LONTAR Edisi September 2010

Page 1

Buletin Triwulan VECO Indonesia

Membangun Kemitraan yang Saling Menguntungkan -1 -


Dari Redaksi

Daftar Isi

VECO Indonesia Menuju Dunia Maya

J I KA Anda rajin beronline ria, jangan lupa membuka website VECO Indonesia di www.vecoindonesia.org. Website yang kami kerjakan sejak sekitar satu tahun lalu ini sudah bisa diakses. Anda bisa menemukan banyak hal di sana, mulai dari profil lembaga sampai beritaberita terbaru tentang kegiatan VECO Indonesia. Website ini melengkapi berbagai bentuk media yang kami produksi untuk mengenalkan VECO Indonesia di luar materi-materi publikasi, seperti kalender, buku, laporan tahunan, kalender, dan lain-lain. Keuntungan website adalah karena kemampuannya yang bisa diakses dari mana saja selama ada koneksi internet, cepat diperbaharui, serta menampilkan media dalam berbagai format. Ada teks, foto, bahkan video.

Agar lebih dinamis, kami juga melengkapi dengan beberapa perangkat media sosial yang lagi ngetrend saat ini, seperti Flickr, Twitter, YouTube, dan lain-lain. Bukan hanya sekadar latah ikut-ikutan berjejaring sosial, kami menggunakan semua jejaring itu karena memang sangat mempercepat mengenalkan profil VECO Indonesia. Anda juga bisa dengan cepat akan mendapat informasi terbaru dari kami jika Anda berlangganan. Sebagai media publikasi, website ini akan saling melengkapi dengan LONTAR, media empat bulanan VECO Indonesia. Masing-masing ada karakternya. Kalau di website lebih singkat, tiap laporan hanya sekitar 500 kata, maka di kalawarta (newsletter) LONTAR pembaca bisa menemukan tulisan yang lebih panjang. Kami, berharap tulisan itu lebih bisa dipahami, dan tentu saja, menjadi salah satu media belajar. Sebab, itulah salah satu tujuan kami, menjadikan media publikasi tak hanya untuk melaporkan perkembangan program-program VECO Indonesia tapi juga sebagai media untuk belajar bersama. Selamat membaca dan belajar..

[Redaksi]

VECO Indonesia Enters Cyberspace WH E N you’re surfing the net, don’t forget to visit the VECO Indonesia website at www.vecoindonesia.org. The website that we have been working on for the past year or so is now up and running. You’ll find lots there, from a profile of the organisation to the latest news on VECO Indonesia activities. The website includes lots of different kinds of media that we have produced to promote VECO Indonesia, including calendars, books, and annual reports. The advantages of the website are that it can be accessed from anywhere that there is an internet connection, be updated rapidly, and present media in a variety of formats, including text, photographs and even video. To make us more dynamic, we have also included social media such as Flickr, Twitter and YouTube. Not just to

join the trend for the social networking, but because these networks are great ways of promoting VECO Indonesia’s profile. Once registered, you can rapidly access the latest information from us via these networks. Complementing the website is LONTAR, VECO Indonesia’s quarterly publication. While reports on the website are briefs of only around 500 words, the LONTAR newsletter offers readers longer articles. We hope that these articles will give readers a greater understanding and, naturally, be a learning media. Because one of our aims from the outset has been for our publications to not only report on VECO Indonesia programmes, but also be a collective learning media. Enjoy reading and learning... [Editor] -2-

2 3 4

Dari Redaksi Editorial Reportase

11 12 14 16 18 19 20

Kelompok Tani Kabar VECO Kabar Mitra Kabar Internasional Profil Resensi Poster

Pemasaran Beras Organik di Boyolali

Lontar (n) daun pohon lontar (Borassus flabellifer) yang digunakan untuk menulis cerita; (n) naskah kuno yang tertulis pada daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus kata benda (n). Lontar adalah media informasi untuk menyampaikan informasi tentang pertanian yang memperhatikan nilai-nilai lokal, sesuatu yang terus VECO Indonesia perjuangkan.

Tim Redaksi

Penasihat: Rogier Eijkens Penanggungjawab: Mercya Soesanto Reporter: Anton Muhajir Alamat Redaksi VECO Indonesia Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar Telp: 0361 - 7808264, 727378, Fax: 0361 - 72321 7 Email: admin@veco-indonesia.net, anton@veco-indonesia.net Website www.vecoindonesia.org

Redaksi menerima berita kegiatan, profil, maupun tips terkait praktik pertanian berkelanjutan terutama yang terkait dengan mitra VECO Indonesia di berbagai daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email ataupun pos ke alamat di atas. Publikasi ini dicetak menggunakan kertas daur ulang sebagai komitmen VECO Indonesia pada kelestarian lingkungan.


Editorial Beras Organik

Kemitraan Petani-Pengusaha Haruslah Adil M ALAM minggu di salah satu pusat perbelanjaan di Solo, Jawa Tengah Juni lalu hiruk pikuk oleh pengunjung. Di depan mall, puluhan anak muda menikmati malam dengan bernyanyi di panggung. Ratusan pengunjung: tua, muda, anak-anak, menikmatinya sambil duduk atau sekadar lewat. Tak sedikit pengunjung yang menikmati musik malam itu sambil menyantap ayam goreng dan nasi di warung waralaba internasional, KFC. Suasana di mall tersebut jauh berbeda dibanding pekatnya jalan-jalan di pedalaman Boyolali, kabupaten tetangga Solo. Di desa-desa yang kami lalui semalam sebelumnya, sebagian besar jalan dalam kondisi gelap. Minim lampu penerangan. Pukul 8, desa sudah seperti mati tanpa kegiatan. Tapi, dari desa-desa inilah mengalir sumber makanan yang dinikmati pengunjung mall, beras organik. Beras organik ini salah satu jualan utama KFC di Solo maupun kota-kota lain di Jawa. Putut Handoko, Kepala Gudang KFC di Solo, mengatakan permintaan terhadap beras organik itu sangat banyak dari konsumen. Petani sampai kewalahan sehingga kini KFC hanya pakai beras organik 50 persen akibat kuranya ketersediaan. Perjalanan beras organik dari desa-

desa yang gelap ke kota yang gemerlap ini tak bisa lepas dari kemitraan antara petani dan pengusaha. Petani memproduksi beras. Pengusaha menjual ke waralaba. Karena punya keterbatasan tersendiri, petani belum bisa menjual langsung ke waralaba tersebut. Mereka lebih fokus pada aspek produksi, dari budi daya sampai panen. Hanya sedikit petani yang mengolah padi menjadi beras, apalagi menjualnya sendiri. Maka, mereka menjualnya melalui pengusaha termasuk PT Swasembada Organik (SBO). Pengusaha, dengan kemampuannya di bidang pemasaran yang, setidaknya hingga saat ini, lebih baik baik dibanding petani, kemudian menjualnya ke perusahaan-perusahaan besar. Idealnya memang petani yang memasarkan

[Anton Muhajir]

Building Mutually Beneficial Partnerships SATU RD AY night in a shopping mall in Solo, Central Java, mid June, is crammed with people. Outside the mall, dozens of young people are enjoying the evening singing on stage. Hundreds of visitors, old and young alike, are sitting down or walking past, enjoying the performance. Quite a few of those enjoying the music are eating fried chicken and rice from the international fast food franchise, KFC. Saturday night in the mall is a world apart from the dark roads of rural Boyolali, Solo’s neighbouring district. In the villages we passed through the night before, most of the roads were pitch black. Lights were very few and far between. Eight in the evening, the villages were dead quite. But it is these villages that supply the food the visitors the mall were enjoying, organic rice.

