Samantabadra 2014-03

Page 1

Samantabadra

(Surat Perihal Air Bulan)

SAMANTABADRA |MARET 2014 | NOMOR. 242

B

uddha Prabhutaratna telah muncul dari bumi besar untuk memberi pembuktian bahwa “Keseluruhan Saddharmapundarika-sutra adalah kebenaran sesungguhnya.” Dan berbagai Buddha dari sepuluh penjuru berkumpul dalam pesamuan pembabaran Saddharmapundarika-sutra serta menjulurkan lidah mereka ke surga Brahma sebagai tambahan pembuktian bahwa setiap aksara Saddharmapundarikasutra sama sekali tidak ada yang bohong. Sama seperti raja, permaisuri, dan para pejabat yang telah bersatu hati dan berjanji.

gosyo kensyu SURAT PERIHAL AIR BULAN liputan DOKYO SYODAI PERINGATAN IMLEK 2014 liputan FGD & DISKUSI PANEL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

M a r e t

2 0 1 4

03 # 242


D

i antara keduapuluhdelapan bab Saddharmapundarikasutra, yang terunggul dan menakjubkan adalah bab Upaya Kausalya dan bab Panjang Usia Sang Tathagata. Bab-bab lainnya bagaikan cabang dan daun. Oleh karena itu, membaca dan mempelajari keseluruhan bab Upaya Kausalya dan bab Panjang Usia Sang Tathagata hendaknya dijadikan pelaksanaan sehari-hari.

O

rang yang membuat Sepuluh Keburukan dan Lima Dosa Besar, kalau tidak menentang Saddharmapundarika-sutra, tidak diragukan lagi pasti akan mencapai kesadaran Buddha pada saat ajal. Sebaliknya, orang yang mempertahankan seluruh sutra dengan mempercayai berbagai Buddha, Bodhisattva, dan mempertahankan sila; kalau tidak mempergunakan Saddharmapundarika-sutra, pasti akan jatuh ke dalam jalan yang buruk.

(Surat Perihal Air Bulan) (Surat Perihal Air Bulan)


Dari Redaksi

Nam-myoho-renge-kyo,

M

emasuki bulan ke dua di tahun 2014, NSI berkesempatan menjadi tuan rumah diselenggarakannya kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan diskusi panel Muslim-Buddhis, yang diinisiasi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi). Diskusi dan pembahasan dalam kegiatan ini menyoroti tentang isu kerukunan antarumat beragama, khususnya tentang konflik etnis Rohingya yang terjadi di Myanmar. Kegiatan ini menghasilkan sebuah deklarasi Muslim-Buddhis Indonesia untuk kerukunan umat beragama. Deklarasi ini berisi seruan dan tekad umat Islam dan umat Buddha Indonesia untuk membangun moral dan perilaku yang berlandaskan ajaran agama, yang terwujud dalam sikap toleransi, saling menghargai tolong-menolong antarumat beragama, sehingga tercipta hidup rukun, harmonis, dan damai dalam tataran nasional maupun internasional. Hal ini tentu menjadi sebuah kontribusi positif yang dihasilkan oleh NSI bersama-sama tokoh muslim nasional dan pemerintah RI untuk terciptanya kerukunan antarumat beragama di dalam maupun luar negeri. Dengan suasana hidup rukun, damai, dan harmonis, pasti manusia dapat menghasilkan karya-karya yang dapat membangun peradaban menjadi lebih baik.

Maret 2014 | Samantabadra

1


Samantabadra Samantabadra B

uddha Prabhutaratna telah muncul dari bumi besar untuk memberi pembuktian bahwa “Keseluruhan Saddharmapundarika-sutra adalah kebenaran sesungguhnya.” Dan berbagai Buddha dari sepuluh penjuru berkumpul dalam pesamuan pembabaran Saddharmapundarika-sutra serta menjulurkan lidah mereka ke surga Brahma sebagai tambahan pembuktian bahwa setiap aksara Saddharmapundarikasutra sama sekali tidak ada yang bohong. Sama seperti raja, permaisuri, dan para pejabat yang telah bersatu hati dan berjanji. (Surat Perihal Air Bulan)

SAMANTABADRA |MARET 2014 | NOMOR. 242

daftar isi

LIPUTAN Dokyo Syodai Tahun Baru Imlek 2014 FGD Kerukunan Indonesia Kunjungan Anggota Ke Singaraja dan Makassar MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Perihal Air Bulan Gosyo Cabang Surat Balasan Kepada Nicigon Ama Goze Forum Diskusi Hati Kepercayaan Untuk Membuka Kebuddhaan SYIN GYO GAKU Myoho: Intisari Sutra

3 6 11

13 14 15

16 48 53 57

Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

2

Samantabadra | Maret 2014

Halaman Muka

M

aha Vihara Saddharma NSI dari balik pepohonan di atas bukit menjelang senja.

gosyo kensyu SURAT PERIHAL AIR BULAN liputan DOKYO SYODAI PERINGATAN IMLEK 2014 liputan FGD & DISKUSI PANEL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta

Maret 2014

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

M a r e t

2 0 1 4

03 # 242

REFLEKSI Berpikir Baru Berkata Floods Everywhere

58 59

WAWASAN Bahaya Pornografi Kesadaran Berenergi Etika Menulis Surel

61 63 66

KESEHATAN Bipolar Disorder Pertolongan Pertama Pada Stroke

68 70

CERITA ANAK Gajah dan Anjing yang Berteman Baik

71

DUKA CITA

67

RESEP SIOMAY

74

KIBA-KRUBU

73

JADWAL KEGIATAN

75

VIHARA DAN CETYA NSI

76

PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Silviani, Megahria, Udin Tirta, Bambang, Kyanne Virya, Jessica, Martinus STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999

13

14

63


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja “Surat Kepada Myoici Ama� (Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Januari 2014

Nammyohorengekyo, Menjelang tahun baru Imlek, biasanya orangorang etnis Tionghoa sibuk mempersiapkan tradisi menyambut tahun baru. Jika tahun baru Imlek berdekatan dengan kegiatan kensyu, maka yang kensyu biasanya agak berkurang. Daya tarik kensyu belum begitu kuat sehingga umat NSI yang mayoritas beretnis Tionghoa mau tetap mengutamakan belajar dharma. Selain Imlek, terkait isu yang terjadi belakangan ini dan menjadi alasan kompromi terhadap syin gyo gaku adalah banjir. Jakarta dilanda banjir (digenangi air) selama beberapa waktu. Memasuki tahun 2014, alam Indonesia mengalami banyak pergolakan, seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus, longsor. Gunung Sinabung sedang erupsi.

Gunung Kelud juga erupsi. Penduduk sekitarnya sudah mengungsi. Jakarta tergenang. Banjir bandang terjadi di Manado. Kebumen diguncang oleh gempa 6,5 skala ritcher selama 3 menit. Dalam Gosyo ini Niciren Daisyonin mengatakan, Raja Ajatasatru begitu jahatnya sampai ia membunuh ayahnya. Sebegitu rupa perbuatan jahat Raja Ajatasatru, padahal ayahnya adalah murid yang baik dari Buddha Sakyamuni. Maka karena perbuatan Raja Ajatasatru yang begitu jahat, maka langit membuangnya, sehingga timbul kelainan peredaran Matahari dan Bulan, Bumi besarpun tidak sudi menerima Raja Ajatasatru di atasnya, sehingga berguncang. Ribuan rakyat ikut menentang Buddha Sakyamuni. Hal ini karena Raja Ajatasatru mendapat

bimbingan yang salah dari gurunya, yaitu Devadatta. Dalam konteks kehidupan saat ini, kensyu adalah sebuah upaya untuk menerima masukan yang baik. Selama dua hari satu malam kita menyiapkan diri kita dengan sikap duduk yang baik untuk mendengar dan meresapi ajaran Buddha untuk kita praktikkan dalam kehidupan. Hal ini sangat penting, karena pada masa akhir dharma ini kita dikelilingi oleh banyak pengaruh buruk, termasuk kecenderungan kesesatan jiwa dari dalam diri kita sendiri berupa “tiga racun� (keserakahan, kemarahan, dan kebodohan). Hal-hal yang buruk kita anggap baik, untuk hal-hal yang baik kita anggap membosankan dan buruk. Pikiran dan batin kita Maret 2014 | Samantabadra

3


ceramah gosyo diselimuti kesesatan sehingga kesadaran Buddha tidak dapat bersinar. Oleh karena itu, peran guru pembimbing sedemikian pentingnya. Guru kita adalah Niciren Daisyonin, maka kita harus mendekatkan diri kita kepada Niciren Daisyonin. Cara yang bisa kita tempuh adalah dengan mendengarkan pembabaran gosyo secara seksama. Yang terdengar memang suaranya Bapak Sumitra dan suaranya saya, namun yang kami sampaikan adalah kata-kata yang berdasarkan ajaran Buddha Niciren. Maka kami pun berusaha untuk menyampaikan dharma ini dengan suara yang sungguh-sungguh. Dengan demikian, hendaknya kita meletakkan persepsi bahwa yang kita dengar itu adalah suaranya Bapak Sumitra dan suara saya, tapi isinya adalah pesan dari Buddha Niciren Daisyonin. Hal ini yang harus kita tangkap dan pahami, karena ini adalah pengaruh dan masukkan yang baik. Sekarang, begitu banyak bencana alam dan kemanusiaan yang tengah terjadi, baik di dalam maupun di luar negeri. Jika ditilik dari perspektif Buddhis, hal 4

Samantabadra | Maret 2014

ini dikarenakan sikap dan perilaku manusia yang tidak sejalan dengan Hukum Buddha. Hal ini sudah berlangsung bahkan ketika Niciren Daisyonin masih hidup dan menjalankan syakubuku semasa hidupnya. Banyak yang mengaku umat Buddha, tapi praktiknya bertentangan dengan ajaran Buddha, maka Niciren Daisyonin harus meluruskan. Dalam konteks kehidupan kita saat ini, kita juga harus berani meluruskan pandangan masyarakat yang keliru dan tidak sesuai dengan Hukum Buddha. Sama seperti yang Buddha Niciren lakukan dan perjuangan semasa hidupNya. Kita ada dalam posisi di mana kita harus meluruskan pandangan keliru pihak-pihak yang mengaku mengerti ajaran agama Buddha namun tidak mampu menerapkan ajaran tersebut secara tepat. Jakarta terendam sudah hampir dua minggu ini adalah refleksi dari kesesatan pikiran dan filsafat manusianya, sehingga sikap dan perilakunya tidak membuat alam lestari, akhirnya malah membuatnya menjadi kacau. Lantas apa yang bisa kita lakukan?

Buddha mengajarkan, kita bisa mengawali perubahan dari diri kita sendiri. Perubahan dari satu orang akan membawa perubahan pada satu lingkungan, terus berefek domino hingga mampu membawa perubahan pada negara hingga dunia. Umat NSI harus menjadi umat Buddha yang terbaik. Saya yakin bahwa kualitas manusia ditentukan dari filsafat jiwa yang dianut oleh masingmasing manusia. Buddha Niciren meyakinkan kita dengan berbagai bukti nyata dalam kehidupanNya, bahwa filsafat Saddharmapundarika-sutra adalah filsafat yang paling unggul, kekuataannya luar biasa dalam merombak nasib. Memang di Masa Akhir Dharma ini kita harus memegang sutra yang kekuatannya paling besar karena kondisinya paling buruk dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Kita di Indonesia, tidak mengalami musim dingin. Namun dalam gosyo, “musim dingin� adalah perumpamaan untuk menggambarkan kondisi hidup yang sulit dan menderita. Setiap orang pasti pernah mengalami “musim dingin� di dalam perjalanan hidupnya, silih


Ketua Umum

berganti dengan “musimmusim” yang lain (bahagia, sedih, bingung, dan lainlain). Yang terpenting dari pelaksanaan ajaran Buddha adalah percaya sungguhsungguh dan menerapkan ajaran sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Buddha Niciren pada kehidupan kita. Maka dikatakan, “Barangsiapa yang mendengar Hukum Buddha, tidak ada seorangpun yang tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha.” Kenyataannya, walau kita sudah bertemu dan mengetahui tentang Hukum Buddha dan Saddharmapundarikasutra, masih sulit untuk mewujudkan kesadaran Buddha secara konsisten. Hal ini karena kita belum bisa menerapkan ajaran Buddha secara tepat, yang dikatakan bahwa mata hati kita “juling”, tidak mampu melihat kebenaran dan esensi dari kehidupan yang dijelaskan oleh Buddha Niciren. Maka perjuangan terbesar kita sebenarnya adalah melawan kesesatan diri kita sendiri. Inilah

peran penting dari hati kepercayaan. Kita belum bisa meresapi kata-kata Buddha (tidak sekedar mendengar suara), karena kita belum percaya. Jadi mendengar (meresapi) itu harus dengan hati yang percaya. Buddha mengatakan, “Di Masa Akhir Dharma, sudah disiapkan muridmurid untuk menyebarkan Dharma sebanyak 60 ribu kali pasir-pasir yang ada di Sungai Gangga.” Sekarang tergantung kita percaya atau tidak, bahwa yang memiliki tugas kejiwaan seperti yang diproyeksikan oleh Buddha Sakyamuni adalah kita para pelaksana Saddharmapundarikasutra, bertugas untuk menyebarluaskan Nammyohorengekyo. Walaupun mengetahui bahwa kita sudah dipilih dan dijadikan orangorang istimewa, kita tidak begitu saja percaya. Hal ini merupakan ciri khas manusia masa akhir dharma yang dipenuhi oleh kekeruhan batin. Hanya dengan

Nammyohorengekyo, hati kepercayaan kita bisa terasah dan mampu menenggelamkan kesesatan batin, dan memunculkan kesadaran Buddha ke permukaan. Penggalan kalimat gosyo, “Musim dingin pasti menjadi musim semi,” berarti bahwa dalam menghadapi persoalan apapun, yang penting kita bisa bertahan, artinya bisa menerima dan menghadapi. Buddha mengatakan, sebarkanlah ‘Hukum ini’, agar alam semesta kembali pada peredaran yang benar, matahari pada peredaran yang benar, bulan pada peredaran yang benar, karena seluruh perasaan manusia itu sudah bisa ditata secara baik. Kita berdoa agar negara kita bisa cepat pulih dan pemulihan itu dimulai dari diri kita sendiri. Diri sendiri ingin menjalankan secara baik dan tepat kemudian menyebarluaskan, barulah malapetaka bisa diatasi.

eee

Maret 2014 | Samantabadra

5


ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi “Surat Kepada Myoici Ama� (Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Januari 2014

Nammyohorengekyo,

disita tanahnya, dipotong gajinya untuk menekan Surat Kepada Myoici mereka agar melepaskan Ama atau Musim Dingin hati kepercayaannya kepada Pasti Menjadi Musim Semi Gohonzon seperti suami ditulis di Gunung Minobu Myoici Ama ini. pada bulan 5 tahun 1275 Tanah untuk menunjang diberikan kepada Myoici kehidupan keluarganya Ama, karena Beliau disita karena keyakinannya memberikan sumbangan terhadap Gohonzon, tentu baju kepada Niciren ini merupakan satu hal Daisyonin. Setelah peristiwa yang sangat memberatkan. Tatsunokuci, yaitu ketika Suami Myoici Ama ini Niciren Daisyonin menjalani meninggal dunia ketika hukuman pemenggalan Niciren Daisyonin dibuang kepala, kemudian Niciren ke Pulau Sado. Isi Surat Daisyonin dibuang ke ini memberikan semangat Pulau Sado. Demikian juga dari dasar lubuk hati atas tanah milik suami Myoici jerih payah Ama Goze yang Ama disita oleh penguasa kesehatannya kurang baik karena ia mempertahankan serta harus merawat anaknya hati kepercayaan terhadap yang kurang sehat dan juga Gohonzon. Karena pada masa anak perempuannya, maka itu orang yang menganut Niciren Daisyonin sangat Gohonzon mendapatkan prihatin bagaimana kalau tekanan dari sekte-sekte ibu ini meninggal, anaklain maupun penguasa, anaknya siapa yang akan jadi sebagai samurai kalau merawat? Niciren Daisyonin majikannya tidak senang mengatakan demikian. karena keyakinanya berbeda Dalam Gosyo ini Niciren dengan dirinya, maka mereka Daisyonin memberikan akan dipersulit, seperti dorongan semangat kepada 6

Samantabadra | Maret 2014

Ibu Ama Goze untuk lebih meningkatkan hati kepercayaannya, karena ia adalah orang yang memiliki hati kepercayaan yang murni dan tulus, Ibu Ama Goze, bahkan mengirim utusan ke Pulau Sado juga ke Gunung Minobu untuk memberikan sumbangan kepada Niciren Daisyonin. Walaupun tanah miliknya disita karena mempertahankan Gohonzon, ia tidak menjadi goyah, bersedih hati, tapi terus tetap menjalankan hati kepercayannya. Niciren Dasyonin sangat menyelami hati Ibu Ama Goze dengan mengatakan, “Bila matahari dan bulan tidak ada di langit, mungkinkah pohon dan rumput dapat tumbuh dengan baik? Sama halnya anak-anak memiliki ayah dan ibu, kalau saja satu kurang, sukar bagi pertumbuhan mereka. Apalagi almarhum suami Anda telah


meninggalkan anak-anak, di antaranya ada yang kurang sehat dan juga ada anak perempuan, begitupun Anda Ama Goze, yang harus memelihara anak dalam keadaan tidak terlalu sehat. Dalam keadaan demikian, kepada siapakah dapat dititipkan untuk dikemudian hari ketika pergi ke dunia sesudah kematian. Betapa memprihatikan”. Ini adalah perasaan Niciren Daisyonin yang sangat menyelami perasaan Ibu Ama Goze. Niciren Daisyonin mengambil contoh dari Buddha Sakyamuni dimana pada saat menjelang kemuksyaannya berkata “Sekarang Saya akan moksya, KeprihatinanKu hanyalah tentang Raja Ajatasatru” Mendengar hal ini, Bodhisattva Kasyapa bertanya kepada Sang Buddha “Maitri Karuna Buddha adalah adil dan merata, seharusnya menyayangi jiwa sendiri untuk seluruh umat manusia, Mengapa Khusus mengkhawatirkan hanya seorang Raja Ajatasatru? Sang Buddha menjawab, “Misalkan satu pasangan memiliki 7 anak, salah satu di antaranya jatuh sakit. Memang hati ayah ibu kepada anak-anaknya tidaklah berbeda. Tetapi bagaimanapun, mereka lebih memperhatikan dan mengkhawatirkan anak yang sakit dari pada anak yang lainnya”.

Niciren Daisyonin mengambil contoh ini untuk memberikan dorongan semangat kepada Ibu Ama Goze, bahwa Buddha pada saat menjelang wafat masih memikirkan Raja Ajatastru yang sangat jahat, menurut pandangan kita sebagai manusia biasa. Ia membunuh ayahnya sendiri karena menjadikan Devadatta sebagai Gurunya. Ayahnya adalah Raja Bimbisara, pendukung Budhha Sakyamuni yang setia dan selalu memberikan sumbangan-sumbangan kepada Buddha Sakyamuni, sehingga Devadatta yang ingin membunuh Buddha Sakyamuni menghasut Raja Ajatasatru agar membunuh ayahnya, dengan begitu Buddha Sakyamuni tidak lagi mendapatkan sumbangan dari Raja Bimbisara. Kemudian Raja Ajatasatru membunuh ayahnya dan menjadi Raja yang tidak lagi memberikan sumbangan kepada Buddha Sakyamuni dan dengan berbagai macam usaha untuk membunuh Buddha Sakyamuni dilakukan oleh Devadatta dan Raja Ajatasatru. Akibatnya timbul banyak musibah di dalam pemerintahan Raja Ajatasatru, negaranya kacau, rakyat dihasut untuk menetang Buddha sakyamuni. Akhirnya di alam semesta terjadi perubahan perederan matahari dan bulan,

timbul gempa bumi dan lainnya, sampai negaranya diserang oleh negara lain, sebagai akibat memfitnah Saddharmapundarika sutra dan menetang Buddha Sakyamuni. Akhirnya Raja Ajatasatru jatuh sakit, tubuhnya timbul bisul-bisul ganas yang sakitnya bukan main karena ia berada di dalam neraka dengan penderitaan yang berat sekali, akhirnya ia tobat kepada Buddha Sakyamuni, sehingga penyakitnya sembuh, semua ini adalah karena perasaan jiwanya kejam yang penuh dengan kemarahan dan kebencian yang mengakibatkan timbulnya penyakit-penyakit yang diderita oleh badannya. Tapi ketika perasaan jiwanya sadar dan dia tobat atas segala kesalahannya, perasaan jiwanya berubah dan akhirnya sembuh, sehingga usianya diperpanjang dan sejak itu ia menjaga ajaran-ajaran dari Buddha Sakyamuni dan dia turut menyebarluaskan. Maknanya adalah bahwa umat manusia bisa disadarkan. Raja Ajatasatru yang telah membunuh ayahnya dan juga murid-murid Buddha Sakyamuni, walau begitu Buddha Sakyamuni masih memikirkan bagaimana agar Raja Ajatasatru menjadi sadar. Buddha Sakyamuni mengatakan kalau Beliau bisa menyelamatkan Maret 2014 | Samantabadra

7


ceramah gosyo Raja Ajatasatru maka seluruh orang jahat bisa diselamatkan. Dalam hal ini kita harus mempunyai pandangan yang sama, artinya kita harus percaya tiap manusia ada jiwa Buddhanya, disamping jiwa 9 jiwa yang lain, dan hal ini bukan diluar diri kita teteapi ada di dalam badan kita sendiri. Dan bagaimana Buddha membimbing agar setiap umat manusia dapat membuka Kesadaran Buddha sehingga terlepas dari penderitaannya. Tugas Buddha ada di dunia ini adalah itu. Maka Buddha tidak melihat sisi kejahatan, manusia seperti apapun juga yang penting bisa diselamatkan dengan membuka Dunia Buddhanya. Orang bisa menjadi jahat karena dikuasai oleh kesesatan, ketika kesesatan itu tidak lagi menguasai dan kesadaraan yang menguasai, maka ia akan menjadi orang yang jauh berbeda, seperti Raja Ajatasatru yang begitu kejam saja bisa berubah menjadi orang yang menjaga Ajaran Buddha Sakyamuni dengan mengumpulkan sutrasutra Buddha Sakyamuni dan menyebarluaskannya. Maka kalau dasarnya Saddharmapundarika sutra, pasti bisa merubah hawa nafsu menjadi kesadaran seperti Raja Ajatasatru, yang berperilaku jahat, penuh hawa nafsu angkara murka, 8

Samantabadra | Maret 2014

tetapi ketika sadar berbalik menjadi penjaga Ajaran Buddha (kebaikan). Hawa nafsu angkara murkanya berubah menjadi Kesadaran, orangnya sama tetap Ajatasatru, tetapi berbeda sekali perlakunya. Oleh sebab itu kita manusia biasa, jangan memandang orang dari perilakunya saja. Buddha tidak seperti itu. Buddha melihat manusia itu secara utuh, yang penting adalah bagaimana membuka kesadarannya, bukan mengecamnya terus atau melihat sisi negatifnya terus, sehingga kita terus memusuhinya, ini adalah bertentangan dengan Ajaran Buddha. Maka kita bersamasama, bagaimana dengan Gosyo ini bisa melihat sifat Buddha seperti itu, sehingga tidak ada lagi ‘onsitsu’. Tetapi bersupaya bagaimana agar kita bisa mencapai Kesadaran Buddha. Maka, kondisi seperti sekarang ini menyedihkan sekali, karena terjadi permusuhan di antara sesame umat Niciren Syosyu, karena tidak berpegangan pada prinsip ini, kalau seperti ini terus tidak mungkin terwujud Kosenrufu. Karena terjadi perbedaan, mana mungkin Itai Dosyin kalau ada perbedaan, ada diskriminasi, maka kalau bukan berdasarkan prinsip ini (tidak membedakan karena setiap orang

memiliki jiwa Buddha), berarti masih manusia biasa. Maka Niciren Daisyonin mengatakan “Tidak ada seorang pun yang mendengar Saddharmapundarika sutra tidak mencapai mencapai Kesadaraan Buddha”. Jadi Buddha menyayangi seluruh umat manusia secara merata, tetapi bagi orang yang menetang ‘Ajaran’, memfitnah, membunuh orang tua, lebih diperhatikan agar dia segera sadar akan kesesatanya. Sebagai orang tua, pasti menyayangi semua anaknya, tanpa perbedaan, tetapi apabila di antara anakanaknya ada yang sakit, pasti lebih diperhatikan. Buddha seperti itu. Suami Myoici Ama susah hati meninggal dalam kondisi mempunyai anak yang sakit-sakitan, dan ada yang perempuan yang tinggal bersama seorang ibu yang sudah tua, seperti pohon yang mengering. Namun begitu di samping merisaukan masa depan anak-anaknya, di lain pihak Almarhum Suami Anda juga mengkhawatirkan Niciren Daisyonin. Kata-kata Buddha bukan bualan, Saddharmapundarika sutra pasti tersebar luas, dengan begitu untuk Niciren Daisyonin, itu sebenarnya adalah hal yang baik, dan tentu akan menjadi seorang yang gagah dan dihormati. Namun di satu sisi Niciren Daisyonin dijatuhi hukuman


pembuangan ke Pulau Sado. Maka ia mempertanyakan, bagaimana perlindungan dan penjagaan dari Dasaraksasi dan Saddharmapundarika sutra? Niciren Daisyonin menjawab, “Kalau saja suaminya bisa sedikit lebih panjang umurnya, betapa gembiranya ia ketika Niciren Daisyonin dibebaskan dari Pulau Sado, dan hal yang sudah diramalkan dalam Surat Menetramkan Negara dengan Menegakkan Filsafat yang Benar menjadi Fakta Nyata dan melihat serangan dari Mongolia dan negeri sendiri sudah dalam keadaan bahaya, pasti merasa gembira, karena sekarang ramalan Niciren Daisyonin menjadi tepat�. Tapi ini adalah hati manusia biasa yang menjadi sedih dan ragu-ragu ketika Niciren Daisyonin dihukum mati dan dibuang, serta merasa gembira ketika Niciren Daisyonin dibebaskan dari hukuman pembuangan atau ramalannya tepat. Dikatakan Orang yang percaya Saddharmapundarika sutra atau Gohonzon seperti Musim Dingin, dan Musim Dingin pasti menjadi Musim Semi. Artinya Musim Dingin adalah kesulitan-kesulitan yang kita alami, karena orang yang menerima Gohonzon itu pasti banyak kesulitan. Sembilan puluh persen yang menerima Gohonzon itu dalam

penderitaan, di samping ada yang menerima Gohonzon tidak dalam penderitaan, tapi sedikit sekali, maka dikatakan seperti Musim Dingin. Tapi Musim Dingin ini pasti menjadi Musim Semi. Artinya kalau sunguhsungguh percaya Gohonzon sesuai dengan bimbingan Niciren Daisyonin, kesulitan seperti apapun juga pasti bisa diatasi, dilewati, seperti orang melewati Musim Dingin yang menuju ke Musim Semi, tidak pernah mendengar Musim Dingin yang tidak menjadi musim Semi, apalagi kembali ke Musim Gugur, karena ini proses alam, tetapi dengan catatan, harus sungguhsungguh melaksanakan kata-kata Buddha baru bisa mengatasi semua kesulitan itu. Seperti Raja Ajatasatru mengalami penderitaan yang begitu berat, ketika dia sadar, dihadapan Buddha semuanya berubah dari dunia neraka menjadi Dunia Buddha, seperti itu, dari hawa nafsu menjadi kesadaran, dari penderitaan menjadi kebahagaiaan, dasarnya adalah Nammyohorengekyo, dan sungguh-sungguh menjalankan hati kepercayaan. Niciren Daisyonin, mengatakan “Orang yang percaya Saddharmapundarika sutra, tidak akan kembali menjadi manusia biasa�. Artinya, kalau kita percaya

