Pesantren: Pendidikan Islam Beribu Pintu Berruang Satu?
Zainal Abidin
Pesantren diteliti dari banyak sisi-sisi dalam sebuah karya Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-esai Pesantren (2001) termasuk sisi kebudayaan, aspek-aspek lembaga, sifat-sifat santri diberikan pendidikan pesantren, dan peran pendidikan pesantren dalam pendidikan Indonesia. Zamakhsyari Dhofier dalam Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (1981), membicarakan dan menjelaskan jenis pesantren tradisional di Jawa, termasuk elemen-elemen lembaga dan sistem pendidikan pesantren, apa hakikat dari pesantren, tarekat, dan peranan kiai dalam keadaan pada saat studi itu ditulis. Menurut M. Amin Abdullah dalam Pendidikan Agama era Multikultural Multireligius (2005), peran pesantren dalam pendidikan Islam adalah salah satu topik lain yang sangat penting dalam Indonesia sekarang ini, khususnya dengan percakapan di pemerintah mengenai penguatan pengaruh pemerintah dalam pesantren, dan campurtangan dengan kurikulum. Pesantren termasuk sebagai elemen pendidikan Indonesia dalam menyelidiki bentuk pendidikan agama. Tujuan utama Pendidikan Islam, menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya, Islam and Secularism (1993), adalah untuk menghasilkan orang yang baik (to produce a good man). Kata al-Attas, “The aim of education in Islam is therefore to produce a goodman… the fundamental element inherent in the Islamic concept of education is the inculcation of adab.” Dalam al-Quran dikatakan, manusia diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya (QS adz-Dzariyat: 56) dan menjadi khalifah Allah di muka bumi (QS al-Baqarah: 30). Manusia dikaruniai akal, bukan hanya hawa nafsu dan naluri. Tugas manusia di bumi berbeda dengan binatang. Manusia bukan hanya hidup untuk memenuhi syahwat atau kepuasan jasadiahnya semata. Ada kebutuhan-kebutuhan ruhaniah yang harus dipenuhinya juga. Semua fungsi dan tugas manusia itu akan bisa dijalankan dengan baik dan benar jika manusia menjadi seorang yang baik atau beradab. Secara teknis, pendidikan dalam Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu rabba yang kemudian menjadi tarbiyyah. Tarbiyyah mencangkup konsep yang luas, pendidikan dan perkembanagan aspek fisik, mental dan spiritual manusia. Tidak hanya aspek kehidupan dunia tetapi merupakan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam dianggap sebuah proses perjalanan waktu mencari pengetahuan untuk melengkapai dua fungsi utama: sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah SWT. (QS. al-Dhariyat: 56). Sehingga dalam melengkapi dua fungsi tersebut seorang muslim membutuhkan penguatan dalam pokok Islam (aqidah, syariah, akhlak). Jadi, secara singkat menurut Islam, pendidikan harus dimulai dari “muradan” berkehendak untuk iqro’ (alimul ghoib) dan berpikir, kemudian dilalui dengan “tarbiyah”
1
kepengasuhan yang rahman dan rahim, untuk menumbuhkan manusia yang siap berjihad sosial (bekerja keras) agar fungsi kekhalifahannya maksimal. Pesantren sebagai subkultur yang mempunyai fungsi utama pendidikan dengan elemenelemennya menjadikan pesantren menjadi lembaga yang memiliki fungsi tarbiyyah yang penting. K.H. M. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, menulis sebuah buku berjudul Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim (edisi Indonesia: Etika Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Titian Wacana, 2007). Terjemahan harfiahnya: Adab Guru dan Murid. Buku ini membahas secara panjang lebar tentang masalah adab. Kyai Hasyim Asy’ari membuka kitabnya dengan mengutip hadits Rasulullah saw: “Haqqul waladi ‘alaa waalidihi an-yuhsina ismahu, wa yuhsinamurdhi’ahu, wa yuhsina adabahu.” (Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik). Dikutip juga perkataan sejumlah ulama. Hasan al-Bashry misalnya, yang menyatakan: “In kaana al-rajulu la-yakhruja fiiadabi nafsihi al-siniina tsumma siniina.” (Hendaknya seseorang senantiasa mendidik dirinya dari tahun ke tahun). Habib bin asSyahid suatu ketika menasehati putranya: “Ishhabil fuqahaa-a wa ta’allam minhum adabahum, fainna dzaalika ahabbu ilayya min katsiirin minal hadiitsi.” (Bergaullah engkau dengan para fuqaha serta pelajarilah adab mereka. Sesungguhnya yang demikian itu akan lebih aku cintai daripada banyak hadits.” Ruwaim juga pernah menasehati putranya: “Yaa bunayya ij’al ‘ilmaka milhan wa adabaka daqiiqan” (Wahai putraku, jadikanlah ilmumu seperti garam dan