#5 2012 E d i s i K h u s u s Ko l a b o r a s i V E C O I n d o n e s i a & V E C O V i e t n a m
Mewujudkan Pangan Sehat di Indonesia dan Vietnam Foto: Anton Muhajir
LONTAR - #5 - 2012
1
Dari Redaksi
Daftar Isi
Foto: Caroline Huyghe
Edisi Spesial Dua Negara VECO dengan bangga menghadir-
kan LONTAR edisi khusus kali ini. Kami menyebut edisi khusus karena LONTAR edisi sekarang merupakan hasil kerja bersama antara VECO Indonesia dan VECO Vietnam. Sama-sama bekerja di pengembangan rantai pertanian berkelanjutan, kedua kantor regional VECO ini mendapatkan pengalaman sekaligus tantangan yang sama. Pangan sehat menjadi topik utama edisi ini karena memang sedang menjadi isu hangat di kedua negara. Untuk mengumpulkan materi, kedua staf komunikasi dan publikasi masingmasing negara bertukar tempat selama seminggu. Agustus lalu Caroline
Huyghe, Penasehat Komunikasi dan Monitoring VECO Vietnam mengunjungi Jawa di Indonesia. Anton Muhajir, Koordinator Publikasi VECO Indonesia melakukan reportase di Vietnam pada Oktober. Bagi VECO dan para mitra, publikasi kali ini merupakan kesempatan berharga untuk bertukar pengalaman, merefleksikan pekerjaan kami, dan memberikan asupan untuk ide-ide baru di tahun-tahun mendatang. Semoga tahun depan Anda semua mendapatkan yang terbaik. Semoga tahun baru akan memberikan kesehatan, kesenangan, keberhasilan, dan tentu saja, makanan sehat yang berlimpah!
Special “end-of-the-year” edition VECO is proud to welcome you to this special edition of the LONTAR, an edition developed jointly by VECO Indonesia and VECO Vietnam. Working on sustainable agricultural chain development both VECOs have gained valuable experience, but also encounter similar challenges. “Healthy Food” was chosen as the theme of this publication, a hot topic in both countries. To report on each other’s work, the communication officers swapped location for one week. Last Au-
2
LONTAR - #5 - 2012
gust Caroline visited Java in Indonesia, and Anton visited Vietnam in October. For VECO and its partners this publication is an excellent occasion to exchange experiences, to reflect on our work and to give us some food for thought, which will help us in planning for the coming years. VECO wishes you all the best for 201 3. That the new year may bring you good health, a lot of joy, success, and of course... lots of delicious healthy food!
2 3 4 5 6
Dari Redaksi Editorial Profil Negara Profil Reportase
16 17 18 20 22 24
Testimoni Konsumen Berita HFHL Kabar Internasional Opini Profil Poster
Kini Sayur Sehat Lebih Terjangkau di Vietnam
Lontar (n) daun pohon lontar (Borassus flabellifer) yang digunakan untuk menulis cerita; (n) naskah kuno yang tertulis pada daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus kata benda (n). Lontar adalah media informasi untuk menyampaikan informasi tentang pertanian yang memperhatikan nilai-nilai lokal, sesuatu yang terus VECO Indonesia perjuangkan.
Tim Redaksi
Penanggung jawab : Rogier Eijkens Redaksi : Anton Muhajir, Caroline Huyghe Kontributor : Staf dan Mitra VECO Indonesia Layout : Syamsul "Isul" Arifin Alamat Redaksi VECO Indonesia Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar Telp: 0361 - 7808264, 727378, Fax: 0361 - 723217 Email: admin@veco-indonesia.net, anton@veco-indonesia.net Website www.vecoindonesia.org Twitter @vecoindonesia
Redaksi menerima berita kegiatan, profil, maupun tips terkait praktik pertanian berkelanjutan terutama yang terkait dengan mitra VECO Indonesia di berbagai daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email ataupun pos ke alamat di atas. Materi publikasi ini dicetak menggunakan kertas daur ulang 50 persen sebagai komitmen VECO Indonesia pada ekologi
Editorial
Memanjakan Konsumen untuk Mendukung Petani Sambil menunggu pesawat pulang ke Bali sepulang dari Vietnam, saya menonton televisi di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand. Ada satu berita yang mengagetkan saya, sayur di Negeri Gajah ini pun menghadapi tantangan serius: banyak serbuan produk sayur dari China dengan kualitas tak sehat.
BERITA dari Thailand itu mengejutkan bagi saya karena selama ini saya pikir Thailand adalah negeri pengekspor banyak produk pertanian ke Indonesia. Tapi, nyatanya, negeri itu pun kini menghadapi tantangan serbuan produk impor sayur tidak sehat, hal yang terjadi juga di Vietnam dan Indonesia. Artinya, tantangan perlunya sayur sehat itu terjadi di banyak negara di kawasan Asia Tenggara. Serbuan sayur (dan buah-buahan) tidak sehat tersebut merupakan ironi ketika di sisi lain justru terjadi peningkatan permintaan terhadap sayur sehat. Di Indonesia sebagai contoh, makin banyak konsumen sadar pentingnya pangan alami ataupun nama lain, seperti sehat, aman, organik, dan semacamnya. Seiring dengan meningkatnya kelas menengah baru, makin tinggi pula permintaan produk organik di Indonesia. Menariknya, peningkatan permintaan pangan sehat oleh konsumen ini seiring sejalan dengan makin banyaknya petani yang menerapkan pertanian sehat, alami atau organik. Di Indonesia dan Vietnam, makin banyak petani
mengurangi penggunaan bahan kimia atau bahkan beralih ke pertanian organik dalam produksi sayur. Untuk membangun kepercayaan antara petani dan produsen ini, salah satu sistemnya adalah dengan Participatory Guarantee System (PGS). Melalui sistem ini, konsumen bisa melihat bagaimana proses produksi sayur yang mereka beli dan konsumsi. Mereka juga tahu ke mana uang yang mereka belanjakan akan kembali. Sistem ini menarik karena memberikan manfaat kepada dua pihak sekaligus, konsumen dan petani. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah di masing-masing negara lebih mendukung upaya pertanian produk sayur sehat di masing-masing negara, bukannya dengan mengimpor dari negara lain. Dukung petani kecil agar bisa beralih ke pertanian alami atau organik. Sebarkan informasi tentang perlunya pangan sehat bagi konsumen. Fasilitasi konsumen agar percaya kepada produk sayur dalam negerinya sendiri, tidak menganggap sayur dalam negeri kalah gengsi. [Anton Muhajir]
Spoiling Consumers to Support Farmers On my way back to Indonesia from Vietnam mid October, I had to transit at Suvarnabhumi Airport in Bangkok, Thailand. While waiting for the plane to Bali, I watched television at the airport. One news item shocked me: apparently vegetable production in Thailand is in crisis, and the country faces a flood of unhealthily vegetable products from China.
THIS news from Thailand surprised me because I had always thought that Thailand was an exporter of a wide range of agricultural products to Indonesia. But, it turns out, like Vietnam and Indonesia, that country too is facing an onslaught of unhealthy imported vegetables. Which means that countries across South East Asia need to have their own sources of healthy vegetables. This attack of unhealthy vegetables (and fruit) is ironic in view of the growing demand for healthy vegetables. In Indonesia, for example, there is growing consumer awareness of the importance of eating natural foods, also known as healthy, safe, organic and so on. With the growing new middle class, demand for organic products in Indonesia is growing. In Bali, too. Organic outlets are springing up everywhere as this new middle class chooses to live a healthy lifestyle. Interestingly, demand for healthy foods from these consumers has coincided with an increase in the number of farmers who are adopting healthy, natural or organic farming techniques. In Indonesia and Vietnam, an increasing number of farmers are reducing their use of chemical inputs
or even switching to organic farming of vegetable products. One system to build trust between these farmers and consumers is the Participatory Guarantee System (PGS). Through this system, consumers can see how the vegetables that they buy and consume are produced. They also know where the money that they spend will go. This system is interesting because it benefits both sides: the consumer and the farmer. So, the governments of both these countries should offer more support to healthy vegetable farming in their respective countries, rather than importing vegetables from abroad. Support small farmers to switch to natural or organic farming. Spreading information to consumers about the importance of eating healthy food. Facilitating consumers to trust vegetable producers in their own country, rather than thinking of locally grown vegetables as substandard. In this way , consumers will be able to get healthier vegetables more quick and cheaper. And this will enable farmers to increase their production and sales. Both sides benefit, without having to rely on other countries that in fact sell poisoned vegetables. [Anton Muhajir]
LONTAR - #5 - 2012
3
Profil Vietnam
Di Balik Pesatnya Pembangunan Vietnam
Old Quarter, Hanoi, mungkin bisa mewakili gambaran Vietnam saat ini. Dari kawasan inilah ibukota Vietnam bermula. Kawasan yang dibangun pada abad awal abad XX awalnya hanya terdiri dari 36 jalan kecil. Hingga sekarang dia menjadi salah satu pusat keramaian Hanoi dan Vietnam bagian utara pada umumnya.
