Surat Balasan Kepada Soya Dono
Media informasi, komunikasi, pendidikan, dan pembinaan umat
gosyo kensyu Surat Balasan Kepada Soya Dono gosyo cabang Surat Perihal Berbakti dan Tidak Berbakti
12
#320
ahaguru Nan-Yueh mengatakan, “Terjatuh ke dalam neraka bersama-sama berbagai orang buruk”. Tidak menyerang pemfitnahan dharma, tetapi ingin mencapai Kesadaran Buddha, sama seperti menginginkan air dalam api, mencari api dalam air, alangkah menyedihkan, alangkah menyedihkan. Bagaimanapun memercayai Saddharmapundarika-sutra, kalau ada pemfitnahan dharma, pasti terjatuh dalam neraka, sama seperti di dalam ribuan sendok pernis ada sepotong kaki kepiting (menjadi tidak berguna). Inilah yang dimaksud dengan perkataan, “Hawa nafsu masuk dengan mendalam, sehingga kehilangan hati pokok”.
SAMANTABADRA | DESEMBER 2020| NOMOR. 320
M
SAMANTABADRA PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
desember
2 0 2 0
D
engan sungguh-sungguh berulang kali mengatakan agar jangan sampai salah dalam mengikuti Guru Pokok dan capailah Kesadaran Buddha. Buddha Sakyamuni adalah Guru Pokok yang diikuti seluruh umat manusia, apalagi Beliau mencakup kebajikan Majikan dan Orang Tua. Karena Pintu Hukum ini diutarakan oleh Niciren, seperti teori kewajaran pada umumnya, nasihat yang baik tidak enak didengar�, maka dijatuhi hukuman pembuangan dan akhirnya terancam jiwanya. Surat Balasan Kepada Soya Dono
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999 Penasihat Dewan Pimpinan Pusat NSI Redaktur Samanta Kontributor Vina Pratiwi, Silviani, Kireyna Aurelia, Kyanne Virya Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
T
iga ribu Rol lebih sastra luar hanya mengajarkan perihal berbakti kepada ayah dan ibu dan tak ada perihal berbakti lainnya. Namun, sastra luar tersebut hanya mengajarkan tentang berbakti untuk masa hidup sekarang dan tidak dapat membantu orang tua di masa akan datang. Berat dan dalamnya budi ayah dan ibu adalah bagaikan samudera luas. Maka, bila hanya berbakti untuk masa sekarang saja tanpa membantu untuk masa yang akan datang, hanyalah bagaikan air setetes... Oleh karena itu, Buddha membabarkan dalam Saddharmapundarika-sutra Bab Upaya Kausalya, “(Bila aku tidak membabarkan Hukum sesungguhnya) aku akan jatuh ke dalam dosa serakah dan pelit (kendon). Bagaimanapun hal ini tidak baik�.
Keterangan halaman muka Bunga teratai perlambang hukum sebab akibat Referensi: https://unsplash.com/photos/wfNm2fIgapI https://unsplash.com/photos/WC5xabcGsMA
Surat Perihal Berbakti dan Tidak Berbakti
CERAMAH GOSYO_
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja Surat perihal Empat Kebajikan dan Empat Budi Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum Virtual Wihara Sadaparibhuta NSI 01 November 2020
Nammyohorengekyo,
bahagiaan dan karuna berarti mencabut penderitaan. Niciren Daisyonin meneItulah cita-cita Agama Budgaskan bahwa semua Buddha dalam ajaran-ajarannya dha hanya mempunyai satu dan persatuan umatnya. keinginan, supaya semua Namun perlu kita ingat umat manusia dapat menbahwa yang dapat menyelejadi manusia yang seutuhsaikan masalah kita dengan nya. tuntas adalah kita sendiri, Kehadiran dari makhluk agama hanya menunjukkan hidup dipandang melalui jalan dan membimbing kita. tiga aspek kelengkapan Sehubungan dengan itu, dalam Agama Buddha, yaitu Agama Buddha tidak hanya unsur nyata/fisik (ketai), ingin membimbing manuunsur sunyata (kutai), dan sia sampai berada di dunia unsur hakikat (cutai). Ketiga kemanusiaan saja. Agama unsur ini berpadu menjadi Buddha ingin membimbing satu jiwa. Semua Buddha seluruh makhluk hidup agar menginginkan agar semua dapat mencapai kesadaran makhluk hidup dapat menBuddha. Manusia yang seujadi makhluk hidup yang seu- tuhnya adalah manusia yang tuhnya. Manusia yang utuh, bisa menjalankan empat yang setidaknya memiliki kebajikan dan empat budi, dunia kemanusiaan sebagai yaitu sikap kemanusiaan dasar perasaan jiwanya. yang paling mendasar. Agama Buddha menitikKita tidak hidup sendiri. beratkan pada pentingnya Kita berada di tengah mabersikap maitri karuna. syarakat, dengan manusia Maitri berarti memberi kelain yang beragama Islam,
Kristen, Hindu dan sebagainya. Presiden Jokowi pernah membuat pernyataan yang mengecam teroris, bahwa teroris tidak mewakili agama yang dianutnya. Ini selaras dengan pemikiran saya, bahwa tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk bertindak buruk. Umat NSI pun seharusnya bisa bersahabat dengan seluruh makhluk hidup, dengan manusia lain tanpa bersikap diskriminatif. Maka itu, kita sebaiknya melakukan tindakan-tindakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan begitu, sebelum mengenal empat budi, kita pun berusaha mengenal empat kebajikan. Manusia yang seutuhnya adalah manusia yang mengenali budaya, tata krama, dan seni. Ini menjadi sebuah pintu bagi kita untuk menjalankan Buddha Dharma. Utuh berarti Trikaya yang Samantabadra | Desember 2020
1
Ekakaya dan Ekakaya yang Trikaya. Badannya harus sehat, jiwanya pun harus sehat, kemudian hakikatnya pun harus menjadi hakikat yang berdasar pada kesadaran Buddha. Oleh karena itu, kemajuan apapun dalam alam semesta seharusnya semakin menunjang kebahagiaan seluruh umat manusia, asalkan dasar empat kebajikan dan empat budi tidak dilupakan. Itu adalah dasar moral bagi seorang yang ingin mempunyai sikap hidup yang utuh sebagai seorang manusia. Mengingat banyaknya budi orang tua, kita sebaiknya senantiasa menghormati orang tua. Memberi senyum, mengucapkan terima kasih kepada orang tua, dan tindakan membalas budi lainnya semua muncul dari perasaan, yang menjadi mungkin karena adanya kesadaran Buddha. Yang bisa memunculkan kesadaran ini hanya ajaran Buddha Niciren. Buddha Sakyamuni sendiri yang mengatakan bahwa Saddharmapundarika-sutra akan menjadi dasar agar manusia masa akhir dharma bisa menjalankan budi bakti. Pertama, kita diingatkan untuk setia kepada majikan, hal mana merupakan sebuah sikap yang wajar. Seorang karyawan bisa dipertahankan oleh majikan2
Samantabadra | Desember 2020
nya karena kesetiaan, kejujuran, dan integritasnya. Kemudian, kita pun sebaiknya menjaga sopan santun terhadap kawan. Pertapaan kita adalah pertapaan dalam Dunia Saha, di tengah masyarakat. Sebaiknya, kita menyesuaikan diri, karena kita hidup berdasarkan Buddha Dharma yang mengajarkan tentang Esyo Funi (kita dan lingkungan adalah satu). Sepatutnya kita bersikap maitri karuna kepada seluruh umat manusia. Menurut Agama Buddha, membalas budi kepada ayah dan ibu seharusnya tidak hanya dilakukan pada masa sekarang saja. Dalam keterangan Gosyo, dijelaskan bahwa bila kita menjalankan hidup sepanjang 30 generasi, berarti kita sudah mempunyai 1 miliar orang tua. Agama Buddha melihat ini secara utuh, pada 3 masa; masa lampau, sekarang, dan akan datang. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa kita telah berjodoh dengan seluruh umat manusia. Oleh karena itu, apa alasannya bila kita tidak bisa hidup berdampingan dengan manusia lain? Dalam Gosyo, seringkali kita mendengar perkataan Buddha Niciren yang mendeskripsikan sekte Buddhis lain sebagai penghancur negara dan aliran sesat. Kita seharusnya lebih
hati-hati dalam memaknai hal seperti ini, karena Buddha Niciren tidak mengajarkan kita untuk bermusuhan dengan sekte lain. Manusia yang menjalankan hidup berdasarkan agama lain akan menerima karmanya sendiri. Kita pun dapat memandang ini sebagai zencisyiki (jodoh baik) karena tanpa mereka, kita tidak bisa melihat keunggulan dari Nammyohorengekyo dari Saddharmapundarika-sutra. Cara berpikir seperti ini memungkinkan kita untuk menunjukkan keagungan dari Nammyohorengekyo. Balas budi kepada ayah dan ibu seharusnya menjadi sesuatu yang sangat dipahami dan menjadi landasan supaya kita bisa tumbuh menjadi manusia yang seutuhnya dan manusia yang berguna. Manusia zaman sekarang, terutama generasi muda NSI, seharusnya tetap meletakkan nilai-nilai etika moral sebagai landasan hidup, meskipun zaman dan teknologi terus berkembang. Kita menjalankan moralitas ini sebab kita tahu tentang tiga masa dan tentang hubungan karma antara diri kita dan orang tua kita. Kemudian, kita pun seharusnya membalas budi kepada raja negara. Sesungguhnya, kehidupan kita se-
hari-hari tidak lepas daripada jasa atau budi dari orang lain. Meskipun seseorang tidak secara langsung memberi budi kepada kita, mereka bisa saja memberikan kebajikan yang tersembunyi. Membalas budi kepada raja negara berarti berdoa supaya majikan negara atau pemimpin-pemimpin kita bisa hidup dengan bahagia, sehat, dan bisa terlahir kembali di tempat yang menyenangkan. Begitu pula, doa kita adalah agar seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha. Makna doa dalam Agama Niciren Syosyu adalah untuk mewujudkan keinginan ini, bukannya meminta-minta. Seharusnya, kita menyebut Nammyohorengekyo sebanyak mungkin karena Nammyohorengekyo adalah mantra untuk memunculkan kesadaran Buddha. Perlu kita ingat bahwa Nammyohorengekyo tidak pantas dipakai untuk memberi salam. Doa kita adalah agar seluruh makhluk hidup segera bisa mencapai Kebudhaan (Mai ji sa ze nen. I ga ryo shujo. Toku nyu mu-jo do. Soku joju busshin). Ini adalah permintaan yang paling agung dan mulia, agar semua makhluk berbahagia. Ketika kita membahagiakan semua makhluk, maka kita pun turut bergembira.
Dengan munculnya kesadaran, seharusnya kita berperilaku dengan wajar dan secara otomatis menjalankan empat kebajikan dan empat budi. Maka itu, untuk menjalankan balas budi kepada orang tua, raja negara, seluruh umat manusia, dan Triratna, kita perlu memunculkan kesadaran Buddha terlebih dahulu. Kita sudah berjodoh dengan ajaran Buddha Niciren dan memahami bahwa setiap manusia mempunyai jiwa Buddha. Namun, bila tidak ada kesungguhan hati, kita tidak akan dapat memunculkan kesadaran Buddha. Perlu kita sadari pula bahwa besar kecilnya Gohonzon tidak menentukan munculnya kesadaran Buddha kita. Kesimpulannya, kita semua mempunyai jiwa Buddha dan sudah berjodoh dengan ajaran dan guru yang agung. Triratna dalam
Niciren Syosyu mencakup Buddha (Niciren Daisyonin), Dharma (Nammyohorengekyo), dan Sangha (Nikko Syonin). Intisari dari Triratna ini adalah dharma, yakni Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Intinya, Buddha Niciren mengajarkan bahwa kita dapat memunculkan kesadaran Buddha dengan melaksanakan, menghayati, dan memahami dharma. Di dalam Gohonzon, terdapat tenaga Buddha dan tenaga dharma. Kita mempunyai tenaga kepercayaan dan tenaga untuk melaksanakan. Maka itu, tugas kita adalah untuk memperkuat kepercayaan dan pelaksanaan kita terhadap Hukum Nammyohorengekyo, sehingga Hukum Buddha dan hukum dharma yang ada di dalam Gohonzon dan diri kita bisa muncul sebagai dasar untuk menjalankan balas budi. ***
Samantabadra | Desember 2020
3
_CERAMAH GOSYO
Rangkuman Ceramah Darma Duta Ibu Irawati Lukman Surat perihal Empat Kebajikan dan Empat Budi Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum Virtual Wihara Sadaparibhuta NSI 01 November 2020
Nammyohorengekyo, Gosyo perihal empat kebajikan dan empat budi ditulis di Gunung Minobu pada tahun Kenji Ke-1 (1275) dan diberikan kepada Nanjo Tokimitsu yang saat itu baru berusia 17 tahun. Kita dapat memahami bahwa kepentingan beragama tidak terikat dengan usia. Pada umumnya, orang berpikir bahwa kita hanya perlu beragama setelah berusia lanjut. Ini adalah pandangan yang keliru. Maka, saya harap semua umat, termasuk generasi muda pun, ikut mencamkan Gosyo dari Niciren Daisyonin yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan bahwa keluarga Nanjo Tokimitsu mempunyai nasib buruk karena berusia pendek. Ketika Nanjo Tokimitsu berusia 7 tahun, ayahnya, Ueno Dono, meninggal dunia. Kemudian, kakaknya pun tenggelam di sungai dan meninggal pada usia 18 tahun. Sehingga, 4
Samantabadra | Desember 2020
ibu dari Nanjo Tokimitsu mengambil alih peran untuk melindungi keluarganya dan menjalankan tugas suaminya dengan sungguh hati. Ibunya mendorong Nanjo Tokimitsu sampai menjadi orang yang bisa meneruskan hati kepercayaan ayahnya dan bisa mewariskan tugas ayahnya sebagai kepala daerah. Kita dapat merasakan kehebatan dari ibu tersebut, yang bisa membimbing anaknya dalam Syinjin sampai akhir hayat karena dirinya sendiri memegang hati kepercayaan yang kuat kepada Nammyohorengekyo. Kita dapat mempelajari bahwa dukungan orang tua sangat penting, sebab orang tua menjadi teladan bagi anak dalam menjalankan hati kepercayaan. Bila orang tua saja tidak menjalankan Gongyo Daimoku setiap pagi dan sore, bagaimanakah mereka dapat mendorong anaknya untuk Gongyo Daimoku? Bila sering
terjadi keributan antara kedua orang tua, bagaimanakah mereka menjadi contoh bagi anaknya untuk menganut hati kepercayaan? Kekuatan Syinjin seorang anak juga tergantung pada kekuatan hati kepercayaan dari orang tuanya sendiri. Nanjo Tokimitsu yang masih berusia muda dan kurang berpengalaman dalam hidup, menerima bimbingan dari Buddha. Niciren Daisyonin membabarkan gosyo mengenai empat kebajikan dan empat budi, agar Nanjo Tokimitsu dapat dibimbing menjadi manusia yang seutuhnya. Kemudian, dibabarkan pula mengenai empat kebajikan dari sastra luar, dari ajaran Konghucu. Kebajikan pertama yang diajarkan adalah untuk berbakti kepada ayah dan ibu. Ajaran mengenai tata krama, sopan santun, etika, kasih sayang, dan menjaga keharmonisan keluarga menjadi hal yang diutamakan. Walaupun orang tua berbicara kasar sekalipun,
disarankan agar tidak mudah marah atau membantah. Diajarkan untuk setidaknya tersenyum pada orang tua secara rutin. Namun, rasanya masih sulit bagi anak-anak zaman sekarang untuk melakukan ini. Orang tua kita dulu mungkin hidup dengan kondisi yang lebih sulit, sehingga mereka sendiri mendidik anak dengan keras karena ingin anaknya berhasil. Di sisi lain, saat ini kita mendengar ada berita mengenai seorang anak yang membunuh orang tuanya karena keinginan anak tidak dipenuhi. Masalah keuangan biasanya kerap merusak keharmonisan antar keluarga. Ke dua, terdapat bimbingan bahwa karyawan harus setia dan jujur kepada majikannya. Kita pun melihat bimbingan Buddha Niciren untuk bersikap seperti ini pada Gosyo bulan lalu mengenai surat balasan kepada Syijo Kingo. Kita terus diingatkan tentang kebajikan yang tersembunyi dan imbalan yang nyata. Kembali lagi, yang terpenting adalah bagi kita untuk mengerjakan tugas dengan tulus dan jujur, dengan sungguh hati membuat sebab kebajikan yang baik, maka pasti akibatnya pun terwujud sebagai imbalan nyata. Ada cerita dari salah satu umat kita dari Medan yang mirip dengan cerita Syijo Kingo. Umat ini awalnya diremehkan di tempat kerjanya karena mempunyai latar belakang yang sederhana. Tapi, hati kepercayaannya pada Nammyohorengekyo lah yang
membuat dirinya menjadi kuat, sehingga timbul kekuatan dari dalam. Meskipun atasannya sempat bangkrut, umat kita ini tetap mendampingi atasannya sampai bisa bangun kembali. Umat ini akhirnya menjadi orang yang paling dipercaya oleh majikannya. Zaman sekarang pasti berbeda. Generasi muda pasti ingin lebih maju dan senantiasa mencari pekerjaan yang lebih baik. Gosyo ini tidak bermaksud untuk melarang keinginan demikian. Namun, yang paling utama adalah bagi kita untuk menjaga nama yang baik. Ke tiga, terdapat bimbingan untuk menjaga sopan santun kepada kawan dan tidak membedakan atau meremehkan sesama teman. Kebijakan keempat adalah bersikap penuh dengan kasih sayang apabila bertemu dengan orang yang lebih rendah dari kita (dalam hal jabatan, kekayaan, dan lain sebagainya). Buddha Niciren selalu mengingatkan agar kita bersikap maitri karuna dan memikirkan kebahagiaan orang lain. Berarti, kita sebaiknya terus berusaha untuk mencabut kesulitan dan memberi kebahagiaan bagi orang lain. Kemudian, empat budi dalam pandangan Buddhis adalah membalas budi kepada ayah dan ibu, membalas budi kepada raja negara, membalas budi kepada seluruh umat manusia, dan membalas budi kepada Triratna. Tentu tidak mudah bagi orang tua untuk melahirkan dan merawat seorang anak sampai ia ber-
tumbuh dewasa. Maka, dikatakan bahwa budi orang tua lebih tinggi daripada Gunung Semeru dan lebih tebal daripada samudra luas. Tidak ada yang bisa mengimbangi budi orang tua. Kita yang sudah berjodoh dengan Nammyohorengekyo hendaknya sungguh-sungguh percaya dan menjalankan Syinjin dengan sungguh hati. Itulah wujud balas budi yang sesungguhnya. Jangan kita meremehkan kesempatan untuk berbalas budi kepada orang tua selagi mereka masih hidup. Selanjutnya balas budi kepada raja negara berarti kita membalas budi kepada negara kita di mana kita hidup dengan aman dan tentram. Karena bentuk pemerintahan di Indonesia adalah demokrasi, maka semua berada di tangan masyarakat. Kita dapat membalas budi kepada masyarakat dengan menjadi warga negara yang baik, misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon, dan sebagainya. Di masa pandemi ini, hendaknya kita membantu pemerintah dalam mencegah penularan virus. NSI sendiri sudah membantu pemerintah pada masa pandemi ini dengan menyumbang masker, memasang jaringan internet, dan mendonor darah. Yang paling utama adalah untuk menjaga ketulusan dalam membahagiakan semua umat manusia, untuk membalas budi kepada seluruh umat. Kita juga dibimbing untuk membalas budi kepada seluruh Samantabadra | Desember 2020
5
umat manusia. Di Gosyo ini, kita diingatkan bahwa berdasarkan ketiga masa: masa lampau, sekarang, dan akan datang, manusia di sekitar kita sekarang pernah menjadi ayah dan ibu kita. Maka, membalas budi kepada lingkungan dan masyarakat adalah sebuah kewajaran. Kita tidak bisa hidup seorang diri. Dari pagi, kita bangun, bekerja, dan menjalankan aktivitas sehari-hari dengan bergantung kepada lingkungan. Maka, kita pun bisa membalas budi kepada lingkungan dengan menyebarluaskan, menghayati, dan menerapkan dharma. Keempat, kita dibimbing untuk membalas budi kepada Triratna. Triratna yang umumnya dikenal adalah Buddha, Dharma, dan Sangha. Apabila kita bisa membalas budi kepada Triratna, artinya kita otomatis bisa menjalankan 4 kebajikan dan 3 balas budi lainnya. Buddha Sakyamuni membabarkan sutra selama 50 tahun. Tetapi, selama 42 tahun pertama, Beliau mengajarkan ajaran sementara, yang memiliki beberapa kekurangan, termasuk kepercayaan bahwa perempuan tidak mampu mencapai kesadaran Buddha. Jika perempuan tidak bisa mencapai kesadaran Buddha, berarti kita tidak bisa membalas budi kepada ibu kita. Hanya Saddharmapundarikasutra yang menjelaskan bahwa semua umat memiliki jiwa Buddha dan perempuan pun bisa mencapai kesadaran Buddha, hal mana telah dibuktikan 6
Samantabadra | Desember 2020
oleh Putri Naga. Kemudian, ibu tiri dan istri dari Buddha Sakyamuni pun bisa mencapai kesadaran Buddha, hal mana mewakili bahwa perempuan dapat mencapai kesadaran. Inti dari Dharma adalah Nammyohorengekyo. Niciren Daisyonin mewujudkan Gohonzon dengan penuh maitri karuna. Dengan sungguh-sungguh menerima dan mempertahankan Gohonzon, berarti kita dapat memunculkan kesadaran untuk membahagiakan orang tua, raja negara, dan masyarakat. Dengan demikian, kita dapat memunculkan kekuatan hukum dan kekuatan kepercayaan, dan akhirnya pembangkitan dari dalam terwujud sebagai perlindungan dari luar. Terakhir, dikatakan bahwa orang yang menjaga hati kepercayaan akan dilindungi oleh dewa-dewi. Dewa-dewi di sini merujuk pada saat di mana Buddha Sakyamuni menjelaskan Saddharmapundarikasutra di hadapan Buddha dari seluruh penjuru. Mereka berprasetya untuk melindungi pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Artinya, kita tidak perlu ragu-ragu karena sebagai pelaksana Saddharmapundarika-sutra, kita pasti dapat mewujudkan kesadaran Buddha dan menarik jodohjodoh baik untuk melindungi kita. Kita paham bahwa semua manusia mempunyai jiwa Buddha. Maka, kita tidak perlu lagi meragukan hukum sebabakibat karena apa yang kita tanam, kita tuai.
