opini agar tidak selalu terkungkung oleh masalah la ten KKN. Keempat, rela berkorban. Pemimpin haruslah memiliki sifat rela berkorban, rela mengorban kan kepentingan diri pribadi, demi kepentingan yang lebih luas dan lebih besar, yakni kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Kelima, cerdas emosional. Seorang pemimpin haruslah memiliki kecerdasan emosional yang dapat membawakan kepemimpinan itu sendi ri. Seorang pemimpin haruslah ia atau mereka yang memiliki kecerdasan emosional, tidak mudah terpancing amarahnya, tidak emosional, tidak mudah marah, dan juga tidak reaktif. Hal itu nantinya akan berdampak menjadi pemim pin yang buruk. Jika pemimpin tidak memiliki kecerdasan emosional, maka ia akan mudah terpancing emosi, sehingga begitu ada permasalahan, ma ka ia akan bersikap arogan dan tidak mampu berpikir secara jernih. Akibatnya, keputusan yang dihasilkan adalah keputusan yang memperturutkan nafsu, tidak lebih baik, bahkan bisa menimbulkan permasalahan baru. Pemimpin yang tidak memiliki kecerdasan emosional akan bersikap reaktif ketika dikritik atau diberikan masukan oleh rakyatnya. Keenam, belajar. Seorang pemimpin haruslah senantiasa belajar. Belajar yang dimaksud ada lah proses mencerdaskan diri dengan ilmu dunia dan akhirat. Dengan keseimbangan ilmu-ilmu itu, kepemimpinan akan menjadi semakin terarah dan teratur. Pemimpin perlu senantiasa belajar dari pemimpin sebelumnya dalam menja lankan roda pemerintahan, mengambil yang baik dan positif dan membuang yang buruk dan negatif. Dengan demikian, pemerintahan yang dijalankan selalu produktif dan mengarah kepada perbaikan. Ketujuh, regenerasi. Sebuah kepemimpinan yang baik bukan menghasilkan seberapa banyak orang yang dipimpin, bukan juga seberapa taat rakyat kepada sang pemimpin. Tetapi, wujud dari pemimpin yang baik adalah mampu melakukan proses regenerasi, yakni proses pemimpin yang menghasilkan pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin seharusnya memiliki jiwa yang nantinya akan melakukan pendidikan kepengikutan atau followership secara ideal. De ngan adanya kedekatan antara leadership dan followership tentunya akan ada proses pembelajaran, yakni dengan berbagi pandangan, berbagi tanggung jawab, bahkan saling berbagi
kalam/pewara
dalam memecahkan persoalan bangsa. Pemim pin yang kuat bukan menghasilkan pengikut yang taat, tetapi pemimpin yang kuat mengha silkan pemimpin berikutnya yang kuat pula. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa masalah kepemimpinan merupakan masalah yang penting. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang terpilih pada Pilpres 2009 lalu diha rapkan oleh seluruh bangsa ini untuk dapat membawa Indonesia menuju kesejahteraan dan mampu mewujudkan masyarakat madani seperti yang selama ini dicita-citakan. Masyara kat madani, sebuah masyarakat yang mampu hidup damai dan sejahtera yang pemimpinnya mampu mencontoh Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin peradaban. Wallahu a’lam.
Siti Khanifah mahasiswa PKNH FISE UNY
P e wa r a Di n a m i k a j u ni 2010
41