LONTAR Edisi Khusus APM 2013

Page 1

Edisi Khusus Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2013

MANISNYA BISNIS KOPI YANG (MASIH) TERASA PAHIT 1

Dummy 1.indd 1

9/19/2013 9:51:31 AM


DAFTAR ISI

HAL 2 : Daftar isi

HAL 3 :

Lapsus: Manisnya Bisnis Kopi yang (masih) Pahit

HAL 4 : Bisnis Petani

HAL 5 :

Info Grafis : Pameran Kopi Spesial Indonesia

HAL 6 :

Sambang Tani : Menimba Ilmu Mengolah Kopi di Lereng Gunung Lawu

HAL 7 :

Sambang Tani : Belajar dari PT INDOKOM

HAL 8 : Sosok

OLEH-OLEH PENGALAMAN DARI PERTEMUAN TAHUNAN

P

embaca yang tercinta. LONTAR yang Anda baca kali ini merupakan edisi khusus. Kami menerbitkannya sebagai buah tangan atau oleh-oleh dari Pertemuan Tahunan Mitra atau Annual Partner Meeting (APM) VECO Indonesia 2013. Sebagai edisi khusus oleh-oleh dari pertemuan tahunan tersebut, maka seluruh materi dalam newsletter ini adalah tentang kegiatan selama pertemuan tahunan yang kali ini diadakan di Surabaya tersebut. Tema APM tahun ini adalah Bisnis Petani Kopi Indonesia. Kopi merupakan salah satu komoditas yang didukung VECO Indonesia selain juga komoditas lain yaitu beras dan kakao. Berbeda dengan APM-APM sebelumnya, pada pertemuan mitra tahun ini, ada pula pameran komoditas kopi selama satu minggu. Pameran pada 7-12 September tersebut diikuti tiga mitra VECO Indonesia dari tiga wilayah yaitu Perhimpunan Petani Kopi Toraja (PPKT) Sulawesi Selatan serta Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom) dan Perkumpulan Petani Watu Ata (Permata) Bajawa, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Melalui pameran tersebut, kami ingin mengajak agar petani kopi di Indonesia tak hanya bisa memproduksi tapi juga belajar bagaimana menjual kopi terse-

but kepada konsumen akhir, terutama di perkotaan. Petani sekaligus belajar tentang selera konsumen. Karena itu, tak hanya memamerkan dan menjual kopi tersebut di Surabaya Town Square (Sutos), petani juga menyebarkan kuesioner tentang kopi kepada konsumen. Hasil kuesioner tersebut bisa dilihat di newsletter yang Anda baca ini. Ternyata banyak informasi dan fakta menarik dari pameran itu. Namun, informasi dari pameran hanya salah kabar yang kami sampaikan dalam newsletter ini. Kami mengabarkan pula kegiatan-kegiatan dan informasi yang ada dalam APM selama 16-19 September 2013 ini. APM tahun ini diadakan di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia sekaligus kota industri. Sebagai kota industri, kota dengan julukan Kota Pahlawan ini didukung daerah-daerah sekitarnya, termasuk Malang dan Sidoarjo. Begitu pula dalam hal bisnis kopi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, APM selalu menjadi forum di mana para mitra, baik organisasi petani maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) bertemu dan saling berbagi pengalaman maupun pikiran. Metodenya, selain berdiskusi di ruangan juga kunjungan lapangan ke tempat-tempat belajar. Kun-

jungan kali ini adalah ke PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII Malang dan ke pabrik pengolah kopi PT Indokom Citra Persada di Sidoarjo. Dari kunjungan tersebut, para peserta kemudian melakukan refleksi dan diskusi, kira-kira pelajaran apa yang menarik dari masing-masing lokasi. Di PTPN XII yang berada di lereng Gunung Kawi, misalnya, peserta belajar bagaimana petani lokal mengembangkan kopi organik dan memasarkan kopi tersebut. Adapun di PT Indokom, peserta melihat bagaimana selama ini kopi yang mereka produksi itu diolah dan dikemas sedemikian rupa sebelum diekspor ke negara-negara tujuan, seperti Amerika Serikat, Jerman, Australia, Swiss, dan seterusnya. Tentu saja, di dua lokasi tersebut, para peserta juga mencicipi nikmatnya kopi. Hasil dari seluruh proses tersebut, kami sajikan dalam LONTAR edisi khusus ini. Hal ini sebagai bentuk komitmen VECO Indonesia sebagai organisas belajar (learning organization). Kami menyajikannya sesegera mungkin agar bisa jadi oleh-oleh para peserta setelah mengikuti APM 2013. Selamat membaca oleh-oleh ini, dan, jangan lupa sambil menyeruputnikmatnya kopi Indonesia.. [Redaksi]

Surabaya Sidoarjo

Lontar (n) daun pohon lontar (Borassus flabellifer) yang digunakan untuk menulis cerita; (n) naskah kuno yang tertulis pada daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus kata benda (n). Lontar adalah media informasi untuk menyampaikan informasi tentang pertanian yang memperhatikan nilai-nilai lokal, sesuatu yang terus VECO Indonesia perjuangkan. Tim Redaksi Penanggung jawab : Rogier Eijkens Redaksi : Wahyoe Boediwardhana, Bagus Suryo Editor: Imam Suharto, Anton Muhajir Layout : Zulkifli Alamat Redaksi VECO Indonesia Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar Telp: 0361 - 7808264, 727378, Fax: 0361 - 72321 7 Email: admin@veco-indonesia.net Website www.vecoindonesia.org Twitter @vecoindonesia

Malang

AGENDA

15 16 17 18 19 20 Minggu

Senin

Selasa

09 2013

09 2013

Kedatangan peeserta dan chek in di hotel Makan malam dan perkenalan

Pembukaan Pementasan drama Presentasi model bisnis kopi Pengalaman petani kopi

Rabu

09 2013

Kunjungan lapangan ke PTPN XII, Malang

Kamis

Jumat

09 2013

09 2013

Kunjungan lapangan ke PT INDOKOM CITRA PERSADA, Sidoarjo Refleksi hasil kunjungan

Penyusunan rencana paska APM Bincang dengan Miss Coffee Indonesia 2013 dan pelaku bisnis kopi Penutupan

09 2013

Check Out

2

Dummy 1.indd 2

9/19/2013 9:51:44 AM


LAPORAN KHUSUS

T

iga petani kopi dari Toraja dan Flores, mitra VECO Indonesia, Sabtu (7/9) siang itu menyapa pengunjung dengan ramahnya di Surabaya Town Square (Sutos), Kota Surabaya, Jawa Timur. Didampingi Miss Coffee 2013 dari Jawa Timur, mereka untuk pertama kalinya mengenalkan produk kopi unggulan masing-masing daerah kepada para pengunjung yang singgah. Para petani ini langsung menunjukkan biji kopi yang masih berbentuk green bean maupun yang sudah di-roasting dari daerah masingmasing. Jika ada pengunjung tertarik untuk mencicipi, mereka langsung dengan sigap menyajikan biji kopi kopi hingga siap minum. Secara khusus selama satu minggu, 7-12 September 2013, VECO Indonesia bekerja sama dengan Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI), dibantu para barista dari Anomali Coffee Jakarta, menggelar pameran promosi kopi spesial Indonesia di Sutos Surabaya. Lodovikus Vadirman, petani kopi dari Dusun Tangkul, Desa Remdenao, Kecamatan Pocoranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang baru pertama kali datang ke tempat ini mengaku sangat heran. Secangkir kopi spesial dari Manggarai dijual dengan harga hingga empat-lima kali lipat dibanding harga di daerah asalnya. “Tempat ini sengaja kita pilih, karena sangat cocok dengan tujuan acara ini. Agar para petani dapat mengetahui sendiri manisnya bisnis kopi yang mereka produksi dengan baik. Tentu ini ada berbagai syarat yang harus dipenuhi,” kata Veronica Herlina, sekretaris AKSI yang langsung memimpin acara tersebut. Dalam pameran produk kopi spesial asli Indonesia itu para pengunjung diajak untuk

Foto : Anton Muhajir

BISNIS KOPI YANG (MASIH) PAHIT

mencicipi kopi dengan cita rasa terbaik secara gratis. Panitia menghadirkan kopi-kopi terbaik milik petani dari Manggarai dan Bajawa di Flores, NTT, serta Toraja di Sulawesi Selatan. HARGA TINGGI Lodovikus Vadirman, yang juga Ketua Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom) tersebut menceritakan kegundahannya beberapa tahun silam. Menurutnya, petani kopi tidak pernah menikmati harga tinggi, dan ini berbanding terbalik setelah dirinya melihat langsung ratusan penikmat kopi setiap hari rela membayar kopi spesial Indonesia dengan harga cukup tinggi. Petani kerap tidak berdaya. Mereka harus menelan pil pahit tidak menentunya harga yang dikendalikan sepihak oleh tengkulak. Kondisi menyedihkan ini terjadi sebelum tahun 2012. “Sejarah terburuk terjadi beberapa tahun lalu. Harga kopi arabika di tempatnya hanya dihargai Rp 17.000 per kilogram, dan kopi robusta hanya Rp 12.000 per kilogram,” ujarnya. Kopi Manggarai yang telah dikuasai, selanjutnya dijual lagi ke berbagai daerah hingga masuk hotel, rumah makan, dan kafe. Bahkan, hingga melintasi benua hingga ke Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan Eropa. Popularitas kopi dari lereng pegunungan barat pulau Flores, ini melejit. Tapi petani tidak mengetahui hal ini. Kopi robusta dari Manggarai termasuk find coffee. Pada lelang setahun lalu di Kota Surabaya kopi ini mendapatkan peringkat pertama nasional dari segi cita rasa. Dalam lelang itu harga lelang kopi robusta mencapai US$ 10 atau sekitar Rp 97.000 per kilogram. Sedangkan kopi arabika di peringkat empat

MEMATAHKAN DOMINASI Kondisi memprihatinkan serupa juga dialami petani di Flores lain. Ketua Perkumpulan Masyarakat Watuata (Permata), Leonardus Suri Leu mengatakan, tengkulak menjadi momok bagi petani. Untuk itu, dominasi tengkulak harus dipatahkan. Caranya melalui organisasi, menjual hasil panen secara bersama-sama setelah proses pengolahan pascapanen. “Dulu kami menjual kopi ke tengkulak. Tapi sekarang hampir 80% petani menjual kopi di

organisasi,” ungkap Leonardus Suri Leu. Menjual kopi dengan cara semacam itu dinilai lebih baik, meskipun masih ada masalah di harga penjualan. Pasalnya pendapatan dari sektor kopi per tahun untuk masing-masing petani hanya mengantongi Rp 2,5 juta – Rp 4 juta per tahun. Pendapatan itu bila ditambah dengan penghasilan lainnya dari nonkopi mencapai Rp 5 juta – Rp 7 juta per tahun. Di pasar internasional, kopi Bajawa dikenal dengan sebutan Arabika Flores Bajawa. Lebih dari 90 persen kopi yang dibudidayakan adalah jenis arabika. Sekitar 9.500 petani mengelola kebun kopi tersebut, dengan luas kepemilikan lahan mencapai 6.515 hektare. Di tempat sama perwakilan dari AKSI, Veronica Herlina mengharapkan, petani kopi Indonesia harus segera sadar dan mengubah cara pandang mereka ke depan. Bahwa bisnis kopi Indonesia sebenarnya sangat menjanjikan, asalkan petani mampu memanajemen pengelolaan secara baik. AKSI melihat ke depan akan semakin banyak pemain kopi Indonesia yang akan beralih ke spesialti kopi Indonesia. “Kalau dulu masyarakat Indonesia banyak yang minum low grade coffee, sementara yang kualitas baik diekspor. Tapi sekarang fakta mulai berubah. Permintaan akan kopi yang bagus terus meningkat. Ini menyebabkan petani semakin terbuka dan berlomba untuk menghasilkan kopi yang bagus,” kata Veronica. Perwakilan Regional VECO Indonesia Rogier Eijkens mengatakan pameran kopi memberikan keuntungan bagi petani, tidak hanya sekedar memamerkan produk terbaik mereka, tetapi juga belajar memasarkan kopi secara langsung sekaligus mengenali selera konsumen. “Indonesia merupakan produsen kopi terbaik di dunia. Tapi kurang dikenal daerah produksinya. Untuk itu, kami ingin mengenalkan mereka kepada dunia luar,” kata Rogier. Kepala Bidang Kerjasama Lembaga Asing Non Pemerintah, Pusat Administrasi Kerjasama Luar Negeri (AKLN) Sekretaris Jenderal Kemendagri, Arif Hidayat usai membuka Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2013 mengatakan, apa yang dilakukan oleh VECO selama ini sangat diapresiasi pihak Kemendagri. “Kami menanggapi dengan apresiasi yang baik. VECO Indonesia adalah fasilitator organisasi petani dan konsumen. Ini sangat penting dalam artian mata rantai pertanian agar bisa jalan. Harus ada sinergitas antara stakeholder. Harus ada petani berkualitas dan sisi pemasaran. Dan VECO Indonesia mampu menjembatani ini,” ungkap Arif Hidayat. [Wahyoe Boediwardhana, Bagus Suryo]

Foto : Wahyoe Boediwardhana

MANISNYA

dengan harga US$ 8,6 atau sekitar Rp 83.420 per kilogram. Harga istimewa itu seharusnya dinikmati petani sejak beberapa tahun silam. Tapi sayangnya surga kopi belum berpihak kepada mereka. Ribuan petani bertahan hidup miskin, tanpa mengetahui harga sebenarnya di luar daerah mereka. Menurut data di Dinas Perkebunan Manggarai (2008), petani yang menanam kopi sekitar 18.113 orang dengan total luas lahan sekitar 6.803 hektar. Sebagian besar dari mereka adalah petani kecil. Tapi produksi kopi dalam bentuk green bean equivalent (GBE) untuk arabika mencapai 4.000 ton, dan robusta sekitar 5.000 ton per tahun. Meskipun kini cara pandang petani semakin maju, tapi perlu ditingkatkan. Mereka yang tergabung di Asnikom dilatih teknik budi daya kopi organik mulai perawatan, pemupukan sampai dengan penanganan pascapanen. Hal sama juga diungkapkan Wakil Ketua Perhimpunan Petani Kopi Toraja, Thomas Belopadang. Ia mengaku petani kopi di Toraja juga mengalami kondisi serupa beberapa tahun silam. Waktu itu petani berada di bawah belenggu tengkulak. Menariknya, keberadaan tengkulak di sana tidak dimusuhi, tapi terus diberikan pemahaman agar mereka bersedia terlibat langsung di perhimpunan petani. “Harga masih rendah, dan kurang layak. Petani belum untung,” tegas Thomas Belopadang. Meski demikian tetap ada yang membuat bangga para petani kopi Toraja. Kopi arabika Toraja meraih peringkat pertama pada lelang di Surabaya tahun lalu, sekaligus dihargai Rp 97.000 per kilogram. Warga Rantepao, Toraja Utara, itu mendorong petani untuk bersikap cerdas. Sebab tantangan terbesar selama ini adalah petani kurang memahami kerugian yang dialaminya.

3

Dummy 1.indd 3

9/19/2013 9:51:56 AM


BISNIS PETANI

PETANI HARUS BELAJAR BERBISNIS

P

etani harus belajar berbisnis karena mereka menjadi bagian dari supply chain. Penegasan ini dinyatakan Etih Suryatin, Project Manager SwisContact di Flores Nusa Tenggara Timur usai memberikan materi Model Bisnis Petani Melalui Kerja Sama dengan Perbankan/Lembaga Keuangan kepada peserta Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2013. Dalam dunia bisnis, yang berhubungan dengan perbankan atau lembaga keuangan, kepercayaan kedua belah pihak adalah faktor utama penentu keberhasilan. Caranya, menurut Eet, panggilan akrab Etih, para petani yang ingin memperoleh pinjaman harus paham dan mengikuti aturan permainan agar pemilik uang mau percaya. “Intinya, bagaimana kita bisa mengembangkan bisnis model yang bisa memberikan kepercayaan pihak perbankan,” kata Eet. Jika melihat kondisi sekarang, wanita asli dari Bandung, Jawa Barat ini mengaku tantangannya cukup berat. Karena petani kopi Indonesia umumnya memiliki pengetahuan tentang budidaya, tapi jumlah petani yang mau mengimplementasikan sangat rendah. “Jika dikaitkan dengan masalah permodalan, umumnya petani mengatakan tidak memiliki modal cukup untuk membeli peralatan pengolahan. Tapi, meski alatnya murah, mereka juga tetap sulit untuk membeli. Ini yang harus diubah dulu,” kata Eet. Ditambah lagi banyak petani yang enggan menunggu pembayaran mundur dari hasil panenan yang mereka setorkan. Umumnya mereka inginnya pembayaran langsung saat transaksi dilakukan. Sebenarnya peluang petani untuk memperoleh pembiayaan menurut Eet cukup terbuka, asalkan pihak terkait mampu menjaga kepercayaan. Sayangnya, fakta yang ada menunjukkan, saat ini tingkat kepercayaan lembaga keuangan sangat rendah terhadap petani. Pihak perbankan atau lembaga-lembaga keuangan tidak mempercayai petani, karena mereka dianggap memiliki manajemen pengelolaan keuangan yang buruk. Petani oleh perbankan dikategorikan sebagai kalangan yang tidak pandai mengelola

keuangan secara baik dan benar. Tantangan lain adalah, belum banyak peluang pembiayaan yang bisa diakses bisnis petani kecil. Kendala agunan atau jaminan seperti tanah milik petani yang belum/tidak bersertifikat, serta jiwa jiwa kewirausahaan petani yang rendah. Eet juga menjelaskan, di Flores terdapat 785 petani yang mengambil kredit, namun banyak di antaranya tidak menggunakan kredit tersebut sebagai modal terkait usaha. Mereka lebih memilih menggunakan dana yang diperoleh untuk membeli barang-barang konsumtif. “Ini yang harus diubah. Petani harus konsisten dan harus mampu mengatur keuangan mereka sendiri secara ketat,” kata Eet.

Membangun Kepercayaan Hal sama juga diungkapkan Dr. Ir. Surip Mawardi, SU Peneliti Utama dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Bahwa, untuk membangun kepercayaan antar-pemangku kepentingan (stakeholder) diperlukan kerja sama sangat kuat. Termasuk membangun kontrol bersama antar stakeholder tersebut. “SOP (prosedur standar operasional) bagi petani harus kuat dilaksanakan, serta ada fee bagi koperasi dari para anggota agar koperasi sebagai lembaga penjamin bisa tetap hidup,” ujar Surip Mawardi. Untuk itu diperlukan pihak-pihak ketiga yang berfungsi sebagai pendamping, dan bukan sebagai penjamin. Lembaga seperti Swiscontact atau VECO Indonesia ini yang diharapkan mampu mendidik petani Indonesia agar pandai dalam hal mengelola keuangan mereka. Setelah para petani dianggap mampu mengelola keuangan mereka secara baik dan benar, lembaga-lembaga pendamping ini juga bertugas memfasilitasi para petani agar mudah mengakses ke lembaga keuangan. “Yang harus diingat, tugas mereka hanya mendampingi dan membantu mencarikan akses ke lembaga keuangan. Petani tidak

bisa meminta LSM seperti ini sebagai penjamin. Petani harus bisa meyakinkan sendiri pihak perbankan bahwa mereka memang layak memperoleh pinjaman,” jelas Eet. Peran lembaga pendamping seperti Swiscontact maupun VECO Indonesia, termasuk membantu petani dengan membuatkan model pembiayaan yang disepakati bersama, baik oleh petani, lembaga penjamin dan perbankan. Eet mencontohkan, studi kasus pembiayan bagi sektor pertanian di Flores, 2004, untuk mengembangkan local economic development. Terdapat 5.000 petani yang terlibat di sektor cacao dan kacang mente, namun hanya sedikit yang mengaplikasikan praktek pertanian yang baik. Meski demikian tetap ada peningkatan penghasilan dari petani sekitar 30 persen. “Banyak petani yang ingin membeli bibit sendiri. Mereka maunya diberi subsidi atau bantuan. Ada 700 petani di sektor kacang mente, tapi hanya 20 persen yang terserap di tingkat organik. Dan kecenderungannya saat ini buyer ingin membeli yang sudah diolah,” jelas Eet. Petani setempat umumnya hanya mengandalkan iuran dari para anggota dan margin usaha petani. Selain itu mereka akan mengandalkan pinjaman dari saudara dan tetangga, pinjaman dari pedagang pengumpul (ijon), sumbangan dari pemerintah dan sumbangan dari LSM. Jika mau sedikit berusaha menurut Eet, petani sebenarnya memiliki peluang mendapatkan pembiayaan, yaitu dengan mengelola down payment (muka) pembelian produk mereka. Melakukan pinjaman dari lembaga keuangan (bank/koperasi), atau marjin usaha yang ditabung dan diputar dijadikan pengembangan usaha. Intinya, menurut Eet, para petani harus mampu menumbuhkan rasa kepercayaan perbankan bahwa mereka akan mampu mengembalikan pinjaman dengan perhitungan bisnis cermat. “Jika petani bisa memberikan penjelasan gamblang tentang bisnis model kepada perbankan, maka kepercayaan itu akan tumbuh. Perbankan tentu akan merasa tenang, bahwa uang yang mereka pinjamkan tidak hilang. [Wahyoe Boediwardhana, Bagus Suryo]

BEBERAPA MODEL BISNIS : Bisnis Model-2: (Contoh Cashew)

Bisnis Model-3: (Contoh Cashew) Pa y tra men inin t, g

Bisnis Model-1: (Contoh Cashew)

Pembayaran (transfer ke rekening kelompok Tani), training

Instruksi Pembayaran

Exportir/Buyer

Goverment

Petani

ak ya t Us ah aR Kr ed it

Bank BRI Kel. Tani Poktan

Produk

Credit Working Capital

Goverment

Bisnis Model-6: (Contoh Kakao Produktifitas) Business Model: Development of Decentralized Processing Facilities for Specialty coffee through Cooperative

Toko Sapordi

PT SBN (Flores): PT Indokom (Malang), PT.Volkopi

Buy coffee ($), SOP and tech assistance (TA) on post harvest and processing and TA on certification

Farmers Cooperatif of Flores & Malang

Buying Coffee parchment Payment to coop & buying contract as collateral for coop loan ($)

Profit share ($), buy coffee cherry ($), embeded tech assistance on post-harvest

Coffee Producers/ Farmers Coffee cherry, coop member meeting (feedback, etc)

Payment to coop & buying contract as collateral for coop loan ($)

Coop loan report

Pen ge m bali an kole cicil ktif an s eca ra

Training

Training

tasi rmen d k: Fe Produ -fermente & Un

Jasa ICS

Kontrak (jaminan)

Farmer Group 2 Farmer Group 3

Training Info Petani

Dummy 1.indd 4

Produk

Gapokt an 3

BANK

4

Gapokt

Training , an 2 Pembayaran

Fee

Training & Fee

Produk

Buying Station or Center Processing Unit (CPU)

Kredit & Training Working Capital, Training

Kontrak, Training, Pembayaran

Pembelian Alat Bersama

it

Exportir/ Buyer

Farmer Group 1

g d rin kre ito n on lia m ba m n & ge g a en pin n p a m da nd a n P e una g ng pe

Pa y tra men inin t, g

Kredit, training, pos tabungan

Gapokt an 1

⑨ Nabung

Bisnis Model-5: (Contoh Kakao Produktifitas)

Lembaga Keuangan Mikro

Bank BRI

Exportir /Buyer Jaminan Tambahan Kontrak Kerjasama

Kredit

Farmer Group 1

Bank BRI

Bisnis Model-4: (Contoh cocoa)

Farmer Group 1 Farmer Group 1

70% Guarantee

70% Guarantee

Payment

dan shell uk In Prod wn skin bro

 Exportir /Buyer Jaminan Tambahan Kontrak Kerjasama

t en h ym as pa l – c g & sh el y yin r B u ew in car s h and Ca

Bank BRI

Farmer Group 1 Farmer Group 1

Produk

Farmer Group 1

Payment, training, info quality, pembagian SHU

Purchase & sales agreement

Processor

Farmer Group 1 30% Guarantee

Join Venture Local Processor / collective Marketing in Sub-district Kontrak, training, info quality

Credit Working Capital

30% Guarantee

Farmer Group 1

t en h ym as pa l – c g & sh el y yin r B u ew in car s h and Ca

Contract & premium price

Farmer Group 1

Contract & premium price

Purchase & sales agreement

Processor

Coop Loan Settlement ($)

Finance Institution (Local Bank) ACTORS: 1. Coffee producers/farmers; 2. Farmers Cooperative of Flores & Malang (intermediary & key partner);3. PT SBN/Flores and PT Indokom/Malang (main partner);4 Finance Institution (Local bank)