langsung ke perusahaan besar. Tapi, petani masih punya masalah dengan sumber daya manusia dan, terutama, modal. Kemitraan antara petani dan pengusaha menjadi keniscayaan terjadi dalam kondisi di mana petani masih fokus pada aspek produksi dibanding aspek pemasaran. Selain itu menjual melalui pengusaha juga sah-sah saja selama petani bisa mendapatkan harga dan perlakuan yang adil. Untungnya, inilah yang terjadi antara PT SBO dengan petani mitra VECO Indonesia di Boyolali. Petani mendapatkan harga lebih tinggi dibanding harga pasar dan perlakuan lebih adil, pembayaran tunai di depan. Inilah bentuk kemitraan yang saling menguntungkan di mana petani tak hanya menjadi alat bagi pengusaha untuk memperbanyak pundi-pundi tapi juga ada timbal balik dari pengusaha pada petani. Timbal balik tersebut, selain berupa harga lebih mahal dan pembayaran secara tunai, adalah adanya pembinaan produksi bagi petani. Sebagian petani bahkan mendapat pelatihan tata cara inspeksi secara internal. Jika model kemitraan seperti ini yang terus dikembangkan, maka setidaknya petani tak terus menerus menjadi korban.

The journey of this organic rice from the dark village streets to the city lights is all down to a partnership between the farmers and business. Farmers produce the rice. The businesses sell the rice to the franchise. Due to their own limitations, the farmers are as yet unable to sell directly to the franchise. They focus mainly on production, from cultivation to harvest. Few farmers process their own rice, let alone sell it. So, they sell it through businesses. One of which is PT Swasembada Beras Organic (SBO). It is better, at least so far, that businesses, with their marketing expertise, sell to large companies rather than the farmers selling direct. Ideally, of course, the farmers would sell direct to the companies. But the farmers still have a problem with human resources, and, crucially, with capital. -3-

Partnerships between farmers and businesses are inevitable when farmers focus on production rather than on marketing. Also, I believe, selling through businesses is fine as long as the farmers get a good deal and are treated fairly. Fortunately, this is case with PT SBO and the VECO Indonesia partner farmers in Boyolali. Farmers get more than the market price for their rice and are treated fairly, paid cash up front. This is a mutually beneficial relationship, in which the farmers are not just a tool for reaping profits for the business, but in which the business gives something back to the farmers. As well as higher prices and cash payment, this also means sharing production expertise with the farmers. Some farmers have even received training in internal inspection methods. If partnerships like these continue to be developed, at least the farmers will stop losing out. [Anton Muhajir]


Beras Organik dari Boyolali Menuju KFC Melalui pengusaha, beras organik petani Boyolali dijual ke perusahaan internasional. Potensi besar pemasaran beras organik. P AG I di rumah Suradi di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah riuh dengan suara sekitar 50 perempuan. Mereka duduk di lantai menyelesaikan pekerjaan

masing-masing di bagian belakang rumah Suradi, Manajer Produksi PT Swasembada Beras Organik (SBO). Para pekerja, semuanya perempuan, itu memilih, menyaring, menghilangkan

kotoran, menimbang serta membungkus beras organik tersebut. Dari ruang kerja seluas sekitar 1 0x1 0 meter persegi itu, Suradi mengirim beras sekitar 1 20 ton per bulan ke berbagai

Organic Rice from Boyolali Goes to KFC Organic rice grown by Boyolali farmers is being sold to international corporations. The market potential for organic rice is huge. M OR N I N G S at Suradi’s house in Dibal village in the Ngemplak sub-district of Boyolali, Central Java are filled with the voices of around 50 women. They are finishing off their work in the back of the house belonging to Suradi, PT Swasembada Beras Organic (SBO) Production Manager. The workers, all women, are sorting, sifting, cleaning, weighing and packing organic rice.

From this workshop, Suradi sends around 1 20 tons of rice a month out to a wide range of consumers. Such as fast food conglomerate Kentucky Fried Chicken (KFC), international supermarket chain Carrefour, and various other purchasers on Java, in Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung and Jakarta. Staff member at the Boyolali District -4-

Centre Food Crop and Horticulture Protection, Suradi first began back in 1 981 , distributing seed, fertiliser, and organic pesticides to farmers. After almost 30 years of working with farmers, Suradi discovered one fact: farmers have difficulties marketing agricultural products, particularly organic rice. So, when Jakarta-based SBO asked him to work with them to market organic


Reportase konsumen lebih luas. Misalnya, waralaba penyedia makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC), toko jaringan internasional Carrefour, dan beberapa pembeli lain di Jawa: Surabaya, Semarang, Jogjakarta, Bandung, dan Jakarta. Suradi memulai usahanya sejak 2007 lalu. Pegawai di Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Boyolali ini semula bekerja menyalurkan bibit, pupuk, dan pestisida organik pada petani. Usaha ini dilakukan sejak tahun 1 981 . Selama hampir 30 tahun berkerja sama dengan petani, Suradi menemukan fakta: petani sulit memasarkan produk pertanian terutama beras organik. Maka, ketika PT SBO yang berkantor di Jakarta mengajaknya bekerja sama memasarkan beras organik, Suradi tak berpikir ulang. Dia langsung menerima tawaran itu. Dia merasa mempunyai modal kepercayaan dengan petani. Dia pun mengumpulkan beras organik dari petani yang dikenalnya. Ketika baru mulai bisnis ini, Suradi hanya bisa mendapatkan beras 5 ton per bulan. Setelah itu terus meningkat, 1 4, 35, lalu 1 20 ton per bulan. Ketersediaan beras organik itu dia peroleh dari lima kabupaten di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Boyolali, dan Klaten. Salah satu di antaranya dari Kelompok Tani Pangudi Bogo di Desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, Boyolali. Kelompok ini merupakan dampingan Lembaga Studi Kemasyarakatan dan

Bina Bakat (LSKBB) dan VECO Indonesia. Sumber Beras Berada di ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut, Desa Dlingo merupakan salah satu pusat produksi beras di Kabupaten Boyolali. Kelompok Tani Pangudi Bogo, dengan 84 anggota petani kecil, memproduksi beras sekitar 6,5 ton gabah kering tiap kali musim panen. Luas total lahan milik anggota 65 hektar. Berdasarkan hitungan kasar, petani mendapatkan hasil panen sekitar 420 ton gabah kering tiap kali panen. Padi organik ini digiling sendiri oleh petani menggunakan penggilingan khusus padi organik milik bersama. Sebelum ada penggilingan khusus ini, mereka menggiling bercampur dengan padi no-norganik. Kualitas beras organik pun dianggap kurang oleh konsumen. Adanya penggilingan khusus beras organik telah meningkatkan kualitas dan kepercayaan konsumen.

rice in 2007, Suradi had no second thoughts. He jumped at the chance, collected organic rice from farmers. When he started, Suradi was only able to get 5 tons a month. The amount increased, from 1 4 to 35 and now to 1 20 tons a month. His supply of organic rice comes from five districts in Central Java and the Special Province of Yogyakarta: Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Boyolali and Klaten. One of the suppliers is the Pangudi Bogo farmers’ group in Dlingo village, in the Mojosongo subdistrict of Boyolali. This group is supported by Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat (LSKBB) and VECO Indonesia. -5-

Dari Dlingo, beras organik dikirim ke konsumen di Solo dan Boyolali. Konsumen ini ada yang membeli langsung dari petani atau lewat koperasi. Namun, petani tak menjual semua hasil pertaniannya. Mereka masih menyimpan 30 persen dari total panen tersebut untuk keperluan konsumsi sendiri dan lumbung pangan yang dikelola bersama. Sebelum beralih ke padi organik, petani setempat kesulitan menjual produknya. Namun, kini mereka kekurangan padi untuk dijual. Bekerja sama dengan PT SBO sejak 2007, petani Desa Dlingo kini tak lagi susah memasarkan produknya. Mereka tinggal menjual produknya ke PT SBO tanpa harus susah mencari pembeli. “Kalau dulu kami bingung menjual, sekarang kami malah kewalahan memenuhi permintaan,� kata Cipto Mulyatno, Ketua Kelompok Tani Pangudi Bogo. Pangudi Bogo hanya satu dari 1 3 kelomok tani anggota Asosiasi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI) yang menjual


Reportase

beras organik ke PT SBO. Menurut Susatyo, Ketua APPOLI, anggota APPOLI yang menjual beras organik ke PT SBO hanya petani yang sudah menerapkan kontrol secara internal atau internal control system (ICS).

APPOLI yang berdiri sejak 27 November 2007 lalu terbentuk untuk mempertahankan mutu produk petani. Karena itu salah satu fokus programnya adalah ICS. “APPOLI bertugas untuk mengontrol kualitas produk dan tempat

penjualan beras organik melalui ICS,” kata Susatyo. Pengawasan ini dilakukan anggotanya sendiri yang saat ini ada 25 tim ICS. Mereka berlatih sejak 2008 lalu. Ada total 1 0, dari 1 9, kecamatan di Boyolali yang ikut APPOLI. Anggota

Rice Sources At around 500 metres above sea level, Dlingo is a centre of rice production in Boyolali district. Pangudi Bogo’s 84 small farmer members each produce around 6.5 tons of dried, unhulled rice each harvest. Owning a total of 65 hectares of land, as a rough estimate the farmers are able to produce a total of 420 tons of dried, unhulled rice each harvest. From Dlingo, organic rice is sent to consumers in Solo and Boyolali. These consumers buy direct from the farmers or through cooperatives. But the farmers do not sell all the rice they produce. They keep 30 percent of the harvest for their own consumption and for their collectively managed rice store. Working together with SBO since 2007, the Dlingo farmers no longer have a problem marketing their produce. They no longer have to seek out purchasers. They just sell their rice to SBO. “We used to have no idea where to sell our rice, but now we can’t keep up with demand,” said Cipto Mulaytno, leader of the Pangudi Bogo farmer group. Pangudi Bogo is just one of 1 3 farmer group members of the Boyolali Organic

Rice Farmers’ Association (APPOLI) that well organic rice to SBO. Susatyo, APPOLI Chair, says that it is only farmers who implement internal control systems (ICS) sell their rice to SBO. APPOLI was established on 27 November 2007 to control the quality of farmer products. So ICS is one focus of the APPOLI programme. “APPOLI works to control the quality of organic rice products and outlets through ICS,” said Susatyo. This is done by the members themselves, who currently form 25 ICS teams, trained since 2008. Ten out of 1 9 subdistricts in Boyolali are a part of APPOLI. APPOLI has 825 farmer members in all, but only 305 implement ICS. The total number of families involved is 2,863, farming an area of around 900.7 hectares. At the farmer level, the rice is collected in three places: Mojosongo, Sambi and Wates sub-districts. The rice is then delivered to consumers, including SBO, Bina Bakat Cooperative, Tani Agung, and individuals.

farmer members in Dlingo to market their produce. All they need to do now is sell their dried, unhulled rice to a farmer group, for which they receive between IDR 2,700/kg and IDR 3,000/kg, depending on the variety, which may be, for example, Pandan Wangi or IR64. The farmers get better prices if they sell to their own groups. Putut Handoko, KFC Warehouse Head in Solo, says that need as much organic rice as they can get. Today, there are three KFC outlets in Solo that serve organic rice: in Solo Square, Solo Grand Mall and Singosaren. That is a total of around 3-4 tons a month. Fifty percent of the rice that KFC uses is organic, all of which is supplied by SBO in 2 or 3 deliveries a month. “One year we were up to 1 00 percent. But then things slipped because the farmers couldn’t supply enough,” said Putut. So, there is still enormous potential for organic rice. Yet the farmers are unable to meet the demand. Even so, for the Dlingo farmers, this collaboration has already improved their lives. First, it is easier for them to sell their products. Before the collaboration with

Mutually beneficial Working with businesses makes it easier for farmers like Cipto and other -6-


Reportase

Saling menguntungkan Kerja sama dengan pengusaha memang memudahkan petani seperti Cipto dan anggota petani lain di Dlingo untuk memasarkan produk pertaniannya. Petani kini tinggal menjual gabah keringnya ke kelompok tani dalam bentuk gabah kering. Harganya berkisar antara Rp 2.700 hingga Rp 3.000 tergantung jenisnya seperti pandan wangi atau IR64. Kalau menjual di kelompok sendiri, petani akan mendapatkan harga lebih tinggi. Misalnya, ke pembeli lain Rp 2.500, maka di kelompok tani sendiri bisa Rp 2.700. Sayangnya, menurut Cipto, kelompok tani tak bisa membeli

semua produk anggotanya. “Kami kurang modal untuk bisa membeli padi semua anggota,� tambahnya. Untuk bisa membeli semua hasil anggota kelompok, lanjut Cipto, mereka perlu modal hingga Rp 2,5 milyar. Namun, saat ini mereka hanya punya modal Rp 40 juta. Karena kurangnya modal ini, maka petani Dlingo juga tak bisa memenuhi semua permintaan dari PT SBO. Saat ini, kelompok Pangudi Bogo hanya mampu memenuhi maksimal 1 0 ton beras curah per bulan pada PT SBO. Padahal, menurut Suradi, PT SBO memerlukan sebanyak mungkin padi organik dari petani. Putut Handoko, Kepala Gudang KFC di Solo, mengatakan pihaknya membutuhkan suplai beras organik sebanyak mungkin. Saat ini, ada tiga gerai KFC di Solo yang menyediakan nasi organik, yaitu di Solo Square, Solo Grand Mall, dan Singosaren. Total ada sekitar 3-4 ton per bulan. KFC sendiri saat ini kami menggunakan 50 persen produk organik yang semuanya disuplai PT SBO mengirim sebulan 2-3 kali. “Kami pernah

1 00 persen selama satu tahun. Tapi malah kewalahan karena kurangnya suplai dari petani,� ujar Putut. Karena itu, potensi padi organik sebenarnya masih sangat luas. Namun, justru dari sisi petani yang kurang mencukupi. Toh, meski belum bisa memenuhi semua permintaan, bagi petani Dlingo kerja sama ini sudah meningkatkan kehidupan mereka. Pertama, mereka lebih mudah memasarkan produknya. Sebelum ada kerja sama dengan PT SBO mereka hanya memasarkan dalam pasar terbatas dan dalam jumlah sedikit, kini mereka mendapat pembeli yang pasti dan dalam jumlah besar. Kedua, petani juga bisa mendapatkan harga lebih tinggi. Menurut Suradi, dan dibenarkan juga oleh Cipto maupun petani lain, harga yang diberikan oleh PT SBO selalu di atas harga pasar. Dengan model demikian, petani bisa mendapatkan untung lebih tinggi. Mereka juga tak lagi susah mencari tempat untuk menjual hasil kerja kerasnya. [VECO Indonesia]

SBO, their markets were few and the volume limited; but today they have a regular buyer of large volumes. Second, the farmers also get a better

price. According to Suradi, and this was confirmed by Cipto and other farmers, SBO always offers above market prices. So farmers get better profits. They also

have no difficulty finding somewhere to sell the fruits of their hard work. [VECO

APPOLI sebanyak 825 petani tapi yang ikut ICS baru 305 orang. Total sekitar 2.863 keluarga yang ikut dengan luas lahan sekitar 900,7 hektar. Dari tingkat petani, beras ini dikumpulkan di tiga tempat, yaitu Kecamatan Mojosongo, Sambi, dan Wates. Selanjutnya beras dikirim ke konsumen, termasuk ke PT SBO, Koperasi Bina Bakat, Tani Agung, maupun konsumen individu.

-7-

Indonesia]


Reportase

Membangun Kemitraan Petani dan Pengusaha Melalui kemitraan dengan pengusaha, petani mendapatkan harga pembelian lebih adil. Kepastian pasar juga terjamin.

P E TAN I di Wulanggitang tak perlu lagi membawa biji kakao basah mereka ke Desa Wolosoko, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk memasarkan hasil pertanian itu. Kini, mereka cukup membawa biji kakao basah tersebut ke Maumere, Kabupaten Sikka, yang berjarak lebih dekat dari desa mereka. Kalau ke Wolosoko mereka perlu waktu sekitar 5 jam, ke Maumere hanya setengahnya. Mudahnya petani kakao Wulanggitang merupakan salah satu keberhasilan petani anggota Jaringan Petani Wulanggitang (JANTAN) dalam bermitra dengan PT Mars Symbioscience Indonesia. Kerja sama ini dilakukan sejak 2009 lalu melalui fasilitasi Ayu Tani, mitra VECO

Indonesia di Flores. Fasilitasi ini, misalnya, melalui pertemuan di antara JANTAN dan PT Mars serta kunjungan petani ke lokasi pengolahan biji kakao basah milik PT Mars. Melalui beberapa kali pertemuan, kedua belah pihak akhirnya membuat kesepakatan kerja sama. Melalui kerja sama tak tertulis tersebut, petani mendapat beberapa keuntungan. Selain lokasi pengiriman biji kakao basah yang semakin dekat, petani juga mendapatkan harga lebih tinggi dibanding harga di pasaran. Akhir Juni lalu, misalnya, petani mendapat harga Rp 8.1 86 per kilogram biji kakao basah. Harga ini sekitar tiga kali lipat dari harga di pasar. Bentuk kerja sama JANTAN dan PT Mars ini memang tak tertulis. Alasannya,

Building Partnerships between Farmers and Business Through partnerships with business, farmers get fairer prices. And they have a guaranteed market for their produce. FAR M E R S in Wulanggitang no longer have to take their wet cocoa seeds to Wolosoko in the Wolowaru subdistrict of Ende, East Nusa Tenggara, to sell. Today, they need only take their wet cocoa to Maumere in Sikka district, which is much closer to their village. The journey to Wolosoko takes 5 hours, but

to Maumere, just half that. This improved access for Wulanggitang cocoa farmers is one of the successes of the partnership between farmer members of Jaringan Petani Wulanggitang (Jantan) and PT Mars Symbioscience Indonesia. This partnership, which began in 2009, was facilitated by -8-

harga kakao fluktuatif dan tergantung nilai tukar dolar. PT Mars berpatokan pada nilai dolar saat membeli kakao sehingga selalu berubah. Meski demikian, harga tersebut selalu dinegosiasikan dulu antara PT Mars dan JANTAN. Untuk tahun ini PT Mars menargetkan 60 ton biji kakao basah dari JANTAN. Namun, hingga Juni lalu, petani sudah bisa menjual 54 ton. Sebelum bekerja sama dengan PT Mars, petani menjual kakao kering ke pedagang antarpulau dengan harga lebih murah. Kini, tak hanya mendapatkan pembeli lebih pasti, harga jual juga lebih tinggi. “Perubahan paling pentingnya kami sudah menemukan sistem pemasaran yang adil dan aspiratif,� kata Darius Don Boruk,


Koordinator JANTAN. Kerja sama dengan PT Mars ini tak hanya melalui pembelian tapi juga pendampingan. Maria Iis Beribe, Pelaksana Program VECO Indonesia di NTT 2, mengatakan Ayu Tani dan JANTAN juga bisa meminta dukungan dari staf PT Mars terkait dengan produksi, misalnya fasilitasi saat sekolah lapang. Keuntungan lain yang diperoleh sekitar 600 petani kakao anggota JANTAN, dari total sekitar 800 total anggota, adalah kemudahan menjual.

Kalau sebelumnya petani menjual dalam bentuk kering, kini mereka cukup menjual dalam bentuk basah. Toh, menurut Don, harga jualnya juga lebih tinggi. “Kami juga bisa menghemat tenaga karena tak perlu menjemur,” tambahnya. Untuk meningkatkan kualitas kakao dari petani, PT Mars juga memberikan tambahan biaya pada JANTAN jika kualitas kakao tersebut. Misalnya, kadar kotoran di bawah 2,5 persen, maka petani akan mendapat fee quality sebesar Rp 200 per kilogram. Bukan

cuma itu. Di akhir tahun nanti, JANTAN juga akan mendapat bantuan untuk penguatan organisasi kalau bisa memenuhi target 60 ton kakao basah selama satu tahun kerja sama. Target ini terpenuhi karena hingga Juni lalu saja sudah terpenuhi 54 ton. Kerja sama antara petani kakao dengan pengusaha juga dirasakan oleh petani di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Di sini, petani dampingan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Wahana Sukses Pertanian Terpandang (Wasiat) bekerja

Ayu Tani, a VECO Indonesia partner in Flores. This included, for example, facilitation of meetings between Jantan and PT Mars and visits by the farmers to PT Mars wet cocoa processing plants. After several meetings, the two parties came to a partnership agreement. Farmers have benefited from this unwritten agreement in several ways. As well as not having to travel so far to sell their wet cocoa, the farmers also get better prices than on the local market. At the end of June, for example, farmers were getting IDR 8,1 86/kg for wet cocoa, which is about three times the price on the market. The partnership between Jantan and PT Mars is unwritten, because the price of cocoa fluctuates with the dollar exchange rate. PT Mars pegs prices to the dollar when buying cocoa, so prices fluctuate constantly. However, the price is

always negotiated first between PT Mars and Jantan. The target for PT Mars for this year was to purchase 60 tons of wet cocoa from Jantan. Yet as of June, the farmers had already sold the company 54 tons. Before starting to work together with PT Mars, the farmers sold dry cocoa to inter-island traders at lower prices. Today, they are not only assured a purchaser, but also higher prices for their cocoa. "The most important change is that we now have a fair and open marketing system," said Darius Don Boruk, Jantan Coordinator. This partnership with PT Mars is not only about buying, but also about support. Maria Iis Beribe, VECO Indonesia Program Officer in NTT2, says that Ayu Tani and Jantan can also ask PT Mars staff for production support, such as facilitating field schools.

