Monthly Report on Religious Issues Edisi 44 versi Indonesia, The Wahid Institute

Page 1

Edisi Agustus - September 2012

The WAHID Institute

Monthly Report on Religious Issues

P

erempuan dalam arus fundamentalisme maupun konservatisme agama rentan menjadi korban. Mereka diposisikan sebagai tolak ukur tinggi rendahnya moralitas komunitas tertentu tetapi pada saat yang bersamaan memiliki daya tawar yang rendah terhadap otoritas keagamaan. Posisi semacam ini menimpa Putri yang memilih bunuh diri dan perempuan belia berinisial M yang berdiam diri mengalami kekerasan oleh saminya sendiri yang merupakan pemimpin agama di sebuah pesantren. Situasi ini tentu saja membahayakan jika terus-menerus dibiarkan. Situasi yang senada juga dapat dilihat dari semakin menguatnya pemihakan aparat pemerintah atas mayoritas. Alih-alih menegakkan keadilan, vonis kepada Tajul Muluk justru semakin berat melalui sebuah mekanisme pengadilan sesat. Sikap senada diterapkan pada Gereja Paroki Santo Johanes Baptista berupa penyegelan dengan administrasi yang tak lengkap sehingga dapat disebut cacat hukum. Belum lengkap, sang aparat mengancam bongkar. Sungguh pemihakan yang berlipat-lipat. Beruntungnya kita masih memiliki harapan akan makin suburnya toleransi dari Makassar. Pihak Walubi dan MUI yang sama-sama menolak kekerasan yang diperagakan FPI setempat melalui aksi lempar rumah ibadah. Semoga sikap baik ini terus menyebar. Akhirnya, selamat membaca.

44


2

Monthly Report on Religious Issues, Edisi 44 Agustus - September 2012

Derita Syiah Nang Krenang yang Tidak Berujung Oleh: Nurun Nisa’

P

utusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur berupa kurungan penjara empat tahun kepada Tajul Muluk pada Jumat (21/09). Banding bersama dengan JPU karena tidak puas dengan vonis sebelumnya, Tajul Muluk justru dihukum lebih berat dua tahun seperti tertera dalam berkas putusan No. 481/Pid/2012. PT Sby. Dengan komposisi Achmad Iswandi (Hakim Ketua), Tumpak Sihombing (Anggota), dan R. Nuhantoro (Anggota), Majelis Hukum masih mendasarkan putusannya pada pasal 156a KUHP dengan beberapa pertimbangan di dalamnya. Pertambangan yang dimaksudadalag Tajul dianggap telah menimbulkan keresahan masyarakat dan ketidakharmonisan umat, terdapat ajaran Syiah Tajul Muluk yang diindikasikan keluar dari ajaran Islam, dan Tajul Muluk telah menyebabkan kerusuhan dan menjadikan sebagian orang kehilangan tempat tinggal dan meninggal dunia. Jika Tajul Muluk menginap di balik jeruji penjara, para pengikutnya mesti bertahan di pengungsian dengan segala keterbatasannya. Mereka diserang tomcat beberapa waktu lalu, menerima nasi yang belum matang, keterbatasan ruang, dan isu relokasi yang semakin berhembus kencang. Banyak bantuan berdatangan dari elemen masyarakat sempat, baik yang bersifat material maupun pendampingan psikologis, tetapi karena permasalahan birokrasi dan lainnya menjadi tertahan. Padahal, kemampuan Pemkab dan aparat berwenang lainnya juga memiliki keterbatasannya sendiri. Di luar hal ini, anak-anak menanggung beban psikologis sembari bertanya-tanya alasan di balik pengungsiannya sementara ibu-ibu tak kalah menderitanya. Menanggung resiko sebagai perempuan—adik perempuan pernah diteriaki perkosa oleh sekelompok warga—mereka juga

mesti merawat orang-orang terdekatnya, khususnya anak-anak. Sebagian dari mereka bahkan kabur dari pengungsian dengan berbagai alasan. Secara umum, banyak pengungsi mengalami stress karena tidak beraktivitas seperti biasanya sementara pikiran terus tertuju pada peristiwa, mengutip Pokja AKBB Jatim (Kelompok Kerja Aliansi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan Jawa Timur),

“Penyerangan yang dilakukan merupakan upaya sistematis dan serius untuk menganiaya dan menghilangkan nyawa jamaah Syiah di Sampang. Konstruksi pengadilan yang mengatakan penyerangan karena dipicu oleh kedatangan ust. Tajul Muluk terbantahkan sudah, mengingat saat ini Ust. Tajul Muluk masih berada di LP (Lembaga Pemasyarakatan),” demikian pernyataan Ketua Pokja AKBB, Akhol Firdaus “Syawal Berdarah”. Syawal Berdarah merujuk pada peristiwa penyerangan kepada komunitas Syiah Dusun Nang Krenang Desa Karang Gayam. Mereka diserang seminggu pasca Idul Fitri pada Minggu pagi (26/08). Seperti ditulis dalam siaran pers Pokja AKBB Jatim penyerangan bermula ketika beberapa orang tua hendak mengantar sekitar 20 anak untuk kembali menuntut ilmu di YAPI (Yayasan Pondok Pesantren Islam) Bangil Pasuruan setelah berlebaran di rumah masing-masing. Mereka dihadang oleh 500 orang sebelum keluar dari gerbang desa.

Mereka membawa serta celurit, parang, dan benda tajam lainnya. Seorang jamaah menyatakan bahwa massa ini merupakan orang suruhan Rois alHukama, adik Tajul. Rombongan yang terdiri dari perempuan dan anak-anak ini sontak berlarian ketika massa menyerang. Massa terus mengejar mereka yang menyelamatkan diri ke berbagai tempat seperti rumah saudara, gunung, dan juga rumah sendiri. Sebagian lagi besar menyelamatkan diri ke SDN Karang Gayam. Tak pelak, beberapa orang terluka seperti Ummu Kulsum yang kepalanya bocor terkena lemparan batu. Ibu Tajul ini sampai pingsan karenanya meskipun sudah dilindungi oleh Ummu Hani, adik Tajul. Selanjutnya massa membakar rumah-rumah penganut Syi’ah sekitar satu jam setelahnya. Beberapa anggota kepolisian, Brimob, dan Koramil yang berada di lokasi hanya diam dan dudukduduk melihat kejadian ini. “Sudah, bakar habis semuanya. Biar nggak ada masalah lagi!” terang salah satu polisi seperti ditirukan jamah Syiah. Intesitas ketegangan yang meningkat tanpa diimbangi penjagaan yang memadai, membuat kepolisian mengungsikan warga Syiah yang berada di SDN Karang Gayam ke Polres Sampang menjelang petang. Pukul 18.30 mereka dibawa ke GOR Sampang dengan segala keterbatasannya, termasuk menahan lapar semalaman. “Penyerangan yang dilakukan merupakan upaya sistematis dan serius untuk menganiaya dan menghilangkan nyawa jamaah Syiah di Sampang. Konstruksi pengadilan yang mengatakan penyerangan karena dipicu oleh kedatangan ust. Tajul Muluk terbantahkan sudah, mengingat saat ini Ust. Tajul Muluk masih berada di LP (Lembaga Pemasyarakatan),” demikian pernyataan Ketua Pokja AKBB, Akhol Firdaus dalam siaran pers tertanggal 27


3

The WAHID Institute

Agustus 2012. Malangnya, pihak berwajib justru melakukan pembiaran. Isu penyerangan yang sudah berkembang sebelum Lebaran tidak membuat tragedi ini diantisipasi dengan baik—polisi sama sekali tidak mengambil tindakan pencegahan yang serius sehingga terjadi kekerasan yang merenggut korban dan materi. Korban tercatat tujuh orang. Muhammad Hasyim atau Hamam meninggal dunia, Muhammad Thohir dalam keaadn kritis, 4 (empat) orang mengalami luka berat, dan 3 (tiga) orang mengalami luka ringan. Sementara

105 lainnya dievakuasi ke pengungsian sementara. Mereka terdiri dari 51 orang laki-laki, 54 orang perempuan, 36 anakanak, 9 balita, 3 orang manula, dan 57 orang dewasa. Selain itu, 80 rumah penganut Syiah turut dibakar. Hamamah ditahlilkan secara berjamaah di lapangan di sekitar Tugu Proklamasi pada Selasa malam (28/08). Beberapa di antara mereka datang dari kalangan elemen kelompok masyarakat sipil yang getol membela kelompok minoritas dari beragam latar belakang agama. Duka dan simpati mendalam ditujukan kepada Hamamah, dan juga

kelompok Syiah, yang berjuang untuk mempertahankan hak dan keyakinannya sebagai warga negara Indonesia yang lainnya. Hamamah adalah orang yang mengajak berunding 3 (tiga) orang perwakilan massa anti-Syiah. Malangnya, Hamamah justru dikeroyok 6 (enam orang) sehingga menderita banyak luka di perut dan leher sehingga meninggal dunia. Thohir yang hendak membantunya mengalami nasib serupa: punggungnya terluka sepanjang 20 cm hingga nampak tulang punggungnya. [M]

Tuduhan Sesat yang Berakhir Bencana Oleh: Nurun Nisa’

S

umarna mengajarkan aliran yang disebutnya sebagai Tijaniyah Mutlak oleh kepada para pengikutnya. Belajar dari tarekat Tijaniyah, salah satu tarekat yang diakui oleh organisasi tarekat, Sumarna merumuskan ajaran dari tarekatnya yang tetapi dilekatkan dengan tempatnya belajar dengan tambahan “Mutlak”. Kepada LENSA Sukabumi, warga sekitar rumah Sumarna menceritakan beragam ajarannnya. Sumarna, menurut warga, menetapkan shalat Subuh itu menjadi shalat Sunat Mutlak dan shalat Dhuha tetap hukumnya sunah. Semua sholat kecuali Subuh sendiri pada akhirnya akan diganti dengan sholat Dhuha pada tahun tertentu. Beberapa sholat memiliki definisi khusus, menurut Sumarna. Sholat Dhuha yaitu bermakna “dunya hasil”(dunia hasil, Red.). Sementara Isya bermakna “ikhtiar seep” (ikhtiar yang penghabisan, Red.). Manusia berasal dari Isya dan akan kembali ke Isya, asalnya tidak ada dan diakhiri dengan tidak ada (mati). Sumarna, kepada masyarakat sekitar, menyatakan bahwa ajaran Islam difahami melalui empat cara, yakni secara syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Syahadat atau kesaksian dalam Islam, misalnya, mesti dipahami dengan cara ini sebagaimana halnya

shalat, puasa, zakat, haji, iman, Islam, ihsan, dan al-Qur’an. Syariat di mata Sumarna adalah sarana resmi aturan taqwa sementara tarekat berarti tata cara resmi aturan taubat. Hakekat adalah hasil ketaqwaan kelihatan sedangan makrifat bermaknan memberikan risalah fatwa. Mereka yang hendak memasuki aliran tarekatnya harus memenuhi tiga syarat. Pertama, harus membaca syahadat sebagai syarat masuk Islam. Kedua, harus meninggalkan wirid-wirid yang dahulu dan melaksanakan wirid Tijaniyah. Ketiga, harus menyempurnakan gerakan shalat (gerakan shalat versi Tijaniyah). Ajaran-ajaran semacam ini dianggap sesat oleh Ustadz Endin yang membawa kematiannya. Sumarna mengakui menjadi pelaku pembunuhan ustadz yang juga berprofesi sebagai tukang ojek sehingga kini ia diancam hukum hukuman mati. Polisi menyebutnya sebagai pembunuhan berencana—pembunuhan ini sudah disusun alurnya dan pelakunya. Sumarna dan Budiman, adiknya, didakwa menjadi pelaku utama sementara 12 orang pelaku lainnya diduga membantu ia diduga dibunuh pada Selasa malam (14/08). “Otak perencana pembunuhan itu adalah Sumarna. Sedangkan Budiman (adiknya Sumarna) bertugas sebagai korlap pelaksana eksekusi. Sumarna dan

Budiman ini adalah pelaku utamanya dan terancam hukuman mati,” tegas Kapolres Sukabumi, AKBP Muhamad Firman. Alurnya dimulai dari Ramayana dimulai ketika Sumarna meminta dijemput Endin sampai ke rumahnya di di Kampung Cisalopa, RT 02/01 Desa Bojongtipar Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi. Sampai di kebun singkong yang jarakanya 500 m dari rumahnya, Sumarna menjatuhkan barang bawaannya dan teman seperguruannya itu Endin diminta mengambilnya. Dengan tepukan dua kali, rekan-rekan Sumarna datang dan mengeksekusi Endin yang sedang dalam keadaan tidak waspada. Mereka mendekam di tahanan Mapolres sembari menunggu proses pengadilan berlangsung. Sementara itu, polisi juga telah menyita bukti dari pondok milik Sumarna seperti sepeda motor Honda Revo, cangkul, garpu tanah, dan pakaian korban. Selain itu, bom molotov yang terbuat dari botol minuman dan kain yang diisi bensin, panah dan anak panah, golok, dan sembako juga turut disita. Rumah Sumarna pada akhirnya dibakar massa. Pihak Kecamatan Jampang Tengah, kepada LENSA Sukabumi menyatakan pembakaran ini sebagai “solidaritas warga kepada Endin”.


4

Tentang alasan ini, terdapat berbagai versi mengenai alasan Sumarna melakukan pembunuhan terhadap Endin yang dikabarkan aktif di GARIS (Gerakan Reformis Islam) dan GOIB. Warga yang pernah ngobrol dengan Endin menyatakan bahwa Endin sudah mengetahui kesesatan ajaran Sumarna dan membocorkannya kepada beberapa orang. Selain itu, Sumarna sering memberikan bantuan materi kepadanya supaya ikut aktif menyebarkan ajarannya tetapi ia justru membangkang. Versi pemerintah dan tokoh setempat, Sumarna akan membuat sumur bor akan tetapi ditolak oleh warga karena adanya anggapan

Monthly Report on Religious Issues, Edisi 44 Agustus - September 2012

3 (tiga) bulan dilaporkan karena ditemukan kejanggalan. Kepada mereka yang bertamu, Sumarna memberikannya uang padahal ia bukan dari golongan berada. Selain itu timbul dugaan terkait perekrutan pengikutnya yang mencapai 18 orang. Mengingat tingkat kesejahteraan dan pendidikan yang tergolong rendah, Sumarna diduga menyebarkan bantuan melalui jalan pemberian bantuan ekonomi. Pihak desa sendiri mencatat bahwa kepemilikan lahan Sumarna adalah sebesar 8 (delapan patok) sementara komplek luas yang ditinggalinya dibeli atas nama 7 (tujuh) pengikutnya dari Bogor. Mereka sendiri dituntut gurunya untuk membeli

sebagai hari kiamat, maka ia siap kembali kepada ajaran Islam arus utama. Pihak desa kemudian melaporkan hal ini beberapa kali tetapi pihak MUI Jampang Tengah dan aparat berwajib tidak menanggapi secara langsung sehingga mereka kemudian kecewa. Pada kesempatan berikutnya, di pendopo diadakan musyawarah kembali. Setelah Budiman mewakili Sumarna memaparkan ajaran tarekat ini, MUI kemudian memutusakan sesat. Kali ini Budiman, menurut keterangan aparat pemerintah dan tokoh masyarakat, bersedia menandatangani surat pembubaran. Mereka membubarkan diri pada Kamis, 12 Juli 2012 dan bahkan

“Otak perencana pembunuhan itu adalah Sumarna. Sedangkan Budiman (adiknya Sumarna) bertugas sebagai korlap pelaksana eksekusi. Sumarna dan Budiman ini adalah pelaku utamanya dan terancam hukuman mati,” tegas Kapolres Sukabumi, AKBP Muhamad Firman. sesat. Endin sendiri termasuk orang yang mengetahui ajaran yang dianggap sesat pada tarekat a la Sumarna karena sepupunya ini pernah belajar bersamasama dalam tarekat yang sama. Kepada Endin, ia jengkel karena Endin yang mengusik dan menyebarkan ‘kesesatan’ ajarannya tersebar luas dan diseret ke ranah hukum. Kejengkelannya juga dirasakannya kepada GARIS (Gerakan Reformis Islam) dan GOIB—Endin aktif di kedua organisasi ini—yang selalu menekannya. Sumarna, kepada Radar Sukabumi (24/08), menyatakan alasannya adalah kepentingan pribadi. Perseteruan akibat beda pemahaman ini sesungguhnya telah berlangsung lama. Sumarna—menurut penuturan aparat, ulama, dan tokoh masyarakat setempat—mendapatkan ilham yang disebutnya sebagai khobar berupa thariqah Tijaniyah Mutlak sejak 2010. Awal tahun 2011, dia menyebarkan ajarannya lalu dinvestigasi oleh pihak desa beserta jajarannya tetapi ia meminta diberi waktu sampai tahun 2012. Investigasi dilakukan kepada sosok yang dikenal santun dan rajin bergotong royong itu karena setelah

tanah untuk investasi di Desa Cisalopa. Keterangan ini nampaknya bersambung dengan pengakuan seorang warga yang menyatakan mendapatkan informasi dari Endin bahwa beberapa tahun belakangan ini, Sumarna membeli tanah warga sekitar dan berani membeli dengan harga tinggi asalkan dijual kepadanya. Hasilnya, sekitar 15 hektar kebun yang kini ditanami singkong dan beberapa hektar berupa sawah. Sumarna yang pernah merantau ke Bogor kemudian dipanggil beserta pengikutnya tetapi hanya Budiman, adiknya, dan 7 (tujuh) jamaah yang datang dengan diantar sebuah ormas dari Bogor. Beberapa ajaran seperti pengubahan sholat dibenarkan, termasuk kekhususan untuk menjalankan sholat Jum’at tetapi mereka tidak bisa menunjukkan dalil atau argumen, baik dari al-Qur’an maupun Hadits. MUI memutus aliran ini sebagai sesat dan memintanya membubarkan diri. Budiman menyerahkan keputusan bubar tidaknya aliran kepada jamaah tetapi dirinya dan Sumarna meminta agar ia diberi kesempatan sampai tanggal 17 Agustus 2012. Jika tidak terjadi apa-apa, tanggal ini diramalkan

Sumarna terlihat kembali melaksanakan sholat Jumat sebayak satu kalau kali. Warga kemudian kecewa karena Sumarna kembali melakukan aktifitas ajarannya. Dilanjutkannya kegiatan aliran Sumarna, ditambahi dengan datangnya penganut tarekat dari Bogor secara diam-diam pada malam hari membuat keresahan di kalangan warga. Mereka berkumpul dengan perbekalan yang lengkap karena yakin akan terjadi bencana dan hanya mereka yang selamat yang berada di komplek perumahan Sumarna—dikabarkan Sumarna membangun gua dan bunker. Bencana yang dimaksud adalah jatuhnya meteor dari Amerika yang menyebabkan adanya gempa dengan getaran sebesar 9,9 skala Richter yang disebut sebagai hari kiamat. Warga desa merasa keberatan dan pihak desa melaporkannya ke Polsek. Sumarna ditegur kembali tetapi ngotot bahkan meminta agar pengikut dari Bogor dibubarkan dan dipulangkan. Massa mengamuk dan terjadilah pembakaran dan perusakan pada Minggu (19/08). Pikiran Rakyat menulis pada Rabu (22/08) bahwa massa yang


5

The WAHID Institute

dimaksud berjumlah seribu orang dari GARIS yang merupakan organisasi pimpinan Endin itu. Kepala Desa, kepada LENSA Sukabumi, menyatakan adanya dugaan oknum lain yang ikut serta dalam peristiwa ini mengingat ia sendiri tidak mengenal pelaku pembakaran. Pengikutnya yang berjumlah 18 KK bersama dan anak istrinya diungsikan ke Islamic Center Cisaat dan, ternyata, disyahadatkan kembali di sana. Bagi mereka yang tidak terkait pembunuhan, dipulangkan kembali setelah reda. Pengikut dari Bogor juga dievakuasi dan dipulangkan ke Bogor. Tarekat Tijaniyah disebut sebaga

thariqat mu’tabarah, tarekat yang diakui dan sah oleh MUI Sukabumi karena masih memegah teguh syariat. Tetapi tarekat Tijaniyah Mutlak sejak awal Juli 2012 memperoleh status yang berbeda karena pendirinya, Sumarna dianggap mengubah rukun Islam. Selain itu, Sumarna dianggap telah berguru kepada orang yang keliru pemahamannya terhadap Tijaniyah. Sanad (garis persambungan isu) yang sah berada di Cimahi Bandung setelah sesepuh Tijaniyah Jawa Barat meninggal tetapi ia disebut belajar tarekat di Bogor. Sesepuh ini memiliki tiga murid dan salah satunya berbeda paham—yang berbeda paham

inilah yang dikabarkan menjadi guru Sumarna. Pemakaian nama Tijaniyah ini juga berakibat pada upaya pelaporan dari pihak Tijanjiyah dengan pasal pencemaran nama baik. Tuduhan penodaan agama juga akan ditimpakan kepadanya mengingat Sumarna telah ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan pasal 156a UU PnPs No. 1 Th. 1965. KH. Jejen Zainal Abidin BA yang merupakan Ketua MUI Kabupaten Sukabumi menyatakan bahwa pihaknya akan menjadi saksi ahli dalam dalam proses pengadilan Sumarna. [M]

NU dan Muhammadiyah Tolak Sertifikasi Dai Oleh: Nurun Nisa’

D

irektur Deradikalisasi Irfan Idris menyatakan mengusulkan adanya sertifikasi untuk para dai demi mencegah merebaknya radikalisme di negeri ini. Usulan ini terinspirasi oleh adanya sertifikasi serupa di Singapura dan Arab Saudi. Kebijakan ini, menurut Irfan, bekerja dengan baik untuk menekan terorisme di kedua negara. Selain itu, melalui sertifikasi semacam ini, dapat diketahui peranan para dai dalam perkembangan radikalisme sehingga dapat diantisipasi sebelum membesar. ”Dengan sertifikasi, maka pemerintah negara tersebut dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal sehingga dapat diantisipasi,” kata Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam sebuah diskusi di Jakarta seperti ditulis Duta Masyarakat (08/09). Usulan ini segera mendapat reaksi kontra dari ormas tersebar di Indonesia, NU dan Muhamamdiyah. Ketua PBNU KH Said Aqiel Siradj menyatakan bahwa gelar kyai dan ustadz—para dai umumnya bergelar kyai dan ustadz—bukan berasal dari pemerintah, melainkan dari masyarakat. Karenanya, pemerintah tidak berhak melainkan sertifikasi kepada para dai ini.

Para dai ini berikut ormasnya, kata Kang Said, seharusnya tidak perlu diragukan lagi semangat

“Saya selalu katakan, ormasormas dan ulamanya yang keberadaannya memperkuat Pancasila sebagai dasar negara, itu harus didukung. Sebaliknya, Ormas yang keberadaannya merongrong Pancasila, itu bahkan tidak perlu sertifikasi, tetapi langsung bubarkan saja,” tandas Ketua Umum PBNU, KH Said Aqiel Siradj nasionalismenya, terutama terkait dengan perkembangan radikalisme. Mereka ini yang memperkuat Pancasila selayaknya didukung, sementara yang berkontribusi sebaliknya perlu dilakukan tindakan khusus. “Saya selalu katakan, ormas-ormas dan ulamanya yang keberadaannya memperkuat Pancasila sebagai dasar negara, itu harus didukung. Sebaliknya, Ormas yang keberadaannya merongrong Pancasila, itu bahkan

tidak perlu sertifikasi, tetapi langsung bubarkan saja,” terang Kang Said sebagaimana ditulis NU Online (09/09). Jikalau, pemberantasan radikalisme atau terorisme tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan, maka sesungguhnya hal ini seharusnya menjadi bahan introspeksi semua pihak: kalangan ulama, BNPT selaku institusi resmi, maupun seluruh elemen masyarakat. Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Semarang AM Juma’i menyuarakan nada yang hampir sama. Baginya, tidak seharusnya BNPT menggeneralisir dai dan ustadz— sertifikasi merupakan ide yang tidak cerdas. “Tidak ada satu lembaga pun termasuk ormas-ormas Islam yang mengajarkan bertablig dengan cara-cara yang brutal alias radikal. Kalaupun itu terjadi hanyalah oknum saja,” tandasnya seperti ditulis Suara Merdeka (10/09). Ia justru sepakat pada pendapat kalangan yang menyatakan bahwa pendidikan tentang penanggulangan terrorisme seharusnya dilakukan sejak dini. Kalaupun sertifikasi dai dilakukan, kata Jumai, digunakan dalam konteks peningkatan kualitas SDM sehingga para pendengar ceramah dai semakin pandai dan tentram, bukan sebaliknya. Jumai menekankan bahwa pada prakteknya


6

Monthly Report on Religious Issues, Edisi 44 Agustus - September 2012

tidak aturan khusus mengenai standar jenjang pendidikan seorang dai yang selayaknya dipenuhi. Nasir Abbas yang pernah terlibat jaringan terorisme menyatakan bahwa sertifikasi bagi dai adalah sesuatu yang baik, namun tidak bisa dipaksakan dan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Sertifikasi ini juga ditujukan bagi dai dari seluruh agama di Indonesia, tidak terbatas bagi dai dari kalangan Islam saja. Tujuannya sertifikasi ini sendiri adalah agar terjadi transfer pengetahuan agama yang baik sehingga tidak terjadi salah tafsir. “Soal sertifikasi untuk

ulama itu sebenarnya menurut saya baik jika diatur dengan baik seperti ada regulasinya. Memang orang yang mengajar atau mentransfer ilmu ini perlu dilakukan oleh orang yang mempunyai pendidikan yang cukup agar tidak ada salah tafsir,” jelas Nasir Abbas seperti ditulis Okezone (10/09). [M]

Isu SARA di Pemilukada DKI Oleh: Nurun Nisa’

P

emilukada DKI yang baru saja ‘dimenangkan’ kandidat Joko Widodo – Basuki Tjahaja Purnama tak sepi isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan). Berhembus sejak pemilukada putaran pertama, isu SARA semakin menguat di putaran kedua di mana hanya pasangan Fauzi Bowo-Nahrawi Ramli (Foke-Nara) dan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (JokowiAhok) yang bisa turut serta. Isu ini terutama menyerang Jokowi-Ahok yang lebih variatif dilihat dari sisi latar belakang suku dan agama. Isu SARA beredar melalui media paling konvensional hingga media alternatif semacam jejaring sosial. Masjid, tempat paling sacral sekaligus terlarang untuk melakukan kampanye, tidak luput dari peredaran isu SARA. Lembaga agama bahkan memproduksi semacam fatwa untuk keperluan pemilukada. Kampanye menggunakan isu SARA yang dimaksud misalnya soal kemudahan perizinan gereja jika kandidat yang beragama non-Muslim yang terpilih. Isu lainnya adalah soal agen Yahudi dan etnis Tionghoa. JPPR mencatat jumlahnya mencapai 10 kampanye SARA, 2 (dua) mengarah pada Foke dan 8 (delapan) mengarah kepada Jokowi. Isu yang dimaksud antara lain sebagai berikut: No

Deskripsi Kampanye

1.

“Pernyataan calon wakil gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Jokowi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bahwa masyarakat dan penegak hukum harus taat pada ayat konstitusi, bukan ayat suci. Ini jelas menghina kaum beragama”.

2.

”INFO PENTING. . .! Jokowi berkata “Dia akan mempersempit ruang untuk perijinan mendirikan Pesantren tapi akan memperluas perijinan untuk mendirikan Gereja” ( ini janji dia kalo menang dalam putaran 2 ) Ingat. ! umat Islam jgn tertipu dgn nama di depan Jokowi “H”, H nya itu Handoko bukan Haji, & dia Mualaf sebelum pencalonan

3.

“BBC London td pagi mengupas: Jkt akan membuka babak baru percaturan Politik kekuasaannya dg menyerahkan Kepemimpinannya pd Putera Turunan China, Jokowi Silsilahnya bernama Akwan, Ibu Solo ayahnya Tionghoa. Ahok bpkIbunya asli Tionghoa Bangka, Fenomena kekalahan Foke-Nara menjadi Headline seluruh berita dunia, bahwa Pribumi mulai diragukan!, Akankah Indonesia akan menjadi Singapore ke 2? Di mana Ethnis Tionghoa banyak menduduki posisi pemerintahan & mengendalikan kota-kota, dlm Pilpres mendatang. Partai baru Nasdem jg sedang menyiapkan Putera Tionghoa maju dlm Pilpres atau Cawapres. Pilkada Jkt menjadi Momentum paling menentukan apakah Etnis Tiongha mampu menggeser Pribumi Asli ? ? ?”

4.

“AHOK nya Cina yg jelas2 bakal banyak kontribusi buat orang2 CINA yg usahanya kotor kayak PROSTITUSI, NARKOBA, JUDI belum lagi GEREJA bakal digampangin izinnya contohnya gereja GUEDE di Kemayoran ama di di daerah kali Sunter dmn ada gereja guade bener di tengah komunitas muslimmm…aduh musibah buat kaum pribumi muslim nih”…

5.

“KELOMPOK GEREJA KANADA DAN AMERIKA memberikan suplai dana 30 juta USD, Gereja VATICAN menyumbang 40 Juta USD untuk Pemenangan JOKOWI AHOK, dengan Komitmen Pendirian 96 Gereja Katholik dan Protestan di DKI Jakarta ini, sms saya terima dari sdr kita, yg dpt dpercaya HM XXXX kalau perlu disebarluaskan kpd sdr dan handai taulan kita sesama Muslim agr jangan sampai terealisir, kasian anak cucu kita!. Dari Bu XXXX XXXX. Mudah2an kita belum terlambat”..

6.

Sejelek-jeleknya pasangan nomor satu (Foke-Nara), masih disenangi ulama dan Umat Muslim. Kalau pasangan nomor tiga itu Kristen, antek Yahudi, apalagi Ahok. Kalau pilih calon jangan yang Cina MUI DKI Jakarta juga menerbitkan fatwa soal pemilukada DKI. Berdasarkan rapat pada Senin, 03 Ramadhan 1433 H bertepatan dengan 23 Juli 2012, MUI merekomendasikan agar warga Jakarta memilih calon gubernur dan wakil gubernur yang beragama Islam. “MUI Provinsi DKI Jakarta telah memfatwakan tentang kewajiban memilih pasangan calon pemimpin [gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta] yang beragama Islam serta mengharamkan memilih calon pemimpin yang kafir,” demikian butir 3 fatwa MUI ini. Di dalam fatwa ini juga dinyatakan bahwa MUI DKI menyadari bahwa umat Islam harus toleran terhadap agama lain serta


7

The WAHID Institute

hidup berdampingan secara damai dengan mereka. Namun, toleransi bukan berarti memilih dan menjadikan yang beragama lain sebagai pemimpin—tidak ada satupun ayata suci al-Qur’an dan Hadist Nabi yang memperbolehkan bahkan memerintahkan umat Islam memilih pemimpin dari kalangan kafir. MUI juga mengajak masyarakat tidak golput, tetapi menggunakan hak pilihnya dengan penuh tanggung jawab di dunia dan di akhirat. Terkait hal ini, Panwaslu DKI Jakarta sudah menghimbau para kandidat agar tidak menggunakan isu SARA dalam kampanye mereka. Hal ini terkait dengan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan bahwa seseorang yang terbukti menebarkan isu SARA terancam kurungan penjara dan denda sebesar 6 (enam) juta. Dalam pasal 78 huruf (b) UU No 32 disebutkan dalam kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan dan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah atau partai politik. Selain itu, pada pasal pasal 116 ayat 2 disebutkan bahwa bagi tiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 huruf (b) maka akan diancam dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan atau paling lama 18 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 600 ribu dan paling banyak Rp 6 juta. “Kampanye di luar jadwal, kampanye di tempat ibadah, kampanye sentimen SARA, dan kampanye dengan membagikan sembako bisa diancam dengan pidana dan denda sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,” kata Ketua Panwaslu DKI Jakarta Ramdansyah sperti ditulis Tempo.co (29/07). Panwaslu pernah memeriksa Rhoma terkait ceramahnya di Masjid al-Isra pada Sabtu (28/07). Dalam kesempatan itu, ia menyatakan bahwa dipimpin oleh orang Kristen merupakan sesuatu yang memalukan di dunia internasional dan karenanya ia menyeru agar umat Islam memilih pemimpin yang beragama Islam. “Joko Widodo (Jokowi) jadi gubernur hanyalah batu loncatan saja. Sehingga yang nantinya akan memimpin Jakarta adalah sosok Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan etnis Tionghoa dan beragama Kristen. Kalau ibu kota dengan negara mayoritas Islam dipimpin oleh orang Kristen, malu kita di mata internasional,” demikian pidato Rhoma ketika itu. Tetapi Panwaslu memutuskan Rhoma tidak bersalah karena “secara kumulatif” tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilukada sesuai UU No. 32 Th. 2004. Di antaranya, Rhoma bukan Tim Sukses Foke-Nara, saingan Jokowo-Ahok. [M]

Demo FPI Berujung Anarkhi Oleh: Nurun Nisa’

D

iskriminasi yang menimpa umat Islam Rohingnya menuai banyak simpati dalam berbagai bentuk ekspresi. Sebagian menyalurkan bantuan ke Burma, negera di mana mereka berada, dan sebagiannya lagi memprotes tindakan dengan turun ke jalan. FPI melakukan demonstrasi bersama dengan gabungan ormas Islam terkait Rohingya di Makassar pada Jumat (10/08). Mereka melakukan konvoi usai melakukan sholat Jumat di Masjid al-Markaz al-Islami. Mereka menyasar klenteng-klenteng setempat dan melakukan orasi di sana. Orasi ini kemudian menjadi anarkhi. Di Klenteng Xian Mai, mereka melemparkan batu ke arah patung atau Rupang Buddha Mahayana yang terdapat di dalam klenteng. Salah satu batu menyebabkan kerusakan karena tepat mengenai tempat dudukan patung. Tulisan di dekat patung itu pun

“Kami sangat menentang tragedi kekerasan dan pembantaian di Myanmar. Tapi janganlah kita menentang aksi kekerasan itu dengan cara kekerasan. Janganlah kita menegakkan nilai-nilai keagamaan dengan cara-cara yang tidak beragama,” terang Ketua Walubi Sulawesi Selatan (Sulsel) Yongris ikut terlepas. Mulanya Abdul Rahman, pemimpin konvoi, berorasi di depan bangunan ibadah umat Buddha itu. Ia mengancam akan merusak klenteng jika umat Islam Rohingnya terus ditindas. Namun, beberapa orang tanpa dikomando melemparkan batu. Massa ini juga mencoba menerobos masuk.

Polisi sempat mencegahnya. Mereka melakukan hal yang sama, seperti dirangkum Tribunnews. com (10/08), di Klenteng Kwan Kong dan mengenai pintu Klenteng Kwan Kong. Ditambah dengan tindakan anarkhi di Klenteng Ibu Bahari, yang juga terletak di Jl. Sulawesi, ”semakin lengkap” aksi FPI. Mereka kemudian bergeser ke Jl. Gunung Salahutu, tepatnya ke Vihara Girinaga yang merupakan vihara tertinggi di Makassar. Mereka menyampaikan orasi keprihatinan terhadap umat Islam Rohingya namun mereka juga mengancam akan kembali ke vihara ini dan membumihanguskannya jika tragedi Rohingnya berlarut-larut. Mereka juga meminta agar pengurus vihara berkirim surat kepada pemerintah Burma agar segera menyelesaikan kasus ini. Ketua Walubi Sulawesi Selatan (Sulsel) Yongris menyayangkan sikap ini. “Kami sangat menentang tragedi


8

kekerasan dan pembantaian di Myanmar. Tapi janganlah kita menentang aksi kekerasan itu dengan cara kekerasan. Janganlah kita menegakkan nilainilai keagamaan dengan cara-cara yang tidak beragama,” terangnya

Monthly Report on Religious Issues, Edisi 44 Agustus - September 2012

seperti ditulis Kabar Makassar (10/08). Yongris meminta agar perjuangan (untuk) perdamaian dilakukan dengan cara damai, harmonis, dan penuh persaudaraan. MUI Sulsel setempat memiliki

senada. Bagi Ketua MUI Prof Rahim Yunus, seperti ditulis Tribunnews.com (10/08), tidak selayaknya orang Muslim melakukan kelaliman kepada yang nonMuslim terlebih di bulan Ramadhan. [M]

Malu Disangka PSK, Putri Bunuh Diri Oleh: Nurun Nisa’ “Ayah…, maafin Putri ya yah, Putri udah malu-maluin ayah sama semua orang. Tapi Putri berani sumpah kalau Putri gak pernah jual diri sama orang. Malam itu Putri cuma mau nonton kibot (keyboard, Red.) di Langsa, terus Putri duduk di lapangan begadang sama kawan-kawan Putri”. Deretan kata ini ditulis Putri yang belum genap berumur 17 tahun. Tak hanya meminta maaf, ia juga memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. “Sekarang Putri gak tau harus gimana lagi, biarlah Putri pigi cari hidup sendiri, Putri gak da gunanya lagi sekarang. Ayah jangan cariin Putri ya..!!, nanti Putri juga pulang jumpai ayah sama Aris. Biarlah Putri belajar hidup mandiri, Putri harap ayah gak akan benci sama Putri, Ayah sayang kan sama putri..???, Putri sedih kali gak bisa jumpa Ayah, maafin Putri ayah… Kakak sayang sama Aris, maafin kakak ya.. (Putri sayang Ayah),” demikian Putri menutup suratnya seperti dikutip

Tribunnews (11/09). Usai menulis surat yang emosional, Putri memutuskan bunuh diri. Gadis putus sekolah ini tak kuat menanggung malu setelah ditangkap dalam razia Dinas Syariat Islam bersama Wilayatul Hisbah (WH) Langsa di Lapangan Merdeka Langsa, Aceh pada Senin dinihari (03/09). Gadis asal Aceh Timur ini ditangkap bersama dengan teman perempuannya, IT, dari Kota Langsa ketika sedang berada di antara kumpulan anak muda di sekitar Lapangan Merdeka. Mereka disangka pelacur. Selain dua gadis ini, ditangkap dua remaja putra berinisial AZ (16) dan IZ (20). Aparat memiliki informasi adanya jaringan germo dan PSK di bawah umur namun susah untuk ditelusuri. Kepada media aparat menyatakan bahwa dua remaja putri ini mengaku sebagai PSK yang dilacurkan para germo. Tetapi tak ada komentar dari mereka ataupun orang tua mereka sebagai pembanding. Pasca kejadian ini, kata aparat,

orang tua masing-masing dipanggil menghadap. Di depan orang tua dan aparat, mereka diminta menandatangani surat perjanjian tidak akan mengulangi perbuatannya. Selanjutnya, mereka diserahkan kembali kepada orang tuanya. “Kami mengingatkan terutama kepada orang tua yang memiliki anak perempuan, untuk benar-benar mengawasinya agar tidak terjerumus ke perbuatan menyesatkan,” Kadis Syariat Islam (SI) Langsa, Ibrahim Latif sebagaimana dilaporkan Tribunnews. com (04/09) Putri sendiri ditemukan Aris (11), adiknya, di kamar tidur di rumahnya. Seorang rekan memergokinya menangis sesenggukan di meja riasnya sebelum ditemukan tergantung dengan seutas tali plastik. Kapolsek Birem Bayuen Iptu Zulkarnaen memperkirakan Putri meninggal pada Kamis malam (06/09) sekitar pukul 22.00 WIB. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh Putri. [M]

Disangka Melakukan Pelecehan Seksual, Pesantrennya Dibakar Oleh: Nurun Nisa’

T

ak terima diperlakukan semenamena oleh suami yang juga pengasuh pesantrennya sendiri, M mengadu kepada kedua orang tuanya. M menyatakan telah dicabuli AF, pengasuh pesantren Mashadul Mustathobah di Kelurahan Curug, Bojonggede, Depok ketika masih remaja. Ia juga mengaku dipaksa dinikahi secara siri, tanpa saksi, ketika masih berusia

16 tahun. Orang tuanya bahkan tidak tahu. M menceritakan hal ini tiga tahun kemudian di mana kekerasan domestik juga menimpanya. AF sendiri dikenal sebagai sosok kharismatis yang cerdas lulusan dari sebuah institusi pendidikan di Yaman. Masih tergolong muda, AF dikabarkan memiliki banyak istri tetapi mereka tidak berani bersuara karena ketakutan.

Berita semacam ini kemudian menyebar luas di kalangan warga. Masyarakat setempat diundang untuk memutuskan guna mengadakan musyawarah demi menyikapi masalah ini pada malam Sabtu (24/08). Dari musyawarah ini dihasilkan beberapa keputusan. AF, pengasuh pesantren Mashadul Mustathobah (MM), tak lagi di Kelurahan Dusun Petir, pondok


9

The WAHID Institute

pesantren AF ditutup, dan pihak AF memberikan sejumlah uang sebagai kompensasi kepada keluarga korban. Versi lain, menurut seorang warga, AF pernah dipertemukan dengan keluarga. AF justru tidak mengaku dan malah marah. Pembakaran pesantren oleh sejumlah warga setempat pada Minggu malam (26/08) disebut sebagai reaksi warga yang naik pitam terhadap tanggapan AF ini. Versi terakhir, keluarga pernah meminta pertanggungjawaban tetapi justru AF tidak mengakui perbuatannya—padahal AF juga diduga melakukan hal serupa kepada dua santri perempuan yang lain. Pihak pesantren menyatakan bahwa AF mungkin memiliki tafsir sendiri terhadap pernikahan, terutama menyangkut definisi saksi sebagai syarat sahnya sebuah akad nikah. ”Mungkin punya dalil sendiri, punya ilmu sendiri, sehingga menurut dia itu sah, si perempuan dinikahi selesai dan

sah,” tutur Mughni, petugas penjaga pesantren seperti ditulis Okezone.com (27/08). Tafsir yang umum tentang saksi adalah kehadiran dua orang secara fisik dengan ketentuan tertentu ketika akad nikah berlangsung. Akibat pembakaran ini, beberapa bagian dari bangunan pesantren mengalami kerusakan. Kerusakan yang dimaksud, seperti pantauan Detik.com (27/08), terjadi pada pagar, gazebo, bangunan utama, dan kamar mandi. Pagar pesantren setinggi dua meter dari batu bata roboh dan gazebo rusak. Pada bangunan utama terdapat puingpuing bekas kebakaran dan di tangga bangunan teronggok sejumlah alat-alat music marawis. Tak kurang, UPT Dinas Damkar Bojongsari beserta warga turun tangan memadamkan api di TKP. AF ditahan sejak Sabtu (26/08) sementara santri-santri dipulangkan. Guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, sejumlah aparat dari

Kepolisian Resor Kota Depok, Tentara Nasional Indonesia Komando Rayon Militer Sawangan, dan aparat Satuan Polisi Pamong Praja masih bersiaga di Kelurahan Curug. Hingga kini sudah ditetapkan 10 (sepuluh) tersangka dan 5 (lima) orang lainnya masih termasuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Ratusan warga dikabarkan mendatangi pesantren ini setelah dibakar sehingga diberlakukan status darurat oleh aparat setempat. “Sekarang sudah ada 10 tersangka yang ditetapkan. Mirisnya, 9 diantaranya ternyata masih anak di bawah umur belasan tahun. Mereka adalah orang yang terprovokasi,” terang Kapolresta Depok Kombes Pol Mulyadi Kaharni seperti ditulis Detik.com (28/08). Mereka adalah EL (17), MRS (16), DS (17), AS (14), MJS (15), MN (14), IA (17), FI (18), MF (16). Hanya K (21) yang masuk dalam kategori dewasa. [M]

Lagi, Penyeegelan Gereja di Parung Oleh: Nurun Nisa’

L

agi-lagi gereja disegel untuk kesekian kali. Kali ini giliran Satpol PP menyegel bangunan Gereja Paroki Santo Johanes Baptista di Kampung Tulang Kuning Desa Waru Kecamatan Parung pada Senin (06/08). Pihak Satpol PP menyatakan bangunan gereja yang sudah berusia 6 (enam) tahun itu belum memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Sebelum penyegelan. Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Bogor melayangkan tiga surat peringatan sebelum eksekusi penyegelan dilangsungkan. Bangunan berupa tenda plastik tak berdinding dan beratap terpal plastik ini akhirnya disegel karena dianggap membandel menggunakan garis polisi berwarna kuning (yellow police line). Seperti tak cukup, Satpol PP mengancam akan membongkar tenda ini jika bangunan masih digunakan setelah

tujuh hari penyegelan. “Sesuai dengan aturan, bangunan ini kami segel. Jika tujuh hari ke depan masih digunakan, kami akan bongkar,” kata Kepala Seksi Pemeriksaan Satpol PP Kabupaten Bogor, Comerain La Ode sebagaimana ditulis Tempo.co (07/08). Dalam siaran persnya, gereja mengakui telah menerima tiga surat seperti dituturkan pihak Satpol PP. Surat yang dimaksud dikirim pada tanggal 25 Mei 2012 dengan nomor surat 503/943. TB berisi peringatan pertama, tanggal 4 Juni 2012 bernomor 503/1016.TB berisi Peringatan kedua, dan tanggal 15 Juni 2012 berisi dengan nomor 503/1143.TB berisi peringatan ketiga. Semua surat ini ditanggapi oleh pihak gereja secara langsung dan diantarka ke kantor Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman Pemkab Bogor. Kedatangan pihak gereja ini juga sekaligus untuk berdiskusi dengan

mereka dan mencari jalan keluar. Setelah hal ini terjadi, pihak gereja kembali menerima surat dalam jumlah yang sama tetapi dikirimkan oleh pihak Satpol PP berupa surat bernomor 503/536-Sat Pol PP Surat Peringatan Pertama, 503/577– Sat Pol PP Surat Pertingatan kedua, dan 503/623-Sat Pol PP Surat Peringatan ketiga. Pihak gereja pun membalas setiap kali surat ini datang. Setelah surat kedua, pihak gereja diundang untuk mengikuti rapat pada tanggal 25 Juli 2012. Rapat ini dihadiri pengurus gereja, MUI Kab. Bogor, FKUB Kab. Bogor, polisi dan birokrat Parung. Mereka adalah Rm Albertus Simbol Gaib Pratolo, Pr. (Romo Paroki), Alex A. Makawangkel (Wakil Dewan Paroki), Tyas Utomo (anggota Tim Advokasi), Hendrik Masan Hena (Humas Gereja dan Ketua Seksi HAK (Hubungan Antar Kepercayaan), KH Elyas (Ketua MUI


10

Monthly Report on Religious Issues, Edisi 44 Agustus - September 2012

Kami sudah melakukan sesuai prosedur, tetapi sepertinya agak susah dan dipersulit,” tandas Romo Paroki Santo Johanes Baptista, Rm. Albertus Simbol Gaib Pratolo Parung), KH. Mukriaji (Keua MUI Kab. Bogor), KH Mat Rodja Sukarta (Ketua FKUB Kab. Bogor), Kapolsek Parung, dan Sekretaris Kecamatan Parung. Di dalam rapat ini muncul kesimpulan bahwa tindakan Dinas Tata Kota sudah sesuai aturan yang berlaku sementara pihak gereja menyampaikan proses dan tahapan perizinan yang sudah dilalui. Izin yang sudah diperoleh berasal dari berbagai instansi termasuk tanda tangann 13 Kepala Desa di sekitar Kecamatan Parung yang mendukung keberadaan gereja ini dan 23 kepala desa yang berbeda kecamatan di sekitar gereja. Selain itu, gereja sudah memperoleh dukungan dari warga sekitar gereja, yakni warga RT 01 dan RT 02, sebanyak 200 orang yang sudah ditandatangani RT dan RW setempat. Izin hanya belum bisa diperoleh dari Kepala Desa Waru dan FKUB Kabupaten Bogor. Akan tetapi, penyegelan ternyata tetap dilangsungkan. Penyegelan ini didahului dengan surat bernomor 503/675-Satpol PP tertanggal 03 Agustus 2012 berisi pemberitahuan penyegelan. Diantar sekitar jam satu siang, 20 menit

kemudian tim Satpol PP yang berjumlah sekitar 50 orang sudah sampai di lokasi menggunakan truk. Selain tim ini, hadir pula Kapolsek Parung dan Polsek Staf Koramil Kecamatan Parung. Alih-alih menandatangani berita acara penyegelan, Romo Simbol Gaib selaku Romo Paroki justru membuat surat penyegelan bernomor 02/ST.JB/ VIII/2012 seketika itu juga. Tindakan ini juga diiringi beberapa hal yang dipertanyakan. “Berita acara penyegelan tidak ditandangani oleh Kepala Satpol PP Kab. Bogor Dace Supriadi SH, M.Si,” terang pihak gereja dalam siaran pers tertanggal 07 Agustus 2012. Dengan demikian, BAP menjadi cacat hukum karena tidak adanya tanda tangan pejabat yang berwenang berikut cap yang seharusnya ada. Mereka juga mempertanyakan Satpol PP yang lazimnya mengurus implementasi Perda, bukan Undang-Undang yang selayaknya menjadi wewenang polisi. Pihak gereja menyatakan akan tetap beribadah di tempat ini sebab IMB sudah diurus sejak lama tetapi hingga kini Pemkab Bogor belum mengizinkannya. Padahal gereja telah

melakukannya sesuai prosedur. “Kami sudah melakukan sesuai prosedur, tetapi sepertinya agak susah dan dipersulit,” tandas Romo Simbol. Warga sekitar sepertinya mendukung keputusan gereja ini. Tidak lama setelah penyegelan terjadi, melalui sebuah rapat mereka menyepakati penolakan atas penyegelan ini. Bagi mereka, tidak ada sesuatu yang membuat warga resah akibat kehadiran gereja ini seperti dihembuskan oleh kelompok tertentu. Warga ini justru mendapatkan keuntungan karena mereka mendapat pekerjaan seperti tukang parkir, tukang taman, tukang ojek, dan pedagang. Aspirasi ini selaras dengan pernyataan Rm. Benny Susetyo dari KWI (Konferensi Waligereja Indonesia). “Masyarakat sekitar (gereja) tidak mempermasalahkan, tetapi (ada penolakan) dari masyarakat di luar lokasi itu,” tanda Rm. Benny sebagaimana dikutip BBC (08/08) Pasca penyegelan, jemaat Gereja Paroki ini beribadah di halaman parkir gereja pada Minggu (12/08). Dipimpin oleh Romo Simbol, jemaat yang berjumlah sekitar 1500 orang di gereja ini tetap bertahan dalam teriknya matahari. Pihak gereja sendiri sudah menulis surat untuk Bupati Bogor untuk meninjau kembali penyegelan ini. [M]

Kemenag Ingatkan Aliran Sesat Oleh: Nurun Nisa’

M

unculnya berbagai aliran yang dilebali sebagai sesat menimbulkan reaksi dari Depag (Departemen Kesehatan). Menag (Menteri Agama) Surya Dharma Ali mengingatkan para pejabat Kanwil (Kantor Wilayah) Depag—pejabat yang berkedudukan di wilayah provinsi— agar meningkatkan kepekaan terhadap potensi aliran-aliran baru yang kian marak. Aliran yang dimaksud misalnya aliran Panjalu Siliwangi Pajajaran di Bogor dan Syiah di Sampang.

Penyebab kemunculan aliranaliran semacam ini adalah karena adanya kekosongan dakwah. Ketika masyarakat membutuhkan dakwah, petugas yang berwenang di lingkungan Depag tidak memberikannya. Di saat seperti ini, kata Menag, muncul dakwah dari luar yang akhirnya terus tumbuh membesar. Karenanya, dakwah kepada masyarakat perlu ditingkatkan—dakwah ini bisa juga berfungsi sebagai penyelesaian persoalan. “Jangan kalau lagi ada masalah baru diselesaikan. Tapi ini harus

diselesaikan secara menyeluruh,” tandas Menag sebagaiman ditulis Kemenag. go.id (28/08). Dakwah ini dimaksudkan untuk memberikan informasi agama kepada masyarakat yang membutuhkan dengan informasi yang benar. Selain peningkatan dakwah, para pejabat di tingkatan Kanwil juga perlu mengidentifikasi daerah masing-masing terkait persoalan aliran baru ini. Seperti tak cukup, Menag juga meminta agar para pejabat ini berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat. “Perlu


11

The WAHID Institute

koordinasi dengan Pangdam Jaya dan polisi. Hal ini agar potensi konflik bisa dideteksi secara dini,” jelas Menag. Menag juga menyatakan tengah merumuskan langkah-langkah untuk menanggulangi kemunculan aliran sesat. Rumusan yang dimaksud berbentuk peraturan yang menjadi pedoman bersama sebagai dasar hukum pengambilan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan aliran sesat ini. Kemenag Kabupaten Majalengka dalam isu yang sama mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap kemunculan aliran sesat yang marak akhir-akhir ini di sejumlah wilayah Jawa Barat (Jabar). Aliran sesat ini disangka dapat merusak tata kehidupan Islam. Pesan dan peringatan ini disampaikan Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Barat Drs H Saeroji MM yang diwakili oleh Kepala Bagian Tata

Usaha Kantor Kemenag Provinsi Dr H Moh Atholilah MAg dalam acara halal bi halal Kemenag. “Oleh karena itu, kepada yang hadir hendaknya agar lebih meningkatkan kewaspadaannya terhadap sejumlah aliran sesat yang dapat merusak tata kehidupan umat Islam,” tandas pejabat Kemenag ini seperti dikutip JPNN (30/08). Kewaspadaan juga ditunjukkan oleh Kemenag Luwu Timur (Lutim) bahkan sejak setahun lalu. Bersama dengan FKUAB (Forum Kerukunan AntarUmat Beragama) dan aparat kepolisian setempat. Ketiga pihak ini secara intensif mengawasi kehadiran aliran baru mengingat daerah ini merupakan pintu masuk bagi pendatang dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Bila terdeteksi adanya aliran baru, mereka akan melakukan pendekatan persuasif dan membina mereka agar kembali kepada agama yang diakui di Indonesia.

Jika upaya ini tidak berhasil, maka aparat kepolisian akan bertindak tegas dengan mengamankan mereka. Aparat kepolisian pernah menahan al-Qiyadah al-Islamiyyah selama beberapa hari sampai akhirnya mereka menyatakan bertobat. “Kami upayakan pendekatan persuasif dan upaya ini berhasil menyadarkan mereka agar kembali menganut agama yang diakui di negara ini,” tandas Ketua FKAUB Lutim Ardias Barah seperti ditulis Makassar Terkini (09/02/11). Aparat kepolisian juga meminta keikutsertaan warga dalam melaporkan aliran semacam ini ke Polres untuk selanjutnya dilakukan pembinaan secara persuasif. Tindakan ini penting, menurut Kapolres Lutim Andi Firman, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. [M]

Jamaah Tablig Sweeping Restoran Cepat Saji Oleh: Yusuf Tantowi/LENSA Mataram

R

atusan orang jamaah tablig melakukan sweeping sejumlah rumah makan, minimarket dan restoran cepat saji di Mataram, Jumat (03/08) kemarin. Seperti bulan Ramadhan sebelumnya, sweeping ini selalu dipimpin oleh H.Husni Tamrin, pimpinan Jamaah Tablig yang juga anggota DPRD Kota Mataram. Tamrin bahkan telah mnejadikan sweeping sebagai program utamanya bila Ramadhan tiba. Kali ini ia mengaku menggelar sweeping untuk menjaga kekhusyukan ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Mereka juga ingin menegakkan surat edaran walikota yang melarang rumah makan buka pada siang hari. Aksi sweeping yang digelar di beberapa pertokoan dan di pusat perbelanjan Mataram Mall ini, sempat menyedot perhatian pengunjung dan petugas keamanan. Beberapa restoran cepat saji seperti KFC, MC Donald dan

Pizza Hut turut disisir. Namun meski tidak melayani pembeli dan menutup tokonya, pemilik restoran cepat saji tetap diminta untuk menghormati dan samasama menjaga kekhusyukan ibadah di bulan Ramadhan. Beberapa warung makan yang masih tetap buka dan menjajakan aneka kue di bulan puasa ini, diberi peringatan dan diminta menutup tokonya hingga pukul 16.00 Wita. Meski demikian beberapa pelayan toko food court dilantai 4 yang semula buka sempat mengalami ketakutan ketika melihat pasukan berjubah dan berjenggot tebal itu. Mereka tampak terburu-buru membereskan dagangannya setelah tahu ada sweeping. Selain restoran cepat saji dan rumah makan di dalam mall, masa melanjutkan sweeping ke beberapa warung-warung makan di lingkungan mal. Meski tak ditemukan warung makan yang buka di siang hari, namun mereka

memberikan imbauan kepada pemilik warung untuk tidak membuka warung pada siang hari selama bulan puasa. “Ini merupakan kegiatan untuk menjamin dan mengajak semua masyarakat untuk menjaga kekhusyukan ibadah puasa umat Muslim secara damai. Kita silaturahmi dengan pemilik rumah makan,” jelas Tamrin kepada wartawan. Dalam sweeping kali ini Husni Tamrin hanya menemukan beberapa toko saja yang buka. Kalau pun ada yang buka hanya membuka pintu tokonya sedikit. “Mereka yang tetap menggelar dagangannya diberi peringatan dan diminta untuk segera menutup warungnya hingga mendekati waktu berbuka. Ini sesuai dengan edaran Walikota Mataram yang telah melarang warung dan tempat-tempat makan buka siang hari pada bulan puasa” tegas Husni yang diangguki oleh anggotanya. [M]


A n a l i s a 1. Sikap aparat dan pemerintah yang tidak tegas terhadap minoritas dapat dimaknai dukungan mereka terhadap mayoritas. Memihak kepada mayoritas bisa jadi disebabkan dua hal: mereka adalah bagian dari mayoritas dan mengharap dukungan dari kalangan mayoritas. Pengharapan ini seringkali diikuti pula dengan rasa takut dan cemas yang akan menurunkan popularitas di mata pendukung. Dengan kerangka semacam ini pula aparat mengimplementasikan kekuasaan dan wewenangnya seperti terlihat dalam pengadilan sesat Tajul Muluk yang memberikan vonis 4 (empat) tahun di tingkat banding dan penyegelan yang cacat hukum di Gereja Paroki Santo Johanes Baptista Parung 2. Sudah tidak terhitung berulangkali adanya tekanan kelompok garis keras terhadap aliran-aliran yang memiliki pandangan berbeda dari pemahaman agama yang main-stream (arus utama). Mereka biasanya meminta otoritas keagamaan tertentu untuk menerbitkan cap sesat, menekan aliran agar bertobat serta membubarkan diri, dan melakukan perusakan properti atau pusat aktivitas aliran. Semua ini berjalan dalam logika pendisplinan: mereka adalah aliran yang menyimpang sehingga harus dikembalikan pada jalur yang benar. Karena cenderung memiliki daya tawar rendah, para pengikut aliran semacam ini banyak yang ’mengalah’. Tetapi sikap semacam ini tidak berlaku pada Sumarna, pimpinan aliran tarekat Tijaniyah Mutlak. Ia merasa ditekan oleh kelompok semacam GARIS (Garis Reformis Islam) dan Endin, sepupu dan saudara seperguruannya, yang menjadi pemimpin kelompok ini justru membunuh Endin sebagai respon. Sikap ini tidak benar tetapi harus dipikirkan serius bahwa tekanan yang keras dari kelompok mayoritas bisa memicu tindakan yang tidak kalah kerasnya dari minoritas 3. Usaha negara untuk mengatur kehidupan keagamaan nampaknya semakin kencang. Hal ini nampak dari usulan dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) untuk menertibkan sertifikasi bagi para dai demi mengukur peranan mereka dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Jika rencana ini diteruskan, maka hal-hal detail pun akan diurusi negara mulai dari kualifikasi dai hingga materi ceramah sebagaimana pernah terjadi pada masa Orde Baru dulu. Hal senada juga nampak pada Kemenag (Kementerian Agama) perihal aliran yang dikategorikan sedang marak di berbagai wilayah terutama di Jawa Barat 4. Fundamentalisme, begitupun konservatisme, berbahaya bagi perempuan terutama karena ia paling mudah menyasar perempuan sementara perempuan dijadikan sebgai tolak ukur standar moral suatu komunitas. Daya tawar yang tidak seimbang ketika berhadapan dengan otoritas keagamaan dan otoritas politik membuat korban rentan menjadi korban sebab tak memiliki kemampuan negosiasi yang cukup. Kasus bunuh diri Putri di NAD setelah dirazia aparat Wilayatul Hisbah dengan sangkaan berprofesi sebagai PSK mencerminkan hal ini: seorang perempuan yang beraktivitas di luar rumah sampai larut malam rentan memperoleh predikat sebagai bukan perempuan baik-baik dengan bernama misalnya PSK. Tidak bisa melakukan perlawanan karena kuatnya otoritas politik—yang bersenyawa dengan otoritas agama—maka Putri memilih jalan pintas dengan bunuh diri. Demikian juga aduan perempuan berinisial M yang memberontak setelah tiga tahun tahun dinikahi siri dan mengalami KDRT oleh pengasuh pesantrennya sendiri 5. Jamaah Tabligh ternyata memiliki agenda sweeping pada bulan Ramadhan. Seperti halnya FPI, agenda mereka ditujukan agar para pedagang menghormati mereka yang sedang berpuasa dengan cara menutup warung pada siang hari. Semakin banyaknya ormas semacam ini akan semakin memperburuk cuaca toleransi di Indonesia, di samping memperlemah kepolisian yang seharusnya menjadi penyedia keamanan yang legal, mengutip Max Weber, yang berhak memonopoli kekerasan bila diperlukan. Kekerasan berulangkali oleh FPI di Makassar, termasuk dalam soal penolakan Kongres Konghucu, mencerminkan hal ini 6. su SARA ternyata masih diminati para politikus dan para tim suksesnya yang hendak mencalonkan diri dalam Pemilukada namun terbukti tidak cukup ampuh dalam rangka meningkatkan jumlah suara. Kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama setidaknya dapat dilihat sebagai tanda-tanda merosotnya pesona isu-isu semacam ini di kalangan masyarakat luas yang pada gilirannya akan membuat isu bersama yang bersifat publik dan nyata seperti pendidikan dan kesehatan memperoleh perhatian lebih banyak. Selain itu, diharapkan isu SARA tidak menjadi ajang provokaasi sehingga toleransi akan semakin meninggi R e k o m e n d a s i 1. Aparat negara sudah semestinya bertindak adil dan tidak mengutamakan kelompok tertentu atas yang lain. Sikap yang sebaliknya hanya akan menunjukkan bahwa dirinya sekelas dengan ormas atau komunitas yang memperjuangkan kelompoknya sendiri tetapi dibiayai oleh pajak dan pungutan lainnya dari rakyatnya sendiri 2. Perempuan seharusnya dilibatkan dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat dan pengambilan keputusan. Kemampuan mengakses sumber daya semacam ini penting untuk mewujudkan kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam ranah agama. Agama akan menjadi rahmat hanya jika semua pemeluknya diberikan tanggung jawab dan ganjaran yang sama, tidak pandang perempuan atau laki-laki 3. Elemen masyarakat sipil, misalnya ormas, selayaknya berperan lebih aktif dalam upaya penyemaian toleransi di masyarakat baik dalam pencegahan maupun ’pengobatan’. Peranan ini penting mengingat aparat seringkali tidak dapat menjalankan fungsi dengan baik karena ketidakmauan maupun ketidakmampuan

Penerbit: The Wahid Institute | Penanggung Jawab: Yenny Zannuba Wahid, Anita Wahid | Pemimpin Redaksi: Rumadi | Redaktur Pelaksana: Nurun Nisa’ Sidang Redaksi: Gamal Ferdhi, M. Subhi Azhari | Staf Redaksi: Alamsyah M. Dja’far, Badrus Samsul Fata | D ­ esain & Lay out: Neng Erlina Alamat Redaksi: The Wahid Institute , Jln Taman Amir Hamzah 8, Jakarta - 10320 | Telp +62 21 3928 233, 3145 671 I Faks. +62 21 3928 250 Email: info@wahidinstitute.org | Website: www.wahidinstitute.org | Facebook: facebook.com/Wahid.Institute.GusDur | Twitter: @WAHIDinst Penerbitan ini hasil kerjasama the Wahid Institute dan TIFA Foundation


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.