Business Development Service Provider - BDSP

9/19/2013 9:52:02 AM


INFO GRAFIS Pameran Kopi Spesial Indonesia, SUTOS, 7 - 12 September 2013 Total Responden : 148 Orang USIA PENGUNJUNG

PROFESI PENGUNJUNG

JENIS KELAMIN PENGUNJUNG

19% 40%

Sektor Swasta

Pegawai Negeri

56%

5%

36% Pelajar

Pekerjaan Lainnya

20%

Kurang dari 25 tahun

13%

71%

Antara 25-40 tahun

29%

Diatas 40 tahun

FREKUENSI MINUM KOPI 52%

37%

1 kali sehari

JENIS KOPI YANG PALING DISUKAI

11%

2 kali sehari

3 kali sehari Menyukai Kopi Arabika Toraja

MENGENAL KOPI FLORES

MENGENAL KOPI TORAJA Belum mengenal

Belum mengenal

89% 11%

50%

Mengenal

48%

Menyukai Kopi Arabika Bajawa

Enak & Memiliki Cita Rasa

10%

Biasa Saja Rasanya

1%

Tidak Enak

PENDAPAT TENTANG KOPI ARABIKA BAJAWA

60%

Enak & Memiliki Cita Rasa

13%

Biasa Saja Rasanya

1%

Tidak Enak

PENDAPAT TENTANG KOPI ARABIKA TORAJA

60%

Enak & Memiliki Cita Rasa

13%

Biasa Saja Rasanya

2%

Tidak Enak

REKANAN BISNIS

PENDAPAT TENTANG KOPI ROBUSTA MANGGARAI

19%

Mengenal

Menyukai Kopi Robusta Manggarai

77%

37%

16%

COFFINDO PT Bintang Tunggal Sejati PT Mitra Usaha Exceltama PT Catur Pilar Wicaksana Java Dancer Coffee PT Catur Nawa Sumberartha LECAFE Menjangan Coffee Centra Bisnis Driyorejo

5

Dummy 1.indd 5

9/19/2013 9:52:14 AM


SAMBANG TANI

MENIMBA ILMU MENGOLAH KOPI DI LERENG GUNUNG KAWI

T

iga bus berisi 80 peserta Pertemuan Tahunan Bisnis Petani Kopi Indonesia yang berangkat dari Surabaya, merapat di Kebun Bangelan Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) XII di Desa Bengelan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (17/9) pagi. Para peserta yang telah dibagi tiga kelompok lantas satu persatu turun. Mereka langsung berkumpul dengan kelompok masing-masing sesuai dengan arahan panitia. Para peserta Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2013 ini belajar masalah pembibitan kopi, perawatan tanaman kopi, hingga pengolahan pascapanen kopi. Di lahan pembibitan di lereng Gunung Kawi tersebut, dengan dipandu langsung oleh Manajer Kebun Bangelan, Hendro Purnomo, para petani tanpa sungkan langsung melontarkan sejumlah pertanyaan kritis. Di antaranya, bagaimana praktik menyetek pohon kopi secara baik dan benar. Petani berbagai daerah ini benar-benar serius belajar cara menyetek atau menghasilkan bibit pohon kopi melalui sistem penyilangan. Hendro kemudian menjelaskan, bahwa Kebun Bangelan seluas 883,20 hektar ini terbagi menjadi dua afdeling (bagian), yakni afdeling Kampung Baru dan afdeling Besaran. Kedua afdeling ini memproduksi kopi jenis robusta. Lahan produktif kebun peninggalan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1901 ini hanya tercatat sekitar 517 hektar. Dari target hasil panen 408 ton biji kopi, hingga bulan September ini sudah terkumpul hasil panenan mencapai 350 ton. Topografi kebun milik PTPN XII ini berada di ketinggian antara 450-850 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kontur permukaan bergelombang dan berbukit. Dengan kondisi seperti ini, tanaman kopi membutuhkan stressing air selama 3-4 bulan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan, karena daerah setempat dikategorikan beriklim tipe C. “Pabrik ini hanya untuk penyortiran biji kopi, selanjutnya dijual dalam bentuk kopi pasar (OSE),” kata Hendro. Di kebun Bangelan ini proses produksi kopi

sengaja tidak sampai ke tahap lanjut rantai bisnis, melainkan hanya sebatas penyiapan produk biji kopi siap ekspor. Untuk proses pemasaran selanjutnya akan ditangani kantor pusat bagian pemasaran, di Kota Surabaya. Harga ekspor biji kopi produksi kebun Bangelan saat dilakukan kunjungan lapangan para petani peserta Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2013, mencapai US$ 2,8 hingga US$ 3 per kg. Untuk memproses budi daya tanaman kopi sampai dengan penyortiran pasca panen, pihak pengelola kebun Bangelan mengerahkan 67 orang karyawan tetap. Pengelola kebun ini juga memberdayakan 944 pekerja musiman dari warga sekitar kebun. Selain mempekerjakan hampir 1.000 tenaga kerja lepas dari masyarakat sekitar, keberadaan kebun ini juga memberikan manfaat bagi empat kelompok tani yang ada, yaitu sebagai penerima penyaluran dana tanggung jawab sosial (CSR) berupa kredit lunak bergulir tanpa bunga. Ketua Kelompok Tani Karya Sari, Desa Bengelan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Jatim, Budiono, saat menemani kunjungan lapangan peserta Pertemuan Tahunan Mitra VECO Indonesia 2013 mengatakan, masing-masing kelompok tani menerima kredit Rp 50 juta-Rp 100 juta untuk disalurkan ke petani sekitar kebun. Jaminannya hanya organisasi tani dan kepercayaan. “Selain itu, kami juga mendapatkan kredit berbunga lunak dari Pemerintah Kabupaten Malang dengan jaminan sertifikat tanah,” kata Budiono. Selanjutnya, dana CSR dari PTPN tersebut dimanfaatkan untuk mengembangkan budidaya kopi dan ternak kambing. Agar lebih memudahkan petani, pihak manajemen Kebun Bangelan juga membeli kopi rakyat dalam bentuk gelondong merah dan kuning hasil panen seharga Rp 22.000 – Rp 24.000 per kilogram (kg). Harga pembelian tersebut menurut Budiono lebih tinggi dibandingkan jika petani mengolah kopi asalan sendiri dan dijual di pasar, karena akan laku di harga Rp 20.000

