Buku tahunan ditjen pslb3 2015

Page 1

LAPORAN KEGIATAN

2015

Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

A


B


LAPORAN KEGIATAN

2015

Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

i


ii


Pengarah:

Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, M.P.P.P.M. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

Penanggung Jawab:

Drs. Ade Palguna Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

Kontributor: • • • • •

Ir. Sudirman, M.M. Direktur Pengelolaan Sampah Ir. Yun Insiani, M.Sc Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Ir. Laksmi Dhewanthi, M.A Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah non B3 Drs. Sayid Muhadar, M.Si Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah non B3 Ir. QuriePurnamasari, M. Si Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

Penyusun: • • • • •

Fery Huston, S.H Kepala Bagian Program dan Evaluasi Sri Murwani Nurfadilastuti, S. Si, ME. Kepala Subbagian Program dan Anggaran R. Susanto, S. Kom Kepala Subbagian Evaluasi, Pelaporan, Data dan Informasi Lilis Sartika Staff Subbagian Program dan Anggaran Angga Pebriant, S. Kom Staff Subbagian Evaluasi, Pelaporan, Data dan Informasi

Editor:

• Fery Huston, S.H • Eka Januwati

Desain & Tata Letak: • Anton Syahrizal Fatoni

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

iii


daftar

isi

Daftar Penyusun Daftar Isi Kata Pengantar

III IV 1

BAB I – PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tugas & Fungsi Ditjen PSLB3 C. Struktur Organisasi Ditjen PSLB3 D. Keuangan

2 3 4 7 8

BAB II – PERENCANAAN KINERJA A. Renstra untuk RPJMN dan RPJPN B. Kondisi Umum

10 11 13

BAB III – CAPAIAN KINERJA I. Sekretariat Direktorat Jenderal II. Pengelolaan Sampah III. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun IV. Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 V. Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 VI. Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat B3

20 21 39 71 103 131 163

BAB IV – PENUTUP

197

iv


pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan atas kinerja kami pada tahun 2015 dengan baik. Laporan Tahunan 2015 ini menutup kegiatan tahunan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada Tahun Anggaran 2015 lalu dengan baik dan tepat waktu. Unit kerja di lingkup Ditjen PSLB3 mengacu pada fungsi utamanya menyelenggarakan perumusan, pelaksanaan kebijakan, serta sinkronisasi kebijakan di bidang sampah, bahan berbahaya dan beracun, serta limbah bahan berbahaya dan beracun. Tujuan penyusunan Laporan Tahunan 2015 ini adalah untuk menjelaskan keseluruhan kegiatan serta pencapaian yang telah dilaksanakan oleh unit kerja Ditjen PSLB3 selama periode Tahun Anggaran 2015. Di dalam Laporan Tahunan 2015 ini terdapat rangkuman rencana kerja dan rencana strategis kegiatan, target dan realisasi pelaksanaan kegiatan, serta pencapaian Ditjen PSLB3 dan unit-unit kerja yang berada dibawah Ditjen PSLB3 pada tahun 2015. Semoga Laporan Tahunan 2015 ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Tak lupa, kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan Laporan Tahunan 2015 ini. Jakarta, 22 Februari 2016 Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, M.P.P.P.M.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

1


BAB I Pendahuluan

"

Melayani dan mendukung sepenuh hati demi tercapainya tujuan organisasi.

"

Untuk mencapai tujuan dan mendukung pelaksanaan tanggung jawab sebuah organisasi, dibutuhkan kehadiran unit-unit kerja yang bertanggung jawab atas setiap bagian maupun fungsi di organisasi tersebut. Dalam mengemban tugas menjaga dan menciptakan kesehatan lingkungan yang lebih baik, Kementerian

2

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3), juga membutuhkan dukungan administratif dan manajeman demi terwujudnya kelancaran aktivitas Ditjen PSLB3.


A. Latar Belakang

Sebuah fakta mencengangkan dikemukakan pada pertemuan tahunan American Association for the Advancement of Science (AAAS), awal tahun 2015. Menurut riset yang dilakukan oleh lembaga tersebut, diperkirakan sekitar delapan juta ton sampah plastik beredar di lautan dunia setiap tahunnya. Angka tersebut jelas sangat fantastis. Namun kenyataannya, jumlah tersebut hanyalah sekian persen dari total sampah plastik yang dihasilkan penduduk dunia setiap tahun. Itu baru data mengenai sampah plastik saja. Sementara, dengan pertumbuhan dunia industri dan pembangunan ekonomi yang pesat, tentu semakin banyak jenis dan jumlah sampah maupun limbah yang kita hasilkan. Dalam sebuah artikel yang dimuat di www.sains.kompas.com, menurut Dr. Christ Wilcox, pakar ekologi dari lembaga penelitian Australia, CSIRO (The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization), banyaknya sampah yang dibuang ke laut merupakan kombinasi dari besarnya populasi dan tingkat pembangunan di suatu negara. Bayangkan saja, jika jumlah populasi penduduk Indonesia dan dunia terus meningkat, apakah jumlah sampah berarti juga akan terus meningkat? Sebagai gambaran, menurut data Kementerian Dalam Negeri tahun 2014, penduduk Indonesia sudah berjumlah 245 juta. Sementara itu, menurut

United Nations Department of Economic and Social Affairs, jumlah populasi dunia hingga Juli 2015 saja sudah mencapai 7,349 miliar. Diperkirakan, pada 2030 angka itu akan melesat hingga 9,7 miliar. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan ekonomi secara langsung berdampak pada peningkatan penggunaan bahan kimia dalam kegiatan industri. Apalagi, Indonesia merupakan negara berkembang dengan aktivitas industri yang tinggi. Tentu kita menyadari, penggunaan bahan kimia serta pengelolaan sampah, limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun), dan limbah non B3 yang tidak tepat dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Sehingga, perkembangan pembangunan yang pada awalnya bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, justru dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan mengancam kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Karena itu, untuk menjaga dan menciptakan kesehatan lingkungan yang lebih baik, dibutuhkan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih terarah, baik dari mekanisme pengelolaan maupun pengendaliannya. Meski pada dasarnya pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab banyak pihak, kendali utama berada di KLHK, khususnya Ditjen PSLB3.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

3


B. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal PSLB3 Seperti yang telah ditetapkan dalam Pasal 763 dan Pasal 764 pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLH-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ditjen PSLB3 mengemban tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta sinkronisasi kebijakan di bidang sampah, B3, dan limbah B3. Dalam struktur kementerian atau lembaga negara, Direktorat Jenderal (Ditjen) adalah unsur pelaksana yang bertugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidangnya yang dipimpin oleh seorang pejabat eselon I sebagai Direktur Jenderal (Dirjen). Untuk memenuhi tugasnya, Ditjen dilengkapi Sekretariat

4

Direktorat Jenderal (Setditjen) yang merupakan unsur pembantu pimpinan yang bertugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan kementerian atau lembaga negara. Selain itu, Ditjen juga dilengkapi dengan direktorat-direktorat yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas teknis di lingkup Ditjen. Ditjen PSLB3 sendiri terdiri dari satu Setditjen dan lima Direktorat pendukung kegiatan, seperti yang diatur dalam Pasal 765 pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/ MENLHKII/2015.


Tugas Pokok Mengacu Pada: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 18 Tahun 2015, Pasal 766 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanaan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, sinkronisasi kebijakan di bidang sampah, bahan berbahaya dan beracun, serta limbah bahan berbahaya dan beracun.

Fungsi Diatur dalam: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015, Pasal 767

a) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pengelolaan sampah, B3, dan limbah B3, serta pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah, b) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pengelolaan sampah, B3, dan limbah B3, serta pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah, c) Pelaksanaan administrasi, evaluasi, dan pelaporan di bidang penyelenggaraan pengelolaan sampah, B3, dan limbah B3, serta pemulihan lahan terkontaminasi sampah dan limbah.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

5


Direktorat Pendukung 1. Sekretariat Ditjen PSLB3 Memastikan pelaksanaan tugas pimpinan dan tugas teknis lainnya terlaksana dengan baik.

2. Direktorat Pengelolaan Sampah Melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi bimbingan teknis, serta supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pengelolaan sampah dan pengelolaan lingkungan perkotaan.

3. Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun 6. Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 Memastikan pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 oleh pelaku kegiatan usaha yang melanggar aturan dan menyelenggarakan aksi tanggap darurat limbah B3, berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terkait.

Mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dan kehutanan. Khususnya untuk melakukan pengelolaan B3 yang berwawasan lingkungan guna melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

4. Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 5. Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang verifikasi, dan penerapan konvensi internasional pengelolaan limbah B3, dan limbah non B3.

6

Melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3.


C. Struktur Organisasi Ditjen PSLB3 Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

Sekretariat Direktorat Jenderal

Direktorat Pengelolaan Sampah

Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

Susunan Pejabat Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, M.P.P.P.M. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Drs. Ade Palguna Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

Ir. Laksmi Dhewanthi, M.A. Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Ir. Sudirman, M.M. Direktur Pengelolaan Sampah

Drs. Sayid Muhadhar, M.Si. Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Ir. Yun Insiani, M.Sc. Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Ir. Qurie Purnamasari, M.Si. Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

7


D. Keuangan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, pada tahun 2015 Ditjen PSLB3 mendapat anggaran belanja sebesar Rp118.670.004.000.

Program

Kegiatan

Anggaran Pagu (Rp)

Realisasi (Rp)

Dukungan manajemen dan pelaksaan tugas teknis lainnya Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3

51.220.779.000

42.600.947.061

Kegiatan

Anggaran Pagu (Rp)

Realisasi (Rp)

10.942.484.000

9.097.762.101

Kegiatan

Anggaran Pagu (Rp)

Realisasi (Rp)

Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

14.194.975.000

12.008.582.070

Kegiatan

Anggaran Pagu (Rp)

Realisasi (Rp)

Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

8.279.640.000

Pengelolaan B3

8

Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

7.074.933.953

83,17%

83,14%

84,6%

85,45%


Kegiatan

Anggaran Pagu (Rp)

Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

9.104.522.000

Kegiatan

Anggaran Pagu (Rp)

Realisasi (Rp)

24.927.604.000

22.994.778.385

Anggaran Pagu (Rp)

Realisasi (Rp)

Pengelolaan Sampah

Total

Realisasi (Rp) 7.265.243.771

118.670.004.000 101.042.247.341

79,8%

92,25%

85,15%

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

9


BAB II Perencanaan Kinerja

"

Menetapkan target, strategi, dan indikator keberhasilan untuk kesuksesan

"

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU-SPPN) Pasal 15 Ayat (1) dan Pasal 19 Ayat (2) mewajibkan setiap pimpinan kementerian atau lembaga untuk menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra–KL). Pelaksanaan

10

pembangunan nasional jangka menengah (lima tahun) ini berguna untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan serta menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.


A. Renstra Untuk RPJMN dan RPJPN

Penyusunan Renstra juga sejalan dengan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Diktum Kedua. Dalam Instruksi Presiden itu disebutkan bahwa setiap instansi pemerintah sampai tingkat Eselon II wajib menyusun Renstra untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja instansi pemerintah. Penyusunan Renstra setiap kementerian/ lembaga tidak akan terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (RPJPN 2005 – 2025) yang memiliki visi “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Pewujudan visi tersebut ditempuh melalui delapan misi. Pencapaian visi dan misi tersebut kemudian dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMN Tahun 2015 – 2019 merupakan RPJMN III. Salah satu misi dari RPJPN 2005 – 2025 yang berkaitan erat dengan bidang lingkungan hidup dan kehutanan adalah “Mewujudkan Indonesia Asri dan Lestari”. Misi tersebut menjadi salah satu prioritas karena lingkungan hidup berperan sebagai modal

pembangunan dan penopang sistem kehidupan. Pelaksanaan amanat RPJMN 2015 – 2019 tersebut telah ditindak-lanjuti antara lain berupa penetapan Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Renstra Kementerian itu kemudian dijabarkan menjadi Renstra tiap unit kerja Eselon I, antara lain Renstra Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3), yang penyusunannya disesuaikan dengan tugas dan fungsinya masingmasing, serta rantai nilai KLHK RPJMN 2015 – 2019 dan Renstra Ditjen PSLB3 menjadi acuan bagi pelaksanaan program dan kegiatan unit kerja yang terdapat di lingkup Ditjen PSLB3. Sebagai unsur pembantu pimpinan (menteri) yang bertugas menyelenggarakan koordinasi perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang sampah, bahan berbahaya dan beracun, dan limbah bahan berbahaya dan beracun, Ditjen PSLB3 memiliki sasaran kegiatan "meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup dengan berkurangnya risiko akibat paparan B3, limbah B3, dan sampah”.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

11


Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (RPJPN 2005 – 2025)

“Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”

Misi RPJPN 2005 – 2025 di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan

“Mewujudkan Indonesia Asri dan Lestari” (Lingkungan hidup memiliki peran ganda sebagai modal pembangunan dan sebagai penopang sistem kehidupan)

Sasaran Utama Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun “Meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup dengan berkurangnya risiko akibat paparan B3, limbah B3, dan sampah”

12


B. Kondisi Umum 1) Pengelolaan Sampah Data nonfisik program Adipura 2013 menunjukkan bahwa 69% sampah pada area urban di Indonesia ditimbun di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. Artinya, sebagian besar penanganan sampah di Indonesia masih menerapkan pola “kumpulangkut-buang�. Padahal, timbunan sampah di TPA berpotensi menimbulkan gas metan. Jika tidak didayagunakan, gas metan akan terlepas ke udara dan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK). Perkembangan tantangan lingkungan hidup khususnya pengelolaan saat ini dan di masa mendatang menuntut perubahan penanganan sampah dari pola lama ke pola baru yang lebih baik. Perubahan ini tentu juga membutuhkan paradigma baru dan teknologi pengelolaan sampah yang lebih mutakhir. Perubahan ini perlu dilakukan segera karena jumlah timbulan sampah rata-rata nasional adalah

174.000 ton per hari atau 64 juta ton per tahun! Angka itu diperoleh dari asumsi bahwa setiap orang menghasilkan sampah sebanyak 0,7 kg per hari. Jumlah timbulan sampah rata-rata harian di kotakota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa adalah 1.300 ton. Sedangkan, pada kota-kota besar berpenduduk 500.000 – 1 juta jiwa adalah 480 ton. Pendekatan dengan paradigma baru dalam pengelolaan sampah yang dilakukan adalah pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya sampah (reuse dan recycle). Diharapkan, permasalahan sampah yang dihadapi saat ini dapat diselesaikan melalui implementasi 3R (reduce, reuse, dan recycle), EPR (extended producer responsibility), pemanfaatan sampah sebagai energi alternatif (waste to energy) dan pemrosesan akhir sampah.

Tipologi Sumber Timbulan Sampah pada Area Urban di Indonesia

Pasar Tradisional

Rumah Tangga

48%

Jalan

7.5%

Kawasan Komersil

24%

Kantor

6%

9%

Sekolah

4%

Lainnya

1,5%

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

13


Tipologi Komposisi Sampah pada Area Urban di Indonesia Organik

60%

Plastik

14%

Karet

5,5%

Logam

4%

Kain

3,5%

Kaca

1,7%

Lainnya

2,4%

2) Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Data UNEP (United Nations Environmental Programme) tahun 2013 menunjukkan bahwa di dunia terdapat lebih dari 140.000 jenis bahan kimia yang digunakan dalam sistem produksi yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dunia. Data KLHK pun mencatat, sejak tahun 2010 – 2014 ada sekitar 200 jenis B3 dengan jumlah 3 juta ton beredar dan digunakan di Indonesia. Angka itu belum mencatat jenis dan jumlah B3 yang masuk secara ilegal ke Indonesia seperti merkuri dan pestisida yang sudah dilarang penggunaannya, namun masih digunakan oleh

masyarakat. Selain itu, KLHK juga ditunjuk sebagai National Focal Point pelaksanaan konvensi mengenai B3 di Indonesia. Dalam rangka itu, KLHK mempunyai tanggung jawab mengoordinasikan penerapan konvensi di setiap sektor terkait, mengawasi pelaksanaan dan kepatuhan di tingkat nasional, melaporkan perkembangan penerapan konvensi kepada Sekretariat Konvensi, serta menyebarluaskan informasi terkait pengaturan pengelolaan B3 di tingkat internasional kepada pemangku kepentingan di Indonesia.

Realisasi Impor dan Produksi B3 Yang Teregistrasi pada 2013 – 2014

Padat (ton) Cair dan Gas (mÂł)

14

2013

2014

2015

1.682,49

682.386,49

3.333.369,96

-

-

1472.161,85


3) Pengelolaan Limbah B3 Peraturan perundang-undangan menetapkan bahwa penghasil limbah B3 wajib mengelola limbah B3 yang dihasilkannya. Itu merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi atau mencegah risiko terjadinya dampak buruk dari limbah B3 terhadap lingkungan hidup yang dapat menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pengelolaan Limbah B3 mencakup penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, pengangkutan limbah B3, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan limbah B3. Ada beberapa pihak yang merupakan bagian dari mata rantai Pengelolaan Limbah B3: penghasil limbah B3, pengumpul limbah B3, pengangkut limbah B3, pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3, dan penimbun limbah B3. Untuk memastikan agar setiap mata rantai Pengelolaan Limbah B3 tersebut dilakukan dengan tepat, maka Pengelolaan Limbah B3 wajib dilengkapi dengan izin. Selama kurun waktu 2010 – 2014 telah dilakukan verifikasi terhadap 5.248 permohonan perizinan Pengelolaan Limbah B3, dengan rata-rata seribu permohonan per tahun.

Permohonan tersebut terdiri dari Izin Penyimpanan Limbah B3, Izin Pengumpulan Limbah B3, Izin Pengangkutan Limbah B3, Izin Pemanfaatan Limbah B3, Izin Pengolahan Limbah B3, Izin Penimbunan Limbah B3, Izin Dumping Limbah B3, Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3, Notifikasi Ekspor Limbah B3, dan Rekomendasi Impor Limbah B3. Dalam periode tahun 2010 – 2014, telah diterbitkan sebanyak 3.034 izin, rekomendasi, dan notifikasi. Jumlah perusahaan yang dipantau kinerjanya dalam pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3 pada tahun 2014 mencapai 158 perusahaan, meingkat 192,7% jika dibandingkan tahun 2013. Meski begitu, hasil pemantauan lahan terkontaminasi limbah B3 menunjukkan bahwa masih terdapat limbah B3 yang belum dikelola sesuai peraturan. Limbah B3 yang belum dikelola dengan tepat ini berpotensi mencemari lingkungan dan mengakibatkan terjadinya lahan terkontaminasi limbah B3 yang harus segera dipulihkan.

Jumlah Izin, Rekomendasi, dan Notifikasi Yang Terbit pada 2010 – 2014

821 498

525

557

(16,41%)

(17,3%)

(18,36%)

2010

2011

2012

633

(27,1%)

(20,9%)

2013

Total 3.034

2014

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

15


4) Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 Berdasarkan data periode tahun 2012 – 2014, jumlah tanah terkontaminasi limbah B3 yang perlu dibersihkan adalah 487.715. Jumlah tanah terkontaminasi limbah B3 pada tahun 2014 meningkat drastis 213,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Penanganan lahan terkontaminasi limbah B3 wajib dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Namun, jika tidak diketahui penanggung jawabnya, maka pemerintah bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pemulihan dengan menggunakan teknologi yang sesuai dengan karakter, kontaminan, dan lokasi lahan terkontaminasi. Fakta bahwa banyak terjadi kecelakaan limbah B3 sebagai konsekuensi dari penggunaan limbah B3 dan/atau pengelolaan limbah B3 mendorong KLHK untuk menyusun Pedoman Penerapan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan B3 dan/atau Limbah

B3. Pedoman ini merupakan implementasi dari mandat dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Disebutkan dalam PP tersebut bahwa harus ada peraturan tentang upaya pencegahan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan Pengelolaan Limbah B3. Pedoman yang telah ada masih perlu disempurnakan secara struktur, mekanisme, dan substansi sesuai dengan PP 101/2014 tersebut. Pada tahun 2015 mulai dilakukan penyusunan draft Peraturan Menteri LHK sebagai salah satu bentuk pedoman dalam penerapan Sistem Tanggap Darurat PLB3. Selanjutnya diperlukan sosialisasi Peraturan Menteri tersebut terkait dengan mekanisme kerja dan penerapan program kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 kepada sektor terkait lainnya, pemerintah daerah, serta pihak industri.

Jumlah & Luas Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Tahun 2012 – 2014 2,751,820

2,648,236

103,584

129,521

2012

2013 Luas (m2)

16

243,858

114,336

2014 Jumlah (Ton)


Sasaran Program dan Kegiatan Sasaran Program P11

Indikator Kinerja Program (IKP)

Meningkatnya kesehatan masyarakat dan kualitas 1. Jumlah sampah yang dikelola sebesar 124,6 juta lingkungan dengan berkurangnya risiko akibat ton di 380 kota. paparan B3, limbah B3, dan sampah. (S1.P11.IKP1) 2. Jumlah bahan berbahaya dan beracun yang Catatan: dikelola sebesar 3 juta ton selama 5 tahun. Sasaran “Program 11” ini dirancang untuk (S1.P11. IKP2) berkontribusi pada pencapaian Sasaran Strategis Pertama. Oleh karena itu maka kodefikasi Sasaran 3. Jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun yang dikelola sebesar 755.595.000 ton dalam 5 Program ini adalah “S1.P11” tahun. (S1. P11. IKP3) 4. Efektivitas dukungan manajemen (S1. P11. IKP4)

Model Logis Kontribusi Sasaran Program P11 Pada Sasaran Strategis Pertama KLHK

KegiatanKegiatan Program “P11”

Capaian Saasaran Kegiatan

Dampak / Manfaat

Sasaran Strategis Pertama

o o o o o

Pengelolaan Sampah Pengelolaan B3 Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

o Terkelolanya sampah dan B3 o Meningkatnya kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3 serta tanggap darurat limbah B3 o Terpulihkannya lahan terkontaminasi limbah dan sampah

o Berkurangnya kemungkinan terpaparnya B3 dan polutan B3 ke lingkungan, sehingga kualitas lingkungan menjadi lebih baik dan sehat o Berkurangnya kemungkinan sampah mengotori lingkungan, sehingga kualitas lingkungan menjadi lebih baik, bersih dan sehat o Berkurangnya beban pencemaran (jumlah polutan dari limbah dan sampah) yang masuk/ dimasukan ke lingkungan, sehingga kualitas lingkungan menjadi lebih baik dan sehat O Terpulihkannya lahan terkontaminasi, sehingga kualitas lingkungan menjadi lebih baik , bersih, dan sehat

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

17


Diagram Sasaran dan Kegiatan Program P11 Sasaran Program

Meningkatnya Kesehatan Masyarakat dan Kualitas Lingkungan Hidup, Dengan Berkurangnya Risiko Akibat Paparan B3, Limbah B3, dan Sampah

Indikator Kinerja Program

Kegiatan

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan B3

Pengelolaan B3

Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Pengelolaan LImbah B3

Penilaian Kinerja Limbah B3 dan Non Limbah B3

Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya di Ditjen PSLB3

18

Sekretariat Direktorat Jenderal PSLB3


Sasaran dan Indikator Kinerja “Program P11� Kegiatan

1

2

3

Sasaran Kegiatan 1.1

Berkurangnya Jumlah Timbulan Sampah Pada Sumbernya Sebesar 20% dari 124,6 Juta Ton atau Sebesar 24,5 Juta Ton dalam 5 Tahun di 380 Kota (S1.P11.K1.1)

1.2

Tertanganinya Jumlah Sampah Sebesar 75% dari 124,6 Juta Ton atau Sebesar 97,8 Juta Ton dalam 5 Tahun di 380 Kota (S1.P11.K1.2)

2.1

Meningkatnya Jumlah B3 yang Terdata dalam Sistem Informasi Nasional Mengenai B3 Sebesar 100% (S1.P11.K2.1)

2.2

Meningkatnya Jumlah dan Jenis B3 yang Terkelola Sesuai Dengan Peraturan Menjadi 100% (S1.P11.K2.2)

3.1

Meningkatnya Penetapan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Melalui Kegiatan Pelayanan Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Menjadi 100% (S1.P11.K3.1)

3.2

Meningkatnya Pemanfaatan Limbah B3 dan Limbah Non B3 yang Dikelola Sebagai Sumber Daya Sebesar 30% Melalui Fasilitas (S1.P11.K3.2)

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan B3

Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

4

Penilaian Kinerja Limbah B3 Meningkatnya Jumlah Limbah B3 dan Limbah Non B3 yang dan Non Limbah B3 Dipantau Pengelolaannya (S1.P11.K4)

5

Pemulihan Kontaminasi dan Meningkatnya Volume Lahan Terkontaminasi yang Terpulihkan (S1. Tanggap Darurat Limbah B3 P11.K5)

6

Dukungan manajemen dan Terwujudnya Reformasi Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik di pelaksanaan tugas teknis Lingkungan Direktorat Jenderal Sampah, Limbah dan B3 (S1.P11. lainnya di Ditjen PSLB3 K6)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

19


BAB III Capaian Kinerja

"

Mengukur dan mengevaluasi pencapaian untuk perbaikan di masa depan

"

Kinerja Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3) dinilai melalui pengukuran kinerja, sehingga dapat diketahui keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan sesuai dengan target yang ditetapkan dalam rangka pencapaian sasaran program. Proses pengukuran kinerja dilakukan dengan menilai capaian setiap indikator kinerja program (IKP/ IKU).

20

Dengan begitu, pengukuran kinerja akan menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial yang dicapai, seberapa bagus kinerja finansial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Sehingga, diharapkan dengan adanya penilaian kinerja yang terukur, maka akuntabilitas kinerja yang lebih baik pun dapat diwujudkan.


Sekretariat Direktorat Jenderal

Mewujudkan

Reformasi

Tata Kelola Kepemerintahan

yang Baik

di Lingkungan

DitjenPSLB3 LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

21


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

A. Perumusan Pedoman dan Kebijakan 1. Penyusunan Renstra 2015 – 2019

Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diwujudkan bersama seluruh unit kerjanya, secara berjenjang sesuai dengan struktur organisasi, melalui pencapaian serangkaian sasaran yang ditetapkan dalam Renstra 2015 – 2019 KLHK. Menurut pedoman penyusunan Renstra di KLHK,

sasaran adalah kondisi yang akan dicapai secara nyata oleh Kementerian dan unit-unit kerjanya secara berantai serta berjenjang. Penyusunan Renstra Ditjen PSLB3 KLHK mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006, Pedoman Penyusunan Renstra yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas No. 5/2014, Panduan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: P.40/MENLHK-Setjen/2015 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 – 2019. Tahapan atau langkah teknis penyusunan Renstra yang dilalui pun disesuaikan dengan Peraturan Menteri LHK Nomor: P.40/MENLHK-Setjen/2015 tersebut. Sebagai bagian dari KLHK, Renstra Ditjen PSLB3 harus mendukung Renstra dari KLHK dan disesuaikan dengan tugas Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun, yaitu menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, sinkronisasi kebijakan di bidang sampah, bahan berbahaya dan beracun (B3), serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Selain itu, penyusunan Renstra Ditjen PSLB3 dan program kegiatan unit kerja Ditjen PSLB3 juga berlandaskan pada amanat kebijakan nasional yang berkaitan dengan bidang tugas pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun (B3), dengan memperhatikan kondisi, potensi, serta permasalahan aktualnya dalam kurun waktu 2015 – 2019.

Struktur Sasaran pada Sistem Perencanaan KLHK

Sasaran Elemen Kegiatan

22

Sasaran Unit Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Sasaran Program

Sasaran Strategis


Struktur Sasaran Dalam Sistem Perencanaan Kementerian LHK JENJANG SASARAN • Sasaran Strategis • Sasaran Program • Sasaran Kegiatan

• Sasaran Unit Kegiatan

• Sasaran Elemen Kegiatan

TINGKATAN ORGANISASI

KETERANGAN

Penggunaan istilahistilah “program”, “kegiatan”, “unit Unit Kerja Eselon I kegiatan”, dan “elemen Unit Kerja Eselon II, dan unit lain yang kegiatan”, dalam hal ini, dimaksudkan hanya merupakan penanggung-jawab kegiatan untuk pembedaan sasaran pada tingkatan Unit Kerja Eselon III, dan unit lain yang Renstra. merupakan penanggung jawab sub kegiatan Kementerian

Unit Kerja Eselon IV, dan unit lain di bawah Unit Kerja Eselon III

Langkah Teknis Penyusunan Renstra Unit Kerja Eselon I (Mengacu pada Peraturan Menteri –LHK Nomor: P.40/Menlhk-Setjen/2015)

1. Identifikasi Kondisi Umum 2. Identifikasi Potensi dan Permasalahan 3. Penyusunan Sasaran dan Indikator Program serta Sasaran Kegiatan * *) Sebagaimana telah ditentukan dalam Renstra Kementerian

4. Penyusunan Sasaran Unit Kegiatan dan Indikator Unit Kegiatan 5. Penyusunan Strategi Program 6. Penyusunan Kerangka Regulasi 7. Penyusunan Kerangka Pendanaan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

23


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

2. Rencana Kerja dan Perjanjian Kinerja Tahun 2015

Perencaaan kegiatan tahunan KLHK dituangkan dalam dokumen perencanaan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L). Renja K/L adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari Renstra K/L serta disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Renja Ditjen PSLB3 sendiri disajikan dengan meliputi tiga hal berikut: 1) Capaian program pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun hingga tahun 2014, 2) Tantangan pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun ke depan, 3) Target dan upaya peningkatan kinerja pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun.

24

Selain Renja, disusun pula Perjanjian Kinerja Ditjen PSLB3 Tahun 2015. Perjanjian Kinerja ini memuat sasaran kegiatan yang disusun berdasarkan Perjanjian Kinerja KLHK dan sesuai dengan Renstra KLHK, dengan jumlah anggaran yang telah ditetapkan pada APBN-P 2015. Perjanjian Kinerja mencakup sasaran kegiatan, indikator kinerja kegiatan (IKK), dan target. Karena, dalam pelaksanaan tanggung jawab dan fungsi Ditjen PSLB3, Perjanjian Kinerja ini merupakan perjanjian kinerja di lingkup Eselon II sebagai penanggung jawab kegiatan. Keberhasilan pelaksanaan Perjanjian Kinerja ini akan dipertanggungjawabkan pada akhir tahun anggaran dan menjadi bahan evaluasi untuk perencanaan kerja tahun mendatang, demi perbaikan kinerja Ditjen PSLB3.


3. Penyusunan dan Pemutakhiran RKAL

Penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementerian/Lembaga Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan Tahun Anggaran (RKA-KL APBN-P TA) 2015 dilaksanakan

setelah dilakukannya pembahasan dengan DPR RI. APBN-P dialokasikan berdasarkan kebijakan penghematan (self blocking) yang telah ditetapkan untuk setiap kementerian atau lembaga negara. Anggaran yang dialokasikan untuk penghematan tersebut harus dialihkan ke jenis belanja yang lebih produktif (non belanja perjalanan dinas dan paket pertemuan konsinyering). RAPBN-P TA 2015 ditetapkan pada 18 Maret 2015, dan telah dilaksanakan penyusunan RKAKL APBN-P KLHK TA 2015. RKA-KL APBN-P TA 2015 disusun berdasarkan Renja APBN-P TA 2015, serta memperhatikan alokasi anggaran penghematan terhadap anggaran perjalanan dinas dan juga pertemuan konsinyering yang telah ditetapkan untuk masing-masing kementerian atau lembaga negara. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN-P KLHK TA 2015 telah disahkan dan diterbitkan oleh Kementerian Keuangan pada tanggal 9 April 2015 untuk 13 program. Selanjutnya, KLHK dapat merevisi pagu anggaran, dan segera melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditetapkan dalam Renja APBN-P TA 2015.

4. Analisis Jabatan Lingkup Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. 18 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan, tiap unit diberikan informasi tentang identitas jabatan, uraian jabatan, dan syarat jabatan. Tujuannya adalah untuk menyediakan informasi jabatan sebagai pondasi atau dasar bagi program manajemen kepegawaian, kelembagaan, ketatalaksanaan, dan pengawasan.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

25


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

1 orang sebagai Direktur Jenderal (Eselon I)

6 orang sebagai Direktur (Eselon II)

4 orang sebagai Kepala Bagian (Eselon III)

19 orang sebagai Kepala Sub DIrektorat

14 orang Kepala Sub Bagian

38 orang sebagai Kepala Seksi (Eselon IV)

55 orang Penganalisa 2 orang Teknisi 55 orang Pengolah Data 2 orang Pegemudi 17 orang Pengadministrasi

26

1 orang Pengawas lingkungan hidup madya 3 orang pengawas lingkungan hidup muda 1 orang pengawas lingkungan hidup pertama


5. Evaluasi Jabatan Lingkup Ditjen PSLB3 Evaluasi Jabatan dilakukan melalui penilaian terhadap setiap jabatan (analisis jabatan) yang ada dalam struktur organisasi Ditjen PSLB3. Tujuannya adalah untuk menetapkan nilai jabatan berdasarkan sejumlah kriteria yang disebut faktor jabatan. Evaluasi Jabatan dilakukan terhadap seluruh PNS di lingkup Ditjen PSLB3 berdasarkan pejabat struktural serta pejabat fungsional tertentu dan fungsional umum yang terbagi menjadi: • Jabatan struktural: Direktur Jenderal, Direktur, Kepala Bagian, Kepala Sub Direktorat, Kepala

Seksi, dan Kepala Sub Bagian, • Jabatan fungsional: Pengadministrasi, Penganalisis, Pengolah, dan Bendaharawan. Informasi jabatan dari masing-masing pemegang jabatan tersebut diverifikasi, dan hasilnya akan disusun menjadi Peta Jabatan Ditjen PSLB3. Peta Jabatan tersebut merupakan informasi dasar yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang terkait dengan kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, dan pengawasan.

6. Peraturan Perundang-undangan Yang Dibentuk Tahun 2015 Bagian Hukum telah menyusun daftar peraturan yang harus disusun atau dibuat untuk lima tahun ke depan dan rencana tahapan pembuatannya sebagai berikut:

Direktorat Sampah

Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

1 Peraturan Pemerintah 1 Peraturan Presiden 17 Peraturan Menteri 7 Keputusan Dirjen PSLB3

Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

Direktorat Pengelolaan B3

3 Peraturan Menteri

1 Rancangan Undang-undang 1 Rancangan Peraturan Pemerintah 1 Rancangan Peraturan Menteri 1 Rancangan Rencana Aksi 11 Keputusan Dirjen PSLB3

17 Peraturan Menteri 1 Keputusan Dirjen PSLB3

Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

4 Peraturan Menteri Standard Operating Procedure

(SOP)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

27


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

7. Kerja Sama Teknis Dalam dan Luar Negeri Setditjen PSLB3 bertanggung jawab mengoordinasikan kerja sama bilateral dengan beberapa negara terkait kegiatan pengelolaan sampah, limbah, dan bahan berbahaya dan beracun,

khususnya di bidang peningkatan kapasitas sumber daya manusia, studi pengembangan kebijakan, dan proyek percontohan.

Daftar Kerja Sama Bilateral dan Multilateral Lembaga/ Organisasi

Ruang Lingkup

Dokumen Kerja Sama

1

Ministry of Environment (MoE) Japan

Studi kebijakan dan proyek percontohan di bidang pengelolaan sampah dalam kerangka sustainable cities.

Setelah MoU antara KLHK dan MoE Japan berakhir pada Februari 2016, KLHK akan membahas mengenai perpanjangan MoU tersebut.

2

United States Environmental Protection Agency (US EPA)

Studi pengembangan kebijakan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang Pengelolaan Limbah B3, Pengelolaan B3, Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3, dan Pengelolaan Sampah.

Pembahasan mengenai perpanjangan MoU berikut rencana kerja antara KLHK dan US EPA akan dilakukan ketika MoU tersebut berakhir pada Juli 2016.

3

4

28

United Nations Proyek percontohan pengelolaan MoU direncanakan akan ditandatangani Economic and Social sampah pada sumbernya di Kota pada awal 2016. Jambi dan Kabupaten Malang. Commission for Asia and the Pacific (UN ESCAP) Danish International Development Agency (DANIDA)

Proyek percontohan pengelolaan sampah melalui teknologi RDF (Refused-Derived Fuel) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

MoU antara KLHK dan DANIDA memuat salah satunya mengenai proyek percontohan dalam Environment Support Programme Phase 3 untuk penerapan RDF di Kabupaten Cilacap bekerja sama dengan pihak swasta. Sebagai tindak lanjut akan dibuat MoU antara Ditjen PSLB3 dan Pemkab Cilacap sebagai 'payung' pelasanaan proyek.


5

6

Japan International Cooperation Agency (JICA)

Studi kebijakan dan proyek Kerja sama ini dilaksanakan dalam percontohan dalam pelaksanaan kerangka bantuan teknis dengan JICA. 3R di beberapa kota, antara lain Depok, Palembang, Balikpapan, Surabaya, dan Denpasar, serta Provinsi Bali bekerja sama dengan Pemda dan pihak swasta di Jepang.

Kementerian Uji coba pemanfaatan limbah B3 Rancangan MoU. Kerja sama ini dirilis untuk menjadikan limbah B3 sebagai Pekerjaan Umum dan dalam pembangunan jalan. sumber daya baru. Perumahan Rakyat

B. Pembinaan dan Pengembangan Kinerja SDM 1. Pembinaan dan Pembekalan Pegawai di Lingkup Ditjen PSLB3 Tanggal 6 – 8 Desember 2015 Pelaksanaan Tempat

The Highland Park Resort, Bogor, Jawa Barat

Peserta

287 orang meliputi pejabat dan staf

Tujuan

Meningkatkan profesionalisme, kedisiplinan, mutu, solidaritas kerja, dan keterampilan kerja pegawai. Dengan begitu, diharapkan efektivitas dan efisiensi kerja pegawai juga akan semakin meningkat.

seluruh

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

29


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

2. Pelatihan Keahlian Pengadaan Barang dan Jasa Tanggal 30 November - 4 Desember 2015 Pelaksanaan Tempat

Royal Safari Garden Resort & Convention, Cisarua, Bogor, Jawa Barat

Dasar Kegiatan

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Pasal 127, Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2011, dan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mensyaratkan setiap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib memiliki sertifikasi keahlian Barang/ Jasa Pemerintah.

C. Peliputan dan Kampanye 1. Peliputan dan Publikasi Kegiatan Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Dalam hal ini, Setditjen PSLB3 bertugas menyediakan publikasi seperti peliputan wartawan media cetak dan elektronik dari setiap kegiatan yang dilakukan di lingkup Ditjen PSLB3, seperti konferensi pers. Untuk itu, Setditjen bekerja sama dengan berbagai media, antara lain: Antara News, Kompas, Rakyat Merdeka, dan Republika. 1) Konferensi Pers “Sosialisasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun” Yogyakarta, 28 – 29 November 2015 2) Konferensi Pers “Bimbingan Teknis Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun” Surabaya, 25 - 26 November 2015 Tema: Ubah Limbah Menjadi Nilai Tambah 3) Konferensi Pers “Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Crude Oil/ Lantung” Tarakan, 9 Oktober 2015

30


2. Kampanye 1) LESS WASTE, MORE ALIVE Tanggal 11 September 2015, pada Konser Pelaksanaan “Bon Jovi Live”

Kuda Poni Atraksi kuda poni merupakan wahana yang cukup diminati oleh anak anak dalam sehari mencapai 150-200 tamu yang antri untuk wahana ini.

Tempat

GBK Senayan, Jakarta

Bentuk

Edukasi mengenai pentingnya pengelolaan sampah sejak dini kepada penonton konser

Jumlah Audiensi

40.000 orang

Strategi Program: 1. Memberikan pengumuman kepada calon penonton konser melalui video sosialisasi program “Less Waste and More Alive” yang disebarkan di media sosial sejak H-7, 2. Menyediakan wadah sampah dengan pembagian dua pemilahan: sampah basah dan sampah kering, 3. Penayangan video program sebelum konser untuk menekankan inti dan tujuan program ini, 4. Melakukan monitoring atas sampah yang terkumpul setelah konser selesai. 2) HELLO NATURE 2015 Tanggal 13 – 15 November Pelaksanaan Tempat

Gandaria City

Bentuk

Sosialisasi pengelolaan lingkungan hidup melalui penanganan sampah untuk memperkenalkan keanekaragaman, serta pentingnya memelihara dan menjaga kelestarian puspa serta satwa kepada masyarakat luas.

Kegiatan: 1. Pemutaran film pendek berjudul Alam Berbicara oleh lembaga nirlaba Coservation International (CI), 2. Kegiatan luar ruang: mengendarai kuda poni, petting zoo, face painting, dan family boardgames.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

31


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

3) AKSI SAPU GUNUNG Lokasi

Taman Nasional Gunung Halimun – Salak, Jawa Barat

Latar Belakang

Maraknya kegiatan klub pecinta alam di Gunung Halimun dan Gunung Salak menyebabkan alam kedua gunung itu terkontaminasi sampah.

Target Khalayak

Pendaki gunung

Media Edukasi/ Sosialisasi

Papan edukasi pemilahan sampah yang dipasang permanen atas izin pengelola kawasan

Tujuan: 1. Membersihkan Gunung Halimun dan Gunung Salak dari sampah 2. Memulai gerakan pencegahan agar ke depannya para pendaki Guning Halimun dan Gunung Salak dapat memahami dan mematuhi peraturan pengelolaan sampah yang diterapkan di sana, 3. Menanamkan pentingnya memilah sampah dan membawa kembali sampah hasil aktivitas mendaki gunung keluar dari kawasan gunung. Bentuk Kegiatan: 1. Kegiatan pembersihan, 2. Sosialisasi dan edukasi berkelanjutan mengenai peraturan pengelolaan sampah yang diterapkan Gunung Halimun dan Gunung Salak. 4) DESIMINASI INFORMASI PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN B3 MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DAN CETAK

32

Bentuk

Talk show serta penayangan filler dan advertorial di televisi, serta iklan layanan masyarakat media cetak dan online

Media

Metro TV dan TV One


1. Talk Show 1 Tema: Perangkat Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri Program: Wide Shot di Metro TV Tempat/Tanggal: Studio Metro TV, 1 Desember 2015

3. Talk Show 3 2. Talk Show 2 Tema: Limbah Industri Sebagai Sumber Daya Baru Program: 8 Eleven Show di Metro TV Tempat/Tanggal: Studio Metro TV, 2 Desember 2015

Tema: Pemanfaatan Kembali Limbah B3 Sebagai Sumber Daya Baru Program: Metro TV Tempat/Tanggal: Studio Metro TV, 7 Desember 2015

D. Monitoring dan Pemantauan Kegiatan DAK Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Lingkungan Hidup Tahun Anggaran 2015 (LHK TA 2015) bertujuan untuk membantu daerah tertentu mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat, serta mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Dengan begitu, beban pencemaran di tingkat kabupaten/kota pun dapat

dikurangi. Hal ini merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup. Pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran lingkungan hidup yang dapat dialokasikan dari DAK KLHK Bidang Pengendalian Pencemaran, Ditjen PSLB3, adalah Program Bank Sampah.

Program Bank Sampah 1. Sarana dan Prasarana Bank Sampah: - Bangunan bank sampah, - Alat pencacah sampah, - Alat pemilah sampah, - Timbangan, - Gerobak sampah.

2. Instalasi 3R Sampah Organik dan Anorganik: - Bangunan rumah atap pengolah sampah, - Composter, - Alat daur ulang sampah, - Alat pencacah sampah, - Alat pembuat bijih plastik, - Alat pemilah sampah, - Bak sampah.

3. Peralatan Pendukung: - Gerobak sampah, - Kontainer sampah, - Kendaraan roda tiga pengangkut sampah.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

33


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

Laporan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) DAK Bidang LH TA 2015

Tong sampah Gedung pemilah sampah Bank sampah Alat pemilah sampah Gerobak sampah Bangunan bank sampah Alat pencacah sampah Timbangan Kendaraan pengangkut sampah (motor roda 3) Kontainer sampah Alat pembuat bijih plastik Mesin press

19.775 unit 6.312 unit 2.938 unit 2.508 unit 1.167 unit 446 unit 428 unit 408 unit 366 unit 266 unit 87 unit 14 unit

Dari rencana 18 kota yang menjadi target pada tahun 2015, ada lima kota yang telah dipantau, yaitu:

1.

KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

34

• Peralatan pengolah sampah telah didistribusikan ke lima bank sampah di Kota Mataram. • Pembangunan Pusat Pengelolaan Sampah di Kota Mataran sebetulnya telah dilakukan. Namun, karena volume sampah tiap tahun meningkat, maka pada 2015 Badan Lingkungan Hidup setempat mengalokasikan anggaran pembangunan Pusat Pengelolaan Sampah senilai Rp1.430.216.000 dari DAK Bidang Lingkungan Hidup. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan dimulai dari 17 Juni 2015 hingga 13 Desember 2015. Realisasi pembangunan fisik telah mencapai 70% untuk penggunaan dana 30%. • Terdapat 5 bank sampah yang memiliki SK Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Mataram. • Ada 60 Kelompok Kerja (Pokja) bank sampah dan 8 pasar yang dibina: o Ruang lingkup kegiatan Pokja meliputi: o Kompleks perumahan, o Sekolah-sekolah, o Pasar, o Perkantoran.


2.

• Peralatan pengolah sampah telah didistribusikan ke tujuh bank sampah yang dikelola masyarakat dan 20 bank sampah yang dikelola sekolah (adiwiyata) di wilayah Kota Metro. • Pembangunan Rumah Kompos di Kota Metro pada tahun 2015 direalisasikan lewat DAK Bidang LHK TA 2015 sebesar Rp124,800.000 dengan pelaksanaan pekerjaan mulai 21 Agustus 2015. Realisasi pembangunan fisik telah mencapai 100% dengan penggunaan dana 100%. • Terdapat 27 bank sampah di Kota Metro yang terdiri dari 7 bank sampah dikelola masyarakat dan 20 bank sampah dikelolah sekolah (adiwiyata).

3.

• Terdapat 56 bank sampah binaan BAPEDALDA (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) dan DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) Kota Batam yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun sekolah. • Bantuan DAK Bidang LHK TA 2015 lebih banyak dialokasikan atau digunakan untuk pengembangan laboratorium.

4.

• Terdapat 10 bank sampah yang terdiri dari tujuh bank sampah yang dikelola sekolah dan tiga yang merupakan swadaya masyarakat. • Bank Sampah Aia Malambuik Minang Saiyo di Kecamatan Bonjol merupakan bank sampah yang didirikan oleh Zulkifli, Pemenang Kalpataru Tahun 2014 di Bidang Perintis Lingkungan, bersama masyarakat. • Peralatan pengolah sampah berupa alat pencacah sampah organik dan plastik, motor pengangkut sampah roda tiga, tong sampah, dan kontainer diberikan kepada sekolah adiwiyata dan masyarakat kelompok bank sampah.

KOTA METRO, LAMPUNG

KOTA BATAM, KEPULAUAN RIAU

KABUPATEN PASAMAN, SUMATERA BARAT

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

35


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

E. Basis Data 1. Pembangunan E-Monev

E- Monev Dirjen PSLB3 adalah suatu mekanisme pemantauan dan evaluasi berbasis website (e-monev) yang dibangun dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelaporan dan dapat digunakan secara berkala untuk mengetahui dengan pasti kemajuan dan kendala pelaksanaan program dan anggaran Sistem e-monev dilaksanakan melalui mekanisme pengukuran kinerja yang merupakan proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Melalui sistem ini dapat dilakukan pengamatan dan identifikasi serta antisipasi terhadap permasalahan

36

yang timbul atau akan timbul sehingga dapat diambil tindakan sedini mungkin untuk melakukan koreksi atas keterambatan maupun penyimpangan pelaksanaan kegiatan yang terjadi. Hasil pemantauan dan evaluasi dilaporkan dalam bentuk hasil pengukuran kinerja pelaksanaan program dan anggaran dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating ditetapkan berdasarkan hal-hal yang mudah diukur dan mencerminkan kinerja pelaksana program dan anggaran. Hasil pengukuran kinerja melalui e-monev ini kedepan akan dipertimbangkan dapat memberikan feedback dalam bentuk reward untuk unit kerja yang kinerjanya baik dalam mengelola program dan kegiatan, serta punishment untuk pengelola yang kinerja tidak baik.


2. Pembuatan Website Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun

http://pslb3.menlhk.go.id/ Bagian Program dan Evaluasi dibawah Setditjen PSLB3 berperan aktif dalam pembuatan website sebagai media informasi profil Ditjen PSLB3. Dari kegiatan pembuatan website ini dapat dipetik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembuatan website merujuk ke PERMENKOMINFO dan melihat ke website kemenlhk.go.id sebagai panduan teknis, 2. Website ini harus menjadi sarana atau media

penyebaran informasi tiap direktorat di lingkup Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun kepada masyarakat untuk memenuhi Peraturan Pemerintah terkait keterbukaan informasi publik, 3. Dokumentasi video kegiatan yang telah dilakukan dapat diunggah ke Youtube agar dapat diakses dan diketahui oleh masyarakat luas.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

37


S E K R E TA R I AT D I R E K T O R AT J E N D E R A L

3. Program Aplikasi Kepegawaian

3.1. Program Aplikasi Sistem Pengelolaan Kepegawaian Penggabungan organisasi Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menuntut Ditjen PSLB3 untuk memiliki aplikasi data kepegawaian yang terintegrasi dengan SIMPEG (Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian) KLHK. Tujuan pembuatan aplikasi ini adalah terciptanya sistem manajemen data kepegawaian yang lebih akurat, terintegrasi, serta modern, sehingga tidak lagi ada duplikasi data.

3.2. Program Aplikasi Dokumen Kepegawaian Ini adalah program aplikasi pengelolaan data naskah kepegawaian yang berbasis internet. Dengan aplikasi ini, kami dapat mengelola data naskah kepegawaian di manapun kita berada secara online dan real time.

F. Sarana dan Prasarana

Ruangan dan lingkungan tempat bekerja untuk mewujudkan kinerja yang optimal tersedia dengan baik, dan selalu ditingkatkan untuk dapat memberikan kenyamanan bagi seluruh pegawai dan tamu yang datang. Pada tahun 2015 dilakukan perbaikan terhadap ruang kerja dan fasilitas pendukung pelaksanaan pekerjaan. Diantaranya

38

adalah penyediaan workstation baru, penambahan serta peningkatan fasilitas ruang pertemuan dan ruang pelayanan tamu, dan juga perbaikan toilet. Untuk memelihara aset dan inventaris kantor, dalam tahun 2015 juga dilakukan upaya peningkatan manajemen pemeliharaan gedung, ruangan, taman, dan halaman parkir, serta pemeliharaan kendaraan dinas dan fasilitas penunjang lainnya. Selain itu, untuk menunjang pelayanan akomodasi dan konsumsi dalam penyelenggaraan pertemuan di lingkungan kantor, dilakukan pemenuhan kebutuhan ruang rapat dan penyediaan jamuan dengan kualitas yang lebih baik. Untuk mendukung kegiatan perkantoran dan kelancaran pekerjaan disediakan jaringan telekomunikasi yang memadai, serta langganan daya dan jasa (listrik, PAM, telepon, dan internet).


Pengelolaan Sampah

Membangun Infrastruktur

Hijau Berwawasan Lingkungan LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

39


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Hingga tahun 2014, produksi sampah plastik di Indonesia mencapai 5,4 juta per tahun atau 14% dari total timbunan sampah domestik di Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan pengelolaan sampah yang optimal untuk menjaga kesehatan lingkungan hidup serta meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air, dan kesehatan masyarakat. Karena, hasil riset membuktikan bahwa pengelolaan sampah turut menyumbang penurunan gas rumah kaca dari sektor limbah sebesar 6,7% dari total 26% yang pemerintah Indonesia targetkan untuk turunkan.

40


Dari Sampah Menjadi

"

Sumber Daya

Pembatasan, pemanfaatan, dan pendauran ulang sampah

"

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan sistematis, menyeluruh, dan berkesinambumbungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Tujuan utama dari pengelolaan sampah adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Secara umum, tugas dan tanggung jawab Direktorat Pengelolaan Sampah tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan

Kehutanan No. 18 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menurut peraturan menteri tersebut, Direktorat Pengelolaan Sampah bertugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi bimbingan teknis, serta supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pengelolaan sampah dan pengelolaan lingkungan perkotaan.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

41


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Dalam realisasi pelaksanaan tugas tersebut, Direktorat Pengelolaan Sampah menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1 2 3 4 5 6

Penyiapan perumusan kebijakan pembatasan, daur ulang, dan pemanfaatan sampah, serta pengelolaan lingkungan perkotaan Penyiapan pelaksanaan kebijakan pembatasan, daur ulang, dan pemanfaatan sampah serta, serta pengelolaan lingkungan perkotaan Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pembatasan, daur ulang, dan pemanfaatan sampah, serta pengelolaan lingkungan perkotaan Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria pembatasan, daur ulang, dan pemanfaatan sampah, serta pengelolaan lingkungan perkotaan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis pembatasan, daur ulang, dan pemanfaatan sampah, serta pengelolaan lingkungan perkotaan supervisi atas pelaksanaan urusan pembatasan, daur ulang, dan pemanfaatan sampah, serta pengelolaan lingkungan perkotaan di daerah dan pelaksanaan administrasi

Pengurangan Sampah

42

reduce

reuse

recycle

Pembatasan timbulan sampah

Pemanfaatan kembali sampah

pendauran ulang sampah


5

tahap Penanganan

1. Pemilahan Pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai jenis, jumlah, dan karakteristiknya

Sampah

2. Pengumpulan Pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu

3. Pengangkutan Membawa sampah dari sumber, penampungan sampah sementara, atau pengolahan sampah terpadu ke tempat pemrosesan akhir

4. Pengolahan Mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah

5. Pemrosesan akhir Pengembalian sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

43


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Sampah Barang dan Kemasan

" 44

Menuju Indonesia tertib sampah dengan mendorong tanggung jawab produsen

"

Dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif stabil jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, serta fokus pemerintahan Indonesia terhadap pembangunan infrastruktur, akan membuat sektor-sektor swasta multinasional melirik Indonesia. Semakin terbukanya pasar pekerja (labor market) di antara negara ASEAN juga akan meningkatkan ekspansi industri consumer goods di Indonesia, baik oleh perusahaan yang telah lama bergerak di Indonesia, maupun perusahaanperusahaan baru. Bisa diprediksi, pertumbuhan ini akan berdampak pada peningkatan jumlah sampah dari consumer goods yang semakin meningkat.


Untuk itu, dalam rencana kerja lima tahunnya (2015 – 2019), Sub Direktorat Pengelolaan Barang dan Kemasan menargetkan pengurangan jumlah timbulan sampah pada sumbernya sebesar 20% atau sebesar 24,5 juta ton dari 124,6 juta ton di 380 kota di Indonesia. Target ini akan diwujudkan melalui penerapan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah. Sementara itu, target pengurangan sampah pada tahun 2015 adalah 15 ton, yang dilaksanakan melalui program dan kegiatan penerapan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah di sektor manufaktur dan ritel, serta sektor industri jasa makanan dan minuman.

21

ton

sampah berhasil dikurangi, 40% lebih tinggi dari target awal 15 ton.

Pencapaian 2015

Fakta yang membanggakan, target tahun 2015 tersebut telah berhasil dilampaui dengan pencapaian pengurangan sampah sebesar 21 ton. Angka itu diperoleh berdasarkan data pengelolaan sampah barang dan kemasan dengan mekanisme pengampilan kembali maupun inovasi desain produk yang dapat digunakan kembali dan didaur ulang. Hal itu merupakan bagian dari skema tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah. Namun, penerapan kebijakan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah itu belum berjalan optimal dan merata karena tugas dan fungsi yang diberikan kepada Sub Direktorat Barang dan Kemasan baru terbentuk pada 2015.

24,5

juta ton

sampah berkurang dari 124,6 juta ton di 380 kota di Indonesia.

Target 2015 – 2019

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

45


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Penghargaan

Adipura

" 46

Untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan secara ekologi, sosial, dan ekonomi.

"

Program Adipura dilaksanakan setiap tahun sejak 1986. Namun, pada tahun 1998 program ini sempat terhenti dan baru dilaksanakan kembali pada tahun 2002. Melalui Penghargaan Adipura, program kerja KLHK ini bertujuan mendorong kepemimpinan kabupaten/kota dalam membangun partisipasi aktif masyarakat serta dunia usaha untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan, baik secara ekologi, sosial, dan ekonomi.


Peningkatan Kota Berskala Baik Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi terciptanya lingkungan yang baik dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Penilaian untuk Penghargaan Adipura dilakukan dalam lingkup perkotaan, yaitu wilayah dengan kegiatan utama bukan pertanian dan memiliki susunan fungsi kawasan sebagai permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Harapannya, program Adipura ini dapat mendorong peningkatan kota yang berskala baik. Karena, kota berkelanjutan yang baik tentu memiliki penanganan sampah yang baik. Jadi, semakin banyak kota yang berskala baik, penanganan sampah yang optimal juga akan terus meningkat. Sebagai gambaran, dari 380 kota/kabupaten lokasi penyelenggaraan program Adipura 2014 – 2015, 357 atau 61% kota/kabupaten memenuhi kriteria sebagai kota berskala baik. Padahal, pada periode sebelumnya hanya 54% kota/kabupaten saja yang memenuhi kriteria tersebut. Peningkatan ini berdampak terhadap peningkatan sampah yang dapat ditangani. Dari target 120 ton sampah yang dapat ditangani, dengan peningkatan pengelolaan sampah yang baik, jumlah sampah yang dapat ditangani meningkat menjadi 58,6 juta ton. Salah satu kriteria penilaian Penghargaan Adipura adalah daerah tersebut memiliki TPA yang setidaknya dioperasikan dengan sistem controlled landfill atau lahan uruk terkontrol. Sistem controlled landfill dapat memaksimalkan proses dekomposer sampah agar gas metana dapat terbentuk dengan maksimal. Sehingga, penurunan kualitas TPA pun dapat diminimalisir.

357

kota

yang memenuhi syarat untuk maju ke tahap lanjutan program Adipura dari 380 kota/kabupaten yang menjadi lokasi penyelenggaraan program Adipura tahun 2014 – 2015 dilaksanakan.

61%

kota

58,6

juta ton

peserta program Adipura dikategorikan berskala baik pada periode 2014 - 2015, meningkat dari periode sebelumnya yang hanya 54%.

sampah berhasil ditangani dari target awal yang hanya 120 ribu ton sampah.

Selain kriteria itu, ada beberapa faktor pertimbangan lain yang dapat memengaruhi penilaian, yaitu kejadian kebakaran hutan dan lahan, atau bencana lingkungan akibat pertambangan yang menyebabkan kematian. Sementara itu, Penghargaan Adipura Kencana diberikan kepada kota yang memenuhi kriteria TPA yang dioperasikan dengan sanitary landfill, kota yang berkelanjutan, serta inklusif dengan melibatkan masyarakat dan dunia usaha.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

47


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Penghargaan Adipura Kencana 2015 Kategori Kota Metropolitan

Kategori Kota Besar

Kategori Kota Kecil

Kota Surabaya, Jawa Timur

Kota Balikpapan, Kalimantan Timur

Kota Kendari, Sulawesi Tenggara

KOTA PESERTA PROGRAM ADIPURA 2014 - 2015 KOTA PESERTA PROGRAM ADIPURA 2014-2015 Kalimantan Utara %

80

4 dari 5

%

Kalimantan Tengah

8,70

Aceh

%

2 dari 23

100

Riau

13 dari 14

%

12 dari 12

30,30

Kalimantan Barat

9 dari 10

%

46,15

%

4 dari 7

6 dari 13

70

Maluku Utara 7 dari 10

%

Gorontalo

83,33

5 dari 6

%

57,14 Kep. Riau

%

8 dari 15

Sulawesi Tengah

%

Sumatera Utara 10 dari 33

Sulawesi Utara

%

4 dari 6

%

%

92,86

53,33

Sulawesi Barat

66,67

100

14 dari 14

Kalimantan Timur

90

%

23,08

Papua Barat 3 dari 13

%

63,16 %

Sumatera Barat

63,64

12 dari 19

%

%

40

Jambi 7 dari 11 Kep. Babel 7 dari 7

Sumatera Selatan 14 dari 17

Bengkulu 4 dari 10

100 %

82,35 %

%

Kalimantan Selatan 13 dari 13

Jawa Tengah 35 dari 35

95,83 %

Lampung 8 dari 15

Banten 7 dari 8

100

%

5 dari 6

47,06 %

23 dari 24

% Jawa Timur

87,50

DKI Jakarta

8 dari 17

Sulawesi Selatan

100

%

%

83,33 %

Sumber data kota : Permendagri No.56 Tahun 2015.

48

%

Sulawesi Tenggara

100 %

53,33

100

92,59 %

31,03

38 dari 38

70

DI Yogyakarta

%

5 dari 5

Jawa Barat 25 dari 27

100 %

%

Bali

9 dari 9

NTB

36,36

7 dari 10

%

72,73 %

NTT

16 dari 22

Papua

9 dari 29

Maluku

4 dari 11

Jumlah =100% Jumlah >50% Jumlah <50%


PERSENTASE KOTA YANG MENDAPATKAN NILAI PENGELOLAAN PERSENTASE KOTA YANG MENDAPATKAN NILAI SAMPAH & RTH DALAM SKALA BAIK PADA PROGRAM ADIPURA PENGELOLAAN SAMPAH & RTH DALAM SKALA BAIK PADA 2014 - 2015 PROGRAM ADIPURA 2014-2015 Kalimantan Utara

20

Kalimantan Tengah %

Riau

%

15,38

0

%

%

%

Kep. Riau

%

Sulawesi Tengah

40

%

66,67

Sumatera Utara

24,24

Sulawesi Utara

40

Sulawesi Barat

0

%

Kalimantan Barat

50

%

35,71

4,35

Aceh

Kalimantan Timur

60

%

Maluku Utara

%

Gorontalo

%

42,86 %

15,38

Papua Barat

%

42,11

Sumatera Barat

%

Kep. Babel

%

%

40

Jambi

45,45

Sumatera Selatan

Bengkulu

57,14 %

Kalimantan Selatan

52,94 %

85,71

%

%

84,62 %

Sulawesi Tenggara Jawa Tengah

75

Lampung

20

29,41 %

Sulawesi Selatan

%

94,74

%

% Jawa Timur

37,50

Banten

80

%

%

DKI Jakarta

83,33

55,56

%

%

NTB

%

66,67

Jawa Barat

%

Jumlah >50% Jumlah <50%

10,34 0

DI Yogyakarta

Maluku

%

0

Bali

%

9,09

Papua

NTT

%

PERSENTASE KOTA YANG MENDAPATKAN NILAI PERSENTASE KOTA YANG MENDAPATKAN NILAI PENGELOLAAN PENGELOLAAN TPA DALAM SKALA BAIK TPA DALAM SKALA BAIK PADA PROGRAM ADIPURA 2014 - 2015 PADA PROGRAM ADIPURA 2014-2015 Kalimantan Utara

0

Kalimantan Tengah %

41,67

Riau

Kalimantan Barat

%

%

%

%

15,38

7,14

66,67

Sulawesi Tengah

30

Maluku Utara

%

Gorontalo

%

28,57 Kep. Riau

%

%

%

%

Sumatera Utara

15,15

Sulawesi Utara

40

Sulawesi Barat

0

14,29

4,35

Aceh

Kalimantan Timur

60

%

%

15,38

Papua Barat

%

26,32 %

Sumatera Barat

27,27 %

%

20

Jambi Kep. Babel

Sumatera Selatan

Bengkulu

14,29 %

47,06 %

%

Kalimantan Selatan

54,29 %

13,33

76,92 %

Sulawesi Tenggara Jawa Tengah

62,50 %

Lampung

68,42

%

Banten

% Jawa Timur

25

40

%

DKI Jakarta

Jumlah >50% Jumlah <50%

23,53 %

Sulawesi Selatan

%

0

%

29,63 %

6,90

Jawa Barat

%

0

DI Yogyakarta

NTB

%

44,44 %

9,09 %

Bali

0

%

Papua

Maluku

NTT

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

49


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Data dan Fakta Adipura 2014/2015 • Dalam kurun periode pemantauan Adipura 2010/2011 s.d. 2014/2015, Program Adipura berhasil mendorong peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara nasional. • Tren rata-rata Nilai Adipura Nasional 2010/2011 s.d. 2014/2015 mengalami kenaikan. Pada 2010/2011, rata-rata Nilai Adipura Nasional adalah 63,31. Sementara, pada 2014/2015 meningkat sebesar 6,63% menjadi 67,51. Ini merupakan indikasi kenaikan kualitas lingkungan hidup perkotaan secara nasional.

• Jumlah kota-kota secara nasional yang kualitas lingkungan hidup perkotaannya memenuhi kategori baik yang diindikasikan dari Nilai Adipura ≥ 71 juga mengalami kenaikan. Pada periode 2010/2011 terdapat 143 kota yang kualitas lingkungan hidupnya berskala baik. Sementara, pada periode 2014/2015 bertambah menjadi 218 kota atau meningkat sebesar 52,45%. • 61,06% atau 218 dari 357 kota memiliki Nilai Adipura ≥ 71 pada periode 2014/2015.

Trend Nilai Adipura Nasional 90.00 Nilai Adipura

80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00

NA 10/11

NA 11/12

NA 12/13

NA 13/14

NA 14/15

Rerata Nasional

63.31

62.86

66.23

67.40

67.51

Nilai Max Nasional

76.50

77.83

77.65

77.63

77.21

Nilai Min Nasional

37.14

30.40

39.35

42.66

36.99

Trend Jml Kota Secara Nasional dengan Kategori Baik 400 350 Jumlah Kota

300 250 200 150 100 50 0

50

NA 10/11

NA 11/12

NA 12/13

NA 13/14

Baik (71<NA<81)

143

161

187

201

NA 14/15 218

Jml Peserta Nasional

379

379

374

374

357


Peta Sebaran Kota/Kabupaten Berdasarkan Nilai Adipura di Indonesia Program Adipura 2014 - 2015

Mulai periode 2014/2015, status TPA menjadi salah satu kriteria penentuan Penghargaan Adipura. Proporsi kota-kota dengan TPA yang non open dumping (minimal controlled landfill) dengan kota-kota dengan TPA yang masih open dumping adalah sebagai berikut:

57%

43%

152 kota (43%) TPA non open dumping 205 kota (57%) TPA open dumping LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

51


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Peta Sebaran Kategori Nilai TPA Kota/Kabupaten di Indonesia Program Adipura 2014 - 2015

Peta SebaranStatus TPA di Indonesia Program Adipura 2014 - 2015

52


Penghargaan Sarana dan Prasarana Terbaik 2015 NO

1

2

3

4

5

LOKASI TERBAIK

TAMAN KOTA

PASAR

TERMINAL

HUTAN KOTA

TPA

KOTA

PROVINSI

1

Jakarta Pusat

DKI Jakarta

2

Malang

Jawa Timur

3

Ambon

Maluku

4

Penajam

Kalimantan Timur

1

Tangerang

Banten

2

Denpasar

Bali

3

-

4

Siak Sri Indrapura

Riau

1

Tangerang

Banten

2

Yogyakarta

D.I. Yogyakarta

3

Sleman

D.I. Yogyakarta

4

Kandangan

Kalimantan Selatan

1

Jakarta Selatan

DKI Jakarta

2

Batam

Kepulauan Riau

3

Tasikmalaya

Jawa Barat

4

Fak-Fak

Papua Barat

1

-

2

-

3

Probolinggo

Jawa Timur

4

Martapura

Kalimantan Selatan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

53


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

‘Wajah Baru’ Program

Adipura

Dari tahun ke tahun, tantangan pengelolaan lingkungan hidup khususnya sampah terus berkembang. Untuk mewujudkan manajemen program Adipura yang lebih baik, kami mengembangkan aplikasi sistem informasi pengelolaan sampah yang dapat menampilkan data akurat dari kota-kota peserta program Adipura. Sistem informasi pengelolaan sampah ini setidaknya dapat memberikan informasi mengenai sumber sampah, timbulan sampah, komposisi sampah, karakteristik sampah, fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, serta informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga yang diperlukan dalam pengelolaan sampah. Selain itu, dengan semakin berkembangnya permasalahan lingkungan hidup, seperti kebakaran hutan dan lahan, permasalahan pertambangan,

54

serta perubahan iklim, kami menyadari perlunya melakukan rebranding strategy program Adipura demi mewujudkan kota yang berkelanjutan. Bekerja sama dengan konsultan marketing Hermawan Kartajaya dari Markplus, Inc. Untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang ada, dibuatlah model Adipura 3.0 yang menggabungkan visi “Kota Bersih, Teduh, dan Sehat” dengan “Kota Berkelanjutan”. Aspek lingkungan sebagai inti dari program Adipura tentu tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun, ada aspek lain yang memengaruhi pengelolaan lingkungan perkotaan yang perlu diperhitungkan, yaitu sosial dan ekonomi. Dari model Adipura ini, ke depannya akan ada empat kategori Penghargaan Adipura yang akan diberikan, yaitu Adipura Buana, Adipura Kirana, Adipura Bhakti, dan Adipura Paripurna.


Aspek lingkungan sebagai inti dari program Adipura yang kemudian diorientasikan untuk mencakup faktor lainnya yang memengaruhi pengelolaan lingkungan perkotaan, yaitu sosial dan ekonomi

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

55


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Pengelolaan Sampah

Terintegrasi

"

Pentingnya penyediaan sarana dan prasarana

"

Pelaksanaan strategi nasional pengelolaan sampah bertujuan untuk menjaga lingkungan hidup serta meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air, dan kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah merupakan salah satu media yang penting untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah sampah antara lain adalah mengubah mindset atau kebiasaan, menciptakan alat-alat pengolahan lingkungan, mengubah sampah basah menjadi kompos, serta menabung sampah kering ke bank sampah sehingga memiliki nilai ekonomi. Untuk itu, dilakukan program pengelolaan sampah terintegrasi, mulai dari sumber hingga lokasi

56

TPA (tempat pembuangan akhir) Sampah. Tentu kita menyadari, pengelolaan sampah yang optimal sangat bergantung pada program penyediaan sarana dan prasarana yang memadai. Selama tahun 2015, Sub Direktorat Sarana dan Prasarana telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah di 15 DAS (daerah aliran sungai) sebagai berikut: 1. Pengelolaan kantung plastik berbayar dan EPR (Extended Producer Responsibility), 2. Daur ulang (3R) melalui bank sampah dan produksi kompos, 3. Evaluasi kinerja pengelolaan sampah dalam rangka kota berkelanjutan yang berkontribusi kepada ketahanan air dan peningkatan kesehatan lingkungan, 4. Pembangunan sarana dan prasarana meliputi 2 unit recycle center, 1 paket pengelolaan sampah melalui bank sampah, bantuan kepada masyarakat sejumlah 140 unit motor bak sampah roda tiga, dan 3 unit instalasi pemanfaatan gas metana.


Tahun lalu, KLHK memang lebih fokus pada program bank sampah dan pengelolaan sampah di TPST (tempat pengolahan sampah terpadu) atau PDU (pusat daur ulang) dengan penambahan fasilitas angkutan berupa motor bak sampah dan mesin pencacah sampah penghasil kompos. Itu merupakan bagian dari upaya KLHK untuk mengembangkan infrastruktur hijau atau pembangunan sarana dan prasarana suatu daerah yang dikaitkan dengan lingkungan. Pengembangan infrastruktur hijau juga diwujudkan antara lain melalui program penanaman pohon dan penanaman mangrove (eceng gondok). Pengelolaan sampah terpadu berfungsi

untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh sampah kota. Karena itu, pengelolaan sampah terpadu berbasis 3R perlu segera diterapkan. Penanganan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) skala kota dibangun sebagai model penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga di kota metropolitan atau kota kecil. Syarat umum pembangunan recycle center adalah kota tersebut memiliki lahan seluas 250 – 300 m² dan bersedia mendanai biaya operasionalnya. Sedangkan, pendanaan untuk bangunan dan mesin sampah diberikan dari anggaran tahun 2015 KLHK.

Kegiatan Penanganan Sampah 2015 20 ton per hari di Surabaya 2. Pembangunan recycle center kapasitas 10 ton per hari di destinasi 1. Pembangunan recycle center kapasitas

wisata di Lamongan 3. Pemanfaatan gas metan di Kendari, Tulungagung, dan Pati

140

unit motor bak sampah roda tiga dan 10 mesin 4. Penyediaan pencacah sampah untuk pengembangan fasilitas bank sampah dan produksi kompos bekerja sama dengan masyarakat

Spesifikasi Teknis Recycle Center 1. Luas lahan 250 – 300 m² 2. Fasilitas bangunan: a. bak pembuat kompos dan tempat penyimpanan material daur ulang, b. pemilahan melalui konveyor untuk mendapatkan material seperti logam, kertas, dan plastik 3. Mesin pencacah sampah dengan kapasitas 10 – 20 ton per hari

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

57


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Mekanisme Pengolahan Sampah Sampah RT

Pusat Daur Pemilahan

Plastik

Kertas

Mudah terurai

Logam

Pencacah

Kompos

Jumlah Kota Yang Mendapat Bantuan Motor Roda Tiga Dan Mesin Sampah

78

Kota mendapat bantuan

15% 85%

452 Jumlah Kota 58

Residu


Indonesia

Go Clean 2020

Memantapkan langkah menuju kemerdekaan dari sampah

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

59


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Pertumbuhan penduduk yang pesat tak hanya menimbulkan masalah kependudukan dan perekonomian, namun juga berdampak terhadap lingkungan hidup karena jumlah sampah yang juga ikut meningkat. Jenis sampah pun semakin beragam karena pola konsumsi masyarakat yang beragam.

I. Mengubah Paradigma Sayangnya, kondisi tersebut belum dibarengi dengan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Penegakan hukum yang belum berjalan secara tidak langsung turut berkontribusi terhadap buruknya mentalitas dan rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Memang, sistem dan infrastruktur dalam pengelolaan sampah di Indonesia belum memadai. Pemanfaatan sampah sebagai sumber daya belum berjalan optimal dan pengelolaannya masih bertumpu pada final disposal. Kita tidak dapat lagi mengandalkan pola penanganan sampah “kumpul-angkut-buang”. Untuk itu, kita perlu mengubah mindset bahwa sampah adalah hal yang

60

tidak berguna dan harus dibuang, serta berhenti menerapkan pendekatan penyelesaian di akhir (end of pipe). Paradigma baru yang perlu kita adopsi adalah melakukan pengelolaan sampah melalui pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya sampah (reuse & recycle). Pendekatan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan itu adalah sebagai berikut: • Implementasi 3R (reduce, reuse & recycle), • EPR (Extended Producer Responsibility), • Pemanfaatan sampah sebagai energi alternatif (waste to energy), • Pemrosesan akhir sampah (TPA),


Untuk meningkatkan efektivitas pengurangan sampah di sumbernya, berikut ini programprogram yang dapat dilaksanakan:

KEBIJAKAN 3R DITERAPKAN UNTUK :

1. Bank sampah 3R, 2. Tempat penyimpanan sampah terpadu, 3. Pusat daur ulang, 4. Composting, 5. Penerapan kantong plastik berbayar.

Perubahan Waste Hierarchy

PENCEGAHAN PEMBATASAN GUNA ULANG DAUR ULANG MATERI • MENCEGAH & MEMBATASI TIMBULAN SAMPAH, • PERLUASAN TANGGUNG JAWAB KEPADA PRODUSEN,

DAUR ULANG ENERGI TPA

Waste Hierarchy

• MENINGKATKAN DAUR ULANG,

PENCEGAHAN

• OPTIMALISASI PEMANFAATAN SAMPAH,

PEMBATASAN

• PILIHAN ENERGI ALTERNATIF,

GUNA ULANG

• MENGURANGI SAMPAH YANG DITIMBUN DI TPA, • RESPON TERHADAP MAKIN LANGKANYA LAHAN UNTUK TPA,

DAUR ULANG MATERI DAUR ULANG ENERGI TPA

• PELUANG MELIBATKAN DUNIA USAHA.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

61


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

250

juta penduduk

0,7 kg/orang per hari

• Pertumbuhan penduduk 2010 adalah 1,38% • Proyeksi sampah 2019 adalah 67,1 juta ton • Jenis sampah dominan: - Organik (60%) - Plastik (15%) - Kertas (10%) - Lain-lain : Logam, Kaca, Kain, Kulit (25%)

PENGELOLAAN SAMPAH:

175 ribu ton/hari

Kompos dan Daur Ulang 7,5% Kubur 10% Bakar 5%

64 juta ton/tahun

Lainnya yang tidak terkolola 8,5% Ditimbun di TPA 69%

Target Pengelolaan Sampah 2015 – 2020 INDIKATOR

TARGET 2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

Jumlah Timbulan Sampah (Juta Ton)

64.4

65.2

65.8

66.5

67.1

67.8

68.5

69.2

69.9

70.6

71.3

Target Pengurangan Sampah (Juta Ton)

10% (6,44)

12% (7,82)

15% (9,89)

18% (12)

20% (13,4)

22% (14)

24% (16,4)

26% (17,99)

27% (18,9)

28% (19,7)

30% (20,9)

Target Sampah Tertangani (Juta Ton)

70% (45)

71% (46)

72% (47,3)

73% (48,5)

75% (50,3)

75% (50,8)

74% (50,7)

73% (50,52)

72% (50,3)

71% (50,1)

70% (49,9)

62


Kebijakan & Pengelolaan Sampah Menuju Indonesia Go Clean 2020

UU NO 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

REDUCE REUSE RECYCLE

PP NO 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA & SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

JAKSTRANAS (KEBIJAKAN & STRATEGI NASIONAL) PENGELOLAAN SAMPAH

GERAKAN INDONESIA BERSIH

Indonesia Go Clean 2020

KAMPANYE GERAKAN 3 JARI KELOLA SAMPAH

BANK SAMPAH

ADIPURA

KAMPUNG ORGANIK

PUSAT DAUR ULANG SAMPAH

DEKLARASI INDONESIA BERSIH SAMPAH

Potensi Pemanfaatan Sampah Rumah Tangga NO

JENIS PEMANFAATAN

TEKNOLOGI

POTENSI (TON)

1

- Insinerator - Biogas Landfill Sumber Energi Alternatif - Gasifikasi (Waste Energy) - Pirolisis - RDF

31.644.000

2

Sumber Bahan Baku Daur Ulang Industri / BANK SAMPAH

22.374.400

3

Pupuk Organik

Komposting

6.500.000

4

Industri Kreatif

Daur Ulang

1.945.600

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

63


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

II. Bank Sampah 3R Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R dalam pengelolaan sampah pada sumbernya di tingkat masyarakat. Salah satu bentuk rekayasa sosial (social engineering) ini merupakan inovasi untuk mengajak masyarakat memilah sampah yang memiliki nilai ekonomi. Dengan memahami nilai ekonomi sampah, masyarakat akan terdidik untuk menghargai sampah dan termotivasi untuk mau memilah sampah. Bank sampah bukanlah hal yang baru di Indonesia. Hingga tahun 2015, database KLHK mencatat ada 3.533 bank sampah di Indonesia.

Provinsi Sulawesi Utara memiliki bank sampah terbanyak, yaitu sejumlah 939. Sementara bank sampah terbanyak kedua ada di Jawa Timur dengan 518 bank sampah dan terbanyak ketiga ada di Jawa Barat dengan 433 bank sampah. Keberhasilan bank sampah di berbagai daerah di Indonesia telah membuktikan bahwa sampah mampu memberikan sumbangsih ekonomi bagi masyarakat. Lihat saja Jawa Barat yang memiliki pendapatan bank sampah terbesar hingga Rp339.151.520 dan Jawa Timur dengan pendapatan terbesar kedua sebesar Rp193.272.992.

PETA JUMLAH DAN SEBARAN BANK SAMPAH DI INDONESIA TAHUN 2015

Jumlah dan Sebaran Bank Sampah di Indonesia 2015

§  Bank sampah merupakan salah satu upaya pengurangan sampah dari sumbernya §  Total Bank Sampah yang tercatat di KLHK 3.533

64


Jumlah Timbulan Sampah di Bank Sampah (Ton/ Hari)

Jawa Barat Sumatera Utara

1.242

DKI Jakarta

Jawa Tengah

666.88

Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Jawa Timur

493,06

1.759,85

750

Sulawesi Utara

Sulawesi Selatan

285

Kepulauan Riau Banten

2.491

402

Bali

Kalimantan Barat

4.961,86

1.971,30 800

300 484

Jenis Sampah Dikelola di Bank Sampah (Kg/ Bulan) 264.368

165.147

144.861 114.314 71.866

Plastik

Kertas

Alternatif Pengelolaan Sampah di Bank Sampah (Kg/ Bulan)

Aliminium/ Besi/ Sen

Botol/ Kaca

Pembuatan Kerajinan (Kg) Dijual ke Pengepul Lain-Lain

Lainnya

30.087 381.540 448.466

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

65


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Pendapatan Bank Sampah 2015 350,000,000 300,000,000 250,000,000 200,000,000 150,000,000 100,000,000

ka r an tan ta Se Ka lat lim an an tan Tim Su ma ur tra Ut Jaw ara aT en g Jaw ah aT en ga h

li

I Ja

Ba

Ka

lim

DK

Jaw aB Su ma arat tra Se lat an

50,000,000

• Provinsi dengan pendapatan bank sampah terbesar adalah Jawa Barat (Rp. 339,151,520) dan Jawa Timur (Rp. 193,272,992) • Hal tersebut berbanding lurus dengan jumlah timbulan sampah di bank sampah di Jawa Barat yang juga tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lainnya

III. Sampah Untuk Energi Alternatif (Waste to Energy)

66

1. Landfill Gas (LFG) 2. Incineration

Utilisasi gas metana untuk penggunaan energi listrik

3. Refuse Derived Fuel (RDF)

Sampah padat rumah tangga digunakan sebagai bahan bakar khususnya di rotary kiln pada industri semen

4. Anaerobic Digestion (AD)

Penanganan secara biologis terhadap sampah organik untuk pembangkit tenaga biogas

5. Gasification/ Pyrolysis

Pemanfaatan sampah padat untuk menghasilkan gas pembakar untuk energi

Pembakaran massa untuk pemanas dan energi listrik


Pemanfaatan Gas Metana di TPA di Indonesia Kota Metropolitan

Kota Besar

TPA Gas Metana 57%

TPA Gas Metana 47%

TPA Non Gas Metana 43%

TPA Non Gas Metana 53%

Kota Sedang

Kota Kecil

TPA Gas Metana 14%

TPA Gas Metana 6%

TPA Non Gas Metana 86%

TPA Non Gas Metana 94%

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

67


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

Stop

Pakai Kantong Plastik!

Sebuah foto pemandangan sebuah laut di Indonesia yang ditampilkan huffingtonpost.com sempat membuat publik internasional tercengang. Foto yang menampilkan seorang peselancar yang sedang berselancar di bawah gulungan ombak Laut Jawa itu tentu akan terlihat lebih indah dan dramatis

68

"

Perubahan kecil untuk kelestarian lingkungan

"

tanpa kehadiran sampah-sampah plastik. Sungguh sebuah foto yang memilukan. Foto itu menjadi satu di antara sekian banyak wake up call atau emergency alarm, bahwa bangsa ini harus segera melakukan revolusi pengelolaan sampah dan perubahan perilaku penggunaan kantong plastik.


I. Penghasil Sampah Plastik Terbesar Kedua di Dunia Kantong plastik sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Ketika membeli sarapan sebungkus nasi uduk, kita mendapatkan kantong plastik. Ketika membeli makanan melalui layanan pesan-antar, makanan kita diantar dalam kantong plastik. Ketika berbelanja di mini market, kita menerima kantong plastik. Pun ketika berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan, belanjaan kita dikemas dalam kantong plastik. Sebuah toko ritel rata-rata menggunakan 3 lembar kantong plastik untuk tiap transaksi. Jika terjadi 100 transaksi dalam satu hari, mereka membutuhkan 300 lembar kantong plastik. Itu baru dari satu gerai saja. Bayangkan berapa yang dibutuhkan oleh seluruh gerai ritel yang ada di Indonesia. Berdasarkan data APRINDO (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia), jumlah gerai ritel anggota APRINDO di seluruh Indonesia adalah 32.000. Jika rata-rata sehari satu gerai menggunakan 300 lembar kantong plastik, maka untuk menutupi kebutuhan transaksi di seluruh gerai di Indonesia dibutuhkan 9.600.000 lembar kantong plastik!

Ironisnya, sesuatu yang awalnya dianggap bermanfaat itu akan berakhir menjadi sampah. Dengan penggunaan sebanyak itu, dalam setahun kita menghasilkan ‘lautan’ sampah plastik seluas 21.024 Ha. Itu sama dengan luas 19.200 lapangan bola atau bahkan lebih luas dari Kota Bandung yang luasnya sebesar 16.730 Ha. Itu baru perhitungan sampah kantong plastik dari gerai yang terdaftar di APRINDO. Padahal, masih banyak perusahaan ritel yang tidak bergabung dalam asosiasi tersebut. Dibandingkan negara-negara lain, Indonesia memang tergolong royal dalam pemberian kantong plastik. Di 31 negara di Eropa, 18 negara di Afrika, 7 negara di Amerika dan 132 kota di Amerika Serikat, 12 kota di Australia, dan 14 negara di Asia termasuk Malaysia memberlakukan aturan ketat mengenai penggunaan kantong plastik. Contohnya, Bangladesh sudah mengeluarkan larangan penggunaan kantong plastik sejak 2002. Demikian juga dengan Tiongkok yang telah menerapkan larangan serupa sejak 2008. Rwanda bahkan merupakan salah satu negara pertama yang menerapkan larangan tersebut.

Sampah Plastik di Lautan

Tiongkok Indonesia Filipina Vietnam

262,9 juta ton 187,2 juta ton

83,4 juta ton 55,9 juta ton

Srilanka 14,6 juta ton

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

69


D I R E K T O R A T P en g elolaan S A M P A H

8% hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon dihabiskan untuk memproduksi plastik setiap tahun. > 1 juta kantong plastik digunakan tiap 1 menit 50% dipakai sekali, lalu menjadi sampah, dan 5% didaur ulang 9,85 miliar lembar sampah kantong plastik dihasilkan setiap tahun dan mencemari lingkungan selama lebih dari 400 tahun. (Cat: jumlah yang dihasilkan dari 90.000 gerai ritel di seluruh Indonesia)

Jumlah kantong plastik dari 32.000 gerai ritel modern selama 1 tahun

=

68x

berat pesawat Air Bus A380

=

353x

volume Candi Borobudur

II. Perlukah Kantong Plastik Berbayar? Sebelum pemerintah menerapkan aturan resmi mengenai hal ini, sejak lima tahun terakhir, berbagai komunitas dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup gencar melakukan gerakan diet kantong plastik. Sebuah inisiatif dari masyarakat juga muncul lewat petisi “Plastik Berbayar� di Change.org yang ditandatangani oleh 60.000 orang. Kedua hal itu adalah beberapa alasan yang mendorong KLHK untuk merumuskan kebijakan kantong plastik berbayar. Kebijakan ini dimulai dari Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.71/MENLHK-II/2015 Tanggal 21 Februari 2015 tentang Langkah-langkah Pengelolaan Sampah. Kemudian dilanjutkan dengan Surat Edaran Dirjen PSLB3 No. Se-06/ PSLB3-PS/2015 Tanggal 17 Desember 2015 tentang Langkah Antisipasi Penerapan Kebijakan

70

Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Ritel Modern kepada Gubernur, Walikota, Bupati, dan Dunia Usaha. Pengalaman beberapa negara menunjukkan, larangan atau aturan dalam penggunaan kantong plastik efektif untuk mengurangi jumlah sampah kantong plastik. Lihat saja negara serumpun Malaysia, pada tahun 2009 konsumen di sana dikenakan biaya sebesar RM 0,20 atau sekitar Rp650 untuk setiap satu lembar kantong plastik. Kebijakan itu membuahkan penurunan sampah kantung plastik sebanyak 5 juta lembar di Selangor hanya dalam empat bulan. Demikian juga dengan Irlandia yang telah menerapkan larangan tersebut sejak 2002. Hasilnya, sampah kantong plastik di negara tersebut pun berkurang drastis hingga 90%.


Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Memperluas

Perbaikan, Memperkecil

Risiko

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

71


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan, industri kimia global menunjukkan penggunaan bahan kimia meningkat secara pesat. Kondisi ini juga didukung oleh positioning Indonesia sebagai negara berkembang dengan aktivitas industri yang tinggi. Untuk itu, sistem dan mekanisme pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berwawasan lingkungan penting dilakukan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari dampak negatif B3.

72


Mencegah

Sebelum Terjadi

Kerusakan

"

Dari hulu ke hilir untuk menciptakan mekanisme pengelolaan B3 yang baik

"

Menurut OSHA (Occupational Safety & Health of the United State Government), bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Sementara itu, menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3), Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berperan membantu Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dan kehutanan. Khususnya untuk melakukan pengelolaan B3 yang berwawasan lingkungan guna melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

73


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Misi Direktorat Pengelolaan B3 1. Mendorong penerapan siklus daur hidup (life cycle analysis) dalam pengelolaan B3 2. Melaksanakan administras, pemantauan, dan pengawasan pengelolaan B3 dengan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, adil, dan bertanggung jawab 3. Melaksanakan aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan B3 4. Mendorong penguatan kapasitas dan sistem tata kelola B3 yang efisien dan efektif 5. Berperan aktif dalam kerjasama dan perjanjian internasional dengan mengutamakan kepentingan nasional

Strategi Empat Pilar Perangkat Kebijakan Strategis

Pelaksanaan Kebijakan Operasional

Peningkatan Kapasitas

Kemitraan dan Kerja Sama Luar Negeri

1 2 3 4 target!

74

Terkelolanya bahan berbahaya dan beracun (B3) sebesar

3 juta ton, dan terus meningkat setiap tahunnya


Fondasi Kuat untuk

"

Hasil Optimal

Langkah awal untuk mendukung kebutuhan pengelolaan B3 dengan tepat

"

Untuk menjalankan fungsi pengelolaan B3 yang optimal, Direktorat Pengelolaan B3 melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menyusun kebijakan dan peraturan pengelolaan B3 pada tahun 2015. Terutama untuk merevisi PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

75


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Penyusunan Kajian Pemutakhiran Konsep Pengaturan RPP B3 Ini merupakan bagian dari proses revisi PP No. 74 Tahun 2001. Melibatkan beberapa pakar, topik-topik utama yang dibahas dalam penyusunan Kajian Pemutakhiran Konsep Pengaturan RPP B3 adalah sebagai berikut: 1. Perlu ditetapkan definisi untuk setiap siklus pengelolaan B3, 2. Pemetaan kewenangan sektor dalam pengelolaan B3, 3. Definisi B3 untuk dicantumkan dalam RPP Pengelolaan B3, 4. Penentuan daftar B3 yang akan dimasukkan ke dalam lampiran RPP Pengelolaan B3 dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: • Peraturan-peraturan nasional tentang pembatasan dan pelarangan bahan kimia, antara lain: Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, • Konvensi atau kesepakatan internasional, seperti: Konvensi Stockholm, Konvensi Rotterdam, Konvensi Minamata, Protokol Montreal, dan SAICM (Strategic Approach on International Chemicals Management), • Chemical of Concerns berdasarkan isu nasional maupun internasional, diantaranya berdasarkan Notifikasi Ekspor, Monographs IARC (International Agency for Research

on Cancer), dan WHO (World Health Organization), • Tetap harus memperhatikan kesiapan, kemampuan, dan kebutuhan nasional, serta faktor demografis, kemampuan ekonomi, dan kebutuhan nasional. 5. Decision Logic untuk daftar B3, 6. Bentuk B3 yang akan diatur dalam PP adalah senyawa tunggal, mixture, preparat, dan chemical in product, 7. B3 dikategorikan menjadi tiga kategori utama, yaitu: • B3 yang dapat digunakan adalah bahan kimia yang tidak termasuk kelompok B3 yang terbatas dan B3 yang dilarang dimanfaatkan, • B3 yang terbatas untuk digunakan adalah bahan kimia yang berbahaya atau berisiko terhadap lingkungan hidup dan/atau kesehatan manusia, • B3 yang dilarang untuk digunakan adalah bahan kimia yang berdasarkan peraturan nasional telah ditetapkan terlarang. 8. Masing-masing kelompok B3 perlu ditentukan batasan klasifikasinya berdasarkan sifat bahaya dan potensi bahayanya. Sehingga, jika terdapat B3 baru, B3 tersebut dapat ditempatkan ke dalam klasifikasi yang tepat.

Penyusunan Pedoman Pengelolaan B3 Selain itu, Direktorat Pengelolaan B3 juga telah menyusun beberapa rancangan pedoman sebagai berikut: 1. Draft SOP (standard operating procedure) dan draft Pedoman Teknis Pembatasan B3 2. Draft PCBs (polychlorinated biphenyls) Official Guidance dan draft Instrumen Ekonomi dan Skema Insentif.

76

3. Penyusunan Mekanisme Pengelolaan Merkuri Pada Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia 4. Konsep NIP (National Implementation Plan) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Indonesia


http://sib3pop.menlhk.go.id.

www.pcbfreeindonesia.com

"

Terbuka dan Terintegrasi Menciptakan sistem informasi yang terbuka untuk pengelolaan B3 yang lebih baik.

Pengembangan dan pembangunan sistem informasi B3 dan POPs (persistent organic pollutants), www.sib3pop.menlhk.go.id, ditujukan sebagai sarana informasi dan edukasi kegiatan penggunaan dan penanganan B3 dan POPs di Indonesia bagi masyarakat Indonesia dan publik internasional. Selain itu, kami juga membangun www.pcbfreeindonesia.com untuk sarana informasi terkait kebijakan, aktivitas, serta kontribusi berbagai pihak untuk mengelola penyimpanan, distribusi, dan pemusnahan PCBs. Sehingga, sistem informasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai media koordinasi

"

dalam kajian B3 dan POPs dengan lembaga lainnya, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, BPPT, LIPI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), institusi pendidikan, dan juga beberapa industri. Dengan memiliki sistem informasi tata kelola B3 yang informatif dan dapat diakses siapa pun, kami juga ingin mengajak peran aktif masyarakat dan pelaku industri untuk mengelola B3 dengan lebih baik.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

77


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Sistem Terintegrasi

Satu ‘Pintu’

" 78

Meningkatkan kontrol terhadap impor dan ekspor B3

"

Di era modern ini, globalisasi ekonomi merupakan hal yang tak dapat dihindari. Kondisi ini meningkatkan persaingan bisnis yang semakin ketat. Bagi sektor bisnis, perdagangan, manufaktur, maupun pembangunan, impor maupun ekspor barang atau komoditas dari negara lain merupakan aktivitas yang penting. Tak terkecuali aktivitas impor maupun ekspor bahan-bahan kimia yang tergolong B3. Hal itu juga sudah diatur dalam PP No. 74 Tahun 2014, yang mengatakan bahwa setiap pihak penghasil dan/atau pengimpor B3 wajib melakukan registrasi atas B3 yang dihasilkan atau diimpor untuk pertama kalinya. Proses registrasi B3 harus melalui beberapa tahapan: persiapan, verifikasi


permohonan, pembayaran, validasi permohonan, dan diterbitkannya surat registrasi B3. Formulirformulir yang harus dilengkapi untuk registrasi B3 ini bisa didapatkan dan diisi secara online di http:// pelayananterpadu.menlh.go.id Untuk memperlancar proses impor, pemerintah membuat Indonesia National Single Window (INSW), suatu sistem nasional yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data secara

tunggal dan sinkron, serta pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang. INSW sendiri dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian, dengan lead agency Dirjen Bea dan Cukai serta Kementerian Keuangan.Registrasi B3 pun sudah termasuk dalam layanan INSW. Sehingga, industri atau manufaktur yang ingin mengimpor B3 dari luar negeri dapat mendaftarkannya melalui INSW di http://webformga.insw.go.id.

879 Surat keterangan registrasi perpanjangan

FAkta!

44%

1.993 Surat Permohonan Registrasi Diterima

84 Surat penjelasan perubahan

4% 4% 4% 3%

82 Surat keterangan tidak diregistrasi 79 Permohonan ditolak 65 Surat yang digabung

41% 804 Surat keterangan registrasi baru

117

jenis B3 yang termasuk dalam kategori dapat digunakan, dalam pelaksanaan kegiatan registrasi B3.

152 jenis B3 baru yang

belum tercantum di dalam lampiran PP 74 Tahun 2014 ditemukan.

9

Terdapat jenis B3 yang paling banyak ditemukan beredar dan digunakan.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

79


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

9

Jenis B3 Paling Mendominasi

Yang Terdaftar

Jumlah Rencana Impor Setahun (Ton)

Heksana

Etilena

Karbon Dioksida

Etilen Glikol

Metanol

Ksilena

Akrilamida

Asam Fosfat

61

123.658

93

240.931

20

328.995

87

746.101 102

92

928.910

1.024.274 30

4.808.646

47

6.592.654

54

8.083.643

Jumlah Importir

Metilen Klorida

80

Ksilena

123.658

Metanol

240.931

Etilen Glikol

328.995

Karbon Dioksida

746.101

4.808.646

Etilena

928.910

6.592.654

Heksana

1.024.274

8.083.643

Jumlah Rencana Impor Setahun (Ton)

Akrilamida

Asam Fosfat

Metilen Klorida


10 618

Negara Asal

impor b3 (Frekuensi) 555

502

496

214

160

138

123

119

52 India

Korea

Malaysia

Taiwan

Thailand

Amerika Serikat

Jepang Jerman

Singapura

China

15

68

Negara Pendaftar

18

35 surat notifikasi impor B3 disetujui untuk rencana impor 14 bahan kimia industri & 4 bahan pestisida.

35

18 surat notifikasi impor B3 yang ditolak berencana mengimpor 5 bahan kimia industri dan 2 bahan pestisida. 15 surat notifikasi impor B3 yang masih dalam proses mengajukan impor untuk 5 bahan kimia industri dan 2 bahan pestisida

68 surat notifikasi B3 diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari Belgia, Prancis, Italia, Belanda, Irlandia, Jerman, Swedia, Bulgaria, Finlandia, Denmark, Inggris, Korea, India, Cina, Thailand, Malaysia, dan Singapura

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

81


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Mengangkut Dengan Tepat

dan Bertanggung Jawab

"

Penting, demi menghindari pencemaran dan perusakan lingkungan

"

82

Pengangkutan B3 perlu dilaksanakan dengan tertib dan terkontrol agar tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup. Begitu krusialnya sistem pengangkutan B3 yang terkontrol, pemerintah pun mengeluarkan sejumlah undangundang dan peraturan pemerintah untuk mengatur hal tersebut. Pada lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sistem pengangkutan B3 diatur oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 91 Tahun 2003 tentang rekomendasi pengangkutan limbah B3. Maka, pengangkutan B3 harus dilakukan oleh orang atau badan yang memiliki izin dan telah mendapat rekomendasi dari pihak-pihak berwenang terkait.


37 Perusahaan Telah Terdaftar & Pernah Dapat Rekomendasi

64

62%

surat permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebanyak

53

surat rekomendasi diterbitkan, namun

64

Surat Permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 38%

27 Perusahaan Baru Terdaftar

4

ditunda

27 Perusahaan Jasa

3 4

Transportasi

42%

ditolak, dan

harus melengkapi persyaratan administrasi dan teknis (Januari – Desember 2015

64

Surat Permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3

27%

17

Perdagangan Bahan Kimia

31%

20 Industri Kimia

106%

permohonan rekomendasi pengangkutan B3 pada tahun 2015 berhasil dicapai dari target awal yang ditetapkan sebanyak 60 permohonan.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

83


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Fakta " 84

Masih banyak bahan baku B3 atau produk berbahan baku B3 diimpor tanpa melalui sistem registrasi dan notifikasi B3.

"

dari Lapangan

Inventarisasi dan pemantauan pengelolaan B3 ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai realisasi penggunaan dan pendistribusian B3 impor, kesesuaian dokumen dan tata cara penyimpanan, serta pengelolaan yang aman terhadap kesehatan dan lingkungan. Disinilah pemilik industri dan pelaku usaha memiliki peran penting untuk bertanggung jawab dan mematuhi peraturan, perundang-undangan, dan ketentuan dalam pengelolaan B3.


Inventarisasi Penggunaan B3 Sektor Pertambangan Energi, Minyak dan Gas (PEM) Jawa Barat

Manado, Sulawesi utara

• Profil ketenagalistrikan, termasuk daftar pembangkit listrik, jumlah dan sebaran pembangkit listrik, serta peta lokasi gardu listrik, • Profil mineral, termasuk data izin usaha pertambangan dan peta perusahaan pertambangan , • Profil minyak dan gas, termasuk data lokasi SPBU/SPBE dan peta infrastruktur minyak dan gas bumi, • Profil panas bumi, termasuk data lokasi panas bumi yang ada dan Peta WKP panas bumi, • Profil energi baru terbarukan, termasuk memuat data rekapitulasi pembangunan PLMTH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) dan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di Jawa Barat, • Saran terhadap konsep rencana penyusunan Panduan Operasional Baku (POB) inventarisasi penggunaan B3 sektor PEM.

• Mayoritas tambang emas terdapat di Dumoga. Beberapa titik lokasi tambang emas bahkan berada di dalam kawasan Taman Nasional Dumoga Bone, • Perusahaan yang resmi memiliki izin pengelolaan tambang emas di blok Bakan, Kabupaten Bolaang Mongondow, adalah PT Jhon Resources Bolaang Mongondow (PT JBRM). Dalam kegiatan penambangan emasnya, PT JRBM menggunakan bahan kimia merkuri dan sianida, • ± 500 ha luas wilayah penambangan rakyat (WPR), yang sebagain besar merupakan PETI, terdapat di Desa Bakan, Desa Duloduo I, Desa Duloduo II, Desa Duloduo Induk, Desa Uuwan, Desa Mopuya Utara, dan Desa Tanoyan. Penambangan-penambangan itu telah aktif selama ± 20 tahun, • Potensi Pembangkit Listrin di Kabupaten Bolaang - 3 x 1.000 kW - PT Cita Daya Nusantara (Sungai Poigar, Desa Mupoya, Passi Timur) - 2 x 800 kW - PT PLN (Sungai Onggak Mongondow, Desa Lobong, Passi Barat) - 10 kW - Swadaya Masyarakat (Desa Mengkang, Lolayan)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

85


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

86

Palembang, Sumatera Selatan

Diperoleh beberapa data dan informasi, antara lain: • Potensi sumber daya pertambangan dan energi, termasuk daftar kabupaten penghasil minyak bumi, kabupaten penghasil batu bara, kabupaten penghasil gas bumi, dan wilayah potensi panas bumi, • Peta sumber daya pertambangan dan energi, termasuk peta sebaran batu bara, peta wilayah IUP, peta wilayah kerja migas, peta potensi gas metana, peta ketenagalistrikan, dan peta wilayah panas, • Data lifting minyak bumi dan gas, • Data listrik dan pemanfaatan energy yang mencakaup jumlah unit dan kapasitas terpasang pembangkit listrik tahun 2014.

Surabaya, Jawa Timur

• Zona lokasi pertambangan di wilayah Jawa Timur ada di Lamongan, Banyuwangi (tambang emas), dan Lumajang (tambang pasir besi). Sementara, sisi selatan dari wilayah Jawa Timur banyak mengandung alumunium, • Potensi tambang yang ada di Jawa Timur adalah mayoritas tambang galian C, • Di Banyuwangi terdapat pertambangan emas skala besar milik PT Bumi Suksesindo Indonesia (BSI), yang saat ini masih dalam tahap konstruksi. Proses pengurusan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) saat ini dalam transisi di provinsi, yang selama ini berada di kabupaten/kota, sehingga proses izin oleh PT BSI juga masih dalam proses penyesuaian, • Tambang batuan dan logam (tembaga) skala kecil di Pacitan harus berhenti beroperasi karena belum memiliki unit pengolahan sendiri sesuai dengan ketentuan yang berlaku, • Masyarakat melakukan penambangan pasir besi tanpa izin di wilayah yang sudah dimiliki oleh PT IMMS, • Selain itu, terdapat juga penambangan untuk bahan baku semen oleh PT Holcim dan PT Semen Indonesia di daerah Tuban, • Untuk mendapatkan ijin penambangan sudah diberlakukan persyaratan pemberian jaminan. Nilai jaminan ditetapkan berdasarkan luasnya kegiatan penambangan dan akibat yang ditimbulkan pasca penambangan, • Setelah penetapan pengurusan izin berada di provinsi, hampir 800 izin pertambangan di Jawa Timur sudah masuk ke Dinas ESDM.


Banjarbaru, Kalimantan Selatan

• Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) paling banyak beraktivitas di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut, • PT Pelsart Tambang Kencana baru menyelesaikan tahap eksplorasi dan belum melakukan eksplorasi produksi, namun telah dijarah oleh masyarakat, • Dampak dari kehadiran PETI di Kabupaten Kotabaru adalah banyak beredarnya senjata api ilegal, minuman keras, narkoba, dan praktik prostitusi. Tak hanya itu, kehadiran mereka juga menimbulkan berlakunya hukum rimba di areal beroperasinya PETI yang mengganggu stabilitas keamanan di wilayah tersebut. • 910 pertambangan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), padahan belum ada IUP yang diterbitkan sejak Oktober 2012. • 814 tenda PETI berada di wilayah kontrak kerja PT PELSART Tambang Kencana. • Terdapat 5.000 – 6.000 pekerja tambang beraktivitas di PETI

Samarinda, Kalimantan Timur

(Sumber: Laporan PT PELSART Tambang Kencana 2014 & 2015)

Ditemukan PETI di Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, dan Kabupaten Bulungan.

959

perusahaan memiliki IUP dan 31 di antaranya memiliki Perjanjian Kontrak Pertambangan Batu Bara (PKP2B) pada tahun 2015.

Produksi Batubara

2012 2014 2015 (Semester I)

157.505.476.41 m3 252.776.664,00 m3 97.794.654,81 m3

(Sumber: Data Monitoring Lifting Minyak dan Gas Bumi (SMLM))

SMLM adalah sistem yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk mengimplementasikan tugas pembinaan dan pengawasan atas produksi dan lifting minyak dan gas bumi. SMLM digunakan sebagai dasar perhitungan alokasi volume lifting yang menentukan dana bagi hasil sektor migas dalam rangka perimbangan pusat dan daerah.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

87


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Makassar, Sulawesi Selatan

Data dan informasi yang diperoleh adalah sebagai berikut: • Daftar pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi mineral bukan logam dan batuan, batu bara kabupaten/kota di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 – 2015, • Data daftar SPBU di seluruh Sulawesi Selatan, • Informasi terkait kegiatan pembinaan konservasi dan lingkungan minyak dan gas bumi di Kabupaten Maros, spesifikasi BBM bensin RON 91 (pertamax), RON 95 (Pertamax Plus), bensin RON 88 (premium), solar 48 dan solar 51 sesuai Keputusan Dirjen Migas, serta informasi keterlibatan ESDM dengan BLHD provinsi dalam pembinaan dan pengawasan PROPER sektor industri PEM, • Usulan perlu diadakannya sosialisasi regulasi, kebijakan, dan kemitraan baik secara langsung maupun elektronik, terkait pengelolaan B3 secara umum maupun inventarisasi penggunaan dan peredaran B3 secara khusus yang melibatkan peran daerah dan perguruan tinggi setempat (PSL).

Paraquat Dichloride Paraquat dichloride merupakan bahan aktif herbisida jenis gramoxone yang banyak digunakan untuk mengendalikan gulma dan rumput di area pertanian atau perkebunan. Namun, paraquat juga banyak digunakan di area non pertanian/ perkebunan, seperti bandara, rel kereta api, dan juga di sekitar bangunan komersial. Pencemaran paraquat dichloride dapat

10

perusahaan

menjadi subyek inventarisasi dan

pemantauan B3. Ke-10 perusahaan itu melakukan registrasi B3 di KLHK dan pemegang pendaftaran pestisida di Kementerian Pertanian, serta memperoleh izin produksi dari Kementerian Perindustrian.

88

mengganggu mikroorganisme tanah dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Di Indonesia, paraquat dichloride beredar dalam dua bentuk, yaitu bahan aktif atau formulasi (produk) atau teknis (42%)yang mengandung paraquat dichloride pada atau di atas 276 g / L, sesuai dengan ion paraquat pada atau di atas 200 g / L sesuai Lampiran III konvensi Rotterdam.

9

perusahaan mengimpor B3 paraquat dichloride

1

perusahaan hanya mengimpor bahan aktif yang digunakan sebagai bahan baku produk paraquat dichloride untuk diproduksi menjadi herbisida racun guma.


NTB

5%

diimpor (kg) Total 5.919.941

24%

Kalimantan

33%

393.240

Distribusi sebaran Paraquat Dichloride

Sulawesi

3.179.000

9%

368.000

29%

1.979.701

Jawa

Bahan Aktif Paraquat Dichloride yang

Sumatera

Stok Awal 2012 (kg) Data Impor 2012 - Juni 2015 (kg) Penggunaan 2012 - Juni 2015 (kg)

254.403,57

tahun 2012 - 2015

Amoniak

40.207.212,57

Paraquat Dichloride

Sodium Sianida

38.810.277,05

data Impor

Methyl Chloride

3.336.230,48

Pyridine

Sisa di gudang, Juni 2015 (kg)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

89


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Produk dengan Kandungan Paraquat Dichloride

23

jenis nama dagang/produk yang dihasilkan yang mengandung paraquat dichloride

15 8

Kandungan paraquat dichloride setara atau lebih dari 276 gr/lt

Produk dengan Kandungan

Paraquat Dichloride

produk jadi dengan menggunakan paraquat dichloride teknis dan 42% setara atau lebih dari 276 gr/lt

produk jadi mengandung paraquat dichloride di bawah 276 gr/lt

65%

Kandungan paraquat dichloride setara atau di bawah 276 gr/lt

35%

Impor Paraquat Dichloride Periode 2012 - 2014 Dari

9

perusahaan importir produsen dan importir distributor paraquat dichloride technical, sebanyak 42% telah merealisasikan impor sebesar 40.528.822 ton.

Penyimpanan Paraquat Dichloride Umumnya paraquat dichloride telah disimpan di tempat yang terlindung meskipun penyimpanannya masih dicampur dengan bahan lain.

Penerapan 3R Seluruh perusahaan melakukan upaya 3R seperti memproses ulang produk gagal dengan menambahkan bahan aditif (surfaktan), dan kemasan B3 yang rusak dikemas ulang.

90

1

Sedangkan, perusahaan lainnya mengimpor bahan aktif (piridin, methyl chloride, sodium sianida, dan amoniak), untuk memperoduksi paraquat dichloride technical sebanyak 5.094 ton.

Penggunaan APD Rata-rata perusahaan telah menyediakan peralatan alat pelindung diri (APD) bagi karyawan, namun masih terdapat karyawan yang tidak disiplin dalam menggunakan APD ketika bekerja.

House keeping di area perusahaan dan produksi tertata rapi


Laporan Realisasi Impor B3 Data berikut ini adalah data realisasi inventarisasi B3 periode Januari – Oktober 2015 dari perusahaan yang telah mendapatkan surat registrasi B3.

204 31,58%

Perusahaan mendapatkan registrasi impor B3 (2015)

Bidang Usaha Perusahaan

Melaporkan realisasi impor B3

646

204

Perusahaan

442 68,42%

114 Importir produsen

4 86

Belum melaporkan realisasi impor B3

Importir produsen & distributor

Importir distributor

Realisasi Impor & Produksi B3 Yang Teregistrasi (2013 – 2015)

2013

2014

1.472.161,85 ton

Cair & Gas

3.333.369,96 ton

682.385,49 ton

1.682,49 ton

Padat

388,5%

2015

298 99,67%

B3 yang dapat digunakan

Jenis Bahan Kimia yang Diregistrasi

388,5% kenaikan realisasi impor & produksi B3 padat dari perusahaan yang telah mendapatkan surat registrasi impor pada 2015, dibandingkan dengan 2014.

1 0,33%

B3 yang terbatas penggunaannya (ethylene oxide)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

91


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

dari

Rencana Menjadi

"

Mengimplementasikan komitmen di level internasional demi mewujudkan dunia yang lebih baik.

"

92

Aksi Sepanjang tahun 2015, ada beberapa program implementasi konvensi B3 dan kerja sama internasional pengelolaan B3 yang menjadi fokus utama kegiatan Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun di bagian ini.


I. Pelaksanaan Konvensi Stockholm

1. Pertemuan POPRC-11 Tanggal Pelaksanaan 19 – 23 Oktober 2015 Lokasi Roma, Italia Persiapan:

Pada 15 Otober 2015, Direktorat Pengelolaan B3 melakukan pertemuan dengan kementerian/ lembaga terkait untuk mendiskusikan bahanbahan kimia yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Status bahan kimia: a. Decabromodiphenylether (commercial mixture, c-decaBDE) Dibutuhkan informasi detail tentang bahan alternatif pengganti lain yang ramah lingkungan dan ekonomis. b. Dicofol Bahan kimia ini termasuk bahan yang dilarang berdasarkan Permentan No. 39 Tahun 2015. Karena itu, dicofol dapat dilanjutkan ke Annex F – Risk Management Evaluation.

c. Short-chained chlorinated parrafins (SCCP) Diusulkan untuk dikeluarkan dari pembahasan POPRC karena data dan kajian pendukungnya kurang memadai. f. Pentadecafluorooctanic acid (CAS No: 33567-1, PFOA (perfluorooctanoic acid), its salts and PFOA-related compound) Indonesia mengusulkan agar pembahasannya ditunda.

2. Penelaahan dan pemutakhiran dokumen NIP (National Implementation Plan)

Dokumen NIP hasil revisi telah diserahkan kepada sekretariat pada Oktober 2015. Untuk mewujudkan NIP tersebut, diperlukan kolaborasi dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, BPPT, BPOM, dan LIPI.

II. Implementasi konvensi pengelolaan B3 yaitu pelaksanaan Konvensi Rotterdam

1. Penyusunan dokumen Final Regulatory Action (FRA)

a. Final Regulatory Action (FRA) merupakan informasi yang disampaikan oleh negara partisipan Konvensi Rotterdam kepada sekretariat terkait keputusan negara tersebut melarang maupun membatasi suatu bahan kimia dengan tujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. b. Indonesia memiliki beberapa peraturan

yang mengatur pembatasan dan pelarangan bahan kimia, antara lain: i. PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). ii. Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, termasuk pembatasan dan pelarangan pestisida iv. Penyusunan FRA untuk B3 yang tercantum dalam Penyusunan dokumen Import Response (IR) Konvensi Rotterdam

Jenis B3 dalam PP No. 74 Tahun 2001

209

jenis B3 yang dapat dipergunakan

10

jenis B3 yang dilarang

45

jenis B3 yang terbatas penggunaannya

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

93


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Jenis Pestisida dalam Permentan No. 24 Tahun 2011

45

bahan aktif pestisida dilarang

7

bahan aktif pestisida yang dibatasi

2. Dokumen Import Response (IR)

Dokumen ini menggambarkan keputusan negara partisipan Konvensi Rotterdam untuk tidak bersedia atau bersedia dengan syarat tertentu untuk menerima ekspor bahan kimia yang tercantum dalam Annex III Chemicals.

9

bahan tambahan pestisida yang dilarang

3

bahan tambahan pestisida yang dibatasi

3. Pertemuan CRC-11 (Roma, Italia, 26 – 28 Oktober 2015) Pada tanggal 15 Oktober 2015, Direktorat Pengelolaan B3 terlebih dulu melakukan pertemuan persiapan dengan kementerian atau lembaga terkait mengenai bahan kimia yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Ada enam bahan kimia yang Indonesia dukung untuk dimasukkan ke dalam Annex III untuk mempermudah pengawasan peredarannya di Indonesia, yaitu: short-chained chlorinated parrafins (SCCP), tributyltin compounds (TBT), atrazine, carbofuran, dan carbosulfan.

III. Pelaksanaan Konvensi Minamata

1. Karakterisasi Ore di 5 Lokasi Penambangan Emas 2. Review Rencana Aksi Nasional (RAN) Merkuri dan Skala Kecil (PESK) Penyusunan Konsep National Implementation Mencari tahu karakter dari lokasi PESK Plan (NIP) Merkuri dilakukan untuk mengevaluasi kondisi PESK. Karakterisasi ini mencakup kondisi dan metode penambangan, karakteristik geologi endapan emas, metode pengolahan dan kondisi awal atau rona lingkungan. Sehingga, dapat dilakukan optimalisasi pengolahan emas dengan metode bebas merkuri. Kegiatan karakterisasi lokasi PESK ini dilakukan di Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat), Pacitan (Jawa Timur), Lebak (Banten), Banyumas (Jawa Tengah), dan Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat).

94

Evaluasi ini ditujukan untuk menindaklanjuti pertemuan penyusunan NIP Merkuri pada tahun 2013 yang menyepakati pembuatan Rencana Aksi Nasional (RAN) Merkuri di setiap sektor. Evaluasi dilakukan dalam pertemuan Tim Koordinasi Penerapan Konvensi Minamata tentang Merkuri untuk mengulas perkembangan dan pelaksanaan rencana aksi yang ada di setiap kementerian atau lembaga.


3. Penyusunan Konsep NIP Pengurangan dan Penghapusan Merkuri

Sebagai salah satu negara yang menandatangani Konvensi Minamata yang disahkan di Jepang pada tanggal 10 Oktober 2013, Indonesia harus melaksanakan program lanjutan yang mengarah pada hal-hal berikut ini: • Pengurangan atau penghapusan pertambangan merkuri, • Pengurangan penggunaan merkuri di berbagai sektor industri dan perdagangan, • Pengurangan emisi dan pelepasan merkuri ke lingkungan,

• Pengelolaan merkuri dan senyawa merkuri yang ramah lingkungan, • Penurunan risiko dan pemulihan lahan terkontaminasi. Konsep NIP dibuat sebagai acuan bagi pemangku kepentingan serta institusi pemerintah dalam penyusunan NIP pengurangan dan penghapusan merkuri. Konsep NIP ini juga berfungsi sebagai pedoman penyusunan rencana aksi kementerian atau lembaga terkait dalam mencapai tujuan yang disepakati dalam Konvensi Minamata.

IV. Strategic Approach on International Chemicals Management (SAICM)

1. The 4th Internatinal Conference of Chemicals 2. Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Management (ICCM-4) SAICM Untuk mencapai sasaran-sasaran SAICM, kami Tanggal Pelaksanaan 28 September – 2 Oktober 2015) Lokasi Jenewa, Swiss

Peserta

800 peserta dari berbagai asosiasi industri, petani, buruh, lembaga swadaya masyarakat (CSOs/NGOs), serta organisasi internasional dari 132 negara atau kelompok negara anggota.

Delegasi dari Indonesia perwakilan KLHK sebagai National Focal Point untuk Strategic Approach on International Chemicals Management (SAICM), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan PTRI Jenewa, dipimpin oleh Direktur Jenderal (Dirjen) PSLB3, KLHK.

Tujuan

forum multi-stakeholder dan multisectoral, dimana seluruh peserta dapat berpartisipasi penuh dalam pertemuan.

telah menyusun peta penerapan SAICM jangka menengah dan jangka panjang sebagai berikut: • Jangka menengah (2016-2020) 1) Payung hukum RAN - SAICM 2) Sistem koordinasi lintas sektor 3) Integrasi penerapan Konvensi dan kesepakatan internasional 4) Membangun dan mengembangkan sistem informasi di masing-masing instansi teknis di Pusat 5) Identifikasi potensi resiko bahan kimia di Indonesia 6) Sosialisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan di Daerah • Jangka panjang (2021-2030) 1) Membangun dan mengembangkan sistem informasi di masing-masing instansi teknis di Daerah 2) Integrasi sistem informasi Pusat dan Daerah

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

95


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

Penerapan saicm di indonesia

Penyusunan konsep program penerapan SAICM Penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) SAICM Pertemuan teknis dan koordinasi Pengembangan sistem informasi tata kelola B3 Nasional

Sinergi Konvensi Internasional Bahan Kimia

Konvensi Stockholm (POP’s)

Konvensi Rotterdam (PIC)

Strategic Approach to International Chemical Management (SAICM)

Sound Management of Chemicals

Konvensi

Basel (Limbah B3)

96

Konvensi Minamata ( Merkuri)


Peningkatan

Penanganan B3 1. Penetapan Status B3 Baru Pada 2015, tim teknis B3 baru melakukan kajian terhadap bahan kimia impor baru yang teregistrasi hingga Juli 2015. Dari hasil kajian tersebut, dibuatlah rekomendasi penetapan status B3 baru.

Status B3 Baru

Bahan kimia impor baru

22

38

16

Dapat digunakan

Terbatas digunakan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

97


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

2. Kajian Dampak Merkuri Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Merkuri digunakan oleh para penambang emas skala kecil (PESK) sebagai bahan untuk memisahkan emas dari bahan-bahan lainnya. Namun, mereka tak menyadari, penggunaan merkuri telah membahayakan kesehatan mereka dan juga lingkungan hidup. Terlebih lagi, kegiatan penambangan di PESK di Indonesia juga melibatkan wanita dan anak-anak di bawah umur. Kita perlu belajar dari tragedi di Teluk Minamata, Jepang, pada 1950-an yang terjadi akibat pencemaran merkuri terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Jangan sampai tragedi serupa menimpa negara kita. Sebagai implementasi nyata dari amanat Undang-undang No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 serta peraturan lainnya, Direktorat Pengelolaan

98

Bahan Berbahaya dan Beracun melakukan kajian dan analisis atas dampak penggunaan merkuri pada lingkungan. Pada tahun 2015, kami melakukan kajian dan analisis atas dampak penggunaan merkuri pada kesehatan manusia dan lingkungan hidup di Desa Paningkaban dan Desa Cihonje (Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, serta Desa Lebak Situ (Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten). Kajian dan analisis ini dilakukan dengan mengambil contoh uji air permukaan dan sedimen pada beberapa titik di setiap wilayah. Sementara, analisis dampak merkuri terhadap kesehatan dilakukan dengan mengambil sampel darah dari 3 orang penambang yang dilakukan di Puskesmas.


Konsentrasi Merkuri Dalam Darah Pekerja Tambang banyumas Blanko

b3m1

8

29

3

30

5

b4m1

154

35

6

b2m1

23

um u r lama B e k e r ja (tah u n) (tah u n)

b1m1

11.658 76.179

53

221.1

32.964

kode M ethyl M e rcu ry Total M e rk u ri sampe l ( g /k g) ( g /L)

Konsentrasi Merkuri Dalam Darah Pekerja Tambang kabupaten lebak Blanko

L4m1 3 3.417

32

1

l1m1

30

33

5

l3m1

83

37

10

l2m1

98

um u r (tah u n)

lama B e k e r ja (tah u n)

kode sampe l

37.185

M ethyl M e rcu ry ( g /k g)

101.907

110.55 Total M e rk u ri ( g /L)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

99


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

3. Studi Kelayakan Teknis Teknologi Destruksi Polychlorinated Biphenyls (PCBs) Menurut Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs), pada tahun 2020 seluruh simpanan yang mengandung PCBs, baik berupa limbah maupun bahan yang mengandung PCBs atau terancu oleh PCBs, harus sudah dimusnahkan. Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi ini melalui UU No. 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants, Indonesia melakukan studi kelayakan teknis teknologi destruksi polychlorinated biphenyls (PCBs). Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi mengenai berbagai alternatif teknologi yang dapat diterapkan dalam pemusnahan PCBs. Namun, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menetapkan skenario pemusnahan PCBs secara nasional, seperti dalam flowchart (McDowall, 2002) berikut ini:

Komitmen Pengumpulan data (inventory) Analisis data Pemilihan strategi Rasionalisasi Pemilihan teknologi Implementasi

4. Deklarasi Bebas Merkuri PESK

100


Tanggal Pelaksanaan:

26 – 27 November 2015

Tempat:

Hotel Kartika Chandra, Gedung Manggala Wanabakti, dan BPPT Jakarta

Peserta:

100 penambang rakyat yang mewakili 33 provinsi di Indonesia

Tujuan:

Membangun komitmen pelaku PESK terhadap penghapusan merkuri untuk mendorong pemerintah agar dapat menata PESK sebagai sektor usaha ekonomi kerakyatan yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia.

Kegiatan:

1. Penandatanganan deklarasi, 2. Workshop mengenai bahaya merkuri bagi lingkungan dan kesehatan manusia, konsep

formalisasi dan pola kemitraan BUMN/ IUP dengan tambang rakyat, potensi dan dampak tambang di Indonesia, teknologi pengolahan emas tanpa merkuri, 3. Kunjungan ke BPPT untuk melihat teknologi pengolahan emas tanpa merkuri, 4. Penyusunan implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) atau Rencana Aksi Daerah (RAD) menuju formalisasi PESK di masingmasing wilayah.

Narasumber:

1. Dirjen PSLB3, Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih, M.P.P.P.M., 2. Kepala Sub Direktorat Penanganan B3, Edward Nixon Pakpahan, Ph.D., 3. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Dr. Gunawan, 4. United Nations Development Programme Indonesia, Anton Sri Probiyantono, 5. Kementerian Kesehatan, dr. Anwar, 6. Kementerian ESDM, Rudi Hendarso, 7. Perwakilan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia.

1.000 ton merkuri dari kegiatan PESK mengontaminasi lingkungan. (Sumber: UNEP (United Nations for Environmental Programme))

360 ton merkuri digunakan masing-masing PESK untuk memproduksi 150 ton emas pada 2013 dan 2014.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

101


D I R E K T O R A T P en g elolaan B 3

5. Lokakarya Kebijakan Penanganan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) di Indonesia Tanggal Pelaksanaan: 13 Oktober 2015

Biphenyl (PCB) di Indonesia.

Lokasi: Jakarta

Narasumber:

Peserta:

100 orang perwakilan kementerian atau lembaga sebagai berikut: • Pemerintah Pusat: KLHK, BPPT, Kementerian ESDM; BUMN, • Pemerintah Daerah: BLH provinsi, BLH Kabupaten/Kota, • Pusat Ekoregion Bali, Kalimantan, Sumatera, dan Papua, • Industri pembangkit listrik (PLTU), industri tambang, industri pulp dan kertas, dan industri makanan dan minuman.

Tujuan:

Forum diskusi antar lembaga pemerintahan untuk bersama-sama mendukung rencana pelaksanaan program nasional penghapusan Polychlorinated

102

1. Yun Insiani (Direktur Pengelolaan B3, KLHK), 2. Halimah (tenaga ahli dari KLHK), 3. Mova Al-afghani, Ph.D. (pakar analisis kebijakan dan peraturan), 4. SETCAR Romania (tenaga ahli PCB inventory), 5. Sonny Mumbunan, Ph.D. (pakar ekonomi lingkungan).

Materi:

1. Gambaran mengenai pencemar organik yang persisten (Persistent Organic Pollutant/POPs) dan PCB, serta aplikasi dan keberadaannya di Indonesia, 2. Rencana dan inisiatif penghapusan dan pengurangan PCB, 3. Contoh dan temuan dari negara lain dalam penghapusan PCB.


PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Membimbing Masyarakat Menuju

Perbaikan Lingkungan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

103


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Berkomitmen menekan angka pencemaran yang dihasilkan kegiatan industri serta menurunkan risiko paparan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia

104


SiapMengantisipasi

Perubahan Ekonomi dan Sosial

Pembangunan ekonomi di Indonesia yang kian berkembang pesat, membawa perubahan pada jumlah industri di Indonesia yang semakin meningkat. Tak dapat dipungkiri, perkembangan tersebut memberikan konsekuensi terhadap lingkungan, seperti pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran tanah yang diakibatkan dari kegiatan industri yang menghasilkan limbah, termasuk limbah B3 dan limbah non B3. Lebih jauh lagi, pencemaran akibat limbah B3 juga dapat berdampak terhadap kesehatan manusia. Kami Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 mendukung kegiatan penilaian kinerja perusahaan serta pemerintah daerah. Dalam memenuhinya, diperlukan

ketersediaan data yang akurat, sistim pengolahan data dan penyajian informasi, serta pelaporan yang cepat dengan membangun sistim basis data pengelolaan limbah B3 yang terpadu (terintegrasi) lewat pemanfaatan jaringan untuk pelaporan secara langsung (e-reporting). Dalam membuat rumusan kebijakan, Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 melibatkan pakar pengelolaan limbah B3 terkait, praktisi, serta akademisi sehingga dapat memperoleh gambaran permasalahan secara utuh dan solusi yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

105


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

KLHK memiliki visi mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dan kehutanan dengan menjadikan KLHK sebagai institusi yang handal dan proaktif, serta berperan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau.

Visi misi

106

Mengacu pada tugas pokok dan latar belakang Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, serta mencermati fenomena yang ada, maka kami memiliki visi dan misi sebagai berikut:

Menekan laju pencemaran akibat limbah B3 dan limbah non B3 dan menurunkan risiko paparan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. 1. Mengadakan pengelolaan limbah B3 dan non B3, 2. Mewajibkan seluruh kegiatan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dan memiliki izin dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, baik izin pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, penimbunan, serta dumping limbah B3, 3. Melakukan pembinaan, baik berupa sosialisasi maupun bimbingan teknis dalam pengelolaan limbah B3, terutama dalam hal perubahan konsep from cradle to grave menjadi konsep from cradle to cradle, di mana limbah dapat digunakan untuk dimanfaatkan menjadi bahan baku, subsitusi bahan baku dan sumber energi, 4. Melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3.


FUNGSI

Visi dan misi tersebut merupakan perwujudan dari fungsi-fungsi Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan non B3 pada sektor pertambangan, energi, migas, manufaktur, agroindustri, prasarana dan jasa, b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan non B3 pada sektor pertambangan, energi, migas, manufaktur, agroindustri, prasarana dan jasa, c. Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan non B3 pada sektor pertambangan, energi, migas, manufaktur, agroindustri, prasarana dan jasa, d. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan non B3 pada sektor pertambangan, energi, migas, manufaktur, agroindustri, prasarana dan jasa, e. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan non B3 pada sektor pertambangan, energi, migas, manufaktur, agroindustri, prasarana dan jasa, f. Supervisi atas pelaksanaan urusan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan non B3 pada sektor pertambangan, energi, migas, manufaktur, agroindustri, prasarana dan jasa di daerah, g. Pelaksanaan administrasi Direktorat.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

107


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

4 STRATEGIS SASARAN

Dalam upaya pencapaian visi dan pelaksanaan misinya, setiap pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan B3 dan Limbah Non B3 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019. Tujuannya adalah untuk mewujudkan Indonesia asri dan lestari melalui pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan B3 dan Limbah Non B3 memiliki 4 (empat) sasaran strategis sebagai berikut:

1 2 3 4

Terkendalinya pencemaran dan kerusakan lingkungan sungai, danau, pesisir dan laut, serta air tanah Terlindunginya kelestarian fungsi lahan, keanekaragaman hayati, dan ekosistem hutan Membaiknya kualitas udara dan pengelolaan sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup terintegrasi

STRATEGI Pengembangan dan tata kelola Sumber Daya Manusia yang berkelanjutan

Mempersiapkan kelengkapan tata laksana kelembagaan (NSPK, panduan, dan lainnya), kepastian dan ketersediaan anggaran kerja yang memadai

108

4 3

1 2

Membagi Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 menjadi 4 (empat) subdirektorat, yaitu: - Subdirektorat pertambangan, energi, dan migas, - Subdirektorat manufaktur, - Subdirektorat agroindustri, - Subdirektorat prasarana dan jasa.

Mempersiapkan inisiatifinisatif maupun terobosan baru agar cara kerja lebih efisien dan efektif


TARGET

124.6 juta ton

Jumlah sampah yang dikelola di 380 kota

3 juta ton

Jumlah bahan berbahaya dan beracun yang dikelola dalam 5 tahun

755,595,000 ton

Jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun yang dikelola dalam 5 tahun

Program/ Kegiatan Penilaian kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Sasaran

Indikator

Meningkatkan jumlah limbah B3 dan Limbah Non B3 yang dipantau pengelolaannya

Target 2015

2016

2017

2018

2019

156.1 juta ton

156.1 juta ton

156.1 juta ton

156.1 juta ton

a. Persentase peningkatan limbah B3 yang terdata dalam sistem informasi nasional sebesar 100% dari baseline 2014

100%

100%

100%

100%

b. Jumlah limbah B3 yang terkelola sebesar 80% dari baseline 2014

175 juta ton

175 juta ton

175 juta ton

175 juta ton

c. Jumlah limbah B3 cair dan padat (oli bekas dan sludge oil) yang dimanfaatkan mencapai 1.014.00 ton sebagai bahan bakar alternatif (setara penurunan emisi Gas rumah kaca sebesar 121 ribu ton C02e/tahun

1.1 juta ton

1.1 juta ton

1.1 juta ton

1.1 juta ton

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

109


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Perumusan Kebijakan Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 (PKPLB3) Menentukan ukuran yang dijadikan dasar penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3, dalam bentuk Indeks Kinerja Pengelolaan Limbah B3

Desain atau formula perhitungan indeks kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3 pada badan usaha atau kegiatan industri dalam:

Data dan informasi terhadap indeks penilaian kinerja pengelolaan limbah B3

- Kegiatan menghasilkan Limbah B3 - Pengumpulan Limbah B3 - Pengangkutan Limbah B3 - Pemanfaatan Limbah B3 - Pengolahan Limbah B3 - Penimbunan Limbah B3.

Tujuan Perumusan:

Mempercepat identifikasi serta analisis kegiatan pengelolaan limbah B3 dalam waktu yang singkat dan komprehensif.

Target/Sasaran Perumusan:

- Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) - Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 - Masyarakat

PEMBAGIAN UNIT KERJA BERDASARKAN KETENTUAN PP NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH B3 Pengelolaan limbah B3 dan pemulihan kontaminasi limbah B3 dibagi menjadi 2 (dua) unit kerja:

110

1

Unit penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3

2

Unit pemulihan kontaminasi lahan dan tanggap darurat limbah B3


PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH Demi Peningkatan Kualitas Lingkungan Dan Kesehatan Masyarakat Dengan Berkurangnya Risiko Akibat Paparan Limbah B3

Metode yang digunakan

Pengembangan Pemanfaatan Limbah B3 (Spent Bleaching Earth)

TOPIK FOCUS GRUP DISCUSSION • Alternatif pengganti spent bleaching earth • Pengelolaan spent bleaching earth yang efektif dan efisien • Alternatif pemanfaatan spent bleaching earth yang efektif dan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan

Timbulan spent bleaching earth + 250.000 ton/tahun per perusahaan

Kandungan minyak masih tinggi, yaitu 20 - 30% dan berpotensi mencemari lingkungan Teknologi untuk pemanfaatan spent bleaching earth mungkin dilakukan dalam berbagai metoda baik fisika, kimia dan thermal

bersama pakar, akademisi, dan praktisi

Asosiasi akan mengembangkan pengelolaan spent bleaching earth yang memberikan nilai manfaat secara ekonomi

Perlu dilakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah oleh KLHK karena ada perbedaan pemahaman tentang pengelolaan spent bleaching earth dan limbah B3 lainnya di daerah

Surat Keputusan Bersama tentang penanganan kasus lingkungan antara KLHK, Polri dan Kejaksaan akan disampaikan kepada pihak asosiasi

“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan.” - Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

111


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

PEMANTAUAN SECARA PENGELOLAAN LANGSUNG LIMBAH B3 SECARA TIDAK LANGSUNG

116 perusahaan 88 153 perusahaan 5 224

izin pengelolaan limbah B3

kota, yaitu Balikpapan, Pekanbaru, Makassar, Bali dan Bandung izin pengelolaan limbah B3

MEKANISME PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH Pemantauan Langsung Pemantauan Tidak Langsung PROPER

Pengelolaan limbah B3 menurut Pasal 1 angka 11 PP Nomor 101 tahun 2014:

Rangkaian kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfataan, pengolahan dan/ atau penimbunan.

112


Hasil Limbah B3

Sejumlah 125,540,827.76 ton dari 269 perusahaan di sektor pertambangan, energi dan migas, sektor manufaktur, sektor agroindustri serta sektor prasarana dan jasa

99.77%

LIMBAH B3 YANG DIOLAH (125,254,890.13 ton) --> 71.17% dari sektor pertambangan, energi dan migas.

0.23%

LIMBAH B3 YANG TIDAK DIOLAH (285,937.64 ton)

PENYEBAB LIMBAH B3 TIDAK DIOLAH

• Adanya limbah B3 yang dikelola tanpa izin • Diserahkan ke pihak ketiga tidak berizin • Di-dumping tanpa izin (open dumping)

Pertambangan, Energi, dan Migas

89.349,113.09 ton 11,928.85 34

Prasarana dan Jasa

32,177,291.19 ton 12,572.12 ton 108

Agroindustri

2,165,722.85 ton 71,214.67 ton 36

Manufaktur

1,648,700.63 ton 409,914.70 ton 91

Limbah B3 yang dihasilkan

Limbah B3 yang dimanfaatkan

Jumlah Industri

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

113


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

PEMANFAATAN LIMBAH B3

- Batako - Cone block - Batubata - Subsitusi bahan bakar - Subsitusi bahan baku semen - Subsitusi produk beton siap pakai - Subsitusi bahan sand blasting

114


Sistem Data Base

Menyajikan Data Lebih Cepat

(E-REPORTING)

"

Untuk perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan mendorong penghematan penggunaan sumber daya alam

"

Data pengelolaan limbah B3 yang masuk dari setiap pelaku usaha kegiatan pengelolaan limbah B3 disimpan pada database server melalui log-in di application server. Data-data tersebut dapat digunakan atau dilihat oleh semua pihak sesuai dengan kewenangannya seperti Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota serta masyarakat yang juga perlu mengetahui tentang data pengelolaan limbah B3.

Sistem Aplikasi Pelaporan Elektronik Pengelolaan Limbah B3 Berbasiskan Website atau Web-Based Model

Dalam sistem web-base model ini client atau perusahaan yang melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 dapat langsung melakukan pengisian data pengelolaan limbah B3-nya melalui sistem aplikasi pelaporan PLB3 online yang terdapat pada website KLHK. Data-data pengelolaan limbah B3 yang telah diisikan tersebut langsung tersimpan dalam database server pengelolaan limbah B3.

ALUR APLIKASI (DATABASE SERVER LIMBAH B3 KLHK)

DATA PERUSAHAAN

INPUT VIA : INTERNET

LOGIN SUPLY DATA

- PROFILE - PERIZINAN - KONTRAK KERJASAMA - DATA LIMBAH B3

DATA KABUPATEN DATA PROVINSI DATA NASIONAL OUTPUT

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

115


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Pengelolaan

Limbah B3

Pelaporan pengelolaan limbah B3

Penyamaan persepsi dan meningkatkan pemahaman dalam pengelolaan limbah B3

SESUAI DENGAN KETENTUAN PP 101 TAHUN 2014

pemahaman pemanfaatan pengelolaan limbah B3 dan mendorong para pelaku usaha/kegiatan untuk melakukan pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkan

DILAKUKAN DI 3 kota yaitu BATAM, YOGYAKARTA dan SURABAYA.

BATAM

YOGYAKARTA SURABAYA

116


BIMBINGAN TEKNIS PELAPORAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI BATAM

SOSIALISASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI YOGYAKARTA

Dilaksanakan pada tanggal:

Dilaksanakan pada tanggal:

20-21 Oktober 2015

18-19 November 2015

Jumlah peserta yang hadir:

Jumlah peserta yang hadir:

+100 orang.

+500 orang.

PESERTA:

• Pelaku usaha sektor Pertambangan, Energi, dan Migas, serta agroindustri, manufaktur, prasarana, dan jasa, • BLH kabupaten/kota dan BLH provinsi, • Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion KLHK.

MATERI:

• Tata cara identifikasi, • Substansi minimal kewajiban pelaporan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan.

FAKTA:

1. Perusahaan-perusahaan merespon positif sistem pelaporan pengelolaan limbah B3 secara online, 2. Sistem pelaporan secara online ini diharapkan dapat memudahkan perusahaan dalam melakukan penaatan terhadap pelaporan secara rutin, 3. Sistem pelaporan ini juga diharapkan dapat diakses oleh pemerintah daerah setempat.

PESERTA:

• Pelaku usaha sektor Pertambangan, Energi, dan Migas, agroindustri, manufaktur, prasarana, dan jasa, • BLH kabupaten/kota dan BLH provinsi, • Akademisi, • Penyuluh, • Instansi terkait, • Internal KLHK.

MATERI:

• Kebijakan Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, • Kebijakan Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, • Kebijakan Pengelolaan Sampah, • Kebijakan Pengelolaan B3, • Kebijakan Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, • Kebijakan Pemulihan Lahan Terkontaminasi, • Materi Teknis Terkait dengan pengelolaan limbah B3.

FAKTA:

1. Perusahaan dan Pemerintah Daerah masih banyak yang belum memahami peraturan terkait pengelolaan limbah B3, 2. Masih banyak perusahaan yang belum memahami teknik pengelolaan limbah B3, 3. Perusahaan dan Pemerintah Daerah memerlukan lanjutan dari sosialisasi ini, berupa bimbingan teknis pengelolaan limbah B3. LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

117


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

BIMBINGAN TEKNIS PEMANFAATAN LIMBAH B3 DI SURABAYA Dilaksanakan pada tanggal:

25-26 November 2015 Jumlah peserta yang hadir:

+250 orang. PESERTA:

• Pelaku usaha/kegiatan terdiri dari Industri sektor Pertambangan, Energi dan Migas, Agroindustri, manufaktur, prasarana dan jasa • BLH kabupaten/kota dan BLH provinsi • Internal KLHK

MATERI:

• Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, Pemanfaatan limbah B3 sebagai material beton • Pemanfaatan limbah B3 sebagai pupuk/ pembenahan tanah • Pemanfaatan limbah B3 dari industri pulp and paper.

Selain penyampaian materi, juga dilakukan kunjungan lapangan ke tiga industri pemanfaat limbah B3, yaitu industri semen, industri peleburan tembaga, dan industri pemanfaat timah hitam dari aki bekas. 118


SUPERVISI PENGELOLAAN LIMBAH B3

UNTUK ASISTENSI TERHADAP BERBAGAI PERMASALAHAN PENGELOLAAN LIMBAH B3

Dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2015 di 6 (enam) ekoregion Kalimantan Kota Balikpapan

Papua Kota Sorong

Sumatera Kota Pekanbaru Sulawesi & Maluku Kota Makassar

Jawa Kota Yohyakarta

Bali & Nusa Tenggara Kota Denpasar

HASIL TEMUAN: 1. Pemerintah Daerah:

a. Belum semua pemerintah daerah memahami peraturan terkait pengelolaan limbah B3 b. Belum semua pemerintah kabupaten/ kota memiliki Peraturan Daerah terkait pengelolaan limbah B3 c. Belum semua pemerintah daerah menerbitkan izin penyimpanan sementara limbah B3 d. Belum semua pemerintah daerah melaksanakan pemantauan terhadap industri terkait pengelolaan limbah B3 e. Sumber daya manusia untuk pengelolaan limbah B3 di daerah masih terbatas f. Belum semua kabupaten/kota memiliki PPLH daerah g. Anggaran daerah untuk pengelolaan lingkungan masih relatif kecil

2. Industri:

a. Belum semua industri memahami peraturan terkait pengelolaan limbah B3 b. Belum semua industri memahami teknik pengelolaan limbah B3 c. Belum semua industri melakukan pengelolaan limbah B3 sesuai peraturan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

119


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Supervisi

Agar Terkoordinasi

Supervisi pengelolaan limbah B3 dan Limbah Non B3 adalah kegiatan koordinasi dan penyamaan persepsi dengan para stakeholders (Pusat, BLH dan Perusahaan) dalam pengelolaan tempat penyimpanan sementara (TPS) pengelolaan limbah B3 dan limbah Non B3. Berdasarkan evaluasi Matrik permasalahan yang dihadapi pada saat pelaksanaan supervisi di ekoregion Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku, dan Papua diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah masih memerlukan supervisi dalam penyusunan peraturan daerah terkait pengelolaan limbah B3; pengelolaan limbah B3 serta dalam penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3; meningkatkan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia terutama PPLH untuk

120

Supervisi dilakukan di lima wilayah P3E yaitu Balikpapan, Bali, Jawa, Pekanbaru dan Papua pada tanggal 14 – 16 Desember 2015.

memantau perusahaan di daerahnya terkait pengelolaan limbah B3; serta meningkatkan alokasi anggaran untuk pengelolaan lingkungan. 2. Industri di daerah terpencil masih banyak yang belum memahami peraturan dan teknis pengelolaan limbah B3 sehingga bimbingan teknis masih sangat diperlukan. 3. Masih minimnya pengelola limbah B3 (pihak ke-3) di daerah, sehingga pemerintah perlu mendorong investasi terkait pengelolaan limbah B3.


Pencapaian Lainnya Direktorat Penilaian Kinerja PENGELOLAAN LIMBAH B3 1. Membantu kegiatan pemantauan kebakaran hutan Dirjen Penegakan Hukum melalui SK Menteri No. SK 412/MenlhkSetjen/2015 tentang Satuan Tugas Khusus Pengendalian Kebakaran Hutan. 2. Mengikuti workshop/ seminar/ working party pengelolaan limbah B3: a. The 10th International Conference on Waste Management and Technology (Basel Convention Regional Centre for Asia and The Pacific) di Myanyang, China. Dilaksanakan pada tanggal 28-30 Oktober 2015. Diselenggarakan oleh School of Environment, Tsinghua University, Beijing. Tujuan: Sebagai wadah bagi perguruan tinggi

menyampaikan hasil kajiannya. Hasil Kajian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan. b. The 4th International Conference on Chemical Management di Jenewa, Switzerland, Dilaksanakan pada tanggal 28 September – 2 Oktober 2015. Tujuan: Mengidentifikasi tantangan yang tersisa dan mengambil keputusan strategis untuk memungkinkan masyarakat internasional untuk mencapai tujuan dari Rencana Pelaksanaan Johannesburg pada tahun 2020. Dalam konferensi ini dievaluasi pelaksanaan regional dan sektoral, membahas isu-isu kebijakan serta membahas pengelolaan kimia ramah lingkungan dalam konteks tujuan pembangunan berkelanjutan 2020.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

121


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

c. Intergovernmental Forum on Mining, Minerals, Metals, and Sustainable Development di Jenewa, Switzerland Dilaksanakan pada tanggal 26-30 Oktober 2015. Diselenggarakan oleh UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development) Tujuan: Sarana bagi negara-negara yang memiliki pertambangan mineral dan industri ekstraktif untuk saling berbagi pengalaman, meningkatkan pengetahuan, berdiskusi dan berperan aktif dalam membangun industri yang saling menguntungkan antara pihak pemerintah dan swasta sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Saat ini IGF beranggotakan 54 negara, Indonesia sampai saat masih sebagai negara pengamat (observer). d. Fourth Meeting of The Expert Working Group on Environmentaly Sound Management of The Basel Convention, San Fransisco. USA Dilaksanakan pada tanggal 10-12 November 2015. Tujuan: Pertemuan para pakar dalam Konvensi Basel untuk membahas mengenai kerangka environmentally sound management (ESM) for hazardous waste demi mempromosikan pengelolaan limbah B3 yang berwawasan lingkungan. Untuk itu disusun tool kit manual yang akan diujicobakan ke beberapa negara. Tool kit manual ini sejalan dengan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 yang akan dikembangkan. e. Working Party on Resources Productivity and Waste di Paris, Perancis Dilaksanakan pada tanggal 9 – 11 Desember

122

2015. Diselenggarakan oleh The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Tujuan: Merencanakan, merumuskan, dan mengevaluasi kebijakan terkait pengelolaan limbah/sampah dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya material yang nantinya akan diterapkan di negaranegara OECD. Pengelolaan limbah/sampah dilakukan dengan menggunakan instrumen ekonomi seperti pajak dan mendorong pengelolaan limbah/sampah ke arah pencegahan daripada pengurangan. f. Workshop on Environmentaly Sound Management of Used Acid Batteries, di Osaka, Jepang Dilaksanakan pada tanggal 24 - 28 November 2015. Diselenggarakan oleh UNEP. Tujuan: Membahas resiko dampak yang dari used acid batteries serta bagaimana penerapan pengelolaan used acid batteries yang ramah lingkungan, 3. Pendampingan pengawasan pengelolaan limbah B3 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pelaksanaan pemeriksaan terinci atas efektivitas pengelolaan limbah B3 TA 2013-2014 pada Semester I Tahun 2015. BPK melakukan pemeriksaan ke lapangan sebagai bagian dari prosedur audit. 4. Pelaksanaan Program PROPER, khususnya komponen Pengelolaan Limbah B3: a. Supervisi penilaian Self Asessment Proper Tahun 2014-2015 di Surabaya, Semarang, DKI Jakarta b. Supervisi Pemda dalam rangka penilaian Proper Daerah Tahun 2014-2015 di DKI Jakarta c. Pemantauan lapangan PROPER 2015


FONDASI KOKOH UNTUK KINERJA YANG LEBIH BAIK

Perumusan Kebijakan PKPLB3

Penyusunan Pengukuran Indeks Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3

Focus Group Discussion

Penyusunan Pengukuran Indeks Penilaian Kinerja Focus Group Discussion Hasil diskusi dalam membahas Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Hasil yang diperoleh dari penyusunan ini berupa kajian yang masih memerlukan pendalaman materi dalam pengelolaan limbah B3 maupun limbah non B3 karena belum disesuaikan dengan kondisi lapangan yang bervariasi. Selain itu, masih diperlukan pengembangan kriteria penilaian kinerja yang lebih aplikatif sehingga indeks kinerja yang diperoleh nantinya menggambarkan kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3 yang sesuai dengan kenyataan di lapangan. Arah bentuk kebijakan yang akan dibuat dari kajian tersebut dapat berupa Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3.

penilaian kinerja adalah: • Banyak hal yang harus disepakati oleh semua unit kerja di lingkungan Ditjen PSLB3, agar pada akhirnya dapat menuju pada jumlah limbah yang dikelola • Mekanisme kerja antar Direktorat di lingkungan Ditjen PSLB3 harus segera dibentuk agar dapat saling bersinergi Sedangkan dari hasil FGD terkait pemanfaatan limbah spent bleaching earth (SBE), hingga saat ini masih banyak pelaku usaha refinery CPO yang melakukan open dumping limbah spent earth. Pemanfaatan limbah spent bleaching earth dari limbah hasil proses refinery CPO dapat diarahkan untuk recovery bleaching earth agar dapat digunakan kembali ke dalam proses refinery. Perlu dikembangkan satu kebijakan yang dapat mengakomodir pelaku usaha dalam memanfaatkan kembali spent earth dengan baik dan benar.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

123


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

PENGELOLAAN LIMBAH B3

Untuk Hasil Yang Lebih

EFEKTIF

"

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfataan, pengolahan dan/ atau penimbunan.

- Pasal 1 angka 11 PP Nomor 101 tahun 2014. Faktor Pembanding

"

Pemantauan Langsung

Selama tahun 2015, jumlah penilaian kinerja limbah non B3 belum dilakukan karena masih belum tersedia pedoman dan SOP untuk pelaksanaannya, serta aturan pendukungnya belum selengkap aturan pengelolaan limbah B3. Metode penilaian kinerja pengelolaan limbah B3: • Pemantauan langsung • Pemantauan tidak langsung • Mekanisme PROPER

Pemantauan Tidak Langsung

Jumlah Tim Pemantau

Satu tim 2-3 orang

Satu tim 1-2 orang

Waktu

3-5 hari

2-3 hari

Jumlah Industri

2-3 industri

4-6 industri

Data yang Diperoleh

Akurat karena adanya pemantauan langsung ke lapangan tempat lokasi pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya. Berita Acara Penilaian Kinerja PLB3 dapat dipastikan sesuai dengan kondisi lapangan.

Kurang akurat karena data hanya diperoleh dari dokumen atau foto (hard copy dan/atau soft copy). Bahkan ada beberapa pelaku usaha yang memberikan foto bukan keadaan yang sebenarnya dan membawa dokumen tidak lengkap. Berita Acara Penilaian Kinerja PLB3 tidak dapat dipastikan sesuai kondisi lapangan.

Limbah yang Dihasilkan (dari Neraca Limbah bidang prajas)

27.431.572,5787 ton/tahun

4.208.429.1990 ton/tahun

124


Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan mengenai efektivitas metode penilaian kinerja Pengelolaan Limbah B3 ke dalam diagram berikut:

Efektivitas Metode Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3

Pemantauan Tidak Langsung

Pengelolaan limbah B3 ditentukan oleh izin yang dimiliki pelaku usaha dengan efektivitas penerapannya masing-masing:

1. Izin Pengumpulan

Beberapa izin telah mencantumkan lingkup limbah yang cukup banyak tetapi fasilitas pengumpulan tidak sesuai dengan kapasitasnya. Adanya potensi penyimpanan di fasilitas pengumpulan yang tidak sesuai. Beberapa izin masih belum melampirkan gambar layout bangunan fasilitas pengumpulan berikut titik koordinatnya. Ada potensi penyimpangan dalam penggunaan fasilitas bangunan dari izin yang ditetapkan.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

125


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

2. Izin Pengolahan

• Insinerator Berdasarkan hasil penilaian kinerja PLB3 beberapa rumah sakit yang memiliki izin pengolahan menggunakan insinerator, banyak diantaranya yang tidak memenuhi efesiensi pembakaran mencapai 99,99% sebagaimana tertuang dalam izin. Potensi kesalahan adalah dari pemeliharaan alat, operator bekerja tidak sesuai SOP, lamanya waktu dan volume sampel yang kurang tepat pada saat pengambilan sampel CO dan CO2. Spesifikasi alat insinerator sangat berpengaruh terhadap pencapaian kesesuaian izin. • Bioremediasi Potensi ketidaksesuaian dengan izin adalah melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam satu siklus pengolahan 8 bulan untuk memenuhi penurunan TPH sampai 1%. Proses pencampuran yang tidak sesuai dapat mempengaruhi perpanjangan waktu. • Centralized Mud Treating Facility (CMTF) Di dalam izin tidak tercantum periode pengangkatan padatan di dalam fit. Tidak ada ketentuan kapan harus melaporkan apabila melakukan perubahan fit baik bentuk, jumlah maupun penutupan fit. Dapat terjadi potensi penyimpangan oleh pelaku usaha terkait hal tersebut.

3. Izin Pemanfaatan

Saat ini pemanfaatan yang dilakukan untuk limbah yang jumlah timbulannya cukup signifikan adalah fly as bottom ash, akan tetapi teknologi pemanfaatan masih terbatas pada pembuatan batako, paving block dan beton. Beberapa pelaku usaha jasa pemanfaatan limbah B3 telah memiliki izin, akan tetapi tidak beroperasi melakukan pemanfaatan dengan alasan tidak ekonomis. Tidak melakukan pelaporan per tiga bulanan. Dapat dipastikan bahwa limbah B3 dikumpulkan dan disimpan melebihi masa penyimpanan yang diizinkan.

126


4. Izin Penimbunan/Dumping

• Sand Management Facility Menginjeksi LB3 ke dalam perut bumi dengan kedalaman tertentu. Teknologi monitoring yang digunakan dapat diakses oleh pemerintah khususnya institusi penerbit izin, dengan penggunaan password. Penggunaan teknologi tinggi tersebut memerlukan biaya yang mahal sehingga diutuhkan SDM yang handal, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

• Landfill Kebutuhan lahan yang cukup luas dan penyiapan dokumen lingkungan yang cukup sulit, serta operasional pasca penutupan harus dilakukan dalam janngka waktu yang cukup panjang minimal 30 tahun untuk memastikan tidak terjadi kebocoran leached maupun emisi dari gas methane yang akan timbul. Masih sangat terbatas jumlah pelaku usaha yang berinvestasi untuk membuat landfill.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

127


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

PEMANFAATAN LIMBAH B3

Untuk Hasil Yang Lebih

TEPAT GUNA

"

Kegiatan pemanfaatan limbah B3 adalah kegiatan penggunaan kembali, daur-ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan mengubah limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai subsitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

"

Berdasarkan hasil penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 periode tahun 2014 - 2015 terdapat 505,630.34 ton (0.40%) limbah B3 yang dimanfaatkan dari 125,540,827.76 ton jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 269 perusahaan yang dipantau baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui metode PROPER.

128

Berdasarkan perbandingan tersebut, persentase pemanfaatan limbah B3 masih sedikit dilakukan baik oleh industri penghasil maupun jasa pemanfaat limbah B3, karena: 1. Sosialisasi bentuk-bentuk pemanfaatan limbah B3 masih belum banyak diketahui oleh industriindustri penghasil limbah B3 2. Panduan teknis bentuk-bentuk pemanfaatan limbah B3 masih belum lengkap diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3 berisi persyaratan dan ketentuan teknis pemanfaatan limbah B3 khusus untuk industri semen dan jasa pengumpul limbah B3 sebagai platform sebelum limbah B3 diserahkan ke industri semen untuk dimanfaatkan, sedangkan panduan teknis untuk bentukbentuk pemanfaatan limbah B3 lainnya seperti: pemanfaatan abu terbang (fly ash) sebagai material beton, material jalan, dan sebagai pembenah tanah masih belum tersedia.


3. Industri yang melakukan pemanfaatan limbah B3 secara termal seperti: pemanfaatan sludge IPAL sebagai substitusi bahan bakar di boiler, pemanfaatan oil sludge sebagai bahan bakar di industri kapur, dan pemanfaatan limbah B3 di kiln semen belum dilengkapi dengan parameter dan baku mutu emisi yang spesifik untuk kegiatan tersebut. Selama ini parameter dan baku mutu masih menggunakan ketentuan sebagaimana Keputuan Kepala Bapedal Nomor: KepKa Bapedal Nomor 03 Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3 sehingga terdapat beberapa parameter yang tidak dapat dicapai dalam pemenuhan baku mutunya. 4. Industri yang melakukan pemanfaatan abu batubara sebagai substitusi bahan baku dalam pembuatan batako belum dilakukan secara maksimal. Beberapa hasil penilaian kinerja terhadap industri-industri ini, pemanfaatan limbah B3 hanya mencapai maksimal 10% dari jumlah limbah B3 yang dihasilkan sehingga masih terdapat potensi pembuangan abu batubara secara langsung ke lingkungan. Hal ini disebabkan karena pembuatan batako dari limbah dibatasi hanya untuk keperluan internal perusahaan saja sebagaimana tertuang dalam izin. Hasil dari kegiatan Bimbingan teknis Pemanfaatan Limbah B3 di Surabaya tanggal 25-26 November 2015, sebagaimana informasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum bahwa limbah B3 berupa fly ash yang merupakan limbah batu bara dapat digunakan sebagai pengganti semen dalam beton atau sebagai aditif diperkerasan, limbah tailing dari kegiatan tambang juga dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan teknologi perkerasan jalan, limbah sludge oil dari industri pengolahan sawit, limbah

slag dari industri baja serta limbah dari industri pulp dapat juga digunakan sebagai pengembangan teknologi perkerasan jalan. Selain itu pemanfaatan limbah karet dan plastik dapat digunakan sebagai pengembangan teknologi perkerasan aspal dan beton. Hasil dari kegiatan pemanfaatan limbah B3 yang telah dilaksanakan baik oleh penghasil limbah B3 maupun jasa pemanfaat selama ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan pedoman teknis pemanfaatan limbah B3, selain mengacu pada Standar Nasional Indonesia yang telah diterbitkan oleh Badan Akreditasi Nasional antara lain SNI 030691-1998 untuk bata beton (paving block), sehingga pelaku kegiatan dapat mengacu pedoman yang disusun dalam memanfaatkan limbah B3 tersebut. Selain itu, perlu dihitung secara spesifik jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif terkait dengan kontribusi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sehingga dapat diketahui jumlah limbah B3 yang dapat berkontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019 dengan pencapaian target pemanfaatan limbah B3 sebesar 1,014,000 (Satu Juta Empat Belas Ribu) ton sebagai bahan bakar alternatif yang setara dengan penurunan emisi GRK sebesar 121,000 (Seratus Dua Puluh Satu Ribu) ton karbon dioksida ekivalen per tahun) ton CO2e/tahun. Pemanfaatan limbah B3 pun harus mengacu pada prinsip penggunaan kembali, daur-ulang, dan/atau perolehan kembali sehingga bentuk pemanfaatan limbah B3 seperti pemanfaatan kemasan bekas B3 sebagai pot tanaman dan pemanfaatan oli bekas sebagai pelumas rantai diharapkan tidak lagi diterbitkan izinnya.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

129


DIREK TORAT PENILAIAN KINER JA PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

TUGAS-TUGAS

LAINNYA

A. Pendampingan BPK Pendampingan BPK bertujuan untuk melihat dan menilai tupoksi dari KLHK khususnya Dirjen PKLB3 untuk mengetahuin sejauhnya mana efektivitas izin yang sudah dikeluarkan oleh KLHK ke perusahaan, ketaatan perusahaan terhadap peraturan yang tertuang dalam izin dan pemantauan kinerja pengelolaan limbah B3 yang sudah dilakukan oleh KLHK Dirjen PKLB3. BPK melakukan pemantauan ke perusahaan ini dilakukan dengan sampling random untuk perusahaan yang telah memiliki izin dari KLHK dan perusahaan yang sudah mengikuti proper di 6 provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Bali, dan DIY. B. Pengawasan Kebakaran Hutan dan Lahan Kondisi lingkungan Indonesia yang sebagian besar merupakan daerah rawa khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan sehingga setiap tahun terutama musim kemaraun sering terjadi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi secara alami oleh alam dan yang dilakukan dengan sengaja oleh perorangan untuk membuka lahan baru dengan semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi dimasyarakat. Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdiri dari: a. Upaya preventif dalam pengendalian dampak lingkungan antara lain instrument pengawasan dan perizinan

130

b. Upaya represif apabila pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi dengan penegakan hukum yang efektif, konsekuen dan konsisten. c. Sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup antara lain hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. d. Efek jera dan peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan untuk pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab XII Bagian Kesatu Pasal 71 – 75 yang mengatur tentang pengawasan, pengawasan kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh KLHK terhadap perusahaan yang telah memiliki perizinan dari KLHK. Pengawasan ini bertujuan untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang terindikasi melakukan kebakaran hutan dan lahan diwilayah Sumatera dan Kalimantan. Tim pengawasan terdiri dari PPLH, PEH dan Polhut. Kegiatan yang dilakukan di lapangan terhadap perusahaan yaitu meyakini telah terjadi kebakaran pada area hasil identifikasi dari cita landsat, mengecek luas area yang terbakar, mengecek masuk tidaknya areal kebakaran pada wilayah perusahaan (menggunakan GPS), mendokumentasikan situasi lokasi kebakaran yang berkaitan dengan kejadian kebakaran.


VERIFIKASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Berkomitmen Melindungi

Kesehatan Manusia dan Lingkungan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

131


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produkproduk industri memakai bahan kimia yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Namun, pemakaian produk berbasis kimia serta bahan berbahaya dan beracun (B3) telah meningkatkan produksi sampah dan limbah B3. Kondisi tersebut menuntut dikembangkannya sistem tata kelola yang aman, dengan risiko kecil bagi lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. 132


Dari Kebijakan hingga Pengawasan

Demi terwujudnya pengelolaan limbah B3 berwawasan lingkungan Lingkup tanggung jawab Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 terdiri dari pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan, penimbunan, dumping, penetapan, dan notifikasi limbah B3 serta limbah non B3. Dumping B3 ke laut adalah alternatif pembuangan limbah B3 terakhir dan hanya dapat dilakukan jika limbah yang dihasilkan tidak dapat dikelola di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi. Jenis limbah B3 yang dapat dibuang dengan cara dumping ke laut pun terbatas untuk menghindari penyebaran polutan dan zat pencemar demi melindungi ekosistem laut. Berdasarkan Pasal 845 dan 846 PERMEN LHK Nomor: P. 18/MENLHK-II/2015 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang verifikasi, dan penerapan konvensi internasional pengelolaan limbah B3, dan limbah non-B3. Mengacu pada tugas pokok tersebut, maka Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 memiliki visi terwujudnya pengelolaan limbah B3 yang berwawasan lingkungan dengan menitikberatkan prinsip reuse, recycle, dan recovery yang tepat, efisien, dan efektif.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

133


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

misi

1. Melaksanakan mekanisme verifikasi pengelolaan limbah B3, 2. Mendorong penerapan meminimalkan limbah dan memaksimalkan nilai ekonomis limbah B3 melalui prinsip reuse, recylcle, dan recovery, 3. Melaksanakan penguatan kapasitas daerah dalam pengelolaan limbah B3, 4. Melaksanakan pengembangan aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan limbah B3, 5. Melaksanakan konvensi-konvensi internasional tentang pengelolaan limbah B3.

Strategi Pelaksanaan Kegiatan

Untuk mencapai tujuan selama periode 2015, kami memiliki strategi sebagai berikut: 1. Penyelesaian atau evaluasi verifikasi yang belum diproses dan permohonan yang baru diajukan, 2. Melakukan evaluasi terhadap penaatan izin/ rekomendasi/ notifikasi pengelolaan limbah B3 yang telah terbit, 3. Sosialisasi dan pelaksanaan norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan limbah B3 khususnya yang berkaitan dengan verifikasi pengelolaan limbah B3, 4. Sosialisasi dan pelaksanaan peraturan MENLH tentang tata cara perizinan pengelolaan limbah B3, 5. Koordinasi intensif dengan sektor terkait di tingkat pusat maupun daerah, 6. Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan atau konvensi internasional yang terkait dengan pengelolaan limbah B3.

134


PEMANFAATAN LIMBAH B3

Untuk Hasil Yang Lebih

TEPAT GUNA

"

Landasan kebijakan untuk pengelolaan berbagai jenis limbah B3 dari berbagai sektor industri.

"

Dalam upaya mengelola limbah B3 sesuai PP Nomor 101 Tahun 2014 dan Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 333 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, beberapa peraturan telah dirancang sesuai dengan Rancangan Peraturan Menteri (PERMEN) LHK. Peraturan-peraturan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Limbah B3 dari Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan 2. Peraturan ini dibuat berdasarkan PERMEN Nomor: P.56/Menlhk-Sekjen/2015 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, yang mengatur mengenai tata cara Pengelolaan limbah B3 yang dilakukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (FASYANKES) terhadap limbah B3 yang dihasilkan. 3. Uji Karakteristik Limbah B3 4. Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun terangkum dalam PERMEN LHK Nomor: P.55/Menlhk-Sekjen/2015 tentang Tata Cara Uji Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. PERMEN LHK ini mengatur tata cara melakukan uji karakteristik Limbah B3 yang dilakukan oleh: 5. Pemerintah terhadap Limbah yang tidak terdaftar dalam Lampiran I PP 101/2014 dan terindikasi memiliki karakteristik Limbah B3, 6. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengajukan pengecualian Limbah B3 yang dihasilkannya dari Pengelolaan Limbah B3. 7. Metode uji karakteristik yang diatur yaitu uji karakteristik untuk: (1) Mudah meledak, (2) Mudah menyala, (3) Korosif, (4) Reaktif, (5) Infeksius, (6) Beracun dengan TCLP, (7) Beracun akut (LD50), (8) Beracun sup-kronis, dan (9) Metode pengambilan contoh uji Limbah B3.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

135


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

8. Pengangkutan Limbah B3 dan Manifes Limbah B3 9. Sesuai Pasal 47 ayat (3) dan Pasal 52 ayat (4) PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, maka ditetapkan PERMEN LHK tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Manifes Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dengan terbitnya peraturan dan kebijakan baru terutama di Kementerian Perhubungan, masih ada beberapa hal yang perlu difinalisasi dalam Rancangan Peraturan Menteri ini, yaitu: 10. Simbol yang akan diterapkan pada alat angkut darat dan kemasan pada saat kontainer yang masuk ke alat angkut laut. 11. Pengecualian pemberian rekomendasi pengangkutan limbah B3. 12. Sistem perizinan dan rekomendasi pengangkutan limbah B3 untuk alat angkut darat roda tiga (fasilitas pelayanan kesehatan). 13. Sistem perizinan dan rekomendasi pengangkutan limbah B3 berbasis perkeretaapian. 14. Konsep manifes antar moda/ multi moda – konsep satu paket sistem kerja sama. 15. Penerapan barcode pengangkutan pada lembar manifes antarmoda (perpindahan dari satu ke beberapa alat angkut atau sebaliknya. 16. Implementasi asuransi pencemaran apabila terjadi pencemaran lingkungan pada saat aplikasi antar moda. 17. Kewajiban bagi penghasil untuk menyiapkan alat ukur berat limbah B3 yang akan dikirim, demikian juga bagi penerima limbah B3. 18. Penyelesaian/keputusan apabila terjadi perbedaan berat limbah B3 antara pengirim dan penerima Limbah B3. 19. Penimbunan Limbah B3 di Fasilitas Penimbusan Akhir 20. Rancangan PERMEN LHK tentang Persyaratan Teknis dan Tata Cara Penimbunan Limbah B3 di Fasilitas Penimbusan Akhir merupakan revisi dari Keputusan Kepala Bapedal Nomor: Kep-04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3. Beberapa perubahan yang diatur dalam PERMEN ini antara lain adalah: 21. Pengenalan istilah fasilitas penimbusan akhir Limbah B3 sebagaimana dicantumkan dalam PP 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, 22. Perbedaan syarat antara fasilitas penimbusan akhir untuk Penimbun Limbah B3 dan Penghasil Limbah B3, 23. Perbedaan terkait dengan persyaratan jarak lokasi fasilitas penimbusan akhir Limbah B3, 24. Ketentuan tentang tabel klasifikasi kelas fasilitas penimbusan akhir Limbah B3 yang berbeda dengan peraturan sebelumnya, 25. Nilai konsentrasi hasil uji TCLP berdasarkan PP 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, 26. Penambahan beberapa persyaratan lokasi seperti jenis bencana dan jarak

136


dengan garis pantai, 27. Pengaturan tentang tata cara permohonan izin. 28. Limbah Kemasan B3 29. Rancangan PERMEN LHK ini mengatur tata cara Pengelolaan Limbah B3 berupa kemasan bekas B3. Limbah B3 dapat dinyatakan sebagai limbah non B3 jika telah dilakukan pembersihan dengan tahapan mengeluarkan isi B3 dan melakukan pencucian kemasan bekas B3 yang terbuat dari kaca, plastik, dan/atau logam dengan pelarut yang sesuai sekurang-kurangnya tiga kali. 30. Limbah Elektronik 31. Konsep Pengelolaan Limbah elektronik dalam draft Peraturan Menteri tentang Pengelolaan Limbah Elektronik mencakup pengelolaan limbah elektronik yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan sejenis rumah tangga, perkantoran, dan industri. Untuk pengelolaan limbah elektronik yang lebih baik, produsen barang elektronik diminta melakukan Extended Producer Responsibility (EPR) dan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan/atau pihak ketiga yaitu jasa industri pengolah limbah elektronik maupun recycling center.

32. Pengolahan Limbah B3 dengan Cara Termal Menggunakan Insinerator 33. Rancangan PERMEN LHK ini mengatur tata cara Pengolahan Limbah B3 dan prosedur perizinan Pengolahan Limbah B3 secara termal menggunakan insinerator. Insinerator adalah alat pembakar sampah yang dioperasikan menggunakan teknologi pembakaran dengan suhu tertentu, sehingga sampah dapat terbakar habis. 34. Rancangan PERMEN LHK ini juga telah mengatur baku mutu emisi udara dari insinerator, baku mutu efisiensi penghancuran dan penghilangan (DRE, Destruction Removal Efficiency), dan baku mutu untuk Pengelolaan Limbah B3 Cair yang dihasilkan dari kegiatan Pengolahan Limbah B3 menggunakan insinerator. LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

137


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

35. Pemanfaatan Limbah B3 36. Di bawah ini adalah beberapa persyaratan teknis pemanfaatan limbah B3: 37. Limbah B3 untuk digunakan sebagai material konstruksi dan bahan bangunan, 38. Produk material konstruksi (batako, bata merah, dan/atau produk sejenis) menggunakan limbah B3 sebagai bahan baku, 39. Produk pelumas menggunakan limbah B3 berupa oli bekas sebagai bahan baku, 40. Limbah B3 digunakan sebagai bahan bakar alternatif, 41. Baku mutu emisi udara dari kegiatan pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan bakar alternatif, 42. Baku mutu pengolahan limbah B3 cair dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan limbah B3, 43. Produk memenuhi SNI dan berdasarkan hasil uji coba Pemanfaatan Limbah B3. 44. Tata Cara Notifikasi dan Rekomendasi Ekspor Limbah B3 45. Berdasarkan PP 101 Tahun 2014, persetujuan ekspor limbah B3 akan diterbitkan Kementerian Perdagangan sesuai wewenangnya berdasarkan rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 46. Namun, pembahasan antarinstansi yang dikoordinasikan Kementerian Perdagangan sampai saat ini belum mencapai tahap final, sehingga peraturan terkait ekspor limbah B3 belum dapat diterbitkan. Karena itu, ekspor limbah B3 tetap diterbitkan oleh KLHK sebagai focal point untuk Konvensi Internasional terkait Perpindahan Limbah Lintas Batas. Kode HS untuk jenis limbah yang diekspor juga masih dalam pembahasan dengan pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 47. Penyimpanan Limbah B3 48. Fasilitas penyimpanan Limbah B3 yang dapat berupa bangunan, silo, kontainer, tanki, drip pad, penumpukan limbah (waste pile), waste impoundment, dan/atau fasilitas penyimpanan lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi. 49. Dumping Limbah 50. Kegiatan dumping limbah yang diatur dalam PERMEN LHK ini merupakan limbah yang bersumber dari: 51. Pemboran usaha, kegiatan eksplorasi, dan/atau eksploitasi di laut, 52. Usaha dan/atau kegiatan pertambangan berupa tailing. 53. PERMEN ini mengatur persyaratan–persyaratan kegiatan dumping limbah ke laut yang wajib dipenuhi pemohon izin dumping limbah ke laut, baik sebagai persyaratan permohonan, tata cara pelaksanaan dumping, maupun pascaoperasi (pelaksanaan) dumping limbah ke laut.

138


Rekapitulasi Status

Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 Permohonan pengelolaan limbah B3 yang diajukan melalui Unit Pelayanan Terpadu KLHK harus melalui proses verifikasi administrasi dan validasi administrasi. Verifikasi dilakukan melalui rapat pembahasan teknis dan verifikasi lapangan. Proses penerbitan dilakukan setelah semua tahap administrasi dan teknis ditandatangani Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, dan diserahkan kepada Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Persentase penerbitan izin atau notifikasi atau rekomendasi pada tahun 2015 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan persentase tersebut menunjukkan pemohon izin, notifikasi, atau rekomendasi telah mampu memenuhi persyaratan administrasi dan teknis permohonan perizinan pengelolaan limbah B3.

Permohonan Izin Pengelolaan Limbah B3

Total Permohonan

782

Pengumpulan

41

(5,24%)

Pemanfaatan

169

(21,6%)

Pengolahan

65

(8,3%)

Penimbunan

20

(2,5%)

Dumping

9

(2,4%)

Pengangkutan

287

(36,7%)

Ekspor Limbah B3

37

(4,7%)

Impor Limbah Non B3

144

(18,4%)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

139


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Penerbitan Izin Pengelolaan Limbah B3 Total Permohonan

782

Mendapatkan Izin

582 (74,4%)

Permohonan Ditolak

54 (7%)

Dalam Proses Penerbitan Izin

66 (8,4%)

Belum Memenuhi Persyaratan

80 (10,2%)

Penerbitan Izin Pengelolaan Limbah B3 (2012 – 2015)

74%

73%

2015

2014

Persentase terbitnya notifikasi ekspor Limbah B3 merupakan persentase yang tertinggi di antara semua permohonan non izin. Sementara itu, persentase penerbitan izin pengumpulan limbah B3 adalah yang tertinggi untuk permohonan izin.

62% 2013

Pengumpulan Pemanfaatan Pengolahan Penimbunan Dumping Pengangkutan Ekspor Limbah B3 Impor Limbah B3

140

55% 2012

76 % 52 % 54 % 45 % 63 % 83 % 95 % 93 %


Pengumpulan Limbah B3 Skala Nasional Kegiatan pelayanan verifikasi seksi pengumpulan Limbah B3 terdiri dari: 1. Memberikan konsultasi persyaratan administrasi dan teknis perizinan pengumpulan limbah B3 kepada Jasa Pengumpul Limbah B3, 2. Rapat koordinasi dengan pemerintah daerah, 3. Rapat dengan pemohon izin pengumpulan limbah B3 terkait kegiatan pengumpulan limbah B3 yang akan dilakukan. Izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan limbah B3 skala nasional berlaku untuk semua jenis limbah B3 yang bisa dikumpulkan dan tidak terbatas pada jenis limbah B3 berupa minyak pelumas bekas saja.

Total Permohonan

782

Permohonan Izin Pengumpulan Limbah B3 yang Diverifikasi Izin Terbit

26 (63%)

Masih Dalam Proses

11 (27%)

Ditolak

2 (5%)

Belum Lengkap Administrasi & Teknis 2 (5%) Merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), maka wewenang perizinan kegiatan pengumpulan limbah B3 diserahkan kepada pemerintah daerah, baik itu provinsi, kabupaten, atau kota, dan disesuaikan dengan kegiatannya. Izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan limbah B3 pada tahun 2015 diajukan oleh jasa pengelola limbah B3 yang berasal dari 13 provinsi dan didominasi oleh jasa pengumpul dari Jawa Barat.

Daerah Asal Jasa Pengelola Limbah B3

Total 41

Sumatera Utara (4)

Kalimantan Timur (5)

Kepulauan Riau (3)

Sulawesi Tengah (2)

Jambi (1)

DKI Jakarta (3)

Kalimantan Selatan (1)

Sulawesi Tenggara (1)

Nusa Tenggara Barat (1)

Banten (4) Jawa Barat (9)

Jawa Tengah (3)

Jawa Timur (4)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

141


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Pemanfaatan Limbah B3

Kegiatan pemanfaatan limbah B3 yang dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3 diatur dalam PP No. 101 tahun 2014 Pasal 54 ayat 1, 2, dan 3. Jenis layanan yang dilakukan Seksi Pengumpulan Limbah B3 terdiri dari: 1. Konsultasi teknis permohonan izin pemanfaatan limbah B3, 2. Verifikasi administrasi dan teknis terhadap pemohon izin pemanfaatan limbah B3, 3. Narasumber dalam kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai peraturan perundang-undangan di bidang pemanfaatan limbah B3 kepada pemerintah daerah, penghasil dan pemanfaat limbah B3, serta instansi terkait di bidang pemanfaatan limbah B3. Perizinan yang dikeluarkan dalam rangka Pemanfaatan Limbah B3, jenis izinnya meliputi: 1. Izin Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku, 2. Izin Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi, 3. Izin Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku, antara lain:

142

Total Permohonan Izin Diterima

169

Permohonan Izin Pemanfaatan Limbah B3 (Jan – Des 2015) Mendapatkan izin

75 (44,4%)

Dalam proses penerbitan izin

46 (27,21%)

Belum memenuhi persyaratan

25 (14,8%)

Permohonan ditolak

23 (13,6%)


Perkembangan industri yang semakin meningkat berdampak terhadap permohonan izin yang diajukan. Hal ini dapat dilihat dari gambar sebaran lokasi permohonan izin Pemanfaatan Limbah B3

Jawa Timur 29 (30.53%) Jakarta 1 (1.05%) Jawa Tengah 6 (6.32%) Kalimantan Timur 3 (3.16%) Kepulauan Riau 3 (3.16%) Kalimantan Selatan 2 (2.11%) Kalimantan Tengah 1 (1.05%) Nusa Tenggara Barat 1 (1.05%) Riau 4 (4.21%) Sulawesi Selatan 1 (1.05%) Sumatera Utara 5 (5.26%) Bali 1 (1.05%) Kep. Bangka Belitung 1 (1.05%) Banten 12 (12.63%) Gorontalo 1 (1.05%) Jawa Barat 24 (25.26%)

30,53% Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Substitusi Sumber Energi Pada Industri Semen

atau sebanyak 29 permohonan izin Pemanfaatan Limbah B3 berasal dari Jawa Timur, terbanyak dibandingkan provinsi-provinsi lainnya.

Indocement Citeureup

65.615,62 ton

Holcim Cibinong

397.992,02 ton

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

143


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Pengolahan Limbah B3

Kegiatan verifikasi lapangan Pengolahan Limbah B3 dilaksanakan untuk memastikan kondisi di lapangan sesuai dengan dokumen yang diajukan oleh pemohon usaha atau kegiatan ke Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3. Verifikasi lapangan dilakukan setelah proses pembahasan teknis kegiatan Pengolahan Limbah B3 antara KLHK dengan pemohon usaha dan/atau kegiatan.

Jenis permohonan perizinan pengolahan limbah B3 yang pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: a. Insinerator, b. Boiler, c. Elektrokoagulasi, d. Bioremediasi, e. Tank Cleaning, f. Sludge Oil Recovery

Permohonan Izin Pemanfaatan Limbah B3 (Jan – Des 2015) Mendapatkan Izin 31 Proses di Biro Hukum

4

Proses Draft SK 3

Permohonan Diterima

65

Permohonan Dikembalikan

8

Tindak Lanjut Verifikasi Lapangan

9

Verifikasi Lapangan 2 Tindak Lanjut Pembahasan Teknis

4

Pembahasan Teknis 4

144


Penimbunan Limbah B3 Seksi Penimbunan Limbah B3 bertugas melakukan pengumpulan dan pengolahan bahan penyiapan perumusan, pelaksanaan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis, serta supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang penimbunan

limbah bahan berbahaya dan beracun. Jenis perizinan penimbunan limbah B3 meliputi perizinan penimbunan limbah B3 di fasilitas penimbunan akhir (landfill), dam tailing, penempatan kembali di area bekas tambang (backfilling), dan sumur injeksi (reinjection).

Izin Penimbunan Limbah B3 2015 Permohonan Diterima

20

Mendapatkan Izin

7

Dalam Proses Penerbitan SK

5

Persyaratan Tidak Lengkap

7

Permohonan Dikembalikan

1

Jenis Permohonan Izin Penimbunan Limbah B3 2015 Total

20

Penimbunan akhir (landfill)

15

Dam tailing 3 Penempatan kembali di area bekas tambang (Backfilling)

1

Sumur injeksi (Reinjection well)

1

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

145


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Dumping Limbah Jenis perizinan pada Seksi Dumping Limbah B3 meliputi izin pembuangan tailing dari kegiatan pertambangan dan izin dumping serbuk bor dari hasil pemboran usaha, kegiatan eksplorasi, dan/ atau eksploitasi di laut menggunakan lumpur bor

berbahan dasar sintentis (synthetic-based mud). Selama tahun 2015, permohonan maupun izin yang terbit dari Seksi Dumping Limbah B3 hanya lah untuk kegiatan dumping dari limbah industri minyak dan gas bumi.

Izin Dumping Limbah B3 2015 Permohonan Diterima

19

SK terbit 9 SK dalam proses

4

Menunggu Izin Lingkungan

3

Menunggu Tindak Lanjut Teknis

2

Menunggu Presentasi

1

Pengangkutan Limbah B3 Salah satu layanan yang diberikan Seksi Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun adalah analisis dan pencetakan barcode (QR Code) untuk pengangkutan limbah B3. Review terhadap permohonan dilakukan melalui verifikasi

dokumen dengan mengundang pihak pemohon di kantor KLHK. Selain itu, dilakukan pula verifikasi lapangan untuk memastikan seluruh persyaratan teknis terpenuhi dan persyaratan administrasi mendapat pemutakhiran data bila diperlukan.

Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 2015 Permohonan Yang Diproses

287

Rekomendasi Diterbitkan

238

Draft Rekomendasi

1

Dalam Proses 16 Data Belum Lengkap

12

Permohonan Dikembalikan 20 Catatan: Jumlah permohonan tidak merefleksikan jumlah perusahaan pengangkut limbah B3, karena terdapat perusahaan yang mengajukan permohonan lebih dari satu kali dalam satu tahun.

146


Lokasi Permohonan Sumatera Utara 11 Riau 18 Kepulauan Riau 16 Jambi 3 Bangka Belitung 4 Sumatera Selatan 2 Lampung 1

Banten 15 DKI Jakarta 67 Jawa Barat 84 Jawa Tengah 7 Jawa Timur 39 Kalimantan Utara 1 Kalimantan Timur 10

Moda Transportasi

Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat

3 2 1 1 1 1

Alat angkut darat

244 (85%)

Alat angkut laut

43 (15%)

Notifikasi Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kegiatan notifikasi limbah B3 dan limbah non B3 terdiri dari Rekomendasi Impor Limbah Non B3 dan Notifikasi Ekspor Limbah Non B3. Dasar hukum rekomendasi impor limbah non B3 adalah Peraturan Menteri Perdagangan (PERMENDAG) Nomor 39 Tahun 2009 tentang Tata Cara Impor Limbah Non B3 dan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan PP 101 Tahun 2014. Dalam PERMENDAG Nomor 39 Tahun 2009, limbah non B3 yang dapat diimpor hanya yang berupa iron/metal scrap, paper scrap, plastic scrap,

Sisa: Skrap: Reja:

glass scrap, cotton scrap, dan latex scrap. Sementara, menurut PP No. 101 Tahun 2014 (pasal 74–75 dan pasal 123–124), setiap orang yang menghasilkan limbah B3, namun tidak mampu melakukan sendiri pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya dan tidak tersedia teknologi pemanfaatan limbah B3 dan/atau pengolahan limbah B3 tersebut di dalam negeri, maka dapat melakukan ekspor limbah B3 yang dihasilkannya ke negara lain yang dapat mengolah limbah B3 itu.

produk yang belum habis terpakai dalam proses produksi atau barang, yang masih mempunyai karakteristik yang sama namun fungsinya telah berubah dari barang aslinya. barang yang terdiri dari komponen-komponen yang sejenis atau tidak sejenis, yang terurai dari aslinya dan fungsinya tidak sama dengan barang aslinya. barang dalam bentuk terpotong-potong dan masih bersifat sama dengan barang aslinya, namun fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

147


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

1. Ketentuan Reeskpor a. Permendag No. 39 tahun 2009, Pasal 6, Ayat 2 Dalam hal limbah non B3 yang diimpor sebagian atau seluruhnya terbukti sebagai limbah B3 sebagaimana dimaksud, maka limbah non B3 dimaksud wajib dikirim kembali oleh IP Limbah Non B3 paling lama 90 hari sejak kedatangan barang berdasarkan dokumen kepabeanan yang berlaku,

b. Konvensi Basel (diratifikasi melalui Keppres No. 61 Tahun 1993) Pasal 9, Ayat 2 Jika kesalahan pada negara eksportir dan/ atau penghasil, negara pengekspor harus menerima kembali limbah B3 tersebut, dimana bila terhitung 30 hari sejak disampaikannya informasi oleh negara pengimpor kepada negara pengekspor dan tidak mendapat tanggapan, maka negara pengekspor tidak dapat menolak atau menghindari menerima limbah B3 tersebut.

2. Penanganan kontainer yang tidak mendapatkan tanggapan dari negara asal a. Revisi Penetapan Pengadilan Sebelumnya, “dikirim kembali/reeskpor ke negara asal� menjadi “dikirim ke negara asal atau negara lain yang memiliki sarana pengelolaan limbah B3",

b. Konvensi Basel Pasal 9, Ayat 4 Jika tidak dapat dipastikan kesalahannya terletak pada importir atau eksportir, maka dilakukan kerja sama antar negara importir dan eksportir untuk memastikan di negara mana limbah B3 tersebut dapat dikelola, sesuai dengan fasilitas yang memadai dan memenuhi persyaratan lingkungan.,

Rekomendasi Pengangkutan Limbah B3 2015 Permohonan Diterima

144

Izin Diterbitkan 134 Dalam Proses

Menunggu Kelengkapan Data

3 7

Lokasi Permohonan Jakarta 8 Jawa Timur 41 Jawa Tengah 10

148

Banten 34 Jawa Barat 35 Batam 10

Sumatera Utara Lampung

3 3


Status Reekspor Iron/Metal Scrap Ilegal Yang Ditangani KLHK 2015

358

kontainer telah direekspor

115 kontainer milik PT Pangeran Karang Murni telah dirreekspor ke negara asal yaitu Inggris 4 kontainer milik PT Putra Basingja Perkasa telah direekspor ke negara ketiga yang memiliki fasilitas pengolahan limbah tersebut yaitu Malaysia 112 kontainer milik PT Jakarta Cakra Tunggal Steel Mills telah direekspor ke negara ketiga yang memiliki fasilitas pengolahan limbah tersebut yaitu Thailand 127 kontainer milik PT Jakarta Central Asia Steel telah direekspor ke negara ketiga yang memiliki fasilitas pengolahan limbah tersebut yaitu Thailand

335

kontainer masih dalam proses reekspor

3. Persetujuan Ekspor Limbah B3 Setiap persetujuan atau rekomendasi ekpor limbah B3 memerlukan proses pemberitahuan terlebih dahulu kepada negara penerima untuk disetujui. Dalam melakukan ekspor limbah B3, setiap pelaksanaan loading limbah B3 sebelum diangkut oleh kapal harus disaksikan oleh perwakilan dari KLHK. Setiap ekspor limbah B3 harus disertai Movement Document. Dokumen ini mengiringi limbah B3 sampai di negara tujuan untuk memastikan realisasi ekspor limbah B3 tersebut. Limbah B3 memang dapat diekspor. Namun, jika dapat dikelola semakin dekat dengan sumbernya, maka akan lebih baik. Sehingga, saat ini pemerintah tetap mendorong pengembangan fasilitas pengelolaan limbah B3 di Indonesia yang lebih memadai dan berwawasan lingkungan. Selain itu, kami juga terus mensosialisasikan program 3R (reuse, reduce, dan recycle) atau memperlakukan limbah sebagai suatu sumber daya untuk mengurangi penumpukan limbah B3 tak bermanfaat.

Permohonan Notifikasi Ekspor Limbah B3

79

46,8%

37 2014

2015

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

149


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Status Notifikasi Ekspor Limbah B3 2015

Permohonan Diterima

37

Notifikasi Diterbitkan 35 Menunggu Perbaikan Dokumen

1

Dalam Tahap Evaluasi

1

Status Notifikasi Ekspor Limbah B3 2015

Total Notifikasi Diterbitkan

35

Menunggu Tanggapan

19

Disetujui 15 Ditolak 1

Jenis Limbah B3 Yang Diekspor 2015 mill scale zinc oxide powder Skrap e-waste spent catalyst baterai bekas limbah merkuri skrap PCB zinc dross calcium hydroxide sludge zinc metal copper cake aluminum dross

150

13 1 2 2 5 3 5 1 1 1 1 1 1


Negara Tujuan Ekspor Limbah B3 11

3

1 Hongkong

Filipina

2

8

Italia

3

1 Malaysia

1 1 Korea Sinagpura

Kanada

4

2 Taiwan

Swiss

Jepang China

Lokasi Perusahaan Eksportir Limbah B3 2015

Kepulauan Riau (1)

DKI Jakarta (8)

Sulawesi Selatan (1)

Banten (8) Jawa Barat (14)

Jawa Timur (5)

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

151


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

Penetapan Limbah B3 Penetapan suatu limbah sebagai limbah B3 atau non B3 mengacu pada PP No. 101 Tahun 2014, Pasal 3-9 dan Pasal 191–195. Jika terdapat limbah di luar daftar limbah yang tercantum dalam Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014 dan terindikasi memiliki karakteristik limbah B3, pemerintah dapat menetapkannya sebagai limbah B3. Namun, penghasil limbah B3, yang limbah B3nya tercantum pada Tabel 3 dan 4 Lampiran I PP No. 101 Tahun 2014, dapat mengajukan permohonan agar limbah B3-nya dapat ditetapkan sebagai limbah non B3. Permohonan tersebut dapat dilakukan jika adanya perubahan pemakaian bahan baku, bahan penolong, perubahan proses industri dan penggunaan teknologi baru. Untuk kondisi tersebut, diberlakukan istilah pengecualian limbah B3. Hasil dari penetapan pengecualian limbah B3 hanya berlaku untuk industri pemohon sehingga harus dilakukan kasus per kasus. Beberapa permohonan penetapan limbah yang mempertanyakan status limbah B3 atau limbah non B3 berdasarkan daftar limbah pada lampiran PP 101

tahun 2014, masuk dalam kategori permohonan mengklarifikasi limbah. Selain itu, dikenal juga istilah penetapan limbah B3 sebagai produk samping yang tercantum dalam Pasal 95 di bawah Bab Pemanfaatan Limbah B3. Produk samping merupakan produk sekunder yang dihasilkan dari suatu proses industri yang terintergrasi dengan proses utamanya. Produk samping lazimnya memiliki sifat pasti, dapat digunakan langsung tanpa proses lanjutan, dan memenuhi syarat dan/atau standar produk. Namun, sampai saat ini, belum ada permohonan yang masuk untuk penetapan limbah B3 sebagai produk samping. Kebijakan yang saat ini sedang disusun untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penetapan limbah adalah sebagai berikut: a. PERMEN LHK tentang Uji Karakteristik, b. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Tim Ahli Limbah B3, c. SOP proses permohonan Penetapan Limbah B3 dan Limbah Non B3.

1. Prosedur Permohonan Penetapan Limbah B3 dan Limbah Non B3 a. Tata Cara Penetapan Limbah 1. Penentuan limbah yang terindikasi memiliki karakteristik limbah B3, 2. Verifikasi lapangan dan pengambilan sampel limbah, 3. Uji karakteristik untuk identifikasi limbah B3, 4. Menteri menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi terhadap uji karakteristik, 5. Evaluasi oleh tim ahli limbah B3, 6. Rekomendasi dari tim ahli limbah B3 terhadap hasil evaluasi kepada menteri, 7. Bila tim ahli merekomendasikan penetapan sebagai limbah B3, maka menteri melakukan rapat koordinasi dengan kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian untuk membahas rekomendasi tim ahli limbah B3, 8. Berdasarkan hasil rapat koordinasi, menteri menetapkan limbah sebagai limbah B3 kategori 1 atau kategori 2.

152


TATA CARA UJI KARAKTERISTIK UNTUK PENETAPAN LIMBAH B3 (Diluar Lampiran I PP 101/2014) OLEH PEMERINTAH

b. Tata cara Pengecualian Limbah B3 1. Permohonan untuk mengajukan pengecualian limbah B3 kepada menteri dengan mengajukan proposal, 2. Limbah B3 yang dapat diajukan permohonan pengecualian dari Pengelolaan Limbah B3 harus: o Tercantum dalam lampiran I tabel 3 dan tabel 4 PP No. 101/2014, o Berasal dari proses produksi yang digunakan bersifat tetap dan konsisten, o Menggunakan bahan baku dan/atau bahan penolong yang bersifat tetap dan konsisten, o Limbah B3 yang dihasilkan bersifat tetap dan konsisten. 3. Pembahasan dengan tim ahli limbah B3, 4. Verifikasi lapangan dan pengambilan sample, 5. Melakukan uji karakteristik: o Karakteristik uji mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius dan/atau korosif sesuai lampiran II PP 101/2014. o Karakteristik beracun melalui TCLP sesuai lampiran III PP 101/2014 lebih besar dari kolom TCLP-A,

o Karakteristik beracun melalui uji Toksikologi LD50, dengan hasil uji < 50 mg/kg BB, o Karakteristik beracun melalui uji Toksikologi LD50, dengan hasil uji < 50 mg/kg BB, o Karakteristik beracun melalui uji toksikologi Sub-kronis sesuai lampiran II PP 101/2014. 6. Penyampaian hasil uji kerakteristik kepada menteri dilengkapi dengan permohonan pengecualian limbah B3 yang dihasilkannya kepada menteri, 7. Menteri menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi, 8. Tim ahli menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi, 9. Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli menetapkan: o Pengecualian dari pengelolaan limbah B3 terhadap limbah B3 sumber spesifik, o Limbah B3 dari sumber spesifik tidak dikecualikan dari pengelolaan limbah B3.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

153


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

c. Tata cara klarifikasi limbah 1. Permohonan klarifikasi limbah kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, 2. Presentasi oleh pihak pemohon, 3. Verifikasi lapangan oleh tim KLHK untuk identifikasi limbah 4. Pencocokan limbah dengan kodefikasi limbah yang tercantum pada lampiran I PP 101/2014, berdasarkan: a) MSDS yang dimiliki karakteristik limbah, b) Nomor CAS yang dimiliki,

c) Sumber limbah yang dihasilkan berdasarkan proses produksi, 5. Surat tanggapan klarifikasi limbah diterbitkan oleh Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3: a) Pernyataan bahwa limbah yang dimohonkan untuk diklarifikasi adalah limbah B3 dengan kodefikasi sesuai PP 101/2014 lampiran I, b) Pernyataan bahwa limbah yang dimohonkan untuk diklarifikasi adalah limbah non B3.

Status Permohonan Penetapan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Pengajuan klarifikasi status limbah

20 perusahaan

Surat tanggapan diterbitkan

14 perusahaan

Pertemuan teknis, verifikasi lapangan, dan tindak lanjut

3 perusahaan

Tidak hadir untuk pertemuan teknis

2 perusahaan

Masih dalam proses

1 perusahaan

Jenis Klarifikasi Status Limbah (Berdasarkan Lampiran PP No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3)

15 jenis

Terdaftar dalam lampiran

16 jenis

Tidak terdaftar dalam lampiran

154


Pelaksanaan

BIMBINGAN

TEKNIS

"

Meningkatkan pemahaman stakeholders sebagai upaya optimalisasi pengelolaan limbah B3 dan non B3

Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 bertugas mengadakan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis terkait pengelolaan B3, mulai dari pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan, penimbunan, dumping, dan notifikasi limbah B3 dan limbah non B3, serta rekomendasi limbah

"

lintas batas, seperti yang tertuang dalam PP No. 101 Tahun 2014. Salah satu tujuan utama diadakannya bimbingan teknis adalah meningkatkan pemahaman pengelolaan limbah B3 pada pihakpihak yang memiliki peran dalam pengelolaan limbah B3. Sehingga, upaya pengelolaan limbah B3 pun dapat berjalan optimal dan efisien.

1. Bimbingan Teknis Pada tahun 2015, kami telah mengadakan empat bimbingan teknis yang diadakan di Yogyakarta, Bandung, Denpasar, dan Padang. Tema umum yang menjadi benang merah keempat bimbingan teknis tersebut adalah pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3 menjadi sumber daya baru.

2. Workshop dan Sosialisasi a. Workshop Pengelolaan Limbah Elektronik untuk Sektor Informal

Workshop pengelolaan limbah elektronik dengan tema pemberdayaan sektor informal ini membahas kondisi pengelolaan limbah elektronik sektor informal yang berkembang di wilayah Jawa Barat, terutama di Bogor, Sukabumi, dan Bandung. Hasil dari workshop ini antara lain adalah inventarisasi limbah elektronik, pengembangan SDM di daerah, alokasi pendanaan, sistem insentif, pembinaan industri informal, dan kemungkinan pengembangan pilot project.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

155


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

b. Workshop Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Workshop yang dihadiri 24 Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah dan 67 rumah sakit ini membahas tentang pengelolaan limbah B3 sebagai sumber daya, pengelolaan limbah B3 fasilitas pelayanan kesehatan, serta arah regulasi pengelolaah limbah B3 untuk fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Sosialisasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Sosilalisasi ini diikuti oleh 53 Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah dan 25 rumah sakit. Beberapa hal yang dibahas antara lain adalah pengelolaan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk mengantisipasi limbah alat suntik yang akan meningkat karena vaksinasi oral akan ditiadakan. Selain itu juga ada usulan perlunya sosialisasi mengenai cara penanganan limbah B3 untuk masyarakat luas karena masih banyak masyarakat atau pemulung yang belum tahu bahwa limbah medis merupakan limbah B3.

d. Sosialisasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dihadiri oleh 42 Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah dan 35 rumah sakit, sosialisasi ini membahas beberapa hal, antara lain teknologi terbaru untuk pengelolaan limbah B3 dari fasyankes, status badan hukum pengangkutan limbah B3, rekomendasi pengangkutan dengan kendaraan roda B3, tinjauan dari sisi hukum terhadap rumah sakit yang melakukan pengolahan limbah B3 dengan insinerator tanpa izin dari KLHK, penerbitan izin untuk TPA regional, dan hal-hal lainnya.

e. Sosialisasi Sistem Rekomendasi Impor Limbah Non B3 (APRIEL)

Diikuti oleh lebih dari 35 importir yang berada di Jawa Timur, sosialisasi ini bertujuan memperkenalkan Aplikasi Rekomendasi Impor Limbah Non B3 dan Ekspor Limbah B3 (APRIEL) online yang telah dirilis pada 17 November 2015. Pemberlakuan sistem elektronik ini merupakan upaya percepatan pelaksanaan kegiatan impor yang dilakukan KLHK. Adanya sistem elektronik ini menunjukkan KLHK, khususnya Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, telah menuju kepada transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian rekomendasi impor limbah non B3.

156


f. Penyusunan Pedoman Teknis Tata Cara Pengolahan Limbah B3 dengan Cara Tank Cleaning

Dihadiri oleh 24 perusahaan tank cleaning, dari pertemuan ini didapatkan saran dan masukan untuk draft Pedoman Tata Cara Pengolahan Limbah B3 dengan Cara Tank Cleaning, mulai dari wajibnya perusahaan jasa pengolahan limbah B3 dengan cara tank cleaning wajib memiliki tenaga terdidik bidang analisis dan/atau pengelolaan limbah B3, Jenis alat tank cleaning yang wajib dimiliki oleh perusahaan jasa pengolahan limbah B3 dengan tank cleaning, hingga Standard operating procedure (SOP) kegiatan pengolahan limbah B3 dengan tank cleaning, mulai dari persiapan, pengambilan limbah B3, hingga penanggulangan pencemaran di laut.

g. Workshop Pengelolaan Limbah B3 melalui Kegiatan Penimbunan dan Dumping Limbah B3

Workshop ini dihadiri oleh 50 orang perwakilan instansi pemerintah dan perwakilan perusahaan yang telah memiliki izin Penimbunan dan Dumping yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam workshop tersebut dibahas gambaran pelaksanaan kegiatan penimbunan limbah B3 pada fasilitas reinjection dan back filling, penerapan modeling pada kegiatan dumping, serta pengelolaan limbah B3 fasa padat dan cair.

h. Workshop Perpindahan Limbah Lintas batas Ilegal (Illegal Traffic)

Pertemuan dengan isu illegal traffic ini baru pertama kali diadakan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3.

i. Workshop Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Workshop ini ditujukan sebagai forum bertukar informasi antar pengangkut limbah B3. Mereka juga diharapkan dapat memberi masukan terkait pelaksanaan pemberian rekomendasi dan izin pengangkutan limbah B3.

j. Supervisi Perizinan Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 di Daerah

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan koordinasi pelaksanaan pelayanan perizinan penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 di daerah.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

157


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

3. Kerja Sama Luar Negeri a. Konvensi Basel

1. The 12th Meeting of the Conference of The Parties (COP), Konvensi Basel (Jenewa, Swiss, 4 – 15 Mei 2015) Pertemuan ini merupakan sinergi dari the 7th Meeting of the COP, Konvensi Rotterdam, dan the 7th Meeting of the COP, Konvensi Stockholm. Delegasi Indonesia yang menghadiri pertemuan tersebut terdiri dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, KBRI Nairobi, dan PTRI Jenewa. 2. Joint Ceremony Ban Amendment, Indonesia-Switzerland Country Led Initiative (CLI) to Improve the Effectiveness of the Basel Convention Acara ini merupakan bentuk apresiasi kepada Pantai Gading, Guatemala, Benin, Kolombia, Republik Kongo, dan Peru yang telah meratifikasi ban amendment sejak COP-11 Konvensi Basel. Dalam acara tersebut, Swiss diwakili oleh Bruno Oberle, Sekretaris Negara Swiss Federal Office for the Environment, dan Indonesia diwakili oleh Rasio Ridho Sani, Sesmen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. 3. Environmental Network for Optimizing Regulatory on Illegal Traffic (ENFORCE) ENFORCE berada dibawah Konvensi Basel untuk mendorong negara-negara pihak mematuhi ketentuan mengenai perpindahan limbah B3 lintas batas agar tidak terjadi illegal traffic. ENFORCE juga berperan untuk memberikan pengembangan kapasitas bagi negara-negara yang memerlukan. Sejak COP-11, Jepang telah bersedia menyiapkan bantuan pendanaan dan berperan sebagai co-chair ENFORCE. Namun, sehubungan dengan terjadinya perubahan struktur organisasi di Kementerian Lingkungan Hidup Jepang, maka sejak COP-12 mandat tersebut diberikan kepada Indonesia. Upik Sitti Aslia mewakili Indonesia sebagai co-chair ENFORCE sekaligus mewakili Asian Network. 4. IMPEL (European Union Network for the Implementation and Enforcement of Environmental Law) (Ljubljana, Slovenia, 30 September – 2 Oktober 2015) Pertemuan ini membahas pengelolaan limbah lintas batas dan penyelesaian illegal traffic di antara negara-negara Eropa. Indonesia yang diwakili oleh Upik Sitti Aslia menjadi satu-satuya perwakilan dari luar Uni Eropa yang juga mewakili Asian Network dan co-chair ENFORCE.

158


5. Expert Working Group on Environmental Sound Management (EWG-ESM) (San Fransisco, Amerika Serikat, 10 – 12 November 2015) Terbentuknya Expert Working Group on Environmental Sound Management merupakan salah satu mandat dari diadopsinya CLI di bawah Konvensi Basel. Kerangka Environmentally Sound Management (ESM) for Hazardous Waste mempromosikan pengelolaan limbah B3 yang berwawasan lingkungan dengan menyusun tool kit berupa manual, fact sheet, dan guidance yang dapat dijadikan acuan seluruh negara pihak Konvensi Basel. Sebelum disahkan, tool kit ini akan diuji coba ke beberapa negara melalui usulan pilot project. Manual yang disusun dalam EWG-ESM-4 ini sejalan dengan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 yang akan dikembangkan untuk dilaksanakan tahun depan, sehingga dapat dijadikan acuan menyusun pedoman penilaian kinerja.

b. Basel Forum, Korea (Seoul, Korea, 3 – 4 September 2015)

Forum yang diinisiasi Korea, Jepang, dan Tiongkok ini membahas inti pembahasan dari Konvensi Basel. Tujuan dari dibentuknya Basel Forum adalah membawa aspirasi dan kepentingan negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur yaitu Cina, Jepang dan Korea. Pada Basel Forum ke-5 tersebut, dilakukan kunjungan ke pameran mengenai penggunaan teknologi ramah lingkungan dan teknologi 3R yang ada di wilayah Korea Selatan, lalu dilanjutkan dengan kunjungan ke recycling center untuk limbah non B3 dan limbah B3, khususnya limbah elektronik. Selain itu, negara-negara peserta Basel Forum, Korea, Jepang, Tiongkok, Indonesia, Thailand, Filipina, Iran, dan Hong Kong mempresentasikan kebijakan pengelolaan limbah elektronik di negara mereka masing-masing. BCRC-SEA (Basel Convention Regional Center for South-East Asia) juga menyampaikan status perkembangan ekspor-impor limbah B3 di negara-negara ASEAN. Dari pertemuan tersebut, diperoleh beberapa rekomendasi, antara lain: • Perlu ada campur tangan pemerintah dalam pengelolaan limbah elektronik, terutama dari sumber rumah tangga. Untuk itu, perlu dilakukan pengembangan dan pembangunan recycling center dan dropping point limbah elektronik di seluruh wilayah setiap negara, • Penerapan sistem insentif untuk pembiayaan pengelolaan limbah elektronik, sehingga pengelolaan limbah elektronik mulai dari pengumpulan, transportasi, dan pengolahannya di recycling center dapat lebih terjamin.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

159


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

c. U.S. EPA (United States Environmental Protection Agency) – Networking on Electronic Waste (Bogota, Kolombia, 21 – 24 September)

Kerja sama Indonesia – U.S. EPA telah dilakukan sejak tahun 2009. Kerja sama ini direalisasikan dalam bentuk workshop International E-Waste Management Network (IEMN) yang dilakukan setiap tahunnya di negara-negara anggota yang terdiri dari negara berkembang, negara maju, dan juga Basel Convention Regional Center. Workshop IEMN kelima ini dihadiri oleh Indonesia, Taiwan, Amerika Serikat, Costa Rica, Cili, Trinidad, Tobago, Argentina, Malaysia, Meksiko, Thailand, Brazil, Africa Selatan, India, Filipina, Tuvalu, El Savador, Mesir, dan juga Kolombia sebagai tuan rumah. Masing-masing peserta, termasuk Indonesia, menjelaskan situasi pengelolaan limbah elektronik di negaranya, termasuk peraturan pelaksanaan pengelolaan, industri penghasil, daur ulang, dan penerapan take back programme limbah elektronik. Salah satu rekomendasi tindak lanjut yang diperoleh dari workshop ini adalah pengelolaan limbah elektronik di Indonesia harus dibuat dalam satu legal framework agar setiap pihak dapat menjalankan fungsinya dengan optimal dan efektif. Pembahasan-pembahasan pada workshop dan kerja sama ini juga sangat membantu Indonesia yang sedang menyusun peraturan menteri mengenai pengelolaan limbah elektronik secara nasional.

d. Asian Network Workshop for the Prevention of Illegal Trafficking of Hazardous Waste (Singapura, 23 – 25 November 2015)

Pertemuan ini diselenggarakan oleh National Environment Agency of Singapore (NEA), Ministry of the Environment Japan (MOEJ), dan Basel Convention Regional Center South-East Asia (BCRC-SEA). Sebanyak 61 perserta, di antaranya perwakilan dari Competent Authority/Focal Point untuk Konvensi Basel dari Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, pihak pengamat, dan organisasi internasional. Pada workshop ini, disampaikan perkembangan kebijakan nasional negara-negara peserta dalam mengimplementasikan Konvensi Basel. Selain itu, dibahas juga mengenai hasil dari COP-12 Konvensi Basel dan intersessional work dalam mempersiapkan COP13 yang akan diadakan pada tahun 2016 dengan narasumber dari Sekretariat Konvensi Basel dan Institute of Developing Economies, Japan External Trade Organization (IDE-JETRO).

e. Basel Convention Regional Center for South East Asia (BCRC-SEA)

Acara yang digelar di Indonesia ini merupakan salah satu indikator kinerja Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 khususnya Subdit Penetapan dan Notifikasi Limbah B3 dan Limbah Non B3. Secara mandat, BCRC-SEA melayani networking dan pengembangan kapasitas negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kontrak BCRCSEA sendiri telah diperpanjang oleh Sekretariat Konvensi Basel sampai dengan tahun 2018.

160


Kegiatan yang telah dilakukan oleh BCRC-SEA sepanjang tahun 2015 terdiri dari: 1. Pertemuan regional pertama untuk persiapan COP Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm 2015 (Jakarta, 19 – 20 Maret 2015) Pertemuan diselenggarakan oleh Sekretariat Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm (BRS) dengan dukungan dari BCRCSEA/SCRC Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sebagai tuan rumah. Pertemuan dihadiri 155 peserta, termasuk perwakilan dari 39 negara pihak, 6 organisasi antarpemerintah, 6 LSM, serta 6 BCRC-SEA dan SCRC. Salah satu tujuan dari pertemuan ini adalah mensosialisasikan poin-poin dalam draft agenda dan penyelenggaraan kerja COP Konvensi Basel, Rotterdam, dan Stockholm pada 4 – 15 Mei 2015 kepada para peserta. Terlebih lagi, kita harus mendiskusikan prioritas dan posisi regional dalam COP mendatang. 2. Studi tentang pengelolaan E-waste di kawasan ASEAN (Jakarta, 22 Juni 2015) Sebuah pertemuan kolaborasi antara BCRC-SEA dan UNEP Division of Technology, Industry and Economic, International Environmental Technology Centre (UNEP-DTIE-IETC) diadakan untuk membahas kerangka studi pengelolaan e-waste di kawasan ASEAN tersebut. Pertemuan ini dihadiri oleh 31 peserta nasional dari pemerintahan, industri, asosiasi, LSM, serta pakar e-waste ini membahas situasi pengelolaan e-waste di Indonesia saat ini. 3. Workshop of the Asian Network for Prevention of Illegal Transboundary Movement of Hazardous Wastes (Singapura, 23 – 25 November 2015) Workshop ini merupakan hasil kerja sama antara National Environment Agency (NEA) of Singapore, Ministry of the Environment of Japan (MOEJ), dan Basel Convention Regional Centre for South-East Asia (BCRC-SEA). Tujuan adalah untuk meningkatkan kapasitas negara peserta dalam implementasi Konvensi Basel dan untuk memfasilitasi pertukaran dan penyebaran informasi terkait pencegahan perpindahan limbah B3 lintas batas secara illegal.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

161


DIREK TORAT VERIFIK ASI PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3

4. Buku dan Studi a. Penerjemahan buku pedoman penegakan hukum pengendalian pengiriman bahan kimia dan limbah ilegal

Ini adalah proyek kerja sama BCRC-SEA dengan UNEP Regional Office for Asia Pacific (UNEP ROAP), dibawah Regional Enforcement Network for Chemicals and Waste Project (REN). Indonesia merupakan salah satu anggota dari 25 negara peserta. Kegiatan dimulai pada bulan Juli 2015 dan hingga saat ini masih berlangsung.

b. Studi tentang pengelolaan e-waste di kawasan ASEAN

Dalam studi ini, BCRC-SEA bekerjasama dengan UNEP, Division of Technology, Industry and Economics, International Environmental Technology Centre (UNEP DTIE-IETC). Dimulai pada bulan Desember 2015, studi ini berlangsung hingga Agustus 2016.

c. Partisipasi dalam pertemuan, workshop, maupun konferensi nasional, regional, dan internasional

Selama tahun 2015, BCRC-SEA telah berpartisipasi dalam delapan pertemuan, workshop, dan konferensi mengenai pengelolaan limbah B3 maupun non B3 di tingkat nasional (Makassar dan Batam), regional (Kamboja, Myanmar, dan Korea Selatan), hingga internasional (Swiss).

Pelaksanaan Penggunaan Stiker Barcode pada Manifest Limbah B3 dan Rekapitulasi Pelaporan Manifest Limbah B3

4.125.584

stiker barcode telah dicetak oleh KLHK untuk perusahaan pengangkut yang memiliki rekomendasi dan izin pengangkutan limbah B3, sejak Juni 2013.

162


PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

Memperbaiki

untuk

Kesehatan Lingkungan Hidup dan Manusia LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

163


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

Kegiatan usaha berbagai sektor industri, mulai dari pertambangan, energi, minyak, gas, jasa, pertanian, perdagangan, dan lainnya menghasilkan sisa kegiatan berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Kesalahan dalam pengelolaan limbah B3 dari kegiatan usaha dapat menyebabkan pencemaran dan kontaminasi terhadap lahan maupun sumber air. Hal tersebut tentu akan mengakibatkan memburuknya kesehatan lingkungan hidup dan masyarakat. Untuk itu, harus dilakukan usaha pemulihan fungsi lingkungan hidup pada daerah yang terkontaminasi melalui kegiatan pemulihan atau tindakan tanggap darurat apabila terjadi kecelakaan ataupun kesalahan dalam pengelolaan limbah B3.

164


Memulihkan dan Memberdayakan

"

Upaya aktif melindungi hak warga negara atas lingkungan yang berkualitas.

"

Pencemaran limbah B3 terhadap lingkungan tentu tidak hanya berpengaruh terhadap alam saja. Seluruh makhluk hidup yang hidup di lingkungan tersebut, dari tanaman, hewan, hingga manusia tentu akan terkena dampak negatifnya. Akibatnya, tidak hanya kenyamanan dan kualitas hidup saja yang terganggu, kesehatan masyarakat di daerah yang tercemar dan terkontaminasi itu tentu juga akan memburuk. Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 bertanggung jawab memastikan pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 oleh pelaku kegiatan usaha yang melanggar aturan dan menyelenggarakan aksi tanggap darurat limbah B3, berkoordinasi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terkait. Untuk mecapai tujuannya, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 memiliki lima rencana kerja hingga tahun 2019, yaitu: 1. Sistem dan mekanisme identifikasi, dan inventarisasi lahan terkontaminasi limbah B3 tersedia, 2. Lahan terkontaminasi limbah B3 teridentifikasi dan terinventarisasi setiap tahun, dengan identifikasi tahap pertama pada Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, 3. Lahan terkontaminasi limbah B3 yang dipulihkan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan meningkat setiap tahun, 4. Sistem dan mekanisme tanggap darurat limbah B3 tersedia dan beroperasi.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

165


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

Mekanisme

"

Pemulihan

Langkah awal untuk mendukung kebutuhan pengelolaan B3 dengan tepat.

"

Tahapan dan Mekanisme Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 A. Perencanaan Perencanaan pelaksanaan pemulihan dan pengolahan tanah terkontaminasi limbah B3

B. Pelaksanaan • Survei lahan terkontaminasi limbah B3 • Penetapan lokasi titik sampling lahan terkontaminasi limbah B3

166

• Kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3


C. Evaluasi Untuk menentukan suatu lahan terkontaminasi telah bersih atau tidak dari limbah B3 perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas tanah sebagai pembanding atau acuan. Standar yang dapat digunakan sebagai acuan tingkat keberhasilan dalam penanganan lahan tercemar harus memenuhi salah satu atau gabungan kriteria sebagai berikut: 1. Titik referensi

2. Pendekatan standar penggunaan lahan 3. Tingkat kajian dasar risiko (risk based screening level) Jika hasil evaluasi menyatakan bersih, maka KLHK akan menerbitkan surat SSPLT (Surat Status Penyelesaian Lahan Terkontaminasi) atau SKPLT (Surat Keputusan Penyelesaian Lahan Terkontaminasi).

D. Pemantauan Untuk memastikan keberhasilan pembersihan lahan terkontaminasi limbah B3, penanggung jawab usaha atau kegiatan wajib melakukan pemantauan terhadap sampel air tanah di lokasi limbah B3 sesuai dengan dokumen laporan penanganan pemulihan lahan

terkontaminasi. Frekuensi pemantauan dilaksanakan setiap enam bulan sekali selama satu tahun, terhitung sejak dikeluarkannya SSPLT dan analisis air tanah yang dilakukan oleh laboratorium yang telah diakreditasi.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

167


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

PemulihanLahan

"

Memperhatikan antara luas area terkontaminasi dengan volume

"

Luas lahan terkontaminasi limbah B3 dari sektor pertambangan, energi, dan migas (PEM) yang berhasil dipulihkan adalah yang terluas dibandingkan sektor-sektor lainnya, yaitu seluas 447.836,83 Ha. Posisi kedua ditempati oleh lahan terkontaminasi B3 pada sektor manufaktur, agroindustri, dan jasa (MAJA). Meski begitu, dari segi tonase yang memperhitungkan kedalaman lahan yang terkontaminasi, sektor MAJA lebih luas dibandingkan PEM. Sementara itu, pada sektor non institusi atau lahan tak bertuan, lahan terkontaminasi limbah B3 yang berhasil dipulihkan adalah yang terkecil berdasarkan sisi luas dan tonasenya. Hal

168

ini disebabkan pada tahun 2015 KLHK belum memperoleh banyak data mengenai lahan terkontaminasi limbah B3 pada sektor non institusi karena proses identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi limbah B3 masih berlangsung. Namun, jika melihat data dari Status Surat Pemulihan Lahan Terkontaminasi (SSPLT), luas lahan terkontaminasi limbah B3 dari sektor MAJA justru yang tertinggi dengan luas 39.943,11 Ha. Tonase lahan terkontaminasi pada sektor tersebut juga tinggi, 364.825 ton. Sementara, luas lahan terkontaminasi limbah B3 pada sektor pertambangan adalah 25.660 Ha.


Total Lahan Tekontaminasi

745.980,34 m2

Luas Lahan Terkontaminasi Per Sektor (m2) MAJA 277.114,61 PEM 451.935,73 TANI 16.270,00

Total Tonase Lahan Tekontaminasi

676.429.13

Tonase Lahan Terkontaminasi Per Sektor MAJA 365.511,15 PEM 294.731,73 TANI 16.186,25

Total Luas

65.673,1

Total Luas Per Sektor

(Berdasarkan Status Surat Pemulihan Lahan Terkontaminasi) MAJA 39.943,1 PEM 25.660,0 TANI 70,0

Total Tonase

389.354,06

Total Tonase Per Sektor

(Berdasarkan Status Surat Pemulihan Lahan Terkontaminasi) MAJA 364.825,11 PEM 24.068,7 TANI 460,25

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

169


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

I. Membangun Sistem dan Mekanisme Agar proses inventarisasi dan identifikasi lahan terkontaminasi limbah B3 berjalan optimal, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap

Darurat B3 membuat sistem dan mekanisme inventarisasi dan identifikasi lahan terkontaminasi limbah B3 sebagai berikut:

1. SOP (standard operating procedure) Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Terkontamiansi Limbah B3 Untuk membangun sistem inventarisasi dan identifikasi lahan terkontaminasi limbah B3, dibutuhkan SOP yang memadai. Terutama untuk kasus lingkungan yang berkaitan dengan penanganan timbunan atau buangan limbah B3

yang telah atau diduga dapat mengontaminasi lahan, namun belum diinformasikan dengan baik. Sehingga, untuk penanganan yang tepat dan optimal, pengetahuan tentang prosedur yang harus dilakukan di lapangan sangatlah dibutuhkan

2. Pembuatan Aplikasi Elektronik Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Lahan terkontaminasi limbah B3 di tingkat nasional tersebar di berbagai wilayah dengan berbagai tingkat permasalahan dari berbagai sektor, seperti pertambangan energi minyak dan gas (PEM), manufaktur, agroindustri, dan jasa. Kesemua lahan terkontaminasi tersebut membutuhkan pemulihan. Aplikasi ini dibangun dengan menitikberatkan pada peta sebaran lahan terkontaminasi limbah B3 sebagai instrumen

analisis dan pelaporan dalam kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3. Dengan analisis jenis dan pengkodean limbah B3 yang tepat, KLHK dan institusi lingkungan hidup daerah dapat menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap lahan terkontaminasi limbah B3 tersebut dalam rangka pemulihan fungsi lingkungan.

3. Film Dokumentasi Kegiatan Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan derasnya arus penyebaran informasi melalui media elektronik. Hal ini merupakan peluang baik bagi KLHK untuk menyebarkan informasi dan mengedukasi masyarakat mengenai

pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 melalui media elektronik audio visual. Sehingga, melalui film ini, masyarakat dapat melihat kondisi nyata lahan terkontaminasi dan dampak kontaminasi limbah B3 terhadap lingkungan dan manusia.

4. Buku Pembelajaran dan Pengalaman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Sektor Migas Tahun 2015 Industri minyak dan gas bumi (migas) adalah salah satu sektor pembangunan yang telah berlangsung sejak lama dan masih akan terus berjalan hingga cadangan minyak dan gas bumi habis. Secara umum, industri migas dilakukan dalam beberapa tahapan, mulai dari eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, hingga pemasaran.

170

Setiap tahapan kegiatan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Namun, dampak negatif tersebut dapat diminimalisir dengan penanganan dan pengetahuan pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 yang tepat.


Beberapa contoh pengalaman dan pembelajaran pemulihan lahan terkontaminasi yang telah dilakukan perusahaan dari sektor migas yang

dapat ditemukan di buku tersebut antara lain adalah:

a. PT Pertamina (Persero), Refinery (RU) VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat

Kebocoran pipa minyak yang mencapai pesisir pantai dan mengenai empat kecamatan di Kabupaten Indramayu pada tahun 2008.

b. Lahan terkontaminasi minyak mentah dan diduga sludge oil di Tarakan, Kalimantan Utara

Lahan terkontaminasi minyak mentah dan diduga sludge oil (lantung) pada 2014, yang mayoritas berada di wilayah pemukiman dan fasilitas umum.

c. PT Pertamina (Persero) Refinery (RU) V Balikpapan

Lahan terkontaminasi limbah cair acid sludge dan limbah padat clay yang belum berhasil dipulihkan. Proses pemulihan ditargetkan akan selesai pada tahun 2017.

d. Conoco Phillips Indonesia

Lahan terkontaminasi limbah serbuk bor berupa cairan. Kontaminasi lahan ini terjadi akibat pengelolaan limbah serbuk bor yang tidak dilakukan melalui sistem tertutup.

5. Buku Tanya Jawab Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 wajib dilakukan terhadap lahan terkontaminasi limbah B3 yang ada penanggung jawab maupun yang tidak ada penanggung jawabnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Buku ini disusun untuk mempermudah penanggung jawab usaha

maupun instansi pemerintahan memahami tatacara pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3. Buku ini disusun dengan mengumpulkan pertanyaan, masukan, serta tanggapan mengenai pemulihan lahan terkontaminasi B3 dari penanggung jawab usaha dan instansi lainnya.

6. Pembinaan Teknis Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 Bimbingan teknis ini telah diadakan di Denpasar, Bali, pada 19 – 21 Agustus 2015, dalam dua sesi. Sesi pertama mengundang peserta dari pemerintah daerah dan sesi kedua dengan peserta dari industri. Pembinaan teknis ini bertujuan membangun sistem inventarisasi dan identifikasi

di daerah melalui peningkatan kapasitas instansi lingkungan hidup daerah dan pemahaman pelaku industri dalam memulihkan lahan terkontaminasi limbah B3. Materi yang disampaikan adalah kebijakan dan peraturan tentang pemulihan lahan dan tanggap

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

171


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

darurat pengelolaan limbah B3, sistem serta mekanisme inventarisasi dan identifikasi lahan terkontaminasi limbah B3, sistem dan tanggap mekanisme lahan terkontaminasi limbah B3, konsep pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3, pemulihan lahan non institusi limbah B3, sistem dan mekanisme tanggap darurat pengelolaan limbah B3. Sebelum bimbingan, peserta mengisi pre-test

untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta mengenai materi yang akan diberikan. Lalu setelah bimbingan, peserta diberikan post-test untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan mengukur efektivitas bimbingan teknis. Dengan sistem inventarisasi dan identifikasi yang lebih baik, volume lahan terkontaminasi limbah B3 yang berhasil dipulihkan pun diharapkan akan meningkat.

Jumlah Peserta Bimbingan Teknis

48 64 peserta

dari instansi pemerintah daerah yang diundang

peserta

172

dari industri yang diundang


Identifikasi, Inventarisasi,

dan Kerja Sama Internasional

"

Mengidentifikasi untuk memperbaiki dan aktif berkontribusi untuk kepentingan lingkungan hidup dan manusia.

I. Identifikasi dan Inventarisasi Pertumbuhan industri dan pemakaian produk berbahan kimia dalam kegiatan produksinya tentu akan mendorong peningkatan timbulan limbah B3 sisa kegiatan produksi. Idealnya, limbah B3 tersebut harus dikelola sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, masih ada saja pihak tidak bertanggung jawab yang membuang limbah B3 ke media lingkungan. Tindakan tersebut tentu mengakibatkan suatu lahan terkontaminasi limbah B3. Jika tidak dilakukan tindakan pemulihan lebih lanjut, maka akan berdampak buruk terhadap

"

kualitas lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Karena itulah kegiatan identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi limbah B3 perlu dilakukan di Indonesia. Pada tahun 2015, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 telah melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap lahan terkontaminasi limbah B3 di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Tujuannya adalah untuk mengetahui peta sebaran lahan terkontaminasi di ketiga wilayah tersebut.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

173


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Total Lahan Tekontaminasi

76

Ada Penanggung Jawab

54

Tidak Ada Penanggung Jawab

22

71%

lahan terkontaminasi limbah B3 yang ada penanggung jawabnya terkontaminasi limbah fly ash, bottom ash, sludge IPAL, dan sludge oil.

Sebagian besar lahan terkontaminasi limbah B3 tanpa penanggung jawab terkontaminasi limbah hasil penambangan emas tanpa izin (PETI) berupa buangan merkuri. Selain itu, limbah juga berasal dari home industry peleburan dan kerajinan logam berupa slag logam dan abu sisa peleburan logam

Sebaran lahan terkontaminasi limbah B3 di Indonesia tahun 2015

Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Institusi

79%

Non Institusi

21%

Fly ash dan bottom ash 23% Mercury 8% Sludge IPAL

24%

Sludge Oil

5%

Slag 14% Pb 5% Oli Bekas

174

21%


II. Kerjasama Internasional Pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi yang saat ini telah dilaksanakan di Indonesia masih menghadapi banyak kendala, seperti minimnya pengetahuan dan informasi mengenai identifikasi lahan yang telah atau diduga terkontaminasi limbah B3, teknologi penanganan kontaminasi limbah B3, proses pemulihan, dan prosedur pelaksanaan pemulihan. Berdasarkan hal tersebut Direktorat

1. PROGRAM MAGANG DI US-EPA (UNITED STATES ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY) Tanggal Pelaksanaan : 27 September – 9 Oktober 2015

Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 dengan dukungan Sekretaris Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 menjalin kerja sama internasional. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan sistem pemulihan dan kontaminasi limbah B3 yang ada di Indonesia serta meningkatkan keterampilan staf pemerintah pusat dan daerah dalam bidang pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3.

Jumlah Peserta Magang: 3 orang perwakilan Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

MATERI: 1. Overview kebijakan 2. Diskusi dan kunjungan lapangan ke beberapa lahan terkontaminasi limbah B3 yang pada saat itu sedang dalam proses pemulihan. Lahan terkontaminasi tersebut berada di wilayah perusahaan manufaktur, agroindustri, pertambangan/ energi/ minyak dan gas, serta jasa pengelolaan limbah B3.

Lokasi: US-EPA Region 4 Atlanta, US-EPA Region 5 Detroit, dan US-EPA Headquarters di Washington D.C.

REKOMENDASI: 1. Perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk memperkuat infrastruktur dan sistem pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 2. Melibatkan lebih banyak personel di Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 agar transfer informasi dan teknologinya dapat lebih merata

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

175


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

2. BANTUAN TEKNIS TENAGA AHLI USEPA

Durasi kegiatan : 2 minggu

Peserta : Tim tenaga ahli US-EPA

MATERI: 1. Diskusi kebijakan pemulihan di Indonesia 2. Transfer informasi dan masukan mengenai kebijakan pemulihan lahan terkontaminasi dan sistem tanggap darurat limbah B3 yang tengah dibangun di Indonesia 3. Kunjungan lapangan untuk melihat proses pemulihan ke beberapa lokasi lahan terkontaminasi limbah B3 di Kalimantan Timur: PT DSM Melanine (Bontang), RU 5 PT Pertamina (Balikpapan), PT Vico Indonesia (Muara Badak, Kutai Kartanegara). 4. Masukan terkait teknologi pemulihan yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia pada saat ini

REKOMENDASI 1. Perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk memperkuat infrastruktur dan sistem pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 2. Melibatkan lebih banyak personel di Direktorat Pemulihan dan Kontaminasi Tanggap Darurat Limbah B3 agar transfer informasi dan teknologinya dapat lebih merata

3. WORKSHOP INTERNATIONAL COMMITTEE ON CONTAMINATED LAND (ICCL) Lokasi : Melbourne, Australia

Peserta Internal: 1 orang perwakilan Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3

176

MATERI: Kegiatan kontaminasi lahan di berbagai negara

REKOMENDASI 1. Perlu ada pengembangan dalam kriteria baku yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan lahan terkontaminasi maupun penetapan lahan yang telah selesai dipulihkan 2. Pengalaman Korea Selatan menggunakan kriteria kontaminan pada tanah (soil contamination criteria), tingkat risiko, serta pembagian wilayahnya dapat menjadi bahan pembelajaran dalam menentukan kriteria yang akan diberlakukan di Indonesia.


4. WORKSHOP ON SOUND MANAGEMENT OF USED LEAD ACID BATTERIES (ULAB)

Tanggal Pelaksanaan: 26 – 27 November 2015

Lokasi : Osaka, Jepang

Peserta Internal: Indonesia, Kamboja, Jepang, pakar-pakar dari WHO, Black Smith Institute, USEPA, UNEP (United Nations Environmental Programme), IETC (International Environmental Technology Centre), serta BCRC (Bassel Convention Regional Centre) Amerika Latin dan Meksiko.

5. KUNJUNGAN LAPANGAN KE KOREA SELATAN Tanggal Pelaksanaan : 10 – 17 November 2015

Lokasi: Fasilitas sanitary landfill di Sudokwon, fasilitas pengelolaan sampah di MAPO Resource Recovery Plant, dan Korea Environmental Industry and Technology Institute (KEITI)

MATERI: 1. Review atas kondisi peredaran ULAB secara internasional 2. Manajemen daur ulang ULAB serta keterkaitannya dengan lingkungan dan kesehatan manusia 3. Pertukaran informasi kebijakan pemerintah dan aksi oleh pemangku kepentingan untuk mengatasi risiko dari kegiatan daur ulang ULAB 4. Identifikasi potensi aktivitas UNEP ke depannya untuk menciptakan daur ulang ULAB yang ramah lingkungan 5. Finalisasi laporan akhir usulan aktivitas UNEP di masa depan dalam rangka promosi daur ulang ULAB yang ramah lingkungan.

REKOMENDASI 1. UNEP sudah menghubungi Ketua BCRC-SEA (Bassel Convention Regional Center-South East Asia) untuk menindaklanjuti rencana “Model Project to Introduce Green Lead Package” yang akan dilaksanakan di Indonesia dalam waktu dekat. BCRC-CAM (Central America and Mexico) juga akan berpartisipasi dalam program ini. Sementara, BCRC-SEA akan menindaklanjuti kontrak terkait program ini. 2. Dalam rangka persiapan pemutakhiran Basel Guidline, data dan informasi terkait pengelolaan dan peredaran ULAB, serta pengembangan kebijakan terkait ULAB di Indonesia, perlu ada keterlibatan aktif antar unit terkait, seperti Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3, Direktorat Pengendalian Pencemaran Air, serta Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara.

MATERI: 1. Peningkatan kapasitas pengelolaan limbah B3 2. Membuka peluang kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup, terutama dalam bidang teknologi pembangunan landfill yang ramah lingkungan dan transfer teknologi penanganan lahan terkontaminasi khususnya oleh limbah B3

REKOMENDASI: 1. Diharapkan dapat terjalin kerja sama dan transfer teknologi pengelolaan sampah domestik dan limbah B3 terintegrasi seperti yang telah dipraktikkan di Korea Selatan 2. Kerja sama yang dijajaki dapat berupa riset dan bisnis, penguatan program lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, serta dukungan terhadap usaha skala kecil terutama dalam

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

177


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

bidang lingkungan, manajemen, dan revitalisasi sistem inovasi kelembagaan 3. Peluang kerja sama lain yang perlu dijajaki adalah transfer teknologi penanganan lahan terkontaminasi khususnya oleh limbah B3

6. INCEPTION WORKSHOP ON MINAMATA INITIAL ASSESSMENT (MIA)

Tanggal Pelaksanaan : 16 – 17 Desember 2015

Lokasi: Osaka, Jepang

Peserta: Kamboja, Indonesia, Malayasia, Pakistan, Thailand, Filipina, Vietnam dan Jepang

MATERI: 1. Sumber-sumber kegiatan dan jumlah limbah merkuri yang dihasilkan 2. Pengelolaan limbah merkuri 3. Aturan-aturan yang ada tentang limbah merkuri 4. Kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi akibat merkuri 5. Program mercury awareness dan kendala dalam pengelolaan limbah merkuri di atara negara-negera peserta

FAKTA: 1. Secara umum setiap negara peserta telah memiliki aturan umum tetang pengelolaan limbah B3. Namun, hanya beberapa negara, seperti Jepang, Kamboja, Vietnam, dan Malaysia, yang sudah memiliki atau sedang membahas draft aturan khusus tentang limbah merkuri. 2. Setiap negara telah telah memiliki inventori kegiatan-kegiatan yang menghasilkan limbah merkuri, jumlah bahan yang digunakan untuk kegiatan tersebut, serta cara pengelolaannya. Namun, masih ada kendala untuk melakukan inventarisasi terhadap penyebaran merkuri dan limbah merkuri yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan yang sifatnya ilegal seperti penambangan emas skala kecil (PESK) atau tambang emas ilegal 3. Belum ada negara yang berpengalaman untuk memulihkan lingkungan yang terkontaminasi limbah merkuri kecuali Jepang. Bahkan, negara tersebut memerlukan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar untuk memulihkan Teluk Minamata dari pencemaran limbah merkuri.

REKOMENDASI: 1. Pembatasan di pelabuhan-pelabuhan sebagai tempat keluarmasuk merkuri 2. Pengawasan peredaran bahan merkuri dan memotong jalur ke pertambangan ilegal 3. Alih profesi bagi penambang ilegal 4. Peningkatan kesadaran tentang bahaya merkuri 5. Penegakan hukum bagi illegal mining 6. Penyusunan kebijakan atau aturan khusus tentang limbah merkuri 7. Pengembangan kajian teknologi pemulihan lahan terkontaminasi limbah merkuri

178


TANGGUNG JAWAB

PELAKU USAHA

"

Peran aktif pelaku usaha dalam memulihkan lahan terkontaminasi limbah B3 dapat membantu menciptakan lingkungan hidup yang sehat

Kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan pada tahun 2015 umumnya merupakan kelanjutan dari proses pemulihan lahan terkontaminasi yang dilakukan pada tahun 2014. Meski begitu, ada juga beberapa industri di sektor migas yang menjadi tambahan.

"

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

179


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

I. Industri Yang Melakukan Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3 Tahun 2015 A. Sektor PEM 1. PT Indominco Mandiri

Industri tambang batubara ini memiliki dua insinerator yang sudah tidak dapat dioperasikan lagi karena rusak. Karena itu, mereka menyerahkan pengelolaan limbah B3 yang mereka hasilkan kepada pihak pengelola lanjutan yang telah memiliki izin dari KLHK. Dengan begitu, lingkungan di sekitar kedua unit insinerator pun dalam kondisi bersih dan tidak ditemukan lahan terkontaminasi limbah B3 yang membutuhkan pemulihan fungsi lingkungan lebih lanjut.

2. PT Chevron Pacific Indonesia

Lahan terkontaminasi minyak mentah (crude oil contaminated soil atau COCS) yang dipulihkan perusahaan ini berada di di Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Pada tahun 2015, total volume lahan terkontaminasi limbah B3 yang berhasil mereka pulihkan adalah 132.868 mÂł.

3. PT Total E&P Indonesie

Wilayah kerja PT Total E&P Indonesie (TEPI) berada di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Rencana pemulihan oleh TEPI berawal dari laporan TEPI pada 11 Agustus 2014 yang menginformasikan bahwa ada 4 lokasi lahan yang terkontaminasi hidrokarbon, yaitu lapangan SPU, CPU, CPA, dan NPU. Namun, hingga laporan 2015 dibuat belum diketahui apakah lahan yang diambil sampelnya terkontaminasi atau tidak karena sampel tersebut belum selesai dianalisis.

4. PT Petrochina International (Bermuda) Ltd. Walio Operating Area

Pengawasan PROPER yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Barat menemukan bahwa wilayah kerja PT Petrochina International (Bermuda) Ltd. Walio Operating Area terkontaminasi limbah B3 berupa sludge oil. Verifikasi lapangan yang dilakukan KLHK pun menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut dalam hal pengelolaan limbah B3. Namun, proses pemulihan berjalan sangat lambat. Karena itu, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 meminta perusahaan Petrochina untuk bersifat proaktif dan segera memulai rencana pemulihannya. Jika di tahun 2016 belum ada respon dari Petrochina, maka akan dipertimbangkan untuk membawa kasus ini ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK.

180


5. PT Petrochina International Jabung Ltd.

Perusahaan ini memiliki wilayah kerja di Tanjung Jabung Timur, Jambi. Ada dua lokasi lahan terkontaminasi sludge oil yang harus dipulihkan, yaitu NG#5 dan 7 Stage Ponds. Proses pemulihan di lokasi ini dimulai sejak tahun 2010. Pemullihan terhadap lahan seluas 450 m² di NG#5 yang terkontaminasi sudah selesai dilakukan. Tonase tanah terkontaminasi yang diangkat adalah sebanyak 5.639,904 ton. Sementara itu, pembersihan lahan terkontaminasi limbah B3 di 7 Stage Ponds telah selesai dilakukan pada Oktober 2015. Meski begitu, untuk menetapkan apakah lahan tersebut sudah bersih atau masih perlu dibersihkan lebih lanjut harus menunggu hasil analisis dari sampel tanah lahan selus 4.364 m² dengan volume 9.669 m³ tersebut. Kedua area terkontaminasi itu dikelola dengan metode ex-situ, yaitu pengangkatan tanah yang terkontaminasi dan dikirimkan kepada pihak ketiga yang mengantungi izin dari KLHK.

6. SPBU Shell Indonesia

Lokasi lahan terkontaminasi limbah B3 merupakan SPBU aktif yang berlokasi di kawasan pemukiman padat dan komersil di Jakarta Selatan dengan luas sekitar 1.400 m². Untuk memulihkan lahan terkontaminasi limbah B3 tersebut, PT Shell Indonesia berencana melakukan uji coba penggunaan teknologi SVE/AS dengan tenggat waktu menyelesaikan pemulihan pada Desember 2016. Namun, mereka harus terlebih dahulu menyusun Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) yang mengidentifikasi dan merumuskan upaya mitigasi seluruh dampak lingkungan yang mungkin timbul dari penggunaan tekonolgi tersebut. Dan, perusahaan tersebut bertanggung jawab penuh atas semua dampak negatif yang mungkin timbul dari pelaksanaan uji coba teknologi pemulihan.

7. PT Pertamina EP Asset, Pangkalan Susu Field

PT Pertamina EP Asset, Pangkalan Susu Field ingin menghentikan izin pengoperasian insinerator yang sudah tidak digunakan sejak Juni 2012. Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 menerima permintaan penghentian izin tersebut pada September 2015, lalu menindaklanjutinya dengan upaya mengidentifikasi potensi lahan terkontaminasi limbah B3. Namun, ditemukan bahwa limbah B3 yang diolah di insinerator tersebut adalah sludge oil dan tanah terkontaminasi minyak. Jenis limbah tersebut tidak sesuai dengan jenis limbah yang diizinkan untuk diolah di insinerator berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 573 Tahun 2009 tentang Izin Pengoperasian Alat Pengolahan (Insinerator) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun PT. Pertamina EP Region Sumatera Field Pangkalan Susu, yaitu sludge paint (paint residu). Karena itu, perusahaan tersebut diwajibkan untuk menyusun laporan identifikasi potensi lahan terkontaminasi akibat pengoperasian

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

181


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

insinerator yang mencakup data dan informasi yang mampu menjawab temuan di atas. Namun, hingga akhir Desember 2015, PT. Pertamina EP Asset I Pangkalan Susu Field masih belum menyampaikan laporan tersebut.

8. PT KSO Pertamina EP – Petroenim Betun Selo

Perusahaan ini bergerak di bidang eksploitasi migas di Lapangan Betun dan Selu, Sumatra Selatan. Sumur Betun Selo terdiri dari dua lapangan, yaitu Selo (19 sumur) dan Betun (17 sumur) dengan total luas 46 km². Semburan sumur Betun 01 pada tahun 2014 mengontaminasi empat lokasi dengan total luas 9.260 km² di wilayah PT KSO Pertamina EP – Petroenim Betun Selo. Menurut Berita Acara Verifikasi Lapangan tanggal 14 Oktober 2014, PT KSO Pertamina EP – Petroenim Betun Selo akan menyerahkan pengelolaan lahan terkontaminasinya kepada pihak ketiga berizin, yaitu PT Wastec Internasional. Namun, hingga akhir 2015, belum ada laporan kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi itu. Karena itu, pemantauan terhadap kasus ini akan dilanjutkan pada 2016.

9. PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV Cilacap

Unit Pengolahan IV Cilacap terdiri atas 3 kilang, yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, dan Kilang Paraxylene. Unit Pengolahan IV Cilacap merupakan salah satu dari tujuh jajaran unit pengolahan di tanah air yang memiliki kapasitas produksi terbesar, 348.000 barel/hari, dan terlengkap fasilitasnya. Kilang tersebut bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM Pulau Jawa. Kilang tersebut juga merupakan satu-satunya kilang di tanah air saat ini yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di tanah air. Tahun lalu, terjadi tumpahan minyak di sekitar perairan dan pesisir Teluk Penyu Cilacap, Jawa Tengah. Tumpahan minyak ini bersumber dari single point moring (SPM) PT Pertamina RU IV dan Kapal Martha Petrol yang kandas di Pelabuan Cilacap pada Mei 2015. Pembersihan minyak serta pengambilan sampel air, pasir, dan tanah dari daerah-daerah yang terkontaminasi telah dilakukan. Namun, hasil analisis sampel tersebut belum diperoleh sehingga proses pemulihan akan dilanjutkan pada 2016.

10. PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Tanjung Uban

Terdapat 29 lokasi lahan terkontaminasi sludge oil dengan total volume 10.178,2 m³ di wilayah kerja PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Tanjung Uban. Lahan tersebut terkontaminasi akibat kegiatan tank cleaning dan tumpahan minyak yang ditempatkan di dalam kolam tanah yang tidak

182


sesuai dengan peraturan. Pada tahun 2015, pemulihan akan dikonsentrasikan pada 18 lokasi lahan terkontaminasi dengan volume 7.413,2 m³. Metode pemulihan yang diterapkan adalah ex-situ bersama PT Holcim sebagai pelaksana pemulihan. Sebagai hasil dari upaya pemulihan tersebut, ada empat lokasi yang sudah bisa memperoleh SSPLT. Namun, belum ada pengajuan draft SSPLT dari PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Tanjung Uban kepada Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3. Melalui Subdirektorat Pertambangan Energi dan Migas, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 akan terus mengawasi proses pemulihan hingga seluruh lahan terkontaminasi selesai dipulihkan.

11. Pertamina Refinery Unit (RU) V Balikpapan

Permasalahan lahan terkontaminasi acid sludge di wilayah PT Pertamina RU V Balikpapan merupakan ‘warisan’ dari kegiatan produksi di zaman kolonial, sehingga perlu segera ditangani dengan serius. Manajemen RU V sebenarnya telah mengupayakan dan melakukan langkah-langkah sistematis untuk menyelesaikan masalah ini sejak awal tahun 2000an. Hasilnya, ada beberapa lokasi lahan yang telah selesai dipulihkan, namun masih menunggu hasil analisis sampel pasca pemulihan. Selain itu, masih ada beberapa lokasi yang masih dalam proses pemulihan.

12. PT Pertamina EP Asset 2 Adera Field

Ada gugatan dari masyarakat terhadap PT Pertamina EP Adera yang disampaikan kepada Bupati Pematang Ilir. Menurut mereka, di Desa Babat telah terjadi pencemaran lingkungan oleh minyak yang disebabkan kebocoran dari jumper yang berada di dekat tanah warga penggugat. Luas area yang tercemar sekitar 6.000 m². Verifikasi lapangan menemukan bahwa pencemaran terjadi ketika area tersebut dikelola oleh PT Stanvac Indonesia, pengelola sebelum Pertamina. Namun, Pertamina EP Asset 2 Adera Field berkomitmen melakukan pemulihan lahan terkontaminasi di wilayah kerjanya sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan. Tahun ini, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat B3 akan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan pembersihan telah selesai dilakukan dan menentukan titik sampling serta titik referensi.

13. Kalrez Petroleum

Wilayah operasional Kalrez Petroleum berada di Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku. Lahan seluas 10.177 m² dengan volume 4.883 m³ di wilayan mereka terkontaminasi minyak. Lapangan minyak di Blok Bula sudah beroperasi sejak tahun 1969 dan telah beberapa kali berpindah tangan. Kegiatan ini meninggalkan endapan lumpur (sludge) yang mengandung minyak dan ditampung pada kolam-kolam yang disebut sludge pond tanpa diolah.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

183


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

Tumpahan minyak dapat terjadi pada saat eksplorasi dan proses kegiatan produksi yang meliputi penyaluran minyak dari sumur ke tangki penimbun atau pada saat pembersihan tangki. Kondisi ini telah berlangsung sejak sebelum Kalrez mengoperasikan Blok Bula. Jika kolam-kolam minyak tersebut tidak dikelola sesuai prosedur, dikhawatirkan akan terjadi kontaminasi minyak terhadap tanah, air, maupun hewan yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Meksipun Kalrez telah berkonsultasi dengan Asdep Verifikasi Perizinan dan Asdep Kajian Dampak Lingkungan, ada beberapa komitmen terkait penanganan dan pemulihan lahan terkontaminasi tersebut yang belum dipenuhi. Sehingga, tindakan selanjutnya terhadap kasus ini akan didiskusikan bersama dengan Direktorat Penegakan Hukum.

14. PT Pertamina EP Asset 5 Sangatta Field

Lahan terkontaminasi di wilayah operasional PT Pertamina EP Asset 5 Sangata Field di Kutai Timur, Kalimantan Timur, disebabkan kegiatan eksplorasi produksi di sana. Hasil verifikasi pada Maret 2015 menunjukkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran administratif. Karena itu, kasus ini berada di bawah koordinasi Dirjen Penegakan Hukum dan belum ada keputusan yang dikeluarkan terkait verifikasi lapangan yang telah dilakukan. Namun, dalam sanksi adminstratif ada penjelaskan bahwa mereka diminta melakukan pembersihan terhadap ceceran minyak sisa perawatan sumur produksi dan timbunan sisa hasil pengeboran pada sumur produksi maksimal dalam 30 hari. Menanggapi sanksi tersebut, pada 1 Desember 2015, perusahaan mengirimkan surat Permohonan Survei dan Verifikasi Lapangan Lahan Terkontaminasi di PT Pertamina EP Asset V Sangatta Field. Namun, KLHK masih menunggu proposal rencana pemulihan dari perusahaan tersebut.

15. JOB Pertamina Golden Spike Indonesia, Ltd.

Golden Spike Blok Raja, Sumatera Selatan, dengan luas wilayah lapangan 531,28 km2, ditandatangani sebagai Production Sharing Contract (PSC) pada tanggal 06 Juli 1989 antara Pertamina dan Golden Spike Indonesia Ltd. Area terkontaminasi sludge oil yang akan dipulihkan berada di Lapangan Air Hitam Production Facilities (AIPF) Pit #3 dan Pit #D. Metode pemulihan yang digunakan adalah metode ex-situ. Pada awalnya, hasil sampel analisis menunjukkan ada perbedaan data yang signifikan antara hasil analisis yang disampaikan oleh JOB P-GSIL melalui laboratorium Sucofindo Palembang dengan hasil analisis split sampel yang dilakukan KLH melalui laboratorium ALS. Namun, hasil klarifikasi analisis selanjutnya menunjukkan bahwa lahan terkontaminasi di wilayah tersebut dinyatakan bersih karena kualitas tanahnya telah berada di bawah titik referensi. Hingga akhir 2015, proposal pengajuan SSPLT untuk lokasi Pit #3 dan Pit #D masih dalam tahap penelahaan dan SSPLT ditargetkan dapat dikeluarkan pada triwulan I 2016.

184


16. PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Pulau Sambu

Pada tahun 2014 ditemukan sludge oil mengontaminasi lahan di wilayah kerja perusahaan ini. Akibat kondisi tersebut, mereka mendapatkan sanksi administratif. Sebelum verifikasi lapangan, perusahaan telah berusaha melakukan pemulihan lahan terkontaminasi tersebut, tapi belum sesuai dengan acuan dalam PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3. Hingga akhir 2015, perusahaan ini belum menyerahkan dokumen yang diminta. Karena itu, kasus ini akan kembali menjadi rencana kerja tahun 2016.

17. Vico Indonesia

Rencana pemulihan dbuat karena Vico Indonesia ingin menghentikan kegiatan pengelolaan limbah B3 berupa tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 serbuk bor backlog dari lumpur pemboran berbasis minyak sintetis (SOBM – synthetic oil based drill mud) di 26 pit pada 7 lokasi dengan tonase perkiraan sekitar 83.250 ton. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan analisis sampling yang dilakukan oleh perusahaan menunjukkan bahwa TPS tersebut termasuk dalam kategori lahan terkontaminasi limbah B3. Untuk itu, perusahaan tersebut diwajibkan melakukan upaya pemulihan lahan terkontaminasi. Namun, mengingat volume limbah yang besar, penyelesaiannya mungkin membutuhkan waktu panjang. Karena itu, kasus ini akan masuk ke dalam rencana kerja tahun 2016.

B. Sektor Manufaktur, Agroindustri, dan Jasa Sektor Manufaktur 1. PT Ebara Indonesia

Perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan pompa air dan berlokasi di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Di wilayah pabrik mereka terdapat lahan terkontaminasi limbah B3 akibat penimbunan pasir foundry, slag, dan debu copula dengan estimasi volume total limbah sebanyak 13.770 m3 (13.770 ton) di area lahan seluas 6.393 m2. Pasir foundry tersebut telah ditimbun sejak tahun 1980 sampai 2012. Metode pemulihan yang digunakan adalah ex-situ bersama PT Guna Purnama sebagai pihak ketiga berizin. Pada Oktober 2015, mereka telah menyelesaikan proses pemulihan. Untuk itu, KLHK telah menerbitkan SSPLT untuk PT Ebara Indonesia pada Desember 2015.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

185


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

2. PT South Pacific Viscose (SPV)

Bergerak di bidang pembuatan rayon, perusahaan ini berlokasi di Desa Cicadas, Purwakarta, Jawa Barat. SPV menghadapi permasalahan lahan terkontaminasi limbah B3 berupa fly ash dan bottom ash di landfill seluas 25.029 m2, dengan volume 326.248 ton. Namun pembuatan landfill tersebut belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga perlu dilakukan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3. Akibat adanya penimbunan tersebut, terdapat lahan terkontaminasi pada empat titik dengan total luas 39 m2 dan volume limbah 152,1 ton. Proses pembahasan rencana pemulihan dan pelaksanaan pemulihan dimulai sejak tahun 2003. Pada tahun 2015, perusahaan telah menyelesaikan proses pemulihan lahan terkontaminasi dan KLHK pun telah menerbitkan SSPLT.

3. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum)

Perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan aluminium ini berlokasi di Sei Suka, Batu Bara, Sumatera Utara. Di wilayah mereka terdapat lahan terkontaminasi limbah B3, tepatnya pada spent pot lining yard seluas 7,5 Ha dengan volume limbah berupa cathode block, pot lining, dan refractory brick sebesar 95.171 mÂł. Menurut estimasi, volume lahan terkontaminasi adalah 71.000 mÂł. Perusahaan ini memiliki dua opsi metode pemulihan yang dapat dilakukan secara paralel, yaitu metode pengangkatan dan penimbunan lahan terkontaminasi ke area landfill. Setelah izin landfill diperoleh dan pihak ketiga berizin yang melakukan proses pengangkatan dan pemanfaatan limbah telah dipilih, proses pemulihan dapat segera dilakukan. Sehingga, penyebaran pencemaran air yang lebih luas pun dapat dicegah.

4. PT Semen Padang

Berlokasi di Indarung, Padang, Sumatera Barat, perusahaan pembuat semen ini telah beroperasi sejak tahun 1913. Hasil verifikasi lapangan KLHK pada November 2014 menemukan bahwa terdapat ceceran limbah copper slag langsung ke media lingkungan dan timbunan batu tahan api bekas (refractory) pada area seluas ¹500 m² yang tidak berizin. Pada Agustus 2015, verifikasi awal menemukai bahwa perusahaan telah melakukan pembersihan terhadap limbah B3. Langkah lanjutan yang wajib dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan analisis terhadap sampel tanah untuk menentukan apakah lahan tersebut sudah bersih dari limbah B3. Selain itu, perusahaan juga wajib melaporkan data jumlah limbah B3 serta tanah terkontaminasi limbah B3, untuk kemudian dilakukan pengelolaan lanjutan.

186


5. PT DSM Kaltim Melamine

Perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan melamin ini berada di Bontang, Kalimantan Timur. Kontaminasi limbah B3 berasal dari limbah filter cake hasil kegiatan start up pabrik yang kemudian ditimbun pada lapangan golf di Hotel Sintuk. Kegiatan tersebut berlangsung pada Januari – Mei 1997. Karena sejak 2011 PT DSM Kalitim Melamine telah dinyatakan pailit, maka PT Kaltim Industrial Estate selaku pengelola kawasan berniat melakukan pemulihan terhadap lahan terkontaminasi seluas 3.528,5 m² dan 1.179 m². Namun, perlu dilakukan survei awal ke lapangan untuk melihat kesesuaian antara kondisi lapangan dengan rencana kerja yang diajukan.

6. PT Socimas

Bergerak di bidang oleochemical, perusahaan ini berlokasi di Deli Serdang, Sumatera Utara. Perusahaan ini menghadapi permasalahan area open dumping abu batu bara seluas 120 m³ dengan volume 255,17 ton. Limbah sebanyak 120 ton telah dimanfaatkan oleh PT. Socimas sebagai paving block untuk kepentingan sendiri. Namun sejak tanggal 24 Mei 2012, kegiatan pemantaatan abu batu bara telah dihentikan. Pengelolaan sisa limbah B3 sebanyak 135,17 ton diserahkan kepada pihak ketiga yang berizin. Pada Mei 2015, KLHK telah menerbitkan SSPLT untuk PT Socimas. Selanjutnya, KLHK menunggu laporan pasca pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 di wilayah tersebut.

7. PT Toyota Motor Manufacturing Karawang Plant

Perusahaan yang bergerak di industri otomotif dan berlokasi di Cikarang Barat, Jawa Barat, ini mengirimkan surat penghentian operasional insinerator kepada KLHK pada September 2015. Setelah dilakukan verifikasi lahan, ditemukan bahwa perusahaan ini telah melakukan penghentian insinerator berdasarkan tata cara yang berlaku, sehingga tidak ada kontaminasi pada lahan bekas pengoperasian insinerator. Kemudian, pada Oktober 2015, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 telah mengeluarkan surat perihal tidak ada lahan terkontaminasi limbah B3 (LTLB3) yang dapat dijadikan dasar untuk pengajuan penutupan insinerator.

8. PT Astra Honda Motor

Perusahaan yang bergerak di industri otomotif dan berlokasi di Cikarang Barat, Jawa Barat, ini mengirimkan surat penghentian operasional insinerator kepada KLHK pada September 2015. Setelah dilakukan verifikasi lahan, ditemukan bahwa perusahaan ini telah melakukan penghentian insinerator berdasarkan tata cara yang berlaku, sehingga tidak ada kontaminasi pada lahan bekas pengoperasian insinerator. Kemudian, pada Oktober 2015, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 telah mengeluarkan surat perihal tidak ada lahan terkontaminasi limbah B3 (LTLB3) yang dapat dijadikan dasar untuk pengajuan penutupan insinerator.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

187


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

Sektor Agroindustri 1. PT Pfizer Indonesia

PT Pfizer Indonesia mengambil alih lahan milik Warner Lambert yang berlokasi di Cimanggis, Depok. Penyelidikan internal yang dilakukan pada tahun 2002 dan 2003 mengindikasikan bahwa telah dilakukan kegiatan pembuangan dan penimbunan sampah berupa sisa pembakaran limbah farmasi dan timbunan puing bangunan yang mengandung asbestos. PT Pfizer Indonesia telah melakukan proses pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dan pada Desember 2014 KLHK pun telah menerbitkan SSPLT. Namun, PT Pfizer Indonesia diwajibkan melakukan pemantauan terhadap air sumur pasca pemulihan selama 1 tahun. Sayangnya, hasil pemantauan air menunjukkan bahwa perimeter air di beberapa titik masih di bawah baku mutu air minum. Karena itu, KLHK akan melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan pemantauan pasca pemulihan yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut.

2. PT Riau Andalas Pulp Paper (RAPP)

Perusahaan yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Palalawan Riau, ini sedang melakukan pemulihan lahan terkontaminasi akibat penimbunan limbah dregs, grits, lime mud, dan fly ash/ bottom ash. Luas area terkontaminasi adalah 9 Ha dengan volume tanah terkontaminasi 90.000 mÂł (108.000 ton) dan volume limbah B3 390.826 mÂł (469.991 ton). Metode penanganan tanah terkontaminasi dilakukan secara insitu dengan metode landfill. Pemulihan lahan terkontaminansi dilakukan dengan membagi lahan terkontaminasi ke dalam dua tahap, yaitu kompartemen 1 (C1) dan kompartemen 2 (C-2). KLHK telah menerbitkan SSPLT terhadap penyelesaian proses pengangkatan limbah B3 C-1 pada Desember 2013 dengan kewajiban pemantauan pasca pemulihan selama 1 tahun. KLHK akan melakukan pemantauan terhadap pemindahan limbah B3 ke lokasi landfill dan pembahasan rencana tindak lanjut pemulihan tahap 2 (kompartemen 2/C-2).

3. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, Tbk.

PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk telah melakukan kegiatan open dumping limbah B3 yang berlokasi di Desa Lengkong, Mojokerto, Jawa Timur. Luas area terkontaminasi adalah 12 Ha dengan perkiraan volume limbah B3 250.000 m3 (300.000 ton). Teknik pemulihan yang diajukan untuk pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 adalah metode containment grouting dengan material grouting berupa bentonite cement. Pada Agustus 2015, perusahaan tersebut telah menyampaikan kelengkapan data pemulihan lahan terkontaminasi dengan metode grouting. KLHK akan melakukan pembahasan teknis bersama pakar dan sektor terkait untuk menentukan rencana pengambilan sampel air di lapangan.

188


4. PT Fermentech Indonesia (Ex. PT Kirin-Miwon Foods)

Lokasi lahan terkontaminasi limbah B3 PT Fermentech Indonesia yang akan dipulihkan berada di dalam lokasi pabrik mereka di Desa Gunung Pasir Jaya, Lampung Timur, Lampung. Kontaminasi limbah B3 pada lahan ditemukan ketika perusahaan pengelola terdahulu, PT Kirin-Miwon Foods, melakukan pengerukan pada areal landfill fase 1. Di kedalaman 3 – 4 m ditemukan material serupa limbah padat yang telah tercampur dengan tanah dan ada juga yang berada dalam karung. Penimbunan limbah padat tersebut dilakukan oleh pengelola terdahulu, PT Miwon Indonesia, sejak tahun 1991. Upaya pemulihannya sendiri telah berlangsung sejak 2012. Metode penanganan lahan terkontaminasi yang dilakukan adalah ex-situ. Sementara pengolahan limbah B3 dan lahan terkontaminasi limbah B3 dilakukan dengan metode landfill. Hingga November 2015, pembangunan konstruksi landfill telah hampir selesai serta limbah B3 telah dipindahkan dari TPS Limbah B3 dan lahan pemulihan tahap 2 ke landfill kategori 3. Selanjutnya, KLHK akan terus memantau pelaksanaan pemindahan limbah B3 ke lokasi landfill dan pembahasan rencana pemulihan tahap 2.

5. PT Multi Nabati Sulawesi Site Bitung (PT MNS)

Perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa kopra dan inti sawit ini berlokasi di Paceda, Bitung. Jenis limbah B3 yang dihasilkan berupa fly ash, bottom ash, dan spent bleaching earth yang ditempatkan di TPS yang telah dimilikinya: TPS-1 (di dalam lokasi perusahaan, 16.000 m2) dan TPS-2 (di luar lokasi perusahaan, 47.000 m2). PT MNS telah melakukan pemindahan limbah B3 dari TPS-1 ke TPS-2 oleh pengangkut yang berizin, PT. Trijaya Manguni. Volume limbah B3 yang telah diangkut ke TPS-2 Âą35.000 ton dari total 50.000 ton limbah B3 yang berada di TPS-1. TPS-2 juga telah memperoleh izin dari BLH Kota Bitung. KLHK telah melakukan verifikasi lapangan dan PT MNS juga telah menyampaikan rencana tindak lanjut pemulihan lahan terkontaminasi. KLHK akan menjadwalkan pembahasan mengenai rencana pemulihan tersebut.

6. PT Sinar Alam Permai Site Palembang (PT SAP)

Perusahaan pengolahan minyak nabati yang berlokasi di Desa Perajin, Banyuasin, Sumatera Selatan, ini menghadapi permasalahan penumpukan limbah B3, khususnya spent earth, yang ditumpuk di wilayah perusahaan. Alasan penumpukan tersebut adalah tidak adanya pihak pengelola limbah B3 berizin di daerah itu. Mereka telah melakukan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dengan metode pengangkatan limbah B3 dan tanah terkontaminasi limbah B3 untuk diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT Bata Kuo Shin. Luas lahan terkontaminasi adalah 808 m² dengan total limbah sekitar 119,97 ton. Selanjutnya, KLHK meminta perusahaan tersebut

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

189


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

untuk menyampaikan laporan hasil pemantauan pasca pemulihan untuk digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap SSPLT yang telah diterbitkan.

7. PT Pura Nusa Persada

Bergerak di industri kertas dan berlokasi di Kudus, Jawa Tengah, perusahaan ini telah mengajukan penghentian operasional izin pemanfaatan limbah B3. Setelah dilakukan verifikasi lapangan, KLHK tidak menemukan adanya lahan terkontaminasi limbah B3 di sana. Sehingga, KLHK juga telah menerbitkan surat keterangan tidak ada kontaminasi lahan.

8. PT Sinkona Indonesia Lestari

KLHK akan menjadwalkan pertemuan antara perusahaan dan unit teknit terkait (PROPER) untuk memperjelas status pengelolaan lingkungannya.

9. PT Indah Kiat Pulp & Paper Serang

KLHK akan menjadwalkan pertemuan antara perusahaan dan unit teknit terkait (PROPER) untuk memperjelas status pengelolaan lingkungannya.

10. PT Sinar Alam Permai Site Kumai.

KLHK akan menjadwalkan pertemuan antara perusahaan dan unit teknit terkait (PROPER) untuk memperjelas status pengelolaan lingkungannya.

Sektor Jasa 1. PT Pertamina Patra Niaga (Ex. PT Patra Dok Dumai)

190

PT Patra Dok Dumai bergerak di bidang perbaikan kapal yang mengembangkan usaha dalam pengelolaan limbah B3 berupa sludge oil. Pada 2009 – 2010, KLHK menemukan adanya pelanggaran penempatan sludge oil di dalam kolam yang tidak kedap air atau di atas tanah tanpa pelapis kedap air, sehingga menyebabkan tanah terkontaminasi. Karena pada tahun 2011 seluruh aset PT Patra Dok Dumai diambil alih PT De Petroleum Internasional, PT Pertamina (Persero) menunjuk PT Pertamina Patra Niaga mengambil alih kepemilikan lahannya. Sehingga, PT Pertamina Patra Niaga bertanggung jawab atas pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 tersebut. Sesuai dengan klausul dalam SSPLT, jika dalam periode satu tahun sejak diterbitkannya SSPLT PT Pertamina Patra Niaga tidak dapat menyelesaikan pengelolaan limbah B3 dan lahan terkontaminasi, maka pengelolaannya wajib diserahkan kepada pihak pengelola lanjutan limbah B3 yang berizin.


2. PT Kawasan Industri Dumai (PT KID)

Perusahaan ini merupakan kawasan industri yang berlokasi di Pelintung, Dumai, Riau. Dalam aktivitasnya, PT KID mengoperasikan power plant 2 x 15 MW sebagai sumber energi listrik dengan bahan bakar batubara. Pada periode Juli 2012 – Juni 2013, tim PROPER menemukan adanya penimbunan limbah B3 yang telah dilakukan sejak 2008 hingga 2013. Penimbunan itu menyebabkan kontaminasi pada lahan seluas sekitar 7.255 m² dengan volume limbah B3 28.264,17 ton. Tahun lalu, PT. KID telah menyampaikan rencana kerja pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dengan metode ex-situ dan diserahkan kepada pihak pengelola lanjutan yang berizin. Selanjutnya setelah dilakukan pengangkatan akan dilakukan sampling tanah pada lokasi pemulihan. Untuk itu, tim KLHK akan segera menjadwalkan verifikasi lapangan ke lokasi lahan terkontaminasi tersebut.

3. PT Tochu Silika Indonesia

Pada Februari 2014, BPLH Kabupaten Karawang meminta bantuan KLHK dalam penanganan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 sisa daur ulang pasir foundry dari proses pencetakan mesin PT Tochu Silika Indonesia. Lokasi lahan terkontaminasi berada di dalam, luas ±943 m². dan di luar pabrik, yaitu lahan terbuka seluas ±1.500 m². Namun, hasil verifikasi lapangan dan analisis sampel menyatakan bahwa lahan terkontaminasi di area luar pabrik tidak membutuhkan pemulihan. Sebaliknya, KLHK masih menunggu hasil pengujian sampel dari lokasi di dalam area pabrik. Selanjutnya, perlu diadakan pertemuan dengan perusahaan dan pakar untuk membahas hasil analisis sampel dan melakukan evaluasi rencana kerja tindak lanjut penanganan lahan terkontaminasi di area pabrik PT Tochu Silika Indonesia.

4. PT Dongwoo Environmental Indonesia (PT DWEI)

Dalam aktivitasnya, perusahaan jasa pengolahan limbah B3 yang berlokasi di Kawasan Jababeka, Cikarang, ini menghasilkan limbah B3 yang perlu diolah. Namun, PT DWEI tidak melakukan pengolahan dan membuang limbah B3 tersebut ke media lingkungan di Cikarang Utara, Bekasi. Akibatnya, udara di lingkungan sekitar tercemar hingga menyebabkan ratusan warga mengalami gejala penyakit, seperti mual, pusing, sesak napas, dan pingsan. Hasil visum et. Repertum RS Medika Cikarang mendiagnosis warga-warga tersebut terkena nyeri ulu hati, gangguan pernapasan atas, dan gangguan pencernaan. Penyidikan kasus ini dilakukan Penyidik KLHK dan Penyidik POLRI (Penyidik Gabungan). Proses persidangan telah berlangsung sebanyak 27 kali sejak Maret 2008 dan pembacaan vonis telah dilakukan oleh Majelis Hakim pada Desember 2008. Namun, masih perlu dilakukan pertemuan koordinasi dengan Direktur Jenderal Penegakan Hukum, BLH Kabupaten Bekasi, dan Pengelola Kawasan Jababeka untuk mengetahui status terakhir PT DWEI serta rencana penanganan lahan terkontaminasinya.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

191


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

5. PT Wahana Pamunah Limbah Industri (PT WPLI)

Perusahaan pengolah limbah B3 dari berbagai industri yang berlokasi di Serang, Banten, ini diduga melakukan penimbunan limbah B3 bersama material tanah untuk bahan urukan. Timbunan tersebut kemudian dipasangkan besi dan dicor menjadi lantai bangunan perusahaan. Kasus ini sedang ditangani oleh PPNS Dirjen Penegakan Hukum. Penanganan lahan terkontaminasi tersebut masih menunggu hasil penanganan dari Dirjen Penegakan Hukum.

II. LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3 YANG DIFASILITASI PEMULIHANNYA (NON INSTITUSI) Pemulihan Lahan Tak Bertuan 2014 – 2015 1. Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

Di desa ini terdapat lahan terkontaminasi limbah B3 akibat peleburan aki bekas ilegal oleh masyarakat. Awalnya, KLHK menganggarkan dana Rp2,5 miliar untuk rencana pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dengan total limbah 5.000 ton di desa tersebut. Namun, perubahan struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berimplikasi pada ditundanya beberapa program kerja, termasuk rencana pemulihan tersebut. Berdasarkan evaluasi dan kajian pakar, pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 di Desa Cinangka sebaiknya tidak hanya menggunakan enkapsulasi saja, tapi juga dikombinasikan dengan penggunaan teknologi lain, seperti stabilisasi atau solidifikasi kontaminan secara makro dan mikro. Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 tersebut juga dapat dilakukan secara on site maupun off site. Selain itu, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat B3 juga menilai bahwa SKPLT (Surat Keterangan Penyelesaian Lahan Terkontaminasi) yang telah diterbitkan untuk pemulihan tahap I di Desa Cinangka perlu direvisi karena masih ada kekurangan yang penting untuk ditambahkan. Hal-hal yang perlu dicantumkan di dalam SKPLT antara lain adalah kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk melakukan pemantauan dan pemeliharaan lokasi dan konstruksi enkapsulasi, memelihara aliran air hujan di area sekitar enkapsulasi dan kewajiban pelaporan kepada KLHK yang ditembuskan kepada BPLHD Jawa Barat.

2. Kabupaten Tegal, Jawa Tengah

Dalam pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, ini, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3, KLHK, bekerja sama dengan DANIDA (Danish International Development Agency), lembaga donor internasional dari Denmark. Kerja sama tersebut dilakukan karena anggaran pemulihan yang terbatas. Pada Desember 2015, DANIDA baru melakukan feasibility

192


study pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 di Kabupaten Tegal. Setelah feasibility study, tahap selanjutnya yang akan dilakukan adalah pemulihan fisik. Selain dengan DANIDA, KLHK juga bekerja sama dengan Blacksmith Institute, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Bersama Blacksmith Institute, KLHK, melakukan kajian urban planning terhadap peleburan aki bekas di kabupaten tersebut. Pada Desember 2015, Blacksmith Institute telah mempresentasikan hasil awal dari kajian itu. Selama tahun 2015, Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3 berkoordinasi secara intensif dengan BLH Kabupaten Tegal dalam perencanaan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 di Kabupaten Tegal tersebut. Direktorat juga telah melakukan kunjungan lapangan terkait perencanaan pemulihan tersebut, termasuk pemilihan alternatif lokasi untuk tempat penampungan limbah B3 jika teknologi enkapsulasi kembali digunakan di sana.

3. Kota Tarakan, Kalimantan Utara

Kali ini, Direktorat dan Kementerian bekerja sama dengan Pertamina EP Asset V – Tarakan Field dan Medco E & P Indonesia – Tarakan Asset, Pemerintah Daerah Kota Tarakan, serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Atas masukan dari Direktorat Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3, pada 2015 Pemerintah Kota Tarakan telah merobohkan gedung Akademi Keperawatan Kota Tarakan karena dinilai membahayakan bagi masyarakat sekitar. Perobohan tersebut juga dapat mempermudah uji geolistik dan core drilling yang dilakukan untuk mengetahui asal kontaminasi, volume limbah, dan sebarannya. Hasil uji geolistik dan core drilling yang dilakukan oleh KLHK menunjukkan bahwa di sebagian wilayah survei terdapat timbunan sludge oil. Untuk proses pemulihan yang optimal, Dirjen PSLB3 telah menerbitkan surat berisi larangan pembangunan di sekitar lahan terkontaminasi limbah B3 tersebut yang disampaikan kepada Gubernur Kalimantan Utara.

4. Kelurahan Duren Sawit, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur

Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 yang dilaksanakan oleh Kantor Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Timur ini telah selesai. Berdasarkan hasil laboratorium terhadap sampel tanah pada lahan terkontaminasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa lahan terkontaminasi limbah B3 di Kelurahan Duren Sawit telah bersih. SKPLT pun sedang dalam proses penerbitan dari bagian hukum Setdirjen PSLB3. Jumlah volume limbah B3 yang berhasil dipulihkan adalah 460,25 ton.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

193


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

III. Sistem dan Mekanisme Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 Tersedia dan Beroperasi Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk meminimalisir dan mengantisipasi risiko akibat penggunaan dan pengelolaan limbah B3 dibutuhkan penerapan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 oleh berbagai pihak. Karena itu, dibutuhkan penyediaan perangkat

kebijakan dan upaya peningkatan kesadaran berbagai pihak. Peningkatan kesadaran dapat diawali dengan peningkatan pemahaman pengetahuan melalui workshop dan seminar yang melibatkan pemerintah daerah serta pihak industri.

A. Pembuatan Kebijakan Salah satu perangkat kebijakan tanggap darurat yang disusun pada 2015 adalah draft Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 yang merupakan bagian dari Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3. Namun, seiring dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, maka perlu dilakukan penyesuaian dalam muatan pengaturan dan nomenklatur yang digunakan. Hingga November 2015, telah dilakukan penyempurnaan draft Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Program Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 dan lampirannya. Dalam penyempurnaan draft itu, ditemukan beberapa tantangan yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Perlunya penguatan koordinasi dan kerja sama antara Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), 2. Penyediaan perangkat kebijakan dan peraturan mengenai Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 yang lebih teknis dan operasional sebagai turunan dari peraturan pemerintah yang sudah ada, 3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang lebih kompeten, 4. Penguatan institusi lingkungan hidup daerah agar dapat menjadi bagian dari Tim Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3, 5. Perlu penyediaan sarana dan prasarana pendukung, 6. Penguatan aspek teknis dalam pelaksanaan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 (metode, teknologi, dan teknis pelaksanaan kerja).

B. Mekanisme Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah B3 Dalam penyusunan mekanisme tanggap darurat telah berkoordinasi dengan BNPB pada tanggal 11 Agustus 2015 dan 25 September 2015 dan mendapatkan masukan sebagai berikut:

194

• Harus ada Tim Kontingensi beranggotakan lintas instansi yang relevan dan dikoordinasikan oleh BNPB atau BPBD dalam pelaksanaan penanggulangan Kedaruratan Pengelolaan Limbah B3,


• Perlu dibentuk Tim Reaksi Cepat Khusus untuk pengelolaan limbah B3 sebagai bagian dari tim penanggulangan bencana yang dikoordinir oleh BNPB. Tim tersebut bertugas untuk melakukan kaji cepat serta memberikan rekomendasi dalam penentuan status bencana, • Anggaran dalam penanggulangan bencana dapat menggunakan dana siap pakai, • Peran pemerintah pusat adalah memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan

bencana, • Pemerintah daerah hendaknya membuat pemetaan wilayah yang rawan mengalami keadaan darurat bencana pengelolaan limbah B3. Berdasarkan hasil tersebut, maka pemerintah daerah yang bersangkutan didorong untuk menyiapkan kelembagaan terkait tanggap darurat pengelolaan limbah B3. Selain itu, daerah juga perlu membetuk rencana kontingensi untuk menentukan peran masing-masing instansi

C. Workshop Pemulihan dan Tanggap Darurat Limbah B3 "Membangun Komitmen Peningkatan Kapasitas Pemulihan Lahan Terkontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah B3" Tanggal Pelaksanaan : 19 – 20 November 2015

Lokasi: Jakarta

Peserta: • 52 dari instansi pemerintah daerah • 16 dari industri • 3 dari lembaga donor.

TUJUAN: Memperkaya pengetahuan melalui sosialisasi peraturan/kebijakan yang berkaitan dengan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 serta sistem tanggap darurat pengelolaan limbah B3, dan mendorong penerapan kebijakan tentang pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat limbah B3. Output yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah diterapkannya kebijakan tentang pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 serta sistem tanggap darurat limbah B3.

MATERI: Kebijakan, peraturan, dan materi teknis pelaksanaan di lapangan

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

195


DIREK TORAT PEMULIHAN KONTAMINASI DAN TANGGAP DARURAT LIMBAH B3

NARASUMBER: • Pakar pemulihan lahan terkontaminasi dan tanggap darurat limbah B3 dari United State Environmental Protection Agency (US EPA) • Staf ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

KESIMPULAN: • Perlu ada percepatan proses pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 di masing-masing wilayah • Perlu peran aktif pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi lahan terkontaminasi limbah B3 • Perlu bantuan untuk terbentuknya sistem tanggap darurat untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan darurat.

196


BAB IV Penutup

"

Menutup dengan penuh makna untuk memulai awal baru yang lebih baik

"

Program dan kegiatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (Ditjen PSLB3) tahun 2015 telah dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan koridor yang didasarkan pada Rencana Kerja dan Perjanjian Kinerja di lingkup Ditjen PSLB3. Keberhasilan pencapaian kinerja merupakan hasil kerja Ditjen PSLB3 dan juga dukungan dari berbagai pihak terkait. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tercapainya target pada indikator kegiatan Ditjen PSLB3 yang tertuang dalam Laporan Kinerja Ditjen PSLB3 TA 2015.

LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

197


Dalam rangka mencapai sasaran program pengelolaan sampah, limbah, dan B3, pada tahun 2015 Dirjen PSLB3 telah melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

Tersusunnya Rencana Strategis Ditjen PSLB3 TA 2015 - 2019., Terlaksananya berbagai kegiatan kerjasama baik di dalam negeri dan luar negeri serta keikutsertaan dalam konvensi internasional, Terlaksananya pembentukan peraturan perundang-undangan di lingkup Ditjen PSLB3, Terlaksananya pengelolaan sampah melalui kampanye dan gerakan bebas sampah, Terlaksananya pengelolaan B3 dengan tersusunnya kebijakan dan peraturan pengelolaan B3, Terlaksananya pengelolaan limbah B3 melalui pemantauan dan pembinaan terhadap industri, Terlaksananya perizinan dan penerapan pemanfaatan limbah B3 serta peningkatan nilai ekonominya, Terlaksananya pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan yang difasilitasi, Meski tidak semua kegiatan berjalan dengan lancar, namun hasil pencapaian maupun kendala dalam proses penyelenggaraan selama tahun 2015 akan dijadikan evaluasi dan motivasi untuk meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dari hasil evaluasi secara umum terhadap pelaksanaan kegiatan selama tahun 2015, di masa depan kami merasa perlu terus meningkatkan koordinasi dan kerja sama antara unit terkait untuk mengatasi kendala yang ada serta meningkatkan kinerja yang telah dicapai. Diharapkan laporan ini dapat memicu perbaikan kinerja di lingkup Ditjen PSLB3 untuk penyempurnaan perencanaan program dan penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan pada periode yang akan datang.

198


LAPORAN KEGIATAN 2015 DIREK TORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH, DAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

199


200

www.pslb3.menlhk.go.id


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.