Untuk hidup dengan bahagia, mati dengan tenang, dan lahir kembali di tempat yang bahagia, masa sekarang ini lah yang paling utama. Hukum Agama Buddha terus menekankan bahwa kita tidak perlu meminta-minta, dan sebaliknya seharusnya terus memberi kepada orang lain. Ketika kita memberi, kita membahagiakan orang lain dan diri kita sendiri, sebab karma baik kita menjadi kurnia kebajikan. Dengan begitu, jiwa kita lebih tenang dan kita dapat dilahirkan dalam dunia yang baik ketika hidup kembali, berarti tidak jatuh ke 4 dunia buruk. Mari kita sama-sama menjalankan kehidupan sesuai dengan kata-kata Buddha, semakin memperkuat hati kepercayaan kita, dan mencamkan bahwa satu-satunya jalan menuju kesadaran Buddha adalah untuk mewujudkan diri sebagai manusia yang seutuhnya. ***
LIPUTAN_
DONASI NSI KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DITERIMA OLEH BUPATI
K
amis, 22 Oktober 2020, sekitar pukul 13.00, bertempat di Leuweung Geledegan Ecolodge Tamansari, NSI dan Kabupaten Bogor melakukan serah terima bantuan pemasangan dan Jaringan Internet serta Pinjam-Pakai HP Android Layak Pakai Hasil dari Kesadaran Gotong-Royong Umat NSI Untuk Pembelajaran JarakJauh Secara Online bagi Siswa/i warga Desa Sukalyu, Kec. Tamansari, Kabupaten Bogor. Ketua Umum NSI MPU Suhadi Sendjaja menyerahkan bantuan secara simbolis kepada Bupati Bogor Ade Yasin. Sebelum melakukan penandatanganan berita acara serah terima tersebut, MPU Suhadi Sendjaja sekilas memberikan penjelasan kepada Bupati bahwa NSI sudah memasang perangkat internet di Balai Desa Sukaluyu untuk mendukung pembelajaran jarak-jauh secara online bagi siswa/i warga desa Sukalyu, kec. Tamansari, dan
saat ini jaringan internet sudah bisa dipergunakan dan dapat diakses oleh hingga 50 orang. Ketua Umum NSI lalu menjelaskan bahwa NSI akan memberikan sumbangan pembayaran biaya internet selama satu tahun yang akan dibayarkan setiap bulan dan jika dalam perjalanan kurun waktu satu tahun tersebut Desa Sukaluyu mendapatkan bantuan pembiayaan internet gratis dari Pemerintah, maka NSI tidak lagi membayarkan biaya paket internet untuk bulan selanjutnya. NSI juga mengimbau untuk mengajak anak-anak/siswa-i di desa Sukaluyu. Kec. Tamansari, Kab. Bogor untuk bisa menabung masing-masing sebesar Rp.500 per hari nya agar uang yang terkumpul tersebut dapat digunakan untuk pembayaran internet selanjutnya maupun biaya pemeliharaan lain-lain. Di samping fasilitas internet, NSI menyampaikan 9 buah smartphone android layak pak-
ai dari umat NSI yang dipinjamkan dan dipakai di balai desa untuk mendukung siswa yang tidak memiliki smartphone agar tetap bisa melaksanakan pembelajaran online. Bantuan ini secara simbolis di terima oleh Bupati Bogor dan diserahpinjamkan kepada Kepala Desa Sukaluyu. Acara dilanjutkan dengan penandatanganan berita acara serah terima dan foto bersama dengan menerapkan protokol kesehatan. Hadirin senantiasa menjaga jarak sosial dan melepas masker sejenak ketika foto. Jumlah hadirin di dalam ruangan juga dibatasi. Pada kesempatan tersebut NSI juga menyumbangkan 2.000 masker untuk Kecamatan Tamansari dan 500 masker untuk Desa Sukaluyu guna mendukung kebutuhan masker bagi warga. Kontribusi ini adalah salah satu bentuk kepedulian dari NSI terhadap lingkungan domisili Mahawihara Saddharma (Myoho-Ji). *** Samantabadra | Desember 2020
7
PERINGATAN HUT KE 56 NSI
Ketua Umum NSI memimpin upacara dokyo syodai peringatan HUT ke 56 NSI di Wihara Sadaparibhuta NSI, Jakarta.
B
ulan Oktober selalu menjadi bulan yang istimewa bagi NSI karena pada tanggal 28 segenap umat NSI memperingati hari jadi NSI, yang tahun ini berusia 56 tahun. Walau tahun ini kita tidak bisa berkumpul langsung seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan HUT NSI diperingati dengan pelaksanaan dokyo syodai terbatas di wihara-wihara dan cetya-cetya NSI di seluruh Indonesia. Segenap umat diajak untuk mengikuti dokyo syodai dari kediaman masing-masing dipandu dengan live streaming dokyo syodai di Wihara Sadaparibhuta NSI yang dipimpin oleh Ketua Umum NSI MPU Suhadi Sendjaja. Dalam sambutannya, Ketua Umum NSI menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada seluruh umat NSI atas kebersamaan yang telah dilalui selama 56 tahun. Beliau juga menyoroti walau 56 tahun bukan waktu yang pendek, namun masih terlalu sedikit yang kita lakukan untuk pengembangan Dharma, mengingat ajaran yang kita anut begitu begitu agung, tepat waktu, dan tepat guna, diperuntukkan oleh Buddha Sakyamuni dan Buddha Niciren untuk seluruh umat manusia pada masa akhir dharma. 8
Samantabadra | Desember 2020
Kita yang sudah merasakan kebesaran dan keagungan hukum ini sudah sepatutnya untuk membalas budi kepada Dharma dengan mewujudkan Dharma di dalam cara berpikir, sikap, dan perilaku kita serta berperan aktif dalam gerakan-gerakan kemanusiaan yang senantiasa digalakan oleh NSI. Tujuannya adalah agar seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha. Beliau juga menyoroti perihal masih banyaknya bencana, kejahatan, dan peperangan di dunia. Melalui momen peringatan HUT ke-56 tahun NSI ini hendaknya kita dapat melakukan introspeksi diri, mempraktikkan ajaran Buddha secara baik, membebaskan dasar kecenderungan perasaan jiwa kita dari belenggu keserakahan, kemarahan, dan kebodohan, agar dunia kita menjadi lebih baik dan tetap lestari. ***
Cengkareng
Bogor
Pemotongan kue ulang tahun NSI ke 56 oleh DPP NSI
Bangka
Surabaya
Lampung Bekasi
Bali
Tangerang
Teluk Naga Samantabadra | Desember 2020
9
BAKTI DONOR DARAH UMAT NSI DALAM RANGKA PERINGATAN HUT KE-56 NSI DAN HARI PAHLAWAN
S
ebagaimana yang telah diketahui bahwa semenjak masa pandemi Covid-19, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) telah melakukan bakti sosial donor darah di berbagai daerah seperti di Jakarta, Bogor, Tangerang, Muncul, Bekasi, Surabaya, Bali, Lampung, dan Palembang. Gerakan ini merupakan gerakan Bodhisattva yang Muncul Dari Bumi (umat dan pimpinan NSI) yang mewujudnyatakan tugas kejiwaannya dalam kehidupan nyata. Dalam rangka syukuran Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-56 NSI melaksanakan kembali gerakan kebodhisattva-an ‘Donor Darah’ pada 18 Oktober 2020 yang merupakan ke-11 kalinya dilaksanakan oleh NSI semenjak pandemi, dan ke-3 kalinya dilaksanakan bertempat di Kantor pusat NSI/Vihara
Sadaparibhuta-NSI (pertama pada tanggal 28 Maret dan kedua pada 19 Juli 2020). Selain itu, umat NSI daerah bekasi turut sera melaksanakan maitri karuna dengan berdonor darah di kantor PMI cabang Bekasi pada 8 November 2020 yang lalu. Gerakan kebodhisatvaan/ kebuddhaan seperti inilah upaya kita untuk menyingkirkan tiga akar keburukan yaitu: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan yang mengakibatkan perilaku manusia menjadi kacau, mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan sehingga keseimbangan alam terganggu dan virus bermutasi menjadi ganas dan ‘lihai’. Keganasan dan kelihaian virus saat ini merupakan cermin dari keganasan dan kelihaian hati manusia. Gerakan yang dilakukan secara simultan inilah merupakan usaha untuk meny-
Di Wihara Vimalakirti NSI Muncul, sebanyak 39 umat NSI berhasil mendonorkan darahnya.
10
Samantabadra | Desember 2020
ingkirikan tiga akar keburukan dalam menjaga alam semesta sehingga akibatnya alam semesta akan menjaga kita, virus pun menjadi jinak dan dapat ditaklukan. Kiranya peringatan hari jadi ke-55 tahun NSI ini semakin bersemangat dalam syinjin dan dapat bersama-sama menjadi pelaksana dharma yang unggul dengan mengikuti kegiatan dengan hati yang tulus yang didasari semangat penyebarluasnya Dharma dan mari sama-sama berjuang sepenuh hati serta semakin bersatu hati dalam perjalanan kosenrufu demi menyebarluaskan Dharma Agung Nammyohorengekyo. ***
Di Wihara Vimalakirti NSI Bogor, sebanyak 29 umat NSI berhasil mendonorkan darahnya.
DPW NSI DKI Jakarta bersama umat dan petugas PMI.
Samantabadra | Desember 2020
11
PENYALURAN BANTUAN MASKER HASIL SWADAYA ANGGOTA NSI KEPADA MASYARAKAT
D
alam situasi Pandemi Covid-19 seperti ini, umat NSI mempraktikkan ajaran Buddha Dharma dalam melaksanakan pertapaan kebodhisatvaan/ kebuddhaan dengan memberi kebahagiaan dan mencabut penderitaan orang lain, serta selalu menjaga sekejap-sekejap perasaan jiwa yang senantiasa gembira, mementingkan kepentingan orang lain, tidak panik. Dalam suasana peringatan HUT ke 56 NSI, donasi masker hasil swadaya anggota/ umat Buddha NSI masih terus bergulir. NSI sudah bergerak secara aktif bergotong royong membuat masker dengan bahan dasar kain secara simultan dan berkelangsungan untuk memenuhi kebutuhan keluarga umat NSI sendiri dan juga membantu memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Hingga saat ini sudah terkumpul kurang lebih 100.000 masker dan kurang lebih 20.000 masker sudah didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan di Jabodetabek, hingga Nusa Tenggara Timur. Termasuk donasi dalam bentuk masker medis. Selama bulan Oktober dan November 2020, NSI menyalurkan masker ke Kecamatan Parung, Kecamatan Gunung Sindur (domisili dalam Kabupaten Bogor), serta Kelurahan Pasar Manggis, Jakarta Selatan. Untuk Kelurahan Pasar Manggis sudah dilakukan tiga kali donasi.x Gerakan kebodhisatvaan/kebuddhaan seperti inilah upaya kita untuk terus berbuat kebajikan, apalagi disaat masa pandemi ini yang kita pun mrasakan dampak nya, tetapi kita masih bisa sungguh hati jalankan pekerjaan Buddha yaitu memikirkan org lain itu sungguh sangat berejeki dan pasti menjadi kebajikan yang luar biasa.***
12
Samantabadra | Desember 2020
Ketua Umum NSI menyerahkan donasi masker ke Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor yang diterima oleh Sekretaris Camat.
Ketua Daerah NSI Muncul menyerahkan donasi masker ke Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor yang diterima oleh Sekretaris Camat.
Sekretaris NSI menyerahkan donasi masker ke Kelurahan Pasar Manggis, Jakarta Selatan yang diterima oleh pejabat kelurahan.
KETUA UMUM NSI MENJADI NARASUMBER DISKUSI NASKAH KEBIJAKAN USULAN PENGUATAN PBM 2006
S
enin, 9 November 2020 pukul 19.00-21.00 WIB, Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja menjadi Narasumber menjadi narasumber diskusi daring terbatas naskah kebijakan usulan penguatan PBM No.9 dan 8 tahun 2006. Kegiatan ini diselenggarakan oleh salah satu lembaga riset yakni Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina. Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja PUSAD Paramadina dalam memperkuat kebebasan beragama dan berkepercayaan di Indonesia. Diskusi ini dikelola oleh Siswo Mulyartono PUSAD Paramadina dan Bapak Jandi Walubi DKI Jakarta. Tujuan besar kegiatan ini adalah mendiskusikan naskah kebijakan usulan PBM 2006, Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan naskah kebijakan, dan mengidentifikasi peluang naskah kebijakan menjadi dasar revisi PBM 2006 bagi pemangaku kebijakan. Ketua Umum NSI selaku perwakilan dari Tokoh Agama Buddha yang menjadi tim perumus PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 pada kesempatan tersebut menyampaikan beberapa point-pont tanggapannya yakni: - Dalam pendahuan disampaikan bahwa setelah 11 kali pertemuan membahas PBM 2006, disepakato para perwakilan majelis agama dan lalu diterbitkan oleh Pemerintah (ditandatangani oleh Menag-Mendagri) yang kemudian PBM disosialisasikan secara masif. Namun seiring berjalannya waktu, tahun ke tahun sosialisasi sudah jarang dilakukan, padahal kasus rumah ibadat masih ada (lagi). Hingga pada tahun 2014, sosialisasi tidak dilaksanakan lagi padahal masih sangat dibutuhkan sosialisasi tersebut.
-
Adanya persoalan implementasi PBM diantaranya yaitu kepala daerah/wakilnya yang telah banyak berganti dan yang baru banyak yg kurang paham mengenai regulasi PBM, masyarakat belum mengetahui aturan PBM, maka kasus masih terjadi. Penyiasatan atas klausul pengaturan dalam PBM, misal “60 dukungan warga sekitar� dari ring jauh yang terjadi dilapangan dan FKUB kurang berperan, kurang dukungan dana dan kekuatan hukum eksistensinya, serta ada tekanan kekerasan mayarotas terhadap minoritas.
-
Persoalan substansif PBM intinya “keberatan syarat 90/60 dalam pasal 14 dianggap menyulitkan minoritas di dalam mayoritas, ada daerah yang menerapkan aturan lokal melebihi ketentuan substantif dalam PBM, kekuatan hukum PBM dianggap lemah dan banyak pihak dengan mudah mengabaikan aturan PBM.
-
Memberikan beberapa catatan dan masukan perlu di apahami bahwa awal PBM ini dibuat, semua tokoh agama sepakat bahwa perlu membuat suatu peraturan yang memberikan petunjuk. PBM ini bukan hanya mengatur untuk pendirian rumah ibadah, namun mencangkup juga sebagai pedoman pelaksanaan tugas kepala/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
-
Namun kebanyakan di lapangan kepala daerah menganggap bahwa permasalahan kerukunan adalah tugasnya FKUB. Dalam PBM disebutkan yang menjadi anggota FKUB adalah tokoh masyarakat/tokoh agama yang punya organisasi maupun tidak punya organisasi. Kemudian dalam PBM ini hanya dicantumkan pembiayaan dari APBN/APBD, sehingga akhirnya ditemukan dilapangan mengenai masalah pendanaan ini menjadi sesuatu yang menentukan. Ini yang akhirnya menjadikan spirit/jiwa nya menjadi berubah dna tidak lagi menjadi spirit yang bagaimana tokoh agama yang tergabung dalam FKUB membantu kepala daerah untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan. Samantabadra | Desember 2020
13
-
Kemudian dalam kaitannya dengan adanya syarat 90/60 dalam pasal 14, tim perumus PBM sepakat bahwa dalam membangun rumah ibadah itu harus merupakan kebutuhan nyata dan sungguh-sungguh, untuk mengukurnya paling tidak harus punya 90 umat dari komunitas yang bersangkutan. Selanjutnya ketika ingin membangun rumah ibadah, paling tidak ada 60 orang diluar agama yang bersangkutan yang menyatakan tidak keberatan.
