Samantabadra O
rang yang disebut Buddha adalah tabib unggul yang tak dapat diperbandingkan atau dipersamakan dengan orang-orang tersebut. Buddha
SAMANTABADRA |JULI 2014 | NOMOR. 246
Marching Band Mandarava NSI Car Free Day, Thamrin Jakarta-Juni 2014
ini sekarang membabarkan obat untuk tidak mati, yaitu kelima asksara MyoHo-Ren-Ge-Kyo. Bahwa kelima aksara ini dibabarkan sebagai obat manjur untuk penyakit umat di seluruh dunia. (Surat Balasan Kepada Myosyin-Ama)
gosyo kensyu SURAT BALASAN KEPADA MATSUNO DONO liputan PEMBUKAAN FORUM ANAK NASIONAL 2014 liputan KENSYU SUMATERA UTARA
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
J u l i
2 0 1 4
07 # 246
Fajar menyingsing di Laut Bali.
S
eluruh ajaran yang dikhotbahkan Buddha Sakyamuni sebenarnya tidak lebih dari satu ajaran tunggal. Pencapaian kesadaran Buddha dari seluruh Buddha terdapat dalam Saddharma (Myoho), enam Paramita dari kaum Bodhisattva terdapat dalam Pundarika (Renge), sedangkan pencapaian kesadaran Buddha bagi kaum Sravaka dan Pratyekabuddha terdapat dalam Sutra (Kyo)
Fajar menyingsing di Laut Bali.
A
nda harus bertekad sesungguh hati untuk menghindari para pemfitnah Dharma... Inilah yang dikatakan, “Buanglah kawan buruk (akucisyiki) dan dekatilah kawan baik (zencisyiki).� (Gohonzon Somyo Syo)
(Surat Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha bagi Wanita)
Dari Redaksi Nam-myoho-renge-kyo,
B
ulan Juli 2014, warga negara Indonesia akan dihadapkan pada peristiwa politik lima tahunan yaitu pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden. Ada dua pasang kandidat pada pemilu kali ini; pasangan Prabowo-Hatta, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bukan kebetulan bahwa pada akhirnya kedua pasangan ini maju menjadi kandidat orang nomor satu dan nomor dua di negeri ini. Mereka memiliki visi dan misi untuk membangun Indonesia. Terlepas dari penilaian subyektif kita, salah satu dari kedua pasangan ini akan menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2014-2019. Sebagai murid Buddha Niciren, tentu kita ingin meneladani sikap nasionalisme guru agung kita, yang bertekad menjadi tiang, mata, dan bahtera bagi bangsa. Partisipasi politik adalah salah satu sikap yang dapat kita jalankan untuk menjadi warga negara yang aktif dan turut berkontribusi dalam menentukan nasib bangsa. Oleh karena itu, dalam pemilu kali ini, mari kita berdoa sungguh hati, agar proses pemilu berjalan lancar dan sukses, serta berpartisipasi langsung dengan datang ke Tempat Pemungutan Suara untuk menggunakan hak pilih. Pilihan apa pun yang kita buat, hendaknya pilihan tersebut didasarkan pada suasana jiwa Buddha dan keinginan untuk membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik. eee
Juli 2014 | Samantabadra
1
Samantabadra Samantabadra CERAMAH GOSYO Ketua Umum NSI Ketua Dharma NSI Dharma Duta
Marching Band Mandarava NSI, Juni 2014
O
rang yang disebut Buddha adalah tabib unggul yang tak dapat
Halaman Muka
K
eindahan pantai dan laut di Lampung, wilayah di mana akan diselenggarakannya TGM 27.
diperbandingkan atau dipersamakan dengan orang-orang tersebut. Buddha
ini sekarang membabarkan obat untuk tidak mati, yaitu kelima asksara MyoHo-Ren-Ge-Kyo. Bahwa kelima aksara ini dibabarkan sebagai obat manjur untuk penyakit umat di seluruh dunia.
LIPUTAN Diskusi KU NSI dengan Seto Mulyadi (Kak Seto) Kensyu Sumut NSI 2014 Duet Violis Cilik NSI pada Pembukaan FAN Dokyo Syodai Waisak 2014 NSI Wilayah DKI Jakarta MATERI AJARAN Gosyo Kensyu Surat Balasan Kepada Matsuno Dono Gosyo Cabang Memperpanjang Karma Tetap Forum Diskusi Karma untuk Perombakan Nasib REFLEKSI Makna Kasih Sayang Sesungguhnya
WAWASAN Education for Our Children
(Surat Balasan Kepada Myosyin-Ama)
3 7 12 14 15 16 18
19
Samantabadra | Juli 2014
gosyo kensyu SURAT BALASAN KEPADA MATSUNO DONO liputan PEMBUKAAN FORUM ANAK NASIONAL 2014 liputan KENSYU SUMATERA UTARA
MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT
PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA
J u l i
2 0 1 4
07 # 246
KESEHATAN Fakta tentang Pedofilia CERITA SUTRA Raja Asoka
77 79
RESEP Telur Gabus
82
BERITA DUKA CITA
82
JADWAL KEGIATAN
83
VIHARA DAN CETYA NSI
84
52
14
15
65
72
16
74
Untuk saran, masukkan, dan informasi lebih lanjut, silahkan hubungi kami di : Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia
2
SAMANTABADRA |JULI 2014 | NOMOR. 246
daftar isi
Juli 2014
PENERBIT Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) PELINDUNG Dewan Pimpinan Pusat NSI PENASEHAT Suhadi Sendjaja PENANGGUNG JAWAB Sumitra Mulyadi PEMIMPIN REDAKSI Minto WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Samanta KONTRIBUTOR Silviani, Megah Ria, Kyanne Virya, Steven Anthony STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999
18
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja “Surat balasan kepada Myosin Ama Goze” Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 24-25 Mei 2014
Nammyohorengekyo, Gosyo yang kita bahas pada bulan ini adalah mengenai penyakit. Akhirakhir ini beberapa umat menyampaikan kepada saya, bahwa mereka menemui kesulitan penyakit pada mereka atau keluarga mereka. Beruntunglah kita yang telah bertemu dengan Nammyohorengekyo, kita memiliki harapan untuk mengatasi penyakit dan tetap menjalani hidup dengan gembira dan penuh kesadaran. Di dalam agama Buddha dijelaskan, bahwa Buddha adalah tabib yang paling hebat, tabib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit manusia. Siklus normal makhluk hidup adalah lahir, tua, sakit dan mati. Umumnya manusia enggan menghadapi kematian. Seenggan apapun, manusia
pasti akan mati. Di sisi lain, pada saat sakit parah mungkin ada orang yang akan kehilangan harapan hidup dan inginnya cepat-cepat mati saja, menganggap formalitas hidupnya sudah terpenuhi; menikah, membesarkan anak, lalu berpikir bahwa sayang jika uang harus keluar terus untuk rumah sakit. Siklus hidup adalah suatu proses alamiah. Semua orang; yang kaya, yang miskin, yang pintar, yang bodoh, yang baik, yang jahat, pasti mengalami proses lahir, tua, sakit dan mati. Namun demikian, tidak semua orang memiliki kebijaksanaan untuk menjalani proses hidup yang dapat memberikan kebaikan terbaik bagi dirinya dan kehidupan orang-orang di sekitarnya. Di sinilah peran penting dharma, karena mengajarkan kita untuk
dapat memaknai perihal siklus hidup (termasuk di dalamnya kematian), agar kelak tidak timbul penyesalan-penyesalan mendalam ketika menjelang ajal. Dalam perjalanan hidup, adakalanya kita bertanya, “Mengapa saya sakit? Bukan orang lain saja yang sakit?” Atau, “Katanya agama Buddha adil? Selama ini saya merasa selalu berbuat baik, aktif dalam susunan, kegiatan kesenian, kok masih dapat penyakit?” Agar pemikiran kita tidak terjebak dalam kondisi yang tidak bisa menerima / menolak kenyataan, terlebih dahulu kita perlu memahami apa itu penyakit. Penyakit bukanlah hukuman. Umumnya, penyakit timbul karena ulah kita sendiri yang tidak menjalankan pola hidup sehat. Jika pun Juli 2014 | Samantabadra
3
ceramah gosyo kita menderita penyakit yang diturunkan secara genetika, tidak perlu kita meratapi penyakit kita. Kenyataannya kita masih hidup dan bernapas. Yang harus kita lakukan adalah memanfaatkan waktu hidup kita sebaik mungkin, dengan segala potensi dan keterbatasan yang kita miliki. Oleh karena itu, pedoman hidup menjadi sangat penting dalam membimbing pola pikir kita ke arah yang positif, tidak mudah menyerah / putus asa, penuh harapan, berbaik sangka. Dengan menyebut Nammyohorengekyo di depan Gohonzon, kita dapat memunculkan sifat-sifat baik ini dari dalam diri kita. Kita juga tidak perlu merisaukan akan ke mana atau bagaimana kita setelah kita mati nanti. Dalam ajaran Buddha, kita belajar bahwa agar dapat hidup secara maksimal, kita perlu memahami kematian. Jiwa kita kekal abadi, pada dasarnya ketika kita mati, unsur yang menyatukan raga dan pikiran kita terurai. Karma masing-masing makhluk hidup kekal di dalam unsur jiwa. Dengan pemahaman ini, kita akan berupaya untuk melakukan yang terbaik di dalam hidup ini, 4
Samantabadra | Juli 2014
karena perjalanan jiwa tidak berhenti pada saat kematian. Dengan itikad untuk mewujudkan hidup yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan, kita mampu merasakan kebahagiaan yang dijelaskan oleh Buddha, sebagai kondisi dari munculnya jiwa Buddha. Kondisi ini yang akan membuat kita tidak terikat ketika menghadapi ajal, dan tidak terjebak dalam penyesalan semasa hidup kali ini. Kita pun sekaligus memupuk tumpukan karma baik yang akan dibawa oleh gudang karma kita mengarungi alam semesta. Gosyo ini disampaikan kepada seseorang yang suaminya sedang menderita sakit. Niciren Daisyonin memberikan dorongan dan semangat, bahwa Nammyohorengekyo - Saddharmapundarikasutra, adalah sutra yang utama. Ada dua aliran utama dalam agama Buddha, yaitu Mahayana (Kendaraan Besar) dan Hinayana / Teravada (Kendaraan Kecil). Kendaraan kecil hanya dapat mengangkut orang dengan jumlah yang terbatas, oleh karena itu hanya orang-orang tertentu saja yang bisa diangkut oleh kendaraan
ini. Pada fase ini, Buddha belum menjelaskan, bahwa seseorang dapat menjadi Buddha, sehingga belum bisa mengangkut semua umat manusia. Kendaraan besar bisa mengangkut semua orang, karena sudah menjelaskan bahwa semua orang bisa menjadi Buddha, jadi semua orang bisa naik ke kendaraan itu. Niciren Syosyu adalah aliran dari Mahayana. Di dalam Mahayana, Buddha bukan hanya Buddha Sakyamuni, tetapi ada juga Buddha Niciren Daisyonin. Jadi di dalam Mahayana, Niciren adalah Buddha. Saddharmapundarikasutra adalah sutra terakhir yang dijelaskan oleh Buddha Sakyamuni (delapan tahun sebelum Beliau moksha). Buddha Sakyamuni mengatakan, “Saddharmapundarikasutra adalah tujuan kelahiran-Ku dan sekarang Aku akan menjelaskan hal yang sebenarnya.� Ajaran Buddha Niciren yang kita pelajari merupakan bagian dari ajaran delapan tahun terakhir dari Buddha Sakyamuni, yaitu Saddharmapundarikasutra, yang menjelaskan bahwa semua orang bisa menjadi Buddha.
Ketua Umum
Sebelum memasuki Saddharmapundarikasutra, dijelaskan bahwa perempuan, orang jahat dan dwiyana tak bisa menjadi Buddha, hanya laki-laki yang bisa menjadi Buddha. Buddha Sakyamuni selama 40 tahun lebih di awal masa membabarkan dharma, belum mengajarkan inti hakikat dari agama Buddha. Di dalam Agama Buddha ada tiga kelompok yang membuat karma buruk; pertama; lima dosa besar, yaitu membunuh Ayah, membunuh Ibu, mengeluarkan darah dari tubuh Buddha, membunuh Arahat, dan memecah belah susunan. Kedua; Ichantika. Ichantika adalah orang yang tak bisa percaya agama Buddha, susah masuk ke dalam pintu Kesadaran Buddha. Ketiga adalah Pemfitnah Dharma. Dharma adalah ajaran kebenaran, yang intinya berupa penjelasan bahwa semua manusia mempunyai kesadaran, tidak pandang kaya-miskin, bodoh-pintar. Masing-masing orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi Buddha. Inilah keunggulan dari Saddharmapundarikasutra.
Buddha Sakyamuni bisa menjadi Buddha karena menjalankan Kebodhisattvaan, ini adalah sebab pokoknya, jadi Buddha adalah akibat, bukan titisan. Gerakan Kebodhisattvaan adalah gerakan hidup yang selalu memikirkan kebahagiaan orang lain. Buddha Sakyamuni mengatakan, yang bisa memunculkan jiwa Buddha adalah Nammyohorengekyo, maka menyebut Nammyohorengekyo harus yang baik. Menjadi Buddha itu tidak memerlukan hal-hal yang istimewa. Buddha kita adalah Buddha Niciren, Dharma kita adalah NammyohorengekyoSaddharmapundarikasutra, Sanghanya Nikko Syonin. Setiap manusia harus menjalankan pertapaan Kebodhisattvaan untuk bisa memunculkan kebuddhaan. Oleh karena itu, jika ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa untuk memunculkan kebuddhaan harus melalui perantara orang lain, itu adalah bentuk pemfitnahan Dharma, menyalahi ajaran yang sebenarnya. Begitu juga dengan orang tidak percaya dan melaksanakan Saddharmapundarikasutra dengan benar, itupun
pemfitnahan Dharma, karena mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Hal tersebut bisa dilakukan oleh siapa, termasuk kita yang telah belajar ajaran. Di sinilah pentingnya kita bisa menjalankan ajaran dalam sikap hidup kita karena kita melakukan pertapaan Kebodhisattvaan. Buddha adalah tabib yang paling unggul dan paling hebat yang bisa mengobati segala macam penyakit. Penyakit ada dua kelompok, yaitu penyakit jasmani dan penyakit kejiwaan, tapi Ajaran Buddha mengatakan, semua sumber penyakit adalah dari hati. Kalau penyakit jasmani tidak perlu Buddha, cukup pergi ke dokter. Tapi yang namanya sakit jiwa yang bisa menyembuhkan hanya Buddha, yaitu dengan Saddharmapundarikasutra atau Myoho atau Myohorengekyo dan penyakit kejiwaan ini menjadi sumber dari penyakit jasmani. Sebenarnya penyembuhan penyakit yang menjadi faktor penting adalah perasaan jiwa kita. Intinya ada dua hal yang ingin disampaikan oleh Buddha kita. Pertama, mati adalah hal yang pasti Juli 2014 | Samantabadra
5
ceramah gosyo terjadi, ini adalah Hukum Kefanaan, artinya berlaku kepada semua makhluk hidup, bukan hanya umat manusia lahir, tua, sakit, mati. Mati adalah satu fase untuk hidup kembali. Biasanya orang kalau sakit ingin buru-buru sembuh, sebab takut mati. Buddha menjelaskan bahwa mati itu pasti terjadi pada semua orang. Tapi harus mati dalam kesadaran. Niciren Daisyonin berpesan, walaupun suami penerima surat ini meninggal, tetapi meninggalnya dalam keadaan baik. Orang yang memahami Agama Buddha yang sebenarnya, harus bisa memahami apa kematian itu sehingga mati dalam kebahagiaan, demikian juga ketika hidup dalam kebahagiaan. Inilah hebatnya kita, agama kita bukan hanya untuk hidup saja atau untuk mati saja. Tetapi Agama Buddha kita bahagia untuk hidup dan bahagia untuk mati. Kalau kita hidup ingin bahagia, lepaskan diri dari keterikatan dan penderitaan. Kita perlu melakukan sesuatu hal positif untuk kita maju. Penyakitpun seperti itu, jangan dipikir kalau sakit tentu mati, belum tentu. Nyatanya banyak orang 6
Samantabadra | Juli 2014
yang tidak sakit, tahu-tahu mati. Seperti lagi enakenak naik mobil, dia tabrak trotoar terbalik mobilnya dia mati terjepit mobilnya. Jadi, sakit belum tentu mati dan mati pun belum tentu karena sakit. Kita diberi kesadaran dan penerangan ketika kita sakit, tangkaplah dengan Kesadaran Buddha. maknailah lewat Kesadaran Buddha, bahwa ternyata dengan sakit ini kita ingin lebih sungguh-sungguh menjalani hati kepercayaan. Ada juga orang yang sering sakit, malah dia tak mati-mati karena dia jadi lebih hati-hati menjaga kesehatannya dan sakitnya membuat dia lebih pintar menghadapi penyakit. Jadi saat kita sakit, jangan terikat oleh penderitaan dan andaikata kita sampai mati, itu adalah 10 dunia, 10 alam yang dimiliki oleh setiap fenomena, yaitu dari dunia Neraka sampai dengan Dunia Buddha. maka kita harus mencapai ketenangan di dalam hidup untuk mempersiapkan saat kita mati. Jadi saat kita mati jangan ada di suasana jiwa tiga dunia buruk. Saat ajal kita ingin ada di dunia Buddha sambil menyebut Nammyohorengekyo. Niciren Daisyonon
mengatakan dalam Gosyo ini; Andaikata tidak dapat seperti itu dan ada gangguan dari setan-setan jahat, katakan saja, “Saya murid Niciren”, pasti lewat dan perasaan kita “Setiap saat adalah Ajal” maka setiap saat perasaan jiwa kita harus kita benahi, sehingga selalu ada di dunia Buddha, saat kita matipun, kita berada di dunia Buddha. Kita perlu memahami bahwa yang terpenting adalah sikap hidup diri kita lah yang akan menentukan bahagia atau tidaknya diri kita dalam hidup ini maupun ketika menjelang ajal. Jangan sampai seharihari kita berbuat jahat, lalu berharap dapat terlepas dari karma buruk semasa hidup ketika menjelang ajal disembahyangi oleh orang lain. Agama Buddha tidak mengajarkan seperti itu. Buddha juga mengatakan “Saya tidak bisa mendoakan, apalagi umat biasa”, maka sendiri yang harus membuat sebab-sebab baik saat masih hidup. eee
Ketua Dharma
Rangkuman Ceramah Ketua Dharma NSI Bapak Sumitra Mulyadi “Surat Balasan kepada Myosin Ama Goze” Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 24-25 Mei 2014
Nammyohorengekyo,
tapi ketika datang karma dari masa lampau yang berupa penyakit “Surat balasan kepada berat, sebagai manusia Myosin Ama Goze” ini biasa merasa khawatir, ditulis pada tanggal 16 sehingga akhirnya bulan 8 tahun 1278 dan diberikan kepada Myosin bersungguh-sungguh Ama sebagai surat berita menjalankan pertapaan Daimoku. Maka Niciren “Mengenai penyakitnya Daisyonin katakan Nyudo Dono (Takahasyi penyakit itu bukan satu Dono)”, dan Myosin Ama diperkirakan adalah isteri hal yang buruk seperti malapetaka, tapi kalau dari Takahasyi Rokuro diambil hikmahnya Hyoe Nyudo dari Negeri untuk meningkatkan Suruga di daerah Fuji. Myosin Ama Goze hati kepercayaan dalam menghadapi penyakit. melaporkan tentang Di Tiongkok maupun di penyakit suaminya kepada Niciren Daisyonin, India ada tabib yang bisa menyembuhkan penyakit karena penyakitnya, dari segi fisik, sedangkan Takahasyi Rokuro Dono bangkit kembali Buddha adalah tabib yang unggul karena dapat hati kepercayaannya mengatasi penyakit dari yang selama ini segi fisik maupun dari sudah melemah. Ini segi hati, yaitu penyakit biasa, kadang-kadang karma, maka Buddha dalam keadaan masih lebih dari para tabibsehat kurang begitu tabib itu yang hanya bisa memperhatikan jiwa,
mengobati penyakit fisik, maka untuk orang-orang yang menderita penyakit badan, cukup ke tabib bisa sembuh, seperti kita ke Dokter yang memberikan resep dan kita sembuh. Tapi, yang namanya penyakit karma, mereka tak bisa menyembuhkan, yang bisa adalah Buddha. orang yang disebut Buddha adalah tabib yang paling unggul, yang tak dapat diperbandingkan. Buddha membabarkan kelima aksara Myo Ho Ren Ge Kyo, bahwa kelima aksara ini adalah obat untuk mengobati penyakit di seluruh dunia, sebab Buddha Sakyamuni mengatakan dalam Saddharmapundarikasutra, bahwa obat ini Juli 2014 | Samantabadra
7
ceramah gosyo untuk mengobati penyakit seluruh umat manusia di seluruh dunia di masa akhir Dharma. Nyudo Dono adalah manusia negeri Jepang dalam dunia ini. Terlebih lagi penyakit yang diderita adalah penyakit badan, sehingga jelaslah kalimat sutra adalah obat manjur untuk penyakit tersebut. Bahkan Myo Ho Ren Ge Kyo adalah obat terbaik tiada tara. Virudhaka telah membunuh 500 orang lebih wanita yang satu suku dengan Buddha Sakyamuni. Maka Buddha Sakyamuni mengutus Ananda ke tanah Buddha untuk mendapatkan teratai biru. Bunga tersebut disentuhkan ke badan 500 lebih wanita yang terbunuh, dan mereka hidup kembali. Bunga yang disebut teratai bagaikan mengandung kebajikan yang terunggul, dan Buddha menyamakannya dengan Myoho. Orang meninggal bukan hanya (belum tentu) karena sakit, orang yang tak sakit juga bisa meninggal. Ketika terjadi serangan dari tentara Mongolia 8
Samantabadra | Juli 2014
pada jaman itu 2 kali. Pertama adalah tahun 1274, yang kedua pada tahun 1281, penduduk Iki dan Tsusyima pada jaman itu seluruhnya telah dibunuh pada saat yang bersamaan oleh tentara Mongolia. Juga karena bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, banyak orang yang meninggal saat itu, mereka saat itu semua dalam keadaan sehat. Jadi, Niciren Daisyonin memberikan dorongan kepada Nyudo Dono bahwa kamu belum tentu meninggal karena sakit dan mungkin pula penyakit ini diatur oleh Buddha. Arti hal ini dibabarkan di dalam Sutra Vimalakirti dan Sutra Nirvana yaitu bahwa orang yang berpenyakit dapat menimbulkan hati yang menuntut jalan Kebuddhaan, artinya karena sakit dia meningkatkan hati kepercayaannya lebih sungguh-sungguh karena sebagai manusia biasa ia ingin sembuh dari penyakitnya, tapi yang paling utama adalah bukan dia sembuh atau tidak, tapi karena dia
meningkatkan hati kepercayaannya, maka karma buruk dari masa lampaunya bisa dihapuskan. Di antara seluruh penyakit, Buddha paling memperhatikan; kelima dosa berat, yaitu membunuh ayah, membunuh ibu, membunuh arahat, mengeluarkan darah dari tubuh Buddha dan memecahbelah susunan; ichantika adalah orang yang tak percaya kepada Hukum Buddha atau Saddharmapundarikasutra dan; pemfitnah Dharma yaitu tak percaya kepada Saddharmapundarikasutra. Jadi Buddha sangat memprihatinkan penyakit ini, tapi kalau menjalankan dengan sungguh hati pasti semua penyakit itu bisa diatasi. Dikatakan orang yang jatuh ke tanah dengan berdiri dari tanah, ia bisa bangun kembali artinya bangkit kembali. Jadi karena maitri karuna Buddha, seberat apapun karma kita, kalau kita percaya Buddha, menyebut Nammyohorengekyo dan
Ketua Dharma
bertobat, menjalankan dengan sungguhsungguh, maka karma seberat apapun akan terhapuskan, jadi orang yang sakit adalah bagaimana menghapus karma masa lampau. Meninggal adalah hal yang biasa karena lahir, tua, sakit dan mati, siapapun mengalaminya, tapi umumnya kita berfikir bisa sembuh sehingga di saat kritis lalu pindah agama, banyak umat yang melakukan hal itu dan ternyata ia meninggal juga. Maka kita harus memaknai pemahaman dari hidup mati ini, bahwa jiwa kekal abadi, 3 masa, bukan hanya masa ini saja, tapi lampau, sekarang dan yang akan datang, meninggal itu bukan akhir dari segalanya, tapi awal dari kehidupan masa yang akan datang. Jadi ketika kita menderita penyakit berat dan kita sungguhsungguh menjalankan, kita menghapus karma masa lampau kita dan memupuk kurnia kebajikan, ini akan kita bawa ke masa yang akan datang dan kita meninggal adalah hal
yang sudah pasti karena karma tetapnya tiba ia akan meninggal dengan membawa karma yang baik, tapi kalau hanya mau sembuh saja, sehingga lari ke ajaran yang lain dan saat ia meninggal, lahir kembali, ia tidak membawa kurnia kebajikan, bahkan sebaliknya, terjadi pemfitnahan Dharma. Di antara seluruh penyakit, Buddha paling memprihatinkan kelima dosa besar, icchantika dan pemfitnahan Dharma sebagai penyakit yang terberat. Manusia negeri Jepang sekarang tanpa terkecuali seorang pun, semuanya menderita penyakit terbesar dan terberat, yakni penyakit terparah dari pemfitnahan Dharma besar. Guru-guru sekte Zen, sekte Nembutsu, sekte Ritsu dan sekte Syingon menderita penyakit yang terlalu berat, sehingga baik diri sendiri maupun orang lain tidak mengetahui penyakitnya. Karena itu penyakit (pemfitnahan Dharma) sudah melampau batas, maka tentara dari
4 penjuru laut akan segera menyerang, baik Raja, Menteri maupun puluhan ribu rakyat akan tenggelam (dalam laut). Peristiwa ini amat memprihatinkan untuk dilihat dengan mata kepala sendiri. Niciren Daisyonin sangat prihatin karena bagaimanapun Beliau sangat menyayangi negeri-Nya dan bangsaNya. Pada masa sekarang kelihatannya hati kepercayaan Nyudo Dono kepada Saddharmapundarikasutra tidak kuat lagi. Tetapi, kini nasib masa lampau membuatnya menderita penyakit lama ini, karena penyakit itu siang dan malam selalu timbul keinginan untuk menjalankan hati kepercayaan, sehingga percaya kepada Saddharmapundarikasutra. Dosa kecil yang dibuat pada masa sekarang, mungkin sudah dihapuskan dan karena kebajikan menganut Saddharmapundarikasutra, keburukan besar dari pemfitnahan Dharma juga akan terhapus. Bila akan datang ia harus Juli 2014 | Samantabadra
9
ceramah gosyo pergi ke Ryojusen sama seperti matahari yang menerangi sepuluh penjuru dunia, ia merasa gembira dapat meninggal dengan segera, ini satu hal, kita sering melihat orang yang sakit berat mau meninggal juga banyak yang susah, orang yang karmanya berat, mau meninggalnya susah, maka Niciren Daisyonin mengatakan Nyudo merasa gembira karena meninggal dengan segera karena ini satu hal yang tergantung karmanya. Dan, apapun yang terjadi di jalan sebelum terlahir kembali (Jalan Chu-u) katakanlah, “Saya adalah murid Niciren”. Di negeri Jepang yang kecil juga, bila mengatakan saya adalah karyawan Sagami No Mori akan ditakuti tanpa alasan. “Meskipun mungkin Niciren bukanlah Guru Dharma nomor satu di negeri Jepang, namun karena percaya kepada Saddharmapundarikasutra menjadi orang yang paling bijaksana di seluruh dunia. Nama ini terdengar sampai sepuluh penjuru tanah suci. Mungkinkah langit dan 10
Samantabadra | Juli 2014
bumi tidak mengetahui hal ini? Bila mengatakan sebagai murid Niciren, setan buruk seperti apapun tidak mungkin mengatakan tidak mengetahui nama Niciren”. Bagaimanapun tak terkatakan rasa terima kasih Saya atas kesungguhan hati yang berulang kali. Sampai jumpa lagi. Di dalam sutra lain ada menerangkan ada 10 Raja untuk menentukan setelah meninggal dia tempatnya dimana? 10 dunia dari dunia neraka sampai dengan dunia Buddha. Jadi 7 hari pertama dia bertemu 1 Raja, kalau raja ini belum bisa menentukan tempatnya di mana, ia akan jalan lagi ke 7 hari kedua dan kalau masih belum bisa ditentukan juga, ia akan jalan lagi sampai 7x7 hari dan di Raja ke-5 dia punya cermin bagaimana kehidupannya sebelum dia meninggal, kalau belum bisa menentukan juga, dia jalan lagi selama 7 hari lagi sampai 7x7 hari, lalu sampai ke raja 7x10 tergantung jumlah sumbangan besar atau
kecil, kalau tidak sumbang akan jatuh ke neraka. Jadi ada kepercayaan seperti itu dan ada upacaraupacara seperti itu. Tapi, kalau kita baca Gosyo Niciren Daisyonin disini dalam perjalanan untuk lahir kembali, kalau bertemu apapun juga sekalipun setan buruk apapun katakana “Saya adalah murid Niciren”, pasti lewat. Disini karena kekuatan dari Nammyohorengekyo, jadi tak usah lewat raja-raja itu, tergantung kekuatan hati kepercayaan kita sampai dimana? Tapi disini bukan berarti kita tidak usah sembahyang 7 hari ke depan dan lain-lain, ini adalah satu kesungguhan kita terhadap keluarga tapi pemahamannya kita harus mengerti bukan seperti itu lagi. Lewat Nammyohorengekyo semua akan lancar, itu harus menjadi keyakinan kita. Jadi, Niciren Daisyonin membimbing kepada Nyudo Dono ini tak perlu takut, kalau hati kepercayaannya kuat, pasti semua lancar. Monyet mengandalkan pohon, ikan
Ketua Dharma
mengandalkan air, wanita mengandalkan pria. Karena merasa sedih dan sayang akan berpisah, Anda mencukur rambut dan mengenakan kimono berwarna abuabu, tentu Buddha 10 penjuru akan menyayangi dan mengasihani dan percayalah Saddharmapundarikasutra pun tidak akan melupakan serta semakin bergiatlah melaksanakan hati kepercayaan. Jadi Niciren Daisyonin memberi semangat kepada Ibu ini karena Ibu ini telah mencukur rambut untuk menjadi Bhikkuni sehingga Niciren Daisyonin sangat terharu dengan kesungguhan hati Ibu ini dalam memperhatikan suaminya.
Di sini memperingati kita bahwa meninggal adalah bukan satu hal yang buruk, yang penting adalah bisa menghapus karma masa lampau kita. Semua akan kita tinggalkan karena semua adalah fana tapi musnah dengan kesadaran menjadi kegembiraan. Kalau sakit dengan percaya Gohonzon dan sungguhsungguh jalankan bisa memperpanjang karma tetap, tapi walalupun sudah diperpanjang kita tak bisa lewat dari Hukum Alam yaitu lahir, tua, sakit dan mati, dan itu bukan akhir dari segalagalanya sehingga menjadi susah hati. Yang penting adalah bisa menghapus karma masa lampau dan memupuk rejeki jiwa
untuk masa yang akan datang. Memang kita sebagai manusia biasa, semua takut mati, bukan begitu? Tapi Buddha mengajarkan kepada kita bahwa meninggal itu bukan akhir, tapi awal untuk kehidupan yang akan datang harus dibawa karma yang baik, jangan karma yang buruk yang dibawa. Gosyo ini menjelaskan pemikiran yang benar berdasarkan Saddharmapundarikasutra. Niciren Daisyonin mengatakan bahwa meninggal bukanlah satu hal yang menakutkan dan lain-lainnya, yang penting adalah hati kepercayaan kita kepada GohonzonSaddharmapundarikasutraNammyohorengekyo. eee
Catatan
Juli 2014 | Samantabadra
11
ceramah gosyo
Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman “Surat Balasan Kepada Myo-sin Ama Goze� Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 24-25 Mei 2014
Nammyohorengekyo, Di katakan di dalam Gosyo yang kita bahas kali ini; “Monyet mengandalkan pohon, ikan mengandalkan air, wanita mengandalkan pria. Karena merasa sedih dan sayang akan berpisah, Anda mencukur rambut dan menggunakan kimono berwarna biru. Tentu Buddha 10 penjuru akan menyayangi dan mengasihani dan percayalah Saddharmapundarikasutra pun tidak akan melupakan serta semakin bergiatlah melaksanakan hati kepercayaan�. Saat itu suami Myosyin Ama sedang sakit, memang seorang isteri atau seorang suami saat yang mendampingi mereka sedang sakit bukan main memikirkan bagaimana 12
Samantabadra | Juli 2014
caranya agar pasangannya bisa sembuh dan sangat takut pasangannya meninggal, maka Myosyin Ama mencukur rambutnya dengan mengharapkan suaminya bisa sembuh, dia rela mau menjadi Bhikkuni. Padahal rambut adalah mahkota wanita, ia begitu berjuang untuk kesembuhan suaminya. Kita berkeluarga rasanya biasa-biasa saja, apalagi kalau sudah lama berkeluarga rasanya sama seperti kakak-adik. Ini jaman dulu wanita mengandalkan pria, sebab wanita bodoh, maka takut suaminya meninggal sebab tak mempunyai keterampilan/kepandaian untuk meneruskan hidup, maka dikatakan wanita mengandalkan pria. Tapi jaman sekarang wanita sudah bisa berdikari untuk
hidupnya, tapi bukan berarti antara pria dan wanita itu masing-masing. Ini bisa dirasakan saat kita jatuh sakit, kita pasti perlu bantuan keluarga untuk melayani kita. Kemarin sudah disinggung kelainan seksual yang tak sewajarnya, itu bisa terjadi karena tidak adanya keharmonisan keluarga. Saat terjadi keributan antara suami dan isteri, anak-anak mereka pasti menyaksikannya. Kalau papanya menganiaya mamanya, akan timbul kebencian pada laki-laki, sebaliknya kalau ibunya lebih dominan, maka anak wanitanya bisa cari yang wanita juga. Maka kita yang sudah Nammyohorengekyo ini harus mewujudkan keluarga yang harmonis,
Dharma Duta
jangan sampai terjadi yang demikian. Kadangkadang karena anak kita banyak, maka kita tidak bisa mendidiknya. Maka jaman sekarang, begitu anak pulang sekolah, sudah dibawa ke tempat les, kalau tak ada ulangan, pulang cepat jam 7 sampai di rumah, tapi kalau ada ulangan, mungkin jam 9 baru sampai di rumah, langsung tidur, mamanya hanya tahu anaknya sudah pulang, karena kurang perhatian dari mamanya, maka anak mencari orang lain yang bisa mengerti dia. Maka kita berkeluarga, makin tua rasanya seperti biasa-biasa saja, tapi sebetulnya harus semakin mendalami dan pendidikan bagi anak Balita itu sangat penting untuk masa depan mereka. Tahun ini TANSI kita mengundang Kak Seto yang mengetahui jiwa anak, mendidik anak sampai bagaimana mamanya menghadapi anak-anaknya itu akan dijelaskan, maka BapakIbu jangan pikir TANSI ini tak ada manfaatnya, maka alangkah terima kasihnya kita punya obat yang paling manjur yakni Nammyohorengekyo, karena
Nammyohorengekyo ini adalah Hukum Alam Semesta yang sudah ada sejak lampau sampai sekarang dan selanjutnya. Buddha mengambil contoh, Buddha Sakyamuni mengutus Ananda untuk mengambil bunga teratai biru untuk disentuhkan ke badan wanita-wanita yang sudah terbunuh dan hidup kembali dan 7 hari kemudian terlahir di surga Trayastrimsa. Bunga yang disebut Teratai bagaikan mengandung kebajikan yang terunggul, sehingga Buddha menyamakannya dengan “Myoho�. Maka Nammyohorengekyo keunggulannya, kegaibannya seperti ini. Jadi, kita yang sudah percaya Nammyohorengekyo, walaupun kita sudah meninggal akan hidup kembali, karena jiwa kekal abadi dan saat lahir kembali tidak akan jatuh ke dalam 3 dunia buruk, tetapi surga Trayatrimsa artinya bahagia atau tercapai kesadaran Buddha. Jadi kita bisa merasakan begitu hebatnya Nammyohorengekyo yang bisa menyembuhkan penyakit-penyakit seluruh umat manusia.
Kita lahir, tua, sakit dan mati, siapapun pasti mati, tapi semua tergantung perasaan jiwa kita dan memang saat ajal adalah sekarang, memang kita tak tahu. Ada yang mati tak melalui sakit seperti tabrakan di kendaraan, bencana alam, pembunuhan dan lainlainnya lagi. Maka, saat lagi sehat, sungguh-sungguh jalankan membuat rejeki jiwa, jangan kalau sudah sakit baru mau sungguhsungguh jalankan, atau kalau ada yang antar jemput ke pertemuan baru mau datang ke pertemuan, atau saat kita sakit atau ada kesulitan, jangan pikir ini adalah hukuman dari Gohonzon, tapi semua adalah Hukum Sebab Akibat, ada hikmah baiknya, racun jadi obat untuk saya agar sadar kembali dan mau jalankan dengan sungguhsungguh. Duduk di depan Gohonzon, Daimoku, tinjau diri kenapa akibatnya seperti ini, setelah ketemu sebabnya, tekad perbaiki yaitu perombakan sifat jiwa kita sehingga perilaku kit asesuai dengan ajaran Buddha. eee
Juli 2014 | Samantabadra
13
liputan
Persiapan Tansi 23 Diskusi Ketua Umum NSI dengan Seto Mulyadi
P
ada Tansi 23, NSI mengundang pakar psikologis dan aktivis perlindungan anak Seto Mulyadi, atau yang dikenal dengan “Kak Seto�, untuk hadir sebagai pembicara. Dalam upaya tersebut, Ketua Umum NSI dan tim pelaksana bertemu dengan Seto Mulyadi pada tanggal 22 Mei 2014 untuk berdiskusi lebih lanjut. Kak Seto menyatakan kesediaannya untuk hadir pada kegiatan Tansi 23, dan akan memberikan wawasan kepada anakanak NSI tentang bagaimana agar menjadi anak-anak yang mandiri dan waspada terhadap lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. (Sam) 14
Samantabadra | Juli 2014
Kensyu Sumatera Utara Mei 2014
Upacara gongyo dipimpin oleh Ketua Umum NSI
Generasi muda NSI Sumut memainkan alat musik rebab
Umat NSI Sumatersa Utara mendengarkan pembabaran dharma.
P
ada tanggal 17-18 Mei 2014, DPP NSI mengadakan kensyu di Vihara Vimalakirti Medan. Segenap umat NSI Medan dan sekitarnya berkumpul di vihara untuk mendengarkan pembabaran dharma. Seusai sesi pembabaran dharma di hari pertama, generasi muda NSI Sumatera Utara memperlihatkan kebolehan mereka bermain alat musik rebab. Kiranya kegiatan kensyu ini dapat semakin meningkatkan pengamalan syinjin umat NSI Sumatera Utara sehingga dapat memperoleh kebajikan hidup dari waktu ke waktu. eee Juli 2014 | Samantabadra
15
liputan
Duet Violis Cilik NSI pada Pembukaan Forum Anak Nasional 2014
F
orum Anak Nasional (FAN) 2014 yang berlangsung dari tanggal 01-04 Mei 2014 merupakan rangkaian Peringatan Hari Anak Nasional 2014, yang setiap tahunnya diperingati pada tanggal 23 Juli. Dengan mengusung tema Nasionalisme, Kebhinekaan dan Persaudaran, FAN 2014 diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi anak-anak untuk bangga menjadi anak Indonesia dan termotivasi untuk berprestasi. 16
Samantabadra | Juli 2014
Tema tersebut dipilih sejalan dengan dinamika pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya yang terus berkembang di era globalisasi, yang juga di sisi lain merupakan tantangan dalam mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak. FAN 2014 bertempat di Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI (PP & PA RI) bekerja
sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. NSI mendapat kehormatan diundang oleh Kementerian PP & PA RI, untuk menampilkan violis cilik NSI, Justin (15) dan Delicia (10) pada pembukaan sesi diskusi nasional yang dibuka oleh Menteri PP & PA RI, Ibu Linda Amalia Sari, dan menghadirkan nara sumber Bapak Anies Baswedan dan Bapak Pandji Pragiwaksono. Violis cilik NSI membawakan lagu “Minuet” dan “Tanah Airku”.
Penampilan mereka disambut hangat dan antusias oleh seluruh peserta FAN 2014. Ibu Menteri dan para nara sumber juga memberikan apresiasi terhadap penampilan mereka yang memukau. (Sam)
Referensi: http://www.menegpp.go.id/v2/ index.php/component/content/article/9anak/584-press-release-melalui-forum-anaknasional-imagesstories
Juli 2014 | Samantabadra
17
liputan
Dokyo Syodai Peringatan Waisak 2014 NSI DKI Jakarta P
Ketua Wilayah NSI DKI memimpin upacara dokyo syodai
eringatan Waisak di Vihara Saddhapaributa NSI pada tanggal 15 Mei 2014, dihadiri oleh umat NSI dari daerah Jabodetabek. Acara diawali dengan upacara dokyo syodai tepat pukul 10 pagi, yang dipimpin oleh Ketua Wilayah NSI DKI Jakarta, Bapak Niki. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Dharma NSI, Bapak Sumitra Mulyadi. Pada sambutannya, Bapak Sumitra menyampaikan beberapa hal yang perlu kita maknai pada perayaan waisak kali ini, yakni mengenai balas budi kepada Triratna (Buddha, Dhamma dan Sangha) dan makin sungguhsungguh dalam menjalankan hati kepercayaan dan penyebarluasan dharma yang tidak tergantung pada status sosial, pendidikan, dan lain-lain. Sekjen NSI, Bapak Minto juga menambahkan mengenai makna syinjin yang sesungguhnya, yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Hati kepercayaan dan kehidupan itu tidak bisa dipisahkan. Apapun yang kita lakukan dalam hidup kita adalah bagian dari hati kepercayaan. Sebagai penutup acara, paduan suara bapakibu NSI ikut memeriahkan peringatan perayaan waisak ini dengan menyanyikan beberapa buah lagu, diantaranya “Malam Suci Waisak.� Setelah acara selesai, para umat dengan sukacita saling memberikan ucapan selamat waisak satu sama lain.
(Vin)
Penampilan paduan suara NSI Bapak-Ibu DKI Jakarta.
18
Samantabadra | Juli 2014
Ketua Dharma NSI melakukan syoko.
materi ajaran | gosyo kensyu
Gosyo Kensyu
Surat Balasan Kepada Matsuno Dono LATAR BELAKANG |
S
urat ini ditulis pada tahun 1276 (Kenji 2), ketika Niciren Daisyonin baru saja memasuki Gunung Minobu. Nama lain dari surat ini adalah Surat Empat Belas Pemfitnahan Hukum. Surat ini merupakan berita balasan atas pertanyaan yang diajukan oleh Matsuno Dono, yang menanyakan mengenai apakah terdapat keunggulan atau tidak kurnia kebajikan dari Daimoku. Pertama-tama, dengan menarik kalimat-kalimat penjelasan Sutra dan menunjukkan keempat belas pemfitnahan Hukum untuk menasehati dan menganjurkan peningkatan hati menuntut agama Buddha, dengan melalui penjelasan yang jelas dari cerita Putra Himalaya yang mengorbankan jiwanya demi setengah bait kalimat Sutra. Kemudian, menasehati para bhikku bahwa sikap yang bermain-main dan tidak sungguh-sungguh adalah
sama seperti binatang dan pencuri, dan melalui kedua bagian Honmon, Syakumon, dan Parinirvana Sutra telah menjelaskan usaha penyiaran Dharma yang tidak menyayangi jiwa raga. Sedangkan bagi penganut biasa adalah melaksanakan penyebutan Daimoku dan menjalankan dana paramita hingga akhirnya mencapai suasana kesadaran Buddha. Walau Niciren Daisyonin telah berkali-kali mengajukan nasehat yang dimulai dengan Rissyo Ankoku Ron kepada penguasa Kamakura, namun penguasa pada waktu itu sama sekali tidak mau mendengarnya, malah sebaliknya telah menganiaya Niciren Daisyonin. Ketika dibebaskan dari Pulau Sado, dan kembali ke Kamakura pun Niciren Daisyonin telah berusaha mengajukan nasehat kepada penguasa untuk yang ketiga kalinya. Namun demikian, karena nasehat tersebut tidak Juli 2014 | Samantabadra
19
materi ajaran | gosyo kensyu diterima, Niciren Daisyonin dengan menarik pelajaran dalam cerita bahwa kalau nasehat seorang arif bijaksana yang ketiga kalinya tidak diterima, maka akan mengundurkan diri dari masyarakat sehingga Beliau memasuki Gunung Minobu. Walau itu kelihatannya bagaikan mengasingkan diri, sesungguhnya merupakan perjuangan demi melestarikan Ketiga Hukum Rahasia Agung yang tersirat di dasar kalimat sutra hingga puluhan ribu tahun dari masa Akhir Dharma yang kekal abadi. Di samping itu juga merupakan perjuangan menyempurnakan pondasi dari perjuangan penyelamatan kebahagiaan umat manusia, sehingga Niciren Daisyonin dengan sepenuh jiwa raga menulis surat-surat penting dan membina orang -orang berbakat. Kemudian, mengenai keadaan kehidupan Niciren Daisyonin di Gunung Minobu, tertulis dalam surat ini, bahwa Gunung Minobu adalah tempat yang terpencil dan jauh dari kehidupan manusia. Dalam Surat Syuju Ofurumai dikatakan, “Pada siang hari tidak dapat melihat matahari, pada malam hari tidak dapat melihat bulan”, sehingga merupakan gunung dengan hutan rimba yang lebat dan tidak tembus cahaya. Pada surat yang sama dikatakan, “Pada musim panas, rumput dan alang-alang sedemikian lebatnya, dan karena jarang dilalui orang sehingga sulit untuk mengenali jalan.” Dari sini dapat diperkirakan bahwa tempat tersebut adalah suatu tempat yang terpencil dan jauh dari kehidupan manusia. Walau berada dalam keadaan yang 20
Samantabadra | Juli 2014
sedemikian buruk, tetapi hubungan surat menyurat dengan murid-murid Beliau yang tersebar di berbagai daerah tidak pernah terputus, begitupun banyak orang yang sungguhsungguh ingin memberikan dana paramita telah mengunjungi-Nya. Dan juga, di Gunung Minobu telah banyak murid Beliau yang datang untuk menerima bimbingan maupun mendengarkan ceramah. Mengenai ceramah Saddharmapundarikasutra yang diberikan di Gunung Minobu, dalam catatan tahunan Niciren Daisyonin tertulis, “Karena permintaan para murid, Saya telah memberikan ceramah penjelasan Saddharmapundarika-sutra di ruangan belakang gubuk pertapaan. Nikko yang selalu mendengar ceramah tersebut telah menjilidnya menjadi sebuah kitab yang dinamakan Ongi Kuden dengan memberi tanda tangan Nikko”. Niciren Daisyonin yang usianya telah melampaui 50 tahun selalu menjelaskan filsafat Hukum agama Buddha secara luas dan mendalam kepada murid-murid-Nya.
ISI GOSYO |
S
eikat uang, sekarung beras, sehelai pakaian telah Saya terima dengan baik. Di sisi Selatan Gunung Minobu ini terdapat pegunungan yang sambung menyambung hingga ratusan kilometer. Di sisi Utaranya terdapat pegunungan Syirane yang berdiri tegak lebih tinggi dari Gunung Minobu. Di sisi Baratnya terdapat puncak pegunungan Nanamen yang tinggi menjulang ke atas dan selalu diliputi dengan salju. Di sana tidak terdapat sebuah rumah pun. Karena kera masih berkeliaran dan jarang dikunjungi orang, maka jarang orang yang mau menetap di sana. Di sisi Timurnya terdapat Sungai Fuji yang mengalir dengan derasnya. Karena berada di tempat yang demikian, maka tidak banyak orang yang mau berkunjung. Namun demikian, Anda telah berkali-kali mengirim barang-barang sumbangan dan menulis surat kepada Saya. Sungguh merupakan sesuatu yang gaib. Nicigen, murid Kuil Jisso daerah Iwamoto, karena menganut kepercayaan terhadap Niciren, harta kekayaannya telah dirampas dan murid serta penganutnya telah diusir. Walau berada dalam keadaan yang membahayakan jiwanya, sebaliknya ia telah mengunjungi Saya dan telah memberikan perhatian yang tulus kepada para murid Saya, Niciren. Ini merupakan kepercayaan yang sungguh-sungguh dan amat arif bijaksana. Sebenarnya, tiada seorang pelajar agama Buddha yang dapat menandingi Nicigen. Ia telah melaksanakan pertapaan yang tidak menyayangi jiwa raganya dengan berkeinginan untuk membalas budi kepada Sang Buddha, sehingga mengajarkan agama Buddha kepada Anda sekalian. Dengan demikian, dapat membimbing Anda sekalian hingga dapat mempersembahkan dana paramitha kepada Gohonzon. Sungguh merupakan sesuatu yang gaib. Dalam masa Akhir Dharma Sang Buddha mengatakan, bahwa bhikku dan bhikkuni yang sama seperti anjing akan muncul sedemikian banyak bagaikan pasirpasir di Sungai Gangga. Makna kalimat ini berarti, dalam masa Akhir Dharma ini para bhikku dan bhikkuni telah terikat oleh reputasi dan mencari keuntungan diri sendiri. Karena penampilannya memakai jubah, dan walau kelihatannya mirip seperti bhikku dan bhikkuni, namun dalam hatinya telah memiliki pandangan yang tersesat, dan selalu berusaha agar penganut-penganutnya menjauhi bhikku dan bhikkuni lainnya, dengan melontarkan berbagai fitnahan dan caci maki yang tak masuk akal. Dengan demikian, ia dapat menguasai para penganutnya. Hal mana dapat diumpamakan seperti seekor anjing yang selalu mencari rumah untuk dapat memberinya makan. Kemudian, bila melihat anjing lainnya datang, ia akan menyalak dan berkelahi sesamanya. Para bhikku dan bhikkuni yang demikian pasti akan jatuh ke dalam dunia buruk. Murid ini, Nicigen, karena adalah seorang pelajar agama Buddha, kiranya telah membaca kalimat Parinirvana Sutra ini. Selain dari itu, karena Anda selalu mengunjungi Saya maupun murid-murid Saya dengan memberi berbagai perhatian, maka sungguh Saya merasa amat berterima kasih. Juli 2014 | Samantabadra
21
materi ajaran | gosyo kensyu Dalam surat Anda terdapat pertanyaan yang berbunyi “Walau telah menganut dan mempertahankan Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon), dan tidak mundur kepercayaannya dengan membaca kesepuluh Nyoze dari Bab ‘Upaya Kausalya’ dan Jigage dari Bab ‘Panjangnya Usia Sang Tathagata’ maupun menyebut Daimoku, apakah terdapat perbedaan kurnia Daimoku yang disebut oleh arif bijaksana dengan kurnia Daimoku yang disebut oleh kita, manusia biasa?” Kurnia Daimoku sama sekali tidak ada unggul lemahnya. Sebab emas yang dimiliki oleh orang bodoh dan emas yang dimiliki oleh arif bijaksana, begitupun api yang dinyalakan oleh orang bodoh dan api yang dinyalakan oleh arif bijaksana adalah sama dan sama sekali tidak ada perbedaan. Namun, hanya kalau menyebut Daimoku dengan menentang pada hati Saddharmapundarika-sutra, maka di situ terdapat perbedaan. Dalam pertapaan Saddharmapundarika-sutra terdapat berbagai tahap, kalau diterangkan secara garis besarnya, maka dalam jilid ke-5 dari Hokke Monguki, Mahaguru Miao-lo berkata, “Dalam menjelaskan jumlah kejahatan (pemfitnahan Hukum) di dalam Bab ‘Perumpamaan’ Saddharmapundarika-sutra hanya menjelaskan mengutarakan dan tidak mengutarakan”. Seseorang yang bernama Jion membagi jumlah kejahatan ini sebagai berikut, “Mula-mula menunjukkan sebab kejahatan, kemudian menjelaskan akibat kejahatan”. Pertama-tama, pada sebab kejahatan ini terdapat keempat belas pemfitnahan terhadap Hukum, yaitu: 1. Kesombongan (kyoman); 2. Kemalasan (ketai); 3. Kepicikan (keiga); 4. Berpandangan dangkal (sensyiki); 5. Keserakahan (jakuyoku); 6. Ketidakmengertian (fuge); 7. Ketidakpercayaan (fusyin); 8. Mengejek Hukum (hinsyuku); 9. Keraguan-raguan (giwaku); 10. Memfitnah dan mengkritik Hukum (hibo); 11. Meremehkan oang yang menganut Hukum agama Buddha (keizen); 12. Membenci orang yang menganut Hukum agama Buddha (zozen); 13. Iri hati terhadap orang yang menganut Hukum agama Buddha (syitsuzen); 14. Dendam terhadap orang yang menganut Hukum agama Buddha (konzen). Keempat belas pemfitnahan terhadap Hukum agama Buddha ini berlaku bagi bhikku maupun penganut biasa, yang mana hal ini amat menakutkan. Bodhisattva Sadaparibhuta pada masa lampau telah menjalankan pertapaan sembah dengan beranggapan bahwa, “Pada seluruh umat manusia terdapat jiwa Buddha, dimana kalau mempertahankan Saddharmapundarika-sutra pasti mencapai kesadaran Buddha”. Bodhisattva Sadaparibhuta sedemikian hormat dan menyembah kepada orang yang walau belum menganut Saddharmapundarika-sutra pun, dan beranggapan bahwa mungkin mereka akan menganut Saddharmapundarika-sutra, karena pada jiwa semua orang pasti pada asal mulanya terdapat jiwa Buddha. Apalagi bhikku dan orang biasa yang menganut Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) sewajarnya harus dihormati. Dalam Bab ‘Dharmaduta’ jilid ke-4 Saddharmapundarika-sutra dikatakan, bahwa, “Walau sebagai seorang penganut maupun bhikku, kalau memfitnah orang 22
Samantabadra | Juli 2014
yang menganut dan menjelaskan Saddharmapundarika-sutra walau hanya dengan sepatah kata pun, maka dosanya lebih berat daripada dosa memfitnah secara langsung di hadapan Buddha Sakyamuni selama satu kalpa”. Begitupun dalam Bab ‘Nasehat Bodhisattva Samantabadra’ Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Walaupun secara sungguh-sungguh maupun tidak, namun kalau memaki orang yang menganut Saddharmapundarika-sutra dosanya berat sekali”. Jadi, kalau meninjau kalimat Saddharmapundarika-sutra di atas, maka betapapun tidak diperkenankan saling memfitnah. Ini disebabkan karena orang yang menganut Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) semuanya adalah Buddha. Jadi, kalau memfitnah Buddha sewajarnya akan menerima hukuman. Kurnia kebajikan dari penyebutan Daimoku dengan perasaan hati yang demikian adalah sama dengan kurnia kebajikan dari penyebutan Daimoku Sang Buddha. Mahaguru Miao-lo dalam Konpeiron menjelaskan, “Tanah air neraka yang merupakan lingkungan Neraka Avici maupun mahluk neraka yang merupakan subyek dari dunia neraka, kedua-duanya terdapat di dalam jiwa Buddha—arif bijaksana yang maha agung. Begitupun juga, jiwa Buddha Bhirujana maupun tanah air Buddha, kehadirannya tidak melebihi icinen umat manusia biasa. Segala apapun terdapat di dalam jiwa, hati dari icinen”. Hendaknya membaca keempat belas pemfitnahan Hukum berdasarkan makna yang sesungguhnya. Dengan demikian, Anda yang mencari dan menanyakan Hukum agama Buddha, sesungguhnya mungkin karena Anda mencita-citakan kehidupan yang akan datang. Dalam Bab ‘Upaya Kausalya’ dijelaskan, “Orang yang dapat mendengar Hukum ini dengan percaya dan mempertahankan secara sungguh-sungguh adalah amat sedikit sekali”. Kalau tidak muncul utusan Buddha yang tepat di dunia ini, maka Saddharmapundarika-sutra sulit dijelaskan sesuai dengan maksud sesungguhnya dari Sang Buddha. Terlebih lagi, sangat sedikit sekali orang yang menanyakan makna dari Sutra ini hingga menjadi jelas, dan dapat menganutnya dengan sungguhsungguh. Oleh karena itu, berapa rendah dan hinanya kedudukan seseorang dalam masyarakat, kalau orang itu memiliki prajna mengenai Hukum agama Buddha yang melebihi diri sendiri, maka tanyakanlah makna dari sutra ini kepadanya. Namun, umat manusia masa Akhir Dharma yang jahat dan kotor ini, yang sedemikian kuatnya dengan kesombongan, pandangan picik, prasangka serta terjerumus ke dalam mencari nama dan keuntungan diri sendiri. Apakah mungkin harus menjadi murid-murid dari orang yang demikian? Seandainya kalau mempelajari ajaran Hukum agama Buddha dari orang yang demikian, bukankah akan dihina oleh orang-orang ? Dalam kalimat sutra dijelaskan, “Kalau tidak dapat memutuskan pikiran yang jahat akan jatuh ke dalam kehidupan yang buruk”. Dalam Bab ‘Dharmaduta’ Saddharmapundarika-sutra dijelaskan, “Harap bergembiralah dari dasar hati. Walau ada orang dapat memperoleh kurnia kebajikan dengan menyumbang pusaka yang tak terhingga kepada Sang Buddha Juli 2014 | Samantabadra
23
materi ajaran | gosyo kensyu selama 8 mliyard kalpa, namun tidak akan melebihi kurnia dan kebajikan agung yang diperoleh dengan sendirinya bagi orang yang menyumbang bhikku yang menjelaskan Saddharmapundarika-sutra. Apalagi kalau orang tersebut walau sebentar saja dapat mendengar dan mempertahankan Hukum Sutra ini”. Orang yang tidak mengetahui Hukum agama Buddha, seyogyanya mengabdi kepada orang yang menjelaskan Sutra ini hingga dapat memperoleh kurnia. Walau iblis dan binatang yang bagaimanapun, kalau ia menjelaskan satu bait atau satu kalimat dari Saddharmapundarika-sutra, maka sesuai dengan yang dijelaskan dalam sutra yang berbunyi, “Harus menyambutnya dari jauh dengan hormat, sungguh seperti menghormati Sang Buddha”. Oleh karena itu, orang yang menganut Hukum agama Buddha harus saling menghormati seperti menghormati Sang Buddha. Sebagai umpama, dalam upacara Bab ‘Munculnya Stupa Pusaka’ Saddharmapundarikasutra, dimana Tathagata Prabhutaratna menggeserkan separuh tempat duduknya untuk menyambut Buddha Sakyamuni. Dengan demikian, kiranya harus saling menghormati seperti kedua Buddha yang duduk saling berdampingan. Sammibo ini, walau kedudukannya rendah, namun sedikitnya ia adalah seseorang yang menjelaskan Hukum Saddharmapundarika-sutra, maka hendaknya hormatilah ia seperti seorang Buddha, dan tuntutlah agama Buddha darinya. Hendaknya mencamkan makna kalimat Parinirvana Sutra yang berbunyi, “Tuntutlah Hukumnya, dan janganlah sekali-kali menuruti orangnya”. Pada zaman dahulu, Putra Himalaya telah menetap di gunung salju seorang diri. Putra Himalaya menyambung hidupnya dengan memakan buah-buahan, kulit rusa digunakan sebagai pakaiannya, dan telah melaksanakan pertapaan agama Buddha dengan tenang. Hal yang selalu dipikirkannya adalah, kalau memandang keadaan masyarakat dengan seksama di mana karena segala sesuatunya berdasarkan pada prinsip hidup mati yang tidak kekal, maka sesuatu yang dilahirkan pasti akan mati. Oleh karena itu, hal yang tak dapat dijangkau dalam kehampaan yang mengkhawatirkan keadaan masyarakat adalah sama seperti halilintar, begitupun sama seperti embun di pagi hari yang akan hilang kalau disinari matahari. Dan juga, sama seperti pelita di hadapan angin yang mudah padam, dan bagai sejenis daun pisang yang mudah robek. Setiap orang tidak mungkin dapat menghindarkan diri dari kefanaan ini, dan pada akhirnya harus mengalami kematian. Kalau memikirkan perjalanan setelah kematian, dimana perjalanan itu sedemikian gelap, sama sekali tidak ada cahaya matahari, bulan maupun bintang; terlebih lagi, walau ingin menyalakan pelita namun api tidak akan menyala, begitupun dalam perjalanan yang sedemikian gelap itu sama sekali tidak ada orang yang mendampingi. Pada waktu berada di dunia saha ini, orang tua, sanak saudara, suami istri, dan kerabat berkumpul bersama-sama, dimana ayah memberikan bimbingan dengan welas asih yang agung, ibu mengasuh dengan kasih sayang yang mendalam, sedangkan suami istri dengan perjanjian 24
Samantabadra | Juli 2014
sehidup semati, bagaikan sepasang udang dalam lautan yang mendambakan tidak akan terpisahkan untuk selama-lamanya. Walau hidup dalam suasana kehidupan yang rukun pun, tidak mungkin bersama-sama menuju pada perjalanan kematian. Dalam perjalanan kematian yang gelap harus dijalankan seorang diri. Apakah mungkin menanyakan siapa yang akan datang memberi salam? Begitupun, karena kefanaan tidak terbatas pada yang tua dan muda, maka kalau orang yang tua terlebih dahulu meninggal, itu merupakan sesuatu yang wajar. Walau dalam kesedihan pun mungkin akan terkenang betapa rasa kehangatannya. Namun demikian, bila terdapat orang yang muda meninggal mendahului orang yang tua, maka akan menimbulkan penyesalan dan kebencian yang amat mendalam. Karena anak yang sejak kecil dipelihara meninggal mendahului orang tuanya. Putra Himalaya berpikir bahwa karena hidup dalam keadaan kefanaan hidup mati yang tidak menentu akan kematian tua dan muda, serta keadaan yang tidak dapat diperkirakan untuk masa mendatang, sehari-hari hanya semata-mata memikirkan dan menuntut keuntungan demi mengumpulkan harta kekayaan masa mendatang, serta sama sekali tidak mau menghormati Sang Buddha, tidak percaya Hukum agama Buddha maupun melaksanakan pertapaan, dan juga tidak mempunyai prajna, sehingga ketika dihadapkan kepada mahkamah kematian, apakah yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan dalam perjalanan yang panjang dari triloka? Apakah yang dapat dijadikan sebagai perahu ataupun rakit untuk menyeberangi lautan penderitaan agar dapat menyeberang dan tiba di tanah Buddha? Dan, karena waktu tersebut bagaikan mimpi, waktu sadar bagaikan suatu kenyataan, sehingga tidak lain berpikir untuk menghilangkan mimpi yang mengkhawatirkan keadaan masyarakat dan menuntut kesadaran yang nyata. Demikianlah Putra Himalaya menuntut kesadaran Buddha dengan menghilangkan berbagai kenafsuan yang deselubungi bagai gunung salju. Dewa Indra melihat Putra Himalaya dengan jelas dari Dunia Surga, dan berpikir bahwa walau bibit ikan banyak, namun di antaranya yang menjadi ikan adalah sedikit sekali. Walau banyak bunga pohon Anra yang berbunga, tetapi yang berhasil menjadi buah adalah sedikit sekali. Begitupun sama halnya dengan manusia. Walau banyak orang yang mendambakan pencapaian kesadaran Buddha dengan menuntut Hukum agama Buddha, namun orang yang tidak mundur dari kepercayaan dan dengan sempurna melaksanakan pertapaan agama Buddha sangat sedikit sekali. Seluruh hati kesadaran dari kita manusia biasa kebanyakan telah dipengaruhi oleh jodoh buruk, sehingga mudah tergoyahkan dan digoncangkan oleh hal apapun. Begitupun sama halnya, walau banyak ksatria yang memakai baju perang yang hebat, tetapi sedikit sekali ksatria yang berani di medan peperangan. Di situlah Dewa Indra berpikir untuk mencoba hati yang sesungguhnya dari Putra Himalaya dengan menjelmakan dirinya menjadi iblis di samping Putra Himalaya. Oleh karena pada waktu itu, Buddha masih belum muncul dalam dunia ini, maka, Juli 2014 | Samantabadra
25
materi ajaran | gosyo kensyu walau Putra Himalaya berkeinginan untuk menuntut ajaran Mahayana yang lebih banyak, tetapi sukar sekali dapat mendengar ajaran tersebut. Tepat pada waktu itu terdengar dengan jelas suara yang berbunyi, “Segala gerakan apapun adalah tidak kekal dan fana; dan inilah Hukum dari hidup dan kemusnahan”. Putra Himalaya terkejut sekali karena tiada seorang pun berada di sekelilingnya, dan hanya terdapat iblis yang berdiri di situ. Wajah iblis itu sangat menakutkan, dimana rambutnya terurai bagai kobaran api, giginya panjang bagai pedang yang tajam menjulur ke luar, dan tatapan matanya tajam menyala-nyala melotot memandang Putra Himalaya. Putra Himalaya sama sekali tidak merasa takut dihadapkan dengan wajah iblis yang sangat menakutkan itu, sebaliknya semata-mata merasakan kegembiraan karena dapat mendengar Hukum agama Buddha tanpa sedikit pun ada keraguan-raguan di hatinya. Hal mana sama seperti anak sapi yang telah terpisah dari induknya sehingga ingin mendengar suara induknya”. Siapakah gerangan yang mengucapkan setengah bait kata-kata yang diucapkan tadi? Dan pasti masih terdapat kata-kata yang tertinggal yang masih belum diucapkan”, demikianlah Putra Himalaya mencari orang di sekelilingnya, tetapi sama sekali tidak terdapat seorang pun. Seandainya kata-kata ini diucapkan oleh iblis, apakah mungkin iblis mengucapkan kata-kata demikian. Karena ia (iblis) telah terwujud dengan wajah yang kelihatan seperti menanggung dosa berat. Tetapi setengah bait ini adalah kata-kata yang diucapkan oleh Sang Buddha. Walau Putra Himalaya berpikir pasti kata-kata itu tidak mungkin keluar dari mulut iblis yang sedemikian hina, kerena di sekelilingnya tidak terdapat seorang pun sehingga ia mencoba menanyakan pada sang iblis dengan berkata, “Apakah Anda yang mengutarakan kalimat Sutra tadi?” Iblis menjawab dengan berkata, “Saya malas untuk mengucapkan kata-kata selanjutnya, karena telah beberapa hari belum makan sehingga sangat lapar dan lelah, tidak dapat memusatkan pikiran dan pusing. Mungkin merupakan suatu ucapan yang sembarangan, karena diucapkan dengan pikiran yang agak kacau, maka apa yang saya utarakan, saya tidak tahu”, demikian jawabnya. Kemudian Putra Himalaya berkata, “Setengah bait yang telah saya dengar adalah bagaikan melihat wajah separuh bulan dan sama seperti memperoleh separuh telur. Sungguh Anda telah mengucapkan kata-kata itu. Saya harap Anda berkenan menjelaskan setengah bait yang tertinggal”. Iblis menjawab, “Karena Anda sebelumnya telah memiliki kesadaran, sehingga walau saya tidak memperdengarkan pun, Anda tidak akan benci. Sedangkan, karena saya sekarang sedang kelaparan dan tidak memiliki kekuatan untuk mengucapkan kata-kata, maka bagaimanapun tidak mau mengatakan apa-apa”. Putra Himalaya menanyakan, “Jika demikian, kalau sudah makan, apakah Anda mau mengutarakan kata-kata selanjutnya?” Iblis menjawab, “Kalau sudah makan, saya akan melanjutkannya”. Kemudian, Putra Himalaya dengan gembira menanyakan, “Dengan demikian, apakah yang akan Anda makan?” Iblis menjawab, “Sesungguhnya 26
Samantabadra | Juli 2014
ini tidak boleh dikatakan. Seandainya Anda mendengar apa yang ingin saya makan, Anda akan menjadi ketakutan. Dan juga bukan sesuatu yang Anda dapat cari”. Namun demikian, Putra Himalaya tetap bersikeras mengajukan pertanyaan, “Kalau itu yang dikatakan, saya akan berusaha mencarinya”. Iblis berkata, “Sesungguhnya, saya hanya makan daging manusia yang empuk dan minum darah manusia yang hangat, namun demikian, walau saya telah terbang mengelilingi angkasa, tetapi karena manusia dilindungi oleh Buddha dan dewa, sehingga saya tidak berhasil untuk membunuh seorang pun. Oleh karena itu, saya hanya dapat membunuh dan memakan manusia yang telah dibuang oleh Buddha dan dewa-dewa”. Pada saat itu Putra Himalaya berpikir, “Saya akan mengorbankan jiwa saya demi Hukum Buddha setelah mendengar bait tersebut”. Kemudian berkata, “Makanan Anda ada di sini dan jangan mencarinya di mana-mana. Karena badan saya sekarang masih belum mati, maka daging nya masih hangat, dan karena badan saya masih belum dingin, maka darahnya masih hangat. Harap jelaskanlah bait yang tertinggal. Badan ini saya akan persembahkan kepadamu”. Setelah mendengar itu, iblis berkata dengan sangat marah, “Siapakah yang dapat mempercayai perkataan Anda sebagai suatu kebenaran? Kalau setelah mendengar bait yang tersisa, kemudian Anda mengingkari janji, siapakah yang dapat menjadi saksi untuk memperoleh keadilan ?” Di sini Putra Himalaya berkata, “Badan ini pada akhirnya harus mati. Kalau jiwa yang mati percuma dapat dipersembahkan kepada Hukum agama Buddha dimana dengan membuang jiwa yang kotor, pasti terbuka kesadaran dan menjadi Buddha pada masa mendatang, serta dapat memperoleh jiwa yang bersih dan suci. Hal ini sama seperti membuang tempat yang terbuat dari tanah dan menggantikannya dengan pusaka. Dewa Brahma, Dewa Indra, Dewa Chaturmaharaja, para Buddha sepuluh penjuru, bodhisattva, semuanya akan menjadi saksi. Atas dasar itu saya tidak dapat berdusta.” Kemudian sikap iblis kembali sedikit lunak dan berkata, “Seandainya apa yang Anda katakan benar, saya akan menjelaskan bait selanjutnya.” Waktu itu Putra Himalaya sedemikian gembiranya, dan melepaskan baju kulit rusa yang dipakainya untuk melapisi lantai sebagai tempat pembabaran Hukum dan membungkukkan badan dengan tangan terkatup hingga kepalanya menyentuh tanah. Kemudian dengan sikap hormat yang khidmat berkata, “Silakan jelaskan bait yang selanjutnya kepada saya.” Lalu iblis menduduki tempat pembabaran Hukum sambil menjelaskan bait selanjutnya dengan berkata, “Hidup dan musnah berakhir dengan kemusnahan, namun musnah dengan kesadaran menjadi kegembiraan”. Waktu itu setelah Putra Himalaya mendengar kata-kata tersebut, ia merasakan kegembiraan yang tak terhingga dengan berulang-ulang menghafalnya dalam hati dan berkata, “Takkan terlupakan hingga masa mendatang.” Dan kemudian berkata, “Yang menggembirakan adalah bahwa kata-kata ini sama sekali tidak berlainan dengan yang dikhotbahkan oleh Sang Buddha. Sebaliknya hal yang menyedihkan adalah, karena bait ini hanya saya seorang diri yang mendengarnya dan tidak dapat Juli 2014 | Samantabadra
27
materi ajaran | gosyo kensyu memberitahukan kepada orang lain”, demikian pikirnya dalam hati. Kemudian, ia menulis bait tersebut di atas batu, dinding, gunung, pepohonan di pinggir jalan dan berkata, “Diharapkan orang-orang berikutnya pasti dapat melihat kalimat ini dan menyadari makna teorinya sehingga dapat memasuki jalan yang sesungguhnya.” Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, ia langsung memanjat pohon yang tinggi dan menerjunkan diri ke tanah di hadapan iblis. Dan seketika sebelum tubuhnya menyentuh tanah, tiba-tiba iblis tersebut berubah bentuk menjadi Dewa Indra dan menjemput tubuh Putra Himalaya dan mendudukkannya pada tempat yang lapang. Kemudian menyembahnya dengan hormat sambil berkata, “Karena saya menyayangi ajaran suci Sang Tathagata, sehingga menguji Anda dengan menyulitkan hati Bodhisattva Anda, harap Anda dapat mengampuni dosa ini dan pada masa mendatang pasti memberikan pertolongan.” Lalu pada waktu itu seluruh dewa dan manusia telah memunculkan diri dengan memuji.” Baik sekali, baik sekali. Sungguh ini adalah Bodhisattva.” Putra Himalaya karena pengorbanan jiwanya demi setengah bait telah dapat menghapuskan dosa hidup mati selama waktu 12 kalpa yang panjang. Hal ini dikatakan di dalam Parinirvana Sutra. Jadi, kalau mengingat sikap dari Putra Himalaya, dimana untuk mengetahui setengah bait telah rela membuang jiwa raganya, bagaimana dengan kita, apakah kita dapat membalas budi dan kebajikan karena dapat mendengar satu bab maupun satu jilid dari Saddharmapundarika-sutra ini? Sesungguhnya, kalau berdoa untuk masa akan datang, maka perbuatan dan gerakan seperti Putra Himalaya adalah yang sangat ideal. Seandainya kalau diri sendiri sedemikian miskin, tidak memiliki harta benda untuk disumbangkan, maka kalau dapat memperoleh kesempatan untuk mengorbankan jiwa raga demi Hukum agama Buddha, korbankanlah jiwa raga untuk menuntut dan belajar Hukum agama Buddha. Terhadap hal apapun jiwa ini pada akhirnya menjadi tanah gunung yang hampa, walau disayang-sayangi juga tak dapat berbuat apa-apa. Betapa menyayanginya pun, namun tidak dapat mencapai hal yang diidam-idamkan. Betapa panjangnya usia seseorang, namun jarang yang melampaui umur 100 tahun lebih. Jangka waktu selama itu hanya berupa mimpi semalam. Kita telah dilahirkan sebagai seorang manusia yang sulit diperoleh, begitupun walau menjadi seorang bhikku, tetapi kalau belajar agama Buddha dengan tidak menuntut orang pemfitnah Hukum, dan hanya semata-mata melewati hari-hari dengan bermain dan obrolan saja, tidak lain hanya merupakan binatang yang memakai jubah Dharmaduta. Dengan meminjam nama Dharma Duta untuk menghidupkan diri sendiri, tetapi sama sekali tidak memiliki makna sebagai Dharma Duta. Hal ini merupakan seorang pencuri yang mencuri nama sebagai Dharma Duta. Sungguh merupakan sesuatu yang menakutkan dan memalukan. Dalam Bab ‘Penegakan’ Syakumon Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Tidak menyayangi jwa raga dan hanya menyayangi jalan agung”. Sedang 28
Samantabadra | Juli 2014
dalam Bab ‘Panjangnya Usia Sang Tathagata’ Honmon Saddharmapundarikasutra dikatakan, “Sama sekali tidak menyayangi jiwa raga sendiri”. Sedangkan dalam Parinirvana Sutra dikatakan, “Badannya ringan Hukumnya berat, sehingga mengorbankan jiwa raga demi menyebarluaskan Hukum”. Jadi, dalam Honmon dan Syakumon Saddharmapundarika-sutra maupun Parinirvana Sutra kesemuanya menandaskan, bahwa harus menyebarluaskan Hukum dengan mengorbankan jiwa raga. Dosa berat yang melanggar dan menentang larangan ini, walau tidak tampak dengan mata, namun akan tertimbun sebab-sebab jatuh ke dalam neraka. Hal mana sama seperti panas dan dingin yang tidak mempunyai wujud. Walau tidak terlihat dengan mata, namun pada musim dingin orang dan tumbuh-tumbuhan akan merasakan kedinginan, pada musim panas orang dan binatang akan menderita kepanasan. Bagi bhikku harus dilaksanakan sesuai dengan yang telah dijelaskan seperti di atas, namun walau Anda adalah penganut biasa, yang terpenting adalah tidak memikirkan hal-hal lain selain menyebut Nammyohorengekyo dan menyumbang kepada bhikku. Itu pun kalau sesuai dengan kalimat Sutra, maka yang penting adalah harus menyiarkan Dharma kepada orang lain sesuai dengan kekuatan masingmasing. Dan ketika merasakan penderitaan hidup yang berat pada kehidupan sekarang, harap sebutlah Nammyohorengekyo dengan berpikir bahwa penderitaan kehidupan sekarang pun sudah sedemikian menyedihkan, apalagi penderitaan hidup masa akan datang tentu akan lebih berat daripada sekarang ini. Begitupun ketika bergembira, harap sebutlah Nammyohorengekyo dengan mengingat kembali bahwa kegembiraan kehidupan sekarang adalah seperti dalam keadaan mimpi, karena kegembiraan dari Dunia Buddha (Ryozen Jodo) merupakan kegembiraan sesungguhnya. Dan harap laksanakanlah pertapaan tanpa mundur sedikit pun hingga menanti waktu kematian. Kalau mendaki Gunung Myokaku, dapat melihat dengan jelas keempat penjuru, dan akan terasakan betapa indahnya alam ini. Seluruh alam semesta (Hokkai) adalah Dunia Buddha (Jakkodo), dimana bumi besar terdiri dari gelas (ruri), dan membentuk kedelapan jalan perbatasan dari tali emas dengan dihujani keempat jenis bunga dan alunan musik di udara. Kiranya seluruh Buddha dan bodhisattva akan ditiup oleh angin keempat kebajikan Jorakugajo yang menggembirakan. Kita pun sudah mendekati dan termasuk dalam barisan tersebut untuk menikmati kegembiraan bermain-main. Namun, kalau keyakinannya lemah pasti tidak akan dapat pergi ke tempat yang sedemikian berbahagia. Seandainya kalau masih terdapat hal-hal yang meragukan, akan Saya beri jawaban dengan jelas. Hormat Saya, tertanda Niciren
Juli 2014 | Samantabadra
29
materi ajaran | gosyo kensyu | KUTIPAN GOSYO
1
Nicigen, murid Kuil Jisso daerah Iwamoto, karena menganut kepercayaan terhadap Niciren, harta kekayaannya telah dirampas dan murid serta penganutnya telah diusir. Walau berada dalam keadaan yang membahayakan jiwanya, sebaliknya ia telah mengunjungi Saya dan telah memberikan perhatian yang tulus kepada para murid Saya, Niciren. Ini merupakan kepercayaan yang sungguh-sungguh dan amat arif bijaksana.
GM
Keterangan: Kuil Jisso daerah Iwamoto, merupakan kuil tua dari sekte Tien-tai yang terkenal di daerah Suruga, dan mempunyai hubungan yang mendalam dengan penguasa Kamakura serta selalu memperoleh perlindungan yang kuat dari penguasa. Kuil tersebut lebih baik dikatakan sebagai kuil besar yang dikuasai oleh penguasa, daripada dikatakan sebagai suatu kuil yang bersifat kedaerahan, dimana terdapat banyak penganut dan terkumpul banyak bhikku. Nicigen, bhikku pelajar kuil tersebut diperkirakan sebagai bhikku biasa, namun dalam kutipan surat ini dikatakan, “Murid dan penganutnya diusir�, sehingga diperkirakan kedudukan kebhikkuannya memiliki murid dan penganut. Karena ia adalah seorang bhikku dari Kuil Jisso yang sedemikian kuat dipengaruhi oleh penguasa, maka ketika kemudian ia 30
Samantabadra | Juli 2014
menjadi murid dari Buddha Niciren Daisyonin, ia mengalami penderitaan penganiayaan yang keras dari penguasa. Oleh karena penganiayaan terhadap Nicigen semakin keras dan terlebih daripada itu, Nicigen di bawah pimpinan Nikko Syonin telah melakukan penyiaran Dharma di daerah Kuil Jisso, Kyuju, dan Kyuin, sehingga hal ini telah menimbulkan penindasan besar, dan sebagai akibatnya seluruh murid dan penganut Nikko Syonin dikejar-kejar. Hal ini terjadi pada tahun 1278 (Koan 1), yakni tiga tahun setelah surat ini ditulis. Dalam keadaan zaman yang sedemikian rupa, penyiaran Dharma yang sesungguhnya dapat dikatakan sebagai sesuatu yang sulit sekali, dan bagian inilah yang menggugah perasaan hati Buddha Niciren Daisyonin untuk memberikan dorongan dari lubuk hatiNya kepada Nicigen yang baru saja menganut kepercayaan ini.
2
Apakah terdapat perbedaan kurnia Daimoku yang disebut oleh arif bijaksana dengan kurnia Daimoku yang disebut oleh kita, manusia biasa? Kurnia Daimoku sama sekali tidak ada unggul lemahnya. Sebab emas yang dimiliki oleh orang bodoh dan emas yang dimiliki oleh arif bijaksana, begitupun api yang dinyalakan oleh arif bijaksana adalah sama dan sama sekali tidak ada perbedaan. Namun, hanya kalau menyebut Daimoku
dengan menentang pada hati Saddharmapundarika-sutra, maka di situ terdapat perbedaan. Keterangan: Pada bagian ini Niciren Daisyonin menjawab pertanyaan, bahwa kurnia kebajikan dari Daimoku adalah adil dan merata bagi seluruh umat manusia, dan sama sekali tidak ada perbedaan. Namun, kalau menyebut Daimoku dengan menentang “Hati dari Sutra ini”, maka akan terdapat perbedaan. Di sinilah diajarkan dengan tegas mengenai sikap kepercayaan yang sesungguhnya. Pertama-tama, mengenai adil dan meratanya kurnia kebajikan dari penyebutan Daimoku, di dalam Sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra yang dijelaskan oleh Buddha Sakyamuni selama 40 tahun lebih telah membedabedakan manusia dari Sepuluh Dunia, yaitu hanya pria saja yang diberi kesempatan untuk mencapai kesadaran Buddha, sedangkan wanita adalah utusan neraka, mereka dibenci dan diasingkan karena telah putus bibit Buddhanya. Sebaliknya, walau orang jahat seperti Devadatta yang jahatnya tak terbatas maupun Sravaka dan Pratyekabuddha yang telah hangus bibit Buddhanya, dapat mencapai kesadaran Buddha dengan adil dan merata melalui Saddharmapundarika-sutra. Kalau tanpa Saddharmapundarika-sutra, maka agama Buddha Sakyamuni akan berakhir sebagai suatu pandangan atau filsafat angan-angan yang tidak realistis. Namun, justru dengan adanya
GM
Saddharmapundarika-sutra, maka Hukum agama Buddha telah menjadi puncak keunggulan dari filsafat timur. Gohonzon merupakan perwujudan ‘seadanya’ yang berdasarkan pada filsafat agung Saddharmapundarikasutra. Secara teori maupun kenyataan adalah prinsip inti hakekat jiwa dan wujud sesungguhnya. Dan sesuai dengan petuah emas, prajna agung yang adil dan merata telah memberikan secara adil kekuatan Buddha yang agung dan maitri karuna bagaikan sinar matahari kepada seluruh umat manusia. Tetapi, walau menyebut Daimoku terhadap Gohonzon yang agung ini, namun kalau menentang semangat dasar dari Hukum agama Buddha, maka tidak akan memperoleh kekuatan kurnia kebajikan yang agung. Apalagi bila membengkokkan Hukum, pasti akan membuat dirinya menderita. Jadi, apakah sesungguhnya yang dikatakan sebagai hal yang menentang semangat dasar Hukum agama Buddha? Pertama-tama, akan dijelaskan keempat belas pemfitnahan Hukum: 1. Kesombongan (kyoman): dengan kesombongan hati meremehkan Hukum agama Buddha. 2. Kemalasan (ketai): malas melaksanakan pertapaan Hukum agama Buddha. 3. Kepicikan (keiga): menilai ajaran Hukum agama Buddha dengan pandangan sendiri yang sempit 4. Pandangan dangkal (sensyiki): karena tidak mengerti prinsip agama Buddha sehingga tidak ingin menuntut Hukum agama Buddha. Juli 2014 | Samantabadra
31
materi ajaran | gosyo kensyu 5. Keserakahan (jakuyoku): karena dikuasai oleh nafsu sehingga tidak berkeinginan untuk menuntut Hukum agama Buddha. 6. Tidak mengerti (fuge): tidak berkeinginan untuk mengerti Hukum agama Buddha. 7. Tidak percaya (fusyin): tidak percaya Hukum agama Buddha. 8. Mengejek Hukum (hinsyuku). 9. Keragu-raguan (giwaku): ragu-ragu terhadap Hukum agama Buddha. 10. Memfitnah dan mengkritik Hukum agama Buddha (hibo). 11. Meremehkan dan menghina orang yang percaya terhadap Hukum agama Buddha (keizen). 12. Membenci orang yang percaya terhadap Hukum agama Buddha (zozen). 13. Iri hati dan benci terhadap orang yang percaya Hukum agama Buddha serta merusak persatuan dan kesatuan Sangha dan penganut (syitsuzen). 14. Dendam terhadap orang yang percaya Hukum agama Buddha (konzen).
Terlebih dari itu, kalau memperhatikan dengan seksama, maka dalam bagian ini terkandung bimbingan-bimbingan, berupa : 1. Orang yang mempertahankan Saddharmapundarika-sutra tidak boleh membenci dan iri hati. 2. Walau betapa rendahnya kedudukan seseorang, namun kalau ia mengetahui Hukum agama Buddha, maka kita harus menghormati dan 32
Samantabadra | Juli 2014
menuntut Hukum agama Buddha darinya. 3. Harus menuntut Hukum agama Buddha dengan kesadaran mencurahkan jiwa raga. 4. Dalam belajar Hukum agama Buddha, sama sekali tidak boleh main-main dan tidak boleh tidak menuntut terhadap pemfitnahan Hukum agama Buddha. 5. Sebagai penganut biasa hendaknya menyebut Daimoku dengan tanpa berpikir hal-hal lain, semata-mata demi mempertahankan Hukum Sakti dan menyumbang kepada Sangha. Â Dengan demikian, kalau dapat melaksanakan kepercayaan yang murni dan tulus pasti dapat mencapai kesadaran Buddha dan dapat secara langsung mengecap kebahagiaan dan menimbun rejeki yang kekal, sebaliknya hendaknya diperhatikan bila kepercayaan lemah, maka tidak dapat mencapai kesadaran Buddha.
3
Kalau tidak muncul utusan Sang Buddha yang tepat di dunia ini, maka Saddharmapundarika-sutra sulit dijelaskan sesuai dengan maksud sesungguhnya dari Sang Buddha.
Keterangan: Di sini Niciren Daisyonin dalam menjawab pertanyaan Matsuno Dono telah menandaskan, bahwa keinginan untuk menanya demi membangkitkan hati menuntut agama Buddha merupakan suatu hal yang penting sekali. “Maksud sesungguhnya dari Sang
Buddha�, berarti, dalam masa Akhir Dharma adalah Nammyohorengekyo dari Ketiga Hukum Rahasia Agung dari dasar kalimat yang dirahasiakan dalam Bab Panjangnya Usia Sang Tathagata Saddharmapundarika-sutra. Jadi, walau dikatakan Saddharmapundarika-sutra, namun kalau tidak membacanya dengan pendirian demikian, maka tidak akan mengerti makna sesungguhnya dan sama sekali tidak ada manfaatnya. Pada umumnya, kalau membaca berdasarkan pendirian makna kalimat secara harfiah, maka Mahaguru Tien-tai, guru pokok masa Zoho telah melaksanakan kesemuanya itu. Namun demikian, kalau itu dibaca dengan begitu saja dalam masa Akhir Dharma, maka sama sekali tidak ada manfaatnya. Pada masa Akhir Dharma sekarang ini kita harus membacanya berdasarkan pendirian Hukum agama Buddha yang dirahasiakan di dasar kalimat Sutra. Orang yang melaksanakan ini tidak lain adalah “utusan Sang Buddha yang sesungguhnya�. Perihal sulit mendengar Hukum agama Buddha dikatakan, walau ada orang dapat memperoleh kurnia kebajikan dengan menyumbang Stupa Pusaka yang tak terhingga kepada Sang Buddha selama 8 milyard kalpa, namun tidak akan melebihi kurnia dan kebajikan agung yang diperoleh dengan sendirinya bagi orang yang menyumbang bhikku, yang menjelaskan Saddharmapundarikasutra. Apalagi, kalau orang tersebut walau sebentar saja dapat mendengar dan mempertahankan Hukum
Sutra ini. Oleh karenanya, walau betapa hinanya seseorang kalau ia menjelaskan satu bait, satu kata dari Saddharmapundarika-sutra, kita harus menyambutnya dari jauh seperti menghormati Sang Buddha. Kemudian, Niciren Daisyonin memberikan bimbingan kepada Matsuno Dono untuk memiliki sikap menuntut Hukum agama Buddha kepada Sammibo yang diutus oleh Niciren Daisyonin.
4
Hal yang selalu dipikirkannya adalah kalau memandang keadaan masyarakat dengan seksama, dimana karena segala sesuatunya berdasarkan pada prinsip hidup mati yang tidak kekal, maka sesuatu yang dilahirkan pasti akan mati. Â Keterangan: Putra Himalaya memandang berbagai gejala di dalam dunia ini sebagai sesuatu yang fana. Pandangan yang fana adalah kebalikan dari pandangan kekal. Wajah masyarakat yang ada selalu berubah-ubah, dimana terdapat kelahiran dan kemusnahan, namun seluruhnya berputar-putar pada hidup mati dan tiada sesuatupun yang tetap. Justru, perwujudan sesungguhnya dari lahir, menetap dan musnah merupakan prinsip dasar dari alam semesta. Kalau terdapat kelahiran pasti terdapat kematian dan kemusnahan. Pandangan ketidakkekalan itu sendiri sebenarnya merupakan sebagian dari kebenaran Hukum alam semesta. Akan tetapi, kalau pandangan sebagian kebenaran Juli 2014 | Samantabadra
33
materi ajaran | gosyo kensyu itu dijadikan sebagai pandangan keseluruhan, merupakan suatu kesalahan yang fatal. Buddha Niciren Daisyonin menatap dunia yang tidak kekal dengan keadaan seadanya, di samping itu sama sekali tidak melarikan diri darinya, dan bahkan menatap secara mendalam bahwa di dalam sesuatu yang tidak kekal terdapat suatu inti hakekat yang kekal abadi, yakni memandang kekekalan di dalam wujud sesungguhnya yang dimiliki sejak asal mula sehingga dapat meneguhkan kehidupan yang kokoh tidak dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kekal. Itulah pandangan jiwa yang kekal abadi yang dimiliki sejak asal mula dari kehidupan yang Joraku gajo.
Putra Himalaya. Makna apakah yang terkandung dalam sikap putra Himalaya yang dalam menuntut setengah bait telah mengorbankan jiwa raganya kepada iblis? Pertama, dalam pertapaan Hukum agama Buddha, hati menuntut merupakan hal yang amat penting. Hukum itu harus dituntut dan sama sekali tidak akan dapat diperoleh dengan berpangku tangan. Sesungguhnya, dengan kehadiran Gohonzon, kita harus merasakan terima kasih. Karena Gohonzon merupakan kumpulan pusaka agung yang diperoleh tanpa dicari-cari. Akan tetapi, di dalam perjuangan meningkatkan diri sendiri dengan berdasarkan pada Gohonzon yang agung ini diperlukan hati menuntut Hukum agama Buddha yang kuat sekali. Kalau tidak ada hati menuntut Hukum agama Buddha, di situ Untuk mengetahui setengah tidak ada agama Buddha. bait telah rela membuang Kedua, dalam menuntut Hukum jiwa raganya. Apalagi dengan agama Buddha harus dilandasi dengan kita, apakah kita dapat membalas pelaksanaan yang tidak menyayangi budi dan kebajikan karena dapat jiwa raga. Hukum agama Buddha mendengar satu bab maupun satu sama sekali bukan merupakan suatu jilid dari Saddharmapundarikapengetahuan. Selama tidak ada sutra? pelaksanaan, tidak dapat menuntut Hukum agama Buddha. Justru Keterangan: dengan pelaksanaan yang kuat, akan Kutipan kalimat di atas berarti, bahwa Putra Himalaya demi mendengar menggemakan Hukum agama Buddha di setengah bait Sutra telah mengorbankan dalam jiwa sebagai prinsip yang hidup. Ketiga, di sini tak peduli siapapun jiwa raganya. Sekarang, kita yang yang menjelaskan Hukum agama dapat mendengar satu bab, satu jilid Buddha, kalau ia unggul dalam Saddharmapundarika-sutra, dengan Hukum agama Buddha, maka kita apakah kita dapat membalas budi harus maju mengobarkan hati kebajikan? Dewa Indra menjelmakan menuntut agama Buddha. Dengan dirinya menjadi iblis untuk menguji mewujudkan perumpamaan dari hati menuntut agama Buddha dari
5
PK2
34
Samantabadra | Juli 2014
iblis telah mewujudkan secara tandas dan gamblang, bahwa dalam menuntut Hukum agama Buddha harus berdasarkan pada Hukum agama Buddha. Kedudukan dan pangkat dalam masyarakat yang bagaimanapun, sama sekali tidak berhubungan dengan keagungan seseorang sebagai manusia. Hukum agama Buddha meletakkan segala titik tolak pada ideologi kemanusiaan. Keempat, kesadaran Hukum agama Buddha sama sekali tidak terdapat dalam dunia yang istimewa, melainkan terdapat dalam lingkungan kehidupan diri sendiri yang terdekat. Mungkin perumpamaan iblis agak istimewa. Namun, Hukum agama Buddha tidak terdapat dalam dunia yang ideal dan mewah, malah dapat dikatakan terdapat di dalam masyarakat nyata yang kotor. Putra Himalaya telah melaksanakan pertapaan di gunung salju yang terpencil dari kehidupan manusia, akan tetapi di situ ia tidak memperoleh Hukum agama Buddha, malah ia memperolehnya ketika menuntut Hukum agama Buddha dengan mengorbankan jiwanya kepada iblis. Kesadaran Hukum agama Buddha bukan sesuatu yang tenang, melainkan justru akan muncul di dalam pelaksanaan agung yang mengorbankan jiwa raga. Cerita ini jelas mewujudkan hal tersebut. Kitapun dapat menganut dan mempertahankan Gohonzon melalui penyiaran Dharma. Kemudian, dengan belajar filsafat Hukum agama Buddha, akhirnya kita dapat mengetahui Hukum
perombakan nasib, dan menerima kurnia kebajikan. Dengan apakah kita dapat membalas budi kebajikan ini? Niciren Daisyonin mengajarkan, bahwa kalau kita miskin dan tidak mempunyai harta untuk berdana paramita, maka kita harus mempersembahkan jiwa raga. Kalau ada kesempatan, hendaknya mengorbankan jiwa raga untuk mempelajari Hukum agama Buddha. Â Tidak lain hanya merupakan binatang yang memakai jubah Dharmaduta.
6
Anak Cabang
Keterangan: Bagian ini menandaskan, bahwa dalam kehidupan yang pendek ini kita seharusnya mencurahkan jiwa raga demi Hukum agama Buddha. Kita yang dapat dilahirkan sebagai seorang manusia yang sulit diperoleh, terlebih lagi karena telah menjadi bhikku, Dharmaduta yang belajar, melaksanakan pertapaan, dan selalu menjelaskan Hukum agama Buddha, hendaknya menjadi suri tauladan di masyarakat. Kalau melewati sehari-hari dengan sia-sia, hanya bermain-main dan obrolan saja, maka orang itu dikatakan sebagai “Binatang yang memakai pakaian Dharmaduta�. Dharmaduta, di dalam pengertiannya secara luas dalam masyarakat sekarang ini dapat dikatakan sebagai lapisan pemimpin yang membimbing rakyat banyak. Kalau dipandang berdasarkan filsafat jiwa icinen sanzen, maka segala apapun merupakan perwujudan sesungguhnya dari Saddharma (Myoho). Juli 2014 | Samantabadra
35
materi ajaran | gosyo kensyu Oleh karena itu, Dharmaduta adalah fungsi dari Saddharma (Myoho). Dengan demikian, orang yang menganut dan mempertahankan Dai Gohonzon dengan melaksanakan amanat Buddha demi penyelamatan seluruh umat manusia adalah pemimpin masyarakat yang sesungguhnya, dan dapat dikatakan sebagai Dharmaduta. “Tidak menyayangi jiwa raga dan hanya menyayangi jalan agung”.
oleh penguasa. Oleh karenanya, bhikkubhikku yang telah menjadi murid Nikko telah berpindah sekte. Kalau tidak demikian, mereka akan dikejar dan dianiaya. Sehingga, orang yang lemah kepercayaannya menginginkan ketenangan dalam kuil dan pada waktu yang genting tersebut telah lupa terhadap nasihat Niciren Daisyonin. Niciren Daisyonin dengan meminjam kata-kata Sang Buddha, “Saya tidak menyayangi jiwa raga, hanya menyayangi jalan agung yang tiada taranya”, menjelaskan hal itu. Keterangan: Pencerminan dari kalimat Sutra ini akan Dalam Bab Penegakan terlihat dengan nyata dalam kegiatan sebagai murid Niciren Daisyonin Saddharmapundarika-sutra dikatakan yang melaksanakan pertapaan sebagai berikut, “Di dalam masa durhaka dari kalpa yang kotor, dengan mencurahkan jiwa raga dan kebanyakan umat Buddha berada dalam mempertahankan jalan agung. Para murid di bawah pimpinan Nikko ketakutan dan kecemasan. Iblis jahat telah masuk dan menguasai jiwanya Syonin, walau telah dihadapi dengan berbagai penindasan dan penganiayaan, untuk mengutuk, mencerca, dan namun, mereka telah melaksanakan menghina kita. Namun demikian, kita yang dengan rasa hormat dan percaya petuah emas Niciren Daisyonin dengan jiwa raga. Hal ini merupakan suri kepada Sang Buddha, sesungguhnya tauladan kepercayaan bagi masa Akhir harus mengenakan zirah ketabahan yang ampuh terhadap apapun demi Dharma yang kekal abadi. mengkhotbahkan Sutra ini dengan menahan berbagai penderitaan. Kita Kegembiraan kehidupan tidak akan menyayangi jiwa raga dan sekarang adalah seperti hanya menyayangi jalan agung yang dalam keadaan mimpi, tiada taranya”. Seluruh murid Niciren karena kegembiraan dari Dunia Daisyonin waktu itu telah menerima Buddha (Ryozen Jodo) merupakan kutipan kalimat Sutra ini secara amat kegembiraan sesungguhnya. mendalam. Surat ini ditulis pada tahun 1278 Keterangan: ketika murid-murid Nikko Syonin Sebagai kesimpulan, sikap telah mengalami penindasan dan kepercayaan bagi penganut biasa ialah pengejaran sekte lain yang dilindungi harus maju melangkah pada penyebutan
7
Anak Cabang
8
Anak Cabang
36
Samantabadra | Juli 2014
Daimoku, penyiaran Dharma, dan melaksanakan dana paramita. Penyiaran Dharma pun hendaknya disesuaikan dengan kekuatan masingmasing, yakni menyesuaikan kekuatan diri sendiri untuk menyampaikan ajaran yang diperoleh kepada orang lain. Hendaknya menyiarkan Dharma dengan kegembiraan hati yang memperkembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan sifat dan kekuatan masing-masing. Dengan demikian, pasti dapat memperoleh kebahagiaan yang kekal abadi. Dasar pokoknya adalah kepercayaan. Untuk itu, Niciren Daisyonin memberikan dorongan untuk meneruskan kepercayaan dengan menandaskan, “Namun, kalau keyakinannya lemah, pasti tidak akan dapat pergi ke tempat yang sedemikian berbahagia�. Karena kebahagiaan kehidupan sekarang dalam masyarakat umum adalah bagaikan sesuatu mimpi yang tak dapat dijadikan sebagai pegangan, maka dunia kebahagiaan yang sesungguhnya adalah mencapai kegembiraan kesadaran Buddha. Kebahagiaan Dunia Buddha adalah kebahagiaan mutlak yang berdasarkan pada kepercayaan. Melalui surat ini dapat diperkirakan betapa Matsuno Dono memperhatikan dunia setelah kematian dan saat menghadapi ajal. Itu kiranya disebabkan karena ideologi pada waktu itu telah dipengaruhi oleh pandangan kefanaan, pandangan yang membenci keadaan masyarakat dan terdapat pikiran untuk mencapai suatu tanah
suci serta kebahagiaan di luar dunia ini. Keadaan masyarakat pada waktu itu telah dilanda dengan bencana alam yang sedemikian kerasnya, sehingga sebagian besar rakyat telah menemui ajalnya. Matsuno Dono sebagai seorang yang hidup pada waktu itu diperkirakan sangat memperhatikan tentang kematian maupun dunia setelah kematian. Niciren Daisyonin dengan sedemikian rupa menyelami keadaan jiwa Matsuno Dono, dimana menandaskan bahwa kehidupan mendatang lebih penting daripada kehidupan sekarang. Maksud sesungguhnya menandaskan, bahwa Hukum agama Buddha meneguhkan kebahagiaan yang mencakupi waktu yang kekal abadi. Dalam surat ini secara garis besar sebagai perumpamaan telah dilukiskan keadaan kehidupan yang ideal, namun secara hakekatnya menjelaskan, bahwa ketika menerima dan mempertahankan Gohonzon, di manapun kita berada, di situlah tanah Buddha. Jadi, walau dihadapi dengan keadaan yang bagaimanapun, ketika menerima dan mempertahankan Saddharma (Myoho), akan dapat mengatasi kesulitan apapun juga. Untuk melepaskan diri dari kelemahan jiwa maupun pandangan yang benci terhadap keadaan masyarakat, kita harus berpijak pada jiwa kekal abadi dan tidak melarikan diri dari kehidupan yang nyata, bahkan harus memunculkan jiwa yang kuat dan kokoh untuk mengatur keadaan lingkungan hidup. Hal itu berarti memasuki Dunia Buddha, yakni Juli 2014 | Samantabadra
37
materi ajaran | gosyo kensyu membangun istana jiwa sendiri, dan inilah yang dikatakan sebagai mencapai suasana kesadaran Buddha. Orang yang tidak mengetahui Hukum Sakti, karena berdasarkan pada pandangan hidup yang kabur, mereka hanya mencari kebahagiaan yang mudah hancur. Dan kalau memperoleh kedudukan dalam masyarakat, maka menjadi sombong, seakan-akan dirinya telah memperoleh kebahagiaan. Akan tetapi, kalau kedudukannya mulai goyah, dan seandainya usaha untuk mempertahankan kedudukannya tidak berhasil, maka akan lupa terhadap rasa malu dan mengeluh serta bersedih hati, seakan-akan di dunia ini tiada seorangpun yang lebih malang dari padanya. Ketahuilah, kita memperoleh kebahagiaan sesungguhnya dengan percaya dan mempertahankan Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung, adalah sesuatu yang tidak dapat dihancurkan oleh apapun. Selanjutnya, kita mengetahui bahwa walau kita menderita dalam penderitaan yang bagaimanapun, namun kita memiliki kekuatan yang dapat mengatasi kesulitan tersebut. Terlebih dari itu, walau kita berjerih payah mengatasi kesulitan diri sendiri, namun kita dapat memikirkan dan merasakan kebahagiaan dan penderitaan orang lain maupun seluruh masyarakat. Hal ini sekaligus akan menjadikan kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan bangsa dan negara sebagai tujuan hidup kita. Bukankah ini merupakan perombakan sifat jiwa yang agung? 38
Samantabadra | Juli 2014
Kesimpulannya, walau dikatakan masa mendatang, namun itu merupakan sambungan dari tumpukan masa sekarang. Akibat yang akan terjadi pada masa mendatang ditentukan berdasarkan sebab yang dibuat dalam masa sekarang ini. Jadi, pada masa sekarang ini orang dapat bertemu, percaya, dan mempertahankan Gohonzon dari Ketiga Hukum Rahasia Agung dengan melaksanakan kegiatan setiap harinya, kiranya tidak berkelebihan jika dikatakan kita telah dijanjikan untuk memperoleh kebahagiaan yang kokoh tak tergoyahkan pada masa akan datang
eee
English
Reply to Matsuno Dono I
have received the string of coins, the horseload of polished rice, and the white quilted robe that you sent. Rolling fields and hills stretch out more than a hundred ri to the south of this mountain. To the north stands lofty Mount Minobu, which joins the peaks of Shirane farther off. Jutting sharply up to the west is a mountain called Shichimen. Snow remains on these peaks throughout the year. There is not a single dwelling other than mine in the area. My only visitors, infrequent as they are, are the monkeys that come swinging through the treetops. And to my regret, even they do not stay for long, but scurry back to where they came from. To the east run the surging waters of the Fuji River, which resemble the flowing sands of the desert. It is extraordinary indeed that you send letters from time to time to this place whose inaccessibility makes visitors rare. I learned that the scholar Nichigen of Jissō-ji temple, upon becoming my disciple, was driven out by his own disciples and lay supporters, and had to give up his lands, so that he now has no place of his own. Nonetheless, he still visits me and takes care of my disciples. What devotion to the way! Nichigen is a sage. He is already unrivaled as a scholar of Buddhism. Yet he has discarded all desire for fame and fortune and become my disciple. He has lived the words in the sutra, “We care nothing for our bodies or lives.” To repay his debts of gratitude to the Buddha, he has taught you and your fellow believers and inspired you, Matsuno, to make these sincere offerings. All this is truly amazing. The Buddha stated that, in the latter age, monks and nuns with the hearts of dogs would be as numerous as the sands of the Ganges. By this he meant that the priests and nuns of that day would be attached to fame and fortune. Because they wear robes and surplices, they look like ordinary priests and nuns. But in their hearts they wield a sword of distorted views, hastening here and there among their patrons and filling them with countless lies so as to keep them away from other priests or nuns. Thus they strive to keep their patrons to themselves and prevent other priests or nuns from coming near them, like a dog who goes to a house to be fed, but growls and springs to attack the moment another dog approaches. Each and every one of these priests and nuns is certain to fall into the evil paths. Being the scholar that he is, Nichigen must have read this passage in the sutra. His unusual consideration and frequent visits to me and my disciples are deeply appreciated. In your letter you write: “Since I took faith in this sutra I have continued to recite the ten factors of life and the verse section of the ‘Life Span’ chapter and chant the daimoku without the slightest neglect. But how great is the difference between the blessings received when a sage chants the daimoku and the blessings received when we chant it?” To reply, one is in no way superior to the other. The gold that a fool possesses is no different from the gold that a wise man possesses; a fire made by a fool is the same as a fire made by a wise man.
Juli 2014 | Samantabadra
39
materi ajaran | gosyo kensyu However, there is a difference if one chants the daimoku while acting against the intent of this sutra. There are various stages in the practice of this sutra [and various forms of slander exist accordingly]. Let me sum them up by quoting from volume five of The Annotations on “The Words and Phrases of the Lotus Sutra”: “In defining the types of evil, The Words and Phrases of the Lotus Sutra states briefly, ‘Expound among the wise but not among the foolish.’ One scholar enumerates the types of evil as follows: ‘I will first list the evil causes and then their effects. There are fourteen evil causes: (1) arrogance, (2) negligence, (3) wrong views of the self, (4) shallow understanding, (5) attachment to earthly desires, (6) not understanding, (7) not believing, (8) scowling with knitted brows, (9) harboring doubts, (10) slandering, (11) despising, (12) hating, (13) envying, and (14) bearing grudges.’” Since these fourteen slanders apply equally to priesthood and laity, you must be on guard against them. Bodhisattva Never Disparaging of old said that all people have the Buddha nature and that, if they embrace the Lotus Sutra, they will never fail to attain Buddhahood. He further stated that to slight a person is to slight the Buddha himself. Thus, his practice was to revere all people. He revered even those who did not embrace the Lotus Sutra because they too had the Buddha nature and might someday believe in the sutra. Therefore, it is all the more natural to revere those priests and lay people who do embrace the sutra. The fourth volume of the Lotus Sutra states, “If there were a person who spoke only one word to curse the lay persons or monks or nuns who uphold and preach the Lotus Sutra, then his offense would be even graver than that of cursing Shakyamuni Buddha to his face for the space of a kalpa.” The Lotus Sutra also states, “[If anyone sees a person who accepts and upholds this sutra and tries to expose the faults or evils of that person], whether what he speaks is true or not, [he will in his present existence be afflicted with white leprosy].” Take these teachings to heart, and always remember that believers in the Lotus Sutra should absolutely be the last to abuse one another. All those who keep faith in the Lotus Sutra are most certainly Buddhas, and one who slanders a Buddha commits a grave offense. When one chants the daimoku bearing in mind that there are no distinctions among those who embrace the Lotus Sutra, then the blessings one gains will be equal to those of Shakyamuni Buddha. A commentary states, “Both the beings and the environment of the Avīchi hell exist entirely within the life of the highest sage [Buddha], and what is more, the life and the environment of Vairochana [Buddha] never transcend the lives of common mortals.” You can surmise the significance of the fourteen slanders in the light of the above quotations. That you have asked me about Buddhism shows that you are sincerely concerned about your next life. The Lotus Sutra states, “ . . . a person capable of listening to this Law, such a person is likewise rare.” Unless the Buddha’s true envoy appears in this world, who is there that can expound this sutra in exact accord with the Buddha’s intent? Moreover, it would appear that there are very few who ask about the meaning of the sutra in an effort to resolve their doubts and thus believe in it wholeheartedly. No matter how humble a person may be, if his wisdom is the least bit greater than yours, you should ask him about the meaning of the sutra. But the people in this evil age are so arrogant, prejudiced, and attached to fame and profit that they are afraid that, should they become the disciple of a humble person or try to learn something from him, they will be looked down upon by others. They never rid themselves of this wrong attitude, so they seem to be destined for the evil paths. The “Teacher of the Law” chapter says: “If you make offerings to the priest who preaches the 40
Samantabadra | Juli 2014
English
Lotus Sutra and hear its teachings for even a moment, then you will experience joy because you can gain even greater benefits than one who offers immeasurable treasures to the Buddha for the space of eighty million kalpas.” Even an ignorant person can obtain blessings by serving someone who expounds the Lotus Sutra. No matter if he is a demon or an animal, if someone proclaims even a single verse or phrase of the Lotus Sutra, you must respect him as you would the Buddha. This is what the sutra means when it says, “You should rise and greet him from afar, showing him the same respect you would a Buddha.” You should respect one another as Shakyamuni and Many Treasures did at the ceremony in the “Treasure Tower” chapter. The priest Sammi-bō may be lowly, but since he can explain even a little about the teachings of the Lotus Sutra, you should respect him as you would the Buddha and ask him about the teachings. “Rely on the Law and not upon persons” should be your guideline. Long, long ago there was a young man who lived in the Snow Mountains and was called the boy Snow Mountains. He gathered ferns and nuts to keep himself alive, made garments of deerskin to clothe his body, and quietly practiced the way. As he observed the world with care and attention, the boy came to understand that nothing is permanent and everything changes, and that all that is born is destined to die. This weary world is as fleeting as a flash of lightning, as the morning dew that vanishes in the sun, as a lamp easily blown out by the wind, or as the fragile leaves of the plantain that are so easily broken. No one can escape this transience. In the end, all must take the journey to the Yellow Springs, the land of darkness. When we imagine the trip to the other world, we sense utter darkness. There is no light from the sun, the moon, or the stars; not even so much as fire to light a torch. And along that dark road, there is no one to keep you company. When one is in the sahā world, one is surrounded by parents and relatives, brothers and sisters, wife and children, and retainers. Fathers may show lofty compassion, and mothers, profound loving sympathy. Husband and wife may be as faithful as two shrimps of the sea who vow to share the same hole and never to part throughout life. Yet, though they push their pillows side by side and sport together under quilts embroidered with mandarin ducks, they can never be together on that journey to the land of darkness. As you travel alone in complete darkness, who will come to encourage you? Though old and young alike dwell in the realm of uncertainty, it is part of the natural order for the elderly to die first and the young to remain awhile. Thus, even as we grieve, we can find some cause for consolation. Sometimes, however, it is the old who remain and the young who die first. No one feels more bitter resentment than a young child who dies before its parents. No one despairs more deeply than parents who see their child precede them in death. People live in this fleeting world where all is uncertainty and impermanence, yet day and night they think only of how much wealth they can amass in this life. From dawn to dusk they concentrate on worldly affairs, and neither revere the Buddha nor take faith in the Law. They ignore Buddhist practice and lack wisdom, idling their days away. And when they die and are brought before the court of Yama, the lord of hell, what can they carry as provisions on the long journey through the threefold world? What can they use as a boat or raft to ferry themselves across the sea of the sufferings of birth and death to the Land of Actual Reward or the Buddha Land of Tranquil Light? When one is deluded, it is as if one were dreaming. And when one is enlightened, it is as if one had awakened. Thinking in this way, the boy Snow Mountains resolved to awake from the
Juli 2014 | Samantabadra
41
materi ajaran | gosyo kensyu dream of the transient world and to seek the reality of enlightenment. So he secluded himself in the mountains and devoted himself to deep meditation, sweeping away the dust of delusion and befuddlement in his single-minded pursuit of the Buddhist teaching. The god Shakra looked down from heaven and observed the boy Snow Mountains in the distance. He thought to himself: “Though the baby fish are many, there are few that grow up to be big fish. Though the flowers of the mango tree are many, there are few that turn into fruit. In like manner, there are many people who set their hearts on enlightenment, but only a few who continue their practice and in fact attain the true way. The aspiration for enlightenment in common mortals is often hindered by evil influences and easily swayed by circumstances; though many warriors don armor, few go without fear into battle. Let me go test this young man’s resolve.” So saying, Shakra disguised himself as a demon and appeared at the boy’s side. At that time the Buddha had not yet made his appearance in the world, and although the boy Snow Mountains had sought everywhere for the scriptures of the great vehicle, he had been unable to learn anything of them. Just then he heard a faint voice saying, “All is changeable, nothing is constant. This is the law of birth and death.” The young man looked all around in amazement, but there was no one in sight except a demon standing nearby. In appearance it was fierce and horrible; the hairs on its head were like flames and the teeth in its mouth like swords, and its eyes were fixed on the boy in a furious glare. When the boy saw this, he was not frightened in the least. He was so overjoyed at the opportunity to hear something of the Buddhist teaching that he did not even question it. He was like a calf separated from its mother that hears the faint sound of her lowing. “Who spoke that verse? There must be more!” he thought, and once more he searched all around, but still there was no one to be seen. He wondered if it could have been the demon who recited the verse. But on second thought that seemed impossible, since the demon must have been born a demon in retribution for some past evil act. The verse was certainly a teaching of the Buddha, and he was sure it could never have come from the mouth of a lowly demon. But as there was no one else about, he asked, “Was it you who preached that verse?” “Don’t speak to me!” replied the demon. “I’ve had nothing to eat for days. I’m starved, exhausted, and almost out of my mind. I may have uttered some sort of nonsense, but in my dazed condition I don’t even know what it was.” “For me to hear only the first half of that verse,” said the boy, “is like seeing only half the moon, or obtaining half a jewel. It must have been you who spoke, so I beg you to teach me the remaining half.” The demon replied sarcastically, “You are already enlightened, so you should feel no resentment even if you don’t hear the rest of the verse. I’m dying of starvation, and I haven’t the strength to speak—say no more to me!” “Could you teach me if you had something to eat?” asked the boy. “If I had something to eat, I might be able to,” said the demon. Elated, the boy said, “Well, then, what kind of food would you like?” But the demon replied, “Ask no more. You will certainly be horrified when you hear what I eat. Besides, you would never be able to provide it.” Yet the boy Snow Mountains was insistent. “If you will just tell me what you want, I will try to find it for you.” The demon answered, “I eat only the tender flesh of humans and drink only their warm blood. I fly through the air far and wide in search of food, but people are protected by the Buddhas and gods so that, even though I want to kill them, I cannot. I can only kill and eat those whom the Buddhas and gods have forsaken.” Hearing this, the boy decided to give his own body for the sake of the Law, so that he could hear the entire verse. 42
Samantabadra | Juli 2014
English
“Your food is right here,” he said. “You need look no further. Since I am still alive, my flesh is warm, and since my flesh is warm, so is my blood. Therefore, I ask you to teach me the rest of the verse, and in exchange, I will offer you my body.” Then the demon grew furious and demanded, “Who could believe your words? After I’ve taught you the rest of the verse, who can I call on as a witness to make you keep your promise”? The boy replied: “This body of mine is mortal. But if I give my life for the Law, casting away this vile body that would otherwise die in vain, in the next life I will certainly attain enlightenment and become a Buddha. I will receive a pure and wonderful body. It will be like throwing away a piece of crockery and receiving a precious vessel in exchange. I call upon Brahmā and Shakra, the four heavenly kings, and the Buddhas and bodhisattvas of the ten directions to be my witnesses. I could not possibly deceive you in their presence.” The demon, somewhat mollified, said, “If what you say is true, I will teach you the rest of the verse.” The boy Snow Mountains was overjoyed and, removing his deerskin garment, spread it out for the demon to sit upon while he preached. Then the boy knelt, bowed his head to the ground, and placed his palms together in reverence, saying, “All I ask is that you teach me the rest of the verse.” Thus he offered his heartfelt respect to the demon. The demon, seating himself on the deerskin, then recited these words: “Extinguishing the cycle of birth and death, one enters the joy of nirvana.” The moment he heard this, the boy was filled with joy, and his reverence for the verse was boundless. Resolving to remember it in his next life, he repeated it over and over again, and etched it deep in his heart. He pondered, thinking to himself, “I rejoice that this verse [though it came from a demon] is no different from the teaching of the Buddha, but at the same time I lament that I alone have heard it and that I am unable to transmit it to others.” Thereupon he inscribed the stanza on stones, cliff faces, and the trees along the road, and he prayed that those who might later pass by would see it, understand its meaning, and finally enter the true way. This done, he climbed a tall tree and threw himself down before the demon. But before he had reached the ground, the demon quickly resumed his original form as Shakra, caught the boy, and gently placed him on a level spot. Bowing before him reverently, the god said, “In order to test you, I held back the Thus Come One’s sacred teaching for a time, causing anguish in the heart of a bodhisattva. I hope you will forgive my fault and save me without fail in my next life.” Then all of the heavenly beings gathered around to praise the boy Snow Mountains, saying, “Excellent, excellent! He is truly a bodhisattva.” By casting away his body to listen to half a verse, the bodhisattva was able to eradicate offenses calling for twelve kalpas of the sufferings of birth and death [and attain enlightenment]. His story is referred to in the Nirvana Sutra. In the past the boy Snow Mountains was willing to give his life to hear but half a verse. How much more thankful should we be to hear a chapter or even a volume of the Lotus Sutra! How can we ever repay such a blessing? Indeed, if you care about your next life, you should make this bodhisattva your example. Even though you may be too poor to offer anything of value, if the opportunity should arise to give up your life to acquire the Law of the Buddha, you should offer your life in order to pursue the Law. This body of ours in the end will become nothing more than the soil of the hills and fields. Therefore, it is useless to begrudge your life, for though you may wish to, you cannot cling to it forever. Even people who live a long time rarely live beyond the age of one hundred. And all the events of a lifetime are like the dream one dreams in a brief nap. Though a person may have Juli 2014 | Samantabadra
43
materi ajaran | gosyo kensyu been fortunate enough to be born as a human being and may have even entered the priesthood, if he fails to study the Buddha’s teaching and to refute its slanderers but simply spends his time in idleness and chatter, then he is no better than an animal dressed in priestly robes. He may call himself a priest and earn his livelihood as such, but in no way does he deserve to be regarded as a true priest. He is nothing but a thief who has stolen the title of priest. How shameful and frightening! In the theoretical teaching of the Lotus Sutra there is a passage that reads, “We care nothing for our bodies or lives but are anxious only for the unsurpassed way.” Another passage from the essential teaching reads, “Not hesitating even if it costs them their lives.” The Nirvana Sutra states, “One’s body is insignificant while the Law is supreme. One should give one’s life in order to propagate the Law.” Thus both the theoretical and essential teachings of the Lotus Sutra, as well as the Nirvana Sutra, all indicate that one should give one’s life to spread the Law. It is a grave offense to go against these admonitions, and though invisible to the eye, the error piles up until it sends one plummeting to hell. It is like heat or cold, which has no shape or form that the eye can see. Yet in winter the cold comes to attack the trees and grasses, humans and beasts, and in summer the heat comes to torment people and animals. As a lay believer, the important thing for you is to chant Nam-myoho-renge-kyo singlemindedly and to provide support for the priests. And if we go by the words of the Lotus Sutra, you should also teach the sutra to the best of your ability. When the world makes you feel downcast, you should chant Nam-myoho-renge-kyo, remembering that, although the sufferings of this life are painful, those in the next life could be much worse. And when you are happy, you should remember that your happiness in this life is nothing but a dream within a dream, and that the only true happiness is that found in the pure land of Eagle Peak, and with that thought in mind, chant Nam-myoho-renge-kyo. Continue your practice without backsliding until the final moment of your life, and when that time comes, behold! When you climb the mountain of perfect enlightenment and gaze around you in all directions, then to your amazement you will see that the entire realm of phenomena is the Land of Tranquil Light. The ground will be of lapis lazuli, and the eight paths will be set apart by golden ropes. Four kinds of flowers will fall from the heavens, and music will resound in the air. All Buddhas and bodhisattvas will be present in complete joy, caressed by the breezes of eternity, happiness, true self, and purity. The time is fast approaching when we too will count ourselves among their number. But if we are weak in faith, we will never reach that wonderful place. If you still have questions, I am waiting to hear them. Respectfully, Nichiren The ninth day of the twelfth month in the second year of Kenji (1276), cyclical sign hinoe-ne
44
Samantabadra | Juli 2014
中文
Juli 2014 | Samantabadra
45
materi ajaran | gosyo kensyu
46
Samantabadra | Juli 2014
中文
Juli 2014 | Samantabadra
47
materi ajaran | gosyo kensyu
48
Samantabadra | Juli 2014
中文
Juli 2014 | Samantabadra
49
materi ajaran | gosyo kensyu
50
Samantabadra | Juli 2014
中文
Juli 2014 | Samantabadra
51
materi ajaran | gosyo cabang
Gosyo Cabang
Memperpanjang Karma Tetap (Ka En Jo Gosyo) LATAR BELAKANG |
S
urat tersebut ditulis pada tahun Bun-ei ke-2 (1279). Ketika itu Niciren Daisyonin berusia 58 tahun. Surat tersebut dikirim dari Minobu kepada istri Toki Jonin yang bertempat tinggal di Nakamiya, desa Katsusyika Propinsi Syimofusa. Ketika Toki Jonin menjadi bhiksu awam (Nyudo), Toki Ama Goze turut pula mencukur rambutnya dan bersama- sama suaminya menjadi bhiksuni. Toki Ama Goze mendapat nama Myojo. Wataknya tenang, halus budi pekertinya dan selalu mendukung suaminya. Toki Ama Goze adalah wanita yang terus menjalankan hati kepercayaan bersama suami. Akan tetapi pada usia lanjutnya, Toki Ama Goze sering mendapat kesulitan yang ditimbulkan oleh Iblis penyakit. Dalam surat tersebut Niciren Daisyonin mengajarkan kepada Ama Goze bahwa kekuatan Buddha dapat merombak karma tetap. Selain itu Niciren Daisyonin juga membimbing dan 52
Samantabadra | Juli 2014
memberi dorongan semangat kepada Ama Goze sampai hal-hal yang terkecil melalui surat tersebut. Judul surat tersebut juga tertera dalam isi surat itu yang berbunyi, “Walaupun karma itu adalah karma tetap, jika berdasarkan pada Saddharmapundarikasutra, karma tetap tersebut dapat diperpanjang�. Kalimat tersebut dipersingkat menjadi Memperpanjang Karma Tetap (Ka En Jo Gosyo), atau disebut juga sebagai Karma Tetap Dari Usia Diperpanjang (Jogo Emmyo Syo). Surat yang asli masih terdapat di kuil Hokkekyo, Nakayama. Akan tetapi bagian akhir dari surat tersebut yang membuat bulan dan tahun sudah tidak ada. Dalam surat itu dikatakan bahwa Syijo Kingo mengunjungi Niciren Daisyonin di Gunung Minobu pada bulan 10 tahun yang lalu. Pada saat itulah Niciren Daisyonin menyampaikan tentang penyakit yang di derita Ama Goze pada Syijo Kingo.
Syijo Kingo menjawab bahwa penyakit tersebut pasti akan timbul pada bulan 1 atau bulan 2 tahun berikutnya. Bila kita melihat hal itu, maka dapat kita perkirakan bahwa surat tersebut ditulis pada bulan 1 atau bulan 2. Adapun tentang tahun penulisan surat tersebut terdapat dua pendapat yang berbeda. Ada yang mengatakan surat tersebut ditulis pada tahun Ko-an ke- 2, tetapi adapula yang berpendapat bahwa surat tersebut ditulis pada tahun Bun-ei ke-12 (1275). Alasan perkiraan yang pertama adalah karena dalam Surat Balasan kepada Toki Dono Nyobo Ama Goze yang ditulis pada bulan 11 tahun Ko-an ke-2 tertera bahwa penyakit yang diderita Ama Goze semakin parah. Sedangkan perkiraan yang kedua didasarkan pada Surat Balasan kepada Toki Ama Goze yang ditulis pada tanggal 27 bulan ke-3 tahun Kenji ke-2 yang mengatakan bahwa Toki Ama Goze harus mendapatkan pengobatan moksibasi. Diperkirakan bahwa hal tersebut berhubungan erat dengan isi surat di atas yang menganjurkan untuk meminta pertolongan kepada Syijo Kingo. Surat tersebut pertamatama menjelaskan bahwa ada penyakit yang ringan dan penyakit yang berat. Sama halnya dengan penyakit adalah karma. Karma yang di dalam surat itu diartikan sebagai usia, ada yang merupakan karma tetap dan ada yang tidak tetap. Penyakit yang paling beratpun dapat disembuhkan bila ditangani oleh dokter yang ahli. Begitu juga dengan karma tetap. Seseorang dapat merombak karma tetap dan
memperpanjang umur dengan hati kepercayaan hukum sakti. Perkataan ini merupakan suatu dorongan pada Ama Goze yang telah kehilangan semangat hidup dan merasa putus asa karena penyakit yang dideritanya. Isi surat tersebut bertujuan untuk memberi semangat pada Ama Goze agar mempunyai harapan yang besar untuk hidup. Tujuan tersebut dapat dilihat dari kalimat dalam surat tersebut yang berbunyi , “Sutra ini (Saddharmapundarikasutra) adalah obat manjur untuk menyembuhkan penyakit seluruh umat manusia di dunia�. Juga dengan khusus dan tegas dikatakan bahwa Saddharmapundarika-sutra menjanjikan kebahagiaan bagi kaum wanita. Selanjutnya ditulis pula bukti-bukti nyata yang mengisahkan perpanjangan usia Raja Ajatasatru, Chen-ch’en dan Bodhisattva Sadhapaributa. Jika kaum pria dapat memperoleh manfaat agung dari sutra ini, apalagi kaum wanita. Kaum wanita tak mungkin tidak mendapat bantuan. Niciren Daisyonin sendiri mendoakan penyembuhan penyakit Ibu-Nya, sehingga ibu-Nya dapat memperpanjang usia selama 4 tahun. Semua bukti-bukti yang nyata itu merupakan bimbingan Niciren Daisyonin agar Ama Goze dapat menimbulkan hati kepercayaan dengan kuat. Penyakit yang berat dapat saja diobati oleh dokter yang ahli apabila penyakit tersebut tidak timbul pada batas usia karma tetap. Pernyataan Juli 2014 | Samantabadra
53
materi ajaran | gosyo cabang tersebut berarti bahwa dalam tubuh manusia terdapat tenaga untuk hidup yang mempunyai kekuatan melawan penyakit. Hanya saja daya gerak dari tenaga untuk hidup ini dirintangi oleh penyakit. Pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter akan menghilangkan rintangan ini, sehingga kekuatan jiwa akan timbul kembali. Tetapi, apabila sebab dasar dari penyakit yang diderita adalah karma tetap, maka tenaga untuk hidup itu sendiri menjadi lemah dan runtuh, akhirnya musnah sama sekali. Jika demikian keadaannya, maka dokter yang paling ahlipun tak dapat
ISI GOSYO |
membantu. Seseorang yang menderita penyakit yang didasari karma tetap harus memperkuat ‘kekuatan jiwa’ orang itu sendiri. Satu-satunya jalan untuk menghidupkan kembali tenaga jiwa yang hampir padam adalah merombak karma tetap orang tersebut dan bertobat kepada hukum sakti. Sumber pokok untuk hidup baru bisa timbul dengan merombak karma tetap. Oleh karena itu Niciren Daisyonin dengan keras membimbing hati kepercayaan Ama Goze. Beliau juga menganjurkan Ama Goze untuk mendapatkan pengobatan dari Syijo Kingo.
Penyakit itu sebenarnya ada dua macam. Penyakit yang berat dan penyakit yang ringan. Sekalipun penyakit itu berat, kalau ditangani dokter yang ahli, penyakit itu akan cepat dapat di obati dan usia dapat diperpanjang. Apabila penyakit berat dapat diobati, maka penyakit yang ringan pasti dapat disembuhkan. Seperti penyakit, karma juga ada dua macam. Karma tetap dan karma tidak tetap. Walaupun karma itu karma tetap, bisa dilenyapkan jika sungguh-sungguh bertobat. Apalagi kalau karma itu karma tidak tetap. Dalam Saddharmapundarika-sutra jilid-7 Bab XXIII, Bab perbuatan pokok Bodhisattva Bhaisajyaraja dikatakan, “Sutra ini adalah obat manjur untuk menyembuhkan penyakit seluruh umat manusia di dunia”. Kalimat di atas adalah kalimat yang terdapat dalam Saddharmapundarikasutra. Semua ajaran suci yang dibabarkan seumur hidup Sang Buddha Sakyamuni adalah petuah emas Buddha. Ajaran-ajaran suci tersebut bukanlah merupakan kata-kata bualan semenjak kalpa yang tak terhitung. Jadi, seluruh ajaran suci yang dibabarkan oleh Sang Buddha Sakyamuni disebut sebagai sutra-sutra. Di antara seluruh sutra tersebut hanya dalam Saddharmapundarika-sutra Sang Buddha Sakyamuni mengatakan, “Dengan tulus dan jujur membuang ajaran sementara dan hanya membabarkan ajaran sesungguhnya”. Maka, Saddharmapundarika-sutra yang memuat kalimat itu adalah sutra yang sungguh-sungguh besar di antara sutra-sutra lainnya: Saddharmapundarika-sutra adalah kebenaran yang paling benar. 54
Samantabadra | Juli 2014
Tathagata Prabhutaratna memperkuat bukti bahwa semua kata-kata Buddha adalah kebenaran. Para Buddha sepuluh penjuru menjulurkan lidah ke surga Brahma untuk memperkuat pernyataan tersebut. Maka tidak mungkin dapat dikatakan bahwa kata-kata Buddha adalah bualan. Dalam Saddharmapundarikasutra juga dibabarkan hukum rahasia yang paling dalam dan utama. Dalam kalimat sutra tersebut dibabarkan tentang masa lima kali 500 tahun atau lebih dari 2500 tahun sesudah kemoksyaan sang Buddha. Selain Saddharmapundarika-sutra juga membabarkan mengenai adanya kemungkinan penyakit pada kaum wanita. Pada tanggal 15 bulan 2, raja Ajatasatru yang berusia 50 tahun menderita bisul-bisul yang besar dan ganas di sekujur tubuhnya. Jivaka, tabib yang paling ternama tidak berdaya. Raja tersebut dipastikan akan meninggal pada tanggal 7 bulan 3 untuk kemudian akan jatuh dalam neraka yang berisi penderitaan tak terputus-putus. Kesenangan-kesenangan besar selama lima puluh tahun lebih lenyap dalam sekejap. Penderitaan besar seumur hidupnya terkumpul dalam tiga kali tujuh hari terakhir dalam hidupnya itu. Jadi, usianya telah ditetapkan. Akan tetapi, Sang Buddha membabarkan Sutra Nirvana yang merupakan keterangan tambahan mengenai Saddharmapundarika-sutra. Sang Buddha memberikan pada raja Ajatasatru tersebut. Dalam sekejap penyakit badannya sembuh, juga karma berat dalam perasaan hatinya menguap seperti embun di pagi hari. Seribu lima ratus tahun lebih setelah kemoksyaan Sang Buddha, hiduplah seorang bernama Chen-ch’en. Dikatakana bahwa ia mengetahui jika umurnya telah ditetapkan. Chen-ch’en mengetahui bahwa umurnya hanya 50 tahun. Namun ketika ia bertemu dengan Mahaguru Tien Tai usianya diperpanjang 15 tahun. Setelah itu Chen-ch’en dapat hidup sampai usia 65 tahun. Selain itu Bodhisattva Sadhaparibhuta membabarkan bahwa seseorang dapat memperpanjang usianya dengan melakukan pertapaan Saddharmapundarika-sutra: karena pertapaan Saddharmapundarika-sutra dapat memperpanjang karma tetap. Memang mereka itu semua adalah kaum pria dan bukan wanita. Namun bagaimanapun juga pelaksanaan pertapaan Saddharmapundarika-sutra dapat memperpanjang karma tetap yang akhirnya akan memperpanjang usia. Juga bisa dilihat bahwa apa yang dialami Chen-ch’en sebenarnya tidak sesuai dengan kalimat ‘lima kali 500 tahun’ (Chen-ch’en hidup 1500 tahun setelah kemoksyaan Sang Buddha Sakyamuni). Jadi, kisah Chen-ch’en adalah bagai padi yang panen di musim dingin atau bunga serunai yang mekar di musim panas. Oleh karena itu kaum wanita yang melaksanakan pertapaan Saddharmapundarika-sutra tepat pada masa lima kali 500 tahun setelah kemoksyaan Sang Buddha Sakyamuni, pasti dapat merombak dan memperpanjang karma tetap; memperpanjang usia. Siapapun tak akan terkejut mendengarnya seperti juga Chen-ch’en. Dengan demikian doa Niciren untuk penyembuhan penyakit berat ibu-Nya yang karuna, tidak hanya menyembuhkan penyakit ibu-Nya pada masa ini. Doa Niciren Juli 2014 | Samantabadra
55
materi ajaran | gosyo cabang bahkan dapat memperpanjang usia ibu-Nya sepanjang empat tahun. Ama Goze, Anda sebagai seorang wanita yang jatuh sakit, laksanakan pertapaan dengan sungguhsungguh untuk menimbulkan hati kepercayaan kepada Saddharmapundarikasutra. Apa lagi ada seorang dokter yang baik bernama Syijo Nakatsukasa Saemon No-jo. Ia juga seorang pelaksana Saddharmapundarika-sutra. Jiwa bagi manusia adalah sebuah pusaka yang sukar diperoleh. Perpanjangan usia satu hari saja merupakan sesuatu yang jauh lebih berharga dari pada puluhan ribu kilo emas. Saddharmapundarika-sutra adalah sutra yang paling unggul diantara ajaranajaran suci yang dibabarkan dalam seluruh kehidupan Buddha Sakyamuni, karena Saddharmapundarika-sutra berisi Bab panjangnya Usia Sang Tathagata. Meskipun seseorang dilahirkan sebagai putra raja, apabila ia berumur pendek maka jiwanya amat dangkal dan ringan. Jiwanya akan berbobot lebih ringan daripada rumput. Oleh karena itu kehidupannya akan menjadi sia-sia. Juga apabila ada seseorang yang jiwanya arif dan tenang bagai matahari namun meninggal dalam usia dini, maka kearifanya menjadi tidak bermanfaat. Ama Goze, cepatlah menimbun harta kesungguhan hati secara terus menerus dan juga cepat-cepatlah sembuh dari penyakit. Niciren juga ingin menyampaikan kepada Syijo Kingo. Tetapi memang ada orang yang dapat menerima dengan baik suatu penyampaian melalui perantara dan ada juga yang tidak. Ada orang yang berpendapat apabila seseorang menyampaikan sesuatu melalui perantaraan, maka orang itu kurang bersungguh hati. Memang sukar mengetahui hati orang lain. Beberapa waktu yang lalu Saya pernah mengalami hal seperti itu. Syijo Kingo adalah orang yang tak suka menerima penyampaian yang dilakukan seorang perantara. Maka menggunakan perantara dalam hal ini Saya kira kurang tepat, Saya kira untuk meminta pertolongan dengan sungguh hati janganlah melalui perantara. Saya sudah menyampaikan keprihatinan yang sangat mendalam akan penyakit yang anda derita ketika ia berkunjung ke Minobu pada bulan ke-10 tahun yang lalu. Mendengar tentang penyakit Anda tersebut beliau mengatakan, “Keadaan sekarang tidaklah terlalu berbahaya, namun apabila tak berhati-hati penyakit tersebut pasti timbul menjelang tahun baru atau bulan dua tahun yang akan datang. Oleh karena itu saya merasa prihatin sekali”. Beliau juga mengatakan , “Toki Dono mengandalkan Ama Goze sebagai tiang dan tongkat, sehingga menjadi amat khawatir”. Kata-kata tersebut diucapkannya dengan penuh kekhawatiran. Memang Syijo Kingo adalah orang yang berpendirian teguh dan menyayangi orang-orang yang mendukungnya. Sekali lagi saya sampaikan dengan sungguh-sungguh bahwa penyakit ini akan sukar ditinggalkan bila masih menyayangi harta benda. Jiwa satu hari adalah lebih unggul daripada seluruh harta 3000 dunia besar. Bagaimanapun juga yang pertamatama harus dilaksanakan adalah mewujudkan kesungguhan hati. Hal tersebut dibabarkan dalam Saddharmapundarika-sutra jilid ke-7 yang berbunyi , “Daripada 56
Samantabadra | Juli 2014
menyumbang seluruh harta senilai 3000 dunia besar, lebih baik membakar satu jari tangan sebagai sumbangan kepada Buddha dan Saddharmapundarika-sutra�. Jiwa lebih unggul daripada 3000 dunia secara keseluruhan. Usia Ama Goze belum terlalu tua dan terlebih lagi sudah bertemu dengan Saddharmapundarika-sutra. Jika dapat memperpanjang jiwa satu hari saja maka Ama Goze akan memupuk karunia kebajikan menjadi jiwa yang sungguh-sungguh amat berharga. Kirimkanlah nama dan usia yang Anda tulis sendiri. Niciren akan menyampaikan pada Dewa Surya dan Dewa Chandra. Iyo Dono juga sangat khawatir, sehingga mungkin ia juga membacakan jigage kepada Dewa Surya dan Dewa Chandra. Surat Balasan Kepada Ama Goze
Tertanda Niciren
Juli 2014 | Samantabadra
57
materi ajaran | gosyo cabang
1
Karma juga ada dua macam. Karma tetap dan karma tidak tetap. Walaupun karma itu tetap, bisa dilenyapkan jika sungguhsungguh bertobat. Apa lagi kalau karma itu tidak tetap.
| KUTIPAN GOSYO
penggolongan yang berdasarkan isi imbalan dan juga waktunya. Karma tetap menurut penggolongan ini adalah karma yang isi maupun waktu imbalan akibatnya telah ditetapkan secara mutlak. Karma yang isi maupun waktu imbalan akibatnya tidak ditentukan Keterangan: adalah karma tidak tetap. Berbagai pandangan semenjak jaman Jika demikian, bagaimanakah dahulu menyatakan bahwa karma karma tetap itu terjadi? Dalam dapat dibagi menjadi dua jenis. Karma Abhidharmakosa-sastra dikatakan, tetap dan karma tidak tetap. Kalau kita “Terbuatnya itu tergantung dari bobot meninjau penggolongan karma dari kesesatan atau kebersihan hati. Juga pandangan yang pokok, maka kita akan sebagaimana tempat terbuatnya, maka akan timbul dalam tempat karunia mendapatkan tiga jenis penggolongan. kebajikan. Apabila memusnahkan Pertama-tama adalah penggolongan berdasarkan isi imbalan akibat. Sebab orang tua, karma menjadi karma karma yang sudah menetapkan imbalan tetap”. Perkataan, “Tergantung bobot kesesatan atau kebersihan hati” berarti akibatnya adalah karma tetap. Imbalan yang timbul dari karma tetap adalah pada waktu itu karma yang baik atau imbalan yang berlaku mutlak dan tidak buruk dilaksanakan dengan icinen yang kuat. “Tempat terbuatnya”, berarti berubah-ubah. Sedangkan karma yang tidak mutlak menentukan imbalan perbuatan yang sering diulangi yang akhirnya menjadi kebiasaan. Pada akibatnya adalah karma tidak tetap. akhirnya karma yang terus diulangKarma tidak tetap akan menimbulkan isi imbalan yang mungkin dapat ulang tersebut timbul ditempat karunia berbeda-beda. kebajikan yang selanjutnya akan memusnahkan orang tua. Ini berarti Penggolongan kedua adalah penggolongan yang berdasarkan waktu. bahwa karma yang tetap terbentuk dari bermacam-macam perilaku terhadap Karma dikatakan sebagai karma tetap apabila waktu untuk memperoleh obyek yang berbeda-beda. Dengan imbalan akibat dari karma tersebut demikian, jiwa kita mengandung karma sudah ditentukan. Sedangkan bila tetap dan tidak tetap yang terbagi waktu untuk memperoleh imbalan atas bermacam-macam jenis. Dalam surat tersebut Niciren Daisyonin akibat dari karma itu tidak ditentukan menggunakan pengertian karma maka karma tersebut adalah tidak tetap. sebagai usia. Usia adalah suatu hal yang paling dipikirkan secara serius Penggolongan ketiga adalah 58
Samantabadra | Juli 2014
oleh umat manusia. Mungkin Toki Ama Goze menyampaikan perasaan hatinya mengenai hal usia ini. Oleh karena itu Niciren Daisyonin menerangkan dalam surat tersebut bahwa usia yang sudah ditetapkan sebagai karma tetap, sebenarnya dapat diperpanjang. Beliau juga memberi petunjuk mengenai cara untuk memperpanjang usia. Beliau mengatakan bahwa usia dapat diperpanjang dengan “sungguhsungguh bertobat”. Bagaimanakah caranya bertobat? Pada jaman dahulu bertobat dilakukan dengan mengakaui kesalahan-kesalahan kita di depan Ayah atau guru dan selanjutnya memohon maaf. Akan tetapi dalam Saddharmapundarika-sutra diajarkan cara bertobat yang lebih mendalam. Dalam Saddharmapundarikasutra diajarkan cara bertobat dari dasarnya. Dalam Sutra Boddhisattva Samantabhadra (Sutra penutup dari Saddharmapundarika-sutra) dikatakan, “Seluruh lautan karma dan kesesatan itu timbul dari Avidya. Bila ingin bertobat, duduklah bersila dan renungkankanlah wajah sesungguhnya. Seluruh dosa akan lenyap dan akan terhapus. Cahaya matahari akan melenyapkan embun ini. Kata “wajah sesungguhnya” yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah Saddharma yang mengandung seluruh inti hakekat dari keseluruhan hukum. Niciren Daisyonin mewujudkan Saddharma yang merupakan inti hakikat seluruh hukum dan juga mengandung seluruh hukum yang
tersebut menjadi Gohonzon Nammyohorengekyo. Jadi dalam hukum Buddha Niciren Daisyonin perkataan “Merenungkan Wajah Sesungguhnya” berarti percaya kepada Gohonzon menyebut Nammyohorengekyo dan melaksanakannya dalam kehidupan. Dengan melakukan hal itu maka seluruh kesesatan akan hilang. Seluruh karma yang menjadi penghalang kebahagiaan yang di buat semenjak masa lampau kita akan hilang lenyap bagi embun pagi yang disinari cahaya matahari. Kita dapat merombak seluruh karma tetap dengan kurnia kebajikan Gohonzon. Fungsi karma buruk yang memperpendek umur menjadi lenyap dan tenaga jiwa untuk hidup timbul kembali. Pada akhirnya kita dapat menerima sepenuhnya segala kesenangan dan kekayaan kehidupan. Selanjutnya Niciren Daisyonin menganjurkan Ama Goze untuk menerima pengobatan dari Syinjo Kingo; seorang Dokter Ahli. Syijo Kingo ini adalah juga sesama murid Niciren Daisyonin. Pada permulaan surat tersebut dikatakan bahwa penyakit yang berat sekalipun dapat diobati dengan cepat dan selanjutnya memperpanjang usia apabila ditangani oleh dokter yang Ahli. Dengan memusnahkan karma yang menjadi penghalang kebahagiaan, tenaga yang menjadi sumber pokok dari jiwa akan timbul secara nyata. Satu-satunya jalan untuk merombak karma tetap atau karma yang menjadi penghalang kebahagiaan adalah bahwa kita harus mempunyai hati kepercayaan yang Juli 2014 | Samantabadra
59
materi ajaran | gosyo cabang kuat. Hati kepercayaan yang kuat kepada Gohonzon. Tetapi walaupun kekuatan penyembuhan sendiri dari diri kita timbul dan berkobar-berkobar, kita tidak mempunyai harapan untuk mengatasi penyakit apabila kekuatan tersebut dihalangi oleh penyakit. Akhirnya penyakit yang berat tidak dapat disembuhkan. Dokter yang baik akan meneliti dengan seksama keadaan jiwa kita. Dokter yang baik akan menolong bagian jiwa yang lemah atau bagian jiwa yang menolak timbulnya tenaga penyembuh sendiri dalam diri kita. Setelah bagian tersebut diobati, maka fungsi tenaga penyembuh dalam diri kita akan dapat bergerak dengan leluasa dan penyakitpun akan dapat kita tinggalkan atau lenyapkan. Jiwa adalah sesuatu yang tidak dapat digantikan oleh apapun juga. Oleh karena itu perpanjangan usia satu hari saja merupakan tumpukan karunia kebajikan yang tak terhingga. Petunjuk ini diberikan oleh Niciren Daisyonin juga dengan penuh maitri karuna. Demikian, pula petunjuk tentang sikap untuk meminta pertolongan pada Syijo Kingo yang diajarkan secara rinci. Mengenai bagian ini mungkin terdapat berbagai penafsiran. Akan tetapi mula-mula Niciren Dasyonin menerangkan dahulu mengenai sifat Syijo Kingo. Pertama-tama harus diketahui bahwa Syijo Kingo lebih menyukai pembicaraan langsung dari pada penyampaian melaluhi perantara. Oleh karena Syijo Kingo mempunyai sifat seperti tiu maka Ama Goze harus meminta pertolongan dengan sungguh 60
Samantabadra | Juli 2014
hati. Syijo Kingo adalah seorang yang berhati lapang dan gagah. Ia adalah juga seorang yang selalu bersifat terus terang. Sudah barang tentu orang seperti Syijo Kingo ini tidak dapat digerakkan denga kekuasaan. Oleh karena itu dengan meminta pertolongannya secara langsung dengan penuh kesungguhan hati, maka orang tersebut akan menyentuh hatinya. Syijo Kingo akan merasa bahwa yang meminta pertolongan tersebut tak lain daripada keluarganya sendiri. Dalam peristiwa ini terkandung petunjuk bahwa adalah sangat penting bagi kita untuk mengetahui bakat orang yang kita hadapi. Dalam peristiwa tersebut juga diajarkan cara membimbing orang lain. Apabila kita membimbing orang lain, maka kita harus selalu mengajarkan tentang akar pokok hati kepercayaan. Kita juga harus selalu menganjurkan untuk membangkitkan hati kepercayaan. Bersamaan dengan itu kita harus pula mengajarkan untuk menimbulkan prajna yang sempurna. Ketika Syijo Kingo berkunjung ke Minobu, Niciren Daisyonin telah menyampaikan tentang penyakit yang diderita Ama Goze. Mendengar hal tersebut Syijo Kingo merasa khawatir. Oleh karena itu Niciren Daisyonin memberikan dorongan untuk bertemu dengan Syijo Kingo agar penyakitnya dapat cepat disembuhkan dan umurnya dapat diperpanjang sekalipun hanya satu hari.
2
Jiwa bagi manusia adalah sebuah pusaka yang sukar diperoleh. Perpanjangan usia satu hari saja merupakan suatu yang lebih berharga daripada puluhan ribu kilo emas. Saddharmapundarika-sutra adalah sutra yang paling unggul di antara ajaran-ajaran suci yang dibabarkan dalam seluruh kehidupan Buddha Sakyamuni, karena Saddharmapundarika-sutra berisi bab panjangnya usia sang Tathagata. Keterangan: Bagi siapapun di dunia ini, jiwa merupakan pusaka yang paling unggul. Oleh karena adanya jiwa ini segala harta dapat mempunyai arti dan nilai. Jika jiwa sudah mati, maka harta sebanyak apapun juga tidak akan ada artinya. Dalam Surat Sekarung Beras Putih dikatakan, “Di antara seluruh harta pusaka yang tersebar penuh dalam 3000 Dunia besar tidak ada satupun yang dapat menggantikan jiwa”. (Gosyo halaman 1596). Selain itu dalam surat tersebut juga dikatakan, “jiwa satu hari saja adalah sesuatu yang lebih unggul dari pada seluruh harta yang terdapat dalam 3000 Dunia Besar”. Jiwa memang lebih unggul dari pada seluruh pusaka yang memenuhi alam semesta, karena jiwa tersebut mencipta nilai dan juga tidak dapat digantikan oleh apapun juga. Jiwa dapat mencipta nilai dan tidak dapat digantikan karena dalam dasar jiwa tersembunyi sifat Buddha secara rahasia. Sifat Buddha adalah badan pokok hakikat seluruh
alam semesta yang unggul. Walaupun jiwa itu dikotori oleh hawa nafsu atau jiwa itu menderita karena karma yang buruk, pada dasarnya di dalam jiwa tersebut tersembunyi secara rahasia jiwa Buddha. Dalam jiwa manapun selalu tersembunyi jiwa Buddha yang penuh Prajna dan maitri karuna. Sutra yang menerangkan tentang jiwa Buddha ini adalah Saddharmapundarika-sutra dalam bab panjang Usia Sang Tathagata. Dalam bab tersebut Sang Buddha Sakyamuni berkata, “Sebenarnya sejak aku mencapai kesadaran Buddha telah berlalu ratusan milyar kalpa koti nayuta yang tak terhitung dan terbatas”. Perkataan ini menerangkan mengenai pencapaian kesadaran Buddha dimasa lampau yang amat jauh, pada 500 asam kheya kalpa kolti. Selanjutnya dikatakan, “Sejak saat itu, aku selalu berada di dunia saha untuk membabarkan dan mengajarkan hukum”. Melalui pembabaran tersebut Sang Buddha Sakyamuni menerangkan, bahwa jiwa Buddha berada di dunia saha sejak asal mula dan kekal. Dengan kalimat tersebut Sang Buddha Sakyamuni ingin menunjukkan bahwa di dasar jiwa yang dalam dari seluruh umat terdapat jiwa Buddha yang kekal. Saddharma yang kekal sejak asal mula tersirat secara rahasia dalam kalimat- kalimat bab panjangnya Usia Sang Tathagata. Niciren Daisyonin yang merupakan Buddha pokok massa Akhir Dharma mewujudkan Saddharma itu secara nyata menjadi Gohonzon dari Tri Maha Dharma Sakti. Dengan Juli 2014 | Samantabadra
61
materi ajaran | gosyo cabang adanya Gohonzon, maka seluruh umat manusia dapat membangkitkan dan mewujudkan sifat Buddha yang kekal dalam jiwa masing-masing. Oleh karena itu dalam surat di atas dikatakan, “Perpanjangan usia satu hari saja dapat
Catatan
62
Samantabadra | Juli 2014
menumpuk karunia kebajikan yang semakin besar�. Kita yang menerima dan mempertahankan Gohonzon serta menyebut Daimoku setiap hari harus dapat sungguh-sungguh mengetahui keagungan jiwa kita sehari-hari. eee
中文
Juli 2014 | Samantabadra
63
materi ajaran | gosyo cabang
64
Samantabadra | Juli 2014
materi ajaran | forum diskusi
Forum Diskusi
Melihat, Menyadari dan Mengakui Karma Diri Sendiri untuk Titik Tolak Perombakan Nasib Pertanyaan: Sering kita dengar, sikap hati percaya dalam agama Buddha Niciren Daisyonin adalah harus bisa melihat karma masa lampau diri sendiri. Apakah artinya? Jawab: Umumnya umat meminta bimbingan pribadi karena mereka sedang menghadapi kesulitan atau penderitaan dan mereka tidak atau belum bisa mengatasinya sendiri. Hakikatnya kesulitan dan penderitaan itu timbul karena dalam dasar jiwa setiap manusia tersimpan karma-karma buruk, disertai kecenderungan jiwa yang sama, yaitu menolak pengertian bahwa nasib buruknya itu sebagai karma mereka sendiri. Menjadikan rasa tidak puas akan suasana sekelilingnya sekarang, karena belum juga memperoleh kehidupan yang senang dan bahagia, juga acapkali menjadi ragu, karena merasa tak memperoleh perlindungan para dewa.
Memang sebagai manusia, sukar untuk dapat melihat, menyadari dan mengakui nasib sebagai karma diri sendiri. Sedangkan yang dikatakan karma mencakup karma baik dan buruk. Maka dalam salah satu Gosyo tertulis, “Sungguh karma masa lampau sulit dibayangkan�. (Gosyo hal. 958). Sebenarnya sejak masa lampau kita telah menumpuk karma baik dan karma buruk. Maka dalam kehidupan sehari-hari menjalankan pertapaan hati kepercayaan, sering kita menemui kesulitan atau penderitaan besar, misalnya penyakit berat, bangkrut atau tertimpa malapetaka lain. Menurut ajaran Niciren Daisyonin, pada saat itu juga kita harus menerima seluruh penderitaan tersebut, sebagai karma buruk pemfitnahan Dharma kita dimasa lampau. Kekuatan Gohonzon dan karunia dari pelaksanaan maitri karuna ajaran Buddha, khususnya Buddha Niciren Daisyonin dapat menghapuskan karma dan kesulitan. Timbulnya berbagai penderitaan dan kesulitan merupakan Juli 2014 | Samantabadra
65
materi ajaran | forum diskusi dorongan untuk mengadakan evaluasi gejolak perasaan dan sifat diri selama hidup ini, kemudian secepat mungkin merombak ego sentris tersebut menjadi perasaan, sifat dan pikiran positif melalui doa sungguh hati dan tobat pada Gohonzon. Perombakan sifat jiwa ini pasti menghapus karma buruk masa lampau. Demikian seharusnya kita mengambil makna dari timbulnya penderitaan dan kesulitan itu. Hanya sebagai manusia biasa, kita seringkali tak mau melihat kesalahan diri sendiri sebagai pemfitnahan Dharma, Saddharmapundarikasutra, Nammyohorengekyo. Yang kita pikirkan selalu hanya karma baik yang pernah kita jalankan, walau hanya sedikit. Karena itu sering timbul pertanyaan seperti, “Mengapa harus terjadi demikian, padahal saya selalu menjalankan Gongyo Daimoku serta keaktifan lainnya?” atau “Mengapa saya mendapat penderitaan ini, padahal saya tidak begitu jahat, mengapa hanya keluarga saya saja yang mengalami penderitaan ini?” Kita demikian terkejut dengan timbulnya berbagai rintangan dan kesulitan besar, hingga melupakan hati percaya yang seharusnya, akhirnya kita mengeluh dan menyalahkan suasana. Padahal, saat itu merupakan kesempatan yang tepat untuk melihat karma diri sendiri. Renungkanlah sikap seharusnya yang diajarkan dalam Surat Membuka Mata (Kaimoku Syo), yaitu saat timbulnya kesulitan adalah saat bertobat dan memusnahkan dosa (Zai Syo Syo Metsu). Mungkin saat sekarang 66
Samantabadra | Juli 2014
kita memang tidak melakukan karma buruk dalam hukum masyarakat atau hukum negara, tapi bila melihat tegas dan adilnya irama Hukum sebab akibat dalam agama Buddha, pasti sejak masa lampau hingga masa sekarang kita telah melakukan dosa berat, yaitu pemfitnahan Saddharmapundarikasutra, melalui memfitnah orang lain. Dalam Surat Jawaban Kepada Tuan Akimoto dikatakan, “Sungguh sedih sekali terlahir dinegara pemfitnah Hukum Sakti hingga bertemu penderitaan besar. Umpama, walau dikatakan dapat terhindar dari karma pemfitnahan badan sendiri, bagaimana mungkin dapat mengatasi kesalahan dari karma pemfitnahan keluarga dan pemfitnahan negara”. (Gosyo hal. 1076). Artinya, bagaimanapun kita tidak dapat terhindar dari pemfitnahan negara, keluarga atau pemfitnahan badan sendiri. Selanjutnya dalam Surat Pencapaian Kesadaran Buddha Bagi Kaum Wanita dikatakan, “Sungguhpun demikian, seluruh umat manusia telah tersesat dan keluar dari ibu kota kesadaran sejati dan memasuki pelosok pikiran sesat serta hati goncang. Sejak saat itu, diantara segala perbuatannya dalam tiga karma: karma badan, mulut, dan hati, hanya terdapat sedikit sekali karma baik tapi lebih banyak karma buruknya (Gosyo hal. 471). Kalimat ini sebenarnya sangat penting karena dapat membuka mata atau menyadarkan kita akan karma masa lampau hingga sekarang diri kita sendiri, yang sebenarnya saat itu kita baru mendapat suatu kesadaran dan
kekuatan. Dengan kata lain merupakan satu langkah maju untuk memecahkan kesulitan dan penderitaan menuju perombakan nasib. Selanjutnya setelah kita membuka mata atau menyadari karma berat diri sendiri sejak masa lampau hingga masa sekarang, maka kita harus bertobat dihadapan Gohonzon. Dalam Surat Jawaban Kepada Konicibo dikatakan, “Dosa sekecil apapun, bila tidak bertobat sungguh hati, pasti tak dapat dihapuskan� (Gosyo hal. 930). Juga Sutra Kan Fugen Bosatsu Gyo Ho, penutup dari Saddharmapundarikasutra mengatakan, “Bila ingin bertobat, duduklah bersila sambil merenungkan wajah hukum sesungguhnya secara mendalam, maka semua karma buruk bagaikan embun yang disinari prajna matahari�. Maka dihadapan Dai Gohonzon, sungguh-sungguhlah berdoa, mohon maaf akan segala karma buruk diri sendiri, patahkan ego dengan sungguh hati, maka segala dosa dapat terhapuskan, seperti matahari yang dapat mencairkan es bagaimanapun bekunya. Artinya, dosa seberat apapun dapat terhapuskan. Sebenarnya, saat kita mengalami penderitaan dan kesulitan, berarti Gohonzon ingin memberi satu kemajuan kesadaran dalam hati kepercayaan kita sendiri. Maka perasaan jiwa kita harus dapat merasa berhutang budi dan terima kasih pada Gohonzon. Karena dengan bertemunya kesulitan dan penderitaan ini, kita dapat merombak nasib kita dan membuktikan kekuatan Gohonzon, jadi itu sikap kita
bukan hanya mengaku salah. Bila kita hanya mengaku salah dan minta maaf, berarti jiwa kita melemah atau mundur. Tapi justru saat mengalami penderitaan dan kesulitan, harus kita gunakan sebagai suatu titik tolak merombak nasib. Maka cara menerima penderitaan dan kesulitan harus dibalik, karena kesulitan dan penderitaan tersebut adalah untuk tercapainya kesadaran kita sendiri. Adanya semua gejala ini maka dasar jiwa kita jadi maju. Sikap menerima kesalahan merupakan suatu titik tolak yang menjadikan kita kuat, bebas, suci dan tenang menghadapi kesulitan dan penderitaan. Inilah sebenarnya sikap hati kepercayaan sesuai ajaran Niciren Daisyonin. Maka Niciren Daisyonin membimbing kita agar bersikap sejak mulai Syinjin dan seterusnya untuk menerima penderitaan dan kesulitan dengan melihat dan menyadarinya sebagai karma dosa berat diri kita sendiri dari masa lampau hingga masa sekarang. Demikian bimbingan yang mendalam dan luas ini. Karena itu, kita jangan membabi buta mengharapkan perlindungan dewa-dewi, karena penjagaan dewadewi atau tercapainya keinginan kita bukan terwujud dari doa-doa semata, tapi sadarilah bahwa sebenarnya fungsi gerakan dewa-dewi itu sudah ada sejak asal mula dalam jiwa kita. Niciren Daisyonin mengatakan, “Sifat Dharma yang mendasar atau sifat Buddha (Gampon no Hossyo) mewujudkan dirinya sebagai Dewa Brahma dan Dewa Indra, sedang Juli 2014 | Samantabadra
67
materi ajaran | forum diskusi kesesatan yang mendasar (Gampon no Mumyo) mewujudkan dirinya sebagai Raja Iblis Surga Keenam” (Gosyo hal. 997). Maka yang terpenting dalam kita menjalankan hati kepercayaan adalah bisakah diri kita sendiri “memanggil” atau menimbulkan perlindungan dewa-dewi. Artinya bergeraknya dewa-dewi tergantung sikap hati percaya kita, manusia biasa. Adalah anggapan terbalik dan kesalahan besar, bila perasaan kita biasanya merasa kecewa bila tidak dapat perlindungan dewa-dewi. Dalam Gosyo dikatakan, “Kuatnya perlindungan dewa-dewi tergantung kekuatan hati percaya. Karena dari hati percaya sungguh hati, maka penjagaan dewa-dewi pun pasti kuat” (Gosyo hal. 1220). Demikianlah, bila hati percaya terhadap Gohonzon kuat, keras dan berkobar”. Umumnya murid-murid Niciren Daisyonin sering tidak meninjau sikap hati percaya diri sendiri. Tapi hanya selalu menginginkan bukti nyata disuasana dan ingin mendapat perlindungan dewa-dewi. Padahal penting sekali untuk melihat dan merombak sikap hati percaya kita masing-masing dengan keras, sebelum timbul keraguan karena tidak nampaknya perlindungan dewa-dewi. Sebelum menyesali keadaan sekarang ini yang tidak tenang dan senang, renungkanlah sikap hati kepercayaan secara mendalam dan selanjutnya memperbaikinya. Demikianlah bimbingan Niciren Daisyonin. Mengenai pertapaan masa ini yang tenang dan senang, Niciren Daisyonin mengatakan: “Bisa menerima kesulitan 68
Samantabadra | Juli 2014
yang datang, dengan perasaan hati yang mengerti bahwa semua ini adalah untuk dapat tercapainya kehidupan yang tenang dan senang” (Gosyo hal. 750). Maka suasana jiwa hati percaya yang tak tergoyahkan (kuat), sebenarnya adalah kehidupan yang tenang dan senang. Anggapan kita sebagai manusia biasa yang berkesadaran rendah, bahwa keadaan hidup kita bila tak ada angin/badai, tenang dan tidak goncang sebagai Gen Se Se Annon, adalah anggapan yang teramat keliru, karena tidak sesuai dengan wajah sesungguhnya hukum Buddha / alam, yaitu Shoho Jisso.
Pertanyaan: Mengapa agama Buddha, terutama agama Buddha Niciren Syosyu selalu menegaskan pentingnya jiwa? Jawab: Memang, dalam agama Buddha, terutama agama Buddha Niciren Syosyu sangat mengutamakan jiwa dan selalu mengajarkan bagaimana mengatur perasaan jiwa. Karena hal itulah yang menentukan nasib seseorang. Untuk lebih jelas, sekarang Anda dapat mengikuti cerita mengenai empat orang istri. Disebuah kota tinggallah seorang laki-laki dengan empat orang istri. Istri yang paling disayanginya adalah istri pertama. Istri pertama itu tak pernah sedetikpun terpisah dari suami. Tiap saat, apakah sedang duduk atau berdiri, baik sedang bekerja maupun
saat beristirahat, selalu berdampingan dengan suaminya. Tiap hari istri pertama itu dimandikan dan disisirkan rambutnya. Pada musim panas dan musim dingin selalu dijaga baik-baik dan dilindungi. Apapun keinginannya pasti dikabulkan. Pergi kemana pun selalu diajak. Makanan apapun yang diidamkannya selalu diberi. Pendek kata, segala keinginan sang istri selalu diluluskan oleh suaminya. Demikian besar kasih sayang sang suami kepada istri pertamanya. Istri kedua didapatkan dengan susah payah dan penuh penderitaan. Untuk mendapatkan istri kedua itu, sang suami harus bertengkar lebih dahulu dengan orang lain. Sang suami sering mendampingi istri kedua ini dan sering juga berbicara padanya. Namun, kasih sayang pada istri kedua ini tidaklah melebihi rasa sayangnya kepada istri pertama. Istri ketiga, kadang-kadang ditemuinya dan juga disayangi. Apa yang ingin dibicarakan dapat dikeluarkan dengan bebas sekehendak hati. Namun bila terus bersama keduanya menjadi bosan, tapi bila berjauhan keduanya saling memikirkan dan tak dapat saling melupakan. Istri keempat adalah seperti pembantunya saja. Pekerjaan seberat apapun pasti dikerjakannya. Kesusahan suami turut dipikulnya dan ia selalu mengerjakan yang diinginkan suaminya. Tapi meskipun sang istri keempat ini memberi pelayanan demikian besar, tak sedikitpun ia mendapat kasih sayang dari sang suami. Tak sepatah kata pun
pernah ditujukan oleh sang suami pada dirinya. Pada suatu hari laki-laki ini harus keluar kota. Ia harus pergi ke negeri jauh dan tinggal seorang diri disana. Laki-laki itu bermaksud mengajak istri-istrinya. Pertama-tama, ditanyakan istri pertama yang paling disayanginya, “Aku harus pergi ke negeri lain nan jauh. Kau ikut bersamaku, bukan?” “Maaf, saya tidak bisa mengikutimu!” tolak sang istri. Bukan main terkejutnya sang suami mendengar jawaban ini. Ia sama sekali tidak mengira istri yang paling disayangi akan menolak tawarannya. “Saya adalah orang yang paling menyayangimu. Rasa sayang saya padamu melebihi siapa pun. Apa yang kau inginkan pasti kukerjakan, sekalipun untuk itu aku harus menderita. Mengapa kamu sekarang mengatakan tidak mau ikut bersama saya?” Sang istri menjawab dengan dingin, “Sebesar apapun sayangmu padaku, pokoknya aku tidak bisa mengikutimu!” Sang suami merasa susah hati dan amat bersedih karena tidak mendapatkan kasih sayang istri yang paling dicintainya. Lalu dipanggilnya istri kedua, “Kamu pasti bisa mengikutiku, bukan?” Istri kedua menjawab, “Istri pertama yang paling kamu sayang saja tidak mau ikut, apalagi saya !” Mendengar jawaban ini sang suami berkata dengan nada penuh penyesalan, “Saya mendapatkan kamu dengan Juli 2014 | Samantabadra
69
materi ajaran | forum diskusi penuh penderitaan. Suatu waktu harus menggigil kedinginan, suatu saat harus kepanasan. Pernah juga menahan lapar. Dilain kesempatan harus terjun kedalam air dan masuk kedalam api. Saya begitu sungguh hati hingga rela bertengkar dengan kawan baik, atau menghadapi pencuri. Badan saya demikian letih, harus mengeluarkan suara dan juga menahannya. Setelah bersusah payah serupa itu, baru akhirnya saya mendapatkanmu! Tapi, mengapa sekarang kamu tidak mau pergi bersama saya?” Bagaimanapun juga, istri kedua tidak mau ikut. Ia berkata, “Walaupun kamu mengatakan seperti itu, bukan saya yang menghendakimu! Kamu yang memaksa diri sendiri dan semua itu kau lakukan atas kehendak sendiri. Setelah itu baru aku mengikutimu. Karena itu, mengapa saya harus pergi ke negeri jauh? Bagiku, semua ini akhirnya hanya membuat penderitaan saja.” Mendengar jawaban itu, sang suami jadi membenci istri keduanya yang tak berperasaan sedikit pun. Maka, dipanggilnya sang istri ketiga, “Kamu pasti dapat mengikuti saya, bukan ?” “Memang saya telah menerima budi baikmu. Maka, saya akan mengantar kamu sampai batas kota. Tapi, maaf sebesar-besarnya, saya tidak mau pergi bersamamu ke negeri yang jauh itu!” Mendengar jawaban seperti itu, sang suami membenci juga istri ketiganya yang tidak mempunyai rasa sayang. Dengan agak putus asa akhirnya dipanggilnya juga istri keempat yang selama ini tak dipedulikannya. 70
Samantabadra | Juli 2014
“Sekarang aku harus pergi ke negeri yang jauh! Kau bisa menemaniku ?” “Aku sudah melepaskan kedua orang tuaku, ayah-ibu, untuk mengikutimu. Dalam keadaan susah ataupun senang, hidup ataupun mati, saya takkan berpisah darimu. Kemanapun kamu pergi, sepanjang itu pula saya akan bersamamu.” Akhirnya, kepergian lakilaki itu ke negeri yang jauh tidaklah ditemani ketiga istri yang sehariharinya amat disayangi. Tapi ia pergi bersama istri keempat yang paling tidak disayanginya. Cerita di atas merupakan suatu perumpamaan. Kota dalam cerita ini berarti dunia tempat hidup sekarang, sedangkan negeri yang jauh adalah dunia setelah kematian. Keempat istri dan sang suami yang tinggal dikota tersebut mengumpamakan jiwa manusia, yang mencakup jiwa dan raga. Istri pertama berarti badan raga manusia ini. Meskipun badan raga ini demikian disayang melebihi apapun, seperti kasih sayang sang suami kepada istri pertama, pada akhir hidup badan ini akan kembali jadi tanah, mutlak tak dapat dibawa bersama. Jiwa manusia harus meninggalkan badan raga ini seorang diri dengan perasaan sedih. Yang dapat dibawa hanyalah dosadosa yang diperbuat semasa hidup dan tumpukan karunia kebajikan akibat melaksanakan Hukum Buddha. Istri kedua berarti harta benda manusia. Meskipun bersusah payah menumpuk harta hingga setinggi gunung, saat mati tak satu sen pun dapat dibawa serta. Istri ketiga berarti ayah ibu,
suami atau istri, sanak saudara, teman atau pembantu, dan orang lain yang berhubungan dengan kita. Pada waktu hidup kita saling menyayangi dan saling memikirkan satu dengan lain, juga sering tak mau berpisah. Tapi, saat kematian tiba, hubungan ini harus terpisah. Terasa susah hati, sedih dan air mata pun tercurah. Meskipun demikian kita hanya dapat mengantarkan yang mati sampai kepemakaman (perbatasan kota). Setelah kembali ke rumah masing-masing, lewat sepuluh hari, orang yang telah meninggal mulai dilupakan dan masing-masing bergelut dalam kehidupan sendiri. Istri keempat adalah perasaan keinginan hati manusia. Dari perasaan keinginan hati ini, manusia menumpuk karma buruk dan karma baik. Waktu hidup didunia, tiap orang hanya menjaga dan menyayangi diri sendiri. Tiap manusia berbuat sekehendak hati, hingga menimbulkan hawa nafsu keserakahan, mengobarkan kecemburuan dan kebencian, tidak percaya kepada Hukum Sakti, seenaknya mengikuti hawa nafsu
keinginan sendiri. Namun, pada akhir hidup, karma dosa ini menentukan untuk masuk ke neraka atau jatuh dalam penderitaan dunia kelaparan atau dunia kebinatangan. Semua ini disebabkah semasa hidup tidak mementingkan atau menjaga perasaan hati. Perasaan hati sesat tersebut dibiarkan seenaknya dan dilepaskan mengikuti naluri hawa nafsu. Sebagai akibatnya malas menumpuk karma baik melalui pertapaan Hukum Buddha. Sesungguhnya pertapaan dalam Hukum Buddha adalah memperbaiki perasaan jiwa diri sendiri dan membebaskan hati yang selalu mengeluh. Keinginan hati yang bodoh ini dapat dihentikan dengan melaksanakan pertapaan ajaran Sang Buddha. Dengan melatih diri seperti itu, kita dapat melepaskan diri dari segala malapetaka untuk kemudian tidak mendapatkan imbalan tiga jalan buruk, yaitu neraka, kelaparan dan kebinatangan serta lainnya. eee
Catatan
Juli 2014 | Samantabadra
71
refleksi
Makna Kasih Sayang Sesungguhnya
Megah Ria
B
entuk kasih sayang tidak hanya berupa bunga, coklat, perhiasan, atau benda-benda berharga lainnya. Ada banyak hal lain yang lebih sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam. Contohnya saja seperti memberikan perhatian lebih, saling menghargai satu sama lain, dan belajar untuk menerima kekurangan orang yang kita sayang.
B
entuk kasih sayang tidak hanya berupa bunga, coklat, perhiasan, atau benda-benda berharga lainnya. Ada banyak hal lain yang lebih sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam. Contohnya saja seperti memberikan perhatian lebih, saling menghargai satu sama lain, dan belajar untuk menerima kekurangan orang yang kita sayang. Kasih sayang yang maitri karuna Sadarkah bahwa kita seringkali menuntut orang lain untuk menyayangi dan memperhatikan kita? Bahkan tidak jarang kita merasa kesal ketika orang yang kita sayang tidak melakukan apa yang kita inginkan. Bentuk kasih sayang yang seperti ini bersifat egois karena hanya mementingkan kebahagiaan diri sendiri saja. Kita selalu berpikir bahwa orang lainlah yang harus lebih dulu membahagiakan kita, setelah 72
Samantabadra | Juli 2014
itu baru kita akan melakukan sesuatu untuk membuat mereka bahagia. Cara berpikir seperti ini sangatlah keliru karena tidak sesuai dengan ajaran sang Buddha. Buddha telah mengajarkan kepada kita tentang hukum sebab akibat sebagai kunci utama dalam mencapai kebahagiaan. Bila kita ingin dicintai, maka belajarlah untuk mencintai terlebih dahulu. Bila kita ingin bahagia, maka lakukanlah hal-hal yang bisa membuat orang lain tersenyum bahagia. Kasih sayang yang kita berikan harus bersifat maĂŽtri karuna, dimana terdapat keinginan tulus dari dasar hati untuk mencabut penderitaan (duka) dan memberikan kebahagiaan (suka) kepada orang lain. Dengan begitu, getaran kebahagiaan yang kita pantulkan akan berbalik mengenai diri kita sendiri. Semakin besar upaya kita untuk membahagiakan orang lain, maka semakin besar pula
kebahagiaan yang akan kita dapatkan nantinya. Kasih sayang yang memotivasi Menyayangi orang lain mungkin bukan hal yang sulit, tetapi memotivasi orang yang kita sayang untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tidaklah mudah. Kasih sayang yang kita berikan tidak selalu berdampak positif bagi orang lain. Di dalam masyarakat, terdapat banyak wujud kasih sayang yang keliru. Contohnya perempuan yang rela melepaskan keperawanannya demi sang kekasih, orangtua yang selalu menutupi kesalahan anak-anaknya, atau seseorang yang terlibat perkelahian untuk membela temannya. Bentuk kasih sayang yang seperti ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Kasih sayang yang sesungguhnya harus mempunyai kemampuan untuk membangun dan
membimbing orang yang kita sayang menuju ke arah yang lebih baik. Untuk bisa melakukan semua itu, kita perlu memunculkan kesadaran Buddha dari dalam diri kita. Munculnya kesadaran Buddha ini akan membuat jiwa kita semakin kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh kondisi lingkungan yang buruk. Pikiran juga menjadi jernih, sehingga kita dapat membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh kita lakukan. Kasih sayang yang tanpa batas Rasa sayang kita seringkali bersifat pilih kasih. Biasanya kita hanya menyayangi orangorang yang telah berbuat baik kepada kita atau yang membawa banyak manfaat bagi hidup kita.
Masih sulit rasanya untuk bisa menyayangi orang lain tanpa membeda-bedakan dan tanpa memperhitungkan untung rugi yang akan kita dapatkan nantinya. Menurut ajaran sang Buddha, setiap perbuatan yang kita lakukan akan langsung ada akibatnya. Sama halnya seperti bunga Teratai, yang begitu berbunga langsung ada buahnya. Oleh karena itu, kita tidak perlu khawatir atau ragu sedikitpun dalam berbuat kebaikan. Tanamkanlah di hati dan pikiran kita bahwa dalam kehidupan kali ini,
kita ingin selalu memberikan yang terbaik kepada orang lain. Kasih sayang yang kita pancarkan harus seperti air di lautan yang luas tanpa batas dan seperti sinar mentari yang memberikan manfaat bagi semua makhluk hidup. Kita baru akan merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya, ketika kita mampu membahagiakan orang-orang di sekeliling kita.eee
Juli 2014 | Samantabadra
73
wawasan
Education for Our Children Kyanne Virya
J
une is the month when most parents in Indonesia are busy finding a good school for their children. They have seen and gotten a lot of choices, of course, but they sometimes find it hard to choose the right one. As parents always want the best for their children, they will have many things to consider regarding the issue. There are many factors influence their choice, such as the school fee, the school’s accreditation status, the teacher quality, and etc. The problem rises as they don’t know which factor should come first, and what factor can be put on the second list. Plus, they need to work hard to collect enough money for the fee. There are still a lot of factors to be gone over; the school’s location, the social environment, the 74
Samantabadra | Juli 2014
discipline, the additional fees, and etc. On the other hand, school management is so aggressive to promote its own school to get (more) new students. Parents could get confused and bewildered. In my thesis, parents need Buddha wisdom to decide on which school to take. There are so many schoolchildren at present in relation to the big population of Indonesia. They need formal and nonformal education. By formal education I mean formal schools, including religious ones; Buddhist schools, Madrasahs, or theological schools. By non-formal education I mean courses, trainings, etc. No wonder there are many organizations, including companies, open schools, mostly on profit
and few on Corporate Social Responsibility (CSR) bases. In formal education, the government has divided it into General and Vocational Schools. Why do these organizations run schools? Because there are a lot of potential schoolchildren! Of the total 2000 population, 27.3% are between 0 and 14 years old, 66.5% are between 15 and 64 years old, while just 6.1% of the population of Indonesia are over 65. We would get similar numbers taken from Wikipedia as follows: a. 0-14 years: 27.7% (male 34,276,146/female 33,094,836) b. 15-64 years: 66.2% (male 80,806,409/female 80,065,855).
To choose the best school for their children, parents must have enough information of a particular school in order that they do not put their children in a wrong place. They also have to get other schools information as well for comparison. They should go around to visit the targeted schools and browse over the Internet to have more reviews. Actually, they really need the information. They would like to know the school facilities, achievements, faculty (i.e. the board of teachers), tuition, social environment, just to make sure whether it is bonafide or not. Having gone through
brochures, leaflets or homepages of school websites, both fathers and mothers will think of the three best schools in their minds. They make comparisons in terms of the school the school facilities, achievements, faculty (i.e. the board of teachers), tuition, social environment. The best school will be the one with the highest score. The funding could be a stumbling block for some families. They could go the lower priority school if they cannot afford it. The process demands much and wholehearted prayers in order that parents could choose the best school. The Daishonin has taught the
principle ishin-daie/ 以信 代慧 (Substituting Faith for Wisdom). The principle is the faith of true cause for gaining supreme wisdom, and faith alone leads to enlightenment. In general, Buddhism describes supreme wisdom as the cause of enlightenment, meaning through the faith in the Gohonzon of the Three Great Secret Laws, we could get the Buddha’s wisdom. The Buddha’s wisdom will guide us to the right choice no matter how low our formal education is. It is really the result of our Buddhist practice. Do a lot of daimoku day and night. The more daimoku we would chant
Juli 2014 | Samantabadra
75
wawasan to the Gohonzon, the more internal power we could produce. We would rely on the Gohonzon to open our Buddhahood which in turn will produce the wisdom. Don’t forget to be active in our Buddhist temple to do further Buddhist practice to carry out something useful for the sake of other members. Visit members in distress, giving encouragement to them. Make them firm and firmer in the faith. Choosing the best school is an easy matter if we refer to the principle. Parents would find it! Never think of something regular and routine. Be out of the box. Be creative! Taking a regular school in a favourite one, either a private or public school, is something easy. But studying in a boarding school or in a school of nature, even homeschooling could be a challenge. In the era of technology people have to be creative. The government actually has facilitated so many community centres to cater to people’s education: Preschool Education (PAUD) to substitute for Playgroup, Package A for Elementary School, Package B for Junior High School & Package C to replace Senior High School. And another thing, nowadays, Vocational Schools have been popular since the Ministry of Education and Culture put the advertisement on some TV stations. “SMK 76
Samantabadra | Juli 2014
Bisa!”or “Vocational Schools Can!” in the past people used to underestimate them. They would uphold Senior High Schools as their favourite. They would send their children to Senior High Schools in order that the children could continue to a college. Students or alumni of Vocational Schools used to be considered the second class citizen. However, graduates of Vocational Schools have proven their quality as they could make a good job. They are ready to work. They work better and faster than SMA graduates. Why? Because they have the life skills that are useful in the workplaces. SMA students do not get these. SMA graduates get theoretical perspectives, with only such a little know-how as computer and typing skills, and laboratory work. They know economy, accounting, physics, chemistry, biology in terms of theory. These lessons are regularly given at school. Once SMA graduates have to work due to economic reasons, they can do a little. Much different from SMK graduates could do things at work with flying clours.
To sum up, by means of Buddha’s wisdom, selecting a school could be easily conducted. There are so many possibly creative schooling choices. Don’t care about favourite and expensive schooling, but have a look at an institution which could be of inspiration in educating schoolchildren. A Vocational School could be one of the solutions.
References: www. sgilibrary.org http:// rldpopulationreview.com/ countries/indonesiapopulation/ Demographics of Indonesia Wikipedia, the free encyclopedia
kesehatan
Fakta Tentang Pedofilia B
elum lama ini, Indonesia sempat dikejutkan oleh kasus sodomi yang terjadi di Jakarta International School (JIS), serta tertangkapnya Ahmad Sobadri alias Emon karena terbukti melakukan sodomi terhadap 73 anak laki-laki di Sukabumi. Kasus yang serupa juga pernah terjadi pada tahun 2010, dimana seorang laki-laki bernama Baikuni ditangkap polisi setelah diketahui melakukan sodomi dan pembunuhan terhadap 14 anak laki-laki. Perilaku menyimpang ini ternyata tidak hanya dialami oleh orang Indonesia saja. Terbukti pada tahun 2009, seorang warna Negara Australia bernama Philip Robert, dijatuhi hukuman 8 tahun penjara karena telah melakukan sodomi terhadap belasan anak laki-laki di Singaraja, Bali. Dan pada tahun 2004, William Stuart Brown yang juga warga Negara Australia, dipenjara selama 13 tahun akibat perbuatannya yang telah mensodomi 2 anak laki-laki di Denpasar, Bali.
M
elihat maraknya kasus-kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa tindakan pelecehan atau kekerasan seksual pada anak bukanlah masalah sepele dan harus segera dicari jalan keluarnya. Kasus penyimpangan seksual ini diibaratkan seperti gunung es, karena yang tampak di permukaan hanyalah sebagian kecilnya saja. Sedangkan jauh di dalamnya, masih terdapat begitu banyak kasus yang belum terungkap. Salah satu faktor yang mempersulit penemuan kasus-kasus ini dikarenakan pihak korban dan keluarga seringkali merasa malu dan lebih memilih untuk diam. Seiring dengan peningkatan kasus pelecehan seksual pada anak, muncul sebuah istilah yang disebut pedofilia. Menurut diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan
pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) dan biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif terhadap anak pra-puber (umumnya berusia 13 tahun atau lebih muda). Sedangkan menurut The American Heritage Stedman’s Medical Dictionary, pedofilia adalah tindakan atau fantasi pada orang dewasa yang terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak-anak. Secara garis besar, pedofilia dapat diartikan sebagai kepentingan seksual atau pelecehan seksual terhadap anak-anak. Pelecehan seksual yang dialami oleh anak-anak dapat mengakibatkan kerugian, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah studi yang didanai oleh USA National Institute of
Drug Abuse menemukan fakta bahwa mereka yang pernah mengalami pelecehan seksual semasa kecil lebih rentan untuk terlibat dalam penggunaan obat terlarang dan alkohol, serta beresiko tinggi mengalami gangguan kejiwaan atau melakukan tindakan bunuh diri. Anak yang dilecehkan secara seksual, menderita gejala psikologis lebih besar dibandingkan anak-anak normal lainnya. Resiko akan lebih besar jika pelaku adalah keluarga atau kerabat dekat korban dan jika pelecehan yang dilakukan sampai pada tahap hubungan seksual atau jika terjadi kekerasan fisik. Pelecehan seksual pada anak dapat menimbulkan cedera dan pendarahan. Pada kasus yang lebih parah, bisa menyebabkan terjadinya kerusakan organ internal dan bahkan tidak Juli 2014 | Samantabadra
77
sedikit kasus yang berujung pada kematian. Selain itu, pelecehan seks juga dapat menyebabkan infeksi dan munculnya penyakit menular, seperti HIV-AIDS. Rasa stres dan trauma yang ditimbulkan akibat pelecehan tersebut bisa memicu terjadinya kerusakan neurologis, dimana akan terjadi perubahan dalam fungsi dan perkembangan otak korban. Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak : 1. Pendidikan seksual sejak dini
78
Anak-anak sebaiknya diberikan pendidikan seksual sejak dini, baik melalui keluarga di rumah maupun oleh para guru di sekolah. Mereka harus diajarkan untuk mengenali tubuh mereka sendiri, serta diberitahu bagian tubuh mana saja Samantabadra | Juli 2014
yang boleh disentuh dan bagian mana yang sama sekali tidak boleh disentuh.
2. Perhatian yang cukup dari keluarga Keluarga pastinya memiliki peran penting dalam melindungi anakanak dari tindakan pelecehan seksual. Namun, seringkali anak tidak mendapatkan perhatian yang cukup dikarenakan orangtuanya yang sibuk bekerja. Hal ini membuat sang anak menjadi bingung, tidak tahu harus bertanya atau menceritakan masalah mereka kepada siapa. Oleh karena itu, sebagai orangtua, kita harus bisa lebih memperhatikan perkembangan anak, baik dari segi fisik maupun psikologis.
3. Pemenuhan kebutuhan spiritual Tidak dapat dipungkiri bahwa agama juga memegang peranan yang sangat penting. Seringkali ada hal-hal yang sulit dijelaskan di rumah maupun di sekolah, tetapi bisa dijabarkan dengan baik melalui agama. Sang anak harus diberikan pendidikan agama yang cukup, agar kebutuhan spiritual mereka terpenuhi sehingga mereka bisa memahami dengan jelas perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang kurang baik. (Megah)
Referensi : http://www.hidayatullah.com/artikel/opini/ read/2011/07/23/3917/pedofilia-danderita-anak-anak-indonesia.html http://en.tempo.co/read/ news/2014/05/05/064575410/KasusPedofilia-di-Indonesia-Tertinggi-di-Asia http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_ seksual_terhadap_anak
cerita sutra
Raja Asoka
Juli 2014 | Samantabadra
79
cerita sutra
P
ada jaman dahulu kala di Negeri India ada seorang raja yang bernama Asoka. Sejak kecil ia dikenal sebagai orang yang bengis dan jahat. Untuk merebut kedudukan kerajaan, ia bahkan sampai hati membunuh 99 orang saudaranya. Setelah naik tahta, Raja Asoka dengan segera mengirim tentara untuk menyerang negara- negara di sekitarnya. Pada tahun ke-9 ia menjadi raja, ia membawa tentara untuk menyerang ke salah satu negara di India. Katanya “sejumlah seratus ribu orang terbunuh oleh tentaranya, yang tertangkap berjumlah seratus lima puluh ribu orang”. Akibat dari kekejaman dan keserakahan Raja Asoka, di mana-mana hampir di seluruh negeri banyak terdengar tangisan dari anak-anak yang kehilangan ayah dan juga ibu mereka yang kehilangan nyawa dalam perang yang terus berkobar. Keadaan ini mengakibatkan anak-anak kecil tersebut yang tidak punya sandaran hidup lagi harus berkelana kemanamana untuk menyambung hidupnya. Sungguh amat memilukan ! Penderitaan yang dialami oleh anak-anak kecil yang tidak tahu menahu tentang peperangan. ternyata juga dialami oleh orang-orang tua yang kehilangan anaknya. Entah karena anaknya tersebut tersesat di suatu tempat yang orang tuanya 80
Samantabadra | Juli 2014
tidak mengetahui atau kemungkinan lainnya. Tapi yang pasti ketika orang-orang tua tersebut menemukan anaknya, semuanya dalam keadaan sudah tidak bernafas lagi akibat kekalutan masa perang. Sehingga akhirnya pada suatu saat dimana-mana yang terdengar teriakan memanggil langit dan bumi dari orang tua yang kehilangan anak-anaknya maupun jerit tangis anak-anak yang kehilangan orang tuanya. Keadaan yang amat menyedihkan ini terus berlangsung sampai akhirnya Raja Asoka tersentuh hati nuraninya yang menyebabkannya tidak tega melihat penderitaan rakyat banyak. Atas kejadian yang menyedihkan seperti ini, akhirnya dapat menyadarkan dan membangunkan Raja Asoka yang jahat dan bengis ini. Beliau berkata, “Ah... tahutahunya saya telah berbuat onar yang melukai langit dan merugikan bumi, mulai hari ini saya mau percaya kepada bimbingan Buddha, demi kebahagiaan umat dan masyarakat yang damai, Saya mau mempersembahkan tenaga saya”. Atas mendalamnya kesadaran yang dilakukannya, Raja Asoka masuk ke dalam Kuil Buddha, meminta Buddha untuk membebaskan dan megampuni karma dosa masa lalu yang telah dibuat olehnya. Dengan mulai giat melakukan pertapan Hukum Buddha,
balajar Hukum Buddha telah menyebabkan ia tidak pernah mau mengadakan peperangan, bahkan tidak mau memegang panah dan pedang lagi. Beliau berkata, “Buddha saya tidak akan membunuh orang yang tidak bersalah, mulai hari ini saya akan mengikuti bimbingan dan ajaran dari Sang Buddha, menjadi seorang raja yang baik, dengan penuh tenaga berjuang demi kebahagiaan rakyat” Prasetya dari Raja Asoka dihadapan Sang Buddha dibuktikannya melalui karya nyata dengan segera, yaitu ia segera mengurangi jumlah prajuritnya. Pengeluaran biaya yang tadinya untuk membiayai perang, kini dialihkan untuk pesta/ festival keliling kota/negeri atau untuk mengadakam pertunjukkan tari atau musik. Dengan demikian prajurit yang pulang ke kampung halamannya dengan gembira dapat mengerjakan pekerjaan dan penghidupan sendiri di keluarga. Di mana-mana selalu terdengar suara tertawa yang penuh kegembiraan di dalam suatu keluarga. Dan seluruh rakyatnya dapat mulai hidup bebas dan menikmati kebahagiaan. Selanjutnya Raja Asoka mengeluarkan perintah yang melarang rakyatnya saling berkelahi dan membunuh. Bukan hanya itu saja, di setiap tempat dibangun banyak rumah sakit untuk rakyat, bahkan untuk sapi,
kuda, kambing. Untuk para binatangpun didirikan pula rumah Sakit. Setiap Raja Asoka berpergian ia selalu berusaha supaya orang yang sedang mengalami penderitaan, kesusahan dan kesesatan dapat berubah menjadi kegembiraan dan kebahagiaan. Pada suatu kunjungannya kepada rakyatnya, rakyatnya berkata : “Raja..! Tempat yangg kami tinggali jalanan rusak dan tidak dapat dijalani, lalu lintasnya pun tidak teratur”! Usul dari rakyat ini pun diperhatikannya. Maka itu setiap ada yang mengusulkan sesuatu, Raja Asoka selalu mendengarnya dengan senang hati dan segera memerintahkan orang untuk memperbaiki jalan dan memudahkan rakyatnya. Seluruh rakyat memuji dan sambil tertawa mengatakan, “Raja Asoka kini telah berubah menjadi seorang raja yang baik. Semua ini karena ia telah menganut dan mempercayai ajaran Sang Buddha yang dapat mengubahnya”. Raja Asoka sampai berhasil menghapus pemborosan biaya yang biasanya dipakai raja untuk bertamasya atau pesta besar-besaran. Kini biaya itu digunakan untuk membangun kuil-kuil yang megah, disediakan untuk para umat agar dapat dengan rajin dan gembira melaksanakan pertapaan melalui hati kepercayaan, mempelajari Ajaran Sang Buddha. Bukan hanya itu saja, Raja
Asoka yang mendambakan suatu perdamaian itu di dalam hatinya mengupayakan satu harapan besar. Di dalam hatinya ia berpikir, “Supaya umat di seluruh dunia dapat bahagia, maka bagaimanapun Hukum Buddha yang benar dan unggul ini harus disebarluaskan ke seluruh penjuru luar negeri”. Melalui usaha dan tekadnya, tidak lama kemudian Hukum Buddha dapat diserbarluaskan sampai ke seluruh India dan Eropa. Di setiap tempat katakata Raja Asoka yang mendambakan perdamaian diukir di batu dan di tembok oleh rakyat yang bersangkutan. Sesungguhnya pada kehidupan masa lampau raja Asoka, di jaman Buddha Sakyamuni. Pada suatu hari Buddha Sakyamuni sedang melalui suatu tempat. Di pinggir jalan ada dua orang anak kecil yang sedang main pasir, kedua anak tersebut melihat Buddha Sakyamuni yang sedang berjalan, merasa terharu dan kagum oleh kegagahan dan kewibawaan dari Buddha Sakyamuni.
Rasa haru dan kagum menimbulkan keinginan dari dua orang anak kecil ini untuk menyumbang sesuatu kepada Buddha Sakyamuni. Namun karena pada saat itu mereka tidak mempunyai makanan untuk berpujana (menyumbang), salah satu dari anak itu yang bernama Tokusyo Doji menyajikan kue dari pasir yang baru dibuatnya, dihantarkan ke hadapan Sang Buddha. Lalu Buddha Sakyamuni berkata, “Yang mendamaikan seluruh rakyat India pada saat nanti adalah Raja Asoka yang dihormati dan dicintai oleh seluruh rakyat”. Dan Raja Asoka yang dimaksud adalah kelahiran dari Tokusyi Doji itu. eee
Juli 2014 | Samantabadra
81
resep
Telur Gabus
Oleh : Ibu Oking D, Bogor
Bahan A: 300 gram sagu cap tani 4 butir telur ayam 1 sdt garam (telur dan garam dikocok selama kurang lebih lima menit) Bahan B: 300 gram gula merah 100 CC air 1 sdt garam Bahan C: Minyak dingin
Cara Membuat : 1. Aduk semua Bahan A, lalu pulung-pulung dan rendam di minyak dingin. 2. Setelah terkumpul banyak, digoreng dengan api sedang hingga kuning. 3. Masak Bahan B hingga gulanya larut, lalu masukkan semua Bahan A yang sudah matang dan aduk sampai rata.
Berita Duka Cita
Ibu Herlin Jayanto
Bapak Arifin Yusuf
29 Mei 2014 Umat NSI Daerah Jatinegara DKI Jakarta
Meninggal pada usia 65 tahun 11 Mei 2014 Umat NSI Daerah Bekasi Jawa Barat
(suami Ibu Analusia)
Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha. Nammyohorengekyo.
82
Samantabadra | Juli 2014
Jadwal Kegiatan Susunan NSI
Bulan Juli 2014
Juli 2014 | Samantabadra
83
Vihara & Cetya
BALAI PUSAT NSI
Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782 PROVINSI LAMPUNG Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728 PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903
84
Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia
Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239 Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Rajawali Jl. Ampera IV No. 12 RT 005/RW 09 Jakarta Utara Telp. (021) 64710728, 6401168 Cetya Tanjung Priok Jl. Deli No. 31, Tanjung Priok – Jakarta Utara Telp. (021) 4356309 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969 PROVINSI JAWA BARAT Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034
Samantabadra | Juli 2014
Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319 Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851 Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Jl. Merdeka, No. 57 RT 05/03 Kel. / Kec. Lemah Wungkuk Kabupaten Cirebon Telp. (0231) 202793 PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo
Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340 Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682 Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Ponorogo Jl. Ontorejo 93 Kabupaten Ponorogo Telp. (0352) 681241
Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen
Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang
Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan
Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali
Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep
Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo
PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510