RISET DESAIN
KOMPARATIF TEORI DWILOGI MANGUNWIJAYA DAN TEORI TRILOGI VITRUVIUS
GABRIELLA ANGELENE SINANTA (315190028)
NATHASYA ( 315190032)
YORDY CHRISTIAN ( 315190038)
DOSEN KOORDINATOR : AGUSTINUS SUTANTO IR., M.ARCH.PH.D. DOSEN PEMBIMBING : SIDHI WIGUNA TEH DR.(CAND.).,IR.,M.T.
PROGRAM STUDI SARJANA ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA SEMESTER GANJIL 2020/2021
1.
PENDAHULUAN
Arsitektur adalah seni atau praktik perancangan, pembangunan struktur dan konstruksi bangunan. Arsitektur memberikan beragam makna baik itu seni maupun pengetahuan. Dahulu arsitek dikatakan desainer bangunan tetapi pula dikatakan sebagai seorang ahli bangunan. Arsitek dihadapkan sebagai seorang ahli bangunan yang mendalami berbagai bidang ilmu pengetahuan dan sebagai seorang desainer yang mendalami seni dalam bangunan yang akan didesain tersebut. Arsitektur sudah muncul dari zaman sebelum masehi, dan terus berkembang sampai zaman sekarang. Sehingga, semua yang berkaitan dengan arsitektur, dari mulai teori, prinsip, komponen, mulai dikembangkan oleh setiap arsitek dari berbagai masa. Dari Timur sampai ke Barat, arsitektur memiliki banyak teori-teori yang menjadi cikal bakal dan acuan dalam proses mendesain suatu bangunan.
The Ten Books on Architecture Marcus Vitruvius Pollio lahir 80-70 SM, meninggal setelah 15 SM, umumnya dikenal sebagai Vitruvius atau Vitruvi atau Vitruvio, seorang penulis, arsitek, insinyur sipil dan insinyur militer Romawi selama abad ke-1 SM, yang dikenal karena naskah multi-volumenya yang berjudul de Architectura. Arsitek Romawi dipraktikkan dalam berbagai disiplin ilmu; dalam istilah modern, mereka dapat digambarkan sebagai insinyur, arsitek, arsitek lansekap, seniman, dan pengrajin gabungan. Secara etimologis kata arsitek berasal dari kata yunani yang berarti “guru” dan “pembangun”.
Gambar 1.Vitruvius sumber gambar : https://www.thefamouspeople.com/profiles/vitruvius-34320.php
de Architectura atau yang dirilis dengan judul The Ten Books of Architecture adalah karya pertama Marcus Vitruvius Pollio. Beliau kadang-kadang disebut sebagai arsitek pertama, tetapi lebih akurat untuk menyebutnya sebagai arsitek Romawi pertama yang menulis catatan di masa hidup dari bidangnya. Dia sendiri beberapa kali mengutip naskah yang lebih tua tetapi kurang lengkap. Ia bukan pemikir asli melainkan memiliki kecerdasan kreatif dari mengkodifikasikan praktik arsitektur. Hal ini juga harus dicatat bahwa Vitruvius memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari arsitek modern.