Gohonzon sebetulnya dunia Buddha sudah muncul di dalam jiwa kita, kalau kita percaya Gohonzon, kita ada di dunia Buddha. Keyakinan kita kepada Gohonzon itu paling penting. Kalau belum merasakan Gohonzon sebagai pusaka, belum merasakan Gohonzon sebagai yang utama bagi jiwa kita, tidak mungkin ada perubahan nasib. Tidak mungkin Musim dingin menjadi Musim Semi, kita Harus bisa merasakan, bahwa Gohonzon itu adalah pusaka yang sangat dibutuhkan oleh jiwa kita, tanpa itu tidak mungkin terjadi perombakan nasib, apalagi mencapai Kesadaran Buddha. Maka itu bagaimanapun Ajaran Buddha harus kita tekuni, kita sendiri yang harus menuntutnya, tidak datang dengan sendirinya. Agama Buddha itu timbul dari kepercayaan, pelaksanaan dan belajar adalah jalannya. Kalau tidak ada pelaksanaan dan belajar tidak ada Agama Buddha. Semua kembali kepada diri kita masingmasing. Kalau ingin mencapai Kesadaraan Buddha, kita harus menuntut, bukan dengan santai-santai saja. Karena itu bukan pemberian siapapun, tetapi hasil dari usaha kita masing-masing. Kalau kita bisa mendengar dari dasar jiwa kita dan yakin, kalau kita sungguhsungguh percaya Gohonzon dan laksanakan kata-kata Maret 2014 | Samantabadra

9


ceramah gosyo Buddha, maka Musim Dingin pasti menjadi Musim Semi. Niciren Daisyonin memberikan dorongan semangat kepada Myoici Ama ini, dengan mengatakan bahwa, “Almarhum Suami Anda telah mengorbankan jiwa raganya demi Saddharmapundarika sutra, tanah milik yang tidak seberapa luas, yang dapat sedikit menolong jiwa dan raga disita karena Saddharmapundarika sutra, ini bagi suami Anda pasti dirasakan sebagai sesuatu yang sangat kejam, seperti memasukkan kertas ke dalam api. Namun kurnia kebajikannya sama dengan Putra Himalaya dan Bodhisatva Baisyajaraja yang menyumbang jiwa raga untuk menjadi Buddha, maka pasti suami Anda ada di dunia Buddha. Dalam lingkaran besar bulan dan matahari pasti melihat pantulan rupa istri dan anak pada cermin di langit dan menjaga selama 12 jam siang dan malam. Karena anak dan istrinya adalah manusia biasa, maka tidak dapat mendengar, seperti orang tuli tidak dapat mendengar suara geledek, seperti orang buta yang tidak dapat melihat lingkaran matahari. Meskipun tidak dapat mendengar dan melihat, tidak boleh sekalikali meragukannya. Pasti

10

Samantabadra | Maret 2014

Almarhum suami anda menjaga anda sekalian�. Niciren dalam Gosyo menulis “Sebenarnya ingin mengunjungi Anda dari sini. Begitu berpikir demikian, sebaliknya tanpa diduga sama sekali, Anda memberikan sehelai pakaian. Saddharmapundarika sutra atau Gohonzon adalah sutra yang mepunyai kekuataan yang besar. Maka jika masa sekarang dapat berbadan sehat sekali, baik ketika Ama Goze masih hidup atau sudah meninggal, Niciren Daisyonin akan selalu menjaga dan mendidik anak-anak yang masih kecil. Baik di negeri Sado maupun di Gunung Minobu ini, mengirimkan seseorang untuk membantu saya sampai jaman kapanpun hati ini tidak akan dilupakan. Saya akan balas budi ini pada kelahiran kembali, surat ini memberikan dorongan semangat kepada ibu ini, yang begitu sulit, seorang janda tua yang harus mendidik anak-anaknya, kalau tidak ada kekuatan Nammyohorengekyo, tentu ibu ini tidak dapat tahan dengan penderitaannya, yang sangat memprihatinkan. Niciren Daisyonin memberikan contoh, bagaimana Buddha Sakyamuni saat akan wafat, masih memikirkan Raja

Ajatasatru. Karena suaminya demi Saddharmapundarika sutra telah mengorbankan jiwa raganya maka Almarhum Suaminya pasti mencapai kesadaran Buddha. Maka itu, dengan segala kesungguhan hatinya pun pasti mencapai kesadaran Buddha. Untuk kita semua pun kesulitan apapun pasti bisa diatasi, yang penting kita jangan meragukan kekuataan Gohonzon, sebab tidak ada doa yang tidak terkabulkan, tidak ada dosa yang tidak terhapuskan, tidak ada rejeki yang tidak kunjung datang, tidak ada kewajaran yang tidak diwujudnyatakan. Artinya kalau belum muncul perubahan, berarti masih ada kekurangan, dalam pelaksanaan kita. Ini adalah kesempatan untuk kita bisa membersihkan diri kita, memperbaiki diri kita atau perombakan sifat jiwa kita. Di dalam Agama Buddha kita kesulitan adalah suatu kurnia karena dengan kesulitan itu memberitahukan kita kekeurangan kita dimana, sehingga kita bisa lebih meningkat dan sadar dan bisa mencapai Kesadaran Buddha, maka jangan berkecil hati bagi yang masih banyak mengalami kesulitan apabila kita bisa memaknainya sebenarnya adalah kurnia kebajikan yang menanti. eee


Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman “Surat Kepada Myoici Ama� (Musim Dingin Pasti Menjadi Musim Semi) Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Januari 2014

Nammyohorengekyo, Gosyo ini diberikan kepada Myoici Ama, dimana Myoici Ama ini adalah seorang perempuan, memang lebih banyak Gosyo yang diberikan kepada perempuan, artinya perempuan lebih gampang disyakubuku. Dalam rumah tangga rata-rata perempuan yang lebih dulu percaya Gohonzon, artinya mempunyai tugas untuk menyebarluaskan Dharma, membangun keluarga harmonis. Bulan lalu ketika pulang Kensyu, ada umat yang rumahnya kerendam air, bukan banjir, bagi yang tidak kebanjiran tidak masalah, tapi sebenarnya itu adalah bencana nasional. Walaupun kita tidak kebanjiran, tapi kita tidak bisa kemana-mana, kebagian juga, berarti musibah itu kebagian juga. Karenanya di tahun 2014 kita harus menjalankan Syinjin dengan lebih sungguh-sungguh, baru bisa menghadapi kehidupan kita, juga tugas penyebarluasan Dharma. Di NSI yang pertama adakan pertemuan adalah pertemuan bagian Ibu, baru ada pertemuan Bapak, Pemuda

dan Anak-anak. Karena Ibuibu dengan sungguh hati menjalankannya, sehingga hari ini anak-anak, mantu bisa ikut menjalankan hati kepercayaan. Ada yang cepat rasa puas, sehingga semangatnya menjadi luntur seperti Gosyo bulan lalu yang mengatakan tidak bisa bertahan seperti bunga mawar yang warnanya terus pudar. Tentunya kita tidak ingin Shinjin kita seperti itu, kita harus tetap berjuang selama kita masih bisa berjuang untuk menyebarluaskan Nammyohorengekyo, kita harus terus bersemangat menjalankan tugas Kosenrufu. Bagi perempuan, kita harus membangun keluarga yang penuh ketenangan dan kehangatan, dari kejelekan kita harus diambil segi positifnya untuk kita menjalankan demi kebahagiaan umat manusia. Kitapun sedang menuju HUT NSI ke-50 tahun yang puncaknya di bulan Oktober 2014. Sekarang suasana dari tantangan banjir, berarti tidak semudah seperti yang kita bayangkan untuk menuju HUT NSI ke-50 tahun itu, pasti banyak tantangan, rintangan, terutama di diri kita masing-

masing. Maka, kita harus kuat, jangan kalah suasana, jangan kalah oleh iblis yang ada di dalam diri kita sendiri karena kita mempunyai tugas sebagai Bodhisattva Muncul dari Bumi. Maka Ibu-Bapak, mari kita sama-sama berjuang di dalam susunan ini yang memberi kehangatan kepada orang lain, jangan tergilas oleh kepribadian kita, perjuangan kita masih jauh, jangan karena perasaan jiwa kita sendiri, akhirnya kita kalah suasana, berarti apa yang selama ini kita jalankan sia-sia. Umatumat kita berjuang, dulu kita syakubuku, sekarang kita kumpul kembali. Mulai bulan ini pertemuan Ibu per daerah untuk menuju 50 tahun NSI. Kata Bapak Ketua Umum, 6.500 orang, maka mari kita berjuang dari sekarang. Semua ini adalah tugas dari Bodhisattva yang Muncul dari Bumi. Perubahan satu orang dapat merubah satu keluarga, satu lingkungan bahkan satu dunia, ini harus kita camkan, Maret 2014 | Samantabadra

11


ceramah gosyo ada apapun juga kita harus mengambil maknanya. Saya harus merubah diri saya sendiri dari perubahan ini menggetarkan keluarga saya, keluarga NSI dan lingkungan negara kita. Sifat seorang Buddha adalah memikirkan bagaimana mencabut duka dan memberi suka atau doku; mencabut kesulitan dan memberikan kebahagiaan. Niciren Daisyonin ingin kita merasakan penderitaan dari Myoici Ama yang sakit-sakitan ditinggal suami dan anakanaknya kurang sehat pula. Niciren Daisyonin mengatakan bagaimana seadainya Ibu Myoici Ama meninggal, anakanaknya sama siapa? Ini mengajak kita belajar sifat Buddha turut merasakan kesulitan orang lain, itu adalah kesulitan diri sendiri. Dalam satu keluarga membutuhkan ayah dan ibu, kedua-duanya. Kita harus belajar dari perilaku Buddha yang berusaha merasakan penderitaan orang lain seperti penderitaan diri sendiri. Buddha tidak ingin umat manusia menderita, tetapi semua umat manusia dapat mencapai kebahagiaan mutlak. Sifat Buddha tidak membeda-bedakan, walaupun Raja Ajatasatru jahat yang ingin membunuh Buddha Sakyamuni, tapi sifat Buddha tidak untuk membalas dendam, malah ingin menyelamatkannya. Diambil contoh di dalam satu keluarga, bila ada anak yang sakit harus lebih diperhatikan anak itu. Buddha Sakyamuni mengatakan bila Raja Aja12

Samantabadra | Maret 2014

tasatru bisa terselamatkan, maka semua orang pun akan terselamatkan. Sebab di dalam Saddharmapundarika-sutra, dikatakan “Semua orang bisa mencapai kesadaran Buddha”. Kita kalau tidak berjodoh dengan Gohonzon, tidak ada kekuatan untuk memunculkan Dunia Buddha, tidak ada kekuatan untuk Daimoku. Perjuangan Niciren Daisyonin mewujudkan Dai Gohonzon, demi kebahagiaan umat manusia. Bagi Ibu yang diwakili oleh Putri Naga dapat mencapai kesadaran Buddha karena ketulusannya. Bagi Bapak, Sravaka dan Pratekyabuddha tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha karena sombongnya. Maka kita diingatkan ada 10 dunia yang mencakupi 10 dunia, siapapun bisa baik dan siapapun bisa jelek, maka kita jangan ragu-ragun. Kita harus bangkit, yang baik kita ambil, yang jelekpun memberitahukan kepada kita untuk kita ubah. Buddha tidak akan menetap di dalam jiwa orang yang penuh dengan 3 racun. Maka kita jangan ragu-ragu seperti suami Myoici Ama yang mengatakan, “Kata-kata Buddha bukan bualan dan Saddharmapundarika-sutra pasti tersebarluas. Kalau begitu, untuk Niciren, ini sebenarnya adalah hal yang baik dan tentu akan menjadi seseorang yang gagah dan terhormat. Namun, pada kenyataannya Niciren dihukum buang ke Pulau Sado. Maka ia mempertanyakan bagaimana perlindungan dan penjagaan dari Dasaraksasi

dan Saddharmapundarika-sutra?” Hal ini sering juga timbul di dalam diri kita sendiri. Kita harus yakin dengan kekuatan Gohonzon, jangan karena halhal yang kecil membuat kita ragu-ragu sehingga jiwa Buddha kita tak muncul, akhirnya tidak ada bukti nyatanya, karena prajnanya tidak muncul. Yang ada hanya pikiranpikiran kita sendiri, menyalahkan orang lain dan suasana. Niciren Daisyonin mengatakan, “Orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra seperti seseorang di musim dingin, tapi orang yang sungguh-sungguh tidak mungkin menjadi manusia biasa lagi, pasti menjadi Buddha”. Kalau kita masih sering kompromi, ini artinya kita belum percaya. Kalau kita percaya sungguhsungguh, jalankan sungguhsungguh kata-kata Buddha, musim dingin penderitaan apapun, kita bisa hadapi menjadi musim semi. Musim dingin di dalam jiwa kita bisa lebih dari 3 bulan atau 3 tahun, sebab kalau pertemuan dia tidur, tidak menjalankan kata-kata Buddha, 3 tahun baru sadar bahwa selama ini saya tidak menjalankan kata-kata Buddha, maka saya menderita, karena saya tidak menjalankan keinginan Buddha. Perjalanan kita masih jauh, masih banyak tugas yang harus kita laksanakan. Kita harus mempunyai tujuan yang besar, jangan yang kecil, tercapai atau tidaknya semua tergantung kesungguhan hati kita. eee


liputan

Dokyo Syodai Tahun Baru Imlek 2014

Dokyo syodai dalam rangka peringatan tahun baru imlek 2014, dipimpin oleh Ketua Umum NSI dan diikuti oleh segenap umat NSI wilayah DKI Jakarta.

Ketua Umum NSI memberikan sambutan dalam rangka Tahun Baru Imlek 2014.

P

eringatan awal tahun penanggalan bulan (imlek) diperingati oleh umat NSI dengan upacara dokyo syodai. Upacara ini dilakukan serempak

di vihara-vihara NSI di seluruh wilayah dan daerah di Indonesia pada tanggal 31 Januari 2014 jam 10 pagi. Di DKI Jakarta, upacara dokyo syodai dipimpin oleh Ketua Umum NSI, Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja, di Vihara Sadaparibhuta NSI, Jakarta. Segenap umat NSI dari penjuru Jakarta hadir dan melakukan dokyo syodai bersama untuk mengawali awal tahun dengan semangat syinjin. Dalam sambutannya, Ketua Umum NSI menyampaikan keprihatinannya atas bencana banjir yang melanda wilayah DKI Jakarta dan menimpa beberapa umat NSI. Banjir yang terjadi tentu tidak luput dari andil manusia dalam pemeliharaan lingkungan. Hendaknya peristiwa banjir ini dapat kita jadikan hikmah untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan mewujudkan sikap hidup disiplin. Beliau juga merasa gembira bisa memperingati tahun baru imlek bersama-sama saudara sedharma berdasarkan Hukum Sakti (Nammyohorengekyo). Tentunya suasana kebuddhaan yang kita munculkan pada awal tahun ini bisa menjadi icinen dan semangat untuk terus maju di dalam kehidupan kita. (Sam) Maret 2014 | Samantabadra

13


liputan

Focus Group Discussion & Diskusi Panel MUI-Walubi

Kerukunan Indonesia dalam Perspektif Islam dan Buddha

S

abtu, 15 Februari 2014, untuk yang pertama kalinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengangkat tema “Kerukunan dalam perspektif Islam dan Buddha.”

Nara sumber pada diskusi panel (kiri-kanan): Prof. Phillip, Bapak Gapokson T. Siturong, Dr. Maskuri, H. Slamet Effendi Yusuf , Bapak Mubarok, MPdt. U. Suhadi Sendjaja, Bapak Citra Surya.

T

ujuan diselenggarakannya diskusi ini adalah untuk menggali nilai-nilai kerukunan antara umat Islam dan Buddha di Indonesia, dan bersama-sama sepakat untuk mempertahankan dan meningkatkan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, diskusi ini juga bertujuan untuk memberikan sumbangsih berupa wawasan kerukunan antarumat beragama bagi dunia internasional yang tengah mengalami krisis kerukunan umat beragama, salah satunya kasus masyarakat Myanmar di Rohingnya. 14

Samantabadra | Maret 2014

Bertempat di Gedung Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Samantabadra Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Jakarta Selatan, hadir sebagai nara sumber dalam diskusi ini, dari Kementrian Luar Negeri, Bapak Gopokson T. Siturong, Ketua Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama RI, Bapak Mubarok, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Haji Slamet Effendi Yusuf, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja, Bapak Hasyim dari

MUI sarta Prof. Phillip dari Walubi. Dimoderatori oleh Dr. Maskuri. Tidak kurang dari 40 partisipan berasal dari elemen Islam dan Buddha, di antaranya pengurus MUI, pengurus Buddha NSI, dan mahasiswa dari Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Trisakti, Tarumanegara, Bina Nusantara, dan London School. Forum diskusi ini menghasilkan sepuluh poin “Deklarasi Muslim-Buddhis Indonesia untuk Perdamaian.” Beberapa poin di antaranya


Foto bersama nara sumber dan partisipan FGD dan diskusi kerukunan MUI dan Walubi.

adalah sepakat untuk menjaga dan meningkatkan suasana kerukunan umat Muslim dan Buddhis di Indonesia, mengajak semua pemimpin agama untuk terus menanamkan nilai-nilai toleransi kepada umatnya, menghimbau media massa untuk selalu memberi-

kan pemberitaan yang obyektif dan seimbang dalam upaya peningkatan kerukunan, serta berencana untuk melakukan diskusi antarumat beragama secara berkelangsungan. Kesepuluh poin deklarasi rencananya akan dibawa ke Myanmar dalam kunjungan

keagamaan oleh MUI dan Walubi, yang didukung oleh Pemerintah RI dalam waktu dekat, sebagai salah upaya pro-aktif Indonesia agar konflik di Rohingya dapat segera usai. (Vivi)

Gerakan Penyebarluasan Dharma

Kunjungan Anggota ke Singaraja dan Makassar

Ibu Tristina menjelaskan perihal Hukum Nammyohorengekyo di Singaraja

Membabarkan dharma di ruko salah satu umat di Makassar.

P

ada Bulan Januari 2014, dharma duta NSI Ibu Tristina H. bersama Ibu Riawati melakukan kunjungan anggota ke daerah Singaraja, Bali. Didampingi oleh Ibu Daerah NSI Denpasar, Ibu Liangtika. Di Singaraja, mereka didampingi oleh Bapak Andi, ketua daerah NSI Singaraja. Pada bulan yang sama, para dharma duta melakukan pembabaran dharma ke Makassar, Sulawesi Selatan. Kiranya kunjungan ini dapat semakin mematangkan jodoh dunia Buddha agar Nammyohorengekyo dapat semakin tersebarluas di tanah air. (Sam)

Maret 2014 | Samantabadra

15


materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu

Surat Perihal Air Bulan Membaca dan Menyebut Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata

LATAR BELAKANG |

S

urat ini ditulis pada tanggal 17 bulan keempat 1264 (Bun-ei pertama) di Kamakura dan diberikan kepada istri Hiki Daigaku Saburo Yositomo. Setelah keluarga Hiki runtuh, suami nyonya ini, Daigaku Saburo, berangkat ke Kyoto untuk belajar pertapaan Taoisme. Ia mengabdi kepada Kaisar Juntoku dan menjadi orang kepercayaan Kaisar. Kemudian ia berangkat ke Kamakura dan menjabat sebagai pejabat tinggi urusan Taoisme. Diperkirakan pada tahun Bun-o Daigaku Saburo telah menjadi murid Niciren Daisyonin. Perihal pelaksanaan kepercayaan yang penuh kesungguhan dan ketulusan hati sesuai dengan bimbingan Niciren Daisyonin, jelas terlihat dalam Surat Balasan Syijo Kingo (Gosyo halaman 1151). 16

Samantabadra | Maret 2014

“Mengenai Daigaku Saburo Dono dan Emontayu Dono kelihatannya mereka menjalankan petunjuk saya sehingga doanya dapat terkabul”. Nama lain dari surat ini adalah “Perihal membaca dan menyebut Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata”. Atas pernyataan istri Daigaku Saburo mengenai pelaksanaan pertapaan yang harus dilakukan oleh penganut wanita sehari-hari, apakah harus membaca dan menghafalkan seluruh bagian Saddharmapundarika-sutra atau satu bab Baisyajaraja saja? Dijawab sebaiknya hanya membaca dan menyebut Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata. Karena pada bagian akhir dari surat ini tertera tanya jawab atas keragu-raguan melaksanakan pertapaan pada masa air


bulan (masa haid), maka surat ini diberi judul demikian. Tetapi, kalau dipandang berdasarkan makna surat ini, nama lain dari surat ini kelihatannya lebih cocok. Menanggapi pertanyaan istri Daigaku Saburo, dalam surat ini pertama-tama dijelaskan mengenai betapa besarnya karunia kebajikan Saddharmapundikasutra. Selanjutnya diajarkan untuk membaca dan menyebut Bab Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata karena dalam kedua bab ini

telah tercakup seluruh sutra. Karena istri Daigaku Saburo telah menyebut Namu Icijo Myoten, maka diajarkan harus menyebut Nammyohorengekyo. Dan dalam bagian akhir diterangkan bahwa sebenarnya tidaklah tabu untuk melaksanakan pertapaan pada masa haid, tetapi dengan mempertimbangkan adat istiadat masyarakat pada waktu itu dianjurkan untuk sementara lebih baik menyebut Daimoku saja.

