2 minute read
Jendela
Berpuasa: Saling Menghormati!
BULan ini bulan Juli 2009. kebetulan di dalamnya ada bulan lain, Syaban 1942 H, orang Jawa suka menyebutnya sebagai bulan Ruwah. Begitu orang masuk bulan Syaban atau Ruwah, di depannya akan tertulis bulan Ramadhan, orang Jawa menyebutnya sasi Pasa.
Advertisement
Mereka dan kita yang merasa, menyadari, dan meyakini sebagai muslim segera bersiapsiap untuk menyambut bulan suci Ramadhan tersebut, tentu dengan sukacita. Meski terdengar juga seloroh ‘lho, waktu cepet sekali ya, rasanya bada baru saja kemarin, e ... sekarang sudah mau bada lagi’.
Umat Islam di Indonesia dan di mana pun berada bersemangat menjabat Ramadhan karena “Wahai orangorang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orangorang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (al Baqarah: 183). umat Islam sadar betul bahwa Islam didirikan atas 5 dasar: (1) mengucapkan syahadat, (2) menegakkan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) berpuasa di bulan Ramadhan, dan (5) melakukan haji.
Berbagai upaya dipersiapkan dan dilakukan demi berlangsungnya ibadah Ramadhan kali ini bisa baik, lancar, dan khusuk. Persiapan fisik dan mental pun dilakukan dengan sebaikbaiknya, dengan harapan puasanya kali ini diridhoi allah swt. Umat Islam tentunya cukup menyadari makna di balik untaian kata bijak ‘hari ini harus lebih baik daripada kemarin, esok hari harus jauh lebih baik daripada hari ini’.
Upayaupaya khusukisasi pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan di Indonesia pun cukup menarik. Hal ini disebabkan bahwa umat yang ada, tinggal, dan berdomisili di Indonesia cukup beragam. Orang menyebut Indonesia ini multietnis, multikultur, multiagama, dan seterusnya, dan seterusnya.
Salah satu upaya yang menarik, ada pihakpihak yang mengeluarkan statement ‘hormatilah orang yang berpuasa!’ Hal ini tentu saja dimaksudkan agar pihakpihak lain yang kebetulan tidak berpuasa tidak melakukan halhal secara berlebihan dan mencolok, yang boleh jadi mengganggu ibadah puasa atau dapat mengurangi kekhusukan ibadah puasa seseorang. Merokok, makan, atau apa sajalah di tempat umum, barangkali terasa kurang etis. Perilaku tersebut dinilai cukup berpengaruh terutama khususnya bagi ‘puasa pemula’ atau orangorang ‘yang lagi mulai belajar puasa’. Bagi pelaku puasa yang sudah ‘dewasa’ tentu halhal ‘yang cuma’ seperti itu ora bakal ngaruh.
Dalam rangka pembelajaran bersama dalam konteks multimulti itu tadi, wajar juga rasanya dimunculkan statement ‘hormatilah orang yang tidak berpuasa!’ kiranya berlebihanlah kalau demi bulan puasa lalu para penjual makanan dan minuman, warungwarung makan, penjual atau warung rokok, dan sebangsanya itu harus tutup siang selama 1 bulan. Mereka juga butuh penghasilan demi kelangsungan hidup diri dan keluarganya. kenyataan menunjukkan, banyak di antara mereka yang berjualan itu, yang membuka usaha itu, juga (sambil) berpuasa!
Yang pasti, muslim ‘perokok sejati’, para ‘ahli makanminum di luar’ yang cukup tangguh imannya dan kuat niatnya berpuasa hanya demi allah swt, tentu tidak akan mudah bergeming hanya karena melihat orang merokok dengan nikmatnya di depan mata, tidak akan sertamerta muncul keinginannya hanya karena melihat warung/kantin/resto buka di siang hari, tidak akan kemecerngiler hanya lantaran melihat orangorang menyantap makanan dengan lahapnya di warung/kantin/resto kesukaannya. Demikian dan seterusnya.
Bagaimana pun saling menghormati, saling menghargai, saling tenggang rasa, saling peduli, jauh lebih nikmat dalam rangka menjalani hidup dan kehidupan yang dianugerahkan oleh allah swt kepada kita. Selamat berpuasa, selamat meraih kemenangan!
drs. sumaryadI, m.pd. pemimpin redaksi