sendi-kunci-menghentikan-skenario-kejahatan-hutan

Page 1

Sendi Kunci Menghentikan Skenario Kejahatan Sektor Kehutanan WALHI Nasional 05 Spetember 2014 1. Tindakan Strategis a. Membatalkan Peraturan Pemerintah yang menjadi kunci legalisasi perusakan dan penguasaan hutan 1) Mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 06 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 03 Tahun 2008, dan mengembalikan aturan kriteria kawasan hutan untuk HTI (IUPHHK-­‐HT) ke Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2002 atau mencabut tanpa pengganti. Pembatalan PP ini juga harus diikuti dengan penghentian proses perizinan HTI yang sedang berjalan. 2) Mencabut atau Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 2010 dan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2012 . selanjutnya dikembalikan ke PP nomor 70 tahun 2001 dengan perubahan beberapa substansi “pelepasan kawasan hutan untuk Perkebunan” diganti “Pelepasan Kawasan Hutan Dasar Usulan Masyarakat Setempat” b. Mengakui Hak kelola rakyat 1) Kementerian Kehutanan mengabulkan permohonan penerbitan izin Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan yang saat ini tertahan di Kementerian Kehutanan. 2) Merevisi SK menteri kehutanan tentang Review kawasan hutan untuk Tata Ruang di 17 Provinsi, dengan mencantumkan “Peruntukan Kawasan Hutan yang Dilepaskan Sesuai Dengan Nama Desa yang Mengajukan atau Menjadi Dasar Usulan Review, Apabila Dikemudian Hari Diterbitkan Izin Perkebunan dan atau Tambang maka SK Pelepasan Gugur Dengan Sendirinya Serta Status Kawasan kembali Ke Status Semula” Solusi ini dapat juga dilakukan dengan menerbitkan permenhut tentang “mekanisme Revisi / komplain terhadap SK Pelepasan” 2. Alasan a. Pembatalan Peraturan Pemerintah 1). Alasan Pencabutan / Pembatalan Peraturan Pemerintah pada Tindakan Strategis hurup (a) angka (1) Peningkatan Izin pada tahun 2007 dipengaruhi oleh PP nomor 6 tahun 2007, selanjutnya terjadi lonjakan penerbitan izin di tahun 2009 dimana pada tahun 2008 hanya 546 ribu Penerbitan hektar pada tahun 2009 penerbitan izin dikeluarkan seluas 1,6 Juta hektar atau 3 kali Izin HTI lipat tahun sebelumnya. Peningkatan ini dipengaruhi oleh dua faktor, pertama adanya perubahan PP no. 6 tahun 2011 2007 menjadi PP no 3 tahun 2008 serta moementum tahun politik. 2009 Dari dua faktor yang mempangaruhi ini, sangat mungkin bahwa Perubahan PP 32 tahun 2004 menjadi PP nomor 6 2007 Jo PP 03 Tahun 2008 merupakan transakasi antara 2007 kebutuhan pelaku usaha HTI atas kayu dari hutan alam dan kebutuhan pemegang -­‐ 2,000,000 kebijakan atas pembiayaan politik tahun 2009. Tingginya kepentingan pelaku usaha hutan tanaman industri terhadap hutan alam tidak Realisaso Permohonan

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Total Setelah

bisa dilepaskan dari kegagalan mereka dalam menjalankankewajibannya 12,000,000 10,000,000 terhadap konsesi yang telah di dapatkan, dimana kebutuhan akan kayu 8,000,000 6,000,000 dari hutan alam meningkat karena realisasi penanaman pada konsesi tidak 4,000,000 2,000,000 dilakukan, kebutuhan bahan baku tahun 2009 seharusnya dapat dipenuhi 0 bila realisasi penanaman pada tahun 2000 hinga tahun 2004 sesuai dengan luas konsesi, pada faktanya dari luas penerbitan konsesi diterbitkan pada kurun waktu 4 tahun mencapai 1,5 juta hektar, relasi penanaman dari tahun 2000 hingga 2004 hanya mencapai 525 Ribu Hektar atau 1/3 dari luas yang harus ditanam pemegang izin. Luas Ha Pada tahun 2007 seharusnya pemerintah menerbitkan kebijakan sanksi atas kegagalan pelaku usaha hutan tanaman membantu pemerintah memulihkan kawasan hutan kritis, tetapi pada faktanya Perubahan PP No.34/2002 menjadi PP No.06/2007 jo PP No.03 /2008 justru merubah posisi pemerintah yang seharusnya menjalankan tanggung jawabnya untuk mengontrol malah memfasilitasi kerusakan terhadap hutan alam yang masih tersisa. Kebijakan ini dalam konteks hutan sebagai kekayaan negara, telah merugikan negara dalam bentuk Adanya hutan alam yang ditebang oleh perusahaan HTI dalam kawasan konsesi, Adanya hutan alam di luar konsesi yang ditebang akibat peta batas yang belum selesai dan Dasar awal kebijakan kehadiran HTI di Indonesia untuk membantu negara memulihkan kawasan hutan yang kritis, memunculkan beban baru negara dalam bentuk kekritisan lahan akibat ijin HTI.


