Press Release
TOLAK 6 RUAS JALAN TOL DALAM KOTA TOLAK Bencana bagi Masa Depan Jakarta Menurut aplikasi Air IQ, hampir setiap harinya Jakarta selalu dalam 3 besar kota dengan pencemaran udara tertinggi di dunia, dengan kategori Unhealthy - tidak sehat. Sementara tidak banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah terkait hal ini. Sementara itu, kemacetan di Jakarta sudah sangat mendunia dan selalu berada di 3 terbesar. Keduanya bukan prestasi yang membanggakan dan seharusnya langkah koreksi yang radikal sudah dilakukan sejak lama namun ternyata Pemerintah tidak melakukan hal berarti dan bahkan memperburuk keadaan. Salah satu kebijakan yang justru akan memperburuk keadaan adalah dengan terus melanjutkan proyek 6 ruas jalan tol dalam kota sepanjang 69.77 km dan akan menghabiskan dana 41.17 Triliun Rupiah. Padahal, tahun 2015 Presiden Jokowi berkomitmen Paris Agreement untuk memotong emisi hingga 29% hingga 2030. Sementara Gubernur Anies Baswedan berkomitmen untuk memotong emisi hingga 30% di RPJMD 2018-2022. Baru-baru ini Wakil Gubernur Sandiaga Uno bertemu dengan Michael Bloomberg di New York, juga memberikan komitmen verbal untuk mengurangi emisi dan pencemaran udara. Namun praktek pada kebijakan dan kenyataan di lapangan berlawanan dengan komitmen, ratifikasi dan peraturan yang dibuat pemerintah sendiri, setidaknya itu yang direpresentasikan lewat kelanjutan salah satu ruas 6 tol dalam kota Pulogadung-Sunter ke Semanan Jakarta Barat. Telah banyak riset yang menunjukkan bahwa pembangunan jalan baru akan menimbulkan induced demand dan justru akan memperparah kemacetan. Induced demand adalah kondisi dimana ketika terjadi peningkatan suplai maka akan diikuti oleh peningkatan konsumsi. Artinya semakin banyak jalan raya dibangun demi pengurangan kemacetan, justru semakin banyak mobil yang akan memakai jalan itu dan membuat jalan itu sesak dan kondisi ini malah memaksa pembangunan lebih banyak jalan raya. Penambahan jalan baru pun juga akan menaikkan pencemaran udara, yang akan berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat Jakarta. Data dari KPBB per 2016, kerugian warga karena sakit akibat pencemaran udara adalah Rp 51,2 triliun. Sementara jumlah pengidap penyakit ISPA dalam setahun adalah 2,7 juta jiwa bertambah 12,5% % dibandingkan 2010. Selain ISPA, pencemaran udara juga berdampak pada penyakit asma (1,4 juta), bronchitis (214 ribu), COPD (172 ribu), pneumonia (373 ribu) dan jantung koroner (1,4 juta). Tidak hanya itu, proyek ini juga berpotensi menimbulkan kerugian sosial yang besar, terutama pada warga yang terdampak proyek. Dalam penelitian LBH Jakarta tentang penggusuran paksa di DKI Jakarta sejak 2015-2017, terdapat total 21 penggusuran untuk pembangunan jalan, baik jalan tol, jalan inspeksi, atau jalan raya. Hanya 16% yang melalui musyawarah, sedangkan yang diputuskan