TUC ZINE #5 OKTOBER 2010
setahun meracau
GAMBAR BESAR
EVERY BODY LOVES DANCING
GAMBAR BESAR
BASA-BASI REDAKSI
Selamat bertemu kembali teman-teman! Kami tidak punya alibi kali ini, molornya isu ini sepenuhnya karena kepayahan kami, there’s no excuses. Sejatinya, isu #5 ini adalah edisi setahun TUCZINE, yang sudah kami persiapkan sejak desember tahun lalu, dan rencananya akan kami rilis secara ‘meriah’ sekitar januari atau februari tahun ini. Tapi selalu ada hikmah dari setiap ‘kemoloran’ zine, akhirnya kita ber-empat (yeah, sekarang ada Annasz bersama kami!) bisa bertemu muka langsung untuk sama-sama bertukar pikiran dalam mengerjakan dan merampungkan isu ini. Terima kasih karena masih setia menunggu kami. Dan akhirnya, meskipun sudah sangat terlambat, kami ingin berteriak; SELAMAT ULANG TAHUN PERTAMA TUCZINE SIALAN!
CONTENTS
GAMBAR BESAR BASA-BASI REDAKSI CONTENTS WELCOME TO OUR CROWD SETAHUN AND WHAT? SETIDAKNYA BISA TIGA EDISI LAGI KITA AKAN TERUS BEREVOLUSI INI BUKAN EDISI TERAKHIR KOK, KAMI MASIH AKAN TERUS HIDUP! BEHIND THE ZINE ISSUE TEBANG RANTINGNYA, BUKAN POHONNYA OUR MUSIC KOMUNITAS UNDERGROUND SATU JARI CHICKS RAYA - UNDERGROUND MEANS FREEDOM INSIDE TUC IF YOU THINK IT’S OVER, BETTER THINK AGAIN! BAND BERBAHAYA SOCIAL BLACK YELLING - DARAH SEGAR THRASH METAL SUICIDAL SINATRA - SINATRA GOES PSYCHO UP CLOSE OLAP LINDEI DAMANIK - PALING MILITAN MOCH. SYAICHUDIN - GAK BISA DIEM MARDHANI MACHFUD RAMLI - NIKAH SAMA BLUES PENADAH LUDAH FREEDOM OF SPEECH TOKO-TOKO YANG HAMPIR PUNAH DIANTARA KASET SEKEN DAN MP3 BAJAKAN AKHIR DARI METALCORE POST COITAL ANTI CLIMAX ORGASM SYNDROM POINT OF VIEW NYALAKAN TANDA BAHAYA! GIG REPORT DYING FETUS LIVE IN JAKARTA ROCK IN SOLO - SUMMER METAL FEST 2010 UPCOMING EVENTS REVIEW MUSIC CLINIC TIPS LATIHAN BAND DI STUDIO MUSIK RENTAL GALERI SURREALISME MORON FREE ROAM ADAM & SUN “SPREAD BOOKS FOR CHILD” PROJECT CALL H8’S NOTES ANYWAY THE WIND BLOWS DOESN’T RALLY MATTERS TO ME HALAMAN BELAKANG
SETAHUN WELCOME TO OUR CROWD
AND WHAT? Tanggal 28 Januari 2010 kemaren, Tax Underground Community Digital Magazine genap berusia setahun, Inna lillah! Waktu berlalu begitu saja dan tanpa sadar, majalah sialan ini baru muncul sampe isu keempat dalam rentang waktu selama itu, payah! (oleh Dede Hate) Dunno who came up with the idea to make this sh*t reality, dari wacana ke aksi nyata. Seinget otak gw yang rusak, waktu itu, sekitar Desember 2008 gw kirim message ke Fadli; “Fad, anak-anak nantangin tuh, mereka menagih majalah”. Beberapa hari sebelumnya, di milis, gw posting daftar anggota TUC dalam format pdf dan beberapa teman -pak Chres, mbak Uly dan bang Olap, seinget gw, thanks- sepertinya mengharapkan sebuah majalah, some kind of zine. Gw sempat ragu, tapi Fadli meyakinkan, “kita coba aja bro”, okay, bismillah, let’s try. So on, that’s the beginning. Masalahnya adalah kita tidak punya basic sedikitpun dalam pembuatan zine. How to? make apa? formatnya gimana? isinya apa aja? nama zinenya apa? siapa mengerjakan apa? Tapi karena udah nekad, mau tidak mau kita harus bisa, belajar sendiri, otodidak ya istilahnya kalo anak band? Akhirnya kita mulai bergerilya mencari dan mempelajari beberapa zine yang udah eksis di internet, nanya sana-sini. Untuk isi, kita sepakat untuk isu pertama adalah semacam perkenalan apa itu TUC, kita copas postingan dari milis dan
forum, nyolong foto-foto dari fs dan semacamnya. Entah bagaimana caranya di tengah proses itu, si Ayip bisa tahu kita sedang mengerjakan proyek paling prestisius pada tahun 2008 di lingkup DJP. Akhirnya dia bergabung dan jadilah kita bertiga; dukun alien, punker cadel dan seseorang yang rendah hati. Tuhan, badut dan setan. Berbagai kendala kita hadapi dalam mempersiapkan isu pertama, mulai dari masalah teknis, tumpukan pekerjaan akhir tahun yang menggila sampe jarak yang jauh memisahkan kita. Tapi akhirnya isu pertama yang masih sangat primitif kelar juga, dan tanggal keramat 28 januari 2009 akhirnya dipilih sebagai tanggal terbit, malemnya upload ke internet dan besoknya adalah saatsaat yang paling mendebarkan, saat mengumumkan ke teman-teman!! Sebagai yang tertua diantara bertiga, gw didaulat untuk mengumumkan dan hell yeah!! Respon teman-teman bener-bener fantastis! Semua air mata, darah, nanah, rokok dan kopi yang habis mendapatkan ganjaran yang setimpal. Gw inget Fadli sms gw; “bro, gw nyangka respon anak-anak, terharu gw”. Si Ayip juga
nelpon gw, dan meskipun dia ngomongnya sangat ceria, gw tahu diseberang sana dia sedang tersedu-sedu, terharu, haha lebay. We made it motherfu*kers!! Sampe isu ketiga kita masih sesuai jadwal, terbit bulanan. Setelah itu, rasanya berat sekali. And finally kita sadar, gak bisa rutin tiap bulan. Kita gak punya cukup waktu, terkadang pekerjaan kantor, kuliah dan cari jodoh memang membutuhkan perhatian dan konsentrasi lebih, menyita hampir 24 jam waktu kita dalam sehari. Gw bahkan sempat mikir keluar dari DJP supaya bisa konsentrasi di Tuczine, haha. Well, sebenarnya, buat gw pribadi, hal-hal tersebut bukan penghalang utama, but mood. Yeah, bosan dan jenuh memang mengerikan, mematikan semangat dan kreatifitas. Isu keempat kemarin sampe sekitar bulan Juni sebenarnya udah kelar hampir setengahnya, sampe akhirnya kemudian perasaan bosan, jenuh dan malas melanda, hingga baru bisa dirampungkan pada November. Namanya juga proyek sukasuka, kalo lagi gak mood gak usah dipaksain, ntar hasilnya malah jelek. Tapi kita punya pembaca setia yang menung-
gu nyet! Atau sebaiknya kita ganti tagline kita dengan; majalah suka-suka, gak usah tunggu edisi berikutnya? Hal yang paling gw sukai selama mengerjakan zine ini adalah, gw bisa menyalurkan hobi dan mengasah bakat gw yang terpendam, jiah wakakakakak!!! Gak ding, dengan membuat zine, gw mendapatkan kesempatan belajar dan kegiatan positif untuk mengisi waktu luang –sebelum pekerjaan kantor menggila- di kota kecil indah yang memang tidak punya tempat yang menarik perhatian seorang pemuda tanggung seperti gw. Gw bisa menumpahkan semua yang ada di kepala gw tentang musik. Makanya jangan heran kalo isinya terlalu Dede oriented seperti kata beberapa teman atau bahasanya terlalu immature, hehe. Gw juga mendapatkan dua orang teman yang ternyata benar-benar hebat dan gifted di bidangnya masing-masing. Selain itu, mungkin cuma ini yang bisa gw berikan untuk komunitas ini. Gw gak bisa main musik, gak punya pengalaman yang bisa diceritakan, gw gak pernah ikut kegiatan dan gath. Untuk urusan teknis, gw paling senang menger-
jakan layout, memadukan gambar dengan teks. Untuk satu halaman saja, gw bisa menghabiskan berjam-jam kalo udah masyuk dengan masalah tata letak ini. Atur, bongkar, atur, bongkar lagi sampai mendapatkan komposisi yang paling enak. Uuh gw benar-benar merasa seperti pembuat majalah profesional bergaji tinggi. Yang paling gak enak, adalah, kita mau menyajikan apa edisi kali ini? Haha. Kita gak berbakat sebagai penulis artikel, terutama untuk beberapa rubrik yang secara ilmiah memang diluar kewenangan kita. Solusinya kita minta beberapa orang yang memang berkompeten untuk menulis. Masalahnya disitu, tidak banyak yang mau dan punya waktu untuk hal remeh seperti itu. Gw beberapa kali kirim interviu ke beberapa band dan persona yang udah lumayan terkenal di tataran ug, jawabannya, “yup kirim aja bro, ntar kita balas”, but setelah berbulanbulan inbox gw masih kosong, salah satu yang membuat gak mood tadi. Gw inget seorang temen, pembuat zine juga, mengalami hal yang sama, sampe ngomong; “mereka itu belagu banget, udah kaya artis-artis di tv”. Haha, sabar bro, mereka mungkin belum sempat, terlalu banyak panggung yang harus ditaklukkan. Kita sadar, disitulah tantangannya menjadi pembuat zine tanpa basic jurnalistik, musti banyak membaca dan belajar menulis. Membuat majalah, mungkin sama dengan membuat album oleh band-band itu. Memulai mengumpulkan dan mempersiapkan materi, recording, merilis, promo dan menanti reaksi pasar. Diterima dan dihargai, menjadi bangga dan senang, harus membuat album berikutnya lebih bagus. Mungkin masalah datang di tengah jalan, band ini lanjut atau bubar. Yeah, kadang gw mikir seperti itu, hal-hal yang gw alami mungkin dialami juga oleh
musisi-musisi itu. I feel like i’m a musician with a different equipment, haha hueks. Sama halnya dengan influence. Ternyata bukan cuma musik yang mengenal istilah pengaruh. Membuat zine juga bisa mendapat pengaruh dari zine lain, dari segi isi maupun tampilan. Di awal-awal gw selalu mempelajari Kata Zine, Wave, Moloko+, Maximum Rock ‘N Roll, zine-zine lainnya bahkan koran Tribun Timur, thanks. Isu empat, kerjaan gw banyak terpengaruh majalah Inside United. Setelah setahun, dengan berbagai macam baik dan buruk, dengan empat isu yang telah terbit, masih banyak yang harus diperbaiki. Yeah, isinya, tampilannya, segala macem, masih serba kekurangan dan apa adanya. Masih jauh dari standar untuk sebuah majalah yang rencananya, insya Allah, suatu hari nanti, akan naik cetak. Tapi, jauh lebih penting, adalah niat untuk terus konsisten membuat zine ini tetap ada. Benar sekali ungkapan yang mengatakan mempertahankan jauh lebih sulit daripada memulai, gw benarbenar merasakan itu. Well, karena kita udah memulai, maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan, no matter what. Kita harus pintar mengakali masalah-masalah yang muncul. Mungkin kita perlu bekerja seperti Sir Alex Ferguson, setelah siangnya meraih gelar juara, malamnya beliau sudah memikirkan musim berikutnya. Minyaknya adalah terus merasa lapar dan tidak pernah berpuas diri, itulah yang terus menyalakan semangat. Ketika mood lagi down, mungkin perlu take a breath, take a rest, then restart the machine. Oiya, seinget gw, dulu waktu Tuczine #1 baru rilis, beberapa teman sempat menyatakan siap bergabung (Annas udah, Afid?). Yeah selama ini kita memang bertiga, tapi bukan berarti ekslusif, kita selalu siap menerima dengan senang hati teman-teman
yang mau bergabung di tim redaksi. Bagaimanapun juga, lebih banyak kepala lebih baik, lebih variatif, yoi gak Fad? Many thanks untuk teman-teman yang terus mengirim tulisan, yang sedang berencana mengirim tulisan, yang setia menunggu dan membaca, maupun yang mendukung dengan caranya masing-masing. Terima kasih telah bersedia membuangbuang waktu untuk sekedar menyimak kebodohan ini. Without you guys, this sh*t
is never happened! Buat apa bikin zine kalo gak ada yang mau baca? Many thanks untuk dua saudara gw di tim redaksi, sorry kalo gw terlalu egois, i love you both motherfu*kers, muah! terus semangat bangsat! “Kayanya lw deh De’ yang sering hilang semangat!” And we all say, when we get older, we will be stronger, just like a wavin’ flag, and then it goes back. We never knew, we never knew what was waiting, but i won’t give up!
.
SETIDAKNYA BISA TIGA EDISI LAGI (oleh Andria Sonhedi) Mengetahui kalau Tuczine sudah berumur setahun masih cukup mengejutkan saya. Mengejutkan karena selama ini edisi Tuczine baru sampai nomor #4 untuk periode yang bagi saya cukup lama untuk bisa memunculkan sedikitnya tiga edisi lagi. Kita, para anggota TUC sekaligus pembaca setia, sebenarnya juga turut andil dalam menghambat majalah elektronik pertama yang ada di komunitas pajak untuk menjadi lebih sering terbit. Bila kita perhatikan dari empat edisi terlihat hanya beberapa dari kita yang menyumbangkan tulisan. Tim redaksi jelas butuh masukan ide-ide segar dan baru. Maklum kerasnya tuntutan pekerjaan mereka di kantor masing-masing membuat sumber ide lebih terbatas. Anggap saja sekalian melatih kita mengeluarkan ide dan pendapat pribadi, siapa tahu ada di antara kita yang menjadi kontributor tetap
di media massa lainnya. Untungnya, walau jarak jauh memisahkan kita, teknologi intranet/internet selalu dapat diandalkan sehingga tim redaksi tetap bisa bekerja sama, walau mungkin tak selancar yang kita kira. Apa yang menggerakkan tim Tuczine sehingga masih bisa menghidangkannya sampai dengan edisi yang Anda baca saat ini? Saya kira bukan hanya karena mereka telah menjalankan motto institusi kita: Inovasi, Team Work,Integritas, dan Profesionalisme. Lebih dari itu, karena saya percaya, Anda percaya, dan kita semua selalu percaya bahwa tim Tuczine akan selalu mempersembahkan yang terbaik bagi kita semua. Terima kasih untuk wabah yang selalu setia kalian sebarkan.
.
WELCOME TO OUR CROWD
KITA AKAN TERUS BEREVOLUSI (oleh Fadli Moron)
“Nyet, semalem gw sampe pagi di warnet upload zine-nya, lu baca-baca dulu ya, ntar kalo udah clear kita umumin ke anak-anak.” Itulah sms yang gw terima dari Dede di suatu pagi. Ya, pagi itu tanggal 28 Januari 2009, gak kerasa udah setahun lebih. Dan gw seneng sekali karena respon positif dari kawan-kawan semua, yah karena semangat dari kawan-kawan semualah
yang membuat zine ini tetap ada sampai sekarang. Dede!!! Ya, bangsat satu ini adalah otak dari zine ini, dialah makhluk biadab yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup zine ini. My deepest salute for you brotha!! Bapak pimred kita yang rela menghabiskan waktunya berjam-jam di depan komputer untuk merampungkan halaman demi halaman dari zine ini.
Terus terang banyak sekali kendala untuk merampungkan satu edisi. Mulai dari pemilihan tema, kontributor, sampe layout. Dan yang paling berat adalah waktu. Karena waktu seharian udah habis di kantor, malemnya buat maen ps, internetan, tidur hahaha. Tapi gw yakin kita akan terus berevolusi, mulai dari isi sampai tampilan, coba kita benahin dari waktu ke waktu.
Harapan gw kedepan semoga Tuczine semakin bagus, semakin banyak juga kawan-kawan yang mau menyumbangkan karyanya ke zine ini, makasih buat semua kawan yang tetap setia menunggu terbitnya Tuczine, many thanks buat dua bangsat yang selalu sedia merelakan waktunya demi kelanjutan zine ini, kalian benar-benar hebat kawan!! Oh ya, kapan kita conference lagi? Haha.
.
image taken from funnytogo.com
INI BUKAN EDISI TERAKHIR KOK, KAMI MASIH AKAN TERUS HIDUP! (oleh Arief Hidayat Adam) Assalamu alaikum kembali, salam sejahtera kembali kawan-kawan, selamat hari ini! Entah hari apa di bulan yang sudah agustus di 2010. Semoga siang atau malam ini bintang tidak membuat kalian meleleh, saya harap kamu, kamu, dan kamu semua ada dalam reduksi positif yang maha kuasa. Setahun kemarin saya pernah diculik UFO, tepatnya ketika saya sedang mengencingi bendera-bendera partai politik yang saya cabuti dari tempatnya berdiri. Pesawat UFO itu berwarna merah muda menyala, dan berbentuk seperti bola yang dipepatkan atau malah lebih mirip pantat? Pesawat itu mendekat cepat ke arahku dan seketika itu memancar-
kan sinar terang, saya ditarik naik keatas dan dilemparkan masuk ke dalam salah satu ruangan. Di dalam ruangan segilima bersinar temaram itu saya kemudian ditelanjangi dan dihadapkan dengan dua sosok aneh, satu mahluk berkepala dua dengan lidah yang menjulur keluar dan bersuara “LLLLLLLLLL”, satunya lagi mahluk pendek bertentakel senjata-senjata mesin, dia berkepala besar dengan gigi yang tampak mendominasi semua tampilan wajahnya yang tidak simetris. Beberapa saat setelah itu kita saling berintervensi dengan keberaaan masing-masing. Dengan gestur-gestur tubuh yang tidak lazim mereka sep-
erti berusaha berkomunikasi dengan saya. Saya kemudian tahu kenapa saya ditarik masuk kesini, rupanya mereka menginginkanku untuk bersimbiosis dengan mereka, untuk berbagi paham dengan mereka, menjelajahi waktu dan semesta dengan kapal bau ini. Haha tanpa berpikir panjang saya menjawab “Iya!”. Hari ini, genap setahun saya mendiami kapal ini, kapal dengan dominasi 20% asap tembakau, 30% bau pesing, 20% serpihan kertas, 20% film-film berorientasi sex dan perang, 5% sampah-sampah basah, dan 5%-nya lagi saya tidak tahu. Saya senang tinggal disini, hiruk-pikuknya membuat saya nyaman, makian-makian sub-
versif plus cairan ludah oleh mahluk tentakel pemarah dan pencinta perang, kebisingan yang memekakkan telinga ketika mahluk berkepala dua tolol itu bernyanyi lirih dan menggeram. Dan mungkin saya akan lama tinggal disini, ya setidaknya sampai salah satu diantara kita meninggal dan dibakar di luar pesawat. Selamat membaca edisi ini, dan jangan khawatir, ini bukan edisi terakhir kok, karena kami masih akan terus hidup! Semoga!! Penulis adalah seorang lizardious anti front pembela agama yang memimpikan cerita diatas itu benar terjadi.
.
WELCOME TO OUR CROWD
BEHIND THE ZINE
CERITA DI BALIK PENGERJAAN ISU KELIMA INI (oleh Fadli Moron)
Berawal dari sms yang gw terima dari Dede kalau dia akan berangkat ke Jakarta untuk diklat dan berniat untuk merampungkan bersama-sama zine yang sebenarnya udah 9 bulan tertunda. Yup, selama ini semuanya hanya berjalan dengan ym, email dan rangkaian sms menjadi sarana fasilitasi. Dan akhirnya untuk edisi setahun ini gw, Ayip, Dede dan sekarang ditambah Annas (yeah sambutlah our rising star) berada dalam satu atap. Pengumpulan bahan yang memang selalu menjadi kendala dalam setiap edisi zine seakan mulai terkikis ketika semuanya bisa berdiskusi bertukar pikiran dalam satu ruangan kecil berukuran 3x4, diiringi dengan syiarsyiar Thufail Al Ghifari. Satu persatu rubrik diisi. Ayip mulai menulis sambil mencoba memaksa syaraf-syarafnya untuk dapat mengingat intisari dari buku-buku yang telah dia baca selama ini.
Annas me-review perhelatan akbar yang 2 minggu lalu dia hadiri di Solo. Sekali-sekali dia mendengarkan Dying Fetus untuk mengingat urutan playlist yang dibawakan oleh band berbahaya itu. Gw sendiri mulai me-layout dan memilih foto-foto gathering kedua serta beberapa hasil manipulasi foto gw yang katanya akan dimasukkan ke zine edisi ini. Jam 3-an, sabtu sore kita berempat memulai perjalanan ke Serang, mencari situasi yang berbeda untuk menulis dan me-layout zine. Perjalanan yang terasa pendek bagi gw dan Dede, karena seingat gw, terakhir gw lihat pintu tol Kebon Jeruk dan tiba-tiba gw terbangun dan melihat mobil yang kami naikin sudah memasuki kota Serang. Dan waktu itu si Dede masih berada dialam mimpi busuknya, haha. Akhirnya tiba juga di ruangan yang terlihat absurd dengan rak buku yang hampir rubuh karena sudah tidak sanggup menopang begitu
banyak buku disana. Dan ada tv yang tombol powernya haram untuk ditekan, haha. Disini tugas gw dan Annas untuk sementara sudah selesai, kesempatan untuk memperkosa koleksi buku si empunya kamar, mulai dari “Indonesia 1985�, “Anakanak Indigo� sampe dengan komik gak jelas, haha. Sementara Dede sibuk melayout zine dan Ayip mencoba membuat review lagi. Jam setengah dua pagi, setelah Dede dan Ayip tidur sebentar, gw tidur lebih banyak sedikit dan Annas belum tidur sama sekali, kita berempat berangkat ke Anyer dengan rencana yang amat mulia, meneruskan pekerjaan zine. Tapi ada daya, sampai di Anyer hujan mulai turun dan lokasi yang awalnya mo dijadiin tempat pengerjaan zine sudah penuh. Kita pindah cari tempat lain, dengan sedikit nego dengan penjaga akhirnya kita bisa dapat tempat plus tikar dengan uang Rp. 30.000. Niat meneruskan zine pun
terlupakan setelah merebahkan badan, perut kenyang habis dicekokin mie instan, mendengarkan suara ombak, dan hujan turun rintik, sangat romantis untuk 4 monyet jantan kesepian, haha. Dan akhirnya tertidur pulas (tanpa berpelukan). Balik lagi ke Serang dan melanjutkan sedikit layout Dede dan review Ayip. Jam setengah tiga, gw, Dede, Annas berangkat meninggalkan Serang kembali menuju Jakarta. Dede dan Annas tidur hampir di sepanjang perjalanan. Gw mencoba menikmati perjalanan yang kemaren tidak gw rasakan. Terima kasih kawankawan mungkin sekarang cerita ini terasa biasa, tapi nanti di kala perut kita semakin membuncit, tubuh kita mulai membungkuk, tangan kita mulai gemetar, kita akan bercerita dengan bangga dengan kisah sederhana ini kepada anak cucu kita. Badut, tuhan, setan dan monyet.
.
ISSUE
TEBANG RANTINGNYA
BUKAN POHONNYA MENYIKAPI KASUS GT DAN STIGMA NEGATIF TENTANG PEGAWAI PAJAK (oleh Moh. Hijrah Lesmana)
Selamat datang di kapal ini. Kita akan segera berlayar ke lautan lepas. Akan ada angin topan dan badai menghadang didepan. Mari kita bergandengan tangan. Semoga kita semua selamat sampai tujuan. Itulah kata-kata yang diucapkan narator ketika suara indahnya diiringi slideshow dan temaram lampu serta lagu yang membuat semua yang hadir merenung dan terkesima. Ini adalah bagian akhir dari pelatihan atau pembekalan diri menuju modernisasi yang diusung oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelatihan itu bertempat di Singkawang, Kalimantan Barat. Sebagai informasi, Kantor Wilayah Kalimantan Barat adalah yang terakhir melaksanakan palatihan ini. Bagian pertama, peserta diajak bermain-main, tetapi bermakna. Tentang kebersamaan, tentang kerjasama tim dan tentang kesetiaan. Kemudian peserta diajak untuk bermain logika lewat permainan-permainan sederhana. Misalnya, apakah yang akan terjadi jika seseorang melanggar lampu merah? Bagian terakhir adalah pembekalan mental agar peserta ketika kembali ke satuan kerjanya masing-masing menjadi manusia yang baru, lebih baik, baik secara mental maupun perilaku. Peserta
juga diingatkan bahwa reformasi birokrasi yang tengah gencar dikampanyekan DJP bukan hanya remunerasi, tetapi juga diiringi perubah-
karena dibawakan dengan bahasa dan cara-cara serta pemahaman yang sederhana. Tujuh belas bulan berselang, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kasus mafia pajak yang melibatkan pegawai DJP di Kantor Pusat. Tidak tanggung-tanggung, uang yang digelapkan mencapai 25 Milyar. Uang itu adalah hasil kongkalikong antara pegawai yang bersangkutan dengan oknum polisi, pengacara, jaksa dan pengadilan pajak. Sorotan publik, yang semula terfokus kepada Susno Duadji, kini mengarah kepada pegawai pajak. Banyak pihak kemudian mempertanyakan, benarkah reformasi di DJP telah berjalan kearah yang salah? Reformasi terus berjalan. Ibarat metamorfosa, DJP sekarang baru menjadi kepompong, belum kupukupu yang indah, cantik dan sempurna. Tapi, sebagaimana perjuangan seekor ulat ulat menjadi kupu-kupu, perjuanan, baik sistem kerja, pelaygan DJP hingga seperti sekaanan ke masyarakat hingga perilaku pribadi. Pelatihan itu rang pun tidak mudah. Mulai dari meyakinkan Pemerintah tampaknya begitu dinikmati dalam hal remunerasi, pemoleh sebagian besar peserta
bentukan Kantor Pelayanan Pajak baru, adanya Account Representative (AR) hingga kode etik pegawai. Semua hal tersebut, selain ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (wajib pajak) yang dengan sendirinya akan meningkatkan penerimaan pajak, juga untuk mewujudkan DJP yang modern dan dekat dengan masyarakat. DJP kini bukanlah DJP sepuluh atau duapuluh tahun lalu dimana masih banyak wajib pajak yang takut untuk, bahkan hanya sekadar bertanya, misalnya. Adanya AR mengisyaratkan bahwa DJP adalah bagian dari masyarakat juga, sehingga pajak bukanlah menjadi momok yang harus dihindari. Diharapkan, kelak wajib pajak membayar pajaknya bukan karena takut pegawai pajak, karena terpaksa atau takut didenda, tetapi semata-mata keikhlasan untuk membangun bangsa melalui pajak. Lalu, mengapa masih ada pegawai yang berkelakuan yang melanggar kode etik? Jawabannya bisa beragam. Bisa karena pengawasan intern lemah, adanya pihak luar yang memanfaatkan jabatan si oknum, hingga karakter si oknum itu sendiri. Ibarat pepatah, sebuah pohon belum tentu semua buahnya baik. Pasti ada yang busuk, entah layu atau dimakan ulat. Seorang dosen saya saat kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pernah berujar bahwa usai lulus nanti dan bekerja di tengah-tengah masyarakat, seseorang bisa menjadi setan atau malaikat. Saya meyakini, di instansi pemerintahan manapun tidak ada yang pegawainya baik semua, atau buruk semua. Tentu termasuk DJP yang menaungi 30000an pegawai di seluruh Indo-
nesia, dengan ragam latar belakang dan karakternya. Itu sebabnya reformasi birokrasi di canangkan agar ‘yang bengkok’ segera bisa ‘diluruskan’. Mengapa remunerasi musti dipenuhi? Well, sebelum modernisasi, banyak pegawai pajak (saya tidak pernah menghitungnya, hanya mengamati di lingkungan kerja) yang hidup pas-pasan. Urusan perut adalah hal yang serius. Anda tak bisa menyuruh seseorang bekerja keras tanpa membuatnya kenyang atau tenang dengan penghasilannya. Berlebihan. Belakangan ini saya jarang menonton televisi dan membaca koran. Bukan karena tidak sempat, tetapi karena semua menjadikan kasus mafia pajak menjadi headline. Dalam hal ini, saya mengalami titik jenuh akan pemberitaan. Selain karena terlalu sering diberitakan, media tv (terutama tv berita) tampaknya terlalu dalam menggali informasi dan memasuki ranah yang tidak seharusnya. Di suatu tayangannya, diperlihatkan rumah GT yang super mewah untuk pegawai golongan IIIa sepertinya. Diperlihatkanlah seluruh bagian rumah, lalu dibandingkan dengan rumah kumuh dipinggiran sungai di Jakarta. Dalam pandangan saya perbandingan ini tidaklah pas. Perbandingan yang sepadan adalah kehidupan si oknum dengan sesama pegawai pajaknya. Tv yang bersangkutan perlu tahu, bahwa tidak semua pegawai pajak seperti itu. Sampai saat ini, masih banyak yang berada pada kehidupan yang biasabiasa saja. Mungkin belum banyak yang tahu, banyak lulusan STAN yang meninggalkan kampung halamannya untuk menjadi PNS, tentu jauh dari orang tua adalah
hal yang berat. Masih banyak yang berhutang ke bank untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ketika kasus cicak-buaya meruak, kasus jaksa disuap, apakah media juga membandingkan gaji dan kehidupan seperti ini? Pada pemberitaan yang lain, ditayangkan si GT di dalam pesawat saat pulang ke Indonesia dari Singapura. Saya jadi teringat kasus beberapa tahun lalu, seorang wanita Indonesia dikabarkan dianiaya suaminya di Negara tetangga. Ia lebih mirip selebriti daripada orang yang teraniaya. Lucunya, kisahnya kemudian dijadikan sinetron yang glamour tanpa kedalaman. Tiba-tiba saya berpikir, jangan-jangan kelak kisah si GT juga akan di-sinetronkan? Media bisa berperan sebagai kontrol sosial, dimana pemberitaannya perlu seimbang, adil dan proporsional agar pemirsa memiliki penilaian yang sewajarnya, bukan hanya pemberitaan bombastis yang hanya sensasi sesaat, apalagi hanya untuk rating. Salah kaprah. Saya hampir-hampir tak percaya ketika sampai detik ini masih banyak orang yang salah kaprah tentang pajak. Ada yang mengatakann bahwa bayar pajak musti di kantor pajak. Itu sebabnya banyak yang menyimpulkan pegawai pajak pasti kaya-kaya. Itu perlu diluruskan, karena membayar pajak bukanlah di kantor pajak, melainkan di bank persepsi (bank yang ditunjuk pemerintah untuk menerima pembayaran pajak) atau kantor pos. yang di kantor pajak hanya pelaporannya. Ada yang mengatakan mengurus pajak itu sulit. Ada lagi yang kebablasan, boikot pajak. Lho, bukankah pajak adalah sumber utama pe-
nerimaan Negara yang biasa digunakan untuk membayar gaji pegawai negeri, pembelian alat persenjataan prajurit, subsidi listrik dan BBM, Bantuan Langsung Tunai, anggaran pendidikan, pembangunan jalan, jembatan dan lain sebagainya. Apa yang bisa Negara lakukan tanpa pajak? Momentum. Pada akhirnya, saya memandang saat ini adalah momentum yang pas untuk instropeksi ke dalam. Kata orang bijak, jika kita sering bercermin maka tidak perlu orang lain untuk mengatakan atau mengetahui keburukan diri sendiri. Kita tidak perlu menunggu masyarakat, KPK atau siapapun untuk mengurai keburukan suatu instansi. Jika mau diusut kekayaan tiap pegawai pajak, monggo. Jika tiap pegawai dituntut harus menunjukkan asal kekayaannya, silahkan. Tetapi demi keadilan dan demi reformasi negeri ini, setiap instansi pemerintahan juga musti diperiksa. Kepolisian, Kejaksaan, DPR, Pemerintah Daerah/Provinsi dan lainnya juga musti diperiksa. Jangan hanya berkoar-koar agar instansi lain diperbaiki, tetapi dirinya sendiri enggan memperbaiki diri. Jika semua pihak mau membuka diri untuk diperiksa (tentunya dengan cara yang adil dan transparan), saya yakin akan terungkap mana yang baik dan buruk. Kapal reformasi yang kita tumpangi belum akan merapat ke daratan. Mungkin masih jauh, tak tampak oleh mata. Dan badai yang akan kita lalui tidaklah sebentar. Setahun, sepuluh tahun, seribu tahun. Tapi itu takkan membuat hari kita gentar. Untuk kita semua, yang tumbuh dibawah guguran daundaun di musim semi.
.
OUR MUSIC
KOMUNITAS UNDERGROUND
SATU JARI
Bermula dari Urban Garage Festival awal derground yang lain dari biasanya mulai yang dikoodinir oleh Mogerz Infantry tur yang akan diadakan untuk menandai Namun, akhirnya malah menyulut sespulnya para musisi dari berbagai latar titude yang sama, Islam. Maka kemudian, jadilah acara yang juga diprakarsai oleh Berandalan Puritan ini sebagai ajang silaturahmi mempererat barisan persaudaraan disamping sebagai momen penggalangan dana untuk Palestina. Dan dari situlah, dua kata sakral ‘satu jari’ untuk pertama kalinya dikumandangkan. Adalah Ombat vokalis Tengkorak yang pertama kali mendeklarasikan paradigma baru tentang gesture metal ini. “Apa ini? Ini simbol kepala kambing. Lu mau nyembah kambing? Mulai hari ini, angkat jari telunjuk kalian! Salam Metal Satu Jari!” SATU JARI? Thus, kenapa satu jari? Ini terinspirasi dari energi tauhid yaitu keesaan Allah Swt yang dilambangkan dengan simbol satu jari (telunjuk) mengacung, seperti yang kita lihat pada tasyahhud di setiap shalat. Inilah yang kemudian menjadi titik tolak dan dasar pijakan dari gerakan ini. Sebuah gerakan syiar Islam melalui musik metal (underground). Sebuah pang-
gilan untuk kembali kepada Alllah Swt serta menjauhi perilaku atheis, satanis, paganis serta westernisasi budaya
tahun ini, sebuah entitas komunitas unmembentuk sel-selnya. Awalnya, konser ini adalah bagian pertama dari rangkaian kembalinya Purgatory ke atas panggung. uatu yang lebih besar dan hebat, berkumbelakang genre tapi memiliki dasar dan at-
musik metal lahir dari peradaban Barat yang bobrok. Peradaban itu memengaruhi jiwa anak-anak muda yang labil sehingga mereka larut menjadi individu yang bingung menatap masa depan, tertipu oleh propaganda, hingga menjadi pemuja setan, syahwat, hedonis, menjauhi bahkan menghina sep- agamanya sendiri. “Menyedihkan erti banget, jika anak metal malu seks menunjukkan identitasnya sebebas, bagai muslim. Karena gengsi, konsumsi mau shalat saja, bilangnya narkoba dan mau ke depan untuk beli alkohol yang rokok,” sindir Bonty. memang identik “Kita berangkat dari dengan keseharian seorang Muslim yang punya para pelaku musik visi untuk membangun komukeras. Sebuah usaha untuk membentengi dan nitas musisi metal yang jauh mengembalikan gen- dari drugs, alcohol, dan free erasi muda muslim sex. Inilah niat dan tujuan dari kultur negatif kami. Kita ingin mengembabawaan musik un- likan identitas Indonesia atau derground melalui ketimuran. Jangan berlagak Amrik. Kita metal, tapi ada musik underground itu sendiri. filter, tidak sampai tercerabut ketimuran kita sebagai Sebuah dakwah jatidiri,” ujar rapper Thufail yang dilontarAl Ghifari yang juga vokalis kan bukan dari The Roots of Madinah. mimbar-mimbar Vokalis Tengkorak, masjid, tapi dari Ombat melontarkan panatas panggung dangan serupa, “Penjajahan dengan musik berisik sebagai budaya oleh Barat memang lewat musik metal kayak medianya. gini, musik underground yang Tak bisa notebene keras dan brutal. dipungkiri Terus terang, saat ngeband, bahwa
kita banyak lupanya, ya lupa shalat, lupa diri dan segala macam. Tapi, saat kita sadar, tatkala generasi ini menjadi santapan empuk zionis, maka inilah momen untuk mengubah paradigma lama menuju paradigma baru. Ngeband, tapi tetap menjalankan shalat lima waktu, dan rukun Islam lainnya.” Sejak metal lahir, kata Ombat, propaganda satanisme menjadi momok dan berkembang pesat di seluruh dunia. Ibarat di medan perang, jika musuh memerangi dengan senjata, maka harus dilawan dengan senjata. Begitu juga, jika musuh memerangi generasi muda dengan metal, maka kita lawan dengan metal pula. “Melalui metal, kita bisa lakukan kickback,” tandasnya. KONTRA. Hadirnya eksistensi komunitas ini juga menuai kontra yang cukup banyak. Isu untuk mempolitisir dan memecah belah komunitas metal, hingga cercaan sok suci, munafik dan sebagainya juga bermunculan. Luthfi gitaris utama Purgatory menanggapi dengan tegas, “Kalau underground itu sebuah gerakan anti kemapanan, kenapa harus ada kemapanan baru dengan pelabelan seakan underground itu harus pagan, harus setan, harus mabok dan sebagainya?”
“Lagipula jika seni adalah kejujuran, banyak orang menganggap bahwa menulis syair mabuk, kebebasan, hedonisme, satanis dan sebagainya adalah kejujuran. Begitupun kami, di musik kami memang jauh dari budaya Islam yang kaffah, karena kami menggunakan musik sebagai media ekspresi kami, setidaknya dari titik inilah sebuah batu loncatan di mulai, batu loncatan untuk terus memperbaiki diri. Kami memulai motivasi itu dengan merubah format lagu dan musik kami. Dan itulah kejujuran bagi kami,” tambah Reno yang merupakan gitaris Aftermath sekaligus drummer dari The Roots Of Madinah. “Lo suka lo datang, lo nggak suka ya nggak usah datang. Gampangkan solusinya? Hahahaha, lagian kenapa harus merasa terusik? Toh kita nggak ngusik kok. Metal Satu Jari punya definisi dan kulturnya sendiri, kalau nggak setuju, ya boikot saja, insya Allah saya jamin nggak ngaruh secuilpun sama kami hahaha,” jawab rapper Thufail Al Ghifari dengan santai. Sedangkan kalau Rully Mix Mix drummer Aftermath Cuma bisa bilang “Kok mereka jadi norak begitu ya?” Bagaimana dengan aktivis pergerakan Islam di negeri ini? Adhes Satria dari
Majalah Sabili mengajak teman-teman aktivis harokah yang belum mengenal komunitas ini dari dekat, untuk tidak su’udzan dulu, apalagi melempar tuduhan anak metal melecehkan Islam. Sedikit yang tahu, bahwa anak metal pun berdakwah meskipun dengan cara tidak konvensional dan mungkin lambat. Mereka berniat untuk membentuk genre baru ke arah yang lebih Islami. Pertanyaan pun muncul, ini kebangkitan atau degradasi? Kok Muslim ‘bermetal-metal ria’? Wawan, vokalis Aftermath, pernah berkonsultasi dengan rekan seniornya seputar stigma buruk yang dilekatkan pada musisi metal muslim. “Setelah berkonsultasi, saya mendapat jawaban, bahwa segala sesuatu bergantung niatnya. Saya melihat fenomena ini sangat positif. Apakah salah kalau kami mendekati ajaran-ajaran yang mendekati sang Khalik ke arah yang lebih Islami melalui musik? Saya sendiri lahir dari keluarga Muslim,” ungkap Wawan yang juga seorang enginer. Berangkat sebagai musisi, Wawan mengakui, sebatas inilah kontribusi yang bisa ia berikan untuk sementara waktu. “Jika hari ini kami memperjuangkan
Islam dengan mik dan gitar, kelak kami akan berjihad di jalan Allah dengan pedang dan senjata. Inilah cara kami memberi makan kepada jiwa ini melalui musik. Sebagai Muslim, tentu kami memimpikan tatanan dunia baru, di bawah kepemimpinan Islam dan khilafah,” ujar Wawan bersemangat. Bonty, personil Purgatory, berpendapat, dulu walisongo pun menyampaikan pesan dakwah dan syiar Islam dengan menggunakan wayang, sekarang eranya Metal sebagai media. “Yang jelas, gue prihatin, jika generasi Islam di Timur Tengah malah bermetal ria dengan westernisasi-nya, sedangkan Purgatory justru ingin memanfaatkan Metal.” Bagaimanapun, harokah Islam setidaknya harus menghargai ‘ijtihad’ anakanak metal yang ingin menjadikan Islam sebagai pondasi mereka dalam bermusik. Apalagi, ketika sebagian uang dari setiap lembar tiket yang terjual dalam konser Urban Garage Festival disumbangkan untuk perjuangan rakyat Palestina. Pada akhirnya, semua boleh mengeluarkan pendapat. Tapi apapun bentuk penilaiannya, suka atau tidak, pada hakikatnya komunitas Metal Satu Jari telah eksis dan siap tampil.
OUR MUSIC
Sebuah kultur baru, warna baru dan semangat baru. Setiap orang boleh bersikap pro dan kontra, namun keputusan akhirnya tetap ada pada para pelaku dari Jaringan Metal Satu Jari ini. Jika mental dan karakter jati diri sudah kuat, apapun bentuk cercaan, Metal Satu Jari memang momok ancaman. Dan suka atau tidak, komunitas ini sepertinya memang bukan cuma sekedar musik saja, tapi sarat makna dan pesan edukasi. Walau secara eksplisit pada bab aplikasi, setiap orang berproses sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dan itulah salah satu hakikat dakwah, yaitu memulai dari apa yang bisa kita mulai untuk memperbaiki diri. SIAPA SAJA MEREKA? Sebenarnya, musisi dan band yang punya visi seperti ini sudah ada sejak lama. Hanya saja, selama ini mereka bergerak sendiri-sendiri, dengan sekat-sekat genre dan komunitas-komunitas parsial terpisah-pisah. Setidaknya, kita sudah tahu dua band senior dari komuni-
tas ini yang sejak awal memang sudah keluar dari pakem, Tengkorak dan Purgatory. “Emang bener. Metal dekat dengan setan, ya, begitulah. Itu sebabnya, kita harus bikin yang exceptional. Yang beda,” ujar Ombat vokalis Tengkorak. Sesepuh grindcore Jakarta yang sudah berkibar sejak awal 1990an dan sempat menyatakan bubar sebelum akhirnya membatalkan niat itu berhubung invasi Israel ke jalur Gaza pada akhir 2008 ini adalah bukti nyata sinergi musik cadas dan lirik keras. Saripati Al Qur’an diaplikasikan dengan ekstrem dan diwujudkan dalam aksi nyata bernama Anti Zionist Action. “Kami nggak pernah merencanakan bakal begini. Intinya sih, kami ngambil referensi ke agama karena kami nguasain materinya. Beda kalo ngomongin setan-
yang dibawa band ini sudah ada sejak dari penamaan judul lagu “Sakaratul Maut” pada album kompilasi Metalik Klinik #1. Meruncingnya pembentukan karakter pada band ini semakin mengarahkan para personilnya untuk ‘saling menjebakkan diri’ ke dalam sebuah konsep yang sama. Konsep ini adalah Islam. Ini kemudian diterjemahkan dengan album mereka berikutnya; “7:172”, yang diambil dari Surah ke-7 dalam Al Quran ayat 172, judul lagu “M.O.G.S.A.W” singkatan dari Messenger Of God Shalallahu Alaihi Wassalaam dan seluruh lantunan sya’ir yang ada dalam album Beauty Lies Beneath. Di ranah rap, ada Thufail Al Ghifari yang sudah menelurkan dua album dengan lirik-lirik perlawanan yang lantang diteriakkan. Meskipun sudah menyatakan pensiun sebagai rapper, tapi komunitas Microjihad yang didirikannya telah melahirkan penerusnya di jalur ini, Salameh Hamzah. Selain mereka, rapper lain yang syair-syairnya juga berisikian pesan-pesan sosial dan religi adalah kelompok Barat Hijau Indonesia. Selepas rap, Thufail melanjutkan perjuangannya dengan membentuk The Roots Of Madinah yang memainkan crossover hardcore, metal dan rock. The Roots Of Madinah bersama Berandalan Puritan-nya yang kemudian berganti nama menjadi Brotherhood Of TROM adalah salah satu mobilisator utama acara Urban Garage Festival. setanan, Salah satu band yang hal kayak juga mengusung misi serupa gitu gue nggak adalah quartet trashcore, ngerti,” ungkap GunXRose, meskipun karena Madmor, beberapa hal mereka akhvokalis Purga- irnya batal berpartisipasi tory, band dalam gelaran Urban Garage yang sering Festival. Meski sepak terdicap sebagai jang mereka tidak seramai Islamic death Purgatory atau Tengkorak, metal. Latar beband yang mengambil nama lakang tema Islam plesetan dari sebuah band
hedonis lawas ini tidak kalah tegas dalam bersikap melawan zionisme. Diakui, bahwa tidak semua band dalam komunitas ini sejak awal sudah menetapkan Islam sebagai landasan bermusik. Ada juga yang melalui proses panjang berliku sebelum akhirnya memutuskan hijrah. Salah satunya adalah Punk Muslim. Sebuah nama yang kedengarannya cukup paradoks. Well, sebenarnya mereka hanyalah segelintir anak jalanan yang memilih hijrah, lebih pantas untuk disebut murni anak jalanan dengan atau tanpa label punk di dalamnya. Esensi penting bagi mereka adalah menunjukkan proses perubahan dari kehidupan alkoholik dan penuh kebebasan semu, menuju kehidupan spiritual dalam khasanah Islam. Band lain yang juga mengalami proses ini adalah pengusung nu metal ala Coal Chamber, Kodusa (021). Semangat perubahan itu terlihat dari revisi filosofis pada nama mereka yang awalnya merupakan kode area telepon untuk wilayah DKI yang direvisi menjadi nomor surah ke-21 dalam Al Qur’an, Al Anbiya’. Band lawas lain yang juga turut bergabung adalah gerombolan death metal Qishash dan pasukan power metal Inner Beauty. Dari generasi mutakhir, ada Aftermath. Pengusung thrash metal dengan nuansa Gothenburg cukup kental ini lahir pada 2006 dengan visi utama kontra zionisme. Ada juga lima orang berpenampilan menyeramkan yang beberapa waktu lalu sempat menuai kontroversi, Melody Maker. Selain mereka ada Multiple Personality Disorder (death metal), Stranded (metalcore), End Of Journey (metalcore), Keep It True (hardcore) dan lain-lain. “Satu hal yang saya petik, begitu memasyarakatnya alkohol hingga kami tidak tahu band-band itu di jalur yang sama dengan kami,”
ungkap Bonty gitaris Purgatory, seperti heran setelah mengetahui bahwa ternyata mereka tidak sendiri. Karena keragaman genre, sebagian penggerak yang bukan dari ruang genre metal ada juga yang menyebut Underground Satu Jari. Meski demikian, perbedaan genre ini kemudian ditelan mentah-mentah oleh kesamaan dasar pijakan. Jaringan Metal atau Underground Satu Jari ini dikordinir bersama-sama oleh seluruh band yang memiliki visi dan misi yang sama. Disini, semua yang terlibat menanggalkan identitas lama mereka. Tidak ada lagi, Berandalan Puritan, Brotherhood Of TROM, Mogers atau Microjihad karena ini memang digagas tidak secara individual, tapi digagas, disepakati dan dikelola secara bersama-sama. Isi dari pergerakan ini seratus persen sama dengan yang sudah hingar-bingar terdengar mengenai pergerakan kontra kultur berhala di kalangan musisi bawah tanah dan indie. Allahu akbar!
APPROACH DEEN AVOID SINS. Dan inilah jawaban fase selanjutnya dari sebuah warna baru, konser bertajuk Titik Nol pada 25 juli lalu di Outdoor Bulungan. Bagian pertama dari rangkaian tur Approach Deen Avoid Sins yang akan dilaksanakan di beberapa kota. Yeah, jawaban penting bagi akselerasi perkembangan visi dan misi yang pernah diteriakkan di Urban Garage Festival maret 2010 lalu. Di sinilah fiksasi komunitas puritan ini semakin solid terasa. Ya di sinilah, dimana semua orang bisa belajar bersama mengenal dan mengamalkan Islam (Approach Deen) dan pelan-pelan mengurangi dosa (Avoid Sins). Disini tempat persaudaraan lahir karena ikatan iman, lahir karena kepentingan hijrah, dimana setiap penghuninya hidup untuk saling memotivasi dalam kebaikan. Tidak perduli apa kata orang, jika perkataan itu hanya untuk melemahkan perjuangan ini, maka menutup kuping lebih baik daripada meladeni
kebodohan dengan sikap yang bodoh. Salut untuk komunitas Metal Satu Jari, pencerahan dan sebuah gerakan yang dibangun dari bahan dasar sebuah perubahan adalah warna tersendiri yang Insya Allah akan segera menginspirasi banyak orang yang haus akan motivasi hijrah, sekaligus menjadi ancaman bagi mereka yang terus menerus membanggakan kebatilan! Awalnya mungkin ikut-ikutan, tapi kelak kesadaran baru itu tumbuh. Ombat yakin, komunitas metal muslim ini akan menjadi sebuah jamaah yang besar. “Ini semua karena hidayah dari Allah. Sesama muslim, sejatinya saling menasehati. Tak soal, jika bermula dari skala kecil lebih dulu. Jika berangkat dari yang besar, biasanya cepat tenggelam. Tapi kalau dipupuk, dari kecil hingga besar susah punahnya. Inilah tonggak awal, sejarah baru dari sebuah komunitas yang menjadikan Islam sebagai ideologi. Harus diakui, dulu kita pernah jadi korbannya, maka hari ini kita
tunjukkan, kita metal, tapi tetap punya otak, punya akidah,� tutup lelaki botak yang berprofesi sebagai pengacara dari LBH Muslim ini. Allahu Akbar!!!
.
(Sumber : rootslinenews.blogspot.com, sabili.co.id, koran.republika. co.id, divansemesta.com, HAI-online.com, setobuje. multiply.com, brandalanmukmin.multiply.com, dapurletter. com, kaskus.us)
CHICK
RAYA
UNDERGROUND MEANS FREEDOM Gw menyebut underground sebagai musik spirit. Karena underground bisa diisi segala macam jenis musik, selama mereka memperlakukan musik mereka dengan cara-cara underground. Aliran musik dalam underground pun benar-benar beragam, dari yang load voice, midle voice sampai yang kalem sekalipun bisa, yang penting semangat dalam pembawaan bermusiknya saja. Namun memang, underground lebih dekat dengan jenis musik metal. Karena jenis musik ini memang jauh dari incaran perusahaan rekaman besar yang biasa
disebut major label. Bahkan ada pendapat agak ekstrim, “kalau band indie masuk major label, pasti konsep bermusiknya jadi beda, karena harus disesuaikan dengan pasar, dan tak dapat beridealis ria lagi�. Dan berbicara tentang idealism, sebagian besar band-band underground mengusungnya baik dalam karya lagu, pementasan bahkan ada yang membawa idealisme tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Macam-macam jenis idealisme yang di usung band-band underground tersebut, diantaranya; idealis terhadap isu anti kemapanan,
idealis terhadap isu anti major label, idealis terhadap isu sosial, politik dan ekonomi bahkan ada yang lebih ekstrim, yaitu idealis dengan atheisme atau tidak percaya terhadap adanya Tuhan. Akhirnya, dalam keluarga underground alias independen itu, ada jenis musik yang beragam; industrial/techno, hardcore, brutal death metal, punk, hardrock, ska, alternative, black metal dan lainnya. Musik underground sendiri, merupakan budaya cangkokan. Dimana dalam proses pencariannya membentuk kultur mem-
berdayakan diri sendiri dan komunitas. Berangkat dari pemikiran itulah, para pelaku musik underground memiliki etos kerja �Do it Your Self�. Karena musik underground merupakan musik subkultur, bukan musik mainstream, dimana tidak semua orang bisa menikmati, tidak semua orang bisa melihat. Sehingga untuk tetap menjaga eksistensi musik ini, harus dilakukan sendiri oleh band tersebut. Satu hal yang akan selalu gw harap dari para musisi underground, terus berjuang untuk kemerdekaan underground!!!
.
INSIDE TUC
IF YOU THINK IT’S OVER, BETTER THINK AGAIN!
LAPORAN DARI TUC’S 2ND ANNIVERSARY GATH DI MASBERTO CAFE 28 MEI 2010 LALU, OLEH ARIEF HIDAYAT ADAM
M
embutuhkan waktu yang tidak terlalu lama untuk flashbacking ke hari menyenangkan itu. Ingatan saya langsung bermuara dari percakapan ini, “bagaimana? sudah siap untuk berangkat?�, hahaha. Saya rasa semua tahu dari mulut kelu siapa ucapan ini berasal. Disana terlibat juga dua primata lagi selain saya, bang Olap yang berotot dan Galih yang tidak berotot. Eh ya, hari itu hari jumat, hari yang bijak untuk beribadah, dan begitu juga kita, siap untuk beribadah bersama-sama!
INSIDE TUC
Ini adalah perayaan hari jadi pertemanan kita yang ke-2 menurut kalender masehi. Tepat dua tahun kita membentuk organisasi ber-ordo kiri ini, organisasi yang sekali lagi saya miripkan sebagai mothership untuk keluarga saya terbang, dan sesekali menghujani sesuatu dibawah sana dengan benda berhulu ledak. Inilah TUC, Toxic Unstoppable Cabals. Maka tepat ketika dewa Ra bersinggah di atas kepala kita, ber-empat (Ayip, Molon, Olap & Galih) kami tiba di tempat ibadah yang dituju. Tempatnya terlihat unik dengan dua baliho besar bergambar beberapa free as willy homo sapiens. Dan nama dari tempat ini Masberto, apakah akronim dari masyarakat bertatto itu? Entahlah saya tidak sempat untuk bertanya. Di tempat itu sudah tampak pula teman homo sapiens yang lain, Gigih den-
gan istri plus juniornya dan seorang teman, Fahmi dengan pasangannya yang mungkin sedikit rabun (kok bisa suka sama si Fahmi ya?). Setelah bercengkrama dan sedikit berselisih paham dengan penjaga tempat itu, kita segera bergegas masuk dan menyiapkan alat-alat pesta seadanya, memasang banner 2nd anniversary, menyiapkan stage, dan menyiapkan makanan tentunya, cepatlah nyet! Saya lapar!! Rundown acara akan dimulai tepat pada pukul 02.00. Satu persatu teman-temanpun menyudut, mas Andriana , Agus beserta wanitanya, mas Sapto, Abram, Nico, dan tentunya pak Andria!! Anggota tertua yang kemudian dimetodekan sebagai kapten pesawat kita yang baru. Acara pun segera dimulai, dengan ritual ulang tahun seperti biasa yang dilakukan manusia bertipikal humanis, pembacaan doa dan
kesan pesan blah blah blah, tiup lilin, ketawa-ketawa konyol, potong kue dan fase sengkarut penghancuran kue berbentuk C.I.N.T.A yang kemudian berubah wujud menjadi T.I.N.J.A di muka Molon, dan badan teman-teman lain, haha, padahal kuenya belum sempat dimakan! Ah acara peribadatan harus segera dimulai. Gigih sudah menggebuk-gebuk drum, Abram juga sudah ngupil-ngupil, itu tandanya hidung Abram kotor. Dorr!! Penampil pertama adalah saya sendiri dengan bertelanjang perut, ah, badan saya sedikit berlemak ternyata gara-gara kebab sialan yang kini menjadi teman setiap malam. Penampil konyol ini membawakan musikalisasi puisinya yang pertama, diambil dari salah satu karya penakluk otoritasi pemerintah pada masa hidupnya, Widji Thukul, yang berjudul “Bunga dan Tem-
bok�. Setelah itu jeda untuk para ulama ‘sebenarnya’ lumayan panjang, dan akhirnya diisi oleh band tanpa wajah! Haha, bagaimana tidak? Para penampil TUC ini bermain musik di atas panggung tanpa melihat ke arah penonton, hehe, salute! Ah sudahlah, mari beribadah! Catastrophe is looking around, whose will be their next victim to be slayed? Ah, tanpa banyak berorasi, teman-teman sudah terprovoke untuk mendekat dan beribadah. Raungan dua vokalisnya menjadikan suasana kesengkarutan kembali! Apa jenis musik band ini? Roots-nya metal, death barangkali? But it feels good to be damned! Tidak beda dengan anjing! Nagantaka mengisi line kedua dengan progresive rock-nya. Para jamaah sangat menikmati ritual pemerkosaan gitar dan bass-nya. Ah, sangat nyaman
dilihat, berharmonisasi padat, this is the next damn thing I learn about how to play the guitar! Haha. Eh, vokalisnya keren, range vokalnya tinggi, wedew. Ya, ini salah satu band pengusung genre ‘musik bervocal range tinggi dan harmonisasi gitar yang keren’, wtf? Hey, Carnivored naik panggung! Gema mc konyol. Mendengar namanya saja saya sudah mengira ini band tagonian dari neraka penjemput legion, hehe. Bukan begitu bang Abram? Fyi, Abram mempunyai band primata keren sejenis bernama Mordor, Mordor kemana nyet?? Ayo bangun! Kembali ke stage, tepat sudah dugaan saya, band berlirik tajam dan penuh distorsi, death metal bukan? Hehe saya tidak begitu paham tentang genrelisasi musik, tetapi band satu ini membuat saya ikut juga berjamaah! Now this is the time
for setelah semuanya berakhir, haha, After All Over!! Band pengusung metalcore! Saya sudah tahu sebelumnya tentang band ini. Band om Rebel, salah satu dedengkot TUC yang dengan sangat disayangkan harus keluar untuk menjalani projek duetnya dengan istri tercinta (nyaingin anangrind dan syahrandeath, haha kiddo!). Benar sekali, band ini memancing para jamaah untuk beribadah sengkarut! Aha, tampak bang Olap dengan headbangnya yang berlebihan, Gigih yang malu-malu, Fahmi yang sukanya jorok-jorokin orang, Nico yang ber-headbang hatihati, takut behelnya terlepas, Molon dengan tonguebangnya, Abram yang mabuk atau dia hanya semaput? Hahaha, ini penampilan band terbaik untuk saat ini, membawakan lagu-lagu baru, dengan personil-personil baru, saya hanya mengenal Markus disana, so lets slammed!!
Saya sangat terkejut ketika melihat ke depan venue yang dari tadi saya belakangi, ternyata jamaah ibadah sangat banyak! Terlihat juga Daniel vokalis Deadsquad yang menyudut. Ahaha, ini dia penampil terakhir, Social Fuckin’ Black Muthafucka Yellin’! Band absurd generasi kekinian dengan semangat 28 milyar watt. Band yang berusaha dengan giat meyakinkan dunia bahwa thrash itu not to be thrashed, mungkin usahanya melebihi keinginan mereka untuk belajar giat dalam akademisi, haha. Mengejewantahkan kredo musikalnya, para thrasher militia ini tidak lantas hanya bermain musik, mereka juga sangat atraktif menstimulasi adrenalin jamaah-jamaah untuk menggiatkan ibadahnya. What a day! Tepat setelah adzan magrib, acara ibadah kita selesai. Hari yang melelahkan karena
orgasme telinga, penuh dengan senyum, keringat, daki, dan peluk mesra, hehe. Saya rasa semua kepala kawankawan hari itu sepakat akan suatu hal bahwa ulang tahun seperti ini akan terus terjadi untuk beberapa puluh tahun lagi, walaupun semua sudah beruban, sudah tambun, dan bang Olap sudah menjadi tengkorak. IF YOU THINK IT’S OVER, BETTER THINK AGAIN! Selamat ulang tahun yang ke-2 teman-teman!
.
INSIDE TUC
INSIDE TUC
INSIDE TUC
BAND BERBAHAYA
UP CLOSE
SOCIAL BLACK YELLING
www.myspace.com/socialblackmetal
DARAH SEGAR THRASH METAL An aristocrat boy with dictator mental , the putrid climate air current of the ammunitions in the battle field , the regulation decomposition behind the great wall as the symbol of the representatives looks like a dog , the system of destruction that is being built by the authority with a stupid face , the obscure situation where the god is not with the jihadist . Wow! that’s Social Black Yelling. Terbentuk pada tahun 2007 dengan nama awal Parasite Eye dengan formasi awal Valy (gitar), Fath (gitar), Reza (vocal), Yudha (bass), dan Aria (drum), di daerah Joglo, Jakarta Barat. Area Joglo sendiri sering diplesetin menjadi Joglo Trengginas. Nggak lama kemudian Aria cabut karena ingin berkonsentrasi pada bandnya sendiri, Catastrophe, dan digantikan Doni, cowok
dari Ciledug. Namun ternyata Aria nggak sepenuhnya cabut, dia balik lagi dengan status additional player. Memasuki pertengahan tahun 2008, Fath cabut karena urusan keluarga, dan digantikan Boni. Pada formasi ini, Social Black Yelling mengeluarkan single “13:10” dan juga masuk dalam kompilasi “Barat Bersatu” pada tahun yang sama. Tak lama setelah itu, karena alasan pendidikan, Reza pun vakum sementara dan digantikan oleh Dani. Pada formasi dan situasi yang nggak menentu ini, Aria dan Boni memutuskan untuk menjadi personel tetap di Social Black Yelling. Lalu di penghujung tahun 2008, Reza pun akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan kepergiannya disusul Yudha. Beberapa nama sempat masuk sebagai additional
players di band ini, Broto dari Ban Java, Arab dari Second Life, sampai akhirnya muncul Nizar yang gitaris Catastrophe itu sebagai bassist tetap Social Black Yelling. Musik Social Black Yelling banyak dipengaruhi oleh Metallica, Megadeth, Slayer, Sepultura, Kreator, dan band beraliran thrash metal lainnya. The eighties thrash metal that is mixed with the twenties thrash , and a bit selfish and aggressive plays solo during more a half minute. Mengusung riff-riff gitar yang powerfull, cepat dan gahar, serta solo dari dua gitarisnya, beat-beat cepat dan ngebut, serta style vocal yang harsh. Lirik-liriknya banyak bertemakan Jerusalem, kerusuhan Mei 1998, kebobrokan praktek politik dan hukum di tanah air, sampai masalah beragam perang yang menjadi sejarah kelam
dunia, diteriakkan secara lugas. Disela kesibukan tampil di berbagai panggung metal ibukota, Social Black Yelling baru saja merilis demo pertama mereka “Riot Will Find The Way” yang berisi tiga lagu. Dan sekarang ini mereka dalam pengejaran untuk produksi untuk debut album yang insya Allah akan kelar tahun ini. Sip! Ditunggu! (dapurletter/myspace)
.
BAND BERBAHAYA BAND BERBAHAYA
SUICIDAL SINATRA
www.myspace.com/suicidalsinatra
SINATRA GOES PSYCHO Interviu oleh Fadli Moron
Halo, Suicidal Sina- album ini banyak komentar tra apa kabar? Dengan siapa kalau musik kita rockabilly/ ini? psychobilly walaupun waktu itu lirik-nya kacangan hehehe. Kabar baik. Saya Kape Sina- Dan untuk menegaskan warna tra, main bass! musik rockabilly, kita sepakat mengganti nama S.o.S ke Boleh cerita sedikit tentang Suicidal Sinatra. Sinatra awal terbentuknya Suicidal diambil dari nama Frank Sinatra? Dan kenapa pilih Sinatra, Suicidal diambil dari nama ini? kata Suicide (bunuh diri), biar lebih garang hehe. Awal kita mulai main bareng sama Sinatra dari tahun Influence dalam bermusik? 1996, cuma waktu itu kita masih pake nama S.O.S (Soul Influence dalam bermusik of Speed). Waktu itu kita ma- dari Tiger Army, Living End, sih main rock heavy metal. Di Johny Cash, Madsin dan tentu awal tahun 2000an kita mulai saja Frank Sinatra. bongkar pasang personil (beberapa personil kuliah di luar Sekarang sudah mengeluarBali). Waktu berjalan begitu kan berapa album? Dengersaja, pelan - pelan musik kita denger katanya sekarang mulai berubah ke rock n’ roll sedang recording untuk punk. Tahun 2003/2004 kita album terbaru, bisa cerita mengeluarkan sebuah album, sedikit? “Valentine Ungu” sebanyak 700 copy dan habis terjual. Di Album kita sudah tiga.
Pertama “Valentine Ungu”, “Love Song and Stinking Cheese” dan “Boogie Woogie Psychobilly”. Album kompilasi empat, dua di Bali dan dua di jepang! Dan saat ini kita lagi recording untuk album baru, mungkin dengan konsep mini album! Sebagai salah satu dari sedikit band psychobilly di Indonesia, bagaimana menurut kalian tentang perkembangan scene psychobilly di Indonesia, khususnya di Bali? Perkembangan rockabilly/ psychobilly di Indonesia khususnya di Bali lumayan bagus. Biasanya band yang mainin rockabilly/psychobilly punya masalah yang sama pada bassist, susah dapetin contra bass plus sounding-nya. Manggung yang paling
mengesankan? Semua panggung mengesankan dan punya kenangan tersendiri. Yang paling mengesankan menurut saya buat Sinatra panggung Soundrenaline main stage. Next target dan harapan ke depannya? Ok bro, thanks berat atas waktunya, sukses terus buat Suicidal Sinatra, go psycho!!!
.
Target dan harapan ke depan semoga album baru Sinatra Sukses. Thanks!
UP CLOSE
OLAP LINDEI DAMANIK
PALING MILITAN Personel TUC paling militan. Dari dua kali gath yang telah dilaksanakan, beliau adalah satusatunya member asal luar jawa yang tak pernah absen, tak peduli lagi bokek atau halangan lainnya!! “Dari 666 orang seangkatanku yang diangkat PNS DJP, kata orang kantor pusat yang nganterin sk ke Medan, namaku adalah yang paling unik, yang paling aneh juga katanya! Olap Lindei Damanik. Jangan tanya artinya apa, karena bapakku juga ga pernah memberi jawaban yang sama setiap kali aku tanyain. Lupakan saja. Karena itu aku bikin nama baru Nyphent, ini bukan nama resmi, karena tidak ada bukti hukum yang membuktikan Nyphent itu milikku. Saat ini aku tersesat jadi salah satu member TUC, dan kalo ga salah aku termasuk 10 besar member tertua. Dan percayalah,
aku masih single! Bukan karena gak laku, hanya karena saat ini belum ada yang mau aja. Itu berbeda! Kenapa aku merasa diriku tersesat? Dulu aku hanya suka dengan nu metal, gothic atau gabungan keduanya. Tapi akhirnya di TUC aku diracuni oleh hardcore, death metal dan bahkan sedikit punk! Jujur saja, sekarang aku bingung jiwaku sebenarnya memilih yang mana. Yang pasti ini menyenangkan, kesesatan yang indah!! Itulah musik, gila! Berkat TUC ruang musik di otakku semakin luas, dan ternyata masih banyak yang bisa kuketahui, masih banyak yang harus kukenal!! Karena itu kubiarkan diriku terjebak disini. Aku juga suka futsal, dan suatu hari nanti aku harus main sama member TUC yang lain, Gigih dan Anas adalah dua orang yang benar-benar kupilih jadi lawanku nanti!!!
Aku punya beberapa potong t-shirt, tapi ada satu yang teristimewa! T-shirt yang kusematkan di badan di banyak waktu dan kesempatan. Ke mall, ke bioskop, ke kantor juga dan bahkan ketika tabrakan di jalanan, t-shirt itu bersamaku! T-shirt yang bertuliskan TAX UNDERGROUND COMMUNITY!�.
UP CLOSE
MOCH. SYAICHUDDIN
GAK BISA DIEM ”Badan gw cungkring, kepala kecil, mulut gak bisa diem nyerocos kaya petasan imlek. Muka selengean, rambut dijabrik kaya sapu lidi usang di sudut tembok. Ngakunya sih suka sama semua musik, tapi denger lagunya de’ nasib marah kaya orang mo berak gak dapet tempat. Lagu kok ngeluh semua? Sekali-kali yang semangat napa? Gw menamai diri gw sendiri dengan sebutan syaecho, soksokan biar ‘sadis’, pembunuh. Padahal diambil dari bahasa Jawa: syae (bagus), echo (enak, nyaman), mana sadissadisnya? Hobi gw jalan-jalan, yah, jalan dalam arti yang sebenarnya. Yaitu jalan kaki dengan posisi telinga tertutup headset. Maklum, gak punya duit buat naek angkot. Katanya sih biar sehat, padahal kita semua tahu itu alasan basi. Gw tahu TUC dari
dekstop komputer seorang oc pbb di salah satu kpp di Jakarta Barat. Apaan tuh TUC? Gerakan bawah tanah di DJP? Apakah akan ada kudeta di DJP? Merasa tertarik, gw coba tanya ma si empunya komputer, Molon. Tapi tanggapannya sinis; “yee, gak usahlah lu ikut-ikutan TUC. Emang lu suka apa sama musik-musik underground?” Tanpa babibu lagi, gw register di forum TUC di Djapra. Ternyata pasienpasien di TUC orangnya keset (baca : welcome) banget. Gw disambut dengan katakata “atribut dari neraka”. Emang sih pertama kali gw gak nyambung, tapi ternyata setelah lama di TUC, tetep aja gw gak nyambung. TUC bisa menyatukan berbagai keanekaragaman hayati yang hampir punah diterpa pemanasan global akibat bakunya sistem formalitas. Satu kata untuk TUC, bergerak!!”
.
UP CLOSE
MARDHANI MACHFUD RAMLI
NIKAH SAMA BLUES “Gw Dhani, 22 tahun lebih 5 hari yang lalu dilahirkan di era revolusioner musik glam metal dan hard rock di akhir 80-an dan dibesarkan di tengah-tengah euforia musik grunge di era 90-an. Bakat seni gw sebenarnya turunan dari keluarga gw yang merupakan pecinta seni; Bokap gw adalah seorang mantan sutradara lokal, penulis dan seorang mantan gitaris sebuah band lokal di era 70-an, dan nyokap adalah seorang mantan pemain teater. Sejak kecil mulai mendengarkan Nirvana, Bon Jovi, Def Leppard, Oasis, hingga boyband seperti NKOTB, Bad and Breakfast, hingga Boyzone dari koleksi kaset kedua kakak gw. Bokap gw sejak kecil membiasakan gw dengerin Deep Purple dan The Beatles serta nyokap gw keseringan muter lagu Titiek Puspa dan lagu-lagu pop era 80-90 an. Karena itu kuping gw cukup banyak menerima referensi musik, dari era dan genre apapun. Sewaktu SMA bokap menghadiahkan sebuah gitar Fender Stratocaster dan Fender Jazz Bass. Gw gak terlalu tertarik ama bass
(maklum Jazz bass beratnya minta ampun,..dan fretnya segede kingkong) dan sibuk mengutak atik Stratocaster sakti peninggalan bokap, dengan status baru belajar. Waktu itu gw membaca sebuah koran lokal yang mengulas (klo gak salah) artikel rolling stones ‘100 gitaris paling berpengaruh sepanjang masa’ dan gw menemukan foto seorang negro yang sekilas gw sangka Michael Jackson semasa muda bernama Jimi hendrix yang didaulat sebagai gitaris yang menempati peringkat #1. Karena kecewa kenapa guitar hero gw saat itu, Paul Gilbert, gak masuk sebagai gitaris paling berpengaruh, gw lalu nanya ama bokap: “siapa sih Jimi Hendrix?” yang dijawab oleh bokap gw: “dia itu gitaris paling hebat,..gak ada yang bisa niru dia”. Sebuah jawaban yang membuat gw terjerumus ke dalam dunia musik psycedelic rock yang akhirnya mengenalkan gw ama blues, dan akhirnya gw ‘nikah’ ama blues di tahun 2003. Mulai dari black blues seperti BB King, Albert King, Muddy Waters, Buddy Guy, hingga white blues seperti Clapton,
SRV dan John Mayer. Pertanyaannya, kenapa orang seperti gw yang berkiblat di Missisipi dan Austin, Texas bisa gabung dengan penghuni-penghuni bawah tanah di forum TUC?? Gw ngeliat underground bukanlah sebuah jenis musik. seperti The Blues, underground adalah kata sifat. Underground adalah kebebasan, absolutelty freedom, sama seperti yang gw pelajari pada blues. Underground adalah wadah dimana kaum minoritas yang terinjak-injak zaman menyuarakan kemerdekaan, menyuarakan kebebasan, sama seperti kebebasan berekspresi yang diajarkan om Hendrix ama gw. Makanya, gw ngerasa TUC adalah rumah bagi orang-orang yang merasa benar di jalan ‘bawah tanah’, orang orang yang merasa tertekan oleh keseragaman mainstream dan kebusukan industrialisme. TUC adalah tempat dimana gw bisa nemuin orang-orang yang sevisi ama gw, walaupun selera musiknya berbeda jauh. So,..excuse me while i kiss the sky.”
.
PENADAH LUDAH
FREEDOM OF SPEECH (oleh Moh. Hijrah Lesmana)
image : shut up by rift, taken from pixelgirlspresents.
PENADAH LUDAH
Sebagaimana dalam kehidupan di dalam masyarakat yang normal, adalah hal yang jamak ketika sesuatu yang ‘berbeda’ dianggap sebagai ancaman, membawa keburukan dan –otomatis- terpinggirkan. Adalah hal yang biasa ketika sesuatu yang minoritas itu dianggap salah dan musti mengikuti yang mayoritas. Sebuah jalur pikiran yang lurus menuntun otak manusia untuk cenderung menyukai yang seragam. Padahal kita semua tahu bahwa sesuatu yang seragam itu belum tentu baik, bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Yang banyak belum tentu lebih baik daripada yang sedikit. Yang besar belum tentu lebih kuat daripada yang kecil. Terkadang kita musti mencari jalan yang tidak lurus untuk mengetahui yang lurus.
diciptakan oleh dan untuk kalangan atas, yang bermewah-mewah. Musik yang lain muncul karena adanya dorongan untuk menunjukkan ke-esksistensi-annya di dalam masyarakat, yang cenderung ngepop. Sedangkan musik yang lain lahir karena ‘terpaksa’ dan ‘dipaksakan’. Musik seperti ini biasanya lahir karena adanya semangat perlawanan terhadap mayoritas dan anti-kemapanan. Benarkah kemapanan itu buruk? Kemapanan adalah sebuah kata yang menunjuk sebuah gejala sosial yang cenderung stagnan, tetap dan status quo. Padahal kehidupan itu –disadari atau tidak- dengan sendirinya akan berjalan dengan perubahanperubahan yang dinamis. Mungkin seseorang tidak menyadari bahwa ia telah lama dikungkung dalam kemapanan yang melenakan, dan tanpa ia sadari telah terperangkap dalam sebuah kehidupan yang lebih mirip dengan tempurung. Mayoritas orang memimpikan kehidupan yang normal, sebagian yang lain memilih untuk menghancurkan batas-batas kenormalan, dan mereka sedang menuju perubahan yang dinamis. Dan saya tidak ragu untuk bilang : persetan dengan mayoritas!! Dalam dunia musik, tidak bisa dipisahkan yang namanya freedom to speech (kebebasan berpendapat/ Mari kita bicara ten- bersuara). Seseorang bebas tang musik. Di dunia banyak untuk menyuarakan apa yang genre musik yang lahir, bedipikirkannya, tentu tanpa berapa diantaranya beruntung mengganggu kenyamanan untuk tumbuh dewasa, besar orang lain. Itu sebabnya dan menikmati kegemilanmuncul genre-genre musik gannya. Disisi lain, beberapa turunan dari genre musik genre juga mengalami stagsebelumnya, yang barangkali nasi, tidak tumbuh, juga tidak terdengar aneh. Selain karemati. Beberapa genre musik na perkembangan teknologi
dan kemampuan individual dalam bermusik, juga karena ada tendensi untuk keluar dari norma-norma kenormalan. Musik punk, yang memiliki ciri beat drum yang rapat dengan nyanyian 3-kord, konon, dilatarbelakangi oleh semangat perlawanan terhadap tirani yang berkuasa, lingkungan sosial yang buruk atau sekadar luapan kemarahan yang tak tersalurkan. Freedom to speech – dalam pemikiran awam sayaadalah membiarkan adanya konser band-band non-pop di tanah air sama semaraknya dengan band pop. Ya di TV, ya di ruang terbuka, ya di acara amal. Kenapa tidak? Di Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara Eropa, bahkan Brazil dan Jepang, banyak event yang digelar untuk menuntaskan dahaga akan tampilnya band-band yang bukan ‘itu-itu saja’. Itu sebabnya, di negara-negara dimaksud banyak band dengan genre baru bermunculan. Menurut hemat saya, itu karena adanya kebebasan untuk berekspresi. Dilain pihak, mereka tahu batasanbatasannya. Freedom to speech berhubungan erat dengan freedom to listen. Anda tidak dapat bersuara jika tidak mendengar, sebab tidak ada inspirasi disana. Jika tidak bersuara, anda tentu sulit untuk mengungkapkan isi pikiran dan hati, meski telah mendengarkan begitu banyak suara (baca : musik). Keduanya seperti siang dan malam, berbeda wujud tapi saling membutuhkan dan melengkapi Kebebasan untuk mendengarkan adalah wujud dari kejujuran dalam bermusik itu sendiri. Seharusnya selalu
ada ruang dan waktu untuk bebas mendengarkan. Seharusnya juga tidak ada batasan untuk itu. Ada lagu yang bercerita tentang dampak buruk sebuah perang, disisi lain ada lagu yang bercerita tentang cari jodoh. Ada lagu yang menceritakan pedihnya kesendirian, ada juga lagu tentang patah hati dengan lirik mirip bikinan anak SD. Menurut anda, mana yang layak untuk didengarkan tentu sudah bisa kira-kira. Ada kalanya tibatiba saya merasa sedih dan miris ketika pemusik penuh talenta, kegairahan dan juga kemarahan, hanya mengamen di sudut-sudut gelap sebuah kota, terkadang harus patungan untuk menyewa alat musik. Ada juga yang beruntung manggung di kafe kecil, sekadar untuk berekspresi. Tapi yang paling menyedihkan adalah ketika melihat bandband manggung dengan lypsinc dengan segala kepalsuan. Mereka dielu-elukan seolaholah mereka adalah artis (seniman). Well, tentu ada bedanya mana yang seniman betulan dan yang dadakan. Tentu juga ada bedanya menonton sebuah pertunjukan yang telah diatur sedemikian rupa yang seolah-olah semarak, dengan sebuah konser yang tanpa dikomando pun penonton akan mengerahkan energinya. Saya jadi teringat curahan hati Jalaluddin arRumi ketika beliau tengah galau dalam kesendirian : Tidaklah kesendirian itu pedih/ Sebab kita semua diciptakan dalam kesendirian/ Dan juga akan pergi dalam kesepian/ Cukuplah singa dalam hatimu yang menjadi peneduh/ Di kala kemarau yang teramat sangat…
.
PENADAH LUDAH
TOKO-TOKO YANG HAMPIR PUNAH
DI ANTARA KASET SEKEN
DAN MP3 BAJAKAN Dua senior TUC, beliau berdua kolektor kaset dan cd, berbagi kisah tentang pengalaman berburu koleksi, toko-toko yang hampir punah dan tentang kegelisahan mereka akan pengaruh buruk mp3 bagi generasi muda. Kenapa pak?
oleh Andria Sonhedi Jika suatu saat Anda berkesempatan jalan-jalan ke Malioboro, Jogja, di malam hari antara pukul 18.30 s.d. 21.30 cobalah terus berjalan lebih ke selatan atau ikuti arah kendaraan berjalan karena hanya satu arah, sampai ketemu dengan yang namanya pasar Beringharjo di timur jalan atau kiri Anda bila masih tetap tak tahu arah. Pasarnya tutup jadi jangan mencoba masuk ke situ. Tempat yang ingin saya tunjukkan adalah di selatan pasar atau di seberang Mirota Batik, tempat yang dulunya pernah menjual kaset seken termahal di Indonesia. Saat ini, penjualnya tinggal dua orang sehingga lapak yang ada tidak tampak menonjol karena berbaur dengan penjual martabak. Menurut pak Priyo, penjual yang di sebelah selatan, banyak beredarnya mp3 dan cd bajakan cukup menurunkan omzet mereka karena sekarang anak-anak muda lebih suka membeli cd. Pasokan kaset bekas jadi turut berkurang drastis karena banyak toko kaset yang sudah tidak menjual kaset, hanya cd.
Sehingga pembeli, terutama untuk kaset-kaset rock & heavy metal ikut berkurang juga. Bisa dibilang kasetkaset yang mudah laku dan harga jualnya paling tinggi adalah yang bergenre rock & heavy metal barat dibanding jenis lainnya. Pak Priyo ini dulunya adalah salah satu penjual yang berani menetapkan harga mahal pada kaset yang dia jual, maklum kebanyakan kaset dagangannya termasuk pilihan. Bahkan kaset rekaman the best yang dia copy dari aslinya saat itu (tahun 1992 sampai 1999) laris dibeli para kolektor yang sudah putus asa mencari kaset aslinya. Harganya sekitar Rp 15.000 tahun itu, bandingkan dengan harga kaset resmi masih sekitar Rp 10.000. Pak Salmi, yang berjualan di sebelah utara (sebenarnya jaraknya cuma 3 meter dari pak Priyo),saat ini juga mulai menerima lagi segala kaset bekas yang dianggap laku. Bila kembali ke masa lalu mereka berdua memang benar-benar selektif membeli barang dagangan, hanya kaset barat dan menolak kaset yang tidak pernah laku di lapak mereka. Mereka berdua adalah para survivor, mung-
kin karena berjualan kaset itu sudah mendarah daging, mungkin 20 tahun lebih, dan semoga juga karena kecintaan mereka pada kasetnya. Tadi saya mampir di mall dekat KPP, ternyata toko cd/kaset terakhir yang ada di sana telah tutup. Sebelumnya toko kaset/cd Bulletin tutup akhir tahun lalu. Saat saya ke Yogya dua minggu lalu juga ada toko kaset yang tutup, sebelah timur KFC UGM. Tanda -tanda kehancuran itu sudah tampak saat beberapa album hanya dikeluarkan dalam bentu cd saja; Megadeth “United Abomination”, Dream Theater “Chaos” dan Helloween “Gambling With The Devil” sebagai contoh. Mp3 bajakan mau tak mau dituding sebagai penyebab ambruknya bisnis toko kaset di beberapa tempat. Memang ada kaset bajakan tapi efeknya tak sehebat mp3, tinggal beli 1 cd dapat 10 album atau lebih dengan harga Rp. 5000 s.d. Rp. 8000. Saya juga penggemar mp3 bajakan, namun saya tetap menginginkan mempunyai kaset/cd walau tak harus baru. Artwork sampul , daftar lirik lagu, cd/kasetnya sendiri adalah kesatuan seni yang tak
tak dapat dipisahkan. Kaset & cd masih bisa dijual seken bahkan harganya bisa naik sedang cd mp3 bekas belum pernah saya jumpai. Download mp3 pun hanya supaya saya bisa mendengarkan musik dari komputer saya, itu pun untuk grup-grup yang tak beredar di Indonesia. Yang saya takutkan, generasi muda hanya mendapat produk industri musik yang mengikuti selera pasar. Para grup atau pencipta musik mulai asal membuat lagu dengan harapan mendapat untung dari penjualan ringtone dan konser mereka sebelum mereka dilupakan orang.
.
“ Saya juga penggemar mp3 bajakan, namun saya tetap menginginkan mempunyai kaset/cd walau tak harus baru. Artwork sampul, daftar lirik lagu, cd/ kasetnya adalah kesatuan seni yang tak dapat dipisahkan.
oleh Chresno Daroe Warsono Tadi pagi di perjalanan ke kantor muter Roxx “Rock Bergema� sampai tiga kali , bonus majalah Rolling Stone hasil beli obralan kemaren. Asyik benar nih lagu. Jadi inget 20 tahun yang lalu, lagu ini menjadi semacam lagu wajib bagi band-band sekolah di kampung saya kalo manggung.
.................... Jadi inget masa muda, tahun 1994-1998, sebulan sekali saya ke Jogja,
“ Ibarat merokok, suara mp3 itu seperti kita ngisep asap yang keluar dari ujungnya, bukan ngisep langsung dari pangkalnya. Ini hanya perumpamaan saya saja.
ketemuan sama istri saya (saat itu masih calon ding). Karena jam besuk di koskosan istri saya dibatasi cuma sampai pukul 21.00 sedangkan saya nginepnya di sekitar Malioboro yang cuma kamar sederhana, yang kalo belum ngantuk bener gak ada gunanya berdiam di kamar, maka untuk killing time nunggu rasa kantuk, saya sering nongkrong di situ. Waktu itu masih banyak lapaknya. Memang harga di situ gak jauh berbeda dengan pasar kaset bekas di Jakarta (Jl. Surabaya/Jatinegara), khususnya produk Yess, bahkan kadang lebih mahal. Cuma saya gak kenal dengan para penjualnya disitu, saya sering ketemu dan sempat ngobrol dengan orang-orang dari jauh (Surabaya, Cirebon, Bandung) yang katanya sengaja datang ke Jogja buat nyari kaset bekas, gile gak? Jaman itu, selain lapak kaset bekas tersebut, tempat favorit saya yang lain adalah toko kaset Kota Mas, hampir di ujung utara Malioboro, dekat stasiun. Di bagian depan toko itu ada jualan alat-alat olahraga dan bingkai-bingkai foto kalo gak salah, kaset dan cd di bagian belakang, kalo yang
gak biasa pasti gak menduga kalo toko itu jual kaset juga. Yang saya suka di toko ini, koleksi kaset rekaman Roadrunner (produksi Singapura) banyak banget. Sebagai info, akhir 80-an dan awal 90-an Roadrunner banyak memproduksi album-album solo gitar dan band-band yang kurang populer. Sebagian besar covernya berwarna abu-abu. Yang sempat saya dapetkan di situ antara lain Chastain, Darren Housholder, David T Chastain, Greg Howe, Howe II, Jason Becker, Jeff Watson, Joey Tafolla, King Diamond, La Blues Authority, Mars, Marty Friedman, Michael Lee Firkin, Pat Travers, Racer X, Richie Kotzen, Stephen Ross, Tony Macalpine, Vinnie Moore dll. Di masa itu, dunia musik sedang dikuasai rock alternatif/grunge yang saya kurang cocok. Makanya album-album Roadrunner seperti itu, yang masih tinggi kadar classic rock & heavy metalnya, menjadi pilihan saya. Playlist saya hari ini buanyak banget, panjang, 4 kaset kompilasi Guitar Rock 1968-69, 1970-71, 1974-75 dan 1980-1981 seri Time Life-Warner Music. Soalnya
mulai hari ini saya pasang tape recorder, asli tape/cd player di kantor. Awalnya sih ngiri sama teman-temen yang pada ngirim foto meja kerja minggu lalu, hampir seluruhnya pasang speaker di pc, pasti enak sepanjang hari menikmati musik sambil kerja. Tapi saya punya kendala kalo pasang speaker seperti itu. Pertama, pc saya udah budeg sebelah, kalo dipasang speaker/earphone hanya sebelah kiri yang bunyi. Kedua, kuping jadul saya ini yang kurang cocok dengan bunyi mp3, kurang mantap rasanya. Ibarat merokok, suara mp3 itu seperti kita ngisep asap yang keluar dari ujungnya, bukan ngisep langsung dari pangkalnya, ini hanya perumpamaan saya saja. Akhirnya saya bulatkan tekad buat beli tape/cd player yang sederhana saja, dan kebetulan jumat kemaren dapet honor mengajar diklat AR dari balai diklat, tanpa pikir dua kali saya realisasikan tekad itu, jreng!!! Mulai hari ini playlist bukan cuma untuk di perjalanan rumah-kantor atau sebaliknya, tapi sepanjang hari kerja, jreng lagi!!!
.
AKHIR DARI METALCORE PENADAH LUDAH
Hmmm, ada kekecewaan melihat perkembangan metalcore belakangan ini. Sound yang mengenalkan dan mengantarkan gw pada musik berisik bawah tanah. Sejatinya, metalcore yang merupakan crossover sound dan attitude antara ketangguhan hardcore dengan keliaran heavy metal, sudah ada sejak pertengahan 80an melalui band seperti Breakdown dll, meskipun saat itu term metalcore belum dipakai. (oleh Dede Hate) Metalcore mengharu-biru pada dekade 2000an, dimana hampir semua band yang muncul memainkan sound seperti ini. Pada era ini, metalcore sebagai sebuah genre mulai terbentuk, berdiri sendiri dan terpisah hampir sepenuhnya dari hardcore punk dan heavy metal. Pada era ini pula album-album penting dari band-band utama genre ini dirilis, diantaranya “The Stings of Conscience”, (Unearth, 2001), “Frail World Collapse” (As I Lay Dying/2003), “Alive or Just Breathing” (Killswitch Engage/2002), “The Art of Balance” (Shadows Fall/2002), “This Is Love, This Is Murderous” (Bleeding Through/2003), “Reject the Sickness” (God Forbid/2000), “Ascendancy” (Trivium/2005), “Waking the Fallen” (Avenged Sevenfold/2003), “The Poison” (Bullet For My Valentine/2005), “Undoing Ruin” (Darkest Hour/2005) dan “This Darkened Heart” (All That Remains/2004). Pertengahan 2000an boleh dibilang sebagai masa puncak popularitas metalcore. Hal ini dapat diukur dari kuantitas band dan rilisan, kuantitas fans yang telah menembus audience dan media mainstream (ini sedikit banyak juga dipengaruhi oleh booming emo dan post hardcore di saat hampir bersamaan). Memasuki tahun ter-
akhir dari dekade ini, beberapa nama besar merilis album, dan disinilah kegelisahan gw berawal. Gw merasakan degradasi kualitas terutama dari segi sound. Menyimak album-album baru yang dirilis tahun ini semisal “Bleeding Through” (Bleeding Through), “The Powerless Rise” (As I Lay Dying), “Deep Blue” (Parkway Drive) dan banyak lainnya membuat gw gelisah dan mulai berpikir, seems like this is the end of the genre. Hanya mereka, para musisi dan pelaku, yang tahu niat dan tujuan perkembangan musik mereka, tapi secara pribadi, sebagai penikmat sound ini, gw melihat kalo ini tidak lagi murni perpaduan metal dan hardcore dengan segala macam pengejewantahannya. For me, It’s now almost 100% about how to make money with easy sound for wider audience. Terdengar seperti keluhan basi, dan sedikit klise memang. Yang paling mengecewakan adalah As I Lay Dying, they changes almost everything. Mungkin, sekali lagi mungkin, ini hanya perasaan gw sebagai seorang yang awam tentang teknik, skill bermain musik dan perubahan-perubahan yang perlu dilakukan untuk menghindari kejenuhan atau untuk melakukan pengembangan dan progresi untuk mencapai titik kepuasan tertentu bagi mereka sebagai musisi, tapi menurut kuping gw, sound di
album terbaru mereka tidak beda jauh dengan Gothenburg sound, ‘rasa’ metalcore-nya sudah hampir pudar. Maksud gw, distingsi antara sound metalcore dengan jenis metal lainnya mulai mengabur, dunno. Begitu juga dengan Parkway Drive yang terdengar lebih adem dan melodik di “Deep Blue”. Jauh sebelum mereka, beberapa telah lebih dulu pamit keluar dari jalur ini, bahkan dengan merubah hampir 100% sound awal mereka demi popularitas (atau apapun niat mereka) di ranah mainstream dengan segala citra dan attitude rockstar mereka, seperti Avenged Sevenfold dan Bullet For My Valentine. Trivium juga merubah sound awal mereka meskipun dengan alasan yang lebih masuk nalar kita, karena idealisme dan influence. Maunya gw sih, tetap seperti dulu aja. Susah juga ya? haha wtf. Gw sempat membaca interviu Tim Lambesis di salah satu web sekitar tahun 2005, beberapa saat sebelum As I Lay Dying merilis “Shadows Are Security”. Disitu dia menyatakan bahwa tahun itu adalah masa keemasan metalcore dan akan segera berakhir, karena itu hanyalah sebuah trend. Dia juga berharap “Shadows Are Security” (dan pastinya album setelahnya) oleh fans dianggap sebagai rilisan metal biasa, bukan metalcore.
Hmmm oh sekarang kita tahu kenapa “The Powerless Rise” jadi seperti itu. Sudah menjadi sunnatullah segala hal ada akhirnya, tidak terkecuali sebuah genre musik. Dan itu memang pasti terjadi. Kita sudah melihat thrash, grunge dan nu metal yang dulu sempat berkibar. Mungkin sekarang giliran metalcore. Itulah hype, sesuatu yang cepat besar pasti cepat tenggelam. Seharusnya, gw tidak usah terlalu sedih, karena ternyata ada hikmah yang bisa dipetik. Setelah banyak pemain utama di genre ini yang merubah arah bermusik, yang membuat metalcore secara kuantitas berkurang dan semakin tenggelam dari pemberitaan mainstream, ternyata ada beberapa band yang ‘tidak begitu terkemuka’ masih pol-polan dengan sound asli mereka. Many thanks to Sworn Enemy yang produktifitas mereka merilis album tidak mempengaruhi kualitas mereka. Bersyukur juga ada ‘band jadul’ semisal Merauder yang turun gunung setelah sekian lama bertapa. Memang, sudah seharusnya metalcore kembali ke tempatnya semula sebagai sebuah fenomena underground, yang mana disitu, seperti subgenre musik underground lainnya, jauh dari orientasi profit dan terutama bagi gw, tidak banyak yang suka, haha.
.
PENADAH LUDAH
POST COITAL ANTI CLIMAX ORGASM SYNDROM Seperti status saya, pagi ini Semarang hujan deras, dan saya (yang baru sembuh dari penyakit kecapekan dari akibat kasur kapuk kurang ajar) terbangun tepat pukul 5 pagi, berwudhu dan memulai subuh (walaupun dengan kiblat yang meragukan, dua orang yang saya tanya menunjukan arah kiblat yang berbeda). Selesai sholat saya duduk diteras kos-kosan ditemani secangkir teh hangat dan rokok sampoerna avolution mentol imaginer (ya, saya sudah berhenti merokok) dan dengan bodohnya saya mulai merenung. (oleh Derry Marselano) Di tengah renungan itu datanglah imaginary psychologist, yang berhasil menjelaskan keadaan saya saat ini, (saya punya versi lengkap percakapan saya dengan psychologist ini, tapi nantilah di lain tulisan saya tulis selangkapnya). Inti percakapan saya hingga menghasilkan istilah Post Coital Anti Climax Orgasm Syndrom dengan psikolog itu ada di bawah ini;
image taken from deviantart.com
Psikolog Imaginer ( PI ) : Apa yang terjadi pada dirimu? ceritakanlah. Me (d) : Entah, seperti ada sesuatu yang hilang. Padahal semua berjalan sesuai rencana. Pulau Jawa, akhir bulan anak istri berkumpul, semua sesuai rencana, semua baik-baik saja. Namun, kadang dalam hati masih ada hasrat, masih ada keinginan untuk melakukan hal yang saya suka bersama teman-teman yang saya suka dan dibayar untuk itu, berapapun bayarannya, demi nama idealisme,demi kejayaan Elmei Club Mix. Namun, dengan pindahnya ke kota ini (walaupun sejuta syukur terucap, dan kesempatan untuk menjadi lebih mandiri terbuka lebar) impian itu pupus dan memudar. Terkadang timbul rasa iri ketika melihat orang-orang seperti Rivelino, Maro Cyrilus bahkan Adea Darmawan (yang akan resign untuk mengambil alih kepemimpinan Elmei Club Mix dan memperbaikinya, walaupun Elmei Club Mix sama sekali tidak komersil dan saya yakin tidak akan pernah komersil hihihih). Dan saya sadar bahwa hidup memiliki jalannya sendiri dan mempu-
nyai pilihan-pilihan yang tidak dapat ditolak. Dengan adanya Momy Hyde dan Hydegawa (dimana kebahagian mereka adalah prioritas nomor 2 dalam hidup saya), maka pilihan hidup yang ditempuh kawan-kawan diatas tidak dapat saya pilih lagi. Jadi, disinilah saya, berkutat dengan tabel-tabel, angka-angka, surat-surat. Mencoba menikmatinya, mencoba memahami keadaan dimana muncul pertanyaan jika kamu mau penghasilan sebesar x rupiah maka ini yang harus kamu lakukan, bukan jika kamu melakukan hal yang kamu suka bersama kawan-kawan yang kamu suka maka kamu akan saya beri penghargaaan. Psikolog Imaginer ( PI ) : Hmm itu adalah Post Coital Anti Climax Orgasm Syndrom. Sebelum anda bertanya apa itu Post Coital Anti Climax Orgasm Syndrom saya akan beritahu bagaimana anda mengatasi penyakit anda ini. Pertama, tetap fokus. Kejarlah impian lain dalam hidup anda. Tentu bukan hanya satu mimpi yang anda punya dalam hidup anda, bukankah membahagiakan orang tua, membahagiakan anak istri anda dan mem-
berikan yang terbaik untuk mereka adalah prioritas hidup anda? Dan bukankah anda mempunyai mimpi untuk melanjutkan S2 gratis diluar negeri dalam 2-3 tahun ini? Kejarlah mimpi anda yang lain. Kedua, simpan atau wariskan mimpi anda yang anda rasa tidak mungkin atau sulit anda wujudkan. Anak anda sudah anda ajari membedakan berbagai jenis alat musik, dan cara memainkannya, ia bahkan bisa meniup terompet disaat anda ketika berusia 17 tahun tidak dapat meniupnya, dan ini drum keduanya bukan setelah yang pertama sudah ia jebolkan? Ok, cukup sekian dulu konsultasinya, sekarang sudah pukul 6 pagi, silahkan anda mandi dan siap-siap berangkat. Fyuh sesi konsultasi yang menyesakkan dan membuka pandangan, dan saya pun mendapat ilham untuk membuat sebuah karya, selentingan lirik dan melodi melintas di kepala, lalu saya bangkit dan mencari gitar yang tidak ada dan akhirnya menyaksikan titel musisi, gitaris, dan noises melayang dari cv saya
.
GIG REPORT
DYING FETUS LIVE IN JAKARTA Bulungan Outdoor, Jakarta 18 September 2010
Kali ini Jakarta kedatangan Salah satu legenda death metal asal Maryland, Amrik, Dying Fetus. Setelah menyambangi Solo dan Bali, mereka menggebrak Bulungan Outdoor, Jakarta Selatan, Sabtu 18 September 2010. Untuk pertunjukannya yang di Jakarta diorganisir oleh Pentia Quantum. (oleh Niko Azwethink) Pemilihan venuenya oleh panitia sudah cukup tepat untuk acara metal meskipun panggung sangat sempit untuk band sekelas DyingFetus, dimana sebelumnya direncanakan di venue sekitar bilangan Senayan. Dibuka dengan penampilan band-band lokal seperti Prosatanica, Tears of Joys, Revenge, Infinite Misery, Noxa, dan Deadsquad yang menurut rundown acara dimulai jam empat sore. Sebenarnya ini adalah show Dying Fetus, bukan sebuah show dengan headliner Dying Fetus.sehingga jatah main DF di Jakarta musti tersunat karena banyaknya band pembuka, yang beberapa di antaranya masih band itu-itu juga yang sering tampil di gigs-gigs ibukota. Apalagi mengingat setiap acara di Bulungan hanya dibatasi sampai jam delapan malam. Tiba di Bulungan kira-kira jam empat-an, lansung beli tiket dan tidak ada halangan untuk bisa sampai masuk ke tempat pemeriksaan tiket. Setelah menyapa beberapa teman dari Kaskvlt Metal Brigade dan ngobrol sebentar, saya langsung menuju ke dalam arena yang sudah terdengar hingarbingar. Animo para metalhead yang sudah bergerombol di luar, sejak siang seakan tak mampu membendung crowded-nya penonton. Penampakan pertama adalah Prosatanica (karena berangkat dari kondangan seorang teman di Bintaro jadi kesorean, tiga band sebelumnya terlewati). Sesaat setelah melihat dan mendengarkan, saya seperti disihir kaki ini untuk terus
maju ke depan guna melihat lebih dekat band ini. Ya, saya sangat terkesan dengan vokalisnya, Bento. Sepertinya dia benar-benar menghayati tiap lirik dalam lagunya dengan sungguh-sungguh, saya benarbenar terkesan. Disamping juga kerapihan permainan masing-masing personel band ini dalam membawakan dua lagu yang saya simak. Setelah penampilan Prosatanica, dilanjutkan dengan Noxa. Acara konser pertama setelah lebaran yang sudah ditunggu-tunggu ini tampak hidup dengan adanya ‘celaan’ segar dari vokalis Noxa ke gitaris Prosatanica yang tambun. Riuh tawa pun langsung membahana seantero Bulungan. Suasana menjadi cair seketika. Oh ya band grindcore ini baru saja berpartisipasi di Obscene Extreme Festival 2010 bulan Juli kemaren di Rep. Cesk. Bahkan konon perilisan album kompilasi Obscene Extreme Festival dimaksudkan sebagai penghormatan kepada mendiang drummer Noxa yakni. Robin Hutagaol (RIP) dengan ditampilkannya foto Robin di sampul album tersebut, Salut! Dengan durasi lagu-lagu yang sangat singkat, band ini menghajar kuping penonton dengan agresif. Ketukan ala punk/hardcore seolah memberikan pemanasan untuk menghadapi kekerasan dari Dying Fetus. Noxa menyudahi penampilan mereka dengan “Sinetron Is Sucks” sekaligus sebagai break untuk masuk waktu maghrib. Setelah beberapa menit dari jeda maghrib, venue dipenuhi dengan orangorang yang sedang duduk bersila menunggu atraksi
berikutnya. Deadsquad juga menjadi band lokal yang ditunggu-tunggu. Beberapa saat ketika Deadsquad hadir serentak massa mulai berdiri, berkumpul dan mengerucut ke arah depan sehingga bisa dibilang space antara panggung dengan sound mixer penuh. Dan seperti biasa, lagu-lagu yang sudah sering dibawakan. Yang menjadi atensi saya adalah pada saat lagu penutupnya, “Pasukan Mati”, dimana pada salah satu bagian Stevie dan Coki duet dengan twin guitar-nya menampilkan melodi yang indah dan ditunjang dengan sound yang jernih. Band yang digawangi Steve Item-nya Andra and The Backbone dan Coky Bollemeyer-nya Netral ini tampil sebelum Dying Fetus mulai dan mereka membawakan sekitar enam lagu hits mereka. Pada saat itu pula saya mulai menyiapkan diri untuk menentukan posisi yang pas saat Dying Fetus tampil nantinya supaya bisa melihat aksi akrobat jari tangan dari John dari dekat. Menjelang jam tujuh malam, massa hitam makin merayap sesak di Bulungan, saatnya penampilan band utama. Yang muncul pertama kali di atas panggung adalah Trey Williams dan selama beberapa saat dia melakukan check instrumentasi-nya. Hey! mereka melakukan checksound tanpa bantuan kru. Dan tiap Trey mencoba pedalnya, penonton merespon dengan teriakan-teriakan kekaguman. Hehe, saya tidak tahu pasti apakah itu teriakan kagum karena mendengar pedal-nya Trey saja atau kagum karena stamina Trey yang masih tangguh setelah
tur panjang. Penonton pun tanpa dikomando, begitu melihat si drummer berambut gondrong itu langsung merapatkan barisan, bahkan sampai meringsek ke depan panggung. Udara malam pun terasa makin ‘panas’ dengan kehadiran Dying Fetus. Menyusul menampakkan badan adalah Sean Beasley, langsung menempati posisi, memegang bass guitar dan juga melakukan check selama beberapa saat. Dan yang terakhir adalah sang dedengkot, John Gallagher. Kesan pertama saya saat melihat gitaris yang sekaligus merangkap sebagai vokalis ini adalah dingin dan tidak ramah. Dengan tenang dia menyiapkan peralatannya dan setelah selesai dia membalikkan badan menghadap penonton. Tidak ada senyum, tidak ada sapaan, tidak ada ekspresi. John Gallagher sempat dianggap Ahmad Dhaninya Dying Fetus. Setidaknya ia mampu mempertahankan reputasi musikalitas DF serta identitasnya sebagai salah satu band terbaik dari genre death metal di dunia hingga saat ini. Pasca album “Destroy the Opposition” (2000), satu persatu personil di tubuh DF hengkang (yang menyisakan Gallagher sendiri) lalu membentuk band baru bernama Misery Index. Setelah konstan bergonta-ganti personil, DF hari ini masih diperkuat oleh John Gallagher (gitar, vokal), Sean Beasley (bas,vokal) dan Trey Williams (drum). Dengan format trio inilah DF merilis album ke-7 “Descend Into Depravity” tepat setahun lalu di bawah label metal ternama, Relapse Records.
GIG REPORT
Bagi yang belum mengenal, Dying Fetus adalah band death metal asal Maryland, Amerika Serikat yang sudah terbentuk sejak akhir 1991. Bobot musik mereka dikenal sarat komposisi blastbeat, riff-riff yang njlimet, teknikal, simultan serta tak tertinggal sisipan groovy parts. Band yang dikenal dengan lagu-lagu yang bernuansa politis ini telah merekam tujuh album studio. Album studio ketujuh mereka, yaitu “Descend Into Depravity”, cukup sukses di pasaran. Album yang dirilis september 2009 itu sukses terjual sebanyak 2.700 kopi di minggu pertamanya. Album ini pun langsung menempati posisi 166 di The Billboard 200 Chart saat pertama dirilis. Selain itu, album ketujuh Dying Fetus itu juga berhasil menempati posisi ke-4 dalam Top New Artist Album (Heatseekers) Chart, tangga lagu yang mencatat album dengan penjualan terbaik dari artis pendatang baru atau artis yang mulai naik daun. Sean yang menjadi moderator, sebelum trio ini menghantam dengan “Praise the Lord (Opium of the Masses)”-nya, memberi tahu bahwa mereka baru pertama kali ini ke Jakarta. Secara membabi buta, lagu “Praise the Lord (Opium of the Masses)” mengawali repertoar setlist mereka. Pada lagu awal ini ada sedikit masalah di mixer, suara Sean tenggelam diantara sound lainnya, untung kondisi ini tidak terjadi pada John, sehingga sampai lagu ini selesai John-lah yang membantu untuk urusan vokal. Disusul
dengan lagu-lagu lainnya, crowd pun sama buasnya melakukan headbanging ataupun circle pits. Sekitar belasan lagu dibawakan, antara lain, dari setlist mereka di Jakarta (urutan mungkin acak, cuma ingat yang familiar); “Praise the Lord (Opium of the Masses)”, “Destroy the Opposition”, “Fornication Terrorists”, “For Us or Against Us”, “Intentional Manslaughter”, “Born in Sodom”, “We Are Your Enemy”, “Raped on the Altar”, “Eviscerated Offspring”, “Homicidal Retribution”, “One Shot One Kill”, “Epidemic of Hate”, “Justifiable Homicide”, “Killing on Adrenalin” dan “Grotesque Impalement”. Mengingat lagu-lagu DF yang sarat kecepatan dan menguras energi, hampir setiap dua ata tiga lagu selesai para personilnya melakukan rehat beberapa menit yang diselingi sampling sebagai intermezzo. Atau mungkin mereka cukup lelah karena show-show sebelumnya? Sosok Sean Beasley yang menggantikan karakter Jason Netherton (basis/vokal DF sebelumnya) cukup sempurna, lengkap dengan tipikal vokal rough/middle growl-nya sambil mencabik bas. Dengan begitu musikalitas DF tetap tak kekurangan ciri khasnya. Si plontos John masih dengan vokal deep growl dan mengambil alih gitar ritem & solo. Sedang Trey, sang penggempur drum dengan stabilnya menghantam dobel pedal yang beriringan hyperscan, rapat dan padat. Bicara mengenai personel, Sean
merupakan personel yang paling atraktif dan komunikatif dengan penonton, beberapa kali ketika mulai lagu baru Sean memberikan info tentang lagu tersebut. Dia juga sering mengikuti tempo dan beat musik dengan menggoyang kepalanya, dan hanya di beberapa bagian pada lagu Sean memperlihatkan sedikit skill bass-nya, hanya sedikit, tidak perlu banyak. Trey dengan power-nya memuaskan dahaga penonton, energinya seperti tidak pernah habis, bahkan beberapa kali Trey juga memberikan komando kepada fans untuk lebih ‘hidup’. Konsep drum Dying Fetus ini benar-benar menghidupkan ‘roh’ groove-nya John dan Sean, dan saya menyebutnya itu adalah irama. John adalah sosok yang dingin, minim komunikasi, tenggelam dalam instrument-nya, tanpa ekspresi dan hanya menunjukkan emosi dengan anggukan kepala saat menikmati musik ciptaannya sendiri. Menurut bocoran dari salah satu panitia pelaksana, John memang capek dengan tur panjangnya atau memang karakter John adalah seperti itu adanya. Apapun itu, saya suka John, saya suka kreasinya, saya suka permainan gitarnya, saya suka groove-nya, saya suka permainan teknikalnya dan saya sudah terlanjur suka dengan gaya dinginnya itu. Berulangkali Sean mengingatkan ke penonton; “this is last song”. Nyatanya, sampai lima lagu sesudahnya, pertunjukan belum juga usai. Sebagai pamungkas, lagu “Kill Your Mother Rape Your Dog” benar-benar menjadi
klimaks show malam itu. Sean sudah memberi abaaba untuk lagu terakhir yaitu KYMRYD tersebut. Hell yeah, tangan otomatis terkepal dan begitu lagu tersebut mulai otak saya menyuruh badan secara keseluruhan untuk menghabiskan sisa energi dengan mengikuti beat lagu itu. Inilah lagu DF yang berdurasi paling singkat dan blast. Tapi, bila merunut dari judulnya, lagu ini bukan bertema gore (seperti tema-tema yang pernah mereka anut di album pertama lalu beralih ke pandangan sosio-politikal di album-album selanjutnya), melainkan lagu sinikal yang ditujukan pada korporasi rekaman mainstream akan keserakahannya, karena, bukan itu yang dicari DF dalam bermusik. Tepat pukul 20.16 WIB, mereka akhirnya benarbenar menyudahi konser tersebut tanpa mempedulikan penonton yang masih meminta satu lagu lagi. Ya, penampilan Dying Fetus malam itu menjadi suatu momen yang sangat berharga. Dan ada satu lagi yang menjadi perhatian adalah bagaimana John, Sean dan Trey membereskan peralatan mereka masingmasing tanpa bantuan dari kru atau orang lain. Sepertinya mereka ini benar-benar melakukan tur mungkin hanya bertiga saja tanpa dibantu oleh supporting crew. Demikian reportase dari Bulungan, sampai ketemu di konser Hatebreed dan untuk eventevent metal selanjutnya.
.
GIG REPORT
ROCK IN SOLO SUMMER METAL FEST 2010
Stadion Sriwedari, Solo 17 September 2010
Rock in Solo, helatan tahunan yang tidak hanya konser musik tapi juga ditunjang dengan beberapa stand distro, rockshop, clothing, booth makanan dan minuman tahun 2010 ini agak lain dari tahun-tahun sebelumnya karena tahun ini lebih besar, lebih akbar dan harapan gw sendiri sih akan makin besar lagi di tahun-tahun mendatang. (oleh Annasz Nightmare) Rock in Solo, helatan tahunan yang tidak hanya konser musik tapi juga ditunjang dengan beberapa stand distro, rockshop, clothing, booth makanan dan minuman tahun 2010 ini agak lain dari tahun-tahun sebelumnya karena tahun ini lebih besar, lebih akbar dan harapan gw sendiri sih akan makin besar lagi di tahun-tahun mendatang. Event yang tidak sekedar lanjutan event dari Rock in Solo – Road to Euro 2004, Rock in Solo – Freedom Metal Fest 2007, dan Rock in Solo Youth Metal Fest 2009. Kali ini main performance datang dari salah satu pionir band death metal asal Texas, Amerika, Dying Fetus sukses membuat animo masyarakat Solo khususnya dan para metalheads dari daerah Jogja, Semarang, Malang, Surabaya, Bandung, Jakarta, Pekalongan hadir untuk meramaikan metal fest terbesar di Jawa Tengah ini. Acara dimulai dari second stage, Beneath the Burning Skies mengawali Rock in Solo, lanjut lagi dengan performance bandband lokal seperti Breathing on Flames, Bankeray, Sisi Selatan, Matius 3:2, Never Again, Pernicious Hate, Devoured, Take and Awake dan
diakhiri oleh Tragical Memories sekitar pukul 17.00 WIB. Sementara di main stage udah mulai dipanasi oleh Valerian dari jam 15.00, kemudian lanjut lagi oleh Spirit of Life, Bandoso, Cranial Incisored dan diakhiri oleh Falls of Mirra (Singapore) pada pukul 17.30. Setelah itu ada jeda sebentar karena dua stage kosong dan persiapan untuk band-band utama sedang dilakukan. Booth makanan dan minuman yang ada di sisi lapangan penuh oleh penonton yang sejak siang udah mulai hadir di stadion. Beberapa distro, rockshop dan clothing juga banyak banget dipadati oleh penonton yang mencari merchandise. Ada Macbeth, Belukar Rockshop dan beberapa clothing distro lain. Pukul 19.30 tiga perempat stadion Sriwedari telah dipenuhi oleh para metalhead yang ingin menyaksikan idola mereka tampil. Komunal seperti menjadi pemanasan paling awal bagi para metalhead malam itu. Setelah Komunal, giliran band lokal yang mempunyai basis massa cukup besar di Solo, Down For Life tampil dengan lagu-lagu di album barunya, “Simponi Kebisingan Babi Neraka”, sukses
memanaskan penonton di stadion yang mulai beranjak berjubel di depan stage. Siksa Kubur menjadi band pembuka terakhir sebelum Dying Fetus perform malam itu. Sesaat setelah Siksa Kubur turun, koor massal penonton memanggil-manggil nama Dying Fetus tak terelakkan. Tepat pukul 20.30 tiga punggawa metal dari Texas naik ke panggung sambil membentuk tanda metal di tangan. John Gallagher sang vokalis langsung membawakan nomor “Your Treachery Will Die With You” dari album terbaru mereka bertitel “Descend Into Depravity”. Dengan style vokal growlnya Gallagher seperti membuktikan kalau Dying Fetus tetap berkibar meski personil lama mereka membentuk band Misery Index. “Good to see you Solo!” Kalimat sapaan dari Sean Beasley, pembetot bass Dying Fetus, langsung disambut gemuruh oleh ribuan metalhead asal Jawa Tengah yang telah menanti sejak siang hari. Mereka kemudian membuat publik Solo semakin memanas dengan membawakan lagu-lagu andalan seperti “Killing on Adrenaline” dan “One Shot One Kill”. Dua jempol patut
disematkan pada drummer baru mereka Trey Williams yang bermain dengan sangat memukau sekaligus menghibur malam itu. Penampilan apik Dying Fetus akhirnya ditutup dengan “Kill Your Mother and Rape Your Dog” yang membuat beberapa penonton di tengah Stadion Sriwedari malam itu melakukan circle pit. Sayang teriakan “we want more!” dari ribuan penonton malam itu tak membuat Dying Fetus menyajikan encore bagi ribuan fansnya yang ada disana. “So many great metal band in here, I like Siksa Kubur,” kata John Gallagher. Gallagher juga menyarankan agar band metal Indonesia kerap melakukan tur ke luar negeri agar tak hanya terdengar di negeri sendiri. Dengan penampilan memukau Dying Fetus serta puluhan band metal lain, Rock in Solo menjadi penanda kalau Solo tak hanya lekat dengan kota budaya, ia patut disematkan label baru sebagai tuan rumah metal di kawasan Jawa Tengah.
.
UPCOMING EVENTS
POINT OF VIEW
NYALAKAN TANDA BAHAYA!
“Menurut pandangan saya pribadi, tidak ada yang terlalu berlebihan dengan penampilan saya. Rambut saya memang agak panjang, lalu kenapa? Saya ingin pendapat temanteman sekalian tentang hina-menghina antar genre musik seperti ini!! Khusus untuk temen-temen pecinta musik punk, bagaimana ‘serangan balik’ yang dilakukan atau dalam hal ini dikatakan jika ada yang mengatakan bahwa orang-orang bergaji seperti kita gak pantas mendengarkan musik punk yang anti kemapanan?”
image by farm5static taken from flickr.com
POINT OF VIEW
RACHMAN SEPTIADI “Setelah ditegur berkali-kali akhirnya minggu lalu, tepatnya hari Jum’at tanggal 22 Mei 2009, terjadilah perdebatan ini. Saya sudah muak dengan celotehan tentang musik yang saya senangi, kenapa orang-orang ini mau repot-repot mengurusi apa yang saya senangi dan apa yang tidak saya senangi, toh saya sudah merasa diri dan berusaha untuk tidak mengganggu mereka. Volume komputer saya pelankan, kalau ada yang masuk ke ruangan saya kalau perlu saya pause sebentar. Tapi tetap saja, musik saya seakan-akan aib yang dapat digunakan sebagai bahan tertawaan. Sampai saat ini saya belum pernah merasa menghina musik menye-menye mereka, tapi rasa saling menghargai yang saya coba tanamkan secara tidak langsung tidak berarti apa-apa. Mereka menertawakan spirit musik yang diemban para (dalam hal ini) punggawa band-band punk. Setahu mereka tementemen punk adalah kaum anti kemapanan, jadi orang-orang yang bergaji seperti kita mendengarkan musik punk adalah aneh bagi mereka. Walaupun saya pribadi bukan maniak pecinta musik punk, tapi pernyataan mereka sangat mengganggu telinga saya. Lalu mereka menghubunghubungkan musik yang saya dengar dengan penampilan saya sehari-hari yang terkesan urakan dan jorok. Menurut pandangan saya pribadi, tidak ada yang terlalu berlebihan dengan penampilan saya. Rambut saya memang agak panjang, lalu kenapa? Saya ingin pendapat temanteman sekalian tentang hinamenghina antar genre musik seperti ini!! Khusus untuk temen-temen pecinta musik punk, bagaimana ‘serangan balik’ yang dilakukan atau dalam hal ini dikatakan jika
ada yang mengatakan bahwa orang-orang bergaji seperti kita ngga’ pantas mendengarkan musik punk yang anti kemapanan.”
Nyalain media playermu, ga usah pake pause segala, siksa mereka dengan musikmu.”
Di saat musik punk mulai mendunia lirik-lirik lagu mereka dianggap sebagai anthem perjuangan bagi kaum RISMAULI UGLY working class, refugee dan “Gw sendiri sebenernya juga masyarakat daerah kumuh FADLI MORON gak gitu ngerti sejarah dan yang merasa terpinggirkan. “Hahahahahahah ironis bro. attitude punk. Selama ini gw Di saat itulah punk untuk Mereka ga tau apa arti punk cuma tau sebatas style atau sebagian orang diangap sebbahkan bisa dibilang buta, lagunya aja, dan kebetulan agai sebuah ideologi karena mencoba untuk mengkritik gw suka hehe. Emang gw lagu-lagu mereka dianggap punk. Mereka ga tau apa kadang gak gitu merhatiin menyuarakan suara orangperjuangan punk, mereka ga sejarah atau prinsip dibaorang tertindas. Saat itulah tau setiap makna lirik yang liknya sih.Makanya gw juga bermunculan kelompokterkandung dalam nyanyian gak ngerti jiwa gw punk or kelompok anti social, kaum seorang punker tapi mennot, yang penting attitude gw skinhead, punk nazi, neo nazi coba ngomong tentang punk, sesuai keinginan hati dan jiwa yang berkembang menjadi walaupun gw sebenarnya ga gw aja.” sebuah kelompok dengan tau mendalam. Terangkan ideologi komunis, anti sosial aja bro sama mereka setiap RADEN ANDRIANA dan kemapanan. Padahal filosofi dalam punk. Misalnya “Selalu aja begini. Cuma sejatinya band punk saat itu kenapa punk rambut mohawk lihat penampilan dan stigma tidak menggangap musiknya (setau gw untuk meghormati negatif terhadap anak punk. sebuah ideologi. Masa tahun suku Indian yang semakin Di kantor aja gw ditanyain 90-2000an Punk mulai berevlama populasinya semakin gara-gara selera musik gw olusi muncul band-band punk terhimpit, makanya kalo yang satu ini. Kayaknya modern seperti Green Day, ga salah rambut mohawk buat sebagian orang sih gak Blink-182, Bowling 4 Soup, awalnya timbul di scene mungkin anak punk jadi PNS, Bad Religion, Good Charlotte, punk Amerika). Kenapa punk halah. Gw sih gak berani Sum 41 etc. Lirik-lirik lagu identik anti kemapanan (anti mengklaim diri sebagai anak mereka pun tidak hanya sekemapanan disini lu terjema- punk, karena gw gak berambatas kritik-kritik sosial, tapi hakn sebagai anti kapitalis, but mohawk dan pake kalung juga tentang cinta, kehidupan jadi bukan harus gembel). gembok. Itu sebabnya gw disekitar dan masa-masa Dan kenapa juga kita hasuka Bad Religion. Gak usah sekolah. Permainan gitar pun rus milih punk, bukan musik dandan kaya anak punk, tapi semakin atraktif, gak hanya menye-menye yang hanya pola pikirnya yang dipakai.” 3-chord aja. Hentakan snare menjual keindahan, lirik-lirik drum pun semakin cepat,saat pembodohan tentang cinta ARDIAN MUSTAFA itu. Dandanan mereka pun yang mendayu-dayu tanpa “Punk? sebuah ideology, berevolusi, jaket kulit dan melihat sisi kenyataan hidup. aliran atau lifestyle. Maybe sepatu boot udah hampir gak Gw juga pernah debat sama ditahun 70-80an saat musik ada (sampe sekarang Rantemen kantor masalah ini, dan punk mengebrak dunia bisa cid masih konsisten dengan akhirnya dia ngerti setelah disebut sebagai aliran musik. style seperti ini). Band punk gw jelasin sampe-sampe gw Saat itu Sex Pistols, The Ra- sekarang cenderung dengan kasih contoh lagu-lagu punk.” mones, The Clash begitu distyle kaos, snikers, celana gandrungi, baik dari punkers jeans pendek, dasi. Style OLAP LINDEI DAMANIK sejati atau bukan. Gaya danrambut pun beragam mulai “Biarin aja, nanti juga merdanan jaket kulit, sepatu boot, mohawk, spike etc. Di masa eka bosan sendiri. Aku dah kalung rantai, gembok dan ini aku rasa punk udah seperti terlalu sering mengalami hal gelang spike begitu populer. lifestyle. Artis, orang biasa, yang sama, jadi kalo ada yang Mereka menyebutnya “hey atlet, punkers dan orang yang ngomong aneh tentangku dan their music is punk!,their is gak tau punk itu apa banyak musikku, yah aku nyantai dan a rascals!”. Saat itu punk berdandan style punk, rambut senyum aja. Emang faktanya memang benar-benar semohawk, spike yang saat itu aku emang beda, wajar kalo buah aliran musik yang baru. hanya dianut oleh segelintir mereka nanggapin seperti itu. Hentakan drum yang cepat, orang sekarang udah dianut Tapi yang pasti aku kenal diri kocokan gitar 3-chord dan banyak orang. Baik itu artis, sendiri, aku tau persis apa lirik-lirik lagu yang penuh atlet, anak sekolahan maupun yang terbaik buat aku. So, kritik sosial sangat disuka pekerja kantoran. But, saat peduli amat dengan mereka. masyarakat pada saat itu. punk menjadi sebuah lifestyle,
arti punk itu sendiri perlahan mulai luntur. Perlahan punk udah ikuti perjalanan jaman, gak ada lagi anti kemapanan (bukan berarti kere atau gak boleh kaya) ,gak ada lagi DIY, minor label dan indie. Sekarang punk cenderung komersil (walopun gak berarti punk itu gak boleh komersil). Bahkan The Ramones pernah kritik Green Day, “They’re not Punk!”. Anak-anak muda jaman sekarang tuh gak nyadar kalo mereka sekarang ikutin lifestyle punk tapi mereka gak tahu punk itu apa.” TANGGUH DEWANTARA “Sedikit koreksi, untuk Bad Religion kayanya termasuk segmen 80an, jadi jangan pernah menyamakan Bad Religion dengan Green Day, Sum 41 dan temen-temennya yang seangkatan (kalo menurut Ramones they’re not a punk guy, kalo menurut saya mah punk abal-abal). Sebenarnya kalo boleh kasih pendapat coba liat dulu film “SLC Punk”. Menurut saya film itu sangat menusuk sekali dan secara pribadi saya sependapat dengan pesan yang disampaikan film itu, punk not just a music. Bukan berarti menyanyikan lagu-lagu punk menjadi seorang punker. Memakai kaos anarchy dicap punk banget. Coba sekarang apa bedanya yang dipakai Ahmad Dhani sama dengan yang dipakai Lars, SID, Rocket Rocker?” DHANI BLUES “Pernah suatu ketika temen seruangan gw (juru sita) komplain, kenapa sih si Dhani klo nyetel musik pasti yang keras-keras? (maksudnya musiknya, karena gw toleransi volume, walopun gw gak suka volume kecil). Trus gw bilang gw butuh musik keras buat adrenalin, apalagi AC ruangan gw mati semua, panas banget. Dan dua juru sita lainnya ironisnya seneng
banget nyetel lagu melayu. Tapi untungnya gw jarang atau gak pernah nyetel lagu metal. Paling Metallica atau Megadeth doang. Kalo yang lebih keras dan cepat jarang, paling sering psychedelic atau clasic rock, atau hip metal sama alternative doang. Iya, cuma kalo menurut gw musik itu sama aja ama keyakinan pak. Kita gak bisa menganggap satu genre lebih jelek dari yang lain. Gw sebenernya kurang setuju kalo musik pop digeneralisasikan sebagai musik yang gak memperhatikan dunia sekitar, hanya berisi tentang kesenangan semata. Soalnya yang gw tau John Lennon, Michael Jackson, Sting, Phil Collins, John Mayer itu pop, tapi ada kok sebagian karya mereka yang bisa menggerakkan hati orang dalam memandang dunia. Bahkan seperti yang pernah saya bilang, Efek Rumah Kaca sangat berpengaruh dalam mengubah sudut pandang saya dalam melihat dunia, beneran. Dulu emang saya pernah mikir kalo pop itu oase, hanya memperlihatkan baiknya dunia saja. Tapi setelah dipikir-pikir, musik pop juga bisa mengubah hidup seseorang. Bahkan jaman sekarang banyak musisi rock yang gak punya spirit rock, malah spiritnya pop, hehehe. Tapi jujur aja gw kecewa ama band-band pop, pop rock indo jaman sekarang.”
saya ada yang pernah rambutnya dikuncir juga jadi pembicaraan orang-orang, padahal dia cuma suka Dewa19 dan lagu pop lain. Kalo memang mas Rahman tetap teguh dengan penampilan, karena masih merasa ada di batasan norma kantor, ya tetap aja gitu. Cuma berusahalah rapi, biar jelek tapi rapi (siapa tahu situ suka pakaian yang tampak jelek). Kalo musik, terangkan aja yang bisa diberikan (seperti kata mas Fadli). Saya saja tidak bisa mendefinisikan secara jelas mengapa saya suka heavy metal dll, saya cuma bisa bilang kalo musik itu menyenangkan saya. Saya kira itu hak setiap orang untuk menyukai sesuatu. Stand for what you believe. Anak buah saya di Sidoarjo dulu, saat saya pamitan pindah KPP, bilang kalo suara musik saya membuat dia sakit kepala, tapi dia lalu beli headphone untuk mendengarkan musiknya sendiri dan tak terganggu dengan musik saya yang walau volume kecil (di winamp sudah hampir 0) tapi mungkin suara gitarnya dianggap kuping normal sangat menyakitkan, ya sudah saya terima dengan lapang dada. Masalah batas pendengaran memang lainlain. Ada juga mantan anak buah yang bilang kalo range lagu yang saya sukai terlalu ekstrim: soalnya saya pernah menyetel Simon & Garfunkle setelah sebelumnya Kreator. ANDRIA SONHEDI Memang kondisi lebih sulit “Bagaimana pun penampilan bila kita pas ada di rantai berpengaruh besar mas Rach- paling bawah struktur dengan man. Mungkin musik yang selera musik kita yang tidak sampean dengar tidak terlalu umum. Itulah juga mengapa mereka anggap sesuatu yang kita tergabung dalam TUC. mengganggu. Problemnya Saya juga sependamirip dengan keluhan teman- pat kalo pop itu bisa baik asal teman TUC lain yang diangyang nyiptakan tidak niat gap aneh oleh rekan-rekan untuk cepat dapat duit mumdi sekelilingnya (kecuali mas pung ada kesempatan. BandAyip yang 100% merasa nor- ingkan kesederhanaan lagu mal, termasuk juga rambut pop The Beatles dengan Koes cepak mas Gigih). Di tempat Plus. Bukannya saya meng-
hina Koes Plus, tapi kenyataannya lagu pop yang dibuat Koes Plus tidak membuat orang untuk mengeksploitasi jadi aliran baru di Indonesia. Saya kira di Indonesia beberapa tahun ini minat orang mendengar musik pop Indonesia sangat besar, semata-mata karena industri musik di sini melihat peluang keuntungan dengan menggelontor sebanyak mungkin musik pop easy listening ke telinga anak-anak muda yang jarang menambah ilmu (mendengar) karya yang baik entah dari dalam maupun luar negeri. Saya pernah baca di koran, pemesan lagunya Melly Goeslow sering memohon agar dia memberi sedikit ‘racun’ ke lagunya supaya para pendengar jadi langsung seneng begitu dengar pertama kali. Ahmad Dhani juga bilang kalo lagu yang sukses dan laku adalah yang bertema cinta, makanya dia buat yang begitu aja. Yang jadi korbannya adalah para ABG yang jadi bodoh dan penikmat serius yang jadi putus asa. Mas Tangguh benar, Bad Religion sudah muncul awal tahun 80an. Mereka muncul lagi tahun 90an setelah di pertengahan 80an vakum karena Greg Graffin melanjutkan kuliah. Setelah kuliahnya rampung dia lalu menyatukan Bad Religion lagi, sampai sekarang sekaligus jadi dosen. Secara penampilan Bad Religion tak tampak punk termasuk (mungkin) musiknya karena banyak melodinya. Di Amerika sendiri banyak yang menganggap Bad Religion sudah bukan punk lagi (yang jelas dibantah secara ilmiah oleh Greg). Tapi bagi saya kepunk-an mereka adalah dari syair lagu yang ditulis Greg. Kalo kita niat menyimak syairnya terkadang harus cari buku referensi untuk mengetahui arti kata-kata yang ditulis Greg.”
.
image by lordKhan taken from flickr.com
REVIEW
LET THE DOMINOES FALL RANCID Annasz Nightmare
SELAMAT DATANG KEMBALI KEPADA PUNK ROCK YANG SESUNGGUHNYA!
It’s no secret that punk rock has been sucking huge donkey nuggets for quite a while now. Who can help get us out of this rut? Many people peg their hopes and dreams on punk revivalist icons Rancid. Vakum selama hampir 6 tahun, “Let the Dominoes Fall”, rilis 2 juni 2009, akhirnya selesai juga dikerjakan oleh Tim Armstrong, Lars Fredericksen and company. It’s about time, ya kawan. Ini hanya masalah waktu. Dulu kita bisa dengan mudah memberikan label
pada album-album Rancid. Kita bisa mendapatkan album ska (“Life Won’t Wait”), melodic punk album (“...And Out Come the Wolves”), dan juga album hardcore mereka (“Rancid”). Tapi kali ini, mereka mengambil itu semua dan mencampurnya di album baru ini, cool. Manifestasi ska sendiri dapat ditemui di lagu seperti “Up To No Good” dan “I Ain’t Worried”. “This Place” dan “You Want It, You Got It” bagaikan bensin ber-oktan tinggi karena damn! kita terbakar serangan
melodic punk khas mereka, hahahaa. Single “Last One To Die” dan “East Bay Night” memperlihatkan pop sensibility mereka, uhuk uhuk. Kita juga akan mendapat sentuhan-sentuhan baru di album ini, sebuah permainan gitar Spanyol terlihat mencolok di lagu “Civilian Ways”, sementara “The Highway” sedikit bernuansa country?? Beberapa dari kita mungkin komplain mengapa lagu-lagu di album ini jadi lebih halus, lebih terpoles. Spontanitas, gertakan, kekacauan yang
kita temui di album-album sebelumnya seakan hilang, yah menurut gw mungkin hal ini terjadi seiring penuaan usia mereka, jadi agak terasa sedikit mellow, haha. That’s probably good for your health, but it’s not so good when you’re recording a punk album. Tapi gw rasa, sebagai seorang fans, “Let the Dominoes Fall” seperti ucapan selamat datang kembali kepada punk rock yang sesungguhnya.
.
REVIEW
THE PARAMOUR SESSION PAPA ROACH Moh. Hijrah Lesmana Menurut saya, nih album paling komplit diantara album Papa Roach sebelumnya, baik dari segi musikalitas maupun liriknya, dibanding album “Infest” sekalipun. Well, “Infest” memang yang membesarkan mereka, dimana lagu seperti “Last Resort” dan “Dead Cell” seolah jadi lagu wajib metalheads saat itu. Maklum, Papa Roach lahir saat gelombang hip metal menyapu genre musik lainnya, termasuk pure metal seperti yang dibawakan Metallica. Papa Roach mencuat bareng Linkin Park, Korn, Slipknot, Deftones, dll. Nggak heran kemudian mereka manggung di Ozzfest,kawah candradimuka panggung metal dunia. Saya berani mengatakan bahwa “The Paramour Sessions” adalah Papa Roach yang sebenarnya, bukan “Infest” atau “LoveHateTragedy”. Mengapa? karena album kali ini sepertinya dibuat dengan segenap skill yang mumpuni, emosi yang stabil dan makin dewasa, meski dengan lirik-lirik khas Coby Dick yang tajam, gelap dan dalam. Sementara “Infest” muncul bebarengan dengan muncul-
nya hip metal, dimana banyak band yang memainkan musik yang sama. Coby Dick juga mampu bernyanyi dengan nada yang naik turun, rendah dan tinggi. Saya setuju, banyak fans Papa Roach kangen ama musik semodel “Last Resort” atau “Remember The Girl” yang membuat fans betah nonton konsernya, tetapi Papa Roach telah melewati masa itu, masa hip metal dan hasilnya adalah Papa Roach masih eksis hingga kini, lewat musik yang cenderung emosional and I love that.
kira ini bukan sebuah ketaksengajaan sehingga mereka mempermainkan lagu-lagu lama mereka dengan menggunakan irama yang lebih ringan dan riang. Setidaknya dengan versi ini Andi Derris bisa menghemat vokal dan tenaganya saat menyanyikan lagu-lagu peninggalan Michael Kiske tanpa mengecewakan penggemar yang tetap ingin bernostalgia. Saya tak tahu bagaimana reaksi Kiske saat tahu kalau Helloween sekarang justru mengulang gayanya di album “Chameleon”. Saya mengenal nama Helloween dari teman sma saya (Kusumanto Sigit) dan radio Rasia Lima Yogyakarta dalam acara Rabu Rock. Lagunya yang saya dengar saat itu “Future World” dan “Helloween” maklum kaset yang beredar saat itu cuma “Walls of Jericho” dan “Keeper of the Seven Keys Part 1”. Walaupun si Kus suka Helloween tapi justru UNARMED dia tak punya kasetnya. Saya HELLOWEEN Andria Sonhedi sendiri baru beli kasetnya saat kaset bajakan resmi Ini adalah album Helloween sudah menghilang, kaset khusus untuk memperingati Helloween “Walls of Jericho” 25 tahun perjalanan karir versi awal. Rasanya senang mereka. Tak tanggungsekali walau yang saya cari tanggung, salah satunya justru album “Keeper of the lagu “The Keeper’s Trilogy”, Seven Keys Part 1”. Sampai sebuah medley sepanjang 17 saat ini pun saya belum dapat menit yang mengandung lagu kaset sekennya yang terbitan “Halloween”, “Keeper Of Rockshots. Tapi saat itu di The Seven Keys” dan “The sma saya cuma dua orang King For A 1000 Years” yang yang punya kaset Helloween, butuh 70 orang dari Prague satunya adik kelas yang punya Symphonic Orchestra untuk kaset “Keeper..” terbitan Billmenampilkan kesan kolosal. board. Sayangnya lagu-lagu Sepertinya beberapa lagu Helloween makin lama makin justru membuat kita untuk tak semenyenangkan saat bergoyang, “Eagle Fly Free”, pertama saya mendengarkan bukannya ber-headbang. Saya tiga album awal mereka.
.
.
SOEKANTI.COM ENDANK SOEKAMTI Fadli Moron Info Endank Soekamti paling update, komplit, njerit-njerit. Yah itulah trek pertama kali yang terdengar saat cd “Soekamti.com” berputar di cd player saya. Bulan Juni kemaren Endank Soekamti band poppunk dari Jogja merelease album ke-empat mereka. Tetap dengan ciri khas mereka lirik-lirik yang lucu dan sederhana dilapis balutan musik ala band-band pop punk era 90an. Single “Audisi” menjadi andalan buat album ini. Secara keseluruhan album ini cukup renyah dibandingkan album-album sebelumnya.Coba saja trek “Satria Bergitar” dan “Long Live My Family” merupakan recomended track. “Berkibar Tinggi” dan “Go Skate Go Green” merupakan bentuk kebanggaan mereka sebagai pemuda bangsa dan bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Berbahagialah para Kamtis karena ada anthem terbaru “Mars Kamtis Part 2”. Surprise, yah album ini ditutup dengan dengan suara biola yang mengcover melodi lagu “Zzzttt” dari album sebelumnya.
.
REVIEW
KILL A CELEBRITY RAMALLAH Dede Hate
HATEBREED HATEBREED Dede Hate
GOD IS I MERAUDER Dede Hate
DEATHLESS THROWDOWN Dede Hate
White Trash, Rob Lind emang gak ada matinya! Blood For Blood, Sinner And Saints dan ini, Ramallah. Dedikasinya terhadap musik, terutama hardcore, gak ada duanya. Ramallah, dari nama sebuah kota yang dihancurkan perang, Rob menyatukan semua yang tidak bisa ditampung di Blood For Blood (karena Sinner And Saints emang bukan hardcore), sekaligus menunjukkan dualismenya. Seseorang yang destruktif nihilistik di Blood For Blood sekaligus anti perang di Ramallah. Globally, masalah yang diangkat disini adalah Timur Tengah, teroris, peran negaranya, USA, sebagai pemicu segala kekacauan dan ajakan kepada his fellow Americans untuk tidak percaya begitu saja pada pemerintah mereka, yeah you got that right dude. Musically, sepintas masih terasa seperti Blood For Blood yang agresif, tapi berbagai input dari luar hardcore mau tidak mau membuat kita berpikir ini lebih kaya, variatif. Tidak melulu cepat dan brutal, beberapa lagu dimainkan dengan ritme yang catchy, melodic clean singing, kadang rapping, plus suara piano!!!
Entah terlalu subyektif atau gw yang butuh waktu, tapi ini, aih, mengecewakan. Masuknya gitaris lama yang turut membesarkan Hatebreed dan berandil menciptakan sound moshcore pada awal-awal mereka terbentuk, Wayne Lozinak, ternyata tidak membawa semangat lama itu. Disini, Hatebreed malah makin jauh terjerumus ke dalam sound yang easy dan pasaran, hampir keluar dari jalur hardcore. Secara keseluruhan, album ini rada mirip dengan “Supremacy” pada 2006, cuma yang ini dengan wilayah eksplorasi sound yang semakin luas. Bukannya makin variatif, tapi malah mudah ditebak dan akhirnya membosankan. Penurunan kualitas ini bisa didengar pada tempo yang makin lambat (well, di beberapa bagian tetap cepat, tapi coba simak trek instrumental “Undiminished”, woaaahh apa itu?), vokal Jamey lebih bersih dan terutama suara gitar yang entah mengapa gw denger terlalu cempreng. Akhirnya, gw tetap harus suka rilisan ini, karena mereka adalah Hatebreed. Lirik-lirik mereka tetap membangkitkan semangat.
Wow!!! Ini bukan metalcore cengeng ala band-band itu, kids! Ini seperti pipa besi untuk menghantam tengkorak kepalamu!! Merauder, legenda NYHC yang terlupakan, merilis apa yang gw sebut rilisan hardcore bercampur metal terbaik tahun ini. Sori aja, tapi “Hatebreed” (Hatebreed), “To The Death” (Earth Crisis) dan “Deathless” (Throwdown) lewat, haha. Yup, ketika musik Hatebreed dan Throwdown semakin gak jelas, comeback Merauder mengobati semuanya. Rasa-rasanya, trek pembuka “Until” cukup mewakili keseluruhan album, cepat dan brutal. Bayangkan anak-anak tangguh hardcore memainkan anthem-anthem penuh breakdown, gang vocal plus dendam dengan riff dan groove ala thrash 80an, hardcore yang tangguh dan metal yang mengiris, ganas!! Perhatikan vokalnya, kita mungkin tidak menyadari bahwa si om udah berusia 40 tahun lebih, Dave Peters musti serius menyimak album ini, haha. Semuanya begitu sempurna, takaran yang sangat pas untuk membuat musik yang enak didengar. And then, see you in hell my friend!
Dulu, diawal kemunculan mereka, sebuah majalah menyebut Throwdown adalah salah satu dari beberapa “the future of metal”. Waktu itu kening gw cukup berkerut, karena setau gw root mereka adalah hardcore, dan menurut kuping gw, distingsi antara hardcore dan metal cukup jelas. Sampe akhirnya mendengarkan album terbaru ini, yeah penulis majalah itu sepertinya memiliki visi jauh ke depan, gw tidak menemukan tune hardcore disini. Sebenarnya, sejak “Venom & Tears” pada 2007 gw sudah merasakan perubahan arah musik Dave Peters dkk ke Pantera styled groove metal. Kalo waktu itu masih seperti ancang-ancang, “Deathless” ini benar-benar sudah hijrah total ke metal. Vokal Dave aja udah mirip dengan milik Phil Anselmo. Tidak ada yang salah sih sebenarnya, gw juga suka musik yang seperti ini meskipun tidak begitu fanatik. Permainan mereka juga solid, hanya saja, Throwdown tidak tuntas membawakannya, hampir semua lagu ‘begitubegitu aja, repetitif, seperti tanpa imajinasi dan akhirnya, yup, bikin ngantuk dan membosankan.
.
.
.
.
REVIEW
BASED ON A TRUE STORY PERVERT INHUMANITY DOWN TO REALITY SICK OF IT ALL Dede Hate Dede Hate
BRAND NEW EYES PARAMORE Dede Hate
ALL OR NOTHING THE SUBWAYS Dede Hate
Akhirnya ada juga hardcore heavyweight yang merilis album baru tahun ini, the biggest act of the genre, Sick Of It All, merilis album studio ke-sembilan mereka, “Based On A True Story”, pada April ini. Cukup lama, empat tahun, setelah terakhir merilis “Death To Tyrants” pada 2006, jeda terlama diantara album-album mereka. Is there any something new? Meskipun om Lou Koller menyatakan sound di album ini adalah perpaduan antara old school sing-along punk dengan perkembanganperkembangan terbaru dalam musik hardcore, sebenarnya tidak ada yang berubah drastis. Sedikit yang berubah menurut gw adalah lagu-lagu di album ini lebih heavy dan juga karakter vokal, si Om bener-bener marah kali ini, haha. Yang unik adalah ketika mereka juga memasukan “Braveheart” dalam tracklist, padahal kita semua tahu, itu adalah suara latar saat mereka live, saat dimana om Lou Koller memandu crowd untuk membentuk wall of death (yang juga dikenal dengan istilah ‘braveheart’ setelah film Mel Gibson) di lagu keramat “Scratch The Surface”.
C’mon! Gw, Paramore??! Mohon maaf sebesarbesarnya kepada semua penyuka Paramore, but i think they’re too trendy for an old fashioned guy like me. Yah, gw merasa terlalu tua untuk musik dan style mereka yang sangat remaja. Tapi gw tidak bisa membohongi perasaan, gw jatuh cinta pada lagu “The Only Exception”. Dan sejujurnya, meskipun di album mereka yang katanya paling laris ini ada 11 lagu, gw cuma menyimak trek keenam tersebut. Sepertinya, lagu-lagu lain, paling tidak masih sama dengan sebelumnya, pop rock kinda things. Tentang “The Only Exception”, ini adalah lagu super mellow tentang seseorang yang sangat spesial di hati, yang dibawakan secara semi akustik dimana vokal Hayley adalah kekuatan utamanya. I just can’t stop listening. Bagi gw, ini seperti “Everybody Hurts”-nya The Corrs atau “Stoned”-nya Arkarna. Bukan dalam hal cinta yang mendayu-dayu (karena setahu gw, dua lagu itu bukan tentang cinta, dunno), tapi tentang bagaimana lagu itu menyentuh gw, it just touches me so deep. Haha cuih!
Gw tahu band ini setelah secara tidak sengaja menonton live set mereka di Abbey Road yang diputar salah satu tv swasta. Dua cowok kerempeng pada drum dan gitar/ vokal serta seorang cewek cakep pada bass/scream memainkan alternative pop rock yang sebenarnya biasa aja tapi entah kenapa gw suka. Mungkin karena bassits-nya kali yak? Atau mungkin juga karena mereka belum populer? Entah apa yang salah sampai mereka tidak begitu sukses secara komersil, padahal kalo didengar musik mereka yang hampir setipe dengan The Red Jumpsuit Apparatus sebenarnya cukup menjual. Namun demikian, kabarnya mereka memiliki tidak sedikit pengikut fanatik di kampung mereka, Inggris. “All Or Nothing” ini adalah album kedua mereka yang dirilis pada 2008 oleh Warner Bros. Fave gw ada dua lagu, yang paling kenceng dan yang paling pelan; “I Won’t Let You Down” dan “Lostboy”. Yang pertama cukup ngerock dengan background scream vocal di bagian reff-nya. “Lostboy” sendiri adalah sebuah akustikan sendu, gw suka aksen Inggris-nya!
.
Gw benar-benar tidak tahu apa-apa tentang band ini selain adalah bahwa mereka berasal dari Eropa, itupun setelah mengetahui mereka terlibat dalam kompilasi berjudul “European Hardcore; The Way It Is”. Apakah mereka masih aktif? Masih adakah rilisan lainnya? Yeah i’m dying for info about these guys, kali aja ada diantara teman-teman yang tahu? Kenapa sih De’ nafsu amat? Haha karena musik mereka keren banget! This is what i called true to the core hardcore, hehe. Album ini dirilis pada 1997, yeah mungkin sedikit menggambarkan sound hardcore Eropa yang entah mengapa menurut kuping gw agak berbeda dengan hardcore Amerika, terutama untuk rilisan-rilisan dari pertengahan 90an, seperti ada bumbu rahasia di dapur mereka. Distorsi dan solo gitar halus yang tidak mencolok dipadu dengan bunyi drum dan bass yang tebal, vokal bariton dan tentu saja gang vocal, menciptakan ritme lagu yang enak untuk head and bodybang. Oiya, di beberapa bagian ada juga vokal rapping, cool. Ada 14 lagu di album ini, my fave track? Semuanya!
.
.
.
REVIEW
LIEBE IST FUR ALLE DA RAMMSTEIN Dede Hate
TOTAL WORLD DOMINATION SWORN ENEMY Dede Hate
ONLY THE DEAD SEE THE END OF THE WAR ACRASSICAUDA Dede Hate
TAKIN’ IT OVA! INTERNATIONAL SUPERHEROES OF HARDCORE Dede Hate
Haha enam orang gila dari Berlin ini selalu saja punya cara untuk membuat kita terkejut, atau bagi sebagian orang, mual. Kali ini, BSDM sepertinya menjadi tema dominan, dalam penulisan lirik dan artwork album. Tebaran kata dan gambar vulgar membuat lembaga sensor Jerman melarang album ini beredar bebas dan hanya boleh dijual di toko khusus dewasa. Empat tahun dalam pengerjaan, ada beberapa hal yang cukup baru di album ini. Coba simak “Fruhling In Paris”, sebuah lagu cinta yang gelap tapi yang dimainkan dengan sangat manis. Vokal Till juga lebih variatif, di lagu “Waidmanns Heil” gw malah mendengar bagian yang mirip Serj Tankian? Setelah menyimak seluruh album, gw menemukan bahwa trek “Pussy” adalah yang paling Rammstein, typically Rammstein’ s song, mudah dicerna dan enak untuk angguk-angguk geleng-geleng (yeah this is tanz metal baby!) dengan bunyi keyboard Flake sebagai pemandu nya. Lagu ini juga menjadi single pertama dan dibuatkan video klip yang, naudzu billah, porno! Haha.
Yeah, forgotten thrash driven metalcore act Sworn Enemy kembali dan sekali lagi ingin menguasai dunia lewat “Total World Domination” ini. Klo dibandingkan dengan band sejenis, Sal Lococo dan kawan-kawan terbilang cukup produktif, tahun lalu mereka juga merilis “Maniacal” yang tidak kalah beringas dari “The Beginning of The End” setahun sebelumnya. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama, masih ganas. Hentakan drum yang sangat cepat dan gitar yang mengiris dengan riff-riff yang menciptakan breakdown mematikan, sesuatu yang paling identik dengan Sworn Enemy. Seperti halnya Unearth, mereka masih menjaga nama baik metalcore dengan tidak terjerumus pada sound yang lebih pasaran seperti yang menimpa Avenged Sevenfold, Bullet For My Valentine, Trivium dan lain-lain. Kalau mencari definisi metalcore, inilah metalcore yang sesungguhnya. Ada sesuatu yang menurut kuping gw cukup baru disini, bukan baru sih, tapi jarang didengar di album-album sebelumnya; gang vocal ala hardcore, mantap!
Setelah dokumenter “Heavy Metal in Baghdad”, tiba-tiba saja band ini menjadi spotlight, semua orang membicarakan mereka. Beberapa pihak kemudian berinisiatif menggalang dana untuk mengeluarkan mereka dari Irak. Gw kemudian khawatir, jika suatu saat mereka merilis album, dan laku, takutnya karena perasaan iba dari orangorang, bukan karena kualitas mereka. Well, perjuangan, pengorbanan dan dedikasi mereka terhadap musik metal memang patut diapresiasi, tapi kita berbicara masalah musik, dimana kualitas sound, musicianship skill dll adalah hal utama.Tapi, kekhawatiran gw gak terbukti, dan semuanya terbayar lunas setelah mendengarkan ep pertama mereka ini, empat lagu dengan komposisi thrash yang padat. Mereka mengaduk semua yang ada di kepala mereka tentang Metallica, Slayer, Sepultura dll untuk kemudian mereka racik dengan cita rasa mereka sendiri. Yang paling mencuri perhatian adalah si gitaris, berbagai macam teknik dia peragakan, solo-nya di “Message From Baghdad” keren banget!
Dari namanya, awalnya gw kirain ini adalah supergroup hardcore semacam Hazen Street, haha ternyata proyek main-main dari 5 punker di New Found Glory, bangsat. Aslinya album ini diselipkan dalam disc kedua pada album New Found Glory yang dirilis pada 2006, “Tip of The Iceberg”. Dengan vokalis dan gitaris bertukar tugas di ISHC ini, dan masingmasing personil menggunakan pseudonym yang diambil dari istilah-istilah umum di scene hardcore, mereka memainkan hardcore bergaya Madball yang kenceng dan berisi. Di trek “Superhero Sellouts” mereka malah memainkan blast beat yang rawk, keren. Lirik ditulis kekanakkanakan, menyindir berbagai macam fenomena mutakhir yang terjadi di scene hardcore saat ini, “Screamo Screamo Gotta Go”, “Fashion Show”, “Harry Potter’s Hardcore” dan di beberapa lagu lainnya. Yeah ini mungkin proyek main-main, tapi tidak dengan sound-nya. Saran gw sih, bubarin aja NFG dan serius dengan ISHC ini.
.
.
.
.
REVIEW
dengan tema “Debus Itu Haram?”. Fatwa dari salah satu majelis umat terbesar di Indonesia, yang pada waktu itu, sedang ramainya diperdebatkan menyinggung tentang haramnya seni debus untuk umat islam, dengan alasan karena dalam ritual pertunjukannya, debus bersinggungan dengan persekutuan Allah. Meskipun hal ini baru berupa citra untuk kembali dirundingkan ulang, tapi kemudian, rasa konyol saya akan keberadaan fatwa TASBIH DAN GOLOK tersebut kembali berbuih. KEDUDUKAN, PERAN Sebut saja beberapa fatwa DAN JARINGAN KIYAI DAN JAWARA DI BANTEN terdahulu, yang kenyataannya, dengan fatwa-fatwa MOHAMAD HUDAERI, yang digulirkan, jadi bahan M.AG DKK konfrontasi, atau bahkan jadi Arief Hidayat Adam pemantik terpecahnya kes Mohon maaf untuk atuan umat dan bangsa, sepkebodohan saya dalam mere- erti yang terjadi ketika fatwa view buku ini. Saya hanya rokok haram diberlakukan, mereview untuk kesenian bahkan terjadi pertentandebusnya saja. Sebenarnya gan dengan NU di berbagai generalisasi buku ini sangat daerah. Saya masih merasa meluas, yang bertitik fokus bahwa fatwa haram bagi halpada sisi historikal dari kiyai hal yang masih menyimpan dan jawara. kemungkinan untuk ditentang Buku ini merupakan dan diperjuangkan dengan revisi dari hasil penelitian dalil yang lain seperti pada kompetitif yang diselengkasus ini masih tidak relevan garakan oleh Ditbenpertais dengan status pembuat fatDepartemen Agama RI yang wanya sebagai manusia biasa, dilakukan pada tahun 2002. apa mereka bermain tuhan? Tema buku ini adalah kiyai Dan jawabannya ada dan jawara Banten. Dalam pada buku ini. Dimana secara masyarakat Banten yang tersirat debus dikelompokan budayanya didominasi oleh menjadi ; pertama, debus nilai-nilai religiusitas keisyang mengandung unsur laman yang dalam, serta tarekat. Kedua, debus yang sejarah kehidupan sosialmengandung unsur keternya yang heroik, kiyai dan ampilan, ketangkasan dan kejawara menjadi tokoh penting cepatan atau dapat dikatakan dalam kehidupan masyararekayasa. Dan ketiga, debus kat. Kedudukan dan peran yang mengandung unsur sihir sosial mereka, menembus dan syirik. batas geografis, sehingga Memang tidak mereka menjadi figur yang sepenuhnya labelisasi haram karismatik. Karena itu sangat yang mengacu pada ritual menarik untuk mengkaji debus seperti pada fatwa tentang kedudukan, peran MUI itu salah, tetapi, apakah dan jaringan sosial mereka karena itu generalisasi debus dalam kerangka kebudayaan menjadi haram? Mengingat masyarakat Banten. budaya debus ini telah men Pertama saya menjadi darah daging masyarakat genal keberadaan buku ini Banten pada umumnya, bahpada salah satu forum yang kan para wali dulu memakai digagas oleh Rumah Dunia budaya ini untuk menyebarpada medio tahun 2009 kan agama Islam di Banten.
Tetapi alhamdullilah, dengan counter dari para ulama Banten lain, dan para pelaku debus sendiri, sampai para pemerhati seni dan budaya daerah, juga warga Banten pada umumnya, fatwa ini tidak dapat direalisasikan, dan akhirnya dibatalkan untuk difatwakan. Mudah bukan, bermain tuhan? Terima kasih kepada pihak Provinsi Banten yang telah memberikan buku ini untuk bahan literasi.
.
ENAM JALAN MENUJU TUHAN DARMAWAN MM Arief Hidayat Adam Buku ini menjelaskan enam jalan yang diajarkan oleh Krishna Dwipayana Wyasa, Sidharta Gautama, Abraham, Musa, Yesus, dan Muhammad. Jelas tampaknya apa yang menjadi kontroversi dalam buku ini, enam jalan menuju tuhan, atau enam agama samawi dan non samawi yang dijadikan bahan tulisan Darmawan, seorang magister ekonomi dan ahli dalam tekhnologi rel kereta api, mana tautannya sama teologi? Haha. Ikhtisar-ikhtisar yang ditulis oleh Darmawan, mengenai enam cerita ini, yang beliau kutip dari beberapa literatur penting seperti Khrisna Dwipayasas (dikutip dari kitab Mahabaratha Nyoman S, 48 hal), Sidharta Gautama yang pada ceritanya disebutkan secara gamblang tentang kutipannya “itulah
mengapa saya meminta anda semua untuk tidak menggantungkan diri pada para pemuka agama” (dikutip dari pengenalan agama Buddha, Karaniyya, dan “Buddha” Karen Armstrong, 36 hal), Abraham (dikutip dari kitab Kejadian 1983, 32 hal), Musa (dikutip dari Alkitab 1983, 40 hal), Yesus (dikutip dari Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes 1983, 36 hal) dan Muhammad, serta di akhir cerita di buku ini ditulis juga tentang tujuh kesalahan dasar agama Islam (dikutip dari terjemahan Al Qur’an dan Karen Armstong “Muhammad”, 144 hal). Si penulis cerita belum pernah mengalami sendiri perjalanan perjalanan para tokoh agama tersebut tetapi dengan kekuatan pikirannya ia dapat menggambarkan jalan terbaik menuju Tuhan. Saya bisa melihat sendiri potensi buku ini untuk dibakar, begitu mudahnya buku ini menjadi aset kritikan dan pelabelan haram oleh para puritan. Bagaimana tidak, dengan hanya sedikit tulisan beberapa halaman lembar buku dia mencoba menganalisa dan menulis kembali saripati sejarah sejarah maha dahsyat yang bersinggungan dengan keyakinan-keyakinan kudus di negeri kita. Terlihat begitu banyak pula celah untuk dikritisi dari sisi Islam tentunya. Apalagi ketika Darmawan mengisahkan tentang nabi besar Islam, Muhammad, saya dapat menangkap isi yang akan memicu kemarahan umat. Lalu jangan lupa membaca halaman intisarinya bertajuk “agar tidak ada lagi yang salah jalan” dia menulis, buku ini memperlihatkan mana ajaran yang benar dan mana yang salah. Haha, mengglobalkan semua saripati agama untuk kehidupan yang moderat! saya rasa Darmawan hanya seorang fasist!
.
MUSIC CLINIC
TIPS LATIHAN BAND DI STUDIO MUSIK RENTAL Sebagai musisi amatir yang main musik buat hobi atau sekalian acara kumpul-kumpul komunitas seperti yang pernah beberapa kali kita lakukan di TUC, salah satu kegiatannya adalah latihan di studio musik rental. (oleh Herwin Siregar)
Pada tulisan ini saya ingin membagi pengalaman saya latihan di studio rental dimana ada hal-hal penting yang sering terlewatkan atau terlupakan sementara hal tersebut bukanlah sesuatu yang memerlukan usaha besar untuk dilakukan. Jadi dengan memperhatikan dan menerapkan hal-hal tersebut diharapkan latihan kita menjadi asyik, menyenangkan, dan membuat hasil latihan kita lebih optimal. Pertama-tama, kita
harus menentukan studio mana yang akan kita pilih. Mencari dan memilih studio ini gampang-gampang susah. Kadang-kadang faktor non teknis bisa menjadi yang utama, contohnya lokasi yang gampang dicapai oleh seluruh anggota, apalagi di Jakata yang dimana-mana rawan macet. Informasinya bisa dicari via searching internet. Tapi yang penting sebenarnya spek studionya, pengalaman saya rental studio dari kelas teri sampai kelas pro jelas
sangat terasa perbedaannya. Hal lain yang juga penting adalah kelengkapan alat yang tersedia, misalnya jumlah gitar elektrik, jumlah mik dll. Studio kelas teri biasanya sempit, instrumen yang disediakan adalah kualitas kelas bawah, AC kadangkadang tidak dingin, simbal koyak, senar gitar karatan, stik drum boncel-boncel. Nilai plusnya cuma biaya rental. Sebaliknya adalah kalau kita memakai studio bagus yang biayanya tentu lebih tinggi.
Menurut saya, studio yang akan kita pilih sebaiknya menyesuaikan dengan kebutuhan jenis musik kita, misalnya grup rock, gitar elektriknya harus tersedia lebih dari satu, ada ampli head cabinet terpisah, disediakan efek distorsi, dll. Dari pengalaman saya sebagai pemain gitar, saya lebih nyaman membawa gitar dan efek sendiri karena sudah match di tangan saya sehingga tidak perlu penyesuaian alat lagi. Tapi percayalah, latihan di studio bagus
mungkin dengan amplifiernya agar mudah untuk melakukan pengaturan-pengaturan. Kalau pemain gitar atau bass membawa efek-efek, agar penempatannya diatur sehingga mudah diakses dan kabelnya tidak berseliweran mengganggu player sendiri atau player lain. Yang berikutnya perlu dilakukan adalah menyetel tune gitar dan bass. Pengalaman saya banyak studio yang alatnya belum di tune sebelumnya. Sebaiknya sediakan waktu beberapa saat untuk menyetel tune gitar dan bass. Sewaktu men-stem sebaiknya kecilkan volumenya agar tidak mengganggu player lain yang melakukan hal yang sama. Kalau mau akurat sebaiknya pakai tunning machine, tapi kalau tidak ada pake feeling juga ok. Hal yang sering dilupakan adalah setiap player langsung sibuk men-stem alat, tapi masingmasing tidak mengacu pada kunci yang sama. Kalau ada tuning machine hal ini tidak masalah, tapi kalau tidak ada saya akan menyesuaikannya dengan keyboard atau organ. Kunci C keyboard standar seharusnya juga kunci C di gitar dan bass. Untuk ini perlu ada satu player gitar atau bass yang memandu yang lain agar seluruh gitar dan bass get in tune. Percayalah, bermain dengan alat yang in tune sangat menyenangkan!!! Setelah masalah tuning beres, berikutnya kita harus bersama-sama mengatur tingkat kekerasan masingmasing instrumen dan vokal. jelas lebih menyenangkan, orang yang boleh masuk. ruangan sejuk, tidak berde Biasanya karena kita Dari pengalaman saya selama ini, hal ini adalah yang paling sakan, alat musik sehat, sound jarang main musik di studio, sering diabaikan, sehingga yang keluar lebih ok, akhirnya begitu masuk studio masingsound band secara keseluruhasil latihan juga lebih terasa masing player sibuk dengan kemajuannya. memainkan pegangannya ma- han menjadi timpang, jelas Setelah kita memilih sing-masing alias asik sendiri ini sangat tidak bagus untuk dan menentukan studio yang dan main-main lagu atau lick proses evaluasi permainan masing-masing player. Dari akan kita pakai, sebaiknya kesenangannya sendiri. Ini pengalaman selama ini, saya kita membaca dulu dan jelas tidak berguna. Setelah menentukan volume drum semengerti peraturan yang di studio hal pertama yang telah ditetapkan pemilik menurut saya harus dilakukan bagai acuan, karena ada studio yang drumnya di micking, studio. Beberapa hal yang adalah menentukan tempat ada yang tidak. Menurut saya umum antara lain tidak boleh dimana masing-masing perdrum yang di-micking lebih membawa makanan ke dalam sonel akan bermain, sedapat asyik karena seluruh sound studio dan batasan jumlah mungkin player bisa sedekat
instrumen bisa keluar bersama-sama dari speaker PA (public address) studio, jadi kita seperti mendengar musik utuh dari cd player. Untuk itu perlu ada kerjasama antara seluruh player untuk sejenak melakukan pengaturan ini secara bersama-sama. Beberapa hal yang sering terabaikan antara lain; vokal tertutup insturmen sehingga vokalis harus bernyanyi ekstra keras sehingga dinamisasinya hilang dan radang tenggorokan siap muncul, sound bass terlalu trebel sehingga hentakan di frekuensi bawah jadi kurang greget. Sekali lagi percayalah, main dengan sound yang seimbang, sangat, sangat menyenangkan!!! Kalau semua sudah oke, sekarang kita bisa bisa mulai berlatih. Pengalaman saya, yang penting sewaktu latihan adalah masing-masing player harus saling mendengar satu sama lain agar bisa saling koreksi, karena sekali lagi ini adalah teamwork. Sering player hanya terpaku ke sound atau permainan instrumennya sendiri dan kurang mendengar yang lain, kalau itu terjadi hasil latihan menjadi kurang optimal. Setelah berapa kali latihan kita seharusnya semakin menguasai materi lagu. Pengalaman saya, penguasaan materi lagu juga dilakukan secara bertahap. Pertama, mungkin kita harus menguasai bagian besarnya dulu seperti putaran, riff standar, melodi standar. Berikutnya, penguasaan materi harus semakin detail seperti tone gitar, harmonisasi vokal dll. Untuk itu masing-masing player harus terlibat secara aktif mengevaluasi keseluruhan permainan sehingga hasil latihan akan jelas kelihatan. Dengan demikian maka latihan-latihan berikutnya akan menjadi semakin mengasyikan dan kita akan percaya diri jika suatu saat band diminta perform. Rocks!!!
.
GALERI
SURRE ALISME MORON MUHAMMAD FADLI berkenalan dengan Photoshop sejak 2005, sempat menjauh selama setahun lebih. Dan awal 2007 mulai merajut cinta lagi, hingga sekarang semakin intim dan sering bercinta dengan Photoshop. Berawal dari menghancurkan foto-foto sendiri hingga memperkosa stok-stok foto dari berbagai situs seperti deviantart.com dan sxc.hu. Belum punya aliran yang jelas karena menurutnya bermain dengan Photoshop adalah menemukan kebebasan tak terbatas, kita bisa membuat dunia khayalan kita sendiri! Untuk menikmati karya-karya lainnya, silahkan kunjungi fadlimoron.deviantart.com
GALERI
GALERI
GALERI
FREE ROAM
terutama buku-buku bergambar atau komik. Saya lahir di keluarga sederhana yang menyewa sebuah rumah kecil untuk dijadikan tempat tinggal, tetapi kebutuhan saya akan membaca sangat tercukupi, lalu bagaimana dengan nasib mereka yang tidak lebih beruntung dari saya atau anda? Disitulah letak inti cerita ini. Kami membutuhkan bantuan anda! Seandainya anda berkenan membantu, ada tiga hal yang dapat Anda lakukan. Pertama. Kirimkan buku apapun yang anda miliki yang kiranya sudah tidak terpakai, ataupun setelah Anda membaca surat ini, Anda bergegas membeli buku baru untuk dikirimkan, kami akan sangat senang. Kedua. Teruskan kabar ini kepada teman-teman atau keluarga yang barangkali mempunyai buku yang mungkin sudah tidak sesuai lagi dengan anak-anak atau saudara-saudara mereka yang sudah tumbuh besar. Mungkin sebuah komik bergambar (oleh Arief Hidayat Adam) Doraemon yang tergeletak di kamar mereka itu akan dibaca berkali-kali oleh anakanak yang bersemangat di Ini adalah salah ini kemudian mendapat bermanfaat bagi banyak anak panti asuhan. satu dari gagasan-gagasan sambutan sangat positif dari yang hidupnya kurang beru Ketiga. Kirimkan acak Adam & Sun Foundateman-teman mahasiswa tung dibandingkan dengan berapapun jumlah nominal tion. Sebuah foundation yang di beberapa universitas di hidup kita. uang Anda, kami akan memdidirikan oleh saya dan pasan- Serang. Kami pun diundang Ketika saya menbeli buku untuk anak-anak segan iman saya. Yayasan yang dalam beberapa kegiatan so- gunjungi salah satu panti cara borongan dari pengecer akan menjembatani kami sial mereka hingga menarik asuhan di wilayah Kabupaten dan toko-toko buku. Jika diiuntuk melaksanakan gagasan- minat salah satu koran lokal Serang, saya kembali teringat jinkan oleh yang maha kuasa, gagasan proyek sosial kami. kota Serang untuk memuat akan satu hal ketika bertemu proyek ini akan mencakup Salah satu proyek berita tentang kegiatan kami. dengan para penghuni panti, semua panti asuhan di daerah kami bernama “Spread the Proyek ini juga akan dilakuterlebih dengan anak-anak Serang dan sekitarnya, juga Astronomy for Child� telah kan secara berkala guna kecilnya dengan range umur beberapa titik di desa-desa terlaksana beberapa waktu memenuhi permohonan dari 4-12 tahun, anak kecil kecil, insya Allah. lalu dengan sukses. Sebuah beberapa sekolah/madrasah yang polos dengan seman Tolong ingat, semanproyek yang mempunyai misi di seputaran Serang yang gat belajar untuk berusaha gat, kreativitas, rasa lapar untuk memperkenalkan ilmu- meminta kami untuk mengun- menjelajahi dunia dengan anak-anak akan pengetahuan ilmu dasar astronomi dalam jungi mereka, insya Allah. otaknya yang sedang tumbuh. demi kesempatan untuk subnya mengenai tata surya, 2ND PROJECT, Saya selalu saja mengingatmenggapai mimpi-mimpi bebenda-benda langit, sampai “SPREAD THE BOOK FOR ingat bagaimana keadaan sar mereka, bantuan sekecil implementasi pengamatan THE CHILD�. Tidak seperti saya dahulu ketika seumuran apapun akan sangat berguna langit secara langsung dengan sebagian cerita saya yang mereka. bagi mereka. Saya tunggu teleskop, dengan harapan bisa konyol dan melantur, cerita Hal indah yang saya semangat Anda untuk bermenstimulasi keingintahuan yang satu ini tak akan memselalu ingat adalah bukugabung, hubungi email kami anak-anak tentang tata surya. butuhkan waktu lama untuk buku bergambar! Sejak kecil di kaguheroes@gmail.com. Dan alhamdulillah proyek dituturkan dan akan sangat saya sangat menyukai buku, SEMANGAT!
ADAM & SUN FOUNDATION
SPREAD BOOKS FOR CHILDREN PROJECT CALL
.
FREE ROAM
Sekardus buku kiriman pertama dari Mrs. Earth, terima kasih.
Keceriaan anak-anak dalam kegiatan “Spread the Astronomy for the Child�.
H8’S NOTES
ANYWAY THE WIND BLOWS DOESN’T REALLY MATTERS TO ME Insya Allah, mulai isu ini, kami memuat satu rubrik baru yang ‘dikhususkan’ kepada Bapak Ketua TUC, Andria Sonhedi, yang kami namakan “H8’S Notes”. Rubrik ini berisi catatan-catatan beliau tentang berbagai hal, yang kami muat secara acak, dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Paling tidak, semoga bisa memancing kita untuk mulai menulis.
ANYWAY THE WIND BLOWS DOESN’T REALLY MATTERS TO ME Ayah saya menyukai puisi dan itu memang dunianya yang paling beliau cintai. Saya tahu ayah saya sempat membuat beberapa buku antologi puisi tapi saya tak menyangka nama beliau bisa masuk di id.wikipedia.org. Bahkan ada versi pdf puisi beliau yang dibagikan gratis di internet. Terus terang saya tidak pernah banyak membaca puisi ayah saya, padahal saya justru sering membaca lirik-lirik lagu ciptaan penyanyi-penyanyi tak terlalu terkenal yang bisa dibilang tak ketahuan keindahannya. Beberapa teman saya (atau setidaknya keluarganya) pernah bilang kalau suka dengan puisi ayah saya, dan itu membuat saya malu (atau sedikit agak) karena sebagai anaknya malah tidak peduli dengan karya-karya ayahnya sendiri. Mungkin ada orang yang dari belakang menertawakan ayah saya karena pilihan hidupnyanya atas bahasa dan puisi, termasuk juga gaya hidup sederhana beliau. Bahkan promotor beliau dulu menyatakan kalau beliau keras kepala (bahasa Belanda-nya apa lupa saya). Bagaimana pun setiap orang berhak memilih jalan hidupnya sendiri, walau itu bukanlah membawa ke bed of roses or pleasure cruise. Ayah saya di dunia musik saya ibaratkan lebih mendekati sosok Jimi Hendrix, bukannya sosok Michael Jackson yang orang langsung merasa kenal karena dia sudah terkenal tanpa perlu tahu apa karyanya THE GOOD, THE BAD, THE UGLY Dalam hidup bermasyarakat, memberi adalah hal yang baik. semakin banyak memberi maka orang akan makin menganggap sang pemberi adalah orang yang ‘sosialnya tinggi’. Sebaliknya,
orang yang jarang atau tak pernah memberi langsung dicap pelit dan tidak punya sifat bermasyarakat yang baik. Mudahnya cap orang baik adalah pemberi, entah dari mana uang atau barang yang diberikan berasal. Sayangnya (atau untungnya, tergantung sudut pandangnya bagaimana), ada orang yang memanfaatkan penilaian masyarakat tadi untuk kepentingan pribadinya. Berbekal sedikit atau bahkan banyak uang orang tadi menyebarkan uang kanan kiri. Ada yang membatasi memberi pada orang atau instansi yang bakal menguntungkannya, tapi ada yang juga membagi (dengan porsi berbeda) pada kelas bawah. Bahkan ada kalanya para ‘dermawan’ tadi memberi saat yang dia beri sedang tidak perlu duit. Tujuannya agar orang atau instansi tadi akan mengingatnya kelak di kemudian hari karena merasa berhutang budi, sesuatu sikap mulia yang masih tetap kita jaga sampai sekarang. Akhirnya suatu saat waktu orang tadi minta tolong pada kita (misalnya), atas dasar ewuh pakewuh atau karena tuntutan sopan santun kita, permintaan yang lebih sering jahat tadi akan kita penuhi. Sering kali kita malah membanggakan apa yang telah kita lakukan untuknya. TIME OF THE OATH Minggu lalu, minggu I november 2009, di media banyak sekali oknum pejabat yang bersumpah tidak melakukan ini itu atau menerima atau memberi sesuatu dalam rangka menyelamatkan mukanya (atau institusi tempat dia nongkrong). Yang lucu adalah yang menuduh dan yang dituduh bersumpah semuanya, jadi membuat kita bingung yang benar pihak yang mana. Tapi orang boleh saja bersumpah, bahkan orang komunis pun juga punya sumpah, kenyataan seharihari justru menunjukkan hal sebaliknya dari yang dia
sumpahi. Sepertinya mereka mengakui Tuhan yang cuma sebagian saja. Untuk para penipu mungkin bersumpah atas Tuhan Yang Maha Pengampun karena Tuhan akan selalu mengampuni kesalahan mereka. Mereka sepertinya tidak mengenal Tuhan Yang Maha Melihat segalanya, yang mengetahui segala apa yang kita lakukan dengan sembunyi-sembunyi.
pas beliau ke Belanda sekitar 1993, salah satu pemberian beliau yang masih awet sampai saat ini Saat belum bisa terhubung ke internet, saya dulu mengandalkan buku ini untuk mencari info bila melihat ada kaset solo dari seorang gitaris luar negeri. Isi buku ini memang bukan resensi atau review tapi mengomentari skill gitaris yang diulas. Makanya, kalau sang penulis bilang lagu ciptaan artis tadi unik, saya nyoba cari kasetnya, biasanya bekas. Kadang si penulis mengomentari cukup pedas, walau yang dikritik adalah seorang maestro gitar. Contoh yang saya ingat adalah kritiknya terhadap lagu “Wasting My Time” ciptaan Jimmy Page. Untuk menunjukkan bahwa lagu itu payah dia cukup menulis; “not only yours Jimmy, not only yours”.
yang mengulas tentang kaos atau t-shirt, terutama untuk mereka yang beli tanpa tahu maksud tulisannya. Sayangnya, wartawannya juga tak tahu tentang fenomena yang dia bahas. Contohnya, mengomentari tulisan Faith No More di kaos anak negara Cina yang dianggap sebagai pernyataan anti agama, padahal itu nama grup Mike Patton yang terkenal saat tahun 90-an (ingat lagu “Epic”?). BAD COMPANY Juga kaos merah bergambar Ini bukan tentang Che yang oleh penjualnya grupnya Paul Rodgers, tapi disebut ‘kaosnya Rage’ oleh tentang perusahaan publik sang wartawan Rage itu (tapi dengan perilaku PNS) dianggap Reggea-nya Bob yang tidak bisa memberi Marley (yang dia anggap itu layanan yang standar bahkan salah karena seharusnya gamdari tahun ke tahun. Perusabarnya Che Guevara) padahal haan ini ada di hampir tiap itu merujuk ke grup Rage daerah dan menghasilkan Against the Machine, kebetukeluhan yang sama dari para lan di album “Evil Empire” konsumen di mana pun. Sayada foto buku bergambar angnya mereka tak pernah kepala Che yang legendaris malu dihidupi dengan uang itu, kemudian mereka jadikan langganan yang selalu naik salah satu desain resmi merch walau usaha mereka untuk TOTAL KAOS mereka. memuasakan pelanggannya Saya termasuk Namun akhir-akhir selalu gagal. Mereka mengan- penggemar kaos, terutama ini banyak penjual yang dalkan pegawai honorer yang yang tanpa kerah. Kebanseenaknya sendiri mencampur tak pernah mendapat bimbyakan karena nyaman dipakai adukkan tulisan atau logo ingan sehingga budaya kerja di badan, walau ada juga dengan gambar yang sebenamereka rendah, berharap yang kaku sehingga seperti rnya tidak ada hubungannya bisa dijadikan pegawai tetap. memakai handuk yang terlalu sama sekali. Beberapa pemPegawai resminya sendiri kering dijemur. Selain itu, bajak kaos memasang logo hanya mengurus masalah saya suka desain gambar yang Dagadu di desain kaos dari administrasi dan keuangan disablonkan di kaos tadi. Ter- Dadung karena merk Dagadu tanpa berusaha mencari ino- gantung apa yang dimaksud lebih dikenal orang. Contoh vasi untuk mendongkrak citra pembuatnya. Ada yang untuk lain adalah menggabungkan mereka untuk menjadi lebih mengenang peristiwa, untuk logo sebuah grup musik denbaik dari tahun ke tahun. menunjukkan kelompok, hobi, gan gambar milik grup lain Pernah ada di suatu kota, lokasi atau tentang apa saja, yang dianggap lebih cocok. kepalanya dipilih dari orang bahkan ada yang mulai menuuniversitas namun akhirnya liskan hal-hal negatif. NAME didemo agar mundur oleh Saat kuliah dulu saya Dunia hiburan, rock karyawan (yang di-backing selalu pakai hem, maklum n’ roll termasuk juga, sangat oleh rekanan jahat) karena perkuliahan termasuk hal peduli akan image. Seorang dianggap menimbulkan kere- yang patut dihormati (untuk artis, dalam rangka mengsahan di karyawan (bukan di saya) sehingga kaos tanpa klopkan dengan image aliran masyarakat justru). keraah bukan hal yang cocok. musiknya, perlu merombak Bahkan sekarang ada toko setengah atau total namanya BRING THE NOISE yang bernama kedai digital yang konon juga dipercaya Ini adalah tentang (bukan promosi, yang saya turut mendongkrak popularisalah satu buku yang paling tahu aja) juga menyediakan tas. Di Indonesia, dulu kita berharga bagi saya. Bukan layanan membuat kaos satu pernah kenal nama Poppy karena harganya, tapi dari saja. Dengan demikian kita Mercury, Nicky Astria, Nike segi informasi di dalamnya. dapat bergaya dengan karya Ardilla atau sekarang ini Inul Memang beberapa info sudah kita di kaos yang cuma ada Daratista. Di luar negeri contidak up to date, maklum saya satu-satunya di dunia. Pertohnya Jon Bon Jovi, Freddie dapat sekitar tahun 1993. nah ada artikel di Kompas Mercury, Alice Cooper, atau Ini buku oleh-oleh ibu saya Minggu bertahun-tahun lalu Sebastian Bach (dari Skid
Row bukan sang komposer klasik itu). Kita tahu nama belakang itu bukan nama mereka sebenarnya. Apalah artinya sebuah nama, di sini pepatah tadi menjadi tak berlaku (walau tergantung juga bagaimana cara memandangnya). Apabila kita anggap nama baru ada hokinya maka tak berlaku, atau kita ganti nama karena toh apalah arti nama lama atau baru kita (ganti nama karena ikutikutan) maka hal itu berlaku. Sekitar tahun 80an, dunia rock (yang nantinya menjadi cikal bakal heavy metal) mulai mendunia, dibuktikan dengan mulai munculnya grup-grup dari luar Inggris dan Amerika sebut saja Scorpions (Jerman), Hanoi Rock (Finlandia) dan Loudness (Jepang). Karena nama-nama yang non Amerika/Inggris tadi, maka banyak musisi yang lebih memilih ganti nama atau memakai nama yang pendek. Saya masih ingat betapa sulitnya membaca nama Yngwie J. Malmsteen (apalagi ditulis dengan huruf Old English) di cover kasetnya saat lihat pertama kali. Sebut saja Rolf Magnus Joakim Larsson yang akhirnya menjadi Joey Tempest (Europe) atau Matti Fagerholm yang menjadi Michael Monroe (Hanoi Rocks). Atau tak usah jauhjauh, Nikki Sixx pemain Bas Motley Crue, nama aslinya cukup panjang; Frank Carlton Serafino Ferrana Jr. Untuk musisi punk, pergantian nama lebih untuk menunjukkan ke-rebel-an mereka. Misalnya Sid Vicious, Johny Rotten, Rat Scabbies, Jerry Only atau Joe Strummer. Menurut Hank Sherman (ini juga bukan nama sebenarnya) dari grup Mercyful Fate, Yngwie J. Malmsteen adalah termasuk musisi pertama yang berani menggunakan nama asli Swedia-nya (walau masih juga disesuaikan) di akhir era 80-an. But to be yourself is all that you can do (Audioslave).
.
HALAMAN BELAKANG
TUCZINE
TAX UNDERGROUND COMMUNITY MAGAZINE DESIGN & MAINTENANCE BY DEDE HATE, FADLI MORON, ARIEF PMDM KLPRN & ANNASZ NIGHTMARE EMAIL : TUC.ZINE@GMAIL.COM OR VISIT US AT WWW.TAXUNDERGROUNDCOMMUNITY.COM IMAGES & ARTICLES USED IN THIS MAGAZINE ARE COURTESY OF THEIR RESPECTIVE OWNERS
SEPERTI MENGGENGGAM BARA API TAPI KAMI MELAKUKANNYA, SEKALI LAGI