LONTAR Oktober 2011

Page 1

Buletin Triwulan VECO Indonesia

#3 201 1

Belajar dari Keberhasilan Petani Filipina Foto: VECO Indonesia

LONTAR - #3 - 2011

1


Dari Redaksi

Daftar Isi

Berbagi Cerita Petani Negeri Tetangga AGUSTUS lalu, staf lapangan dan mitra VECO Indonesia melakukan kunjungan belajar ke negara tetangga, Filipina. Selama lima hari di sana, 28 peserta kunjungan belajar dari petani di Davao, Filipina tentang koperasi, organisasi tani, juga pengolahan hasil pertanian. Kunjungan belajar tersebut merupakan bagian dari upaya VECO Indonesia untuk mengajak mitra dan stafnya agar terus belajar. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan VECO Indonesia, yaitu menjadi organisasi belajar. Media untuk

belajar ini antara lain melalui Sekolah Lapang, kunjungan silang, maupun publikasi. Selain staf, kami juga mengharuskan petani dan LSM mitra, VECO Indonesia untuk menulis hasil kunjungan belajar. Kami menjadikan hasil kunjungan tersebut sebagai laporan utama LONTAR edisi ini. Semua tulisan dan foto kami di rubrik Reportase merupakan hasil kerja staf kami yang mengikuti kunjungan. Kami berharap pembaca juga bisa belajar meski tak ikut kunjungan tersebut. [Redaksi]

2 3 4

Dari Redaksi Editorial Reportase Belajar dari Keberhasilan Petani Filipina

11 12 14 16 18 19 20

Kelompok Tani Kabar VECO Kabar Mitra Kabar Internasional Profil Resensi Poster

Lontar (n) daun pohon lontar (Borassus flabellifer) yang digunakan untuk menulis cerita; (n) naskah kuno yang tertulis pada daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus kata benda (n). Lontar adalah media informasi untuk menyampaikan informasi tentang pertanian yang memperhatikan nilai-nilai lokal, sesuatu yang terus VECO Indonesia perjuangkan.

Tim Redaksi

Foto: VECO Indonesia

Sharing Stories of Farmers from a Neighbouring Country THIS past August VECO Indonesia field staff and partners went on a study tour to our neighbouring country, the Phillipines. Over the course of five days, the 28 participants in the study tour learned from farmers in Davao, the Philippines about farmer cooperatives and organisations and agricultural product processing. Study tours form part of VECO Indonesia's efforts to encourage partners and staff to engage in continuous learning. This is in keeping with one of the objectives of VECO Indonesia, which is to

2

LONTAR - #3 - 2011

be a learning organisation. Media for learning include field schools and exchange visits as well as publications. VECO Indonesia requires its farmer and NGO partners as well as its staff to write up their study tour findings: we have made the results of the Philippines visit the focus of the feature report in this edition of LONTAR. All the writing and photos in the Reportage rubric are the work of staff who took part in the tour. We hope that our readers too can learn – even without coming along on the visit. [Editor]

Penanggung jawab : Rogier Eijkens Redaksi : Anton Muhajir Kontributor : Staf dan Mitra VECO Indonesia Layout : Syamsul "Isul" Arifin Alamat Redaksi VECO Indonesia Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar Telp: 0361 - 7808264, 727378, Fax: 0361 - 72321 7 Email: admin@veco-indonesia.net, anton@veco-indonesia.net Website www.vecoindonesia.org Twitter @vecoindonesia

Redaksi menerima berita kegiatan, profil, maupun tips terkait praktik pertanian berkelanjutan terutama yang terkait dengan mitra VECO Indonesia di berbagai daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email ataupun pos ke alamat di atas.


Editorial

Mendukung Petani Belajar Langsung dari Lapangan Teman-teman saya, pendamping petani di lapangan, punya anekdot tentang dunia kampus dan dunia pertanian. “Hasil penelitian mahasiwa di kampus biasanya malah diketawain petani karena tidak bisa diterapkan petani di lapangan,” kata beberapa teman.

MEREKA memberikan alasan. Lingkungan tempat penelitian di kampus biasanya dibuat agar mendukung hasil penelitian sesuai hipotesis. Nah, begitu dibawa ke lapangan, hasil penelitian itu akan menghadapi lingkungan sebenarnya, sesuatu yang tak bisa mereka atur atau bahkan kendalikan. Tentu saja ini hanya joke, bercanda. Tapi, ada juga benarnya meski tidak sepenuhnya. Poin yang ingin saya sampaikan, kadang-kadang hasil penelitian di atas kertas bisa berbeda hasil dibandingkan dengan praktik di lapangan. Karena itulah, daripada mengajak mitra, baik petani maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM), belajar di kelas, VECO Indonesia lebih tertarik mengajak mereka belajar langsung dari lapangan. Menurut kami, kunjungan lapangan jauh lebih berguna bagi petani. Sebab, ketika di lapangan, peserta belajar bisa melihat langsung praktik produk-

si pertanian maupun pasca-panen termasuk cara berorganisasi oleh petani dilakukan. VECO Indonesia menerapkan metode sekolah lapangan petani (farmer field school) bersama petani mitra. Melalui metode ini, petani bisa belajar langsung dari petani lainnya tak hanya teori tapi juga praktik di lapangan. Tak hanya mendengar, petani juga menerapkan ilmu yang baru dia pelajari. Sekolah lapangan kami terapkan di semua lokasi program, untuk komoditi padi, kakao,

kopi, kacang mete, dan seterusnya. Selain melalui sekolah lapangan, kunjungan belajar (study visit) juga metode lain bagi petani untuk belajar dari lapangan. Jika dalam sekolah lapangan kami mengundang narasumber, maka dalam kunjungan belajar, kami mengajak petani mendatangi narasumber tersebut. Tak hanya setahun sekali ketika ikut dalam Pertemuan Mitra Tahunan (Annual Partner Meeting) tapi juga oleh organisasi petani sendiri. Kunjungan ke Davao, Filipina 8-1 2 Agustus 201 1 lalu merupakan bagian dari upaya VECO Indonesia mengajak petani agar bisa belajar langsung dari lapangan. Catatan perjalanan tersebut, meski tak bisa mewakili semua pelajaran di Filipina, kami tulis dalam Reportase LONTAR edisi ini. Dengan demikian, kami berharap, mereka yang tak ikut kunjungan pun bisa belajar dari keberhasilan petani Filipina. [Anton Muhajir]

Support Direct Farmer Learning from the Field My friends, who work side by side with farmers in the field, have an anecdote about the world of academia and the world of agriculture: ‘The research findings of university students on campus,’ they tell me, ‘are usually a laughing stock among farmers, because the farmers can't apply them in the field.’

THEY explain the reason why. The campus environment where research is conducted is designed to support results that follow from hypotheses. Well, as soon as they are brought into the field, such results come face to face with the real environment – something that cannot be managed, let alone controlled. Of course, this is only a joke; my friends are just kidding. Yet there is some truth to it, even if it is not entirely true. The point I want to make here is that sometimes research findings on paper diverge from the results that come out of practice in the field. That is why, rather than inviting partners, whether farmers or non-governmental organisations (NGOs) to learn in a classroom, VECO Indonesia is more interested in encouraging them to learn

directly from the field. In our opinion, field visits are far more useful to farmers. This is because in the field, learners can see firsthand the agricultural production and post-harvest practices, as well as organisational methods that farmers use. VECO Indonesia employs farmer field school methods in partnership with farmers. Through these methods, farmers can learn directly from other farmers, not only theory but also practice in the field. Rather than simply listening, farmers also apply the new knowledge they learn. We conduct field schools in all program locations, for rice, cocoa, coffee, cashew and other commodities. Aside from field schools, study tours are another method for farmers to learn from the field. If, in the field schools, we bring the resource persons in, then in

study visits, we invite the farmers to go visit the resource people. Such visits not only happen once a year when farmers attend the Annual Partner Meeting, but are also made by farmer organisations themselves. The visit to Davao, the Philippines on 8-1 2 August 201 1 formed part of VECO Indonesia's efforts to encourage and enable farmers to engage in direct learning in the field. Although it would be impossible to reflect all of the lessons learned in the Philippines, we have published some of the notes on the journey in this edition of LONTAR Reportage. So we expect that even those who did not get to come along can learn from the successes of the Filipino farmers. [Anton Muhajir]

LONTAR - #3 - 2011

3


Belajar dari Keberhasilan Petani Filipina Agustus lalu, VECO Indonesia bersama mitranya, baik organisasi petani maupun lembaga swadaya masyarakat, melakukan kunjungan belajar ke Filipina. Kunjungan belajar lima hari pada 8-1 2 Agustus ini diikuti 28 orang termasuk staf VECO Indonesia dari seluruh wilayah program, yaitu Jakarta, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

M E LALU I ku n j u n g an be l aj ar i n i , VE C O I n d o n es i a b e rh a ra p m i t ra n y a b i s a b e l a j a r l a n g s u n g d a ri pe tan i n e g e ri te tan g g a, Fi l i pi n a. H al i n i s e s u ai s al a h s a t u d a ri e m p a t t u j u a n V E C O I n d o n e s i a , y a i t u m e n j ad i o rg an i s as i be l aj ar ( learning organization) . Kare n a i tu , h am pi r s e m u a l o kas i ku n j u n g an ad al ah o rg an i s as i d an ko pe ras i pe tan i . B e ri ku t l o kas i - l o kas i ku n j u n g an te rs e bu t d an apa h al yan g kam i pe l aj ari d ari l o kas i te rs e bu t. FE D C O

Fe d e rati o n o f AR B /B an an a bas e d C o o pe rati ve i n M i n d an ao ( FE D C O) m e ru pakan o rg an i s as i payu n g 2 0 ko pe ras i pi s an g d e n g an an g g o ta s e ki tar 3 . 6 0 0 p e t a n i . F E D C O b e rd i ri s e j a k 6 J u l i 1 9 9 9 yan g d i i n i s i as i e n am ko pe ras i pi s an g d i s e ki tar D avao s e rta P ro vi n s i D avao d e l N o rte d an C o mpo s te l a Val l e y. S e ki tar 5 . 0 0 0 h e ktar l ah an an g g o ta d i t a n a m i p i s a n g j e n i s c a ve n d i s h . S e b a g a i o rg a n i s a s i p a y u n g , t u g a s F E D C O ad al ah m e m as arkan pi s an g d ari an g g o ta ko pe ras i . FE D C O be rtu g as m e m bu ka pas ar e ks po r pi s an g cave n d i s h ke l u ar n e g e ri , s e pe rti J e pan g , Ko re a S e l a t a n , T i m o r T e n g a h , d a n C h i n a . Ko p e r a s i i n i j u g a m e l aku kan ko n tro l pro d u ks i s e rta m e waki l i

4

Foto-foto: VECO Indonesia

LONTAR - #3 - 2011


Reportase melakukan negosiasi kontrak langsung dengan pembeli. Pada tahun 201 0, mereka berhasil menaikkan harga jual sampai 1 0 kali dari harga sebelumnya. Koperasi pisang di Filipina merupakan hasil Reforma Agraria, program distribusi tanah untuk petani penggarap. Setelah program ini dilakukan, perusahaan pun memberikan lahan kepada karyawannya. Petani berhak memiliki lahan tersebut meski harus membeli dari pemerintah dengan mencicil selama 35 tahun. Pelajaran yang bisa dipetik dari FEDCO adalah bahwa dalam memperjuangkan sebuah usaha, perlu membangun usaha efektif mulai dari produksi sampai pemasaran. Usaha ini juga perlu didukung dengan koordinasi dari semua anggota. Untuk mengembangkan bisnis yang sehat, juga perlu ada komitmen dari manajer. Mereka tidak boleh memiliki usaha yang sama dengan anggotanya.

DABCO

Dabco Agrarian Reform Beneficiaries Cooperative (DABCO) merupakan koperasi primer anggota FEDCO di Desa Dabco Barangay, Kota Panabo, Provinsi Davao Del Norte. Koperasi ini memiliki anggota sebanyak 1 47 petani. Tiap anggota rata-rata memiliki lahan seluas 1 ,02 hektar. Dalam perjalanan ke lokasi, di kiri dan kanan jalan sepanjang sekitar 3 km terhampar tanaman pisang. Kami juga hampir selalu berpapasan dengan truk kontainer berpendingin membawa pisang segar siap diekspor ke negara tujuan. Tanaman pisang yang banyak ditanam jenis cavendish dan abaca. Lahan untuk bercocok tanam adalah parit sedalam sekitar 1 meter dan gundukan tanah seluas 2 meter memanjang. Parit untuk mengatur aliran air karena pada tahap awal pisang membutuhkan banyak air. Pisang yang ditanam merupakan hasil dari kultur jaringan sehingga ukur-

an tanaman seragam dan bisa dipanen serentak. Setiap tanam terdapat dua pohon saja. Apabila terdapat anakan,maka harus dimatikan supaya tidak mengganggu pertumbuhan pisang dewasa.

Almacen

Alternative Marketing Center (Almacen) adalah lembaga pemasaran alternatif yang didirikan The Josefa Segovia Foundation (JSF) di Catalunan, Pequeno, Davao. Lembaga ini membantu memasarkan produk pertanian 1 4 desa di sekitar Davao. Melalui koperasi milik petani ini, Almacen menghubungkan petani dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Salah satu koperasi yang bekerja sama adalah Koperasi Serba Usaha Subasta yang memasarkan kakao. Koperasi di Desa Carmelitan Ericta yang berdiri sejak tahun 2008 ini memiliki 26 anggota. Mereka mengumpulkan modal 30

Learning from the Successes of Filipino Farmers Last August, VECO Indonesia, together with its partners, both farmers and non-governmental organisations, went on a study tour study to the Philippines. This five-day study tour from August 8 to 12 involved 28 people, including VECO Indonesia staff from all program areas, namely Jakarta, Java, Sulawesi and East Nusa Tenggara (NTT).

THROUGH this study tour, VECO Indonesia expected that its partners could learn directly from farmers in our neighbouring country, the Philippines. This is in keeping with one of VECO Indonesia's four main objectives, that is, to be a learning organisation. Nearly all of the sites we

visited were farmer organisations and cooperatives. Following are the sites we visited and the things that we learned on each site.

FEDCO

The Federation of ARB/Banana based Cooperatives in Mindanao (FED-

CO) is an umbrella organisation of 20 banana cooperatives with a membership of approximately 3,600 farmers. FEDCO was founded on 6 July 1 999 at the initiative of six banana cooperatives in the vicinity of Davao and the provinces of Davao del Norte and Compostela Valley. Approximately 5,000 hectares of members' land are planted with Cavendish bananas. As an umbrella organisation, FEDCO's job is to market the bananas of the cooperative's members. FEDCO is in charge of opening Cavendish banana export markets abroad, in

LONTAR - #3 - 2011

5


Reportase ribu peso per orang untuk membeli kakao basah dari petani anggota. Dengan modal tersebut, mereka membuat tempat pengeringan bersumber dari sinar matahari. Selama kunjungan, peserta melihat model pengeringan Koperasi Subasta sehingga bisa belajar cara pengeringan kakao yang baik. Pelajaran dari Almace adalah perlunya pengeringan terpusat untuk mendapatkan mutu kakao yang bagus. Jika pengeringan dilakukan sendiri-sendiri oleh petani, maka kualitas kakao akan berbeda karena setiap petani menilai kualitas produknya sendiri. Tingkat kekeringan kakao pun tidak sama. Melalui sistem pengeringan terintegrasi, kualitas kakao akan seragam. Model ini juga membantu petani belajar bagaimana places such as Japan, South Korea, the Middle East, and China. The cooperative also does production control and represents members in negotiating contracts directly with buyers. In 201 0, they succeeded in raising the selling price up to 1 0 times the former price. Banana cooperatives in the Philippines are the result of Agrarian Reform, a program to redistribute land to tenant farmers. After the program was implemented, companies gave land to their employees. The farmers were entitled to the land, although they still had to buy it from the government in installments over a 35year period. The lesson to be learned from FEDCO is that in striving to build a business, it is necessary to build its effectiveness in all areas from production through to marketing. The business must also be supported by coordinating all its members. The development of a sound business also requires commitment from its managers. They must not own businesses of the same kind as that of the members.

DABCO

The Dabco Agrarian Reform Beneficiaries Cooperative (DABCO) is a FEDCO member primary cooperative in the village or barangay of Dabco, Panabo city, Davao Del Norte province. The membership of this cooperative is 1 47 farmers. Members have an average 1 .02 hectares of

6

LONTAR - #2 #3 - 2011

membuat rumah plastik untuk pengeringan. Hal ini bisa diterapkan dengan biaya murah di sentra produksi kakao di Indonesia.