Gambar 2.Buku Ten Book on Architecture Sumber gambar : https://www.goodreads.com/book/show/523814.The_Ten_Books_on_Architecture
de Architectura adalah sebuah risalah tentang arsitektur yang ditulis oleh Arsitek Romawi dan insinyur militer Marcus Vitruvius Pollio dan didedikasikan untuk pelindungnya, Kaisar Augustus Caesar, sebagai panduan untuk membangun proyek-proyek. buku ini merupakan satu-satunya buku yang bertahan pada masa renaisans, yang menjadi sumber acuan pertama dalam pembangunan arsitektur klasik. Di dalam buku itu. Di dalam buku terdapat pembahasan yang sangat penting bahwa struktur dalam sebuah bangunan harus menunjukkan tiga kualitas yaitu firmitas, utilitas, dan venustas. Buku ini berisi tentang prinsip-prinsip arsitektur, serta banyak sekali edukasi untuk para arsitek dalam mempertimbangkan sebuah desain. Khususnya pada buku pertama, Vitruvius menyatakan bahwa semua arsitek harus memiliki pengetahuan yang luas. Vitruvius mengajarkan kita bagaimana cara mempertimbangkan sebuah desain dalam berbagai aspek, dari mulai alam sampai ke fisik. Sehingga kita dapat menghasilkan sebuah bangunan yang layak dan tahan lama, sehingga dapat di wariskan kepada sanak saudara dan cucu kita suatu saat nanti. Pada buku ke-3, Vitruvius membicarakan tentang sebuah analogi yang berasal dari tubuh manusia, yaitu proporsi. Di mana proporsi tubuh manusia sangatlah sempurna, seperti tangan kanan dan tangan kiri, telinga kanan dan telinga kiri. Arsitektur berasal dari alam, sehingga kita sudah seharusnya mempelajari alam untuk memulai desain. Proporsi merupakan salah satu prinsip terpenting untuk mencapai suatu keindahan sehingga tercipta sebuah bentuk yang menakjubkan dipandang oleh mata. Pada buku 8, 9, dan 10 vitruvius tidak lagi membahas arsitektur, melainkan sistimatis dari berbagai macam mesin. Vitruvius memperkenalkan cara kerja sebuah mesin, dan bagaimana seharusnya mesin tersebut dirawat, contohnya mesin pada toilet, mesin traktor, dan mesin lainnya. Terkhusus bagaimana cara kita memperlakukan sebuah mesin sehingga bertahan lama dan akan terus dikembangkan hingga bertambah canggih seiring perkembangan masa. Setelah bertahun-tahun kita hanya mengenal dan mengacu pada teori-teori yang berasal (berorientasi) dari Barat, bagaimana dengan teori yang berasal (berorientasi) dari Timur? Bukan dalam pengertian dibuat oleh orang Timur melainkan teori yang tidak mengesampingkan aspek- aspek arsitektur Timur. Salah satu arsitek Timur yang sangat berpengaruh dalam arsitektur di Indonesia adalah Romo Mangunwijaya.
Wastu Citra Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau Y.B. Mangunwijaya yang dikenal dengan Romo Mangun merupakan salah satu arsitek, rohaniawan, sastrawan, dan budayawan yang populer di Indonesia. Beliau sosok yang dikenal humanis dan tokoh pendidikan alternatif di Yogyakarta. Romo Mangun lahir pada 6 Maret 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah. Dalam kehidupannya, Ia sangat berjasa untuk memajukan Indonesia, membangkitkan keterpurukan kaum marjinal, dan juga turut aktif membela bangsa bahkan turut serta ikut berperang dan berjuang sebagai prajurit Republik Indonesia.Ketulusan hati Romo Mangun terlihat saat ia lebih memihak pada kelompok- kelompok yang terpinggirkan. Banyak hal berarti yang telah Beliau lakukan salah satunya saat Beliau merancang SD Mangunan untuk anak anak yang berkekurangan dari segi ekonominya dan juga orang orang yang terpinggirkan.