-
Dalam kaitan dengan itu, sebetulnya masalah yang kaitannya dengan 60 tanda tangan, ini pun tidak bersifat mutlak. Maka dari itu diberikan pasal yang berbunyi, jika sudah memiliki 90 umat, artinya komunitas tersebut diukur sudah membutuhkan rumah ibadah namun belum mendapat persetujuan dari 60 warga, karena dilapangan banyak yang kesulitan disebabkan adnaya kepentingan-kepentingan orang tertentu. Pada situasi ini, kepala daerah Bupati/ Walikota memiliki kebijakan yang harus menentukan dan mengurus masyarakat ditempat yang akan dibangun rumah ibadah agar bisa tergugah sehingga menerima keberadaannya,
atau menentukan/memberikan penawaran kepada pemohon untuk dicarikan tempat lain sebagai pengganti. Maka dari itu syarat 60 tersebut tidak bersifat mutlak. Di akhir pemaparannya, Ketua Umum NSI menyampaikan bahwa pada posisi ini kepala derah harus sangat menyadari bahwa tidak boleh ada keberpihakan atau memperhitungkan untuk 5 tahun kedepan apakah membutuhkan dukungandukungan suara. Terkadang, dilapangan seperti itu. Harusnya semua kembali kepada aturan yang sudah diatur di dalam PBM ini. Selain itu, sosialisasi dan implementasi PBM perlu diperkuat, perlunya peningkatan kekuatan hukum PBM, seperti ditingkatkan menjadi Perpres. Kekurangan-kekurangan yang terdapat di pasal-pasal semua sudah ada di buku tanya jawab PBM ini. Maka dari itu, berkesimpulan bahwa PBM itu bukan di hilangkan, tetapi justru harus diperkuat.***
PENYEBARLUASAN DHARMA
TINDAK LANJUT PEMBELIAN CETYA DI SEMARANG
P
ada tanggal 5 November, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja didampingi Ketua Kartira NSI Ibu Tristina Handjaja melakukan pertemuan dengan Ketua Wilayah NSI Jawa Tengah Bapak Hadi Santoso untuk mendiskusikan kesepakatan dan pembuatan Dokumen Pengikatan Jual Beli untuk pembelian rumah yang biasanya dipergunakan sebagai cetya di Semarang untuk pertemuan dan ceramah pembabaran Dharma, dan
14
Samantabadra | Desember 2020
nantinya akan diurus administrasi kepemilikannya menjadi hak milik NSI. Rumah Rencananya cetya Semarang akan dibangun menjadi Wihara Vimalakirti NSI Semarang sekaligus menjadi kantor wilayah Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Tengah yang dapat menunjang berbagai aktivitas kegiatan pengembangan susunan NSI di Jawa tengah. ***
KETUA UMUM NSI MENJADI NARA SUMBER DISKUSI KELOMPOK TERPUMPUN PENYUSUNAN BUKU MATERI PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA PERSPEKTIF LINTAS AGAMA
J
umat, 6 November 2020, bertempat di Hotel New Saphir, Yogyakarta, Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja menjadi Narasumber perwakilan dari Tokoh Agama Buddha dalam Diskusi kelompok Terpumpun Penyusunan Buku Materi Pembinaan Ideologi Pancasila Perspektif Lintas Agama. Pada kesempatan tersebut Ketua Umum NSI menyampaikan beberapa point-pont pembahasan yakni: - Pada hakikatnya muncul suatu agama itu dikarenakan adanya situasi yang tidak baik. a=tidak, gama= sembrono, kacau. Karena kemunculan suatu agama itu adalah satu kemunculan di mana situasi itu adalah tidak baik, dalam bahasa sansekerta a itu “tidak” dan gama itu “sembrono, kedangkalan, kacau”. Agama sebuah kehadiran yang hakikatnya untuk meyelesaikan masalah. Namun saat sekarang ini, justru katanya adanya Agama menjadi timbul suatu masalah. Padahal sebenarnya tidak ada satupun agama yang
mengajarkan keburukan, karena semua mengajarkan kebaikan (perdamaian). -
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila merupakan sumber energi untuk bisa mewujudkan ke empat sila lainnya. Dalam agama Buddha Ketuhanan Yang Maha Esa ini terwujud dalam konsep tentang adanya suatu hukum yang berlaku secara universal di dalam alam semesta ini dan hukum ini terwujud dalam segala gejala alam semesta dan dalam diri manusia itu sendiri. Hukum tersebut adalah Hukum Sebab-Akibat, yang melandasi segala fenomena yang terjadi pada manusia dan alam semesta, segalanya berjalan sesuai dengan Hukum Sebab Akibat. Sebab yang baik akan menerima akibat yang baik, demikian juga sebaliknya.
-
Konsep ketuhanan dalam agama Buddha terdiri dari beberapa sifat dan aspek, salah satunya adalah konsep tentang Trikaya yang Ekakaya yang memberikan penjelasan mengenai badan Buddha (kaya berarti Samantabadra | Desember 2020
15
badan). Badan di sini tidak dapat diartikan sebagai badan personifikasi, namun harus dilihat sebagai suatu sistem atau kesatuan. Adapun Konsep Trikaya ini terdiri dari : 1. Nirmanakaya (Nirmana berarti transformasi; kaya berarti badan).
Inilah Ekakaya dari Trikaya; Dharmakaya, Sambhogaka, dan Nirmanakaya memiliki hubungan yang saling berkaitan antar badan pokok masing-masing Trikaya (Badan) dengan gerakannya (fungsi), maka dinamakan ”keterpaduan badan dan fungsi”.
2. Sambhogakaya (Sambho berarti keg- Dalam paparannya, Ketua Umum NSI menyamembiraan; bhoga berarti mengambil paikan pentingnya peran pemuka agama untuk bagian; kaya berarti badan) \ mengembalikan agama pada fungsi dasarnya. Kaitannya dengan paradigma berbangsa, Sila 3. Dharmakaya (Dharma berarti hukum, substansi; kaya berarti badan). pertama Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Dharmakaya merupakan inti hakekat Esa harus menjadi landasan. Sila pertama yakni agama. Harus menjadikan ajaran agama/Dhardari seluruh Buddha, inti hakekat dari Nirmanakaya dan Sambhogaka- ma/hukum buddha/kesadaran sebagai landasan dalam seluruh aspek kehidupan. Harus muncul ya. pemikiran bahwa kita sebagai umat beragama Kesatuan ketiga aspek/ badan Buddha ini harus betul-betul menghayati ajaran agama merupakan prinsip yang amat utama di yang kita yakini, sehingga jika ajaran agama dalam pembahasan mengenai Ketuhanan dijadikan landasan utama di dalam menjalankan dalam agama Buddha Niciren Syosyu. perilaku kita dalam kehidupan, karena pada Dharmakaya adalah suasana dan Sambdasarnya agama hadir untuk membimbing mahogakaya adalah prajna dengan manungnusia untuk menjadi baik dalam menjalankan galnya suasana/ hukum dan prajna/ kekehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bijaksanaan tertinggi terwujudlah maitri bernegara. *** karuna yang nyata dalam Nirmanakaya.
-
KETUA UMUM NSI MENJADI NARASUMBER DIALOG TOKOH MAJELIS AGAMA DALAM RANGKA PENGUATAN NKRI
R
abu, 4 November 2020, bertempat di Millenium Hotel, Jakarta, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja menjadi Narsumber dalam acara yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia yakni Dialog Tokoh Majelis Agama “Perlindungan Umat,Tokoh/ Pemuka, dan Simbol Agama dalam Rangka Penguatan NKRI”. 16
Samantabadra | Desember 2020
Dalam forum tersebut Ketua Umum NSI menyampaikan perspektif Agama Buddha Dalam Melihat Perlindungan Umat, Tokoh/ Pemuka, dan Simbol Agama Dalam Rangka Penguatan NKRI dalam beberapa point-pont pembahasan yakni: - Pertama melihat yang kaitannya dengan agama : agama adalah sebuah kehadiran a=tidak, gama= sembrono, kacau. Karena kemunculan suatu agama itu adalah satu
kemunculan dimana situasi itu adalah tidak baik, dalam bahasa sansekerta a itu “tidak� dan gama itu “sembrono, kedangkalan, kacau�. Agama sebuah kehadiran yang hakekatnya untuk meyelesaikan masalah. Agama menjadi sebuah kehadiran yang mampu memberikan perlindungan kepada umatnya. Dalam perspektif ini, maka tidak ada agama apapun yang mengajarkan kekerasan. Hal tersebut harus menjadi pemikiran yang jernih terhadap kehadiran suatu agama. -
Makna perlindungan dalam Agama Buddha yakni Perlindungan adalah sebuah hasil, manusia yang sadar seutuhnya menyadari bahwa hakikat perlindungan adalah hasil/akibat dari memunculkan kesadaran Buddha di dalam dirinya sendiri, melakukan tindakan-tindakan nyata (sadar, waspada, berani menghadapi/ mengatasi kesulitan), sehingga dapat menarik perlindungan dari lingkungan/ alam semesta (orang-orang yang berada di lingkungan tempat ia berada, sesuai prinsip naikun gego) menjadi pelindung dirinya/mampu menarik perlindungan dan terwujud nyata. Umat, maupun tokoh/ pemuka agama wajib menjalankan sikap
hidup ini untuk mewujudkan perlindungan baik bagi dirinya sendiri maupun seluruh unsur agamanya. -
Tentang penguatan NKRI, Negara sudah mengatur dan negara juga wajib hadir memberikan pengayoman, perlindungan kepada segenap bangsa Indonesia, sebagai wujud dari tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan UUD NRI 1945. salah satu cita-cita dan tekadnya ingin melindungi seluruh warga negara, termasuk simbol-simbol agama yang sudah tercakup di dalamnya.
-
NKRI yang kuat adalah akibat dari sebab pelaksanaan sikap hidup umat maupun tokoh/pemuka agama yang senantiasa membangkitkan kesadaran Buddha-nya dan melaksanakan tindakan-tindakan nyata dalam hidupnya (sadar, waspada, berani menghadapi-mengatasi kesulitan).
Ketua Umum NSI juga mengingatkan untuk semakin meningkatkan kualitas diri kita dan kualitas komunitas kita agar mampu hadir sesuai dengan misi dan cita-cita asalnya suatu agama yaitu memberikan manfaat kepada umat, lingkungan dan kepada seluruh umat manusia. ***
Samantabadra | Desember 2020
17
_AJARAN
Surat Balasan kepada Soya Dono
Mengenai Kewaspadaan untuk Mencapai Kesadaran Buddha Gosyo Kensyu
Gosyo Zensyu halaman 1055
Latar Belakang
S
urat ini ditulis di Gunung Minobu pada tanggal 3 bulan 8 tahun Kenji ke-2 (1276) ketika Niciren Daisyonin berusia 55 tahun. Surat berita yang dikirim kepada Soya Kyosin Nyudo ini disebut Surat Balasan Kepada Soya Dono. Berdasarkan isinya surat ini mempunyai nama lain, yaitu Surat Mengenai Kewaspadaan Untuk Mencapai Kesadaran Buddha (Jobutsu Yojin Syo). Pertama, isi surat ini menerangkan, bahwa Jalan Pencapaian Kesadaran Buddha terdapat pada Saddharmapundarika-sutra yang membabarkan, bahwa Kedua Hukum Suasana dan Prajna tidak terpisah. Dalam sutra-sutra sementara sebelum Saddharmapundarika-sutra, Suasana dan Prajna adalah dua hal yang terpisah, maka dengan demikian tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Selanjutnya, diterangkan, bahwa manunggalnya Badan Pokok Suasana dan Prajna (Kyoci Icinyo) yang dibabarkan Saddharmapundarika-sutra adalah lima-tujuh aksara Nammyohorengekyo dan ini merupakan hukum pokok pencapaian Kesadaran Buddha bagi umat manusia Masa Akhir Dharma. Untuk itu, di dalam Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra, ikatan pokok penting ini diwariskan kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing oleh Buddha Pokok. Dan dibabarkan pula, bahwa sekarang Niciren Daisyonin menyebarkan Hukum Pokok itu. Dalam pewarisan tugas ini ada dua makna pewaris tugas (fuzoku) yakni umum (so fuzoku) dan khusus (betsu fuzoku). Niciren Daisyonin membimbing dengan tegas, bahwa jika mencampuradukkan kedua makna ini, melupakan Guru Sumber Pokok, mempunyai keinginan untuk pindah kepada guru lain, Buddha lain dan sutra lain, maka tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha dan terus berputar dalam penderitaan hidup-mati. Kemudian, seandainya menjadi guru yang benar juga, jika melihat pemfitnahan Dharma tidak memarahi dan menyerangnya diterangkan, bahwa guru dan penganut, keduanya jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tidak terputus-putus. Di sini dinyatakan, bahwa Saddharmapundarikasutra adalah bibit, Buddha adalah orang yang menanam bibit itu dan umat adalah sawah. Bagaimana pun, dianjurkan agar umat manusia Masa Akhir Dharma mematangkan Bibit Buddha yang ditanam di dalam jiwa masing-masing berdasarkan guru yang benar dan Hukum 18
Samantabadra | Desember 2020
sesungguhnya. Guru yang benar adalah Buddha Pokok yang mencakup ketiga kebajikan; Guru, Ayah-bunda dan Hukum Sesungguhnya adalah Saddharmapundarika-sutra (Nammyohorengekyo Penanaman Bibit Dari Kalimat Tersirat). Dengan berdasarkan pada guru yang benar dan Hukum Sesungguhnya, semuanya dapat mencapai Kesadaran Buddha. Terakhir diperingatkan dengan tegas, “Jika menyalahi makna seperti ini, Niciren pun tidak dapat menyelamatkan hidup Anda di masa yang akan datang”. Demikianlah, Niciren Daisyonin memberitahukan untuk mewujudkan hati yang selalu waspada dalam mencapai Kesadaran Buddha.
Isi Gosyo
D
alam Bab 2 Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra, rol ke-1 dibabarkan, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung”. Mahaguru Tien-tai menerangkan, “Tepian ‘suasana’ luas tidak terbatas maka dikatakan sangat dalam, Air Prajna sukar diukur, maka dikatakan tidak terhitung”. Sebenarnya kalimat sutra ini beserta keterangannya mengandung makna, bahwa jalan untuk menjadi Buddha ada pada dua Hukum: Suasana (Kyo) dan Prajna (Ci). Yang dimaksud dengan Suasana adalah Badan Puluhan Ribu Hukum. Yang dimaksud dengan Prajna adalah Rupa dari Jitai Kensyo. Pada saat tepian Suasana ‘Dalam, Luas dan Besar, Air Prajna mengalir tanpa terhambat. Dengan manunggalnya ‘Suasana dan Prajna’ ini, dapat dicapai Kesadaran Buddha Dalam Badan Apa Adanya. Dalam sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra, ‘Suasana dan Prajna’ masing-masing berlainan, apalagi karena merupakan Ajaran Sementara dan upaya, maka tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Sekarang, Saddharmapundarika-sutra yang mengatakan, bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna, mengajarkan mengenai Empat Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken), yakni Membuka, Mewujudkan, Menyadarkan, dan Memasukkan, serta dapat Memperoleh Kesadaran. Pembuktian dalam jiwa ini sama sekali tidak dapat dijangkau oleh Sravaka dan Pratekyabuddha. Hal ini dibabarkan dalam kalimat selanjutnya yang berbunyi, “Semua Sravaka dan Pratekyabuddha tidak dapat mengetahuinya”. Apakah yang dimaksud dengan kedua Hukum Suasana dan Prajna ini? Tidak lain adalah Lima Aksara Nammyohorengekyo. Buddha Sakyamuni mengundang Bodhisattva Muncul dari Bumi untuk mewariskan tugas lima aksara ini yang merupakan ikatan pokok penting. Ini dikatakan sebagai Pintu Hukum Honge Fuzoku. Samantabadra | Desember 2020
19
Akan tetapi Bodhisattva Visisthakaritra dan lain-lain timbul secara nyata pada 500 tahun awal Masa Akhir Dharma untuk menyebarkan Lima Aksara ini yang merupakan kedua Hukum Suasana dan Prajna. Ini dengan jelas dan tegas terdapat dalam kalimat sutra. Siapakah yang masih membahasnya? Niciren bukanlah orang itu dan utusan itu, namun secara garis besar sebagai orang yang mengawali untuk mulai menyebarkannya. Bodhisattva Visisthakaritra telah memperoleh Air Prajna Saddharma dari Tathagata Sakyamuni untuk dialirkan seterusnya kepada umat yang belum mempunyai akar bakat di masa buruk, Masa Akhir Dharma. Inilah makna dari Prajna. Bodhisattva Visisthakaritra menerima pewarisan tugas dari Buddha Sakyamuni, maka Niciren juga menyebarkan Pintu Hukurn ini di dalam negeri Jepang. Di sini ada lagi dua makna : umum dan khusus. Jika sedikit saja menyalahi kedua makna umum dan khusus ini, maka sama sekali tidak boleh mengharap akan dapat mencapai Kesadaran Buddha, bahkan menjadi berputar mengelilingi penderitaan hidup-mati. Misalnya, para Sravaka pada masa hidup Buddha Sakyamuni telah menerima penanaman bibit dari Buddha Sakyamuni, ketika menjadi Pangeran ke-16 dari Buddha Mahabijnajnanabhibhu. Oleh karena itu, mereka sama sekali tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha dengan bertemu Tathagata Amitabha atau Tathagata Bhaisyajyaguru. Sebagai umpama, jika mengambil air dari lautan besar dan dibawanya ke dalam rumah, maka seisi keluarga dapat memanfaatkannya. Tetapi jika air dari lautan besar yang diambil itu diabaikan setetes pun dan kembali menginginkan air lautan besar lainnya, sama sekali merupakan kesalahan besar, sungguh bodoh sekali. Bila melupakan Guru Sumber Pokok yang memberikan Air Prajna lautan besar Saddharmapundarika-sutra, hatinya berpindah kepada yang lain, pasti menjadi bahaya berputar dalam penderitaan hidup mati. Tetapi, sekalipun merupakan guru, kalau mempunyai kesalahan, maka harus membuangnya. Namun, ada juga di mana tidak perlu membuangnya, ini tergantung dari teori kewajaran masyarakat dan Hukum Buddha. Biksu Masa Akhir Dharma, kebanyakan tidak mengetahui teori Jalan Hukum Buddha, terikat kesombongan sendiri, sehingga merendahkan guru dan menjilat umat. Hanya biksu yang tulus hati, mempunyai sedikit hawa nafsu dan mengenal rasa puas merupakan biksu yang sesungguhnya. Hokke Mongu jilid satu mengulas, “Sekalipun belum menyadari teori sesungguhnya, kalau merasa malu terhadap dewa Makna Utama, malu terhadap para Orang Arif, Ia adalah biksu yang mempunyai rasa malu. Kalau dapat menimbulkan prajna dari kanjin, ia adalah biksu yang sebenarnya”. Sutra Nirvana membabarkan, “Jika biksu yang baik melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha, tetapi membiarkan tanpa memarahi, menyerang, mengusir dan menerangkan kesalahannya, hendaklah sungguh-sungguh diketahui, bahwa orang ini adalah orang yang merugikan dalam Hukum Buddha. Apabila sungguh-sungguh mengusir, memarahi, menyerang dan memberitahukan kesalahannya, orang itu adalah murid Saya, Sravaka yang sebenamya”. Kata ‘lihat’ dalam kalimat ‘melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha’ dan kata ‘membiarkan’ dalam kalimat ‘membiarkan tanpa memarahi’ hendaknya sungguh-sungguh dilukiskan di dalam jiwa.
