2 minute read

Ketika Anak Indonesia Punya Hari I

Next Article
Itmlah

Itmlah

isaiiigisJfsS

ui'^:

Advertisement

..D'j' 1

or--,, - : nr-."uif<-j ,|-L, v" pi'=

mi

it;pr Icrn:;

.-y^ ,

> yn| !s)!ih''3 Si^'s ■c.n}'"''fA'o

. I'm. -un"' Uj'x' ' '"■/ ;Presiden'Repiiiblikind^ Kepbtus'an Presfder?' l^omdr' fahUn ^'1984' meny^akan^_bahw^^ tanggai "23 Mi''d)pOtuskari sebagai''i^an'A^ "'Nabional. (4AN);'Jika dihitlinf'^itun^ 23 Jiili 2007,ini HANsudah,berus^^ dapat cjjbilangaukup'xiewasa.-Per™^^ itu kita buat menjad dalam pengertiari, sudahkah kfta yang 'mantan'anak'jnisecara.dewasaj memandang,,

mensikapi, mengapresiasi, dan'^mendudukkan ;HAN itu

secaraproporsional?<fiii.'^

- v. - > •".> ' • : ^ Kita boleh saja mengatakan bahwa pada setiap tanggai 23 Juliltuj pada setiap'HAN datang.'anak-anak Indonesia berkesempatan untuk 'merayakan hari bahagiahya'. Dalam'pengertian';'tentu sajapahak-anakahak Indonesia lldak'ham's hanya sehan dalam setahun meWakan''atau^^menikma^^^ kalau bisa -- setiap'saatJ. Mesk^ jua' iahu'bahwa latar belakang penetapan'hari seperti itu merhang tidak"untuk

sepertiitu._ . bengan HAN sudah tentu menjadi'pengingat bagi

kita bahwa yang namanya anak-anak indonesia itu ada,

seialu ada, dan selaiu 'hams' tems meng-adal Artinya, segala sesuatu yang hams mereka 'konsumsi' secara internai dan segala sesuatu yang harus mereka proyeksiekspresikan secara ekstemal, keduanya mesti mendapatkan porsi yang propofsional (dan profesional!). Pun, untuk aspek-aspek yang ada dalam diri anak: jasmani dan rohani, lahiriah dan batiniah, kecerdasan intelektuai dan emosionai, aspek kognitif-afektif-psikomotorik, dan setemsnya. Pun, tidak hanya sisi kuantitifnya saja,

melainkan juga sisi kualitatifnya. Dalam kaitan dengan konsumsi anak 'ke dalam', berbagai pertanyaan pun muncul di benak kita. Sudahkah anak-anak kita mendapatkan 'tempat yang layak' ketika berada di lingkungan keluarga masing-masing? Sudahkah anak-anak kita mendapatkan 'menu-menu yang bergizi' ketika berada di lingkungan sekoiah mereka? Sudahkah anak-anak-i.kita mendapatkan '.vitamin-vitamin yang menyehatkah''^'ketika berada'di lingkungan'masyarakat

mereka? Sudahkah anak-anak kita 'kemasukan' nilai-niiai luhur, nilai-nilai adiluhung, dan berbagai nilai tambah yang sernua itu pada gilirannya akan teramat bermanfaat bagi

kemaslahatan urnat manusia? Sudahkah ada 'jaminan' dari kita bahwa.anak-anak kita tidak akan lagi masuk daiam komunitas 'gapipteks': ;gagap ilmu pengetahuan, gagap teknqlogi, dan gagap sehi? Sudahkah kohsumsi-konsumsi yang; bempa 'barang tercetak' itu memenuhi kebutuhan anak-anak' lant^fan keberadaahnya yang 'dulce et utile' (menyehangkan' dan 'berguna)? Sudahkah konsumsikohsLimsi yang 'dipertunjukkan' itu merrieriuhi kebutuhan anak-anak lantaran keberadaannya yang dikemas sebagai 'tontonan',-.dengan 'tatanan', sehingga mampu m.enjadi

'tuntunan'?" ' ' Sementara itu, terkait dengan perproyeksiekspresian anak-anak, ada permasalahanperm"asalahan''ybng muncul. di depan mata. Sudahkah tersedia lahan.yahg cukiip kondusif bagi anak-anak untuk

mengaktualisasikan diri iriereka, untuk unjuk keboiehan 'gigi' mereka, untuk rriemperformansikan hasil-hasil pengembangan potensi-pptensi ifiereka dalam tangkai ipteks masing-masing ~ baik daiam kawasan yang sempit maupun luas, dalam iingkup yang kecil maupun besar, dalam skala lokal maupun global, dan setemsnya.

Sadar atau tidak, kendala hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan-- untuk semua itu ternyata tidak dapat diabaikan. Yang semuanya itu terkait dengan situasi dan kondisi lingkungan keluarga, sekoiah, dan masyarakat yang so pasti teramat heterogen, pun dilihat dari sudut pandang idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

pertahanan-keamanan. Apa pun yang teijadi, kita mesti secara arif mencermati dan mengkritisi berbagai fenomena yang nampak di permukaan. Sebab, sesu&tu yang secara sepintas tampak memfasilitasi, menyediakan berbagai kemudahan, memberikan penawaran modernisasi, saiahsalah justm dapat menjerumuskan anak-anak, yang pada gilirannya hanya akan membuahkan generasi instan yang seialu cenderung kepada instanisme, sok modern sehingga tanpa sadar kehilanganjati diri, menjadi mogo/karena serba setengah-setengah, atau malah matang sebelum waktunya. Mari kita renungkan! Atau, mau bertanya pada rumput yang bergoyang? (Red-m)

This article is from: