4 minute read

CERPEN

Next Article
JENDELA

JENDELA

cerpea

Ucapan Selamat Pagi

Advertisement

Oleh RUDI INDARTO

BUJUKAN dingin malam tak bisa membuatku segera teitidur. Nikmatnya kopi tubruk di angkringan sebelah kampusku membuatku malas memejamkan mata. Dengan sedikit terpaksa kubaca buku yang kemarin kupinjam dari perpustakaan. Besok pagi ujian pertamaku. 07.00 wib ruang 4D 305 begitu tertera di jadwal. Mungkin jika dari dulu aku belajar, sekarang tidak usah repot lembur sampai malam untuk menghadapl ujian. Waktu merambat pukul 00.00 ketika televisi menayangkan acara komedi yang menunitku lebih bisa disebut tayangan "saru"-. Kututup buku yang semakin kubaca semakin aku tak mengerti. Kualihkan pandangan pada kotak sialan -yang di sebut televisi itu- ketika adegan-adegan yang semakin "lucu" tersebut ditayangkan. Iklan. Kubuka lagi lembaranlembaran buku yang berisi tulisan-tulisan nyaris tanpa gambar. Aku mencoba memahami tiap-tiap kalimat dalam buku itu. Menurut seorang ahli pemahaman itu adalah esensi dari membaca. Bahkan ayat pertama kitab suci agama yang aku anut pun menekankan mengenai membaca. Aku pikir malam ini akan aku coba mempraktikkannya walau hanya sejenak. Lama kutatap tulisantulisan itu namun lambat laun menyerupai gambar bantal. T^pa terasa mataku sudah terpejam.

Segelas kopi sudah di atas meja. Rokok tergeletak di atas asbak. Musik rock telah mengusir malam. Tfelevisi mulai lagi- menayangkan berita kriminal. Sinar matahari menyusup melalui jendela. Tak ada suara burung, hanya suara knalpot memainkan nada tak enak. Hail sudah pagi.

Kusambar tas dan meloncat keluar kamar. Mandi?, nanti saja kalau mau nongkrong.

Sampai perempatan tak lupa aku mampir di warung favoritku. Hidangan sambel goreng kangkung sudah menanti. Kadang aku berpikir kapan aku bisa pintar kalau tiap hari otakku hanya di beri doping kangkung. Tapi tak apalah, toh sampai sekarang otakku juga masih encer terutama dalam menyusun rencana "penyambutan mahasiswi bam" yang setiap tahim selalu memaksaku menerapkan permainan kick and rush layaknya liga Inggris. Seperempat jam terlewat bersama mbok Janah si penjual sambel go reng kangkung yang selalu memberi bonus pembelinya dengan cerita-cerita perang kemerdekaan. "Ah, bam saja ditabung sudah hams dikeluarkan lagi". Tiba-tiba teijadi pergolakan hebat dalam pemtku. Dengan sangat terpaksa aku merelakan sambel goreng kangkung yang bam saja kusantap imtuk diserahkan kepada yang berwajib dalam hal ini mang 2D 121 atau lebih dikenal anak-anak dengan

sebutan WC.

Selesai melakukan "tapa brata" kulangkahkan kaki de ngan mantap menuju mang kelas. Thmpak mahasiswimahasiswi dengan dandanan yang menumtku agak gelepotan sedang sibuk memainkan telepon genggam sambil cengar-cengir. "Tumben bangun pagi Mas?" sapa salah se orang kepadaku. Tak kujawab pertanyaan itu, toh hanya pertanyaan basa-basi pikirku. Semua mahasiswa dikelas ini memanggilku dengan sebutan Mas. Maklum aku sudah angkatan uzur dan mungkin lebih pantas disebut kakek kelas daripada kakak kelas. Beberapa saat kemudian maha siswa yang beranggapan bahwa/eng shui tempat duduk bisa mempengaruhi prestasi mulai berdatangan. Disusul kemudian beberapa mahasiswa figuran yang Iain. Pak Sentlup masuk kelas dengan wajah yang berbinar dan tanpa basa-basi membagikan lembar soal kepada mahasiswanya. "Keijakan dengan seksama dan jangan terbum-bum. Jangan tanya teman, kalau tidak bisa kosongkan saja! Kata Pak Sentlup singkat.