FEDDAFCI

Federation of Davao Dairy Farmers Coop (FEDDAFCI) terletak di Distrik Baguio, Kota Davao. Federasi koperasi susu ini merupakan bantuan pemerintah untuk membangun pabrik susu di wilayah Davao. Saat ini orang Filipina tidak suka minum susu, padahal banyak petani yang memelihara sapi susu perah. Karena itu pemerintah berusaha membangun pabrik susu untuk memasarkan produk petani. Federasi ini memiliki 1 3 anggota koperasi primer. Proyek ini adalah model bantuan pe-

land. On the way to the location, banana groves lined both sides of the road for a stretch of 3 kilometres. We were also constantly crossing paths with 40-foot container refigerator trucks carrying fresh bananas ready for export to destination countries. The varieties of bananas most widely grown here are Cavendish and Abaca. The arable land is worked into 1 -metre deep pits and 2-metre long mounds. The pits are to regulate the flow of water, since at the early stage, banana plants require a lot of water. The plants are tissue-culture grown so that they will be uniform in size and can be harvested simultaneously. Each seedling produces only two plants. When there are unwanted offshoots or suckers, these must be cut so they do not interfere with the

merintah di mana petani mendapat bantuan sapi perah dan wajib mengembalikan sapi perah dalam keadaan hamil setelah 5 tahun. Perjanjian yang dibuat adalah petani wajib memelihara sapi tersebut. Apabila sapi mati, maka petani wajib membayar angsuran dari harga sapi yang diberikan. Setiap petani mendapat bantuan 3 ekor sapi betina. Dalam 287 hari kemudian, sapi tersebut sudah bisa menghasilkan susu sebanyak 1 0 liter per ekor per hari. Saat ini jumlah susu yang ditampung sebanyak 1 .500 liter per hari. Federasi membeli seharga 20 peso, sekitar Rp 4.000, per liter susu dari koperasi primer.

MBRLC

Mindanao Baptist Rural Life Center

growth of the mother plant.

Almacen

The Alternative Marketing Center (Almacen) is an alternative marketing organisation that was established by The Josefa Segovia Foundation (JSF) in Catalunan, Pequeno, Davao. This organisation helps to market agricultural products of farmers from 1 4 villages around Davao. Through the cooperatives owned by these farmers, Almacen links the farmers with various parties, including the government. One of the cooperatives it works with is the Subasta Multi-Business Cooperative, which markets cocoa. This cooperative, which is based in the village of Carmelitan Ericta and was founded in 2008, has 26 mem-


(MBRLC) berada di Kinuskusan, Basalan, Kota Davao del Sur. Konsep MBRLC ini dimulai pada tahun 1 960an dan mulai beroperasi tahun 1 971 . Pendiri pusat pelatihan ini adalah Harold Ray Watson bersama istrinya, Elizabeth Joyce, dan tiga anak laki-lakinya. Tanah milik pusat pelatihan ini awalnya seluas 1 0 hektar dan kemudian berkembang menjadi 1 9 hektar. Dari semula gersang, kawasan ini kemudian dikembangkan menjadi pusat pelatihan. Strategi organisasi ini adalah riset, penyuluhan, pengembangan, pendidikan, evangelis dan misi. Mereka menyebutnya Research, Extension, Development, Education, Evangelism and Mission (REDEEM). Presiden MBRLC Roy C. Alimoane menerima kunjungan kami. Dia menjelaskan metode Sloping Agricultural Land Technology (SALT) atau teknologi pertanian model terasering. Dengan pembuatan terasering, wilayah ini sekabers. They raised capital amounting to 30 thousand pesos per person to purchase wet cocoa from member farmers. With this capital, they built a solar drying place. During the visit, participants went to see the drying model of the Subasta Cooperative so they could learn about the proper way to dry cocoa. The lesson of Almacen is the need for centralised drying to obtain good quality cocoa. If the drying is done by farmers individually, then the quality of the cocoa will vary, since each farmer assesses product quality on their own. Levels of dryness will differ too. Through an integrated drying system, the quality of the cocoa will be uniform. This model also helped farmers learn how to make a plastic house for drying. This can be

Jika pengeringan dilakukan sendirisendiri oleh petani, m aka kualitas kakao akan berbeda. . . . rang menjadi hijau kembali. Model SALT ini banyak diminati oleh berbagai pihak sehingga pelatihan berkembang. Mereka memiliki kelas Asian Rural Life Training Center di mana petani dari berbagai wilayah di Asia belajar tentang SALT.

USPD – SCC

United Sugarcane Planters of Davao – Saving & Credit Cooperative (USPD – SSC) merupakan koperasi simpan pinjam petani tebu di San Jose Hiway, Kota Digos, Provinsi Davao Del Sur. Di wilayah ini banyak perkebunan tebu kadone at low cost in cocoa production centres in Indonesia.

FEDDAFCI

The Federation of Davao Dairy Farmers Cooperative (FEDDAFCI) is situated in Baguio district, Davao city. This dairy cooperative federation is a government-assisted project to build a dairy plant in the Daveo region. Currently, Filipinos do not like drinking milk, even though many farmers raise dairy cows. Therefore, the government is trying to build a dairy plant to market the farmers' products. The federation has 1 3 member primary cooperatives. The project is a model for government aid, in which the farmers receive assistance in the form of cows and are obliged to return pregnant dairy cows in five years' time. The agreement made obliges the farmer to take care of the

rena sebelumnya merupakan wilayah pabrik tebu. Petani mendapat tanah dari program Reforma Agraria dan tetap melanjutkan penanaman tebu. Model koperasi ini sebenarnya bisa kita lakukan di Indonesia. Saat ini kebanyakan koperasi petani adalah simpan pinjam, tetapi masih dikelola secara tradisional dan tertutup. Koperasi simpan pinjam apabila bisa diperluas akan membantu petani mendapatkan akses modal lebih besar. Kombinasi dari model koperasi di sini dengan usaha FEDCO sebagai payung organisasi dari beberapa koperasi bisa membangun sebuah model bisnis yang bagus. Tinggal bagaimana merumuskan lebih dalam dari kombinasi ini.

MIEDECO

Malabog Integrated Enterprises Development Cooperative (MIEDECO) di Desa Malabog, Distrik Paquibato, Dacows. If a cow dies, the farmer must pay the price of the cow in installments. Each farmer gets three female cows. Within 287 days, these cows can produce as much as 1 0 litres of milk per cow per day. At present the amount of milk that can be accommodated is up to 1 ,500 litres per day. The federation buys the milk for 20 pesos, (Rp. 4,000) per litre from the primary cooperatives.

MBRLC

The Mindanao Baptist Rural Life Center (MBRLC) is in Kinuskusan, Basalan, Davao del Sur city. The MBRLC concept was born in the 1 960s and became operational in 1 971 . The founders of this training centre are Harold Ray Watson, his wife Elizabeth Joyce, and their three

LONTAR - #3 - 2011

7


Reportase vao. Karena jauhnya lokasi, maka petani anggota, AL Montajes, datang ke Davao untuk memberikan gambaran kegiatan koperasi. Koperasi MIEDECO berdiri pada tahun 1 986 dengan anggota 48 petani. Modal awal dari anggota sebesar 1 .480 peso, sekitar Rp 296.000. Dari kegiatan selama satu tahun, kemudian mendapat bantuan hibah sebesar 1 5.000 peso, sekitar Rp 3 juta, untuk melakukan kegi-

atan bersama anggota. Pada tahun 1 988, koperasi ini mendapat pinjaman dana sebesar 200.000 peso, sekitar Rp 40 juta, untuk membeli rumah, kendaraan, dan melakukan beberapa kali seminar membangun koperasi. Dari koperasi ini, anggota diwajibkan membayar keanggotaan sebesar 1 50 peso, Rp 30.000. Pada tahun 1 996 biaya keanggotaan dinaikkan menjadi 200 peso (Rp 40.000). Hal ini karena nilai

mata uang dan harga kebutuhan meningkat, sehingga iuran anggota juga ikut dinaikkan. Diskusi tentang koperasi MIEDECO ini menjadi penutup dari seluruh kegiatan belajar selama di Filipina. [Nana Suhartana, Koordinator Lapangan VECO Indonesia di Jawa, Peserta Kunjungan Belajar ke Filipina.] ers to gain access to greater amounts of capital. By combining the cooperative model observed here with that of the FEDCO enterprise as an umbrella organisation for several cooperatives, a good business model can be developed. How to make this combination remains to be formulated in greater depth.

MIEDECO

sons. The land belonging to the training centre was initially 1 0 hectares and later expanded to 1 9 hectares. Barren at first, the area was developed into a training centre. The strategies of the organisation are research, extension, development, education, evangelism and mission, which they refer to by the acronym REDEEM. MBRLC President Roy C. Alimoane received us on our visit there. He explained the method known as Sloping Agricultural Land Technology (SALT), a model agricultural technology for terracing. Through the creation of terraces, this region, once barren, has become green again. The SALT model was of great interest to a variety of different parties, so the training was expanded. They hold Asian Rural Life Training Center classes in which farmers from various regions in Asia learn about SALT.

USPD – SCC

United Sugarcane Planters of

8

LONTAR - #3 - 2011

I f such savings and loans cooperatives could be expanded, it would help farm ers to gain access to greater am ounts of capital. Davao – Saving & Credit Cooperative (USPD – SSC) is a sugarcane farmer savings and loans cooperative in San Jose Hiway, Digos city, Davao Del Sur province. In this region there are many sugarcane farms because it was once a sugar mill region. The farmers obtained the land through the Agrarian Reform program and continued to cultivate sugarcane. This cooperative model is actually quite applicable for us in Indonesia. Currently, most farmer cooperatives include savings and loans but they are still managed in a traditional, closed manner. If such savings and loans cooperatives could be expanded, it would help farm-

Due to the remote location of Malabog Integrated Enterprises Development Cooperative (MIEDECO) in Malabog village, Paquibato district, Davao, member farmer A.L. Montajes came to Davao to tell us about the activities of this cooperative. The MIEDECO ccoperative was founded in 1 986 with a membership of 48 farmers. The startup capital of the members was 1 ,480 pesos, around Rp 296,000. Based on their first year of activities, the members then received a grant of 1 5,000 pesos, around Rp 3 million, to carry out their joint activities. In 1 988, the cooperative secured a loan of 200,000 pesos, around Rp 40 million, to buy a building and vehicle, and to conduct a series of seminars to develop the cooperative. Members of this cooperative were obliged to pay membership fees of 1 50 pesos, or Rp 30,000. In 1 996 the membership fee was raised to 200 pesos (Rp 40,000). This was because currency value and the cost of basic necessities had gone up, so membership dues were also raised. The discussion of the MIEDECO marked the conclusion of the learning activities in the Philippines. [Nana Suhartana, VECO Indonesia Field Coordinator in Java, Philippines Study Tour Participant.]


Kepercayaan, Kunci Keberhasilan Koperasi Petani Pisang Banyak pelajaran dari kunjungan ke organisasi dan koperasi petani di Davao, Filipina Agustus lalu. Salah satu pelajaran bisa diambil dari Koperasi Petani Pisang Mindanao atau Federation of ARB/Banana Based Cooperative of Mindanao (FEDCO), koperasi skunder petani pisang di Davao City serta Provinsi Davao Del Norte, Davao Del Sur dan Compostela Valley, Filipina.

FEDCO berdiri pada 5 Juli 1 999. Dia koperasi sekunder dengan sekitar 20 anggota koperasi dan 3.600 petani perorangan yang mengelola hampir 5.000 hektar tanah dengan komoditi tunggal pisang. Mereka mengekspor pisang cavendish hingga Jepang, Cina, Korea dan Timur Tengah. Kehadiran FEDCO secara perlahan memperbaiki nasib petani pisang. Petani anggota mampu mengembangkan pisangnya secara lebih baik. Petani juga lebih bebas melakukan negosiasi harga dengan pembeli melalui FEDCO sehingga perusahaan besar pun tidak lagi mendikte proses produksi yang dilakukan oleh petani pisang. Hal ini merupakan keberhasilan besar bagi petani. Sukses terbesar pada 201 0 adalah ketika FEDCO mampu meningkatkan harga penjualan hingga 1 0 kali lebih tinggi dari harga penjualan sebelumnya. Di bawah kepemimpinan Ireneo, FEDCO melakukan misi perdagangan internasional dan membuat kontrak secara langsung dengan para pembeli buah tingkat global seperti di Jepang, Cina, Korea, dan Timur Tengah. Harga pisang

di Jepang saat ini bahkan bisa mencapai US$ 5-6 per kotak. Sedangkan di Timur Tengah bisa mencapai US$ 7 tiap kotak. Sebelum itu, petani hanya bisa menjangkau pasar lokal.

Prinsip

Kesuksesan FEDCO sebagaimana tergambar di atas bukanlah tanpa sebab. Banyak prinsip dan strategi yang dipegang teguh FEDCO. Prinsip inilah penentu keberhasilan FEDCO saat ini hingga menembus pasar internasional. Pertama, menjaga kepercayaan mitra dagang (pembeli). Kesuksesan FEDCO karena mereka mampu menjaga kepercayaan pembelinya dari Cina, Jepang,dan Timur Tengah. Komitmen dan keseriusan FEDCO dalam meladeni kebutuhan konsumen baik volume maupun mutu membuat para pembeli tidak sulit mengeluarkan uang muka untuk pembelian pisang dari FEDCO. Segala hal, terutama volume dan mutu barang, harga, serta penanggung risiko bila tidak memenuhi standar mutu yang diminta, dituangkan dalam kontrak kerja sama. Kedua belah pihak, FEFCO dan pembeli mematuhinya secara maksimal.

Kedua, manajemen, kepemimpinan dan demokrasi internal. Hal prinsipil di FEDCO, setiap jabatan diisi orang yang tepat dan berpengalaman di bidangnya. FEDCO saat ini memiliki 7 pengurus di mana 4 orang memiliki masa kerja 2 tahun sedangkan 3 orang selama 1 tahun yang berpengalaman dalam membangun koperasi bisnis. FEDCO juga mengatur seorang manajer tidak boleh menjalankan bisnis yang sama karena bisa menjadi pesaing dari koperasi yang dipimpinnya. Ketiga, manajemen sumber daya manusia. Bagi FEDCO, pendidikan adalah unsur penting dalam pengembangan koperasi agar berhasil. Itu sebabnya FEDCO memfasilitasi berbagai pelatihan anggota. Dana ini dibayar oleh petani anggota tapi dalam jumlah kecil melalui mekanisme dana untuk pelatihan anggota. FEDCO juga memfasilitasi kunjungan petani anggota untuk bertemu pembeli di Jepang dan Cina. Wawasan petani pun terbuka dan tahu kondisi atau kebutuhan pasar. Proses perekrutan staf FEDCO benar-benar mengikuti standar umum seperti di perusahan multinasional.

LONTAR - #3 - 2011

9


Reportase Keempat, manajemen keuangan. Sebagaimana umumnya koperasi, FEDCO juga tumbuh dari kemampuan sendiri. Dari aspek permodalan dilakukan penggalangan dana anggota melalui mekanisme CTF yaitu biaya untuk pendidikan anggota dan iuran serta saham (Capital Build Up/CBU). Iuran terakhir akan dipakai untuk biaya operasional internal organisasi dan modal usaha. Untuk bis-

nis pisang, modal diperoleh dari pembeli. Biasanya pembeli memberi panjar kepada FEDCO. Dengan uang ini FEDCO bisa membeli dan bayar tunai ke petani saat proses pengumpulan pisang. Kelima, pengembangan pelayanan kepada anggota. Sejauh ini, belum ditemukan satu hambatan mendasar yang mengancam masa depan FEDCO. Satu-satunya tantangan yang dihadapi

Trust – A Banana Farmer Cooperative's Key to Success Many lessons emerged from our visits to farmer organisations and cooperatives in Davao, the Philippines, this past August. One of these lessons was drawn from the Mindanao Banana Farmer Cooperative or Federation of ARB/Banana Based Cooperatives of Mindanao (FEDCO), a secondary banana farmer cooperative covering Davao City and the provinces of Davao Del Norte and Davao Del Sur and the Compostela Valley in the Philippines.

FEDCO was founded on 5 July 1 999. It is a secondary cooperative comprising around 20 member cooperatives and 3,600 individual farmers, who cultivate nearly 5,000 hectares of land with bananas as their sole commodity. They export Cavendish bananas to Japan, China, Korea and the Middle East. The presence of FEDCO has gradually improved the fates of the banana farmers. It has enabled member to develop their banana

10

LONTAR - #2 #3 - 2011

production better. They have also gained more freedom to negotiate prices with buyers through FEDCO, so that big companies no longer dictate their production processes. This constitutes a huge success for the farmers. The greatest success came in 201 0 when FEDCO managed to increase their sale price ten times higher than it was before. Under the leadership of Mr. Ireneo, FEDCO undertook international trade missions and made direct contracts with global fruit buyers for places

FEDCO adalah bagaiamana menjaga agar kesukesesan bisnis ini tetap terjaga dan pelayanan FEDCO ke anggota semakin luas. Oleh karena itu, saat ini FEDCO secara perlahan memperluas layanannya bagi anggota dan aktif dalam program pengembangan pisang. Saat ini, FEDCO terlibat dalam program penguatan kerja sama petani pisang dan pedagang di Mindanao.

such as Japan, China, Korea and the Middle East. The current price for bananas in Japan may be as high as US$ 5-6 per box. Whereas in the Middle East it may rise to US$ 7 per box. Previously, the farmers could only reach local markets.