ISI GOSYO |

D

i dalam surat yang dititipkan tertulis, “Biasanya setiap hari satu persatu Bab Saddharmapundarika-sutra dan selama 28 hari telah membaca dan menyebut satu bagian Saddharmapundarika-sutra, tetapi sekarang setiap hari hanya melaksanakan satu bab, Bab Bodhisattva Baisyajaraja. Apakah sekarang harus kembali seperti dahulu, setiap hari membaca dan menyebut satu persatu bab ?� Setiap hari berusaha melaksanakan satu bagian delapan jilid dua puluh delapan Bab Saddharmapundarika-sutra, atau satu jilid, atau satu bab; satu syair, satu kalimat, satu aksara, atau hanya menyebut Nammyohorengekyo satu kali, atau seumur hidup hanya menyebut Nammyohorengekyo satu kali saja, atau mendengar penyebutan Nammyohorengekyo satu kali seumur hidup dan merasa gembira, ataupun turut bergembira mendengar suara yang disertai kegembiraan itu, demikian seterusnya berputar sampai orang yang kelima puluh. Akhirnya kemauan hati menjadi tipis dan hati yang turut bergembira menjadi lemah seperti anak kecil yang berumur 2-3 tahun belum stabil atau sapi, kuda, dan lainnya yang tidak dapat membedakan depan dan belakangnya. Namun demikian, karunia kebajikannya lebih unggul ratusan ribu juta kali daripada orang yang mempelajari dan melaksanakan sutra lain dengan akar bakat cerdas dan prajna yang dalam seperti Sariputra, Maudgalyayana, Manjusri, Maitreya, yang telah menguasai seluruh sutra dan mewujudkannya dalam dadanya. Hal ini jelas diterangkan di dalam Saddharmapundarika-sutra maupun dalam berbagai buku sejumlah 60 jilid yang ditulis oleh Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Miao-lo. Oleh karena itu, di dalam sutra dikatakan, “Meskipun dengan prajna Buddha dapat menghitung dan mengukur sedikit banyaknya, namun tidak mendapatkan batasMaret 2014 | Samantabadra

17


materi ajaran | gosyo kensyu batasnya�. Artinya, dengan prajna Buddha pun tidak dapat mengetahui karunia kebajikan orang ini. Dalam sutra dikatakan bahwa walau keunggulan prajna Buddha dapat mengetahui jumlah tetesan hujan yang turun selama tujuh hari atau dua kali tujuh hari dalam tiga ribu dunia besar ini, namun tidak dapat mengetahui karunia kebajikan orang yang menyebut satu aksara dari Saddharmapundarika-sutra. Apalagi kita manusia biasa yang melakukan dosa besar, bagaimana mungkin dapat mengetahui karunia kebajikan ini? Sekalipun demikian, sekarang telah berlalu 2200 tahun lebih setelah kemoksyaan Buddha Sakyamuni dan Lima Kekeruhan telah lama merajalela. Dalam hal apapun, perbuatan baik sangatlah sedikit. Sebagai umpama, orang yang melaksanakan kebaikan dalam keadaan dunia sekarang, satu kebaikan yang dilakukannya akan membuat dan menumpuk sepuluh keburukan. Akhirnya, demi kebaikan kecil membuat keburukan besar, karena dalam hati timbul kesombongan yang beranggapan telah melaksanakan pertapaan kebaikan besar. Tetapi Anda, yang dilahirkan di suatu pulau kecil dan terbelakang di ujung timur yang disebut Jepang, yang dipisahkan oleh gunung dan lautan sejauh 20.000 mil dari negara kelahiran Buddha Sakyamuni, dan terlahir sebagai seorang wanita yang terikat dengan ketiga kepatuhan serta diliputi awan kelima halangan, dapat menaruh kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra; sungguh merupakan sesuatu yang langka dan menakjubkan, tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata! Umumnya para arif sarjana telah membuka dan melihat ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni serta memahami secara terinci kedua jalan Ajaran Nyata dan Rahasia, namun akhirnya mereka membuang Saddharmapundarika-sutra dan menyebut Nembuce. Karena nasib baik yang bagaimanakah sehingga Anda dilahirkan dan dapat menyebut satu bait, satu kalimat Saddharmapundarika-sutra? Karena itu, dapat melihat dan membaca surat Anda timbul perasaan heran yang melebihi daripada melihat bunga Udumbara, dan lebih jarang daripada kura-kura bermata satu yang dapat bertemu dengan kayu cendana berlubang yang terapung. Dari dasar lubuk hati Saya mengagungkan Anda, sehingga ingin menambah walau hanya satu kata atau satu titik penting yang dapat menimbulkan kegembiraan, dan berusaha menambahkan sinar pada akar kebaikan Anda. Namun demikian, dikhawatirkan dengan kata-kata yang buruk dan pendek mungkin akan menutup dan mengaburkan karunia kebajikan Anda yang sedemikian hebat dan menakjubkan, seperti awan menutupi bulan dan debu yang mengaburkan cermin. Walau telah dikatakan demikian juga, Saya tetap tidak dapat berdiam diri terhadap pertanyaan Anda sehingga ingin mengutarakan. Hendaknya hal ini dianggap sebagai setetes air yang menambah air di dalam lautan luas atau seobor api yang menambah terangnya matahari dan bulan. 18

Samantabadra | Maret 2014


Pertama-tama harus mempunyai pengertian tentang Saddharmapundarika-sutra bahwa menyebut delapan jilid, satu jilid, satu bab, satu syair, satu kalimat, bahkan hanya menyebut Daimoku saja, karunia kebajikan adalah sama. Sebagai umpama, di dalam setetes air dari lautan besar terkandung unsur air dari sungai yang tak terhingga; sebutir pusaka (hoju) saja dapat mencurahkan ribuan pusaka. Begitupun sama halnya dengan ratusan ribu juta tetesan air dan pusaka. Satu huruf dari Saddharmapundarika-sutra sama seperti satu tetes air lautan besar atau satu butir pusaka, ratusan juta huruf Saddharmapundarika-sutra juga sama seperti ratusan juta tetes air dan butir pusaka. Satu huruf dari sutra-sutra selain Saddharmapundarikasutra, satu gelar Buddha-Buddha lainnya sama seperti satu tetes air dari Sungai Koga dan satu butir batu dari gunung dan laut. Satu tetes air sungai tidak mengandung unsur air yang tak terhingga, begitupun satu butir batu dari gunung dan laut tidak mencakup kebajikan dari seluruh batu yang tak terhingga. Kalau demikian halnya, bab apapun dari Saddharmapundarika-sutra yang dipercayai akan merupakan bab yang terunggul. Dalam seluruh ajaran suci Buddha Sakyamuni tidak pernah terdengar kata-kata bualan. Namun, bila sekali lagi menelaah agama Buddha, maka di dalam petuah emas Buddha juga terdapat berbagai perbedaan antara Ajaran Mahayana dan Ajaran Hinayana, Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, Ajaran Nyata dan Ajaran Rahasia, yang semuanya timbul dari kalimat sutra. Oleh karena itu, guru manusia dan guru sastra kira-kira dapat melihat makna penjelasannya. Dengan mengambil intisarinya, di antara berbagai ajaran yang dibabarkan Buddha Sakyamuni selama 50 tahun, pembabaran Dharma pertama selama 40 tahun lebih masih dirasakan adanya hal yang diragukan. Hal ini telah dibabarkan secara jelas oleh Buddha Sakyamuni sendiri dalam Amitarta Sutra; “Selama 40 tahun lebih masih belum mewujudkan kebenaran sesungguhnya”. Setiap kalimat, setiap aksara Saddharmapundarika-sutra ditetapkan oleh Buddha Sakyamuni sendiri sebagai kebenaran sesungguhnya melalui pernyataan Beliau di dalam Saddharmapundarika-sutra, “Dengan jujur dan tulus membuang Ajaran Sementara, hanya akan membabarkan jalan yang tiada taranya”. Demikian pula Buddha Prabhutaratna telah muncul dari bumi besar untuk memberi pembuktian bahwa “Keseluruhan Saddharmapundarika-sutra adalah kebenaran sesungguhnya”. Dan berbagai Buddha dari sepuluh penjuru berkumpul dalam pesamuan pembabaran Saddharmapundarika-sutra serta menjulurkan lidah mereka ke surga Brahma sebagai tambahan pembuktian bahwa setiap aksara Saddharmapundarikasutra sama sekali tidak ada yang bohong. Sama seperti raja, permaisuri, dan para pejabat yang telah bersatu hati dan berjanji. Seandainya para pria dan wanita yang menyebut satu aksara Saddharmapundarikasutra melakukan karma berat yang tak terhingga dari Sepuluh Keburukan, Lima Dosa Besar, dan Empat Jalan Buruk, serta lainnya sehingga terjatuh ke dalam dunia Maret 2014 | Samantabadra

19


materi ajaran | gosyo kensyu buruk, maka hal ini sama seperti matahari dan bulan tidak terbit dari arah timur, seperti bumi besar terbalik, bagaikan tidak terdapat air pasang dan surut, batu yang hancur dapat disatukan utuh kembali, atau air sungai tidak mengalir ke lautan besar. Wanita yang menganut Saddharmapundarika-sutra tidak akan tertarik melakukan dosa-dosa kemasyarakatan, sehingga tidak akan terjatuh ke jalan buruk. Seandainya wanita yang menganut Saddharmapundarika-sutra tertarik ke dalam dunia buruk karena iri hati, hati yang jahat, dan keserakahan yang kuat, maka pantangan tidak boleh berdusta yang dipertahankan sejak masa lampau yang tak terhitung hingga saat ini oleh Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna, dan seluruh Buddha sepuluh penjuru menjadi rusak; dosa mereka melampaui dosa pemfitnahan Devadatta, juga melebihi kata-kata bualan besar Kokalika. Mungkinkah terjadi hal yang demikian? Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra adalah orang yang sangat teguh dan bermanfaat. Meskipun seumur hidup tidak pernah melanggar satu kejahatan berhasil mempertahankan 5 sila, 8 sila, 10 sila, 10 sila kebaikan, 250 sila, 500 sila, dan silasila yang tak terhingga, dapat menghafal seluruh sutra dan telah memberi dana paramitha kepada seluruh Buddha dan Bodhisattva sehingga menumpuk akar karma kebaikan yang tak terhingga, namun hanya karena tidak percaya kepada Saddharmapundarika-sutra, atau walau menganut Saddharmapundarika-sutra tetapi menganggapnya setara dengan Buddha dari berbagai sutra lainnya, atau tidak berpikir demikian juga, tetapi terus menerus melaksanakan pertapaan akar kebaikan sutra-sutra selain Saddharmapundarika-sutra, atau mengadakan hubungan erat dan berdialog tentang Hukum Agama Buddha bersama para Nembuce yang telah memfitnah Hukum tidak mau mempergunakan Saddharmapundarikasutra atau beranggapan bahwa Saddharmapundarika-sutra adalah ajaran yang tidak sesuai dengan akar bakat Masa Akhir Dharma; dan bila orang tersebut tidak merasakannya sebagai suatu dosa kejahatan, maka seluruh akar kebaikan yang tak terhingga yang telah ditimbun selama pelaksanaan pertapaan seumur hidup dalam sekejap akan musnah menghilang, juga karunia kebajikan Saddharmapundarikasutra untuk sementara akan terselubung. Bahkan terlebih dari itu, akan terjatuh ke dalam Neraka Avici, seperti tetesan air hujan yang turun dari langit tak dapat dihentikan atau seperti batu di puncak gunung yang menggelinding jatuh menuju lembah tak dapat dirintangi. Dapat terlihat jelas dalam berbagai kalimat sutra bahwa orang yang membuat Sepuluh Keburukan dan Lima Dosa Besar, kalau tidak menentang Saddharmapundarika-sutra, tidak diragukan lagi pasti akan mencapai kesadaran Buddha pada saat ajal. Sebaliknya, orang yang mempertahankan seluruh sutra dengan mempercayai berbagai Buddha, Bodhisattva, dan mempertahankan sila; kalau tidak mempergunakan Saddharmapundarika-sutra, pasti akan jatuh ke dalam jalan yang buruk. 20

Samantabadra | Maret 2014


Menurut pandangan Saya yang bodoh ini, kalau mengamati keadaan masyarakat sekarang, mereka yang memfitnah Saddharmapundarika-sutra kebanyakan dari kalangan penganut dan bhiksu. Menanggapi keragu-raguan Anda mengenai pertapaan bab Saddharmapundarikasutra yang manakah yang terbaik, akan Saya jelaskan di sini. Seperti telah dijelaskan di atas, bab manapun dalam Saddharmapundarika-sutra tidak ada yang sederhana. Namun demikian, di antara keduapuluhdelapan bab, yang terunggul dan menakjubkan adalah bab Upaya Kausalya dan bab Panjang Usia Sang Tathagata. Bab-bab lainnya bagaikan cabang dan daun. Oleh karena itu, membaca dan mempelajari keseluruhan bab Upaya Kausalya dan bab Panjang Usia Sang Tathagata hendaknya dijadikan pelaksanaan sehari-hari, dan juga ada baiknya khusus menyalin dan membacanya. Kedua puluh enam bab lainnya adalah sama seperti bayangan mengikuti badan, seperti di dalam mutiara terkandung nilai pusaka; sehingga dengan hanya membaca bab Panjang Usia Sang Tathagata dan Upaya Kausalya tanpa membaca bab lainnya, telah tercakup dengan sendirinya. Juga di dalam surat Anda menanyakan, “Setiap hari berdoa dengan menyebut 3 kali ketujuh kata Daimoku dan menyebut sepuluh ribu kali Namu Icijo Myoten, tetapi pada saat ‘hal biasa’ saya tidak membaca sutra. Apakah diperkenankan dalam masa itu untuk berdoa dan menyebut ketujuh kata dan Namu Icijo Myoten tanpa di muka sutra? Apakah selama beberapa hari masa itu tidak diperkenankan melaksanakan hal demikian? Sebaiknya, setelah lewat berapa harikah baru diperkenankan membaca dan menyebut, dan seterusnya�. Hal ini memang merupakan keragu-raguan yang selalu dipertanyakan oleh kaum wanita. Meskipun sejak masa lampau terdapat banyak orang yang menjawab keragu-raguan kaum wanita ini, namun di dalam ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni tidak terdapat bagian yang khusus membicarakan dan tidak seorang pun dapat menunjukkan bukti tertulisnya. Saya, Niciren, kira-kira telah melihat seluruh ajaran suci, tetapi hingga sekarang belum menemui baik sutra maupun sastra yang menerangkan pantangan yang tidak menyukai air bulan seperti larangan terhadap minuman keras dan daging, kelima jenis sayur yang berbau merangsang, perzinahan, dan penetapan bulan dan tanggal yang diterangkan dalam Pengamatan Ketidaksucian. Pada masa hidup Buddha Sakyamuni banyak wanita remaja yang menjadi bhiksuni, namun dalam pelaksanaan pertapaan Hukum agama Buddha tidak terdapat hal yang tidak menyenangi masa air bulan. Dari hal ini dapat diduga bahwa air bulan bukanlah sesuatu yang tidak suci yang datang dari luar, tetapi hanya merupakan sifat khas alamiah wanita sebagai suatu kewajaran untuk meneruskan bibit dari hidup dan mati atau penyakit yang menahun. Sebagai umpama, air seni adalah sesuatu yang keluar dari tubuh manusia. Kalau diperhatikan lebih seksama, itu bukan merupakan sesuatu yang tabu. Begitupun sama halnya dengan permasalahan di atas. Maret 2014 | Samantabadra

21


materi ajaran | gosyo kensyu Oleh karena itu, baik di India maupun di Tiongkok dan lainnya tidak pernah terdengar bahwa hal itu merupakan sesuatu yang tabu dan tidak disukai. Hanya saja negara Jepang adalah negara dewa. Sebagai adat istiadat dari negara ini, dewa adalah titisan sementara (suijaku) dari Buddha dan ini merupakan sesuatu yang aneh. Maka, meskipun terdapat banyak hal yang tidak tepat seperti sutra dan sastra, kalau menentang akan menerima hukuman nyata. Kalau sutra dan sastra dipikirkan secara seksama, di dalam Hukum Buddha terdapat sila yang dinamakan zuiho bini (zuiho berarti mengikuti zaman dan adat istiadat, bini berarti vinaya atau pantangan). Hati sila ini sedikit berbeda dengan ajaran Buddha tetapi tidak terlalu terdapat kekurangan dan sila ini dibabarkan Buddha agar tidak terjadi pertentangan dengan adat istiadat negara. Para arif yang tidak mengetahui hal ini memiliki pandangan yang ekstrim bahwa dewa adalah iblis yang tidak sepatutnya dihormati, sehingga dengan demikian merusak hati kepercayaan banyak penganut. Karena dewa negara ini menabukan air bulan, bila mengikuti sila zuiho bini ini, bukankah orang dilahirkan di negara ini harus tidak menyenangi pula di dalam hati. Akan tetapi rasanya hal ini tidak menghalangi kegiatan wanita sehari-hari. Pada dasarnya, orang yang tidak percaya Saddharmapundarika-sutra mempunyai keinginan tidak menyenanginya. Tentu saja mereka tidak menyatakan secara terus terang untuk membuang sutra, namun dengan alasan badan sedang tidak suci mereka menjauhkan umat dari Saddharmapundarika-sutra, atau menakut-nakuti bahwa kalau melaksanakan di masa yang dianggap tidak suci ini akan meremehkan sutra. Akhirnya malah melakukan dosa membuang Saddharmapundarika-sutra. Setelah mengetahui seluruh hal ini hendaknya dicamkan di dalam hati. Kalau masih terdapat hal-hal di atas, maka selama tujuh hari masa air bulan tidak usah membaca sutra, tetapi cukup menghafal dan menyebut Nammyohorengekyo serta sembahyang tanpa di muka sutra. Tetapi ketika dekat saat ajal, walaupun sedang makan ikan dan burung, kalau masih dapat membaca, bacalah sutra dan sebutlah Nammyohorengekyo; apalagi di masa air bulan. Begitupun dengan penyebutan Namu Icijo Myoten, ini memang merupakan hal yang sama, tetapi seperti dikatakan oleh Bodhisattva Vasubandhu dan Mahaguru Tien-tai bahwa seharusnya hanya menyebut Nammyohorengekyo. Di sini terkandung makna yang mendalam, karena itu disampaikan seperti demikian. Tanggal 17 bulan ke-4 Bun-ei pertama dikabarkan kepada Keluarga Daigaku Saburo Dono

tertanda, Niciren

22

Samantabadra | Maret 2014


| KUTIPAN GOSYO

1

Biasanya setiap hari satu persatu Bab Saddharmapundarikasutra dan selama 28 hari telah membaca dan menyebut satu bagian Saddharmapundarika-sutra, tetapi sekarang setiap hari hanya melaksanakan satu bab, Bab Bodhisattva Baisyajaraja. Apakah sekarang harus kembali seperti dahulu, setiap hari membaca dan menyebut satu persatu bab? Keterangan : Nyonya Daigaku Saburo secara khusus membaca dan menyebut Bab Bodhisattva Baisyajaraja, karena dalam bab tersebut tertulis, “Jika terdapat seorang wanita yang mendengar Bab Bodhisattva Baisyajaraja (Yakuo Bosace Honji Bon) dan ia sungguh-sungguh menerima dan mempertahankannya, maka di masa yang akan datang ia tidak akan menerima tubuh wanita itu lagi. Jika sesudah kemoksyaan Sang Buddha nanti, di dalam masa 500 tahun kelima terakhir, ada seorang wanita yang mendengar sutra ini dan bertindak sesuai dengan ajarannya, pada akhir hayatnya ia akan pergi menuju dunia yang tenang dan senang, tempat Buddha Amitabha berdiam bersamasama para Bodhisattva lainnya, dan dapat dilahirkan kembali di atas tempat pusaka di tengah-tengah bunga teratai”. (Saddharmapundarika-sutra, hal. 603). Dengan demikian jelas dalam bab ini diterangkan mengenai pencapaian kesadaran bagi wanita; oleh karena itu bab ini sangat diutamakan oleh kaum wanita. Di dalam kutipan sebenarnya tertulis, “setelah tubuh wanitanya berakhir,

tidak akan menerima lagi”, tetapi ini bukan berarti pencapaian kesadaran Buddha bagi kaum wanita baru tercapai setelah berganti wujud menjadi laki-laki (Kaiten no Jobuce), melainkan penjelasan pencapaian kesadaran Buddha Hukum Icinen Sanzen. Buddha Amitabha pada kutipan kalimat di atas bukan Buddha Amitabha yang dimaksudkan dalam sutrasutra sebelum Saddharmapundarikasutra, melainkan Buddha Amitabha dari Saddharmapundarika-sutra. Mengenai hal ini, Niciren Daisyonin menyatakan dalam Surat Kebanggaan Bab Bodhisattva Baisyajaraja, “Perihal diizinkannya pencapaian kesadaran Buddha bagi wanita dalam Bab Bodhisattva Baisyajaraja sungguh merupakan hal yang gaib sekali”. (Gosyo, hal. 1053). Dengan demikian dapat diperkirakan mengapa pada zaman itu para wanita secara khusus memilih membaca dan menyebut Bab Bodhisattva Baisyajaraja dari keduapuluhdelapan bab Saddharmapundarika-sutra. Akan tetapi sungguh merupakan kesalahan besar kalau berpikir bahwa bab itu merupakan intisari Saddharmapundarika-sutra. Di dalam surat ini Niciren Daisyonin juga menerangkan bahwa Bab Bodhisattva Baisyajaraja sebenarnya merupakan bagian dari Bab Panjang Usia Sang Tathagata. Manusia biasa masa Akhir Dharma seharusnya melaksanakan Bab Panjang Usia Sang Tathagata dan sebagai penunjang melaksanakan Bab Upaya Kausalya. Babbab lain dari 8 jilid mengikutinya sebagai pengiring. Oleh karena itu, bagaimanapun Bab Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata adalah yang terpenting. Selain itu, dulu sebelum nyonya ini Maret 2014 | Samantabadra

23


materi ajaran | gosyo kensyu setiap hari membaca dan menyebut satu Bab Bodhisattva Baisyajaraja, ia membaca dan menyebut hanya sebagian bab. Pada umumnya, pelaksanaan kebanyakan orang pada zaman itu adalah membaca dan menyebut sebagian bab dan menyalinnya. Karena itu, menyebut Daimoku dianggap pertapaan yang terlalu mudah. Tetapi Niciren Daisyonin di dalam Surat Daimoku dari Saddharmapundarika-sutra menyatakan, “Hendaknya biasakanlah menyebut Nammyohorengekyo”. (Gosyo, hal. 12) dan dalam Surat Balasan Kepada Myoho Ama Goze, “Segala sesuatu mempunyai intisarinya dan intisarinya Saddharmapundarika-sutra adalah judulnya, Nammyohorengekyo. Maka bila Anda menyebut ini pagi dan sore, sama dengan membaca, keseluruhan Saddharmapundarika-sutra” secara tepat. (Gosyo, hal. 1402). Dari kalimat-kalimat ini dapatlah diketahui bahwa Niciren Daisyonin mengajarkan kita bagaimanapun harus mengutamakan Daimoku. Pada bagian pertama surat ini, sesuai dengan pertanyaan Nyonya Daigaku Saburo, dalam jawabannya diterangkan “Untuk setiap hari berusaha melaksanakan satu bagian delapan jilid” dan selanjutnya, “Atau hanya menyebut Nammyohorengekyo satu kali”. Pada bagian akhir dianjurkan untuk “Menghafal dan menyebut Nammyohorengekyo” serta “Bacalah sutra dan sebutlah Nammyohorengekyo”, dan lain-lain. Ini berarti Niciren Daisyonin mengajarkan Nammyohorengekyo adalah hal yang utama. Selanjutnya mengenai membaca dan menyebut satu bagian. Setelah Niciren Daisyonin wafat, lima Bhiksu dari Kuil Yohoji mengusulkan untuk membaca dan menyebut satu bagian. Tetapi Bhiksu Tertinggi Niciren Syosyu ke-26 Nicikan Syonin mengatakan dalam surat jawaban 24

Samantabadra | Maret 2014

Wajah Akhir Dharma (Mappo So O Syo) jilid I, “Kesalahan ini dijelaskan dengan memberikan tiga alasan. Pertama, membaca dan menyebut satu bagian tidak dibenarkan karena sesungguhnya akan menghalangi pertapaan sejati Nammyohorengekyo. Membaca dan menyebut 28 Bab Saddharmapundarikasutra memakan waktu yang panjang, sehingga dasar pokok Daimoku menjadi diremehkan. Kedua, masa Akhir Dharma adalah masa pertapaan syakubuku”. Dalam Surat Mematahkan Lima Orang (Gonin Syoha Syo) tertulis, “Dalam ulasan mengenai Wajah Akhir Dharma dikatakan bahwa sekarang hendaknya tidak mengkhususkan membaca dan menyebut satu bagian, tetapi hanya 5 aksara Daimoku. Walau harus menghadapi tiga musuh, bagaimanapun makna sesat dari segala guru harus dihantam”. (Gosyo, hal. 1614). Membaca dan menyebut satu bagian dilaksanakan pada masa Purwaka dan Madya Dharma, yaitu masa pertapaan syoju. Zaman Akhir Dharma adalah masa pertapaan syakubuku, sehingga tidak dilaksanakan pembacaan dan penyebutan satu bagian. Ketiga, banyak umat yang tidak mengetahui makna pembabaran Saddharmapundarika-sutra. Bila tidak mengetahui apakah makna dari Saddharmapundarika-sutra itu, maka bagaimanapun membaca dan menyebutnya tidak ada artinya. Mengenai hal ini dalam Makna Besar Ajaran Suci Seumur Hidup (Icidai Seikyo Tai-I) dikatakan, “Jika mempelajari dan mendiskusikan tanpa mengetahui Saddharmapundarika-sutra, hanya akan mendapat keuntungan dari sutra-sutra sementara”. (Gosyo, hal. 404). Menerima dan mempertahankan, membaca, menyebut, menerangkan, menyalin adalah kelima macam pertapaan pada masa Purwaka dan Madya Dharma. Di dalam Surat Balasan Kepada


Nicinyo Goze tertulis, “Menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra serta menyebut Nammyohorengekyo telah mencakupi kelima macam pertapaan”. (Gosyo, hal. 1245). Dengan demikian, di dalam pelaksanaan Daimoku telah tercakup menerima dan mempertahankannya.

2

Sekalipun demikian, sekarang telah berlalu 2200 tahun lebih setelah kemoksyaan Buddha Sakyamuni dan Lima Kekeruhan telah lama merajalela. Dalam hal apapun, perbuatan baik sangatlah sedikit. Sebagai umpama, orang yang melaksanakan kebaikan dalam keadaan dunia sekarang, satu kebaikan yang dilakukan akan membuat dan memupuk sepuluh keburukan. Akhirnya, demi kebaikan kecil membuat keburukan besar, karena dalam hati timbul kesombongan yang beranggapan telah melaksanakan pertapaan kebaikan besar.