2). Alasan Pencabutan atau Pembatalan PP Nomor 10 Tahun 2010 , PP nomor 60 Tahun 2012 Pelepasan Kawasan hutan parsial berdasarkan permohonan perusahaan mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2009 mencapai 228 ribu hektar atau lebih dari 100 % dari tahun sebelumnya, Pada tahun 2011 kembali terjadi peningkatan drastis 2011 pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan secara 2010 parsial, dimana pada tahun 2010 hanya 8.611 hektar , 2009 2008 setelah terbit PP nomor 10 tahun 2010, 2007 diperbolehkannya Menhut melepasakan kawasan -­‐ 100,000 200,000 300,000 400,000 hutan secara langsung pada PP no 10 ini meningkatkan pelepasan kawasan hutan untuk Pelepasan Prinsip perkebunan pada tahun 2011 mencapai 366 ribu hektar. Kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sudah ada sejak tahun 1990 dalam bentuk SKB Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan BPN Nomor : 364/Kpts-­‐II/90, 519/Kpts/HK.050/90 dan 23 – VIII – 1990. Secara substansi memuat defenisi pelepasan kawasan hutan dalam SK bersama ini adalah pengubahan status kawasan hutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Selanjutnya tahun 2001 keluar PP nomor 70 tahun 2001 , secara substansi memuat pelepasan kawasan hutan usaha pertanian dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan memperoleh persetujuan dari Kementerian Pertanian dan Kemenhut, PP nomor 10 tahun 2010 Mutlak ijin pelepasan kawasan hutan hanya berlangsung di HPK dan tidak ada pertimbangan lain bagi kawasan hutan dengan fungsi seperti fungsi lindung, fungsi produksi dan konservasi , PP ini signifikan melonjakan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan secara parsial karena di tahun 2006 kawasan HPK telah dipersiapan terlebih dahulu dengan penambahan luas dari 13 juta hektar tahun 2000 menjadi 26 juta hektar. Dari laporan statistik kehutanan 20012 disebutkan masih ada sekitar 115 perusahaan mengajukan pelepasan kawasan hutan seluas 1.012.799 hektar. b. Pengakuan Wilayah Kelola Rakyat 1). Saat ini ada 33. 000 komunitas dalam kawasan hutan yang status hak kelolanya tidak diakui oleh pemerintah, sebagian dari mereka mengajukan Hak Kelola melalui mekanisme Hutan Desa (HD) dan skema Hutan Kemasyarkatan (HKM). Permohonan izin komunitas ini banyak mengendap di Kementerian Kehutanan. 2). Sejak dikeluarkannya UU Tata Ruang tahun 2007, Banyak Perusahaan Perkebunan dan Perusahaan Tambang menunggangi Mekanisme Review Kawasan Hutan untuk Tata Ruang agar terlepas dari jeratan pidana kehutanan karena telah merambah, banyak juga Perusahaan bersekongkol dengan Kepala Daerah untuk melepaskan kawasan hutan kemudian menerbitkan Izin Perkebunan atau Izin Pertambangan. Sejak Tahun 2007 hingga 2013 ada proses Pelepasan kawasan Hutan melalui mekanisme ini di 17 Provinsi yang mencapai 12.5 Juta Hektar, sebagian besar dikuasai oleh pengusaha. Walau pada umumnya kawasan ini dilepaskan atas alasan kebutuhan masyarkaat setempat, sedikit sekali masyarakat setempat yang mendapatkan, karena ketika dilepaskan kepala daerah langsung menerbitkan izin kepada perusahaan sehinga di mata hukum formal masyarakat kalah bukti dari perusahaan. 3. Dasar Hukum 1. Semua Pembatalan/perubahan peraturan pemerintah dapat menggunakan dasar hukum pada Bab Pertimbangan di masing masing Peraturan Pemerintah yang dirubah 2. Percepatan izin Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan , Dasar Hukumnya tetap menggunakan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 49/Menhut-­‐II/ 2008 3. Perubahan SK Pelepasan Kawasan Hutan oleh Kementerian Kehutanan untuk tata ruang daerah, dapat tetap mengacu ke Pertimbangan pada masing masing SK.

Hektar


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.