Membaca Atlas Islam: Santri Membumikan Islam Sufistik di Indonesia Zainal Abidin
Jika kita membaca buku Historical Atlas of the Islamic World (Ruthven & Nanji: Harvard University Press, 2004, ISBN: 0674013859) maka kita akan temukan bahwa Islam di Indonesia pada bab Flashpoint Southeast Asia 1950–2000 hanya ada dua kalimat saja berikut. The formation of the Republic of Indonesia in 1949–50 saw uprisings (1948 and 1953) of many Muslims in western Java, South Sulawesi, and Acheh (northern Sumatra), whose leaders disagreed about the decision to limit the role of Islam in the new republic. In recent years, Indonesia has seen a series of local, regional, and international conflicts involving Muslims.
Tentu saja informasi yang sangat singkat dari buku ini tidak dapat memberi informasi yang cukup berarti tentang sejarah Islam di Indonesia. Islam di Indonesia mempunyai sejarah panjang dan berbeda sebagaimana halnya dengan negara-negara di dunia Islam lainnya, termasuk Arab sebagai negara tempat agama Islam diprokamasikan sebagaimana dapat dilihat dalam teks Al-Qur’an. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu (Surah Al Mai’dah: 3).
Membaca buku Atlas Qur’an dan Atlas Hadits (Khalil: Penerbit Almahira, 2006 & 2007, ISBN: 979-2582-15-1 & 797-2582-20-3) memberikan informasi tentang Islam dan implementasinya dalam pandangan historis. Melengkapi kedua buku itu ada sebuah buku lagi dengan judul Atlas Sejarah Nabi dan Rasul (Sami: Kaysa Media, 2007, ISBN: 978979-1481-49-6) yang merupakan tinjauan sejarah bagaimana Islam pada zaman Nabi dan Rasul. Ada persentuhan antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai dari daerah tersebut yang menyebabkan adanya nilai-nilai yang khas darinya. Membaca ketiga buku ini pun belum dapat menjawab bagaimana sejarah Islam terjadi di Indonesia sebagai bagian dari Islam pasca Rasullullah SAW sebagai Nabi dan Rasul Penutup yang datang ke Indonesia melalui para pendakwah Islam. Banyak karya yang dapat dijadikan rujukan dalam mendekati bagaimana peran ulama dalam penyebaran Islam di Indonesia. Namun ada sebuah karya yang tidak layak untuk dilupakan, yaitu Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah (Agus Sunyoto: Pustaka IIMAN, 2012, ISBN: 978-602-8648-09-7). Hal yang menarik dari buku ini adalah pengungkapan secara historis bagaimana peran Wali Songo dalam mendahwahkan Islam yang berpengaruh hingga sekarang melalui fakta-fakta ilmiah. Peran Wali Songo ini mempengaruhi Muslim Santri pada abad XVII-XIX sebagaimana diungkapkan dalam karya Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Abdurrahman Mas’ud: Kencana Prenanda Media Group, 2006, ISBN: 9793259-67-1). Karya yang menguatkan peran Wali Songo ditulis Sultan Agung, Serat Sastra Gendhing (Sultan Agug: Pura Pakualalaman, : 1820). Teks Serat Sastra Gendhing karya
1
Sultan Agung secara substantif menjelaskan dua disiplin dalam ilmu keislaman, yakni ilmu teologi dan tasawuf. Corak mistik Islam dalam Serat Sastra Gendhing cenderung pada mistik Ibnu Arabi. Penulisan serat tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan seorang raja untuk menyampaikan ajaran agama Islam kepada rakyatnya dengan menggunakan pendekatan budaya Jawa. Sedangkan untuk pembaca sekarang, serat tersebut merupakan serat piwulang agar manusia menjalin komunikasi yang baik dengan Sang Pencipta maupun dengan sesama makhluk ciptaan. Serat Sastra Gendhing memuat ajaran yang relevan pada konteks global, yaitu merupakan serat panduan moral yang tetap up to date untuk diapresiasi dalam kehiduapan sosial kemasyarakatan. Alasan logisnya karena kandungan isi serat tersebut berupa antara lain: (1) mengenal Sang Pencipta untuk memahami perintah dan larangan-Nya; (2). mengetahui sangkan paraning dumadi; (3). memayu hayuning bawana, menghindari sikap ‘aja dumeh’ dalam interaksi sosial, dengan cara mensucikan hati, berfikiran sehat dan bertindak cepat dan tegas, serta memperbanyak bekal kebajikan menuju kampung akhirat (Zainuddin Buchori: Mistisme Islam Jawa: Studi Serat Sastra Gendhing Sultan Agung: IAIN Walisongo: 2012). Adesi Islam dan budaya setempat di daerah-daerah di Indonesia menegaskan bahwa Islam yang didahwahkan adalah Islam sufistik. Islam yang tidak hanya menguatkan aspek syari’ah atau teologi saja. Dinamika perkembangan Islam di Indonesia pada awalnya terjadi dengan semangat jiwa dahwah pada pemeluknya, yakni para santri hasil perjuangan panjang para pendahwah yang dimotori para wali (saints). Ungkapan klasik dari kaum Ahl al-Sunnah wa al-Jamaa’ah yang mengatakan, Al-mufaafazah ‘alaa al-qadiim al shaalih wa ‘l-akhdz bi ‘l-jadid al-shlah -memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik- tetap menjadi pedoman untuk membumikan Islam di Indonesia yang bhinneka tunggal ika. Bagaimana Islam dapat akomodatif dan transformatif dalam menyikapi budaya lokal dan global, mengintegrasi paham keislaman dan kebangsaan dan menerima secara positif kemajemkan (plural) dan brusaha mengelola kemajemukan itu secara damai dan berkeadilan. Hal-hal tersebut sebenarnya telah digagas oleh pemikir muslim Indonesia yang dikenal dengan ‘pribumisasi Islam’, ‘kontekstualisasi Islam’ atau ‘membumikan Islam’. Kejayaan Islam terletak pada kemampuan agama ini untuk berkembang secara kultural sehingga perlu lebih memberikan apresiasi kepada upaya kulturalisasi (culturalization) sebagaimana dinyatakan oleh Abdurrahman Wahid dalam bukunya Islamku Islam Anda Islam Kita:
Agama Masyarakat Negara Demokrasi (Abdurrahman Wahid: The Wahid Institute, 2006). Kristalisasi Islam dengan budaya Indonesia adalah mozaik khasanah Indonesia. Adalah menjadi harapan besar kepada para santri untuk membumikan Islam yang mederat dan damai, Islam yang mencerahkan, Islam yang menjadi rahmat alam semesta, Islam sufistik. --------------------------
2
Kebagusan - Gedong Tataan - Pesawaran - Lampung, 9 Oktober 2016
Zainal Abidin Lahir di Sendangagung, 6 September 1969. Lulus D3 Pendidikan Fisika (1990) dan S1 Penyetaraan Pendidikan Fisika (1997) keduanya dari FKIP Universitas Lampung, Bandar Lampung. Sejak 1992 menjadi guru fisika di SMAN 3 Bandar Lampung. Antara 1990-1992 menjadi guru fisika SMP Islam Sendangasri, MTs Al Mu’allimin Sendangrejo, MA Ma’arif Sendangagung Kab. Lampung Tengah dan SMAN 1 Sukoharjo Kab. Pringsewu. 1998-2000 mengajar juga di SMAN 1 Kedondong Kab. Pesawaran. Bersama Iyan Ibrani dan Yohanes Dwi Nugroho menjadi pemenang kedua Lomba Pembuatan Modul Pendidikan Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Lampung berjudul Air untuk Kehidupan (2000). Juara kedua Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat SMA bagi Guru Tingkat Provinsi Lampung, LPMP Lampung (2007). Guru Teladan Tingkat Nasional versi Pesta Sains Nasional IPB Bogor (2010). Juara kedua Lomba Inovasi Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) FMIPA IPB Bogor (2013). Pengurus Asosiasi Guru Fisika Indonesia Jakarta (2007-2011). Finalis SEA ITSF (Jakarta 2015). Kader Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Lampung (2006-sekarang). Beberapa tulisannya ada di http://www.scribd.com, di http://www.issue.com dan http://www.academia.edu. Sekitar seratus tulisan lainnya ada di http://kompasiana.com/ZainalAbidinMustofa. Mengelola grup Majelis Ilmu dan Silaturahmi Masjid Al-Wustho Sendangagung di facebook. Email: zay.abidin@gmail.com
3