20
Samantabadra | Desember 2020
Jika melihat musuh Saddharmapundarika-sutra, membiarkan dan melepaskan tanpa memarahinya, guru dan penganut, keduanya tidak diragukan lagi, akan terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tidak terputus-putus. Mahaguru Nan-Yueh mengatakan, “Terjatuh ke dalam neraka bersama-sama berbagai orang buruk”. Tidak menyerang pemfitnahan dharma, tetapi ingin mencapai Kesadaran Buddha, sama seperti menginginkan air dalam api, mencari api dalam air, alangkah menyedihkan, alangkah menyedihkan. Bagaimanapun memercayai Saddharmapundarikasutra, kalau ada pemfitnahan dharma, pasti terjatuh dalam neraka, sama seperti di dalam ribuan sendok pernis ada sepotong kaki kepiting (menjadi tidak berguna). Inilah yang dimaksud dengan perkataan, “Hawa nafsu masuk dengan mendalam, sehingga kehilangan hati pokok”. Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Di tanah Buddha mana pun, selalu dilahirkan bersama-sama guru”. Dan membabarkan lagi, “Kalau akrab dan erat dengan Guru Hukum, segera dapat memperoleh Jalan Bodhisattva. Dan dengan sungguh hati belajar dan mengikuti guru tersebut, dapat melihat para guru sebanyak pasir sungai Gangga”. Dalam keterangannya dikatakan, “Dengan mengikuti Buddha ini, baru untuk pertama kali menimbulkan hati Jalan pertapaan dan dengan mengikuti Buddha ini dapat menetap pada tempat tidak akan mundur”. Atau ada yang mengatakan, “Pada awalnya mengikat jodoh dengan mengikuti Buddha dan Bodhisattva ini dan tergantung kepada Buddha dan Bodhisattva ini pula, dapat mencapai Jalan Kebuddhaan”. Dengan sungguh-sungguh berulang kali mengatakan agar jangan sampai salah dalam mengikuti Guru Pokok dan capailah Kesadaran Buddha. Buddha Sakyamuni adalah Guru Pokok yang diikuti seluruh umat manusia, apalagi Beliau mencakup kebajikan Majikan dan Orang Tua. Karena Pintu Hukum ini diutarakan oleh Niciren, seperti teori kewajaran pada umumnya, nasihat yang baik tidak enak didengar”, maka dijatuhi hukuman pembuangan dan akhirnya terancam jiwanya. Sekalipun begitu, sekarang masih belum jera. Saddharmapundarika-sutra bagaikan bibit, Buddha bagaikan orang yang menanam, umat bagaikan sawah. Jika menyalahi makna seperti ini, Niciren pun tidak dapat menyelamatkan hidup Anda di masa yang akan datang. Salam hangat. Tanggal 3, bulan 8, tahun Kenji kedua Soya Dono tertanda, Niciren
Samantabadra | Desember 2020
21
Kutipan Gosyo
1
Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung.
Anak Cabang
Keterangan: Dalam surat ini, pertama-tama dikutip kalimat Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung”, dan kalimat Hokke Gengi, Mahaguru Tien-tai yang berbunyi, “Tepian Suasana luas tidak terbatas, maka dikatakan sangat dalam. Air prajna sukar diukur, maka dikatakan tidak terhitung”. Dan diterangkan pula, bahwa Jalan Pencapaian Kesadaran Buddha hanya ada pada Dua Hukum, Suasana dan Prajna. Suasana tersebut adalah “Badan Puluhan Ribu Hukum”, berarti Badan Pokok seluruh gejala alam semesta. Prajna adalah ‘Rupa Jitai Kensyo’, berarti gerakan fungsi yang mewujudkan dan menerangi Badan Pokok Badan Puluhan Ribu Hukum apa adanya. Suasananya tidak terbatas, luas dan dalam, maka aliran Air Prajna yang merupakan gerakan fungsi yang mewujudkan dan menerangi Suasana tersebut, mengalir tanpa terhambat. Dibabarkan, bahwa banyaknya air tidak terukur, sedemikian penuh dan kaya, maka diterangkan, bahwa ketika Suasana yang sedemikian dalam dan Prajna yang tidak terhitung manunggal, dapat tercapai Kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Dalam Ajaran Sementara, Suasana dan Prajna berlainan, maka umat manusia tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Sebaliknya Saddharmapundarika-sutra membabarkan manunggalnya Suasana dan Prajna, maka umat manusia dapat membuka, mewujudkan, menyadari dan memasuki Pandangan Mengetahui Buddha, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha. 22
Samantabadra | Desember 2020
Pembuktian dalam jiwa dan Pandangan Mengetahui Buddha dari manunggalnya Suasana dan Prajna, tidak bisa dijangkau oleh Sravaka dan Pratyekabuddha yang berprajna dangkal. Mengenai hal ini di dalam Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Seluruh Sravaka dan Pratekyabuddha tidak dapat mengetahuinya”. Mengenai Dua Hukum : Suasana dan Prajna Prajna Seperti yang telah dijelaskan dalam isi surat ini, dalam Bab II Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra, kepada Sariputra Buddha Sakyamuni mengatakan, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung. Pintu prajna tersebut sangat sulit dimengerti, sulit dipahami. Seluruh Sravaka maupun Pratyekabuddha tidak dapat mengetahuinya”. Maksud sebenarnya menerangkan, bahwa Prajna Buddha lebih dalam dan jauh melampaui Prajna Dwiyana serta sangat luas. Hal ini mengejutkan Sravaka dan Pratyekabuddha, sehingga mereka merombak perasaannya secara total untuk dibimbing sampai dapat menyadari tentang prajna Buddha. Mengenai kalimat sutra yang tersohor ini, Mahaguru Tien-tai dari Tiongkok menerangkannya secara vertikal, horizontal dan sebagainya dalam tiga bagian besar, yakni Hokke Mongu, Hokke Gengi dan Makasyikan. Yang menjadi titik penting dari keterangan tersebut adalah Dua Hukum Suasana dan Prajna. Kalimat Sutra Bab Upaya Kausalya yang berbunyi, “Prajna para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung”, berarti
memuji prajna sesungguhnya Sang Buddha. Dan kalimat selanjutnya yang berbunyi, ‘Prajna tersebut sulit dimengerti, sulit dipahami”, ditunjuk oleh Mahaguru Tien-tai sebagai pujian terhadap Prajna Sementana Sang Buddha. Berarti, Prajna Buddha terdapat dua Prajna, yakni Sesungguhnya dan Sementara. Selanjutnya, dua prajna ini mencakupi Pelaksanaan Diri Sendiri (Jigyo) dan Pelaksanaan Untuk Orang lain (Keta). Dengan demikian, pada prajna Buddha itu terdapat dua prajna dari Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, serta dua prajna Pelaksanaan Untuk Orang Lain dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Biasanya, arti Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri dan Pelaksanaan Untuk Orang lain, suatu saat disesuaikan dengan pelaksanaan pertapaan dan suatu saat disesuaikan dengan Badan Hukum. Di sini, membahas mengenai yang disesuaikan dengan Badan Hukum. Kalau menerangkan dengan menyesuaikan kepada pelaksanaan pertapaan, maka dinamakan menguntungkan diri sendiri dan menguntungkan orang lain. Maka Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri berarti pelaksanaan pertapaan agar diri sendiri memperoleh karunia manfaat dari Hukum. Pelaksanaan Untuk Orang Lain, berarti membimbing dan mengajarkan orang lain. Kalau menerangkan dengan yang disesuaikan kepada Badan Hukum, maka Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri berarti menjelaskan dan membabarkan suasana atau Kesadaran Buddha dengan badan apa adanya yang disebut “Hukum Zuiji-i”. Sedangkan Pelaksanaan Untuk Orang Lain berarti pembabaran Sang Buddha yang disesuaikan dengan akar bakat umat manusia Sembilan Dunia yang disebut “Hukum Zuita-i”. Dalam Hukum Buddha Sakyamuni, Badan Hukum Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri yang berarti Hukum Zuiji-i adalah Saddharmapundarika-sutra. Badan Hukum Pelaksanaan Untuk Orang Lain yang berarti Hukum Zuita-i adalah Ajaran Sementara.
Selanjutnya, di dalam Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri (Hukum Zuiji-i) dan Pelaksanaan Untuk Orang Lain (Hukum Zuita-i) dari Sang Buddha masing-masing terdapat dua prajna, yakni Sesungguhnya dan Sementara. Berarti, dua prajna Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri Sang Buddha dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Dua prajna Pelaksanaan Diri Sendiri Sang Buddha dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, berarti Prajna Sementara dan Prajna Sesungguhnya yang terdapat dalam pembabaran Saddharmapundarikasutra yang merupakan Hukum Zuiji-i. Prajna Sesungguhnya, berarti prajna yang mencapai ke dasar teori Sesungguhnya, sehingga sangat mendalam, oleh karena itu sulit dijangkau oleh pikiran manusia. Prajna sementara berarti Prajna Upaya, prajna yang mengetahui berbagai Hukum upaya. ‘Dua Hukum ini’ (dua prajna Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya Sang Buddha), berarti hanya Buddha dan Buddha saja yang sungguh mengetahui wajah sesungguhnya berbagai hukum. Dengan kata lain, kalau prajna sesungguhnya saja, akan melampaui umat manusia, sehingga tidak dapat menyelamatkan seluruh umat manusia. Tetapi, melalui prajna sementara dapat mengetahui berbagai hukum upaya, sehingga menimbulkan hubungan dengan umat manusia. Oleh karena itu dapat membimbing umat manusia menuju kesadaran. Kesatuan dua prajna tersebut di katakan, “Hanya Buddha dan Buddha yang sungguh-sungguh mengetahui,” yakni Prajna Buddha. Dan di antara ketiga hukum dikatakan sebagai “Hukum Buddha”. Hal tersebut tidak dapat dipikir serta direnungkan oleh umat manusia maka dikatakan sebagai ‘Sad’ (Myo). Di antara Prajna Buddha dan Pelaksanaan Untuk Diri Sendiri Sang Buddha (Hukum Zuiji-i), kalimat “prajna Para Buddha sangat dalam dan tidak terhitung” membabarkan Prajna Sesungguhnya. Untuk memuji Prajna Samantabadra | Desember 2020
23
Sesungguhnya tersebut, maka dikatakan “sangat dalam dan tidak terhitung”. Berarti secara vertikal Prajna Sesungguhnya Buddha hingga ke dasar teori sesungguhnya maka dikatakan ‘Sangat dalam’, dan secara horizontal mencakup seluruh Dunia Hukum tanpa kurang sedikit pun, maka dipuji, ‘Tidak terhitung’. Di sini secara horizontal maupun vertikal mencakup segi ruang dan waktu. Dengan kata lain ‘kedalamannya jauh, melebarnya luas’ Perumpamaan ini dijelaskan sebagai ‘akarnya dalam berarti subur, sumbernya jauh alirannya panjang’. Suasana Dikatakan bahwa Prajna Sesungguhnya Buddha mencapai hingga ke dasar teori sesungguhnya dan mencakup seluruh Dunia Hukum. ‘Teori sesungguhnya’ dan ‘Dunia Hukum’ tersebut tidak lain adalah Suasana. Hakikat Prajna Sesungguhnya Buddha dibabarkan dalam Bab 2, Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra sebagai berikut, “Tempat pencapaian Kesadaran Buddha adalah Hukum yang jarang sekali dan utama, serta sulit dimengerti. Hanya Buddha dan Buddha saja yang sungguh-sungguh mengetahui hakikat wajah sesungguhnya berbagai Hukurn, yakni Nyoze So, Nyoze Syo, Nyoze Tai, Nyoze Riki, Nyoze Sa, Nyoze In, Nyoze En, Nyoze Ka, Nyoze Ho, Nyoze Honmakkukyoto dan berbagai hukum”. Menurut kalimat di atas, Sang Buddha benarbenar memahami hakikat Hukum 10 Aspek (proses gerakan jiwa); wajah sesungguhnya berbagai Hukum. Di dalam Hokke Gengi dikatakan, bahwa Buddha adalah ‘Saddharma’, berarti Beliau menyadari ‘Hukum Sepuluh Dunia Sepuluh Aspek Dari Ajaran Sementara Dan Ajaran Sesungguhnya’, Hukum yang sulit dimengerti oleh manusia biasa dan Dwiyana. Mengenai Hukum Saddharma, di dalam Hokke Gengi Mahagunu Tien-tai menjelaskan Ketiga Saddharma, yakni Hukum Umat Manusia, Hukum Buddha dan Hukum Sekejap Penasaan Hati. Kegaiban Hukum Buddha saran, artinya 24
Samantabadra | Desember 2020
dengan Prajna Buddha dan di antara lima mata sesuai dengan Mata Buddha, maka merupakan Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken). Di sini, Hukum (teori sesungguhnya) yang dapat melihat tembus Hukum Buddha (Prajna Buddha, mata Buddha) dikatakan sebagai Hukum Umat Manusia. Dan untuk menjelaskan Hukum Umat Manusia, Mahaguru Tien-tai di dalam Hokke Gengi menjelaskan dengan urutan Sepuluh Aspek, Sepuluh Dunia, Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Jika demikian apakah yang dimaksud dengan Hukum Sekejap Perasaaan Hati ? Maksudnya adalah, pada Kesadaran Buddha, baik Hukum Sekejap Perasaan Hati, Hukum Umat Manusia maupun Hukum Buddha tidak ada perbedaan, tetapi bagi orang yang baru menjalankan pertapaan Jalan Buddha, itu adalah mengamati hati diri-sendiri yang merupakan hal yang sederhana untuk mendekati kesadaran Di sini penjelasannya lebih dititikberatkan pada Hukum Sekejap Perasaan Hati. Keadaan kesadaran para Buddha adalah rnanunggalnya prajna (Mata Buddha, Hukum Buddha) dengan suasana (hukum umat manusia, seluruh Hukurn, berbagai Hukum), dan di situ Prajna dan Suasana yang pasif maupun yang aktif menjadi satu dan ‘tempat’ tersebut langsung menjadi Sekejap Perasaan Hati Sang Buddha. Oleh karena itu kalimat ‘Sekejap perasaan hati, Buddha dan umat manusia, ketiganya tidak ada perbedaan...’ menerangkan kegaiban suasana jiwa. Berdasarkan Prajna Buddha (prajna yang aktif mengamati), suasana pengamatan yang tembus dilihat oleh Sang Buddha adalah wajah sesungguhnya berbagai Hukum. Dengan kata lain, Hukum Sepuluh Dunia Sepuluh Aspek dari Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya, yakni Hukum Umat Manusia wajah sesungguhnya seluruh hukum.
2
Mahaguru Tien-tai menerangkan. “Tepian ‘suasana’ Iuas tidak terbatas maka dikatakan sangat dalam, Air Prajna sukar diukur, maka dikatakan tidak terhitung”.
Anak Cabang
Keterangan: Dalam Hokke Gengi Mahaguru Tien-tai mengatakan, tepian Suasana luas tidak terbatas, maka Air Prajna sukar diukur : Hanya Buddha dan Buddha saja yang sungguhsungguh mengetahuinya,” Selanjutnya, dengan menerima keterangan Mahaguru Tientai, dalam Keterangan Hokke Gengi Mahaguru Miao-lo mengatakan, “Suasana sesungguhnya sangat dalam, maka menjadi vertikal. Suasana Sementara tidak terbatas maka menjadi horizontal. Air dari horizontal dan vertikal sukar diukur. Oleh karena itu, sukar mengukur prajna Buddha.” Mengenai Dua Hukum, Suasana dan Prajna, Suasana adalah ‘tepian’ yang diumpamakan seperti tanah yang sangat luas dan rongga yang dalam sekali. Dan Prajna diumpamakan air tak terhitung yang memenuhi rongga yang sangat besar dan dalam sekali. Dalam keterangan Mahaguru Tien-tai, Suasana yang menerima diumpamakan sebagai ‘tepian’, sangat luas, besar dan tak terbatas. maka dikatakan sangat dalam. Dan prajna yang aktif diumpamakan air yang memenuhi ‘tepian’, sulit diukur maka dikatakan ‘tidak terhitung’. ini menerangkan ‘sangat dalam dan tidak terhitung’ yang terdapat dalam Bab Upaya Kausalya. Di dalam keterangan, Mahaguru Miao-lo membagi ‘tepian’ menjadi ‘dalam’ (vertikal) dan ‘luas dan besarnya tak terbatas’ (horizontal), dan membagi yang pertama sebagai Suasana Sesungguhnya, sedangkan yang kedua sebagai Suasana Sementara. Dan dijelaskan bahwa air prajna tersebut memenuhi ‘tepian’ secara vertikal maupun horizontal dan sulit diukur, maka diterangkan sebagai menerangkan kalimat sutra Bab Upaya Kausalya yang berbunyi, Prajna para Buddha sangat dalam dan
tidak terhitung, sebagai pujian terhadap Prajna Sesungguhnya Sang Buddha. Sebaliknya mungkin Mahaguru Miaolo menerangkannya sebagai dua Prajna Sementara dan sesungguhnya dari Buddha; suasana yang menerima yang merupakan objek pun dibagi menjadi dua: Suasana Sesungguhnya dan Sementara.
3
Sebenarnya kalimat sutra ini beserta keterangannya mengandung makna, bahwa jalan untuk menjadi Buddha ada pada Dua Hukum : Suasana (kyo) dan Prajna (ci). Keterangan: Sesuai kalimat sutra Bab Upaya Kausalya Saddharmapundarika-sutra dan kalimat keterangan dari Mahaguru Tien-tai dan Mahaguru Miao-lo, Niciren Daisyonin membabarkan, bahwa pada hakikatnya hubungan antara Dua Hukum Suasana dan Prajna merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai Kesadaran Buddha bagi manusia biasa. Seperti yang telah diterangkan pada surat ini, penentuan pencapaian Kesadaran Buddha umat manusia tergantung pada manunggal atau tidaknya Suasana dan Prajna.
4
Yang dimaksud dengan Suasana adalah badan puluhan ribu Hukum. Yang dimaksud dengan prajna adalah rupa dari Jitai Kensyo... Dengan manunggalnya ‘Suasana dan Prajna’ ini, dapat dicapai Kesadaran Buddha dalam badan apa adanya.
Anak Cabang
Keterangan: ‘Suasana’ dikatakan sebagai ‘Badan Puluhan Ribu Hukum’, ‘Prajna’ dikatakan sebagai ‘rupa Jitai Kensyo’. Badan Puluhan Ribu Hukum, berarti Badan Pokok semua Gejala Alam Semesta. Tetapi, sekalipun di katakan sebagai Badan Pokok, bukan berarti setiap Gejala Alam Semesta merupakan Samantabadra | Desember 2020
25
sesuatu benda yang berwujud. Ini merupakan salah satu ajaran Sang Buddha dari segi Akar Pokok. Yang menerangkan hal ini dengan jelas adalah ajaran yang mengatakan ‘Timbul Dari Jodoh’. Timbul dan Jodoh berarti timbul tergantung jodoh, dan tiap gejala maupun sesuatu benda dari semua gejala alam semesta bukan timbul berdiri sendiri dari benda ataupun gejala yang lain, namun pasti ‘timbul tergantung jodoh’ dari benda lain atau gejala. Sebagai manusia biasa kita merasa, bahwa gejala maupun sesuatu benda ada karena adanya sifat yang jelas. Namun, sebenarnya segala sesuatu timbul nyata karena keterpaduan sementara antara sebab dan jodoh. Sesuatu itu sendiri sebenarnya Ku (karena ada, maka bukan berarti tidak ada). Setiap gejala alam semesta timbul karena adanya kemanunggalan jodoh dengan yang lainnya. Berarti, jika terlepas dari hubungan dengan sesuatu benda lain atau gejala, maka tidak akan timbul sesuatu. Mengambil salah satu gejala alam semesta yang manapun, itu tetap berhubungan dengan sesuatau benda. yang lainnya. Jadi berhubungan dengan semua Badan Puluhan Ribu Hukum. Misalnya, adanya satu keranjang adalah karena simpul keranjang saling berkaitan dengan simpul lainnya. Jika menarik satu simpul keranjang, bukan hanya satu saja yang tertarik tetapi simpul yang Iainnya pun tertarik secara bersamaan. Seperti demikian, Semuanya saling berhubungan, salah satu dari yang manapun mencakup semuanya pula. Dan mengenai semua gejala alam semesta yang masing-masing memiliki kemutlakan sifat tidak ada perbedaan, dijelaskan oleh Niciren Daisyonin sebagai ‘Badan dari Puluhan Ribu Hukum’, maka dikatakan menjadi ‘Suasana Jiwa’. Kemudian, Prajna yang aktif melihat suasana jiwa ini dengan sesungguhnya merupakan ‘Rupa dari Jitai Kensyo ‘. ‘Ji’ dan ‘Jitai’ berarti sendiri atau menyatakan diri sendiri. ‘Tai’, berarti Badan Puluhan Ribu Hukum atau menyatakan puluhan ribu gejala alam semesta sebagai jodoh. Dengan demikian, wajah apa adanya semua dunia yang saling berhubungan dengan timbulnya jodoh 26
Samantabadra | Desember 2020
dari puluhan ribu gejala alam semesta disebut ‘Jitai’. Yang melihat tembus ‘Jitai’ dengan mata (Mata Buddha) tanpa ada sedikit pun kekotoran dan kebengkokan adalah prajna. Prajna adalah ‘Wajah Jitai Kensyo’, berarti berdasarkan prajna yang aktif, keadaan apa adanya dari seluruh Badan Puluhan Ribu Gejala Alam semesta timbul dengan jelas. Dengan kata lain, lebih menitikberatkan pada ‘menerima’. Sekalipun dikatakan sebagai Suasana atau Prajna, suasana jiwa manusia biasa sulit untuk dapat merasa dan mengerti. Oleh karena itu, hanya bisa dinyatakan sebagai ‘sangat dalam dan tidak terhitung’. Pada kalimat selanjutnya Niciren Daisyonin mengatakan, “Tetapi pada saat tepian suasana dalam, luas tidak terbatas, Air Prajna mengalir tanpa terhambat. Dengan manunggalnya Suasana dan Prajna ini, dapat mencapai Kesadaran Buddha Dalam Badan Apa Adanya”. Dari sini dapat dimengerti, bahwa sekalipun Beliau mengutip secara Iangsung kalimat Hokke Gengi dari Mahaguru Tien-tai yang mengumpamakan Suasana sebagai Tepian dan Prajna sebagai Air, Niciren Daisyonin membabarkannya secara lebih dinamis dari pada Mahagunu Tien-tai. Perbedaan hal ini jelas terutama pada pembabaran yang mengatakan, bahwa Air Prajna terus mengalir tanpa hambatan. Air Prajna yang luas, besar dan dalam dari Mahaguru Tientai diterangkan sebagai air tidak terhitung yang memenuhi tepian, sebaliknya ‘air’ Prajna dari Niciren Daisyonin adalah air tak terhitung yang terus mengalir tanpa hambatan. Bagaimanapun, tergantung kemanunggalan Suasana dan Prajna, manusia biasa dapat mencapai Kesadanan Buddha Dalam Badan Apa Adanya. Jawaban bagaimana kita manusia biasa dapat mencapai Kesadaran Buddha tendapat pada kalimat selanjutnya.
5
Dalam sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra, ‘Suasana dan Prajna’ masing-masing berlainan... Sekarang Saddharmapundarika-sutra yang mengatakan bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna, mengajarkan mengenai Empat Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken) yakni membuka, mewujudkan, menyadarkan dan memasukkan, serta dapat memperoleh Kesadaran.
GM
Keterangan: Berbagai sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra merupakan ajaran yang disesuaikan dengan akar bakat umat manusia, maka Hukum (suasana jiwa) - nya berbeda dengan Prajna Buddha. Dengan demikian Suasana dan Prajna tidak bisa manunggal. OIeh karena itu, tidak dapat dicapai Kesadaran Buddha berdasarkan Ajaran Sementara dan berbagai sutra upaya. Sebaliknya dikatakan, “ ‘Sekarang’, Saddharmapundarika-sutra yang mengatakan, bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna ”, Selaras dengan hal ini, baru setelah memasuki Saddharmapundarika-sutra, tidak dihubungkan lagi dengan akar bakat umat manusia dan secara jelas dibabarkan Kesadaran Buddha yang sebenarnya: Di situ terwujud nyata kesadaran dalam jiwa Sang Buddha dan manunggalnya Suasana dan Prajna. Bahkan Prajna yang aktif (Prajna Buddha, mata Buddha) ini sejak asal mula telah tercakup pada umat manusia Sembilan Dunia sebagai Pandangan Mengetahui Buddha (Butciken). Oleh karena itu, bagaimana agar manusia biasa dapat mencapai Kesadaran Buddha, telah diterangkan sebagian hal tersebut dari segi akar pokok. Selanjutnya, kalimat Bab Upaya Kausalya yang tersohor mengatakan, bahwa tujuan utama kehadiran para Buddha di dunia adalah membuka “Pandangan Mengetahui Buddha” yang tercakup di kedalaman jiwa umat manusia sejak asal mula dan mewujudkan, menyadarkan serta memasukkannya ke dalam
Jalan “Pandangan Mengetahui Buddha” tersebut. Di dalam Hokke Gengi, Mahaguru Tien-tai mengatakan, “Pada sutra dikatakan, ‘untuk umat manusia, dibuka Pandangan Mengetahui Buddha, disadarkan dan dimasukkan’. Seperti demikian, ka!au umat manusia tidak ada Pandangan Mengetahui Buddha, maka tidak dapat mendiskusikan tentang apakah yang dimaksud dengan ‘membuka’. Ketahuilah, bahwa Pandangan Mengetahui Buddha tercakup dalam umat manusia”. Pandangan Mengetahui Buddha tercakup secara rahasia di dasar jiwa umat manusia Sembilan Dunia. OIeh karena itu, ‘Pandangan Mengetahui Buddha’ tersebut dapat dibuka dan diwujudkan. Maka, dengan membuka dan mewujudkan teori sesungguhnya Saddharmapundarikasutra ini, serta dengan membuka dan menimbulkan Pandangan Mengetahui Buddha, maka seluruh umat manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha.
6
Apakah yang dimaksud dengan Kedua Hukum Suasana dan Prajna ini? Ini tidak lain adalah lima aksara Nammyohorengekyo.
GM
Keterangan: Di sini dijelaskan, bahwa manunggalnya Badan Pokok Hukum Suasana dan Prajna adalah lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo. Bersamaan itu dijelaskan pula, bahwa agar lima aksara Saddharma tersebar di Masa Akhir Dharma, Buddha Sakyamuni mewariskan dan memberi tugas Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, yakni Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Dan lima aksara Saddharma yang diwariskan kepada Bodhisattva Visishtakaritra ini, sekarang disebarluaskan oleh Niciren Daisyonin di negeri Jepang pada Masa Akhir Dharma.
Samantabadra | Desember 2020
27
Hukum manunggalnya Suasana dan Prajna yang merupakan pokok penting dalam mencapai Kesadaran Buddha dijelaskan pada Bab Upaya Kausalya Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutra. Dan dibabarkan pula, bahwa hukum tersebut yang merupakan ‘Pandangan Mengetahui Buddha’ tercakup secara rahasia di kedalaman jiwa umat manusia Sembilan Dunia. Tetapi, bagi umat manusia yang realistis, bagaimanapun juga hal tersebut hanya merupakan “Teori Hukum”. Mengapa demikian? Karena, sekalipun ‘Pandangan Mengetahui Buddha’ tercakup pada umat manusia Sembilan Dunia dan sekalipun diajarkan, bahwa tergantung membuka, mewujudkan, menyadarkan, memasukkan dapat mencapai Kesadaran Buddha pun, cara pelaksanaan pertapaan yang sebenannya belum dibabarkan. Memang, akar bakat umat manusia semasa hidup Buddha Sakyamuni sudah terbina (pada pokoknya sudah ada akan kebaikan) melalui pembabaran Hukum Buddha selama 40 tahun lebih, maka dengan pembabaran Hukum Tersebut dapat membuka Jalan pencapaian Kesadaran Buddha. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin mengatakan, “Sekarang, Saddharmapundarika-sutra yang mengatakan, bahwa manunggalnya Suasana dan Prajna, mengajarkan mengenai Empat Pandangan Mengetahui Buddha: membuka, mewujudkan, menyadarkan dan memasukkan serta dapat memperoleh Kesadaran”. Akan tetapi, umat manusia Masa Akhir Dharma tidak mungkin dapat memperoleh Jalan Pencapaian berdasarkan Hukum Ajaran Bayangan Saddharmapundarika-sutna. Maka di dalam Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra, perlu mewariskan dan menugaskan kepada pemimpin Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing Buddha Pokok, yakni Bodhisattva Visishtakaritra. Kalimat yang mengatakan, bahwa Dua Hukum Suasana dan Prajna adalah hanya lima aksara Nammyohorengekyo, berarti Buddha Sakyamuni tidak Iangsung menerangkan secara tersurat pada kalimat Saddharmapundarikasutra. Tetapi, umat manusia semasa hidup 28
Samantabadra | Desember 2020
Buddha Sakyamuni yang telah menumpuk akar kebaikan sejak masa lampau, dapat menyadari Nammyohorengekyo yang dirahasakan di dasar kalimat, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha. Pada Masa Akhir Dharma, baru Niciren Daisyonin-lah yang Iangsung menjelaskan dan menyebaruaskannya. Isi kalimat yang sama dengan hal ini terdapat di dalam Surat Balasan Kepada Syijo Kingo. Dikatakan bahwa hanya melaksanakan pertapaan tujuh aksara Nammyohorengekyo, secara sepintas kelihatannya sangat sempit, namun sebenarnya isinya sangat mendalam, isinya selangkah lebih mendalam dari pada Pintu - Hukum yang dkebarluaskan oleh Mahaguru Tien-tai, Mahaguru Dengyo dan lain-lain. Bahkan merupakan guru teladan para Buddha ketiga masa, guru pembimbing Bodhisattva Sepuluh Penjuru clan merupakan bimbingan Jalan pencapaian kesadaran Buddha bagi seuruh umat manusa. Seanjutnya, di dalam Ajaran Bayangan Saddharmapundarikasutra, Nammyohorengekyo dikabarkan sebagai Wajah Sesungguhnya Berbagai Hukum, dan di dalam Ajaran Pokok dijelaskan sebagai wajah kedua Buddha yakni Buddha Sakyamuni dan Prabhutaratna yang duduk berdampinan inilah Dua Hukum Suasana dan Prajna. Terutama dalam Bab XI, Saddharmapundarika-sutra, Stupa Pusaka yang membabarkan upacara kedua Buddha : Buddha Sakyamuni dan Prabhutaratna duduk berdampingan, menjelaskan bahwa Buddha Sakyamuni adalah Prajna, berarti menyatakan Wajah Sesungguhnya, Buddha Prabhutaratna adalah Suasana Jiwa, berarti menyatakan Berbagai Hukum. Pembabaran ini merupakan hal yang sangat penting. Sesuai dengan perkataan dalam Surat Balasan Kepada Syijo Kingo, kedua Buddha: Buddha Sakyamuni dan Buddha
Prabhutaratna masing-masing menyatakan dua : Suasana dan Prajna. Bahkan bersamaan itu juga menyatakan Badan Hukum lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo yang merupakan pembuktian dalam jiwa dan manunggalnya Suasana dan Prajna. Kannen Kanpo dari Mahaguru Tien-tai mendasarkan kepada “Wajah Sesungguhnya Berbagai Hukum, Empat Pandangan Mengetahui Buddha: membuka, mewujudkan, menyadarkan dan memasukkan” yang dibabarkan di dalam Bab Upaya Kausalya Ajaran Bayangan Saddharmapundarikasutra dan merupakan cara pertapaan untuk menimbulkan dan membuka Pandangan Mengetahui Buddha yang tersembunyi di dalam jiwa umat manusia. Akan tetapi bagi Niciren Daisyonin, hukum tersebut merupakan Hukurn yang tidak memiliki manfaat lagi di dalam pencapaian Kesadaran Buddha bagi umat manusia di Masa Akhir Dharma.
7
Buddha Sakyamuni mengundang Bodhisattva MuncuI dari Bumi untuk mewariskan tugas lima aksara ini yang merupakan ikatan pokok penting. Ini dikatakan sebagai pintu Hukum Honge Fuzoku. Keterangan: Mengenai pewarisan tugas pokok penting lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo yang merupakan satu badan hukum Suasana dan Prajna yang diberikan oleh Sang Buddha kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing Buddha Pokok, terdapat di Bab XXI, Kekuatan Gaib Sang Tathagata Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra. IniIah Honge Fuzoku. Di dalam Bab Kekuatan Gaib Sang Tathagata, Buddha Sakyamuni mewujudkan sepuluh macam kekuatan gaib, kemudian menerangkannya kepada umat, Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Berarti dengan membawa kekuatan yang sangat gaib seperti sepuluh macam kekuatan gaib, Sang Buddha terus menerus membabarkan karunia kebajikan dari menyebarluaskan
Saddharmapundarika-sutra di Masa Akhir Dharma yang selama kurun waktu ratusan ribu milyar asamkheya kalpa koti yang panjang pun tak menjadi habis. Ini menerangkan kemutlakan besarnya karunia kebajikan Saddharmapundarikasutra. Kemudian kemutlakan besarnya karunia kebajikan tersebut dikatakan berdasarkan pokok penting. Selanjutnya terdapat empat syair yang menyimpulkan dengan membabarkan, “Seluruh hukum yang dipegang seluruh Tathagata, seluruh kekuatan bebas Sang Tathagata, seluruh gudang rahasia pokok Sang Tathagata, seluruh fakta nyata yang sangat dalam dari Sang Tathagata”. Inilah empat syair hukurn pokok. Dengan demikian, karunia kebajikan Saddharmapundarika-sutra ini diikat menjadi empat syair hukum pokok dan ini diwariskan kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, maka dikatakan pewarisan tugas ikatan pokok penting. Jika demikian apakah arti masing-masing Empat Syair Hukum Pokok tersebut?. “Seluruh Hukum yang dipegang seluruh Tathagata”, berarti Kesadaran Sang Tathagata yang memiliki seluruh hukum (teori sesungguhnya): “Seluruh kekuatan bebas Sang Tathagata”, berarti seluruh fungsi kekuatan gaib dan bebas yang dimiliki oleh Sang Tathagata. ‘Seluruh gudang rahasia pokok Sang Tathagata’, berarti seluruh kebajikan karunia prajna yang tersimpan secara rahasia di dalam dada Sang Tathagata. ‘Seluruh fakta nyata yang dalam dari Sang Tathagata’, berarti seluruh fakta nyata yang dalam dari seluruh perilaku dari ketika Sang Tathagata masih manusia biasa sampai mencapai badan Buddha dan setelah mencapai Kesadaran Buddha diajarkan dan dibabarkan kepada umat manusia. Mengenal hal-hal ini ‘semuanya diterangkan, dibabarkan dan diproklamirkan di dalam sutra ini’. Demikianlah dibabarkan dan dijelaskan secara jelas di dalam Saddharmapundarika-sutra, dan karunia kebajikan yang mutlak dan besar dari Samantabadra | Desember 2020
29
Saddharmapundarika-sutra diikat menjadi empat syair ini dan diwariskan.
8
Niciren bukanlah orang itu dan utusan itu, maka Niciren juga menyebarkan Pintu Hukum ini di dalam negeri Jepang.
Keterangan: Berdasarkan pewarisan tugas ikatan pokok penting, Badan Hukum Nammyohorengekyo diwariskan oleh Sang Buddha kepada Bodhisattva Muncul dari Bumi, yakni Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain. Juga merupakan Badan Hukum kalimat tersirat dan Bab Panjang Usia Tathagata Saddharmapundarika-sutra yang dipertahankan dan dipegang oleh Buddha Pokok Masa Akhir Dharma sejak masa lampau yang amat jauh. Fungsi Iuar Niciren Daisyonin adalah kelahiran kembali Bodhisattva Visishtakaritra, pembuktian dalam jiwa adalah kelahiran kembali Tathagata Jijuyuhosyin Kuon Ganjo. Untuk menyelamatkan dengan pencapaian Kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin menyebarluaskan Pintu Hukum Sandaihiho. Tetapi pada kalimat kutipan di atas, BeIiau dengan rendah hati mengatakan, bahwa sampai dengan timbulnya Bodhisativa Visishtakaritra, Beliau kira-kira telah menyebarkan lima aksara Saddharma. Selanjutnya, di dalam upacara pewarisan tugas ikatan pokok penting Saddharmapundarika-sutra, Bodhisattva Visishtakaritra ini mendapat warisan air prajna Saddharma; menunggalnya Suasana dan Prajna dari Buddha Sakyamuni, dan air prajna tersebut dialirkan di masa buruk Akhir Dharma kepada umat manusia yang prajna-nya telah mengering. Dan air prajna yang sama tersebut sekarang disebarluaskan oleh Niciren Daisyonin di negeri Jepang. Di sini dengan jelas diterangkan, bahwa Niciren Daisyonin sendiri adalah Bodhisattva Visishtakaritra. Beliau sendiri adalah Bodhisattva Visishtakaritra, berarti tanah pokok pembuktian dalam jiwa tidak lain adalah Tathagata Jijuyuhosyin Kuon Ganjo. 30
Samantabadra | Desember 2020
9
Di sini ada lagi dua makna umum dan khusus. Jika sedikit saja menyalahi kedua makna umum dan khusus ini, maka sama sekali tidak boleh mengharap akan dapat mencapai Kesadaran Buddha, bahkan menjadi berputar, mengelilingi penderitaan hidup mati.
GM
Keterangan: Dalam pewarisan tugas terdapat dua makna, yakni pewarisan tugas umum dan khusus. Secara tegas dikatakan, bahwa jika hal ini tercampur aduk dan menjadi salah, maka bukan hanya tidak ada harapan untuk dapat mencapai Kesadaran Buddha, bahkan akan menjadi sebab dasar berputar mengelilingi penderitaan hidup mati. Sebagai umpama, Sravaka yang menerima penanaman bibit dari Buddha Sakyamuni ketika menjadi pangeran ke-16, Buddha Mahabijnajnanabhibhu, tidak dapat mencapai kesadaran Buddha dengan bertemu dan menerima ajaran dari Buddha Amitabha dan Tathagata Baisyajyaguru. Demikianlah diterangkan mengenai betapa pentingnya sebab jodoh dan penanaman, pematangan dan pemanenan. Berarti, bagaimanapun juga jika Sravaka tidak mematangkan bibit dari Buddha Sakyamuni tidak akan dapat mencapai Kesadanan Buddha. Sebagai umpama, mengambil air dari lautan besar dan membawanya ke dalam numah, sehingga seluruh keluarga dapat menerima sumbangan air tersebut. Namun, jika air yang dibawa tersebut dibiarkan dan menginginkan air lautan besar dari tempat yang lain maka hal itu merupakan kesalahan, yakni melupakan ‘Guru Sumber Pokok’ yang telah mewariskan air prajna lautan besar Saddharmapundarika-sutra, dan hatinya berpindah ke guru lain. Diterangkan dengan tegas, bahwa hal tersebut pasti menjadi sebab mendasar berputar di dalam penderitaan hidup-mati.
Mengenai Dua Makna Umum dan Khusus Dalam upacara pewarisan tugas Ajaran Pokok Saddharmapundarika-sutra terdapat pewarisan tugas umum dan khusus. Pewarisan khusus berarti pewarisan tugas ikatan pokok penting yang dibabarkan dalam Bab XXI Kekuatan Gaib Sang Tathagata Saddharmapundarika-sutra. Di situ Buddha Sakyamuni mewariskan ikatan pokok penting (Myohorengekyo) kepada Bodhisattva Visishtakaritra dan lain-lain yang merupakan pemimpin keempat Bodhisattva Muncul dari Bumi yang dibimbing Buddha Pokok. Pewarisan tugas umum dibabarkan di dalam Bab XXII, Saddharmapundarika-sutra, Akhir Pesamuan,. Kalimat sutra yang berkaitan dengan hal tersebut mengatakan, bahwa Buddha Sakyamuni mengelus kepala para Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya sebanyak tiga kali, dan mewariskan Hukum, maka di katakan ‘pewarisan tugas dengan mengelus kepala’. Dan karena diwariskan kepada semua Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya, termasuk Bodhisattva Honge maupun Syakke dari kawasan Iainnya, maka di katakan ‘pewarisan tugas secara umum’. Yang terpenting di dalam dua makna pewarisan tugas umum dan khusus, bahwa pewarisan harus sesuai waktu. Umpamanya pewarisan Badan Hukum. Di dalam pewarisan tugas umum, Badan Hukum yang diwariskan kepada seluruh Bodhisattva tidak hanya kalimat tersurat Saddharmapundarika-sutra, tetapi juga bagian depan dan belakang seluruh sutra. Dan masa penyebarluasan pun adalah untuk akar bakat umat manusia 2.000 tahun masa Saddharma dan Pratirupadharma. Sebaliknya, pewarisan tugas khusus berarti badan hukum yang diwariskan adalah lima - tujuh aksara Nammyohorengekyo; kalimat tersirat Bab Panjang Usia Tathagata Saddharmapundarika-sutra. Dan masa penyebarIuasannya adalah Masa Akhir Dharma. OIeh karena itu umat manusia yang dapat terlahir di Masa Akhir Dharma,
bagaimanapun juga akar bakat pencapaian kesadaran Buddhanya adalah melalui Nammyohorengekyo yang diwariskan kepada Bodhisattva Visishtakaritra dan lainlain. Hal ini jangan sampai menjadi keliru. Maka jika percaya kepada Buddha Mahavairocana, Amitabha, atau ajaran dan bimbingan dari para Bodhisattva Syakke yang menerima pewarisan tugas umum, karena waktu, bakat, dan ajarannya masingmasing berlainan, maka akan berputar di dalam penderitaan hidup-mati. Sesuai perkataan ini, bukan hanya tidak bisa mencapai Kesadaran Buddha, bahkan sebaliknya diri sendiri akan mengundang malapetaka berputar dalam penderitaan hidup-mati.
10
Sutra Nirvana menbabarkan, “Jika biksu yang baik melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha, tetapi membiarkan tanpa memarahi, menyerang, mengusir dan menerangkan kesalahannya, hendaklah sungguh-sungguh diketahui, bahwa orang ini adalah orang merugikan dalam Hukum Buddha...” Keterangan: Sampai di atas diterangkan, bahwa Hukum Sumber Pokok pencapaian Kesadaran Buddha bagi umat manusia adalah Nammyohorengekyo dan Hukum Manunggalnya Suasana dan Prajna. Hukum ini disebarkan di Masa Akhir Dharma dan Guru Pokok yang menyebarkannya adalah Niciren Daisyonin. Ini berarti menerangkan Pusaka Hukum dan Pusaka Buddha. Sebaliknya di bagian ini diwujudkan keberadaan biksu yang sesungguhnya (Pusaka Sangha). Pertama, sekalipun guru, jika ia melakukan kesalahan, apakah dibuang atau tidak, ditentukan sesuai dengan teori kewajaran masyarakat dan Hukum Buddha. Kemudian menerangkan keadaan biksu yang Samantabadra | Desember 2020
31
sesungguhnya dari dua sudut. Kesatu dari sudut Jogubodai (ke atas mengharap dapat mencapai Bodhi). Mengenai Jogubodai diterangkan, “Hanya biksu yang tulus hati, mempunyai sedikit hawa nafsu dan mengenal puas, merupakan biksu yang sesungguhnya”. Dan dikutip kalimat Mahagunu Tien-tai dalam Hokke Mongu. Sudut lainnya, mengenai Gekesyujo (ke bawah membimbing dan mengajarkan umat manusia), dikutip Sutra Nirvana yang berbunyi, “Jika biksu yang baik melihat orang yang memecahkan Hukum Buddha, membiarkan tanpa memarahi, menyerang, mengusir dan menerangkan kesalahannya... dan seterusnya”. Berarti, baik luar maupun dalam, kalau melihat musuh Saddharmapundarika-sutra membiarkannya tanpa memarahi, maka guru dan murid keduanya pasti akan jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputus-putus. Dalam Hukum Buddha Niciren Daisyonin yang terpenting adalah memperingatkan dengan keras pemfitnahan dharma dan ini merupakan syarat mutlak untuk mencapai Kesadaran Buddha. Bimbingan yang tegas dan lugas dari Niciren Daisyonin yang berbunyi, “Guru dan penganut keduanya tidak diragukan lagi terjatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputusputus”, bagi kita umat manusia Masa Akhir Dharma hendaknya diterima sebagai masalah kita masing-masing. Dan demi pencapaian Kesadaran Buddha, kita harus tegas tidak mau menjalankan pemfitnahan dharma.
11
Saddharmapundarika-sutra membabarkan, “Di tanah Buddha manapun, selalu dilahirkan bersamasama guru”. Keterangan: Bagian akhir surat ini menerangkan dengan tegas dan jelas tentang Guru Pokok yang harus diikuti, siapa yang menjadi Guru Pokok bagi umat manusia Masa Akhir Dharma, dan menerangkan agar selalu waspada dalam mencapai Kesadaran Buddha.
32
Samantabadra | Desember 2020
Pertama mengutip kalimat Bab Istana Khayalan Saddharmapundarikasutra yang berbunyi “Di tanah Buddha manapun selalu dilahirkan bersama-sama guru”, dan kalimat Bab Guru Dharma Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi “Kalau akrab dan erat dengan Guru Hukum segera dapat memperoleh Jalan Bodhisattva. Dan dengan sungguh hati belajar mengikuti pada guru tersebut, dapat melihat para Buddha sebanyak pasir Sungai Gangga”. Demikianlah, tergantung Buddha dan Bodhisattva yang diikuti sebagai pokok, umat manusia dapat mencapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin memberitahukan titik penting kepada umat negeri Jepang waktu itu dan menerangkan kesalahan mereka agar dapat percaya pada Hukum Buddha yang sesungguhnya. Tetapi sesuai dengan teori kewajaran ‘Nasehat yang baik tidak enak didengar’, maka akhirnya Beliau mendapat penindasan dihukum buang dan terancam jiwanya. Sekalipun demikian Beliau tidak jera dan sudah bersedia untuk ditindas seperti apapun. Di sini dikatakan, “Saddharmapundarika-sutra bagaikan bibit, Buddha bagaikan orang yang menanam, umat bagaikan sawah”, berarti bahwa akar pokok pencapaian Kesadaran Buddha adalah Saddharmapundarika-sutra (Nammyohorengekyo penanaman bibit dari kalimat tersirat). Di sini dikatakan, “Buddha Sakyamuni adalah Guru Pokok yang diikuti seluruh umat manusia”. Bagaimanapun Buddha Sakyamuni adalah yang pertama hadir di dunia saha untuk membabarkan Hukum, menahan penganiayaan dan kesulitan, maka diajarkan BeIiau adalah Guru Pokok yang diikuti. Tetapi dalam Masa Akhir Dharma, yang dimaksud adalah Buddha Sakyamuni dari Ajaran Pokok Tunggal dari kalimat tersirat dan itu adalah Niciren Daisyonin sendiri. Selain itu, tidak ada
karunia manfaatnya. Akhirnya, jika melupakan Guru Pokok yang diikuti dan tersesat pada guru lainnya, Niciren Daisyonin pun sukar untuk menyelamatkan pada masa kehidupan yang akan datang. Demikianlah dengan tegas memperingatkan umat manusia Masa Akhir Dharma agar waspada dalam pencapaian Kesadaran Buddha. Perihal Dua Kalimat SaddharmapundarikaSutra dan Keterangan dalam Hokke Gengi dan Hokke Mongu Pertama, kalimat Bab Istana Khayalan yang berbunyi, “Sesudah kemoksyaan Sang Buddha, berbagai orang yang mendengar Hukum ini, di tanah Buddha manapun, selalu dilahirkan bersama-sama Guru”, yang dimaksud dengan Buddha di sini adalah pangeran ke-16 putra Buddha Mahabijnajnanabhibhu. Berbagai orang yang mendengar hukum yang mendapat penanaman bibit dengan mendengar Saddharmapundarika-sutra dari pangeran ke16, sesudah Buddha Mahabijnajnanabhibhu meninggal, di ‘Tanah Buddha manapun’, yakni di Tanaf Sepuluh Penjuru, selalu dilahirkan bersama-sama pangeran ke16 yang merupakan guru masing-masing. Pangeran ke-16 ini adalah rupa masa Iampau dari Buddha Sakyamuni. Umat manusia yang diajarkan dan dibimbing pangeran ke-16 itu selalu dilahirkan di Tanah Buddha bersama dengan Buddha Sakyamuni yang merupakan Guru Penanaman Bibit dan dapat mencapai Kesadaran Buddha. Di sini membabarkan teori mendasar dari penanaman bibit, pematangan, dan pemanenan. Kedua, kalimat Bab X, Guru Dharma yang benbunyi, “Kalau akrab dan dekat dengan Guru Hukum, segera dapat memperoleh Jalan Bodhisattva. Dan dengan sungguh hati belajar mengikuti pada guru tersebut, dapat melihat para Buddha sebanyak pasir Sungai Gangga”. Berdasarkan mendekati dan akrab dengan Guru Hukum, dapat memperoleh Jalan
Bodhksattva. Dan dengan mengikuti guru itu serta menjalankan pertapaan, maka dapat melihat Buddha sebanyak pasir-pasir sungai gangga. Dengan kata lain, dapat memasuki suasana jiwa pencapaian Kesadaran Buddha. Bagaimanapun juga, dengan mengikuti secara selaras pada guru, sumber pokok dalam mempelajari dan mendengar hukum, baru umat manusia dapat dibimbing untuk mencapai Kesadaran Buddha Selanjutnya, mengenai kalimat sutra ini, Mahaguru Tien-tai menerangkan, “Dengan mengikuti Buddha ini, baru pertama kali menimbuIkan hati jalan pertapaan, dan dengan mengikuti ‘Buddha Ini’, dapat menetap pada tempat tak akan mundur”. Keterangan ini dibabarkan dalam Hokke Gengi. Namun, dalam menerangkan sepuluh Sad (Myo) dari Ajaran Bayangan, dalam yang kesembilan : kegaiban keluarga (Kenzoku Myo), dibabarkan adanya syarat untuk dapat hidup sebagai keIuara Buddha, yakni karena tarikan jodoh pokok yang sama dapat dilahirkan bersama Buddha. Dalam hal ini diterangkan mengenai jodoh pokok. Berarti orang yang ingin menjalankan dengan hanya berdasar pokok pada satu Buddha, dengan jodoh pokok dilahirkan lagi sebagai keluarga Buddha dan mengikuti Buddha itu, dapat menetap di tempat tidak akan mundur, sehingga dapat mencapai Kesadaran Buddha. Dan dalam Catatan Hokke Mongu, Mahaguru Miao-lo menerangkan, bahwa umat manusia yang pertama kali mengikat jodoh dengan mengikuti Buddha dan Bodhisattva; dengan sekali lagi berdasarkan para Buddha dan Bodhisattva yang sama, dapat mencapai Kesadaran Buddha. Niciren Daisyonin mengutip dua kalimat sutra dan dua keterangan ini untuk menyatakan, “berulang kali mengatakan agar jangan sampai salah dalam mengikuti Guru Pokok dan capailah Kesadaran Buddha”.
Samantabadra | Desember 2020
33
12
Buddha Sakyamuni adalah guru yang diikuti seluruh umat manusia, apalagi Beliau mencakup kebajikan majikan dan orang tua.
GM
Keterangan: Kalimat ini menerangkan, bahwa Buddha Sakyamuni adalah guru yang mencakup dua kebajikan: majikan dan orang tua. Meskipun dikatakan demikian, arti pokok yang mendasar adalah Buddha Sakyamuni penanaman bibit dari kalirnat tersirat Soku adalah Niciren Daisyonin; yang merupakan Guru Pokok yang diikuti oleh kita sekalian, umat manusia Masa Akhir Dharma. Buddha Pokok Masa Akhir Dharrna mencakup Tiga Kebajikan: majikan, guru dan orang tua. Hanya berdasarkan pada Buddha Pokok Masa Akhir Dharma Niciren Daisyonin, kita sekalian umat Masa Akhir Dharma dapat mencapai Kesadaran Buddha dalam badan apa adanya. Kalimat bagian akhir berbunyi, “Saddharmapundarika-sutra bagaikan bibit, Buddha bagaikan orang yang menanam, umat bagaikan sawah”. Dengan mengatakan demikian, Niciren Daisyonin menunjukkan maitri karuna yang luas dan tak terbatas terhadap umat manusia Masa Akhir Dharma. Bersamaan dengan itu, Beliau terakhir memperingatkan dengan tegas, “Jika menyalahi makna seperti ini, Niciren pun tidak dapat menyelamatkan hidup Anda yang akan datang”. Kita sekalian harus menjaga peringatan yang keras ini agar jangan sampai tersesat dengan Guru lain, Buddha lain, Hukum lain. Karena, jika salah mengenai Guru Pokok yang diikuti akhirnya akan terjatuh ke dalam neraka. Hendaknya selalu waspadalah dalam pencapaian Kesadaran Buddha diri sendiri. ***
34
Samantabadra | Desember 2020
Catatan kaki Jitai Kensyo: Sebagai Suasana, Badan Pokok puluhan ribu Hukum menyinari diri sendiri, sehingga mewujudnyatakan teori sesungguhnya. Jitai Kensyo yang dimaksud dalam surat ini adalah manunggalnya suasana sebagai Badan Puluhan Ribu Hukum, yakni Nammyohorengekyo dengan Prajna diri sendiri. Honge Fuzoku: Bodhisattva yang diajarkan dan dibimbing Buddha Pokok mendapat pewarisan tugas pokok penting ajaran yang disatukan. Ketiga Hukum: Hukum Umat Manusia, Hukum Buddha, Hukum Sekejap Perasaan Hati. Prajna yang aktif: Ingin mengetahui dengan jelas dan menerimanya dengan jelas.
Samantabadra | Desember 2020
35
36
Samantabadra | Desember 2020
Samantabadra | Desember 2020
37
_AJARAN
Surat Balasan kepada Ueno Dono Perihal Berbakti dan Tidak Berbakti Gosyo Cabang
Gosyo Zensyu halaman 1563
Latar Belakang
S
urat ini ditulis pada tanggal 8, bulan 3 tahun Ko-an ke-3 ( 1280 ) di Gunung Minobu ketika Nichiren Daisyonin berusia 59 tahun. Hari itu bertepatan dengan peringatan tahun ke-16 wafatnya almarhum ayah Nanjo Tokimitsu yang bernama Nanjo Hyoe Siciro Nyudo Gyozo. Surat ini merupakan surat balasan dari Nichiren Daisyonin atas kiriman beras sumbangan makanan kepada bhiksu untuk upacara membagi karunia kebajikan kepada almarhum ayah Nanjo Tokimitsu. Surat aslinya sekarang sudah tidak ada lagi. Makna pokok surat ini adalah sebagai berikut. Dari sumbangan Nanjo Tokimitsu untuk upacara membagi karunia kebajikan kepada orang yang telah meninggal, diterangkan tentang pentingnya bakti. Kesungguhan berbakti diterangkan melalui perbandingan karma buruk karena tidak berbakti. Perihal berbakti memang ditunjukan dalam sastra luar maupun sastra dalam. Namun bakti yang sesungguhnya hanya bergantung pada Saddharmapundarika-sutra. Dan ditegaskan dengan keras bahwa perubahan langit dan bumi timbul karena umat manusia negeri jepang melakukan pelanggaran tidak berbakti. Pelanggaran tersebut dilakukan karena mereka menentang Saddharmapundarika-sutra. Akhirnya, surat ini disimpulkan dengan mengajarkan bahwa Nanjo Tokimitsu yang melaksanakan bakti akan mendapat perlindungan dari para dewa.
38
Samantabadra | Desember 2020
Isi Gosyo
B
eras satu karung, yang merupakan sumbangan makanan untuk biksu dalam rangka peringatan wafatnya almarhum Ueno Dono, telah diterima dengan baik. Seiring dengan mempersembahkan di hadapan Buddha, akan dibacakan satu rol syair jigage sebagai sumbangan. Untuk mengetahui yang dikatakan berbakti, pertama-tama harus mengetahui tentang tidak berbakti terlebih dahulu. Yang dikatakan tidak berbakti adalah: Orang yang bernama Yu-mung memukul ayahnya, sehingga kilat menyambar dan menghancurkan badannya sendiri, seseorang yang bernama Pan-fu mencaci maki ibunya, sehingga ular berbisa datang menelannya, Raja Ajatasatru membunuh ayahanda Maharaja, sehingga terjangkit sejenis lepra putih, Raja Virudhaka membunuh ayahnya, sehingga terpanggang di atas sungai dan jatuh hidup-hidup kedalam neraka yang tak terputus-putus penderitaannya. Belum ada contoh seperti ini bagi orang yang membunuh orang lainnya! Dari imbalan tentang tak berbakti seperti di atas, dapatlah dipahami betapa besar karunia dari berbakti. Tiga ribu Rol lebih sastra luar hanya mengajarkan perihal berbakti kepada ayah dan ibu dan tak ada perihal berbakti lainnya. Namun, sastra luar tersebut hanya mengajarkan tentang berbakti untuk masa hidup sekarang dan tidak dapat membantu orang tua di masa akan datang. Berat dan dalamnya budi ayah dan ibu adalah bagaikan samudera luas. Maka, bila hanya berbakti untuk masa sekarang saja tanpa membantu untuk masa yang akan datang, hanyalah bagaikan air setetes. Lima ribu lebih rol sastra dalam juga tidak berisi hal yang lainnya, hanya membabarkan tentang besarnya karunia kebajikan berbakti kepada ayah dan ibu. Tetapi, ajaran yang dibabarkan Buddha Sakyamuni selama 40 tahun lebih sebelum Saddharmapundarika-sutra tampaknya membabarkan tentang bakti. Akan tetapi, karena tidak mewujudkan makna sesungguhnya, maka dapat dikatakan sebagai tidak berbakti di dalam bakti. Adanya Maudgalyayana yang terhormat, yang menyelamatkan ibunya dari dunia kelaparan, hanyalah menyelamatkan sampai Dunia kemanusiaan dan Dunia Surga. Maudgalyayana belum memasukan ibunya ke dalam jalan pencapaian kesadaran Buddha. Buddha Sakyamuni pada usia 30 tahun membabarkan hukum kepada ayahnya, Raja Suddhodana, sehingga beliau memperoleh tingkat arahat yang keempat. Dan pada usia 38 tahun ia membuat ibunya, permaisuri Maya, memperoleh tingkat arahat. Semua ini menyerupai berbakti, akan tetapi tak dapat menghindarkan diri dari kesalahan tidak berbakti. Apa sebabnya? Karena dengan membuat ayah ibu memperoleh tingkat Arahat hanya sedikit melepaskan mereka dari penderitan enam jalan, namun sebaliknya memasukan mereka ke dalam jalan yang tak dapat mencapai kesadaran Buddha. Hal ini sama seperti Pangeran diturunkan menjadi rakyat jelata atau putri raja dikawinkan dengan laki-laki yang hina. Oleh karena itu, Buddha membabarkan dalam Saddharmapundarika-sutra Bab Upaya Kausalya, “(Bila aku tidak membabarkan Hukum sesungguhnya) aku akan jatuh ke dalam dosa serakah dan pelit (kendon). Bagaimanapun hal ini tidak baik�. Buddha menjadi orang Samantabadra | Desember 2020
39
yang memberikan nasi dan gandum serta menyayangi embun manis, memberi arak kotor dan menyayangi arak murni. Dengan demikian menjadi orang yang paling tidak berbakti. (Jika Buddha membiarkan keadaan seperti itu) menjadi sama dengan Raja Virudhaka yang terjatuh hidup-hidup ke dalam neraka. Atau juga seperti Raja Ajatasatru yang terusmenerus mendapat lepra putih pada badannya. Empat puluh dua tahun setelah menerima kesadaran, baru membabarkan Saddharmapundarika-sutra, (Di dalam sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra ) kaum Dwiyana berpikir akan masuk Nirvana setelah kemoksyaanNya, dan mungkin setelah mendengar sutra ini dapat menuntut prajna Buddha di tanah seberang”. Karena membabarkan Saddharmapundarika-sutra untuk berbakti kepada ayah dan ibu, maka Tathagata Prabhutaratna yang datang dari dunia pusaka suci memuji sebagai “Buddha yang melaksanakan bakti yang sesungguhnya”. Dan para Buddha dari sepuluh penjuru yang diundang datang dan menetapkan, “Buddha yang paling berbakti di antara seluruh Buddha”. Ditinjau dari uraian di atas, seluruh umat negeri Jepang dapat dikatakan sebagai orang yang tak berbakti. Di dalam kalimat Sutra Nirvana Buddha membabarkan bahwa jumlah orang yang tidak berbakti lebih banyak daripada debu-debu bumi besar. Oleh karena itu, matahari dan bulan di langit serta bintang sejumlah 84.000 masing-masing menjadi murka dan membelalakkan matanya ke negeri Jepang. Ahli nujum sekarang melaporkan bahwa sering terjadi bencana alam. Setiap hari timbul bencana (di negeri Jepang). Sehingga seperti perahu kecil yang mengapung di samudera luas. Anak-anak kecil negeri Jepang yang kehilangan nyawa dan kaum wanita yang muntah darah adalah disebabkan hal ini. Anda adalah orang yang berbakti di negeri Jepang. Dewa Mahabrahma dan Sakra Devanam Indra datang dan menjadi sayap kanan dan kiri. Para dewa bumi dari empat penjuru menerima kaki Anda dan menganggap Anda sebagai ayahibu mereka. Sebenarnya masih ada yang ingin disampaikan, akan tetapi surat ini diakhiri sampai di sini. Sekian. Tanggal 8 bulan 3 tahun Ko-an ke-3 ( 1280 ) Surat Balasan Kepada Ueno Dono Disampaikan dengan hormat, Tertanda Niciren
40
Samantabadra | Desember 2020
Kutipan Gosyo
1
Untuk mengetahui yang dikatakan berbakti, pertama-tama harus mengatahui tentang tidak berbakti terlebih dahulu. Keterangan : Pentingnya berbakti menjadi jelas setelah mengetahui akan karma buruk yang sangat mengerikan yang timbul karena tidak berbakti. Sebagai contoh mengenai orang yang menerima imbalan mengerikan karena tak berbakti, diambil Yu-mung, Pan-fu, Raja Ajatasatru, dan Raja Virudhaka. Besarnya hukuman yang diterima karena tak berbakti ini sebaliknya juga menunjukan betapa besar karunia yang diterima karena berbakti. Jika demikian, mengapa berbakti itu amat penting? Hal ini adalah karena jiwa itu merupakan sesuatu yang agung dan suci. Ayah dan Ibu adalah orang yang melahirkan jiwa, mendidik, dan juga membesarkannya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu ayah dan ibu adalah orang yang berbudi tertinggi dan penuh dengan kebaikan. Dengan demikian, penting sekali untuk berbakti kepada ayah dan ibu yang demikian berbudi. Sebaliknya, orang yang menentang orang tua akan menjadi orang yang paling hina, karena melupakan budi. Perilaku ini juga berarti meremehkan keagungan jiwa diri sendiri, sehingga akan mendapatkan akibat buruk besar yang lebih berat dari siapapun juga.
2
Tiga ribu rol lebih sastra luar hanya mengajarkan perihal berbakti kepada ayah dan ibu dan tak ada perihal berbakti lainnya. Namun, sastra luar tersebut hanya mengajarkan tentang berbakti untuk masa hidup sekarang dan tidak dapat membantu orang tua dimasa mendatang.
Keterangan: Inti hakekat ajaran Kong Hu Cu dan Tao di Tiongkok adalah berbakti kepada ayah dan ibu. Tetapi, yang dijelaskan hanyalah berbakti untuk masa sekarang saja. Dengan demikian tidak dapat menyelamatkan mereka dari penderitaan setelah kematian. Karena ajaran Kong Hu Cu dan Taoisme tidak membabarkan pandangan jiwa tiga masa, maka tidak dapat menerangkan hukum Sebab-Akibat mengenai penderitaan maupun kebahagiaan setelah kematian. Dikatakan bahwa besarnya budi ayah dan ibu adalah bagaikan Samudera, sedangkan berbakti untuk masa sekarang bagaikan satu tetes air saja. Meskipun pada kehidupan sekarang kita berusaha untuk berbakti kepada orang tua dengan memberinya kebahagiaan, akan tetapi bila tidak dapat menyelamatkan mereka dari penderitaan neraka setelah kematian, kita tidak dapat dikatakan sebagai berbakti yang sesungguhnya. Bila penderitaan masa sekarang dibandingkan dengan penderitaan Jalan buruk seperti neraka, kelaparan, dan kebinatangan setelah kematian, maka penderitaan setelah kematian itu lebih kejam ratusan milyar kali dan jangka waktunya juga lebih panjang. Benarbenar perbedaannya bagaikan lautan luas dan satu tetes air! Apalagi budi yang diberikan orang tua adalah berupa jiwa di masa sekarang ini. Keagungan jiwa itu begitu luas dan besar tak terbatas, tak tergantikan oleh apapun juga. Bakti anak kepada orang tua pada masa sekarang, seperti mencukupi segala kebutuhan materinya, kalau dibandingkan dengan keagungan jiwa, dapat dikatakan sebagai perbandingan antara lautan luas dengan setetes air.
3
Lima ribu lebih rol sastra dalam juga tidak berisi hal yang lainnya, hanya membabarkan tentang besarnya Samantabadra | Desember 2020
41
karunia kebajikan berbakti kepada ayah dan ibu. Keterangan: Ajaran Buddha pada hakekatnya membabarkan tentang karunia kebajikan dari berbakti. Ajaran Kong Hu Cu dari bagian awal sampai dengan akhir membabarkan mengenai moral. Memang agama Buddha tidak mengajarkan bahwa melaksanakan bakti adalah tujuan akhir. Akan tetapi agama Buddha berpendapat bahwa dengan menegakkan keagungan jiwa sebagai dasar pokok, kita dapat memperoleh kebajikan rejeki dan Prajna. Dengan ini kita dapat membuka jalan untuk melaksanakan bakti yang sesungguhnya pada masa sekarang. Serta juga berdasarkan pandangan jiwa kekal abadi kita dapat mengirim rejeki kebajikan kepada jiwa yang sudah meninggal. Dengan demikian agama Buddha memungkinkan untuk berbakti secara mutlak. Akan tetapi, sekalipun termasuk ajaran Buddha, sutra-sutra ajaran sementara belum membabarkan pencapaian kesadaran Buddha bagi seluruh umat manusia. Sutra-sutra ajaran sementara tersebut tidak dapat memberikan jalan pencapaian kesadaran Buddha kepada ayah dan ibu. Oleh karena itu, tidak dapat mejalankan bakti dalam arti yang sesungguhnya. Dengan menyumbang para bhiksu suci Maudgalyayana yang dihormati dapat menyelamatkan ibunya, Sodainyo. Namun, Maudgalyayana hanya menyelamatkan ibunya terbatas pada Dunia kemanusiaan dan Dunia surga. Buddha Syakamuni sendiri segera setelah mencapai kesadaran membimbing ayahnya, Raja Suddhodana. Akan tetapi Beliau hanya membimbing ayahnya sampai dengan tingkat arhat, yang merupakan tingkat sravaka yang tertinggi. Selanjutnya dengan membabarkan Sutra Hinayana, Buddha Sakyamuni dapat menyelamatkan jiwa ibunya, Mahamaya, yang meninggal tujuh hari setelah melahirkan Beliau. Bimbingan ini juga hanya untuk mencapai 42
Samantabadra | Desember 2020
tingkat arhat. Inilah contoh dari berbakti dalam sutra-sutra Ajaran Sementara. Jika-masih menetap dalam Dunia Kemanusiaan dan Dunia Surga, tetap tak terlepas dari Kefanaan. Meskipun tingkat arhat dari sravaka telah melewati kefanaan.
4
Empat puluh dua tahun setelah menerima kesadaran baru membabarkan Saddharmapundarikasutra, “(Di dalam sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra) kaum Dwiyana berpikir akan masuk Nirvana setelah kemoksyaanNya, dan mungkin setelah mendengar sutra ini dapat menuntut prajna Buddha di tanah seberang�. Di dalam sutra-sutra Ajaran Sementara, Kaum wanita tidak diperkenankan untuk mencapai kesadaran Buddha. Demikian pula halnya dengan kaum Dwiyana dan orang jahat. Setelah memasuki Saddharmapundarikasutra dibabarkan bahwa seluruh umat dapat mencapai kesadaran Buddha. Kalau Saddharmapundarika-sutra tidak dibabarkan, kaum Dwiyana tidak akan mencapai kesadaran Buddha. Dengan demikian ayah dan ibu Buddha Sakyamuni yang telah mencapai tingkat arahat tidak dapat mencapai kesadaran Buddha. Terutama ibu Maya, dengan tidak adanya pencapaian kesadaran Buddha bagi kaum wanita, semakin tak ada harapan bagi dirinya untuk mencapai kesadaran Buddha ini. Mengapa kaum Dwiyana tidak dapat mencapai kesadaran Buddha untuk selamanya? Karena kaum Dwiyana terjatuh kedalam lubang egoisme. Mengapa kaum Dwiyana dikatakan terjatuh ke dalam lubang egoisme? Dalam sutra-sutra ajaran sementara pertapaan untuk mencapai kesadaran Buddha hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang mempunyai akar bakat terunggul. Orang tersebut dapat dikatakan melebihi orang lain dalam hal ketabahan dan kesungguhan hati untuk melaksanakan. Oleh karena itu, adalah tidak mungkin bagi umat awam untuk melaksanakan
pertapaan tersebut. Pada akhirnya, kaum Dwiyana kehilangan hati untuk membimbing dan mengajar pertapaan tersebut pada umat. Sebaliknya dalam Saddharmapundarikasutra dijelaskan bahwa sejak asal mula seluruh umat mempunyai sifat Buddha. Serta ditunjukan bahwa dengan percaya kepada hukum sakti Saddharmapundarika-sutra, siapapun dapat mencapai jalan kesadaran Buddha. Oleh karena itu, kaum Dwiyana yang menunjukan dan membabarkan Saddharmapundarika-sutra dapat memasukan siapapun ke dalam jalan ke Buddhaan. Mereka mendapat keberanian dan harapan untuk sungguh-sungguh membimbing orang lain. Dengan demikian mereka dapat keluar dari lubang egoisme. Bagaimanapun, Saddharmapundarika-sutra memungkinkan pencapaian kesadaran Buddha bagi ayah dan ibu dari Buddha Sakyamuni sendiri. Maka, kalau melihat pandangan berbakti Buddha Sakyamuni, dikatakan, “membabarkan Saddharmapundarikasutra untuk berbakti kepada ayah dan ibu”. Buddha Prabhutaratna dan para Buddha sepuluh penjuru membuktikan kebenaran Saddharmapundarika-sutra dan akhirnya memuji bakti Buddha Sakyamuni.
5
Seluruh umat negeri jepang dapat dikatakan sebagai orang yang tak berbakti. di dalam kalimat sutra Nirvana, Buddha membabarkan bahwa jumlah orang yang tidak berbakti lebih banyak daripada debu-debu bumi besar. Oleh karena itu, matahari dan bulan dilangit serta bintang sejumlah 84.000 masing-masing menjadi murka dan membelalakkan matanya ke negeri Jepang. Keterangan: Saddharmapundarika-sutra adalah sutra yang menerangkan bahwa seluruh umat manusia dapat mencapai kesadaran Buddha. Umat manusia negeri Jepang menentang sutra ini. Mereka sebaliknya percaya kepada
ajaran upaya sementara, seperti Nembutsu dan Syingon. Mereka juga memfitnah dan menghina Niciren Daisyonin, Pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Karena menentang saddharmapundarikasutra, sutra berbakti sesungguhnya semua umat negeri Jepang menjadi ‘orang-orang yang tak berbakti’. Mengenai besarnya karma rakyat Jepang karena tidak berbakti ini, sesuai dengan yang diuraikan pada awal sarat, maka pada masa sekarang ini “matahari, bulan dan bintang sejumlah 84.000 masing-masing menjadi murka dan membelalakan matanya ke negeri Jepang”. “Perubahan gerakan bumi setiap hari”. menunjukkan seringnya timbul perubahan bintang dan bencana alam. “Matahari, bulan dan bintang sejumlah 84.000, masing-masing menjadi murka dan membelalakan matanya ke negeri Jepang”. Berarti sering timbul gerhana matahari dan gerhana bulan serta fatamorgana terlihatnya dua atau tiga matahari di langit. Serta bencana timbulnya bintang ( komet ) Halley. Perkataan, “…perahu kecil yang mengapung di samudra luas,” tak usah diragukan lagi menunjukan gempa bumi besar. Perkataan, “anak-anak kecil negeri Jepang yang kehilangan nyawa dan kaum wanita yang muntah darah,” diperkirakan menunjukkan bahwa pada waktu itu sering timbul penyakit. Di antara umat manusia negeri Jepang itu terdapat Nanjo Tokimitsu yang menjalankan kepercayaan Saddharma mengikuti Niciren Daisyonin dan tidak lalai mengirimkan sumbangan doa membagi karunia kebajikan kepada almarhum ayahnya. Dengan demikian dibandingkan dengan umat manusia negeri Jepang yang tak berbudi ini, Nanjo Tokimitsu dapat dikatakan sebagai orang yang berbakti tertinggi. Oleh karena itu, surat ini diakhiri dengan mengatakan Dewa Mahabrahma dan Sakra Devanam Indra datang dan menjadi sayap kanan dan kiri. Para dewa bumi dari empat penjuru menerima kaki Anda dan menganggap Anda sebagai ayah-ibu mereka”. *** Samantabadra | Desember 2020
43
44
Samantabadra | Desember 2020
Samantabadra | Desember 2020
45
_AJARAN
Syinjin dan Perubahan Nasib Forum Diskusi
1
Mengapa saya sulit mewujudkan bukti nyata perubahan nasib menjadi lebih baik walau sudah menjalankan syinjin?
Jawab: Ketika kita mempertanyakan kekuatan Gohonzon/syinjin, sesungguhnya kita belum memahami secara utuh tentang hukum karma dan potensi Dunia Buddha yang kita miliki. Kita adalah makhluk unggul yang sesungguhnya mampu menentukan nasib hidupnya sendiri, termasuk memunculkan potensi kebuddhaan. Ketika kita sudah menjalankan syinjin secara tepat, kita akan mampu menerima kehidupan kita dengan apa adanya dan bergiat untuk berbuat kebajikan. Kurnia sesungguhnya dari kepercayaan tidak muncul hanya dalam semalam. Bahkan seorang yang sudah bungkuk karena usia tua tadinya hanyalah seorang bayi. Mungkin saja ia tidak melihat banyak perubahan dalam dirinya dari hari ke hari, namun bagaimanapun ia telah menjadi tua. Berlalunya tahun-tahun bagaimanapun telah mengubah seorang bayi yang mungil menjadi seorang tua renta. Sama halnya dengan kepercayaan, selama kita melaksanakan kepercayaan kita menimbun kurnia kebajikan besar, walau mungkin kita tidak menyadari dari sudut pandangan dekat. Mereka hanya percaya pada penglihatan sekilas untuk menilai bahwa tidak ada kurnia muncul. Tetapi penilaian semacam ini tidak 46
Samantabadra | Desember 2020
dapat dijadikan patokan. Mata manusia sedemikian adanya sehingga walau dibuka lebar-lebar, ia hanya melihat kurnia yang sedikit dan tetap buta terhadap yang lebih besar. Misalnya ketika kita mengalami kecelakaan dan tidak mengalami luka parah, kita menganggap ini sebagai kurnia. Namun ketika hari-hari kita berlalu “biasa� saja, dengan tidak terjadi suatu apapun pada dirinya, ia mengeluh: “Betapa membosankan hari ini!� Tidak disadari bahwa dengan tidak menemui kesulitan apapun itu juga adalah termasuk kurnia. Kita perlu memandang bumi berdasarkan alam semesta, bukan alam semesta berdasarkan bumi. Sama halnya, kita harus memandang situasi saat sekarang berdasarkan tujuan dasar kehidupan dan bukan sebaliknya. Adalah penting untuk selalu ingat, mengapa kita menganut kepercayaan pada Gohonzon, apa sebenarnya tujuan hidup kita. Fokuslah kepada hal-hal yang mengantarkan kita pada kebahagiaan sejati, bukan yang sementara. Mereka yang tidak punya tempat tinggal berharap punya rumah sendiri. Yang miskin berharap mendapat uang. Yang tidak punya anak berangan-angan mendapat anak-anak mereka sendiri. Mereka berpikir, bila harapan dan keinginan ini terpenuhi, maka bahagialah mereka. Namun kebahagiaan ini hanyalah sementara saja. Kebahagiaan yang sebenarnya adalah dapat memanfaatkan kesulitan sebagai
batu loncatan untuk perkembangan kita. Perubahan pola pikir dan sikap kita dalam menghadapi kesulitan itulah sebenarnya kurnia dan bukti nyata dari kekuatan hati kepercayaan kepada Gohonzon. Dengan pelaksanaan syinjin yang tepat, kita menjadi semakin bijaksana dan mewujudnyatakan perubahan nasib yang kita inginkan. Terkadang, perubahan nasib sesungguhnya juga dapat berupa perubahan cara berpikir. Pada lingkungan yang sama dengan pola pikir yang berbeda, kita dapat memaknai hidup kita secara berbeda pula. Perubahan nasib menjadi lebih baik tidak selalu dapat diukur dari kecukupan materi, alih-alih lebih sering terukur dari cara berpikir yang benar sesuai Buddha Dharma.
2
Mengapa kita perlu membedakan antara ajaran pokok dan ajaran teoritis ketika kita belajar Hukum agama Buddha? Jawab: Ajaran pokok dari Dharma Buddha terdapat pada Saddharmapundarikasutra dan merupakan tahap ajaran universal dan kekal abadi, juga dikatakan sebagai tubuh dari Dharma. Sedangkan ajaran teori merupakan ajaran selain Saddharmapundarika-sutra yang merupakan bayangan dan menunjukkan tahap sementara. Tien-tai mengumpamakan ajaran pokok sebagai bulan di langit dan ajaran teori sebagai refleksi bulan pada kolam. Maksudnya adalah agar kita menyadari bahwa bulan yang terlihat di kolam adalah semu, bulan sesungguhnya terdapat di langit. Walau kita lihat bulan di kolam menyerupai aslinya, namun bukan yang sebenarnya. Sama halnya ajaran Buddha Sakyamuni. Ketika Buddha ingin menyelamatkan umat manusia dengan mengajarkan pencapaian kesadaran Buddha, beliau harus mempertimbangkan apa yang dapat
dimengerti oleh umat manusia. Bahkan jika umat manusia menerima ajaran yang sama, antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya memiliki kapasitas pemahaman yang berbeda dalam memahami ajaran, karena tiap orang mempunyai kemampuan dan latar belakang berbeda. Mereka mungkin juga dipengaruhi oleh keadaan masyarakat semasa hidupnya. Bila mempelajari agama Buddha tanpa menyadari tujuan sebenarnya, kita mungkin hanya mengambil ajaran penyesuaian ini sebagai yang pokok. Sektesekte agama Buddha yang berdasarkan ajaran sebelum Saddharmapundarika-sutra tidak menyadari perbedaan hakikat di dalam ajaran Buddha Sakyamuni.
3
Saya merasa telah melakukan segala hal yang baik bagi keluarga saya, namun keributan masih sering terjadi di dalam keluarga. Mengapa tidak terjadi perubahan pada anggota keluarga saya walau saya merasa sudah berubah? Jawab: Karma adalah perbuatan diri kita sendiri, baik maupun buruk. Segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup kita adalah buah dari karma kita seadil-adilnya. Kita merasa telah melakukan segala perbuatan atau karma baik, hal ini adalah sebab. Namun ketika akibat baik belum kunjung hadir, hal ini berarti akibat dari karma buruk kita sedang berbuah. Harap dapat dimengerti dan dibedakan. Ketika kita memahami hal ini, walaupun kita telah sedemikian rupa berbuat sebab-sebab baik, dan tetap mengalami akibat-akibat buruk, kita tidak akan kecewa karena kita tahu karma buruk kita sedang berbuah. Sebab-sebab baik tetap akan menjadi tumpukan akibat baik nantinya tanpa perlu kita tunggu-tunggu. Ketika jodoh dan waktunya tepat, karma baik maupun buruk pasti akan berbuah sebagai akibat.
Samantabadra | Desember 2020
47
Manusia memiliki kecenderungan sifat untuk menyalahkan secara alamiah. Sebaliknya, sifat menerima, mawas diri, legawa, tidak datang dengan sendirinya, melainkan perlu dilatih, seperti halnya memunculkan kesadaran Buddha. Ketika suasana di rumah tangga tetap tidak kondusif, misalnya pasangan yang terlalu banyak menuntut, mengasuh anak berkebutuhan khusus, dan segala hal yang menimpa kita sesungguhnya adalah karma diri kita yang berbuah. Bagaimana kita menanggapinya adalah sebab-sebab yang akan menentukan masa depan kita. Oleh karena itu, fokuslah pada merespon kondisi atau permasalahan di sekitar kita sebijak mungkin. Di sinilah pentingnya syinjin agar pikiran dan hati kita senantiasa selaras dengan prajna dari Dunia Buddha dan menjadi sebab-sebab karma baik untuk diri kita. Karma buruk kita ibarat pasir yang mengendap di dalam segelas air. Ketika tidak diaduk, air di gelas jernih karena pasir tersebut mengendap di dasar, namun ketika diaduk, pasir tersebut akan membuat air menjadi keruh. Sebailiknya, apabila tiada pasir yang mengendap, sekuat apapun kita aduk, air tetap jernih bila tidak ada endapannya. Ketika air menjadi keruh, kita kerap melupakan endapan pasir yang sudah ada, dan menyalahkan orang lain (atau diri sendiri) yang telah mengaduknya. Sama halnya ketika kita mengalami masalah rumah tangga atau masalah lainnya, kita lupa bahwa akibat karma diri sendiri dari kehidupan kali ini maupun kehidupan masa lampau sedang berbuah. Dalam percekcokkan suami-istri saling menuduh dan menyalahkan, kita tidak menyadari bahwa kita memiliki andil dalam masalah tersebut. Dalam contoh lain, ketika memiliki mertua yang mempunyai sifat iri hati, dengki, sombong dan kasar, hal ini adalah 48
Samantabadra | Desember 2020
akibat karma. Kita punya pilihan bagaimana menyikapi situasi ini. Jangan berfokus pada keinginan untuk mengubah orang lain, namun fokuslah bagaimana agar diri kita sendiri dapat bersikap secara baik, tulus, menghormati, rendah hati, karena keputusan kita tersebut yang akan menentukan nasib kita selanjutnya. Sikap menyalahkan orang lain (walaupun mereka memang bersalah) tidaklah solutif. Tujuan kita adalah mengubah nasib diri kita dan keluarga kita menjadi lebih baik, bukannya berupaya membalas perlakuan yang setimpal. Hal tersebut terlihat adil, namun tidak akan membuahkan perubahan nasib, karena kita melakukan sebab-sebab yang buruk ketika membalas perlakuan orang lain yang buruk kepada kita. Keadilan versi kita adalah keadilan yang semu. Hukum karma berlaku seadil-adilnya, tanpa perlu lagi kita main hakim sendiri. Contoh lain ketika kita dikaruniai anak yang nakal. Hal ini adalah akibat dari ikatan jodoh yang sangat kuat di masa lampau. Ketika kita merasa tidak pantas mendapatkan anak yang nakal seperti ini, sesungguhnya kita belum benar-benar percaya agama Buddha. Kekuatan syinjin ada pada hati yang bisa menerima segala aspek kehidupan yang kita miliki sebagai rangkaian karma diri sendiri dari ketiga masa. Hal terpenting adalah kita bertekad dengan syinjin untuk mampu menerima kenyataan dan mengubah nasib menjadi lebih baik. Buddha Niciren mengajarkan kita untuk senantiasa melatih diri (pikiran, perbuatan, ucapan), belajar dari kesalahan, tidak mengulangi perbuatan yang buruk. Kita sungguh-sungguh ingin mewujudkan kebuddhaan di dalam diri kita secara konsisten, agar tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh buruk, keserakahan, kemarahan, dan kebodohan (yang ironisnya bersumber dari tempat yang sama dengan kesadaran Buddha, yaitu diri kita sendiri). ***
Catatan
Samantabadra | Desember 2020
49
Buddhisme Memanusiakan Manusia
D
i dalam gosyo perihal Empat Kebajikan dan Empat Budi, Buddha Niciren memberikan bimbingan praktis kepada kita mengenai kebajikan dan budi. Kebajikan adalah perbuatan baik, halhal yang dapat mendatangkan kebaikan, keselamatan, dan keberuntungan. Sedangkan budi adalah alat batin (pikiran) yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang perihal baik dan buruk. Berbuat bajik/baik dan menajamkan budi adalah memupuk sebab baik. Ada empat kualitas sikap yang dijabarkan oleh Buddha Niciren sehubungan dengan kebajikan, yaitu berbakti kepada orang tua, setia kepada majikan, sopan-santun kepada kawan, dan kasih sayang terhadap orang yang tidak seberuntung kita. Berbakti memiliki arti kata serupa dengan setia namun konteksnya digunakan
50
Samantabadra | Desember 2020
kepada orang tua atau bangsa/ negara. Empat kualitas ini sesungguhnya adalah nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Di dalam gosyo Buddha Niciren membimbing kita sebagai anak untuk dapat mengendalikan diri dalam bersikap kepada orang tua, walaupun orang tua tidak berlaku sesuai dengan kewajaran dan berbicara dengan hati yang buruk. Tersenyumlah walau mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Apabila kita pikirkan sepintas, bimbingan ini terkesan tidak adil dan seolah memaklumkan perilaku buruk orang tua. Namun Buddha Niciren ingin agar kita mampu mengubah nasib diri kita dan keluarga kita menjadi lebih baik dengan memutus sebab-sebab buruk dan berusaha sekuat tenaga untuk berbuat sebab-sebab baik. Hal ini dapat kita lakukan
dengan melakukan sikap yang baik dan menyenangkan walau menerima perlakuan yang tidak menyenangkan. Ketika kita memutuskan untuk tidak membalas perlakuan buruk orang lain dengan perlakuan buruk juga (dalam konteks yang lebih luas tidak hanya dengan orang tua, termasuk interaksi kita dengan manusia lainnya secara umum), bukan berarti kita bodoh, namun kita menyadari bahwa berlaku buruk tidak mendatangkan kebajikan bagi kita maupun orang tua. Api dibalas dengan api akan membuat kobaran api semakin besar. Walau kita pikir hal tersebut akan adil, namun sesungguhnya yang kita lakukan adalah membuat sebab-sebab buruk yang baru bagi diri kita. Apabila kita mampu bersikap seperti ini, berarti kita sudah selangkah lebih maju menuju kebijaksanaan Buddha. Seiring berlalunya banyak peristiwa dalam hidup, kita belajar tentang batas-batas kewajaran dan kebijaksanaan yang dapat mengubah nasib hidup kita menjadi lebih baik. Buddha membimbing kita untuk selalu memberikan yang terbaik kepada mereka. Gosyo ini memberikan bimbingan agar hubungan antar manusia bisa terjalin produktif dan konstruktif. Bimbingan ini tidak hanya relevan untuk diterapkan oleh anak, tetapi juga dapat diterapkan oleh orang tua dan manusia secara umum dalam menghadapi manusia lainnya yang berbuat tidak baik kepada kita. Kejujuran dan kesetiaan di tengah masyarakat kian menjadi hal yang langka. Hal ini salah satunya disebabkan oleh sistem nilai yang dianut oleh masyarakat yang cender-
SYIN GYO GAKU_
ung kapitalistik. Kejujuran dan kesetiaan dapat dikompromikan demi keuntungan materi. Oleh karena itu, kita perlu memahami nilai-nilai kehidupan yang kita pegang agar hidup kita lestari dan bahagia. Bimbingan dari Buddha Niciren adalah agar kita hendaknya selalu memiliki hati untuk menyumbang atau memberi. Kita perlu belajar dan meneladani sifat-sifat alam semesta yang welas asih, seperti matahari yang senantiasa bersinar menyinari dunia dan menjadi sumber kehidupan tanpa diminta, tanpa lelah, namun lestari dan dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Dalam konteks kekinian di dunia kerja, banyak ditemui orang-orang yang mengutamakan tuntutan ketimbang apa yang bisa mereka berikan. Hal ini tidak selaras dengan hukum kewajaran dan dapat mengarah pada ketidakbahagiaan karena kita diliputi oleh ketidakpuasan dan hati yang pelit. Penting bagi kita untuk dapat menyelami dasar jiwa kita dan melakukan pekerjaan yang kita cintai serta mencintai pekerjaan yang kita lakukan. Penghasilan atau uang adalah akibat dari pekerjaan yang kita lakukan, bukan tujuan. Majikan atau pemberi kerja (perusahaan, pelanggan) adalah jodoh baik yang berkontribusi dalam kelangsungan hidup kita. Sudah sewajarnya kita menjaga hubungan baik dan setia terhadap mereka. Buddha Niciren menekankan bahwa nilai kesetiaan dan kejujuran adalah pegangan utama dalam berkehidupan yang dapat membantu kita bertahan hidup.
Kualitas sikap yang ke tiga adalah sopan santun, yang berarti sikap menghormati, beradab, tahu adat, baik dalam berperilaku dan bertutur kata, sabar, dan tenang. Sikap sopan santun hendaknya dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari identitas diri kita sebagai seorang Buddhis, murid Buddha Niciren Daisyonin. Bersikap sopan santun untuk sebagian orang tidaklah mudah dan dirasakan cukup menantang, terutama bagi mereka yang terbiasa bersikap kasar, egois, merasa lebih hebat dari orang lain. Ada pula yang memaknai sopan santun sebagai sikap yang lemah. Justru sebaliknya, untuk dapat bersikap sopan dan santun memerlukan keberanian yang besar yang muncul dari hati yang lapang. Sopan santun juga mencerminkan keberadaban atau tingkat kemanusiaan seseorang. Manusia yang sopan santun sesungguhnya adalah manusia yang tingkat kesadaran dan mawas dirinya di atas rata-rata. Bagi sebagian orang, menumbuhkan rasa kasih sayang rupanya tidak semudah membenci, iri hati, atau marah. Banyak faktor memengaruhi, di antaranya adalah pengaruh dari lingkungan, bagaimana kita dididik dan dibesarkan, serta faktor karma. Semuanya kita pelajari semasa hidup. Manusia juga punya kemampuan untuk saling memengaruhi. Ketika kita gembira, kita menularkan semangat kegembiraan itu kepada orang di sekitar kita, begitu pula ketika kita sedih atau marah. Ketika kita memiliki dasar perasaan jiwa yang gembira, menghargai momen kehidupan, hal ini
akan terpancar dari wajah kita, sifat dan perilaku kita ke orangorang di sekitar, juga terlihat dari bagaimana kita memperlakukan lingkungan kita. Itulah mengapa Buddha Niciren menekankan pentingnya sekejap-sekejap perasaan jiwa dan membimbing kita untuk senantiasa melatih diri agar bisa lebih bijaksana dan mawas diri. Buddha Niciren menyadari bahwa dengan perasaan jiwa yang welas asih dan penuh kasih sayang manusia dapat lebih produktif dan kreatif. Sebaliknya, perasaan jiwa yang berakar dari perasaan jiwa yang serakah, marah, benci, dapat menghancurkan diri dan kehidupan. Banyak contoh yang dapat kita ambil dari lingkungan kita, mulai dari peperangan, perjudian, sifat egois dan mau menang sendiri, hanya berujung pada penderitaan dan kesia-siaan. Perasaan jiwa yang baik dan yang buruk secara alamiah ada di dalam diri kita dan tidak dapat kita tiadakan salah satunya. Mencoba meniadakannya hanya akan membuat kita menderita. Buddha Niciren membimbing kita untuk merangkul dan menyadari kesemua perasaan jiwa yang kita miliki dengan dasar kebijaksanaan atau kebuddhaan. Kebencian, keserakahan, dan kemarahan akan selalu menjadi bagian dari diri kita, yang perlu kita lakukan adalah mengendalikannya, menyadari fungsi dari tiap perasaan jiwa tersebut untuk mengembangkan kebijaksanaan kita. Buddha Dharma adalah nafas kehidupan kita, proses pembelajaran memahami diri sendiri dan kehidupan berlangsung seumur hidup. (Samanta)
Samantabadra | Desember 2020
51
_WAWASAN
52
Samantabadra | Desember 2020
Samantabadra | Desember 2020
53
54
Samantabadra | Desember 2020
Berita Duka Cita Bapak Benny Reangkuay Poerayow
Meninggal pada usia 68 tahun 25 September 2020 Umat NSI daerah Bogor Jawa Barat
Bapak Liong Joe Wie
Bapak Lauw Tjoei Han
(Anak dari Ibu Tan Tjin Nio)
Meninggal pada usia 75 tahun 18 Oktober 2020
Meninggal pada usia 45 tahun 28 Oktober 2020
Umat NSI daerah Karawaci Banten
Umat NSI daerah Mangga Besar DKI Jakarta
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
Dana paramita pengembangan susunan NSI dapat disalurkan melalui: Rekening BCA 001 3032 120 atas nama Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Anda dapat menyampaikan bukti transfernya ke kantor pusat NSI dan menerima tanda terima dana paramita.
Samantabadra | Desember 2020
55
_RUANG ANAK
Hai anak-anak NSI! Yuk kita coba isi tekateki silang di bawah ini menggunakan nama-nama buah dalam bahasa Inggris. Selamat mencoba!
56
Samantabadra | Desember 2020
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Desember 2020 Tanggal Hari 1 Selasa
Jam 13.00
Kegiatan Pendalaman gosyo Dharma Duta dan luar daerah
19.00
Pendalaman gosyo DPW DKI Jakarta
19.00
Pertemuan Ceramah Gosyo Daerah
2
Rabu
3
Kamis
4
Jumat
5
Sabtu
6
Minggu
14.00
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul
7
Senin
19.00
Pertemuan Pelajaran Pimpinan Cabang
8
Selasa
9
Rabu
19.00
Pertemuan Pria Umum
10
Kamis
11
Jumat
19.00
Pertemuan Cabang
12
Sabtu
13
Minggu
14.00
Pertemuan Ibu Umum
14
Senin
19.00
Pertemuan Pelajaran Pimpinan Anak Cabang
15
Selasa
16
Rabu
17
Kamis
18
Jumat
19.00
Pertemuan Anak Cabang
19
Sabtu
20
Minggu
10.00
Pertemuan Generasi Muda Daerah
21
Senin
19.00
22
Selasa
Pertemuan Empat Bagian Hari Ibu
23
Rabu
13.00
Pendalaman Gosyo Dharma Duta & Luar Daerah
19.00
Rapat DPW-DPD NSI Jabotabekcul
Gosyo Kensyu Materi Desember 2020
24
Kamis
25
Jumat
26
Sabtu
27
Minggu
13.00
28
Senin
13.00
29
Selasa
13.00
Pendalaman gosyo Dharma Duta dan luar daerah
30
Rabu
19.00
Pendalaman gosyo DPW DKI Jakarta
31
Kamis
Untuk sementara waktu seluruh kegiatan pertemuan NSI dilakukan secara virtual atau disiarkan secara daring (online). Kanal youtube: https://www.youtube.com/user/NicirenSyosyuIndo Samantabadra | Desember 2020
57
Buddha Dharma Wihara & Cetya Parisadha Niciren Syosyu Indonesia
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Residen Abdul Rozak No. 2 RT 45 RW 09 Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni Kota Palembang
PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
58
Vihara Vimalakirti Muncul Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034 Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 28 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821
Samantabadra | Desember 2020
Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201
Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510