Laporan Pelaksanaan
Pengkajian Karakteristik Frekuensi Kebisingan di Berbagai Kawasan Berdasarkan Kep-48/MENLH/ll/1996 Tahun Anggaran 1998/1999
53.74 Lingkungan Hidup
Laboratorium Udara & Kebisingan Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan I (PUSARPEDAL - BAPEDAL) 1999
Laporan Pelaksanaan
Pengkajian Karakteristik Frekuensi Kebisingan di Berbagai Kawasan Berdasarkan Kep-48/MENLH/l 1/1996 Tahun Anggaran 1998/1999
B A P E D A L
Laboratorium Udara & Kebisingan Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL - BAPEDAL) 1999
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Allah SWT, program Kebisingan tahun Anggaran 1998/1999 telah diselesaikan. Penulisan laporan ini merupakan rangkaian kegiatari dari program penelitian yang dilakukan pada tahun anggaran ini. Diharapkan laporan ini dapat berguna sebagai salah satu acuan bagi upaya melakukan penelitian lebih lanjut dalam masalah kebisingan lingkungan. Pada tahun anggaran 1998/1999 negara Indonesia mengalami krisis ekonomi, sehingga banyak sekali kendala-kendala dilapangan terutama pada saat pengambilan data dimana banyak terjadi demontrasi hal ini mempersulit dalam hal waktu pengukuran. Sehingga pengukuran dilakukan hanya dalam rentang waktu 2 jam, hanya beberapa titik yang diambil sesuai dengan metoda KepMen LH no 48 tahun 1996. Tetapi mudah-mudahan dengan data yang sedemikian minim dapat dijadikan sebagai survei awal dari suatu lokasi tertentu untuk dilanjutkan peneltiannya pada program anggaran tahun berikutnya. Dikarenakan kondisi yang disebutkan diatas maka laporan yang dibuat sebenarnya masih banyak kekurangan-kekurangannya untuk itu semoga para pembaca dapat memakluminya. Untuk kesempurnaan dari hasil penelitian ini kami selaku tim penyusun menerima saran serta kritik yang membangun dari para pembaca. Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian yang telah diberikan pada kesempurnaan dari penulisan laporan ini
Tim Penyusun
DAFTARISI Kata Pengantar Daftarlsi I.
PENDAHULUAN
1
H.
PERMASALAHAN
1
IE.
TUJUAN, SASARAN DAN HASILKEGIATAN
2
IV.
TEORI
2
4.1. Peralatan Penukuran Kebisingan
2
4.2.AnalisaFrekuensi
11
V.
METODA PENGUKURAN
13
VI.
PERALATAN
15
VH.
KONDISI-KONDISI PADA SAAT PENGUKURAN
15
Vm.
HASIL PENGUKURAN
17
IX.
PEMBAHASAN
19
X.
KESIMPULAN DAN SARAN
23
Daftar Pustaka
24
Ji
PENDAHULUAN
Kebisingan merupakan salah satu gangguan lingkungan yang dihadapi oleh manusia di jaman modern ini. Berdasarkan hasil pemantauan1 tingkat kebisingan lingkungan di beberapa tempat telah melampaui baku mutu tingkat kebisingan lingkungan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 49 MENLH /11/1996. Kegiatan pengendalian pencemaran udara - yang mencakup kegiatan pengendalian kebisingan serta perusakan lingkungan di kota-kota dan kawasan padat pembangunan merupakan salah satu kegiatan Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Program tersebut tercantum di dalam Pokok-Pokok Kebijaksanaan Pembangunan Sektor Lingkungan Hidup Repelita VI. Menterjemahkan kebijaksanaan tersebut di atas, PUSARPEDAL yang mengemban tugas sebagai laboratorium rujukan berdasarkan Keppres No. 77 Tahun 1994, mempunyai tugas mengumpulkan informasi teknis yang dapat digunakan sebagai sarana pengendalian dampak lingkungan. Salah satu informasi lingkungan yang dapat digunakan sebagai dasar pengendalian kebisingan lingkungan adalah karakteristik frekuensi sumber bising. Pengetahuan tentang karakteristik frekuensi sumber bising di suatu lokasi merupakan langkah awal untuk mendiagnosa dan menentukan teknik-teknik pengendalian kebisingan yang dapat diterapkan di lokasi tersebut.
PERMASALAHAN Peraturan tentang Baku Tingkat Kebisingan Lingkungan ditetapkan bulan Nopember 1996. Dengan demikian, masih sedikit data-data kebisingan yang telah dikumpulkan; berdasarkan peraturan tersebut. Salah satu data kebisingan yang belum terkumpul adalah data karakteristik frekuensi tingkat kebisingan di berbagai golongan peruntukan kawasan. Kep Men LH No. 49 MENLH /11/1996 menetapkan kriteria tingkat kebisingan berdasarkan 8 golongan peruntukan kawasan dan 3 golongan lingkungan kegiatan. Setiap golongan peruntukan kawasan dan lingkungan kegiatan mempunyai sumber kebisingan yang spesifik yang tergantung kepada jenis, jumlah sumber bising dan tinggi rendahnya energi suara yang ditimbulkan sumber suara. Dengan demikian
1
Laboratorium Udara dan Kebisingan, Laporan Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Udara dan Kebisingan Tahun 1996/1997, menyebutkan bahwa dari hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan di 5 Kota di Indonesia ( Medan, Balikpapan, Denpasar, Pekanbaru dan Ujung Pandang) yang meliputi daerah peruntukan ÂŤperumahan, perdagangan dan perkantoran sebagian besar titik pengukuran telah melampaui ambang baku tingkat kebisingan yang di tetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 49 MENLH /11/1996. Sebagai contoh semua lokasi pengukuran di kota Pekanbaru telah raelampaui baku mutu. Mess Bapedal Wilayah I yang terletak di jalan Ronggowarsito mempunyai tingkat kebisingan 63 dB(A), sedangkan kriteria tingkat kebisingan peruntukan perumahan adalah 55 dB(A). Demikian pula Kantor Kecamatan Rumbai, Kantor Bapedal I dan Terminal Mayang Terurai mempunyai tingkat kebisingan masing-masing 66 dB(A), 69 dB(A) dan 72 dB(A) diatas nilai baku mutu untuk masing-masing daerah peruntukan (65 dB(A), 65 dB(A) dan 70 dB(A)).
daerah-daerah tersebut mempunyai karakteristik frekuensi kebisingan yang spesifik pula.
HI.
TUJUAN ,SASARAN DAN HASBL KEGIATAN
Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan data tentang karakteristik frekuensi suara di berbagai golongan kawasan peruntukan. Dengan demikian dapat ditentukan secara umum karakteristik frekuensi suara di suatu kawasan peruntukan tertentu yang pada akhirnya dapat dipelajari panduan umum teknik - teknik pengendalian kebisingan yang dapat dilakukan di kawasan peruntukan tertentu. Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya informasi teknis yang berguna untuk kegiatan pengendalian kebisingan. Hasil kegiatan berupa laporan yang berisi karakteristik frekuensi suara di berbagai kawasan peruntukan dan lingkungan kegiatan.
IV.
TEORI
4.1.
Peralatan Pengukuran Kebisingan
4.1.1. Sound Level Meter
Weighting networks
T F"Âťt 1 ((unweighted)! Hold circuit
Digital readout
Condenser
microphone czrtridga
Analog readout
External filter connection
Figure 3.2.2 Block diagram of a sound level meter.
Gambar 1. Blok diagram dari Sound Level Meter
Pada dasamya blok diagram sound level meter dapat digambarkan pada gambar 1 yang terdiri dari 4 bagian utama yaitu :
1. Mikropon, berfungsi sebagai penerima sinyal suara yang diterirna sebagai besaran titik kemudian dirubah menjadi besaran listrik 2. Pre Amp, berfungsi sebagai penguat depan dari sinyal-sinyal listrik yang dihasilkan oleh mic 3. Filter pembobotan frekuensi, untuk memfilter sinyal-sinyal suara yang masuk sesuai dengan pembobotan frekuensi yang dikehendaki. 4. Meter/display,vntuk menampilkan sinyal suara yang terukur dalam desibel (dB)
Berdasarkan klasifikasinya SLM dapat terbagi dalam 4 kategori menurut kegunaanya yaitu: 1. Kegunaan secara umum 2. Survei 3. Ketelitian yang tinggi 4. Kegunaan secara khusus Ada dua kategori yang biasanya sering secara umum digunakan sesuai dengan tingkat ketelitiannya dan kemampuan ukur alat, yaitu untuk survei biasanya digunakan SLM type 2. Sedangkan untuk type 1 SLM yang mempunyai kemampuan serta ketelitian yang tinggi. Tingkat akurasi untuk type 2 adalah + 2 dB untuk berbagai frekuensi type ini biasanya termasuk dalam "general purpose " selain untuk "survei" . Sedangkan type 1 mempunyai akurasi + 0,5 dB dan digunakan untuk pengukuran yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. ISO dan ANSI sudah membuat standar-standar untuk tipe-tipe klasifikasi dari SLM.
Biasanya pada setiap SLM, terdapat 2 jenis pembobotan waktu yaitu "Fast" dan "Slow". Dimana respon dari meter/display dalam pencuplikan data untuk "Fast" adalah 125 ms sedangkan "Slow" 1 sekon.
1 —.
-
*j 4 M>
t;K J- i ,A ^
'
»• »
i
,
f? ' 5 I""
V
"'-
^ >, t<. " <•-, * TJ",'fv'(>f^. ""^••i
Gambar 2. Integratig Sound Level Meter type 1 dan type 2
Pada umumnya sound level meter mempunyai filter pembobotan frekuensi A, C dan Flat (linier). Pembobotan tersebut dikembangkan berdasarkan pendekatan sensitivitas dari tingkat kekerasan (loudness) bunyi yang diterima oleh telinga manusia. Unit satuan yang paling mnum digunakan untuk kekerasan suatu suara adalah dB(A) atau pembobotan A. Jaringan pembobotan A semula didasarkan pada kurva 40 phon pada kontur kekerasan yang dibuat oleh Steven dan Davis
(2 ), Pada tahun 1938. Dalam pembobotan A ini
komponen bising pada frekuensi yang rendah hanya sedikit diperhitungkan dibandingkan komponen bising pada frekuensi tengah sehingga hal ini sangat berkaitan dengan reaksi frekuensi (frecuency respon ) pada telinga manusia. Nilai dari suatu pembobotan A memiliki hubungan yang baik antara resiko kebisingan yang mengakibatkan ketulian dan tingkat gangguan suara. Pada dewasa ini pembobotan A telah menjadi standar internasional yang digunakan sebagai suatu cara untuk mengukur bahaya kebisingan terhadap telinga manusia. Pada pembobotan frekuensi A akan mereduksi tingkat suara pada frekuensi rendah dibawah 500 Hz dan sedikit meningkat pada frekuensi suara antara 1000 Hz sampai dengan 4000 Hz. Ini menunjukan bagaimana respon
Untuk pembobotan frekuensi C, akan mereduksi suara pada frekuensi dibawah 100 Hz dan diatas 5000 Hz. Sementara respon akan linier pada frekuensi 100 Hz sampai 5000 Hz. Dengan membandingkan tingkat suara pada pembobotan frekuensi A (dBA) dan pembobotan frekuensi C (dBC) dapat ditentukan nilai frekuensi dari suatu sumber suara, Hal ini dapat dilihat dengan ketenruatf sebagai berikut: 1. Jika dBC - dBA > 2, kebisingan terdiri dari komponen frekuensi rendah 2. Jika dBC - dBA = 0, kebisingan pada pita lebar (broadband) dengan tingkat suara yang sama pada setiap frekuensinya. 3. Jika dBC - dBA < 2, kebisingan terdiri dari komponen frekuensi tinggi. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi dalam penetapan komponen frekuensi dari suatu sumber suara tetapi ketentuan diatas dapat digunakan sebagai pengukuran awal dalam hal penentuan komponen frekuensi pada sumber suara dengan hanya menggunakan alat sound level meter sederhana Untuk penentuan komponen frekuensi yang lebih detail dan teliti diperlukan alat analisa frekuensi yang lebih kompleks dan mahal.
500 1000 2000 Frequency
500010000 2C
(Hz)
Gambar 10. Beberapa tipe pembobotan yang sering digunakan
4.1.2. Mikropon. Ukuran diameter dari mikropon menunjukkan secara langsung frekuensi responnya, Seperti mikropon yang berukuran kecil dipergunakan untuk frekuensi yang tinggi. Untuk pengukuran disekitar atau diatas frekuensi kritis kesalahannya 2 dB. Adapun ukuran diameter mikropon dan hubungannya dengan frekuensi krisis dapat dituliskan : 15.000#z
r dimana r = radius dari mikropon dalam inchi. Secara umum tipe mikropon dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Condenser mic, satu diaprahma dihubungkan dengan satu permukaan dari kapasitor. 2. Ceramic, piezo electric kristal diletakan dibelakang diaprahma maka kristal akan membangkitkan sinyal listrik. 3. Dynamic, diaprahma dihubungkan dengan koil sehingga jika terjadi tekanan suara maka medan magnet yang dihasilkan koil akan terbangkit sesuai dengan tekanan suara dari diaprahma, Dalam pengukuran kebisingan 2 jenis type perambatan suara yaitu di medan bebas disebut "Free field Mic" dan untuk dimedan yang menyebarkan " Diffuse field Mic" . Kemampuan penerimaan suara oleh mic dapat dilihat pada gambar berikut:
3- INSTRUMENTATION AND
Gambar 2. Gambar penampang suatu mikropon Pada gambar di bawah ini di gambarkan mengenai respon frekuensi dari mikropon B&K 4132 terhadap arah pengukuran (posisi arah mikropon terhadap arah datangnya suara).
<D P ressuro 10
response of .' 936-in. microphona ( B £.K4132)
ree- field response, 9 © F ree-ffeld response, nindom Incidence /WV
F-
N -to Incident soorui wove
-20
°^\ /. 1 f
r
^
Microphone
i
10O
i i l l i i i 2OO 4OO 1.OOO 2£XX> 4/DOO 10,00020,000 Frequency, Hr
Gambar 3. Grafik respon mikropon dengan tipe free-field
1OO
2OO
4OO GOO 1.QOO 3.OOO 4J3OO Frequency. Hz
1O.OOO 2O.QOO
Fic- 3.7 Free-field corrections For a O.936-in.-<liameter microphone (BocK 4132) with protective grid.* These corrections (in dB) are to be added to the pressure response (curve 1) of Fig. 3.6.
Gambar 4. Respon frekuensi mikropon dari berbagai sudut arah sumber terkoreksi free-field
4.1.3. Windscreen Windscreen adalah penutup mikropon yang digunakan untuk menghindari terjadinya efek turbolensi suara akibat tiupan angin yang melewati mikropon. Windscreen ini terbuat dari bahan busa yang ringan Kesensitipan mikropon berkurang sebesar 0,5 dB untuk frekuensi 5 KHz dan 2 dB pada 12 KHz jika menggunakan "wind screen" pada gambar
dibawah ini menunjukkan
"Wind-induced signal" hubungannya dengan kecepatan angin.
S. 100
1
/»: With lt.fxJ.rd protection grid Wind parallel to dUphmgm (grain* hci B. A» A but »«lth wind K right viglB «• - 1? dl*phr«gm (IT IncWcoc*) /4 C-. A» O with wlndicr«*n -J D-. At A wttti wlndK
2O
4O
CO 8O Wind >p«*d {km/hi
10O
12O
' :j •, '(
Flcure 3.1.3 Wind-induced Ji&ruU ms a function of wind ipocd. (Source Urueli Instruments, !nc.) ";<
Gambar 5. Grafik Sound Level Meter dengan menggunakan winscreen terhadap kecepatan angin
a
Pada gambar 6 dibawah ini menunjukkan grafik hubungan antara SPL dengan Frekuensi (pita 1/3 oktaf) dalam pembobotan Flat (linier) pada sound level meter yang menggunakan windscreen dan tidak, pada kecepatan angin 30 km/jam dan 40 km/jam.
11O 1OO 90
a. o cvi 80
SJ 70 to 6O 5O 40 3O 20 o en
1O 25 4O 63 tOO 16O 25O I 63O I 1.6OO | 4.OOO | 1O.OOO 4OO l.OOO 2.5OO 6.30O Frequency, Hz
J?
so
25
5O
1OO
ZOO
4OO 1OOO 2OOO /(Hz) (1/3-octaw)
4OOO
1O.OOO
3.1.6 The **Avind noise" sp>ectrum (unweighted) at 4O km/h. (.Source: GenRad)
Gambar 6a. Grafik SPL dengan frekuensi (1/3 oktaf) terhadap kecepatan angin 30 Km/jam Gambar 6b. Grafik *SPL dengan frekuensi (1/3 oktaf) terhadap kecepatan angin 40 Km/jam
Pada gambar 6a tampak terlihat bahwa pengukuran kebisingan sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin terlebih pada kecepatan angin diatas 40 Km/jam. Untuk itu maka pengukuran dilapangan dengan kecepatan angin diatas 40 Km/jam sebaiknya dilakukan penangguhan sampai kondisi tenang (kecepatan angin dibawah 30 Km/jam). Pada gambar 6b, terlihat bahwa kecepatan angin sangat berpengaruh pada frekuensi rendah dan kemampuan dari windsreen mereduksi kebisingan dari angin paling efektif pada frekuensi 1000 dan 2000 Hz.
25
50
100
200
400800100020004000
10,000
/(Hz) (1/3 octave)
Figure 3.1.7 The ^-weighted"wind noise" spectrum at 40 km/ h. (Source: GenRad)
Gambar 6c. Grafik SPL pada pembobotan A dengan frekuensi (1/3 oktaf) terhadap kecepatan angin 40 Km/jam
10
4.2.
Analisa Frekuensi Suara pada dasarnya terdiri dari komponen frekuensi yang sangat komplek yang mempunyai
tingkat suara yang berbeda-beda unruk masing-masing frekuensi dan dibangkitkan secara simultan. Frekuensi analisi berguna untuk mengetahui unsur-unsur frekuensi yang terkandung dalam suatu sinyal suara. Pada pengukuran kebisingan lingkungan dikenal dua aplikasi dari analisa frekuensi yaitu 1/1 oktaf (octave band analysis) dan 1/3 oktaf (third-ocatve analysis).
A
Bandwidth <y
fc = centre frequency /i = lower limiting frequency /2 = upper limiting frequency
tn
S o
I
&
fl
fc
f2
Frequency (Hz) Gambar 9. Tipe dari filter analog. Dalam penentuan frekuensi tengah dari setiap filter oktaf adalah :
dimana : a adalah 1 (untuk satu per satu oktaf) dan 1/3 (untuk satu pertiga oktaf) f c = frekuensi tengah dalam Hz t
= limit frekuensi atas Hz
f 2 = lunit frekuensi bawah Hz
Sebagai contoh untuk nilai frekuensi tengah 1000 Hz dari pengukuran pita 1/1 oktaf maka nilai limit frekuensi rendahnyua adalah 710 Hz dan limit frekuensi tinggi nya adalah 1420 Hz dengan lebar pita sebesar 710 Hz. Sedangkan untuk pita 1/3 oktaf limit frekuensi rendahnya adalah 891 dan limit frekuensi tingginya adalah 1122 Hz dengan leBar pita 231 Hz. Pada gambar 10 dibawah ini di perlihatkan 1/1 dan 1/3 pita oktaf dari suatu mesin.
31.5
63
125
250
500 Frequency
4k
8k
16k
(Hz)
Gambar 10. Spektrum 1/1 dan 1/3 pita oktaf dari suatu mesin. Filter 1/1 pita oktaf dan 1/3 pita oktaf diistilahkan sebagai "persentasi lebar pita filter konstan " (constant percentage band^vidth filter} dimana lebar pita tersebut akan tetap dari frekuensi tengah. Untuk 1/1 pita oktaf lebar pitanya adalah 71% dari frekuensi tengah dari pita, Sedangkan untuk 1/3 pita oktaf lebar pitanya adalah 23% dari frekuensi tengah pitaJika frekuensi tengah meningkat maka rentang lebar pitapun akan bertambah. Sebagai contoh untuk frekuensi tengah 4000 Hz lebar pita filter adalah 71% dari 4000 Hz, ini menghasilkan rentang lebar filter antara 2840 Hz sampai 5680 Hz . Sedangkan untuk frekuensi tengah 63 Hz maka rentang nya adalah antara 44 sampai 88 Hz.Sehingga resolusi yang paling baik terjadi pada frekuensi rendah dan resolusi yang lebar terjadi pada frekuensi tinggi. Untuk analisa frekuensi yang membufuhkan nilai spektrum yang lebih detail,
diperlukan
penggunaan narrow band (pita sempit). Pita sempit ini di istilahkan sebagai "lebar pita filter yang tetap" (constant band^vidth filter), karena lebar pitanya tidak berganrung dari frekuensi tengah. Biasanya digunakan lebar pita 0.5 Hz, 2 Hz, dan 10 Hz. Lebar pitanya akan tetap konstan
tengah. Biasanya digunakan lebar pita 0.5 Hz, 2 Hz, dan 10 Hz. Lebar pitanya akan tetap konstan walaupun frekuensinya naik. Analisa ini kebanyakan digunakan menganalisis suara-suara mesin dalam mendeteksi kerusakan yang terjadi. Gambar 11 dibawah ini menunjukan gambar spektrum frekuensi dari suatu mesin dalam bentuk pita sempit.
â&#x20AC;˘Pure Tone
o
CO
50
1OO
ISO
20O
25O
3OO
35O
4OO
Frequency (HIz) Gambar 11. Spektrum kebisingan mesin menggunakn pita sempit.
V.
METODA PENGUKURAN
5.1.
Metoda sesuai KepMen LH no 48/MENLH/l 1/1996 Dalam upaya pencegahan dan perlindungan masyrakat terhadap gangguan kebisingan ditetapkan baku tingkat kebisingan yaitu Keputusan MENLH No. 48/MENLH/l 1/1997 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Yang mana baku tersebut didasarkan atas nilai tingkat kebisingan siang dan malam. Nilai ini diperoleh dari perata-rataan hasil pengukuran Leq selama 24 jam. Untuk Leq siang hari (Ls) pengukuran dilakukan dari jam 06.00 sampai jam 22.00 sedangkan untuk Leq malam hari (Lm) pengukuran di lakukan dari jam 22.00 sampai jam 06.00 (hasilnya ditambah faktor pembobotan 5 dB(A)) Adapun Kriteria tingkat kebisingan berdasarkan Kep MENLH no 48/MENLH/l 1/1996 sebagai tercantum pada tabej 1. Tabel 1. Baku tingkat kebisingan sesuai dengan penmtukkannya menurut Kep MENLH No. 48/MENLH/l 1/1996
Peruntukkan Kawasan/Lingkungan Kegiatan a.
Tingkat Kebisingan dB(A)
Peruntukkan Kawasan 1.
Perumhan dan Pemukiman
55
2.
Perdagangan dan Jasa
70
3.
Perkantoran dan Perdagangan
65
4.
Ruang terbuka hijau
50
5.
Industri
70
6.
Pemerintahan dan fasilitas umum
60
7.
Rekreasi
70
8.
Khusus: Bandar Udara * Stasiun Kereta Api *
b.
Pelabuhan Laut
70
CagarBudaya
60
Lingkungan Kegiatan 1.
Rumah Sakit atau sejenisnya
55
2.
Sekolah atau sejenisnya
55
3.
Tempat Ibadah atau sejenisnya
55
*) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Berdasarkan Kep Men LH No 48 tahun 1996 tersebut diatas maka persamaan yang digunakan adalah:
Ls= 10 Log â&#x20AC;&#x201D; 16
dB(A)
.(5.1)
Lm= lOLog 8
... + 1001I°5) dB(A)
(5.2)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui baku tingkat kebisingan, maka perlu dicari nilai Lsm dari pengukuran lapangan. Nilai Lsm dapatdihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Lsm= lOLog â&#x20AC;&#x201D; (16.1001L* + 8.10 ai(Im+S) ) dB(A)
.(5.3)
14
Nilai Lsm yang dihitung dibandingkan dengan baku tingkat kebisingan (tabel 1 diatas) yang ditetapkan dengan toleransi 3 dB(A)
Keterangan: Ls
: Tingkat kebisingan siang
dB(A)
Lm
: Tingkat kebisingan malam dB(A)
Lsm
: Tingkat kebisingan siang malam dB(A)
L! ...Li6: Nilai LA^ pada jam 06.00 sampai dengan jam 22.00 dB(A) L17.. .L24: Nilai LAeq pada jam 22.00 sampai dengan jam 06.00 dB(A)
5.2.
Metoda Pengukuran Frekuensi Pengukuran dilakukan dengan menggunakan peralatan pita 1/3 oktaf dengan kemampuan pengukuran secara real time (lihat pembahasan "analisa frekuensi" di bab teori). Pembobotan waktu yang dipergunakan adalah Fast dengan pembobotan frekuensi Flat (linier). Pengambilan data dilakukan setiap 5 detik dengan lamanya pengambilan 10 menit. Data tersimpan secara otomatis setiap 10 menit pada internal memori alat.
VL
PERALATAN Pada saat pengukuran peralatan yang digunakan adalah Precision Integrating Sound Level Meter Ono Sokki type LA-500 dan Real Time Octave Band Analyzer Ono Sokki type SR-5300. Sedangkan untuk mencetak data hasil pengukuran digunakan digital printer CX110 Ono Sokki. Disamping itu sebelum sound level meter digunakan, alat tersebut dikalibrasi dengan menggunakan sound calibrator dengan frekuensi 250 Hz. Yang mana pada pembobotan frekuensi Linier (Flat), akan menunjukkan level sebesar 124 dB.
VII.
KONDISI-KONDISI PADA SAAT PENGUKURAN
Untuk pengukuran yang dilakukan diluar rumah beberapa hal penting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a, Ketinggian mikropon haruslah 1.2 sampai dengan 1.5 meter dari atas permukaan tanah. b. Jarak mikropon terdekat dengan dinding atau bahan lainnya yang dapat memantulkan suara haruslah paling sedikit 3.5 meter. Pada kondisi tertentu, pengukuran dapat dilakukan pada ketinggian tertentu dan jarak lebih dekat dengan dinding. (0.5 meter dengan kondisi jendela terbuka).
c. Untuk menghindari gangguan dari angin maka biasanya digunakan windscreen, terutama sekali jika pengukuran dilakukan di daerah terbuka. d. Hindari pengukuran jika terjadi hujan yang cukup lebat e. Hindari medan .elektromagnetik yang besar, terutama pada daerah dibawah kabel listrik tegangan tinggi. Sedangkan untuk pengukuran didalam rumah hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah : a. Jarak mikropon terhadap dinding paHng sedikit 1 meter. b. Ketinggian mikropon 1.2 meter sampai dengan 1.5 meter dari atas lantai. c. Jarak dari jendela kurang lebih 1.5 meter. d. Untuk mengurangi gangguan dari gelombang berdiri hasil pengukuran harus dirata-ratakan (aljabar) diantara paling sedikit 3 titik ukur (jarak Âą 0.5 meter). e. Pengukuran umumnya harus dilakukan dengan jendela tertutup.
Vm.
HASBLPENGUKURAN.
6.1.
Data Pengukuran Analisa Frekuensi Tabel 6.1. Data Pengukuran Frekuensi
FreJatsnsi (Hz)
Lsq JLKunmgsri (d3A)
LeqJLSud;mEn(dBA)
LN? Kuruigan (d3A)
LAPSirftnTEn(d3A)
125 160 200 250 315 400 500
46.4
57.7
47.1
59.5
50.3
59.9
50.9
61.3
51.5
60.1
52
61.4
512
51.8
612
52.4 '
60 61 6Z8 63
630,.
542
63.4
56.3
65.1
800
53.9
642
55.3
652
1000
54
65.3
54.8
67.8
1250
54.1
65.6
1600
53.9
66.6
2000 2500 3150 4000
526
65.3 63.8
55.4 54.9 53.4
65.1
50.5
626
51.5
63.7
49.4
62.3
64.4 57.7
50.6 51.4
51.7
62.4
532
63.9
53.7
64.7
66.7
46.5
58.4
51 48
5000 6300
43.3
55.8
44.5
38.7
52.1
40.9
53.7
8000 10000 12500
34.4
45.5
36.3
29
392
31
24.4
33.5
26.5
47.1 41.6 35.1
602
Tabel diatas diperoleh berdasarkan jumlah logaritmik dari beberapa data pada tiap-tiap titik ukur. Persamaan yang digunakan dalam pengukuran rata-rata tersebut adalah :
Leq(rata-ratd)=\^.Log^^(\ 0
0.11/7
.(6.1)
Sementara LNP diperoleh berdasarkan persamaan sebagai berikut: (6.2)
Dimana nilai Leq diperoleh berdasarkan tabel 6.1 sedangkan L10 dan L90 diperoleh berdasarkan tabel 6.2.Untuk nilai Leq , L10 dan L90 semuanya diperoleh langsung dari pengukuran dengan menggunakan alat Real Time Octave Band Analyzer Ono Sokki SR-5300.
17
label 6.2. Data Pengukuran L10 dan L90 Fre!aensi(Hz) L90JLKun:ng2n(tSA) LÂŁOJLSmfnTEn(d3A) L10 JLKuningsn (cBA) L10JLSud-nran(cBA)
125 160 200 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150 4000 5000 6300 8000 10000 12500
6.2.
45.7
56.5 58.8 59.3 59.2 59.9 62.7 61.8 62.1 63.6 63.2 64.7 64.5
50 51.2 - 50.8 49.8 50.2 51.5 52.8 52.7 53.2
53 52.8 51.8 49.8 48.3 45.4 42.3 36.9 32.7 27.4 22.6
52 52.8 54.9 54.1
54 54.3 53,8 52.6 50.8 49.9 46.9 43.5 39.1 34.6 29.4 24.7
63 62
.
58.3 60.2 60.6 60.4 61.3 63.8 63.5 63.8 64.6 65.7 65.8 65.8 64.3 63.1 62.9 59.2 56.6
.-46.4 50.6 51.7 51.4 50.9
60.8 57.4 54.7 50.4 44.3
423 3Z1
52 45.9 44.7 33.7
Data Pengukuran Metoda KepMen LH no 48/MENLH/l 1/1996
Data pengukuran yang diperoleh dari Precision Integrating Sound Level Meter Ono Sokki LA-500 dengan menggunakan persamaan 5.1, 5.2 dan 5.3 maka dapat disusun tabel sebagai berikut: Tabel 6.3. Data Pengukuran L(A)eq pada Beberapa Lokasi
no Lokasi Pengukuran 1 Jl. Sudirman Panin Building 2 Jl. Sudirman Dukuh Atas 3 Jl. MH. Thamrin depan Kantor Dept. Agama Jakarta 4 Jl. Latumeten Grogol 5 Jl. Daan Mogot Tangerang 6 Jl. Trunojoyo Depan Gedung PLN Jakarta Ls : L(A)eq siang Lm : L(A)eq malam Lsm : L(A)eq siang malam
Lm
Ls
Lsm
76.6 76.9 79.6
68.7 71.6 70.8
75.8 76.8 78.7
78.9 79.3 72.5
73.3 73.9 64.4
78.7 79.1 71.7
IX.
PEMBAHASAN Berdasarkan tabel data diatas maka dapat dibuatkan grafik sebagai berikut
Âť-
CM
CM
CO
F r e k u e n s i (Hz)
G a m b a r 7 .1 . G ra f ik K a ra k te ris tik F re k u e n s i T in g k a t K e b is in g a n di d a e r a h J l J I. K u n in g a n J a k a r t a
Pada gambar 7.1 diatas menggambarkan kondisi spektrum frekuensi dari kebisingan yang terjadi di daerah tersebut. Nilai Leq yang paling tinggi terjadi pada frkuensi 630 Hz sampai dengan 2 KHz, dan turun pada frekuesni diatas 2 KHz . Untuk Frekuensi rendah nilai Leq meningkat pada frekuensi 100 Hz dan terjadi titik balik menurun dengan titik balik maksimum terdapat pada frekuensi 250 Hz, kemudian menurun kembali dan terjadi titika balik minimum pada frekuensi 400 Hz. Secara umum dapat dikatakan sumber kebisingan yang terjadi didaerah ini mempunyai spektrum frekuensi dari 400 Hz sampai dengan 3.15 KHz. Secara umum ini menggambarkan spektrum kebisingan yang berasal dari kendaraan di jalan raya, karena secara teori dan hasil dari beberapa peneltian di luar negeri spektrum dari arus kendaraan di jalan raya itu berikisar dari 500 Hz sampai dengan
4 KHz. Pada gambar 7.2 tampak spektrum frekuensi yang diperoleh dari hasil pengukuran di daerah Sudirman. Nilai SPL yang tertinggi terdapat pada frekuensi 1 KHz sampai 1.6 KHz dengan nilai 65 dB(A). Secara umum dapat di katakan pada daerah Sudirman spektrum frekuensi tingkat kebisingan lingkungan yang terjadi merata dari frekuensi 125 Lab. KehismgaiiilanGetaranPUSARPEDAL 19M 199
19
Hz samapai dengan 4 KHz. Hal ini sesuai pula dengan spektrum dari arus kendaraan lalu lintas di jalan raya dari beberapa hasil penelitian diluar negeri.
Frekuensi
(Hz)
G a m b a r S . 2 . G r a f i k S p e k t r u m F r e k u e n s i T i n g k a t K e b i s i n g a n d i d a e r a h JI . Sudirman Jakarta
Jika spektrum frekuensi yang diperoleh pada daerah Kuningan di gabungkan (gambar 7.3) dengan spektrum frekuensi pada daerah Sudirman terdapat perbedaan level, dimana pada daerah Sudirman level nya lebih tinggi 10 dB(A) dibanding dengan daerah Kuningan. Hal ini dikarenakan daerah Sudirman mempunyai kepadatan arus lalu-lintas kendaraan yang cukup tinggi. Ini diperkuat pula dengan pola spektrum frekuensi yang konstan dari frekuensi rendah sampai frekuensi tinggi. Pola kedua spektrum tersebut sama pada frekuensi diatas 1 KHz. Sedangkan perbedaan sedikit terjadi pada frekuensi 200 Hz dimana pada daerah Kuningan terjadi kenaikan sedangkan pada daerah Sudirman terjadi penurunan, samapula halnya dengan frekuensi 800 Hz, dimana pada derah kuningan terjadi kenaikan sementara pada daerah Sudirman terjadi penurunan. Tetapi secara umum spektrum frekuensi kedua daerah tersebut mempunyai kesamaan pola, hal ini bisa diduga karena jenis kendaraan yang melewati daerah Sudirman dengan daerah Kuningan sama yang berbeda hanyalah kepadatannya saja.
Lab. KebisiHgan Jan Gclaran PUSARPEDAL 1W8 199
20
Leq JI.Kuningan (dBA) â&#x20AC;˘Leq Jl. Sudirman (dBA)
o o o co
o o o o o in o CM
Frekuensi (Hz)
Gambar 7.3. Grafik Karakteristik Frekuensi kebisingan untuk daerah Sudirman dan Kuningan
Dari gambar 7.1 dan gambar 7.2 diatas selisih SPL pada setiap frekuensi untuk nilai LIO dengan L90 sangatlah kecil berkisar 1 - 2 dB(A) ini mempunyai arti bahwa kepadatan lalu lintas yang terjadi pada kedua daerah tersebut cukup tinggi. Untuk daerah dengan kepadatan arus lalu-lintas yang kecil nilai selisih antara LIO dengan L90 cukuplah besar T
r
1
I
i
" -
~
QLm
ALsm 1
79.6<>
A 78 7 ' 76.6
A
A
7a9
U. 7a7
79.3^79.1
76.9 A^ 76.8
758 i i
' r
^
f^-, 7
H ^-
8
i '
Q 73-3
QM 72 5 A A 71 7
i
1
068-7 WwJ
EJ64-4 |
'
i
wm . Jl. Sudirman Panin Jl. Sudirman Dukuh Jl. MH. Thamrin Kir Building Atas Agama
Jl. Latumeten Grogol
Jl. Daan Mogot Tangerang
Jl. Tanojoyo Gdg PLN
Lokasi
Gambar 7.4. Grafik L(A)eq 24 jam di Beberapa Lokasi di Jakarta Lab. Kebisingan dan Gelaran PUSARPEDAL 1998,199
21
berkisar 10dB(A). Dari tabel 6.3, maka dapat dibuat grafik seperti pada gambar 7.4 diatas. Dari hasil tersebut ternyata nilai Lsm untuk daerah Sudirman berkisar 76 dB(A) sedangkan untuk spektrum yang berada di jalan Sudirman nilai "SPL untuk overall (Leq total) adalah berkisar 68 dB(A) ini dikarenakan pada saat pengambilan data kondisi kendaraan tidak terlalu padat , dan titik pengambilan data berbeda dimana pada pegambilan spektrum dilakukan pada lahan parkir.Hal yang memilki perbedaan yang paling besar adalah untuk cara Kepmen LH pengukuran 10 menit tiap jam dan lamanya waktu pengukuran 24 jam sedangkan waktu pengukuran spektrum adalah 10 menit dengan lamanya waktu pengukuran selam 2 jam dilakukan pada siang hari (jam 11.00 s/d 14.00). Dari gambar 7.4 daerah yang paling tinggi tingkat kebisingannya adalah daerah Daan Mogot Tangerang hal ini dikarenakan banyaknya kendaraan berat yang melewati daerah tersebut. Karena keterbatasan waktu, spektrum frekuensi kebisingan tidak diambil data. Nilai LNP yang diperoleh dari tabel 6.1 diatas masih dalam kriteria yang diizinkan oleh standar Depertement of Housing and Urband Development of USA yaitu 74 DB(NP), sedangkan nilai LNP yang diperoleh untuk setiap frekuensinya adalah berkisar paling rendah 30 dB(NP) pada frekuensi tinggi dan 58 dB(NP) frekuensi tengah untuk daerah Kuningan sedangkan daerah Sudirman berkisar 30 dB(NP) pada frekeunsi tinggi dan 67 dB(NP) frekuensi tengah. Pada gambar 7.5 dibawah ini tampak grafik LNP.
Frekuensi (Hz) Gambar 7.5. Grafik Karakteristik Frekuensi LNP
22
X.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan dari hasil pengkuran diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan : 1. Spektrum frekuensi tingkat kebisingan yang dihasilkan berada pada rentang 400 Hz sampai dengan 4 KHz. 2. Spektrum frekuensi yang diperoleh dari hasil pengukuran merupakan spektrum frekuensi dari arus lalu lintas dan ini sesuai pula dengan spektrum frekuensi berdasarkan teori. 3. Jika di tinjau berdasarkan spektrum frekuensi yang dihasilkan, maka gangguan tingkat kebisingan yang terjadi tidak terlalu tinggi nilainya apalagi jika dibandingkan dengan baku mutu yang ada tidak melampaui, tetapi karena pengukuran spektrum ini tidak dilakukan selama 24 jam (hanya 2 jam) maka tidak bisa diandingkan dengan baku mutu kebisingan dalam KepMen LH no.48 tahun!996. 4. Tetapi data yang dihasilkan dari hasil pengukuran 24 jam maka nilai Lsm yang dihasilkan seluruhnya sudah melampaui baku mutu tingkat kebisingan yang telah ditetapkan sebesar 65 dB(A) untuk daerah peruntukkan Perdagangan dan Jasa. 5. Menurut hasil spektrum frekuensi gangguan kebisingan terjadi pada frekuensi 1 KHz s/d 2 KHz. Hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil pengukuran diatas adalah : 1. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat maka diperlukan waktu pengukuran yang lebih lama lagi, jika memungkinkan diambil 24 jam dan dilakukan pengukuran selama 1 minggu. 2. Disarankan melakukan pengukuran secara simultan antara pengukuran tingkat kebisingan menggunkan metoda KepMen LH no 48 tahun 1996 dengan pengukuran spektrum frekuensi tingkat kebisingan. 3. Pengukuran dilakukan pada tempat-tempat yang berbeda-beda. Ini untuk melihat sumber dari kebisingan yang bukan hanya dari kebisingan arus lalu lintas saja tetapi juga industri dan lain-lainnya. 4. Penelitian ini perlu dilanjutkan kembali untuk mendapatkan data pola kebisingan yang terjadi dan frekuensi dominan sumber kebisingan sehingga mempermudah dalam upaya pengendalian kebisngannya.
Lab. Kebisingan Jan Gelaran PUSAKPEDAL 19'JH 199
23
DAFTARPUSTAKA 1. Cyril M. Haris,' Hand Book of NOISE CONTROL ', Me Graw HiU, 1979 2.
David A. Bies and Colin H. Hansen,' ENGINEERING NOISE CONTROL', E & FN Spon,
1996 3. Melville S Adams and Francis Me Manus,' NOISE and NOISE LAW ', WileyChancey Law,
1994 4. J. D. Turner and A. J. Pretlove,' ACOUSTICS for ENGINEERS ', Macmillan, 1991 5r Wisnu Eka Yulyanto, Diktat Pelatihan Kebisingan, 'Teori Dasar Kebisingan ', Lab. Kebisingan dan Getaran PUSARPEDAL, 1997 6. KepMen LH no 48/MENLH/l 1/1996