opini Pendidikan Berbasis Mustadh’afin O l e h Fat h urroh m an
P
endidikan merupakan lokomotif yang akan membawa bangsa ini ke dalam perjalanan kehidupan yang lebih baik. Untuk menghadapi persaingan global, perlu adanya sarana yang efektif untuk mening katkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi sebagian rakyat Indo nesia masih terbatas pada tingkat Sekolah Da sar (SD).
Wajardiksar Kebijakan pemerintah bahwa Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang telah diimple mentasikan sejak 1994 secara implisit telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah menyadari pentingnya peningkatan kualitas SDM (human resources), yakni peningkatan ku alitas SDM melalui pemberian fasilitas dan la yanan pendidikan bagi seluruh warga untuk mendapatkan pengalaman pembelajaran mini mal selama 9 tahun. Formulasi dan implemen tasi kebijakan tersebut oleh Pemerintah di maksudkan sebagai upaya antisipatif dalam menghadapi tuntutan keadaan masa depan yang menurut Alvin Toffler (1986) kompleks (complex) dan sulit diduga (unpredictable). Kenyataan yang terjadi di negara kita, hanya sebagian kecil rakyat Indonesia yang menge nyam pendidikan. Ketidakmerataan memper oleh pendidikan terjadi pada kelompok-ke lompok masyarakat pedesaan, masyarakat terpencil, keluarga yang kurang beruntung seca ra ekonomi, sosial, dan budaya, wanita, dan penyandang cacat. Persoalan itu berakibat lebih
Sehubungan dengan hal itu UNESCO telah mengantisipasi fenomena tersebut dengan mencanangkan program pendidikan untuk semua (education for all). 42
Pewara Dinam i ka j u ni 2 0 1 0
lanjut pada ketimpangan dalam kehidupan sosi al, budaya, ekonomi, dan politik. Di samping itu, masalah tersebut dapat meng hambat penegakan hak asasi manusia. Semua persoalan itu pada giliannya dapat menghambat pembangunan nasional menuju tercapainya cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil dan makmur.
Pendidikan untuk Semua Sehubungan dengan hal itu UNESCO telah mengantisipasi fenomena tersebut dengan mencanangkan program pendidikan untuk semua (education for all). Dalam hal ini, semua anak bangsa di dunia wajib mendapatkan pelayanan pendidikan secara merata tanpa membedakan jenis kelamin, ras, dan agama. Oleh karena itu, UNESCO memperkenalkan adanya 4 pilar pendidikan global, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together, yang berlangsung melalui hubungan-hubungan formal, informal, dan nonformal. Singkatnya, pendidikan meliputi kegiatan belajar pengetahuan, keterampilan, pengembangan kepribadian, dan hidup bermasyarakat. Hal itu berarti masyarakat pendidik harus ikut andil dengan menggerakkan dan mengembangkan masyarakat pembelajaran (learning so ciety). Paradigma pendidikan organik menuntut keberadaan masyarakat pembelajaran, yakni suatu masyarakat yang warganya memiliki kultur belajar: keyakinan, nilai-nilai, prinsip-prinsip, kebiasaan-kebiasaan, semboyan-semboyan, yang dipegang bersama oleh warga belajar yang mendorong warganya untuk senantiasa bekerja keras dan rajin menuntut ilmu. Kultur ini tercermin pada perilaku belajar dan keterse diaan fasilitas untuk belajar secara terbuka dan dapat diakses warga masyarakat. Belajar merupakan kebutuhan hidup seharihari. Belajar tidak harus diartikan sebagai sesu atu yang diwujudkan dalam bentuk setifikat, nilai, atau ijazah. Budaya “pengajian yang dilak sanakan secara sadar”, merupakan contoh perilaku dalam masyarakat pembelajaran. Di sisi lain, betapa rendahnya kunjungan warga ma syarakat ke perpustakaan. Tidak adanya kebiasaan membaca di kalangan warga masyarakat merupakan indikasi bahwa masyarakat pembe-