2 minute read
Bina rohani
kita Pemenang Ramadhan?
Oleh HEnDRa SUgIanTORO
Advertisement
IBaDaH puasa Ramadhan. alangkah bahagianya siapa pun yang dapat melalui ibadah puasa Ramadhan dengan menjadi manusia bertakwa. Takwa merupakan ukuran yang bersifat Ilahiah. kita, sekelas kyai sekalipun, tak mampu mengukur tingkatan takwa. Biarlah Tuhan yang mengetahui, karena Dia Maha Tahu, keberhasilan hambanya dalam menggenggam takwa. ”kita telah mencapai kemenangan” senantiasa didengungkan saat akhir Ramadhan tiba. Tentu, bagi kita yang bisa menginternalisasi makna dan menyelami hikmah dari ibadah puasa, kita layak meraih kemenangan. Puasa, kata Yudi Latif, merupakan wahana pertemuan antara tauhidullah dan tauhidul ummah, antara perkhidmatan kepada Tuhan dan perkhidmatan kepada kemanusiaan. Tanpa memberi dampak sosial, puasa tak menemukan relevansinya. Puasa sejatinya adalah media Tuhan untuk menempa kita agar terus memantapkan tujuan penciptaan. Tercipta untuk beribadah dan memakmurkan kehidupan, tak sekedar lembaran teks tak meruang, tetapi memang harus diejawantahkan di dunia nyata.
Seberapa sering kita menapaki ibadah puasa belum berbanding lurus dengan kebaikan kehidupan. Bertahuntahun ibadah puasa menghampiri, ternyata belum kuasa mencerahkan wajah negeri ini. Bukankah Proklamasi kemerdekaan 1945 yang dibacakan SoekarnoHatta, atas nama bangsa Indonesia, bertepatan dengan bulan Ramadhan! Lebih monumental lagi, pembacaan teks itu persis saat peringatan nuzulul Quran yang jatuh setiap 17 Ramadhan. Sungguh takjub kita mengetahui negeri ini dinyatakan merdeka pada bulan yang mulia dan ampunan. Lalu, mengapa lahirnya Indonesia di bulan suci Ramadhan tak berbanding lurus dengan kondisi nyata negeri ini.
repro. kalam
Pastinya, siapa pun kita, tentu menyadari bahwa Ramadhan yang senantiasa dijalankan setiap tahun takkan memberikan perubahan jika kita sendiri tidak berkomitmen melakukan perubahan. Maka, harus ada relevansi antara puasa dan perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Puasa yang kita lakukan harus berdampak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika tidak, puasa yang kita lakukan tak memiliki makna signifikan. Tak adanya perubahan sikap dan perilaku yang dapat menebarkan kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, berarti puasa kita menuai kegagalan.
Penting untuk ditanamkan, Indonesia kini dan masa depan berada di tangan kita. Masingmasing kita memiliki tanggung jawab membawa negeri ini lebih bermartabat dan mampu bereksistensi. Setiap perilaku negatif sekecil apa pun yang kita lakukan sedikit banyak akan berdampak buruk bagi bangunan megah Indonesia. Mengutip Bung karno, Indonesia merdeka adalah jembatan emas menuju gedung Indonesia yang sempurna. Dalam meniti jembatan emas tersebut, puasa semestinya mampu memperteguh nilainilai positifw. agar gedung Indonesia yang sempurna dapat terwujud, puasa seyogianya memiliki dampak bagi kebangunan bangsa. Dengan begitu, kita layak menjadi sang pemenang.
Saat kita menyaksikan fenomena kehidupan, tentu meyimpan perih keprihatinan. korupsi bukannya dihindari, malahan menjadi profesi. Tandusnya hutan akibat ulah jahil manusia telah membawa kepapasengsaraan negeri ini. Tidak mau ketinggalan dengan tingkah laku negatif elit di lingkaran kekuasaan, masyarakat di tingkat akar rumput menebar ketidaknyamanan dengan aksiaksi kriminalitas. korupsi, illegal logging, dan kriminalitas hanyalah sebagian kecil dari perilakuperilaku manusia yang tak mampu membumikan tuntunantuntunan Ilahiah dalam realitas kehidupan. Berbahagialah kita yang menjadi sang pemenang ketika Ramadhan berakhir. kemenangan yang benarbenar sejati. kemenangan dalam menaklukkan ego dan nafsu diri untuk menyatupadu dalam derap kehidupan semesta. Setiap pengendalian diri, kejujuran, kesabaran, semangat kebajikan, dan antikemungkaran, serta kepedulian sosial dipersembahkan bagi terwujudnya kemaslahatan negeri.
Itulah sejatinya kemenangan. Sebagaimana tutur Salahuddin Wahid, kita baru bisa dianggap memenangkan puasa setelah mampu meneruskan perilaku kejujuran, kedisiplinan, pengendalian diri, kasih sayang, dan kesabaran yang diperoleh pada bulan puasa dalam kehidupan seharihari selama sebelas bulan berikutnya setelah Ramadan. Ramadhan usai, kitakah sang pemenang?
hendra sugIantoro staf redaksi educinfo FIp uny