Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - i
Y
APPIKA adalah organisasi nirlaba yang berdiri dan bekerja bersamasama sebagian masyarakat Indonesia sejak tahun 1991 untuk mendorong kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik di antaranya bidang pendidikan, kesehatan, dan kepemilikan identitas kependudukan (misalnya akta kelahiran anak). Kami juga bekerja untuk memastikan ada dan terjaganya kebebasan berkumpul dan berpendapat serta mendukung peningkatan kapasitas untuk organisasi nirlaba lainnya. Kami telah bekerja dengan organisasi nirlaba tingkat nasional dan kabupaten serta pemerintah terkait pada sektor-sektor tersebut di atas untuk berkontribusi mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan bagi sebagian masyarakat yang terpinggirkan.
2014 LaporanTahunan Tahunan 2014 ii -- Laporan
pengembangan organisasi masyarakat sipil yang sehat.
VISI Terwujudnya masyarakat sipil yang demokratis dan mandiri dalam memperjuangkan hak-haknya.
MISI 1. Mengembangkan YAPPIKA sebagai wahana pembelajaran demokrasi berdasarkan pengalaman nyata lapangan secara terus-menerus. 2. Melakukan penguatan kapasitas dan kapabilitas organisasi masyarakat sipil dalam rangka membangun kemandiriannya serta mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik di berbagai tingkatan. 3.
Melakukan advokasi kebijakan dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar rakyat, termasuk kebijakankebijakan yang mendorong
4. Mendorong terbangunnya sinergi antar organisasi masyarakat sipil dalam rangka memperjuangkan demokrasi dan hak-hak dasar rakyat.
NILAI DASAR Masyarakat sipil demokratis, mandiri, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, kejujuran, keadilan dan kesetaraan gender.
PRINSIP DASAR Akuntabel, Transparan, Egaliter, Anti Kekerasan, Partisipatif, Voluntary, Non Eksploitatif, Non Partisan, Non Profit, Keberpihakan Pada Kelompok Marjinal, Profesional,Toleransi, Keberlanjutan.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - iii
DAFT AR ISI DAFTAR
Pengantar W akil Ketua Pembina – Y osep Adi Prasetyo ........................ v Wakil Yosep Pengantar Dir Direktur Fitrii ...................................... viii ektur Eksekutif – Fransisca Fitr 1. Partisipasi W ar ga Dalam Mendor ong Perbaikan War arga Mendorong Pelayanan Publik a. Memperluas Ruang Masyarakat Sipil ................................................. 1 b. Menumbuhkan Budaya Akuntabilitas Masyarakat .............................. 7 c. Pesta Kreatif Masyarakat Sipil ............................................................12 2. Mempengaruhi Lingkungan Pendukung Masyarakat Sipil a. Masyarakat Sipil Mendorong Demokrasi ............................................15 b. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Memperkuat Parlemen .......................18 c. UU Ormas: Benih Represi Terhadap Kebebasan Sipil ........................21 3. Penguatan Kelembagaan a. Penguatan Organisasi Masyarakat Sipil ..............................................24 b. Perencanaan Strategis YAPPIKA ........................................................28 c. Mengoptimalkan Peran Perpustakaan ................................................31 d. Ada Saatnya untuk Menengok ke Belakang .......................................34 e. Hasil Audit ...........................................................................................36
iv - Laporan Tahunan 2014
Potr et Y APPIKA Potret YAPPIKA di T ahun Politik Tahun 2014 Yosep Adi Prasetyo Dewan Pembina [Wakil Ketua]
B Tahun 2014 lalu bagi bangsa Indonesia adalah merupakan tahun politik. Berbagai kejadian selama tahun tersebut menunjukkan terjadinya tarik-ulur berbagai kekuatan politik yang menyeret-nyeret kekuatan masyarakat sipil ke dalamnya. Jangan heran bila ada banyak program dimana organisasi masyarakat sipil dan juga perguruan tinggi kemudian terlibat dalam isyu dan kerjakerja politik.
agaimana dengan YAPPIKA? Sesuai visi YAPPIKA yaitu terwujudnya masyarakat sipil yang demokratis, mandiri, dan berkebajikan dalam memperjuangkan hak-hak warga tampak YAPPIKA tak terpengaruh dengan isyu besar. YAPPIKA ternyata konsisten dengan misinya untuk menjadikan lembaga sebagai wahana pembelajaran demokrasi berdasarkan pengalaman nyata lapangan secara terusmenerus. Ketika partai-partai politik mulai berkampanye tentang program dan cita-cita membangun kesejahteraan bangsa, YAPPIKA lebih sibuk untuk melakukan penguatan kapabilitas organisasi masyarakat sipil dalam rangka membangun kemandirian, kewarganegaraan (active citizenship), dan kebajikan publik. Ketika proses Pemilu legislatif dan Pemilu presiden menghasilkan komposisi politik yang merupakan sebuah anomali demokrasi, YAPPIKA lebih memilih untuk terus melakukan advokasi kebijakan dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Juga memperjuangkan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembangnya masyarakat sipil yang sehat. Beberapa fokus kegiatan YAPPIKA selama 2014 tergambar dalam buku ini. Antara lain menumbuhkan budaya akuntabilitas warga, memperluas ruang masyarakat sipil, pameran foto terkait kualitas pelayanan publik, advokasi Undang-Undang MD3, mengkritisi Undang-
Partisipasi Dalam Mendorong Perbaikan PelayananPublik Publik-- vv Partisipasi WargaWarga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan
Undang Ormas, mendorong masyarakat sipil untuk lebih berperan memajukan demokrasi, dan meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat sipil. Selain itu YAPPIKA juga melakukan kegiatan terkait internal dan peningkatan kapasitas kelembagaan dengan melakukan retreat, membuat perencanaan strategis dan mengoptimalkan peran perpustakaan. YAPPIKA bekerja sama dengan jaringan organisasi masyarakat sipil terus berupaya mendorong reformasi pelayanan publik dengan cara mengawal proses penyampaian Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sampai ke level daerah dan komunitas warga. Undang-undang ini menyatakan bahwa pelayanan publik merupakan kewajiban negara dan hak warga negara serta penduduk sehingga harus dikelola dengan nondiskriminatif, transparan, partisipatif dan akuntabel. Akuntabilitas pelayanan publik yang rendah tidak saja menunjukkan institusi penyelenggara yang lemah namun juga karena cara pandang dan sikap masyarakat yang belum menempatkan pelayanan publik sebagai hak warganegara dan penduduk yang harus dijamin negara. Masyarakat menganggap pelayanan publik merupakan budi baik pemerintah, hanya diterima dengan pasrah tanpa menuntut dibukanya ruang-ruang keterlibatan. Cara pandang dan sikap
vi--Laporan Laporan Tahunan 2014 vi Tahunan 2014
masyarakat yang demikian karena rendahnya pengetahuan mereka tentang hak-hak dasar dan UU Pelayanan Publik. YAPPIKA tampak secara konsisten terus menggulirkan pengetahuan beserta praktik sosial tentang masyarakat sipil dan demokrasi. YAPPIKA juga membangun sinergi antar individu, kelompok dan organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memperbesar ruang bagi peran masyarakat sipil itu sendiri dan untuk menjalankan perannya dalam memengaruhi kebijakan publik. Hasil riset berupa Indeks Masyarakat Sipil (IMS) yang disusun pada 2012 diseminasikan guna melihat kembali potret atas peran dan kontribusi masyarakat sipil dalam pencapaian demokrasi yang dilakukan di 16 kabupaten/kota di 4 wilayah provinsi. Pada Pemilu 2014, memang memiliki program terkait Pemilu secara tidak langsung. YAPPIKA bersama dengan beberapa organisasi masyarakat sipil membentuk “Forum Penguatan Masyarakat Sipil�. Forum Penguatan Masyarakat Sipil mencoba melakukan analisis terhadap visi misi dua pasangan capres terkait partisipasi masyarakat. Para pasangan calon memang memiliki program peningkatan peran organisasi akar rumput, perlindungan dan keterlibatan masyarakat adat, penghapusan regulasi yang berpotensi melanggar