GM

Keterangan : Di bagian terdahulu telah diterangkan tentang karunia kebajikan menyebut Nammyohorengekyo. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai masa Akhir Dharma yang penuh dengan kesombongan hati, sehingga kebanyakan umat manusia di Jepang tidak mau menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra. Niciren Daisyonin sangat menghargai wanita seperti Nyonya ini yang percaya kepada Saddharmapundarika-sutra dan terlebih lagi mengeluarkan pertanyaan yang menunjukkan adanya hati kepercayaan. Beliau memujinya dengan memperbandingkan dengan bunga udumbara dan kura-kura bermata satu. Pada masa Akhir Dharma, lima kekeruhan telah merajalela. Lima

kekeruhan itu adalah Kekeruhan Kalpa, Kekeruhan Umat, Kekeruhan Hawa Nafsu, Kekeruhan Pandangan dan Kekeruhan Jiwa. Tetapi kalau diperhatikan lebih mendalam, akar dari semua kekeruhan ini adalah Kekeruhan Hawa Nafsu dan Kekeruhan Pandangan. Kekacauan ideologi yang bersumber dari kedua kekeruhan ini membuat Kekeruhan Jiwa. Kekeruhan Jiwa ini menarik keluar Kekeruhan Umat dan lama kelamaan seluruh zaman menjadi keruh atau Kekeruhan Kalpa menjadi masak. Mahaguru Tien-tai dalam Hokke Mongu jilid ke-4 bagian paruh akhir menyatakan, “Pangkal dari proses ini adalah hawa nafsu dan pandangan. Dari kedua Kekeruhan ini, umat menjadi keruh, dan dari umat, secara sambung menyambung kekeruhan ini dipertahankan dalam jiwa. Dengan berlalunya waktu, keempat hal ini akhirnya menjadi Kekeruhan Kalpa. Dengan demikian, pangkal Lima Kekeruhan yang merajalela di zaman Akhir Dharma sebenarnya kekacauan filosofi”. Kekeruhan apakah yang sebenarnya ditujukan oleh Kekeruhan Hawa Nafsu dan Kekeruhan Pandangan ? Di dalam Sutra Mahasanghata jilid ke-55 tertulis, “Di dalam hukum Saya, perselisihan dan perkelahian (Tojo Gonsyo) dan Hukum Putih Tenggelam (Byappo Onbuce) menjadi kokoh tak tergoyahkan”. Berarti, pada masa Akhir Dharma timbul bermacam-macam keributan dalam Hukum Agama Buddha. Kekeruhan pandangan mengandung makna cara berpikir seluruh umat terhadap Agama Buddha dan segala hal keagamaan pada umumnya menjadi keruh, terutama tidak percaya pada hal-hal keagamaan. Bila membandingkan masa Akhir Dharma dengan masa Purwaka dan Madya Dharma, agaknya keterlaluan bila dikatakan bahwa seluruh masa Akhir Maret 2014 | Samantabadra

25


materi ajaran | gosyo kensyu Dharma itu keruh. Di zaman dahulu juga terdapat masa yang kacau dan juga terdapat ketidakwajaran manusia. Di dalam masyarakat pun hukum tidak selamanya mendatangkan kepuasan sepenuhnya. Setiap hari biasa terjadi keributan dan pembunuhan. Melihat hal-hal seperti ini timbul pemikiran bahwa zaman sekarang pun sebenarnya tidak keruh. Tetapi perbedaan yang paling mendasar antara masa Akhir Dharma dan kedua masa sebelumnya terletak pada sikap terhadap agama. Pada masa Purwaka dan Madya Dharma, sejalan dengan berlalunya waktu, pelaksanaan keagamaan lama-kelamaan menjadi formalitas belaka. Sekalipun demikian, masih belum timbul keraguraguan terhadap hal-hal keagamaan. Tetapi di masa Akhir Dharma ketidak percayaan terhadap hal-hal keagamaan dapat terlihat secara gamblang. Orang yang beragama juga tidak melaksanakan kepercayaannya sebagai kebutuhan utama jiwanya, melainkan kebanyakan demi reputasi, keuntungan dan kemajuan atau kemakmuran diri sendiri. Di zaman Purwaka dan Madya Dharma bermacam-macam hawa nafsu juga memoles mengotori jiwa, tetapi dalam usaha untuk keluar dari hawa nafsu itu, manusia masih mendasarkannya pada agama. Sebaliknya pada zaman Akhir Dharma sekarang ini untuk memuaskan hawa nafsu justru digunakan agama. Maka masalahnya menjadi sangat mendalam serta merupakan sumber pokok kekeruhan masyarakat dan jiwa manusia; terlebih lagi menarik timbulnya kekeruhan seluruh zaman. Kesungguhan hati untuk mengetahui dan mempelajari jiwa atau keinginan untuk berkorban dan menyumbang demi umat manusia sudah tidak ada. Akibatnya kekeruhan semakin kuat dan kesulitan timbul semakin banyak 26

Samantabadra | Maret 2014

sehingga kemakmuran manusia sebenarnya tidak dapat tercapai. Apalagi di dalam diri manusia sendiri terdapat kebodohan, hati yang jahat, penuh kesombongan yang membuat tidak ada kerendahan hati sama sekali dan tidak ada keinginan untuk meninjau diri. Dari sini dapat diketahui kekeruhan yang sangat mendalam dari seluruh zaman. Niciren Daisyonin menunjukkan sifat dasar pokok dari zaman Akhir Dharma dengan menyatakan, “Sebagai umpama, orang yang melaksanakan kebaikan dalam keadaan dunia sekarang. Satu kebaikan dalam dunia yang dilakukannya akan membuat dan memupuk sepuluh keburukan. Akhirnya demi kebaikan kecil melakukan keburukan besar, karena dalam hati timbul kesombongan yang beranggapan telah melaksanakan pertapaan kebaikan besar�. Pada umumnya kebaikan dan keburukan yang dikatakan di sini adalah perbandingan antara Saddharmapundarika-sutra dengan ajaran sementara sebelum Saddharmapundarika-sutra. Tetapi kalau dipikirkan secara lebih mendalam, Niciren Daisyonin ingin menunjukkan kekacauan pemikiran mengenai kebaikan dan keburukan. Kebanyakan orang mengukur baik dan buruk dari sudut pandangan kewajaran masyarakat, yaitu bagaimana gerakan manusia sebagai inisiatif sendiri terhadap orang lain atau masyarakat. Bila dapat memberikan kebahagiaan, maka nilainya menjadi baik; sebaliknya bila mengakibatkan kesusahan, nilainya menjadi buruk. Di samping itu, kebaikan juga ada yang besar dan ada yang kecil. Dapat saja bila ditinjau untuk pribadi sendiri menjadi suatu kebaikan, tetapi untuk masyarakat luas, seluruh bangsa atau umat manusia, kebaikan itu menjadi keburukan. Umpama, bila memikirkan dan melaksanakan hal-


hal yang menguntungkan satu daerah saja akhirnya seluruh negara menjadi rugi. Kalau terjadi seperti ini, kebaikan itu menjadi kebaikan kecil; dan tidak hanya sampai di situ saja, malahan akhirnya menjadi keburukan besar. Di dalam bidang keagamaan, adanya filosofi tentang kekuasaan mutlak atau yang maha kuasa mungkin dimaksudkan untuk mengajarkan kerendahan hati dalam kehidupan. Tetapi dalam penerapannya oleh manusia, terdapat efek sampingan berupa penggunaan kekuasaan yang dapat mematikan semangat hidup manusia. Apalagi bila kekuasaan ini dipertahankan dalam bidang politik, itu akan menjadi keburukan besar. Demikian pula di dalam kewajaran masyarakat harus ditetapkan batasbatasnya dengan jelas. Harus ditelaah sumber pokok apakah yang dapat membuat seluruh umat manusia atau setiap pribadi manusia dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Umpama dalam kasus orang yang miskin dan susah. Pemberian materi atau uang kepada orang itu memang dapat dikatakan sebagai satu kebaikan, tetapi hal ini baru mempunyai arti bila uang itu dapat digunakan dalam usaha mengatasi kehidupan. Apabila pemberian uang itu membuat semangat untuk bekerja menjadi hilang, bahkan akhirnya menjadi kebiasaan, maka kebaikan ini tidak dapat dikatakan sebagai kebaikan. Mungkin lebih berguna bila orang tersebut diberikan pekerjaan atau diajarkan mengenai tekniknya. Namun, hal ini pun tidak dapat menolong orang itu dari akar sumber pokoknya. Lebih baik diberikan sesuatu dari sumber pokoknya agar orang itu dapat memiliki sikap positif dalam menghadapi kehidupan dan bisa mendapatkan tenaga dari dalam diri sendiri untuk mengatasi bermacam-macam kesulitan. Kalau tenaga

ini diberikan dari luar, suatu saat dapat hilang; tetapi sebaliknya bila berpegang pada tenaga diri sendiri, kekuatan ini tidak akan hilang. Apalagi penggunaan tenaga ini tidak hanya untuk mengatasi kemiskinan, tetapi juga untuk mengatasi hal-hal lainnya. Bila orang itu dapat menjadi seperti ini, baru dapat dikatakan sebagai kebaikan yang sesungguhnya dan benar. Saddharmapundarika-sutra menerangkan bagaimana manusia dapat menimbulkan dan mewujudkan tenaga jiwa Buddha, sehingga dengan demikian hukum ini merupakan hukum kebaikan besar. Sutra-sutra sementara sebelum Saddharmapundarika-sutra hanya menerangkan Triyana, sehingga merupakan kebaikan sebagian-sebagian. Oleh karena itu, kalau terikat pada ajaran Triyana dan tidak mau mencari Dunia Buddha akan mengakibatkan terjatuh ke dalam keburukan. Sesuai dengan itu, bila bermaksud mencari kemakmuran materi atau wujud manusia yang diajarkan secara dangkal, maka pada akhirnya tidak dapat melihat filsafat jiwa yang sebenarnya dan menjadi keburukan besar. Dengan demikian, manusia perlu selalu mawas diri dari hati kesombongan, bersikap rendah hati dan berkeinginan untuk mengetahui kebaikan besar.

3

Dalam seluruh ajaran suci Buddha Sakyamuni tidak pernah terdengar kata-kata bualan. Namun, bila sekali lagi menelaah agama Buddha, maka di dalam petuah emas Buddha juga terdapat berbagai perbedaan antara Ajaran Mahayana dan Ajaran Hinayana, Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, Ajaran Nyata dan Ajaran Rahasia, yang semuanya timbul dari kalimat sutra.

GM

Maret 2014 | Samantabadra

27


materi ajaran | gosyo kensyu Keterangan : Sebelum kutipan ini, khusus mengenai membaca dan menyebut Saddharmapundarika-sutra Niciren Daisyonin menegaskan karunia rejeki penyebutan Daimoku seperti tertera dalam Gosyo ini, “Menyebut delapan jilid, satu jilid, satu bab, satu syair, satu kalimat, bahkan hanya menyebut Daimoku saja, karunia kebajikannya adalah sama”. Bila dibaca secara sepintas, kalimat ini menyatakan bahwa membaca dan menyebut satu bagian sama tarafnya dengan hanya menyebut Daimoku, tetapi makna khususnya adalah bermaksud menerangkan bahwa Daimoku mempunyai kekuatan yang sama besarnya. Maka pada bagian selanjutnya, dengan contoh bahwa di dalam satu tetes air lautan luas terkandung seluruh unsur air dari sungai yang tak terhitung, ingin dijelaskan makna sebenarnya bahwa di dalam Daimoku telah tercakup seluruh kekuatan. Berikutnya dikatakan, “Bab apapun” berarti yang penting bab mana yang dipercaya dan dipergunakan. Niciren Daisyonin menyatakan demikian untuk memuji hati kepercayaan Nyonya Daigaku Saburo agar ia tidak mundur. Ada pendapat yang menyatakan bahwa haruslah diketahui dengan jelas manakah dari Hukum Buddha yang sesat dan yang benar, yang dangkal dan yang dalam. Ada pula yang berbeda pendapat dengan mengatakan bahwa ajaran agama sama seperti mendaki gunung, bagaimanapun tujuannya tidaklah berbeda. Hukum Buddha memang besar dan luas, hingga disebut 80.000 gudang hukum dan dari keseluruhan ini sukar sekali mengetahui hakikatnya. Di masa lampau banyak Bhiksu yang berpendapat, karena semuanya itu merupakan petuas emas Buddha, maka kalimat sutra apapun dari gudang sutra itu boleh diambil dan menyatakan sutra pilihannya itu yang 28

Samantabadra | Maret 2014

penting. Wajarlah bila pada masa sekarang timbul pemikiran seperti di atas. Tetapi haruslah dipahami bahwa pikiran demikian sudah menyimpang dari ajaran Buddha. Penentuan bahwa pada bermacammacam sutra itu terdapat jalan sampai ke puncak adalah merupakan pandangan sendiri. Jalan yang dipikir dapat menuju puncak itu sebenarnya hanya memiliki nilai sebagai latihan saja, dan bahwa kalau ditelusuri terus akan jatuh ke jurang atau menjadi tersesat di jalan. Niciren Daisyonin dengan jelas menunjukkan, “Di dalam petuah emas Buddha juga terdapat berbagai perbedaan antara Ajaran Mahayana dan Ajaran Hinayana, Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, dan seterusnya”. Terlihat juga kalimat-kalimat, “Selama 40 tahun lebih masih belum mewujudkan kebenaran sesungguhnya”, dan “Dengan jujur dan tulus membuang Ajaran Sementara, dan seterusnya”. Jadi, kalimat sutra sendiri telah menerangkan adanya ajaran-ajaran yang digunakan sebagai dasar pokok dan bukan dasar pokok. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin menyatakan bahwa semua hal ini timbul dari kalimat sutra sendiri. Untuk mengajarkan moralitas dan tata susila kepada anak-anak sering digunakan cerita-cerita dongeng yang bersifat mendidik. Cerita-cerita itu memang diperlukan untuk mengetahui moralitas, tetapi tidak boleh ditanggapi sebagai kejadian yang sebenarnya; betapapun itu masih merupakan Ajaran Sementara. Dalam bidang ilmu pengetahuan juga demikian. Hukum Gravitasi Newton tentang gaya tarik bumi cukup dimengerti sebagai pengetahuan fakta. Tetapi bila dilihat dari teori relativitas Einstein, itu bukan merupakan teori yang mutlak, bagaimanapun hanya mempunyai nilai ekuivalen saja. Dalam penerapannya pada


ilmu kosmologi (teknologi antariksa) dan perhitungan partikel atom, penggunaan nilai ekuivalen tanpa perhitungan berdasarkan teori relativitas akan menyebabkan permasalahan yang besar. Sifat teori filsafat agama Buddha tentang hal-hal kejiwaan amatlah rumit, peka dan mendalam. Untuk memberi pengertian kepada umat, Sang Buddha memakai bermacam-macam perumpamaan untuk membabarkan teori sesungguhnya dan teori sebagian, dan akhirnya menerangkan inti hakikat sehingga seluruhnya menjadi sempurna. Oleh karena itu, walau teori sebagian itu mengandung kebenaran, tetapi kalau dianggap dapat digunakan sebagai suatu keseluruhan, maka anggapan ini merupakan kesalahan besar. Dan pikiran bahwa sutra manapun adalah baik merupakan pikiran yang tak bertanggung jawab. Saddharmapundarika-sutra menerangkan hukum inti hakikat, sehingga setiap kata di dalamnya mencakup keseluruhannya. Tetapi sutra-sutra sementara sebelum Saddharmapundarikasutra menerangkan hal-hal sebagian sehingga tidak mencakup keseluruhannya. Dengan demikian, Saddharmapundarikasutra memecahkan dan mematahkan teori hukum sementara. Ajaran Saddharmapundarika-sutra adalah sumber akar jiwa, sehingga isinya dengan keras meneliti dan memecahkan teori Ajaran Sementara.

4

Wanita yang menganut Saddharmapundarika-sutra tidak akan tertarik untuk melakukan dosa-dosa kemasyarakatan, sehingga tidak akan terjatuh ke jalan buruk.

Keterangan : Kutipan ini mengemukakan kekuatan karunia kebajikan Saddharmapundarikasutra. Pada umumnya yang disebut karma kemasyarakatan adalah menjalankan keburukan di dalam masyarakat. Tetapi kalimat selanjutnya menunjukkan kecenderungan yang umum terdapat dalam jiwa wanita. Karunia kebajikan wanita yang percaya dan menerima Hukum Buddha yang terunggul ini adalah dalam berperan sebagai anggota masyarakat, sifat khas wanita itu tidak akan menjerumuskannya ke dalam jalan buruk. Niciren Daisyonin berkata, “Sifat pembawaan lahiriah wanita ada tiga, yaitu : cemburu dalam hal materi, berperut buruk dan serakah (berkeinginan terlalu dalam)�. Iri hati atau cemburu dalam hal materi berarti kebodohan; berperut buruk berarti marah yang dilandasi kebencian; serakah (berkeinginan terlalu dalam) berarti keserakahan. Tiga racun : keserakahan, kemarahan dan kebodohan yang menjadi akar pokok kesesatan hawa nafsu manusia tersembunyi di kedalaman jiwa dan menarik umat manusia ke ketidakbahagiaan. Terlebih lagi, ketiga racun ini menetap di kedalaman jiwa wanita, demikian petunjuk Niciren Daisyonin. Akan tetapi, wanita yang percaya dan menerima Saddharmapundarika-sutra tidak dapat ditarik oleh kecenderungan sifat ini ke dalam jalan yang buruk. Ajaran Saddharma tidak mengharuskan untuk mematahkan sifat tiga racun ini, karena pada dasarnya ini tak mungkin dipatahkan. Sebaliknya, merombak tiga racun itu menjadi Triguna, hawa nafsu menjadi kesadaran (Bonno Soku Bodai), seluruh keburukan menjadi kebaikan, kekurangan menjadi kebenaran. Kepastian terjadinya hal-hal ini menunjuk kemaha-agungan kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum dalam Saddharmapundarika-sutra. Inilah Maret 2014 | Samantabadra

29


materi ajaran | gosyo kensyu prinsip dasar Bonno Soku Bodai, tiga racun adalah tiga kebajikan; juga merupakan pintu dari hukum tulang punggung Saddharmapundarika-sutra. Seandainya wanita yang percaya dan menerima Saddharmapundarika-sutra dapat ditarik dan berputar di dalam tiga racun, sehingga terjatuh ke dalam jalan buruk, maka ajaran Saddharmapundarikasutra sendiri menjadi kata-kata bualan saja. Dengan mengatakan hal di atas terasa keyakinan Niciren Daisyonin yang kuat dan tepat. Dalam Gosyo ini tertulis, “Maka pantangan tidak boleh berdusta yang dipertahankan sejak masa lampau yang tak terhitung hingga saat ini oleh Buddha Sakyamuni, Buddha Prabhutaratna, dan seluruh Buddha sepuluh penjuru menjadi rusak; dosa mereka melampaui dosa pemfitnahan Devadatta, juga melebihi katakata bualan besar Kokalika”.

5

Meskipun seumur hidup tidak pernah melanggar satu kejahatan berhasil mempertahankan 5 sila, 8 sila, 10 sila, 10 sila kebaikan, 250 sila, 500 sila, dan sila-sila yang tak terhingga, dapat menghafal seluruh sutra dan telah memberi dana paramita kepada seluruh Buddha dan Bodhisattva sehingga menumpuk akar karma kebaikan yang tak terhingga, namun hanya karena tidak percaya kepada Saddharmapundarika-sutra, atau walau menganut Saddharmapundarika-sutra tetapi menganggapnya setara dengan Buddha dari berbagai sutra lainnya, atau tidak berpikir demikian juga, tetapi terus menerus melaksanakan pertapaan akar kebaikan sutra-sutra selain Saddharmapundarika-sutra, atau mengadakan hubungan erat dan berdialog tentang Hukum Agama 30

Samantabadra | Maret 2014

Buddha bersama pada Nembuce – yang telah memfitnah Hukum tidak mau mempergunakan Saddharmapundarikasutra – atau beranggapan bahwa Saddharmapundarika-sutra adalah ajaran yang tidak sesuai dengan akar bakat Masa Akhir Dharma; dan bila orang tersebut tidak merasakannya sebagai suatu dosa kejahatan, maka seluruh akar kebaikan yang tak terhingga yang telah ditimbun selama pelaksanaan pertapaan seumur hidup dalam sekejap akan musnah menghilang, juga karunia kebajikan Sadhharmapundarika-sutra untuk sementara akan terselubung. Bahkan terlebih dari itu, akan terjatuh ke dalam Neraka Avici, seperti tetesan air hujan yang turun dari langit tak dapat dihentikan atau seperti batu di puncak gunung yang menggelinding jatuh menuju lembah tak dapat dirintangi.

PK2

Keterangan : Pada bagian ini Niciren Daisyonin menasehati dengan keras bahwa sebanyak apapun menjalankan pertapaan ajaran Buddha seumur hidup atau pertapaan sutra lainnya, kalau menentang ajaran Saddharmapundarika-sutra pasti jatuh ke dalam Neraka Avici. Dengan demikian, dijelaskan secara nyata cara atau penyebab jatuhnya manusia ke Neraka Avici. Mari kita telaah kalimat-kalimat kutipan di atas. Pertama, “Hanya karena tidak percaya Saddharmapundarikasutra” berarti orang itu tidak percaya Saddharmapundarika-sutra. Bagaimanapun banyaknya sila-sila dipertahankan dan akar kebaikan yang tak terhitung ditumpuk, kalau tidak percaya Saddharmapundarikasutra sebagai jalan langsung tercapainya kesadaran, seluruh akar kebaikan yang demikian banyaknya tidak ada


artinya. Terlebih lagi, tidak percaya Saddharmapundarika-sutra mengakibatkan terjatuh ke dalam Neraka Avici. Kedua, ada pula orang yang “Walau menganut Saddharmapundarika-sutra tetapi menganggapnya setara dengan Buddha dari berbagai sutra lainnya”. Ajaran Saddharmapundarika-sutra menerangkan Eka Buddhayana (Ici Bucejo) sedang ajaran sutra-sutra lainnya adalah Ajaran Sementara (Hoben Gonkyo). Orang yang menyamakan keduanya karena tidak mengetahui perbedaan yang mendasar ini tidak akan mencapai kesadaran; bahkan ada kalimat yang menyatakan, “Karunia kebajikan Saddharmapundarika-sutra untuk sementara akan terselubung. Bahkan terlebih dari itu, akan terjatuh ke dalam Neraka Avici”. Demikian nasehat Niciren Daisyonin. Ketiga, orang yang “Tidak berpikir demikian juga, tetapi terus menerus melaksanakan pertapaan akar kebaikan sutra-sutra selain Saddharmapundarikasutra dan kadang-kadang melaksanakan pertapaan Saddharmapundarika-sutra”. Pertapaan akar kebaikan sutra-sutra selain Saddharmapundarika-sutra berarti membaca dan melaksanakan sutra-sutra selain Saddharmapundarika-sutra. Kalau diuraikan secara luas berarti perilaku setiap hari selalu menjalankan pelaksanaan kebaikan yang sangat berlainan dengan akar kebaikan Saddharmapundarikasutra. Kadang-kadang melaksanakan Saddharmapundarika-sutra berarti bersikap merendahkan Saddharmapundarika-sutra daripada sutra lainnya. Sama seperti di atas, umat yang demikian pasti jatuh ke dalam Neraka Avici. Keempat, “Mengadakan hubungan erat dan berdialog tentang Hukum Agama Buddha bersama para Nembuce yang telah memfitnah hukum tidak mau

mempergunakan Saddharmapundarikasutra”. Sikap Niciren Daisyonin terhadap Nembuce amat tegas, menamakannya sebagai karma neraka tak terputus-putus. Akar dasar Nembuce yang membahayakan adalah menjerumuskan umat kedalam ketidakbahagiaan. Sikap tidak ingin mematahkan kesesatan itu bahkan ingin berhubungan lebih akrab setara dengan pemfitnahan Dharma. Tentu saja dalam hidup bermasyarakat wajar bila akrab dengan siapa pun untuk maju bersamasama menciptakan kemakmuran. Tetapi yang dimaksud di sini sikap terhadap filosofi Nembuce tentang masa yang akan datang yang menjatuhkan umat manusia ke dalam ketidakbahagiaan tidak dipatahkan, bahkan menjadi akrab. Bila sikap seperti ini tidak dihilangkan, tidak mau mematahkan filsafat sesat untuk mewujudkan yang sebenarnya, orang itu bukan pelaksana Saddharmapundarika-sutra; sama dengan kelompok yang jatuh ke dalam neraka Avici. Terakhir, “Berangggapan bahwa Saddharmapundarika-sutra adalah ajaran yang tidak sesuai dengan akar bakat masa Akhir Dharma dan orang tersebut tidak merasakannya sebagai suatu dosa kejahatan”. Semangat Saddharmapundarika-sutra adalah penyebarluasan Hukum. Bagaimanapun percaya Saddharmapundarika-sutra, bila semangat penyebarluasan sudah tidak ada, maka akar kebaikannya seperti embun pagi hilang menguap disinari cahaya matahari. Niciren Daisyonin memberi petunjuk, bila orang mempercayai Saddharmapundarikasutra sebagai formalitas saja, bukan hanya telah menghapuskan kurnia kebajikan Saddharmapundarika-sutra, bahkan telah menuju ke Neraka Avici. Pada kesimpulannya, dari seluruh petunjuk Saddharmapundarika-sutra tadi yang terpenting hendaknya orang Maret 2014 | Samantabadra

31


materi ajaran | gosyo kensyu yang menjalankan Hukum Agama Buddha sebenarnya dapat mawas diri.

6

Seperti telah dijelaskan di atas, bab manapun dalam Saddharmapundarika-sutra tidak ada yang sederhana. Namun demikian, di antara keduapuluhdelapan bab yang terunggul dan menakjubkan adalah Bab Upaya Kausalya dan Bab Panjang Usia Sang Tathagata.

Anak Cabang

Keterangan : Pada bagian ini istri Daigaku Saburo bertanya apakah sebaiknya membaca dan menyebut satu bagian Saddharmapundarika-sutra atau sungguhsungguh melaksanakan Bab Bodhisattva Baisyajaraja. Niciren Daisyonin memberi petunjuk untuk mengubah pelaksanaan pertapaan dengan membaca dan menyebut Bab Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata. Saddharmapundarika-sutra merupakan pembabaran kesadaran Buddha Sakyamuni yang terunggul (Zuiji-i no seppo), karena itu merupakan sutra yang terunggul. Kalimat manapun dari 28 bab menyampaikan kebenaran sesungguhnya. Dengan ini, jelaslah perbandingan antara sutra-sutra 42 tahun dengan Saddharmapundarikasutra; dan melalui ini diterangkan titik-titik penting keunggulan Saddharmapundarikasutra. Dengan kata lain menerangkan perbandingan Ajaran Sementara dengan Sebenarnya (Gonjice Sotai). Sekalipun demikian, bab yang terpenting dan terpokok dari keduapuluhdelapan bab Saddharmapundarika-sutra adalah Bab Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata adalah intisari Ajaran Pokok. Alasan dari hal ini adalah pernyataan yang terdapat dalam Bab Upaya Kausalya, “Di dalam sepuluh penjuru kawasan 32

Samantabadra | Maret 2014

Buddha, hanya terdapat Satu Kendaraan Hukum Buddha (Ekayana), tidak ada dua maupun tiga, dan seterusnya”. (Saddharmapundarika-sutra, hal. 174). Dengan ini menerangkan pintu Hukum Membuka Tiga Dunia Mewujudkan Satu Dunia (Kaisan Ken Ici), dan makna dalamnya adalah mewujudkan pencapaian kesadaran Buddha dari Dwiyana. Dalam Bab Panjang Usia Sang Tathagata dikemukakan, “Sejak Aku benar-benar menjadi Buddha, sang waktu telah berlalu tak terhitung dan tak terbatas (Gajice Jobuce Irai, muryo muhen)”. (Saddharmapundarika-sutra hal. 496). Dengan ini diterangkan tempat pokok (Honci) pencapaian kesadaran Buddha Sakyamuni. Baik dalam Sutra-sutra Sementara maupun dalam Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra, pencapaian kesadaran Buddha Sakyamuni masih berkisar pada usia 30 tahun di India (Syijo Syokaku); tempat pokok (Honci) pencapaian kesadaran Buddha Sakyamuni masih belum diwujudkan. Dengan demikian diterangkan bahwa semenjak masa lampau yang tak terhitung Beliau melaksanakan pertapaan kebodhisattvaan kemudian dilahirkan di India, dan pada saat ini baru Beliau mendapat akibat ke-Buddha-an. Oleh karena itu, sampai dengan Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra Buddha Sakyamuni tetap dalam pendirian Buddha Syijo Syokaku, baru dalam Bab Panjang Usia Sang Tathagata pendirian ini dipecahkan. Dalam Surat Membuka Mata bagian paruh awal dikatakan, “Sampai pada Ajaran Pokok pendirian Syijo Syokaku dipecahkan dan akibat empat ajaran juga dipecahkan. Ketika akibat empat ajaran dipecahkan, sebab empat ajaran pun dipecahkan. Dengan demikian,


memecahkan sebab akibat Sepuluh Dunia dari Ajaran Sementara dan Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra dan terwujudlah sebab akibat Sepuluh Dunia dari Ajaran Pokok yang merupakan pintu hukum dari Sebab Pokok dan Akibat Pokok (Hon In Hon ga). Sembilan Dunia tercakup dalam Dunia Buddha yang tak berawal akhir, dan Dunia Buddha tercakup dalam yang tak berawal akhir, dan Dunia Buddha tercakup dalam Sembilan Dunia yang tak berawal akhir pula; dengan demikian menjadi Sepuluh Dunia yang saling mencakupi, Seratus Dunia Seribu Aspek menjadi Icinen Sanzen Sesungguhnya”. (Gosyo, hal.197). Dalam pembabaran Hukum Buddha Syijo Syokaku tidak dijelaskan bahwa pada hakikatnya Sembilan Dunia adalah Sepuluh Dunia, dengan demikian antara manusia dan Buddha terdapat jurang pemisah yang dalam sekali. Oleh karena itu, sebenarnya sutra lain (Ajaran Sementara) memiliki kekurangan yang fatal. Dalam Ajaran Bayangan, dari bab ke-2 Upaya Kausalya, hingga bab ke-9, Ramalan tentang Ananda, Rahula, dan 2000 Bhiksu, terdapat pemberian ijasah kepada empat orang Sravaka besar dan sebagainya, tetapi semua ini merupakan pencapaian kesadaran Buddha di masa akan datang, dan pertapaan agar pada hidup kemudian dapat mencapai suasana yang baik (Ryako Syugyo); sehingga bukan merupakan pencapaian kesadaran Buddha dalam keadaan sekarang (Soku Syin Jobuce). Hukum yang dibabarkan dalam Saddharmapundarika-sutra telah menyempurnakan keterbatasan Ajaran Sementara dan Ajaran Bayangan. Teori yang mendalam dari Saddharmapundarikasutra terletak pada Bab Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata, sedang bab lainnya berfungsi sebagai cabang dan daun.

7

Oleh karena itu, membaca dan mempelajari keseluruhan Bab Upaya Kausalya dan Bab Panjang Usia Sang Tathagata, hendaknya dijadikan pelaksanaan sehari-hari.

Anak Cabang

Keterangan : Kepada wanita yang sungguh-sungguh melaksanakan pembacaan dan penyebutan Bab Bodhisattva Baisyajaraja, secara bertahap Niciren Daisyonin menerangkan bahwa Bab Upaya Kausalya dan Panjang Usia Sang Tathagata merupakan inti hakekat Saddharmapundarika-sutra dan mengajarkan cukup kedua bab itu dijadikan pembacaan sehari-hari. Pada masa Akhir Dharma ini akar penting pertapaan Saddharmapundarikasutra adalah Nammyohorengekyo, yang merupakan Daimoku dari Sandaihiho. Di dalam Surat Balasan Kepada Ueno Dono tertulis, “Sekarang, setelah kita memasuki zaman Akhir Dharma, tidak ada lagi Saddharmapundarika-sutra maupun sutrasutra lainnya, kecuali Nammyohorengekyo”. (Gosyo, hal. 1546). Dengan membaca dan menyebut Bab Upaya Kausalya dan Bab Panjang Usia Sang Tathagata kekuatan Daimoku dari Saddharma akan terukir lebih jelas. Mengenai makna pembacaan dan penyebutan Bab Upaya Kausalya dan Bab Panjang Usia Sang Tathagata, Bhiksu Tertinggi ke-26 Nicikan Syonin di dalam Surat Mengenai Pelaksanaan dari Aliran ini (Toryu Gyoji Syo) mengatakan, “Ada dua macam pertapaan, pelaksanaan pokok dan pelaksanaan penunjang… Sekte kita melaksanakan kedua pertapaan tersebut. Pelaksanaan kedua pertapaan tersebut. Pelaksanaan penunjang berarti pembacaan dan penyebutan Bab Upaya Kausalya dan Bab Panjang Usia Sang Tathagata menunjang pelaksanaan pokok Maret 2014 | Samantabadra

33


materi ajaran | gosyo kensyu untuk mewujudkan rejeki sesungguhnya yang mendalam. Sama seperti air abu dapat menunjang air bening; garam dan cuka menjadi penunjang ketika makan nasi dan bakmi, pelaksanaan tersebut dikatakan sebagai pelaksanaan penunjang. Pelaksanaan penunjang terbagi lagi menjadi utama dan sampingan. Upaya Kausalya merupakan sampingan, sedang Panjang Usia Sang Tathagata adalah utama”. Pelaksanaan yang benar pada masa Akhir Dharma adalah Nammyohorengekyo, pelaksanaan penunjang membaca dan menyebut Bab Upaya Kausalya dan Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata dilakukan untuk menunjang dan mewujudkan karunia kebajikan yang mendalam dari Saddharma. Dengan mengambil perumpamaan hubungan antara air abu dengan air bening, garam dan cuka dengan nasi dan bakmi dijelaskan bahwa air abu, garam dan cuka berfungsi sebagai pelaksanaan penunjang, sedang air bening, nasi, dan bakmi sebagai pelaksanaan pokok. Di dalam Gukece jilid ke-2 dikatakan, “Untuk membersihkan pakaian kotor, langkah pertama adalah dicuci dengan air abu, kemudian dicuci dengan air bening”. Karena pada zaman dahulu belum ada sabun, untuk mencuci pakaian digunakan air abu, lalu dibilas dengan air bening. Memang yang terutama dapat membersihkan adalah air bening, tetapi digunakannya air abu membawa hasil yang lebih baik. Sama halnya, nasi dan bakmi memang merupakan bahan makanan pokok yang tak boleh ditiadakan, tetapi apabila ditunjang oleh garam dan cuka, kenikmatannya akan bertambah. Melalui perumpamaan yang mudah dimengerti ini Nicikan Syonin menjelaskan secara gamblang hubungan antara pelaksanaan pokok dan pelaksanaan penunjang. Mahaguru Miao-lo mengatakan, “Apabila 34

Samantabadra | Maret 2014

dapat memadukan pelaksanaan pokok dan pelaksanaan penunjang akan diperoleh keuntungan besar”. Artinya bila dapat kita laksanakan, kedua-duanya akan saling memperkuat dan karunia kebajikan yang besar dapat diperoleh. Dan dalam pelaksanaan penunjang Bab Upaya Kausalya merupakan wakil, sedangkan Bab Panjang Usia Sang Tathagata merupakan yang utama.

8

wanita.

Hal ini memang merupakan keragu-raguan yang selalu dipertanyakan oleh kaum

Keterangan : Bagian ini menjawab pertanyaan mengenai pelaksanaan pada saat air bulan. Dari isi pertanyaan dapatlah diketahui bahwa pada zaman itu masyarakat pada umumnya menganggap air bulan itu kotor. Ini menjadi salah satu penyebab pokok untuk meremehkan kaum wanita. Niciren Daisyonin mengamati secara mendalam keadaan masyarakat dan menanggapi sepenuhnya dengan cara berpikir yang sesuai dengan masa sekarang. Hal ini karena pada dasarnya filsafat Niciren Daisyonin berpandangan tidak terdapat perbedaan antara pria dan wanita. Sejak dahulu kala penabuan terhadap air bulan telah menjadi salah satu adat istiadat dan telah mengatur kehidupan sehari-hari kaum wanita. Tambahan pula, dari dulu masyarakat menamakannya sebagai kembang bulan atau air sutra dan sebagainya. Terlebih lagi, dalam hukum kuno Koji Rui En terdapat perihal dewa yang tidak menyenangi dan menabukan, sehingga selama masa air sutra kaum wanita selama tujuh hari harus mengundurkan diri dari upacara pemujaan. Setelah melewati tujuh hari itu harus


menjalankan upacara mandi suci selama tiga hari dengan maksud membersihkan lahir dan batin. Kurang lebih setelah 10 – 12 hari baru boleh bersembahyang. Hal serupa juga banyak tertulis dalam bukubuku kuno lainnya. Hingga sekarang adat istiadat ini masih tertinggal di daerahdaerah terbelakang. Mungkin adat istiadat ini bertujuan menyayangi dan menjaga kaum wanita, tetapi bagaimana juga masih terdapat akar kuat bagi pandangan yang merendahkan wanita. Dalam surat ini Niciren Daisyonin ingin menghantam dan memecahkan pandangan keagamaan dan adat istiadat yang picik, setahap demi setahap menerangkan dan menganjurkan kepercayaan yang benar, serta dapat mempertahankannya agar tetap berada di atas jalan pertapaan ke-Buddhaan. Pertama, dalam ajaran suci seumur hidup Buddha Sakyamuni tidak tertera hal yang tidak menyenangi atau menganggap air bulan sebagai hal yang tabu. Sekalipun terdapat larangan arak, daging, perzinahan, dan penentuan bulan dan tanggal dalam pengamatan ketidaksucian, hingga sekarang belum pernah terlihat di dalam sutra dan sastra yang memandang air bulan sebagai hal yang tabu. Oleh karena itu orang-orang tidak dapat mengajukan kalimat sutra sebagai bukti tertulis. Kedua, ada masa hidup Buddha Sakyamuni banyak wanita yang menjadi Bhiksuni. Pelaksanaan pertapaan Hukum Agama Buddha tidak terganggu karena air bulan. Dengan mengemukakan beberapa alasan ini Niciren Daisyonin menerangkan bahwa dalam Hukum Agama Buddha tidak ada hal yang menabukan air bulan yang menyebabkan pertapaan pada masa itu harus dihentikan. Dengan demikian diajarkan untuk menjalankan pertapaan kepercayaan dengan tenang hati dan sungguh-sungguh.

Kalimat “Air bulan bukanlah sesuatu yang tidak suci yang datang dari luar” menunjukkan bahwa air bulan bukanlah sesuatu yang buruk atau timbul dari hal-hal yang negatif dari segi moralitas, tetapi sifat hakiki yang istimewa dari wanita. Dengan adanya air bulan kelahiran jiwa baru yang amat penting dapat terjadi. Membina anak cucu demi penerusan generasi dan kemajuan kemakmuran dapat dipandang sebagai tugas terbesar bagi seorang wanita. Selanjutnya mengenai “Air bulan sebagai penyakit yang menahun” bila dipandang dari sudut gejala fisik dapat dikatakan demikian, tetapi tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang kotor yang keluar dari tubuh manusia. Air bulan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan sehingga tidak dapat tidak disenangi atau dijadikan hal yang tabu. Terlebih lagi, untuk menjaga kesehatan di dalam proses sirkulasi tubuh, air bulan mutlak diperlukan. Maka Niciren Daisyonin mengatakan, “Kalau diperhatikan lebih seksama, itu bukan merupakan sesuatu yang tabu”. Dari sini terlihat jalan pikiran Niciren Daisyonin yang mengikuti zaman. Dalam kalimat selanjutnya Niciren Daisyonin mengajarkan pelaksanaan pertapaan yang sesuai dengan keadaan Jepang pada masa itu. Maksud utama Niciren Daisyonin seperti yang dijelaskan di atas merupakan pandangan baru pada zaman itu dan mengejutkan masyarakat, sehingga dalam mengajarkan pikiran dan keinginanNya, bagaimanapun juga Beliau mengikutsertakan sutra-sutra lainnya. Walau ada kaum wanita dan kaum pria, di dalam jiwa masing-masing terdapat jiwa Buddha yang paling unggul. Karena Hukum Agama Buddha Niciren Daisyonin berpandangan adil terhadap pria dan wanita; perbedaan yang kecil tidaklah dipermasalahkan. Penjelasan Niciren Daisyonin yang penuh keberanian sebagai Maret 2014 | Samantabadra

35


materi ajaran | gosyo kensyu hasil dari pengamatan yang logis dan ditimbang berdasarkan sutra mempunyai makna yang luas.

9

Hanya saja negara Jepang adalah negara dewa. Sebagai adat istiadat dari negara ini, dewa adalah titisan sementara (Suijaku) dari Buddha dan Bodhisattva; dan ini merupakan sesuatu yang aneh. Maka, meskipun terdapat banyak hal yang tak tepat seperti sutra dan sastra, kalau menentang akan menerima hukuman nyata. Keterangan : Pengagungan dan pemujaan dewadewa yang menjadi tradisi agama Syinto semenjak dahulu ada di Jepang. Bagian ini umumnya membicarakan tentang dewa. Di Jepang banyak terdapat gunung dengan air yang bening, ada empat musim, dan kaya akan tumbuh-tumbuhan, sehingga dikatakan Jepang adalah negeri yang berejeki karena perlindungan para dewa. Agama Buddha tidak memaksakan filsafatnya dengan menyingkirkan cara berpikir masing-masing daerah. Penyebarluasan agama Buddha dilakukan dengan berpegang teguh pada dasar teori filsafat dan kemudian merangkul dan menjaga keadaan negara, zaman, dan adat istiadat. Pandangan terhadap pemujaan dewa juga sama halnya. Sebagai contoh, dalam Kuil Haciman di Jepang dipuja Haciman Daimyojin yang dikatakan sebagai Kaisar Ojin. Setelah agama Buddha mantap dan keadaannya menjadi biasa, dewa ini diteruskan ke

36

Samantabadra | Maret 2014

dalam Hukum Buddha dengan nama panggilan Mahabodhisattva Haciman. Berdasarkan pemikiran demikian, Niciren Daisyonin dalam Surat Nasihat kepada Mahabodhisattva Haciman berkata, “Dahulu kala berada di Gridhrakuta untuk menerangkan Myo Hokkekyo, sekarang berada di kuil yang benar dengan wujud Mahabodhisattva Haciman�. (Gosyo, hal. 588). Ditinjau dari kalimat tersebut, dapat ditarik kesimpulan tempat pokok (Honci) Mahabodhisattva Haciman adalah Buddha Sakyamuni; dan dari situ turun menitis (Suijaku) menjadi Mahabodhisattva Haciman. Semenjak dahulu adat istiadat setempat menempatkan para dewa sebagai pusat. Oleh karena itu, dalam penyebarluasan Hukum Agama Buddha, apabila bertemu dengan adat istiadat setempat yang sedikit tidak sesuai dengan sutra dan sastra seperti ini, selama tidak terlalu menyimpang dari makna pokok agama Buddha, boleh menurutinya. Di dalam Gosyo juga dikatakan, “Kalau menentang akan menerima hukuman nyata�. Seandainya terlalu menitikberatkan pada bagian cabang, daun, serta ruasnya, sehingga menentang adat istiadat yang berlaku turun temurun akan mengakibatkan kerugian bagi penyebarluasan Hukum Agama Buddha dan diri sendiri. Di sini bukan semata-mata ingin menandaskan hukuman nyata, tetapi ingin memberitahukan bahwa kita harus dapat mengarahkan pikiran kita pada adat istiadat di tanah air kita. eee


Perihal Zuiho Bini Arti harfiah dari ‘zuiho’ adalah menyesuaikan dengan daerah dan waktunya, ini berarti menyesuaikan keadaan zaman dan adat istiadat setiap daerah; sedangkan ‘bini’ berarti sila atau vinaya. Sila ini bermakna pelaksanaan Hukum Agama Buddha disesuaikan dengan keadaan suasana negara, masyarakat, dan zaman tanpa menyimpang dari makna pokok Hukum Agama Buddha. Maka dari sila ini dapat diketahui jalan pikiran agama Buddha yang memikirkan zaman dan mementingkan masyarakat dalam penyebarluasannya. Prinsip Agama Buddha harus mengetahui sumber pokok seluruh hukum dan pada dasarnya untuk menjaga kemajuan peradaban. Hukum Buddha sama sekali tidak berpikiran picik untuk mengendalikan sampai hal-hal yang merupakan cabang dan daun. Di dalam abad pertengahan, karena dalam ajaran Kristen terdapat filosofi yang mengharuskan dianutnya teori geosentris. Ketika Copernicus dan Galileo mencetuskan teori heliosentris, mereka mendapat tekanan dari kekuasaan gereja. Dalam Hukum Buddha tidak terdapat pikiran seperti itu. Penyebarannya sesuai dengan pikiran negara masing-masing serta dapat menerima dan mengolah adat istiadat dan lain-lain. Kalau dapat mengerti dan berpegang teguh kepada sumber pokok seluruh hukum, dengan leluasa dapat memilih dan membuang bagian cabang dan daun sesuai keadaan zaman dan masyarakat. Dengan ini terlihat Hukum Agama Buddha yang toleransi, sama sekali tidak berpandangan sempit dan picik. Oleh karena itu, setelah berlalu 3000 tahun kesegaran Hukum Agama Buddha tetap tidak luntur. Dan dengan teori yang mendasar ini kita dapat mempertahankan Hukum Agama Buddha. Agama Buddha sama sekali tidak mengenal kompromi, tetapi dengan sikap tegas dan keras harus menjalankan kepercayaan kuat dengan berpegang teguh pada teori Saddharmapundarika-sutra. Sikap ini harus dipertahankan, tetapi jangan lupa terhadap hal-hal sampingan harus bersikap fleksibel. Maka apabila dipandang dari makna pokok Hukum Agama Buddha, tidaklah terdapat perbedaan pertapaan antara saat air bulan maupun bukan. Niciren Daisyonin pada mulanya berterus terang mengenai pandanganNya, tetapi apabila hal ini terus dilaksanakan dalam keadaan dan pikiran negara pada saat itu, tidak mungkin dapat diterima. Bahkan akan mengundang banyak kecaman. Niciren Daisyonin sepenuhnya menyadari keadaan suasana ini, maka dalam cara penyebaran (kegi) terdapat penyesuaian, tetapi pada dasar Hukum (keho), berada di mana dan kapan pun akar pokok pelaksanaan adalah Daimoku; hal ini diajarkan setahap demi setahap. Dari sini dapat kita rasakan jalan pikiran dan pelaksanaan Niciren Daisyonin. eee Maret 2014 | Samantabadra

37


materi ajaran | gosyo kensyu

The Recitation of the Expedient Means and Life Span Chapters I

n the letter you sent by messenger, you say that you used to recite one chapter of the Lotus Sutra every day, completing the entire sutra in the space of twenty-eight days, but that now you read the “Medicine King” chapter once a day. You ask if you should simply read each chapter in turn, as you were originally doing. As for the Lotus Sutra, one may recite the entire sutra of twenty-eight chapters in eight volumes every day; or one may recite only one volume, or one chapter, or one verse, or one phrase, or one word; or one may simply chant the daimoku, Nam-myoho-renge-kyo, only once a day, or chant it only once in the course of a lifetime; or hear someone else chant it only once in a lifetime and rejoice in the hearing, or rejoice in hearing the voice of someone else rejoice in the hearing, and so on in this manner to the fiftieth hearer. And if one were to be at the end, even if one’s faith were weak and one’s sense of rejoicing diluted like the frailty of a child of two or three, or the inability of a cow or horse to distinguish before from after, the blessings one would gain would be a hundred, thousand, ten thousand, million times greater than those gained by persons of keen faculties and superior wisdom who study other sutras, persons such as Shāriputra, Maudgalyāyana, Manjushrī, and Maitreya, who had committed to memory the entire texts of the various sutras. We find this mentioned in both the Lotus Sutra and the sixty volumes of commentary by T’ient’ai and Miao-lo. Thus the sutra states [concerning these blessings], “Even the Buddha wisdom could never finish calculating their extent.” Not even the wisdom of the Buddha can fathom the blessings such a person will obtain. The Buddha wisdom is so marvelous that it knows even the number of raindrops that fall in thismajor world system during a period, for instance, of seven days or twice seven days. And yet we read that the blessings acquired by one who recites no more than a single word of the Lotus Sutra are the one thing it cannot fathom. How, then, could ordinary people like ourselves, who have committed grave offenses, possibly understand these blessings? However, it is now some twenty-two hundred years since the Thus Come One’s passing. For many years, the five impurities have flourished, and good deeds in any connection are rare. Though a person may do good, in the course of doing a single good deed he accumulates ten evil ones, so that in the end, for the sake of a small good, he commits great evil. And yet, in his heart, he prides himself on having practiced great good— such are the times we live in. Moreover, you were born in the remote land of Japan, a tiny island country in the east separated by two hundred thousand ri of mountains and seas from the country of the Thus Come One’s birth. And you are a woman, burdened by the five obstacles and bound by the three obediences. How indescribably wonderful, therefore, that in spite of these hindrances you have been able to take faith in the Lotus Sutra! Even the wise or the learned, such as those who have pored over all the sacred teachings propounded by the Buddha in the course of his lifetime, and who have mastered both the exoteric and esoteric doctrines, are these days abandoning the Lotus Sutra and instead reciting theNembutsu. What good karma you must have formed in the past, then, to have been born a person able to recite even so much as a verse or a phrase of the Lotus Sutra! When I read over your letter, I felt as though my eyes were beholding something rarer than the udumbara flower, something even scarcer than the one-eyed turtle encountering a floating log with a hollow in it that fits him exactly. Moved to heartfelt admiration, I thought that I would like to add just one word or one expression of my own rejoicing, endeavoring in this way to enhance your merit. I fear, however, that, as

38

Samantabadra | Maret 2014


English clouds darken the moon or as dust defiles a mirror, my brief and clumsy attempts at description will only serve to cloak and obscure the incomparably wonderful blessings you will receive, and the thought pains me. Yet, in response to your question, I could scarcely remain silent. Please understand that I am merely joining my one drop to the rivers and the oceans, or adding my torch to the sun and the moon, hoping in this way to increase even slightly the volume of the water or the brilliance of the light. First of all, when it comes to the Lotus Sutra, you should understand that, whether one recites all eight volumes, or only one volume, one chapter, one verse, one phrase, or simply the daimoku, or title, the blessings are the same. It is like the water of the great ocean, a single drop of which contains water from all the countless streams and rivers, or like the wish-granting jewel, which, though only a single jewel, can shower all kinds of treasures upon the wisher. And the same is true of a hundred, a thousand, ten thousand, or a million such drops of water or such jewels. A single character of the Lotus Sutra is like such a drop of water or such a jewel, and the hundred million characters are like a hundred million such drops or jewels. On the other hand, a single character of the other sutras, or the name of any of the various Buddhas, is like one drop of the water of a particular stream or river, or like only one stone from a particular mountain or a particular sea. One such drop does not contain the water of countless other streams and rivers, and one such stone does not possess the virtues that inhere in innumerable other kinds of stones. Therefore, when it comes to the Lotus Sutra, it is praiseworthy to recite any chapter you have placed your trust in, whichever chapter that may be. Generally speaking, among all the sacred teachings of the Thus Come One, none has ever been known to contain falsehoods. Yet when we consider the Buddhist teachings more deeply, we find that even among the Thus Come One’s golden words there exist various categories such as Mahayana and Hinayana, provisional and true teachings, and exoteric and esoteric doctrines. These distinctions arise from the sutras themselves, and accordingly, we find that they are roughly outlined in the commentaries of the various scholars and teachers. To state the essence of the matter, among the doctrines propounded by Shakyamuni Buddha in the fifty or more years of his teaching life, those put forward in the first forty or more years are of a questionable nature. We can say so because the Buddha himself clearly stated in theImmeasurable Meanings Sutra, “In these more than forty years, I have not yet revealed the truth.” And in the Lotus Sutra, the Buddha himself proclaims concerning its every word and phrase, “Honestly discarding expedient means, I will preach only the unsurpassed way.” Moreover, Many Treasures Buddha sprang up from the earth to add his testimony, declaring, “The Lotus Sutra of the Wonderful Law . . . all that you [Shakyamuni Buddha] have expounded is the truth!” And the Buddhas of the ten directions all gathered at the assembly where theLotus Sutra was being preached and extended their tongues to give further support to the assertion that not a single word of the Lotus Sutrais false. It was as though a great king, his consort, and his most venerable subjects had all with one accord given their word. Suppose that a man or a woman who has recited even a single word of the Lotus Sutra were to be dragged down by the unfathomably heavy karma of the ten evil acts, the five cardinal sins, or the four major offenses, and fall into the evil paths. Even if the sun and moon should never again emerge from the east, even if the great earth itself should turn over, even if the tides of the great ocean should cease to ebb and flow, even if broken stones are made whole, and even if the waters of the streams and rivers cease to flow into the ocean, no woman who believes in the Lotus Sutra could ever be dragged down by worldly faults and fall into the evil paths. If a woman who believes in the Lotus Sutra should ever fall into theevil paths as a result of jealousy or ill temper or because of excessive greed, then the Thus Come One Shakyamuni, the Buddha Many Treasures, and the Buddhas of the ten directions would immediately be guilty of breaking the vow they have upheld over the span of countless kalpas never to tell a lie. Their offense would be even greater than the wild falsehoods and deceptions of Devadatta or the outrageous lies told by Kokālika. But how could such a thing ever happen? Thus a person who embraces the Lotus Sutra is absolutely assured of its blessings.

Maret 2014 | Samantabadra

39


materi ajaran | gosyo kensyu On the other hand, even if one does not commit a single evil deed throughout one’s entire lifetime, and observes the five precepts, the eight precepts, the ten precepts, the ten good precepts, the two hundred and fifty precepts, the five hundred precepts, or countless numbers of precepts; even if one learns all the other sutras by heart, makes offerings to all the other Buddhas and bodhisattvas, and accumulates immeasurable merit, if one but fails to put one’s faith in the Lotus Sutra; or if one has faith in it, but considers that it ranks on the same level as the other sutras and the teachings of the other Buddhas; or if one recognizes its superiority, but constantly engages in other religious disciplines, practicing the Lotus Sutra only from time to time; or if one associates on friendly terms with priests of the Nembutsu, who do not believe in the Lotus Sutra but slander it; or if one thinks that those who insist the Lotus Sutra does not suit the people’s capacity in the latter age are guilty of no fault, then all the merit of the countless good acts one has performed throughout one’s life will suddenly vanish. Moreover, the blessings resulting from one’s practice of the Lotus Sutra will for some time be obscured, and one will fall into the great citadel of the Avīchi hellas surely as rain falls from the sky or rocks tumble down from the peaks into the valleys. Even if one has committed the ten evil acts or the five cardinal sins, so long as one does not turn one’s back on the Lotus Sutra, one will without doubt be reborn in the pure land and attain Buddhahood. On the other hand, we read in the sutra that, even if one observes the precepts, embraces all the other sutras, and believes in the various Buddhas and bodhisattvas, if one fails to take faith in the Lotus Sutra, one is certain to fall into the evil paths. Limited though my ability may be, when I observe the situation in the world these days, it seems to me that the great majority of both lay believers and members of the clergy are guilty of slandering the correct teaching. But to return to your question. As I said before, though no chapter of the Lotus Sutra is negligible, among the entire twenty-eight chapters, the “Expedient Means” chapter and the “Life Span” chapter are particularly outstanding. The remaining chapters are all in a sense the branches and leaves of these two chapters. Therefore, for your regular recitation, I recommend that you practice reading the prose sections of the “Expedient Means” and “Life Span” chapters. In addition, it might be well if you wrote out separate copies of these sections. The remaining twenty-six chapters are like the shadow that follows one’s body or the value inherent in a jewel. If you recite the “Life Span” and “Expedient Means” chapters, then the remaining chapters will naturally be included even though you do not recite them. It is true that the “Medicine King” and “Devadatta” chapters deal specifically with women’s attainment ofBuddhahood or rebirth in the pure land. But the “Devadatta” chapter is a branch and leaf of the “Expedient Means” chapter, and the “Medicine King” chapter is a branch and leaf of the “Expedient Means” and the “Life Span” chapters. Therefore, you should regularly recite these two chapters, the “Expedient Means” and “Life Span” chapters. As for the remaining chapters, you may turn to them from time to time when you have a moment of leisure. Also in your letter, you say that three times each day you bow in reverence to the seven characters of the daimoku, and that each day you repeat the words Namu-ichijō-myōten ten thousand times. At times of menstruation, however, you refrain from reading the sutra. You ask if it is unseemly to bow in reverence to the seven characters or to reciteNamu-ichijō-myōten without facing (the Gohonzon), or if you should refrain from doing even that during your menstrual period. You also ask how many days following the end of your period you should wait before resuming recitation of the sutra. This is a matter that concerns all women and about which they always inquire. In past times, too, we find many persons addressing themselves to this question concerning women. But because the sacred teachings put forward by the Buddha in the course of his lifetime do not touch upon this point, no one has been able to offer any clear scriptural proof upon which to base an answer. In my own study of the sacred teachings, though I find clear prohibitions on certain days of the month against the impurity of things like meat or wine, the five spicy foods, or sexual acts, for instance, I have never come across any passage in the sutras or treatises that speaks of avoidances connected with menstruation. While the Buddha was in the world, many women in their prime became nuns and devoted themselves to the Buddha’s teachings, but they were never shunned on account of their menstrual period. Judging from this, I would say that menstruation does not represent any kind of impurity coming from an external

40

Samantabadra | Maret 2014


English source. It is simply a characteristic of the female sex, a phenomenon related to the perpetuation of the seed of birth and death. Or in another sense, it might be regarded as a kind of chronically recurring illness. In the case of feces and urine, though these are substances produced by the body, so long as one observes cleanly habits, there are no special prohibitions to be observed concerning them. Surely the same must be true of menstruation. That is why, I think, we hear of no particular rules for avoidance pertaining to the subject in India or China. Japan, however, is a land of the gods. And it is the way of this country that, although the Buddhas and bodhisattvas have manifested themselves here in the form of gods, strangely enough, in many cases they do not conform to the sutras and treatises. Nevertheless, if one goes against them, one will incur actual punishment. When we scrutinize the sutras and treatises with care, we find that there is a teaching about a precept known as following the customs of the region that corresponds to this. The meaning of this precept is that, so long as no seriously offensive act is involved, then even if one were to depart to some slight degree from the teachings of Buddhism, it would be better to avoid going against the manners and customs of the country. This is a precept expounded by the Buddha. It appears that some wise men who are unaware of this point, express extreme views, saying such things as, because the gods are demon-like beings they are unworthy of reverence, and that this has offended many lay supporters. If so, since the gods of Japan have in most cases desired that prohibitions be observed during the period of menstruation, perhaps people born in this country should seriously observe such prohibitions. However, I do not think that such prohibitions should interfere with a woman’s daily religious devotions. I would guess that it is persons who never had any faith in the Lotus Sutra to begin with who tell you otherwise. They are trying to think of some way to make you stop reciting the sutra, but they do not feel that they can come right out and advise you to cast the sutra aside. So they use the pretext of bodily impurity to try to distance you from it. They intimidate you by telling you that, if you continue your regular devotions during a period of impurity, you will be treating the sutra with disrespect. In this way they mean to trick you into incurring an offense. I hope you will keep in mind all that I have said regarding this matter. On this basis, even if your menstrual period should last as long as seven days, if you feel so inclined, dispense with the reading of the sutra and simply recite Nam-myoho-renge-kyo. Also, when making your devotions, you need not bow facing the sutra. On the other hand, if suddenly you should feel, for example, the approach of death, then even if you are eating fish or fowl, if you are able to read the sutra, you should do so, and likewise chant Nam-myoho-rengekyo. Needless to say, the same principle applies during your period of menstruation. Though reciting the words Namu-ichijō-myōten amounts to the same thing, it would be better if you just chanted Nam-myoho-renge-kyo, as Bodhisattva Vasubandhu and the Great Teacher T’ien-t’ai did. There are specific reasons why I say this. The seventeenth day of the fourth month in the first year of Bun’ei (1264), cyclical sign kinoe-ne To the wife of Daigaku Saburō Respectfully, Nichiren

Maret 2014 | Samantabadra

41


materi ajaran | gosyo kensyu

42

Samantabadra | Maret 2014


中文

Maret 2014 | Samantabadra

43


materi ajaran | gosyo kensyu

44

Samantabadra | Maret 2014


中文

Maret 2014 | Samantabadra

45


materi ajaran | gosyo kensyu

46

Samantabadra | Maret 2014


中文

Maret 2014 | Samantabadra

47


materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang

Surat Balasan Kepada Nicigon Ama Goze Gosyo Zensyu Halaman 1262 LATAR BELAKANG |

S

urat ini ditulis di Gunung Minobu tanggal 29 bulan 11 tahun Koan ke-3 (1280) ketika Niciren Daisyonin berusia 59 tahun dan merupakan surat balasan atas surat permohonan doa serta kiriman sumbangan uang dan pakaian musim panas dari Nicigon Ama. Mengenai Nicigon Ama, dalam Surat Warisan Murid dan Penganut, Bhiksu

Tertinggi Niciryo Syonin menyatakan, “Riwayat Nicigon Ama tidaklah jelas, namun diperkirakan Beliau mempunyai hubungan keluarga dengan Takahasyi Rokuro Hyoe Nyudo�. Ada juga yang mengatakan bahwa Beliau adalah Ibu Nicigen dari Kuil Jisso di Iwamoto. Kepastiannya tidaklah jelas.

ISI GOSYO |

S

urat permohonan doa yang diajukan oleh Nicigon Ama pada tanggal 8 bulan 11 tahun Koan ke-3 (1280) beserta sumbangan satu renceng uang dan sehelai pakaian musim panas yang dijahit dari kain kasa telah dipersembahkan dihadapan Pusaka Saddharmapundarika-sutra dan hal ini juga telah disampaikan kepada Dewa Surya dan Dewa Candra. Selanjutnya, janganlah sekali-kali mengukur karunia kebajikan Gohonzon sekehendak hati sendiri. Terkabul tidaknya doa Anda semata-mata tergantung pada 48

Samantabadra | Maret 2014


hati kepercayaan Anda, sama sekali bukan kesalahan Niciren. Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah. Bila angin bertiup, ranting pohon akan berayun. Hati manusia sama seperti air. Hati kepercayaan yang lemah sama seperti air keruh. Hati kepercayaan yang bersemangat dan tulus hati sama seperti air jernih. Pohon, sama dengan teori kewajaran Hukum Buddha, angin yang bertiup menggoyangkan pohon sama dengan melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra. Camkanlah hal-hal tersebut diatas. Selamat. Bulan 11 tanggal 29 Balasan Kepada Nicigon Ama

tertanda, Niciren

| KUTIPAN GOSYO

1

Terkabul tidaknya doa Anda semata-mata tergantung pada hati kepercayaan Anda, sama sekali bukan kesalahan Niciren. Keterangan : Bagian ini menjelaskan perkataan Niciren Daisyonin bahwa terkabul tidaknya suatu doa tergantung pada tebal tipisnya hati kepercayaan, dan sama sekali bukan merupakan kesalahan Beliau. Mengenai isi permohonan doa yang diajukan Nicigon Ama tidaklah jelas, tetapi dengan dikirimkannya surat permohonan doa ini kepada Niciren Daisyonin kemungkinan ia sedang dilanda kesulitan besar. Menanggapi hal ini, Niciren Daisyonin mengajarkan dengan jelas dan tegas, sikap yang terpenting adalah hati kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra. Dikatakan bahwa terkabul tidaknya suatu doa

sepenuhnya tergantung pada kekuatan kepercayaan orang itu, berarti Beliau ingin memecahkan dan mematahkan pandangan mendasar dalam berdoa yang mudah menjerumuskan kita, yaitu kebiasaan mengandalkan kekuatan dari luar diri sendiri. Karena isi permohonan doanya tidak jelas, disini tidak dapat dikatakan secara pasti. Tapi dengan adanya bimbingan Niciren Daisyonin yang jelas dan tegas mengenai sikap hati kepercayaan, dapatlah diperkirakan adanya sikap manja pada diri Nicigon Ama. Kemungkinan ia mengira dengan mengajukan permohonan doa secara langsung kepada Niciren Daisyonin, Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, pasti doanya akan terkabulkan. Dengan demikian, bimbingan ini dimaksudkan untuk memperbaiki secara tegas dasar pokok hati kepercayaan Nicigon Ama yang manja dan juga mengajarkan Maret 2014 | Samantabadra

49


materi ajaran | gosyo cabang untuk mempunyai inisiatif serta harus membangkitkan hati kepercayaan yang tegar dan kokoh. Bimbingan ini dapat dikatakan berisi kasih sayang seorang ayah yang maitri karuna. Kita, manusia biasa, mudah lupa berterima kasih kepada Gohonzon apabila segala sesuatunya berjalan dengan tenang dan lancar. Sebaliknya, bila berhadapan dengan hal-hal yang kurang menyenangkan atau timbul berbagai kesulitan, baru teringat untuk berdoa dihadapan Gohonzon. Kalau akibat doa tersebut tidak menjadi nyata, dengan mudah timbul pikiran, “Saya sudah berdoa atau sudah menjalankan lama sekali, kok” Sikap berdoa dengan hati kepercayaan seperti ini bukanlah sikap yang benar. Yang terpenting, hati kepercayaan harus seperti air mengalir. Hati kepercayaan yang manja, yang sehari-harinya lupa kepada Gohonzon dan baru ingat berdoa kembali setelah menghadapi suatu kesulitan, sama sekali bukan hati kepercayaan Saddharmapundarika-sutra. Tidak terkabulnya suatu keinginan atau doa sama sekali bukan karena Gohonzon tidak mempunyai kekuatan, tetapi karena lemahnya kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan. Kekuatan Buddha dan kekuatan Hukum tidaklah terbatas besarnya. Pokoknya, hati kepercayaan yang manja tidaklah memiliki doa yang sungguh-sungguh karena pada waktu berdoa, tidak benar-benar dengan rasa percaya dari dasar hati. Hendaknya diketahui bahwa perasaan hati yang tidak percaya seperti ini akan terwujud nyata dalam kehidupan. Icinen kita dalam menyebut Nammyohorengekyo akan tersebar keseluruh alam semesta tanpa berkurang sedikit pun. Dengan menetapkan Icinen yang kuat terhadap 50

Samantabadra | Maret 2014

Gohonzon ketika menyebut Daimoku, timbullah Dunia Buddha, hingga jiwa jadi kuat dan bergerak. Maka keinginan atau doanya akan terkabulkan.

2

Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah… pohon sama dengan teori kewajaran Hukum Buddha, angin yang bertiup menggoyangkan pohon sama dengan melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra. Keterangan : Seperti dikatakan dalam kutipan “Hati kepercayaan yang bersemangat dan tulus hati sama seperti air jernih” dan “Angin yang bertiup menggoyangkan pohon sama dengan melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra”, maka hati kepercayaan yang mengakibatkan terkabulnya keinginan adalah hati kepercayaan yang tulus, sungguh-sungguh dan berani, serta membutuhkan pelaksanaan yang kuat. Kata “bulan” dari kalimat “Kalau airnya jernih, bayangan bulan akan terpantul dengan indah”, berarti kekuatan dan prajna Buddha sama seperti raja dari singa. Hati kepercayaan yang jernih sama sekali tidak meragukan kekuatan kebajikan Saddharma. Dengan demikian Hukum Buddha yang agung ini diwujudkan dalam jiwa kita, manusia biasa. Namun, tidaklah cukup bila hanya memiliki kepercayaan yang tulus dan sungguh-sungguh. Dengan terwujudnya sifat Buddha dalam jiwa kita, kekuatan dan prajna Buddha itu harus digunakan untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah yang nyata. Bila tidak demikian, tentu akibatnya tidak akan terwujud.


Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan Hukum Buddha adalah, “Melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra” Hal ini sama dengan, “Angin yang bertiup menggoyangkan pohon”. Pohon adalah teori kewajaran, dan angin yang menggoyangkan berarti menggoyangkan kewajaran. Berarti, dalam menghadapi keadaan suasana sekarang berdasarkan hati kepercayaan, paling sedikit pasti ada perombakan kearah perbaikan. Dengan melaksanakan Hukum

Buddha sepenuh jiwa raga, keadaan dilingkungan kita juga dapat dirombak. Yang dimaksud dengan, “Melaksanakan pertapaan membaca kalimat sutra”, adalah melaksanakan Gongyo dan menyebut Daimoku serta menjalankan petuah Buddha, yaitu menyebarluaskan Hukum Buddha dan memikirkan kebahagiaan orang lain. Tentu saja hal ini diajarkan dalam semua Gosyo. eee

Catatan

Maret 2014 | Samantabadra

51


materi ajaran | gosyo cabang

52

Samantabadra | Maret 2014

中ć–‡


materi ajaran | forum diskusi

Forum Diskusi

Tujuan Hati Kepercayaan Adalah Membuka Kesadaran Buddha Pertanyaan: etelah percaya kepada Gohonzon selama beberapa tahun saya merasa melaksanakan hati kepercayaan telah menjadi sesuatu yang rutin. Terasa sekali perbedaan semangat sekarang dengan waktu saya mula-mula percaya. Bagaimanakah mengenai hal ini?

apabila dari dasar jiwa orang tersebut benar-benar telah berubah, yakni ia dapat mendasarkan perasaan Dunia Buddha di dalam jiwanya. Karunia Gohonzon luas dan besar, sehingga meskipun pelaksanaan hati kepercayaan kita masih bersifat mementingkan diri sendiri, berbagai karunia telah kita nikmati. Karunia-karunia yang dinikmati itu sebenarnya merupakan istana khayalan agar kita mau menjalankan Jawab : terus hati kepercayaan. Terlebih dahulu hendaknya kita Cerita mengenai istana khayalan mencari penyebab melemahnya semangat terdapat dalam Saddharmapundarikamenjalankan hati kepercayaan kepada sutra Bab ke-7. Dalam bab tersebut Gohonzon. Orang yang baru menganut Buddha Sakyamuni menceritakan biasanya melaksanakan hati kepercayaan tentang serombongan orang yang akan dengan sungguh-sungguh karena ia bepergian jauh menuju satu tujuan. Di mempunyai tujuan tertentu. Misalnya, ingin terlepas dari kesulitan ekonomi, ingin tengah perjalanan sebagian besar anggota merasakan keluarga yang rukun, ingin rombongan kehilangan semangat untuk sembuh dari penyakit, dan lain sebagainya; meneruskan perjalanannya. Mereka sudah merasa lelah karena sukarnya yang pada pokoknya ingin merombak kesulitan yang tengah dihadapi. Setelah jalan yang di tempuh. Sang pemimpin rombongan yang bijaksana menciptakan beberapa tahun giat dalam susunan, pasti suatu tempat yang menyenangkan, berupa karunia Gohonzon mulai terwujud nyata. istana khayalan, agar rombongan yang Kesulitan-kesulitan yang dihadapi mulai telah lelah itu dapat beristirahat. Istana teratasi, tetapi sebenarnya belum dapat khayalan tersebut sangat menyenangkan, mengatasi karma pokok keluarga. Karma pokok keluarga dapat diatasi secara tuntas sehingga mereka yang lelah dapat

S

Maret 2014 | Samantabadra

53


materi ajaran | forum diskusi memulihkan semangatnya. Setelah cukup beristirahat, sang pemimpin rombongan kembali mengingatkan bahwa tempat ini bukan tujuan sebenarnya yang ingin dicapai. Tujuan yang sebenarnya masih perlu ditempuh. Kisah ini mengandung perumpamaan yang sangat mendalam. Kita sekalian adalah rombongan yang bijaksana. Karunia-karunia yang kita rasakan merupakan sarana penunjang agar kita mempunyai semangat juang untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu mencapai kesadaran Buddha. Tujuan hati kepercayaan kita yang sebenarnya adalah mencapai kesadaran Buddha, bukan menikmati Dunia Surga. Dunia Surga masih merupakan keadaan yang sangat labil, kita mudah sekali terjatuh. Dalam keadaan menikmati karunia, seperti rumah tangga sudah rukun, keadaan keuangan cukup baik, kesehatan juga lumayan, orang cenderung lengah untuk meningkatkan hati kepercayaan. Sepertinya sudah tak perlu mati-matian untuk mengikuti keaktifan yang diadakan oleh Majelis. Tanpa disadari orang tersebut sedang menghabiskan karunia yang merupakan akibat dari tumpukan sebab baik yang telah ditimbunnya. Dalam keadaan lengah tidak meningkatkan hati kepercayaan, sifat-sifat buruk yang dari semula ada, seperti sombong, merendahkan orang lain, terikat pada uang, malas khawatir kehilangan harta, dan lain sebagainya. semakin lama semakin berkembang. Semuanya itu membuat karma buruk. Dan karma buruk yang telah ditumpuk dalam jiwa pada suatu saat menjadi imbalan nyata berupa lenyapnya karunia yang selama ini dinikmati. Keadaan orang itu akan kembali seperti pada waktu baru menerima Gohonzon, dan bahkan mungkin lebih menderita lagi. 54

Samantabadra | Maret 2014

Inilah bahaya besar yang menanti kita jika pelaksanaan hati kepercayaan telah menjadi sesuatu yang rutin. Pada waktu tertimpa kesulitan seperti itu, biasanya orang cenderung menyalahkan Gohonzon sebagai penyebab kesusahannya. Kebanyakan orang merasa, mengapa saya tetap mengalami kesulitan, padahal saya tetap rutin menjalankan gongyo dan daimoku pagi dan sore, tetap mengikuti pertemuan dan penataran sesekali. Memang, secara nyata orang tersebut tetap melaksanakan hati kepercayaan namun jika ditinjau lebih mendalam lagi, apakah pelaksanaan hati kepercayaannya itu sesuai dengan keinginan Buddha Niciren Daisyonin? Keinginan Buddha Niciren Daisyonin adalah agar setiap umat manusia dapat membuka kesadaran Buddha, yaitu menjadi manusia seutuhnya yang bertanggung jawab atas kemajuan bangsa dan tanah airnya. Seseorang tak mungkin dapat berbahagia secara mutlak bila bangsa dan tanah airnya tidak sejahtera. Sebelum terlambat, mari kita renungkan petuah emas Buddha Niciren Daisyonin, “Perkuatlah hati kepercayaan hari demi hari. Sedikit saja lengah, iblis akan menerima kabar sehingga datang.� Yang dimaksud dengan iblis di sini adalah halhal yang merintangi seseorang untuk melaksanakan hati kepercayaan. Rintangan yang menimpa kita bukan berasal dari luar diri kita sendiri, melainkan bersumber pada kuat lemahnya hati kepercayaan kita. Hendaknya kita waspada untuk menjalankan hati kepercayaan dengan penuh semangat tanpa lengah setiap hari ! Jangan kita meremehkan gejalagejala yang timbul, seperti anak atau pasangan hidup kita yang tak mau aktif, malas untuk mengikuti keaktifan dan


lain sebagainya. Gejala apapun yang kita rasakan hendaknya membuat kita meninjau kesungguhan pelaksanaan hati kepercayaan kepada Gohonzon. Agar senantiasa bersemangat melaksanakan hati kepercayaan, kita perlu membuka jiwa lebar-lebar, yaitu tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri saja. Sadarilah bahwa jalan hati kepercayaan yang kita laksanakan sekarang ini tidak hanya berhenti, pada diri kita sendiri, tetapi juga untuk anak cucu keturunan selanjutnya dan juga bangsa dan negara. Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia mengemban amanat Buddha Niciren Daisyonin untuk menyebarluaskan Hukum Nammyohorengekyo, satu-satunya Hukum yang dapat membuat manusia Masa Akhir Dharma berbahagia. Pelaksanaan hati kepercayaan kita yang sungguh-sungguh akan memberi getaran Buddha kepada tanah air, sehingga tanah air kita dapat menjadi Tanah Buddha. Anak cucu kita akan tumbuh menjadi manusia yang penuh dengan rasa kemanusiaan untuk membangun bangsa dan negara. Negara kita akan menjadi adil dan makmur sebagaimana yang di cita-citakan. Untuk tujuan agung seperti inilah kita menjalankan hati kepercayaan setiap hari. Pertanyaan : aya sudah menjalankan gongyo dan daimoku, juga mengikuti kegiatan-kegiatan dalam susunan. Akan tetapi rasanya keadaan ekonomi saya masih terasa sulit. Bagaimana cara mengatasinya?

S

Jawab : Dalam salah satu Gosyo, Niciren Daisyonin menjelaskan adanya tiga

harta, yaitu harta gudang, harta badan, dan harta jiwa. Dari ketiga harta di atas yang terpenting adalah harta jiwa, yakni kemantapan jiwa yang penuh rejeki, penuh ketenangan, dan rasa gembira selalu. Apabila harta jiwa ini mantap, maka pasti badan kita akan menjadi sehat; inilah harta badan. Dan ketika harta badan kita mantap, maka kita akan memiliki prajna, semangat, dan kegairahan dalam bekerja dan berusaha, sehingga pasti harta gudang (materi) dengan sendirinya menyusul. Dalam hal kesulitan ekonomi, yang merupakan harta gudang, perlu kita telusuri kembali, apakah pelaksanaan hati kepercayaan kita telah memantapkan harta jiwa? Hanya pelaksanaan yang berdasarkan maitri karuna yang dapat menimbun harta jiwa yang sebenarnya. Keadaan ekonomi sekarang memang sulit. Siapapun mengakui hal itu. Tetapi bila kita hanya berhenti pada mengakui hal tersebut dan terus mengeluh, sama sekali tak ada gunanya. Kita tak mendapat jalan penyelesaian masalah. Mari kita perhatikan kehidupan kita. Apakah kita demikian sulitnya, sehingga kita tak tahu lagi apa yang dapat dimakan besok? Pada umumnya keadaan kita tak separah itu. Bagaimanapun juga, orang yang percaya kepada Gohonzon dan melaksanakan katakata Buddha tidak mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri yang paling sederhana. Jika tidak demikian, yang dimaksud dengan ekonomi yang sulit berarti kita ingin mendapat lebih dari yang kita miliki saat ini. Dengan perkataan lain, kesulitan itu sebenarnya bersumber pada rasa tidak puas kepada keadaan. Justru dalam hal inilah diperlukan hati kepercayaan kepada Gohonzon untuk dapat menahan gejolak tiga racun, yakni keserakahan, kemarahan, dan kebodohan dalam diri kita. Maret 2014 | Samantabadra

55


materi ajaran | forum diskusi Keadaan masyarakat sekarang penuh dengan jodoh-jodoh yang memancing timbulnya hawa nafsu keserakahan. Jika terseret untuk mengikuti arus hawa nafsu keserakahan ini dapat dipastikan keadaan ekonomi keluarga menjadi sulit; atau dengan perkataan lain menjerumuskan seluruh keluarga ke dalam penderitaan. Oleh karena itu, perlu selalu adanya pengertian dalam keluarga untuk menahan diri melawan hawa nafsu yang berkobar. Mungkin cara hidup keluarga perlu ditinjau untuk disederhanakan agar penghasilan yang ada mencukupi seluruh kebutuhan. Dalam hal ini agaknya kaum ibu perlu mempunyai prajna yang tinggi untuk mengatur segala sesuatunya dengan baik. Untuk semuanya ini, yang terpenting adalah hati kepercayaan kita yang tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Hukum Buddha adalah jalan yang sulit dipercaya dan sulit dimengerti. Dalam keadaan ekonomi yang sulit, beranikah anda tetap melaksanakan dana paramita? Anda tetap menyumbang uang, tetap melaksanakan keaktifan, dan juga berani memberikan Hukum Nammyohorengekyo kepada orang lain, sekalipun keadaan anda sulit. Keberanian untuk tetap berdana paramita secara tulus inilah yang akan menjadi sumber rejeki. Sumbangan pada waktu menderita jauh lebih bernilai daripada sumbangan pada waktu mempunyai banyak uang. Dan juga, sumbangan pada waktu yang tepat

56

Samantabadra | Maret 2014

mempunyai nilai yang lebih tinggi. Sebagai contoh, Niciren Syosyu Indonesia saat ini sedang giat-giatnya membangun berbagai sarana untuk penyebarluasan Hukum. Kita sedang mempersiapkan bangunanbangunan untuk vihara dan Perguruan Tinggi agama Buddha. Pada suatu saat bangunan-bangunan yang diperlukan sudah berdiri dan tinggal digunakan saja. Mereka yang baru menganut pada saat itu tidak mempunyai kesempatan untuk turut mendirikannya. Sekarang merupakan kesempatan bagi kita untuk turut menyumbang dalam mendirikan bangunan-bangunan tersebut. Hasil dana paramita yang kita berikan pada saat ini akan abadi pada tahun-tahun selanjutnya. Pada kesimpulannya, jangan mengeluh atau tak puas akan keadaan yang kita hadapi saat ini. Carilah hal-hal yang membuat kita dapat berterima kasih, seperti mempunyai kesehatan yang baik, mempunyai keluarga yang mau melaksanakan hati kepercayaan, masih dapat melaksanakan dana paramita, masih mampu melaksanakan keaktifan untuk membahagiakan orang lain. Jiwa yang penuh dengan rasa berterima kasih ini, adalah jiwa mempunyai rejeki. Meskipun keadaan masyarakat pada umumnya terbelenggu oleh kesulitan ekonomi, orang yang mempunyai rejeki jiwa pasti tetap dapat hidup bahagia. eee


syin gyo gaku

“

Udin Tirta

“

Myoho: Intisari dan Inti Hakikat dari Seluruh Sutra

Nammyohorengekyo tidak hanya sebagai inti hakekat dari Ajaran seluruh kehidupan Buddha Sakyamuni, bahkan merupakan hati dan badan serta kesimpulan inti hakekat dari Saddharmapundarika-sutra.

D

aimoku yang kita sebut setiap hari adalah inti sari dan inti hakekat dari seluruh sutra, bahkan merupakan sumber dasar pokok segala gejala alam semesta raya. Penyebutan Daimoku adalah selaras dengan irama alam semesta. Sehingga setiap harinya kita dapat hidup penuh semangat, memperoleh kehidupan yang berbahagia, namun demikian walaupun kita setiap hari menyebut Daimoku yang memiliki kurnia kebajikan yang tidak terbatas sedemikan rupa, namun apakah betul-betul memiliki kesadaran yang selaras dan cocok dengan itu? Sebagai umpama dalam kehidupan setiap hari. Tidak peduli apakah pekerjaan rumah tangga, tugas kantor maupun kegiatan hati kepercayaan yang kesemuanya harus dibuat suatu rencana yang akan dilaksanakan selanjutnya. Karena hendaknya diketahui, bahwa penyebutan Daimoku merupakan dasar pokok kehidupan pada hari itu. Namun sesuatu yang tidak boleh terlupakan maupun

Surat Balasan Kepada Soya Nyudo Dono

terabaikan, bahwa ketika kita telah menentukan suatu rencana, bahwa pada hari ini harus menyelesaikan satu tugas/pekerjaan, mengunjungi umat lain atau menjelaskan keagungan Hukum Budha kepada seorang kawan, maka sebelum itu apakah kita telah menyebut Daimoku dengan panjatan doa demi terlaksananya rencana pekerjaan maupun tugas sehingga dapat terlaksana dengan tuntas? Jadi justru yang terpenting walau kita setiap hari berada dalam kesibukkan tugas pekerjaan maupun kegiatan hati kepercayaan, namun hendaknya sisihkanlah waktu yang berharga ini untuk menyebut Daimoku dengan penuh kesungguhan hati. Gongyo lima kali dipagi hari sebutlah Daimoku dengan cerah dan bersemangat untuk mewujudkan ketekatdan hati hari itu sehingga jiwa kita penuh dengan kekuatan. Sedangkan Gongyo pada malam hari, tinjaulah gerakan pada hari itu kemudian mempersiapkan tugas pekerjaan

esok hari agar segala sesuatunya dapat berjalan dengan lancar dan sepatutnya. Jika tidak menjadikan penyebutan Daimoku sebagai dasar pokok kehidupan kemudian melaksanakan kegiatan seenaknya saja kadang-kadang sulit untuk tercapainya apa-apa yang kita inginkan. Ketika menyebut Daimoku maupun menjalankan tugas pekerjaan setiap hari, hendaknya selalu bersemangat dengan hati kegembiraan yang mencakupi jiwa raga, oleh karena itu akan dapat melangkah, selangkah demi selangkah menuju jalan kemenangan. Sebaliknya apabila tidak menjadikan penyebutan Daimoku sebagai dasar pokok, maka akan terasakan pekerjaan tidak berjalan lancer, keadaan badan kurang fit. Pokoknya segala sesuatu tidak dapat dilaksanakan dengan semangat. Oleh karena itu hendaknya mulai hari ini kita memperbaharui ketekadan hati untuk menjadikan penyebutan Daimoku sebagai dasar pokok dari kehidupan.

eee

Maret 2014 | Samantabadra

57


refleksi

Berpikir Baru Berkata

Jessica Susilo

Mahatma Gandhi adalah salah satu pemimpin dunia yang memengaruhi jalannya sejarah. Ia banyak dipuji karena kebijakannya. Tapi jauh sebelum ia terkenal, ia adalah orang yang pendiam dan pemalu. Salah satu buku yang ditulis oleh Mahatma Gandhi, My Experiment With Truth menceritakan tentang latar belakang kehidupannya yang menarik. Karena ia pemalu, maka ia sering gugup ketika harus berhadapan dengan banyak orang, tak heran kalau ia selalu sedikit berbicara. Ia pernah diundang untuk menyampaikan gagasannya, tetapi ia tidak pernah bisa membaca apa yang sudah ditulisnya, hingga orang lainlah yang kemudian membacakan gagasannya.

M

eski demikian, ia berkata bahwa kelemahannya itu memiliki nilai positif bagi hidupnya. Karena termasuk orang yang pendiam, ia sudah terbiasa menahan gagasan-gagasannya lebih dulu dan memikirkannya berulang kali sebelum ia menyampaikannya ke publik. Itu sebabnya sampai sekarang Mahatma Gandhi terkenal dengan cara pidatonya yang penuh arti, hemat kata dan hampir bisa dipastikan ia jarang mengatakan sesuatu yang salah akibat satu kata yang tak dipikirkannya lebih dulu. Kita seringkali justru melakukan hal yang berkebalikan dari kebiasaan Mahatma Gandhi ini. Kalau ia berpikir dulu baru berkata, kita justru berkata dulu baru berpikir. Sementara ia sangat hati-hati meski dengan satu kata sekalipun, kita justru rajin mengobral kata mirip penjual obat di pasar. Berpikir sebelum berkatakata adalah ciri orang bijak, 58

Samantabadra | Maret 2014

sebaliknya orang bodoh selalu gegabah dalam perkataannya. Mengobral begitu banyak kata yang pada akhirnya membawa petaka bagi dirinya sendiri. Mungkin ada beberapa dari kita yang masih ingat, beberapa waktu yang lalu terjadi kehebohan di sosial media. Ibu Negara Ani Yudhoyono melalui akun instagramnya yang rajin mengunggah foto-foto hasil jepretannya menuai banyak sekali komentar-komentar dari para followers Bu Ani. Tak jarang ditemukan beberapa komentar yang menyentil. Bu Ani yang terlalu reaktif dalam menanggapi komentarkomentar dan tidak menerima komentar tersebut menanggapi dengan jawaban yang kerap kali dinilai tidak dewasa dan emosional. Sehingga tidak jarang menimbulkan kontroversi dalam masyarakat yang secara tidak langsung menunjukkan ketidakdewasaan Ibu Ani Yudhoyono dalam bersikap di sosial media.

“Sedikit kata tapi bermakna dan bisa membawa kegembiraan bagi orang yang mendengar, lebih berarti daripada ribuan kata yang sia-sia.� Dari pengalaman Ibu Ani tersebut dapat kita jadikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari kita. Jangan sampai kata-kata kita justru mempermalukan diri sendiri atau merusak citra kita sendiri. Pergunakanlah mulut dengan baik. Berpikir dahulu sebelum berkata agar tidak menyesal dengan akibat yang ditimbulkan dari perkataan tersebut. Mulutmu harimaumu. Namun hal ini bukan berarti kita tidak boleh berbicara dan kalaupun berbicara seadanya saja. Namun maksudnya adalah agar kita lebih berhati-hati dalam berkata-kata. Jangan sampai perkataan kita justru menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. eee


Floods Everywhere

S

ince mid-December 2013 rain has come so much that has produced a lot of water all over Indonesia, especially around Jakarta, the capital city. The over-capacity water has caused floods. What has made all these troubles? People’s attitude has! I believe that floods are a very complex problem because they deal with the mistaken attitude of a few groups of people: the businessmen, the common people along a river and those who live on the river banks. The television has shown how garbage, rubbish and trash were floating and blocking around the gates in Manggarai. These have been sent and flown by the people along Ciliwung river, along way from Bogor up to Depok and Kalibata. Most of them are plastic bags with so many things inside: organic and inorganic stuff. Theoretically speaking,

organic stuff is biodegradable, that is, it can be destroyed in the soil by the bacteria. But, once it is put in a plastic bag, it is more difficult to be processed. On the other hand, inorganic stuff is nonbiodegradable. What makes worse is such bigger inorganic things as mattress, bed, sofa, even wooden cabinet have been thrown into the river. How could these belongings be destroyed in the water? They all will block the water way. The water will go up easily to cause floods as they cause higher level of water. This careless attitude is typical Mappo Era/The Latter Day of the Law, on which the people behave that they never think farther of other people. The people are quite selfish. Uphill men do not care of the others who live downhill. The uphill men just throw their unwanted things into the river. They think of the river as the

Kyanne Virya

largest dustbin in the world without any cost to be spent. They just go out of the house and find the nearest bridge where they could easily throw away the stuff. On the other side of the floods stand dear investors who make use of the forests and the land around Puncak in the upper hill. They greedily and purposefully open the forests to sell the wood and make them into villa estates. In the cities, those investors have built so many new buildings: housing complexes, town houses, business offices, and now apartments. This is another phenomenon of the Mappo when the negative emotions, so called the Three Poisons – Greed, Anger and Stupidity, cover the people’s minds. Oh, dear! These two groups of men have brought about floods everywhere. They are emotionally disordered as the Maret 2014 | Samantabadra

59


refleksi negative feelings have seized their life orientation. They do not care of other people’s condition. They like instant and impulsive things. They do not imagine that some of the victims of flooding must be their brothers/sisters’ families or at least their relatives. This mentality has been followed so long before up to now, influencing so many generations from the great grandparents up to their great grandchildren. Most people tend to keep living along the river banks as they enjoy being there and they have some economic reasons. It is hard for them to change their mind-set and move to a more appropriate place, like lowclass apartments a.k.a. Rusun. They enjoy being there to get all the contributions from the government and private parties. Nichiren Shoshu Buddhism Point of View It seems that being flooded all the time is a Karma. People in question tend to be giving up easily without thinking of progress. They are very passive, hopeless and surrender so easily. This mind-set has been established since they were children. They look forward to other people’s assistance and social care. It has become a blessing in disguise: for some time they could depend on other people’s pity. No money should they spend during the flooding. 60

Samantabadra | Maret 2014

Meanwhile, the people along the river banks should be taught not to send things through the river. Keep avoiding doing so in order that they could make good karma. Throwing away stuff into it is a bad karma in which they cause troubles to people downhill. On the other side, investors should be briefed on their mistakes. They are quite greedy. They tend to make use of the land everywhere for the sake of their businesses: in the mountain areas, forests, even in the cities. All the open land has been modified and formed into villas, malls, townhouses, houses and now apartments. Such actions are going to cause water to flow faster and in a very big number. Once they got permit from the government to build, they have to consider making wells as well as biophores to accommodate the running water once it rains. Use corn blocks for the open area instead of asphalted parking lots to help to accommodate the running water . How could we, Buddhists, change those people’s mistaken way of life? Firstly, be a role model ourselves. As community members, never put our garbage into the river. Put it in the proper place and send it with the right Standard Operational Procedures: yellow box for the cans, red box for plastic, blue for paper, the green one for the organic matters. Simply stated, classify

the garbage into recycled or non-recycled one. As an investor, build a location following the rules with enough biophores in order not to cement all the open space. Secondly, inform them from the smallest social circle, our neighbourhood/RT, until the largest social circle, that is the state level. Do this orally and in a written form. Make public speeches and essays in cyber and printed mass media. Do good things in this life so that you can get the good results. This follows the cause and effect law in Nam-myohorenge-kyo. Do them without being noticed or closed monitoring from anybody, Pak RT, Pak Lurah, nor policeman.

Be Mindful Floods happen due to careless attitude of people. Floods are a very hard issue as they deal with human behavior: the businessmen, the common people along a river and those staying long on the river side. It is high time people changed their behaviour based on a right philosophy that stresses them to follow the cause and effect rule as main part of karmic relationship. The more we value the river, the better our life is. By doing so, we will get healthier and more prosperous. Dream of living outside the flooded areas. Never think of comfort zone, but growth zone. We have to change ourselves to have a better environment. eee


wawasan

Pornografi : Sisi Gelap Media yang Membawa Petaka Azimah Soebagijo Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

T

eknologi informasi selama 10 tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, tetapi masyarakat tidak pernah dipersiapkan untuk menghadapinya. Adanya era reformasi di tahun 1998 yang mendorong kebebasan pers, membuat arus informasi menjadi tak terbendung lagi. Situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk memperkaya diri melalui pornografi. Sejak saat itulah, pornografi berkembang pesat dan membawa dampak buruk bagi masyarakat, terutama kaum anak dan remaja. Konten pornografi semakin banyak dan mudah didapat (melaui internet, televisi, radio, majalah, DVD, video game, dan lain-lain), sedangkan kontrol terhadap konsumen semakin sulit. Menurut data YKBH pada tahun 2007, 90% anak SD sudah terbiasa mengakses pornografi. Selain itu, pelaku dan korban kejahatan susila juga terus bertambah dan semakin muda usianya. Hal ini sangat memprihatinkan dan memerlukan penanganan serius dari berbagai pihak. Definisi pornografi menurut UU No. 44 / 2008 : gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Ada beragam bentuk pornografi, yaitu : 1. Soft Core (pornografi halus) Pada ragam ini, materi pornografi tidak ditampilkan secara jelas atau vulgar sehingga belum sampai pada tahap menjijikan dan tidak mengandung kekerasan. Contoh : goyang penyanyi dangdut wanita. 2. Hard Core (pornografi keras) Yang dimaksud dengan hard core adalah materi pornografi yang ditampilkan secara eksplisit atau vulgar, menjijikan, mengandung kekerasan, dan bisa merugikan orang lain. Contoh : pornografi terhadap anak, hubungan sesama jenis, hubungan dengan hewan, dan menampilkan alat kelamin. 3. Snuff Snuff adalah tindakan pornografi yang ekstrim dan brutal, bahkan dapat merenggut nyawa orang lain. Contoh : kasus perkosaan hingga tewas. Media memiliki beberapa karakteristik yang menyebabkan pornografi menjadi semakin berbahaya, seperti mudah diduplikasi atau didistribusikan (contoh : DVD, SMS, MMS, BBM, download, bluetooth), bersifat anonim (siapa saja bisa menjadi narasumber), cakupannya luas sehingga dapat menjangkau khalayak dari berbagai tempat, dan heterogen atau Maret 2014 | Samantabadra

61


wawasan penerima informasi memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Efek pornografi terbagi menjadi dua, yaitu efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung, yaitu membuat orang menjadi ketagihan (addiction) dan memicu kerusakan otak, menginginkan lebih sehingga mengacu pada perilaku seks yang tidak wajar (escalation), memandang kejahatan seksual sebagai hal yang biasa (desensitization), dan membutuhkan pelampiasan sehingga memicu tindak perkosaan (act-out). Efek tidak langsung, seperti kehamilan remaja, aborsi, HIV-AIDS, seks bebas, perselingkuhan, seks sejenis, perdagangan wanita, dan lain-lain. Melihat begitu banyak efek buruk yang ditimbulkan, maka perlu adanya upaya-upaya untuk memberantas pornografi, seperti berikut ini : 1. Mengadakan sosialisasi tentang bahaya pornografi. 2. Melakukan media literasi (memilah-milih konten media yang dikonsumsi). 3. Meningkatkan kehidupan spiritual (melalui pendekatan agama). 4. Memberikan pendidikan seks sejak dini. 5. Memulihkan pecandu pornografi. 6. Tegakkan UU No. 44 / 2008 Tentang Pornografi.

Pornografi dan pendidikan seks memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Pornografi merupakan materi yang ditampilkan di media dengan tujuan untuk membangkitkan hasrat seksual khalayak, di mana tidak terkandung nilai moral dan tanggung jawab di dalamnya. Sedangkan pendidikan seks, yaitu pengetahuan seputar organ reproduksi dan fungsinya yang bertujuan untuk mengenal lebih dalam dan mempersiapkan diri untuk menjaganya.

Arti penting hadirnya RUU Pornografi : 1. Bentuk pernyataan tegas bahwa pornografi merupakan sebuah masalah sosial, bukan sekedar masalah moral. 2. Menjamin adanya kepastian hukum. 3. Memberikan sanksi yang bisa menimbulkan efek jera. 4. Perlindungan terhadap seluruh warga Negara, terutama anak di bawah umur. UU No. 44 / 2008 Tentang Pornografi perlu dioptimalkan dalam tataran implementasi, di antaranya dengan cara: 1. Mendorong aparat hukum untuk memproses setiap pelanggaran yang terjadi. Pidana pornografi di Indonesia mulai dari denda senilai Rp 250 juta - Rp 22,5 milyar dan/ atau penjara hingga 16 tahun. 2. Melakukan gerakan penyadaran akan bahaya pornografi di semua kalangan masyarakat (pelajar, mahasiswa, orangtua siswa, karyawan, tokoh masyarakat, dan lain-lain). 3. Stop akses pornografi dari tataran individu. Selama ada demand (permintaan), maka supply (penyediaan) akan selalu tersedia. Metode penyembuhan untuk pecandu pornografi : 1. Berikan motivasi kepada pecandu untuk sembuh. 2. Tinggalkan lingkungan dan kebiasaan lama. 3. Berkonsultasi dengan konselor / terapis. 4. Tingkatkan kehidupan spiritual (keagamaan). 62

Samantabadra | Maret 2014


Kesadaran Berenergi

Martinus

K

ekayaan alam yang ada di Indonesia tak dapat dipungkiri lagi banyaknya. Dari Sabang sampai Meurake tersimpan emas hitam yang mampu menghidupi seluruh masyarakat Indonesia tak terbatas waktunya. Namun, ternyata kekayaan tersebut semakin menipis dan tak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat. Bagaimana caranya agar kita dapat tetap bertahan dengan sumber daya yang semakin menipis?

S

aat ini Indonesia memang masih memiliki simpanan minyak dan gas bumi yang cukup untuk belasan tahun lagi. Setiap harinya, Indonesia mampu menghasilkan minyak mentah kira-kira 1 juta barel1. Indonesia juga masih mampu mengekspor minyak mentah yang lebih mahal harganya dibanding minyak mentah yang dihasilkan oleh negara lain. Bahkan, Indonesia menempati peringkat ke-27 dalam hal cadangan minyak bumi dengan jumlah lebih dari empat milyar barel. Untuk cadangan gas bumi, Indonesia berada di urutan teratas di dunia dengan cadangan hampir 202 triliun kaki kubik gas. Indonesia memang kaya minyak dan gas bumi, namun Indonesia juga merupakan negara pengonsumsi minyak yang terbanyak, sepadan dengan banyaknya penduduk Indonesia saat ini. Pada tahun 2013, Indonesia membutuhkan minyak untuk bahan bakar sebesar 1,3 juta barel, 300 ribu lebih banyak dari pemasukan yang dapat dihasilkan. Pemakain Bahan Bakar Minyak (BBM) juga sangat tinggi dibandingkan non-BBM dan LPG. Dari tahun 2005 hingga sekarang, konsumsi BBM terus meningkat, sehingga pemerintah sempat mengambil tindakan represif untuk menaikan harga BBM.

Pemakaian BBM di Indonesia BBM terdiri dari 7 jenis yaitu avtur gasoline (avgas), avtur, mogas (motor gasoline), minyak tanah (mitan), minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar. Avtur gasoline dan avtur adalah bahan bakar pesawat terbang. Sementara mogas atau motor gasoline sering kita kenal dengan bensin. Minyak tanah, dulu sebelum konversi minyak tanah ke LPG banyak digunakan sebagai bahan bakar memasak oleh rumah tangga dan sebagian lagi digunakan oleh industri. Sedangkan minyak solar dan minyak diesel digunakan untuk kendaraan yang bermesin diesel. Adapun minyak bakar lebih sering digunakan oleh industri-industri besar yang sering kali juga digunakan sebagai energi alternatif bagi industri menengah. Konsumsi avtur gasoline, avtur, dan minyak diesel tergolong yang rendah. Dari tahun 20052011 konsumsinya stabil dan di bawah 30 juta barel per tahun. Begitu juga konsumsi minyak bakar yang cenderung stabil dari tahun 2005-2009. Bahkan sejak tahun 2010, konsumsi minyak bakar mengalami sedikit penurunan. Lain halnya dengan konsumsi minyak tanah, karena ada

1

Barel adalah satuan volum untuk minyak bumi, 1 barel = Âą150 liter.

Maret 2014 | Samantabadra

63


wawasan program konversi minyak tanah ke LPG, jumlah minyak tanah di pasaran menurun. Selain karena mulai dikurangi jumlahnya dan masyarakat beralih ke LPG, subsidi minyak tanah mulai dikurangi sedikit demi sedikit, sehingga harga minyak tanah tidak lagi murah. Hal ini mendorong masyarakat untuk beralih ke bahan bakar lain selain minyak tanah. Itulah sebabnya, sejak tahun 2007, konsumsi minyak tanah terus menurun signifikan. Sementara itu, konsumsi minyak solar cenderung stabil. Tetapi memang diantara jenis BBM lainnya, konsumsi minyak solar ternyata yang paling banyak. Solar banyak dibutuhkan oleh industri untuk bahan bakar mesin-mesinnya. Tahun 2005 konsumsi solar mencapai 175 juta barel dan hingga tahun 2011 konsumsinya sedikit menurun menjadi 169 juta barel. Selain solar, konsumsi mogas juga yang terbanyak dibanding jenis BBM lainnya. Mogas atau gasoline atau lebih dikenal dengan bensin digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Awal tahun 2005, konsumsi bensin masih di angka 10 juta barel. Tetapi pada tahun 2011, konsumsi bensin mencapai 165 juta barel. Terjadi lonjakan yang cukup besar yaitu sekitar 50% selama enam tahun.

64

Bila kita lihat kembali, perbandingan BBM yang dapat diperoleh dengan pemakaian BBM sangat timpang. Tiap hari Indonesia mengimpor BBM 800 ribu barel. Sementara produksi minyak Indonesia setiap tahun selalu turun, produksi minyak hanya 650 ribu barel per hari dengan kebutuhan 1,4 juta barel perhari, artinya kita perlu impor 700.000-800.000 barel per hari. Pemerintah sudah melakukan usaha untuk menekan “kebocoran� pemakaian minyak yang berlebihan. Beberapa cara Pengguna BBM sektor Transportasi beberapa tahun terakhir. pemerintah diantaranya adalah menaikan harga BBM berjenis solar dan premium. Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar 194,9 triliun pada tahun ini, yang sudah menurun dibanding anggaran subsidi BBM di tahun 2012 dan 2013 yang masing-masing Rp 211,9 triliun dan Rp 199,9 triliun. Untuk menjaga agar kuota tidak jebol, pemerintah bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina Persero untuk mengendalikan konsumsi BBM melalui alat Radio Frequency Identification (RFID). Alat ini akan dipasangkan pada kendaraan-kendaraan pribadi yang dicurigai tidak sesuai sasaran konsumsi BBM bersubsidi. Cara kedua adalah mensubstitusi BBM ini dengan energi terbarukan seperti panas bumi dan gas bumi. khusus untuk jakarta, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan melontarkan ide untuk menghilangkan BBM bersubsidi di kawasan elit Jakarta. Lalu, bagaimana dengan nasib kita jika dalam kurun

Samantabadra | Maret 2014


waktu kurang lebih sepuluh tahun lagi cadangan minyak Indonesia habis? Apa yang dapat kita lakukan? Masalah ini merupakan masalah kita bersama sebagai warga negara Indonesia. Oleh karenanya, perlu ada tindakan yang kita lakukan bersama. Berikut adalah hal-hal yang dapat kita lakukan untuk menjaga cadangan minyak. Mengganti minyak menjadi gas Kita harus segera mengonversi penggunaan minyak menjadi gas bumi. Tindak nyata ini mungkin lebih dikhususkan kepada para pengusaha yang masih menggunakan bahan bakar minyak. Sebab salah satu pengguna BBM terbesar adalah perusahaan industri. Untuk sektor transportasi, pemerintah terus mendorong konversi minyak jadi gas ini pada kendaraan umum dan juga membangun infrastruktur untuk SPBU untuk gas. Cepat atau lambat, pengkonversian ini pasti terjadi; substitusi BBM menjadi BBG.

Memakai pertamax Sektor transportasi memberikan andil sangat besar terhadap penggunaan BBM. Itu artinya, kita sebagai pengguna kendaraan pribadi bertanggung jawab untuk kembali menekan penggunaan BBM. Untuk sementara karena masih sangat jarang mobil berbahan bakar gas, pilihan lain adalah beralih dari bahan-bakar bersubsidi (premium) ke BBM nonsubsidi (pertamax). Menggunakan pertamax mungkin membuat kita berpikir dua kali untuk berpergian menggunakan kendaran pribadi karena biaya lebih tinggi, sehingga kita secara tidak langsung menekan penggunaan BBM. Keuntungan lainnnya adalah pertamax membuat mesin bekerja lebih efisien karena pembakarannya sempurna sehingga mengurangi polusi ke udara. Menggunakan kendaraan umum Bila ada 100 orang menggunakan motornya sendiri untuk pergi ke tempat tujuannya, maka akan habis BBM sebesar 100 liter. Bila ada 100 orang menggukan kendaran umum, maka BBM yang akan habis hanya 10 liter. Analogi tersebut memberikan gambaran betapa besarnya efek penggunaan kendaraan umum terhadap penurunan angka pemakaian BBM. Ini bukan lagi urusan pribadi karena biaya motor sendiri akan lebih murah, tetapi ini sudah menjadi masalah bersama bahwa minyak kita akan habis. Maka, alangkah sangat baiknya jika kita menggunakan kendaraan umum saat berpergian.

Biasakan berhemat Pertamax pasti akan habis, premium akan habis, gas juga pasti akan habis nantinya. Kita harus bisa melihat lebih mendalam lagi. Pengonversian, penggunaan kendaran umum, maupun beralih ke pertamax tidak akan menjadi solusi kalau kita tetap tidak menggunakan BBM ini dengan berkesadaran. Yang paling penting adalah penggunaan BBM secara berkesadaran atau membiasakan mental berhemat. Penggunaan BBM sebaiknya untuk kebutuhan dan perlu dikurangi untuk hal-hal diluar kebutuhan kita. Menggunakan BBM dengan hemat akan sangat membantu menyimpan cadangan minyak di Indonesia. Kita perlu menyadari betapa pentingnya menggunakan BBM secara hemat. Indonesia memang terkenal sangat kaya akan sumber daya, namun layaknya tabungan yang akan habis jika dipakai terus tanpa diisi ulang dan dihemat, maka sumber daya itu juga akan habis jika dipakai terus menerus. Kita dapat menjadi warga negara dan umat Buddha yang baik adalah dengan turut serta dalam membantu menjaga kelestarian dan keberadaan sumber daya yang tidak terbaharui di Indonesia. eee Maret 2014 | Samantabadra

65


wawasan

Etika Menulis Surel D

alam berkomunikasi, tidak hanya bertutur kata yang memerlukan sopan santun dan etika. Bentuk komunikasi lain seperti tulisan dalam surat elektronik (surel) atau e-mail (electronic mail), juga memiliki pedoman yang perlu dipahami agar komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat di dalam surel dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan menimbulkan kesan yang baik. Surel sudah menjadi salah satu kebutuhan utama dalam pertukaran informasi dan komunikasi modern. Fungsi surel yang dibawa oleh perkembangan teknologi ini, sering tidak dibarengi dengan kesiapan atau pengetahuan yang memadai terkait penggunaan surel yang tepat dan sesuai konteks. Dalam hal berbahasa lisan, kita mendapat pembelajaran (dari orang tua, sekolah, atau lingkungan kita hidup), bahwa ketika kita berbicara dengan orang lain, ada konteks etika yang perlu kita perhatikan dan ingat agar informasi yang ingin kita bagikan tersampaikan dengan baik dan tidak menimbulkan kesan yang tidak diinginkan. Ada kalanya sebuah pesan 66

Samantabadra | Maret 2014

atau informasi tersampaikan kepada lawan bicara, namun kesan yang ditimbulkan ketika kita berbicara membuat lawan bicara kehilangan simpatik, misalnya kita berbicara sambil bertolak pinggang, cengengesan, intonasi suara yang tidak menghargai. Informasi bisa jadi tersampaikan, namun tujuan komunikasi untuk menghasilkan kesan yang baik tidak tercapai. Hal ini akan menghambat proses komunikasi selanjutnya. Sama halnya dengan menulis surel. Sebagai sarana komunikasi tertulis, pesan dan kesan surel sepenuhnya tercermin dari rangkaian kata-kata yang kita tuliskan. Berikut ini hal-hal mendasar yang perlu kita perhatikan ketika menulis surel :

Pastikan Menulis Salam Kita perlu tuliskan salam dan menyebut nama penerima pada setiap surel yang hendak kita kirimkan. Bentuk salam bisa kita sesuaikan sesuai konteks penerima surel. Apabila penerima surel lebih tua, memiliki posisi formal yang lebih tinggi, rekan kerja, senior, guru, atau dosen, kita bisa tuliskan, “Ysh. Bapak Adi / Dear Bapak Adi,� lalu dilanjutkan dengan “selamat pagi / siang / malam�, sesuai waktu ketika surel tersebut kita tulis.

Samanta

Apabila penerima surel lebih muda, teman, salam bisa lebih kasual, seperti, “Halo Ani / Hai Ani.� Ketika menulis surel kepada seseorang untuk pertama kali, sebaiknya kita pilih bentuk tulisan yang lebih formal, kecuali kita sudah benar-benar mengenal karakter si penerima surel. Hal ini untuk menghindari kesan tidak sopan. Karena hal yang menurut kita biasa, bisa jadi dianggap kurang pantas oleh si penerima. Apalagi jika tidak ada salam atau tidak menyebut nama penerima. Jangan heran jika ia mengabaikan surel tersebut karena merasa tidak ditujukan ke dirinya. Tulis Judul Surel Dengan Singkat dan Jelas Judul surel adalah intisari dari surel yang kita tulis, dan perlu kita tulis dengan


singkat dan jelas. Jangan mengosongkan judul atau menulis judul yang tidak representatif. Misalnya, maksud dan isi dari surel kita ingin menanyakan tenggat waktu (deadline) pengumpulan revisi laporan keuangan bulan ini, maka judul yang bisa kita tuliskan, “Tanya Deadline Pengumpulan Lap. Keuangan Maret 2014.” Contoh judul yang kurang tepat dalam hal ini, “Halo,” atau “Lagi Sibuk Nih.” Penulisan judul yang tidak sesuai maksud isi surel atau kosong, bisa jadi tidak ditanggapi oleh penerima atau dianggap spam.

Sertakan Penjelasan Pada Surel Dengan Lampiran Ketika mengirimkan lampiran pada surel (foto, dokumen, arsip), hendaknya kita tuliskan salam, menyebut nama penerima, dan penjelasan pada surel perihal lampiran tersebut. Sebisa mungkin tidak mengirim surel kosong. Sebagai contoh menulis surel berisi lampiran ke atasan, “Melalui surel ini saya lampirkan draft kontrak kerja dengan PT. Kerja Bakti. Mohon dapat dievaluasi.” Hal ini terutama ketika mengirim surel kepada senior, atasan, kolega. Akan lebih baik jika kita juga bisa menerapkan hal ini ketika mengirim lampiran kepada rekan kerja atau staf

dengan menyesuaikan konteks isi surelnya. Kalimat Penutup Pada dasarnya ketika kita mengirimkan surel kepada seseorang, kita menyita waktu dan perhatiannya untuk membaca surel kita. Alangkah baiknya jika kita tidak lupa untuk menuliskan salam penutup dan terima kasih atas perhatiannya sudah membaca surel kita. Jangan lupa tuliskan nama jelas dan posisi kita (jika kita dalam kapasitas menjabat posisi tertentu di sebuah institusi), serta nomor telepon dan alamat yang dapat dihubungi. Hal ini untuk memudahkan penerima untuk menghubungi kita secara langsung jika diperlukan. eee

Berita Duka Cita

Ibu Tarto (Parjiyem)

Bapak Tanjung Harsono

Bapak Khioe Kwan Hin

Bapak Suryana Sentosa

Meninggal pada usia 60 tahun 01 Januari 2014 Umat NSI Daerah Grobogan Jawa Tengah

Meninggal pada usia 75 tahun 19 Januari 2014 Umat NSI DKI Jakarta

Meninggal pada usia 59 tahun 22 Januari 2014 Umat NSI Daerah Sawah Besar DKI Jakarta

Meninggal pada usia 73 tahun 13 Pebruari 2014 Umat NSI Daerah Bogor Jawa Barat

Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.

Maret 2014 | Samantabadra

67


kesehatan

Bipolar Disorder P

ernahkah Anda melihat seseorang mengalami perubahan mood yang sangat ekstrim? Dari yang awalnya tampak begitu bersemangat dan penuh percaya diri, tiba-tiba menjadi sangat sedih, stres, dan depresi tanpa ada alasan yang jelas. Mungkin sebagian besar orang akan menganggap ini sebagai hal yang wajar atau sekedar perubahan mood biasa. Namun, apabila situasi seperti ini terjadi secara terus menerus, maka bisa jadi orang tersebut mengidap penyakit Bipolar Disorder.

Apa itu bipolar disorder? Gangguan bipolar (bipolar disorder) adalah gangguan pada perasaan seseorang akibat adanya masalah pada otak yang ditandai dengan perpindahan (swing) mood, pikiran, dan perubahan perilaku. Penderita mengalami perubahan mood yang dramatis, dari episode manic ke episode depresi atau sebaliknya dalam periode waktu tertentu. Episode manic ditandai dengan kondisi mood yang sangat meningkat (hipertimik), sedangkan episode depresi ditandai dengan mood yang sangat menurun (hipotimik). Di antara kedua episode mood tersebut, terdapat mood yang normal (eutimik). Istilah bipolar mengacu pada kondisi penderita yang mengalami perpindahan mood antara dua kutub atau spektrum emosi yang berlawanan. 68

Samantabadra | Maret 2014

Penyebab bipolar disorder 1. Genetik Gen bawaan (keturunan) adalah faktor umum penyebab terjadinya bipolar disorder. Seseorang yang lahir dari orangtua yang salah satunya menderita bipolar disorder, memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15-30%. Apabila kedua orangtuanya merupakan penderita bipolar disorder, maka kemungkinan anaknya juga akan terlahir sebagai bipolar disorder adalah sebesar 50-75%. Kembar identik yang terlahir dari seorang pengidap bipolar disorder memiliki resiko yang lebih tinggi untuk berkembangnya penyakit ini, dibandingkan dengan yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetik terhadap bipolar disorder pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang menderita bipolar disorder, pernah mengalami satu episode gangguan mood.

2. Lingkungan Disamping genetik, faktor lingkungan juga diyakini sebagai pemicu munculnya penyakit bipolar disorder. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah berbagai situasi dan kondisi yang melibatkan hubungan sosial dengan orang-orang di sekitar kita. Contohnya saja seperti putus cinta, kematian orang terdekat, atau dibenci oleh orang yang disayang. Selain itu, pernah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan atau adanya trauma di masa lalu (kekerasan, pelecehan seksual, perceraian) akan sangat mempengaruhi kondisi emosional dan


psikologis kita. Tidak hanya itu saja, peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan pencapaian tujuan hidup, seperti tidak lulus sekolah, dipecat dari pekerjaan, atau mengalami kebangkrutan, juga dapat memicu berkembangnya penyakit bipolar disorder pada diri seseorang.

Penanganan bagi penderita bipolar disorder Gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari memiliki dampak yang signifikan terhadap suasana hati kita. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan oleh penderita bipolar disorder untuk mengatasi penyakitnya : • Mencari tahu. Pelajari sebanyak mungkin tentang bipolar disorder. Semakin banyak yang diketahui, maka penderita akan semakin mengerti tentang bagaimana cara untuk memulihkan diri dari penyakit tersebut. • Hindari stres. Hindarilah situasi dan kondisi yang dapat memicu stres berlebih. Jagalah keseimbangan hidup, dan cobalah teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau menarik nafas

dalam-dalam. Memperoleh dukungan. Penderita bipolar disorder sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari orangorang di sekitarnya. Oleh karena itu, komunikasi yang baik harus dibangun agar penderita tidak selalu memikirkan hal-hal yang dapat mengguncang emosinya. • Hidup sehat. Tidur yang cukup, konsumsi makanan bergizi, dan rutin berolahraga merupakan beberapa kebiasaan hidup sehat yang dapat membantu menstabilkan suasana hati. •

Menurut pandangan agama Buddha Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Terkadang, masalah yang datang terasa begitu berat dan sulit untuk dihadapi. Tak jarang pula, masalah tersebut menimbulkan rasa sedih, takut, dan stres yang berlebihan. Bagi sebagian orang yang jiwanya lemah, bunuh diri seringkali dianggap sebagai solusi terbaik untuk bisa lepas dari berbagai

penderitaan yang ada. Namun, bila dipandang dari segi agama Buddha, hal tersebut tentu saja tidak benar. Masalah yang kita hadapi saat ini merupakan akibat dari tumpukan perbuatan buruk kita di masa lalu. Oleh karena itu, tidak ada yang perlu disesali dan tidak perlu menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi. Belajarlah untuk menerima kenyataan dengan perasaan gembira, carilah sebab-sebab buruk yang ada dalam diri kita, dan ubahlah menjadi sebabsebab yang baik. Jadikan masalah sebagai pemicu bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Munculkanlah dunia Buddha kita dengan sungguh hati duduk di hadapan Gohonzon dan menyebut Nammyohorengekyo. Dengan begitu, jiwa kita akan menjadi kuat, bebas, suci, dan tenang, sehingga kita mampu bertahan selama musim dingin dan dapat menyambut datangnya musim semi.

(Megah)

Referensi : http://informasitips.com/memahamibipolar-disorder http://www.femina.co.id/isu. wanita/kesehatan/apa.itu.bipolar. disorder/005/005/427 http://bipolarcenterindonesia.blogspot. com/2013/03/gejala-tanda-bipolardisorder.html http://m.suaramerdeka.com/index.php/ read/cetak/2013/09/02/235451 http://id.wikipedia.org/wiki/Bipolar_ disorder http://www.artikelkesehatan99.com/9tips-mengontrol-gangguan-bipolar/# http://kliniksehati.com/mengenalgejala-gejala-bipolar-disorder-danpengobatannya/ Maret 2014 | Samantabadra

69


kesehatan

Pertolongan Pertama Pada Penderita Stroke C

ara menolong nyawa lagi, kemudian lakukanlah dengan pelepasan darah tindakan “pelepasan darah� adalah salah satu tindakan dengan cara: darurat yang paling efektf 1. Menggunakan jarum untuk member pertolongan suntik atau jarum biasa pertama pada serangan stroke yang dibakar dengan (pendarahan otak). Cara api untuk sterilisasi. ini sangat bermanfaat dan Kemudian ditusukkan sedikitpun tiada menimbulkan pada ujung 10 jari kerugian bagi penderita stroke tangan dengan jarak ataupendarahan otak. Bukan kurang lebih 1 cm dari hanya dapat menolong nyawa kukunya, tusukkan dengan tanpa meninggalkan dengan dalam sehingga cacat (sequile). Juga adalah mengeluarkan darah, bila cara pertolongan darurat yang belum berdarah dapat efektif. dibantu dengan pijatan Ketika seseorang atau menekan jarinya terserang stroke, penderita hingga mengeluarkan akan mengalami pecahnya darah. Setelah ke-10 jari pembuluh darah kecil berdarah, kira-kira tunggu (capillar) secara perlahanbeberapa menit penderita lahan di otak. Menghadapi akan sadar kembali kejadian demikian dengan sendirinya. janganlah panik, dan jangan 2. Bila terdapat gejala memindahkan penderita mulut penderita perot/ tersebut letakkan si penderita menceng, maka segeralah di tempat manapun ia menarik-narik daun berada (baik di kamar telinga hingga merah, mandi, dapur, maupun di kemudian tusuk dengan 2 ruang tamu). Karena dengan tusukan di bagian bawah memindahkannya akan dan daun telinga masingmempercepat pecahnya masing dan biarkan darah pembuluh darah kecil. menetes 2 tetes, setelah Maka cukup dengan cara beberapa menit kemudian mulut yang perot akan membantu mendudukkannya pulih kembali. di tempat kejadian dan dijaga jangan sampai terjatuh 70

Samantabadra | Maret 2014

Setelah keadaan penderita telah pulih kembali dan tidak tampak ada kelainan, barulah mengantarnya ke rumah sakit untuk perawatan yang lebih lanjut. Pada umumnya penolong penderita stroke cenderung segera melarikannya ke rumah sakit untuk minta pertolongan. Padahal getaran dan goncangan yang dialam si penderita di sepanjang jalan akan mempercepat pecahnya pembuluh darah kecil di otak, dan sebelum sampai di rumah sakit pembuluh darah kecil penderita sudah hamper pecah. Maka dokter ahlipun sulit untuk dapat menyelamatkan nyawanya. Kalaupun secara beruntung nyawanya tertolong, penderita kemungkinan besar akan lumpuh. Bila kita semuanya dapat mengingat cara “pertolongan nyawa dengan pelepasan darah�, dan seandainya kita bertemu orang yang sedang mengalami stroke, maka kita dapat memberikan pertolongan dalam waktu yang singkat. Setelah penderita stroke sadar, berilah air minum yang hangat untuk menenangkan pikirannya. eee


cerita anak

Gajah dan Anjing yang Berteman Baik

P

ada zaman dahulu kala, anjing dan gajah tidak pernah akur. Jika anjing bertemu dengan gajah, maka si anjing akan ketakutan dan menggonggong dengan sangat keras. Gajah pun akan merasa terganggu dan mengejar si anjing. Si gajah, ketika melihat seekor anjing akan langsung mengejar dan menangkapnya. Begitulah gajah dan anjing menjadi musuh, seperti tikus dan kucing.

Kemudian, hiduplah seekor gajah kerajaan yang hidup dengan penuh kemewahan dan seekor anjing yang hidup miskin dan jarang makan. Suatu hari, si anjing melihat gajah kerajaan sedang makan makanan yang terlihat enak olehnya. Si anjing yang belum makan selama berhari-hari pun mengikuti si gajah dan memakan makanan sisa yang jatuh dari mulut gajah.

Si anjing melakukan hal ini hampir setiap hari tanpa diketahui oleh gajah. Sampai akhirnya, anjing yang tadinya kurus menjadi sangat gemuk dan memiliki perawakan yang bagus berkat makanan sisa yang terjatuh dari mulut gajah. Hingga suatu hari, si gajah pun memperhatikan keberadaan si anjing. Karena telah terbiasa dengan keberadaan gajah, anjing pun tidak takut dan tidak menggonggong. Maret 2014 | Samantabadra

71


Melihat anjing yang tidak takut padanya, gajah pun menjadikan si anjing teman baiknya. Setiap hari mereka bermain dan makan bersama. Hingga suatu hari, ada seorang pria yang datang dari sebuah desa yang sangat jauh. Pria tersebut melihat anjing yang telah berubah menjadi anjing yang sangat gagah dan besar. Pria itu pun membawa si anjing pergi ke desanya, tanpa ada satu orang pun yang tahu letak desa itu. Gajah yang terpisah dengan teman baiknya pun sedih. Saking

sedihnya, ia sampai jatuh sakit karena tidak makan berhari-hari. Raja pun kebingungan melihat gajahnya yang jatuh sakit dan memanggil seorang penasihat kerajaan. Penasihat kerajaan memperhatikan gajah dan menanyakan apakah gajah pernah memiliki teman baik yang selalu bersamanya. Penjaga gajah mengiyakan hal tersebut, kemudian sang penasihat menyarankan agar anjing tersebut dicari dan dibawa pulang. Raja pun memerintahkan pengawal kerajaan untuk memasang

pengumuman bahwa jika ada yang mengambil anjing tersebut akan dihukum dan didenda. Pria yang membawa si anjing pun membaca pengumuman itu dan langsung melepaskan si anjing. Si anjing lantas berlari kembali ke kerajaan dan bertemu sahabatnya lagi. Gajah yang akhirnya bertemu dengan teman baiknya pun sangat gembira dan langsung sehat. Pada akhirnya, gajah dan anjing tersebut menjadi teman baik selamanya. eee

Referensi: http://www.buddhanet.net/ bt1_28.htm

Pesan moral: Gajah dan anjing hidup dalam kondisi lingkungan yang membentuk mereka untuk saling membenci. Namun, karena sering berinteraksi langsung, mereka pun terbiasa hidup rukun dan saling berbagi, hingga mereka dapat berteman baik. Jadi pada dasarnya hubungan persahabatan perlu dibina dengan pikiran yang bebas dari prasangka terhadap identitas / status sosial seseorang.

Catatan

72

Samantabadra | Maret 2014


Ilustrasi : Helix

Ide cerita : Samanta

Malam hari, Kiba nonton acara TV kesukaannya. Begitu melihat jam sudah jam 9, Kiba bersiap untuk tidur karena besok pagi sekolah.

Krubu yang keasyikan nonton TV, belum mau beranjak dari depan TV, padahal besok ia juga harus bangun pagi untuk sekolah.

Menjelang tengah malam, Kiba sudah tertidur pulas.

Sedangkan Krubu baru mau beranjak tidur. Pandangannya berkunang-kunang karena ngantuk, dan langsung tidur tanpa gosok gigi dan ganti baju.

Pagi-pagi, Kiba sudah bangun dan berpakaian seragam rapih. Ia bergegas untuk melaksanakan gongyo-daimoku pagi.

Krubu masih terlelap dalam tidurnya.

Setelah itu Kiba menikmati sarapan, dan beranjak meninggalkan rumah menuju sekolah.

Krubu terbangun kaget, ia kesiangan bangun, dan belum bersiap-siap. Ia pasti telat sampai sekolah. Maret 2014 | Samantabadra

73


resep

Siomay

Oleh Ibu Oking D, Bogor

Bahan-Bahan : 750 gr daging babi digiling 750 gr udang giling 750 gr ikan tenggiri di giling 750 gr bangkuang 250 cc putih telur 300 gr sagu tani

200 gr daun bawang 1/2 ons gula pasir 2 sdm minyak wijen 2 sdm angciu garam, lada dan vetsin

Cara Membuat : 1. Bangkuang dicincang halus lalu disangrai. 2. Campur daging babi, udang, ikan tenggiri dan bangkuang yang telah disangrai. 3. Masukkan garam, lada, vetsin, gula pasir, angciu dan minyak wijen. aduk rata dan cicipi sampai cukup rasanya. 4. Masukkan putih telur dan aduk rata. 5. Setelah itu masukkan sagu tani, aduk rata. 6. Bungkus satu persatu dengan kulit siomai lalu taburi diatasnya dengan wortel parut 7. Kukus sampai matang. 74

Samantabadra | Maret 2014


Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan Maret 2014 TGL 1 2 3 4 5 6 7 8 9

HARI Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

10 Senin 11 Selasa 12 Rabu 13 14 15 16 17 18 19

Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu

20 21 22 23

Kamis Jumat Sabtu Minggu

24 Senin 25 Selasa 26 Rabu 27 28 29 30 31

Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin

JAM

KEGIATAN Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum 12:00 Pendalaman Gosyo

TEMPAT V. Saddharma V. Saddharma lt 2 V. Sadaparibhuta

19:00 Ceramah Gosyo

Daerah Masing²

19:00 Pendalaman Gosyo Penceramah 19:00 Pendalaman Gosyo Koord. GM Jabotabekcul 10:00 10;00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00

Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum

19:00 Pertemuan Cabang

10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah / Kelompok 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang / Ranting

14:00 Pertemuan Wanita Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Pria Daerah / Kelompok 19:00 Pertemuan Koord. Generasi Muda Jabotabekcul 19:00 19:00 10:00 14:00 19:00

Pertemuan Anak Cabang / Ranting Pertemuan PK‐2 Pertemuan Generasi Muda Daerah/Kelompok Pertemuan Lansia Umum Pertemuan 4 ( empat ) Bagian

14:00 Pendalaman Gosyo Untuk Dharmaduta 19:00 Musyawarah DPW & DPD 19:00 Musyawarah DPD Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum 14:00 Pendalaman Gosyo

KET

Pusat

lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta

Pusat Pusat

V. Sadaparibhuta lt 1 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta lt 2 V. Sadaparibhuta Lt.1 , Gd. STAB

Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat

Daerah Masing² G. Baru Lt. dsr

Pusat

Daerah Masing²

Daerah Masing² Daerah Masing² RRBP

Daerah Masing²

Daerah Masing² V. V. Tangerang Daerah Masing²

Daerah Masing² V. Saddharma V. Saddharma lt 2 V. Sadaparibhuta Maret 2014 | Samantabadra

Pusat Pusat

Pusat

Pusat

75


Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

76

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034

Samantabadra | Maret 2014

Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo

Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241

Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen

Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan

Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang

Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan

Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali

Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep

Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo

PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.