4 minute read
CERPEN
Balada Cinta Penari Jathilan
Oleh WITONO NUGROHO
Advertisement
SIANG itu objek wisata Kaliurang yang terletak di kaki Gunung Merapi tampak begitu ramai pengunjung. Maklum, hari Minggu, hari untuk istirahat, sekaligus mencari hiburan. Banyak orang tua beserta anak-anaknya duduk-duduk sambil menikmati 'jadah tempe' masakan khas Kaliurang. Banyak pula muda-mudi yang terlihat asyik menikmati pemandangan lereng gunung Merapi.
Tiba-tiba terdengar suara 'pong dhik dhik pong dhil, pong dhik dhik pong dhil Kontan orang-orang di sekitamya menoleh ke arah datangnya suara. Temyata, suara gameIan pengiring kesenian tradisional kerakyatan Jathilan. Orang di luar Jawa sering menyebutnya dengan kesenian Kuda Lumping. Bagi wisatawan tentunya merupakan suguhan menarik tersendiri.
Di antara kenimunan penonton, terlihat dua wanita cantik yang terkagum-kagum melihat penari-penari Jathilan, sambil sesekali berbisik kepada temannya. "Jadi, kamu menulis tugas akhirmu tentang tarian Ja thilan ini Mel?" tanya Anggi. "Jadi, dong! Bahkan, sudah dapat acece dari dosen pembimbingku," jawab Melia.
Kedua gadis manis tersebut adalah Meha dan Anggi. Keduanya mahasiswi Universitas Negeri "Ngayogyakarta" Ju-
rusan Seni Tari. Melia adalah mahasiswi asal luar Jawa dan sedang melakukan penelitian untuk skripsinya. Sedangkan Anggi adalah teman satu angkatan Melia, tapi lebih memilih sanggar tari klasik sebagai objek penelitiannya.
Thnpa terasa, hari telah sore. Kaliurang pun berangsurangsur menjadi sepi karena pengunjung sudah banyak yang pulang. Begitu pula rombongan kesenian Jathilan ter sebut. Di antara rombongan itu temyata ada Melia dan
Anggi.
Ya, keduanya, Melia dan Anggi, memang kos di salah satu rumah warga yang kebetulan satu kampung dengan rombongan Jathilan itu. Itu dilakukan supaya ia bisa melakukan penelitian secara lebih mendalam dan mengenal budaya masyarakatnya secara lebih mendetil.
Malam itu beberapa orang tampak bercakap-cakap di
halaman rumah Antok. "T^di mainnya bagus banget, Iho! Penontonnya nggak ada yang beranjak sampai pentas selesai," ucap Melia memecah kesunyian. "lya, Mel, rupanya masyarakat kita masih tetap mencintai budayanya sendiri" timpal Antok. "Penontonnya tadi banyak yang yahud, plus sumleha, ha ha ha...," tiba-tiba sajajoni menyahut, disambut keta-
wa teman-temannya. "Kalau aku sih biasa. Pasti ada yang ingin berfoto denganku. Cewek bale lagi. Yah, resiko jadi artis cakep," sahut Dono. Kontan saja semua tanpa dlpandu langsung koor
"huuuuuuuu...." "Paling yang mau sama kamu tub mbah Duriyem," sahut Anggi, disambut ketawa semua yang ada di situ.
Begitulah, halaman rumah Antok malam itu tampak begitu ramai oleh obrolan dan canda beberapa muda-mudi.
Sejak kedua mahasiswi itu kos di kampimg tersebut. ba nyak pemuda setempat yang menaruh hati kepada kedua gadis itu. Di antaranya adalah Antok. sang penari Jathilan, yang juga mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta yang juga sedang menyelesaikan skiipsinya. Antok tampaknya menaruh hati kepada salah satu gadis tersebut.
Pagi itu hari Minggu. Seperti biasanya, pagi itu Antok mengajak Melia berolahraga dengan jalan-jalan pagi. "Mel, pengumpulan data skripsimu dah kelar belum?" tanya Antok. "Belum. Kata dosenku, masih ada data yang hams kutambah," jawab Melia. "Oh ... Syukurlah," lanjut Antok. "Lho, memangnya kenapa? Kamu kok ngomong gitu?"
