5 minute read

Menengok Sejenak Gempa Bumii DIY-Jateng

Bunga Rampai

MENENGOK SEJENAK GEMPA BUMIDIY-JATENG

Advertisement

Oleh: Hendra

Tidak ada siapa pun di atas muka bumi ini yang mampu menandingi kekuasaan Tuhan, Penguasa Alam, yang dengan kehendak-Nya menjatuhkan ketentuan gempa bumi menggoncang wilayah DIY - Jateng, Sabtu, 27 Mel 2006, lalu. Apa yang bisa dibayangkan ketika gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter (SR) versi BMG itu telah meluluhlantakkan ribuan bangunan. Korban jiwa pun berjatuhan hingga mencapal lebih dari 5000 orang, di samping kerugian harta benda lainnya yang tak terhltung nllainya. Penduduk yang maslh bertahan hidup seketlka itu pula meratapi kejadian alam yang memang di luarperhitungan berbagai pihak. Saat banyak kalangan memfokuskan pada antisipasi letusan Gunung Merapi, tiba-tiba dari arah selatan Yogyakarta terjadi goncangan hebatyang menghancurkan. Dari perspektif agama, musibah bencana alam merupakan ujian yang diberikan Tuhan untuk mengukurseberapa besar kualitas kelmanan seseorang. Melaiui bencana alam, manusia diperingatkan agar tidak melupakan hakekat kehidupan dan tujuan asasi dari penciptaan. Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (155-156), Allah swt berfirman, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan, berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar, (yaitu) orang-orang yang apabiia ditimpa musibah, mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah milik AHah dan kepada-Nyalah kami

kembali." Suglantoro *) disusul tsunami yang menenggelamkan seluruh bangunan dan lebih dari 100.000 orang meninggal dunla. Sesudah Itu, gempa berkekuatan 6,3 SR juga memporakporandakan daerah Nabire di Indonesia baglan timur. Terkait dengan gempa bumi di

Yogyakarta, pengalaman tsunami Aceh bisa dikatakan menjadi perilaku masyarakat saat itu.

Ketika isu tsunami berhembus, banyak masyarakat yang langsung berlarian menuju arah utara, menghlndar dari gelombang air laut yang katanya mulai membesar dari arah selatan.

Sebagian masyarakat terdapat juga yang berlindung di masjid-masjid dengan melekatnya memori masih tegaknya sebagian masjid-masjid

di negeri Serambi Mekah akibat tsunami silam. Perilaku yang memang wajar dan memang saat itu banyak manusia yang Ingat akan Tuhannya.

Bagaimana pun, manusia harus memlliki kesadaran bahwa kematian merupakan hak prerogratif Tuhan. Meskipun berlindung di balik benteng yang kokoh, kematian tetap terjadi jika telah menjadi ketentuan. Bukankah masjidmasjid pun banyak yang retak dan roboh pasca

gempa bumi akhir Mel lalu. Setlap detik, di mana pun dan kapan pun, manusia mutlak menyadarl bahwa kehidupan di dunia hanya ibarat mampir ngombe untuk kembali menghadap Tuhan di akherat kelak.

Kesadaran transendental menuntut manusia mampu menjalankan tugas penciptaan, yakni mengokohkan ibadah hanya untuk Tuhan dan menunaikan amanah sebagai khalifah-Nya.

Melaiui ayat tersebut manusia dituntut meneguhkan kesabaran dalam menghadapi setlap musibah yang menimpa kehidupan. Selain itu, sudah selayaknya manusia melakukan introspeksi. Sudah jamak diketahui jika alam semesta diclptakan dalam keseimbangan dan manusia sebagai khaiifatuiiah fil ardhi berkewajiban mengeiolanya secara baik demi kesejahteraan kehidupan. Ekspioitasi alam yang tidak bertanggung jawab seringkali dilakukan manusia, sehingga merusak struktur alam. Bencana alam bisa dimaknai sebagai proses pemulihan dan penyelmbangan alam kembali pada kondisi keseimbangan semula. Gempa bumi yang terjadi di DIY-Jateng bisa dialami oleh daerah mana pun tanpa diduga. Pada akhir 2004, Aceh pun diterpa gempa berkekuatan 8,9 SR yang kemudian

Pendidikan DIY yang Terluka Dampak gempa 27 Mel lalu juga mempengaruhi dunia pendidikan disebabkan rusaknya beberapa fasilitas. Menurut data Bakornas per 12 Juni 2006, total gedung sekolah yang rusak akibat gempa di DIY mencapai 1.968 unit dan di Jateng mencapai 665 unit. Selain kerusakan gedung sekolah, 106 gedung Perguruan Tlnggl di wilayah DIY juga bernasib serupa. Di tengah kerusakan itulah siswa-siswa SD hingga SLTA harus merelakan dirlnya melakukan ujian di tenda-tenda darurat. Proses belajar-mengajar tidak bisa berjalan normal bagi anak-anak usia sekolah yang sedang berpacu prestasi untuk kenaikan kelas atau kelulusannya. Disisi lain, terdapat guru dan siswa yang masuk dalam 5000 jiwa lebih meninggal dunia terkena