Gambar 3. (a)Buku Wastu Citra(b)Y.B.Mangunwijaya Sumber gambar : https://www.goodreads.com/book/show/1945128.Wastu_Citra
Menurutnya sebuah bangunan meskipun benda mati tetapi memiliki jiwa dan citra sang pembangunnya. Maka dalam membangun rumah atau bangunan lain, ada dua lingkungan masalah yang perlu diperhatikan, yaitu Lingkungan masalah Guna dan Lingkungan masalah Citra yang tergelar rinci dalam bukunya yang berjudul “Wastu Citra”. Berarsitektur bagi seorang Romo Mangunwijaya bukanlah sekedar masalah bentuk dan ruang saja, kepeduliannya pada masalah-masalah sosial budaya mengantar sebuah karya-rancang bangunnya adalah sebuah wahana untuk kehidupan yang berkesinambungan. Ketika Romo Mangun mengajukan izin untuk tinggal di bantaran kali Code, Kardinal Darmojuwono mengkritiknya sebagai usaha Romo Mangun untuk berpiknik. Namun akhirnya keinginan kuat untuk tinggal di kawasan kumuh itu dikabulkan atas desakan kuat Romo Mangun untuk ingin bernafas bersama dengan kaum terpinggirkan di tempat dimana dianggap sebagai titik hitam Kota Yogyakarta. Dengan tekadnya yang kuat, ia bersama masyarakat Kali Code berhasil membangun kawasan itu menjadi berwarna dan bernyawa. Keunikan dalam setiap karya Romo Mangun adalah adanya cerita dibalik setiap karyanya. Tiap karya romo mangun tidak selalu membicarakan tentang fungsi dan kegunaan bangunannya saja tetapi turut membicarakan tentang kehidupan sosial dan yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi bangsa ini. Ciri khas karya arsitektur Romo Mangun adalah kesederhanaan tiap bentuknya yang mempunyai prinsip membangun serendah mungkin dengan bahan bangunan yang seringan mungkin. Berarsitektur baginya bukan saja berkarya untuk bangunan megah berteknologi tinggi, tetapi berarsitektur adalah (seharusnya) kembali ke alam, berkarya rancang bangun yang bersandar pada tradisi-tradisi lokal. Berarsitektur tidak harus berkarya untuk sang kaum berada, tetapi memang
berkarya itu lebih berharga pada saat kita mengabdinya untuk orang orang yang lebih membutuhkan bantuan kita.
2.
PEMBAHASAN
Teori Trilogi Vitruvius Vitruvius membuat sebuah teori tentang Arsitektur Barat, disebut demikian karena Vitruvius merupakan arsitek dan insinyur Romawi pertama yang hidup pada abad pertama dan berperan besar dalam tulisannya mengenai arsitektur tertua yang dianggap sebagai cikal bakal teori arsitektur Barat. Vitruvius menekankan 3 komponen pokok yang ada dalam arsitektur yaitu Firmitas, Utilitas, Venustas. 3 hal tersebut dikenal dengan nama Trilogi Vitruvius yang ada di dalam buku Ten Books of Architecture. “All these must be built with due reference to durability, convenience, and beauty. Durability will be assured when foundations are carried down to the solid ground and materials wisely and liberally selected; convenience, when the arrangement of the apartments is faultless and presents no hindrance to use, and when each class of building is assigned to its suitable and appropriate exposure; and beauty, when the appearance of the work is pleasing and in good taste, and when its members are in due proportion according to correct principles of symmetry”1 Pada buku 1 bab 3 poin 2, Vitruvius menyatakan bahwa semua bangunan harus dibangun dengan mempertimbangkan firmitas yaitu kekokohan, utilitas yaitu fungsi, venustas yaitu keindahan. Vitruvius lebih menekankan ke arah pemilihan material yang bijak, karena pertimbangan tersebut adalah hal yang penting untuk menunjang bangunan agar tetap awet dan selalu kokoh. Firmitas yang Vitruvius maksud adalah saat suatu pondasi bangunan dibangun dengan struktur yang tepat dan pemilihan material yang bijak, dibangun ke dalam tanah dengan kokoh. Utilitas jika sebuah ruangan ditata secara sempurna dan tidak akan menyebabkan gangguan pada aktivitas manusia. Venustas, ketika setiap hasil karya menghasilkan sesuatu yang indah dengan mengikuti prinsip simetri dan proporsi. Dalam buku Architecture and Phylosophys, Winand Klassen (1990; 4) mengungkapkan bahwa ketiga komponen diatas firmitas terwujud dalam istilah daya tahan atau keawetan (durability)2. Di dalam bahasa arsitektur istilah tersebut lebih dekat untuk ditafsirkan sebagai aspek struktur atau konstruksi. Komponen kedua utilitas dimaksudkan sebagai perangkat yang dapat menyamankan kehidupan penghuni atau pemakai (convenience). Oleh para arsitek generasi akhir lazim ditafsirkan sebagai fungsi atau manfaat. Adapun komponen ketiga venustas, adalah dimaksudkan sebagai aspek keindahan (beauty). Atau dalam arsitektur, biasa dikenal dengan istilah estetika. Menurut pandangan Klassen (1990;28) firmitas dan utilitas sebaiknya diletakkan menjadi satu bagian tersendiri, sedangkan venustas yang paling tinggi. pandangan ini menjadi satu sudut pandang dengan Romo Mangunwijaya terhadap pentingnya sebuah citra. Walaupun, Vitruvius menyebutkan Venustas paling terakhir, tidak menutup kemungkinan bahwa Venustas merupakan suatu hal yang paling penting karena bentuk dalam sebuah desain bisa menghidupkan makna dalam bangunan tersebut. Vitruvius tidak menekankan secara langsung bahwa ketiga hal tersebut terdapat bagian yang penting atau tidak penting, melainkan menjadi satu kesatuan.
1 2
Chapter 3, page 17. Ten Books of Architecture Architecture and Philosophy, Winand Klassen
Teori Dwilogi Mangunwijaya Romo MangunWijaya dalam buku Wastu Citra mengkaji lebih dalam dari sekedar masalah praktis arsitektur dari segi kegunaan. Yakni yang berhubungan dengan mental, spiritual, kejiwaan, kebudayaan dalam berarsitektur. Menurut Romo Mangunwijaya setiap bangunan mempunyai ciri khas, citranya sendiri-sendiri yang menampilkan mental ataupun jiwa seperti apa yang dimiliki pembuatnya. Romo Mangun mengungkapkan bahwa dalam membangun rumah ataupun bangunan ada dua masalah utama yaitu : lingkungan masalah guna dan lingkungan masalah citra.
Lingkungan Masalah Guna Guna didefinisikan oleh Romo Mangun sebagai keuntungan, “pemanfaatan” yang diperoleh. Guna disini artinya tidak hanya untung materi belaka tetapi lebih dari itu mempunyai “daya” yang menyebabkan kehidupan kita dapat meningkat. Contoh dari penerapan guna ini adalah dianalogikan rumah tinggal kita yang memiliki banyak kegunaan seperti tempat berlindung, tempat beristirahat,melindungi dari panas dan hujan, segala kegiatan lainnya kita habiskan di dalam rumah.
Lingkungan Masalah Citra Citra menunjukkan suatu “gambaran“. Citra tidak jauh sekali dari guna, tetapi lebih bertingkat spiritual, lebih menyangkut derajat dan martabat manusia yang berumah. 3Citra lebih mewakili tingkat kebudayaan, dan guna mewakili segi keterampilan atau kemampuan (teknologi). Contoh dari penerapan citra ini misalnya seperti pakaian kita tidak hanya berfungsi untuk melindungi tubuh dari panas maupun dingin. Di samping itu, pakaian menunjukan identitas kita, ciri khas, sifat, keunikan yang ada dalam diri kita. Arsitektur bukan hanya sebidang tanah yang didirikan begitu saja, tetapi lebih dari itu arsitektur membawa isu-isu seperti aspek sosial, budaya, dan juga teknologi. Romo Mangunwijaya bahkan memberinya “jiwa” pada bangunan yang disebut rumah. Bangunan, biar benda mati namun tidak berarti tak “berjiwa”.4 Rumah yang kita bangun ialah rumah manusia. Oleh karena itu, merupakan sesuatu yang sebenarnya selalu dibatasi oleh kehidupan manusia, oleh watak dan kecenderungan-kecenderungan, oleh nafsu- nafsu dan cita- citanya. Rumah selalu adalah “citra” sang manusia pembangunnya. Pemahaman akan “guna” tanpa “citra” akan membuat kita melihat arsitektur sebagai sebuah bangunan mati saja. Sebaliknya, jika kita memahami “citra” saja tanpa “guna” maka arsitektur akan berhenti pada ranah konsep dan literatur saja, tak bisa direalisasikan.
3 4
Y.B.Mangunwijaya,Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm.52 Y.B.Mangunwijaya,Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm.47
Contoh penerapan teori guna dan citra dalam bangunan Romo Mangunwijaya: 1. Gereja St. Maria Assumpta, Klaten
Gambar 4.Gereja St. Maria Assumpta Sumber gambar : https://www.facebook.com/gmaklaten/
Sebagian orang memaknai bentuk bangunan gereja ini sebagai “burung yang sedang membentangkan sayap”. Sebagian lagi juga melihat simbol-simbol pohon kehidupan pada relief dinding luarnya. Lebih jauh lagi ternyata kolom tengah adalah bagian dari saka guru (simbol jawa). Sistem penghawaan pada bangunan adalah sistem penghawaan alami, dimana pada beberapa sisi bangunan tidak dibuat dinding, melainkan dibiarkan terbuka. Konsep bangunan yang terbuka ini sesuai dengan konsep rumah orang Jawa yang pada dasarnya bersahabat dan membuka diri terhadap alam tropis (bersifat makrokosmos). Di dalam bangunan ini sangat banyak komponen yang kaya akan makna dan arti. Bangunan ini sungguh kaya dari segi bentuk dan pemaknaannya.
2. Rumah Arief Budiman, Salatiga
Gambar 5. Rumah Arief Budiman Sumber gambar :https://tektan.tumblr.com/post/62902420945/perjalanan-1-rumah-arief-budiman-salatiga
Berfungsi sebagai rumah kediaman Prof Arief Budiman, rumah ini didesain dengan sangat unik dan menonjolkan ciri khas nusantara. Desain bangunan yang ada tampak seperti desain panggung rumah adat. Yang mempunyai kegunaan, selain tidak merusak lahan dan kondisi tanah, juga untuk menghindari kelembaban udara yang berlebihan. Atap limas yang terlihat curam didesain untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi dan tempias. Dinding dari bilik bambu yang tidak masif memungkinkan aliran udara yang lancar dari celah-celahnya.
3.
Lumbung Padi, Minang
Gambar 6.Lumbung Padi, Minang Sumber gambar : https://www.facebook.com/media/set/?set=a.111326238954609&type=3
Wadah padi tinggi di atas tanah agar padi menjadi kering, jalan hama tikus dan sebagainya dapat dikontrol. Dinding yang rapat berguna untuk menghambat tampias air hujan, namun cukup berlubang untuk kelancaran ventilasi udara, agar padi tidak membusuk karena lembab. Penutup atap berasal dari seng untuk sekarang ini (zaman dulu menggunakan ijuk) berguna untuk air hujan cepat mengalir. Konstruksi rangka berbidang- bidang dinding yang tidak bertugas memikul beban, selain wadah padi. Tiang- tiang dibuat tidak sejajar melainkan melebar ke atas, untuk mempertinggi kekakuan sambungan- sambungan tiang. Keempat tiang cukup berdiri di atas batu kerempeng, batu penghalang kelembaban masuk ke tiang, peletakan yang bebas pada sendi tersebut benar- benar kebal terhadap goncangan gempa bumi, sungguh cara berkonstruksi (guna) yang berkualitas.5 Bentuk dan gaya bahasa lumbung padi selaras dengan alam sekitar di Minang yang bergunung- gunung memuncak seperti atapnya. Alas sempit dan tubuh melebar ke atas mencitrakan manusia Minang yang tidak berbudi rendah, tetap bagaikan asap gunung berapi yang membumbung tinggi. Walaupun hanya lumbung, bangunan kecil ini membahasakan jiwa Minang. Rajin dan cerdas mempergunakan anugerah alam dari tanah air. Tidak hanya mengejar efisiensi belaka, namun memiliki citra jiwa yang mengerti keindahan. Bentuk dan fungsi, keindahan dan kegunaan seharusnya bersatu dalam satu wujud yang efektif, namun ekspresif. Romo Mangunwijaya dengan teori guna dan citra lebih cenderung ke arah memberi pengetahuan yang bersifat terbuka bukan sebuah rumusan. Pada klasifikasi teori arsitektur berdasarkan lingkup problematikanya, dwilogi Mangunwijaya memiliki kemungkinan untuk digolongkan dalam kategori Theory of Architecture. Theory of Architecture memiliki pengertian yaitu berusaha menjelaskan bagaimana para arsitek mengembangkan prinsip-prinsip dan menggunakan pengetahuan, teknik dan referensi dalam proses desain dan merealisasikan bangunan. Isu pokok disini bukanlah prinsip- prinsip umum yang memandu desain, tetapi bagaimana dan mengapa arsitek mendesain, menggunakan media dan bertindak, serta mengapa diantara mereka bisa terjadi keragaman historis maupun budaya.
5
Y.B.Mangunwijaya,Wastu Citra, (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm.47
Komparatif Teori Dwilogi Mangunwijaya dan Trilogi Vitruvius Sebelum mengkomparasikannya ada hal- hal yang dapat dikatakan saling terkait dalam mengkaji dasar arsitektur baik dari Romo Mangun maupun Vitruvius. Keduanya mengambil inti yang serupa mengenai kekuatan dan keindahan dalam mendesain sebuah bangunan. Sama sama memperhatikan proporsi, kegunaan, keindahan, kekokohan, kenyamanan dalam desain bangunan. Dalam hal keindahan, Vitruvius tidak menggunakan istilah pulchritudo (beauty; attractiveness), hal tersebut disebutkan dalam analisis Winand Klassen dikarenakan keindahan yang dimaksud adalah sangat agresif (fertile), dinamis dan mudah berkembang (growing) sehingga dalam konteks pembahasan tersebut, arsitektur memang membutuhkan berbagai ragam dan cakupan keindahan sehingga dapat dikatakan keindahan dari sebuah bangunan, akan selalu berubah seiring perkembangan zaman6. Hal ini memperjelas sebuah perbedaan dengan kebudayaan dalam teori dwilogi Mangunwijaya, di mana sebuah bangunan memiliki makna yang berbeda sesuai dengan jiwa dan filosofis manusia itu sendiri, yang sudah lahir dari zaman ke zaman dan diikuti oleh penerus kebudayaan tersebut. Dari pandangan yang diungkapkan Romo Mangunwijaya terlihat bahwa arsitektur bukan hanya sekedar menyangkut hal-hal yang teknis/ praktisi, tetapi juga melibatkan hal-hal yang berhubungan dengan mental, spiritualitas, kejiwaan, kebudayaan manusia saat berarsitektur. Pandangan beliau mengenai arsitektur membuka cakrawala baru yang selama ini banyak terpaku pada teori-teori dari Barat, seperti Teori Vitruvius yang mengemukakan firmitas, utilitas dan venustas dalam bukunya The Ten Books on Architecture. Trilogi yang diungkapkan oleh Vitruvius tidak menyatakan adanya masalah citra, tapi lebih cenderung ke masalah guna. Pengertian venustas itu sendiri oleh Vitruvius cenderung kepada keindahan atau estetika, padahal kenyataan yang ada di Nusantara memperlihatkan adanya unsur citra yang juga berperan dalam pembentukan arsitektur. Adanya pandangan dari Romo Mangunwijaya melalui teori tentang guna dan citra dapat menjadi alternatif teori yang dapat dijadikan pedoman atau dasar dalam pengkajian arsitektur Nusantara mengenai syarat keberadaan yang dapat dikatakan sebagai “arsitektur”. Dibanding teori arsitektur yang berasal dari Barat, teori yang dikemukakan Romo Mangunwijaya lebih relevan terhadap arsitektur Nusantara. Perihal “guna dan citra” dapat digunakan untuk melihat keragaman arsitektur di Nusantara. “Citra” secara tersirat dapat terlihat dari tingkatan strata sosial masyarakat yang berlaku pada zaman dahulu. Dalam “guna” dapat dilihat teknologi yang digunakan nenek moyang Nusantara sudah menunjukkan kecanggihannya dalam berarsitektur dan masih
6
Alberti, Leon Battista.1485. de re Aedificatoria.
Tabel 1. Diagram Komparatif Teori Dwilogi Mangunwijaya dan Trilogi Vitruvius VARIABEL
DWILOGI MANGUNWIJAYA
FUNGSI DAN GUNA
Teori guna pada dwilogi mangunwijaya memiliki arti kegunaan dan pemanfaatan yang diperoleh dari suatu bangunan. Teori Guna ini sudah mencakup dua arti dari Trilogi Vitruvius yaitu Firmitas (kekokohan dan daya tahan) dan Utilitas (fungsi). Dari kedua teori ini Teori Guna sudah dapat mencangkup kedua aspek itu yaitu diperolehnya pemanfaatan yang optimal yang tidak terbatas pada daya tahan atau keawetan (durability) tapi juga mencakup menyamankan kehidupan penghuni atau pemakai (convenience).
KEINDAHAN
Citra pada dwilogi arsitektur itu menunjukkan suatu “gambaran“ (image), suatu kesan penghayatan yang menangkap arti bagi seseorang dan menunjuk pada tingkat kebudayaan. Teori citra ini mewartakan mental, jiwa, dan sifat dari orang yang membuatnya. Kesan estetika yang didapat dari teori citra pada bangunan masa lalu tidak bisa dibandingkan dengan keberlakuan estetika pada venustas. Contohnya adalah rumah di Sumba lebih daripada tempat kediaman belaka, ia terutama tempat beribadat, tempat penghubung antara dunia fana ini dengan dunia gaib dan kosmis. Karena orang pada tahap primer lebih berpikir dan bercita rasa dalam alam penghayatan kosmis dan mistis, atau agama. Dan tidak mempertimbangkan soal keestetisan suatu bangunan.
SUDUT PANDANG PENULIS
Menurut Romo MangunWijaya sebuah bangunan mempunyai jiwa yang artinya bangunan itu berguna dan juga memiliki karakteristik tertentu. Setiap bangunan punya citra sendiri-sendiri,yang
TRILOGI VITRUVIUS Vitruvius sebelumnya merumuskan dua teori yaitu firmitas yang berarti kekokohan dan utilitas yang berarti fungsi bangunan. Dalam hal firmitas, Vitruvius menekankan bahwa setiap pemilihan material yang bijak dan struktur yang tepat, maka akan menghasilkan sebuah bangunan yang kuat dan tahan lama. tentunya dalam sebuah bangunan, diperlukan sebuah program ruang, yaitu dimana setiap manusia akan memiliki perspektif kenyamanan yang berbeda, dengan tata letak dan fungsi penggunaan setiap ruang, akan tercipta ruang yang nyaman. Vitruvius menyebut keindahan sebagai sebuah estetika bangunan, atau disebut Venustas. Venustas yang termasuk trilogi Vitruvius lebih menonjol pada arah proporsi dan komposisi suatu bangunan yang berdasarkan keindahan estetika.hal ini juga didukung oleh analisa Winand Klassen pada bukunya architecture and phylosophy, yang menyebutkan bahwa estetika dalam arti mudah berkembang mengikuti zaman, sehingga arsitektur tidak hanya berhenti di satu titik, melainkan akan terus tumbuh sesuai dengan prinsipprinsip baru.
Vitruvius berusaha merumuskan dan mendefinisikan prinsip prinsip teoritis dan praktis dalam desain, diantaranya yang berhubungan dengan Venustas. (karena venustas
ORIENTASI
mewartakan mental dan jiwa seperti apa yang dimiliki oleh pembuatnya. Mangunwijaya dengan ‘Guna dan Citra’-nya lebih cenderung ke arah memberi pengetahuan yang bersifat terbuka bukan sebuah rumusan. Rumusan yang dimaksudkan disini adalah tentang pandangannya yang lebih mengarah ke arah ciri khas, budaya, dan juga spiritualisme dan menjadi bahan pertimbangannya dalam mendesain suatu bangunan
menyangkut pembahasan tentang simetri dan proporsi yang ada dalam buku ke III Vitruvius. teori trilogi Vitruvius juga didukung oleh PaulAlan Johnson dalam buku yang berjudul the theory of architecture, yang menyebutkan tentang estetika.
Merupakan teori yang lebih berorientasi ke Timur dengan memperhatikan makna atau pesan di dalam suatu bangunan tersebut dan lebih mencangkup sikap hidup dan pandangan masyarakat Timur sendiri. Teori Timur lebih mengarah ke arah spiritual dan selalu dikaitkan dengan keharmonisan yang tidak lepas dari pandangan hidup yang dilestarikan.
Trilogi Vitruvius lebih berorientasi kepada arsitektur Barat dengan lebih mengedepankan kepada arah firmitas dan utilitas yaitu material dan penggunaan ruangan yang bijak. Teori Barat dalam penerapnnya lebih mementingkan obyek dan tata cara membangun dan pola berpikirnya yang penuh dengan logika
DIAGRAM KESIMPULAN
KESIMPULAN Citra pada teori dwilogi Mangunwijaya memang merupakan sebuah unsur filosofis dari masyarakat itu sendiri, kebudayaan yang telah lahir dari zaman ke zaman. Keberadaan guna pada prinsip mendesain adalah sebuah upaya untuk menghasilkan karya yang memang layak untuk ditempati, dari segi konstruksi, sampai segi penggunaan fungsi setiap ruang. Seperti apa yang disampaikan oleh Vitruvius sendiri, setiap bangunan harus mengikuti prinsip proporsi dan simetri yang tepat. Firmitas, Utilitas, maupun Venustas masing-masing menjadi sebuah prinsip yang saling melengkapi dan tentunya menjadi dasar untuk para arsitek lainnya dalam mempertimbangkan sebuah desain. Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua buku ini mengandung makna dan inti yang sama dalam sebuah prinsip mendesain. meski terletak perbedaan orientasi pada arsitektur Barat dan Arsitektur Timur. Keberadaan buku Wastu Citra bukanlah menjadi suatu penentang bagi teori trilogi Vitruvius yang sudah ada lama, tetapi menjadi pelengkap dengan adanya perbedaan orientasi tersebut. de Architectura tentunya akan selalu menjadi landasan para arsitektur untuk memulai desain, sehingga apa yang dituliskan oleh Romo Mangunwijaya merupakan sebuah tambahan prinsip dengan mengedepankan arsitektur dari orientasi yang berbeda, yaitu Timur.
REFERENSI Pollio, Marcus Vitruvius. de Architectura. Alberti, Leon Battista.1485. de re Aedificatoria. Klassen, Winand. W. 1990. Architecture and Philosophy. University of San Carlos. Mangunwijaya, Yusuf Bilyarta. 1988. Wastu Citra. Jakarta: Gramedia.
DAFTAR SUMBER GAMBAR Gambar 1.Vitruvius sumber gambar : https://www.thefamouspeople.com/profiles/vitruvius-34320.php......................... 2 Gambar 2.Buku Ten Book on Architecture Sumber gambar : https://www.goodreads.com/book/show/523814.The_Ten_Books_on_Architecture ......................... 3 Gambar 3. (a)Buku Wastu Citra(b)Y.B.Mangunwijaya Sumber gambar : https://www.goodreads.com/book/show/1945128.Wastu_Citra ............................ 4 Gambar 4.Gereja St. Maria Assumpta Sumber gambar : https://www.facebook.com/gmaklaten/ .................................................................. 7 Gambar 5. Rumah Arief Budiman Sumber gambar :https://tektan.tumblr.com/post/62902420945/perjalanan-1-rumah-arief-budimansalatiga .................................................................................................................................................... 7 Gambar 6.Lumbung Padi, Minang Sumber gambar : https://www.facebook.com/media/set/?set=a.111326238954609&type=3 ........... 8