Melia heran. "Nggak papa," jawab Antok singkat.
Suasana hening sejenak karena keduanya terdiam. Sesaat kemudian Melia memulai pembicaraan lagi. "Ada apa sih, Tok? Kamu kok jadi gitu? Apa aku salah?" tanya Melia lirih. "Nggak. Sudahlah. Yuk, kita jalan lagi!" ajak Antok sam-
bil menarik tangan Melia.
Malam itu udara terasa dingin. T^pi, ramainya Jalan Kaliurang oleh kendaraan yang lalu-lalang seakan menghapus dinginnya malam itu. Seperti biasa, begitu banyak penjual makanan di sekitar tempat itu. Bisa dimaklumi karena di daerah itu memang banyak anak kuliahan yang kos. Begitu pun dengan Antok yang senang menghabiskan malam di warung angkringan favoritnya.
Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang ketika matanya melihat sosok wanita sedang beijalan bersama laki-laki di sampingnya. Ya! Wanita itu adalah Melia, wanita pujaan hatinya. Lalu, siapa laki-laki yang ada di sampingnya? Tidak
mampu menahan penasaran plus cembum di hati, Antok pim beranjak menghampiri. "Mel. mau beli apa malam-malam begini?" tanya Antok.
Yang ditanya menoleh. "Eh, jalan-jalan aja kok, sambil cari makan malam. Mau ikut...?" jawab Melia. "Ah, enggak. Kenapa nggak ajak aku kalau mau keluar?" tanya Antok sambil melirik cowok di samping Melia. "Nggak papa. Dah dulu ya, pemtku dah lapar berat nih," sahut Melia sambil menarik tangan temannya meninggalkan Antok.
Malam itu, walau mengantuk, mata Antok tidak mau terpejam juga. Masih terbayang kejadian yang bam saja dialaminya. "Siapa ya cowok yang bamsan beijalan dengan Melia? Apakah Melia sudah tidak cinta lagi denganku? Apakah...?" begitu banyak perasaan dan pertanyaan yang menggumpal di hatinya. Entah sampai jam berapa Antok melamun, hingga ia tertidur di kursinya.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Sejak kejadian itu Antok sangat jarang bertemu dengan Melia. Perasaannya pun semakin tidak menentu. Sampai pada suatu hari, ketika Antok sedang duduk-duduk di depan rumahnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Melia. Berbagai pikiran mendadak berkecamuk di kepala Antok. "Hei, siang-siang melamim. Dijauhi rejeki lho!" tiba-tiba
Melia berkata. "Biarin aja! Memang lagi dijauhi rejeki kok. Ada apa ka mu kok ke sini?" tanya Antok ketus.
Melia cuma tersenyum dan berkata, "Aku te sini cuma
mau pamit sama kamu. Setelah aku wisuda besok Sabtu, dan menerima ijazah, aku mau pulang ke Kalimantan ber sama orang tuaku."
Mendengar itu, seakan langit di atas Antok pun runtuh. Antok sulit berkata apa-apa. Dengan nada memelas Antok berkata, "Lalu bagaimana dengan kita? Apalagi kamu su dah meninggalkan aku sebulan lebih tanpa kabar." "Maafkan aku Tok," jawab Melia, "aku waktu itu pindah kos yang dekat dengan kampusku untuk menyelesaikan skripsiku. Aku ingin fokus mengums skripsiku. Dan... tentang kita, sebenamya... aku sudah punya kekasih. Dan ..." Melia tidak melanjutkan kata-katanya. "Kejam kamu Mel! Kamu mempermainkan aku sesukamu. Sudahlah, pergi sana kamu, aku tidak mau melihatmu lagi!" teriak Antok sambil ngeloyor pergi entah ke mana. Melia cuma bisa menatap Antok lalu bergegas meninggal kan tempat itu.