Another benefit for around 600 of the approximately 800 cocoa farmers who are members of Jantan, is that it makes it easier for them to sell their products. In the past, farmers sold their cocoa dry, but now they sell it wet. And, according to Don, they get a better price for it. “We save on labour too, because we don’t need to dry the cocoa,” he added. To improve the quality of the farmers’ cocoa, PT Mars also offers premium prices for good quality cocoa. For example, if the waste content is less than 2.5 percent, the farmers get a quality fee of IDR 200/kg. And that is not all. At the end of this year, Jantan will also support to strengthen its organisation if it can meet the year’s target of 60 tons of wet cocoa. This target has already been met, because as of June, Jantan had already supplied 54 tons. Cocoa farmers and business in Pole-

-9-


Reportase

sama dengan PT Jaya Bumi Perkasa Amanjaro, perusahaan pengolahan kakao yang menyuplai ke berbagai produsen coklat terkenal seperti Cadbury dan Nestle. Sejak awal 201 0 lalu, Wasiat mendapat dukungan dari VECO Indonesia untuk meningkatkan mutu kakao sekaligus penguatan organisasi petani di Polman. Direktur Wasiat, Muhammad Akil, mengatakan petani yang didampingi tersebut tergabung dalam Pusat Koperasi Tani Amanah. Anggota koperasi ini memproduksi sekitar 750 kilogram kakao basah per tahun. Sejak bekerja sama dengan Amanjaro, menurut Akil, petani kini tak lagi susah menjual hasil pertaniannya. Mereka tinggal mengumpulkannya di

koperasi yang kemudian dibawa bersama ke pembeli. Seperti juga petani di Flores Timur, petani di sini juga menghadapi fluktuatifnya harga kakao yang sangat tergantung pada pasar internasional. Toh, petani tetap mendapat keuntungan dari kerja sama ini. Pertama, petani selalu mendapat informasi harga pasar di dunia. Kedua, ada nilai tambah atau premi kalau kualitas kakao yang dijual melebihi standar kualitas. Kerja sama antara petani dengan pengusaha yang dilakukan secara adil memang mengubah posisi petani. Dari semula hanya pasrah pada harga beli oleh tengkulak, petani kini mendapat harga berdasarkan negosiasi dengan pengusaha. Hal ini tak lepas dari

program mitra-mitra VECO Indonesia di berbagai daerah, termasuk Flores Timur, Polman, dan Boyolali, Jawa Tengah. “Prinsip saya selama ini memposisikan petani lebih tinggi dengan model perjanjian yang lebih adil untuk pengusaha dan petani,” kata Suradi, Manajer Produksi PT Swasembada Beras Organik (SBO) di Boyolali. Meski demikian, menurut Suradi, kemitraan ini juga harus berlaku adil antara petani dengan pengusaha. Sebab, menurutnya, ketika sudah mendapatkan posisi lebih baik, tak sedikit petani yang mau enaknya sendiri. “Petani jangan terlena dengan keuntungan sesaat. Mereka harus berpikir panjang juga dalam kerja sama,” tambahnya. [VECO Indonesia]

wali Mandar (Polman), West Sulawesi, are also enjoying the benefits of a partnership. Here, farmers supported by the NGO Wahana Sukses Pertani Terpandang (Wasiat) work in partnership with PT Jaya Bumi Perkasa Amanjaro, a cocoa processing firm that supplies wellknown chocolate producers such as Cadbury and Nestle. Since early 201 0, Wasiat has received support from VECO Indonesia to improve the quality of its cocoa and strengthen farmer organisations in Polman. Wasiat Director Muhammad Akil explained that these farmers are all members of the cooperative Tani Amanah. The members produce around 750 kg a year. Since working with Amanjaro, says Akil, the farmers no longer have any

problem selling their produce. They just collect the cocoa at the cooperative and then take it to the buyer. Like the farmers in East Flores, farmers here are also subject to fluctuations in the price of cocoa, which depends on the international market. But the farmers still benefit from this partnership. First, they are provided information about world prices. And second, they receive premium prices if the quality of the cocoa they sell exceeds quality standards. These fair partnerships between farmers and business have changed the position of the farmers. In the past, they just accepted whatever price the middlemen offered; but now they negotiate prices with businesses. This has a lot to do with the programmes of VECO In-

donesia partners in areas such as East Flores, Polman, and Boyolali, Central Java. “My principle has always been to improve the position of farmers by entering into agreements that are fairer for both the business and the farmers,” says Suradi, Production Manager, PT Swasembada Beras Organic (SBO) in Boyolali. However, Suradi emphasised that these partnerships must be fair to both parties. Because, he says, when they are in better position, a fair number of farmers want to do as they please. “Farmers shouldn’t just look for quick profits. They have to think about the future of the partnership too,” he added.

- 10 -

[VECO Indonesia]


Kelompok Tani Kelompok Tani Ngudi Makmur

Petani Perempuan Mengamankan Ketersediaan Pangan Rasa iri membawa manfaat bagi petani perempuan di Desa Wates, Kecamatan Simo, Boyolali. Mereka kini menjadi pengaman kedaulatan pangan desanya. S E M U LA, hanya ada kelompok tani laki-laki di desa penghasil beras merah varietas slegreng ini. Meski bukan hanya untuk petani laki-laki, kenyataannya kelompok ini didominasi bapak-bapak. Petani perempuan jadi merasa kurang bisa bersuara. Maka, beberapa petani perempuan desa ini pun mendirikan Kelompok Tani Ngudi Makmur pada awal 2008, meski mereka sudah merencanakannya sejak pertengahan 2007. Kelompok tani ini khusus beranggotakan petani perempuan. Tak berbeda jauh dengan kelompok petani lain, kegiatan Ngudi Makmur pun tak lepas dari usaha tani. Kegiatan seperti menanam, merawat tanaman, dan panen dilakukan bersama-sama oleh anggota. Namun, mereka tak hanya melulu bekerja sama terkait dengan pertanian. Aris Solikah, Ketua Kelompok Tani Ngudi Makmur, mengatakan adanya kelompok tani untuk petani perempuan ini membuat anggotanya lebih bebas untuk mendiskusikan urusan lain di luar urusan bercocok tanam seperti pendidikan, kesejahteraan keluarga, dan kesehatan. "Bagi kami, kelompok ini tempat di mana kami bisa membicarakan isu rumah tangga dengan saling terbuka," kata Aris. Anggota kelompok juga terus bertambah. Saat ini ada 62 petani perempuan anggota kelompok dari semula hanya 30 orang. Kelompok ini juga mengadakan penyuluhan tentang cara bertanam, membuat pupuk maupun pestisida alami, serta membentuk lumbung tani. Kegiatan terakhir itu bahkan menjadi salah satu kekuatan Kelompok Tani Ngudi Makmur. Melalui lumbung pangan, mereka berusaha mengamankan ketersediaan pangan sekaligus menciptakan sumber ekonomi

bagi kelompok. Lumbung pangan tersebut diisi gabah iuran dari anggota. Masingmasing anggota membayar 5 kg gabah kering tiap panen. Gabah kering ini bisa dipinjam oleh anggota yang butuh gabah atau uang. Tapi, jumlah gabah yang boleh dipijam dibatasi maksimal 25 kg. Nantinya, yang meminjam akan mengembalikan sebanyak 27,5 kg. Selain urunan beras tiap selesai panen, anggota kelompok juga membayar iuran wajib Rp 2.000 tiap pertemuan satu bulan sekali dalam kalender Jawa. Ada juga sumbangan sukarela, rata-rata Rp 1 0.000 sampai Rp 20.000. Dari sumbangan-sumbangan ini, sekarang terkumpul uang kas Rp 560 ribu yang diputar sebagai modal. Kegiatan lain kelompok ini adalah penjualan beras merah slegreng, yang khas Desa Wates . Pemasaran beras ini, antara lain ke Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat (LSKBB), instansi pemerintah, perorangan, ataupun pemasaran khusus. "Kami dengar sih produk kami dipakai juga untuk bahan baku biskuit Sun. Tapi kami tahu dari pengepul, bukan dari sana langsung," kata Eko Hidayati, anggota Ngudi Makmur yang juga Bendahara Asosiasi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI). Adanya kelompok tani khusus perempuan ini membuat ibu-ibu bisa bekerja sama dengan bapak dalam - 11 -

Kelompok Tani Perempuan Ngudi Makmur Berdiri : awal 2008 Anggota : 62 orang Alamat : Desa Wates, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali pertanian. "Dulu kan sepertinya cuma bapak-bapak yang bisa bertani," kata Hidayati. "Sekarang bapak dan ibu bisa saling membantu di sawah," tambahnya. Dampak lainnya, menurut Aris, adalah pada peningkatan pendapatan keluarga. Dulu petani sering gagal panen. "Setelah adanya kelompok ini kami bisa saling belajar sehingga panen bisa lebih banyak," katanya. Pendapatan ini bisa meningkat karena saat ini petani perempuan juga bisa bercocok tanam pada musim tanam kedua dengan menanam tanaman umur, seperti jagung, singkong, kacang tanah, dan kedele. Kemampuan petani perempuan, tentu saja dengan dukungan petani lakilaki juga di desa ini, mengelola lumbung pangan membuat Desa Wates terkenal. Mereka pun jadi tempat belajar tentang lumbung pangan. "Kami jadi bisa bertemu dengan banyak tamu dari luar negeri seperti Belgia, Amerika Serikat, Singapura, Afrika, dan lain-lain. Mereka ke sini untuk melihat lumbung pangan yang kami gunakan saat ini," ujar Tuti Lestari Turnaningsih, anggota yang lain.

[VECO Indonesia]


Kabar VECO Indonesia

Perpanjangan Kerjasama VECO Indonesia dan Depdagri AKH I R Juli lalu VECO Indonesia menandatangani perpanjangan kerja sama dengan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Departemen Dalam Negeri di Denpasar, Bali. Kerja sama ini merupakan lanjutan sejak tahun 2000 lalu. Memorandum Saling Pengertian atau Memorandum ofUnderstanding (MoU) ditandatangi oleh Kepala Pusat Administrasi Kerja sama Luar Negeri Departemen Dalam Negeri, Drs. Nuryanto,

Duta Pangan Sehat VECO Indonesia D U A belas remaja dari Bali dan Solo terpilih sebagai duta kampanye pangan dan hidup sehat VECO Indonesia. Mereka akan bekerja sama dengan remaja Belgia - 12 -

MPA dengan Wakil Regional VECO Indonesia, Rogier Eijkens. Dalam kerja sama tersebut, VECO Indonesia akan melanjutkan programprogramnya di Indonesia selama ini, terutama di bidang pertanian berkelanjutan. Kerja sama itu meliputi penanggulangan kemiskinan, pengembangan sumber daya manusia, pembangunan desa berwawasan sosial dan lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pertanian berkelanjutan. Masa berlaku kerja sama itu tiga tahun ke depan mulai sejak ditandatangani. Rogier Eijkens menyatakan selama tiga tahun ke depan VECO Indonesia akan menerapkan beberapa strategi, antara lain meningkatkan pendapatan petani yang terorganisir melalui asosiasi petani dan memberi dukungan pada asosiasi petani di tingkat kabupaten. "Kami ingin petani bisa menjadi aktor berdaya dan independen dalam rantai pertanian berkelanjutan sehibgga mereka bisa melakukan lobi dengan pemerintah daerah maupun pengusaha," kata Eijkens.

untuk membuat berbagai kampanye healthy food and healthy living program hingga 201 3. Kampanye ini merupakan kerja sama VECO Indonesia dengan South Day Foundation/ZUIDDAG, lembaga nirlaba di Belgia. Oktober nanti, 1 2 remaja SMA dan mahasiswa ini akan berangkat ke Belgia. Di kantor pusat Vredeseilanden, lembaga induk VECO Indonesia tersebut, mereka akan berkampanye tentang pertanian di Indonesia. Mereka juga akan membuat program penggalian dana bersama anak-anak sekolah Belgia untuk mendanai ketiga program itu pada 201 1 -201 3. Sebelumnya, para duta pangan juga menjalani youth camp untuk mempelajari pertanian lokal di Bali. “Anak-anak muda ini, dengan caranya sendiri, akan membantu upayaupaya pengembangan pertanian berkelanjutan di negara-negara selatan termasuk Indonesia,� kata Mercya Soesanto, Manajer Komunikasi Eksternal VECO Indonesia.


Kabar VECO Indonesia

Mewujudkan Organisasi Petani yang Mandiri M E LALU I pertemuan tahunan mitra pada 2-5 Agustus lalu, VECO Indonesia merumuskan strategi mewujudkan organisasi petani yang mandiri dan profesional. Organisasi petani ini bisa mandiri dengan dukungan organisasi masyarakat sipil. Pertemuan tahunan di Candi Dasa, Karangasem, Bali tersebut diikuti sekitar 70 peserta dari mitra VECO Indonesia, organisasi petani, maupun pemerintah. Menurut Rogier Eijkens, Perwakilan Regional VECO Indonesia, cita-cita untuk

Vredeseilanden Kunjungi Organisasi Petani S E LAM A sepuluh hari pada akhir Mei lalu, Mianne Vanderbiest dan Roos Peirsegaele dari Vredeseilanden melakukan kunjungan ke lokasi-lokasi program VECO Indonesia. Keduanya berdialog dengan petani maupun lembaga swadaya - 13 -

mewujudkan kemandirian organisasi petani itu dilakukan melalui tiga strategi, yaitu penguatan organisasi petani, memperkuat akses petani pada lembaga keuangan, serta menentukan peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memperkuat organisasi petani. Tiap strategi didiskusikan bersama-sama oleh para peserta selama pertemuan menggunakan metode world cafe. "Upaya memperkuat organisasi petani sebenarnya bukan hal baru, tapi tiga tahun ke depan kami akan fokus tiga pada organisasi petani," kata Rogier. Aspek-aspek dalam penguatan tersebut, lanjut Rogier, antara lain administrasi dan organisasi. Penguatan lain yang ingin dilakukan adalah kemampuan petani maupun organisasi petani untuk mengakses lembaga keuangan. Misalnya, akses pada kredit. Karena itu, dalam pertemuan ini, VECO Indonesia mengundang pelaku credit union (CU) Pancur Kasih dari Kalimantan Barat. CU ini beranggotakan sekitar 80 ribu orang dengan aset saat ini sekitar Rp 8 triliun.

masyarakat (LSM) di Flores dan Timor, Nusa Tenggara Timur serta Boyolali dan Solo, Jawa Tengah. Mereka juga menganalisis kerja masing-masing lembaga mitra. Salah satu rekomendasi dari kunjungan tersebut adalah bahwa VECO Indonesia juga perlu memfasilitasi mitra dengan lembaga keuangan. Fasilitasi perlu dilakukan seiring dengan akan berubahnya fokusnya VECO Indonesia pada organisasi petani dibanding pada LSM. Untuk mewujudkan organisasi petani yang mandiri, menurut Mianne, perlu ada modal usaha yang disediakan oleh lembaga keuangan.


Kabar Mitra

YMTM Terima Penghargaan Internasional YAYAS AN Mitra Tani Mandiri (YMTM), mitra VECO Indonesia di Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) memenangkan penghargaan prestisius internasional Equator Prize 201 0 yang diadakan Equator Initiative. Sebagai pemenang, YMTM akan mendapatkan hadiah 5000 dollar Amerika dan sertifikat penghargaan. Dua hadiah ini akan diberikan pada Upacara Pemberian Penghargaan Equator (Equator Prize Award Ceremony) di New York, Amerika Serikat 20 September 201 0 nanti.

Belajar Pengolahan Kakao ke Polman P E TAN I mitra VECO Indonesia dari Jaringan Petani Wulang Gitan (JANTAN), Asosiasi Petani Bituna, dan Ayu Tani, melakukan kunjungan ke kelompok tani Amanah dan LSM Wasiat di Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar). Selama dua hari kunjungan, petani dari Flores dan Timor, Nusa Tenggara Timur tersebut belajar sistem kerja kelompok tani mengumpulkan komoditi kakao, menyortir, hingga menjualnya. Peserta kunjungan juga belajar bagaimana mengurus administrasi dan bernegoisasi dengan pembeli.

Pertemuan Mitra Lokal Sulawesi P AD A 23-26 Juni, mitra VECO Indonesia di Sulawesi mengadakan pertemuan mitra lokal di Makassar, Sulawesi Selatan. Pertemuan dibagi dalam dua tema komoditi yang diadakan secara berturut-turu, kopi pada 23-24 Juni dan kakao pada 25-26 Juni. Kegiatan bertema meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi ini diikuti mitra VECO seperti Yayasan Duta Pelayanan Masyarakat (YDPM), Jaya Lestari Desa (Jalesa), Asosiasi Petani Kopi Tana Toraja (APKT), Wasiat, dan Amanah. - 14 -


Kabar Mitra

Mendidik Konsumen Agar Mau Berkebun KON S OR S I U M Penyadaran Konsumen Bali, mitra VECO Indonesia untuk mengampanyekan pangan organik, melaksanakan diskusi bulanan tentang pangan sehat. Pada akhir Juli lalu, lembaga yang terdiri dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Indonesian Development of Enducation and Permaculture (DEP), dan Bali Organic Association (BOA) ini membahasa tema berkebun organik di halaman rumah. Pembicaranya Gusti Ayu Komang Sri Mahayuni dan Hira Jhamtani, pelaku kebun organik.

Inspeksi Internal Anggota APPOLI AN G G OTA Asosiasi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI) mengikuti inspeksi eskternal untuk menguatkan sistem kontrol internal (internal control system/ICS). Sebagai inspektor adalah Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat (LSKBB), Lestari Mandiri (Lesman), dan VECO Indonesia. Kegiatan selama tiga hari pada 23-25 Juli 201 0 ini bertujuan meningkatkan kualitas produk beras organik petani setempat. Hasil inspeksi menunjukkan anggota APPOLI sudah punya sistem untuk mengontrol kualitas berasnya.

KRKP Selesaikan Riset Kebijakan Pangan KOALI S I Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menyelesaikan tiga riset terkait kebijakan pangan di Indonesia, yaitu Study Komparasi Kebijakan Harga (HPP) di Beberapa Negara, Kajian Inovasi Daerah dalam Pembiayaan Sektor Pertanian, dan Kapasitas Tunda Jual Petani Padi. Tiap riset memberikan masukan untuk perubahan kebijakan terkait pangan, misalnya, rekomendasi untuk perubahan kebijakan tersebut adalah penggadaian beras dan stratifikasi kualitas beras. Hasil riset akan segera diluncurkan dalam bentuk buku. - 15 -


Kabar Internasional

Vredeseilanden

Lebih Banyak Kerjasama dengan Pengusaha AKH I R Agustus lalu, organisasi induk VECO Indonesia, Vredeseilanden, mengeluarkan laporan tahunannya. Laporan tahunan ini dibuat berdasarkan program di berbagai negara, seperti Laos, Indonesia, Vietnam, Uganda, Kongo, Benin, dan lain-lain. Catatan penting selama tahun 2009 adalah bahwa Vredeseilanden berusaha membangun kerjasama dengan berbagai aktor, seperti organisasi petani, universitas, sektor swasta, dan pemerintah. Tugas kami adalah untuk membawa pihak yang tepat sambil menyingkirkan hambatan-hambatan untuk mewujudkan rantai pangan yang berkelanjutan. Pada tahun 2009, Vredeseilanden, bekerja sama dengan 1 49 organisasi mitra, separuh di antaranya adalah

organisasi petani yang aktif dalam lobi dan kampanye. Selain itu, kami juga mengembangkan kerja sama dengan sektor swasta, misalnya di Vietnam dan Indonesia. Pihak swasta ini tidak menerima dukungan dalam bentuk pendanaan tapi kami berkolaborasi untuk meningkatkan posisi petani dalam rantai pertanian. Hubungan yang dekat dengan sektor swasta akan menyediakan pengetahuan teknis serta membantu kami ke arah pasar yang menarik. Saat ini Vredeseilanden bekerja untuk sekitar 70.000 laki-laki dan 64.000 perempuan petani dari delapan kantor regional di Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Namun, dampak program tak bisa diukur hanya dari seberapa banyak orang yang telah kami jangkau secara langsung. Di beberapa kawasan, kami - 16 -

juga menjalankan program yang memberikan manfaat secara tidak langsung dari program tersebut. Dalam laporan tersebut, Vredeseilanden juga memberikan perkembangan tentang sejumlah advokasi global, termasuk perdagangan berkeadilan (fair trade). Gerakan ini dilaksanakan dengan tiga lembaga lain, yaitu Max Havelaar, Oxfam, and 1 1 .1 1 .1 1 . Hingga akhir 2009 lalu, ada 1 97 kota, hampir dua pertiga kota di Belgia utara, terlibat dalam gerakan FairTradeTown.

Laporan lebih lengkap bisa diunduh dari website www.vredeseilanden.org


Kabar Internasional

VECO Vietnam

Semakin Banyak Petani Bergabung Organisasi D I Tan Duc, Vietnam selatan, sayursayuran dihasilkan dan dijual oleh petani melalui kota lain. Padahal, hampir 95 persen keluarga di sini petani sayur. Mereka membudidayakan sayur menggunakan bahan kimia tanpa peduli pada dampak negatifnya. Mereka hanya peduli pada banyaknya hasil, tanpa peduli pada kesehatan manusia. Akibatnya, banyak konsumen terkena penyakit akibat mengonsumsi sayuran yang mengandung bahan kimia terlalu tinggi. Namun, di Tan Duc, semua itu sudah berlalu. Praktik pertanian konvensional

dengan bahan kimia berlebihan telah ditinggalkan. Petani di Tan Duc sadar bahwa budi daya sayur seperti juga hidup mereka dan harus dibudidayakan dengan standar tertentu. Thang, Ketua Komunitas Tan Duc commune, berharap empat desa di Tan Duc akan dikenal sebagai produsen sayur yang bermutu dan aman. Awalnya, menurut Thang, petani berpikir bahwa budidaya sayur-sayuran sehat tidak akan membantu meningkatkan pendapatan mereka karena proses produksinya susah. Hanya 43 keluarga yang bergabung di kelompok tani dan

- 17 -

menerima pelatihan dari Departemen Perlindungan Tanaman yang dibantu juga oleh VECO Vietnam. Perubahan di Tan Duc mengundang banyak media maupun tamu untuk belajar dari petani setempat. Setelah itu, kelompok kedua pun terbentuk yang kemudian digabungkan dengan kelompok pertama sehingga kembali jadi satu. Saat ini, anggota kelompok ada 83 keluarga. “Kemampuan petani untuk menghasilkan sayuran yang aman membuat kami senang,� kata Thang.


Profil

Empat Tahun Lima Paling Menurut Steff Apa perubahan paling penting selama Anda bekerja di VECO Indonesia?

Sebenarnya banyak perubahan selama saya bekerja di Indonesia, dari September 2006 hingga saat ini. Tapi, menurut saya, perubahan paling penting adalah perubahan fokus dari sustainable agriculture ke value change. Dampak dari perubahan ini adalah dibentuknya Kantor Lapangan di lima wilayah program dan adanya mitra baru atau berhentinya kerja sama dengan mitra lama. Terkait dengan tanggung jawab saya di VECO Indonesia, perubahan paling penting adalah terbentuknya bagian Monitoring dan Evaluasi. Saat ini juga sudah ada proses belajar yang terus berjalan di VECO Indonesia.

Setelah hampir empat tahun bekerja di VECO Indonesia, Steff Deprez kembali ke Belgia. Dia akan bekerja di Vredeseilanden, induk VECO Indonesia di Belgia. Kepada Anton Muhajir, ahli Monitoring dan Evaluasi ini menjawab lima pertanyaan tentang hal paling anu menurutnya.

Apa hal paling menarik selama di VECO Indonesia?

Banyak sekali. Salah satu yang menarik adalah ketika saya berkunjung ke lapangan. Di sana saya bisa melihat kenyataan dan bertemu dengan petani yang selama ini kita dukung. Hal itu menjadi bagian dari upaya membangun pemahaman dan memperkaya cara pandang kita terhadap apa yang kita kerjakan. Berkunjung ke lapangan membuat kita tahu untuk apa dan siapa kita bekerja selama ini.

- 18 -

Apa pelajaran paling penting bagi VECO Indonesia?

Secara umum, kita harus selalu bertanya pada diri sendiri, merefleksikan apa yang sudah kita kerjakan, apakah sudah tepat untuk petani. Apakah sudah memberikan nilai tambah bagi petani. Apakah itu relevan untuk mereka. Sebab kadang-kadang kita lupa untuk melakukan refleksi. Kita terlalu sibuk bekerja.

Apa peristiwa yang paling kamu ingat?

Banyak hal. Beberapa di antaranya adalah ketika mengikut Evaluasi dan Perencanaan di Sumbawa. Kedua, saat ikut partner meeting di Maumere, Flores. Ketiga saat ikut Regional Learning Initiative (RELI) dengan kolega kita dari Vietnam dan Laos. Secara personal, saya menilai peristiwa yang paling saya ingat adalah karena saat ini VECO sudah mempekerjakan Planning, Learning, and Accountability (PLA) Coordinator penuh. Sebab di tempat lain tidak ada posisi seperti ini. Jadi, ini merupakan pengakuan bahwa PLA itu penting.

Siapa orang yang paling kamu tidak sukai selama di VECO Indonesia?

Wah, masak saya harus menjawab pertanyaan itu. Kalau toh ada, saya tidak akan memberi tahu. Tapi, saat ini, menurut saya VECO dalam struktur baru yang kuat. VECO Indonesia punya orang tepat di posisi yang tepat.


Resensi

Panduan Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Pertanian TAH U N lalu, VECO Indonesia menerbitkan buku Menuju Masyarakat Adil Gender. Buku ini merupakan penyempurnaan dari Gender Toolkit yang diterbitkan VECO Indonesia tujuh tahun sebelumnya. Buku setebal 521 halaman ini ditulis dalam tiga bagian utama. Bagian pertama tentang gender dan pembangunan yang membahas pengertian-pengertian dasar terkait gender. Bagian kedua tentang integrasi gender dalam siklus proyek. Dan, bagian ketiga, tentang isu gende dalam pembangunan desa. Penulis buku ini adalah Sita Thamar van Bemmelen, konsultan freelance gender dan pembangunan yang juga aktif dalam berbagai program kesetaraan gender di Bali maupun Indonesia. Salah satu hal penting dan relevan dengan dunia pertanian dalam buku ini ada di bagian ketiga. Bagian tentang masalah gender serta intervensi yang dapat dilakukan ini memberi gambaran bagaimana keseteraan gender bisa diterapkan dalam praktik-praktik pertanian di berbagai daerah. Menurut penulis, keseteraan gender dalam pertanian bersifat saling menunjang. Perempuan, misalnya, bekerja untuk menanam dan menyiangi sementara laki-laki membuka dan mempersiapkan lahan. Adapun panen dilakukan bersama. Ini semua merupakan bukti bahwa sebenarnya pertanian sangat peduli pada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Judul : Menuju Masyarakat Adil Gender Penulis : Sita Thamar van Bemmelen Penerbit : VECO Indonesia, 2009

Untuk mendapatkan buku ini, silakan kontak alamat VECO Indonesia seperti yang ada di redaksi LONTAR.

Laporan Riset Potensi dan Pemasaran Kopi TI D AK ada peluang untuk pengembangan areal tanaman kopi di empat dewa di Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk itu, hal yang bisa dikembangkan adalah perawatan intensif terhadap kopi yang ada melalui pemangkasan, peremajaan atau menggantikan kopi yang sudah tua dengan tanam kopi baru. Demikian salah satu hasil riset Delsos Ruteng, mitra VECO Indonesia di Manggarai. Hasil riset yang dilaksanakan di empat desa pada tahun 2007 tersebut diterbitkan dalam buku kecil berjudul Mata Rantai Pemasaran Kopi, Laporan Riset Pengembangan dan

Pemasaran Kopi Empat Desa di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Buku ini diterbitkan Delsos bersama dengan VECO Indonesia, Pemkab Manggarai, dan Sloka Institute. Adapun risetnya diadana di Desa Arus, Desa Golo Lero, Desa Watu Arus, dan Desa Rengkam. Judul : Mata Rantai Pemasaran Kopi Penulis : Tim Peneliti Delsos Ruteng Penerbit : Delsos Ruteng & Sloka Institute dengan Dukungan VECO Indonesia & Pemkab Manggarai

Meningkatkan Taraf Hidup Petani Melalui Wanatani YAYAS AN Mitra Tani Mandiri (YMTM) mendokumentasikan pengalamannya mendampingi petani di kawasan kering di Flores dan Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pengalaman selama 22 tahun tersebut dibuat dalam bentuk buku berjudul Emas Hijau Lahan Kering, Refleksi Pengalaman YMTM Mengembangkan Wanatani di Timor dan Flores. Buku setebal 1 58 halaman ini diterbitkan dengan beberapa lembaga donor, termasuk VECO Indonesia. Dengan pengalaman puluhan tahun, pengurus YMTM yang menulis buku ini memberikan banyak pengetahuan sekaligus pelajaran. Ternyata, di balik kondisi geografisnya yang kering, dua pulau ini memiliki potensi meningkatkan taraf hidup warganya. Tak hanya teori, YMTM juga memberikan buktibukti berdasarkan pengalaman mereka selama ini. Pengalaman dan pelajaran tersebut disampaikan di dua bab terakhir, yaitu bab 6 dan bab 7 yang membahas contohcontoh keberhasilan. Praktik pertanian wanatani yang dilaksanakan YMTM bersama mitra-mitranya terbukti bisa meningkatkan produktivitas lahan, perbaikan lingkungan fisik, mengembangkan pemsaran komoditi dan hasil olahan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal terpenting, praktik wanatani telah menumbuhkan kesadaran bersama di antara para petani untuk mencari sumber penghidupan lebih layak. Bahkan wanatani juga bisa mendorong keterlibatan petani secara politis dalam penyusunan kebijakan di desa masing-masing. Dengan teori, data, fakta, contoh praktik, sampai pelajaran, buku ini memberikan materi lengkap tak hanya untuk para pegiat program pemberdayaan petani tapi juga akademisi dan masyarakat umum yang tertarik isu pertanian. Judul

: Emas Hijau Lahan Kering, Refleksi Pengalaman Yayasan Mitra Tani Mandiri Mengembangkan Wanatani di Timor dan Flores Penulis : Arnoldus Klau Berek, dkk Penerbit : Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM), Juni 201 0 - 19 -


Mari Merayakan Kemenangan dengan Mengonsumsi Pangan Lokal. VECO Indonesia Mengucapkan Selamat Idul Fitri 1 431 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

- 20 -


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.