perkilogram. Di pabrik pengolahan milik PTPN, kopi rakyat tersebut langsung disortir tanpa melalui proses fermentasi terlebih dahulu. Setelah lolos uji tes, kopi tersebut lalu dikemas dengan merek Gunung Kawi. Kopi-kopi yang diproses ini untuk memenuhi kebutuhan kopi pasar lokal. “Kualitas kopi rakyat tidak berbeda dengan Kopi Bangelan yang berkualitas ekspor,” ujar Hendro memastikan. Geliat kopi bermerek Kopi Gunung Kawi saat ini menurut Hendro, ternyata sudah mulai dikenal oleh penikmat kopi di luar Indonesia. Ini dibuktikan dari masuknya penawaran pembelian dari luar negeri dengan harga US$ 3,16 per kilogram. Hendro juga menjelaskan, pencapaian produksi tahun ini dikatakan berkembang positif, mengingat dari target yang hanya 50 ton kenyataannya hasil produksi meningkat menjadi 66 ton. Untuk tahun depan ditargetkan produksi meningkat menjadi 120 ton, untuk meningkatkan kesejahteraan warga setempat.

Pembibitan dan Penyortiran Kebun Bangelan merupakan kebun koleksi bibit kopi, karena setidaknya ada sekitar 150 klon berumur sekitar 60 tahun. Sementara varietas kopi yang dikembangkan dan berproduksi sejauh ini sebanyak 9 varietas. Kelebihan yang dimiliki Kebun Bangelan inilah yang menarik minat seluruh petani kopi peserta pertemuan. Mereka terlihat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk belajar secara detail tentang teknik menghasilkan bibit berkualitas, sekaligus belajar bagaimana caranya melakukan stek. Pengetahuan yang diperoleh para petani di antaranya pengetahuan saat masa tanam, yaitu dengan menutupi menggunakan plastik dengan maksud untuk menyetabilkan kelembaban di atas 90 persen. Setelah tumbuh setidaknya 2 cabang primer pada benih, baru selanjutnya benih boleh dipindah ke lahan. Di kebun benih itu para peserta per-

temuan tahunan VECO Indonesia 2013 juga diajak melihat langsung budi daya tanaman kopi modern, dan praktek stek klon kopi robusta tahan kekeringan dan tahan hama nematoda. “Saya baru tahu ada teknik sambung pucuk kopi,” gumam sejumlah peserta sembari mengamati petugas PTPN mengajari cara melakukan stek pada dua klon kopi. Petani dari berbagai daerah penghasil kopi terkenal di Indonesia ini juga diajari bagaimana cara budi daya kopi menggunakan biji. Mandor Pembibitan, Puji Lestari mengatakan, cara mendapatkan benih dari biji seperti itu memerlukan proses agak lama dan panjang. Langkah pertama, petani harus menyiapkan terlebih dulu buah kopi klon exelsa yang telah masak, kemudian dikupas kulitnya. Setelah kulit dikupas selanjutnya dikeringkan, tapi proses pengeringannya jangan dilakukan dipapar langsung di bawah terik matahari. Setelah kering lalu kulit cangkang dikupas, dan dilanjutkan dengan direndam di dalam air biasa satu malam. Keesokan harinya setelah direndam, biji kopi baru boleh di tanam di areal pendederan dengan pemupukan berimbang, untuk mencegah serangan hama dan penyakit. “Cara tercepat memang menggunakan sistem stek atau sambung langsung. Setelah benih berumur 7-9 bulan, benih siap tanam di kebun,” terang Puji Lestari. Untuk merawat benih-benih tersebut menurut Puji, memerlukan sedikit penanganan dan perawatan khusus, yaitu harus disiram setiap hari namun tidak boleh terlalu basah. “Bibit kopi hasil stek kalau terlambat tanam risikonya akar akan melingkar di polybag. Solusinya, akar digunting. Tapi jangan diiris menggunakan pisau, karena rawan mati,” tegas Puji. Saat dilakukan kunjungan ke ruang sortir, ini juga menarik perhatian para peserta. Proses penyortiran biji kopi yang berkualitas itu melibatkan puluhan warga. Mereka bekerja dan dibayar secara borongan berdasarkan hasil sortiran yang diperoleh, yaitu antara Rp 27.000 hingga Rp 32.000 per hari. Puluhan peserta APM dengan seksama mengamati pekerja bagian penyortiran.Para peserta antusias melihat proses ini, karena kebanyakan dari mereka tidak melakukan proses penyortiran saat pascapanen di daerah masing-masing. Usai melakukan kunjungan lapangan yang cukup berharga, karena banyak pengetahuan yang didapat, panitia menyelenggarakan semacam game khusus, yaitu membedakan rasa kopi. Termasuk pula diajari tata cara melakukan tes kopi seperti yang dilakukan oleh PTPN XII Malang selama ini. Direktur Yayasan Jaya Lestari Desa (Jalesa), Eveready Lolo menyatakan, kunjungan sekaligus pelatihan seperti ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas petani di daerahnya. Sebab, dari pantauan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkantor di komplek terminal Pasar Bolu, Rantepao, Kabupaten Toraja Utara itu, sumber daya manusia (SDM) petani kopi di Toraja harus terus ditingkatkan. “Saya belajar kopi di Malang sejak dua tahun terakhir. Hasilnya diterapkan di lapangan dengan membina petani,” kata Eveready Lolo. Ia menjelaskan peningkatan kapasitas petani sangat perlu, karena sebagian besar petani masih mengolah kopi pascapanen secara tradisional, dan pasrah dengan kondisi alam. Hal itu yang menjadi penyebab sulitnya meningkatkan kualitas kopi selama ini. [Wahyoe Boediwardhana, Bagus Suryo]