adabmu sebagai tepung). Ibn al-Mubarak menyatakan: “Nahnu ilaa qaliilin minal adabi ahwaja minnaa ilaa katsiirin mina ’ilmi.” (Mempunyai adab meskipun sedikit lebih kami butuhkan daripada banyak ilmu pengetahuan). Al-Quran memuliakan orang yang berilmu (QS 35:28, 3:7, 58:11), maka sesuai konsep adab, seorang muslim wajib memuliakan orang yang berilmu dan terlibat dalam aktifitas keilmuan. Masyarakat yang beradab juga masyarakat yang menghargai aktifitas keilmuan. Tentu menjadi tidak beradab, jika aktifitas keilmuan dikecilkan, sementara aktifitas hiburan diagung-agungkan. Tidak mungkin suatu bangsa akan maju jika tidak menjadikan tradisi ilmu sebagai bagian dari tradisinya. Dalam perspektif Islam, manusia beradab haruslah yang menjadikan aktifitas keilmuan sebagai aktifitas utama mereka. Sebab soerang muslim senantiasa berdoa:”Rabbi zidni ’ilman” (Ya Allah, tambahkanlah ilmuku). Lebih dari itu, Rasulullah saw juga mengajarkan doa, agar ilmu yang dikejar dan dimiliki seorang muslim adalah ilmu yang bermanfaat. Hanya dengan ilmulah, maka manusia dapat meraih adab atau kebaikan, sehingga dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai ketentuan Allah SWT. Keluasaan keilmuan dan Islam tetap akan menjadi tantangan sekaligus harapan bagi pesantren masa depan. Dalam kaitan ini, menarik kiranya untuk merenungkan pandangan Emha Ainun Nadjib tentang pendidikan Islam beribu pintu berruang satu. (Bahtiar Utomo Fahmi, 2014). Pendidikan Islam beribu pintu beruang satu menjadi penting karena mencakup seluruh elemen keilmuan Islam yang pada akhirnya seorang Muslim dapat menguasai berbagai keilmuan Islam. Pendidikan Islam beribu pintu berruang satu merupakan metode pembelajaran yang ideal dan bertujuan agar umat Islam dapat mengenal adama Islam lebih menyeluruh. Pendidikan Islam beribu pintu berrruang satu, diibaratkan dengan sebuah rumah besar, di rumah besar 2
itu terdapat ribuan pintu dan ketika kita masuk rumah itu hanya terdapat satu ruangan besar, tanpa satu kamar pun. Satu ruangan besar diartikan sebagai keilmuan Islam dan ribuan pintu diartikan sebagai disiplin ilmu keislaman, pintu pertama ilmu fiqih, pintu kedua ilmu tauhid, pintu ketiga ilmu sejarah, pintu keempat ilmu matik, pintu kelima ilmu tasawuf, pintu keenam ilmu tafsir dan seterusnya. Dengan demikian, jika seseorang memasuki rumha dari pintu fiqih, orang itu bukan menemukan ilmu fiqih saja, tetapi orang tersebut akan menemukan berbagai disiplin ilmu keislaman lainnya ketika memasuki ruangan besar itu, yang bertujuan memahami Islam secara menyeluruh. Pendidikan pendidikan model seperti ini akan menambah wawasan kaum muslim, artinya setiap muslim bukan hanya belajar satu keilmuan Islam saja, tetapi setiap muslim juga mempelajari keilmuan Islam lainnya. Setiap pesantren dapat memformulasikan model pendididkan Islam beribu pintu berruang satu dalam mengimplementasikan sesuai visi, misi, program dan strategi pesantren itu sendiri.
Kebagusan - Gedong Tataan - Pesawaran - Lampung, 23 September 2016
Zainal Abidin Lahir di Sendangagung, 6 September 1969. Lulus D3 Pendidikan Fisika (1990) dan S1 Penyetaraan Pendidikan Fisika (1997) keduanya dari FKIP Universitas Lampung, Bandar Lampung. Sejak 1992 menjadi guru fisika di SMAN 3 Bandar Lampung. Antara 1990-1992 menjadi guru fisika SMP Islam Sendangasri, MTs Al Mu’allimin Sendangrejo, MA Ma’arif Sendangagung Kab. Lampung Tengah dan SMAN 1 Sukoharjo Kab. Pringsewu. 1998-2000 mengajar juga di SMAN 1 Kedondong Kab. Pesawaran. Bersama Iyan Ibrani dan Yohanes Dwi Nugroho menjadi pemenang kedua Lomba Pembuatan Modul Pendidikan Lingkungan Hidup Tingkat Provinsi Lampung berjudul Air untuk Kehidupan (2000). Juara kedua Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat SMA bagi Guru Tingkat Provinsi Lampung, LPMP Lampung (2007). Guru Teladan Tingkat Nasional versi Pesta Sains Nasional IPB Bogor (2010). Juara kedua Lomba Inovasi Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) FMIPA IPB Bogor (2013). Pengurus Asosiasi Guru Fisika Indonesia Jakarta (2007-2011). Finalis SEA ITSF (Jakarta 2015). Kader Konservasi Sumberdaya Alam BKSDA Lampung (2006-sekarang). Beberapa tulisannya ada di http://www.scribd.com, di http://www.issue.com dan http://www.academia.edu. Sekitar seratus tulisan lainnya ada di http://kompasiana.com/ZainalAbidinMustofa. Mengelola grup Majelis Ilmu dan Silaturahmi Masjid AlWustho Sendangagung di facebook. Email: zay.abidin@gmail.com
3