4 minute read
E. Jam Belajar
perkembangan yang ada pada kurikulum 2013 itu artinya dalam satu hari harus menyiapkan enam kegiatan main untuk setiap aspek perkembangannya. Justru apa yang saya lakukan saat itu tidak holistik, ya. Dengan menyiapkan enam kegiatan saya justru mengindikasikan bahwa perkembangan anak itu terpisah-pisah sehingga perlu melakukan enam kegiatan yang berbeda untuk menstimulasi setiap aspeknya. Sekarang, saya lebih memahami bahwa dalam satu kegiatan main, asal penataan lingkungan bermain dan medianya berkualitas, anak sebenarnya dapat terstimulasi semua aspek perkembangannya secara holistik. Bu Odi : Tepat sekali, Bu Aruna. Dengan stimulasi yang holistik tersebut berarti proses pembelajaran telah mendukung pencapaian kompetensi dan karakter Pelajar Pancasila yang dicita-citakan dalam pembelajaran dengan paradigma baru ini.
4. Pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai mitra.
Advertisement
Bu Aruna : Apakah Bu Aruna punya komentar atau refleksi pribadi atau terkait prinsip keempat ini? Bu Aruna : Punya, Bu. Bu Odi : Saya siap mendengarkan Bu Aruna : Beberapa tahun lalu saya selalu membawakan topik-topik pembelajaran yang tidak kontekstual. Saya tidak tahu darimana awalnya, namun satuan PAUD kami memiliki tema-tema yang sama dengan banyak satuan PAUD lain sepanjang tahun. Misalnya, di bulan November temanya selalu tentang tanaman dengan subtema tanaman pohon, tanaman hias, tanaman perdu, tanaman ubi, tanaman sayur, tanaman apotek hidup, dan tanaman buah. Konten materinya menjadi sangat padat. Setiap hari tanaman yang dipelajari berbeda. Anak dijejali pengetahuan sehingga anak lebih banyak menghafal. Selain itu, jika direnungkan kembali, pemilihan tema itu tidak kontekstual. Sebenarnya, daerah kami banyak tanaman kopi. Banyak orang tua anak didik kami yang memiliki kebun kopi. Seharusnya kami tidak memilih sub-subtema tanaman mangga, tanaman jagung, atau tanaman pisang. Ketiganya jarang ditemui di daerah kami.
Bab 1 Kerangka Pembelajaran Paradigma Baru 9
Bu Odi : Jadi, menurut Bu Aruna topik apa yang lebih tepat diangkat? Bu Aruna : Ya sebenarnya lebih tepat saya mengangkat topik tanaman kopi untuk dipelajari bersama anak. Saya bisa mengajak anak main di kebun kopi milik salah seorang anak, bahkan bisa mengajak orang tua untuk sama-sama belajar di kebun kopi. Bahkan jika bicara soal waktu, topik ini akan lebih cocok diangkat di bulan Juli. Saat itu biasanya kopi sudah mulai dipanen. Saya bisa minta izin orang tua supaya dalam beberapa hari anak bisa ikut melihat atau bahkan membantu proses panen. Inilah salah satu contoh kecil pelibatan orang tua dan masyarakat dalam pembelajaran. Bu Odi : Ini bahasan yang menarik, Bu. Namun, bukankan bulan Juli itu awal masuk tahun ajaran baru di satuan PAUD. Biasanya temanya terkait dengan lingkungan sekolah dan perkenalan diri anak. Menurut Bu Aruna, bisakah topik tanaman kopi menggantikan masa perkenalan diri dan lingkungan? Bu Aruna : Sangat bisa, Bu Odi. Misalnya dalam seminggu itu anak-anak diajak untuk belajar di kebun kopi milik orang tua salah seorang anak. Orang tua lain bisa dilibatkan untuk mendampingi anak belajar tentang kebun kopi. Mereka bahkan bisa ikut membantu panen karena sebagian besar orang tua di sini juga memiliki kebun kopi. Jadi, mereka sudah tahu cara panennya. Selama beberapa hari belajar di kebun kopi, orang tua dan anak dapat saling mengenal satu dengan yang lain. Bahkan melalui pembelajaran ini anak diajak untuk ikut mengenal lebih dalam tentang kekayaan lokal daerahnya. Bu Odi : Wah, benar sekali Bu Aruna. Pembelajaran yang Ibu jelaskan di atas telah memfasilitasi anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar dan nilai sosial budaya setempat. Anak dapat semakin sadar bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungannya. Pembelajaran tersebut bahkan berpotensi meningkatkan kompetensi diri mereka untuk dapat berperan dalam kegiatan sehari-hari.
Bu Aruna : Ya, Bu. Jangan sampai satuan PAUD memisahkan anak dari konteks budaya dan lingkungannya. Jangan sampai anak belajar di satuan PAUD justru makin terpisah dengan keluarganya dan kehilangan jati dirinya Bu Odi : Apa maksudnya kehilangan jati dirinya? Bu Arum : Maksudnya, anak tidak kenal jati dirinya dan keluarganya. Misalnya, ada seorang anak yang orang tuanya bekerja sebagai
10 Buku Panduan Guru Pengembangan Pembelajaran untuk Satuan PAUD
pekerja harian pemetik kopi. Di satuan PAUD, ia belajar tentang profesi dokter, polisi, pramugari, dan mendapat kesan pekerjaan tertentu lebih bergengsi daripada pekerjaan lain. Dampak negatifnya berlanjut hingga ia merasa malu dengan pekerjaan orang tuanya. Bayangkan, apa yang mungkin terjadi jika sebagian besar anak di daerah penghasil kopi ini semua ingin pergi merantau mencari pekerjaan yang menurut mereka bergengsi? Dalam beberapa generasi ke depan, kekayaan budaya dan alam yang ada akan punah. Bu Odi : Wow, Bu Aruna, saya salut dengan refleksinya. Ternyata pembelajaran kontekstual sangat berkaitan erat dengan pembentukan jati diri anak ya Bu.
5. Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan
Bu Aruna : Nah kalau yang ini saya tak begitu paham maksudnya. Bu Odi : Berorientasi pada masa depan artinya, topik-topik pembelajaran yang diangkat peka terhadap isu yang sedang terjadi di komunitas, nasional, dan global sehingga kegiatan pembelajaran dapat memantik anak untuk memahami sebab akibat dan bagaimana dirinya mengambil peran dalam isu itu Bu Aruna : Hmh, sepertinya saya punya kisah pembelajaran yang menggambarkan hal tersebut. Saya pernah mengajak anak-anak mengamati sungai di dekat sekolah kami. Kebetulan, beberapa hari sebelumnya terjadi banjir yang melanda perumahan warga hingga setinggi lutut. Ternyata saat mengamati sungai, banyak sekali sampah yang menghambat aliran sungai. Kami kemudian membahas topik sampah. Anak-anak juga mengunjungi para tetangga yang terkena banjir dan belajar apa dampak banjir yang masuk ke rumah-rumah tetangga mereka. Anak-anak juga belajar bahwa ternyata tidak semua rumah punya tempat sampah. Umumnya, warga mengumpulkan sampah di kantong plastik dan ketika sudah penuh kantong itu dIbuang ke sungai. Dari hasil belajar itu anak-anak punya ide untuk membuat tempat sampah dari peti telur bekas. Kebetulan di daerah kami banyak pengusaha telur ayam.