6

Dummy 1.indd 6

9/19/2013 9:52:21 AM


SAMBANG TANI untuk itu, yaitu petani harus memiliki planning produksi yang jelas. “Kami tidak mau ketika berinvestasi lalu kemudian hasilnya tidak maksimal. Jika hitung-hitungan ekonominya memang terpenuhi, dan ada komitmen dari semua pihak, kami siap bantu penyediaan prasarana pendukung,” tegas Asnawi. Proses belajar para petani kopi Indonesia kepada PT. Indokom Citra Persada ini diakui oleh Imam Suharto, Program Manager VECO Indonesia sebagai upaya pembelajaran yang sangat penting. “Mereka umumnya selama ini tidak mengetahui rantai suplai sebenarnya dari kopi. Mereka hanya mendengar saja, bahwa ada PT. Indokom sebagai eksportir kopi spesial terbesar. Nah, sekarang ini saatnya mereka kita bawa ke sini,” kata Imam. Upaya pembelajaran kepada para petani kopi ini menurut Imam, menjadi salah satu fokus dari VECO Indonesia. Selama ini petani kopi tidak pernah menyentuh hingga end user dari supply chain. Mereka hanya mengetahui mulai penanaman hingga panen saja, dan tidak pernah mengetahui hingga bagaimana kopi mereka tersaji di atas meja di pusat-pusat perbelanjaan mewah di kota-kota besar Indonesia dan dunia. Pelatihan ini adalah yang pertama kali dilakukan VECO Indonesia, dengan fokus memberi pengetahuan kepada petani sejak dari hulu hingga hilir rantai suplai kopi. “Kami juga berupaya menunjukkan kepada mereka bagaimana kinerja eksportir kopi sebenarnya, agar mereka terbuka wawasannya dan mau belajar memperbaiki,” ujar Imam. Melihat kinerja VECO Indonesia yang fokus mendampingi para petani untuk menjadi lebih baik inilah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berencana melakukan penandatangan MoU kerjasama lanjutan untuk tahun 2014. Menurut Imam Suharto, akan ada penambahan tiga fokus dalam program VECO Indonesia selanjutnya yaitu innovation chain, bisnis petani, dan scaling up.Untuk fokus bisnis petani, Imam mengatakan, VECO Indonesia tengah menyusun modul yang akan diterapkan di farmers bussiness school bagi petani, bekerjasama dengan lembaga pertanian dan pangan dunia, FAO. “Kami harapkan dengan program ini para petani Indonesia bisa memiliki tekad, my farming is my bussiness,” terang Imam Suharto. [Wahyoe Boediwardhana, Bagus Suryo]

B

oleh para petani kopi. Untuk itu PT. Indokom Citra Persada menantang seluruh petani kopi spesial di Indonesia agar menghasilkan produk berkualitas. “Jangan khawatir. Berapapun jumlahnya kami akan beli, asalkan pengelolaannya memang sesuai dengan aturan,” ujar Asnawi. Salah seorang petani asal Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo, Erik Suhartoyo, mengaku sangat beruntung bermitra dengan PT. Indokom Citra Persada. Ia dan kelompoknya di lereng Gunung Argopuro menanam kopi dan diberi nama Putri Dadar. Saat ini kopi asal Situbondo tersebut sangat dinanti penikmat kopi di Amerika Serikat. Kopi-kopi yang dihasilkan oleh Erik Suhartoyo juga sudah memperoleh sertifikasi USDA. Dengan begitu, produk yang dihasilkan dapat masuk langsung ke negara Amerika Serikat dan memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan produk yang lain. “Selisih harga jual di pasar lokal dengan PT. Indokom sini bisa sampai Rp 15 ribu – 20 ribu per kilogramnya. Lebih untung dijual di sini,” jelas Erik. Asnawi Saleh juga mengungkapkan harapannya agar petani kopi Indonesia mau berubah cara budi daya mereka, dan tidak lagi asal-asalan. PT. Indokom Citra Persada juga siap membantu kelompok-kelompok tani yang memiliki kesulitan dalam hal pengelolaan pasca panen. Namun ia memiliki syarat ketat

Foto : Wahyoe Boediwardhana

agi masyarakat Indonesia, kopi tak semata produk pertanian dan perdagangan. Kopi bisa membangun sosial dan ekonomi sebuah masyarakat. “Kopi bukan melulu produk perdagangan. Mata rantai kopi sangat panjang, dan banyak pihak yang terlibat,” ujar Asnawi Saleh, Direktur Utama PT. Indokom Citra Persada. Asnawi mengatakan hal tersebut saat menyambut kedatangan peserta APM VECO Indonesia 2013 Rabu (18/9). Lelaki asli Palembang ini sengaja mengungkapkan hal itu untuk menggugah kesadaran para petani kopi Indonesia, bahwa sebenarnya mereka memiliki harta yang jika dikelola secara baik dan benar bisa menyejahterakan banyak orang. Perusahaan eksportir kopi spesial terbesar Indonesia ini menunjukkan fakta, bahwa permintaan kopi spesial asal Indonesia dari negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Korea dan negara di benua Eropa terus meningkat. “Saat ini dari Jawa Timur kami baru mampu memenuhi permintaan 4 ribu ton per tahun. Padahal, kebutuhan pasar kopi spesial dari Indonesia mencapai 8 ribu ton per tahun,” katanya. Asnawi mencoba membuka mata petani kopi di daerahdaerah penghasil kopi terbaik, seperti Toraja, Flores (Bajawa, Manggarai, Ngada), Bali, Jawa dan daerah lain, bahwa peminat kopi mereka sangat banyak. Kopi-kopi spesial dari Indonesia ini dihargai cukup tinggi di luar negeri, setelah terlebih dahulu diproses roasting.Kopikopi yang berhasil menembus pasar kopi dunia diantaranya, Flores Bajawa yang sangat disukai pasar Amerika Serikat dan Jerman. Juga kopi asal Situbondo yang diberi label Cafe Badilati. “Kopi asal Situbondo ini diminati oleh pelanggan Badilati Cafe, sebuah terkenal dan cafe tertua di Swiss yang telah berusia 101 tahun,” jelas Asnawi. Kemasyhuran cita rasa kopi spesial Indonesia bukanlah isapan jempol. Untuk itu, seharusnya petani kopi Indonesia sadar bahwa mereka sesungguhnya memiliki kopi layaknya ‘emas hitam’ yang sangat berharga. Agar bisa menjadi sangat berharga syaratnya harus dikelola dengan baik dan benar. Dari berbagai wilayah di Indonesia, PT. Indokom Citra Persada telah mengemas 16 jenis kopi spesial untuk ekspor. Tiga diantaranya bahkan telah tersertifikasi US Department of Agriculture (USDA) Organic, sebuah sertifikat yang khusus dikeluarkan untuk menjamin bahwa produk-produk tersebut memang dikelola secara organik. Berbagai keunggulan kopi spesial Indonesia ini akan terbuang sia-sia jika saat budi daya tidak dikelola dengan baik

Foto : Anton Muhajir

PETANI KOPI HARUS MEMBUKA MATA

Foto : Wahyoe Boediwardhana

BELAJAR DARI PT. INDOKOM

7

Dummy 1.indd 7

9/19/2013 9:52:28 AM


PROFIL HAYATI NUFUS, Miss Coffee 2013, Jawa Timur

Lodovikus Vardiman

BERJUANG DI JALUR KOPI

IRONI HARGA KOPI DAN KESEJAHTERAAN PETANI T

Foto : Wahyoe Boediwardhana

digenggamnya. Mahasiswi semester akhir Universitas Airlangga Surabaya jurusan Hubungan Internasional ini mengaku, kebiasaan masyarakat terutama anak-anak muda di kota besar seperti Surabaya telah bergeser. Mereka sekarang tidak hanya asal meminum kopi, melainkan sudah mulai memilih meminum kopi dari biji kopi berkualitas. Bergesernya kebiasaan minum kopi anakanak muda di kota-kota besar seperti Surabaya, ditunjang makin banyak bermunculan kedai penjual kopi siap saji di pusat-pusat perbelanjaan mewah. Sehingga, minum kopi saat ini bukan lagi menjadi kebiasaan, melainkan telah bergeser menjadi gaya hidup masyarakat modern. “Kopi kini menjadi trend anak muda, karena bisa mengubah gaya hidup. Anak-anak muda sekarang memilih ngopi di mal karena gengsinya naik. Meskipun harganya jauh lebih mahal dibanding di warung kopi pinggir jalan,” ucap Aya. Namun, di balik cita rasa kopi Indonesia yang tinggi dan dikenal di penjuru dunia, ternyata belum diikuti dengan meratanya tingkat kesejahteraan para petaninya. Seharusnya menurut Aya, jika produk yang dihasilkan petani memiliki nilai jual tinggi, itu seimbang dengan tingkat kesejahteraan petaninya. Menyangkut masalah kopi, Aya sekarang mengaku sudah lebih jago dalam memilih kopi bercitarasa tinggi yang akan ia minum. Jika dulu ia hanya sekedar kopi hitam yang diseduh air panas, tapi kini ia tak sembarangan. Namun meski dikenal sebagai penikmat kopi kelas berat, Aya merasa tidak terpengaruh kandungan kafeinnya. Baginya, ia sudah merasa kebal terhadap kandungan kafein pada kopi, sehingga tidak akan selalu terjaga usai meminum kopi dalam jumlah banyak. “Sudah tidak ada pengaruh, kafein pada kopi bagi tubuh saya. Kalau sudah capek dan ingin tidur, ya tidur aja, meskipun baru minum kopi satu gelas,” katanya.

Foto : Wahyoe Boediwardhana

K

opi rupanya tidak hanya identik dengan kaum lelaki. Kaum wanita pun juga mulai menjadi penggemarnya. Hayati Nufus, 21, salah satunya, Miss Coffee 2013 dari Jawa Timur. Pernyataan Hayati ini bukan isapan jempol. Setidaknya dalam satu jam saja ketika berbincang seputar kopi Indonesia dengan Lontar di Surabaya Town Square (Sutos) Surabaya, Sabtu (7/9) lalu, wanita kelahiran 28 September 1991 ini sudah meneguk habis dua cangkir kopi. “Sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, mama hampir setiap hari menyuguhkan kopi ke saya saat pagi hari. Seperti minum air putih saja. Makanya, saya sangat mengenal aroma dan nikmatnya kopi,” kata Aya, panggilan akrab Hayati Nufus. Di sela tugas wajib mengenalkan kopi Toraja, Bajawa dan Manggarai, kepada para pengunjung di stand pameran kopi spesialti yang digelar VECO Indonesia di Surabaya Town Square, Aya tidak terlihat canggung saat sesekali menyeruput kopi hitam di dalam cangkir yang

idak mudah ternyata mengajak orang lain untuk berubah menjadi lebih baik. Lodovikus Vardiman telah merasakan sendiri hal itu. Tapi meskipun sulit, Ketua Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom) itu tetap tak patah semangat. Ia terus mengajak petani kopi di Desa Remdenao, Kecamatan Pocoramaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), agar aktif untuk belajar memproduksi kopi green bean equivalent (GBE). Cara yang dilakukan Lodovikus dengan jalan rajin menyambangi rumah warga dan tokoh masyarakat di desanya. Ia yang lulusan sekolah lapang VECO Indonesia tersebut, terus berupaya mengembangkan rantai kopi organik wilayahnya. Ia mempunyai harapan warga petani di desanya menjadi petani cerdas. materi di sekolah lapang yang mengajarkan teknologi budi daya, pengolahan pascapenan, dan penerapan internal control system (ICS) guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi, itu menurutnya sangat penting dikuasai petani. Tantangan terberat lainnya datang dari para tengkulak. Ia dianggap mengganggu bisnis dan kepentingan mereka. Itu sebabnya Lodovikus kerap dimaki, bahkan dimusuhi ketika masuk desa tetangga. Petani juga mencibir karena psikologi mereka tidak mudah percaya sebelum ada bukti keberhasilan. “Saya tidak menyerah. Saya terus memberikan pemahaman dan meningkatkan kapasitas SDM bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) Delsos, Keuskupan Ruteng,” kata Lodovikus. Upaya anak tertua pasangan Yoseph Magus dan Anastasia Janur ini membuahkan hasil. Melalui sekolah lapang Asnikom, petani memahami kualitas kopi terbaik dan berhasil lepas dari jeratan tengkulak. Secara bertahap, petani mulai bisa memenuhi permintaan pasar kopi di Jakarta dan Surabaya, hingga berlanjut menjalin komunikasi bisnis dengan pengusaha asing. “Mengapa saya harus berjuang seperti ini. Ini karena saya anak petani kopi. Selama ini tidak ada petani yang kaya. Yang kaya hanya pedagang dan pembeli kopi. Kami berharap, kopi ditanam hingga dijual sendiri menuju petani sejahtera,” tukasnya.

8

Dummy 1.indd 8

9/19/2013 9:52:37 AM


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.