Sampai sekarang aku sendiri belum tahu mengapa bisa disebut Pak Sentlup. Nama aslinya Abdullah Slamet, bergelar Doktor dari sekolah luar negeri pula. Menumt para pendahuluku -kakak kelasku yang teidahulu- Pak Sen tlup alergi dengan debu, setiap musim kemarau hidimgnya selalu mengeluarkan sesuatu yang saya kira anda tahu. Sekarang semua mangan sudah ber-AC dan tertutup, debu dari luar tidak dapat masuk mangan maka selamatlah Pak Sentlup dari segala "mara bahaya".

Setelah mendapat lembaran soal dan jawaban kucer-

.cmati pertanyaan satu persatu. Satu soal sudah terjawab dengan mudah. Dua, tiga, empat, lima, enaaaaam, tuu Soal nomor tujuh sementara masih unggul dibanding kemampuan berpikirku yang setara prosesor core 2 duo. Kutatap lagi lembar soal yang temyata lumayan sedikit. Ada 20 butir soal berupa pilihan ganda. Pencerahan tibatiba hadir seiring indahnya kolaborasi kancing baju dan butir pilihan jawaban. Seketika itu pula aku merasa menjadi orang Jennan Timur yang menyaksikan peristiwa

bulan November 1989. Bahagia. 20 soal kuselesaikan dengan cepat. Demi menjaga gengsi, kukumpulkan lembar jawaban mendahului adikadik kelasku. Tatap kagum dari mereka membuat derajatku sedikit terangkat dihadapan diriku sendiri. Setelah mengisi daftar hadir aku keluar kelas dengan perasaan lega meskipun hasil ujianku kali ini belum tentu mendapat nilai bagus mengingat prosesnya yang instan. Hasil ujian mata kuhah Pak Sentlup biasannya dapat dilihat pada sore harinya di papan pengumuman. Sambil menantikan hasil jerih payah "pertandingan" selama 2 x 45 menit tanpa istirahat tadi, aku pergi ke kantin menikmati segelas minuman dingin -tentu saja tanpa C2H50H- untuk sekedar menghilangkan dahaga. Kebetulan kantin itu juga termasuk area Hot Spot dengan demikian aku leluasa berselancar kemanapun aku mau, tentu saja Jurus nebeng secara paksa

aku keluarkan.

Tanpa terasa waktu beranjak sore. Jalan di kampus su dah mulai sepi. Sampai di depan papan pengumuman aku melihat hasil ujian tadi dan temyata nilaiku sangat memuaskan. Aku bermaksud pulang ke kontrakan setelah melihat hasil ujian. Sampai di gerbang fakultas aku tertawa puas mengetahui hasil ujianku -sebuah reaksi yang be-

nar-benar terlambat bukan-. Sesampainya di perempatan aku bertemu teman-temanku dan mengurungkan niatku pulang ke kontrakan. Dengan sepeda motor kami langsung melesat ke pusat kota. Menghirup tidak nikmatnya bau asap kendaraan tidak menghalangi kami imtuk terns memacu sepeda motor layaknya jagoan di film-film mandarin. Seorang anak kecil menyeberang dengan tiba-tiba dan prakkk!. Aku tak sadarkan diri.

Terdengar pintu diketuk dari luar. "Jo! Bangun katanya mau ke kampus " begitu suara orang dibalik sana. Aku tergagap, waktu menunjukkan pukul sembilan. Kutarik la gi selimutku dan kembali tidur. Sia-sia sudah usahaku se-

malam. Bertambah lagi satu hari tanpa arti dan tentnnya "ucapan selamat pagi di sore hari". Sempat terpikir bahwa indahnya mimpi tidak sempat kita raih, karena kita tidak segera bangun untuk mengejaraya.

This article is from: