TASAWUF FALSAFI : JEJAK AL-GHAZALI DAN IBNU ARABI

Page 1

1

TASAWUF FALSAFI : JEJAK AL-GHAZALI DAN IBNU ARABI (Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah Teosofi) Dosen Pengampu: Dr. H. Sudirman, S. Ag., M.Ag

Disusun Oleh: Yulia Maulidina Fitriana (14150002) Novia Akromussholihah (14150003) M. Choiru Nastain (14150058)

(Pendidikan Bahasa Arab A)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2017


2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tasawuf adalah nama yang diberikan bagi mistisisme dalam Islam yang oleh para orientalis Barat disebut dengan sufisme. Kata sufisme dalam literatur barat khusus dipakai untuk mistisisme Islam atau Islamic mysticism atau mistik yang tumbuh dalam Islam. Keadaan zahirnya yang penuh dengan hukum-hukum syariat dan pelaksanaannya, tersuci dari dosanya serta pelanggarannya dan batinnya mendapat ungkapan serta cahaya yang menakjubkan yaitu bahwa tujuan dari pembebanan syariat serta latihan keagamaan adalah pengosongan hati dari selain Allah Al Haq. Abu Hamid al-ghazali dilahirkan di desa Ghazaleh, dekat tus, iran utara, Pada 1058 masehi atau 450 Hijriah. Setelah dia dididik dalam lingkungan orang dan guru yang zahid pada masa kecil Ia belajar pada madrasah nizamiyah di tus, jurjan, dan nisyapur. Ibnu arabi, nama lengkapnya adalah Muhyi al din anu abd allah muhammad ibn ali ibn muhammad ibn ahmad al Arabi ali al hatimu ath-tha'i al andalas ibn al arabi, yang juga disebut dengan Ash-syakhh Al Akbar, lahir pada 17 Romadhon 560 bertepatan dengan 28 Juli 1965 di muria, Valenciad, andalusia, atau spanyol bagian Tenggara. Dalam dunia Sufi dikenal suatu sistem yang dianggap per kecenderungan monistis yang dikenal dengan wahdat Al wujud atau Unity of existance. Paham ini Sekaligus merupakan paham yang paling kontroversial dalam sejarah Sufi. Mereka berdualah tokoh yang paling identitik pada pemikirin tasawuf falsafi ini. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi tasawuf falsafi ? 2. Bagaimana jejak Al-ghazali dalam pemikiran tasawuf falsafi ? 3. Bagaimana jejak Ibnu Arabi dalam pemikiran tasawuf falsafi ? C. Tujuan 1. Mengetahui definisi tasawuf falsafi 2. Mengetahui jejak Al-ghazali dalam pemikiran tasawuf falsafi


3

3. Mengetahui jejak Ibnu Arabi dalam pemikiran tasawuf falsafi

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tasawuf Falsafi Tasawuf berasal dari kata bahasa Arab tasawuf yang merupakan masdar kata kerja yang dibendakan dari fi'il khumasi kata kerja dengan 5 huruf dasar yakni tasawuf yang dibentuk dari kata salafa yang berarti memakai wol. Dari kata tersebut lahirlah sebutan Sufi untuk orang Islam yang menjalani kehidupan sufistik Oleh karena itu sepantasnya kita tinggalkan batasan atau pengertian lain yang dibuat oleh orang-orang terdahulu yang mengemukakan asal kata Sufi antara lain ucapan mereka bahwa Sufi itu dikaitkan kepada ahlu suffah yakni sekelompok sahabat para ahli ibadah yang tinggal di serambi


4

masjid di Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW. Demikian pula dengan ungkapan bahwa 1. Para sufi adalah orang-orang Islam yang berada di soft terdepan dalam sholat 2. Para sufi adalah orang-orang Islam yang berasal dari keturunan ahlu suffah 3. Para sufi adalah orang-orang yang disandarkan kepada Safannah yaitu jenis sayuran yang biasa mereka konsumsi 4. Para sufi adalah sebutan yang dikaitkan kepada shulfatul qofa yaitu rambut yang tumbuh di tengku 5. Kata Sufi merupakan mustaq bentuknya derivatif dari kata shafiyyun yang bermakna bersih. makna yang berakhir Ini sudah dipergunakan sejak abad VIII masehi, disamping kata sufi yang bermakna ahli ibadah yang selalu berpakaian bulu wol. 6. Sufi merupakan bagian dari kata dalam bahasa Yunani sophos yang mengalami perubahan dan pendekatan antara teosofi dan tasawuf.1 Sufisme atau tasawuf atau the mystic of Islam tidak dipakai untuk mistisisme yang terdapat dalam agama lain. Dengan demikian jelas bahwa sufisme telah diakui oleh dunia barat sebagai mistik yang murni dalam Islam dan diakui telah memiliki sistematika keilmuan tersendiri. Sebagai suatu sistem distrik yang sejati sukses memiliki jiwa Cosmopolitan atau secara kultural akumulatif sesuai dengan dogma umum the true mystic is a Cosmopolitan. Menurut Zaki Mubarok Tata tasawuf memiliki beberapa kemungkinan tentang asal-usul nya : 1. Mungkin berasal dari Ibnu Sauf yang sudah dikenal sebelum Islam datang sebagai gelar seorang anak Arab yang Saleh yang selalu mengasingkan diri dekat Kakbah guna mendekati Tuhannya Ia bernama Ghaus bin murr

1 Massignon, Louis dan Mustafa Abdurraziq, 2001, Islam dan Tasawuf, (Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta), hal. 17


5

2. Mungkin berasal dari perkataan susah yang dipergunakan untuk nama surat ijasah orang naik haji 3. Mungkin berasal dari kata Yunani Sophia yang berarti hikmah atau filsafat 4. Mungkin berasal dari kata shuffah nama suatu ruang dekat masjid Madinah tempat Nabi Muhammad SAW memberikan pengajarannya kepada para sahabat seperti Abu Dzar al-ghifari dan lain-lainnya. Mungkin berasal dari kata suf yang berarti bulu domba yang umumnya menjadi bahan pakaian orang-orang Sufi dari Syria2 Syekh Abu Bakar Muhammad Al kattani (wafat tahun 322 Hijriyah) berkata “tasawuf adalah akhlak maka barangsiapa yang bertambah baik akhlaknya tentulah akan bertambah mantap tasawufnya (semakin bersih hatinya)�3 Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminology falsafi tersebut berasal dari bermacam-macamajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Menurut at-Taftazani, tasawuf falsafi muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun atikohnya baru dikenal seabad kemudian. Ciri umum tasawuf falsafi menurut At-Taftazani adalah ajarannya yang samara-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat difahami oleh siapa aja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak hanya dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa(dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam 2 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 17-18 3 Prof.Dr. Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm 21


6

pengertian yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme. Para sufi yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat Yunani serta berbagai alirannya seperti Socrates, Aristoteles, aliran Stoa, dan aliran Neo_Platonisme dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan mereka pun cukup akrab dengan filsafat yang sering kali disebut hermenetisme yang karya-karyanya sering diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan filsafatfilsafat Timur kuno, baik dari Persia maupun dari India serta filsafat-filsafat Islam seperti yang diajarkan oleh Al-Farabi dan Ibn Sina. Mereka pun dipengaruhi aliran Batiniyah sekte Ismailiyah aliran Syi’ah dan risalah-risalah Ikhwan AshShafa. Objek yang menjadi perhatian para tasawuf filosof adalah : a. latihan rohaniyah dengan rasa, intuisi, serta instroprksi diri yang timbul darinya. Mengenai latihan rohaniah dengan tahapan Maqam maupun keadaan (hal), rohani serta rasa(dhauq) b. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat robbani, ‘arty, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib, maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang penciptaannya. Mengenai iluminasi ini para sufi dan juga filosof tersebut melakukan latihan rohaniah dengan mematikan kekuatan syhwat serta menggairahkan roh dengan jalan menggiatkan Dzikir, dengan dzikir menurut mereka, jiwa dapat memahami hakikat realitas-realitas. B. Jejak Al-Ghazali dalam Tasawuf 1. Riwayat Al-Ghazali Abu Hamid al-ghazali dilahirkan di desa Ghazaleh, dekat tus, iran utara, Pada 1058 masehi atau 450 Hijriah. Setelah dia dididik dalam lingkungan orang dan guru yang zahid pada masa kecil Ia belajar pada madrasah nizamiyah di tus, jurjan, dan nisyapur. Di nishapur inilah Iya pada usia 20 sampai 28 tahun berguru dan bergaul dengan imam juwaini.


7

Selanjutnya ia berada di mu’askar (1086-1090 M^ 478-483 H) dan baghdad (1090-1095M / 438-488 H).4 Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Beliau dilahirkan di desa Ghuzala daerah Thus. Salah satu kota di Khurasan, Persia pada tahun 450 H/ 1085 M. Sejak kecil hingga dewasa orang tuanya memberi nama padanya Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Kemudian setelah menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Hamid, maka beliau dipanggil dengan panggilan akrab Abu Hamid (Bapak si Hamid). Adapun nama Muhammad yang disebutkan berturut-turut serta sebutan al-Ghazali yang terdapat pada nama lengkapnya, mengandung latar belakang historis dari hidupnya. Nama Muhammad yang pertama adalah namanya sendiri kemudian nama ayahnya dan yang terakhir adalah nama kakeknya. Sedangkan nama al-Ghazali (dengan satu “z”) berasal dari nama desa tempat kelahirannya. Kecuali itu, perkataan tersebut sering pula diucapkan al-Ghazzali (dengan dua “z”) yang dihubungkan dengan profesi ayahnya yaitu penenun yang menjual kain tenun yang lazim disebut “ghazzal”. Karena itu sebutan al-Ghazzali adalah panggilan penduduk Khurasan kepadanya. Dalam penulisan inidigunakan sebutan “al-Ghazali” (dengan satu “z”). Muhammad, ayah al-Ghazali sebagi pengusaha kecil yang berpenghasilan kecil menyebabkan keluarganya hidup dalam kemiskinan dan kekurangan. Sungguhpun hidup serba kekurangan, namun dia seorang pecinta ilmu yang mempunyai cita-cita besar. Muhammad senantiasa memohon kepada Allah agar dikaruniani anak-anak yang berpengetahuan dan ahli beribadah. Dia pun sering berkunjung dan berkhidmah kepada ulama. Tetapi sayang, ajalnya tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan segala keinginan dan doanya yang dikabulkan Allah. Ia telah

4 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 184


8

meninggal dunia ketika al-Ghazali dan saudaranya , Ahmad masih kecilkecil. Semasa itu al-Ghazali dan Ahmad dititipkan kepada salah seorang sahabatnya, yaitu seorang sufi yang baik hati untuk mendidik mereka sampai habis warisan mereka. Karena sahabat tersebut juga merupakan orang yang kurang mampu sehingga ketika warisan habis untuk mendidik mereka, sufi tersebut memutuskan untuk membawa mereka ke asrama agar memperoleh beasiswa dan tetap bisa melanjutkan pendidikannya.5 Pada tahun 471 Al Ghazali berangkat menuju kota naisabur karena tertarik dengan perguruan tinggi nizamia di sini dia bertemu dan belajar dengan seorang ulama besar Abu Al Maliki Al Din Al juwaini yang lebih dikenal dengan Imam haromain sebagai pimpinan perguruan tinggi tersebut kepada ulama besar William Ghozali belajar langsung sebagai mahasiswa dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu kalam fiqih Ushul Fiqh retorika mantiq serta mendalami filsafat menurut seorang komentator Al Ghazali bernama Zubaidi menjelaskan bahwa Al Ghazali mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dari Imam al-haramain seperti ilmu fiqih dalam mantiq retorika dan sebagainya sehingga dia sangat bertukar pikiran dengan segala aliran Bahkan dia juga telah memulai mengarang buku buku dalam berbagai ilmu pengetahuan pada tahun 475 ketika Al Ghazali memasuki usia 25 tahun ia mulai meniti karir sebagai dosen pada universitas nizamiyah naishabur di bawah bimbingan guru besarnya imam al-haramain dan setelah Imam Al haromain meninggal dunia maka 08 atau rektor perguruan tinggi tersebut untuk mengisi kekosongan Jabatan itu Perdana Menteri Nizam al-mulk menuju Al Ghazali sebagai penggantinya meski usianya saat itu baru 28 tahun Namun karena telah menunjukkan kecakapan yang luar biasa sehingga Perdana Menteri Nizam Al Mulk tertarik kepadanya

5 Massignon, Louis dan Mustafa Abdurraziq, 2001, Islam dan Tasawuf, (Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta), hal. 126


9

Setelah mendapatkan Ilham yang benar dibawah Lindungan Ka'bah maka terbukalah pikirannya untuk berkumpul kembali dengan keluarganya sebab tampaknya pengembaraan selama 10 tahun cukup membosankan dan muncullah pikirannya yang normal untuk kembali hidup di tengah masyarakat bersamaan dengan munculnya dorongan untuk kembali datanglah panggilan tugas dari Perdana Menteri Fahri Al Mulk Putra Nizam al-mulk almarhum yang memintanya agar segera pulau di Ini Sahur untuk memimpin universitas nizamiyah nisabur yang ditinggalkannya pada tahun 499 H Al Ghazali pulang karena II Zabur bagaikan seorang pahlawan yang pulang memenuhi panggilan Perdana Menteri mengaku jabatan Rektor Universitas nizamiyah nisabur namun setelah Fahri Al Muluk dibunuh oleh kaki tangan Hassan sabbah Seorang Istri Messiah yang mempunyai hubungan dengan dinasti fatimiyah di Mesir maka pada bulan Muharram tahun 500 ia menarik diri dari jabatan tersebut dan kembali ke kota kelahirannya thus dalam menghabiskan sisa umurnya Al Ghozali mendirikan anak atau sejenis Pondok bagi Sufi dan Madrasah bagi para penuntut ilmu beliaupun menghabiskan hari-harinya untuk berbuat kebajikan seperti menghantam Alquran bertemu dengan para sufi dan mengajarkan murid-muridnya kurang lebih setelah masa 5 tahun 10 Al Ghazali dari pengembaraannya maka pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir 557 Al Islam Imam Al Ghazali menghadap ke hadirat Allah di pangkuan adiknya Ahmad Al Ghazali. 2. Tasawuf Falsafi Menurut Pemikiran Al-Ghazali Dalam kesempatan di muaskar Iya kerap menghadiri pertemuan pertemuan ilmiah yang dilaksanakan di istana Perdana Menteri Nizam Al Muluk

sehingga

kemudian

Ia

dikenal

sebagai

ulama

yang

berpengetahuan luas dan mendalam. Pada tahun 484 Hijriyah atau 1091 Masehi ia diangkat oleh Nizam Al Muluk sebagai guru besar di Universitas nizamiyah Baghdad. Namun jabatan tersebut tidak lama di belakangnya walau keharuman namanya melalui berbagai tulisan


10

terbentuk dari sana. Pada periode baqdhat inilah yang mengalami guncangan guncangan spritual, dan berada pada puncak keraguannya mengenai Apakah pengetahuan itu Hakiki diperoleh melalui indra atau akal apa melalui. Selanjutnya keraguan ini hanya terhapus bukan karena membuat alasan atau keterangan melainkan melalui Nur Allah ke dalam kalbunya. peristiwa ini pulau yang diabadikan dalam kitab Al munqidz Min Al dhalal ( Al Ghazali, t.t:31).Karena kebingungan spritual itu pulalah maka jabatan guru besar universitas nizamiyah ditinggalkan dan kemudian digantikan oleh adiknya, Ahmad Al Ghazali. Hampir seluruh apa yang sudah dialaminya termasuk mengajar yang semua dipandang yang mulia ditinjau kembali sedalam-dalamnya. Kesimpulannya ia menyatakan bahwa semuanya salah. Ia mengatakan dirinya seperti berada di tepian jurang yang curam dan jika tidak mau mengubah sikap maka ia akan tenggelam dalam neraka. Tarik-menarik antara keinginan duniawi dan keimanan begitu kuatnya. Kondisi itu pun berlangsung selama 6 bulan. Akhirnya ia mengambil sikap meninggalkan seluruh kemewahan Negeri Baghdad, seluruh hartanya habis dibagi bagikan Kecuali sedikit untuk bekal perjalanannya, serta biaya anak-anak yang masih kecil. Iya pergi ke Syam kota damaskus untuk berkhalwat yang dimulainya pada tahun 488 Hijriyah atau 1095 Masehi dan berlangsung selama 2 tahun. Namun khalwatnya belum mendatangkan kepuasan sehingga ia berkunjung ke Palestina mengunjungi masjid Hebron dan Yerusalem pada tahun 490 Hijriyah atau 1098 Masehi. Ia berdoa agar diberi karunia sebagaimana diberikan kepada para nabi. Selanjutnya ia melanjutkan perjalanannya menuju Kairo dan seterusnya ke kota pelabuhan iskandariyah. Berikutnya ia menuju Mekkah dan Madinah untuk menunaikan

ibadah

haji

dan

menziarahi

makam

Rasulullah.

Petualangannya itu memerlukan waktu sekitar 10 tahun sejak ia meninggalkan Baghdad.


11

Apa yang menarik perhatian dalam sejarah hidup Al Ghazali adalah kehausan nya terhadap segala pengetahuan serta keinginannya untuk mencapai kerajinan dan hakikat kebenaran segala sesuatu. Pengalaman intelektual dan spiritual berpindah-pindah dari ilmu kalam, ke falsafah, kemudian ke taklimiyah/ batiniah dan akhirnya mendorong ke tasawuf. Dalam hal ini Ahmad Hanafi memberi komentar: Oleh karena itu, pikiran-pikiran Al Ghozali telah mengalami perkembangan semasa hidupnya dan penuh kegoncangan batin sehingga sukar diketahui kejelasan jarak pikirannya harus seperti terlihat dari sikapnya terhadap filosof dan beradab aliran Aqidah pada masanya. Kontradiksi-kontradiksi pikirannya memang banyak kita jumpai dalam berbagai kitab atau tulisannya, karena dipengaruhi oleh perkembangan pikirannya sejak muda sekali. Di satu pihak yang dikenal sebagai penulis buku polemis, “Tahafut al-Falasifah” untuk menelanjangi Kepalsuan para filosof berikut doktrin-doktrin mereka. Tetapi pada saat yang sama Ia juga menulis buku tentang ilmu logika Aristoteles “alMatiq al-Aristhi”, lalu menulis Kitab “Mi’yar al-Ilmi” (mencakup filsafat) bahkan ia membela ilmu-ilmu warisan Aristoteles itu dan menjelaskan berbagai segi kegunaannya. Demikian pula kontradiksi pemikirannya yang berkaitan dengan ilmu kalam, seperti dijelaskan Dr. Nurcholis Madjid: dalam bukunya “Iljamal-Awwam’an’ilmi al-Kalam” nampak menentang ilmu kalam. Tapi bukunya yang lain “al-Iqtishod fi alI’tiqad”, Al Ghazali memberi tempat kepada ilmu kalam “Asya’riyah”. Dan dalam karya utamanya yang cemerlang “Ihya Ulumuddin” Al Ghazali dengan cara menyuguhkan singkreatisme kreatif dalam Islam sambil tetap berpegang kepada ilmu kalam Asy’ari. Dengan demikian, Al Ghazali tidak memuji seluruhnya dan tidak mencaci seluruhnya terhadap ilmu kalam, akan tetapi ada yang dipuji dan ada yang dicaci. Misalnya, ilmu kalam yang diajarkan kepada orang awam tidak akan tercapai maksudnya dan bahkan bisa menghasilkan pikiran serta dapat memalingkan dari aqidah yang benar Oleh karena itu Dr. Sulaiman Dunia menganalisanya bahwa ada buku-buku yang


12

ditujukan kepada orang awam dan ada pula yang khusus ditujukan kepada orang tertentu khawas, dan sudah barang tentu isinya tidak sama karena apa yang disampaikannya kepada orang khawas atau khusus tidak selamanya dapat diberikan kepada orang awam Pengertian kaum awam dan kamu harus tentang hal yang sama tidak selamanya sama tetapi seringkali berbeda menurut daya berpikir masing-masing sehingga kaum Awam membaca apa yang tersurat sementara kamu harus membaca yang tersirat hal ini selaras dengan analisa Prof. Dr. Harun Nasution bahwa Al Ghazali memang bagi umat manusia ke dalam tiga golongan yaitu: Pertama, kaum awam yang berpikirnya sederhana sekali. Kedua kaum pilihan yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam. Ketiga kaum pendekar. Kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat menangkap hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan memberi nasihat dan petunjuk. Kaum pilihan yang daya akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmah-hikmah, sedang kaum pendekar dengan sikap mematahkan argumen-argumen. Disamping itu kontradiksi pemikiran al-ghazali juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan pikirannya sebagai nama dikatakan Dr. Zaki Mubarok: perbedaan tersebut disebabkan karena perkembangan pikiran Al Ghazali mulai dari seorang murid yang biasa Kemudian menjadi murid yang cemerlang mengingat menjadi seorang guru bahkan hingga guru yang benar-benar kenamaan akhirnya menjadi kritikus kuat menguasai dan menyikap macam-macam pendapat kemudian menjadi pengarang besar

yang

membanjiri

dunia

dengan

membahas

pembahasan-

pembahasan dan buku-bukunya. Dengan demikian jelaslah bahwa karya-karyanya yang ditulis pada masa muda ketika masih kuat berpengaruh logikanya sangat berbeda dengan karya karya yang ditulis pada akhir usianya karena sangat dalamnya pengaruh tasawuf. Namun demikian pemikirannya masih ditandai oleh pikiran yang yang jernih kawasan yang luas, analisis yang mendalam,


13

penyelidikan yang teliti, kekuatan berpikir yang sama sekali tidak terpengaruh hal-hal yang bersifat rendah, juga kemampuan menganalisis masalah mana yang melampaui batas dan mana yang dapat menghantarkan pada tujuan sikap yang konsisten berani dan pantang mundur dalam menghadapi tantangan zaman beserta mampu menjelaskan kebenaran dan memisahkannya dari segala hal yang penuh dari sepanjang sejarah Islam.6 1. Pokok Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali Secara garis besar pergumpulan batin al-Ghazali itu dapat dirumuskan pokok-pokoknya antara sebagai berikut: a. Munculnya perasaan tarik menarik yang kuat antara keinginan meraih kesenangan duniawi dan dorongan memenuhi tuntutan ukhrowi, sehingga merasa terombang-ambing. b. Munculnya kesadaran bahwa selama ini dirinya telah terjerat oleh ilmuilmu yang tidak penting dan tidak manfaat untuk merambah jalan menuju akhirat. c. Timbul pula kesadaran bahwa selama ini tidak ada kemurnian niat dalam segala amal perbuatan termasuk dalam mengajarkan ilmunya, karena tercampur oleh dorongan untuk mencari kedudukan dan popularitas. d. Datangnya panggilan iman dari lubuk hatinya yang terdalam untuk bersiap-siap menyongsong akhirat memngingat umurnya tinggal sedikit. e. Tekanan batin yang makin berat akibat hal-hal diatas akhirnya berpengaruh terhadap fisiknya sehingga mengalami sakit dan tidak berdaya. f. Dalam ketidak berdayaannya itu, tidak ada jalan lain kecuali berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah dan doanya dikabulkan sehingga memperoleh keseimbangan kembali. g. Atas pertolongan Allah juga, dia mampu melepaskan ikatan-ikatan duniawi dan memulai kehidupan serta praktek sufi yang ditempuhnya selama 10 tahun hingga akhirnya mendapatkan ilham kasyf dan pengetahuan hakiki yang dicarinya.

6 Tri Joko Haryanto, 2002, Intelektualisme Tasawuf, (Lembakota: Semarang), hal. 141


14

h. Setelah mendapatkan kebenaran yang dicari, maka terbuka kembali pikirannya untuk berkumpul lagi bersama keluarga dan hidup kembali di tengah masyarakat. Dari beberapa rumusan di atas dapat dipahami back ground perjalanan sufisme al-Ghazali. Adapun sebab pemunculan kesadaran tasawuf/ mistiknya disebabkan oleh dua penyebab sebagai berikut: a. Sebab-sebab Psikologis Sebab-sebab psikologis yang membebani al-Ghazali tampaknya berpangkal pada temperamen al-Ghazali yang senantiasa meragukan segala sesuatu bahkan menjadikannya sebagai metode untuk mencapai kebenaran. Adapun keraguan tersebut dapat dibeadakan menjadi tiga: 1. Keraguan filosofis Keraguan filosofis timbul pada al-Ghazali pada masa yang dini, sejak ia masih usia muda. Hal ini sangat bertalian dengan masa hidupnya yang secara khusus diwarnai dengan munculnya berbagai persoalan agama yang pada gilirannya mengakibatkan lahirnya berbagai aliran dan sekte keagamaan yang masing-masing mengeklaimpaling benar. Menghadapi kondisi demikian, dengan kritis ia menghindari sikap taklid dan meragukan

setiap

klaim

untuk

kemudian

menelitinya

sampai

mendapatkan kepastian tentang salah dan bearnya. Dia bahkan mengingatkan “kajilah aliran-aliran yang ada dan carilah kebenaran dengan pengkajian yang mendalam agar anda dapat menjadi seorang pengasas suatu aliran. Janganlah anda menjadi buta dengan mengikuti seorang pemimpin yang menunjukkan jalan�. Berbeda dengan keraguan filosofis yang mengingkari realitas, maka menurut al-Ghazali keraguan adalah sebagai upaya jalan menemukan realitas (hakiki). 2. Keraguan metodis Kecenderungan meragukan segala sesuatu yang telah tumbuh sejak masa muda makin berkembang akibat kondisi intelektual yang buruk pada masanya, sehubungan dengan adanya pemikiran dan pandangan yang saling kontradiktif, karena itu dia senantiasa melakukan penelitian lewat pengetahuan yang benar, yaitu pengetahuan yang dapat memastikan jalan dihadapan semua keraguan yang oleh al-Ghazali disebut “ilm al-yaqin�.


15

Misalnya, secara epistemologis al-Ghazali lebih menyakini ilmu rasional dari pada ilmu indera, sementara ilmu intuitif (ilhami) lebih menyakinkan dari pada ilmu rasional, lebih lanjut dia mengatakan “siapakah yang akan ragu terhadap realitas-realitas matematis dan logis seperti “sepuluh lebih banyak dari tiga” dan “sesuatu tidak mungkin memiliki dua sifat yang bertentangan pada saat yang sama”. 3. Keraguan metafisis Maksudnya, dalam mempertahankan

ilmu

yakin

(yang

telah

diperolehnya), maka harus meragukan apa saja yang dipandang akan menggoyahkan keyakinan terhadap pengetahuan tersebut, meskipun sesuatu itu bersifat metafisis yang tidak kasat mata. b. Sebab-sebab pengalaman7 Menurut Joachim Wach, diantara kriteria untuk mengetahui pengalaman keagamaan merupakan suatu tanggapan terhadap apa yang disebut sebagai realitas mutlak. Adapaun yang disebut realitas mutlak adalah sautu realitas yang meskipun tida dapat ditangkap panca indera ia selalu dalam “mengesankan” dan “menantang” setiap umat beragama. Sebgai konsekuensi adanya realitas ini manusia beragama berusaha untuk mengadakan reaksi dala bentuk tanggapan (respon) yang bermacamacam dengan intensitas yang bermacam-macam pula. Jika tanggapan terhadap realitas mutlak itu dilihat dalam konteks pengalaman keagamaan, manusialah yang memiliki inisiatif untuk mengadakan tanggapan tersebut. Namun bila dilihat dalam konteks keagamaan, maka realitas mutlak atau Tuhanlah dengan wahyunya memerintahkan manusia untuk melakukan penyembahan dan pengabdian kepadaNya. Dengan demikian dilihat dari sudut ini, manusia menyembah Tuhan selaku realitas mutlak karena ada perintah. Dan kenyataan ini merupakan kebanyakan dari cara manusia. Berbeda dengan cara beragama yang demikian, maka cara beragama kaum sufi khususnya dan para mistikus pada umumnya adalah berangkat dari kesadaran akan kebesaran Tuhan. Oleh karenanya, mereka melakukan usaha pendekatan diri kepada Tuhan 7 Tri Joko Haryanto, 2002, Intelektualisme Tasawuf, (Lembakota: Semarang), hal. 151


16

dengan sedekat-dekatnya, bahkan sampai tingkat tidak mau terikat dengan sesuatu selain Tuhan. Dengan mempertimbangkan

kedua

penyebab

diatas

maka

pergumulan batin al-Ghazali sesungguhnya karena dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu: keraguan pemikirannya dan kenyakinan kalbunya. Tampaknya akal al-Ghazali lebih dekat kepada pemikiran para ilmuan yang hanya menyakini logika dan realitas-realitas empirik ilmiah, sedangkan jiwanya lebih cenderung pada jiwa kaum sufi yang ahli ibadah da lebih menekankan aspek teologis-eskatologis. Pertarungan dan tarik-menarik antara kedua kecenderungan itulah yang menyebabkan al-Ghazali mengalami krisis dan akhirnya menyerah kepada Allah. Kesadaran inilah merupakan awal kesadaran tasawuf atau mistiknya. 3. Karya-karya Al-Ghazali Tahun 499 Hijriyah atau 1105 Masehi, Al Ghazali pulang ke nishapur yang ditunjuk oleh Fahru Al mulk, Putra Nizam Al Muluk untuk mengajar dan memimpin kembali universitas nizamiyah. Tidak lama kemudian ia malah kembali Ke tus untuk mendirikan sebuah Pesantren Sufi (khandaqah) disana. Sampai akhir pengabdiannya, pada usia 55 tahun ia meninggal dunia pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 Hijriah atau 19 Desember 1111 Masehi dalam pangkuan saudaranya, Ahmad Al Ghazali. Salah satu kelebihan serta karakter yang melekat adalah produktivitasnya dalam menulis. Informasi yang diberikan oleh Islamic literature menyatakan bahwa jumlah tulisan al-ghazali mencapai 65 buah ditambah dengan 23 pamphlet dan brosur. Nanti juga ilmuwan yang menyatakan bahwa karya al-ghazali mencapai 60 buah bahkan 89 buah. Akan tetapi karya-karya tersebut sebagian besar telah hilang karena dibakar oleh penguasa tartar-mongol, serta para penguasa di Andalusia termasuk buku tafsir Al Ghazali yang terdiri dari 40 jilid. Demikian pula kitab Sirat Al Alamin yang berisi kiat Bagaimana kepala-kepala negara


17

bisa berhasil rupanya juga ikut hilang. Namun Samuel zwemer mengatakan bahwa karya Al Ghazali yang sebagian besar masih bisa dijumpai sejumlah 85 judul dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.8 Menyinggung karya-karya al-Ghazali, ia tergolong pemikiryang produktif dalam berkarya dan sangat luas wawasan intelektualnya.dia telah menyusun banyak buku dan risalah yang menurut para komentator karya munumentalnya “Ihya ‘Ulum al-Din” kurang lebih sebanyakdelapan puluh buah, mencangkup berbagai disiplin ilmu, seperti filsafat, ilmu kalam, fiqg, ushul fiq, akhlaq/ tasawuf dan lain-lain. Namun Dr. Badawi Thobanah dalam muqodimah Ihyah ‘Ulum al-Din menuliskan karya-karya al-Ghazali berjumlah empat puluh tujuh buah. Semuanya dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Kelompok filsafat dan ilmu kalam 1. Maqasid al-falasifah (tujuan para filosof) 2. Tahafut al-falasifah (kekacauan para filosof) 3. Al-iqtishad fi al-i’tiqad (moderisasi dalam aqidah) 4. Al-muqidz min al-Dalalh (pembebasan dari kesetanan) 5. Dan lain-lain. b. Kelompok ilmu fiqh dan ushul fiqh 1. Al-basith 2. Al-wasith 3. Al-wajiz 4. Khulasah al-mukhtashar 5. Dan lain-lain. c. Kelompok ilmu akhlak dan tasawuf 1. Ihya ‘ulum al-din 2. Mizam al-amal 3. Kimya al-sa’adah 4. Misykat al-anwar 5. Minhaj al-abidin 6. Dan lain-lain. d. Kelompok ilmu tafsir 1. Yaqutal-ta’wil tafsir al-tanzil 2. Jawahir al-qur’an.9 8 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 185-186 9 Tri Joko Haryanto, 2002, Intelektualisme Tasawuf, (Lembakota: Semarang), hal. 141


18

C. Jejak Ibnu Arabi dalam Tasawuf 1. Riwayat Ibnu Arabi Dalam dunia Sufi dikenal suatu sistem yang dianggap per kecenderungan monistis yang dikenal dengan wahdat Al wujud atau Unity of existance. Paham ini Sekaligus merupakan paham yang paling kontroversial dalam sejarah Sufi.

Tokoh yang dilekatkan sebagai

identitas adalah yang digelari sebagai Syekh Al Akbar atau guru besar Ibnu Arabi. Iya hidup pada masa konstruksi tasawuf telah terbentuk dan mengarah pada era sistematisasi pelopornya yaitu pada kurun waktu 922 sampai 1240. Nama lengkapnya adalah Muhyi al din anu abd allah muhammad ibn ali ibn muhammad ibn ahmad al Arabi ali al hatimu ath-tha'i al andalas ibn al arabi, yang juga disebut dengan Ash-syakhh Al Akbar, lahir pada 17 Romadhon 560 bertepatan dengan 28 Juli 1965 di muria, Valenciad, andalusia, atau spanyol bagian Tenggara, dan wafat pada 22 Robi’utsani 638 atau bertepatan dengan 16 November 1240 di damaskus. Iya lahir di tengah-tengah keluarga terpandang, berkecukupan, bernasab keturunan bangsawan Arab sangat taat beragama Sekaligus merupakan keluarga sufi. Tahun 567 atau 1172 saat ia berusia 8 tahun Ia mengikuti ayahnya pindah ke Seville dalam rangka tugas pemerintahan atas kebaikan Abuya filsuf penguasa daulat Al muwahhidin saat itu.

Di kota pusat ilmu

pengetahuan inilah yang menyelesaikan studi formalnya mempelajari Al Qur’an dan tafsirnya, hadis, fikih, teologi, dan filsafat skolastik, disamping memiliki kesukaan menyendiri di kuburan dan belajar dengan sejumlah kaum Sufi. Ya tinggal di Seville hingga tahun 598 Hijriyah atau 1201 masehi saat kepindahannya ke Mekah berdasarkan ruqyah yang diterimanya. Kehidupan kota Seville yang penuh dengan para sufi keinginannya mengikuti jalan Sufi dan kesertaan istrinya Maryam merupakan faktor kondusif yang mempercepat pembentukan Ibnu Al Arabi menjadi


19

seorang Sufi semenjak ia memasuki Jalan Sufi secara formal saat berusia 20 tahun adalah 580 Hijriyah atau 1184 Masehi.10

2. Tasawuf Falsafi Menurut Pemikiran Ibnu Arabi Selama berada di Sivelle Ibnu Arabi sering melakukan perjalanan dan kunjungan kepada para sufi dan sarjana di kawasan tersebut. Salah satu pertemuan dan percakapan yang terpenting adalah dengan Ibnu Rusydi, dimana dalam percakapan tersebut Ibnu Arabi mampu menunjukkan diri sebagai seorang Mistikus sekaligus filosof serta menunjukkan kapasitas spiritual dan intelektual nya. Pengalaman visioner nya disokong oleh = pemikiran filosofis nya yang ketat. Memang iya adalah seorang Mistikus sekaligus guru filsafat paripatetik sehingga ia bisa mem-print selamatkan pengalaman spiritual nya ke dalam suatu pandangan metafisis maha besar seperti terlihat dari struktur sistem metafisika Nya dalam wahdat Al wujud. Di Makkah ia sering bermeditasi di sekitar Ka’bah yang membuahkan berbagai pengalaman rohani. Iya mendapatkan puisi tentang kemudaan Abadi atau sistem tentang perpaduan apa-apa yang berlawanan, coincidentia oppositorum, yang dalam keseluruhannya semua ketegangan dapat dipecahkan. Ia juga mengatakan bahwa di sana ia mengalami suatu visi yang memberitahukan bahwa ia merupakan seorang wali penutup dalam bahasa yang dimulai sejak Nabi Muhammad SAW, Apa penutup wilayah Muhammadiyah. Di kota suci inilah yang memulai penulisan karya ensiklopedia mistiknya yang terkenal Al futuhat Al Makkiyah atau Wahyu Wahyu Makkah yang menginformasikan tentang sistem barunya dalam mistik serta filsafat Islam yang selesai di aleppo tahun 1231. Dia dikenal di kalangan muslim sebagai seorang filosof mistik dimana dia memberikan tekanan-tekanan esoteris dimensi-dimensi mistik 10 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 192-193


20

dalam pemikiran Islam dan dialah yang pertama kali memberikan ekspresi filosofis pada pemikiran Sufi. Karyanya yang paling monumental adalah Al futuhat Al Makkiyah atau the mecca Revolution, dan fushus al hikam (the bezels of wisdom). Karya terakhir ini menurut keterangannya ia terima keseluruhannya dari Nabi Muhammad dalam satu mimpi di tahun 626 di damaskus. Metode umum yang digunakan dalam penulisannya diwarnai dengan penuturan simbolik yang sangat sulit diterka. Pernik kiri penyampaian simbolik yang sulit dipahami dan terutama karena faktor fanatisme para ulama Fiqih serta kalam Ortodoks maka mereka kemudian membatasi ruang gerak perkembangan pemikiran Ibnu Arabi bahkan menganggapnya sesat serta keluar dari agama.

Suatu tuduhan yang

sangat tidak rasional apalagi jika dihadapkan dengan semua ajaran Ibnu arobi sebagaimana terdapat dalam karya-karyanya.11 Sistem ajaran sufi yang dikembangkan oleh Ibnu arobi merupakan kombinasi antara sufisme klasik dan filsafat neoplatonisme serta teologi Islam. Sebagaimana termuat dalam dua cardiac utamanya Al futuhat Al Makkiyah dan fushus Al Hikam terpusat sekitar konsep kesatuan wujud walaupun titik tolak spekulasinya teori tentang logos atau kalimah. Ibnu arobi menyatakan bahwa hanya ada satu realitas Ultima dalam seluruh penciptaan dimana al-haq memanifestasikan dirinya dalam makhluk. Hak sebagai wajib al-wujud merupakan sumber segala realitas yang tidak bisa dibagi-bagi dan kekal dan tidak berubah-ubah. Ibnu Al Arabi membedakan aspek tersembunyi Tuhan ini yang tidak dapat diketahui dan dikeringkan dan yang merupakan aspek kesatuan atau ahadiyah dengan aspek ketuhanan atau rububiyah, lewat mana Tuhan menjalin hubungan dengan dunia dan menjadi sebuah objek pemujaan sebagai yang di-pertuan dan pencipta. Dalam aspek pertama tidak ada keanekaan atau bertentangan serta tidak ada ketentuan apapun dan Tuhan 11 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 193-195


21

disebut sebagai cahaya murni kebaikan murni atau kebutaan semata atau kedalaman yang mutlak. Dalam aspek kedua terdapat keanekaragaman dan perbedaan sejauh Tuhan adalah sang pencipta dan juga keragaman objek-objek yang diciptakan. Jadi terdapat dua aspek yaitu aspek sebelah luar yang disebut alfalaq atau berasal dari teorema dasar nasut dalam hulul dan aspek sebelah dalam yang disebut Al Haq. Kata-kata ini merupakan peminjaman dan alih bahasa dari filsafat Yunani dimana al-khalq dan haqq sinonim dari al-ard atau accident serta Al Jauhar atau substance dan dari al dzahir serta al-batin. Aspek luar memiliki sifat ke makhluk an dan aspek dalam memiliki sifat ketuhanan jadi setiap yang mungkin memiliki kedua sifat itu namun yang terpenting tetap aspek hawa yang merupakan batin ( Jauhar,distance, dan essence) sebab aspek kuala hanya merupakan accident, sesuatu yang mendatangkan atau bersifat bayangan. Maka berbagai objek di alam semesta ini adalah Tuhan namun dia tidaklah identik dengan objek-objek gitu. Tuhan menjadi beraneka ragam hanya melalui sifat-sifat atau modifikasi-modifikasi nya. Dipandang dalam dirinya sendiri Ia adalah yang real atau Al Haq. Dipandang dari hubungkan dengan sifat sifatnya yang mengejawantah dalam keragaman entitas-entitas yang mungkin Ia adalah ciptaan. Akan tetapi kegandaan ini satu dan banyak yang pertama dan yang terakhir dan yang abadi dan temporal juga yang wajib dan mungkin pada hakekatnya adalah realitas yang satu dan sama. Karenanya dia juga tidak identik dengan alam semesta yang dipandang sebagai totalitas dari unsur-unsur pembentuknya doktrin Ibnu Arabi bukanlah panteisme atau kepercayaan bahwa semua Tuhan dan Tuhan itu sama, dan bahkan tidak pula condong ke panteisme sehingga doktrin itu bisa disebut panteistis. Penggunaan istilah itu untuk sistem Ibnu Arabi sering digunakan sembarangan dan seringkali digunakan terlalu longgar. Realitas Ultimate dan tertinggi dalam sistem Ibnu Arabi adalah hakikat Ilahi yang termanifestasikan melalui sejumlah nama Tuhan dan dimanifestasikan sebagai sifat-sifatnya di dunia. Seorang Mistikus tidak


22

bisa mencapai tingkatan Puncak keesaan atau ahhadiyah yang menjadi milik hakikat. Dia hanya bisa mencapai tingkat ketahui Tan atau wahidiyah

yang

merupakan

milik

nama-nama

Tuhan.

Tuhan

mengungkapkan dirinya kepada Mistikus dengan menampilkan diri melalui satu nama dalam bentuknya yang absolut sebagaimana dibedakan dengan manifestasi duniawi. Berikut ini adalah kutipan dari pendapat Ibnu Al Arabi :“Sudah menjadi kenyataan bahwa makhluk adalah dijadikan dan bahwa ia berhajat

kepada khaliq yang menjadikannya? Karena Iya hanya

mempunyai sifat mungkin tahu mungkin ada mungkin tidak dan dengan demikian wujudnya bergantung kepada sesuatu yang lain dan sesuatu yang lain di tempatnya bersandar ini haruslah sesuatu yang pada esensinya mempunyai wujud yang bersifat wajib berdiri sendiri dan tidak berhajat kepada yang lain dalam wujudnya bahkan iyalah yang dalam esensinya memberikan wujud bagi yang dijadikan dengan demikian yang dijadikan mempunyai sifat wajib tetapi sifat wajib ini bergantung pada sesuatu yang lain dan tidak pada dirinya sendiri “ ( uraian lengkapnya dalam fhusuus al-hikam: 48-49, 75-76, 55-56, 203). Selain itu Ibnu Arabi juga memiliki teori penting mengenai figur Muhammad.

Peranannya hampir mirip dengan peran logos dalam

Kristen yaitu sebagai instrumen paling istimewa bagi pengejawantahan diri Tuhan. Kapal pertama atau akal universal cetusan filosof Yunani diidentikkan dengan realitas batiniah atau hakikat Muhammad dengan roh dan dengan yang lain. Bagi pengikut Muhammad realitas itu juga manusia sempurna atau Insan Kamil seorang Mistikus yang sempurna nya bukan dalam pengertian etis melainkan karena mampu mencakup semua sifat Tuhan. Manusia semacam itu menjatuhkan Tuhan dengan dunia bukan dengan jembatan melainkan sebagai alam antara (barzah) yaitu batasan tidak terlihat antara kegelapan dan cahaya demi kebaikan insankamil itulah diciptakan alam semesta. Jadi hanya Insan Kamil saja sudah mampu memelihara keberadaan alam semesta dalam fungsinya sebagai khalifah Allah.


23

Doktrinnya tentang wahdat al-wujud bukanlah panteis sebab sistem itu tidak mengajarkan bahwa Tuhan sama dengan makhluk. Teori tersebut mengajarkan bahwa eksistensi manusia bukan berarti identitas akhir manusia itu sama dengan Tuhan atau Tuhan sama dengan manusia. Masing-masing berbeda. Manusia meskipun ada karena Tuhan muncul karena terkondisi dengan status kekurangan yang sesuai dengan dirinya. Tuhan adalah identik yang berbeda dengan alam, Tuhan adalah imanen dan trasenden. Dengan kata lain mahluk atau yang dijadikan wujudnya bergantung pada wujud Tuhan yang bersifat wajib. Tegasnya yang sebenarnya mempunyai wujud hanya satu yaitu Tuhan. Wujud dari selain Tuhan adalah wujud bayangan atau modifikasi. Wujud yang tersembunyi itu memiliki ciptaan yang berada dalam pikiran yang akan diejawantahkan sebagai visualisasi dirinya atau sebagai cermin dari seorang figur. Lalu epifani yang paling tinggi adalah prototype manusia yang disebut logos adami atau sebagai manusia sempurna dengan tujuan sebagai dari pemeliharaan dunia dan raison d'etre eksistensinya. Maka terjadilah pula epifani kenabian yang berpuncak pada Muhammad dan kemudian dicetuskan sebagai hakikat Muhammad. Logos ini bersifat ruh keabadian, yang kemudian tugasnya akan menjadi sempurna dalam wali wali yang menyebarkan ajaran kekhalifahan di muka bumi dan Al qutb Al Auliya itu adalah Ibnu Al arabi sendiri. Selain itu penggambarannya mengenai keadaan manusia yang dianggap sebagai manifestasi dari nama-nama Allah yang berlawanan seperti Maha keras atau aljabar dan maha pengampun atau Al Ghofar Membuat konsep kebebasan menjadi tidak mungkin karena dengan pendapat itu mengakibatkan timbulnya sikap Pasif ketika menghadapi ketidakadilan.

Ini

tampak

dengan

banyaknya

penguasa

yang

melambangkan kecenderungan untuk itu pada era Syekh dan kerajaan. Bukti lain yang memunculkan akibat buruk dalam sejarah pemikiran


24

Islam terkemudian dimana sejarahnya telah terdominasi dan di pesona kan oleh doktrin Ibnu arobi.12 Dalam kitab lain, Ajaran pertama dari Ibn Arabi adalah tentang wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang merupakan ajaran sentralnya. Wahdat al-wujud ini bukan berasal dari dirinya tetapi dari Ibn Taimiyah yang sekaligus merupakan tokoh yang mengecam keras dan mengkritik ajaran sentral tersebut. Untuk lebih jelasnya kritikan Ibn Taimiyah atas ajaran Ibn Arabi, terlebih dahulu dapat kita perhatikan pandangan mereka terhadap wahdat al-wujud; menurut Ibn Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam. Menurut penjelasannya

orang-orang yang

mempunyai pemahaman wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajibul wujud yang dimiliki oleh khaliq juga mumkinul wujud yang dimiliki oleh makhluk selain itu, kemudian mereka mengatakan juga bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan tidak ada perbedaan. Sedangkan menurut Ibn Arabi, hanya ada satu wujud dari semua wujud yang ada, adapun wujud mahluk merupakan hakikat dari wujud Khaliq tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Kalaupun ada yang mengira bahwa antara wujud khaliq dan makhluk ada perbedaan, hal itu dilihat dari sudut pandang pancaindra lahir dan akal yang terbatas kemapuannya dalam menangkap hakikat apa yang ada pada Dzat-Nya dari kesatuan dzatiah yang segala sesuatu berhimpun padaNya. Dari pengertian tersebut, Ibn Taimiyah telah menilai ajaran sentral Ibn Arabi dari aspek tasybihnya saja (penyerupaan Khaliq dengan makhluq), tetapi belum menilai dari aspek Tanzihnya (penyucian khaliq).

12 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 198-205


25

Terkait dengan ajaran Ibn Arabi mengenai wahdat al-wujud kita dapat menilai dari isi syair dan pandangan atau penafsirannya terhadap isi Al-quran yang berhubungan dengan wahdat al-wujud diantaranya; “Mahasuci Tuhan yang telah menjadikan segala sesuatu dan Dia sendiri adalah hakikat segala sesuatu itu”.13 Menurut Ibn Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim (Khaliq) dengan wujud yang baru (makhluk). Perbedaan itu hanya pada rupa dan ragam dari hakikat yang satu. Untuk pernyataan tersebut, Ibn arabi mengemukakan lewat syairnya sebagai berikut: ”Hamba adalah Tuhan, dan Tuhan adalah hamba. Demi syu’ur (perasan)ku, siapakah yang mukallaf? Jika engkau katakan hamba padahal dia (pada hakikatnya) Tuhan juga. Atau engkau katakana Tuhan, lalu siapa yang dibebani taklif?”14 Dari syair tersebut timbullah pertanyaan; kalau antara Khaliq dan mahluk bersatu dalam wujudnya, mengapa terlihat dua? Ibn Arabi menjawab, sebabnya adalah manusia tidak memandang dari sisi yang satu, tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya adalah Khaliq dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang lain. Jika mereka memandang keduanya dari sisi yang satu atau keduanya adalah dua sisi untuk hakikat yang satu, mereka pasti akan dapat mengetahui hakikah keduanya, yakni dzatnya satu yang tidak terbilang dan berpisah. Sehubungan dengan hal tersebut, Ibn Arabi pun menyatakan dalam sya’irnya sebagai berikut: “Pada satu sisi, Al-Haq adalah makhluk, maka pikirkannlah. Pada sisi lain, Dia bukan makhluk, maka renungkannlah. Siapa saja yang 13 Ibn Arabi, Al-Futuhat Makiyah, jilid II (Dar Shadir, Beirut) hlm 604.

14 Ibn Arabi, Fushush Al-Hikam wa At-Ta’liqqat, (Ed. Abu Al’Ala’Afifi. Dar al-fikt Beirut) hlm 92


26

menangkap yang aku katakan, penglihatannya tidak akan perna kabur. Tidak ada yang akan menangkapnya, kecuali orang yang memiliki penglihatan. Satukan dan pisahkan (bedakan), sebab ‘ain (hakikat) itu sesungguhnya hanya satu. Hakikat itu adalah yang banyak, yang tidak kekal (tetap) dan yang tidak pula buyar.” Dari keterangan di atas Ibn Arabi terkesan menyatukan wujud tuhan dengan wujud alam yang dalam istilah Barat disebut Panteisme dan didefinisikan Henry C.Theissen seperti berikut: “Panteisme adalah teori yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian belaka dari satu wujud yang kekal dan ada denag natural (alam). Tuhan adalah semuanya, semuanya adalah Tuhan. Ia muncul dalam berbagai bentuk masa kini yang di antaranya mempunyai pula unsur-unsur atestik, politestik, dan teistik.”15 Apabila dilihat dari segi adanya kesamaan antara wujud Tuhan dan wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam, kemudian dibandingkan dengan pengertian panteisme di atas, perlu diingat bahwa Ibn Arabi menyebut wujud, maksudnya adalah wujud mutlak, yaitu wujud Tuhan. Satu-satunya wujud adalah wujud Tuhan. Tidak ada wujud selain wujud-Nya. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada wujud selain wujud tuhan, adapun Ibn Arabi menggunakan wujud terhadap selain tuhan yaitu wujud alam, pada hakikatnya wujud tersebut milik Tuhan yang dipinjamkan kepadanya, untuk hal ini Ibn Arabi memberikan contoh berupa cahaya hanya milik matahari, tetapi cahaya itu dipinjamkan kepada para penghuni bumi.

15 Kautsar Azhari Noer, Ibn Al-Arabi Wahdaat Al-wujud dalam perdebatan, (Bandung: Paramadina, 1995) hlm 162


27

Selanjutnya Arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dengan alam, menurutnya, alam adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki dan alam tidak mempunyai wujud yang sebenarnya. Oleh karena itu, alam merupakan tempat Tajali dan Mazhar (penampakan) Tuhan. ketika Allah menciptakan alam ini, ia juga memberikan sifat-sifat ketuhanan pada segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang buram dan seperti badan yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, Allah menciptakan manusia untuk memperjelas cermin itu. Dengan pernyataan lain, alam ini merupakan mazhar (penampakan) dari asma dan difat Allah yang terusmenerus. Tanpa alam, sifat dan asma-Nya itu akan kehilangan makna dan senantiasa dalam bentuk dzat yang tinggal dalam ke-mujarad-an (kesendirian)-Nya yang mutlak yang tidak hanya dikenal oleh siapa pun. Dalam Fushush Al-Hikam, Ibn Arabi menjelaskan hal tersebut dengan ungkapan sya’irnya: “wajah itu sebenarnya hanya satu, tetapi jika Anda perbanyak cermin ia pun menjadi banyak.” Untuk memperkuat pendiriannya itu, Ibn Arabi merujuk sebuah hadits qudsi: “Aku pada mulanya adalah perbendaharaan yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan makluk, lalu, dengan itulah mereka mengenal Aku.” Penjelasan konsep tanzih dan tasbyh dapat kita pahami melalui syairnya sebagai berikut;

“Jika engkau berkata tanzih, engkau

mengikatNya. Jika engkau hanya berkata dengan Tasybih, engkau membatasiNya. Jika engkau berkata dengan kedua-duanya, engkau adalah benar dan engkau adalah iman dan tuan dalam berbagai pengetahuan. Siapa saja yang berkata dengan dualitis Tuhan dan alam adalah musyrik; dan siapa saja yang berkata dengan pemisahan Tuhan dan alam adalah muwahid. Oleh karena itu, berhati-hati terhadap tasybih jika engkau mengakui dualitas, dan berhati-hatilah engkau terhadap tanzih jika engkau mengakui monistis.


28

Engkau bukanlah Dia, tetapi engkau adalah Dia dan engkau melihatnya dalam ‘ain segala sesuatu, baik sebagai sesuatu yang lepas maupun sebagai sesuatu yang terikat. Berkaitan dengan tanzih dan tasybih Ibn Arabi menjelaskan firman Allah, laisa kamitslihi syaiinmengandung pengertian, “Tanzihkanlah Dia”, sedangkan firmannya, wahua samii’ul bashiir, mengandung pengertian, “Tasybihkan-lah Dia”. Dengan demikian, firman Allah laisa kamitslihi syaiin wahua samii’ul bashiirmengandung pengertian, Tasybihkan-lah Dia dan jadikannlah dualitas, dan tanzih-kanlah Dia dan jadilah monistis”. Dari kutipan-kutipan di atas, jelas sekali bahwa Ibn Arabi masih membedakan antara Tuhan dan alam, dan wujud Tuhan itu tidak sama dengan wujud alam. Meskipun di satu sisi terkesan menyamakan Tuhan dengan alam, di sisi lain ia menyucikan Tuhan dari adanya persamaan. Di samping itu, jika kita merujuk pada definisi penteisme yang telah dirumuskan oleh Norman L. Geisler yang menyatakan tidak ada pencipta di luar alam, wahdat al-wujud menurut konsep Ibn Arabi tidak dapat dikatakan sama dengan panteisme, sebab Ia masih mengakui bahwa alam ini diciptakan Tuhan dan Tuhan itu di luar alam, sedangkan alam hanya merupakan mazhar-Nya, mazhar asma dan sifat-sifatnya. Ajaran kedua dari Ibn Arabi adalah Haqiqah Muhamadiyyah. Dari konsep wahdat al–wujud Ibn Arabi, muncul dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang dari konsep tersebut, yaitu konsep alhakikat al-muhammadiyyah dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan agama). Menurut Ibn Arabi, Tuhan adalah pencipta alam semesta adapun proses penciptaannya adalah sebagai bertikut: a. Tajalli dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah. b. Tanazul dzat Tuhan dari alam ma’ani kea lam (ta’ayyunat) realitasrealitas rohaniah, yaitu alam arwah yang mujarrad.


29

c. Tanazul kepada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir. d. Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu alam mitsal(ide) atau khayal. e. Alam materi, yaitu alam indrawi. Penjelasan berikutnya dari Ibn Arabi mengenai proses kejadian penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran tersebut sebagai berikut; Pertama, wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat kepada suatu apa pun. Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud dengan proses tahapantahapannya sebagaimana yang dikemukakan di atas. Dengan demikian Ibn Arabi menolak ajaran yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada (cretio ex nihili). Selanjutnya, ia mengatakan bahwa Nur Muhammad itu qadim dan merupakan sumber emanasi dengan berbagai macam kesempurnaan ilmiah dan amaliah yang terealisasikan pada para nabi semenjak Adam sampai Muhamad dan terealisasikan dari Muhammad pada diri para pengikutnya dari kalangan para wali dan person-person insane kamil (manusia sempurna). Ibn Arabi kadangkadang menyebut hakikat Muhammadiyyah tersebut dengan Quthb dan kadang-kadang pula dengan ruh al-khatam.16 Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-adyan (kesamaan agama), Ibn Arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyah. Konsekwensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah. Seorang yang benarbenar arif adalah orang yang menyembah Allah dalam setiap bidang kehidupannya. Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa ibadah yang benar hendaknya seorang abid memandang bahwa ibadah yang benar hendaknya seorang abid memandang semua apa saja sebagai bagian dari

16 Muhamad Yasir Syaraf, Harakat At-Tasawuf Al-Islami, Al-Hai’at Al-Mishriyyat Al-Ammah li Al-Kitab, (Mesir, 1987) hlm 211-222


30

ruang

lingkup

realitas

dzat Tuhan

yang Tunggal,

Ibn Arabi

Mengemukakan dalam sya’irnya, “Kini kalbuku bisa menampung semua ilalang perburuan kijang atau biara pendeta. Kuil pemuja berhala atau Ka’bah. Lauh Taurah dan mushaf Al-Quran. Aku hanya memeluk agama cinta kemana pun kendaraan-kendaraanku

menghadap.

Karena

cinta

agamaku

dan

imanku.Para penulis berpendapat bahwa, Ibn Arabi ini terlalu berlebihan dan tidak punya landasan yang kuat sebab agama-agama berbeda-beda satu sama lain, dengan ungkapan lain paham ini menyimpang dari Islam 3. Karya-karya Ibnu Arabi Terlepas dari kekurangan efek historis tersebut jelas bahwa tulisan-tulisan dan ajaran Ibnu arobi merupakan puncak teori-teori mistis walau kaum orthodox tidak pernah berhenti menyerangnya. Dengan tercapainya sufisme itu arobi yang merupakan sistem raksasa itu titik tertinggi perkembangan dan tenaga kreatifnya telah terkuras. Bisa dikatakan bahwa seluruh pemikiran aplikasi dan pengalaman Sufi ra sesudahnya bisa dipastikan terakumulasi dalam sistem Ibnu Arabi terutama dalam kitab fusus Al Hikam dan Al futuhat Al Makkiyah nya.17 Dalam sejarah pemikiran Islam Ibnu Al Arabi dikenal sebagai penulis yang paling produktif. Jumlah pasti keseluruhan hasil karyanya memang tidak diketahui. Namun para sarjana dan peneliti menyebutkan angka yang umumnya fantastis terutama jika dibandingkan dengan usianya yang 75 tahun atau 78 tahun. Ia menulis pada usia 35 tahun sehingga usia produktif ke penulisannya hanya berkisar 40 tahun. Jumlah buku yang ditulisnya lebih dari 500 baik karya dari kecil hingga karya besar dalam bentuk ensiklopedia tasawuf. Menurut para peneliti seperti dikutip oleh Majid fakhry tidak kurang dari 846 karya

17 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 205


31

yang dipandang berasal dari Ibnu Arabi, 550 diantaranya sampai ke tangan kita dan 400 karya diantaranya kelihatannya asli. Karya-karyanya yang terkenal antara lain:18 1. Kitab al futuhat al Makkiyah fi makrifat Al asrar al-malikiyah Al mulkiyah, disusun di Mekkah mulai tahun 598 Hijriyah atau 1202 Masehi dan selesai di damaskus pada tahun 629 Hijriyah atau 1231 Masehi memuat 560bet atau jilid tentang prinsip-prinsip metafisika dan ilmu keagamaan dan pengalaman spiritual Ibnu Al Arabi menurut chittik, kitab itu memenuhi 2580 halaman edisi lama dan akan memenuhi 37 Volume atau 18500 halaman untuk keseluruhan teks dalam edisi kritis Osman Yahia. Ibnu Al Arabi menuturkan bahwa kitab ini didiktekan Tuhan melalui malaikat untuk menyampaikan Ilham. 2. Kitab fusus Al Hikam sebuah karya yang paling banyak dibaca paling banyak di beri penjelasan karena tingkat kesulitannya yang tinggi dan paling banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia juga paling berpengaruh dan sangat masyhur. Kayaknya ini disusun pada tahun 627 Hijriyah atau 1230 Masehi. Terdiri dari 27 bait yang setiap baitnya memakai nama nabi yang menjadi lokus penampakan atau majla diri Tuhan. Menurutnya karya ini ditulis berdasarkan ajaran yang diterimanya dari Nabi Muhammad tentang mengurangi atau menambah nya sedikit pun juga menyatakan bahwa nabi sendiri menyuruhnya untuk menyebarluaskan ajarannya kepada umum manusia agar bisa diambil manfaat. 3. Rasa’il Ibnu Al Arabi berisi tentang pemikiran dan praktik Sufi Ibnu Al Arabi. Kitab ini mengoleksi 29 kitab dan risalah mengenai sufisme sejak metafisika abstrak sampai yang praktis.

18 K.H. Muhammad Sholikhin, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, (Yogyakarta: Cakrawala, 2009), hlm 195-197


32

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi,

tasawuf

falsafi

menggunakan

terminologi

filosofis

dalam

pengungkapannya. Terminology falsafi tersebut berasal dari bermacammacamajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Tokoh-tokoh tasawuf falsafi diantaranya Abu Hamid Al-Ghazali yaitu seorang ulama, ahli pikir, dan ahli filsafat islam yan terkemuka yang memberi


33

sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Tokoh lainnya adalah, Ibnu Arabi yang terkenal sebagai ahli sufi dalam perkembangan tasawuf islam. Kedua tokoh ini mempunyai pemikiran masing-masing dalam bidang tasawuf, terutama tasawuf falsafi. Dan mempuunyai pengaruh besar dalam perkembangan dunia islam. Yang mana karya dan hasil pemikiran mereka, menjadi salah satu acuan ilmu umat islam.

DAFTAR PUSTAKA Arabi, Ibn, Al-Futuhat Makiyah, jilid II Dar Shadir, Beirut. Arabi, Ibn, Fushush Al-Hikam wa At-Ta’liqqat, Ed. Abu Al’Ala’Afifi. Dar al-fikt Beirut Haryanto, Tri Joko, 2002, Intelektualisme Tasawuf, Lembakota: Semarang Mahmud, Abdul Halim, 2002, Tasawuf di Dunia Islam, Bandung: Pustaka Setia Massignon, Louis dan Mustafa Abdurraziq, 2001, Islam dan Tasawuf, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru Noer, Kautsar Azhari, 1995, Ibn Al-Arabi Wahdaat Al-wujud dalam perdebatan, Bandung: Paramadina


34

Sholikhin, K.H. Muhammad, 2009, Tasawuf Sufi dari Nabi: Tasawuf Aplikatif Ajaran Rasulullah SAW, Yogyakarta: Cakrawala Syaraf, Muhamad Yasir, 1987, Harakat At-Tasawuf Al-Islami, Al-Hai’at AlMishriyyat Al-Ammah li Al-Kitab, Mesir


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.