rang yang memiliki kepercayaan dengan hanya satu jalan tanpa ada keinginan hati yang lain sedikit pun, akan dijaga dan dilindungi seperti bayangan yang selalu mengikuti badan. Kalau dapat mempercayai Hukum dengan hanya satu jalan dan hati yang tidak berubah, pasti mendapatkan hidup yang tenang dan tentram dalam hidup kali ini. Serta pada masa yang akan datang akan terlahir di tempat yang baik. SAMANTABADRA | NOVEMBER 2020| NOMOR. 319
Surat Perihal Empat Kebajian dan Empat Budi
Media informasi, komunikasi, pendidikan, dan pembinaan umat
gosyo kensyu Surat perihal empat kebajikan dan empat budi gosyo cabang Surat perihal dua macam hati kepercayaan; api dan air
11
#319
O
SAMANTABADRA PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
november
2 0 2 0
A
da orang yang percaya kepada Saddharmapundarikasutra. Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir. Yang disebut orang percaya pintu hukum seperti api, ketika mendengar pikirannya berkobar seperti api. Namun, sejalan berlalunya waktu, timbul perasaan hati ingin membuang-Nya. Yang disebut orang percaya seperti air menunjukkan percaya tanpa hati ingin mundur. Surat perihal dua macam hati kepercayaan; air dan api
S
etiap Buddha dari ketiga masa muncul di dunia ini untuk membabarkan keharusan membalas keempat budi. Para orang arif zaman dahulu seperti tiga penguasa dan lima kaisar, Khong Hu Cu, Lao-tse, Yen Hui, dan lainya mengajarkan untuk sungguh-sungguh melaksanakan empat kebajikan. Keempat kebajikan yang diajarkan mereka adalah berbakti kepada ayah dan ibu, setia kepada majikan, sopan santun kepada kawan, bersikap kasih sayang bila bertemu dengan orang yang kurang daripada kita. Surat perihal empat kebajikan dan empat budi
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999 Penasihat Dewan Pimpinan Pusat NSI Redaktur Samanta Kontributor Vina Pratiwi, Silviani, Kireyna Aurelia, Kyanne Virya Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
Keterangan halaman muka Bunga teratai perlambang hukum sebab akibat Referensi: https://unsplash.com/photos/IKEwHKKIzog
CERAMAH GOSYO_
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja Surat perihal Tiga Harta Pusaka Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum Virtual Wihara Sadaparibhuta NSI 26 September 2020
Nammyohorengekyo,
hanya Syijo Kingo. Setiap kali membaca Gosyo, hendaknya Gosyo perihal ketiga harta kita menempatkan diri kita ini merupakan bekal bagi kita sebagai penerima Gosyo. yang sedang menghadapi Pertama, nai kun ge situasi pandemi yang semakin go secara harfiah berarti meningkat penularannya. pembangkitan dari dalam Dampak dari pandemi ini yang mengundang jodoh tidak hanya memengaruhi perlindungan dari luar. Dalam rakyat jelata, tapi juga para Agama Buddha, sebaiknya pejabat. Semua orang tidak kita tidak percaya dengan bebas dari risiko penularan. adanya takhayul atau Gosyo ini pun ditulis saat sesuatu yang tanpa aturan. Jepang berada di tengah Hendaknya kita tidak keliru kondisi pandemi, maka memahami prinsip nai kun menjelaskan bagaimana sikap ge go, hal mana memiliki yang seharusnya dimiliki penjelasan bahwa, yang kita seorang murid Buddha bangkitkan dari dalam adalah Niciren dalam menghadapi jiwa Buddha. Semua orang kesulitan. Syijo Kingo saat mempunyai 10 dunia, maka itu pun mengalami situasi tujuan dari Agama Buddha kerja yang kritis, dan penyakit adalah agar semua umat majikannya kembali kambuh. manusia bisa memaksimalkan Majikan dari Syijo Kingo, dirinya yakni memunculkan Ema, terhasut oleh masukan- jiwa Buddha, menjadikan jiwa masukan yang salah, sehingga Buddha sebagai landasan Syijo Kingo dipojokkan. kehidupan. Apabila kita Gajinya dikurangi dan terus membangkitkan posisinya terguncang. Gosyo kesadaran Buddha, jiwa kita ini sebetulnya juga ditujukan bergerak dalam satu aturan kepada kita semua, bukan (so syo tai riki sa in en ka ho
honmak kukyo to). Jadi, jiwa Buddha yang muncul akan menjadi sumber tenaga untuk membuat sebab, yakni melakukan perbuatanperbuatan. Niciren Daisyonin awalnya membimbing Syijo Kingo untuk membangkitkan kesadaran Buddha terlebih dahulu, agar sebab-akibatnya menjadi sebab-akibat yang baik. Energi yang dipakai untuk membuat sebab baik akan menarik jodoh, dan jodoh itu berupa perlindungan. Jodoh yang ditarik adalah jodoh-jodoh yang juga muncul dari Dunia Buddha karena yang menarik adalah jiwa Buddha. Jadi, kekuatan dari luar akan semakin memperkuat jiwa Buddha kita; ini prinsip yang patut kita pahami. Syijo Kingo banyak mengalami masalah saat itu: tanahnya disita, posisinya tidak jelas, teman-teman kerjanya banyak yang terhasut, majikannya jatuh Samantabadra | November 2020
1
sakit. Maka, ia meminta bimbingan dari Buddha Niciren. Sebelum penyakit majikan dari Syijo Kingo kambuh, Buddha Niciren sebenarnya sudah meramalkan bahwa itu akan terjadi. Ini dapat dijelaskan dengan pengertian Nyoze So, yakni wajah merupakan jendela dari hati. Perasaan jiwa seseorang akan terlihat pada wajahnya. Dunia kemarahan menarik jodoh yang berdasar pada dunia kemarahan pula. Maka, Agama Buddha menjelaskan bahwa semua bersumber dari diri kita sendiri. Ramalan Buddha tepat karena menarik kembali tanah yang diberikan ke Syijo Kingo merupakan perilaku yang emosional. Tetapi, Niciren Daisyonin bersikap prihatin ketika mendengar bahwa majikan Syijo Kingo sakit. Syijo Kingo juga diingatkan agar tidak lupa dengan budi majikan. Agama Buddha adalah agama yang mengajarkan tentang kesadaran, maka itu ketika Buddha memberikan pandangan atau bimbingan, sumbernya adalah kesadaran. Dengan begitu, yang ditekankan kepada Syijo Kingo adalah aspek pentingnya kesadaran. Syijo Kingo diingatkan bahwa ia bisa bertahan dan menyediakan kecukupan bagi keluarganya karena terdapat perlindungan dari majikannya. Majikannya memberi upah, fasilitas, dan lain sebagainya 2
Samantabadra | November 2020
sehingga Syijo Kingo bisa memberi sumbangan kepada Saddharmapundarika-sutra. Seorang Buddhis seharusnya mempunyai tujuan untuk memunculkan kesadaran Buddha, dan salah satu wujud dari orang yang sadar adalah mengingat budi orang lain. Kemudian, juga diingatkan oleh Buddha Niciren bahwa Syijo Kingo diibaratkan sebagai pohon kecil dan majikannya ibarat pohon besar. Walau pohon kecil tidak kebagian air karena berada di bawah pohon besar, pohon kecil masih mendapatkan cipratan air. Hal-hal yang seperti ini dijelaskan kepada Niciren Daisyonin sebelum beliau masuk ke penjelasan nai kun ge go, bahwa apa pun permasalahannya, penyelesaiannya adalah dengan memunculkan kesadaran Buddha. Sebagai seorang Buddhis, dalam melihat semua masalah, kita hendaknya memakai cara dari Saddharmapundarikasutra. Pertama, sebaiknya kita senantiasa menyebut Nammyohorengekyo, melantunkan Daimoku. Kedua, hendaknya kita lebih waspada dalam menata perasaan jiwa sehingga tidak terpengaruh suasana. Ketiga, kita diimbau untuk lebih berani melihat kelemahan diri kita sendiri. Tujuan dari Daimoku adalah membuka,
memunculkan, dan menghidupkan kembali jiwa Buddha kita; inilah pertapaan yang paling pokok. Daimoku bisa memunculkan kesadaran Buddha kita, sehingga kita tidak lagi membuat perbuatan-perbuatan buruk. Kemudian, karena kesadaran Buddha muncul, kita mempunyai kekuatan untuk berwaspada dalam tindakan, pikiran, dan tutur kata kita. Sehingga, kita terhindar dari tindakan-tindakan yang bisa mengundang kecemburuan dan kebencian dari pihak lain yang memicu akibat fatal. Seluruh umat NSI yang saya hormati, dalam menghadapi pandemi sekarang, seharusnya kita memunculkan kesadaran Buddha agar virus pun dapat berubah. Kembali kepada Gosyo, pada kutipan kedua, nai kun ge go ini terwujud karena telah memunculkan kesadaran Buddha. Dikatakan bahwa teman sepekerjaan Syijo Kingo dihinggapi iblis, berarti sedang berada di 4 dunia buruk (neraka, kelaparan, kebinatangan, kemarahan). Bila Syijo Kingo menanggapi ini tanpa nai kun ge go, ia akan memperkeruh perasaan jiwa teman-temannya. Oleh karena itu, yang seharusnya dimunculkan oleh Syijo Kingo adalah kesadaran Buddha, agar teman-temannya pun terpengaruh untuk memunculkan jiwa Buddha mereka.
Misalnya, dengan ilustrasi yang lebih relevan, masker berfungsi untuk melindungi diri kita dan orang lain. Ini sama halnya dalam gerakan jiwa; bila kita bisa memunculkan kesadaran Buddha kita, kita bisa melindungi diri kita dan juga orang lain, memengaruhi orang lain agar mereka pun dapat memunculkan kesadaran Buddha. Pada kutipan ketiga, tak peduli seberapa penting posisi seorang, seperti Raja Susyun, kemarahan dapat mengakibatkan jodoh buruk. Akhirnya, raja tersebut pun dibunuh. Kemarahan adalah neraka; kalau terus berada di dunia kemarahan, seseorang akan merasa dirinya besar dan mengundang jodoh buruk, berupa orang-orang sekitarnya yang juga penuh dengan kemarahan. Pada hakikatnya, semua umat manusia mempunyai kesadaran dan kesesatan, dan pengaruh lingkungan turut membentuk orang tersebut. Oleh karena itu, bila seseorang dikelilingi lingkungan yang penuh dengan kemarahan, pola pikirnya akan berubah menjadi pola pikir yang destruktif. Yang bisa melindungi kita adalah diri kita sendiri. Dalam situasi pandemi sekarang, Buddha Niciren mengingatkan bahwa kita tidak perlu menyalahkan suasana, karena kita pasti
memperoleh perlindungan bila menjalankan hati kepercayaan yang kuat. Dalam kutipan keempat, dijelaskan bagaimana masyarakat pada masa akhir dharma sudah tidak mempunyai deposito kebaikan. Memang, kita berada di tengah masyarakat, dan mau menjalankan sikap yang arif dan bijaksana dengan cara yang agung dan dengan teladan. Tetapi, pada umumnya kita hanya mampu berucap tanpa disertai pelaksanaan. Misalnya, kita pintar ceramah dan mengajarkan orang lain walau praktik diri sendiri belum sesuai dengan ajaran Buddha. Hendaknya kita melakukan introspeksi diri dan lebih sungguh-sungguh percaya dan meniru Buddha Niciren, seorang arif bijaksana. Dalam kaitannya dengan perkataan dan gerakan, dalam situasi masyarakat yang kotor ini, masa akhir dharma adalah masa di mana dharma yang dipakai adalah dharma yang terakhir. Tidak ada lagi dharma lain yang tepat waktu dan tepat guna dari 50 tahun ajaran Buddha Sakyamuni untuk zaman ini, selain Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Artinya, kalau kita tidak mempunyai landasan dharma dari Saddharmapundarikasutra dan tidak mempunyai sikap ketabahan, kita akan seperti batu. Batu, meskipun keras, bila dibakar terus akan
melebur menjadi abu. Itulah sebabnya kita membutuhkan susunan dan itai dosyin (satu hati). Landasan hati kepercayaan kita seharusnya komplit dengan ketiga aspek kepercayaan: percaya, belajar, dan melaksanakan (syin gyo gaku). Ketiga pilar kepercayaan ini merupakan kesatuan. Gosyo ini pun relevan untuk generasi muda NSI. Dalam kutipan Gosyo, diterangkan bahwa frasa “walau sementara� melebur menjadi batu bisa merujuk pada masa remaja yang masih berkobar-kobar dengan cita-cita dan perjuangan. Namun, setelah mencapai usia menengah, cita-cita dan semangat bisa lenyap. Ketika sudah mulai mapan, cita-cita dianggap sudah tercapai, sehingga diumpamakan bahwa batu “akan terbakar juga�, artinya akan lenyap cita-cita untuk kemanusiaan. Niciren Daisyonin mengingatkan bahwa kita sebaiknya terus mengingat nai kun ge go. Inti dari penanganan semua permasalahan adalah memunculkan kesadaran Buddha, yang merupakan sumber kebahagiaan. Yang utama adalah untuk mempertahankan hati kepercayaan seumur hidup. Kebahagiaan, kesuksesan, dan perwujudan manfaat yang besar bagi kemanusiaan semuanya bersumber dari kesadaran Buddha. Samantabadra | November 2020
3
Umumnya sulit bagi generasi muda untuk memahami arti dari Agama Buddha dan prinsip dari nai kun ge go ataupun prinsip dari ketiga harta. Belum terasa bagi anak muda, karena harta jiwa belum dianggap penting. Padahal, ketiganya penting. Harta benda dan harta badan menjadi penguat dari harta jiwa. Sebaliknya, harta jiwa kita akan meningkatkan kesehatan (harta badan) kita dan membuat harta benda kita semakin bermanfaat. Tetapi, untuk anak muda, hal ini masih sulit dipahami karena kaum milenial sekarang melewati satu fase di mana mereka mulai mempertanyakan keperluan agama. Mereka mengutamakan teknologi karena semua informasi dan kebutuhan dapat dicari dan dipenuhi melalui teknologi. Nai kun ge go berbicara tentang harta jiwa. Bukan berarti kita tidak mengakui harta benda atau harta badan. Namun, Agama Buddha menjelaskan kepada umatnya untuk memunculkan kesadaran Buddha. Dengan demikian, harta jiwa menjadi dasar agar harta benda dan harta badan bisa digunakan dan dipupuk secara maksimal. Harta badan dan harta benda yang dimiliki seseorang bisa menunjang harta jiwanya sehingga bisa menunjang kebahagiaannya pula. Tanpa harta jiwa, tidak ada pemikiran yang arif untuk 4
Samantabadra | November 2020
menggunakan ketiga harta bagi kebahagiaan orang banyak. Dengan begitu, landasan kehidupan kita seharusnya berdasar pada Nammyohorengekyo. Buddha Niciren juga membimbing Syijo Kingo dalam kesehariannya. Karena sudah memunculkan kesadaran Buddha, kita pun harus berperilaku sebagai manusia yang wajar. Kita menjadi manusia saja tidak mudah karena lahir-mati berurusan dengan karma. Untuk dilahirkan menjadi seorang manusia saja, kita harus membuat karma baik yang banyak sekali. Sekarang, kita sudah menjalankan hidup sampai hari ini dan kita dihadapi dengan dua pilihan. Apakah kita ingin menjadi manusia atau binatang? Apakah kita ingin menjadi seseorang yang mewarisi prajna kebijaksanaan, atau menjadi bodoh bagaikan binatang? Buddha Niciren mengingatkan bahwa mempertahankan hidup sebagai manusia yang sadar adalah tujuan utama yang hendak kita camkan. Buddha sudah menunjukkan jalan kepada kita untuk menyelesaikan semua masalah kita dari sumber pokoknya. Umpamanya dalam mengobati penyakit, seharusnya kita tidak hanya mengobati gejala-gejalanya tetapi juga mengatasi
sumber penyakitnya, yaitu sumber yang membuat kita menderita. Kesesatan pokok jiwa lah yang membuat kita menderita. Sedangkan, yang memungkinkan kita untuk mengatasi masalah dan keluar dari penderitaan adalah kesadaran. Kesadaran adalah sumber dari kebahagiaan kita. Niciren Daisyonin mengemukakan beberapa hal. Di antaranya, diumpamakan bahwa apabila kita sedang marah, kita melihat air laut seolah hanya setinggi dengkul saja. Artinya, kita menganggap bahwa tidak ada orang lain di sekitar, dunia serasa milik sendiri. Kemarahan juga mempunyai daya hancur yang hebat. Ketika dikuasai oleh kemarahan, harkat dan martabat seseorang dapat hilang sama sekali, sehingga menghancurkan dirinya sendiri. Di antara teman sepekerjaan Syijo Kingo, banyak yang sudah menganut kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra karena disyaku buku oleh Syijo Kingo sendiri. Buddha Niciren mengharapkan agar Syijo Kingo dapat membagi kehangatan pula. Kita pun mempunyai susunan NSI yang merupakan keluarga besar. Hendaknya, kita senantiasa sadar bahwa kita mempunyai hubungan jodoh untuk saling memunculkan kesadaran Buddha dalam diri masing-
masing. Harta jiwa adalah harta yang paling unggul. Kesehatan dan kekayaan tidak akan kita bawa saat ajal. Karena sekarang kita hidup sebagai manusia, kita hendaknya mempertahankan agar berumur panjang, mempunyai harta badan dan harta benda yang cukup untuk menunjang hidup kita yang sejahtera dan melakukan perbuatan kemanusiaan. Agama Buddha Niciren Syosyu membimbing kita agar mengagungkan jiwa. Dalam Gosyo ini, Buddha Niciren mengambil contoh mengenai Bodhisatwa Sadaparibhuta yang selalu menghormati orang lain karena semua orang mempunyai jiwa Buddha. Walaupun ia sering dicaci maki, Bodhisatwa Sadaparibhuta tetap menghormati orang lain, karena ia mengagungkan jiwa. Kemudian, jiwa yang “dikorbankan� bukan berarti “pengorbanan� secara harfiah, tetapi didayagunakan. Artinya, kita diajak untuk menggunakan hidup kita demi mewujudkan kebahagiaan bagi orang lain. Hanya Buddha Niciren yang mewujudkan persatuan antara hukum dan dirinya. Apabila kita ingin menyatakan diri sebagai murid Buddha Niciren, kita pun seharusnya menyatukan diri kita dengan hukum. Niciren Daisyonin adalah singa, dan kita adalah anak singa.
Buddha sederajat dengan kita. Hendaknya kita tidak salah paham - ini tidak membenarkan perilaku yang semena-mena, tapi justru menegaskan bahwa derajat kemanusiaan kita dan Buddha sama. Tidak ada umat yang perlu dikorbankan untuk Buddha atau pimpinan karena pada dasarnya, agama menjelaskan bagaimana kita bisa menjalankan hidup yang penuh dengan kemanusiaan. Dalam Agama Buddha, sebenarnya pengorbanan jiwa untuk kehidupan orang lain bukanlah tindakan yang dibenarkan. Bila kita dapat menghormati orang lain, kita pun bisa dihormati oleh orang lain. Seringkali, agama dijadikan kedok untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kemanusiaan. Dalam kaitan dengan ini, justru hanya dengan kemanusiaan yang mendasar pada hukum Agama Buddha yang bisa mencegah bahaya dari fasisme. Niciren Daisyonin menjelaskan bahwa ini adalah agama yang paling manusiawi. Titik penting dari bimbingan Niciren Daisyonin kepada Syijo Kingo adalah nasihat untuk mengingat budi majikan. Ini adalah contoh bimbingan keagamaan yang penuh dengan kemanusiaan. Doa dalam Agama Niciren Syosyu berarti menyebut Nammyohorengekyo. Maka, dikatakan oleh Buddha
Niciren bahwa terkabulnya doa tergantung pada perasaan jiwa seseorang. Akibat baik pasti dihasilkan oleh perasaan jiwa yang baik, yakni dunia Buddha. Tetapi, kalau kita berdoa dengan dasar dunia kemarahan, maka akan sukar bagi kita untuk mengatasi kesulitan. Sebetulnya, kesulitan harus diatasi oleh diri kita sendiri. Agama tidak menyelesaikan semua urusan kita. Agama memberikan petunjuk bagi kita untuk mengatasi kesulitan. Harus dipahami juga bahwa Gohonzon mempunyai kekuatan Buddha dan kekuatan dharma. Kekuatan Buddha dan dharma mutlak, sedangkan dalam diri kita ada kekuatan kepercayaan dan kekuatan pelaksanaan. Segala tindakan umat manusia bisa kita ukur dengan kesesuaian pada tujuan Agama Buddha untuk mengagungkan kemanusiaan. Kutipan kedelapan menjelaskan bahwa Buddha Niciren akan ikut memasuki neraka bersama dengan Syijo Kingo meskipun Buddha Sakyamuni menginginkan beliau berada di dunia Buddha. Bagian ini merupakan perwujudan dari kesungguhan hati Buddha Niciren Daisyonin sebagai balasan pada hati kepercayaan Syijo Kingo pada peristiwa Tatsunokuci. Syijo Kingo saat itu memohonmohon untuk menggantikan Buddha Niciren yang hampir Samantabadra | November 2020
5
dipenggal. Hubungan kemanusiaan ini tidak pernah dilupakan oleh Buddha Niciren. Karena peristiwa itu, Buddha Niciren tahu persis kualitas kepercayaan Syijo Kingo. Bila Syijo Kingo, yang memiliki kualitas kesetiaan sedemikian baiknya, tetap masuk neraka, maka pasti bukan karena kesalahannya, tetapi kesalahan dari orang yang berbuat jahat kepada Syijo Kingo. Kita dapat melihat hubungan guru dan murid yang amat kuat. SIkap murid yang menuruti guru menerangkan bahwa “kalau guru masuk ke neraka, maka diri sendiri pun masuk ke neraka.� Sebaliknya, terdapat maitri karuna dari guru terhadap murid: “kalau murid jatuh ke dalam neraka, guru pun masuk ke neraka.� Sama halnya, tugas pimpinan NSI adalah untuk menunjukkan kesungguhan hati, agar umat lain pun mengikuti. Tetapi, jika seorang guru atau majikan mengajarkan ajaran Buddha yang tidak sesuai dengan kata-kata Buddha, hendaknya kita tidak menurutinya dan tetap menuntut hukum yang benar. Anggota NSI seharusnya menunjukkan bahwa kita adalah murid Niciren Daisyonin yang terbaik. Kesimpulannya, Buddha Niciren mengatakan bahwa ketiga harta sama-sama penting. Tapi, yang harus 6
Samantabadra | November 2020
menjadi dasar adalah harta jiwa, sebab ada faktor Myo yang terkait dengan jiwa. Kematian adalah hal yang berkaitan dengan karma masa lampau, yang tidak terjangkau dari pikiran kita. Biarpun kita hidup sehari atau seratus tahun, kita harus menjalankan kehidupan sehari-hari dengan penuh kemanusiaan. Harta jiwa adalah harta yang paling berharga. Bila kita sudah lahir sebagai manusia, hendaknya kita mempertahankan hidup sepanjang mungkin, tentu dengan kehidupan yang sehat dan materi yang menunjang untuk menjalankan tugastugas kemanusiaan. Ketika kita terus memupuk harta jiwa, kita dapat mempunyai daya tahan tubuh yang baik dan meningkatkan kesehatan karena berperasaan gembira. Kemudian, dengan mengutamakan harta jiwa pun, kita bisa menjalankan cara hidup yang baik, bergaul dengan relasi yang tepat, sehingga memupuk harta benda dengan tepat. Sehingga dengan demikian, harta benda yang kita pupuk pun akan bisa kita dayagunakan untuk kebahagiaan kita sendiri dan kebahagiaan lingkungan kita. Kemudian, sikap teladan dari murid Niciren Syosyu dalam kehidupan seharihari dibahas dalam Bab 20 Saddharmapundarika-sutra,
Bab Sadaparibhuta. Semua orang yang menyebut Nammyohorengekyo seharusnya bersikap rendah hati. Seharusnya, dalam sehari-hari, kita meniru Bodhisatwa Sadaparibhuta yang senantiasa menghormati orang lain. Jika ingin mencontoh darinya, hendaknya kita sungguhsungguh menghayati Gosyo dan melaksanakannya dalam kehidupan seharihari. Mari kita menjadi manusia yang berprajna kebijaksanaan sehingga dapat membahagiakan diri dan orang lain, serta membawa nama baik bagi Agama Niciren Syosyu. ***
CERAMAH GOSYO_
Rangkuman Ceramah Darma Duta Ibu Irawati Lukman Surat perihal Tiga Harta Pusaka Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum Virtual Wihara Sadaparibhuta NSI 26 September 2020
Nammyohorengekyo,
kepada Nammyohorengekyo dari SaddharmapundarikaWabah Covid-19 semakin sutra. Sebab, Ema merupakan merajalela di Indonesia. penganut ajaran Nembuce. Dalam situasi seperti Dikatakan oleh Buddha sekarang, Gosyo yang kita Niciren, bahwa bila pelajari mengenai tiga harta sekiranya Syijo Kingo tidak pusaka sangat relevan untuk bisa memperkenalkan dibahas. Surat ini ditujukan Nammyohorengekyo kepada Syijo Kingo, sebagai kepada Ema, maka Syijo bimbingan untuk mengatasi Kingo bersama Ema akan kesulitan yang dialaminya. mendapatkan dosa yang Awalnya, majikan dari Syijo sama. Sayangnya, Ema Kingo, Ema, mengidap tidak bisa menerima dan penyakit berat. Karena Syijo mendapatkan hasutan dari Kingo, karyawan Ema, adalah karyawan lain, sehingga seorang tabib, ia dapat timbul kemarahan dalam mengobati majikannya sampai perasaan jiwanya. Ema sembuh. Karena hal tersebut, dikuasai dengan kemarahan Syijo Kingo mendapatkan sampai mengambil kembali imbalan dari majikannya tanah yang sudah diberikan berupa gaji yang lebih besar kepada Syijo Kingo. dan pemberian tanah. Sebetulnya, Buddha Niciren Pada tahun 1273, Niciren sudah mengetahui akibatnya Daisyonin memberikan bila Ema mengambil kembali bimbingan kepada Syijo tanah dari Syijo Kingo. Karena Kingo agar bisa melakukan tanah Syijo Kingo disita syakubuku terhadap kembali, Ema diperkirakan majikannya agar mau percaya akan jatuh sakit lagi, sebab
kemarahan memanggil jodoh yang buruk berupa kambuhnya penyakit. Semua ini terjadi karena adanya hasutan dari teman sepekerjaan Ema dan sekte-sekte lain yang merasa penyebarluasan Nammyohorengekyo oleh Buddha Niciren telah merugikan mereka. Jiwa mereka menjadi penuh dengan iri hati, kemarahan, dan kebencian. Buddha Niciren menasihati Syijo Kingo untuk menahan diri dan berhati-hati, karena Syijo Kingo mempunyai temperamen yang tinggi. Niciren Daisyonin turut merasa susah hati atas kambuhnya penyakit Ema. Ini mencerminkan perasaan seorang Buddha yang turut merasakan perasaan orang lain, walaupun Ema sendiri tidak menyebut Nammyohorengekyo.
Samantabadra | November 2020
7
Namun, Ema telah mendukung Syijo Kingo untuk menjalankan tugasnya dalam penyebarluasan Saddharmapundarikasutra. Diumpamakan bahwa hubungan antara majikan dan murid seperti pohon kecil yang berada di bawah pohon besar dan rumput yang tumbuh di tepi sungai. Walau tidak memperoleh curah hujan dan air sungai secara langsung, namun dengan wajar akan dibasahi oleh embun dan memperoleh air sungai. Karena dukungan dari majikannya, Syijo Kingo mampu menganut hati kepercayaan dan menghidupi keluarganya. Niciren Daisyonin mengingatkan kepada Syijo Kingo bahwa walau bagaimanapun, Syijo Kingo harus mengobati dan merawat Ema yang sedang sakit. Bila dipikirkan kembali, karyawan-karyawan Ema yang lain diberhentikan karena kepercayaan yang berbeda. Tapi, terlihat bahwa Ema mendukung Syijo Kingo untuk menjalankan hati kepercayaan walau berlainan dari kepercayaannya sendiri. Kalau sekiranya kita didukung oleh atasan untuk menjalankan hati kepercayaan, kita pun sepatutnya merasa berterima kasih dan mengingat budi. Kemudian, dikatakan bahwa dalam agama Buddha, terdapat pembangkitan dari dalam dan perlindungan dari luar. Biasanya, kita 8
Samantabadra | November 2020
sering menghubungkan “perlindungan dari luar” dengan dewa-dewi pelindung. Kita mungkin berpikir bahwa karena kita menjalankan hati kepercayaan, Gohonzon seharusnya melindungi kita. Sehingga, kita berdoa untuk meminta perlindungan dan rezeki. Ini adalah cara syinjin yang salah. Pembangkitan dari dalam berarti memunculkan jiwa Buddha kita yang pada dasarnya sudah ada dalam diri kita masing-masing, dengan kepercayaan kepada Gohonzon sebagai jodoh sehingga dapat memunculkan jiwa Buddha. Jiwa Buddha menjadi kesadaran dalam kehidupan sehari-hari kita untuk menimbulkan Prajna. Perlindungan tidak bisa didapatkan secara semenamena; semuanya memerlukan perjuangan. Menjalankan hati kepercayaan yang sungguhsungguh, menjalankan perombakan sifat jiwa yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha dengan tekun dan teguh - demikianlah sikap kepercayaan yang paling utama. Dengan begitu, baru bisa terwujud perlindungan dari luar. Saya mengharapkan bahwa dengan adanya penjelasan dari Gosyo ini, kita tidak lagi mempunyai pikiran bahwa dewa-dewi “mengabulkan” permintaan kita atau melindungi kita. Diperlukan perjuangan dalam menjalankan hati kepercayaan
dengan sungguh hati, untuk memanggil jodoh sehingga lingkungan pun mendukung kita. Kemudian, dikatakan bahwa Syijo Kingo pun dihasut oleh kawan-kawan sepekerjaannya sehingga Niciren Daisyonin merasa khawatir. Sesungguhnya, para pegawai yang mengganggu Syijo Kingo dalam pelaksanaan Saddharmapundarika-sutra mempunyai pikiran atau pandangan hidup yang sesat. Dikatakan bahwa “jiwanya dihinggapi oleh iblis”, karena mereka dikuasai oleh 4 dunia buruk. Di sini, kita dijelaskan bahwa kejahatan dan kebaikan adalah satu. Hendaknya kita tidak melihat orang jahat sebagai orang yang tidak mempunyai akar kebaikan, karena semua manusia mempunyai jiwa Buddha. Begitu pula dengan kondisi Covid-19 sekarang, suatu wabah penyakit yang begitu menakutkan, yang bisa mematikan banyak orang. Tetapi, dibalik semua itu, pandemi ini bisa memberi kita hikmah baik. Misalnya, dengan adanya lockdown, polusi berkurang sehingga udara menjadi lebih bersih, laut pun menjadi lebih tenang karena tidak ada kapal yang berlayar. Kita bisa melihat adanya kebaikan dan kejahatan. Ada kesadaran dan ada kesesatan, tetapi semuanya menjadi satu.
Syijo Kingo dinasihati agar tidak membenci kawan-kawan sepekerjaannya dan sektesekte lain yang menghasut Ema. Niciren Daisyonin begitu memperhatikan Syijo Kingo sehingga membimbingnya seperti anaknya sendiri. Syijo Kingo pun diingatkan bahwa banyak orang pasti merasa cemburu terhadapnya, sehingga berniat menjatuhkan Syijo Kingo. Walaupun begitu, Niciren Daisyonin terus mengingatkan kepada Syijo Kingo agar tidak marah. Karena, sekali kita dikuasai dengan kemarahan, perasaan kita pasti sulit diatur sehingga dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sama halnya dengan adanya situasi Covid-19, banyak yang sulit menerima keadaan apa adanya, sehingga banyak orang mengalami stres. Stres ini terjadi karena tidak memegang filsafat yang benar, sehingga akhirnya dapat memicu pemikiran untuk bunuh diri. Intinya, kemarahan pasti akan memanggil jodoh-jodoh yang buruk dan mengakibatkan halhal yang tidak diinginkan. Dalam Gosyo, Niciren Daisyonin juga memperlihatkan kemanusiaannya dengan mengingatkan bahwa Syijo Kingo seharusnya lebih memperhatikan Ema. Kemudian, bila dipanggil oleh pejabat, Syijo Kingo diingatkan untuk bersikap
dengan penuh kehormatan, tanpa memperlihatkan kebencian dan kesombongan. Nasihat Buddha Niciren ini pun berlaku untuk bapak ibu karyawan yang sekarang tetap bekerja selama pandemi. Sebaiknya, kita lebih berterima kasih kepada majikan kita, sekalipun gaji kita dipotong. Kita yang masih bisa kerja dari rumah, sebaiknya berterima kasih pula. Sekarang bukan waktunya bagi kita untuk berprotes atau menuntut majikan. Hendaknya kita tidak terbawa emosi, tapi berusaha menjadi lebih akrab dan merasa berterima kasih kepada majikan. Selanjutnya, dijelaskan bahwa Masa Akhir Dharma sangat keruh. Manusianya jahat dan kotor, sehingga orang arif bijaksana pun sulit untuk berada di dunia ini. Manusia yang mau berbuat baik sulit dicari, karena suasana dunia yang sedemikian kotor. Mula-mula mungkin banyak yang ingin bertahan untuk menjadi orang baik, tetapi akhirnya banyak pula yang terpengaruh karena lingkungan. Hal ini diumpamakan seperti batu yang keras, tapi bila dibakar, lama-lama akan hancur. Kita hanya dapat menghadapi keadaan sulit dengan ketulusan dan ketabahan dalam kepercayaan. Marilah kita memperkuat hati kepercayaan kita,
menjalankan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha dan tidak memakai pikiran kita sendiri. Tentu, kita pasti mendapatkan banyak gangguan dalam menjalankan hati kepercayaan, karena kita tidak dikecualikan dari perasaan iri hati dan marah benci. Tetapi, kita diingatkan untuk bersikap tulus, berarti menerima bahwa semua pasti ada sebabnya. Umumnya, manusia jatuh karena batu kerikil, batubatu yang kecil, ketimbang batu besar yang terlihat jelas. Artinya, kita umumnya terpengaruh oleh hal-hal yang sepele. Misalnya, mencari keuntungan pribadi sehingga akhirnya kita menjadi kalah suasana. Kemudian, Niciren Daisyonin terus membimbing Syijo Kingo untuk menjaga keakraban dengan kawan-kawannya yang sama-sama menganut Saddharmapundarikasutra dan diajarkan Niciren Daisyonin, meskipun terjadi cekcok di antara mereka. Syijo Kingo diimbau untuk bersikap lebih hangat, karena murid-murid Niciren Daisyonin yang lain juga menjaga Nammyohorengekyo. Syijo Kingo memang kita ketahui sebagai seorang pemarah. Maka, walau dinasihati demikian pun, ia mungkin tetap berkeras kepala. Umat pada Masa Akhir Dharma pada umumnya juga Samantabadra | November 2020
9
mempunyai sifat yang sama, yang sering marah, ingin menang sendiri, dan penuh iri hati. Apabila kita menjalankan syinjin dengan percaya tapi tidak menjalankan sesuai bimbingan ajaran Sang Buddha, maka hasilnya akan menjadi sia-sia. Kemudian, saya juga ingin mengimbau ibu-ibu NSI untuk terus membuat masker. Saya mengharapkan ibu-ibu membuat kembali masker kain karena kita dapat membuat kebajikan untuk keperluan orang lain, pada waktu yang sesuai ini. Selain melantunkan Daimoku setiap hari dari jam 2-4 sore, sebaiknya kita pun meneruskan kegiatan membuat masker. Kita sudah habis menyumbangkan persediaan masker kepada camat dan kelurahan yang berkepentingan dari beberapa daerah, sampai ke NTT. Diingatkan oleh Niciren Daisyonin, bahwa bila Syijo Kingo hanya kecewa karena tanahnya disita dan gajinya dikurangi, ia sebaiknya mempertimbangkan semua budi dari majikannya. Kita diimbau untuk menjaga perilaku kita, untuk menghindari jodoh buruk yang tidak akan menghasilkan lingkungan yang baik. Buddha mengingat kembali, bahwa enam tahun sebelumnya, ketika Buddha Niciren melalui hukuman pemenggalan kepala, Syijo 10
Samantabadra | November 2020
Kingo terus mengikuti beliau dari Kamakura sampai Tatsunokuci. Niciren Daisyonin merasakan kesungguhan hati dari Syijo Kingo yang amat besar. Karenanya, Niciren Daisyonin ingin sama-sama ikut merasa susah dengan Syijo Kingo. Walau Buddha Sakyamuni menginginkan agar Buddha Niciren menuju ke dunia Buddha, Buddha Niciren ingin bersama-sama dengan Syijo Kingo dalam dunia neraka. Demikianlah hubungan antara guru dan murid. Buddha menjelaskan bahwa hubungan guru dan murid merupakan hubungan yang sederajat. Guru membimbing murid dengan dasar hukum sakti. Sebaliknya, apabila seorang guru salah, muridnya harus berani memberi tahu dan meluruskan ajaran sesuai dengan kata-kata Buddha. Dilahirkan sebagai manusia adalah kemungkinan yang sangat jarang, diumpamakan seperti pasir di atas kuku. Kemudian, bila sudah menjadi manusia pun, sangat sulit bagi manusia untuk mempertahankan dirinya sebagai manusia yang seutuhnya. Mari kita membuat nilai dalam kehidupan kita, berbuat sebaik mungkin, memunculkan keagungan sebagai manusia yang mempunyai jiwa Buddha. Hendaknya kita tidak membuat karma buruk dengan semena-mena,
misalnya membunuh dengan mulut, mencuri waktu, berbohong, berzina, membuat onar di susunan, dan sebagainya. Niciren Daisyonin juga mengajak kita untuk memegang moralitas dan ketabahan. Dalam menghadapi kesulitan, kita diajak untuk bersabar terlebih dahulu dan mempertimbangkan baiktidaknya respons kita. Inti hakikat dari semua ajaran Buddha Sakyamuni menjelaskan bahwa semua manusia mempunyai jiwa Buddha. Artinya, hendaknya kita tidak meremehkan siapa pun juga karena semua manusia mempunyai jiwa Buddha. Sebagai manusia, hendaknya kita menjadi manusia yang seutuhnya, mengeluarkan semangat hidup, mewujudkan jiwa Buddha yang dasarnya hanya memberi dan tidak mengharapkan kembali. Terakhir, Gosyo ini membahas ketiga harta, yaitu harta gudang, harta badan, dan harta jiwa. Biasanya, kita mengutamakan harta gudang dan nilai materil. Namun, harta gudang dan harta badan (kesehatan) akan kita tinggal saat ajal. Maka, yang paling utama adalah harta jiwa, yaitu karma-karma baik kita sendiri. Mari kita memupuk harta jiwa dari sekarang. ***
LIPUTAN_
DOKYO SYODAI PERINGATAN PERWUJUDAN DAI-GOHONZON KE-741 TAHUN
P
eringatan perwujudan Dai Gohonzon ke 741 tahun diperingati oleh segenap umat NSI dengan melaksanakan upacara dokyo syodai. Umat diimbau untuk melaksanakan di rumah masing-masing dengan menyaksikan siaran langsung dokyo syodai yang dipimpin oleh Ketua Umum NSI MPU Suhadi Sendjaja, disiarkan langsung dari Wihara Sadaparibhuta NSI melalui kanal Youtube NSI. Beberapa pengurus di tiap daerah tetap melakukan dokyo syodai di wihara dan cetya NSI dengan mempraktikkan protokol kesehatan. Dalam sambutannya, Ketua Umum NSI menjelaskan bahwa peringatan diwujudkannya Dai Gohonzon adalah peringatan momen di mana Buddha Niciren Daisyonin mewujudkan Dharma ke dalam sebuah mandala agung yang tidak diwujudkan oleh Buddha yg lain, karena ini adalah tugas pokok kehadiran dari Buddha Niciren. Beliau juga menyoroti perihal tujuan hidup manusia lahir di dunia ini,
Ketua Umum NSI memimpin upacara dokyo syodai peringatan perwujudan Dai Gohonzon ke 741 tahun di Wihara Sadaparibhuta NSI.
bahwa semua eksistensi yang ada di dunia ini memiliki fungsi yang unik. Kehadiran kita berdasarkan Saddharmapundarikasutra adalah untuk memfungsikan diri kita sebagai bodhisattva yang muncul dari bumi dan membuktikan kebenaran dari Dharma dengan menjadi makhluk yang bisa hidup membawa manfaat bagi pengembangan diri, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara, di tengah kekeruhan tiga racun yang juga kita miliki. Mandala Gohonzon diperuntukkan pada masa akhir dharma agar kita dapat memunculkan, membuka, dan menyempurnakan jiwa Buddha kita.
Kita masih berada di tengah-tengah pandemi Covid-19. Saling tolong menolong antar umat di masa pandemi menjadi sangat penting, berbagi informasi yang jelas (kroscek fakta segala informasi sebelum menyebarkannya), memberikan dorongan semangat.Penyakit Covid-19 bukan aib, kita tidak perlu malu apabila terjangkit, harus terbuka agar penularan tidak semakin meluas. Mari jadikan pandemi ini sebagai sebuah hikmah untuk terus mengatasi tiga racun diri kita masingmasing, menjadi manusia yg lebih disiplin, lebih tahu mengenai kesehatan, giat dan semangat bergotong royong untuk membangun bangsa kita. *** Samantabadra | November 2020
11
Denpasar Bali Cengkareng
Sambutan Ketua Umum NSI seusai upacara dokyo syodai di Wihara Sadaparibhuta NSI Jakarta
Lampung
Bogor
Muncul
Solo Baru
12
Samantabadra | November 2020
Tangerang
(kiri) Hari Minggu, tgl 11 Oktober 2020, ibu-ibu umat NSI melaksanakan gerakan kebersihan lingkungan di wihara Vimalakirti NSI Tangerang, jam 12 siang 4 orang ibu, datang ke wihara, melaksanakan gerakan kebersihan lingkungan wihara.
Jambi
Bekasi
Teluk Naga
Samantabadra | November 2020
13
NSI MEMFASILITASI PEMASANGAN PERANGKAT DAN JARINGAN INTERNET DI DESA SUKALUYU
P
arisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) memfasilitasi pemasangan perangkat dan jaringan internet untuk kebutuhan pelajar yang merupakan warga di sekitar Mahawihara Saddharma-NSI (Myoho-Ji) di Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor guna mendukung dalam menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring/online karena adanya pandemi Covid-19. Pemasangan perangkat dan jaringan internet sudah dilakukan pada hari Jumat, 9 Oktober 2020 serta biaya deposit sudah NSI bayarkan kepada Indihome Telkom, sehingga saat ini jaringan internet sudah bisa dipergunakan dengan kekuatan dapat menampung/ 14
Samantabadra | November 2020
dipakai hingga 50 orang.Selain itu, NSI juga berinisiatif untuk mengumpulkan smartphone android yang bisa dipakai di balai desa untuk mendukung siswa yang tidak memiliki gadget agar bisa tetap melaksanakan pembelajaran online. Langkah selanjutnya akan dibuatkan acara serah terima dengan berita acara penandatanganan kedua belah pihak dengan beberapa ketentuan, di antaranya NSI akan memberikan sumbangan pembayaran biaya internet selama satu tahun yang akan dibayarkan setiap bulan dan jika dalam perjalanan kurun waktu satu tahun tersebut Desa Sukaluyu mendapatkan bantuan pembiayaan internet gratis dari Pemerintah, maka NSI tidak lagi membayarkan biaya paket internet untuk
bulan selanjutnya. NSI juga mengimbau para pelajar di desa tersebut untuk bisa menabung masing-masing sebesar Rp.500 per hari nya. Nantinya, uang yang terkumpul tersebut dapat digunakan untuk pembayaran internet selanjutnya maupun biaya pemeliharaan lain-lain. Di mana Bumi dipijak, disitulah langit dijunjung, partisipasi ini adalah bentuk kepedulian dari NSI terhadap lingkungan kecamatan Tamansari karena Mahawihara Saddharma (Myoho-Ji) berdiri di tengah-tengah kecamatan Tamansari. ***
SUMBANGAN MASKER KAIN HASIL SWADAYA UMAT NSI KEPADA KECAMATAN TAMANSARI
S
ebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa sejak bulan Maret 2020, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) mendayagunakan potensi ibu-ibu NSI agar secara aktif bergotong royong membuat masker berbahan dasar kain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan kebutuhan masyarakat luas. Hingga saat ini sudah lebih dari 20.000 masker kain sudah didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan di Jabodetabek, hingga Nusa Tenggara Timur. Sejak bulan Maret 2020 NSI meniadakan kegiatan dan pertemuan keagamaan secara tatap muka/kolektif di seluruh wihara NSI, termasuk Mahawihara Saddharma-NSI (Myoho-Ji) yang berdomisili di kecamatan Tamansari sampai pandemi Covid-19 berakhir. NSI tidak ingin wihara menjadi cluster penyebaran virus Covid-19 di Kecamatan Tamansari. Atas permohonan Camat Tamansari perihal bantuan Covid-19, pada hari Senin, 28 September 2020 pukul 10.00 wib bertempat di Kantor Kecamatan Tamansari, NSI kembali menyumbangkan masker untuk kebutuhan warga sekitar sebanyak 2.000 (dua ribu) buah yang diterima secara langsung oleh Bapak
Camat Tamansari, penyerahan masker diwakili oleh Kyanne Virya, Pengurus DPD NSI Bogor. Partisipasi ini merupakan salah satu bentuk perhatian dan kepedulian NSI terhadap lingkungan kecamatan Tamansari sehingga bermanfaat baik guna memutus mata rantai dan penyebaran Covid-19 serta dapat mendukung kebutuhan masker bagi warga sekitar Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Gerakan kebajikan seperti inilah merupakan wujud kesadaran yang menjadi dasar dari praktik Buddha Dharma umat NSI dalam melaksanakan pertapaan kebodhisatvaan, memberi kebahagiaan dan mencabut penderitaan orang lain, yang merupakan upaya kita untuk menyingkirkan tiga akar keburukan dalam menjaga alam semesta sehingga akibatnya alam semesta akan menjaga kita, virus pun menjadi jinak dan dapat ditaklukan. Pada intinya, menaklukan Covid-19 adalah menaklukan kesesatan (keserakahan, kemarahan, dan kebodohan) diri sendiri. Kiranya umat Buddha NSI dapat bersama-sama menjadi pelaksana dharma yang unggul dengan bersamasama satu hati (Syin Gyo Gaku) serta berdoa untuk keselamatan Bangsa dan Dunia sehingga wabah Virus Corona cepat selesai dan kehidupan umat manusia menjadi lebih baik dan sama-sama berjuang sepenuh hati dalam perjalanan kosenrufu kita untuk kemudian membangun bangsa Indonesia tugas sebagai Bodhisatva yang muncul dari bumi demi menyebarluaskan Dharma Agung Nammyohorengekyo. *** Samantabadra | November 2020
15
RAPAT KOORDINASI PEMBAHASAN PERSIAPAN PTKB MENUJU MASA DEPAN GEMILANG STAB SAMANTABADRA NSI
P
ada Jumat, 2 Oktober 2020, Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Samantabadra-NSI menghadiri undangan rapat Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Buddha (PTKB) bersama Ditjen Bimas Buddha dan Perwakilan dari Bank Dunia, Koordinasi Pembahasan Persiapan PTKB Menuju Masa Depan Yang Gemilang. Pertemuan dilaksanakan via meeting zoom pukul 09.30 yang diikuti seluruh perwakilan PTKB se-Indonesia yang materi paparan singkat tentang rencana lima tahun kedepan dari tiap-tiap PTKB. STAB SamantabadraNSI diwakili oleh salah satu Dosen tetapnya, yakni Arya Prasetya, S.M.B.,S.Pd.B.,M.I.KOM.,M. Si. Dipaparkan bahwa Rencana Strategis STAB Samantabadra-NSI (2020-2025) memiliki visi Menjadi pusat informasi dan pendidikan terbaik di bidang agama Buddha yang berorientasi khusus kepada Buddhisme Niciren Syosyu pada tahun 2025 16
Samantabadra | November 2020
di Indonesia dengan menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan misi STAB SamantabadraNSI adalah : 1. Menyediakan akses yang luas dan adil, serta pendidikan dan pengajaran yang berkualitas 2. Menghasilkan lulusan yang mampu mengelaborasi pemikiran agama Buddha Niciren Syosyu melalui penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat untuk memberikan solusi atas masalahmasalah mutakhir.
1. Meningkatnya budaya dan kualitas riset 2. Memperkokoh Landasan Sumber Daya Manusia (Bersertifikasi dan S3) 3. Meningkatnya Peringkat Akreditasi 4. Lebih Banyak Merekrut Mahasiswa Berusia Muda (17 s.d 40thn) 5. Memperkuat Kolaborasi dan Kemitraan 6. Mengembangkan sarana dan prasarana yang berkualitas
STAB Samantabadra3. Menghasilkan karya- NSI akan terus berkembang dan semakin maju, karya tulis ilmiah dan harapannya akan agama Buddha meningkat menjadi sebuah Niciren Syosyu sekolah teologi yang khususnya dan agama Buddha pada berbasis pemahaman Agama Buddha Niciren umumnya Syosyu yang juga Dengan Visi dan Misi diatas, berlandaskan pemikiran STAB Samantabadra-NSI moderasi dan berbicara memiliki 6 sasaran strategis mengenai kemanusiaan. *** untuk mencapainya, yakni :
Samantabadra | November 2020
17
_AJARAN
Surat Perihal Empat Kebajikan & Empat Budi Gosyo Kensyu
Gosyo Zensyu halaman 1526
Latar Belakang
S
urat ini ditulis di Gunung Minobu pada tahun Kenji ke-1 (1275) ketika Niciren Daisyonin berusia 54 tahun. Surat yang merupakan berita (gosyosoku) ini ditujukan kepada Nanjo Syiciro Jiro Tokimitsu. Sekarang surat aslinya sudah tidak ada lagi. Ketika Tokimitsu berusia 7 tahun, ia kehilangan ayahnya yang merupakan kepala daerah Ueno (sekarang sebagian dari kota Fujinomiya, provinsi Shizuoka). Di kemudian hari, atas dukungan ibu yang memiliki hati kepercayaan yang kuat, Tokimitsu meneruskan hati kepercayaan almarhum ayahnya. Ia tumbuh menjadi dewasa dengan baik. Kemudian ia mewarisi kedudukan ayahnya sebagai kepala daerah; sekalipun pada waktu itu ia masih belia. Ketika menerima surat ini Nanjo Tokimitsu baru berusia 17 tahun. Dalam surat ini Niciren Daisyonin memuji Tokimitsu sebagai kepala keluarga yang dapat menjalankan bakti dengan sungguh hati kepada ibu dan juga dapat membagi sumbangan karunia kebajikan sendiri untuk almarhum ayahnya. Di samping budi yang tebal kepada orang tua tersebut, Niciren Daisyonin mengharapkan berkembangnya sifat kemanusiaan yang lebih sempurna dalam diri Tokimitsu. Oleh karena itu, beliau membabarkan keempat budi menurut Hukum Buddha dan empat kebajikan dari sastra-luar. Keempat budi dan keempat kebajikan tersebut adalah dasar moral pada umumnya. Jadi dengan surat ini, Niciren Daisyonin mengajarkan Tokimitsu jalan sebagai manusia seutuhnya. Dari keempat budi tersebut, khusus mengenai budi ayah dan ibu diuraikan secara rinci. Nanjo Tokimitsu diberi semangat bahawa justru pelaksanaan yang kuat untuk meneruskan warisan hati kepercayaan dari ayahnya merupakan balas budi kepada orang tua. Maka, nama lain dari surat ini adalah Surat Perihal Empat Kebajikan dan Empat Budi.
18
Samantabadra | November 2020
Isi surat ini menunjukan empat kebajikan yang terdapat dalam sastra-luar dan empat budi yang terdapat dalam sastra-dalam. Juga diuraikan bahwa orang yang percaya dan melaksanakan Saddharmapundarika-sutra dengan sendirinya mencakupi keempat kebajikan. Sedangkan menerima serta mempertahankan sutra ini merupakan balas budi kepada keempat budi. Tambahan pula, orang yang percaya sutra ini dengan kuat pasti dijaga dan dilindungi oleh Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, dan para tentara Buddha sepuluh penjuru hingga Dasaraksasi. Penjagaan dan perlindungan mereka adalah pasti, seperti bayangan seseorang yang mengikuti badannya. Oleh karena itu, kalau meneruskan hati kepercayaan dengan kuat, tak diragukan lagi bahwa, “Pada masa sekarang hidup dengan tenang dan tentram, serta di masa yang akan datang terlahir di tempat yang baik�. Demikianlah dorongan yang diberikan kepada Tokimitsu.
Isi Gosyo
S
etiap Buddha dari ketiga masa muncul di dunia ini untuk membabarkan keharusan membalas keempat budi. Para orang arif (kenjin) zaman dahulu seperti tiga penguasa dan lima kaisar, Khong Hu Cu, Lao-tse, Yen Hui, dan lainya mengajarkan untuk sungguh-sungguh melaksanakan empat kebajikan. Keempat kebajikan yang diajarkan mereka adalah; berbakti kepada ayah dan ibu, setia kepada majikan, sopan santun kepada kawan, bersikap kasih sayang bila bertemu dengan orang yang kurang daripada kita. Pertama, berbakti kepada ayah dan ibu. Meskipun orang tua tidak berlaku seseuai dengan kewajaran sebagai manusia serta berbicara dengan hati yang buruk, janganlah marah atau memperlihatkan wajah masam kepada mereka. Jangan melawan sedikit juga terhadap apa yang mereka katakan. Pikirkanlah untuk selalu memberikan yang terbaik kepada mereka. Jikalau tidak dapat berbuat apa-apa tersenyumlah dua atau tiga kali dalam sehari. Kedua, setia kepada majikan. Jangan sedikit juga mempunyai hati yang tidak jujur kepada majikan. Demi kebaikan majikan, hendaknya selalu mempunyai hati untuk menyumbang; sekalipun harus mengorbankan diri sendiri walaupun hingga sekarang tidak diketahui orang lain, bila ada kesungguhan hati, pada suatu saat, pasti akan nyata dan dikatakan mempunyai kebajikan. Ketiga, sopan santun kepada kawan. Walaupun kawan mengunjungi sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali dalam sehari, hendaknya tetap menganggapnya sebagai orang yang datang dari 1000-2000 mil yang jauh. Sedikit pun tidak boleh mengurangi perilaku sopan santun padanya. Keempat, bersikap penuh kasih sayang apabila bertemu orang yang kurang daripada kita. Anggaplah orang yang lebih lemah sebagai anak sendiri dan limpahkanlah kasih sayang kepadanya. Samantabadra | November 2020
19
Demikianlah yang dimaksud dengan empat kebajikan. Orang yang menunjukan perilaku di atas dikatakan sebagai orang bijaksana. Jikalau memiliki empat kebajikan ini, meskipun kurang baik dalam hal yang lain, orang itu tetap dikatakan sebagai orang yang baik. Demikianlah orang yang melaksanakan dan memperoleh keempat kebajikan ini dianggap sebagai orang yang sudah membaca 3000 rol sastra-luar, sekalipun sebenarnya ia tidak membacanya. Empat budi menurut ajaran Buddha adalah; membalas budi kepada ayah dan ibu, membalas budi kepada raja negara (majikan), membalas budi kepada seluruh umat manusia, membalas budi kepada Triratna. Pertama, membalas budi kepada ayah dan ibu. Badan kita terbentuk pertama-tama dengan menyatunya dua tetes cairan putih dan merah dari ayah dan ibu. Setelah itu kita berdiam di dalam kandungan ibu selama 270 hari. Selama sembilan bulan (ibu) mengalami 37 kali penderitaan, yang rasanya bagaikan mati. (Penderitaan sakit) ketika ibu melahirkan, rasanya hampir tidak tertahankan. Nafas yang terengah-engah dan uap yang keluar dari ubun-ubun bagaikan mencapai Surga Brahma. Setelah dilahirkan, air susu ibu yang diminum berjumlah lebih dari 180 koku3, bermain-main di pangkuan ayah dan ibu selama tiga tahun. Oleh karena itu, setelah dewasa dan percaya kepada Ajaran Buddha, hendaknya pertama-tama membalas budi kepada ayah dan ibu. Gunung Semeru masih rendah jika dibandingkan dengan tingginya budi ayah. Samudera luas masihlah dangkal bila dibandingkan dengan dalamnya budi ibu. Hendaknya membalas budi kepada ayah dan ibu penuh ketekadan hati. Kedua, mengenai keharusan membalas budi kepada raja negara. Semenjak lahir, kita telah menerima budi raja negara. Terutama dalam hal pakaian dan makanan. Doakanlah agar (raja negara) merasakan hidup tenang dan tentram pada masa ini, serta pada masa akan datang terlahir di tempat yang baik. Ketiga, mengenai membalas budi kepada seluruh umat. Kalau ditinjau dari jiwa yang mencakup tiga masa, di masa lampau seluruh pria adalah ayah kita dan seluruh wanita adalah pernah menjadi ibu kita. Dengan demikian, seluruh umat memberikan budi pada setiap kelahiran dan setiap jaman. Maka doakanlah agar seluruh umat dapat mencapai kesadaran Buddha. Keempat, membalas budi kepada Tri Ratna. Jika mencari hal ini dalam Sutra Avatamsaka yang pertama kali dibabarkan setelah memperoleh Jalan Pencapaian, sutra ini adalah Sutra Mahayana, dan Buddha-nya adalah Tathagata Sambhogakaya, maka Dwiyana dan sebagainya adalah bagaikan burung hantu di siang hari atau elang di malam hari. Meskipun mendengar Pintu Hukum Avatamsaka, mereka akan sama dengan orang yang tuli dan buta. Jangankan berpikir dapat membalas keempat budi, membalas budi ibu saja susah. Hal itu disebabkan wanita tidak disukai dengan dikatakan tidak dapat memperoleh pencapaian Kesadaran Buddha. Buddha Sakyamuni membabarkan Sutra Agama selama 12 tahun, dan inilah Ajaran Hinayana. Oleh karena itu, kira-kira Ajaran Hinayana ini sesuai dengan akar-bakat kita. Akan tetapi, Sutra Hinayana membabarkan bahwa agar badan kita mencakup 3.000 wibawa, dasarnya adalah 5 sila untuk laki-laki, 10 sila untuk wanita, 250 sila untuk Guru Dharma, 500 sila untuk Bhiksuni. Sehingga kita berpikir ajaran tersebut tidak sesuai untuk Masa Akhir Dharma. Dengan demikian sukar untuk membalas budi ibu. Apalagi, sutra ini juga tidak menyukai pencapaian Kesadaran Buddha bagi wanita. 20
Samantabadra | November 2020
Demikian pula dengan sutra-sutra yang dibabarkan selama 40 tahun lebih, seperti sutra-sutra Vaipulya dan Prajnaparamita. Seluruh sutra tersebut tidak menyukai kaum wanita. Hanya dalam Tenyo Jobutsu, Sutra Amitayurdhyana dan lainnya, ditemui kalimat sutra yang menjelaskan pencapaian kesdaran bagi wanita, meskipun hanya sedikit. Namun, pencapaian kesadaran tersebut hanya ada namanya saja, tanpa adanya pusaka (badan sesungguhnya). Terlebih lagi, sutra-sutra ini termasuk ke dalam sutra “ belum mewujudnyatakan pendirian sesungguhnya� (Mikken Syinjitsu). Oleh karena itu semua sutra tersebut sama sekali tidak mempunyai kekuatan. Dalam semua sutra yang dibabarkan selama 40 tahun lebih, wanita tidaklah disukai. Begitu pula dengan Sutra Nirvana yang dibabarkan terakhir. Dalam sutra tersebut wanita juga tidak disukai. Pertanyaan: Ajaran sutra manakah yang dapat membalas keempat budi ini? Hanya Saddharmapundarika-sutra yang membabarkan pencapaian Kesadaran Buddha bagi kaum wanita. Putri Naga yang berusia 8 tahun dapat mencapai Kesadaran Buddha. Maha Prajapati, ibu yang mengasuh Sang Buddha dan Bhiksuni Yasodara juga mendapat penganugerahan pencapaian Kesadaran Buddha. Memang, badan ibu kita adalah badan wanita, bukan badan binatang maupun ular. Tetapi, Putri Naga saja pada usia 8 tahun dapat mencapai Kesadaran Buddha. Maka, bagaimana mungkin ibu kita tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha dengan kekuatan Saddharmapundarika-sutra ini? Dengan demikian, hanya orang yang mempertahankan Saddharmapundarikasutra dapat menjalankan balas budi kepada ayah bunda. Meskipun dalam hati tidak terpikir untuk membalas budi kepada ayah dan ibu, melalui kekuatan sutra ini kita melaksanakan balas budi. Oleh karena itu, Para Buddha Sepuluh Penjuru yang tidak terhitung, Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna dan sebagainya; Para Bodhisattva Muncul Dari Bumi, Vishistakaritra dan sebagainya; Bodhisattva Syakke seperti Samantabadra dan Manjusri; Para Maha Sravaka, seperti Sariputra dan sebagainya; serta Raja Dewa, Dewa Brahma, dewa Surya, Dewa Chandra dan sebagainya; Raja Delapan Bagian5 (delapan bagian umat), Dasarasaksi dan sebagainya; dewa-dewa negeri Jepang, baik besar maupun kecil, semua menjaga orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra dengan hati kuat dan berkobar-kobar. Orang yang memiliki kepercayaan dengan hanya satu jalan tanpa ada keinginan hati yang lain sedikit pun, akan dijaga dan dilindungi seperti bayangan yang selalu mengikuti badan. Kalau dapat mempercayai Hukum dengan hanya satu jalan dan hati yang tidak berubah, pasti mendapatkan hidup yang tenang dan tentram dalam hidup kali ini. Serta pada masa yang akan datang akan terlahir di tempat yang baik. Sekian. Surat kepada Ueno Dono Disampaikan dengan hormat Tertanda Nichiren
Samantabadra | November 2020
21
Kutipan Gosyo
1
Keempat kebajikan yang diajarkan mereka adalah berbakti kepada ayah dan ibu, setia kepada majikan, sopan santun kepada kawan, bersikap kasih sayang bila bertemu dengan orang yang kurang bila dibandingkan dengan kita.
GM
Keterangan : Pertama, diuraikan mengenai empat kebajikan yang terdapat dalam sastra luar. Keempat kebajikan tersebut adalah berbakti kepada orang tua, setia kepada majikan, sopan santun kepada kawan dan kasih sayang kepada orang yang kurang bila dibandingkan dengan diri kita sendiri. Keempat kebajikan ini merupakan pokok dasar dari ajaran sastra luar. Sastra luar merupakan pintu pertama untuk memasuki Hukum Buddha, sesuai dengan pendirian yang dikatakan di dalam Gosyo, Ajaran-ajaran tentang sopan santun dan seni musik harus dimulai terlebih dahulu dan setelah itu dapat dibuka jalan sesungguhnya” (Gosyo Zensyu hal. 187). Dan juga, bagaimanakah seharusnya perilaku kita sebagai manusia ? Dalam kehidupan bermasyarakat diajarkan sikap menyesuaikan diri ketika menghadapi manusia-manusia lain. Hukum Buddha adalah kewajaran, maka pelaksanaan Hukum Buddha tidak berbeda dengan gerakan masyarakat nyata. Dapat dikatakan juga bahwa pelaksanaan Hukum Buddha tidak terlepas jauh dari makna keadaan masyarakat. Di dalam Surat Perihal Kalpa Pengurangan dikatakan, “Dalam Saddharmapundarikasutra dikatakan, seluruh Hukum tidak ada yang bertentangan dengan wajah sesungguhnya dan sebagainya. Maha 22
Samantabadra | November 2020
guru Tien Tai menanggapi hal ini dengan berkata, ‘seluruh peraturan negara dan usaha untuk menjadikan masyarakat sejahtera, tidak ada yang bertentangan dengan wujud sesungguhnya, dan sebagainya. Orang bijaksana tidak melaksanakan Hukum Buddha diluar Hukum Kemasyarakatan; yang sungguhsungguh mengetahui Hukum untuk mengatur negara disebut sebagai orang arif” (Gosyo Zensyu Hal. 1466). Oleh karena itu, seluruh Hukum Kemasyarakatan, merupakan Hukum Buddha. Maka, sebagai orang yang memahami Hukum Buddha seharusnya menguasai sepenuhnya sikap yang baik dalam kehidupan, cara bicara yang baik dan sebagainya. Bahkan, nilai-nilai empat kebajikan dapat menjadi dasar moral. Serta teori kewajaran dalam sastra luar sebelum ajaran Buddha juga mempunyai makna. Penjelasan mengenai empat kebajikan adalah sebagai berikut. Yang pertama mengenai budi kepada ayah dan ibu. Kong Hu Cu mengajarkan untuk “berbakti kepada ayah dan ibu”. Dan “mematuhi keinginan orang tua”. Hendaknya berpikir untuk memberikan barang yang disenangi mereka. Seandainya tidak dapat melakukan hal ini, paling sedikit tetap tersenyum kepada mereka sebanyak dua atau tiga kali dalam sehari. Ajaran ini memang memberi tujuan hidup yang sangat berharga dari jaman sekarang. Jaman sekarang adalah saat sering terjadinya pemutusan hubungan antara orang
tua dengan anak serta timbulnya banyak ketidakharmonisan antara orang tua dengan anak. Dengan demikian ajaran ini dapat digunakan untuk membangun keluarga yang harmonis. Kedua, setia kepada majikan. Sedikitpun tidak boleh mempunyai hati tidak jujur kepada majikan, dan juga harus mempunyai sikap setia dengan sesungguh hati. Perkataan ini bertujuan mengajarkan Nanjo Tokimitsu tentang kewajaran moral sebagai samurai yang bekerja kepada majikan. Di dalam surat ini dikatakan, “Walaupun hingga sekarang tidak diketahui orang lain, bila ada kesungguhan hati, pada suatu saat, pasti akan nyata”. Kalimat ini mempunayi arti yang sama dengan kalimat “Ada kebajikan tersembunyi, pasti ada imbalan yang nyata” yang dikutip dari buku Jikankun yang ditulis oleh Enanji. “Kebajikan yang tersembunyi” adalah perilaku kebaikan yang tidak diketahui orang lain, atau kesunguhan hati yang tersembunyi. “Imbalan yang nyata” berarti bentuk imbalan baik yang terlihat secara jelas. Kalimat ini berarti, meskipun tidak disukai oleh majikan, hendaknya tetap setia sekalipun hanya diamdiam. Pada suatu saat sikap ini pasti akan memperoleh imbalan yang baik. Diajarkan, hendaknya terus menimbun kebajikan sunyata, baik yang dilihat oleh orang lain maupun yang tidak dilihat. Perbuatan ini akan terukir dalam jiwa sebagai karma baik, dan sebagai imbalan nyata pasti menerima akibat nyata yang besar. Maka, pada akhirnya orang tersebut akan bersinar sebagai pemenang kehidupan. Ketiga, mengenai sikap sopan santun kepada kawan. Ini merupakan pentunjuk mengenai sikap yang seharusnya sebagai manusia. Juga merupakan satu pedoman yang sangat penting.
Walaupun seseorang datang terus menerus ke rumah sebanyak sepuluh atau dua puluh kali dalam sehari, anggaplah ia orang yang datang dari 1000-2000 sampai mil yang jauh. Petuah ini mengajarkan betapa penting untuk selalu bergaul dengan orang lain setulus hati. Hendaknya bergaul dengan penuh penghargaan dari dasar hati, baik dengan kawan yang telah akrab ataupun orang-orang lain. Pergaulan ini hendaknya tidak tergantung pada status orang itu. Tidak tergantung pada kedudukannya dalam masyarakat, jabatannya, ataupun halhal lainnya. Dengan demikian dapat menciptakan hubungan kemanusiaan yang sejati dan dapat membangun tali persahabatan yang kokoh. Tali persahabatan yang tidak dapat diputuskan. Ini merupakan suatu teori kewajaran yang jelas dan terang. Keempat, memberikan kasih sayang kepda orang yang kurang daripada diri sendiri. Yang dimaksud kurang di sini bukanlah dalam hal martabat sebagai manusia. Tetapi yang dimaksud dengan kurang di sini adalah dalam hal kedudukan masyarakat, jasmani atau semangat. Bagi Tokitmitsu, orang yang kurang bagi dirinya berarti para bawahan dan pengikutnya. Hendaknya orang tersebut dianggap sebagai anak sendiri diperlakukan secara adil berdasarkan hati yang maitri karuna. Menurut Ajaran Khong Hu cu, orang yang melaksanakan dan memperoleh empat kebajikan disebut sebagai orang arif atau orang bijaksana. Meskipun menjabat sebagai kepala daerah, Tokimitsu baru berusia 17 tahun. Ia masih remaja yang belum berpengalaman luas. Petunjuk Niciren Daisyonin yang didasaran pada empat kebajikan ini bermaksud membimbing Samantabadra | November 2020
23
Tokimitsu mengenai liku-liku kehidupan secara terinci. Dengan itu diharapkan dapat semakin meningkatkan kepribadian Tokimitsu. Dari kalimat surat “Orang yang menunjukan perilaku di atas dikatakan sebagai orang yang bijaksana”, dapat dirasakan dalamnya Maha Maitrikaruna Niciren Daisyonin kepada Tokimitsu.
2
Empat budi menurut ajaran Buddha adalah membalas budi kepada ayah dan ibu; membalas budi kepada raja negara (majikan), membalas budi kepada seluruh umat manusia, membalas budi kepada Triratna.
GM
Keterangan: Bagian ini menguraikan empat budi menurut Ajaran Buddha (sastra dalam) yang terbagi dalam uraian mengenai budi Ayah Ibu, budi Raja Negara, budi seluruh umat dan budi Triratna. Pada umumnya kebaikan hati, kasih sayang, perhatian, pemberian dan sebagainya dari orang lain disebut sebagai “budi”. Orang yang mengetahui akan hal itu dikatakan sebagai orang yang mengenal budi dan perilaku membalas kepada hal itu adalah membalas budi. Mengenal budi dan membalas budi merupakan moral dan tujuan kebajikan yang sangat indah sebagai manusia. Juga merupakan moral dan tujuan yang tidak berubah atau terlanda oleh arus jaman. Akan tetapi, sebagian manusia menganggap mengenal budi dan membalas budi merupakan moral feudal yang sudah kuno. Penyebabnya adalah pada 300 tahun dan 100 tahun yang lalu, orang bawahan secara sepihak harus memberikan tenaga kepada atasannya terus menerus. Dan ini dijadikan paksaan dengan mengatasnamakan membalas budi. Maka, timbul pemikiran bahwa sikap 24
Samantabadra | November 2020
membalas budi merupakan sikap feodal kuno. Balas budi yang sesungguhnya bukanlah keharusan menyumbang tenaga secara sepihak seperti diuraikan di atas. Tetapi balas budi adalah suatu perasaan berterima kasih yang timbul secara wajar dalam hati ketika menerima budi yang nyata. Mengenai hal ini, Ajaran Buddha terutama mementingkan pandangan timbulnya jodoh (en-gi). Bagimanapun kita tidak mungkin hidup seorang diri di dunia ini. Kita mutlak bergantung pada yang lainnya (jodoh/en). Maka, berdasarkan teori timbulnya jodoh (engi) ini, membalas budi menjadi penting. Penjelasan mengenai empat budi menurut Hukum Buddha adalah sebagai berikut. Pertama, membalas budi kepada ayah dan ibu. Ini adalah membalas budi kepada orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita. Niciren Daisyonin dalam Surat perihal Membuka Mata menunjukkan pentingnya hati bakti sebagai berikut, “Yang dikatakan budi adalah tinggi, meskipun langit itu tinggi, namun tingginya tidaklah setinggi budi. Dan budi adalah tebal. Tanah memang tebal, tetapi tidaklah setebal Budi’ (Gosyo Zensyu hal. 192). Dalam mendidik dan membesarkan anak ditemui kesulitan-kesulitan yang banyaknya tidaklah diketahui orang lain. Ada pepatah mengatakan, “Besarnya budi orang tua baru diketahui setelah kita sendiri sudah mempunyai anak”. Berarti, setelah mempunyai anak barulah kita mengetahui banyaknya kesulitan yang ditemui dalam mendidik dan membesarkan anak. Khususnya, penderitaan sakit ketika melahirkan. Juga, siang dan malam melayani
bayi yang belum dapat menyatakan perasaannya sendiri adalah bukan hal yang mudah. Semua kesulitan tersebut tidaklah terlukiskan dengan kata-kata maupun tulisan. Seperti apapun balas budi dan penghargaan kita kepada orang tua, tetaplah tidak memadai. Oleh karena itu dikatakan, “… setelah dewasa dan percaya kepada Ajaran Buddha, hendaknya pertama-tama membalas budi kepada ayah dan ibu”. Kedua, budi kepada Raja Negara. Pada jaman kerajaan dahulu pemerintahan terpusat kepada raja. Tugas memelihara atau menjaga kendali dan keseimbangan dalam masyarakat ataupun kesejahteraan hidup orang banyak, terpusat pada raja. Tugas atau perilaku inilah yang disebut sebagai “budi raja negara”. Namun pada jaman sekarang yang beriklim demokrasi, ‘Raja Negara’ adalah masyarakat itu sendiri. Pada masa ini masyarakat luaslah yang menyokong kehidupan anggota masyarakat tersebut. Kehidupan kita tidak dapat berjalan tanpa masyarakat di sekitar kita, maupun tanpa tempat kerja. Dalam setiap sisi kehidupan kita, kita selali menerima budi masyarakat. Oleh karena itu, menyumbang tenaga demi pembangunan dan kemakmuran masyarakat merupakan balas budi kepada Raja Negara. Ketiga, budi seluruh umat. Masyarakat merupakan satu keharmonisan antara masing-masing umat manusia. Kita masing-masing tentu mempunyai orang tua dan masing-masing orang tua kita juga mempunyai orang tua. Kalau dihitung dari masa lampau, dalam 30 generasi saja terkumpul 1.073.741.824 orang. Apalagi bila kita berpikir bahwa pada masa lampau kita telah mengalami hidup mati berulang kali yang jumlahnya tidak terhingga dan juga mendapat jodoh
dengan orang-orang yang jumlahnya tidak terhingga pula. Tepatlah bila dikatakan, “…..di masa lampau seluruh pria adalah ayah kita dan seluruh wanita pernah menjadi ibu kita”. Dalam hidup sehari-hari sekarang saja kita menerima budi dari beberapa orang. Makanan yang kita santap sekali saja sudah merupakan olahan tangan dari orang-orang yang tidak terhitung banyaknya. Tanpa budi dari umat manusia tidak mungkin kehidupan kita dalam satu hari saja dapat berjalan dengan sempurna. Maka, sesuai dengan kata-kata, “… doakanlah agar seluruh umat dapat mencapai Kesadaran Buddha”, menyelamatkan setiap orang dengan mengajarkan Saddharma yang memungkinkan semuanya mencapai Jalan Buddha merupakan membalas budi yang agung ini. Di antara keempat budi yang dibabarkan dalam Ajaran Buddha, membalas budi kepada Triratna adalah yang terpenting. Meskipun dikatakan Triratna : Buddha, Dharma dan Sangha, karena terdapat banyak sutra (dharma) dan sastra, derajat menerima budi ini berbeda tergantung pada sutra dan sastranya. Sutra apakah yang menyimpan secara rahasia Triratna yang sesungguhnya? Dijelaskan bahwa untuk mengukur unggul rendahnya ajaran, pembabaran hukum semasa hidup Buddha Sakyamuni dibagi atas lima waktu. Selanjutnya mengenai budi yang keempat, budi dari Triratna berarti : Pusaka Buddha, Pusaka Dharma dan Pusaka Sangha. Dalam kehidupan sebagai manusia yang tertinggi, yang terpenting adalah membalas budi kepada Triratna. Dengan membalas budi kepada Triratna sudah tercakup Samantabadra | November 2020
25
membalas budi Ayah Ibu, Raja Negara dan budi seluruh umat manusia. Serta juga, kalau Triratna dipadatkan. Semuanya kembali kepada Pusaka Dharma, karena “Dharma adalah guru dari Para Buddha” (Gosyo Zensyu hal. 938). Dharma berarti AJaran Sang Buddha dan Sutra-SutraNya. Di dalam ajaran yang dibabarkan Buddha Sakyamuni selama 50 tahun terdapat ajaran Hinayana dan Ajaran Mahayana, Ajaran Sementara dan Ajaran Sesungguhnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan unggul rendah, dalam dan dangkal. Dari urutan Hukum Pembabaran semasa hidup Sang Buddha, hal membalas budi kepada ayah dan ibu khususnya mengenai membalas budi kepada ibu yang ditinjau dari sudut pencapaian kesadaran Buddha bagi wanita diajarkan sutra rahasia yang menyimpan Triratna sesungguhnya. Pertama, mengenai Sutra Avatamsaka, sutra pertama yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni. Sutra ini berisi Pintu Hukum Mahayana yang tinggi yang sulit dipahami, sehingga “… Dwiyana dan sebagainya adalah bagaikan burung hantu di siang hari atau burung elang di malam hari”. Sutra yang demikian unggul agaknya dapat membalas budi yang sesungguhnya. Namun, dalam sutra tersebut dikatakan, “Wanita adalah utusan dari Dunia Neraka, sering memusnahkan bibit ke-Buddhaan. Wajahnya mirip Bodhisattva, akan tetapi hatinya seperti Iblis Yaksa”. Dengan demikian wanita tidak disukai karena tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Dalamnya karma dosa membuat wanita tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Pada kesimpulannya, sutra tersebut tidak memungkinkan untuk membalas budi kepada ibu; berarti tidak dapat membalas budi ayah dan ibu. Selanjutnya, Sutra Agam yang membabarkan selama 12 tahun 26
Samantabadra | November 2020
adalah Ajaran HInayana. Sutra ini agaknya tepat dengan bakat dan hukum. Tetapi sesuai dengan yang dibabarkan, “… agar badan kita mencakup 3.000 wibawa, dasarnya adalah 5 sila untuk laki-laki, 10 sila untuk wanita, 250 sila untuk Guru Dharma dan 500 sila untuk bhiksuni”, maka manusia biasa Masa Akhir Dharma yang kasar tidak mungkin dapat melaksanakannya. Dengan demikian sukar membalas budi ibu. Apalagi sutra ini tidak dapat menolong, karena juga tidak menyukai bentuk wanita yang dianggap sebagai bentuk padat dari karma dosa. Serta, sutra-sutra yang dibabarkan setelah itu, yaitu Sutra Vaipulya dan Sutra Prajnaparamita tetap tidak menyukai wanita. Sutra-sutra tersebut mengatakan bahwa wanita tidak dapat mencapai Kesadaran Buddha. Hanya dalam Sutra Tennyo Jobutsu dan Sutra Amirtayurdhyana terdapat sedikit kalimat yang menyatakan bahwa wanita dapat mencapai kesadaran. Namun itupun hanya ada namanya, tanpa adanya badan hukum yang memungkinkan hal tersebut. Dengan perkataan lain, hanya ada nama tanpa ada wujud sesungguhnya (umyo mujitsu). Terlebih lagi, mengingat ajarannya termasuk ke dalam sutra “belum mewujudkan yang sesungguhnya”, pencapaian Kesadaran Buddha bagi kaun wanita dalam sutra tersebut tidak dapat dianggap sebagai pencapaian Kesadaran Buddha yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam surat yang diberikan kepada Tokimitsu yang sama pada tahun Koan ke-3 (1280), Niciren Daisyonin mematahkan seluruh sutra selama
40 tahun lebih. Juga termasuk Sutra Nirvana yang dibabarkan terakhir oleh Buddha Sakyamuni. Beliau mengatakan, ‘dalam Sastra Dalam sebanyak 5.000 rol lebih juga tidak membabarkan hal yang lain, hanya membabarkan tentang karunia kebajikan berbakti. namun demikian, Ajaran Sang Tathagata yang dibabarkan selama 40 tahun menyerupai budi bakti, akan tetapi pembabaran ini belum dinyatakan, sehingga merupakan tidak berbakti di dalam berbakti”. (Gosyo Zensyu hal.1563). Hanya Saddharmapundarikasutra, tujuan kelahiran Sang Buddha yang dibabarkan selama 8 tahun, membabarkan jalan berbakti yang sesungguhnya. Dalam sutra tersebut, sebagai contoh pencapaian kesadaran Buddha bagi kaum wanita, dijelaskan tentang pencapaian kesadaran Buddha dari Putri Naga, serta sebagai contoh wanita yang dijanjikan akan mencapai kesadaran Buddha pada masa mendatang, adalah ibu tiri Sang Buddha, Mahaprajapati, dan Putri Yasodara yang merupakan istri Buddha Sakyamuni sebelum beliau meninggalkan keduniawian. Balas budi kesungguhannya dan yang tertinggi kepada ibu adalah, agar ibu dapat mencapai kesadaran Buddha. Serta dapat dikatakan bahwa selain daripada menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra tidak mungkin membalas budi kepada ayah dan ibu. Yang dimaksud dengan Saddharmapundarika-sutra di Masa Akhir Dharma ini adalah Nammyohorengekyo dari Sandaihiho. Dan Triratna di Masa Akhir Dharma adalah:
- Pusaka Buddha adalah Buddha Pokok Masa Akhir Dharma, Niciren Daisyonin. - Pusaka Dharma adalah Namyohorengekyo dari Icinen Sanzen Pelaksanaan Nyata (Gohonzon). - Pusaka Sangha adalah Bhikku Tertinggi ke 2 Nikko Syonin, sebagai pewaris hubungan darah. Membalas budi kepada Triratna inilah yang merupakan inti hakikat dari keempat budi. Ketiga balas budi yang telah diuraikan terdahulu tercakup dalam balas budi kepada Triratna. Perkataan, “… orang yang mempertahankan Saddharmapundarika sutra dapat menjalankan balas budi kepada ayah bunda,” berarti dapat membalas budi yang pertama, budi orang tua. Mengenai membalas budi raja negara, yaitu budi yang kedua, dikatakan dalam surat, “Doakanlah agar raja negara merasakan hidup tenang dan tentram pada masa ini, serta pada masa yang akan datang terlahir di tempat yang baik.” Mengenai Budi kepada seluruh umat manusia, budi yang ketiga, dikatakan, “Doakanlah agar seluruh umat dapat mencapai kesadaran Buddha”. Semua ini dapat memungkinkan dengan percaya kepada Triratna dari Masa Akhir Dharma. Kemudian, dikatakan, “Meskipun dalam hati tak terpikir untuk membalas budi kepada ayah dan ibu, melalaui kekuatan sutra ini kita melaksanakan balas budi”. Dengan demikian maka meskipun di dalam hati kita tidak ada kesadaran untuk membalas budi secara jelas, dengan kita menerima dan mempertahankan Gohonzon serta melaksanakan hati kepercayaan untuk Samantabadra | November 2020
27
diri sendiri dan juga untuk orang lain, dengan sendirinya menjadi balas budi yang tertinggi. Hal ini disebabkan oleh kekuatan Buddha dan kekuatan Dharma yang agung dari Gohonzon. Tak perlu dikatakan lagi bahwa ini semua juga karena kekuatan kebajikan Gohonzon yang tak akan habis hingga kapanpun. Namun, ini tidak berarti jika telah berdoa kepada Gohonzon dengan sendirinya telah menjalankan balas budi kepada semuanya. Dengan demikian kita tak perlu lagi berusaha membalas budi secara kongkrit. Tak perlu dikatakan lagi bahwa balas budi dalam kehidupan nyata sekarang ini memerlukan usaha yang nyata.
3
Dewa-dewa negeri Jepang, baik besar maupun kecil, semua menjaga orang yang percaya Sadharmapundarika-sutra dengan kuat berkobar-kobar. Orang yang memiliki kepercayaan dengan hanya satu jalan tanpa ada keinginan hati lain sedikitpun, akan dijaga dan dilindungi seperti bayangan yang selalu mengikuti badan.
Anak Cabang
Keterangan: Bagian ini menerangkan bahwa bila kita percaya Saddharmapundarika-sutra dengan kuat dan berkesinambungan dengan hanya satu jalan tanpa keinginan hati yang lain sedikitpun, pasti mendapatkan perlindungan dari para Buddha dan para dewa secara nyata. Serta kita tak perlu ragu lagi bahwa kita akan merasakan kehidupan masa yang akan datang terlahir di tempat yang baik. Dalam pesamuan Saddharmapundarikasutra Buddha Sakyamuni, Tathagata Prabhutaratna, dan para Buddha lainya serta para dewa dari sepuluh penjuru telah berjanji akan menjaga orang yang percaya, menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra di Masa 28
Samantabadra | November 2020
Akhir Dharma. Hal ini menerangkan bahwa bila terus melaksanakan hatikepercayaan dengan tekad tak akan mundur seumur hidup pasti akan mendapatkan pencapaian kesadaran Buddha serta merasakan suasana jiwa kebahagiaan yang kekal. Akan tetapi, untuk mendapatkannya kita harus mempersiapkan hati yang “memiliki kepercayaan dengan hanya satu jalan tanpa ada keinginana hati yang lain” dan “hati yang tak berubah”. Jika memiliki hati yang lain atau keinginan lain kita akan menjadi pemfitnah Dharma karena kita tidak percaya dengan sepenuh hati. “Kepercayaan dengan hanya satu jalan” berarti kepercayaan yang tidak pernah mundur. Yang terpenting adalah kepercayaan yang berlangsung seumur hidup tanpa mundur dengan didasari sikap yang tulus dan murni. Kalau setitik juga masuk pikiran atau hati yang lain, sehingga tercampur aduk dengan ketidakpercayaan, maka baik kekuatan Buddha maupun kekuatan Dharma yang luas dan besar tak terbatas dari Gohonzon serta kekuatan perlindungan dari Buddha, Bodhisatva, para dewa yang diuraikan disini, sama sekali tidak akan terwujud secara nyata. Untuk menumpuk rejeki kebajikan yang tak terhingga selama tiga masa, yaitu berupa hidup kali ini tenang dan tentram serta di masa yang akan datang terlahir di tempat yang baik, marilah kita semakin memperkuat hati yang menuntut jalan Buddha. Marilah kita juga meneruskan hatikepercayaan seumur hidup tanpa mundur dengan hanya satu Jalan Saddharma. ***
Samantabadra | November 2020
29
30
Samantabadra | November 2020
Samantabadra | November 2020
31
_AJARAN
Gosyo Cabang
Surat Balasan kepada Ueno Dono Perihal Dua Macam Kepercayaan; Air dan Api Gosyo Zensyu halaman 1544
Latar Belakang S
urat ini ditulis tanggal 25 bulan 2 tahun Kenji ke-4 (1278) ketika Niciren Daisyonin berusia 57 tahun dan merupakan jawaban kepada Nanjo Tokimitsu. Surat aslinya kini sudah tak ada lagi. Sejak musim kemarau tahun lalu terjadi bencana kelaparan karena kekeringan melanda masyarakat, bahkan sejak musim gugur penyakit menular mulai berjangkit. Dalam keadaan demikian parah, Nanjo Tokimitsu memikirkan kehidupan Niciren Daisyonin di Gunung Minobu, maka ia mengirim berbagai sumbangan. Sambil memuji sikap hati kepercayaan dan ketulusan hati Tokimitsu yang tidak berubah dalam keadaan apapun, Niciren Daisyonin menunjukkan adanya dua sikap hati percaya: ”Seperti api” dan “Seperti air”. Beliau mengajarkan, hati percaya seperti air mengalir sangatlah penting dan agung.
Isi Gosyo
T
elah diterima talas kecil, serenceng buah kesemek kering, beras panggang, buah kastanye, rebung dan setabung cuka. Pernah ada seorang raja di India, yaitu Maharaja Asoka. Saat itu seperempat dunia ini telah berada dalam genggamannya serta dengan mengendalikan raja naga ia dapat menurunkan hujan sekehendak hatinya. Ia juga menggunakan ‘ki’ sebagai pembantunya. Mulanya ia adalah seorang raja buruk, tapi kemudian setelah menganut Hukum Buddha, tiap hari ia menyumbang kepada 60.000 orang biksu dan mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah. 32
Samantabadra | November 2020
Bila meninjau masa lampau Maharaja ini, ketika masa Buddha Sakyamuni hidup ada dua orang anak kecil bernama Tokusyo Doji (Sri Sambhava) dan Musyo Doji. Dua anak kecil ini menyumbang kue moci tanah kepada Buddha. Berkat sikap pelaksanaan karunia kebajikan tersebut, 100 tahun kemudian terlahir sebagai Raja Asoka. Meskipun Buddha adalah seorang yang dihormati, jika dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra terdapat perbandingan unggul-rendah bagaikan perbandingan kunang-kunang dengan matahari dan bulan. Perbandingan tinggi rendahnya dapat juga dikatakan sebagai langit dan bumi. Bila dengan menyumbang Sang Buddha saja sudah memperoleh kurnia kebajikan sebesar itu, apalagi bila menyumbang kepada Saddharmapundarika-sutra! Sumbangan kue moci tanah saja mempunyai karunia kebajikan seperti ini, apalagi Anda telah menyumbang berbagai buah-buahan. Ketika Sri Sambhava dan Musyo Doji menyumbang kue moci tanah kepada Buddha, negerinya tidak mengalami kelaparan. Sekarang, seluruh negeri mengalami kelaparan. Jika memikirkan hal ini, bagaimana mungkin Buddha Sakyamuni, Buddha Prabutaratna, Dasaraksasi tidak melindungi Anda? Sekarang, ada orang yang percaya kepada Saddharmapundarika-sutra. Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir. Yang disebut orang percaya pintu hukum seperti api, ketika mendengar pikirannya berkobar seperti api. Namun, sejalan berlalunya waktu, timbul perasaan hati ingin membuang-Nya. Yang disebut orang percaya seperti air menunjukkan percaya tanpa hati ingin mundur. Anda, kapanpun selalu tidak mundur mengunjungi Niciren. Maka, Anda menjalankan kepercayaan seperti air mengalir. Hal ini agung sekali, agung sekali. Apakah benar ada orang sakit di rumah Anda? Meskipun hal itu benar, tak mungkin adalah perbuatan ‘ki’. Mungkinkah Dasaraksasi menguji bagaimana hati kepercayaan Anda. Jika ‘ki’ yang benar adalah ‘ki’ baik, maukah menyusahkan hati pelaksana Saddharmapundarika-sutra dengan memecahkan kepalanya sendiri? Jalankanlah dengan kepercayaan yang mendalam bahwa Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarika-sutra tidak mungkin membual. Disampaikan dengan hormat. Tanggal 25 bulan 2 Surat Jawaban kepada Ueno Dono Tertanda, Niciren
Samantabadra | November 2020
33
Kutipan Gosyo
1
Mulanya ia adalah seorang raja buruk, tapi kemudian setelah menganut Hukum Buddha, tiap hari ia menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu dan mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah.
besar karunia kebajikan Tokimitsu. Maharaja Asoka adalah raja ketiga Dinasti Maurya di India. Ia membangun masa kejayaan dinasti tersebut. Masa pemerintahannya diperkirakan pada tahun 268 - 232 SM. Sejak kecil ia bersikap kasar dan memiliki badan kuat. Karena itu ia tidak disayangi Keterangan : ayahanda raja. Setelah ayahanda Pada awal surat dikutip legenda raja meninggal dalam perebutan bahwa Raja Asoka pada masa tahta kerajaan, Asoka banyak lampau adalah Sri Sambhava dan membunuh saudara-saudara tirinya, Musyo Doji. Karena karunia kebajikan membunuh para menteri serta wanita. menyumbang kue moci tanah kepada Kelakuannya benar-benar kejam. Ia lalu Buddha, maka ia terlahir sebagai dijuluki “Raja Asoka yang kejam dan Maharaja. Dengan membandingkan lalim”. Karena itulah, dalam isi surat antara Buddha Sakyamuni dengan dikatakan: “Mulanya ia raja buruk”. Tapi Saddharmapundarika-sutra ia unggul dalam strategi perang, hingga diuraikan, sumbangan kepada ia berulang kali memenangkan perang Sang Buddha saja sudah terdapat atas musuh-musuhnya. Karena itu, karunia kebajikan demikian besar, ia menjadi Maharaja dan menguasai apalagi besarnya karunia kebajikan empat penjuru negeri, seperti dikatakan Tokimitsu yang menyumbang kepada “seperempat dunia ini telah berada Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) dalam genggamannya”. tidaklah dapat diukur. Mengenai Seiring berjalannya waktu, ia perbandingan barang sumbangan, merenungkan, meninjau dan mengubah menyumbang kue moci tanah saja kekejamannya itu. Ia kemudian sudah mendapat karunia kebajikan mengikuti Hukum Buddha dan sedemikian besar, karena itu karunia menjalankan pemerintahan yang baik kebajikan sumbangan talas kecil dan berdasarkan maitri karuna. Ia berjuang rencengan buah kesemek, pasti jauh untuk membangkitkan Hukum Buddha lebih besar. Terlebih lagi jika ditinjau dengan “tiap hari menyumbang kepada situasi yang ada. Ketika orang-orang 60.000 orang Bhiksu” dan “mendirikan semasa hidupnya Buddha Sakyamuni stupa batu sejumlah 84.000 buah”. tidak sedang dilanda bencana Baktinya kepada Hukum Buddha kelaparan, dibandingkan dengan yang amatlah besar. Selain menyumbang sedang mengalami bencana kelaparan Stupa untuk reliks Buddha Sakyamuni, semasa hidupnya Buddha Niciren ia juga mengutus para bhiksu ke-4 Daisyonin waktu itu, diuraikan betapa penjuru untuk menyebarluaskan Hukum 34
Samantabadra | November 2020
Buddha, Beliau juga jadi pelindung bagi 1000 orang Bhiksu yang berkumpul pada Konsili Agama Buddha ke-3 untuk mengumpulkan Sutra-sutra dan sastra Hukum Buddha. Mengenai asal-usul lahirnya Raja Asoka dikeluarga raja diuraikan dalam Sutra Fuhozo dan lainnya. Raja Asoka, pada masa lampau adalah Sri Sambhava. Sri Sambhava adalah seorang anak yang menyumbang kue moci tanah pada Buddha Sakyamuni yang sedang melakukan pertapaan mengemis makanan di Rajagriha. Suatu ketika Buddha Sakyamuni lewat disebuah jalan raya, dua orang anak Sri Sambhava dan Musyo Doji sedang bermain tanah. Sri Sambhava melihat sinar keemasan terpancar dari tubuh Sang Buddha yang menyinari benteng istana. Ia merasa sangat gembira, hingga menyumbang kue moci tanah kedalam bokor tempat meminta makanan Sang Buddha. Buddha Sakyamuni meramalkan, 100 tahun setelah Beliau moksya, anak tersebut akan terlahir kembali sebagai Raja Asoka dan percaya terhadap Hukum Buddha. Ia juga akan menjadi Raja Cakravarti yang membangun 84.000 stupa dan menyumbang stupa tempat menyimpan reliks. Sesuai ramalan itu, dikatakan “pada 100 tahun kemudian” terlahir sebagai maharaja Raja Asoka. Di sini diuraikan barang sumbangan Sri Sambhava adalah kue moci tanah yang tak dapat dimakan, namun, karena sumbangan tersebut berasal dari hati nurani yang mendambakan kesempatan untuk menjadi sebab karunia, maka ia mendapat imbalan besar. Sedang sumbangan Nanjo Tokimitsu, berupa berbagai buah dan
beras panggang, disumbang dengan ketulusan hati yang tak berbeda, tapi jauh lebih unggul dalam mutu barang. Ia menyumbang dengan sikap: “meskipun jawawut ringan, tapi karena berusaha sepenuhnya sesuai dengan apa yang dimiliki dan sesuai kisah ladangnya yang unggul, maka mendapatkan imbalan unggul” (Gosyo Zensyu halaman 1511). Karena obyek yang disumbang agung, maka telah menerima karunia kebajikan besar. Juga dikatakan: “Meskipun Buddha adalah seorang yang dihormati. Jika dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra…..”. Berarti perbandingan antara Buddha Sakyamuni (manusia) sebagai “Buddha sementara yang dihias-hias” dengan Saddharmapundarika-sutra (hukum pokok) yang menetap secara kekal sejak asal mula (Honmu Joju), maka dikatakan “bagaikan kunang-kunang dengan matahari dan bulan” dan “tinggi rendahnya bagaikan langit dan bumi”. Melalui perbandingan ini diuraikan, yang unggul adalah hukumnya, sedangkan manusianya rendah. Meskipun disebut Buddha, namun yang menjadi guru adalah hukum, hukum adalah dasar pokoknya. Maka seperti dikatakan, “Dengan menyumbang Sang Buddha memperoleh karunia kebajikan seperti itu, apalagi bila menyumbang pada Saddharmapundarika-sutra.” Berarti, karunia kebajikan menyumbang … Saddharmapundarika-sutra yang lebih unggul daripada Buddha Sakyamuni, besar dan luasnya tidak dapat diukur. Di sini jika dibaca setahap lebih mendalam, Niciren Daisyonin adalah Samantabadra | November 2020
35
wujud nyata dari prinsip: Hukum adalah Manusia dan Manusia adalah Hukum, atau Tathagata Jijuyuhosyin masa lampau tidak berawal dan Kemanunggalan Manusia dan Hukum. Karena Kemanunggalan Manusia dan Hukum, maka sumbangan Nanjo Tokimitsu dikatakan, “Sumbangan kepada Saddharmapundarika-sutra”, serta pada masa Sri Sambhava hidup orang-orang tidaklah dilanda kelaparan. Memang, tentu saja kue moci tanah itu tidak ada hubungannya dengan rasa lapar, karena Buddha Sakyamuni menerima berbagai sumbangan dari orang banyak. Jika sumbangan Tokimitsu dibandingkan dengan hal tersebut, maka barangbarang yang disumbangkan itu sangat berharga bagi Tokimitsu sendiri maupun keluarganya mengingat waktu itu sedang terjadi bencana kelaparan. Ketulusan hati menyumbang itu sungguh luar biasa. Juga, sumbangan itu sendiri mempunyai makna agung dalam menunjang jiwa Niciren Daisyonin yang menerimanya. Maka, karunia kebajikan itu tak dapat terhitung. Mengenai sumbangan ada bermacam jenis, seperti dana paramita, dana dharma dan sebagainya. Namun, baik dana paramita maupun dana dharma, dengan adanya icinen yang penuh getaran hati kepercayaan murni, seluruhnya menjadi akar kebaikan dan karunia kebajikan yang akan mencemerlangkan jiwa dan kehidupan kita menjadi penuh dengan karunia kebajikan.
36
Samantabadra | November 2020
2
Sekarang, ada orang yang percaya pada Saddharmapundarika-sutra. Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir. Keterangan: “Sekarang” berarti masa Akhir Dharma sekarang ini. Terdapat berbagai jenis manusia di antara orang-orang yang percaya Hukum Buddha Niciren Daisyonin sebagai Hukum Sakti. Sikap kepercayaannya itu garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu “seperti api” dan “seperti air”. Namun ditekankan pentingnya hati kepercayaan seperti air. Kepercayaan seperti api diuraikan, “ketika mendengar, pikirannya berkobar seperti api. Tapi, sejalan berlalunya waktu timbul perasaan hati ingin membuangNya”, itu menunjukkan hati kepercayaan yang mudah memanas, tapi tiada kesinambungannya. Dalam Surat Perihal Mendengarkan Ceramah juga diuraikan: “Maksudnya seperti api, ketika mendengar sutra ini bagaikan api berkobar dan perasaan hatinya agung serta sungguh ingin percaya. Namun, makin lama makin padam. Waktu itu kelihatannya hati kepercayaannya kuat, tapi api hati percaya seperti itu mudah padam” (Gosyo Zensyu hal. 841). Pada masyarakat umum juga dikatakan, ”mudah menjadi panas, mudah menjadi dingin.” Maksud hati percaya seperti api, adalah keadaan pada saat penuh gairah seperti berkobarnya api, menyebut Daimoku dengan serius, dan menjalankan penyebarluasan hukum dengan giat. Tapi, lambat
laun sejalan berlalunya waktu, hati kepercayaannya pun hilang seperti api padam, keadaannya pun jadi mundur. Apalagi hati percaya seperti api tersebut, saat sedang berkobar kadang kala menjadi sikap percaya membabi-buta atau kepercayaan yang terlalu fanatik. Kepercayaan seperti ini akhirnya menimbulkan tingkah laku tidak wajar hingga dapat menimbulkan kesalahpahaman terhadap Hukum Buddha yang pada akhirnya berakibat lebih merendahkan hukum. Timbulnya “hati yang ingin membuang” dengan berlalunya waktu tentu tak dapat dikatakan: “berhati teguh”. Harus dengan kekuatan kesadaran sendiri yang keras, mawas diri dan menguasai diri sendiri, meneruskan hati kepercayaan tanpa mundur, itulah sikap pelaksanaan hati kepercayaan yang teguh. Apalagi dalam pertapaan Jalan Kebuddhaan, seperti diuraikan dalam Gosyo: “Menerima mudah, mempertahankan sukar. Tapi pencapaian kesadaran Buddha terletak pada mempertahankan” (Gosyo Zensyu hal. 1136). Karena itu, dasar pokok terpenting untuk mencapai Jalan Kebuddhaan adalah mempertahankan kesinambungan seumur hidup dalam menjalankan hati kepercayaan. Di sini diajarkan pentingnya menjalankan hati kepercayaan bagai mengalirnya air. Meski dikatakan “seperti air”, bukan berarti seperti air yang berhenti mengalir di kolam yang keruh, tapi seperti yang dikatakan “selalu tidak mundur”, menunjukkan sikap hati kepercayaan bagai air mengalir secara tetap tanpa henti sedikitpun. Seperti yang diuraikan dalam Surat Perihal Mendengarkan
Ceramah: “Yang disebut pelaksanaan seperti air adalah seperti air mengalir siang-malam tanpa henti, sedikit pun tak pernah beristirahat. Demikianlah, orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra seperti itu dikatakan sebagai pelaksana seperti air” (Gosyo Zensyu hal. 841). Kutipan “selalu tidak mundur” merupakan kunci penting untuk senantiasa maju berkesinambungan. Untuk itu jadikanlah Hukum Buddha sebagai darah daging diri sendiri. Karena semangat Hukum Buddha dan ajaran Niciren Daisyonin jika benarbenar dipahami dalam diri sendiri, meskipun berdiri seorang diripun takkan menjadi mundur atau berhenti. Nanjo Tokimitsu bukan hanya melindungi saat Niciren Daisyonin hidup, setelah Niciren Daisyonin wafat pun, ketika lima Bhiksu senior menyelewengkan hukum, ia pun melindungi Nikko Syonin, Bhiksu Tertinggi ke-2. Sebagai seorang penganut awam utama ia merupakan teladan dalam menjalankan hati kepercayaan dan turut mendirikan Kuil Pusat Taiseki-ji. Sikap seperti ini benarbenar merupakan “hati kepercayaan bagaikan air”. Dalam Surat Perihal Orang Arif yang Tertimpa Berbagai Penganiayaan terbaca: “Bulan demi bulan, hari demi hari , perkuatlah hati kepercayaan. Sedikit saja hati lengah, iblis akan mendapat kabar akan hal itu”. (Gosyo Zensyu hal. 1190). Pelaksanaan hati kepercayaan yang baik dapat dikatakan perang melawan iblis setiap kejapnya. Kita harus bersikap memecahkan atau mematahkan rintangan iblis. Sikap tersebut harus Samantabadra | November 2020
37
kita miliki sejak kemarin, hari ini dan esok. Kita harus sungguh-sungguh maju dengan keinginan hati yang berinisiatif menuntut, hingga jiwa kita lebih maju dan berkembang. Inilah hati kepercayaan bagai air mengalir. Dan juga dikatakan: “Pelaksana seperti api memang banyak, tapi pelaksana seperti air sedikit”. (Gosyo Zensyu hal. 841). Maka “Kapanpun selalu” berarti diharapkan dapat meneruskan hati kepercayaan bagai air mengalir dengan sikap hati percaya yang kokoh seumur hidup.
3
Apakah benar ada orang sakit di rumah Anda? Meskipun hal itu benar, tak mungkin adalah perbuatan ‘ki’. Mungkinkah Dasaraksasi menguji bagaimana hati kepercayaan Anda. Keterangan: Sebagai penutup, Niciren Daisyonin mengkhawatirkan adanya orang sakit dalam keluarga Nanjo. Beliau memberi dorongan dengan mengatakan, penyakit tersebut adalah karena Dasaraksasi mencoba mengukur kuat lemahnya hati kepercayaan. Untuk itu hendaknya meneruskan hati kepercayaan agar menjadi semakin kokoh. Pada dasarnya, ada dua macam ki, yaitu ki baik dan ki buruk. Perbuatan ki tersebut dikatakan, “Ki baik memakan musuh Saddharmapundarikasutra, ki buruk memakan pelaksana Saddharmapundarika-sutra” (Gosyo Zensyu hal. 1246). Maksud “memakan” adalah melemahkan kekuatan atau merenggut kekuatan jiwa. Ki buruk ini mempunyai hubungan erat 38
Samantabadra | November 2020
dengan penyakit. Mahaguru Tien-tai mengungkapkan enam macam sebab timbulnya penyakit. Sebab keempat adalah “mengundang datangnya ki”. Namun dikatakan, yang sekarang menyusahkan keluarga Nanjo bukanlah ki. Hal ini karena dalam Bab Dharani Saddharmapundarika-sutra, Dasaraksasi telah berprasetya: “Jika ada yang mengacau atau menyesatkan pembabar Saddharmapundarikasutra, akan diberi hukuman berupa kepalanya pecah menjadi tujuh”. Maka, tidaklah wajar kalau ada ki yang kepalanya sendiri ingin dipecahkan oleh Dasaraksasi. Dasaraksasi mulanya adalah ki buruk, sebagaimana dikatakan, “adalah ki berbakat tinggi yang memakan energi manusia. Mereka ini adalah ki utama dari penyakit menular”. (Gosyo Zensyu hal. 1246). Jadi, dalam hal ki, keberadaan Dasaraksasi amat kuat. Dasaraksasi, dalam Bab ke-26 Dharani Saddharmapundarikasutra, berprasetya kepada Buddha Sakyamuni akan melindungi orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra, maka dikatakan, ki lainnya tak mungkin berani melanggar prasetya ini. Karena itu, sakit yang sekarang sedang dihadapi merupakan perilaku Dasaraksasi sendiri, mungkin untuk mengukur kuatnya hati kepercayaan. Dasaraksasi mulanya adalah ki buruk yang menyusahkan dan menyesatkan orang. Tapi, kepada orang yang berhati kepercayaan kuat kepada Saddharmapundarikasutra, ia menunjukkan perilaku yang melindungi, artinya jika kita menegakkan hati kepercayaan yang
kuat dan mantap, saat itu juga berubah menjadi perilaku yang melindungi dan menjaga. Dengan demikian, penyakit itu sendiri merupakan suatu tempaan dari karmanya sendiri untuk membina kuatnya hati kepercayaan. Pokoknya, kekuatan karunia Buddha Sakyamuni-Saddharmapundarikasutra, dengan maha maitri karuna mutlak melindungi orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra. Gosyo ini ditutup dengan penegasan hendaknya percaya bahwa Buddha tidak mungkin membual. Yang dikatakan “Buddha Sakyamuni – Saddharmapundarika-sutra”, dalam kalimat ini bila dibaca lebih mendalam, maka Buddha Sakyamuni adalah Niciren Daisyonin (Nin Honzon), Saddharmapundarika-sutra adalah Nammyohorengekyo (Ho Honzon), yakni Gohonzon dari Kemanunggalan Manusia dan Hukum, yang dalam prinsip ajaran 4 kekuatan: kekuatan percaya dan kekuatan pelaksanaan (pada diri kita, yaitu manusia) sedang kekuatan hukum dan kekuatan Buddha (pada Gohonzon). Maksud kalimat: “Jalankanlah dengan kepercayaan yang mendalam bahwa Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarikasutra tak mungkin ada bualan”, berarti jalankan terus kepercayaan kepada Gohonzon tanpa ada keraguan, bahwa tiada kekuatan apapun yang dapat melebihinya. Marilah kita yakini kalimat ini sepenuhnya dan mendalami, jika percaya kepada Gohonzon dengan teguh, akan muncul nyata prajna dan kekuatan untuk dapat mengatasi penyakit dan rintangan apapun. ***
Catatan
Samantabadra | November 2020
39
40
Samantabadra | November 2020
Samantabadra | November 2020
41
_AJARAN
Penderitaan dan Perlindungan dalam Hidup Forum Diskusi
B
agaimanakah makna penderitaan dan perlindungan berdasarkan ajaran Buddha Niciren Daisyonin? Jawab : Pada hakikatnya kesulitan dan penderitaan itu timbul karena dalam dasar jiwa setiap manusia tersimpan karmakarma buruk, disertai kecenderungan jiwa yang sama, yaitu menolak pengertian bahwa nasib buruknya itu sebagai karma mereka sendiri. Menjadikan rasa tidak puas akan suasana sekelilingnya sekarang, karena belum juga memperoleh kehidupan yang senang dan bahagia, juga kerap menjadi ragu, karena merasa tak memperoleh perlindungan para dewa. Memang sebagai manusia, sukar untuk dapat melihat, menyadari dan mengakui nasib sebagai karma diri sendiri. Sedangkan yang dikatakan karma mencakup karma baik dan buruk. Maka dalam salah satu Gosyo tertulis: “Sungguh karma masa lampau sulit dibayangkan”. (Gosyo hal. 958). Sebenarnya sejak masa lampau kita telah menumpuk karma baik dan karma buruk. Maka dalam kehidupan sehari-hari menjalankan pertapaan hati kepercayaan, sering kita menemui kesulitan atau penderitaan besar, misalnya penyakit berat, bangkrut atau tertimpa malapetaka lain. Menurut ajaran Niciren Daisyonin, pada saat itu juga kita harus menerima seluruh penderitaan tersebut, sebagai hasil dari perbuatan/karma buruk kita di masa lampau. 42
Samantabadra | November 2020
Kekuatan Gohonzon dan karunia dari pelaksanaan maitri karuna ajaran Buddha, khususnya Buddha Niciren Daisyonin dapat menghapuskan karma dan kesulitan. Timbulnya berbagai penderitaan dan kesulitan merupakan dorongan untuk mengadakan evaluasi gejolak perasaan dan sifat diri selama hidup ini, kemudian secepat mungkin merombak ego sentris tersebut menjadi perasaan, sifat dan pikiran positif melalui doa sungguh hati dan tobat pada Gohonzon. Perombakan sifat jiwa ini pasti menghapus karma buruk masa lampau. Demikian seharusnya kita mengambil makna dari timbulnya penderitaan dan kesulitan itu. Sebagai manusia biasa, kita seringkali menyangkal karma buruk akibat kesalahan diri sendiri yang kita lakukan di masa lampau. Fokus kita hanya pada karma baik. Karena itu sering timbul pertanyaan seperti, “Mengapa saya mengalami penderitaan, padahal saya selalu menjalankan Gongyo Daimoku serta keaktifan di susunan?” atau, “Mengapa saya diperlakukan jahat oleh orang lain, padahal saya tidak berbuat jahat?”. Kita tidak mau menerima kenyataan bahwa timbulnya berbagai rintangan dan kesulitan besar adalah bagian dari karma kita, dan berusaha menyangkal kenyataan ini dengan cara mengeluh dan menyalahkan suasana. Hal ini malah membuat penderitaan kita berlipat ganda. Padahal, menerima kenyataan tentang kesulitan atau penderitaan merupakan kesempatan yang baik bagi kita untuk menganalisis karma diri sendiri.
Buddha Niciren memberi petunjuk tentang bagaimana sebaiknya kita menyikapi karma dalam Surat Membuka Mata (Kaimoku Syo), “… saat timbulnya kesulitan adalah saat bertobat dan memusnahkan dosa (Zai Syo Syo Metsu)”. Mungkin saat sekarang kita memang tidak melakukan perbuatan atau karma buruk, tapi bila melihat adilnya irama Hukum sebab akibat dalam agama Buddha, pasti sejak masa lampau hingga masa sekarang kita telah melakukan berbagai karma buruk, pemfitnahan Saddharmapundarikasutra, dan/atau memfitnah orang lain. Dalam Surat Jawaban Kepada Tuan Akimoto dikatakan, “Sungguh sedih sekali terlahir di negara pemfitnah Hukum Sakti hingga bertemu penderitaan besar. Umpama, walau dikatakan dapat terhindar dari karma pemfitnahan badan sendiri, bagaimana mungkin dapat mengatasi kesalahan dari karma pemfitnahan keluarga dan pemfitnahan negara”. (Gosyo hal. 1076). Artinya, bagaimana pun kita tidak dapat terhindar dari pemfitnahan negara, keluarga atau pemfitnahan badan sendiri. Selanjutnya dalam Surat Pencapaian Kesadaran Buddha Bagi Kaum Wanita dikatakan, “Sungguhpun demikian, seluruh umat manusia telah tersesat dan keluar dari ibu kota kesadaran sejati dan memasuki pelosok pikiran sesat serta hati goncang. Sejak saat itu, di antara segala perbuatannya dalam tiga karma: karma badan, mulut, dan hati, hanya terdapat sedikit sekali karma baik tapi lebih banyak karma buruknya. (Gosyo hal. 471). Kalimat ini sebenarnya sangat penting karena dapat membuka mata atau menyadarkan kita akan karma masa lampau hingga sekarang diri kita sendiri, yang sebenarnya saat itu kita baru mendapat suatu kesadaran dan kekuatan. Dengan kata lain merupakan satu langkah maju untuk memecahkan kesulitan dan penderitaan menuju perombakan nasib. Selanjutnya
setelah kita membuka mata atau menyadari karma berat diri sendiri sejak masa lampau hingga masa sekarang, maka kita harus bertobat dihadapan Gohonzon. Dalam Surat Jawaban Kepada Konici-bo dikatakan, “Dosa sekecil apapun, bila tidak bertobat sungguh hati, pasti tak dapat dihapuskan” (Gosyo hal. 930). Juga Sutra Kan Fugen Bosatsu Gyo Ho, penutup dari Saddharmapundarika-sutra mengatakan, “Bila ingin bertobat, duduklah bersila sambil merenungkan wajah hukum sesungguhnya secara mendalam, maka semua karma buruk bagaikan embun yang disinari prajna matahari”. Maka di hadapan Gohonzon, sungguh-sungguhlah berdoa, terima secara tulus karma buruk diri sendiri, patahkan ego dengan sungguh hati, maka segala dosa dapat terhapuskan. Dosa sesungguhnya berarti manifestasi pikiran, perkataan dan perbuatan yang berakar dari kemarahan atau kebencian. Kita harus memahami secara benar tentang karma, bahwa hukum karma itu adil, oleh karena itu memahami “dosa dapat terhapuskan” tidak lepas dari konteks karma yang adil. Perbuatan baik dan buruk kita pasti termanifestasi, tidak kurang, tidak lebih. Namun dengan hati kepercayaan kepada Saddharmapundarika-sutra, kita dapat menerima karma buruk seperti halnya kita menerima karma baik, dan dosa (kebencian) yang kita rasakan terhadap penderitaan dapat sirna, karena kesadaran Buddha kita muncul. Seperti matahari yang dapat mencairkan es sebagaimana pun bekunya. Ketika kita mengalami penderitaan dan kesulitan dalam hidup, sesungguhnya momen tersebut adalah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan hati kepercayaan kita terhadap Dharma dan semakin memahami hakikat hidup. Kita bersyukur dapat berjodoh dengan ajaran Buddha Niciren sehingga dapat memperoleh Samantabadra | November 2020
43
panduan ajaran untuk merombak nasib dengan memunculkan potensi kebuddhaan yang kita miliki. Sikap menerima kesalahan, penderitaan, kekecewaan, kerugian, dan berbagai akibat buruk dalam hidup merupakan suatu titik tolak yang menjadikan kita kuat, bebas, suci dan tenang. Inilah sebenarnya sikap hati kepercayaan sesuai ajaran Niciren Daisyonin. Niciren Daisyonin membimbing kita agar bersikap sejak mulai Syinjin dan seterusnya untuk menerima penderitaan dan kesulitan dengan melihat dan menyadarinya sebagai bagian tak terpisahkan dari karma diri kita sendiri dari masa lampau hingga masa sekarang. Yang juga perlu kita pahami secara tepat adalah tentang makna “dewa-dewi”. Dewa-dewi dapat mengacu pada tokohtokoh dalam cerita sutra yang memiliki kekuatan tertentu, namun dalam konteks kehidupan kita, dewa-dewi adalah jodohjodoh baik di lingkungan sekitar kita yang menunjang keberlangsungan hidup kita. Fungsi gerakan dewa-dewi bersumber dari dalam jiwa kita. Niciren Daisyonin mengatakan: “Sifat Dharma yang mendasar atau sifat Buddha (Gampon no Hossyo) mewujudkan dirinya sebagai Dewa Brahma dan Dewa Indra, sedang kesesatan yang mendasar (Gampon no Mumyo) mewujudkan dirinya sebagai Raja Iblis Surga Keenam” (Gosyo hal. 997). Dewa Brahma/Indra maupun Iblis Surga Keenam adalah perlambang kesadaran dan kesesatan batin manusia. Maka yang terpenting dalam kita menjalankan hati kepercayaan adalah sejauh mana kita dapat menyelami kesadaran Buddha di diri kita lalu memunculkannya, sehingga mampu menarik jodoh-jodoh baik yang istilahnya disebut perlindungan dewa-dewi. Artinya bergeraknya dewa-dewi (perlindungan dari lingkungan) tergantung dari sikap hati kepercayaan kita. Dalam Gosyo dikatakan: 44
Samantabadra | November 2020
“Kuatnya perlindungan dewa-dewi tergantung kekuatan hati percaya. Karena dari hati percaya sungguh hati, maka penjagaan dewa-dewi pun pasti kuat” (Gosyo hal. 1220). Umumnya kita sering tidak meninjau sikap hati percaya diri sendiri namun selalu menginginkan bukti nyata dan ingin mendapat perlindungan dewadewi dengan alasan kita sudah “syinjin” bertahun-tahun, melaksanakan gongyo dan daimoku. Hal tersebut adalah keliru. Apabila masih timbul pertanyaan seperti ini, berarti sesungguhnya kita belum benar-benar syinjin karena belum memahami hakikat hukum karma dan Dharma Buddha. Penting sekali untuk melihat dan merombak sikap hati percaya kita masingmasing dengan keras, sebelum timbul keraguan karena tidak nampaknya perlindungan dewa-dewi. Sebelum menyesali keadaan sekarang ini yang tidak tenang dan senang, renungkanlah sikap hati kepercayaan secara mendalam dan selanjutnya memperbaikinya. Demikianlah bimbingan Niciren Daisyonin. Mengenai pertapaan masa ini yang tenang dan senang, Niciren Daisyonin mengatakan: “Bisa menerima kesulitan yang datang, dengan perasaan hati yang mengerti bahwa semua ini adalah untuk dapat tercapainya kehidupan yang tenang dan senang” (Gosyo hal. 750). Maka suasana jiwa hati percaya yang tak tergoyahkan (kuat), sebenarnya adalah kehidupan yang tenang dan senang. Anggapan kita sebagai manusia biasa yang berkesadaran rendah, bahwa keadaan hidup kita bila tak ada angin/ badai, tenang dan tidak goncang sebagai Gen Se Se Annon, adalah anggapan yang keliru, karena tidak sesuai dengan wajah sesungguhnya hukum Buddha / alam, yaitu Shoho Jisso. ***
SYIN GYO GAKU_
Menyikapi Covid-19 dari Kacamata Agama Buddha
A
gama Buddha Niciren Syosyu adalah agama Buddha mazhab Mahayana yang didirikan oleh Buddha Niciren pada tahun 1253. Satu-satunya sutra yang menjadi dasar acuan seluruh ajaran agama Buddha Niciren Syosyu adalah Saddharmapundarika-sutra yang merupakan Sutra tujuan pokok kelahiran dari Buddha Sakyamuni yang memberi peluang kepada seluruh makhluk hidup/ manusia untuk membuka dan memunculkan kesadaran Buddha dari dalam dirinya masing-masing. Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) hadir sebagai wadah untuk melayani/membimbing
umat agar betul-betul percaya, melaksanakan dan mengamalkan ajaran Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) dalam kehidupan sehari-hari sehingga bisa mengatasi tiga racun dalam jiwa, yaitu kemarahan (dosa), keserakahan (loba), dan kebodohan (moha) yang bersumber dari diri kita masing-masing serta dapat membuka dan memunculkan kesadaran Buddha nya untuk menjadi manusia yang unggul dan berguna untuk pribadi/ diri sendiri, keluarga, bangsa/ negara dan seluruh alam semesta. Triratna sekte Niciren Syosyu Buddha pokok nya adalah Buddha Niciren Daisyonin. Dharma-nya adalah Nammyohorengekyo,
yang berarti Namu (manunggal atau percaya sepenuh jiwa raga) kepada Saddharma Pundarika Sutra. Nammyohorengekyo merupakan mantra gaib. Buddha Niciren, sebagai Buddha masa Akhir Dharma menyatakan bahwa Hukum Buddha yang harus dilaksanakan oleh manusia di Masa Akhir Dharma adalah Hukum Nammyohorengekyo, yang berarti Namu kepada Myohorengekyo. Namu berasal dari bahasa Sansekerta �Namas� yang berarti manunggal atau percaya sepenuh jiwa raga. Myohorengekyo adalah terjemahan dari Saddharma Pundarika Sutra; Myoho berarti Saddharma, Renge berarti Pundarika, dan Kyo Samantabadra | November 2020
45
berarti sutra. Sedangkan Sangha nya adalah Nikko Syonin, Bhikhu tertinggi ke-2 Sekte Niciren Syosyu. Dalam masa akhir Dharma ini, teknologi begitu hebatnya dalam bidang apapun sehingga saat ini perkembangan dunia serba online dan serba canggih. Begitu juga wabah penyakit sepertinya tidak mau kalah juga. Kita sudah mendengar di radio, televisi dan alat elektronoik lainnya bahwa virus corona ini sudah menjadi pandemi di seluruh dunia yang banyak memakan korban. Kita perlu menyikapinya dengan mengambil makna dan hikmah baik dari adanya pandemi Covid ini. Kita harus menyadari bahwa pandemi yang terjadi saat ini merupakan salah satu dari 3 bencana (peperangan, penyakit menular dan kelaparan) yang telah disampaikan oleh Buddha Niciren dalam sastra-Nya. Sumber dari wabah penyakit menular ini adalah tiga akar keburukan yang terdapat dalam hati manusia masa mutakhir Dharma saat ini, yaitu: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan yang mengakibatkan perilaku manusia menjadi kacau, mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan sehingga keseimbangan alam terganggu dan virus bermutasi menjadi ganas 46
Samantabadra | November 2020
dan ‘lihai’. Keganasan dan kelihaian virus saat ini merupakan cermin dari keganasan dan kelihaian hati manusia. Untuk mengembalikan keseimbangan alam harus menyingkirkan tiga akar keburukan manusia tersebut, dengan memunculkan kesadaran hakiki yang ada di dalam dirinya. Doa/Daimoku, menyebut mantra agung Nammyohorengekyo, adalah jalan langsung yang dapat memunculkan kesadaran hakiki tersebut, obat paling mujarab untuk mengatasi tiga akar keburukan. Kesadaran hakiki tersebut lah yang menjadi dasar dari praktik Buddha Dharma umat NSI dalam melaksanakan pertapaan kebodhisatvaan/ kebuddhaan, memberi kebahagiaan dan mencabut penderitaan orang lain. Salah satunya adalah seperti aksi umat NSI yang secara aktif bergotong royong membuat masker berbahan dasar kain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan kebutuhan masyarakat luas dengan menyumbang ke berbagai daerah. Dalam satu gosyo Buddha Niciren ada kutipan katakata “di tangan seorang tabib racun pun bisa menjadi obat�. Jadi artinya segala kejadian sehari-hari yang kita alami, kalau kita hayati pasti semuanya ada hikmah baik maupun itu kejadian baik
atau buruk. Sejak adanya Covid ini, sementara kita tidak boleh pertemuan di Vihara atau tidak ada pengumpulan umat. Secara otomatis kegiatan kita sedikit terganggu. Perlu diketahui sampai sekarang umat NSI dipusat maupun di daerah belum diadakan pertemuan secara tatap muka sampai pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir dan menunggu sampai adanya vaksin guna memutuskan mata rantai Covid-19 agar wihara NSI tidak menjadi cluster penyebaran virus Covid-19. Tetapi untuk tugas gongyo pagi dan sore tetap kita laksanakan. Begitu banyak permasalahan dan tantangan yang kita hadapi dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini. Tetapi sebenarnya lewat pandemi kita harus ambil hikmah baiknya. Seperti contohnya kita umat dari daerah, bisa mendengar Kensyu Nasional (pusat) secara online. Kalau dulu kita harus datang ke Ciapus (Bogor), atau Vihara pusat NSI untuk mengikuti kegiatan lainnya. Kita juga berubah menjadi manusia yang baru, pribadi yang semakin disiplin secara maksimal menjaga kebersihan dan melaksanakan pola hidup bersih dan sehat. Selain itu, polusi udara di kota-kota besar juga mulai menurun karena adanya pengurangan
aktifitas kendaraan di jalan maupun aktivitas pabrik yang tidak mejalankan kegiatan seperti biasanya sebelum adanya covid-19 ini. Juga antar negara yang dulunya konflik sekarang bersamasama berjuang memutus mata rantai Covid-19. Saat ini penyebaran covid 19 semakin meluas, dan sudah masuk ke keluarga-keluarga. Kita sebagai umat Buddha harus menghimbau, jika ada umat Buddha yang terpapar, maka harus terbuka dan segera melapor ke RT/RW/ petugas setempat. Jangan punya anggapan jika tertular covid-19 adalah suatu aib yang memalukan dan harus ditutupi. Justru di antara kita umat Buddha harus saling tolong-menolong, saling mendukung, saling menjaga dan saling terbuka. Jika ditutupi, maka kita tidak akan tahu ke mana penyebaran virus nya. Sebagai umat Buddha kita harus terima kejadian ini sebagai pengalaman yang berharga, Buddha Niciren mengingatkan kita bahwa sebab baik dan buruk pun harus bersikap dengan gembira. Dalam satu Gosyo dikatakan bahwa karma berat akan terasa ringan kalau kita terima dengan tulus. Agama Buddha percaya dengan adanya tiga masa yaitu: lampau, sekarang dan akan datang. Jadi sebenarnya
Virus ini dulunya sudah ada, tetapi sekarang lebih ‘lihai’ dan ganas. Dalam catatan sejarah setiap 100 tahun ada wabah virus atau pandemi luar biasa besar yang melanda dunia. Pandemi tersebut adalah Wabah Besar Marseille (1720), Wabah Kolera (1820), Flu Spanyol (1920), dan terakhir ini adalah Virus Corona. Maka dikatakan bahwa masa akhir Dharma ini manusia makin banyak yang serakah, iri hati, benci dan mau menang sendiri. Otomatis lingkungan pun berbuat hal yang sama yang mencerminkan dari keganasan dan kelihaian hati manusia. Dalam agama Buddha juga mengenal suatu hukum yang berlaku secara universal di dalam alam semesta ini dan hukum ini terwujud dalam segala gejala alam semesta dan dalam diri manusia itu sendiri. Hukum tersebut adalah Hukum Sebab-Akibat, yang melandasi segala fenomena yang terjadi pada manusia dan alam semesta ini, segalanya berjalan sesuai dengan Hukum Sebab Akibat. Jadi kesimpulannya, kita harus senantiasa menjadikan ajaran Buddha sebagai dasar dalam menjalani hidup bermasyarakat, memberi kebahagiaan dan mencabut penderitaan orang lain dalam situasi Pandemi covid-19 ini, sehingga muncul kesadaran untuk
mematuhi dan melaksanakan protokol kesehatan dan selalu ingat 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan). Marilah kita sama-sama menjaga alam semesta ini serta menjaga perasaan jiwa kita agar selalu berlandaskan kesadaran. Dengan perasaan jiwa yang sadar, kita akan berhasil menyingkirkan tiga akar keburukan dalam menjaga alam semesta sehingga akibatnya alam semesta akan menjaga kita, virus pun menjadi jinak dan dapat ditaklukan. Pada intinya, menaklukan Covid-19 adalah menaklukan tiga akar kesesatan (keserakahan, kemarahan, dan Kebodohan) diri sendiri. (disarikan dari ceramah Ketua Umum NSI MPU Suhadi Sendjaja)
Samantabadra | November 2020
47
_SYIN GYO GAKU
gap dapat dinetralisir atau berubah menjadi akibat baik, karena sesungguhnya hukum karma itu adil, sesuai prinsip niji eten, bergerak berputar dengan sendirinya. Kita tidak perlu menakar atau mengukur karma kita, karena sudah dan akan selalu bergerak dan berputar dengan sendirinya menjadi akibat. Kejadian buruk yang menimpa diri kita adalah hasil dari perbuatan diri kita sendiri. Salah satu akar penderitaan kita adalah pola atau cara berpikir yang keliru, walau telah mengetahui ajaran Buddha. Tetapi alam bawah sadar kita belum ukum karma saya rugi, kenapa saya bisa menerimanya secara kecelakaan, kenapa saya berlaku di dalam utuh. Kita cenderung makemalingan, kenapa saya kehidupan kita, sih dikuasai oleh pola pikir bergerak berputar dengan dicelakai orang lain? hasil didikan orang tua, sendirinya secara adil tanpa Salah satu alasannya guru, lingkungan sejak kita perlu kita takar. Berbicara bisa jadi karena kita dibekecil, yang kerap kali sarat sarkan dengan pola pikir tentang karma, terkanddengan tuntutan tanpa yang naif; bahwa kehiduung dua elemen utama, pengayoman, seperti mengyaitu “sebab” dan “akibat”. pan “seharusnya” dipenuhi gunakan kata “pokoknya” Penyakit, keberuntungan, dengan hal-hal baik saja, (pokoknya nilai di sekolah kerugian, kematian, kebakesenangan dan kegemharus bagus, pokoknya hagiaan, kesedihan, adalah biraan. Ketika muncul hal setelah lulus sekolah harus buruk, seperti kesedihan, akibat karma. Belajar, kerja dengan gaji tinggi, kerugian, penderitaan, kita bekerja, menghargai orang dan lain-lain). Tuntutan ini lain, berdana paramita, merasa hal tersebut tibisa jadi berorientasi kebaimenganiaya orang lain, dak pantas kita dapatkan. kan tetapi tidak selalu, dan gongyo daimoku, termasuk Apalagi ketika kita telah hal ini berkontribusi pada beragama, pola pikir kita dalam “sebab” karma. pembentukan pola pikir Ketika mengalami kepada umumnya cenderung yang linear dan cenderung beruntungan kita tidak risau memaknai agama sebagai atau mempertanyakan penolak bala. Dalam agama menyalahkan suasana/ orang lain yang bertentankenapa kita beruntung. Na- Buddha misalnya, adalah gan dengan prinsip hukum mun ketika kita dihadapkan pemahaman yang keliru karma. pada kesulitan, kita cendapabila segala perbuatanKita harus mampu meerung tidak bisa menerima perbuatan buruk (yang lihat realitas dari banyak dan mempertanyakan; merupakan sebab-sebab aspek, tidak hanya memakatau karma buruk) diangkenapa saya sakit, kenapa
Karma dan Kewajaran
H
48
Samantabadra | November 2020
sakan realitas kita. Karena realitas diri kita berbeda dengan realitas orang lain, termasuk orang-orang yang dekat dengan kita seperti anggota keluarga. Tuntutan perlu disertai dengan tujuan yang jelas yang dapat dikomunikasikan dengan baik. Tuntutan tanpa pengayoman dan tujuan yang jelas hanyalah cerminan dari ego diri kita dan menjadi sebab buruk bagi diri kita dan orang lain. Akhirnya sering kita alami diri kita atau orang di sekitar kita menjadi orang-orang yang kontradiktif dan bersifat paradoks. Ketika kita gongyo atau daimoku, kita mempertanyakan realitas hidup kita, nasib kita, terutama tentang penderitaan dan kemalangan. Mengapa saya ditipu oleh orang yang saya anggap teman? Mengapa saya terkena penyakit ini? Lalu menyalahkan orang lain atau menyalahkan Gohonzon. Bisa juga kita sudah meninjau diri dan menyadari kekeliruan diri kita ketika gongyo daimoku misalnya, namun setelah selesai gongyo dan daimoku kita tidak memperbaiki perilaku kita, tetap membuat sebab-sebab buruk. Inilah yang disebut tidak selaras dan akhirnya kita tidak mendapatkan manfaat dari beragama ini. Gongyo dan daimoku adalah momen di mana kita meneguhkan dan menyelaraskan pikiran kita agar
seirama dengan hukum alam semesta, namun yang tidak kalah penting adalah momen ketika kita selesai melaksanakan gongyo dan daimoku, berinteraksi dengan orang lain di keluarga, di masyarakat, di sekolah, di tempat kerja, di mana pun kita berada, termasuk interaksi kita dengan alam. Ketika kita mampu menyelaraskan kesadaran yang kita peroleh dari pertapaan gongyo dan daimoku ke dalam sikap hidup, inilah yang termasuk dalam langkah-langkah memupuk harta jiwa. Prinsip naikun gego (pembangkitan dari dalam, perlindungan dari luar) sesungguhnya adalah hukum kewajaran. Contohnya, ketika hidup kita didominasi dengan sebab-sebab kebajikan, kita akan menjadi pribadi yang cenderung disenangi oleh banyak orang, karena kita membangkitkan energi dari dalam diri kita untuk beraksi; suka menolong, suka berbagi, tidak mendendam, ingin memberikan manfaat kebaikan. Kita paham bahwa hakikat hidup adalah untuk berbagi dan memberi manfaat bagi orang lain dan lingkungan. Getaran perasaan jiwa itu sunyata, tapi dapat dirasakan, dan inilah dasar dari naikun gego. Ketika kita berbuat baik, memberi perhatian yang tulus kepada orang lain, getaran itu tersampaikan ke orang tersebut
dan menimbulkan respon yang sefrekuensi. Inilah mengapa ketika kita bekerja dengan hati dan penuh antusias di kantor misalnya, atasan bisa melihat dan menilai sikap kita, dan biasanya memberikan timbal balik yang setimpal, misalnya mudah mendapatkan cuti, kenaikan gaji yang melebihi ekspektasi, hingga dipercaya untuk melanjutkan usahanya. Pada kondisi tertentu, bisa saja sikap baik kita dimanfaatkan oleh orang yang bermaksud jahat, oleh karena itu kita jangan mudah terpancing emosi dalam menghadapi orangorang yang jahat. Dan kembali lagi ke tujuan awal kita, yaitu memupuk harta jiwa. Ketika berbuat baik pun tetap akan ada yang tidak suka dengan kita. Oleh karena itu acuannya adalah dasar perasaan jiwa kita, apakah baik atau buruk. Selama dasar perasaan jiwanya kebaikan, kita tidak perlu takut dibenci orang dan bisa tetap maju dengan diri kita apa adanya. Oleh karena itu menjadi penting untuk bersikap sewajarnya dalam hidup bermasyarakat, jangan sombong atau rendah diri. Kita semua sama-sama manusia. Seperti dalam kutipan gosyo ini, Buddha Niciren mengatakan “kalau Anda tidak dapat meninjau kembali dan membedakan kewajaran yang ada, sebaSamantabadra | November 2020
49
liknya malahan Anda lebih menonjolkan diri dari mereka, hal ini pasti akan membakar iri hati dan mengakibatkan kebencian yang sulit dipadamkan.” Buddha Niciren juga memberikan bimbingan dalam menghadapi orang-orang yang tidak kita suka atau yang membenci kita, “… hadapilah mereka sehari-hari dengan sikap sewajarnya … hendaknya selalu bersikap waspada.“ Hubungan antar manusia memiliki kekuatan jodoh yang bisa saling tarik menarik. Di sinilah pentingnya sekejap-sekejap perasaan jiwa, karena sekejap-sekejap perasaan jiwa ini menentukan perjalanan hidup kita, orang-orang seperti apa yang mengelilingi hidup kita, dan hebatnya, ajaran kita mengajarkan bahwa kita bisa mengendalikan sekejap-sekejap perasaan jiwa ini Buddha juga mengingatkan melalui pepatah, sembilan kali berpikir kemudian baru dikatakan. Mulutmu harimaumu, ketika sudah terucap, kata-kata itu akan membekas di benak orang lain, bahkan bisa menjadi motif untuk membunuh seperti dalam kisah kaisar Syusyun. Walau emosi sehebat apapun, hendaknya melalui praktik dharma, kita bisa melatih pikiran kita untuk bisa mencerna terlebih dahulu peristiwa yang terjadi kepada kita, baru berucap dan bertindak. 50
Samantabadra | November 2020
Dalam kutipan selanjutnya, Buddha Niciren mengatakan, “Walau hati tidak sesuai pun, hendaknya dapat berhubungan lebih akrab dengan mereka.” Hal ini berarti Buddha mengajarkan kita untuk mampu mengendalikan emosi dan pikiran kita. Mengendalikan kemarahan kita. Buddha membimbing kita untuk berusaha membina hubungan baik dengan orang-orang yang tidak suka kepada kita atau tidak kita sukai. Mengapa? Seperti kisah kaisar Syusyun, karena berpotensi untuk mendatangkan kerugian yang lebih besar kepada kita. Ketika kemarahan kita sudah meluap, kita merasa yang benar hanyalah diri kita seorang. Buddha Niciren sendiri mengatakan bahkan beliau pun tidak dapat menolong, karena ketika dikuasai kemarahan kita menolak untuk menerima hal-hal yang bertentangan keyakinan kita, bahkan ketika keyakinan kita keliru. Buddha juga menjelaskan pentingnya menghargai orang lain melalui perumpamaan sikap Boddhisattva Sadaparibhuta yang menghormati setiap orang tanpa pandang bulu. Beliau tidak hanya menghormati orang yang menghormatinya. Dari sini kita bisa belajar bahwa Bodhisattva Sadaparibhuta. bersifat pro-aktif membuat sebab-sebab kebajikan. Beliau tidak pasif. Kalau pasif
berarti ia hanya menghormati orang yang menghormatinya saja. Ini adalah salah satu kunci dari ajaran Buddha, bahwa perubahan nasib ada pada keaktifan kita membuat sebab-sebab bukan meratapi akibat. Buddha Niciren di dalam gosyo ini juga menyampaikan tentang esensi dari hidup. Bisa terlahir dan hidup sebagai manusia saja sudah merupakan sebuah akibat karma baik yang begitu besar, tumpukan harta jiwa yang kita lakukan selama ini. Oleh karena itu Buddha menekankan pentingnya menggunakan waktu yang kita miliki untuk berbuat kebajikan dan terus memupuk harta jiwa. Kita dapat memupuk harta jiwa dengan ditunjang oleh harta badan dan harta benda. Memiliki kecukupan harta jiwa berarti kita dapat menjalani hidup dengan kuat, suci, bebas, penuh antusiasme, secara berkelanjutan. Buddha mengajak kita untuk kembali ke kewajaran, ke kecukupan. Kita juga diajarkan untuk tidak baper, menghormati dan menghargai orang lain seperti teladan Bodhisattva Sadaparibhuta. Untuk mengembangkan sifat-sifat tersebut kita perlu latih dari waktu ke waktu. Kondisi inilah yang disebut prajna kebijaksanaan atau kebuddhaan yang dimiliki oleh manusia. (Samanta)
BAGI RASA_
Linda Nataprawira Mencintai yang saya kerjakan Mengerjakan yang saya cintai
M
embuat kue dan mengajar Bahasa Inggris adalah dua aktivitas yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri Ibu Linda Nataprawira; sebagai mata pencaharian dan sebagai panggilan hidup. Umat NSI daerah Bogor ini mencintai pekerjaannya, dan dia mengerjakan yang dicintainya. Kebahagiaan hadir dari ketekunan dan kecintaan terhadap apa yang dilakukannya dari hari ke hari. Perempuan yang akrab disapa dengan Miss Linda oleh muridmuridnya juga berbagi kisahnya dalam bertahan dan beradaptasi semasa pandemi Covid-19.
Masa kecil Saya lahir di Bogor, Jawa Barat dari keluarga yang syinjin. Orang tua saya sudah aktif di susunan NSI sebelum saya lahir. Ayah saya, almarhum Bapak Djohan Nataprawira adalah ketua umum NSI ke dua. Sejak kecil saya sudah aktif mengikuti berbagai kegiatan di susunan NSI dan percaya dengan ajaran Buddha Niciren Daisyonin. Ibu saya Srijanti Nataprawira juga aktif di susunan NSI mendampingi papa saya, pernah menjadi pengurus, dan kini masih aktif mengikuti pertemuan dan menjalankan syinjin. Sebagai perempuan beragama Buddha, saya belajar bahwa saya tumbuh dan berkembang sebagai kelompok minoritas. Ketika masih anakanak hingga remaja, saya sempat tidak percaya diri dengan identitas saya sebagai seorang Buddhis yang berbeda dari teman-teman lainnya. Namun saya beruntung memiliki orang tua yang mengayomi dan mengajarkan saya untuk membaur dan bangga dengan jati diri dan identitas yang melekat pada diri saya. Karena banyak berdialog dengan orang tua saya dan aktif mengikuti Samantabadra | November 2020
51
kegiatan susunan NSI yang sangat bernafaskan cinta tanah air Indonesia, saya semakin percaya diri dan mampu menjadi pribadi yang supel dan mudah bergaul tanpa memandang perbedaan latar belakang sosial budaya. Saya memiliki sahabat dan teman dari berbagai suku, agama, dan ras. Saya melihat hakikat dari hubungan antar manusia adalah untuk saling menghargai dan menerima kondisi masing-masing individu apa adanya. Kebanggaan saya sebagai seorang Buddhis adalah sebuah proses, tidak serta merta terjadi. Saya ingat ketika saya masih kecil dulu, saya merasa sungkan ketika ditanya apa agama saya. Namun saya juga belajar dan semakin dewasa, semakin mengenal dan mendalami agama ini, membuat saya bangga sebagai seorang Buddhis yang memiliki ajaran kehidupan yang begitu bijaksana, menuntun saya dalam berkarya dan bersosialisasi di masyarakat. Sekarang, setiap pertemuan pertama dengan murid dan mahasiswa, saya selalu memperkenalkan diri sebagai seorang beragama Buddha. Mencintai yang saya kerjakan, mengerjakan yang saya cintai Pada tahun 1986, papa saya pergi ke pameran Jakarta Fair dan membeli alat mixer kue yang cukup canggih untuk mama saya, karena mama hobi bikin kue. Siapa yang menyangka mixer tersebut ternyata sangat berguna untuk usaha saya membuat kue saat ini. Sebelum membuat kue saya lebih dahulu menggeluti dunia mengajar sebagai guru Bahasa Inggris dan 52
Samantabadra | November 2020
sebelumnya pernah bekerja di sebuah perusahaan furnture sebagai Manager HR&GA. Waktu itu membuat kue hanya hobi di akhir pekan. Seiring berjalannya waktu, saya berpikir untuk merencanakan hidup saya dengan fokus pada hal-hal yang saya cintai. Saya menyenangi pekerjaan kantoran, namun saya menyadari bahwa yang saya cintai adalah mengajar dan membuat kue. Memasuki dekade ke empat kehidupan, saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan menekuni pembuatan kue serta mengajar. Saya mengajar bahasa Inggris sebagai guru les privat, guru di lembaga bahasa LIA di Cibinong, dan dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan Bogor. Dengan mengajar, saya berkesempatan untuk berbagi pengalaman ke murid-murid dan mahasiswa saya sebagai seorang Buddhis penganut ajaran Buddha Niciren Daisyonin dan secara tidak langsung menyebarluaskan hukum agama Buddha. Bertahan dan mengambil hikmah di tengah pandemi Pandemi ini adalah masa yang belum pernah saya alami sebelumnya. Ketika pandemi Covid-19 secara resmi diumumkan mewabah di Indonesia pada bulan Maret 2020, aktivitas saya sepenuhnya beralih ke rumah. Aktivitas mengajar dialihkan melalui kanal daring (online). Jumlah siswa di lembaga bahasa menurun, sebelum pandemi saya bisa mengajar empat kelas, ketika pandemi hanya satu kelas. Sempat terbersit kemungkinan pendapatan akan menurun selama
Saya bersama kue bulan hasil buatan saya. Siap untuk dikemas.
pandemi namun saya yakin dan berusaha untuk terus kreatif dalam mebuat kue. Selain membuat kue, saya juga mengajari/memberi kursus membuat kue secara semi privat. Memasuki masa pandemi, saya perlu menyesuaikan metode kursus ini dari tatap muka menjadi daring melalui video. Sekarang saya harus membuat video tutorialnya, mengirimkan resep dan konsultasi melalui Whatsapp. Ternyata kursus secara daring tetap lumayan diminati dan banyak yang berhasil walau tidak tatap muka. Namun ada hal positif selama pandemi, pekerjaan saya sebagai guru dan pembuat kue bisa dikerjakan dari rumah sehingga saya mepunyai lebih banyak waktu bersama mama tercinta di rumah. Mama juga senang dengan keberadaan saya di rumah. Saya merasa syinjin memberikan kekuatan yang saya butuhkan untuk
bertahan dan beradaptasi dengan situasi ini. Kemampuan kita untuk beradaptasi adalah yang menentukan apakah kita dapat bertahan atau tidak di masa pandemi ini. Banyak pembuat kue yang lebih canggih perlengkapannya dan tekniknya, oleh karena itu saya pun tidak berhenti mempelajari hal-hal dan teknik baru, seperti yang terakhir saya lakukan adalah mengikuti kursus daring membuat dimsum. Saya harus bisa berinovasi dan mau menerima masukkan untuk pengembangan diri dan bisnis saya ke depannya. Saya juga menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Youtube untuk memasarkan produk dan jasa saya serta berbagi beberapa resep saya. Satu hal lagi yang penting selama pandemi adalah saya sangat bersyukur dengan adanya pertemuan-pertemuan gosyo di susunan NSI secara daring di Youtube dan zoom. Keunggulan dari metode daring, kita bisa menyimaknya dimana saja dan bisa mengulangnya kembali (youtube). Dan umat lansia yang biasanya susah pergi ke vihara, sekarang bisa mengikuti semua pertemuan online. Akhir kata, mari kita mempertahankan dan memperkuat syinjin kita masing-masing dalam suasana pandemi ini. Semoga pandemi ini bisa segera teratasi dan kita bisa menjalankan syinjin seperti dulu lagi, datang pertemuan ke wihara dan kensyu. Nammyohorengekyo. ***
Samantabadra | November 2020
53
_BAGI RASA
P
enyebaran Covid-19 saat ini semakin meluas. Potensi penularan di klaster keluarga meningkat dan dapat terjadi kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Ibu Vonny umat NSI daerah Bekasi telah sembuh dari Covid-19 dan membagikan pengalamannya saat berjuang melawan penyakit tersebut, yang terpapar bersama suaminya.
Vonny Veronica
Mengatasi Covid-19
Sudah banyak penderita covid-19 lain yang kemudian telah dinyatakan negatif dan pulih kembali. Tentu, kami menambah deretan dari penderita Covid-19 yang telah sembuh itu. Sejumlah kawan menanyakan tentang bagaimana ciri-ciri pertama terjadi, apa yang dilakukan selama isolasi, dan hal-hal lain yang terkait Covid-19. Secara jujur saya sampaikan agar bisa menjadi masukkan bagi kita semua, terutama apa yang dilakukan selama masa pengobatan. Kejadian nya bermula pada awalnya kantor membagi dua tim, yang bekerja dari rumah dan dari kantor. Karena di rumah tidak ada wifi, maka saya memilih ke kantor cabang terdekat dari rumah. Kemungkinan saya terkena di kantor cabang. Sebab udara sirkulasi di ruangan kantor kurang bagus dan ada yang tidak pakai masker. Mulai dari situ, mulai timbul gelaja panas tinggi, badan pada sakit, rasanya seperti masuk angin. Kemudian minum obat neuralgin dan panadol, dua hari kemudian panasnya sembuh. Awalnya saya berpikir, karena panasnya diatas 37.5 dalam dua hari sembuh, berarti bukan terkena Covid. 54
Samantabadra | November 2020
Pada pertengahan bulan September, suami saya Bapak Susanto, merasa kurang enak badan, demam, dan banyak istirahat di rumah. Suami pun juga mengalami panas di atas 37 derajat selama tiga hari berturut-turut. Tidak menyadari seminggu sebelumnya nya saya pun sudah kena gejalanya. Pada tanggal 28 Oktober 2020, suami saya berinisitif cek swab ke rumah sakit untuk memastikannya. Hasilnya keluar pada tanggal 1 Oktober dan hasil negatif namun masih merasakan lemas. Sedangkan saya, merencanakan melakukan swab pada hari Kamis saja, karena saya merasa kondisi badan fit, namun sedikit mudah lelah dan agak engap/sesak yang saya anggap efek kelelahan saja. Selama di rumah saya banyak minum air hangat, makan makanan yang bergizi dan tidak pergi berkeliaran keluar rumah. Saya menjaga agar tidak menularkan sambil menunggu hasil swab. Tiga hari kemudian, dirasakan perut sakit seperti di tusuk-tusuk dan diare. Sehingga mulai berpikir ini adalah salah satu indikasi terkena covid-19. Sekitar jam 2 pagi terbangun, dan mencoba
menggunakan kayu putih namun hambar tidak terasa apa-apa alias mati indera perasa dan penciuman. Karena sudah tahu bahwa hilangnya penciuman adalah salah satu gelajanya, langsung pakai masker dan mengungsikan/membawa anak ke tempat yang aman untuk dititipkan ke rumah mertua. Setelah itu, sejak jam 2 hingga jam 5 pagi bersama-sama dengan suami melakukan Daimoku. Pagi harinya, akhirnya mengubungi kantor, memberitahukan bahwa izin tidak masuk kerja. Beberapa hari kemudian hasil swab nya keluar dan dinyatakan positif. Awalnya, saya merasa sangat panik dan tidak bisa menerima terdiagnosis Covid-19, bingung sampai menangis. Virus yang menjadi sumber kehebohan dunia dan belum ditemukan vaksinnya menghinggapi diri saya. Tapi untungnya anak sudah dititipkan ke rumah Orang tua, sehingga selama satu minggu tidak ada kontak dengan anak, namun tetap di pantau apakah ada demam, batuk, atau gejala lainnya untuk antisipasi. Akhirnya setelah melapor ke kantor, semua kebutuhan langsung dibantu dan diurus oleh asuransi kantor untuk persiapan dibawa ke rumah sakit. Saya merasa banyak jodoh baik yang menjaga dan melindungi keluarga saya. Sebelum diputuskan untuk di rawat di rumah sakit, terlebih dahulu ada standar pengetesan cycle threshold (CT) value kepada seseorang yang dinyatakan positif, yakni seberapa banyak virusnya ada di tubuh kita dengan dilakukan pengecekan cairan yang ada di hidung dan tenggorokan kita. Jika di tes sebanyak 10 kali, berarti virus itu ada banyak di tubuh kita. Namun jika tesnya sudah di atas 30 kali putaran baru ditemukan,
maka indikasi untuk menularkan ke orang lain relatif rendah dibanding dengan seseorang yang sudah ditemukan virusnya pada putaran tes 10 kali. Setelah dicek pengetesan, CT value nya adalah di atas 30, dan sebenarnya bisa dengan isolasi mandiri di rumah. Namun, warga di sekitar rumah tempat tinggal menolak dan tidak boleh di isloasi mandiri di rumah. Sehingga akhirnya di rawat dirumah sakit dan berterima kasih bisa mendapatkan rumah sakit yang bagus yang sangat baik pelayanannya. Selama dirawat di rumah sakit selama 13 hari, saya merasakan banyak sekali dukungan dari teman-teman se-Dharma, khususnya umat Bekasi dari Ibu Daerah nya juga selalu menyemangati agar tetap kuat dan banyak yang memberikan vitamin, minuman tradisional empon-empon sehingga kami semangat agar cepat sembuh. Selama saya dirawat dan dalam pengobatan, Saya semakin sadar dan bersemangat untuk sembuh setelah mendengarkan ceramah dan arahan dari Bapak ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja bahwa kita jangan punya anggapan jika tertular covid-19 adalah suatu aib yang memalukan dan harus ditutupi, malahan sesorang yang sembuh dari covid-19 nantinya bisa membantu orang lain dengan menyumbangkan plasma darahnya yang telah memiliki antibodi virus ini kepada seseorang yang sedang berjuang melawan covid-19. Akhirnya pada tanggal 6 Oktober, suami saya keluar hasil swab yang kedua dan telah negatif. Sebenarnya sudah boleh pulang, namun karena perut suami masih terasa mual sehingga masih dirawat dan sampai tgl 8 Oktober baru pulang. Suami saya pulang ke rumah orangtauSamantabadra | November 2020
55
Swafoto bersama suami di rumah sakit ketika sudah diperbolehkan pulang ke rumah.
nya, karena rumah kami sedang di sterilisasi disemprot desinfektan oleh warga perumahan kami, sehingga belum bisa ditempati. Sedangkan saya masih terus melanjutkan pengobatan di rumah sakit karena hasil tes swab saya yang ke dua masih menunjukkan positif. Selama pengobatan di rumah sakit, saya dapat mengkategorikan ke dalam beberapa bagian apa saja kegiatan yang saya lakukan. Pertama, berusaha menenangkan diri, menguatkan hati dan pikiran, serta berusaha dengan sekuat tenaga untuk ikhlas menerima kenyataan ini, meski hal ini tidaklah mudah dilakukan. Kedua, kegiatan secara fisik. Berjemur setiap pagi dan sore hari rutin saya lakukan. Di samping untuk menghilangkan kepenatan berada di kamar, juga untuk merilekskan badan sambil melakukan gerakan-gerakan olahraga yang menyehatkan itu menjadi rutinas setiap hari. Ketiga, apapun yang dirasakan, harus cerita dan beritahu petugas medis/perawatnya agar mendapat penanganan yang tepat. Selama di rumah sakit saya di berikan obat infus vitamin C dan obat untuk paru-paru, vitamin kurkuma, dan diberikan obat lambung. Semua pasien yang positif corona dan dirawat di rumah sakit penanganan dan pemberian obatnya sama, kecuali ada orang yang 56
Samantabadra | November 2020
memiliki riwayat penyakit bawaan lain (komorbid), diberikan obat tambahan yang berbeda. Meminum hasil rebusan emponempon, mengonsumsi antibiotik dan multivitamin C, D, E, tidak pernah saya tinggalkan. Saya juga mengonsumsi hemnohim yang merupakan herbal berupa suplemen cair yang bverasal dari negara Korea yang berkhasiat menjaga imunitas tubuh dan menaikkan sistem imun. Penderita covid juga disarankan Dokter untuk mengkonsumsi Obat Herbal Cina Lianhua Qingwen yang berkhasiat untuk membantu meredakan panas dalam yang disertai tenggorokan kering dan meredakan batuk. Dikenal juga efektif untuk meredakan gejala influenza dan meningkatkan sistem kekebalan atau imunitas tubuh dan dapat memperbaiki diare serta meningkatkan pertahanan tubuh pada saluran pencernaan, serta dapat memperbaiki cedera paruparu melalui penekanan stres oksidatif dan apoptosis dan penghentian peradangan paru. Selain obat dan multivitamin, saya juga rutin lakukan terapi kumur air garam dan minyak kayu putih. Ambil 1-2 sendok garam yodium yang biasa untuk masak dapur dimasukkan ke dalam 1 gelas lalu diaduk hingga merata. Air garam tersebut digunakan untuk 1-2 kali kumur-kumur lalu dibuang, selain itu juga terapi minyak kayu putih dilakukan dengan menghirupnya melalui kedua lubang hidung secara dalam-dalam, kemudian napas dilepaskan melalui mulut. Keempat, terus berdoa, Gongyo Daimoku untuk memperkuat semangat untuk sembuh. Setiap hari dirumah sakit saya Gongyo Daimoku. Saya akhirnya menyadari belakangan ini saya sering emosi setiap hari karena ada
suatu hal masalah yang menjadikan dan mengembalikan kesadaran saya bahwa menghadapi masalah itu seharusnya bisa dihadapi dengan lebih bijak, yang pada awalnya tidak bisa menerima sampai nangis-nangis saat dinyatakan positif, karena akan jauh dari anak selama beberapa minggu, terus ketakutan bisa menularkan yang lainnya, dan ada perasaan merasa dikucilkan oleh tetangga rumah. Setelah Gongyo Daimoku, saya bisa lebih tenang dan bisa melatih pernafasan saya juga. Karena petugas rumah sakit juga menyarankan untu berlatih mengatur nafas jika ketika merasa sesak. Saya diamoku setiap saat, sampai hendak waktu tidur pun Diamoku dalam hati. Bersyukur, berdasarkan atas hasil swab yang ke 3 tanggal 15 Oktober 2020, Saya dinyatakan telah negatif dari Covid-19 dan diperbolehkan pulang, namun setelah tes negatif pun tetap harus isolasi mandiri dulu, belum bisa berjumpa dengan orang lain. Saya dijemput oleh suami saya dan diantar pulang. Apabila kika kita ingin segera sembuh, kita harus berpikir jernih, kelola stres, bertekad untuk sembuh, munculkan semangat agar bisa bertemu dengan keluarga serta memikirkan orang lain. Saya tidak mau membebani tugas teman di kantor karena menggantikan tugas saya selama sakit, sehingga muncul semangat harus cepat sembuh. Setiap pagi dan sore sempatkan untuk berjemur di bawah terik matahari, jangan hanya tiduran saja karena malah membuat tubuh lemas dan tidak semangat. Dukungan dari keluarga sangat penting, dan kita harus cari aktivitas yang membuat semangat dan gembira, karena ketika kita gembira akan meningkatkan imun tubuh kita.
Tidak ada yang ingin terpapar virus ini, namun apabila terpapar hal tersebut bukanlah aib dan siapapun bisa kena. Banyak hoax dan disinformasi yang beredar di sekitar kita menjadi masukan yang keliru, seperti kalau terpapar covid pasti tidak bisa selamat, menjadikan seseorang malu untuk melakukan tes atau mengakui bahwa dirinya terjangkit. Saya sudah sembuh dan hasil swab sekarang sudah negatif, dan sekarang saya sudah berada di rumah mulai bisa pulih kembali seperti sedia kala. Teruntuk orang-orang yang masih berjuang, tetap yakin dan semangat untuk sembuh. Orang-orang di sekitar yang masih sehat, jadilah support system (penyemangat) yang baik, agar orang-orang di sekitar kita yang sakit bisa cepat sembuh. Dukungan dari keluarga, teman-teman, tim medis selama saya dan suami sakit memengaruhi cara berpikir kami untuk lebih positif, menambah semangat hidup untuk kembali sembuh. Karena jika stres atau putus asa malah akan menurunkan sistem imun dan kondisi tubuh bisa memburuk. Apabila kita atau orang terdekat kita terpapar Covid-19, segeralah melapor. Terpapar Covid-19 bukan aib. Kita perlu menyikapinya secara wajar dan menanganinya sesuai prosedur. Kesembuhan pasien adalah prioritas utama. Kita dapat berkontribusi dengan memberikan dorongan semangat dan moral kepada mereka, bukannya dijauhi. Kita harus saling tolong-menolong, mendukung, menjaga dan terbuka. Jika ditutupi, maka akan sulit untuk menelusuri penyebaran virus dan pandemi akan berakhir lebih lama. ***
Samantabadra | November 2020
57
_WAWASAN
58
Samantabadra | November 2020
Berita Duka Cita
Dana paramita pengembangan susunan NSI dapat disalurkan melalui: Rekening BCA 001 3032 120 atas nama
Bapak Sendjaja Tjandra Meninggal pada usia 70 tahun 06 Oktober 2020 Umat NSI DKI Tangerang Banten
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Anda dapat menyampaikan bukti transfernya ke kantor pusat NSI dan menerima tanda terima dana paramita.
Samantabadra | November 2020
59
RUANG ANAK_
Hai anak-anak NSI! Yuk, kita mewarnai! Warnailah si ikan di bawah ini dengan warna yang sesuai nomornya agar lebih menarik!
Hubungkanlah titiktitik pada gambar di samping sesuai urutan hurufnya, mulai dari A hingga Z. Jika berhasil, kalian akan menemukan seekor burung unta!
Sumber: https://www.thesprucecrafts.com
60
Samantabadra | November 2020
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan November 2020 Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8
Hari Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Jam 13.00
Kegiatan Gosyo Kensyu Materi November 2020
13.00 19.00
Pendalaman gosyo Dharma Duta dan luar daerah Pendalaman gosyo DPW DKI Jakarta
19.00
Pertemuan Ceramah Gosyo Daerah
14.00
Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu
19.00
Pertemuan Pelajaran Pimpinan Cabang
19.00
Pertemuan Pria Umum
19.00
Pertemuan Cabang
14.00 19.00
Pertemuan Ibu Umum Pertemuan Pelajaran Pimpinan Anak Cabang
19.00
Pertemuan Anak Cabang
10.00 19.00
Pertemuan Generasi Muda Daerah Pertemuan Empat Bagian
26 27 28 29 30
Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin
13.00 19.00
Pendalaman Gosyo Dharma Duta & Luar Daerah Rapat DPW-DPD NSI Jabotabekcul
13.00 13.00
Gosyo Kensyu Materi Desember 2020 Pendalaman Gosyo Darma Duta & Luar Daerah
Untuk sementara waktu seluruh kegiatan pertemuan NSI dilakukan secara virtual atau disiarkan secara daring (online). Kanal youtube: https://www.youtube.com/user/NicirenSyosyuIndo Samantabadra | November 2020
61
Buddha Dharma Wihara & Cetya Parisadha Niciren Syosyu Indonesia
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Residen Abdul Rozak No. 2 RT 45 RW 09 Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan Kalidoni Kota Palembang
PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
62
Vihara Vimalakirti Muncul Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034 Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 28 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821
Samantabadra | November 2020
Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201
Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510