Principles

FEDCO's success, as described above, is not without cause. FEDCO holds firm to a number of principles and strategies. These principles are the determinants of FEDCO's present success in penetrating the international market. First, is maintaining credibility with trading partners (buyers). FEDCO has succeeded because it has managed to maintain credibility with its buyers from China, Japan, and the Middle East. FEDCO's commitment and seriousness in serving consumer needs, both in terms of volume as well as quality, have made it easy for buyers to issue advances on banana purchases from


Reportase Mereka menerapkan pertanian lebih ramah lingkungan, memproduksi pisang berkualitas tinggi dengan harga adil, serta melakukan tanggung jawab sosial dan pengembangan sumber daya manusia. Semangatnya mewujudkan kompetisi yang adil bagi semua aktor perdangangan pisang. FEDCO juga memfasilitasi pengembangan komoditi selain pisang di tingkat

FEDCO. Everything – especially regarding the volume and quality of goods, prices, as well as guarantors of risk in case the required quality standards are not fulfilled – is specified in cooperative contracts. Both parties, FEFCO and buyer adhere to them to the maximum. Second, is internal management, leadership and democracy. As a matter of principle, every position at FEDCO is filled by appropriate people who are experienced in their fields. FEDCO currently has a management board of seven people who have experience in developing business cooperatives – four of them have tenure for two years, and three of them, for one year. FEDCO also has a regulation that a manager may not conduct a similar business, since it could become a competitor of the cooperative that he or she heads. Third, is human resource management. For FEDCO, education is a crucial element in developing the cooperative to succeed. To this end,

anggota, yaitu kakao dan kelapa sawit. Hal ini adalah salah satu strategi diversifikasi usaha FEDCO untuk menghindari risiko kalau ada masalah besar dengan pisang, speerti penyakit, harga rendah, dan seterusnya. FEDCO bekerja sama dengan berbagai mitra dan jaringannya antara lain pemerintah maupun LSM. Salah satunya melalui pengembangan kakao bekerja-

FEDCO facilitates various trainings for members. The training fees are paid by the member farmers, but in small amounts through the mechanism of a fund for member training. FEDCO also facilitates member farmer visits to meet buyers in Japan and China. This broadens farmers' insights and knowledge of market conditions and needs. FEDCO staff recruiting processes also adhere strictly to common standards like those found in multinational companies. Fourth, is finance management. As is common among cooperatives, FEDCO has developed based on its own capacities. In terms of capitalisation, funds are raised from the membership through the mechanisms of the Capital Training Fund (CTF), that is, member education fees, as well as dues and shares, or Capital Build Up (CBU). The remaining contributions are used to cover internal operating costs of the organisation and as business capital. In the banana business, capital is obtained from the buyers. The buyer usually gives a down payment to FEDCO. Using this money FEDCO

sama dengan ACDI VOCA. Namun prinsip dasarnya tetap dipegang yaitu tetap menjadi koperasi mandiri untuk mengembangkan bisnisnya demi keberlanjutan. [Henderikus AM Gego , Koordinator Lapangan VECO Indonesia NTT 1, Peserta Kunjungan Belajar ke Davao, Filipina.] can buy and pay cash to farmers during the process of collecting the bananas. Fifth, is the development of services to members. So far, no basic obstacles have been encountered that threaten FEDCO's future. The only challenge FEDCO faces is how to ensure that its business success continues to be maintained, and increasingly broaden its services to members. Therefore, right now FEDCO is slowly expanding the area and services for members and is an active player in banana development programs. Currently, FEDCO is involved in a program to strengthen cooperation between banana farmers and merchants in Mindanao. They They are implementing more environmentallyfriendly agriculture, producing highquality bananas for fair prices, as well as carrying out social responsibilities and developing human resources. All in the spirit of realising fair competition for all actors in the banana trade. FEDCO also facilitates memberlevel development of commodities other than bananas, such as cocoa and oil palm. This is an enterprise diversification strategy that FEDCO employs to avoid risks in the event of big problems with bananas, such as disease, low prices, and so on. FEDCO collaborates with a variety of partners and their networks, including the government and NGOs. One of these collaborations, which came through cocoa development, is with ACDI VOCA. But the basic principle still holds, that it must continue to be an independent cooperative to develop its business for sustainability. [Henderikus AM Gego, VECO Indonesia NTT Field Coordinator 1, Davao, Philippines Study Tour Participant.]

LONTAR - #3 - 2011

11


Kelompok Tani

Asosiasi Bituna

Menjadi Tuan Atas Komoditi Sendiri Foto-foto: Agustinus Bria

Dengan sumber daya terbatas, petani Bituna memperoleh pendapatan lebih dari Rp 1 milyar per tahun.

PADA 30 November 2006 di Desa Fatusene, petani bersama pemerintah desa, tokoh adat dan masyarakat, serta Badan Perwakilan Desa (BPD) membentuk Asosiasi Bituna. Nama asosiasi diambil dari nama wilayah di Bikomi, Tunbaba dan Naibenu (Bituna). Jumlah anggota pada saat itu 1 1 desa di Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT). Bermodalkan Rp 1 1 .000.000 dari anggota, asosiasi mulai mengorganisir pemasaran komoditi di setiap desa. Pada awalnya petani hanya menjual produk kemiri. Namun, asosiasi kemudian menjual komoditi lain, yaitu asam, kacang tanah dan sapi. Jumlah anggota juga bertambah terus. Program utama Asosiasi Bituna adalah pemasaran bersama. Kader pemasaran menjadi ujung tombak program ini. Baik pengurus maupun kader pemasaran belajar agar mengetahui seluk-beluk bisnis. Keduanya dengan sadar merelakan waktu, tenaga meskipun tidak pernah diberi insentif. Berdasarkan nilai-nilai inilah, pengurus dengan suka rela membesarkan asosiasi. Pengurus asosiasi juga selalu memperrtangungjawabkan keuangan dalam setiap kesempatan. “Uang ini milik banyak orang. Saya takut kalau ada tekor sehingga saya lapor setiap saat,” ujar Yoventa Salu, Bendahara Asosiasi. Kekuatan Asosiasi Bituna adalah

12

LONTAR - #3 - 2011

kemampuannya memadukan gereja, adat dan pemerintah. Pendekatan awal dilakukan melalui lembaga adat, gereja dan pemerintah. Petani wilayah ini memandang adat dan agama sesuatu yang “sakral”. Aturan adat dan gereja bisa mengalahkan aturan dari mana pun. Orang lebih takut adat dan gereja daripada aturan pemerintahan.

Terbantu

Dengan kekuatan tersebut, petani yang bergabung pun terus bertambah. Saat ini anggota asosiasi mencapai 1 8

desa atau lopotani (gabungan kelompok tani) dengan jumlah anggota 2.595 orang. Mereka tergabung dalam 1 47 kelompok tani. Wilayah kerja asosiasi pun bertambah mencakup empat kecamatan, yaitu Miomaffo Timur, Bikomi Utara, Bikomi Tengah, dan Naibenu. Setelah bergabung pemasaran bersama, petani mengaku mendapat manfaat. Beatrix Taus dari Desa Fatusene mengaku terbantu karena dulu dia menjual kacang tanah seharga Rp 4.000 – Rp 5.000 per kilogram namun sekarang Rp 8.500 per kilogram. Pendapatannya pun bertambah. “Dengan jual kacang tanah, saya beli sapi tiga ekor dan selebihnya untuk biaya anak sekolah dan perbaiki rumah,” ujar Beatrix.

Dengan kapasitas terbatas, asosiasi terus berupaya meningkatkan volume komoditi. Sampai tahun 201 0, asosiasi telah menjual 433.1 75 ton asam, kemiri dan kacang tanah. Mereka juga telah menjual 1 .002 ekor sapi. Total pendapatan pada tahun 201 0 sebesar Rp 1 .336.555.050 dengan total fee sebesar Rp 39.782.750. Fee dari pengusaha tersebut di luar nilai transaksi antara petani dan pengusaha sehingga tidak ada potongan dari anggota asosiasi. Keberhasilan tersebut merupakan buah jerih payah dan kerja sama mereka meskipun dengan sumber daya terbatas. Asosiasi Bituna menunjukan, pemasaran bersama mampu mengangkat posisi tawar petani di depan pengusaha. Petani mendapat harga lebih tinggi dibanding harga umum. Timbangan yang digunakan juga milik asosiasi sehingga lebih menguntungkan petani. “Kalau dulu, pengusaha datang bawa timbangan sendiri sehingga kita sulit dikontrol petani,” ungkap Servas Koa, petani di Desa Benus. Pengusaha pun mengaku senang dengan kerja sama dengan Asosiasi Bituna. “Saya senang bekerja sama dengan asosiasi karena produknya banyak. Saya juga tidak repot lagi menyortir di gudang. Karena biaya semakin kecil, maka saya tidak rugi kalau memberikan harga tinggi bagi anggota asosiasi,” kata Haji Nasir, pemilik UD. Mulia Jaya di Kefamenanu. Asosiasi tidak hanya memberikan keuntungan untuk petani tetapi juga pengusaha sehingga dulu pengusaha sebagai lawan sekarang telah menjadi kawan. [Agustinus Bria, staf Yayasan Mitra Tani Mandiri TTU, Pendamping Asosiasi Bituna]


Kabar Veco

Petani Timor Belajar Rencana Usaha

Foto-foto: VECO Indonesia

Pelatihan ICS untuk Tingkatkan Kualitas Kakao

VECO Indonesia bersama PT Mars Symbioscience dan Rainforest Alliance mengadakan pelatihan Sistem Penjaminan Internal atau Internal Control System (ICS) untuk petani mitra VECO Indonesia di kantor lapangan Nusa Tenggara Timur (NTT) 2. Pelatihan diadakan di Dusun Wolorona, Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulang Gitan, Kabupaten Flores Timur. Kegiatan diikuti 40 peserta dari kelompok produsen kakao anggota Jaringan Petani Wulan Gitan (Jantan), Asosiasi Petani Kakai Nangapenda (Sikap), Asosiasi Petani Bituna, serta LSM mitra di wilayah NTT 2. Selama tiga hari pelatihan, peserta belajar menyusun struktur ICS di lembaga masing-masing sesuai kebutuhannya. Peserta juga belajar tentang kebijakan PT. Mars Symbioscience dalam pemasaran kakao. Dengan demikian mereka akan memperoleh informasi tentang kebijakan pembelian kakao oleh perusahaan tersebut. Materi lain adalah tentang standar kualitas kakao serta peran ICS dalam penjaminan mutu. Pada hari terakhir, peserta mempraktikkan teori tersebut ke lapangan untuk kemudian didiskusikan bersama.

Pada 23-24 Agustus VECO memfasilitasi pembuatan rencana usaha (business plan) bagi petani anggota Asosiasi Petani Bituna di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama pelatihan, peserta belajar tentang kerangka rencana usaha yang akan dijalankan asosiasi petani dengan komoditi utama kacang tanah, asam, dan sapi ini. Peni Agustiyanto, Koordinator Lapangan VECO Indonesia memfasilitasi pelatihan. Selama pelatihan, peserta merumuskan strategi dan tindakan untuk mendukung rencana usaha tersebut. Dari sisi pendanaan, setiap gabungan kelompok tani (lopotani) siap menyetor modal awal Rp 1 juta selain juga mengintensifkan honor pemasaran dan iuran anggota. Untuk penguatan kelompok tani, para anggota akan melakukan pertemuan asosiasi per tiga bulan maupun pertemuan kelompok tiap bulan.

Mengenalkan Pangan Sehat ke Supermarket Pada 7 Agustus 201 1 lalu tim Healthy Food Healthy Living (HFHL) VECO Indonesia di Solo Raya mengadakan kegiatan Healthy Food Clinic di Carrefour Solo. Kegiatan ini pertama kali diadakan dan ke depan akan dilakukan setiap bulan. Selama kegiatan ini, ada 24 pengunjung, terdiri dari 21 perempuan dan 3 laki laki, yang berkonsultasi. Ada dokter, ibu rumah tangga, dan kalangan masyarakat lainnya. Sebagian besar pengunjung tersebut mengaku ingin memperoleh informasi tentang pangan organik. Mengapa dia bisa jadi alternatif pangan sehat, apa jaminannya kalau bahan pangan tersebut organik, bagaimana mengolahnya, dan seterusnya. Kegiatan sehari itu membuktikan bahwa peluang pasar pangan sehat di Boyolali maupun Solo masih terbuka lebar. Buktinya, beras sehat yang dijual pun dengan segera habis dibeli pengunjung.

Dirjen PMD Kunjungi Program VECO Indonesia VECO Indonesia menerima rombongan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dirjen PMD) Departemen Dalam Negeri pada pertengahan September lalu. Kunjungan tersebut diikuti sekitar 30 peserta dari berbagai provinsi, seperti Aceh, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Mereka mengunjungi lokasi program lembaga donor VECO Indonesia di Bali yaitu Healthy Food Healthy Living (HFHL) di Blahbatuh, Gianyar dan penyadaran konsumen di Denpasar. Di Blahbatuh, sekitar 30 orang tersebut melihat program sistem pertanian terintegrasi yang lebih dikenal dengan nama Simantri. Di lokasi Simantri 31 ini, VECO Indonesia mengelola program HFHL yang bekerja sama dengan petani. Peserta kunjungan juga berdiskusi dengan petani. Di Denpasar, Dirjen PMD mengunjungi kios organik milik Konsorsium Penyadaran Konsumen Bali dan berdiskusi tentang program penyadaran konsumen.

LONTAR - #3 - 2011

13


Kabar Mitra

Kuliner Indonesia Perlu Dipromosikan ke Dunia

Foto: VECO Indonesia

Bersama Mitra Mendiskusikan Rantai Komoditi Kopi

Mitra VECO Indonesia di Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 mengikuti pertemuan tahunan mitra di komoditi kopi. Pertemuan diadakan di kantor lapangan VECO Indonesia NTT 1 di Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT pada 4 Juli 201 1 lalu. Dalam pertemuan sehari tersebut, hadir 33 peserta dari organisasi petani maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) mitra, seperti Lembaga Advokasi dan Pengembangan Masyarakat (Lapmas), Delsos, Perhimpunan Petani Watuata (Permata), Komunitas Cinta Indonesia (KCI), dan lain-lain. Agenda utama pertemuan tahunan tersebut adalah refleksi konteks dan hasil-hasil kerjasama program serta refleksi internal organisasi petani dan agenda penguatannya ke depan. Peserta, misalnya, sepakat bahwa organisasi petani mitra VECO Indonesia bisa mengubah pola pikir petani dalam budi daya kopi. Melalui pendampingan oleh VECO Indonesia dan mitra, petani juga semakin banyak yang bergabung dalam keanggotaan koperasi kredit. Hal positif lainnya adalah meningkatnya budaya kerjasama dan gotong royong melalui pemasaran bersama kopi oleh petani.

Konsorsium Penyadaran Konsumen Bali bersama Forum Fair Trade Indonesia mengadakan fair trade lunch pada 1 1 Agustus 201 1 lalu. Pembicara dalam diskusi setengah hari tersebut adalah Janet De Neef, pemilik tiga restoran di Ubud, Bali yang juga penulis buku tentang masakan Bali. Sekitar 30 peserta dari ibu PKK, aktivis LSM, serta pegawai negeri hadir dalam diskusi di kantor FFTI di Sanur, Denpasar tersebut. Tema fair trade lunch kali ini adalah tentang bagaimana mengangkat makanan Indonesia dan Bali khususnya agar bisa lebih dikenal di pasar internasional. Menurut Janet, masakan Bali maupun Indonesia punya potensi besar selain karena unik juga karena memiliki nilai budaya dan kesehatan tersendiri. Namun, promosi masakan Bali ini perlu dilakukan pemerintah dan seluruh masyarakat. “Kalau kuliner Indonesia maju, maka faktor lain, seperti pariwisata dan pertanian juga akan terdorong maju,� kata Janet.

Foto: Konsorsium Penyadaran Konsumen Bali

Jalan Sehat Kampanye Pangan Sehat Untuk mengampanyekan pangan sehat pada masyarakat lebih luas, Konsorsium Solo Raya (KSR) menyelenggarakan jalan sehat bekerjasama dengan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kabupaten Boyolali pada 1 5 Juli 201 1 lalu. Kegiatan bertema Jalan Sehat Pangan Sehat ini dalam rangka Hari Koperasi ke-64 tingkat Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sekitar 2.500 peserta dari instansi pemerintah, unit koperasi, organisasi massa, kelompok konsumen, dan lain-lain mengikuti kegiatan ini. Selain jalan sehat, pada kegiatan ini ada pameran berbagai produk sehat oleh 1 0 orang petani produsen. Produk tersebut antara lain beras, sayur mayur, dan makanan olahan. Penyebaran informasi seputar pangan sehat juga dilakukan melalui brosur, buletin, poster dan buku saku, dan lain-lain. Kegiatan juga dimeriahkan oleh hiburan kesenian lokal berupa reog dan ditutup dengan pembagian hadiah untuk peserta.

14

LONTAR - #3 - 2011

Foto: Konsorsium Solo Raya


Kabar Mitra

Berbagi Informasi Seputar Pangan Sehat Kader pangan sehat bertemu dalam Forum Kader Pangan Sehat yang diadakan Konsorsium Solo Raya (KSR) pada 1 5 Agustus 201 1 di Balai Kelurahan Kadipiro, Banjarsari, Solo. Sekitar 20 kader pangan sehat di Solo dan Boyolali hadir dalam forum tersebut. Mereka bertukar informasi dan pegalaman dalam kegiatan pangan sehat di wilayah masing-masing. Misalnya, pengalaman mengampanyekan pangan sehat melalui kelompok serta bagaimana mengelola stokis pangan sehat sekaligus memberikan pelayanan produk dan informasi. Forum kader ini juga diisi materi dan praktik dari Ir. Daryanti, MP, Dosen Universitas Tunas Pembangunan Surakarta tentang kandungan zat berbahaya dalam makanan, cara mendeteksi dan cara mengurangi kandungan dalam makanan tersebut. Beberapa produk yang diuji coba adalah mie basah, ikan segar, tahu, ikan kering, dan lainlain. Nantinya, peserta diharapkan meneruskan informasi ini pada kelompok pangan sehat di wilayahnya masing-masing.

Foto: Konsorsium Solo Raya

‘You Are What You Eat’! Perhimpunan Indonesia Berseru (PIB), mitra VECO Indonesia untuk program pangan sehat, melaksanakan diskusi konsumen kerja sama Respect Magazine dengan Tupperware Home pada awal Agustus lalu di Jakarta. Dalam diskusi ini, pembaca diajak mengingat kembali bahwa apa yang kita makan tidak hanya menentukan kesehatan tubuh kita tetapi juga mendefinisikan sikap apa yang kita ambil dalam membantu sesama rakyat Indonesia. ‘You Are What You Eat’! Peserta diskusi mendengarkan penjelasan Dr. Amarullah, pakar homeopathyc, naturophatic antiaging medicine, mengenai manfaat pangan organik pada kesehatan manusia. Pembicara mengingatkan kembali kebiasaan-kebiasaan dalam mengolah dan mengonsumsi makanan dan apa akibatnya pada sel-sel tubuh kita. Penjelasan manfaat pangan organik dari sisi medis ini kemudian dilengkapi dengan penjelasan manfaat pangan lokal dan organik bagi produsen pangan itu sendiri, yaitu petani skala kecil. Diskusi ditutup dengan acara berbuka bersama dengan menu beras organik.

Foto: Perhimpunan Indonesia Berseru

Foto: Aliansi Petani Indonesia

Organisasi Petani Adakan Konsultasi Nasional Petani Indonesia Tiga organisasi petani tingkat nasional, yaitu Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti) mengadakan pertemuan konsultasi nasional petani Indonesia. API merupakan mitra VECO Indonesia yang fokus pada advokasi, terutama di tingkat nasional. Pertemuan pada 1 0-1 1 Agustus ini bekerja sama dengan IFAD-FAO dalam program Medium Term Cooperation (MTCP) Wilayah Asia Pasifik. Dalam pertemuan tersebut, hadir Menteri Pertanian Suswono, Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, wakil dari Kementrian Perekonomian, wakil dari BULOG, wakil dari FAO dan IFAD Indonesia, serta perwakilan petani dari berbagai organisasi petani Indonesia. API, SPI, dan Wamti menyampaikan tiga hal penting tentang tantangan petani Indonesia saat ini, yaitu produksi, distribusi serta kebijakan pertanian.

LONTAR - #3 - 2011

15


Laporan Pencapaian Global Vredeseilanden Foto: Vredeseilanden

VREDESEILANDEN , induk VECO Indonesia di Belgia, mengeluarkan Laporan Tahunan 201 0 pada Juli 201 1 lalu. Dalam laporan sepanjang 92 halaman tersebut, Vredeseilanden menyampaikan pencapaian dan dampak program di seluruh VECO regional, antara lain Ekuador, Peru, Togo, Benin, Uganda, Indonesia, dan Vietnam sepanjang tahun 201 0. Berikut adalah beberapa hal penting dalam Laporan Tahunan Vredeseilanden 201 0 tersebut.

gian besar petani mengalami kecanduan opium dan kelaparan. Sembilan tahun kemudian, mereka berubah menjadi petani terorganisir dan bahkan memiliki perusahaan pengolahan dan pemasaran. Pendapatan mereka meningkat. Kelaparan tinggal masa lalu. Pada tahun 201 0, Vredeseilanden menghentikan dukungan pada kelompok tani tersebut dan mengalihkan dukungan untuk mendukung perempuan setempat.

Selesainya Program di Laos

Ekspedisi Benin

Organisasi pembangunan sering dikritik. Mereka bisa membantu orang lain namun di satu sisi justru mereka sendiri tergantung pada pihak lain. Ketergantungan ini merupakan risiko. Karena itu, Vredeseilanden berusaha menghubungkan bantuan ekonomi untuk tujuan yang jelas sekaligus sebagai skenario jalan keluar. Ketika Vredeseilanden memulai dukungan pada keluarga petani di 53 desa pegunungan di Laos pada tahun 2002, seba-

16

Foto: Vredeseilanden

LONTAR - #3 - 2011

Delapan tahun lalu, Vredeseilanden mulai fokus pada budi daya beras di Benin, Afrika Barat. Beberapa tahun setelahnya, 5.000 petani berhasil meningkatkan kualitas padi mereka. Pada tahun 201 0, untuk pertama kalinya, organisasi petani setempat mengekspor beras melalui praktik perdagangan berkeadilan (fair trade). Beras Benin dengan mudah ditemukan di Belgia, seperti Colruyt, Okay dan Spar. Untuk mengeksplorasi peluang dan

Foto: Vredeseilanden


Kabar Internasional tantangan proyek untuk keluarga petani, delegasi pemimpin bisnis terkemuka Belgia berkunjung ke Benin. Cerita ini bisa dengan mudah ditemukan di media massa. Bersama Colruyt Group, Vredeseilanden juga mengorganisir kegiatan khusus.

Kegagalan Paling Brilian

Tidak ada kesuksesan dan kemajuan tanpa kegagalan. Demikian prinsip Institut Kegagalan Brilian Belanda (Dutch Institute for Brilliant Failures). Lembaga ini mencoba membuka sisi lain dari kegagalan, hal yang jarang dibuka oleh lembaga pembangunan. Untuk mendorong keterbukaan sekaligus menghar-

Foto: Vredeseilanden

Foto: Vredeseilanden

gai kemauan untuk membaginya, lembaga ini mengadakan penghargaan Kegagalan Paling Brilian dalam Kerjasama Pembangunan, September 201 0 lalu. Vredeseilanden dengan bangga menerima hadiah pertama dalam penghargaan tersebut. Kami mengirimkan cerita kegagalan koperasi petani di Kongo.

masyarakat Belgia dan organisasi petani Kongo, AgriCongo. Jaringan baru ini berhasil mendorong lahirnya aturan pertanian baru dengan mempertimbangkan pertanian keluarga (family agriculture) sebagai batu loncatan dalam pembangunan pertanian Kongo.

Kongo, Setelah 50 Tahun Kemerdekaan

Tak seorang pun di Belgia yang ketinggalan besarnya jumlah artikel, buku, atau pameran tentang Kongo. Vredeseilanden ingin sekali mengubur pembicaraan nostalgia tentang masa lalu Kongo, dan sebaliknya mendiskusikan masa depan negara ini. Fotografer Jimmy Kets berkunjung ke North Kivu untuk memotret pekerjaan mitra kami. Selanjutnya, Vredeseilanden juga merintis kerja bersama antara lembaga swadaya

Di Belgia, kampanye FairTradeTown terus dilakukan. Sepanjang tahun 201 0, ratusan plakat FairTradeTown diberikan. Ada satu fokus penting dari enam kriteria, mempromosikan pangan lokal berkelanjutan. Di Selatan, kami juga meluncurkan program kampanye menarik tentang pangan sehat, bekerja sama dengan Zuiddag Foundation, kami melaksanakan pilot project healthy food healthy living. Seluruhnya dirancang dan dikerjakan oleh anak-anak muda.

Jimmy Kets

Jimmy Kets

Lebih Fokus pada Keberlanjutan Pangan

LONTAR - #3 - 2011

17


Profil

Mercya Sampai Menitikkan Air Mata Isu kesehatan dan kaum muda tak juga pergi dari hidup Mercya Soesanto setelah dia bekerja di VECO Indonesia sebagai Koordinator Program Healthy Food Healthy Living. Sebelumnya, ibu dua anak ini juga bekerja di isu HIV/AIDS di mana dia juga terlibat banyak dengan anak-anak muda. Dia membagi gagasannya tentang peran anak muda untuk mewujudkan pangan sehat bagi semua.

Apa hubungan antara isu HIV & AIDS dengan pangan sehat?

Hubungan keduanya sangat erat. Kualitas manusia salah satunya ditentukan oleh kebiasaan makan dan perilaku sehat. Segala sesuatu berawal dari makanan. You are what you eat. Jadi makanan yang masuk ke tubuh akan memengaruhi kesehatan. Kita yang sehat maupun yang sakit, termasuk yang terinfeksi HIV & AIDS, tetap butuh makanan. Menjadi manusia sehat memerlukan asupan gizi sehat dan berimbang apalagi jika dalam keadaan sakit. Nutrisi gizi ini didapat dari makanan yang diproduksi secara sehat tanpa input bahan kimia disertai cara pengolahan dan mengonsumsi yang benar.

Apa pentingnya program HFHL bagi petani dan anak-anak muda?

HFHL adalah program kampanye membangun kesadaran konsumen pangan sehat agar hidup sehat. Program ini dimotori kaum muda tapi ditujukan kepada seluruh lapisan pangsa pasar. HFHL dirancang, dikemas dan dilakukan dengan ciri khas kaum muda. Fresh and trendy, fun and stay healthy. Program ini berkaitan erat antara produsen, dalam hal ini petani, dan konsumen, kaum muda dan lainnya. Jika semakin banyak kaum muda mengonsumsi pangan sehat, maka akan semakin meningkat pula permintaan terhadap beras sehat petani kita. Jika didukung mekanisme rantai pemasaran yang fair, maka petani akan semakin diuntungkan.

Kesan selama mengoordinir program HFHL dan ke Belgia akhir tahun lalu?

18

Sangat menarik, berbobot dan

LONTAR - #3 - 2011

mengesankan. HFHL kerjasama antara VECO Indonesia dan ZuidDag atau The South Day Foundation di Belgia. Selama di Belgia akhir tahun lalu, 1 2 Youth Ambassadors dari Solo dan Bali presentasi di hampir 1 00 sekolah setingkat SMP & SMA di sana. Menyaksikan kaum muda Indonesia mengajak kaum muda Belgia untuk peduli terhadap keberlangsungan kualitas kehidupan manusia dan alam melalui pangan sehat merupakan pengalaman sangat berharga. Saya sampai menitikan air mata ketika HFHL Youth Ambassador presentasi di depan hampir 350 kaum muda Belgia di Theatre Room di Halle salah satu kota di Belgia. Mereka penuh percaya diri, berbicara dalam bahasa Inggris fasih dan penuh semangat. Hasilnya, pada 21 Oktober 201 0 lalu hampir 1 0.000 kaum muda Belgia beserta 1 2 Youth Ambassadors ikut dalam program Work for Change

untuk mendukung peningkatan kesadaran konsumen akan pangan sehat melalui program HFHL ini.

Bagaimana pola pangan kaum muda saat ini?

Saat ini kaum muda diuntungkan dengan beragamnya variasi makanan. Pengalaman saya bertemu kaum muda melalui program HFHL maupun kesempatan lain, kecenderungannya banyak yang menyukai santapan-santapan praktis dan modern meski belum tentu junk food. Menjamurnya restoran, kedai dan food centre di perkotaan maupun pedesaan memberikan kesempatan kaum muda memilih pangan di mana sepertinya makanan cepat saji lebih menjadi pilihan. Saya punya kerinduan kaum muda tetap trendy dan sehat dengan mengenal pola pangan dari luar Indonesia tetapi juga bangga mengonsumsi bahkan kalau bisa mampu mengolah sendiri santapan-santapan nusantara yang juga sangat lezat, bergizi dan elok. Nasi pecel disertai tahu dan tempe, misalnya, tidak kalah dengan spaghetti bologneise dan garden saladnya.

Di mana peran kaum muda untuk mewujudkan pangan sehat?

Nah, ini penting. Saya sangat percaya kaum muda mampu mewujudkan kebiasaan baru untuk mengonsumsi pangan sehat. Perubahan bisa dimulai dari diri sendiri, misal di rumah, dengan mengonsumsi beras sehat. Sejalan dengan itu, kita sebarkan kepada yang lain, di sekolah atau kampus misalnya. Kaum muda dapat menjadi inisiator, motivator bahkan memimpin upaya mewujudkan pangan sehat ini. Sudah waktunya kaum muda berdaya dan menjadi trendsetter kalau kita tidak mau ketinggalan dengan yang lain.


Resensi

Tiga Panduan Pertanian Selaras Alam BINA Desa menerbitkan tiga buku dalam satu paket seri Pertanian Alami. Tiga buku tersebut adalah Natural Farming, Rahasia Sukses Bertani Masa Kini; 19 Kiat Sukses Bertani Alami; dan Berbagi Pengalaman Sukses Bertani Alami. Ketiganya diterbitkan Bina Desa bekerja sama dengan Misereor & ACC-21 . Sebagai buku panduan, tiga buku ini relatif mudah dipahami. Selain memberikan kajian teori dia juga menyertakan contohcontoh bagaimana penerapan pertanian alami ini. Bahkan, di buku terakhir pun ada berbagai pengalaman keberhasilannya.

Natural Farming, Rahasia Sukses Bertani Masa Kini Seri pertama ini terdiri dari enam bab termasuk pengantar. Sebagai pendahuluan, buku ini memberikan pemahaman dan filolosofi terlebih dulu tentang pertanian selaras alam. Buku setebal 27 halaman ini menulis dalam pengantarnya bahwa pertanian alami tak sekadar mengejar produksi atau keuntungan material tapi selarasnya manusia dengan lingkungan. Bab Lebih Dekat dengan Pertanian Alami, editor memberikan landasan sejarah lahirnya gerakan pertanian selaras alam. Setelah Dr. Cho Han Kyu memulai pada tahun 1 962 di Korea, praktik pertanian alami yang digagasnya kemudian menyebar ke berbagai negara. Pertanian alami tersebar di tingkat desa di lebih dari 30 negara, termasuk Indonesia. Metode ini juga telah mendapat ISO 9001 an ISO 1 4001 . Prinsip utama pertanian alami ini adalah penghormatan dan penghayatan terhadap alam agar bisa menghasilkan produk sesuai kebutuhan. Tidak perlu mengeksploitasi alam semata demi kebutuhan manusia. Perhatikan pula sebaliknya, kebutuhan alam, seperti tanah, hewan, dan tanamannya untuk mendukung kebutuhan manusia. Karena itulah, sayangi tanaman Anda dengan menerapkan nilai-nilai luhur dalam pertanian selaras alam. Nilai tersebut adalah menghargai, menyayangi, membebaskan, saling berbagi, kesetaraan, dan keberlanjutan. Tak hanya konsep besar, buku ini juga memberikan contoh dalam bentuk praktis, seperti menyiangi gulma, mengolah tanah, memberikan pupuk kompos dan mengendalikan hama.

19 Kiat Sukses Bertani Alami Jika buku pertama lebih banyak memberikan dasar pemahaman tentang pertanian selaras alam, maka buku kedua ini memberikan panduan lebih praktis bagaimana metode pertanian

ini sebaiknya diterapkan. Buku ini menjelaskan 1 9 kiat tersebut dalam 77 halaman. Melalui buku kedua ini, pembaca bisa belajar lebih teknis ramuan rahasia kenapa pertanian alami ini lebih mudah diterapkan siapa saja. Buku ini menjelaskan rahasia-rahasia kenapa pelaku pertanian alami justru lebih mandiri dibandingkan pelaku pertanian dengan bahan kimiawi. Salah satu rahasinya adalah siklus nutrisi dengan memberikan asupan nutrisi yang benar agar tepat jumlah, tepat waktu, tepat dosis, tepat sasaran, dan tepat tahapan. Pada dasarnya, rahasia nutrisi dalam pertanian alamai tersebut terbagi jadi dua, yaitu nutrisi penyubur tanah dan nutrisi penyubur tanaman. Tiap bab buku ini menjelaskan lebih detail masing-masing nutrisi tersebut, seperti mikroorganisme, fermentasi jus tanaman, nutrisi rempah, bakteri asam laktat, air mineral bakteri, bahkan air laut. Sebagai contoh, ikan lele atau tongkol pun ternyata bisa diolah menjadi nutrisi penyubur daun karena mengandung unsur nitrogen. Tak hanya nutrisi, buku ini juga memberikan panduan cara membuat benih dan bahan antihama. Dengan bahasa amat praktis, buku seri kedua ini akan membantu pelaku pertanian alami untuk mempraktikkannya membuat sendiri nutrisi untuk tanah maupun tanaman. Jadi, tak perlu pusing kalau harga pupuk, benih, ataupun pemberantas hama melambung tinggi. Toh, kita bisa memproduksinya sendiri.

Berbagi Pengalaman Sukses Bertani Alami Sebagai seri penutup, buku ini menceritakan pengalaman dan kiat-kiat yang ditemukan para petani dan penggiat pertanian alami. Tak hanya pertanian tanaman tapi juga peternakan dan perikanan. Keberhasilan para pelaku pertanian alam ini menjawab masalahmasalah petani selama ini karena mudah dipraktikkan, biaya produksinya rendah, meningkatnya kesuburan tanah, memandirikan petani, dan seterusnya. Salah satu cerita sukses datang dari Yasim, anggota Paguyuban Mekar Tani di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Dari semula tergantung pada bahan kimia, Yasim sekarang beralih ke pertanian selaras alam. Dia, misalnya, menggunakan bahan-bahan alami, seperti jantung pisang, sisa sampah, tulang sapi, bahkan air laut sebagai nutrisi tanaman. Hasilnya, ketika tanaman padi lain dimakan tikus, padi Yasim justru selamat. Bab lain buku ini juga menyampaikan pengalaman peternak unggas dan ikan. Menggunakan bahan-bahan alami, semua petani yang bercerita di buku ini membuktikan bahwa mereka tak hanya berhasil meningkatkan produksi, tapi juga mandiri. Sebagian besar pemilik cerita ini adalah petani-petani kecil. Melalui cerita-cerita sukses di dalamnya, buku setebal 75 halaman ini membuktikan bahwa pertanian selaras alam itu bisa dilakukan. Petani bisa lebih berdaya dan tak tergantung pada asupan bahan kimia sekaligus meningkatkan kualitas hidupnya.

LONTAR - #3 - 2011

19


20

LONTAR - #3 - 2011


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.