Foto: Anton Muhajir
BEGITU pula pada Sabtu malam awal Oktober lalu. Jalanan di sekitar Danau Hoan Kiem adalah tempat keriuhan itu. Ada perempatan jalan dengan bundaran kecil di tengahnya. Di sinilah keriuhan malam minggu itu berpuncak. Warga tumpek blek di sekitar danau ini. Ada yang duduk di bawah pohon dalam keremangan cahaya bersama pasangan. Ada yang jalan-jalan bergandengan tangan, main bersama teman-teman, dan semacamnya. Di tempat yang sama, lalu lintas ruwet. Saya belum pernah menemukan keruwetan lalu lintas separah di Hanoi. Tiap kendaraan bermotor, baik sepeda motor ataupun mobil, saling serobot karena tidak ada polisi atau lampu merah. Ini gambaran umum lalu lintas Vietnam. Anehnya, saya hanya dua kali melihat kecelakaan lalu lintas selama sekitar 1 0 hari di negara ini. Lalu lintas Vietnam seperti bergerak aman dalam kekacauan. Old Quarter menjadi salah satu tempat orang berkumpul (melting point) karena di sini juga terdapat beberapa restoran. Satu di antaranya adalah Ken-
4
tucky Fried Chicken, yang sering jadi ikon globalisasi dan amerikanisasi, selain merk perusahaan trans nasional lain, seperti McD, Coca-cola, MTV, dan semacamnya. Duduk di lantai dua salah satu restoran di kawasan ini, saya bisa melihat Old Quarter, Hanoi secara lebih leluasa. Riuhnya manusia, kacaunya lalu lintas, lalu lalang turis, serbuan merk-merk asing, serta ekonomi negara yang terus membaik. “Saya tidak pernah membayangkan ini semua bisa terjadi di negara kami,� kata Nguyen Manh Hung, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Vietnam Vinastas. Kami ngobrol santai dalam mobilnya empat hari kemudian dalam perjalanan ke kantornya seusai kami mengikuti rapat koordinasi tentang program VECO Vietnam. Beberapa orang Vietnam yang saya ajak ngobrol juga menyampaikan hal serupa. Kemajuan pembangunan Vietnam saat ini adalah hal yang bagi mereka sendiri sesuatu yang dulu terasa mustahil. Saat ini Vietnam berlari cepat dalam pembangunan. Dari semula menjadi ne-
gara tertutup dan terisolasi karena menganut komunisme murni, kini mereka membuka diri terhadap modal asing, kapitalisme. Vietnam kini mengambil jalan tengah antara komunisme dan kapitalisme, sosialisme. Semua bermula pada 1 986 ketika Partai Komunis Vietnam, partai tunggal negara ini mencanangkan kebijakan Doi Moi sebagai reformasi ekonomi di negara ini. Doi Moi ibarat pembuka pintu masuknya modal asing ke negara ini. Lalu, tak ada lagi kepemilikan mutlak oleh negara. Warga atau perusahaan swasta kini boleh beroperasi. Contoh sederhana. Sebelum 1 986, warga harus bekerja untuk negara. Berapa pun pendapatannya, mereka harus menyerahkannya pada negara. Jika tidak mau, aparat negara akan memenjarakan mereka. Negara yang kemudian mendistribusikannya kepada warga. Hal ini termasuk kebutuhan pokok. Warga harus antre berjam-jam untuk mendapatkan jatah kebutuhan pokok tersebut. Semua orang Vietnam yang saya ajak ngobrol tentang masa-masa tersebut menganggapnya sebagai sesuatu yang pahit. Namun, kepahitan itu kini sudah berlalu. Vietnam membuka lebar pada modal asing. Mereka juga membuka diri pada hubungan diplomatik internasional. Misalnya dengan bergabung Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN), dan lain-lain. Ekonomi mereka terus maju, pergaulan mereka makin terbuka. Toh, di balik semua kemajuan tersebut, Vietnam juga masih menyimpan tantangan. Rezim yang masih tertutup pada demokrasi salah satu yang paling penting. Serbuan produk-produk asing, termasuk sayur dan buah-buahan dari China, adalah contoh lainnya. Dua hal ini yang masih menjadi pekerjaan rumah Vietnam. Tak hanya oleh pemerintah tapi juga masyarakat sipil di sana, termasuk petani. [Anton Muhajir] Foto-foto: Anton Muhajir
LONTAR - #5 - 2012
Profil VECO Vietnam
Foto-foto: Anton Muhajir
Dari Rehabilitasi Bakau ke Pertanian Berkelanjutan
VECO Vietnam dan VECO Indonesia memiliki kesamaan. Keduanya bermula dari program Flemish Organisation for Assistance in Development (FADO). Di Indonesia, FADO memulai program pertanian berkelanjutan di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Adapun di Vietnam, FADO memulai programnya di Can Gio, Vietnam bagian selatan melalui program rehabilitasi hutan bakau dan kredit.
PADA tahun 2001 , FADO kemudian melebur dengan dua organisasi donor lain di Belgia, yaitu Vredeseilanden dan Coopibo. Ketiganya memiliki kesamaan tema dan lokasi program, bekerja di negara berkembang untuk isu-isu pembangunan berkelanjutan dan kemanusiaan. Mereka menggunakan satu nama, Vredeseilanden yang dikenal di tiap kantor regional sebagai VECO, singkatan dari Vredeseilanden Country Office. Dari semula bekerja untuk isu rehabilitasi bakau dan kredit, saat ini VECO Vietnam justru fokus pada Pengembangan Rantai Pertanian Berkelanjutan. Ada tiga tujuan utama program VECO Vietnam saat ini. Pertama, meningkatkan posisi keluarga petani terorganisir dalam rantai nilai pertanian dari produksi hingga konsumsi. Kedua, mengembangkan kebijakan di tingkat nasional dan internasional yang mendukung petani. Ketiga, mendorong konsumen agar beralih ke hasil pertanian berkelanjutan. “Kami berusaha melibatkan petani dalam semua program,� kata Eduardo A Sabio, Perwakilan Regional VECO Vietnam di kantornya awal Oktober lalu. Seiring dengan perubahan fokus program, maka VECO Vietnam pun
meninggalkan lokasi di mana mereka pertama kali melaksanakan program, Can Gio. Mereka kini justru fokus di tiga provinsi di Vietnam bagian utara, yaitu Phu Tho, Lang Son, dan Tuyen Quang untuk tiga jenis komoditas berbeda, sayur, teh, dan padi. Di tiga provinsi ini, VECO Vietnam bekerja bersama petani dan mitra lokal, seperti lembaga konsumen, organisasi perempuan, dinas pertanian dan perlindungan tanaman, maupun organisasi petani. Ada sekitar 25.000 penerima manfaat program VECO Vietnam hingga 2007 lalu. Seperti juga di Indonesia, petani yang didukung VECO Vietnam adalah petani kecil. Mereka hanya menggu-
nakan lahan rata-rata 0,25 hektar atau bahkan kurang dari itu. Sempitnya lahan merupakan gambaran umum petani di Vietnam, sekitar 60 persen dari total populasi negeri ini. Bedanya, akibat sistem komunisme yang dianut negeri ini petani Vietnam tak bisa memiliki tanah. Mereka hanya memiliki hak guna karena hak milik tetap ada pada negara. Pemerintah bisa mengambil tanah tersebut jika diperlukan. Inilah salah satu tantangan VECO Vietnam saat ini, bekerja di negara dengan sistem politik yang relatif tertutup. Itu pula tantangan mereka bekerja di tujuan kedua, advokasi. Untuk memperjuangkan kebijakan yang mendukung petani kecil, terutama di rantai sayur yang juga komoditas utama Vietnam, VECO Vietnam bekerja sama dengan lembaga pemerintah, seperti lembaga riset dan dinas pertanian. Kerja sama ini diwujudkan melalui riset tentang keamanan pangan, pembuatan kebijakan pangan sehat, dan seterusnya. Dua mitra utama dalam program ini adalah Center of Agrarian Systems Research and Development (CASRAD) dan Institute of Policy and Strategy for Agriculture and Rural Development (IPSARD). Hasil riset kemudian dipublikasikan melalui seminar, lokakarya, pertemuan lintas aktor, dan semacamnya. Untuk program penyadaran konsumen, lembaga perlindungan konsumen Vietnam, Vietnam Standard and Consumer Association (VINASTAS) adalah mitra yang sudah bekerja bersama VECO Vietnam sejak 2008 lalu. Bersama Vinastas, VECO Vietnam melaksanakan lokakarya, kampanye, survei, riset, dan upaya lain untuk mengenalkan pangan sehat kepada konsumen. Semua aktivitas VECO Vietnam tersebut dikendalikan dari kantor empat lantai mereka di kawasan sibuk Hanoi. [Anton Muhajir]
LONTAR - #5 - 2012
5
Reportase
Kini Sayur Sehat Lebih Terjangkau di Vietnam Makanan layaknya pesta menyambut kami awal Oktober lalu. Saya tak tahu nama makanan tersebut satu per satu. Tapi, banyak. Ada sayur rebung, ayam kampung, tahu, sup sayur hijau, terong kecil, dan banyak lagi.
Foto-foto: Anton Muhajir
6
LONTAR - #5 - 2012
Reportase juga punya pertanian dalam kota (urban farming). Dari kebun-kebun perkotaan inilah kebutuhan sayur warga Viet Tri dan sekitarnya terpenuhi, termasuk yang kami nikmati siang itu.
Langka
KAMI bertujuh duduk melingkar. Selain saya, ada pula dua staf VECO Vietnam, tiga petani lokal, dan satu sopir. Kami lesehan mengelilingi menu besar tersebut. Setelah berkenalan dan basabasi, kami pun mulai makan ala Vietnam. Pertama minum ruou, arak lokal. Setelah itu kami mengambil sayur sedikit demi
sedikit ke mangkuk masing-masing. Lalu daging, tahu, sayur, bergantian dengan segelas kecil ruou. Siang itu kami makan bersama di Komunitas Tan Duc, Viet Tri, Provinsi Phu Tong, Vietnam. Jaraknya sekitar 2 jam perjalanan dari Hanoi ke arah utara. Layaknya kota lain di Vietnam, kota ini
Bagi orang Vietnam, sayur merupakan kebutuhan utama saat makan, terutama makan siang dan malam. Tiap kali makan bisa ada dua sampai tiga jenis sayur yang sebagian besar dalam bentuk segar tanpa diolah dengan bumbu tertentu. Nasi, menu utama bagi orang Indonesia, justru dimakan pada akhir makan. Karena itu, kebutuhan sayur di Vietnam sangat tinggi. Tak ada makan tanpa sayur. Sebagai gambaran, pada tahun 2002 saja, konsumsi sayur per kapita di Vietnam mencapai 80 kg. Di Indonesia hanya sekitar 48 kg per kapita. Karena tingginya permintaan tersebut, maka petani pun menggunakan banyak cara untuk memproduksi sayur. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan bahan-bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida. Petani menggunakan bahan kimia tanpa mengikuti anjuran pemakaian. Bahkan, kadang-kadang mereka menggunakan bahan kimia yang dilarang. Maka, sayur sehat di negeri ini pun termasuk langka. Menurut data VECO Vietnam, pada tahun 2009, terdapat hanya 4,8 persen lahan sayur sehat di negeri ini. Sejak 2008 silam, petani di Tan Duc menjadi bagian dari
Healthy Vegetables More Readily Available in Vietnam A spread fit for a party greeted us early October. I don’t know what each of the dishes were called. But there were lots of them. There were bamboo shoots, free-range chicken, tofu, green vegetable soup, baby aubergines, to name just a few. We sat in a circle. Besides me, there were two VECO Vietnam staff, three local farmers, and our driver. We sat on the floor, circling this gastronomic feast. After introductions and some chatting, we started to eat, Vietnamese style. First we had ruou, a local rice spirit. Then we put a little bit of each of the vegetables in our bowl. Then meat, tofu, vegetables, interspersed with a small glass of ruou. That afternoon, we were eating at Tan Duc Community, in Viet Tri, Phu Tho
Province, Vietnam. It’s about a 2 hours’ drive north from Hanoi. Like other towns in Vietnam, Viet Tri has urban farming. These urban farms provide enough vegetables for the people of Viet Tri and the surrounding areas, as well as the fish we enjoyed that afternoon.
Scarce
For the Vietnamese, vegetables are an important part of their diet, particularly for lunch and dinner. Every meal is
served with at least two or three kinds of vegetable, mainly raw and unseasoned. Rice, the staple food for Indonesians, is in Vietnam eaten at the end of the meal. So demand for vegetables in Vietnam is very high. No meal is ever served without vegetables. As an example, in 2002 alone, consumption of vegetables in Vietnam was 80 kg per capita. In Indonesia, this is only around 48 kg per capita. Because of this high demand, far-
LONTAR - #5 - 2012
7
Reportase
mers use a wide range of techniques to produce vegetables. This including the use of a lot of chemical inputs, such as fertiliser and pesticide. Farmers use chemicals without following the instructions. Sometimes they even use banned chemicals. So, healthy vegetables are rare in this country. According to VECO Vietnam data, in 2009, only 4.8% of farmland is used to grow healthy vegetables in this country. Since 2008, farmers in Tan Duc have been part of the 4.8%. They now produce healthy vegetables. This change in production system incorporates all stages, from land preparation to sales. Farmers used to use large volumes of chemicals. Including, just as examples, B58, Bonitox, Paragon and others. “Whenever we got pests, we just sprayed the crops. We had no idea how to apply them properly,” said Nguyen Yan Thanh, a local farmer. Thanh began to change when he became aware of the risks of excessive use of chemicals. Now he uses organic fertilisers, such as compost. His production system has also changed: by rotating crops he is able to grow more
8
LONTAR - #5 - 2012
varieties of vegetables. On his 20 x 5 metre plot, Thanh produces around 700 kg to 1 ton of vegetables a year. To ensure that the vegetables produced meet health standards, Thanh and other farmers who are members of the Tan Duc Cooperative adopt the Partcipatory Guarantee System (PGS). Using this system, Thanh and the other farmers in Tan Duc Cooperative are able to produce healthier vegetables because this system restricts the use of chemical inputs. PGS is a guarantee for consumers and buyers that the vegetables from these farmers have been produced in a healthy way.
Loyal
From the gardens near their homes, the farmers in Tan Duc Community sell their vegetables every morning in Viet Tri, a town about 1 0 km from their village. Le Thi Minh is one of the members of the Tan Duc Cooperative who sells vegetables at the town’s market every morning. Viet Tri market is packed with vegetable and fruit sellers every morning. From around 6 a.m., hundreds of traders fill the market. Their stalls are open until around 1 0 a.m. This is also
what Minh does. But Minh and his four colleagues are different from most of the vegetable sellers in the market. While other vegetable stalls offer their goods from plastic sheets spread on the dirt floor, Minh and his friends sell theirs from a special stall. The vegetables are arranged neatly on tables, in the 20 x 5 metre kiosk. Above them is a banner, which says in Vietnamese Rau An Toan Tan Duc, which means healthy vegetables from Tan Duc. Only members of Tan Duc Cooperative and farmers who apply PGS are allowed to sell vegetables from this outlet. This arrangement means that the vegetables customers by from the Tan Duc farmers are cleaner and healthier. “I think that its cleaner and nicer to buy from here,” said Le Thuy Hanh, a customer at the kiosk. Hanh is a regular customer at the Tan Duc Cooperative’s outlet. Every morning, this owner of a restaurant in Viet Tri buys 4-5 varieties of vegetable. Although the prices are higher than elsewhere, this is not an issue. “Because I know where the money I spend is going to,” he said.
Reportase 4,8 persen ini. Mereka kini memproduksi sayur sehat. Perubahan pola produksi tersebut sejak penyiapan lahan hingga penjualan. Semula, petani selalu menggunakan bahan kimia dalam jumlah banyak. Sekadar contoh, bahan-bahan kimia seperti B58, Bonitox, Paragon, dan lainlain. “Begitu ada hama, kami langsung semprot. Kami tidak tahu cara pakai yang benar,” kata Nguyen Yan Thanh, petani setempat. Thanh mulai berubah setelah sadar bahwa bahaya penggunaan bahan kimia berlebihan. Kini dia lebih banyak menggunakan pupuk organik, seperti kompos. Pola produksinya juga kini berubah dengan rotasi tanaman sehingga bisa menanam lebih banyak jenis sayur. Dari sekitar 20 x 5 meter persegi kebunnya, Thanh menghasilkan sekitar 700 kg – 1 ton sayur per tahun. Untuk memastikan bahwa sayur yang diproduksi memenuhi standar kesehatan, Thanh dan petani lain yang bergabung dalam Koperasi Tan Duc menggunakan panduan Participatory Guarantee System (PGS). Menggunakan sistem ini, Thanh dan petani lain di
Komun Tan Duc ini bisa memproduksi sayur lebih sehat karena di dalamnya terdapat cara penggunaan bahan kimia secara terbatas. PGS merupakan jaminan bagi konsumen maupun pembeli bahwa sayur dari petani tersebut sudah diproduksi dengan cara sehat.
Inspections
2008, VECO Vietnam has been supporting these vegetable farmers to switch to healthier production methods. The healthy vegetable development program in Tan Duc started with just 43 households in one area. As of June 2011 ,
This change in the production and marketing of vegetables by the farmers in Tan Duc Community is part of a change brought about by the VECO Vietnam healthy vegetable chain program. Since
Setia
Dari kebun-kebun di dekat rumahnya, para petani di Komun Tan Duc menjual sayurnya tiap hari ke Kota Viet Tri, berjarak sekitar 1 0 km dari desa mereka. Le Thi Minh salah satu dari anggota Koperasi Tan Duc yang menjual sayur di pasar kota ini tiap pagi. Pasar Viet Tri riuh oleh pedagang sayur ataupun buah tiap pagi. Sejak sekitar pukul 6 waktu setempat, ratusan pedagang memenuhi pasar ini. Mereka akan berjualan hingga sekitar pukul 1 0 pagi. Begitu pula dengan Minh. Namun, Minh dan empat temannya berbeda dengan sebagian besar pedagang sayur di pasar tersebut. Ketika pedagang sayur lain hanya menggelar sayur dagangannya di tanah berlantai plastik, Minh dan teman-temannya berjualan di loket khusus. Sayur ditata rapi
di atas meja. Tempat mereka berjualan semacam kios berukuran 20 x 5 meter persegi. Di atas mereka ada spanduk berisi tulisan Bahasa Vietnam, Rau An Toan Tan Duc, artinya sayur sehat dari Tan Duc. Hanya anggota Koperasi Tan Duc dan petani menerapkan PGS yang boleh menjual sayur di loket ini. Dengan cara penjualan tersebut, bagi pembeli, sayur yang dijual petani dari Tan Duc menjadi lebih bersih dan sehat. “Kalau beli di sini saya merasa lebih bersih dan nyaman,” kata Le Thuy Hanh, salah satu pelanggan di kios tersebut. Hanh termasuk pelanggan setia di kios milik anggota Koperasi Tan Duc. Tiap hari, pemilik restoran di Veit Tri ini membeli antara 4-5 jenis sayur. Meskipun harga di kios tersebut lebih mahal dibanding harga di tempat lain, dia mengaku tidak keberatan. “Karena saya tahu ke mana uang tersebut saya belanjakan,” katanya.
Inspeksi
Perubahan pola produksi dan penjualan sayur oleh petani di Komun Tan Duc adalah bagian dari perubahan the program had expanded to three other areas and 1 98 households, although around 300 households are now producing healthy vegetables. Together with local partners, such as the Department of Plant Protection and
LONTAR - #5 - 2012
9
Reportase
10
yang dihasilkan oleh program VECO Vietnam dalam rantai sayur sehat. Sejak 2008, VECO Vietnam mendukung program petani sayur di sini agar beralih ke pola produksi yang lebih sehat. Program pengembangan sayur sehat di Tan Duc ini semula hanya untuk 43 rumah tangga di satu kawasan. Pada Juni 2011 lalu, program berkembang ke tiga kawasan lain dengan jumlah petani penerima program 1 98 rumah tangga meskipun rumah tangga petani produsen sayur sehat sekitar 300. Bersama mitra lokal, seperti Departemen Perlindungan Tanaman serta Asosiasi Standar dan Konsumen Vietnam Provinsi Phu Tho (Phutostas), VECO Vietnam melatih petani tentang cara produksi sayur lebih sehat. Program untuk petani ini antara lain pelatihan cara bercocok tanam sayur sehat, peng-
gunaan pupuk dan pestisida dengan aman, membuat kompos, hingga sertifikasi produk yang sudah memenuhi standar PGS. Secara berkala, petugas Departemen Perlindungan Tanaman juga akan melakukan uji produk di lapangan untuk memeriksa apakah masih memenuhi standar PGS atau tidak. “Kami ingin membangun kepercayaan antara pembeli dan petani melalui inspeksi,” ujar Nguyen Thi Nhe dari Departemen Perlindungan Tanaman Provinsi Phu Tho. Selain di Phu Tho, program pengembangan sayur sehat oleh VECO Vietnam di provinsi lain, Lang Son. Di provinsi yang berbatasan dengan China ini, VECO Vietnam juga bekerja sama dengan koperasi petani, kelompok konsumen, Departemen Perlindungan Tanaman, serta kelompok perempuan. Saat
ini, VECO Vietnam mendukung 214 petani yang memproduksi dan menjual sayur sehat di Lang Son. Seperti juga di Phu Tho, program di provinsi ini juga melibatkan lembaga konsumen, Departemen Perlindungan Tanaman, kelompok perempuan, serta petani. Program di provinsi ini antara lain melatih petani dalam produksi, penjualan, menyediakan kios bagi pedagang, serta kampanye bagi konsumen.
the Phu Tho Provincial branch of the Vietnam Standards and Consumer Association (VINASTAS), VECO Vietnam is training farmers to produce healthier vegetables. This program for farmers includes training in verifying healthy vegetables, safe use of fertiliser and pesticide, composting, and certification of products that meet PGS standards. Periodically, staff from the Department of Plant Protection also tests products in the fields to check whether or not they meet PGS standards. “We want to build trust between the buyers and the
farmers by conducting inspections,” said Nguyen Thi Nhe from the Phu Tho Province Department of Plant Protection. VECO Vietnam also has a healthy vegetable development program in another province besides Phu Tho. In Lang Son province on the border with China, VECO Vietnam works with farmer cooperatives, consumer groups, the Department of Plant Protection, and the Women’s Union. Currently, VECO Vietnam is supporting 214 farmers who produce and sell healthy vegetables in Lang Son. As in Phu Tho, the program in
this province also involves consumer associations, the Department of Plant Protection, the Women’s Union, and farmers. The program in this province includes training farmers in the production and sale of healthy vegetables, providing kiosks for the traders, and consumer campaigns.
LONTAR - #5 - 2012
Peta
Seperti dalam rantai komoditas lain, konsumen merupakan rantai terakhir dalam rantai sayur sehat. Untuk itu, tak hanya di tingkat produksi dan penjualan, program penyediaan sayur sehat di Vietnam juga menyasar konsumen. VECO Vietnam mendukung lembaga konsumen tingkat nasional, Vinastas,
Maps
As in other commodity chains, consumers are the end point in the healthy vegetable chain. So, the healthy vegetable development program in Vietnam
Reportase dalam program ini. Vinastas merupakan lembaga perlindungan konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Kegiatan kunci dalam program ini antara lain survei konsumen, kampanye penyadaran untuk konsumen, pemetaan toko-toko penyedia sayur sehat di Hanoi, serta penguatan PGS sebagai jaminan bagi petani dan konsumen. Program juga dilakukan melalui kantor tingkat provinsi, seperti di Phutostas di Phu Tong dan Langsonstas di Lang Son. Menurut Nguyen Manh Hung, Wakil Ketua Vinastas, saat ini muncul kesadaran di kalangan konsumen di negeri berpenduduk sekitar 85 juta tersebut untuk mengonsumsi pangan sehat. Namun, para konsumen menghadapi tantangan susahnya informasi di mana saja mereka bisa mendapatkan pangan sehat tersebut. Untuk itulah, Vinastas bekerja sama dengan Center of Agrarian Systems Research and Development (CASRAD) menyediakan peta lokasi toko-toko di Hanoi, ibu kota Vietnam yang menyediakan sayur sehat. Dengan peta ini, konsumen lebih mudah menemukan di mana saja lokasi toko yang menjual makanan sehat, termasuk sayur dan buah-buahan. Salah satu toko adalah Bactom di kawasan Hai Ba Trung, Hanoi. Meskipun ukurannya termasuk kecil, sekitar 4 x 6 meter persegi seperti bangunan di Vietnam pada umumnya, toko ini termasuk ramai. Penuh tak hanya oleh bahan pangan sehat tapi juga oleh pengunjung. Toko-toko yang menjual sayur sehat
ini umumnya tak hanya untuk jual beli sayur. Mereka juga melakukan pendidikan tentang pangan sehat untuk konsumen. Karena itu, di toko juga terdapat beberapa media kampanye seperti banner ataupun poster tentang pangan sehat tersebut. Vinastas turut menyebarkan media kampanye ini ke toko-toko tersebut. “Saya jadi tahu kenapa sayur yang saya beli ini sehat dan dari mana mereka berasal,” kata salah satu konsumen di Bactom.
Secara kolaboratif dan terus menerus, VECO Vietnam, lembaga konsumen, petani, lembaga pemerintah, pedagang sayur, dan konsumen bekerja sama memperjuangkan agar warga bisa mengonsumsi sayur lebih sehat. Selain dengan informasi juga dengan penyediaan toko untuk menjual sayur-sayur tersebut. Karena harga sayur sehat lebih tinggi, petani juga kini memiliki pendapatan lebih baik. Petani lebih bermartabat, konsumen juga lebih sehat. [Anton Muhajir]
focuses not only on production and marketing, but also on consumers. VECO Vietnam supports national consumer organisation, VINASTAS, under this program. VINASTAS is a consumer protection organisation, like Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Key activities in this program include consumer surveys, consumer awareness campaigns, mapping healthy vegetable outlets in Hanoi, and strengthening PGS as a guarantee for farmers and consumers. This program is also ran through provincial level offices, such as Phutostas in Phu Tho and Longsonstas in Lang Son. According to Nguyen Manh Hung, deputy chair of VINASTAS, there is a growing consumer awareness about eating healthy vegetables in this country
of around 85 million people. But it is difficult for consumers to get information about where they can buy these healthy vegetables. So VINASTAS is working with the Centre of Agrarian Systems Research and Development (CASRAD) to provide maps of healthy vegetable outlets in the Vietnamese capital, Hanoi. Armed with this map, consumers can easily find out where healthy food outlets, including outlets selling healthy vegetables and fruit, are located. One of these shops is Bactom, in the Hai Ba Trung district of Hanoi. Only 4 m x 6 m, it may be small like most buildings in Vietnam, but it is busy. Full not only of healthy foods, but also customers. Most of the shops do more than sell healthy vegetables. They also provide information about healthy food for
consumers. So in these shops there is a range of communication material, such as banners and posters about healthy food. VINASTAS helps to distribute the material to the shops. “Now I know why the vegetables I’m buying are healthy and where they come from,” said one customer at Bactom. Through continuous collaboration, VECO Vietnam, consumer organisations, farmers, government agencies, vegetable sellers, and consumers are working together to encourage people to consumer healthier vegetables. Not only by providing information, but also through the shops that sell the vegetables, because healthy vegetables are more expensive the farmers get a better income. The farmers prosper and the consumers are healthier. [Anton Muhajir]
LONTAR - #5 - 2012
11
Reportase
Beras Organik
Tak Hanya Sehat tapi juga Bersertifikat
Beras merupakan salah satu bahan pangan terpenting di dunia yang memberikan pendapatan bagi jutaan petani kecil serta menyediakan makanan untuk kita. Beras adalah menu yang tak tergantikan bagi sejumlah besar masyarakat di dunia. Permintaan beras terus meningkat di seluruh dunia. Tidak hanya terjadi pada beras anorganik, konsumen pun makin mengingingkan beras organik tersertifikasi.
KONDISI ini tidak berbeda di Indonesia dan menghadirkan peluang bisnis besar bagi para petani. Di Boyolali, Jawa Tengah, petaninya telah memproduksi beras organik sejak tahun 2005 dan berasnya memiliki reputasi sangat baik. Untuk meyakinkan konsumen bahwa beras yang mereka beli adalah beras sehat, para petani memutuskan untuk mendirikan Aliansi Petani Organik Boyolali (APPOLI) pada tahun 2007. Anggotanya petani padi organik. Visi APPOLI adalah mewujudkan organisasi petani kuat dan berorientasi bisnis yang menghasilkan beras sehat dengan kualitas tinggi dan tersertifikasi untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Pada tahun 2007-2008, organisasi ini memulai kegiatan peningkatan kesada-
12
LONTAR - #5 - 2012
ran konsumen dan diikuti dengan penerapan Internal Control System (ICS)/Sistem Kendali Internal pada tahun 2009. Tujuannya untuk menjamin kualitas, keterlacakan dan sertifikasi organik beras yang mereka hasilkan. Pada tahun 201 0, setelah APPOLI mendapatkan status hukum sebagai asosiasi, organisasi ini pun menjadi mitra VECO Indonesia. Pada akhir Agustus lalu kami berkumpul di kantor APPOLI untuk belajar tentang standar organik dan ICS. Kami disambut hangat oleh tim dan ketua APPOLI yang sekaligus juga petani, Susatyo. Dia menyampaikan kepada kami tentang ambisi APPOLI untuk meningkatkan pendapatan petani melalui praktik pertanian organik. Untuk mencapai tujuan ini, APPOLI memberikan pembekalan teknis kepada para petani mulai dari cara bertani organik
termasuk di dalamnya penggunaan pestisida organik hingga cara merancang sistem pemasaran bersama. Yang terakhir ini masih merupakan tantangan terbesar. APPOLI menyediakan tiga jenis layanan bagi anggota maupun nonanggota yang terstruktur dalam tiga divisi yang bekerja bersama. Divisi ICS mendukung petani untuk menghasilkan beras berkualitas tinggi. Divisi Bisnis bertanggung jawab pada penjualan dan menghubungi pembeli baru. Divisi Jaringan bertugas merangkul dan meyakinkan lebih banyak petani untuk menerapkan ICS. Ketua APPOLI dengan bangga menunjukkan kepada kami beberapa angka menarik. Hingga akhir Agustus lalu APPOLI terdiri dari 67 kelompok tani
Foto: Caroline Huyghe
Reportase dengan 3.328 anggota dan 1 8 kelompok tani, di mana 1 .027 di antaranya telah menerapkan ICS. Sejak tahun 2011 , beras produksi tiga kelompok tani, dengan anggota 68 petani, telah mendapatkan sertifikasi SNI oleh BIOCERT, sebuah badan sertifikasi organik nasional. Muhdi, Manajer ICS, menegaskan pentingnya dukungan VECO Indonesia dan Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat (LSKBB), LSM lokal, selama pelaksanaan kegiatan. “LSKBB bekerja sebagai konsultan atau penyedia layanan bagi APPOLI, mendukung kami melobi pemerintah provinsi untuk mendapatkan dukungan dalam menerapkan ICS dan mendanai peralatan serta infrastruktur yang diperlukan,” kata Muhdi. Menyambut ketertarikan kami untuk mengetahui bagaimana ICS diterapkan, Muhdi menjelaskan secara rinci prosesnya. Setelah pengurus memberikan informasi kepada para anggota tentang penerapan ICS, kelompok tani membahas aturan dan regulasi sistem tersebut. Proses ini memakan waktu panjang dan melelahkan sampai akhirnya kami mencapai kesepakatan. Setelah itu pengurus mengembangkan berbagai formulir dan dokumen, misalnya formulir pedaftaran, kontrak dengan APPOLI, formulir input dan pemeriksaan, serta sebuah manual tentang proses ICS dari A sampai Z. ”Sepertinya, meyakinkan petani untuk memproduksi beras organik sehat tidak terlalu sulit, tapi proses kendali kualitasnya yang sulit,” kata Muhdi. ICS
mensyaratkan berbagai bentuk dokumentasi dan setiap langkah harus diikuti secara saksama oleh petani. Mendapatkan sertifikasi untuk beras adalah proses panjang. Belum lagi jika ada faktor eksternal seperti kontaminasi air yang sulit diawasi. Divisi ICS di APPOLI terstruktur baik. Setiap tugas terkoordinasi dengan baik antar staf dan petani anggota. Setiap awal musim, petugas lapangan berkumpul untuk mengisi dokumen petani, kemudian mengirimnya ke unit
dokumentasi di sekretariat. Di sini mereka mengumpulkan dan memproses data dalam komputer. Petani yang ditunjuk kemudian melakukan pemeriksaan internal dan menyerahkannya kepada komisi persetujuan. Komisi ini secara rinci memeriksa seluruh dokumen yang dipersyaratkan. Pemeriksa eksternal dari BIOCERT hanya datang sekali setahun. Pengalaman kami, ketika petani gagal dalam proses inspeksi, biasanya disebabkan oleh jalan, air atau kontaminasi stabil.
Foto: Caroline Huyghe
Organic Rice in Boyolali Rice is one of the world’s most important food crops, bringing income to millions of small scale farmers, and food to the table...as rice is for many people around the world indispensable in their diet. The demand for rice is increasing worldwide. Not only this is a trend for conventional rice, but more and more consumers want to eat certified organic rice... healthy rice!
THIS is not different in Indonesia, presenting great business opportunities for farmers. In Boyolali, located in the eastern part of Central Java farmers have been producing organic rice since 2005 and its rice has a very good reputation. To ensure consumers that the rice they are buying is healthy farmers decided in 2007 to set-up APPOLI
(Organic Farmer Alliance Boyolali), a rice farmer organisation whose members are organic rice producers. The vision of APPOLI is to become a strong, business-oriented farmer organisation, producing high quality, certified and healthy rice to tap the rising demand. In 2007-2008 the organisation started with consumer awareness activities, after
which in 2009 they started implementing the International Control System (ICS) to guarantee the quality, traceability and organic certification of the rice. When in 201 0 APPOLI received its legal status as an association it became VECO’s boundary partner. On Wednesday morning August 29th we gather at the APPOLI office to learn
LONTAR - #5 - 2012
13
Reportase APPOLI berharap BIOCERT akan memiliki reputasi internasional sehingga lebih mudah bagi beras mereka membuka jalan ke pasar internasional. APPOLI baru-baru ini menghubungi tiga pembeli baru, namun sayangnya kuantitas beras tersertifikasi belum cukup untuk memenuhi permintaan pembelipembeli tersebut. Saat ini, tiga kelompok tani lagi yang akan mulai menerapkan ICS. Dua kelompok tani beranggotakan 1 20 petani sedang dalam proses mendapatkan sertifikasi internasional. Jumlah total kelompok tani ICS tersertifikasi menjadi 21 kelompok. Selama kunjungan ke Boyolali kami mengunjungi 2 desa, Catur dan Dlingo. Di Desa Catur, kelompok tani Budi Rahayu terkenal karena memproduksi pupuk organik berkualitas tinggi. Pupuk ini dijual kepada anggota APPOLI dan non anggota APPOLI. Di Desa Dlingo, kami dapat melihat bagian lain dari rantai produksi beras. Desa ini bertanggung jawab untuk proses pengeringan dan penyimpanan beras dalam gudang mereka untuk kemudian dikuliti dan dikemas. [Caroline Huyghe] about organic standards and ICS. We are warmly welcomed by the team and Mr. Susatyo Chairman of APPOLI (and farmer) immediately clarifies APPOLI’s ambition to us, which is to increase farmer’s income by organic farming practices. To reach this goal APPOLI trains farmers on technicalities, to produce organic inputs like bio-fertiliser and to set-up a collective marketing system. The latter still remains the biggest challenge. The farmer organisation’s secretariat offers three services (for members and non-members of APPOLI), structured in three divisions which work closely together. The ICS division supports farmers to deliver high quality rice, the business division is responsible for sales and contacting new buyers, while the networking division contacts and convinces more farmers to implement ICS. The Chairman proudly presents us some interesting numbers: “Today the farmer organisation counts 67 farmer groups with 3328 members, of which 1 8 groups are already implementing ICS standards (1 027 farmers). Since 2011 the rice of three farmer groups (68 farmers) is certified organic under Indonesian National Standard (SNI) by BIOCERT, a
14
LONTAR - #5 - 2012
Kaum Muda di APPOLI APPOLI saat ini mempekerjakan 6 relawan yang menerima honorarium. Mulai tahun 201 3 dan seterusnya, para relawan akan menerima gaji. Hal ini berarti bahwa organisasi petani tidak hanya menciptakan nilai tambah bagi anggotanya tetapi juga membuka lapangan pekerjaan. Menarik anak-anak muda. Saat mengunjungi APPOLI saya mendapat kesempatan untuk mewawancarai dua staf muda dan menanyakan apa yang memotivasi mereka. Giyarti (1 8) dan Sidiq (25) adalah relawan APPOLI yang bersedia membagikan ceritanya kepada saya. Giyarti berasal dari keluarga petani dengan pendapatan kecil. Dia memiliki 2 kakak laki-laki, salah satunya bekerja di sawah keluarga dan satu lagi bekerja sebagai supir. Dia dulunya bekerja di sebuah supermarket. “Ketika ada kesempatan untuk menjadi relawan di APPOLI saya bergabung,” katanya. Melalui pekerjaan ini, Giyarti merasa dapat berkontribusi dalam mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi keluarga petani melalui pengembangan organisasi yang lebih berorientasi bisnis. “Melalui pekerjaan ini saya bertemu dengan banyak orang, memiliki banyak teman dan belajar banyak tentang pertanian organik,” tambahnya. Giyarti ingin memperbaiki kemampuan fasilitasinya karena salah satu tugasnya adalah menghubungi anggota yang potensial dan memberikan informasi kepada mereka tentang ICS. “Di masa datang, saya melihat diri saya bertanggung jawab dalam menjalin hubungan dan komunikasi serta mengurus kontrak dengan pembeli nasional dan internasional; bekerja di bidang “bisnis yang sesungguhnya”,” ucapnya yakin. Lain lagi cerita Sidiq. Dia lulusan Fakultas Pertanian. “Saya sangat senang dengan pekerjaan ini karena saya dapat menerapkan teori yang saya dapat di universitas,” kata Sidiq sembari memperkenalkan diri dengan bangga. Selama bergabung di APPOLI, Sidiq telah belajar banyak hal baru; mulai pertanian organik hingga ICS, pemasaran dan dokumentasi. “Saya ingin belajar bagaimana kita dapat menghubungkan kerja-kerja yang kita lakukan dengan bisnis dan bagaimana memasarkan produk dengan lebih baik,” ujarnya. [Caroline Huyghe] national organic certification agency. Mr. Muhdi, ICS Manager, highlights the importance of the support from VECO Indonesia and LSKBB - a local NGO - during implementation of the activities. “LSKBB works as a consultant/service provider to APPOLI, supporting us with lobbying the Provincial government asking for support to set up the ICS and to fund necessary equipment and infrastructure”. Interested to learn how the ICS is implemented Mr. Muhdi explains in detail the process: “After we informed the members on the implementation of ICS, the farmer groups had to discuss the rules and regulations of the system. This was a long and tiring process before we all agreed. Afterwards we had to develop different forms and documents (registration form, contract with APPOLI, map of farming area, input and inspection form) and a manual explaining
well the whole ICS process from A-Z.” It seems that convincing farmers of producing healthy organic rice was not so hard, but controlling the quality is. ICS entails a lot of documentation and each step has to be followed carefully by farmers. Getting rice certified is a long process... and then there are external factors such as water contamination, which are hard to control. The ICS division of APPOLI is well structured and tasks are well coordinated amongst the staff and farmer members. Every beginning of the season the field workers gather the filled-out documents of farmers, which they send to the documentation unit at the secretariat. Here they gather and process the data into the computer. Assigned farmers then perform the internal inspection which then passes the critical eye of the approval commission, who thoroughly checks all required documents. The
Reportase
Foto: Caroline Huyghe
external inspector from BIOCERT (Indonesian certification body for organics) only comes in once a year. When farmers have failed inspections in the past it was mainly because of road, water or stable contamination. APPOLI hopes that BIOCERT will become internationally recognised, so their rice can more easily find its way to the international market. APPOLI has recently been contacted by three new buyers, unfortunately there is not yet enough certified rice to sell1 . Currently three new farmer groups will start implementing ICS and two groups with 1 20 farmers are in the process of becoming internationally certified. This will bring the total ICS certified farmer groups to 21 . During the visit to Boyolali we had the pleasure to visit two villages, Catur and Dlingo. In Catur the Budi Rahatu farmer group is known for making high quality organic fertilizer which it sells to members of APPOLI and other farmers (the recipe is included). At Dlingo village we could see another part of the rice production chain, as this village is responsible for the drying and storage of rice in its warehouse, after which it is milled and packed. [Caroline Huyghe]
Youngsters at APPOLI APPOLI currently employs six people working as volunteers, receiving an honorarium payment. From 201 3 onwards salaries will be paid. This means that the farmer organisation does not only create value for its members, but also offers jobs... attracting young people. Visiting APPOLI I had the pleasure to ask two young staff members what it is that motivates them? Giyarti (1 8) and Sidiq (25) both volunteering at APPOLI told me their story. “I come from a farmer family with little income. I have two older brothers, one of them works on the family farm, and the other is a driver,” says Giyarti. “I used to have a small job in a supermarket but when this volunteering opportunity at APPOLI arose I wanted to be involved. Through this job I can contribute to a better future for family farmers and this through developing the organisation in a more ‘business oriented way’. Through my work here I have met a lot of people, made very good friends and have learned so much on organic agriculture. I would like to improve my facilitation skills as one of my tasks is to contact new, potential farmer members, informing them about ICS. In the future I see myself in charge of setting up relationships and contracts with buyers, national and international... so the real ‘business side’ of the work.” “I studied agriculture and I am very happy with this job as I can put in practice what I learned in theory at university,” Sidiq proudly introduces himself. “I have learned so many new things, from organic farming to ICS (International Control System), marketing and documentation. I want to learn how we can link the work we do with business and how to better market our products.” [Caroline Huyghe]
LONTAR - #5 - 2012
15
Testimoni
Foto: Anton Muhajir
Le Thuy Hanh
Pemilik Restoran di Viet Tri Di antara riuhnya pasar sayur di Kota Viet Tri, Provinsi Phu Tho, Vietnam awal Oktober lalu, Hanh berbelanja. Pagi itu dia membeli aneka sayur di kios sayur sehat milik anggota Koperasi Petani Tan Duc. Selain untuk keperluannya sendiri, Hanh juga berbelanja sayur untuk kebutuhan restoran miliknya.
Sudah lama jadi pelanggan?
Selesai berbelanja, dia menjawab beberapa pertanyaan tentang pangan sehat dari LONTAR.
Kenapa memilih sayur sehat?
Iya. Sudah tiga tahun ini.
Kenapa memilih kios ini?
Karena lebih rapi dan pasti sehat. Seperti yang Anda lihat, pedagang lainnya hanya menggelar sayur dagangannya di bawah. Kalau di sini kan rapi di atas meja sehingga pasti lebih bersih dan sehat. Karena lebih bersih. Tidak ada campuran bahan kimianya.
Kok bisa yakin tidak ada bahan kimianya?
Iya. Karena saya pernah mengunjungi lahan di mana sayur-sayur tersebut diproduksi. Jadi saya melihat proses dari pengolahan lahan, pembibitan, hingga pemanenan. Semuanya sesuai standar sayur sehat.
Apakah harganya lebih mahal?
Iya. Sekitar 30 persen lebih mahal dibanding harga sayur di tempat lain. Tapi saya setuju saja untuk mendapatkan sayur yang lebih sehat.
Apakah Makanan Sehat? “Bagi saya, makanan sehat adalah semua makanan yang tidak mengandung bahan kimia!” – Giyarti (1 8),
staf APPOLI (Indonesia)
“Makanan sehat adalah makanan yang ditanam tanpa penggunaan bahan kimia seperti pupuk atau pestisida kimia, dan tidak mengandung pengawat atau penguat rasa (seperti MSG), serta ditanam dengan penuh rasa hormat kepada lingkungan hidup” – Rani Pajrin -
HFHL (Indonesia)
16
LONTAR - #5 - 2012
Komentar saat rapat bersama LSKBB (Indonesia) - ....
“Makanan Sehat” didefinisikan oleh peserta rapat tersebut sebagai: “Makanan yang diproduksi tanpa input sintetis, ... diproses tanpa bahan kimia tambahan, ... keterlacakan juga penting, ... tidak hanya sayur atau beras, tetapi termasuk daging dan makanan lain. Kita ketahui bahwa banyak pengawet yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran ikan, ... makanan sehat juga sehat bagi lingkungan hidup”.
Berita HFHL
Melibatkan Anak Muda Mengenalkan Pangan Sehat Foto: Caroline Huyghe
Pemuda Kreatif untuk Kesehatan adalah visi gerakan Healthy Food Healthy Living (HFHL)/Makanan Sehat Hidup Sehat yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah. Organisasi ini beranggotakan 25 remaja usia 14 hingga 24 tahun. Mereka memulai kegiatannya pada tahun 2011 dengan misi jelas, meningkatkan kesadaran tentang “makanan sehat dan hidup sehat.”
SEBAGAI penyuka makanan, saya sendiri sependapat tentang pentingnya menu makanan sehat dan seimbang. Tetapi, saya sering khawatir dengan zatzat yang terkandung dalam makanan saya. Jadi, saya merasa beruntung dapat bertemu dengan empat anggota HFHL dalam sebuah acara makan malam karena kami dapat bertukar pikiran dan pandangan tentang makanan sehat dan gaya hidup sehat. “Makanan sehat adalah keinginan setiap orang, oleh karena itu kesadaran konsumen tentang bagaimana makanan mereka diproduksi, apa itu makanan sehat dan di mana membelinya sangatlah penting,” kata Heri Susilo, anggota yang bertanggung jawab untuk komunikasi. Di sinilah peran penting HFHL. Melalui pendekatan kreatif dan inovatif, tim ini merancang kampanye-kampanye untuk memberikan informasi kepada publik. Mereka berpartisipasi dalam beberapa siaran radio dan televisi lokal untuk membahas isu-isu seperti gaya hidup, makanan sampah, dan air. “Untuk isu terakhir ini kami berfokus pada dampak berbahaya minuman ringan,” katanya. Saya terkesan dengan gairah dari para remaja ini untuk mendiskusikan makanan sehat dan hidup sehat. Mereka
mengganggap serius apa yang mereka lakukan dan ingin menyebarkannya. Melalui kegiatan-kegiatan yang fun dan kreatif, anak-anak muda ini membawa informasi kepada publik untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap isu-isu spesifik terkait makanan sehat dan hidup sehat. Mereka menyelenggarakan sesi berkebun, kunjungan lapangan, bahkan kelas memasak. “Kami juga menyelenggarakan lomba di mana pesertanya menggunakan bahan makanan lokal yang sehat,” tambah Heri. Senyum bangga menghiasi wajahwajah mereka yang berkumpul di meja kami ketika Hari Pajrin, Koordinator HFHL, menceritakan tentang “pertunjukan boneka” yang mereka gelar beberapa bulan lalu untuk menyambut Hari Anak di sebuah sekolah. Aktivitas ini adalah contoh dari sebuah ide yang orisinal dan kreatif yang merupakan cara terbaik mengungkapkan ide dan menyampaikan pesan. Isu khusus yang dibicarakan dalam pertunjukan tersebut adalah Es Krim. Hari menjelaskan es krim murahan yang dijual di jalanan menarik anak-anak karena warnanya yang cerah. Orangorang tidak tahu bahwa makanan tersebut berbahaya karena mengandung pengawet, pewarna buatan dan bahan kimia lain yang sering tidak mendapat-
kan izin untuk digunakan pada makanan. Para remaja ini melihat makanan sehat sebagai gaya hidup dan mengubah pola makan mereka juga. Bagi mereka, makanan sehat adalah makanan yang ditanam tanpa pestisida atau pupuk kimia serta tidak mengandung pengawet atau penguat rasa (seperti MSG). Mereka juga menekankan pentingnya keseimbangan antara makanan yang masuk dengan aktivitas fisik serta menghindari makanan instan seperti mie dan makanan sampah lain yang mengandung terlalu banyak pengawet, penguat rasa dan kualitas daging yang kadang amat rendah. Malam itu salah seorang penasihat dari LSM Lokal-KAKAK bergabung bersama kami. Mereka bekerja sebagai konsultan dan mendukung HFHL untuk menyusun gagasan-gagasan mereka dan memfasilitasi mereka untuk mewujudkan berbagai kegiatan. Tim ini memiliki mimpi besar untuk mendapat pengakuan nasional dan internasional, mengembangkan jaringan mereka melalui duta-duta di seluruh dunia untuk memulai gerakan global makanan sehat untuk hidup sehat. Saya yakin kita akan terus mendengar kabar dari remaja-remaja yang bersemangat ini. Sangat inspiratif! [Caroline Huyghe]
LONTAR - #5 - 2012
17
Internasional
Foto: Claudia van Gool
Makanan Kita Sendiri Rasanya Lezat! Que Rico Es! adalah nama kampanye penyadaran konsumen di Ecuador. Slogan ini dalam Bahasa Indonesia berarti “Rasanya Lezat!” Kampanye ini digagas oleh Komisi Konsumen Nasional di mana VECO Andino, kantor regional kami di Ecuador, menjadi salah satu anggotanya. Berbagai organisasi masyarakat sipil menjadi anggota komisi ini. Ia adalah bagian dari badan negara yang dibentuk untuk membangun dan mengawasi kebijakan nasional tentang kedaulatan pangan.
“RASANYA lezat untuk makan sehat dari tanah sendiri” adalah slogan lengkap kampanye yang menunjukkan fokus positif untuk mendorong konsumsi pangan lokal. Ini adalah inti dari kampanye membuat konsumen lebih sadar manfaat pangan berkelanjutan, membawa mereka lebih dekat kepada petani organik. Kam-
18
LONTAR - #5 - 2012
panye ini diluncurkan awal tahun ini. Alih-alih waktu kampanye yang singkat, “Rasanya Lezat!” telah menyelenggarakan banyak kegiatan di seluruh negeri melalui belasan organisasi anggota beserta jaringan mereka. Kampanye yang dipandu komisi konsumen ini adalah bagian dari strategi komunikasi untuk menjaga agar anggota, konsumen dan media tetap mendapatkan informasi. Hingga saat ini, kegiatan terbesar adalah eco-fairs termasuk di dalamnya workshop interaktif yang diselenggarakan di dua kota terbesar Ekuador yaitu Quito dan Guayaquil. Pameran ini, selain dapat menghubungkan konsumen dan produsen, juga mengajak pengunjung menemukan sendiri apa itu konsumsi berkelanjutan melalui workshop interaktif. Mereka dapat menjelajahi dunia sayuran dan buah-buahan sehat melalui lima indera, belajar mendaur ulang, dan menemukan manfaat konsumsi yang bertanggung jawab dengan cara misalnya menyiapkan salad dari produk berwawasan lingkungan dan produk kalengan.
Komisi konsumen yang berbasis di ibu kota Ekuador, Quito, melakukan tindak lanjut dengan kegiatan yang sama dan menggabungkannya dengan berbagai inisiatif lokal lain di seluruh negeri yang berkaitan dengan kampanye ini. Lebih lanjut, “Rasanya Lezat” juga berfokus pada sisi praktis dari konsumsi berkelanjutan yaitu bagaimana mempersiapkan makanan yang sehat dan lezat? Di mana membelinya? Ini adalah berbagai nilai tambah yang sedang diupayakan oleh kampanye ini. Di masa depan, “Rasanya Lezat” berencana untuk melibatkan lebih banyak sekolah dan universitas dan bekerja bersama dengan berbagai inisiatif lain di Ekuador yang berkaitan dengan pangan sehat dan berkelanjutan. Jika 1 0 persen dari rakyat Ekuador meminta produk berkelanjutan, maka petani kecil akan memiliki pasar yang stabil. Oleh karena itu komisi konsumen adalah wadah dinamis untuk peran konsumen dan sarana kerja sama dengan pemerintah. Rasanya lezat untuk makan sehat dari tanah sendiri! [Claudia Van Gool]
Internasional
Foto: Dokumentasi Pribadi Marian & Leen
Bersepeda demi Pangan Sehat dan Lingkungan “Apakah mungkin untuk melewati Jalur Sutra dengan sepeda?� tanya dua perempuan dari Belgia, Marian dan Leen. Mereka bertanya kepada diri sendiri lebih dari setahun lalu.
JARAK antara Antwerp, Belgia dan Beijing, China mungkin sangat jauh. Di sisi lain, dua perempuan itu hanya punya waktu setahun cuti dan melakukan perjalanan tersebut. Maka, mereka memutuskan untuk menggunakan kereta api, bus, truk, atau kapal yang bisa mereka lakukan. Tidak ada pesawat terbang untuk perjalanan ini karena mereka berusaha menekan serendah mungkin jejak karbon dengan alasan lingkungan. Kini, mereka sudah separuh jalan. Pada April 201 2, Marian dan Leen
meninggalkan Belgia. Mereka melewati Bulgaria, Turki, Georgia, Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgizstan, dan semua jalan menuju China. Mereka berharap bisa melewati batas antara China dan Lao Cai pada 3 Desember 201 2 nanti. Setelah itu mereka akan melanjutkan ke Hanoi di mana tim VECO Vietnam akan menyambut mereka dengan hangat. Perempuanperempuan tangguh ini telah berjalan sekitar 300 km, meninggalkan sepeda motornya di rumah, dan mengurangi jejak karbon. “Bersepeda untuk Pangan Sehat dan Lingkungan� merupakan kegiatan bersepeda tiga hari yang akan dilaksanan VECO Vietnam pada 7-9 Desember 201 2. Kegiatan ini untuk mempromosikan pangan sehat dan meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan. Perjalanan akan dimulai dari Hanoi, di mana
Marian dan Leen akan bergabung dengan sekitar 1 5 anak muda dari komunitas sepeda di Vietnam Go Green Journey Club, staf VECO Vietnam, dan pendukung lainnya. Selama perjalanan, para peserta akan mengunjungi lokasi program VECO Vietnam, yaitu sayur aman dan teh di Provinsi Phu Tho. Di sana mereka akan menginap semalam untuk menikmati budaya lokal dan kehidupan petani. Media lokal akan meliput kegiatan ini sedangkan mitra-mitra VECO Vietnam akan terlibat aktif dalam kampanye meningkatkan kesadaran konsumen di Vietnam agar mengonsumsi sayur sehat dan peduli lingkungan. Untuk mengikuti perjalanan dua perempuan tersebut di Vietnam, silakan buka website VECO Vietnam dan blog mereka www.duo2east.blogspot.be. [Caroline Huyghe]
LONTAR - #5 - 2012
19
Opini
Tantangan Konsumen Pangan Sehat di Indonesia
A
khirnya Undang Undang Pangan peduli lingkungan, dan peduli petani disahkan DPR pada 1 8 Oktober organik. Konsumen seperti ini mem201 2. UU Pangan baru ini punyai idealisme mengenai konsumsi memberikan harapan bagi masyarakat berkelanjutan. Indonesia untuk berdaulat dan mandiri Tetapi, konsumen juga mengalami memenuhi kebutuhan pangannya. beberapa tantangan ketika hendak Selain menjamin ketersediaan, UU mengonsumsi pangan segar. Misalnya, Pangan juga menjamin keamanan harga yang terlalu tinggi serta pangan. Pemerintah akan membentuk kurangnya ketersediaan dan keberlembaga khusus di bawah presiden lanjutan. Tantangan paling penting untuk melakukan prosedur keamanan adalah kurangnya informasi mengenai pangan, pengawasan maupun pelabepangan segar sehat ini. Dari survei lan sebagai sarana informasi kepada YLKI, perbedaan harga antara beras Foto: Anton Muhajir konsumen. Dengan sandaran legal organik dengan beras biasa berkisar lebih jelas, semoga keamanan pangan antara 1 ,5 hingga 4 kali lipat. Tingginya Pemerintah harus di Indonesia akan meningkat. harga pangan organik ini terutama mempercepat Selama ini, kondisi keamanan karena biaya sertifikasi yang sangat pangan di Indonesia memang masih mahal. Biaya sertifikasi ini berkontribusi regulasi soal memprihatinkan. Kualitas jajanan masih sebesar 60 persen dari harga pangan organik ini menunjukkan adanya bahan tambahan organik. berbahaya seperti formalin, boraks, dan Dari segi informasi di kemasan sehingga bisa bahan berbahaya lain. Adapun pada pangan organik, juga terdapat bebesegera diterapkan kemasan masih ditemukan makanan rapa tantangan. Misalnya klaim sepidi lapangan... kedaluwarsa dan ilegal di pasaran. hak produsen pangan organik yang Untuk kualitas pangan segar, menurut sulit ditelusuri kebenarannya. Untuk itu penelitian Consumer Report (CR), perlu ketegasan pemerintah dalam beras impor dari Thailand dan India di Amerika Serikat mengawasi peredaran pangan organik yang informasinya mengandung arsenik. Hal ini perlu diwaspadai karena menyesatkan. Di sisi lain retail harus mengawasi produk Indonesia juga mengimpor beras dari Thailand. pangan yang masuk ke jaringan distribusinya. Klaim Berdasarkan penelitian CR itu, sekarang Kementerian palsu ini juga merugikan petani yang menerapkan Pertanian sedang meneliti kandungan arsenik pada pertanian organik. beras di Indonesia. Untuk menjawab tantangan di atas, Pemerintah harus Beberapa penelitian juga menunjukkan masih mempercepat regulasi soal organik ini sehingga bisa tingginya kandungan pestisida pada pangan segar. segera diterapkan di lapangan. Sebenarnya sudah ada Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan beberapa regulasi tentang pangan organik. Misalnya Kementan di Malang dan Cianjur menemukan Standar Nasional Indonesia mengenai Pangan Organik, kandungan pestisida berbahaya di sayur. Misalnya Pedoman Pengawasan Pangan Organik, dan Peraturan endosulfan pada kubis dan wortel. Badan Pengawas Obat dan Makanan mengenai pangan organik. Tetapi regulasi ini masih sebatas peraturan, Konsumen dan Pangan Sehat belum dilaksanakan di lapangan. Seiring maraknya informasi gaya hidup sehat, tren Terakhir, masalah sertifikasi. Ada wacana agar petani konsumen untuk bisa memilih makanan sehat pun kecil diberi subsidi untuk memperoleh sertifikat organik meningkat. Konsumen menuntut informasi kandungan sebagai pengganti subsidi pupuk kimia. Namun, wacana bahan makanan, nilai gizi, dan informasi lain pada label ini belum jelas implementasinya seperti apa. Yang jelas, kemasan. Kewajiban terhadap kelengkapan informasi peran pemerintah untuk mempercepat pertanian organik pada label sudah dikenakan pada produsen pangan ini sangat penting. Dengan demikian, petani organik bisa kemasan. Begitu pula pangan segar sehat maupun menyediakan pangan segar sehat yang mencukupi, organik. Tren meningkatnya konsumsi pangan organik berlanjut, terjamin dan terjangkau bagi konsumen. [Ilyani berkisar 20 persen. Alasan konsumen mengonsumsi S. Andang, Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga pangan organik antara lain karena kenginan untuk sehat, Konsumen Indonesia]
20
LONTAR - #5 - 2012
Opini
Kolaborasi Mitra dalam Forum Keamanan Pangan
S
ebagai tindak lanjut dari pertemuan multipihak Perdagangan, kelompok konsumen, produsen sayur pada Maret lalu, Institute of Policy and Strategy for organik, pengusaha, serta media hadir dalam workshop Agriculture and Rural Development (IPSARD) tersebut. Mereka juga aktif terlibat diskusi. melaksanakan pertemuan lanjutan pada 1 9 Juni 201 2. Dalam forum tersebut, CASRAD menyampaikan hasil Pertemuan ini bertema “Kesenjangan dalam survei di Phu Tho, Hai Duong dan Hanoi. Hasil survei pengendalian pangan terhadap produk sayur. Kegiatan ini menunjukkan bahwa kontrol kualitas sayur menghadapi merupakan upaya advokasi penting banyak tantangan. Dr. The Anh, Direktur karena bertujuan untuk membangun CASRAD dan timnya menggarisbawahi aliansi untuk menjawab isu keamanan perlunya sistem manajemen mutu Sistem ini pangan serta mendapatkan dukungan seperti Sistem Jaminan Partisipatif merupakan solusi dari lembaga lain, seperti Pusat (PGS). Sistem ini merupakan solusi Penelitian Sistem Pertanian dan dan terjangkau bagi petani skala tepat dan terjangkau tepat Pembangunan Pedesaan (CASRAD) kecil, mayoritas petani di Vietnam, bagi petani skala dan Asosiasi Perlindungan Konsumen karena bisa memastikan keamanan Vietnam (VINASTAS). pangan dan keuntungan secara kecil Pada April, IPSADR meluncurkan ekonomis. Forum Keamanan Pangan di mana IPSARD menyampaikan setiap orang diundang untuk perkembangan aktual terkait distribusi mendiskusikan kebijakan, memberikan umpan balik, sayur sehat dan konsumsinya di Hanoi, Vietnam. Terlihat memformulasikan rekomendasi, dan membahas kebi- bahwa konsumsi sayur di sekitar Kota Hanoi saat ini jakan pangan lebih lanjut. Sebagai informasi, Undang- sangat besar, antara 1 .500 hingga 2.500 ton per hari. undang Keamanan Pangan disahkan pada 1 Juli 2011 Namun, jumlah sayur aman hanya sekitar 14 persen dari silam. Meskipun forum online ini telah menarik banyak total permintaan tersebut. Sebagian besar konsumen pengunjung, para mitra VECO Vietnam, yaitu IPSARD tidak tahu cara membedakan sayur aman dengan sayur dan CASRAD, sepakat bahwa forum tatap muka tetap biasa hanya dari penampilan. Akibatnya, konsumen penting untuk meningkatkan pemahaman terhadap situasi enggan membeli sayur aman. Selain itu, sekitar 55 persen aktual, baik terkait penerapan Keamanan Pangan melihat label atau sertifikat ketikan mencari mutu sayur. maupun belajar lebih lanjut tentang program lain untuk Ini menunjukkan pentingnya sistem kontrol mutu yang mengontrol produksi sayur dan buah-buahan, misalnya baku, sebagaimana disebut oleh CASRAD. yang dilakukan oleh Japan International Cooperation Banyak isu diangkat dalam pelaksanaan VietGap, Agency (JICA) dan Agricultural Development Denmark antara lain perlunya lebih banyak dukungan pemerintah Asia (ADDA). dalam pertanian organik dan lebih banyak kegiatan untuk Lebih dari 50 peserta, termasuk wakil dari pembuat peningkatan kesadaran konsumen. Lokakarya ini telah kebijakan seperti Bagian Tanaman dari Departemen berhasil dan diterima semua peserta. VECO dan para Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Bagian mitranya sepakat bahwa lokakarya kedua akan segera Perlindungan Konsumen dari Departemen Industri dan dilaksanakan. Segera!
Foto: Anton Muhajir
LONTAR - #5 - 2012
21
Profil
Kepedulian Kesehatan Pangan Mai Anh Mai Anh adalah Koordinator Advokasi dan Konsumen VECO Vietnam sejak Mei 2011. Dia menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini karena ia ahli isu keamanan pangan di VECO Vietnam.
Di mana Anda bekerja sebelum bergabung dengan VECO?
Saya memiliki pengalaman lebih dari 1 2 tahun bekerja di bidang pembangunan. Saya pernah bekerja di Oxfam Quebec untuk Pengembangan Kewirausahaan Perempuan, Care International
sebagai Koodinator Pengembangan Penghidupan untuk Ketahanan Masyarakat dan Bencana Alam, di PyD (LSM Spanyol) untuk kewirausahaan perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga, serta di Committee of Ethnic Minorities Affairs (CEMA) sebagai Koordinator Nasional. Keahlian saya mencakup kewirausahaan kecil dan mikro, gender dan advokasi.
Apa yang memotivasi Anda dalam bekerja?
Ketika saya menaiki motor untuk berangkat bekerja di pagi hari, ide-ide baru bermunculan di kepala. Makanan sehat adalah isu panas di Vietnam; setiap hari kita mendengar di media tentang keracunan makanan, kontaminasi, bahan-bahan kimia, dan lain-lain. Bekerja untuk topik yang dekat dengan keseharian memberikan saya banyak energi. Saya peduli kesehatan diri dan orang lain.
Apakah tantangan utama dalam pekerjaan Anda? Tantangan utama yang saya hadapi adalah kompleksitas kemitraan dan kolega. Namun, hal ini menurut saya sangat inspiratif. Menyenangkan sekali menemukan berbagai minat dan keahlian dari pemangku kepentingan berbeda serta mempersatukan pemikiran dan aksi menuju tujuan sama, menggabungkan kekuatan dan saling memotivasi untuk isu-isu seperti makanan
22
LONTAR - #5 - 2012
Foto: Anton Muhajir
sehat, perlindungan lingkungan, gender, dan lain-lain.
Apa yang membuat Anda bangga?
VECO adalah pengalaman saya bekerja di bidang pertanian, tetapi dalam 1 ,5 tahun saya telah belajar banyak dan sekarang memahami dengan jelas tantangan-tantangan besar yang dihadapi pertanian terutama para petani kecil di kancah global. Melalui kerja-kerja advokasi, saya ingin memberika suara kepada petani dan mendorong sistem pangan untuk mengikuti jalan keberlanjutan sehingga mengurangi kerentanan petani. Saya sangat senang dapat melibatkan media untuk peningkatan kesadaran dan advokasi.
Apa pesan Anda terkait makanan sehat?
“Siapa yang membuat sedih siapa?” adalah komentar menarik dari seorang produsen sayur sehat dan pedagang kaki lima di Hanoi. Petani itu menjelaskan pada saya bahwa, “Orang-orang di Hanoi itu buta makanan aman. Bagi mereka yang terpenting adalah penampilan. Untuk meningkatan produktivitas dan menjamin penampilan yang “sempurna,” kami petani sayuran dipaksa untuk menyemprotkan bahan kimia. Tapi kami tak ingin melakukan itu. Konsumen harus berubah dan memahami bahwa penampilan dan keamanan sayuran tak selalu sejalan.” Untuk semua pembaca; tua dan muda: “Belum terlambat untuk belajar tentang makanan sehat dan mengubah gaya hidup, rawatlah kesehatan anda dan keselamatan planet ini!”
Adil Yakin Konsumen Akan Makin Kritis Foto: Anton Muhajir
Sejak September lalu, Purnama Adil Marata mendapat mandat baru sebagai Koordinator Advokasi dan Penyadaran Konsumen. Mandat ini menambah pekerjaannya sejak Oktober 2008 silam sebagai Koordinator Lapangan VECO Indonesia di Jakarta. Dia menceritakan pengalamannya bekerja di isu kampanye pangan sehat.
Apa keahlian dalam isu penyadaran konsumen?
Penyadaran konsumen merupakan hal baru bagi saya. Tapi, saya mempunyai pengalaman cukup lama di bidang kampanye. Saya pikir pengalaman ini berguna dalam kerja penyadaran konsumen. Pada akhirnya adalah perubahan perilaku yang ingin dituju.
Apa yang memotivasi bekerja di isu pangan sehat?
Pertama, di tempat kerja lama, saya dan teman-teman aktivis LSM pernah menyelenggarakan lokakarya penulisan praktik pertanian organik bagi petani. Mereka kami ajak menuliskan pengalaman mereka dalam pertanian organik. Buku kami cetak dan sebarkan sendiri kepada petani. Di sela sebuah pembicaraan tentang pertanian organik, seorang praktisi pertanian organik di Indonesia bilang, "Bagus..". Ungkapan itu menghidupkan kembali memori saat saya bekerja bersama petani produsen pangan sehat. Kedua, konsumsi pangan sehat yang diproduksi lewat pertanian organik di Indonesia masih kecil. Sayang sekali. Persepsi publik masih cukup seragam. Pangan sehat susah didapat dan harganya tidak terjangkau. Ini tantangan dalam
konteks kampanye untuk penyadaran publik dan harus secara konsisten diatasi. Inisiatif mitra-mitra VECO Indonesia, termasuk Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mempertemukan petani produsen dengan konsumen merupakan langkah menarik untuk mengubah persepsi tidak tepat ini. Mitra lain, Perkumpulan Indonesia Berseru (PIB), secara konsisten melakukan penyadaran publik atas pangan sehat lewat Majalah Respect. Saya percaya kelak mereka makin kritis memilih pangan yang mereka konsumsi. Pangan sehat akan menjadi konsumsi sehari-hari mereka. Saya percaya kelak pangan sehat menjadi kebutuhan dan gaya hidup bagi konsumen di Indonesia seperti konsumen di negara-negara maju, seperti Negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Memori dan tantangan inilah yang senantiasa memotivasi saya untuk bekerja di isu pangan sehat.
Sejauh ini apa keberhasilan utama dalam program ini?
Mitra-mitra VECO Indonesia makin trampil dan kreatif mengemas pesan tentang pentingnya pangan sehat bagi konsumen, terutama konsumen menengah ke atas di
perkotaan. Mitra-mitra VECO Indonesia di Jakarta cukup cerdik untuk mendekati mereka. Selain lewat majalah juga acara-acara populer, misalnya demo masak dengan chef terkenal. Di Solo, Jawa Tengah mitra-mitra VECO Indonesia juga tidak kalah kreatif. Selain mendekati ibu-ibu anggota PKK, mereka juga mengorganisir acara-acara populer. Mereka kreatif mengemas pesan tentang pangan sehat lewat acara tradisional. Jika hal-hal ini dilakukan secara konsisten, kelak dampak program penyadaran konsumen akan semakin nyata terlihat. Konsumsi pangan sehat meningkat dan, lebih-lebih, produsen semakin termotivasi untuk memproduksi pangan sehat dan mendapatkan keuntungan dari kegiatan produksi pangan tersebut.
Apa tantangan utama dalam pekerjaan ini?
Mitra-mitra dan VECO Indonesia harus senantiasa kreatif mendekati konsumen. Menurut saya, ini hutan rimba baru yang mesti dimasuki oleh kami setelah bertahun-tahun kami memasuki hutan rimba lainnya, yaitu soal peningkatan produksi. Kedekatan kami dengan petani produsen sudah teruji. Sedangkan, dengan konsumen kami baru dua atau tiga tahun terakhir ini melangkah. Kami masih perlu belajar keras untuk mendekati mereka dan meyakinkan mereka program penyadaran konsumen yang kami kerjakan bermanfaat bagi mereka.
LONTAR - #5 - 2012
23
24
LONTAR - #5 - 2012