Foto: Anton Muhajir
Buletin Triwulan VECO Indonesia
#4 201 2
Mewujudkan Desa Ma n d i ri Pa n g a n d a n Sejahtera LONTAR - #4 - 2012
1
Dari Redaksi
Daftar Isi
Foto: Anton Muhajir
Hadiah Tahun Baru dari Kami SELAMAT tahun baru 201 2. Seperti biasa, pergantian tahun selalu membawa mimpi, harapan, dan rencana baru. Semoga kita bisa menjaga dan mewujudkan semuanya setahun ke depan. Tahun 201 2 ini, tentu banyak rencana baru dibanding tahun sebelumnya. Begitu pula kami di VECO Indonesia, khususnya di Bagian Publikasi. Selain terus memproduksi media publikasi seperti LONTAR dan website, kami juga memproduksi aneka rupa pernak-pernik
kampanye. Misalnya, gantungan kunci, stiker, kaos, pin, dan kalender. Selain untuk mengenalkan VECO Indonesia, semoga pernak-pernik tersebut juga bisa mengikat emosi dan nantinya dukungan pada petani seperti yang selama ini kami lakukan. Jika Anda berminat mendapatkan pernak-pernik alat kampanye tersebut, jangan ragu untuk menghubungi. Kami akan memberikannya sekaligus sebagai hadiah tahun baru 201 2. Gratis. [Redaksi]
A new year’s gift from us Happy New Year. As always, the new year brings new dreams, hopes and plans. Let’s hope we can realise them all this coming year. This year, everyone has lots of new plans. And that goes for VECO Indonesia, too, particularly in the Publication Section. As well as producing publications such as LONTAR and the website, we will also be producing a range of campaign souvenirs, including key
2
LONTAR - #3 #4 - 2011 2012
rings, stickers, T-shirts, pins and calendars. As well as to promote VECO Indonesia, these souvenirs should also raise awareness and, in turn, the support that we have been giving to farmers. If you are interested in receiving any of these campaign souvenirs, please don’t hesitate to contact us. We will give you them as a New Year’s gift. Free of charge. [Editor]
2 3 4
Dari Redaksi Editorial Reportase
11 12 14 16 18 19 20
Kelompok Tani Kabar VECO Kabar Mitra Kabar Internasional Profil Resensi Poster
Mewujudkan Desa Mandiri Pangan dan Sejahtera
Lontar (n) daun pohon lontar (Borassus flabellifer) yang digunakan untuk menulis cerita; (n) naskah kuno yang tertulis pada daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus kata benda (n). Lontar adalah media informasi untuk menyampaikan informasi tentang pertanian yang memperhatikan nilai-nilai lokal, sesuatu yang terus VECO Indonesia perjuangkan.
Tim Redaksi
Penanggung jawab : Rogier Eijkens Redaksi : Anton Muhajir Kontributor : Staf dan Mitra VECO Indonesia Layout : Syamsul "Isul" Arifin Alamat Redaksi VECO Indonesia Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar Telp: 0361 - 7808264, 727378, Fax: 0361 - 72321 7 Email: admin@veco-indonesia.net, anton@veco-indonesia.net Website www.vecoindonesia.org Twitter @vecoindonesia
Redaksi menerima berita kegiatan, profil, maupun tips terkait praktik pertanian berkelanjutan terutama yang terkait dengan mitra VECO Indonesia di berbagai daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email ataupun pos ke alamat di atas.
Materi publikasi ini dicetak menggunakan kertas daur ulang 50 persen sebagai komitmen VECO Indonesia pada ekologi
Editorial
Banggalah pada Pangan Lokal Sendiri Setiap kali ke Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti Sumba, Flores ataupun Timor, saya selalu kecewa untuk urusan lidah.
SAYA tak menemukan warung makan dengan menu lokal yang enak di pulau-pulau tersebut. Tiap kali makan, teman-teman di sana akan mengajak ke warung jawa atau warung padang. Padahal, sebagai penggemar makanan lokal, saya ingin menikmati menu khas setempat. Toh, saya hampir tak pernah menemukannya. Padahal, setelah saya ikut perayaan Hari Pangan Sedunia (HPS) NTT di Bajawa Oktober 201 1 lalu, saya makin yakin NTT juga punya makanan khas sendiri. Tak harus tergantung beras. Ende punya makanan khas ubi cincang. Di Bajawa pun ada makanan lokal, seperti wata, jali, kewa, dan suza. Tapi, saya tak menemukannya di warung-warung tepi jalan. Untuk itu, sudah saatnya warga setempat di NTT juga peduli pada pangan lokalnya sendiri. Warga setempat harus mengolah dan menjual menu lokal ini kepada kami, orang luar yang berkunjung ke NTT. Upaya ini sekaligus sebagai pelestarian dan pengenalan pangan lokal. Upaya ini perlu didukung pemerintah setempat. Ke-
bijakan seperti Gubernur NTT yang tiap Selasa dan Kamis menyediakan pangan lokal perlu diperluas dengan melibatkan warga. Tak hanya mengajak tapi juga meningkatkan kapasitas petani dalam produksi komoditi lokal serta pengolahan. Dukungan modal dan pendampingan usaha juga penting. Kampanye kepada konsumen, antara lain melalui pameran pada HPS atau NTT Food Summit juga Foto: Anton Muhajir berperan penting. Dengan begitu, konsumen akan sadar bahwa pangan lokal itu penting dan juga bergengsi. Sebab, selama ini toh ada anggapan pada warga setempat sendiri bahwa pangan lokal itu murahan. Padahal, dengan terus bangga mengonsumsi di warung jawa atau padang, tanpa sadar orang NTT sendiri terus melanjutkan ketergantungan. Itu harus dihentikan. Budidayakan pangan lokal. Olah dan jual dengan kemasan yang bagus. Dengan begitu, warga lokal akan bangga mengonsumsi pangan lokal. Dan, saya juga akan menemukan keragaman pangan ketika ke NTT. Itu menyenangkan. [Anton Muhajir]
Proud of our local foods Every time I go to East Nusa Tenggara, to Sumba, Flores or Timor, for example, my taste buds are disappointed.
THERE are no food stalls selling the delicious local delicacies from these islands. Every time we eat, my colleagues there take me to a Javanese or Padang eatery. Even though, as a lover of local foods, I want to enjoy the local delicacies. But finding them is the problem. After celebrating World Food Day in Bajawa, East Nusa Tenggara in October last year, I was convinced that this province has its very own local foods. They don’t have to be dependent on rice. Ende has a local delicacy called chopped yam (ubi cincang). In Bajawa, there are local foods such as wata, jali, kewa and suza. But I was unable to find any roadside foodstalls. It is time for the people of East Nusa Tenggara to start caring about their own local foods. They should be making and selling local delicacies to us, people visiting East Nusa Tenggara. This would both preserve and promote local foods. This initiative needs to be supported by local government. Practices such as the governor of East
Nusa Tenggara eating local foods on Tuesdays and Thursdays need to be expanded by involving local people. It would not only encourage local farmers to produce and process local commodities ; it would also build their capacity to do so. Funding and business support is also crucial. Consumer campaigns, such as through exhibitions on World Food Day or at the NTT Food Summit play a key role, too. These make consumers aware that local food is important, and classy. Because even the local people think of local food as second-rate. By continuing to eat in Javanese and Padang eateries, the people of East Nusa Tenggara are unconsciously encouraging dependency. That has to stop. Cultivate local foods. Process and package them well, and sell them. This will make local people proud to consume local foods. And I’ll be able to enjoy a variety of foods when I go to East Nusa Tenggara. That’ll be great. [Anton Muhajir]
LONTAR - #4 - 2012
3
Mewujudkan Desa Mandiri Pangan dan Sejahtera Secara kolaboratif, pemerintah dan masyarakat sipil berusaha membebaskan NTT dari kelaparan.
RIBUAN warga memenuhi Lapangan Desa Malanuza, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) pertengahan Oktober 201 1 lalu. Mereka memenuhi lapangan sepak bola di daerah pegunungan Pulau Flores tersebut. Tua, muda, pelajar, petani, pegawai negeri. Semuanya bertemu di lapangan tersebut. Selain mengikuti seremonial puncak perayaan Hari Pangan Sedunia oleh Pemerintah Provinsi NTT, biasa disebut juga NTT Food Summit, mereka juga melihat pameran dan atraksi selama kegiatan. Selama dua hari, warga Ngada dan sekitarnya berkumpul di tanah lapang itu. Desa ini pun penuh dengan kegiatan terkait pangan. Pada hari yang sama, di auditorium Jhon Thom, Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada, ratusan orang juga sedang mendiskusikan tema sama, mewujudkan kedaulatan pangan di Provinsi NTT. Mereka mengikuti Lokakarya Tindak Lanjut NTT Food Summit 201 1 . Orang terpenting di Pemprov NTT, Gubernur
4
Foto-foto: Anton Muhajir
LONTAR - #4 - 2012
Reportase Frans Lebu Raya, memberikan materi dalam kegiatan setengah hari tersebut. Selain memberikan sambutan, Gubernur NTT juga menyampaikan sejauh mana kemajuan program mewujudkan kedaulatan pangan di wilayahnya. Pembicara lain adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTT, wakil Aliansi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk Kedaulatan Pangan, serta Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BPKPP) NTT. Meski berbeda tempat, lokakarya di Bajawa dan perayaan di lapangan Malanuza, merupakan kegiatan yang saling mendukung. Jika lokakarya lebih banyak membahas tentang kemajuan program,
maka perayaan di lapangan adalah kampanye pangan lokal pada khalayak umum, termasuk anak-anak SD. Keduanya juga merupakan bagian dari perayaan NTT Food Summit.
Deklarasi
Sejak dilaksanakan pertama kali pada 2008, NTT Food Summit merupakan forum di mana para pemangku kepentingan terkait kedaulatan pangan di NTT bisa bertemu. Dalam forum ini mereka saling berbagi informasi terkini sekaligus gagasan ke depan mengenai kedaulatan pangan. Kegiatan tahunan ini pertama kali diadakan di Maumere, Kabupaten Sikka. Dua hasil penting dari NTT Food Summit
Creating food self-sufficient and prosperous villages Working together, the government and civil society are working to free East Nusa Tenggara from hunger.
THOUSANDS of villagers thronged the village common in Malanuza, in the Golewa sub-district of Ngada, East Nusa Tenggara, mid October 201 1 . They filled the football pitch in this mountainous region of Flores Island. Old, young, school students, farmers, civil servants. All were gathered there. As well as taking part in the ceremony organised by the East Nusa Tenggara government in celebration of World
Food Day, commonly known as the NTT Food Summit, they were also there to see the exhibitions and attractions. For two days, people from Ngada and surrounding areas gathered on the common. The village was full of activity, all to do with food. On the same day, in the Jhon Thom auditorium in Bajawa, the capital of Ngada district, hundreds of people were discussing one topic: achieving food
tiga tahun lalu tersebut adalah Deklarasi Maumere 2008 dan Rencana Aksi Bersama (RAB). Deklarasi itu berisi 1 1 poin pernyataan bahwa para pemangku kepentingan akan bersama-sama berupaya menurunkan kerawanan pangan dan kemiskinan serta mewujudkan ketahanan pangan di NTT, provinsi yang paling identik sebagai daerah miskin dan rawan pangan di Indonesia. Komitmen itu kemudian diturunkan dalam bentuk RAB sekaligus sebagai panduan langkah nyata dan acuan bersama untuk mengatasi kelaparan di Provinsi NTT. Dalam bentuk lebih nyata, lahirlah program Desa Mandiri Pangan Desa Sejahtera (DMPDS) yang diinisiasi Aliansi LSM bersama BPKPP NTT. Program ini dicanangkan Gubernur NTT sebagai salah satu model pembangunan ketahanan pangan Pemprov NTT. Pada NTT Food Summit 2009, Gu-
sovereignty in East Nusa Tenggara. They were taking part in the 201 1 NTT Food Summit Follow Up Workshop. The most important figure in the East Nusa Tenggara provincial government, Governor Frans Lebu Raya, addressed the half-day workshop . As well as offering words of welcome, the governor also provided an update on the program to achieve food sovereignty in the province. Other speakers were the chair of the East Nusa Tenggara parliament, the head of the East Nusa Tenggara office of the Statistics Agency, representatives of the NGO Alliance for Food Sovereignty, and the chair of the East Nusa Tenggara Food Security and Extension Agency. Although in different locations, the workshop in Bajawa and the celebrations in Malanuza were mutually supporting activities. While the workshop focused on discussion of the progress in the program, the celebrations were about promoting local foods to the general public, including primary school children. Both were part of the NTT Food Summit celebrations.
Declaration
Since its debut in 2008, the NTT Food Summit has been a forum at which stakeholders in food sovereignty in East Nusa Tenggara can meet. At this forum, they share the latest information and
LONTAR - #4 - 2012
5
Reportase
6
bernur NTT meresmikan program DMPDS di tiga desa, yaitu Desa Mbatakapidu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur; Desa Wure, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur; dan Desa Femnasi Kecamatan Miomafo Timur Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Implementasi program dimulai pada 201 0 melalui tiga tahap, yaitu persiapan, penumbuhan dan pengembangan, serta kemandirian. Ada lima hal yang ingin dicapai melalui DMPDS. Pertama, kemandirian dan keberlanjutan pangan. Kedua, solidaritas, saling percaya dan keterlibatan warga dan pemerintah desa. Ketiga, peningkatan kapasitas pengelolaan sumberdaya desa dan dukungan dari pihak lain. Keempat, kerjasama antar level dan sektor pemerintahan. Terakhir, membangun kerjasama antara LSM dan pemerintah. Untuk itu, DMPDS dilakukan secara sinergis dan kolaboratif antara LSM dan pemerintah. Di tingkat provinsi, misalnya, sekretariat bersama di kantor BKPP provinsi dengan pelaksana teknis satu wakil LSM, yaitu Lembaga Studi Drya Media Kupang dan satu staf BKPP provinsi. Demikian juga di kabupaten. Sekretariat program di kantor BKPP dengan staf pelaksana dari LSM dan pemerin-
tah. Wakil LSM di masing-masing kabupaten tersebut adalah Yayasan Pahadang Manjoru di Sumba Timur, Yayasan Ayu Tani di Flores Timur, dan Yayasan Mitra Tani Mandiri di TTU. VECO Indonesia merupakan salah satu LSM yang menginisiasi lahirnya program DMPDS. Selain VECO Indonesia juga ada Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Yayasan Bina Desa Sadajiwa, Yayasan Kehati, Pe-
rkumpulan Indonesia Berseru, dan Swiss Contact. “Posisi LSM, termasuk VECO Indonesia, lebih fokus sebagai konseptor dan pemberi masukan dalam program DMPDS,” kata Purnama Adil Marata, Koordinator Lapangan VECO Indonesia di Jakarta yang bertanggungjawab dalam program DMPDS. Namun, VECO Indonesia tak hanya memberikan konsep program tapi juga
ideas about food sovereignty. This year, for this first time, the event was held in Maumere, Sikka district. Two key outputs of the last three NTT Food Summits are the 2008 Maumere Declaration and the Joint Action Plan. The 1 1 -point declaration is a commitment by the stakeholders to work together to reduce food vulnerability and poverty and create food security in East Nusa Tenggara, one of Indonesia’s poorest and most food vulnerable regions. This commitment was then translated into a Joint Action Plan and a set of concrete guidelines and references for addressing hunger in East Nusa Tenggara. In a more concrete form came the advent of the Desa Mandiri Pangan Desa Sejahatera (DMP-DS) program, which was initiated by the NGO Alliance and the East Nusa Tenggara Food Security and Extension Agency. The program was launched by the East Nusa Tenggara governor as a model of food secu-
rity development for the East Nusa Tenggara provincial government. At the 2009 NTT Food Summit, the East Nusa Tenggara governor officially launched the DMP-DS program in three villages – Mbatakapidu, in Kota Waingapu subdistrict, East Sumba; Wure, in West Adonara subdistrict, East Flores; and Femnasi, in Miomafo subdistrict, North Central Timor. Implementation of the three stages of the program – preparation, growth and development, and self-reliance – began in 201 0. There are five goals the DMP-DS program seeks to achieve. First, food self-reliance and sustainability. Second, solidarity, trust and participation between villagers and village administrations. Third, increased capacity in village resource management and external support. Fourth, cooperation between levels and sectors of government. Finally, build cooperation between NGOs and government. To achieve these goals, the DMP-DS
program is run jointly by NGOs and government. At the province level, for example, a joint secretariat in the offices of the Food Security and Extension Agency has been set up, staffed by a technical officer representing the NGO Lembaga Studi Drya Media Kupang and a staff member of the provincial Food Security and Extension Agency. Likewise, at the district level, the program secretariats are located in the food security and extension agency and staffed by NGO and government representatives. The NGO representatives are from Yayasan Pahadang Manjoru in East Sumba, Yayasan Ayu Tani in East Flores, and Yayasan Mitra Tani Mandiri in North Central Timor. VECO Indonesia is one of the NGOs that initiated the DMP-DS program, along with Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Yayasan Bina Desa Sadajiwa, Yayasan Kehati, Perkumpulan Indonesia Berseru, and Swiss Contact.
LONTAR - #4 - 2012
Reportase
dukungan untuk operasional program ini. Dukungan VECO Indonesia ini diberikan sejak 2008 ketika NTT Food Summit pertama kali dilaksanakan. Dukungan tersebut merupakan bagian dari program advokasi VECO Indonesia terkait kedaulatan pangan. KRKP dan PIB, yang juga terlibat dalam program ini adalah mitra langsung VECO Indonesia terkait advokasi kedaulatan pangan dan penyadaran konsumen.
The main role of the NGOs, including VECO Indonesia, is as conceiver of and advisor to the DMP-DS program,� explained Purnama Adil Marata, VECO Indonesia Field Coordinator in Jakarta, who is responsible for the DMP-DS program. However, VECO Indonesia also provides support for the operation of this program. VECO Indonesia has been providing support since 2008, when the first NTT Food Summit was held. This support is a part of the VECO Indonesia food sovereignty advocacy program. KRKP and PIB, which are also involved in this program, are direct partners of VECO Indonesia in in food sovereignty advocacy and consumer awareness.
Impact
The NTT Food Summit itself could be compared to a display window to see how far the DMP-DS program has progressed. Every year, the stakeholders meet to discuss the achievements and challenges of the food sovereignty pro-
Dampak
NTT Food Summit sendiri bisa dikatakan hanya etalase untuk melihat sejauh mana program DMPDS berjalan. Setiap tahun, para pemangku kepentingan bertemu untuk mendiskusikan pencapaian dan tantangan program kedaulatan pangan di tingkat provinsi ini. Sementara itu di lapangan, para petani dan LSM mengabarkan pencapaianpencapaian terkait kedaulatan pangan. Begitu pula pada NTT Food Summit 201 1 ini. Yusup Napiri Maguantara, perwakilan KRKP dalam program ini, menyampaikan pencapaian-pencapaian tersebut dalam lokakarya. Mengacu pada laporan Aliansi LSM, menurut Yusup, implementasi program DMPDS sudah melewati tahap penyiapan. Tahap selanjutnya adalah penumbuhan dan pengembangan. Hingga Oktober lalu, program telah berjalan melibatkan 863 petani di tiga kabupaten tersebut. Menurut Yusup, meskipun belum mencapai harapan Deklarasi Maumere 2008 untuk menurunkan angka kelaparan dan kemiskinan secara kuantitatif, namun secara kualitatif, program ini memberi sinyal sangat mungkin bisa mencapai tujuan. Aliansi LSM memberikan beberapa poin untuk mewakili pen-
capaian tersebut. Salah satunya adalah sudah terbentuknya kelompok afinitas, kelompok perempuan, lembaga keuangan desa, dan tim pangan desa di tiga desa lokasi program. Melalui lembaga-lembaga tersebut keluarga petani telah berperan mengelola dan memanfaatkan dana dan aset program secara bersama untuk kepentingan petani. Fokus utama pengembangan usaha anggota kelompok warga sasaran program adalah bidang peternakan sapi, babi, kambing dan ayam. Adapun kelompok perempuan menekankan usaha produktif, seperti kios, tenunan, dan holtikultura. Perempuan yang terlibat dalam kelompok warga sebanyak 396 atau 46 persen dari total 863 petani. Di samping itu, ada enam kelompok khusus perempuan yang bergabung dalam program DMPDS. Dari tiga lokasi program, Desa Mbatakapidu, Kabupaten Sumba Timur merupakan desa yang paling menonjol keberhasilannya. Kerjasama antar-pihak sudah intensif. Warga juga mampu memobiliasi dukungan dari pihak lain. Pencapaian ini bahkan membuat Desa Mbatakapidu mendapat predikat desa paling baik di tahun 201 0 di Sumba Timur. [Anton Muhajir]
gram at the province level. Meanwhile, in the field, the farmers and NGOs report on the achievements made related to food sovereignty. That is what happened at the 201 1 NTT Food Summit. Yusup Napiri Maguantara, KRKP representative on this program, presented these achievements at this workshop. Referring to the NGO Alliance report, Yusuf explained that the preparation state of the implementation of the DMP-DS program had been completed. The next stage is the growth and development stage. Since October, the program has been running with the involvement of 863 farmers in these three districts. Yusup says that although the program has yet to achieve aim of the 2008 Maumere Declaration to make a quantitative and qualitative reduction in hunger and poverty, there are signs that these aims are achievable. The NGO Alliance gives pointers for achieving these aims. One was to form affinity groups, wo-
men’s groups, village financial institutions, and village food teams in each of the three target villages. Through these institutions, family farmers have been able to participate in jointly managing program funds and assets to benefit the farmers. Development of target group enterprises has focused on rearing cattle, pigs, goats and chickens. There are women’s groups that concentrate on productive enterprises, including retail outlets, weaving and horticulture. Of the 863 farmers supported by the program, 396 or 46 percent are women. Also, there are six women only groups involved in the DMP-DS program. Of the three locations, Mbatakapidu village in East Sumba district has been the most successful. There is intensive collaboration. And the villagers are able to mobilise third-party funds. These achievements won Mbatakapidu the 201 0 award for the best village in East Sumba. [Anton Muhajir]
LONTAR - #4 - 2012
7
Reportase
Berharap Kedaulatan pada Pangan Lokal Komoditi lokal tak hanya bisa mencukupi kebutuhan pangan tapi juga kesehatan.
KONSUMSI pangan lokal. Membuat hidup lebih pasti. Makanan warisan leluhur kita. Beragam, bergizi, dan lebih berimbang. Banyak vitamin dan mineral. Karbohidrat dan protein. Yang terdapat dalam pangan lokal. Beraneka ragamnya. Mari saudara semua. Mengonsumsi pangan lokal. Lagu berjudul Pangan Lokal itu berkumandang di Lapangan Malanuza, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) pertengahan Oktober 201 1 lalu. Selama dua hari, anak-anak SD di kecamatan ini beradu kemampuan menyanyi dan kampanye tentang pangan lokal. Mereka menyanyi dalam kelompok sambil menari. Semuanya berpakaian khas Flores. Lomba menyanyi tersebut merupakan bagian dari puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di NTT yang lebih dikenal dengan nama NTT Food Summit. Lirik lagu itu pun sesuai dengan tema besar NTT Food Summit,
mengembalikan pangan lokal sebagai pangan utama warga NTT. Tema ini tergambar pula melalui berbagai spanduk di lokasi kegiatan, materi pameran, serta presentasi Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, pada saat lokakarya NTT Food Summit 201 1 di Bajawa, Ngada. Menurut Gubernur, hingga saat ini pemerintah pusat masih fokus pada pengembangan beras daripada pangan lokal. Dia memberikan contoh adanya program beras untuk warga miskin (raskin). “Kenapa harus menggunakan beras sebagai makanan pokok untuk orang miskin?” tanyanya. Gubernur menambahkan, kebijakan raskin ini sebaiknya disesuaikan dengan potensi pangan lokal masing-masing daerah. Di Maluku, sebagai contoh, beras bisa diganti dengan sagu. Di NTT, pangan lokal ini, antara lain bisa diganti dengan jagung. “Secara geografis, NTT lebih cocok mengembangkan jagung
daripada padi,” katanya. Sebagai upaya mengenalkan dan membudayakan pangan lokal tersebut, Pemprov NTT pun melaksanakan program mengonsumsi pangan lokal untuk pegawainya. Setiap Selasa dan Kamis, staf Pemprov diwajibkan mengonsumsi pangan non-beras, seperti jagung, ubi, dan pisang. Komitmen Pemprov NTT itu pun disambut hangat oleh warga, setidaknya peserta pameran di NTT Food Summit 201 1 lalu. Stan VECO Indonesia dan para mitra, misalnya, memamerkan pangan lokal dan olahannya, seperti jagung, keladi, dan singkong. Di stan lain pun, aneka rupa pangan lokal tersebut dipamerkan untuk mengenalkannya pada warga.
Beragam Fungsi
Secara umum, aneka pangan lokal yang dipamerkan di NTT Food Summit ini ada tiga jenis, yaitu umbi-umbian,
Hopes for sovereignty in local foods Local commodities not only provide a source of food, they are good for your health too.
EAT local foods. They are better for you. The foods our ancestors ate. Varied, nutritious, balanced. Full of vitamins and minerals. Carbohydrate and protein. Are all in local foods. There are so many different kinds. Come on everyone. Eat local foods.
8
LONTAR - #4 - 2012
This song, Local Foods, reverberated around the Malanuza village common, Golewa subdistrict, Ngada, East Nusa Tenggara mid October 201 1 . For two days, primary school children in this subdistrict showed off their singing talents and campaigned for local foods. They
Foto-foto: Anton Muhajir
kacang-kacangan, dan biji-bijian. Tiap jenis pangan lokal ini punya nama lokal, seperti wata, jali, kewa, dan suza. Warga setempat menyebut kacang-kacangan dengan istilah le'bha, biji-bijian dengan wata, dan ubi-ubian dengan uwi nio atau uwi bhoko. Peserta pameran dari Kecamatan Soa, sebagai contoh, memamerkan tiga jenis pangan lokal tersebut. Ada jali serupa jagung dan uze laka yang mirip kacang hitam. Sisilia Theresia Bae, pendamping peserta dari Desa Piga menyatakan ada
beberapa fungsi utama pangan lokal ini. Pertama fungsi adat. Pada saat siap menanam, petani akan membuat sayur dari umbi-umbian (uwi bhoko). Sayur ini dicampur dengan daun kelor dan lauk udang. “Saat itu semua petani tidak boleh ke sawah selama tiga hari,” kata Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Desa Piga, Kecamatan Soa tersebut. Selama itu, petani juga pantang bertengkar dan harus hanya diam di rumah. Fungsi kedua, kesehatan. Jali yang bentuknya mirip jagung amat berguna untuk menambah dan memperlancar air
sang and danced in groups. All wearing traditional Flores costumes. This singing contest was part of the celebration of World Food Day in East Nusa Tenggara, known to most as the NTT Food Summit. The lyrics to this song tied in perfectly with the overall theme of the NTT Food Summit, which is to get local people eating local foods again as their staple diet. This theme was also depicted on the banners adorning the common, on the campaign material, and in the address by the East Nusa Tenggara governor, Frans Lebu Raya, at the 201 1 NTT Food Summit workshop in Bajawa, Ngada. According to the governor, the focus of national government is still on deve-
loping rice rather than local foods. He gave the rice for poor families (Raskin) program as an example. “Why must rice be the staple food for poor people?” he asked. The governor added, this rice for poor families policy should reflect the local foods available in each region. In Maluku, for example, rice could be substituted by sago. In East Nusa Tenggara, one possible substitute is corn. “Geographically, East Nusa Tenggara is better suited to growing corn than rice,” he said. To help introduce and promote these local foods, the East Nusa Tenggara provincial government is running a program to promote consumption of local foods among its employees. Every
susu ibu (ASI). Jagung ini diolah dengan cara dijemur, ditumbuk, direbus dengan air dan dimakan campur kacang bali (uze laka). Dia berfungsi sebagai pengganti beras. Menurut Sisilia, makan pangan lokal ini selama tiga kali seminggu akan membuat ASI mengalir lancar. Hingga saat ini, hampir semua ibu menyusui di Kecamatan Soa akan mengonsumsi jali dan uze laka ini. Saat ini, jenis-jenis pangan lokal tersebut masih dibudidayakan petani setempat meski dalam jumlah terbatas. Umbi-umbian, misalnya, masih dibudida-
LONTAR - #4 - 2012
9
Reportase yakan oleh semua petani. Biasanya panen setahun sekali. Meski terbatas, umbi-umbian ini juga ada di pasar. Harganya Rp 20.000 per kilogram. Pangan lokal lain yang masih dibudidayakan petani di Kecamatan Soa, meski dalam jumlah terbatas adalah wata atau jewawut. “Wata itu makanan orang dulu sebelum terbiasa makan nasi,” kata Ketua Kelompok Wanita Tani Papa
Tuesday and Thursday, provincial government employees have to eat non-rice local foods, such as corn, yams and bananas. This commitment by the local government has been warmly welcomed by the local population, at least by those involved in the exhibition at the 201 1 NTT Food Summit. The stands run by VECO Indonesia and its partners, for example, exhibited local foods and foods processed from local commodities, such as corn, soya beans, and cassava. Other stands displayed a wide variety of local foods so that local people could get to know them.
Multi-Functional
In general, the local foods exhibited at the NTT Food Summit can be divided into three types: tubers, legumes, and cereals. Each type has a local name, such as wata, jali, kewa and suza. Local people call legumes le’bha, cereals wata,
10
LONTAR - #2 #4 - 2011 2012
Beka, Kecamatan Soa Yohanes Twe. Wata atau jewawut dimakan dengan kelapa. Dia dibudidayakan secara organik sehingga sehat bagi tubuh. “Sekitar seperempat penduduk Soa makan jewawut ini,” tambah Yohanes. Masa tanam wata ini lebih cepat dibanding padi. Tapi di pasar kurang laku karena hanya suku-suku tertentu yang mengonsumsi makanan ini. Meskipun dalam jumlah terbatas,
and tubers uwi nio or uwi bhoko. Exhibitors from Soa District, for example, showcased all three types of local food, including jali, which is like corn, and uze laka, which look like black beans. Sisilia Theresia Bae, supporting exhibitors from Piga village explained the main functions of these local foods. First, there is the cultural function. Preparing for the planting season, farmers make a vegetable dish from tubers (uwi bhoko) mixed with kelor leaves and eaten with shrimp. “At that time, the farmers are not allowed to go to the fields for three days,” explained Sisilia, field extension worker in Piga, Soa subdistrict. Nor are the farmers allowed to quarrel. They just have to stay at home. The second function is health. Jali, which looks like corn, is great for promoting breastmilk production. Jali is dried, ground, boiled with water and mixed with Balinese beans (uze laka). It
berdasarkan keterangan para petani, makanan-makanan lokal ini terbukti lebih mudah didapat dan berfungsi banyak bagi warga setempat. Kegiatan seperti NTT Food Summit pun menjadi ajang bagi para petani untuk mengenalkan kembali pangan lokal mereka yang hampir hilang. Lalu, para pengunjung juga menyambut dengan antusias. Anak-anak SD, misalnya, sambil tertawa melihat aneka jenis pangan lokal itu. Beberapa di antaranya lalu membeli pangan lokal tersebut, seperti jagung. Lalu, dengan lahap mereka menyantapnya. Hap! [Anton Muhajir]
is a substitute for rice. According to Sisilia, eaten three times a week, this local food will make the breastmilk flow. Even today, nearly all breastfeeding women in Soa eat this dish of jali and uze laka. Local farmers still grow these local foods today, although in limited quantities. For example, all farmers still grow tubers, which are usually harvested once a year. Although supply is limited, these tubers are also available on the market. At IDR 20,000 per kilogram. Another local food that farmers in Soa subdistrict grow in small amounts is wata or jewawut. “Wata is what people ate before they became used to eating rice,” said the chair of the Papa Beka women farmer group in Soa subdistrict, Yohanes Twe. Wata or jewawut is eaten with coconut. It is grown organically, so it is a healthy food. “Around a quarter of people in Soa eat jewawut,” added Yohanes. It grows faster than rice. But it is not very marketable because only certain ethnic groups eat this food. Although supply is limited, from what the farmers say, these local foods are easier to get hold off and have many functions for the local people. And activities like the NTT Food Summit provide farmers a platform to re-introduce these almost forgotten local foods. Visitors to the event were enthusiastic, too. Laughing primary school children, for example, examined these different kinds of local food. Some of them bought the local foods, such as corn. And then gobbled them up. Yum! [Anton Muhajir]
Kelompok Tani
Produksi Meningkat, Petani pun Bermartabat Hasil produksi petani kopi toraja ini meningkat setelah mereka berkelompok.
DI depan rumah adat Toraja (tongkonan), lima petani bekerja bersama menjemur kopi akhir Oktober 201 1 lalu. Mereka mengorek jemuran kopi di bawah sinar matahari siang itu. Selama sekitar satu jam kemudian, mereka mengemasinya. Petani siap menjual kopi gelondongan itu ke perusahaan pengolah, PT Toarco Jaya. Menjemur kopi merupakan salah satu kegiatan Kelompok Tani Kopi Bendurana, Kampung Tondoklitak, Desa Landorundun, Kecamatan Sesean, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Selain itu, mereka juga bekerja dalam kelompok dalam seluruh rantai komoditi kopi dari proses produksi hingga penjualan bersama. Kerja berkelompok baru dilakukan anggota kelompok tani ini sejak tiga tahun lalu. Menurut Sulaeman Ta'dungan, Ketua Kelompok Tani Kopi Bendurana, perubahan pola kerja ini terjadi setelah mereka bergabung dalam kelompok. “Sebelumnya kami lebih se-
nang bekerja sendiri-sendiri,” katanya. Agar anggota mau bekerja secara berkelompok, petani membuat sistem arisan tenaga. Sesama anggota akan bekerja secara berpindah dari satu kebun anggota ke kebun anggota lain. Jika ada yang tidak hadir, maka petani yang tak hadir itu akan mendapat sanksi. Perubahan itu seiring dengan pendampingan yang dilakukan Yayasan Jaya Lestari (Jalesa), mitra VECO Indonesia di Toraja, pada petani setempat. Bersama Asosiasi Petani Kopi Toraja (APKT), Jalesa melakukan pelatihan peningkatan kapasitas petani agar bisa meningkatkan kualitas kopi mereka. Dari sisi produksi, misalnya, anggota kelompok kini mulai melakukan pembersihan lahan dan memangkas dahan serta daun yang tak perlu. Padahal, sebelum itu mereka tak peduli pada kebersihan kebun dan pohon kopi. Kini mereka benar-benar memerhatikan seluruh rantai mulai dari pemupukan, pemeliharaan, hingga pemetikan.
Melalui disiplin budidaya ini, maka hasil kopi pun lebih meningkat. Menurut Sulaeman, jika sebelum bekerja kelompok mereka hanya mendapatkan 700 kg – 800 kg per hektar, maka kini mereka bisa mendapatkan hingga 1 .000 kg per hektar. Selain di bidang produksi, anggota kelompok juga makin mahir di bidang penanganan pasca-panen, seperti pemetikan, pengelupasan kulit merah, fermentasi, penjemuran, sortir, bahkan pengolahan. Pada pemetikan, misalnya, petani hanya akan memetik jika biji kopinya sudah benar-benar merah. Dengan kemampuan penanganan pasca-panen yang semakin bagus, maka kualitas kopi pun semakin baik. Sebagai contoh, dulu banyak kopi rusak, seperti biji berlubang dan setengah biji, namun saat ini sudah tidak ada. “Kalau dulu hampir setengah hasil panen penjemuran pasti rusak,” kata Sulaeman. “Sekarang sudah hampir tidak ada yang rusak,” tambahnya. Secara berkelompok, petani juga mengalami kemudahan dalam penjualan. Jika sebelumnya mereka harus menjual kopi secara sendiri-sendiri, kini mereka bisa menjual secara bersamasama sehingga lebih punya posisi tawar. Mereka menjual kopinya langsung ke PT Toarco Jaya dengan harga yang bisa dinegosiasikan. Sebelum berkelompok, mereka menjual kopi ke tengkulak dengan penentuan harga sepihak menurut tengkulak. “Tak hanya harga yang sepihak, penimbangan pun sering dipermainkan tengkulak,” ujar Sulaeman. Melalui kelompok, anggota Kelompok Tani Kopi Bendurana membuktikan bahwa mereka bisa mendapat kopi yang lebih berkualitas, jumlah produksi meningkat, serta posisi tawar yang lebih baik. Kelompok tani membuat petani lebih bermartabat. [Anton Muhajir] Foto-foto: Anton Muhajir
LONTAR - #4 - 2012
11
Kabar VECO
Pelatihan Publikasi untuk Mitra di Solo dan Boyolali
Foto: Anton Muhajir
VECO Indonesia mengadakan pelatihan publikasi dan internet untuk mitra di Boyolali dan Solo, Jawa Tengah pada 20 – 21 Desember 201 1 lalu. Pelatihan di kantor Jaringan Kerja Pertanian Organik (Jaker PO) ini diikuti sekitar 1 0 peserta dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun organisasi petani mitra dan jaringan VECO Indonesia di wilayah ini, seperti Asosiasi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI), Konsorsium Solo Raya, Gita Pertiwi, dan lainlain. Pada hari pertama, peserta belajar cara menulis singkat untuk publikasi di internet. Setelah itu, peserta juga berlatih menggunakan fasilitas di internet untuk publikasi, termasuk email dan blog. Selain oleh Koordinator Bagian Publikasi VECO Indonesia pelatihan juga dipandu komunitas blogger Solo, Bengawan, sebagai pemateri. Anggota Bengawan secara bergantian melatih peserta membuat dan mengelola email maupun blog. Peserta langsung praktik agar hasil pelatihan pun langsung terlihat, antara lain dengan adanya email dan blog baru. Kegiatan dua hari ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pelatiah serupa untuk mitra dan jaringan VECO Indonesia selama tahun 201 1 . Sebelumnya, pelatihan juga diberikan di Bali dan Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pelatihan publikasi melalui internet ini untuk meningkatkan kapasitas mitra di bidang publikasi, terutama melalui internet.
Pemantauan Pengelolaan Keuangan untuk Mitra SECARA maraton, VECO Indonesia melakukan pemantauan dan asistensi untuk peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan kepada mitra-mitranya di seluruh lokasi program. Tiga staf Bagian Keuangan, yaitu Slamet Pribadi, Komang Suryawan, dan Kadek Rahayu, melakukan aktivitas kunjungan tersebut ke masing-masing lokasi mitra, seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT) 1 , NTT 2, Sulawesi, dan Boyolali. Kegiatan monitoring dan asistensi rata-rata diadakan hanya dua hari di tiap lokasi. Namun, karena dilakukan secara maraton dari satu lokasi ke lokasi lain, maka perlu waktu hingga dua bulan pada Oktober dan November 201 1 . Selama kegiatan tersebut, staf Bagian Keuangan VECO ditemani staf Kantor Lapangan berdiskusi secara langsung dengan mitra terkait isu aktual dalam manajemen keuangan. Kegiatan monitoring dilakukan secara terintegrasi antara Bagian Keuangan dan Program agar dapat memberikan cakupan keluaran yang lebih baik “Kami juga memberikan masukan untuk tantangan-tantangan yang mereka hadapi agar bisa membuat laporan akhir yang
12
LONTAR - #4 - 2012
Foto: Noviar Ananta
baik,� kata Slamet Pribadi, Manajer Keuangan VECO Indonesia. Menurut Slamet, secara umum mitra VECO Indonesia sudah memperlihatkan kemauan untuk mengelola keuangan lembaga secara optimal. Laporan keuangan mitra pun selama ini sudah disampaikan secara regular dan memenuhi standar yang telah diberikan.
Kabar VECO
Bazar Pangan Sehat HFHL Bali Foto: Tim HFHL VECO Indonesia
TIM relawan program Healthy Food Healthy Living (HFHL) VECO Indonesia mengadakan Bazar Pangan Sehat
pada 21 – 24 Desember 201 1 lalu di Mamae Cafe, Denpasar. Bazar ini merupakan kegiatan Yayasan Tamiang Bali bekerja sama dengan tim HFHL. Kegiatan ini bertujuan untuk lebih memperkenalkan pangan sehat kepada masyarakat umum sehingga masyarakat lebih dekat dengan pola hidup sehat. Selain itu, bazar ini juga untuk memperluas jaringan HFHL, mengenalkan HFHL, mempererat kerjasama dengan Tamiang Bali, serta untuk melakukan penggalian dana yang nantinya digunakan untuk pembangunan Pondok Pintar di Blahbatuh, Gianyar, Bali. Menu yang disajikan selama bazar ini berasal dari petani di Blahbatuh, Gianyar. Selain nasi organik, menu khas Bali, seperti ikan sambal matah, sayur kacang, sate lilit, dan ayam betutu pun disajikan. Selama empat hari, ratusan pengunjung mencicipi menu-menu pangan sehat yang disajikan di tempat bazar. Secara bergantian, tim dari relawan HFHL, SMKN 4 Denpasar, dan SMKN 2 Sukawati menjadi pramusaji untuk tamu dari kalangan pemerintah, komunitas kreatif, pegawai swasta, dan lain-lain yang mengunjungi bazar tersebut. Selama bazar, pelaksana juga mengadakan penayangan foto-foto kegiatan HFHL, presentasi singkat tentang HFHL, serta pameran produk organik. Salah satu hasilnya, ibu Gubernur bersedia menjadi pembicara dan membantu advokasi kampanye pangan sehat di lingkungan pemerintahan.
Memantau Pangan Agar Aman Dikonsumsi UNTUK menjamin keamanan pangan di pasaran, Kantor Ketahanan Pangan (KKP) Solo, Jawa Tengah melakukan pemantauan pangan pada 20 Desember 201 1 lalu. Pemantauan ini dilakukan bersama perguruan tinggi, Universitas Negeri Solo (UNS) dan Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, serta Jaringan Kerja Pertanian Organik (Jaker PO) dan VECO Indonesia. Hal-hal yang dipantau tersebut meliputi harga pangan, jumlah stok pangan, serta faktor keamanan pangan itu sendiri, seperti kadaluwarsa, penyertaan bahan pangan tambahan berbahaya, penambahan formalin dan boraks, informasi produk pangan bagi konsumen, dan lain-lain. Pemantauan itu dilakukan di dua lokasi, yaitu di Pasar Gedhe dan Pasar Legi serta Mall Luwes dan Hypermart Solo Grand Mall. Pemantauan ini bertujuan utuk menjamin keamanan pangan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Bab II PP ini mengatur tentang kemanan pangan. Jaminan keamanan pangan bagi konsumen ini juga diatur Undang-Undang (UU)
Foto: Konsorsium Solo Raya
No. 8 Tahun 1 999 tentang Perlindungan Konsumen. UU ini menyebutkan hak-hak konsumen, di antaranya hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Untuk itulah, maka pemantauan pangan seperti di Solo ini harus terus dilakukan. Agar konsumen bisa mengonsumsi pangan dengan tenang.
LONTAR - #4 - 2012
13
Kabar Mitra
Pelatihan Memahami Gender dalam Pertanian SEKRETARIAT Nasional Aliansi Petani Indonesia (API) bekerjasama dengan Sekretariat Daerah (Sekda) API Jawa Tengah mengadakan pelatihan gender untuk petani pada 28 - 29 Desember 201 1 lalu. Kegiatan di Sekretariat API Jawa Tengah di Salatiga ini diikuti 20 anggota, antara lain dari Brebes, Tegal, Boyolali, Purwodadi serta calon anggota API dari Salatiga dan Demak. M Fadlil Kirom dari Seknas API memfasilitasi pelatihan dua hari ini. Pendidikan dimulai perkenalan dan dilanjutkan dengan materi pemahaman gender. Materi ini dilakukan dengan metode pengayaan di mana masing-masing peserta memiliki pendapat berbeda mengenai definisi gender sesuai pengetahuannya. Peserta juga menganalisis kegiatan masing-masing, laki-laki atau perempuan, dalam organisasi yang pernah mereka ikuti. Materi kedua tentang pemahaman relasi perempuan dan pertanian. Fasilitator membagi peserta dalam dua kelompok. Masing-masing kelompok membuat kalender musim pertanian dari Januari hingga Desember. Aspek yang diamati dari kalender musim ini adalah kegiatan produksi dari pembibitan, pengolahan tanah hingga pascapanen. Aspek lain adalah kegiatan sosial dan kegiatan musiman.
Foto: Aliansi Petani Indonesia
Rapat Pimpinan Nasional dan Konsultasi API SEKRETARIAT Nasional (Seknas) Aliansi Petani Indonesia (API) mengadakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dan Konsultasi di Jakarta pada 1 4-1 6
14
LONTAR - #4 - 2012
Foto: Aliansi Petani Indonesia
Dalam pendidikan ini, peserta juga merumuskan strategi penguatan petani perempuan yang membahas strategi penguatan di tingkat keluarga dan kelompok, tingkat desa dan kabupaten, serta strategi di tingkat provinsi dan nasional. Pada akhir pendidikan, peserta juga sepakat membentuk Komite Persiapan Organisasi Petani Perempuan di Jawa Tengah. [Aliansi Petani Indonesia]
Desember lalu. Pertemuan tingkat nasional ini diikuti anggota API dari 1 4 provinsi. Selain mendengar dan membahas laporan pertanggungjawaban Badan Pengurus Harian API, Rapimnas juga menetapkan dibentuknya Komite Persiapan Organisasi Perempuan API, dan Komite Persiapan Organisasi Pemuda API. Terkait kemitraan, Dewan Tani API menetapkan juga kerjasama API dengan VECO Indonesia, Agritera, dan Horticultural Partnership Support Program (HPSP) pada 201 2. Pada hari kedua, peserta mendiskusikan mata rantai perberasan dengan narasumber Susatyo dari Asosiasi Petani Padi Organik Boyolali (Appoli). Kelompok tani ini berbagi pengalaman menerapkan sistem kontrol internal (ICS) untuk meningkatkan mutu, produktivitas, dan harga beras. Pada sesi berikutnya, Haryadi Setiawan dari HPSP menyampaikan materi tentang mata rantai hortikultura. Salah satu poin penting dari Haryadi adalah pemanfaatan lahan sempit sebagai sumber pendapatan keluarga seperti pengalaman petani Brenjong, Jawa Timur. Pada Rapimnas kali ini, peserta juga melakukan dengar pendapat dengan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan tentang kebijakan pertanian di Indonesia. Peserta juga mendiskusikan strategi lobi, mediasi dan pembuatan kertas posisi. Pemahaman materi ini sangat dibutuhkan peserta karena masih kurang efektifnya proses advokasi baik di tingkat daerah maupun nasional. [Aliansi Petani Indonesia]
Kabar Mitra
Aneka Kegiatan Peringati Hari Pangan Sedunia
Foto: Konsorsium Solo Raya
Estafet Kepemimpinan Perkumpulan Masyarakat Watuata Demi menjaga kesinambungan perjuangan kepentingan masyarakat di sekitar Cagar Alam (CA) Watuata, Perkumpulan Masyarakat Watuata (Permata), Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Musyawarah Besar (Mubes) pada 5 November 201 1 silam. Pada Mubes yang dihadiri 50 utusan masyarakat dari sepuluh desa/kelurahan itu hadir sejumlah pejabat, Sekcam Aimere Yasinta Una, anggota DPRD Ngada Yohanes Lape Boro, para kepala desa, dan tokoh masyarakat se-kawasan CA Watuata. Forum akhirnya sepakat memilih Leonardus Suri Leu sebagai Ketua Umum hingga tahun 201 4 menggantikan Nikolaus Raga yang telah memimpin organisasi rakyat itu selama enam tahun. Nikolaus, sebelumnya menggantikan Fery Radho yang terpilih pada pembentukan Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Watuata (Formata) 1 2 Desember 2002 silam di Desa Wawowae, Bajawa. Dalam perjalanan, Fery melepaskan jabatan dan diteruskan Nikolaus yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua. Pada Mubes pertama tahun 2008 yang dihadiri sekitar 1 .500 petani pengelola dalam kawasan Watuata, Nikolaus Raga terpilih sebagai Ketua. Kini Leonardus, aktivis petani yang sebelumnya dia
MEMERINGATI Hari Pangan Sedunia (HPS) Oktober 201 1 lalu, Konsorsium Solo Raya (KSR) mengadakan rangkaian kegiatan terkait pangan sehat. Kegiatan ini bekerjasama dengan Universitas Tunas Pembangunan Solo dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Kota Solo, Jawa Tengah. Salah satu kegiatan pada peringatan HPS tahun 201 1 adalah lokakarya pangan sehat bertema Penguatan Peran Multi Pihak dalam Mendukung Akses dan Pemenuhan Pangan Sehat Menuju Gerakan Masyarakat Peduli Pangan Sehat di Kota Solo. Workshop pada 26 Oktober 201 1 tersebut dihadiri berbagai pihak terkait pangan sehat, seperti akademisi, pemerintah kota dan dinas terkait, organisasi masyarakat (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), konsumen pangan sehat, dan kalangan swasta. Kegiatan ini menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut di masing-masing lembaga untuk mendorong terciptanya pangan sehat bagi masyarakat. Kegiatan lain dalam peringatan HPS 201 1 adalah talkshow mengampanyekan pangan sehat pada masyarakat luas. Talkshow diadakan di Radio PTPN FM dan Meta FM, Solo. Sasaran pendengar dari kedua radio tersebut adalah kelompok muda dan ibu rumah tangga. Anak muda dianggap sebagai kelompok yang rentan terhadap bahaya pangan karena intensitas jajan di luar rumah yang cukup tinggi. Sementara ibu rumah tangga menjadi faktor penentu pengambil keputusan di rumah dalam hal pangan rumah tangga. [Konsorsium Solo Raya]
menjabat sebagai sekretaris Permata, menggantikannya. Selain mengevaluasi program yang sudah dijalankan sebelumnya, Mubes juga menetapkan mandat kepada pengurus baru, antara lain melanjutkan advokasi lahan, pemasaran bersama komoditi kopi dan komoditi unggulan lainnya, seperti cengkeh dan coklat, budidaya tanaman serta perbaikan kelembagaan. Sejak berdiri dan didampingi Lembaga Advokasi dan Penguatan Masyarakat Sipil (Lapmas) Ngada, Permata melaksanakan program pendidikan hukum kritis, manajemen resolusi konflik, pembentukan organisasi rakyat, hingga upaya negosiasi terhadap perubahan kebijakan publik. Sejak pendampingan tersebut masyarakat mulai merasa nyaman dalam menjalankan kegiatan mata pencaharian dalam lahan pertaniannya. [Lembaga Advokasi dan Penguatan Masyarakat Sipil] Foto: Anton Muhajir
LONTAR - #4 - 2012
15
Kabar Internasional
Foto-foto: Vredeseilanden
Sambil Kampanye juga Mengumpulkan Dana Sekitar 12.000 relawan turun ke jalanan di Belgia pada minggu kedua Januari tiap tahun. Begitu pula tahun ini. Ribuan relawan mengajak warga untuk mendukung Vredeseilanden, kantor pusat dari VECO di tujuh kantor regional, termasuk Indonesia. Para relawan ini menjual berbagi suvenir dengan logo VECO di sana, seperti pena, dadu, dan gantungan kunci.
KAMPANYE penggalian dana ini sekaligus kesempatan bagi Vredeseilanden untuk mengajak warga meningkatkan kesadaran perlunya mendukung keluarga petani. Dukungan ini sebagai salah satu cara mengurangi kemiskinan, meningkatkan produksi pangan, serta mendukung keberlanjutan lingkungan. Pada 1 3, 1 4, dan 1 5 Januari lalu, nyaris tak mungkin orang di Belgia tak mendengar nama Vredeseilanden. Salah satu stasiun radio memberitakan suksesnya petani Benin, Afrika Barat. Melalui dukungan Vredeseilanden, petani-petani Benin bisa membangun usaha lebih baik dan memperbaiki taraf hidupnya. “Terimakasih pada Vredeseilanden atas dukungannya sehingga lebih dari 5.000 petani beras di Benin bisa membentuk organisasi petani. Melalui
16
LONTAR - #4 - 2012
kerjasama, mereka bisa mengolah beras dan menjual dengan harga lebih baik. Pendapatan pun meningkat dan lebih dari 25.000 anak petani kini bisa ke sekolah,� demikian siaran radio tersebut. Di berbagai sekolah di penjuru Belgia, murid-murid juga belajar lebih banyak tentang sosok LÊontine Batcho. Perempuan ini merupakan pengusaha dan pemimpin petani dengan lima anak kandung dan delapan anak angkat. Bersama petani-petani lainnya, dia bekerja untuk mengembalikan tradisi budidaya beras di Afrika Barat. Dia mengembangkan beras bermutu tinggi yang memiliki label fair trade dan dipasarkan hingga Belgia. Akibat krisis global, harga beras ini meroket. Melalui peningkatan produksi domestik, Benin dan negara-
negara Afrika Barat lainnya berusaha mengurangi ketergantungan pada pasar yang labil. Seminggu sebelum kampanye, LĂŠontine Batcho dan petani lain dari desanya juga menjadi pemain salah satu sinetron terkenal di Belgia yang berjudul Family. Cerita drama ini telah memotivasi ribuan anak muda di Belgia untuk bergabung kampanye dan terlibat berbagai upaya penggalangan dana. Hingga kampanye berakhir, penggalangan dana ini berhasil mengumpulkan 500 ribu hingga 600 ribu euro, atau sekitar Rp 5,5 miliar hingga Rp 6,5 miliar. Tahun depan, kampanye serupa akan berlanjut dan mengangkat cerita keberhasilan petani Indonesia. [Jelle Goosens, Vredeseilanden]
Kabar Internasional
Foto-foto: VECO Regional Peru
Petani Organik Peru Menembus Pasar Kuliner Kuliner sedang ngetren di Peru. Di Mistura, salah satu pusat kuliner di Peru, Vredeseilanden mendukung petani organik skala kecil agar bisa menembus pasar koki dan konsumen kuliner melalui produk mereka.
SALAH satu chef terkenal tersebut adalah Gaston Acurio. Tak hanya terkenal sebagai chef terkenal di Peru, Acurio juga terkenal karena dukungannya pada petani organik kecil di negara ini. Bersama organisasi petani organik Peru, ANPE, Vredeseilanden mendukung Mistura. Setiap tahun, kami mengadakan festival kuliner di mana petani, juru masak, dan chef berkumpul. Para juru masak, baik yang baru maupun yang sudah terkenal, memerlihatkan olahan terbaik mereka. Tak peduli bekerja untuk restoran berbintang ataupun warung kecil, mereka saling menunjukkan menu terbaiknya. Mereka semua sukses. Inilah hal menarik di Peru, kamu tak perlu kaya untuk makan enak. Kamu bisa menemukan makanan nikmati di sembarang tempat. Keuntungan lain dari pasar Mistura adalah karena petani bisa memamerkan
produk-produk mereka sekaligus mempromosikannya. Di pasar ini kita bisa menemukan aneka rupa produk organik, termasuk petani kentang organik. Mere-
ka menawarkan produk beraneka ragam dan unik. Semua ini mengubah petani menjadi pemain penting di Mitsura. Di Peru, yang dikenal sebagai negara kentang, terdapat sekitar 3.000 jenis kentang, varietas terbesar di dunia. Di festival ini, konsumen dan juru masak bisa bertemu dengan petani kentang yang selama ini menyuplai mereka. Pertanyaan semacam, “Bisakah saya mencicipi?�, “Varietas mana saja yang kamu punya?�, dan seterusnya pun sering terdengar. Di Mistura, konsumen dan juru masak pun bisa menemukan makanan yang dulu mereka konsumsi ketika masih muda tapi kini susah ditemukan di super market. Gaston Acurio, chef terkenal di Peru, berperan penting menumbuhkan kebanggan nasional di Peru. Kuliner telah menjadi budaya yang membanggakan sekaligus bagian penting dari warga Peru. Kini, petani organik skala kecil lebih dihargai atas sumbangan mereka pada semakin beragamnya olahan dapur negeri ini serta berperan penting dalam rantai tersebut. Mitra kami di Peru, ANPE, menyumbang peran penting di sini. Setelah ngetrennya kuliner dan diikuti pula dengan maraknya wisata kuliner, maka pintu semakin terbuka bagi petani kentang organik di sini. Mereka telah meyakinkan para juru masak di negeri ini untuk menggunakan produk organik berkualitas dan bervariasi hasil petani negerinya sendiri. Bersama ANPE, Vredeseilanden terus melanjutkan dukungan ini melalui pertemuan antara petani dengan juru masak agar semakin kuat dari tahun ke tahun. [Claudia Van Gool, VECO Regional Peru]
LONTAR - #4 - 2012
17
Profil
D ecy Berharap Petani Me l e k Teknologi Informasi Dua tahun terakhir, sistem teknologi informasi di VECO Indonesia maju amat pesat. Misal, aktifnya website dan intranet VECO Indonesia. Hal ini tak lepas dari kerja keras Decy Sophan Arianto, staf bagian Teknologi Informasi VECO Indonesia. Namun, dia masih punya mimpi agar petani pun lebih melek teknologi informasi.
Bekerja di mana saja sebelum VECO Indonesia?
Di beberapa lembaga, baik profit maupun nonprofit, seperti Siemens AG & Geonet Systems, International Medical Corps, Consortium For Assistance and Recovery Toward Development in Indonesia, dan International Relief and Development.
pembangunan perdamaian. Satu hal yang menarik adalah objektif empat yang memfokuskan pada pembelajaran dan membangun kapasitas. Saya melihat keunikan dari VECO Indonesia di sini. Tidak banyak organisasi yang mengedepankan staf atau mitra untuk mengembangkan kapasitas individu dan organisasi.
Beda VECO Indonesia dengan lembaga-lembaga tersebut?
Apa tanggung jawab selama di VECO Indonesia?
VECO Indonesia adalah satusatunya organisasi nirlaba terkait petani dan rantai pertanian, termasuk isu pangan sehat dan hidup sehat, yang saya masuki. Ini isu baru bagi saya karena sebelumnya lebih terbiasa dengan kegiatan tanggap darurat, pemberdayaan remaja, dan
Tanggung jawab utama saya di VECO indonesia adalah meyakinkan keberlangsungan sistem komputer, sistem jaringan dan sistem database serta sistem kepustakaan di VECO Indonesia maupun kantor lapangan dapat berjalan dengan baik dan optimal. Saya juga membantu tim implementasi program dan pemantauan dalam pengembangan rekayasa perangkat lunak untuk aplikasi laporan keuangan, monitoring dan evaluasi kegiatan.
Sudah optimalkah mitra menggunakan teknologi informasi?
Kalau di tingkat LSM proses sudah pada jalurnya. Sebab selain infrastruktur di daerah kurang mendukung, kemampuan dan pengetahuan individu juga terbatas. Ini perlu dipacu agar tidak ketinggalan terlalu jauh. Pengembangan rekayasa perangkat lunak dan perangkat keras itu mempunyai siklus hidup sangat cepat, antara 1 tahun hingga 2 tahun saja.
18
LONTAR - #4 - 2012
Foto-foto: Anton Muhajir
Langkah mitra membuat blog ataupun website serta optimalisasi aplikasi sistem keuangan merupakan langkah awal yang baik karena ke nantinya hampir semua lini kehidupan akan bergantung pada sistem online. Sebagai contoh, sebuah restoran ingin membeli secara online komoditi kopi dan coklat lewat internet. Petani juga bisa langsung menjual hasil bumi ke pasar internasional lewat perdagangan secara online. Kalau di tingkat petani, rasanya kita harus bekerja keras memberdayakan dan mendampingi petani agar bisa memanfaatkan teknologi informasi saat ini. Jangan sampai petani Indonesia hanya dieksplotasi orang-orang yang memiliki dan menguasai sistem informasi.
Bagaimana peran TI meningkatkan kualitas hidup petani?
Kesadaran pentingnya teknologi komunikasi dan informasi, bukan hanya monopoli kalangan pengusaha besar. Kesadaran itu juga hak kalangan pengusaha kecil lain, seperti koperasi, kelompok tani, dan masyarakat biasa. Penguasaan teknologi informasi dapat digunakan oleh petani untuk mencari segala informasi dan meningkatkan kesejahteraan perekonomian melalui korespondensi dengan orang lain atau perusahaan lain di berbagai penjuru dunia. Internet juga memberi informasi kepada petani dalam pemeliharaan tanaman dan hewan. Harapan saya, teknologi informasi dapat digunakan oleh sebanyak mungkin petani Indonesia atau bahkan para petani di dunia. Dengan demikian produktivitas mereka akan meningkat. Begitu pula dengan kesejahteraan hidupnya.
Resensi
Mengolah Limbah Menjadi Pakan Ternak
Judul :
Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian untuk Makanan Ternak
Penulis :
Prof. Ir. I Made Mastika, M.Sc., Ph.D
Penerbit :
Udayana University Press, 201 1
SELAMA ini, limbah pertanian dan peternakan telanjur hanya dianggap sebagai sampah. Tak banyak yang mengolah limbah ini sebagai sesuatu yang berguna. Kalau toh ada, maka limbah pertanian dan peternakan ini lebih sering digunakan sebagai pupuk. Padahal, ternyata limbah ternak ini pun bisa jadi bahan pakan ternak. Guru besar Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Prof. Ir. I Made Mastika, M.Sc., Ph.D, menuliskan hasil penelitiannya bahwa limbah pertanian dan industri pertanian ini bisa jadi bahan pangan bagi ternak. Delapan bab dalam buku setebal 1 40 halaman ini memberikan landasan teori sekaligus contoh bagaimana limbah-limbah tersebut dimanfaatkan. Limbah pertanian dan peternakan yang bisa diolah tersebut, antara lain kotoran ayam, lemak telo (bagian dalam daging sapi), maupun limbah kelapa,
kakao, jambu mete, dan lain-lainnya. Meski demikian, semua limbah tersebut tak bisa digunakan dengan sembarangan. Harus ada proses pengolahan terlebih dulu agar dikonsumsi oleh ternak. Salah satu bagian penting di buku ini, terutama untuk petani, adalah bab VI yang membahas potensi pemanfaatan limbah perkebunan untuk pakan ternak. Limbah kebun ini, antara lain kulit kakao, kelapa sawit, kelapa, tebu, jambu mete, dan kopi. Bagian ini juga memberikan penjelasan teknis bagaimana pengolahan limbah tersebut agar aman dikonsumsi hewan ternak. Dengan gaya penulisan ilmiah dan lebih banyak teori, buku ini memang terasa berat untuk orang non-akademis, termasuk petani. Karena itu, buku ini memang lebih tepat untuk dosen, mahasiswa, atau petugas penyuluh lapangan dibanding untuk petani.
Kajian Lengkap tentang Kedaulatan Pangan
Judul:
Pembangunan Pertanian: Membangun Kedaulatan Pangan
Editor:
Triwibowo Yuwono
Penerbit:
Gadjah Mada University Press
KEDAULATAN pangan merupakan wacana alternatif akibat gagalnya program ketahanan pangan yang digagas FAO. Daripada menekankan pada peningkatan produksi seperti pada ketahanan pangan, konsep kedaulatan pangan justru menekankan pentingnya peran komunitas (petani) untuk membangun lumbung pangannya sendiri. Namun, belum banyak yang memberikan kajian lengkap bagaimana proses kedaulatan pangan ini sebaiknya dibangun. Buku karya bersama dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini memberikan kajian lengkap tentang kedaulatan pangan tersebut. Mereka membahas aspek kedaulatan pangan sebagai bagian penting dari pembangunan pertanian secara umum di Indonesia. Materi buku ini mulai dari hulu hingga hilir terkait kedaulatan pangan Indonesia. Buku setebal 440 halaman ini terdiri dari tiga bagian utama. Bagian pertama membahas konsep dan teori pembangunan pertanian, kedaulatan pangan, perdagangan internasional.
Empat penulis memberikan kajian teoritis tentang perlunya kedaulatan pangan untuk membangun kedaulatan bangsa. Bagian kedua terdiri dari dua tulisan yang membahas gatra produksi dalam pembangunan pertanian. Faktorfaktor produksi utama untuk mewujudkan kedaulatan pangan itu antara lain pemuliaan tanaman, penggunaan pupuk organik, dan lain-lain. Bagian ketiga menekankan pentingnya memerhatikan aspek dinamika sosial dan sumber daya manusia dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Dinamika ini, misalnya, dukungan pada kelompok tani dan pendidikan pertanian. Jika dua hal ini tak dimasukkan, maka agak mustahil kedaulatan pangan bisa diwujudkan. Meskipun ditulis oleh akademisi dan cenderung teoritis daripada memberikan bukti-bukti keberhasilan di lapangan, namun buku ini tetap relatif mudah dipahami. Hanya sebagian kecil yang ditulis dengan bahasa “susah� ala akademisi. Karena itu, buku ini tetap bisa dibaca dan menjadi referensi untuk siapa saja yang tertarik pada isu pertanian, terutama kedaulatan pangan.
LONTAR - #4 - 2012
19
20
LONTAR - #4 - 2012