BungaRampai

Menanggapi "kedukaan" pendldikan di DIY-Jateng ini, recovery segera dilakukan Pemerintah. Langkah-langkah strategis memang perlu dilakukan untuk memulihkan komponen hardware pendldikan, seperti bangunan sekolah dan ruang kelas yang rusak. Perbalkan sekolah yang belum dapat selesal saat menglnjak tahun ajaran baru 2006/ 2007 bisa dlcarlkan alternatif tempat pembeiajaran, sehingga proses pendldikan tidak berhentl. Sekolah dl alam terbuka bisa menjadi plllhan dengan syarat tetap kondusif bagi proses belajar-mengajar. Selain itu, dapat digunakan gedung-gedung lain yang maslh utuh untuk

dimanfaatkan sementara. Keberadaan sekolah tenda bisa juga dlpertahankan sembari menunggu selesalnya tahap rehabllitasi dan rekonstruksi bangunan sekolah permanen. Hal lain yang tidak bisa dliupakan, komponen software pendldikan yang mencakup kurlkulum, program pengajaran, dan sistem pembeiajaran perlu diplklrkan. Di samping berpedoman pada kurlkulum nasional, sebelum tahun ajaran baru yang diperklrakan mulal bulan

Juli, Pemerintah dituntut untuk merumuskan kurlkulum lokal, khususnya terhadap anak-anak usia sekolah yang berada dl daerah bencana. Kurlkulum lokal inl berisi traumatic recovery serta pengetahuan dan antlslpasi terhadap bencana gempa yang diberlkan selama satuan waktu menempuh pendldikan dl sekolah. Optlmallsasi peran guru pemblmbing diperlukan untuk melakukan bimblngan dan konseling traumatik kepada anak-anak usIa sekolah yang terkena dampak gempa dengan alokasi waktu tersendlrl. Adapun pengetahuan gempa dan antlsipaslnya dapat dimasukkan dalam pelajaran IPA dan IPS. Dl samping Itu, pemberlan beaslswa kepada anak-anak usia sekolah yang kelurganya terpuruk secara ekonomi akibat gempa layak dipetlmbangkan

Pemerintah. Pemberlan beaslswa secara bahasa leblh haius dan mampu menlngkatkan mental siswa dibandlngkan pemberlan bantuan mesklpun secara substansi mungkin tidak jauh

berbeda.

Pentlngnya Manajemen Penanganan

Bencana Mendengar gempa bumi menlmpa DIYJateng, Preslden SBY dalam waktu tidak lama langsung mengunjungi para korban yang mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Klaten dan Yogyakarta. Bahkan, beberapa hah sejak harl H, SBY berkantor dl Gedung Agung untuk mengoordlnaslkan dan memantau penanganan pasca gempa serta menyatakan wllayah bencana dalam situasi tanggap darurat. Selain Itu, bantuan-bantuan kemanuslaan, materl maupun nonmaterl dimoblllsasi ke daerah bencana, yang tidak hanya darl lingkup lokalreglonal, namun juga nasional. Bahkan, plhak Internaslonal pun tidak ketlnggalan untuk menyalurkan bantuannya. Perlu menjadi catatan, bantuan-bantuan yang terus mengalir ternyata tidak mampu mengatasi permasalahan dl lapangan. Dalam menghadapl sItuasI tanggap darurat dl wllayah bencana tersebut Pemerintah dl lapangan tampak belum memilikr keslapan antlslpaslstrategis. Alur pendlstrlbuslan bantuan seakan berputar-putar dan tidak langsung menyentuh korban yang berada dalam kondlsl darurat membutuhkan bantuan. Dl sebaglan daerah bencana malah terdapat masyarakat yang harus mengganjal perutnya dengan batu akibat kekurangan bahan makanan. Leblh tragis lagi, kelaparan korban bencana berlangsung leblh dari dua harl. Kelambanan pemberlan bantuan akhlrnya juga menlmbulkan berbagal penyakit yang harus diderlta pengungsl. MInlmnyaMCKdanpersedlaanalrbersih menyebabkan sebaglan pengungsl menderita diare dan ISPA. Penyakit juga dialami sebaglan pengungsl yang harus merelakan dirlnya kedlnglnan tanpatenda setelah rumahnya hancur

takterslsa. Mellhat penanganan bencana dl DIYJateng sudah waktunya Pemerintah memillkl manajemen penanganan bencana secara terpadu, menglngat Indonesia dikategorikan sebagal daerah rawan gempa. Khusus DIYJateng, menurut catatan BMG, gempa pernah menggoncang Yogyakarta dan Solo pada 1867,5 orang menlnggal dunia, dan 372 rumah rusak. Pada 1937 getaran gempa meluluhlantakkan hampir seluruh wllayah Jawa Tengah baglan selatan dan terparah terjadi di Yogyakarta dengan

2.200 rumah roboh dan 326 rumah rusak. Sepanjang pantal selatan Jawa, mulal Garut hingga Solo, pada 1943 juga pernah terjadi gempa yang menewaskan 213 orang, 2.096 orang luka berat dan 2.800 rumah hancur.

*) Hendra Sugiantoro, mahaslswa yang selalu bangga dengan kullah dl UNY.

This article is from: