartawan dengan calon yang incumbent, akibatnya membuat sang calon lebih sering diberitakan dibanding calon lain. Terlepas dari berbagai faktor tersebut, yang jelas jurnalisme pemandu sorak merupakan kemunduran bagi dunia jurnalisme. Ketika surat kabar tak lagi bisa menggonggong, maka kebenaran akan tertidur. Dan di saat itu pula, para politisi busuk menyelinap masuk ke dalam rumah-rumah rakyat! Agenda Ke Depan Dalam setting politik dimana tidak ada retriksi regulasi yang mengekang kebebasan pers, maka mati hidupnya media massa sebenarnya tergantung dari profesionalisme media massa bersangkutan. Yang menjadi penentu hidup dan matinya media massa dewasa ini adalah pembaca. Jika media massa menyuguhkan berita-berita atau produk jurnalisme lain yang tak sesuai harapan pembaca, maka media tersebut akan ditinggalkan pembacanya. Preferensi pembaca terhadap produk jurnalisme itu beragam aspeknya. Ada pembaca yang setia terhadap media massa tertenu karena aspek keterikatan sukuisme atau agama dengan berita-berita yang disajikan media massa bersangkutan. Ada juga yang pelanggan setia karena dapat memperoleh informasi-informasi ekonomi yang berguna dalam kehidupan mereka. Ada juga pembaca yang setia karena memperoleh hiburan atau hal-hal yang sensasional. Namun tak juga dipungkiri ada segmen pembaca yang berlangganan media massa karena kepentingan politik atau ideologi. Pasar secara alamiah akan menghukum media massa yang bersikap partisan terhadap parpol atau kontestan sewaktu pemilu/pilkada. Hukuman itu bisa berupa berhenti mengecer koran bersangkutan, berhenti berlangganan, bahkan bisa memutuskan untuk tidak membacanya sama sekali.Bukan tidak mustahil pembaca bahkan akan mengkampanyekan agar tidak membaca koran bersangkutan. Peran Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan institusi media watch dituntut untuk mengumumkan secara terbuka hasil-hasil monitoring pemberitaan media massa tentang pemilu. Dengan memberitakan hasil-hasil monitoring pemberitaan media, maka hal tersebut bukan saja akan mendorong gerakan pendidikan melek media, tapi juga sekaligus sumber pembelajaran bagi penngelola media massa. Khususnya media massa yang bersikap partisan sewaktu “musim pilkada� tiba. Hasil-hasil monitoring, akan menjadi bekal bagi konsumen atau publik untuk melakukan evaluasi secara kritis terhadap media massa yang selama ini dilanggani atau ditontonnya. Dan ini merupakan mekanisme yang lebih fair dibanding seperangkat regulasi dan sanksi.

42


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.