HAM kelompok rentan termasuk perempuan, anak, masyarakat adat, penyandang disabilitas dan lain-lain. Namun para pasangan calon presiden tidak secara jelas memberikan dukungan terhadap sumber daya bagi penguatan organisasi masyarakat sipil, tidak mengakui keberadaan dan memberikan perlindungan kepada organisasi masyarakat sipil. Catatan YAPPIKA ini perlu dicermati. Tahun ini YAPPIKA memasuki usia ke-23. Sebuah fase usia dimana sebuah organisasi masyarakat sipil memasuki fase dewasa atau mapan. YAPPIKA yang berawal dari terbentuknya Yayasan Persahabatan Indonesia Kanada (Yapika) atau Forum Indonesia Kanada (The IndonesiaCanada Forum/ICF) pada 1991 ini tercatat beberapa kali mengalami proses metamorfosis. Fungsi semula YAPPIKA adalah sebagai lembaga yang menyalurkan dana kepada organisasi nirlaba di Indonesia dengan kepengurusan yang merupakan kolektivitas antara sejumlah organisasi nirlaba Indonesia dan Kanada. Pada 1997, Yapika berubah menjadi lembaga Indonesia dan menambah perannya untuk meningkatkan kapasitas organisasi-organisasi nirlaba Indonesia, melakukan advokasi kebijakan nasional pada isu-isu tertentu
yang menjadi fokus perhatiannya. Nama Yapika pun berubah menjadi Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA). Keberlanjutan semua organisasi masyarakat sipil saat ini tengah menghadapi ujian. Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Indonesia kini menghadapi masa krisis dan tengah berkutat dengan masalah pencarian lembaga donor baru atau lembaga donor alternatif. Banyak diantara ornop di Indonesia yang mengalami krisis dan bahkan memasuki masa kolaps akibat perubahan yang sedang terjadi di negeri ini dan juga di peta politik bantuan lembaga donor internasional. YAPPIKA sebagai sebuah ornop yang berkerja dalam paradigma reformasi, juga tengah menghadapi ujian berat. Ancaman kebangkrutan membayangi berbagai organisasi masyarakat sipil di Indonesia saat ini. YAPPIKA saat ini juga tengah menghadapi ujian berat apakah kerja-kerjanya secara konkret masih dibutuhkan masyarakat atau tidak. Kerja keras YAPPIKA barangkali bisa diuji dengan adanya dukungan dan inisiatif kelompok masyarakat atau perusahaan-perusahaan dalam negeri kepada YAPPIKA untuk mewujudkan pekerjaan jangka panjang.***
vii Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan PelayananPublik Publik -- vii
Melembagakan Partisipasi W ar ga War arga dalam Pelayanan Publik Fransisca Fitr Fitrii Direktur Eksekutif YAPPIKA
2014 menjadi tahun penutup yang memuat catatan-catatan baik maupun pekerjaan rumah bagi YAPPIKA. Catatan baik itu meliputi keberhasilan perjuangan untuk memastikan pelayanan publik memiliki standar pelayanan; warga terlibat dalam penyusunan standar pelayanan puskesmas, rumah sakit, sekolah, dinas pendidikan, dinas kesehatan, dll; peluncuran buku hasil Indeks Masyarakat Sipil dari 16 kabupaten berjudul “Memasuki Arena Kuasa� yang memuat pembelajaran peran dan kontribusi masyarakat sipil serta film animasi tentang masyarakat sipil; dan beberapa hal lain yang langsung dapat dibaca pada Laporan Tahunan 2014.
2014 LaporanTahunan Tahunan 2014 viii --Laporan
S
aya sebut 2014 sebagai tahun penutup karena menandai selesainya beberapa program lapangan, meskipun kerja mempengaruhi kebijakan dan praktiknya tidak berhenti tentunya. Bersama dengan mitra-mitra OMS di Bandar Lampung, Pekalongan, Surakarta, Malang, Sinjai, dan Kupang, YAPPIKA mengakhiri program membangun akuntabilitas warga dalam pelayanan publik dengan menghasilkan, di antaranya sebanyak 76 standar pelayanan serta tim-tim advokasi yang akan terus berjuang untuk memantau dan membela hak pelayanan publik warga. Di tahun politik ini pula, YAPPIKA bersama dengan kumpulan OMS menyusun kajian terhadap visi misi calon presiden dan wakilnya. Menyoroti secara khusus ruang partisipasi bagi masyarakat sipil dalam visi misi kedua pasangan calon. Akankah hal ini akan menguatkan pelembagaan partisipasi ke depan?
viii
Meskipun dalam konteks advokasi, di penghujung tahun revisi atas UU MD3 bisa dikatakan menjadi satu pukulan mundur demokratisasi sistem politik Indonesia. Substansi revisi UU MD3 terlihat seperti hasil ‘bancakan’ Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Pada penutupan tahun pula, YAPPIKA menerima putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan judicial review UU Ormas yang diajukan oleh Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) dan PP Muhammadiyah. Hal ini menandai bahwa perjuangan untuk jaminan kebebasan berserikat masih akan terus berlanjut.
Di internal, YAPPIKA melakukan penyusunan rencana strategis untuk periode 2015-2019. Menegaskan arah YAPPIKA untuk mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis, mandiri, dan berkebajikan publik dalam memperjuangkan hak-hak warga. Refleksi tahunan dalam bentuk re-treat bersama staf dilakukan pula, untuk menyegarkan kembali relasi dan kebersamaan. Kumpulan artikel dalam laporan tahunan ini tidak bisa memuat lengkap yang kami lakukan sepanjang 2014. Jika pembaca ingin mengetahui lebih lengkap seluruh kegiatan dan capaian tahun ini, dengan senang hati kami akan membantu.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - ix
K
onsep mengenai masyarakat sipil terus m e n g a l a m i perkembangan, dan menjadi perbincangan hangat di berbagai ruang diskusi hingga saat ini. Tantangannya adalah bagaimana definisi konsep yang dipilih mampu merefleksikan apa makna sebenarnya dan wujud masyarakat sipil dalam praktik sehari-hari. YAPPIKA memilih definisi masyarakat sipil
sebagai “arena di luar keluarga, negara, dan pasar dimana orang-orang berkumpul untuk mendorong kepentingan bersama�1, yang diadopsi dari konsep yang dikembangkan oleh CIVICUS. Konsep ini lebih mengarah pada fungsi, ruang tertentu dimana orang datang untuk berdebat, berdiskusi, berkelompok dan memengaruhi publik yang lebih luas, dibanding sekadar bentuk 2. Hampir sama dengan pemaknaan ruang publik
1
CIVICUS Civil SocietyIndexToolkit, ImplementationPhase 2003-2000, August 2003, halaman xvii.
2
Heinrich, Finn, 2008. CIVICUS Global Survey of the State of Civil Society. Volume 2, HowtoAssessthe State of Civil SocietyAroundthe World? Chapter 1:7.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 1
Performance HO [Pemusik Jalanan] dalam acara Pesta Kreatif Masyarakat Sipil [PKMS] di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
menurut Habermas, yaitu sebagai suatu tempat dimana masyarakat bisa berinteraksi, bersosialisasi, bertukar ide, berdiskusi mengenai suatu isu secara bebas, tanpa dikenakan paksaan, sebagai basis terbentuknya opini publik dan mencapai kesepakatan mengenai isu yang menyangkut kepentingan bersama. Pelaksanaan mandat visi misi YAPPIKA pun tidak lepas dari pemaknaan dinamis atas konsep di atas. YAPPIKA secara konsisten menggulirkan pengetahuan beserta praktik sosial tentang masyarakat sipil dan demokrasi. YAPPIKA juga membangun sinergi antar individu, kelompok dan organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memperbesar ruang bagi peran masyarakat sipil itu sendiri dan untuk
2 - Laporan Tahunan 2014
menjalankan perannya dalam memengaruhi kebijakan publik. Pada tahun 2014 ini YAPPIKA melakukan diseminasi, untuk mempromosikan dan menyebar-luaskan hasil Indeks Masyarakat Sipil (IMS) tahun 2012, sebuah riset untuk mengukur peran dan kontribusi masyarakat sipil dalam pencapaian demokrasi, yang dilakukan di 16 kabupaten/kota di 4 wilayah provinsi, dalam bentuk Pesta Kreatif Masyarakat Sipil (PKMS). Kegiatan yang diselenggarakan di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada tanggal 18 Februari 2014 ini dikemas dalam bentuk panggung apresiasi terhadap berbagai inovasi dan inisiatif masyarakat sipil yang berkontribusi pada menguatnya peran masyarakat sipil untuk me-
Performance Gede Robi [NAVICULA] dalam acara Pesta Kreatif Masyarakat Sipil [PKMS] di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
mengaruhi kebijakan publik dan memberi arah pada proses demokrasi. Kegiatan Pesta Kreatif Masyarakat Sipil dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu segmen talkshow ; monolog
inspirasi dan inovasi dari warga yang aktif; cerita komunitas atau kelompok warga yang melakukan gerakan perubahan dan advokasi kebijakan publik; serta pertunjukan musik.
Monolog ; Riskiani, penggerak Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak, Baubau
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 3
Talkshow dengan HO [Pemusik Jalanan] dan Gede Robi [NAVICULA] dalam acara Pesta Kreatif Masyarakat Sipil [PKMS] di Taman Ismail Marzuki, Jakarta
Pada segmen talkshow, beberapa aktor dan pemerhati masyarakat sipil seperti Said Iqbal (Ketua KSPI), Lili Hasanuddin (pemerhati masyarakat sipil) serta Josep “Stanley” Adi Prasetyo (anggota Dewan Pers dan mantan komisioner Komnas HAM) membincangkan praktik gerakan dan kepemimpinan dalam masyarakat sipil. Kepemimpinan dalam arti “mengarahkan” proses demokrasi di Indonesia menjadi lebih substansial. Faktanya, sektor masyarakat sipil dengan berbagai perannya mampu menghasilkan pemimpin yang andal, memiliki integritas untuk membangun Indonesia yang lebih demokratis, berkeadilan, berbasis HAM serta memperjuangkan kepentingan warga atau publik yang lebih luas.
tokoh perempuan penggerak Posyandu di Kota Baubau, aktor penggerak Pos Pengaduan Masyarakat di Kabupaten Jeneponto, Kepala Desa Oelomin di Kabupaten Kupang yang merupakan penggerak Desa Siaga, aktor penggerak media budaya Gawe Rapah Suku Sasak di Lombok, serta tokoh perempuan penggerak kegiatan keaksaraan fungsional di Jakarta Timur. Para aktor masyarakat sipil tersebut adalah penggerak di level komunitas, yang menunjukkan kepemimpinan lewat inovasi dan kreasinya sehingga menjadi inspirasi bagi komunitas dan lingkungannya. Dalam tahap selanjutnya, inspirasi tersebut bergulir menjadi gerakan yang semakin meluas.
Sedangkan pada segmen monolog warga yang aktif, beberapa aktor masyarakat sipil bercerita tentang gerakan perubahan yang mereka lakukan di wilayahnya. Mereka adalah
Segmen berikutnya adalah cerita dari pegiat Komunitas Indonesia Berkebun, Youth Food Movement dan Masyarakat Pemantau Pelayanan Publik (MP3) yang merupakan contoh
4 - Laporan Tahunan 2014
komunitas dan kelompok warga yang aktif melakukan gerakan perubahan dan advokasi kebijakan. Komunitas Indonesia Berkebun sendiri telah dikenal luas oleh publik sebagai gerakan komunitas masyarakat urban yang melibatkan peran masyarakat sekitar untuk memanfaatkan lahan tidur di kawasan perkotaan yang diubah menjadi lahan pertanian/perkebunan produktif. Komunitas yang mempunyai spektrum keanggotaan luas ini menggunakan berbagai media sosial seperti facebook, twitter, youtube untuk memperluas gerakannya, dan saat ini komunitas tersebut telah menyebar hingga ke 30 kota di Indonesia. Hampir sama dengan Indonesia Berkebun, komunitas Youth Food Movement yang berbasis anak muda melakukan berbagai kegiatan kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik dan mengembangkan konsep alternatif
terhadap ketahanan pangan. Sedangkan Jaringan Masyarakat Pemantau Pelayanan Publik mempunyai warna yang berbeda karena karakternya dalam kerja-kerja di level advokasi. Perbandingan antara ketiga bentuk komunitas atau kelompok di atas memperlihatkan keberagaman ciri khas kepemimpinan dan kuatnya peran kepemimpinan masyarakat sipil untuk turut mengarahkan proses demokrasi. Kegiatan Pesta Kreatif Masyarakat Sipil ini mendapat apresiasi yang cukup tinggi dari publik dan mampu memunculkan kerelawanan dalam berbagai bentuk. Kontribusi tenaga, keahlian serta sarana/peralatan diberikan oleh beberapa relawan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), aktivis HRW, grup band grunge NAVICULA asal Bali dan grup band SIMPONI, serta Greenpeace.
“Monolog Ilham, penggerak Pos Pengaduan Masyarakat di Jeneponto�
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 5
Penampilan Gede Robi (NAVIKCULA) dalam acara Pesta Kreatif Masyarakay Sipil (PKMS) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pesta Kreatif Masyarakat Sipil juga merupakan momentum bagi YAPPIKA untuk menyebarluaskan lima buah produk, yakni empat buku berjudul Hasil IMS 2012, Apa dan Bagaimana IMS, Panduan Pelaksanaan IMS, Brosur IMS, Infosheet IMS, serta empat film LAWmotion berjudul IMS 2012, Pengaduan Pelayanan Publik Partisipatif, Standar Pelayanan Publik
Partisipatif dan Undang-undang Pelayanan Publik yang diproduksi bekerja sama dengan Tim Impro PSHK. Banyaknya ragam produk ini dimaksudkan untuk sedapat mungkin menarik dan menyentuh keragaman publik, serta mempermudah pemahaman publik tentang konsep masyarakat sipil dan cara melakukan pengukuran IMS 2012.
Penampilan SIMPONI dalam acara Pesta Kreatif Masyarakat Sipil [PKMS] di Taman Ismail Marzuki, Jakarta
6 - Laporan Tahunan 2014
Y
APPIKA tetap konsisten dalam menjalankan advokasi pelayanan publik, baik di tingkat implementasi maupun penyusunan kebijakan turunan yang bersifat lebih operasional. Keberhasilan advokasi Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang progresif, menjadi peluang penting promosi konsep pelayanan publik baru (New Public Service/NPS). NPS ditandai, di antaranya oleh adanya jaminan atas partisipasi masyarakat dan ruang dialog untuk merumuskan bersama makna pelayanan publik yang adil dan berkualitas. Pada periode 2012-2014, YAPPIKA bersama dengan enam anggota Masyarakat Peduli Pelayanan Publik
(MP3) telah menjalankan Program SIAP (Strengthening Integrity and Accountability Program) II didukung oleh USAID. Keenam mitra tersebut adalah PUSSbik Lampung, PATTIRO Pekalongan, PATTIRO Surakarta, MCW Malang, KOPEL Sinjai, dan PIAR Kupang. Melalui program ini, YAPPIKA bersama mitra berupaya untuk menumbuhkan budaya akuntabilitas masyarakat melalui pemanfaatan ruang-ruang partisipasi masyarakat dalam kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik. Dua strategi utama program advokasi pelayanan publik ini adalah (1) meningkatkan pengetahuan dan pemahaman publik, laki-laki dan perempuan, terkait hak dan keberadaan ruang-ruang partisipasi yang mendorong mereka untuk meng-
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 7
gunakan mekanisme pengaduan sebagai bentuk menuntut akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan (2) meningkatnya kapasitas kelompok-kelompok sasaran, laki-laki dan perempuan, untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelayanan publik sebagai salah satu ruang partisipasi sesuai dengan UndangUndang Pelayanan Publik. Hasil-hasil dari upaya advokasi tersebut adalah sebagai berikut. Perubahan Pengetahuan ten-tang Hak Pelayanan Publik YAPPIKA menggunakan instrumen survei KAP ( Knowledge, Attitude, Practice) untuk mengetahui dampak dari kerja-kerja kampanye pada masyarakat. Survei dilakukan dua kali pada 2012, untuk merumuskan strategi dan pada 2014, untuk mengukur dampak. Hasil KAP 2014 dapat
Pelatihan Community Organizer mitra Program SIAP II, Jakarta
8 - Laporan Tahunan 2014
mengidentifikasi peningkatan penge– tahuan dan kesadaran masyarakat tentang hak-hak dalam pelayanan publik. Secara umum pengetahuan masyarakat tentang pelayanan publik membaik. Sebanyak 33,4% responden mengetahui keberadaan UU Pelayanan Publik, jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan hasil tahun 2012 yang hanya 13,4%. Jumlah responden yang mengetahui hak-hak dalam pelayanan publik juga meningkat signifikan, dari hanya 27,8% menjadi 70,1% responden. Pengumpulan data dilakukan selama Maret 2014 terhadap 1491 orang responden. Dari jumlah tersebut sebanyak 62,9% adalah responden dari masyarakat umum dan 35,1% adalah responden dari masyarakat dampingan (komunitas). Mayoritas responden tergolong masyarakat kelas bawah, yang tidak memiliki exit strategy sehingga pelayanan publik
Pelatihan pengelolaan keuangan lembaga mitra Program SIAP II, Jakarta
dari pemerintah merupakan andalan utama. Praktik masyarakat terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan publik melalui pengaduan, mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun 2012. Mengadu dengan datang langsung ke penyedia layanan adalah mayoritas cara yang dipilih oleh responden. Namun demikian jumlah responden yang merasa perma– salahannya tidak terselesaikan melalui pengaduan pelayanan publik masih sangat tinggi. Secara umum jumlah responden yang mempunyai pengalaman terlibat dalam perencanaan pelayanan publik masih sangat rendah. Meskipun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012, namun jumlahnya masih minim. Paling tinggi hanya 11,5% responden yang pernah terlibat dalam perencanaan pelayanan. Terkait dengan pengawasan, pengalaman
responden terlibat dalam pengawasan pelayanan publik cukup baik dan jumlahnya mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012. Hanya pada sektor perizinan yang mengalami penurunan. Standar Pelayanan Publik yang Partisipatif Komunitas-komunitas warga dampingan mitra YAPPIKA, secara khusus membentuk tim advokasi yang berperan untuk memimpin advokasi kasus-kasus pelayanan publik dan berdialog dengan unit pelayanan atau pemerintah daerah. Tim advokasi ini juga menjadi tulang punggung untuk terlibat dalam penyusunan Standar Pelayanan (SP) bersama dengan unitunit layanan dan pemerintah daerah. Program SIAP II YAPPIKA telah berkontribusi tersusunnya 76 Standar Pelayanan untuk berbagai jenis pelayanan publik secara partisipatif. Proses penyusunan Standar Pelayanan
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 9
ini berkerja sama dengan Kementerian PAN dan RB, yang mengirimkan perwakilan dalam setiap kegiatan lokakarya penyusunan serta memeriksa draf Standar Pelayanan sebelum disahkan. Tim advokasi juga telah mendapatkan berbagai peningkatan kapasitas agar mampu secara mandiri mengoordinasikan serta menjaga keberlanjutan agenda-agenda advokasi komunitas. Gerakan untuk memperkuat komunitas warga dan organisasi masyarakat sipil memang perlu terus dirawat. Pengetahuan, kesadaran, keberanian dan kebiasaan baru, salah satunya dalam melakukan pengaduan diharapkan akan menjadi energi besar bagi warga untuk terusmenerus menyampaikan masukan dan kritik atau berinteraksi dengan unit-unit pelayanan publik. Sehingga partisipasi warga dapat secara signifikan men-
dorong perbaikan akuntabilitas pemerintah daerah dalam penyediaan pelayanan publik. Refleksi Pemenuhan Hak Pelayanan Publik Pada tanggal 10-12 Desember 2013, YAPPIKA bersama Masyarakat Pemantau Pelayanan Publik (MP3) menyelenggarakan pertemuan nasional di Kendari Sulawesi Tenggara didukung oleh Program ACCESS Fase II/ AusAID (sekarang DFAT). Pertemuan nasional ini menghadirkan anggota jaringan MP3 dari 16 kabupaten/kota di 11 provinsi dan pemerintah daerah. Pertemuan nasional dibuka oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara dan sebagai pembicara kunci adalah Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Prof. Eko Prasojo.
Posko Pengaduan; Kampanye pelayanan publik mintra program SIAP II - KOPEL Sinjai di Lapangan Nasional Kabupaten Sinjai.
10 - Laporan Tahunan 2014
Pertemuan Nasional Pelayan Publik; Direktur YAPPIKA didampingi direktur ACCESS menyerahkan cinderamata kepada Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Kendari.
Pertemuan nasional tersebut mengidentifikasi tantangan, peluang, agenda dan rekomendasi spesifik yang ditujukan pada aktor-aktor pemerintah nasional maupun daerah. Pada Pertemuan tersebut terungkap 95 persen unit-unit layanan publik di Indonesia masih belum patuh pada UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Meski undang-undang ini telah berumur hampir 5 tahun, pelaksa– naannya masih minim. Bahkan keberadaan undang-undang ini pun tidak banyak dikenal oleh para penyelenggara pelayanan publik, baik kalangan pemerintah maupun swasta. Hasil-hasil pertemuan nasional dan rekomendasinya telah disampaikan kepada Kementerian PAN dan RB, Ombudsman RI dan juga ke publik
melalui konferensi pers pada 22 Desember 2013. MP3 mendesakkan beberapa hal kepada pemerintah dan DPR, yaitu mempercepat penetapan Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan, merealisasikan anggaran yang pro pelayanan publik yang berkualitas kepada setiap warga negara, mempercepat pengesahan Rancangan Peraturan Presiden tentang Pembentukan Unit Pengaduan Pelayanan Publik dan Rancangan Peraturan Presiden tentang Mekanisme Pemberian Ganti Rugi, serta mempercepat Pengesahan Rancangan UndangUndang Sistem Pengendalian Internal sebagai instrumen reformasi birokrasi dan pelayanan publik.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 11
S
ejak membuka hingga menutup mata, setiap harinya kita bersentuhan dengan pelayanan publik. Baik sebagai pengguna layanan secara langsung maupun sekadar mengamati beragam ekspresi para pengguna layanan saat berupaya mengakses pelayanan publik. Terkadang tergurat senyum di beberapa wajah namun tidak jarang pula
12 - Laporan Tahunan 2014
tertangkap ekspresi kecewa ataupun lelah. Keluhan masyarakat mengenai buruknya fasilitas pelayanan publik terus mengemuka. Rendahnya akuntabilitas pelayanan publik tidak saja menunjukkan lemahnya institusi penyelenggara namun juga karena cara pandang dan sikap masyarakat yang belum menempatkan pelayanan publik sebagai hak warga negara dan penduduk yang
harus dijamin oleh negara. Masyarakat menganggap pelayanan publik merupakan budi baik pemerintah, hanya diterima dengan pasrah tanpa menuntut dibukanya ruang-ruang keterlibatan. Cara pandang dan sikap masyarakat yang demikian karena rendahnya pengetahuan mereka tentang hak-hak dasar dan UU Pelayanan Publik. Untuk menjawab tantangan di atas, YAPPIKA menggelar acara pameran foto yang dikemas dalam bentuk Pentas Kreatif Masyarakat Sipil “Membidik Wajah Pelayanan Publik” sebagai upaya melakukan edukasi kepada masyarakat agar mengetahui hak-haknya dalam pelayanan publik, membedah realitas pelayanan publik, serta ajakan untuk turut menyuarakan harapan masyarakat atas pelayanan publik kepada pemimpin baru Indo– nesia. Pada pameran foto ini juga digelar diskusi tentang pemanfaatan fotografi dalam pengawasan pelayanan publik.
YAPPIKA meyakini bahwa foto merupakan media yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk memperlihatkan realitas sesungguhnya dari wajah pelayanan publik kita. Memotret adalah salah satu cara masyarakat untuk melakukan penga– wasan pelayanan publik. Hal ini didukung oleh revolusi teknologi digital dan maraknya penggunaan media sosial oleh masyarakat. Pentas Kreatif Masyarakat Sipil di atas diselenggarakan pada hari Sabtu, 26 April 2014 di Taman Tebet Jakarta, yang menyuguhkan pameran dan workshop fotografi pelayanan publik, dialog komunitas, pertunjukan musik oleh Bag Beat Music Performance dan Simponi, pameran komunitas, seni instalasi dan ditutup dengan pertunjukan seni oleh budayawan SujiwoTedjo. Masyarakat memberikan apresiasi positif dengan aktif terlibat dalam diskusi yang melibatkan Ombudsman RI, MP3, Dinas Pertamanan dan Dinas
Diskusi pemanfaatan fotografi dalam pengawasan pelayanan publik, Taman tebet, Jakarta
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 13
Penampilan Sujiwo Tedjo mengakhiri Pentas Kreatif Masyarakat Sipil di Taman Tebet Jakarta,
Kesehatan DKI Jakarta, serta berbagi pengalaman menggunakan pelayanan publik bersama pegiat dari Asosiasi Ibu Menyusui, Koalisi Pejalan Kaki, dan Persatuan Tuna Netra Indonesia. Selain itu dibuka juga booth pameran dari komunitas-komunitas warga Jakarta termasuk dari Ombudsman RI, Indonesia Corrupction Watch (ICW) dan YAPPIKA. Menggelar kampanye di ruang publik dengan berkolaborasi bersama kelompok-kelompok masyarakat sipil semacam ini merupakan strategi jitu, dimana pesan-pesan kampanye dan informasi mengenai ruang-ruang
14 - Laporan Tahunan 2014
partisipasi dalam pelayanan publik tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Tak hanya itu, kegiatankegiatan kampanye juga mampu mengajak masyarakat untuk mempraktikkan langsung pemanfaatan ruang-ruang partisipasi dalam pelayanan publik. Pameran foto juga mampu membangkitkan jurnalisme fotografi pelayanan publik. Publik mampu menangkap ajakan untuk mengawasi pelayanan publik dengan cara memotret apa yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari.
D
emokrasi dan masyarakat sipil menjadi tema penting di Indonesia sejak perubahan sosial politik yang diberi nama reformasi yang bergaung sejak kejatuhan rezim Orde Baru tahun 1998. Peran masyarakat sipil tampaknya telah menjadi sebuah keniscayaan dalam praktik demokrasi saat ini, baik di aras global maupun di Indonesia. Pada Pemilu tahun 2014, YAPPIKA bersama dengan beberapa organisasi masyarakat sipil, PIRAC, IPC, Dompet
Dhuafa, Indonesia untuk Kemanusiaan (IKA), Konsil LSM Indonesia, Persatuan Tuna Netra Indonesia (PERTUNI) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) membentuk “Forum Penguatan Masyarakat Sipil�. Forum ini mengadakan beberapa kali focus group discussion untuk mengkritisi visi dan misi calon presiden 2014 (berdasarkan dokumen versi yang diserahkan kepada KPU), Jokowi-Jusuf Kalla dan PrabowoHatta yang dikaitkan dengan entitas, peran dan dukungan kepada organisasi masyarakat sipil. Analisis yang
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik -
15
digunakan berdasarkan pada hasil pengukuran kesehatan masyarakat sipil di 16 kabupaten/kota dengan menggunakan sebuah instrumen IMS (civil society index) yang diadaptasi oleh YAPPIKA dari CIVICUS. Hasil analisis yang telah dilakukan kemudian disampaikan dalam siaran konferensi Pers yang dilaksanakan di Resto Dua Nyonya, Cikini pada tanggal 3 Juli 2015. Dalam pernyataannya, Forum Penguatan Masyarakat Sipil menyatakan bahwa hasil analisis terhadap visi misi dua pasangan Calon Presiden menunjukkan adanya ruang terhadap partisipasi masyarakat. Visi misi Prabowo-Hatta memuat peningkatan peran organisasi akar rumput seperti PKK dan Posyandu; melindungi rakyat dari berbagai bentuk diskriminasi, gangguan dan ancaman, menjunjung tinggi HAM; serta menciptakan kepastian dan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan adil. Sedangkan dalam visi misi Jokowi-JK memuat beberapa hal, yaitu perlindungan dan keterlibatan masyarakat adat; termasuk menghapuskan regulasi yang berpotensi melanggar HAM kelompok rentan
16 - Laporan Tahunan 2014
t e r m a s u k perempuan, anak, masyarakat adat, penyandang disabilitas; partisipasi publik dalam proses pembuatan, implementasi dan pengawasan kebijakan publik dan kontrol publik untuk mengontrol pemerintah dalam mendorong good governance; pendidikan politik; pemberdayaan perempuan dan sektor akar rumput; partisipasi masyarakat dalam pengawasan anti korupsi dan penegakan hukum; menentang kriminalisasi terhadap penuntutan kembali hak masyarakat. Namun forum menilai bahwa kedua pasangan calon presiden tidak secara jelas memberikan dukungan terhadap: 1) sumber daya bagi penguatan organisasi masyarakat sipil (OMS), 2) jaminan regulasi dan struktur pendukung lainnya dalam penggalangan dan pengelolaan dana publik yang dilakukan oleh OMS, 3) pengakuan keberadaan dan perlindungan OMS dari rezim pendaftaran yang mudah, penuh insentif, tidak diskriminatif dan tidak dengan paradigma politik dan keamanan; serta 4) perlindungan terhadap data pribadi individu dan kebebasan berpendapat di ruang publik (elektronik maupun cyber). Dalam konferensi pers tersebut Forum Penguatan Masyarakat Sipil juga menyerukan beberapa hal kepada pimpinan yang akan terpilih, yaitu: Pemerintahan baru harus melihat OMS sebagai sektor yang memiliki peran signifikan dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Negara seharusnya mendorong lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kem– bangnya peran dan kontribusi OMS, sebagai bagian dari penguatan bangunan demokratisasi di Indonesia. Negara cenderung akan mengatur OMS dengan ketat (misalnya munculnya UU Ormas, Permendagri No. 33/2012, RUU LSM yang sudah masuk Prolegnas). Merespons hal ini, negara harus menumbuhkan ling– kungan (enabling environment) yang kondusif bagi OMS untuk memastikan kebebasan mereka dalam mengatur kebijakan internalnya sendiri (internal regulation). Negara tidak seharusnya menerapkan regulasi eksternal berupa sejumlah kebijakan pembatasan peran dan tumbuhnya entitas OMS. Di mata dunia internasional, Indonesia pasca reformasi dinilai sebagai negara yang memiliki iklim
demokrasi yang cukup maju karena terbukanya partisipasi masyarakat dan kebebasan berpendapat, politik (demo– krasi prosedural), pers. Situasi ini terjadi karena peran masyarakat sipil yang mengisi reformasi dengan partisipasi dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ke depan, pemimpin baru harus menjamin situasi ini dengan mencabut dan menata ulang aneka kebijakan bagi OMS. Pemerintah harus menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, yang pada akhirnya dapat menga– rusutamakan isu disabilitas/ketuna– netraan serta menciptakan masyarakat yang inklusif, sehingga diharapkan kesejahteraan para penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Dalam perumusan dan pelak– sanaan kebijakan terkait OMS, Pemerintah harus konsisten pada perannya sebagai regulator dan pengawasan serta tidak lagi terlibat dan bertindak sebagai implementor/pelaksana, khususnya dalam kebijakan yang berkaitan dengan sumber daya dan pendanaan OMS (UU Zakat dan UU PUB). Dengan demikian, pemerintah tidak terkesan sebagai kompetitor dan berebut sumber daya dengan OMS.
Diskusi Forum Penguatan Masyarakat Sipil yang menyikapi visi misi para Calon Presiden RI.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik -
17
B
elum setahun UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) diberlakukan, pada 5 Desember 2014 lalu kembali direvisi. Akomodasi kepentingan Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan upaya mempertahankan status quo dalam substansi UU MD3 terlihat jelas. Bisa dikatakan hal ini merupakan satu langkah kemunduran demokratisasi dalam sistem politik di Indonesia. Perhatian publik yang teralihkan pada pertarungan politik sepanjang proses pemilu dimanfaatkan oleh fraksi dan anggota pansus untuk memasukkan substansi baru yang tidak disebutkan sebelumnya dalam Naskah Akademik (NA). Misalnya penghapusan klausa “memerhatikan kuota perempuan� dalam komposisi pemimpin alat
18 - Laporan Tahunan 2014
kelengkapan DPR (AKD), perubahan mekanisme pemilihan pimpinan, dan penghapusan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). YAPPIKA bersama tujuh organisasi masyarakat sipil yaitu Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Budget Center (IBC), Pusat Studi Hukum dan HAM (PSHK), Indonesian Parliamentary Center (IPC), Transparency International Indonesia (TII) serta Pattiro, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3, mengambil sikap untuk menolak revisi UU MD3 tersebut. Koalisi melakukan advokasi bersama untuk mendorong hadirnya UU keparlemenan yang lebih komprehensif dan relevan dalam menjawab kebutuhan konsolidasi demokrasi serta memperkuat fungsi lembaga perwakilan rakyat.
Catatan kritis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 terhadap substansi UU MD3 yang baru adalah adalah: 1) Tren Penambahan Kewenangan MPR Sejak UU No 22 Tahun 2003 (UU Susduk) hingga UU MD3 yang baru (8 Juli 2014), ada kecenderungan penambahan kewenangan MPR. Kewenangan terkait kepentingan sosialisasi dan penyerapan aspirasi masyarakat ini akan berdampak pada pembengkakan anggaran dan potensi penganggaran ganda. 2) Mekanisme Pemilihan Pimpinan DPR (Pasal 84) Pengaturan mekanisme pemilihan pimpinan DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tidak konsisten dan cenderung terjebak pada kepentingan politik. Usulan “akrobatik” yang ingin mengubah mekanisme pemilihan pimpinan DPR, dari sebelumnya berdasarkan perolehan kursi terbanyak diganti dengan cara dipilih (voting) tidak pernah muncul penjelasannya dalam Naskah Akademik RUU MD3. 3) Keterwakilan Perempuan Dihapusnya ketentuan memerhatikan keterwakilan perempuan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang pimpinan Alat Kelengkapan DPR (AKD) padahal jumlah anggota DPR perempuan periode 2014-2019 mengalami penurunan, merupakan bukti DPR justru menghambat kiprah perempuan dalam bidang politik. 4) Hak Imunitas (Pasal 224) ·
Ketentuan ayat (4) berpotensi mengancam anggota DPR yang kritis terhadap situasi maupun kebijakan di internal DPR, khususnya jika ada penyalahgunaan fungsi, wewenang, dan tugas dalam rapat tertutup DPR.
·
Ketentuan ayat (5) menimbulkan kompleksitas dalam menentukan tafsir dan batasan terhadap definisi pelaksanaan tugas dan wewenang. Posisi Mahkamah Kehormatan yang tidak independen akan menjadikan penilaiannya sangat subjektif dan mengalami konflik kepentingan.
5) Penyidikan (Pasal 245) Selain tidak sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum, syarat izin persetujuan dari Mahkamah Kehormatan seharusnya tidak perlu karena dikhawatirkan dalam waktu 30 hari, sebagaimana batas waktu keluarnya izin tertulis, dapat berpotensi menjadi celah bagi penghilangan alat bukti atau melarikan diri.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik -
19
6) Mahkamah Kehormatan (Pasal 224) Jika Badan Kehormatan hanya pada ranah kode etik, maka saat ini keberadaan Mahkamah Kehormatan lebih luas karena masuk hingga ranah penegakan hukum melalui adanya izin pemanggilan dan pemeriksaan. 7) Hilangnya BAKN dari AKD Dengan tidak adanya BAKN dalam alat kelengkapan DPR, menjadikan fungsi pengawasan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menjadi tidak tajam dan elaboratif. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya badan khusus yang bertugas melakukan telaah terhadap hasil audit BPK, yang kemudian dilekatkan menjadi tugas dan wewenang Komisi. Padahal kita tahu, Komisi selama ini tidak pernah menindaklanjuti rekomendasi dari BAKN berdasarkan telaah hasil audit BPK. 8) Hak Mengusulkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan [Ps. 80 huruf (j)] Pasal 80 huruf j menyatakan bahwa anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Namun ketiadaan penjelasan tentang apa itu program pembangunan daerah pemilihan berpotensi adanya tafsir lain dalam pembahasan anggaran bersama pemerintah dan membuka ruang korupsi baru bagi anggota DPR. Jika skema program pembangunan dapil dengan dana aspirasi berbeda, maka pemikiran tersebut sudah harus ada lebih dulu saat penyusunan Naskah Akademik RUU MD3.
YAPPIKA bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 mendesakkan beberapa hal yaitu: 1. Anggota DPR yang baru terpilih (periode 2014-2019) merevisi kembali UU MD3 terutama mensterilkan dari efek pertarungan Pilpres 2014 dan sejumlah agenda yang cenderung tidak mendongkrak reformasi parlemen secara signifikan; dan 2. Anggota DPR periode 2009-2014 tidak memaksakan diri untuk menyusun Peraturan Tata Tertib DPR yang baru. Selain ketidakcukupan waktu karena hanya tersisa satu masa sidang lagi (14 Agustus-30 September 2014), UU MD3 yang baru tersandera oleh kepentingan politik sebagai dampak pertarungan Pilpres 2014.
20
- Laporan Tahunan 2014
P
ada tahun pertama pemantauan terhadap pelaksanaan UndangUndang No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (selanjutnya disingkat UU Ormas), YAPPIKA memimpin Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) menyusun kajian penafsiran dengan menggunakan hasil pemantauan terhadap seluruh perkembangan dari penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan (R)UU Ormas serta bacaan terhadap naskah UU Ormas. Bacaan kontekstual merujuk pada Rapat Kerja Gabungan Komisi II, Komisi III, dan Komisi VIII dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Hukum dan HAM
(Menkumham), Menteri Agama, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada Senin, 30 Agustus 2010 dan Naskah Akademik (NA) (R)UU Ormas. Sedangkan bacaan tekstual fokus pada naskah UU 17/ 2013 yang terdiri dari 87 pasal dan 19 bab. Beberapa temuan dan penafsiran dari hasil Rapat Kerja Gabungan di atas adalah: 1. Kekerasan yang dilakukan oleh ormas sesungguhnya bisa ditangani melalui profesionalitas dan ketegasan aparat kepolisian dan tidak terkait dengan revisi UU 8/1985 tentang Organisasi Kemasyaprakatan.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik -
21
2. Organisasi membutuhkan lingkungan yang kondusif serta bukan melalui pendekatan politik dan keamanan yang tidak represif, tidak birokratis, dan memberikan sejumlah insentif (seperti insentif pajak bagi organisasi yang menjalankan misi kebudayaan dan sosial dalam skala/radius tertentu). Bukan seperti dalil pemerintah yang meletakkan UU Ormas sebagai instrumen untuk pemberdayaan ormas. 3. Terkait pertumbuhan ormas yang sedemikian pesat, yang sebetulnya diperlukan adalah tata kelola administrasi dan koordinasi jaringan (database) ormas yang tersebar di berbagai kementerian/instansi. Bukan dengan menghadirkan UU Ormas. Sedangkan temuan dan penafsiran terkait dengan Naskah Akademik adalah sebagai berikut: 1. Definisi ormas dalam UU 8/ 1995 mencakup semua organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat, baik berdasarkan keanggotaan ataupun tanpa anggota. Akan tetapi karena tidak diikuti kejelasan norma, maka seringkali ditafsirkan hanya mengatur organisasi berdasarkan keanggotaan. Anehnya, konstruksi ormas yang diformulasikan oleh UU 8/
22 - Laporan Tahunan 2014
1985, yang dinilai pemerintah sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan nilainilai demokrasi, masih digunakan bahkan nyaris sama dengan apa yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 UU 17/ 2013. 2. Badan Legislasi (Baleg) sebagai alat kelengkapan DPR yang menyiapkan RUU Ormas, telah memuat hasil identifikasi terhadap 14 undang-undang yang memberikan jaminan dan mengatur berbagai bentuk organisasi. Dalam dokumen kajian tersebut, KKB mengidentifikasi pasal-pasal yang bermasalah dalam UU 17/2013 dalam beberapa kategori yaitu norma yang tidak jelas batasan dan ruang lingkupnya, pasal-pasal yang tidak perlu ada untuk melegalkan keberadaan AD/ART Organisasi, pasal-pasal tumpang tindih dan menimbulkan konflik norma, pasal-pasal yang tidak jelas konstruksi normanya, norma yang multitafsir, pasal-pasal yang tidak perlu ada di level UU serta norma yang tidak konsisten. Visualisasi yang dapat membantu masyarakat lebih memahami pengaturan kehidupan organisasi kemasyarakatan di Indonesia lewat UU Ormas dapat diakses di http:// www.youtube.com/watch?v=15C2toG3d6Q. Pemantauan kebijakan yang dilakukan oleh KKB menemukan implementasi UU Ormas yang cukup
Konferensi Pers Satu Tahun UU Ormas, Jakarta
masif di berbagai daerah. Pola utama yang ditemukan dari pemantauan adalah kewajiban registrasi organisasi pada kantor Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat) di daerah. Bermacam bentuk/sebutan organisasi yang dimaksud seperti ormas, LSM (lembaga swadaya masyarakat), OKP (organisasi kepemudaan), yayasan, dsb diwajibkan untuk mendaftar dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Pemantauan KKB menemukan pula bahwa pola utama ini biasanya didahului oleh kegiatan pendataan untuk memeriksa apakah organisasi tersebut terdaftar atau tidak, serta apakah SKT masih berlaku atau kedaluwarsa. Kegagalan memenuhi
kewajiban registrasi akan menimbulkan ancaman dampak dicabutnya izin, dibubarkan, dicap sebagai organisasi ilegal atau liar, akses pada dana pemberdayaan ditutup, tidak diakui, atau hanya sekadar tidak dilayani. Salah satu temuan pemantauan yang memperlihatkan tafsir keliru dan berlebihan atas ketentuan pendaftaran antara lain (kewajiban pendaftaran ormas) ke kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan dan kewajiban ormas melaporkan keberadaannya dan rekomendasi pencabutan izin bagi yang tidak melapor sebagaimana yang diberlakukan di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik -
23
P
eran strategis organisasi masyarakat sipil perlu didukung dengan penguatan terhadap organisasi dan komunitas masyarakat sipil. Penguatan ini bertujuan agar masyarakat sipil mempunyai kelembagaan yang sehat, mampu bekerja secara transparan, akuntabel, partisipatif, kaya akan inovasi, serta diharapkan lebih mampu memberikan dampak pada perbaikan kesejahteraan masyarakat. Penguatan kelembagaan organisasi dan komunitas masyarakat sipil ini menjadi pusat perhatian dan kom-
24 - Laporan Tahunan 2014
petensi YAPPIKA. Sepanjang 2014, YAPPIKA memfasilitasi berbagai kegiatan refleksi kelembagaan, peningkatan kapasitas, dan memberikan bantuan teknis kepada organisasi masyarakat sipil (OMS). Salah satu aspek penting dari penguatan kelembagaan adalah dampak program tidak hanya dirasakan oleh organisasi yang menerima layanan YAPPIKA, namun diharapkan berdampak pula bagi penerima manfaat organisasi tersebut. Selama Oktober-November, YAPPIKA memfasilitasi kegiatan refleksi kelembagaan kedua delapan OMS mitra Australia lndonesia Electoral
Support Program (AIESP)/TAF menggunakan alat OCPAT (Organi-zational Capacity Performance and Assessment Tool). Refleksi kelembagaan pertama dilakukan pada 2013. OCPAT dikembangkan oleh YAPPIKA, merupakan alat self-assessment dengan pendekatan partisipatif. Kedelapan organisasi tersebut adalah FIK Ornop di Kota Makassar, Bengkel APPeK di Kota Kupang, Pokja 30 di Kota Samarinda, MCW di Kota Malang, Aceh Institute di Kota Banda Aceh, serta JPPR, Solidaritas Perempuan, dan Public Virtue Institute di Jakarta. Tingkat kepuasan mitra terhadap kegiatan refleksi dapat dilihat pada grafik terlampir. Selain itu, YAPPIKA juga memfasilitasi peningkatan kapasitas dan pemberian bantuan teknis kepada PP ‘Aisyiyah terkait sistem manajemen dana hibah (grant management system) dalam program MAMPU. Kegiatan pendampingan tersebut menghasilkan
Standart Operational Procedure (SOP)) panduan pengelolaan dana hibah dan SOP keuangan pengelolaan dana hibah. Proses ini berlangsung dalam kurun waktu September-Desember 2014 dan berlanjut hingga awal tahun 2015. PP ‘Aisyiyah adalah organisasi berbasis keanggotaan, mulai dari tingkat nasional hingga kelurahan/desa, yang berdiri pada 1917. ‘Aisyiyah bergerak di berbagai bidang, yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat. Pada September, YAPPIKA memfasilitasi perencanaan strategis YASALTI Sumba Timur. Organisasi ini berdiri pada 2002 dan melakukan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Sumba Timur, NTT. Perencanaan strategis ini merupakan yang pertama bagi YASALTI dan menghasilkan dokumen renstra untuk lima tahun.
Lokakarya OCPAT di JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat)
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 25
26 - Laporan Tahunan 2014
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 27
P
erjalanan YAPPIKA sebagai Aliansi Masyarakat Sipil merupakan sebuah perjalanan panjang membangun demokrasi, yang membutuhkan kesabaran, kerja keras, dan kesetiaan. Tuntutan perubahan peran untuk lebih memperkuat kapasitas organisasi masyarakat sipil (OMS) dan sumber daya manusianya dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia, menjadi pertimbangan bahwa sejak tahun 2000, YAPPIKA
28 - Laporan Tahunan 2014
bukan lagi singkatan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Sipil melainkan sebuah nama. Pada tanggal 28 November hingga 2 Desember 2014, YAPPIKA melakukan refleksi organisasi serta menyusun perencanaan strategis untuk masa 5 tahun ke depan, terhitung 2015-2019. Perencanaan strategis ini melibatkan Pembina, Pengawas, Pengurus, dan Pelaksana. Kesempatan ini merupakan upaya YAPPIKA untuk merespons
perubahan lingkungan dan mengakselerasi capaian di masa lampau. Dengan mempertimbangkan konteks perubahan eksternal seperti meningkatnya tren demokrasi digital, perubahan skema pendanaan dan peluang pendanaan bagi OMS, menguatnya tuntutan peran OMS sebagai agen dialog antara masyarakat dan pemerintah serta harapan publik atas peran YAPPIKA dalam pengembangan jaringan dan peningkatan kapasitas OMS. Proses ini diwarnai dengan perdebatan dan pertukaran wacana lintas generasi dengan cara pandang, pemahaman kesejarahan dan kedalaman wacana yang berbeda yang semakin menandai perjalanan panjang yang telah dilalui YAPPIKA.
Merujuk pada hasil refleksi YAPPIKA maka terdapat sembilan isuisu strategis yang perlu direspons YAPPIKA yaitu: 1. Potensi pelanggaran HAM dengan diberlakukannya Undang-Undang Ormas. 2. Titik balik demokrasi, tercakup dalam hal ini model kepemimpinan baru, fenomena netizen, dan Undang-Undang Desa. 3. Pengaruh agenda politik liberal dan antitesisnya. 4. Keterbelahan parlemen yang berkembang dalam prosesproses penyelenggaraan pemerintah.
Ketua Dewan Pembina YAPPIKA Meuthia Gani Rahman dalam diskusi Renstra YAPPIKA
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 29
Staf YAPPIKA dalam diskusi Renstra YAPPIKA
5. Pilkada langsung dan kekerasan pilkada.
9. Skema kebijakan pemerintah terhadap OMS.
6. Persaingan SDM di kalangan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), tercakup di dalamnya kebijakan lembaga donor atau organisasi internasional untuk menghadirkan kontraktor asing, penguasaan terhadap isu-isu yang berkembang, serta perubahan jalur aktivitis menjadi teknokrat.
Untuk mewujudkan visi, YAPPIKA merumuskan empat peran yang akan dilakukan yaitu mengembangkan pengetahuan-pengetahuan baru yang berasal dari pengalaman lapangan bagi penguatan masyarakat sipil; meningkatkan kapabilitas organisasi masyarakat sipil untuk pengembangan institusi dan peran-perannya; mengembangkan sinergi antar OMS, termasuk memperkuat keterhubungan antara advokasi kebijakan nasional dan daerah; serta melakukan pendidikan publik.
7. Skema lembaga donor (Capacity Building, Citizenship) 8. Lemahnya akuntabilitas OMS.
30 - Laporan Tahunan 2014
D
ari luar ruangan terlihat anak-anak sedang asyik berkerumun dan duduk lesehan membaca buku cerita bergambar. Di sisi ruangan berjejer rak yang berisi bukubuku yang terdiri dari buku laporan program beberapa LSM di Indonesia dari beragam isu, kertas posisi, buku panduan, dan buku-buku terbitan LSM dari dalam dan luar negeri; novel, buku cerita bergambar, majalah; serta kamus, buku ilmu pengetahuan, dan buku-buku penunjang mata pelajaran
di sekolah. Suasana sejuk dari pendingin udara yang menyala sangat terasa begitu memasuki ruangan seluas 5 x 10 meter itu. Selain rak berisi buku, di sisi kiri ruangan juga ada seperangkat komputer. Ruangan itu adalah perpustakaan YAPPIKA yang sengaja dibuat dengan suasana santai dan nyaman supaya aktivitas membaca dan belajar menjadi menyenangkan bagi anak-anak. Perpustakaan YAPPIKA yang dibuka sejak 8 Juli 2008, bertepatan dengan ulang tahun YAPPIKA yang ke
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 31
Kegiatan bermain bersama pengunjung perpustakaan YAPPIKA
15, berangkat dari keinginan YAPPIKA untuk memberikan kontribusi pada masyarakat di sekitar lingkungan kantor YAPPIKA. Pada tahun 2014, perpustakaan YAPPIKA menambah koleksi buku beragam, yaitu 474 judul buku yang terdiri dari buku cerita anakanak serta buku pelajaran sekolah. Sebagian dari tambahan buku di atas berasal dari donasi lembaga lain seperti KPK, serta pengunjung dan personel YAPPIKA yang menyumbangkan bukubuku pelajaran, dan majalah. Buka setiap hari Selasa, Rabu dan Kamis, perpustakaan YAPPIKA yang berada di tengah lingkungan penduduk dan dekat dengan sekolahan baik sekolah SD maupun SMP hampir tak pernah sepi pengunjung. Sekitar 15-20 anak setiap hari silih berganti datang. Mereka bisa menikmati buku bacaan atau sekadar belajar bersama mengerjakan tugas sekolah.
32 - Laporan Tahunan 2014
Antusiasme anak-anak yang berdomisili di sekitar lingkungan perpustakaan cukup besar. Berawal dari mulut ke mulut, anak-anak ini mengajak teman-temannya untuk datang ke perpustakaan. Apalagi pada jamjam pulang sekolah, pengunjung perpustakaan ini dapat mencapai 20-30 orang anak. Selain membaca koleksi buku-buku yang ada di perpustakaan, pengelola perpustakaan juga tidak segan-segan mengajak anak-anak bermain sambil belajar yang membuat aktivitas di perpustakaan lebih menyenangkan. Pada hari-hari tertentu pengelola perpustakaan YAPPIKA pun menambah gairah perpustakaan dengan mengadakan acara-acara yang menarik minat anak-anak. Salah satunya adalah saat peringatan Hari Pelayanan Publik 2014 yang jatuh pada 23 Juni 2014. Pengelola perpustakaan mengadakan acara�nonton bareng� film LAWmotion berjudul UU Pelayanan Publik yang diproduksi oleh YAPPIKA. Tujuan kegiatan ini untuk mengenalkan sejak dini kepada anak-anak tentang apa itu pelayanan publik dan menumbuhkan budaya peduli dan kritis terhadap kondisi pelayanan publik saat ini.
Kegiatan yang tidak dipungut biaya ini mampu menarik minat anak-anak untuk hadir karena merupakan hal yang baru bagi mereka. Tercatat ada sekitar 20 anak-anak usia SD hingga SMP sebagai peserta. Selain “nonton bareng� anak-anak juga diajak bermain kuis tentang pelayanan publik. Kuis yang dipandu staf YAPPIKA ini sekaligus menjadi media sosialisasi dengan memperkenalkan pelayanan publik pada anak-anak. Kuis sosialisasi pelayanan publik ini memberikan pemahaman pada anak-anak mengenai pelayanan publik serta pengaturannya dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, dengan cara yang sederhana dan dapat dipahami anak-anak. Untuk lomba mewarnai, anak-anak terlihat antusias dalam berkreasi dan berkreativitas memberikan pewarnaan terhadap gambar yang sudah disediakan oleh panitia. Kegiatan ini juga diharapkan mampu menambah jumlah anak-anak yang tertarik untuk berkunjung ke perpustakaan YAPPIKA, dan mengetahui tentang peran serta fungsi perpustakaan sehingga anak-anak dapat menyalurkan ide dan hobinya pada kegiatan yang positif dan terarah.
Hasil karya anak-anak peserta lomba menggambar di perpustakaan YAPPIKA
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 33
S
enin pagi, 26 Mei 2014, kantor yang biasanya terlihat sepi, tampak ramai dengan lalu lalang orangorang memakai kaos seragam berwarna biru dengan tulisan “Ada saatnya kita berhenti dan melihat ke belakang�. Tagline yang sangat sederhana tapi sarat dengan makna. Saatnya melihat ke belakang. Semua orang sedang mempersiapkan keberangkatannya menuju Pulau Tidung. Pada tahun ini kami memilih Pulau Tidung, salah satu pulau di Kepulauan Seribu, sebagai lokasi untuk retreat. Retreat merupakan kegiatan yang dilakukan YAPPIKA untuk memperkuat relasi personal, relasi antar divisi, dan budaya kekeluargaan. Sudah lebih dari 23 tahun YAPPIKA terus mem-
34 - Laporan Tahunan 2014
pertahankan harmonisasi di antara para pegiatnya, tidak hanya dalam hubungan antar personal dalam bekerja akan tetapi hubungan dengan keluarga para pegiat. Keberadaan para pegiat, kapasitas yang dimiliki, sumber daya, dan harmonisasi dalam menjalankan aktivitas merupakan bagian penting dari berbagai macam faktor penunjang keberadaan sebuah lembaga untuk dapat terus ada. Keberlanjutan sebuah lembaga untuk terus tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari bagaimana lembaga tersebut berefleksi melakukan perbaikan dan penyegaran dalam organisasinya. Selama tiga hari dua malam kami menikmati panorama alam Pulau Tidung sambil melakukan kegiatan team building untuk mempererat relasi
dan kerja sama. Proses refleksi dilakukan melalui permainanp e r m a i n a n kelompok dan secara khusus pada sesi malam. Pada sesi tersebut, acara refleksi dibuka kepada seluruh pegiat untuk menyam- Retreat staf YAPPIKA di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu paikan pengalaman Tidak terasa tiga hari telah berlalu dan apa yang telah dirasakan selama dan kami harus kembali menjalankan bergabung dengan YAPPIKA. Perjaaktivitas. Semangat baru dan suasana lanan yang telah terlewati selama ini hangat yang tercipta selama berada di tidak sedikit menciptakan suasana Pulau Tidung kami bawa kembali suka, kebahagiaan, perselisihan, menjadi amunisi untuk kemajuan kecewa, mungkin juga kejengkelan. lembaga.
Retreat staf YAPPIKA di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu
Partisipasi Warga Dalam Mendorong Perbaikan Pelayanan Publik - 35